BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Sosial Masyarakat

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Perubahan Sosial
Masyarakat senantiasa mengalami suatu perubahan di dalam kehidupan sosialnya
serta tidak dapat dibayangkan jika di suatu keadaan tetap dan diam, melainkan suatu proses
yang tidak berhenti. Karena di dalam masyarakat akan selalu ada tindakan yang dilakukan,
ada perubahan tertentu yang terjadi dan ada suatu proses yang akan selalu bekerja. Karena di
dalam
masyarakat
terjadi
hubungan
antar
individu,
jaringan
hubungan
ikatan,
ketergantungan, pertukaran dan lain sebagainya akibat hidup bersama dan saling
mempengaruhi. Semua masyarakat akan senantiasa berubah dengan derajat kecepatan dan
tempo yang berbeda-beda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya.
Perubahan-perubahan pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial
yang wajar. Oleh karena itu, setiap
manusia
mempunyai
kepentingan
yang
tak
terbatas. Perubahan sosial ini akan berlangsung terus menerus dalam suatu masyarakat.
Perubahan- perubahan
masyarakat
yang
masyarakat
yang
lama
akan
dapat
nampak
dibandingkan
setelah
tatanan
sosial
dan kehidupan
dengan tatanan sosial dan kehidupan
baru. Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami
perubahan-perubahan, yang dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang
mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas,
serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, tetapi ada juga yang berjalan dengan
cepat.
Universitas Sumatera Utara
Moore (1967) mendefenisikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi
pada struktur-struktur sosial, yakni pada pola-pola perilaku sosial. Perubahan sosial
dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau mencakup sistem
sosial. Lebih tepatnya, terdapat perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam jangka
waktu berlainan. Dapat dikatakan kalau konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga
gagasan: (1) perbedaan, (2) pada waktu berbeda, dan (3) diantara keadaan sistem sosial yang
sama. Sebagai suatu pedoman, maka dapat dirumuskan bahwa perubahan-perubahan sosial
adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu
masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosial, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap
dan pola-pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Perubahan-perubahan hanya akan dapat ditemukan oleh seseorang yang sempat
meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu dan membandingkannya
dengan susunan dan kehidupan masyarakat pada waktu yang lampau. Seseorang yang tidak
sempat menelaah susunan dan kehidupan masyarakat desa di Indonesia misalnya akan
berpendapat bahwa masyarakat tersebut statis, tidak maju, dan tidak berubah. Pernyataan
demikian didasarkan pada pandangan sepintas yang tentu saja kurang mendalam dan kurang
teliti, karena tidak ada suatu masyarakat pun yang berhenti pada suatu titik tertentu sepanjang
masanya. Alfred (dalam Sztompka, 2004), menyebutkan bahwa tidak boleh dibayangkan
sebagai keadaan yang tetap, tetapi sebagai proses, bukan objek semu yang kaku tetapi sebagai
aliran peristiwa teus menerus tiada henti. Diakui bahwa masyarakat kelompok (kelompok,
komunitas, organisasi) hanya dapat dikatakan ada sejauh dan selama terjadi sesuatu
didalamnya, seperti adanya tindakan perubahan dan proses tertentu yang senantiasa bekerja.
Ada beberapa desa di Indonesia sudah mengenal perdagangan, alat transportasi modern,
bahkan dapat mengikuti berita-berita mengenai daerah lain melalui radio, televisi, dan
sebagainya yang kesemuanya belum dikenal sebelumnya. Desa Bagan Percut misalnya,
Universitas Sumatera Utara
walaupun pemukiman di wilayah pesisir dan segala aspek terbatas dalam menjangkau
perkembangan tetapi dengan kehadiran wisata kuliner dan dengan perkembangan jaman
masyarakat sudah mulai terbuka dan mengalami suatu proses perubahan dan juga dibantu
oleh kemajuan teknologi. Menurut penelitian jurnal terdahulu Ermawati (2014) mengatakan
Persoalan gaya hidup tidaklah sederhana seperti halnya potret kehidupan kelas menengah,
dan kelas atas. Urusan gaya hidup bukan pula monopoli orang-orang yang berduit maupun
orang kota saja. Sebenarnya orang-orang desa kelas bawahpun dapat memakai model gaya
hidup tertentu, contohnya dalam hal pakaian dan tempat nongkrong, meskipun hanya
sandiwara, meniru-niru atau berpura-pura. Gaya hidup kini bukan lagi monopoli suatu kelas
tertentu, tetapi sudah lintas kelas, di mana kelas atas, menengah, dan bawah sudah
bercampur-campur dan terkadang dipakai berganti-ganti.
