BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan itu layaknya sebuah organisme yang berkembang. Banyak sekali tantangan yang harus dihadapi dalam menjalankannya. Perusahaan akan dihadapkan pada berbagai macam kondisi, baik yang menguntungkan maupun yang berpotensi menghambat. Di sinilah kita dapat melihat bagaimana kepiawaian pihak manajemen dalam berperilaku. Pada kondisi terburuk, seringkali manajemen terpaksa untuk mengambil keputusan yang harus mengorbankan kinerja bisnis jangka pendeknya namun akan membuat perusahaan semakin maju dalam jangka panjang. Tidak melihat apa bentuk dari perusahaan tersebut, semua pasti akan dihadapkan pada kondisi yang mengharuskan pihak manajemen memilih keputusan yang tepat untuk kelangsungan hidup perusahaan. Misalnya perusahaan ingin melakukan ekspansi maka kebutuhan dana juga akan timbul. Disinilah tugas manajemen untuk memutuskan dengan cara apa mereka mendanai, utang atau menjual saham ke publik. Ekspansi hanyalah salah satu contoh kegiatan perusahaan yang membutuhkan banyak dana untuk meningkatkan kinerja. Untuk memilih mendanai dengan utang biasanya perusahaan harus memiliki credibility yang baik dimata kreditur, maka biasanya kreditur atau bank menghitung collateral yang dimiliki dan cash flow untuk melihat kemampuan membayar dari perusahaan tersebut. Akan tetapi sesuatu yang didanai dengan utang terhambat pada collateral yang nilainya terkadang tidak sesuai dengan dana yang dibutuhkan serta keterbatasan pada jangka waktu pengembalian yang sudah ditetapkan. Maka pilihan lain adalah menjual saham di pasar modal . Menjual saham ke luar selain mendapatkan dana yang cukup, juga memaksa perusahaan untuk meningkatkan kinerja, harus lebih transparan dan akuntable karena para pemilik/penanam modal memiliki hak untuk mendapatkan return serta tidak ingin adanya asimetri informasi. Pasar modal Indonesia didirikan pada tahun 1912 sempat mengalami “tidur panjang”. Namun telah mengalami perkembangan cukup pesat sejak diaktifkannya kembali pada tahun 1997 semakin banyak yang terdaftar, apalagi diberlakukannya Pakto 88 dan berubahnya kultur perusahaan, dari perusahaan tertutup (keluarga) menjadi perusahaan terbuka (Hartono, 2000). Untuk menjual saham di pasar modal biasanya perusahaan harus mengikuti aturan–aturan yang sudah di tetapkan BAPEPAM sebagai pengatur dan pengawas. Proses yang dilakukan oleh perusahaan ketika ingin menjual sahamnya ke investor adalah IPO (Initial Public Offering). Initial Public Offering (selanjutnya disebut sebagai IPO) adalah penawaran atau penjualan saham suatu perusahaan untuk pertama kalinya kepada masyarakat (atau publik) di pasar modal atau bursa (Hartono dan Ali, 2002; Midiastuti dan Ilyas, 2004; Gumanti, 2005). Menurut UU No.8 Tahun 1995, penawaran umum ( emisi / go public / initial public offering ) adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tatacara yang diatur dalam undang-undang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya. Perusahaan yang telah melakukan IPO sering disebut perusahaan publik (Ang, 1997). Tujuan IPO adalah untuk mendapatkan dana dari masyarakat guna membiayai kegiatan perusahaan dengan harapan akan tercipta kinerja perusahaan yang lebih baik. Beberapa alasan perusahaan menanamkan sahamnya melalui pasar modal, yaitu (Sjahrir, 1995) : 1. Kebutuhan akan digunakan untuk melunasi utang baik jangka panjang maupun jangka pendek, sehingga dapat mengurangi beban bunga. 