merekomendasikan bahwa inisiasi menyusui dini

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
WHO (World Healt Organization) merekomendasikan bahwa inisiasi
menyusui dini dalam satu jam pertama kelahiran, menyusu secara ekslusif
selama enam bulan, diteruskan dengan makanan pendamping ASI sampai
usia dua tahun. Konferensi tentang hak anak mengakui bahwa setiap anak
berhak untuk hidup dan bertahan untuk melangsungkan hidup dan
berkembang setelah persalinan (Roesli, 2008).
Banyak tindakan yang relatif murah dan mudah diterapkan untuk
meningkatkan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi baru lahir. Salah
satunya adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) segera setelah lahir atau biasa
disebut inisiasi menyusui dini (IMD) serta pemberian ASI Eksklusif. Hal ini
didukung oleh pernyataan United Nations Childrens Fund (UNICEF), bahwa
sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita
di dunia pada tiap tahunnya, bisa dicegah melalui pemberian ASI secara
eksklusif selama enam bulan sejak tanggal kelahirannya, tanpa harus
memberikan makanan serta minuman tambahan kepada bayi (Aprillia, 2009).
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera
setelah dilahirkan, dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri.
Faktanya dalam satu tahun, empat juta bayi berusia 28 hari meninggal. Jika
semua bayi di dunia segera setelah lahir diberi kesempatan menyusu sendiri
1
2
dengan membiarkan kontak kulit ibu ke kulit bayi setidaknya selama satu
tahun maka satu juta nyawa bayi ini dapat diselamatkan (Roesli, 2008).
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) menjadi bagian dari prosedur pertolongan
Asuhan Persalinan Normal (APN). Program dimulai dari tahun 2007 dan
sampai saat ini telah dihasilkan 15 fasilitator, 260 konselor ASI dan 799
mutivator/ kader (Prasetyono, 2009).
Menurut World Health Organisation, (WHO) menjelaskan bahwa ASI
makanan ideal, untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa, ASI ekslusif selama 6 bulan merupakan cara
yang paling optimal dalam pemberian makanan pada bayi. Setelah 6 bulan
biasanya bayi membutuhkan lebih banyak zat besi dan seng, ketika inilah
nutrisi tambahan bisa diperoleh dari makanan padat dengan porsi yang
sedikit, bayi-bayi tertentu dapat meminum ASI hingga berusia 12 bulan atau
lebih, jika bayi terus menerus tumbuh kembang secara optimal, berarti ASI
bisa memenuhi kebutuhan dengan baik (Prasetyono, 2009).
Bayi yang diberikan susu selain ASI, mempunyai 17 kali lebih besar
mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar terkena infeksi saluran
pernafsan (ISPA), salah satu faktor adalah karena buruknya pemberian ASI,
khususnya tidak berhasilnya ASI secara ekslusif (Depkes, RI 2005).
Berdasarkan hasil penelitian yaitu bayi yang diberi kesempatan
menyusu dini dengan meletakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit
setidaknya satu jam, hasilnya dua kali lebih lama disusui. Pada usia enam
bulan dan setahun, bayi yang diberi kesempatan untuk meyusu dini, hasilnya
3
59% dan 38% yang masih disusui. Bayi yang tidak diberi kesempatan
menyusu dini tinggal 29% dan 8% yang masih disusui di usia yang sama
(Roesli, 2008).
Di Aceh khususnya banyak ibu-ibu yang telah banyak tau apa itu
Inisiasi Menyusu Dini tetapi tetap saja tidak mau melakukannya dengan
alasan ASI tidak mau keluar dan air susu yang pertama keluar (kolostrum) di
anggap air susu basi dan harus di buang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Selatan, jumlah ibu yang melahirkan secara normal pada tahun 2012
sebanyak 3450 orang (Dinkes Kabupaten Aceh Selatan, 2012). Sedangkan
berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Trumon, jumlah ibu yang
melahirkan secara normal pada tahun 2012 sebanyak 103 orang ( Puskesmas
Trumon, 2012).
Adapun data awal yang peneliti lakukan dari hasil wawancara dengan
beberapa ibu yang melahirkan normal yang ada di Puskesmas Trumon
Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan, dari 12 ibu yang melahirkan
normal yang di wawancarai 3 orang di antaranya melakukan Inisiasi Menyusu
Dini (IMD) terhadap bayinya dan mengatakan ASI banyak keluar, dan 9 ibu
lainnya mengatakan tidak melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) terhadap
bayinya dan mengatakan ASI kurang dan sedikit.
4
Berdasarkan data tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang “Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap
Waktu Pengeluaran ASI Pada Ibu Post Partum Di Wilayah Kerja
Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan
Tahun 2013”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang menjadi rumusan masalah penelitian ini
adalah “ Adakah Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Waktu
Pengeluaran ASI Pada Ibu Post Partum Di Wilayah Kerja Puskesmas
Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan ? ”
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap
Waktu Pengeluaran ASI Pada Ibu Post Partum Di Wilayah Kerja
Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun
2013.
2. Tujuan Khusus
a.
Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan ibu post partum tentang
Inisiasi Menyusu Dini terhadap waktu pengeluaran ASI di Wilayah
Kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh
Selatan.
5
b.
Untuk mengetahui pengaruh sikap ibu post partum tentang Inisiasi
Menyusui Dini terhadap waktu pengeluaran ASI di Wilayah Kerja
Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk Peneliti
Dapat menambah ilmu dan pengalaman dalam menganalisa serta
menyelesaikan masalah dalam bentuk penelitian sederhana, serta dapat
menambah pengetahuan peneliti untuk mengembangkan diri dan disiplin
ilmu kebidanan khususnya tentang pengaruh Inisiasi Menyusu Dini
terhadap waktu pengeluaran ASI pada ibu post partum.
2. Untuk responden.
Sebagai bahan masukan khususnya ibu post partum sehingga dapat
melakukan Inisiasi Menyusu Dini terhadapa bayinya.
3. Untuk institusi pendidikan.
Sebagai bahan masukan yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswi,
khususnya di STIKes U’Budiyah Banda Aceh sebagai referensi dan
tinjauan pustaka.
4. Untuk lahan penelitian
Hasil penelitian ini dirahapkan menjadi masukan dan informasi
yang berguna di Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh
Selatan, sehingga diharapkan dapat terjadinya peningkatan Inisiasi
Menyusu Dini pada ibu post partum terhadap pengeluaran ASI.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Inisiasi Menyusu Dini
1. Pengertian
IMD atau Inisiasi Menyusu Dini adalah proses bayi menyusu
segera setelah dilahirkan, di mana bayi diletakkan di dada ibu dan
dibiarkan bergerak untuk mencari puting susu ibunya sendiri. Menurut
penelitian diperkirakan sebanyak 22% kematian bayi baru lahir dapat di
cegah bila bayi di susui oleh ibunya dalam satu jam pertama kelahiran.
Pada satu jam pertama ini bayi harus disusukan pada ibunya, bukan untuk
pemberian nutrisi tetapi untuk belajar menyusu atau membiasakan
menghisap puting susu dan mempersiapkan ibu untuk mulai memproduksi
ASI kolostrum (Cendika, 2010).
Pemberian ASI untuk bayi baru lahir disebut inisiasi menyusu dini
(IMD). Langkah- langkahnya sebagai berikut:
a. Sekitar 30 menit atau 1 jam setelah melahirkan, bayi yang baru
dilahirkan langsung di tengkurapkan di atas dada atau perut sang ibu.
b. Kemudian bayi dengan instingnya akan mencari puting susu ibunya.
Ibupun dapat membantunya dengan memberikan rangsangan, sentuhan
lembut, juga mendekatkan sang bayi pada puting susu.
c. Inisiasi dapat berlangsung selama 30 menit hingga 1 jam. Ibu, tentu
saja harus bersabar menunggu bayinya mendapatkan puting susu.
7
Inisiasi menyusui dini (IMD) sangat bermanfaat untuk kesehatan
bayi. Dengan IMD, bayi akan mendapatka kolostrum yang sangat
bermanfaat untuk bayi. Bayi dapat terhindar dari penyakit infeksi, baik di
saat di dalam kandungan maupun pascapersalinan. Selain itu, manfaat lain
dari IMD adalah dapat membantu refleks berfikir bayi. Inisiasi menyusui
dini (IMD) juga merupakan upaya mencegah meningkatnya kematian bayi.
Dengan mendapatkat IMD, bayi yang baru lahir akan mudah untuk
menyusui pada ibunya (Cendika, 2010).
Inisiasi menyusui dini harus dilakukan pada saat yang tepat, yakni
pada bayi baru lahir dan belum di bersihkan langsung diletakkan di atas
perut atau dada ibu. IMD ini akan memberikan motivasi pada ibu untuk
menyusui bayinya. Inisiasi menyusui dini ini juga dapat dilakukan untuk
bayi yang lahir dengan cara caecar (Cendika, 2010).
Inisiasi dini juga bermanfaat untuk ibu, yaitu akan memberikan
rasa nyaman dan tenang. Selain itu, meredam rasa sakit dan mengurangi
perdarahan pascapersalinan. Hal ini karena sentuhan dan isapan bayi pada
puting susu ibu, akan membantu merangsang produksi hormon oksitosin.
Hormon ini akan merangsang kontraksi rahim dan membantu plasenta
keluar dengan alami. Hormon oksitosin ini juga merangsang mengalirnya
ASI dari dalam payudara ibu ke mulut bayi (Cendika, 2010).
