ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN

advertisement
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN
PADA SDR. T DI RUANG TERATAI RSUD DR. SOEDIRMAN KEBUMEN
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif Jenjang
Pendidikan Diploma III Keperawatan Pendidikan Ahli Madya
Keperawatan
Disusun Oleh :
Ici Tri Astuti
A01301764
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
2016
LEMBAR PENGESAIIAN PEMBIⅣ IBING
Laporan Hasil Ujian Komprehensif dengan Judul "Asuhan Keperawatan
Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman pada Sdr.
T di Ruang
Teratai
RSUD Dr. Soedirman Kebumen"
yang disusun oleh:
Nama
:Ici T五 Asttlti
NIN,I
Akhir Diploma
'cnEgulg.r;,$l$S#a&&+t
( Irmawan Andri Nugroho, S. Kep.,Ns., M.Kep )
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYADIAN
PADA SDR.T DIRUANG TERATAIRSUD DR.SOEDIRMAN KEBUⅣ IEN
Yang di p∝ siapkall dan distlsun oleh
lci T五
Astti
A01301764
Tdah dipcrtahankan di dcpan Dewan Pentti
Pada tangga1 5 Agustus 2016
Sustlnan Dttall Pentti
L
Amika Dwi Asti, S.Kep.,Ns., M.Kep
2.
Innawan Andri Nugtoho, S.Kep.,Ns., M.Kep
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKES Muhammadiyah Gombong
訃 鰈
Program Studi DIII Keperawatan
Sekoah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
KTI, Agustus 2016
Ici Tri Astuti¹, Irmawan Andri Nugroho²
ABSTRAK
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEBUTUHAN RASA AMAN
DAN NYAMAN PADA SDR. T DI RUANG TERATAI RSUD
DR. SOEDIRMAN KEBUMEN
Latar Belakang: Masalah karya tulis ilmiah ini berdasarkan data yang diperoleh
dari berbagai sumber kepustakaan yang menyatakan kebutuhan rasa dan nyaman.
Kenyamanan merupakan kebutuhan dasar yang merupakan tujuan pemberian
asuhan keperawatan. Konsep kenyamanan memiliki subjektivitas yang sama
dengan nyeri. Setiap individu memiliki karakteristik fisiologis, sosial, spiritual,
psikologis, dan kebudayaan yang mempengaruhi cara mereka menginterpretasikan
dan merasakan nyeri.
Tujuan: Untuk memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan
masalah gangguan kebutuhan rasa aman dan nyaman pada pasien pre operasi
hernia..
Asuhan Keperawatan: Masalah utama yang muncul pada klien Sdr. T yaitu
nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis. Implementasi yang
dilakukan berdasarkan intervensi yang dibuat yaitu mengkaji nyeri secara
komprehensif, mengobservasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan,
memonitor TTV, memberikan posisi yang nyaman, mengajarkan klien cara
mengontrol nyeri dengan teknik non farmakologi (nafas dalam dan terapi musik),
edukasi keluarga tentang management nyeri. Evaluasi keperawatan: masalah nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera biologis teratasi.
Analisis Tindakan: Kombinasi antara teknik nonfarmakologi nafas dalam dan
terapi musik ini direkomendasikan untuk mengatasi nyeri khususnya pada klien
pre operasi.
Kata Kunci : Asuhan keperawatan, kenyamanan, nafas dalam & terapi musik
iv
Diploma III of Nursing Program
Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong
Nursing Care Report, August 2016
Ici Tri Astuti¹, Irmawan Andri Nugroho²
ABSTRACT
NURSING CARE OF INTERFERENCE SECURE AND COMFORT NEED
TO MR. T IN TERATAI WARD DR. SOEDIRMAN HOSPITAL OF
KEBUMEN
Background: The issue of scientific paper is based on data obtained from various
sources of literature that states need taste and comfortable. Convenience is a basic
need that is the purpose of nursing care. The concept of the convenience of having
the same subjectivity of pain. Each individual has a characteristic physiological,
social, spiritual, psychological, and cultural influences how they interpret and
pain.
Objective: To provide an overview of nursing care with interference problems the
needs of safety and comfort for patients pre hernia surgery.
Nursing: The main problem that appears on the client Mr. T is acute pain
associated with injury to biological agents. The implementation is based on the
intervention made that assess pain in a comprehensive manner, observing the
reaction of non-verbal discomfort, monitor vital signs, giving a comfortable
position, teaches clients how to control pain with techniques non-pharmacological
(deep breathing and music therapy), educating families about the management of
pain , Evaluation of nursing: the problem of acute pain associated with injury to
biological agents is resolved.
Analysis Action: The combination of nonpharmacological techniques deep breath
and music therapy is recommended to treat pain, especially in the pre clients
operations.
Keywords: nursing care, comfort, deep breathing and music therapy
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “Asuhan Keperawatan Gangguan
Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman pada Sdr. T Diruang Teratai Rsud Dr.
Soedirman Kebumen”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya
kepada yang terhormat:
1. Bapak M. Madkhan Anis, S.Kep., Ns selaku ketua STIKes Muhammadiyah
Gombong yang memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.
2. Bapak Sawiji, S.Kep., Ns., M.Sc selaku ketua Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
kesehatan di STIKes Muhammadiyah Gombong.
3. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Soedirman Kebumen yang
telah memberikan ijin tempat untuk melaksanakan ujian komprehensif.
4. Kepala dan seluruh staf bangsal Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Soedirman Kebumen, yang telah membimbing dan membantu dalam proses
ujian komprehensif.
5. Bapak Irmawan Andri, M.Kep.,Ns selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan- masukan, inspirasi,
perasaan
nyaman
dalam
membimbing
serta
memfasilitasi
demi
terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Segenap dosen dan staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Gombong yang telah membimbing dan memberikan materi selama belajar di
STIKes Muhammadiyah Gombong.
vi
7. Keluarga besarku tercinta, terutama Ibu, Bapak, Suami yang telah
memberikan dukungan moril maupun materil serta motivasi untuk dapat
menyelesaikan kuliah dengan baik.
8. Sdr. T beserta keluarga yang telah berkenan untuk bekerjasama dengan
penulis selama melaksanakan asuhan keperawatan.
9. Teman - teman seperjuangan dan sahabatku tercinta yang telah memberikan
semangat, bantuan tenaga, pikiran dan perhatian, sehingga saya dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah
memberikan saran dan bantuannya, sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Saya menyadari bahwa penyusunan dan pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini
masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi bentuk maupun isinya. Oleh karna
itu, saya sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi perbaikan dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Harapan saya semoga
Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Gombong, 5 Agustus 2016
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN ........................................................... ii
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .......................................... iii
ABSTRACT ........................................................................................................ iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................. 5
C. Manfaat ............................................................................................... 6
BAB II KONSEP DASAR
A. Kebutuhan Rasa Aman & Nyaman .................................................... 7
B. Nyeri .................................................................................................. 9
1. Definisi ......................................................................................... 9
2. Fisiologi nyeri ............................................................................... 10
3. Pengkajian nyeri ........................................................................... 15
4. Penatalaksanaan nyeri................................................................... 20
C. Penggunaan Terapi Musik untuk Menurunkan Nyeri ........................ 24
1. Definisi ....................................................................................... 24
2. Manfaat terapi musik ................................................................... 25
3. Cara kerja terapi musik ............................................................... 25
4. Tata cara pemberian terapi musik ............................................... 26
5. Prosedur pelaksanaan terapi musik ............................................. 27
BAB III RESUME KEPERAWATAN
A. Pengkajian .......................................................................................... 30
B. Analisa Data ....................................................................................... 33
C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi ............................................... 34
viii
BAB IV PEMBAHASAN
A. Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 41
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ................. 41
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri .................. 43
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi .. 45
B. Proses Keperawatan ............................................................................ 46
C. Analisis Inovasi Tindakan Keperawatan ............................................ 55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 59
B. Saran ................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
LAMPIRAN ........................................................................................................
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kenyaman merupakan keadaan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia
akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan dalam
sehari-hari), trasenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan
nyeri), kelegaan (kebutuhan dapat terpenuhi). Kenyamanan meski dipandang
secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu fisik (berhubungan dengan
sensasi tubuh), sosial (berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga,
sosial), psikospiritual (berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri
sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan), dan
lingkungan (berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya)
(Potter & Perry, 2006). Secara umum nyeri merupakan suatu rasa yang tidak
nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri diartikan sebagai suatu keadaan
yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang
pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Nyeri ialah sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual.
Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap nyeri beragam
sensasi dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya. Hal tersebut
menjadi dasar bagi perawat dalam mengatasi nyeri pada klien. Penyebab
nyeri sendiri dapat diklasifikasikan ke dalam 2 golongan yaitu fisik dan psikis
(Asmadi, 2008).
Ketidaknyamanan yang dirasakan setiap individu masing- masing berbeda
tergantung bagaimana individu tersebut menyikapinya. Ketidaknyamanan
fisik pada individu salah satunya ialah nyeri baik itu nyeri akut (nyeri yang
berlangsung kurang dari 6 bulan) maupun nyeri kronis (nyeri yang
berlangsung lebih dari 6 bulan) (Herdman, 2012). Gangguan rasa nyaman
2
adalah suatu keadaan yang mengalami sensasi yang tidak menyenangkan
dalam merespon stimulus (Tamsuri, 2007).
Kesehatan merupakan bagian penting bagi hidup kita, dimana dengan
hidup sehat kita bisa menjalankan semua aktifitas dengan baik, pada zaman
seperti sekarang ini dimana tantangan hidup semakin besar dan kebutuhan
hidup juga semakin banyak sehingga manusia dituntut untuk bekerja keras
agar kebutuhannya terpenuhi semuanya sampai mengesampingkan kesehatan,
padahal semakin berat pekerjaan semakin banyak penyakit yang ditimbulkan,
seperti hernia penyakit ini bisa timbul karena pekerjaan yang keras seperti
mengangkat benda – benda berat (Romadhon dan Wicaturatmashudi, 2014).
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga yang
bersangkutan. Di negara berkembang seperti di Indonesia ini banyak sekali
kasus hernia, yang salah satunya disebabkan karena pola hidup seseorang.
Diantaranya karena pola buang air besar yang kurang teratur, sering mengejan
pada saat buang air besar, pola makan yang kurang berserat, serta para
pekerja yang dituntut untuk mengangkat benda berat sehingga meningkatkan
tekanan pada intraabdomen (Romadhon dan Wicaturatmashudi, 2014).
Kortz dan Sabiston (1994) mengemukakan bahwa hernia timbul dalam
sekitar 1,5% populasi umum di Amerika Serikat. Sekitar 75% dari kasus
hernia terjadi dalam regio inguinalis dan sekitar 50 persennya merupakan
hernia inguinalis lateralis. Diperkirakan 15% populasi dewasa menderita
hernia inguinal, 5-8% pada rentang usia 25-40 tahun dan mencapai 45% pada
usia 75 tahun. Hernia inguinalis dijumpai 25 kali lebih banyak pada pria
dibanding wanita (Romadhon dan Wicaturatmashudi, 2014).
Data Kementerian Kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa berdasarkan
ditribusi penyakit sistem cerna pasien rawat inap menurut golongan sebab
sakit Indonesia tahun 2004, hernia menempati urutan ke-8 dengan jumlah
18.145 kasus, 273 diantaranya meninggal dunia. Dari total tersebut, 15.051
diantaranya terjadi pada pria dan 3.094 kasus terjadi pada wanita. Sedangkan
untuk pasien rawat jalan, hernia masih menempati urutan ke-8. Dari 41.516
kunjungan, sebanyak 23.721 kasus adalah kunjungan baru dengan 8.799
3
pasien pria dan 4.922 pasien wanita (Romadhon dan Wicaturatmashudi,
2014).
Data yang diperoleh dari rumah sakit islam (RSI) Siti Khadijah
Palembang, tercatat adanya kasus hernia yang membutuhkan tindakan
pembedahan, tahun 2011 tercatat sebanyak 239 kasus, tahun 2012 tercatat
sebanyak 128 kasus, dan pada tahun 2013 tercatat sebanyak 366 kasus
(Romadhon dan Wicaturatmashudi, 2014).
Hernia dapat dijumpai pada semua usia, lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita. Karena pekerjaan yang dilakukan pria lebih berat dari
pada wanita. Umumnya penderita dan masyarakat mengatakan bahwa
penyakit hernia adalah penyakit turun berok, kelingsir, serta adanya benjolan
didaerah selangkangan atau kemaluan dan sebagian besar penderita dan
masyarakat tidak segera melakukan pengobatan seperti operasi (Romadhon
dan Wicaturatmashudi, 2014).
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien hernia inguinalis salah
satunya yaitu nyeri. Menurut Smeltzer (2006), nyeri adalah sebagai suatu
sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang
dirasakan dalam kejadian- kejadian dimana terjadi kerusakan (Judha, 2012).
Nyeri merupakan pengalaman sensori emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan aktual atau potensial (Tamsuri, 2007).
Untuk mengatasi rasa nyeri dapat dilakukan dengan metode farmakologi
dan non farmakologi. Nyeri merupakan suatu gangguan rasa aman dan
nyaman. Menurut Kolcaba, (1992) dalam Potter & Perry, (2012) kenyamanan
adalah keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan
tersebut mencakup kebutuhan akan ketentraman atau suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari, kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi),
dan transenden (keadaan mengenai sesuatu yang melebihi masalah nyeri).
Banyak cara yang dilakukan untuk mengurangi nyeri salah satunya yaitu
dengan teknik distraksi relaksasi dan distraksi relaksasi dapat dilakukan
dengan berbagai cara misalnya dengan cara visual, auditorial, distraksi
4
relaksasi pernafasan, teknik pernafasan, dan imajinasi terpimpin (Tamsuri,
2007).
Menurut Ayudiahningsih & Maliya, (2009) selain tindakan farmakologi
(analgesik) cara lain yang berperan yakni tindakan non farmakologi dalam hal
ini teknik relaksasi. Teknik relaksasi merupakan alternatif non obat-obatan
dalam strategi penanggulangan nyeri, disamping metode distraksi. Relaksasi
merupakan suatu kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress,
karena dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien. Teknik
relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak
nyaman atau nyeri.
Tindakan lain yang dapat digunakan selain relaksasi adapun terapi musik.
Terapi musik sebagai teknik relaksasi yang digunakan untuk penyembuhan
suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu. Jenis musik
yang digunakan dalam terapi musik dapat disesuaikan dengan keinginan,
seperti musik klasik, instrumentalia, dan slow musik (Erfandi, 2009).
Dari hasil penelitian Nurdiansyah (2015) tentang Pengaruh terapi musik
terhadap respon nyeri pada pasien dengan post operasi di RSUD A. Dadi
Tjokrodipo kota Bandar Lampung dapat disimpulkan bahwa rerata respon
nyeri responden pada kelompok intervensi sebelum terapi musik adalah
sebesar 8,35, sedangkan rerata respon nyeri responden pada kelompok kontrol
sebelum diberikan prosedur standar adalah sebesar 8,65, rerata respon nyeri
responden pada kelompok intervensi setelah terapi musik adalah sebesar 5,71,
sedangkan rerata respon nyeri responden pada kelompok kontrol setelah
diberikan prosedur standar adalah sebesar 7,06 (Jurnal Kesehatan, Vol. VI,
No. 1, April 2015).
Setiap individu dapat merasakan nyeri yang akan menimbulkan
ketidaknyamanan fisik, begitu pula yang terjadi pada Sdr. T walaupun belum
melakukan operasi pastilah masih ada rasa nyeri karena proses penyakit
hernia yang nyerinya masih hilang timbul. Namun nyeri tadi dapat diobati
dengan obat (farmakologis) yaitu obat analgetik dan juga dapat dialihkan
dengan metode non farmakologis yaitu dengan nafas dalam dan terapi musik.
5
Kebutuhan rasa aman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
yang selalu dirasakan dan diinginkan oleh masing-masing setiap individu.
Nyeri adalah salah satu respon yang tidak menyenangkan baik ringan maupun
berat yang dapat timbul pada seseorang yang mengalami kondisi tidak sehat.
Nyeri dapat timbul karena ada susunan saraf pusat, nyeri terjadi karena
terdapat gangguan pada suatu jaringan dan di jaringan itu juga dapat
mengenai setiap individu. Tindakan non farmakologis dan farmakologis
merupakan salah satu solusi untuk mengatasi nyeri (Potter & Perry, 2006).
Penulis tertarik untuk mengambil judul “Asuhan Keperawatan Gangguan
Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman Pada Sdr. T di Ruang Teratai RSUD Dr.
Soedirman“ karena penulis ingin memberikan informasi tentang cara
penanganan dalam hal mengurangi rasa nyeri dengan cara non farmakologi.
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Sdr. T dengan pre operasi
hernia selama 3 hari, penulis banyak menemukan hal-hal yang bermanfaat
dan bisa menumbuhkan wawasan bagi penulis tentang penanganan keluhan
nyeri khususnya pada pasien pre operasi hernia.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan karya ilmiah ini adalah untuk menjelaskan
Asuhan Keperawatan yang diberikan pada klien dengan Gangguan
Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman pada Sdr. T di Ruang Teratai RSUD
Dr. Soedirman Kebumen.
2. Tujuan Khusus
a. Memaparkan hasil pengkajian pada klien dengan Gangguan Kebutuhan
Rasa Aman dan Nyaman pada Sdr. T di Ruang Teratai RSUD Dr.
Soedirman Kebumen.
b. Memaparkan hasil diagnosa keperawatan sesuai prioritas masalah yang
muncul pada klien dengan Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan
Nyaman pada Sdr. T di Ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman
Kebumen.
6
c. Memaparkan hasil rencana keperawatan untuk mengatasi klien dengan
Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman pada Sdr. T di Ruang
Teratai RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
d. Memaparkan hasil tindakan keperawatan sesuai rencana keperawatan
pada klien dengan Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
pada Sdr. T di Ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
e. Memaparkan hasil evaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien
dengan Gangguan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman pada Sdr. T di
Ruang Teratai RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penulisan yaitu:
1. Bagi Institusi/Pendidikan
Karya tulis ini diharapkan mampu menjadi referensi penulisan
karya tulis baik ilmiah maupun non ilmiah, dan memberikan referensi
untuk tindakan yang saat ini sedang populer untuk pembelajaran
mahasiswa
Prodi
DIII
Keperawatan
STIKES
Muhammadiyah
Gombong tentang penanganan nyeri pre operasi pada klien dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman dengan metode
nafas dalam dan terapi musik.
2. Bagi Rumah Sakit
a. Bagi Perawat
Karya tulis ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi
rumah sakit dan perawat yang bekerja dalam rumah sakit tersebut
dalam penanganan nyeri secara non farmakologis terutama metode
terapi
musik
sebagai
inovasi.
Dapat
mempraktekan
cara
penanganan nyeri pre operasi dengan nafas dalam dan terapi
musik. Meningkatkan keperdulian perawat akan pentingnya
pemenuhan kebutuhan rasa aman nyaman, dan memberikan
motivasi bagi perawat yang ada dirumah sakit untuk lebih perduli
7
dalam membantu mengurangi nyeri khususnya pada pasien pre
operasi.
b. Bagi Klien dan Keluarga
Karya tulis ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan
kesehatan bagi klien dan keluarganya bahwa nyeri pre operasi itu
merupakan respon tubuh yang normal sehingga dapat mengurangi
intensitas kecemasan pada klien dan keluarganya, dan diharapkan
dapat menjadi sumber pengetahuan tentang cara penanganan nyeri
pada pasien pre operasi dengan nafas dalam dan terapi musik.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi, (2008). Teknik Prosedural Keperawatan ; Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Azizah, Nisak, Nisa (2015). Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Terapi Musik
Sebagai Upaya Penurunan Intensitas Nyeri Haid. The 2td University
Research Coloquium 2015.
Djohan (2006). Terapi Musik Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Galang Press.
Gutgsell K. J et all. (2013). Music Therapy Reduces Pain in Palliative Care
Patient: A Randomized Controlled Trial. Journal of Pain and Symptom
Management, Vol. 45, No. 5 May 2013.
Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosisi Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012 - 2014. Jakarta : EGC
Herdman,T. Heather. (2015). NANDA Internasional Diagnosis Definisi Dan
Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC.
Indonesia Departemen pendidikan Nasional, Pusat Bahasa (Indonesia), 2008.
Kamus Besar Bahas Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
Irmawaty dan Ratilasari. (2014). Manajemen Nyeri Menggunakan Terapi Musik
Pada Pasien Post Sectio Caesarea (Studi Kasus Di Rsud Pasar Rebo Tahun
2013). Jurnal ilmiah WIDYA, Vol.2, No.3 Agustus-Oktober 2014.
Judha. (2012). Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Kozeir & Erb, (2009). Buku Ajar Keperawatan Fundamental : Konsep Proses,
Praktik. Jakarta : EGC
Mubarak & Chayatin. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta :
EGC.
Murwani. (2009). Buku Ajar Keperawatan Konsep Nyeri. Jakarta : EGC
Musbikin,I (2009) Kehebatan Musik untuk Mengasah Kecerdasan Anak,
Yogyakarta : Power Books (IHDINA)
Muttaqin Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin Arif & Kumala Sari. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah dengan Gangguan Gastrointestinal. Jakarta : Salemba Medika.
Moorhead, Su., et al. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth
Edition.United States of America: Mosby Elsevier.
Nilsson, U. (2009). Caring Music: Music Intervention For Improved Health.
Nurdiansyah, T. E. (2015). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri pada
Pasien dengan Post Operasi Di Rsud A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar
Lampung. Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1 April 2015.
Prabowo, H & Regina, H.S (2007). Tritmen Meta Musik untuk Menurunkan
Stress. http://repository.gunadarma.ac.id
Prasetyo, S. N. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta :
Raha Ilmu.
Price dan Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
Priharjo, (2006). Perawatan nyeri. Jakarta : EGC
Primadita, A (2011). Efektivitas Intervensi Terapi Musik Klasik terhadap Stres,
skripsi, Universitas Diponegoro.
Potter & Perry. (2006). Fundamental of Nursing, Edition 7, vol 3. Jakarta :
Salemba medika.
Potter & Perry (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, &
Praktik Edisi ketujuh. Jakarta : EGC.
Potter, P.A. & Perry, A.G., (2011). Fundamentals of nursing, (6th Ed). St. Louis,
MO: Mosby.
Romadhon dan Wicaturatmasudi. (2014). Pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada
Pasien Hernia. Jurnal Keperawatan Bina Husada Vol.2, No.2 Agustus 2014.
Smeltzer C. & Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC
Suhartini, A, (2008). Prosedur Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Jakarta :
Rieka Cipta
Tamsuri, A. (2007). Konsep & Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC.
Tarwoto dan Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan (3th ed.). Jakarta : EGC.
Yuanitasari, Lena. (2008). Terapi Musik untuk Anak Balita Panduan untuk
Mengoptimalkan Kecerdasan Anak Melalui Musik, Yogyakarta : Cemerlang
Publishing.
66uハ N
sTtM
く、
,CNCe
hCRNIA IN5utNAbζ lRCPQド `
3氏 フ
l
程 uAN5
T
ヽCN
■│ へs匈 てヽ
=蔓
蛙
uH rrN56t tLMu keSeHelXN lquHnmMADr/Att
クつ│も
ヽ⑩
‐申‐嗜
_ロ
ロロ
__― ____口
""‐
____中
―り′
"´
―
¨―ヽ
、
、 こ
__ ___
lSutl6P
KtPEfuR',uATAlU
b AM55uA卜 1
DCN6AN
ヽ
11・
t
Tじ Ⅳ
?,irn sdr"
T
PcNCCttVハ AA」 ; 77C D,02Afl
P,EtrxrR lN6U\NAUS tR\zEp0FtrB\.€- ,t')t tzuAr\ 5 TEe$Tftt
BsuD Dr, coEoterrAN keButvrrr.r
1*nn.r1.r\ Docralniiaf\ ' 30 rnOt eOlb
・
ン‐
卜lorQ
i ctキ 点 ハstも い
Oρ oo色at、
ktonn nanaVoiinfi
I rpcot-cr\
Ψ
υ
・
ヽ
レοoOヽ oヽ 160
い、
、
1 12`30
りtも
∪
u3ら じ
ビ11F
T Dハ Tハ ゝ
\
l0c
N\-T lT i+
<
I tdeneitas
lマ
pq&er1
SaF T
。 Ю
「
: 93 tcrhun
urnur
.1enis Ep\ornin
t申 八品
Atcrrmt,
kti.cnq,
、キatus
lpeturncr lhenibc\h
A_mQ
\s\osA
,1crwo, (ndonQhcr
Su、 u
pendfdi卜 0。
S0 trdoE Uacnot
poteri。。
。
\ o [ト ヘ
f)x
[cebrrme.o
modis
TdrЮ 嘲
arpnq\cuL n-rs i.
1 312444
i Hqrniq (nqr-rinO\"iS \fce?onrbk
P
29、ιミ20` 電
ソ
ヽRS
0は ヽuヽ oo‐ 2oヽ力13
P. Po.nornctorrnr'! lornoh
υ
潟 Ч・T
Nlcrrmo
)り う も麒ヽもヽ
し1、η ur
,1
pnic Le\Ctr.rrln
?ere_cnrrUoCI
Alam。 し
k\rrooq
Pe-Lestoon
1\ou l:ul'odh b*rcoo
h、
B
I
ltat、
配患s
lbυ
, hebL\hner\
格は ゝ
"
R.tw,+v*rt keDe pRt^lnTA^l
lce-\uhon
L\i"n
t \Ecrrnno
rnaoqqtqbc\n
nq ari
⑩
¨
―
・
ヽ
―
一
―
―
―
―
― ――
―
lien
Sdr.
'T (za th)
i《 2olC
RR : 2o xlrnenit
16七 。
m teは
acrtbnc
te tsu
Rsr,.rD Dr.
ketu\rorr nqen pqcJo benri
th a loaЩ 〕 Le RS.
Siバ 16D■ l10n
rcxt L ao hori
'" qa \/
: 110
putul
co・
EK6
.
$oot- cfihfi
, tctaeO di pdsdnq
intrt-ls NacL
clttm
2・ 3o″ 16 sι ら
1 2o16 puに ul ′
i hcrnia lciian rn<nqdbobcrrr
: nrjeo hartornVf,h
o解 し
nueri
Saa\, nlsJqt<ulco0 acrclfq6 Oon pardkkiutUcrS se-req
itetttrsul.し3obdl
l■
n
nqis l.esap,pOn s"oor dtSurUh rnid
pinio dtYeblrans : 36,qoc pB: Zo x(meqit
en\rq'Abnq, p
i\ .rTU TD :
ktten
lzo/ao
nm[q N: Bcl *lneniL
m61hh tcr
lLaO 'OStrulc員
rpq.cork? EaLeter.
じ∩じur
menaο ♭ξQ「 りαG Selamq ζhnri Cttdun∩
i
rrqrldt d\ Rufnoh tutar
ヽαス、,ヽ ωαヽdt a` Cヽ qヽ
obot, ♭
t
ヒes
lieh N\ooootqkgn di
ぢ
q\ucrosl$$er odcr
じ
-+ :Plien fl-{) I
..
noq%:\ <Cr,{v\ah
q,qn\Hv\
) oqqK
Sobgt.rm
ScilqL : k\i
goqt o\,kq\\ :
(esQL
alCtあ
lctien becnqros hcErn:l , L
´
ぃutt、 ≦
%ht:い ヽ
cukuP aon
d(r putrh s - 7 oelqslhori +r&p odO {ratuhon do
i
MatαヽdOn
i I Ltren ,*o619q!afl
dn
don Cilu
trdqE
minum 3 - t4 gelos perhorL t<tao, lrdqb aclo tet'"thotf
r^naFqn
Rs
lι n_rncnqat a卜 ●
´キ
O SOki
3. pota
Ettmimsi
se'oo[urn SokrL I kti
krxn
teo*i
し attoヽt lレ
1469 [aOcar
lx
ohlom sehori
fesot
││
btos
ハ
iU : Ptt
tr dr\<q\r
'
rvrLss biosc
.
tttG dヽ 安ぃり
Ot
Lr,
al-Hurtcrs dr bonLU te\t-rOroc,
Fgsehorio
ti
toη
clcrn
. Potq \stircrhcrL Ei
Ю 騎 哺 ′
r\co\r
)<lierr rn<noqtotrcon ietrr-ohat c-uFL!?, ttdrrr 7*B iom dolqrn
いdn
,hl sd\(it : khqn r.r,gr\qoYoEgo
harr
f\'\enoounok.oo gs\q6u
\cr$ tPv.il rihci
aFc'n
キ
t
;
((〔
ー
〔〕
::〕
)
C
uhu
tn \c\iQ(\ 3{,,
oc
-..''l
ヒ0
ヽ
Sebelqm
i k[en Fenealqpog fnc(ndi 2x Sefun , Si?aL giqi e< se.hon
sokr\
´
・
' lq(2ぃ hanttcx dtsり pq te、 も
。鳴。い咄Q
2X dα
・ `OQt 30ktし
Poto-Boso arndo o\on N5qmqn
一 一 ヽ
gabatum ,af,uL
-9.
