PEMANFAATAN LIMBAH PENGOLAHAN AGAR SEBAGAI

advertisement
Pemanfaatan Limbah Pengolahan Agar sebagai Komponen Medium..............................(Yusro Nuri Fawzya et al.)
PEMANFAATAN LIMBAH PENGOLAHAN AGAR SEBAGAI KOMPONEN
MEDIUM PRODUKSI SELULASE DARI MIKROBA
The Use of Agar Processing Waste as A Component of
Microbial Cellulase Producing Medium
Yusro Nuri Fawzya1*, Amelia Latifa2, dan Nita Noriko2
1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan,
Jl. K.S. Tubun Petamburan VI, Jakarta Pusat, Indonesia
2 Universitas Al-Azhar Indonesia, Indonesia
* Korespondensi Penulis: [email protected]
Diterima: 9 April 2014; Disetujui: 21 Mei 2014
ABSTRAK
Pengolahan agar dari rumput laut berkembang pesat di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan
produksi rumput laut yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Produksi yang meningkat
ini diikuti dengan meningkatnya limbah pengolahan agar. Limbah ini diketahui memiliki
kandungan selulosa yang tinggi. Pemanfaatan limbah ini umumnya untuk pembuatan pupuk dan
komponen pakan. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah pengolahan agar sebagai
komponen medium produksi enzim selulase dari mikroba. Tiga jenis isolat mikroba yaitu PMP1206,
Serratia marcescens SGS 1609, dan isolat bakteri PC3, dikultivasi dalam medium padat yang
mengandung karboksimetil selulosa (CMC). Isolat mikroba yang menghasilkan zona bening
paling besar, dipilih dan enzim diproduksi dalam medium cair yang mengandung selulosa dari
limbah agar. Enzim yang dihasilkan dari perlakuan terbaik dilakukan karakterisasi. Medium
produksi enzim adalah medium sintetik minimal (MSM) cair dengan penambahan 1% limbah
agar yang telah diberi perlakuan dengan NaOH 0, 2, 4, dan 6%. Inkubasi dilakukan pada suhu 30
o
C, 150 rpm. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari untuk diuji aktivitas enzimnya. Hasil
seleksi isolat menunjukkan bahwa S. marcescens SGS 1609 menghasilkan zona bening paling
besar dengan indeks selulolitik 2,25. Produksi enzim selulase dari isolat ini pada medium limbah
agar menunjukkan bahwa waktu optimal produksi enzim diperoleh pada inkubasi selama 1–3
hari dari perlakuan NaOH 6%. Enzim yang dihasilkan bekerja optimum pada pH 6 dan suhu 50
o
C. Enzim bersifat stabil terhadap panas. Pada suhu 40–60 oC selama 4 jam penurunan aktivitas
enzim tidak lebih dari 30%. Aktivitas selulase meningkat dengan penambahan ion Ca2+, dan Mg2+,
dan menurun dengan adanya 10 mM ion Zn2+.
KATA KUNCI:
selulase mikroba, limbah pengolahan agar, perlakuan NaOH
ABSTRACT
Processing of agar from seaweeds has been growing rapidly in Indonesia. This is related to
the seaweeds production which increases yearly. This production is followed with the increasing of
agar processing waste. The waste is known having high cellulose content. It is commonly used for
organic fertilizer as well as feed component. This research was purposed to utilize agar processing
waste as production medium component of microbial cellulase. Three bacterial isolates, PMP1206,
Serratia marcescens SGS 1609 and PC3 were cultivated in agar media containing
carboxymethylcellulose (CMC). The isolate producing the largest clear zone, was selected and
enzyme was produced in liquid medium containing cellulose from agar processing waste. The
enzyme product from the best treatment was characterized. The medium for enzyme production
was liquid Minimal Synthetic Media (MSM) added with 1% agar waste which had been treated with
NaOH 0, 2, 4 and 6%. Incubation was conducted at 30 oC, 150 rpm. Sampling was carried out daily
to determine enzyme activity. The result showed that S. marcescens SGS 1609 produced the
largest clear zone with the cellulolytic index of 2.25. The production of S. marcescens SGS 1609
cellulase in medium containing cellulose from agar processing waste indicated that the optimum
production time was 1–3 days using NaOH 6% treatment. The enzyme worked optimally at 50 oC
pH 6 and was stabil against heat. Incubation the enzyme at 40–60 oC for 4 hours decreased the
activity not more than 30%. The cellulase activity increased by the addition of Ca2+, and Mg2+, and
decreased by the addition of 10 mM ion Zn2+.
