ANALISIS NILAI KOHESI DAN KOHERENSI DALAM TERJEMAHAN AL-QUR’AN SURAH AL AL ZALZALAH ) ) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar [email protected]. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Makassar [email protected]. This study aimed to describe the value of cohesion and coherence contained in the translation of the Qur'an surah Al Zalzalah. This study was a qualitative descriptive research, research data collection techniques using three techniques namely, inventory, rading and understanding, and record keeping. The data analysis used the coding of data, classification data, and the determination of the data. The results showed that the cohesion markers used in the translation of surah Al Zalzalah discourse are: 1) reference, 2) pronouns, ie pronouns second person, and third, the relative pronoun, the pronoun pointer, pen pronouns and pronouns owner, 3 ) conjunctions, namely temporal conjunctions, coordinating conjunctions, subordinating conjunctions, and conjunctions koorelatif, and 4) a causal ellipsis. It mean that there was a coherence in the translation of surah Al Zalzalah discourse are: the addition or addition, pronouns, repetition or repetition, match words or synonyms, in whole or in part, a comparison or ratio of conclusions or results. Keywords: Cohesion, Coherence, sura Al Zalzalah Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai kohesi dan koherensi yang terdapat dalam terjemahan Al-Qur’an surah Al Zalzalah. Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif, Teknik pengumpulan data penelitian menggunakan tiga teknik yakni, inventarisasi, baca simak, dan pencatatan. Teknik analisis data menggunakan pengodean data, pengklasifikasian data, dan penentuan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemarkah kohesi yang digunakan dalam wacana terjemahan surah Al Zalzalah adalah: 1) referensi, 2) pronomina, yaitu kata ganti orang kedua, dan ketiga, kata ganti penghubung, kata ganti penunjuk, kata ganti penanya dan kata ganti empunya, 3) konjungsi, yaitu konjungsi temporal, konjungsi koordinatif, konjungsi subordinatif, dan konjungsi koorelatif, dan 4) elipsis kausal. Sarana koherensi yang terdapat di dalam wacana terjemahan surah Al Zalzalah adalah: penambahan atau adisi, pronomina, pengulangan atau repetisi, padan kata atau sinonim, keseluruhan atau bagian, komparasi atau perbandingan simpulan atau hasil. Kata Kunci: Kohesi, Koherensi, surah Al Zalzalah I. PENDAHULUAN Alquran sebagai kitab suci umat Islam yang ditulis dalam bahasa Arab memiliki susunan yang telah terpola dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa Arab. Sedangkan bahasa Arab sendiri merupakan bahasa yang memiliki aturan-aturan dan kaidah-kaidah kebahasaan yang sama dengan bahasabahasa lainnya. Susunan ayat-ayat alquran yang telah ditata dengan rapi adalah wahyu Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Muhammad saw. dan tak satu ayat pun yang ketinggalan (Bakri dalam Rahmijah, 2002: 2). Berbagai fenomena yang terjadi di alam ini, dapat dikaji dalam analisis wacana. Peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan pertentangan di dalam kehidupan, dapat dijadikan wacana yang sangat menarik untuk dianalisis. Kisah-kisah di dalam Alquran merupakan petunjuk yang berguna bagi para penyeru kebenaran dan orang-orang yang diseru kepada kebenaran. Selain kisah-kisah umat terdahulu, Alquran juga mengandung janji-janji Allah berupa kenikmatan dan kebahagiaan surga jannatunna’im bagi orang-orang yang taat dan patuh kepada-Nya dan ancamanancaman Allah akan siksa neraka bagi mereka yang mengingkari-Nya. Alquran juga berisi tentang dahsyatnya hari kiamat. Salah satu surah yang menggambarkan kejadian di hari kiamat nanti adalah surah Al zalzalah . Analisis wacana menginterpretasikan sebuah ujaran dengan memperhatikan konteks, sebab konteks merupakan penentu dalam memaknai suatu ujaran. Konteks yang dimaksudkan adalah konteks yang meliputi konteks linguistik dan konteks etnografi. Konteks linguistik berupa rangkaian kata yang mendahului atau yang mengikuti, sedangkan konteks etnografi berbentuk serangkaian ciri faktor etnografi yang melingkupinya. Pemandangan yang diilustrasikan ketika hari kiamat tiba di dalam surah Alzalzalah menimpa gunung-gunung dan manusia. Gunung-gunung yang begitu kokoh dan tegar tertancap di bumi, tibatiba saja sepeti buku yang dihamburhamburkan tertiup angin puting beliung. Demikian pula halnya dengan manusia yang begitu kecil dan kerdil di bawah bayang-bayang gunung, meskipun banyak jumlahnya. Mereka saling bertebaran ke sana ke mari persis seperti anai-anai yang berterbangan tanpa arah dan tujuan karena kebingungan mencari perlindungan. Oleh sebab itu, dipilihlah kata Alzalzalah sebagai penggambaran keadaan tersebut.Alzalzalahmengisahkan sebuah kejadian yang mahadahsyat yang akan terjadi. Tidak satupun mahluk Allah yang dapat mengunkapkan kepastian waktu terjadinya kiamat tersebut. Sebagai sebuah wacana, terjemahan surah Al zalzalah mengandung tema dan pesan yang hendak disampaikan kepada ummat manusia. Untuk mengetahui makna tema dan pesan tersebut, perlu diadakan penelitian. Hal tersebut yang mendorong peneliti untuk menganalisis terjemahan surah Alzalzalahdengan pendekatan analsis wacana. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Latief (dalam Rahmijah, 2002: 12) bahwa untuk memahami dan mengkaji Alquran, setidaknya diperlukan pisau analisis yang setara dengan corak yang dimilikinya, yakni pendekatan bahasa. Bahasa juga merupakan salah satu alat dalam analisis wacana. Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran, namun dapat juga berupa satu kalimat atau satu ujaran. Wacana yang merupakan rangkaian kalimat atau ujaran, harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, yaitu prinsip keutuhan (unity) dan prinsip kepaduan (coherent). Pemahaman ini mengacu kepada wacana yang kohesif dan koheren. Kohesi adalah keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana, sedangkan koheren merupakan kepaduan wacana, sehingga wacana tersebut mengandung satu ide yang dapat dipahami oleh penyapa dan pesapa. Namun, ada juga wacana yang kohesif tetapi tidak koheren. Apapun bentuknya, wacana mengasumsikan adanya penyapa (adressor) dan pesapa (adresse). Dalam wacana lisan, penyapa adalah pembicara dan pesapa adalah pendengar. Sedangkan dalam wacana tulisan, penyapa adalah penulis dan pesapa adalah pembaca (Djajasudarma, 1994: 4). Menurut Tarigan (2009: 48), wacana dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, tergantung dari sudut pandangan kita, yaitu : berdasarkan tertulis tidaknya wacana, berdasarkan langsung atau tidaknya pengungkapan wacana, dan berdasarkan cara penuturan wacana. Berdasarkan media yang mewujudkan wacana, wacana dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu lisan dan tulisan. Wacana lisan cenderung kurang terstruktur secara gramatikal, penataan subordinatif lebih sedikit, jarang menggunakan piranti penghubung (alat kohesi), dan frasa benda tidak panjang. Sebaliknya, wacana tulis cenderung gramatikal, penataan subordinatif lebih banyak, menggunakan piranti hubung, frasa benda panjang, dan berstruktur subjek-predikat. Berdasarkan cara penyususnan isi dan sifatnya, wacana dapat dibedakan atas, wacana naratif, prosedural, hortatorik, ekspositorik, dan deskriptif. 1) Wacana naratif Wacana naratif adalah wacana yang merupakan rangkaian tuturan yang menceriterakan atau menyajikan suatu peristiwa atau kejadian dengan menonjolkan pelaku atau tokoh dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Kekuatan wacana ini terletak pada urutan ceritera berdasarkan waktu, pelaku, dan peristiwa yang diatur melalui alur (plot). Narasi dapat berupa kisah nyata dapat pula berupa kisah (ceritera) rekaan semata. 2) Wacana prosedural Wacana prosedural merupakan rangkaian tutur yang melukiskan sesuatu secara berurutan yang tidak boleh dibolakbalik unsurnya, karena urgensi unsur yang lebih dahulu disebutkan menjadi landasan unsur berikutnya. Wacana ini dapat berupa resep masakan, petunjuk pengoperasian sesuatu, cara membuat sesuatu, dan prosedur-prosedur lainnya. 3) Wacana hortatorik Wacana hortatorik adalah rangkaian tutur yang bersifat ajakan atau nasihat. Ada kalanya tuturan tersebut diperkuat dengan keputusan untuk lebih meyakinkan tuturan tersebut. Tokoh utama di dalamnya adalah orang kedua. Wacana ini tidak disusun menurut waktu, akan tetapi merupakan hasil atau produksi suatu waktu. Wacana hortatorik ini mengisyaratkan mitra tuturnya melakukan sesuatu sesuai pesan yang terdapat di dalamnya. Khotbah, nasihat perkawinan, iklan, dan kampanye termasuk dalam wacana ini. 4) Wacana ekspositorik Wacana ekspositorik adalah rangkaian tutur yang bersifat pemaparan suatu pokok pikiran. Pokok pikiran tersebut lebih diperjelas dengan memaparkan uraian bagian-bagiannya secara rinci. Tujuan pokok yang ingin dicapai oleh wacana ini adalah pemahaman yang lebih luas dan mendalam, serta lebih jelas dari sekedar sebuah pernyataan yang bersifat umum. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana ini, diperlukan proses berpikir. Kadangkadang wacana ini dapat berupa ilustrasi dengan contoh, perbandingan, uraian kronologis, dan penentuan ciri-ciri (identifikasi). Wacana ini berorientasi kepada materi dan bukan tokohnya. 5) Wacana deskriptif Pada dasarnya, wacana deskriptif merupakan rangkaian tutur yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman, maupun berdasarkan pengetahuan penuturnya. Tujuan yang ingin dicapai oleh wacana ini adalah membentuk suatu citra (imajinasi) tentang hal yang dituturkan kepada penerima pesan (pendengar dan pembaca). Dengan demikian, pendengar atau pembaca dapat merasakan seolah-olah mengalami kejadian tersebut. Uraian dalam wacana deskriptif, ada yang bersifat objektif dan ada juga yang bersifat iamajinatif. Pemaparan secara objektif berusaha mendeskripsikan sesuatu apa adanya, sedangkan yang bersifat imajinatif, berusaha menggambarkan suatu kejadian dengan menambahkan daya khayal (imajinasi). Pemaparan deskriptif yang bersifat imanjinatif menghasilkan wacana yang berbentuk karya sastra, misalnya novel dan cerpen. Pembagian wacana atas dasar genre sastra dapat berupa