:
lo. ?oto hornrrn\bcrtr
(Obq\u\cn scrkik,
hie.n $noonotoh*'''
tnao*o
lα W、
schα「i・
defiqonornoo dan ogomoo
kAhiclg-Pg!:
-----\J
\aUttr fita< AcK( L-aooto unLuL (Mehoutonai nde-n"dlOerub<ebek
Fclnon rooq.(rlr.
-
'c!ek]W\ pasehonos,O\]tr trAenqqurqhqn
藪 い mus(ヒ 続 づぃQcNい `
。
聴 ヽ 9、 ぃυ
″ヽ 飲 ∝ミ ba▼ ′
, kt,*
Sodt d\ka\r i k\ien
lrnerqcrtcrbctn
borkoonuqpoe <-denqoil notmq(
hala Qo\ril$c{
Soboturrn sq\ciL ; kttorr tqnenoqrbcrbo\ trnan\a\snhq\t Sho\ab s NcbLU {erob.tr
SoOt o\rkci\r I \ctrtrl rmerffiLcrtoq -<hoto| denc:rt trdqr lcrn bersVct
denOoo tcruo.fiiurn don laiOn rmznOObqkon .a.^k(LftJO odOhhcoho
、
, つ。ta← ∝∝Q躾
αq、
tCbι ヽ
だ
ヽ
5伝 よ 次 いヽ`
6
1賓
',
ttQ
€tdur
∩
1
tiro\roL
?eは しat
owot tenbt
⑩
!T Dr,ra
Abrc,?-t\e
rY\oriL
scxon
LlrntirYr
lcpodacrrr i.\r/vrrnfl
r
bark
多Mヽ じЧ
Lerodoroi't
丁刊
ヽ
│
S i 36t喘 °
; go x /menr
(
B
?omonL<cnn hono\ Lo tte
hdctk
\tikcr
odo bobqs
lcrhrL
O QQい IS,
パ、
は
9klerd an、 に
に
,
凸
li\n(rlrtl-
! t rtr\Clk- 0
tinoo
/
, aiOi lemkon.
rurr\,
11
f
n Li,fii*-
\on.YroLr
I punoh pondernqffin
t
h.ir'{a
otlcl€C.IOC,n hOf frrO\
doE odo
Pem.Vlesorqn
\-rnrntL
ti -* \nsOePfi : ?i
ヽ
に気
ヽ 6da、 cポ
:
t しCい Qぃ
er\crkr ibunqi Son0r
usLulBk; UcgiErltst ,LldoF odcttoenhohon b,rn*' fqFa\
Cプ
‐
│"ヽ
1
│ l
zrk-r-th
:
こοrd{ゞ
ιtttぐ
七 crα kス
減、 lcS
ICCマ
珈、dclα υ(卜 ttla siniSヽ ヾq
'hunqr
ttgi sl s2℃
もSはへ
ttc
ら′θ
0 , 式(dal ada l浜
n_レ lnsρ く
た
,suptl、 simetrit_
ヽ
燃
「
`し
dda nUon tekan Qtrvtt
ヽ 1島 mり 温l
I u:rcut1,gt
'
i
i 4ι
f
︱プ
n ι
し
′Lia
″ι
EVsLe.rmru,o
cda ui\ewa
ι
Maい : キidat にし
レ
⑩
│`
,
いヽ
aln.
C
. Perfleriksqon
?omor\Egaan
い もC
gctLucro
0t
.2
│ら
mzi 2ol(" 03,2
|.lilar NOrfnot\
οム3/ut
〔
Og
5.9B r
H6ら
1■ CT
M : 4,9-S.q
L /oY
Y\;
%
くη,7
Mcソ
SS,S
ケし
MC片
つ9`o
q
Mι HC
37‐ 0
2つ ι
epω ‐cυ
t38
%
lzpru - so
イ2 3
Tじ
4<t
9´ ワ
ド1「/ヴ
●´
b-t cz
(7・
F―
.o
36.0
tSO ― qЧ 。
S _ ′Ч.ゞ
││´
ろS
― 句フ
│´ 0_・ ′
3´ o
し
ワ′
ι
°
/。
3
_ ioo
ら20_
f― (
│
7‐ IS∫
2ι `0 - 3Ч ・
0
104Ъ /ut
ρりω
z
? : 3s -\tl
-sz
go.O
●/JI
,LT
: 3.8 -s
F
Mi lろ ′
2-,73 F: ││´
9′ dし
︱ ロ
│
Koま ヽ
12・
26C
│
ol re
Vqrah rubi6
Iざ
‐
11・
│
│
´
0-乙 ∫.0
nl,卜 し,cNTlハ し
′
Jctrr #
・81
夕
しγMp、
イ
4´
6・ Ot
じo
寿
0・ ∫
BAso
*
NCuT%
│
BASO %
│
﹁﹁
lzeo .
│
3+
οlζ /cI
′
.2
%
S
%
句O´
_609
フ
ら′
Ч´
Ч
う`2
2S
Z
つ
θ
han
fvrrn
/ionrn
Sσ ?T
快もsA5
⑩
`C― D
tη
´70
″e
_Ч
_│
Frθ ′zO
20
..en ce
unit
lnq/dt
ワo´
Eo
lZ0
10 ´SO
.
OЧ
SGOT
9Ч
/Y卜 , ハ _lθ
uon
.S´
u|.t
&z
6・
0 - 0_2
,o ‐7o
%
Z
2毛
16 -l
00Ч ゞ-
'rEsaao Ltmio
6 ω
r2
1043/oし
I
Tιくし
ο f_
0´
Vzo.t
│
8
lo 4 3/uし
︱ち
MoNo oln
%
τQ
3_
に
`。
Oz
・Zf只
、、4り ‖ 0ん
│
迅3
MoNo 4
0′
/ut
43/ut
to^ 3
rdl
ら
tq.l
toω
σ.ら
"││
u/L
ι、?フ
u/u
′
D″ りι
AN、
ハusハ Dハ T,ハ
h
utQ、電
: n$on
Sod+: i'netqtcu
inQt ttdu、 9'1
terk-isuE' b"sut
ck
ヽ臥゛αη
e : S\ccircr {1uQil 5
ミ hl
- Ltten tornpqF
te,.rr
sqcrb oti
品
“
κ橘
:“ ‐
:
?6,Q
oc
RE ; aoX 1rn
i116\iS \rc<Ponr\&
―
.i
?ornar \b/ rr
1
句
じヽ
e
Qα
-Etton
nn
.Ecin bs\um b,so LP.tja(cro
90 n4ei
irll
-
lc-1ten
-
lctien
しdur
- \c\rett
Lc^rnnoK aoancr,hcril
下てO πフ:ヽ ちOrso mmⅥ Q
s f3ら
r
iSЧ
`Ч
c
kegoOo pero.,;o{" apa itu
]cebrEo d\bq0$q \<-t,an Cctn ke
e1'0S b
αゞQt
10日 TAS
t NucTi altuヒ
⑩
つ tACNOSn
入′
m
°
ptieo bertocr{a
Do
卜
\\ert
卜cpし み n(″ Al―
onヽ
SLcl
a
`
の ● TT」
r'veri ber
C\o
t€rc\pi
musrk
, \.-e\<al(tal\tco dqn
J'0.1r konkqno
Lau.r,€
Nco fc{socrbolcqi
6xr l?crsE. -rfl
n kritsr(q
h",r,
szsurdah
@n Tneni$ekc^t o{trn aPuui
e- llr^n
I
t-,:rr>.fi
l-crL'iaqn
,ru& S'ocrf,
DLs L.ecarc<
s
921F cCtr´
「
-
L;lpV?ort
Petua.
fy16y1e{i'
′
´
一
′
一
〓
レ
一
ヽ
﹀
ヽ
一
ン
一
一
︶
´
﹂
・
´
・
″
・
一
︶
′
ヽ
・
・
・
・
・
- \. Ee\\rhcir. q,pskrifo
p [aLuhctn
ba.rcut
q faruhon Finqctn
f . tettrhq0 l-idcr- edq
rヽ
((〔
:::〕
:i〔
〕
〕
)
Saし clα h
di
THE4cド 杓
ib
枠いOu以 ぞひac arsり sこ
1,δ ヽ
▼ctt
{i\ncrraP
,foこ
Pa11)
`ゞ
o t
ム、ヽ
いク〔 ひはもρQヽ αい0
crbctu
Lo-
rt
\iVcr*.
nda sklpg; [=ao'f1n6fotbcr0
⑩
De f\qf\CtornOLa}
げatCaヽ
F
, nqarl b",
gcictt .{;dciro0
S 1 9k=(.: nlie-fl 5
T ( llq€ri lrllcrnq +;mbui
びし
く1 凌蛹 ヤcヒ dd
、 っenm卜 ぃ
て ∪
1■
わで
、
: Tつ
;│ろ C
p: nue"t d,blrqran
sI Sい 烈a
l NЧ d
⑩
hi
rr meolodi 3
鋤
0 1_に 、
len
{ernpot trdurti
err ta6p-t me.ndhon
k-l1gft 16s1qc\i$nctfra ln€IU
hQn
静酬hnい つα頷い daα い 0?静 帥ば
r'el,]
saot rnnbrli'sqkr
dc\[ (atc
((〔
:11::〕 ))
\p0nceq(k\n
dankaih hyqmqn
((Iり)
aま薫、ぃ sctinh♭ irヽ
ncxr"\
;
ebJtuho.n Ant..
kh
r mrrrDo Lin
en torn pcif
c{"rcluk
:
gakibctn JI>d! 6lrqerctban
M el bat-Lcrrr'Leluctrcra Uotuk
barntu QeaL tct(eo fn
: ki,en lytencaLctuqn >uc{ah
P, r,Ueit !g1it$5at g gaot
r e{</lsn} } trc{uran
S
; sEal*
T:
1'rq6p O
Sewa?t:u- u-E1kvu
biso
aα : 百ntuk 4で〔
∫
償│(み ″
munci-rl
σ
`ngξ
enqobser
L/45; rhob\\i(cfi hier'
た0印 OF μhndi ttρ σr n有融 た
iton
ψs : ソ
Oar.a menqhrnola,t
d.an
S ;|.tiqn z-
│「
cq{<r men(3
pe-iuoe
cn "
'TO :TD ,l2o/
E ' 3G ,$'C
eniotostcin
; hien eud4h tarn
《
》
曇
蔓
4
rLZ;
hXln
i
ノ
ヽ
gν ハ 、Asl
“
ri r,.*.rn gaia(DLon1ao Fqnon
'q?an
ol"to
ゞσtO♭ ∈にumρ
;
: nueri
o :
di
LerfusUf レι
「にυ
「o
i61\\ ge[c]nolc61ngqn kancJl)
「し 「│こ たs
「
ktien
7θ : ′
3o/20
mm
N
,BqX /ryeni
: zorlmeniL
r medis hg!'nrCI inquiruli-\ kre,pcni!)V Dre op hctn ke
A ; Masalah ntren
btr:lrcti-< bdum terqtah
1n$rlotor
rz dqiafln bqLqs
\^rotWlgt
「
l)lgFr
qaf
alton l-oso
i/ひ O
flyorno0
n ルlα pagettcn
iし
o『
tqlcqo
カ
o'eh
((〔
]i::〕 ))
be.lun brsq aludttl< , e.(nee
ら ゎけ ucPゞ 拠∫Qち 研 oo
いan
「
h I l4ssoleh
「膨lρ
daiom
σfrurげ ゎ ml
1ト
hqrnbx
srtflff$*t\
"Cl
ortivl
ttt mo5Ftn、 ゃht
r, obs
llirぃ
′´飢Oniレ 0「
`
寸Tυ
3. BcrnVu 'prteo dAlom
6uylpqn ADLr dan
lfoo
e
Vr sn,J
eltlliqn ?tni(.twh
ri
<,tta oonbbatan
hurr
t
0aroobarc(n
httnia
L anirttkc,s.) 'ntct
, V^\i
ti
6
r‐
⑩
dit
f J(s tTclし ご
に bじ S〕 レ
し´tu
SI
\q i^1qert
T ;
:
O
1
0Uerj hi\ono tinrbu
l.tion tamfnlc ri
ヤQo sに
蠍槻 ,ぃ のはヽon
'oい
■つ 1 1Ъ O/亀 o いm
(1 可Tヴ
,Bz <'rnoni
R:i-; Lo x
ali
n
levul
いctt撼
"「
efi9
n
∞雨 銀
tro\ huen dcoqon t<LoiLtnoo
p
:
lanJutkan
t´
2-
\hbsruenga
ヽ
c、 u徴 6
- Tnontbor mv
tCし oi
l(n
he.ca:alcqn
lcrclcrh
'oi
lq
1 洪cnqO∩ COditit
0 ;
Yri'o
L
に∂udCに
rtnn
t;eo su&
iaαO bf
((〔
〔
ili::1:〕 ))
trl
ミ
ヽ 使d〔 ltit
qacvL
rli
, .- hoti
otq''
:Mattbh
kt'An
αm臓 崚n mOら ilittsヤ「αtti
お
$n{.hin0krb du\cNc\ at-trvt
k t."\.frn
;
dOri
tanjc{tEao \nttruoglg
!' oLe e-r r.c.t-,
1 knonibor fitl
dOは い い●511簿 バ
3" Sa.t.xt [ria-n
mの
ぃ
1ll sα
g ; kti'
da
dOn
柩薩
rl
M croSa
へヾこ●■
a) ; tctten 4<);
{iola,\
ou,ledqe
nisecl(.0
f
tndヽ し
dし ο
Munqer
fi
ben4crkia.rl
Yan:la\,crU
hefnia
kkcrn tandl * gcja\o
-rL
herniq
!,'Letnr'
Menqehubk?,n penut\Xb ?rtquriU,
l\'(<r,,r,Eb'.lLkan (ag61 wlenCeqqh hn(nlr,
:
Laoitw
i
-
《
》
重
重
%
1e)cs Leh
d i'r'c-.tr-t
ai.iv-titvL
I
lrnqnlpiL \,.orwi q
i n',-teVcrV .I^n L aco, n/ (n C{dq
h
,Sy:)CLhte
Lidck
huen'
t iη i
軸
: fiqeri Lerbu,aoq Ss<:F lTelakuLqn falqs dalqm
&
lid
S : g\<-ta
s1,
θ
) gCutaVYg - tr,ralru )zso
「s ttsattα O s銀 しυ
lぬ ●me甫 ぃ
n詢 たdudJを
。
2o
o lに 、
fi1era96a
PrXarrtafu,
?te c? hcrri |ce 3
r(
fnasa\ah
:
ハ
munr.rl
L e.latc.5
,'
lerne
flLqrq
prtin
1、
ataし 。f
│(a'a ntten bRヌ 、び豫 Q
aα lαロ ♭斃し s oo鰤 α
“
Ytarnpu ru,erqonlroL 0ven' ()enAatl
驚 ザ
I
tetpr.,iV
t
arrnqi<Sbqtrr
ドl¢nuα tα lα ln ,csa nЧ ぃmttn
getelα h oЧ oぃ
'eftqY, anLq.n
/- tfiofiitcr n
-
2
ff-t c n
r1--or
11 u
ni/. ne;, y.arWtatg
4
Fc.n ,prosedur o ? eyc.4t;
: piizn yyrenc3tfoqk-qfi j<.,orah fuiSc: LeLctrnqr
0;
.leic..s
dd」
て)i t20/6。 ぃ欅情9 傷ittX/m S lち 6′ ζ
し ゃにフ
zρ x′ he口 (ι
rnasalq",{n L.ombaLqn ir,Abil; LcA eiS;L LzraLa$'
Lriarr
,d :
t;b
q
lzua-t
lnctiE.rt,o r
L"ttun rnoni(ULat dalarn
s{tr f urit-ton dotri
((〔
fncrPCl.t'
ι^′ 0「 a∩
:(111)))
′
`rイ
aわ
く
ハρし
lnteruerl*t
qftivi{o\
inql
piBi
ili
も ハp
$ I i<lien dct(\ kelua.qq rrr
dotqh f:en g olrif usu s
f
vdEc
herniq
O r@nutb\o !.,ernio ''carenq
bo.qr
loma ,
botuP Fqnenc, ascr
MenqL
(o7ok
-
laten
h hern,,
'tLu denqtn cqca fnerrchrnolol'i
2<n4sbabnYa.
1
メた
「On′ 第
Eerrrbali oencerhqn herni
αn 4
befuarql dq4t rnonwbufueo .4 ddn I
ルレ
Qα tt Mの
メ υ″ 。た
υαス ル ′
k pehdrn 2 fierf,erima Lqa'A
lutien I ? ct
C′
agatah
deptglE
r・
,
v@h1ao.[er-Laa
edCre pl― fa縫
ex.iatasLcxn tzrnS.tti VohqQrafoLo herntor
bdt\cqn Fembcli
elrla hernio'
M cnttq.butkr.n LernUoli
trrn katte rnelc;cph h*nia otiruwh
tCFp い
Yいqび ま
θhbρ
│…
2´
⑩
l“
モ
n intcfげ 2η 研
3狛 tuに ll en&餞 iclar99ヽ ゅ 『ど
“
『いoQ ttα が αttχ む
o い
ki
LAPORAN PENDAHULUAN
HERNIA INGUINALIS
Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Program di Ruang Teratai
RSUD Dr. Soedirman Kebumen
Di susun oleh:
Ici Tri Astuti
A01301764
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2016
i
LAPORAN PENDAHULUAN
HERNIA INGUINALIS
A. PENGERTIAN
Menurut Suster Nada (2007) Hernia adalah sebuah tonjolan atau
benjolan yang terjadi di salah satu bagian tubuh yang seharusnya tidak
ada. Hernia adalah protusi (penonjolan) ruas organ , isi organ ataupun
jaringan melalui bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan atau
lubang abnormal. Menurut Ester (2006) hernia adalah protrusi abnormal
organ, jaringan, atau bagian organ melalui struktur yang secara normal
berisi..Menurut Jennifer (2007) hernia adalah protusi atau penonjolan isi
suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga
bersangkutan.
Dilihat
dari
macam
dan
jenis
hernia,
maka
dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan terjadinya:
a. Hernia bawaan atau congenital
Hernia yang terdapat pada waktu lahir.
b. Hernia dapatan atau akuisita
Hernia yang disebabkan oleh pengangkatan benda berat atau
strain atau cedera berat.
2. Menurut letaknya
a. Hernia Diafraga
Herniasi struktur abdomen atau retroeritoneum ke dalam rongga
dada.
b. Hernia Inguinal
Hernia lengkung usus ke dalam kanalis inguinalis. Hernia
inguinalis
adalah hernia yang terjadi penonjolan dibawah
inguinalis,di daerah lipatan paha Hernia ini dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Hernia Inguinalis Interalis (indirek)
Hernia
inguinalis
lateralis
1
karena
keluar
dari
rongga
peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak
lateral dari pembuluh epigastrika inferior,lalu hernia masuk ke
kanalis inguinalis dan jika cukup panjang,menonjol dan keluar
dari anulus inguinalis eksternum.lebih banyak terjadi pada lakilaki usia muda.
2. Hernia Inguinalis Medialis (direk)
Hernia yang melalui dinding inguinalis posteromedial dari vasa
epigastrika
inferior
didaerah
yang
dibatasi
segitiga
Hasseibach.lebih banyak terjadi pada orang tua.
c. Hernia Umbilikal
Sejenis hernia abdominalis dengan sebagian usus menonjol di
umbilikus dan ditutupi oleh kulit dan jaringan subkutan.
d. Hernia Femoral
Hernia gelung usus ke dalam kanalis femoralis.
e. Hernia Epigastrika
Hernia abdominalis melalui linea alba diatas umbilikus.
f. Hernia Lumbalis
Herniasi omentum atau usus di daerah pinggang melalui ruang
lesshaft atau segitiga lumbal.
3. Menurut sifatnya
a. Hernia Reponibel
Isi hernia dapat keluar masuk usus, keluar jika berdiri atau
mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk,
tidak ada keluhan nyeri atau gejala abstruksi usus.
b. Hernia Irreponibel
Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam
rongga. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada
peritonium kantong hernia
c. Hernia Inkarserata
Isi kantong tertangkap tidak dapat kembali ke dalam rongga perut
disertai akibatnya yang berupa gangguan pasage. Dapat juga
2
diartikan hernia irreponible yang sudah disertai dengan gejala
ileus yaitu tidak dapat flatus. Jadi pada keadaan ini terjadi
obstruksi jalan makan.
d. Hernia Strangulata
Hernia irreponible dengan gangguan vaskulerisasi mulai dari
bendungan sampai nekrosis.
4. Hernia menurut terlihat atau tidaknya
a. Hernia Externa
Hernia
yang
menonjol
keluar
malalui
dinding
perut,
pinggang atau perineum.
b. Hernia Interna
Tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui suatu lubang dalam
rongga perut seperti foramen winslow, ressesus retrosekalis atau
defek dapatan pada mesinterium. Umpamanya setelah anatomi
usus. (Syamsuhidayat, 2006)
B. ANATOMI FISIOLOGI
3
Kanalis
inguinalis
inguinalis
dibatasi
dikraniolateral
oleh
anulus
internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia
transpersalis dan aponeurosis tranversus abdominis.
Dimedial
bawah, diatas tuberkulum tubkum, kanal ini dibatasi oleh anulus
inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis moblikus
eksternus. Atapnya
dan
didasarnya
tali
sperma
adalah
aponeurosis
moblikus
eksternus,
terdapat ligamentum inguinale. Kanal berisi
pada
lelaki,
dan
ligamentum rotundum pada
perempuan.
Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis
lateralis, karena keluar dari peritonium melalui anulus inguinalis
internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior,
kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup
panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila
hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut
hernia skrotalis. (Sjamsuhidayat, 2004)
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada
bulan ke-8 kehamilan terjadi desensus testis melalui kanal tersebut.
Penurunan testis tersebut akan
skrotum
sehingga terjadi
menarik
peritoneum
kedaerah
penonjolan peritoneum yang disebut
dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir,
umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi
rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut namun dalam
4
beberapa hal, seringkali kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri
turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering
terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga
terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan
menutup pada usia 2 bulan. (Mansjoer, 2007).
C. ETIOLOGI
Etiologi hernia Inguinalis menurut Hidayat (2006) adalah:
a. Batuk
b. Mengangkat benda berat
c. Adanya presesus vaginalis yang terbuka
d. Tekanan intra abdomen yang meningkatkan secara kronis seperti batuk
kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites.
e.
Kelemahan otot dinding perut dan degenerasi jaringan ikat karena usia
lanjut.
f. Kehamilan multi para dan obesitas.
D. PATOFISIOLOGI
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah
faktor kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada
waktu kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga pertu
melalui kanalis inguinalis, faktor yang kedua adalah faktor yang dapat
seperti hamil, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor
usia, masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang
maka akan menonjol keluar dari anulus ingunalis ekstermus. Apabila hernia
ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi
tali sperma pada laki-laki, sehingga menyebakan hernia. Hernia ada yang
5
dapat kembali secara spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat
kembali secara spontan ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara
isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat
dimasukkan kembali.
Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau
berpindah sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan terhadap
cincin hernia maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi hernia
strangulate yang akan menimbulkan gejala illeus yaitu gejala abstruksi usus
sehingga menyebabkan peredaran
darah
terganggu
yang
akan
menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa menyebabkan Iskemik.
Isi hernia ini akan menjadi nekrosis.
Kalau kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang
akhirnya dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan
dengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan
peristaltik usus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan strangulate
akan timbul gejala illeus yaitu perut kembung, muntah dan obstipasi pada
strangulasi nyeri yang timbul lebih berat dan kontinyu, daerah benjolan
menjadi merah. (Manjoer, Arif, 2000 : 314 –315, Syamsuhidayat, 1998 :
706).
E. MANIFESTASI KLINIS
Adapun Manifestasi Klinis yang timbul menurut Hidayat (2006) yaitu
a.
Penderita terdapat benjolan pada daerah-daerah kemungkinan terjadi
hernia
b.
Benjolan bisa mengecil atau menghilang.
6
c.
Bila menangis , mengesan dan mengangkat benda keras akan timbul
benjolan kembali
d.
Rasa nyeri pada benjolan/ mual dan muntah bila sudah terjadi
komplikasi.
e.
Benjolan tidak berwarna merah
f.
Bila di raba terdapat benjolan
Sedangkan menurut Long (1996),gejala klinis yang mungkin timbul
setelah dilakukan operasi :
a. Nyeri
b.
Peradangan
c.
Edema
d. Pendarahan
e. Pembengkakan skrotum setelah perbaikan hernia inguinalis indirek
f. Retensi urin
g. Ekimosis pada dinding abdomen bawah atau bagian atas paha
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul menurut Hidayat (2006) yaitu:
a. Hernia ireponibel (inkarserata)
Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia
sehingga isi hermia tidak dapat dimasukan kembali pada keadaan ini
belum terjadi gangguan penyaluran isi usus .
b. Hernia strangulata
Terjadi penekanan terhadap cincin hermia akibat makin banyaknya
usus yang masuk . Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus
di ikuti dengan gangguan vaskuler (proses strangulasi)
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari hernia menurut Hidayat (2006) www.indopos..co.id
dengan tindakan sebagai berikut:
7
a.
Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga yaitu untuk mempertahankan isi hernia yang
telah di reposisi (pengembalian kembali organ pada posisi normal)
.Reposisi ini tidak dilakukan pada hernia stranggulata , pemakaian
bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah
direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai
seumur hidup.Sebaiknya cara ini tidak dilanjutkan karena mempunyai
komplikasi antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding di didaerah
yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam.
b.
Definitif
Tindakan definitif yaitu dengan jalan operasi.cara yang paling efektif
mengatasi hernia adalah pembadahan.untuk mengembalikan lagi organ
dan menutup lubang hernia agar tidak terjadi lagi. Ada dua prinsip
pembedaahan yaitu:
1) Herniorafi
Perbaikan defek dengan pemasangan jaring melalui operasi terbuka
atau laparoskopik
2) Herniotomi
Pada Herniotomy di lakukan pembedahan kantong hernia sampai
lehernya,kantong di buka dan di isi hernia dibebaskan kalau ada
perlengketan kemudian direposisi kantong hernia dijahit ikat
setinggi
mungkin
kalau
di
potong
.
Menurut
Oswari
penatalaksanaan hermia yang terbaik adalah operasi dengan jalan
menutup lubang hernianya. Bila bagian dinding perut yang lemah
dipotong dan dijahit maka di sebut herniorhapy, bila seluruh
kantong hernia di potong misalnya pada hernia inkarserata yang
telah menjadi gangren maka di sebut herniorapy .Bila dinding
perut yang lemah itu ditempati dengan fasia , misal di ambil dari
fasia otot perut maka disebut hernioplastik.