Soekanto (484-485:1990) mendefinisikan perspektif Herbert Spencer mengenai teori
evolusi sebagai serentetan perubahan kecil secara pelan-pelan dan kumulatif yang terjadi
dengan sendirinya dan memerlukan waktu lama. Evolusi dalam masyarakat adalah serentetan
perubahan yang terjadi karena usaha-usaha masyarakat tersebut untuk menyesuaikan diri
dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan
masyarakat. Perubahan ini tidak harus sejalan dengan rentetan peristiwa di dalam sejarah
masyarakat yang bersangkutan. Spencer berpendapat bahwa orang-orang cakap dan bergairah
(enerjik) yang akan mampu memenangkan perjuangan hidup dan berhasil, sedang orang yang
malas dan lemah akan tersisih dengan sendirinya dan kurang berhasil dalam hidup.
Kelangsungan hidup keturunan manusia lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan tenaga
hidupnya. Kekuatan hidupnyalah yang mampu mengatasi kesukaran ujian hidup, termasuk
kemampuannya menyesuaikan diri (berevolusi) dengan lingkungan fisik dan sosial yang
selalu berubah dari waktu ke waktu. Penganut teori ini percaya bahwa perubahan sosial bisa
direncanakan atau diarahkan ke suatu titik tujuan tertentu. Masyarakat berkembang dari
Universitas Sumatera Utara
tradisional menuju masyarakat kompleks modern. Berdasarkan jenis teori evolusi menurut
Herbert Spancer berpendapat bahwa masyarakat bertahap berkembang dari primitif,
tradisional, dan bersahaja menuju masyarakat modern serta masyarakat berkembang dalam
tahapan yang pasti untuk diterapkan dalam kehidupan sosialnya. Alasan
menggunakan teori evolusi adalah skripsi ini
membahas tentang perubahan sosial
masyarakat Desa Bagan Percut dari yang bersifat
heterogenitas
yang
logis.
evolusi
juga
mengapa
hegemonitas
tak
beraturan
ke
menggambarkan bagaimana masyarakat
berkembang dari masyarakat yang primitif menuju masyarakat maju. teori evolusi juga
menggabungkan antara pandangan subjektif tentang nlai dan tujuan akhir dari adanya
perubahan sosial, perubahan yang secara bertahap dan perlahan, yang awalnya
sederhana kemudian berubah menjadi modern.
