PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul

advertisement
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Konsep Manusia menurut R. Paryana Suryadipura
telah diujikan dalam siding munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada 16 September 2008. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Filsafat Islam pada Program
Studi Aqidah Filsafat.
Jakarta, 16 September 2008
Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang Munaqasyah
Sekretaris
Harun Rasyid, M.A
NIP. 150 232 921
H. Rifqi Muchtar,M.A
NIP. 150 282 120
Penguji I
Penguji II
Agus Darmaji, M.Fils
NIP. 150 262 447
Edwin Syarif, M.A
NIP. 150 283 228
Pembimbing
Rosmaria Syafaria, M.Fils
NIP. 150 289 815
Konsep Manusia Menurut Paryana Suryadipura
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Filsafat Islam
Martinda Rifai
NIM. 204033103091
PROGRAM STUDI AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429H/2008M
ABSTRAK
Manusia dalam Pemikiran R.Paryana Suryadipura
Pemikiran R.Paryana Suryadipura mengenai manusia adalah rumusan
yang sangat saintis dan filosofis lalu mengarah kepada metafisika. Menurutnya hal
itu telah melatarbelakangi munculnya kesadaran manusia terhadap Tuhan. Prinsip
yang terpenting dari manusia adalah berpikir dengan sadar akan nilai religiusitas,
spiritualitas. Karena itu manusia adalah Dualimus, yaitu antara Spiritualimus dan
Materialimus, dengan maksud ruh dapat membangkitkan materi, badan, atau
sebaliknya materi bisa membangkitkan ruh.
Pandangan Dualimus yang dinampakkan dari Paryana dalam buku
Manusia dengan Atomnya. Paryana menjelaskan Susunan Badan, dan Susunan
Ruhani, lalu menjadi Kesadaran, dan mengerti Hakikat Aku. Pemikiran ini
nampak menginginkan adanya keseimbangan antara tubuh dan jiwa. Walau pun
dengan jelas dalam pembahasan tentang tubuh manusia Paryana lebih cenderung
bahwa tubuh adalah bagian dari sesuatu yang mengarah kepada Spiritualimus.
Menurutnya bagaimana kejadian manusia dalam kitab Suci al-Quran yang berasal
dari tanah, lebih diperdalam lagi di dalam tanah ada zat-zat lainnya seperti zat
pembakar (Oxygenium), zat lemas (Nitrogenium), zat air (Hydrogenium), dll.
Karena itu protein dapat hidup disinari oleh elektron. Dalam hal ini elektron lah
yang menghidupi dan bukan diluar elektron. Karena elektron dari luar bumi ini.
Dengan begitu induksi yang menyatakan manusia terbuat dari materi telah gugur
karena subtansi kehidupan masih tersimpan di dalam materi, berarti manusia
adalah bernilai subtansi, yaitu ruhani, atau bahasa yang digunakannya adalah
Spiritualimus.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah s.w.t. Yang sudah memberikan kemudahan
untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Dikarenakan ada sebab pertamalah aku
berada di sini. Semoga Ilmu yang telah tertulis dalam skripsi ini menjadi pemacu
untuk lebih baik.
Terima kasih kepada orang tua yang memberikan kekuatan untuk maju
hingga sampai sekarang ini. Serta adik-adik yang selalu memberikan kerinduan
keceriaan.
•
Kedua orang tua Penulis: Ayahanda H.Triono Satrio Putro, S.E,
dan Ibunda Hj.Farinia.
•
Kedua Adik Penulis: Sora Yuninda Putri, yang baru SMP kelas 1,
dan Shila yang baru masuk TK dan sangat pintar sekali membaca.
Terima kasih kepada dosen-dosen yang telah memberikan inpirasi agar
aku lebih berkembang kedepan.
•
Dosen-dosen yang Membuat Pencerahan: Prof.Dr.Zainun Kamal,
Prof. Dr. Aziz Dahlan. Prof. Dr. Fauzan, Fakhruddin M.Fils,
Dr.Syamsuri, M.Ag.
•
Dosen-dosen yang Mengarahkan Skripsi: .Agus Darmaji, M.Fils.
Rosmaria, M.Fils., Harun Rosit, M.Ag.
Terima kasih kepada pegawai Perpus Ushuluddin yang dengan senang hati
selalu memberikan kemudahan-kemudahan, serta kekeluargaannya yanga tak bisa
dilupakan.
•
Kepada Staf Perpustakaan Ushuluddin: Pak Agus perpustakaan
yang
senang hati selalu
persahabatannya.
Ibu
melayani.
Yana,
Edwin,
secara
terima
kasih
pengertian
dan
kekeluargaannya.
Terima Kasih terhadap teman-teman seperjuangan serta diskusinya yang
sangat seru serta bantuan pinjaman buku.
•
Satra teman skosan yang telah baik meminjamkan buku dan kini
kos bersama di Jl. Sedap Malam no. 40, RW/RT 08/08. Ocit
(Rosit) yang setiap pagi dan sore membuat kosan tidak pernah
menjadi sepi. Abi yang telah memberikan petunjuk penting dalam
menambah refrensi skripsi ini. Serta tidak lupa kepada Anden
calon Dukun Indonesia tercinta, juga terima kasih atas pinjaman
bukunya Harun Hadiwijono, Manusia dalam Kebatinan Jawa dan
hadirnya menjadi semangat saya untuk pergi ke kampus.
•
Luluk yang mengingatkan adanya pertemuan di kampus itu
penting. Via yang telah sungguh ingin lulus bersama dan terima
kasih ongkosnya untuk menemukan secara tidak sengaja Keluarga
Dipura, yang berhubungan tokoh utama dalam skripsi ini.
•
Kepada yang Tersayang Nuraida, M.Psi. membuat dorongan
perasaan untuk segera menyelesaikan skripsi ini, juga fasilitas
printernya dan pengertiannya yang teramat besar.
Penulis berdoa semoga Allah s.w.t membalas di dunia dan di akhirat.
Semoga Allah akan memberi anugrah dan memberikan yang terbaik dari
kita semua. Dari keadaan menyenangkan saya berterima kasih kepada Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat tercinta. Tanpa kampus ini mungkin tiada kesan dan
kenangan berfilsafat.
Jakarta 21 Agustus 2008
Penulis
Martinda Rifai
DAFTAR ISI
ABSTRAK...................................................................................................
i
KATA PENGANTAR.................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN .........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah.. .........................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................
10
D. Metode Penelitian.....................................................................
10
E. Sitematika Penulisan.................................................................
11
BAB II PRIHAL TENTANG MANUSIA-MANUSIA .............................
13
A. Pengertian Filsafat Manusia......................................................
13
B. Manusia Pandangan Hinduisme ................................................
15
1. Artha ..................................................................................
16
2. Kama ..................................................................................
16
3. Dharma ..............................................................................
16
4. Moksa ................................................................................
17
C. Manusia Pandangan Filosof Cina ..............................................
17
1. Confucius ...........................................................................
18
2. Lou Tse..............................................................................
19
D. Manusia Pandangan Filosof Yunani Kuno ..............................
21
1. Protagoras...........................................................................
22
2. Socrates ..............................................................................
23
3. Plato ...................................................................................
24
E. Manusia Pandangan Kitab Suci.................................................
24
1. Injil.....................................................................................
24
2. Al-Quran ............................................................................
26
F. Manusia Pandangan Sufisme ....................................................
27
1. Jasad ...................................................................................
28
2. Ruh.....................................................................................
28
3. Jiwa ....................................................................................
29
G. Manusia Pandangan Filosof Barat.............................................
29
1. Rene Decartes .....................................................................
30
2. Henri Bergson.....................................................................
30
BAB III PANDANGAN MANUSIA R. PARYANA SURYADIPURA.....
32
A. Biografi R.Paryana Suryadipura................................................
32
B. Filsafat Manusia R.Paryana Suryadipura...................................
34
C. Susunan Jasad...........................................................................
35
D. Susunan Rohani............................................................ ..............
37
E. Kesadaran.................................................................................
39
F. Hakikat Aku .............................................................................
40
BAB IV PARA PENGAMAT DAN PENGKRITIK PEMIKIRAN
R.PARYANA SURYADIPURA ...................................................
41
A. Penulis dan Kritikus R.Paryana Suryadipura .............................
41
1. A.Seno-Sastroamidjojo .......................................................
42
2. Harun Hadiwijono...............................................................
42
3. Rahnip ................................................................................
43
4. Suwarno Imam....................................................................
43
BAB V PENUTUP.....................................................................................
44
A. Kesimpulan ..............................................................................
44
B. Saran-saran...............................................................................
46
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
49
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan masih harus diproses sehingga
sampai kepada kesadaran akan Tuhan, dan itulah diinginkan oleh Paryana
Suryadipura dalam melihat keadaan modern yang serba positivisme
tentang ilmu pengetahuan. Gambaran yang nyata pada masanya kaum
muda tidak lagi memperdulikan ajaran agama, dan lebih meninggikan
rasio yang bersifat saintifik, dan prinsip spiritual kebatinan yang
mengarah kepada ilmu ketuhanan yang sudah diasingkan sebagai bagian
dari kehidupan manusia.
Manusia modern yang sering kali melihat dirinya berjalan pada
realitas melalui rasio, sementara bagi Paryana itu belum final dan harus
perlu diselidiki kembali untuk apa dan akan kemana akhirnya dan harus
dengan kesadaran yang termanefestasikan dengan spiritual. Karena cara
pandang realitas adalah hujud materialisme akan menjatuhkan manusia
kepada tiada bertuhan. Kesadaran hidup manusialah yang mesti harus
dikembangkan walau pun proses kesadaran tersebut ada di dalam otak,
dan dengan itu harus diselidiki dengan cara ilmiah kedokteran dan dari
keilmuan itu semua tidak disembunyikan oleh Paryana.
Dikarenakan Paryana adalah seorang dokter, maka otak manusia
sebagai material penting dapat memiliki gambaran yang serba kompleks
untuk menganalisa manusia modern yang sedang mengalami krisis dalam
memaknai pandangan hidup. Bila, dilihat pada perkembangan waktu itu
secara garis besar pengikut Darwin jatuh kepada pemikiran ekstrim
ateisme yang materialis.1
Kesalahan pemikiran tersebut membuat kaum muda serba mempunyai
pola pikir yang cenderung kepada tidak percaya lagi kepada Tuhan. Paryana
sebagai dokter yang melihat keadaan yang pemikiran manusia yang multi krisis.
Inilah yang menjadi pemikiran Paryana sebagai dokter ternyata tak puas akan
pandangan saintis yang masih belum final. A. Creassy pun melihat betapa
hebatnya menyelidiki adanya ketuhanan diberikan The Royal of Great Britain
sebesar $ 48,000.-.2 Hal itu sangat luar biasa perkembangan di dunia Barat serta
mempengaruhi Indonesia pada masa itu dengan paham materialistis hingga ateis.
Kita bisa perhatikan pemikiran Indonesia tersebut dengan adanya tulisan
Soekarno, Di bawah Bendera Revolusi. Tulisan tersebut mengawali dengan
penjelasan buku tersebut dengan Nasionalisme, Islamisme, Komunisme.3
Bagaimana perkembangan pemikiran Pancasila? Alisjahbana mengungkapkan:
”Kesukaran lain dengan Pancasila pada masa ini ialah bahwa
Soekarno telah merumuskan Pancasila dan mengembangkannya dengan
diperinci secara amat jauh, seperti Nasakom, sosialisme Indonesia, dan
lain-lain, dan ini yang kita tolak. Kita belum mempunyai rumusan mitos
Pancasila yang baru. ... .” 4
Segalanya memang maju dengan pemikiran yang sangat kontras
satu dengan yang lainnya. Bisa dibayangkan kehidupan yang serba maju,
1
A. Creassy Morrison, Menjingkapkan Dunia Modern, penerjemah Hilman Madewa dan
Mr. Muchtar Kusumaatmadja, cet-1, (Kebangsaan, Djakarta: 1958), h. 9.
2
A. Creassy Morrison, Menjingkapkan Dunia Modern, h. 8.
3
Soekarno, Di bawah Bendera Revolusi, (Djakarta:1963), h. 1.
4
Harsja W. Bachtiar, Percakapan dengan Sidney Hook, cet, 1, (Djambatan, Jakarta:
1976), h. 99.
maka nilai regiusitas dari semua proses kehidupan akan terbantahkan
dengan argumentasi materialis yang saintis. Keagamaan pun telah
diacuhkan sebagai sesuatu yang tidak dapat mengembangkan negara.