wacana prosa, puisi, dan wacana drama. Adapun berdasarkan isi, wacana dibedakan atas wacana politik, olah raga, ekonomi, wacana ilmiah, filsafat, pertanian, wacana pendidikan, dan sebagainya. Jenis wacana yang diklasifikasikan berdasarkan isinya, jumlahnya tak terbatas. Berdasarkan uaraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa wujud dan jenis wacana sangat beragam. Analisis wacana adalah ilmu yang mengkaji organisasi wacana di atas tingkat kalimat atau klausa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa analisis wacana mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih besar, seperti percakapan dan teks tertulis. Di samping itu, analisis wacana juga mengkaji pemakaian bahasa dalam konteks sosial, termasuk interaksi di antara penutur-penutur bahasa (stubbs dalam Cahyono, 1995: 227). Dalam analisis wacana diterapkan dua prinsip. Kedua prinsip tersebut adalah prinsip interpretasi lokal dan prinsip analogi. Prinsip interpretasi lokal menyarankan agar penafsiran wacana didasarkan pada hal-hal baik yang berada di dalam teks, maupun yang berada di luar teks yang melokalisasi penafsiran sebuah segi kewacanaan (Suparno, 1992: 49). Prinsip ini disebut asas tafsiran lokal oleh Brown dan Yule (1996: 59), yaitu asas yang memberi petunjuk kepada pendengar agar tidak membentuk konteks yang lebih luas dari yang diperlukan untuk sampai kepada suatu tafsiran. Dalam prinsip analogi, interpretasi wacana atau unsur wacana didasarkan pada kasus-kasus lain yang berhubungan, yang digunakan sebagai dasar untuk menganalogi wacana atau unsur wacana tertentu. Wacana ditafsirkan dari sudut pengalaman dengan wacana serupa di masa lampau melalui analogi dengan teksteks serupa (Brown dan Yule, 1996: 65). Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa dalam menafsirkan wacana atau unsur wacana dapat dilakukan dengan menggunakan dua prisip, yaitu prinsip interpretasi lokal dan prisip analogi. Prinsip interpretasi lokal adalah prinsip interpretasi berdasarkan konteks, baik konteks linguitik, maupun konteks nonlinguistik. Konteks nonlinguistik yang merupakan konteks lokal tidak hanya berupa tempat, akan tetapi juga dapat berupa waktu, ranah penggunaan wacana, dan partisipan. Sedangkan prinsip interpretasi analogi adalah prinsip yang berdasarkan pengalaman terdahulu yang sama atau sesuai. Dengan interpretasi analogi tersebut, analis dapat dengan mudah memahami wacana dengan konteks yng relevan saja. a. Hakikat konteks Analisis wacana menginterpretasi makna sebuah ujaran dengan memperhatikan konteks, sebab konteks menentukan makna ujaran. Konteks meliputi konteks linguistik dan konteks etnografi. Konteks linguistik berupa rangkaian kata-kata yang mendahului atau yang mengikuti. Adapun kontek etnografi bebentk serangkaian ciri faktor etnografi yang melingkupinya, misalnya faktor budaya masyarakat pemakai bahasa tersebut. Menurut Krippendorff (1993: 15) analisis isi menggambarkan objek penelitian dan menempatkan peneliti ke dalam posisi khusus yang berhadapan langsung dengan realitasnya. Beberapa konsep yang dapat dijadikan kerangka kerja yang bersifat sederhana dan umum diungkapkan oleh Krippendorf adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Data sebagaimana yang dikomunikasikan kepada analisis secara benar. Konteks data yang berhubungan dengan data yang dianalisis harus dieksplisitkan. Pengetahuan analisis yang menentukan konstruksi konteks untuk menarik infrensi. Target isi yang dinyatakan secara jelas. Tujuan atau target inferensi yang harus dinyatakan secara jelas, merupakan masalah yang ingin diketahui oleh analis. Kesahihan sebagai kriteria akhir keberhasilan. 4. Kohesi Istilah kohesi mengacu kepada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur kebahasaan sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk koherensi. Dalam sebuah wacana koherensi lebih penting dari kohesi, namun, bukan berarti kohesi dianggap tidak penting.Kohesi megacukepada hubungan formal, yaituhubungan yang ditandai secara lingual. Berdasarkan perwujudan lingualnya, Halliday dan Hasan (dalam Baryadi, 2001: 14) membedakan kohesi dalam dua jenis, yaitu: (1) kohesi gramatikal grammatical cohesion), yakni keterkaitan gramatikal antara bagianbagian wacana; dan (2) kohesi leksikal (lexical cohesion), yaitu keterkaitan leksikal antara bagian-bagian wacana. a. Kohesi gramatikal Dalam kohesi gramatikal, Halliday dan Hasan memberikan alat kohesi menjadi empat macam, yaitu: (1) referensi, (2) substitusi, (3) ellipsis, dan (4) Konjungsi (Arifin, 1999a: 27). 1) Referensi Referensi atau penunjukan adalah jenis kohesi gramatikal berupa satuan lingual tertentu yang menunjuk satuan lingual yang mendahului atau mengikutinya. Brdasarkan arah acuannya, Halliday dan Hasan (dalam Arifin, 1999a: 28) membagi referensi menjadi dua macam, yaitu referensi eksoporis dan referensi endoforis. Menurut Wahid (1996: 76) referensi eksoforis adalah referensi ke sesuatu di luar teks (ekstratekstual), seperti manusia, hewan, alam sekitar pada umumnya, atau acuan kegiatan. Sedangkan referensi endoforis adalah referensi ke dalam teks (intratekstual) dengan menggunakan pronomina atau kata ganti yang terdiri atas kata ganti diri, kata ganti penunjuk, dan lain-lain. 1.Kata ganti diri. Kata ganti diri dalam bahasa Indonesia terdiri atas: (1) kata ganti orang pertama, yaitu: saya, aku, kami dan kita, (2) kata ganti orang kedua, yaitu: kamu, engkau, kau, kalian, anda, dan kamu sekalian, dan (3) kata ganti orang ketiga, yaitu: dia, ia, beliau dan mereka. 