Ibnu Sholichin

advertisement
ISSN: 1693-8917
SAINTEK
Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Teknik dan Rekayasa
Volume 10, Nomor 1, Juni 2013
Diterbitkan oleh Kopertis Wilayah VII Jawa Timur sebagai terbitan berkala yang menyajikan informasi dan
analisis persoalan ilmu-ilmu Teknik dan Rekayasa.
Kajian ini bersifat ilmiah populer sebagai hasil pemikiran teoretik maupun penelitian empirik. Redaksi
menerima karya ilmiah/hasil penelitian atau artikel, termasuk ide-ide pengembangan di bidang ilmu-ilmu Teknik
dan Rekayasa. Untuk itu SAINTEK mengundang para intelektual, ekspertis, praktisi, mahasiswa serta siapa saja
berdialog dengan penuangan pemikiran secara bebas, kritis, kreatif, inovatif dan bertanggung jawab. Redaksi
berhak menyingkat dan memperbaiki karangan itu sejauh tidak mengubah tujuan isinya. Tulisan-tulisan dalam
artikel SAINTEK tidak selalu mencerminkan pandangan redaksi. Dilarang mengutip, menterjemahkan atau
memperbanyak kecuali dengan izin redaksi.
PELINDUNG
Koordinator Kopertis Wilayah VII Jawa Timur
PENASEHAT
Sekretaris Pelaksana Kopertis Wilayah VII Jawa Timur
PEMIMPIN REDAKSI
Dra. Ec. Purwo Bekti, M.Si
WAKIL PEMIMPIN REDAKSI
R.P. Subekti, SH., M.Si
SEKRETARIS REDAKSI
Suyono, S.Sos
PENYUNTING
Prof. Dr. Ir. Achmadi Susilo, M.S
Dr. Yulfiah
Dr. Ir. Hj. Retno Hastijanti, M.S
Drs. Antok Supriyanto, M.MT
REDAKSI PELAKSANA
Adi Palupi Yulianto, S.Sos
TATA USAHA/SIRKULASI/IKLAN
Dhani Kusuma Wardhana, A.Md, Yesita Eka Rakhmania, SE, Sutinah
Alamat Redaksi:
Kantor Kopertis Wilayah VII (Sub Bagian Kelembagaan) Jawa Timur
Jl. Dr. Ir. H. Soekarno No. 177 Surabaya
Telp. (031) 5925418-19, 5947473, Fax. (031) 5947479
Situs Web: http//www.kopertis7.go.id, E-mail: [email protected]
ISSN: 1693-8917
SAINTEK
Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Teknik dan Rekayasa
Volume 10, Nomor 1, Juni 2013
DAFTAR ISI (CONTENTS)
Halaman (Page)
1. Analisis Sistem Pelayanan Angkutan Kota di Sidoarjo Ditinjau dari Kepuasan Penumpang
(Analyze Public Transportation Service System in Sidoarjo Depended on Passanger
Satisfaction)
Ibnu Sholichin............................................................................................................................. 1–6
2. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Ayam Buras pada Suhu Kamar Ditinjau dari Jumlah Total
Kuman, Kandungan Salmonella Enteritidis, dan Kualitas Fisik
(Effect of Storage Duration Native Chicken Eggs at Room Temperature Seen from Total Total
Germs, Salmonella Enteritidis Content, and Physical Quality)
Dyah Widhowati.......................................................................................................................... 7–12
3. Stabilitas Hasil pada Generasi Segregasi F­5, F6 dan F7 Beberapa Genotipe Kedelai
(Stability of the Generation segregation F5, F6 and F7 Some Soybean Genotypes)
Fathurrahman, Siswoyo TA, dan Poerwoko MS...................................................................... 13–17
4. Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Cokelat dengan Pelarut Asam Formiat
(Pectin Extraction from the Peel of Cocoa with Solvents Formic Acid)
Susilowati, Siswanto Munandar, Luluk Edahwati, dan Erwan Adi Saputro........................ 18–21
5. Peran Elisitor CU2+ pada Produksi Katekin melalui Kultur Kalus Camellia Sinensis
(CU2+ Elicitor Role of Production Through Catechins Camellia Sinensis Callus Culture)
Sutini............................................................................................................................................ 22–24
6. Perilaku Daktil Elemen Struktur Joint Balok Beton Pratekan Parsial-kolom Beton Bertulang
Eksterior Akibat Gaya Gempa Lateral
(Ductile Behavior of Exterior Joint Structure Element Partial Prestressed Concrete BeamReinforced Concrete Column Due to Earthquake Lateral Force)
Made D Astawa, Eva Elviana, dan Sumaidi............................................................................. 25–37
7. Perencanaan Beam-coloum Joint dengan Menggunakan Metode Beton Prategang Partial Gedung
Perkantoran Bpr Jatim
(Beam-coloum Joint Design Used Partial Prestress Concrete Method for Office Building Bpr
Jatim)
Fransiskus XE Lie, Wahyu Kartini MT, dan Made Dharma Astawa MT............................. 38–46
8. Aplikasi Perangkat Lunak untuk Menentukan Pengadaan Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) Menggunakan Algoritma C45
(Software Applications to Determine the Public Health Insurance Card Procurement (Jamkesmas)
Using C45 Algoritman)
Budanis Dwi Meilani dan Ruli Utami........................................................................................ 47–51
Dicetak oleh (printed by): Airlangga University Press. (167/12.13/AUP-85E). Kampus C Unair, Mulyorejo Surabaya 60115, Indonesia.
Telp. (031) 5992246, 5992247, Fax. (031) 5992248. E-mail: [email protected]; [email protected]
Kesalahan penulisan (isi) di luar tanggung jawab AUP
PANDUAN UNTUK PENULISAN NASKAH
Jurnal ilmiah SAINTEK adalah publikasi ilmiah enam
bulanan yang diterbitkan oleh Kopertis Wilayah VII Jawa
Timur. Untuk mendukung penerbitan selanjutnya redaksi
menerima artikel ilmiah yang berupa hasil penelitian
empiris dan artikel konseptual dalam bidang Ilmu Teknik
dan Rekayasa, termasuk bidang Ilmu Pertanian.
Naskah yang diterima hanya naskah asli yang belum
pernah diterbitkan di media cetak dengan gaya bahasa
akademis dan efektif. Naskah terdiri atas:
1. Judul naskah maksimum 15 kata, ditulis dalam bahasa
Indonesia atau bahasa Inggris tergantung bahasa
yang digunakan untuk penulisan naskah lengkapnya.
Jika ditulis dalam bahasa Indonesia, disertakan pula
terjemahan judulnya dalam bahasa Inggris.
2. Nama penulis, ditulis di bawah judul tanpa disertai
gelar akademik maupun jabatan. Di bawah nama
penulis dicantumkan instansi tempat penulis bekerja.
3. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris tidak lebih dari 200 kata diketik 1 (satu) spasi.
Abstrak harus meliputi intisari seluruh tulisan yang
terdiri atas: latar belakang, permasalahan, tujuan,
metode, hasil analisis statistik, dan kesimpulan,
disertakan pula kata kunci.e
4. Artikel hasil penelitian berisi: judul, nama penulis,
abstrak, pendahuluan, materi, metode penelitian,
hasil penelitian, pembahasan, kesimpulan, dan daftar
pustaka.
5. Artikel konseptual berisi: judul, nama penulis, abstrak,
pendahuluan, analisis (kupasan, asumsi, komparasi),
kesimpulan dan daftar pustaka.
6. Tabel dan gambar harus diberi nomor secara berurutan
sesuai dengan urutan pemunculannya. Setiap gambar
dan tabel perlu diberi penjelasan singkat yang
diletakkan di bawah untuk gambar. Gambar berupa
foto (kalau ada), disertakan dalam bentuk mengkilap
(gloss).
7. Pembahasan berisi tentang uraian hasil penelitian,
bagaimana penelitian yang dihasilkan dapat
memecahkan masalah, faktor-faktor apa saja yang
memengaruhi hasil penelitian dan disertai pustaka
yang menunjang.
8. Daftar pustaka, ditulis sesuai aturan penulisan
Vancouver, disusun berdasarkan urutan kemunculannya
bukan berdasarkan abjad. Untuk rujukan buku
urutannya sebagai berikut: nama penulis, editor
(bila ada), judul buku, kota penerbit, tahun penerbit,
volume, edisi, dan nomor halaman. Untuk terbitan
berkala urutannya sebagai berikut: nama penulis, judul
tulisan, judul terbitan, tahun penerbitan, volume, dan
nomor halaman.
Contoh penulisan Daftar Pustaka:
1. Grimes EW, A use of freeze-dried bone in
Endodontic, J. Endod, 1994: 20: 355–6
2. Cohen S, Burn RC, Pathways of the pulp. 5th ed., St.
Louis; Mosby Co 1994: 127–47
3. Morse SS, Factors in the emergence of infectious
disease. Emerg Infect Dis (serial online), 1995 JanMar, 1(1): (14 screen). Available from:
URL: http//www/cdc/gov/ncidod/EID/eid.htm.
Accessed Desember 25, 1999.
Naskah diketik 2 (dua) spasi 12 pitch dalam program
MS Word dengan susur (margin) kiri 4 cm, susur kanan
2,5 cm, susur atas 3,5 cm, dan susur bawah 2 cm, di atas
kertas A4.
Setiap halaman diberi nomor halaman, maksimal
12 halaman (termasuk daftar pustaka, tabel, dan gambar),
naskah dikirim sebanyak 2 rangkap dan 1 disket atau CD.
