PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul Konsep Manusia menurut R. Paryana Suryadipura telah diujikan dalam siding munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 16 September 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Filsafat Islam pada Program Studi Aqidah Filsafat. Jakarta, 16 September 2008 Sidang Munaqasyah Ketua Sidang Munaqasyah Sekretaris Harun Rasyid, M.A NIP. 150 232 921 H. Rifqi Muchtar,M.A NIP. 150 282 120 Penguji I Penguji II Agus Darmaji, M.Fils NIP. 150 262 447 Edwin Syarif, M.A NIP. 150 283 228 Pembimbing Rosmaria Syafaria, M.Fils NIP. 150 289 815 Konsep Manusia Menurut Paryana Suryadipura Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam Martinda Rifai NIM. 204033103091 PROGRAM STUDI AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429H/2008M ABSTRAK Manusia dalam Pemikiran R.Paryana Suryadipura Pemikiran R.Paryana Suryadipura mengenai manusia adalah rumusan yang sangat saintis dan filosofis lalu mengarah kepada metafisika. Menurutnya hal itu telah melatarbelakangi munculnya kesadaran manusia terhadap Tuhan. Prinsip yang terpenting dari manusia adalah berpikir dengan sadar akan nilai religiusitas, spiritualitas. Karena itu manusia adalah Dualimus, yaitu antara Spiritualimus dan Materialimus, dengan maksud ruh dapat membangkitkan materi, badan, atau sebaliknya materi bisa membangkitkan ruh. Pandangan Dualimus yang dinampakkan dari Paryana dalam buku Manusia dengan Atomnya. Paryana menjelaskan Susunan Badan, dan Susunan Ruhani, lalu menjadi Kesadaran, dan mengerti Hakikat Aku. Pemikiran ini nampak menginginkan adanya keseimbangan antara tubuh dan jiwa. Walau pun dengan jelas dalam pembahasan tentang tubuh manusia Paryana lebih cenderung bahwa tubuh adalah bagian dari sesuatu yang mengarah kepada Spiritualimus. Menurutnya bagaimana kejadian manusia dalam kitab Suci al-Quran yang berasal dari tanah, lebih diperdalam lagi di dalam tanah ada zat-zat lainnya seperti zat pembakar (Oxygenium), zat lemas (Nitrogenium), zat air (Hydrogenium), dll. Karena itu protein dapat hidup disinari oleh elektron. Dalam hal ini elektron lah yang menghidupi dan bukan diluar elektron. Karena elektron dari luar bumi ini. Dengan begitu induksi yang menyatakan manusia terbuat dari materi telah gugur karena subtansi kehidupan masih tersimpan di dalam materi, berarti manusia adalah bernilai subtansi, yaitu ruhani, atau bahasa yang digunakannya adalah Spiritualimus. KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah s.w.t. Yang sudah memberikan kemudahan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Dikarenakan ada sebab pertamalah aku berada di sini. Semoga Ilmu yang telah tertulis dalam skripsi ini menjadi pemacu untuk lebih baik. Terima kasih kepada orang tua yang memberikan kekuatan untuk maju hingga sampai sekarang ini. Serta adik-adik yang selalu memberikan kerinduan keceriaan. • Kedua orang tua Penulis: Ayahanda H.Triono Satrio Putro, S.E, dan Ibunda Hj.Farinia. • Kedua Adik Penulis: Sora Yuninda Putri, yang baru SMP kelas 1, dan Shila yang baru masuk TK dan sangat pintar sekali membaca. Terima kasih kepada dosen-dosen yang telah memberikan inpirasi agar aku lebih berkembang kedepan. • Dosen-dosen yang Membuat Pencerahan: Prof.Dr.Zainun Kamal, Prof. Dr. Aziz Dahlan. Prof. Dr. Fauzan, Fakhruddin M.Fils, Dr.Syamsuri, M.Ag. • Dosen-dosen yang Mengarahkan Skripsi: .Agus Darmaji, M.Fils. Rosmaria, M.Fils., Harun Rosit, M.Ag. Terima kasih kepada pegawai Perpus Ushuluddin yang dengan senang hati selalu memberikan kemudahan-kemudahan, serta kekeluargaannya yanga tak bisa dilupakan. • Kepada Staf Perpustakaan Ushuluddin: Pak Agus perpustakaan yang senang hati selalu persahabatannya. Ibu melayani. Yana, Edwin, secara terima kasih pengertian dan kekeluargaannya. Terima Kasih terhadap teman-teman seperjuangan serta diskusinya yang sangat seru serta bantuan pinjaman buku. • Satra teman skosan yang telah baik meminjamkan buku dan kini kos bersama di Jl. Sedap Malam no. 40, RW/RT 08/08. Ocit (Rosit) yang setiap pagi dan sore membuat kosan tidak pernah menjadi sepi. Abi yang telah memberikan petunjuk penting dalam menambah refrensi skripsi ini. Serta tidak lupa kepada Anden calon Dukun Indonesia tercinta, juga terima kasih atas pinjaman bukunya Harun Hadiwijono, Manusia dalam Kebatinan Jawa dan hadirnya menjadi semangat saya untuk pergi ke kampus. • Luluk yang mengingatkan adanya pertemuan di kampus itu penting. Via yang telah sungguh ingin lulus bersama dan terima kasih ongkosnya untuk menemukan secara tidak sengaja Keluarga Dipura, yang berhubungan tokoh utama dalam skripsi ini. • Kepada yang Tersayang Nuraida, M.Psi. membuat dorongan perasaan untuk segera menyelesaikan skripsi ini, juga fasilitas printernya dan pengertiannya yang teramat besar. Penulis berdoa semoga Allah s.w.t membalas di dunia dan di akhirat. Semoga Allah akan memberi anugrah dan memberikan yang terbaik dari kita semua. Dari keadaan menyenangkan saya berterima kasih kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat tercinta. Tanpa kampus ini mungkin tiada kesan dan kenangan berfilsafat. Jakarta 21 Agustus 2008 Penulis Martinda Rifai DAFTAR ISI ABSTRAK................................................................................................... i KATA PENGANTAR................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah.. ......................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 10 D. Metode Penelitian..................................................................... 10 E. Sitematika Penulisan................................................................. 11 BAB II PRIHAL TENTANG MANUSIA-MANUSIA ............................. 13 A. Pengertian Filsafat Manusia...................................................... 13 B. Manusia Pandangan Hinduisme ................................................ 15 1. Artha .................................................................................. 16 2. Kama .................................................................................. 16 3. Dharma .............................................................................. 16 4. Moksa ................................................................................ 17 C. Manusia Pandangan Filosof Cina .............................................. 17 1. Confucius ........................................................................... 18 2. Lou Tse.............................................................................. 19 D. Manusia Pandangan Filosof Yunani Kuno .............................. 21 1. Protagoras........................................................................... 22 2. Socrates .............................................................................. 23 3. Plato ................................................................................... 24 E. Manusia Pandangan Kitab Suci................................................. 24 1. Injil..................................................................................... 24 2. Al-Quran ............................................................................ 26 F. Manusia Pandangan Sufisme .................................................... 27 1. Jasad ................................................................................... 28 2. Ruh..................................................................................... 28 3. Jiwa .................................................................................... 29 G. Manusia Pandangan Filosof Barat............................................. 29 1. Rene Decartes ..................................................................... 30 2. Henri Bergson..................................................................... 30 BAB III PANDANGAN MANUSIA R. PARYANA SURYADIPURA..... 32 A. Biografi R.Paryana Suryadipura................................................ 32 B. Filsafat Manusia R.Paryana Suryadipura................................... 34 C. Susunan Jasad........................................................................... 35 D. Susunan Rohani............................................................ .............. 37 E. Kesadaran................................................................................. 39 F. Hakikat Aku ............................................................................. 40 BAB IV PARA PENGAMAT DAN PENGKRITIK PEMIKIRAN R.PARYANA SURYADIPURA ................................................... 41 A. Penulis dan Kritikus R.Paryana Suryadipura ............................. 41 1. A.Seno-Sastroamidjojo ....................................................... 42 2. Harun Hadiwijono............................................................... 42 3. Rahnip ................................................................................ 43 4. Suwarno Imam.................................................................... 43 BAB V PENUTUP..................................................................................... 44 A. Kesimpulan .............................................................................. 44 B. Saran-saran............................................................................... 46 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 49 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan masih harus diproses sehingga sampai kepada kesadaran akan Tuhan, dan itulah diinginkan oleh Paryana Suryadipura dalam melihat keadaan modern yang serba positivisme tentang ilmu pengetahuan. Gambaran yang nyata pada masanya kaum muda tidak lagi memperdulikan ajaran agama, dan lebih meninggikan rasio yang bersifat saintifik, dan prinsip spiritual kebatinan yang mengarah kepada ilmu ketuhanan yang sudah diasingkan sebagai bagian dari kehidupan manusia. Manusia modern yang sering kali melihat dirinya berjalan pada realitas melalui rasio, sementara bagi Paryana itu belum final dan harus perlu diselidiki kembali untuk apa dan akan kemana akhirnya dan harus dengan kesadaran yang termanefestasikan dengan spiritual. Karena cara pandang realitas adalah hujud materialisme akan menjatuhkan manusia kepada tiada bertuhan. Kesadaran hidup manusialah yang mesti harus dikembangkan walau pun proses kesadaran tersebut ada di dalam otak, dan dengan itu harus diselidiki dengan cara ilmiah kedokteran dan dari keilmuan itu semua tidak disembunyikan oleh Paryana. Dikarenakan Paryana adalah seorang dokter, maka otak manusia sebagai material penting dapat memiliki gambaran yang serba kompleks untuk menganalisa manusia modern yang sedang mengalami krisis dalam memaknai pandangan hidup. Bila, dilihat pada perkembangan waktu itu secara garis besar pengikut Darwin jatuh kepada pemikiran ekstrim ateisme yang materialis.1 Kesalahan pemikiran tersebut membuat kaum muda serba mempunyai pola pikir yang cenderung kepada tidak percaya lagi kepada Tuhan. Paryana sebagai dokter yang melihat keadaan yang pemikiran manusia yang multi krisis. Inilah yang menjadi pemikiran Paryana sebagai dokter ternyata tak puas akan pandangan saintis yang masih belum final. A. Creassy pun melihat betapa hebatnya menyelidiki adanya ketuhanan diberikan The Royal of Great Britain sebesar $ 48,000.