Dunia pemikiran pada saat itu tidak akan lepas dengan kenyataan bahwa
rasionalisme telah menjadi garis yang nyata dalam kehidupan pemuda dan
materialisme
sebagai
sesuatu
yang
harus
utamakan,
sedangkan
religiusitas dan spritualitas yang dapat dinilai filosofis kearah kepada
Tuhan belum tergali
secara
mendalam melalui rasionalisme
dan
positivisme. Karena pada manusia modern sedikit sekali menghujudkan
aktivitas mistis dan kesadaran religius, kesadaran moral.5
Pengalaman yang sangat saintis dan filosofis ini dimunculkan oleh
Paryana untuk menjelaskan saintis yang modern adalah jalan buntu tanpa
adanya alasan-alasan filosofis. Hal ini bagaimana ia menjelaskan
bagaimana cara pandang filsafat kearah kepada saintis modern maupun
sebaliknya. Bila landasan keduanya dapat saja berjalan dengan seimbang
maka akan mendapatkan gambaran yang sangat tinggi yaitu Tuhan. Dari
penjelasan akhir Paryana sendiri menjelaskan mengenai dasar dari
pembelajaran harus di mulai dengan filsafat sebelum mempelajari ilmu
pengetahuan yang speciaal.6
Dalam tataran yang sangat sangat mendasar Paryana tidak
menafikan filsafat dan agama untuk menunjang manusia kepada ilmu
pengetahuan.
Tanpa
filsafat
dan
agama
akan
mematikan
peran
5
Alexis Carrel, Mesteri Manusia, penerjemah Kurnia Roesli dkk, (Remaja Karya,
Bandung: 1987), h. 121-120.
6
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, Cet-2, (Sumur Bandung, Bandung: 1961), h.
286.
fundamental sesuatu tujuan keilmuan sesungguhnya. Pelajaran tentang
filsafat dapat menjadi fundamental mendasar keilmuan maka sebagai
mahasiswa harus diberikan filsafat mengenai metaphysica.7
Skeptisisme terhadap agama di kaum pelajar serta mahasiswa berkembang
dikarenakan adanya lapangan pengetahuan saintis yang serba jelas ketimbang
agama, spritual, dan filsafat. Bila pemuda saat itu sedang meninggikan saintis
ketimbang spiritualitas, religiusitas, filsafat maka Paryana mengambil jalan
penghubung antara saintis dan dunia metafisik. Sebab, pemikiran pemuda saat
masa itu kontras dengan efek-efek materialisme, positivisme, dan rasionalisme,
dengan begitu Paryana pun merekonstruksi pemikiran yang ada dan mengangkat
apa yang ada di dalam saintis itu supaya keluar menuju dunia metafisis yaitu
ruhani, jiwa, atau yang lebih tinggi lagi sadar akan Tuhan.
Dalam merekonstruksi pemikiran yang telah ada Paryana ingin
menunjukan ada benang merah antara kitab suci al-Quran, Injil, Regveda, serta
pemikiran para filosof Yunani Kuno, para filosof China, filosof Islam, sufi,
hingga filsafat Barat, dan saintis yang telah berkembang pesat, lalu ia membuat
garis penghubung yang sangat jelas bahwa semua mengemukakan sesuatu yang
metafisis, yaitu hubungan antara fisis dan metasis atau hubungan tubuh dan jiwa,
antara otak dan akal, antara manusia dan Tuhan.
Dikarenakan pemikiran Paryana terbilang mendaur pemikiran apa yang
tersirat supaya dapat kembali menjadi bangunan pemikiran yang saintis dan tidak
melupakan spiritualitas kepada Tuhan maka Paryana adalah seorang yang yakin
7
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 286.
akan Tuhan dengan landasan yang sangat rinci melalui pembahasan otak manusia
sampai kesadaran yang sesungguhnya.
Hampir satu abad di Indonesia, ternyata karya Paryana belum ada
menandingi untuk bisa dijadikan acuan saintik dan metafisik. Landasan yang
spekulatifnya pun menjadikan tulisannya kepada landasan filosofis dalam menilai
karya-karya saintik yang memiliki kelebihan tersendiri. Karena Paryana berdiri
pada dunia saintik dan metafisik, maka kodrat manusia adalah antara jasmani dan
ruhani.
Spekulatif
tersebut
terlihat
seorang
Paryana
sangguh
untuk
mengkomplasikan semua gagasan yang bersifat saintis dan juga gagasan filosofis.
Gagasan itu di sambut dari banyak penulis, yaitu A.Seno-Sastroamidjojo, Harun
Hadiwijono, Rahnip, Suwarno Imam. Walau pun demikian dari buku-buku
mereka masih belum koridor penulis deskripsi dan kritikus. Dan hasilnya mereka
hanya melihat sisi luarnya saja dari pemikiran Paryana.
Ini terbukti tulisan buku Harun Hadiwijono, Konsep tentang Manusia
dalam Kebatinan Jawa. Terlihat sangat meringkas, dan hanya mengartikan dari
sisi kebatinan saja dalam mengartikan pemikiran manusia menurut Paryana dan
itu hanya sebatas kesimpulan.
Rahnip, melihat Paryana selalu dari sisi religius keislaman melulu, bila
untuk menganggapnya pemikiran filsafat Rahnip mengakui namun pemikiran
filsafatnya di luar dari Islam.
Yang lebih baik dari penulis itu adalah A.Seno-Sastroamidjojo, walaupun
mengkritik Paryana dikarenakan belum menuntaskan masalah Hakekat Hidup
yang sebenarnya dalam bukunya Hakekat Hidup:
”Menurut dokter Paryana Suryadipura, ”mengerti rahasia hidup itu
berarti mengerti kehidupan yang sejati”. Sayang sekali, bahwa tidak
diterangkan lebih jauh apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan”
kehidupan, mengkritik tujuan dari manusia yang belum dijabarkan sebagai
sejati manusia hidup yang belum dijelaskannya.”8
Di luar dari tanggapan penulisan terhadap Pemikiran Paryana, kita bisa
melihat argumentasi untuk melihat Islam dari banyak aspeknya. Terutama untuk
mengkoreksi pemikiran Rahnip atas Paryana yang selalu dibenturkan kepada alQuran. Maka kita dapat melihat pendapat Harun Nasution dalam buku, Islam
Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, yaitu:
”Jadi Islam, berlainan dengan apa yang umum diketahui, bukan
hanya mempunyai satu-dua aspek, tetapi mempunyai berbagai aspek.
Islam sebenarnya mempunyai aspek teologi, aspek ibadat, aspek moral,
aspek mistisisme, aspek falsafah, aspek sejarah, aspek kebudayaan dan
lain sebagainya.”9
Berarti bila membicarakan Islam masih sangat luas sekali dalam
menganalisa pemikiran, dan disesuaikan aspek mana yang akan dikaji. Bagaimana
J.W.M. Bakker menulis tentang kebudayaan itu dapat diarahkan kepada tingkatan
yang sudah dirumuskan karena ilmu filsafat pun sampai kepada menyelidiki
hakikat kebudayaan.10 Dengan begitu kita harus mengkaji pemikiran Paryana dari
segi filsafat yang memang berlandasan pemikiran yang sangat universal.
8
h.72.
A.Seno-Sastroamidjojo, Hakekat Hidup, Suatu Tafsiran, (Timun Mas, Djakarta: 1963),
9
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid I, cet 5, (UI Press,
Jakarta:1985), h. 27.
10
J.W.M. Bakker SJ, Filsafat Kebudayaan, Sebuah pengatar, cet-15,( Kanisius, BPK
Gunung Mulia, Yogyakata:2005), h. 27
Walaupun kajian filsafat tersebut ditentang oleh Rahnip dengan
mengatakan:
”Sebenarnya dia telah menjurus kepada filsafat, tetapi
filsafatnya itu di luar tuntunan agama Islam, tidak sesuai dengan
ajaran-ajaran al-Quran tentang persoalan agama yang dikupasnya.
Dari sana menunjukkan bahwa ia bukanlah orang yang harus diikuti
pemikiran-pemikirannya. ... .”11
Dukungan tersebut ditambah lagi dengan tulisan Suwarno Imam S.
Dengan menulis buku Konsep Tuhan Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan
Jawa, dan ini menambah jelas bahwa Paryana merupakan termasuk aliran
kebatinan Jawa. Walau pun demikian apa yang dimaksud Suwarno Imam bukan
sesuatu yang negatif dalam penjelasan arti dari kebatinan.12 Namun dari
pengungkapan tersebut telah mengundang titik kotras yang berlawanan dengan
definisi kebatinan menurut Kamil Kartapradja yang berdasarkan pada Departeman
Agama.13 Sebab, perkembangan kebatinan sudah masuk kedalam mitos dan
tingkatannya tidak pernah sistematiskan menjadi nilai filosofis, dan dalam tulisan
Kamil Kartapradja, tersebut Paryana tidak dianggap termasuk aliran kebatinan.
11
Rahnip, Aliran Kepercayaan dan Kebatinan dalam Sorotan, (Pustaka Progresif,
Surabaya: 1997), h. 155.
12
Suwarno Imam, Konsep Tuhan Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa,
(Rajagrafindo, Jakarta:2005), h. V.
13
Kamil Kartapradja, Aliran Kebatinan dan Kepecayaan di Indonesia, cet-1, .(Masagung,
Jakarta:1985), h. 212.
Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia, yang di tulis oleh Kamil
Kartapradja, ada dua golongan besar yaitu:
”Pertama, golongan kepercayaan yang animistis tradisional tidak
terdapat filosofinya dan tidak ada mistiknya, misalnya: Kaharingan
kepercayaan suku Dayak di Kalimantan, Pelbegu dan Perlamin
kepercayaan rakyat di Tapanuli, kepercayaan-kepercayaan rakyat di Irian
di Lembah x dan sebagainya, dan masih banyak lagi di beberapa pulau di
Indonesia ini.
Kedua, golongan kepercayaan rakyat yang ada filosofinya disertai
ajaran mistik yang memuat ajaran-ajaran bagaimana caranya agar manusia
dapat bersatu dengan Tuhan atau sedikitnya dapat sedekat mungkin.
Ajarannya selalu membicarakan yang ada sangkut pautnya dengan batin
atau hal-hal yang gaib. Oleh karena itu golongan kepercayaan ini disebut
golongan kebatinan, bahkan pada beberapa tahun yang lalu ada badan
koordinasinya yang dipimpin oleh Mr. Wongsonegoro, dengan nama
BKKI singkatan dari kata-kata ”Badan Kongres Kebatinan Indonesia” dan
sekarang badan tersebut menjelma dengan nama Sekretariat Kerjasama
Kepercayaan Indonesia.
Dari Aliran Kepercayaan yang dulunya berkumandang dengan
nama Aliran Kebatinan, seperti PANGESTU, paguyuban Sumarah, Sapta
Darma dan lain-lain... .”14
Berarti penjelasan dari Kamil Kartapradja menegaskan Paryana tidak ada
hubungan dengan aliran kebatinan yang berkembang di Indonesia.
Pada akhirnya kita memang masih belum terbiasa dengan tradisi
kebudayaan
berbeda
pendapat
mengenai
adanya
berkeyakinan
ataupun
menganalisa pemikiran mengenai apa mengenai hal yang metafisika. Dengan
begitu pemikiran filsafat masih belum berkembang pada tingkat mahasiswa dan
pada penulis di Indonesia untuk patut dicermati.
Dengan demikian kita bisa melihat aliran yang merupakan kebatinan
tersebut banyak di Indonesia menurut Kamil tiada nama Paryana Suryadipura di
14
Kamil Kartapradja, Aliran Kebatinan, h. 212-213.
ikut sertakan termasuk aliran kebatinan. Namun, tidak bisa dielakkan bahwa
Paryana memang mengarahkan dari kehidupan manusia berakhir dengan masa
kebatinan (geestelijke periode).15 Yang berbeda antara kebatinan dengan yang
dipahami sebagai sekte kebatinan.
Menurut Paryana adalah ’masa kebatinan’ adalah waktu disaat pemuda
berumur dua puluh tahun, dan disaat itu pemuda sedang berada di Perguruan
Tinggi, yang di dalamnya memiliki kesulitan dengan pelajaran, kesukaran di
dalam bidang politiek, moral dan kemasyarakatan, kesukaran dengan ekonomi dan
kehidupan, kesukaran dilapangan keasmaraan, maka pada masa itu dibutuhkan
pendidikan kebatinan dan pendidikan kemasyarakatan: religi, filsafat, ilmu jiwa
dan sosiologi.16 Dengan begitu kaum muda yang dicetak oleh universitas dan
fakultas bukan menghasilkan ”homo economicus” yang terutama adalah ”animal
metaphysicum”.17 Dikarenakan untuk memahami manusia sebagai makhluk yang
biologis dengan logika, rasio, lalu di seimbangkan dengan manusia sebagai
makluk ruhani dengan intuisi, kesadaran akan dunia spiritual.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembatasan dan perumusan isi skripsi ini akan membicarakan
pokok pemikiran Paryana tentang Konsep Manusia menurut Paryana
Suryadipura. 1. Susunan Jasmani, 2. Susunan Ruhani, 3. Kesadaran, 4.