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk melakukan IMD:
a.
Penting untuk diketahui oleh para ibu bahwa IMD dilakukan begitu
bayi lahir dan belum dibersihkan.
8
b.
Suami dan keluarga sangat berperan dalam mendampingi dan
memberikan dukungan.
c.
Letakkan bayi dalam posisi tengkurap di atas dada atau perut ibu.
Biarkan sang bayi mencari puting susu ibunya sendiri. Ibu dapat
memberinya sentuhan lembut dan mendekatkan bayinya ke dekat
puting susunya tanpa memaksa.
d.
Ibu harus sabar dalam melakukan inisiasi dini. Biasanya bayi akan
mendapatkan puting susu ibunya mencapat waktu sekitar 30 menit,
bahkan lebih (Cendika, 2010).
2. Manfaat Menyusui
a. Manfaat bagi bayi
Air susu ibu mengandung zat yang sangat baik untuk bayi. Kalori
dari ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi sampai 6 bulan. Di samping
itu ada beberapa manfaat lain yang perlu diketahui oleh para ibu, yaitu:
1) Sebagai sistem imunitas yang baik
Bayi yang mendapat ASI dari ibunya akan memiliki sistem
imunitas (daya tahan tubuh) yang lebih baik daripada bayi yang
tidak pernah mendapatkan ASI. Kadar imunoglubin (zat-zat yang
membentuk kekebalan tubuh) yang sangat tinggi terdapat pada
kolostrum, yaitu cairan kuning kental yang merupakan ASI
pertama yang keluar setelah ibu melahirkan. ASI juga mengandung
zat
kekebalan
tubuh
(antibodi)
yang
perlindungan alami bagi bayi baru lahir.
dapat
memberikan
9
2) Memiliki IQ lebih tinggi
Berdasarkan penelitian, bayi yang mendapatkan ASI, akan
memiliki IQ (Intelligence Quotient) lebih tinggi daripada bayi yang
tidak pernah mendapatkan ASI.
3) Perkembangan psikomotrik lebih cepat
Menurut penelitian, bayi yang mendapat ASI, memiliki
perkembangan psikomotrik yang lebih cepat dari bayi yang tidak
mendapatkan ASI. Bayi yang mendapatkan ASI, dapat berjalan dua
bukan lebih cepat dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan susu
formula.
4) Menunjang perkembangan kognitif
Bayi yang mendapatkan ASI, akan memiliki daya ingat dan
kemampuan bahasa yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang
tidak pernah mendapatkan ASI dan hanya diberi susu formula.
5) Membantu mengurangi gigi dari kerusakan
Bayi yang mendapatkan ASI, akan memiliki perlindungan gigi
yang lebih baik. Sebab, adanya kadar selenium (mineral penting yang
sangat sibutuhkan oleh tubuh sebagai antioksidan untuk meredam
aktivitas radikal bebas) dalam ASI yang cukup tinggi.
6) Menunjang perkembangan penglihatan
Bayi yang mendapatkan ASI, akan memiliki perkembangan
penglihatan yang baik. Sebab, didalam ASI mengandung asam lemak
omega 3.
10
7) Membantu bayi cepat berbicara
Saat menyusu pada ibu, bayi melakukan gerakan menghisap
yang lebih kuat sehingga akan membantu memperkuat otot pipi. Hal
ini dapat membantu bayi cepat berbicara.
8) Memperkuat ikatan batin antara ibu dan bayi
Saat menyusui, ibu dan bayi akan bersentuhan kulit. Hal ini
akan memberikan rasa hangat dan nyaman pada bayi. Dekapan sang
ibu, akan membuat bayi merasa nyaman dan aman. Proses menyusui
ini akan meningkatkan kedekatan antara bayi dan ibu.
9) Membantu sistem pencernaan
ASI merupakan susu yang paling aman. Sebab, cenderung
bebas dari bakteri. Hal ini akan membuat bayi tidak mendapat masalah
dalamproses pencernaannya. Justru, dalam ASI terdapat zat-zat yang
dapat membantu sistem pencernaan bayi (Cendika & Indarwati, 2010).
b. Manfaat bagi ibu
1) Mencegah perdarahan
Menyusui bayi setelah lahir, dapat merangsang kontraksi otototot pada saluran ASI dan menbuat ASI keluar. Selain itu, juga
membantu merangsang kontraksi rahim dan mencegah terjadinya
perdarahan.
11
2) Mencegah anemia defisiensi zat besi
Dengan
menyusu
dapat
mencegah
perdarahan
pascapersalinan. Hal ini, dapat mengurangi terjadinya resiko
defisiensi (kekurangan) darah yang menyebabkan anemia pada ibu.
3) Mengurangi berat badan
Ketika menyusu jumlah kalori yang terbakar adalah sebesar
200 hingga 500 kalori per hari. Hal ini tentu saja dapat membantu
ibu mengurangi perat badan.
4) Sebagai ungkapan kasih sayang
Saat menyusu hubungan batin ibu dan anak akan bertambah
kuat. Ibu akan merasa dibutuhkan dan bahagia karena dapat
memberikan sesuatu untuk sang bayi. Sedangkan bayi akan merasa
aman dan nyaman dalam pelukan ibunya.
5) Mengurangi resiko terkena kanker payudara dan ovarium
Menyusui dapat mengurangi resiko terkena kanker payudara
dan ovarium. Diperkirakan persentase pencegahannya mencapai
25%.
6) Sebagai alat kontrasepsi
Pemberian ASI secara ekslusif dapat berfungsi sebagai alat
kontrasepsi. Isapan bayi pada payudara ibu, akan merangsang
hormon
prolaktin
yang
berfungsi
menghambat
terjadinya
pematangan sel telur sehingga menunda kesuburan (Cendika &
Indarwati, 2010).
12
c. Keuntungan kontak kulit bayi dan kulit ibu
a. Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin pada ibu.
b. Oksitosin.
1) Membantu
kontraksi
uterus
sehingga
perdarahan
pasca
persalinan lebih rendah.
2) Merangsang pengeluaran kolostrum.
3) Penting untuk kelekatan hubungan ibu dan bayi.
4) Ibu lebih tenang dan lebih tidak merasa nyeri pada saat plasenta
lahir dan prosedur pasca persalinan lainnya.
c. Prolaktin.
1) Meningkatkan produksi ASI.
2) Membantu ibu mengatasi stress. Mengatasi stress adalah fungsi
oksitosin.
3) Mendorong ibu untuk tidur dan relaksasi setelah bayi selesai
menyusui.
4) Menunda ovulasi (Cendika & Indarwati, 2010)
d. Mitos-mitos tentang menyusui
UNICEF-IDAI dalam memberikan rekomendasi tentang pemberian
makanan bayi pada situasi darurat mengeluarkan pernyataan bersama
di Jakarta pada tanggal 7 Januari 2005, yaitu mitos tentang menyusu
dapat mengurangi rasa percaya diri maupun
diterimanya. Empat mitos yang paling sering adalah:
dukungan yang
13
1. Stress dapat menyebabkan ASI kering
Walaupun stress berat atau rasa takut dapat menyebabkan
terhentinya aliran ASI, akan tetapi keadaan ini biasanya hanya
sementara
sebagaimana
reaksi
fisiologis
lainnya.
Bukti
menunjukkan bahwa menyusu dapat menghasilkan hormon yang
dapat merendakan ketegangan memberikan ketenangan kepada ibu
dan bayinya dan dan menimbulkan ikatan yang erat antara ibu dan
anak.
2. Ibu dengan gizi kurang tidak mampu menyusui
Ibu menyusui harus mendapat
makanan tambahan agar
dapat menyusui dengan baik dan mempunyai kekuatan untuk
merawat anaknya yang lebih besar. Jika kondisi ibu sangat buruk
pemberian susu formula disertai alat bantu menyusui diharapkan
dapat meningkatkan produksi ASI.
3. Bayi diare membutuhkan air atau teh
Berhubung ASI mengandung 90% air maka pemberian ASI
ekslusif pada bayi diare biasanya tidak membutuhkan cairan
tambahan seperti air gula atau the. Apalagi dalam situasi bencana
sering kali air telah terkontaminasi. Pada kasus diare berat cairan
oralit mungkin di butuhkan di samping ASI.
4. Sekali menghentikan menyusu tidak dapat menyusu lagi
Jika bayi mendapat susu formula, ibu dapat menyusu
kembali setelah terhenti sementara dengan memberikan teknik
14
relaktasi dan dukungan yang tepat. Keadaan ini kadang-kadang
sangat vital dalam kondisi darurat (Arini H, 2012)
B. ASI Ekslusif
1. Pengertian
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan
garam organik yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu dan
merupakan makanan terbaik untuk bayi. Selain memenuhi segala
kebutuhan makananm bayi baik gizi, imunologi atau yang lainnya,
pemberian ASI member kesempatan bagi ibu mencurahkan cinta kasih
serta perlindungan kepada anaknya. ASI ekslusif diberikan sejak umur 0
hari sampai 6 bulan (Bahiyatun, 2009).
ASI ekslusif (menurut WHO) adalah pemberian ASI saja pada bayi
sampai usia 6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain. ASI
dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Pemberian ASI ekslusif
selama 6 bulan dianjurkan oleh pedoman internasional yang didasarkan
pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI baik bagi bayi, ibu, keluarga,
maupun Negara (Dewi & Sunarsih, 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan di Dhakan pada 1.667 bayi
selama 12 bulan mengatakan bahwa ASI ekslusif dapat menurunkan resiko
kematian akibat infeksi saluran nafas akut dan diare. WHO dan UNICEF
merekomendasikan kepada para ibu, bila memungkinkan ASI ekslusif
diberikan sampai 6 bulan dengan menerapkan hal-hal sebagai berikut.
