BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Teluk Pangpang Kawasan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kawasan Teluk Pangpang
Kawasan Teluk Pangpang adalah salah satu pesisir yang menjadi pusat
(central) kegiatan perikanan laut di Kabupaten Banyuwangi. Kawasan Teluk
Pangpang ini berbatasan dengan Selat Bali di sebelah Timur dan Samudra
Indonesia di sebelah Selatan. Teluk Pangpang berada di Selatan Banyuwangi
dengan panjang ± 8 km, lebar teluk ± 3,5 km dengan luas wilayah perairan ±
3.000 ha, terletak di dua wilayah administrasi yaitu Kecamatan Muncar dan
Kecamatan Tegaldlimo. Teluk Pangpang dikelilingi pesisir yang mempunyai
potensi mangrove yang secara geografis terletak antara 8º27’052’’ - 8º32’098’’
LS dan 114º20’988’’ - 114º21’747’’ BT (Pemkab Banyuwangi, 2014).
Gambar 2.1.
Peta Lokasi Penelitian di Teluk Pangpang
5
6
(Pemkab Banyuwangi, 2014)
Ekosistem Mangrove yang terdapat di kawasan Teluk Pangpang terdiri
dari beberapa jenis, yaitu Rhizophora sp, Sonneratia caseolaris, Bruguiera sp
Avicennia sp., dan lain-lain (Erwiantono, 2006). Berdasarkan data laporan
identifikasi mangrove di Taman Nasional Alas Purwo untuk kawasan Teluk
Pangpang tahun 2001, terdapat 12 jenis mangrove yang di temukan (Tabel 2.1).
Tabel 2.1
Daftar Jenis Mangrove di Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Teluk Pangpang
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Nama Latin
Aegiceras floridum
Bruguiera gymnorrhiza
Ceriops decandera
C. tagal
Excoecaria agallocha
Lumnitzera racemosa
Rhizophora apiculata
R. mucronata
Scyphyphora hydrophyllaceae
Sonneratia alba
S. caseolaris
Xylocarpus granatum
Nama Indonesia
Mange
Tanjang merah
Tingi tagal
Tingi
Pennengen
Pacar banyu
Bakau merah
Tanjang slindur
Perpat lanang
Perpat
Perpat
Nyirih agung
Famili
Myrsinceae
Rhizophoraceae
Rhizophoraceae
Rhizophoraceae
Euphorbiaceae
Combretaceae
Rhizophoraceae
Rhizophoraceae
Rubiaceae
Sonneratiaceae
Sonneratiaceae
Meliaceae
Sumber : Laporan Balai Taman Nasional Alas Purwo, 2001
Menurut Raharja et al. (2014), Mangrove dijumpai di Teluk Pangpang
meliputi Kecamatan Muncar dan Kecamatan Tegaldlimo dengan total ± 600 ha,
dengan rincian di Kecamatan Muncar yaitu 226 ha yang terbagi atas Kelurahan
Wringinputih seluas 225 ha dan Kelurahan Kedungringin seluas 1 Ha, sedangkan
sisanya berada di Kecamatan Tegaldlimo. Hutan mangrove Teluk Pangpang
menyusun formasi mengelilingi Teluk sehingga banyak dijumpai mulai batas
Tratas, Kabat Mantren, Tegal Pare, dan Tegaldimo. Sedangkan, menurut Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Banyuwangi tahun 2003, potensi mangrove untuk
Desa Wringinputih seluas 375 ha dan Desa Kedungringin seluas 75 ha.
7
Kawasan Teluk Pangpang di Kecamatan Muncar meliputi dua desa yaitu
Desa Kedungringin dengan satu dusun pesisir yaitu Dusun Tratas, sedangkan
Desa Wringinputih mempunyai tiga dusun pesisir yaitu Dusun Kabatmantren,
Dusun Krajan dan Dusun Tegalpare. Mangrove yang ada di sekitar Teluk
Pangpang sebelah Timur (sepanjang Tanjung Sembulungan) merupakan hutan
mangrove yang dikelola oleh Perhutani. Sedangkan sebelah Barat Teluk Pangpang
sebagian besar areal mangrove telah mengalami alih fungsi untuk kegiatan
tambak. Saat ini, terdapat usaha-usaha rehabilitasi penanaman mangrove di
sebelah Barat Teluk Pangpang seluas ± 200 hektar melalui Proyek Cofish
(Gustiar, 2005). Desa Wringinputih memiliki rata-rata perubahan paling tinggi
yaitu 30 ha/tahun dengan luasan mencapai ± 104 ha pada Tahun 1989, dan
berkembang menjadi ± 226 ha pada Tahun 2011 oleh adanya kegiatan rehabilitasi,
sebaliknya Desa Kedungringin mengalami perubahan yang menurun akibat
berdekatan dengan kawasan industri perikanan Muncar.