Hakikat Aku.
15
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 270.
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 284.
17
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 286.
16
Berarti yang menjadi poin yang harus terselesaikan adalah
Apakah konsep manusia secara mendasar dari Paryana Suryadipura?
Apakah yang dimaksud dengan Susunan Jasmani? Apakah yang
dimaksud dengan Susunan Ruhani? Dengan demikian semoga skripsi ini
dapat menjabarkan apa yang telah dirumuskan dan di bahas secara
tuntas. Karena barkaitan dengan Konsep Manusia menurut R.Paryana
Suryadipura.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penulisan skripsi mengambil tokoh R. Paryana Suyadipura untuk
memperkenal salah satu filusuf Indonesia, semoga dapat menjadi bahan rujukan
sebagai filusuf Indonesia. Dikarenakan banyak tokoh yang berada pada dunia
pemikiran di Indonesia masih sangat asing sekali orang Indonesia mengenalnya
sebagai filusuf atau pun pemikir.
Tokoh yang dikaji ialah ”Konsep Manusia menurut R. Paryana
Suryadipura”, diharapkan pemikirannya tentang manusia dapat menjadi nilai
orientasi pengembangan diri pemuda Indonesia. Dengan begitu semoga alasan
yang filosofis terhadap manusia dapat menjadi berkembang di Indonesia. Oleh
karena itu penulisan tentang R. Paryana Suryadipura, menjadikan nilai tersendiri
setelah kita mengenal filsafat Barat dan filsafat lainnya. Dengan demikian harapan
terbesar dari tulisan skripsi ini adanya perkenalan Filsafat Indonesia yang terasing
lalu hadir untuk dapat di kaji dan dikembangkan sebagai pemikiran yang hibrid.
D. Metode Penelitian
Penelitian yang akan digunakan adalah metode deskriptif dan analitik.
Dengan begitu skripsi ini akan banyak menjelaskan melalui karya Paryana
Suryadipura dengan buku Alam Pikiran sebagai referensi primer Manusia dengan
Atomnya dalam Keadaan Sehat dan Sakit.
Peneliti juga untuk menambah sistem penulisan dengan buku Pedoman
Akademik 2004-2005 fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Di tambah lagi dengan
buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) penerbit
CeQda 2008. Dengan begitu, semoga dapat mensistematikan apa saja yang
dianggap penulis skripsi menjadi lebih baik untuk menjelaskan kontes masalah
dalam penulisan skripsi.
E. Sistematika Penulisan
BAB I, dalam bab awal ini skripsi ini mengajak pembaca pada dunia
manusia yang modern, serta pemikirannya yang harus dikenal sebagai materialis,
jika demikian gambaran manusia modern sampai ragu kepada Tuhan. Ditambah
lagi kita bisa melihat penafsiran yang keliru kepada para penulis dan pembaca
bisa melihat penjelasan aliran kebatinan secara lebih relatif, ketimbangan
pengetahuan yang telah disistematikkan.
BAB II, mulai merumuskan pengertian Filsafat Manusia, karena dari
zaman India Kuno, Cina Kuno, Yunani Kuno, hingga Filsafat Barat modern masih
terus berkemban. Pembahasan itu penting dikala Paryana telah terpengaruh
terhadap para filosof sebelumnya.
BAB III, dalam bab ini menjelaskan biografi R.Paryana Suryadipura.
Dalam bab ini menjelaskan siapa saja yang berpengaruh untuk lahirnya buku
tersebut. Penghormatan orang-orang sekelilingnya berguna untuk melihat
pengaruh terbesar pada masa itu. Sebab, biodatanya dalam skripsi ini masih
terhitung minim. Pengambilan informasi pun dapat menemui titik terang dikala
ada sisilah latar belakang keluarga. Rupanya nama R.Paryana Suryadipura,
berasal dari keluarga Dipura.
BAB IV, dalam bab ini membicara poin penting skripsi, yaitu Konsep
Manusia menurut Paryana Suryadipura. Manusia akan dijawab dengan adanya
pertanyaan dipembatasan masalah. Secara jelas Konsep Manusia, Susunan
Jasmani, Ruhani, Kesadaran, dan Hakikat Aku. Dengan demikian pembahasan
tersebut adalah sistesa besar antara pengetahuan yang berlandasankan teori,
dengan nuansa filosofis.
BAB V, bab ini adalah bagaimana konsep manusia Paryana Suryadipura
sebagai secara garis besar. Semoga saran-saran yang ada menjadi pemacu bagi
penulis dan pembaca skripsi ini dalam memahami Filsafat Indonesia. Sebab,
perkembangan Filsafat Indonesia masih terasing di negeri sendiri. Bisa
dibayangkan fokus filsafat di luar filsafat Indonesia yang belum direduksi,
akhirnya generasi sekarang sebagai buntut yang tidak tahu perkembangan
pemikiran Indonesia dalam memaknai dirinya.
BAB II
PRIHAL TENTANG MANUSIA-MANUSIA
A. Pengertian Filsafat Manusia
Filsafat manusia sesungguhnya dimulai dengan adanya mempertanyakan
manusia itu berasal dari apa? Dari mana? Lalu akan kemana? Sehingga timbulnya
pertanyaan tersebut untuk dijawab dengan berspekulasi bahwa manusia berasal
dari material, dan immaterial.18 Bila adanya jawaban dengan keduanya berarti
kerangka pemikirannya termasuk dualimus.19 Atau pun salah satunya saja yang
lebih melihat manusia sebagai material semata. Oleh karena itu, landasan itu
penting untuk bisa dijadikan alasan yang sangat mendalam tentang manusia.
Lahirlah sebuah pemikiran yang selalu dikatakan materialis, spritualis,
idealis, serta konsep ketuhanan yang bisa terbilang imajinatif untuk mengatakan
manusia adalah makhluk tuhan yang transendental.
Manusia masih tanda tanya? Dari kalangan Agama, dikatakan sebagai
hasil karya Tuhan. Di dalam kalangan Ilmuwan dikatakan sebagai makhluk
biologis. Lalu berlainan lagi di dalam pemikiran filosof-filosof yang penuh
dengan jawaban bertentangan atau pun mendukung dari beberapa sumber
keyakinan. Hingga terbiasa di anggap sebagai manusia yang sempurna
dibandingkan binatang. Terlihatlah sangat nampak sekali bagaimana jawaban
tersebut sangat jelas ketika pembahasan tentang manusia itu dipertanyakan
sebagai manusia, Aku siapa? Mungkin aku hanya binatang yang berpikir, oleh
18
Immateri tersebut dalam arti Spiritualimus.
Lihat pada Abstrak skripsi dan pada BAB IV, Penulis menjelaskan kearah Dualimus,
Paryana Suryadipura.
19
sebab pemikiran yang membedakan aku dengan hewan yang sibuk akan
makannya dan harus berlutut
Walau terlihat sangat sederhana untuk berspekulasi, hal tersebut telah
menjadikan polemik yang masih bersifat esensial dalam pembahasan filsafat
manusia. Dikarenakan manusia dalam tingkatan berpikir masih berpolemik akan
kemanusiaannya. Sebab, landasan awal tersebutlah yang sekiranya penting
dipertahankan sampai manusia terlihat sangat jelas darimana manusia dan untuk
apa? Lalu berakhir manuju kemana?
Semakin dipertanyakan manusia yang jelas akan menjadi terlihat samarsamar, tujuan akan kemana manusia? Mungkin yang lebih membingungkan lagi
aku berada dimana? Hingga untuk apa? Lalu berakhir kemana? Pertanyaan itu
sudah jelas, namun ternyata jawaban yang panjang terlalu tidak menjelaskan.
Walau pun demikian apa yang telah berkembang hanya menjadi permasalahan
yang akan dijawab oleh di jawab oleh filusuf Yunani hingga Barat, China dan
dapat menjadi koreksi penjelasan manusia secara jelas.
Dalam penjelasan N. Drijarkara S.J.
”Manusia itu adalah makhluk yang berhadapan dengan diri sendiri
dalam dunianya”. 20
Setidaknya fungsi sebagai manusia dapat jelas menjadi dirinya sendiri. Hal
itu sebagai respon keadaan manusia haruslah disadari oleh manusia. Dengan jelas
siapa saja yang menyatakan dirinya manusia sebagai makhluk lalu siapa pun dia
akan bermasalah, atau merasakan kesenangan dan menyenangkan, menyedihan,
20
Prof. Dr. N. Drijarkara, Filsafat Manusia, cet-22, (Kanisius, Yogyakarta:2005), h. 6.
serta keadaan yang sangat sulit sekali yang didapati, dan semua itu karena diri
sediri didalam keadaannya, dan dunianya.
Sekilas pemikiran itu adalah bagaimana cara melihat dunia manusia yang
sangat
berbagai
rumusan
sehingga
terlihat
matematis
sekali
dalam
memandangnya. Dan sebenarnya menurut Bakker Antropologi Metafisik, ia
menerangkan bahwa rusmusan filsafat manusia tiada lagi yang baru. Memang bila
arahnya materi dan immateri tiada yang akan berbeda. Pernyataan seperti itu juga
sama ketika ada pernyataan ”semua orang dewasa dipastikan dari masa kanakkanaknya”.21 Pemikiran tentang manusia bisa saja menjadi nilai yang bermacammacam, segi biologis, segi religius, segi filsafat, segi budaya, segi sosiologis,
hingga segi spekulasi subtasi saat membicarakan ruh, jiwa, juga ketuhanan.
B. Manusia Pandangan Hinduisme
Lembah Indus merupakan lahirnya peradaban dunia lebih kurang 2500
SM. Hal itu terlihat adanya situs purbakala di sungai Ravi dan Mahenjo Daro di
sungai Hindus.22 Pemikiran India adalah bertujuan membuka kesadaran, dalam hal
ini penemuan Diri (atman), sesuatu yang kekal, yaitu tidak mengalami perubahan
ruang waktu.23
21
Penulis menilai Manusia sebagai perjalannya secara permulaan adalah sama dan secara
subtansi masih selalu relative, kita bisa saksikan tiap harinya membicarakan tentang manusia di
seluruh televisi, dan di dalam tulisan-tulisan yang bernada untuk bercinta dan begitu banyak
pembicaraan manusia dalam tulisan dengan bernada religious. Lalu semua itu untuk apa? Jikalau
tidak untuk manusia.
22
Tim Redaksi Driyakara, Jelajah Hakikat Pemikiran Timur, cet-1, (Gramedia, Jakarta:
1993), h. 19
23
Heinrich Zimmer, Sejarah Filsafat India, penerjemah Agung Prihantoro, cet-1, (Pustaka
Pelajar, Yogyakarta: 2003), h. 5.
Menurut Heinrich, ide filsafat India terdiri ada 4, yaitu 1.Artha, 2.Kama,
3.Dharma, 4.Moksa. Dalam hal ini harus seorang manusia hendak menjalani tahap
tersebut sehingga mendapat ketenangan hidupnya. Yang berarti manusia adalah
mempunyai sisi material dan jiwa.
Artha
1.
Artha, bertujuan mempunyai material, seperti mengusai ilmu pengetahuan yaitu,
ilmu ekonomi, politik, menjahui kebencian. Artha yang berarti benda, objek, substansi.
Dengan arti hal ini mencakupi kesenangan inderawi.24
Kama
2.
Kama adalah kesenangan dan cinta, Kama adalah bagian dari Dewa Asmara yang
memiliki selembar bunga dan mempunyai lima anak panah yang mampu mengetarkan
hati. Ajaran Kama muncul untuk mencegah frustasi dalam hubungan suami-isteri. Karya
klasik India di tulis Vatsyayana, lalu dikenal sebagai abisius dalam seksualitas.25
Dharma
3.
Dharma adalah kewajiban moral, Dharmasutra buku-buku hukum tersebut
dimanifestasikan kepada tokoh-tokoh hayal. Seperti Manu sebagai nenek moyang
manusia, guru-guru Brahma.26
Moksa
4.
24
Heinrich Zimmer, Sejarah Filsafat India, h. 33.
Heinrich Zimmer, Sejarah Filsafat India, h. 36.
26
Heinrich Zimmer, Sejarah Filsafat India, h. 37.
25
Moksa, apavarga, nirvttim atau nivrtti, dengan pembersihan dosa, atau
pembebasan spiritual.
