NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PELATIHAN SEMPOA TERHADAP MINAT BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS 3 SEKOLAH DASAR Oleh : LIA RAHMADIANI YUSTINA SUKARTI RR. INDAHRIA SULISTYARINI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2006 2 NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PELATIHAN SEMPOA TERHADAP MINAT BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS 3 SEKOLAH DASAR Telah disetujui Pada Tanggal _________________________ Dosen Pembimbing Utama Sukarti, Dr 3 PENGARUH PELATIHAN SEMPOA TERHADAP MINAT BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS 3 SEKOLAH DASAR Lia Rahmadiani Yustina Sukarti Indahria Sulistyorini INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh pelatihan sempoa terhadap peningkatan minat pada siswa kelas tiga Sekolah Dasar. Hipotesis yang diajukan adalah ada pengaruh positif pelatihan sempoa terhadap peningkatan minat belajar matematika. Subyek yang telah mengikuti pelatihan sempoa memiliki minat belajar matematika yang lebih tinggi daripada subyek yang tidak mengikuti pelatihan sempoa. Subyek penelitian ini adalah siswa Sekolah Dasar , kelas tiga, baik lakilaki maupun perempuan, berusia 7-10 tahun. Adapun alat ukur yang digunakan adalah skala minat belajar matematika yang terdiri dari 31 aitem yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-apek dari teori Bigot (Abror,1993). Metode penelitian ini menggunakan Pre test Post test Control Group Design. Data masing-masing kelompok dianalisis dengan paired sample t test dan kemudian hasil dari kedua kelompok dibandingkan. Hasil analisis kuantitatif dengan bantuan SPSS for windows versi 12.0 menunjukkan ada pengaruh pelatihan sempoa terhadap peningkatan minat belajar matematika , dengan nilai p= 0.000; t= 9.446 untuk kelompok eksperimen , p=0.403; t=0.252 untuk kelompok kontrol dan p=0.000; t=5.179 untuk gain score. Hipotesis penelitian diterima. Kata kunci : Minat belajar matematika, pelatihan sempoa 4 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pendidikan formal merupakan salah satu upaya meningkatkan sumber daya manusia, dan salah satu bentuk pendidikan formal adalah pendidikan Sekolah Dasar. Secara hirarkis Sekolah Dasar mempunyai peran penting, mendasar, strategis dan vital. Hasil pendidikan di sekolah dasar akan menjadi dasar bagi kelanjutan pendidikan di tingkat berikutnya. Salah satu mata pelajaran yang dipelajari di Sekolah Dasar adalah mata pelajaran matematika. Kenyataannya menunjukkan bahwa sampai saat ini pelajaran matematika masih dianggap momok atau sesuatu yang menakutkan bagi sebagian besar siswa. Meski tidak semua banyak diantara murid sekolah, terutama Sekolah Dasar yang merupakan tingkat dasar dari seluruh pendidikan yang akan dijalani anak, mengeluhkan tentang pelajaran matematika. Mereka menganggap matematika sebagai pelajaran sulit. Terlebih lagi bila mendapat nilai dibawah rata-rata. Anak yang mempunyai niat untuk lebih tekun mempelajari, kembali hilang semangatnya (Intisari, Agustus 2000). Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, rekapitulasi nilai rata-rata ujian sekolah Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) tahun pelajaran 2004/2005 di Kabupaten Sleman adalah agama nilai rataratanya 7.36, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) nilai rataratanya 7.76, bahasa Indonesia nilai rata-ratanya 7.11, Matematika nilai rataratanya 6.86, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) nilai rata-ratanya 7.14, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) nilai rata-ratanya 6.98, kerajinan