-.2 Hal itu sangat luar biasa perkembangan di dunia Barat serta mempengaruhi Indonesia pada masa itu dengan paham materialistis hingga ateis. Kita bisa perhatikan pemikiran Indonesia tersebut dengan adanya tulisan Soekarno, Di bawah Bendera Revolusi. Tulisan tersebut mengawali dengan penjelasan buku tersebut dengan Nasionalisme, Islamisme, Komunisme.3 Bagaimana perkembangan pemikiran Pancasila? Alisjahbana mengungkapkan: ”Kesukaran lain dengan Pancasila pada masa ini ialah bahwa Soekarno telah merumuskan Pancasila dan mengembangkannya dengan diperinci secara amat jauh, seperti Nasakom, sosialisme Indonesia, dan lain-lain, dan ini yang kita tolak. Kita belum mempunyai rumusan mitos Pancasila yang baru. ... .” 4 Segalanya memang maju dengan pemikiran yang sangat kontras satu dengan yang lainnya. Bisa dibayangkan kehidupan yang serba maju, 1 A. Creassy Morrison, Menjingkapkan Dunia Modern, penerjemah Hilman Madewa dan Mr. Muchtar Kusumaatmadja, cet-1, (Kebangsaan, Djakarta: 1958), h. 9. 2 A. Creassy Morrison, Menjingkapkan Dunia Modern, h. 8. 3 Soekarno, Di bawah Bendera Revolusi, (Djakarta:1963), h. 1. 4 Harsja W. Bachtiar, Percakapan dengan Sidney Hook, cet, 1, (Djambatan, Jakarta: 1976), h. 99. maka nilai regiusitas dari semua proses kehidupan akan terbantahkan dengan argumentasi materialis yang saintis. Keagamaan pun telah diacuhkan sebagai sesuatu yang tidak dapat mengembangkan negara. Dunia pemikiran pada saat itu tidak akan lepas dengan kenyataan bahwa rasionalisme telah menjadi garis yang nyata dalam kehidupan pemuda dan materialisme sebagai sesuatu yang harus utamakan, sedangkan religiusitas dan spritualitas yang dapat dinilai filosofis kearah kepada Tuhan belum tergali secara mendalam melalui rasionalisme dan positivisme. Karena pada manusia modern sedikit sekali menghujudkan aktivitas mistis dan kesadaran religius, kesadaran moral.5 Pengalaman yang sangat saintis dan filosofis ini dimunculkan oleh Paryana untuk menjelaskan saintis yang modern adalah jalan buntu tanpa adanya alasan-alasan filosofis. Hal ini bagaimana ia menjelaskan bagaimana cara pandang filsafat kearah kepada saintis modern maupun sebaliknya. Bila landasan keduanya dapat saja berjalan dengan seimbang maka akan mendapatkan gambaran yang sangat tinggi yaitu Tuhan. Dari penjelasan akhir Paryana sendiri menjelaskan mengenai dasar dari pembelajaran harus di mulai dengan filsafat sebelum mempelajari ilmu pengetahuan yang speciaal.6 Dalam tataran yang sangat sangat mendasar Paryana tidak menafikan filsafat dan agama untuk menunjang manusia kepada ilmu pengetahuan. Tanpa filsafat dan agama akan mematikan peran 5 Alexis Carrel, Mesteri Manusia, penerjemah Kurnia Roesli dkk, (Remaja Karya, Bandung: 1987), h. 121-120. 6 R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, Cet-2, (Sumur Bandung, Bandung: 1961), h. 286. fundamental sesuatu tujuan keilmuan sesungguhnya. Pelajaran tentang filsafat dapat menjadi fundamental mendasar keilmuan maka sebagai mahasiswa harus diberikan filsafat mengenai metaphysica.7 Skeptisisme terhadap agama di kaum pelajar serta mahasiswa berkembang dikarenakan adanya lapangan pengetahuan saintis yang serba jelas ketimbang agama, spritual, dan filsafat. Bila pemuda saat itu sedang meninggikan saintis ketimbang spiritualitas, religiusitas, filsafat maka Paryana mengambil jalan penghubung antara saintis dan dunia metafisik. Sebab, pemikiran pemuda saat masa itu kontras dengan efek-efek materialisme, positivisme, dan rasionalisme, dengan begitu Paryana pun merekonstruksi pemikiran yang ada dan mengangkat apa yang ada di dalam saintis itu supaya keluar menuju dunia metafisis yaitu ruhani, jiwa, atau yang lebih tinggi lagi sadar akan Tuhan. Dalam merekonstruksi pemikiran yang telah ada Paryana ingin menunjukan ada benang merah antara kitab suci al-Quran, Injil, Regveda, serta pemikiran para filosof Yunani Kuno, para filosof China, filosof Islam, sufi, hingga filsafat Barat, dan saintis yang telah berkembang pesat, lalu ia membuat garis penghubung yang sangat jelas bahwa semua mengemukakan sesuatu yang metafisis, yaitu hubungan antara fisis dan metasis atau hubungan tubuh dan jiwa, antara otak dan akal, antara manusia dan Tuhan. Dikarenakan pemikiran Paryana terbilang mendaur pemikiran apa yang tersirat supaya dapat kembali menjadi bangunan pemikiran yang saintis dan tidak melupakan spiritualitas kepada Tuhan maka Paryana adalah seorang yang yakin 7 R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 286. akan Tuhan dengan landasan yang sangat rinci melalui pembahasan otak manusia sampai kesadaran yang sesungguhnya. Hampir satu abad di Indonesia, ternyata karya Paryana belum ada menandingi untuk bisa dijadikan acuan saintik dan metafisik. Landasan yang spekulatifnya pun menjadikan tulisannya kepada landasan filosofis dalam menilai karya-karya saintik yang memiliki kelebihan tersendiri. Karena Paryana berdiri pada dunia saintik dan metafisik, maka kodrat manusia adalah antara jasmani dan ruhani. Spekulatif tersebut terlihat seorang Paryana sangguh untuk mengkomplasikan semua gagasan yang bersifat saintis dan juga gagasan filosofis. Gagasan itu di sambut dari banyak penulis, yaitu A.Seno-Sastroamidjojo, Harun Hadiwijono, Rahnip, Suwarno Imam. Walau pun demikian dari buku-buku mereka masih belum koridor penulis deskripsi dan kritikus. Dan hasilnya mereka hanya melihat sisi luarnya saja dari pemikiran Paryana. Ini terbukti tulisan buku Harun Hadiwijono, Konsep tentang Manusia dalam Kebatinan Jawa. Terlihat sangat meringkas, dan hanya mengartikan dari sisi kebatinan saja dalam mengartikan pemikiran manusia menurut Paryana dan itu hanya sebatas kesimpulan. Rahnip, melihat Paryana selalu dari sisi religius keislaman melulu, bila untuk menganggapnya pemikiran filsafat Rahnip mengakui namun pemikiran filsafatnya di luar dari Islam. Yang lebih baik dari penulis itu adalah A.Seno-Sastroamidjojo, walaupun mengkritik Paryana dikarenakan belum menuntaskan masalah Hakekat Hidup yang sebenarnya dalam bukunya Hakekat Hidup: ”Menurut dokter Paryana Suryadipura, ”mengerti rahasia hidup itu berarti mengerti kehidupan yang sejati”. Sayang sekali, bahwa tidak diterangkan lebih jauh apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan” kehidupan, mengkritik tujuan dari manusia yang belum dijabarkan sebagai sejati manusia hidup yang belum dijelaskannya.”8 Di luar dari tanggapan penulisan terhadap Pemikiran Paryana, kita bisa melihat argumentasi untuk melihat Islam dari banyak aspeknya. Terutama untuk mengkoreksi pemikiran Rahnip atas Paryana yang selalu dibenturkan kepada alQuran. Maka kita dapat melihat pendapat Harun Nasution dalam buku, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, yaitu: ”Jadi Islam, berlainan dengan apa yang umum diketahui, bukan hanya mempunyai satu-dua aspek, tetapi mempunyai berbagai aspek. Islam sebenarnya mempunyai aspek teologi, aspek ibadat, aspek moral, aspek mistisisme, aspek falsafah, aspek sejarah, aspek kebudayaan dan lain sebagainya.”9 Berarti bila membicarakan Islam masih sangat luas sekali dalam menganalisa pemikiran, dan disesuaikan aspek mana yang akan dikaji. Bagaimana J.W.M. Bakker menulis tentang kebudayaan itu dapat diarahkan kepada tingkatan yang sudah dirumuskan karena ilmu filsafat pun sampai kepada menyelidiki hakikat kebudayaan.10 Dengan begitu kita harus mengkaji pemikiran Paryana dari segi filsafat yang memang berlandasan pemikiran yang sangat universal. 8 h.72. A.Seno-Sastroamidjojo, Hakekat Hidup, Suatu Tafsiran, (Timun Mas, Djakarta: 1963), 9 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid I, cet 5, (UI Press, Jakarta:1985), h. 27. 10 J.W.M. Bakker SJ, Filsafat Kebudayaan, Sebuah pengatar, cet-15,( Kanisius, BPK Gunung Mulia, Yogyakata:2005), h. 27 Walaupun kajian filsafat tersebut ditentang oleh Rahnip dengan mengatakan: ”Sebenarnya dia telah menjurus kepada filsafat, tetapi filsafatnya itu di luar tuntunan agama Islam, tidak sesuai dengan ajaran-ajaran al-Quran tentang persoalan agama yang dikupasnya. Dari sana menunjukkan bahwa ia bukanlah orang yang harus diikuti pemikiran-pemikirannya. ... .”11 Dukungan tersebut ditambah lagi dengan tulisan Suwarno Imam S. Dengan menulis buku Konsep Tuhan Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa, dan ini menambah jelas bahwa Paryana merupakan termasuk aliran kebatinan Jawa. Walau pun demikian apa yang dimaksud Suwarno Imam bukan sesuatu yang negatif dalam penjelasan arti dari kebatinan.12 Namun dari pengungkapan tersebut telah mengundang titik kotras yang berlawanan dengan definisi kebatinan menurut Kamil Kartapradja yang berdasarkan pada Departeman Agama.13 Sebab, perkembangan kebatinan sudah masuk kedalam mitos dan tingkatannya tidak pernah sistematiskan menjadi nilai filosofis, dan dalam tulisan Kamil Kartapradja, tersebut Paryana tidak dianggap termasuk aliran kebatinan. 11 Rahnip, Aliran Kepercayaan dan Kebatinan dalam Sorotan, (Pustaka Progresif, Surabaya: 1997), h. 155. 12 Suwarno Imam, Konsep Tuhan Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa, (Rajagrafindo, Jakarta:2005), h. V. 13 Kamil Kartapradja, Aliran Kebatinan dan Kepecayaan di Indonesia, cet-1, .(Masagung, Jakarta:1985), h. 212. Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia, yang di tulis oleh Kamil Kartapradja, ada dua golongan besar yaitu: ”Pertama, golongan kepercayaan yang animistis tradisional tidak terdapat filosofinya dan tidak ada mistiknya, misalnya: Kaharingan kepercayaan suku Dayak di Kalimantan, Pelbegu dan Perlamin kepercayaan rakyat di Tapanuli, kepercayaan-kepercayaan rakyat di Irian di Lembah x dan sebagainya, dan masih banyak lagi di beberapa pulau di Indonesia ini. Kedua, golongan kepercayaan rakyat yang ada filosofinya disertai ajaran mistik yang memuat ajaran-ajaran bagaimana caranya agar manusia dapat bersatu dengan Tuhan atau sedikitnya dapat sedekat mungkin. Ajarannya selalu membicarakan yang ada sangkut pautnya dengan batin atau hal-hal yang gaib. Oleh karena itu golongan kepercayaan ini disebut golongan kebatinan, bahkan pada beberapa tahun yang lalu ada badan koordinasinya yang dipimpin oleh Mr. Wongsonegoro, dengan nama BKKI singkatan dari kata-kata ”Badan Kongres Kebatinan Indonesia” dan sekarang badan tersebut menjelma dengan nama Sekretariat Kerjasama Kepercayaan Indonesia. Dari Aliran Kepercayaan yang dulunya berkumandang dengan nama Aliran Kebatinan, seperti PANGESTU, paguyuban Sumarah, Sapta Darma dan lain-lain... .”14 Berarti penjelasan dari Kamil Kartapradja menegaskan Paryana tidak ada hubungan dengan aliran kebatinan yang berkembang di Indonesia. Pada akhirnya kita memang masih belum terbiasa dengan tradisi kebudayaan berbeda pendapat mengenai adanya berkeyakinan ataupun menganalisa pemikiran mengenai apa mengenai hal yang metafisika. Dengan begitu pemikiran filsafat masih belum berkembang pada tingkat mahasiswa dan pada penulis di Indonesia untuk patut dicermati. Dengan demikian kita bisa melihat aliran yang merupakan kebatinan tersebut banyak di Indonesia menurut Kamil tiada nama Paryana Suryadipura di 14 Kamil Kartapradja, Aliran Kebatinan, h. 212-213. ikut sertakan termasuk aliran kebatinan. Namun, tidak bisa dielakkan bahwa Paryana memang mengarahkan dari kehidupan manusia berakhir dengan masa kebatinan (geestelijke periode).15 Yang berbeda antara kebatinan dengan yang dipahami sebagai sekte kebatinan. Menurut Paryana adalah ’masa kebatinan’ adalah waktu disaat pemuda berumur dua puluh tahun, dan disaat itu pemuda sedang berada di Perguruan Tinggi, yang di dalamnya memiliki kesulitan dengan pelajaran, kesukaran di dalam bidang politiek, moral dan kemasyarakatan, kesukaran dengan ekonomi dan kehidupan, kesukaran dilapangan keasmaraan, maka pada masa itu dibutuhkan pendidikan kebatinan dan pendidikan kemasyarakatan: religi, filsafat, ilmu jiwa dan sosiologi.16 Dengan begitu kaum muda yang dicetak oleh universitas dan fakultas bukan menghasilkan ”homo economicus” yang terutama adalah ”animal metaphysicum”.17 Dikarenakan untuk memahami manusia sebagai makhluk yang biologis dengan logika, rasio, lalu di seimbangkan dengan manusia sebagai makluk ruhani dengan intuisi, kesadaran akan dunia spiritual. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Pembatasan dan perumusan isi skripsi ini akan membicarakan pokok pemikiran Paryana tentang Konsep Manusia menurut Paryana Suryadipura. 1. Susunan Jasmani, 2. Susunan Ruhani, 3. Kesadaran, 4. Hakikat Aku. 15 R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 270. R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 284. 17 R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 286. 16 Berarti yang menjadi poin yang harus terselesaikan adalah Apakah konsep manusia secara mendasar dari Paryana Suryadipura? Apakah yang dimaksud dengan Susunan Jasmani? Apakah yang dimaksud dengan Susunan Ruhani? Dengan demikian semoga skripsi ini dapat menjabarkan apa yang telah dirumuskan dan di bahas secara tuntas. Karena barkaitan dengan Konsep Manusia menurut R.Paryana Suryadipura. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penulisan skripsi mengambil tokoh R. Paryana Suyadipura untuk memperkenal salah satu filusuf Indonesia, semoga dapat menjadi bahan rujukan sebagai filusuf Indonesia. Dikarenakan banyak tokoh yang berada pada dunia pemikiran di Indonesia masih sangat asing sekali orang Indonesia mengenalnya sebagai filusuf atau pun pemikir. Tokoh yang dikaji ialah ”Konsep Manusia menurut R. Paryana Suryadipura”, diharapkan pemikirannya tentang manusia dapat menjadi nilai orientasi pengembangan diri pemuda Indonesia. Dengan begitu semoga alasan yang filosofis terhadap manusia dapat menjadi berkembang di Indonesia. Oleh karena itu penulisan tentang R. Paryana Suryadipura, menjadikan nilai tersendiri setelah kita mengenal filsafat Barat dan filsafat lainnya. Dengan demikian harapan terbesar dari tulisan skripsi ini adanya perkenalan Filsafat Indonesia yang terasing lalu hadir untuk dapat di kaji dan dikembangkan sebagai pemikiran yang hibrid. D. Metode Penelitian Penelitian yang akan digunakan adalah metode deskriptif dan analitik. Dengan begitu skripsi ini akan banyak menjelaskan melalui karya Paryana Suryadipura dengan buku Alam Pikiran sebagai referensi primer Manusia dengan Atomnya dalam Keadaan Sehat dan Sakit. Peneliti juga untuk menambah sistem penulisan dengan buku Pedoman Akademik 2004-2005 fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Di tambah lagi dengan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) penerbit CeQda 2008. Dengan begitu, semoga dapat mensistematikan apa saja yang dianggap penulis skripsi menjadi lebih baik untuk menjelaskan kontes masalah dalam penulisan skripsi. E. Sistematika Penulisan BAB I, dalam bab awal ini skripsi ini mengajak pembaca pada dunia manusia yang modern, serta pemikirannya yang harus dikenal sebagai materialis, jika demikian gambaran manusia modern sampai ragu kepada Tuhan. Ditambah lagi kita bisa melihat penafsiran yang keliru kepada para penulis dan pembaca bisa melihat penjelasan aliran kebatinan secara lebih relatif, ketimbangan pengetahuan yang telah disistematikkan. BAB II, mulai merumuskan pengertian Filsafat Manusia, karena dari zaman India Kuno, Cina Kuno, Yunani Kuno, hingga Filsafat Barat modern masih terus berkemban. Pembahasan itu penting dikala Paryana telah terpengaruh terhadap para filosof sebelumnya. BAB III, dalam bab ini menjelaskan biografi R.Paryana Suryadipura. Dalam bab ini menjelaskan siapa saja yang berpengaruh untuk lahirnya buku tersebut. Penghormatan orang-orang sekelilingnya berguna untuk melihat pengaruh terbesar pada masa itu. Sebab, biodatanya dalam skripsi ini masih terhitung minim. Pengambilan informasi pun dapat menemui titik terang dikala ada sisilah latar belakang keluarga. Rupanya nama R.Paryana Suryadipura, berasal dari keluarga Dipura. BAB IV, dalam bab ini membicara poin penting skripsi, yaitu Konsep Manusia menurut Paryana Suryadipura. Manusia akan dijawab dengan adanya pertanyaan dipembatasan masalah. Secara jelas Konsep Manusia, Susunan Jasmani, Ruhani, Kesadaran, dan Hakikat Aku. Dengan demikian pembahasan tersebut adalah sistesa besar antara pengetahuan yang berlandasankan teori, dengan nuansa filosofis. BAB V, bab ini adalah bagaimana konsep manusia Paryana Suryadipura sebagai secara garis besar. Semoga saran-saran yang ada menjadi pemacu bagi penulis dan pembaca skripsi ini dalam memahami Filsafat Indonesia. Sebab, perkembangan Filsafat Indonesia masih terasing di negeri sendiri. Bisa dibayangkan fokus filsafat di luar filsafat Indonesia yang belum direduksi, akhirnya generasi sekarang sebagai buntut yang tidak tahu perkembangan pemikiran Indonesia dalam memaknai dirinya. BAB II PRIHAL TENTANG MANUSIA-MANUSIA A. Pengertian Filsafat Manusia Filsafat manusia sesungguhnya dimulai dengan adanya mempertanyakan manusia itu berasal dari apa? Dari mana? Lalu akan kemana? Sehingga timbulnya pertanyaan tersebut untuk dijawab dengan berspekulasi bahwa manusia berasal dari material, dan immaterial.18 Bila adanya jawaban dengan keduanya berarti kerangka pemikirannya termasuk dualimus.19 Atau pun salah satunya saja yang lebih melihat manusia sebagai material semata. Oleh karena itu, landasan itu penting untuk bisa dijadikan alasan yang sangat mendalam tentang manusia. Lahirlah sebuah pemikiran yang selalu dikatakan materialis, spritualis, idealis, serta konsep ketuhanan yang bisa terbilang imajinatif untuk mengatakan manusia adalah makhluk tuhan yang transendental. Manusia masih tanda tanya? Dari kalangan Agama, dikatakan sebagai hasil karya Tuhan. Di dalam kalangan Ilmuwan dikatakan sebagai makhluk biologis. Lalu berlainan lagi di dalam pemikiran filosof-filosof yang penuh dengan jawaban bertentangan atau pun mendukung dari beberapa sumber keyakinan. Hingga terbiasa di anggap sebagai manusia yang sempurna dibandingkan binatang. Terlihatlah sangat nampak sekali bagaimana jawaban tersebut sangat jelas ketika pembahasan tentang manusia itu dipertanyakan sebagai manusia, Aku siapa? Mungkin aku hanya binatang yang berpikir, oleh 18 Immateri tersebut dalam arti Spiritualimus. Lihat pada Abstrak skripsi dan pada BAB IV, Penulis menjelaskan kearah Dualimus, Paryana Suryadipura. 19 sebab pemikiran yang membedakan aku dengan hewan yang sibuk akan makannya dan harus berlutut Walau terlihat sangat sederhana untuk berspekulasi, hal tersebut telah menjadikan polemik yang masih bersifat esensial dalam pembahasan filsafat manusia. Dikarenakan manusia dalam tingkatan berpikir masih berpolemik akan kemanusiaannya. Sebab, landasan awal tersebutlah yang sekiranya penting dipertahankan sampai manusia terlihat sangat jelas darimana manusia dan untuk apa? Lalu berakhir manuju kemana? Semakin dipertanyakan manusia yang jelas akan menjadi terlihat samarsamar, tujuan akan kemana manusia? Mungkin yang lebih membingungkan lagi aku berada dimana? Hingga untuk apa? Lalu berakhir kemana? Pertanyaan itu sudah jelas, namun ternyata jawaban yang panjang terlalu tidak menjelaskan. Walau pun demikian apa yang telah berkembang hanya menjadi permasalahan yang akan dijawab oleh di jawab oleh filusuf Yunani hingga Barat, China dan dapat menjadi koreksi penjelasan manusia secara jelas. Dalam penjelasan N. Drijarkara S.J. ”Manusia itu adalah makhluk yang berhadapan dengan diri sendiri dalam dunianya”. 20 Setidaknya fungsi sebagai manusia dapat jelas menjadi dirinya sendiri. Hal itu sebagai respon keadaan manusia haruslah disadari oleh manusia. Dengan jelas siapa saja yang menyatakan dirinya manusia sebagai makhluk lalu siapa pun dia akan bermasalah, atau merasakan kesenangan dan menyenangkan, menyedihan, 20 Prof. Dr. N. Drijarkara, Filsafat Manusia, cet-22, (Kanisius, Yogyakarta:2005), h. 6. serta keadaan yang sangat sulit sekali yang didapati, dan semua itu karena diri sediri didalam keadaannya, dan dunianya. Sekilas pemikiran itu adalah bagaimana cara melihat dunia manusia yang sangat berbagai rumusan sehingga terlihat matematis sekali dalam memandangnya. Dan sebenarnya menurut Bakker Antropologi Metafisik, ia menerangkan bahwa rusmusan filsafat manusia tiada lagi yang baru. Memang bila arahnya materi dan immateri tiada yang akan berbeda. Pernyataan seperti itu juga sama ketika ada pernyataan ”semua orang dewasa dipastikan dari masa kanakkanaknya”.21 Pemikiran tentang manusia bisa saja menjadi nilai yang bermacammacam, segi biologis, segi religius, segi filsafat, segi budaya, segi sosiologis, hingga segi spekulasi subtasi saat membicarakan ruh, jiwa, juga ketuhanan. B. Manusia Pandangan Hinduisme Lembah Indus merupakan lahirnya peradaban dunia lebih kurang 2500 SM. Hal itu terlihat adanya situs purbakala di sungai Ravi dan Mahenjo Daro di sungai Hindus.22 Pemikiran India adalah bertujuan membuka kesadaran, dalam hal ini penemuan Diri (atman), sesuatu yang kekal, yaitu tidak mengalami perubahan ruang waktu.23 21 Penulis menilai Manusia sebagai perjalannya secara permulaan adalah sama dan secara subtansi masih selalu relative, kita bisa saksikan tiap harinya membicarakan tentang manusia di seluruh televisi, dan di dalam tulisan-tulisan yang bernada untuk bercinta dan begitu banyak pembicaraan manusia dalam tulisan dengan bernada religious. Lalu semua itu untuk apa? Jikalau tidak untuk manusia. 