ISSN: 1693-8917 SAINTEK Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Teknik dan Rekayasa Volume 10, Nomor 1, Juni 2013 Diterbitkan oleh Kopertis Wilayah VII Jawa Timur sebagai terbitan berkala yang menyajikan informasi dan analisis persoalan ilmu-ilmu Teknik dan Rekayasa. Kajian ini bersifat ilmiah populer sebagai hasil pemikiran teoretik maupun penelitian empirik. Redaksi menerima karya ilmiah/hasil penelitian atau artikel, termasuk ide-ide pengembangan di bidang ilmu-ilmu Teknik dan Rekayasa. Untuk itu SAINTEK mengundang para intelektual, ekspertis, praktisi, mahasiswa serta siapa saja berdialog dengan penuangan pemikiran secara bebas, kritis, kreatif, inovatif dan bertanggung jawab. Redaksi berhak menyingkat dan memperbaiki karangan itu sejauh tidak mengubah tujuan isinya. Tulisan-tulisan dalam artikel SAINTEK tidak selalu mencerminkan pandangan redaksi. Dilarang mengutip, menterjemahkan atau memperbanyak kecuali dengan izin redaksi. PELINDUNG Koordinator Kopertis Wilayah VII Jawa Timur PENASEHAT Sekretaris Pelaksana Kopertis Wilayah VII Jawa Timur PEMIMPIN REDAKSI Dra. Ec. Purwo Bekti, M.Si WAKIL PEMIMPIN REDAKSI R.P. Subekti, SH., M.Si SEKRETARIS REDAKSI Suyono, S.Sos PENYUNTING Prof. Dr. Ir. Achmadi Susilo, M.S Dr. Yulfiah Dr. Ir. Hj. Retno Hastijanti, M.S Drs. Antok Supriyanto, M.MT REDAKSI PELAKSANA Adi Palupi Yulianto, S.Sos TATA USAHA/SIRKULASI/IKLAN Dhani Kusuma Wardhana, A.Md, Yesita Eka Rakhmania, SE, Sutinah Alamat Redaksi: Kantor Kopertis Wilayah VII (Sub Bagian Kelembagaan) Jawa Timur Jl. Dr. Ir. H. Soekarno No. 177 Surabaya Telp. (031) 5925418-19, 5947473, Fax. (031) 5947479 Situs Web: http//www.kopertis7.go.id, E-mail: [email protected] ISSN: 1693-8917 SAINTEK Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Teknik dan Rekayasa Volume 10, Nomor 1, Juni 2013 DAFTAR ISI (CONTENTS) Halaman (Page) 1. Analisis Sistem Pelayanan Angkutan Kota di Sidoarjo Ditinjau dari Kepuasan Penumpang (Analyze Public Transportation Service System in Sidoarjo Depended on Passanger Satisfaction) Ibnu Sholichin............................................................................................................................. 1–6 2. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Ayam Buras pada Suhu Kamar Ditinjau dari Jumlah Total Kuman, Kandungan Salmonella Enteritidis, dan Kualitas Fisik (Effect of Storage Duration Native Chicken Eggs at Room Temperature Seen from Total Total Germs, Salmonella Enteritidis Content, and Physical Quality) Dyah Widhowati.......................................................................................................................... 7–12 3. Stabilitas Hasil pada Generasi Segregasi F­5, F6 dan F7 Beberapa Genotipe Kedelai (Stability of the Generation segregation F5, F6 and F7 Some Soybean Genotypes) Fathurrahman, Siswoyo TA, dan Poerwoko MS...................................................................... 13–17 4. Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Cokelat dengan Pelarut Asam Formiat (Pectin Extraction from the Peel of Cocoa with Solvents Formic Acid) Susilowati, Siswanto Munandar, Luluk Edahwati, dan Erwan Adi Saputro........................ 18–21 5. Peran Elisitor CU2+ pada Produksi Katekin melalui Kultur Kalus Camellia Sinensis (CU2+ Elicitor Role of Production Through Catechins Camellia Sinensis Callus Culture) Sutini............................................................................................................................................ 22–24 6. Perilaku Daktil Elemen Struktur Joint Balok Beton Pratekan Parsial-kolom Beton Bertulang Eksterior Akibat Gaya Gempa Lateral (Ductile Behavior of Exterior Joint Structure Element Partial Prestressed Concrete BeamReinforced Concrete Column Due to Earthquake Lateral Force) Made D Astawa, Eva Elviana, dan Sumaidi............................................................................. 25–37 7. Perencanaan Beam-coloum Joint dengan Menggunakan Metode Beton Prategang Partial Gedung Perkantoran Bpr Jatim (Beam-coloum Joint Design Used Partial Prestress Concrete Method for Office Building Bpr Jatim) Fransiskus XE Lie, Wahyu Kartini MT, dan Made Dharma Astawa MT............................. 38–46 8. Aplikasi Perangkat Lunak untuk Menentukan Pengadaan Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Menggunakan Algoritma C45 (Software Applications to Determine the Public Health Insurance Card Procurement (Jamkesmas) Using C45 Algoritman) Budanis Dwi Meilani dan Ruli Utami........................................................................................ 47–51 Dicetak oleh (printed by): Airlangga University Press. (167/12.13/AUP-85E). Kampus C Unair, Mulyorejo Surabaya 60115, Indonesia. Telp. (031) 5992246, 5992247, Fax. (031) 5992248. E-mail: [email protected]; [email protected] Kesalahan penulisan (isi) di luar tanggung jawab AUP PANDUAN UNTUK PENULISAN NASKAH Jurnal ilmiah SAINTEK adalah publikasi ilmiah enam bulanan yang diterbitkan oleh Kopertis Wilayah VII Jawa Timur. Untuk mendukung penerbitan selanjutnya redaksi menerima artikel ilmiah yang berupa hasil penelitian empiris dan artikel konseptual dalam bidang Ilmu Teknik dan Rekayasa, termasuk bidang Ilmu Pertanian. Naskah yang diterima hanya naskah asli yang belum pernah diterbitkan di media cetak dengan gaya bahasa akademis dan efektif. Naskah terdiri atas: 1. Judul naskah maksimum 15 kata, ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris tergantung bahasa yang digunakan untuk penulisan naskah lengkapnya. Jika ditulis dalam bahasa Indonesia, disertakan pula terjemahan judulnya dalam bahasa Inggris. 2. Nama penulis, ditulis di bawah judul tanpa disertai gelar akademik maupun jabatan. Di bawah nama penulis dicantumkan instansi tempat penulis bekerja. 3. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris tidak lebih dari 200 kata diketik 1 (satu) spasi. Abstrak harus meliputi intisari seluruh tulisan yang terdiri atas: latar belakang, permasalahan, tujuan, metode, hasil analisis statistik, dan kesimpulan, disertakan pula kata kunci.e 4. Artikel hasil penelitian berisi: judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, materi, metode penelitian, hasil penelitian, pembahasan, kesimpulan, dan daftar pustaka. 5. Artikel konseptual berisi: judul, nama penulis, abstrak, pendahuluan, analisis (kupasan, asumsi, komparasi), kesimpulan dan daftar pustaka. 6. Tabel dan gambar harus diberi nomor secara berurutan sesuai dengan urutan pemunculannya. Setiap gambar dan tabel perlu diberi penjelasan singkat yang diletakkan di bawah untuk gambar. Gambar berupa foto (kalau ada), disertakan dalam bentuk mengkilap (gloss). 7. Pembahasan berisi tentang uraian hasil penelitian, bagaimana penelitian yang dihasilkan dapat memecahkan masalah, faktor-faktor apa saja yang memengaruhi hasil penelitian dan disertai pustaka yang menunjang. 8. Daftar pustaka, ditulis sesuai aturan penulisan Vancouver, disusun berdasarkan urutan kemunculannya bukan berdasarkan abjad. Untuk rujukan buku urutannya sebagai berikut: nama penulis, editor (bila ada), judul buku, kota penerbit, tahun penerbit, volume, edisi, dan nomor halaman. Untuk terbitan berkala urutannya sebagai berikut: nama penulis, judul tulisan, judul terbitan, tahun penerbitan, volume, dan nomor halaman. Contoh penulisan Daftar Pustaka: 1. Grimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic, J. Endod, 1994: 20: 355–6 2. Cohen S, Burn RC, Pathways of the pulp. 5th ed., St. Louis; Mosby Co 1994: 127–47 3. Morse SS, Factors in the emergence of infectious disease. Emerg Infect Dis (serial online), 1995 JanMar, 1(1): (14 screen). Available from: URL: http//www/cdc/gov/ncidod/EID/eid.htm. Accessed Desember 25, 1999. Naskah diketik 2 (dua) spasi 12 pitch dalam program MS Word dengan susur (margin) kiri 4 cm, susur kanan 2,5 cm, susur atas 3,5 cm, dan susur bawah 2 cm, di atas kertas A4. Setiap halaman diberi nomor halaman, maksimal 12 halaman (termasuk daftar pustaka, tabel, dan gambar), naskah dikirim sebanyak 2 rangkap dan 1 disket atau CD. Redaksi berhak memperbaiki penulisan naskah tanpa mengubah isi naskah tersebut. Semua data, pendapat atau pernyataan yang terdapat pada naskah merupakan tanggung jawab penulis. Naskah yang tidak sesuai dengan ketentuan redaksi akan dikembalikan apabila disertai perangko. Naskah dapat dikirim ke alamat: Redaksi/Penerbit: Kopertis Wilayah VII Jawa Timur d/a Sub Bagian Kelembagaan dan Kerja Sama Jl. Dr. Ir. H. Soekarno No. 177 Surabaya Telp. (031) 5925418-5925419, 5947473, Fax. (031) 5947479 E-mail: [email protected] Homepage: www.kopertis7.go.id. Analisis Sistem Pelayanan Angkutan Kota di Sidoarjo Ditinjau dari Kepuasan Penumpang Analyze Public Transportation Service System in Sidoarjo Depended on Passanger Satisfaction Ibnu Sholichin Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil FTSP UPN Veteran Jatim abstrak Sistem pelayanan angkutan kota di Sidoarjo memegang peranan yang sangat penting. Sistem pelayanannya saat ini mengikuti sistem jaringan trayek. Walaupun sistem pelayanan angkutan kota sudah mengikuti sistem jaringan trayek, pelayanan dari trayektrayek yang ada dirasakan kurang, misalnya dalam ketersediaan kendaraan dan kenyamanan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian sistem pelayanan angkutan kota Sidoarjo ditinjau dari kepuasan penumpang. Penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada penumpang angkot di Kota Sidoarjo. Kuisioner ini berisi beberapa pertanyaan yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan dan kepentingan bagi penumpang angkot terhadap sistem yang berlaku saat ini, yaitu: faktor muat, tarif terjangkau, frekuensi, rute yang dilalui. Pada penelitian ini akan digunakan metode deskriptif-kuantitatif. Dari hasil penelitian, menunjukkan bahwa kinerja angkot di kota Sidoarjo yang berkenaan dengan pelayanan angkot berada dalam kuadran C dan D. Selain itu, terdapat pula beberapa atribut yang pelaksanaannya dapat dipertahankan yaitu faktor muat dan tarif yang terjangkau. Kedua atribut tersebut berada dalam kuadran B. Kata kunci: angkutan kota, analisa kuadran, kepuasan penumpang abstract Public transportation service system in Sidoarjo is very important. In common system, the system according to the traject network system. Although public transportation service system have been following the trayek network system, that service system is not enough yet. For example, in vehicle readyness and passanger’s comfort. Just because of it, the research about public transportation service system depended on passanger satisfaction is needed. The research is helded with questioner to public transportation passanger in Sidoarjo City. The questioner is contain some question that can be used to measure the satisfaction and the needed for passanger public transportation with the system that used for now: load factor, low tarif, frequency and the route. This research using discriptif-kwantitatif method. The result of this research that public transportation that depend on public services is on C and D quadran. Besided, there are some atribute that on that operation can be hold: load factor and low tarif. The two of that atribut are in B quadran. Key words: Public transportation, quadran analyze, passanger satisfaction pendahuluan Kota Sidoarjo adalah kota terbesar kedua di Propinsi Jawa Timur. Kebutuhan sarana transportasi khususnya angkutan kota memegang peranan yang sangat penting. Sistem pelayanan angkutan kota di Sidoarjo saat ini mengikuti sistem jaringan trayek. Sistem pelayanan angkot yang mengikuti jaringan trayek memiliki beberapa keunggulan, antara lain jaminan untuk sampai ke tujuan perjalanan tanpa ada keraguan akan mengalami kejadian diturunkan oleh pengemudi angkot, dan penumpang angkot juga dapat menerima pelayanan angkot pada jalur yang tetap. Selain beberapa keunggulan di atas, sistem pelayanan angkot yang mengikuti jaringan trayek dapat memberikan pelayanan yang tepat. Di mana penumpang angkot sudah mengenal angkot yang dapat ditumpangi untuk mencapai tujuannya. Hal ini sangat memudahkan penumpang angkot dalam melakukan perjalanannya. Selain situasi ideal di atas, terdapat pula situasi yang kurang menyenangkan yang terkadang dialami oleh para penumpang angkot antara lain waktu tempuh perjalanan tidak dapat diperkirakan. Keadaan ini menimbulkan ketidakpastian waktu yang harus ditempuh oleh penumpang angkot dalam perjalanannya. Harapan tepat waktu untuk sampai pada tujuan tidak dapat dipenuhi, sehingga menimbulkan rasa tidak puas. Selain hal tersebut, penumpang angkot terkadang mengalami kejadian diturunkan tidak pada tujuan perjalanannya. Keadaan ini akan terjadi, apabila si pengemudi angkot memperoleh penumpang dengan jumlah yang sedikit sehingga penumpang dialihkan ke angkot lain dengan tujuan yang sama. Berdasarkan situasi di atas, kepuasan / ketidakpuasan penumpang angkot terhadap kinerja angkot dengan sistem jaringan trayek perlu mendapatkan perhatian khusus. Hal ini dimaksudkan agar Pemerintah Kota Sidoarjo dapat mengambil kebijakan dalam menerapkan sistem pelayanan angkot di Kota Sidoarjo. Pengambilan kebijakan tersebut harus diupayakan berdasarkan tingkat kinerja angkot. tinjauan pustaka Teori Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen banyak ditentukan oleh kualitas performa pelayanan di lapangan. Bila pelayanan tidak sama atau tidak sesuai dengan harapan konsumen, maka di mata konsumen pelayanan yang diberikan dinilai jelek. Satisfaction = f [Performance – Expectation] Persamaan ini menghasilkan tiga kemungkinan, yaitu: Pertama : Performance < Expectation Bila ini terjadi, maka konsumen mengatakan bahwa pelayanan yang diberikan jelek, karena harapan konsumen tidak terpenuhi sehingga belum memuaskan konsumen. Kedua :Performance = Expectation Bila keadaan ini terjadi, maka bagi konsumen tidak ada istimewanya, pelayanan yang diberikan biasa-biasa saja, karena belum memuaskan konsumen. Ketiga :Performance > Expectation Bila keadaan ini tercapai, maka konsumen mengatakan pelayanan yang diberikan adalah baik dan menyenangkan. Metode Pengukuran Kepuasan Konsumen Untuk mengukur tingkat kepuasan penumpang angkot Kota Sidoarjo terhadap sistem pelayanan angkot yang tidak mengikuti jaringan trayek, maka digunakan metode ”Analisis Kuadran”. Jasa akan menjadi sesuatu yang sangat bermanfaat apabila didasarkan pada kepentingan pelanggan dan kinerjanya bagi perusahaan. Menurut (Supranto, 2006) dalam hal ini, digunakan skala 5 tingkat (Likert) yang terdiri dari sangat penting, penting, cukup penting, kurang penting dan tidak penting. Kelima penilaian tersebut, diberikan bobot sebagai berikut: a. Jawaban sangat penting diberi bobot 5 b. Jawaban penting diberi bobot 4 c. Jawaban cukup penting diberi bobot 3 d. Jawaban kurang penting diberi bobot 2 e. Jawaban tidak penting diberi bobot 1 Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan skor kinerja/pelaksanaan dengan skor kepentingan. Tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Dalam penelitian ini terdapat 2 buah variabel yang diwakilkan oleh huruf X dan Y. Di mana, X merupakan tingkat kinerja angkot yang dapat memberikan kepuasan para pelanggan, sedangkan Y merupakan tingkat kepentingan pelanggan. Adapun rumus-rumus yang digunakan adalah: Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 1–6 Xi Tk = ................................................................... (1) Yi Di mana: Tki = Tingkat kesesuaian responden Xi = Skor penilaian kinerja angkot Yi = Skor penilaian kepentingan pelanggan (penumpang angkot Kota Sidoarjo) Selanjutnya sumbu mendatar (X) akan diisi oleh skor tingkat pelaksanaan, sedangkan sumbu tegak (Y) akan diisi oleh skor tingkat kepentingan. Dengan penyederhanaan rumus, didapatkan: ∑ X i X = .................................................................. (2) n ∑ Yi Y = ................................................................ (3) n Di mana: X = Skor rata-rata tingkat pelaksanaan/ kepuasan. Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan. n = Jumlah responden Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik (X, Y), di mana X merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat pelaksanaan atau kepuasan penumpang angkot seluruh faktor atau atribut. Y adalah rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepentingan seluruh faktor yang mempengaruhi kepuasan penumpang angkot. Rumus selanjutnya sebagai berikut: X= N ∑ i = 1 Xi Y= N ∑ i = 1 Yi K . .......................................................... (4) ............................................................. (5) K Di mana: K = Banyaknya atribut/fakta yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan Selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan dan menjadi empat bagian ke dalam diagram kartesius seperti pada Gambar 1. Y = Kepentingan/harapan Prioritas Utama A Y Pertahankan Prestasi B Prioritas Rendah Berlebihan C D X X Gambar 1. Diagram Kartesius (Supranto, 2006) Sholichin: Analisis Sistem Pelayanan Angkutan Kota Keterangan: A. Menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan pelanggan, termasuk unsurunsur jasa yang dianggap sangat penting, namun manajemen belum melaksanakannya sesuai keinginan pelanggan, sehingga mengecewakan/tidak puas, (prioritas utama). B. Menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan, untuk itu wajib dipertahankannya. Dianggap sangat penting dan sangat memuaskan, (pertahankan prestasi). C. Menunjukkan beberapa faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, pelaksanaannya biasabiasa saja. Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan, (prioritas rendah). D. Menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelanggan kurang penting, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan, (berlebihan). metode penelitian Adapun langkah-langkah penelitian yang dilakukan sebagai berikut: 1. Langkah pertama adalah melakukan melakukan survai pendahuluan. Dalam tahap ini juga dilakukan pembagian zona. Pembagian zona didasarkan atas wilayah kecamatan yang akan dilalui angkot. Dalam penelitian ini ditentukan 6 rute trayek, meliputi: a. Lyn HP: Terminal Larangan – Sedati Agung. b. Lyn HBI: Terminal Larangan – Pasar Tulangan. c. Lyn HB2: Terminal Larangan –Prambon d. Lyn HMI: Terminal Larangan – Sudimro Medalem e. Lyn LS: Terminal Larangan – Sidodadi f. Lyn HD: Terminal Larangan – Candi 2. Langkah kedua adalah pengumpulan data pimer, berupa: penyebaran kuisioner bagi penumpang angkot Kota Sidoarjo untuk masing-masing rute trayek sebanyak 30 responden. 3. Langkah ketiga adalah analisa data dengan menggunakan analisa kuadran. 4. Langkah keempat adalah mengevaluasi hasil analisis yang didapatkan. 5. Langkah kelima adalah memberikan kesimpulan dan opini guna memberikan solusi kepada Pemerintah Kota Sidoarjo. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memudahkan Pemerintah Kota Sidoarjo dalam pengambilan kebijakan guna memperbaiki kinerja dan sistem pelayanan angkot di Kota Sidoarjo. Uji Kuisioner Meliputi Validitas dan Reliabilitas Validitas Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Untuk mengetahui valid tidaknya pertanyaan pada suatu kuesioner maka digunakan persamaan r. Hal ini disebabkan nilai koefisien korelasi sebenarnya tidak sering diketahui, yang kemudian diperkirakan dengan r. Koefisien korelasi sederhana ditunjukkan dengan simbol r dan r sebagai perkiraan. r= n ∑ Xi Yi - ∑ Xi ∑ Yi n ∑ Xi - (∑ Xi )2 n ∑ Yi 2 - (∑ Yi )2 . ....................... (6) 2 Di mana: r = Koefisien korelasi Xi = Skor item (satu pertanyaan) Yi = Skor total (seluruh item/seluruh pertanyaan) n = Jumlah Sampel Koefisien korelasi (r) adalah statistik yang menunjukkan kuat dan arah saling hubungan antara variasi dua distribusi skor. Setelah diperoleh harga r hitung, selanjutnya untuk dapat diputuskan instrumen tersebut valid atau tidak, harga tersebut dikonsultasikan dengan harga r tabel. Jika harga r hitung lebih besar dari harga r tabel, maka dapat disimpulkan instrumen pada kuesioner tersebut valid atau dapat dipergunakan untuk penelitian. Reliabilitas Reliabilitas (keandalan) didefinisikan sebagai seberapa jauh pengukuran bebas dari varian kesalahan acak (free from random-error variance). Kesalahan acak menurunkan tingkat keandalan hasil pengukuran. Untuk menguji reliabilitas digunakan teknik Alfa Cronbach. Rumus koefisien reliabilitas Alfa Cronbach: ri = k ∑ Si 2 ............................................. (7) 1− (k − 1) St 2 Di mana: ri = Koefisien reliabilitas Alfa Cronbach k = Jumlah item dalam instrumen ∑Si2= Varians item St2 = Varians total Rumus untuk varians total dan varians item: (∑ Xt ) ................................................ (8) ∑ Xt St St 22== − 2 2 2 n JKi n JKs 2 SiSi2 == n − 2 ........................................................... (9) n Di mana: Xt = Skor pertanyaan ke t Jki = Jumlah kuadrat seluruh skor item Jks = Jumlah kuadrat subjek n = Jumlah sampel Secara empirik, tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 1–6 reliabilitas. Tinggi rendahnya reliabilitas tes dicerminkan oleh koefisien korelasi antara skor pada dua tes yang paralel, yang dikenakan pada sekelompok individu yang sama. Semakin tinggi koefisien korelasi termaksud berarti konsistensi antara hasil pengenaan dua tes tersebut semakin baik dan hasil ukur kedua tes itu dikatakan semakin reliabel. Sebaliknya, apabila dua tes yang dianggap paralel ternyata menghasilkan skor yang satu sama lain berkorelasi rendah, maka dapat dikatakan bahwa reliabilitas hasil ukur tersebut tidak tinggi. hasil dan pembahasan Hasil perhitungan tingkat kesesuaian skor kinerja angkot dengan skor kepentingan pelayanan angkot di Kota Sidoarjo dapat di lihat pada tabel 1. Pada tabel 1, diperoleh tingkat kesesuaian hasil perbandingan antara skor kinerja/kepuasan dengan skor kepentingan/harapan. Dari tabel di atas dapat disimpulkan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan penumpang angkot. Urutan prioritas peningkatan faktor-faktor kepuasan/ kinerja penumpang angkot dapat diurutkan sebagai berikut: 1. Faktor muat sebesar 69,03% (item 1) 2. Faktor tarif yang terjangkau sebesar 93,99% (item 8) 3. Faktor ketetapan jadwal waktu dalam menunggu angkot sebesar 101,25% (item 5) 4. Faktor frekuensi yang tinggi (headway) sebesar 103,32% (item 9) 5. Faktor jalur yang dilewati sebesar 109,80% (item 10) 6. Faktor waktu yang terbuang sia-sia akibat diturunkan oleh pengemudi angkot sebesar 110,64% (item 3) 7. Faktor jaminan sampai di tujuan sebesar 123,50% (item 7) 8. Faktor jarak tempuh perjalanan sebesar 126,97% (item 4) Tabel 1.Nilai Tingkat Kesesuaian Kinerja Angkot bagi Penumpang Angkot Atribut Kepuasan/ Kinerja Kepentingan/ Harapan Tingkat Kesesuaian (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 575 301 260 339 325 439 268 391 653 269 833 235 235 267 321 271 217 416 632 245 69,03 128,09 110,64 126,97 101,25 161,99 123,50 93,99 103,32 109,80 Rata-rata 382 367,2 112,86 Sumber: Data Primer 9. Faktor waktu perjalanan sebesar 128,09% (item 2) 10. Faktor adanya waktu tunggu, akibat di turunkan pengemudi angkot untuk mendapatkan angkot berikutnya sebesar 161,99% (item 6). Dari urutan prioritas di atas dapat di lihat bahwa faktor yang paling tidak sesuai antara harapan dan kepuasan adalah faktor adanya waktu tunggu, akibat di turunkan pengemudi angkot untuk mendapatkan angkot berikutnya. Sedangkan hasil perhitungan faktor-faktor kepuasan penumpang angkot dapat di lihat pada Tabel 2. Dari tabel 2 dapat di lihat, untuk rata-rata dari ratarata skor tingkat kepuasan penumpang angkot seluruh faktor (X ) diperoleh nilai sebesar 1,74. Sementara untuk rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepentingan seluruh faktor yang mempengaruhi kepuasan penumpang angkot (Y) sebesar 1,82. Tabel 3 menunjukkan tingkat kesesuaian dan selisih dari masing-masing atribut. Pada gambar 2 diperlihatkan faktor-faktor kepuasan penumpang angkot yang terletak pada diagram kartesius. Tabel 2.Faktor-Faktor Kepuasan Penumpang Angkot di Kota Sidoarjo Atribut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Kepuasan/ Kinerja Kepentingan/ Harapan X Y 2,79 1,53 1,34 1,56 1,61 2,18 1,37 2,32 1,35 1,39 1,74 4,25 1,20 1,23 1,21 1,24 1,32 1,06 4,21 1,32 1,19 1,82 Sumber: Data Primer Tabel 3.Tingkat Kesesuaian masing-masing Atribut Atribut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Sumber: Data Primer Tingkat Kesesuaian (%) 69,03 128,09 110,64 126,97 101,25 161,99 123,50 93,99 103,32 109,80 112,86 Selisih -1,46 0,33 0,11 0,35 0,37 0,86 0,31 -1,89 0,03 0,20 -0,08 Sholichin: Analisis Sistem Pelayanan Angkutan Kota Diagram ini memiliki besaran skala yang sama antara sumbu mendatar dan sumbu tegak (rentang nilai 0–5). Pada diagram tersebut diperlihatkan letak atau posisi nilai-nilai kepuasan penumpang angkot yang dibandingkan dengan sumbu diagonal. Dari gambar di atas, menunjukkan penyebaran titik-titik yang terletak pada diagram kartesius. Posisi penyebaran titik-titik tersebut dibandingkan dengan sumbu diagonal. Penyebaran titik-titik tersebut, menyebar mengumpul dalam tiga kuadran pada sumbu diagonal. Sementara pada diagram kartesius mempertegas posisi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan penumpang angkot terhadap kinerja angkot. Hal ini dipertegas pada keempat kuadran yang dibatasi oleh sumbu mendatar ( X ) dan sumbu tegak ( Y ) yang saling berpotongan dititik ( X , Y ). 4,50 Kepentingan/Harapan 4,00 Keterangan: 1. Faktor Muat 2. Faktor waktu perjalanan 3. Faktor waktu yang terbuang sia-sia akibat diturunkan oleh pengemudi angkot 4. Faktor jarak tempuh perjalanan 5. Faktor ketetapan jadwal waktu dalam menunggu angkot 6. Faktor adanya waktu tunggu, akibat di turunkan pengemudi angkot untuk mendapatkan angkot berikutnya 7. Faktor jaminan sampai di tujuan 8. Faktor tarif yang terjangkau 9. Faktor frekuensi yang tinggi (headway) 10. Faktor jalur yang dilewati angkot Pada gambar 3, diperlihatkan letak faktor-faktor kepuasan penumpang angkot terhadap kepentingan penumpang angkot. Faktor-faktor tersebut berada pada tiga kuadran yaitu pertahankan prestasi (kuadran B), prioritas rendah (kuadran C), dan berlebihan (kuadran D). 3,50 3,00 2,50 2,00 simpulan Kepentingan/Harapan Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1,00 Berdasarkan jawaban responden (penumpang angkot) 0,50 dari hasil analisis kuadran (dengan tingkat kesesuaian), 0,00 maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 1. Kuadran B, faktor-faktor yang perlu dipertahankan Pelaksanaan/Kinerja/Kepuasan pelaksanaan dan keberadaannya karena sudah sesuai dengan harapan penumpang angkot yaitu: Gambar 2. Nilai Faktor-Faktor Kepuasan Penumpang Angkot Gambar 2. Nilai Faktor-Faktor Kepuasan Penumpang Angkot a. Faktor muat sebesar 69,03%. b. Faktor tarif yang terjangkau sebesar 93,99% Sementara pada diagram kartesius mempertegas Dari gambar di atas, menunjukkan penyebaran Variabel-variabel pada kuadran ini merupakan posisi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan titik-titik yang terletak pada diagram kartesius. yang paling berpengaruh terhadap Hal Posisi penyebaran titik-titik tersebut dibandingkan 5,50 penumpang angkot terhadap kinerja angkot.faktor-faktor angkot berdasarkan kepuasan penumpang ini dipertegas pada keempat kuadran kinerja yang dengan sumbu diagonal. Penyebaran titik-titik 5,00 Prestasi B dibatasi Pertahankan oleh sumbu mendatar ( X ) dan sumbu tersebut, menyebar mengumpul dalam tiga angkot. Hal ini terlihat, para responden memberikan 4,50 kuadran pada sumbu diagonal. saling berpotongan dititik ( X , Y ). tegak ( Y ) yang 1 nilai kepentingan yang tinggi dan nilai kinerja yang 8 4,00 Prioritas Utama A dirasakan sama dengan harapan. 3,50 3,00 2. Kuadran C, faktor-faktor yang dinilai tidak penting 2,50 oleh penumpang angkot, dan kinerjanya dinilai kurang 2,00 baik oleh penumpang angkot yaitu: 2,00 1,50 0,00 1,00 9 3,00 4,00 10 2 4 6 a. Faktor ketetapan jadwal waktu dalam menunggu 3 1,00 75 D C angkot sebesar 101,25%. 0,50 Berlebihan Prioritas Rendah b. Faktor frekuensi yang tinggi (headway) sebesar 0,00 103,32%. Pelaksanaan/Kinerja/Kepuasan c. Faktor jalur yang dilewati sebesar 109,80%. Gambar 3.Kartesius Diagram Kartesius dari Faktor-Faktor d. Faktor waktu yang terbuang sia-sia akibat Gambar 3. Diagram Dari Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Penumpangyang Angkot Terhadap Pelayanan Kinerja Angkot Di Kota Sidoarjo Penumpang Angkot Memengaruhi Kepuasan diturunkan oleh pengemudi angkot sebesar terhadap Pelayanan Kinerja Angkot di Kota 110,64%. Sidoarjo e. Faktor jaminan sampai di tujuan sebesar 123,50%. 1,50 f. Faktor jarak tempuh perjalanan sebesar 126,97%. g. Faktor waktu perjalanan sebesar 128,09%. Variabel-variabel pada kuadran ini merupakan faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap kinerja angkot berdasarkan kepuasan penumpang angkot. Hal ini terlihat para responden memberikan nilai kepentingan yang rendah dan nilai kinerja yang rendah pula terhadap faktor-faktor tersebut. 3. Kuadran D, faktor-faktor yang dinilai tidak penting oleh penumpang angkot, akan tetapi pelaksanaan kinerjanya dinilai lebih baik oleh penumpang angkot yaitu faktor adanya waktu tunggu, akibat di turunkan pengemudi angkot untuk mendapatkan angkot berikutnya sebesar 161,99%. Faktor kapasitas muat dan tarif yang terjangkau terdapat di kuadran B, hal menunjukkan penilaian yang baik dari pengguna angkot dan harus dipertahankan. Faktor-faktor yang terdapat dikuadran C menunjukkan kepuasan yang rendah menurut pengguna angkot Kota Sidoarjo. Dan ini merupakan masukan untuk perbaikan kinerja angkot di Sidoarjo. Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 1–6 daftar pustaka 1. Alamsyah AA. Rekayasa Lalu Lintas, Cetakan Pertama, UMM Press. Malang. 2005. 2. Grava S. Urban Transportation Systems, dalam Choises For Communities, McGraw-Hill, United Stated of America. 2003. 3. Miro F. Perencanaan Transportasi untuk Mahasiswa, Perencana, dan Praktisi, Erlangga, Jakarta. 2005. 4. Nasution MN. Manajemen Transportasi, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta. 2004. 5. Supranto J. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan Pangsa Pasar, PT Rineka Cipta, Jakarta. 2006. 6. Rangkuti F. Measuring Customer Satisfaction, dalam Teknik Mengukur dan Starategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan Plus Analisis Kasus PLN-JP, PT Gramedia, Jakarta. 2006. 7. Singarimbun M dan Effendi S. Metode Penelitian Survei, Edisi Revisi, PT Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta. 1989. 8. Sugiyono. Statistik untuk Penelitian, Cetakan Kesembilan, CV AlfaBeta, Bandung. 2006. 9. Sukarto H. Sistem Transportasi, PT Mediatama Saptakarya, Jakarta. 2003. 10. Sistranas. Sistem transportasi Nasional, Departemen Perhubungan. 2005. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Ayam Buras pada Suhu Kamar Ditinjau dari Jumlah Total Kuman, Kandungan Salmonella Enteritidis, dan Kualitas Fisik Effect of Storage Duration Native Chicken Eggs at Room Temperature Seen from Total Total Germs, Salmonella Enteritidis Content, and Physical Quality Dyah Widhowati FKH Universitas Wijaya Kusuma Surabaya abstrak Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh lama penyimpanan telur ayam buras pada suhu kamar terhsdsp jumlah total kuman pada kulit dan isi telur dan kandungan Salmonella enteritidis serta kualitas fisik telur (pH, putih telur, tinggi rongga udara, indeks putih telur dan nilai Haugh Unit. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan the post test- only control group design yang terdiri dari 7 perlakuan dan 5 replikasi. Analisis data menggunakan Anova satu arah yang dilanjutkan dengan uji LSD apabila terdapat perbedaan total kuman pada kulit telur yang tertinggi pada penyimpanan hari ke-13, sedangkan jumlah total kuman pada isi telur yang tertinggi pada penyimpanan hari ke-7. Sedangkan uji kuman patogen Salmonella enteritidis pada kulit dan isi telur negatif. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan nyata (p < 0,05) lama penyimpanan ditinjau dari jumlah total pada kulit dan isi telur asam buras. Demikian juga dengan kualitas fisik telur terdapat perbedaan nyata (p < 0,05) lama penyimpanan ditinjau dari pH, putih telur, tinggi rongga udara, indeks putih telur dan nilai Haugh unit. Kata kunci: total kuman, Salmonella enteritidis, kulit telur, isi telur abstract This research aims to know the influence of the egg storing duration of buras hen at the room temperature to the total bacteria count at the shell and egg extract, the contents of Salmonella enteritidis in the shell and egg extract and the physical quality of the egg (pH egg-white, height of cavity, egg-white index and value of Haugh unit). The research plan used is the post test-only control group design, consisting of 7 group and 5 replications. Data analysis use One Way Varians Analysis followed by LSD test when there is significant difference. The result of research obtained the highest total bacterial count of the egg shell is at the 13 day storage, whereas the highest total bacterial count of egg extract is at the 7 day storage. Patogen bacterial test Salmonella enteritidis on the egg shell and egg extract result in negatif. Result show that there is significant difference (p < 0.05) of the duration of storage observed from the total bacterial count on the egg shell and egg extract. So does the egg physic quality, significant difference are found (p < 0.05) in the duration of storage observed from the egg-white pH, height of air cavity, egg-white index and Haugh unit value. Key words: total plate count, Salmonella enteritidis, hen's egg shell, hen's egg extract, Physical quality of egg pendahuluan Perkembangan perekonomian masyarakat dewasa ini semakin meningkat, sehingga permintaan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi juga semakin meningkat. Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat akan kebutuhan gizi, cara yang ditempuh Pemerintah dalam pembangunan di bidang peternakan adalah pengadaan dan penyediaan bahan makanan bergizi tinggi, yaitu susu, daging dan telur (12) Telur adalah salah satu komoditi peternakan yang merupakan sumber protein bagi manusia. Sebagai bahan makanan, telur mempunyai beberapa kelebihan yaitu mengandung semua zat gizi yang diperlukan tubuh, rasanya enak, mudah dicerna dan dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan. Menurut Krause (1966) yang dikutip oleh (9), melaporkan bahwa sebutir telur ayam segar mengandung 65,5% air, 11,9% protein, 9,3% lemak, 0,9% karbohidrat, beberapa Vitamin dan mineral. Kegemaran konsumen terhadap telur ayam buras hingga saat ini tidak jauh berbeda dengan telur ayam ras, bahkan beberapa konsumen lebih menyukai telur ayam buras. Hal ini karena adanya kepercayaan bahwa khasiat telur ayam buras lebih baik dibanding dengan telur ayam ras, terutama bila dimakan dalam keadaan setengah matang atau dalam keadaan mentah sebagai pelengkap jamu dan minuman penambah kalori Susu Telur Madu Jahe.3 Telur mempunyai sifat mudah rusak, terutama di daerah tropis yang temperatur udaranya relatif tinggi. Pada umumnya kerusakan telur ayam adalah akibat mikroorganisme pada permukaan kulit telur yang berhasil melakukan penetrasi ke dalam telur, atau karena perubahan fisiologis dalam telur itu sendiri.4 Pencemaran telur ayam dapat terjadi setiap saat, sejak telur di dalam tubuh induk ayam, setelah telur dikeluarkan oleh induk sampai telur siap dikonsumsi. Sumber kontaminasi telur ayam di dalam tubuh induk disebabkan karena induk menderita Salmonellosis, hal ini disebabkan karena bakteri Salmonella sp. berada di dalam indung telur (ovarium) ayam yang kadang-kadang kasus tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda klinis. Sedangkan yang di luar tubuh induk umumnya berasal dari tanah, kotoran ayam dan kandang yang mengandung bakteri Salmonella. Selain itu juga pada saat pengemasan telur, penanganan telur dalam transportasi dan proses penyimpanan yang panjang.3 Pemilihan telur ayam konsumsi sampai saat ini masih sangat sederhana, terutama pemilihan telur ayam buras yang hanya berdasarkan besar-kecil dan kebersihan kulit telur saja, yang mana seharusnya berdasarkan kualitas telur. (1) melaporkan bahwa, untuk menentukan kualitas telur, ada dua faktor yaitu: kualitas telur bagian luar dan kualitas telur bagian dalam kualitas telur bagian luar meliputi berat telur, kebersihan telur dan retak tidaknya kulit telur, sedangkan kualitas bagian dalam meliputi keadaan albumen, kuning telur, rongga udara. Pengetahuan tentang jumlah dan jenis kuman tertentu dalam bahan pangan, sangat penting dalam usaha menghindari keracunan yang berasal dari makanan. Keracunan makanan oleh bakteri pada umumnya karena proliferasi bakteri atau produk toksin oleh bakteri di dalam makanan. Keracunan makanan ada 2 macam yaitu keracunan makanan tipe infeksi dan keracunan makanan tipe intoksikasi. Pada tipe infeksi diperlukan pertambahan jumlah bakteri untuk menimbulkan efek, sedangkan pada tipe intoksikasi, toksin bakteri sudah ada dalam makanan yang dikonsumsi. Contoh tipe infeksi adalah keracunan makanan karena mengandung bakteri Salmonella sp., Vibrio parahaemolyticus dan Escherichia coli. Contoh tipe intoksikasi yaitu keracunan makanan karena Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinum dan Bacillus cereus.8 Salmonelosis adalah salah satu keracunan makanan yang sering ditemukan, di mana penyebabnya adalah bakteri Salmonella sp, sumbernya adalah hewan ternak dan produk-produknya. Salmonella sp. merupakan bakteri yang bersifat patogen dan seharusnya tidak boleh ditemukan pada kulit dan isi telur. Hal ini sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan pada tahun 1989, tentang batas maksimal cemaran mikroba dalam makanan, bahwa jumlah total kuman per gram atau per mililiter pada telur adalah 106 koloni dan kandungan Salmonella sp. pada telur harus negatif6 menyatakan bahwa, Salmonella yang terdapat pada telur ayam adalah Salmonella enteritidis. Selama 20 tahun terakhir ini, insidens penyakit karena Salmonella enteritidis telah meningkat banyak di beberapa negara Eropa dan Amerika, bahkan di negara Amerika Serikat Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 7–12 wabah Salmonelosis ini pada tahun 1994 menyerang 224.000 orang, hal ini disebabkan oleh kontaminasi es krim oleh cairan telur yang mengandung Salmonella enteritidis.10 materi dan metode Telur ayam buras sebanyak 10 butir diperoleh dari peternakan ayam buras, dibawa ke Laboratorium Tropical Disease Centre Universitas Airlangga Surabaya. Hal tersebut dilakukan selama 4 (empat) hari berturutturut. Kemudian 10 butir telur pertama dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan, masing-masing 5 butir. Satu kelompok (tanpa perlakuan) ditimbang dan langsung diperiksa terhadap jumlah total kuman dan uji kuman Salmonella enteritidis serta pengukuran kualitas telur yang meliputi tinggi rongga udara, nilai HU, indeks putih telur, dan pH putih telur. Sisanya 5 butir (kelompok I) diberi perlakuan penyimpanan suhu kamar selama 1 hari pada suhu kamar. Setelah penyimpanan tersebut telur ditimbang dan diperiksa terhadap jumlah total kuman, uji kuman, patogen Salmonella enteritidis dan pengukuran kualitas fisik. Sepuluh butir telur yang diambil pada hari kedua dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok II dan III. Kelompok ketiga telur diberi perlakuan penyimpanan 4 hari pada suhu kamar, dan kelompok ketiga diberi perlakuan penyimpanan 7 hari pada suhu kamar. Selanjutnya sama dengan yang tersebut di atas setelah penyimpanan dilakukan penimbangan dan diperiksa terhadap jumlah total kuman, uji kuman patogen Salmonella enteritidis dan pengukuran kualifitas fisik telur. Untuk pengambilan hari ketiga (10 butir), telur dibagi menjadi kelompok IV dan Kelompok V. Kelompok keempat telur diberi perlakuan penyimpanan 10 hari pada suhu kamar dan kelompok kelima, disimpan selama 13 hari pada suhu kamar. Kemudian setelah disimpan kelompok keempat dan kelima ini ditimbang dan diperiksa seperti tersebut di atas. Dan yang terakhir untuk pengambilan hari keempat, 5 butir telur disimpan selama 16 hari pada suhu kamar. Setelah penyimpanan tersebut diperiksa jumlah total kuman, uji kuman patogen Salmonella enteritidis dan pengukuran kualitas fisik telur. Penghitungan Jumlah Kuman Pencemar Penghitungan jumlah kuman dilakukan dengan metode Drop Plate. Kulit Telur Setiap butir sampel telur dimasukkan ke dalam beaker glass yang sudah berisi pengaduk steril dan 50 ml NaCl fisiologis yang steril. Telur yang di dalam beaker glass tersebut kemudian dilakukan pengadukan selama 2 menit, lalu dipindahkan ke conical tube dan disentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Kemudian dengan menggunakan mikropipet steril, diambil endapannya sebanyak 0,5 ml dan dilakukan pengenceran dengan NaCl Widhowati: Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Ayam Buras fisiologis 4 ml (1:10), demikian seterusnya 1:100, 1:1000, 1:10.000, 1:100.000, 1:1.000.000.9 Menyediakan lempeng agar NA Letakkan 0,025 ml bahan pemeriksaan pada lempeng agar NA yang telah dikeringkan lebih dahulu dengan mikropipet. Posisi mikro pipet diusahakan vertikal sehingga ujung pipet tidak menyentuh permukaan medium tetapi tetesannya menyentuh permukaan medium. Tetesan tersebut dibiarkan menyebar sendiri pada permukaan medium pada suhu kamar sampai bagian cair terserap semua ke dalam medium agar. Keadaan tersebut satu bahan pemeriksaan dengan 6 pengenceran yang berbeda masing-masing dilakukan secara duplo (13) setelah itu diinkubasikan dalam inkubator 37° C selama 24 jam dengan cara meletakkan keadaan terbalik (1). Penghitungan jumlah kuman = rata-rata jumlah koloni × 40 × 1/pengenceran.1,9 Isi Telur Sampel isi telur diambil dengan memecah telur dan isinya dimasukkan mengocok isi tersebut secara steril supaya homogen, kemudian diambil sebanyak 0,5 ml dengan mikropipet steril dan diencerkan menjadi I:10 dengan NaCI fisiologis steril sebanyak 4 ml. Demikian seterusnya dibuat pengenceran 1:100 1:1000, 1:10.000, 1:1.00.000, 1:1.000.000. Kemudian perlakuan sama dengan kulit telur dikultur pada NA. Sebagai kontrol untuk kedua sampel tersebut diatas, kedalam sebuah petridish steril dituangkan 1 ml larutan NaCI fisiologis steril diteteskan pada media NA padat yang telah di keringkan. Selanjutnya diinkubasikan ke dalam inkubator 37° C selama 24 jam. Uji Kuman Salmonella enteritidis Pemupukan dan Isolasi Kuman Bahan pemeriksaan kulit telur dan isi telur dari pengenceran 1:10 tersebut diatas 0,1 ml dengan mikropipet steril, kemudian diteteskan media Salmonella Shigella Agar (SSA = media selektif untuk bakteri Salmonella sp.) yang telah kering permukaannya lalu diratakan dengan spreader kemudian diinkubasikan 37° C selama 24 jam, diletakkan secara terbalik. (gram). Telur ditimbang untuk mendapatkan nilai W, baru dipecah untuk mendapat nilai H. Indeks Putih Telur (IPT) ditentukan dengan mengukur tinggi dan diameter putih telur tebal diatas kaca datar tanpa memisahkan dari kuning telur dengan menggunakan sferometer dan jangka sorong. Kemudian IPT dihitung dengan rumus: Tingg putih telur kental dibagi dengan diameter rata-rata putih telur. Derajat keasaman atau pH putih telur diukur pHnya dengan Spezial indikator 6,5–10,0. Analisis Data Untuk parameter uji kuman Salmonella enteritidis dilakukan uji independen antara dua faktor dengan uji chi kuadrat.4 Untuk parameter jumlah kuman pencemar dan kualitas telur dilakukan analisis varian (Anova) yaitu untuk mengetahui adanya perbedaan jumlah kuman pada telur yang diberi perlakuan penyimpanan pada suhu kamar selama 1 hari, 4 hari, 10 hari, 13 hari dan 16 hari, serta adanya perbedaan kualitas telur yang diberi perlakuan penyimpanan pada suhu kamar selama 1 hari, 4 hari, 10 hari, 13 hari dan 16 hari. Bila terdapat perbedaan yang bermakna, maka dilanjutkan dengan uji LSD.14 hasil dan pembahasan Dari hasil analisis data dengan anova satu arah dengan taraf signifikan 5% maka dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan di antara perlakuan, yaitu perlakuan sebelum penyimpanan dan penyimpanan 1 hari, 4 hari, 7 hari, 10 hari, 13 hari dan 16 hari pada suhu kamar ditinjau dari jumlah total kuman pada kulit telur. Setelah diuji komparasi Ganda dengan LSD, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05) jumlah total kuman kulit telur antara telur yang disimpan dalam suhu kamar selama 10 hari, 13 hari dan 16 hari dengan telur sebelum penyimpanan dan telur yang disimpan selama 24 jam, serta 96 jam. Perbedaan jumlah tersebut karena disebabkan karena kuman yang berada pada kulit yang sebelum penyimpanan (1 jam) dan 24 jam, sel kumannya masih dalam fase penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru, dan pada penyimpanan 96 jam, sel kumannya dalam Uji Biokimia Koloni yang tumbuh pada media SSA diinokulasikan masing-masing pada media: Kligler Iron Agar (KIA),Sulfit Indol Motility (SIM),Lysin Indol Motility (LIM), Media Simmon's Citrate Agar (SCA), Uji gula-gula yaitu glukosa, laktosa, arabinosa, rhamnosa, dulcitol dan ornithin decarboxyl. Pengujian Kualitas Telur Uji kualitas telur terdiri dari tinggi rongga udara, nilai Haugh Unit, pH putih telur dan indeks putih telur. Nilai Haugh Unit dihitung dengan rumus: HU = 100 log (H+7,57 – 1,7W0.37) H = tinggi putih telur kental yang diukur dengan sferometer (mm), W = berat telur Tabel 1.Hasil Penghitungan Rataan Jumlah Total Kuman pada Kulit Telur Ayam yang Disimpan pada Suhu Kamar Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 Lama Penyimpanan 1 jam 1 hari 4 hari 7 hari 10 hari 13 hari 16 hari Bataan jumlah total kuman per ml pada kulit t SD 480 ± 334,664 26800 ± 6723,095 540000 ± 240000 69200000 ± 11099549,54 80400000 ± 19359752,06 132000000 ± 95498691,09 131200000 ± 110612838,3 10 Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 7–12 Tabel 2.Hasil Penghitungan Rataan Jumlah Total Kuman pada Isi Telur yang Disimpan pada Suhu Kamar Lama Perlakuan Penyimpanan P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 1 jam 1 hari 4 hari 7 hari 10 hari 13 hari 16 hari Rataan jumlah kuman per ml pada isi telur ± SD 0 4440 ± 2459,268 276000 ± 89888,820 230400000 ± 112742183,800 36600000 ± 20107709,960 800000 ± 424264,069 156560000 ± 61637391,250 fase pembelahan awal, akibatnya pertambahan jumlah sel dari ketiga perlakuan tersebut tidak terlalu tinggi. Dari hasil analisis data dengan anova satu arah dengan taraf signifikan 5% maka dapat bahwa terdapat perbedaan di antara perlakuan. Selanjutnya untuk mengetahui lama penyimpanan yang mana yang berbeda, maka dilanjutkan dengan Uji Komparasi Ganda (LSD). Hasilnya adalah terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05) jumlah total kuman isi telur antara telur yang disimpan dalam suhu kamar selama 7 hari dan 16 hari, dengan telur sebelum penyimpanan (1 jam) dan telur yang disimpan selama 1 hari, 4 hari, 10 hari serta 13 hari. Hasil penghitungan jumlah total kuman pada isi telur yang disimpan pada suhu kamar diketahui bahwa, sebelum penyimpanan sampai penyimpanan telur selama 168 jam terjadi kenaikan jumlah total kuman pada isi telur, hal tersebut karena hampir sama alasannya dengan jumlah total kuman pada kulit telur. Kemudian secara perlahan jumlah kuman menurun sampai pada penyimpanan selama 13 hari, hal tersebut kemungkinan karena beberapa kuman mati akibat produk metabolisme kuman, atau karena selaput telur yang mulai mengering dan putih telur mencair sehingga bahan makanan untuk kuman berkurang. Pada penyimpanan selama 16 hari jumlah kuman meningkat kembali, hal ini karena putih dan kuning telur sudah mencair, sehingga merupakan media bagi bakteri pembusuk untuk berkembang biak. Hasil Uji Kuman Patogen Salmonella enteritidis pada Telur Ayam Buras yang Disimpan pada Suhu Kamar Dari hasil kultur dapat diketahui bahwa uji kuman patogen Salmonella enteritidis yang dilakukan pada kulit telur dan isi telur, sebelum penyimpanan dan setelah penyimpanan selama 1 hari, 4 hari, 7 hari, 10 hari, 13 hari dan 16 hari, dalam suhu kamar, tidak ada pertumbuhan kuman patogen tersebut. Hal tersebut kemungkinan peternakan ayam buras tempat pengambilan sampel mempunyai ayam yang bebas Salmonelosis, kemungkinan feces, tempat bertelur, tanah atau debu di sekitar kandang juga tidak mengandung bakteri Salmonella enteritidis. Selain itu sistem pemeliharaan ayam di peternakan tidak memungkinkan ayam mencari makanan atau minuman di sekitar kandang yang tercemar oleh bakteri Salmonella sp. Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Telur Ayam Buras yang Disimpan pada Suhu Kamar Telur sejak dikeluarkan dari kloaka, akan mengalami perubahan-perubahan akibat pengaruh lama penyimpanan dan lingkungan penyimpanan (temperatur dan kelembaban). Dari hasil Analisis data dengan anova satu arah dengan taraf signifikan 5% maka daoat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara perlakuan sebelum penyimpanan dan penyimpanan 1 hari, 4 hari, 7 hari, 10 hari, 13 hari dan 16 jam pada suhu kamar ditijau dai Ph putih telur ayam. Selanjutnya untuk mengetahui lama penyimpanan yang mana yang berbeda, maka dilanjutkan dengan uji kompetensi ganda dengan LSD. Hasilnya adalah terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05) Ph putih telur antara: – Telur yang disimpan dalam suhu kamar selama 4 hari, 7 hari, 10 hari, 13 hari dan 16 hari dengan telur sebelum penyimpanan – Telur yang disimpan dalam suhu kamar selama 10 hari dengan penyimpanan selama 1 hari – Telur yang disimpan selama 13 hari dengan penyimpanan selama 1 hari, 4 hari, 7 hari, 10 hari dan 16 hari. Kenaikan pH putih telur tergantung pada keseimbangan antara carbondioksida, ion karbonat dan ion carbonat. Semakin lama penyimpanan tekur maka, semakin lama carbondioksida hilang dari dalam telur melalui pori-pori kulit, akibatnya konsentrasi ion bicarbonat menjadi turun, sehingga sistem buffer menjadi terganggu dan pH putih telur menjadi basa. Hasil analisis data dengan anova satu arah dengan taraf signifikan 5% dapat diketahui bahwa Tabel 3.Hasil Pengukuran pH Putih Telur yang Disimpan pada Suhu Kamar No. 1 2 3 4 5 X SD P0 9,0 9,0 8,7 8,7 8,7 8,82 0,164 P1 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0 9,0 0 P2 9,0 9,0 9,0 9,5 9,5 9,2 0,274 P3 9,0 9,0 9,5 9,5 9,5 9,3 0,274 P4 9,5 9,0 9,5 9,5 9,5 9,4 0,224 P5 10,0 10,0 10,0 9,5 9,5 9,8 0,374 P6 9,5 9,5 9,0 9,0 8,7 9,14 0,351 Tabel 4.Hasil Pengukuran Tinggi Rongga Udara Telur Ayam yang Disimpan dalam Suhu Kamar No. 1 2 3 4 5 X SD PO 4,022 3,530 3,435 3,545 3,600 3,626 0,229 P1 5,050 4,450 5,073 4,520 4,971 4,813 0,303 P2 6,010 6,085 5,530 5,575 4,990 5,638 0,439 P3 7,875 8,073 6,951 6,825 8,015 7,548 0,608 P4 10,030 8,980 10,090 9,250 9,160 9,502 0,519 P5 9,930 10,156 11,037 10,275 11,015 10,483 0,511 P6 10,980 11,146 11,825 11750 12,019 11,544 0,454 Widhowati: Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Ayam Buras 11 terdapat perbedaan di antara perlakuan yaitu, sebelum penyimpanan, penyimpanan 1 hari, 7 hari, 13 hari dan 16 hari pada suhu kamar ditinjau dari tinggi rongga udara pada telur. Selanjutnya untuk mengetahui lama penyimpanan mana yang berbeda, maka dilanjutkan dengan uji komparasi Ganda (LSD). Hasilnya adalah terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05) tinggi rongga udara telur pada semua perlakuan (sebelum penyimpanan dan sesudah penyimpanan), kecuali pada penyimpanan selama 13 hari dan 16 hari. Hasil pengukuran tinggi rongga udara telur ayam pada suhu kamar didapatkan, bahwa dengan bertambahnya waktu simpan, maka terjadi kenaikan tinggi rongga udara telur. Hal ini karena semakin lama telur disimpan dalam suhu tinggi, maka semakin banyak penguapan isi telur, sehingga makin panjang jarak pertautan antara dua membrane kerabang telur, akibatnya semakin besar nilai tinggi rongga udara dalam telur tersebut. perbedaan di antara perlakuan yaitu, telur sebelum penyimpanan telur yang disimpan selama 1 hari, 7 hari, 10 hari, 13 hari dan 17 hari pada suhu kamar, ditinjau dari nilau HU pada telur. Setelah dilanjutkan dengan uji komparasi Ganda (LSD), hasilnya adalah terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05) nilai Haugh unit di antara semua perlakuan (sebelum penyimpanan dan sesudah penyimpanan), kecuali perlakuan penyimpanan selama 1 hari dan 4 hari. Nilai Haugh unit pada telur yang disimpan pada suhu kamar diketahui, bahwa dengan bertambahnya waktu simpan maka semakin rendah nilai Haugh unit. Keadaan tersebut karena semakin lama telur disimpan, maka semakin banyak penguapan carbondioksida dan air. Hasil Pengukuran Indeks Putih Telur (cm) Ayam yang disimpan dalam suhu kamar 1. Terdapat perbedaan jumlah total kuman pada kulit telur pada berbagai lama penyimpanan telur ayam buras pada suhu kamar. 2. Terdapat perbedaan jumlah total kuman pada isi telur pada berbagai lama penyimpanan telur ayam buras pada suhu kama 3. Terdapat perbedaan kualitas fisik telur yang terdiri dari pH putih telur, tinggi rongga udara, indeks putih telur dan nilai Haugh unit, pada berbagai lama penyimpanan telur ayam buras pada suhu kamar. Hasil analisis data dengan anova satu arah dengan taraf signifikan 5%, maka dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan di antara perlakuan, yaitu perlakuan pada telur sebelum penyimpanan, telur yang disimpan selama 1 hari, 4 hari, 7 hari, 10 hari, 13 hari dan 17 hari, yang disimpan pada suhu kamar ditinjau dari indeks putih telur pada telur ayam buras. Setelah diuji komparasi Ganda dengan LSD, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05) indeks putih telur di antara semua perlakuan (sebelum penyimpanan dan sesudah penyimpanan), kecuali perlakuan penyimpanan selama 13 hari dan 17 hari. Hasil pengukuran indeks putih telur yang disimpan dalam suhu kamar diketahui, bahwa makin bertambahnya waktu simpan telur, maka akan terjadi penurunan nilai indeks putih telur. Hal ini karena semakin lama penyimpanan telur, maka semakin banyak terlepasnya carbondioksida, sehingga PH putih telur menjadi semakin basa, akibatnya protein yang membentuk jala (ovomucin) akan rusak dan pecah-pecah karena hidrolisa alkalis, dengan demikian bagian putih telur menjadi encer dan nilai indeks putih telur menjadi semakin turun. Hasil Analisis data dengan anova satu arah dengan taraf signifikan 5% dapat diketahui bahwa terdapat Tabel 5.Hasil Pengukuran Nilai Haugh Unit Telur Ayam Suhu kamar No. 1 2 3 4 5 X SD PO 91,200 92,572 86,534 87,477 89,976 2,533 2,533 P1 86,463 82,624 88,018 86,929 85,400 85,885 2,056 P2 83,467 83,155 84,487 84,646 82,737 83,689 0,836 P3 79,077 73,815 77,415 79,940 76,110 77,271 2,434 P4 70,355 72,057 68,895 68,511 69460 69,460 1,413 P5 60,691 52,750 56,902 54,070 60,086 56,900 3,527 P6 47,726 44,027 45,438 54,728 42,651 45,114 1,907 simpulan dan saran Sinpulan Saran Perlu dilakukan penelitian serupa dengan menggunakan lebih dari satu macam telur (ayam buras dan ras) dan berbagai macam suhu penyimpanan serta identifikasi kuman yang lain pada kulit dan isi telur. daftar pustaka 1. Neisheim MC, Richard EA, Leslie EC. Poultry Production. Lea and Febiger. London. 1979; pp. 285–318. 2. Wasito EB. Penghitungan Jumlah Kuman Dalam Cawan. Majalah Teknologi Kesehatan Indonesia. 1986, 1(2): 6–11. 3. Jekti RP. Pencemaran Bahan Makanan oleh Mikroba. Cermin Dunia Kedokteran, 1990; 62: 33–35. 4. Sudjana, 1992. Metode Statistika. Edisi 5. Penerbit Tarsito Bandung. 5. Fardiaz S. Analisis Mikrobiologi Pangan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1993; hal. 35­43. 6. Henzler DJ, Ebel E, Sanders J, Kradel D, Mason J. Salmonella enteritidis in Egg from Comersial Chicken Layer Flocks Implicated in Human Outbreak. Avian Diseases. 1994; 38(1): 37–43. (Abs) 7. Hobbs BC, D Roberts. Food Poisoning and Food Hygiene. St. Edmundsbury Press Ltd. The United Kingdom. 1993; p. 27–28, 70–72, 98–99. 8. Kartini AY, Astrawinata DAW. Diagnosis Laboratorium pada Keracunan Makanan oleh Beberapa Mikroorganisme. Majalah Medika 1994; No. 8, tabun XX. Agustus. Hal 49. 9. Salamun. Evaluasi terhadap beberapa aspek mikroflora kulit telur ayam ras yang dijual di pasaran. Jurnal Penelitian Universitas Airlangga. Surabaya. 1994; hal. 66–71. 12 10. Anonim, 1996. Munculnya Penyakit dari Makanan. Majalah Medika no. 11 tahun XXII Nov. hal 910. 11. Purnomowati S. Perlakuan perendaman telur konsumsi dalam bahan cair mendidih terhadap kualitas fisiknya. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlanega. 1996; Surabaya. hal. 6–22. Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 7–12 12. Soedjana TD. Perkembangan konsumsi daging dan telur ayam di Indonesia. Media Komunikasi &Informasi Pangan. 1996; 8(29): 79–81. 13. Samosir DJ, T Sudaryani. Mengatasi Permasalahan Beternak Ayam. Penebar Swadaya. 1997; hal. 14–15. 14. Astawan M. Telur Tidak Benar Penyebab Kolesterol. Majalah Sartika, 1998; hal. 79–81. 13 Stabilitas Hasil pada Generasi Segregasi F­5, F6 dan F7 Beberapa Genotipe Kedelai Stability of the Generation segregation F 5 , F 6 and F 7 Some Soybean Genotypes Fathurrahman1, Siswoyo TA2, dan Poerwoko MS3 1 Mahasiswa Pascasarjana Unej Jember 2 Dosen Pascasarjana Unej Jember 3 Dosen Pascasarjana Unej Jember abstrak Penelitian untuk mengetahui stabilitas sembilan genotipe pada generasi F5, F6 dan F7, yaitu genotipe Unej-1, Unej-2, Polije-1, Polije-2, Polije-3 dan Polije-4 serta Malabar, Wilis dan Gepak Kuning sebagai pembanding, telah dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi mulai bulan Februari sampai Juni 2012. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan uji stabilitas teori Eberhart dan Russell dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Genotipe Polije-1, Polije-2 dan Polije-3 menunjukkan kestabilan dalam semua parameter, dan dapat direkomendasikan untuk dikembangkan dan diproduksi dalam jumlah besar di masyarakat. Kata kunci: kedelai, stabilitas produksi, seleksi genotipe/varietas abstract The experiments were conducted to determine the stability of soybean yields in the generation F5, F6 and F7 of the nine genotypes were tested, namely Unej 1, Unej 2, polije 1, Polije 2, Polije 3, and Polije 4 as genotype promising lines and three strains comparison, namely Malabar, Wilis and Gepak Kuning. which began in February until June 2012. This study used a randomized complete block design (RCBD) each generation, followed by an analysis of homogeneity testing and stability testing according to Eberhart and Russell, with three replications. The results showed that Genotypes tested, turned out to Polije genotypes 1, 2, and Polije 3, showing stability in all parameters on the observations, whereas the other genotypes only on the parameters of observation only. It can be concluded that Polije genotypes 1, Polije 2 and Polije 3 which is one of the superior genotypes, can be recommended to be developed and produced in large quantities in the community. Key words: soybean, yield stability, improved varieties pendahuluan Indonesia merupakan salah satu penghasil kedelai yang strategis. Upaya berswasembada kedelai tidak hanya bertujuan memenuhi kebutuhan pangan, tetapi untuk mendukung agroindustri, menghemat devisa dan mengurangi ketergantungan terhadap impor. Langkah swasembada harus ditempuh karena ketergantungan yang semakin besar pada impor yang bisa menjadi musibah terutama harga dari komoditas kedelai mahal akibat stok menurun (Baharsjah et al., 2004). Menurut Rahayu et al. (2006), peran penting kedelai adalah sebagai sumber protein, vitamin dan mineral yang dapat dikonsumsi langsung atau dibuat produk turunan, misalnya sebagai bahan baku susu, kecap, taoco dan lain-lain. Upaya meningkatkan produksi, daya saing dan produktivitas kedelai dapat dicapai melalui penggunaan benih unggul bermutu dan meningkatkan populasi tanaman. Penggunaan varietas unggul yang mempunyai adaptasi luas terhadap pola tanam dan kondisi setempat merupakan faktor penting. Varietas kedelai mempunyai sifat respons baik terhadap daerah maupun generasi lain (Mursito, 2003). Stabilitas hasil merupakan ragam hasil di suatu lokasi sepanjang waktu. Analisa stabilitas dilakukan dengan memakai data hasil dari sejumlah generasi pengujian di mana teknik analisisnya merupakan teknik analisa kestabilan berdasarkan analisis gabungan (Kasno, 1986). Mekanisme stabilitas secara umum dapat dikelompokkan ke dalam empat hal, yaitu heterogenitas genetik, kompensasi komponen hasil, ketanggangan terhadap deraan stress tolerance dan daya pemulihan yang cepat terhadap penderaan. Dalam hubungan ini stabilitas diartikan sebagai kemampuan dari suatu genotipe untuk menghindari perubahan hasil yang besar di berbagai generasi (Kasno, et al. 1997). Berbagai cara telah digunakan untuk menilai stabilitas genotipe di rentang generasi yang berbeda. Teknik yang umum dipakai adalah teknik regresi (Kasno, 1986). Uji stabilitas hasil merupakan salah satu metode pengujian yang dilakukan pada galur-galur tanaman, khususnya galur kedelai yang akan dilepas menjadi suatu varietas yang akan direkomendasikan, apakah galur 14 Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 13–17 kedelai tersebut sudah mempunyai stabilitas hasil yang baik sehingga dapat digunakan oleh petani. bahan dan metode Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, kelurahan Kebalenan kecamatan Banyuwangi kabupaten Banyuwangi, dengan ketinggian tempat ± 43 meter di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Juni 2012. Bahan yang digunakan meliputi sembilan macam genotipe yaitu genotipe Unej 1, Unej 2, Polije 1, Polije 2, Polije 3, Polije 4, Malabar, Wilis dan Gepak Kuning. Bahan-bahan lainnya adalah pupuk Urea, SP-36, KCl, Insektisida Decis 25 EC, Lannate dan Dithane M-45, Pupuk daun Herbafarm, Colocron dan Furadan 3G. Peralatan yang digunakan adalah gelas ukur, timbangan analitik, tangki semprot, timba, dan gunting stek. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pola dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan sembilan genotipe pada generasi F5, F6 dan F7, di mana setiap perlakuan menggunakan tiga ulangan. Data penelitian dianalisis dengan model rumusan: Y = m + gi + bj + eij i = 1, 2, 3,..., 9 j = 1, 2, 3 Dalam hal ini: Y : Pengamatan genotipe ke-i pada blok ke-j µ : Nilai tengah populasi gi : Pengaruh perlakuan genotipe ke-i (i = 1,2,3,...,9) bj : Pengaruh dari blok ke-j (j = 1,2,3) eij : Pengaruh galat percobaan dari genotipe ke-i pada : blok ke-j. Tahapan metode analisis yang dilakukan adalah: a. Membuat Analisis Ragam RAK Generasi F5, F6 dan F7, apabila terdapat hasil yang berbeda nyata dilakukan uji Scott-Knott pada taraf 5% b. Membuat Analisis Pengujian Homogenitas; 1. Uji khi-kuadrat untuk homogenitas ragam galat, dengan uji Bartlett’s (Gomes dan Gomes, 1984), yaitu penduga ragam gabungan: k S2 p = ∑ S12 /k t=1 2. Nilai Uji khi kuadrat: 2 X2X= = k 2 (2,3026)(f)(k log S2 p t=1 ∑ log S1 1+ {(k+1)/3kf} 3. Uji F, pengujian beda nyata pengaruh g dan interaksinya (g × s), yaitu: F (g) = KTg / KTe F(gxs) = KTgxs / KTe hasil dan pembahasan Genotipe yang diuji menunjukkan perbedaan produktivitas dari segi agronomis, perbedaan ini selain dipengaruhi teknik budi daya atau tindakan agronomi juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, salah satunya kesuburan tanah. Menurut Musa (1978), hasil biji per tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh genotipe tetapi juga dipengaruhi oleh teknik budi daya atau tindakan agronomi yang diterapkan serta keadaan lingkungan tumbuh yang lain, salah satunya adalah perbedaanperbedaan dalam kesuburan tanah. Genotipe yang berbeda akan menunjukkan penampilan yang berbeda setelah berinteraksi pada generasi tertentu di mana faktor generasi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sampai dengan pemasakan buah (Mursito, 2003). Dalam pemuliaan untuk memperoleh varietas-varietas yang berdaya hasil tinggi tidaklah mudah. Hasil dapat didekati dari segi komponen hasil yang berupa jumlah tanaman per hektar, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong dan berat 100 biji (Sumarno dan Harnoto, 1991). Analisis penelitian ini menggunakan Analisis Varians untuk semua pendugaan parameter mulai generasi F5, F6 dan F7 pada taraf 5% dan 1%. Analisis tersebut untuk mengetahui pengaruh masing-masing genotipe serta interaksinya pada semua parameter dan semua generasi. Uji Scott-Knott pada taraf 5% dilakukan bila masing-masing genotipe menunjukkan perbedaan nyata. Nilai F-hitung untuk semua parameter tampak pada Tabel 1. Tabel 1.Nilai F hitung Parameter yang Diamati pada Generasi F5, F6, dan F7 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Parameter Tinggi Tanaman Cabang Produktif Jumlah Buku Produktif Jumlah Polong per Tanaman Jumlah Biji per Tanaman Berat 100 biji Berat Biji per Tanaman Berat Biji per Petak F-hitung F5 F6 F7 4,01* 30,82* 4,94* 5,42* 1,06ns 5,45* 1,40ns 2,73ns 1,49ns 21,97** 3,72* 8,78* 20,95** 33,36** 12,82** 12,81** 20,26** 3,17ns 17,21** 24,18** 8,40** 4,10* 8,41** 15,98* (*): Berbeda nyata (**): Berbeda sangat nyata (ns): Tidak Berbeda nyata F Tabel 5% = 2,59; F Tabel 1% = 3,89 Tabel 1 menunjukkan hasil F-hitung untuk parameter tanaman yang diamati selain cabang produktif dan buku produktif, adalah berbeda sangat nyata. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup besar di antara genotipe yang diamati. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat dikatakan bahwa keragamannya cukup tinggi. Poespodarsono (1988) menyatakan bahwa Fathurrahman, dkk.: Stabilitas Hasil pada Generasi Segregasi semakin besar atau semakin beragam tanaman dalam suatu populasi, akan semakin besar kemungkinan memperoleh individu yang di-inginkan. Genotipe yang berbeda nyata ataupun sangat nyata dilakukan uji lanjut Scott-Knott pada taraf 5% seperti pada Tabel 2. Hasil pengamatan terhadap semua parameter yang diuji dengan Scott-Knott menunjukkan perbedaan sangat nyata untuk parameter tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per tanaman, berat 100 biji dan berat biji per tanaman. Hal ini dikarenakan sifat-sifat genetik dan peranan gen yang ada 15 pada masing-masing genotipe berbeda-beda, sehingga respons pada masing-masing generasi akan berbeda pula. Menurut Harun dan Ammar (2001) jumlah biji pada setiap tanaman kedelai yang ada sangat ditentukan oleh jumlah polong dan ukuran polongnya. Oleh karena itu, dengan semakin banyaknya polong pada tanaman kedelai, maka jumlah biji yang ada akan semakin banyak per tanaman. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa, karakter berat 100 biji, berat biji per tanaman, jumlah polong per tanaman dapat digunakan sebagai kriteria dalam seleksi untuk perbaikan hasil kedelai. Secara teoritis, ketiga Tabel 2.Hasil Analisis Uji Gugus Scott-Knott Generasi F5, F6 dan F7 Parameter yang Diamati pada F5 Genotipe Unej-1 Unej-2 Polije-1 Polije-2 Polije-3 Polije-4 Malabar Wilis Gepak Kuning Tinggi Tanaman (cm) ∑ Cabang Produktif 1 70,07a 61,90a 60,57a 51,40b 47,43b 47,77b 44,87b 81,73a 64,40a 2 3 4 5 6 7 8 6,13a 8,20a 6,93a 6,80a 6,33a 6.97a 6,90a 4,60b 5,33b 46,13 52,90 53,50 42,47 37,20 39,53 38,10 33,87 43,63 106,47b 169,80a 112,27b 115,40b 97,53c 97,73c 93,60c 105,47b 92,03c 271,70b 385,27a 283,63b 290,83b 245,47d 245,97c 226,00d 234,70d 190,97d 15,50a 12,85b 16,13a 16,89a 16,21a 16,13a 13,15b 7,82c 8,77c 40,78a 42,19a 38,17a 40,84a 33,12b 33,63b 34,84b 21,70c 16,16c 9,68a 10,02a 9,07a 9,70a 7,86b 7,99b 8,28b 5,16c 3,83c Berat 100 Biji (g) 6 14,14a 11,33b 13,78a 15,21a 14,12a 12,59a 15,33a 7,14b 9,05b Berat biji/ tanaman (g) 7 20,14a 30,67a 22,32a 19,58b 19,73b 23,16a 19,69b 16,23b 16,12b Berat biji/ petak (kg) 8 4,78b 7,28a 5,30b 4,65b 4,69b 5,50b 4,68b 3,85b 3,83b Berat 100 Biji (g) 6 14,82a 10,61b 14,47a 15,29a 14,68a 15,13a 14,38a 9,62b 9,39b Berat biji/ tanaman (g) 7 40,02b 29,77c 45,16a 49,69a 40,17b 50,10a 38,08b 38,01b 39,37b Berat biji/ petak (kg) 8 9,64b 8,87c 10,55a 11,55a 9,89b 12,75a 9,40b 9,42b 9,55b ∑ Buku Produktif ∑ Polong/ tanaman ∑Biji/ tanaman Berat 100 Biji (g) Berat biji/ tanaman (g) Berat biji/ petak (kg) Parameter yang Diamati pada F6 Tinggi Tanaman (cm) 1 Unej-1 46,87c Unej-2 76,33a Polije-1 52,90c Polije-2 55,23c Polije-3 55,33c Polije-4 53,03c Malabar 48,63c Wilis 81,13a Gepak Kuning 62,70b Genotipe ∑ Cabang Produktif 2 3,87 5,33 3,73 3,43 3,73 12,70 3,60 4,53 5,47 ∑ Buku Produktif 3 31,80b 46,57a 27,73b 26,60b 30,63b 23,70b 27,33b 31,87b 43,20a ∑ Polong/ tanaman 4 67,77c 202,63a 66,40c 59,37c 61,83c 77,73c 60,60c 104,40b 88,57b ∑ Biji/ tanaman 5 153,70c 322,84a 163,87c 144,80c 154,90c 199,50b 145,00c 225,67b 181,77b Parameter yang Diamati pada F7 Tinggi Genotipe Tanaman (cm) 1 Unej-1 85,03b Unej-2 101,93a Polije-1 87,60b Polije-2 86,87b Polije-3 85,03b Polije-4 91,10b Malabar 85,87b Wilis 88,63b Gepak Kuning 92,47b ∑ Cabang Produktif 2 6,37b 6,43b 6,47b 6,00b 5,63b 7.00b 6,07b 8,33a 7,83a ∑ Buku Produktif 3 47,30 53,87 56,10 56,63 43,93 53,17 49,27 65,80 53,83 ∑ Polong/ tanaman 4 112,80b 133,70b 132,63b 133,40b 104,67b 132,73b 107,87b 210,00a 206,77a ∑ Biji/ tanaman 5 286,77b 295,03b 332,67b 345,10b 277,20b 339,43b 329,67b 392,13a 441,03a Angka yang diikuti huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Scott-Knott 5%. 1 = Tinggi tanaman (cm); 2 = Jumlah Cabang Produktif; F6 adalah Jumlah Buku Produktif; 3 = jumlah polong per tanaman; 4 = jumlah biji pertanaman; 5 = berat per 100 biji (g); 6 = berat biji per tanaman (g); dan 7 = berat biji per petak (kg) 16 karakter tersebut berperan penting terhadap karakter hasil tanaman. Pada tanaman kedelai, berat biji setiap tanaman dipengaruhi secara langsung oleh jumlah biji setiap tanaman dan ukuran biji. Jika dihubungkan dengan ketiga karakter di atas, maka karakter jumlah polong per tanaman dan jumlah biji per tanaman berkaitan dengan jumlah biji, sedangkan karakter berat 100 biji berkaitan jumlah biji per tanaman maupun per petak. Jumlah cabang yang banyak akan menyebabkan peningkatan jumlah buku, yang memungkinkan dihasilkannya polong dengan jumlah yang banyak. Sehingga dapat dihasilkan biji yang banyak untuk setiap tanaman. Namun tanaman kedelai yang memiliki cabang yang banyak cenderung tanamannya besar, kanopinya lebih luas, sehingga memerlukan ruang tumbuh yang lebih luas. Pada Tabel 2, pada generasi F5 jumlah polong pertanaman tertinggi ada pada genotipe Unej-2 dengan 170 polong/tanaman, hal ini juga berimbas pada berat biji/tanaman di mana Unej-2 memiliki berat lebih tinggi. Namun nilai berat 100 biji pada genotipe Unej-2 tersebut rendah yaitu 12,85 g dibandingkan dengan genotipe unggulan lainnya Unej-1, Polije-1, Polije-2, Polije-3 dan Polije-4, yang masing-masing beratnya 15,5 g, 16,13 g, 16,89 g, 16,21 g, dan 16,13 g. Sedangkan varietas pembanding, Gepak Kuning memiliki nilai terendah pada jumlah polong dengan 92 polong/tanaman, hal ini dapat mempengaruhi jumlah biji/tanaman, berat 100 biji, berat biji per tanaman dan berat biji per petak yang semuanya rendah. Pada generasi F6, jumlah polong pertanaman tertinggi juga sama seperti pada generasi F5, yaitu genotipe Unej 2 dengan 202 polong/tanaman, hal ini juga berimbas pada berat biji/tanaman di mana Unej 2 memiliki berat lebih tinggi. Namun nilai berat 100 biji pada genotipe Unej 2 tersebut rendah yaitu 11,33 g dibandingkan dengan genotipe unggulan lainnya. Sedangkan pada generasi F 7, jumlah polong pertanaman tertinggi ada pada genotipe ke-8 (Wilis) dengan 210 polong/tanaman, Namun nilai berat 100 biji pada genotipe tersebut rendah, yaitu 9,62 g, sehingga berat biji yang dihasilkan hanya 38 g/tanaman (lebih tinggi setingkat dibandingkan dengan Unej-2 yang hanya 29.77 g). Sebaliknya untuk genotipe dengan berat 100 biji yang tertinggi (Polije-2 = 15.29 g), dan memiliki berat biji/tanaman sebesar 49,69 g. Genotipe Polije-4 yang memiliki berat biji/ tanaman tertinggi (50.1 g), dan beberapa karakter komponen hasilnya mempunyai nilai tinggi juga, seperti berat 100 biji (= 15.1 g; terendah = 9.4 g (Gepak Kuning), jumlah biji setiap polong (= 339.4; terendah 295 (Unej 2) dan tertinggi = 441 (Gepak Kuning), jumlah polong setiap buku produktif (= 132.7; terendah = 104.7 (Polije 3) dan tertinggi = 210 (Wilis)). Sedangkan jumlah cabang produktif termasuk tinggi dibandingkan genotipe yang lain (= 7.0; terendah 5.6 (Polije 3) dan tertinggi = 8.3 (Wilis). Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 13–17 Keadaan yang sama terjadi juga pada genotipe Polije 2 dengan berat biji/tanaman yang juga tinggi (49.7 g). Hal ini menunjukkan bahwa ukuran biji yang besar tidak menjamin secara langsung dihasilkannya berat biji/ tanaman yang tinggi, karena ukuran biji yang tergambar pada karakter berat 100 biji berkorelasi secara negatif dengan jumlah biji setiap tanaman. Oleh karena itu peningkatan hasil dapat dicapai dengan meningkatkan berat 100 biji atau meningkatkan jumlah biji setiap tanaman (Poerwoko, 1995). Untuk membandingkan masing-masing generasi F5, F6 dan F7 dihitung lebih lanjut dengan Uji Bartlett’s untuk menghomogenkan ragam galat pada tanaman uji dan menggunakan Uji Stabilitas hasil dengan analisis regesi model Eberthart dan Russell. Rangkuman uji Barlets, pada Tabel 3. Dari Tabel 3, data yang homogen hanya pada parameter jumlah buku produktif dan berat 100 biji, sedangkan parameter yang lain tidak homogen. Dari Tabel 3.Uji Homogenitas Ragam pada semua Parameter generasi F5, F6 dan F7 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Parameter Tinggi Tanaman Cabang Produktif Jumlah Buku Produktif Jumlah Polong per Tanaman Jumlah Biji per Tanaman Berat 100 biji Berat Biji per Tanaman Berat Biji per Petak X2-hitung 21,44** 70,81** 0,70ns 28,89** Keterangan Data Tidak homogen Tidak homogen Homogen Tidak homogen 16,74** 1,37ns 7,73** 7,73** Tidak homogen Homogen Tidak homogen Tidak homogen Tabel 4.Nilai F-hitung Combine Analysis Gabungan Parameter yang Homogen pada Generasi F5, F6, F7 No. Parameter 1 Jumlah Buku Produktif 2 Berat 100 Biji F-hitung Gabungan 2,10ns 66,02** Tabel 5.Hasil Analisis Uji Gugus Scott-Knott Gabungan untuk Parameter Berat 100 Biji Genotipe Unej-1 Unej-2 Polije-1 Polije-2 Polije-3 Polije-4 Malabar Wilis Gepak Kuning Parameter yang Diamati Berat 100 Biji 14,82 a 11,60 b 14,79 a 14,29 a 14,62 a 15,80 a 15,00 a 8,19 c 9,07 c Fathurrahman, dkk.: Stabilitas Hasil pada Generasi Segregasi kedua parameter di Combined Analysis gabungan tiga generasi, menghasilkan data seperti pada Tabel 4. Dari Tabel 4, parameter berat 100 biji, dapat dilanjutkan dengan analisis uji Scoot-Knoot Gabungan, dan didapatkan hasil seperti pada Tabel 5. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat stabilitas hasil dari genotipe yang diteliti, dilakukan dengan model Eberhart dan Russell, seperti pada Tabel 6. Pada tabel 6, dihasilkan data beberapa genotipe untuk parameter jumlah cabang produktif dan berat 100 biji, ada yang stabil dan ada juga yang tidak stabil. Hal ini diperoleh dari regresi nilai tengah pada hasil pengamatan, selanjutnya dicari koefisien regresi dan kuadrat tengah simpangannya. Apabila nilai koefisien regresi dari genotipe tersebut nilainya sama dengan satu (b = 1) dan simpangannya sama dengan nol ( Sd2 = 0), maka genotipe tersebut dikatakan stabil, sebaliknya bila salah satu nilainya tidak sama bahkan kedua nilainya tidak sama, dikatakan genotipe tersebut tidak stabil. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 18 dan 19, di mana beberapa genotipe menunjukkan stabil dan ada juga yang tidak stabil pada pengujian stabilitas parameter jumlah cabang produktif dan berat per 100 biji. Untuk mengetahui nilai bi = 1 digunakan uji t, dengan kriteria pengambilan keputusan, jika thitung t (0,05, db), maka nilai b = 1 dan jika thitung > t (0,05, db), maka nilai b 1, jika nilainya positif berarti b > 1, jika nilainya negatif berarti b < 1. Selanjutnya untuk mengetahui nilai Sd2 = 0 diuji dengan rumus F-hitung dengan kriteria pengambilan keputusan, jika Fhitung Ftabel, berarti Sd2 = 0 dan jika Fhitung > Ftabel, berarti Sd2 0. Dari Tabel 6, menjelaskan bahwa dari genotipe yang diuji, ternyata untuk genotipe Unej 1, Polije 1, Polije 2 dan Polije 3, menunjukkan kestabilan dalam dua parameter pengamatan hasil combined analysis. sedangkan genotipe pembanding hanya Gepak Kuning yang menunjukkan kestabilan. Hal ini bisa diambil kesimpulan bahwa genotipe Unej 1, Polije 1, polije 2 dan polije 3 yang merupakan genotipe unggulan, Tabel 6.Rangkuman Hasil Uji Stabilitas Genotipe pada Dua Parameter Pengamatan (Jumlah Cabang Produktif dan Berat 100 Biji) Genotipe Unej 1 Unej 2 Polije 1 Polije 2 Polije 3 Polije 4 Malabar Wilis Gepak Kuning Parameter Pengamatan Jumlah Cabang Berat 100 Biji Produktif Stabil Stabil Stabil Tidak stabil Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil Stabil Tidak stabil Stabil Stabil Tidak Stabil Stabil Tidak stabil Stabil Stabil 17 bisa direkomendasikan untuk dikembangkan. Sedang genotipe unggulan yang lain yaitu Unej 2 dan Polije 4, perlu uji coba lanjutan agar bisa stabil pada beberapa generasi dan waktu yang berbeda. simpulan Genotipe Unej 1, Polije 1, Polije 2 dan Polije 3, menunjukkan kestabilan pada dua parameter pengamatan. Hal ini bisa disimpulkan bahwa genotipe Unej 1, Polije 1, polije 2 dan polije 3 yang merupakan genotipe unggulan, bisa direkomendasikan untuk dikembangkan. Sedangkan genotipe unggulan lain yaitu Unej 2 dan Polije 4, perlu uji coba lanjutan agar bisa stabil pada beberapa generasi dan waktu yang berbeda. ucapan terima kasih Ucapan terima kasih disampaikan pada Bapak M. Setyo Poerwoko dan Ibu Nurul Syamsiyah, yang telah mengizinkan penggunaan materi percobaan dan merupakan bagian dari penelitian payung sepuluh seri percobaan. daftar pustaka 1. Baharsjah, Justika, Suwardi, dan Irsal. Hubungan Iklim dengan Pertumbuhan Kedelai, Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Bogor. 2004. 2. Eberhart SA and WA Russel. Stability for Comparing Varieties. 1966; Crop Sci (6): 36–40. 3. Gomez KA and Gomes AA. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua Terjemahan. UI-Press. Jakarta. 1995. 4. Harun MU dan Ammar M. Respons Kedelai (Glycine max L. Merr) Terhadap Bradyrhizobium japonicum Strain Hup + Pada Tanah Masam. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 2001; 3(2): 111–115. IPB. Bogor. 5. Kasno A. Pendugaan Parameter Genetik dan Parameter Stabilitas Hasil dan Komponen Hasil Kacang Tanah (Arachis hepogeae (L), Merr. Disertasi S3 Fakultas Pascasarjana, IPB Bogor. 1986. 6. Kasno, A Soegito, Noovita N, Joko P, R Suhendi, M Anwari Trustinah dan Mujiono. Evaluasi Daya Hasil dan Stabilitas Galur Harapan Kacang-kacangan. Laporan Tahunan. Balitkabi Malang. 1997. 7. Mursito D. Heritabilitas dan Sidik Lintas Karakter Fenotipik Beberapa Galur Kedelai (Glycine max. (L). Merrill. Jurnal Agrosains, 2003; 6(2): 58–63. 8. Musa MS. Ciri Kestatistikan Beberapa Sifat Agronomi Suatu Bahan Genetikan Kedelai. Pascasarjana IPB. Bogor. 1978. 9. Poerwoko MS. Kajian Uji Statistik Scott-Knott. Fakultas Pertanian Universitas Jember. Jember. 1995. 10. Poespodharsono. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 1988. 11. Rahayu M, LWirajaswadi, dan A Hipi. Peningkatan Produktivitas Kedelai melalui Pendekatan Pengelolaan tanaman Terpadu (PTT) di Kecamatan Kempo Kabupaten Dompu, Laporan Penelitian BPTP Nusa Tenggara Barat. NTB. 2006. 12. Scott AJ and M Knott. Cluster Analysis Method for Grouping Means in the Analysis of Variance. Biometrics. 1974; 30(3): 507–512. 13. Singh RK and BP Chaudhary. Biometrical Method in Quantitative Genetics Analysis. Kalyan Publishery. New Delhi. 1985. 14. Sumarno dan Harnoto. Kedelai dan Cara Bercocok Tanam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. 1991. 18 Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Cokelat dengan Pelarut Asam Formiat Pectin Extraction from the Peel of Cocoa with Solvents Formic Acid Susilowati, Siswanto Munandar, Luluk Edahwati, dan Erwan Adi Saputro Program Studi Teknik kimia, Fakultas Teknologi Industri, UPN ”Veteran” abstrak Di Indonesia pektin masih merupakan barang impor yang belum begitu dikenal walaupun sudah banyak digunakan dalam bidang industri dan farmasi. Pektin adalah bahan pengental alami yang berasal dari buah dan beberapa macam tumbuhan. Pektin diproduksi dan dipasarkan dalam bentuk bubuk kering atau cairan. Penelitian ini dilakukan untuk mengambil pektin serta mengetahui kadar metoksil dari kulit buah cokelat dengan menggunakan proses ekstraksi. Kondisi operasi yang dijalankan yaitu pada pH 3, suhu 80° C serta perbandingan pelarut (1:12, 1;14, 1:16, 1:18, 1;120), dan waktu ekstraksi 200, 225, 250, 275, 300 (menit) Hasil penelitian diperoleh kadar metoksil yang terbaik 30,50% pada pencucian dengan alkohol dan kadar metoksil 28,08% untuk pencucian dengan air, dengan perbandingan bahan dan pelarut 1:16 dan waktu 275 menit. Warna pektin pada perlakuan pencucian dengan alkohol lebih putih dibandingkan dengan pencucian dengan air. Kata kunci: alkohol, ekstraksi soxhlet, kulit buah cokelat, metoksil, pektin abstract In Indonesia imports pectin is not commonly known although it being widely used in industry and pharmacy. Pectin is a natural thickener ingredients derived from fruits and various herbs. Pectin is produced and marketed in the form of a dry powder or liquid. The purpose of this study is isolate pectin from cocoa peel with the extractionprocess. This extraction process using formic acid as solvent and it used with Soxhlet extraction apparatus. The operating conditions at pH 3, temperature 80° C and the ratio of solvent (1:12, 1:14, 1:16, 1:18, 1:20) and extraction time (min) 200, 225, 250, 275, 300. The results obtained methoxyl levels of 30.50% on the best washing with alcohol and 28.08% levels methoxyl in washing with water only, the ratio of material and solvent 1:16 and time 275 minutes. Color pectin in the treatment of alcohol washing was whiter than washing with water only. Key words: alcohol, extraction, cocoa peel, methoxyl, pectin pendahuhuan Kulit buah cokelat merupakan salah satu sumber pektin. Kandungan pektin yang terdapat dalam kulit buah cokelat sekitar 6–12% pektin tiap-tiap berat kering.1 Pemanfaatan tanaman cokelat selama ini masih terbatas yaitu pada bizinya, sedangkan bagian lainnya seperti kulit buah dan pulp belum banyak dimanfaatkan. Melihat dari data statistik, kebutuhan pektin di kawasan asia, termasuk juga Indonesia pada tahun 2000 sampai 2009, bahwa konsumsi pektin terus mengalami peningkatan.2 Untuk mengatasi kebutuhan akan pektin, maka bisa dimanfaatkan limbah kulit cokelat tersebut untuk diolah dan diambil pektinnya. Sehingga kebutuhan pektin dapat terpenuhi dan bermanfaat, serta akan mengurangi pencemaran lingkungan dari limbah kulit cokelat tersebut. Pektin adalah senyawa polisakarida yang larut dalam air dan merupakan asam-asam pektinat yang mengandung gugus-gugus metoksil, fungsi utamanya sebagai bahan pengental dan pembentuk gel. Selain dalam industri makanan pektin dapat digunakan dalam industri kosmetik dan farmasi, seperti dalam pembuatan krim, sabun, minyak rambut dan pasta.3 Mutu pektin terlihat dari jumlah kandungan metoksilnya, bila kandungan metoksilnya 2,3 sampai 4,5% termasuk pektin metoksil rendah., dan bila kandungan metoksilnya lebih dari 7,12% termasuk pektin metoksil tinggi.4 Kandungan metoksil pada pektin ini akan mudah menjadi bentuk jelly, merupakan sifat penting dari pektin. Penggunaan pektin dalam industri pangan ditentukan oleh kadar metoksil dari pektin tersebut, pektin dengan kadar metoksil tinggi biasanya digunakan untuk jam, jelly, pembuatan kembang gula berkualitas tinggi, pengentalan untuk minuman, emulsi flavor. Pektin dengan kadar metoksil rendah biasanya digunakan jam dan jelly berkalori rendah untuk orang-orang yang menghindari gula, digunakan juga untuk puding dan gel buah-buahan dalam es krim. Pektin diperoleh dari kulit buah coklat dengan cara ekstraksi. Ekstraksi adalah proses pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan, pemisahan tersebut terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda-beda dari masingmasing komponen yang ada dalam campuran.5 Dalam proses ekstraksi dilakukan dengan penambahan asam. Asam yang digunakan pada ekstraksi pektin adalah asam tartat, malic, sitrat, laktat, asetat dan phospat.6 Pada penelitian ini digunakan pelarut air dengan ditambahkan asam formiat hingga pH menjadi 3. Penambahan asam Susilowati, dkk.: Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Cokelat bertujuan untuk menghidrolisis protopektin menjadi pektin.7 Protopektin merupakan molekul yang tidak larut dalam air, yang terdapat pada jaringan tumbuhan yang muda. Pada tanaman banyak terdapat sebagai ikatan dengan logam kalsium dan magnesium, juga berikatan dengan selulosa. Jika jaringan tanaman dipanaskan dalam air yang mengandung asam, maka protopektin dapat diubah menjadi pektin yang terdispersi dalam air. Pemisahan pektin dari pelarutnya menggunakan bahan pengendap yaitu etanol yang mempunyai daya larut yang lebih besar dari pada pektin.7 Hal ini dikarenakan pada saat penambahan presipitan kedalam filtrat, presipitan akan mengikat kuat air akibatnya pektin yang sudah terikat oleh pelarutnya akan mengendap. Penambahan presipitan tersebut dilakukan dalam jumlah yang sedikit berlebihan. Tujuan penelitian adalah mengambil pektin serta mengetahui kadar metoksilnya dari kulit buah cokelat dengan metode ekstraksi. metode penelitian 19 Pelarut melarutkan pektin dalam thimble, larutan sari ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon menuju labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Perbandingan bahan dan pelarut sesuai dengan variabel yang dijalankan (1:12, 1:14,1:16, 1:18, 1:20) dan suhu operasi 100° C dengan waktu pemasakan sesuai dengan variabel yang dijalankan (200, 225, 250, 275, 300 menit), menggunakan pelarut organik yaitu asam formiat, pH larutan ekstraksi 3. Hasil dari proses ekstraksi disaring, diambil filtratnya sedangkan endapannya dibuang. Filtrat dipanaskan sehingga volumenya tinggal setengah dari volume mula-mula. Selanjutnya diberi alkohol asam, dibiarkan sampai terjadi endapan dan saring. Kemudian endapan diambil sedangkan filtratnya dibuang. Endapan dilakukan pencucian dengan alkohol sampai pH netral dan dilakukan tanpa pencucian dengan alkohol. Selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu sekitar 60 sampai 62° C, Hasilnya berupa pektin powder kemudian dianalisis kadar metoksilnya. Persiapan Bahan Baku Kulit cokelat dipotong-potong kemudian dikeringkan. Kulit cokelat kering dihaluskan dan diayak sebesar 50 mesh. hasil penelitian dan pembahasan Hasilpenelitian Penelitian danpektin Pembahasan Data-data hasil dengan ekstraksi Pada soxhlet dapat dilihat pada gambar ini. Data – data hasil penelitianberikut pektin dengan ekstraksi soxhlet dapat dilihat pada gambar berikut ini. gambar 2, terli perbandingan bahan dan pe 1:14 dan 1:16 terjadi kena metoksil dari menit ke 200 s ke 275 sedangkan perband % metoksil dan pelarut untuk 1:18 kenaikkannya tajam sampai ke 250 ,hal ini terjadi bah perbandingan 1:18 dan 1:20 Waktu (menit) menit ke 250 kadar me Gambar 2. Hubungan Antara Waktu dengan Kadar Metoksil terambil maksimal , sedangka Gambar 2. Hubungan Antara Waktu pada Berbagai Perbandingan Bahan dan Pelarut Dengan Kadar Metoksil Pada Berbagai , 1:14 dan 1:16 masih cen Asam Formiat untuk Perbandingan Bahan Pencucian dan Pelarut dengan Asam Alkohol. Formiat untuk Pencucian Dengan Alkohol. Gambar 1. Alat ekstraksi soxhlet ke 275, disebabkan waktu ek Prosedure penelitian lama sehingga akan terjadi k partikel dengan pelarut lebih s kadar metoksil dapat teramb % metoksil Kulit cokelat kering sebanyak 10 gram kemudian dibungkus atau ditempatkan dalam “Thimble” (selongsong tempat sampel). Labu diisi dengan pelarut sesuai dengan variabel. Thimble yang sudah terisi sampel dimasukkan ke dalam soxhlet. Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor. Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi pektin mulai dipanaskan. Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondensor mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble. sampai batas maksimal yaitu Dari hasil analisis diperol Perbandingan metoksil yang baik untuk p formiat pada perbandingan Waktu (menit) menit ke 275 sebesar 30 pencucian dengan alkohol, sed Gambar 3. Hubungan antara Waktu dengan Kadar Metoksil pada Gambar Perbandingan 3. Hubungan Bahan Antara dan Waktu Berbagai Pelarutgambar Asam3 Dengan Kadar Metoksil Pada Berbagai Formiat untuk Pencucian Tanpa Alkohol. Perbandingan Bahan dan Pelarut Asam Formiat untuk Pencucian Tanpa Alkohol. kadar untuk pencucian ta metoksil yang perbandingan 1:16 pada me 20 Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 18–21 Pada gambar 2, terlihat bahwa perbandingan bahan dan pelarut 1:12, 1:14 dan 1:16 terjadi kenaikan kadar metoksil dari menit ke-200 sampai menit ke-275 sedangkan perbandingan bahan dan pelarut untuk 1:18 dan 1: 20 kenaikkannya tajam sampai pada menit ke-250, hal ini terjadi bahwa pada perbandingan 1:18 dan 1:20 dan pada menit ke-250 kadar metoksil yang terambil maksimal, sedangkan untuk 1:12, 1:14 dan 1:16 masih cenderung naik sampai batas maksimal yaitu pada menit ke-275, disebabkan waktu ekstraksi yang lama sehingga akan terjadi kontak antara partikel dengan pelarut lebih sempurna dan kadar metoksil dapat terambil maksimal. Dari hasil analisis diperoleh kadar metoksil yang baik untuk pelarut asam formiat pada perbandingan 1:16 pada menit ke-275 sebesar 30,50% untuk pencucian dengan alkohol, sedangkan pada gambar 3 untuk pencucian sebesar tanpa alkohol baik pada 28,08%kadar , jadimetoksil terlihat yang perolehan perbandingan 1:16 pada menit ke-275 sebesar 28,08%, jadi terlihatkadar perolehan kadar metoksil jauhbaik berbeda metoksil tidak jauh tidak berbeda baik perlakuan pencucian dengan alkohol maupun tanpa pencucianpuladengan alkohol pencucian perlakuan alkohol, demikian untuk perbandingan bahan dan pelarut, juga pada waktu sama. maupun tanpa pencucian alkohol,demikian Rendemen merupakan perbandingan jumlah berat pektin yang diperoleh dengan jumlah berat bahan. Pada untukkadar perbandingan bahan dan pada gambar 4 pula perolehan rendemen yang terbaik pelarut, juga pada waktu sama. menit ke-275, pada perbandingan bahan dan pelarut 1:18 kemudian stabil lalu terjadi penurunan. Semakin lamanya waktu ekstraksi dan semakin banyaknya jumlah bahan dan pelarut maka kadar rendemen memiliki kecenderungan meningkat, disebabkan protopektin pada kulit buah cokelat akan terhidrolisis menjadi pektin sehingga pektin yang terambil maksimal. Kadar rendemen yang tertinggi yaitu 28,48%. Dalam analisa kadar air dengan tujuan untuk mengetahui kandungan air yang ada dalam pektin yang dihasilkan. Dari data analisis yang diperoleh kadar air pektin berkisar antara 6,41–8,97%. Hasil tersebut telah memenuhi standar mutu pektin yaitu untuk susut pengeringan (kadar air) maksimal 12%. (Mariaty Djohan, 2000). Pada Ekstraksi soxhlet perolehan kadar metoksil hampir sama pada perlakuan pencucian dengan alkohol dan tanpapada pencucian dengan alkohol protopektin kulit buah coklat akanuntuk pelarut asam formiat tetapi terlihat pada perubahan warna pektin terhidrolisis menjadi pektin pektinwarna pektin hasil yang dihasilkan. Tabel sehingga berikut adalah ekstraksi. yang terambil maksimal. Kadar rendemen Pada tabel 1 terlihat pada perlakuan pektin untuk pencucian alkohol menghasilkan warna putih yang yang tertinggi yaitu 28,48%. Dalam analisa lebih dominan dari pada perlakuan pada pektin tanpa kadar air dengan tujuan untuk mengetahui pencucian alkohol. kandungan air yang ada dalam pektin yang simpulan dihasilkan. Dari data analisis yang diperoleh % Rendemen Kadar dari pektin didapatkan yang terbaik kadar air pektinmetoksil berkisar antara 6,41 – 8,97 %. pada pelarut asam formiat yaitu 30,50% untuk pencucian Hasil tersebutalkohol, telah memenuhi standar mutu pencucian tanpa dengan sedangkan untuk alkohol 28,08%. Pencucian alkohol sedikit berpengaruh terhadap perolehan kadar metoksil tetapi memberikan yang bersih dan putih pada pektin yang air)warna maksimal 12%.lebih (Mariaty Djohan,2000). dihasilkan. Pada Ekstraksi soxhlet perolehan kadar pektin yaitu untuk susut pengeringan (kadar Waktu (menit) Waktu (menit) metoksil hampir sama daftar pustaka pada perlakuan pencucian dengan alkohol Kakao, dan Kanisius.Yogyakarta. tanpa 1. Spillane, J James. Komoditi 1995. Gambar 4.Gambar Hubungan 4. antara Waktu dengan Hubungan AntaraRendemen Waktu pada 2. ME Chahyadita. Pembuatan pektin dari kulit kakao. 2012. www. Berbagai perbandingan Pelarut Asam pencucian Dengan Rendemen Bahan Pada danBerbagai repository.usu.ac.id dengan alkohol untuk pelarut Formiat untukBahan Pencucian dengan Alkohol. perbandingan dan Pelarut Asam Formiat untuk Pencucian Dengan Alkohol. Tabel 1.Perubahan Warna pada Pektin Rendemen merupakan perbandingan jumlah Pencucian dengan alkohol Perbandingan berat pektin yang diperoleh dengan jumlah pelarut asam 200 mnt 225 mnt 250 mnt 275 mnt formiat berat bahan. Pada gambar 4 perolehan kadarPutih 1:12 Putih Putih Putih kecokelatan rendemen yang terbaik pada menit ke 275, 1:14 Putih Putih Putih Putih pada kecokelatan perbandingan bahan dankecokelatan pelarut 1:18 1:16 Putih Putih Putih Putih 1:18 kemudian Putih stabil lalu Putih terjadi Putihpenurunan.Putih kecokelatan waktu Putih ekstraksi danPutih 1:20 Semakin Putih lamanya Putih semakin banyaknya jumlah bahan dan pelarut maka kadar rendemen memiliki kecenderungan meningkat, disebabkan asam formiat tetapi terlihat pada perubahan warna pektin yang dihasilkan . Pencucian tanpa alkohol Tabel berikut adalah warna pektin hasil 300 mnt ekstraksi. Putih kecokelatan Putih Putih Putih Putih kecokelatan 200 mnt 225 mnt 250 mnt 275 mnt 300 mnt Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Coklelat Cokelat buram Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Susilowati, dkk.: Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Cokelat 3. M Ekky Chahyaditha. Pra Rancangan pabrik pembuatan pektin dari kulit buah kakao. Universitas Sumatra Utara. 2011. 4. Mariaty Djohan. Pektin dan Pemanfaatannya dalam Industri Pangan. 2000. 5. Mc Cabe, Warren L. Unit Operatioan of Chemical Engineering, McGraw-Hill Higher. Singapore, Sixth Edition. 2001. 21 6. C Schemin MH dkk. Extraksi pektin dari apple pomace.Brazillian archives of biology and technology, International Journal. Brazil. 2005; 48(2): 259–266. 7.Othmer Kirk. Encyclopedia of Chemical Tehnology. McGraw-Hill, New York. 1993; Second Edition. Vol. 14. 