II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Lahan Tanah atau lahan merupakan salah satu sumber daya yang penting dalam kehidupan manusia karena setiap aktivitas manusia selalu terkait dengan tanah. Tanah merupakan tanah (sekumpulan tubuh alamiah, mempunyai kedalaman lebar yang ciri-cirinya mungkin secara langsung berkaitan dengan vegetasi dan pertanian sekarang) ditambah ciri-ciri fisik lain seperti penyediaan air dan tumbuhan penutup yang dijumpai (Soepardi, 1983 dalam Akbar, 2008). Muhammad Utomo (1992) menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami yang melandasi kegiatan kehidupan dan penghidupan, memiliki dua fungsi dasar, yakni: 1. Fungsi kegiatan budaya; suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, baik sebagai kawasan perkotaan maupun pedesaan, perkebunan hutan produksi dan lain-lain. 2. Fungsi lindung; kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya. 10 11 Martua, S (2004) membedakan penggunaan tanah ke dalam tiga kategori, yaitu: 1. Masyarakat yang memiliki tanah luas dan menggarapkan tanahnya kepada orang lain; pemilik tanah menerapkan sistem sewa atau bagi hasil. 2. Pemilik tanah sempit yang melakukan pekerjaan usaha tani dengan tenaga kerja keluarga, sehingga tidakmemanfaatkan tenaga kerja buruh tani. 3. Pemilik tanah yang melakukan usaha tani sendiri tetapi banyak memanfaatkan tenaga kerja buruh tani, baik petani bertanah sempit maupun bertanah luas. B. Konversi lahan Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktorfaktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Semula fungsi utama lahan ialah untuk bercocok tanam padi, palawija, atau hortikultura. Kini dengan gencarnya industrialisasi, lahan-lahan produktif pertanian berubah menjadi pabrik-pabrik, jalan tol, permukiman, perkantoran, dan lain sebagainya. Jika dalam setahun alih fungsi lahan terdata sekitar 4.000 hektar, dalam lima 12 tahun ke depan lahan produktif yang beralih fungsi mencapai 20.000 hektar (Suwandi, 2002). Irawan (2005) dalam Akbar (2008) mengemukakan bahwa konversi tanah lebih besar terjadi pada tanah sawah dibandingkan dengan tanah kering karena dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu pertama, pembangunan kegiatan non pertanian seperti kompleks perumahan, pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan pada tanah sawah yang lebih datar dibandingkan dengan tanah kering. Kedua, akibat pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatan produk padi maka infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah persawahan daripada daerah tanah kering. Ketiga, daerah persawahan secara umum lebih mendekati daerah konsumen atau daerah perkotaan yang relatif padat penduduk dibandingkan daerah tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan dan pegunungan. Konversi lahan biasanya terkait dengan proses perkembangan wilayah, bahkan dapat dikatakan bahwa konversi lahan merupakan konsekuensi dari perkembangan wilayah. Sebagian besar konversi lahan yang terjadi, menunjukkan adanya ketimpangan dalam konsep tata ruang dan pengelolaan lahan yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda). Penegakan hukum yang lemah mengakibatkan terjadi perubahan struktur tata ruang wilayah dan akhirnya meningkatkan proses alih fungsi lahan. Di Indonesia, terdapat tiga macam ketimpangan (Cristo-doulou sebagaimana dikutip Gunawan Wiradi., 2000), yakni: 13 1. Ketimpangan dalam hal struktur “pemilikan” dan “penguasaan” tanah. Kepentingan/keberpihakan Pemerintah.Peran pemerintah mendominasi dalam menentukan kebijakan peruntukan penggunaan lahan dan mendukung pihak bermodal dan penguasaan lahan, sedangkan peran masyarakat rendah. 