22 Tim Redaksi Driyakara, Jelajah Hakikat Pemikiran Timur, cet-1, (Gramedia, Jakarta: 1993), h. 19 23 Heinrich Zimmer, Sejarah Filsafat India, penerjemah Agung Prihantoro, cet-1, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2003), h. 5. Menurut Heinrich, ide filsafat India terdiri ada 4, yaitu 1.Artha, 2.Kama, 3.Dharma, 4.Moksa. Dalam hal ini harus seorang manusia hendak menjalani tahap tersebut sehingga mendapat ketenangan hidupnya. Yang berarti manusia adalah mempunyai sisi material dan jiwa. Artha 1. Artha, bertujuan mempunyai material, seperti mengusai ilmu pengetahuan yaitu, ilmu ekonomi, politik, menjahui kebencian. Artha yang berarti benda, objek, substansi. Dengan arti hal ini mencakupi kesenangan inderawi.24 Kama 2. Kama adalah kesenangan dan cinta, Kama adalah bagian dari Dewa Asmara yang memiliki selembar bunga dan mempunyai lima anak panah yang mampu mengetarkan hati. Ajaran Kama muncul untuk mencegah frustasi dalam hubungan suami-isteri. Karya klasik India di tulis Vatsyayana, lalu dikenal sebagai abisius dalam seksualitas.25 Dharma 3. Dharma adalah kewajiban moral, Dharmasutra buku-buku hukum tersebut dimanifestasikan kepada tokoh-tokoh hayal. Seperti Manu sebagai nenek moyang manusia, guru-guru Brahma.26 Moksa 4. 24 Heinrich Zimmer, Sejarah Filsafat India, h. 33. Heinrich Zimmer, Sejarah Filsafat India, h. 36. 26 Heinrich Zimmer, Sejarah Filsafat India, h. 37. 25 Moksa, apavarga, nirvttim atau nivrtti, dengan pembersihan dosa, atau pembebasan spiritual. Muk, adalah melepaskan, membebaskan, mengeluarkan, meninggalkan, lari, keluar. Apavarga dari kata kerja, menghacurkan, menghilang, melepaskan, mencabut, mengeluarkan. 27 ”... . Moksa itu melampaui bintang-bintang, bukan berkelana dijalanan desa. ... . Moksa adalah teknik untuk mentransendensikan perasaan dalam rangka menemukan, mengetahui dan tinggal di sebuah relitas abadi yang melatari mimpi kehidupan dunia”. 28 C. Manusia Pandangan Filosof Cina Cina menjadi pradaban yang tertua dan hingga masih kini bertahan. Ketimbang Sumeria, Assyria-Babylon, Mesir, dan Yunani-Roma. Walau pun Mongol dan Manchus mengalahkan Cina, namun budaya Cina memenangkan. 29 Jusuf Sutanto menulis buku Kearifan Kuno di Zaman Modern, di dalam pendahuluannya dia menafikan stikma tidak rasional kepada pemikiran Timur dengan The Tao of Phisics, karya Fritjof Capra, yang menjelaskan ada paralelisme antara fisika subatomik dengan kearifan kuno, dan pengetahuan modern hanya mereduksinya.30 Konfusianisme telah menjadi aliran filsafat terpenting di Cina, Korea, dan juga berkebang Jepang.31 Itu menandakan landasan filosofis tersebut sangatlah membumi sehingga mempunyai landasan etika. Sedangkan sebaliknya menurut 27 Heinrich Zimmer, Sejaraha Filsafat India, h. 38. Heinrich Zimmer, Sejaraha Filsafat India, h. 41-42. 29 Ong Hang, Keajaiban Seni Motivasi Bangsa Cina Kuno, penerjemah Nadjamuddin (Prestasi Asia Pustaka, Jakarta: 2007), h. 1. 30 Jusuf Sutanto, Kearifan Kuno di Zaman Modern, Penyejuk Manusia dalam Mencari Kebenara, cet-1, (Hikmah, Jakarta:2004), h. 4 31 Rochiati Wiriaatmadja, dkk, Sejarah Peradaban Cina, Analisis Filosofis-Historis SosioAntropologis, cet-2, (Humaniora, Bandung: 2004), h. 16. 28 semakin seseorang mempelajari etika semakin dapat menipu siapa pun dalam perbuatannya, berarti biarkan kebaikan itu hadir dengan alaminya, sehingga manusia itu dapat jujur dan jauh dari menipu siapa pun dalam perbuatannya. 3. Confucius Confucius dilahirkan di negara Lu yang sekarang Chu Fu (diwilayah Shatung).32 Ajaran moralitasnya tentang bernegara hingga rumah tangga dan berkawan pun diajarkan Confucius. Masyarakat Cina mengenal ajaran Confucius dengan nama Ju Chiau sebagai ajaran yang telah di kenal sebagai ajaran filsafat tentang moralnya.33 Fungsi dari moralitas adalah untuk manusia dapat menempatkan pribadinya dalam keluarga, kawan, dan negara. Konsepsi dari negara menurutnya adalah feodal, yaitu kesetiaan dan ketaatan kepada yang memimpin dengan moralitas, bawahan yang taat kepada atasan dan atasan memberikan membela melindungi bawahannya. Orang muda menghormati yang tua, dan orang tua mencintai orang muda. Hingga kepala negara harus taat kepada raja dan raja harus memerhatikan bawahannya dan rakyatnya. Ketertiban tersebut dikenal Wu Lun, yaitu lima hubungan, yaitu: ”1. Hubungan antara raja atau pemerintah dan rakyat, 2. Hubungan ayah dan anak, 3. Hubungan suami dan istri, 4. Hubungan kakak dan adik, hubungan kawan dan kawan”.34 Hal itu adalah yang harus dipelajari untuk menjadikan manusia baik. Bila seorang raja dapat memerintahkan rakyatnya dengan sejahtera, dengan 32 Rochiati Wiriaatmadja, dkk, Sejarah Peradaban Cina, h.110. Rochiati Wiriaatmadja, dkk, Sejarah Peradaban Cina, h. 112. 34 Rochiati Wiriaatmadja, dkk, Sejarah Peradaban Cina, h. 113. 33 perlindungan terhadap bawahannya, maka berikanlah keadilan kepada rakyatnya, keluarga pun akan menjadi sejahtera. Begitu juga anak dengan orang tuanya membimbing dan memberikan kebutuhan, maka seorang anak harus taat semestinya untuk membantu kedua orang tuanya. 4. Lou Tse Lou Tse di kenal sebagai filusuf dengan karyanya Tao Te Ching. Lou Tse dikenal pada 4 abad SM akhir.35 Pemikirannya tentang Tao telah mempengaruh sendi-sendi kehidupann masyarakat Cina. Dengan gagasan yang mudah dipahami, termanivestasikan pemikirannya mengenai negara. Menurutnya negara yang menggunakan aturan yang mudah, menjadikan masyarakat itu menjadi taat, dan sebaliknya banyaknya aturan dapat menjadikan masyarakat menjadi penjahat. Ajarannya mengenai Tao telah menjadi ispirasi untuk manusia, semua tidak mesti harus bersusah payah dan manusia hanya menjalankan dan jangan melawan alam. Pada kitab Tao Te Ching, Lou Tse menjelaskan tentang Tao dan ini terlihat sangat mendalam. ”Tao yang dapat dibicarakan bukanlah Tao yang sebenarnya atau yang abadi dan nama yang dapat diberikan bukanlah nama yang sejati”.36 Sungguh sangat imjinatif sekali pemikiran Lou Tse, sebagai bentuk filosofis yang tergambar puitis. Hingga banyak tafsiran dalam sangat panjang lebar. Termasuk Lim Tji Kay menafsirkan dengan makna yang lebih mendalam: 35 36 Rochiati Wiriaatmadja, dkk, Sejarah Peradaban Cina, h.122. Lou Tse, Kitab Tao Te Cing, penerjemah Lim Tji Kay, cet-3, (Balai Kitab Tridharma Indonesia, Jakarta: 2007), h.1 ”... . Bagaimana manusia yang tinggal di bumi ini dapat mengetahui tentang keadaan semesta alam. Pengetahuan manusia sangat terbatas, bagaikan katak di dalam perigi (sumur), pengetahuan tentang dunia saja masih belum sepenuhnya diketahui, bagaimana dpat mengetahui Tao? Tidak mungkin bukan? Di atas telah diterangkan bahwa luasnya Tao tidak terbatas, sesuatu yang tidak terbatas tidak dapat dibicarakan, dan sesuatu yang tidak dapat dibicarakan, tidak dapat di beri nama, bila nama itu dengan paksa diberikan bukanlah nama yang sejati lagi.”37 Dengan begitu manusia yang dianggap sebagai manusia adalah yang telah menyatu dengan alam semesta. Semua itu layaknya air yang mengikuti kemana saja tempatnya. Inilah way of life for human, the one nature, berarti manusia harus sederhana dan seimbang denga alamiahnya. Dikala manusia bicara harus juga dengan diam, dan diamnya adalah gerakan. Berarti tidak mesti manusia beraktifitas, atau harus mati-matian karena obyek tujuannya. Hal tersebut bila kita pastikan akan menjadi sia-sia belaka. Adanya Tao adalah yang diartikan sesuatu yang tinggi dan di lain sisi lain adalah sesuatu adanya hukum semesta ini yang kemudian manusia tidak dapat melepaskan kecuali dengan disesuaikannya dengan hukum alam.38 Lou Tse memandang manusia kebaikan ataukah kejahatan setelah manusia cerdik dan pandai. 39 Oleh karena itu perbuatan manusia dapat dipandang baik disebabkan menyesuaikan dirinya dengan Tao.40 Lou Tse melihat kehidupan diumpakan air, karena kelembutannya dapat hidup, berarti kekerasan benda lainnya selain air dapat hancur dengan sendirinya. Kesimpulannya bahwa kehidupan ini mestilah lembut. 37 Lou Tse, Kitab Tao Te Cing, h.1 Lou Tse, Kitab Tao Te Cing, h. 33. 39 Lou Tse, Kitab Tao Te Cing, h. 37. 40 Lou Tse, Kitab Tao Te Cing, h. 115. 38 D. Manusia Pandangan Filosof Yunani Kuno Pandangan yang berkembang pada masa Yunani Kuno telah menjadi peran tersendiri di kala menjadi rumusan besar pada pemikiran Filsafat Patrestik Skolastik dan Filsafat Islam, hingga Filsafat Barat mengembangkan arah pemikiran yang arah perkembangan rasio dapat dijadikan alasan. Di zaman Yunani Kuno lah seorang dapat mengelurkan pemikiran tersebut dengan terbuka. Hal itu bisa lihat karya Andrew Gregory, Eureka! Lahirnya Ilmu Pengetahuan, yang diterjemahkan oleh Syafruddin Hasani, bahwa banyak sesuatu lahir pada masa itu Yunani Kuno kita tidak dapati di zaman Kekaisaran Romawi Barat, serta kebangkitan Kristen awal telah menjatuhkan ilmu pengetahuan yang sudah berkembang.41 1. Protagoras Relativisme dalam bahasa Latin, relativus, yang berarti ’nisbi, relativ’.42 Pandangan penganut pemikiran ini akan memberi penilaian relativ pada apa saja. Bila ditanyakan mana yang dapat bisa dikatakan hukum yang pasti? Mereka akan mengatakan kepastian adalah semuanya dalam hukum yang relativ. Tiada yang sanggup menyamakan kebenaran yang satu dengan yang lain. Ini selaras dengan pandangan Protagoras berazazkan nilai relativ yang menilai tak menentu untuk 41 Andrew Gregory, Eureka! Lahirnya Ilmu Pengetahuan, penerjemah Syafruddin Hasani, cet-1, (Jendela, Yogyakarta: 2002), h. 166. 42 A. Mangunhardjana, Isme-Isme Dalam Etika dari A sampai Z, cet-8, (Kanisius, Yogyakarta:2006), h. 203 menjawab kebenaran pada diri manusia, dan lebih jauh lagi ia menilai relavisme adalah manusia menentukan sendiri nilai dari kebenaran. Dalam memaknai manusia yang sangat tinggi sekali adalah Protagoras sebagai tokoh sofis abad ke-5 masehi dalam sejarah ialah dianggap pertama kali dengan pernyataannya bahwa Manusia ukuran segalanya. Walau pun ia terbilang sofis dikarenakan bisa mengambil pertimbangan sosiolog dan antropolog,43 namun telah memaknai manusia sebagai kekuatan yang sangat bebas sekali untuk menilai dengan persepsi apapun. Dia mengambil jalur relativme untuk menilai etika pula. Mungkin hal tersebut bukanlah menilai manusia secara subtansi tentang keberadaan manusia berasal dari mana, namun hanya berdasarkan bagaimana etika itu sebenarnya bersifat relativ dan bebas nilai, maka pandangannya tentang manusia bebas menentukan nilai. 2. Socrates Socrates (+470-399 SM)44 lahir di Athena dan hidup hingga mati mempertaruhkan pendapatnya mengenai eksistensi jiwa yang kekal, ini terdokumentasi oleh Phaedo yang menceritakan saat-saat Sokrates membela keabasian jiwa.45 Pada saat keadaan yang penting juga tokoh filosof dari Yunani mucul dengan warna yang berlawanan. Ini penting sebagai penentuan keabsolutan pada 43 Mohammad A. Shomali, Relativisme Etika, penerjemah Zaimul Am, (Serambi dan ICAS, Jakarta:2005), h. 45. 44 Linda Smith/William Raeper, dan Agama, Dulu dan Sekarang, penerjemah P. Hadono Hadi, cet-5, (Kanisius, Yogyakarta: 2004), h. 11. 