2. Meningkatkan modal kerja 3. Membiayai perluasan usaha (pembangunan pabrik baru, peningkatan kapasitas produksi) 4. Memperluas jaringan pemasaran dan distribusi 5. Meningkatkan teknologi industri 6. Membayar sarana penunjang (pabrik, perawatan, kantor, dan lain-lain) Dengan menjadi perusahaan publik, banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh perusahaan, di antaranya (Wahyu, 2011) : 1. Memperoleh Sumber Pendanaan Baru Dana untuk pengembangan, baik untuk penambahan modal kerja maupun untuk ekspansi usaha, adalah faktor yang sering menjadi kendala banyak perusahaan. Dengan menjadi perusahaan publik kendala pendanaan tersebut akan lebih mudah diselesaikan, yaitu: Perolehan dana melalui hasil penjualan saham kepada publik. Dengan cara ini, perusahaan dapat memperoleh dana dalam jumlah yang besar dan diterima sekaligus dengan cost of fund yang relatif lebih kecil dibandingkan perolehan dana melalui perbankan. Selain itu di masa mendatang, dengan telah menjadi perusahaan publik, perusahaan juga dapat melakukan secondary offering tanpa batas. 2. Memberikan Competitive Advantage untuk Pengembangan Usaha. Dengan menjadi perusahaan publik, perusahaan akan memperoleh banyak competitive advantages untuk pengembangan usaha di masa yang akan datang, yaitu antara lain: Melalui penjualan saham kepada publik perusahaan berkesernpatan untuk mengajak para partner kerjanya seperti pemasok (supplier) dan pembeli (buyer) untuk turut rnenjadi pemegang saham perusahaan. Dengan demikian, hubungan yang akan terjadi tidak hanya sebatas hubungan bisnis tetapi berkembang menjadi hubungan yang lebih tinggi tingkat kualitas dan loyalitasnya. Hal tersebut disebabkan karena mereka sebagai salah satu pemegang saham akan memberikan komitmen yang lebih tinggi untuk turut serta membantu pengembangan perusahaan di masa depan. 3. Melakukan merger atau akuisisi perusahaan lain Pengembangan usaha melalui merger atau akuisisi merupakan salah satu cara yang cukup banyak diminati untuk mempercepat pengembangan skala usaha perusahaan. Saham perusahaan publik yang diperdagangkan di bursa rnemiliki nilai pasar tertentu. Dengan demikian, bagi perusahaan publik yang saharnnya diperdagangkan di bursa, pembiayaan untuk merger atau akuisisi dapat lebih rnudah dilakukan yaitu melalui penerbitan saham baru sebagai alat pembiayaan merger atau akuisisi tersebut. 4. Meningkatkan Kemampuan Going Concern Kemampuan going concern bagi perusahaan adalah kernampuan untuk tetap dapat bertahan dalam kondisi apapun terrnasuk dalam kondisi yang dapat mengakibatkan bangkrutnya perusahaan, seperti terjadinya kegagalan pembayaran hutang kepada pihak ketiga, perpecahan di antara para pemegang saham pendiri, atau bahkan karena adanya perubahan dinamika pasar yang dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk tetap dapat bertahan di bidang usahanya. Dengan menjadi perusahaan publik, kemampuan perusahaan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya akan jauh lebih baik dibandingkan dengan perusahaan tertutup. 5. Meningkatkan Citra Perusahaan Dengan go public suatu perusahaan akan selalu mendapat perhatian media dan komunitas keuangan. Hal ini berarti bahwa perusahaan tersebut mendapat publikasi secara cuma-cuma, sehingga dapat meningkatkan citranya. Peningkatan citra tersebut tentunya akan memberikan dampak positif bagi pengembangan usaha di masa depan. Hal ini sangat dirasakan oleh banyak perusahaan yang berskala kecil menengah karena dengan menjadi perusahaan publik yang sahamnya diperdagangkan di Bursa, citra mereka menjadi setara dengan banyak perusahaan besar yang telah memiliki skala bisnis yang besar dan pengalaman historis yang lama. 6. Meningkatkan Nilai Perusahaan Dengan menjadi perusahaan publik yang sahamnya diperdagangkan di Bursa, setiap saat dapat diperoleh valuasi terhadap nilai perusahaan. Setiap peningkatan kinerja operasional dan kinerja keuangan umumnya akan mempunyai dampak terhadap harga saham di Bursa, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan secara keseluruhan. Namun keputusan untuk melakukan IPO merupakan suatu keputusan yang kompleks karena akan memunculkan adanya kerugian