Seperti pada umumnya masayarakat mayoritas yang telah masuk masyarakat dari luar
akan membawa suatu perubahan bagi masyarakat. Keanekaragaman norma serta nilai
memungkinkan generasi baru untuk memilih berbagai pola hidup atau mengkombinasikan
kembali dengan unsur-unsur kebudayaan dengan pola baru yang dianggap sesuai. Didalam
masyarakat majemuk yang terbawa dari luar yang mendatangkan lingkungan masyarakat
yang mayoritas maka mereka berjuang untuk menyamai gaya hidup kota yang sebagai
panutanya adalah pelaku wisata kuliner Bagan Percut. Menurut Chaney, gaya hidup
merupakan pola-pola tindakan yang membedakan satu orang dengan yang lainnya (Bagong,
2013). Gaya hidup merupakan sebuah dunia modern. Siapapun yang hidup dalam masyarakat
modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya
sendiri. Setiap masyarakat masing-masing memiliki tujuan hanya saja, masyarakat itu sendiri
yang memilih dan menentukan apa yang diinginkanya di dalam kehidupan tersebut. Jadi
setiap masyarakat atau setiap kelompok masyarakat dilingkungan yang mengalami adanya
suatu keberadaan wisata kuliner tentunya mengalami perubahan-perubahan. Soemardjan
Universitas Sumatera Utara
(1990) mengatakan bahwa perubahan sosial pada umumnya bisa berasal dari berbagai
sumber, perubahan penemuan-penemuandan inovasi teknologi dan pembangunan, apabila
diterapkan dalam skala yang cukup besar, mungkin menimbulkan perubahan menuju
kebiasaan-kebiasaan berpikir dan bertindak. Lebih jauh Soemardjan (1990) mengatakan
perubahan sosial dapat dibagi menjadi dua katagori yaitu perubahan yang disengaja dan
perubahan yang tidak disengaja. Perubahan yang disengaja adalah perubahan yang telah
diketahui dan direncanakan sebelumnya oleh para anggota masyarakat yang berperan sebagai
pelopor perubahan. Perubahan yang tidak disengaja yaitu sebaliknya seperti perubahan yang
tidak diketahui atau tidak direncanakan. Dengan demikian wisata kuliner yang dibangun oleh
anggota masyarakat menjadi perubahan yang direncanakan jadi wisata kuliner yang dibangun
dengan sengaja oleh masyarakat sekitar akan menjadi faktor penyebab terjadinya perubahan
sosial.
Pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya
secara sadar dan terencana (Riyadi dkk, 2005). Pembangunan merupakan proses perubahan di
segala bidang kehidupan terutama pada perubahan sosial yang terkait dengan wisata kuliner
Bagan Percut. Hal yang mendorong terjadinya perubahan yaitu adanya pembangunan wisata
kuliner dengan demikian keberadaan wisata kuliner maka adanya aktivitas wisata di
lingkungan masyarakat sekitar di Desa Bagan Percut, adanya aktivitas wisata justru sangat
menarik masyarakat sekitar terutama masyarakat Desa Bagan Percut untuk terkait di
dalamnya. Jadi, wisata kuliner yang dibangun dapat memicu perubahan sosial dan
masyarakat mulai bersifat konsumtif ataupun dapat meniru dan mengikuti perkembangan
melalui adanya wisata kuliner Desa Bagan Percut.
Sebagai hasil pendukung, menurut penelitian Rahayu (2014) pariwisata
menimbulkan perubahan-perubahan pada pola perilaku sosial nilai-nilai
sosial,
dapat
norma-
norma sosial di dalam masyarakat setempat. Dimana dalam kepariwisatawan kadang
Universitas Sumatera Utara
kala tidak sejalan dengan nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola prilaku sosial,
yang ada dalam masyarakat setempat. Kehidupan masyarakat dapat dibandingkan antara
sebelum dan sesudah perkembangan pariwisata dapat mengenal surat kabar, listrik, dan
televisi. Perubahan-perubahan dalam suatu masyarakat dapat mengenai norma-norma,
pola-pola prilaku, organisasi susunan dan stratifikasi masyarakat dan juga lembaga
masyarakat.
Perubahan sosial pada masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain tidaklah
sama, karena perubahan sosial tidak selalu terjadi pada semua ruang lingkup struktur sosial
dalam masyarakat, adakalanya perubahan sosial hanya terjadi pada beberapa ruang lingkup
struktur sosial di masyarakat, hal ini sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya perubahan
yang terjadi di tempat tersebut.