45 Linda Smith/William Raeper, Ide-Ide Filsafat, h. 13. diri manusia yaitu, manusia menginginkan kebenaran. Hal semakin jelas lagi ketika pemikiran antara keabsolutan dan kerelativan terhadap menilai obyek menjadi berlawan sekali. Bila ditanyakan tentang bagaimana tentang kebenaran, maka Socrates dengan jelas mengatakan kebenaran adalah ada pada diri manusia. Sedangkan bila ditanyakan kembali tentang tanggapan yang berbeda-beda manusia menyikapinya, Socrates pun menganggapnya mereka mengatakan kebenaran yang mereka ketahui dan semua manusia mencari kebenaran. Jadi dalam diri manusia menginginkan kebenaran dan Sokrates menganggapnya hal ini penting, berarti keabsolutan kebenaran itu ada, dan jauh bersifat relativ. Melalui jalan diskusi-diskusi dan teknik kebidanan (maieutikê tekhnê). Ia mencari idea-idea umum yang terdapat dalam jiwa. ”Kenalilah dirimu sendiri” (gnôthi seauton), demikian semboyannya.46 3. Plato Sebagai pemikiran yang sangat ideal sekali Plato sebagai murid meniru Socrates sebagai guru memandang manusia hingga negara. Hal ini wajar, bila mengambil rumusan bahwa kebenaran merupakan keabsolutan, dan ini berkembang sampai kepada rumusan yang lebih melebar ketataran yang terdalam pada diri manusia. Plato melihat bagaimana keadilan yang bertitik tolak pada manusia lalu merumuskan pembagian jiwa atas tiga fungsi, epithymia: bagian keinginan, 46 P.A. van der Weij, Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia, penerjemah K. Bertens., cet 2, (Gramedia, Jakarta:1991), h. 15. thymos: bagian energik, logos: rasional sebagai puncak segala lingkup.47 Namun jauh dari itu Plato mensistematiskan dari manusia yang terbagi menjadi tiga bagian tersebut yang pertama epithymia adalah golongan produktif yang terdiri dari buruh, petani dan pedagang. Kedua thymos adalah golongan penjaga terdiri prajurit-prajurit. Dan ketiga logos adalah pejabat yang memegang pucuk pimpinan.48 E. Manusia Pandangan Kitab Suci 1. Injil Karya Maurice Bucaille, yang telah di terjemahkan oleh Rahmani Astuti, AsalUsul Manusia Menurut Bibel Al-Quran Sains. Itu dapat dianggap sebagai langkah terpenting untuk merealistiskan agenda apologetik yang sudah tertinggal. Walau hal itu masih terlihat mengikuti perkembangan saintik tentang manusia yang diteliti para ilmuwan zoologi. Ternyata hal itu masih terlihat wajar-wajar saja, disebabkan dunia ilmiyah adalah bisa digeluti oleh siapa saja dan dari pemahaman apa saja. Apa yang menarik dari penjelasan Maurice adalah ketika penelitian tentang manusia itu dikumpulkan untuk di kaji. Sementara tidak sedikit pula data-data yang dikembangkan dari Perjanjian Lama serta Perjanjian Baru Bibel, mau pun al-Quran menjadi acuan. Pentingnya kajian yang menjelaskan manusia pada penciptaan. Kisah pertama; Sakerdotal (Kitab Genesis, seluruh bab pertama dan bab 2, ayat 1 sampai 4a), kitab ini yang di susun oleh para pendeta kuil Yarusalem dan kita itu lebih dari dari abad 47 48 P.A. van der Weij, Filsuf-Filsuf Besar, 16. P.A. van der Weij, Filsuf-Filsuf Besar, 16-17. kenam masehi. Kitab ini dinamakan versi ’Sakerdotal’, yang menceritakan tentang penciptaan langit dan bumi.49 ”Versi Sakerdotal secara bijaksana menempatkan kemunculan manusia di atas bumi setelah kemunculan kelompok-kelompok makhluk hidup lainnya, tapi, sebagaimana telah kita catat untuk bagian dunia hewan lainnya, urutan kemunculan yang dilukiskan dalam kisah itu tidak sesuai dengan fakta-fakta paleontologi yang telah jelas terbukti. Penjelasan mengenai hari ketujuh mengacu pada hari istirahat Tuhan, sebab itulah makna kata Ibrani ’Shabbath’; inilah asal-usul hari istirahat bagi orang-orang Yahudi, ... .”50 Kisah kedua; Yahwis (inti dari versi ini menceritakan manusia), versi ini berlawanan dengan versi modern tentang sejarah bumi: ”Tuhan Yahweh belum mengizinkan hujan turun di atas bumi dan belum ada manusia yang mengolah tanah”.51 Penjelasan itu mengisyaratkan bahwa manusia terbuat dari debu.52 Sedangkan dalam Perjanjian Baru, mencari genealogi Yesus, lalu sampai Ibrahim dan Adam. Pencarian tersebut dalam Injil karang Matius dan Lukas.53 Dalam Lukas yang menarik adalah memuat tujuh puluh enam nama nenek-moyang Yesus sampai Adam. Kita bisa melihat Lukas (3, 23-38).54 Secara jelas pemikiran Maurice termasuk saintik lalu kearah dokmatis teologis. 2. Al-Quran Dengan begitu apa yang tergambarkan adalah gambaran manusia pada tingkatan religiusitas dan bernilai ilmiah. Ini menjadi argumentasi yang 49 Maurice Bucaille, Menurut Bibel Al-Quran Sains, penerjemah Rahmani Astuti, cet-5, (Mizan, Bandung: 1992), h. 47. 50 Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia, h. 173. 51 Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia, h. 174. 52 Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia, h. 174. 53 Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia, h. 179. 54 Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia, h. 180. menguatkan arti dari agama dan saintik, atau pun bersifat filosofis dalam penyuguhannya. Al-Quran pun menyuguhkan lebih saintik yang sejalan dengan sains modern.55 Ayat-ayat mutasyabihat dapat saja menjadi petunjuk penting dengan Allah memberikan petunjuk kepada orang yang menginginkan kebenaran. 56 Dengan arti yang sangat luas makna terkandung di dalam al-Quran, maka landasan pengungkapan kebenaran dapat saja menambah landasan ide pemikiran untuk menafsirkan manusia. Harun Yahya penentang Dawinisme sebagai penggagas evolusi manusia yang berasal dari kera. Sebagai pertanyaan pertanyaan yang mendasar adalah: ”1. Teori evolusi ini sama sekali tidak mampu menerangkan bagaimana kehidupan ini muncul di muka bumi; 2. Tidak ada penemuan ilmuah yang menunjukkan bahwa ”mekanisme evolusi” yang di canakan oleh teori ini memiliki kekuatan untuk membenarkan semua itu; 3. Rekaman fosil yang ada secara lengkap membuktikan seesuatu yang sangat bertentangan dengan semua kemungkinan yang ditawarkan oleh teori evolusi.”57 Harun Yahya berkeyakinan bahwa semua yang ada telah diciptakan dan memandang al-Quran sebagai wahyu tentang terjadinya alam semesta, hingga hujud dari manusia yang sangat otentik dari manusia dan bukan karena pengaruh evolusi yang melihat manusia berkembang dari hewan kepada manusia. F. Manusia Pandangan Sufisme 55 Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia, h. 186. Harun Yahya, Misinterpretasi terhadap Al-Quran, Mewaspadai Penyimpangan dalam menafsirkan Al-Quran, penerjemah Samson Rahman, cet-1 (Robani Pres, Jakarta:2001), h. 15. 57 Harun Yahya, Misinterpretasi terhadap Al-Quran, h. 133-134. 56 Sufisme adalah pandangan tentang kesucian diri manusia, dalam sejarahnya mereka menjauhkan dari dunia politik, dan harta benda serta keihlasan yang tinggi kepada Allah dan manusia. Manusia dalam pandangan sufi bermacammacam, dan secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu Jasad, dan Ruh. Pemakaian kata sufi diperkirakan oleh Abu Hasyim al-Kufi (wafat tahun 150 H).58 Dalam itemologi yang ahl al–Suffah yang dengan maksud orang yang ikut pindah dari Mekah ke Madinah, dalam keadaan yang kesulitan berada di sisi rosullullah di mesjid dengan dengan berbantas pelana yaitu suffah. Ada juga yang mengidentikkan dengan Saf yang berarti barisan terdepan, dan Suf yaitu kain yang terbuat dari wol.59 Tasawuf adalah membahas tentang interpretasi tentang diri kepada Allah. Bukan hanya melulu kepada persoalan akhirat. Walau demikian persepsi yang dikemkembang oleh orang sufi pada umumnya cenderung kepada akhirat, sedangkan pembahasan diri masih pembahasan yang terbuka sangat luas. Pembahasan antara jasad dan ruh, merupakan sesuatu yang mendasar dalam membahas manusia. Jasad yang berasal dari tanah, dan akan punah. Lalu ruh yang berasal dari Tuhan akan kekal dan bila manusia itu mati akan kembali kepada Tuhan. Begitulah manusia yang dipandang dualistik, jasad dianggap adalah keburukan dan ruh adalah kebaikan. Dalam al-Quran dalam Sûrat al-Baqarah/185, ”Jika hamba-Ku bertanya kepadamu tentang diri-Ku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan yang 58 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, cet-11, (Bulan Bintang, Jakarta: 2004), h. 47. 59 Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme, h. 48. memanggil jika Aku di panggil ... .” Sering dijadikan argumentasi tentang pengenalan diri dan mempunyai diri manusia itu dengan Allah. 1. Jasad Jasad telah menjadi sesuatu yang akan punah dengan waktu yang relatif cepat. Kita pun aku mengalami pase kelahiran, bayi, anak, remaja, tua dan kematian. Dalam pase yang sangat singkat tubuh kita pun akan melemah dengan banyaknya kelemahan tubuh yang tak bisa dihindari. Kita adalah tubuh, yang dipastikan dari unsur tanah. Dengan demikian para sufistik akan memandang asal manusia yang berasal dari bumi atau tanah adalah kotor, hina, rendah, terhadap tubuh manusia. Itulah yang sering selalu dianggap sebagai bagian dari kejahatan yang sangat bisa dimaklumi, contoh lapar perut mendekati kepada pencurian. Sebagai buktinya semua masih bertanya kepada perut. 2. Ruh Ruh berasal dari Allah yang telah menghidupkan manusia. Proses tersebut biasa dengan dalil ”Aku tiupkan sebagaian ruhKu” sebagai kiasan bahwa manusia adalah mempunyai proses pembaitan yang sangat tinggi sekali antara manusia dan Allah. Nilai subtasi dari manusia adalah kehidupan. Tanpa adanya ruh mungkin seseorang akan mengagap adanya kenyataan adalah mayat. Ruh mengetahui berasal dari keabadian yang merupaakan dari Tuhan.60 3. Jiwa 60 Laleh Bakhtiar, Perjalanan Menuju Tuhan, dari Maqam-maqam hingga Karya-besar Dunia Sufi, penerjemah Purwanto, cet-1,(Nuansa, Bandung: 2001), h. 35. Arti jiwa adalah nafs, dengan begitu adanya penyatuan ruh dan jasad lalu terlahirlah jiwa yang berarti kemauan. Tanpa adanya korelasi antara ruh dan jasad tidak mungkin dapat terlahir menjadi jiwa, berarti jiwa berada antara ruh dan jasad.61 Landasan hal tersebut seperti itu menandakan kebebasan dari Tuhan kepada manusia. Sedangkan manusia itu tidak bisa terlepas dari tanggung jawab nantinya kepada Allah. Jiwa terbagi menjadi tiga, yaitu nafs nabatiyyah, nafs hayawaniyyah, dan nafs nathiqah. Nafs nabatiyyah adalah mempunyai keinginan untuk keinginan makan tubuh. Nafs hayawniyyah adalah mempunyai keinginan untuk bergerak dan kelahiran. 62 Nafs Nathiqah adalah mempunyai keinginan menghujudkan kemampuan diri.63 G. Manusia Pandangan Filosof Barat Filsafat Barat telah melanjutkan pemikiran Yunani Kuno dengan caranya sendiri. Pemikiran modern masa itu telah meninggal Gereja dengan rasionalitas yang sudah menjadi barometer kebenaran. Alasan yang tidak ril pun dianggap omong kosong semata tanpa adanya dalil realistis. Bila berpikir hanya kepada peran pemikiran agama dapat menjadi alasan yang mudah untuk dianggap tidak masuk akal. Pada masa zaman pencerahan hadirlah Rene Descartes dengan konsep rasionalitas dia dianggap bapak filsafat modern. 