Redaksi berhak memperbaiki penulisan naskah tanpa
mengubah isi naskah tersebut. Semua data, pendapat
atau pernyataan yang terdapat pada naskah merupakan
tanggung jawab penulis. Naskah yang tidak sesuai dengan
ketentuan redaksi akan dikembalikan apabila disertai
perangko.
Naskah dapat dikirim ke alamat:
Redaksi/Penerbit:
Kopertis Wilayah VII Jawa Timur d/a Sub Bagian
Kelembagaan dan Kerja Sama
Jl. Dr. Ir. H. Soekarno No. 177 Surabaya
Telp. (031) 5925418-5925419, 5947473,
Fax. (031) 5947479
E-mail: [email protected]
Homepage: www.kopertis7.go.id.
Analisis Sistem Pelayanan Angkutan Kota di Sidoarjo Ditinjau
dari Kepuasan Penumpang
Analyze Public Transportation Service System in Sidoarjo Depended on
Passanger Satisfaction
Ibnu Sholichin
Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil FTSP UPN Veteran
Jatim
abstrak
Sistem pelayanan angkutan kota di Sidoarjo memegang peranan yang sangat penting. Sistem pelayanannya saat ini mengikuti
sistem jaringan trayek. Walaupun sistem pelayanan angkutan kota sudah mengikuti sistem jaringan trayek, pelayanan dari trayektrayek yang ada dirasakan kurang, misalnya dalam ketersediaan kendaraan dan kenyamanan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
penelitian sistem pelayanan angkutan kota Sidoarjo ditinjau dari kepuasan penumpang. Penelitian ini dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner pada penumpang angkot di Kota Sidoarjo. Kuisioner ini berisi beberapa pertanyaan yang digunakan untuk
mengukur tingkat kepuasan dan kepentingan bagi penumpang angkot terhadap sistem yang berlaku saat ini, yaitu: faktor muat,
tarif terjangkau, frekuensi, rute yang dilalui. Pada penelitian ini akan digunakan metode deskriptif-kuantitatif. Dari hasil penelitian,
menunjukkan bahwa kinerja angkot di kota Sidoarjo yang berkenaan dengan pelayanan angkot berada dalam kuadran C dan D.
Selain itu, terdapat pula beberapa atribut yang pelaksanaannya dapat dipertahankan yaitu faktor muat dan tarif yang terjangkau.
Kedua atribut tersebut berada dalam kuadran B.
Kata kunci: angkutan kota, analisa kuadran, kepuasan penumpang
abstract
Public transportation service system in Sidoarjo is very important. In common system, the system according to the traject
network system. Although public transportation service system have been following the trayek network system, that service
system is not enough yet. For example, in vehicle readyness and passanger’s comfort. Just because of it, the research about public
transportation service system depended on passanger satisfaction is needed. The research is helded with questioner to public
transportation passanger in Sidoarjo City. The questioner is contain some question that can be used to measure the satisfaction
and the needed for passanger public transportation with the system that used for now: load factor, low tarif, frequency and the
route. This research using discriptif-kwantitatif method. The result of this research that public transportation that depend on public
services is on C and D quadran. Besided, there are some atribute that on that operation can be hold: load factor and low tarif. The
two of that atribut are in B quadran.
Key words: Public transportation, quadran analyze, passanger satisfaction
pendahuluan
Kota Sidoarjo adalah kota terbesar kedua di Propinsi
Jawa Timur. Kebutuhan sarana transportasi khususnya
angkutan kota memegang peranan yang sangat penting.
Sistem pelayanan angkutan kota di Sidoarjo saat ini
mengikuti sistem jaringan trayek. Sistem pelayanan
angkot yang mengikuti jaringan trayek memiliki beberapa
keunggulan, antara lain jaminan untuk sampai ke tujuan
perjalanan tanpa ada keraguan akan mengalami kejadian
diturunkan oleh pengemudi angkot, dan penumpang
angkot juga dapat menerima pelayanan angkot pada jalur
yang tetap. Selain beberapa keunggulan di atas, sistem
pelayanan angkot yang mengikuti jaringan trayek dapat
memberikan pelayanan yang tepat. Di mana penumpang
angkot sudah mengenal angkot yang dapat ditumpangi
untuk mencapai tujuannya. Hal ini sangat memudahkan
penumpang angkot dalam melakukan perjalanannya.
Selain situasi ideal di atas, terdapat pula situasi yang
kurang menyenangkan yang terkadang dialami oleh para
penumpang angkot antara lain waktu tempuh perjalanan
tidak dapat diperkirakan. Keadaan ini menimbulkan
ketidakpastian waktu yang harus ditempuh oleh
penumpang angkot dalam perjalanannya. Harapan tepat
waktu untuk sampai pada tujuan tidak dapat dipenuhi,
sehingga menimbulkan rasa tidak puas. Selain hal
tersebut, penumpang angkot terkadang mengalami
kejadian diturunkan tidak pada tujuan perjalanannya.
Keadaan ini akan terjadi, apabila si pengemudi angkot
memperoleh penumpang dengan jumlah yang sedikit
sehingga penumpang dialihkan ke angkot lain dengan
tujuan yang sama.
Berdasarkan situasi di atas, kepuasan /
ketidakpuasan penumpang angkot terhadap kinerja
angkot dengan sistem jaringan trayek perlu mendapatkan
perhatian khusus. Hal ini dimaksudkan agar Pemerintah
Kota Sidoarjo dapat mengambil kebijakan dalam
menerapkan sistem pelayanan angkot di Kota Sidoarjo.
Pengambilan kebijakan tersebut harus diupayakan
berdasarkan tingkat kinerja angkot.
tinjauan pustaka
Teori Kepuasan Konsumen
Kepuasan konsumen banyak ditentukan oleh kualitas
performa pelayanan di lapangan. Bila pelayanan tidak
sama atau tidak sesuai dengan harapan konsumen, maka
di mata konsumen pelayanan yang diberikan dinilai
jelek.
Satisfaction = f [Performance – Expectation]
Persamaan ini menghasilkan tiga kemungkinan, yaitu:
Pertama : Performance < Expectation
Bila ini terjadi, maka konsumen mengatakan
bahwa pelayanan yang diberikan jelek, karena
harapan konsumen tidak terpenuhi sehingga
belum memuaskan konsumen.
Kedua :Performance = Expectation
Bila keadaan ini terjadi, maka bagi konsumen
tidak ada istimewanya, pelayanan yang
diberikan biasa-biasa saja, karena belum
memuaskan konsumen.
Ketiga :Performance > Expectation
Bila keadaan ini tercapai, maka konsumen
mengatakan pelayanan yang diberikan adalah
baik dan menyenangkan.
Metode Pengukuran Kepuasan Konsumen
Untuk mengukur tingkat kepuasan penumpang angkot
Kota Sidoarjo terhadap sistem pelayanan angkot yang
tidak mengikuti jaringan trayek, maka digunakan metode
”Analisis Kuadran”. Jasa akan menjadi sesuatu yang
sangat bermanfaat apabila didasarkan pada kepentingan
pelanggan dan kinerjanya bagi perusahaan. Menurut
(Supranto, 2006) dalam hal ini, digunakan skala 5
tingkat (Likert) yang terdiri dari sangat penting, penting,
cukup penting, kurang penting dan tidak penting. Kelima
penilaian tersebut, diberikan bobot sebagai berikut:
a. Jawaban sangat penting diberi bobot 5
b. Jawaban penting diberi bobot 4
c. Jawaban cukup penting diberi bobot 3
d. Jawaban kurang penting diberi bobot 2
e. Jawaban tidak penting diberi bobot 1
Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan skor
kinerja/pelaksanaan dengan skor kepentingan. Tingkat
kesesuaian inilah yang akan menentukan urutan
prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan pelanggan. Dalam penelitian ini terdapat 2
buah variabel yang diwakilkan oleh huruf X dan Y. Di
mana, X merupakan tingkat kinerja angkot yang dapat
memberikan kepuasan para pelanggan, sedangkan Y
merupakan tingkat kepentingan pelanggan. Adapun
rumus-rumus yang digunakan adalah:
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 1–6
Xi
Tk = ................................................................... (1)
Yi
Di mana:
Tki = Tingkat kesesuaian responden
Xi = Skor penilaian kinerja angkot
Yi = Skor penilaian kepentingan pelanggan (penumpang
angkot Kota Sidoarjo)
Selanjutnya sumbu mendatar (X) akan diisi oleh
skor tingkat pelaksanaan, sedangkan sumbu tegak
(Y) akan diisi oleh skor tingkat kepentingan. Dengan
penyederhanaan rumus, didapatkan:
∑ X
i
X = .................................................................. (2)
n
∑ Yi
Y = ................................................................ (3)
n
Di mana:
X = Skor rata-rata tingkat pelaksanaan/ kepuasan.
Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan.
n = Jumlah responden
Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang
dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua garis
yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik (X, Y), di
mana X merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat
pelaksanaan atau kepuasan penumpang angkot seluruh
faktor atau atribut. Y adalah rata-rata dari rata-rata skor
tingkat kepentingan seluruh faktor yang mempengaruhi
kepuasan penumpang angkot. Rumus selanjutnya sebagai
berikut:
X=
N
∑ i = 1 Xi
Y=
N
∑ i = 1 Yi
K
. .......................................................... (4)
............................................................. (5)
K
Di mana:
K = Banyaknya atribut/fakta yang dapat mempengaruhi
kepuasan pelanggan
Selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut akan
dijabarkan dan menjadi empat bagian ke dalam diagram
kartesius seperti pada Gambar 1.