15
a.
Inisiasi menyusui dini selama 1 jam setelah kelahiran bayi
b.
ASI ekslusif diberikan pada bayi hanya ASI saja tanpa makanan
tambahan atau minuman.
c.
ASI diberikan secara 0n-demand atau sesuai dengan kebutuhan bayi.
Setiap hari setiap malam.
d.
ASI diberikan tidak menggunakan botol, cangkir, maupun dot.
ASI merupakan makanan pertama, utama dan terbaik bagi bayi,
yang bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi (Prasetyono, 2009).
Sedangkan menurut, (Sulistyawati, 2009) ASI ekslusif adalah pemberian
ASI, tanpa makanan dan minuman pendamping, (termasuk air jeruk,
madu, air gula), yang dimulai sejak bayi baru lahir, sampai dengan usia 6
bulan.
ASI merupakan makanan utama yang sangat penting bagi bayi.
Tidak ada makanan lain yang mampu menyaingi kandungan gizi dalam
ASI. ASI mengandung protein, lemak, gula, dan kalsium, dengan kadar
yang tepat melindungi bayi dari serangan penyakit selama ibu menyusui.
Bayi yang mengkonsumsi ASI, jarang mengalami salesma, dan infeksi
saluran pernafasan bagian atas pada tahun pertama kelahiran, jika
dibandingkan dengan bayi yang tidak mengkonsumsi ASI. Bayi yang tidak
mengkonsumsi ASI, akan mudah terkena penyakit, misalnya seperti,
infeksi saluran pencernaan (diare), infeksi saluran pernafasan, dan infeksi
16
telinga. Penyakit non infeksi seperti, alergi, obesitas, kurang gizi, asma,
dan eksim (Prasetyono,2009).
Air susu ibu (ASI), merupakan nutrisi terbaik pada awal usia
kehidupan bayi. Factor utama penyebab kematian bayi baru lahir adalah
karena terjadinya penurunan angka pemberian inisiasi menyusui dini, dan
ASI ekslusif (Wahana, 2007).
ASI ekslusif (menyusui dengan ASI saja sampai bayi berumur 6
bulan), merupakan nutrisi bagi bayi berupa air susu ibu tanpa memberikan
makanan tambahan, cairan, atau makanan lainnya sehingga bayi berumur 6
bulan (Wahana, 2011). Sedangkan menurut (Raimaiah, 2005) menyusui
eksklusif merupakan bayi yang diberikan ASI saja, tidak memberikan
makanan atau minuman lain selain ASI, dan juga bayi tidak diberikan
empeng.
2. Fisiologi pembentukan ASI
Sebagian besar ahli kesehatan berpendapat bahwa keberhasilan
menyusui tidaklah semata-mata tergantung pada faktor ibu dan anak.
Keberhasilan ini juga dipengaruhi oleh lingkungan, terutama dukungan
dari suami. Sesungguhnya, pemberian ASI dapat mempengaruhi aspek
kejiwaan dan batiniah ibu, bayi dan suami.
ASI diproduksi dalam alveoli, bagian awal saluran kecil air susu.
Jaringan di sekeliling saluran-saluran air susu dan alveoli terdiri dari
jaringan lemak dan jaringan pengikat yang turut menentukan ukuran
payudara. Selama masa kehamilan payudara membesar dua sampai tiga
17
kali ukuran normal. Saat itu saluran-saluran air susu beserta alveoli
dipersiapkan untuk masa laktasi (Dwi SP, 2009)
Selama kehamilan, hormon estrogen dan progesteron menginduksi
(membangkitkan)
perkembangan
alveolus
dan
duktus
lakteferus
(lactiferous duct) didalam mamae. Di samping menstimulasi produksi
kolostrum.
Namum demikian saat ini belum ada produksi ASI sesudah bayi
dilahirkan, disusul kemudian terjadinya peristiwa penurunan kadar hormon
estrogen. Penurunan kadar estrogen ini mendorong naiknya kadar
prolaktin. Naiknya kadar prolaktin mendorong produksi ASI. Maka
dengan naiknya kadar prolaktin tersebut mulailah aktifitas produksi ASI
berlangsung. Ketika bayi mulai menyusu pada ibunya aktifitas bayi
menyusui pada mamae ini menstimulasi terjadinya produksi prolaktin yang
terus menerus secara berkesinambungan. Sekresi sendiri berada dibawah
pengaruh atau dikendalikan oleh neoro-endokrin. Rangsangan sentuhan
pada payudara yakni ketika bayi menghisap puting susu menyebabkan
timbulnya rangsangan yang menyebabkan terjadinya produksi oksitosin.
Oksitosin merangsang terjadinya kontraksi sel-sel nioepitel (Suherni et al.,
2009).
3. Fisiologi pengeluaran ASI
Pengeluaran ASI merupakan suatu yang sangat kompleks antara
rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Pengaruh
18
hormone terhadap pengeluaran ASI, dapat dibedakan menjadi tiga bagian,
yaitu sebagai berikut (Dewi & Sunarsih, 2011).
a. Pembentukan kelenjar payudara.
Pada permulaan kehiamilan terjadi peningkatan yang jelas dari
duktus yang baru, percabangan-percabangan dan lobules, yang
dipengaruhi oleh hormon-hormon plasenta dan korpus luteum.
Hormon-hormon yang ikut membantu mempercepat pertumbuhan
adalah prolaktin, laktogen plasenta, karionik gonadotropit, insulin,
kortisol,
hormone
tiroid,
hormon
paratoroid
dan
hormon
pertumbuhan(Dewi & Sunarsih, 2011).
Pada trimester pertama kehamilan, prolaktin dari adenohipofisis/
hipofisis anterior
mulai merangsang kelenjar
air
susu untuk
menghasilkan air susu yang disebut kolostrum. Pada masa ini,
pengeluaran kolostrum masih dihambat oleh estrogen dan progesterone,
tetapi jumlah prolaktik meningkat, hanya aktifitas dalm pembuatan
kolostrum yang ditekan (Dewi & Sunarsih, 2011).
Pada trimester
kedua kehamilan laktogen plasenta
mulai
merangsang untuk pembuatan kolostrum. Keaktifan dari rangsangan
hormon-hormon terhadap pengeluaran air susu telah didemonstrasikan
kebenarannya bahwa seorang ibu yang melahirkan bayi berumur 4
bulan dimana bayinya meninggal, tetap keluar kolostrum (Dewi &
Sunarsih, 2011).
19
b. Pembentukan air susu.
Pada ibu yang menyusui memiliki dua refleks yang masing-masing
berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu sebagai
berikut.
1. Refleks prolaktin.
Pada akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan
untuk membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum terbatas karena
aktifitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesterone yang
kadarnya memang tinggi. Setelah partus, lepasnya plasenta dan
kurang berfungsinya korpus luteum membuat estrogen dan
progesteron sangat berkurang, ditambah dengan adanya isapan bayi
yang merangsang puting susu dan payudara yang akan merangsang
ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik
(Dewi & Sunarsih, 2011).
Rangsangan ini dilanjutkan kehipotalamus melalui medula
spinalis hipotalamus yang akan menekan pengeluaran faktor-faktor
yang menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang
pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin. Faktorfaktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofisis
anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel
alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu (Dewi & Sunarsih,
2011).
20
Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal pada
tiga bulan setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat
tersebut tidak aka nada peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi,
namun pengeluaran air susu tetap berlangsung. Pada ibu yang
melahirkan anak, tetapi tidak menyusui, akan menjadi normal pada
minggu ke 2-3. Pada ibu yang menyusui, prolaktin akan meningkat
dalam keadaan seperti: stress atau pengaruh psikis, anastesi, operasi,
dan rangsangan puting susu (Dewi & Sunarsih, 2011).
2. Refleks let down
Bersama dengan pembentukan prolaktin oleh hipofisis
anterior, rangsangan yang berasal dari isapan bayi dan yang
dilanjutkan ke hipofisis posterior (neorohipofisis) yang kemudian
dikeluarkan oksitosin (Dewi & Sunarsih, 2011).
Melalui aliran darah, hormon ini diangkat menuju uterus yang
dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi
dari organ tersebut. Kontraksi dari sel akan melepas air susu yang
telah diproduksi keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktus,
selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus masuk kemulut bayi
(Dewi & Sunarsih, 2011).
Faktor-faktor yang meningkatkan refleks let down adalah
sebagai berikut.
21
a. Melihat bayi.
Naluri keibuan akan timbul pada saat dia melihat bayinya. Ibu
pasti ingin segera menyentuh dan menyayangi bayinya. Akibat naluri
ini, hormon akan bekerja dan payudara siap mengeluarkan ASI.
b. Mendengar suara bayi.
Ibu yang mendengar suara bayinya yang menangis akan segera
berfikir bahwa bayinya membutuhkan sesuatu. Dan untuk memenuhi
kebutuhan bayinya, ibu segera mencari apa yang dibutuhkan bayinya.
Apakah bayinya lapar, haus, dan lain-lain.
c. Mencium bayi.
Sentuhan langsung berupa pelukan, ciuman dan belaian akan
membuat bayi merasa tenang.
d. Memikirkan untuk menyusui bayi.