Muk,
adalah
melepaskan,
membebaskan,
mengeluarkan,
meninggalkan, lari, keluar. Apavarga dari kata kerja, menghacurkan, menghilang,
melepaskan, mencabut, mengeluarkan. 27
”... . Moksa itu melampaui bintang-bintang, bukan berkelana dijalanan
desa. ... . Moksa adalah teknik untuk mentransendensikan perasaan dalam rangka
menemukan, mengetahui dan tinggal di sebuah relitas abadi yang melatari mimpi
kehidupan dunia”. 28
C. Manusia Pandangan Filosof Cina
Cina menjadi pradaban yang tertua dan hingga masih kini bertahan.
Ketimbang Sumeria, Assyria-Babylon, Mesir, dan Yunani-Roma. Walau pun
Mongol dan Manchus mengalahkan Cina, namun budaya Cina memenangkan. 29
Jusuf Sutanto menulis buku Kearifan Kuno di Zaman Modern, di dalam
pendahuluannya dia menafikan stikma tidak rasional kepada pemikiran Timur
dengan The Tao of Phisics, karya Fritjof Capra, yang menjelaskan ada paralelisme
antara fisika subatomik dengan kearifan kuno, dan pengetahuan modern hanya
mereduksinya.30
Konfusianisme telah menjadi aliran filsafat terpenting di Cina, Korea, dan
juga berkebang Jepang.31 Itu menandakan landasan filosofis tersebut sangatlah
membumi sehingga mempunyai landasan etika. Sedangkan sebaliknya menurut
27
Heinrich Zimmer, Sejaraha Filsafat India, h. 38.
Heinrich Zimmer, Sejaraha Filsafat India, h. 41-42.
29
Ong Hang, Keajaiban Seni Motivasi Bangsa Cina Kuno, penerjemah Nadjamuddin
(Prestasi Asia Pustaka, Jakarta: 2007), h. 1.
30
Jusuf Sutanto, Kearifan Kuno di Zaman Modern, Penyejuk Manusia dalam Mencari
Kebenara, cet-1, (Hikmah, Jakarta:2004), h. 4
31
Rochiati Wiriaatmadja, dkk, Sejarah Peradaban Cina, Analisis Filosofis-Historis SosioAntropologis, cet-2, (Humaniora, Bandung: 2004), h. 16.
28
semakin seseorang mempelajari etika semakin dapat menipu siapa pun dalam
perbuatannya, berarti biarkan kebaikan itu hadir dengan alaminya, sehingga
manusia itu dapat jujur dan jauh dari menipu siapa pun dalam perbuatannya.
3. Confucius
Confucius dilahirkan di negara Lu yang sekarang Chu Fu (diwilayah
Shatung).32 Ajaran moralitasnya tentang bernegara hingga rumah tangga dan
berkawan pun diajarkan Confucius. Masyarakat Cina mengenal ajaran Confucius
dengan nama Ju Chiau sebagai ajaran yang telah di kenal sebagai ajaran filsafat
tentang moralnya.33 Fungsi dari moralitas adalah untuk manusia dapat
menempatkan pribadinya dalam keluarga, kawan, dan negara.
Konsepsi dari negara menurutnya adalah feodal, yaitu kesetiaan dan
ketaatan kepada yang memimpin dengan moralitas, bawahan yang taat kepada
atasan dan atasan memberikan membela melindungi bawahannya. Orang muda
menghormati yang tua, dan orang tua mencintai orang muda. Hingga kepala
negara harus taat kepada raja dan raja harus memerhatikan bawahannya dan
rakyatnya. Ketertiban tersebut dikenal Wu Lun, yaitu lima hubungan, yaitu:
”1. Hubungan antara raja atau pemerintah dan rakyat, 2. Hubungan
ayah dan anak, 3. Hubungan suami dan istri, 4. Hubungan kakak dan adik,
hubungan kawan dan kawan”.34
Hal itu adalah yang harus dipelajari untuk menjadikan manusia baik. Bila
seorang raja dapat memerintahkan rakyatnya dengan sejahtera, dengan
32
Rochiati Wiriaatmadja, dkk, Sejarah Peradaban Cina, h.110.
Rochiati Wiriaatmadja, dkk, Sejarah Peradaban Cina, h. 112.
34
Rochiati Wiriaatmadja, dkk, Sejarah Peradaban Cina, h. 113.
33
perlindungan terhadap bawahannya, maka berikanlah keadilan kepada rakyatnya,
keluarga pun akan menjadi sejahtera. Begitu juga anak dengan orang tuanya
membimbing dan memberikan kebutuhan, maka seorang anak harus taat
semestinya untuk membantu kedua orang tuanya.
4. Lou Tse
Lou Tse di kenal sebagai filusuf dengan karyanya Tao Te Ching. Lou Tse
dikenal pada 4 abad SM akhir.35 Pemikirannya tentang Tao telah mempengaruh
sendi-sendi kehidupann masyarakat Cina. Dengan gagasan yang mudah dipahami,
termanivestasikan pemikirannya mengenai negara. Menurutnya negara yang
menggunakan aturan yang mudah, menjadikan masyarakat itu menjadi taat, dan
sebaliknya banyaknya aturan dapat menjadikan masyarakat menjadi penjahat.
Ajarannya mengenai Tao telah menjadi ispirasi untuk manusia, semua
tidak mesti harus bersusah payah dan manusia hanya menjalankan dan jangan
melawan alam. Pada kitab Tao Te Ching, Lou Tse menjelaskan tentang Tao dan
ini terlihat sangat mendalam.
”Tao yang dapat dibicarakan bukanlah Tao yang sebenarnya atau
yang abadi dan nama yang dapat diberikan bukanlah nama yang sejati”.36
Sungguh sangat imjinatif sekali pemikiran Lou Tse, sebagai bentuk
filosofis yang tergambar puitis. Hingga banyak tafsiran dalam sangat panjang
lebar. Termasuk Lim Tji Kay menafsirkan dengan makna yang lebih mendalam:
35
36
Rochiati Wiriaatmadja, dkk, Sejarah Peradaban Cina, h.122.
Lou Tse, Kitab Tao Te Cing, penerjemah Lim Tji Kay, cet-3, (Balai Kitab Tridharma
Indonesia, Jakarta: 2007), h.1
”... . Bagaimana manusia yang tinggal di bumi ini dapat
mengetahui tentang keadaan semesta alam. Pengetahuan manusia sangat
terbatas, bagaikan katak di dalam perigi (sumur), pengetahuan tentang
dunia saja masih belum sepenuhnya diketahui, bagaimana dpat mengetahui
Tao? Tidak mungkin bukan? Di atas telah diterangkan bahwa luasnya Tao
tidak terbatas, sesuatu yang tidak terbatas tidak dapat dibicarakan, dan
sesuatu yang tidak dapat dibicarakan, tidak dapat di beri nama, bila nama
itu dengan paksa diberikan bukanlah nama yang sejati lagi.”37
Dengan begitu manusia yang dianggap sebagai manusia adalah yang telah
menyatu dengan alam semesta. Semua itu layaknya air yang mengikuti kemana
saja tempatnya. Inilah way of life for human, the one nature, berarti manusia harus
sederhana dan seimbang denga alamiahnya. Dikala manusia bicara harus juga
dengan diam, dan diamnya adalah gerakan. Berarti tidak mesti manusia
beraktifitas, atau harus mati-matian karena obyek tujuannya. Hal tersebut bila kita
pastikan akan menjadi sia-sia belaka. Adanya Tao adalah yang diartikan sesuatu
yang tinggi dan di lain sisi lain adalah sesuatu adanya hukum semesta ini yang
kemudian manusia tidak dapat melepaskan kecuali dengan disesuaikannya dengan
hukum alam.38
Lou Tse memandang manusia kebaikan ataukah kejahatan setelah manusia
cerdik dan pandai.
39
Oleh karena itu perbuatan manusia dapat dipandang baik
disebabkan menyesuaikan dirinya dengan Tao.40 Lou Tse melihat kehidupan
diumpakan air, karena kelembutannya dapat hidup, berarti kekerasan benda
lainnya selain air dapat hancur dengan sendirinya. Kesimpulannya bahwa
kehidupan ini mestilah lembut.
37
Lou Tse, Kitab Tao Te Cing, h.1
Lou Tse, Kitab Tao Te Cing, h. 33.
39
Lou Tse, Kitab Tao Te Cing, h. 37.
40
Lou Tse, Kitab Tao Te Cing, h. 115.
38
D. Manusia Pandangan Filosof Yunani Kuno
Pandangan yang berkembang pada masa Yunani Kuno telah menjadi peran
tersendiri di kala menjadi rumusan besar pada pemikiran Filsafat Patrestik
Skolastik dan Filsafat Islam, hingga Filsafat Barat mengembangkan arah
pemikiran yang arah perkembangan rasio dapat dijadikan alasan. Di zaman
Yunani Kuno lah seorang dapat mengelurkan pemikiran tersebut dengan terbuka.
Hal itu bisa lihat karya Andrew Gregory, Eureka! Lahirnya Ilmu Pengetahuan,
yang diterjemahkan oleh Syafruddin Hasani, bahwa banyak sesuatu lahir pada
masa itu Yunani Kuno kita tidak dapati di zaman Kekaisaran Romawi Barat, serta
kebangkitan Kristen awal telah menjatuhkan ilmu pengetahuan yang sudah
berkembang.41
1. Protagoras
Relativisme dalam bahasa Latin, relativus, yang berarti ’nisbi, relativ’.42
Pandangan penganut pemikiran ini akan memberi penilaian relativ pada apa saja.
Bila ditanyakan mana yang dapat bisa dikatakan hukum yang pasti? Mereka akan
mengatakan kepastian adalah semuanya dalam hukum yang relativ. Tiada yang
sanggup menyamakan kebenaran yang satu dengan yang lain. Ini selaras dengan
pandangan Protagoras berazazkan nilai relativ yang menilai tak menentu untuk
41
Andrew Gregory, Eureka! Lahirnya Ilmu Pengetahuan, penerjemah Syafruddin Hasani,
cet-1, (Jendela, Yogyakarta: 2002), h. 166.
42
A. Mangunhardjana, Isme-Isme Dalam Etika dari A sampai Z, cet-8, (Kanisius,
Yogyakarta:2006), h. 203
menjawab kebenaran pada diri manusia, dan lebih jauh lagi ia menilai relavisme
adalah manusia menentukan sendiri nilai dari kebenaran.
Dalam memaknai manusia yang sangat tinggi sekali adalah Protagoras
sebagai tokoh sofis abad ke-5 masehi dalam sejarah ialah dianggap pertama kali
dengan pernyataannya bahwa Manusia ukuran segalanya. Walau pun ia terbilang
sofis dikarenakan bisa mengambil pertimbangan sosiolog dan antropolog,43
namun telah memaknai manusia sebagai kekuatan yang sangat bebas sekali untuk
menilai dengan persepsi apapun. Dia mengambil jalur relativme untuk menilai
etika pula. Mungkin hal tersebut bukanlah menilai manusia secara subtansi
tentang keberadaan manusia berasal dari mana, namun hanya berdasarkan
bagaimana etika itu sebenarnya bersifat relativ dan bebas nilai, maka
pandangannya tentang manusia bebas menentukan nilai.
2. Socrates
Socrates (+470-399 SM)44 lahir di Athena dan hidup hingga mati
mempertaruhkan pendapatnya mengenai eksistensi jiwa yang kekal, ini
terdokumentasi oleh Phaedo yang menceritakan saat-saat Sokrates membela
keabasian jiwa.45
Pada saat keadaan yang penting juga tokoh filosof dari Yunani mucul
dengan warna yang berlawanan. Ini penting sebagai penentuan keabsolutan pada
43
Mohammad A. Shomali, Relativisme Etika, penerjemah Zaimul Am, (Serambi dan
ICAS, Jakarta:2005), h. 45.
44
Linda Smith/William Raeper, dan Agama, Dulu dan Sekarang, penerjemah P. Hadono
Hadi, cet-5, (Kanisius, Yogyakarta: 2004), h. 11.
45
Linda Smith/William Raeper, Ide-Ide Filsafat, h. 13.
diri manusia yaitu, manusia menginginkan kebenaran. Hal semakin jelas lagi
ketika pemikiran antara keabsolutan dan kerelativan terhadap menilai obyek
menjadi berlawan sekali. Bila ditanyakan tentang bagaimana tentang kebenaran,
maka Socrates dengan jelas mengatakan kebenaran adalah ada pada diri manusia.
Sedangkan bila ditanyakan kembali tentang tanggapan yang berbeda-beda
manusia menyikapinya, Socrates pun menganggapnya mereka mengatakan
kebenaran yang mereka ketahui dan semua manusia mencari kebenaran.