8
H. PEMERIKSAAN KHUSUS
Data yang diperoleh atau dikali tergantung pada tempat terjadinya,
beratnya, apakah akut atau kronik, pengaruh terhadap struktur di
sekelilingnya dan banyaknya akar syaraf yang terkompresi.
a. Aktivitas/istirahat
Tanda dan gejala:atropi otot, gangguan dalam berjalan riwayat
pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk dalam waktu
lama.
b. Eliminasi
Gejala: konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi adanya
inkontinensia atau retensi urine.
c. Integritas ego
Tanda dan gejala: Cemas, depresi, menghindar ketakutan akan
timbulnya paralysis, ansietas masalah pekerjaan, finansial keluarga.
d. Neuro sensori
Tanda dan gejala: penurunan reflek tendon dalam kelemahan otot
hipotonia, nyeri tekan, kesemutan, ketakutan kelemahan dari tangan
dan kaki.
e. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala: sikap, perubahan cara berjalan, nyeri seperti tertusuk paku,
semakin memburuk dengan batuk, bersin membengkokkan badan.
f. Keamanan
Gejala: adanya riwayat masalah punggung
terjadi(Doenges, 2000, hal 320 – 321).
yang
baru
saja
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
(Yudha, 2011) :
1. Herniografi
Teknik ini, yang melibatkan injeksi medium kontras ke dalam kavum
peritoneal dan dilakukan X-ray, sekarang jarang dilakukan pada bayi
untuk mengidentifikasi hernia kontralateral pada groin. Mungkin
terkadang berguna untuk memastikan adanya hernia pada pasien
dengan nyeri kronis pada groin.
2. USG
Sering digunakan untuk menilai hernia yang sulit dilihat secara klinis,
3. CT dan MRI
9
Berguna untuk menentukan hernia yang jarang terjadi.
I. POHON MASALAH
Faktor pencetus:
Hernia
Aktivitas berat, bayi prematur,
kelemahan dinding abdominal,
tekanan intraabdominal yang tinggi
Hernia inguinalis
Kantung hernia memasuki celah inguinal
Dinding posterior canalis inguinal yang lemah
Benjolan pada canalis
inguinal
Diatas ligamentum inguinal mengecil
bila berbaring
Pembedahan
Insisi bedah
Asupan gizi kurang
Peristaltik usus menurun
Terputusnya
jaringan saraf
Mual
Nafsu makan menurun
Resiko
perdarahan
Gangguan eliminasi
Nyeri
Resiko infeksi
Gangguan rasa nyaman
Kurang
pengetahuan
Intake makanan
inadekuat
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
10
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Preoperasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot akibat penekakan oleh isi
hernia
2. Hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
nyeri
dan
ketidaknyamanan, spasme otot.
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kesalahan informasi
Pascaoperasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat tindakan
operasi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah
4. Resiko perdarahan
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
11
K. Rencana Tindakan Keperawatan
No.
1.
Preoperasi
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Nyeri akut berhubungan dengan NOC
diskontinuitas
jaringan
akibat a.Pain level
tindakan operasi
b.Pain control
c.Comfort level
Kriteria Hasil
a. mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan teknik
nonfarmakologis
dalam
mengurangi
nyeri)
b. melaporkan bahwa
nyeriberkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali
nyeri (skala,intensitas,
frekuensi
dantanda
nyeri)
d. menyatakan rasa
nyaman
setelah
nyeri berkurang
12
Rencana Tindakan
a. Lakukan pengkajian
nyeri
secara
komprehensif (lokasi,
karakteristik,
durasi,frekuensi)
b. Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
c. Gunakan
teknik
komunikasi terapeutik
untuk
mengetahui
nyeri pasien
d. Kontrol lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
e. Lakukan penanganan
nyeri
non
farmakologis:
relaksasi nafas dalam
dan massage
f. Ajarkan
keluarga
Rasional
a. Menentukan
pasien
skala
nyeri
b. Mengetahui tingkat nyeri
pasien dari reaksi nonverbal
c. Menjalin hubungan saling
percaya dengan pasien dan
menggali tingkat nyeri pasien
d. Mengurangi faktor penyebab
nyeri
e. Mengontrol dan menurunkan
nyeri pasien
f. Memberikan
pengetahuan
teknik relaksasi nafas
dalam
g. Kolaborasikan dengan
dokter
pemberian
penanganan
nyeri
farmakologis
analgesic
2.
Hambatan
mobilitas
fisik NOC
berhubungan dengan nyeri dan a.Joint
movement:
ketidaknyamanan, spasme otot
active
b.Mobility level
c.Self care: ADLs
d.Transfer performance
Kriteria Hasil
a.Klien
meningkat
dalam aktifitas fisik
b.Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
fisik
c.
Mengungkapkan
perasaan
dalam
meningkatkan
kekuatan
dan
kemampuan berpindah
13
a. Berikan
tindakan
pengamanan
sesuai
indikasi dengan situasi
yang spesifik
b. Catat respon emosi
atau perilaku pada saat
immobilisasi, berikan
aktivitas
yang
disesuaikan
dengan
pasien
c. Bantu pasien dalam
melakukan
aktivitas
ambulasi progresif
d. Ikuti aktivitas atau
prosedur
dengan
periode istirahat
e. Berikan atau bantu
pasien
untuk
melakukan
latihan
rentang gerak aktif,
kepada keluarga
g. Menurunkan tngkat nyeri
pasien secara cepat dan tepat
a. Mengurangi resiko cidera
kepada pasien
b. Memberikan rasa aman dan
nyaman kepada pasien
c. Memberikan bantuan secara
total kepada pasien
d. Mengurangi kelelahan pasien
selama prosedur
e. Mengurangi kekauan otot dan
sendi pasien, melancarkan
sirkulasi darah
pasif
3.
Ansietas
berhubungan
perubahan status kesehatan
dengan NOC
a.Anxiety self-kontrol
b.Anxiety level
c.Coping
a. Identifikasi
tingkat
kecemasan
b. Gunakan pendekatan
yang menenangkan
c. Jelaskan
semua
prosedur dan apa
yang
dirasakan
selama prosedur
Kriteria Hasil
a.Klien
mampu d. Lakukan back rub
mengidentifikasi dan e. Kolarorasi pemberian
mengungkapkan
obat
gejala cemas
b.mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan tehnik
untuk
mengontrol
cemas
c.Vital sign dalam batas
normal
d.Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh
menunjukkan
penurunan kecemasan
14
a. Mempermudah dalam
mengontrol kecemasan
b. Memberikan perasaan yang
tenang kepada pasien
c. Penjelasan tentang prosedur
merupakan hal yang harus
dijelaskan
d. Melancarkan sirkulasi darah
dan menurunkan tingkat nyeri
e. Menurunkan nyeri secara
cepat
4.
Kurang pengetahuan berhubungan NOC
dengan kesalahn informasi
a.Knowledge: disease
process
b.Knowledge:
health
behavior
Kriteria Hasil
a.Pasien dan keluarga
menyatakan
pemahaman tentang
penyakit,
kondisi,
prognosis
dan
program pengobatan
b.Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur
yang
dijelaskan
secara
benar
c.Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kempabi apa yang
dijelaskan
15
a. Jelaskan kembali
prosespenyakit dan
prognosis
b. Diskusikan mengenai
pengobatan dan juga
efek sampingnya
c. Diskusikan mengenai
kebutuhan diet
d. Anjurkan untuk
melakukan evaluasi
medis secara teratur.
a. Memberikan pengetahuan
kepada pasien
b. Menjelaskan
prosedur
tindakan
c. Membantu
memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien
d. Melakukan
evaluasi
selama tindakan
L. Pascaoperasi
No.
1.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Nyeri akut berhubungan dengan NOC
diskontinuitas
jaringan
akibat a.Pain level
tindakan operasi
b.Pain control
c.Comfort level
Kriteria Hasil
a. mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan teknik
nonfarmakologis
dalam
mengurangi
nyeri)
b. melaporkan bahwa
nyeriberkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali
nyeri (skala,intensitas,
frekuensi
dantanda
nyeri)
d. menyatakan rasa
nyaman
setelah
16
Rencana Tindakan
a. Lakukan pengkajian
nyeri
secara
komprehensif (lokasi,
karakteristik,
durasi,frekuensi)
b. Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
c. Gunakan
teknik
komunikasi terapeutik
untuk
mengetahui
nyeri pasien
d. Kontrol lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
e. Lakukan penanganan
nyeri
non
farmakologis:
relaksasi nafas dalam
Rasional
a. Menentukan
pasien
skala
nyeri
b. Mengetahui tingkat nyeri
pasien dari reaksi nonverbal
c. Menjalin hubungan saling
percaya dengan pasien dan
menggali tingkat nyeri pasien
d. Mengurangi faktor penyebab
nyeri
e. Mengontrol dan menurunkan
nyeri pasien
nyeri berkurang
2.
Resiko infeksi berhubungan dengan NOC
luka insisi bedah
a.Immune status
b.Knowledge: Infection
control
c.Risk control
Kriteria Hasil
a.Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
b.mendeskripsikan
proses
penularan
penyakit, factor yang
mempengaruhi
penularan
serta
penatalaksanaannya
c.menunjukkan
kemampuan
untuk
mencegah timbulnya
infeksi
d.Jumlah
leukosit
17
dan massage
f. Ajarkan
keluarga
teknik relaksasi nafas
dalam
g. Kolaborasikan dengan
dokter
pemberian
penanganan
nyeri
farmakologis
analgesik
a. Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien
lain
b. Pertahankan
teknik
isolasi
c. Batasi
pengunjung
jika perlu
d. Instruksikan
pada
pengunjung
untuk
cuci tangan dengan
sabun saat berkunjung
dan
setelah
berkunjung
e. Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal
dan sistemik
f. Ajarkan pasien dan
keluarga
tentang
tanda dan
gejala
f. Memberikan
pengetahuan
kepada keluarga
g. Menurunkan tngkat nyeri
pasien secara cepat dan tepat
a. Mengurangi resiko infeksi
silang
b. Meminimalkan resiko infeksi
silang
c. Memberikan kenyamanan
pada pasien
d. Meminimalkan resiko infeksi
silang
e. Mengetahui secara cepat
tanda-tanda infeksi
f. Memberikan pengetahuan
pada keluarga tentang infeksi
dalam batas normal
3.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC
dari kebutuhan tubuh berhubungan a.Nutritional
status:
dengan mual muntah
food and fluid
b. Nutritional status:
nutrient intake
c.Weight control
Kriteria Hasil
a.Adanya peningkatan
berat badan sesuai
tujuan
b.Berat badan ideal
sesuai dengan tinggi
badan
c.Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
d.Tidak menunjukkan
penurunan berat badan
18
infeksi
g. Kolaborasi
dengan
dokter
pemberian
antibiotik
h. Instruksikan kepada
pasien untuk minum
antibiotik
sesuai
dengan resep
g. Meminimalkan
perkembangbiakan bakteri
dalam tubuh
h. Meminimalkan resistensi
bakteri terhadap antibiotik
a. Kaji adanya alergi
makanan
b. Berikan
makanan
yang terpilih sesuai
dengan
hasil
konsultasi ahli gizi
c. Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi
d. Monitor BB pasien
a. Mengurangi resiko keracunan
makanan
b. Diet yang tepat membantu
proses penyembuhan penyakit
e. Kolaborasi
dengan
ahli
gizi
untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
c. Mengotimalkan pemenuhan
kebutuhan nutrisi pasien
d. Mengetahui perkembangan
berat badan pasien
e. Meminimalkan resiko
kesalahan pemberian nutrisi
yang berlebih atau kurang
4.
5.
Defisit pengetahuan berhubungan NOC
dengan keterbatasan kognitif
a.Knowledge: disease
process
b.Knowledge:
health
behavior
Kriteria Hasil
a.Pasien dan keluarga
menyatakan
pemahaman tentang
penyakit,
kondisi,
prognosis
dan
program pengobatan
b.Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur
yang
dijelaskan
secara
benar
c.Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kempabi apa yang
dijelaskan
a. Berikan
penilaian
tentang
tingkat
pengetahuan pasien
tentang
proses
penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi
dari penyakit dan hal
yang
berhubungan
dengan
penyakit
melalui cara yang
tepat
c. Sediakan
bagi
keluarga
informasi
tentang kondisi pasien
dengan cara yang
tepat
d. Sediakan
bagi
keluarga
informasi
tentang
kemajuan
pasien dengan cara
yang tepat
e. Beri
penjelasan
penanganan
pasien
setelah pulang
a. Pengetahuan
yang
baik
memudahkan
penyampaian
materi pada pasien
Resiko perdarahan
a. Monitor ketat tandatanda perdarahan
b. Monitor TTV
a. Mengurangi resiko kehilangan
darah berlebih
b. Mengetahui kondisi umum
NOC
a.Blood lose severity
b.Blood coagulation
19
b. Penjelasan yang tepat dapat
menurunkan
kecemasan
pasien
c. Penjelasan pada keluarga
merupakan hal yang sangat
penting untuk mengurangi
kecemasan keluarga
d. Memberikan kondisi terbaru
yang sedang dialami pasien
e. Memberikan
pengetahuan
penanganan yang tepat
c. Pertahankan bed rest
Kriteria Hasil
a.Tidak ada hematuria
selama
perdarahan
b.Tekanan darah dalam
aktif
batas normal
d. Monitor status cairan
c.Tidak ada distensi
yang meliputi intake
abdominal
dan output
d.Hemoglobin
dan e. Kolaborasi
hematokrit
dalam
dalampemberian
batas normal
produk
darah
(transfusi darah)
20
pasien
c. Pergerakan yang berlebih
meningkatkan
resiko
perdarahan
d. Memenuhi kebutuhan cairan
yang hilang akibat perdarahan
e. Meningkatkan volume darah
yang hilang akibat perdarahan
Daftar Pustaka
Herdman,T. Heather. 2012. Nanda International Nursing Diagnosis: Definitions
& Classification 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.
Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta : EGC
Nurarif & Kusuma. 2006. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA and NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.
Mansjoer, Arif dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius FK UI
Smeltzer & Bare, 2005.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8.Jakarta:
EGC.
21
22
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)
KLIEN HERNIA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Program di Ruang Teratai
RSUD Dr. Soedirman Kebumen
Disusun Oleh :
Ici Tri Astuti
A01301764
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2016
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN
(SAP)
Pokok Bahasan
: Cara menangani klien hernia
Penyuluh
: Ici Tri Astuti
Sasaran
: Sdr. T dan anggota keluarga
Jumlah Sasaran
: 3 orang
Tempat
: Ruang Teratai, RSUD Dr. Soedirman Kebumen
Waktu
: 1 x 30 menit
Hari / tanggal
: Rabu, 1 Juni 2016/ pukul 08.30 WIB
I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit, di harapkan
Sdr. T dan anggota keluarga dapat mengerti dan memahami tentang cara
menangani klien hernia.
II. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 30 menit diharapkan
Sdr. T dan keluarga dapat:
1. Menyebutkan kembali pengertian hernia.
2. Menyebutkan kembali 4 dari 4 penyebab hernia.
3. Menyebutkan kembali 4 dari 4 pencegahan hermia.
4. Menyebutkan kembali 2 dari 2 pengobatan hernia
III. POKOK MATERI
1. Pengertian hernia.
2. Penyebab hernia.
3. Cara pencegahan hernia saat di rumah.
4. Pengobatan hernia
IV. METODE
JAM/
TAHAP
RESPON
WAKTU
5 menit
Orientasi
a. Memberi Salam
a. Menjawab salam
b. Mengingatkan Kontrak
b. Mendengarkan
c. Menjelaskan
maksud
dan c. Mengerti
d. Menanyakan kesediaan
d. Bersedia
tujuan
e. Apersepsi
20 menit
e. Belum
tahu
tentang hernia
Kerja
a. Menjelaskan
pengertian
hernia
mendengarkan apa
b. Menyebutkan
faktor
penyebab hernia
c. Menyebutkan
Keluarga
yang di sampaikan
dan bertanya jika
pencegahan
belum tahu
hernia
d. Menjelaskan
cara
pengobatan hernia
5 menit
Terminasi
a. Melakukan Evaluasi
a. Keluarga
dapat
menyebutkan
kembali apa yang
di sampaikan
b. Memberikan Reward
b. Keluarga
berterima kasih
c. Memberikan salam penutup
c. Menjawab salam
V. MEDIA
1. SAP (Satuan Acara Pembelajaran)
2. Lembar balik dan
3. Leaflet
VI. SUMBER
https://makalahkeperawatan.wordpress.com/2012/10/23/makalah-hernia/
Brunner & Sudarth, 2009. “Keperawatan medikal bedah” edisi 8, volume
2, Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.
Kapita Selekta Kedokteran.Edisi III. 2007.MedicaAesculaplus FK UI.
Keperawatan Medikal Bedah. Swearingen. Edisi II. 2001. EGC
VII. EVALUASI
1. Evaluasi Persiapan
a. Materi sudah siap dan dipelajari 1 hari sebelum penkes
b. Media sudah siap 1 hari sebelum penkes
c. Tempat dan waktu sudah ditentukan bersama keluarga
d. SAP sudah siap 1 hari sebelum penkes
2. Evaluasi proses
Anggota keluarga kumpul semua
3. Evaluasi Hasil
a. sebutkan kembali pengertian hernia
b. sebutkan kembali faktor penyebab hernia
c. sebutkan kembali pencegahan hernia
d. sebutkan kembali pengobatan hernia
VIII. MATERI
1. Pengertian
Istilah hernia berasal dari bahasa Latin, yaitu herniae, yang berarti
penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada
dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu membentuk suatu
kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di
daerah perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus (Giri Made
Kusala, 2009).
Menurut Syamsuhidayat (2004), hernia adalah prostrusi atau
penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut
menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo
aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi
hernia.
Sedangkan menurut Tambayong (2006), Hernia adalah defek
dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti
peritoneum, lemak, usus atau kandung kemih) memasuki defek
tersebut, sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal.
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa hernia inguinalis adalah suatu
keadaan keluarnya jaringan atau organ tubuh dari suatu ruangan
melalui suatu lubang atau celah keluar di bawah kulit atau menuju
rongga lainnya (kanalis inguinalis).
2. Penyebab
Menurut Giri Made Kusala (2009), hal-hal yang dapat menyebabkan
terjadinya hernia adalah :
a. Umur
Penyakit ini dapat diderita oleh semua kalangan tua, muda, pria
maupun wanita. Pada Anak – anak penyakit ini disebabkan karena
kurang sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan
turunnya testis. Pada orang dewasa khususnya yang telah berusia lanjut
disebabkan oleh melemahnya jaringan penyangga usus atau karena
adanya penyakit yang menyebabkan peningkatan tekanan dalam
rongga perut (Giri Made Kusala, 2009).
b. Jenis Kelamin
Hernia yang sering diderita oleh laki – laki biasanya adalah jenis hernia
Inguinal. Hernia Inguinal adalah penonjolan yang terjadi pada daerah
selangkangan, hal ini disebabkan oleh proses perkembangan alat
reproduksi. Penyebab lain kaum adam lebih banyak terkena penyakit
ini disebabkan karena faktor profesi, yaitu pada buruh angkat atau
buruh pabrik. Profesi buruh yang sebagian besar pekerjaannya
mengandalkan kekuatan otot mengakibatkan adanya peningkatan
tekanan dalam rongga perut sehingga menekan isi hernia keluar dari
otot yang lemah tersebut (Giri Made Kusala, 2009).
c. Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada
kondisi tersumbatnya saluran kencing, baik akibat batu kandung
kencing atau pembesaran prostat, penyakit kolon, batuk kronis,
sembelit atau konstipasi kronis dan lain-lain. Kondisi ini dapat memicu
terjadinya tekanan berlebih pada abdomen yang dapat menyebabkan
keluarnya usus melalui rongga yang lemah ke dalam kanalis inguinalis.
d. Keturunan
Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah terkena
hernia.
e. Obesitas
Berat badan yang berlebih menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh,
termasuk di bagian perut. Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia.
Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya
prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.
f. Kehamilan
Kehamilan dapat melemahkan otot di sekitar perut sekaligus memberi
tekanan lebih di bagian perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus
terjadinya hernia.
g. Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat
menyebabkan terjadinya hernia. Contohnya, pekerjaan buruh angkat
barang. Aktivitas yang berat dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
yang terus-menerus pada otot-otot abdomen. Peningkatan tekanan
tersebut dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan
organ melalui dinding organ yang lemah.
h.
Kelahiran prematur
Bayi yang lahir prematur lebih berisiko menderita hernia inguinal
daripada bayi yang lahir normal karena penutupan kanalis inguinalis
belum sempurna, sehingga memungkinkan menjadi jalan bagi
keluarnya organ atau usus melalui kanalis inguinalis tersebut. Apabila
seseorang pernah terkena hernia, besar kemungkinan ia akan
mengalaminya lagi.(Giri Made Kusala, 2009).
3. Pencegahan
Menurut Jennifer (2007), pencegahan hernia adalah :
a.
Usahakan untuk mempertahankan berat tubuh yang sehat.
Hal ini dapat membantu mengurangi tekanan pada otot di bagian perut.
b.
Konsumsi makanan yang mengandung serat tinggi,
Seperti : Buah-buahan, sayuran, dan makanan yang terbuat dari gandum
sangat disarankan untuk dikonsumsi. Makanan tersebut mengandung
banyak serat yang membantu mencegah konstipasi dan mengurangi
tekanan di bagian perut.
c.
Hindari mengangkat barang yang terlalu berat.
Jika harus mengangkat barang berat, lakukan dengan cara yang benar.
Postur tubuh yang tepat saat mengangkat barang berat, yakni tekuk
lutut Anda dan hindari membungkuk untuk mengurangi tekanan.
d.
Hindari tekanan Intra abdomen.
Seperti batuk kronis dan mengejan yang dapat mencetuskan hernia.
4. Pengobatan
1. Konservatif
a. Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan
secara perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat
penyokong.
b. Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres
hangat dan setelah 5 menit di evaluasi kembali.
c. Celana penyangga
d. Istirahat baring
e. Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya
Asetaminofen, antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak
tinja untuk mencegah sembelit.d
f. Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian
makan dengan gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat
sembelit dan mengedan selama BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat,
cola, minuman beralkohol yang dapat memperburuk gejala-gejala.
2. Pembedahan (Operatif) :
a. Herniaplasty
:
memperkecil
anulus
inguinalis
internus
dan
memperkuat dinding belakang.
b. Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,
kantong dibuka dan isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian
direposisi, kantong hernia dijahit ikat setinggi lalu dipotong.
c. Herniorraphy : mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen
dan menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan
transversus internus dan muskulus ablikus internus abdominus ke
ligamen inguinal.
TAHUKAH ANDA,
HERNIA BISA
DICEGAH ?
HERNIA
hernia
merupakan
didalamnya
terdapat
cincin, kantong serta isi
terdiri
dari
usus,
penyangga usus yang
Namun apabila terdapat
melepaskan
lapisan
berakibat pada usus
menuju
diafragma
perut serta dada atau
lipatan paha ataupun
bagian
tubuh
yang
beberapa bagian, seperti
hernia tersebut. Isi hernia
ovarium serta jaringan
disebut dengan omentum.
unsur
yang
dapat
otot dinding perut akan
yang berpindah keluar
yakni bagian batas antara
bisa juga timbul di suatu
pusar.
PENYEBAB
PENCEGAHAN
HINDARI
PENYEBABNYA
1. KURANGI ANGKAT BEBAN
BERAT
d
2. CEGAH BATUK
3. CEGAH
MENGEJAN
4. TIDAK BOLEH
MENANGIS
INGAT HINDARI
PENYEBABNYA
SEMOGA BERMANFAAT

1. Definisi
Hernia Istilah hernia berasal dari bahasa Latin, yaitu herniae, yang berarti penonjolan isi suatu
rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu
membentuk suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di daerah perut
dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus (Giri Made Kusala, 2009). Menurut Syamsuhidayat
(2004), hernia adalah prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian
lemah dari lapisan muskulo aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi
hernia.
Sedangkan menurut Tambayong (2000), Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang
memungkinkan isi abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus atau kandung kemih) memasuki defek
tersebut, sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal.
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
hernia inguinalis adalah suatu keadaan keluarnya jaringan atau organ tubuh dari suatu ruangan melalui
suatu lubang atau celah keluar di bawah kulit atau menuju rongga lainnya (kanalis inguinalis).
2. Penyebab
Menurut Giri Made Kusala (2009), hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya hernia
adalah :
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Penyakit penyerta :
batuk kronis, pembesaran prostat, penyakit kolon, sembelit
atau konstipasi kronis
d. Keturunan :
Resiko lebih besar jika ada keluarga terdekat yang pernah
terkena hernia.
e. Obesitas
f.
Kehamilan
g. Pekerjaan : Contohnya, pekerjaan buruh angkat barang. Aktivitas yang berat dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan yang terus-menerus pada otot-otot abdomen.
h. Kelahiran prematur
3. Pencegahan
Menurut Jennifer (2007), pencegahan hernia adalah :
a)
Usahakan untuk mempertahankan berat tubuh yang sehat.
Hal ini dapat membantu mengurangi tekanan pada otot di bagian perut.
b) Konsumsi makanan yang mengandung serat tinggi.
Seperti : Buah-buahan, sayuran, dan makanan yang terbuat dari gandum sangat
disarankan untuk dikonsumsi. Makanan tersebut mengandung banyak serat yang
membantu mencegah konstipasi dan mengurangi tekanan di bagian perut.
c)
Hindari mengangkat barang yang terlalu berat.
Jika harus mengangkat barang berat, lakukan dengan cara yang benar. Postur tubuh
yang tepat saat mengangkat barang berat, yakni tekuk lutut Anda dan hindari
membungkuk untuk mengurangi tekanan.
d) Hindari tekanan Intra abdomen.
Seperti batuk kronis dan mengejan yang dapat mencetuskan hernia.
4. Pengobatan
1. Konservatif
a. Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara perlahan
menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong.
b. Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan
setelah 5 menit di evaluasi kembali.
c. Celana penyangga
d. Istirahat baring
e. Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen,
antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah sembelit.
f. Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan
gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan mengedan selama
BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol yang dapat
memperburuk gejala-gejala.
2. Pembedahan (Operatif) :
a. Herniaplasty : memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding
belakang.
b. Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka
dan isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia
dijahit ikat setinggi lalu dipotong.
c.
Herniorraphy : mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan
menutup celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan transversus internus dan
muskulus ablikus internus abdominus ke ligamen inguinal
TAHUKAH ANDA,
PENGERTIAN
HERNIA BISA
DICEGAH ?
Hernia merupakan bagian
HE R NI A
tubuh yang didalamnya
terdapat beberapa bagian,
seperti cincin, kantong serta
isi hernia tersebut. Isi hernia
terdiri dari usus, ovarium
serta jaringan penyangga usus
yang disebut dengan omentum.
Namun apabila terdapat unsur
yang dapat melepaskan lapisan
otot dinding perut akan
berakibat pada usus yang
berpindah keluar menuju
diafragma yakni bagian batas
Disusun Oleh : Ici
antara perut serta dada atau
bisa juga timbul di suatu
lipatan paha ataupun pusar.
PENYEBAB
1.
Mengangkat benda
berat
2. Batuk
3. Mengejan
4. Menangis
PENCEGAHAN
Dengan cara
menghindari
penyebabnya:
1.Kurangi
Dengan
angkat beban
makanan
berat
yang
mengandung
2.Cegah
serat seperti
batuk, hindari
sayuran
merokok
4.Hindari menangis
secara berlebihan
3.Cegah
mengejan,
PENGOBATAN
 Istirahat di tempat
tidur dan menaikkan
bagian kaki, hernia
ditekan secara
perlahan menuju
abdomen
(reposisi),selanjutnya
gunakan alat
penyokong.
 Celana penyangga
 Istirahat baring
 Pengobatan dengan
pemberian obat nyeri.
 Pembedahan
(operasi)
SEMOGA
BERMANFAAT
Latihan Nafas Dalam
Prosedur Pelaksanaan
A. Tahap orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekaan terapeutik
2. Menjelaskan tujuan & prosedur tindakan pada keluarga/klien
3. Menanyakan persetujuan kesiapan klien
B. Tahap kerja
1. Membaca tasmiyah
2. Mempersiapkan pasien dengan menjaga privacy pasien
3. Meminta pasien meletakan satu tangan di dada dan 1 tangan di abdomen
4. Melatih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam melalui
hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)
5. Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah lengkung
pada punggung)
6. Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan
7. Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan (lewat mulut
bibir seperti meniup)
8. Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi dari
otot
9. Menjelaskan pada pasien untuk melakukan latihan ini bila mengalami
nyeri
10. Merapikan pasien
C. Tahap terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Membaca tahmid dan berpamitan dengan klien
3. Mencuci tangan
4. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
(STIKES Muhammadiyah Gombong, 2013)
Prosedur Pelaksanaan Terapi Musik
A. Persiapan
1. Cek catatan keperawatan atau catatan medis klien (jika ada)
2. Siapkan alat-alat (Tape musik / radio, CD musik, headset, alat-alat musik
yang sesuai)
3. Identifikasi faktor atau kondisi yang dapat menyebabkan kontra indikasi
4. Cuci tangan
B. Tahap orientasi
1. Beri salam dan panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien/keluarga
C. Tahap kerja
1. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan
2. Menanyakan keluhan utama klien
3. Jaga privasi klien.
4. Memulai kegiatan dengan cara yang baik.
5. Menetapkan perubahan pada perilaku dan/atau fisiologi yang diinginkan
seperti relaksasi (nafas dalam), stimulasi, konsentrasi, dan mengurangi
rasa sakit.