tangan dan ketrampilan nilai rata-ratanya 7.4, pendidikan jasmani nilai rata-ratanya 7.32, dan muatan lokal nilai rata-ratanya 7.24. Dari data tersebut menunjukkan bahwa mata 5 pelajaran yang memiliki nilai rata-rata terendah adalah mata pelajaran matematika. Padahal matematika merupakan dasar berpikir rasional. Sementara rasionalisme merupakan pintu untuk menuju globalisasi. Fenomena di atas menunjukkan bahwa minat siswa terhadap pelajaran matematika termasuk rendah. Padahal matematika dianggap penting bagi dunia pendidikan, karena perkembangan pengetahuan dan teknologi yang menopang perkembangan budaya dan kehidupan manusia di berbagai belahan dunia sejak masa lalu, kini, dan masa yang akan datang dipengaruhi oleh kemajuan dalam bidang matematika (Ridha, 2003). Oleh karena itu pengelola pendidikan formal dituntut lebih kreatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tidak sekedar mengajar peserta didik seperti yang dilakukan pada masa-masa sebelumnya. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, tentu saja tidak dapat terlepas dari proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Nawawi (1986) yang mengatakan bahwa peningkatan kualitas pendidikan diawali dari proses belajar mengajarnya, dimana proses belajar mengajar itu sendiri merupakan kegiatan yang utama di sekolah. Saat ini, masih banyak guru yang mendidik dengan pendekatan tradisional dalam pengajaran matematika. Siswa belum diarahkan untuk memahami sendiri konsep-konsep matematika yang sedang dipelajari (Sulardi, 2000). Hasilnya siswa cenderung hanya menghafalkan konsep-konsep matematika yang telah diajarkan tanpa memahami dengan benar. Muryono (2000), mengungkapkan bahwa dalam proses belajar mengajar di kelas terjadi interaksi antara guru dan siswa , dan dalam interaksi sosial seperti itu terjadi saling pengaruh satu sama lain. Pada umumnya apa yang ditampilkan guru, baik pengetahuan, cara mengajar atau metode yang dipakai, 6 akan dipersepsikan tertentu di dalam diri siswa. Apabila persepsi siswa tentang tugas guru bersifat positif, termasuk juga metode-metode yang digunakan guru dalam penyampaian materi pelajaran, maka akan menambah minat belajar siswa yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan prestasi belajarnya, begitu juga sebaliknya. Davis (Nuchron, 1988) mengemukakan bahwa cara-cara pengajaran tradisional perlu diganti dengan metode baru dan menggunakan media. Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian oleh Eyler dan Giles yang membuktikan bahwa keefektifan pembelajaran dipengaruhi oleh media yang digunakan (Widyanto, 2002). Selain itu, mengingat tahap perkembangan kognitif anak Sekolah Dasar ada pada operasional konkret, maka Murwani (Kompas, 14 Mei 1999), mengatakan bahwa mengajar matematika kepada anak Sekolah Dasar memakai alat peraga untuk memudahkan mengenalkan konsep matematika kepada mereka. Anak seusia mereka tidak bisa belajar hanya dengan membayangkan, sehingga bantuan alat peraga sangat efektif. Oleh karena itu perlu adanya media yang digunakan agar pelajaran matematika lebih dapat dipahami dengan cepat dan benar serta menyenangkan. Salah satunya media yang dapat digunakan adalah dengan alat bantu sempoa. Sempoa merupakan metode yang tergolong baru dalam metode pengajaran matematika khususnya di Sekolah Dasar di Indonesia. Sempoa juga merupakan metode yang penyajiannya dikemas secara menarik dan dinamis yang bertujuan agar siswa belajar dalam suasana yang menyenangkan dan tidak mudah bosan. Hal ini yang membuat metode sempoa dapat menarik perhatian siswa pada pelajaran matematika. 