KEYWORDS:
microbial cellulase, agar processing waste, NaOH treatment
51
JPB Perikanan Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 51–60
PENDAHULUAN
Rumput laut merupakan salah satu komoditas
unggulan Indonesia yang menghasilkan devisa negara
dari hasil ekspornya. Produksi budidaya rumput laut
terus meningkat, rata-rata sebesar 29% per tahun;
dan pada tahun 2013 mencapai 8,2 juta ton, dengan
nilai total ekspor sebesar US$162,5 juta (Global
Energi, 2014). Salah satu pemanfaatan rumput laut
adalah untuk pengolahan agar. Kim et al. (2007)
menyatakan bahwa ekstraksi agar dari rumput laut
menghasilkan limbah sekitar 65–75%. Limbah agar
ini mengandung selulosa cukup tinggi, yaitu 27,38–
39,45% (Fithriani et al., 2007).
Meningkatnya produksi rumput laut Indonesia
mengakibatkan hasil samping pengolahan rumput laut
juga meningkat. Pemanfaatan limbah pengolahan
rumput laut, termasuk pengolahan agar sampai saat
ini terbatas pada penggunaan untuk komponen pakan
dan pupuk. Limbah pengolahan agar kaya akan
selulosa, sehingga memungkinkan untuk digunakan
sebagai substrat bagi mikroba-mikroba pendegradasi
selulosa, seperti yang dilaporkan oleh Hariadi (2001)
yang memanfaatkan limbah agar sebagai media
penghasil produk biomassa mikroorganisme.
Tingginya kadar selulosa di dalam limbah agar
berpotensi juga sebagai sumber bioetanol yang
merupakan energi terbarukan. Hidrolisis selulosa
dalam limbah agar dapat dilakukan secara biologi
maupun cara kimia. Proses hidrolisis secara biologi
mel ibatkan enzim selulase yang mampu
mendegradasi selulosa.
Enzim selulase merupakan salah satu enzim yang
permintaannya cukup tinggi. Enzim ini semakin
banyak dibutuhkan dengan meningkatnya produksi
bioetanol dari bahan berselulosa. Salah satu penghasil
enzim selulase adalah mikroorganisme seperti kapang
Trichoderma, Humicola, dan Aspergillus (Sukumaran
et al., 2005, Kuhad et al., 2011). Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk
dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan memiliki
koleksi isolat bakteri penghasil enzim potensial,
diantaranya adalah isolat bakteri SGS 1609 yang
diisolasi dari rumput laut Sargassum sp., PMP1206
dari rumput laut Gracilaria sp. dan PC3 dari sumber
air panas. Isolat bakteri SGS 1609 dan PMP1206
diketahui bersifat selulolitik (Munifah et al., 2011), dan
isolat bakteri SGS 1609 telah teridentifikasi sebagai
Serratia marcescens. Penelitian bertujuan untuk (1)
melakukan seleksi terhadap ketiga isolat sebagai
penghasil enzim selulase, (2) memanfaatkan limbah
pengolahan agar, sebagai komponen media produksi
enzim selulase dari isolat terpilih, dan (3) melakukan
karakterisasi enzim yang dihasilkan dari perlakuan
terbaik untuk mengetahui kondisi optimum bekerjanya
enzim tersebut.
52
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi
isolat bakteri PMP1206, S. marcescens SGS 1609,
dan isolat bakteri PC3, limbah industri pengolahan
agar yang diperoleh dari salah satu industri
pengolahan agar di Tangerang, Jawa Barat, dan NaOH
untuk pretreatment limbah. Selain itu digunakan
bahan-bahan kimia untuk pengujian aktivitas enzim
dan karakterisasi enzim, serta bahan-bahan media/
mikrobiologi untuk kultivasi bakteri.
Metode
Penelitian dilakukan secara bertahap, diawali
dengan seleksi isolat bakteri yang didasarkan atas
kemampuannya menghasilkan enzim selulase pada
media CMC padat, ditunjukkan oleh zona bening yang
dihasilkan. Isolat bakteri terpilih kemudian
ditumbuhkan pada medium cair yang mengandung
limbah agar yang telah mengalami pretreatment.
Pretreatment dilakukan menggunakan NaOH dengan
4 variasi konsentrasi 0, 2, 4, dan 6%. Setiap hari
dilakukan pengambilan sampel, sebanyak 3 kali
ulangan; kemudian sampel disentrifugasi. Filtrat
sebagai enzim kasar, diuji aktivitas enzimnya. Enzim
yang dihasilkan dari kondisi optimum kemudian
dilakukan karakterisasi, meliputi pengaruh suhu dan
pH, ketahanan panas dan pengaruh ion logam. Secara
garis besar, penelitian ini dilakukan mengikuti diagram
alir yang disajikan pada Gambar 1.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis deskriptif dan analisis statistik.
Analisis deskriptif dilakukan terhadap seleksi isolat
bakteri selulolit ik dan karakterisasi enzim,
berdasarkan pengamatan dan kurva atau histogram
hasil pengolahan data aktivitas enzim. Analisis
statistik dilakukan pada penentuan perlakuan
konsentrasi NaOH terbaik terhadap aktivitas enzim,
menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan
faktor konsentrasi NaOH, dan inkubasi sebagai
kelompok. Data diolah menggunakan Program SPSS
versi 19. Perlakuan yang berbeda nyata dilanjutnya
dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Duncan.