6. Menetapkan ketertarikan klien terhadap musik.
7. Identifikasi pilihan musik klien.
8. Berdiskusi dengan klien dengan tujuan berbagi pengalaman dalam musik.
9. Pilih pilihan musik yang mewakili pilihan musik klien.
10. Bantu klien untuk memilih posisi yang nyaman.
11. Batasi stimulasi eksternal seperti cahaya, suara, pengunjung, panggilan
telepon selama mendengarkan musik.
12. Dekatkan tape musik/CD dan perlengkapan dengan klien.
13. Pastikan tape musik/CD dan perlengkapan dalam kondisi baik.
14. Dukung dengan headphone jika diperlukan.
15. Nyalakan musik dan lakukan terapi musik.
16. Pastikan volume musik sesuai dan tidak terlalu keras.
17. Hindari menghidupkan musik dan meninggalkannya dalam waktu yang
lama.
18. Fasilitasi jika klien ingin berpartisipasi aktif seperti memainkan alat
musik atau bernyanyi jika diinginkan dan memungkinkan saat itu.
19. Hindari stimulasi musik setelah nyeri/luka kepala akut.
D. Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan klien)
2. Simpulkan hasil kegiatan
3. Berikan umpan balik positif
4. Kontrak pertemuan selanjutnya
5. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik
6. Bereskan alat-alat
7. Cuci tangan
The 2nd University Research Coloquium 2015
ISSN 2407-9189
TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DAN TERAPI MUSIK SEBAGAI UPAYA
PENURUNAN INTENSITAS NYERI HAID (DYSMENORRHEA)
Noor Azizah1) Ana Zumrotun Nisak2) FaniaNurul Khoirun Nisa’2)
123
STIKES Muhammadiyah Kudus
email: [email protected], [email protected] ,
[email protected]
Abstract
Background: Dismenorea or menstruation pain is the pain that is felt in the lower abdomen and
thigh. This happens because an imbalance of the hormone progesterone in the blood causing pain
arises.Almost the woman and young women must have felt at the time of menstrual disorders such
as Dismenorea. The objective of the research is to determine the effect of deep breathing relaxation
and music therapy to the intensity of menstrual pain (Dismenorea). The design of this study is
quasi-experimental, pre-post test with control group.The sample of this study was all of girl
students in MTs. Hidayatul Mustafidin who have ever got dismenorea. They are 56 students and
divided into 28 students for experimental group and 28 students for control group. The result of
this study is most of the respondents who are 14 years old, 62,5%. Moreover, the first
menstruation (menarche) in 12 years old are 41,1%. The average pain scale before music therapy
is 2,18 and after music therapy is 1.25. The average pain scale before deep breath relaxation is
2.21 and after deep breath relaxation is 1.25. The result of wilcozon test is p <0.05. Therefore,
there is significance difference of the menstrual pain between before relaxation and after music
therapy. The result of wilcozon test is p <0.05. Therefore, there is significance difference of the
menstrual pain between before relaxation and after deep breath relaxation. It can be concluded
that there a significance difference between deep breath relaxation and music therapy to decrease
the menstrual pain scale. Suggested to the education field, to provide information that menstrual
pain doesn’t interfere the learning activity.
Keywords: breathing relaxation, music theraphy, dysmenorrheal
1. PENDAHULUAN
Dismenore atau nyeri menstruasi
merupakan nyeri menusuk yang terasa di
perut bagian bawah dan paha, hal ini terjadi
akibat
ketidakseimbangan
hormon
progesteron
dalam
darah
sehingga
mengakibatkan rasa nyeri timbul. Hampir
seluruh perempuan dan juga termasuk di
dalamnya remaja putri pasti pernah
merasakan gangguan pada saat menstruasi
berupa nyeri menstruasi (dysmenorrhea)
dengan berbagai tingkatan, mulai dari yang
sekedar pegal-pegal di panggul dari sisi
dalam hingga rasa nyeri yang luar biasa
sakitnya. Umumnya nyeri yang biasa terasa
dibawah perut itu terjadi pada hari pertama
dan kedua menstruasi. Rasa nyeri akan
berkurang setelah keluar darah yang cukup
banyak (Proverawati dan Misaroh, 2009).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan yang aktual dan
potensial. Nyeri adalah alasan utama
80
seseorang untuk mencari bantuan perawatan
kesehatan (Dharmady, 2004). Menurut
Smeltzer (2006), nyeri adalah sebagai suatu
sensori subyektif dan pengalaman emosional
yang tidak menyangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau potnsial atau
yang dirasakan dalam kejadian-kejadian
dimana terjadi kerusakan (Judha, 2012).
Nyeri merupakan pengalaman sensori
emosional yang tidak menyenangkan akibat
dari kerusakan jaringan actual atau potensial
(Tamsuri, 2006).Untuk mengatasi rasa nyeri
dapat dilakukan dengan metode farmakologi
dan non farmakologi. (Suzannec, 2001)
Prevalensi dismenore bervariasi antara
16% dan 91% pada wanita usia reproduksi,
dengan sakit parah di 2% -29% dari wanita
yang diteliti. Perempuan usia, paritas, dan
penggunaan kontrasepsi oral dikaitkan
dengan dismenore, dan stres yang tinggi
meningkatkan risiko dismenore. (Ju, 2013)
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
terjadi dismenore antara lain faktor psikis
The 2nd University Research Coloquium 2015
atau kejiwaan, faktor endokrin yang
disebabkan karena kontraksi uterus yang
berlebihan dan faktor prostaglandin yaitu
teori yang menyatakan bahwa nyeri saat
menstruasi timbul karena peningkatan
produksi prostaglandin (oleh dinding
rakhim) saat menstruasi (Prawirohardjo,
2007). Penyebab nyeri menstruasi dari factor
endokrin, factor miometrium dan factor
psikososial yaitu meningkatnya sintesis
prostaglandin disertai penurunan kadar
estrogen/progesterone
sehingga
terjadi
spasme otot uterus menurunkan aliran darah
ke uterin dan menyebabkan iskemia uterin.
(Tambayong, 2000)
Beberapa hal yang menyebabkan nyeri
dapat berkurang dan mereda, yaitu:Gerakan
tertentu,Istirahat yang cukup, Mengambil
nafas dalam Penggunaan obat. Selain hal
tersebut yang paling berpengaruh dalam
meredakan nyeri adalah hal-hal yang
dipercaya yang sifatnya psikologis pada
penderita dapat membantu mengatasi rasa
nyeri. (Judha, 2012)
Beberapa cara untuk meredakan gejala
dysmenorrheal, kompres dengan perut
bagian bawah, minum obat pereda nyeri obat
yang tergolong anti peradangan non-steroid
(NSAID) seperti aspirin dan ibu profen, olah
raga, gerakan relaksasi. (Paula, 2012)
Dismenorea juga dapat dikurangi atau
dicegah
dengan
olahraga
teratur,
meningkatkan konsumsi vitamin E, vitamin
B6, atau minyak ikan, dan hindari konsumsi
alkohol, kopi, makanan berlemak, es krim,
dan juga coklat 3 karena dapat
meningkatkan kadar esterogen yang
nantinya
dapat
memicu
lepasnya
prostaglandin (Proverawati & Misaroh,
2009).
Hasil penelitian dari Husain (2014) .
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar
responden memiliki pengetahuan kurang
yaitu sebanyak 46,2% dan sebagian besar
responden tidak melakukan penanganan
terhadap dismenore yaitu sebanyak 51,6%.
Pada penelitian ini ada hubungan antara
pengetahuan tentang dismenore dengan
upaya penanganannya pada siswi kelas X di
SMK Negeri I Batudaa Tahun 2013
Dari study pendahuluan yang dilakukan
di MTs. Hidayatul Mustafidin diperoleh data
dari 15 siswa yang telah menstruasi dan
mengalami dismenore, dengan 1 siswa
mengatakan
sangat
sakit
(sangat
ISSN 2407-9189
mengganggu), 4 siswi mengatakan lebih
sakit (mengganggu aktivitas) dan 8 siswi
mengatakan agak sakit (agak mengganggu)
serta 2 siswi mengatakan sedikit sakit.
Ditanyakan tentang cara mengatasi nyeri
yang dialami yaitu 8 orang mengatakan
mengkonsumsi minuman pengurang rasa
nyeri seperti kiranti, feminax, sedangkan 5
orang mengatakan senang mendengarkan
musik dan 2 orang mengatakan digunakan
untuk tiduran.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
intervensi
semu
(quasi
experiment)
rancangan pre-post test with control group
dengan intervensi terapi music dan nafas
dalam Proses pelaksanaan penelitian
dilakukan dengan mengukur perubahan
skala nyeri haid (dismenorrhea) sebelum dan
setelah diberikan nafas dalam (kelompok
eksperimen). Selanjutnya dibandingkan
dengan perubahan skala nyeri haid
(dismenorhea)
sebelum
dan
setelah
diberikan terapi music (kelompok control).
Populasi dalam penelitian ini adalah
siswi yang sudah mendapatkan menstruasi
dan merasakan nyeri haid sebanyak 56
orang.Pada penelitian ini terdapat 28 orang
kelompok eksperimen dengan menggunakan
nafas dalam dan 28 orang kelompok kontrol
yaitu yang diberi perlakuan terapi musik.
Remaja putri yang mengalami dismenore.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
1. Umur
Tabel 1 Karakteristik Responden
berdasarkan Umur
Usia
Responden
12
13
14
Jumlah
Frekuensi
(f)
1
20
35
56
Persentase
(%)
1.8
35,7
62,5
100
Berdasarkan
tabel
5.1
karakteristik
responden berdasarkan umur sebagian besar
berusia 14 tahun sebanyak 35 orang (62,5
%)
1. Usia Menstruasi Pertama
(menarche)
81
The 2nd University Research Coloquium 2015
ISSN 2407-9189
Tabel 2 Karakteristik responden
berdasarkan usia menstruasi pertama
(menarche)
Usia
Menstruasi
Pertama
(Menarche)
10
11
12
13
Jumlah
Frekuensi (f)
Persentase
(%)
1
15
23
17
56
1,8
26,8
41,1
30,4
100
Berdasarkan tabel 5.2 umur mestruasi
pertama (menarche) sebagian besar berusia
12 tahun sebanyak 23 orang (41,1%).
2. Lama Menstruasi
Berdasarkan tabel 5.3 lama menstruasi
sebagian besar 6-8 hari sebanyak 32
orang (55,2%).
Tabel 3 Karakteristik responden
berdasarkan lama Menstruasi
Lama Menstruasi
3-5 hari
6-8 hari
9-11 hari
15 hari
Frekuensi
(f)
10
34
11
1
Persentase
(%)
17,2
55,2
18,9
1,7
Jumlah
56
100
Table 5 Skala nyeri sebelum dan
sesudah dilakukan terapi music
Skala nyeri
Minimum
Maximum
Mean
Skala
nyeri
dysmenorrheal
sebelum terapi
musik
Skala nyeri
dysmenorrheal
sesudah terapi
music
2
3
2,18
Std.
deviation
0,390
1
2
1,25
0,441
Skala nyeri sebelum dilakukan
terapi musik maksimum dengan
skala nyeri mean 2,18 dan setelah
dilakukan terapi musik mean 1,25
2.
Relaksasi nafas dalam
Tabel 6 Distribusi Frekuensi skala
nyeri sebelum dan sesudah dilakukan
relaksasi nafas dalam
Skala nyeri
Ringan
Sedang
Berat
Tabel 4. Distribusi Frekuensi skala nyeri
sebelum dan sesudah dilakukan terapi music
Ringan
Sedang
Berat
Pre terapi
musik
f
0
23
5
%
0
82.1
17.9
Post terapi
musik
F
21
7
0
%
75
25
0
Mayoritas pengukuran hasil skala
nyeri sebelum dilakukan terapi
musik adalah skala nyeri sedang
sebanyak 82,1 %
dan setelah
dilakukan terapi musik skala nyeri
sedang sebanyak 11,5%.
Post nafas
dalam
F
%
21
75
7
25
0
0
Hasil skala nyeri sebelum
dilakukan nafas dalam skala nyeri
sedang sebanyak 71,4 %
dan
setelah dilakukan nafas dalam skala
nyeri sedang sebanyak 25%
3. Nyeri
1. Terapi musik
Skala nyeri
Pre nafas
dalam
F
%
1
3,6
20
71,4
7
25
Table 7. Skala nyeri sebelum dan
sesudah dilakukan nafas dalam
Skala nyeri
Skala nyeri
dysmenorrhea
l sebelum
nafas dalam
Skala nyeri
dysmenorrhea
l sesudah
nafas dalam
Minimum
Maximum
Mean
2
3
2,21
Std.
deviation
0,499
1
2
1,25
0,441
Skala nyeri sebelum dilakukan nafas dalam
maksimum dengan skala nyeri mean 4,54
dan setelah dilakukan nafas dalam mean
1,92. Hasil Uji Normalitas data p value <
82
The 2nd University Research Coloquium 2015
0,05 sehingga data tidak berdistribusi
normal sehingga menggunakan uji wilcoxon
Table 8.Hasil uji wilcoxon skala
nyeri menstruasi sebelum dan sesudah
dilakukan terapi musik
Nilai Z – 4,735
Sig.(2 tailed) 0.0001
Hasil Uji Wilcoxon nilai p < 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan antara nyeri menstruasi sebelum
dan sesudah terapi musik.
Table 9. Hasil uji wilcoxon skala
nyeri menstruasi sebelum dan sesudah
dilakukan relaksasi nafas dalam
Nilai Z – 4,838
Sig.(2 tailed) 0.0001
Hasil Uji Wilcoxon nilai p < 0,05
sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaaan antara nyeri menstruasi sebelum
dan sesudah relaksasi nafas dalam
Dismenorrhea
Dismenorea
primer
umumnya
terjadi pada tahun – tahun pertama
menstruasi atau menarche. Menstruasi
pertama (menarche) pada anak gadis terjadi
pada umur 10 – 16 tahun. Sedangkan
dismenorea sering terjadi pada usia 12 – 17
tahun, dan mencapai batas maksimal pada
usia 15 – 25 tahun (Ulfa, 2010). Factor
resiko terjadinya dismenore salah satunya
adalah pada orang yang mengalami
menarche lebih awal (Smeltzer dan Bare,
2002). Hasil penelitian kartika (2011)
responden yang mengalami menarche pada
usia rentang 12-13 tetap mengalami
dysmenorhe walaupun pada usia rentang
yang normal. Penelitian Hong Ju (2014)
Prevalensi dismenorrhea antara 16-91%
pada wanita usia reproduktif, nyeri berat
terjadi pada 2-29%. Factor yang beresiko
terjadi dismenorhea yaitu usia, paritas dan
penggunaan kontrasepsi oral. Factor
merokok, diet, obesitas dan penyalahgunaan
obat juga sangat signifikan terjadinya
dismenorrhea.(paula K, 2012)
Menurut Pery & Potter (2005), adapun
beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri
antara lain : Usia merupakan variabel
penting yang memperbedakan nyeri,
khususnya pada anak dan lansia. Perbedaan
perkembangan yang ditemukan diantara
ISSN 2407-9189
kelompok usia ini dapat memperbedaani
bagaimana anak dan lansia bereaksi terhadap
nyeri; Jenis Kelamin Secara umum, pria dan
wanita tidak berbeda secara makna dalam
respon terhadap nyeri. Diragukan apakah
hanya jenis kelamin saja yang merupakan
suatu faktor dalam mengekspresikan nyeri.
Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi
subyek penelitian yang melibatkan pria dan
wanita, akan tetapi toleransi terhadap nyeri
diperbedaani oleh faktor-faktor biokimia dan
merupakan hal yang unik pada setiap
individu tanpa memperhatikan jenis
kelamin.Pengalaman
nyeri
dan
cara
seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini
juga dikaitkan secara dekat dengan latar
belakang budaya individu tersebut. Individu
akan mempersepsikan nyeri dengan cara
berbeda-beda
apabila
nyeri
tersebut
memberikan
kesan
ancaman,
suatu
kehilangan, hukuman dan tantangan.
Misalnya seseorang wanita yang melahirkan
akan mempersepsikan nyeri, akibat cedera
karena pukulan pasangannya. Derajat dan
kualitas nyeri yang dipersiapkan nyeri klien
berhubungan dengan makna nyeri.
Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat, sedangkan
upaya pengalihan dihubungkan dengan
respon nyeri yang menurun. Dengan
menfokuskan perhatian dan konsentrasi
klien pada stimulus yang lain, maka perawat
menempatkan nyeri pada kesadaran yang
perifer. Biasanya hal ini menyebabkan
toleransi
nyeri
individu
meningkat,
khususnya terhadap nyeri yang berlangsung
hanya selama waktu pengalihan. (Judha,
2012)
Hubungan antara nyeri dan ansietas
bersifat
kompleks.Ansietas
seringkali
meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri
juga dapat menimbulkan suatu perasaan
ansietas.Stimulus nyeri mengaktifkan bagian
sistim limbik dapat memproses reaksi emosi
seseorang, khususnya ansietas.Sistem limbik
dapat memproses reaksi emosi seseorang
terhadap nyeri, yakni memperburuk atau
menghilangkan
nyeri.
Keletihan
meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan
menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif
dan menurunkan kemampuan koping.Hal ini
dapat menjadi masalah umum pada setiap
individu yang menderita penyakit dalam
jangka lama. Apabila keletihan disertai
kesulitan tidur, maka persepsi nyeri terasa
83
The 2nd University Research Coloquium 2015
lebih berat dan jika mengalami suatu proses
periode tidur yang baik aka nyeri berkurang.
Faktor lain yang memperbedakan
respon nyeri adalah kehadiran orang terdekat
dan bagaimana sikap mereka terhadap klien.
Walaupun nyeri dirasakan, kehadiran orang
yang bermakna bagi pasien akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan.
Apabila tidak ada keluarga atau teman,
seringkali pengalaman nyeri membuat klien
semakin tertekan, sebaiknya tersedianya
seseorang
yang
memberi
dukungan
sangatlah berguna karena akan membuat
seseorang merasa lebih nyaman. Kehadiran
orang tua atau keluarga sangat penting bagi
anak-anak yang mengalami nyeri. (Judha,
2012)
Dismenore
adalah
keluhan
menstruasi umum dengan dampak yang
besar pada kualitas hidup perempuan,
produktivitas kerja, dan pemanfaatan
layanan
kesehatan.
Sebuah
tinjauan
komprehensif dilakukan pada longitudinal
atau kasus-kontrol atau studi cross-sectional
dengan sampel berbasis masyarakat yang
besar untuk secara akurat menentukan
prevalensi dan / atau kejadian dan faktor
risiko dismenore. Lima belas studi utama,
yang diterbitkan antara tahun 2002 dan
2011, memenuhi kriteria inklusi. Prevalensi
dismenore bervariasi antara 16% dan 91%
pada wanita usia reproduksi, dengan sakit
parah di 2% -29% dari wanita yang diteliti.
Perempuan usia, paritas, dan penggunaan
kontrasepsi oral yang terbalik dikaitkan
dengan dismenore, dan stres yang tinggi
meningkatkan risiko dismenore. Efek ukuran
umumnya sederhana sampai sedang, dengan
rasio odds bervariasi antara 1 dan 4. Riwayat
keluarga dismenore sangat peningkatan
risiko, dengan odds ratio antara 3,8 dan 20,7.
Bukti meyakinkan yang ditemukan untuk
faktor dimodifikasi seperti merokok, diet,
obesitas, depresi, dan penyalahgunaan.
Dismenore adalah gejala yang signifikan
bagi sebagian besar wanita usia reproduksi;
Namun, rasa sakit yang parah membatasi
kegiatan sehari-hari kurang umum. Ulasan
ini menegaskan bahwa dismenore membaik
dengan bertambahnya usia, paritas, dan
penggunaan kontrasepsi oral dan secara
positif terkait dengan stres dan keluarga
sejarah dismenore.(Hong Ju, 2013)
84
ISSN 2407-9189
Perbedaan
Tingkat
Nyeri
haid
(Dysmenorrhea) Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Terapi Musik
Berdasarkan hasil analisis bivariat
didapatkan nilai rata-rata tingkat nyeri haid
2,18 sebelum dilakukan terapi musik adalah
dengan standar deviasi 0.390 sedangkan
tingkat nyeri haid sesudah dilakukan terapi
musik didapatkan nilai rata-rata lebih rendah
yaitu 1,25 dengan standar deviasi 0,441.
Berdasarkan uji wilcoxon didapatkan nilai
signifikan 0.000 (p < 0.05), maka dapat
disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
antara tingkat nyeri sebelum dilakukan
terapi musik dengan pengukuran tingkat
nyeri sesudah dilakukan terapi musik. Hasil
skala nyeri sebelum dilakukan terapi musik
skala nyeri sedang sebanyak 82,1 % dan
setelah dilakukan terapi musik skala nyeri
sedang sebanyak 25%. Hasil penelitian ini
terjadi penurunan skala dari yang kategori
sedang menjadi ringan.
Musik merupakan salah satu teknik
distraksi yang efektif. Musik dapat
menurunkan nyeri fisiologis, stress, dan
kecemasan dengan mengalihkan perhatian
seseorang dari nyeri. Musik terbukti
menunjukkan efek antara lain menurunkan
frekuensi denyut jantung, mengurangi
kecemasan dan depresi, menghilangkan
nyeri, menurunkan tekanan darah, dan
mengubah persepsi waktu. Teknik distraksi
adalah salah satu cara untuk mengurangi
nyeri dengan mengalihkan perhatian kepada
sesuatu yang lain sehinga kesadaran klien
terhadap nyerinya berkurang. Salah satu
distraksi yang efektif adalah music karena
terbukti
menunjukkan
efek
yaitu
mengurangi kecemasan dan depresi,
menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan
darah dan menurunkan frekuensi denyut
jantung (Potter, 2002) . music yang dipilih
pada umumnya music lembut dan teratur,
seperti instrumentalia atau music klasik
Mozart (Erfandi, 2009 dalam Farida 2010).
Dalam penelitian ini menggunakan music
klasik. Peningkatan kada PGE2 dan PGF2
alfa di dalam darah yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan kontraksi dan
disritmi uterus. Sehingga terjadi penurunan
aliran darah dan oksigen ke uterus yang
menyebabkan terjadinya iskemia serta
peningkatan sensitisasi reseptor nyeri yang
menimbulkan nyeri haid (Chang, E 2006).
The 2nd University Research Coloquium 2015
Music Mozart merupakan salah satu jenis
music relaksasi yang bertempo 60 ketukan
per menit. Music yang memiliki tempo
antara 60 sampai 80 ketukan per menit
mampu
membuat
seseorang
yang
mendengarkannya menjadi rileks (Oritz,
1998 dalam McCaffrey dan Freeman 2003).
Musik klasik mempunyai fungsi
menenangkan pikiran dan kartasis emosi,
serta dapat mengoptimalkan tempo, ritme,
melodi dan harmoni yang teratur dan dapat
menghasilkan
gelombang
alfa
serta
gelombang beta dalam gendang telinga
sehingga memberikan ketenangan yang
membuat otak siap menerima masukan baru,
efek rileks, dan menidurkan (Nurseha dan
Djafar, 2002). Selain itu music klasik
berfungsi mengatur hormone-hormon yang
berhubungan dengan stress antara lain
ACTH, prolaktin dan hormone pertumbuhan
serta dapat meningkatkan kadar endorphin
sehingga
dapat
mengurangi
nyeri
(Champbell, 2001). Hasil Penelitian Sari
(2012) terapi music Mozart dapat
menurunkan intensitas nyeri sebelum dan
sesudah terapi music klasik Mozart dan
music kesukaan. Tidak ada perbedaan antara
terapi music Mozart dan music kesukaan.
Perbedaan
Tingkat
Nyeri
haid
(Dysmenorrhea) Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Relaksasi Nafas Dalam
Berdasarkan hasil analisis bivariat
didapatkan nilai rata-rata tingkat nyeri haid
2,21 sebelum dilakukan relaksasi nafas
dalam adalah dengan standar deviasi 0,4999,
sedangkan tingkat nyeri haid sesudah
dilakukan relaksasi nafas dalam didapatkan
nilai rata-rata lebih rendah yaitu 1,25 dengan
standar deviasi 0,441
Berdasarkan uji
wilcoxon didapatkan nilai signifikan 0.000
(p < 0.05), maka dapat disimpulkan ada
perbedaan yang signifikan antara tingkat
nyeri sebelum dilakukan kompres hangat
dengan pengukuran tingkat nyeri sesudah
dilakukan kompres hangat. Hasil skala nyeri
sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam
skala nyeri sedang sebanyak 71,4 % dan
setelah dilakukan relaksasi nafas dalam
skala nyeri sedang sebanyak 25%. Hasil
penelitian ini terjadi penurunan skala dari
yang kategori sedang menjadi ringan.
Relaksasi
merupakan
teknik
pengendoran atau pelepasan ketegangan,
misalnya bernafas dalam dan pelan. Selain
ISSN 2407-9189
dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik
relaksasi
nifas
dalam
juga
dapat
meningkatkan
ventilasi
paru
dan
meningkatkan oksigen darah (Smeltzer &
Bare, 2002). Prinsip yang mendasari
penurunan nyeri oleh teknik relaksasi nafas
dalam terletak pada fisiologi system saraf
otonom yang merupakan bagian dari system
saraf
perifer
yang
mempertahankan
homeostasis lingkungan internal individu.
Hasil penelitian Nag (2013) rasa
nyeri yang dirasakan setelah intervensi yoga
di kelompok studi. 83,33% dari kelompok
studi melaporkan nyeri lengkap dan 11,66%
melaporkan nyeri ringan. Tidak ada
pengurangan
nyeri
ditemukan
pada
kelompok kontrol. Setelah intervensi yoga,
absensi turun menjadi 10,3% dan
peningkatan aktivitas sehari-hari diamati
pada kelompok studi.
Hasil penelitian ini sependapat dari
ernawati yang melakukan intervensi teknik
relaksasi nafas dalam sebanyak 70% dengan
kategori ringan. Hal ini sesuai dengan teori
Gate Control yang dikemukakan oleh Wall
(1978) menjelaskna bahwa impuls nyeri
dihantarkan saat sebuah pertahanan dibukla
dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan
tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut
merupakan
dasar
terapi
untuk
menghilangkan nyeri. Pemblokan ini dapat
dilakukan melalui mengalihkan perhatian
ataupun tindakan relaksasi.
Teori lain yang mendukung bahwa
teknik relaksasi nafas dalam dapat
menurunkan intensitas nyeri adalah teori
huges dkk (1975). Menurutnya dalam
keadaan
tertentu
tubuh
mampu
mengeluarkan
opoid
endogen
yaitu
endorphin dan enkefalin. Zat-zat tersebut
memiliki sifat mirip morfin dengan efek
analgetik yang membentuk suatu system
penekan nyeri. Tehnik relaksasi nafas dalam
merupakan salah satu keadaan yang mampu
merangsang tubuh untuk mengeluarkan
opoid endogen sehingga terbentuk system
penekan nyeri yang akhirnya akan
menyebabkan penurunan intensit nyeri. hal
inilah yang menyebabkan adanya perbedaan
penurunan intensitas nyeri sebelum dan
sesudah dilakukan teknik relaksasi nafas
dalam, dimana setelah dilakukan teknik
relaksasi nafas dalam terjadi penurunan
intensitas nyeri.