Barang kali tidak semua orang percaya akan hal ini, namun secara
kejiwaan hal ini sangat berkaitan. Rasa rindu dan saying akan
mempengaruhi hormon oksitosin memproduksi ASI.
Faktor-faktor yang menghambat refleks let down adalah stres,
seperti keadaan bingung/ pikiran kacau, takut, dan cemas.
e. Pemeliharaan pengeluaran air susu.
Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofisis yang akan
mengatur kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah. Hormon-hormon
ini sangat perlu untuk pengeluaran permulaan dan pemeliharaan
penyediaan air susu selama menyusui.
22
Bila susu tidak dikeluarkan akan mengakibatkan berkurangnya
sirkulasi darah kapiler yang menyebabkan terlambatnya proses
menyusui dan berkurangnya rangsangan menyusui oleh bayi misalnya
kekuatan isapan yang kurang, frekuensi isapan yang berkurang, serta
singkatnya waktu menyusui. Hal ini berarti perlepasan prolaktin yang
cukup diperlukan untuk mempertahankan pengeluaran air susu mulai
sejak minggu pertama kelahiran.
f. Mekanisme menyusui.
1) Refleks mencari (Rooting reflex)
Payudara ibu yang menempel pada pipi atau daerah sekeliling
mulut merupakan rangsangan yang menimbulkan refleks mencari
pada bayi.
Keadaan ini menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting
susu yang menempel tadi diikuti dengan membuka mulut dan
kemudian puting susu ditarik masuk kedalam mulut.
2) Refleks menghisap (Sucking reflex)
Puting susu yang sudah masuk kedalam mulut dengan bantuan
lidah ditarik lebih jauh dan rahang menekan kalang payudara
dibelakang puting susu yang pada saat itu sudah terletak pada
langit-langit keras. Tekanan bibir dan gerakan rahang yang terjadi
secara berirama membuat gusi akan menjepit kalang payudara dan
sinus laktiferus sehingga air susu akan mengalir ke puting susu,
selanjutnya bagian belakang lidah menekan puting susu pada
23
langit-langit yang mengakibatkan air susu keluar dari puting susu.
Cara yang dilakukan oleh bayi tidak akan menimbulkan cedera
pada puting susu.
3) Refleks menelan (Swallowing reflex)
Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan
derakan menghisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi sehingga
pengeluaran air susu akan bertambah dan diteruskan dengan
mekanisme menelan masuk kelambung. Keadaan akan berbeda bila
bayi diberi susu botol dimana rahang mempunyai peranan sedikit
saat menelan dot botol, sebab susu mengalir dengan mudah dari
lubang dot. Dengan adanya gaya berat, yang disebabkan oleh
posisi botol yang dipegang ke arah bawah dan selajutnya dengan
adanya isapan pipi, keadaan ini akan membantu aliran susu
sehingga tenaga yang diperlukan oleh bayi untuk menghisap susu
menjadi minimal Dewi & Sunarsih, 2011).
3. Manfaat Pemberian ASI
Dengan memberi ASI ekslusif, ibu bias menghemat pengeluaran
untuk membeli susu formula, yang sebenarnya tidak lebih baik daripada
ASI. Karena ASI, mengandung berbagai zat gizi dan cairan yang
dibutuhkan untuk mengcukupi kebutuhan gizi bayi, pada 6 bulan pertama
setelah kelahiran (Prasetyono, 2009).
24
ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi. ASI tidak hanya
memberika manfaat untuk bayi saja, melainkan untuk ibu, keluarga, dan
Negara (Dewi & Sunarsih, 2011).
a. Manfaat ASI untuk bayi.
1) Nutrien (zat gizi) dalam ASI sesuai dengan kebutuhan bayi.
Zat gizi yang terdapat dalam ASI antara lain: lemak,
karhohidrat,
protein,
garam,
mineral,
serta
vitamin.
ASI
memberikan seluruh kebutuhan nutrisi dan energi selama 1 bulan
pertama, separuh atau lebih nutrisi selama 6 bulan kedua dalam
tahun pertama, dan 1/3 nutrisi atau lebih selama tahun kedua.
2)
ASI mengandung zat protektif.
Dengan adanya zat protektif yang terdapat dalam ASI, maka
bayi jarang mengalami sakit. Zat-zat protektif tersebut antara lain
sebagai berikut.
a)
Laktobasilus bifidus (mengubah laktosa menjadi asam laktat
dan asam asetat, yang membantu memberikan keasaman pada
pencernaan
sehingga
menghambat
petumbuhan
mikroorganisme ).
b)
Laktoferin,
mengikat
zat
besi
sehingga
membantu
menghambat pertumbuhan kuman.
c)
Lisozim, merupakan enzim yang memecah dinding bakteri
dan anti flamotori bekerja sama dengan peroksida dan
askorbat untuk menyerang E.coli dan Salmonella, serta
25
menghancurkan dinding sel bakteri, terdapat dalam ASI
dalam konsentrasi 5.000 kali lebih banyak dari susu formula.
d)
Komplemen C3 dan C4. Membuat daya opsenik.
e)
Immunoglobulin (IgC, IgM, IgD, IgE). Melindungi tubuh
dari infeksi, dari semua yang paling penting adalah IgA, zat
ini melindungi permukaan mukosa terhadap serangan
masuknya
kuman-kuman
E.coli,
Salmonella,
Shihela,
Steptococus, Stappylococus, Pnemonococus, Poliovirus, dan
Rotavirus.
f)
Faktor-faktor antialergi.
Mukosa usus bayi mudah ditembus oleh protein sebelu bayi
berumur 6-9 bulan, sedangkan protein dalam susu formula
bias bekerja sebagai allergen.
g)
Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan bagi ibu
dan bayi. Pada saat bayi kontak kulit dengan ibunya, maka
akan timbul rasa aman dan nyaman bagi bayi. Perasaan ini
sangat penting untuk menimbulkan rasa percaya (basic sense
of trust).
h)
Menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi
baik. Bayi yang mendapatkan ASI akan memiliki tumbuh
kembang yang baik. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan berat
badan bayi dan kecerdasan otak bayi.
26
i)
Mengurangi kejadian karies dentis.
Insidensi karies dentis pada bayi yang mendapatkan susu
formula jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang
mendapat ASI. Kebiasaan menyusu dengan botol atau dot
akan menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan susu
formula sehingga gigi menjadi lebih asam.
j)
Mengurangi kejadian maloklusi.
Penyebab maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang
mendorong ke depan akibat menyusui dengan botol dan dot
(Dewi & Sunarsih, 2011).
d. Manfaat ASI ibu yang menyusui bayinya.
1) Isapan bayi dapat membuat rahim menciut, mempercepat
kondisi ibu untuk kembali ke masa prakehamilan, serta
mengurangi resiko perdarahan.
2) Lemak di sekitar panggul, dan paha, yang timbun pada masa
kehamilan berpindah kedalam ASI, sehingga ibu lebih cepat
langsing kembali.
3) Resiko terkena kanker rahim, dan kanker payudara pada ibu
yang menyusui bayi lebih rendah, daripada ibu yang tidak
menyusui bayinya.
4) Menyusui bayi kebih menghemat waktu, karena ibu tidak perlu
menyiapkan dan mensterilkan batol susu atau dot dan yang lain
sebagainya.
27
5) ASI lebih praktis.
6) ASI lebih murah.
7) ASI selalu bebas kuman.
8) ASI tidak akan basi.
9) Ibu yang menyusui bayinya memperoleh manfaat fisik dan
emosional (Dewi & Sunarsih, 2011).
e. Manfaat ASI bagi keluarga.
1) Tidak perlu menghabiskan banyak uang, untuk membeli susu
formula, botol susu, serta kayu bakar atau minyak tanah untuk
merebus air, susu dan peralatannya.
2) Jika bayi sehat, berarti keluarga mengeluarkan lebih sedikit biaya
guna perawatan kesehatan.
3) Penjarangan kelahiran lantaran efek kontrasepsi LAM dari ASI
ekslusif.
4) Jika bayi sehat, berarti menghemat waktu keluarga.
5) Menghemat tenaga keluarga karena ASI selalu siap tersedia.
6) Keluarga tidak perlu repot membawa botol susu, susu formula, air
panas, dan lain sebagainya ketika berpergian (Dewi & Sunarsih,
2011).
C. Masa Nifas
1. Pengertian
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan melahirkan bayi,
plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
28
kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu
(Saleha, 2009).
Periode masa nifas (puerperium adalah periode waktu selama 6-8
minggu setelah persalinan. Proses ini di mulai setelah selesainya persalinan
dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum
hamil/ tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologi dan
psikologi karena proses persalinan (Saleha, 2009).
Ada beberapa pengertian masa nifas, antara lain:
a.
Masa nifas dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai
dengan 6 minggu berikutnya (JHPEIGO,2002)
b.
Masa nifas tidak kurang dari 10 hari dan tidak lebih dari 8 hari setelah
akhir persalinan, dengan pemantauan bidan sesuai kebutuhan ibu dan
bayi (Bennet dan Brown, 1999)
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil.
Lama masa nifas ini, yaitu 6-8 minggu. Nifas dibagi dalam tiga periode,
yaitu:
a.
Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan.
b.
Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital.
c.
Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
29
mempunyai komplika. Waktu untuk sehat sempurna mungkin
beberapa minggu, bulan, atau tahun (Bahiyatun, 2009).
Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium adalah
masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluarga lepas dari
rahim, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali
organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami
perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan
(Suherni et al., 2009).