7 Berdasarkan uraian diatas, anak yang mengikuti pelatihan menggunakan alat bantu sempoa diasumsikan akan mempunyai kemampuan menghitung dengan cepat dan akurat dengan metode yang menarik dan menyenangkan sehingga dapat menumbuhkan minat anak pada pelajaran matematika. Melihat permasalahan tersebut diatas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh pelatihan sempoa terhadap minat anak pada pelajaran matematika. DASAR TEORI 1. Pengertian Minat Minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri atas campuran dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka dan rasa takut atau kecenderungankecenderungan lain yang mengarahkan individu terhadap suatu pilihan tertentu. Biasanya minat akan terus berkembang, dimana hal itu bersifat pilihan dan berarah serta bertujuan (Faisal & Mappiere, 1982). Selanjutnya Lyton (Yusuf, 2003) mendefinisikan minat sebagai kesukaan atau ketidaksukaan terhadap sesuatu, atau minat dapat dilihat atas dasar perbedaan suka atau ketidaksukaan terhadap sesuatu hal, pekerjaan, tugas atau kegiatan. Sejalan dengan pendapat di atas, Asad (1999), juga berpendapat bahwa minat adalah sikap yang membuat orang senang akan objek, situasi atau ide tertentu dan dapat menimbulkan kecenderungan yang tinggi terhadap sesuatu. Sedangkan menurut Whiterington (1991), minat merupakan aspek psikologis yang berpengaruh pada kesuksesan seseorang dalam melakukan suatu tugas. Seseorang akan berkemauan keras untuk mencapai sesuatu yang menjadi tujuan bila mempunyai minat yang kuat. Minat juga dapat diartikan 8 sebagai kesadaran seseorang bahwa suatu objek, seseorang, suatu soal atau suatu situasi mengandung sangkut paut dengan dirinya. Senada dengan hal itu, Crow & Crow (1984), mengemukakan bahwa minat adalah kemampuan untuk memberi rangsangan yang mendorong seseorang untuk memperhatikan sesuatu obyek atau aktifitas yang dapat memberi pengaruh terhadap pengalaman berupa pengalaman afektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri. Dengan kata lain minat dapat menjadi penyebab kegiatan dan penyebab dari partisipasi dalam kegiatan itu. Crow & Crow (1984) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi minat adalah: a. Faktor dorongan dari dalam individu, faktor ini muncul dari adanya kebutuhan dasar individu, misalnya dorongan untuk mencari pengalaman baru karena rasa ingin tahu. b. Faktor motif seseorang, individu didorong untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar dapat diterima dan diakui oleh lingkungan tersebut. c. Faktor emosional, minat berkaitan erat dengan perasaan atau emosi keberhasilan dalam suatu aktivitas memunculkan perasaan senang dan mendorong timbulnya minat untuk melakukan hal yang sama di kemudian hari. Berdasarkan pengertian minat yang dikemukakan oleh Crow & Crow dan Whiterington seperti yang telah disebutkan di atas, Bigot (Abror, 1993) menyimpulkan bahwa minat mengandung beberapa unsur, diantaranya: a. Kognisi (mengenal), minat itu didahului oleh pengetahuan dan informasi mengenai objek yang dituju oleh minat tersebut. 9 b. Emosi (perasaan), minat mengandung unsur ini karena dalam partisipasi atau pengalaman itu disertai dengan perasaan tertentu (biasanya perasaan senang). c. Konasi (kehendak), merupakan kelanjutan dari kedua unsur tersebut, yaitu yang diwujudkan dalam bentuk kemauan dan hasrat untuk melakukan suatu kegiatan, termasuk kegiatan yang diselenggarakan di sekolah. 