22 Peran Elisitor CU2+ pada Produksi Katekin melalui Kultur Kalus Camellia Sinensis CU2+ Elicitor Role of Production Through Catechins Camellia Sinensis Callus Culture Sutini Jurusan Agroteknologi FP UPN ‘Veteran’ Jatim - Surabaya abstrak Tujuan dari penelitian ini memperoleh cara produksi katekin dengan skala besar berpotensi sebagai anti oksidan. Metode penelitian yang dilakukan, meliputi: (1) induksi kalus dengan menanam eksplant potongan pucuk daun teh pada media dengan berbagai zat pengatur tumbuh, (2) identifikasi katekin secara kualitatif, (3) subkultur kalus pada media dan zat pengatur tumbuh yang sama, (4) induksi akumulasi katekin kultur kalus menggunakan elisitor. Hasil penelitian kalus berisi katekin, bahwa penambahan elicitor ion Cu2+) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan kalus yang berbeda nyata dengan kontrol (tanpa penambahan elisitor ion Cu2+). Kata kunci: katekin, kultur kalus, Camellia sinensis, elisitor ion Cu2+ abstract The purpose of this study derive how large-scale production of catechins with potential as anti-oxidants. Research methodology, including: (1) eksplant plant callus induction with tea leaf pieces on media with various growth regulators, (2) qualitative identification of catechins, (3) subculture of callus on the media and the same growth regulators, (4) catechin accumulation of callus induction using elicitor. The results of the study callus contains catechins, that the addition of Cu2+ ions elicitors) positive effect on the growth of callus significantly different from the control (without the addition of Cu2+ ions elicitor). Key words: katekin, kultur kalus, Camellia sinensis, elisitor ion Cu2+ pendahuluan Katekin tanaman Camellia sinensis (teh ) termasuk senyawa fenol yang kompleks, tersusun dari senyawasenyawa katekin, epikatekin galat, epigalokatekin, epigalokatekin galat, dan galokatekin (1). Beberapa peneliti menyebutkan bahwa epikatekin galat dapat digunakan untuk menyembuhkan penderita talasemia dengan cara epikatekin bertindak sebagai anti oksidan dengan mengikat kelabihan kelat Fe 3+ menjadi senyawa kompleks yang dapat dikeluarkan melalui urin (2). Hasil penelitian yang lain (3). Disebutkan bahwa tingginya kadar fenol meningkatkan aktivitas antioksidan. Kegunaan katekin dalam bidang kosmetik dan kecantikan dapat sebagai penyubur rambut tanpa mengiritasi kulit kepala (4). Permasalahan memperoleh katekin dari tanaman di lahan terkendala oleh kesuburan tanah dan pergantian musim. Apabila mengalami musim kemarau panjang maka akan berdampak pada penurunan produksi daun teh muda. Oleh karena itu produksi metabolit sekunder katekin perlu dikembangkan dengan kultur kalus melalui teknik kultur in vitro. Teknik kultur kalus melalui kultur in vitro adalah dengan cara menanam eksplan yang telah dipotong selebar garis tengah satu sentimeter pada media kultur, kemudian dari luka yang terpotong ini tumbuh kalus. Kelebihan penggunaan teknik ini diantaranya pertumbuhan masa lebih cepat dibanding dari tanaman, penghematan penggunaan lahan, lebih ekonomis dan efisien karena tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit. Proses produksi lebih konsisten dan kontinyu. Untuk meningkatkan hasil metabolit sekunder dilakukan elisitasi dengan cara pemberian elisitor. Elisitor yang diberikan pada sel tumbuhan akan menginduksi dan meningkatkan produksi metabolit sekunder. Tujuan p enelitian ini adalah mendapatkan metode produksi katekin dengan teknik kultur in vitro melalui pemberian elisitor Cu2+ sebagai upaya untuk mendapatkan bahan bioaktif dalam skala besar. materi dan metode Bahan dasar untuk eksplan diambil dari pucuk daun tanaman Camellia sinensis pada posisi 1–3 dari tangkainya seluas 1 cm2, menggunakan medium MS pada pH 5,8 dengan penambahan sukrosa 2000 miligram, serbuk agar-agar swallow 800 miligram, zat pengatur sinensis dilanjutkan dengan subkultur. nakan Kalus hasil sub kultur digunakan untuk engan 2+ pada Produksi Katekin Sutini: Peran Elisitor elisitasi (6). CU Elisitasi kalus Camellia ion engan rtama (MS) ngatur acetic masing media mbuh dasar, osa 2 hakan ahkan pada mudian mellia Elisitasi kalus Camellia sinensis dengan menggunakan elisitor Cu2+ seperti Gambar 3. Uji Elisitasi kualitatif kalus katekin dengan HPLC diperoleh kromatogram tersebut pada Gambar 4–5. Pembuatan media dengan menggunakan dua HASIL PENELITIAN metode. Pertama media dasarDAN Murashige skoog Elisitasi kalus Camellia sinensis (MS) dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4PEMBAHASAN acid dan kinetin, masing- pembahasan dichlorophenoxyacetic dengan menggunakan elisitor masing 1 mg/L. Kedua membuat media perlakuan dengan zat pengatur tumbuh yang sama dengan media Inisiasi Cu2+ eksplan seperti merupakan Gambar 3. kegiatan awal dasar, kemudian diperkaya dengan sukrosa 2%, agarpenumbuhan kalus dengan memperhatikan keaseptisan HASIL PENELITIAN agar swallow 0,8% diusahakan larutan pada pH 5,8, danPembuatan ditambahkan elisitor ionperlakuan Cu2+ 1, 5, 10 1 mg/L pada media masing botol media. Kemudian menyediakan pucuk daun Camellia sinensis, dipotong-potong dengan luas dan 1 cm2. Pembuatan media dasar Induksi kalus Camellia sinensis Uji kualitatif kalus katekin dengan Dilanjutkan inisiasi eksplan dengan menanam potongan pucuk daunperlakuan Camellia sinensis pada media perlakuan. media hasilnya disterilisasi Induksi kalus Camellia sinensis HPLC. Induksi kalus Camellia sinensis dilanjutkan dengan Uji kualitatif kalus dengan katekin dengan media MS inkubasi ditambah kemudian di Camellia ruang subkultur. Kalusdisimpan hasil subkalus kultur digunakan untuk 2,4Uji kualitatif kalus katekin Induksi sinensis elisitasi (6). Elisitasi kalus Camellia sinensis dengan HPLC diperoleh kromatogram dichlorophenoxyacetic aciddengan 1sinensis mg/L, Induksi kalus Camellia HPLC. yang akanelisitor ditanami menggunakan Cu2 +.eksplan. Selanjutnya dilakukan uji tersebut pada Gambar 4-5. kinetin 1 HPLC mg/L dapat dilihat pada kualitatif kalus katekin dengan Uji kualitatif kalus katekin dengan media MS ditambah 2,4- Gambar 3. Kalus umur minggu. Gambar 2 3. Kalus umur 4 minggu. Diamati4dengan mikroskup HPLC diperoleh kromatogram dichlorophenoxyacetic acid 1 mg/L,Gambardengan Inisiasi eksplan hasil penelitian kinetin 1 mg/L dapat dilihat pada Inisiasi eksplan pada media MS Gambar 2 media perlakuan hasilnya Pembuatan media dasar dan disterilisasi disimpan tumbuh di ruang inkubasi dengankemudian zat pengatur 2,4-D yang 1 akan ditanami eksplan. Inisiasi eksplan dengan zat pengatur ppm, kinetinpada1 media ppmMS tersebut pada tumbuh 2,4-D 1 ppm, kinetin 1 ppm tersebut pada gambar gambar 1. 1. Olympus-S2 perbesaran 8×: Kalusdengan dengan elisitasi Diamati Cu pada Gambar 4-5. tersebut mikroskup Olympus-S2 perbesaran 8x: Kalus dengan elisitasi Cu Gambar 2.Induksi kalus Camelliasinensis dengan media MSditambah Waktu retensi /tR (menit) 2,4dichlorophenoxyacetic acid 1 Uji kualitatif kalus katekin dengan Induksi kalus Camellia mg/L, sinensis kinetin 1 mg/L Gambar 4: Kromatogram katekin Gambar 2.Induksi kalus Camelliasinensis Induksi kalus Camellia sinensis HPLC. standar dengan media MSditambah ` retensi /tR (menit) Waktu 2,4dichlorophenoxyacetic Elisitasi Uji kualitatif kalus katekin dengan media MS ditambah 2,4- acid 1 mg/L, kinetin 1 mg/L Gambar 4: Kromatogram Gambar 4. Kromatogram katekin standar. katekin Elisitasi kalus dengan HPLC diperoleh kromatogram dichlorophenoxyacetic acid Camellia 1 mg/L, sinensis standar dengan elisitor Gambar 1. Inisiasi eksplan pada mediaeksplan MS dengan zat pengatur Gambar 1. Inisiasi pada ` tersebut pada Gambar 4-5. kinetin 1 mg/L dapat menggunakan dilihat pada Elisitasi tumbuh 2,4-D+ 1 ppm, kinetin 1 ppm seperti Gambar 3. media MS Cu2 dengan zat pengatur Gambar 2 Elisitasi kalus Camellia sinensis tumbuh 2,4-D 1 ppm, kinetin 1ppm dengan menggunakan elisitor + Cu2 seperti Gambar 3. Gambar 3. Kalus umur 4 minggu. Gambar 2. Induksi kalus Camelliasinensis dengan media Gambar 2.Induksi kalus Camelliasinensis Diamati dengan MSditambah 2,4-dichlorophenoxyacetic acid dengan media MSditambah mikroskup Olympus-S2 1 mg/L, kinetin 1 mg/L perbesaran acid 8x: 1Kalus 2,4dichlorophenoxyacetic Gambar 4 minggu. elisitasi Cu mg/L, kinetin3.dengan 1Kalus mg/Lumur Elisitasi Elisitasi kalus Diamati dengan mikroskup Olympus-S2 perbesaran 8x: Kalus dengan elisitasi Cu Camellia sinensis Waktu retensi /tR (menit) Gambar 5. Kromatogram katekin kalus. Gambar 5 :Kromatogram katekin Waktu retensi /tkalus R (menit) Waktu retensi /tR (menit) Gambar 4: Kromatogram katekin standarGambar 5 :Kromatogram katekin ` kalus Respon detektor mg/L, kualitatif kalus katekin dengan HPLC metode penelitian Respon detektor Respon detektor 2,4- 2 Respon detektor Respon detektor 800 sinensis dengan menggunakan elisitor tumbuh 2,4-dichlorophenoxyacetic acid 1 mg/L, kinetin 1 mg/L ion Cu2+ 1, 5, dilakukan 10 mg/L. Cu(5),+. dan elisitor Selanjutnya uji Respon detektor gram, 23 Gambar 2.Induksi kalus Camelliasinensis dengan media MSditambah Induksi kalus Camellia sinensis dengan media MS 2,4dichlorophenoxyacetic acid 1 ditambah 2,4-dichlorophenoxyacetic acid 1 mg/L, mg/L, kinetin 1 mg/L kinetin 1 mg/L dapat dilihat pada Gambar 2. Respon d 3 dari 24 media maupun eksplan yang ditanam agar diperoleh hasil yang terus dipelihara untuk memperoleh bahan kalus. Relevan dengan penelitian Agustinus (7), bahwa untuk mendapatkan eksplan yang steril dan mampu melakukan pertumbuhan maka perlu dilakukan inisasi/sterilisasi. Induksi kalus dilakukan dengan media dan zat pengatur tumbuh yang telah terpilih dari hasil optimasi dan kalus yang terbentuk disubkultur agar dapat dilakukan elisitasi. Elisitasi kalus dilakukan untuk memotivasi pembentukan metabolit sekunder katekin. Relevan dengan hasil penelitian Melati (8), bahwa penggunaan elisitor dapat meningkatkan biomassa. Uji kualitatif dilakukan guna identifikasi metabolit sekunder dengan cara membandingkan waktu retensi standar dengan waktu retensi kalus hasil perlakuan. simpulan Waktu retensi (t R) yang dapat diamati pada kromatogram standar katekin 9.715 dan (tR) yang dapat diamati pada kromatogram ekstrak kalus 9.934, harga ini hampir sama yaitu sekitar 9 menit, dapat disimpulkan bahwa ekstrak kalus mengandung katekin. Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 22–24 daftar pustaka 1. Sri FK. Jenis Teh dan Pengolahannya. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran, Bandung. 2009. 2. Thephinlap, C. Epigallocatechin-3-gallate and Epicatechin3 gallate from Green Tea Decrease Plasma Non-Transferrin Bound Iron and Erythrocyte Oxidative Stress. Abstract. Department of Biochemistry, Faculty of Medicine, Chiang Mai University, Chiang Mai Thailand 2007. 3. Septianingrum ER. Kadar Fenol dan Aktivitas antioksidan pada the hijau dan the Hitam komersial. F. Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. 2009. 4. Novena YL. Pengembangan Formula Gel Ekstrak Teh Hijau (Camellia Sinensis L) sebagai Penyubur Rambut. Abstrak. http:// www.akfarnasional.ac.id/penelitian/67-pengembangan-formula-gelekstrak-teh-hijau-camellia-sinensis-l-sebagai-penyubur-rambut.html. Desember 12, 2012. 5. Sutini. Identifikasi polifenol padakulturinvitro kalus camellia sinensis untuk bahan minuman fungsional. Jurnal Reka Pangan. UPN “Veteran” Jatim. 2012; 6: 19–23. 6. Sutini. Metode produksi epigallocatechin gallate melalui kultur invitro kalus camellia sinensis l. Sertifikat Paten. Dirjen HKI. Tangerang, 2012. 7. Agustinus GP. Inisiasi Kultur Pucuk Alpinia galanga L. Willd var. Rubra. Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya 2007. 8. Melati. Pengaruh cu2+ terhadap indeks pertumbuhan dan kandungan solasodin pada kultur pucuk solanum mammosum l. Fakultas Farmasi. Universitas Airlangga Surabaya 2006. 25 Perilaku Daktil Elemen Struktur Joint Balok Beton Pratekan Parsial-kolom Beton Bertulang Eksterior Akibat Gaya Gempa Lateral Ductile Behavior of Exterior Joint Structure Element Partial Prestressed Concrete Beam-Reinforced Concrete Column Due to Earthquake Lateral Force Made D Astawa1, Eva Elviana2, dan Sumaidi3 1,3 Jurusan Teknik Sipil-FTSP UPN “Veteran” Jawa Timur 2 Jurusan Teknik Arsitektur FTSP-UPN “Veteran” Jawa Timur abstrak Desain kapasitas dari suatu struktur bangunan gedung tahan gempa adalah kolom kuat-balok lemah (Strong Column-Weak Beam). Telah diaplikasikan pada desain elemen struktur Joint Balok-Kolom Beton Exterior yang Daktail secara monolit tanpa sendi plastis, sebagai model Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Tujuan jangka panjang adalah membangun suatu hunian gedung bertingkat yang aman ketika terjadi gempa lateral kuat yang menimpa struktur gedung. Penampang balok dirancang lebih kecil daripada dimensi penampang kolom agar memenuhi persyaratan kolom kuat-balok lemah. Menggunakan kombinasi tulangan dan tendon prestress pada balok, perbandingan antara tulangan dan tendon prestress diatur agar memenuhi persyaratan pratekan parsial dan penulangan balok lemah (under-reinforced). Desain penampang: (a) balok 250/400 mm, tulangan tarik lentur 5 D13, tulangan tekan 3 D13, memakai satu tendon dengan 2 (dua) strand D12,7 mm. Sengkang transversal ∅8–75 mm, (b) kolom persegi 400/400 mm, tulangan utama memanjang 6 D16 + 4 D13, tulangan transversal ∅10–50 mm. Metode penelitian melalui studi eksperimental dengan pembebanan siklik lateral (pseudo dynamic) pada balok, dan beban statik pada kolom sebagai stabiliser. Hasil uji test untuk tingkat daktilitas struktur m = (dmax/dleleh pertama) = 1,23 > 1,2, Kesetabilan Struktur dalam melakukan Energi disipasi pada Drift Rasio 4,50%, 3,50%, 2,75% semuanya > 0,125, memenuhi syarat. Dalam menahan beban lateral baik Tekan maupun Tarik pada Drift Ratio 2,75 75% beban maksimum, memnuhi persyaratan ACI-374.1-05 dan NEHRP. Kesimpulannya adalah memenuhi syarat desain SRPMK yang daktail dan aman bagi penghuni akibat bahaya gempa lateral. Kata kunci: joint balok-kolom exterior, partial prestress, kolom beton bertulang, beban siklik lateral, daktilitas abstract The design capacity of an earthquake-resistant building structure is strong column-weak beam. It has been applied to the design structural elements monolithic of Concrete Exterior Beam-Column Joint which ductile, without the plastic hinge manner, as a model bearers Special Moment Frame Structure. The long term goal is to build a multi-storey residential buildings are safe in the event of powerful the lateral earthquake that befell structure of buildings. Designed the beam section is smaller than the column sectional dimensions in order to satisfy requirements of strong column-weak beam. Using a combination of reinforcement and tendon prestress in the beam, ratio between reinforcement and prestress tendons arranged to satisfy requirements of partial prestressed and under-reinforced beams. Design of section: (a) beam 250/400 mm, 5 D13 flexural tensile reinforcement, 3D13 press reinforced, wearing a tendon with 2 strand D12, 7 mm, transverse of stirrups ∅8–75 mm, (b) a square columns are 400/400 mm, the primary longitudinal reinforcement 6 D16 + 4 D13, transverse of stirrups ∅10–50 mm. The research method by the experimental studies with lateral cyclic loading (pseudo dynamic) on the beam, and the static load on the column as a stabilizer. Test results for the level of structural ductility m = (dmax/δfirst yield) = 1.23 > 1.2, stability in doing energy dissipation structure on Drift Ratio 4.50%, 3.50%, 2.75% are all > 0,125, qualified. Resist lateral loads in both Press nor Pull on Drift Ratio 2.75 75% maximum load, meet the requirements of ACI-374.1-05 and NEHRP. The conclusion is qualified design bearers Special Moment Frame Structure which ductile and secure for the residents due to lateral seismic hazard. Key words: exterior beam-column joint, partial prestress, reinforced concrete columns, lateral cyclic loading, ductility pendahuluan Latar Belakang Bangunan-bangunan infrastruktur gedung bertingkat sebagian besar menggunakan struktur utama dari beton. Di sisi lain, frekuensi terjadinya gempa bumi di Indonesia sangat tinggi karena posisinya yang terletak pada zone gempa kuat, yang sering menimbulkan kerugian besar baik berupa korban jiwa maupun kerugian materi yang paling berharga sekalipun. Hasil investigasi dari keruntuhan gedung bertingkat akibat gempa, sebagian besar terjadi kegagalan pada struktur joint Balok-Kolom karena tidak memenuhi filosofi desain kolom kuat-balok lemah, (ilustrasi kerusakan struktur Joint Balok-Kolom pada gambar 1). Hasil investigasi dari keruntuhan gedung di Indonesia sangat tinggi karena posisinya yang bertingkat akibat sebagian terletak padagempa, zone gempa kuat,besar yangterjadi sering kegagalan pada struktur jointbesar Balok-Kolom menimbulkan kerugian baik berupakarena korban tidak memenuhi filosofi desain kuat-balok jiwa maupun kerugian materikolom yang palig berharga 26 lemah,sekalipun. (ilustrasi kerusakan struktur Joint Balokinvestigasi Kolom padaHasil gambar 1.1). dari keruntuhan gedung bertingkat akibat gempa, sebagian besar terjadi kegagalan pada struktur joint Balok-Kolom karena tidak memenuhi filosofi desain kolom kuat-balok lemah, (ilustrasi kerusakan struktur Joint BalokKasus1.1). Kolom pada gambar kerusakan HBK Kasus kerusakan Gambar 1.1.kasus Contoh kasus kegagalan HBK Gambar 1. Contoh kegagalan HBK HBK. (sumber : www.google.com) Sumber: www.google.com Maka untuk mengantisipasi atau minimum Maka untuk mengantisipasi atau minimum untuk untuk mereduksi bahaya akibat gempa ini, sangat Gambar 1.1. Contoh HBK mereduksi bahaya akibat gempakasus ini, kegagalan sangat dibutuhkan dibutuhkan struktur(sumber bangunan gedung yang tahan : www.google.com) struktur bangunan gedung yang tahan gempa di gempa di Indonesia. Indonesia. Maka untuk mengantisipasi atau minimum Agar struktur rangka gedung mampu menahan mereduksi akibat gempamenahan ini, sangatgaya Agaruntuk struktur rangkabahaya gedung mampu gaya gempa yang struktur terjadi, bangunan dibutuhkan struktur dibutuhkan gedung yangyang gempa yang terjadi, dibutuhkan struktur yang tahan kekar gempa di Indonesia. kekar (robust), bermassa besar dan daktail, sesuai (robust), bermassa besar dan daktail, sesuai ketentuan Agar struktur rangkadan gedung mampu menahan ketentuan SNI03-1726-2002 SNI03-2847-2002 SNI03-1726-2002 dan SNI03-2847-2002 gaya gempa yang terjadi, dibutuhkan struktur yang 1.2. Permasalahan kekar (robust), bermassa besar dan daktail, Permasalahan dalam penelitian struktur sesuai joint Permasalahan ketentuan SNI03-1726-2002 dan SNI03-2847-2002 balok-kolom Exterior dirumuskan sebagai berikut : 1.2. Permasalahan Permasalahan dalam penelitian struktur joint balok1. Bagaimana perilakudalam respons lentur dan aksial Permasalahan penelitian kolom Exterior dirumuskan sebagai berikut:struktur joint non linier elemenExterior balok dirumuskan beton pratekan parsial: balok-kolom berikut 1. Bagaimana perilaku respons lentursebagai dan aksial non terhadap1.beban lateralperilaku horisontal siklik dandan respons Bagaimana respons lentur aksial linier elemen balok beton pratekan parsial terhadap non linier beton balok bertulang non kolom linier elemen betonterhadap pratekan beban parsial beban lateral horisontal siklik dan respons non linier terhadap beban lateral horisontal statik secara monolit dengan balok ? siklik dan respons kolom terhadap beban statik beban secara nonbeton linier bertulang kolom beton bertulang 2. Bagaimana perilaku respons nonterhadap linier Joint monolit dengan balok ? statik secara dengan balokbalok ? balok-kolom yang monolit memakai elemen pratekan 2. Bagaimana perilakuperilaku responsrespons non linier Joint 2. Bagaimana nonprategang, linier balokJoint parsial dengan kolom bertulang non kolom yang memakai elemen balok parsial balok-kolom yang memakai elemenpratekan balok pratekan sesuai ketentuan ACI 318-2008 pasal 21.5.2.5 (c), parsial dengan kolom bertulang non prategang, dengan kolom bertulang non prategang, sesuai bahwa sesuai kontribusi tendon prategang balok ACI 318-2008 pasalpada 21.5.2.5 (c), ketentuan ketentuan ACI 318-2008 pasal 21.5.2.5 (c), bahwa tidak boleh lebih daritendon 25 %prategang untuk menerima bahwa tendon kontribusi kontribusi prategang pada balok pada tidak balok boleh momentidak positif atau negatif akibat bebanmenerima gempa lebih dari 25 %momen untuk lebih dari boleh 25% untuk menerima positif atau lateral yang terjadi ? atau negatif akibat beban gempa momen positif negatif akibat beban gempa lateral yang terjadi ? lateraljoint yangbalok-kolom terjadi ? 3. Apakah dengan elemen balok 3. Apakah joint joint balok-kolom dengan balok 3. Apakah denganelemen elemen balok beton pratekan parsialbalok-kolom masih mampu berperilaku beton pratekan parsial masih mampu berperilaku pratekan beban parsialultimate masih mampu daktail beton pada kondisi sesuaiberperilaku standard daktail pada kondisi beban standard daktail pada kondisi bebanultimate ultimate sesuai sesuai standard daktilitas, μ = (δmax/δleleh pertama), dengan catatan μ daktilitas, m = (d /d ), dengan catatan /δlelehpertama daktilitas, μ = max (δmaxleleh pertama), dengan catatan μm dapat diperhitungkan sampai dengan batas kondisi dapat diperhitungkan kondisi dapat diperhitungkansampai sampaidengan dengan batas batas kondisi strukturstruktur tersebut stabil, yang diakibatkan oleh tersebut diakibatkan oleh struktur tersebut stabil,stabil, yang yang diakibatkan oleh beban beban gempa siklik lateral ? beban gempa siklik lateral ? gempa siklik lateral? Tujuan Penelitian Dalam penelitian joint balok-kolom dengan elemen struktur balok beton pratekan parsial dengan kolom beton bertulang ini, mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Melakukan penelitian secara eksperimental untuk mengetahui perilaku respons lentur dan aksial non linier pada elemen balok pratekan parsial terhadap beban aksial horisontal siklik dan perilaku respons non linier kolom beton bertulang terhadap beban statik secara monolit dengan balok. 2. Melakukan penelitian secara eksperimental untuk mengetahui perilaku respons non linier pada joint balok-kolom dengan elemen balok beton pratekan terhadap beban statik secara monolit dengan 1. Melakukan penelitian secara eksperimental balok.mengetahui perilaku respons lentur dan untuk 2. Melakukan eksperimental aksial non linier penelitian pada elemensecara balok pratekan untuk terhadap mengetahui perilaku respons parsial beban aksial horisontal sikliknon dan linier Saintek, Vol. 10. No. 1 Junibertulang 2013: 25–37 pada Jurnal joint balok-kolom dengan elemen balok perilaku respons non linier kolom beton terhadap beban statik dengan pasal beton pratekan parsialsecara sesuaimonolit ACI 318-2008 balok. 21.5.2.5 (c), dengan kolom beton parsial sesuai ACI 318-2008 pasalbertulang. 21.5.2.5 (c), 2. penelitian secara eksperimental 3.Melakukan Melakukan dengan kolom betonanalisis bertulang. terhadap hasil uji untuk mengetahui perilaku respons non linier eksperimental benda uji joint dengan 3. Melakukan terhadap hasilbalok-kolom uji eksperimental pada joint analisis balok-kolom dengan elemen balok elemen balok beton pratekan parsial terhadap benda uji joint balok-kolom dengan elemen balok beton pratekan parsial sesuai ACI 318-2008 pasal kemampuan berperilaku daktil padakemampuan kondisi beban beton pratekan parsial terhadap 21.5.2.5 (c), dengan kolom beton bertulang. sesuai standard kehandalan daktilitas, berperilaku daktil pada terhadap kondisi beban ultimate 3.ultimate Melakukan analisis hasil uji μ = eksperimental benda uji joint balok-kolom dengan (δmax/δ ), yang diakibatkan oleh sesuai standard kehandalan daktilitas, m = (dbeban leleh pertama max / elemen balok beton pratekan parsial terhadap gempa siklik lateral. dleleh ), yang diakibatkan oleh beban gempa pertama kemampuan siklik lateral. berperilaku daktil pada kondisi beban II. TINJAUAN ultimate sesuaiPUSTAKA standard kehandalan daktilitas, μ = 2.1. (δ State of the Prestressed /δ yang Partial diakibatkan oleh bebanBeammax leleh pertama), Art gempa siklik lateral. Column Joint tinjauan pustaka Dengan melakukan kajian beberapa pustaka II. TINJAUAN PUSTAKA hasil terdahulu yang menggunakan State State of the Art Partial Beam-Column Joint 2.1. ofpenelitian the ArtPrestressed Partial Prestressed Beambeton pratekan penuh (full-prestress) pada elemen Columnmelakukan Joint Dengan kajian beberapa pustaka hasil balok untuk detailing balok-kolom Dengan melakukan kajianhubungan beberapa pustaka penelitian terdahulu yang menggunakan beton pratekan antarapenelitian laian : terdahulu yang menggunakan hasil penuh (full-prestress) pada elemen balok untuk detailing beton pratekan K penuh pada elemen 1. Nakano. dkk(full-prestress) (2006) : hubungan balok-kolom antarahubungan lain: balok untuk detailing balok-kolom Melakukan Studi Kontrol Kerusakan Struktur 1. Nakano. K dkk antara : (2006) Pracetak dengan Tekanan BetonlaianPrategang Melakukan Studi Kontrol Kerusakan Beton 1.Ringan Nakano. K dkk (2006) : Bagian Struktur P/C pada Joint 1: Berdasarkan Prategang Pracetak dengan Tekanan Ringan P/C Melakukan Studi Kontrol Kerusakan Struktur pada pemikiran bahwa desain seismik dari beberapa Beton Prategang Pracetakpemikiran dengan bahwa Tekanan Joint Bagian 1: Berdasarkan desain bangunan telah berdasarkan pada metode baru Ringan P/C beberapa pada Joint Bagian 1:telah Berdasarkan seismik dari bangunan berdasarkan yang bertujuan melindungi kehidupan manusia pemikiran bahwa dari beberapa pada metode barudesain yangseismik bertujuan melindungi bahkan telah dari berdasarkan gempa pada bumi metode besarbarudengan bangunan kehidupan manusia bahkan dari gempa bumi besar memanfaatkan kapasitas deformasi yang bertujuan melindungi kehidupan plastis manusiastruktur dengan memanfaatkan kapasitas deformasi plastis bahkan dari gempa itu. Bersama para bumi penulisbesar yangdengan lain telah struktur itu. Bersama para penulis yangstruktur lain telah memanfaatkan mengusulkankapasitas metodedeformasi Tekan plastis Ringan P/C-Joint. mengusulkan metode Tekan Ringan itu. Bersama paraini,penulis lain P/C-Joint. telah oleh Dengan metode batangyang tekan-terkekang Dengan metode ini, batang tekan-terkekang oleh mengusulkan metode Tekan Ringan P/C-Joint. untaian prategang dalam kolom dan balok dari PC untaian prategang dalam kolom dan balok dari Dengan metode ini, batang tekan-terkekang oleh PC dengan inisial tegangan yang ditetapkan sampai untaianinisial prategang dalam yang kolomditetapkan dan balok dari PC 0,5 dengan tegangan sampai 0,5 Py/strand (Py: kuat leleh nominal) yang lebih dengan inisial tegangan yang ditetapkan sampai Py/strand (Py: kuat leleh nominal) yang lebih rendah rendah dari dalam sebuah yang struktur PC 0,5 Py/strand (Py: struktur kuat lelehPCnominal) dari dalam sebuah konvensional.lebih Berikut konvensional. Berikut sebuah adalah grafik histeritic rendah darihisteritic dalam PC hasil adalah grafik hasil test driftstruktur antara benda uji test drift antara benda uji grafik struktur betonhasil bertulang konvensional. Berikut adalah histeritic struktur beton bertulang dibandingkan dengan struktur test drift antara benda uji struktur bertulang dibandingkan dengan strukturbeton dengan prestressed dengan prestressed ringan P/C- joint. dibandingkan ringan P/C- dengan joint. struktur dengan prestressed ringan P/C- joint. g dibandingkan Gambar 2.1. Struktur Beton Bertulan Gambar 2.1. Struktur Beton Bertulang dibandingkan Struktur Tekan-Ringan-P/C-Joint Struktur Tekan-Ringan-P/C-Joint Gambar 2. Struktur Beton Bertulang dibandingkan Struktur (Nakano. K dkk 2006) (Nakano. , 2006) K,dkk Tekan-Ringan-P/C-Joint (Nakano. K dkk., 2006) 2. Kevin J Thompson dan Robert Park (1980) Melakukan penelitian yang berkonsentrasi khusus pada daktilitas penampang balok pratekan dan pratekan parsial dengan melakukan pengujian pada spesimen elemen struktur balok-kolom. Hasil analisis momen-kurvatur disajikan untuk serangkaian prategang dan pratekan parsial pada penampang balok beton. Beton inti dimodelkan menggunakan kurva tegangan-regangan yang memperhitungkan pengaruh confinment. Turunan hubungan momen-kurvatur dibandingkan dengan hubungan eksperimental Astawa, dkk.: Perilaku Daktil Elemen Struktur diukur dan ditemukan terjadi hubungan yang baik. Studi analisis ini dilakukan untuk menguji pengaruh distribusi akhir kandungan baja pratekan longitudinal, 2.2. Keadaan Ultimatebaja (P/C MilddanGambar. distribusi kandungan non-prategang Press-Joint) (Nakano. K dkk ,2006) longitudinal, kandungan baja transversal, dan tebal pada karakteristik momen-kurvatur 2. selimut Kevin Jbeton Thompson dan Robert Park,(1980) :dari penampang balok persegi khususnya pada Melakukan penelitian yang panjang, berkonsentrasi khusus perilaku dalam rentang pasca-elastis. pada daktilitas penampang balok pratekan dan pratekan parsial dengan melakukan pengujian pada Gambar. 2.2.2.2. Keadaan Ultimate (P/C MildGambar. Keadaan Ultimate (P/C Mild-analisis spesimen elemen struktur balok-kolom. Hasil Press-Joint) (Nakano. K dkk ,2006) Press-Joint) (Nakano. K dkk ,2006) momen-kurvatur disajikan untuk serangkaian 2. Kevin J Thompson dan Robert Park,(1980) :: 2. dan Kevin J Thompson dan Robert Park,(1980) prategang pratekan parsial pada penampang Melakukan penelitian Melakukan penelitianyang yangberkonsentrasi berkonsentrasikhusus khusus balokpada beton. Beton inti dimodelkan menggunakan daktilitas pada daktilitaspenampang penampangbalok balokpratekan pratekan dan dan kurvapratekan tegangan-regangan yang memperhitungkan parsial dengan melakukan pengujian pratekan parsial dengan melakukan pengujianpada pada pengaruh confinment. Turunan hubungan momenspesimen elemen struktur balok-kolom. Hasil analisis spesimen elemen struktur balok-kolom. Hasil analisis momen-kurvatur disajikan untuk momen-kurvatur disajikan untuk serangkaian serangkaian kurvatur dibandingkan dengan hubungan prategang dan pratekan pada prategang dan pratekan parsial padapenampang penampang eksperimental diukur danparsial ditemukan terjadi balok beton. Beton intidimodelkan dimodelkanmenggunakan menggunakan balok beton. Beton inti hubungan yang baik. Studi analisis ini dilakukan kurva tegangan-reganganyang yangmemperhitungkan memperhitungkan kurva tegangan-regangan untukpengaruh menguji pengaruh distribusi akhir kandungan pengaruh confinment. Turunan hubungan momenGambar. 