1. Rene Descartes 61 Laleh Bakhtiar, Perjalanan Menuju Tuhan, h. 34. Laleh Bakhtiar, Perjalanan Menuju Tuhan, h. 36. 63 Laleh Bakhtiar, Perjalanan Menuju Tuhan, h. 37. 62 Rene Descartes (1596-1650)64 adalah bapak filosof Barat Modern, dengan begitu setidaknya ia berlainan dengan karya-karya Skolastik Paterstik. Dia mengembangkan cara skeptisisme sampai ke rasionalisme. Layaknya sebuah perjalanan pemikiran yang sangat bertentangan sekali dengan pola pemikiran gereja. Tidak bisa dibayangkan di saat itu pemikirannya tentang keterbukaan berlawanan dengan mengambil jalannya dengan menghadirkan nilai rel yang masih tersamar-samar lalu dapat pula menjadi kemutlak. Maka ungkapan yang dikenal ”aku berpikir maka aku ada”. Descartes melihat manusia ada dua subtansi, yakni jiwa dan materi. Setidak-nya ia melihat rasio lah yang membedakan manusia dengan binatang. Karena jiwalah, manusia yang paling dungu dapat meliki kebebasan.65 Kesan bahwa seorang baik atau pun jahat terletak pada rasio. 2. Henri Bergson (1859-1941) Henri Bergson adalah filsuf Prancis, dia berketurunan bapak Polandia dan ibu Ingris. Dia terkenal cerdas dan merebut peringkat pertama untuk pelajaran filsafat dan matematika. Dia pun melanjutkan di Ecole normale superiure, yang melahirkan Emile Durheim sebagai ahli besar dala sosiolog.66 Manusia menurut Bergson mempunyai Materi dan Ingatan mempelajari hubungan antara jiwa dan tubuh, antara roh dan materi, dan hal tersebut bersifat dualistis. Karena Bergson melihat Materialisme dan epifenomenalisme67 sebagai 64 Linda Smith/William Raeper, Ide-Ide Filsafat, h. 60. F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: dari Machiavelli sampai Nietzche, (Gramedia, Jakarta: 2004), h. 40-41. 66 K. Bertens, Filsafat Barat Kontemporer Prancis, (Gramedia, Jakarta: 2006), h. 9. 67 Epifenomenalisme, K. Bertens, Filsafat Barat, lihat h. 16. 65 pendirian mereka yang sudah berkembang pada abad 19, sebagai bagian yang dievaluasi secara filosofis.68 68 K. Bertens, Filsafat Barat, h. 16. BAB III PANDANGAN MANUSIA R.PARYANA SURYADIPURA A. Biografi R. Paryana Suryadipura R. Paryana Suryadipura lahir pada tahun 1901,69 Dia hanya di kenal dokter dan pensiun sebagai mantan kepala rumah sakit Umum Pusat Semarang. Karyanya penulis baru ketahui ada dua yaitu, pertama; Alam Pikiran, Penerbit Sumur Bandung.70 dan kedua; Manusia dengan Atomnya, di terbitkan oleh PT Usaha Mahasiswa, Semarang. Dilihat dari gelarnya selain dokter, dia juga seorang raden, karena gelar tersebut tidaklah didapatkan secara belajar dan memang dapat dikatakan ia adalah keturunan kerajaan. Dia adalah salah satu keturunan dari keluarga Dipura, yaitu keturunan dari Prabu Siliwangi, ini diketahui dari salah satu anak Sastradipura. Ternyata keturunan Prabu Siliwangi tersebut tersebar dimana-mana dengan nama keluarga Dipura. Hingga ada yang menjadi dokter, dll. Hal ini didapati dari informasi pak Ucup. Dia adalah penghubung yang dapat menghubungkan saya dengan keluarga yang besar yang berada di Tasik. Informasi itu penting untuk perkembangan pemikiran filsafat di Indonesia. Sebab, terdahulu sangat minim sekali pengetahuan filosofis pada sebelum masa Indonesia merdeka atau pun sesudahnya dalam kalangan orang-orang pribumi. 69 Daftar Tajuk Nama Pengarang Indonesia, (perpustakaan Nasional RI:2006), h. 232. Soesanto Kartoatmodjo, Parapsikologi, Paragnosi, Parergi, dan Data Paranormal, cet-1 (Sinar Harapan, Jakarta: 1995), h. 170. 70 Memang dia terlihat aktif sekali dalam lingkungan kampus dalam kerja sama penerbitan dan itu terlihat dari buku keduanya. Setidaknya dia masih mendiskusikan tentang pemikirannya secara terbuka kepada mahasiswa sebagai generasi pelanjut. Penerbitan Usaha Mahasiswa, itu terlihat dari minat kepada kaum muda untuk bisa berkembang dan memberikan kesempatan yang lebih untuk dapat berkembang. Dalam penjelasannya tentang filsafat terlihat adalah secara keilmuan telah mencukupi. Apalagi secara sistematika dia terlihat telah menguasai filsafat secara akdemik. Bila pun ternyata mempelajari filsafat secara otodidak itu ketidakmungkinan dan bisa saja terjadi interpretasi yang berlainan. Dengan begitu tampak dia adalah seorang yang mempelajari filsafat secara akademik, atau yang lebih dapat memungkinkan seringnya dia berdiskusi dengan zamannya untuk mendiskusikan filsafat, karena dalam buku Alam Pikiran dalam sebuah kata pengantar hanya berterima kasih kepada Dr. R. A. Baudisch, yang telah memberikan pinjaman naskah-naskah yang diperlukan. 71 Cara penulisannya tentang menempatkan fot not pun di dalam buku Alam Pikiran terlihat sudah baik dan buku yang keduanya Manusia dengan Atomnya dalam Keadaan Sehat dan Sakit. Dengan begitu saya yakin dia seorang penulis ilmiah modern. Dalam buku Manusia dengan Atomnya dalam Keadaan Sehat dan Sakit, dia berterima kasih kepada Prof. Dr. M. Sardjito sebagai orang Pimpinan Perguruan Tinggi Kedokteran dan Lembaga Pasteur di Kelaten pada dekade 71 R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, Cet-2, (Sumur Bandung, Bandung: 1961), h. X. 1940.72 Ternyata kedekatan dengan Lembaga Pasteur tersebut adalah studi penelitian untuk percobaan, dia berterima kasih kepada R. Mohammad Hadi, dan R. Timbul Masjono.73 Buku keduanya dalam pengantar, buku tersebut bermaksud ”Mengenal diri sendiri adalah mengenal Tuhan” yang diartikannya dari kuil di Delphi, ”KEN UZELF”74 kepada Dewa Apollo.75 Tulisan Paryana berlandasan filosofis, yaitu induktif dan deduktif, untuk membuktikan hakikat insani bersumber dari Yang Satu, Sang Maha Penciptaan dan juga hubungan Ciptaannya. 76 Lalu bagaimana seorang orang yang berada pada aliran filsafat positivisme pun dianggap sebagai tumbuhnya egoisme, liberalisme, materialisme, kapitalisme, imprialisme.77 Oleh karena itu kesadaran diperlukan dalam melihat diri untuk mencapai titik kesadara akan kemampuaan. Itulah kesadaran secara immaterial yang ingin dikemukan oleh Paryana kesadaran . Dari semua penjelasan tentang tentang otak manusia yang dapat melakukan peroses ’memikir’ hingga dapat dikatakan insan kamil. B. Filsafat Manusia R.Paryana Suryadipura Dalam memahami konsep filsafat manusia Paryana Suryadipura dapat dilihat dari bukunya Manusia dengan Atomnya dalam Keadaan Sehat dan Sakit. Disana ada kejelasan tentang manusia adalah Susunan Jasmani dan Rohani, lalu memiliki Kesadaran kepada hingga Hakikat Aku. Bila melihat pemikirannya 72 Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya dalam Keadaan Sehat dan Sakit, (Bumi Aksara, Jakarta: 1994), V. 73 Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. VII. 74 Tulisan itu berdasarkan test asli. 75 Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. VI. 76 Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. VI. 77 R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. XIV. tersebut dari buku Alam Pikiran, mengenai pemikirannya termasuk dalam dualismus, yaitu manusia Materialismus dan Spiritualimus, yang berarti roh bisa dijelaskan dari jasad dan sebaliknya jasad bisa menjelma menjadi roh.78 Bagaimana mengungkap pemikiran Anaxagoras, Aristoteles, Rene Decartes, dan Arnold Geulincx telah terpengaruh oleh Decartes, bahwa Tuhan berhubungan ketika mempunyai kesempatan (occasio), dengan lalu perumusan dengan Occasionalismus. Lalu, Spinoza berteori badan dan jiwa, yaitu (attribuut) dan (substantie).79 Landasan manusia adalah hayat (hidup) sebagai bagian materi dan rohani yang karena berhubungan dengan penciptaan dunia, maka penjelasannya bumi terdahulu adalah panas lalu menjadi dingin, berarti hayat datangnya dunia luar.80 C. Susunan Jasmani Jasmani menurut Paryana adalah berhubungan dengan ’hayat’,81 menurutnya hayat dari luar dunia. Dikarenakan pada pase pertama dunia ini panas lalu menjadi dingin, maka makhluk-makhluk dapat hidup di dunia, dari penjelasan tersebut ’hayat’ berasal dari luar dunia. Hayat adalah di dalam elektron, dalam hal ini elektron adalah kata-kata Tuhan.82 Sehingga memiliki tenaga yang besar sekali dari proses sebelumnya, terbukti dari adanya bom atom.83 78 R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 144. R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 144-145. 80 Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 259. 81 Hayat adalah kutipan langsung dari Paryana, Manusia dengan Atomnya.h. 269. 82 Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 98. 83 Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 259. 79 Otak manusia adalah berfungsi sebagai tempat berpikir. Dalam membicarakan otak adalah berlainan secara subtantif dengan hewan. Walau hewan memiliki besar dalam otaknya yaitu paus dan gajah sebagai otak yang terbesar, dan dibandingan manusia hanya 1400 sampai 1500 gram, karena memiliki perbandingan berat badannya dengan otaknya maka otak manusia terbilang besar 1: 40½, bila dibandingan gajah 1: 40.000.84 Dalam penjelasan filsafat manusia memang ia sangat menitik beratkan pada bagaimana manusia dari individu yang mempunyai budi, yaitu subyek memiliki hujud fisik yang otak yang baik. Sebab, dari apa yang kita fikirkan merupakan dari otak yang memiliki pusat-pusatnya tersendiri. Sehingga ia memiliki kesadaran yang benar-benar terjaga. Hal tersebut penjelasannya tentang orang-orang jahat dengan orang-orang yang baik dari ukuran kepalanya. Seakan percaya tidak percaya sudah ditemukan bahwa hujud kepala bisa saja menjadi patokan baik ataukah jahat. Namun yang mencengangkan adalah ketika seorang otak seperti orang biasa-biasa saja dalam lingkarannya dapat menulis 50 bahasa.85 Paryana dalam membahas tentang tubuh manusia adalah panca indra. Persoalan terbesar adalah mengapa pancaindra mata apakah bersifat fisik ataukah non-fisik? Sebab, pancaindra itu mengapa seperti mata yang tertutup masih mampu untuk membaca. Dalam hal ini Paryana memberikan contoh Kuda Bux, yang ditest oleh Harry Price dari The University London Council for Psychical Investigation Investigation,86 untuk membaca buku sedangkan matanya dalam kondisi tertutup, namun setelah di dalam ruang tertutup yang awalnya terang dan 84 85 R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 7. R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 8. 86 R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 23. kini tidak adanya listrik, sinar matahari yang masuk dalam ruangan tersebut, Kuda Bux tidak dapat membaca lagi, versi yang lain adalah dikarenakan Kuda Bux, tidak mengizinkan hidungnya di tutup.87 Dalam menjawab permasalah Kuda Bux tentang pancaindra, Paryana mengutip gagasan Al-Ghazali, dalam mambahas akal pada buku Ihya Ulumuddin, yaitu Akal lahir hanya berfungsi di kala terang, dan Akal batin dapat berfungsi di kala terang, maupun gelap.88 ”... . Tubuh manusia merupakan susunan resonator-resonator, (resonatoren-systeem) seperti alat radio. Alat radio hanja berbunji apabila gelombangnja sesuai dengan gelombang setasion penjiar jang sedang dihubungkan dengan alat radio itu. ... . Resonator-resonator dari tubuh manusia ialah Pantjainderanja”. 