Jadi dalam diri manusia menginginkan kebenaran dan Sokrates
menganggapnya hal ini penting, berarti keabsolutan kebenaran itu ada, dan jauh
bersifat relativ. Melalui jalan diskusi-diskusi dan teknik kebidanan (maieutikê
tekhnê). Ia mencari idea-idea umum yang terdapat dalam jiwa. ”Kenalilah dirimu
sendiri” (gnôthi seauton), demikian semboyannya.46
3. Plato
Sebagai pemikiran yang sangat ideal sekali Plato sebagai murid meniru
Socrates sebagai guru memandang manusia hingga negara. Hal ini wajar, bila
mengambil rumusan bahwa kebenaran merupakan keabsolutan, dan ini
berkembang sampai kepada rumusan yang lebih melebar ketataran yang terdalam
pada diri manusia.
Plato melihat bagaimana keadilan yang bertitik tolak pada manusia lalu
merumuskan pembagian jiwa atas tiga fungsi, epithymia: bagian keinginan,
46
P.A. van der Weij, Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia, penerjemah K. Bertens., cet 2,
(Gramedia, Jakarta:1991), h. 15.
thymos: bagian energik, logos: rasional sebagai puncak segala lingkup.47 Namun
jauh dari itu Plato mensistematiskan dari manusia yang terbagi menjadi tiga
bagian tersebut yang pertama epithymia adalah golongan produktif yang terdiri
dari buruh, petani dan pedagang. Kedua thymos adalah golongan penjaga terdiri
prajurit-prajurit. Dan ketiga logos adalah pejabat yang memegang pucuk
pimpinan.48
E. Manusia Pandangan Kitab Suci
1. Injil
Karya Maurice Bucaille, yang telah di terjemahkan oleh Rahmani Astuti, AsalUsul Manusia Menurut Bibel Al-Quran Sains. Itu dapat dianggap sebagai langkah
terpenting untuk merealistiskan agenda apologetik yang sudah tertinggal. Walau hal itu
masih terlihat mengikuti perkembangan saintik tentang manusia yang diteliti para
ilmuwan zoologi. Ternyata hal itu masih terlihat wajar-wajar saja, disebabkan dunia
ilmiyah adalah bisa digeluti oleh siapa saja dan dari pemahaman apa saja.
Apa yang menarik dari penjelasan Maurice adalah ketika penelitian tentang
manusia itu dikumpulkan untuk di kaji. Sementara tidak sedikit pula data-data yang
dikembangkan dari Perjanjian Lama serta Perjanjian Baru Bibel, mau pun al-Quran
menjadi acuan. Pentingnya kajian yang menjelaskan manusia pada penciptaan. Kisah
pertama; Sakerdotal (Kitab Genesis, seluruh bab pertama dan bab 2, ayat 1 sampai 4a),
kitab ini yang di susun oleh para pendeta kuil Yarusalem dan kita itu lebih dari dari abad
47
48
P.A. van der Weij, Filsuf-Filsuf Besar, 16.
P.A. van der Weij, Filsuf-Filsuf Besar, 16-17.
kenam masehi. Kitab ini dinamakan versi ’Sakerdotal’, yang menceritakan tentang
penciptaan langit dan bumi.49
”Versi Sakerdotal secara bijaksana menempatkan kemunculan manusia di
atas bumi setelah kemunculan kelompok-kelompok makhluk hidup lainnya, tapi,
sebagaimana telah kita catat untuk bagian dunia hewan lainnya, urutan
kemunculan yang dilukiskan dalam kisah itu tidak sesuai dengan fakta-fakta
paleontologi yang telah jelas terbukti.
Penjelasan mengenai hari ketujuh mengacu pada hari istirahat Tuhan,
sebab itulah makna kata Ibrani ’Shabbath’; inilah asal-usul hari istirahat bagi
orang-orang Yahudi, ... .”50
Kisah kedua; Yahwis (inti dari versi ini menceritakan manusia), versi ini
berlawanan dengan versi modern tentang sejarah bumi:
”Tuhan Yahweh belum mengizinkan hujan turun di atas bumi dan belum
ada manusia yang mengolah tanah”.51
Penjelasan itu mengisyaratkan bahwa manusia terbuat dari debu.52
Sedangkan dalam Perjanjian Baru, mencari genealogi Yesus, lalu sampai Ibrahim
dan Adam. Pencarian tersebut dalam Injil karang Matius dan Lukas.53 Dalam Lukas
yang menarik adalah memuat tujuh puluh enam nama nenek-moyang Yesus sampai
Adam. Kita bisa melihat Lukas (3, 23-38).54 Secara jelas pemikiran Maurice termasuk
saintik lalu kearah dokmatis teologis.
2. Al-Quran
Dengan begitu apa yang tergambarkan adalah gambaran manusia pada
tingkatan religiusitas dan bernilai ilmiah. Ini menjadi argumentasi yang
49
Maurice Bucaille, Menurut Bibel Al-Quran Sains, penerjemah Rahmani Astuti, cet-5,
(Mizan, Bandung: 1992), h. 47.
50
Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia, h. 173.
51
Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia, h. 174.
52
Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia, h. 174.
53
Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia, h. 179.
54
Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia, h. 180.
menguatkan arti dari agama dan saintik, atau pun bersifat filosofis dalam
penyuguhannya. Al-Quran pun menyuguhkan lebih saintik yang sejalan dengan
sains modern.55
Ayat-ayat mutasyabihat dapat saja menjadi petunjuk penting dengan Allah
memberikan petunjuk kepada orang yang menginginkan kebenaran. 56 Dengan arti
yang sangat luas makna terkandung di dalam al-Quran, maka landasan
pengungkapan kebenaran dapat saja menambah landasan ide pemikiran untuk
menafsirkan manusia.
Harun Yahya penentang Dawinisme sebagai penggagas evolusi manusia
yang berasal dari kera. Sebagai pertanyaan pertanyaan yang mendasar adalah:
”1. Teori evolusi ini sama sekali tidak mampu menerangkan
bagaimana kehidupan ini muncul di muka bumi; 2. Tidak ada penemuan
ilmuah yang menunjukkan bahwa ”mekanisme evolusi” yang di canakan
oleh teori ini memiliki kekuatan untuk membenarkan semua itu; 3.
Rekaman fosil yang ada secara lengkap membuktikan seesuatu yang
sangat bertentangan dengan semua kemungkinan yang ditawarkan oleh
teori evolusi.”57
Harun Yahya berkeyakinan bahwa semua yang ada telah diciptakan dan
memandang al-Quran sebagai wahyu tentang terjadinya alam semesta, hingga
hujud dari manusia yang sangat otentik dari manusia dan bukan karena pengaruh
evolusi yang melihat manusia berkembang dari hewan kepada manusia.
F. Manusia Pandangan Sufisme
55
Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia, h. 186.
Harun Yahya, Misinterpretasi terhadap Al-Quran, Mewaspadai Penyimpangan dalam
menafsirkan Al-Quran, penerjemah Samson Rahman, cet-1 (Robani Pres, Jakarta:2001), h. 15.
57
Harun Yahya, Misinterpretasi terhadap Al-Quran, h. 133-134.
56
Sufisme adalah pandangan tentang kesucian diri manusia, dalam
sejarahnya mereka menjauhkan dari dunia politik, dan harta benda serta keihlasan
yang tinggi kepada Allah dan manusia. Manusia dalam pandangan sufi bermacammacam, dan secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu Jasad, dan Ruh.
Pemakaian kata sufi diperkirakan oleh Abu Hasyim al-Kufi (wafat tahun
150 H).58 Dalam itemologi yang ahl al–Suffah yang dengan maksud orang yang
ikut pindah dari Mekah ke Madinah, dalam keadaan yang kesulitan berada di sisi
rosullullah di mesjid dengan dengan berbantas pelana yaitu suffah. Ada juga yang
mengidentikkan dengan Saf yang berarti barisan terdepan, dan Suf yaitu kain yang
terbuat dari wol.59
Tasawuf adalah membahas tentang interpretasi tentang diri kepada Allah.
Bukan hanya melulu kepada persoalan akhirat. Walau demikian persepsi yang
dikemkembang oleh orang sufi pada umumnya cenderung kepada akhirat,
sedangkan pembahasan diri masih pembahasan yang terbuka sangat luas.
Pembahasan antara jasad dan ruh, merupakan sesuatu yang mendasar
dalam membahas manusia. Jasad yang berasal dari tanah, dan akan punah. Lalu
ruh yang berasal dari Tuhan akan kekal dan bila manusia itu mati akan kembali
kepada Tuhan. Begitulah manusia yang dipandang dualistik, jasad dianggap
adalah keburukan dan ruh adalah kebaikan.
Dalam al-Quran dalam Sûrat al-Baqarah/185, ”Jika hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang diri-Ku, maka Aku dekat dan mengabulkan seruan yang
58
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, cet-11, (Bulan Bintang, Jakarta:
2004), h. 47.
59
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme, h. 48.
memanggil jika Aku di panggil ... .” Sering dijadikan argumentasi tentang
pengenalan diri dan mempunyai diri manusia itu dengan Allah.
1. Jasad
Jasad telah menjadi sesuatu yang akan punah dengan waktu yang relatif cepat.
Kita pun aku mengalami pase kelahiran, bayi, anak, remaja, tua dan kematian. Dalam
pase yang sangat singkat tubuh kita pun akan melemah dengan banyaknya kelemahan
tubuh yang tak bisa dihindari. Kita adalah tubuh, yang dipastikan dari unsur tanah.
Dengan demikian para sufistik akan memandang asal manusia yang berasal dari bumi
atau tanah adalah kotor, hina, rendah, terhadap tubuh manusia.
Itulah yang sering selalu dianggap sebagai bagian dari kejahatan yang sangat bisa
dimaklumi, contoh lapar perut mendekati kepada pencurian. Sebagai buktinya semua
masih bertanya kepada perut.
2. Ruh
Ruh berasal dari Allah yang telah menghidupkan manusia. Proses tersebut
biasa dengan dalil ”Aku tiupkan sebagaian ruhKu” sebagai kiasan bahwa manusia
adalah mempunyai proses pembaitan yang sangat tinggi sekali antara manusia dan
Allah. Nilai subtasi dari manusia adalah kehidupan. Tanpa adanya ruh mungkin
seseorang akan mengagap adanya kenyataan adalah mayat. Ruh mengetahui
berasal dari keabadian yang merupaakan dari Tuhan.60
3. Jiwa
60
Laleh Bakhtiar, Perjalanan Menuju Tuhan, dari Maqam-maqam hingga Karya-besar Dunia
Sufi, penerjemah Purwanto, cet-1,(Nuansa, Bandung: 2001), h. 35.
Arti jiwa adalah nafs, dengan begitu adanya penyatuan ruh dan jasad lalu
terlahirlah jiwa yang berarti kemauan. Tanpa adanya korelasi antara ruh dan jasad tidak
mungkin dapat terlahir menjadi jiwa, berarti jiwa berada antara ruh dan jasad.61
Landasan hal tersebut seperti itu menandakan kebebasan dari Tuhan kepada
manusia. Sedangkan manusia itu tidak bisa terlepas dari tanggung jawab nantinya kepada
Allah.
Jiwa terbagi menjadi tiga, yaitu nafs nabatiyyah, nafs hayawaniyyah, dan nafs
nathiqah. Nafs nabatiyyah adalah mempunyai keinginan untuk keinginan makan tubuh.
Nafs hayawniyyah adalah mempunyai keinginan untuk bergerak dan kelahiran. 62 Nafs
Nathiqah adalah mempunyai keinginan menghujudkan kemampuan diri.63
G. Manusia Pandangan Filosof Barat
Filsafat Barat telah melanjutkan pemikiran Yunani Kuno dengan caranya
sendiri. Pemikiran modern masa itu telah meninggal Gereja dengan rasionalitas
yang sudah menjadi barometer kebenaran. Alasan yang tidak ril pun dianggap
omong kosong semata tanpa adanya dalil realistis. Bila berpikir hanya kepada
peran pemikiran agama dapat menjadi alasan yang mudah untuk dianggap tidak
masuk akal. Pada masa zaman pencerahan hadirlah Rene Descartes dengan
konsep rasionalitas dia dianggap bapak filsafat modern.
1. Rene Descartes
61
Laleh Bakhtiar, Perjalanan Menuju Tuhan, h. 34.
Laleh Bakhtiar, Perjalanan Menuju Tuhan, h. 36.
63
Laleh Bakhtiar, Perjalanan Menuju Tuhan, h. 37.
62
Rene Descartes (1596-1650)64 adalah bapak filosof Barat Modern, dengan
begitu setidaknya ia berlainan dengan karya-karya Skolastik Paterstik. Dia
mengembangkan cara skeptisisme sampai ke rasionalisme. Layaknya sebuah
perjalanan pemikiran yang sangat bertentangan sekali dengan pola pemikiran
gereja. Tidak bisa dibayangkan di saat itu pemikirannya tentang keterbukaan
berlawanan dengan mengambil jalannya dengan menghadirkan nilai rel yang
masih tersamar-samar lalu dapat pula menjadi kemutlak. Maka ungkapan yang
dikenal ”aku berpikir maka aku ada”.