2. Pengertian Pelatihan Sempoa Pelatihan diartikan oleh Kartono dan Gulo (2000) adalah sejumlah instruksi, perlakuan atau manipulasi yang harus dijalani oleh seseorang agar dapat memahami atau sanggup melaksanakan tugas atau peranan tertentu. Sempoa berasal dari kata “cipoa” atau “swipoa” yang artinya adalah alat hitung tradisional yang yang berasal dari Asia Timur (Widyastuti, 2002). Pelajaran Sempoa ialah teknik menghitung berdasarkan teori matematika dan menggunakan sempoa sebagai alat bantu yang terdapat manik-manik untuk digerakan ke atas ke bawah. Sempoa hanya melibatkan hitungan penambahan ( + ), pengurangan ( - ), perkalian ( x ) dan pembagian ( : ). Cara ini dapat pula mengembangkan mental atau jiwa anak-anak melalui mental aritmatika (Yayasan Aritmatika Indonesia, 1999). Menurut Supriyono dan Supriyanto (2000), aritmatika sempoa dan mental aritmatika memiliki perbedaan. Aritmatika sempoa adalah perhitungan yang dilakukan dengan sempoa, sedangkan mental aritmatika adalah perhitungan yang dilakukan dengan membayangkan sempoa. Selanjutnya Supriyono dan Supriyanto (2000) menyebutkan bahwa latihan sempoa yang dilakukan terus menerus dan teratur akan sangat bermanfaat untuk menyeimbangkan otak kiri dan kanan. 10 Pada awal belajar anak-anak diajarkan dengan sempoa kongkrit yang mempunyai bentuk, bunyi, dan warna kemudian beralih pada sempoa bayangan yang tidak bentuk, bunyi, maupun warna (Yayasan Aritmatika Indonesia, 1999). Menurut Supriyono dan Supriyanto (2000), selama ini sempoa berfungsi sebagai alat bantu untuk menyelesaikan hitung menghitung, seperti: a. Mengenalkan nilai tempat b. Mengerjakan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan cacah dan bilangan desimal c. Konversi ukuran panjang pada sistem metris d. Penerapan dalam jual beli dan secara tepat menentukan uang kembali e. Membentuk mental hitung yang cemerlang. karena secara nyata mengedepankan proses mendapatkan hasil. jika dipakai secara terusmenerus nantinya tidak lagi menggunakan sempoa tetapi hanya membayangkan saja. Widyawati (2002) menambahkan sempoa dapat menjadi media untuk mengoptimalkan kerja kedua belahan otak. Yaitu dengan mengaktifkan sel-sel neuron. Otak kiri akan dilatih dengan alternatif hitungan dalam logika sempoa, sedangkan otak kanan akan dilatih dengan imajinasi pergerakan biji-biji sempoa. Latihan terus menerus, secara langsng akan mengaktifkan sel-sel neuron. Tujuan utama mempelajari sempoa ini adalah merangsang fungsi otak sehingga berkembang dan mencapai fungsi optimal, serta meningkatkan kecepatan, ketepatan, dan ketelitian dalam berpikir, metode sempoa juga melatih konsentrasi dan daya ingat (Wiratna, 1999). 11 3. Hubungan Antara Pelatihan Sempoa Dengan Minat Belajar Matematika Matematika merupakan ilmu yang dapat membantu manusia dalam menyelesaikan masalahnya. Hal ini telah menjadi kenyataan bahwa dalam matematika sangat berarti bagi seseorang menyangkut bilangan dalam berhitung disamping itu matematika merupakan implikasi langsung dari pendidikan praktis (Kamp dan Gruijter, 1980). Berdasarkan uraian di atas, terungkap bahwa matematika merupakan sesuatu yang penting dipelajari. Namun saat ini, masih banyak guru yang mendidik dengan pendekatan tradisional dalam pengajaran matematika. Siswa belum diarahkan untuk memahami sendiri konsep-konsep matematika yang sedang dipelajari (Sukardi, 2000). Hasilnya siswa banyak yang tidak berminat mempelajari matematika. Oleh karena itu, minat siswa yang masih rendah untuk mempelajari matematika perlu ditingkatkan. Minat belajar bukan merupakan hal yang tidak dapat dirubah (Mahmud, 1979). Menurut Hurlock (1990), minat merupakan keinginan dari seseorang untuk memperhatikan suatu objek tertentu, disertai rasa senang untuk memuaskan