ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN PADA SDR. T DI RUANG TERATAI RSUD DR. SOEDIRMAN KEBUMEN Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan Pendidikan Ahli Madya Keperawatan Disusun Oleh : Ici Tri Astuti A01301764 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN 2016 LEMBAR PENGESAIIAN PEMBIⅣ IBING Laporan Hasil Ujian Komprehensif dengan Judul "Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman pada Sdr. T di Ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman Kebumen" yang disusun oleh: Nama :Ici T五 Asttlti NIN,I Akhir Diploma 'cnEgulg.r;,$l$S#a&&+t ( Irmawan Andri Nugroho, S. Kep.,Ns., M.Kep ) ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYADIAN PADA SDR.T DIRUANG TERATAIRSUD DR.SOEDIRMAN KEBUⅣ IEN Yang di p∝ siapkall dan distlsun oleh lci T五 Astti A01301764 Tdah dipcrtahankan di dcpan Dewan Pentti Pada tangga1 5 Agustus 2016 Sustlnan Dttall Pentti L Amika Dwi Asti, S.Kep.,Ns., M.Kep 2. Innawan Andri Nugtoho, S.Kep.,Ns., M.Kep Mengetahui, Ketua Program Studi DIII Keperawatan STIKES Muhammadiyah Gombong 訃 鰈 Program Studi DIII Keperawatan Sekoah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong KTI, Agustus 2016 Ici Tri Astuti¹, Irmawan Andri Nugroho² ABSTRAK ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN PADA SDR. T DI RUANG TERATAI RSUD DR. SOEDIRMAN KEBUMEN Latar Belakang: Masalah karya tulis ilmiah ini berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan yang menyatakan kebutuhan rasa dan nyaman. Kenyamanan merupakan kebutuhan dasar yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Konsep kenyamanan memiliki subjektivitas yang sama dengan nyeri. Setiap individu memiliki karakteristik fisiologis, sosial, spiritual, psikologis, dan kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka menginterpretasikan dan merasakan nyeri. Tujuan: Untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan masalah gangguan kebutuhan rasa aman dan nyaman pada pasien pre operasi hernia.. Asuhan Keperawatan: Masalah utama yang muncul pada klien Sdr. T yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis. Implementasi yang dilakukan berdasarkan intervensi yang dibuat yaitu mengkaji nyeri secara komprehensif, mengobservasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan, memonitor TTV, memberikan posisi yang nyaman, mengajarkan klien cara mengontrol nyeri dengan teknik non farmakologi (nafas dalam dan terapi musik), edukasi keluarga tentang management nyeri. Evaluasi keperawatan: masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis teratasi. Analisis Tindakan: Kombinasi antara teknik nonfarmakologi nafas dalam dan terapi musik ini direkomendasikan untuk mengatasi nyeri khususnya pada klien pre operasi. Kata Kunci : Asuhan keperawatan, kenyamanan, nafas dalam & terapi musik iv Diploma III of Nursing Program Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong Nursing Care Report, August 2016 Ici Tri Astuti¹, Irmawan Andri Nugroho² ABSTRACT NURSING CARE OF INTERFERENCE SECURE AND COMFORT NEED TO MR. T IN TERATAI WARD DR. SOEDIRMAN HOSPITAL OF KEBUMEN Background: The issue of scientific paper is based on data obtained from various sources of literature that states need taste and comfortable. Convenience is a basic need that is the purpose of nursing care. The concept of the convenience of having the same subjectivity of pain. Each individual has a characteristic physiological, social, spiritual, psychological, and cultural influences how they interpret and pain. Objective: To provide an overview of nursing care with interference problems the needs of safety and comfort for patients pre hernia surgery. Nursing: The main problem that appears on the client Mr. T is acute pain associated with injury to biological agents. The implementation is based on the intervention made that assess pain in a comprehensive manner, observing the reaction of non-verbal discomfort, monitor vital signs, giving a comfortable position, teaches clients how to control pain with techniques non-pharmacological (deep breathing and music therapy), educating families about the management of pain , Evaluation of nursing: the problem of acute pain associated with injury to biological agents is resolved. Analysis Action: The combination of nonpharmacological techniques deep breath and music therapy is recommended to treat pain, especially in the pre clients operations. Keywords: nursing care, comfort, deep breathing and music therapy v KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman pada Sdr. T Diruang Teratai Rsud Dr. Soedirman Kebumen”. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada yang terhormat: 1. Bapak M. Madkhan Anis, S.Kep., Ns selaku ketua STIKes Muhammadiyah Gombong yang memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan. 2. Bapak Sawiji, S.Kep., Ns., M.Sc selaku ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu kesehatan di STIKes Muhammadiyah Gombong. 3. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Soedirman Kebumen yang telah memberikan ijin tempat untuk melaksanakan ujian komprehensif. 4. Kepala dan seluruh staf bangsal Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedirman Kebumen, yang telah membimbing dan membantu dalam proses ujian komprehensif. 5. Bapak Irmawan Andri, M.Kep.,Ns selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan- masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam membimbing serta memfasilitasi demi terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini. 6. Segenap dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong yang telah membimbing dan memberikan materi selama belajar di STIKes Muhammadiyah Gombong. vi 7. Keluarga besarku tercinta, terutama Ibu, Bapak, Suami yang telah memberikan dukungan moril maupun materil serta motivasi untuk dapat menyelesaikan kuliah dengan baik. 8. Sdr. T beserta keluarga yang telah berkenan untuk bekerjasama dengan penulis selama melaksanakan asuhan keperawatan. 9. Teman - teman seperjuangan dan sahabatku tercinta yang telah memberikan semangat, bantuan tenaga, pikiran dan perhatian, sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 10. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah memberikan saran dan bantuannya, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Saya menyadari bahwa penyusunan dan pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi bentuk maupun isinya. Oleh karna itu, saya sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Harapan saya semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Gombong, 5 Agustus 2016 Penulis vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................... i HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN ........................................................... ii HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .......................................... iii ABSTRACT ........................................................................................................ iv ABSTRAK .......................................................................................................... v KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Tujuan ................................................................................................. 5 C. Manfaat ............................................................................................... 6 BAB II KONSEP DASAR A. Kebutuhan Rasa Aman & Nyaman .................................................... 7 B. Nyeri .................................................................................................. 9 1. Definisi ......................................................................................... 9 2. Fisiologi nyeri ............................................................................... 10 3. Pengkajian nyeri ........................................................................... 15 4. Penatalaksanaan nyeri................................................................... 20 C. Penggunaan Terapi Musik untuk Menurunkan Nyeri ........................ 24 1. Definisi ....................................................................................... 24 2. Manfaat terapi musik ................................................................... 25 3. Cara kerja terapi musik ............................................................... 25 4. Tata cara pemberian terapi musik ............................................... 26 5. Prosedur pelaksanaan terapi musik ............................................. 27 BAB III RESUME KEPERAWATAN A. Pengkajian .......................................................................................... 30 B. Analisa Data ....................................................................................... 33 C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi ............................................... 34 viii BAB IV PEMBAHASAN A. Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 41 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ................. 41 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri .................. 43 3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi .. 45 B. Proses Keperawatan ............................................................................ 46 C. Analisis Inovasi Tindakan Keperawatan ............................................ 55 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................................... 59 B. Saran ................................................................................................... 60 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... LAMPIRAN ........................................................................................................ ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kenyaman merupakan keadaan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan dalam sehari-hari), trasenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri), kelegaan (kebutuhan dapat terpenuhi). Kenyamanan meski dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu fisik (berhubungan dengan sensasi tubuh), sosial (berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, sosial), psikospiritual (berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan), dan lingkungan (berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya) (Potter & Perry, 2006). Secara umum nyeri merupakan suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri diartikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Nyeri ialah sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual. Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap nyeri beragam sensasi dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya. Hal tersebut menjadi dasar bagi perawat dalam mengatasi nyeri pada klien. Penyebab nyeri sendiri dapat diklasifikasikan ke dalam 2 golongan yaitu fisik dan psikis (Asmadi, 2008). Ketidaknyamanan yang dirasakan setiap individu masing- masing berbeda tergantung bagaimana individu tersebut menyikapinya. Ketidaknyamanan fisik pada individu salah satunya ialah nyeri baik itu nyeri akut (nyeri yang berlangsung kurang dari 6 bulan) maupun nyeri kronis (nyeri yang berlangsung lebih dari 6 bulan) (Herdman, 2012). Gangguan rasa nyaman 2 adalah suatu keadaan yang mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam merespon stimulus (Tamsuri, 2007). Kesehatan merupakan bagian penting bagi hidup kita, dimana dengan hidup sehat kita bisa menjalankan semua aktifitas dengan baik, pada zaman seperti sekarang ini dimana tantangan hidup semakin besar dan kebutuhan hidup juga semakin banyak sehingga manusia dituntut untuk bekerja keras agar kebutuhannya terpenuhi semuanya sampai mengesampingkan kesehatan, padahal semakin berat pekerjaan semakin banyak penyakit yang ditimbulkan, seperti hernia penyakit ini bisa timbul karena pekerjaan yang keras seperti mengangkat benda – benda berat (Romadhon dan Wicaturatmashudi, 2014). Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga yang bersangkutan. Di negara berkembang seperti di Indonesia ini banyak sekali kasus hernia, yang salah satunya disebabkan karena pola hidup seseorang. Diantaranya karena pola buang air besar yang kurang teratur, sering mengejan pada saat buang air besar, pola makan yang kurang berserat, serta para pekerja yang dituntut untuk mengangkat benda berat sehingga meningkatkan tekanan pada intraabdomen (Romadhon dan Wicaturatmashudi, 2014). Kortz dan Sabiston (1994) mengemukakan bahwa hernia timbul dalam sekitar 1,5% populasi umum di Amerika Serikat. Sekitar 75% dari kasus hernia terjadi dalam regio inguinalis dan sekitar 50 persennya merupakan hernia inguinalis lateralis. Diperkirakan 15% populasi dewasa menderita hernia inguinal, 5-8% pada rentang usia 25-40 tahun dan mencapai 45% pada usia 75 tahun. Hernia inguinalis dijumpai 25 kali lebih banyak pada pria dibanding wanita (Romadhon dan Wicaturatmashudi, 2014). Data Kementerian Kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa berdasarkan ditribusi penyakit sistem cerna pasien rawat inap menurut golongan sebab sakit Indonesia tahun 2004, hernia menempati urutan ke-8 dengan jumlah 18.145 kasus, 273 diantaranya meninggal dunia. Dari total tersebut, 15.051 diantaranya terjadi pada pria dan 3.094 kasus terjadi pada wanita. Sedangkan untuk pasien rawat jalan, hernia masih menempati urutan ke-8. Dari 41.516 kunjungan, sebanyak 23.721 kasus adalah kunjungan baru dengan 8.799 3 pasien pria dan 4.922 pasien wanita (Romadhon dan Wicaturatmashudi, 2014). Data yang diperoleh dari rumah sakit islam (RSI) Siti Khadijah Palembang, tercatat adanya kasus hernia yang membutuhkan tindakan pembedahan, tahun 2011 tercatat sebanyak 239 kasus, tahun 2012 tercatat sebanyak 128 kasus, dan pada tahun 2013 tercatat sebanyak 366 kasus (Romadhon dan Wicaturatmashudi, 2014). Hernia dapat dijumpai pada semua usia, lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Karena pekerjaan yang dilakukan pria lebih berat dari pada wanita. Umumnya penderita dan masyarakat mengatakan bahwa penyakit hernia adalah penyakit turun berok, kelingsir, serta adanya benjolan didaerah selangkangan atau kemaluan dan sebagian besar penderita dan masyarakat tidak segera melakukan pengobatan seperti operasi (Romadhon dan Wicaturatmashudi, 2014). Masalah keperawatan yang muncul pada pasien hernia inguinalis salah satunya yaitu nyeri. Menurut Smeltzer (2006), nyeri adalah sebagai suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian- kejadian dimana terjadi kerusakan (Judha, 2012). Nyeri merupakan pengalaman sensori emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan aktual atau potensial (Tamsuri, 2007). Untuk mengatasi rasa nyeri dapat dilakukan dengan metode farmakologi dan non farmakologi. Nyeri merupakan suatu gangguan rasa aman dan nyaman. Menurut Kolcaba, (1992) dalam Potter & Perry, (2012) kenyamanan adalah keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan tersebut mencakup kebutuhan akan ketentraman atau suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari, kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan mengenai sesuatu yang melebihi masalah nyeri). Banyak cara yang dilakukan untuk mengurangi nyeri salah satunya yaitu dengan teknik distraksi relaksasi dan distraksi relaksasi dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan cara visual, auditorial, distraksi 4 relaksasi pernafasan, teknik pernafasan, dan imajinasi terpimpin (Tamsuri, 2007). Menurut Ayudiahningsih & Maliya, (2009) selain tindakan farmakologi (analgesik) cara lain yang berperan yakni tindakan non farmakologi dalam hal ini teknik relaksasi. Teknik relaksasi merupakan alternatif non obat-obatan dalam strategi penanggulangan nyeri, disamping metode distraksi. Relaksasi merupakan suatu kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri. Tindakan lain yang dapat digunakan selain relaksasi adapun terapi musik. Terapi musik sebagai teknik relaksasi yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu. Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat disesuaikan dengan keinginan, seperti musik klasik, instrumentalia, dan slow musik (Erfandi, 2009). Dari hasil penelitian Nurdiansyah (2015) tentang Pengaruh terapi musik terhadap respon nyeri pada pasien dengan post operasi di RSUD A. Dadi Tjokrodipo kota Bandar Lampung dapat disimpulkan bahwa rerata respon nyeri responden pada kelompok intervensi sebelum terapi musik adalah sebesar 8,35, sedangkan rerata respon nyeri responden pada kelompok kontrol sebelum diberikan prosedur standar adalah sebesar 8,65, rerata respon nyeri responden pada kelompok intervensi setelah terapi musik adalah sebesar 5,71, sedangkan rerata respon nyeri responden pada kelompok kontrol setelah diberikan prosedur standar adalah sebesar 7,06 (Jurnal Kesehatan, Vol. VI, No. 1, April 2015). Setiap individu dapat merasakan nyeri yang akan menimbulkan ketidaknyamanan fisik, begitu pula yang terjadi pada Sdr. T walaupun belum melakukan operasi pastilah masih ada rasa nyeri karena proses penyakit hernia yang nyerinya masih hilang timbul. Namun nyeri tadi dapat diobati dengan obat (farmakologis) yaitu obat analgetik dan juga dapat dialihkan dengan metode non farmakologis yaitu dengan nafas dalam dan terapi musik. 5 Kebutuhan rasa aman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang selalu dirasakan dan diinginkan oleh masing-masing setiap individu. Nyeri adalah salah satu respon yang tidak menyenangkan baik ringan maupun berat yang dapat timbul pada seseorang yang mengalami kondisi tidak sehat. Nyeri dapat timbul karena ada susunan saraf pusat, nyeri terjadi karena terdapat gangguan pada suatu jaringan dan di jaringan itu juga dapat mengenai setiap individu. Tindakan non farmakologis dan farmakologis merupakan salah satu solusi untuk mengatasi nyeri (Potter & Perry, 2006). Penulis tertarik untuk mengambil judul “Asuhan Keperawatan Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman Pada Sdr. T di Ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman“ karena penulis ingin memberikan informasi tentang cara penanganan dalam hal mengurangi rasa nyeri dengan cara non farmakologi. Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Sdr. T dengan pre operasi hernia selama 3 hari, penulis banyak menemukan hal-hal yang bermanfaat dan bisa menumbuhkan wawasan bagi penulis tentang penanganan keluhan nyeri khususnya pada pasien pre operasi hernia. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Tujuan umum penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menjelaskan Asuhan Keperawatan yang diberikan pada klien dengan Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman pada Sdr. T di Ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman Kebumen. 2. Tujuan Khusus a. Memaparkan hasil pengkajian pada klien dengan Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman pada Sdr. T di Ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman Kebumen. b. Memaparkan hasil diagnosa keperawatan sesuai prioritas masalah yang muncul pada klien dengan Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman pada Sdr. T di Ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman Kebumen. 6 c. Memaparkan hasil rencana keperawatan untuk mengatasi klien dengan Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman pada Sdr. T di Ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman Kebumen. d. Memaparkan hasil tindakan keperawatan sesuai rencana keperawatan pada klien dengan Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman pada Sdr. T di Ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman Kebumen. e. Memaparkan hasil evaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien dengan Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman pada Sdr. T di Ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman Kebumen. C. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penulisan yaitu: 1. Bagi Institusi/Pendidikan Karya tulis ini diharapkan mampu menjadi referensi penulisan karya tulis baik ilmiah maupun non ilmiah, dan memberikan referensi untuk tindakan yang saat ini sedang populer untuk pembelajaran mahasiswa Prodi DIII Keperawatan STIKES Muhammadiyah Gombong tentang penanganan nyeri pre operasi pada klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman dengan metode nafas dalam dan terapi musik. 2. Bagi Rumah Sakit a. Bagi Perawat Karya tulis ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi rumah sakit dan perawat yang bekerja dalam rumah sakit tersebut dalam penanganan nyeri secara non farmakologis terutama metode terapi musik sebagai inovasi. Dapat mempraktekan cara penanganan nyeri pre operasi dengan nafas dalam dan terapi musik. Meningkatkan keperdulian perawat akan pentingnya pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman, dan memberikan motivasi bagi perawat yang ada dirumah sakit untuk lebih perduli 7 dalam membantu mengurangi nyeri khususnya pada pasien pre operasi. b. Bagi Klien dan Keluarga Karya tulis ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan kesehatan bagi klien dan keluarganya bahwa nyeri pre operasi itu merupakan respon tubuh yang normal sehingga dapat mengurangi intensitas kecemasan pada klien dan keluarganya, dan diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan tentang cara penanganan nyeri pada pasien pre operasi dengan nafas dalam dan terapi musik. DAFTAR PUSTAKA Asmadi, (2008). Teknik Prosedural Keperawatan ; Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika. Azizah, Nisak, Nisa (2015). Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Terapi Musik Sebagai Upaya Penurunan Intensitas Nyeri Haid. The 2td University Research Coloquium 2015. Djohan (2006). Terapi Musik Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Galang Press. Gutgsell K. J et all. (2013). Music Therapy Reduces Pain in Palliative Care Patient: A Randomized Controlled Trial. Journal of Pain and Symptom Management, Vol. 45, No. 5 May 2013. Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosisi Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 - 2014. Jakarta : EGC Herdman,T. Heather. (2015). NANDA Internasional Diagnosis Definisi Dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC. Indonesia Departemen pendidikan Nasional, Pusat Bahasa (Indonesia), 2008. Kamus Besar Bahas Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Irmawaty dan Ratilasari. (2014). Manajemen Nyeri Menggunakan Terapi Musik Pada Pasien Post Sectio Caesarea (Studi Kasus Di Rsud Pasar Rebo Tahun 2013). Jurnal ilmiah WIDYA, Vol.2, No.3 Agustus-Oktober 2014. Judha. (2012). Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan. Yogyakarta : Nuha Medika. Kozeir & Erb, (2009). Buku Ajar Keperawatan Fundamental : Konsep Proses, Praktik. Jakarta : EGC Mubarak & Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC. Murwani. (2009). Buku Ajar Keperawatan Konsep Nyeri. Jakarta : EGC Musbikin,I (2009) Kehebatan Musik untuk Mengasah Kecerdasan Anak, Yogyakarta : Power Books (IHDINA) Muttaqin Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika. Muttaqin Arif & Kumala Sari. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dengan Gangguan Gastrointestinal. Jakarta : Salemba Medika. Moorhead, Su., et al. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.United States of America: Mosby Elsevier. Nilsson, U. (2009). Caring Music: Music Intervention For Improved Health. Nurdiansyah, T. E. (2015). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri pada Pasien dengan Post Operasi Di Rsud A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung. Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1 April 2015. Prabowo, H & Regina, H.S (2007). Tritmen Meta Musik untuk Menurunkan Stress. http://repository.gunadarma.ac.id Prasetyo, S. N. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Raha Ilmu. Price dan Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC. Priharjo, (2006). Perawatan nyeri. Jakarta : EGC Primadita, A (2011). Efektivitas Intervensi Terapi Musik Klasik terhadap Stres, skripsi, Universitas Diponegoro. Potter & Perry. (2006). Fundamental of Nursing, Edition 7, vol 3. Jakarta : Salemba medika. Potter & Perry (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, & Praktik Edisi ketujuh. Jakarta : EGC. Potter, P.A. & Perry, A.G., (2011). Fundamentals of nursing, (6th Ed). St. Louis, MO: Mosby. Romadhon dan Wicaturatmasudi. (2014). Pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Pasien Hernia. Jurnal Keperawatan Bina Husada Vol.2, No.2 Agustus 2014. Smeltzer C. & Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC Suhartini, A, (2008). Prosedur Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Jakarta : Rieka Cipta Tamsuri, A. (2007). Konsep & Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC. Tarwoto dan Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan (3th ed.). Jakarta : EGC. Yuanitasari, Lena. (2008). Terapi Musik untuk Anak Balita Panduan untuk Mengoptimalkan Kecerdasan Anak Melalui Musik, Yogyakarta : Cemerlang Publishing. 