Y = Kepentingan/harapan
Prioritas Utama
A
Y
Pertahankan
Prestasi
B
Prioritas Rendah
Berlebihan
C
D
X X
Gambar 1. Diagram Kartesius (Supranto, 2006)
Sholichin: Analisis Sistem Pelayanan Angkutan Kota
Keterangan:
A. Menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap
mempengaruhi kepuasan pelanggan, termasuk unsurunsur jasa yang dianggap sangat penting, namun
manajemen belum melaksanakannya sesuai keinginan
pelanggan, sehingga mengecewakan/tidak puas,
(prioritas utama).
B. Menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil
dilaksanakan, untuk itu wajib dipertahankannya.
Dianggap sangat penting dan sangat memuaskan,
(pertahankan prestasi).
C. Menunjukkan beberapa faktor yang kurang penting
pengaruhnya bagi pelanggan, pelaksanaannya biasabiasa saja. Dianggap kurang penting dan kurang
memuaskan, (prioritas rendah).
D. Menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelanggan
kurang penting, akan tetapi pelaksanaannya
berlebihan. Dianggap kurang penting tetapi sangat
memuaskan, (berlebihan).
metode penelitian
Adapun langkah-langkah penelitian yang dilakukan
sebagai berikut:
1. Langkah pertama adalah melakukan melakukan
survai pendahuluan. Dalam tahap ini juga dilakukan
pembagian zona. Pembagian zona didasarkan atas
wilayah kecamatan yang akan dilalui angkot. Dalam
penelitian ini ditentukan 6 rute trayek, meliputi:
a. Lyn HP: Terminal Larangan – Sedati Agung.
b. Lyn HBI: Terminal Larangan – Pasar Tulangan.
c. Lyn HB2: Terminal Larangan –Prambon
d. Lyn HMI: Terminal Larangan – Sudimro
Medalem
e. Lyn LS: Terminal Larangan – Sidodadi
f. Lyn HD: Terminal Larangan – Candi
2. Langkah kedua adalah pengumpulan data pimer,
berupa: penyebaran kuisioner bagi penumpang angkot
Kota Sidoarjo untuk masing-masing rute trayek
sebanyak 30 responden.
3. Langkah ketiga adalah analisa data dengan
menggunakan analisa kuadran.
4. Langkah keempat adalah mengevaluasi hasil analisis
yang didapatkan.
5. Langkah kelima adalah memberikan kesimpulan dan
opini guna memberikan solusi kepada Pemerintah
Kota Sidoarjo. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memudahkan Pemerintah Kota Sidoarjo dalam
pengambilan kebijakan guna memperbaiki kinerja dan
sistem pelayanan angkot di Kota Sidoarjo.
Uji Kuisioner Meliputi Validitas dan Reliabilitas
Validitas
Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan
mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut
menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil
ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Untuk mengetahui valid tidaknya
pertanyaan pada suatu kuesioner maka digunakan
persamaan r. Hal ini disebabkan nilai koefisien korelasi
sebenarnya tidak sering diketahui, yang kemudian
diperkirakan dengan r. Koefisien korelasi sederhana
ditunjukkan dengan simbol r dan r sebagai perkiraan.
r=
n ∑ Xi Yi - ∑ Xi ∑ Yi
 n ∑ Xi - (∑ Xi )2   n ∑ Yi 2 - (∑ Yi )2 
 
 . ....................... (6)

2
Di mana:
r = Koefisien korelasi
Xi = Skor item (satu pertanyaan)
Yi = Skor total (seluruh item/seluruh pertanyaan)
n = Jumlah Sampel
Koefisien korelasi (r) adalah statistik yang
menunjukkan kuat dan arah saling hubungan antara
variasi dua distribusi skor. Setelah diperoleh harga r
hitung, selanjutnya untuk dapat diputuskan instrumen
tersebut valid atau tidak, harga tersebut dikonsultasikan
dengan harga r tabel. Jika harga r hitung lebih besar dari
harga r tabel, maka dapat disimpulkan instrumen pada
kuesioner tersebut valid atau dapat dipergunakan untuk
penelitian.
Reliabilitas
Reliabilitas (keandalan) didefinisikan sebagai
seberapa jauh pengukuran bebas dari varian kesalahan
acak (free from random-error variance). Kesalahan acak
menurunkan tingkat keandalan hasil pengukuran. Untuk
menguji reliabilitas digunakan teknik Alfa Cronbach.
Rumus koefisien reliabilitas Alfa Cronbach:
ri =
k  ∑ Si 2  ............................................. (7)
1−
(k − 1)  St 2 
Di mana:
ri = Koefisien reliabilitas Alfa Cronbach
k = Jumlah item dalam instrumen
∑Si2= Varians item
St2 = Varians total
Rumus untuk varians total dan varians item:
(∑ Xt ) ................................................ (8)
∑ Xt
St
St 22==
−
2
2
2
n
JKi
n
JKs
2
SiSi2 == n − 2 ........................................................... (9)
n
Di mana:
Xt = Skor pertanyaan ke t
Jki = Jumlah kuadrat seluruh skor item
Jks = Jumlah kuadrat subjek
n = Jumlah sampel
Secara empirik, tinggi rendahnya reliabilitas
ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 1–6
reliabilitas. Tinggi rendahnya reliabilitas tes dicerminkan
oleh koefisien korelasi antara skor pada dua tes yang
paralel, yang dikenakan pada sekelompok individu yang
sama. Semakin tinggi koefisien korelasi termaksud
berarti konsistensi antara hasil pengenaan dua tes
tersebut semakin baik dan hasil ukur kedua tes itu
dikatakan semakin reliabel. Sebaliknya, apabila dua tes
yang dianggap paralel ternyata menghasilkan skor yang
satu sama lain berkorelasi rendah, maka dapat dikatakan
bahwa reliabilitas hasil ukur tersebut tidak tinggi.
hasil dan pembahasan
Hasil perhitungan tingkat kesesuaian skor kinerja
angkot dengan skor kepentingan pelayanan angkot di
Kota Sidoarjo dapat di lihat pada tabel 1.
Pada tabel 1, diperoleh tingkat kesesuaian hasil
perbandingan antara skor kinerja/kepuasan dengan
skor kepentingan/harapan. Dari tabel di atas dapat
disimpulkan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan penumpang angkot.
Urutan prioritas peningkatan faktor-faktor kepuasan/
kinerja penumpang angkot dapat diurutkan sebagai
berikut:
1. Faktor muat sebesar 69,03% (item 1)
2. Faktor tarif yang terjangkau sebesar 93,99% (item 8)
3. Faktor ketetapan jadwal waktu dalam menunggu angkot
sebesar 101,25% (item 5)
4. Faktor frekuensi yang tinggi (headway) sebesar
103,32% (item 9)
5. Faktor jalur yang dilewati sebesar 109,80% (item 10)
6. Faktor waktu yang terbuang sia-sia akibat diturunkan
oleh pengemudi angkot sebesar 110,64% (item 3)
7. Faktor jaminan sampai di tujuan sebesar 123,50%
(item 7)
8. Faktor jarak tempuh perjalanan sebesar 126,97%
(item 4)
Tabel 1.Nilai Tingkat Kesesuaian Kinerja Angkot bagi
Penumpang Angkot
Atribut
Kepuasan/
Kinerja
Kepentingan/
Harapan
Tingkat
Kesesuaian (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
575
301
260
339
325
439
268
391
653
269
833
235
235
267
321
271
217
416
632
245
69,03
128,09
110,64
126,97
101,25
161,99
123,50
93,99
103,32
109,80
Rata-rata
382
367,2
112,86
Sumber: Data Primer
9. Faktor waktu perjalanan sebesar 128,09% (item 2)
10. Faktor adanya waktu tunggu, akibat di turunkan
pengemudi angkot untuk mendapatkan angkot
berikutnya sebesar 161,99% (item 6).
Dari urutan prioritas di atas dapat di lihat bahwa
faktor yang paling tidak sesuai antara harapan dan
kepuasan adalah faktor adanya waktu tunggu, akibat di
turunkan pengemudi angkot untuk mendapatkan angkot
berikutnya.
Sedangkan hasil perhitungan faktor-faktor kepuasan
penumpang angkot dapat di lihat pada Tabel 2.
Dari tabel 2 dapat di lihat, untuk rata-rata dari ratarata skor tingkat kepuasan penumpang angkot seluruh
faktor (X ) diperoleh nilai sebesar 1,74. Sementara untuk
rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepentingan seluruh
faktor yang mempengaruhi kepuasan penumpang
angkot (Y) sebesar 1,82. Tabel 3 menunjukkan tingkat
kesesuaian dan selisih dari masing-masing atribut.
Pada gambar 2 diperlihatkan faktor-faktor kepuasan
penumpang angkot yang terletak pada diagram kartesius.