Seleksi isolat bakteri selulolitik
Seleksi isolat bakteri selulolitik didasarkan atas
uji kualitatif aktivitas selulase melalui pengamatan
terhadap zona bening. Uji kualitatif dilakukan dengan
metode pewarnaan merah kongo 0,1% (Ponnambalam
et al., 2011). Terbentuknya zona bening di sekitar
koloni bakteri menunjukkan bahwa isolat bakteri
mampu menghasilkan enzim selulase. Secara
Pemanfaatan Limbah Pengolahan Agar sebagai Komponen Medium..............................(Yusro Nuri Fawzya et al.)
Isolat S.marcescens SGS
2609, isolat bakteri PMP
1206, dan PC3Isolate
S.marcescens SGS 2609,
bacterial isolate PMP 1206
and PC3
Preparasi substrat limbah
agar dengan perlakuan
NaOH/Preparation of agar
waste substrate by NaOH
treatments
Seleksi isolat melalui
kultivasi isolat pada
medium padat yang
mengandung CMC/
Selection of isolate through
cultivation of bacterial
isolate onto solid medium
containing of CMC
Optimasi produksi
selulase/Optimation of
cellulase production
Isolat terpilih
berdasarkan zona
bening/Selected isolate
based on clear zone
Enzim dari
perlakuan
terbaik/Enzyme
from the best
treatment
Karakterisasi enzim (suhu dan
pH optimum, stabilitas panas,
pengaruh ion logam)/enzyme
characterization (optimum
temperatures and pHs, heat
stability and effect of metal ions)
Gambar 1. Diagram alir produksi enzim selulase menggunakan medium yang mengandung limbah agar.
Figure 1. Flow chart of cellulase production using medium containing of agar waste.
kualitatif, besarnya aktivitas selulase ini dinyatakan
sebagai Indeks selulolitik atau indeks aktivitas
selulase (IAS), diperoleh dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Kader & Omar 1998) :
A - B
Indeks selulolitik =
B
Keterangan/Note:
A = diameter zona bening (mm)
B = diameter koloni (mm)
Preparasi limbah pengolahan agar
Preparasi limbah pengolahan agar dilakukan 2
tahap, yaitu menghilangkan sisa agar yang masih
terkandung dalam limbah dan diberi pretreatment
dengan penambahan NaOH. Menghilangkan agar
dilakukan dengan menambahkan air mendidih ke
dalam limbah dengan perbandingan 1:20, kemudian
didiamkan selama 1 jam, lalu dicuci hingga pH netral
dan disaring. Limbah pengolahan agar selanjutnya
dikeringkan dengan cara dijemur. Limbah kering
kemudian diberi pretreatment/delignifikasi mengikuti
metode Gunam et al. (2010) dengan penambahan
NaOH dengan konsentrasi 0, 2, 4, dan 6%, kemudian
dipanaskan pada suhu 121 oC selama 15 menit.
Campuran kemudian disaring, dicuci dengan air
sampai netral (pH 7) disiapkan untuk komponen media
kultur bakteri penghasil enzim lalu dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 105 oC selama 10 jam.
Limbah agar siap diaplikasikan sebagai substrat untuk
produksi enzim selulase.
53
JPB Perikanan Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 51–60
Produksi enzim selulase
Produksi enzim selulase dilakukan dengan cara
mengkultivasi isolat bakteri terpilih pada media yang
mengandung limbah agar yang telah diberi perlakuan
NaOH. Starter dibuat dengan cara menginokulasikan
kultur segar ke dalam medium cair yang mengandung
MgSO4.7H2O 0,02%; K2HPO4 0,05%; FeSO4.7H2O
0,002%, CaCl2.2H2O 0,004%; yeast extract 0,2%,
NH 4NO 3 0,03%, KH 2 PO 4 0,1% dan CMC 1%.
Selanjutnya starter dipindahkan ke dalam media
produksi sebanyak 20% dari volume media produksi
dengan komposisi media sama dengan media starter,
kecuali CMC diganti dengan limbah pengolahan agar
yang telah mengalami perlakuan. Kultur kemudian
diinkubasi pada suhu 30 oC, 150 rpm selama 6 hari.
Setiap hari dilakukan pengambilan sampel,
disentrifugasi pada 9000 x g, 4oC selama 10 menit
dan filtrat sebagai enzim kasar diuji aktivitasnya
dengan metode Miller yang dimodifikasi (Wood &
Saddler 1988). Enzim yang dihasilkan dari perlakuan
terbaik, yaitu yang memberikan aktivitas enzim
tertinggi, kemudian dilakukan karakterisasi enzim.