2.2
Faktor Penyebab Perubahan Sosial
Perubahan sosial bukanlah sebuah proses yang terjadi dengan sendirinya. Pada
umumnya ada dari berbagai faktor syang membawa perubahan, masyarakatlah yang sangat
berperan didalam proses terjadinya perubahan sosial untuk dapat memahami lebih dalam
mengenai perubahan sosial, perlu kiranya mengetahui mengenai faktor-faktor yang menjadi
penyebab perubahan itu bisa terjadi sebagai akibat adanya sesuatu oleh masyarakat. Selain itu
mungkin juga disebabkan adanya faktor-faktor baru yang masyarakat menganggap memiliki
manfaat yang lebih besar bagi kehidupannya. Menurut Saryani (2015) di dalam penelitianya
menyatakan bahwa penyebab terjadinya perubahan sosial diakibatkan karena terlibatnya
masyarakat dalam aktivitas wisata sehingga dapat terjadi interaksi secara langsung ataupun
tidak langsung yang dapat mempengaruhi masyarakat sekitar. Hal yang senada dengan
Traoeprajetka (1998) mengatakan kegiatan wisata merupakan kegiatan yang dapat
mempertemukan manusia dengan suatu keadaan diluar lingkungannya serta dapat
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan rasa kagum, rasa kenyamanan bahkan dapat pula menimbulkan tantangan pada
dirinya.
Adapun faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial yaitu :
a. Adanya Kontak dengan Kebudayaan Lain
Kontak dengan kebudayaan lain dapat menyebabkan manusia saling berinteraksi dan
mampu menghimpun penemuan-penemuan baru yang telah dihasilkan. Penemuan-penemuan
baru tersebut dapat berasal dari kebudayaan asing atau merupakan perpaduan antara budaya
asing dengan budaya sendiri. Proses tersebut dapat mendorong pertumbuhan suatu
kebudayaan dan memperkaya kebudayaan yang ada.
b. Sistem Pendidikan Formal yang Maju
Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama membuka pikiran
dan mem-biasakan berpola pikir ilmiah, rasional, dan objektif. Hal ini akan memberikan
kemampuan manusia untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya dapat memenuhi
perkembangan zaman atau tidak.
c. Sikap Menghargai Hasil Karya Orang Lain
Penghargaan terhadap hasil karya seseorang akan mendorong seseorang untuk
berkarya lebih baik lagi, sehingga masyarakat akan semakin terpacu untuk menghasilkan
karya-karya lain.
d. Sistem Terbuka Masyarakat ( Open Stratification ).
Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal atau horizontal yang lebih
luas kepada anggota masyarakat. Masyarakat tidak lagi mempermasalahkan status sosial
Universitas Sumatera Utara
dalam menjalin hubungan dengan sesamanya. Hal ini membuka kesempatan kepada para
individu untuk dapat mengembangkan kemampuan dirinya.
e.
Orientasi ke Masa Depan
Pemikiran yang selalu berorientasi ke masa depan akan membuat masyarakat selalu
berpikir maju dan mendorong terciptanya penemuan-penemuan baru yang disesuaikan
dengan perkembangan dan tuntutan zama
2.3
Daya Tarik Wisata Kuliner
Wisata kuliner menjadi suatu alternative dalam mendukung potensi wisata
alam, wisata budaya, wisata budaya serta wisata buatan. Wisata kuliner ini menjadi bagian
dari jenis wisata yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, karena pada dasarnya
manusia butuh makan untuk kelangsungan hidupnya. Akan tetapi, pada era modrenisasi saat
ini makan merupakan sebuah gaya hidup dan menjadi trend dikalangan masyarakat dalam
wisata kuliner yang memiliki khas makanan , kuliner yang menarik, pelayan yang ramah,
tempat yang menarik akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
Desa Bagan Percut merupakan daerah wilayah pesisir yang memiliki kekayan alam
dan perikanan, hasil-hasil tangkapan tersebut seperti aneka seafood menjadi aset bagi wisata
kuliner Bagan Percut. Tidak hanya makanan yang khas akan tetapi, pengunjung dapat
berbelanja terlebih dahulu, menaiki perahu, dan dapat menikmati musik dari fasilitas restoran
tersebut. Adapun komponen-komponen yang menjadi daya tarik tersendiri dari wisata kuliner
(Suryadana, 2009) yaitu:
1.
Keragaman aktivitas kuliner.
2.
Makanan khas.
3.
Lokasi yang nyaman dan bersih.