2.Kata ganti penunjuk. Kata ganti penunjuk dalam bahasa Indonesia adalah, ini, itu, sini, situ, sana, di sini, di situ, di sana, ke sini, ke situ, dan ke sana. 3.Kata ganti lain-lain, meliputi: (1) kata ganti empunya, yaitu: ku-, mu-, nya, kamu, kalian, dan mereka; (2) kata ganti penanya, yaitu: apa, siapa, dan mana; (3) kata ganti penghubung, yaitu yang serta dan; dan (4) kata ganti tak tentu, yaitu: siapa-siapa, masing-masing, sesuatu, seseorang, dan para (Wahid 1996: 77). 2) Substitusi Substitusi adalah penyulihan suatu unsur wacana dengan unsur lain untuk membentuk ikatan kohesif dalam suatu teks (Arifin 1999a: 29). Sumber pembentuk kohesi ini, berbeda dengan referensi menurut sistem kebahasaan. Substitusi menunjukkan hubungan pada tingkat leksikogramatikal, tingkat gramatika dan kosa kata, atau bentuk kebahasaan. Dalam bahasa Indonesia terdapat tiga tipe substitusi, yaitu: (1) substitusi nominal, (2) substitusi verbal, dan (3) substitusi klausal (Nunan, 1992: 9). 1. Substitusi nominal adalah nomina atau frasa nominal dengan numeralia atau frasa dengan kata penyerta yang. 2. Substitusi verbal adalah penyulihan suatu verbal dengan verbal lain. 3. Substitusi klausal adalah penyulihan verba, antara lain: berkata, mengatakan, berbuat, dan melakukan. Juga penyulihan frasa verbal dengan kata-kata yang menunjukkan kesamaan, seperti demikian dan begitu. Substitusi verbal menyulih seluruh klausa yang disebut sebelumnya, baik secara positif, maupun negatif. 3) Elipsis Elipsis adalah pelesapan unsur bahasa yang maknanya telah diketahui sebelumnya berdasarkan konteks. Elipsis dapat dianggap sebagai substitusi dengan bentuk kosong (zero). Unsur yang dilesapkan mungkin nomina, verba, atau klausa (Arifin, 1999a: 21) 4) Konjungsi Konjungsi adalah alat yang digunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan paragraf dengan paragraf (Kridalaksana dalam Wahid, 1996: 82). Dalam bahasa Indonesia, terdapat enam jenis konjungsi, yaitu: 1. Konjungsi adversatif, adalah kohesi yang relasi konjungtifnya menunjukkan pertentangan misalnya, tetapi, namun, dan padahal. 2. Konjungsi kausal (sebab akibat), misalnya: sebab, akibatnya, karena, dan oleh karena itu. 3. Konjungsi koordinatif, misalnya: dan, atau, tetapi. 4. Konjungsi koreltif, misalnya: entah … entah, baik … maupun. 5. Konjungsi subordinatif, misalnya: meskipun, kalau, dan bahwa. 6. Konjungsi temporal, misalnya: sebelumnya dan sesudahnya. b. Kohesi leksikal Kohesi leksikal adalah keterikatan semantis yang direalisasikan ke dalam sistem leksikal. Kohesi leksikal memiliki dua aspek yang berbeda, namun memiliki hubungan. Kedua aspek tersebut adalah reiterasi (pengulangan) dan kolokasi. Reiterasi adalah bentuk kohesi leksikal yang menyangkut pengulangan sebuah kata. Pemakaian katanya umumnya merujuk kembali kepada suatu butir leksikal, serta penggunaan sinonim, antonim, hiponim, dan meronim (Arifin, 1992a: 25). Sinonimi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang mirip antara konstituen yang satu dengan yang lain. Sinonimi disebut juga ekuivalensi leksikal (Baryadi, 2001: 15). Antonimi merupakan kohesi leksikal yang menyatakan relasi makna leksikal yang bersifat kontras atau berlawanan antara konstituen yang satu dengan yang lain (Baryadi, 2001: 15). Adapun hiponimi adalah kohesi leksikal yang berbentuk relasi makna leksikal yang bersifat hierarkis antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain. Sedangkan meronim adalah konsep yang mengacu pada relsi bagian seluruh, seperti hubungan antara pohon, dahan, dan akar. Konstituen yang memiliki makna umum disebut superordinat dan konstituen yang bemakna khusus disebut hiponim. Kolokasi dapat diartikan seluruh kemungkinan adanya beberapa kata dalam lingkungan yang sama dalam suatu wacana. Untuk dapat memahami wacana dengan baik, diperlukan pengetahuan dan pnguasaan kohesi yang baik pula, yang tidak hanya bergantung pada pengetahuan kaidah-kaidah bahasa, melainkan juga pengetahuan tentang realitas, pengetahuan tentang penalaran, yang disebut dengan penyimpulan sintaktik (Van de Velde dalam Tarigan, 2009: 93). 