Descartes melihat manusia ada dua subtansi, yakni jiwa dan materi.
Setidak-nya ia melihat rasio lah yang membedakan manusia dengan binatang.
Karena jiwalah, manusia yang paling dungu dapat meliki kebebasan.65 Kesan
bahwa seorang baik atau pun jahat terletak pada rasio.
2. Henri Bergson (1859-1941)
Henri Bergson adalah filsuf Prancis, dia berketurunan bapak Polandia dan
ibu Ingris. Dia terkenal cerdas dan merebut peringkat pertama untuk pelajaran
filsafat dan matematika. Dia pun melanjutkan di Ecole normale superiure, yang
melahirkan Emile Durheim sebagai ahli besar dala sosiolog.66
Manusia menurut Bergson mempunyai Materi dan Ingatan mempelajari
hubungan antara jiwa dan tubuh, antara roh dan materi, dan hal tersebut bersifat
dualistis. Karena Bergson melihat Materialisme dan epifenomenalisme67 sebagai
64
Linda Smith/William Raeper, Ide-Ide Filsafat, h. 60.
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: dari Machiavelli sampai Nietzche, (Gramedia,
Jakarta: 2004), h. 40-41.
66
K. Bertens, Filsafat Barat Kontemporer Prancis, (Gramedia, Jakarta: 2006), h. 9.
67
Epifenomenalisme, K. Bertens, Filsafat Barat, lihat h. 16.
65
pendirian mereka yang sudah berkembang pada abad 19, sebagai bagian yang
dievaluasi secara filosofis.68
68
K. Bertens, Filsafat Barat, h. 16.
BAB III
PANDANGAN MANUSIA R.PARYANA SURYADIPURA
A. Biografi R. Paryana Suryadipura
R. Paryana Suryadipura lahir pada tahun 1901,69 Dia hanya di kenal dokter
dan pensiun sebagai mantan kepala rumah sakit Umum Pusat Semarang.
Karyanya penulis baru ketahui ada dua yaitu, pertama; Alam Pikiran, Penerbit
Sumur Bandung.70 dan kedua; Manusia dengan Atomnya, di terbitkan oleh PT
Usaha Mahasiswa, Semarang.
Dilihat dari gelarnya selain dokter, dia juga seorang raden, karena gelar
tersebut tidaklah didapatkan secara belajar dan memang dapat dikatakan ia adalah
keturunan kerajaan. Dia adalah salah satu keturunan dari keluarga Dipura, yaitu
keturunan dari Prabu Siliwangi, ini diketahui dari salah satu anak Sastradipura.
Ternyata keturunan Prabu Siliwangi tersebut tersebar dimana-mana dengan nama
keluarga Dipura. Hingga ada yang menjadi dokter, dll. Hal ini didapati dari
informasi pak Ucup. Dia adalah penghubung yang dapat menghubungkan saya
dengan keluarga yang besar yang berada di Tasik. Informasi itu penting untuk
perkembangan pemikiran filsafat di Indonesia. Sebab, terdahulu sangat minim
sekali pengetahuan filosofis pada sebelum masa Indonesia merdeka atau pun
sesudahnya dalam kalangan orang-orang pribumi.
69
Daftar Tajuk Nama Pengarang Indonesia, (perpustakaan Nasional RI:2006), h. 232.
Soesanto Kartoatmodjo, Parapsikologi, Paragnosi, Parergi, dan Data Paranormal,
cet-1 (Sinar Harapan, Jakarta: 1995), h. 170.
70
Memang dia terlihat aktif sekali dalam lingkungan kampus dalam kerja
sama penerbitan dan itu terlihat dari buku keduanya. Setidaknya dia masih
mendiskusikan tentang pemikirannya secara terbuka kepada mahasiswa sebagai
generasi pelanjut. Penerbitan Usaha Mahasiswa, itu terlihat dari minat kepada
kaum muda untuk bisa berkembang dan memberikan kesempatan yang lebih
untuk dapat berkembang.
Dalam penjelasannya tentang filsafat terlihat adalah secara keilmuan telah
mencukupi. Apalagi secara sistematika dia terlihat telah menguasai filsafat secara
akdemik.
Bila
pun
ternyata
mempelajari
filsafat
secara
otodidak
itu
ketidakmungkinan dan bisa saja terjadi interpretasi yang berlainan. Dengan begitu
tampak dia adalah seorang yang mempelajari filsafat secara akademik, atau yang
lebih dapat memungkinkan seringnya dia berdiskusi dengan zamannya untuk
mendiskusikan filsafat, karena dalam buku Alam Pikiran dalam sebuah kata
pengantar hanya berterima kasih kepada Dr. R. A. Baudisch, yang telah
memberikan pinjaman naskah-naskah yang diperlukan. 71
Cara penulisannya tentang menempatkan fot not pun di dalam buku Alam
Pikiran terlihat sudah baik dan buku yang keduanya Manusia dengan Atomnya
dalam Keadaan Sehat dan Sakit. Dengan begitu saya yakin dia seorang penulis
ilmiah modern.
Dalam buku Manusia dengan Atomnya dalam Keadaan Sehat dan Sakit,
dia berterima kasih kepada Prof. Dr. M. Sardjito sebagai orang Pimpinan
Perguruan Tinggi Kedokteran dan Lembaga Pasteur di Kelaten pada dekade
71
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, Cet-2, (Sumur Bandung, Bandung: 1961), h. X.
1940.72 Ternyata kedekatan dengan Lembaga Pasteur tersebut adalah studi
penelitian untuk percobaan, dia berterima kasih kepada R. Mohammad Hadi, dan
R. Timbul Masjono.73 Buku keduanya dalam pengantar, buku tersebut bermaksud
”Mengenal diri sendiri adalah mengenal Tuhan” yang diartikannya dari kuil di
Delphi, ”KEN UZELF”74 kepada Dewa Apollo.75
Tulisan Paryana berlandasan filosofis, yaitu induktif dan deduktif, untuk
membuktikan hakikat insani bersumber dari Yang Satu, Sang Maha Penciptaan
dan juga hubungan Ciptaannya. 76 Lalu bagaimana seorang orang yang berada
pada aliran filsafat positivisme pun dianggap sebagai tumbuhnya egoisme,
liberalisme, materialisme, kapitalisme, imprialisme.77 Oleh karena itu kesadaran
diperlukan dalam melihat diri untuk mencapai titik kesadara akan kemampuaan.
Itulah kesadaran secara immaterial yang ingin dikemukan oleh Paryana kesadaran
. Dari semua penjelasan tentang tentang otak manusia yang dapat melakukan
peroses ’memikir’ hingga dapat dikatakan insan kamil.
B. Filsafat Manusia R.Paryana Suryadipura
Dalam memahami konsep filsafat manusia Paryana Suryadipura dapat
dilihat dari bukunya Manusia dengan Atomnya dalam Keadaan Sehat dan Sakit.
Disana ada kejelasan tentang manusia adalah Susunan Jasmani dan Rohani, lalu
memiliki Kesadaran kepada hingga Hakikat Aku. Bila melihat pemikirannya
72
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya dalam Keadaan Sehat dan Sakit,
(Bumi Aksara, Jakarta: 1994), V.
73
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. VII.
74
Tulisan itu berdasarkan test asli.
75
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. VI.
76
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. VI.
77
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. XIV.
tersebut dari buku Alam Pikiran, mengenai pemikirannya termasuk dalam
dualismus, yaitu manusia Materialismus dan Spiritualimus, yang berarti roh bisa
dijelaskan dari jasad dan sebaliknya jasad bisa menjelma menjadi roh.78
Bagaimana mengungkap pemikiran Anaxagoras, Aristoteles, Rene Decartes, dan
Arnold Geulincx telah terpengaruh oleh Decartes, bahwa Tuhan berhubungan
ketika mempunyai kesempatan (occasio), dengan lalu perumusan dengan
Occasionalismus. Lalu, Spinoza berteori badan dan jiwa, yaitu (attribuut) dan
(substantie).79
Landasan manusia adalah hayat (hidup) sebagai bagian materi dan rohani
yang karena berhubungan dengan penciptaan dunia, maka penjelasannya bumi
terdahulu adalah panas lalu menjadi dingin, berarti hayat datangnya dunia luar.80
C. Susunan Jasmani
Jasmani menurut Paryana adalah berhubungan dengan ’hayat’,81
menurutnya hayat dari luar dunia. Dikarenakan pada pase pertama dunia ini panas
lalu menjadi dingin, maka makhluk-makhluk dapat hidup di dunia, dari penjelasan
tersebut ’hayat’ berasal dari luar dunia. Hayat adalah di dalam elektron, dalam hal
ini elektron adalah kata-kata Tuhan.82 Sehingga memiliki tenaga yang besar sekali
dari proses sebelumnya, terbukti dari adanya bom atom.83
78
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 144.
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 144-145.
80
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 259.
81
Hayat adalah kutipan langsung dari Paryana, Manusia dengan Atomnya.h. 269.
82
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 98.
83
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 259.
79
Otak manusia adalah berfungsi sebagai tempat berpikir. Dalam
membicarakan otak adalah berlainan secara subtantif dengan hewan. Walau
hewan memiliki besar dalam otaknya yaitu paus dan gajah sebagai otak yang
terbesar, dan dibandingan manusia hanya 1400 sampai 1500 gram, karena
memiliki perbandingan berat badannya dengan otaknya maka otak manusia
terbilang besar 1: 40½, bila dibandingan gajah 1: 40.000.84
Dalam penjelasan filsafat manusia memang ia sangat menitik beratkan
pada bagaimana manusia dari individu yang mempunyai budi, yaitu subyek
memiliki hujud fisik yang otak yang baik. Sebab, dari apa yang kita fikirkan
merupakan dari otak yang memiliki pusat-pusatnya tersendiri. Sehingga ia
memiliki kesadaran yang benar-benar terjaga. Hal tersebut penjelasannya tentang
orang-orang jahat dengan orang-orang yang baik dari ukuran kepalanya. Seakan
percaya tidak percaya sudah ditemukan bahwa hujud kepala bisa saja menjadi
patokan baik ataukah jahat. Namun yang mencengangkan adalah ketika seorang
otak seperti orang biasa-biasa saja dalam lingkarannya dapat menulis 50 bahasa.85
Paryana dalam membahas tentang tubuh manusia adalah panca indra.
Persoalan terbesar adalah mengapa pancaindra mata apakah bersifat fisik ataukah
non-fisik? Sebab, pancaindra itu mengapa seperti mata yang tertutup masih
mampu untuk membaca. Dalam hal ini Paryana memberikan contoh Kuda Bux,
yang ditest oleh Harry Price dari The University London Council for Psychical
Investigation Investigation,86 untuk membaca buku sedangkan matanya dalam
kondisi tertutup, namun setelah di dalam ruang tertutup yang awalnya terang dan
84
85
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 7.
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 8.
86
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 23.
kini tidak adanya listrik, sinar matahari yang masuk dalam ruangan tersebut, Kuda
Bux tidak dapat membaca lagi, versi yang lain adalah dikarenakan Kuda Bux,
tidak mengizinkan hidungnya di tutup.87
Dalam menjawab permasalah Kuda Bux tentang pancaindra, Paryana
mengutip gagasan Al-Ghazali, dalam mambahas akal pada buku Ihya Ulumuddin,
yaitu Akal lahir hanya berfungsi di kala terang, dan Akal batin dapat berfungsi di
kala terang, maupun gelap.88
”... . Tubuh manusia merupakan susunan resonator-resonator,
(resonatoren-systeem) seperti alat radio. Alat radio hanja berbunji apabila
gelombangnja sesuai dengan gelombang setasion penjiar jang sedang
dihubungkan dengan alat radio itu. ... .
Resonator-resonator dari tubuh manusia ialah Pantjainderanja”. 89
Paryana dalam proses memikir ini mengambil kutipan langsung Arthur E.
Baines.
”Seluruh rasam dari susunan persarafan, risa, takik sambungan
sumsum-punggung, sarung-saraf, simpul-saraf dsb. Merupakan suatu
susunan listrik dengan banjak tangkupan arus, patahan, tjabang-tjabang
dan sebagainja dan kita mnundjukkan dahulu, bahwa dasar tenaga tubuh
ialah phenomeen listrik.”90
D. Susunan Rohani
”Elektron-elektron bebas yang terdapat di dalam tiap-tiap inti dan
di dalam darah adalah badan halus kita yang berasal dari zat anorganis,
dan oleh karena itu disebut roh zat anorganis atau anima meneralis.”91
87
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 24.