Tabel 2.Faktor-Faktor Kepuasan Penumpang Angkot di
Kota Sidoarjo
Atribut
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata
Kepuasan/
Kinerja
Kepentingan/
Harapan
X
Y
2,79
1,53
1,34
1,56
1,61
2,18
1,37
2,32
1,35
1,39
1,74
4,25
1,20
1,23
1,21
1,24
1,32
1,06
4,21
1,32
1,19
1,82
Sumber: Data Primer
Tabel 3.Tingkat Kesesuaian masing-masing Atribut
Atribut
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata
Sumber: Data Primer
Tingkat
Kesesuaian (%)
69,03
128,09
110,64
126,97
101,25
161,99
123,50
93,99
103,32
109,80
112,86
Selisih
-1,46
0,33
0,11
0,35
0,37
0,86
0,31
-1,89
0,03
0,20
-0,08
Sholichin: Analisis Sistem Pelayanan Angkutan Kota
Diagram ini memiliki besaran skala yang sama antara
sumbu mendatar dan sumbu tegak (rentang nilai
0–5). Pada diagram tersebut diperlihatkan letak atau
posisi nilai-nilai kepuasan penumpang angkot yang
dibandingkan dengan sumbu diagonal.
Dari gambar di atas, menunjukkan penyebaran
titik-titik yang terletak pada diagram kartesius. Posisi
penyebaran titik-titik tersebut dibandingkan dengan
sumbu diagonal. Penyebaran titik-titik tersebut, menyebar
mengumpul dalam tiga kuadran pada sumbu diagonal.
Sementara pada diagram kartesius mempertegas
posisi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
penumpang angkot terhadap kinerja angkot. Hal ini
dipertegas pada keempat kuadran yang dibatasi oleh
sumbu mendatar ( X ) dan sumbu tegak ( Y ) yang saling
berpotongan dititik ( X , Y ).
4,50
Kepentingan/Harapan
4,00
Keterangan:
1. Faktor Muat
2. Faktor waktu perjalanan
3. Faktor waktu yang terbuang sia-sia akibat diturunkan
oleh pengemudi angkot
4. Faktor jarak tempuh perjalanan
5. Faktor ketetapan jadwal waktu dalam menunggu
angkot
6. Faktor adanya waktu tunggu, akibat di turunkan
pengemudi angkot untuk mendapatkan angkot
berikutnya
7. Faktor jaminan sampai di tujuan
8. Faktor tarif yang terjangkau
9. Faktor frekuensi yang tinggi (headway)
10. Faktor jalur yang dilewati angkot
Pada gambar 3, diperlihatkan letak faktor-faktor
kepuasan penumpang angkot terhadap kepentingan
penumpang angkot. Faktor-faktor tersebut berada pada
tiga kuadran yaitu pertahankan prestasi (kuadran B),
prioritas rendah (kuadran C), dan berlebihan (kuadran
D).
3,50
3,00
2,50
2,00
simpulan
Kepentingan/Harapan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1,00
Berdasarkan jawaban responden (penumpang angkot)
0,50
dari hasil analisis kuadran (dengan tingkat kesesuaian),
0,00
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
1. Kuadran B, faktor-faktor yang perlu dipertahankan
Pelaksanaan/Kinerja/Kepuasan
pelaksanaan dan keberadaannya karena sudah sesuai
dengan harapan penumpang angkot yaitu:
Gambar
2. Nilai Faktor-Faktor Kepuasan Penumpang Angkot
Gambar 2. Nilai Faktor-Faktor Kepuasan Penumpang Angkot
a. Faktor muat sebesar 69,03%.
b. Faktor tarif yang terjangkau sebesar 93,99%
Sementara pada diagram kartesius mempertegas
Dari gambar di atas, menunjukkan penyebaran
Variabel-variabel pada kuadran ini merupakan
posisi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
titik-titik yang terletak pada diagram kartesius.
yang paling berpengaruh terhadap
Hal
Posisi penyebaran titik-titik tersebut dibandingkan 5,50 penumpang angkot terhadap kinerja angkot.faktor-faktor
angkot
berdasarkan kepuasan penumpang
ini dipertegas pada keempat kuadran kinerja
yang
dengan sumbu diagonal. Penyebaran titik-titik
5,00
Prestasi B
dibatasi Pertahankan
oleh sumbu
mendatar ( X ) dan sumbu
tersebut, menyebar mengumpul dalam tiga
angkot.
Hal
ini
terlihat,
para responden memberikan
4,50
kuadran pada sumbu diagonal.
saling berpotongan dititik ( X , Y ).
tegak ( Y ) yang
1
nilai kepentingan yang tinggi dan nilai kinerja yang
8
4,00
Prioritas Utama A
dirasakan sama dengan harapan.
3,50
3,00
2. Kuadran C, faktor-faktor yang dinilai tidak penting
2,50
oleh penumpang angkot, dan kinerjanya dinilai kurang
2,00
baik oleh penumpang angkot yaitu:
2,00
1,50
0,00
1,00 9
3,00
4,00
10 2 4
6
a. Faktor ketetapan jadwal waktu dalam menunggu
3
1,00
75
D
C
angkot sebesar 101,25%.
0,50
Berlebihan
Prioritas Rendah
b. Faktor frekuensi yang tinggi (headway) sebesar
0,00
103,32%.
Pelaksanaan/Kinerja/Kepuasan
c. Faktor jalur yang dilewati sebesar 109,80%.
Gambar
3.Kartesius
Diagram
Kartesius
dari Faktor-Faktor
d. Faktor waktu yang terbuang sia-sia akibat
Gambar
3. Diagram
Dari Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi
Kepuasan Penumpangyang
Angkot
Terhadap Pelayanan
Kinerja Angkot Di
Kota Sidoarjo Penumpang Angkot
Memengaruhi
Kepuasan
diturunkan oleh pengemudi angkot sebesar
terhadap Pelayanan Kinerja Angkot di Kota
110,64%.
Sidoarjo
e. Faktor jaminan sampai di tujuan sebesar 123,50%.
1,50
f. Faktor jarak tempuh perjalanan sebesar 126,97%.
g. Faktor waktu perjalanan sebesar 128,09%.
Variabel-variabel pada kuadran ini merupakan
faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap
kinerja angkot berdasarkan kepuasan penumpang
angkot. Hal ini terlihat para responden memberikan
nilai kepentingan yang rendah dan nilai kinerja yang
rendah pula terhadap faktor-faktor tersebut.
3. Kuadran D, faktor-faktor yang dinilai tidak penting
oleh penumpang angkot, akan tetapi pelaksanaan
kinerjanya dinilai lebih baik oleh penumpang angkot
yaitu faktor adanya waktu tunggu, akibat di turunkan
pengemudi angkot untuk mendapatkan angkot
berikutnya sebesar 161,99%.
Faktor kapasitas muat dan tarif yang terjangkau
terdapat di kuadran B, hal menunjukkan penilaian yang
baik dari pengguna angkot dan harus dipertahankan.
Faktor-faktor yang terdapat dikuadran C
menunjukkan kepuasan yang rendah menurut pengguna
angkot Kota Sidoarjo. Dan ini merupakan masukan
untuk perbaikan kinerja angkot di Sidoarjo.
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 1–6
daftar pustaka
1. Alamsyah AA. Rekayasa Lalu Lintas, Cetakan Pertama, UMM
Press. Malang. 2005.
2. Grava S. Urban Transportation Systems, dalam Choises For
Communities, McGraw-Hill, United Stated of America. 2003.
3. Miro F. Perencanaan Transportasi untuk Mahasiswa, Perencana,
dan Praktisi, Erlangga, Jakarta. 2005.
4. Nasution MN. Manajemen Transportasi, Edisi Kedua, Ghalia
Indonesia, Jakarta. 2004.
5. Supranto J. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk
Menaikkan Pangsa Pasar, PT Rineka Cipta, Jakarta. 2006.
6. Rangkuti F. Measuring Customer Satisfaction, dalam Teknik
Mengukur dan Starategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan Plus
Analisis Kasus PLN-JP, PT Gramedia, Jakarta. 2006.
7. Singarimbun M dan Effendi S. Metode Penelitian Survei, Edisi
Revisi, PT Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta. 1989.
8. Sugiyono. Statistik untuk Penelitian, Cetakan Kesembilan,
CV AlfaBeta, Bandung. 2006.
9. Sukarto H. Sistem Transportasi, PT Mediatama Saptakarya, Jakarta.
2003.
10. Sistranas. Sistem transportasi Nasional, Departemen Perhubungan.
2005.
Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Ayam Buras pada Suhu
Kamar Ditinjau dari Jumlah Total Kuman, Kandungan Salmonella
Enteritidis, dan Kualitas Fisik
Effect of Storage Duration Native Chicken Eggs at Room Temperature Seen
from Total Total Germs, Salmonella Enteritidis Content, and Physical Quality
Dyah Widhowati
FKH Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya
abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh lama penyimpanan telur ayam buras pada suhu kamar terhsdsp jumlah total
kuman pada kulit dan isi telur dan kandungan Salmonella enteritidis serta kualitas fisik telur (pH, putih telur, tinggi rongga udara,
indeks putih telur dan nilai Haugh Unit. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan the post test- only control group
design yang terdiri dari 7 perlakuan dan 5 replikasi. Analisis data menggunakan Anova satu arah yang dilanjutkan dengan uji
LSD apabila terdapat perbedaan total kuman pada kulit telur yang tertinggi pada penyimpanan hari ke-13, sedangkan jumlah
total kuman pada isi telur yang tertinggi pada penyimpanan hari ke-7. Sedangkan uji kuman patogen Salmonella enteritidis pada
kulit dan isi telur negatif. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan nyata (p < 0,05) lama penyimpanan ditinjau dari jumlah
total pada kulit dan isi telur asam buras. Demikian juga dengan kualitas fisik telur terdapat perbedaan nyata (p < 0,05) lama
penyimpanan ditinjau dari pH, putih telur, tinggi rongga udara, indeks putih telur dan nilai Haugh unit.