Universitas Sumatera Utara
4.
Kawasan yang unik dan menarik.
5.
Pelayanan yang baik.
6.
Peluang bersosialisasi.
7.
Interaksi budaya dengan kuliner.
8.
Suasana kekeluargaan.
9.
Lingkungan yang menarik.
Daya tarik wisata kuliner penting bagi setiap daerah yang mendirikan pariwisata di
bidang wisata kuliner karena dengan adanya daya tarik yang khas dan unik maka dapat
menarik pengunjung dan menjadikan trend wisata di suatu daerah. Akan tetapi tidak dari segi
wisatanya saja yang menjadi daya tarik, pelayan yang ramah dan masyarakat setempat yang
ramah akan menjadi hal yang menarik bagi pengunjung. Desa Bagan Percut misalnya yang
penduduknya lebih dominan suku Melayu yang identik dengan keramahanya ditambah
masyarakat-masyarakat pesisir memiliki sistem hubungan sosial yang erat dan bersifat
terbuka.
2.4 Sistem Sosial
Sistem sosial bisa diartikan sebagai suatu keseluruhan dari unsur-unsur sosial yang
berkaitan atau yang berhubungan satu dengan yang lain., serta saling mempengaruhi didalam
suatu kelompok masyarakat. Aktivitas merupakan suatu wujud kebudayaan yang merupakan
sebagai tindakan berpola dari manusia didalam masyarakat tersebut. Sistem merupakan suatu
istilah yang artinya ialah menggabungkan, untuk mendirikan, ataupun untuk menempatkan
bersama. Sistem merupakan suatu kumpulan elemen berhubungan yang menjadi kesatuan /
kebulatan yang kompleks. Sistem adalah suatu jaringan kerja dari suatu prosedur yang saling
berinteraksi / berhubungan , untuk dapat menjalankan fungsi dari masing-masing untuk
menghasilkan maupun menyelesaikan sesuatu yang menjadi tujuan bersama. Adanya
Universitas Sumatera Utara
aktivitas wisata kuliner mengakibatkan terlibatnya masyarakat sekitar yang menghasilkan
adanya suatu kumpulan dalam berhubungan satu dengan yang lainnya untuk menjalankan
suatu tujuan bersama.
Menurut Alvin (1980), menyatakan bahwa dalam suatu sistem sosial paling tidak
harus terdapat dua orang atau lebih yang mana di antara keduanya yang terjadi interaksi yang
mempunyai tujuan dan memiliki struktur, simbol, dan harapan bersama. Sistem sosial pada
dasarnya terbentuk dari interaksi antar individu yang berkembang menurut standar penilaian
dan kesepakatan bersama yaitu pedoman pada norma-norma sosial. Menurut Robert (1985),
bahwa inti dari setiap sistem sosial adalah selalu ada hubungan timbal balik yang artinya apa
yang terjadi kemarin merupakan perualangan dan yang sebelumnya dan besok akan diulang
kembali dengan cara yang sama. Di dalam sistem sosial terdapat prinsip-prinsip tertentu yang
berhubungan dengan keseragaman anggapan tentang kebenaran sehingga keseimbangan
hubungan sosial kelompok dapat lebih terjamin.
2.5 Pola Perilaku Sosial
Hurlock (2003:261) berpendapat bahwa perilaku sosial menunjukkan kemampuan
untuk menjadi orang yang bermasyarakat. Lebih lanjut lagi, perilaku sosial adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku umum yang ditunjukkan oleh
individu dalam masyarakat, yang pada dasarnya sebagai respons terhadap apa yang dianggap
dapat diterima atau tidak dapat diterima oleh seseorang. Perilaku tersebut ditunjukkan
dengan perasaan, tindakan, sikap, keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap orang
lain. Perilaku sosial adalah aktifitas fisik dan psikis seseorang terhadap orang lain atau
sebaliknya dalam rangka memenuhi diri atau orang lain yang sesuai dengan tuntutan sosial.