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 26.
89
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 36-37.
90
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 55.
91
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 263.
88
Karena elektron ada hidup di dalamnya yang berasal aether dan itu berasal
dari ucapan Tuhan. 92 Paryana mengungkap dalam al-Quran ”Jadilah kamu!” Maka
jadilah dia.93 Ayat dan surat yang dimaksud adalah Surat Yasin, ayat 82. Itulah
yang menjadikan landasan segala sesuatu yang metafisik kepada fisik. Di mulai
dari sesuatu yang mutlak yang tak bisa dan tidak dapat terbagi-bagi lagi. Lalu
butir-butir aether mempunyai unsur negatif dan positif berlawanan dan saling
menghancurkan dan munculah butir-butir elektron butir-butir lainnya.94
Elektron dianggap sebagai ruhani manusia yang menghidupkan. Berarti
Paryana menitik beratkan kepada spiritualimus untuk dapat menghidupkan. Walau
pun menurut al-Quran manusia berasal dari tanah, namun Paryana menjelaskan
unsur-unsur tanah tersebut dengan segala unsurnya di dalam unsur tersebut
haruslah disinari dengan elektron supaya dapat hidup.95
Menjelaskan tantang sesuatu yang subtantif dalam diri manusia Paryana
menjelaskan binatang siput dan tardagradus yang dikeringkan bertahun-tahun
dapat hidup kembali.96 Lalu seorang Yogi, telah dikubur berhari-hari hidup
kembali. Dari itu semua Paryana mempunyai keyakinan dari elektron menyusun
atom.97 Bila dihubungkan dengan tubuh maka elektron tersebut menjadi impuls
listrik ke otak dan dari otak tersebut pancaindara, insting, dan juga kedalam pusat
92
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 98.
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 99.
94
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 97.
95
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 160.
96
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 133.
97
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 135.
93
kesadaran.98 Maka arus listrik itu mengalir ke pusat kesadaran lalu ke pusat akal
yang berbentuk ruh menjelma menamakan dirinya Aku.
E. Kesadaran
”Segera setelah Aku lupa akan diri sendiri, maka roh yang menamakan
dirinya Aku keluar dari otak dan menjadi badan pikiran (corpus mentalis) yang
bersifat metafisis dan sadar akan badan kasar (jasmani) dan badan halusnya
(rohani). Inilah yang dinamakan kesadaran diri sendiri yang murni (het
zuiverzelfbewustzijn), yaitu kesadaran akan diri sendiri suatu totalitas.
Apabila Aku ini mencapai ketenangan dan rasa damai di dalam batin
secara mutlak atau kesadaran sudah mencapai taraf mutmainah, maka berhentilah
gerakan elektron-elektron yang menyusunnya, baik gerakan berputar maupun
gerakan ulang-alik, dan elektron-elektron ini berubah menjadi aether kembali.
Dengan melewati badan pikiran (metal lichaam), elektron-elektron ini memasuki
budi serta menjadi kesadaran yang sadar akan isi seluruh semesta alam.
Kesadaran ini disebut kesadaran alam semesta (het cosmisch bewustzijn).
Setelah kesadaran ini tercapai, maka tenaga kesadaran ini makin lama
makin bertambah banyak sehigga meluap ke luar dari budi. Dan dengan meliputi
roh rabbani dan jasmani, tenaga ini berubah menjadi roh rahmani yang sama bagi
setiap pemiliknya. Mereka hanya sadar akan adanya Yang Satu. Kesadaran yang
demikian dinamakan kesadaran bersama (het collectief bewustzijn) yang
menimbukan agama.
Kesadaran bersama inilah yang mendorong umat manusia untuk
beragama, tanpa mengetahui sebab-sebabnya dan tidak mengetahui hakikat apa
yang disembah, akan tetapi mereka sadar bahwa di atas segala yang nyata ini
harus ada kekuasaa yang tertinggi. Dengan kata lain segala yang nyata ini harus
ada penciptaNya.”99
Gambaran kesadaran yang dikembangkan oleh Paryana dimulai dengan Aku lupa
akan diri sendiri. Dengan begitu terlihat seperti seperti berhubungan dengan metafisika,
98
99
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 263.
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 273-174.
dan berhentilah elektron-elektron itu sebagai berfungsi sebagai hidup dan kembali
menjadi aether, yaitu positif dan negatif yang saling berlawanan dalam terjadinya alam
semesta. Paryana menjelaskan dengan begitu kesadaran itu tentang alam semesta hadir.
Pembahasan itu berakhir dengan Tuhan. Maka ketika adanya kesadaran ada pada
diri manusia akan adanya persamaan, yaitu bertuhan dan beragama. Hal itu menandakan
adanya pengalaman manusia yang sama antara yang satu dengan lain. Itulah dianggapa
oleh Paryana sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh manusia untuk menafikan
adanya religiusitas yang berdasarkan diri sendiri yang berasal dari nilai spirit yang
tertinggi.
F. Hakikat Aku
”Aku merupakan elektron-elektron bebas yang bergerak di dalam otak
dan sadar akan diri sendiri.”100
Penjelasan Paryana mengenai Aku dalam kesadaran sesungguhnya
difungsikan oleh ruh nabati yang berada di sayur dan ruh hewani. Sementara Aku
tidak dapat berpikir jikalau tidak ada elektron-elektron bebas yang nantinya
mengelola makanan di dalam tubuh dan elektron berkaitan membutuhkan asupan
ruh nabati dan ruh hewani. Semua berproses nafsu pun berada di otak.101 Berarti
teoritis nafsu Paryana sangat berbeda dengan sufistik yang diartikan dengan
keinginan, kehidupan, kebaikan dan kejahatan yang berada di hati.
Hakekat Aku lebih cenderung kepada kebebasan jiwa yang berada di
kepala yang dapat menditeksi segala yang berada di alam semesta. Konsep
100
101
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 274.
Paryana Suryadipura, Manusia dengan Atomnya, h. 275.
tersebutnya itu dihubungkan dengan konsep Atman, yang berarti jiwa yang bebas
yang tidak terikat oleh waktu. Dikarenakan fungsi Atman yang berada didalam
diri manusia sebenarnya adalah sesuatu bebas, maka Paryana mengartikan bahwa
segalanya tentang Hakekat Aku berada di kepala dapat digunakan sebagai signal
informasi tentang segalanya. Berarti poin terpenting adalah langkah Kesadaran.
BAB IV
PARA PENGAMAT DAN PENGKRITIK PEMIKIRAN
R. PARYANA SURYADIPURA
A. Penulis dan Kritikus R.Paryana Suryadipura
Penulisan Paryana bersifat saintis sebagai dokter, namun ditambah dengan
argumentasi para filosof lainnya dan menjadikan sangat jelas pengetahuannya
telah mencukupi dengan banyak memahami fisafat. Dalam membahas tentang
para filosof tersebut terlihat dari timur sampai barat pun Paryana secara umum
dan atas rincian. Jadi Paryana bukanlah seorang yang dianggap aliran kebatinan,
seperti yang diungkap oleh Ranip, Harun Hadiwijono, dan Suwarno Imam. Para
penulis itu berlainan
A.Seno-Sastroamidjojo telah mengutip buku Paryana
Suryadipura, Hakekat Atoom, (Atoom-Waarheid), dalam “Pantjaran Filsafat dan
Kebatinan”,
pernerbit
Panitya
Penjelenggara
Pertemuan
Filsafat
dan
Kebatinan” Djakarta, 1954:5.102 A.Seno dengan maksud mengembangkan
subtantif pemikiran tentang hidup.
Karena penulis sendiri masih kekurang dana dalam penelitian secara
lapangan untuk mengetahui kapan dan dimana terakhir kali dia mengabiskan
waktu pensiunnya. Ini penting, di kala karyanya sudah berhasil menjadi sejarah
pemikiran di Indonesia. Walau demikian kita harus melihat Paryana dari para
pengkritik pemikiranannya.
102
1963), h.72.
A.Seno-Sastroamidjojo, Hakekat Hidup, Suatu Tafsiran, (Timun Mas, Djakarta:
5. Seno-Sastroamidjojo
Seno-Sastroamidjojo menulis mencapai kehidupan yang sejati. Paryana
pun dikritik oleh A.Seno-Sastroamidjojo, dalam buku Hakekat Hidup:
”Menurut dokter Paryana Suryadipura, ”mengerti rahasia hidup itu
berarti mengerti kehidupan yang sejati”. Sayang sekali, bahwa tidak
diterangkan lebih jauh apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan”
kehidupan, mengkritik tujuan dari manusia yang belum dijabarkan sebagai
sejati manusia hidup yang belum dijelaskannya”.103
Memang terasa penuh keilmuan tentang manusia, namun menurut Seno
Sastroamijojo adalah sangat di sayang tidak membahas tentang tujuan sejati
manusia
belum
dijelaskan.
Sebagai
kritik
pemikiran
Paryana,
Seno-
Sastroamidjojo menulis karya yaitu Hakekat Hidup.
6. Harun Hadiwijono
Ini terbukti tulisan buku Harun Hadiwijono, Konsep tentang Manusia
dalam Kebatinan Jawa. Terlihat sangat meringkas, dan hanya mengartikan dari
sisi kebatinan saja dalam mengartikan pemikiran manusia menurut Paryana dan
itu hanya sebatas kesimpulan. Tulisanya lebih cenderung kepada mistisisme Jawa
itu sendiri. Serta obyektivitasnya hanya sekedar kesimpulan yang dapat
menjadikan
pendahuluan
ketimbang
subtansi
sesungguhnya.
103
A.Seno-Sastroamidjojo, Hakikat Hidup, h. 6.
pemikiran
Paryana
yang
7. Rahnip
Rahnip, melihat Paryana selalu dari sisi religius keislaman melulu, bila
untuk menganggapnya pemikiran filsafat Rahnip mengakui namun pemikiran
filsafatnya di luar dari Islam. Standar yang digunakan untuk meluruskan Paryana
selalu dengan menggunakan al-Quran, sedangkan pembahasan Paryana adalah
gagasan filosofis. Bila diarahkan menjadi berstandarkan al-Quran akan menjadi
nuansa teologis. Tentunya Rahnip melihat karya-karya sufi untuk menganalisa
atau karya filsafat Islam lainnya.
8. Suwarno Imam
Dukungan tersebut ditambah lagi dengan tulisan Suwarno Imam S.
Dengan menulis buku Konsep Tuhan Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan
Jawa, dan ini menambah jelas bahwa Paryana merupakan termasuk aliran
kebatinan Jawa. Walau pun demikian apa yang dimaksud Suwarno Imam S. bukan
sesuatu yang negatif dalam penjelasan arti dari kebatinan.104
Suwarno Imam adalah lebih baik ketimbang Harun Hadiwijono dalam
menjelasankan pemikiran Paryana. Langkah teoritisnya pun sesuai dengan buku
Alam Pikiran, karya Paryana. Secara jelasnya Suwarno hanya menjelaskan cara
berpikir manusia dan tentang manusia secara subtansi.
104
Suwarno Imam, Konsep Tuhan Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan Jawa,
(Rajagrafindo, Jakarta:2005), h. v.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gagasana pemikiran Paryana menutup dengan bab Insan Kamil, dia
menjelaskan manusia sudah ada pada kejenuhan atas semua pemikiran.
”Ada tanda-tanda, bahwa seluruh umat manusia tidak lagi mencari
kebahagiaan didalam ratio (akal) dan logica, maupun di dalam ketegaran
formalisme dan dogmatisme.”105
Filsafat Indonesia masih terhitung langka, dan disistematikan pun tiada
pernah. Ditambah lagi Filsafat Indonesia masih terlihat belum jelas sebagai jalan
pemikiran yang memang harus berbeda. Sedangkan banyak karya orang Indonesia
yang dapat dijadikan bahan tulisan yang bernilai filosofis belum tentu disadari.
Bisa saja orang-orang yang mengerti filsafat belum dapat merangkum, disebabkan
para tokoh Filosofis Indonesia sudah menghasilkan karya-karya. Di Indonesia
banyak sekali tokoh filsafat, seperti; Soekarno, Paryana Suryadipura, A. Seno
Sastroamidjojo, N. Drijarkara S.J, K. Bertens, namun tiada yang dapat
mensistematiskan pemikiran mereka. Hal itu menarik untuk bisa disistematiskan
yang nantinya Filsafat Indonesia membumi di negeri ini tercinta.