Kata kunci: total kuman, Salmonella enteritidis, kulit telur, isi telur
abstract
This research aims to know the influence of the egg storing duration of buras hen at the room temperature to the total bacteria
count at the shell and egg extract, the contents of Salmonella enteritidis in the shell and egg extract and the physical quality of the
egg (pH egg-white, height of cavity, egg-white index and value of Haugh unit). The research plan used is the post test-only control
group design, consisting of 7 group and 5 replications. Data analysis use One Way Varians Analysis followed by LSD test when there
is significant difference. The result of research obtained the highest total bacterial count of the egg shell is at the 13 day storage,
whereas the highest total bacterial count of egg extract is at the 7 day storage. Patogen bacterial test Salmonella enteritidis on
the egg shell and egg extract result in negatif. Result show that there is significant difference (p < 0.05) of the duration of storage
observed from the total bacterial count on the egg shell and egg extract. So does the egg physic quality, significant difference are
found (p < 0.05) in the duration of storage observed from the egg-white pH, height of air cavity, egg-white index and Haugh unit
value.
Key words: total plate count, Salmonella enteritidis, hen's egg shell, hen's egg extract, Physical quality of egg
pendahuluan
Perkembangan perekonomian masyarakat dewasa ini
semakin meningkat, sehingga permintaan bahan pangan
yang bernilai gizi tinggi juga semakin meningkat. Dalam
rangka memenuhi tuntutan masyarakat akan kebutuhan
gizi, cara yang ditempuh Pemerintah dalam pembangunan
di bidang peternakan adalah pengadaan dan penyediaan
bahan makanan bergizi tinggi, yaitu susu, daging dan
telur (12) Telur adalah salah satu komoditi peternakan
yang merupakan sumber protein bagi manusia. Sebagai
bahan makanan, telur mempunyai beberapa kelebihan
yaitu mengandung semua zat gizi yang diperlukan tubuh,
rasanya enak, mudah dicerna dan dapat diolah menjadi
berbagai macam produk makanan. Menurut Krause
(1966) yang dikutip oleh (9), melaporkan bahwa sebutir
telur ayam segar mengandung 65,5% air, 11,9% protein,
9,3% lemak, 0,9% karbohidrat, beberapa Vitamin dan
mineral.
Kegemaran konsumen terhadap telur ayam buras
hingga saat ini tidak jauh berbeda dengan telur ayam ras,
bahkan beberapa konsumen lebih menyukai telur ayam
buras. Hal ini karena adanya kepercayaan bahwa khasiat
telur ayam buras lebih baik dibanding dengan telur ayam
ras, terutama bila dimakan dalam keadaan setengah
matang atau dalam keadaan mentah sebagai pelengkap
jamu dan minuman penambah kalori Susu Telur Madu
Jahe.3
Telur mempunyai sifat mudah rusak, terutama di
daerah tropis yang temperatur udaranya relatif tinggi.
Pada umumnya kerusakan telur ayam adalah akibat
mikroorganisme pada permukaan kulit telur yang
berhasil melakukan penetrasi ke dalam telur, atau karena
perubahan fisiologis dalam telur itu sendiri.4
Pencemaran telur ayam dapat terjadi setiap saat,
sejak telur di dalam tubuh induk ayam, setelah telur
dikeluarkan oleh induk sampai telur siap dikonsumsi.
Sumber kontaminasi telur ayam di dalam tubuh induk
disebabkan karena induk menderita Salmonellosis, hal
ini disebabkan karena bakteri Salmonella sp. berada di
dalam indung telur (ovarium) ayam yang kadang-kadang
kasus tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda klinis.
Sedangkan yang di luar tubuh induk umumnya berasal
dari tanah, kotoran ayam dan kandang yang mengandung
bakteri Salmonella. Selain itu juga pada saat pengemasan
telur, penanganan telur dalam transportasi dan proses
penyimpanan yang panjang.3
Pemilihan telur ayam konsumsi sampai saat ini masih
sangat sederhana, terutama pemilihan telur ayam buras
yang hanya berdasarkan besar-kecil dan kebersihan kulit
telur saja, yang mana seharusnya berdasarkan kualitas
telur. (1) melaporkan bahwa, untuk menentukan kualitas
telur, ada dua faktor yaitu: kualitas telur bagian luar dan
kualitas telur bagian dalam kualitas telur bagian luar
meliputi berat telur, kebersihan telur dan retak tidaknya
kulit telur, sedangkan kualitas bagian dalam meliputi
keadaan albumen, kuning telur, rongga udara.
Pengetahuan tentang jumlah dan jenis kuman tertentu
dalam bahan pangan, sangat penting dalam usaha
menghindari keracunan yang berasal dari makanan.
Keracunan makanan oleh bakteri pada umumnya karena
proliferasi bakteri atau produk toksin oleh bakteri di
dalam makanan. Keracunan makanan ada 2 macam
yaitu keracunan makanan tipe infeksi dan keracunan
makanan tipe intoksikasi. Pada tipe infeksi diperlukan
pertambahan jumlah bakteri untuk menimbulkan efek,
sedangkan pada tipe intoksikasi, toksin bakteri sudah ada
dalam makanan yang dikonsumsi. Contoh tipe infeksi
adalah keracunan makanan karena mengandung bakteri
Salmonella sp., Vibrio parahaemolyticus dan Escherichia
coli. Contoh tipe intoksikasi yaitu keracunan makanan
karena Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens,
Clostridium botulinum dan Bacillus cereus.8
Salmonelosis adalah salah satu keracunan makanan
yang sering ditemukan, di mana penyebabnya adalah
bakteri Salmonella sp, sumbernya adalah hewan ternak
dan produk-produknya. Salmonella sp. merupakan
bakteri yang bersifat patogen dan seharusnya tidak
boleh ditemukan pada kulit dan isi telur. Hal ini sesuai
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan pada tahun 1989, tentang batas maksimal
cemaran mikroba dalam makanan, bahwa jumlah total
kuman per gram atau per mililiter pada telur adalah 106
koloni dan kandungan Salmonella sp. pada telur harus
negatif6 menyatakan bahwa, Salmonella yang terdapat
pada telur ayam adalah Salmonella enteritidis. Selama
20 tahun terakhir ini, insidens penyakit karena Salmonella
enteritidis telah meningkat banyak di beberapa negara
Eropa dan Amerika, bahkan di negara Amerika Serikat
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 7–12
wabah Salmonelosis ini pada tahun 1994 menyerang
224.000 orang, hal ini disebabkan oleh kontaminasi es
krim oleh cairan telur yang mengandung Salmonella
enteritidis.10
materi dan metode
Telur ayam buras sebanyak 10 butir diperoleh
dari peternakan ayam buras, dibawa ke Laboratorium
Tropical Disease Centre Universitas Airlangga Surabaya.
Hal tersebut dilakukan selama 4 (empat) hari berturutturut. Kemudian 10 butir telur pertama dibagi menjadi
2 kelompok perlakuan, masing-masing 5 butir. Satu
kelompok (tanpa perlakuan) ditimbang dan langsung
diperiksa terhadap jumlah total kuman dan uji kuman
Salmonella enteritidis serta pengukuran kualitas telur
yang meliputi tinggi rongga udara, nilai HU, indeks putih
telur, dan pH putih telur. Sisanya 5 butir (kelompok I)
diberi perlakuan penyimpanan suhu kamar selama 1
hari pada suhu kamar. Setelah penyimpanan tersebut
telur ditimbang dan diperiksa terhadap jumlah total
kuman, uji kuman, patogen Salmonella enteritidis dan
pengukuran kualitas fisik. Sepuluh butir telur yang
diambil pada hari kedua dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu kelompok II dan III. Kelompok ketiga telur diberi
perlakuan penyimpanan 4 hari pada suhu kamar, dan
kelompok ketiga diberi perlakuan penyimpanan 7 hari
pada suhu kamar. Selanjutnya sama dengan yang tersebut
di atas setelah penyimpanan dilakukan penimbangan
dan diperiksa terhadap jumlah total kuman, uji kuman
patogen Salmonella enteritidis dan pengukuran kualifitas
fisik telur. Untuk pengambilan hari ketiga (10 butir),
telur dibagi menjadi kelompok IV dan Kelompok V.
Kelompok keempat telur diberi perlakuan penyimpanan
10 hari pada suhu kamar dan kelompok kelima, disimpan
selama 13 hari pada suhu kamar. Kemudian setelah
disimpan kelompok keempat dan kelima ini ditimbang
dan diperiksa seperti tersebut di atas. Dan yang terakhir
untuk pengambilan hari keempat, 5 butir telur disimpan
selama 16 hari pada suhu kamar. Setelah penyimpanan
tersebut diperiksa jumlah total kuman, uji kuman patogen
Salmonella enteritidis dan pengukuran kualitas fisik telur.
Penghitungan Jumlah Kuman Pencemar
Penghitungan jumlah kuman dilakukan dengan
metode Drop Plate.