85
The 2nd University Research Coloquium 2015
Priharjo (2006) menjelaskan bahwa
paling tidak ada tiga hal penting yang
menjadikan tindakan relaksasi bermakna
secara signifikan terhadap skala nyeri yaitu
posisi yang tepat, pikiran yang tenang dan
lingkungan yang tenang. Kondisi-kondisi
tersebut juga terjadi pada responden jika
teknik relaksasi nafas dalam dilakukan
secara baik d tambah pikiran yang tenang
dan kondisi lingkungan yang tenang, sangat
memberikan kontribusi dalam penurunan
skala nyeri dismenorrhea.
selama pernafasan otot yang paling
kerangka cenderung untuk bersantai, dan
ada beberapa bukti tidak langsung yang juga
sistem saraf pusat menjadi kurang aktif.
pernafasan cepat dan dangkal dan penekanan
pada
fase
inspirasi
hanya
dapat
meningkatkan
ketegangan
yang
menyakitkan. pada perubahan sisi lain
sukarela
pola
pernapasan,
seperti
memperpanjang napas dan menghindari
retensi napas setelah menghirup, dapat
menyebabkan lebih relaksasi dan juga dapat
menurunkan nyeri (Nespor, 1991)
4.KESIMPULAN
1. Sebagian besar usia responden 14 tahun
sebanyak 62,5 %, usia pertama
menstruasi (menarche) sebagian besar
berusia 12 tahun sebanyak 41,1%
2. Rata-rata skala nyeri sebelum dilakukan
terapi musik 2,18 dan setelah dilakukan
terapi musik 1,25
3. Rata-rata skala nyeri sebelum relaksasi
nafas dalam 2,21 dan setelah dilakukan
relaksasi nafas dalam 1,25
4. Hasil uji wilcozon p < 0,05 sehingga ada
perbedaaan nyeri menstruasi sebelum
dilakukan relaksasi dan setelah terapi
music
5. Hasil uji wilcozon p < 0,05 sehingga ada
perbedaaan nyeri menstruasi sebelum
dilakukan relaksasi dan setelah relaksasi
nafas dalam
SARAN
1. Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan
Terapi Musik diharapkan dapat
dijadikan salah satu alternatif untuk
mengurangi nyeri haid.
86
ISSN 2407-9189
2. Perlunya perkembangan ilmu dan
penelitian lain terkait penanganan
nyeri haid dengan metode non farmakologi
3. Hasil
penelitian
ini
dapat
diapilkasikan dan diinformasikan
kepada masyarakat sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri pada saat
menstruasi
sehingga
tidak
mengganggu aktifitas sehari-hari.
Meningkatkan
usaha
promosi
kesehatan tentang reproduksi remaja
sehinggga
meningkatkan
pengetahuan, sikap remaja tentang
permasalahan yang dihadapi.
REFERENSI
Abbaspour Z. 2006. The Effect Of Exercise
On Primary Dysmenorrheal. J Res
Health Sci. Vol 4, No 2, pp 26-31.
Alimul, H. 2007. Riset Keperawatan dan
Teknik Penulisan llmiah. Salemba
Medika, Jakarta.
Arikunto, S. 2006 Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek. Rineka Cipta,
Yogyakarta.
Baziad,Ali dkk. 2008. Endokinolagi
Ginekologi. Media Aesculapius.
Jakarta
Champbell.
2001.
Efek
Mozart:
Memanfaatkan Kekuatan Musik
Untuk Mempertajam Pikiran,
Meningkatkan Kreativitas, dan
Menyehatkan
Tubuh,
PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Depkes
Rl.
2009.
Permasalahannya.
Jakarta.
Remaja
Depkes
dan
Rl,
Ernawati (2010) Terapi Relaksasi Terhadap
Nyeri Dismenore Pada Mahasiswi
Universitas
Muhammadiyah
Semarang.
Prosiding
seminar
nasional UNIMUS. Hal. 106-108
Husain, Oyis Husain. (2014) Hubungan
pengetahuan
tentang dismenore
dengan upaya penanganannya pada
siswi kelas X di SMK Negeri 1
The 2nd University Research Coloquium 2015
Batudaa. Tesis. Universitas Negeri
Gorontalo.
Ju,
Hong, Mark Jones (2013) The
Prevalence and Risk Factors of
Dysmenorrhea. Public Health Journl
Vol.36 Issue 1 104-113
Judha. (2012). Teori Pengukuran Nyeri &
Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
McCaffrey & Freemane. 2003. Effect of
Music on Chronic Osteoarthritis
pain in Older People. Journal of
Advanced Nursing, 44(5), 517524
Nag, Usha (2013). Meditation and yoga as
alternative therapy for primary
dysmenorhea.
International
Journal
of
Medical
and
Pharmaceutical
Sciences.
Periodical of Radiance Reseach
Academy, Nagpur. India
Nespor, Karel (1991). Pain managemen and
Yoga. International Journal of
psychosomatic
NS, Sallika. 2010. Serba serbi Kesehatan
Perempuan Apa yang Perlu Kamu
Tahu Tentang Tubuhmu. Cetakan
I. Jakarta. Bukune
Paula K.Lundberg-Love, Kevin L. Nada et
all
2012.Women and mental
disorder. United States of
America
ISSN 2407-9189
Sari, Perdana. 2012. Perbedaan terapi music
klasik Mozart dengan terapi music
kesukaan terhadap intensitas nyeri
haid pada remaja putri di SMA
negeri 5 Denpasar. Skripsi Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana
Smeltzer & Bare. 2007. Keperawatan
Medikal Bedah. Edisi 8. Vol.1. Alih
Bahasa : Agung Waluyo. Jakarta.
EGC
Suzannec, S. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Bruner
&
Suddarth. Vol.2 Ed.8, Jakarta;
EGC Tamsuri, A.2006. Konsep
dan Penatalaksanaan Nyeri. Jilid
Pertama. Edisi Pertama, Jakarta:
EGC
Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk
Keperawatan. Cetakan I . EGC.
Jakarta
Perry,
& Potter. (2010). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Prawirohardjo, S. 2007. llmu Kebidanan :
Yayasan Bina pustakasarwono
Prawirohardjo, Jakarta.
Priharjo. 2006. Perawatan Nyeri. Jakarta.
EGC
Proverawati. 2009. Menarche Menstruasi
Pertama
Penuh
Makna.
Yogjakarta: Nuha Medika.
Sachan B. 2012. Age at menarche and
menstrual problems among school
going adolescent girls of a North
Indian district. Journal of basic and
clinical reproductive sciences. Vol 1.
Issue 1 Page 56-59
87
PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP RESPON NYERI PADA PASIEN
DENGAN POST OPERASI DI RSUD A. DADI TJOKRODIPO KOTA
BANDAR LAMPUNG
Tubagus Erwin Nurdiansyah
STIKES Mitra Lampung
e-mail: [email protected]
Abstrak: Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri Pada Pasien Dengan Post Operasi Di
RSUD A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung. Nyeri pasca bedah merupakan satu dari masalah
keluhan pasien tersering di rumah sakit sebagai konsekuensi pembedahan yang tidak dapat dihindari.
Pengaruh negatif dari nyeri dapat dikendalikan dengan manajemen nyeri sebagai bagian dari perawatan
pasien yang sangat penting, meliputi pemberian terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi berupa
intervensi perilaku kognitif seperti teknik relaksasi, terapi musik, imagery dan biofeedback. Tujuan
penelitian guna melihat efektifitas terapi musik terhadap respon nyeri pasien post operasi. Metode
penelitian menggunakan quasi experimental dengan desain pretest-postest with control group design.
Sampel berjumlah 34 responden. Variabel penelitian adalah pemberian terapi musik dan respon nyeri.
Data dikumpulkan dengan menggunakan pengukuran skala nyeri Numeric Rating Scale (NRS) dan Faces
Pain Scale Resived (FPSR). Hasil penelitian menunjukan perbedaan selisih respon nyeri pasien post
operasi antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol, yang dibuktikan dengan nilai selisih pada
kelompok intervensi sebesar 2,65 dan nilai selisih pada kelompok kontrol sebesar 1,59. Adapun faktor
confounding tidak memiliki pengaruh terhadap respon nyeri yaitu pengalaman nyeri masa lalu (p–
value=0,387), jenis kelamin (p–value=0,068) dan budaya bermusik (p–value = 0,599). Kesimpulan pada
penelitian ini adalah pemberian terapi musik mempunyai efektifitas yang lebih baik dalam manajemen
nyeri pasca pembedahan. Saran penelitian ini adalah agar terapi musik dapat diterapkan secara langsung
di Rumah Sakit untuk menurunkan respon nyeri pada pasien post operasi pembedahan.
Kata Kunci: terapi musik, nyeri
Nyeri pasca bedah merupakan satu dari masalahmasalah keluhan pasien tersering di rumah sakit
sebagai konsekuensi pembedahan yang tidak dapat
dihindari. Sebanyak 77% pasien pasca bedah
mendapatkan pengobatan nyeri yang tidak adekuat
dengan 71% masih mengalami nyeri setelah diberi
obat dan 80%-nya mendeskripsikan masih
mengalami nyeri tingkat sedang hingga berat (Katz,
2005).
Tindakan pembedahan berupa insisi pada
kulit, tindakan traumatik pada jaringan tubuh lainnya
dan manipulasi struktur tubuh viseral telah
mencetuskan mekanisme inflamasi, nyeri neuropati
dan viseral yang berkontribusi pada rasa nyeri yang
terjadi selama periode pasca bedah. Nyeri pasca
bedah dikelompokkan sebagai nyeri akut yang
dihubungkan dengan respons otonom, metabolikendokrin, fisiologi dan perilaku (Sona & Amit,
2007). Cidera jaringan tubuh pada pembedahan akan
meningkatkan pelepasan substansi kimia yang dapat
menstimulus reseptor nyeri seperti histamin,
prostaglandin, bradikinin dan substansi P yang akan
mengakibatkan respons nyeri dan menjadi sumber
stres bagi tubuh. Substansi kimia ini mengakibatkan
tubuh melakukan perlawanan dengan mengaktivasi
sistem saraf simpatis untuk membuat serangkaian
perubahan pada tubuh. Denyut jantung, curah
jantung dan tekanan darah meningkat, pupil
berdilatasi, tangan dan kaki menjadi dingin.
Mekanisme yang dapat menimbulkan respons stres
dapat pula dipakai untuk menghilangkan nyeri.
Segera setelah individu memahami bahwa situasi
nyeri tidak berbahaya, otak akan berhenti mengirim
tanda bahaya ke batang otak, berhenti mengirim
pesan nyeri ke sistem saraf. Beberapa menit setelah
pengiriman pesan bahaya terhenti, respons
perlawanan terhenti dan nyeri menghilang.
Mekanisme penghentian respons stres dapat
diperoleh dengan teknik relaksasi. Respons relaksasi
adalah kebalikan dari respons alarm dan respons
tersebut mengembalikan tubuh pada keadaan
seimbang. Respons relaksasi mengembalikan proses
fisik, mental dan emosi. Menyadari persepsi nyeri,
mengalihkan perhatian dan fikiran dan kemudian
mengendalikannya, membuat individu menjadi
rileks dan akhirnya nyeri menghilang.
Nyeri pasca bedah yang tidak hilang dapat
menimbulkan efek negatif terhadap fisiologis dan
psikologi (Black & Hawk, 2014). Dampak nyeri
terhadap psikologi berupa gangguan tidur dan sulit
berhubungan dengan orang lain karena perhatiannya
berfokus pada nyeri. Nyeri yang tidak teratasi akan
14
Nurdiansyah, Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri Pada Pasien Dengan Post Operasi 15
menghambat penyembuhan. Pasien dirawat di rumah
sakit menjadi lebih lama dan meningkatkan biaya
perawatan rumah sakit (Black & Hawk, 2014;
Smeltzer et al., 2008).
Pengaruh
negatif
dari
nyeri
dapat
dikendalikan dengan penatalaksanaan yang adekuat
melalui pendekatan multidisiplin kesehatan.
Manajemen nyeri merupakan bagian dari perawatan
pasien yang sangat penting. (The American Pain
Society 2003 dalam Smeltzer et al., 2008) memberi
sebutan nyeri sebagai tanda-tanda vital kelima atau
Pain: The 5 th Vital Sign. Sementara itu The Joint
Commission on the Accreditation of Healthcare
Organization, (JCAHO) pada tahun 2000
mengembangkan standar pengelolaan nyeri bagi
institusi kesehatan dengan menyatakan bahwa nyeri
harus dinilai pada semua pasien, dan pasien
mempunyai hak untuk dikaji dan diberikan
penatalaksanaan nyeri secara tepat.
Manajemen nyeri pasca bedah meliputi
pemberian
terapi
farmakologi
dan
terapi
nonfarmakologi berupa intervensi perilaku kognitif
seperti teknik relaksasi, terapi musik, imagery dan
biofeedback (Potter & Perry, 2011). Intervensi
perilaku kognitif dalam mengontrol nyeri
dimaksudkan untuk melengkapi atau mendukung
pemberian terapi analgesik agar pengendalian nyeri
menjadi efektif (Smeltzer et al., 2008).
Relaksasi adalah satu dari pendekatan
perilaku kognitif yang sudah digunakan secara luas
dalam manajemen nyeri pasca bedah dan telah
direkomendasikan dalam pengelolaan nyeri oleh
Agency for Health Care Policy and Research
(AHCPR), (1992). Relaksasi meningkatkan toleransi
nyeri dan meningkatkan keefektifan tindakan
penghilang nyeri lainnya tanpa menimbulkan risiko
(Lemone & Burke, 2008; Santos dos Benedita,
2004)
Sebuah penelitian telah memperlihatkan
teknik relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri
pasca bedah. Sebuah penelitian oleh Good (1999)
membandingkan efek jaw relaxation, musik dan
kombinasi jaw relaxation dan musik, dengan
kelompok kontrol yang mendapatkan pengobatan
rutin pada sampel 500 pasien dengan nyeri pasca
bedah abdomen. Skor sensasi nyeri secara signifikan
lebih rendah pada kelompok intervensi dibandingkan
kelompok kontrol kecuali segera setelah ambulasi
pada hari pertama dan kedua. Skor nyeri pada
kelompok kombinasi secara signifikan lebih rendah
daripada kelompok musik dan kelompok kontrol.
Tidak ada perbedaan dalam skor nyeri diantara
kelompok dengan terapi musik dan kelompok
kontrol
yang
diberikan
relaksasi
biasa
(Kwekkeboom, 2006).
Terapi musik sebagai teknik relaksasi yang
digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit
dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu.
Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik
dapat disesuaikan dengan keinginan, seperti musik
klasik, instrumentalia dan slow musik (Potter, 2005
dikutip dari Erfandi, 2009).
Mendengarkan musik dapat memproduksi zat
endorphins (substansi sejenis morfin yang disuplai
tubuh yang dapat mengurangi rasa sakit/nyeri) yang
dapat menghambat transmisi impuls nyeri disistem
saraf pusat, sehingga sensasi nyeri dapat berkurang,
musik juga bekerja pada sistem limbik yang akan
dihantarkan kepada sistem saraf yang mengatur
kontraksi otot-otot tubuh, sehingga dapat
mengurangi kontraksi otot (Potter & Perry, 2011).
Musik terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan
frekuensi denyut jantung, mengurangi kecemasan
dan depresi, menghilangkan nyeri dan menurunkan
tekanan darah (Campbell, 2001 dalam Ucup, 2011).
Beberapa studi kasus praktek dokter gigi di Eropa
terapi musik telah terbukti bisa mengurangi nyeri
yang dirasakan oleh seseorang (Potter & Perry,
2011).
Manfaat terapi musik pada periode pasca
bedah, yaitu meningkatkan kenyamanan pasien
karena relaksasi mampu menurunkan spasme otot,
mengurangi kecemasan dan meningkatkan aktivitas
parasimpatis (Black & Hawk, 2014). Pada keadaan
rileks tubuh akan distimulasi untuk memproduksi
endorfin yang bereaksi menghilangkan rasa sakit,
menimbulkan rasa tenang dan pada akhirnya akan
merangsang organ-organ tubuh untuk mereproduksi
sel-sel yang rusak akibat pembedahan (Smeltzer et
al., 2008).
Lebih lanjut teknik relaksasi dengan terapi
musik dapat mempersingkat lama rawat di rumah
sakit, membantu menurunkan respons kecemasan
pasien yang menjalani pembedahan. Roykul charoen
& Good, (2004) telah melakukan penelitian tentang
pengaruh teknik relaksasi terhadap sensori dan
afeksi pasien pasca bedah abdomen setelah latihan
berjalan pada hari pertama pasca bedah yang
dilakukan di rumah sakit besar di Thailand. Hasilnya
memperlihatkan sensasi nyeri berkurang secara
signifikan dan mengalami peningkatan sense of
control
nyeri
pada
kelompok
intervensi
dibandingkan kelompok kontrol. Dilaporkan juga
bahwa tingkat kecemasan pasien menurun pada
kelompok intervensi daripada kelompok kontrol.
Berbagai jenis manajemen nyeri non
farmakologi telah banyak diterapkan dalam tatanan
16 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 14-22
pelayanan keperawatan. Namun, penggunaan
manajemen nyeri non farmakologi di Indonesia
masih belum optimal. Teknik relaksasi yang paling
sering digunakan yaitu nafas dalam dan teknik
distraksi. Akan tetapi belum ada prosedur tertulis
mengenai teknik relaksasi untuk mengurangi rasa
nyeri pasca bedah yang ditetapkan menjadi standar
pelayanan keperawatan. Dismaping itu belum ada
penggunaan alat audiovisual yang secara khusus
disiapkan untuk mempermudah pasien memahami
dan melakukan prosedur teknik relaksasi dan terapi
musik dengan benar dan tepat.
RSUD A. Dadi Tjokrodipo merupakan
Rumah Sakit rujukan yang berada di Kota Bandar
Lampung, Rumah Sakit ini telah mempunyai
fasilitas Instalasi Bedah Sentral yang melayani
seluruh pasien yang akan melakukan operasi. RSUD
A. Dadi Tjokrodipo belum secara optimal
menerapkan manajemen nyeri secara non
farmakologi, selama ini manajemen nyeri yang
berkembang merupakan manajemen nyeri secara
farmakologi.
Menurut data yang diperoleh pada pra survey,
berdasarkan data Rekam Medis pada Januari–Maret
tahun 2014 yang ada di RSUD. Dr. A. Dadi
Tjokrodipo didapatkan pada bulan Januari sebanyak
143 operasi, bulan Februari sebanyak 106 operasi
dan pada bulan Maret sebanyak 93 operasi. Serta
berdasarkan wawancara terhadap 2 orang post
operasi pembedahan abdomen masih merasakan
nyeri yang hebat walaupun sudah diberikan obat
penghilang nyeri.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan
sebagai upaya mengembangkan manajemen nyeri
dengan pendekatan perilaku kognitif serta untuk
mendukung penelitian-penelitian mengenai teknik
relaksasi sebelumnya, peneliti ingin mencoba
mengeksplorasi lebih jauh efektifitas terapi musik
terhadap respon nyeri pasien post operasi di RSUD.
Dr. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian menggunakan disain quasi
experimental dengan pretest-postest with control
group design. Peneliti membandingkan efek terapi
terhadap rasa nyeri antar dua kelompok independen.
Kelompok intervensi yaitu responden yang
mendapatkan kombinasi terapi musik dan analgesik,
sedangkan kelompok kontrol hanya mendapatkan
terapi analgesik.
Penelitian dilaksanakan di RSUD. Dr. A. Dadi
Tjokrodipo Kota Bandar Lampung. Persiapan
penelitian dimulai dari Maret-April 2014. Penelitian
dilaksanakan mulai tanggal 4 Juli–14 Agustus 2014.
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pasien
yang melakukan operasi di RSUD A. Dadi
Tjokrodipo Kota Bandar Lampung pada bulan Juli–
Agustus tahun 2014, dengan jumlah pasien yang
menjalankan operasi yaitu 216 orang.
Jumlah subyek yang diambil adalah total
sampel yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi,
dengan mengambil jumlah minimal sampel yang
dianggap memenuhi syarat untuk penelitian
eksperimen yaitu 15 subyek pada setiap kelompok
(Dempsey
&
Dempsey,
2002).
Dengan
menambahkan 10% dari jumlah sampel sehingga
didapatkan 17 sampel pada setiap kelompok.
Analisa Data yang diuji homogenitas yaitu
karakteristik pengalaman terhadap nyeri dengan nilai
signifikansi sebesar 1,000, jenis kelamin dengan
nilai signifikansi sebesar 0,190 dan budaya
bermusik.
Analisis univariat bertujuan mendeskripsikan
karakteristik masing-masing variabel yang diteliti.
Untuk data kategorik pengalaman terhadap nyeri
responden, jenis kelamin dan budaya bermusik,
hanya menggunakan distribusi frekuensi dengan
ukuran persentase atau proporsi. Pengujian masingmasing variabel dilakukan dengan menggunakan
tabel yang diinterpretasikan berdasarkan hasil yang
diperoleh (Hastono, 2010).
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui
hubungan variabel bebas, variabel terikat dan
perancu. Uji Statistik yang digunakan untuk menguji
respon nyeri pada kelompok kontrol sebelum dan
sesudah terapi standar dan kelompok intervensi
sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan uji
statistik dengan t dependent. Sedangkan uji statistik
untuk membandingkan respon nyeri pada kelompok
intervensi dengan kelompok kontrol dengan uji t
independent.
Analisa
multivariat
dilakukan
untuk
mengetahui faktor yang paling besar berpengaruh
terhadap variabel dependen (Hastono, 2010).
Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier
ganda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Uji Homogenitas dan Uji Normalitas
Pada penelitian ini variabel-variabel yang
diuji homogenitas yaitu karakteristik pengalaman
terhadap nyeri dengan nilai signifikansi sebesar
1,000, jenis kelamin dengan nilai signifikansi
sebesar 0,190 dan budaya bermusik. Nilai
signifikansi sebesar 0,256>nilai alpha yaitu 0,05,
Nurdiansyah, Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri Pada Pasien Dengan Post Operasi 17
berarti bahwa kelompok data mempunyai varian
yang sama atau homogen. Sedangkan uji normalitas
dilakukan dengan menggunakan nilai Skewness
dibagi dengan standar error of skewness dengan
tingkat kepercayaan 95% dengan bantuan program
komputer. Diperoleh nilai signifikansi pengalaman
terhadap nyeri sebesar -0,716, nilai signifikansi jenis
kelamin sebesar 1,807, nilai signifikansi budaya
bermusik sebesar -1,230, nilai signifikansi nyeri
sebelum sebesar 1,230 dan nilai signifikansi nyeri
setelah sebesar -0,083. Penelitian menunjukkan nilai
signifikansi berkisar antara -2 sampai dengan 2.
Berarti data memenuhi asumsi normalitas.
Analisis Univariat
Analisis univariat pada penelitian ini untuk
mengetahui karakteristik responden. Dari hasil
skrening dan evaluasi terhadap responden penelitian,
dapat dikategorikan sebagaimana karakteristik
responden meliputi pengalaman terhadap nyeri, jenis
kelamin dan budaya dalam bermusik (jenis musik
kesukaan) kesemuanya itu dijabarkan sebagaimana
tabel berikut:
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Berdasarkan PRespon Nyeri, Jenis Kelamin, dan
Budaya Bermusik
Sebelum Perlakuan
Kelompok
Intervensi
Sebelum
Kontrol
Sebelum
Total
Variabel
Respon Nyeri
Ditoleransi
Tidak
Ditoleransi
Jenis Kelamin
Laki – Laki
Kelompok
Kontrol
n
%
n
%
n
%
7
10
41,2
58,8
7
10
41,2
58,8
14
20
41,2
58,8
12
70,6
10
58,8
22
64,7
5
29,4
7
41,2
12
35,3
Budaya
Bermusik
Musik Mayor
Musik Minor
6
11
35,3
64,7
9
8
52,9
47,1
15
19
44,1
55,9
Berdasarkan tabel 1 dapat digambarkan
bahwa distribusi pengalaman terhadap nyeri
responden pada kelompok intervensi ataupun kontrol
yaitu sebagian besar pengalaman terhadap nyeri
tidak dapat ditoleransi yaitu sebanyak 20 orang
(58,8%). Sedangkan untuk jenis kelamin sebagian
besar yaitu laki – laki sebanyak 22 orang (64,7%)
dan budaya bermusik responden sebagian besar
adalah menyukai jenis musik minor sebanyak 19
orang (55,9%).
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Rerata Respon Nyeri
S.D
Min-Max
8,35
8,00
0,493
8-9
8,65
9,00
0,493
8-9
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Rerata Respon Nyeri Setelah
Dilakukan Perlakuan
Kelompok
Mean
Median
S.D
Min-Max
5,71
6,00
0,849
4-7
7,06
7,00
0,659
6-8
Intervensi
Kontrol
Setelah
Perempuan
Median
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa rerata
respon nyeri responden pada kelompok intervensi
sebelum terapi musik adalah sebesar 8,35 dengan
median sebesar 8,00. Sementara standar deviasi
sebesar 0,493 dan untuk skala nyeri terendah dan
tertinggi yaitu 8 dan 9. Sedangkan rerata respon
nyeri responden pada kelompok kontrol sebelum
diberikan prosedur standar adalah sebesar 8,65
dengan median sebesar 9,00. Sementara standar
deviasi sebesar 0,493 dan untuk skala nyeri terendah
dan tertinggi yaitu 8 dan 9.
Setelah
Kelompok
Intervensi
Mean
Berdasarkan tabel 3 juga dapat diketahui
bahwa rerata respon nyeri responden pada kelompok
intervensi setelah terapi musik adalah sebesar 5,71
dengan median sebesar 6,00. Sementara standar
deviasi sebesar 0,849 dan untuk skala nyeri terendah
dan tertinggi yaitu 4 dan 7. Sedangkan rerata respon
nyeri responden pada kelompok kontrol setelah
diberikan prosedur standar adalah sebesar 7,06
dengan median sebesar 7,00. Sementara standar
deviasi sebesar 0,659 dan untuk skala nyeri terendah
dan tertinggi yaitu 6 dan 8.
Analisis Bivariat
Analisis
bivariat
dilakukan
untuk
mengetahui hubungan variabel bebas, variabel
terikat dan perancu. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan uji dependent sample t-test (Paired ttest) untuk melihat perbedaan sebelum dan setelah
setiap variabel, untuk melihat perbedaan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol
menggunakan uji independent sample t–test (Pooled
t–test).
Perbedaan Rerata Respon Nyeri Sebelum dan
Setelah Perlakuan Pada Kelompok Intervensi dan
Pada Kelompok Kontrol.
18 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 14-22
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Perbedaan Rerata Respon Nyeri
Sebelum dan Setelah Perlakuan
Variabel
N
Intervensi
Nyeri Sebelum
17
Nyeri Setelah
Kontrol
P - Value
Mean
S.D
S.E
8,35
0,702
0,170
0,000
0,618
0,150
0,000
5,71
17
Nyeri Sebelum
8,65
Nyeri Setelah
7,06
Signifikan /Bermakna pada α=0,05
Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui rerata
respon nyeri sebelum terapi musik adalah 8,35 dan
rerata respon nyeri setelah terapi musik adalah 5,71.
Berdasarkan hasil uji t- independent didapatkan p value 0,000. Interpretasi dari hasil p-value yang
kurang dari 0,05 ini adalah ada perbedaan yang
signifikan rerata tingkat nyeri sebelum dan setelah
diberikan terapi musik pada pasien post operasi di
RSUD. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung
tahun 2014.
Sedangkan rerata respon nyeri sebelum
prosedur standar adalah 8,65 dan rerata respon nyeri
setelah prosedur standar adalah 7,06. Berdasarkan
hasil uji t-independent didapatkan p-value 0,000.
Interpretasi dari hasil p-value yang kurang dari 0,05
ini adalah ada perbedaan yang signifikan rerata
tingkat nyeri sebelum dan setelah diberikan prosedur
standar pada pasien post operasi di RSUD. A. Dadi
Tjokrodipo Kota Bandar Lampung tahun 2014.
Perbedaan Selisih Rerata Respon Nyeri Antara
Kelompok Intervensi dengan Kelompok Kontrol
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Perbedaan Selisih Rerata
Respon Nyeri Antara Kelompok Intervensi dengan
Kelompok Kontrol
Variabel
N
Mean
S.D
S.E
Intervensi
17
2,65
0,702
0,170
Kontrol
17
1,59
0,618
0,150
perbedaan yang signifikan rerata selisih respon nyeri
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol di
ruang rawat inap RSUD. A. Dadi Tjokrodipo Kota
Bandar Lampung Tahun 2014.