Sebagai makhluk sosial, seorang individu sejak lahir hingga sepanjang hayatnya
senantiasa berhubungan dengan individu lainnya atau dengan kata lain melakukan relasi
Universitas Sumatera Utara
interpersonal. Dalam relasi interpersonal itu ditandai dengan berbagai aktivitas tertentu, baik
aktivitas yang dihasilkan berdasarkan naluriah semata atau justru melalui proses
pembelajaran tertentu. Berbagai aktivitas individu dalam relasi interpersonal ini biasa disebut
perilaku sosial. Dengan demikian akan muncul beberapa macam pola perilaku sosial
masyarakat Desa Bagan Percut dengan adanya aktivitas wisata maka munculnya ciri-ciri
respon interpersonal setiap individu yang mengalami berbagai macam kecenderungan
tersebut. Aktvitas wisata yang didalamnya terdapat berbagai kegiatan atau sekumpulan
kelompok dari berbagai-bagai kalangan dan profesi cenderung adanya pola perilaku sosial.
2.6 Organisasi Sosial
Menurut Stephen Robbins (dalam Sobirin, 2007:5) organisasi adalah unit sosial yang
sengaja didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih
yang bekerja bersama-sama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja tertentu yang
terstruktur, dan didirikan untuk mencapai tujuan bersama atau satu set tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Organisasi sosial dapat diartikan sebagai perkumpulan sosial yang
dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum,
yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan
negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi
sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
Organisasi sosial merupakan tata cara yg telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar
manusia dalam sebuah wadah yang disebut dengan Asosiasi. Asosiasi memiliki seperangkat
aturan, tata tertib, anggota dan tujuan yang jelas, sehingga berwujud kongkrit.
Menurut Schein (dalam Ibrahim, 2003:67) bahwa di dalam organisasi ada koordinasi,
tujuan bersama, pembagian kerja, dan integrasi. Koordinasi muncul dari adanya kenyataan
bahwa setiap individu tidak akan dapat memenuhi kebutuhan dan harapannya seorang diri,
Universitas Sumatera Utara
setelah beberapa orang mengkoordinir usaha bersama maka mereka merasa lebih banyak
berhasil daripada kalau mereka melakukan sendiri-sendiri. Tentu saja organisasi sudah
mendarah daging menjadi suatu wadah yang dapat menampung segala aspirasi dan tujuan
kelompok masyarakat yang nantinya akan menimbulkan keharmonisan dalam bermasyarakat.
Masalah organisasi terletak pada keberadan tujuan sebuah organisasi. Thompson
(dalam Liliweri:1997), tujuan organisasi adalah suatu objek yang bersifat abstrak dari
organisasi, dia merupakan cita-cita ideal yang harus dicapai oleh semua anggota organisasi.
Tujuan organisasi merupakan pikiran yang mendominasi masa depan, dominasi itu yang
mendorong anggota organisasi mengadakan koalisi. Tanpa adanya sebuah tujuan dalam
pembentukan organisasi maka tidak akan ada manfaat dari sebuah organisasi. Karena tujuan
organisasi merupakan bentuk mutlak yang ada dalam struktur keorganisasian agar dapat
berdiri tegak sesuai dengan keinginan para anggotanya.
Berdasarkan definisi organisasi sosial seperti yang telah disebutkan di atas, menurut
Sobirin (2007) organisasi pada dasarnya mempunyai lima karakteristik
utama yaitu sebagai berikut :
1. Unit atau entitas sosial, meski bukan sebagai realitas fisik, bukan berarti bahwa
organisasi tidak membutuhkan fasilitas fisik. Fasilitas fisik seperti gedung, peralatan
kantor, maupun mesin-mesin masih tetap dibutuhkan (meski tidak harus dimiliki)
karena dengan fasilitas fisik inilah sebuah organisasi bisa melakukan kegiatannya. Di
samping itu dari fasilitas fisik ini pula orang luar mudah mengenali adanya entitas
sosial.