Kulit Telur
Setiap butir sampel telur dimasukkan ke dalam beaker
glass yang sudah berisi pengaduk steril dan 50 ml NaCl
fisiologis yang steril. Telur yang di dalam beaker glass
tersebut kemudian dilakukan pengadukan selama 2 menit,
lalu dipindahkan ke conical tube dan disentrifuge dengan
kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Kemudian dengan
menggunakan mikropipet steril, diambil endapannya
sebanyak 0,5 ml dan dilakukan pengenceran dengan NaCl
Widhowati: Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Ayam Buras
fisiologis 4 ml (1:10), demikian seterusnya 1:100, 1:1000,
1:10.000, 1:100.000, 1:1.000.000.9
Menyediakan lempeng agar NA Letakkan 0,025 ml
bahan pemeriksaan pada lempeng agar NA yang telah
dikeringkan lebih dahulu dengan mikropipet. Posisi
mikro pipet diusahakan vertikal sehingga ujung pipet
tidak menyentuh permukaan medium tetapi tetesannya
menyentuh permukaan medium. Tetesan tersebut
dibiarkan menyebar sendiri pada permukaan medium
pada suhu kamar sampai bagian cair terserap semua
ke dalam medium agar. Keadaan tersebut satu bahan
pemeriksaan dengan 6 pengenceran yang berbeda
masing-masing dilakukan secara duplo (13) setelah
itu diinkubasikan dalam inkubator 37° C selama 24
jam dengan cara meletakkan keadaan terbalik (1).
Penghitungan jumlah kuman = rata-rata jumlah koloni ×
40 × 1/pengenceran.1,9
Isi Telur
Sampel isi telur diambil dengan memecah telur dan
isinya dimasukkan mengocok isi tersebut secara steril
supaya homogen, kemudian diambil sebanyak 0,5 ml
dengan mikropipet steril dan diencerkan menjadi I:10
dengan NaCI fisiologis steril sebanyak 4 ml. Demikian
seterusnya dibuat pengenceran 1:100 1:1000, 1:10.000,
1:1.00.000, 1:1.000.000. Kemudian perlakuan sama
dengan kulit telur dikultur pada NA. Sebagai kontrol
untuk kedua sampel tersebut diatas, kedalam sebuah
petridish steril dituangkan 1 ml larutan NaCI fisiologis
steril diteteskan pada media NA padat yang telah di
keringkan. Selanjutnya diinkubasikan ke dalam inkubator
37° C selama 24 jam.
Uji Kuman Salmonella enteritidis
Pemupukan dan Isolasi Kuman
Bahan pemeriksaan kulit telur dan isi telur dari
pengenceran 1:10 tersebut diatas 0,1 ml dengan
mikropipet steril, kemudian diteteskan media Salmonella
Shigella Agar (SSA = media selektif untuk bakteri
Salmonella sp.) yang telah kering permukaannya lalu
diratakan dengan spreader kemudian diinkubasikan
37° C selama 24 jam, diletakkan secara terbalik.
(gram). Telur ditimbang untuk mendapatkan nilai W,
baru dipecah untuk mendapat nilai H. Indeks Putih Telur
(IPT) ditentukan dengan mengukur tinggi dan diameter
putih telur tebal diatas kaca datar tanpa memisahkan dari
kuning telur dengan menggunakan sferometer dan jangka
sorong. Kemudian IPT dihitung dengan rumus: Tingg
putih telur kental dibagi dengan diameter rata-rata putih
telur. Derajat keasaman atau pH putih telur diukur pHnya dengan Spezial indikator 6,5–10,0.
Analisis Data
Untuk parameter uji kuman Salmonella enteritidis
dilakukan uji independen antara dua faktor dengan uji
chi kuadrat.4 Untuk parameter jumlah kuman pencemar
dan kualitas telur dilakukan analisis varian (Anova) yaitu
untuk mengetahui adanya perbedaan jumlah kuman
pada telur yang diberi perlakuan penyimpanan pada
suhu kamar selama 1 hari, 4 hari, 10 hari, 13 hari dan
16 hari, serta adanya perbedaan kualitas telur yang diberi
perlakuan penyimpanan pada suhu kamar selama 1 hari, 4
hari, 10 hari, 13 hari dan 16 hari. Bila terdapat perbedaan
yang bermakna, maka dilanjutkan dengan uji LSD.14
hasil dan pembahasan
Dari hasil analisis data dengan anova satu arah dengan
taraf signifikan 5% maka dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan di antara perlakuan, yaitu perlakuan sebelum
penyimpanan dan penyimpanan 1 hari, 4 hari, 7 hari, 10
hari, 13 hari dan 16 hari pada suhu kamar ditinjau dari
jumlah total kuman pada kulit telur.
Setelah diuji komparasi Ganda dengan LSD, diketahui
bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05) jumlah
total kuman kulit telur antara telur yang disimpan dalam
suhu kamar selama 10 hari, 13 hari dan 16 hari dengan
telur sebelum penyimpanan dan telur yang disimpan
selama 24 jam, serta 96 jam.
Perbedaan jumlah tersebut karena disebabkan
karena kuman yang berada pada kulit yang sebelum
penyimpanan (1 jam) dan 24 jam, sel kumannya masih
dalam fase penyesuaian diri dengan lingkungan yang
baru, dan pada penyimpanan 96 jam, sel kumannya dalam
Uji Biokimia
Koloni yang tumbuh pada media SSA diinokulasikan
masing-masing pada media:
Kligler Iron Agar (KIA),Sulfit Indol Motility
(SIM),Lysin Indol Motility (LIM), Media Simmon's
Citrate Agar (SCA), Uji gula-gula yaitu glukosa, laktosa,
arabinosa, rhamnosa, dulcitol dan ornithin decarboxyl.
Pengujian Kualitas Telur
Uji kualitas telur terdiri dari tinggi rongga udara,
nilai Haugh Unit, pH putih telur dan indeks putih telur.
Nilai Haugh Unit dihitung dengan rumus: HU = 100
log (H+7,57 – 1,7W0.37) H = tinggi putih telur kental
yang diukur dengan sferometer (mm), W = berat telur
Tabel 1.Hasil Penghitungan Rataan Jumlah Total Kuman
pada Kulit Telur Ayam yang Disimpan pada
Suhu Kamar
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
Lama
Penyimpanan
1 jam
1 hari
4 hari
7 hari
10 hari
13 hari
16 hari
Bataan jumlah total kuman
per ml pada kulit t SD
480 ± 334,664
26800 ± 6723,095
540000 ± 240000
69200000 ± 11099549,54
80400000 ± 19359752,06
132000000 ± 95498691,09
131200000 ± 110612838,3
10
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 7–12
Tabel 2.Hasil Penghitungan Rataan Jumlah Total Kuman
pada Isi Telur yang Disimpan pada Suhu Kamar
Lama
Perlakuan
Penyimpanan
P0
P1
P2
P3
P4
P5
P6
1 jam
1 hari
4 hari
7 hari
10 hari
13 hari
16 hari
Rataan jumlah kuman
per ml pada isi telur ± SD
0
4440 ± 2459,268
276000 ± 89888,820
230400000 ± 112742183,800
36600000 ± 20107709,960
800000 ± 424264,069
156560000 ± 61637391,250
fase pembelahan awal, akibatnya pertambahan jumlah sel
dari ketiga perlakuan tersebut tidak terlalu tinggi.
Dari hasil analisis data dengan anova satu arah dengan
taraf signifikan 5% maka dapat bahwa terdapat perbedaan
di antara perlakuan. Selanjutnya untuk mengetahui lama
penyimpanan yang mana yang berbeda, maka dilanjutkan
dengan Uji Komparasi Ganda (LSD). Hasilnya adalah
terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05) jumlah total
kuman isi telur antara telur yang disimpan dalam suhu
kamar selama 7 hari dan 16 hari, dengan telur sebelum
penyimpanan (1 jam) dan telur yang disimpan selama 1
hari, 4 hari, 10 hari serta 13 hari.
Hasil penghitungan jumlah total kuman pada isi
telur yang disimpan pada suhu kamar diketahui bahwa,
sebelum penyimpanan sampai penyimpanan telur selama
168 jam terjadi kenaikan jumlah total kuman pada
isi telur, hal tersebut karena hampir sama alasannya
dengan jumlah total kuman pada kulit telur. Kemudian
secara perlahan jumlah kuman menurun sampai pada
penyimpanan selama 13 hari, hal tersebut kemungkinan
karena beberapa kuman mati akibat produk metabolisme
kuman, atau karena selaput telur yang mulai mengering
dan putih telur mencair sehingga bahan makanan untuk
kuman berkurang. Pada penyimpanan selama 16 hari
jumlah kuman meningkat kembali, hal ini karena putih
dan kuning telur sudah mencair, sehingga merupakan
media bagi bakteri pembusuk untuk berkembang biak.
Hasil Uji Kuman Patogen Salmonella enteritidis pada Telur
Ayam Buras yang Disimpan pada Suhu Kamar
Dari hasil kultur dapat diketahui bahwa uji kuman
patogen Salmonella enteritidis yang dilakukan pada kulit
telur dan isi telur, sebelum penyimpanan dan setelah
penyimpanan selama 1 hari, 4 hari, 7 hari, 10 hari, 13 hari
dan 16 hari, dalam suhu kamar, tidak ada pertumbuhan
kuman patogen tersebut. Hal tersebut kemungkinan
peternakan ayam buras tempat pengambilan sampel
mempunyai ayam yang bebas Salmonelosis, kemungkinan
feces, tempat bertelur, tanah atau debu di sekitar kandang
juga tidak mengandung bakteri Salmonella enteritidis.
Selain itu sistem pemeliharaan ayam di peternakan tidak
memungkinkan ayam mencari makanan atau minuman di
sekitar kandang yang tercemar oleh bakteri Salmonella sp.
Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Telur Ayam Buras yang
Disimpan pada Suhu Kamar
Telur sejak dikeluarkan dari kloaka, akan mengalami
perubahan-perubahan akibat pengaruh lama penyimpanan
dan lingkungan penyimpanan (temperatur dan
kelembaban).