2.2. Keadaan Ultimate (P/C Mildconfinment. Turunan hubungan momenGambar 3. Keadaan Ultimate (P/C Mild-Press-Joint) (Nakano. K dkk, baja pratekan longitudinal, dan distribusi kandungan kurvatur dibandingkan dengan hubungan kurvatur dibandingkan dengan hubungan Press 2006)-Joint) (Nakano. K dkk ,2006) eksperimental diukur diukur dandan ditemukan ditemukan terjadi terjadi baja eksperimental non-prategang longitudinal, kandungan baja hubungan yang baik.Studi Studianalisis analisis inidilakukan dilakukan hubungan baik. ini transversal, dan tebal selimut beton pada karakteristik Kesimpulan yang dicapai adalah berkaitan dengan 2. Kevinuntuk J Thompson dan Robert Park,(1980) : menguji pengaruh distribusi akhirkandungan kandungan untukdari menguji pengaruh distribusi akhir pengaruh variabel-variabel diatas, balok pada daktilitas momen-kurvatur dari penampang persegi baja pratekan longitudinal, dan distribusi kandungan Melakukan penelitian yangperilaku berkonsentrasi khusus baja pratekan longitudinal, dan distribusi kandungan penampang. panjang, khususnya pada longitudinal, dalam rentang baja non-prategang kandungan baja baja non-prategang longitudinal, kandungan baja pada daktilitas balok dan pasca-elastis. transversal,penampang dan tebal selimut beton pratekan pada karakteristik transversal, dan tebal selimut beton pada karakteristik momen-kurvatur dari penampang balok persegi pratekan parsial dengan pada momen-kurvatur darimelakukan penampangpengujian balok persegi panjang, khususnya pada perilaku dalam rentang panjang, khususnya pada perilaku dalam rentang spesimenpasca-elastis. elemen struktur balok-kolom. Hasil analisis pasca-elastis. momen-kurvatur disajikan untuk serangkaian prategang dan pratekan parsial pada penampang balok beton. Beton inti dimodelkan menggunakan kurva tegangan-regangan yang memperhitungkan pengaruh confinment. Turunan hubungan momenkurvatur dibandingkan dengan hubungan eksperimental diukur dan ditemukan terjadi hubungan yang baik. Studi analisis ini dilakukan untuk menguji pengaruh distribusi akhir kandungan baja pratekan longitudinal, dan distribusi kandungan Gambar 2.3.Dimensi dan uji dan pembebanan unit balok-kolom Gambar 2.3.Dimensi uji pembebanan unit balok-kolom Gambar 4. Eksperimental dan Analitikal hubungan Momen-Curvature (Thompson dan Park, 1980) (Thompson dan Park, 1980) Gambar 2.3.Dimensi dan uji pembebanan unit balok-kolom baja non-prategang longitudinal, Balok (Thompson dan Park, 1980)kandungan baja (Thompson dan Park, 1980) Kesimpulan yang dicapai berkaitan dengan Kesimpulan yang dicapai adalahadalah berkaitan dengan transversal, dan tebal selimut beton pada karakteristik pengaruh dari variabel-variabel diatas, pada daktilitas Kesimpulan yang dicapai adalah berkaitan dengan pengaruh dariMagdy variabel-variabel 3. El-Sheikh T dkk (1999)diatas, pada daktilitas penampang. pengaruh dari variabel-variabel diatas, pada daktilitas momen-kurvatur dari penampang balok penampang. Melakukan penelitian perilaku gempa dan persegi desain penampang. rangka pasca-tarik panjang,beton khususnya pada (precast perilaku post-tensioned) dalam rentang tanpa lekatan. Beton post-tensioned tanpa lekatan pada pasca-elastis. pertemuan balok-kolom telah dipelajari dalam penelitian sebelumnya dan dipadukan menjadi sebuah sistem yang menjanjikan struktur tahan gempa. Perilaku dari dua rangka post-tensioned tanpa lekatan di tingkat 6 dipelajari menggunakan analisis push-over statis nonlinier dan analisa riwayat waktu-dinamis. Dua model analitis dikembangkan untuk analisis, model isian dan model pegas. Rangka beton precast post-tensioned tanpa lekatan Gambar 2.4. Eksperimental dan Analitikal hubungan Momen-Curvature Balok (Thompson dan Park, 1980) Gambar 2.4. Eksperimental dan Analitikal hubungan Momen-Curvature Balok (Thompson dan Park, 1980) Gambar 2.4. Eksperimental dan Analitikal hubungan Momen-Curvature Balok (Thompson dan Park, 1980) 3. El-Sheikh Magdy T dkk (1999) 27 Melakukan penelitian perilaku gempa dan desain rangka beton pasca tarik (precast post-tensioned) tanpa lekatan. dirancang sebagai Beton "framepost-tensioned daktail." Oleh tanpa karenalekatan itu, pada pertemuan balok-kolom telah dipelajari dalam perilaku frame dikendalikan oleh perilaku sambungan penelitian sambungan sebelumnyadipisahkan dan dipadukan menjadi sebuah balok-kolom, dari frame di lokasi Gam yang tahan puncak gempa. titiksistem belok (M = 0)menjanjikan yang terletak struktur di pertengahan 3. El-Sheikh Magdy T dkk (1999) Perilaku dari dua post-tensioned lekatan midspan kolom danrangka balok (lihat 5). Hasil 3. El-Sheikh Magdy T dkk (1999)Gambartanpa Melakukan penelitian perilaku gempa dan desain Melakukan penelitian perilaku gempa rangka dan desain di tingkat 6 dipelajari menggunakan analisis pushpenelitian menunjukkan bahwa perilaku precast rangka beton pasca tarik (precast post-tensioned) rangka betonnonlinier pasca tarik (precast post-tensioned) Gambar 2.3.Dimensi danlekatan, uji pembebanan unit balok-kolom post-tensioned tanpa khususnya kekuatan, over statis dan analisa riwayat waktutanpa lekatan. Beton(Thompson post-tensioned tanpa lekatan dan Park, 1980) tanpa dan lekatan. Beton post-tensioned tanpa dari lekatan daktilitas, kemampuan terpusatnya, lebih cukup dinamis. Dua model analitis dikembangkan untuk pada pertemuan balok-kolom telah dipelajari dalam pada pertemuan balok-kolom telahberkaitan dipelajaridengan dalam Kesimpulan yang dicapai adalah untuk menahan gempa kuat. penelitian sebelumnya dan dipadukan menjadi sebuah analisis, isian dan model pegas. Rangka penelitianmodel sebelumnya dan dipadukan menjadi sebuahbeton pengaruh dari variabel-variabel diatas, pada daktilitas sistem yang menjanjikan strukturlekatan tahan gempa. gempa. precast post-tensioned tanpa dirancang sistem yang menjanjikan struktur tahan penampang. Perilaku dari dua rangka post-tensioned tanpa lekatan Perilaku "frame dari dua rangka post-tensioned tanpaitu, lekatan sebagai daktail." Oleh karena perilaku di3. 66 dipelajari menggunakan analisis pushpushEl-Sheikh Magdy Tperilaku dkk (1999) di tingkat tingkat dipelajari menggunakan analisis frame dikendalikan oleh sambungan balokover analisa riwayat riwayat waktuwaktuover statis statis nonlinier nonlinier dan dan analisa kolom, sambungan dipisahkan dari frame di lokasi Melakukan penelitian perilaku gempa dan desain dinamis. dikembangkan untuk untuk dinamis. Dua Dua model model analitis analitis dikembangkan titik belok (M=0) yang terletak di pertengahan analisis, dan pegas. Rangka beton Gambar 2. analisis,model model isian dan model Rangka beton rangka betonisian pasca tarik pegas. (precast post-tensioned) puncak kolom dan (lihat dirancang Gambar 2.5). tensioned tanp precast post-tensioned tanpabalok lekatan dirancang precast midspan post-tensioned lekatan tanpa lekatan. Beton Oleh post-tensioned tanpa lekatan sebagai "frame karena itu, perilaku sebagai "frame daktail." daktail." karena perilaku Hasil penelitian menunjukkan bahwaitu, perilaku rangka 4. Hung Lin-C frame dikendalikan oleh perilaku sambungan balokframe dikendalikan oleh perilaku sambungan balokMelakukan pen pada pertemuan balok-kolom dipelajari dalam precast post-tensioned tanpa telah lekatan, khususnya kolom, sambungan sambungan dipisahkan dipisahkan dari lokasi kolom, dari frame frame didi lokasi Kolom Beton kekuatan, daktilitas, dan kemampuan terpusatnya, penelitian dipadukan menjadi sebuah titik belok belok sebelumnya (M=0) yang yang dan terletak di titik (M=0) terletak di pertengahan pertengahan lebih dari cukupkolom untukdan menahan gempa kuat. 2.5). Concrete/HWC) puncak midspan kolom balok puncak midspan balok (lihat (lihat Gambar Gambar2.5). menyajikan has sistem yang menjanjikan struktur tahan gempa. Hasilpenelitian penelitian menunjukkan menunjukkan bahwa Hasil bahwa perilaku perilakurangka rangka HWC di bawa Perilaku dari dua rangka post-tensioned tanpa lekatan precast post-tensioned post-tensioned tanpa lekatan, kapasitas disipa precast tanpa lekatan, khususnya khususnya kekuatan, daktilitas, dan kemampuan Gambar 2.4. Eksperimental dan Analitikal terpusatnya, hubungan kekuatan, daktilitas, dan kemampuan terpusatnya, di tingkat 6 dipelajari menggunakan analisis pushGambar 5. dari Elevasi prototipe rangka (Ei-Seikh Magdy dkk, 1999) Momen-Curvature (Thompson dan Park, T 1980) lebih cukup untukBalok menahan gempa kuat. lebih dari cukup untuk menahan gempa kuat. over statis nonlinier dan analisa riwayat waktudinamis. Dua model analitis dikembangkan untuk analisis, model isian dan model pegas. Rangka beton precast post-tensioned tanpa lekatan dirancang sebagai "frame daktail." Oleh karena itu, perilaku frame dikendalikan oleh perilaku sambungan balokkolom, sambungan dipisahkan dari frame di lokasi titik belok (M=0) yang terletak di pertengahan puncak midspan kolom dan balok (lihat Gambar 2.5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku rangka Gambar. 2.5. Elevasi prototipe rangka khususnya precast post-tensioned tanpa lekatan, Gambar. 2.5. Elevasi prototipe (Ei-Seikh Magdy Tpost-tensioned dkk,rangka 1999) tanpa lekatan Gambar 6. Precast Beam-Column Joint (Ei-Seikh Magdy T dkk, 1999) kekuatan, daktilitas, dan1999). kemampuan terpusatnya, Gambar. 2.5. Elevasi rangka (Ei-Seikh Magdy T dkk, prototipe (Ei-Seikh Magdy T dkk, 1999) lebih dari cukup untuk menahan gempa kuat. Gambar 2.6. Precast Beam-Column Joint posttensioned tanpa lekatan (Ei-Seikh Magdy T dkk, 1999) Gambar Beam-Column Joint post-postGambar2.6. 2.6.Precast Precast Beam-Column Joint Gambar 7. Lin-Chien Detail Spesimen LinTdan Ping Lin, 2005) 4. Hung danKolom Ping (Hung Lin-Shih (2005) tensioned tanpa (Ei-Seikh Magdy dkk, 1999) tensioned tanpalekatan lekatan (Ei-Seikh Magdy T dkk, 1999) Melakukan penelitian khusus tentang Perilaku lentur 4.4.Kolom dan Lin-Shih (2005) HungLin-Chien Lin-Chien danPing Lin-Shih (2005) Beton Mutu Tinggi (HighWorkability 4. Hung Hung Lin-Chien danPing Ping Lin-Shih (2005) penelitian khusus tentangtentang Perilaku lentur Melakukan Melakukan penelitian khusus Perilaku Concrete/HWC) dengan pembebanan siklik. Papernya Melakukan penelitian khusus tentang Perilaku lentur Kolom Beton Mutu Tinggi lentur Kolom Mutu Tinggi(HighWorkability (High menyajikan hasilBeton penelitian tentang perilakuWorkability kolom Kolom Beton Mutu Tinggi (HighWorkability Concrete/HWC) pembebanan siklik. Papernya HWC di bawahdengan beban siklik. Kekuatan, daktilitas, Concrete/HWC) dengan pembebanan siklik. Papernya Concrete/HWC) pembebanan siklik. Papernya menyajikan hasil dengan penelitian tentang perilaku kolom kapasitas disipasi energi, dan lebar retak dari kolom, HWC di bawah siklik. tentang Kekuatan, daktilitas, menyajikan hasilbeban penelitian perilaku kolom kapasitas lebar Kekuatan, retak dari kolom, HWC di disipasi bawah energi, beban dan siklik. daktilitas, kapasitas disipasi energi, dan lebar retak dari kolom, 28 Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 25–37 menyajikan hasil penelitian tentang perilaku kolom 5. Blakeley Roger W. G. dan Park Rebert (1971) HWC di bawah beban siklik. Kekuatan, daktilitas, Melakukan penelitian eksperimen “Perlawanan kapasitas disipasi energi, dan lebar retak dari kolom, joint Balok-Kolom beton pratekan exterior terhadap dibandingkan antara kolom HWC dengan kolom beban Gempa.”2 Sejumlah empat tes yang dilakukan beton normal. Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja pada beton pracetak berskala penuh, joint Variabel kolom HWC lebih baik dan proses untuk ketahanan pengujian termasuk jumlah tulangan transversal dibandingkan antara kolom HWC dengan kolom beton pratekan dan disipasi energi pada deformasi besar gempa dapat ditingkatkan daripada kolom beton pengekangan normal. Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja kolom dapat untuk dipertimbangkan, tetapi daktilitas itu terjadi dan hanya posisi sendi normal. plastis dalam batang. Disimpulkan HWC lebih baik dan proses untuk ketahanan gempa setelah beton di zona tekan mulai hancur ketikabahwa besar dibandingkan antara kolomkolom HWCbeton dengan kolom beton pratekan dan disipasi energi deformasi besar deformasi pasca-elastis dapat dicapai dapat ditingkatkan daripada normal. kerusakan struktural telah pada terjadi. Hasil dari pada batang normal. Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja kolom dapat dipertimbangkan, tetapi itu terjadi hanya serangkaian tespratekan menunjukkan bahwa struktur rangka beton dan disipasi energi pada deformasi HWC lebih baik dan proses untuk ketahanan gempa setelah beton mampu di zonamenahan tekan mulai hancur ketika beton pratekan gempa bumi sedang dibandingkan antara kolom HWC dengan kolom beton pratekan dan disipasi energi pada deformasi besar besar dapat dipertimbangkan, tetapi dapat ditingkatkan daripada kolom beton normal. kerusakan kerusakan,dan struktural telah terjadi. Hasil dapat dari itu terjadi tanpa struktur dibandingkan kolom HWC dengankinerja kolom beton pratekan dan disipasi energi pada deformasi besar hanya normal. Hasilnyaantara menunjukkan bahwa kolom dapathanya dipertimbangkan, tetapi itu terjadi setelah beton di zona tekan mulai hancur serangkaian tes menunjukkan bahwa struktur rangka menahan gempa kuatzona meskipun normal. Hasilnya bahwa kinerja kolom dapat dipertimbangkan, tetapi itu dalam terjadi kasus hanyainiketika HWC lebihdibandingkan baik danmenunjukkan proses gempa setelah betonmampu di tekan mulai hancur antara untuk kolom ketahanan HWC dengan kolom beton pratekan dan disipasi energi pada deformasi besar beton pratekan menahan gempa bumi sedang ketika kerusakan struktural telah terjadi. Hasil kerusakan struktural terjadi. lebih baik dan proses untuk ketahanan gempa setelah beton distruktural zonadapat tekan mulai terjadi. hancur ketika dapatHWC ditingkatkan kolom beton normal. kerusakan telah Hasil darihanya normal. daripada Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja kolom dapat dipertimbangkan, tetapi terjadi tanpa kerusakan,dan struktur dapat dibandingkan kolom pratekan dan disipasi energi pada itu deformasi dari serangkaian tes menunjukkan bahwabesar struktur Curvatur distribusi beban sepanjang batang dapat ditingkatkanantara daripada kolomHWC betondengan normal. kolom beton kerusakan struktural telah terjadi. Hasil dari serangkaian tes beton menunjukkan bahwa struktur rangka HWC lebih baik dan proses bahwa untuk kinerja ketahanan gempa setelah di bahwa zona dan tekan mulai hancur ketika menahan gempa kuat meskipun dalam kasus ini normal. Hasilnya menunjukkan kolom dapat dipertimbangkan, tetapi itu terjadi hanya ditunjukkan pada Gambar 2.11 kondisi retak serangkaian tes menunjukkan struktur rangka rangka beton pratekan mampu menahan gempa beton pratekan mampu menahan gempa bumi sedang kerusakan struktural dapat terjadi. ditingkatkan kolomketahanan beton normal. kerusakan struktural telah terjadi. Hasilketika dari HWCdapat lebih baik dan daripada proses untuk gempa beton setelah beton di zona tekan mulai hancur pratekan mampu menahan gempa bumi sedang spesimen pasca pembebanan pada Gambar 2.12. bumi sedang tanpa kerusakan, dan struktur dapat Curvatur distribusi sepanjang batang serangkaian tesbeban menunjukkan bahwa struktur rangka tanpakerusakan kerusakan,dan struktur dapat dapat ditingkatkan daripada kolom beton normal. struktural telah terjadi. Hasil dari tanpa kerusakan,dan struktur dapat menahan gempa kuat meskipun dalam kasus ini ditunjukkan pada Gambar 2.11 dan kondisi retak beton pratekan mampu menahan gempa bumi sedang menahan gempa kuat meskipun dalam kasus rangka ini menahan gempa kuattes meskipun dalambahwa kasus struktur ini serangkaian menunjukkan spesimen pasca pembebanan pada Gambar 2.12. tanpa kerusakan,dan struktur dapat kerusakan struktural dapat terjadi. kerusakan struktural dapat terjadi. kerusakan struktural dapat terjadi. beton pratekan mampu menahan gempa bumi sedang menahan gempa kuat meskipun dalambatang kasus ini Curvatur distribusi bebanbeban sepanjang batang Gambar 2.7. Detail Spesimen Kolom Curvatur distribusi sepanjang tanpa Curvatur distribusi beban sepanjang batang kerusakan,dan struktur dapat Lin dan Pinguntuk Lin, 2005) kerusakan struktural dapat terjadi. padapada Gambar 2.11Gambar dan kondisi retak ditunjukkan Gambar 2.11 dan11kondisi retak iniretak Gambar 8. Curva(Hung Stress-Strain Tulangan (Hung Lin dan ditunjukkan menahan gempa kuat meskipun dalam kasus ditunjukkan pada dan kondisi spesimen pasca pembebanan pada Gambar 2.12.sepanjang Curvatur distribusi beban batang spesimen pasca pembebanan pada Gambar 2.12. 12. Ping Lin, 2005). kerusakan struktural dapat terjadi. spesimen pasca pembebanan pada Gambar Gambar 2.7. Detail Spesimen Kolom ditunjukkan pada Gambar 2.11 dan kondisi retak (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) Gambar 2.7. Detail Spesimen Kolom (Hung dan Spesimen Ping Lin, 2005) Gambar 2.7. Lin Detail Kolom (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) Gambar 2.7. Detail Spesimen Kolom (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) Gambar 2.7. Detail Spesimen Kolom (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) Gambar 2.8. Curva Stress-Strain untuk Tulangan (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) Gambar 2.8. Curva Stress-Strain untuk Gambar 9. Tulangan (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) Riwayat Perpindahan Beban Siklik Lateral (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) Gambar 2.8. Curva Stress-Strain untuk Tulangan (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) Gambar 2.8. Curva Stress-Strain untuk Tulangan (Hung Lin dan Lin, 2005) Gambar 2.8. Ping Curva Stress-Strain untuk Tulangan (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) Curvatur distribusi beban sepanjang batang spesimen pasca pembebanan pada Gambar 2.12. ditunjukkan pada Gambar 2.11 dan kondisi retak spesimen pasca pembebanan pada Gambar 2.12. Gambar 2.11. Curvature distribusi beban sepanjang batang pada pembenana puncak (Blakeley & Park, 1971) Gambar 2.11. Curvature distribusi beban sepanjang batang pada pembenana puncak (Blakeley & Park, 1971) Gambar 2.11. Curvature distribusi beban sepanjang batang pada pembenana puncak (Blakeley & Park, 1971) Gambar 2.11. Curvature distribusi beban sepanjang batang pada pembenana puncak (Blakeley &beban Park, 1971) Gambar 2.11. Curvature distribusi sepanjang pembenana (Blakeleypasca-pembebanan & Park, 1971) Gambarbatang 12. pada Kondisi retakpuncak spesimen Gambar 2.11. Curvature distribusi beban sepanjang (Blakeley & Park, 1971) batang pada pembenana puncak (Blakeley & Park, 1971) Gambar 2.12. Kondisi retak spesimen pasca pembebanan (Blakeley & Park, 1971) Dari hasil 2.12. kajian pustaka terdahulu, maka Gambar Kondisi retakpenelitian spesimen pasca pembebanan state of the art(Blakeley penelitian adalah memberi & Park,ini 1971) inspirasi ide untuk membuat suatu penelitian pada Dari hasil pustaka penelitian terdahulu, maka Gambar 2.12. kajian Kondisi retak spesimen pasca pembebanan rangka bidang (plane-frame) elemen struktur joint Gambar 2.9. Riwayat Perpindahan Beban Siklik Lateral (Blakeley & Park, 1971) state of thebeton art penelitian ini adalah (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) balok-kolom sebagai model rangka memberi gedung inspirasi ide untuk membuat suatu penelitian pada Dari hasil kajian pustaka penelitian terdahulu, maka bertingkat yang aman bagi penghuni akibat gaya rangka bidang (plane-frame) elemen struktur joint Gambar 2.9. Riwayat Perpindahan Beban Siklik Lateral Gambar 2.12. retakini spesimen pasca pembebanan state of lateral. theGambar art Kondisi penelitian adalah memberi gempa 2.12. Kondisimodel retak spesimen pasca pembebanan (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) balok-kolom beton sebagai rangkaStruktur gedung (Blakeley &suatu Park, penelitian 1971) inspirasi ide untuk membuat pada Rencana aplikasinya adalah pada (Blakeley & Park, 1971) bertingkat yang aman bagi penghuni akibat gaya rangka bidang (plane-frame) elemen struktur joint Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) pada maka Gambar 2.9. Riwayat Perpindahan Beban Siklik Lateral Dari hasil kajian pustaka penelitian terdahulu, gempa lateral. Gambar 2.12. Kondisi retak spesimen pascaterdahulu, pembebanan Dari hasil kajian pustaka penelitian maka (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) beton sebagai model rangka gedung wilayah gempa kuat (WG. 5-6) Lebih detail RoadGambar 10. Grafik Beban-Displacement Lateral (Hung Lin dan balok-kolom Gambar 13. retak pasca-pembebanan (Blakeley & spesimen Park, 1971) state ofstate theaman artthebagi penelitian iniakibat adalah memberi Rencana aplikasinya adalah pada Struktur ofKondisi artpenghuni penelitian ini adalah memberi bertingkat yang gaya map penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : Ping Lin, 2005) (Blakeley & membuat Park, 1971) inspirasi ide untuk suatu penelitian Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) pada pada pada inspirasi ide membuat untuk suatu penelitian gempa lateral. Dari hasil kajian pustaka penelitian terdahulu, maka wilayah gempa kuat (WG. 5-6) Lebih detail Roadrangka bidang (plane-frame) elemen struktur joint joint Rencana aplikasinya adalah pada Struktur rangka bidang (plane-frame) elemen struktur Gambar 2.9. Gambar Riwayat2.9. Perpindahan Beban Siklik Lateral Riwayat Perpindahan Beban state of dapat the digambarkan art penelitian ini berikut adalah memberi Gambar 2.10. Grafik Beban-Displacement LateralSiklik Lateral map penelitian sebagai : (Hung Lin dan PingLin Lin, 2005) Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) pada balok-kolom sebagai model rangka gedung dan Ping Lin, 2005) balok-kolom beton sebagai model rangka gedung Dari hasilbeton kajian pustaka penelitian terdahulu, (Hung Lin(Hung dan Ping Lin, 2005) inspirasi ide untuk membuat suatu penelitian padamaka wilayah gempa kuat (WG. 5-6) Lebih detail Roadbertingkat yang aman bagi penghuni akibat gaya bertingkat yang aman bagi penghuni akibat gaya state of the art penelitian ini adalah memberi inspirasi rangkadapat bidang (plane-frame) joint Gambar 2.9. Riwayat Perpindahan Siklik Lateral 5. Blakeley W. G. dan ParkBeban Rebert map penelitian digambarkan sebagaielemen berikut struktur : Gambar Roger 2.10. Grafik Beban-Displacement Lateral gempa lateral. gempa lateral. (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) balok-kolom beton sebagai model rangka gedung ide untuk membuat suatu penelitian pada rangka bidang (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) (1971) Rencana aplikasinya adalah Struktur Rencana adalahpenghuni pada pada Struktur Gambar aplikasinya 2.13. Road-map Penelitian bertingkat yang aman bagi akibat gaya (plane-frame) elemen struktur joint balok-kolom beton Melakukan penelitian eksperimen “Perlawanan Gambar 2.10. Grafik Beban-Displacement Lateral joint Rangka Pemikul (SRPMK) Rangka Pemikul MomenMomen KhususKhusus (SRPMK) pada pada 5. Blakeley Roger W. G. exterior dan Park Rebert gempa lateral. (Hungpratekan Lin dan Ping Lin, 2005) Balok-Kolom beton terhadap beban sebagai model rangka gedung bertingkat yang aman 2.2. Beton Pratekan Parsial gempa kuat 5-6) (WG.Lebih 5-6) Lebih detail Roadwilayahwilayah gempa kuataplikasinya (WG. detail (1971) (2) (11) Rencana adalah pada RoadStruktur Gempa” .Sejumlah empat tes yang dilakukan pada Menurut Naaman Antoine.E , lateral. Pratekan Gambar 2.13. Road-map Penelitian bagi penghuni akibat gaya gempa map penelitian dapat digambarkan sebagai berikut 5. Blakeley Roger W. G. dan Park Rebert Melakukan penelitian eksperimen “Perlawanan joint map penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : pada: Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) beton pracetak berskala penuh, joint Variabel Gedung parsial adalah kombinasi tendon prategang dan Elemen Struktur Gedung yang aman (1971) Rencana aplikasinya adalah pada Struktur Rangka Elemen Struktur Balok-Kolom beton pratekan exterior terhadap beban Joint Balok2.2.tulangan Betonwilayah Pratekan Parsial yang aman Perilaku dan nyaman gempa kuat (WG. 5-6) detail Kinerja RoadJoint Balokpengujian (2)termasuk jumlah tulangan transversal Gambar 2.13. Road-map Penelitian Sistem KolomLebih Beton non prategang, baik berkontribusi pada Perilaku dan nyaman (11) Respons Respons bagi Sistem Kolom Melakukan penelitian eksperimen “Perlawanan joint Keamanan dan kenyamanan RangkaBeton Sebagai Model Gempa” .Sejumlah empat tes yang dilakukan pada Kinerja ResponsStruktur yang Respons bagi Khusus Menurut Naaman Antoine.E , Pratekan Gambar 2.10. Grafik Beban-Displacement Lateral Pemikul Momen (SRPMK) pada wilayah gempa Struktur penghuni Keamananmap dan kenyamanan Rangka digambarkan Sebagai penghuni gedungpenghuni pada Gedung Model Struktur Struktur Gedung untuk pengekangan daktilitas dan posisi sendi plastis penelitian dapat sebagai berikut : Gambar 2.10.beton Grafik Beban-Displacement Lateral Struktur yang memuaskan ketahanan batang. Keuntungannya adalah Rangka pada penghuni gedung wilayah pada hunian yang rawan Gedung Struktur Beton Gedung Bertingkat yang Balok-Kolom pratekan exterior terhadap beban (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) 2.2. Beton Pratekan Parsial beton pracetak berskala penuh, joint Variabel Rangka memuaskan pada Gedung terhadap Gempa wilayah parsial adalah kombinasi tendon prategang dan Gedung wilayah hunian yang rawangempa Betondetail Bertingkat yang bumi tahan Aman bagi (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) kuat (WG. 5-6) Lebih Road-map penelitian Elemen Struktur dalam batang. Disimpulkan bahwa besar deformasi (2) Gedung terhadap Gempa Bumi kuat dapat wilayah yangpengendalian Gambar 11. Curvature distribusi beban sepanjang batang pada yang hunian yang peningkatan daktilitas, camber dan (11) aman gempa bumi tahan Aman bagi Gempa Penghuni Akibat Gempa” empat tes yang dilakukan pada Balokyang hunian yang dan nyaman amanBumi kuat rawan MenurutnonNaaman Antoine.E ,JointGaya Pratekan pengujian .Sejumlah termasuk jumlah tulangan transversal Perilaku Gempa Gempa Akibat tulangan prategang, baikPenghuni berkontribusi pada Kolom Beton gempa bumi Sistem aman rawan pasca-elastis dapat dicapai pada batang beton Respons Kinerja Respons bagi digambarkan sebagai berikut: pembenana puncak (Blakeley & Park, 1971) Lateral defleksi lebih baik. Gaya Gempa 5. Blakeley Roger W. G. dan Park Rebert Keamanan dan kenyamanan Rangka Sebagai Model kuat pracetak berskala penuh, joint Variabel gempa bumi penghunitendon Gambar 2.10. Grafik Beban-Displacement Lateral parsial adalah kombinasi prategang dan Struktur Struktur yang untuk pengekangan daktilitas dan posisi sendi plastis 5. beton Blakeley Roger W. G. dan Park Rebert ketahanan batang. Keuntungannya adalah penghuni gedung pada kuat Gedung LateralStruktur Gedung memuaskan Rangka pada wilayah hunian yang rawan Beton Bertingkat yang (1971) (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) pengujian termasuk jumlah tulangan transversal Gedung terhadap Gempa wilayah tulangan non baik berkontribusi pada dalam batang. Disimpulkan bahwa besar deformasi gempa prategang, bumi tahan Aman camber bagi peningkatan daktilitas, pengendalian dan (1971) Gambar yang Bumi kuat hunian yang 2.13. Road-map Penelitian Gempa Penghuni Akibat Melakukan penelitian eksperimen “Perlawanan joint aman rawan untuk pengekangan daktilitas dan posisibatang sendi plastis Gambar Road-map Penelitian batang. Keuntungannya Gaya Gempa adalah pasca-elastis dapat dicapai beton defleksi lebih baik. 2.13. gempa bumi Melakukan penelitian eksperimen “Perlawanan joint bebanketahanan Lateral 5. batang. Blakeley Roger W.pratekan G.pada dan Park Rebert kuat Balok-Kolom beton exterior terhadap dalam Disimpulkan bahwa besar deformasi 2.2. Beton Pratekan Parsial camber dan peningkatan daktilitas, pengendalian (2)pratekan exterior terhadap beban Balok-Kolom beton (11) 2.2. Betonlebih Pratekan Parsial (1971) pasca-elastis dapat dicapai empat pada tes batang beton .Sejumlah yang dilakukan pada defleksi baik. Menurut Naaman Antoine.E , Pratekan (2)Gempa” (11) Gambar 2.13. Road-map Penelitian Gempa” .Sejumlah empat berskala tes yang dilakukan padaVariabel Melakukan penelitian eksperimen “Perlawanan joint Menurut Naaman Antoine.E , Pratekan dan beton pracetak penuh, joint parsial adalah kombinasi tendon prategang beton Balok-Kolom pracetak berskala penuh, joint Variabel beton pratekan exterior terhadap beban parsial adalah kombinasi dan pada 2.2. Beton Pratekan Parsialtendon pengujian termasuk jumlah tulangan transversal tulangan non prategang, baikprategang berkontribusi (2) (11) pengujian termasuk jumlah tulangan Gempa” .Sejumlah empat tes yang dilakukan non prategang, baik berkontribusi pada Menurut Naaman Antoine.E , Pratekan untuk pengekangan daktilitas dantransversal posisi sendipada plastis tulanganketahanan batang. Keuntungannya adalah untuk beton pengekangan daktilitas dan posisi sendi plastis pracetak berskala penuh, joint Variabel batang.daktilitas, Keuntungannya adalah dan dalam batang. Disimpulkan bahwa besar deformasi ketahanan parsial adalah kombinasi tendon prategang peningkatan pengendalian camber dan Gambar 2.8. Curva Stress-Strain untuk Tulangan (Hung Lin dan Ping Lin, 2005) Keamanan dan kenyamanan penghuni gedung pada wilayah hunian yang rawan gempa bumi Keamanan dan kenyamanan penghuni gedung pada wilayah hunian yang rawan gempa bumi Keamanan dan kenyamanan penghuni gedung pada wilayah hunian yang rawan gempa bumi Gedung Elemen Struktur yang aman Joint BalokPerilaku dan nyaman Sistem Kolom Beton Respons Kinerja Respons bagi Rangka Sebagai Model Struktur yang Struktur penghuni Gedung Struktur Gedung Rangka memuaskan pada Beton Bertingkat yang Gedung terhadap Gempa wilayah Gedung tahan Aman bagi Elemen Struktur yang Bumi kuat hunian yangyang aman Gempa Penghuni Akibat Joint Balokaman rawan Perilaku dan nyaman Gaya Gempa Sistem Kolom Beton gempabagi bumi Kinerja Respons Respons LateralModel Rangka Sebagai kuat Struktur Struktur yang penghuni Gedung Struktur Gedung Gedung pada Rangka memuaskan Struktur yang Beton Elemen Bertingkat yang aman Gedung terhadap Gempa wilayah tahan Joint BalokAman bagi Perilaku dan nyaman Bumi kuat yang hunian yang Sistem Beton Akibat Gempa KolomPenghuni Respons aman Kinerja Respons bagi rawan Rangka Sebagai Model Gaya Gempa Struktur Struktur yang penghuni gempa bumiGedung Struktur Gedung Lateral Rangka memuaskan pada kuat Beton Bertingkat yang Gedung terhadap Gempa wilayah tahan Aman bagi yang Bumi kuat hunian yang Gempa Penghuni Akibat aman rawan Gaya Gempa gempa bumi Lateral kuat Astawa, dkk.: Perilaku Daktil Elemen Struktur 29 .............................. (2) Gambar 14. Tipikal Curva hubungan beban-lendutan Struktur Beton (Naaman Antoine E, 1982) Beton Pratekan Parsial Nilai d = jarak titik pusat baja tarik terhadap serat tekan terluar pada kondisi tahanan momen nominal adalah: ....................................... (3) Substitusi persamaan (2) ke persamaan (3), maka: Menurut Naaman Antoine E.11 Pratekan parsial adalah kombinasi tendon prategang dan tulangan non prategang, baik berkontribusi pada ketahanan batang. Keuntungannya adalah peningkatan daktilitas, pengendalian camber dan defleksi lebih baik. ................................. (4) di mana: fps = tegangan tarik baja pratekan pada momen tahanan nominal fy = tegangan leleh baja non pratekan Aps= luas penampang baja pratekan As = luas penampang baja tarik Gambar 15. Tipikal Curva hubungan beban-lendutan Struktur Beton (Naaman Antoine. E, 1982) Dari gambar 16 ini dapat dibaca besaran-besaran beban yang bekerja, termasuk beban yang menimbulkan retak pertama. Jelas terlihat bahwa pada beton pratekan penuh beton mengalami retak pada saat service load telah bekerja penuh, sedangkan untuk beton bertulang pada saat yang sama penampang sudah retak. Jadi jelas bahwa posisi beton pratekan parsial dan sifat-sifatnya berada di antara kedua type struktur terdahulu masingmasing menjadi batas atas (pratekan penuh) dan batas bawah beton bertulang.20 Gambar 16. Diagram BlockTegangan tekan dan lentur Beton Pratekan Parsial (Miswandi V Eka, 1999). b. Indeks Tulangan Global (ω) Rasio baja tulangan prategang dan baja tulangan nonprategang menurut SNI 03-2847-2002 pasal 20.8.1),17 ditentukan sebesar: Analisa Lentur Balok beton Pratekan Parsial Parameter-parameter a. Partial Prestressing Ratio (PPR). Partial Prestressing Ratio (PPR) (Naaman)11 adalah parameter yang menunjukkan tingkat pratekan balok beton pratekan parsial, untuk menyatakan rasio momen batas akibat baja pratekan dengan momen batas akibat baja tarik total. Besar nilai PPR: 0 PPR 1, bila nilai PPR = 0 berarti penampang beton bertulang, dan bila PPR = 1 berarti penampang beton pratekan penuh. Perumusan PPR dapat dijabarkan sebagai berikut (lihat Gambar 15): . ............... (1) Bila dp = ds = d = jarak dari serat tekan terluar kepusat gaya baja tarik, maka rumusan PPR menjadi: ............ (5) Referensi lain untuk menghitung nilai ω (Miswandi melalui referensi Naaman)20 sebesar: .................................................... (6) di mana: dan: ωp = indeks baja pratekan ω = indeks tulangan tarik baja non-pratekan ω’ = indeks tulangan tekan baja non-pratekan f’c = Kuat tekan karakteristik beton silinder 30 Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 25–37 b = lebar flens untuk penampang T atau lebar badan untuk penampang persegi d = jarak titik pusat tulangan baja tarik terhadap serat tekan terluar pada kondisi tahanan momen nominalnya. dengan: Daktilitas Penampang Beton Pratekan (12), maka: Daktilitas beton dinyatakan dengan (m φ) untuk daktilitas lentur, (θ) untuk rotasi dan (∆) untuk daktilitas defleksi/lendutan. Regangan batas pada beton pratekan sama dengan beton bertulang: εcu = 0,3% Dalam beton pratekan dijumpai adanya tegangan Initial. Perumusannya dapat diuraikan dari diagram perubahan bentuk saat leleh pertama dan gaya-gaya yang timbul dalam penampang (lihat Gambar 15). 1. Keadaan Leleh Pertama Karena adanya regangan Initial (εSpo), maka leleh pertama dapat dinyatakan sebagai berikut: . ............................... (7) dalam keadaan leleh: , ; dari persamaan (7): . ................. (8) . ........................................................ (9) y dapat dicari dengan: ΣH = 0 (10) y dapat dicari dengan : .Σ.......................................... H=0 2. 2. Kondisi Batas Kondisi Batas ...................................................... (12) ; kemudian substitusi persamaan (10) ke masukkan harga-harga y dan yu ke dalam persamaan (9) dan (12), sehingga diperoleh: ................................................. (13) Dengan demikian µφ dapat dihitung karena: ε cu: ditetapkan dalam SNI 03-2847-2002, pasal 20.7.4), sebesar 3‰ ∆2.εsp: dapat dihitung dari persamaan (8) karena fspy, ∆1.εsp, εSpo, diketahui untuk setiap jenis penampang balok. ∆3.εsp: dapat dicari melalui yu, jadi tergantung pada besar nilai Tu dan Cu, dinamika Tu, tergantung pada mutu baja fpu dan Asp, serta Cu tergantung pada mutu beton fc’dan b (lebar balok). εsp: didapat dari nilai ∆3.εsp, dengan ΣH = 0 C = T. y, di mana: C = ½. b. fc. y T.y = Asp.fspy, dalam keadaan leleh pertama dianut: 2.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Daktilitas εc = fc ⁄Ec. 1. Jumlah Baja Prategang Penggunaan bajaDaktilitas prategang harus Faktor-faktor yang jumlah memengaruhi proporsional sesuai dengan kuat lentur yang 1. Jumlah Baja Prategang diperlukan untuk memikul beban gravitasi. Penggunaan jumlah baja prategang harus proporsional Menurut ACI-318-77 dan UBC-97(47) memberi sesuai dengan kuat lentur yang diperlukan untuk batasan untuk baja prategang agar memenuhi memikul beban gravitasi. Menurut ACI-318-77 dan (47) memberi batasan syarat under-reinforced : UBC-97 untuk baja prategang agar memenuhi syarat under-reinforced: Bila ω > 0,3 maka akan terjadi peningkatan kuat p Gambar 2.16. Diagram Perubahan bentuk balok saat keadaan batas Gambar 17. yang Diagram Perubahan bentuk balok dan gaya-gaya timbul dalan Penampang (Raka.saat I.G.P,keadaan 1993) batas dan gaya-gaya yang timbul dalam Penampang Dengan mengambil perubahan diagram seperti (Raka.bentuk I.G.P, 1993). pada gambar 2.16, maka diperoleh hal identik dengan Dengan mengambil bentuk perubahan diagram seperti beton bertulang : pada Gambar 16, maka diperoleh hal identik dengan beton bertulang: keseimbangan gaya horisontal:Σ : H = 0,yudapat dihitung (11) .............................................. lentur tetapi berakibat menurunkan daktilitas dan ............................................... (14) keruntuhan yang terjadi akan dominan pada keruntuhan geser yang tidak dikehendaki. (19) Bila ωp > 0,3 peningkatan kuat , mengaplikasikan Thompson K. maka J &akan Parkterjadi lentur tetapi (14) berakibat menurunkan daktilitas dan persamaan membuat desain penampang balok ’ pratekan yang dengan d=0,8akan h, fcdominan = 37,9 Mpa, = 1617 keruntuhan terjadi padafpukeruntuhan mendekati persyaratan nilai oleh ACI dan Mpa, fpstidak geser yang dikehendaki. 19 mengaplikasikan UBC, balokKJdengan prestressing persamaan tendon, Thompson & Park,bonded (20) balok pratekan dengan (14)hasilnya membuat :desain penampang . Curve hubungan d = 0,8 h, fc'= 37,9 Mpa, fpu = 1617 Mpa, fps mendekati adalah : momen dan curvature dengan persyaratan nilai oleh ACI dan UBC, balok dengan bonded prestressing tendon, hasilnya: .20 Curve hubungan momen dan curvature dengan , adalah: keseimbangan gaya horisontal: ΣH = 0, yu dapat dihitung: dengan : ; kemudian substitusi persamaan (10) ke (12), maka : masukkan harga-harga y dan yu kedalam persamaan (9) dan (12), sehingga diperoleh : Gambar 2.17. Pengaruh baja prategang pada hubungan Momen dan Curvature pada Balok Beton Pratekan dengan 1 lapis tendon prategang (Park & Thompson, 1980) pratekan dengan d=0,8 h, fc’= 37,9 Mpa, fpu = 1617 Mpa, fps mendekati persyaratan nilai oleh ACI dan UBC, balok dengan bonded prestressing tendon, am seperti ik dengan (20) . Curve hasilnya : Astawa, dkk.: Perilaku Daktil Elemen Strukturhubungan adalah : momen dan curvature dengan 31 hancurnya beton yang tertekan dan mengakibatkan kapasitas momen akan tereduksi secara berarti pada curvature yang tinggi. Oleh karena itu untuk penampang yang menerima beban bolak-balik akibat gempa dianjurkan mempunyai dua atau lebih tendon prategang pada penampangnya. dihitung : maan (10) kedalam Gambar 2.17. Pengaruh baja prategang pada hubungan Momen Curvaturebaja padaprategang Balok Beton Pratekan dengan 1 Gambar 18.danPengaruh pada hubungan Momen lapis dan tendon prategang (Park & Thompson, 1980) dengan Curvature pada Balok Beton Pratekan lapisbahwa tendonbila prategang Thompson, Terlihat 1juga luasan (Park baja & prategang melebihi1980). yang dipersyaratkan dalam persamaan karena : 2, pasal (8) karena tiap jenis tergantung p, serta n b (lebar =0 ma dianut : (14) maka keruntuhan getas akan terjadi. Tetapi khusus juga akibatbahwa bebanbila gempa dimana momen Terlihat luasan baja prategang dipertahankan pada curvature besar,(14) melebihi yang dipersyaratkan dalam yang persamaan penggunaan luas baja prategang dibatasi. Untuk maka keruntuhan getas akan terjadi. Tetapi khusus memenuhi maka batasan ωp ≤ 0,3 akibat bebanpersamaan gempa di(14) mana momen dipertahankan diganti ω ≤ 0,2, sehingga contoh hasil studi sesuaibaja p pada curvature yang besar, penggunaan luas , gambar 2.15 memperoleh nilai prategang dibatasi. Untuk memenuhi persamaan (14) maka batasan ωp 0,3 diganti ωpini mempunyai 0,2, sehingga sehingga penampang pada kondisi daktilitas yang lebih baik, Gambar dan untuk15 desain tahan contoh hasil studi sesuai memperoleh gempa dianjurkan merubah persamaan nilai , sehingga penampang pada(2.36) kondisi : pada baik, daerahdan sendi inimenjadi mempunyai daktilitas yang lebih untuk desain tahan gempa dianjurkan merubah persamaan plastis balok, apabila semua tendon pratekan (2.36) menjadi:dekat dengan serat ekstrimnya. pada daerah berkonsentrasi ’ Berarti bahwa gayaapabila pratekan harustendon ≤ 0,2.fpratekan sendi plastis balok, semua c .b.d, dan bila padadekat kondisi tahapan tersebut gaya tekan berkonsentrasi dengan serat ekstrimnya. Berarti ’ beton=0,85.fc’.b.a, mungkin tinggi maksimum dari bahwa gaya pratekan harus ≤ 0,2.fc .b.d, dan bila pada block tegangan tekan beton . kondisi tahapan tersebut gaya: tekan beton = 0,85.fc'. b.a, mungkin maksimum dari block Bila d = 0,8htinggi ; a = 0,75.c, dan c adalah tinggitegangan garis tekan d = .... 0,8h; netralbeton: balok, maka : a ≤ 0,2h atau. cBila ≤ 0,25h (15) a = 0,75.c, dan c adalah tinggi garis netral balok, maka: 2. Distribusi dari Baja Prategang a 0,2 hmendesain atau c 0,25 h....tahan (15) gempa(19), momen Dalam struktur bolak-balik yang timbul pada balok dekat tepi 2. Distribusi dari Baja Prategang Dalam mendesain struktur tahan gempa(19), momen bolak-balik yang timbul pada balok dekat tepi kolom disaat gempa, penampang harus mempunyai kekuatan momen negatif dan positif, maka konsekuensinya tendon harus ditempatkan dekat dengan kedua serat ekstrim dari penampang balok atau dekat tengah penampang. Kurva momen-curvature untuk N = 2 sampai N = 5 menunjukkan perilaku yang sama, di mana N = jumlah tendon.19 Penampang balok akan mempertahankan kapasitas momennya pada curvature yang tinggi, dalam gambar grafik tersebut juga memperlihatkan penampang balok yang mempunyai tendon prategang 1 sampai 5 lapis yang didistribusikan secara simetris pada penampangnya dengan total luasan tendon: . Penampang dengan 1 tendon prategang atau N = 1 (internal lever arm) sangat kecil dan tidak terdapat tendon yang bekerja sebagai Compression reinforcement, sehingga bila N = 1 penampang sangat sensitif terhadap pembesaran tinggi garis netral akibat 3. Tulangan Transversal (sengkang) Studi terhadap derajat confinment pada tingkat daktilitas beton pratekan parsial (Miswandi V.E melalui hasil studi K. Gideon & Andriono T) 9 dilakukan dengan teknik Monte Carlo untuk memperoleh besarnya curvature ductility (φu/φy) dari setiap pemodelan penampang balok struktur rangka. Gambar 19 juga menunjukkan kurva hubungan momen dan curvature dari penampang 3 lapis tendon prategang yang didistribusikan secara simetris dengan variasi jarak tulangan sengkang, dengan curve yang menggambarkan sengkang ∅ 3/8” (9,5 mm) dan variasi jarak sengkang antara s = 1” sampai 7” (25,4 mm sampai 178 mm) dengan tebal selimut beton 1,5”. Hubungan Balok-kolom (Beam Coulmn-Joint) 1. Kuat lentur minimum kolom Dalam SNI 03-2847-2002 mengatur kuat lentur minimum kolom untuk komponen struktur yang menerima kombinasi lentur dan beban aksial pada SRPMK(17). Menentukan kuat lentur kolom dalam pasal 23.4.2)(2), harus memenuhi persyaratan: ..................................................... (16) Di mana: ΣMe = jumlah momen pada pusat joint balok-kolom. Kuat lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor, yang sesuai dengan arah gayagaya lateral yang ditinjau, yang menghasilkan nilai kuat lentur yang terkecil. ΣMg = jumlah momen pada pusat hubungan balokkolom, sehubungan dengan kuat lentur nominal balok-balok yang merangka pada hubungan balokkolom tersebut, harus memenuhi persamaan (17). Jika tidak dipenuhi maka kolom pada HBK tersebut harus direncanakan dengan memberikan tulangan transversal. 2. Tulangan memanjang kolom Menurut SNI 03-2847-2002 pasal 23.4.3), jumlah minimum tulangan memanjang kolom harus memenuhi persyaratan: (1)Rasio penulangan 0,01 rg 0,06 (2)Sambungan mekanis harus memenuhi syarat sambungan mekanis penuh mampu mengembangkan kuat tarik atau tekan minimum 125% kuat leleh batang yang disambung. Sambungan lewatan hanya diizinkan di lokasi setengah panjang elemen struktur yang berada di tengah, direncanakan sebagai sambungan lewatan tarik, dan diikat dengan tulangan spiral atau sengkang tertutup (lihat sub 2.8.3). pang balok mpai N = 5 mana N = lok akan nya pada bar grafik ang balok sampai 5 etris pada tendon : 1 tendon rm) sangat ng bekerja hingga bila terhadap hancurnya n kapasitas arti pada itu untuk bolak-balik dua atau nya. da tingkat wandi V.E riono T)(9) rlo untuk ity (φu/φy) ok struktur kan kurva nampang 3 kan secara sengkang, ngkang ∅ ng antara s m) dengan memenuhi persyaratan : (1) Rasio penulangan 0,01 ≤ ρg ≤ 0,06 (2) Sambungan mekanis harus memenuhi syarat sambungan mekanis penuh mampu 32 mengembangkan kuat tarik atau tekan minimum 125 % kuat leleh batang yang disambung. Sambungan hanyaJaveed. diijinkan dilokasi Fanella David. lewatan A dan Munshi A4 mereferensi (20) setengah panjang elemen struktur berada UBC-1997 , sambungan tulanganyang memanjang ditengah, direncanakan lewatan kolom harus ada di sebagai tengah sambungan tinggi kolom agar tarik, dan tak diikat dengan spiral atau sambungan terlepas pada tulangan lokasi yang bertekanan sengkang tertutup (lihat subsambungan 2.8.3). tinggi, dirancang sebagai tarik, cukup Fanella David. A dan Munshi Javeed. A(4) kuat oleh confined tulangan transversal. Pengelasan (20) mereferensi UBC-1997 , sambungan tulangan sambungan dan koneksi mekanis harus sesuai dengan memanjang kolom harus ada ditengah tinggi UBC pasal 1921.2.6. kolom agar sambungan tak terlepas pada lokasi 3. Kolom Joint Balok-Kolom yang pada bertekanan tinggi, dirancang sebagai Harus diberi tulangan transversal yangconfined dipasang sambungan tarik, cukup kuat oleh setinggi kolom, sesuai ketentuan SNI 03-2847-2002 tulangan transversal. Pengelasan sambungan dan pasal 23.4.4) sebagai berikut: koneksi mekanis harus sesuai dengan UBC pasal (1)Rasio volumetrik tulangan spiral atau sengkang 1921.2.6. harus sesuai persamaan di 3. cincin, Kolomρpada Joint Balok-Kolom s, minimum bawah ini: tulangan transversal yang dipasang Harus diberi setinggi kolom, sesuai ketentuan SNI 03-2847..................................................... (17) 2002 pasal 23.4.4) sebagai berikut : (1) Rasio volumetrik tulangan spiral atau tidak boleh kurang dari: sengkang cincin, ρs, minimum harus sesuai persamaan dibawah ini : ......................................... (18) (2)Luas total penampang sengkang tertutup boleh harus kurangmemenuhi dari : tidak persegi persyaratan minimum berikut: (2) sebagai Luas total penampang sengkang tertutup persegi harus memenuhi persyaratan minimum ....................... (19) sebagai berikut: atau: n-Joint) kuat lentur uktur yang aksial pada lom dalam ratan: pusat joint s dihitung uai dengan jau, yang ecil. gan balokur nominal gan balokmaan (17). ada HBK emberikan ................................ (20) Harus atau : tersedia jumlah tulangan transversal yang cukup pada ujung kolom, baik spasi, dan lokasi Harus tersedia jumlah tulangan transversal tulangan transversal, sehingga confinment dan yang syaratcukupkekuatan pada ujung baik spasi, syarat geserkolom, memuaskan. Untukdan zonalokasi gempa tulangan sehingga tulangan confinment dan 5–6 dalamtransversal, SNI 03-1726-2002, melintang syarat-syarat kekuatan geser memuaskan. Untuk harus spiral atau penguatan hoop empat persegi zona gempa 5-6 dalam SNI 03-1726-2002, panjang (Gambar 18). tulangan melintang harus spiral atau penguatan Titik contra lentur pada kolom tidak berada dalam hoop empat persegi panjang (gambar 2.18). setengah ketinggian yangkolom jelas,tidak tulangan Titik contra lentur pada beradamelintang dalam seperti yang diharuskan dalam UBC pasal 1921.4.4.1 setengah ketinggian yang jelas, tulangan melintang 4 harus diberikan ketinggian penuhUBC dari batang, seperti yang atas diharuskan dalam pasal juga sesuai Nawy EG. 1921.4.4.1 harus diberikan atas ketinggian penuh dari batang(4), juga sesuai Nawy E. G Gambar 2.18. Detail Typical tulangan pengekangan Gambar Detail Typical kolom19. eksterior (Fanella Davidtulangan A, Munshipengekangan Javeed. A, 1998)kolom eksterior (Fanella David A, Munshi Javeed. A, 1998) 4. Penyaluran Tulangan pada Joint Untuk batang tulangan ukuran No. 3 sampai 11 berakhir di sebuah joint eksterior dengan standar kait 90° pada beton normal, panjang penyaluran ldh di luar Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 25–37 muka kolom tersebut, sebagaimana diharuskan oleh Tabel 3.1. R 4. Penyaluran Tulangan pada Joint peraturan ACI 318, tidak boleh kurang dari nilai yang Balok-Kolom Elem Untuk batang tulangan ukuran No 3 sampai 11 Jenis terbesar di antara persamaan (21) dan (22) kait dan (23) Struktur Stru (cm berakhir di sebuah joint eksterior dengan standar Bal 90°berikut: pada beton normal, panjang penyaluran ldh diluar Joint 25/ Balokmuka kolom tersebut, sebagaimana diharuskan oleh (21) . ..................................................... Kolom exterior Kol peraturan ACI 318, tidak boleh kurang dari nilai yang 40/ terbesar diantara persamaan (21) dan (22) dan (23) ................................................................. (22) berikut : di mana db = diameter batang. ......................................................... (23) dimana db = diameter batang. Gambar 2.22. Penyaluran Tulangan pada Joint (Fanella David A, Munshi Javeed. A, 1998) Gambar 20. Penyaluran Tulangan pada Joint (Fanella David A, Munshi Javeed. A, 1998). III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan waktu Penelitian Ada 2(dua) lokasi tempat penelitian yaitu : metode penelitian (1) Pada laboratorium Beton dan Bahan Bangunan Jurusan Teknik Sipil-FTSP UPN “Veteran” Jawa Gambar Tempat dan untuk waktu Penelitian Timur penelitian pendahuluan. Uji kuat tarik besi beton dan tendon pratekan dilakukan Ada 2 (dua) lokasi tempat penelitian yaitu: 3.3. Tahap Pen dilaboratorium beton ITS. (1)Pada laboratorium Beton dan Bahan Bangunan Spesimen (2) Pembuatan benda uji (spesimen) utama dan Jurusan Teknik Sipil-FTSP UPN “Veteran” Jawa Set-up uji pengujiannya dilakukan pada laboratorium Timur untuk penelitian pendahuluan. Uji kuat PUSLITBANGKIM-PU Bandung. besi beton dan tendon di 3.2.tarik Pembuatan, spesifikasi dan pratekan pengujiandilakukan benda laboratorium beton ITS. uji (Spesimen) (2)Pembuatan (spesimen) utama dan (1).Disain danbenda pabrikasiuji balok. pengujiannya dilakukan pada laboratorium Dimensi penampang balok dibuat 250/400 mm, dengan selimut beton untuk balok ditentukan PUSLITBANGKIM-PU Bandung. setebal 35 mm. Menggunakan tulangan utama memanjang pada penampang atasbenda (daerah tarik) Pembuatan, spesifikasi dan pengujian uji (Spesimen) sebanyak 5D13, dan 3D13 pada sisi penampang (1)Disain dan pabrikasi balok bawah (daerah tekan), tulangan transversal berupa Dimensi penampang balok dibuat 250/400 mm, sengkang menggunakan tulangan ∅8 – 75 mm. dengan selimut beton untukprategang balok ditentukan setebal Posisi pemasangan tendon ditumpuan 35 mm.sisiMenggunakan tulangan memanjang pada atas penampang balok,utama membentuk pada penampang (daerah tarik) sebanyak lengkung parabolaatas smpai diujung segmen balok 5D13, dan 3D13 pada sisi bawah balok. (daerah tekan), diposisikan tepat di penampang centroid penampng Gambar 3.2 (2). Desain dan pabrikasi Kolom. tulangan transversal berupa sengkang menggunakan Riwayat w Dimensi kolom mm dan tulangan ∅8–75direncanakan mm. Posisi400/400 pemasangan tendon siklik sepe selimut beton ditentukan pada setebal mm penampang sesuai prategang di tumpuan sisi40atas ketentuan SNI 03-2847-2002 pasal 9.7.2) dan sampai balok, membentuk lengkung parabola (3). Tulangan utama memanjang sebanyak 6D16+4 diujung segmen balok diposisikan tepat di centroid D13 dengan cara pemasangan disebar merata pada penampang tepi kolom balok. yang dibalut sengkang dan selimut (2)Desain pabrikasi Kolom beton, dan untuk tulangan sengkang transversal Dimensi kolom direncanakan 400/400 mm dan dipakai ∅10 – 50 mm. selimut beton ditentukan setebal mm :sesuai Spesifikasi Spesimen seperti dalam tabel40berikut ketentuan SNI 03-2847-2002 pasal 9.7.2) dan Astawa, dkk.: Perilaku Daktil Elemen Struktur Riwayat waktu pola displacement akibat beban siklik seperti yang diilustrasikan pada gambar 3.5. 33 (3)Tulangan utama memanjang sebanyak 6D 16+4 D13 dengan cara pemasangan disebar merata pada tepi kolom yang dibalut sengkang dan selimut beton, untuk tulangan sengkang transversal dipakai ∅10–50 mm. Spesifikasi Spesimen seperti dalam tabel berikut: Tabel 1.Rekapitulasi spesifikasi spesimen Joint BalokKolom Exterior Elemen Tulangan Tulangan Jenis Jumlah Jumlah Struktur LongituTransStrukturTabel 3.1. Rekapitulasi spesifikasi spesimen Tendon Joint Spesimen (cm) dinal versal Joint Balok-Kolom Exterior Joint Tabel Balok 1 JumlahJoint 1 8–75 ElemenTulangan n No 3 sampai 11 Tulangan Tulangan Jumlah Jenis 3.1. Rekapitulasi spesifikasi spesimen Struktur Longitudinal Struktur Balok- Balok-Kolom 25/40 (cm) tarik 5D13 Transversal Tendon(2 Spesimen r dengan standar kait oint Exterior Tulangan Balok Elemen penyaluran ldh diluar tarikTulangan 5D 1 Strand) Joint Tulangan No 3 sampai 11Kolom BalokTulangan Jumlah Jumlah Jenis Struktur (2Strand) 25/40 - 75 Tulangan Longitudinal ∅8Transversal Tendon 1 Spesimen Struktur mana diharuskan oleh (cm)tekan tekan33 D engan standar kaitexterior Kolom exterior Tulangan Kolom 6 D16 + kurang dari nilai yang Balok ∅10 - 50 enyaluran ldh diluar 40/40 D13 4D13 tarik 5D 1 Joint 1) dan (22) dan (23) (2Strand) 25/40 ∅8 - 75 1 BalokTulangan na diharuskan oleh Kolom tekan 3 D Kolom 6 D16 + 10–50 exterior Kolom 6 D16 + ang dari nilai yang ∅10 - 50 40/40 40/404D13 4D13 dan (22) dan (23) 13 13 13 13 Apabila hasil Exterior seper jangka panjang rangka Gedun bertingkat ban handal dan seb bagi penghuni. IV. HASIL UJI TE 4.1. Pelaksanaan U Uji test dilaksan Hasil pengujian tahap inelastik 4, Gambar 3.5. Grafik Transversal Displacement ductility Gambar 23. Grafik Transversal ductility akibat table sebagai ber akibat bebanDisplacement Siklik beban Siklik. 3.4. Luaran yang direncanakan Tabel 4.1. Data Be 1. Kapasitas: P ideal < P leleh hasil uji, dimana Py/Pi = fi, Luaran yang direncanakan puncak Kolom. Beban dan fi yang representatif menurut SNI 03-1726-2002 = 1. Kapasitas: P < P hasil uji, di mana P /P = f , dan No. V bertingkat banyak (Hi ideal leleh y i i 1,6 (Syarat minimum fi = 1,2) ( kN )hunia( handal fi 2.yang representatif menurut 03-1726-2002 = 0 dan sebagai Kesetabilan: ada 3 kriteria yangSNI ditetapkan dalam 0 bagi penghuni. 64 31,70 “Proposed Revision tofi1997 NEHRP Recommended 1,6 (Syarat minimum = 1,2) 90 31,10 Provisions for Seismic Regulation for Precast Concrete IV. HASIL 117 UJI TEST 30,40EKSP 2. Kesetabilan: ada 3 kriteria yang ditetapkan dalam Structure” (seperti tampilan Gambar grafik 3.16 berikut 4.1. Pelaksanaan Uji test Spe 155 33,70 “Proposed Revision to 1997 NEHRP Recommended Uji test 185dilaksanakan 32,40 pada ini). (1)Sampai akhir pengujian pada kedua arah 215 32,40 Hasil pengujian pada defo Provisions Seismic Regulation foryang Precast pembebanan for spesimen harus memenuhi: beban 256 38,00 tahap inelastik 4,50 % dap mampu dipikul > 75 % beban tampilan maksimum,Gambar (2) nilaigrafik 284 38,30: Concrete Structure” (seperti table sebagai berikut 312 36,40 perbandingan antara luas yang dibentuk oleh hysteritic 3.16 berikut ini: (1) Sampai akhir pengujian pada 352 43,60 loop dengan luas jajaran genjang yang dibentuk oleh 41,70 Late 4.1.380Data Beban kedua arah pembebanan spesimen harus perpotongan hysteritic loop pada storymemenuhi: drift Tabel 408 3.4. Luaranujung yang direncanakan puncak Kolom. 42,00 448 48,30 1.yang Kapasitas: P idealstory <dipikul P lelehdrift hasil>uji, dimana /Pi =maksimum, fi, (3) beban mampu 75% beban Beban St dengan kekakuan harus > Py0,125, δ47,60 (Tr ) 476 V No. D dan fi yang nilai representatif SNI loop 03-1726-2002 = Perbandingan gradienmenurut hysteritic yang dibatasi (2) nilai perbandingan antara luas yang dibentuk ( kN ) (47,00 mm ) (% 504 1,6 (Syarat minimum fi = 1,2) 0 0 0,0 544 0 50,30 limit –x dan +x harus ≥ 0,5 kali nilai gradien awal 2. Kesetabilan: ada dengan 3 kriteria yang oleh hysteritic loop luas ditetapkan jajaran dalam genjang yang 64 31,70 4,80 0,2 572 49,30 struktur pada siklus pembebanan pertama. 90 31,10 4,80 0,2 “Proposed Revision to 1997 NEHRP Recommended 60030,40 48,90 dibentuk oleh perpotongan ujung hysteritic loop pada 117 4,82 0,2 3. Jika memenuhi seluruh persyaratan diatas berarti 155 64133,70 51,60 Provisions for Seismic Regulation for Precast Concrete 6,04 0,2 story drift dengan kekakuan story harus Structure” (seperti tampilan Gambar grafik 3.16 berikut > 0,125, 185 6,00 0,2 67332,40 49,90 memenuhi syarat SRPMK sesuai SNIdrift 03-1726-2002 215 32,40 5,98 0,2 705 49,30 ini). (1)Sampai akhir pengujian pada kedua arah danPerbandingan ACI-318-08 pasal 21.5.2.5 (c). hysteritic loop yang (3) nilai gradien 256 8,40 0,3 74938,00 51,60 pembebanan spesimen harus memenuhi: beban yang 284 38,30 8,60 0,3 4. Kehandalan Struktur yang akan didapatkan adalah : 78136,40 49,90 dibatasi limit –x dan harus 0,5 kali 312 8,40 0,3 mampu dipikul > 75 +x % beban maksimum, (2) nilai nilai gradien 11,96 0,5 (1). Daktilitas, = (δmax ), dengan catatan μ 352 81343,60 49,30 leleh pertama perbandinganμantara luas/δyang dibentuk oleh hysteritic 85741,70 50,30 awal struktur pada siklus pembebanan pertama. 380 12,02 0,5 dapatloopdiperhitungkan sampai dengan batas oleh kondisi 408 88942,00 48,30 dengan luas jajaran genjang yang dibentuk 12,02 0,5 448 48,30 11,98 0,7 3. Jika memenuhi seluruh persyaratan diatas berarti perpotongan ujung hysteritic loop pada story drift struktur tersebut stabil. 921 47,00 476 47,60 18,04 0,7 dengan kekakuan story drift harus > 0,125, (3) 966 46,00 (2). Faktor reduksi gempa R (SNI 03-1726-2002). 504 47,00 18,02 0,7 memenuhi syarat SRPMK sesuai SNI 03-1726-2002 1002 44,30 Perbandingan nilai gradien hysteritic loop yang dibatasi 544 50,30 23,84 1,0 (3). f (faktor kuat lebih beban dan bahan) = (V i 23,92 1,0 dan ACI-318-08 (c). gradien awal leleh 572 103849,30 44,00 limit –x dan +xpasal harus 21.5.2.5 ≥ 0,5 kali nilai 600 48,90 24,30 1,0 /Videal)pada siklus pembebanan pertama. 1086 42,60 pertamastruktur 2 an pada Joint (Fanella d. A, 1998) an pada litianJoint yaitu(Fanella : A, 1998) dan Bahan Bangunan UPN “Veteran” Jawa Gambar 3.1. Rancangan benda uji HBK Exterior ndahuluan. Uji kuat Gambar 21. Rancangan benda uji HBK Exterior. pratekan dilakukan ian yaitu : 3.3. Tahap Pengujian Spesimen. Spesimen Joint Balok-Kolom Exterior dengan Test n Bahan Bangunan pesimen) utama dan Set-up uji Spesimen spesimen seperti skema gambar berikut. N “Veteran” Jawa pada laboratorium Tahap Pengujian Gambar 3.1. Rancangan benda uji HBK Exterior dung. ahuluan. Uji kuat n pengujian benda Spesimen Joint Balok-Kolom Exterior dengan pratekan dilakukan Pengujian Spesimen. Set-up3.3. uji Tahap spesimen seperti skema gambar berikut. k. simen) utama dan dibuat laboratorium 250/400 mm, ada uk balok ditentukan ng. kan tulangan utama gpengujian atas (daerahbenda tarik) Test Spesimen Joint Balok-Kolom Exterior dengan Test Set-up uji spesimen seperti skema gambar berikut. ada sisi penampang an transversal berupa buat ngan 250/400 ∅8 – 75 mm, mm. balok ditentukan prategang ditumpuan n balok, tulangan utama membentuk ujung(daerah segmen tarik) balok atas penampng balok. Gambar 3.2 Model test set-up Spesimen Exterior a sisi penampang om. transversal berupa Riwayat waktu pola displacement akibat beban n 400/400 mmmm. dan gan ∅8 – 75 siklik seperti yang diilustrasikan pada gambar 3.5. tebal 40 mm sesuai ategang ditumpuan pasal 9.7.2) dan balok, membentuk ang sebanyak 6D16+4 ung segmen disebar meratabalok pada nampng balok. Gambar 3.2 Model test set-up Spesimen Exterior ngkang dan selimut m. Gambar 22. Model test set-up Spesimen Exterior. engkang transversal Riwayat waktu pola displacement akibat beban 400/400 mm dan siklik sepertipola yangdisplacement diilustrasikan pada gambar 3.5. siklik bal 40tabel mmberikut sesuai: Riwayat waktu akibat beban dalam asal 9.7.2) dan seperti yang diilustrasikan pada Gambar 23. g sebanyak 6D16+4 isebar merata pada gkang dan selimut gkang transversal lam tabel berikut : 33,50 1,4 4. Kehandalan Struktur yang akan didapatkan adalah: 641 112251,60 38,70 3. Jika memenuhi seluruh persyaratan diatas berarti 673 49,90 33,50 1,4 1158 38,30 705 49,30 33,52 1,4 (1)Daktilitas, m = (d /d ), dengan catatan m memenuhi syarat SRPMK sesuaipertama SNI 03-1726-2002 max Lateral Forceleleh 1201 41,70 749 51,60 41,88 1,71 dan ACI-318-08 pasal 21.5.2.5 (c). 1217 39,00 781 49,90 41,90 1,71 dapat diperhitungkan sampai dengan batas kondisi 4. Kehandalan Struktur yang akan didapatkan adalah : 1233 24,80 813 49,30 41,86 1,71 857 50,30 52,58 2,2 struktur tersebut stabil. C B μ = (δmax/δleleh pertama), dengan catatan μ (1). Daktilitas, Beban 889 48,30 52,66 2,2 51,60 dapat diperhitungkan sampai dengan 03-1726-2002). batas kondisi 921 maksimum 47,00 52,58 2,2 (2)Faktor reduksi gempa R (SNI 966 46,00 65,76 2,7 struktur tersebut stabil. 1002 44,30 65,76 2,7 (3)fi (2).(faktor kuat lebih beban dan bahan) = Faktor reduksi gempa R (SNI 03-1726-2002). 1038Beban 44,00 yang 65,74 bisa di2,7 f (faktor kuat lebih beban dan bahan) = (Vleleh 85,36 3,5 (V(3). lelehi pertama/Videal) Drift 1086beban42,60 aksial statik D +x -x A pertama/Videal) Lateral Force C B F E -x A F D +x Drift E Gambar 3.6. Idealisasi hysteritic loop untuk sistem struktur beton Gambar 24. Idealisasi hysteritic loop untuk sistem beton.hasil test spesimen Joint Balok-Kolom Apabila Exterior seperti tersebut diatas, maka harapan jangka panjang kedepan, akan dihasilkan struktur rangka Gedung bertingkat terutama gedung 1122 1158 1201 1217 1233 38,70 83,68 3,5 39,00 24,80 123,98 124,48 4,5 4,5 51,60 41,88 38,30 83,94 3,5 10 %41,70 dari kapasitas 119,68 4,5 Beban maksimum m Beban yang bisa di setting se beban aksial statik pada kolo 10 % dari kapasitas beban ko (400X400X40X10-3) = 640 beban lateral dilakukan denga siklik sebagai tiruan beban dynamic). Besarnya beban l dapat ditentukan langsung, k kearah lateral yang dikendalik JBK sesuai Code ( NEHRP, 3,50 % dengan beban siklik tahapan siklus. Besarnya be struktur dibaca melalui data logger, Gaya Dorong maupun Tari ilustrasi energy desipatting pa tahapan peningkatan drift ratio 34 Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 25–37 Apabila hasil test spesimen Joint Balok-Kolom Exterior seperti tersebut diatas, maka harapan jangka panjang ke depan, akan dihasilkan struktur rangka Gedung bertingkat terutama gedung bertingkat banyak (High rise Building) yang handal dan sebagai hunian yang aman dan nyaman bagi penghuni. hasil uji test eksperimental Pelaksanaan Uji test Spesimen Utama Exterior: Uji test dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 2013. Hasil pengujian pada deformasi tiap tahap sampai Tabel 2. Data Beban Lateral V dan Defleksi pada puncak Kolom No. 0 64 90 117 155 185 215 256 284 312 352 380 408 448 476 504 544 572 600 641 673 705 749 781 813 857 889 921 966 1002 1038 1086 1122 1158 1201 1217 1233 Beban maksimum Beban V ( kN ) 00 31,70 31,10 30,40 33,70 32,40 32,40 38,00 38,30 36,40 43,60 41,70 42,00 48,30 47,60 47,00 50,30 49,30 48,90 51,60 49,90 49,30 51,60 49,90 49,30 50,30 48,30 47,00 46,00 44,30 44,00 42,60 38,70 38,30 41,70 39,00 24,80 51,60 d (Tr2) ( mm ) 00 4,80 4,80 4,82 6,04 6,00 5,98 8,40 8,60 8,40 11,96 12,02 12,02 11,98 18,04 18,02 23,84 23,92 24,30 33,50 33,50 33,52 41,88 41,90 41,86 52,58 52,66 52,58 65,76 65,76 65,74 85,36 83,68 83,94 119,68 123,98 124,48 41,88 Story Drift No. (% ) 0,000 0 0,200 76 0,200 103 0,200 129 0,250 170 0,250 200 0,250 230 0,350 270 0,350 298 0,350 326 0,500 366 0,500 394 0,500 422 0,750 462 0,750 490 0,750 518 1,000 558 1,000 586 1,000 614 1,400 657 1,400 689 1,400 721 1,750 765 1,750 797 1,750 829 2,200 873 2,200 905 2,200 937 2,750 984 2,750 1020 2,750 1056 3,500 1104 3,500 1140 3,500 1176 4,500 1218 4,500 1244 4,500 1270 Beban maksimum Beban V ( kN ) -00 -31,10 -31,10 -30,70 -35,40 -35,00 -34,40 -43,60 -42,60 -42,30 -52,60 -51,30 -50,30 -63,80 -62,20 -61,50 -70,50 -69,10 -68,10 -78,10 -76,70 -76,10 -82,00 -81,00 -80,70 -85,30 -83,00 -81,70 -86,00 -82,40 -80,40 -83,70 -78,40 -74,80 -77,40 -55,90 -42,60 -86,00 d (Tr2) ( mm ) -00,00 0-4,82 0-4,90 0-4,86 0-5,98 0-6,04 0-5,98 0-8,38 0-8,36 0-8,38 -11,94 -12,10 -11,96 -17,96 -17,98 -17,98 -23,96 -24,06 -23,92 -33,48 -33,52 -33,56 -41,90 -42,00 -42,86 -52,68 -52,62 -52,62 -65,88 -65,88 -65,90 -83,70 -83,68 -83,68 -120,58 -125,08 -120,38 -65,88 tahap inelastik 4,50% dapat diuraikan dalam bentuk table sebagai berikut (Tabel 2). Beban yang bisa di setting sebagai beban tetap adalah beban aksial statik pada kolom, yaitu diambil sebesar 10% dari kapasitas beban kolom = 10% Ag. fc' = 10% (400×400×40×10 –3) = 640 kN (64 ton). Sedangkan beban lateral dilakukan dengan beban siklik sebagai tiruan beban gempa dinamik (pseudo dynamic). Besarnya beban lateral setiap siklus tidak dapat ditentukan langsung, karena deformasi struktur ke arah lateral yang dikendalikan adalah drift ratio dari JBK sesuai Code (NEHRP, SNI, ACI) yaitu dari 0–3,50% dengan beban siklik yang meningkat setiap tahapan siklus. Besarnya beban setiap siklus dapat dibaca melalui data logger, dari situ dapat diketahui Gaya Dorong maupun Tarik alat Actuator sebagai ilustrasi energy desipatting pada struktur sesuai dengan tahapan peningkatan drift ratio. Beban siklik lateral tekan maksimum terjadi pada Beban siklik lateralsiklus tekan maksimum terjadi pada Drift Rasio 1,40% ke-1 sebesar 51,60 kNDrift (5,16 Rasio 1,40 ∆ % siklus ke 1 mm, sebesar 51,60 kN untuk (5,16 ton) ton) dengan = 33,50 sedangkan tarik max dengan Δ max = 33,50 sedangkan untuk tarik maksimum terjadi padamm, Drift Rasio 2,75% siklus maksimum terjadai pada Drift Rasio 2,75 % siklus ke 1 ke-1 = 86,00 kN (8,60 ton) dengan ∆max = 65,88 mm. = 86,00 kN (8,60 ton) dengan Δ max = 65,88 mm. Kasus retak pada kolom hanya retak rambut satu garis Kasus retak pada kolom hanya retak rambut satu garis sedangkan saat saat itu tulangan lunak pada penampang sedangkanpada pada itu tulangan lunak pada bawah balok semuanya sudah putus. Untuk penampang bawah balok semuanya sudah putus.tulangan Untuk lunak maupun Strand TendonStrand pada penampang atas tulangan lunak maupun Tendon pada balok baik sampai pada baik driftsampai ratio 4,50% tidak ada4,50 yang penampang atas balok pada drift ratio % tidak ada ditunjukkan yang putus. Berikut gambar putus. Berikut gambarditunjukkan dari pola retak pada daridan polakolom. retak pada balok dan kolom : balok Gambar : 4.1. Pola Retak JBK Exterior Gambar 25. Pola Retak JBK Exterior. 