66uハ N sTtM く、 ,CNCe hCRNIA IN5utNAbζ lRCPQド ` 3氏 フ l 程 uAN5 T ヽCN ■│ へs匈 てヽ =蔓 蛙 uH rrN56t tLMu keSeHelXN lquHnmMADr/Att クつ│も ヽ⑩ ‐申‐嗜 _ロ ロロ __― ____口 ""‐ ____中 ―り′ "´ ― ¨―ヽ 、 、 こ __ ___ lSutl6P KtPEfuR',uATAlU b AM55uA卜 1 DCN6AN ヽ 11・ t Tじ Ⅳ ?,irn sdr" T PcNCCttVハ AA」 ; 77C D,02Afl P,EtrxrR lN6U\NAUS tR\zEp0FtrB\.€- ,t')t tzuAr\ 5 TEe$Tftt BsuD Dr, coEoterrAN keButvrrr.r 1*nn.r1.r\ Docralniiaf\ ' 30 rnOt eOlb ・ ン‐ 卜lorQ i ctキ 点 ハstも い Oρ oo色at、 ktonn nanaVoiinfi I rpcot-cr\ Ψ υ ・ ヽ レοoOヽ oヽ 160 い、 、 1 12`30 りtも ∪ u3ら じ ビ11F T Dハ Tハ ゝ \ l0c N\-T lT i+ < I tdeneitas lマ pq&er1 SaF T 。 Ю 「 : 93 tcrhun urnur .1enis Ep\ornin t申 八品 Atcrrmt, kti.cnq, 、キatus lpeturncr lhenibc\h A_mQ \s\osA ,1crwo, (ndonQhcr Su、 u pendfdi卜 0。 S0 trdoE Uacnot poteri。。 。 \ o [ト ヘ f)x [cebrrme.o modis TdrЮ 嘲 arpnq\cuL n-rs i. 1 312444 i Hqrniq (nqr-rinO\"iS \fce?onrbk P 29、ιミ20` 電 ソ ヽRS 0は ヽuヽ oo‐ 2oヽ力13 P. Po.nornctorrnr'! lornoh υ 潟 Ч・T Nlcrrmo )り う も麒ヽもヽ し1、η ur ,1 pnic Le\Ctr.rrln ?ere_cnrrUoCI Alam。 し k\rrooq Pe-Lestoon 1\ou l:ul'odh b*rcoo h、 B I ltat、 配患s lbυ , hebL\hner\ 格は ゝ " R.tw,+v*rt keDe pRt^lnTA^l lce-\uhon L\i"n t \Ecrrnno rnaoqqtqbc\n nq ari ⑩ ¨ ― ・ ヽ ― 一 ― ― ― ― ― ―― ― lien Sdr. 'T (za th) i《 2olC RR : 2o xlrnenit 16七 。 m teは acrtbnc te tsu Rsr,.rD Dr. ketu\rorr nqen pqcJo benri th a loaЩ 〕 Le RS. Siバ 16D■ l10n rcxt L ao hori '" qa \/ : 110 putul co・ EK6 . $oot- cfihfi , tctaeO di pdsdnq intrt-ls NacL clttm 2・ 3o″ 16 sι ら 1 2o16 puに ul ′ i hcrnia lciian rn<nqdbobcrrr : nrjeo hartornVf,h o解 し nueri Saa\, nlsJqt<ulco0 acrclfq6 Oon pardkkiutUcrS se-req itetttrsul.し3obdl l■ n nqis l.esap,pOn s"oor dtSurUh rnid pinio dtYeblrans : 36,qoc pB: Zo x(meqit en\rq'Abnq, p i\ .rTU TD : ktten lzo/ao nm[q N: Bcl *lneniL m61hh tcr lLaO 'OStrulc員 rpq.cork? EaLeter. じ∩じur menaο ♭ξQ「 りαG Selamq ζhnri Cttdun∩ i rrqrldt d\ Rufnoh tutar ヽαス、,ヽ ωαヽdt a` Cヽ qヽ obot, ♭ t ヒes lieh N\ooootqkgn di ぢ q\ucrosl$$er odcr じ -+ :Plien fl-{) I .. noq%:\ <Cr,{v\ah q,qn\Hv\ ) oqqK Sobgt.rm ScilqL : k\i goqt o\,kq\\ : (esQL alCtあ lctien becnqros hcErn:l , L ´ ぃutt、 ≦ %ht:い ヽ cukuP aon d(r putrh s - 7 oelqslhori +r&p odO {ratuhon do i MatαヽdOn i I Ltren ,*o619q!afl dn don Cilu trdqE minum 3 - t4 gelos perhorL t<tao, lrdqb aclo tet'"thotf r^naFqn Rs lι n_rncnqat a卜 ● ´キ O SOki 3. pota Ettmimsi se'oo[urn SokrL I kti krxn teo*i し attoヽt lレ 1469 [aOcar lx ohlom sehori fesot ││ btos ハ iU : Ptt tr dr\<q\r ' rvrLss biosc . tttG dヽ 安ぃり Ot Lr, al-Hurtcrs dr bonLU te\t-rOroc, Fgsehorio ti toη clcrn . Potq \stircrhcrL Ei Ю 騎 哺 ′ r\co\r )<lierr rn<noqtotrcon ietrr-ohat c-uFL!?, ttdrrr 7*B iom dolqrn いdn ,hl sd\(it : khqn r.r,gr\qoYoEgo harr f\'\enoounok.oo gs\q6u \cr$ tPv.il rihci aFc'n キ t ; ((〔 ー 〔〕 ::〕 ) C uhu tn \c\iQ(\ 3{,, oc -..''l ヒ0 ヽ Sebelqm i k[en Fenealqpog fnc(ndi 2x Sefun , Si?aL giqi e< se.hon sokr\ ´ ・ ' lq(2ぃ hanttcx dtsり pq te、 も 。鳴。い咄Q 2X dα ・ `OQt 30ktし Poto-Boso arndo o\on N5qmqn 一 一 ヽ gabatum ,af,uL -9. : lo. ?oto hornrrn\bcrtr (Obq\u\cn scrkik, hie.n $noonotoh*''' tnao*o lα W、 schα「i・ defiqonornoo dan ogomoo kAhiclg-Pg!: -----\J \aUttr fita< AcK( L-aooto unLuL (Mehoutonai nde-n"dlOerub<ebek Fclnon rooq.(rlr. - 'c!ek]W\ pasehonos,O\]tr trAenqqurqhqn 藪 い mus(ヒ 続 づぃQcNい ` 。 聴 ヽ 9、 ぃυ ″ヽ 飲 ∝ミ ba▼ ′ , kt,* Sodt d\ka\r i k\ien lrnerqcrtcrbctn borkoonuqpoe <-denqoil notmq( hala Qo\ril$c{ Soboturrn sq\ciL ; kttorr tqnenoqrbcrbo\ trnan\a\snhq\t Sho\ab s NcbLU {erob.tr SoOt o\rkci\r I \ctrtrl rmerffiLcrtoq -<hoto| denc:rt trdqr lcrn bersVct denOoo tcruo.fiiurn don laiOn rmznOObqkon .a.^k(LftJO odOhhcoho 、 , つ。ta← ∝∝Q躾 αq、 tCbι ヽ だ ヽ 5伝 よ 次 いヽ` 6 1賓 ', ttQ €tdur ∩ 1 tiro\roL ?eは しat owot tenbt ⑩ !T Dr,ra Abrc,?-t\e rY\oriL scxon LlrntirYr lcpodacrrr i.\r/vrrnfl r bark 多Mヽ じЧ Lerodoroi't 丁刊 ヽ │ S i 36t喘 ° ; go x /menr ( B ?omonL<cnn hono\ Lo tte hdctk \tikcr odo bobqs lcrhrL O QQい IS, パ、 は 9klerd an、 に に , 凸 li\n(rlrtl- ! t rtr\Clk- 0 tinoo / , aiOi lemkon. rurr\, 11 f n Li,fii*- \on.YroLr I punoh pondernqffin t h.ir'{a otlcl€C.IOC,n hOf frrO\ doE odo Pem.Vlesorqn \-rnrntL ti -* \nsOePfi : ?i ヽ に気 ヽ 6da、 cポ : t しCい Qぃ er\crkr ibunqi Son0r usLulBk; UcgiErltst ,LldoF odcttoenhohon b,rn*' fqFa\ Cプ ‐ │"ヽ 1 │ l zrk-r-th : こοrd{ゞ ιtttぐ 七 crα kス 減、 lcS ICCマ 珈、dclα υ(卜 ttla siniSヽ ヾq 'hunqr ttgi sl s2℃ もSはへ ttc ら′θ 0 , 式(dal ada l浜 n_レ lnsρ く た ,suptl、 simetrit_ ヽ 燃 「 `し dda nUon tekan Qtrvtt ヽ 1島 mり 温l I u:rcut1,gt ' i i 4ι f ︱プ n ι し ′Lia ″ι EVsLe.rmru,o cda ui\ewa ι Maい : キidat にし レ ⑩ │` , いヽ aln. C . Perfleriksqon ?omor\Egaan い もC gctLucro 0t .2 │ら mzi 2ol(" 03,2 |.lilar NOrfnot\ οム3/ut 〔 Og 5.9B r H6ら 1■ CT M : 4,9-S.q L /oY Y\; % くη,7 Mcソ SS,S ケし MC片 つ9`o q Mι HC 37‐ 0 2つ ι epω ‐cυ t38 % lzpru - so イ2 3 Tじ 4<t 9´ ワ ド1「/ヴ ●´ b-t cz (7・ F― .o 36.0 tSO ― qЧ 。 S _ ′Ч.ゞ ││´ ろS ― 句フ │´ 0_・ ′ 3´ o し ワ′ ι ° /。 3 _ ioo ら20_ f― ( │ 7‐ IS∫ 2ι `0 - 3Ч ・ 0 104Ъ /ut ρりω z ? : 3s -\tl -sz go.O ●/JI ,LT : 3.8 -s F Mi lろ ′ 2-,73 F: ││´ 9′ dし ︱ ロ │ Koま ヽ 12・ 26C │ ol re Vqrah rubi6 Iざ ‐ 11・ │ │ ´ 0-乙 ∫.0 nl,卜 し,cNTlハ し ′ Jctrr # ・81 夕 しγMp、 イ 4´ 6・ Ot じo 寿 0・ ∫ BAso * NCuT% │ BASO % │ ﹁﹁ lzeo . │ 3+ οlζ /cI ′ .2 % S % 句O´ _609 フ ら′ Ч´ Ч う`2 2S Z つ θ han fvrrn /ionrn Sσ ?T 快もsA5 ⑩ `C― D tη ´70 ″e _Ч _│ Frθ ′zO 20 ..en ce unit lnq/dt ワo´ Eo lZ0 10 ´SO . OЧ SGOT 9Ч /Y卜 , ハ _lθ uon .S´ u|.t &z 6・ 0 - 0_2 ,o ‐7o % Z 2毛 16 -l 00Ч ゞ- 'rEsaao Ltmio 6 ω r2 1043/oし I Tιくし ο f_ 0´ Vzo.t │ 8 lo 4 3/uし ︱ち MoNo oln % τQ 3_ に `。 Oz ・Zf只 、、4り ‖ 0ん │ 迅3 MoNo 4 0′ /ut 43/ut to^ 3 rdl ら tq.l toω σ.ら "││ u/L ι、?フ u/u ′ D″ りι AN、 ハusハ Dハ T,ハ h utQ、電 : n$on Sod+: i'netqtcu inQt ttdu、 9'1 terk-isuE' b"sut ck ヽ臥゛αη e : S\ccircr {1uQil 5 ミ hl - Ltten tornpqF te,.rr sqcrb oti 品 “ κ橘 :“ ‐ : ?6,Q oc RE ; aoX 1rn i116\iS \rc<Ponr\& ― .i ?ornar \b/ rr 1 句 じヽ e Qα -Etton nn .Ecin bs\um b,so LP.tja(cro 90 n4ei irll - lc-1ten - lctien しdur - \c\rett Lc^rnnoK aoancr,hcril 下てO πフ:ヽ ちOrso mmⅥ Q s f3ら r iSЧ `Ч c kegoOo pero.,;o{" apa itu ]cebrEo d\bq0$q \<-t,an Cctn ke e1'0S b αゞQt 10日 TAS t NucTi altuヒ ⑩ つ tACNOSn 入′ m ° ptieo bertocr{a Do 卜 \\ert 卜cpし み n(″ Al― onヽ SLcl a ` の ● TT」 r'veri ber C\o t€rc\pi musrk , \.-e\<al(tal\tco dqn J'0.1r konkqno Lau.r,€ Nco fc{socrbolcqi 6xr l?crsE. -rfl n kritsr(q h",r, szsurdah @n Tneni$ekc^t o{trn aPuui e- llr^n I t-,:rr>.fi l-crL'iaqn ,ru& S'ocrf, DLs L.ecarc< s 921F cCtr´ 「 - L;lpV?ort Petua. fy16y1e{i' ′ ´ 一 ′ 一 〓 レ 一 ヽ ﹀ ヽ 一 ン 一 一 ︶ ´ ﹂ ・ ´ ・ ″ ・ 一 ︶ ′ ヽ ・ ・ ・ ・ ・ - \. Ee\\rhcir. q,pskrifo p [aLuhctn ba.rcut q faruhon Finqctn f . tettrhq0 l-idcr- edq rヽ ((〔 :::〕 :i〔 〕 〕 ) Saし clα h di THE4cド 杓 ib 枠いOu以 ぞひac arsり sこ 1,δ ヽ ▼ctt {i\ncrraP ,foこ Pa11) `ゞ o t ム、ヽ いク〔 ひはもρQヽ αい0 crbctu Lo- rt \iVcr*. nda sklpg; [=ao'f1n6fotbcr0 ⑩ De f\qf\CtornOLa} げatCaヽ F , nqarl b", gcictt .{;dciro0 S 1 9k=(.: nlie-fl 5 T ( llq€ri lrllcrnq +;mbui びし く1 凌蛹 ヤcヒ dd 、 っenm卜 ぃ て ∪ 1■ わで 、 : Tつ ;│ろ C p: nue"t d,blrqran sI Sい 烈a l NЧ d ⑩ hi rr meolodi 3 鋤 0 1_に 、 len {ernpot trdurti err ta6p-t me.ndhon k-l1gft 16s1qc\i$nctfra ln€IU hQn 静酬hnい つα頷い daα い 0?静 帥ば r'el,] saot rnnbrli'sqkr dc\[ (atc ((〔 :11::〕 )) \p0nceq(k\n dankaih hyqmqn ((Iり) aま薫、ぃ sctinh♭ irヽ ncxr"\ ; ebJtuho.n Ant.. kh r mrrrDo Lin en torn pcif c{"rcluk : gakibctn JI>d! 6lrqerctban M el bat-Lcrrr'Leluctrcra Uotuk barntu QeaL tct(eo fn : ki,en lytencaLctuqn >uc{ah P, r,Ueit !g1it$5at g gaot r e{</lsn} } trc{uran S ; sEal* T: 1'rq6p O Sewa?t:u- u-E1kvu biso aα : 百ntuk 4で〔 ∫ 償│(み ″ munci-rl σ `ngξ enqobser L/45; rhob\\i(cfi hier' た0印 OF μhndi ttρ σr n有融 た iton ψs : ソ Oar.a menqhrnola,t d.an S ;|.tiqn z- │「 cq{<r men(3 pe-iuoe cn " 'TO :TD ,l2o/ E ' 3G ,$'C eniotostcin ; hien eud4h tarn 《 》 曇 蔓 4 rLZ; hXln i ノ ヽ gν ハ 、Asl “ ri r,.*.rn gaia(DLon1ao Fqnon 'q?an ol"to ゞσtO♭ ∈にumρ ; : nueri o : di LerfusUf レι 「にυ 「o i61\\ ge[c]nolc61ngqn kancJl) 「し 「│こ たs 「 ktien 7θ : ′ 3o/20 mm N ,BqX /ryeni : zorlmeniL r medis hg!'nrCI inquiruli-\ kre,pcni!)V Dre op hctn ke A ; Masalah ntren btr:lrcti-< bdum terqtah 1n$rlotor rz dqiafln bqLqs \^rotWlgt 「 l)lgFr qaf alton l-oso i/ひ O flyorno0 n ルlα pagettcn iし o『 tqlcqo カ o'eh ((〔 ]i::〕 )) be.lun brsq aludttl< , e.(nee ら ゎけ ucPゞ 拠∫Qち 研 oo いan 「 h I l4ssoleh 「膨lρ daiom σfrurげ ゎ ml 1ト hqrnbx srtflff$*t\ "Cl ortivl ttt mo5Ftn、 ゃht r, obs llirぃ ′´飢Oniレ 0「 ` 寸Tυ 3. BcrnVu 'prteo dAlom 6uylpqn ADLr dan lfoo e Vr sn,J eltlliqn ?tni(.twh ri <,tta oonbbatan hurr t 0aroobarc(n httnia L anirttkc,s.) 'ntct , V^\i ti 6 r‐ ⑩ dit f J(s tTclし ご に bじ S〕 レ し´tu SI \q i^1qert T ; : O 1 0Uerj hi\ono tinrbu l.tion tamfnlc ri ヤQo sに 蠍槻 ,ぃ のはヽon 'oい ■つ 1 1Ъ O/亀 o いm (1 可Tヴ ,Bz <'rnoni R:i-; Lo x ali n levul いctt撼 "「 efi9 n ∞雨 銀 tro\ huen dcoqon t<LoiLtnoo p : lanJutkan t´ 2- \hbsruenga ヽ c、 u徴 6 - Tnontbor mv tCし oi l(n he.ca:alcqn lcrclcrh 'oi lq 1 洪cnqO∩ COditit 0 ; Yri'o L に∂udCに rtnn t;eo su& iaαO bf ((〔 〔 ili::1:〕 )) trl ミ ヽ 使d〔 ltit qacvL rli , .- hoti otq'' :Mattbh kt'An αm臓 崚n mOら ilittsヤ「αtti お $n{.hin0krb du\cNc\ at-trvt k t."\.frn ; dOri tanjc{tEao \nttruoglg !' oLe e-r r.c.t-, 1 knonibor fitl dOは い い●511簿 バ 3" Sa.t.xt [ria-n mの ぃ 1ll sα g ; kti' da dOn 柩薩 rl M croSa へヾこ●■ a) ; tctten 4<); {iola,\ ou,ledqe nisecl(.0 f tndヽ し dし ο Munqer fi ben4crkia.rl Yan:la\,crU hefnia kkcrn tandl * gcja\o -rL herniq !,'Letnr' Menqehubk?,n penut\Xb ?rtquriU, l\'(<r,,r,Eb'.lLkan (ag61 wlenCeqqh hn(nlr, : Laoitw i - 《 》 重 重 % 1e)cs Leh d i'r'c-.tr-t ai.iv-titvL I lrnqnlpiL \,.orwi q i n',-teVcrV .I^n L aco, n/ (n C{dq h ,Sy:)CLhte Lidck huen' t iη i 軸 : fiqeri Lerbu,aoq Ss<:F lTelakuLqn falqs dalqm & lid S : g\<-ta s1, θ ) gCutaVYg - tr,ralru )zso 「s ttsattα O s銀 しυ lぬ ●me甫 ぃ n詢 たdudJを 。 2o o lに 、 fi1era96a PrXarrtafu, ?te c? hcrri |ce 3 r( fnasa\ah : ハ munr.rl L e.latc.5 ,' lerne flLqrq prtin 1、 ataし 。f │(a'a ntten bRヌ 、び豫 Q aα lαロ ♭斃し s oo鰤 α “ Ytarnpu ru,erqonlroL 0ven' ()enAatl 驚 ザ I tetpr.,iV t arrnqi<Sbqtrr ドl¢nuα tα lα ln ,csa nЧ ぃmttn getelα h oЧ oぃ 'eftqY, anLq.n /- tfiofiitcr n - 2 ff-t c n r1--or 11 u ni/. ne;, y.arWtatg 4 Fc.n ,prosedur o ? eyc.4t; : piizn yyrenc3tfoqk-qfi j<.,orah fuiSc: LeLctrnqr 0; .leic..s dd」 て)i t20/6。 ぃ欅情9 傷ittX/m S lち 6′ ζ し ゃにフ zρ x′ he口 (ι rnasalq",{n L.ombaLqn ir,Abil; LcA eiS;L LzraLa$' Lriarr ,d : t;b q lzua-t lnctiE.rt,o r L"ttun rnoni(ULat dalarn s{tr f urit-ton dotri ((〔 fncrPCl.t' ι^′ 0「 a∩ :(111))) ′ `rイ aわ く ハρし lnteruerl*t qftivi{o\ inql piBi ili も ハp $ I i<lien dct(\ kelua.qq rrr dotqh f:en g olrif usu s f vdEc herniq O r@nutb\o !.,ernio ''carenq bo.qr loma , botuP Fqnenc, ascr MenqL (o7ok - laten h hern,, 'tLu denqtn cqca fnerrchrnolol'i 2<n4sbabnYa. 1 メた 「On′ 第 Eerrrbali oencerhqn herni αn 4 befuarql dq4t rnonwbufueo .4 ddn I ルレ Qα tt Mの メ υ″ 。た υαス ル ′ k pehdrn 2 fierf,erima Lqa'A lutien I ? ct C′ agatah deptglE r・ , v@h1ao.[er-Laa edCre pl― fa縫 ex.iatasLcxn tzrnS.tti VohqQrafoLo herntor bdt\cqn Fembcli elrla hernio' M cnttq.butkr.n LernUoli trrn katte rnelc;cph h*nia otiruwh tCFp い Yいqび ま θhbρ │… 2´ ⑩ l“ モ n intcfげ 2η 研 3狛 tuに ll en&餞 iclar99ヽ ゅ 『ど “ 『いoQ ttα が αttχ む o い ki LAPORAN PENDAHULUAN HERNIA INGUINALIS Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Program di Ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman Kebumen Di susun oleh: Ici Tri Astuti A01301764 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN 2016 i LAPORAN PENDAHULUAN HERNIA INGUINALIS A. PENGERTIAN Menurut Suster Nada (2007) Hernia adalah sebuah tonjolan atau benjolan yang terjadi di salah satu bagian tubuh yang seharusnya tidak ada. Hernia adalah protusi (penonjolan) ruas organ , isi organ ataupun jaringan melalui bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan atau lubang abnormal. Menurut Ester (2006) hernia adalah protrusi abnormal organ, jaringan, atau bagian organ melalui struktur yang secara normal berisi..Menurut Jennifer (2007) hernia adalah protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Dilihat dari macam dan jenis hernia, maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Berdasarkan terjadinya: a. Hernia bawaan atau congenital Hernia yang terdapat pada waktu lahir. b. Hernia dapatan atau akuisita Hernia yang disebabkan oleh pengangkatan benda berat atau strain atau cedera berat. 2. Menurut letaknya a. Hernia Diafraga Herniasi struktur abdomen atau retroeritoneum ke dalam rongga dada. b. Hernia Inguinal Hernia lengkung usus ke dalam kanalis inguinalis. Hernia inguinalis adalah hernia yang terjadi penonjolan dibawah inguinalis,di daerah lipatan paha Hernia ini dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Hernia Inguinalis Interalis (indirek) Hernia inguinalis lateralis 1 karena keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior,lalu hernia masuk ke kanalis inguinalis dan jika cukup panjang,menonjol dan keluar dari anulus inguinalis eksternum.lebih banyak terjadi pada lakilaki usia muda. 2. Hernia Inguinalis Medialis (direk) Hernia yang melalui dinding inguinalis posteromedial dari vasa epigastrika inferior didaerah yang dibatasi segitiga Hasseibach.lebih banyak terjadi pada orang tua. c. Hernia Umbilikal Sejenis hernia abdominalis dengan sebagian usus menonjol di umbilikus dan ditutupi oleh kulit dan jaringan subkutan. d. Hernia Femoral Hernia gelung usus ke dalam kanalis femoralis. e. Hernia Epigastrika Hernia abdominalis melalui linea alba diatas umbilikus. f. Hernia Lumbalis Herniasi omentum atau usus di daerah pinggang melalui ruang lesshaft atau segitiga lumbal. 3. Menurut sifatnya a. Hernia Reponibel Isi hernia dapat keluar masuk usus, keluar jika berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala abstruksi usus. b. Hernia Irreponibel Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritonium kantong hernia c. Hernia Inkarserata Isi kantong tertangkap tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasage. Dapat juga 2 diartikan hernia irreponible yang sudah disertai dengan gejala ileus yaitu tidak dapat flatus. Jadi pada keadaan ini terjadi obstruksi jalan makan. d. Hernia Strangulata Hernia irreponible dengan gangguan vaskulerisasi mulai dari bendungan sampai nekrosis. 4. Hernia menurut terlihat atau tidaknya a. Hernia Externa Hernia yang menonjol keluar malalui dinding perut, pinggang atau perineum. b. Hernia Interna Tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam rongga perut seperti foramen winslow, ressesus retrosekalis atau defek dapatan pada mesinterium. Umpamanya setelah anatomi usus. (Syamsuhidayat, 2006) B. ANATOMI FISIOLOGI 3 Kanalis inguinalis inguinalis dibatasi dikraniolateral oleh anulus internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia transpersalis dan aponeurosis tranversus abdominis. Dimedial bawah, diatas tuberkulum tubkum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis moblikus eksternus. Atapnya dan didasarnya tali sperma adalah aponeurosis moblikus eksternus, terdapat ligamentum inguinale. Kanal berisi pada lelaki, dan ligamentum rotundum pada perempuan. Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar dari peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis. (Sjamsuhidayat, 2004) Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan skrotum sehingga terjadi menarik peritoneum kedaerah penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut namun dalam 4 beberapa hal, seringkali kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. (Mansjoer, 2007). C. ETIOLOGI Etiologi hernia Inguinalis menurut Hidayat (2006) adalah: a. Batuk b. Mengangkat benda berat c. Adanya presesus vaginalis yang terbuka d. Tekanan intra abdomen yang meningkatkan secara kronis seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites. e. Kelemahan otot dinding perut dan degenerasi jaringan ikat karena usia lanjut. f. Kehamilan multi para dan obesitas. D. PATOFISIOLOGI Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah faktor kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga pertu melalui kanalis inguinalis, faktor yang kedua adalah faktor yang dapat seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar dari anulus ingunalis ekstermus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi tali sperma pada laki-laki, sehingga menyebakan hernia. Hernia ada yang 5 dapat kembali secara spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau berpindah sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala illeus yaitu gejala abstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa menyebabkan Iskemik. Isi hernia ini akan menjadi nekrosis. Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate akan timbul gejala illeus yaitu perut kembung, muntah dan obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul lebih berat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah. (Manjoer, Arif, 2000 : 314 –315, Syamsuhidayat, 1998 : 706). E. MANIFESTASI KLINIS Adapun Manifestasi Klinis yang timbul menurut Hidayat (2006) yaitu a. Penderita terdapat benjolan pada daerah-daerah kemungkinan terjadi hernia b. Benjolan bisa mengecil atau menghilang. 6 c. Bila menangis , mengesan dan mengangkat benda keras akan timbul benjolan kembali d. Rasa nyeri pada benjolan/ mual dan muntah bila sudah terjadi komplikasi. e. Benjolan tidak berwarna merah f. Bila di raba terdapat benjolan Sedangkan menurut Long (1996),gejala klinis yang mungkin timbul setelah dilakukan operasi : a. Nyeri b. Peradangan c. Edema d. Pendarahan e. Pembengkakan skrotum setelah perbaikan hernia inguinalis indirek f. Retensi urin g. Ekimosis pada dinding abdomen bawah atau bagian atas paha F. KOMPLIKASI Komplikasi yang muncul menurut Hidayat (2006) yaitu: a. Hernia ireponibel (inkarserata) Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hermia tidak dapat dimasukan kembali pada keadaan ini belum terjadi gangguan penyaluran isi usus . b. Hernia strangulata Terjadi penekanan terhadap cincin hermia akibat makin banyaknya usus yang masuk . Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus di ikuti dengan gangguan vaskuler (proses strangulasi) G. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan dari hernia menurut Hidayat (2006) www.indopos..co.id dengan tindakan sebagai berikut: 7 a. Konservatif Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga yaitu untuk mempertahankan isi hernia yang telah di reposisi (pengembalian kembali organ pada posisi normal) .Reposisi ini tidak dilakukan pada hernia stranggulata , pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur hidup.Sebaiknya cara ini tidak dilanjutkan karena mempunyai komplikasi antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding di didaerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam. b. Definitif Tindakan definitif yaitu dengan jalan operasi.cara yang paling efektif mengatasi hernia adalah pembadahan.untuk mengembalikan lagi organ dan menutup lubang hernia agar tidak terjadi lagi. Ada dua prinsip pembedaahan yaitu: 1) Herniorafi Perbaikan defek dengan pemasangan jaring melalui operasi terbuka atau laparoskopik 2) Herniotomi Pada Herniotomy di lakukan pembedahan kantong hernia sampai lehernya,kantong di buka dan di isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan kemudian direposisi kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin kalau di potong . Menurut Oswari penatalaksanaan hermia yang terbaik adalah operasi dengan jalan menutup lubang hernianya. Bila bagian dinding perut yang lemah dipotong dan dijahit maka di sebut herniorhapy, bila seluruh kantong hernia di potong misalnya pada hernia inkarserata yang telah menjadi gangren maka di sebut herniorapy .Bila dinding perut yang lemah itu ditempati dengan fasia , misal di ambil dari fasia otot perut maka disebut hernioplastik. 8 H. PEMERIKSAAN KHUSUS Data yang diperoleh atau dikali tergantung pada tempat terjadinya, beratnya, apakah akut atau kronik, pengaruh terhadap struktur di sekelilingnya dan banyaknya akar syaraf yang terkompresi. a. Aktivitas/istirahat Tanda dan gejala:atropi otot, gangguan dalam berjalan riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk dalam waktu lama. b. Eliminasi Gejala: konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi adanya inkontinensia atau retensi urine. c. Integritas ego Tanda dan gejala: Cemas, depresi, menghindar ketakutan akan timbulnya paralysis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga. d. Neuro sensori Tanda dan gejala: penurunan reflek tendon dalam kelemahan otot hipotonia, nyeri tekan, kesemutan, ketakutan kelemahan dari tangan dan kaki. e. Nyeri atau ketidaknyamanan Gejala: sikap, perubahan cara berjalan, nyeri seperti tertusuk paku, semakin memburuk dengan batuk, bersin membengkokkan badan. f. Keamanan Gejala: adanya riwayat masalah punggung terjadi(Doenges, 2000, hal 320 – 321). yang baru saja Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut (Yudha, 2011) : 1. Herniografi Teknik ini, yang melibatkan injeksi medium kontras ke dalam kavum peritoneal dan dilakukan X-ray, sekarang jarang dilakukan pada bayi untuk mengidentifikasi hernia kontralateral pada groin. Mungkin terkadang berguna untuk memastikan adanya hernia pada pasien dengan nyeri kronis pada groin. 2. USG Sering digunakan untuk menilai hernia yang sulit dilihat secara klinis, 3. CT dan MRI 9 Berguna untuk menentukan hernia yang jarang terjadi. I. POHON MASALAH Faktor pencetus: Hernia Aktivitas berat, bayi prematur, kelemahan dinding abdominal, tekanan intraabdominal yang tinggi Hernia inguinalis Kantung hernia memasuki celah inguinal Dinding posterior canalis inguinal yang lemah Benjolan pada canalis inguinal Diatas ligamentum inguinal mengecil bila berbaring Pembedahan Insisi bedah Asupan gizi kurang Peristaltik usus menurun Terputusnya jaringan saraf Mual Nafsu makan menurun Resiko perdarahan Gangguan eliminasi Nyeri Resiko infeksi Gangguan rasa nyaman Kurang pengetahuan Intake makanan inadekuat Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 10 J. DIAGNOSA KEPERAWATAN Preoperasi 1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot akibat penekakan oleh isi hernia 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidaknyamanan, spasme otot. 3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan 4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kesalahan informasi Pascaoperasi 1. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat tindakan operasi 2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah 4. Resiko perdarahan 5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif 11 K. Rencana Tindakan Keperawatan No. 1. Preoperasi Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Nyeri akut berhubungan dengan NOC diskontinuitas jaringan akibat a.Pain level tindakan operasi b.Pain control c.Comfort level Kriteria Hasil a. mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologis dalam mengurangi nyeri) b. melaporkan bahwa nyeriberkurang dengan menggunakan manajemen nyeri c. Mampu mengenali nyeri (skala,intensitas, frekuensi dantanda nyeri) d. menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 12 Rencana Tindakan a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi) b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui nyeri pasien d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan e. Lakukan penanganan nyeri non farmakologis: relaksasi nafas dalam dan massage f. Ajarkan keluarga Rasional a. Menentukan pasien skala nyeri b. Mengetahui tingkat nyeri pasien dari reaksi nonverbal c. Menjalin hubungan saling percaya dengan pasien dan menggali tingkat nyeri pasien d. Mengurangi faktor penyebab nyeri e. Mengontrol dan menurunkan nyeri pasien f. Memberikan pengetahuan teknik relaksasi nafas dalam g. Kolaborasikan dengan dokter pemberian penanganan nyeri farmakologis analgesic 2. Hambatan mobilitas fisik NOC berhubungan dengan nyeri dan a.Joint movement: ketidaknyamanan, spasme otot active b.Mobility level c.Self care: ADLs d.Transfer performance Kriteria Hasil a.Klien meningkat dalam aktifitas fisik b.Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas fisik c. Mengungkapkan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah 13 a. Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik b. Catat respon emosi atau perilaku pada saat immobilisasi, berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien c. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif d. Ikuti aktivitas atau prosedur dengan periode istirahat e. Berikan atau bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif, kepada keluarga g. Menurunkan tngkat nyeri pasien secara cepat dan tepat a. Mengurangi resiko cidera kepada pasien b. Memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien c. Memberikan bantuan secara total kepada pasien d. Mengurangi kelelahan pasien selama prosedur e. Mengurangi kekauan otot dan sendi pasien, melancarkan sirkulasi darah pasif 3. Ansietas berhubungan perubahan status kesehatan dengan NOC a.Anxiety self-kontrol b.Anxiety level c.Coping a. Identifikasi tingkat kecemasan b. Gunakan pendekatan yang menenangkan c. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur Kriteria Hasil a.Klien mampu d. Lakukan back rub mengidentifikasi dan e. Kolarorasi pemberian mengungkapkan obat gejala cemas b.mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas c.Vital sign dalam batas normal d.Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh menunjukkan penurunan kecemasan 14 a. Mempermudah dalam mengontrol kecemasan b. Memberikan perasaan yang tenang kepada pasien c. Penjelasan tentang prosedur merupakan hal yang harus dijelaskan d. Melancarkan sirkulasi darah dan menurunkan tingkat nyeri e. Menurunkan nyeri secara cepat 4. Kurang pengetahuan berhubungan NOC dengan kesalahn informasi a.Knowledge: disease process b.Knowledge: health behavior Kriteria Hasil a.Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan b.Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar c.Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kempabi apa yang dijelaskan 15 a. Jelaskan kembali prosespenyakit dan prognosis b. Diskusikan mengenai pengobatan dan juga efek sampingnya c. Diskusikan mengenai kebutuhan diet d. Anjurkan untuk melakukan evaluasi medis secara teratur. a. Memberikan pengetahuan kepada pasien b. Menjelaskan prosedur tindakan c. Membantu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien d. Melakukan evaluasi selama tindakan L. Pascaoperasi No. 1. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Nyeri akut berhubungan dengan NOC diskontinuitas jaringan akibat a.Pain level tindakan operasi b.Pain control c.Comfort level Kriteria Hasil a. mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologis dalam mengurangi nyeri) b. melaporkan bahwa nyeriberkurang dengan menggunakan manajemen nyeri c. Mampu mengenali nyeri (skala,intensitas, frekuensi dantanda nyeri) d. menyatakan rasa nyaman setelah 16 Rencana Tindakan a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi) b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui nyeri pasien d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan e. Lakukan penanganan nyeri non farmakologis: relaksasi nafas dalam Rasional a. Menentukan pasien skala nyeri b. Mengetahui tingkat nyeri pasien dari reaksi nonverbal c. Menjalin hubungan saling percaya dengan pasien dan menggali tingkat nyeri pasien d. Mengurangi faktor penyebab nyeri e. Mengontrol dan menurunkan nyeri pasien nyeri berkurang 2. Resiko infeksi berhubungan dengan NOC luka insisi bedah a.Immune status b.Knowledge: Infection control c.Risk control Kriteria Hasil a.Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi b.mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya c.menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi d.Jumlah leukosit 17 dan massage f. Ajarkan keluarga teknik relaksasi nafas dalam g. Kolaborasikan dengan dokter pemberian penanganan nyeri farmakologis analgesik a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain b. Pertahankan teknik isolasi c. Batasi pengunjung jika perlu d. Instruksikan pada pengunjung untuk cuci tangan dengan sabun saat berkunjung dan setelah berkunjung e. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik f. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala f. Memberikan pengetahuan kepada keluarga g. Menurunkan tngkat nyeri pasien secara cepat dan tepat a. Mengurangi resiko infeksi silang b. Meminimalkan resiko infeksi silang c. Memberikan kenyamanan pada pasien d. Meminimalkan resiko infeksi silang e. Mengetahui secara cepat tanda-tanda infeksi f. Memberikan pengetahuan pada keluarga tentang infeksi dalam batas normal 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC dari kebutuhan tubuh berhubungan a.Nutritional status: dengan mual muntah food and fluid b. Nutritional status: nutrient intake c.Weight control Kriteria Hasil a.Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan b.Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan c.Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi d.Tidak menunjukkan penurunan berat badan 18 infeksi g. Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik h. Instruksikan kepada pasien untuk minum antibiotik sesuai dengan resep g. Meminimalkan perkembangbiakan bakteri dalam tubuh h. Meminimalkan resistensi bakteri terhadap antibiotik a. Kaji adanya alergi makanan b. Berikan makanan yang terpilih sesuai dengan hasil konsultasi ahli gizi c. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi d. Monitor BB pasien a. Mengurangi resiko keracunan makanan b. Diet yang tepat membantu proses penyembuhan penyakit e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi c. Mengotimalkan pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien d. Mengetahui perkembangan berat badan pasien e. Meminimalkan resiko kesalahan pemberian nutrisi yang berlebih atau kurang 4. 5. Defisit pengetahuan berhubungan NOC dengan keterbatasan kognitif a.Knowledge: disease process b.Knowledge: health behavior Kriteria Hasil a.Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan b.Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar c.Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kempabi apa yang dijelaskan a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan hal yang berhubungan dengan penyakit melalui cara yang tepat c. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kondisi pasien dengan cara yang tepat d. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat e. Beri penjelasan penanganan pasien setelah pulang a. Pengetahuan yang baik memudahkan penyampaian materi pada pasien Resiko perdarahan a. Monitor ketat tandatanda perdarahan b. Monitor TTV a. Mengurangi resiko kehilangan darah berlebih b. Mengetahui kondisi umum NOC a.Blood lose severity b.Blood coagulation 19 b. Penjelasan yang tepat dapat menurunkan kecemasan pasien c. Penjelasan pada keluarga merupakan hal yang sangat penting untuk mengurangi kecemasan keluarga d. Memberikan kondisi terbaru yang sedang dialami pasien e. Memberikan pengetahuan penanganan yang tepat c. Pertahankan bed rest Kriteria Hasil a.Tidak ada hematuria selama perdarahan b.Tekanan darah dalam aktif batas normal d. Monitor status cairan c.Tidak ada distensi yang meliputi intake abdominal dan output d.Hemoglobin dan e. Kolaborasi hematokrit dalam dalampemberian batas normal produk darah (transfusi darah) 20 pasien c. Pergerakan yang berlebih meningkatkan resiko perdarahan d. Memenuhi kebutuhan cairan yang hilang akibat perdarahan e. Meningkatkan volume darah yang hilang akibat perdarahan Daftar Pustaka Herdman,T. Heather. 2012. Nanda International Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell. Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta : EGC Nurarif & Kusuma. 2006. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA and NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing. Mansjoer, Arif dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FK UI Smeltzer & Bare, 2005.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8.Jakarta: EGC. 21 22 SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) KLIEN HERNIA Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Program di Ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman Kebumen Disusun Oleh : Ici Tri Astuti A01301764 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN 2016 SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) Pokok Bahasan : Cara menangani klien hernia Penyuluh : Ici Tri Astuti Sasaran : Sdr. T dan anggota keluarga Jumlah Sasaran : 3 orang Tempat : Ruang Teratai, RSUD Dr. Soedirman Kebumen Waktu : 1 x 30 menit Hari / tanggal : Rabu, 1 Juni 2016/ pukul 08.30 WIB I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit, di harapkan Sdr. T dan anggota keluarga dapat mengerti dan memahami tentang cara menangani klien hernia. II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit diharapkan Sdr. T dan keluarga dapat: 1. Menyebutkan kembali pengertian hernia. 2. Menyebutkan kembali 4 dari 4 penyebab hernia. 3. Menyebutkan kembali 4 dari 4 pencegahan hermia. 4. Menyebutkan kembali 2 dari 2 pengobatan hernia III. POKOK MATERI 1. Pengertian hernia. 2. Penyebab hernia. 3. Cara pencegahan hernia saat di rumah. 4. Pengobatan hernia IV. METODE JAM/ TAHAP RESPON WAKTU 5 menit Orientasi a. Memberi Salam a. Menjawab salam b. Mengingatkan Kontrak b. Mendengarkan c. Menjelaskan maksud dan c. Mengerti d. Menanyakan kesediaan d. Bersedia tujuan e. Apersepsi 20 menit e. Belum tahu tentang hernia Kerja a. Menjelaskan pengertian hernia mendengarkan apa b. Menyebutkan faktor penyebab hernia c. Menyebutkan Keluarga yang di sampaikan dan bertanya jika pencegahan belum tahu hernia d. Menjelaskan cara pengobatan hernia 5 menit Terminasi a. Melakukan Evaluasi a. Keluarga dapat menyebutkan kembali apa yang di sampaikan b. Memberikan Reward b. Keluarga berterima kasih c. Memberikan salam penutup c. Menjawab salam V. MEDIA 1. SAP (Satuan Acara Pembelajaran) 2. Lembar balik dan 3. Leaflet VI. SUMBER https://makalahkeperawatan.wordpress.com/2012/10/23/makalah-hernia/ Brunner & Sudarth, 2009. “Keperawatan medikal bedah” edisi 8, volume 2, Jakarta : EGC Doenges, Marilynn E. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC. Kapita Selekta Kedokteran.Edisi III. 2007.MedicaAesculaplus FK UI. Keperawatan Medikal Bedah. Swearingen. Edisi II. 2001. EGC VII. EVALUASI 1. Evaluasi Persiapan a. Materi sudah siap dan dipelajari 1 hari sebelum penkes b. Media sudah siap 1 hari sebelum penkes c. Tempat dan waktu sudah ditentukan bersama keluarga d. SAP sudah siap 1 hari sebelum penkes 2. Evaluasi proses Anggota keluarga kumpul semua 3. Evaluasi Hasil a. sebutkan kembali pengertian hernia b. sebutkan kembali faktor penyebab hernia c. sebutkan kembali pencegahan hernia d. sebutkan kembali pengobatan hernia VIII. MATERI 1. Pengertian Istilah hernia berasal dari bahasa Latin, yaitu herniae, yang berarti penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus (Giri Made Kusala, 2009). Menurut Syamsuhidayat (2004), hernia adalah prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. Sedangkan menurut Tambayong (2006), Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus atau kandung kemih) memasuki defek tersebut, sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal. Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hernia inguinalis adalah suatu keadaan keluarnya jaringan atau organ tubuh dari suatu ruangan melalui suatu lubang atau celah keluar di bawah kulit atau menuju rongga lainnya (kanalis inguinalis). 2. Penyebab Menurut Giri Made Kusala (2009), hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya hernia adalah : a. Umur Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria maupun wanita. Pada Anak – anak penyakit ini disebabkan karena kurang sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis. Pada orang dewasa khususnya yang telah berusia lanjut disebabkan oleh melemahnya jaringan penyangga usus atau karena adanya penyakit yang menyebabkan peningkatan tekanan dalam rongga perut (Giri Made Kusala, 2009). b. Jenis Kelamin Hernia yang sering diderita oleh laki – laki biasanya adalah jenis hernia Inguinal. Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah selangkangan, hal ini disebabkan oleh proses perkembangan alat reproduksi. Penyebab lain kaum adam lebih banyak terkena penyakit ini disebabkan karena faktor profesi, yaitu pada buruh angkat atau buruh pabrik. Profesi buruh yang sebagian besar pekerjaannya mengandalkan kekuatan otot mengakibatkan adanya peningkatan tekanan dalam rongga perut sehingga menekan isi hernia keluar dari otot yang lemah tersebut (Giri Made Kusala, 2009). c. Penyakit penyerta Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada kondisi tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau pembesaran prostat, penyakit kolon, batuk kronis, sembelit atau konstipasi kronis dan lain-lain. Kondisi ini dapat memicu terjadinya tekanan berlebih pada abdomen yang dapat menyebabkan keluarnya usus melalui rongga yang lemah ke dalam kanalis inguinalis. d. Keturunan Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia. e. Obesitas Berat badan yang berlebih menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh, termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah. f. Kehamilan Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi tekanan lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus terjadinya hernia. g. Pekerjaan Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat menyebabkan terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang. Aktivitas yang berat dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-menerus pada otot-otot abdomen. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah. h. Kelahiran prematur Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal daripada bayi yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis belum sempurna, sehingga memungkinkan menjadi jalan bagi keluarnya organ atau usus melalui kanalis inguinalis tersebut. Apabila seseorang pernah terkena hernia, besar kemungkinan ia akan mengalaminya lagi.(Giri Made Kusala, 2009). 3. Pencegahan Menurut Jennifer (2007), pencegahan hernia adalah : a. Usahakan untuk mempertahankan berat tubuh yang sehat. Hal ini dapat membantu mengurangi tekanan pada otot di bagian perut. b. Konsumsi makanan yang mengandung serat tinggi, Seperti : Buah-buahan, sayuran, dan makanan yang terbuat dari gandum sangat disarankan untuk dikonsumsi. Makanan tersebut mengandung banyak serat yang membantu mencegah konstipasi dan mengurangi tekanan di bagian perut. c. Hindari mengangkat barang yang terlalu berat. Jika harus mengangkat barang berat, lakukan dengan cara yang benar. Postur tubuh yang tepat saat mengangkat barang berat, yakni tekuk lutut Anda dan hindari membungkuk untuk mengurangi tekanan. d. Hindari tekanan Intra abdomen. Seperti batuk kronis dan mengejan yang dapat mencetuskan hernia. 4. Pengobatan 1. Konservatif a. Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong. b. Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan setelah 5 menit di evaluasi kembali. c. Celana penyangga d. Istirahat baring e. Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen, antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah sembelit.d f. Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan mengedan selama BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol yang dapat memperburuk gejala-gejala. 2. Pembedahan (Operatif) : a. Herniaplasty : memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang. b. Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat setinggi lalu dipotong. c. Herniorraphy : mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan transversus internus dan muskulus ablikus internus abdominus ke ligamen inguinal. TAHUKAH ANDA, HERNIA BISA DICEGAH ? HERNIA hernia merupakan didalamnya terdapat cincin, kantong serta isi terdiri dari usus, penyangga usus yang Namun apabila terdapat melepaskan lapisan berakibat pada usus menuju diafragma perut serta dada atau lipatan paha ataupun bagian tubuh yang beberapa bagian, seperti hernia tersebut. Isi hernia ovarium serta jaringan disebut dengan omentum. unsur yang dapat otot dinding perut akan yang berpindah keluar yakni bagian batas antara bisa juga timbul di suatu pusar. PENYEBAB PENCEGAHAN HINDARI PENYEBABNYA 1. KURANGI ANGKAT BEBAN BERAT d 2. CEGAH BATUK 3. CEGAH MENGEJAN 4. TIDAK BOLEH MENANGIS INGAT HINDARI PENYEBABNYA SEMOGA BERMANFAAT 1. Definisi Hernia Istilah hernia berasal dari bahasa Latin, yaitu herniae, yang berarti penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus (Giri Made Kusala, 2009). Menurut Syamsuhidayat (2004), hernia adalah prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia. Sedangkan menurut Tambayong (2000), Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus atau kandung kemih) memasuki defek tersebut, sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal. Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hernia inguinalis adalah suatu keadaan keluarnya jaringan atau organ tubuh dari suatu ruangan melalui suatu lubang atau celah keluar di bawah kulit atau menuju rongga lainnya (kanalis inguinalis). 2. Penyebab Menurut Giri Made Kusala (2009), hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya hernia adalah : a. Umur b. Jenis Kelamin c. Penyakit penyerta : batuk kronis, pembesaran prostat, penyakit kolon, sembelit atau konstipasi kronis d. Keturunan : Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena hernia. e. Obesitas f. Kehamilan g. Pekerjaan : Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang. Aktivitas yang berat dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-menerus pada otot-otot abdomen. h. Kelahiran prematur 3. Pencegahan Menurut Jennifer (2007), pencegahan hernia adalah : a) Usahakan untuk mempertahankan berat tubuh yang sehat. Hal ini dapat membantu mengurangi tekanan pada otot di bagian perut. b) Konsumsi makanan yang mengandung serat tinggi. Seperti : Buah-buahan, sayuran, dan makanan yang terbuat dari gandum sangat disarankan untuk dikonsumsi. Makanan tersebut mengandung banyak serat yang membantu mencegah konstipasi dan mengurangi tekanan di bagian perut. c) Hindari mengangkat barang yang terlalu berat. Jika harus mengangkat barang berat, lakukan dengan cara yang benar. Postur tubuh yang tepat saat mengangkat barang berat, yakni tekuk lutut Anda dan hindari membungkuk untuk mengurangi tekanan. d) Hindari tekanan Intra abdomen. Seperti batuk kronis dan mengejan yang dapat mencetuskan hernia. 4. Pengobatan 1. Konservatif a. Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong. b. Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan setelah 5 menit di evaluasi kembali. c. Celana penyangga d. Istirahat baring e. Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen, antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah sembelit. f. Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan mengedan selama BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol yang dapat memperburuk gejala-gejala. 2. Pembedahan (Operatif) : a. Herniaplasty : memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang. b. Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit ikat setinggi lalu dipotong. c. Herniorraphy : mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan transversus internus dan muskulus ablikus internus abdominus ke ligamen inguinal TAHUKAH ANDA, PENGERTIAN HERNIA BISA DICEGAH ? Hernia merupakan bagian HE R NI A tubuh yang didalamnya terdapat beberapa bagian, seperti cincin, kantong serta isi hernia tersebut. Isi hernia terdiri dari usus, ovarium serta jaringan penyangga usus yang disebut dengan omentum. Namun apabila terdapat unsur yang dapat melepaskan lapisan otot dinding perut akan berakibat pada usus yang berpindah keluar menuju diafragma yakni bagian batas Disusun Oleh : Ici antara perut serta dada atau bisa juga timbul di suatu lipatan paha ataupun pusar. PENYEBAB 1. Mengangkat benda berat 2. Batuk 3. Mengejan 4. Menangis PENCEGAHAN Dengan cara menghindari penyebabnya: 1.Kurangi Dengan angkat beban makanan berat yang mengandung 2.Cegah serat seperti batuk, hindari sayuran merokok 4.Hindari menangis secara berlebihan 3.Cegah mengejan, PENGOBATAN Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara perlahan menuju abdomen (reposisi),selanjutnya gunakan alat penyokong. Celana penyangga Istirahat baring Pengobatan dengan pemberian obat nyeri. Pembedahan (operasi) SEMOGA BERMANFAAT Latihan Nafas Dalam Prosedur Pelaksanaan A. Tahap orientasi 1. Memberikan salam sebagai pendekaan terapeutik 2. Menjelaskan tujuan & prosedur tindakan pada keluarga/klien 3. Menanyakan persetujuan kesiapan klien B. Tahap kerja 1. Membaca tasmiyah 2. Mempersiapkan pasien dengan menjaga privacy pasien 3. Meminta pasien meletakan satu tangan di dada dan 1 tangan di abdomen 4. Melatih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam melalui hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup) 5. Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah lengkung pada punggung) 6. Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan 7. Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan (lewat mulut bibir seperti meniup) 8. Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi dari otot 9. Menjelaskan pada pasien untuk melakukan latihan ini bila mengalami nyeri 10. Merapikan pasien C. Tahap terminasi 1. Melakukan evaluasi tindakan 2. Membaca tahmid dan berpamitan dengan klien 3. Mencuci tangan 4. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan (STIKES Muhammadiyah Gombong, 2013) Prosedur Pelaksanaan Terapi Musik A. Persiapan 1. Cek catatan keperawatan atau catatan medis klien (jika ada) 2. Siapkan alat-alat (Tape musik / radio, CD musik, headset, alat-alat musik yang sesuai) 3. Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan kontra indikasi 4. Cuci tangan B. Tahap orientasi 1. Beri salam dan panggil klien dengan namanya 2. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien/keluarga C. Tahap kerja 1. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan 2. Menanyakan keluhan utama klien 3. Jaga privasi klien. 4. Memulai kegiatan dengan cara yang baik. 5. Menetapkan perubahan pada perilaku dan/atau fisiologi yang diinginkan seperti relaksasi (nafas dalam), stimulasi, konsentrasi, dan mengurangi rasa sakit. 6. Menetapkan ketertarikan klien terhadap musik. 7. Identifikasi pilihan musik klien. 8. Berdiskusi dengan klien dengan tujuan berbagi pengalaman dalam musik. 9. Pilih pilihan musik yang mewakili pilihan musik klien. 10. Bantu klien untuk memilih posisi yang nyaman. 11. Batasi stimulasi eksternal seperti cahaya, suara, pengunjung, panggilan telepon selama mendengarkan musik. 12. Dekatkan tape musik/CD dan perlengkapan dengan klien. 13. Pastikan tape musik/CD dan perlengkapan dalam kondisi baik. 14. Dukung dengan headphone jika diperlukan. 15. Nyalakan musik dan lakukan terapi musik. 16. Pastikan volume musik sesuai dan tidak terlalu keras. 17. Hindari menghidupkan musik dan meninggalkannya dalam waktu yang lama. 18. Fasilitasi jika klien ingin berpartisipasi aktif seperti memainkan alat musik atau bernyanyi jika diinginkan dan memungkinkan saat itu. 19. Hindari stimulasi musik setelah nyeri/luka kepala akut. D. Terminasi 1. Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan klien) 2. Simpulkan hasil kegiatan 3. Berikan umpan balik positif 4. Kontrak pertemuan selanjutnya 5. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik 6. Bereskan alat-alat 7. Cuci tangan The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189 TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DAN TERAPI MUSIK SEBAGAI UPAYA PENURUNAN INTENSITAS NYERI HAID (DYSMENORRHEA) Noor Azizah1) Ana Zumrotun Nisak2) FaniaNurul Khoirun Nisa’2) 123 STIKES Muhammadiyah Kudus email: [email protected], [email protected] , [email protected] Abstract Background: Dismenorea or menstruation pain is the pain that is felt in the lower abdomen and thigh. This happens because an imbalance of the hormone progesterone in the blood causing pain arises.Almost the woman and young women must have felt at the time of menstrual disorders such as Dismenorea. The objective of the research is to determine the effect of deep breathing relaxation and music therapy to the intensity of menstrual pain (Dismenorea). The design of this study is quasi-experimental, pre-post test with control group.The sample of this study was all of girl students in MTs. Hidayatul Mustafidin who have ever got dismenorea. They are 56 students and divided into 28 students for experimental group and 28 students for control group. The result of this study is most of the respondents who are 14 years old, 62,5%. Moreover, the first menstruation (menarche) in 12 years old are 41,1%. The average pain scale before music therapy is 2,18 and after music therapy is 1.25. The average pain scale before deep breath relaxation is 2.21 and after deep breath relaxation is 1.25. The result of wilcozon test is p <0.05. Therefore, there is significance difference of the menstrual pain between before relaxation and after music therapy. The result of wilcozon test is p <0.05. Therefore, there is significance difference of the menstrual pain between before relaxation and after deep breath relaxation. It can be concluded that there a significance difference between deep breath relaxation and music therapy to decrease the menstrual pain scale. Suggested to the education field, to provide information that menstrual pain doesn’t interfere the learning activity. Keywords: breathing relaxation, music theraphy, dysmenorrheal 1. PENDAHULUAN Dismenore atau nyeri menstruasi merupakan nyeri menusuk yang terasa di perut bagian bawah dan paha, hal ini terjadi akibat ketidakseimbangan hormon progesteron dalam darah sehingga mengakibatkan rasa nyeri timbul. Hampir seluruh perempuan dan juga termasuk di dalamnya remaja putri pasti pernah merasakan gangguan pada saat menstruasi berupa nyeri menstruasi (dysmenorrhea) dengan berbagai tingkatan, mulai dari yang sekedar pegal-pegal di panggul dari sisi dalam hingga rasa nyeri yang luar biasa sakitnya. Umumnya nyeri yang biasa terasa dibawah perut itu terjadi pada hari pertama dan kedua menstruasi. Rasa nyeri akan berkurang setelah keluar darah yang cukup banyak (Proverawati dan Misaroh, 2009). Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. Nyeri adalah alasan utama 80 seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan (Dharmady, 2004). Menurut Smeltzer (2006), nyeri adalah sebagai suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau potnsial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Judha, 2012). Nyeri merupakan pengalaman sensori emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan actual atau potensial (Tamsuri, 2006).Untuk mengatasi rasa nyeri dapat dilakukan dengan metode farmakologi dan non farmakologi. (Suzannec, 2001) Prevalensi dismenore bervariasi antara 16% dan 91% pada wanita usia reproduksi, dengan sakit parah di 2% -29% dari wanita yang diteliti. Perempuan usia, paritas, dan penggunaan kontrasepsi oral dikaitkan dengan dismenore, dan stres yang tinggi meningkatkan risiko dismenore. (Ju, 2013) Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadi dismenore antara lain faktor psikis The 2nd University Research Coloquium 2015 atau kejiwaan, faktor endokrin yang disebabkan karena kontraksi uterus yang berlebihan dan faktor prostaglandin yaitu teori yang menyatakan bahwa nyeri saat menstruasi timbul karena peningkatan produksi prostaglandin (oleh dinding rakhim) saat menstruasi (Prawirohardjo, 2007). Penyebab nyeri menstruasi dari factor endokrin, factor miometrium dan factor psikososial yaitu meningkatnya sintesis prostaglandin disertai penurunan kadar estrogen/progesterone sehingga terjadi spasme otot uterus menurunkan aliran darah ke uterin dan menyebabkan iskemia uterin. (Tambayong, 2000) Beberapa hal yang menyebabkan nyeri dapat berkurang dan mereda, yaitu:Gerakan tertentu,Istirahat yang cukup, Mengambil nafas dalam Penggunaan obat. Selain hal tersebut yang paling berpengaruh dalam meredakan nyeri adalah hal-hal yang dipercaya yang sifatnya psikologis pada penderita dapat membantu mengatasi rasa nyeri. (Judha, 2012) Beberapa cara untuk meredakan gejala dysmenorrheal, kompres dengan perut bagian bawah, minum obat pereda nyeri obat yang tergolong anti peradangan non-steroid (NSAID) seperti aspirin dan ibu profen, olah raga, gerakan relaksasi. (Paula, 2012) Dismenorea juga dapat dikurangi atau dicegah dengan olahraga teratur, meningkatkan konsumsi vitamin E, vitamin B6, atau minyak ikan, dan hindari konsumsi alkohol, kopi, makanan berlemak, es krim, dan juga coklat 3 karena dapat meningkatkan kadar esterogen yang nantinya dapat memicu lepasnya prostaglandin (Proverawati & Misaroh, 2009). Hasil penelitian dari Husain (2014) . Hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 46,2% dan sebagian besar responden tidak melakukan penanganan terhadap dismenore yaitu sebanyak 51,6%. Pada penelitian ini ada hubungan antara pengetahuan tentang dismenore dengan upaya penanganannya pada siswi kelas X di SMK Negeri I Batudaa Tahun 2013 Dari study pendahuluan yang dilakukan di MTs. Hidayatul Mustafidin diperoleh data dari 15 siswa yang telah menstruasi dan mengalami dismenore, dengan 1 siswa mengatakan sangat sakit (sangat ISSN 2407-9189 mengganggu), 4 siswi mengatakan lebih sakit (mengganggu aktivitas) dan 8 siswi mengatakan agak sakit (agak mengganggu) serta 2 siswi mengatakan sedikit sakit. Ditanyakan tentang cara mengatasi nyeri yang dialami yaitu 8 orang mengatakan mengkonsumsi minuman pengurang rasa nyeri seperti kiranti, feminax, sedangkan 5 orang mengatakan senang mendengarkan musik dan 2 orang mengatakan digunakan untuk tiduran. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode intervensi semu (quasi experiment) rancangan pre-post test with control group dengan intervensi terapi music dan nafas dalam Proses pelaksanaan penelitian dilakukan dengan mengukur perubahan skala nyeri haid (dismenorrhea) sebelum dan setelah diberikan nafas dalam (kelompok eksperimen). Selanjutnya dibandingkan dengan perubahan skala nyeri haid (dismenorhea) sebelum dan setelah diberikan terapi music (kelompok control). Populasi dalam penelitian ini adalah siswi yang sudah mendapatkan menstruasi dan merasakan nyeri haid sebanyak 56 orang.Pada penelitian ini terdapat 28 orang kelompok eksperimen dengan menggunakan nafas dalam dan 28 orang kelompok kontrol yaitu yang diberi perlakuan terapi musik. Remaja putri yang mengalami dismenore. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Umur Tabel 1 Karakteristik Responden berdasarkan Umur Usia Responden 12 13 14 Jumlah Frekuensi (f) 1 20 35 56 Persentase (%) 1.8 35,7 62,5 100 Berdasarkan tabel 5.1 karakteristik responden berdasarkan umur sebagian besar berusia 14 tahun sebanyak 35 orang (62,5 %) 1. Usia Menstruasi Pertama (menarche) 81 The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189 Tabel 2 Karakteristik responden berdasarkan usia menstruasi pertama (menarche) Usia Menstruasi Pertama (Menarche) 10 11 12 13 Jumlah Frekuensi (f) Persentase (%) 1 15 23 17 56 1,8 26,8 41,1 30,4 100 Berdasarkan tabel 5.2 umur mestruasi pertama (menarche) sebagian besar berusia 12 tahun sebanyak 23 orang (41,1%). 2. Lama Menstruasi Berdasarkan tabel 5.3 lama menstruasi sebagian besar 6-8 hari sebanyak 32 orang (55,2%). Tabel 3 Karakteristik responden berdasarkan lama Menstruasi Lama Menstruasi 3-5 hari 6-8 hari 9-11 hari 15 hari Frekuensi (f) 10 34 11 1 Persentase (%) 17,2 55,2 18,9 1,7 Jumlah 56 100 Table 5 Skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan terapi music Skala nyeri Minimum Maximum Mean Skala nyeri dysmenorrheal sebelum terapi musik Skala nyeri dysmenorrheal sesudah terapi music 2 3 2,18 Std. deviation 0,390 1 2 1,25 0,441 Skala nyeri sebelum dilakukan terapi musik maksimum dengan skala nyeri mean 2,18 dan setelah dilakukan terapi musik mean 1,25 2. Relaksasi nafas dalam Tabel 6 Distribusi Frekuensi skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam Skala nyeri Ringan Sedang Berat Tabel 4. Distribusi Frekuensi skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan terapi music Ringan Sedang Berat Pre terapi musik f 0 23 5 % 0 82.1 17.9 Post terapi musik F 21 7 0 % 75 25 0 Mayoritas pengukuran hasil skala nyeri sebelum dilakukan terapi musik adalah skala nyeri sedang sebanyak 82,1 % dan setelah dilakukan terapi musik skala nyeri sedang sebanyak 11,5%. Post nafas dalam F % 21 75 7 25 0 0 Hasil skala nyeri sebelum dilakukan nafas dalam skala nyeri sedang sebanyak 71,4 % dan setelah dilakukan nafas dalam skala nyeri sedang sebanyak 25% 3. Nyeri 1. Terapi musik Skala nyeri Pre nafas dalam F % 1 3,6 20 71,4 7 25 Table 7. Skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan nafas dalam Skala nyeri Skala nyeri dysmenorrhea l sebelum nafas dalam Skala nyeri dysmenorrhea l sesudah nafas dalam Minimum Maximum Mean 2 3 2,21 Std. deviation 0,499 1 2 1,25 0,441 Skala nyeri sebelum dilakukan nafas dalam maksimum dengan skala nyeri mean 4,54 dan setelah dilakukan nafas dalam mean 1,92. Hasil Uji Normalitas data p value < 82 The 2nd University Research Coloquium 2015 0,05 sehingga data tidak berdistribusi normal sehingga menggunakan uji wilcoxon Table 8.Hasil uji wilcoxon skala nyeri menstruasi sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik Nilai Z – 4,735 Sig.(2 tailed) 0.0001 Hasil Uji Wilcoxon nilai p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nyeri menstruasi sebelum dan sesudah terapi musik. Table 9. Hasil uji wilcoxon skala nyeri menstruasi sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam Nilai Z – 4,838 Sig.(2 tailed) 0.0001 Hasil Uji Wilcoxon nilai p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaaan antara nyeri menstruasi sebelum dan sesudah relaksasi nafas dalam Dismenorrhea Dismenorea primer umumnya terjadi pada tahun – tahun pertama menstruasi atau menarche. Menstruasi pertama (menarche) pada anak gadis terjadi pada umur 10 – 16 tahun. Sedangkan dismenorea sering terjadi pada usia 12 – 17 tahun, dan mencapai batas maksimal pada usia 15 – 25 tahun (Ulfa, 2010). Factor resiko terjadinya dismenore salah satunya adalah pada orang yang mengalami menarche lebih awal (Smeltzer dan Bare, 2002). Hasil penelitian kartika (2011) responden yang mengalami menarche pada usia rentang 12-13 tetap mengalami dysmenorhe walaupun pada usia rentang yang normal. Penelitian Hong Ju (2014) Prevalensi dismenorrhea antara 16-91% pada wanita usia reproduktif, nyeri berat terjadi pada 2-29%. Factor yang beresiko terjadi dismenorhea yaitu usia, paritas dan penggunaan kontrasepsi oral. Factor merokok, diet, obesitas dan penyalahgunaan obat juga sangat signifikan terjadinya dismenorrhea.(paula K, 2012) Menurut Pery & Potter (2005), adapun beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain : Usia merupakan variabel penting yang memperbedakan nyeri, khususnya pada anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan diantara ISSN 2407-9189 kelompok usia ini dapat memperbedaani bagaimana anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri; Jenis Kelamin Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara makna dalam respon terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam mengekspresikan nyeri. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subyek penelitian yang melibatkan pria dan wanita, akan tetapi toleransi terhadap nyeri diperbedaani oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin.Pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda apabila nyeri tersebut memberikan kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Misalnya seseorang wanita yang melahirkan akan mempersepsikan nyeri, akibat cedera karena pukulan pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersiapkan nyeri klien berhubungan dengan makna nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Dengan menfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka perawat menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer. Biasanya hal ini menyebabkan toleransi nyeri individu meningkat, khususnya terhadap nyeri yang berlangsung hanya selama waktu pengalihan. (Judha, 2012) Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks.Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas.Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistim limbik dapat memproses reaksi emosi seseorang, khususnya ansietas.Sistem limbik dapat memproses reaksi emosi seseorang terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri. Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka lama. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri terasa 83 The 2nd University Research Coloquium 2015 lebih berat dan jika mengalami suatu proses periode tidur yang baik aka nyeri berkurang. Faktor lain yang memperbedakan respon nyeri adalah kehadiran orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Walaupun nyeri dirasakan, kehadiran orang yang bermakna bagi pasien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan, sebaiknya tersedianya seseorang yang memberi dukungan sangatlah berguna karena akan membuat seseorang merasa lebih nyaman. Kehadiran orang tua atau keluarga sangat penting bagi anak-anak yang mengalami nyeri. (Judha, 2012) Dismenore adalah keluhan menstruasi umum dengan dampak yang besar pada kualitas hidup perempuan, produktivitas kerja, dan pemanfaatan layanan kesehatan. Sebuah tinjauan komprehensif dilakukan pada longitudinal atau kasus-kontrol atau studi cross-sectional dengan sampel berbasis masyarakat yang besar untuk secara akurat menentukan prevalensi dan / atau kejadian dan faktor risiko dismenore. Lima belas studi utama, yang diterbitkan antara tahun 2002 dan 2011, memenuhi kriteria inklusi. Prevalensi dismenore bervariasi antara 16% dan 91% pada wanita usia reproduksi, dengan sakit parah di 2% -29% dari wanita yang diteliti. Perempuan usia, paritas, dan penggunaan kontrasepsi oral yang terbalik dikaitkan dengan dismenore, dan stres yang tinggi meningkatkan risiko dismenore. Efek ukuran umumnya sederhana sampai sedang, dengan rasio odds bervariasi antara 1 dan 4. Riwayat keluarga dismenore sangat peningkatan risiko, dengan odds ratio antara 3,8 dan 20,7. Bukti meyakinkan yang ditemukan untuk faktor dimodifikasi seperti merokok, diet, obesitas, depresi, dan penyalahgunaan. Dismenore adalah gejala yang signifikan bagi sebagian besar wanita usia reproduksi; Namun, rasa sakit yang parah membatasi kegiatan sehari-hari kurang umum. Ulasan ini menegaskan bahwa dismenore membaik dengan bertambahnya usia, paritas, dan penggunaan kontrasepsi oral dan secara positif terkait dengan stres dan keluarga sejarah dismenore.(Hong Ju, 2013) 84 ISSN 2407-9189 Perbedaan Tingkat Nyeri haid (Dysmenorrhea) Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Musik Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan nilai rata-rata tingkat nyeri haid 2,18 sebelum dilakukan terapi musik adalah dengan standar deviasi 0.390 sedangkan tingkat nyeri haid sesudah dilakukan terapi musik didapatkan nilai rata-rata lebih rendah yaitu 1,25 dengan standar deviasi 0,441. Berdasarkan uji wilcoxon didapatkan nilai signifikan 0.000 (p < 0.05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara tingkat nyeri sebelum dilakukan terapi musik dengan pengukuran tingkat nyeri sesudah dilakukan terapi musik. Hasil skala nyeri sebelum dilakukan terapi musik skala nyeri sedang sebanyak 82,1 % dan setelah dilakukan terapi musik skala nyeri sedang sebanyak 25%. Hasil penelitian ini terjadi penurunan skala dari yang kategori sedang menjadi ringan. Musik merupakan salah satu teknik distraksi yang efektif. Musik dapat menurunkan nyeri fisiologis, stress, dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri. Musik terbukti menunjukkan efek antara lain menurunkan frekuensi denyut jantung, mengurangi kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi waktu. Teknik distraksi adalah salah satu cara untuk mengurangi nyeri dengan mengalihkan perhatian kepada sesuatu yang lain sehinga kesadaran klien terhadap nyerinya berkurang. Salah satu distraksi yang efektif adalah music karena terbukti menunjukkan efek yaitu mengurangi kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan darah dan menurunkan frekuensi denyut jantung (Potter, 2002) . music yang dipilih pada umumnya music lembut dan teratur, seperti instrumentalia atau music klasik Mozart (Erfandi, 2009 dalam Farida 2010). Dalam penelitian ini menggunakan music klasik. Peningkatan kada PGE2 dan PGF2 alfa di dalam darah yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kontraksi dan disritmi uterus. Sehingga terjadi penurunan aliran darah dan oksigen ke uterus yang menyebabkan terjadinya iskemia serta peningkatan sensitisasi reseptor nyeri yang menimbulkan nyeri haid (Chang, E 2006). The 2nd University Research Coloquium 2015 Music Mozart merupakan salah satu jenis music relaksasi yang bertempo 60 ketukan per menit. Music yang memiliki tempo antara 60 sampai 80 ketukan per menit mampu membuat seseorang yang mendengarkannya menjadi rileks (Oritz, 1998 dalam McCaffrey dan Freeman 2003). Musik klasik mempunyai fungsi menenangkan pikiran dan kartasis emosi, serta dapat mengoptimalkan tempo, ritme, melodi dan harmoni yang teratur dan dapat menghasilkan gelombang alfa serta gelombang beta dalam gendang telinga sehingga memberikan ketenangan yang membuat otak siap menerima masukan baru, efek rileks, dan menidurkan (Nurseha dan Djafar, 2002). Selain itu music klasik berfungsi mengatur hormone-hormon yang berhubungan dengan stress antara lain ACTH, prolaktin dan hormone pertumbuhan serta dapat meningkatkan kadar endorphin sehingga dapat mengurangi nyeri (Champbell, 2001). Hasil Penelitian Sari (2012) terapi music Mozart dapat menurunkan intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi music klasik Mozart dan music kesukaan. Tidak ada perbedaan antara terapi music Mozart dan music kesukaan. Perbedaan Tingkat Nyeri haid (Dysmenorrhea) Sebelum dan Sesudah Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan nilai rata-rata tingkat nyeri haid 2,21 sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam adalah dengan standar deviasi 0,4999, sedangkan tingkat nyeri haid sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam didapatkan nilai rata-rata lebih rendah yaitu 1,25 dengan standar deviasi 0,441 Berdasarkan uji wilcoxon didapatkan nilai signifikan 0.000 (p < 0.05), maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara tingkat nyeri sebelum dilakukan kompres hangat dengan pengukuran tingkat nyeri sesudah dilakukan kompres hangat. Hasil skala nyeri sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam skala nyeri sedang sebanyak 71,4 % dan setelah dilakukan relaksasi nafas dalam skala nyeri sedang sebanyak 25%. Hasil penelitian ini terjadi penurunan skala dari yang kategori sedang menjadi ringan. Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan ketegangan, misalnya bernafas dalam dan pelan. Selain ISSN 2407-9189 dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nifas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen darah (Smeltzer & Bare, 2002). Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi nafas dalam terletak pada fisiologi system saraf otonom yang merupakan bagian dari system saraf perifer yang mempertahankan homeostasis lingkungan internal individu. Hasil penelitian Nag (2013) rasa nyeri yang dirasakan setelah intervensi yoga di kelompok studi. 83,33% dari kelompok studi melaporkan nyeri lengkap dan 11,66% melaporkan nyeri ringan. Tidak ada pengurangan nyeri ditemukan pada kelompok kontrol. Setelah intervensi yoga, absensi turun menjadi 10,3% dan peningkatan aktivitas sehari-hari diamati pada kelompok studi. Hasil penelitian ini sependapat dari ernawati yang melakukan intervensi teknik relaksasi nafas dalam sebanyak 70% dengan kategori ringan. Hal ini sesuai dengan teori Gate Control yang dikemukakan oleh Wall (1978) menjelaskna bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibukla dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar terapi untuk menghilangkan nyeri. Pemblokan ini dapat dilakukan melalui mengalihkan perhatian ataupun tindakan relaksasi. Teori lain yang mendukung bahwa teknik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan intensitas nyeri adalah teori huges dkk (1975). Menurutnya dalam keadaan tertentu tubuh mampu mengeluarkan opoid endogen yaitu endorphin dan enkefalin. Zat-zat tersebut memiliki sifat mirip morfin dengan efek analgetik yang membentuk suatu system penekan nyeri. Tehnik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu keadaan yang mampu merangsang tubuh untuk mengeluarkan opoid endogen sehingga terbentuk system penekan nyeri yang akhirnya akan menyebabkan penurunan intensit nyeri. hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan penurunan intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam, dimana setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam terjadi penurunan intensitas nyeri. 85 The 2nd University Research Coloquium 2015 Priharjo (2006) menjelaskan bahwa paling tidak ada tiga hal penting yang menjadikan tindakan relaksasi bermakna secara signifikan terhadap skala nyeri yaitu posisi yang tepat, pikiran yang tenang dan lingkungan yang tenang. Kondisi-kondisi tersebut juga terjadi pada responden jika teknik relaksasi nafas dalam dilakukan secara baik d tambah pikiran yang tenang dan kondisi lingkungan yang tenang, sangat memberikan kontribusi dalam penurunan skala nyeri dismenorrhea. selama pernafasan otot yang paling kerangka cenderung untuk bersantai, dan ada beberapa bukti tidak langsung yang juga sistem saraf pusat menjadi kurang aktif. pernafasan cepat dan dangkal dan penekanan pada fase inspirasi hanya dapat meningkatkan ketegangan yang menyakitkan. pada perubahan sisi lain sukarela pola pernapasan, seperti memperpanjang napas dan menghindari retensi napas setelah menghirup, dapat menyebabkan lebih relaksasi dan juga dapat menurunkan nyeri (Nespor, 1991) 4.KESIMPULAN 1. Sebagian besar usia responden 14 tahun sebanyak 62,5 %, usia pertama menstruasi (menarche) sebagian besar berusia 12 tahun sebanyak 41,1% 2. Rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan terapi musik 2,18 dan setelah dilakukan terapi musik 1,25 3. Rata-rata skala nyeri sebelum relaksasi nafas dalam 2,21 dan setelah dilakukan relaksasi nafas dalam 1,25 4. Hasil uji wilcozon p < 0,05 sehingga ada perbedaaan nyeri menstruasi sebelum dilakukan relaksasi dan setelah terapi music 5. Hasil uji wilcozon p < 0,05 sehingga ada perbedaaan nyeri menstruasi sebelum dilakukan relaksasi dan setelah relaksasi nafas dalam SARAN 1. Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Terapi Musik diharapkan dapat dijadikan salah satu alternatif untuk mengurangi nyeri haid. 86 ISSN 2407-9189 2. Perlunya perkembangan ilmu dan penelitian lain terkait penanganan nyeri haid dengan metode non farmakologi 3. Hasil penelitian ini dapat diapilkasikan dan diinformasikan kepada masyarakat sehingga dapat mengurangi rasa nyeri pada saat menstruasi sehingga tidak mengganggu aktifitas sehari-hari. Meningkatkan usaha promosi kesehatan tentang reproduksi remaja sehinggga meningkatkan pengetahuan, sikap remaja tentang permasalahan yang dihadapi. REFERENSI Abbaspour Z. 2006. The Effect Of Exercise On Primary Dysmenorrheal. J Res Health Sci. Vol 4, No 2, pp 26-31. Alimul, H. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan llmiah. Salemba Medika, Jakarta. Arikunto, S. 2006 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta, Yogyakarta. Baziad,Ali dkk. 2008. Endokinolagi Ginekologi. Media Aesculapius. Jakarta Champbell. 2001. Efek Mozart: Memanfaatkan Kekuatan Musik Untuk Mempertajam Pikiran, Meningkatkan Kreativitas, dan Menyehatkan Tubuh, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Depkes Rl. 2009. Permasalahannya. Jakarta. Remaja Depkes dan Rl, Ernawati (2010) Terapi Relaksasi Terhadap Nyeri Dismenore Pada Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Semarang. Prosiding seminar nasional UNIMUS. Hal. 106-108 Husain, Oyis Husain. (2014) Hubungan pengetahuan tentang dismenore dengan upaya penanganannya pada siswi kelas X di SMK Negeri 1 The 2nd University Research Coloquium 2015 Batudaa. Tesis. Universitas Negeri Gorontalo. Ju, Hong, Mark Jones (2013) The Prevalence and Risk Factors of Dysmenorrhea. Public Health Journl Vol.36 Issue 1 104-113 Judha. (2012). Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika. McCaffrey & Freemane. 2003. Effect of Music on Chronic Osteoarthritis pain in Older People. Journal of Advanced Nursing, 44(5), 517524 Nag, Usha (2013). Meditation and yoga as alternative therapy for primary dysmenorhea. International Journal of Medical and Pharmaceutical Sciences. Periodical of Radiance Reseach Academy, Nagpur. India Nespor, Karel (1991). Pain managemen and Yoga. International Journal of psychosomatic NS, Sallika. 2010. Serba serbi Kesehatan Perempuan Apa yang Perlu Kamu Tahu Tentang Tubuhmu. Cetakan I. Jakarta. Bukune Paula K.Lundberg-Love, Kevin L. Nada et all 2012.Women and mental disorder. United States of America ISSN 2407-9189 Sari, Perdana. 2012. Perbedaan terapi music klasik Mozart dengan terapi music kesukaan terhadap intensitas nyeri haid pada remaja putri di SMA negeri 5 Denpasar. Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Smeltzer & Bare. 2007. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol.1. Alih Bahasa : Agung Waluyo. Jakarta. EGC Suzannec, S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner & Suddarth. Vol.2 Ed.8, Jakarta; EGC Tamsuri, A.2006. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jilid Pertama. Edisi Pertama, Jakarta: EGC Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Cetakan I . EGC. Jakarta Perry, & Potter. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC. Prawirohardjo, S. 2007. llmu Kebidanan : Yayasan Bina pustakasarwono Prawirohardjo, Jakarta. Priharjo. 2006. Perawatan Nyeri. Jakarta. EGC Proverawati. 2009. Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogjakarta: Nuha Medika. Sachan B. 2012. Age at menarche and menstrual problems among school going adolescent girls of a North Indian district. Journal of basic and clinical reproductive sciences. Vol 1. Issue 1 Page 56-59 87 PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP RESPON NYERI PADA PASIEN DENGAN POST OPERASI DI RSUD A. DADI TJOKRODIPO KOTA BANDAR LAMPUNG Tubagus Erwin Nurdiansyah STIKES Mitra Lampung e-mail: [email protected] Abstrak: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri Pada Pasien Dengan Post Operasi Di RSUD A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung. Nyeri pasca bedah merupakan satu dari masalah keluhan pasien tersering di rumah sakit sebagai konsekuensi pembedahan yang tidak dapat dihindari. Pengaruh negatif dari nyeri dapat dikendalikan dengan manajemen nyeri sebagai bagian dari perawatan pasien yang sangat penting, meliputi pemberian terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi berupa intervensi perilaku kognitif seperti teknik relaksasi, terapi musik, imagery dan biofeedback. Tujuan penelitian guna melihat efektifitas terapi musik terhadap respon nyeri pasien post operasi. Metode penelitian menggunakan quasi experimental dengan desain pretest-postest with control group design. Sampel berjumlah 34 responden. Variabel penelitian adalah pemberian terapi musik dan respon nyeri. Data dikumpulkan dengan menggunakan pengukuran skala nyeri Numeric Rating Scale (NRS) dan Faces Pain Scale Resived (FPSR). Hasil penelitian menunjukan perbedaan selisih respon nyeri pasien post operasi antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol, yang dibuktikan dengan nilai selisih pada kelompok intervensi sebesar 2,65 dan nilai selisih pada kelompok kontrol sebesar 1,59. Adapun faktor confounding tidak memiliki pengaruh terhadap respon nyeri yaitu pengalaman nyeri masa lalu (p– value=0,387), jenis kelamin (p–value=0,068) dan budaya bermusik (p–value = 0,599). Kesimpulan pada penelitian ini adalah pemberian terapi musik mempunyai efektifitas yang lebih baik dalam manajemen nyeri pasca pembedahan. Saran penelitian ini adalah agar terapi musik dapat diterapkan secara langsung di Rumah Sakit untuk menurunkan respon nyeri pada pasien post operasi pembedahan. Kata Kunci: terapi musik, nyeri Nyeri pasca bedah merupakan satu dari masalahmasalah keluhan pasien tersering di rumah sakit sebagai konsekuensi pembedahan yang tidak dapat dihindari. Sebanyak 77% pasien pasca bedah mendapatkan pengobatan nyeri yang tidak adekuat dengan 71% masih mengalami nyeri setelah diberi obat dan 80%-nya mendeskripsikan masih mengalami nyeri tingkat sedang hingga berat (Katz, 2005). Tindakan pembedahan berupa insisi pada kulit, tindakan traumatik pada jaringan tubuh lainnya dan manipulasi struktur tubuh viseral telah mencetuskan mekanisme inflamasi, nyeri neuropati dan viseral yang berkontribusi pada rasa nyeri yang terjadi selama periode pasca bedah. Nyeri pasca bedah dikelompokkan sebagai nyeri akut yang dihubungkan dengan respons otonom, metabolikendokrin, fisiologi dan perilaku (Sona & Amit, 2007). Cidera jaringan tubuh pada pembedahan akan meningkatkan pelepasan substansi kimia yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti histamin, prostaglandin, bradikinin dan substansi P yang akan mengakibatkan respons nyeri dan menjadi sumber stres bagi tubuh. Substansi kimia ini mengakibatkan tubuh melakukan perlawanan dengan mengaktivasi sistem saraf simpatis untuk membuat serangkaian perubahan pada tubuh. Denyut jantung, curah jantung dan tekanan darah meningkat, pupil berdilatasi, tangan dan kaki menjadi dingin. Mekanisme yang dapat menimbulkan respons stres dapat pula dipakai untuk menghilangkan nyeri. Segera setelah individu memahami bahwa situasi nyeri tidak berbahaya, otak akan berhenti mengirim tanda bahaya ke batang otak, berhenti mengirim pesan nyeri ke sistem saraf. Beberapa menit setelah pengiriman pesan bahaya terhenti, respons perlawanan terhenti dan nyeri menghilang. Mekanisme penghentian respons stres dapat diperoleh dengan teknik relaksasi. Respons relaksasi adalah kebalikan dari respons alarm dan respons tersebut mengembalikan tubuh pada keadaan seimbang. Respons relaksasi mengembalikan proses fisik, mental dan emosi. Menyadari persepsi nyeri, mengalihkan perhatian dan fikiran dan kemudian mengendalikannya, membuat individu menjadi rileks dan akhirnya nyeri menghilang. Nyeri pasca bedah yang tidak hilang dapat menimbulkan efek negatif terhadap fisiologis dan psikologi (Black & Hawk, 2014). Dampak nyeri terhadap psikologi berupa gangguan tidur dan sulit berhubungan dengan orang lain karena perhatiannya berfokus pada nyeri. Nyeri yang tidak teratasi akan 14 Nurdiansyah, Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri Pada Pasien Dengan Post Operasi 15 menghambat penyembuhan. Pasien dirawat di rumah sakit menjadi lebih lama dan meningkatkan biaya perawatan rumah sakit (Black & Hawk, 2014; Smeltzer et al., 2008). Pengaruh negatif dari nyeri dapat dikendalikan dengan penatalaksanaan yang adekuat melalui pendekatan multidisiplin kesehatan. Manajemen nyeri merupakan bagian dari perawatan pasien yang sangat penting. (The American Pain Society 2003 dalam Smeltzer et al., 2008) memberi sebutan nyeri sebagai tanda-tanda vital kelima atau Pain: The 5 th Vital Sign. Sementara itu The Joint Commission on the Accreditation of Healthcare Organization, (JCAHO) pada tahun 2000 mengembangkan standar pengelolaan nyeri bagi institusi kesehatan dengan menyatakan bahwa nyeri harus dinilai pada semua pasien, dan pasien mempunyai hak untuk dikaji dan diberikan penatalaksanaan nyeri secara tepat. Manajemen nyeri pasca bedah meliputi pemberian terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi berupa intervensi perilaku kognitif seperti teknik relaksasi, terapi musik, imagery dan biofeedback (Potter & Perry, 2011). Intervensi perilaku kognitif dalam mengontrol nyeri dimaksudkan untuk melengkapi atau mendukung pemberian terapi analgesik agar pengendalian nyeri menjadi efektif (Smeltzer et al., 2008). Relaksasi adalah satu dari pendekatan perilaku kognitif yang sudah digunakan secara luas dalam manajemen nyeri pasca bedah dan telah direkomendasikan dalam pengelolaan nyeri oleh Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR), (1992). Relaksasi meningkatkan toleransi nyeri dan meningkatkan keefektifan tindakan penghilang nyeri lainnya tanpa menimbulkan risiko (Lemone & Burke, 2008; Santos dos Benedita, 2004) Sebuah penelitian telah memperlihatkan teknik relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pasca bedah. Sebuah penelitian oleh Good (1999) membandingkan efek jaw relaxation, musik dan kombinasi jaw relaxation dan musik, dengan kelompok kontrol yang mendapatkan pengobatan rutin pada sampel 500 pasien dengan nyeri pasca bedah abdomen. Skor sensasi nyeri secara signifikan lebih rendah pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol kecuali segera setelah ambulasi pada hari pertama dan kedua. Skor nyeri pada kelompok kombinasi secara signifikan lebih rendah daripada kelompok musik dan kelompok kontrol. Tidak ada perbedaan dalam skor nyeri diantara kelompok dengan terapi musik dan kelompok kontrol yang diberikan relaksasi biasa (Kwekkeboom, 2006). Terapi musik sebagai teknik relaksasi yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu. Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat disesuaikan dengan keinginan, seperti musik klasik, instrumentalia dan slow musik (Potter, 2005 dikutip dari Erfandi, 2009). Mendengarkan musik dapat memproduksi zat endorphins (substansi sejenis morfin yang disuplai tubuh yang dapat mengurangi rasa sakit/nyeri) yang dapat menghambat transmisi impuls nyeri disistem saraf pusat, sehingga sensasi nyeri dapat berkurang, musik juga bekerja pada sistem limbik yang akan dihantarkan kepada sistem saraf yang mengatur kontraksi otot-otot tubuh, sehingga dapat mengurangi kontraksi otot (Potter & Perry, 2011). Musik terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan frekuensi denyut jantung, mengurangi kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri dan menurunkan tekanan darah (Campbell, 2001 dalam Ucup, 2011). Beberapa studi kasus praktek dokter gigi di Eropa terapi musik telah terbukti bisa mengurangi nyeri yang dirasakan oleh seseorang (Potter & Perry, 2011). Manfaat terapi musik pada periode pasca bedah, yaitu meningkatkan kenyamanan pasien karena relaksasi mampu menurunkan spasme otot, mengurangi kecemasan dan meningkatkan aktivitas parasimpatis (Black & Hawk, 2014). Pada keadaan rileks tubuh akan distimulasi untuk memproduksi endorfin yang bereaksi menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa tenang dan pada akhirnya akan merangsang organ-organ tubuh untuk mereproduksi sel-sel yang rusak akibat pembedahan (Smeltzer et al., 2008). Lebih lanjut teknik relaksasi dengan terapi musik dapat mempersingkat lama rawat di rumah sakit, membantu menurunkan respons kecemasan pasien yang menjalani pembedahan. Roykul charoen & Good, (2004) telah melakukan penelitian tentang pengaruh teknik relaksasi terhadap sensori dan afeksi pasien pasca bedah abdomen setelah latihan berjalan pada hari pertama pasca bedah yang dilakukan di rumah sakit besar di Thailand. Hasilnya memperlihatkan sensasi nyeri berkurang secara signifikan dan mengalami peningkatan sense of control nyeri pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Dilaporkan juga bahwa tingkat kecemasan pasien menurun pada kelompok intervensi daripada kelompok kontrol. Berbagai jenis manajemen nyeri non farmakologi telah banyak diterapkan dalam tatanan 16 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 14-22 pelayanan keperawatan. Namun, penggunaan manajemen nyeri non farmakologi di Indonesia masih belum optimal. Teknik relaksasi yang paling sering digunakan yaitu nafas dalam dan teknik distraksi. Akan tetapi belum ada prosedur tertulis mengenai teknik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri pasca bedah yang ditetapkan menjadi standar pelayanan keperawatan. Dismaping itu belum ada penggunaan alat audiovisual yang secara khusus disiapkan untuk mempermudah pasien memahami dan melakukan prosedur teknik relaksasi dan terapi musik dengan benar dan tepat. RSUD A. Dadi Tjokrodipo merupakan Rumah Sakit rujukan yang berada di Kota Bandar Lampung, Rumah Sakit ini telah mempunyai fasilitas Instalasi Bedah Sentral yang melayani seluruh pasien yang akan melakukan operasi. RSUD A. Dadi Tjokrodipo belum secara optimal menerapkan manajemen nyeri secara non farmakologi, selama ini manajemen nyeri yang berkembang merupakan manajemen nyeri secara farmakologi. Menurut data yang diperoleh pada pra survey, berdasarkan data Rekam Medis pada Januari–Maret tahun 2014 yang ada di RSUD. Dr. A. Dadi Tjokrodipo didapatkan pada bulan Januari sebanyak 143 operasi, bulan Februari sebanyak 106 operasi dan pada bulan Maret sebanyak 93 operasi. Serta berdasarkan wawancara terhadap 2 orang post operasi pembedahan abdomen masih merasakan nyeri yang hebat walaupun sudah diberikan obat penghilang nyeri. Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan sebagai upaya mengembangkan manajemen nyeri dengan pendekatan perilaku kognitif serta untuk mendukung penelitian-penelitian mengenai teknik relaksasi sebelumnya, peneliti ingin mencoba mengeksplorasi lebih jauh efektifitas terapi musik terhadap respon nyeri pasien post operasi di RSUD. Dr. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung. METODE PENELITIAN Desain Penelitian menggunakan disain quasi experimental dengan pretest-postest with control group design. Peneliti membandingkan efek terapi terhadap rasa nyeri antar dua kelompok independen. Kelompok intervensi yaitu responden yang mendapatkan kombinasi terapi musik dan analgesik, sedangkan kelompok kontrol hanya mendapatkan terapi analgesik. Penelitian dilaksanakan di RSUD. Dr. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung. Persiapan penelitian dimulai dari Maret-April 2014. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 4 Juli–14 Agustus 2014. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pasien yang melakukan operasi di RSUD A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung pada bulan Juli– Agustus tahun 2014, dengan jumlah pasien yang menjalankan operasi yaitu 216 orang. Jumlah subyek yang diambil adalah total sampel yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi, dengan mengambil jumlah minimal sampel yang dianggap memenuhi syarat untuk penelitian eksperimen yaitu 15 subyek pada setiap kelompok (Dempsey & Dempsey, 2002). Dengan menambahkan 10% dari jumlah sampel sehingga didapatkan 17 sampel pada setiap kelompok. Analisa Data yang diuji homogenitas yaitu karakteristik pengalaman terhadap nyeri dengan nilai signifikansi sebesar 1,000, jenis kelamin dengan nilai signifikansi sebesar 0,190 dan budaya bermusik. Analisis univariat bertujuan mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Untuk data kategorik pengalaman terhadap nyeri responden, jenis kelamin dan budaya bermusik, hanya menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persentase atau proporsi. Pengujian masingmasing variabel dilakukan dengan menggunakan tabel yang diinterpretasikan berdasarkan hasil yang diperoleh (Hastono, 2010). Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas, variabel terikat dan perancu. Uji Statistik yang digunakan untuk menguji respon nyeri pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah terapi standar dan kelompok intervensi sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan uji statistik dengan t dependent. Sedangkan uji statistik untuk membandingkan respon nyeri pada kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dengan uji t independent. Analisa multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor yang paling besar berpengaruh terhadap variabel dependen (Hastono, 2010). Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier ganda. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Uji Homogenitas dan Uji Normalitas Pada penelitian ini variabel-variabel yang diuji homogenitas yaitu karakteristik pengalaman terhadap nyeri dengan nilai signifikansi sebesar 1,000, jenis kelamin dengan nilai signifikansi sebesar 0,190 dan budaya bermusik. Nilai signifikansi sebesar 0,256>nilai alpha yaitu 0,05, Nurdiansyah, Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri Pada Pasien Dengan Post Operasi 17 berarti bahwa kelompok data mempunyai varian yang sama atau homogen. Sedangkan uji normalitas dilakukan dengan menggunakan nilai Skewness dibagi dengan standar error of skewness dengan tingkat kepercayaan 95% dengan bantuan program komputer. Diperoleh nilai signifikansi pengalaman terhadap nyeri sebesar -0,716, nilai signifikansi jenis kelamin sebesar 1,807, nilai signifikansi budaya bermusik sebesar -1,230, nilai signifikansi nyeri sebelum sebesar 1,230 dan nilai signifikansi nyeri setelah sebesar -0,083. Penelitian menunjukkan nilai signifikansi berkisar antara -2 sampai dengan 2. Berarti data memenuhi asumsi normalitas. Analisis Univariat Analisis univariat pada penelitian ini untuk mengetahui karakteristik responden. Dari hasil skrening dan evaluasi terhadap responden penelitian, dapat dikategorikan sebagaimana karakteristik responden meliputi pengalaman terhadap nyeri, jenis kelamin dan budaya dalam bermusik (jenis musik kesukaan) kesemuanya itu dijabarkan sebagaimana tabel berikut: Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan PRespon Nyeri, Jenis Kelamin, dan Budaya Bermusik Sebelum Perlakuan Kelompok Intervensi Sebelum Kontrol Sebelum Total Variabel Respon Nyeri Ditoleransi Tidak Ditoleransi Jenis Kelamin Laki – Laki Kelompok Kontrol n % n % n % 7 10 41,2 58,8 7 10 41,2 58,8 14 20 41,2 58,8 12 70,6 10 58,8 22 64,7 5 29,4 7 41,2 12 35,3 Budaya Bermusik Musik Mayor Musik Minor 6 11 35,3 64,7 9 8 52,9 47,1 15 19 44,1 55,9 Berdasarkan tabel 1 dapat digambarkan bahwa distribusi pengalaman terhadap nyeri responden pada kelompok intervensi ataupun kontrol yaitu sebagian besar pengalaman terhadap nyeri tidak dapat ditoleransi yaitu sebanyak 20 orang (58,8%). Sedangkan untuk jenis kelamin sebagian besar yaitu laki – laki sebanyak 22 orang (64,7%) dan budaya bermusik responden sebagian besar adalah menyukai jenis musik minor sebanyak 19 orang (55,9%). Tabel 2 Distribusi Frekuensi Rerata Respon Nyeri S.D Min-Max 8,35 8,00 0,493 8-9 8,65 9,00 0,493 8-9 Tabel 3 Distribusi Frekuensi Rerata Respon Nyeri Setelah Dilakukan Perlakuan Kelompok Mean Median S.D Min-Max 5,71 6,00 0,849 4-7 7,06 7,00 0,659 6-8 Intervensi Kontrol Setelah Perempuan Median Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa rerata respon nyeri responden pada kelompok intervensi sebelum terapi musik adalah sebesar 8,35 dengan median sebesar 8,00. Sementara standar deviasi sebesar 0,493 dan untuk skala nyeri terendah dan tertinggi yaitu 8 dan 9. Sedangkan rerata respon nyeri responden pada kelompok kontrol sebelum diberikan prosedur standar adalah sebesar 8,65 dengan median sebesar 9,00. Sementara standar deviasi sebesar 0,493 dan untuk skala nyeri terendah dan tertinggi yaitu 8 dan 9. Setelah Kelompok Intervensi Mean Berdasarkan tabel 3 juga dapat diketahui bahwa rerata respon nyeri responden pada kelompok intervensi setelah terapi musik adalah sebesar 5,71 dengan median sebesar 6,00. Sementara standar deviasi sebesar 0,849 dan untuk skala nyeri terendah dan tertinggi yaitu 4 dan 7. Sedangkan rerata respon nyeri responden pada kelompok kontrol setelah diberikan prosedur standar adalah sebesar 7,06 dengan median sebesar 7,00. Sementara standar deviasi sebesar 0,659 dan untuk skala nyeri terendah dan tertinggi yaitu 6 dan 8. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas, variabel terikat dan perancu. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji dependent sample t-test (Paired ttest) untuk melihat perbedaan sebelum dan setelah setiap variabel, untuk melihat perbedaan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol menggunakan uji independent sample t–test (Pooled t–test). Perbedaan Rerata Respon Nyeri Sebelum dan Setelah Perlakuan Pada Kelompok Intervensi dan Pada Kelompok Kontrol. 18 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 14-22 Tabel 4 Distribusi Frekuensi Perbedaan Rerata Respon Nyeri Sebelum dan Setelah Perlakuan Variabel N Intervensi Nyeri Sebelum 17 Nyeri Setelah Kontrol P - Value Mean S.D S.E 8,35 0,702 0,170 0,000 0,618 0,150 0,000 5,71 17 Nyeri Sebelum 8,65 Nyeri Setelah 7,06 Signifikan /Bermakna pada α=0,05 Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui rerata respon nyeri sebelum terapi musik adalah 8,35 dan rerata respon nyeri setelah terapi musik adalah 5,71. Berdasarkan hasil uji t- independent didapatkan p value 0,000. Interpretasi dari hasil p-value yang kurang dari 0,05 ini adalah ada perbedaan yang signifikan rerata tingkat nyeri sebelum dan setelah diberikan terapi musik pada pasien post operasi di RSUD. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung tahun 2014. Sedangkan rerata respon nyeri sebelum prosedur standar adalah 8,65 dan rerata respon nyeri setelah prosedur standar adalah 7,06. Berdasarkan hasil uji t-independent didapatkan p-value 0,000. Interpretasi dari hasil p-value yang kurang dari 0,05 ini adalah ada perbedaan yang signifikan rerata tingkat nyeri sebelum dan setelah diberikan prosedur standar pada pasien post operasi di RSUD. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung tahun 2014. Perbedaan Selisih Rerata Respon Nyeri Antara Kelompok Intervensi dengan Kelompok Kontrol Tabel 5 Distribusi Frekuensi Perbedaan Selisih Rerata Respon Nyeri Antara Kelompok Intervensi dengan Kelompok Kontrol Variabel N Mean S.D S.E Intervensi 17 2,65 0,702 0,170 Kontrol 17 1,59 0,618 0,150 perbedaan yang signifikan rerata selisih respon nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol di ruang rawat inap RSUD. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung Tahun 2014. Analisis Multivariat Analisa multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor yang paling besar berpengaruh terhadap variabel dependen (Hastono, 2010). Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier ganda. Tabel 6 Distribusi Frekuensi Variabel Confounding Terhadap Respon Nyeri Setelah Perlakuan Kelompok Intervensidan Kelompok Kontrol Variabel n P -Value Pengalaman Terhadap Nyeri 34 0,387 Jenis Kelamin 34 0,068 Budaya Bermusik 34 0,599 Signifikan / Bermakna pada α=0,25 Berdasarkan tabel 6 dapat digambarkan bahwa dari beberapa variabel confounding seperti pengalaman terhadap nyeri, jenis kelamin dan budaya bermusik pada analisis regresi menunjukan nilai p–value yaitu pengalaman terhadap nyeri sebesar 0,387, jenis kelamin sebesar 0,068 dan budaya bermusik sebesar 0,599. Berdasarkan tingkat signifikan alpha 0,25, maka dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin merupakan variabel yang dapat masuk pada tahap analisis permodelan multivariat dengan menggunakan regresi linier ganda. Akan tetapi setelah data jenis kelamin dimasukan ke dalam analisis menggunakan regresi linier ganda, diperoleh hasil p–value sebesar 0,075. Berarti bahwa p–value>alpha (0,075>0,05) dengan kesimpulan bahwa jenis kelamin juga tidak mempunyai pengaruh terhadap respon nyeri post operasi. P- Value 0,000 Signifikan /Bermakna pada α=0,05 Berdasarkan tabel 5 dapat digambarkan bahwa rerata selisih penurunan nyeri pada kelompok intervensi adalah 2,65, sementara selisih penurunan nyeri pada kelompok kontrol adalah 1,59. Hasil uji t independent didapatkan nilai p – value kurang dari 0,05 yang memiliki interpretasi bahwa ada PEMBAHASAN Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui rerata respon nyeri sebelum terapi musik adalah 8,35 dan rerata respon nyeri setelah terapi musik adalah 5,71. Berdasarkan hasil uji t- independent didapatkan pvalue 0,000. Interpretasi dari hasil p-value yang kurang dari 0,05 ini adalah ada perbedaan yang signifikan rerata tingkat nyeri sebelum dan setelah diberikan terapi musik pada pasien post operasi. Sedangkan rerata respon nyeri sebelum prosedur standar adalah 8,65 dan rerata respon nyeri setelah prosedur standar adalah 7,06. Berdasarkan Nurdiansyah, Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri Pada Pasien Dengan Post Operasi 19 hasil uji t-independent didapatkan p-value 0,000. Interpretasi dari hasil p-value yang kurang dari 0,05 ini adalah ada perbedaan yang signifikan rerata tingkat nyeri sebelum dan setelah diberikan prosedur standar pada pasien post operasi. Jika dibandingkan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, terlihat lebih besar penurunan respon nyeri pada kelompok intervensi dibandingkan pada kelompok kontrol. Hal tersebut berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan pemberian terapi musik dengan dikombinasikan dengan terapi standar post operasi dalam menurunkan respon nyeri pada pasien dengan post operasi pembedahan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Devi (2008) dengan judul pengaruh terapi musik terhadap respon stres psikofisiologis pasien yang menjalani coronary angiography di Pelayanan Jantung Tepadu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain penelitian ini adalah Quasi eksperimen dengan non equivalent pretest-posttest with control group. Penelitian ini dilakukan dengan random sampling, 60 orang sampel yaitu 30 kelompok kontrol dan 30 kelompok intervensi. Terjadi penurunan tingkat kecemasan, penurunan yang lebih besar terjadi pada kelompok intervensi (p=0,000) yang berarti ada pengaruh terapi musik terhadap kecemasan pasien secara signifikan. Pemberian keterolak 30 mg intravena mempunyai efek yang sama dengan morfin 10 mg dalam mengurangi nyeri sedang sampai dengan berat (Suryana, 2010 dalam Dian, 2012). Keterolak merupakan agen analgesik NSAID pertama yang dapat diinjeksikan yang kemanjurannya dapat dibandingkan dengan morfin untuk nyeri berat (Potter & Perry, 2006). Keterolak dalam obat NSAID yang umumnya diberikan pada pasien post operasi di RSUD. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung. Keterolak sedian ampul 30 mg dengan rute pemberian perdrip intravena merupakan prosedur terapi standar yang diberikan pada pasien post operasi di RSUD. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung. Dosis yang diterima pada seluruh responden adalah sama yaitu 30 mg per drip intravena untuk keterolak sediaan ampul, dengan pemberian per 8 jam setiap harinya. Pemberian analgetik merupakan prosedur standar pada post operasi. Penggunaan analgesik untuk mengatasi nyeri pasca pembedahan merupakan protokol yang seharusnya (Good, et.al., 2005; Nilssons, 2008). Efek sementara dari pemberian penghilang nyeri akan mengakibatkan banyaknya efek samping yang harus dipahami oleh pemberi layanan manajemen nyeri, seperti sedasi, confuse, agitasi, peningkatan produksi asam-asam saluran cerna, yang justru menghambat proses penyembuhan luka, ambulasi sampai dengan prolonged length of stay yang sangat berpengaruh terhadap effective cost management dari pasien (Neal, 2002; Australian Acute musculosceletal pain guidelines group, 2003; Peterson & Bredow, 2004; Nilssons, 2008). Respon nyeri responden pada kelompok kontrol yang diukur setelah 30 menit pemberian terapi keterolak 30 mg per drip intravena menunjukan penurunan respon nyeri yang signifikan disebabkan karena rute pemberian keterolak melalui per drip intravena memberikan efek lebih cepat. Seperti diketahui bahwa waktu plasma keterolak memiliki konsentrasi 54 menit setelah pemberian oral, 38 menit setelah pemberian intramuskular dan 30 pemberian intravena. Waktu paruh keterolak adalah 4–6 jam (Suryana, 2010 dalam Dian, 2012). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa selisih respon nyeri terjadi pada kelompok intervensi sebesar 2,65. Rentang skala nyeri sebelum terapi musik yaitu berkisar 8–9, kemudian setelah pemberian terapi musik skala nyeri berkisar dalam rentang 4–7. Sedangkan selisih respon nyeri responden pada kelompok kontrol sebesar 1,59. Rentang skala nyeri sebelum terapi standar yaitu berkisar 8–9, kemudian diberikan prosedur terapi standar maka respon nyeri dalam rentang nilai 7–8. Hasil tersebut juga menunjukan bahwa selisih respon nyeri terjadi lebih besar pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal tersebut dikarenakan terapi musik dapat memodulasikan nyeri melalui pengeluaran endorfin dan enkefalin. Menurut teori perubahan hormone mengemukakan tentang peranan endorfin yang merupakan substansi atau neurotransmiter menyerupai morfin yang dihasilkan tubuh secara alami. Neurotransmiter tersebut hanya bisa cocok pada reseptor-reseptor pada saraf yang secara spesifik dibentuk untuk menerimanya. Keberadaan endorfin pada sinaps sel-sel saraf mengakibatkan penurunan sensasi nyeri (Kastono, 2008). Peningkatan endorfin terbukti berhubungan erat dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya ingat, memperbaiki nafsu makan, kemampuan seksual, tekanan darah dan pernafasan. Seperti diketahui bahwa endorfin memiliki efek relaksasi pada tubuh (Potter & Perry, 2006). Endorfin juga sebagai ejektor dari rasa rileks dan ketenangan yang timbul, midbrain mengeluarkan Gama Amino Butyric Acid (GABA) yang berfungsi menghambat hantaran impuls listrik dari satu neuron ke neuron lainnya oleh neurotransmitter di dalam 20 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 14-22 sinaps. Selain itu, midbrain juga mengeluarkan enkepalin dan beta endorfin. Zat tersebut dapatmenimbulkan efek analgesia yang akhirnya mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri pada pusat persepsi dan interpretasi somatik di otak. Sehingga efek yang bisa muncul adalah nyeri berkurang (Guyton & Hall, 2008). Nillson menyatakan bahwa waktu pelaksanaan pelaksaan terapi musik bisa dimulai sesegera mungkin, yaitu bisa dimulai 2 jam post operasi. Meskipun klien masih diruang pulih sadar, terapi bisa langsung diberikan (Nilsson, 2009). Good, et.al. (1999) merekomendasikan intervensi terapi musik diberikan pada hari pertama dan kedua post operasi. Hal ini merupakan upaya untuk menstimulasi pengeluaran endorphin sesegera mungkin. Selain itu terapi musik akan membuat perubahan-perubahan di dalam tubuh, seperti mengurangi ketegangan otot, menurunkan konsumsi oksigen, pernafasan dan meningkatkan produksi serotonin yang menimbulkan perasaan tenang dan sejahtera dengan demikian akan mengurangi nyeri. Serotonin merupakan neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat. Ia berperan dalam sistem analgesika otak. Serotonin menyebabkan neuronneuron lokal medulla spinalis mensekresi enkefalin. Enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presinaptik dan postsinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C dan A. Analgesika ini dapat memblok sinyal nyeri pada tempat masuknya ke medulla spinalis. Pemberian terapi musik terjadi pengalihan perhatian dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Seseorang, yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri (Smeltzer et al., 2008). Penurunan nyeri ini membantu proses penyembuhan luka pada pemulihan kondisi umum, dan pasien bisa memulai rehabilitasi sesegera mungkin. Efek samping dari penggunaan analgetik juga bisa dikurangi karena pasien bisa direkomendasikan untuk mengurangi dosis konsumsi analgesik. Hal ini akan membantu dalam pengurangan cost pasien dan meningkatkan kepuasan pasien atas pelayanan keperawatan. Tse, Chan dan Benzie (2005) yang melakukan penelitian pengaruh terapi musik pada pasien post operasi nasal di polytehnic University Hong Kong. Salah satu indikator penelitian tersebut adalah konsumsi analgesik. Dimana kelompok intervensi menunjukkan hasil yang sangat signifikan pengurangan konsumsi analgesik dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini membuktikan bahwa penurunan tingkat nyeri pada kelompok kontrol. Hal ini membuktikan bahwa penurunan tingkat nyeri pada kelompok intervensi yang mendapatkan terapi musik lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya mendapatkan terapi standar Ketorolak 30 mg sedian ampul drip intravena. Chiang (2012) telah membuktikan bahwa terapi musik sangat efektif untuk mengurangi nyeri pada pasien kanker di Taiwan. Hasil penelitiannya adalah terdapat penuruan nyeri yang signifikan pada ketiga kelompok intervensi dibandingkan kelompok konterol (P value = 0,001). Terapi musik dengan kombinasi suara alam memiliki efek paling besar untuk menurunkan nyeri pasien kanker. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori ada perbedaan yang signifikan respon nyeri sebelum dan setelah diberikan terapi musik pada pasien post operasi di RSUD. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung tahun 2014. Penurunan tingkat nyeri ini bisa disebabkan oleh efek musik yang bersifat sedative memberikan respon berupa ketenagan emosional, relaksasi, denyut nadi dan tekanan darah sistolik menurun, sehingga pasien mampu mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman. Berdasarkan tabel 5.6 dapat digambarkan bahwa dari beberapa variabel confounding seperti pengalaman terhadap nyeri, jenis kelamin dan budaya bermusik pada analisis regresi menunjukan nilai p–value yaitu pengalaman terhadap nyeri sebesar 0,387, jenis kelamin sebesar 0,068 dan budaya bermusik sebesar 0,599. Berdasarkan tingkat signifikan alpha 0,25, maka dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin merupakan variabel yang dapat masuk pada tahap analisis permodelan multivariat dengan menggunakan regresi linier ganda. Akan tetapi setelah data jenis kelamin dimasukan ke dalam analisis menggunakan regresi linier ganda, diperoleh hasil p–value sebesar 0,075. Berarti bahwa p–value > alpha (0,075>0,05) dengan kesimpulan bahwa jenis kelamin juga tidak mempunyai pengaruh terhadap respon nyeri post operasi. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan penelitian dapat dibuat kesimpulan secara umum sebagai berikut: Pengalaman terhadap nyeri responden sebagian besar tidak dapat ditoleransi yaitu sebanyak Nurdiansyah, Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri Pada Pasien Dengan Post Operasi 21 20 orang (58,8%). Sedangkan untuk jenis kelamin sebagian besar yaitu laki – laki sebanyak 22 orang (64,7%) dan budaya bermusik responden sebagian besar adalah menyukai jenis musik minor sebanyak 19 orang (55,9%). Rerata respon nyeri responden pada kelompok intervensi sebelum terapi musik adalah sebesar 8,35, sedangkan rerata respon nyeri responden pada kelompok kontrol sebelum diberikan prosedur standar adalah sebesar 8,65, rerata respon nyeri responden pada kelompok intervensi setelah terapi musik adalah sebesar 5,71, sedangkan rerata respon nyeri responden pada kelompok kontrol setelah diberikan prosedur standar adalah sebesar 7,06. Ada perbedaan yang signifikan rerata tingkat nyeri sebelum dan setelah pada kelompok intervensi dengan p–value yaitu 0,000 dan ada perbedaan yang signifikan rerata tingkat nyeri sebelum dan setelah pada kelompok kontrol dengan p–value yaitu 0,000. Ada perbedaan yang signifikan rerata selisih respon nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol di ruang rawat inap RSUD. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung Tahun 2014, dengan p – value yaitu 0,000. Tidak ada pengaruh antara variabel confounding dengan nyeri post operasi dengan menunjukan nilai p – value yaitu pengalaman terhadap nyeri sebesar 0,387, jenis kelamin sebesar 0,068 dan budaya bermusik sebesar 0,599. nyeri pada pasien post operasi, maka disarankan agar terapi musik dapat menjadi salah satu terapi mandiri bagi perawat untuk mengatasi respon nyeri pasien post operasi atau dalam manajemen nyeri dapat menjadi SOP dalam perawatan pasien post operasi, sehingga rasa nyeri pasien yang sangat menggangu dapat berkurang dan dapat meningkatkan kesembuhan pasien. Bagi Keilmuan Keperawatan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengembangan teknik terapi musik dalam mengelola terapi non farmakologi untuk penatalaksanaan nyeri pasien post operasi yang dapat dilakukan secara mandiri oleh perawat. Serta menjadi landasan untuk mewujudkan evidence based practice terutama dalam hal mengelola terapi non farmakologi untuk penatalaksanaan nyeri bagi perawat secara mandiri. Bagi Riset Keperawatan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya terkait intervensi mandiri perawat dalam mengelola nyeri non farmakologi dengan menggunakan pendekatan yang berbeda, seperti jumlah responden yang lebih banyak serta menggunakan desain dan metode yang lebih baik. Serta pengukuran nyeri bisa disertai dengan perubahan hemodinamika tubuh seperti tekanan darah, frekuensi nafas dan frekuensi nadi. SARAN Bagi Pelayanan Keperawatan, terapi musik terbukti sangat efektif dalam menurunkan respon DAFTAR PUSTAKA Black, J.M. & Hawk, J.H. (2014). Medical-surgical nursing clinical management for positive outcomes. (7th Ed). St. Louis, Missouri: Elsevier Saunders. Campbell, D. (2001). Music: Physician For Time to Come. Wheaton: Quest Books. Chiang. L. (2012). The Effect Of Music and Nature Sounds On Cancer Pain and Anxiety In Hospice Cancer Patient, Frances Payne Bolton School of Nursing Case Western Reserve University. (Unpublished Dissertation Paper). Dian, N. (2012). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi Open Reduction and Internal Fixation (ORIF), FIK-UI, Unpublised Thesis Paper. Devi, (2008). Pengaruh terapi musik terhadap respon stres psikofisiologis pasien yang menjalani coronary angiography di Pelayanan Jantung Tepadu Rumah Sakit. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Unpublised Thesis Paper. Dempsey, P.A & Dempsey, A.D (2002). Riset Keperawatan, Edisi IV, Alih Bahasa. Palupi Widyastuti. EGC: Jakarta. Good M. Anderson (2005). Relaxation and Music Reduce Pain Following Intestinal Surgery, Research In Nursing and Health. Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2008). Buku ajar fisiologi kedokteran. edisi 11. Alih bahasa: Irawati et al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hastono, S.P. (2010). Analisis Data, FKM-UI, tidak dipublikasikan. Katz, A.W. (2005). Cyclooxigenase-2-selctive inhibitors in the management of acute and perioperative pain. Cleveland Clinic Journal in Medicine, 69, 65-75. 22 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 14-22 http://www.spineuniverse.com diperoleh tanggal 12 Maret 2014. Kwekkeboom, K.L. (2006). Sistematic review of relaxation interventions for pain. Journal of Nursing Scholarship, 38, 269-278. Kastono, R. (2008). Struktur dan Fungsi Sistem Syaraf Manusia. Yrama Widya: Bandung. Lemone, P. & Burke, M.K. (2008). Medical-surgical nursing. New Jersey: Pearson education Inc. Nilsson, U. (2009). Caring Music: Music Intervention For Improved Health, Diakses pada website: (www.orebroll.se/uso/page 2436.aspx.) pada tanggal 2 Maret 2014. Polit, F.D. & Beck, T.C. (2006). Essentials of nursing research methods, appraisal and utilization. (6th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Potter, P.A. & Perry, A.G., (2011), Fundamentals of nursing, (6th Ed). St. Louis, MO: Mosby. Rospond, R. M (2008). Pain Assesment. Consult Pharm. Rekam Medik RSUDT (2014). Data Rekam Medik Post Operasi RSUDT kota Bandar Lampung. Unpublished Data. Sabri, L., & Hastono, S.P. (2006). Statistik kesehatan,.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sona & Amit. (2007). A postoperative pain and its management. http://www.ijccm.org/ text/asp?. diperoleh tanggal 17 Maret 2014. Smeltzer, S.C., et al. (2008). Text book medicalsurgical nursing Brunner-Suddarth. (11th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Tse, M., Chan, M.F & Benzie, I.F (2005). The effect of music therapy on post opertive pain, heart rate, systolic blood pressure and analgesic using following nasal surgery. Journal Pain Palliative Care Pharmacother, 19, 21-28. Peterson, S.J & Bredow, T.S (2004). Middle Range Theories, Application to Nursing Research. Philadhelphia. Lippincott Williams adn Wilkins. Roykulcharoen,V&Good, M (2004). Systematic relaxation to relieve postoperative pain. US National Library of MedicineNational Institutes of Health. ISSN 2337-6686 ISSN-L 2338-3321 MANAJEMEN NYERI MENGGUNAKAN TERAPI MUSIK PADA PASIEN POST SECTIO CAESAREA (STUDI KASUS DI RSUD PASAR REBO TAHUN 2013) Lenny Irmawaty dan Mekar Ratilasari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) MEDISTRA INDONESIA E-mail: [email protected] Abstrak: Sectio caesarea merupakan pengeluaran janin melalui insisi dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Selama periode pasca operatif, proses keperawatan diarahkan untuk menstabilkan kembali keseimbangan fisiologis pasien dan menghilangkan rasa nyeri. Reaksi fisiologis nyeri diantaranya adalah respon saraf otonom seperti kecepatan bernapas, peningkatan nadi dan peningkatan denyut jantung. Terapi musik sebagai terapi nonfarmakologis mampu meringankan rasa nyeri karena saat diberikan musik, otak tengah mengeluarkan beta endorphin hormone yang dapat mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri. Tujuan penelitian ini untuk: mengetahui manajemen nyeri menggunakan terapi musik pada pasien post Sectio caesarea. Penelitian ini dilakukan di RSUD Pasar Rebo dengan metode quasi experiment melalui pendekatan desain pretest-postest with control group, Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling sebanyak 42 orang (21 orang kelompok kontrol dan 21 orang kelompok intervensi). Nyeri diukur dengan Numeric Rating Scale (NRS). Uji statistik menggunakan Paired Samples T-Test dan Mann-Withney U. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa: terdapat pengaruh terapi musik terhadap manajemen nyeri pada pasien post operasi Sectio caesarea di ruang delima RSUD Pasar Rebo tahun 2013. Disarankan agar terapi musik sebagai intervensi mandiri keperawatan maternitas dapat diimplementasikan untuk mengurangi nyeri pada pasien post Sectio caesarea. Kata kunci: terapi musik, nyeri, pasien post sectio caesarea. Abstract: Sectio caesarea is spending the fetus through an incision in the abdominal (laparotomy) and uterus wall (hysterectomy). During post operative periode, treatment process aimed to stabiling patient equilibrium and to eliminate the pain. Physiological reactions of the pain are autonomous nerve responds like speed of breathing, increase of the pulse and expenditure of adrenalin. Music can decrease of the pain because when the patient listen to the music, midbrain have produce beta endorphin hormone which can to eliminate pain neurotransmitter. The purpose in this research is music therapy on post Sectio caesarea surgery management pain at Pasar Rebo Hospital in 2013. Method: quasi experiment with pretest-posttest with control group, recruiting samples by purposive sampling, there were 42 respondents (21 respondents as the control group and 21 respondents as the intervention group). The pain was measured with Numeric Rating Scale (NRS). Statistic test used Paired Samples T-Test and Mann-Withney U. The result showed that: there was a significant effect of music therapy on post Sectio caesarea surgery management pain at Pasar Rebo Hospital in 2013. Music therapy is recommended for the independence nursing of maternity intervention to reduce post Sectio caesarea surgery pain. Key words: music therapy, pain, post sectio caesarea surgery pain. PENDAHULUAN dinding uterus (histerektomi). Persalinan dengan Sectio Latar belakang penelitian ini adalah kesehatan ibu caesarea beresiko kematian 25 kali dan beresiko infeksi dan anak yang dimulai dari proses kehamilan dan 80 kali lebih tinggi dibanding persalinan pervaginam persalinan sebagai salah satu unsur kesehatan masyarakat. (Cuningham, 2006 dalam Fitriana,2008). Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar Menurut World Health Organization (WHO), standar dan dapat melahirkan bayi yang sempurna dan sehat. rata-rata Sectio caesarea di sebuah negara sekitar 5-15 Pada proses persalinan terdapat dua cara, yaitu (1) % per 1000 kelahiran di dunia, di rumah sakit pemerintah persalinan normal atau alami, dan (2) persalinan dengan rata-rata 11%, sementara di rumah sakit swasta dapat tindakan operasi/ pembedahan yang disebut dengan Sectio lebih dari 30%. Di Asia Tenggara jumlah tindakan Sectio caesarea. Sectio caesarea adalah proses pengeluaran caesarea sebanyak 9550 kasus per 100.000 kasus pada janin melalui insisi dinding abdomen (laparotomi) dan tahun 2005 (NCBI, 2005 dalam Bernatzky, 2011). Jurnal Ilmiah WIDYA 17 Volume 2 Nomor 3 Agustus-Oktober 2014 Lenny Irmawaty dan Mekar Ratilasari, 17 - 22 Manajemen Nyeri menggunakan Terapi Musik pada Pasien Post Sectio Caesarea Studi Kasus di Rsud Pasar Rebo Tahun 2013 Angka kejadian Sectio caesarea di Indonesia mengalami peningkatan seperti terlihat pada tabel 1 berikut: lebih menahan nyerinya. Hal ini ditegaskan oleh hasil penelitian Bernatzky (2011) bahwa teknik distraksi/ terapi musik sebagai pengobatan nonfarmakologis modern terbukti efektif untuk menangani nyeri pada pasien post operasi. Musik sebagai terapi telah dikenal sejak 550 tahun sebelum Masehi, dan ini dikembangkan oleh Pythagoras dari Yunani. Berdasarkan penelitian di State University of New York di Buffalo, sejak mereka menggunakan terapi musik kebutuhan akan obat penenang juga turun drastis hingga 50% (Natalina,2013). Menurut Greer (2003 dalam Bernatzky 2011), terapi musik adalah penggunaan musik untuk relaksasi, mempercepat penyembuhan, meningkatkan fungsi mental dan menciptakan rasa sejahtera. Musik dapat mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologis, seperti respirasi, denyut jantung, dan tekanan darah. Musik juga merangsang pelepasan hormon endorfin, hormon tubuh yang memberikan perasaan senang yang berperan dalam penurunan nyeri sehingga musik dapat digunakan untuk mengalihkan rasa nyeri sehingga pasien merasa nyerinya berkurang. Tetapi pada kenyataannya, masih sedikit rumah sakit yang menggunakan metode nonfarmakologis dalam penatalaksanaan nyeri salah satunya terapi musik. Rumah sakit lebih menitikberatkan penatalaksanaan nyeri dengan metode farmakologis salah satunya pemberian analgetik terutama pada pasien pasca operasi (www.ipmgonline.com edisi 7 September 2011). Seperti yang kita ketahui bahwa pemberian analgetik secara berkelanjutan, tidak sesuai dengn aturan dan monitor yang tepat akan menimbulkan ketergantungan (Sulistyo,2013). Berdasarkan hasil studi pendahuluan tanggal 18 Oktober 2013 di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo, pada tahun 2011 proporsi ibu mengalami persalinan dengan sectio caesarea sebanyak 1983 dari 3313 persalinan. Terjadi peningkatan pada tahun 2012 tercatat persalinan dengan sectio caesarea sebanyak 2165 dari 3422 persalinan. Selama periode 1 Januari sampai dengan 30 September 2013 didapatkan jumlah persalinan seluruhnya ada 3278 ibu dan 1857 ibu diantaranya dengan sectio caesarea (Programer Rekam Medis tahun 2013). Setelah dilakukan tanya jawab dengan perawat ruangan bedah dan ruangan nifas menyatakan bahwa: Tabel 1. Jumlah Sectio Caesarea di Indonesia Tahun Persentase 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 47,22% 45,19% 47,13% 46,87% 53,22% 51,59% 53,68% Sumber: Data Survei Nasional (Fitrianan 2008) Menurut data survei nasional pada tahun 2007 adalah 921.000 atau sekitar 22,8% persalinan dengan Sectio caesarea dari 4.039.000 persalinan (Fitriana,2008). Tindakan operasi menyebabkan terjadinya perubahan kontinuitas jaringan tubuh. Pada proses operasi digunakan anastesi agar pasien tidak merasakan nyeri, namun setelah operasi selesai dan pasien mulai sadar akan merasakan nyeri pada bagian tubuh yang mengalami pembedahan. Nyeri yang dirasakan ibu post sectio caesarea berasal dari luka yang terdapat dari perut (Sjamsuhidajat, 2005 dalam Fitriana, 2008). Tidak ada dua individu mengalami nyeri yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang sama menghasilkan sensasi nyeri atau respon nyeri yang identik sama pada seorang individu karena nyeri bersifat subjektif (Perry & Potter, 2010). Nyeri merupakan gejala yang paling sering terjadi di bidang medis, Oleh karena itu peran perawat/bidan sangat diperlukan untuk membantu klien dan anggota keluarga dalam upaya mengatasi nyeri. Penting juga perawat/bidan memahami makna nyeri secara holistik pada setiap individu sehingga dapat mengembangkan strategi penatalaksanaan nyeri selain pemberian analgetik yaitu terapi non farmakologis. Penatalaksanaan nonfarmakologis terdiri dari berbagai tindakan mencakup intervensi perilaku dan kognitif menggunakan agen-agen fisik meliputi stimulus kulit, stimulus elektrik saraf kulit (transcutaneous electrical nerve stimulation/TENS), akupuntur dan pemberian placebo. Intervensi perilaku kognitif meliputi tindakan distraksi, tehnik relaksasi, imajinasi terbimbing, umpan balik biologis (biofeedback), hypnosis dan sentuhan terapeutik (Bernatzky, 2011). Teknik distraksi sangat efektif digunakan untuk mengalihkan nyeri, hal ini disebabkan karena distraksi merupakan metode dalam upaya untuk mengurangi nyeri dan sering membuat pasien Jurnal Ilmiah WIDYA “Prosedur yang digunakan rumah sakit terhadap pasien post sectio caesarea yaitu dengan pemberian analgesik 18 Volume 2 Nomor 3 Agustus-Oktober 2014 Lenny Irmawaty dan Mekar Ratilasari, 17 - 22 Manajemen Nyeri menggunakan Terapi Musik pada Pasien Post Sectio Caesarea Studi Kasus di Rsud Pasar Rebo Tahun 2013 Ketorolac Tromethamine 30 mg dalam Ringer Laktat 500 mg/ 6 jam” dan tidak pernah melakukan intervensi nonfarmakologis apapun termasuk teknik distraksi/ terapi musik karena anggapan bahwa nyeri pada pasien post operasi itu wajar dan akan hilang dengan pemberian analgetik”. tapi masih dapat ditahan). Lalu skala 4-6 dideskripsikan sebagai nyeri sedang yaitu ada rasa nyeri, skala 7-9 dideskripsikan sebagai nyeri berat terkontrol yaitu nyeri terasa mengganggu dengan usaha yang cukup kuat menahannya. Skala 10 dideskripsikan sebagai nyeri berat yaitu ada nyeri, terasa sangat mengganggu/ tidak tertahankan sehingga harus meringis, menjerit atau berteriak (Black & Hawks, 2009). Analisis data menggunakan Paired Samples T-Test dan Mann-Withney U. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji manajemen nyeri menggunakan terapi musik tanpa pemberian analgetik yang berkepanjang. Hal ini tentunya meningkatkan rasa nyaman pada pasien post sectio caesarea sehingga dengan percaya diri dan komitmen yang kuat untuk menyusui bayi ekslusif tanpa gangguan nyeri. Hal ini juga akan menigkatkan euphoria pasien dengan tanpa keluhan nyeri yang berkepanjangan. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment dengan pendekatan desain pretest-posttest with control group. Peneliti membandingkan efek terapi terhadap rasa nyeri antar dua kelompok independen, yaitu kelompok intervensi dan kelompok control. Pada kelompok intervensi, responden diberi terapi sesuai standar prosedur ruangan ditambah dengan pemberian terapi musik oleh peneliti. Sedangkan pada kelompok kontrol, responden diberi terapi sesuai standar prosedur ruangan saja tanpa pemberian terapi musik. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan dengan sectio caesarea dan dirawat di RSUD Pasar Rebo periode 12 Desember 2013 – 2 Januari 2014 yaitu sebanyak 128 orang (Programer Rekam Medis RSUD Pasar Rebo, 2013). Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling (purposive sampling) yaitu sebanyak 42 orang (21 orang kelompok kontrol dan 21 orang kelompok intervensi). Instrumen penelitian pada variabel terapi musik menggunakan headphone dan MP3 yang berisi musikmusik terapi yang direkomendasikan oleh Nilsson (2009) yaitu musik yang memiliki karakteristik non lirik, tempo 60-80 beat per menit, frekuensi 40-60 Hz, kombinasi dari 2-4 unsur alat musik yang memiliki unsur string, dengan ketukan pemilihan nada dasar mayor dan minor berdasarkan hukum Pytagoras. Instrumen penelitian pada variabel nyeri post sectio caesarea menggunakan salah satu alat pengukuran skala nyeri yaitu Numeric Rating Scale (NRS). Skala ini menggunakan angka 0 sampai dengan 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala 0 dideskripsikan sebagai tidak nyeri, skala 1-3 dideskripsikan sebagai nyeri ringan yaitu ada rasa nyeri (mulai terasa Jurnal Ilmiah WIDYA PEMBAHASAN Mekanisme Nyeri Mekanisme nyeri adalah ketika reseptor A Delta dan serabut C distimulasi oleh rangsangan nyeri, axon perifer tingkat pertama mentransmisikan data sensori ke badan sel pada ganglion akar dorsal. Sensasi lalu diteruskan ke bagian abu-abu (gray matter) korda spinalis dorsal melalui traktus spinotalamikus (meliputi spinal dan thalamus) atau traktus spinoretikuler menuju batang otak. Serabut syaraf akan berhenti mentransmisikan data sensori persepsi nyeri pada bagian kolumna abu-abu dorsal korda spinalis apabila diberikan neurotransmitter (misalnya epinefrin, norepinefrin, serotonin dan berbagai opioid endogen atau jenis analgesik narkotik/ non narkotik lainnya) (Guyton & Hall, 2008; Black & Hawks, 2009; Potter & Perry, 2010). Ketorolac sebagai neurotransmitter jenis analgesik non narkotik yang kuat, bekerja di sistem saraf perifer untuk mengurangi transmisi dan resepsi stimulus nyeri dan tidak ada efek opioid reseptor. Ketorolac dapat menghambat sintesis prostaglandin dan menghambat respons selular selama inflamasi. Selain itu juga tidak menyebabkan sedasi atau depresi pernapasan juga tidak mengganggu fungsi berkemih atau defekasi sehingga agens NSAID dapat menjadi efektif sebagai analgesik yang manjur bagi beberapa klien atau pemberian analgesik melalui oral dapat semanjur pemberian injeksi untuk mengatasi nyeri (McKenry & Salerno, 1995 dalam Potter & Perry, 2010). Mekanisme Musik dan Penurunkan Rasa nyeri Menurut teori Gate Control (American Music 19 Volume 2 Nomor 3 Agustus-Oktober 2014 Lenny Irmawaty dan Mekar Ratilasari, 17 - 22 Manajemen Nyeri menggunakan Terapi Musik pada Pasien Post Sectio Caesarea Studi Kasus di Rsud Pasar Rebo Tahun 2013 Therapy Association,2008), mekanisme musik dalam proses penurunkan rasa nyeri dimana impuls musik yang berkompetisi mencapai korteks serebri bersamaan dengan impuls nyeri akan berefek pada distraksi kognitif dalam inhibisi persepsi nyeri. Ketika musik yang mempunyai efek terapi diperdengarkan, midbrain meningkatkan pengeluaran beta endorphin hormone dan Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang dapat mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri pada pusat persepsi dan interpretasi sensorik somatic di otak sehingga efeknya nyeri berkurang (Guyton & Hall, 2008). Menurut Natalina (2013), elemen-elemen musik juga berperan aktif dalam penurunan persepsi nyeri, di antaranya melodi, harmoni, timbre, lirik, rhythm dan tempo. Melodi memiliki bentuk garis tertentu (nada naik dan nada turun) yang paling diingat oleh otak manusia. Harmoni memberi warna dan mood untuk mengekspresikan suatu lagu. Timbre sebagai tekstur musik dalam musik terapi memberikan ketenangan dan kenyamanan bagi pendengarnya. Rhythm yang didengar manusia memberi respon terhadap pergerakan tubuh (detak jantung, denyut nadi, pernafasan, tekanan darah, kontraksi, otot dan sebagainya) dan juga lingkungan hidup kita (pada binatang juga pada tumbuhan) yang distimulasi oleh auditory cortex dan motor cortex (Natalina, 2013). Jenis musik terapi yang digunakan mempunyai karakteristik musik yang bersifat terapi adalah musik yang nondramatis, dinamiknya bisa diprediksi, memiliki nada yang lembut, harmonis dan tidak berlirik, temponya 60-80 beat per minute dan musik yang dijadikan terapi merupakan musik pilihan klien. Musik yang bersifat sebaliknya adalah musik yang menimbulkan ketegangan, tempo yang cepat, irama yang keras, ritme yang irregular, tidak harmonis atau dibunyikan dengan volume keras tidak akan menimbulkan efek terapi. Efek yang timbul adalah meningkatkan denyut nadi, tekanan darah, laju pernapasan dan meningkatkan stress (Nilsson, 2009). Waktu pelaksanaan terapi musik dalam penelitian ini dimulai setelah 5 sampai 12 jam pasca operasi selama 30 menit, yang mana pasien telah berada di ruang perawatan. Nillson (2009) menyatakan bahwa waktu Jurnal Ilmiah WIDYA pelaksanaan terapi musik dimulai sesegera mungkin yaitu dapat dimulai 2 jam post operasi. Meskipun klien masih di ruang pulih sadar, terapi bisa langsung diberikan dan merekomendasikan intervensi terapi musik diberikan pada hari pertama dan kedua post operasi. Hal ini merupakan upaya untuk menstimulasi pengeluaran hormon endorphin sesegera mungkin. Dilakukan terapi musik selama 30 menit, endorphin terbukti akan distimulasi untuk menginhibisi persepsi nyeri. Pemberian analgetik merupakan prosedur standar pada pasien post operasi Sectio caesarea. Penggunaan analgesik untuk mengatasi nyeri pasca pembedahan merupakan protokol yang seharusnya (Nilsson, 2009). Efek sementara dari pemberian penghilang nyeri akan mengakibatkan banyak efek samping yang harus dipahami oleh pemberi layanan manajemen nyeri, seperti sedasi, confuse, agitasi, peningkatan produksi asam-asam saluran cerna yang justru menghambat proses penyembuhan luka, ambulasi sampai dengan prolonged length of stay yang sangat berpengaruh terhadap effective cost management dari pasien (New Zealand Society for Music Therapy, 2003 dalam Bernatzky, 2011). Hasil Penelitian dan Pembahasan Tingkat nyeri sebelum dan sesudah pemberian prosedur pada kelompok kontrol Berdasarkan hasil penelitian diketahui adanya perbedaan yang signifikan antara tingkat nyeri sebelum dan sesudah diberikan prosedur standar pada pasien post Sectio caesarea di RSUD Pasar Rebo tahun 2013. Nilai signifikansinya sebesar 0,016 < 0,05, yang berarti ada perbedaan yang signifikan dari hasil pengukuran data pretest dan posttest. Kelompok kontrol pada penelitian ini mendapatkan terapi standar analgesik per drip intravena ketorolac 30 mg sediaan ampul untuk menurunkan nyeri. Seperti diketahui waktu plasma ketorolac memiliki konsentrasi 54 menit setelah pemberian oral, 38 menit setelah pemberian intramuscular dan 30 menit setelah pemberian intravena. Waktu paruh ketorolac adalah 4-6 jam (Suryana,2010 dalam Novita,2012). Tingkat nyeri responden pada kelompok kontrol yang diukur setelah 30 menit pemberian terapi ketorolac 30 mg per drip intravena menunjukkan penurunan tingkat 20 Volume 2 Nomor 3 Agustus-Oktober 2014 Lenny Irmawaty dan Mekar Ratilasari, 17 - 22 Manajemen Nyeri menggunakan Terapi Musik pada Pasien Post Sectio Caesarea Studi Kasus di Rsud Pasar Rebo Tahun 2013 PENUTUP Kesimpulan 1. Skala nyeri post Sectio caesarea pada kelompok kontrol yang paling banyak adalah skala nyeri 7-9 atau nyeri berat terkontrol sebanyak 11 responden dan tidak terdapat responden dengan skala nyeri 0 atau tidak nyeri. 2. Skala nyeri post Sectio caesarea pada kelompok intervensi yang paling banyak adalah skala nyeri 7-9 atau nyeri berat terkontrol sebanyak 13 responden dan sebanyak 3 responden dengan skala nyeri 0 atau tidak nyeri. 4. Pengaruh terapi musik terhadap manajemen nyeri pada pasien post Sectio caesarea dimana: (a) Terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata penurunan tingkat nyeri responden kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberikan terapi standar ketorolac 30 mg per drip intravena pada pasien post Sectio caesarea di RSUD Pasar Rebo tahun 2013, (b) Terdapat perbedaan yang signifikan ratarata penurunan tingkat nyeri responden kelompok intervensi sebelum dan sesudah diberikan terapi standar ketorolac 30 mg per drip intravena ditambah terapi musik pada pasien post Sectio caesarea di RSUD Pasar Rebo tahun 2013, (c) Terdapat perbedaan yang signifikan selisih rata-rata penurunan tingkat nyeri antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi. 5. Manajemen nyeri menggunakan terapi musik sangat efektif pada pasien post sectio caesarea di RSUD Pasar Rebo tahun 2013. nyeri yang signifikan disebabkan karena rute pemberian ketorolac melalui drip intravena memberikan efek lebih cepat, seperti terlihat pada tabel 2 berikut: Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Nyeri Sebelum Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Tingkat Nyeri Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat terkontrol Nyeri berat tidak terkontrol Kelompok Kontrol Kelompok Intervensi F % F 0 1 6 9 0 4,8 28,6 42,9 5 23,8 Total % 0 0 1 4,8 3 14,3 12 57,1 0 2 9 21 0 4,7 21,4 50,0 5 10 23,8 42 100 % 23,8 Total Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tingkat Nyeri Sesudah Intervensi pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Tingkat Nyeri Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat terkontrol Nyeri berat tidak terkontrol Total % 0 4,8 14,3 57,1 3 10 12 13 7,1 23,8 28,6 30,9 23,8 4 9,5 42 100 Kelompok Kontrol Kelompok Intervensi F % F % 0 4 3 11 0 19,0 14,3 52,4 3 6 9 2 3 14,3 1 Total Tingkat Nyeri Sebelum dan Sesudah Pemberian Prosedur pada Kelompok Intervensi Berdasarkan hasil penelitian, nilai rata-rata tingkat nyeri responden sebelum dan sesudah diberikan terapi standar pada kelompok intervensi mengalami penurunan. Nilai rata-rata tingkat nyeri sebelum prosedur sebesar 8,00 dan menurun sebanyak 4,00 setelah diberikan terapi standar menjadi 4,00. Hasil uji T sample dependen didapat P value 0,000 (P value < 0,05) yang artinya ada perbedaan yang signifikan tingkat nyeri sebelum dan setelah diberikan terapi musik pada pasien post operasi Sectio caesarea di ruang delima RSUD Pasar Rebo tahun 2013 seperti terlihat pada tabel 4 berikut: Saran-saran 1. Bagi pelayanan keperawatan agar Terapi musik dapat dijadikan sebagai manajemen nyeri dalam perawatan pasien post sectio caesarea. 2. Bagi pendidikan agar dapat memperdalam wawasan dan pengetahuan peserta didik melakukan manajemen nyeri menggunakan terapi music dalam perawatan pasien post sectio caesarea baik dalam kurikulum maupun kegiatan nonformal (seminar/workshop). 3. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian manajemen nyeri menggunakan terapi musik pada pasien post sectio caesarea dan pengaruhnya terhadap tanda-tanda vital (di antaranya kesadaran, tekanan darah, respirasi, dan nadi). Tabel 4. Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok Intervensi Pretest & posttest intervensi Mean Sig. 4.000 .000 *Signifikansi/bermakna pada α =0,05 Sumber: Ratilasari, 2013 Jurnal Ilmiah WIDYA 21 Volume 2 Nomor 3 Agustus-Oktober 2014 Lenny Irmawaty dan Mekar Ratilasari, 17 - 22 Manajemen Nyeri menggunakan Terapi Musik pada Pasien Post Sectio Caesarea Studi Kasus di Rsud Pasar Rebo Tahun 2013 Nilsson, U. Caring Music : Music Intervention for Improved Health.(www.orebroll.se/uso/page_2436.aspx, diakses tanggal 20 Juli 2013. 2009. Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.2010. Novita, D. Pengaruh Terapi Musik terhadap Nyeri Post Operasi Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) di RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Tesis tidak diterbitkan. Depok: Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia. 2012. Potter, P. A. Perry, Anne Griffin. (Eds). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktek Edisi 7 Volume 2. EGC. Jakarta. 2010. Referensi elektronik direkomendasikan oleh International Pharmaceutical Manufacturers Group, 2011. http://www.ipmgonline.com/index.php?modul=berita&cat=BMedia&textid.html, diperoleh 11 September 2013 Rospond, R.M. Pain Assessment. Consult Pharm, 8, 133-136. 2008. Sjamsuhidajat, R., & Jong, W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta. 2005. Sudarth & Brunner. (Eds). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. EGC Jakarta. 2002. Susilo, W. Aima, Havidz. Penelitian dalam Ilmu Keperawatan Pemahaman dan Penggunaan Metode Kuantitatif serta Aplikasi dengan Program SPSS dan Lisrel. In Media. Jakarta. 2013. DAFTAR PUSTAKA Andarmoyo, S. Konsep & Proses Keperawatan Nyeri. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta. 2013. Bernatzky, G. Presch, M. Dkk. Emotional Foundation of Music as a Non-Pharmacological Pain Management Tool in Modern Medicine. Neuroscience and Biobehavioral Reviews, 30(60):11.2011. Black, J.M. & Hawks, J.H. Medical Surgical Nursing Clinical Management for Positive Outcomes. Elsevier. St. Louis.2009. Cunningham FG. Obstetri William Vol. 1. EGC Jakarta.2006. Finnerty, R. 2006. Music Therapy as an Intervention for Pain Perception, M a s t e r o f M u s i c T h e r a p y, ( o n l i n e ) , ( h t t p : / / www.painedu.org/NIPC/painassessmentscale.html, diakses 10 Juli 2013) Fitriana, S. Perbedaan Tingkat Nyeri pada Pasien Pasca Operasi Sectio caesarea (SC) Sebelum dan Setelah Diberikan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Di RS DR. Soesilo Kabupaten Tegal. Skripsi tidak diterbitkan. Depok : Program Studi S1 Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang. 2008. Guyton, A.C., & Hall, J.E. Fisiologi Kedokteran Edisi 11, Alih bahasa: Irawati et al. EGC. Jakarta.2008. Natalina, D. Terapi Musik bidang Keperawatan. Mitra Wacana Media.Jakarta.2013. Natanel, Y. Sufren. Mahir Menggunakan SPSS secara Otodidak. PT. Elex Media Komputindo.Jakarta.2013. Jurnal Ilmiah WIDYA 22 Volume 2 Nomor 3 Agustus-Oktober 2014 822 Journal of Pain and Symptom Management Vol. 45 No. 5 May 2013 Original Article Music Therapy Reduces Pain in Palliative Care Patients: A Randomized Controlled Trial Kathy Jo Gutgsell, RN, MT-BC, Mark Schluchter, PhD, Seunghee Margevicius, MA, MSN, Peter A. DeGolia, MD, Beth McLaughlin, MD, Mariel Harris, MD, JD, Janice Mecklenburg, CNP, CHPN, and Clareen Wiencek, PhD, CNP, CHPN University Hospitals Case Medical Center (K.J.G., P.A.D., B.M., M.H., J.M.) and Case Western Reserve University (M.S., S.M.), Cleveland, Ohio; and Virginia Commonwealth University (C.W.), Richmond, Virginia, USA Abstract Context. Treatment of pain in palliative care patients is challenging. Adjunctive methods of pain management are desirable. Music therapy offers a nonpharmacologic and safe alternative. Objectives. To determine the efficacy of a single music therapy session to reduce pain in palliative care patients. Methods. Two hundred inpatients at University Hospitals Case Medical Center were enrolled in the study from 2009 to 2011. Patients were randomly assigned to one of two groups: standard care alone (medical and nursing care that included scheduled analgesics) or standard care with music therapy. A clinical nurse specialist administered pre- and post-tests to assess the level of pain using a numeric rating scale as the primary outcome, and the Face, Legs, Activity, Cry, Consolability Scale and the Functional Pain Scale as secondary outcomes. The intervention incorporated music therapist-guided autogenic relaxation and live music. Results. A significantly greater decrease in numeric rating scale pain scores was seen in the music therapy group (difference in means [95% CI] 1.4 [2.0, 0.8]; P < 0.0001). Mean changes in Face, Legs, Activity, Cry, Consolability scores did not differ between study groups (mean difference 0.3, [95% CI] 0.8, 0.1; P > 0.05). Mean change in Functional Pain Scale scores was significantly greater in the music therapy group (difference in means 0.5 ([95% CI] 0.8, 0.3; P < 0.0001). Conclusion. A single music therapy intervention incorporating therapist-guided autogenic relaxation and live music was effective in lowering pain in palliative care patients. J Pain Symptom Manage 2013;45:822e831. Ó 2013 U.S. Cancer Pain Relief Committee. Published by Elsevier Inc. All rights reserved. Address correspondence to: Kathy Jo Gutgsell, RN, MT-BC, Music Therapy Department, Seidman Cancer Center at University Hospitals Case Medical Center, 11100 Euclid Avenue, Mailstop: wrn Ó 2013 U.S. Cancer Pain Relief Committee. Published by Elsevier Inc. All rights reserved. 5065, Cleveland, OH 44106, USA. [email protected] Accepted for publication: May 14, 2012. E-mail: 0885-3924/$ - see front matter http://dx.doi.org/10.1016/j.jpainsymman.2012.05.008 Vol. 45 No. 5 May 2013 Music Therapy Reduces Pain in Palliative Care 823 Key Words Music therapy, pain, palliative care, randomized controlled trial Introduction Pain management in palliative care is very challenging. Although patients desire to have their pain managed, they also hope for lucidity and good quality of life as well as a sense of control over their lives. Medications that lower pain may lower patients’ sense of control and have unwanted side effects such as sedation, nausea, and constipation. In addition, patients and families may fear addiction to opioids. Pain medications primarily target the sensory (intensity) dimension of pain.1 Music therapy, defined as the clinical and evidence-based use of music interventions to accomplish individualized goals within a therapeutic relationship by a credentialed professional who has completed an approved music therapy program,2 offers a low-risk, low-cost, nonpharmacologic adjunct to standard care.3 The goals of music therapy in pain management are to assist the patient in regaining self-control and becoming actively involved in the management of his/ her pain. The music therapist engages patients in different types of music interventions (e.g., singing, listening to music, and song writing) to enhance relaxation, provide opportunities for self-expression, facilitate communication with loved ones, and to bring beauty to suffering. This helps to relieve the anxiety, fear, and other components of suffering.4 According to the American Music Therapy Association (AMTA), ‘‘A diverse array of underlying theories forms the foundation for music therapy interventions. Examples include frameworks from behavioral, psychodynamic, psychological, and neurobiological theories. For the topic of pain and pain management, emerging findings from neuroscience with applied music therapy interventions are trending toward a fuller understanding of why certain music therapy interventions influence outcomes more favorably than others.’’5 Examples of music therapy interventions that incorporate behavioral frameworks include: the AMTA fact sheet on pain management, which describes a music therapy protocol for pain management developed by Hanser based on a cognitive behavioral model of therapy.5 In a randomized trial, Tan et al.6 measured pain, anxiety, and muscle tension levels of burn patients undergoing dressing changes and found that patients who practiced musicbased imagery, a form of music-assisted relaxation with patient-specific mental imagery, had a significant decrease in symptoms. Loewy and Dileo7 add that the music therapist incorporates techniques of muscle relaxation and instructions for integrating breathing with images of comfort to potentiate the effects of music in end-of-life care. In a 2011 Cochrane review of music interventions with cancer patients, four music therapy trials were examined whose interventions included music combined with imagery.8e11 There are few quantitative music therapy studies on pain in hospice and palliative care. A 2010 Cochrane review of music therapy at the end of life included five trials. Only two small studies with a combined sample size of 45 examined the effect of music therapy on pain in hospice patients. Their pooled estimate indicated no strong evidence of effect of music therapy (standardized mean difference 0.33; 95% CI 0.92, 0.26; P ¼ 0.27). The reviewers determined that more studies are needed to further evaluate the effects of music therapy on pain at the end of life.12 A 2011 Cochrane review examined the effects of music interventions on the psychological and physical outcomes of cancer patients. The review did not differentiate between music therapy studies using a trained music therapist and music medicine studies using prerecorded music offered by a medical professional. Five trials with a combined sample size of 391 measured the effect of music interventions on pain and found a moderate painreducing effect in both music therapy and music medicine studies (standardized mean difference ¼ 0.59; 95% CI0.92, 0.27; P ¼ 0.0003). Evidence of the trials included in this review suggests that music interventions may be offered as a complementary treatment to people with cancer, but because most trials were at high risk of bias, that is, one or more of the following criteria were not met, the 824 Gutgsell et al. results need to be interpreted with caution. The criteria assessed for risk of bias were random sequence generation, allocation concealment, blinding of participants and personnel, blinding of outcome assessment for objective and subjective outcomes, incomplete outcome data, selective reporting, and other biases. The main reason for receiving a rating of high risk of bias was the lack of blinding. Blinding is often impossible in music therapy and music medicine studies that use subjective outcomes such as pain. This is especially true for music therapy studies that use active music making. When participants cannot be blinded to the intervention, there is an opportunity for bias when they are asked to report on these subjective outcomes. Therefore, it appears impossible for these types of studies to receive a low or even moderate risk of bias even if all other risk factors (e.g., randomization, allocation concealment, and so on) have been adequately addressed.13 Analysis of the 2011 Cochrane review reveals that music therapy interventions used in research varied in frequency (single to multiple in number), length (20e120 minutes), live vs. recorded music, patient- vs. therapistselected music, and the intervention itself (interactive music making with the participants, music-guided imagery, music-guided relaxation, and music-video making). Palliative care music therapy needs more rigorous research so that interventions are evidence based.14 To better understand the impact of specific music therapy interventions, studies are needed that isolate the effects of one intervention.3,15 The authors of the Cochrane review note as well that most studies are compromised by small sample size and lack of statistical power.12 The objective of the present study was to determine the efficacy of a single music therapy session to reduce pain in palliative care patients. Methods Setting and Participants All participants were inpatients at University Hospitals Case Medical Center (UHCMC) in Cleveland, Ohio between September 2009 and August 2011. The principal investigator (K. J. G.), hereafter called the investigator, collaborated with the Palliative Care Team (three physicians and two nurse practitioners) and Vol. 45 No. 5 May 2013 attended Palliative Care rounds. The investigator received daily referrals for patients with advanced, potentially life-limiting illness who were in pain from the Palliative Care Team and from Nursing Services. The UHCMC did not have a dedicated Palliative Care Unit when the study was being conducted. The Palliative Care Team provides consultative services for patients throughout UHCMC in intensive care, general medical, surgical, rehabilitation, and oncology units. After the initial referral, the investigator conducted a chart review and interviewed the participant and his or her nurse to determine if the following inclusion criteria were met: 1) a diagnosis of advanced, potentially lifelimiting illness, 2) 18 years or older, 3) pain of three or greater as measured on a zero to 10 numeric rating scale (NRS), 4) able to understand English, and 5) alert and oriented to person and place and able to rate pain on the numeric scale. Patients were not excluded if they were on scheduled pain medications, although interventions were scheduled around the administration of breakthrough pain medications, with the intervention occurring immediately before the next dose of medication. The UHCMC Institutional Review Board approved the study. The investigator obtained written informed consent from all participants. Outcome Measures Primary Outcome: NRS. The NRS is validated for use in adults and children aged nine years or older in all patient care settings who are able to use numbers to rate the intensity of their pain. It is recommended in the literature to measure short-term changes in pain and it is used throughout UHCMC.16 Patients rate their pain from zero to 10, with zero reflecting no pain and 10 reflecting the worst possible pain.17 Secondary Outcome: The Face, Legs, Activity, Cry, Consolability Scale. The Face, Legs, Activity, Cry, Consolability (FLACC) Scale is a behavioral pain assessment in which pain is rated by observing the patient and assigning a number to one’s findings. The scale is scored between a range of zero and 10, with zero representing no pain. The scale has five criteria: face, legs, activity, cry, and consolability, to which each is assigned a score of zero, one, or two.18 Originally Vol. 45 No. 5 May 2013 Music Therapy Reduces Pain in Palliative Care validated in children with postoperative pain, the FLACC Scale has been recently validated in assessing pain in critically ill adults who are unable to self-report pain. Because VoepelLewis et al.19 and others found that FLACC scores were comparable with those of the commonly used NRS, the authors selected this pain assessment to provide the behavioral component of the patient’s pain experience. In addition, the FLACC Scale was shown to have excellent interrater reliability, criterion validity, and construct validity. Health care professionals who are trained in its use are qualified to perform the assessment. Because the FLACC Scale has not been validated in adults who are able to self-report pain, the present study used the FLACC Scale as a secondary outcome. Secondary Outcome: The Functional Pain Scale. Patients are asked if their pain is tolerable or intolerable. From there, they describe whether or not pain keeps them from engaging in daily activities. A rating of zero reflects no pain. A rating of one indicates tolerable pain with no impact on activity. A rating of five reflects intolerable pain with a resulting inability to verbally communicate.20 The Functional Pain Scale (FPS) assesses both the patient’s subjective perception of pain and its impact on his or her level of functioning. Although the FPS was developed to determine pain in older people who are cognitively intact, the authors selected it as a secondary outcome for the present study because of its ability to help professionals understand how pain affects daily functioning in all their adult patients. Intervention After the investigator obtained informed consent from an eligible participant, the investigator summoned a clinical nurse specialist (CNS) research assistant who assessed the patient’s pain using the three measures: the NRS, the FLACC Scale, and the FPS. The CNS then left the hospital unit. If the participant’s pain score was still three or greater on the NRS, the investigator immediately thereafter opened a serially numbered, sealed, opaque envelope to obtain the patient’s assigned group. The investigator opened the sealed envelope containing group assignment (music therapy or control) in the presence of the patient but not the CNS to ensure blinding of 825 the CNS. Randomization