5. Koherensi Istilah koherensi digunakan untuk mengukur kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi adalah salah satu cara untuk membentuk koherensi. Sedangkan cara yang lain adalah dengan menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan hipotaksis. Hubungan parataksis dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan yang sejajar (koordinatif) dan suborninatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang sejajar secara beruntun. Baryadi (2001: 17) mengemukakan bahwa koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana. Dengan menggunakan pemarkah kohesi, sebuah wacana dapat menjadi koherensi. Istilah koherensi mengacu pada aspek tuturan, bagaimana proposisi yang terselubung disimpulkan untuk menginterpretasikan tidakan ilokusinya dalam membentuk sebuah wacana (Widdowson dalam Arifin, 1999b: 32). Proposisi-proposisi di dalam suatu wacana dapat membentuk suatu wacana yang runtut (koheren) meskipun tidak terdapat pemarkah penghubung kalimat yang digunakan. Dengan kata lain, kekoherensian sebuah wacana tidak hanya terletak pada adanya pemarkah kohesi. Selain pemarkah kohesi, masih ada faktor lain yang memungkinkan terciptanya koherensi itu. Faktor-faktor tersebut antara lain latar belakang pengetahuan pemakai bahasa atas bidang permasalahan, pengetahuan atas latar belakang sosial dan budaya, kemampuan membaca hal-hal yang tersirat, dan lain-lain (Van de Valde dalam Arifin 1999b: 32). Selanjutnya Dardjowidjojo dalam Arifin (1999b: 33), mengemukakan bahwa hal lain yang memegang peranan dalam menciptakan koherensi ialah praanggapan (presupposition). Praanggapan yang bersifat logika yang memungkinkan pendengar atau pembaca mengetahui halhal yang tersirat dalam wacana yang didengar atau dibaca. Dengan praanggapan, yaitu pengetahuan bersama (common knowledge) yang dimiliki antara pembicara dan mitra bicara menentukan koherensi antara bagian-bagian wacana (Stalnaker dalam Baryadi, 2001: 17). Pengetahuan bersama biasanya tidak terkatakan (unsaid) pada tuturan yang diungkapkan, akan tetapi dapat dipahami oleh pembicara dan mitra bicara. Hal tersebut diksebabkan oleh adanya praanggapan yang diungkapkan tuturan sebelumnya yang disebut praanggapan tekstual (tekstual presupposition). Sedangkan praanggapan yang tidak disebut pada tuturan sebelumnya, namun dapat dipahami melalui situasi tuturan yang bersangkutan. Praanggapan ini disebut praanggapan situasional (situasional presupposition). Menurut Arifin (1999b: 34), ada ahli yang beranggapan bahwa koherensi dan inkoherensi dalam urutan ujaran dalam wacana, tidak didasarkan atas hubungan antara tuturan-tuturan, melainkan antara tindakan-tindakan yang dilakukan dalam ujaran-ujaran itu, seperti yang dilakukan pada wacana percakapan atau sebagai bentuk interaksi sosial. Berbagai jenis penelitian yang menggunakan pendekatan analisis wacana telah banyak dilakukan, di antaranya adalah Wacana Bahasa Jawa oleh Wedhawati, dkk. (1979) yang membahas tentang unsur-unsur wacana yang berdasar pada sintaksis, klasifikasi, dan organisasi wacana seluruhnya. Analisis Wacana Bahasa Makassar oleh Wahid (1988) yang menganalisis tipe-tipe wacana dan unsurunsur yang membangun wacana narasi bahasa Makassar. Analisis Wacana Albarzanji oleh Amin (1999). Yang mengnalisis jenis-jenis wacana Albarzanji, unsur alur, dan unsur informasi yang tedapat dalam wacana tersebut. Dari hasil penelitian sebelumnya, belum satu pun yang meneliti tentang surah Alzalzalah dengan menggunakan pendekatan analisis wacana. Dengan dasar itulah maka penulis termotivasi untuk mengangkat sebuah penelitian dengan judul Analisis Nilai kohesi dan koherensi dalam Terjemahan Al Quran Surah Al zalzalah. II. METODE PENELITIAN a. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif, yakni jenis penelitian yang berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa, interaksi tingkah laku manusia dalam situasi menurut perspektif peneliti sendiri (Usman dan Akbar dalam Musayyedah, 2010: 56). b. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini yaitu nilai kohesi dan koherensi dalam terjemahan Al-qur’an surah Al zalzalah. c. Batasan Istilah Adapun istilah kohesi dan koherensi yang digunakan dalam penelitian perlu dijelaskan secara operasional. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi penafsiran makna yang bias. Adapun makna nilai kohesi dan koherensi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kepaduan dan kelogisan makna yang dikandung oleh sebuah kalimat yang merupakan terjemahan dari ayat demi ayat yang terdapat dalam terjemahan Al Quran , Surah Al zalzalah . d. Data dan Sumber Data 1. Data Data dalam penelitian ini adalah seluruh isi terjemahan surah Al zalzalah . 2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah data bahasa tertulis, yaitu teks terjemahan surah Alzalzalahyang terdapat dalam Alquran dan Terjemahanyang diterjemahkan oleh Kementerian Agama RI Jakarta, dan diterbitkan oleh Sinar Baru Algensindo Offset. Surah Alzalzalahadalah surah ke-101 di dalam Alquran. e. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, sehingga dalam pelaksanaannya dilakukan dengan teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik f. inventarisasi, baca simak, dan pencatatan. Teknik Analisis Data Teknik yang digunakan dalam menganalisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pengodean data, dilakukan pada tahap permulaan dengan cara menandai setiap ayat dalam terjemahan dengan kode-kode khusus 2. Pengklasifikasian data, dilakukan dengan mengklasifikasikan setiap data yang telah diberi kode (tanda) khusus ke dalam jenisnya masing-masing. 3. Penentuan data, dilakukan berdasarkan pengodean dan klasifikasi. 