2. Beranggotakan minimal dua orang, siapapun yang mendirikan organisasi atau
berapapun banyaknya, yang pasti manusia dianggap sebagai unsur utama dari
organisasi. Sebab tanpa keterlibatan unsur manusia sebuah entitas sosial tidak bisa
Universitas Sumatera Utara
dikatakan sebagai organisasi. Dengan kata lain salah satu persyaratan agar sebuah
entitas sosial disebut sebagai organisasi adalah harus beranggotakan dua orang atau
lebih agar kedua orang tersebut bisa saling bekerja sama, melakukan pembagian kerja
dan agar terdapat spesialisasi dalam pekerjaan.
3. Berpola kerja yang terstruktur, untuk dikatakan sebagai organisasi sebuah unit sosial
harus bernaggotakan minimal dua orang di mana keduanya bekerja secara
terkoordinasi dan mempunyai pola kerja yang terstruktur.
4. Mempunyai tujuan, organisasi didirikan bukan untuk siapa-siapa dan bukan tanpa
tujuan. Artinya tujuan didirikannya sebuah organisasi adalah agar sekelompok
manusia yang bekerja dalam satu ikatan kerja lebih mudah mencapai tujuannya
ketimbang mereka harus bekerja sendiri-sendiri.
5. Mempunyai identitas diri, jika sekelompok manusia diorganisir untuk melakukan
kegiatan maka jadilah sekelompok manusia tersebut entitas sosial yang berbeda
dengan entitas sosial lainnya.
Organisasi dibentuk karena adanya sebuah tujuan dari setiap masyarakat yang
membentuk suatu organisasi. Organisasi kerap muncul dimana saja salah satunya di kawasan
wisata, karena kawasan wisata perlu adanya suatu organisasi untuk menguatkan atau menjaga
agar tetap berkembangnya wisata yang terdapat di suatu daerah.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Gaya Hidup
Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam
aktivitas, minat, dan opininya menurut Assael (1984), gaya hidup menggambarkan
“keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Kotler, 2002).
Menurut Minor dan Mowen (2002), gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup,
bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu. Selain itu, gaya
hidup menurut Suratno dan Rismiati (2001) adalah pola hidup seseorang dalam dunia
kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat yang
bersangkutan. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan
lingkungan. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang
yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapatnya dalam membelanjakan uangnya dan
bagaimana mengalokasikan waktu.
Gaya hidup individu, yang dicirikan dengan pola perilaku individu, akan memberi
dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain. Dalam
“kesehatan” gaya hidup seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan individu agar
merubah gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada si individu saja, tetapi juga merubah
lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang mempengaruhi pola perilakunya. Harus
disadari bahwa tidak ada aturan ketentuan baku tentang gaya hidup yang “sama dan cocok”
yang berlaku untuk semua orang. Budaya, pendapatan, struktur keluarga, umur, kemampuan
fisik, lingkungan rumah dan lingkungan tempat kerja, menciptakan berbagai “gaya” dan
kondisi kehidupan lebih menarik, dapat diterapkan dan diterima (Ari, 2010).
Menurut pendapat Amstrong dalam Nugraheni (2003) gaya hidup seseorang dapat
dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk
mendapatkan atau mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk didalamnya proses
Universitas Sumatera Utara
pengambilan keputusan pada penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Lebih lanjut Amstrong
dalam Nugraheni (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup
seseorang ada 2 faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor
yang berasal dari luar (eksternal).
Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup berasal dari dalam (internal) dan dari
luar (eksternal). Faktor internal meliputi sikap, pengalaman dan pengamatan, kepribadian,
konsep diri, motif , dan persepsi. Adapun faktor eksternal meliputi kelompok referensi,
keluarga, kelas sosial, dan kebudayaan. Masyarakat Desa Bagan Percut yang mengalami
suatu perubahan sosial terhadap gaya hidup akan dipengaruhi oleh faktor internal atau
eksternal yang masing-masing setiap perubahan sosial pada gaya hidup memiliki alasan
tersendiri dan faktor tersendiri.
Universitas Sumatera Utara
Download