dan biaya baru (Gumanti, 2002; Midiastuti dan Ilyas, 2004), sehingga hal tersebut pastinya akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Dan untuk mendapatkan banyak dana maka perusahaan harus mampu menjual saham dalam jumlah besar dengan meyakinkan kepada investor, bahwa perusahaan mereka akan memberikan return yang maksimal dan menimimalkan resiko. Kinerja perusahaan sendiri dapat dinilai melalui laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan laporan tersebut dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar penilaian kinerja perusahaan. Bagi perusahaan-perusahaan yang telah mempublik, kinerja perusahaan dapat pula diukur melalui perubahan harga dan return sahamnya di bursa efek (Pyamta dan Machfoedz, 1999). Informasi sebelum IPO sebuah perusahaan tercantum dalam prospektus yang berisi laporan keuangan dan laporan non-keuangan perusahaan terkait. Adapun laporan keuangan tersebut diukur melalui rasio-rasio keuangan seperti pertumbuhan penjualan, rata-rata marjin laba operasi, rata-rata rasio penjualan per aktiva tetap, dan rata-rata return on equity. Sedangkan keterbukaan informasi setelah IPO yang diatur oleh otoritas pasar modal harus dipenuhi selama menjadi perusahaan publik sehingga pengawasan terhadap perusahaan menjadi lebih transparan. Mas’ud Machfoedh (1999) mengatakan bahwa jumlah perusahaan yang go public di Indonesia pada tahun 1988 berjumlah 24 buah pada tahun 1993 telah meningkat menjadi 172 buah. Namun demikian, peningkatan perusahaan yang go public diikuti dengan peningkatan terlambatnya publikasi pelaporan keuangan tahunannya. Hal ini disebabkan buruknya kinerja keuangan perusahaan. Tidak bisa diabaikan pula bahwa kondisi lingkungan usaha baik yang terkait dengan kondisi perekonomian pada saat dilaksanakan IPO maupun yang secara khusus terkait dengan kondisi bidang usaha/industri tertentu dari perusahaan yang melaksanakan IPO diduga juga dapat mempengaruhi kinerja operasi perusahaan (Suroso dan Siddharta, 2006). Sesuai dengan tujuan prospektus bahwa perusahaan yang go public bertujuan agar perusahaan dapat melakukan ekspansi atau melakukan pembayaran utang perusahaan atau bahkan untuk mendapatkan laba perusahaan. Karena investor menginginkan apabila dia menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut maka investor akan mendapatkan profit dari hasil pembelian saham pada perusahaan. Tetapi kenyataannya investor tidak tahu apakah perusahaan setelah melakukan IPO mempunyai kinerja keuangan yang justru meningkat atau bahkan malah menurun. Sehingga setelah IPO masyarakat dapat melihat (khususnya investor) apakah tujuan perusahaan sesuai dengan janji yang ada dalam prospektus atau perusahaan melanggar janji dari tujuan semula. Bahkan terkadang perusahaan yang akan melakukan IPO mempercantik laporan keuangannya untuk menarik investor. Sehingga ada kecenderungan yang terjadi pada perusahaan-perusahaan yang dua atau tiga tahun setelah melakukan IPO, kinerja keuangannya menurun, sehingga laporan keuangannya tidak lagi semenarik saat melakukan IPO. Padahal, perusahaan yang sudah melakukan IPO selain dituntut untuk meningkatkan kinerja keuangan dan juga non keuangan. Perusahaan yang sebelum menjadi perusahaan go public cenderung tidak disiplin dalam menerapkan good corporate governance maka setelah melakukan IPO harus mengikuti semua aturan yang sudah ditetapkan. Menurut Farid Harianto (1998) bahwa perusahaan yang go public merupakan perusahaan yang dimilki oleh masyarakat, oleh karena itu operasi perusahaan yang efisien akan sangat mempengaruhi kinerja perusahaan dan akhirnya akan mempengaruhi apresiasi masyarakat pada perusahaan publik. Merosotnya nilai rupiah, lamanya perusahaan terproteksi dan besarnya utang luar negeri dimungkinkan menyebabkan adanya perubahan pada kinerja