2. Ketimpangan dalam hal peruntukan tanah. Terdapatnya indikasi kesenjangan, yakni tanah yang seharusnya diperuntukan bagi pertanian rakyat digusur, sedangkan sektor non pertanian semakin bertambah luas. 3. Ketimpangan atau Incompability dalam hal persepsi dan konsepsi mengenaiagrarian. Terjadi perbedaan persepsi dan konsepsi mengenai bermacam hak atas tanah, yakni pemeritah dan pihak swasta yang menggunakan hukum positif dengan penduduk yang berpegang pada hukum normatif/hukum adat. Dampak negatif dari konversi lahan adalah hilangnya peluang memproduksi hasil pertanian di lahan sawah yang terkonversi, yang besarnya berbanding lurus dengan luas lahannya. Jenis kerugian tersebut mencakup pertanian dan nilainya, pendapatan usaha tani, dan kesempatan kerja pada usahatani. Selain itu juga hilangnya pendapatan dan kesempatan kerja pada kegiatan ekonomi yang tercipta secara langsung maupun tidak langsung dari kaitan ke depan (forward linkage) maupun ke belakang (backward linkage) dari kegiatan usaha tani tersebut, misalnya usaha traktor dan penggilingan padi. (Sumaryanto dkk., 1995). 14 Berbagai peraturan telah dikeluarkan pemerintah untuk membatasi alih fungsi lahan sawah. Upaya ini tidak memberikanhasil yang baik disebabkan karena: (a) lahan sawah mudah untuk berubah kondisi fisiknya; (b) peraturan yang bertujuan untuk mengandalikan konversi lahan secara umum hanya bersifat himbauan dan tidak dilengkapi sanksi yang jelas; dan (c) ijin konversi merupakan keputusan kolektif sehingga sulit ditelusuri pihak mana yang bertanggung jawab atas pemberian ijin konversi lahan. Ketiga kelemahan tersebut pada gilirannya menyebabkan aparat cenderung mendukung proses konversi lahan dengan alasan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Menurut Soekartawi (2005) faktor penyebab konversi Lahan pertanian adalah sebagai berikut : 1. Meningkatnya jumlah penduduk dan taraf kehidupan. 2. Lokasi lahan pertanian yang strategis diminati untuk kegiatan non- pertanian. 3. Fragmentasi lahan pertanian. 4. Kepentingan pembangunan wilayah yang seringkali mengorbankan sektor pertanian Proses konversi lahan pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi, perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Perkembangan yang dimaksud tercermin dari adanya: 15 1. Pertumbuhan aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap penggunaan lahan sebagai dampak peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan per kapita. 2. Adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pembangunan dari sektor -sektor primer khususnya dari sektor-sektor pertanian dan pengolahan sumberdaya alam ke aktifitas sektor-sektor sekunder (manufaktur) dan tersier (jasa). Berkurangnya luas lahan pertanian khususnya lahan sawah di suatu daerah, sudah tentu akan ikut mempengaruhi produksi padi di daerah tersebut. Jika dilihat dari tingkat pertumbuhan penduduk yang pada umumnya semakin bertambah dari tahun ke tahunnya, maka dikhawatirkan akan timbul masalah-masalah yang mengancam ketahanan pangan di daerah tersebut (Erwin Gunanto 2007). Model klasik dari alokasi lahan adalah model Ricardo (Ricardian Rent). Menurut model ini, alokasi lahan akan mengarah pada penggunaan yang menghasilkan surplus ekonomi (land rent) yang lebih tinggi, yang tergantung pada derajat kualitas lahan yang ditentukan oleh kesuburannya serta kelangkaan lahan. Menurut von Thunen nilai land rent bukan hanya ditentukan oleh kesuburannya tetapi merupakan fungsi dari lokasinya. Pendekatan von Thunen mengibaratkan pusat perekonomian adalah suatu kota yang dikelilingi oleh lahan yang kualitasnya homogen. Tata guna lahan yang dihasilkan dapat dipresentasikan sebagai cincin-cincin lingkaran yang 16 bentuknya konsentris yang mengelilingi kota tersebut. Teori von Thunen mencoba untuk menerangkan berbagai jenis pertanian dalam arti luas yang berkembang disekeliling daerah perkotaan yang merupakan pasar komoditi pertanian tersebut (Suwandi., 2002). Konversi lahan sawah tidak terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa sektor ekonomi tumbuh dengan cepat sehingga sektor tersebut membutuhkan lahan yang lebih luas. Apabila lahan sawah letaknya dekat dengan sumber ekonomi maka akan menggeser penggunaannya kebentuk lain seperti pemukiman, industri manufaktur dan fasilitas infrastruktur. Hal ini terjadi karena land rent persatuan luas yang diperoleh dari aktivitas baru lebih tinggi daripada yang dihasilkan sawah. Hal ini terjadi karena land rent persatuan luas yang diperoleh dari aktivitas baru lebih tinggi daripada yang dihasilkan sawah (Suwandi., 2002). Hubungan antara nilai land rentdan alokasi sumber daya lahan diantara berbagai kompetisi penggunaan sektor komersial dan strategis, mempunyai hubungan yang erat. Sektor tersebut berada pada kawasan strategis dengan land rent yang tinggi, sebaliknya sektor yang kurangmempunyai nilai komersial nilai rentnya semakin kecil. Economic rentsama dengan surplus ekonomiyang merupakan kelebihan nilai produksi total diatas biaya total. Suatu lahan sekurang-kurangnya memiliki empat jenis rent, yaitu: 1. Ricardian rent, menyangkut fungsi kualitas dan kelangkaan lahan 17 2. Locational rent, menyangkut fungsi eksesibilitas lahan 3. Ecological rent, menyangkut fungsi ekologi lahan 4. Sosiological rent, menyangkut fungsi sosial dari lahan Hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumber daya lahan diantara berbagai kompetisi penggunaan sektor komersial dan strategis, mempunyai hubungan yang erat. Sektor tersebut berada pada kawasan strategis dengan land rent yang tinggi, sebaliknya sektor yang kurang mempunyai nilai komersial nilai rentnya semakin kecil. Economic rent sama dengan surplus ekonomi yang merupakan kelebihan nilai produksi total diatas biaya total (Winoto., 2005). Untuk mencegah lebih banyak terjadi konversi lahan untuk tahuntahun berikutnya, dapat digunakan metode peramalan. Peramalan dapat diartikan sebagai penggunaan data masa lalu dari sebuah variabel atau kumpulan variabeluntuk mengestimasikan nilai dimasa yang akan datang. Untuk membuat peramalan dimulai dengan mengeksplorasi data dari waktu yang lalu dengan mengembangkan pola data dengan asumsi bahwa pola data waktu yang lalu itu akan berulang lagi pada waktu yang akan datang, misalnya berdasarkan data dan pengalaman pada 12 bulan yang terakhir (Suwandi,2002). C. Produksi Padi Produksi adalah tindakan dalam membuat komoditi, baik berupa barang maupun jasa (Lipsey, 1993). Suatu proses produksi membutuhkan faktor-faktor produksi, yaitu alat dan sarana untuk melakukan proses 18 produksi. Proses produksi juga melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor-faktor produksi yang digunakan denga produk yang di hasilkan. Dalam pertanian, proses produksi sangat kompleks dan terus-menerus berubah seiring dengan kemajuan teknologi. Menurut Salvatore (2001), Fungsi produksi merupakan hubungan matematis antara input dan output. Menurut Iskandar Putong (2003) fungsi produksi adalah hubungan teknis bahwa produksi hanya bisa dilakukan dengan menggunakan faktor produksi. Bila faktor produksi tidak ada, maka produksi juga tidak ada. Produksi pertanian tidak lepas dari pengaruh kondisi alam setempat yang merupakan salah satu faktor pendukung produksi. Selain keadaan tanah yang cocok untuk kondisi tanaman tertentu, iklim juga sangat menentukan apakah suatu komoditi pertanian cocok untuk dikembangkan di daerah tersebut, seperti halnya tanaman padi. Hanya pada kondisi tanah dan iklim tertentu dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Kelancaran dalam berproduksi sangat tergantung pada ketersediaan input yang digunakan. Apabila input produksi yang diibutuhkan cukup tersedia dengan jumlah yang dibutuhkan maka proses akan berjalan dengan baik. Tapi apabila terjadi sebaliknya maka proses produksi akan terganggu. Tersedia atau tidaknya input produksi sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan akan sangat mempengaruhi suatu usaha. Menurut Sadono, S. (2006) faktor produksi adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia atau yang tersedia oleh alam dan dapat digunakan untuk memproduksi berbagai 19 jenis barang dan jasa yang mereka butuhkan. Adapun faktor yang mempengaruhi produksi. a. Luas Lahan Dalam bidang pertanian, penguasaan tanah bagi masyarakat merupakan unsur yang paling penting untuk meningkatkan kesejahteraannya. Luas penguasaan lahan bagi rumah tangga petani akan berpengaruh pada produksi usaha tani yang pada akhirnya akan menentukan tingkat ekspor (Mubyarto,1989). Sedangkan Sadono, S. (2006) mengatakan tanah sebagai faktor produksi, tanah adalah mencakup sebagian dari permukaan bumi yang tertutup oleh air. Atau bagian dari permukaaan bumi yang dapat dijadikan untuk bercocok tanam dan untuk tempat tinggal dan termasuk pula kekayaan alam yang terdapat didalamnya. Menurut BPS (2003) lahan pertanian adalah lahan yang dikuasai, dan pernah diusahakan untuk selama satu tahun. Lahan tersebut antara lain: lahan sawah, tegal/kebun, kolam/tebat/empang, tambak, lahan perkebunan, hutan dan lahan untuk pengembangan /padang/rumput. Luas lahan akan mempengaruhi jumlah produksi pertanian, hal tersebut senada dengan Soekartawi (2005), yang menyatakan pada usahatani yang memiliki lahan yang luas juga sering terjadi ketidakefisienan dalam penggunaan teknologi dimana semakin luas lahan yang digunakan untuk usaha pertanian maka akan semakin tidak efisien penggunaan lahan tersebut. Sebaliknya pada lahan sempit pengawasan terhadap penggunaan 20 faktor produksi semakin baik. Penggunaan tenaga kerja tercukupi dan juga ketersediaan modal juga tidak terlalu besar sehingga kegiatan usaha pertanian lebih efisien. Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa luasnya lahan yang dapat mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang mengarah pada segi efisien berkurang, karena disebabkan oleh: 1. Lemahnya pengawasan terhadap penggunaan faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. 2. Terbatasnya persediaan tenaga kerja disektor didaerah itu yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisien usaha pertanian tersebut. 3. Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai pertanian dalam skala luas. Sebaliknya pada luas lahan yang sempit upaya pengawasan terhadap usaha pembangunan semakin baik, penggunaan tenaga kerja tercapai dan tersedianya modal kerja yang tidak terlalu besar, sehingga luas usaha pertanian seperti ini lebih efisien. Meskipun luasnya terlalu kecil cenderung menghasilkan usaha kecil pula. Jadi dari pendapat-pendapat dia atas dapat dikatakan bahwa tanah merupakan faktor produksi utama dari hasil pertanian. Luas lahan juga harus diiringgi dengan faktor-faktor lain seperti ketersediaan tenaga kerja yang cukup, pupuk yang disesuaikan dengan keadaan tanah tegalan atau kebun, pestisida yang berguna untuk mengatasi hama yang merusak tanaman. Semakin luas lahan pertanian yang digunakan dalam pertanian dan diseimbangkan dengan faktor-faktor produksi yang lain maka akan 21 menghasilkan produksi yang maksimal, sebagaimana diketahui bahwa luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidak efisiensinya suatu usaha pertanian. b. Bibit Bibit adalah bahan tanaman berupa tanaman yang kecil yang berpotensi untuk tumbuh dewasa yang berasal dari tanaman sejenis, misalnya: akar, batang dan daun. Bibit merupakan salah satu cara untuk mengembang biakkan tanaman. Dalam memilih bibit harus benar-benar baik yaitu tahan terhadap serangan hama penyakit, pertumbuhan subur serta memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu bibit yang baik memiliki daya tumbuh sekitar 80-100%. Kunci utama untuk meningkatkan produksi padi adalah dengan mengunakan benih bermutu dari varietas unggul. Varietas adalah bagian dari suatu