2.2. Potensi Biota Laut
Laut Indonesia memiliki potensi sumberdaya yang besar terutama potensi
perikanan laut dari segi jumlah ataupun keragaman jenis. Luas laut Indonesia
kurang lebih 5,8 juta km2 dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Laut
Indonesia yang luas menyediakan sumberdaya ikan laut dengan potensi lestari
sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan
perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI). Jumlah tangkapan yang
diperbolehkan di Indonesia sebesar 80% dari potensi lestari sumberdaya ikan laut
yaitu sebesar 5,12 juta ton (Nurjanah et al., 2011).
8
Potensi merupakan sesuatu hal yang dapat dijadikan sebagai bahan atau
sumber yang akan dikelola baik melalui usaha yang dilakukan manusia maupun
yang dilakukan melalui tenaga mesin dimana dalam pengerjaannya potensi dapat
juga diartikan sebagai sumber daya yang ada disekitar. (Kartasapoetra et al.,
1987). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) potensi yaitu kemampuan,
kekuatan, kesanggupan, atau pun daya yang mempunyai kemungkinan untuk
dikembangkan. Biota merupakan makhluk hidup berupa flora maupun fauna,
sedangkan laut adalah sebuah tempat berkumpulnya air asin. Dapat disimpulkan
“Biota Laut” adalah gabungan dari flora dan fauna yang hidup di perairan air asin;
sebuah lingkungan atau ekosistem dimana habitat air asin tersebut tinggal atau
hidup.
Biota laut terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok hewan dan
tumbuhan. Romimohtarto dan Juwana (1999), menyatakan bahwa biota laut
secara umum terbagi menjadi tiga berdasarkan cara atau sifat hidupnya meliputi:
1. Planktonik, yaitu biota yang melayang-layang, mengapung dan bergerak
mengikuti arus. Jenis ini umumnya ditemukan di kolom permukaan air.
Terbagi menjadi 2 yaitu fitoplankton (plankton tumbuhan) seperti alga biru
dan doniflegellata, dan zooplankton (plankton hewan) misalnya lucifer, udang
rebon, ostracoda dan cladocera.
2. Nektonik, yaitu biota yang berenang-renang umumnya dapat melawan arus
(terdiri dari hewan saja). Contohnya adalah ikan, ubur-ubur,cumi-cumi dan
lain-lain.
3. Bentik, yaitu biota yang hidup di dasar atau dalam substrat, baik tumbuhan
maupun hewan. Terbagi menjadi 3 macam yaitu 1) menempel (sponge,
9
teritip, tiram dan lainnya); 2) merayap (kepiting, udang karang dan lain-lain)
dan 3) meliang (cacing, karang dan lain-lain).
2.3. Ekosistem Mangrove
Menurut Marsoedi et al. (1997), hutan mangrove adalah vegetasi hutan
yang tumbuh di daerah pantai dan disekitar muara sungai, yang selalu atau secara
teratur digenangi oleh air laut serta dipengaruhi pasang surut. Vegetasi hutan
mangrove dicirikan oleh jenis-jenis tanaman bakau, api-api, prepat, dan tunjang.
Areal mangrove tidak hanya sebagai koleksi tanaman, tetapi merupakan salah satu
sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Hutan mangrove juga berperan sebagai tempat hidup jenis udang dan ikan yang
bernilai komersial.
Karakteristik habitat mangrove menurut Bengen (2001), adalah: Menerima
pasokan air tawar yang cukup dari darat; Umumnya tumbuh pada daerah intertidal
yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir; Daerahnya tergenang
air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat
pasang purnama. Frekuensi genangan
menentukan komposisi vegetasi hutan
mangrove; Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat; Air
bersalinitas payau (2 – 22 permil) hingga asin mencapai 38 permil; Ditemukan
banyak di pantai - pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai
yang terlindung.
Ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki
produktivitas tinggi dibandingkan ekosistem lain dengan dekomposisi bahan
organik yang tinggi, dan menjadikannya sebagai mata rantai ekologis yang sangat
penting bagi kehidupan mahluk hidup yang berada di perairan sekitarnya. Materi
10
organik menjadikan hutan mangrove sebagai tempat sumber makanan dan tempat
asuhan berbagai biota seperti ikan, udang dan kepiting. Berbagai kelompok
moluska ekonomis juga sering ditemukan berasosiasi dengan tumbuhan penyusun
hutan mangrove (Bruno et al., 1998). Ekosistem Mangrove merupakan ekosistem
utama penyusun ekosistem wilayah pesisir berupa formasi tumbuhan litoral
dengan kerakteristik terdapat didaerah tropika dan sub tropika, terhampar
disepanjang pesisir (Manan, 1986). Menurut Nybakken (1988), sebutan mangrove
atau bakau ditujukan untuk semua individu tumbuhan, sedangkan mangal
ditujukan bagi seluruh komunitas atau asosiasi yang didominasi oleh tumbuhan
ini.
Keberadaan hutan mangrove dalam ekosistem pantai merupakan suatu
persekutuan hidup alam hayati dan alam lingkungannya yang terdapat di daerah
pantai dan disekitar muara sungai pada kawasan hutan tropika, yaitu kawasan
hutan yang khas dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove, baik
di dalam maupun di luar kawasan hutan merupakan jalur hijau daerah pantai yang
mempunyai fungsi ekologis dan sosial ekonomis yang memiliki berbagai manfaat
(Farimansyah, 2005).
2.4. Luas dan Penyebaran Mangrove
Luas dan Penyebaran Menurut Santono et al., (2005) terdapat variasi yang
nyata dari luas total ekosistem mangrove Indonesia, yakni berkisar antara 2,5 juta4,25 juta ha. Perbedaan jumlah luasan ini lebih banyak disebabkan oleh perbedaan
metodologi pengukuran luas hutan mangrove yang dilakukan oleh berbagai pihak.
Walaupun demikian diakui oleh dunia bahwa Indonesia mempunyai luas
ekosistem mangrove terluas di dunia (21% luas mangrove dunia). Hutan-hutan
11
mangrove menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di
sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika.
Luas hutan mangrove Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar,
merupakan mangrove yang terluas di dunia melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria
(1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha). Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang
luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan
tempat bermuara sungai-sungai besar, yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai
barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama
terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan. Di bagian timur Indonesia,
ditepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai
barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai
luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan mangrove Indonesia (Santono, et
al , 2005).
Beberapa faktor yang menjadi penyebab berkurangnya
ekosistem
mangrove antara lain:
1. Konversi hutan mangrove menjadi bentuk lahan penggunaan lain, seperti
permukiman, pertanian, tambak, industri, pertambangan, dll.
2. Kegiatan eksploitasi hutan yang tidak terkendali oleh perusahaan HPH
(Hak Pengusaha Hutan) serta penebangan liar dan bentuk perambahan
hutan lainnya.
3. Polusi di perairan estuaria, pantai, dan lokasi - lokasi perairan lainnya
dimana tumbuh mangrove.
4. Terjadinya pembelokan aliran sungai maupun proses sedimentasi dan
abrasi yang tidak terkendali.
12
Penambahan hutan mangrove di beberapa provinsi belum diketahui dan
dilaporkan secara pasti, namun ada beberapa faktor yang memungkinkan
bertambahnya areal hutan mangrove dibeberapa provinsi, yaitu:
1. Adanya reboisasi atau penghijauan.
2. Adanya perluasan lahan hutan mangrove secara alami yang berkaitan
dengan adanya proses sedimentasi dan atau penaikan permukaan air laut.
3. Adanya metoda perhitungan luas hutan yang lebih baik dari metoda yang
digunakan sebelumnya (Santono et al., 2005).
2.5. Fungsi Dan Manfaat Mangrove
Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk
menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing
sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat
pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang,
dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman
biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman
anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai
sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan
tekstil, makanan, dan obat-obatan (Gunarto, 2004).