kebutuhan. Dari pemahaman ini berarti minat seseorang akan meningkat apabila ada perasaan menyenangi terhadap suatu objek. Penumbuhan minat anak terhadap pelajaran matematika sangat penting untuk mendapat prioritas karena prestasi anak pada pelajaran ini secara umum berawal dari minatnya yang sangat tinggi yang menyebabkan motivasi belajar yang tinggi pula. Seperti yang diungkapkan Setiarini (1995), bahwa minat belajar matematika dapat ditumbuhkan dengan memunculkan rasa senang terhadap pelajaran tersebut, yang juga secara otomatis dapat mendukung keberhasilan 12 belajar siswa. Hal senada juga diungkapkan Hurlock (1993), bahwa prestasi selalu dipengaruhi oleh jenis dan intesi minat seseorang. Untuk meningkatkan minat siswa terhadap matematika, pengelola pendidikan formal dituntut lebih kreatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tidak sekedar mengajar peserta didik seperti yang dilakukan pada masa-masa sebelumnya. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, tentu saja tidak dapat terlepas dari proses belajar mengajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Nawawi (1986) yang mengatakan bahwa peningkatan kualitas pendidikan diawali dari proses belajar mengajarnya, dimana proses belajar mengajar itu sendiri merupakan kegiatan yang utama di sekolah. Davis (Nuchron, 1988) mengemukakan bahwa cara-cara pengajaran tradisional perlu diganti dengan metode baru dan menggunakan media. Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian oleh Eyler dan Giles yang membuktikan bahwa keefektifan pembelajaran dipengaruhi oleh media yang digunakan (Widyanto, 2002). Metode sempoa adalah salah satu metode yang dapat meningkatkan minat belajar siswa khususnya dalam belajar matematika. Sempoa merupakan metode yang tergolong baru dalam metode pengajaran matematika khususnya di Sekolah Dasar di Indonesia. Sempoa juga merupakan metode yang penyajiannya dikemas secara menarik dan dinamis yang bertujuan agar siswa belajar dalam suasana yang menyenangkan dan tidak mudah bosan. Hal ini yang membuat metode sempoa dapat menarik perhatian siswa pada pelajaran matematika. 13 Menurut Wiratna (1999), metode sempoa bertujuan untuk merangsang fungsi otak anak sehingga berkembang sampai mencapai fungsi optimal serta meningkatkan kecepatan, ketepatan, dan ketelitian dalam berpikir. Widyawati (2002) menambahkan sempoa dapat menjadi media untuk mengoptimalkan kerja kedua belahan otak. Yaitu dengan mengaktifkan sel-sel neuron. Otak kiri akan dilatih dengan alternatif hitungan dalam logika sempoa, sedangkan otak kanan akan dilatih dengan imajinasi pergerakan biji-biji sempoa. Latihan terus menerus, secara langsng akan mengaktifkan sel-sel neuron. Hal ini sesuai dengan pendapat De Porter dan Hernacki (1999), bahwa orang yang memanfaatkan kedua belahan otaknya cenderung seimbang dalam setiap aspek kehidupan mereka. Belajar terasa sangat mudah bagi mereka karena mempunyai pilihan untuk menggunakan bagian otak yang diperlukan dalam setiap pekerjaan yang dihadapi. Apabila belajar terasa lebih mudah bagi seorang anak, maka anak tersebut akan menyukai pelajaran yang disajikan dan akan lebih mudah menyerap pelajaran yang diterima di sekolah. Sejalan dengan pendapat di atas,Hurlock (1993) mengungkapkan bahwa minat merupakan keinginan dari seseorang untuk memperhatikan suatu objek tertentu, disertai rasa senang untuk memuaskan kebutuhan. Dari pemahaman ini berarti minat seseorang akan meningkat apabila ada perasaan menyenangi terhadap suatu objek. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan sempoa dapat menjadi media agar anak mempunyai kemampuan menghitung dengan cepat dan akurat dengan metode yang menarik dan menyenangkan sehingga anak mempunyai minat besar terhadap pelajaran matematika. 14 HIPOTESIS Ada pengaruh positif pelatihan sempoa terhadap peningkatan minat belajar matematika. Subyek yang telah mengikuti pelatihan sempoa memiliki minat belajar matematika yang lebih tinggi daripada subyek yang tidak mengikuti pelatihan sempoa. METODE PENELITIAN Identifikasi Penelitian Dalam penelitian ini variabel-variabel yang digunakan adalah: 1. Variabel tergantung : Minat belajar matematika 2. Variabel bebas : Pelatihan sempoa 3. Variabel kontrol : Intelegensi Definisi Operasional 1. Minat belajar matematika Minat belajar matematika adalah sejauhmana kecenderungan atau keinginan seseorang untuk memperhatikan suatu objek atau simbol yang berkaitan dengan matematika, yang disertai dengan rasa senang dan terlibat dalam objek atau simbol matematika tersebut. Minat belajar matematika diukur dengan skala minat belajar matematika, yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek minat yang dikemukakan oleh Bigot (dalam Abror, 1993). Aspek tersebut terdiri atas tiga aspek, yaitu (1) kognisi (mengenal), (2) emosi (perasaan) dan (3) konasi (kehendak). 2. Pelatihan sempoa Pelatihan sempoa adalah perlakuan atau manipulasi yang harus dijalani oleh seseorang berupa aktivitas berhitung dari mulai penjumlahan, pengurangan, 15 perkalian dan pembagian dengan menggunakan alat bantu hitung yang berupa manik-manik yang disusun dengan cara tertentu. 3. Intelegensi Intelegensi adalah skor yang diperoleh dari tes CPM yang digunakan untuk mengontrol subyek agar peningkatan minat belajar matematika benarbenar disebabkan oleh pelatihan sempoa bukan disebabkan oleh kemampuan intelegensi. Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Design eksperimen dalam penelitian ini adalah pretestpostest control group design. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas 3 SDN Condongcatur yang terbagi dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pembagian subyek penelitian ke dalam kelompok-kelompok tersebut dilakukan dengan metode random sampling. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala minat belajar matematika, tes CPM, modul pelatihan sempoa, lembar wawancara, catatan penilaian observasi terhadap jalannya penelitian, tape recorder. Metode Analisis Data . Adapun teknik analisis data yang akan digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah pair samples t-test. Terlebih dahulu dilakukan uji asumsi terhadap data penelitian yang diperoleh. Uji asumsi tersebut meliputi uji 16 normalitas sebaran dan uji homogenitas. Komputasi data dilakukan melalui fasilitas komputer program SPSS 12.0 for windows. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Data Penelitian a. Pretest-Posttest Kelompok Eksperimen Tabel 1 Pre test-Post test Kelompok Eksperimen Variabel Hipotetik Min Maks µ s Empirik Min Maks µ s Skor Pre test 0 1 15,5 5,156 15 25 20,92 2,906 Skor Post test 0 1 15,5 5,156 24 30 27,33 1,875 Catatan : µ = rerata ; s = standar deviasi b. Pre test-Post test Kelompok Kontrol Tabel 2 Pre test-Post test Kelompok Kontrol Variabel Hipotetik Min Maks µ s Empirik Min Maks µ s Skor Pre test 0 1 15,5 5,156 19 25 21,58 1,881 Skor Post test 0 1 15,5 5,156 19 25 21.75 1.865 Catatan : µ = rerata ; s = standar deviasi Tabel 3 Gain Score Eksperimen dan Kontrol Kelompok Hipotetik Min Maks µ Empirik s Min Maks µ s Eksperimen 0 1 15.5 5.156 2 10 5.42 2.253 Kontrol 0 1 15.5 5.156 -2 4 0.17 2.290 Catatan : µ = rerata ; s = standar deviasi 17 a. Uji Normalitas Tujuan dari uji normalitas adalah untuk menguji apakah variabel terdistribusi secara normal atau tidak. Hasil uji normalitas p menunjukkan bahwa hail sebaran variabel minat belajar matematika adalah normal ( K-SZ = 0.610 dan p=0.851 (p > 0.05). Uji homogenitas menghasilkan p=0.214 (p>0.05), artinya data bersifat homogen. Kesimpulannya data penelitian ini berdistribusi normal dan homogen, maka data penelitian ini memenuhi syarat untuk uji hipotesa dengan uji parametrik. 