jenis yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji dan sifat-sifat lain yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama. Varietas unggul adalah varietas yang mempunyai keunggulan produksi dan mutu hasil, tanggap terhadap pemupukan, toleran terhadap hawa penyakit utama dan tahan terhadap penagaruh cuaca. Menurut Hasan, B. J. (2002) menjelaskan benih yang sehat adalah benih yang tidak tercemar oleh gulma, tidak pula bekas 22 gigitan serangga. Untuk memperoleh bibit yang sehat dilakukan dengan cara teknologi benih. c. Pupuk Menurut Hasan, B. J. (2002) pupuk adalah senyawa yang mengandung unsur hara yang diberikan pada tanaman. Suatu pupuk umumnya terdiri dari komponen-komponen yang mengandung unsur hara, zat penolak air, pengisi, pengatur konsistensi, kotoran dan lain-lain. Bagian yang tidak mengandung unsur hara tersebut akan menyebabkan penurunan kadar hara dalam pupuk tersebut. Pemberian pupuk pada tanaman berguna untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah agar produksi tanaman tetap normal bahkan meningkat. Tujuan pemupukan memungkinkan tercapainya keseimbangan antara unsur hara baik yang terangkat saat panen, erosi, atau pencucian lainnya. Pupuk adalah bahan yang diberikan kedalam tanah baik yang organik maupun anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam pemberian pupuk pada tanaman, tidak hanya tahu cara pemberian, waktu pemberian dan dosis atau takaran tiap pemberian juga harus tepat. d. Pestisida Pestisida sangat dibutuhkan bagi perlindungan tanaman. Menurut Djafaruddin (2002) perlindungan tanaman mempunyai peranan yang sangat 23 penting dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari usaha “peningkatan produksi” atau produksi pertanian pertanaman”. Kegiatan perlindungan tanaman ialah kegiatan yamg bertujuan untuk melindungi, mencegah, atau menghindari agar tanaman kita tidak mengalami suatu gangguan, kerusakan, kematian, atau kemerosotan hasilnya, sekurangkurangnya memperkecil kerugian yang ditimbulkan secara ekonomis. Pestisida pada tanaman ini dapat dilakukan dengan bermacam-macam tindakan sesuai dengan kebutuhan tanaman, seperti penggunaan fungsida dan pestisida. Jadi dapat disimpulkan bahwa perlindungan tanaman itu sangat penting seperti disebutkan diatas dan dapat dikatakan menjamin kepastian hasil dan memperkecil resiko berproduksi sesuatu tanaman, sebab walaupun langkah-langkah lainnya dari memproduksi tanaman sudah dilaksanakan dengan baik, seperti varietas unggul, memupuk, mengairi, menyiangi, memanen, bahkan sampai pada pasca panen, tetapi langkah pengendalian gangguan diabaikan, maka apa yang diberikan oleh langkah lain itu akan menjadi sia-sia. Oleh karena itu, pengendalian gangguan dalam langkah budidaya tanaman merupakan satu faktor yang sama peranannya dengan faktor-faktor lainnya. Maka dapat disimpulkan bahwa pestisida untuk mengurangi, melindungi dan menghindarkan tanaman dari hama, penyakit dan virus yang bisa menyebabkan produksi berkurang. Pengunaan pestisida atau obat 24 pembasmi hama harus disesuaikan dengan kondisi musim atau dapat dikatan harus disesuikan dengan keadaan tanaman tersebut. e. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang dapat mempengaruhi produksi. Menurut Hidayat (1998) sebagai golongan tenaga kerja harus dipandang semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja, yang meliputi mereka yang bekerja untuk diri sendiri, untuk anggota keluarga yang tidak menerima upah serta mereka yang bekerja untuk menerima gaji dan upah. Dalam konteks penelitian yang akan dilakukan, tenaga kerja dihitung dengan besaran orang/tahun. Faktor tenaga kerja merupakan faktor vital dalam mengelola, menangani peralatan dan pengaturan serta menciptakan teknologi bagi keberhasilan dan kelancaran produksi. Menurut Hernanto jenis tenaga kerja yang digunakan dalam usaha tani dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Tenaga kerja manusia 2. Tenaga kerja ternak 3. Tenaga kerja mekanik Selanjutnya tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga kerja pria dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan dan pekerja wanita umumnya untuk menanam, panen dan lainlainnya. Sedangkan tenaga kerja ternak digunakan untuk pengolahan tanah dan pengangkutan, begitu pula halnya dengan tenaga kerja mekanik 25 digunakan untuk pengolahan tanah, menyemprotka serta untuk panen. Tenaga mekanik ini bersifat substitusi dari tenaga kerja ternak dan manusia. Sehubungan dengan terdapatnya beberapa jenis tenaga kerja yang digunakan dalam usaha tani, maka dalam analisa ketenagakerjaan dan juga untuk memudahkan melakukan perbandingan tenaga kerja dalam usaha tani diperlukan adanya standarisasi satuan tenaga kerja. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan ukuran Hari Orang Kerja (HOK) atau biasa juga disebut dengan Hari Kerja Setara Pria (HKSP). Menurut Soeharjo, (1992) hari kerja pria atau Hari Orang Kerja merupakan satuan ukuran kerja setara pria dewasa (man equivalent) dimana tenaga kerja wanita, anak-anak, hewan dan mesin-mesin dikonversikan sesuai dengan seorang pria dewasa. Dalam usaha pertanian yang akan dilakukan pasti akan memerlukan tenaga kerja, terutama dalam hal produksi. Tersedia atau tidaknya tenaga kerja dapat berpengaruh terhadap produksi komoditi Pertanian. Tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang tinggi khususnya disektor pertanian akan dapat meningkatkan produksi, apabila produksi meningkat maka konsumsi juga meningkat sehingga secara otomatis pendapatan petani juga akan meningkat. Dengan semakin banyak dan baiknya kualitas tenaga kerja maka akan berdampak langsung pada pendapatan petani. Berdasarkan teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti akan memerlukan tenaga kerja, terutama dalam hal produksi. Tersedia tidaknya tenaga kerja dapat mempengaruhi jumlah 26 produksi. Jumlah tenaga kerja yang banyak dan memiliki keterampilan di bidang pertanian akan dapat meningkatkan produksi dari segi jumlah dan mutu yang akan menyebabkan peningkatan dalam keuntungan sehingga akan menyebabkan meningkatnya pendapatan petani. f. Harga Menurut Sadono, S. (2006) harga adalah: “Suatu jumlah yang dibayarkan sebagai pengganti yang sedang atau telah akan dinikmati dari suatu barang dan jasa yang diperjual belikan. Harga merupakan perjanjian moneter terakhir yang menjadi nilai dari pada suatu barang atau jasa “ Jadi dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa harga merupakan suatu ukuran nilai dari barang-barang dan jasa. Harga yang terjadi adalah harga kesempakatan antara si pembeli dengan si penjual yang terjadi dalam suatu transaksi jual beli. Harga mempunyai fungsi sebagai pengukur dari nilai barang, adapun fungsi harga dalam kaitannya dengan produksi menurut Ratna, W. (2001) dapat dikelompokan atas tiga macam yaitu: 1. Menentukan barang apa yang akan diproduksi. 2. Menentukan teknologi mana yang akan digunakan dalam proses produksi. 3. Menentukan pembagian hasil kerja. Dari pernyataan yang dikemukakan oleh Ratna, W. (2001) diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga mempengaruhi barang apa yang akan diproduksi, teknologi apa yang akan dipakai dalam pelaksaaan produksi 27 dan harga akan menentukan pembagian hasil kerja. Menurut Mubyarto (1989) yaitu hubungan antara harga dan produksi pertanian bersifat siklus dengan asumsi : 1. Harga ini oleh setiaap produsen dianggap konstan dan produsen menganggap produksinya tidak akan memberi pengaruh yang berarti terhadap pasar. 2. Periode produksi memerlukan waktu tertentu, sehingga penawaran tidak dapat secara lansung bereaksi terhadap harga. 3. Harga ditentukan oleh harga barang yang datang ke pasar dan harga itu cepat bereaksi terhadapnya.