Karakterisasi enzim
Karakterisasi enzim dilakukan untuk menentukan
pH dan suhu optimum enzim serta pengaruh ion-ion
logam terhadap aktivitas enzim. Pengaruh pH terhadap
aktivitas enzim diuji dengan mereaksikan enzim
dengan substrat pada berbagai pH (3–9), dengan
menggunakan 0,05 M bufer asetat (pH 3, 4, dan 5);
0,05 M bufer sitrat fosfat (pH 5, 6, dan 7); dan 0,05 M
bufer tris-HCl (pH 7, 8, dan 9). Penentuan suhu
optimum dilakukan dengan mereaksikan enzim
dengan substrat pada pH optimum dan berbagai suhu
(30–90oC). Pengaruh ion logam diamati terhadap ionion logam bivalen (Ca2+, Mg2+, Zn2+) dan trivalen (Fe3+)
yang ditambahkan dalam bentuk garam khlorida
dengan konsentrasi 5 dan 10 mM. Aktivitas enzim
selulase diukur sesuai dengan prosedur pengujian
sebelumnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seleksi Isolat Bakteri Selulolitik
Dari 3 isolat bakteri yang diuji kemampuannya
dalam menghasilkan selulase secara kualitatif,
diperoleh hasil bahwa isolat S.marcescens SGS 1609
menghasilkan indeks selulolitik terbesar (IS = 2,25),
dibandingkan 2 isolat lainnya (Tabel 1 dan Gambar
2). Pewarna congo red akan diserap oleh polisakarida
yang memiliki ikatan -D-glukan. Terbentuknya zona
bening menunjukkan bahwa polisakarida telah
Tabel 1. Nilai Indeks Selulolitik dari isolat bakteri PMP1206, S. marcescens SGS 1609, dan isolat bakteri
PC3 pada medium CMC
Table 1. Cellulolytic Index Values of bacterial isolates PMP1206, S. marcescens SGS 1609, dan bacterial
isolate PC3
Diameter Zona Bening/
Clear Zone Diameter
(mm)
Diameter Koloni/
Colony Diameter
(mm)
Indeks Selulolitik/
Cellulolytic index
PMP1206
25
9
1.78
S. marcescens SGS 1609
39
12
2.25
PC3
5
3
0.67
Isolat/Isolate
A
B
C
Gambar 2. Zona bening isolat PMP 1206 (A), S.marcescens SGS 1609 (B), dan PC3 pada medium CMC (C).
Figure 2. Clear zone of isolate PMP 1206 (A), S. marcescens SGS 1609 (B) and PC3 (C).
54
Pemanfaatan Limbah Pengolahan Agar sebagai Komponen Medium..............................(Yusro Nuri Fawzya et al.)
Tabel 2. Hasil perlakuan NaOH pada limbah pengolahan agar
Table 2. Result of NaOH treatment on agar processing waste
Konsentrasi NaOH/NaOH Concentration (%)
Parameter
0
Hitam Kecoklatan/
Browny Black
Warna/Colour
Rendemen/Yield (%)
2
Coklat Keabuabuan/Greyish
Brown
4
Abu-abu Kehitaman/
Black y Grey
6
Abu-abu Kehitam an/
Black y Grey
33.5
24.8
25.5
23.9
Kadar Air/Moisture Content (%)
5.6
5.6
5.4
5.2
Kadar Abu/Ash Content (%)
6.4
6.4
6.3
6.0
terdegradasi menjadi sakarida dengan rantai yang lebih
pendek sehingga tidak dapat menyerap pewarna
congo red (Zhang et al., 2006). Dengan demikian
ketiga isolat yang digunakan memang memiliki
kemampuan mendegradasi selulosa dari limbah agar,
yang memiliki ikatan -D-glukan. Berdasarkan hasil
kualitatif ini maka isolat S.marcescens SGS 1609
diteliti lebih lanjut untuk dikultivasi pada medium yang
mengandung limbah agar, guna mendapatkan
informasi karakter enzimnya.
Preparasi Limbah Pengolahan Agar
Produksi Selulase S. mercescens SGS 1609
Aktivitas enzim selulase yang diproduksi dengan
menggunakan medium yang mengandung selulosa
dari limbah pengolahan agar disajikan pada Gambar
3. Hasil uji statistik (Anova) menunjukkan bahwa baik
Aktivitas Enzim/
Enzyme Activity (U/ml)
Penghilangan sisa agar dari limbah pengolahan
agar menghasilkan rendemen berupa limbah yang
lebih bersih dari pengotor sebesar 33,5%. Selanjutnya
perlakuan pemanasan dengan larutan NaOH
menghasilkan rendemen yang lebih rendah, berkisar
antara 23,9-25,5% dan sedikit penurunan kadar abu
dari 6,4% menjadi 6,0% pada penggunaan NaOH
konsentrasi 6% (Tabel 2). Kadar abu yang tinggi pada
limbah pengolahan agar diduga berasal dari celite
yang mengandung silika (Si) yang digunakan dalam
proses penyaringan pada pengolahan agar di industri.
Semakin tinggi konsentrasi NaOH juga menghasilkan
kenampakan limbah yang lebih baik, yaitu lebih pucat
(keabu-abuan) dari yang semula berwarna coklat
kehitaman. Dengan demikian NaOH berkontribusi
terhadap pengurangan mineral dan pigmen.