Analisis Multivariat
Analisa
multivariat
dilakukan
untuk
mengetahui faktor yang paling besar berpengaruh
terhadap variabel dependen (Hastono, 2010).
Metode analisis yang digunakan adalah regresi
linier ganda.
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Variabel Confounding
Terhadap Respon Nyeri Setelah Perlakuan
Kelompok Intervensidan Kelompok Kontrol
Variabel
n
P -Value
Pengalaman Terhadap
Nyeri
34
0,387
Jenis Kelamin
34
0,068
Budaya Bermusik
34
0,599
Signifikan / Bermakna pada α=0,25
Berdasarkan tabel 6 dapat digambarkan
bahwa dari beberapa variabel confounding seperti
pengalaman terhadap nyeri, jenis kelamin dan
budaya bermusik pada analisis regresi menunjukan
nilai p–value yaitu pengalaman terhadap nyeri
sebesar 0,387, jenis kelamin sebesar 0,068 dan
budaya bermusik sebesar 0,599. Berdasarkan tingkat
signifikan alpha 0,25, maka dapat disimpulkan
bahwa jenis kelamin merupakan variabel yang dapat
masuk pada tahap analisis permodelan multivariat
dengan menggunakan regresi linier ganda. Akan
tetapi setelah data jenis kelamin dimasukan ke dalam
analisis menggunakan regresi linier ganda,
diperoleh hasil p–value sebesar 0,075. Berarti bahwa
p–value>alpha (0,075>0,05) dengan kesimpulan
bahwa jenis kelamin juga tidak mempunyai
pengaruh terhadap respon nyeri post operasi.
P- Value
0,000
Signifikan /Bermakna pada α=0,05
Berdasarkan tabel 5 dapat digambarkan
bahwa rerata selisih penurunan nyeri pada kelompok
intervensi adalah 2,65, sementara selisih penurunan
nyeri pada kelompok kontrol adalah 1,59. Hasil uji t
independent didapatkan nilai p – value kurang dari
0,05 yang memiliki interpretasi bahwa ada
PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui rerata
respon nyeri sebelum terapi musik adalah 8,35 dan
rerata respon nyeri setelah terapi musik adalah 5,71.
Berdasarkan hasil uji t- independent didapatkan pvalue 0,000. Interpretasi dari hasil p-value yang
kurang dari 0,05 ini adalah ada perbedaan yang
signifikan rerata tingkat nyeri sebelum dan setelah
diberikan terapi musik pada pasien post operasi.
Sedangkan rerata respon nyeri sebelum
prosedur standar adalah 8,65 dan rerata respon nyeri
setelah prosedur standar adalah 7,06. Berdasarkan
Nurdiansyah, Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri Pada Pasien Dengan Post Operasi 19
hasil uji t-independent didapatkan p-value 0,000.
Interpretasi dari hasil p-value yang kurang dari 0,05
ini adalah ada perbedaan yang signifikan rerata
tingkat nyeri sebelum dan setelah diberikan prosedur
standar pada pasien post operasi.
Jika dibandingkan antara kelompok intervensi
dan kelompok kontrol, terlihat lebih besar penurunan
respon nyeri pada kelompok intervensi dibandingkan
pada kelompok kontrol. Hal tersebut berarti bahwa
ada pengaruh yang signifikan pemberian terapi
musik dengan dikombinasikan dengan terapi standar
post operasi dalam menurunkan respon nyeri pada
pasien dengan post operasi pembedahan.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Devi
(2008) dengan judul pengaruh terapi musik terhadap
respon stres psikofisiologis pasien yang menjalani
coronary angiography di Pelayanan Jantung Tepadu
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian ini
adalah Quasi eksperimen dengan non equivalent
pretest-posttest with control group. Penelitian ini
dilakukan dengan random sampling, 60 orang
sampel yaitu 30 kelompok kontrol dan 30 kelompok
intervensi. Terjadi penurunan tingkat kecemasan,
penurunan yang lebih besar terjadi pada kelompok
intervensi (p=0,000) yang berarti ada pengaruh
terapi musik terhadap kecemasan pasien secara
signifikan.
Pemberian keterolak 30 mg intravena
mempunyai efek yang sama dengan morfin 10 mg
dalam mengurangi nyeri sedang sampai dengan
berat (Suryana, 2010 dalam Dian, 2012). Keterolak
merupakan agen analgesik NSAID pertama yang
dapat diinjeksikan yang kemanjurannya dapat
dibandingkan dengan morfin untuk nyeri berat
(Potter & Perry, 2006).
Keterolak dalam obat NSAID yang umumnya
diberikan pada pasien post operasi di RSUD. A.
Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung. Keterolak
sedian ampul 30 mg dengan rute pemberian perdrip
intravena merupakan prosedur terapi standar yang
diberikan pada pasien post operasi di RSUD. A.
Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung. Dosis yang
diterima pada seluruh responden adalah sama yaitu
30 mg per drip intravena untuk keterolak sediaan
ampul, dengan pemberian per 8 jam setiap harinya.
Pemberian analgetik merupakan prosedur
standar pada post operasi. Penggunaan analgesik
untuk mengatasi nyeri pasca pembedahan
merupakan protokol yang seharusnya (Good, et.al.,
2005; Nilssons, 2008). Efek sementara dari
pemberian penghilang nyeri akan mengakibatkan
banyaknya efek samping yang harus dipahami oleh
pemberi layanan manajemen nyeri, seperti sedasi,
confuse, agitasi, peningkatan produksi asam-asam
saluran cerna, yang justru menghambat proses
penyembuhan luka, ambulasi sampai dengan
prolonged length of stay yang sangat berpengaruh
terhadap effective cost management dari pasien
(Neal, 2002; Australian Acute musculosceletal pain
guidelines group, 2003; Peterson & Bredow, 2004;
Nilssons, 2008).
Respon nyeri responden pada kelompok
kontrol yang diukur setelah 30 menit pemberian
terapi keterolak 30 mg per drip intravena
menunjukan penurunan respon nyeri yang signifikan
disebabkan karena rute pemberian keterolak melalui
per drip intravena memberikan efek lebih cepat.
Seperti diketahui bahwa waktu plasma keterolak
memiliki konsentrasi 54 menit setelah pemberian
oral, 38 menit setelah pemberian intramuskular dan
30 pemberian intravena. Waktu paruh keterolak
adalah 4–6 jam (Suryana, 2010 dalam Dian, 2012).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
selisih respon nyeri terjadi pada kelompok intervensi
sebesar 2,65. Rentang skala nyeri sebelum terapi
musik yaitu berkisar 8–9, kemudian setelah
pemberian terapi musik skala nyeri berkisar dalam
rentang
4–7. Sedangkan selisih respon nyeri
responden pada kelompok kontrol sebesar 1,59.
Rentang skala nyeri sebelum terapi standar yaitu
berkisar 8–9, kemudian diberikan prosedur terapi
standar maka respon nyeri dalam rentang nilai 7–8.
Hasil tersebut juga menunjukan bahwa selisih
respon nyeri terjadi lebih besar pada kelompok
intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Hal tersebut dikarenakan terapi musik dapat
memodulasikan nyeri melalui pengeluaran endorfin
dan enkefalin. Menurut teori perubahan hormone
mengemukakan tentang peranan endorfin yang
merupakan
substansi
atau
neurotransmiter
menyerupai morfin yang dihasilkan tubuh secara
alami. Neurotransmiter tersebut hanya bisa cocok
pada reseptor-reseptor pada saraf yang secara
spesifik dibentuk untuk menerimanya. Keberadaan
endorfin pada sinaps sel-sel saraf mengakibatkan
penurunan sensasi nyeri (Kastono, 2008).
Peningkatan endorfin terbukti berhubungan erat
dengan penurunan rasa nyeri, peningkatan daya
ingat, memperbaiki nafsu makan, kemampuan
seksual, tekanan darah dan pernafasan.
Seperti diketahui bahwa endorfin memiliki
efek relaksasi pada tubuh (Potter & Perry, 2006).
Endorfin juga sebagai ejektor dari rasa rileks dan
ketenangan yang timbul, midbrain mengeluarkan
Gama Amino Butyric Acid (GABA) yang berfungsi
menghambat hantaran impuls listrik dari satu neuron
ke neuron lainnya oleh neurotransmitter di dalam
20 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 14-22
sinaps. Selain itu, midbrain juga mengeluarkan
enkepalin dan beta endorfin. Zat tersebut
dapatmenimbulkan efek analgesia yang akhirnya
mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri pada
pusat persepsi dan interpretasi somatik di otak.
Sehingga efek yang bisa muncul adalah nyeri
berkurang (Guyton & Hall, 2008).
Nillson
menyatakan
bahwa
waktu
pelaksanaan pelaksaan terapi musik bisa dimulai
sesegera mungkin, yaitu bisa dimulai 2 jam post
operasi. Meskipun klien masih diruang pulih sadar,
terapi bisa langsung diberikan (Nilsson, 2009).
Good, et.al. (1999) merekomendasikan intervensi
terapi musik diberikan pada hari pertama dan kedua
post operasi. Hal ini merupakan upaya untuk
menstimulasi pengeluaran endorphin sesegera
mungkin.
Selain itu terapi musik akan membuat
perubahan-perubahan di dalam tubuh, seperti
mengurangi ketegangan otot, menurunkan konsumsi
oksigen, pernafasan dan meningkatkan produksi
serotonin yang menimbulkan perasaan tenang dan
sejahtera dengan demikian akan mengurangi nyeri.
Serotonin merupakan neurotransmitter yang
memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada
susunan saraf pusat. Ia berperan dalam sistem
analgesika otak. Serotonin menyebabkan neuronneuron lokal medulla spinalis mensekresi enkefalin.
Enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan
presinaptik dan postsinaptik pada serabut-serabut
nyeri tipe C dan A. Analgesika ini dapat memblok
sinyal nyeri pada tempat masuknya ke medulla
spinalis.
Pemberian terapi musik terjadi pengalihan
perhatian dapat menurunkan persepsi nyeri dengan
menstimulasi sistem kontrol desenden, yang
mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang
ditransmisikan ke otak. Seseorang, yang kurang
menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit
perhatian pada nyeri, akan sedikit terganggu oleh
nyeri dan lebih toleransi terhadap nyeri (Smeltzer et
al., 2008). Penurunan nyeri ini membantu proses
penyembuhan luka pada pemulihan kondisi umum,
dan pasien bisa memulai rehabilitasi sesegera
mungkin. Efek samping dari penggunaan analgetik
juga bisa dikurangi karena pasien bisa
direkomendasikan
untuk
mengurangi
dosis
konsumsi analgesik. Hal ini akan membantu dalam
pengurangan cost pasien dan meningkatkan
kepuasan pasien atas pelayanan keperawatan.
Tse, Chan dan Benzie (2005) yang melakukan
penelitian pengaruh terapi musik pada pasien post
operasi nasal di polytehnic University Hong Kong.
Salah satu indikator penelitian tersebut adalah
konsumsi analgesik. Dimana kelompok intervensi
menunjukkan hasil yang sangat signifikan
pengurangan konsumsi analgesik dibandingkan
kelompok kontrol. Hal ini membuktikan bahwa
penurunan tingkat nyeri pada kelompok kontrol. Hal
ini membuktikan bahwa penurunan tingkat nyeri
pada kelompok intervensi yang mendapatkan terapi
musik lebih besar dibandingkan dengan kelompok
kontrol yang hanya mendapatkan terapi standar
Ketorolak 30 mg sedian ampul drip intravena.
Chiang (2012) telah membuktikan bahwa
terapi musik sangat efektif untuk mengurangi nyeri
pada pasien kanker di Taiwan. Hasil penelitiannya
adalah terdapat penuruan nyeri yang signifikan pada
ketiga kelompok intervensi dibandingkan kelompok
konterol (P value = 0,001). Terapi musik dengan
kombinasi suara alam memiliki efek paling besar
untuk menurunkan nyeri pasien kanker.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori ada
perbedaan yang signifikan respon nyeri sebelum dan
setelah diberikan terapi musik pada pasien post
operasi di RSUD. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandar
Lampung tahun 2014. Penurunan tingkat nyeri ini
bisa disebabkan oleh efek musik yang bersifat
sedative memberikan respon berupa ketenagan
emosional, relaksasi, denyut nadi dan tekanan darah
sistolik menurun, sehingga pasien mampu
mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman.
Berdasarkan tabel 5.6 dapat digambarkan
bahwa dari beberapa variabel confounding seperti
pengalaman terhadap nyeri, jenis kelamin dan
budaya bermusik pada analisis regresi menunjukan
nilai p–value yaitu pengalaman terhadap nyeri
sebesar 0,387, jenis kelamin sebesar 0,068 dan
budaya bermusik sebesar 0,599. Berdasarkan tingkat
signifikan alpha 0,25, maka dapat disimpulkan
bahwa jenis kelamin merupakan variabel yang dapat
masuk pada tahap analisis permodelan multivariat
dengan menggunakan regresi linier ganda. Akan
tetapi setelah data jenis kelamin dimasukan ke dalam
analisis menggunakan regresi linier ganda,
diperoleh hasil p–value sebesar 0,075. Berarti bahwa
p–value > alpha (0,075>0,05) dengan kesimpulan
bahwa jenis kelamin juga tidak mempunyai
pengaruh terhadap respon nyeri post operasi.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Berdasarkan
penelitian
dapat
dibuat
kesimpulan secara umum sebagai berikut:
Pengalaman terhadap nyeri responden
sebagian besar tidak dapat ditoleransi yaitu sebanyak
Nurdiansyah, Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri Pada Pasien Dengan Post Operasi 21
20 orang (58,8%). Sedangkan untuk jenis kelamin
sebagian besar yaitu laki – laki sebanyak 22 orang
(64,7%) dan budaya bermusik responden sebagian
besar adalah menyukai jenis musik minor sebanyak
19 orang (55,9%).
Rerata respon nyeri responden pada kelompok
intervensi sebelum terapi musik adalah sebesar 8,35,
sedangkan rerata respon nyeri responden pada
kelompok kontrol sebelum diberikan prosedur
standar adalah sebesar 8,65, rerata respon nyeri
responden pada kelompok intervensi setelah terapi
musik adalah sebesar 5,71, sedangkan rerata respon
nyeri responden pada kelompok kontrol setelah
diberikan prosedur standar adalah sebesar 7,06.
Ada perbedaan yang signifikan rerata tingkat
nyeri sebelum dan setelah pada kelompok intervensi
dengan p–value yaitu 0,000 dan ada perbedaan yang
signifikan rerata tingkat nyeri sebelum dan setelah
pada kelompok kontrol dengan p–value yaitu 0,000.
Ada perbedaan yang signifikan rerata selisih
respon nyeri antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol di ruang rawat inap RSUD. A.
Dadi Tjokrodipo Kota Bandar Lampung Tahun
2014, dengan p – value yaitu 0,000.
Tidak ada pengaruh antara variabel
confounding dengan nyeri post operasi dengan
menunjukan nilai p – value yaitu pengalaman
terhadap nyeri sebesar 0,387, jenis kelamin sebesar
0,068 dan budaya bermusik sebesar 0,599.
nyeri pada pasien post operasi, maka disarankan
agar terapi musik dapat menjadi salah satu terapi
mandiri bagi perawat untuk mengatasi respon nyeri
pasien post operasi atau dalam manajemen nyeri
dapat menjadi SOP dalam perawatan pasien post
operasi, sehingga rasa nyeri pasien yang sangat
menggangu
dapat
berkurang
dan
dapat
meningkatkan kesembuhan pasien.
Bagi Keilmuan Keperawatan. Diharapkan
hasil
penelitian
ini
dapat
meningkatkan
pengembangan teknik terapi musik dalam mengelola
terapi non farmakologi untuk penatalaksanaan nyeri
pasien post operasi yang dapat dilakukan secara
mandiri oleh perawat. Serta menjadi landasan untuk
mewujudkan evidence based practice terutama
dalam hal mengelola terapi non farmakologi untuk
penatalaksanaan nyeri bagi perawat secara mandiri.
Bagi Riset Keperawatan. Penelitian ini
diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian
selanjutnya terkait intervensi mandiri perawat dalam
mengelola nyeri non farmakologi dengan
menggunakan pendekatan yang berbeda, seperti
jumlah responden yang lebih banyak serta
menggunakan desain dan metode yang lebih baik.
Serta pengukuran nyeri bisa disertai dengan
perubahan hemodinamika tubuh seperti tekanan
darah, frekuensi nafas dan frekuensi nadi.
SARAN
Bagi Pelayanan Keperawatan, terapi musik
terbukti sangat efektif dalam menurunkan respon
DAFTAR PUSTAKA
Black, J.M. & Hawk, J.H. (2014). Medical-surgical
nursing clinical management for positive
outcomes. (7th Ed). St. Louis, Missouri:
Elsevier Saunders.
Campbell, D. (2001). Music: Physician For Time to
Come. Wheaton: Quest Books.
Chiang. L. (2012). The Effect Of Music and
Nature Sounds On Cancer Pain and Anxiety
In Hospice Cancer Patient, Frances Payne
Bolton School of Nursing Case Western
Reserve
University.
(Unpublished
Dissertation Paper).
Dian, N. (2012). Pengaruh Terapi Musik Terhadap
Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi
Open Reduction and Internal Fixation
(ORIF), FIK-UI, Unpublised Thesis Paper.
Devi, (2008). Pengaruh terapi musik terhadap
respon stres psikofisiologis pasien yang
menjalani coronary angiography di
Pelayanan Jantung Tepadu Rumah Sakit.
Cipto Mangunkusumo Jakarta. Unpublised Thesis
Paper.
Dempsey, P.A & Dempsey, A.D (2002). Riset
Keperawatan, Edisi IV, Alih Bahasa. Palupi
Widyastuti. EGC: Jakarta.
Good M. Anderson (2005). Relaxation and Music
Reduce Pain Following Intestinal Surgery,
Research In Nursing and Health.
Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2008). Buku ajar
fisiologi kedokteran. edisi 11. Alih bahasa:
Irawati et al. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Hastono, S.P. (2010). Analisis Data, FKM-UI, tidak
dipublikasikan.
Katz, A.W. (2005). Cyclooxigenase-2-selctive
inhibitors in the management of acute and
perioperative pain. Cleveland Clinic Journal
in
Medicine,
69,
65-75.
22 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 14-22
http://www.spineuniverse.com
diperoleh
tanggal 12 Maret 2014.
Kwekkeboom, K.L. (2006). Sistematic review of
relaxation interventions for pain. Journal of
Nursing Scholarship, 38, 269-278.
Kastono, R. (2008). Struktur dan Fungsi Sistem
Syaraf
Manusia.
Yrama
Widya:
Bandung.
Lemone, P. & Burke, M.K. (2008). Medical-surgical
nursing. New Jersey: Pearson education Inc.
Nilsson, U. (2009). Caring Music: Music
Intervention For Improved Health, Diakses
pada website: (www.orebroll.se/uso/page
2436.aspx.) pada tanggal 2 Maret 2014.
Polit, F.D. & Beck, T.C. (2006). Essentials of
nursing research methods, appraisal and
utilization.
(6th
Ed).
Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Potter, P.A. & Perry, A.G., (2011), Fundamentals of
nursing, (6th Ed). St. Louis, MO: Mosby.
Rospond, R. M (2008). Pain Assesment. Consult
Pharm.
Rekam Medik RSUDT (2014). Data Rekam Medik
Post Operasi RSUDT kota Bandar
Lampung. Unpublished Data.
Sabri, L., & Hastono, S.P. (2006). Statistik
kesehatan,.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sona & Amit. (2007). A postoperative pain and its
management. http://www.ijccm.org/ text/asp?.
diperoleh tanggal 17 Maret 2014.
Smeltzer, S.C., et al. (2008). Text book medicalsurgical nursing Brunner-Suddarth. (11th
Ed). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Tse, M., Chan, M.F & Benzie, I.F (2005). The effect
of music therapy on post opertive pain, heart
rate, systolic blood pressure and analgesic
using following nasal surgery. Journal Pain
Palliative Care Pharmacother, 19, 21-28.
Peterson, S.J & Bredow, T.S (2004). Middle Range
Theories, Application to Nursing Research.
Philadhelphia. Lippincott Williams adn
Wilkins.
Roykulcharoen,V&Good, M (2004). Systematic
relaxation to relieve postoperative pain. US
National Library of MedicineNational
Institutes of Health.
ISSN 2337-6686
ISSN-L 2338-3321
MANAJEMEN NYERI MENGGUNAKAN TERAPI MUSIK
PADA PASIEN POST SECTIO CAESAREA
(STUDI KASUS DI RSUD PASAR REBO TAHUN 2013)
Lenny Irmawaty dan Mekar Ratilasari
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) MEDISTRA INDONESIA
E-mail: [email protected]
Abstrak:
Sectio caesarea merupakan pengeluaran janin melalui insisi dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi).
Selama periode pasca operatif, proses keperawatan diarahkan untuk menstabilkan kembali keseimbangan fisiologis pasien dan menghilangkan
rasa nyeri. Reaksi fisiologis nyeri diantaranya adalah respon saraf otonom seperti kecepatan bernapas, peningkatan nadi dan peningkatan denyut
jantung. Terapi musik sebagai terapi nonfarmakologis mampu meringankan rasa nyeri karena saat diberikan musik, otak tengah mengeluarkan
beta endorphin hormone yang dapat mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri. Tujuan penelitian ini untuk: mengetahui manajemen nyeri
menggunakan terapi musik pada pasien post Sectio caesarea. Penelitian ini dilakukan di RSUD Pasar Rebo dengan metode quasi experiment
melalui pendekatan desain pretest-postest with control group, Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling sebanyak 42 orang (21
orang kelompok kontrol dan 21 orang kelompok intervensi). Nyeri diukur dengan Numeric Rating Scale (NRS). Uji statistik menggunakan
Paired Samples T-Test dan Mann-Withney U. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa: terdapat pengaruh terapi musik terhadap manajemen nyeri
pada pasien post operasi Sectio caesarea di ruang delima RSUD Pasar Rebo tahun 2013. Disarankan agar terapi musik sebagai intervensi
mandiri keperawatan maternitas dapat diimplementasikan untuk mengurangi nyeri pada pasien post Sectio caesarea.
Kata kunci: terapi musik, nyeri, pasien post sectio caesarea.
Abstract:
Sectio caesarea is spending the fetus through an incision in the abdominal (laparotomy) and uterus wall (hysterectomy). During
post operative periode, treatment process aimed to stabiling patient equilibrium and to eliminate the pain. Physiological reactions of the pain
are autonomous nerve responds like speed of breathing, increase of the pulse and expenditure of adrenalin. Music can decrease of the pain
because when the patient listen to the music, midbrain have produce beta endorphin hormone which can to eliminate pain neurotransmitter.
The purpose in this research is music therapy on post Sectio caesarea surgery management pain at Pasar Rebo Hospital in 2013. Method:
quasi experiment with pretest-posttest with control group, recruiting samples by purposive sampling, there were 42 respondents (21 respondents
as the control group and 21 respondents as the intervention group). The pain was measured with Numeric Rating Scale (NRS). Statistic test
used Paired Samples T-Test and Mann-Withney U. The result showed that: there was a significant effect of music therapy on post Sectio
caesarea surgery management pain at Pasar Rebo Hospital in 2013. Music therapy is recommended for the independence nursing of maternity
intervention to reduce post Sectio caesarea surgery pain.
Key words: music therapy, pain, post sectio caesarea surgery pain.
PENDAHULUAN
dinding uterus (histerektomi). Persalinan dengan Sectio
Latar belakang penelitian ini adalah kesehatan ibu
caesarea beresiko kematian 25 kali dan beresiko infeksi
dan anak yang dimulai dari proses kehamilan dan
80 kali lebih tinggi dibanding persalinan pervaginam
persalinan sebagai salah satu unsur kesehatan masyarakat.
(Cuningham, 2006 dalam Fitriana,2008).
Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar
Menurut World Health Organization (WHO), standar
dan dapat melahirkan bayi yang sempurna dan sehat.
rata-rata Sectio caesarea di sebuah negara sekitar 5-15
Pada proses persalinan terdapat dua cara, yaitu (1)
% per 1000 kelahiran di dunia, di rumah sakit pemerintah
persalinan normal atau alami, dan (2) persalinan dengan
rata-rata 11%, sementara di rumah sakit swasta dapat
tindakan operasi/ pembedahan yang disebut dengan Sectio
lebih dari 30%. Di Asia Tenggara jumlah tindakan Sectio
caesarea. Sectio caesarea adalah proses pengeluaran
caesarea sebanyak 9550 kasus per 100.000 kasus pada
janin melalui insisi dinding abdomen (laparotomi) dan
tahun 2005 (NCBI, 2005 dalam Bernatzky, 2011).
Jurnal Ilmiah WIDYA
17
Volume 2 Nomor 3 Agustus-Oktober 2014
Lenny Irmawaty dan
Mekar Ratilasari, 17 - 22
Manajemen Nyeri menggunakan Terapi Musik pada Pasien
Post Sectio Caesarea Studi Kasus di Rsud Pasar Rebo Tahun 2013
Angka kejadian Sectio caesarea di Indonesia
mengalami peningkatan seperti terlihat pada tabel 1 berikut:
lebih menahan nyerinya. Hal ini ditegaskan oleh hasil
penelitian Bernatzky (2011) bahwa teknik distraksi/ terapi
musik sebagai pengobatan nonfarmakologis modern
terbukti efektif untuk menangani nyeri pada pasien post
operasi. Musik sebagai terapi telah dikenal sejak 550
tahun sebelum Masehi, dan ini dikembangkan oleh
Pythagoras dari Yunani. Berdasarkan penelitian di State
University of New York di Buffalo, sejak mereka
menggunakan terapi musik kebutuhan akan obat penenang
juga turun drastis hingga 50% (Natalina,2013).
Menurut Greer (2003 dalam Bernatzky 2011), terapi
musik adalah penggunaan musik untuk relaksasi,
mempercepat penyembuhan, meningkatkan fungsi mental
dan menciptakan rasa sejahtera. Musik dapat
mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologis, seperti respirasi,
denyut jantung, dan tekanan darah. Musik juga merangsang
pelepasan hormon endorfin, hormon tubuh yang
memberikan perasaan senang yang berperan dalam
penurunan nyeri sehingga musik dapat digunakan untuk
mengalihkan rasa nyeri sehingga pasien merasa nyerinya
berkurang. Tetapi pada kenyataannya, masih sedikit rumah
sakit yang menggunakan metode nonfarmakologis dalam
penatalaksanaan nyeri salah satunya terapi musik. Rumah
sakit lebih menitikberatkan penatalaksanaan nyeri dengan
metode farmakologis salah satunya pemberian analgetik
terutama pada pasien pasca operasi (www.ipmgonline.com edisi 7 September 2011). Seperti yang kita
ketahui bahwa pemberian analgetik secara berkelanjutan,
tidak sesuai dengn aturan dan monitor yang tepat akan
menimbulkan ketergantungan (Sulistyo,2013).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan tanggal 18
Oktober 2013 di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo,
pada tahun 2011 proporsi ibu mengalami persalinan
dengan sectio caesarea sebanyak 1983 dari 3313
persalinan. Terjadi peningkatan pada tahun 2012 tercatat
persalinan dengan sectio caesarea sebanyak 2165 dari
3422 persalinan. Selama periode 1 Januari sampai dengan
30 September 2013 didapatkan jumlah persalinan
seluruhnya ada 3278 ibu dan 1857 ibu diantaranya dengan
sectio caesarea (Programer Rekam Medis tahun 2013).
Setelah dilakukan tanya jawab dengan perawat ruangan
bedah dan ruangan nifas menyatakan bahwa:
Tabel 1. Jumlah Sectio Caesarea di Indonesia
Tahun
Persentase
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
47,22%
45,19%
47,13%
46,87%
53,22%
51,59%
53,68%
Sumber: Data Survei Nasional (Fitrianan 2008)
Menurut data survei nasional pada tahun 2007 adalah
921.000 atau sekitar 22,8% persalinan dengan Sectio
caesarea dari 4.039.000 persalinan (Fitriana,2008).