Ekosistem hutan mangrove mempunyai arti penting karena tidak sedikit
jumlah masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam ini
(Sugiarto dan Willy, 2003). Disamping itu adanya berbagai komponen rantai
makanan yang saling bergantung pada ekosistem mangrove ini, yaitu serasah yang
berasal dari tumbuhan mangrove, yang prosesnya dimulai oleh bakteri dan
cendawan yang mengubah daun-daun menjadi detritus yang disebut sebagai bahan
13
organik. Selanjutnya bahan organik ini menjadi makanan bagi udang atau rebon,
kemudian binatang pemakan detritus menjadi makanan larva ikan, udang, dan
kepiting.
Gambar 2.2. Hubungan Keterkaitan Komponen
Ekosistem Mangrove (Nontji, 1987)
Kordi (2012), menjelaskan hutan mangrove disebut sebagai ekosistem
pesisir yang paling produktif, yang menghasilkan serasah daun dan ranting sekitar
9 ton/ha/tahun. Di Indonesia produksi serasah daun dan ranting hutan mangrove
berkisar antara 78 ton/ha/tahun. Serasah daun dan ranting yang gugur merupakan
sumber bahan organik penting dalam rantai pakan (food chain) di lingkungan
perairan. Daun dan ranting yang gugur kedalam air segera menjadi bahan
makanan bagi berbagai jenis hewan air atau dihancurkan lebih dulu oleh kegiatan
bakteri dan jamur. Pada tingkat berikutnya hewan-hewan inipun menjadi makanan
bagi hewan-hewan lainnya yang lebih besar dan seterusnya (Gambar 2.2).
2.6. Fauna Akuatik di Ekosistem Mangrove
Menurut
Bengen
(2001),
komunitas
membentuk percampuran antara 2 (dua) kelompok:
fauna
ekosistem
mangrove
14
1. Kelompok fauna daratan / terestrial yang umumnya menempati bagian atas
pohon mangrove, terdiri atas: insekta, ular, primata dan burung. Kelompok ini
tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove,
karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya diluar jangkauan air laut
pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan
makanannya berupa hewan laut pada saat air surut.
2. Kelompok fauna perairan / akuatik, terdiri atas dua tipe yaitu :
a. Yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang.
b. Yang menempati substrat baik keras (akar dan batang mangrove) maupun
lunak (lumpur) terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrata
lainnya.
Menurut Nybakken (1988), kelompok hewan lautan yang dominan dalam
hutan mangrove (bakau) adalah moluska, udang-udangan, dan beberapa jenis
ikan. Moluska diwakili oleh sejumlah siput, yang umumnya hidup pada akar dan
batang
pohon
bakau.
Kelompok
kedua
dari
moluska
termasuk
pelecypoda/bivalvia, yaitu tiram, mereka melekat pada akar-akar bakau. Selain itu
hewan yang hidup di bakau adalah sejumlah kepiting dan udang. Kawasan bakau
juga berguna sebagai tempat pembesaran udang penaied dan ikan-ikan seperti
belanak, yang melewatkan masa awal hidupnya pada daerah ini sebelum
berpindah ke lepas pantai.
Para ahli mengelompokkan ikan di ekosistem mangrove ke dalam empat
kelompok, yaitu (a) Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya
berada di daerah ekosistem mangrove, seperti ikan gelodok; (b) Ikan penetap
sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove selama
15
periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung bergerombol di sepanjang
pantai berdekatan dengan ekosistem mangrove, seperti ikan belanak; (c) Ikan
pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke ekosistem
mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, seperti ikan gulamah; (d)
Ikan pengunjung musiman, yaitu ikan-ikan yang menggunakan ekosistem
mangrove sebagai tempat memijah dan asuhan, serta tempat perlindungan
musiman dari predator (Nirarita et al., 1996).
Ekosistem mangrove juga merupakan habitat bagi biota crustasea dam
molusca. Menurut Kartawinata et al. (1979) tercatat 80 spesies crustasea yang
hidup di ekosistem mangrove. Spesies penting yang hidup atau terkait dengan
ekosistem mangrove adalah udang (Penaeus, Metapenaeus) dan kepiting bakau
(Syclla). Kemudian, biota molusca yang tercatat sekitar 65 spesies yang terdiri
dari gastropoda dan pelecypoda/bivalvia. Beberapa spesies molusca penting di
ekosistem mangrove yaitu kerang bakau atau tiram bakau (Crassotrea sp.), kerang
hijau (Mytilus sp.), kerang alang (Gelonia sp.), kerang darah (Anadara sp.), dan
popaco atau kerang teleskop (Telescopium sp.).
Download