Masa nifas (post partum) adalah masa setelah ibu melahirkan.
Berlangsung lebih kurang 6 minggu atau 40 hari. Pada masa itu, dapat
dikatakan sebagai masa pembersihan rahim setelah melahirkan (Cendika
& Indarwati, 2010).
Secara garis besar terdapat 3 proses penting di masa nifas, yaitu
sebagai berikut.
a) Pengecilan rahim atau involusi
Rahim adalah organ tubuh yang spesifik dan unik karena dapat
mengecil serta membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah
selnya. Pada wanita yang tidak hamil, berat rahim sekitar 30 gram
dengan ukuran lebih sebesar telur ayam. Selama kehamilan, rahim
makin lama makin membesar.
Bentuk otot rahim mirip jala berlapis tiga dengan serat-seratnya
yang melintang kanan, kiri, dan trasversal. Di antara otot-otot itu ada
pembuluh darah yang mengalir darah ke plasenta. Setelah bayi lahir,
30
umumnya berat rahim menjadi sekitar 1.000 gram dan dapat diraba
kira-kira setinggi 2 jari di bawah umbilicus. Setelah 1 minggu
kemudian beratnya berkurang menjadi sekitar
500 gram. Sekitar 2
minggu beratnya sekitar 300 gram dan tidak dapat diraba lagi.
Jadi, secara alamiah rahim akan kembali mengecil perlahan-lahan
ke bentuknya semula. Setelah 6 minggu beratnya sudah sekitar 40-60
gram. Pada saat ini dianggap masa nifas sudah selesai. Namun,
sebenarnya rahim akan kembali ke posisinya yang normal dengan berat
30 gram dalam waktu 3 bulan setelah masa nifas. Selama masa
pemulihan 3 bulan ini, bukannya hanya rahim saja yang kembali
normal, tetapi juga kondisi tubuh secara keseluruhan (Saleha, 2009).
b) Kekentalan darah (hemokonsentrasi) kembali normal
Selama hamil, darah ibu relative lebih encer, karena cairan darah
ibu banyak, sementara sel darahnya berkurang. Bila dilakukan
pemeriksaan kadar hemoglobinnya (Hb) akan tampak sedikit menurun
dari angka normalnya sebesar 11-12 gr%. Jika hemoglobinnya terlalu
rendah, maka bias terjadi anemia atau kekurangan darah.
Oleh karena itu, selama hamil ibu perlu diberi obat-obatan
penambah darah, sehingga sel-sel darahnya bertambah dan konsentrasi
darah atau hemoglobinnya normal atau tidak terlalu rendah. Setelah
melahirkan, sistem sirkulasi darah ibu akan kembali seperti semula.
Darah kembali mengental, di mana kadar perbandingan sel darah dan
31
cairan darah kembali normal. Umumnya hal ini terjadi pada hari ke-3
sampai ke-15 pascapersalinan (Saleha, 2009).
c) Proses laktasi atau menyusui
Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta
mengandung hormone penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang
menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon
plasenta itu tidak dihasilkan lagi, sehingga terjadi prolaktin ASI. ASI
keluar 2-3 hari setelah melahirkan. Namun, hal yang luar biasa adalah
sebelumnya di payudara sudah terbentuk kolostrum yang sangat baik
untuk bayi, karena mengandung zat kaya gizi dan antibodi pembunuh
kuman (Saleha, 2009).
D. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Waktu Pengeluaran ASI Pada
Ibu Post Partum.
1. Pengetahuan Tentang Inisiasi Menyusu Dini
Inisiasi Menyusu Dini adalah meletakkan bayi baru lahir diatas
perut ibu atau dada ibunya dalam waktu lebih kurang 1 jam setelah
persalinan. Bayi akan mulai bergerak mencari puting susu ibu dan mulai
menyusui sendiri. Inisiasi Menyusui Dini dapat memunculkan reflek bayi
untuk menyusui dan berperan penting untuk kesuksesan menjalankan ASI
ekslusif. (Roesli, 2009)
Inisiasi Menyusu Dini didefinisikan sebagai proses membiarkan
bayi menyusu sendiri setelah kelahiran. Bayi diletakkan di dada ibu dan
bayi itu dengan segala upayanya mencari puting susu untuk segera
32
menyusui. Jangka waktunya adalah sesegera mungkin setelah melahirkan.
Inisiasi Menyusui Dini sangat penting tidak hanya untuk bayi, namun juga
bagi si ibu. Dengan demikian , sekitar 22 % angka kematian bayi setelah
lahir pada 1 bulan pertama dapat ditekan. Bayi disusui selama 1 jam atau
lebih di dada ibunya segera setelah lahir. Hal tersebut juga penting dalam
menjaga produktivitas ASI. Isapan bayi juga penting dalam mneningkatkan
kadar hormon prolaktin, yaitu hormon yang merangsang kelenjar susu untuk
memproduksi ASI. Isapan itu akan meningkatkan produksi susu 2 kali lipat
(Yuliarti, 2010)
Menurut
Notoatmodjo
(2010)
Pengetahuan
adalah
hasil
pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objeck melalui
indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan
sendirinya, pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan
tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan presepsi terhadap
objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan
seseorang terhadap objek mempunyai intesitas atau tingkat yang berbedabeda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:
Secara garis besar pengetahuan dibagi dalam 6 tingkat, yaitu:
(Menurut Notoatmodjo, 2010)
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah
ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa
33
buah tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat
buang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan
nyamuk Aedes Agepti, dan sebagainya. Untuk mengetahui atau
mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaanpertanyaan, misalnya: apa tanda-tanda anak yang kurang gizi, apa
penyebab
penyakit
TBC,
bagaimana
cara
melakukan
PSN
(pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,
tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui
tersebut. Misalnya, orang yang memahami cara pemberantasan
penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3 M
(mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan
mengapa harus menutup, menguras, dan sebagainya tempat-tempat
penampungan air tersebut.
c.
Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya, seseorang yang
telah paham tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat
perencanaan program kesehatan di tempat ia bekerja atau dimana saja.
34
Orang yang telah paham metodologi penelitian, ia akan mudah
membuat proposal penelitian dimana saja, dan seterusnya.
d.
Analisis (Analysis)
Anilisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/
atau memisahkan, kemudain mencari hubungan antara komponenkomponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui. Indikasi bahwa pngetahuan seseorang itu sudah sampai
pada tingkat analisis adalah apabila seseorang tersebut telah dapat
membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram
(bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat
membedakan antara nyamuk Aedes Agepty dengan nyamuk biasa,
dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi, dan
sebagainya.
e.
Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam suatu hubungan yang yang logis dari
komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain,
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat atau
meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang
telah dibaca atau didengar, dapat membuat kesimpulan tentang artikel
yang telah dibaca.
35
f.
Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini
dengan sendirinya didasarkan pada suatu criteria yang di tentukan
sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Misalnya,
seorang ibu dapat menilai atau menentukan seseorang anak menderi
malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga
berencana, dan sebagainya.
Nursalam (2003) menyatakan tingkat pengetahuan dibagi dalam 3
kategori, yaitu:
a)
Tinggi (76% - 100%)
b) Sedang (56% - 75%)
c)
Rendah (<56%)
2. Pendidikan tentang Inisiasi Menyusu Dini
Menurut Arini H (2012) Tingkat pengetahuan ibu yang rendah
mengakibatkan kurangnya pengetahuan ibu dalam menghadapi masalah,
terutama dalam pemberian ASI ekslusif. Pengetahuan ini diperoleh baik
secara formal maupun informal. Sedangkan ibu-ibu yang mempunyai
tingkat pendidikan yang lebih tinggi, umumnya terbuka menerima
perubahan atau hal-hal baru guna pemeliharaan kesehatannya. Pendidikan
juga akan akan membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu mencari
pengalaman sehingga informasi yang diterima akan menjadi pengetahuan.
36
Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan adalah upaya persuasi atau
pembelajaran kepada masyarakat agar mau melakukan tindakan-tindakan
atau praktik untuk memelihara (mengatasi masalah) dan meningkatkan
kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan yang di hasilkan oleh pendidikan kesehatan ini di dasarkan
pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran sehingga
perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan
menetap karena didasari oleh kesadaran. Memegang kelemahan dan
pendekatan kesehatan ini adalah hasil lamanya karena perubahan perilaku
melalui proses pembelajaran yang pada umumnya memerlukan waktu lama.
Pendidikan diperkirakan ada kaitannya dengan pengetahuan ibu
menyusu dalam memberikan ASI ekslusif, hal ini di hubungkan dengan
tingkat pengetahuan ibu bahwa seseorang yang berpendidikan lebih tinggi
akan mempunyai pengetahun yang lebih luas di bandingkat tingkat
pendidikan yang rendah.
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur
hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.
(Notoadmojdo,2007)
UU, No. 20 tentang Pendidikan, 2003 tingkat pendidikan di bagi
dalam 3 katagori, yaitu :
1) Tinggi apabila responden telah menamatkan pendidikan Diploma
37
atau Sarjana
2) Menengah apabila responden telah menamatkan pendidikan di
Sekolah lanjutan atas atau sederajat
3) Dasar apabila responden telah menamatkan pendidikan SD, SMP,
atau tidak menamatkan sekolah.