Waktu Produksi (hari)/Production Time (days)
NaOH 0%
Gambar 3.
Figure 3.
NaOH 2%
NaOH 4%
NaOH 6%
Aktivitas selulase S. marcescens SGS 1609 yang dihasilkan dari substrat yang mengalami
pretreatment dengan berbagai konsentrasi NaOH.
S. marcescens SGS 1609 cellulase activity produced by substrates preatreating with various
concentration of NaOH.
55
JPB Perikanan Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 51–60
konsent rasi NaOH maupun waktu produksi
menghasilkan aktivitas enzim yang berbeda nyata
(Gambar 4 dan 5). Limbah pengolahan agar yang
mengalami pretreatment NaOH dengan konsentrasi
yang lebih tinggi menghasilkan aktivitas enzim yang
lebih tinggi. Aktivitas enzim tertinggi dihasilkan dari
perlakuan konsentrasi NaOH 6%. Waktu produksi,
meskipun memberikan pengaruh nyata (p<0,05)
namun hasil uji BNT menunjukkan bahwa aktivitas
enzim yang diproduksi selama 1 hari, yang
menghasilkan aktivitas enzim tertinggi, tidak berbeda
nyata dengan 2 dan 3 hari.
Menurut Yi-Zheng et al. (2009), perlakuan dengan
alkali pada dasarnya adalah proses delignifikasi.
Dinyatakan bahwa mekanisme proses ini merupakan
saponifikasi ikatan ester intermolekuler pada ikatan
silang antara xilan hemiselulosa dengan komponen
lain seperti lignin dan hemiselulosa yang lain.
Perlakuan alkali juga menghilangkan asetil dan
berbagai substitusi asam uronat pada hemiselulosa
yang dapat mengurangi akses enzim terhadap
selulosa dan hemiselulosa (Chang et al, 2000). Fan
et al. di dalam Yi-Zheng et al. (2009), menyatakan
bahwa perlakuan alkali pada bahan lignoselulosa
menyebabkan longgarnya struktur selulosa,
meningkatkan luas permukaan, rusaknya struktur
lignin dan terpisahnya ikatan struktural antara lignin
dengan karbohidrat. Pemisahan/isolasi selulosa dari
limbah agar menggunakan NaOH juga dilaporkan oleh
Nurhayati et al. (2014) yang mempelajari sintesis
selulosa asetat dari limbah pengolahan agar.
Dil aporkan bahwa konsentrasi NaOH 6%
menghasilkan kadar selulosa yang paling tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi 3 dan 9%. Terkait
dengan hal ini, maka NaOH dengan konsentrasi 6%
telah cukup untuk memberikan perlakuan pada limbah
agar guna menumbuhkan mikroba penghasil enzim
selulase.
Rata-rata aktivitas enzim selulase S.marscescens
SGS 1609 yang dihasilkan dari perlakuan NaOH
berkisar antara 0,06–0,07 U/ml (Gambar 4). Terjadi
peningkatan aktivitas enzim sekitar 16,7% dengan
adanya perlakuan NaOH 6% dibandingkan kontrol.
Meskipun berbeda nyata, namun nilai ini relatif rendah.
Limbah agar yang berasal dari industri mengandung
mineral cukup tinggi, mengurangi akses enzim untuk
bereaksi dengan selulosa. Fawzya et al. (2013)
melakukan pengujian aktivitas enzim selulase
S.marscescens SGS 1609 pada berbagai substrat,
dan mendapatkan bahwa substrat limbah agar dari
industri yang mendapat perlakuan NaOH 6%
menghasilkan aktivitas enzim yang lebih rendah (0,087
U/ml) dibanding limbah agar dari pengolah tradisional
yang sama-sama mendapat perlakuan NaOH 6%
(0,134). Limbah agar dari pengolah tradisional yang
dalam prosesnya tidak menggunakan celite lebih
mudah dalam proses delignifikasi oleh NaOH, sehingga
substrat yang dapat diakses oleh enzim lebih banyak.
Gunam et al. (2010) melaporkan bahwa perlakuan
NaOH 6% pada jerami padi dapat meningkatkan
aktivitas enzim endoglukanase dari 0,0271 menjadi
0,0365 U/ml atau meningkat sekitar 34,6%. Efektivitas
perlakuan NaOH untuk delignifikasi dipengaruhi oleh
kondisi substrat maupun perlakuannya. Menurut
Bjerre et al. (1996) dalam Yi-Zheng et al. (2009),
perlakuan alkali lebih efektif untuk delignifikasi bahan
berselulosa dari jenis hardwood, tanaman herba dan
limbah pertanian yang umumnya mengandung lignin
tidak terlalu tinggi. Kandungan lignoselulosa pada
rumput laut dilaporkan sekitar 3-4% (Santi et al.,
2012); sedangkan Chasanah et al. (2010) menemukan
bahwa kandungan lignin pada rumput laut Gracilaria
c
a
d
b
Gambar 4. Pengaruh berbagai konsentrasi NaOH terhadap aktivitas enzim selulase.