Dari hasil Analisis data dengan anova satu arah
dengan taraf signifikan 5% maka daoat diketahui
bahwa terdapat perbedaan antara perlakuan sebelum
penyimpanan dan penyimpanan 1 hari, 4 hari, 7 hari, 10
hari, 13 hari dan 16 jam pada suhu kamar ditijau dai Ph
putih telur ayam.
Selanjutnya untuk mengetahui lama penyimpanan
yang mana yang berbeda, maka dilanjutkan dengan uji
kompetensi ganda dengan LSD. Hasilnya adalah terdapat
perbedaan yang nyata (p < 0,05) Ph putih telur antara:
– Telur yang disimpan dalam suhu kamar selama 4
hari, 7 hari, 10 hari, 13 hari dan 16 hari dengan telur
sebelum penyimpanan
– Telur yang disimpan dalam suhu kamar selama 10
hari dengan penyimpanan selama 1 hari
– Telur yang disimpan selama 13 hari dengan
penyimpanan selama 1 hari, 4 hari, 7 hari, 10 hari dan
16 hari.
Kenaikan pH putih telur tergantung pada keseimbangan
antara carbondioksida, ion karbonat dan ion carbonat.
Semakin lama penyimpanan tekur maka, semakin lama
carbondioksida hilang dari dalam telur melalui pori-pori
kulit, akibatnya konsentrasi ion bicarbonat menjadi turun,
sehingga sistem buffer menjadi terganggu dan pH putih
telur menjadi basa.
Hasil analisis data dengan anova satu arah
dengan taraf signifikan 5% dapat diketahui bahwa
Tabel 3.Hasil Pengukuran pH Putih Telur yang
Disimpan pada Suhu Kamar
No.
1
2
3
4
5
X
SD
P0
9,0
9,0
8,7
8,7
8,7
8,82
0,164
P1
9,0
9,0
9,0
9,0
9,0
9,0
0
P2
9,0
9,0
9,0
9,5
9,5
9,2
0,274
P3
9,0
9,0
9,5
9,5
9,5
9,3
0,274
P4
9,5
9,0
9,5
9,5
9,5
9,4
0,224
P5
10,0
10,0
10,0
9,5
9,5
9,8
0,374
P6
9,5
9,5
9,0
9,0
8,7
9,14
0,351
Tabel 4.Hasil Pengukuran Tinggi Rongga Udara Telur
Ayam yang Disimpan dalam Suhu Kamar
No.
1
2
3
4
5
X
SD
PO
4,022
3,530
3,435
3,545
3,600
3,626
0,229
P1
5,050
4,450
5,073
4,520
4,971
4,813
0,303
P2
6,010
6,085
5,530
5,575
4,990
5,638
0,439
P3
7,875
8,073
6,951
6,825
8,015
7,548
0,608
P4
10,030
8,980
10,090
9,250
9,160
9,502
0,519
P5
9,930
10,156
11,037
10,275
11,015
10,483
0,511
P6
10,980
11,146
11,825
11750
12,019
11,544
0,454
Widhowati: Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Ayam Buras
11
terdapat perbedaan di antara perlakuan yaitu, sebelum
penyimpanan, penyimpanan 1 hari, 7 hari, 13 hari dan
16 hari pada suhu kamar ditinjau dari tinggi rongga
udara pada telur. Selanjutnya untuk mengetahui lama
penyimpanan mana yang berbeda, maka dilanjutkan
dengan uji komparasi Ganda (LSD). Hasilnya adalah
terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05) tinggi rongga
udara telur pada semua perlakuan (sebelum penyimpanan
dan sesudah penyimpanan), kecuali pada penyimpanan
selama 13 hari dan 16 hari.
Hasil pengukuran tinggi rongga udara telur ayam pada
suhu kamar didapatkan, bahwa dengan bertambahnya
waktu simpan, maka terjadi kenaikan tinggi rongga
udara telur. Hal ini karena semakin lama telur disimpan
dalam suhu tinggi, maka semakin banyak penguapan isi
telur, sehingga makin panjang jarak pertautan antara dua
membrane kerabang telur, akibatnya semakin besar nilai
tinggi rongga udara dalam telur tersebut.
perbedaan di antara perlakuan yaitu, telur sebelum
penyimpanan telur yang disimpan selama 1 hari, 7 hari,
10 hari, 13 hari dan 17 hari pada suhu kamar, ditinjau
dari nilau HU pada telur.
Setelah dilanjutkan dengan uji komparasi Ganda
(LSD), hasilnya adalah terdapat perbedaan yang nyata
(p < 0,05) nilai Haugh unit di antara semua perlakuan
(sebelum penyimpanan dan sesudah penyimpanan),
kecuali perlakuan penyimpanan selama 1 hari dan 4 hari.
Nilai Haugh unit pada telur yang disimpan pada suhu
kamar diketahui, bahwa dengan bertambahnya waktu
simpan maka semakin rendah nilai Haugh unit. Keadaan
tersebut karena semakin lama telur disimpan, maka
semakin banyak penguapan carbondioksida dan air.
Hasil Pengukuran Indeks Putih Telur (cm) Ayam yang
disimpan dalam suhu kamar
1. Terdapat perbedaan jumlah total kuman pada kulit
telur pada berbagai lama penyimpanan telur ayam
buras pada suhu kamar.
2. Terdapat perbedaan jumlah total kuman pada isi telur
pada berbagai lama penyimpanan telur ayam buras
pada suhu kama
3. Terdapat perbedaan kualitas fisik telur yang terdiri
dari pH putih telur, tinggi rongga udara, indeks
putih telur dan nilai Haugh unit, pada berbagai lama
penyimpanan telur ayam buras pada suhu kamar.
Hasil analisis data dengan anova satu arah dengan
taraf signifikan 5%, maka dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan di antara perlakuan, yaitu perlakuan pada
telur sebelum penyimpanan, telur yang disimpan selama
1 hari, 4 hari, 7 hari, 10 hari, 13 hari dan 17 hari, yang
disimpan pada suhu kamar ditinjau dari indeks putih telur
pada telur ayam buras.
Setelah diuji komparasi Ganda dengan LSD, diketahui
bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p < 0,05)
indeks putih telur di antara semua perlakuan (sebelum
penyimpanan dan sesudah penyimpanan), kecuali
perlakuan penyimpanan selama 13 hari dan 17 hari.
Hasil pengukuran indeks putih telur yang disimpan
dalam suhu kamar diketahui, bahwa makin bertambahnya
waktu simpan telur, maka akan terjadi penurunan
nilai indeks putih telur. Hal ini karena semakin lama
penyimpanan telur, maka semakin banyak terlepasnya
carbondioksida, sehingga PH putih telur menjadi semakin
basa, akibatnya protein yang membentuk jala (ovomucin)
akan rusak dan pecah-pecah karena hidrolisa alkalis,
dengan demikian bagian putih telur menjadi encer dan
nilai indeks putih telur menjadi semakin turun.
Hasil Analisis data dengan anova satu arah dengan
taraf signifikan 5% dapat diketahui bahwa terdapat
Tabel 5.Hasil Pengukuran Nilai Haugh Unit Telur Ayam
Suhu kamar
No.
1
2
3
4
5
X
SD
PO
91,200
92,572
86,534
87,477
89,976
2,533
2,533
P1
86,463
82,624
88,018
86,929
85,400
85,885
2,056
P2
83,467
83,155
84,487
84,646
82,737
83,689
0,836
P3
79,077
73,815
77,415
79,940
76,110
77,271
2,434
P4
70,355
72,057
68,895
68,511
69460
69,460
1,413
P5
60,691
52,750
56,902
54,070
60,086
56,900
3,527
P6
47,726
44,027
45,438
54,728
42,651
45,114
1,907
simpulan dan saran
Sinpulan
Saran
Perlu dilakukan penelitian serupa dengan
menggunakan lebih dari satu macam telur (ayam buras
dan ras) dan berbagai macam suhu penyimpanan serta
identifikasi kuman yang lain pada kulit dan isi telur.
daftar pustaka
1. Neisheim MC, Richard EA, Leslie EC. Poultry Production. Lea and
Febiger. London. 1979; pp. 285–318.
2. Wasito EB. Penghitungan Jumlah Kuman Dalam Cawan. Majalah
Teknologi Kesehatan Indonesia. 1986, 1(2): 6–11.
3. Jekti RP. Pencemaran Bahan Makanan oleh Mikroba. Cermin
Dunia Kedokteran, 1990; 62: 33–35.
4. Sudjana, 1992. Metode Statistika. Edisi 5. Penerbit Tarsito
Bandung.
5. Fardiaz S. Analisis Mikrobiologi Pangan. Raja Grafindo Persada.
Jakarta. 1993; hal. 35­43.
6. Henzler DJ, Ebel E, Sanders J, Kradel D, Mason J. Salmonella
enteritidis in Egg from Comersial Chicken Layer Flocks
Implicated in Human Outbreak. Avian Diseases. 1994; 38(1):
37–43. (Abs)
7. Hobbs BC, D Roberts. Food Poisoning and Food Hygiene. St.
Edmundsbury Press Ltd. The United Kingdom. 1993; p. 27–28, 70–72,
98–99.
8. Kartini AY, Astrawinata DAW. Diagnosis Laboratorium pada
Keracunan Makanan oleh Beberapa Mikroorganisme. Majalah
Medika 1994; No. 8, tabun XX. Agustus. Hal 49.
9. Salamun. Evaluasi terhadap beberapa aspek mikroflora kulit
telur ayam ras yang dijual di pasaran. Jurnal Penelitian Universitas
Airlangga. Surabaya. 1994; hal. 66–71.