4.2. Analisa hasil Uji Test Spesimen. 1. Kapasitas Beban Leleh berbanding Beban Awal Analisa hasil Uji Test Spesimen Spesimen sesuai SNI 03-1726-2002 : 1. Kapasitas Py/Pi fi , Beban dimana fLeleh i = 1.2 berbanding Beban Awal Spesimen sesuai 03-1726-2002: Beban ideal ( PiSNI ) diambil dari Pi hasil uji Tarik yang dengan Pydipadukan /Pi ³ fi, di mana fi =grafik 1.2 Hysteritik Strain-Gauge (SG) ideal 13 dan pada tulangan Utama Joint, hasil Beban ( P27 i ) diambil dari Pi hasil uji Tarik yang dari Uji Test Spesimen menghasilkan Tekan = Pi dipadukan dengan grafik HysteritikPiStrain-Gauge Tarik 101kN (SG) 13=dan 27 pada tulangan Utama Joint, hasil dari P leleh (Py) Tekan = Py Tarik = 123,98 kN UjiP Test Spesimen123,98/101 menghasilkan P Tekan = P Tarik = 1,20;i 1,23>1,20 (i OK ) y/Pi 1,20 101 kN Dari hasil analisa ini maka kapasitas beban JBK P leleh (Py) Tekan memenuhi syarat.= Py Tarik = 123,98 kN (1) Kema 374.1-05 Beban Te BebanTa Sehingga Beban Te …(Not O BebanTa Hasil an tidak ma walaupun tetapi p memenuh (2)Kemam 05 pada S Beban m Tekan=2 Tarik = 4 Sehingga Beban T …(Not O Beban Ta …(Not O Menurut dengan k pada Sto sebagai S Drift Ra persyarat (3) Karen memenuh 2,75% Si Beban T Kesetabi 85,27 % Kesetabi 93,48 % Py/Pi ³ 1,20 123,98/101 ³1,20; 1,23 > 1,20 (OK) Dari hasil analisa ini maka kapasitas beban JBK memenuhi syarat. Gambar 4.2. Curva Hysteritik Hubungan Beban Lateral V dan Strain Baja Tulangan pada Joint (SG-13 & 27) Gambar Lateral Astawa, dkk.: Perilaku Daktil Elemen Struktur 35 Beban Tekan = 44,00 kN; Beban Tarik = 80,40 kN Kesetabilan beban Tekan = 44,00/51,60 (100%) = 85,27% > 75% ….(OK) Kesetabilan beban Tarik = 80,40/86,00 (100%) = 93,48% > 75% …(OK) Gambar 26. Curva Hysteritik Hubungan Beban Lateral V dan Strain Baja Tulangan pada Joint (SG13 & 27). 2. Kestabilan Struktur: Ada 3 kriteria yang harus dipenuhi oleh Spesimen sesuai ketentuan “Proposed Revision to 1997 NEHRP Recommended Provisions for Seismic Regulation for Precast Concrete Structure” dan American Concrete Institute (ACI). Analisa hasil uji sesuai dengan ke 3 kriteria tersebut adalah: Kapasitas Beban Spesimen terhadap Beban Maksimum Siklik Lateral yang bekerja. Beban maksimum: Tekan = 51,60 kN; Tarik = 86,00 kN. (1)Kemampuan Struktur sesuai ketentuan ACI-374.105 pada Story Drift 3,50% Siklus ke-3: Beban Tekan Siklik Lateral di Siklus ke-3 = 38,30 kN Beban Tarik Siklik Lateral pada Siklus ke-3 = 74,80 kN. Sehingga beban yang mampu dipikul oleh Spesimen: Beban Tekan = 38,30/51,60 (100%) = 74,22% < 75%… (Not OK) Beban Tarik = 74,80/86,00(100%) = 87,00% > 75% (OK) Hasil analisis menunjukkan bahwa Spesimen sudah tidak mampu untuk menahan beban Tekan Lateral walaupun masih mendekati 75% yaitu 74,22%, tetapi pada beban Siklik Lateral Tarik masih memenuhi dan cukup signifikan yaitu sebesar 87,0% (2)Kemampuan Struktur sesuai ketentuan ACI-374. 1-05 pada Story Drift 4,50% Siklus ke-3: Beban maksimum pada Story Drift 4,50%: Tekan = 24,80 kN Tarik = 42,60 kN. Sehingga beban yang mampu dipikul oleh Spesimen: Beban Tekan = 24,80/51,60 (100%) = 48,06% < 75%… (Not OK) Beban Tarik = 42,60/86,00(100%) = 56,05% < 75%… (Not OK) Menurut ketentuan NEHRP maupun ACI, struktur dengan kapasitas beban ³ 75% beban maksimum pada Story Drift 3,50%, telah memenuhi persyaratan sebagai Struktur Daktail. Tetapi hasil Uji Test pada Drift Rasio 4,5% siklus ke-3 tidak memenuhi persyaratan daktail. (3)Karena pada Drift Rasio 3,50% dan 4,50% tidak memenuhi syarat, maka dicoba pada Drift Ratio 2,75% Siklus ke-3: Gambar 27. Kurva Hub. Beban Lateral V dan Defleksi Lateral Puncak Tiap Siklus pada Puncak Kolom (Tr-2). Rasio Energy Disipasi Relative (b): (1)Pada kondisi Drift Rasio 4,50%: Luas Energy: Energy Disipasi Story Drift 4,50% Siklus ke-3 (An) = 9665,12 kNm (E1 + E2) + (’1 + ’2) =10149,92 kNm An 9665,12 = = 0,95 > 0,125...(ok) 10149,92 (E1 + E2)+('1 + '2) Gambar 28. Luas Kurva Disipasi Energi pada Story Drift 4.50% Siklus ke-3 dan Luas Jajaran Genjang pada Story Drift 4,50% Siklus ke-3 dengan Gradien 0,20%. (2)Kondisi pada Drift Rasio 3,50%: Luas Energy: Energy Disipasi Story Drift 3,50% Siklus ke-3 (An) = 9341,50 kNm (E1 + E2) + ('1 + '2) =10298,93 kNm An 9341,50 = = 0,91 > 0,125...(ok) 10293,93 (E1 + E2)+('1 + '2) (3)Kondisi pada Drift Rasio 2,75%: Luas Energy: Energy Disipasi Story Drift 2,75% Siklus ke-3 (An) = 9341,50 kNm (E1 + E2) + ('1 + '2) =10298,93 kNm (2) (2)Kondisi Kondisipada padaDrift DriftRasio Rasio3,50 3,50%%: : Luas LuasEnergy Energy: : Energy EnergyDisipasi DisipasiStory StoryDrift Drift3,50 3,50%%Siklus Sikluske-3 ke-3(An) (An) = =9341,50 9341,50kNm kNm E2E)2+ θ’θ’ 36 (E(E ) +(θ’ (θ’ ) =10298,93kNm kNm 1+ 1+ 2)2=10298,93 1+ 1+ > >0,125 0,125……(OK) (OK) Gambar 4.4 Luas Kurva Disipasi Energi pada Story Drift 4.50 % Siklus ke-3 dan Luas Jajaran Genjang pada Story Drift 4.50 % Siklus ke-3 dengan Gradien 0.20 % 0,04 < 0,05 … (Not OK) Tarik (2) : Perbandingan Gradien Kurva sesuai persyaratan ACI-374.1-05 0,054 0,05 0,054> > 0,05……(OK) (OK)pada Drift Rasio 3,50 % : Tekan Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 25–37 : 0,54 > 0,05 … (OK) 0,04 < 0,05 … (Not OK) Tarik Tarik : : (2) Kondisi pada Drift Rasio 3,50 % : Gambar 4.7. Perbandingan Gradien Kurva pada Story Drift Gambar 4.7. Perbandingan Gradien Kurva pada Story Drift Rasio 3.50 %% Siklus ke-3 Rasio 3.50 Siklus ke-3 Luas Energy : Gradien Kurva sesuai persyaratan (3)Perbandingan Perbandingan Energy Disipasi Story Drift 3,50 % Siklus ke-3 (An) (3) 0,54 > 0,05 …Gradien (OK) Kurva sesuai persyaratan 0,054 > 0,05pada … (OK) ACI-374.1-05 Drift = 9341,50 kNm ACI-374.1-05 pada DriftRasio Rasio2,75 2,75%%: : Gambar Luas Kurva Disipasi Energi pada Story Drift Tekan : Tekan : (E1 + E4.4 2) + (θ’1 + θ’2) =10298,93 kNm Tarik : 4.50 % Siklus ke-3 dan Luas Jajaran Genjang pada > 0,125 …%(OK) Story Drift 4.50 % Siklus ke-3 dengan Gradien 0.20 (2) Kondisi pada Drift Rasio 3,50 % : 0,068 0,068> >0,05 0,05……(OK) (OK) Luas Energy : Tarik Tarik: : Energy Disipasi Story Drift 3,50 % Siklus ke-3 (An) Gambar 4.5. Luas Kurva Disipasi Energi pada Story 0,054 >4.7. 0,05 … (OK) Gradien Kurva pada Story Drift 4.5. Luas Kurva Disipasi Energi pada Story =Gambar 9341,50 kNm Gambar Perbandingan Drift 3.50 %% Siklus ke-3 dan Luas Jajaran Genjang pada Drift 3.50 Siklus ke-3 dan Luas Jajaran Genjang padaDrift 0,108 > >0,05 ……(OK) Gambar 29. Luas Kurva Disipasi Energi pada Story 0,108 0,05 (OK) Rasio 3.50 % Siklus ke-3 (E + E ) + (θ’ + θ’ ) =10298,93 kNm Gambar 31. Perbandingan Gradien Kurva pada Story Drift 1 2 1 2 Story Drift 3.50 %% Siklus ke-3 dengan 0.200 %% Story Drift 3.50 Siklus ke-3 dengan Gradien 0.200 3,50% Siklus ke-3 dan LuasGradien Jajaran Genjang pada (3) Perbandingan Gradien Kurva Rasio 3,50% Siklus ke-3.sesuai persyaratan > 0,125 … (OK) Story Drift 3,50% Siklus ke-3 (3) pada Drift Rasio : : dengan Gradien (3)Kondisi Kondisi pada Drift Rasio2,75 2,75%% ACI-374.1-05 pada Drift Rasio 2,75 % : (3)Perbandingan Gradien Kurva sesuai persyaratan 0,200%. Luas :: LuasEnergy Energy Tekan : ACI-374.1-05 pada Drift Rasio 2,75%: Energy Story Drift ke-3 (An) EnergyDisipasi Disipasi Drift2,75 2,75%%Siklus Siklus 3. Perbandingan nilaiStory Gradien Hysteritic Loop:ke-3 (An) Tekan: = =9341,50 9341,50kNm kNm Gambar (1)Perbandingan Gradien Kurva sesuai persyaratan 0,0684.7.> Perbandingan 0,05 … (OK)Gradien Kurva pada Story Drift (E(E E2E)2+ θ’θ’ ) +(θ’ (θ’ ) =10298,93kNm kNm Gradien siklus 1+ 1+ 2)2=10298,93 Rasioke-3 3.50 % Siklus ke-3 1+ 1+ ACI-374.1-05 pada Drift Rasio 4,50%: Tarik : tan 24,04 story drift 2,75% > >0,125… (OK) (3) Perbandingan Gradien persyaratan 0,125… (OK) = Kurva sesuai = 0,0068 > 0,05...(ok) Tekan: Gradien siklus ke-1 Gambar 4.5. Luas Kurva Disipasi Energi pada Story tan Rasio 81,29 2,75 % : ACI-374.1-05 pada Drift 3.3.Perbandingan nilai Gradien Hysteritic Loop : Perbandingan Gradien Loop : Gradien siklus ke-3 Drift 3.50 %nilai Siklus ke-3 danHysteritic Luas Jajaran Genjang pada story drift 0,02% 0,108 … (OK) Tekan : > 0,05 (1) Gradien Kurva sesuai persyaratan (1)Perbandingan Perbandingan Gradien Kurva sesuaiGradien persyaratan tan 3,59 Story Drift 3.50 % Siklus ke-3 dengan 0.200 % story drift 4,50% Tarik: = = 0,01 > 0,05...(ok) ACI-374.1-05 4,50 ACI-374.1-05 padaDrift DriftRasio Rasio 4,50%%: : Gradien sikluspada ke-1 73,49 Gradien siklus ke-3 (3) pada Drift tan Rasio 2,75 % : Tekan : : Kondisi Tekan 0,068 > 0,05 … (OK) story drift 0,02% tan 20,02 story drift 2,75% Luas Energy : Tarik : = = 0,108 > 0,05...(ok) Tarik: Energy Disipasi Story Drift 2,75 % Siklus ke-3 (An) Gradien siklus ke-1 tanKurva 73,49 Gambar 4.8. Perbandingan Gradien pada Story Gambar 4.8. Perbandingan Gradien Kurva pada Story Gradien siklus ke-3 0,01 < 0,05 … (Not OK) 0,01= <Gambar 0,05 …4.5. (Not 9341,50 kNm storyDrift drift 0,02% LuasOK) Kurva Disipasi Energi pada Story Rasio 3.50 %% Siklus ke-3 Drift Rasio 3.50 Siklus ke-3 tan 158,32 story 4,50% Tarik :(E Drift 3.50 % Siklus ke-3 dan Luas Jajaran Genjang pada Tarik :1 +drift E2) + (θ’1 + θ’=2) =10298,93=kNm 0,108 > 0,05 … (OK) 0,06 > 0,05...(ok) Story Drift % Siklustan ke-3 dengan Gradien 0.200 % Gradien siklus3.50 ke-1 73,49 KESIMPULAN > 0,125… (OK) V.V.KESIMPULAN story drift 0,02% Dari Darianalisa analisahasil hasilujiujiSpesimen Spesimentersebut, tersebut,maka maka (3) Kondisi pada Rasio 2,75 % : 0,06 >3. 0,06 >0,05 0,05……(OK) (OK)Drift Perbandingan nilai Gradien Hysteritic Loop : peneliti penelitidapat dapatmenarik menarikkesimpulan kesimpulansebagai sebagaibeikut beikut: : Luas Energy : (1) Perbandingan Gradien Kurva sesuai persyaratan 1.1.Kapasitas KapasitasBeban BebanLeleh Lelehberbanding berbandingBeban BebanAwal Awal Energy Disipasi Story Drift 2,75 % Siklus ke-3 (An) ACI-374.1-05 pada Drift Rasio 4,50 % : Spesimen sesuai SNI 03-1726-2002 adalah Py/Pi Spesimen sesuai SNI 03-1726-2002 adalah Py/Pi = 9341,50 kNm Tekan : >1,20 berarti kesetabilan struktur memenuhi syarat. >1,20 berarti kesetabilan struktur memenuhi syarat. (E1 + E2) + (θ’1 + θ’2) =10298,93 kNm 2.2.Kesetabilan KesetabilanStruktur Struktur: : > 0,125… (OK) 4.8. Perbandingan Gradien Kurva pada Story (1) Sampai akhir Spesimen pada (1)Gambar Sampai akhir Pengujian Pengujian Spesimen pada 0,01 < 0,05 … (Not OK) Drift Rasio 3.50 % Siklus ke-3 3.Tarik Perbandingan nilai Gradien Hysteritic Loop : kedua arah pembebanan : kedua arah pembebanan : : (1) Perbandingan Gradien Kurva sesuai persyaratan (a) Kemampuan Kemampuanmenahan menahanBeban BebanLateral LateralModel Model V.(a) KESIMPULAN ACI-374.1-05 pada Drift Rasio 4,50 % : Spesimen pada Drift Ratio3,50% siklus ke-3: Spesimen pada Drift Ratio3,50% siklus ke-3:maka Dari analisa hasil uji Spesimen tersebut, Tekan 0,06 >: 0,05 … (OK) peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai beikut : 1. Kapasitas Beban Leleh berbanding Beban Awal Gambar 4.8. sesuai Perbandingan Kurva pada Story Py/Pi Spesimen SNI Gradien 03-1726-2002 adalah 0,01 < 0,05 … (Not OK) Gambar 32. Perbandingan Drift Rasio 3.50Gradien % SiklusKurva ke-3 pada Story Drift >1,20 berarti kesetabilan struktur memenuhi syarat. Tarik : 4.6Perbandingan Rasio 3,50% Siklus ke-3, Gambar 4.6 Gradien Kurva pada Story Gambar Perbandingan Gradien Kurva pada Story Gambar 30. Perbandingan Gradien Kurva pada Story Drift 2. Kesetabilan Struktur : Drift Rasio %% Siklus ke-3 Drift Rasio4.50 4.50 Siklus ke-3 V. KESIMPULAN Rasio 4.50% Siklus ke-3 (1) analisa Sampai hasil akhiruji Pengujian Spesimenmaka pada Dari Spesimen tersebut, 0,06 > 0,05 … (OK) keduamenarik arah pembebanan : sebagai beikut : peneliti dapat kesimpulan simpulan (a) Kemampuan menahan Beban Lateral Model 1. Kapasitas Beban Leleh berbanding Beban Awal (2)Perbandingan Gradien Kurva sesuai persyaratan Spesimen pada Drift Ratio3,50% siklus ke-3: Spesimen sesuai SNI 03-1726-2002 adalah Py/Pi ACI-374.1-05 pada Drift Rasio 3,50%: Dari analisis hasil uji Spesimen tersebut, maka >1,20 berarti kesetabilan struktur memenuhi syarat. Tekan: peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut: 2. dapat Kesetabilan Struktur : Gradien siklus ke-3 1) Kapasitas Beban Leleh berbanding Beban pada Awal (1) Sampai akhir Pengujian Spesimen tan 14,37 story drift 3,50% Spesimenkedua sesuai SNI 03-1726-2002 adalah P y/Pi = = 0,04 > 0,05...(ok) arah pembebanan : Gambar 4.6ke-1 Perbandingan Gradien Kurva pada Story Gradien siklus tan 31,29 > 1,20 kestabilan struktur memenuhi syarat. (a)berarti Kemampuan menahan Beban Lateral Model Drift Rasio 4.50 % Siklus ke-3 story drift 0,02% 2) Kestabilan Struktur: akhir Pengujian Spesimen pada Drift Sampai Ratio3,50% siklus ke-3: Tarik: Gradien siklus ke-3 tan 10,24 story drift 3,50% = = 0,054 > 0,05...(ok) Gradien siklus ke-1 tan 73,49 Gambar Perbandingan Gradien Kurva pada Story story drift 4.6 0,02% Drift Rasio 4.50 % Siklus ke-3 Spesimen pada kedua arah pembebanan: a) Kemampuan menahan Beban Lateral Model Spesimen pada Drift Ratio 3,50% siklus ke-3: menahan gaya Astawa, dkk.: Perilaku Daktil Elemen Struktur dorong 74,22% < 75%, menahan gaya Tarik 87,00% 75%. b) Kemampuan menahan Beban Lateral Model Spesimen pada Drift Ratio 4,50% siklus ke-3: menahan gaya dorong 48,06% < 75% dan menahan gaya Tarik 56,05% < 75%. c) Kemampuan menahan Beban Lateral Model Spesimen pada Drift Ratio 2,75% siklus ke-3: menahan gaya dorong 85,27% > 75% dan menahan gaya Tarik 93,48% > 75%. Kondisi pada Drift Rasio 3,50% yang memenuhi syarat hanya pada kapasitas menahan gaya Tarik, sedangkan untuk menahan gaya tekan tidak memenuhi syarat. Untuk kondisi Drift Rasio 4,50%, baik kapasitas menahan gaya Tarik maupun Tekan semuanya tidak memenuhi syarat. Kapasitas untuk menahan gaya Tekan maupun Tarik, yang memenuhi syarat hanya sampai pada kondisi Drift Rasio 2,75%. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah karena beban Aksial Kolom terlalu kecil yaitu hanya 10% kapasitas beban Kolom (640 kN) sehingga kekakuan kolom tidak maksimum. (2)Rasio Energi Disipasi (β): (a) Kondisi pada Drift Rasio 4,50%: 0,95 > 0,125, memenuhi syarat. (b) Kondisi pada Drift Rasio 3,50%: 0,91 > 0,125, memenuhi syarat. (c) Kondisi pada Drift Rasio 2,75%: 0,91 > 0,125, memenuhi syarat. (3)Perbandingan nilai Gradien Hysteritic Loop: (a) Kondisi pada Drift Rasio 4,50%: Saat menerima Gaya Tekan: 0,01 < 0,05, tidak memenuhi syarat. Saat menerima Gaya Tarik: 0,06 > 0,05, memenuhi syarat. (b) Kondisi pada Drift Rasio 3,50%: Saat menerima Gaya Tekan: 0,04 < 0,05, tidak memenuhi syarat. Saat menerima Gaya Tarik: 0,054 > 0,05, memenuhi syarat. (c) Kondisi pada Drift Rasio 2,75%: Saat menerima Gaya Tekan: 0,068 > 0,05, memenuhi syarat. Saat menerima Gaya Tarik: 0,108 > 0,05, memenuhi syarat. Sama seperti kasus kemampuan menahan gaya lateral, kondisi pada Drift Rasio 4,50% dan 3,50%, nilai Gradien Hysteritik kurang memenuhi syarat dalam menahan gaya Tekan, tapi dalam menahan gaya Tarik semuanya memenuhi syarat. Sedangkan pada kondisi Drift Rasio 2,75%, Konstruksi sangat memenuhi syarat. 37 daftar pustaka 1. American Concrete Institut (ACI 318M-08). ”Building Code Requirements for Structural Concrete and Commentary” First Printing June 2008. 2. Blackeley Roger WG, Park Robert. Seismic Resistance of Prestressed Concrete Beam-Column Assemblies, 1971; ACI Journal. 3. El-Sheikh Magdy T, Sause Richard, Passiki Stephen, Lu Le-Wu. Seismic Behavior and Design of Unbonded Post-Tensioned Precast Concrete Frame, 1999; PCI Journal. 4. Fanella David A, Munshi Javeed A. Design of Concrete Buildings for Earthquake and Wind Forces, Portland Cement Association. 1998. 5. Hung Lin-Chien and Ping Lin-Shih. Flexureal Behavior of HghWorkability Concrete Columns Under Cyclic Loading. 2005; ACI Structural Journal. 6. Kusuma Gideon, Andriono Takim. Desain Struktur Rangka Beton Bertulang di Daerah Rawan Gempa. Erlangga-Jakarta. 1994. 7. Lin TY, Burns Ned. H, Indrawan Daniel. Desain Struktur Beton Prategang Jilid 1. Erlangga Jakarta. 1996. 8. Lin T. Y, Burn Ned. H, Mediana. Desain Struktur Beton Prategang Jilid 2. Erlangga Jakarta. 2000. 9. Miswandi V Eka. Pengaruh nilai PPR dan Tulangan Transversal Terhadap Tingkat Daktilitas Balok Beton Pratekan Parsial pada Struktur Rangka Penahan Momen, Tesis Magister Teknik Sipil ITS Surabaya. 1999. 10. Nakano K, Tanabe K, Machida S, & wada S. Damage Controlled Seismic Design by Precast-Prestressed Concrete Structure with Mild-Press-Joint, Part 1, Basic Consept of Design, AIJ Summeries of Technical Papers of Annual Meeting, Japan. 2001. 11. Naaman Antoine E. Prestressed Concrete Analysis and Design, McGraw-Hill Book Company, New York, San Francisco, Auckland, Bogota, Hamburg, Johannesburg, London, Madrid, atc. 1982. 12. Naaman Antoine E, Siriaksorn A. Analysis and Design of Partially Prestressed to Statisfy Serviceability Criteria, A Study Report by a Research Fellowship Award from tht Prestressed Concrete Institute and by the University of Illionis, Chicago. 1978. 13. Naaman Antoine E. Partially Prestressed Concrete (Review and Recommendation), special report, 1985; PCI Journal. 14. Park R and Paulay T. Reinforced Concrete Structures, John Wiley & Sons, New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore. 1975. 15. Paulay T, Priestley MJN. Seismic Design of Reinforced Concrete and Masonry Buildings. John Wiley & Sons, New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore. 1992 16. Raka I Gusti Putu. Duktilitas Penampang Tiang Pancang Pratekan Bulat Berongga hasil Pemadatan Sentrifugal, Laporan Penelitian, Jurusan Teknik Sipil-FTSP ITS Surabaya. 1993. 17. SNI 03-2847-2002. Tata cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, Laboratorium Beton ITS Surabaya. 18. SNI 03-1726-2002, Struktur Gedung Tahan Gempa, Badan Standardisasi Nasional (BSN), Jakarta. 19. Thompson Kevin J, Park Robert. Ductility of Prestressed and Partially Prestressed Concrete Beam Section, 1980. PCI Journal. 20. UBC. Uniform Building Code. 1997. 38 Perencanaan Beam-coloum Joint dengan Menggunakan Metode Beton Prategang Partial Gedung Perkantoran Bpr Jatim Beam-coloum Joint Design Used Partial Prestress Concrete Method for Office Building Bpr Jatim Fransiskus XE Lie1, Wahyu Kartini MT2 , dan Made Dharma Astawa MT3 1 Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim 2,3 Dosen Teknik Sipil Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim abstrak Dalam perencanaan ini, untuk mendesain beton prategang menggunakan metode prategang sebagian. Tulangan lunak yang digunakan dalam mendesain balok prategang ikut diperhitungkan, untuk menahan gaya lateral akibat gempa yang terjadi sesuai dengan peraturan ACI 2008. Dengan asumsi, bahwa tendon hanya menerima gaya gempa sebesar 25% saja, sedangkan 75% akan dilimpahkan pada baja tulangan lunak. Karena hubungan balok kolom adalah suatu sambungan yang paling lemah di dalam sistem struktural keseluruhan, maka sambungan tersebut harus didesain dengan kuat nominal yang lebih besar daripada elemen-elemen yang disambungnya sesuai dengan SNI 03-2847-2002. Setelah dilakukan perhitungan, maka dibutuhkan tendon yang berisi 9 buah strand dengan diameter 15,2 mm. Pada daerah tumpuan dibutuhkan tulangan tarik sebanyak 5D22 dan tulangan tekan 3D22. Sedangkan untuk daerah lapangan dibutuhkan tulangan tarik sebanyak 3D22 dan tulangan tekan sebanyak 3D22. Pada daerah tumpuan digunakan tulangan geser ø8–100, dan ø8–250 untuk daerah lapangan. Kolom dengan dimensi 600 × 600 dibutuhkan tulangan longitudinal sebanyak 12D25, dan tulangan transverse ø8–150, Pada hubungan balok kolom, digunakan sengkang ø8–150. Kata Kunci: beton pratekan, pratekan sebagian, hubungan balok-kolom abtract In this design, the method used for the design of prestress concrete is partial prestress method. The reinforced used in designing the prestress beam taken into account to withstand the moment caused by the seismic lateral force in construction according to ACI 2008 regulation. With the assumption the tendons accept the seismic force 25% only, while 75% will be transferred to reinforced steel. Beam-column joint is the weakest link connection in the entire structural system, it must be designed with a larger nominal moment than the elements connected, in accordance with SNI 03-2847-2002. After calculation, it takes tendon containing 9 strand pieces with a diameter of 15.2 mm. It takes as much as 5D22 reinforced and 3D22 reinforced in staging area. While in the field area it takes 3D22 reinforced and 3D22 reinforced. Beam shear reinforcement used ø8–100 at staging area, while ø8–250 in the field area. Column with dimensions of 600 × 600 need longitudinal reinforced as much as 12D25 and transverse reinforcement ø8–150, while the beam-column connecting needs ø8–150 cross bar. Key words: prestress concrete, partial prestress, beam-coloumn joint pendahuluan Gedung BPR Bank Jatim pada lantai 6 berubah yang semula direncanakan dengan menggunakan balok beton bertulang biasa, saat ini direncanakan ulang menggunakan balok beton prategang. Demikian juga lebar ruangan yang semula berukuran 10,5 meter direncanakan ulang, sehingga lebarnya menjadi 15 meter. Dikarenakan data perencanaan ulang seperti diatas, maka bagaimana cara mendesain balok prategang dengan menggunakan metode partial. Dan bagaimana menganalisis hubungan balok beton prategang partial dan kolom beton bertulang biasa yang menerima gaya lateral gempa pada zona gempa tinggi. Desain yang sesuai dengan peraturan ACI pasal 21, hanya memperbolehkan bahwa balok prategang hanya menerima gaya lateral gempa paling besar 25% sisanya diterima tulangan lunak dari gaya gempa yang terjadi. tinjauan pustaka Material Beton Prategang Beton yang digunakan untuk beton prategang adalah beton mutu menengah sampai mutu tinggi. Kekuatan tekan yang cukup tinggi dengan nilai f’c lebih besar dari 30 MPa. Kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada saat pengukuran tendon, mencegah terjadinya keretakan, mempunyai modulus elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak lebih kecil. (Budiadi, 2008) Kuat tarik beton mempunyai harga yang jauh lebih rendah dari kuat tekannya. Untuk tujuan desain, SNI Lie, dkk.: Perencanaan Beam-coloum Joint 2002 menetapkan kuat tarik beton sebesar sts = 0,6 . Perubahan bentuk (deformasi) pada beton adalah langsung dan tergantung waktu (time dependent). Pada beban tetap, perubahan bentuk bertambah dengan waktu dan jauh lebih besar dibanding harga langsungnya. Pengembangan regangan sepanjang waktu disebabkan oleh susut (shrinkage) dan rangkak (creep). Susut tidak disebabkan oleh tegangan, tetapi merupakan akibat dari hilangnya air dalam proses pengeringan beton, sementara rangkak disebabkan oleh bekerjanya tegangan. Susut dan rangkak menyebabkan perubahan bentuk aksial, kelengkungan (curvature) pada penampang, kehilangan tegangan, redistribusi tegangan lokal antara beton dan baja, serta redistribusi aksi internal pada struktur statis tak tentu. Susut dan rangkak juga bisa mengakibatkan retak yang dapat memengaruhi kemampuan layan dan keawetan struktur. Jumlah regangan pada struktur pada waktu adalah penjumlahan dari regangan langsung, susut dan rangkak. Dan nilai modulus elastisitas beton bertambah seiring dengan berjalannya waktu ketika beton bertambah kekuatan dan kekakuannya (Budiadi, 2008). Baja yang dipakai untuk beton prategang dalam praktek ada empat macam, yaitu: (Budiadi, 2008) 1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk baja prategang dengan sistem pratarik. 2. Untaian kawat (strand), biasanya digunakan untuk baja prategang dengan sistem pascatarik. 3. Kawat batangan (bars), biasanya digunakan untuk baja prategang dengan sistem pratarik. 4. Tulangan biasa, sering digunakan untuk tulangan non-prategang (tidak ditarik), seperti tulangan memanjang, sengkang, tulangan untuk pengangkuran dan lain-lain. Dalam perencanaan ini digunakan untaian kawat (strand) dengan sistem pascatarik, dan harus memenuhi syarat seperti yang terdapat pada ASTM A416. Untaian kawat yang dipakai adalah untaian tujuh kawat dengan dua kualitas: Grade 250 dan Grade 270 (seperti di Amerika Serikat). Diameter untaian kawat bervariasi antara 7,9-15,2 mm. (Budiadi, 2008) 39 Berbeda sekali dengan kriteria sebelumnya yang tidak memperkenankan adanya tegangan tarik pada elemen struktur, yang disebut “prategang penuh” ( full prestressing). Metode desain yang mengizinkan adanya sejumlah tegangan tarik pada elemen sturktur ini sering dinamakan “prategang sebagian” (partial prestressing). Pada dasarnya tidak ada perbedaan mendasar antara kedua metode ini, karena meskipun suatu struktur dapat didesain tanpa tegangan tarik pada tingkat beban kerja, struktur tersebut akan mengalami tarikan pada kondisi beban berlebih (overload). Dengan demikian, perbedaan diatas sekedar menyangkut tingkatan tegangan tarik, yang akan lebih tinggi dan akan terjadi lebih sering untuk struktur yang sama jika didesain sebagai prategang sebagian dibandingkan untuk prategang penuh. (Lin dan Burns, 1996) Suatu keuntungan penting dari prategang sebagian adalah berkurangnya lendutan ke atas (camber). Pengurangan lendutan ke atas awal juga berarti mengurangi pengaruh rangkak lentur dan kemudahan dalam pengendalian keseragaman lendutan keatas. Untuk memahami desain balok prategang sebagian, kita harus mempelajari perilaku balok prategang sebagian tersebut dengan mengubah jumlah tulangan serta jumlah prategang. Perbedaan perilaku balok bertulang-kuat (overreinforced) dan bertulang-lemah (underreinforced) dapat dilihat dengan membandingkan kurva-kurva dalam gambar 1. (Lin dan Burns, 1996) Suatu penampang yang diberi tulangan-kuat (overreinforced), gambar 1, akan hancur akibat tekanan pada beton sebelum tegangan tarik pada tulangannya melampaui batas elastis. Jadi, deformasi baja dan lendutan-batas balok relatif masih kecil, dan diperoleh “keruntuhan getas” (brittle failure). Jika diberi tulangan yang sangat kuat, bahkan jika tulangan tersebut tidak diprategangkan, lendutan balok sebelum runtuh masih akan terbatas. Bila balok diberi tulangan lemah (underreinforced), maka lendutan akan bertambah secara sangat nyata, dan ini akan memberikan peringatan yang cukup sebelum keruntuhan. (Lin dan Burns, 1996) Parsial prestress Ketika beton prategang diperkenalkan pada tahun 1930-an, filosofi desainnya adalah menemukan suatu jenis bahan baru dengan membuat beton berada dalam keadaan tertekan sedemikian rupa, sehingga tidak ada bagian dari beton tersebut yang tertarik, setidaknya pada tahap beban kerja. Pada akhir tahun 1940-an, pengamatan atas struktur-struktur yang sebelumnya yang telah dibuat, menunjukkan adanya kekuatan ekstra pada elemen struktur tersebut. Oleh karena itu, sebagian insinyur percaya dalam desain bahwa tegangan tarik dengan jumlah tertentu dapat diizinkan. (Lin dan Burns, 1996) Gambar 1. Kurva Beban Lendutan, Penampang BertulanganKuat (Overreinforced) dan Bertulangan-Lemah (Underreinforced) (Lin dan Burns, 1996). 40 Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 38–46 b. Susut. c. Relaksasi baja. metode Pada metodologi ini akan dijelaskan secara detail langkah-langkah yang akan dilakukan selama pengerjaan yang dilaksanakan sehingga didapatkan hasil akhir yang diharapkan. Menghitung Tegangan Izin yang Bisa Diterima oleh Balok Pratekan Gambar 2. Kurva Beban-Lendutan untuk Berbagai Tingkat Prategang (untuk Penampang Bertulang-Lemah Balok Terekat) (Lin dan Burns, 1996) Keuntungan dari pratekan sebagian: 1. Pengendalian lendutan ke atas (camber) yang lebih baik. 2. Penghematan dalam jumlah baja prategang. 3. Penghematan dalam pekerjaan penarikan dan pengangkuran ujung. 4. Kemungkinan kekenyalan yang lebih besar pada struktur. 5. Pemanfaatan yang ekonomis dari baja lunak. Kerugian dari pratekan sebagian: 1. Retak yang lebih dini. 2. Lendutan yang lebih besar akibat beban-berlebih (overload). 3. Tegangan baik utama yang lebih tinggi di bawah beton kerja. Sedikit pengurangan dalam kekuatan lentur batas untuk jumlah baja yang sama. (Lin dan Burns, 1996) Metode ACI Metode ACI mendasarkan desainnya menggunakan peraturan ACI 318-2008 pasal 21.5.2.5 di mana tendon prestress diperbolehkan menerima 25% momen positif atau negatif beban gempa yang terjadi. Dalam perancangan kali ini 25% momen yang dibebankan pada tendon prestress adalah momen negatif dengan mengandalkan eksentrisitas tumpuan di atas cgc. Kehilangan Prategang 1. Kehilangan elastis langsung, yang terjadi pada saat proses fabrikasi atau konstruksi yaitu: a. Perpendekan beton secara elastis kehilangan karena pengangkuran. b. Kehilangan karena gesekan. c. Kehilangan akibat kekangan kolom. 2. Kehilangan yang bergantung pada waktu. a. Rangkak. fci (curing 14 hari) = 0,88 × 37 = 32,56 Mpa Tegangan izin beton sesaat setelah penyaluran gaya prategang (saat jacking) - Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.1 (1) Tegangan Tekan: sci = 0,6 x fci . .............................. (1) - Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.1 (2) Tegangan Tarik: sti = 0,25 × ............................ (2) Tegangan izin beton sesaat sesudah kehilangan prategang (saat beban bekerja) - Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.2 (1) Tegangan Tekan: sc = 0,45 × fc................................ (3) - Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.2 (3) Tegangan Tarik: st = 0,5 × ............................... (4) Menghitung Dimensi Penampang Balok Pratekan Nilai statis momen garis netral penampang balok sebagai berikut: h c= + t ................................................................. (5) 2 ( ) A pelat × t + (A balok × c ) 2 yt = A total ............................. (6) t .............................................................. (7) 2 dp = yb – h –t . ....................................................... (8) 2 1 1 be 3 3 I= bh3 + (Abalok × dp2) + (dp2) + t t + 12 12 n dt = yt – Apelat × dt2. ............................................................... (9) Ikomposit ....................................................... (10) yt I Wb = komposit ...................................................... (11) yb WB Kt = ............................................................ (12) Atotal WT Kb = ........................................................... (13) Atotal Wt = Lie, dkk.: Perencanaan Beam-coloum Joint 41 Menghitung Momen Akibat Berat Sebelum Komposit Mendesain Hubungan Balok Kolom Menggunakan bantuan dari aplikasi SAP V.14 Menghitung Momen Akibat Berat Sesudah Komposit Menggunakan bantuan dari aplikasi SAP V.14 Desain Pendahuluan Menghitung Gaya Prategang Awal Menghitung gaya geser yang mungkin terjadi pad a jarak x-x, M T F = ................................................................. (14) 0,65h Menetukan Daerah Limit Kabel Daerah limit kabel selain dibatasi oleh kern pada balok juga dibatasi oleh nilai amin dan amax yang didapat dari perhitungan berikut: M T amax = ............................................................. (15) F e M G amin = ............................................................... (6) F e Menghitung Lendutan Izin Lendutan izin pada komponen beton prategang harus memenuhi syarat Tabel 9 SNI 03-2847-2002 pasal 11.5 yaitu: L Dizin = ............................................................ (17) 480 Menghitung Momen Retak Perhitungan kuat ultimate dari balok prategang harus memenuhi persyaratan SNI 03-2847-2002 pasal 20.8.3 mengenai jumlah total baja tulangan non prategang dan prategang harus cukup untuk dapat menghasilkan beban berfaktor paling sedikit 1,2 beban retak yang terjadi berdasarkan nilai modulus retak sebesar 0,7 fc, sehingga didapat øMn 1,2 MCr dengan nilai ø = 0,85. Menghitung Penulangan Non-Prategang pada Balok Pratekan Menghitung besar momen yang dipikul oleh tendon: Besarnya momen akibat gaya gempa lateral yang dapat dipikul oleh tendon berdasarkan peraturan ACI adalah 25%, sehingga dapat dihitung sebagai berikut: a 2 MnTp = Aps × fps × dp - × 0,25 Menghitung besar momen yang dipikul oleh tulangan lunak: Besarnya momen akibat gaya gempa lateral yang dapat dipikul oleh tulangan lunak sebesar; Mu – MnTp ............................................................ (18) Menghitung Penulangan Kolom Menggunakan bantuan aplikasi PCA COLOUM. Vxx = T1 –Vn ........................................................... (19) Menghitung gaya geser yang mampu di tahan oleh beton: Vc = ( ) 0,75 125. fc' .b.h . ..................................... (20) 1000 Sehingga; Vxx < φVc . ............................................................. (21) perencanaan struktur Data Perencanaan Balok Pratekan - Dimensi balok = 40/60 cm - Mutu beton (f'c) = 37 Mpa - Mutu baja (fy) = 250 Mpa - Panjang balok = 15 m - Tinggi bangunan = 23,45 m - Tinggi lantai = 4 m Tegangan Izin fci (curing 14 hari) = 0,88 × 37 = 32,56 Mpa - Tegangan izin beton sesaat setelah penyaluran gaya prategang (saat jacking). - Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.1 (1) Tegangan Tekan: sci = 0,6 × fci sci = 0,6 × 32,56 = 19,536 Mpa - Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.1 (2) Tegangan Tarik: sti = 0,25 × fci sti = 0,25 × 32,56 = 1,427 Mpa - Tegangan izin beton sesaat sesudah kehilangan prategang (saat beban bekerja). - Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.2 (1) Tegangan Tekan: sc = 0,45 × fc sc = 0,45 × 37 = 16,65 Mpa - Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.2 (3) Tegangan Tarik: st = 0,5 × fci st = 0,5 × 37 = 3,041 Mpa Dimensi Penampang Luas penampang balok pratekan didapat sebagai berikut: Apelat = = be × t n 136 × 12 1 = 1632 cm2 42 Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 38–46 Abalok = bw × (h–t) = 40 × (60–12) =1920 cm2 Atotal = Apelat + Abalok Kb = Nilai statis momen garis netral penampang balok sebagai berikut: 60 h c= +t= + 12 = 42 cm 2 2 t Apelat × 2 + (Abalok × c ) yt = Atotal 12 = 1632 × 2 + (1920 × 42 ) Momen Akibat Berat Sebelum Komposit Momen akibat berat sendiri sebelum komposit MG = 23976 kgm. Momen Akibat Berat Sesudah Komposit Dari hasil SAP 2000 V.14 dengan kombinasi pembebanan 1D + 1L didapat momen pada balok prestress setelah komposit terdapat momen tumpuan sebesar -26803,84 kgm, sedangkan pada daerah lapangan terdapat momen positif sebesar 39326,84 kgm. Desain Pendahuluan = 20,46 cm yb = 60 – 20,46 = 39,54 cm t dt = yt – 2 = 20,46 – 12 2 = 14,46 cm h–t dp = yb – 2 60–12 = 39,54 – 2 = 15,54 cm 1 1 be 3 = 12 bh3 + (Abalok × dp2) + t + Apelat × dt2 12 n 1 1 = × 40 × (60–12)3 + (1920 × 15,542) + × 12 12 136 × 123 + 1632 × 14,462 1 = 1193125,363 cm4 I Wt = komposit yt Gaya prategang didapat sebagai berikut: F= = 1193125,363 20,46 = 58315,02 cm3 I Wb= komposit yb 1193125,363 = 39,54 = 30175,15 cm3 WB Kt = Atotal = 30175,15 3552 = 8,5 cm 39326,43 MT = = 100837 kg 0,65×0,6 0,65h Dari gaya prategang F di atas, akan ditambahkan gaya prategang sebesar 20%, dikarenakan asumsi kehilangan prategang sebesar 20%. Jadi Fi = 126046,25 kg Daerah Limit Kabel Daerah limit kabel selain dibatasi oleh kern pada balok juga dibatasi oleh nilai amin dan amax yang didapat dari perhitungan berikut: I 58315,02 3552 = 16,42 cm = = 1632 + 1920 = 3552 cm2 WT Atotal amax = MT 39326,43 = 100837 = 0,39 m Fe = 39 cm M amin = G = 23976 = 0,1598 m F0 150000 yt = 15,98 cm cgc yb kt kb h amax amin Gambar 3. Daerah Limit Kabel eo lapangan = 310 mm (terletak di bawah cgc) eo tumpuan = 8 cm (diatas cgc) Penentuan Jumlah Strand Adapun data-data strand kabel diambil dari tabel VSL sebagai berikut. – Menggunakan data dari tabel VSL strand properties to AS-1311 untuk post tensioning. – Termasuk jenis uncoated low relaxation strand. Lie, dkk.: Perencanaan Beam-coloum Joint 43 - Nominal diameter digunakan sebesar 15,2 mm dengan luas nominal area kawat 143,3 mm2. - Minimal breaking load 250 KN. Dihitung jumlah luasan strand yang dibutuhkan untuk menghasilkan gaya prategang F = 126046,25 kg = 1260462,5 N yang diinginkan. 1260462,5 Aps = 1221,214 = 1032,14 mm2 n = 1032,14 = 7,2 buah ~ 9 buah 143,3 1 2 % 0 3,37 5,49 0,31 0,008 5,21 0 16,388 Total kehilangan 16,4% < 20%... ok! Lendutan Izin Lendutan izin memenuhi syarat yaitu: L Dizin = = 480 terjadi berdasarkan nilai modulus retak sebesar 0,7 fci , sehingga didapat Mn 1,2 MCr dengan nilai = 0,85. - Didapat nilai MCr untuk daerah lapangan adalah MCr = 505736779,2 Nmm. 1,2 × MCr = 1,2 × 505736779,2 = 606884135,1 Nmm - Didapat nilai MCr untuk daerah tumpuan adalah MCr = 257593373,2 Nmm. 1,2 × MCr = 1,2 × 257593373,2 = 309112047,8 Nmm. Penulangan Non-Prategang pada Balok Tabel 1.Kehilangan Prategang Tahap kehilangan Kehilangan langsung Perpendekan elastis Akibat gesekan Slip angkur Lelangan kolom Kehilangan tidak langsung Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Total beban terfaktor paling sedikit 1,2 beban retak yang pada komponen beton prategang harus Tabel 9 SNI 03-2847-2002 pasal 11.5 15000 = 31,25 mm 480 Lendutan Awal Saat Jacking DlA = DlPO + Dlme +DlqO = – 33,78 + 7,99 + 16,46 = – 9,33 mm ( ) Lendutan ke bawah belum terjadi. Lendutan Saat Beban Bekerja Saat F Efektif Saat beban-beban sepenuhnya bekerja gaya prategang yang terjadi berupa gaya prategang efektif setelah terjadi berbagai tahap dan macam kehilangan dengan nilai Fefektif = 1053835,793 N. Sehingga total lendutan sebesar: DlA = DlPO + Dlme + DlqO = - 26,04 + 6,68 + 7,621 = 11,739 mm < 31,25 mm Momen Retak Perhitungan kuat ultimate dari balok prategang harus memenuhi persyaratan SNI 03-2847-2002 pasal 20.8.3 mengenai jumlah total baja tulangan non prategang dan prategang harus cukup untuk dapat menghasilkan 1. Momen pada daerah Tumpuan. Data-data perencanaan didapat sebagai berikut: - Mutu beton (fc') = 37 MPa - Mutu baja (fy) = 350 MPa - Dimensi balok = 40/60 cm - Diameter rencana = 22 mm - Diameter sengkang= 8 mm - Selimut beton = 50 mm d = 600 – 50 – 8 – 0,5 × 22 = 531 mm Besar Momen yang Dipikul oleh Tendon Besarnya momen akibat gaya gempa lateral yang dapat dipikul oleh tendon berdasarkan peraturan ACI adalah 25%, sehingga dapat dihitung sebagai berikut: a 2 MnTp = Aps × fps × dp - × 0,25 37,26 = 1289,7 × 1235,6 × 475,4 − × 0,25 2 = 181971837,5 Nmm Sisa momen yang mampu dipikul oleh tendon akan dilimpahkan pada tulangan lunak yaitu sebesar: Mu – MnTp = 446420.48 – 181971,84 = 264448,64 Nm = 264448640 Nmm. Besar Momen yang Dipikul oleh Tulangan Lunak Dari perhitungan di atas didapatkan Mu yang dipikul oleh tulangan lunak sebesar 264448640 Nmm. Sehingga didapatkan Asperlu: Asperlu = rperlu × b × d = 0,0088 × 400 × 531 = 1869,12 mm2 Tulangan pasang 5-D22 (Asada = 1901 mm2) Kontrol jumlah tulangan maksimum dalam 1 baris: (400 – 2.50 – 2,8 – 5,22) 5–1 = 43,5 mm 25 mm ….ok, sehingga tulangan longitudinal balok dapat disusun dalam 1 baris. Dan tulangan tekan yang di pasang berdasarkan SNI, bahwa 50% dari tulangan tarik 3D22 (Asada = 1140 mm2) S= 44 Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 38–46 2. Momen pada Daerah Lapangan Data-data perencanaan didapat sebagai berikut: - Mutu beton (fc’) = 37 MPa - Mutu baja (fy) = 350 MPa - Dimensi balok = 40/60 cm - Diameter rencana = 22 mm - Diameter sengkang= 8 mm - Selimut beton = 50 mm d = 600 – 50 – 8 – 0,5 × 22 = 531 mm Dari data ETABS diambil nilai gempa pada daerah tumpuan yang mempunyai nilai terbesar. Yakni momen sebesar 29412.85 kgm = 294128.5 Nm pada jarak 8,25 m. Besar Momen yang Dipikul oleh Tendon Besarnya momen akibat gaya gempa lateral yang dapat dipikul oleh tendon berdasarkan peraturan ACI adalah 25%, sehingga dapat dihitung sebagai berikut; a 2 3. Penulangan Geser pada Balok 1. Pada tumpuan dipasang 8–100 mm 2. Pada lapangan dipasang 8–250 mm Penulangan Kolom Data-data perencanaan didapat sebagai berikut: - fc = 37 MPa - fy = 350 MPa - b = 600 mm - h = 600 mm - hkolom = 3400 mm - Decking = 50 mm - Tulangan utama = D25 - Tulangan sengkang = 8 - d' = 50 + 8 + 0,5 × 28 = 69 cm - d = h – d' = 531 mm Analisis perhitungan dibantu dengan program PCA COL, sehingga didapat hasil 12D25 sebagai berikut. MnTp = Aps × fps × dp - × 0,25 = 1289,7 × 1235,6 × 514,6 − = 195670420,2 Nmm 46,89 2 × 0,25 Sisa momen yang mampu dipikul oleh tendon akan dilimpahkan pada tulangan lunak yaitu sebesar: Mu – MnTp = 294128.5 – 195670.42 = 98458,08 Nm = 98458080 Nmm............................... Besar Momen yang Dipikul oleh Tulangan Lunak Dari perhitungan di atas didapatkan Mu yang dipikul oleh tulangan lunak sebesar 98458080 Nmm. Sehingga didapatkan Asperlu: Asperlu= rmin × b × d = 0,004 × 400 × 531 = 849,6 mm2 Tulangan pasang 3-D22 ( Asada = 1140 mm2) Kontrol jumlah tulangan maksimum dalam 1 baris: s = (400 – 2.50 – 2,8 – 3,22) 3–1 = 109 mm 25 mm, sehingga tulangan longitudinal balok dapat disusun dalam 1 baris. Karena Mn > Mu perlu, diasumsikan beton cukup kuat menahan gaya gempa kiri dengan tulangan tarik saja, sehingga desain tulangan tekan untuk mengatasi momen gempa negatif menggunakan desain tulangan minimum sebagai berikut: d' = 600 – 531 = 69 mm Astekan = rmin × b × d’ = 0,004 × 400 × 69 = 110,4 mm2 Sehingga tulangan tekan yang di pasang 3D22 Asada = 1140 mm2) Gambar 4. Tulangan Pada Kolom Menggunakan PCA COL. Dan tulangan geser pada kolom dipasang 8–150. Konsep Balok Lemah - Kolom Kuat Untuk menerapkan konsep balok lemah - kolom kuat, maka yang perlu diperhatikan adalah momen-momen yang terjadi pada hubungan balok kolom. Di mana momen yang dihasilkan oleh balok maupun kolom. Sehingga dalam konsep ini jumlah momen yang terjadi pada kolom harus lebih besar enam per lima jumlah momen yang terjadi pada balok. Sehingga didapat persamaan berikut. Menghitung nilai Mg: a Mg = As.fy dp - .0,8 2 Pada sisi atas (tulangan tarik): 1901 × 350 As.fy a= = 0,85.35.400 0,85.fc'.b = 55,91 mm sehingga, 55,91 Mg+ = 1901 × 350 531 − .0,8 2 = 267760792,6 Nmm = 267,76 kNm Lie, dkk.: Perencanaan Beam-coloum Joint Pada sisi bawah (tulangan tekan): a = As.fy 1140 × 350 = 0,85.fc'.b 0,85.35.400 = 33,53 mm sehingga, Mg– = 1140 × 350 531 − 33,53 2 .0,8 = 164143812 Nmm =164,14 kNm Mg = Mg+ + Mg = 267,76 + 164,14 = 431,9 kNm Dari hasil softwere ETABS didapat hasil momen Me sebesar 509 kNm. Persyaratan strong column – weak 6 beam Me 5 Mg 6/5.Mg = (6/5 × 431.9)/0,8 = 646,5 kNm Me = 509/0,65 = 783,1 kNm. Nilai Me dan Mg dibagi oleh masing-masing koefisien reduksi, karena sesuai dengan SNI-2847 Ps 23.4.(2.(2)) harus diambil nilai nominalnya. Dan nilai Me (783,1 kNm) M g (646,5 kNm), sehingga memenuhi persyaratan strong column – weak beam. Karena momen kolom lebih besar dari momen balok, maka penulangan kolom menggunakan momen kolom. Sehingga bisa memenuhi persyaratan strong column weak beam. Hubungan Balok Kolom Didapat gaya geser yang terjadi pada jarak x-x adalah sebagai berikut: Vxx = T1 – Vh = 831,69 – 121,78 = 709,91 kN Besarnya Vx-x tersebut harus dibandingkan dengan kuat geser nominal HBK tepi sebagai mana diatur pada pasal 23.5.3: ( 0,75 1,25. fc' .b.h 1000 0,75 = 1,25. 37.400.600 1000 Vc = ) ( ) = 1368,62 kN > 709,91 kN HBK cukup kuat, sehingga penulangan geser didaerah HBK tidak perlu dihitung, asalkan tulangan begel sendi plastis (lo) diteruskan pada HBK tersebut yaitu menggunakan 8–150 mm. simpulan Dari hasil perencanaan di atas didapat kesimpulan dan saran sebagai berikut: 1) Desain penampang balok beton prategang dengan bentang 15,00 meter adalah 400/600 mm. 2) Jarak eksentrisitas tendon prategang 45 pada daerah tumpuan sebesar 80 mm dari tepi balok atas, dan jarak eksentrisitas pada daerah lapangan sebesar 310 mm. 3) Tulangan lunak yang mampu untuk menahan gaya gempa lateral adalah sebagai berikut: a) Pada tumpuan daerah tarik terjadi momen sebesar 264448640 Nmm, sehingga menggunakan tulangan 5D22, sedangkan pada tumpuan daerah tekan menggunakan tulangan tarik 3D22. b) Pada lapangan daerah tarik terjadi momen sebesar 98458080 Nmm, sehingga menggunakan tulangan 3D22, sedangkan pada lapangan daerah tekan menggunakan tulangan 3D22. 4) Pada persyaratan ACI pasal 21 terdapat persyaratan, bahwa balok prestress tidak boleh menerima gaya lateral gempa lebih dari 25% dari gaya gempa yang terjadi. Dan dalam perencanaan ini gaya gempa pada tumpuan yang di pikul oleh balok prestress adalah 446420480 Nmm, sedangkan pada lapangan sebesar 294128.500 nmm. 5) Pada desain hubungan balok kolom didapat, kapasitas geser nominal (Vn) sebesar 1368,62 kN dan lebih besar dari gaya geser pada potongan x-x (Vu) yaitu sebesar 709,91 kN. 6) Pada hubungan balok kolom menggunakan konsep strong coloum weak beam. Dan pada hasil analisa sebelumnya didapat momen yang dipikul oleh kolom lebih besar 1,2 kali dari pada momen yang dipikul oleh balok sehingga, untuk mencari tulangan pada kolom menggunakan momen yang terjadi pada kolom yaitu 662,686 kNm. Sehingga desain struktur bangunan memenuhi persyaratan yang berlaku. 7) Efisiensi dari penggunaan partial prestress bisa menghemat tendon sebanyak 2 strand. Karena bila menggunakan full prestress jumlah didapatkan jumlah strand sebanyak 11 buah dalam 1 tendon dan bisa melakukan penghematan sebanyak 18%. 8) Penggunaan dari metode partial prestress juga memperbolehkan defleksi ke bawah, tapi dalam perencanaan ini defleksi masih ke atas, tapi masih dalam batas yang diizinkan. saran Saat penentuan daerah tendon harus diperhatikan, karena tendon yang akan ditempatkan pada daerah tumpuan harus berimpit garis cgc, karena gaya prategang yang dihasilkan kurang berpengaruh. Pada daerah lapangan pun demikian, jarak di tengah lapangan tidak boleh mendekati garis cgc. Bila menggunakan sistem beton prategang partial harus berhati-hati dalam pemilihan dimensi beton prategang. Karena bila dimensi dari beton prategang yang akan digunakan terlalu kecil, maka ratio tulangan pada beton prategang akan over reinforced. Padahal, kondisi over reinforced tidak dianjurkan. 3)Bagi penulis berikutnya, bisa mengestimasikan perbedaan biaya yang digunakan, bila menggunakan metode full prestress dan partial prestress. Dan bisa mencoba untuk menganalisis gaya p-delta yang diakibatkan oleh gaya prategang yang terjadi pada kolom. 46 daftar pustaka 1. ACI Comitee 318. Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI 318-08) and Commentary. American Concrete Institute. Farmington. 2008. 2. Budiadi, Andri. Desain Praktis Beton Prategang. Yogyakarta: Penerbit Andi. 2008. 3. Lin TY dan Ned H Burns. Desain Struktur Beton Prategang ed. Ketiga jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. 1996. 4. Lin TY dan Ned H Burns. Desain Struktur Beton Prategang ed. Ketiga jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. 1996. Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 38–46 5. SNI 1726-2002. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2002. 6. SNI 03-2847-2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2002. 7. VSL Data Sheets Multistrand. VSL US Technical Data and Dimension,www.vsl.net/Portals/0/vsl_datasheets/VSL_Data_Sheets_ Multistrand.pdf.1 maret 2013. 47 Aplikasi Perangkat Lunak untuk Menentukan Pengadaan Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Menggunakan Algoritma C45 Software Applications to Determine the Public Health Insurance Card Procurement (Jamkesmas) Using C45 Algoritman Budanis Dwi Meilani dan Ruli Utami Jurusan Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi. ITATS abstrak Krisis ekonomi di Indonesia berdampak pada menurunnya tingkat kesejahteraan di sektor kehidupan tertentu. Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah memberlakukan pengadaan kartu Jamkesmas bagi masyarakat kurang mampu. Pengadaan kartu Jamkesmas kurang mencapai sasaran dikarenakan ketidakmerataan penduduk miskin yang mendapatkannya, disebabkan pihak kelurahan kesulitan menentukan kriteria sebuah keluarga dikatakan miskin. Selain itu, untuk penduduk musiman atau yang tidak memiliki KTP penduduk asli, juga sangat sulit untuk memiliki kartu Jamkesmas. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu aplikasi yang mampu menentukan penerima kartu Jamkesmas secara komputasi dan mudah dilakukan. Adapun metode yang digunakan dalam perancangan aplikasi ini, yaitu metode Decision Tree dengan menggunakan algoritma C4.5, yang nantinya diharapkan dapat menghasilkan suatu pola kriteria penduduk miskin. Dengan adanya aplikasi untuk menentukan penduduk yang berhak memiliki kartu Jamkesmas ini, nantikan pihak kelurahan tidak akan mengalami kesulitan untuk menentukan penduduk yang berhak mendapat kartu Jamkesmas sesuai kriteria keluarga miskin. Kata kunci: decision tree, kartu Jamkesmas, algoritma C4.5 abstract The economic crisis in Indonesia decrease the level of welfare in certain sectors of life. To overcome this, the government procurement card Jamkesmas for disadvantaged communities. Procurement cards achieving goals Jamkesmas less inequality because poor people who get it, due to the difficulty determining the criteria for a village family being poor. In addition, for the seasonal resident ID card or who do not have a native, is also very difficult to have a health card. Therefore, it needs to make an application that is able to determine the recipient Jamkesmas card and computationally easy to do. The methods used in the design of this application is, by using the method of Decision Tree C4.5 algorithm, which is expected to produce a pattern of poor population criteria. With the application for menentukan residents who are entitled to have this Jamkesmas card, wait for the village would not be difficult to determine which residents are entitled to Jamkesmas card according to the criteria of poor families. Key words: decision tree, JAMKESMAS card, C4.5 algorithm pendahuluan Negara Indonesia merupakan negara berkembang. Krisis ekonomi yang melanda Negara Indonesia sudah cukup lama. Sebagai akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, kemampuan penduduk Indonesia untuk memenuhi berbagai kebutuhan mendasar, seperti halnya pembiayaan dalam bidang kesehatan, bidang hukum, bidang komunikasi serta bidang pendidikan, semakin mahal. Perjuangan hidup sehari-hari yang demikian berat, masih harus dihadapi banyak orang untuk mendapatkan layanan yang layak dalam memenuhi kebutuhan. Dampak keseluruhan dari kondisi ini adalah menurunnya tingkat kesejahteraan di sektor kehidupan tertentu masyarakat Indonesia. Salah satu program pemerintah untuk menanggulangi krisis ini, dilakukan melalui pengadaan kartu JAMKESMAS (Jaminan Kesehatan Masyarakat), yang memberikan subsidi terutama dalam pembiayaan di bidang kesehatan kepada rakyat yang kekurangan di seluruh Indonesia. Di Kecamatan Sukolilo misalnya, terdiri dari 7 (tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduk 110.435 jiwa. Di setiap kelurahan, pengadaan kartu JAMKESMAS tidak mengalami pemerataan, dikarenakan sulitnya menentukan kriteria penerima yang berhak mendapatkan kartu JAMKESMAS. Pemberian kartu JAMKESMAS terkadang tidak sesuai, di mana tidak mengacu pada kriteria keluarga miskin. Selain itu, untuk keluarga miskin yang tidak memiliki KTP penduduk asli, juga tidak terdaftar untuk mendapatkan kartu JAMKESMAS, sehingga kurang merata. Ada beberapa warga yang sebelumnya terdaftar sebagai penerima kartu JAMKESMAS tidak tercantum dalam kuota warga penerima JAMKESMAS tahun ini. Sementara, ada 48 warga musiman yang sebelumnya tidak tercantum malah terdaftar. Program pengadaan Kartu JAMKESMAS merupakan program pemerintah yang sangat bagus, tetapi masih banyak masalah di lapangan terkait menentukan penerima kartu JAMKEMAS, sehingga dikhawatirkan akan memicu terjadinya gejolak di masyarakat. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, maka dibuat aplikasi yang mampu menentukan keluarga mana yang layak untuk mendapatkan kartu JAMKESMAS dari pihak kecamatan dengan dibantu kelurahan. Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 47–51 b. Prediksi presentasi kenaikan kecelakaan lalu lintas tahun depan jika batas bawah kecepatan dinaikkan. Klasifikasi Di dalam klasifikasi terdapat target variabel kategori. Sebagai contoh penggolongan pendapatan dapat dipisahkan dalam tiga kategori, yaitu pendapatan tinggi, pendapatan sedang, dan pendapatan rendah. Kemudian untuk menentukan pendapatan seorang pegawai, dipakai cara klasifikasi dalam data mining. Pengklusteran dasar teori Data mining adalah suatu proses untuk menemukan informasi yang bermanfaat dari sekumpulan database besar yang tersimpan dalam penyimpanan, dengan menggunakan teknik pengenalan pola, seperti teknik statistik, matematika, kecerdasan buatan, dan machine learning. Data mining dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan tugas yang dapat dilakukan, yaitu: Deskripsi Terkadang peneliti dan analis secara sederhana ingin mencoba mencari cara untuk menggambarkan pola dan kecenderungan yang terdapat dalam data. Sebagai contoh, petugas pengumpulan suara mungkin tidak dapat menemukan keterangan atau fakta, bahwa siapa yang tidak cukup profesional akan mendapatkan sedikit dukungan dalam pemilihan presiden. Deskripsi dari pola dan kecenderungan sering memberikan kemungkinan penjelasan untuk suatu pola atau kecenderungan. Estimasi Estimasi hampir sama dengan klasifikasi, kecuali variabel target estimasi lebih ke arah numerik daripada ke arah kategori. Model dibangun menggunakan record lengkap yang menyediakan nilai dari variabel target sebagai nilai prediksi. Selanjutnya, pada penilaian berikutnya, estimasi nilai dari variabel target dibuat berdasarkan nilai variabel prediksi. Sebagai contoh, akan dilakukan estimasi tekanan darah sistolik pada pasien rumah sakit berdasarkan umur pasien, jenis kelamin, indeks berat badan, dan level sodium darah. Hubungan antara tekanan darah sistolik dan nilai variabel prediksi dalam proses pembelajaran akan menghasilkan model estimasi. Model estimasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk kasus baru lainnya. Prediksi Prediksi hampir sama dengan klasifikasi dan estimasi, kecuali dalam prediksi, nilai dari hasil akan ada di masa mendatang. Contoh prediksi dalam bisnis dan penelitian adalah: a. Prediksi harga beras dalam tiga bulan mendatang. Pengklusteran merupakan pengelompokan record, pengamatan atau memperhatikan dan membentuk kelas objek-objek yang mempunyai kemiripan. Kluster adalah kumpulan record yang memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya dan memiliki ketidakmiripan dengan record-record dalam kluster lain. Contoh pengklusteran dalam bisnis dan penelitian adalah: a. Mendapatkan kelompok-kelompok konsumen untuk target pemasaran dari suatu produk bagi perusahaan yang tidak memiliki dana pemasaran besar. b. Untuk tujuan audit akuntansi, yaitu melakukan pemisahan terhadap perilaku finansial. c. Melakukan pengklusteran terhadap ekspresi dari gen, untuk mendapatkan kemiripan perilaku dari gen dalam jumlah besar. Asosiasi Tugas asosiasi dalam data mining adalah menemukan atribut yang muncul dalam satu waktu. Dalam dunia bisnis lebih umum disebut analisis keranjang belanja. Asosiasi mencari kombinasi jenis barang yang akan terjual untuk bulan depan. Metode Decision Tree Metode ini merupakan salah satu metode yang ada pada teknik klasifikasi dalam data mining. Metode pohon keputusan mengubah fakta sangat besar menjadi pohon keputusan yang merepresentasikan aturan. Pohon keputusan juga berguna untuk mengekplorasi data, menemukan hubungan tersembunyi antara sejumlah calon variabel input dengan sebuah variabel target. Data dalam pohon keputusan biasanya dinyatakan dalam bentuk tabel dengan atribut dan record. Atribut menyatakan suatu parameter yang disebut sebagai kriteria dalam pembentukan pohon. Misalkan untuk menentukan permainan tenis, kriteria yang diperhatikan adalah cuaca, angin, dan suhu. Salah satu atribut merupakan atribut yang menyatakan data solusi per item data, atau disebut atribut hasil. Banyak algoritma yang dapat dipakai dalam pembentukan pohon keputusan, antara lain ID3, C4.5, CART. Algoritma C4.5 Algoritma C4.5 merupakan pengembangan dari algoritma ID3. Algoritma C4.5 dan ID3 diciptakan oleh Meilani dan Utami: Aplikasi Perangkat Lunak seorang peneliti di bidang kecerdasan buatan bernama J. Rose Quinlan, pada akhir tahun 1970-an. Algoritma C4.5 membuat pohon keputusan dari atas ke bawah, dimana atribut paling atas merupakan akar, dan yang paling bawah dinamakan daun. Secara umum, algoritma C4.5 digunakan untuk membangun sebuah pohon keputusan sebagai berikut: a. Hitung jumlah data berdasarkan anggota atribut hasil, dengan syarat tertentu. Untuk proses pertama syaratnya masih kosong. b. Pilih atribut sebagai Node. c. Buat cabang untuk tiap-tiap anggota dari Node. d. Periksa apakah nilai entropy dari anggota Node ada yang bernilai nol. Jika ada, tentukan daun yang terbentuk. Jika seluruh nilai entropy anggota Node adalah nol, maka proses pun berhenti. e. Jika ada anggota Node yang memiliki nilai entropy lebih besar dari nol, ulangi lagi proses dari awal dengan Node sebagai syarat sampai semua anggota dari Node bernilai nol. Node adalah atribut yang mempunyai nilai gain tertinggi dari atribut-aribut yang ada. Untuk menghitung nilai gain suatu atribut digunakan rumus seperti yang tertera dalam persamaan berikut: n A Gain( S , A) = Entropy ( S ) − ∑ i * Entropy ( Ai ) i =1 S Keterangan: S : Kasus A : Atribut n : Jumlah partisi atribut A Ai : Jumlah kasus pada partisi ke-i S : Jumlah kasus Sementara itu, untuk menghitung nilai Entropy dapat dilihat pada persamaan berikut ini: n Entropy ( S ) = ∑ − pi * log 2 pi i =1 Keterangan: S : Himpunan kasus. n : Jumlah partisi S pi : Proporsi dari Si ke S. perancangan sistem Pada tahap perancangan sistem ini, akan dirancang suatu sistem dalam suatu bagan yang menunjukkan alur proses yang terjadi di dalam sistem tersebut. Berikut akan ditunjukkan proses-proses yang berperan penting dalam perancangan sistem yang ditampilkan dalam bagan alir dokumen sistem. 49 User Sistem start Simpan atribut di tabel atribut Input data training Simpan data pada atribut di tabel anggota Pilih atribut Transformasi data Tentukan atribut sebagai hasil Proses mining Simpan hasil mining di tabel tree Hasil mining Input data Implementasi hasil mining Hasil implementasi end Gambar 1. Bagan Alir Dokumen Sistem Bagan alir dokumen sistem Gambar 1. menunjukkan proses yang terjadi di dalam sistem. Diawali dengan menginputkan data yang akan dipakai untuk membuat pohon keputusan. Di mana data yang diambil adalah data penduduk dan data penerima kartu JAMKESMAS. Proses selanjutnya adalah memilih atribut. Atribut yang dipilih adalah luas bangunan, kepemilikan aset, jumlah anak yang ditanggung, penghasilan per hari, kategori pekerjaan dan pendidikan terakhir. Atribut-atribut tersebut dipilih dan disimpan ke dalam database. Setelah disimpan, seluruh data akan ditransformasi ke dalam format yang dibutuhkan. Untuk atribut luas bangunan digolongkan menjadi dua kategori, yaitu sempit dan luas. Sementara untuk kemilikan aset digolongkan dalam dua kategori, yaitu tidak memiliki dan memiliki. Jumlah anak yang ditanggung digolongkan menjadi dua kategori, yaitu cukup dan banyak. Selanjutnya, untuk penghasilan per hari digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu minimum, sedang dan tinggi. Atribut jenis pekerjaan digolongkan menjadi 17 kategori, yaitu petani, buruh tani, buruh bangunan, tukang kayu, tukang jahit, tukang batu, tukang cukur, sopir, mekanik, pedagang, buruh harian lepas, karyawan honorer, pembantu rumah tangga, ibu rumah tangga, pelajar, belum bekerja dan tidak bekerja. Untuk atribut pendidikan terakhir digolongkan menjadi 9 kategori, yaitu tidak pernah sekolah, belum sekolah, masih SD, tidak tamat SD, tamat SD, masih SMP, tamat SMP, masih SMA, dan tamat SMA. Kemudian proses 50 Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 47–51 mining pun mulai dijalankan, dan hasilnya berupa pohon keputusan akan disimpan ke dalam database lebih dulu, untuk selanjutnya ditampilkan ke user. Setelah pohon keputusan terbentuk, proses selanjutnya adalah menginputkan data yang belum ditentukan akan mendapatkan kartu JAMKESMAS. Proses penentuan penerima kartu JAMKESMAS baru akan dimulai. Penentuan penerima kartu JAMKESMAS dibentuk berdasarkan rule-rule dari pohon keputusan yang dihasilkan. Gambar 3. Pohon Keputusan yang Terbentuk. implementasi sistem Setelah melalui tahap perancangan sistem, tahap berikutnya adalah implementasi sistem. Untuk menjalankan sistem ini, hal pertama yang dilakukan adalah menginputkan data yang sudah dilakukan proses transformasi untuk membentuk pohon keputusan. Data yang diinputkan sudah tersimpan di dalam database server. Setelah data diinputkan, dan ditransformasi kemudian diproses untuk menghasilkan pohon keputusan. Pohon keputusan Gambar 3. Menghasilkan rule-rule yang akan digunakan untuk menentukan penerima kartu JAMKESMAS. Gambar 3. Report Hasil. Gambar 2. Data-data yang Digunakan untuk Membentuk Pohon Keputusan. Form analisis penerimaan JAMKESMAS digunakan untuk melakukan proses pengujian (analisis) terhadap hasil mining (aturan yang sudah terbentuk). Hasil analisa Kepemilikan Aset Tidak memiliki memiliki Penghasilan perhari minimum L.bangun an sempit sedang Penghasil an perhari minimum tinggi B L.bangun an A Tanggung an anak A L.bangu nan B luas sempit cukup tinggi sedang B banyak B Gambar 2. Pohon Keputusan Hasil Perhitungan. A luas sempit B A luas B Meilani dan Utami: Aplikasi Perangkat Lunak penerimaan JAMKESMAS yang telah diproses akan tampil seperti terlihat pada Gambar 4 berikut. 51 JAMKESMAS berdasarkan kriteria-kriteria dari data-data sebelumnya dengan menggunakan metode Algoritma C4.5. 2. Aplikasi Pengadaan Kartu JAMKESMAS akan memudahkan user, karena diperbolehkan untuk melihat laporan hasil yang berhak untuk menerima kartu JAMKESMAS, dan laporan didasarkan pada aturan yang sudah terbentuk (persyaratan dari penerima kartu JAMKESMAS). 3. Dengan adanya Aplikasi Pengadaan Kartu JAMKESMAS akan memudahkan pihak kecamatan yang semula pengadaan Kartu JAMKESMAS dilakukan secara manual/konvensional, sekarang dapat dilaksanakan secara komputasi. Gambar 4. Hasil Analisis. Form hasil uji coba ini digunakan untuk menghitung tingkat keakuratan data training terhadap data testing. Gambar 5. Form Hasil Uji Coba. kesimpulan Dari perancangan dan pembuatan Aplikasi Pengadaan Kartu JAMKESMAS, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Aplikasi Pengadaan Kartu JAMKESMAS mampu menentukan penduduk yang memperoleh Kartu daftar pustaka 1. Agrawal, Rakesh, Ramakrishnan Srikant. Fast Algorithms for Mining Association Rules. In Proc. International Conference Very Large Data Bases (VLDB). 1994. 2. Ahmad Saikhu, Joko Lianto, Umi Hanik. Fuzzy Decision Tree dengan Algoritma C45 pada Data Diabetes India Pima, Konferensi Nasional Sistem dan Infomatika 2010, Bali. 2011. 3. Davies, Paul Beynan. Database Systems. Third Edition. Palgrave Macmillan. New York. 2004. 4. Kusrini, Emha Taufik Luthfi. Algoritma Data Mining. Penerbit Andi. Yogyakarta. 2009. 5. Larose, Daniel T, Kantardzic, Mehmed.Data Mining: Concepts, Models, Methods, and Algorithms. Discovering Knowledge in Data An Introduction to Data Mining. John Wiley & Sons, Inc. Hoboken. New Jersey. 2005. 6. Pramudiono, Iko. Apa Itu Data Mining? 2006. http://datamining. japati.net/, diakses 5 April 2011. 7. Santoso, Budi. 2007. Data Mining Teknik Pemanfaatan Data untuk Keperluan Bisnis. Graha Ilmu. Yogyakarta. 8. Sunjaya. Klasifikasi Data Nasabah Sebuah Ansuransi Menggunakan Algoritma C45. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2010 (SNATI 2010). Yogyakarta. 2010.