Figure 4. Effect of various NaOH on the cellulase activity.
56
Pemanfaatan Limbah Pengolahan Agar sebagai Komponen Medium..............................(Yusro Nuri Fawzya et al.)
c
bc
bc
ab
ab
a
Gambar 5.
Figure 5.
Pengaruh waktu produksi terhadap aktivitas enzim selulase S. marcescens SGS 1609
menggunakan medium limbah agar
Effect of production time on the cellulase activity of S. marcescens SGS 1609 in agar waste
medium
mencapai sekitar 12%. Menurut Milled et al. (1976)
dalam Yi-Zheng et al. (2009), kemampuan enzim
mendegradasi kayu keras yang diberi perlakuan NaOH
bisa meningkat sekitar 14–55%
Perlakuan alkali untuk delignif ikasi bahan
berselulosa umumnya lebih sering digunakan
dibandingkan dengan perlakuan menggunakan asam
kuat seperti asam sulfat atau asam khlorida. Hal ini
disebabkan adanya beberapa kelemahan penggunaan
asam kuat, seperti bersifat korosif, menghasilkan
produk degradasi yang menghambat fermentasi
biomassa alami, diperlukan penanganan/pembuangan
garam-garam hasil penetralan terhadap sisa asam
dan perlunya penanganan reduksi partikel biomassa
(Yi-Zheng et al., 2009).
Waktu optimum produksi selulase S. marcescens
SGS 1609 dengan menggunakan medium yang
mengandung limbah agar adalah 1–3 hari (Gambar
A
5). Hasil serupa dilaporkan oleh Sudto et al. (2008)
yang menggunakan beberapa jenis limbah pertanian
sebagai substrat untuk produksi selulase dari Bacillus
subtilis, E.coli dan Rhizobium sp. Aktivitas selulase
tertinggi dihasilkan pada inkubasi selama 20 jam.
Acharya dan Chaudhary (2011) menemukan bahwa
waktu optimum produksi selulase dari Bacillus
licheniformis WBS1 dan Bacillus sp. WBS3 dalam
medium cair yang mengandung jerami padi dan jerami
gandum adalah 60 jam. Produksi selulase dari kapang
Aspergillus niger menggunakan medium yang
mengandung jerami padi memerlukan waktu lebih
lama yaitu sampai dengan 5 hari (Jadhav et al., 2013).
Karakterisasi Enzim Selulase
Hasil karakterisasi enzim menunjukkan bahwa
enzim selulase S. marcescens SGS 1609 bekerja
optimal pada pH 6 dan suhu 50 oC (Gambar 6).
B
Gambar 6. Pengaruh pH (A) dan suhu (B) terhadap aktivitas enzim selulase S.marcescens SGS 1609.
Figure 6. Effect of pH (A) and temperature (B) on the cellulase activity of S.marcescens SGS 1609.
57
JPB Perikanan Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 51–60
Gambar 7. Stabilitas panas enzim selulase S. marcescens SGS 1609.
Figure 7. Heat stability of S. marcescens SGS 1609 cellulase.
Dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya
yaitu selulase dari S.marcescens SGS 1609 yang
diproduksi dalam medium cair mengandung CMC
sebagai substrat (Fawzya et al., 2013) pH optimum
enzim sedikit bergeser dari 7 menjadi 6, sedangkan
suhu optimum enzim sama, yaitu 50 oC. Optimasi
pada suhu 40–60oC pada penelitian ini ditinjau dari
nilai aktivitas enzim dan standar deviasinya masih
berada dalam kisaran yang sama, sehingga dapat
dikatakan enzim bekerja optimum pada kisaran suhu
40–60 oC. Beberapa selulase mikroba memiliki pH
dan suhu optimum yang hampir sama dengan hasil
penelitian ini, seperti selulase Streptomyces ruber
yang memiliki pH dan suhu optimum 6 dan 40 oC
Kontrol/
Control
2+
(Nermeen et al., 2010), dan selulase Pseudomonas
sp. yang bekerja optimum pada suhu 40 oC (Gautam
et al., 2010). Selulase mikroba lain yang bekerja
optimal pada pH 6 adalah selulase Bacillus subtilis
YJ1 (Yin et al., 2010), dan selulase Bacillus sp. yang
diisolasi dari sawah (Vijayaraghavan & Vincent, 2012).
Hasil pengujian stabilitas enzim terhadap panas
menunjukkan bahwa enzim selulase S.marcescens
SGS 1609 relatif stabil pada suhu 40–60 oC (Gambar
7). Selama 4 jam enzim yang diinkubasi pada kisaran
suhu tersebut hanya mengalami penurunan aktivitas
enzim tidak lebih dari 30%; bahkan pada suhu 60 oC,
aktivitas enzim masih mencapai sekitar 90%. Pola
serupa ditemukan pada enzim dari mikroba yang
2+
3+
2+
Gambar 8. Pengaruh ion logam terhadap aktivitas selulase S.marcescens SGS 1609.