2. Uji Hipotesis Tabel 4 Uji t- test berdasarkan nilai pre test dan post test Hasil uji t test Kelompok t p (2 arah) Kontrol 0.252 0.806 Eksperimen 9.446 0.000 Gain Score 5.179 0.000 Tabel 4 menunjukkan bahwa paired sample t test p (1 arah) 0.403 0.000 0.000 terhadap kelompok eksperimen menghasilkan nilai p=0.000 (p<0.05) untuk hipotesis satu arah, berarti ada perbedaan minat yang signifikan antara sebelum dan setelah mengikuti pelatihan sempoa pada kelompok eksperimen. Uji paired samples t test terhadap kelompok kontrol pada tabel 16 menunjukkan p= 0.403 (p>0.05), berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor pre test dan post test skala minat belajar matematika. Dengan kata lain, kelompok kontrol yang tidak mendapatkan pelatihan sempoa memilik minat yang relatif tidak berubah. Uji paired sample t test terhadap selisih skor pre test dengan skor post test antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol atau gain score 18 didapatkan nilai t = 6,333 dengan nilai p = 0.000 (p<0.05). Artinya ada perbedaan yang sangat signifikan antara kelompok eksperimen yang mengikuti pelatihan sempoa dan kelompok kontrol yang tidak mengikuti pelatihan sempoa. Berdasarkan hasil analisis di atas, diketahui bahwa ada pengaruh positif pelatihan sempoa terhadap minat belajar matematika, subyek yang telah mengikuti pelatihan sempoa memiliki minat belajar matematika yang lebih tinggi daripada subyek yang tidak mengikuti pelatihan sempoa. Maka dengan demikian hipotesis yang diajukan penulis, diterima. PENUTUP A. Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukkan ada perbedaan skor minat belakjar matematika antara subyek yang telah mengikuti pelatihan sempoa dengan subyek yang tidak mengikuti pelatihan sempoa. Berdasarkan uji hipotesis selisih skor pre test dengan post test antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol didapatkan nilai t = 5.179 dengan nilai p = 0.000 (p<0.05). Hal ini berarti ada pengaruh positif pelatihan sempoa terhadap minat belajar matematika, dimana sebelum mengikuti pelatihan sempoa minat belajar matematikanya lebih rendah dibanding setelah mengikuti pelatihan sempoa. B. Saran-saran 1. Bagi orangtua Bagi para orangtua diharapkan untuk mendukung dan memotivasi anak dalam mengembangkan minatnya, khususnya minat belajar matematika. Hal tersebut dapat dilakukan salah satunya dengan memanfaatkan hasil penelitian ini 19 bahwa ada pengaruh positif pelatihan sempoa terhadap peningkatan minat belajar matematika. 2. Bagi pendidik dan institusi pendidikan khususnya Sekolah Dasar Bagi pendidik diharapkan dapat meningkatkan minat belajar matematika pada siswa. Hal tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan pemberian metode-metode baru yang menyenangkan bagi siswa. Sedangkan bagi institusi pendidikan khususnya sekolah dasar metode sempoa diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk diajarkan ke seluruh siswa pada institusi masing-masing, misalnya dengan cara menjadikannya sebagai salah satu materi muatan lokal. 