3. Sikap tentang Inisiasi Menyusu Dini
Sikap adalah reaksi seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulasi objek. Penting untuk diketahaui oleh para ibu, bahwa Inisiasi
Menyusui Dini dilakukan begitu bayi lahir dan belum dibersihkan. Suami
dan keluarga sangat berperan dalam mendampingi dan member dukungan,
letakkan bayi dalam posisi tengkurap diatas dada ibu. Biarkan bayi
mencari puting susu ibunya sendiri. Ibu dapat memberinya sentuhan
lembut dan mendekapkan bayinya ke dekat puting susunya tanpa
memaksa. Ibu harus bersikap sabar dalam melakukan inisiasi menyusui
dini. Biasanya bayi akan mendapatkan puting susu ibunya mencapai waktu
sekitar 30 menit, bahkan lebih (Cendika & Indarwati, 2010)
Menurut Notoatmodjo (2010) Sikap adalah juga respons tertutup
seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan
faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang,
setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Campbell (1950)
mendefinisikan sangat sederhana, yaitu: “An individual’s attitude is
syndrome of response consistency with regard to object.” Jadi jelas, di sini
dikatakan bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam
38
merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran,
perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.
Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatan, bahwa
sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap
belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup.
Komponen Pokok Sikap:
Menurut Allport sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu:
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya,
bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
objek. Sikap orang terhadap penyakit kusta misalnya, berarti
bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit
kusta.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya
bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang
tersebut terhadap objek. Seperti contoh butir a tersebut, berarti
bagaimana orang menilai terhadap penyakit kusta, apakah penyakit
yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah
merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku
terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku
terbuka (tindakan). Misalnya, tentang contoh sikap terhadap penyakit
39
kusta di atas, adalah apa yang dilakukan seseorang bila ia menderita
penyakit kusta.
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk
sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh
ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan
penting. Contoh: seorang ibu mendengar (tahu) penyakit demam
berdarah (penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya, dan
sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan
berusaha supaya keluarganya, terutama anaknya tidak kena penyakit
demam berdarah. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan
ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat (kecenderungan bertindak)
untuk melakukan 3 M agar anaknya tidak terserang demam berdarah.
Ibu ini mempunyai sikap tertentu (berniat melakukan 3 M) terhadap
objek tertentu yakni penyakit demam berdarah.
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkattingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau objek mau menerima
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya, sekap seseorang
terhadap periksa hamil (ante natal care), dapat diketahui atau
diukur dari kehadiran si ibu untuk mendengarkan penyuluhan
tentang ante natal care di lingkungannya.
40
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan
terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya, seorang
ibu yang mengikuti penyuluhan ante natal care tersebut ditanya
atau diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab
atau menanggapinya.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai
yang
positif
terhadap
objek
atau
stimulus,
dalam
arti,
membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau
mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons. Contoh
butir a di atas, ibu itu mendiskusikan ante natal care dengan
suaminya, atau bahkan mengajak tetangganya untuk mendengarkan
penyuluhan ante natal care.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi ti ngkatannya adalah bertanggung jawab
terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah
mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus
berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan
atau adanya resiko lain. Contoh tersebut di atas, ibu yang sudah
mau mengikuti penyuluhan ante natal care, ia harus berani untuk
mengorbankan
waktunya,
atau
mungkin
kehilangan
41
penghasilannya, atau diomeli oleh mertuanya karena meninggalkan
rumah, dan sebagainya.
Sikap dibagi dua katagori (Arikunto, 2006) yaitu:
a. Positif > 50 % dari jawaban responden yang benar dari total
skor.
b. Negatif
skor.
50 % dari jawaban responden yang benar dari total
42
E. Kerangka Teoritis
Dalam penelitian ini banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli
tentang Inisiasi Menyusu Dini, Inisiasi Menyusu Dini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang diantaranya Pengetahuan (Notoatmodjo, 2010),
Pendidikan (Arini H, 2012) dan juga Sikap (Cendika & Indarwati, 2010) yang
diantaranya:
Menurut Notoatmodjo (2010)
-
Orang
-
Tempat
-
Waktu
-
Pengetahuan
-
Sikap
-
Pendidikan
-
Praktik atau tindakan
Menurut Arini H (2012)
- Umur
- Paritas
- Pendidikan
- Pekerjaan
Menurut Cendika & Indarwati
(2010)
-
Pengetahuan
Umur
Sikap
Gambar 2.1 Kerangka Teoritis
Inisiasi Menyusu Dini
43
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
A. Kerangka konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini berdasarkan teori yang peneliti
temukan, pengaruh inisiasi menyusui dini terhadap waktu pengeluaran ASI
pada ibu post partum di tentukan oleh pengetahuan, pedidikan dan sikap.
lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka konsep dibawah ini:
Variabel Independen
Variabel Dependen
Pengetahuan
Inisiasi Menyusu
Dini
Pendidikan
Sikap
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil
Skala
44
Operasional
1.
Dependen
Inisiasi Menyusu Dini
Menyusui pada
1 jam pertama
setelah
persalinan.
Menyebarkan
angket
Ada:
jika x > 3,25
Kuesioner
Ukur
Ukur
Ada
Nominal
Tidak ada
tidak Ada:
Jika x
3,25
2.
Independen
Pengetahuan
Pemahaman
ibu post
partum tentang
inisiasi
menyusu dini
Menyebarkan
angket
Tinggi:
Jika 76-100%
Kuesioner
Tinggi
Ordinal
Sedang
Rendah
Sedang :
Jika 56-75%
Rendah:
Jika < 56%
3.
4.
Pendidikan
Sikap
Tingkat
pendidikan yg
diselesaikan
oleh ibu dan
mendapatkan
ijazah.
Respon ibu
post partum
terhadap
inisiasi
menyusu dini
C. Hipotesa Penelitian
Menyebarkan
angket:
- Tinggi, jika
Diploma
atau Sarjana
Kuesioner
Tinggi
Ordinal
Menengah
Dasar
- Menengah,
jika SMA
/sederajat
- Dasar, jika
SD/SMP/
sederajat
Menyebarkan
angket
Positif:
jika x > 6,80
Negatif :
Jika x
6,80
Kuesioner
Positif
Negatif
Ordinal
45
1. Ha : Ada pengaruh antara pengetahuan ibu post partum terhadap
Inisiasi Menyusu Dini di Wilayah Kerja Puskemas Trumon
Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan.
2. Ha : Ada Pengaruh antara pendidikan ibu post partum terhadap Inisiasi
Menyusu Dini di Wilayah Kerja Puskemas Trumon Kecamatan
Trumon Kabupaten Aceh Selatan.
3. Ha : Ada pengaruh antara sikap ibu post partum terhadap Inisiasi
Menyusu Dini di Wilayah Kerja Puskemas Trumon Kecamatan
Trumon Kabupaten Aceh Selatan.
46
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat Analitik yaitu suatu metode penelitian
yang dilakukan dengan tujuan suatu keadaan dengan pendekatan cross
sectional (Notoatmodjo, 2005). Dalam hal penulis ingin mengetahui pengaruh
inisiasi menyusui dini terhadap waktu pengeluaran ASI pada ibu post partum.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan
normal di Wilayah Kerja Puskesmas Trumon tahun 2012 berjumlah 103
orang.
2. Sampel
Perhitungan berdasarkan sampel dilakukan dengan menggunakan
rumus Slovin (Notoatmodjo, 2005) sebagai berikut:
Keterangan:
n
: jumlah sampel
N
: jumlah populasi
d
: Tingkat kepercayaan / ketetapan yang di gunakan (0,1)
47
Maka sampel dalam penelitian ini berjumlah 51 orang.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Trumon
Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 09 s/d 25 Agustus 2013.
D.
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data setiap variabel ini adalah sebagai berikut.
1. Data Primer.
Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari lapangan
dengan melakukan wawancara dengan panduan kuesioner yang berisi
pertanyaan yang selanjutnya di jawab oleh respoden untuk memperoleh
informasi yang ingin diketahui sesuai dengan tujuan penelitian.
48
2. Data Skunder.
Data Sekunder yaitu data yang diperlukan untuk melengkapi data
penelitian, yang diperoleh dari Puskesmas Trumon.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang dibagikan kepada
responden yang berjumlah 20 pertanyaan, yang terdiri dari 5 pertanyaan
tentang inisiasi menyusui dini, 5 pertanyaan tentang pengetahuan dan 10
pertanyaan tentang sikap.
F.
Metode Pengelohan Data
1. Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan dari kuesioner yang memenuhi syarat
maka dilanjutkan pengolahan data dengan langkah-langkah menurut
(Arikunto, 2006) :
a.
Editing yaitu memeriksa kembali kekeliruan-kekeliruan dalam
pengisian data.
b.
Coding yaitu pemberian symbol, kode bagi data-data yang termasuk
dalam kategori yang sama.
c.
Transferring yaitu proses pemindahan data dari kuesioner ke master
table.
49
d.
Tabulating yaitu pengelompokan jawaban-jawaban yang serupa
dengan teliti dan teratur, kemudian dihitung beberapa item yang
termasuk dalam satu kategori.