assignments were generated using SAS software (SAS Institute, Inc., Cary, NC) by the study statistician, using a permuted block scheme with random block sizes of 20 or 30. Because the protocol specified the presence of a music therapist to facilitate the music therapy intervention, it was not possible for the participant to be blinded to his or her group assignment. If the participant’s pain was less than three on the NRS, he or she was excluded from the study. Music Therapy Group. The investigator, a professional music therapist, informed the patient of his or her assignment to the music therapy group and then proceeded with the intervention. After placing a ‘‘Do Not Disturb’’ sign on the door and preparing the patient and the environment (adjusting the lights, offering a blanket, turning off cell phones, and so on), the therapist briefly played the ocean drum to give the patient the choice of whether or not to include it in the intervention because some patients express aversion for it and find that it inhibits their ability to relax. The therapist then facilitated a single 20-minute music therapy intervention directed at lowering pain. The intervention, a standard protocol for all participants, began with verbal instructions for autogenic relaxation. The music therapist asked the patient to pay attention to breathing for approximately one minute. Then the therapist led the patient in autogenic muscle relaxation by asking the patient to pay attention to the scalp muscles and allow them to release, and moving down with similar focus on specific muscle groups, ending with the feet. Next, the patient was invited to imagine a safe place of his or her own choosing. The therapist asked the patient to imagine what he or she saw, smelled, heard, tasted, and felt on the skin at the safe place. Then the music therapist informed the patient that she would begin to play first the ocean drum, if chosen, and then the harp to support his or her exploration of the safe place. The therapist played the same harp pieces for every patient. The pieces for the present protocol were chosen based on the therapist’s clinical experience in which patients had described them as soothing, peaceful, and calming. All pieces were played at a soft volume in a slow tempo and are described as follows: 1) an improvisation 826 Gutgsell et al. in the mode of G Mixolydian with a duple meter, 2) four precomposed pieces in the key of C Major that can be described as ‘‘light classical’’ and are unfamiliar to most listeners: ‘‘Andante’’ by Waddington in duple meter, ‘‘Passing By’’ and ‘‘Reverie’’ by Grandjany in duple meter, and ‘‘Barcarolle’’ by Grandjany in triple meter. At the conclusion of the music, the therapist gently invited the participant to leave his or her imagined safe place and re-enter the hospital room, realizing that the safe place is a resource to which he or she can return at any time. Then the music therapist left the room and notified the same CNS to return to the patient to reassess pain using the same three measures: the NRS, the FLACC Scale, and the FPS. After completion of the posttests, the therapist re-entered the patient’s room to verbally process the music therapy intervention and offer follow-up treatment. She gave each study participant a CD of the intervention for future use and provided a CD player on request. Interested readers may contact the investigator to request a recording of the intervention. Control Group. The therapist informed the patient of his or her assignment to the control group and explained that he or she would receive the live music therapy intervention after reassessment for pain. Next, she facilitated the same comfort measures as for the music therapy group: adjusting the lights, providing a blanket, and turning off the telephones. Then the therapist invited the patient to relax, but gave no special instructions for doing so because the therapist-guided autogenic relaxation was integral to the music therapy intervention. She left the room and placed a ‘‘Do Not Disturb’’ sign on the door. After 20 minutes, she notified the same CNS to return to the patient to reassess pain using the three measures: the NRS, the FLACC Scale, and FPS. After post-test data were collected, the therapist provided the music therapy intervention for each control patient. The therapist gave each patient in the control group a CD of the intervention for future use and provided a CD player on request. Data Collection Procedure The CNS, blinded to treatment allocation, administered the pain assessment measures Vol. 45 No. 5 May 2013 immediately before and after the music therapy or control intervention. Each study participant was assessed by the same CNS pre- and postintervention. In all but four cases, post-test data were obtained within 10 minutes of completion of the intervention. On three occasions, the CNS obtained post-test data in 15 minutes and on one occasion in 30 minutes because of schedule conflicts. For 11 patients, blinding of the research assistant was broken because the patients revealed their group assignment. To attempt to control for bias, the therapist remained outside the room while the research assistant administered pre- and post-tests to the patient. Statistical Analysis Comparisons of baseline characteristics between groups were made using t-tests or Wilcoxon rank sum tests for continuous variables, and c2 tests for categorical or binary variables. The mean changes from pre- to posttest in each of the three pain scales (NRS, FLACC Scale, and FPS) were compared between the music therapy and control groups using an independent sample t-test. Two-way analysis of variance was used to examine whether treatment effects differed according to patient characteristics such as age, gender, and baseline pain level. All tests were two-sided with a significance level of 0.05. Statistical analyses were carried out using SAS version 9.2. Because there was a single primary outcome, no adjustment was made for multiple comparisons. The sample size of 200 (100 per treatment arm) provided 80% power to detect betweengroup differences in mean post-test numeric pain scores of 0.40 standard deviations, using a two-sided test with a significance level of 0.05. The sample size of 100 per group was chosen partly on the basis of what was a feasible number to study and was justified by determining that it would provide 80% power to detect an effect size of 0.40 standard deviations, which is in-between what Cohen21 considers a ‘‘small’’ and a ‘‘medium’’ effect size (0.2 and 0.5, respectively). We thus determined that this effect size was suitably low to justify the sample size. Primary analyses were carried out using intention-to-treat analysis, including all randomized patients on whom data were obtained. Statistical analysis of the final data Vol. 45 No. 5 May 2013 Music Therapy Reduces Pain in Palliative Care excluding: 1) the 11 patients who divulged group assignment to the CNS, 2) the four patients who had post-test assessments for more than 10 minutes after the intervention, and 3) the 10 patients who chose not to hear the ocean drum and the one patient who requested to ‘‘skip the talk and get right to the music,’’ did not alter the results. Results Of the 400 referred patients, 200 signed informed consent and were enrolled in the study (Fig. 1). Of the 200 subjects screened but not enrolled, 20 were ineligible and 180 did not give consent. Reasons for ineligibility included pain score less than three (n ¼ 15), not oriented to person and place (n ¼ 3), did not speak English (n ¼ 1), and researcher error (n ¼ 1). The 180 subjects who did not consent gave various reasons including ‘‘I want to be alone now,’’ ‘‘It is a bad day,’’ ‘‘I do not like the harp,’’ ‘‘I am not interested,’’ ‘‘Music cannot help my pain,’’ ‘‘I brought my own music to listen to,’’ or ‘‘Music is not my thing.’’ Of the 100 subjects assigned to the music therapy group, all but one completed the music therapy session and completed all measurements. The patient who did not complete the post-test exhibited symptoms of confusion and agitation during the intervention and was excluded from the study. Of the 100 subjects in the control group, all completed the pretest. Postintervention scores were obtained on 99 subjects. One control patient who had been in severe pain fell asleep during the control session. His nurse requested that he not Control group 827 be wakened for the post-test. The subjects assigned to music therapy and control groups did not differ according to gender, ethnicity, diagnosis, mean age, or baseline pain severity (Table 1). The pain duration variable had a skewed distribution in both groups, which is why the authors used a nonparametric Wilcoxon rank sum test to compare the groups at baseline. Because the median is a better measure of location than the mean for these data, we added the median pain duration to Table 1 for this variable. Note that the medians of the two groups are quite similar, reflecting the nonsignificant P-value from the rank sum test. Numeric Rating Scale Both music therapy and control groups showed significant declines from pre- to post-test (mean change [95% CI] 1.94 [2.37, 1.52] for music therapy and 0.56 [0.92, 0.19] for control). However, a significantly (P < 0.0001) greater change was seen in the music therapy group (difference in means [95% CI] 1.39 [1.95, 0.83]). Face, Legs, Activity, Cry, Consolability Scale The FLACC Scale scores declined significantly in both the music therapy and control groups. However, the mean change in scores did not differ significantly between the two groups (difference in means [95% CI] 0.3 [0.8, 0.1], P > 0.05). Functional Pain Scale There was a significant decline in the functional pain score in the music therapy group, but not in the control group. The mean therapy group Fig. 1. Flowchart of patients through the study. 828 Gutgsell et al. Vol. 45 No. 5 May 2013 Table 1 Demographic Variables of the Study Participants Study Group Variables Age (mean SD) Gender, n (%) Male Female Race, n (%) White Nonwhite Diagnosis, n (%) Cancer Noncancer Pain severity (mean SD) Pain duration (wk) Mean SD Median All Patients Music Therapy (n ¼ 100) Control (n ¼ 100) P-value 56.09 15.08 57.45 14.76 54.72 15.34 0.20a 62 (31) 138 (69) 31 (31) 69 (69) 31 (31) 69 (69) >0.999b 135 (67.5) 65 (32.5) 66 (66) 34 (34) 69 (69) 31 (31) 0.65b 174 (87) 26 (13) 6.44 1.82 91 (91) 9 (9) 6.48 1.68 83 (83) 17 (17) 6.39 1.95 0.09b 14.04 36.83 4.00 8.49 14.50 3.50 19.58 49.54 4.00 0.73a 0.51c a P-value from t-test. P-value from c2 test. P-value from Wilcoxon rank sum test. b c decline was significantly greater (P < 0.0001) in the music therapy group than in the control group (difference in means [95%CI] 0.52 [0.78, 0.25]; Table 2 and Fig. 2). Further analyses were carried out to examine whether baseline characteristics of the patients were related to the efficacy of the intervention. These analyses present the mean change in pain score for both music therapy and control groups, stratified by levels of each of the baseline factors being examined. Factors examined were age (#55 and >55 years), gender (male and female), race (white and nonwhite), diagnosis (cancer and noncancer), pain severity (mild [0e3], moderate [4e6], and severe [7e10]), and duration of pain at baseline (#4, 5e12, 13e24, and >24 weeks). A significant P-value for the test for interaction indicates that the efficacy of the intervention differed across levels of the baseline factor being examined. Interaction tests for the analyses of NRS and FPS scores were not significant, indicating that effects of music therapy did not vary across levels of the baseline factors. In the analysis of FLACC Scale scores, the interaction test for age was significant (P ¼ 0.03) and results indicate that the effect of music therapy was greater in those aged #55 years (95% CI 1.57, 0.27) compared with those aged >55 years (0.59, 0.85). This result should be interpreted with caution given that multiple tests were done and we did not correct for multiple testing. Discussion The results of this research appear to indicate that a single music therapy intervention lowered pain in hospitalized palliative care patients. A noteworthy finding is the efficacy of the intervention itself. Evidence-based music therapy practice often uses patient-preferred music as part of an individualized treatment plan.22 In contrast, the present research intervention was a standard protocol and varied little from one patient to another. Examples of variations included the music therapist giving each patient the option of including the ocean drum in the intervention. Of 100 patients in the music therapy group, 10 declined its inclusion. The rationale for providing this choice was that some patients express aversion for the sound of the ocean drum, finding that it interferes with their ability to relax. In another example of variation, one patient requested that the therapist ‘‘skip the relaxation talk’’ and ‘‘get right to the music.’’ The therapist chose to honor his request and not add to the distress he already experienced from being in pain. In addition, the therapist individualized each intervention by matching her breathing with the patient and adjusting the tempo and cadence of the spoken script to meet the patient’s needs. Other than the patients described above, the verbal instructions, the harp music selections, and the length of the intervention were consistent from patient to patient. 0.52 0.95a (0.78, 0.25) 99 NRS ¼ numeric rating scale; FLACC ¼ Face, Legs, Activity, Cry, Consolability Scale; FPS ¼ Functional Pain Scale. a P < 0.0001 from t-test. 99 1.39 1.99a (1.95, 0.83) 99 0.34 1.68 (0.81, 0.13) 2.30 0.97 (2.11, 2.49) 2.19 1.04 (1.99, 2.40) 0.10 0.93 (0.29, 0.08) 100 99 99 100 99 99 6.41 1.91 (6.03, 6.79) 5.86 2.42 (5.38, 6.34) 0.56 1.83 (0.92, 0.19) 100 99 99 1.72 2.09 (1.31, 2.13) 1.04 1.66 (0.71, 1.37) 0.67 1.80 (1.02, 0.31) 2.38 1.01 (2.18, 2.58) 1.76 1.01 (1.56, 1.96) 0.62 0.96 (0.81, 0.43) 100 99 99 100 99 99 6.69 1.72 (6.35, 7.03) 4.74 2.59 (4.23, 5.26) 1.94 2.14 (2.37, 1.52) Music therapy Pre Post Difference from post to pre Control Pre Post Difference from post to pre Difference in mean change between music therapy and control groups 100 99 99 1.81 1.86 (1.44, 2.18) 0.78 1.56 (0.47, 1.09) 1.01 1.56 (1.32, 0.70) Mean SD (95% CI) N Mean SD (95% CI) Music Therapy Reduces Pain in Palliative Care Mean SD (95% CI) N Test Study Group FLACC NRS Table 2 Summary of NRS, FLACC, and FPS Scores by Study Group N FPS Vol. 45 No. 5 May 2013 829 Although it is true that music therapists commonly assess for patient preferences and then design interventions that include such music, there are precedents to therapist-selected music that are documented in the literature. The Bonny Method of Guided Imagery and Music (GIM) was developed by music therapist Helen Bonny. The GIM is fully integrated into and endorsed by the AMTA. The GIM uses specifically sequenced classical music programs to stimulate inner experience to meet clinical goals. The GIM uses Western classical music because it is the field of expertise of the persons who developed and tested the programs. This music contains elemental, harmonic, rhythmic, and structural patterns that have stood the test of time, effectively engaging persons in exploration during altered states of consciousness, and which consistently evoke imagery responses of therapeutic value.23 Mandel et al.24 found that cardiac rehabilitation patients who listened to prerecorded instrumental music interspersed with spoken suggestions at home for at least three months to relax their body and mind had significantly more improvement in systolic blood pressure, anxiety, and stress than those who only attended cardiac rehabilitation. The music therapists carefully selected the music with attention to properties that research suggests are conducive to relaxation, including slow tempo, soft dynamics, and long phrases. In addition, the investigator, a trained music therapist, observed in years of clinical practice that patients in pain are often vulnerable and their desire to manage pain overrides personal preferences in music. Many patients reported lower pain perception after her intervention of carefully selected music. Therefore, on the strength of the literature cited above, on the clinical experience of the investigator, and to limit the variable of music selections in order to demonstrate scientific rigor, the authors designed the present study with no assessment for patient preference in music. The only options allowed were choice of ocean drum and shortening the autogenic relaxation, but only when their inclusion would have increased patient distress. A finding of this study is that pain also decreased significantly (P < 0.05) in the control group on two of the three measures (NRS and FLACC Scale). It appears that the simple act 830 Gutgsell et al. Vol. 45 No. 5 May 2013 Fig. 2. Changes in pain scores of the participants. of inquiring about pain and then instructing the patient to relax is in some instances enough to lower pain significantly, as long as it includes offering to make adjustments to the environment such as turning down the lights, pulling the window shades, supplying a blanket, turning off cell phones, reassuring the patient that someone will reassess his or her pain in 20 minutes, and putting a ‘‘Do Not Disturb’’ sign on the door to ensure privacy. Although all attempts were made to minimize risk of bias, two risks remained, which are implicit in music therapy research. The first is the blinding of participants and personnel. Because music therapy requires the presence of the music therapist, both the therapist and the patient were not blinded to group assignment. The second risk is the blinding of outcome assessment. When participants cannot be blinded to the intervention, there is definitely an opportunity for bias when they are asked to report on subjective outcomes such as pain.13 A limitation of the study is that it may be difficult to generalize the results to all palliative care patients in pain, as 45% of the referred patients did not consent to participate. For consenting patients who choose to be less actively involved in a music therapy session, the intervention used in this study has clinical significance. Further research is needed to replicate the study so that its results may be generalized to other music therapists and musical instruments. Additional research also is needed to: 1) measure the length of time pain is reduced after a music therapy intervention. In the present study, in all but four cases, post-test data were obtained within 10 minutes of the completion of the music therapy session. On three occasions the CNS obtained post-test data in 15 minutes and on one occasion in 30 minutes as a result of schedule conflicts; 2) address whether patients request fewer breakthrough pain medications after music therapy; 3) find out whether successive interventions have a cumulative pain-lowering effect; 4) examine whether a therapist-created recording of an intervention has the same pain-lowering effect if the patient listens to it after a live session with the same therapist; and 5) address whether pain is lowered in control group patients who later receive music therapy. The strengths of the present study are its large sample size, its use of one music therapy intervention, and its attempt to meet scientific standards of a quality randomized controlled trial. Because of these features, it provides a valuable addition to the literature. Based on the results, palliative care clinicians may confidently refer trained music therapists to treat pain in this vulnerable population. Disclosures and Acknowledgments This research was supported by a grant from the Kulas Foundation in Cleveland, Ohio. The authors declare no conflicts of interest. The authors would like to thank the Kulas Foundation, all of the patients who participated in the study, the Clinical Nurse Specialists who assisted in gathering data, the Core Library, and the Art and Music Therapy Department at University Hospitals Case Medical Center for its support and encouragement throughout the study. Vol. 45 No. 5 May 2013 Music Therapy Reduces Pain in Palliative Care References 1. Kwekkeboom K. Oncology nurses’ use of nondrug pain interventions in practice. J Pain Symptom Manage 2008;35:83e94. 2. American Music Therapy Association. Definition of music therapy. 2011. Available from http://www.musictherapy.org. Accessed September 16, 2011. 3. Groen K. Pain assessment and management in end of life care: a survey of assessment and treatment practices of hospice music therapy and nursing professionals. J Music Ther 2007;44:90e112. 4. Bailey LM. Music therapy in pain management. J Pain Symptom Manage 1986;1:25e28. 5. American Music Therapy Association. Music therapy and pain management fact sheet. 2010. Available from http://www.musictherapy.org. Accessed February 27, 2012. 6. Tan X, Yowler CJ, Super DM, Fratianne RB. The efficacy of music therapy protocols for decreasing pain, anxiety, and muscle tension levels during burn dressing changes: a prospective randomized crossover trial. J Burn Care Res 2010;31:590e597. 7. Loewy JV. In: Dileo C, Loewy JV, eds. Music therapy at the end of life. Cherry Hill, NJ: Jeffrey Books, 2005. 8. Allen J. The effectiveness of group music and imagery on improving the self-concept of breast cancer survivors [unpublished PhD thesis]. Philadelphia, PA: Temple University, 2010. 9. Burns DS. The effect of the Bonny method of guided imagery and music on the mood and life quality of cancer patients. J Music Ther 2001;38: 51e65. 10. Burns DS, Azzouz F, Sledge R, et al. Music imagery for adults with acute leukemia in protective environments: a feasibility study. Support Care Cancer 2008;16:507e513. 11. Montserrat G, Domenech M. The effect of music and imagery to induce relaxation and reduce nausea and emesis in cancer patients undergoing chemotherapy treatment [unpublished PhD thesis]. Stockton, CA: University of the Pacific, 2008. 12. Bradt J, Dileo C. Music therapy for end-of-life care. Cochrane Database Syst Rev 2010;1:CD007169. 831 13. Bradt J, Dileo C, Grocke D, Magill L. Music interventions for improving psychological and physical outcomes in cancer patients. Cochrane Database Syst Rev 2011;8:CD006911. 14. Hilliard RE. The use of music therapy in meeting the multidimensional needs of hospice patients and families. J Palliat Care 2001;17:161e166. 15. Gallagher LM, Lagman R, Walsh D, Davis MP, LeGrand SB. The clinical effects of music therapy in palliative medicine. Support Care Cancer 2006; 144:859e866. 16. Caraceni A, Cherny N, Fainsinger R. Pain measurement tools and methods in clinical research in palliative care: recommendations of an expert working group of the European Association of Palliative Care. J Pain Symptom Manage 2002;23:239e255. 17. McCaffery M, Beebe A. Pain: Clinical manual for nursing practice. St. Louis, MO: CV Mosby Co., 1989. 18. Merkel SI, Voepel-Lewis T, Shayevitz JR, Malviya S. The FLACC: a behavioral scale for scoring postoperative pain in young children. Pediatr Nurs 1997;23:293e297. 19. Voepel-Lewis T, Zanotti J, Dammeyer JA, Merkel S. Reliability and validity of the faces, legs, activity, cry, consolability behavioral tool in assessing acute pain in critically ill patients. Am J Critic Care 2010;19:55e61. 20. Gloth FM III, Scheve AA, Stober CV, Chow S, Prosser J. The Functional Pain Scale: reliability, validity, and responsiveness in an elderly population. J Am Med Dir Assoc 2001;2:110e114. 21. Cohen J. Statistical power analysis for the behavioral sciences, 2nd ed. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, 1988. 22. Magill L. The use of music therapy to address the suffering in advanced cancer pain. J Palliat Care 2001;17:167e172. 23. Association for Music and Imagery. Definition of the Bonny method of guided imagery and music. 2012. Available from http://www.ami-bonnymethod. org/faq.asp. Accessed May 4, 2012. 24. Mandel SE, Hanser SB, Ryan LJ. Effects of a music-assisted relaxation and imagery compact disc recording on health-related outcomes in cardiac rehabilitation. Music Ther Perspect 2010;28:11e21. LEPIBAR KONSUL BIPIBINGAN KTI ⅣIAⅡ ASISWA PRODI DⅡ I KEPERAWATAN STIKES MUHAMⅣ IADIYAⅡ GOMBONG Nama :Ici Tri Astuti NIM :A01301764 Pcl■ bimbing :Irma、 van Andri,S.Kcp.,Ns.,Wl.Kcp No Waktu Topik bimbingan Cenin.20 3unt 2ο lら Penentuqo topr'k ,JUdul Kil 2 dumbし ,2Ч ponsut eAgt 3 k arnis,30 Reυ 庭■ 3ハ ら l 1 Ju ntュ οlレ ユ 5 Min99u, 3 卜0い Su( 3ハ ら11 ι 」utι 2の ι ` R∞「象 解キ3〕 .bn ttBェ ` 降 bu′ え0 にo鱚 ul鍋 心コ 」utt 20`6 フ 8 ヽ 野 年 ヽ `ento,(8 dtJは 20ι Sentη J00 BAら :2c た υ)g〔 ι Jυ ざ つハ〔 Pabu:28 J ur ュotι ο ハOusl嘔 ζユ lι 0ハ ら υ″ ´ ` F W″ 一 O H 2 ︲ ビ [椰 eA3 Lamisi t♂ 峰 ビ tuS 2otι t亀 Brッ ル 3ハ 3ν A3t15'フ 多 レamlく :‖ ∝ps らAι 霊 麟 2 ヤ ´ 3 墜 ビ ビ │(OnStl 心ハらE `abじ J uti ユd色 Paraf Pembimbing ヒ 墜 │ J uni ユOfら u′ Keterangan t― ― ハに い