Figure 8. Effect of metal ions on the cellulase activity of S.marcescens SGS 1609.
58
Pemanfaatan Limbah Pengolahan Agar sebagai Komponen Medium..............................(Yusro Nuri Fawzya et al.)
sama tetapi diproduksi menggunakan medium yang
berbeda, yaitu dengan substrat karboksimetil selulosa.
Pada substrat ini, penurunan aktivitas enzim tidak lebih
dari 20% (Fawzya et al., 2013). Enzim yang stabil
terhadap panas sangat diminati oleh berbagai industri.
Selulase yang stabil terhadap panas sangat berguna
dalam proses sakarifikasi bahan-bahan berserat yang
umumnya memerlukan waktu cukup panjang untuk
proses hidrolisisnya (Nigam, 2013). Salah satu faktor
yang berperan terhadap ketahanan panas enzim
adalah banyaknya ikatan disulfida dalam molekul
protein enzim (Pons et al., 1995).
Karakteristik selulase S. marcescens SGS 1609
terkait dengan pengaruhnya terhadap berbagai ion
logam menunjukkan bahwa ion kalsium merupakan
aktiv ator sehingga adanya ion kalsium akan
meningkatkan aktivitas enzim cukup signifikan,
demikian juga ion Mg2+. Diantara ion-ion logam yang
diamati pengaruhnya, hanya ion Zn2+ pada konsentrasi
10 mM yang bersifat menghambat aktivitas enzim
sekitar 40% (Gambar 8).
KESIMPULAN
Serratia marcescens SGS 1609 mempunyai
aktivitas selulolitik terbesar berdasarkan pembentukan
zona bening dibandingkan dengan isolat PMP1206
dan PC3. Pemanfaatan limbah pengolahan agar untuk
media produksi enzim selulase dari mikroba
sebaiknya didahului dengan perlakuan terhadap
limbah tersebut. Penggunaan 1% limbah pengolahan
agar yang diberi perlakuan NaOH 6% dalam medium
MSM cair menghasilkan enzim selulase dari S.
marcescens SGS 1609 dengan aktivitas paling tinggi
dibandingkan perlakuan NaOH 0; 2; dan 4%. Waktu
optimal produksi enzim selulase S. marsescens SGS
1609 dalam medium tersebut adalah 1–3 hari. Enzim
selulase yang dihasilkan bekerja optimum pada pH
6, suhu 50 °C, dan stabil pada suhu 40–60 °C selama
4 jam. Enzim dapat ditingkatkan aktivitasnya dengan
penambahan ion kalsium dan magnesium pada
konsentrasi 5–10 mM.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih penulis sampaikan kepada Ifah
Munifah dan Dewi S. Zilda yang telah menyediakan
isolat bakteri untuk penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Acharya, S. & Chaudhar, A. (2011). Effect of nutritional
and environmental factors on cellulases activity by
thermophilic bacteria isolated from hot spring.
Journal of Scientific & Industrial Research. 70: 142–
148.
Chang, V. & Holtzapple, M. (2000). Fundamental factors
affecting biomass enzymatic reactivity. Appl Biochem
Biotechnol. 84/86: 5–37.
Chasanah, E., Fawzya, Y.N., Poernomo, A., Munifah, I.,
Dewi, A.S., Pratitis, A. & Patantis, G. (2010). Penelitian
Pemanfaatan Mikroorganisme dan Enzim untuk
Pengembangan Produk Berbasis Surimi Tropical
Catfish, Bioenergi dari Limbah Rumput Laut, dan
Nutrasetikal dari Limbah Udang. Laporan Teknis.
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Fawzya, Y.N., Putri, S., Noriko, N. & Patantis, G. (2013).
Identification of SGS 1609 cellulolytic bacteria isolated
from Sargassum spec. and characterization of the
cellulase produced. Squalen, Bulletin Pascapanen
dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 8(2): 57–
68.
Fithriani, D., Rodiah, N., & Bakti, B.S. (2007). Ekstraksi
selulosa dari limbah pembuatan karaginan. Jurnal
Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan. 2(2): 91–97.
Gautam, S.P., Bundela, P.S., Pandey, A.K., Jamaluddin,
Awasthi, M.K., & Sarsaiya, S. (2010). Cellulase
production by Pseudomonas sp. isolated from
municipal solid waste compost. International Journal
of Academic Research. 2(6): 330–333. http://
www.ijar.lit.az
Global Energi. (2014). LPEI : Rumput Laut : Produk
Ekspor Unggulan. http://www.global-energi.com/
index.php?option=com_content&view=article&id=
1829:lpei—rumput-laut-produk-e ksporunggulan&catid=61:industri&Itemid=87
Gunam, I.B.M, Buda Ketut, & Guna, M.Y.S.I. (2010). Effect
of delignification with NaOH solution and rice straw
substrat concentration on production of cellulase
enzyme from Aspergillus niger NRRL A-II. 264. Jurnal
Biologi XIV. (1): 55–61.