G. Analisa Data
1. Analisa Univariat
Data yang diperoleh dilapangan diolah secara manual, kemudian
dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi dengan menggunakan
rumus Budiarto (2003), yaitu:
P
%
Keterangan :
P
= persentase
f
= frekuensi teramati
n
= Jumlah seluruh observasi
100
= Bilangan tetap
2. Analisa Bivariat
Analisa Bivariat merupakan analisa hasil dari variabel bebas
diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Analisa yang
digunakan adalah hasil tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa dilakukan
analisa statistic dengan uji Chi - Square Tes (x) pada tingkat kemaknaan
95% (p. Value < 0,05). Sehingga dapat diketahui perbedaan tidaknya yang
bermakna secara statistic, dengan menggunakan program khusus SPSS for
windows. Melalui perhitungan Chi – Square selanjutnya ditarik suatu
50
kesimpulan, bila nilai P lebih kecil dari nilai
(0,05), maka Ho ditolak
dan Ha diterima, yang menunjukkan ada hubungan bermakna antara
variabel terikat dengan variabel bebas (Hartono, 2005)
Perhitungan yang digunakan pada uji Chi – Square untuk program
komputerisasi
seperti
program
SPSS
adalah
sebagai
berikut
(Hartono,2005):
1.
Bila pada tabel contingency 2x2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari
5, maka uji yang digunakan adalah Fisher Axact.
2.
Bila pada tabel contingency 2x2 dan tidak dijumpai nilai e (harapan)
kurang dari 5, maka hasil uji yang digunakan adalah Contiuty
Correction.
3.
Bila pada tabel 2x2 masih juga terdapat frekuensi (harapan e kurang
dari 5, maka dilakukan koreksi dengan menggunakan rumus Yate’s
Correction Continu.
4.
Pada uji Chi – Square hanya digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya hubungan tiga variabel.
Untuk mengetahui nilai x2 maka penulis menggunakan rumus
Chi– Square (x2) yaitu:
X2 =
Keterangan:
X2
= Chi– Square
0
= Nilai yang diamati dalam bentuk sampel
51
ԑ
= Nilai yang diharapkan dari sebuah sampel tersebut
52
BAB V
HASIL PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Wilayah Kerja Puskesmas Trumon, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh
Selatan. Luas wilayah 440.67 Ha, dengan jumlah 12 Desa.
Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Trumon :
1. Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Kecamatan Bakongan
2. Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Kecamatan Singkil
3. Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Trumon Tengah
4. Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Laut Hindia
Wilayah Kerja Puskesmas yang dipimpin oleh seorang Camat di
Kecamatan yang disampingnya ada juga Sekretaris Camat dan ikut serta tokohtokoh masyarakat lainnya. Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas
Trumon sebanyak 5.107 jiwa yang terdiri dari 1.268 KK.
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada
tanggal 9
sampai
dengan 25Agustus 2013 di Wilayah Kerja Puskesmas Trumon Kecamatan
Trumon Kabupaten Aceh Selatan dengan jumlah 51 responden dengan cara
penyebaran kuesioner.
53
1. Analisa Univariat
a. Inisiasi Menyusu Dini
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Terhadap Menyusu Dini
Di Wilayah Kerja Puskesmas Tromon Kecamatan Trumon
Kabupaten Aceh SelatanTahun 2013
No
Inisiasi Menyusu Dini
1. Ada
2. Tidak Ada
Jumlah
Frekuensi
30
21
51
Persentase
58,8
41,2
100
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukan bahwa dari 51
responden, yang diteliti ditemukan 30 responden (58,8%) ada Melakukan
Inisiasi Menyusui Dini, sedangkan dari 21 responden (41,2%) tidak ada
melakukan Inisiasi Menyusui Dini.
b. Pengetahuan
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Tromon Kecamatan Trumon
Kabupaten Aceh SelatanTahun 2013
No
1.
2.
3.
Pengetahuan
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Frekuensi
12
10
29
51
Persentase
23,5
19,6
56,9
100
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 5.2 diatas
menunjukan bahwa dari 51
responden, yang diteliti ditemukan
hanya 29 responden (56,9%)
mempunyai pengetahuan rendah,
hanya
12
responden (23,5%)
pengetahuan tinggi dan 10 responden (19,6%) berpengetahuan sedang.
54
c. Pendidikan
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Tromon Kecamatan Trumon
Kabupaten Aceh SelatanTahun 2013
No
1.
2.
3.
Pendidikan
Tinggi
Menengah
Dasar
Jumlah
Frekuensi (f)
8
21
22
51
Persentase
15,7
41,2
43,1
100
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 5.3 di atas
menunjukan bahwa dari 51
responden, yang diteliti ditemukan
hanya 22 responden (43,1%)
mempunyai pendidikan menengah,
hanya 21 responden (41,2%)
pendidikan dasar dan 8 responden (15,7%) mempunyai pendidikan
tinggi.
d.
Sikap
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Di Wilayah
Kerja Puskesmas Tromon Kecamatan Trumon
Kabupaten Aceh SelatanTahun 2013
No
1.
2.
Sikap
Positif
Negatif
Jumlah
Frekuensi
25
26
51
Persentase
49,0
51,0
100
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel
5.4 di atas menunjukan bahwa dari 51
responden, yang diteliti ditemukan 26 responden (51,0%) mempunyai
sikap negatif, dan 25 responden (49,0%) mempunyai sikap positif.
55
2. Analisa Bivariat
a. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Waktu Pengeluaran Asi Pada Ibu Post
Partum
Tabel 5.5
Pengaruh PengetahuanTerhadap Waktu Pengeluaran Asi Pada Ibu Post
Partum di Wilayah Kerja PuskesmasTrumon KecamatanTrumon
Kabupaten Aceh SelatanTahun 2013
No
1.
2.
3.
Pengetahuan
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Inisiasi Menyusu Dini
Ada
Tidak Ada
F
%
f
%
11
91,7
1
8,3
7
70
3
30
12
41,4
17
58,6
30
58,8
21
41,2
Jumlah
f
12
10
29
51
%
100
100
100
100
P
Value
0,009
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Berdasarkan tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa dari 29
responden (58,6%) yang pengetahuan rendah terhadap
Iniasiasi
Menyusu Dini dan 11 responden (91,7%) berpengetahuan tinggi.
b. Pengaruh Pendidikan Terhadap Waktu Pengeluaran Asi Pada Ibu Post
Partum
Tabel 5.6
Pengaruh Pendidikan Terhadap Waktu Pengeluaran Asi Pada Ibu Post
Partum di Wilayah Kerja PuskesmasTrumon Kecamatan Trumon
Kabupaten Aceh Selatan
Tahun 2013
No
1.
2.
3.
Pendidikan
Tinggi
Menegah
Dasar
Jumlah
Inisiasi Menyusu Dini
Ada
Tidak Ada
F
%
f
%
8
100
0
0,0
14
66,7
7
33,3
8
36,4
14
66,7
30
58,8
21
41,2
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Jumlah
f
8
21
22
51
%
100
100
100
100
P
Value
0,005
56
Berdasarkan tabel 5.6 di atas menunjukkan bahwa dari 22
responden (36,4%) yang berpendidikan dasar terhadap Iniasiasi Menyusui
Dini dan 8 responden (0%) pendidikan tinggi.
c. Pengaruh Sikap Terhadap Waktu Pengeluaran Asi Pada Ibu Post Partum
Tabel 5.7
Pengaruh Sikap Terhadap Waktu Pengeluaran Asi Pada Ibu Post Partum di
Wilayah Kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon
Kabupaten Aceh Selatan
Tahun 2013
No
Sikap
1.
2.
Positif
Negatif
Jumlah
Inisiasi Menyusu Dini
Ada
Tidak Ada
F
%
f
%
21
84,0
4
16,0
9
34,6
17
65,4
30
49,0
21
51,0
f
25
26
51
%
100
100
100
P
Value
0,001
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2013)
Tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa dari 26 responden yang sikap
negatif Inisiasi Menyusui Dini
ada sebanyak 26 responden (65,4%),
sedangkan dari 25 responden (16,0%) yang sikap positif Inisiasi Menyusu
Dini.
C. Pembahasan
1. Pengaruh Pengetahuan Ibu Terhadap Inisiasi Menyusu Dini
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dari 29 responden (58,6%)
yang pengetahuan rendah terhadap
Iniasiasi Menyusu Dini dan 11
responden (91,7%) berpengetahuan tinggi.
Setelah dilakukan uji stastistik dengan menggunakan uji chi square
dengan tingkat kepercayaan 95%, diperoleh nilai p-value (0,009). Dengan
demikian ada berpengaruh antara pengetahuan terhadap Inisiasi Menyusu
57
Dini pengeluaran asi pada ibu post partum di Wilayah Kerja Puskesmas
Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemuka oleh Yunina (2009),
bahwa pengetahuan ibu yang kurang tentang posisi menyusui merupakan
salah satu penyebab terjadinya regurgitasi. Jika pengetahun ibu tentang
regurgitasi masih belum dapat ditingkatkan maka dapat menyebabkan
asupan nutrisi pada bayi berkurang atau juga terjadi gangguan pencernaan.
Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan adalah upaya per suasi atau
pembelajaran kepada masyarakat agar maumelakukan tindakan-tindakan
atau praktik untuk memelihara (mengatasi masalah) dan meningkatkan
kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasar kan
pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran sehingga
perilaku tersebut diharapkanakan berlangsung lama (long lasting) dan
menetap karena didasari oleh kesadaran. Memegang kelemahan dan
pendekatan kesehatan ini adalah hasil lamanya karena perubahan perilaku
melalui proses pembelajaran yang padaum umnya memerlukan waktu lama.