Sayang sekali sejauh ini filsafat hanya sebatas mendukung Ideologi
Negara. Dengan begitu Filsafat Indonesia dikembangkan disesuaikan untuk
kepentingan negara dengan tujuan yang terpenting adalah politik dan bukan
subtansi ajaran. Namun Sidney Hook yang mempersepsikan ideologis berbeda
dengan nilai ilmiah. Karena ideologi mirip sejenis kepercayaan primitif.106
105
106
R. Paryana Suryadipura, Alam Pikiran, h. 238.
Harsja W. Bachtiar, Percakapan dengan Sidney Hook, h. 156
Apalagi bila kita kembangkan dengan embel-embel filsafat Pancasila, hal
tersebut adalah sangat condong kepada hanya diyakini saja ketimbang mengubah
dengan mengkritisi. Sementara sampai hari ini filsafat yang bersifat spekulatif
dan sekiranya melenceng dari tradisi masih beranggapan sesat, atau aliran yang
dianggap terlarang untuk didekati sebagai pelajaran. Karena filsafat Pancasila
adalah ideologis yang merupakan tuntutan dari manusia untuk bisa dijalankan
oleh pemerintah bisa saja terhitung benar. Sangatlah terlihat sangat tidak ilmiah
dan masih terlihat sekali dalam penjelasan yang bersifat tradisional. Bagaimana
Sunoto,107 ingin mensistematiskan bagaimana pandangan tradisi tersebut hingga
pernyataan mengapa ada Filsafat China, Filsafat Yunani, hal tersebut merupakan
sesuatu dari tingkat pemikiran masyarakat dalam membutuhkan spirit untuk
pencapaian yang tertinggi.
Itu sama saja seperti Robert C. Zaehner ingin bagaimana merumuskan
Hinduisme yang sudah berkembang dalam budaya India. Namun itu tidak terlalu
sulit disebabkan banyaknya sumber yang akan menyatakan hal itu sudah
disepakati sebagai nilai filosofis dan itu terdapat di dalam kitab-kitab kuno mereka
seperti Weda. Hal tersebut menambah cara bagaimana kita memandang sisi
pemikiran tersebut, untuk sampai tingkatan penelitian filosofis. Karena dari sekian
banyak penulis filsafat hanya berada pada kepercayaan penulis-penulis
sebelumnya.
Penulis melihat, pertama; sebelum kemerdekaan adalah filsafat terhitung
pada pase Nusantara atau sebelum kemerdekaan, berarti bisa disebut dengan
107
Sunoto, Mengenal Filsafat Pancasila: Pendekatan melalui Metafisika, Logika, dan
Etika. Edisi 3, Cet XII, (Hanindita, Yogyakarta: 1995), h. 8.
Filsafat Nusantara. Kedua; filsafat yang sudah kemerdekaan yaitu sudah dalam
sebutan Filsafat Indonesia.
Dari sekian banyak pemikir di Indonesia sedikit sekali untuk dianggap
seorang pemikir. Dikarenakan abad ke-20: upaya penerimaan Islam terhadap
budaya-budaya lokal dan nasional, penempatan keyakinan dan praktik Islam yang
standar sebagai modus operandi.108 Di sisi yang sama juga diperlihatkan
background masyarakat kita adalah praktik animisme merupakan ciri penting dari
kehidupan keseharian di Jawa. Seperti, Hindu, Budha, hingga melekat pada ritual
Islam.109
B. Saran-saran
Mahasiswa masih kurang tanggap pada perkembangan filsafat Indonesia,
apalagi mengenai manusia sangat fondamental segala bidang keilmuan. Hal
tersebut sudah satu abad ini tidak ada kejelasan tentang rumusan tentang
kefilsafatan. Mengenai kemanusian tidak lagi menjadi sentral yang utama,
pembahasan tentang berupa teknologi lebih dipentingkan ketimbang riset tentang
manusia.
Bila kita saksikan adanya kekuatan baru seperti intuisi di dalam diri
manusia dapat diteliti, dimungkinkan manusia akan menemukan potensi yang
terpendam pada dirinya. Ditambah cara berpikir manusia yang lebih diutamakan
dimungkinkan negara akan dapat lebih maju. Ketimbang diatas kertas manusia
bekerja, namun setelah mengalami fluktuatif ekonomi seperti 1990-1999, maka
108
Howard M. Federspiel, (Laiden, The Nederland: 2001).Penerjemah Ruslani,
Kurniawan Abdullah, Labirin Ideologi Muslim: Pencarian dan Pergulatan PERSIS di Era
Kemunculan Negara Indonesia (1923-1957), Cet-1, (Serambi, Jakarta: 2004), h. 7
109
Howard M. Federspiel, Koninklijke Brill NB, h. 17.
berapa banyak kekuatan itu tiada hasil. Nilai tenaga tidak dihargai lagi
dikarenakan perusahaan terpengaruh dari gejala ekonomi global. Dengan begitu
cara berpikir kita mesti diarahkan kepada kemandirian yang sesungguhnya tidak
rentan krisis. Sebab, manusia berpikir tentang cara yang terbaik akan dirinya
untuk berjalan.
Kita bisa saksikan bagaimana sekarang ini banyak pekerja ketimbang jadi
pemikir, dan dengan itu mengakibatkan rapuhnya sendi perekonomian yang rawan
mudah krisis. Bila dianggap pekerjaan adalah landasan dari manusia hidup, dari
arti materialis, maka sedikit saja adanya pemutusan hubungan pekerjaan dengan
satu perusahaan dapat sendirinya mengalami krisis sosial. Salah satunya
dikarenakan kita selalu disembunyikan dan menyembunyikan diri kita dihadapan
pimpinan sedangkan ide kita lebih baik.
Keinginan Paryana bagaimana manusia menjadi manusia metafisicum,
belum mendapatkan hasil yang baik. Stikma yang hadir adalah perdukunan,
kekebalan, atau pengobatan alternatif. Inilah kekeliruan yang terjadi dimanapun.
Sebab, manusia memerlukan ruang batin untuk bertanya ’Siapa Aku?’ Itu yang
tak muncul dalam perkembangan manusia modern, sedangkan krisis kemanusiaan
sudah dapat di ungkap namun karena banyaknya kepentingan maka ketidak
manusiaan muncul. Dengan begitu kita harus mengenal diri kita sendiri. Sebagai
modal dasar dari motivasi untuk dapat tetap hidup atau untuk tetap baik.
Kritik yang dicurahkan Paryana sesungguhnya untuk mahasiswa yang
dalam proses atau sebutan Paryana ’masa kebatinan’ yaitu sekitar umur 20 tahun.
Karena, masa tersebut pemuda lebih cenderung depresif, dan krisis kepribadian,
atau pencarian identitas diri. Dengan begitu lapangan pemikiran khusus filsafat
sudah harus dikembangkan lebih dini lagi dan lebih membumi. Supaya gagasan
Paryana tersebut menjadi terhujud di Indonesia khususnya.
Daftar Pustaka
Bachtiar, Harsja W., Percakapan dengan Sidney Hook, cet, 1, (Djambatan,
Jakarta: 1976).
Bakhtiar, Laleh, Perjalanan Menuju Tuhan, dari Maqam-maqam hingga Karyabesar Dunia Sufi, penerjemah Purwanto, cet-1,(Nuansa, Bandung:
2001).
Bertens, K., Filsafat Barat Kontemporer Prancis, (Gramedia, Jakarta: 2006).
Bucaille, Maurice, Asal-Usul Manusia Menurut Bibel Al-Quran Sains,
penerjemah Rahmani Astuti, cet-5, (Mizan, Bandung: 1992).
Carrel, Alexis, Mesteri Manusia, penerjemah Kurnia Roesli dkk, (Remaja Karya,
Bandung: 1987).
Driyakara, Tim Redaksi, Jelajah Hakikat Pemikiran Timur, cet-1, (Gramedia,
Jakarta: 1993).
Drijarkara, Prof. Dr. N., Filsafat Manusia, cet-22, (Kanisius, Yogyakarta:2005).
Hardiman, F. Budi, Filsafat Modern: dari Machiavelli sampai Nietzche,
(Gramedia, Jakarta: 2004).
Hadiwijono, Harun, Konsep Tentang Manusia Dalam Kebatinan Jawa, cet-1,
(Sinar Harapan, Jakarta: 1983).
Hang, Ong, Keajaiban Seni Motivasi Bangsa Cina Kuno, penerjemah
Nadjamuddin (Prestasi Asia Pustaka, Jakarta: 2007).
Imam, Suwarno, Konsep Tuhan Manusia, Mistik dalam berbagai Kebatinan
Jawa, (Rajagrafindo, Jakarta:2005).
Indonesia, Daftar Tajuk Nama Pengarang, (perpustakaan Nasional RI:2006).
Kartapradja, Prof. Kamil, Aliran Kebatinan dan Kepecayaan di Indonesia, cet-1,
.(Masagung, Jakarta: 1985).
Kartoatmodjo,
Soesanto,
Parapsikologi,
Paragnosi,
Parergi,
dan
Data
Paranormal, cet-1 (Sinar Harapan, Jakarta: 1995).
Mangunhardjana, A., Isme-Isme Dalam Etika dari A sampai Z, cet-8, (Kanisius,
Yogyakarta: 2006).
Mohammad A. Shomali, Relativisme Etika, penerjemahan Zaimul Am, (Serambi
dan ICAS, Jakarta: 2005).
Morrison, A. Creassy, Menjingkapkan Dunia Modern, penerjemah Hilman
Madewa dan Mr. Muchtar Kusumaatmadja, cet-1, (Kebangsaan,
Djakarta: 1958).
Nasuhi, Hamid dkk, pedomanan Akademik, fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
(UIN, Jakarta: 2004-2005)
Nasuhi, Hamid dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi,), (CeQda, Jakarta: 2008).
Nasution, Harun, Islam ditinjau dari berbagai aspek, jilid I, cet 5, (UI Press,
Jakarta:1985).
Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, cet-11, (Bulan Bintang,
Jakarta: 2004).
Rahnip, Aliran Kepercayaan dan Kebatinan dalam Sorotan, (Pustaka Progresif,
Surabaya:1997).
Sastroamidjojo, A. Seno, Hakekat Hidup, Suatu Tafsiran, (Timun Mas, Djakarta:
1963).
SJ, J.W.M. Bakker Filsafat Kebudayaan, Sebuah pengatar, cet-15, ( Kanisius,
BPK Gunung Mulia, Yogyakata:2005).
Smith, Linda & William Raeper, Ide-Ide Filsafat dan Agama, Dulu dan Sekarang,
penerjemah, P. Hadono Hadi, cet-5, (Kanisius, Yogyakarta: 2004).
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, cet-2 (Djakarta:1963).
Suryadipura, R. Paryana, Alam Pikiran, Cet-2, (Sumur Bandung, Bandung: 1961).
Suryadipura, R. Paryana, Manusia dengan Atomnya dalam Keadaan Sehat dan
Sakit, cet-1, (Bumi Aksara, Jakarta: 1994).
Sutanto, Jusuf, Kearifan Kuno di Zaman Modern, Penyejuk Manusia dalam
Mencari Kebenara, cet-1, (Hikmah, Jakarta:2004).
Tse, Lou, Kitab Tao Te Cing, penerjemah Lim Tji Kay, cet-3, (Balai Kitab
Tridharma Indonesia, Jakarta: 2007).
Weij, P.A. van der, Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia, penerjemahan K.
Bertens. cet-2, (Gramedia, Jakarta:1991).
Wiriaatmadja, Rochiati, dkk, Sejarah Peradaban Cina, Analisis Filosofis-Historis
Sosio-Antropologis, cet-2, (Humaniora, Bandung: 2004).
Yahya, Harun, Misinterpretasi terhadap Al-Quran, Mewaspadai Penyimpangan
dalam menafsirkan Al-Quran, penerjemah Samson Rahman, cet-1
(Robani Pres, Jakarta:2001).
Zimmer, Heinrich, Sejarah Filsafat India, penerjemah Agung Prihantoro, cet-1,
(Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2003).
Biodata Penulis
Nama
: Martinda Rifai
Tempat/Lahir
: Tangerang 12 Maret 1984
Alamat Lengkap
: Jl. Tongkol II. No: 179 Perum I Tangerang Banten
Telepon
: 081210974352 / 92113752
Pendididikan
: TK Ar-Rahman (1989-1990), SD Islamic Village
Karawaci Tangerang (1990-1996), Paket B (2000), Paket C
(2004), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta (2004-2008), Mendapatkan Gelar Sarjana Filsafat
Islam.
Keterampilan
: Musik Gitar Klasik, Bahasa Ingris, Bernyanyi, Pelatihan
Motivasi Diri.
Filosofi Hidup
: Terimalah segala penolakan atas kebaikan, pengorbanan,
hingga
perasaan
cinta
yang
diabaikan
kekasihmu,
engkaupun akan mendapatkan yang lebih baik ketimbang
dirinya.
Download