BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Definisi Belajar Belajar merupakan proses orang memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap. Terdapat beberapa definisi belajar oleh para ahli yaitu : menurut Gane (dalam Yamin, 2007:98) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses di mana organisme berubah perilakunya oleh diakibatkan pengalaman. Selanjutnya menurut Harold Spear (dalam Yamin, 2007:98) mendefinisikan bahwa belajar terdiri dari pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru. Hal ini dipertegas oleh Moh. Surya yang menguraikan bahwa adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. (dalam Hariyanto, 2010:1). Sementara Dimyati dan Mudjino (2006:7) mendeskripsikan bahwa belajar merupakan tindakan dan perilaku peserta didik yang kompleks, dan hal ini di pertegas oleh Morgan (dalam Sagala, 2006:13) bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Dari beberapa pengertian belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar. 9 2.1.1 Hakekat Pembelajaran Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik. Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan peserta didik melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan 10 kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar. Proses pembelajaran adalah sarana dan cara bagaimana suatu generasi belajar, atau dengan kata lain bagaimana sarana belajar itu secara efektif digunakan. Pembelajaran adalah upaya menciptakan kondisi dengan sengaja agar tujuan pembelajaran dapat dipermudah (Fasilitated) pencapaiannya (Anonim, 2012, id.wikipedia.org, diakses 25-03-2013). Berdasarkan analisis teori-teori di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu sistem atau proses yang dilakukan oleh seorang guru atau tenaga pendidik dalam rangka menghasilkan terjadinya peristiwa belajar pada diri peserta didik atau peserta didik untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. 2.1.2 Prinsip-prinsip pembelajaran Berikut ini adalah prinsip umum pembelajaran yang penulis rangkum dari beberapa pakar pembelajaran yang meliputi: a) Perhatian dan Motivasi Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada peserta didik apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan perhatian dan juga motivasi untuk mempelajarinya. Apabila dalam diri peserta 11 didik tidak ada perhatian terhadap pelajaran yang dipelajari, maka peserta didik tersebut perlu dibangkitkan perhatiannya. Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa yang dipelajari peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian banyak stimuli yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan; melihat masalah-masalah yang akan diberikan; memilih dan memberikan fokus pada masalah yang harus diselesaikan. Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Peserta didik yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasi untuk mempelajarinya. Misalnya, peserta didik yang menyukai pelajaran matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untuk belajar lebih giat, karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri peserta didik terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Adanya tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat diamati dari observasi tingkah lakunya. Motivasi dapat bersifat internal, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri peserta didik dan juga eksternal baik dari guru, orang tua, teman dan 12 sebagainya. Berkenaan dengan prinsip motivasi ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran, yaitu: memberikan dorongan, memberikan insentif dan juga motivasi berprestasi. b) Keaktifan Menurut pandangan psikologi anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak mengalami sendiri. Belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan peserta didik untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari dirinya sendiri, guru hanya sebagai pembimbing dan pengarah. Belajar menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak hanya menyimpan saja tanpa mengadakan tansformasi. Anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat jika sering dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika tidak pernah digunakan. Artinya dalam kegiatan belajar diperlukan adanya latihan-latihan dan pembiasaan agar apa yang dipelajari dapat diingat lebih lama. Semakin sering berlatih maka akan semakin paham. Dalam proses belajar, peserta didik harus menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik yang mudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan 13 dan sebaginya. Kegiatan psikis misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya. c) Keterlibatan Langsung/Pengalaman Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh peserta didik, belajar adalah mengalami dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung peserta didik tidak hanya mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks ini, peserta didik belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh pengetahuan, pemahaman, pengalaman serta dapat mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat. Anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensipotensi tersebut. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri. Dengan demikian, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri. Pembelajaran itu akan lebih bermakna jika peserta didik "mengalami sendiri apa yang dipelajarinya" bukan "mengetahui" dari informasi yang 14 disampaikan guru. Peserta didik akan belajar dngan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika peserta didik terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung dan harus dilakukan oleh peserta didik secara aktif. Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa para peserta didik dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan proporsional, dibandingkan dengan bila mereka hanya melihat materi/konsep. Modus Pengalaman belajar adalah sebagai berikut: kita belajar 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, dan 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa jika guru mengajar dengan banyak ceramah, maka peserta didik akan mengingat hanya 20% karena mereka hanya mendengarkan. Sebaliknya, jika guru meminta peserta didik untuk melakukan sesuatu dan melaporkannya, maka mereka akan mengingat sebanyak 90%. d) Pengulangan Belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamati, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang, seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan sempurna. Dalam proses belajar, semakin sering materi pelajaran diulangi maka semakin ingat dan melekat pelajaran itu dalam diri seseorang. Mengulang besar 15 pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya pengulangan "bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan" akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat secara langsung sesudah membaca, tetapi juga bahkan lebih penting adalah mempelajari kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari misalnya dengan membuat ringkasan. Belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan pengulangan terhadap pengalamanpengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respon benar. e) Tantangan Peserta didik dalam belajar berada dalam suatu medan. Dalam situasi belajar peserta didik menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan dalam mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Belajar adalah berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan. Agar pada diri anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik, maka bahan pelajaran harus menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat peserta didik bersemangat untuk mengatasinya. Bahan pelajaran yang baru yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat peserta didik tertantang untuk mempelajarinya. Penguatan positif dan negatif juga akan menantang peserta didik dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukuman menyenangkan 16 yang tidak f) Balikan dan Penguatan Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat, jika disertai perasaan senang atau puas dan sebaliknya bisa lenyap jika disertai perasaan tidak senang. Artinya jika suatu perbuatan itu menimbulkan efek baik, maka perbuatan itu cenderung diulangi. Sebaliknya jika perbuatan itu menimbulkan efek negatif, maka cenderung untuk ditinggalkan atau tidak diulangi lagi. Peserta didik akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapat hasil yang baik. Apabila hasilnya baik akan menjadi balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan belajar itu tidak saja dari penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan, atau dengan kata lain adanya penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar. Peserta didik yang belajar sungguh-sungguh akan mendapat nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operan conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar yang lebih giat. Di sini nilai jelek dan takut tidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat, inilah yang disebut penguatan negatif. g) Perbedaan Individual Peserta didik merupakan makhluk individu yang unik yang mana masingmasing mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaan intelegensi, minat bakat, hobi, tingkah laku maupun sikap, mereka berbeda pula dalam hal latar 17 belakang kebudayaan, sosial, ekonomi dan keadaan orang tuanya. Guru harus memahami perbedaan peserta didik secara individu, agar dapat melayani pendidikan yang sesuai dengan perbedaannya itu. Peserta didik akan berkembang sesuai dengan kemampuannya masingmasing. Setiap peserta didik juga memiliki tempo perkembangan sendiri-sendiri, maka guru dapat memberi pelajaran sesuai dengan temponya masing-masing. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar peserta didik. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan kalsik yang dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat peserta didik sebagai individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya (Anonim, 2012, id.wikipedia.org, diakses 25-03-2013). 2.2 Pengertian Aktifitas Belajar Sebelum peneliti meninjau lebih jauh tentang aktivitas belajar, terlebih dahulu dijelaskan tentang Aktivitas dan Belajar. Aktivitas artinya “kegiatan/keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas. Selanjutnya belajar adalah suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori. Dalam proses interaksi ini terkandung dua maksud yaitu: 18 1) Proses Internalisasi dari sesuatu ke dalam diri yang belajar. 2) Proses ini dilakukan secara aktif dengan segenap panca indera ikut berperan. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar. Dalam aktivitas belajar ada beberapa prinsip yang berorientasi pada pandangan ilmu jiwa, yaitu pandangan ilmu jiwa lama dan modern. Menurut pandangan ilmu jiwa lama, aktivitas didominasi oleh guru sedangkan menurut pandangan ilmu jiwa modern, aktivitas didominasi oleh peserta didik. Dari uraian di atas peneliti berpendapat bahwa dalam belajar terjadi dua proses yaitu 1) perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang sedang belajar, 2) interaksi dengan lingkungannya, baik berupa pribadi, fakta, dan sebagainya. Jadi peneliti berkesimpulan bahwa aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan peserta didik) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Banyak macam kegiatan (aktivitas belajar) yang dapat dilakukan anakanak di kelas, tidak hanya mendengarkan atau mencatat. Paul B. Diedrich membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan (aktifitas peserta didik), antara lain: 1) Visual activities, seperti membaca, memperhatikan:gambar, demonstrasi, percobaab, pekerjaan orang lain dan sebagainya. 19 2) Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan interviu, diskusi, interupsi dan sebagainya. 3) Listening activities, seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, music, pidato dan sebagainya. 4) Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, tes, angket, menyalin, dan sebagainya. 5) Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta diagram, pola, dan sebagainya. 6) Motor activities, seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya. 7) Mental activities, seperti menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya. 8) Emotional activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup, dan sebagainya (Juliantara, 2010, edukasi.kompasiana.com, diakses 26-03-2013) Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti berpendapat bahwa dalam belajar sangat dituntut keaktifan peserta didik. Peserta didik yang lebih banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan. Tujuan pembelajaran PKn tidak mungkin tercapai tanpa adanya aktifitas peserta didik apalagi dalam pembelajaran PKn antara lain tujuannya adalah untuk menjadikan manusia kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. 20 Aktivitas Peserta didik yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengajukan pertanyaan 2) Menjawab pertanyaan peserta didik maupun guru 3) Memberi saran 4) Mengemukakan pendapat 5) Menyelesaikan tugas kelompok 6) Mempresentasikan hasil kerja kelompok 2.3 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan. moral terdiri Pendidikan dari dua kata, kewarganegaraan yaitu pendidikan dijadikan bahan dan dalam pembelajaran pendidikan pancasila dan kewarganegaraan (PPKN). Pengertian pendidikan diantaranya sebagai berikut: 1) Menurut UU sisdiknas No.20 mengatakan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. 2) Dalam Kamus Praktis Bahasa Indonesia (Yasin, 2006:75) pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. 21 Berdasarkan pendapat diatas dapat peneliti simpulkan bahwa Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu membentuk kemampuan individu mengembangkan dirinya yang kemampuan-kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, maupun sebagai warga negara dan warga masyarakat. 1) Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha yang dilakukan secara sengaja dan terencana untuk memilih materi, strategi, kegiatan, dan teknik pendidikan yang sesuai. 2) Kegiatan pendidikan dapat diberikan di lingkngan keluarga, sekolah dan masyarakat berupa pndidikan melalui jalur seklah dan pendidikan jalur luar sekolah. 3) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Agar pendidikan moral seperti dikemukakan di atas dapat diimplementasikan dan tercapai sesuai haapan bangsa diperlukan rasa memiliki (sense of belonging) dasar konsep pendidikan moral,diperlukan rasa solidaritas yang tertinggi terhadap sesama (sense of solidarity), dan diperlukan rasa bertanggung jawab (sense of responsibility) terhadap dasar konsep pendidikan moral itu sebagai bahan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan untuk mengamalkan nilai-nilai luhur pancasila. 2.3.1 Batasan Nilai Moral Pendidikan nilai moral berkaitan erat dengan kebaikan, yang ada dalam sesuatu objek-subjek. Boleh jadi sesuatu objek-subjek itu baik tetapi tidak bernilai 22 bagi seseorang dalam suatu konteks peristwa tertentu. Nilai-nilai universal berlaku bagi seluruh umat manusia bilamana dan dimanapun seperti hak asasi mansia, adapula nilai-nilai partikular hanya berlaku bagi sekelompok manusia tertentu, misalnya “nilai sebuah tutur kata”. Nilai-nilai abadi berlaku kapanpun dan dimanapun seperti kebebasan beragama, yang berarti bahwa semua manusia bebas dari pasksaan baik dari perseorangan maupun dari kelompok sosial atau sesuatu kekuatan manusiawi, sehingga tak seorangpun boleh dipaksakan untuk bertindak bertentangan sengan imannya. 2.3.2 Pandangan Masyarakat Tentang Nilai/Moral Dalam suatu masyrakat yang majemuk dan berkembang terdapat berbagai pandangan tentang nilai. Sehingga seringkali terjadi kerancuan dan penyimpangan tentang pemaknaan nilai yang sesungguhnya (the alse sense of normally). Sehingga kerap terjadi berbagai kelompok, golongan, dan bangsa “menginjakinjak nilai” yang mestinya dihormati dengan dalih yang “indah-indah”. Sebaliknya, tidak jarang pula orang menuntut hak dan kebebasan pribadinya yang terlampau tinggi. Sehingga mengganggu hak asasi orang lain, kebebasan orang lain, sehingga terjadi konfliks yang tidak jarang mendatangkan malapetaka seperti yang sering terjadi diberbagai daerah di tanah air akhir-akhir ini. 2.3.3 Makna Pendidikan Moral Makna pendidikan moral adalah bertujuan membantu peserta didik untuk mengenali nilai-nilai dan menempatkannya secara integral dalam konteks 23 keseluruhan hidupnya. Pendidikan semacam ini semakin penting dan menempati posisi sentral karna tingkat kadar persatuan dan kesatuan terutama yang berkaitan dengan kesadaran akan nilai-nilai dalam masyrakat akhir-akhir ini cenderung semakin pudar. Sesungguhnya pendidikan nilai itu adalah pemanusiaan manusia. Manusia hanya menjadi manusia bila ia berbudi luhur, berkehendak baik serta mampu mengaktualisasikan diri dan mengembangkan budi dan kehendaknya secara jujur, baik dikeluarga, dimasyarakat-negara, dan di lingkungan dimana ia berada. Ada gejala bahwa pendidikan dalam pengajaran ditekaknkan segera untuk memperoleh keterampilan. Keterampilan memang bermanfaat untuk jangka pendek, tetapi melupakan pembinaan sikap sebagai manifestasi pendidikan moral yang justru diperlukan bagi pembinaan hidupnya. Akibatnya peserta didik berlomba-lomba berlatih dalam bidang tertentu demi sukses pribadi tanpa memikirkan efek samping dan akibat yang ditimbulkannya (Darmadi, 2005) 2.4 Pengertian Model Pembelajaran Example Non Example Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka menyiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaftif maupun generatif. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik (learning style) dengan gaya mengajar guru (style of learning and teaching). Adapun model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Example Non Example. Pembelajaran Example Non Example atau juga biasa di sebut example and non-example merupakan model pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai 24 media pembelajaran. Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar. Penggunaan Model Pembelajaran Example Non Example ini lebih menekankan pada konteks analisis peserta didik. Biasa yang lebih dominan digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas rendah dengan menenkankan aspek psikoligis dan tingkat perkembangan peserta didik kelas rendah seperti; kemampuan berbahasa tulis dan lisan, kemampuan analisis ringan, dan kemampuan berinteraksi dengan peserta didik lainnya. Model Pembelajaran Example Non Example menggunakan gambar dapat melalui OHP, Proyektor, ataupun yang paling sederhana adalah poster. Gambar yang kita gunakan haruslah jelas dan kelihatan dari jarak jauh, sehingga anak yang berada di belakang dapat juga melihat dengan jelas. a. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Example Non Example Metode Example Non Example juga merupakan metode yang mengajarkan pada peserta didik untuk belajar mengerti dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri. Example and Nonexample adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep. Taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan non-example. 25 1) Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas. 2) Non-example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas. Example Non Example dianggap perlu dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian peserta didik terhadap example dan non-example diharapkan akan dapat mendorong peserta didik untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada. b. Kelebihan dan Kekurangan Kelebihan dari model pembelajaran ini adalah: 1) Peserta didik lebih kritis dalam menganalisa gambar. 2) Peserta didik mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar. 3) Peserta didik diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Kekurangan dari model pembelajaran Example Non Example adalah tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar dan memakan waktu yang agak lama. c. Langkah Penyajian Model Pembelajaran Example Non Example Jika guru akan menyajikan contoh dari suatu konsep maka ada tiga hal yang seharusnya diperhatikan, yaitu: 1) Urutkan contoh dari yang gampang ke yang sulit. 2) Pilih contoh-contoh yang berbeda satu sama lain. 26 3) Bandingkan dan bedakan contoh-contoh dan bukan contoh Menyiapkan pengalaman dengan contoh dan non-contoh akan membantu peserta didik untuk membangun makna yang kaya dan lebih mendalam dari sebuah konsep penting. Kerangka konsep terkait strategi tindakan, yang menggunakan model inkuiri untuk memperkenalkan konsep yang baru dengan metode Example and Non example antara lain: 1) Menggeneralisasikan pasangan antara contoh dan non-contoh yang menjelaskan beberapa dari sebagian besar karakter atau atribut dari konsep baru. Menyajikan itu dalam satu waktu dan meminta peserta didik untuk memikirkan perbedaan apa yang terdapat pada dua daftar tersebut. Selama peserta didik memikirkan tentang tiap Example dan non-Example tersebut, tanyakanlah pada mereka apa yang membuat kedua daftar itu berbeda. 2) Menyiapkan Example dan non Example tambahan, mengenai konsep yang lebih spesifik untuk mendorong peserta didik mengecek hipotesis yang telah dibuatnya sehingga mampu memahami konsep yang baru. 3) Meminta peserta didik untuk bekerja berpasangan untuk menggeneralisasikan konsep Example dan non-Example mereka. Setelah itu meminta tiap pasangan untuk menginformasikan di kelas untuk mendiskusikannya secara klasikal sehingga tiap peserta didik dapat memberikan umpan balik. 27 4) Sebagai bagian penutup, adalah meminta peserta didik untuk mendeskripsikan konsep yang telah diperoleh dengan menggunakan karakter yang telah didapat dari Example dan non-Example Langkah-langkah yang dilakukan dalam model pembelajaran ini adalah sebagai berikut: 1) Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran 2) Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP/Proyektor/hanya berupa slide kertas. 3) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada peserta didik untuk memperhatikan/menganalisa gambar 4) Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas 5) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya 6) Mulai dari komentar/hasil diskusi peserta didik, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai 7) Kesimpulan (Hanafiah, 2010) 2.5 Hipotesis Tindakan Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Jika menerapkan model pembelajaran Example Non Example dalam pelajaran PKn di kelas VII A SMP Negeri 8 Paguyaman maka aktivitas belajar peserta didik dapat meningkat”. 28 2.6 Indikator Kinerja Indikator kinerja dalam penelitian tindakan kelas ini adalah upaya guru dalam meningkatkan aktivitas belajar peserta didik pada mata pelajaran PKn dikelas VII A SMP Negeri 8 Paguyaman dengan menggunakan model pembelajaran Example Non Example dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik. Apabila 75% atau 21 orang dari 28 peserta didik aktif dalam kelompok, maka tindakan di katakan berhasil. Data sebelumnya menunjukan pembelajaran yang belum tuntas dari 28 peserta serta didik yang aktif hanya 11 orang atau (39,3%), diharapkan akan naik 75% dari jumlah peserta didik 28 orang. 29