3. Bagi peneliti selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian mengenai minat belajar matematika dan pelatihan sempoa, diharapkan untuk memperbanyak jumlah subyek penelitian dan menambah waktu pemberian perlakuan sehingga dapat memperoleh hasil penelitian yang maksimal. 20 DAFTAR PUSTAKA Abror . 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Tiara Wacana Agung, I. A & Saptono, A. 2000. Matematika Sulit Tak Mesti Les. Jakarta: Intisari Agustus 2000 Asad, M. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty Crow, L.D. & Crow, A. 1987. Psikologi Pendidikan Jilid 2 ( Terjemahan: Z. Kasijan ). Surabaya: Bina Ilmu De Porter, B & Hernacki, 1999. Quantum Lerning. Bandung: Kaifa Dalyono, 2001. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Rineka Cipta Djoko. 1994. Buku Petunjuk untuk Guru Sekolah Dasar. Yogyakarta: Menara Gading Citra Faisal, S. dan Mappiare. A. 1982. Dimensi-dimensi Psikologi. Surabaya: Usaha Nasional Ginsburg, H. P. 1985. The Development of Mathematical Thingking. New York: Acedemic Press Gunarsa, Y. D. & Gunarsa, S. D. 1986. Psikologi Anak dan Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia Hamalik, 2000. Pengembangan Sumber Daya Manusia: Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu. Jakarta : Bumi Aksara Hurlock, B. E. 1993. Perkembangan Anak Jilid 1 (Terjemahan: Meitasari Tjandrasa & Muslichati Zakarsih). Jakarta: Erlangga __________. 1998. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga Irwanto; Elia, H; Hadisoepadma, A; Priyani, M. S. R; Wismanto, Y. B; & Fernandes, C. 1991. Psikologi Umum: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Kamp, L.J. & Gruijter. 1980. Psychometries and Educational Debates. New York : John Wiley Mahmud, M.D.1979. Diktat: Psikologi Pendidikan. Jilid 1. Yogyakarta : FIP IKIP Yogyakarta 21 Muryono. 2000. Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Tugas Guru Terhadap Prestasi Belajar Bidang Studi Matematika. Jurnal Anima, Indonesian Psychology Journal, 15, (III), 246-254 Nawawi, H. 1986. Administrasi Sekolah. Jakarta: Ghalia Yusuf, K. 2003. Hubungan antara Kecemasan dan Minat Belajar dengan Prestasi Belajar Matematika. Tesis (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Nuchron. 1988. Efektivitas Penggunaan Media Pendidikan. Yogyakarta: Penelitian FPTK IKIP Republika. 2000. Pelajaran Matematika Menjadi Momok yang Menakutkan Bagi Sebagian Siswa. Jakarta: Republika, 5 November 2000 Republika. Mencongak Bikin Anak lebih Kreatif. Jakarta: Republika, 26 Februari 2004 Ridha, I. 2003. Reorientasi Pembelajaran Matematika. http://www.pikiranrakyat.com.17/02/05 Setiarini, S. 1995. Perbedaan Minat Belajar Matematika Melalui Media Gambar Dan Angka Pada Anak Kelas 1 SD. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Supriyono & Supriyanto, 2000. Abakus 2: Berhitung Cepat dan Tepat untuk Sekolah Dasar Kelas 3. Surabaya: SIC Tim Bianglala. 1999. Mental Aritmatika. Jakarta: Bianglala No. 9 edisi Maret 1999 Usman, M. U. 1995. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Rosdakarya Whiterington, 1991. Psikologi Pendidikan. (Penerjemah M. Buchori). Yogyakarta: Rineka Cipta. Widyanto, B. 2002. Student Active Learning : Latar Belakang Kemunculan dan Prinsip-prinsipnya. Widya Dharma, No.1, Tahun XIII Wiratna, A. 1999. Perkembangan Dunia Dalam Otak Anak. Makalah Seminar Yayasan Aritmatika Indonesia. Jakarta: Yayasan Aritmatika Indonesia Yayasan Aritmatika Indonesia, 1999. Pengenalan Aritmatika. http://www.aritmatikaindonesia.com/pengenalan.html10/01/05 Kazoeru, 2005. Sejarah Sempoa.www.kazoerufantastic.bizhosting.com/02/02/05 http;//www.umc.or.id/datas/mental.html10/01/05