4. Selanjutnya, data yang telah terklasifikasi dan diurutkan berdasarkan jenisnya masingmasing, dianalisis berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan. III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Hasil penelitian senada juga diungkapkan oleh Nurgiantoro (2010: 54) bahwa tema adalah dasar sebuah ceritera, gagasan dasar umum yang dikembangkan menjadi ceritera atau pembicaraan. Berdasarkan pengertian tema yang diungkapkan oleh beberapa ahli tersebut, maka setelah menganalisis data yaitu terjemahan surah Alzalzalah, peneliti menemukan dua tema, yaitu: (a) hari kimat, dan (b) keadaan manusia setelah hari kimat. 1) Hari kiamat Tema tentang hari kiamat terdapat pada ayat 1 sampai dengan ayat 5. Hari kiamat adalah salah satu dari rukun iman yang wajib diyakini kebenarannya. Dalam terjemahan surah Alzalzalah hari kiamat dijadikan tema sebab kata Alzalzalah terdapat di awal terjemahan ayat pertama, dan berulang pada ayat kedua dan ketiga. Sedangkan pada ayat keempat dan kelima, hari kiamat dideskripsikan dengan kepanikan manusia yang seperti anai-anai (laron) yang beterbangan dan gunung-gunung yang bagaikan bulu-bulu yang beterbangan. 1. Tema Menurut Kridalaksana (1984: 210), istilah tema mengacu kepada beberapa pengertian, yaitu: (1) bagian terdepan dalam kalimat, (2) sebagai lawan dari rema, (3) pokok pembicaraan yang dikembangkan dalam paragraf, dan (4) pangkal tolak dari tuturan. Sedangkan menurut Mursal (dalam Syamsuddin, 1992: 96) tema dalah suatu yang menjadi pikiran, suatu yang menjadi persoalan yang diungkapkan dalam cipta sastra. Hal 2) Keadaan Manusia pada Hari Kiamat Kejadian di hari kiamat, di dalam terjemahan surah Alzalzalah Allah swt. juga menggambarkan keadaan manusia saat mereka dibangkitkan setelah hari kiamat itu. Setelah menggambarkan kedahsyatan hari kiamat dan bagaimana keadaan manusia dan gunung- gunung pada saat itu, dikemukakan juga bagaimana nasib manusia setelah hari kiamat itu. Kehidupan manusia tidak terhenti setelah hari kiamat akan tetapi kehidupan yang kekal menanti mereka. Sebelum menjalani kehidupan mereka yang abadi, manusia terlebih dahulu ditimbang semua amal yang telah dilakukan selama hidup di dunia. Orang yang berbuat kebaikan sekalipun seberat biji zarrah maka mereka akan mendapat balasannya. Hal tersebut tergambar dalam terjemahan ayat 7. Sedangkan orang yang berbuat kerusakan atau kejelekan sekalipun seberat biji zarrah maka mereka pun akan mendapat balasannya, seperti yang termaktub dalam ayat 8 atau ayat terakhir dari surat Alzalzalah tersebut. tersebut dapat dilihat pada terjemahan ayat 1 sampai 3. Ketika hari kiamat telah tiba, kehancuran melanda bumi dengan hancur leburnya gunung-gunung yang semula kokoh dan kuat sebagai penopangnya. Keadaan itu membuat manusia panik dan berlarian ke sana ke mari tak tentu arah untuk menyelamatkan diri mereka masingmasing. Kejadian yang maha dahsyat tersebut digambarkan dalam ayat 1 dan 2. Pertanggungjawaban amal kebajikan manusia selama hidup di dunia. Kohesi dan Koherensi Terjemahan Surah Alzalzalah 2. Pesan Pesan menurut Alwi dkk.( 1994: 761) adalah perintah, nasihat, permintaan atau amanat yang disampaikan oleh orang lain. Berdasarkan pengertian tersebut, maka peneliti menemukan beberapa pesan yang terkandung dalam terjemahan surah Alzalzalah, yaitu, pesan tentang hakikat dan kebenaran hari kiamat. Penegasan NO AYAT . 1 1 2 3 3 4 4 PEMARKAH KOHESI Dengan guncangan Dan bumi Mengapa bumi jadi begini? Pada hari itu dalam 1) Kohesi Sebagaimana telah diketahui bahwa kohesi terbagi dua, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal yang menyangkut hubungan gramatikal (keterkaitan) antara bagian-bagian wacana. Hubungan tersebut ditandai dengan pemarkah-pemarkah yang disebut dengan pemarkah kohesi. Pemarkah kohesi yang telah dikemukakan adalah: 1) referensi, 2) substitusi, 3) elipsis, dan 4) konjungsi (Arifin, 1999a: 27). Dalam terjemahan surah Alzalzalah, pemarkah-pemarkah kohesi yang ditemukan adalah: 1) referensi, 2) elipsis, dan 3) konjungsi. Sedangkan pemarkah substitusi tidak ditemukan. Pemarkah-pemarkah tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut: TIPE PEMARKAH konjungsi temporal (konjungsi temporal), Pemarkah introgatif Pemarkah penunjuk sebagai 5 6 5 6 Kepada-Nya Pada hari itu, kuburnya, mereka 7 8 7 8 Barangsiapa, niscaya dan, barangsiapa, niscaya anafora Pemarkah pronomina Tuhan Pemarkah penunjuk, klitika khususnya enklitik, pronomina orang ketiga jamak Pemarkah penegas Pemarkah konjungsi, penegas Gambar 3 Tabel Pemarkah Kohesi 2 )Koherensi Adapun sarana koherensi yang terdapat di dalam terjemahan surah Alzalzalah sebanyak 9 jenis, yaitu: a. Konjungsi atau kata penghubung Konjungsi atau kata penghubung yang terdapat dalam terjemnahan surah Alzalzalah yaitu konjungsi denganyang terdapat pada ayat pertama, demikian pula halnya dengan konjungsi dan yang terdapat pada ayat kedua, ketiga, dan kedelapan, dan apabila yang terapat dalam ayat pertama, serta pada yang terdapat dalam ayat keenam. b.Pronomina Pronomina terdapat dalam ayat ketiga dan kesepuluh, yaitu dia atau