89 Paryana dalam proses memikir ini mengambil kutipan langsung Arthur E. Baines. ”Seluruh rasam dari susunan persarafan, risa, takik sambungan sumsum-punggung, sarung-saraf, simpul-saraf dsb. Merupakan suatu susunan listrik dengan banjak tangkupan arus, patahan, tjabang-tjabang dan sebagainja dan kita mnundjukkan dahulu, bahwa dasar tenaga tubuh ialah phenomeen listrik.”90 D. Susunan Rohani ”Elektron-elektron bebas yang terdapat di dalam tiap-tiap inti dan di dalam darah adalah badan halus kita yang berasal dari zat anorganis, dan oleh karena itu disebut roh zat anorganis atau anima meneralis.”91 87 R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 24. R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 26. 89 R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 36-37. 90 R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 55. 91 Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 263. 88 Karena elektron ada hidup di dalamnya yang berasal aether dan itu berasal dari ucapan Tuhan. 92 Paryana mengungkap dalam al-Quran ”Jadilah kamu!” Maka jadilah dia.93 Ayat dan surat yang dimaksud adalah Surat Yasin, ayat 82. Itulah yang menjadikan landasan segala sesuatu yang metafisik kepada fisik. Di mulai dari sesuatu yang mutlak yang tak bisa dan tidak dapat terbagi-bagi lagi. Lalu butir-butir aether mempunyai unsur negatif dan positif berlawanan dan saling menghancurkan dan munculah butir-butir elektron butir-butir lainnya.94 Elektron dianggap sebagai ruhani manusia yang menghidupkan. Berarti Paryana menitik beratkan kepada spiritualimus untuk dapat menghidupkan. Walau pun menurut al-Quran manusia berasal dari tanah, namun Paryana menjelaskan unsur-unsur tanah tersebut dengan segala unsurnya di dalam unsur tersebut haruslah disinari dengan elektron supaya dapat hidup.95 Menjelaskan tantang sesuatu yang subtantif dalam diri manusia Paryana menjelaskan binatang siput dan tardagradus yang dikeringkan bertahun-tahun dapat hidup kembali.96 Lalu seorang Yogi, telah dikubur berhari-hari hidup kembali. Dari itu semua Paryana mempunyai keyakinan dari elektron menyusun atom.97 Bila dihubungkan dengan tubuh maka elektron tersebut menjadi impuls listrik ke otak dan dari otak tersebut pancaindara, insting, dan juga kedalam pusat 92 Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 98. Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 99. 94 Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 97. 95 Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 160. 96 Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 133. 97 Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 135. 93 kesadaran.98 Maka arus listrik itu mengalir ke pusat kesadaran lalu ke pusat akal yang berbentuk ruh menjelma menamakan dirinya Aku. E. Kesadaran ”Segera setelah Aku lupa akan diri sendiri, maka roh yang menamakan dirinya Aku keluar dari otak dan menjadi badan pikiran (corpus mentalis) yang bersifat metafisis dan sadar akan badan kasar (jasmani) dan badan halusnya (rohani). Inilah yang dinamakan kesadaran diri sendiri yang murni (het zuiverzelfbewustzijn), yaitu kesadaran akan diri sendiri suatu totalitas. Apabila Aku ini mencapai ketenangan dan rasa damai di dalam batin secara mutlak atau kesadaran sudah mencapai taraf mutmainah, maka berhentilah gerakan elektron-elektron yang menyusunnya, baik gerakan berputar maupun gerakan ulang-alik, dan elektron-elektron ini berubah menjadi aether kembali. Dengan melewati badan pikiran (metal lichaam), elektron-elektron ini memasuki budi serta menjadi kesadaran yang sadar akan isi seluruh semesta alam. Kesadaran ini disebut kesadaran alam semesta (het cosmisch bewustzijn). Setelah kesadaran ini tercapai, maka tenaga kesadaran ini makin lama makin bertambah banyak sehigga meluap ke luar dari budi. Dan dengan meliputi roh rabbani dan jasmani, tenaga ini berubah menjadi roh rahmani yang sama bagi setiap pemiliknya. Mereka hanya sadar akan adanya Yang Satu. Kesadaran yang demikian dinamakan kesadaran bersama (het collectief bewustzijn) yang menimbukan agama. Kesadaran bersama inilah yang mendorong umat manusia untuk beragama, tanpa mengetahui sebab-sebabnya dan tidak mengetahui hakikat apa yang disembah, akan tetapi mereka sadar bahwa di atas segala yang nyata ini harus ada kekuasaa yang tertinggi. Dengan kata lain segala yang nyata ini harus ada penciptaNya.”99 Gambaran kesadaran yang dikembangkan oleh Paryana dimulai dengan Aku lupa akan diri sendiri. Dengan begitu terlihat seperti seperti berhubungan dengan metafisika, 98 99 Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 263. Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 273-174. dan berhentilah elektron-elektron itu sebagai berfungsi sebagai hidup dan kembali menjadi aether, yaitu positif dan negatif yang saling berlawanan dalam terjadinya alam semesta. Paryana menjelaskan dengan begitu kesadaran itu tentang alam semesta hadir. Pembahasan itu berakhir dengan Tuhan. Maka ketika adanya kesadaran ada pada diri manusia akan adanya persamaan, yaitu bertuhan dan beragama. Hal itu menandakan adanya pengalaman manusia yang sama antara yang satu dengan lain. Itulah dianggapa oleh Paryana sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh manusia untuk menafikan adanya religiusitas yang berdasarkan diri sendiri yang berasal dari nilai spirit yang tertinggi. F. Hakikat Aku ”Aku merupakan elektron-elektron bebas yang bergerak di dalam otak dan sadar akan diri sendiri.”100 Penjelasan Paryana mengenai Aku dalam kesadaran sesungguhnya difungsikan oleh ruh nabati yang berada di sayur dan ruh hewani. Sementara Aku tidak dapat berpikir jikalau tidak ada elektron-elektron bebas yang nantinya mengelola makanan di dalam tubuh dan elektron berkaitan membutuhkan asupan ruh nabati dan ruh hewani. Semua berproses nafsu pun berada di otak.101 Berarti teoritis nafsu Paryana sangat berbeda dengan sufistik yang diartikan dengan keinginan, kehidupan, kebaikan dan kejahatan yang berada di hati. Hakekat Aku lebih cenderung kepada kebebasan jiwa yang berada di kepala yang dapat menditeksi segala yang berada di alam semesta. Konsep 100 101 Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 274. Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 275. tersebutnya itu dihubungkan dengan konsep Atman, yang berarti jiwa yang bebas yang tidak terikat oleh waktu. Dikarenakan fungsi Atman yang berada didalam diri manusia sebenarnya adalah sesuatu bebas, maka Paryana mengartikan bahwa segalanya tentang Hakekat Aku berada di kepala dapat digunakan sebagai signal informasi tentang segalanya. Berarti poin terpenting adalah langkah Kesadaran. BAB IV PARA PENGAMAT DAN PENGKRITIK PEMIKIRAN R. PARYANA SURYADIPURA A. Penulis dan Kritikus R.Paryana Suryadipura Penulisan Paryana bersifat saintis sebagai dokter, namun ditambah dengan argumentasi para filosof lainnya dan menjadikan sangat jelas pengetahuannya telah mencukupi dengan banyak memahami fisafat. Dalam membahas tentang para filosof tersebut terlihat dari timur sampai barat pun Paryana secara umum dan atas rincian. Jadi Paryana bukanlah seorang yang dianggap aliran kebatinan, seperti yang diungkap oleh Ranip, Harun Hadiwijono, dan Suwarno Imam. Para penulis itu berlainan A.Seno-Sastroamidjojo telah mengutip buku Paryana Suryadipura, Hakekat Atoom, (Atoom-Waarheid), dalam “Pantjaran Filsafat dan Kebatinan”, pernerbit Panitya Penjelenggara Pertemuan Filsafat dan Kebatinan” Djakarta, 1954:5.102 A.Seno dengan maksud mengembangkan subtantif pemikiran tentang hidup. Karena penulis sendiri masih kekurang dana dalam penelitian secara lapangan untuk mengetahui kapan dan dimana terakhir kali dia mengabiskan waktu pensiunnya. Ini penting, di kala karyanya sudah berhasil menjadi sejarah pemikiran di Indonesia. Walau demikian kita harus melihat Paryana dari para pengkritik pemikiranannya. 102 1963), h.72. A.Seno-Sastroamidjojo, Hakekat Hidup, Suatu Tafsiran, (Timun Mas, Djakarta: 5. Seno-Sastroamidjojo Seno-Sastroamidjojo menulis mencapai kehidupan yang sejati. Paryana pun dikritik oleh A.Seno-Sastroamidjojo, dalam buku Hakekat Hidup: ”Menurut dokter Paryana Suryadipura, ”mengerti rahasia hidup itu berarti mengerti kehidupan yang sejati”. Sayang sekali, bahwa tidak diterangkan lebih jauh apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan” kehidupan, mengkritik tujuan dari manusia yang belum dijabarkan sebagai sejati manusia hidup yang belum dijelaskannya”.103 Memang terasa penuh keilmuan tentang manusia, namun menurut Seno Sastroamijojo adalah sangat di sayang tidak membahas tentang tujuan sejati manusia belum dijelaskan. Sebagai kritik pemikiran Paryana, Seno- Sastroamidjojo menulis karya yaitu Hakekat Hidup. 6. Harun Hadiwijono Ini terbukti tulisan buku Harun Hadiwijono, Konsep tentang Manusia dalam Kebatinan Jawa. Terlihat sangat meringkas, dan hanya mengartikan dari sisi kebatinan saja dalam mengartikan pemikiran manusia menurut Paryana dan itu hanya sebatas kesimpulan. Tulisanya lebih cenderung kepada mistisisme Jawa itu sendiri. Serta obyektivitasnya hanya sekedar kesimpulan yang dapat menjadikan pendahuluan ketimbang subtansi sesungguhnya. 103 A.Seno-Sastroamidjojo, Hakikat Hidup, h. 6. pemikiran Paryana yang 7. Rahnip Rahnip, melihat Paryana selalu dari sisi religius keislaman melulu, bila untuk menganggapnya pemikiran filsafat Rahnip mengakui namun pemikiran filsafatnya di luar dari Islam. Standar yang digunakan untuk meluruskan Paryana selalu dengan menggunakan al-Quran, sedangkan pembahasan Paryana adalah gagasan filosofis. Bila diarahkan menjadi berstandarkan al-Quran akan menjadi nuansa teologis. Tentunya Rahnip melihat karya-karya sufi untuk menganalisa atau karya filsafat Islam lainnya. 8. Suwarno Imam Dukungan tersebut ditambah lagi dengan tulisan Suwarno Imam S. Dengan menulis buku Konsep Tuhan Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa, dan ini menambah jelas bahwa Paryana merupakan termasuk aliran kebatinan Jawa. Walau pun demikian apa yang dimaksud Suwarno Imam S. bukan sesuatu yang negatif dalam penjelasan arti dari kebatinan.104 Suwarno Imam adalah lebih baik ketimbang Harun Hadiwijono dalam menjelasankan pemikiran Paryana. Langkah teoritisnya pun sesuai dengan buku Alam Pikiran, karya Paryana. Secara jelasnya Suwarno hanya menjelaskan cara berpikir manusia dan tentang manusia secara subtansi. 104 Suwarno Imam, Konsep Tuhan Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa, (Rajagrafindo, Jakarta:2005), h. v. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Gagasana pemikiran Paryana menutup dengan bab Insan Kamil, dia menjelaskan manusia sudah ada pada kejenuhan atas semua pemikiran. ”Ada tanda-tanda, bahwa seluruh umat manusia tidak lagi mencari kebahagiaan didalam ratio (akal) dan logica, maupun di dalam ketegaran formalisme dan dogmatisme.”105 Filsafat Indonesia masih terhitung langka, dan disistematikan pun tiada pernah. Ditambah lagi Filsafat Indonesia masih terlihat belum jelas sebagai jalan pemikiran yang memang harus berbeda. Sedangkan banyak karya orang Indonesia yang dapat dijadikan bahan tulisan yang bernilai filosofis belum tentu disadari. Bisa saja orang-orang yang mengerti filsafat belum dapat merangkum, disebabkan para tokoh Filosofis Indonesia sudah menghasilkan karya-karya. Di Indonesia banyak sekali tokoh filsafat, seperti; Soekarno, Paryana Suryadipura, A. Seno Sastroamidjojo, N. Drijarkara S.J, K. Bertens, namun tiada yang dapat mensistematiskan pemikiran mereka. Hal itu menarik untuk bisa disistematiskan yang nantinya Filsafat Indonesia membumi di negeri ini tercinta. Sayang sekali sejauh ini filsafat hanya sebatas mendukung Ideologi Negara. Dengan begitu Filsafat Indonesia dikembangkan disesuaikan untuk kepentingan negara dengan tujuan yang terpenting adalah politik dan bukan subtansi ajaran. Namun Sidney Hook yang mempersepsikan ideologis berbeda dengan nilai ilmiah. Karena ideologi mirip sejenis kepercayaan primitif.106 105 106 R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 238. Harsja W. Bachtiar, Percakapan dengan Sidney Hook, h. 156 Apalagi bila kita kembangkan dengan embel-embel filsafat Pancasila, hal tersebut adalah sangat condong kepada hanya diyakini saja ketimbang mengubah dengan mengkritisi. Sementara sampai hari ini filsafat yang bersifat spekulatif dan sekiranya melenceng dari tradisi masih beranggapan sesat, atau aliran yang dianggap terlarang untuk didekati sebagai pelajaran. Karena filsafat Pancasila adalah ideologis yang merupakan tuntutan dari manusia untuk bisa dijalankan oleh pemerintah bisa saja terhitung benar. Sangatlah terlihat sangat tidak ilmiah dan masih terlihat sekali dalam penjelasan yang bersifat tradisional. Bagaimana Sunoto,107 ingin mensistematiskan bagaimana pandangan tradisi tersebut hingga pernyataan mengapa ada Filsafat China, Filsafat Yunani, hal tersebut merupakan sesuatu dari tingkat pemikiran masyarakat dalam membutuhkan spirit untuk pencapaian yang tertinggi. Itu sama saja seperti Robert C. Zaehner ingin bagaimana merumuskan Hinduisme yang sudah berkembang dalam budaya India. Namun itu tidak terlalu sulit disebabkan banyaknya sumber yang akan menyatakan hal itu sudah disepakati sebagai nilai filosofis dan itu terdapat di dalam kitab-kitab kuno mereka seperti Weda. Hal tersebut menambah cara bagaimana kita memandang sisi pemikiran tersebut, untuk sampai tingkatan penelitian filosofis. Karena dari sekian banyak penulis filsafat hanya berada pada kepercayaan penulis-penulis sebelumnya. Penulis melihat, pertama; sebelum kemerdekaan adalah filsafat terhitung pada pase Nusantara atau sebelum kemerdekaan, berarti bisa disebut dengan 107 Sunoto, Mengenal Filsafat Pancasila: Pendekatan melalui Metafisika, Logika, dan Etika. Edisi 3, Cet XII, (Hanindita, Yogyakarta: 1995), h. 8. Filsafat Nusantara. Kedua; filsafat yang sudah kemerdekaan yaitu sudah dalam sebutan Filsafat Indonesia. Dari sekian banyak pemikir di Indonesia sedikit sekali untuk dianggap seorang pemikir. Dikarenakan abad ke-20: upaya penerimaan Islam terhadap budaya-budaya lokal dan nasional, penempatan keyakinan dan praktik Islam yang standar sebagai modus operandi.108 Di sisi yang sama juga diperlihatkan background masyarakat kita adalah praktik animisme merupakan ciri penting dari kehidupan keseharian di Jawa. Seperti, Hindu, Budha, hingga melekat pada ritual Islam.109 B. Saran-saran Mahasiswa masih kurang tanggap pada perkembangan filsafat Indonesia, apalagi mengenai manusia sangat fondamental segala bidang keilmuan. Hal tersebut sudah satu abad ini tidak ada kejelasan tentang rumusan tentang kefilsafatan. Mengenai kemanusian tidak lagi menjadi sentral yang utama, pembahasan tentang berupa teknologi lebih dipentingkan ketimbang riset tentang manusia. Bila kita saksikan adanya kekuatan baru seperti intuisi di dalam diri manusia dapat diteliti, dimungkinkan manusia akan menemukan potensi yang terpendam pada dirinya. Ditambah cara berpikir manusia yang lebih diutamakan dimungkinkan negara akan dapat lebih maju. Ketimbang diatas kertas manusia bekerja, namun setelah mengalami fluktuatif ekonomi seperti 1990-1999, maka 108 Howard M. Federspiel, (Laiden, The Nederland: 2001).Penerjemah Ruslani, Kurniawan Abdullah, Labirin Ideologi Muslim: Pencarian dan Pergulatan PERSIS di Era Kemunculan Negara Indonesia (1923-1957), Cet-1, (Serambi, Jakarta: 2004), h. 7 109 Howard M. Federspiel, Koninklijke Brill NB, h. 17. berapa banyak kekuatan itu tiada hasil. Nilai tenaga tidak dihargai lagi dikarenakan perusahaan terpengaruh dari gejala ekonomi global. Dengan begitu cara berpikir kita mesti diarahkan kepada kemandirian yang sesungguhnya tidak rentan krisis. Sebab, manusia berpikir tentang cara yang terbaik akan dirinya untuk berjalan. Kita bisa saksikan bagaimana sekarang ini banyak pekerja ketimbang jadi pemikir, dan dengan itu mengakibatkan rapuhnya sendi perekonomian yang rawan mudah krisis. Bila dianggap pekerjaan adalah landasan dari manusia hidup, dari arti materialis, maka sedikit saja adanya pemutusan hubungan pekerjaan dengan satu perusahaan dapat sendirinya mengalami krisis sosial. Salah satunya dikarenakan kita selalu disembunyikan dan menyembunyikan diri kita dihadapan pimpinan sedangkan ide kita lebih baik. Keinginan Paryana bagaimana manusia menjadi manusia metafisicum, belum mendapatkan hasil yang baik. Stikma yang hadir adalah perdukunan, kekebalan, atau pengobatan alternatif. Inilah kekeliruan yang terjadi dimanapun. Sebab, manusia memerlukan ruang batin untuk bertanya ’Siapa Aku?’ Itu yang tak muncul dalam perkembangan manusia modern, sedangkan krisis kemanusiaan sudah dapat di ungkap namun karena banyaknya kepentingan maka ketidak manusiaan muncul. Dengan begitu kita harus mengenal diri kita sendiri. Sebagai modal dasar dari motivasi untuk dapat tetap hidup atau untuk tetap baik. Kritik yang dicurahkan Paryana sesungguhnya untuk mahasiswa yang dalam proses atau sebutan Paryana ’masa kebatinan’ yaitu sekitar umur 20 tahun. Karena, masa tersebut pemuda lebih cenderung depresif, dan krisis kepribadian, atau pencarian identitas diri. Dengan begitu lapangan pemikiran khusus filsafat sudah harus dikembangkan lebih dini lagi dan lebih membumi. Supaya gagasan Paryana tersebut menjadi terhujud di Indonesia khususnya. Daftar Pustaka Bachtiar, Harsja W., Percakapan dengan Sidney Hook, cet, 1, (Djambatan, Jakarta: 1976). Bakhtiar, Laleh, Perjalanan Menuju Tuhan, dari Maqam-maqam hingga Karyabesar Dunia Sufi, penerjemah Purwanto, cet-1,(Nuansa, Bandung: 2001). Bertens, K., Filsafat Barat Kontemporer Prancis, (Gramedia, Jakarta: 2006). Bucaille, Maurice, Asal-Usul Manusia Menurut Bibel Al-Quran Sains, penerjemah Rahmani Astuti, cet-5, (Mizan, Bandung: 1992). Carrel, Alexis, Mesteri Manusia, penerjemah Kurnia Roesli dkk, (Remaja Karya, Bandung: 1987). Driyakara, Tim Redaksi, Jelajah Hakikat Pemikiran Timur, cet-1, (Gramedia, Jakarta: 1993). Drijarkara, Prof. Dr. N., Filsafat Manusia, cet-22, (Kanisius, Yogyakarta:2005). Hardiman, F. Budi, Filsafat Modern: dari Machiavelli sampai Nietzche, (Gramedia, Jakarta: 2004). Hadiwijono, Harun, Konsep Tentang Manusia Dalam Kebatinan Jawa, cet-1, (Sinar Harapan, Jakarta: 1983). Hang, Ong, Keajaiban Seni Motivasi Bangsa Cina Kuno, penerjemah Nadjamuddin (Prestasi Asia Pustaka, Jakarta: 2007). Imam, Suwarno, Konsep Tuhan Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa, (Rajagrafindo, Jakarta:2005). Indonesia, Daftar Tajuk Nama Pengarang, (perpustakaan Nasional RI:2006). Kartapradja, Prof. Kamil, Aliran Kebatinan dan Kepecayaan di Indonesia, cet-1, .(Masagung, Jakarta: 1985). Kartoatmodjo, Soesanto, Parapsikologi, Paragnosi, Parergi, dan Data Paranormal, cet-1 (Sinar Harapan, Jakarta: 1995). Mangunhardjana, A., Isme-Isme Dalam Etika dari A sampai Z, cet-8, (Kanisius, Yogyakarta: 2006). Mohammad A. Shomali, Relativisme Etika, penerjemahan Zaimul Am, (Serambi dan ICAS, Jakarta: 2005). Morrison, A. Creassy, Menjingkapkan Dunia Modern, penerjemah Hilman Madewa dan Mr. Muchtar Kusumaatmadja, cet-1, (Kebangsaan, Djakarta: 1958). Nasuhi, Hamid dkk, pedomanan Akademik, fakultas Ushuluddin dan Filsafat. (UIN, Jakarta: 2004-2005) Nasuhi, Hamid dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Skripsi, Tesis, dan Disertasi,), (CeQda, Jakarta: 2008). Nasution, Harun, Islam ditinjau dari berbagai aspek, jilid I, cet 5, (UI Press, Jakarta:1985). Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, cet-11, (Bulan Bintang, Jakarta: 2004). Rahnip, Aliran Kepercayaan dan Kebatinan dalam Sorotan, (Pustaka Progresif, Surabaya:1997). Sastroamidjojo, A. Seno, Hakekat Hidup, Suatu Tafsiran, (Timun Mas, Djakarta: 1963). SJ, J.W.M. Bakker Filsafat Kebudayaan, Sebuah pengatar, cet-15, ( Kanisius, BPK Gunung Mulia, Yogyakata:2005). Smith, Linda & William Raeper, Ide-Ide Filsafat dan Agama, Dulu dan Sekarang, penerjemah, P. Hadono Hadi, cet-5, (Kanisius, Yogyakarta: 2004). Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, cet-2 (Djakarta:1963). Suryadipura, R. Paryana, Alam Pikiran, Cet-2, (Sumur Bandung, Bandung: 1961). Suryadipura, R. Paryana, Manusia dengan Atomnya dalam Keadaan Sehat dan Sakit, cet-1, (Bumi Aksara, Jakarta: 1994). Sutanto, Jusuf, Kearifan Kuno di Zaman Modern, Penyejuk Manusia dalam Mencari Kebenara, cet-1, (Hikmah, Jakarta:2004). Tse, Lou, Kitab Tao Te Cing, penerjemah Lim Tji Kay, cet-3, (Balai Kitab Tridharma Indonesia, Jakarta: 2007). Weij, P.A. van der, Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia, penerjemahan K. Bertens. cet-2, (Gramedia, Jakarta:1991). Wiriaatmadja, Rochiati, dkk, Sejarah Peradaban Cina, Analisis Filosofis-Historis Sosio-Antropologis, cet-2, (Humaniora, Bandung: 2004). Yahya, Harun, Misinterpretasi terhadap Al-Quran, Mewaspadai Penyimpangan dalam menafsirkan Al-Quran, penerjemah Samson Rahman, cet-1 (Robani Pres, Jakarta:2001). Zimmer, Heinrich, Sejarah Filsafat India, penerjemah Agung Prihantoro, cet-1, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2003). Biodata Penulis Nama : Martinda Rifai Tempat/Lahir : Tangerang 12 Maret 1984 Alamat Lengkap : Jl. Tongkol II. No: 179 Perum I Tangerang Banten Telepon : 081210974352 / 92113752 Pendididikan : TK Ar-Rahman (1989-1990), SD Islamic Village Karawaci Tangerang (1990-1996), Paket B (2000), Paket C (2004), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2004-2008), Mendapatkan Gelar Sarjana Filsafat Islam. Keterampilan : Musik Gitar Klasik, Bahasa Ingris, Bernyanyi, Pelatihan Motivasi Diri. Filosofi Hidup : Terimalah segala penolakan atas kebaikan, pengorbanan, hingga perasaan cinta yang diabaikan kekasihmu, engkaupun akan mendapatkan yang lebih baik ketimbang dirinya.