Tindakan operasi menyebabkan terjadinya perubahan
kontinuitas jaringan tubuh. Pada proses operasi digunakan
anastesi agar pasien tidak merasakan nyeri, namun setelah
operasi selesai dan pasien mulai sadar akan merasakan
nyeri pada bagian tubuh yang mengalami pembedahan.
Nyeri yang dirasakan ibu post sectio caesarea berasal
dari luka yang terdapat dari perut (Sjamsuhidajat, 2005
dalam Fitriana, 2008). Tidak ada dua individu mengalami
nyeri yang sama dan tidak ada dua kejadian nyeri yang
sama menghasilkan sensasi nyeri atau respon nyeri yang
identik sama pada seorang individu karena nyeri bersifat
subjektif (Perry & Potter, 2010). Nyeri merupakan gejala
yang paling sering terjadi di bidang medis, Oleh karena
itu peran perawat/bidan sangat diperlukan untuk membantu
klien dan anggota keluarga dalam upaya mengatasi nyeri.
Penting juga perawat/bidan memahami makna nyeri secara
holistik pada setiap individu sehingga dapat
mengembangkan strategi penatalaksanaan nyeri selain
pemberian analgetik yaitu terapi non farmakologis.
Penatalaksanaan nonfarmakologis terdiri dari
berbagai tindakan mencakup intervensi perilaku dan
kognitif menggunakan agen-agen fisik meliputi stimulus
kulit, stimulus elektrik saraf kulit (transcutaneous electrical
nerve stimulation/TENS), akupuntur dan pemberian
placebo. Intervensi perilaku kognitif meliputi tindakan
distraksi, tehnik relaksasi, imajinasi terbimbing, umpan
balik biologis (biofeedback), hypnosis dan sentuhan
terapeutik (Bernatzky, 2011). Teknik distraksi sangat
efektif digunakan untuk mengalihkan nyeri, hal ini
disebabkan karena distraksi merupakan metode dalam
upaya untuk mengurangi nyeri dan sering membuat pasien
Jurnal Ilmiah WIDYA
“Prosedur yang digunakan rumah sakit terhadap pasien
post sectio caesarea yaitu dengan pemberian analgesik
18
Volume 2 Nomor 3 Agustus-Oktober 2014
Lenny Irmawaty dan
Mekar Ratilasari, 17 - 22
Manajemen Nyeri menggunakan Terapi Musik pada Pasien
Post Sectio Caesarea Studi Kasus di Rsud Pasar Rebo Tahun 2013
Ketorolac Tromethamine 30 mg dalam Ringer Laktat 500 mg/
6 jam” dan tidak pernah melakukan intervensi nonfarmakologis
apapun termasuk teknik distraksi/ terapi musik karena anggapan
bahwa nyeri pada pasien post operasi itu wajar dan akan
hilang dengan pemberian analgetik”.
tapi masih dapat ditahan). Lalu skala 4-6 dideskripsikan
sebagai nyeri sedang yaitu ada rasa nyeri, skala 7-9
dideskripsikan sebagai nyeri berat terkontrol yaitu nyeri
terasa mengganggu dengan usaha yang cukup kuat
menahannya. Skala 10 dideskripsikan sebagai nyeri berat
yaitu ada nyeri, terasa sangat mengganggu/ tidak
tertahankan sehingga harus meringis, menjerit atau
berteriak (Black & Hawks, 2009). Analisis data
menggunakan Paired Samples T-Test dan Mann-Withney
U.
Tujuan penelitian ini untuk mengkaji manajemen
nyeri menggunakan terapi musik tanpa pemberian analgetik
yang berkepanjang. Hal ini tentunya meningkatkan rasa
nyaman pada pasien post sectio caesarea sehingga dengan
percaya diri dan komitmen yang kuat untuk menyusui
bayi ekslusif tanpa gangguan nyeri. Hal ini juga akan
menigkatkan euphoria pasien dengan tanpa keluhan nyeri
yang berkepanjangan.
Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment
dengan pendekatan desain pretest-posttest with control
group. Peneliti membandingkan efek terapi terhadap rasa
nyeri antar dua kelompok independen, yaitu kelompok
intervensi dan kelompok control. Pada kelompok
intervensi, responden diberi terapi sesuai standar prosedur
ruangan ditambah dengan pemberian terapi musik oleh
peneliti. Sedangkan pada kelompok kontrol, responden
diberi terapi sesuai standar prosedur ruangan saja tanpa
pemberian terapi musik.
Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu yang
melahirkan dengan sectio caesarea dan dirawat di RSUD
Pasar Rebo periode 12 Desember 2013 – 2 Januari 2014
yaitu sebanyak 128 orang (Programer Rekam Medis
RSUD Pasar Rebo, 2013). Teknik pengambilan sampel
menggunakan non probability sampling (purposive
sampling) yaitu sebanyak 42 orang (21 orang kelompok
kontrol dan 21 orang kelompok intervensi).
Instrumen penelitian pada variabel terapi musik
menggunakan headphone dan MP3 yang berisi musikmusik terapi yang direkomendasikan oleh Nilsson (2009)
yaitu musik yang memiliki karakteristik non lirik, tempo
60-80 beat per menit, frekuensi 40-60 Hz, kombinasi dari
2-4 unsur alat musik yang memiliki unsur string, dengan
ketukan pemilihan nada dasar mayor dan minor
berdasarkan hukum Pytagoras. Instrumen penelitian pada
variabel nyeri post sectio caesarea menggunakan salah
satu alat pengukuran skala nyeri yaitu Numeric Rating
Scale (NRS). Skala ini menggunakan angka 0 sampai
dengan 10 untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala 0
dideskripsikan sebagai tidak nyeri, skala 1-3 dideskripsikan
sebagai nyeri ringan yaitu ada rasa nyeri (mulai terasa
Jurnal Ilmiah WIDYA
PEMBAHASAN
Mekanisme Nyeri
Mekanisme nyeri adalah ketika reseptor A Delta dan
serabut C distimulasi oleh rangsangan nyeri, axon perifer
tingkat pertama mentransmisikan data sensori ke badan
sel pada ganglion akar dorsal. Sensasi lalu diteruskan ke
bagian abu-abu (gray matter) korda spinalis dorsal melalui
traktus spinotalamikus (meliputi spinal dan thalamus)
atau traktus spinoretikuler menuju batang otak. Serabut
syaraf akan berhenti mentransmisikan data sensori persepsi
nyeri pada bagian kolumna abu-abu dorsal korda spinalis
apabila diberikan neurotransmitter (misalnya epinefrin,
norepinefrin, serotonin dan berbagai opioid endogen atau
jenis analgesik narkotik/ non narkotik lainnya) (Guyton
& Hall, 2008; Black & Hawks, 2009; Potter & Perry,
2010).
Ketorolac sebagai neurotransmitter jenis analgesik
non narkotik yang kuat, bekerja di sistem saraf perifer
untuk mengurangi transmisi dan resepsi stimulus nyeri
dan tidak ada efek opioid reseptor. Ketorolac dapat
menghambat sintesis prostaglandin dan menghambat
respons selular selama inflamasi. Selain itu juga tidak
menyebabkan sedasi atau depresi pernapasan juga tidak
mengganggu fungsi berkemih atau defekasi sehingga
agens NSAID dapat menjadi efektif sebagai analgesik
yang manjur bagi beberapa klien atau pemberian analgesik
melalui oral dapat semanjur pemberian injeksi untuk
mengatasi nyeri (McKenry & Salerno, 1995 dalam Potter
& Perry, 2010).
Mekanisme Musik dan Penurunkan Rasa nyeri
Menurut teori Gate Control (American Music
19
Volume 2 Nomor 3 Agustus-Oktober 2014
Lenny Irmawaty dan
Mekar Ratilasari, 17 - 22
Manajemen Nyeri menggunakan Terapi Musik pada Pasien
Post Sectio Caesarea Studi Kasus di Rsud Pasar Rebo Tahun 2013
Therapy Association,2008), mekanisme musik dalam
proses penurunkan rasa nyeri dimana impuls musik yang
berkompetisi mencapai korteks serebri bersamaan dengan
impuls nyeri akan berefek pada distraksi kognitif dalam
inhibisi persepsi nyeri. Ketika musik yang mempunyai
efek terapi diperdengarkan, midbrain meningkatkan
pengeluaran beta endorphin hormone dan Gamma Amino
Butyric Acid (GABA) yang dapat mengeliminasi
neurotransmitter rasa nyeri pada pusat persepsi dan
interpretasi sensorik somatic di otak sehingga efeknya
nyeri berkurang (Guyton & Hall, 2008). Menurut Natalina
(2013), elemen-elemen musik juga berperan aktif dalam
penurunan persepsi nyeri, di antaranya melodi, harmoni,
timbre, lirik, rhythm dan tempo. Melodi memiliki bentuk
garis tertentu (nada naik dan nada turun) yang paling
diingat oleh otak manusia. Harmoni memberi warna dan
mood untuk mengekspresikan suatu lagu. Timbre sebagai
tekstur musik dalam musik terapi memberikan ketenangan
dan kenyamanan bagi pendengarnya. Rhythm yang
didengar manusia memberi respon terhadap pergerakan
tubuh (detak jantung, denyut nadi, pernafasan, tekanan
darah, kontraksi, otot dan sebagainya) dan juga lingkungan
hidup kita (pada binatang juga pada tumbuhan) yang
distimulasi oleh auditory cortex dan motor cortex
(Natalina, 2013).
Jenis musik terapi yang digunakan mempunyai
karakteristik musik yang bersifat terapi adalah musik
yang nondramatis, dinamiknya bisa diprediksi, memiliki
nada yang lembut, harmonis dan tidak berlirik, temponya
60-80 beat per minute dan musik yang dijadikan terapi
merupakan musik pilihan klien. Musik yang bersifat
sebaliknya adalah musik yang menimbulkan ketegangan,
tempo yang cepat, irama yang keras, ritme yang irregular,
tidak harmonis atau dibunyikan dengan volume keras
tidak akan menimbulkan efek terapi. Efek yang timbul
adalah meningkatkan denyut nadi, tekanan darah, laju
pernapasan dan meningkatkan stress (Nilsson, 2009).
Waktu pelaksanaan terapi musik dalam penelitian
ini dimulai setelah 5 sampai 12 jam pasca operasi selama
30 menit, yang mana pasien telah berada di ruang
perawatan. Nillson (2009) menyatakan bahwa waktu
Jurnal Ilmiah WIDYA
pelaksanaan terapi musik dimulai sesegera mungkin yaitu
dapat dimulai 2 jam post operasi. Meskipun klien masih
di ruang pulih sadar, terapi bisa langsung diberikan dan
merekomendasikan intervensi terapi musik diberikan pada
hari pertama dan kedua post operasi. Hal ini merupakan
upaya untuk menstimulasi pengeluaran hormon endorphin
sesegera mungkin. Dilakukan terapi musik selama 30
menit, endorphin terbukti akan distimulasi untuk
menginhibisi persepsi nyeri. Pemberian analgetik
merupakan prosedur standar pada pasien post operasi
Sectio caesarea.
Penggunaan analgesik untuk mengatasi nyeri pasca
pembedahan merupakan protokol yang seharusnya
(Nilsson, 2009). Efek sementara dari pemberian penghilang
nyeri akan mengakibatkan banyak efek samping yang
harus dipahami oleh pemberi layanan manajemen nyeri,
seperti sedasi, confuse, agitasi, peningkatan produksi
asam-asam saluran cerna yang justru menghambat proses
penyembuhan luka, ambulasi sampai dengan prolonged
length of stay yang sangat berpengaruh terhadap effective
cost management dari pasien (New Zealand Society for
Music Therapy, 2003 dalam Bernatzky, 2011).
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Tingkat nyeri sebelum dan sesudah pemberian
prosedur pada kelompok kontrol
Berdasarkan hasil penelitian diketahui adanya
perbedaan yang signifikan antara tingkat nyeri sebelum
dan sesudah diberikan prosedur standar pada pasien post
Sectio caesarea di RSUD Pasar Rebo tahun 2013. Nilai
signifikansinya sebesar 0,016 < 0,05, yang berarti ada
perbedaan yang signifikan dari hasil pengukuran data
pretest dan posttest. Kelompok kontrol pada penelitian
ini mendapatkan terapi standar analgesik per drip intravena
ketorolac 30 mg sediaan ampul untuk menurunkan nyeri.
Seperti diketahui waktu plasma ketorolac memiliki
konsentrasi 54 menit setelah pemberian oral, 38 menit
setelah pemberian intramuscular dan 30 menit setelah
pemberian intravena. Waktu paruh ketorolac adalah 4-6
jam (Suryana,2010 dalam Novita,2012).
Tingkat nyeri responden pada kelompok kontrol
yang diukur setelah 30 menit pemberian terapi ketorolac
30 mg per drip intravena menunjukkan penurunan tingkat
20
Volume 2 Nomor 3 Agustus-Oktober 2014
Lenny Irmawaty dan
Mekar Ratilasari, 17 - 22
Manajemen Nyeri menggunakan Terapi Musik pada Pasien
Post Sectio Caesarea Studi Kasus di Rsud Pasar Rebo Tahun 2013
PENUTUP
Kesimpulan
1. Skala nyeri post Sectio caesarea pada kelompok kontrol
yang paling banyak adalah skala nyeri 7-9 atau nyeri
berat terkontrol sebanyak 11 responden dan tidak terdapat
responden dengan skala nyeri 0 atau tidak nyeri.
2. Skala nyeri post Sectio caesarea pada kelompok
intervensi yang paling banyak adalah skala nyeri 7-9 atau
nyeri berat terkontrol sebanyak 13 responden dan sebanyak
3 responden dengan skala nyeri 0 atau tidak nyeri.
4. Pengaruh terapi musik terhadap manajemen nyeri pada
pasien post Sectio caesarea dimana: (a) Terdapat
perbedaan yang signifikan rata-rata penurunan tingkat
nyeri responden kelompok kontrol sebelum dan sesudah
diberikan terapi standar ketorolac 30 mg per drip intravena
pada pasien post Sectio caesarea di RSUD Pasar Rebo
tahun 2013, (b) Terdapat perbedaan yang signifikan ratarata penurunan tingkat nyeri responden kelompok
intervensi sebelum dan sesudah diberikan terapi standar
ketorolac 30 mg per drip intravena ditambah terapi musik
pada pasien post Sectio caesarea di RSUD Pasar Rebo
tahun 2013, (c) Terdapat perbedaan yang signifikan selisih
rata-rata penurunan tingkat nyeri antara kelompok kontrol
dan kelompok intervensi.
5. Manajemen nyeri menggunakan terapi musik sangat
efektif pada pasien post sectio caesarea di RSUD Pasar
Rebo tahun 2013.
nyeri yang signifikan disebabkan karena rute pemberian
ketorolac melalui drip intravena memberikan efek lebih
cepat, seperti terlihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Nyeri Sebelum Intervensi
pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi
Tingkat
Nyeri
Tidak nyeri
Nyeri ringan
Nyeri sedang
Nyeri berat
terkontrol
Nyeri berat
tidak terkontrol
Kelompok
Kontrol
Kelompok
Intervensi
F %
F
0
1
6
9
0
4,8
28,6
42,9
5 23,8
Total
%
0
0
1
4,8
3
14,3
12 57,1
0
2
9
21
0
4,7
21,4
50,0
5
10
23,8
42
100
%
23,8
Total
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tingkat Nyeri Sesudah Intervensi
pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi
Tingkat
Nyeri
Tidak nyeri
Nyeri ringan
Nyeri sedang
Nyeri berat
terkontrol
Nyeri berat
tidak terkontrol
Total
%
0
4,8
14,3
57,1
3
10
12
13
7,1
23,8
28,6
30,9
23,8
4
9,5
42
100
Kelompok
Kontrol
Kelompok
Intervensi
F %
F
%
0
4
3
11
0
19,0
14,3
52,4
3
6
9
2
3 14,3
1
Total
Tingkat Nyeri Sebelum dan Sesudah Pemberian
Prosedur pada Kelompok Intervensi
Berdasarkan hasil penelitian, nilai rata-rata tingkat
nyeri responden sebelum dan sesudah diberikan terapi
standar pada kelompok intervensi mengalami penurunan.
Nilai rata-rata tingkat nyeri sebelum prosedur sebesar
8,00 dan menurun sebanyak 4,00 setelah diberikan terapi
standar menjadi 4,00. Hasil uji T sample dependen didapat
P value 0,000 (P value < 0,05) yang artinya ada perbedaan
yang signifikan tingkat nyeri sebelum dan setelah diberikan
terapi musik pada pasien post operasi Sectio caesarea di
ruang delima RSUD Pasar Rebo tahun 2013 seperti terlihat
pada tabel 4 berikut:
Saran-saran
1. Bagi pelayanan keperawatan agar Terapi musik dapat
dijadikan sebagai manajemen nyeri dalam perawatan
pasien post sectio caesarea.
2. Bagi pendidikan agar dapat memperdalam wawasan
dan pengetahuan peserta didik melakukan manajemen
nyeri menggunakan terapi music dalam perawatan pasien
post sectio caesarea baik dalam kurikulum maupun
kegiatan nonformal (seminar/workshop).
3. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat
mengembangkan penelitian manajemen nyeri
menggunakan terapi musik pada pasien post sectio
caesarea dan pengaruhnya terhadap tanda-tanda vital (di
antaranya kesadaran, tekanan darah, respirasi, dan nadi).
Tabel 4. Perbedaan Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah
Intervensi pada Kelompok Intervensi
Pretest &
posttest intervensi
Mean
Sig.
4.000
.000
*Signifikansi/bermakna pada α =0,05
Sumber: Ratilasari, 2013
Jurnal Ilmiah WIDYA
21
Volume 2 Nomor 3 Agustus-Oktober 2014
Lenny Irmawaty dan
Mekar Ratilasari, 17 - 22
Manajemen Nyeri menggunakan Terapi Musik pada Pasien
Post Sectio Caesarea Studi Kasus di Rsud Pasar Rebo Tahun 2013
Nilsson, U. Caring Music : Music Intervention for Improved
Health.(www.orebroll.se/uso/page_2436.aspx, diakses tanggal
20 Juli 2013. 2009.
Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta.2010.
Novita, D. Pengaruh Terapi Musik terhadap Nyeri Post Operasi Open
Reduction and Internal Fixation (ORIF) di RSUD DR. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung. Tesis tidak diterbitkan. Depok:
Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan
Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia. 2012.
Potter, P. A. Perry, Anne Griffin. (Eds). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktek Edisi 7 Volume 2.
EGC. Jakarta. 2010.
Referensi elektronik direkomendasikan oleh International
Pharmaceutical Manufacturers Group, 2011. http://www.ipmgonline.com/index.php?modul=berita&cat=BMedia&textid.html,
diperoleh 11 September 2013
Rospond, R.M. Pain Assessment. Consult Pharm, 8, 133-136. 2008.
Sjamsuhidajat, R., & Jong, W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta. 2005.
Sudarth & Brunner. (Eds). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 Volume 2. EGC Jakarta. 2002.
Susilo, W. Aima, Havidz. Penelitian dalam Ilmu Keperawatan
Pemahaman dan Penggunaan Metode Kuantitatif serta Aplikasi
dengan Program SPSS dan Lisrel. In Media. Jakarta. 2013.
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S. Konsep & Proses Keperawatan Nyeri. Ar-Ruzz Media.
Yogyakarta. 2013.
Bernatzky, G. Presch, M. Dkk. Emotional Foundation of Music as a
Non-Pharmacological Pain Management Tool in Modern
Medicine. Neuroscience and Biobehavioral Reviews,
30(60):11.2011.
Black, J.M. & Hawks, J.H. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcomes. Elsevier. St. Louis.2009.
Cunningham FG. Obstetri William Vol. 1. EGC Jakarta.2006.
Finnerty, R. 2006. Music Therapy as an Intervention for Pain Perception,
M a s t e r o f M u s i c T h e r a p y, ( o n l i n e ) , ( h t t p : / /
www.painedu.org/NIPC/painassessmentscale.html, diakses 10
Juli 2013)
Fitriana, S. Perbedaan Tingkat Nyeri pada Pasien Pasca Operasi
Sectio caesarea (SC) Sebelum dan Setelah Diberikan Teknik
Relaksasi Nafas Dalam Di RS DR. Soesilo Kabupaten Tegal.
Skripsi tidak diterbitkan. Depok : Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Semarang. 2008.
Guyton, A.C., & Hall, J.E. Fisiologi Kedokteran Edisi 11, Alih bahasa:
Irawati et al. EGC. Jakarta.2008.
Natalina, D. Terapi Musik bidang Keperawatan. Mitra Wacana
Media.Jakarta.2013.
Natanel, Y. Sufren. Mahir Menggunakan SPSS secara Otodidak. PT.
Elex Media Komputindo.Jakarta.2013.
Jurnal Ilmiah WIDYA
22
Volume 2 Nomor 3 Agustus-Oktober 2014
822
Journal of Pain and Symptom Management
Vol. 45 No. 5 May 2013
Original Article
Music Therapy Reduces Pain in Palliative
Care Patients: A Randomized Controlled Trial
Kathy Jo Gutgsell, RN, MT-BC, Mark Schluchter, PhD,
Seunghee Margevicius, MA, MSN, Peter A. DeGolia, MD, Beth McLaughlin, MD,
Mariel Harris, MD, JD, Janice Mecklenburg, CNP, CHPN, and
Clareen Wiencek, PhD, CNP, CHPN
University Hospitals Case Medical Center (K.J.G., P.A.D., B.M., M.H., J.M.) and Case Western
Reserve University (M.S., S.M.), Cleveland, Ohio; and Virginia Commonwealth University (C.W.),
Richmond, Virginia, USA
Abstract
Context. Treatment of pain in palliative care patients is challenging. Adjunctive
methods of pain management are desirable. Music therapy offers a nonpharmacologic and safe alternative.
Objectives. To determine the efficacy of a single music therapy session to
reduce pain in palliative care patients.
Methods. Two hundred inpatients at University Hospitals Case Medical Center
were enrolled in the study from 2009 to 2011. Patients were randomly assigned to
one of two groups: standard care alone (medical and nursing care that included
scheduled analgesics) or standard care with music therapy. A clinical nurse
specialist administered pre- and post-tests to assess the level of pain using
a numeric rating scale as the primary outcome, and the Face, Legs, Activity, Cry,
Consolability Scale and the Functional Pain Scale as secondary outcomes. The
intervention incorporated music therapist-guided autogenic relaxation and live
music.
Results. A significantly greater decrease in numeric rating scale pain scores was
seen in the music therapy group (difference in means [95% CI] 1.4 [2.0,
0.8]; P < 0.0001). Mean changes in Face, Legs, Activity, Cry, Consolability scores
did not differ between study groups (mean difference 0.3, [95% CI] 0.8, 0.1;
P > 0.05). Mean change in Functional Pain Scale scores was significantly greater in
the music therapy group (difference in means 0.5 ([95% CI] 0.8, 0.3;
P < 0.0001).
Conclusion. A single music therapy intervention incorporating therapist-guided
autogenic relaxation and live music was effective in lowering pain in palliative care
patients. J Pain Symptom Manage 2013;45:822e831. Ó 2013 U.S. Cancer Pain
Relief Committee. Published by Elsevier Inc. All rights reserved.
Address correspondence to: Kathy Jo Gutgsell, RN,
MT-BC, Music Therapy Department, Seidman
Cancer Center at University Hospitals Case Medical Center, 11100 Euclid Avenue, Mailstop: wrn
Ó 2013 U.S. Cancer Pain Relief Committee.
Published by Elsevier Inc. All rights reserved.
5065, Cleveland, OH 44106, USA.
[email protected]
Accepted for publication: May 14, 2012.
E-mail:
0885-3924/$ - see front matter
http://dx.doi.org/10.1016/j.jpainsymman.2012.05.008
Vol. 45 No. 5 May 2013
Music Therapy Reduces Pain in Palliative Care
823
Key Words
Music therapy, pain, palliative care, randomized controlled trial
Introduction
Pain management in palliative care is very
challenging. Although patients desire to have
their pain managed, they also hope for lucidity
and good quality of life as well as a sense of
control over their lives. Medications that lower
pain may lower patients’ sense of control and
have unwanted side effects such as sedation,
nausea, and constipation. In addition, patients
and families may fear addiction to opioids.
Pain medications primarily target the sensory
(intensity) dimension of pain.1 Music therapy,
defined as the clinical and evidence-based use
of music interventions to accomplish individualized goals within a therapeutic relationship
by a credentialed professional who has completed an approved music therapy program,2
offers a low-risk, low-cost, nonpharmacologic
adjunct to standard care.3 The goals of music
therapy in pain management are to assist the
patient in regaining self-control and becoming
actively involved in the management of his/
her pain. The music therapist engages patients
in different types of music interventions (e.g.,
singing, listening to music, and song writing)
to enhance relaxation, provide opportunities
for self-expression, facilitate communication
with loved ones, and to bring beauty to suffering. This helps to relieve the anxiety, fear, and
other components of suffering.4 According to
the American Music Therapy Association
(AMTA), ‘‘A diverse array of underlying theories forms the foundation for music therapy interventions. Examples include frameworks
from behavioral, psychodynamic, psychological, and neurobiological theories. For the
topic of pain and pain management, emerging
findings from neuroscience with applied music
therapy interventions are trending toward
a fuller understanding of why certain music
therapy interventions influence outcomes
more favorably than others.’’5 Examples of music therapy interventions that incorporate behavioral frameworks include: the AMTA fact
sheet on pain management, which describes
a music therapy protocol for pain management developed by Hanser based on a
cognitive behavioral model of therapy.5 In
a randomized trial, Tan et al.6 measured
pain, anxiety, and muscle tension levels of
burn patients undergoing dressing changes
and found that patients who practiced musicbased imagery, a form of music-assisted relaxation with patient-specific mental imagery, had
a significant decrease in symptoms. Loewy
and Dileo7 add that the music therapist incorporates techniques of muscle relaxation and
instructions for integrating breathing with images of comfort to potentiate the effects of music in end-of-life care. In a 2011 Cochrane
review of music interventions with cancer patients, four music therapy trials were examined
whose interventions included music combined
with imagery.8e11
There are few quantitative music therapy
studies on pain in hospice and palliative care.
A 2010 Cochrane review of music therapy at
the end of life included five trials. Only two
small studies with a combined sample size of
45 examined the effect of music therapy on
pain in hospice patients. Their pooled estimate indicated no strong evidence of effect
of music therapy (standardized mean difference 0.33; 95% CI 0.92, 0.26; P ¼ 0.27).
The reviewers determined that more studies
are needed to further evaluate the effects of
music therapy on pain at the end of life.12
A 2011 Cochrane review examined the effects of music interventions on the psychological and physical outcomes of cancer patients.
The review did not differentiate between music therapy studies using a trained music therapist and music medicine studies using
prerecorded music offered by a medical professional. Five trials with a combined sample
size of 391 measured the effect of music interventions on pain and found a moderate painreducing effect in both music therapy and
music medicine studies (standardized mean
difference ¼ 0.59; 95% CI0.92, 0.27;
P ¼ 0.0003). Evidence of the trials included
in this review suggests that music interventions
may be offered as a complementary treatment
to people with cancer, but because most trials
were at high risk of bias, that is, one or more
of the following criteria were not met, the
824
Gutgsell et al.
results need to be interpreted with caution.
The criteria assessed for risk of bias were random sequence generation, allocation concealment, blinding of participants and personnel,
blinding of outcome assessment for objective
and subjective outcomes, incomplete outcome
data, selective reporting, and other biases. The
main reason for receiving a rating of high risk
of bias was the lack of blinding. Blinding is often impossible in music therapy and music
medicine studies that use subjective outcomes
such as pain. This is especially true for music
therapy studies that use active music making.
When participants cannot be blinded to the intervention, there is an opportunity for bias
when they are asked to report on these subjective outcomes. Therefore, it appears impossible for these types of studies to receive a low
or even moderate risk of bias even if all other
risk factors (e.g., randomization, allocation
concealment, and so on) have been adequately
addressed.13
Analysis of the 2011 Cochrane review reveals
that music therapy interventions used in research varied in frequency (single to multiple
in number), length (20e120 minutes), live
vs. recorded music, patient- vs. therapistselected music, and the intervention itself (interactive music making with the participants,
music-guided imagery, music-guided relaxation, and music-video making). Palliative care
music therapy needs more rigorous research
so that interventions are evidence based.14 To
better understand the impact of specific music
therapy interventions, studies are needed that
isolate the effects of one intervention.3,15 The
authors of the Cochrane review note as well
that most studies are compromised by small
sample size and lack of statistical power.12
The objective of the present study was to determine the efficacy of a single music therapy
session to reduce pain in palliative care patients.