mereka, yang terdapat pada ayat keenam, ketujuh, dan delapan. Ayat ini menjelaskan tentang amal perbuatan yang telah dilakukan seseorang semasa hidupnya dan balasannya akan diterima di hari kemudian. c. Penunjuk Penggunaan kata ganti penunjuk yang terdapat dalam surah Alzalzalah dapat dilihat pada ayat keempat yakni “Pada hari itu...”FrasePada hari itu merupakan elipsis yang mengefektifkan pengguanaan frasehari kiamat pada ayat-ayat sebelumnya. Sedangkan hari itu adalah konjungsi temporal yang merujuk kepada hari kiamat yang hanya akan terjadi pada waktu dan tempo yang tertentu saja. Waktu yang telah menjadi ketetapan Allah swt. dan tak seorang pun manusia yang diberi kemampuan oleh-Nya untuk mengetahui kapan datangnya. d. Simbolisme Simbolisme atau makna perlambangan yang terdapat dalam surah Alzalzalah dapat dijumpai pada ayat pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Pada frase bumi diguncangkanyang terdapat pada ayat pertama merupakan simbol atau perlambangan bahwa keadaan atau gambaran susana gempa yang maha dahsyat yang mengawali terjadinya hari kiiamat itu. Kemudian dilanjutkan pada ayat kedua dengan kalimat bumi mengeluarkan beban berat merupakan gambaran bahwa bumi ini sudah hancur sehingga segala kandungan dan apa saja yang ada di dalam perut bumi akan termuntahkan dan menimpa ummat manusia kala itu. Hal inilah yang menyebabkan sehingga manusia bertanya “Mengapa bumi jadi begini?” yang terdapat pada ayat ketiga sebagai simbol bahwa pemandangan yang terjadi kala itu sangat asing bagi penglihatan manusia. Selama hidup manusia, belum pernah sekalipun mereka menyaksikan bentuk bencana yang maha dahsyat seperti yang digambarkan dalam surat Alzalzalah tersebut. e. Keseluruhan atau bagian Keseluruhan atau bagian yang dimulai dari yang terbesar, yaitu hari kiamat, yang terdapat pada ayat pertama, kemudian dilanjukan dengan bagian-bagian pristiwa pada hari itu yang terdapat pada ayat kedua ”bumi mengeluarkan beban-beban berat yang dikandungnya” dan ayat keenam yang mengatakan bahwa ”pada hari itu manusia dibangkitkan dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam”. Hal ini mengandung makna bahwa seluruh ummat manusia akan dibangkitkan untuk melihat semua amal perbuatan selama hidupnya. f. Komparasi atau perbandingan Komparasi atau perbandingan terdapat dalam surat Alzalzalah terdapat pada ayat ketujuh, yaitu ”Orang yang berbuat kebajikan seberat biji zarrah akan mendapatkan balasannya”, dan ayat kedelapan, yaitu orang yang berbuat kejelekan seberat biji zarrah akan mendapatkan balasannya. Kata “Zarrah”Ddalam kalimat tersebut merupakan perbandingan bahwa sekecil apapun perbuatan manusia niscaya akan mendapat balasan di hari kemudian. g. Penegasan atau konklusi Penegasan atau konklusi yang diperoleh dari terjemahan surah Alzalzalah dapat dilihat pada ayat ketujuh dan kedelapan. Hal itu tampak jelas dengan adanya kata penegas “Barang siapa” kata penegas tersebut dinyatakan sebanyak dua kali yakni pada ayat ketujuh dan kedelapan sebagai ayat penutup dari surah tersebut. h. Kesejajaran atau paralel Kesejajaran atau peralel terdapat dalam ayat pertama, yaitu “Mapabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat”, ayat kedua ”Gbumi mengeluarkan beban berat yang dikandungnya”. Ayat ketiga “Bumi menceritakan beritanya” Ketiga ayat ini memberikan bentuk yang paralel tentang gambaran hari kiamat i. Latar atau setting Latar atau setting yang digambarkan dalam surat Alzalzalah adalah latar suasana yakni suasana yang terjadi pada hari kiamat. b. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan bahwa pemarkah kohesi yang terdapat di dalam terjemahan surah Alzalzalah adalah: 1) referensi, 2) elipsis, dan 3) konjungsi. Sedangkan substitusi tidak tedapat di dalamnya, hal tersebut dapat digambarkan dalam analisis berikut: 1) Referensi Pemarkah kohesi referensi menggunakan kata ganti diri, kata ganti penunjuk, dan kata ganti lain-lain. Pada ayat pertama, dalam terjemahan surah Alzalzalah yaitu guncangan atau kehancuran yang maha dahsyat merupakan pernyataan tentang sebuah kejadian besar. Hari kiamat adalah sebuah refrensi yang tidak beracuan, sebab hari kiamat itu merupakan suatu kejadian yang belum tersimpan sebagai memori di dalam pikiran manusia. tidak ada seorang pun manusia yang hidup di muka bumi ini yang pernah menyaksikan dan merasakan kedahsyatan bencana/ kehancuran pada hari kimat. Namun, sebagai orang yang beriman, tentu yakin akan adanya hari kiamat sebagaimana yang telah diyakini dalam rukun iman. Jadi pemarkah kohesi pada kalimat pertama adalah referensi yang merujuk kepada suatu kejadian, yaitu hari kiamat. 2) Elipsis Elipsis adalah peniadaan kata atau satuan lain yang wujud asalnya dapat diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa. Elipsis juga dapat dikatakan penggantian nol (zero) yaitu sesuatu yang ada namun tidak diucapkan atau dituliskan. Hal tersebut dilakukan demi kepraktisan. Elipsis dapat dibedakan atas elipsis nominal, elipsis verbal, dan elipsis klausal (Tarigan, 2009: 97). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dai dalam terjemahan surah Alzalzalah terdapat pemarkah kohesi elipsis klausal, yaitu Pada hari itu yang terdapat pada ayat keempat (”pada hari itu” bumi mengeluarkan beban yang dikndungnya). 3) Konjungsi Konjungsi adalah pemarkah yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, dan kalimat dengan kalimat atau paragraf dengan paragraf (Kridalaksana dalam Umar, 2012: 48). Penggunaan pemarkah-pemarkah kohesi tersebut, membuat terjemahan surah Alzalzalah kohesif antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya. Pada ayat pertama terdapat konjungsi ”dengan” merupakan pernyataan yang dirangkai dengan konjungsi dan pada ayat kedua sehingga menimbulkan pertanyaan pada ayat ketiga yang diperjelas dengan kata tanya ” mengapa” dan kata penunjuk begini yang anafora tentang guncangan yang maha dahsyat tersebut. Pada ayat ketujuh pemarkah konjungsi niscaya juga menjadi alat yang menghubungkan pernyataan pada ayat sebelumnya. Perbuatan baik ataupun jelek sekalipun sekecil zarrah akan mendapat balasan diperkuat oleh konjungsi niscaya. Demikian pula kata ganti dia sebagai pengganti kata orang pada ayat sebelumnya. Jadi kekohesifan antara ayat enam dan tujuh di perjelas oleh pemarkah konjungi maka dan kata ganti orang ketiga dia. IV. SIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dan bertitik tolak pada rumusan masalah, maka dapatlah disimpulkan bahwapemarkah kohesi yang digunakan dalam wacana terjemahan surah Alzalzalah adalah: 1) referensi; 2) pronomina, yaitu kata ganti orang kedua, dan ketiga, kata ganti penghubung, kata ganti penunjuk, kata ganti penanya dan kata ganti empunya; 3) konjungsi, yaitu konjungsi temporal, konjungsi koordinatif, konjungsi subordinatif, dan konjungsi koorelatif; dan 4) elipsis kausal. Sarana koherensi yang terdapat di dalam wacana terjemahan surah Alzalzalah adalah: penambahan atau adisi, pronomina, pengulangan atau repetisi, padan kata atau sinonim, keseluruhan atau bagian, komparasi atau perbndingan simpulan atau hasil, contoh atau misal, kesejajaran atau paralel, lokasi atau tempat, dan, kala atau waktu. b. Saran Setelah menganalisis dan mendeskripsikan tema dan pesan, kohesi dan koherensi, serta jenis-jenis wacana yang terdapat di dalam terjemahan surah Alzalzalah, maka diharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang maksimal dalam materi bahasa Indonesia utamanya dalam bidang analisis wacana. Meskipun terjemahan surah Alzalzalah berasal dari kitab suci Alquran yang berbahasa Arab, namun terjemahan tersebut dapat digolongkan ke dalam wacana yang dapat dianalisis berdasarkan kaidah yang berlaku di dalam bahasa Indonesia. Penelitian tentang terjemahan surah Alzalzalah ini diharapkan dapat meberikan dampak yang positif terhadap orang yang membacanya terutama bagi peneliti sendiri. V. DAFTAR RUJUKAN Abu Bakar, Anwar. 2010.Alquran dan Terjemahannya. Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset. Alwi, Hasan. dkk. (Eds.)1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi kedua. Jakarta: Balai Pustaka Arifin, Bustanul. 1999a. Pemarkah Kohesi Wacana Bahasa Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang. Arikunto, Suharsimi. 2010. Mamajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Cahyono, Bambang Yudi. 1995. KristalKristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press. Djajasudarma, T. Fatimah. 1994. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: Eresco. Jorgensern, Mariane W. dan Louise J. 2007. Wacana Teori dan Penerjemah Imam dkk. Yogyakarta: Pelajar. Philips, Analisis Metode. Suyitno Pustaka Kementerian Agama RI. 2010. AlQuranulkarim Miracle the Reference. Bandung: Sygma Publishing. Khalid, Abu. 2010. Kamus Arab-AlhudaArab-Indonesia Disertai Cara Membacanya untuk SMU dan Umum. Surabaya: Fajar Mulya. Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Edisi Kedua. Jakarta: PT Gramedia. Krippendorff, Klaus. 1993. Analisis Isi. Content Analysis: Introduction to Its Theory and Methodology. Penerjemah Farid Wajidi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Moleong, L. J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Syamsuddin. 1992. Studi Wacana TeoriAnalisis-Pengajaran. Bandung: Mimbar Pendidikan Bahasa dan Seni FPBS IKIP. Syihab, M. Quraisy. 2010. Alqur’an dan Maknanya. Tangerang: Lentera Hati. Musayyedah. 2010. Gaya Bahasa dalam Kumpulan Puisi ”Bulan Luka Parah” Karya Husni Djamaluddin. Tesis Tidak diterbitkan. Makassar: PPs Universias Hasanuddin. Nunan, David. 1992. Mengembangkan Pemahaman Wacana; Teori dan Praktik. Diterjmahkan oleh Elly W. Silangon. Jakarta: Rebia Indah Perkasa. Quthub, Sayyied. 2001. Tafsir fi Zhilalil Quran. Jilid 12. Jakarta: Gema Insani. Rahmijah, Hj. 2002. Analisis Wacana Terjemahan Surat Al zalzalah . Tesis tidak diterbitkan. Makassar. PPs. Universitas Negeri Makassar. Suparno. 1994. Analisis Wacana. Malang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa. Wahid, Sugirah. 1988. Analisis Wacana Bahasa Makassar (Wacana Narasi).Tesis tidak diterbitkan. Ujung Pandang: PPs. Universitas Hasanuddin. Wedawati, dkk. 1979. Wacana Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.