perusahaan. Likuiditas perusahaan menjadi terganggu disebabkan oleh besarnya utang dalam bentuk dolar ketika dikonversi ke nilai rupiah dan akhirnya akan berujung pada penurunan tingkat perolehan laba perusahaan. Narulita (2000) mengatakan kinerja keuangan yang lebih fundamental dalam menjelaskan beberapa kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan adalah rasio keuangan. Melalui rasio keuangan kita bisa membuat perbandingan yang berarti dalam dua hal. Pertama dengan cara membandingkan rasio keuangan suatu perusahaan dari waktu ke waktu untuk mengamati kecenderungan (trend) yang sedang terjadi. Cara yang kedua dengan membandingkan rasio keuangan sebuah perusahaan dengan perusahaan lain yang masih begerak pada industri yang relatif sama pada periode tertentu. Dalam penelitan ini akan merujuk dua alternatif diatas, yang hasilnya dapat digunakan untuk mengukur tingkat kinerja keuangan perusahaan. Karena hal-hal tersebut penulis ingin mengetahui lebih jauh apakah pelaksanaan IPO pada perusahaan manufaktur benar-benar tepat, sehingga di masa yang akan datang investor memilki pengetahuan dalam menginvestasikan dananya di saham manufaktur. Berdasarkan hal-hal yang melatarbelakangi diatas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Setelah IPO”. 1.2 Rumusan Masalah Masalah kinerja keuangan sangat penting karena merupakan salah satu indikator untuk mengetahui keadaan atau kondisi perusahaan. Dengan mengetahui kondisi perusahaan maka akan dapat diketahui apakah perusahaan dapat tumbuh dan terus berkembang. Melalui penilaian kinerja keuangan masyarakat (khususnya investor) bisa memutuskan dengan tepat dimana mereka akan berinvestasi. Investor harus menghindari perusahaan yang melakukan window dressing pada laporan keuangan Karena hal-hal tersebut maka penulis ingin mengetahui apakah pelaksanaan IPO dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Penelitianpenelitian sebelumnya menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Beberapa penelitian membuktikan bahwa kinerja keuangannya cenderung menurun setelah IPO, tapi ada juga yang membuktikan bahwa kinerja keuangannya meningkat setelah IPO. Maka, pertanyaan yang timbul adalah apakah dampak IPO perusahaan manufaktur dapat meningkatkan kinerja keuangan? 1.3 Batasan Masalah Perusahaan yang diteliti merupakan perusahaan manufaktur yang melakukan IPO pada periode tahun 1995-2010. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah mengukur dampak IPO perusahaan manufaktur dalam meningkatkan kinerja keuangan. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi para calon investor, dapat memberikan gambaran tentang langkah-langkah yang dapat diambil bila calon investor ingin melakukan investasi saham pada perusahaan manufaktur. 2. Bagi perusahaan yang bersangkutan, dapat dijadikan sebagai acuan dalam memperbaiki kinerja keuangannya, sehingga diharapkan para calon investor tidak ragu dalam menanamkan modalnya. 3. Bagi dunia akademis, dapat digunakan sebagai bahan pembanding bagi penelitian-penelitian di waktu mendatang. 1.6 Sistematika Penelitian Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: BAB I : Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan Teori Bab ini menguraikan tentang landasan teori yang digunakan sebagai dasar pembahasan permasalahan yang ada, penelitian terdahulu dan pengembangan hipotesis. BAB III : Metodologi Penelitian Bab ini menguraikan metodologi penelitian yang mencakup populasi dan sampel, sumber data, metode pengumpulan data, desain penelitian, jenis penelitian, definisi operasional dan pengukuran variabel, serta metode analisis data. BAB IV : Hasil Penelitian Bab ini menguraikan mengenai analisis data dan pembahasan hasil penelitian. BAB V : Kesimpulan Membahas simpulan, keterbatasan penelitian dan saran yang diajukan.