Hariadi, R. (2001). Mempelajari Pemanfaatan Limbah
Pengolahan Agar-Agar Kertas sebagai Media
Penghasil Produk Biomassa Mikroorganisme
dengan Menggunakan Ragi Roti dan Ragi Tempe.
Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
41 pp.
Jadhav, A.R., Girde A.V., More S.M., More S.B., & Saiqua
Khan. (2013). Cellulase Production by Utilizing
Agricultural Wastes. Research Journal of Agriculture
and Forestry Sciences. 1(7): 6–9.
Kader, A.J. & Omar, O. (1998). Isolation of cellulolytic fungi
from Sayap-Kinabalu Park, Sabah. Serawak. J
Biodiversity Bio-Conserv (ARBEC). p. 1–6.
Kim, G.S., Myung, K.S., Kim, Y.J., Oh, K.K., Kim, J.S., Ryu
H.J., & Kim, K.H. (2007). Methode of Producing Biofuel
Using Sea Algae. Seoul: W orld Intelectual Property
Organization
Kuhad, R.C., Gupta, R., & Singh, A. (2011). Microbial
cellulases and their industrial applications. Enzyme
Research Volume 2011, Article ID 280696, 10 pages.
http://dx.doi.org/10.4061/2011/280696. Diakses pada
bulan November 2013.
59
JPB Perikanan Vol. 9 No. 1 Tahun 2014: 51–60
Munifah, I.,Chasanah, E., & Fawzya, Y.N. (2011).
Screening of cellulolytic microbes from Indonesia’s
marine environment. Paper presented on
International Seminar of Indonesian Society for
Microbiology (ISISM) and IUMS-Outreach Program on
Food Safety at Bali, 22–24 Juni 2011.
Nermeen A. El-Sersy, N.A., Abd-Elnaby, H., Abou-Elela,
G.M., Ibrahim, H.A.H., & El-Toukhy, N.M.K. (2010).
Optimization, economization and characterization of
cellulase produced by marine Streptomyces ruber.
African Journal of Biotechnology. 9(38): 6355–6364
Nigam, P.S. (2013). Microbial Enzymes with Special
Characteristics for Biotechnological Applications.
Review. Biomolecules. 3: 597–611; doi:10.3390/
biom3030597
Nurhayati & Rinta Kusumawati. (2014). Sintesis selulosa
asetat dari limbah pengolahan agar. Dalam proses
penerbitan Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan.
Pons, J., Planas, A., & Querol, E. (1995). Contribution of
a disulfide bridge to the stability of 1,3-1,4-P-D-glucan
4-glucanohydrolase from Bacillus licheniformis.
Protein Eng. 8: 939–945.
Ponnambalam, A.S., Deepthi, R.S., and Ghosh, A.R.
(2011). Qualitative display and measurement of
enzyme activity of isolated cellulolytic bacteria.
Research Article, Biotechnol. Bioinf. Bioeng. 2011.
1(1): 33–37.
Santi, R.A., Sunarti, T.C., Santoso, D., & Triwisari, D.A.
2012. Komposisi kimia dan profil polisakarida
rumput laut hijau. J. Akuatika III (2): 105–114.
60
Sudto, A., Punyathiti, Y., & Pongsilp, N. (2008). The use of
agricultural wastes as substrates for cell growth and
carboxymethyl cellulase (CMCase) production by
Bacillus subtilis, Escherichia coli AND Rhizobium sp.
KMITL Sci. Tech. J. 8(2): 84
Sukumaran, R.K., Singhania, R.R., & Pandhey, A.S.
(2005). Microbial cellulases: Production, applications
and challenges. J. of Scientific and Industrial
Research. 64: 832–844.
Vijayaraghavan, P. and Vincent, S.G.P. (2012). Purification
and characterization of carboxymethyl cellulase of
Bacillus sp. isolated from a paddy field. Polish journal
of Microbiology. 61(1): 51–55.
W ood, T.M. & Saddler, J.N. (1988). Increasing the
availability of cellulose in biomass materials. In
W ood, W.A. and Kellog, J.A. (eds.). Methode in
Enzymology Cellulose and Hemicellulose. Volume
ke-160. New York: Academic press. p. 3–11.
Yin, Li-Jung, Lin, Hsin-Hung & Xiao, Zheng-Rong. (2010).
Purification and characterization of a cellulose from
Bacillus subtilis YJ1. Journal of Marine Science and
Technology, 18(3): 466-471. http://jmst.ntou. edu.tw/
marine/18-3/466-471.pdf. Diakses pada bulan April
2012.
Yi-Zheng, Zhongli Pan, & Ruihong Zhang. (2009).
Overview of biomass pretreatment for cellulosic
ethanol production. Int J Agric & Biol Eng. 2(3): 51–
68. DOI: 10.3965/j.issn.1934-6344.2009.03.051-068
Zhang Y.H.P, Himmel M.E., & Mielenz J.R. (2006). Outlook
for cellulase improvement: screening and selection
strategies. Biotechnol Adv. 24: 452–481.
Download