Methods
Setting and Participants
All participants were inpatients at University
Hospitals Case Medical Center (UHCMC) in
Cleveland, Ohio between September 2009
and August 2011. The principal investigator
(K. J. G.), hereafter called the investigator, collaborated with the Palliative Care Team (three
physicians and two nurse practitioners) and
Vol. 45 No. 5 May 2013
attended Palliative Care rounds. The investigator received daily referrals for patients with advanced, potentially life-limiting illness who
were in pain from the Palliative Care Team
and from Nursing Services. The UHCMC did
not have a dedicated Palliative Care Unit
when the study was being conducted. The Palliative Care Team provides consultative services
for patients throughout UHCMC in intensive
care, general medical, surgical, rehabilitation,
and oncology units.
After the initial referral, the investigator
conducted a chart review and interviewed the
participant and his or her nurse to determine
if the following inclusion criteria were met:
1) a diagnosis of advanced, potentially lifelimiting illness, 2) 18 years or older, 3) pain
of three or greater as measured on a zero to
10 numeric rating scale (NRS), 4) able to understand English, and 5) alert and oriented
to person and place and able to rate pain on
the numeric scale. Patients were not excluded
if they were on scheduled pain medications,
although interventions were scheduled around
the administration of breakthrough pain
medications, with the intervention occurring
immediately before the next dose of medication. The UHCMC Institutional Review Board
approved the study. The investigator obtained
written informed consent from all participants.
Outcome Measures
Primary Outcome: NRS. The NRS is validated
for use in adults and children aged nine years
or older in all patient care settings who are
able to use numbers to rate the intensity of
their pain. It is recommended in the literature
to measure short-term changes in pain and it is
used throughout UHCMC.16 Patients rate
their pain from zero to 10, with zero reflecting
no pain and 10 reflecting the worst possible
pain.17
Secondary Outcome: The Face, Legs, Activity, Cry,
Consolability Scale. The Face, Legs, Activity,
Cry, Consolability (FLACC) Scale is a behavioral
pain assessment in which pain is rated by observing the patient and assigning a number to one’s
findings. The scale is scored between a range of
zero and 10, with zero representing no pain.
The scale has five criteria: face, legs, activity,
cry, and consolability, to which each is assigned
a score of zero, one, or two.18 Originally
Vol. 45 No. 5 May 2013
Music Therapy Reduces Pain in Palliative Care
validated in children with postoperative pain,
the FLACC Scale has been recently validated
in assessing pain in critically ill adults who are
unable to self-report pain. Because VoepelLewis et al.19 and others found that FLACC
scores were comparable with those of the commonly used NRS, the authors selected this
pain assessment to provide the behavioral component of the patient’s pain experience. In addition, the FLACC Scale was shown to have
excellent interrater reliability, criterion validity,
and construct validity. Health care professionals
who are trained in its use are qualified to perform the assessment. Because the FLACC Scale
has not been validated in adults who are able to
self-report pain, the present study used the
FLACC Scale as a secondary outcome.
Secondary Outcome: The Functional Pain Scale.
Patients are asked if their pain is tolerable or
intolerable. From there, they describe whether
or not pain keeps them from engaging in daily
activities. A rating of zero reflects no pain. A
rating of one indicates tolerable pain with no
impact on activity. A rating of five reflects intolerable pain with a resulting inability to verbally
communicate.20 The Functional Pain Scale
(FPS) assesses both the patient’s subjective perception of pain and its impact on his or her
level of functioning. Although the FPS was developed to determine pain in older people
who are cognitively intact, the authors selected
it as a secondary outcome for the present study
because of its ability to help professionals understand how pain affects daily functioning
in all their adult patients.
Intervention
After the investigator obtained informed
consent from an eligible participant, the investigator summoned a clinical nurse specialist
(CNS) research assistant who assessed the patient’s pain using the three measures: the
NRS, the FLACC Scale, and the FPS. The
CNS then left the hospital unit. If the participant’s pain score was still three or greater on
the NRS, the investigator immediately thereafter opened a serially numbered, sealed, opaque envelope to obtain the patient’s assigned
group. The investigator opened the sealed envelope containing group assignment (music
therapy or control) in the presence of the patient but not the CNS to ensure blinding of
825
the CNS. Randomization assignments were
generated using SAS software (SAS Institute,
Inc., Cary, NC) by the study statistician, using
a permuted block scheme with random block
sizes of 20 or 30. Because the protocol specified the presence of a music therapist to facilitate the music therapy intervention, it was not
possible for the participant to be blinded to his
or her group assignment. If the participant’s
pain was less than three on the NRS, he or
she was excluded from the study.
Music Therapy Group. The investigator, a professional music therapist, informed the patient
of his or her assignment to the music therapy
group and then proceeded with the intervention. After placing a ‘‘Do Not Disturb’’ sign
on the door and preparing the patient and
the environment (adjusting the lights, offering
a blanket, turning off cell phones, and so on),
the therapist briefly played the ocean drum to
give the patient the choice of whether or not
to include it in the intervention because
some patients express aversion for it and find
that it inhibits their ability to relax. The therapist then facilitated a single 20-minute music
therapy intervention directed at lowering
pain. The intervention, a standard protocol
for all participants, began with verbal instructions for autogenic relaxation. The music therapist asked the patient to pay attention to
breathing for approximately one minute.
Then the therapist led the patient in autogenic
muscle relaxation by asking the patient to pay
attention to the scalp muscles and allow them
to release, and moving down with similar focus
on specific muscle groups, ending with the
feet. Next, the patient was invited to imagine
a safe place of his or her own choosing. The
therapist asked the patient to imagine what
he or she saw, smelled, heard, tasted, and felt
on the skin at the safe place. Then the music
therapist informed the patient that she would
begin to play first the ocean drum, if chosen,
and then the harp to support his or her exploration of the safe place. The therapist played
the same harp pieces for every patient. The
pieces for the present protocol were chosen
based on the therapist’s clinical experience
in which patients had described them as soothing, peaceful, and calming. All pieces were
played at a soft volume in a slow tempo and
are described as follows: 1) an improvisation
826
Gutgsell et al.
in the mode of G Mixolydian with a duple meter, 2) four precomposed pieces in the key of C
Major that can be described as ‘‘light classical’’
and are unfamiliar to most listeners: ‘‘Andante’’ by Waddington in duple meter, ‘‘Passing By’’ and ‘‘Reverie’’ by Grandjany in duple
meter, and ‘‘Barcarolle’’ by Grandjany in triple
meter. At the conclusion of the music, the therapist gently invited the participant to leave his
or her imagined safe place and re-enter the
hospital room, realizing that the safe place is
a resource to which he or she can return at
any time. Then the music therapist left the
room and notified the same CNS to return to
the patient to reassess pain using the same
three measures: the NRS, the FLACC Scale,
and the FPS. After completion of the posttests, the therapist re-entered the patient’s
room to verbally process the music therapy intervention and offer follow-up treatment. She
gave each study participant a CD of the intervention for future use and provided a CD
player on request. Interested readers may contact the investigator to request a recording of
the intervention.
Control Group. The therapist informed the patient of his or her assignment to the control
group and explained that he or she would
receive the live music therapy intervention after reassessment for pain. Next, she facilitated
the same comfort measures as for the music
therapy group: adjusting the lights, providing
a blanket, and turning off the telephones.
Then the therapist invited the patient to relax,
but gave no special instructions for doing so
because the therapist-guided autogenic relaxation was integral to the music therapy intervention. She left the room and placed a ‘‘Do Not
Disturb’’ sign on the door. After 20 minutes,
she notified the same CNS to return to the patient to reassess pain using the three measures:
the NRS, the FLACC Scale, and FPS. After
post-test data were collected, the therapist provided the music therapy intervention for each
control patient. The therapist gave each patient in the control group a CD of the intervention for future use and provided a CD player
on request.
Data Collection Procedure
The CNS, blinded to treatment allocation,
administered the pain assessment measures
Vol. 45 No. 5 May 2013
immediately before and after the music therapy
or control intervention. Each study participant
was assessed by the same CNS pre- and postintervention. In all but four cases, post-test data
were obtained within 10 minutes of completion
of the intervention. On three occasions, the
CNS obtained post-test data in 15 minutes
and on one occasion in 30 minutes because
of schedule conflicts. For 11 patients, blinding
of the research assistant was broken because
the patients revealed their group assignment.
To attempt to control for bias, the therapist
remained outside the room while the research
assistant administered pre- and post-tests to
the patient.
Statistical Analysis
Comparisons of baseline characteristics between groups were made using t-tests or Wilcoxon rank sum tests for continuous
variables, and c2 tests for categorical or binary
variables. The mean changes from pre- to posttest in each of the three pain scales (NRS,
FLACC Scale, and FPS) were compared between the music therapy and control groups
using an independent sample t-test. Two-way
analysis of variance was used to examine
whether treatment effects differed according
to patient characteristics such as age, gender,
and baseline pain level. All tests were two-sided
with a significance level of 0.05. Statistical
analyses were carried out using SAS version
9.2. Because there was a single primary outcome, no adjustment was made for multiple
comparisons.
The sample size of 200 (100 per treatment
arm) provided 80% power to detect betweengroup differences in mean post-test numeric
pain scores of 0.40 standard deviations, using
a two-sided test with a significance level of
0.05. The sample size of 100 per group was
chosen partly on the basis of what was a feasible
number to study and was justified by determining that it would provide 80% power to detect
an effect size of 0.40 standard deviations,
which is in-between what Cohen21 considers
a ‘‘small’’ and a ‘‘medium’’ effect size (0.2
and 0.5, respectively). We thus determined
that this effect size was suitably low to justify
the sample size. Primary analyses were carried
out using intention-to-treat analysis, including
all randomized patients on whom data were
obtained. Statistical analysis of the final data
Vol. 45 No. 5 May 2013
Music Therapy Reduces Pain in Palliative Care
excluding: 1) the 11 patients who divulged
group assignment to the CNS, 2) the four patients who had post-test assessments for more
than 10 minutes after the intervention, and
3) the 10 patients who chose not to hear the
ocean drum and the one patient who requested to ‘‘skip the talk and get right to the
music,’’ did not alter the results.
Results
Of the 400 referred patients, 200 signed informed consent and were enrolled in the study
(Fig. 1). Of the 200 subjects screened but not
enrolled, 20 were ineligible and 180 did not
give consent. Reasons for ineligibility included
pain score less than three (n ¼ 15), not oriented
to person and place (n ¼ 3), did not speak English (n ¼ 1), and researcher error (n ¼ 1).
The 180 subjects who did not consent gave various reasons including ‘‘I want to be alone now,’’
‘‘It is a bad day,’’ ‘‘I do not like the harp,’’ ‘‘I am
not interested,’’ ‘‘Music cannot help my pain,’’
‘‘I brought my own music to listen to,’’ or ‘‘Music
is not my thing.’’ Of the 100 subjects assigned to
the music therapy group, all but one completed
the music therapy session and completed all
measurements. The patient who did not complete the post-test exhibited symptoms of confusion and agitation during the intervention and
was excluded from the study. Of the 100 subjects in the control group, all completed the
pretest. Postintervention scores were obtained
on 99 subjects. One control patient who had
been in severe pain fell asleep during the control session. His nurse requested that he not
Control group
827
be wakened for the post-test. The subjects assigned to music therapy and control groups
did not differ according to gender, ethnicity, diagnosis, mean age, or baseline pain severity
(Table 1). The pain duration variable had
a skewed distribution in both groups, which is
why the authors used a nonparametric Wilcoxon rank sum test to compare the groups at baseline. Because the median is a better measure of
location than the mean for these data, we added
the median pain duration to Table 1 for this variable. Note that the medians of the two groups
are quite similar, reflecting the nonsignificant
P-value from the rank sum test.
Numeric Rating Scale
Both music therapy and control groups
showed significant declines from pre- to
post-test (mean change [95% CI] 1.94
[2.37, 1.52] for music therapy and 0.56
[0.92, 0.19] for control). However, a significantly (P < 0.0001) greater change was seen in
the music therapy group (difference in means
[95% CI] 1.39 [1.95, 0.83]).
Face, Legs, Activity, Cry, Consolability Scale
The FLACC Scale scores declined significantly in both the music therapy and control
groups. However, the mean change in scores
did not differ significantly between the two
groups (difference in means [95% CI] 0.3
[0.8, 0.1], P > 0.05).
Functional Pain Scale
There was a significant decline in the functional pain score in the music therapy group,
but not in the control group. The mean
therapy group
Fig. 1. Flowchart of patients through the study.
828
Gutgsell et al.
Vol. 45 No. 5 May 2013
Table 1
Demographic Variables of the Study Participants
Study Group
Variables
Age (mean SD)
Gender, n (%)
Male
Female
Race, n (%)
White
Nonwhite
Diagnosis, n (%)
Cancer
Noncancer
Pain severity (mean SD)
Pain duration (wk)
Mean SD
Median
All Patients
Music Therapy (n ¼ 100)
Control (n ¼ 100)
P-value
56.09 15.08
57.45 14.76
54.72 15.34
0.20a
62 (31)
138 (69)
31 (31)
69 (69)
31 (31)
69 (69)
>0.999b
135 (67.5)
65 (32.5)
66 (66)
34 (34)
69 (69)
31 (31)
0.65b
174 (87)
26 (13)
6.44 1.82
91 (91)
9 (9)
6.48 1.68
83 (83)
17 (17)
6.39 1.95
0.09b
14.04 36.83
4.00
8.49 14.50
3.50
19.58 49.54
4.00
0.73a
0.51c
a
P-value from t-test.
P-value from c2 test.
P-value from Wilcoxon rank sum test.
b
c
decline was significantly greater (P < 0.0001)
in the music therapy group than in the control
group (difference in means [95%CI] 0.52
[0.78, 0.25]; Table 2 and Fig. 2).
Further analyses were carried out to examine whether baseline characteristics of the patients were related to the efficacy of the
intervention. These analyses present the
mean change in pain score for both music
therapy and control groups, stratified by levels
of each of the baseline factors being examined. Factors examined were age (#55 and
>55 years), gender (male and female), race
(white and nonwhite), diagnosis (cancer and
noncancer), pain severity (mild [0e3], moderate [4e6], and severe [7e10]), and duration
of pain at baseline (#4, 5e12, 13e24, and
>24 weeks). A significant P-value for the test
for interaction indicates that the efficacy of
the intervention differed across levels of the
baseline factor being examined. Interaction
tests for the analyses of NRS and FPS scores
were not significant, indicating that effects of
music therapy did not vary across levels of
the baseline factors. In the analysis of FLACC
Scale scores, the interaction test for age was
significant (P ¼ 0.03) and results indicate that
the effect of music therapy was greater in those
aged #55 years (95% CI 1.57, 0.27) compared with those aged >55 years (0.59,
0.85). This result should be interpreted with
caution given that multiple tests were done
and we did not correct for multiple testing.
Discussion
The results of this research appear to indicate
that a single music therapy intervention lowered pain in hospitalized palliative care patients. A noteworthy finding is the efficacy of
the intervention itself. Evidence-based music
therapy practice often uses patient-preferred
music as part of an individualized treatment
plan.22 In contrast, the present research intervention was a standard protocol and varied little
from one patient to another. Examples of variations included the music therapist giving each
patient the option of including the ocean
drum in the intervention. Of 100 patients in
the music therapy group, 10 declined its inclusion. The rationale for providing this choice
was that some patients express aversion for the
sound of the ocean drum, finding that it interferes with their ability to relax. In another example of variation, one patient requested that the
therapist ‘‘skip the relaxation talk’’ and ‘‘get
right to the music.’’ The therapist chose to
honor his request and not add to the distress
he already experienced from being in pain. In
addition, the therapist individualized each intervention by matching her breathing with the
patient and adjusting the tempo and cadence
of the spoken script to meet the patient’s needs.
Other than the patients described above, the
verbal instructions, the harp music selections,
and the length of the intervention were consistent from patient to patient.
0.52 0.95a (0.78, 0.25)
99
NRS ¼ numeric rating scale; FLACC ¼ Face, Legs, Activity, Cry, Consolability Scale; FPS ¼ Functional Pain Scale.
a
P < 0.0001 from t-test.
99
1.39 1.99a (1.95, 0.83)
99
0.34 1.68 (0.81, 0.13)
2.30 0.97 (2.11, 2.49)
2.19 1.04 (1.99, 2.40)
0.10 0.93 (0.29, 0.08)
100
99
99
100
99
99
6.41 1.91 (6.03, 6.79)
5.86 2.42 (5.38, 6.34)
0.56 1.83 (0.92, 0.19)
100
99
99
1.72 2.09 (1.31, 2.13)
1.04 1.66 (0.71, 1.37)
0.67 1.80 (1.02, 0.31)
2.38 1.01 (2.18, 2.58)
1.76 1.01 (1.56, 1.96)
0.62 0.96 (0.81, 0.43)
100
99
99
100
99
99
6.69 1.72 (6.35, 7.03)
4.74 2.59 (4.23, 5.26)
1.94 2.14 (2.37, 1.52)
Music therapy
Pre
Post
Difference from
post to pre
Control
Pre
Post
Difference from
post to pre
Difference in mean change between
music therapy and control groups
100
99
99
1.81 1.86 (1.44, 2.18)
0.78 1.56 (0.47, 1.09)
1.01 1.56 (1.32, 0.70)
Mean SD (95% CI)
N
Mean SD (95% CI)
Music Therapy Reduces Pain in Palliative Care
Mean SD (95% CI)
N
Test
Study Group
FLACC
NRS
Table 2
Summary of NRS, FLACC, and FPS Scores by Study Group
N
FPS
Vol. 45 No. 5 May 2013
829
Although it is true that music therapists commonly assess for patient preferences and then
design interventions that include such music,
there are precedents to therapist-selected music
that are documented in the literature. The
Bonny Method of Guided Imagery and Music
(GIM) was developed by music therapist Helen
Bonny. The GIM is fully integrated into and endorsed by the AMTA. The GIM uses specifically
sequenced classical music programs to stimulate inner experience to meet clinical goals.
The GIM uses Western classical music because
it is the field of expertise of the persons who developed and tested the programs. This music
contains elemental, harmonic, rhythmic, and
structural patterns that have stood the test of
time, effectively engaging persons in exploration during altered states of consciousness,
and which consistently evoke imagery responses
of therapeutic value.23
Mandel et al.24 found that cardiac rehabilitation patients who listened to prerecorded instrumental music interspersed with spoken
suggestions at home for at least three months
to relax their body and mind had significantly
more improvement in systolic blood pressure,
anxiety, and stress than those who only attended cardiac rehabilitation. The music therapists carefully selected the music with
attention to properties that research suggests
are conducive to relaxation, including slow
tempo, soft dynamics, and long phrases.
In addition, the investigator, a trained music
therapist, observed in years of clinical practice
that patients in pain are often vulnerable and
their desire to manage pain overrides personal
preferences in music. Many patients reported
lower pain perception after her intervention
of carefully selected music. Therefore, on the
strength of the literature cited above, on the
clinical experience of the investigator, and to
limit the variable of music selections in order
to demonstrate scientific rigor, the authors designed the present study with no assessment
for patient preference in music. The only options allowed were choice of ocean drum and
shortening the autogenic relaxation, but only
when their inclusion would have increased patient distress.
A finding of this study is that pain also decreased significantly (P < 0.05) in the control
group on two of the three measures (NRS and
FLACC Scale). It appears that the simple act
830
Gutgsell et al.
Vol. 45 No. 5 May 2013
Fig. 2. Changes in pain scores of the participants.
of inquiring about pain and then instructing
the patient to relax is in some instances enough
to lower pain significantly, as long as it includes
offering to make adjustments to the environment such as turning down the lights, pulling
the window shades, supplying a blanket, turning off cell phones, reassuring the patient that
someone will reassess his or her pain in 20 minutes, and putting a ‘‘Do Not Disturb’’ sign on the
door to ensure privacy.
Although all attempts were made to minimize risk of bias, two risks remained, which
are implicit in music therapy research. The
first is the blinding of participants and personnel. Because music therapy requires the presence of the music therapist, both the
therapist and the patient were not blinded to
group assignment. The second risk is the
blinding of outcome assessment. When participants cannot be blinded to the intervention,
there is definitely an opportunity for bias
when they are asked to report on subjective
outcomes such as pain.13
A limitation of the study is that it may be difficult to generalize the results to all palliative
care patients in pain, as 45% of the referred
patients did not consent to participate. For
consenting patients who choose to be less actively involved in a music therapy session, the
intervention used in this study has clinical significance. Further research is needed to replicate the study so that its results may be
generalized to other music therapists and musical instruments.
Additional research also is needed to: 1)
measure the length of time pain is reduced after a music therapy intervention. In the present study, in all but four cases, post-test data
were obtained within 10 minutes of the completion of the music therapy session. On three
occasions the CNS obtained post-test data in
15 minutes and on one occasion in 30 minutes
as a result of schedule conflicts; 2) address
whether patients request fewer breakthrough
pain medications after music therapy; 3) find
out whether successive interventions have a
cumulative pain-lowering effect; 4) examine
whether a therapist-created recording of an intervention has the same pain-lowering effect if
the patient listens to it after a live session with
the same therapist; and 5) address whether
pain is lowered in control group patients who
later receive music therapy.
The strengths of the present study are its
large sample size, its use of one music therapy
intervention, and its attempt to meet scientific
standards of a quality randomized controlled
trial. Because of these features, it provides
a valuable addition to the literature. Based
on the results, palliative care clinicians may
confidently refer trained music therapists to
treat pain in this vulnerable population.
Disclosures and Acknowledgments
This research was supported by a grant from
the Kulas Foundation in Cleveland, Ohio. The
authors declare no conflicts of interest.
The authors would like to thank the Kulas
Foundation, all of the patients who participated in the study, the Clinical Nurse Specialists who assisted in gathering data, the Core
Library, and the Art and Music Therapy Department at University Hospitals Case Medical
Center for its support and encouragement
throughout the study.
Vol. 45 No. 5 May 2013
Music Therapy Reduces Pain in Palliative Care
References
1. Kwekkeboom K. Oncology nurses’ use of nondrug pain interventions in practice. J Pain Symptom
Manage 2008;35:83e94.
2. American Music Therapy Association. Definition of music therapy. 2011. Available from
http://www.musictherapy.org. Accessed September
16, 2011.
3. Groen K. Pain assessment and management in
end of life care: a survey of assessment and treatment practices of hospice music therapy and nursing professionals. J Music Ther 2007;44:90e112.
4. Bailey LM. Music therapy in pain management.
J Pain Symptom Manage 1986;1:25e28.
5. American Music Therapy Association. Music
therapy and pain management fact sheet. 2010.
Available from http://www.musictherapy.org. Accessed February 27, 2012.
6. Tan X, Yowler CJ, Super DM, Fratianne RB. The
efficacy of music therapy protocols for decreasing
pain, anxiety, and muscle tension levels during
burn dressing changes: a prospective randomized
crossover trial. J Burn Care Res 2010;31:590e597.
7. Loewy JV. In: Dileo C, Loewy JV, eds. Music therapy at the end of life. Cherry Hill, NJ: Jeffrey Books,
2005.
8. Allen J. The effectiveness of group music and
imagery on improving the self-concept of breast
cancer survivors [unpublished PhD thesis]. Philadelphia, PA: Temple University, 2010.
9. Burns DS. The effect of the Bonny method of
guided imagery and music on the mood and life
quality of cancer patients. J Music Ther 2001;38:
51e65.
10. Burns DS, Azzouz F, Sledge R, et al. Music imagery for adults with acute leukemia in protective environments: a feasibility study. Support Care
Cancer 2008;16:507e513.
11. Montserrat G, Domenech M. The effect of music and imagery to induce relaxation and reduce
nausea and emesis in cancer patients undergoing
chemotherapy treatment [unpublished PhD thesis].
Stockton, CA: University of the Pacific, 2008.
12. Bradt J, Dileo C. Music therapy for end-of-life
care. Cochrane Database Syst Rev 2010;1:CD007169.
831
13. Bradt J, Dileo C, Grocke D, Magill L. Music interventions for improving psychological and physical outcomes in cancer patients. Cochrane
Database Syst Rev 2011;8:CD006911.
14. Hilliard RE. The use of music therapy in meeting the multidimensional needs of hospice patients
and families. J Palliat Care 2001;17:161e166.
15. Gallagher LM, Lagman R, Walsh D, Davis MP,
LeGrand SB. The clinical effects of music therapy
in palliative medicine. Support Care Cancer 2006;
144:859e866.
16. Caraceni A, Cherny N, Fainsinger R. Pain measurement tools and methods in clinical research in
palliative care: recommendations of an expert working group of the European Association of Palliative
Care. J Pain Symptom Manage 2002;23:239e255.
17. McCaffery M, Beebe A. Pain: Clinical manual for
nursing practice. St. Louis, MO: CV Mosby Co., 1989.
18. Merkel SI, Voepel-Lewis T, Shayevitz JR,
Malviya S. The FLACC: a behavioral scale for scoring
postoperative pain in young children. Pediatr Nurs
1997;23:293e297.
19. Voepel-Lewis T, Zanotti J, Dammeyer JA,
Merkel S. Reliability and validity of the faces, legs,
activity, cry, consolability behavioral tool in assessing
acute pain in critically ill patients. Am J Critic Care
2010;19:55e61.
20. Gloth FM III, Scheve AA, Stober CV, Chow S,
Prosser J. The Functional Pain Scale: reliability, validity, and responsiveness in an elderly population.
J Am Med Dir Assoc 2001;2:110e114.
21. Cohen J. Statistical power analysis for the behavioral sciences, 2nd ed. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, 1988.
22. Magill L. The use of music therapy to address
the suffering in advanced cancer pain. J Palliat
Care 2001;17:167e172.
23. Association for Music and Imagery. Definition of
the Bonny method of guided imagery and music.
2012. Available from http://www.ami-bonnymethod.
org/faq.asp. Accessed May 4, 2012.
24. Mandel SE, Hanser SB, Ryan LJ. Effects of a music-assisted relaxation and imagery compact disc recording on health-related outcomes in cardiac
rehabilitation. Music Ther Perspect 2010;28:11e21.
LEPIBAR KONSUL BIPIBINGAN KTI
ⅣIAⅡ ASISWA PRODI DⅡ I KEPERAWATAN
STIKES MUHAMⅣ IADIYAⅡ GOMBONG
Nama
:Ici Tri Astuti
NIM
:A01301764
Pcl■ bimbing
:Irma、 van Andri,S.Kcp.,Ns.,Wl.Kcp
No
Waktu
Topik bimbingan
Cenin.20
3unt 2ο lら
Penentuqo topr'k
,JUdul Kil
2
dumbし ,2Ч
ponsut eAgt
3
k arnis,30
Reυ 庭■ 3ハ ら
l
1
Ju ntュ οlレ
ユ
5
Min99u, 3 卜0い Su( 3ハ ら11
ι
」utι 2の ι
`
R∞「象 解キ3〕
.bn ttBェ
`
降 bu′ え0
にo鱚 ul鍋 心コ
」utt 20`6
フ
8
ヽ
野
年
ヽ
`ento,(8
dtJは 20ι
Sentη
J00 BAら
:2c
た υ)g〔
ι
Jυ ざ つハ〔
Pabu:28
J ur ュotι
ο
ハOusl嘔 ζユ
lι
0ハ ら
υ″
´
`
F
W″
一
O H 2
︲
ビ
[椰 eA3
Lamisi t♂
峰
ビ
tuS 2otι
t亀
Brッ ル
3ハ 3ν
A3t15'フ
多
レamlく :‖ ∝ps らAι
霊
麟
2
ヤ ´
3
墜
ビ
ビ
│(OnStl 心ハらE
`abじ
J uti ユd色
Paraf Pembimbing
ヒ
墜
│
J uni ユOfら
u′
Keterangan
t―
―
ハに
い
Download