Notoatmodjo (2003), menambahkan bahwa pengaruh pengetahuan
terhadap pertumbuhan anak sangat penting. Oleh sebab itu, seseorang yang
mempunyai cukup pengetahuan dan pendidikan yang tinggi akan lebih
memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anaknya.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu
58
melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan
perabaan. Pengetahuan juga dapat didefinisikan sebagai kumpulan informasi
yang diperbarui yang didapat dari proses belajar selama hidup dan dapat
dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri baik terhadap
diri sendiri atau lingkungannya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Niswah
(2011), tentang “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan Praktik Inisiasi Menyusu Dini di
Puskesmas Kota Semarang” bahwa
berdasarkan hasil uji Korelasi
Spearman diketahui bahwa P-value sebesar 0,003 dan r tabel 0,05 dengan n
= 45, sehingga Pvalue < r-tabel artinya Ha diterima. Ini berarti ada
hubungan antara pengetahuan ibu tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
dengan praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan Inisiasi Menyusu Dini
terhadap waktu pengeluaran asi pada ibu post partum sangat penting.
dengan pengetahuan ibu yang baik tentang inisiasi menyusui dini maka akan
memberikan wawasan yang luas terhadap kejadian inisiasi menyusui dini
namun sebaliknya jika pengetahuan ibu kurang tentang Inisiasi Menyusu
Dini maka akan terciptanya pemahaman yang kurang baik terhadap kejadian
inisiasi menyusui dini pada bayi.
59
2. Pengaruh Pendidikan Ibu Terhadap Inisiasi Menyusu Dini
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dari 22 responden (36,4%)
yang berpendidikan dasar terhadap
Iniasiasi Menyusui Dini dan 8
responden (0%) pendidikan tinggi.
Setelah dilakukan uji stastistik dengan menggunakan ujichi-square
dengan tingkat kepercayaan 95%, di peroleh nilai P=0,005 (P<0,05).
Dengan demikian ada berpengaruh antara pendidikan terhadap Inisiasi
Menyusui Dini pengeluaran asi pada ibu post partum di Wilayah Kerja
Puskesmas Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Hidayat (2005)
bahwa pendidikan merupakan
penuntun
manusia untuk berbuat dan
mengisi kehidupan yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi,
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Menurut Notoatmodjo (2010), ada pengaruh tingkat pendidikan
terhadap penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan. Bahwa penggunaan
posyandu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dapat membuat orang
menjadi berpandangan lebih luas berfikir dan bertindak secara rasional
sehingga
latarbelakang
pendidikan
seseorang
dapat
mempengaruhi
penggunaan pelayanan kesehatan.
Masriaty (2007), menjelaskan bahwa tingkat pendidikan ibu
mempengaruhi tindakan yang diambil oleh seorang ibu. Pendidikan formal
membentuk nilai-nilai progresif bagi seorang terutama dalam menerima hal
baru, menyerap dan menerima informasi kesehatan.Tingkat pendidikan yang
60
tinggi mempengaruhi daya tangkap ibu terhadap adanya masalah kesehatan
sehingga mampu mengambil tindakan yang tepat. Makin tinggi pendidikan
ibu maka akan semakin mudah menerima pesan yang di sampaikan
termasuk imunisasi. Ibu yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi
menunjukan status imunisasi bayinya lengkap dari pada ibu yang tingkat
pendidikan rendah.
Hasil penelitian Nurhuda Firmansyah (2010), tentang “Pengaruh
Karakteristik (Pendidikan, Pekerjaan), Pengetahuan Dan Sikap Ibu
Terhadap Inisiasi Menyusui Dini
Di Kabupaten Tuban” menunjukkan
bahwa hasil uji statistik diperoleh nilai P = 0,009 dan nilai Exp(B) = 10,0
yang artinya bahwa responden dengan pendidikan tinggi kemungkinan akan
melakukan IMD 10 kali lebih besar jika dibandingkan responden dengan
pendidikan dasar. Artinya bahwa pendidikan formal ibu berpengaruh
terhadap tindakan nyata ibu dalam melaksanakan Inisiasi Menyusui Dini
pada bayinya.
Peneliti berasumsi bahwa pendidikan berpengaruh terhadap Inisiasi
Menyusui Dini. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu ada kecenderungan
semakin tinggi inisiasi menyusui dini yang diberikan. Pendidikan ibu yang
tinggi akan membuat akses kepelayanan kesehatan anak semakin baik.
3. Pengaruh Sikap Ibu Terhadap Inisiasi Menyusu Dini
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dari 26 responden yang sikap
negatif Inisiasi Menyusu Dini
ada sebanyak 26 responden (65,4%),
61
sedangkan dari 25 responden (16,0%) yang sikap positif Inisiasi Menyusui
Dini.
Setelah dilakukan uji stastistik dengan menggunakanuji Exact Test
dengan tingkat kepercayaan 95%, diperoleh nilai p-value (0,001). Dengan
demikian ada pengaruh antara sikap terhadap inisiasi dini pengeluaran asi
pada ibu post partum di wilayah kerja puskesmas Trumon Kabupaten Aceh
Selatan Tahun 2013.
Menurut Mubarok (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap secara
nyata menunjukkan konotasi kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu
yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi dan sifat emosional
terhadap stimulus social seperti halnya dengan pengetahuan.
Sikap, adalah komponen yang sangat penting dalam perilaku
kesehatannya, yang kemudian diasumsikan bahwa adanya hubungan antara
sikap dan perilaku. Satu cara untuk mengakur atau menilai sikap seseorang
dapat menggunakan skala atau kuesioner dan sikap ibu sangat berpengaruhi
pada ibu menyusui bayi terhadap terjadinya regurgitasi (Niven, 2009).
Azwar (2003) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu
dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan
(konasi) seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya. Sikap
yang ditujukan seseorang merupakan bentuk respon batin dari stimulus yang
berupa materi atau obyek di luar subyek yang menimbulkan pengetahuan
62
berupa subyek yang selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk
sikap si subyek terhadap yang diketahuinya itu.
Menurut Sarwono (2005), sikap merupakan potensi tingkah laku
seseorang terhadap sesuatu keinginan yang dilakukan. Maka dapat
dikatakan seorang ibu yang bersikap positif terhadap perawatan bayi
cenderung akan mempunyai motivasi tinggi untuk melakukan perawatan
bayi. Hal ini dikarenakan informasi, pengetahuan dan pemahamanibu yang
baik mengenai pentingnya perawatanbayi yang dapat mencegah bahaya
danrisiko yang mungkin terjadi masa neonatal. Sikap ibu terhadap
perawatan kesehatan bayi baru lahir berperan dalam pemeliharaan kesehatan
neonatal secara teratur.
Hasil penelitian Niswah (2011), tentang “Hubungan Tingkat
Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan
Praktik Inisiasi Menyusu Dini di Puskesmas Kota Semarang” menunjukkan
bahwa berdasarkan hasil uji Korelasi Spearman diketahui bahwa P-value
sebesar 0,009 dan r-tabel 0,05 dengan n = 45, sehingga Pvalue < r-tabel
artinya Ha diterima. Ini berarti ada hubungan antara sikap ibu tentang
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dengan praktik Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
Peneliti berasumsi bahwa sikap ibu tentang Inisiasi Menyusu Dini
memiliki sikap yang negatif, hal ini disebabkan karena keinginan ibu untuk
menghindari Inisiasi Menyusu Dini pada bayinya, yaitu ibu tidak
memberikan ASI pada 1 jam pertama kelahiran bayinya. Sebaliknya jika ibu
memiliki sikap yang positif terhadap Inisiasi Menyusu Dini maka ibu akan
63
membiarkan bayinya melakukan Inisiasi Menyusui Dini pada 1 jam pertama
kelahiran bayinya.
64
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Wilayah kerja Puskesmas Trumon
Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2013, maka penulis dapat
simpulkan sebagai berikut:
1. Ada pengaruh yang sangat bermakna antara pengetahuan
terhadap
inisisasi menyusui dini terhadap pengeluaran asi pada ibu post partum Di
Wilayah kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh
Selatan Tahun 2013. Dengan hasil uji stastistik chi-squaretest di dapat
nilai sama dengan P=0,009 (P<0,05).
2. Ada pengaruh yang sangat bermakna antara pendidikan Inisisasi Menyusu
Dini terhadap pengeluaran ASI pada ibu post partum Di Wilayah kerja
Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan Tahun
2013. Dengan hasil uji stastistik chi-squaretest di dapat nilai P=0,005
(P<0,05).
3. Ada pengaruh yang sangat bermakna antara sikap
Menyusu Dini terhadap
terhadap Inisisasi
pengeluaran ASI pada ibu post partum
Di
Wilayah kerja Puskesmas Trumon Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh
Selatan Tahun 2013. Dengan hasil uji stastistik uji exact test didapat nilai
P=0,001 (P<0,05).
65
B. Saran
1.
Bagi peneliti agar dapat menambahkan pengetahuan peneliti untuk
mengembangkan diri dan disiplin tentang ilmu kebidanan.
2.
Bagi responden atau masyarakat khususnya ibu post partum sehingga
dapat melakukan Inisiasi Menyusu Dini terhadap bayinya.
3.
Bagi institut pendidikan agar dapat meningkatkan dan memanfaatkan oleh
mahasiswi, khususnya di STIKes U’budiyah Banda Aceh sebagai referensi
dan tinjauan pustaka.
4.
Bagi lahan penelitian di wilayah kerja Puskesmas TrumonKecamatan
Trumon Kabupaten Aceh Selatan sehingga diharapkan dapat terjadinya
peningkatan Inisiasi Menyusui Dini pada ibu post partum terhadap
pengeluaran ASI.
66
Download