12
10. Anonim, 1996. Munculnya Penyakit dari Makanan. Majalah Medika
no. 11 tahun XXII Nov. hal 910.
11. Purnomowati S. Perlakuan perendaman telur konsumsi dalam
bahan cair mendidih terhadap kualitas fisiknya. Skripsi Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas Airlanega. 1996; Surabaya.
hal. 6–22.
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 7–12
12. Soedjana TD. Perkembangan konsumsi daging dan telur ayam
di Indonesia. Media Komunikasi &Informasi Pangan. 1996; 8(29):
79–81.
13. Samosir DJ, T Sudaryani. Mengatasi Permasalahan Beternak
Ayam. Penebar Swadaya. 1997; hal. 14–15.
14. Astawan M. Telur Tidak Benar Penyebab Kolesterol. Majalah
Sartika, 1998; hal. 79–81.
13
Stabilitas Hasil pada Generasi Segregasi F­5, F6 dan F7 Beberapa
Genotipe Kedelai
Stability of the Generation segregation F 5 , F 6 and F 7 Some Soybean
Genotypes
Fathurrahman1, Siswoyo TA2, dan Poerwoko MS3
1 Mahasiswa Pascasarjana Unej Jember
2 Dosen Pascasarjana Unej Jember
3 Dosen Pascasarjana Unej Jember
abstrak
Penelitian untuk mengetahui stabilitas sembilan genotipe pada generasi F5, F6 dan F7, yaitu genotipe Unej-1, Unej-2, Polije-1,
Polije-2, Polije-3 dan Polije-4 serta Malabar, Wilis dan Gepak Kuning sebagai pembanding, telah dilakukan di lahan percobaan
Fakultas Pertanian Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi mulai bulan Februari sampai Juni 2012. Penelitian menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan uji stabilitas teori Eberhart dan Russell dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Genotipe Polije-1, Polije-2 dan Polije-3 menunjukkan kestabilan dalam semua parameter, dan dapat direkomendasikan untuk
dikembangkan dan diproduksi dalam jumlah besar di masyarakat.
Kata kunci: kedelai, stabilitas produksi, seleksi genotipe/varietas
abstract
The experiments were conducted to determine the stability of soybean yields in the generation F5, F6 and F7 of the nine
genotypes were tested, namely Unej 1, Unej 2, polije 1, Polije 2, Polije 3, and Polije 4 as genotype promising lines and three strains
comparison, namely Malabar, Wilis and Gepak Kuning. which began in February until June 2012. This study used a randomized
complete block design (RCBD) each generation, followed by an analysis of homogeneity testing and stability testing according to
Eberhart and Russell, with three replications. The results showed that Genotypes tested, turned out to Polije genotypes 1, 2, and
Polije 3, showing stability in all parameters on the observations, whereas the other genotypes only on the parameters of observation
only. It can be concluded that Polije genotypes 1, Polije 2 and Polije 3 which is one of the superior genotypes, can be recommended
to be developed and produced in large quantities in the community.
Key words: soybean, yield stability, improved varieties
pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu penghasil kedelai
yang strategis. Upaya berswasembada kedelai tidak
hanya bertujuan memenuhi kebutuhan pangan, tetapi
untuk mendukung agroindustri, menghemat devisa dan
mengurangi ketergantungan terhadap impor. Langkah
swasembada harus ditempuh karena ketergantungan yang
semakin besar pada impor yang bisa menjadi musibah
terutama harga dari komoditas kedelai mahal akibat stok
menurun (Baharsjah et al., 2004).
Menurut Rahayu et al. (2006), peran penting kedelai
adalah sebagai sumber protein, vitamin dan mineral yang
dapat dikonsumsi langsung atau dibuat produk turunan,
misalnya sebagai bahan baku susu, kecap, taoco dan
lain-lain.
Upaya meningkatkan produksi, daya saing dan
produktivitas kedelai dapat dicapai melalui penggunaan
benih unggul bermutu dan meningkatkan populasi
tanaman. Penggunaan varietas unggul yang mempunyai
adaptasi luas terhadap pola tanam dan kondisi setempat
merupakan faktor penting. Varietas kedelai mempunyai
sifat respons baik terhadap daerah maupun generasi lain
(Mursito, 2003).
Stabilitas hasil merupakan ragam hasil di suatu lokasi
sepanjang waktu. Analisa stabilitas dilakukan dengan
memakai data hasil dari sejumlah generasi pengujian
di mana teknik analisisnya merupakan teknik analisa
kestabilan berdasarkan analisis gabungan (Kasno, 1986).
Mekanisme stabilitas secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam empat hal, yaitu heterogenitas
genetik, kompensasi komponen hasil, ketanggangan
terhadap deraan stress tolerance dan daya pemulihan
yang cepat terhadap penderaan. Dalam hubungan ini
stabilitas diartikan sebagai kemampuan dari suatu
genotipe untuk menghindari perubahan hasil yang besar
di berbagai generasi (Kasno, et al. 1997).
Berbagai cara telah digunakan untuk menilai
stabilitas genotipe di rentang generasi yang berbeda.
Teknik yang umum dipakai adalah teknik regresi (Kasno,
1986). Uji stabilitas hasil merupakan salah satu metode
pengujian yang dilakukan pada galur-galur tanaman,
khususnya galur kedelai yang akan dilepas menjadi suatu
varietas yang akan direkomendasikan, apakah galur
14
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 13–17
kedelai tersebut sudah mempunyai stabilitas hasil yang
baik sehingga dapat digunakan oleh petani.
bahan dan metode
Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas
Pertanian Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi,
kelurahan Kebalenan kecamatan Banyuwangi kabupaten
Banyuwangi, dengan ketinggian tempat ± 43 meter di
atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan mulai
bulan Februari sampai Juni 2012.
Bahan yang digunakan meliputi sembilan macam
genotipe yaitu genotipe Unej 1, Unej 2, Polije 1, Polije
2, Polije 3, Polije 4, Malabar, Wilis dan Gepak Kuning.
Bahan-bahan lainnya adalah pupuk Urea, SP-36, KCl,
Insektisida Decis 25 EC, Lannate dan Dithane M-45,
Pupuk daun Herbafarm, Colocron dan Furadan 3G.
Peralatan yang digunakan adalah gelas ukur, timbangan
analitik, tangki semprot, timba, dan gunting stek.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
pola dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
perlakuan sembilan genotipe pada generasi F5, F6 dan
F7, di mana setiap perlakuan menggunakan tiga ulangan.
Data penelitian dianalisis dengan model rumusan:
Y = m + gi + bj + eij
i = 1, 2, 3,..., 9 j = 1, 2, 3
Dalam hal ini:
Y : Pengamatan genotipe ke-i pada blok ke-j
µ : Nilai tengah populasi
gi : Pengaruh perlakuan genotipe ke-i (i = 1,2,3,...,9)
bj : Pengaruh dari blok ke-j (j = 1,2,3)
eij : Pengaruh galat percobaan dari genotipe ke-i pada
: blok ke-j.
Tahapan metode analisis yang dilakukan adalah:
a. Membuat Analisis Ragam RAK Generasi F5, F6
dan F7, apabila terdapat hasil yang berbeda nyata
dilakukan uji Scott-Knott pada taraf 5%
b. Membuat Analisis Pengujian Homogenitas;
1. Uji khi-kuadrat untuk homogenitas ragam galat,
dengan uji Bartlett’s (Gomes dan Gomes, 1984),
yaitu penduga ragam gabungan:
k
S2 p = ∑ S12 /k
t=1
2. Nilai Uji khi kuadrat:
2
X2X= =
k
2
(2,3026)(f)(k log S2 p t=1
∑ log S1
1+
{(k+1)/3kf}
3. Uji F, pengujian beda nyata pengaruh g dan
interaksinya (g × s), yaitu:
F (g) = KTg / KTe
F(gxs) = KTgxs / KTe
hasil dan pembahasan
Genotipe yang diuji menunjukkan perbedaan
produktivitas dari segi agronomis, perbedaan ini selain
dipengaruhi teknik budi daya atau tindakan agronomi
juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, salah satunya
kesuburan tanah. Menurut Musa (1978), hasil biji per
tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh genotipe tetapi
juga dipengaruhi oleh teknik budi daya atau tindakan
agronomi yang diterapkan serta keadaan lingkungan
tumbuh yang lain, salah satunya adalah perbedaanperbedaan dalam kesuburan tanah.
Genotipe yang berbeda akan menunjukkan
penampilan yang berbeda setelah berinteraksi pada
generasi tertentu di mana faktor generasi juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman sampai dengan
pemasakan buah (Mursito, 2003).
Dalam pemuliaan untuk memperoleh varietas-varietas
yang berdaya hasil tinggi tidaklah mudah. Hasil dapat
didekati dari segi komponen hasil yang berupa jumlah
tanaman per hektar, jumlah polong per tanaman, jumlah
biji per polong dan berat 100 biji (Sumarno dan Harnoto,
1991). Analisis penelitian ini menggunakan Analisis
Varians untuk semua pendugaan parameter mulai
generasi F5, F6 dan F7 pada taraf 5% dan 1%. Analisis
tersebut untuk mengetahui pengaruh masing-masing
genotipe serta interaksinya pada semua parameter dan
semua generasi. Uji Scott-Knott pada taraf 5% dilakukan
bila masing-masing genotipe menunjukkan perbedaan
nyata. Nilai F-hitung untuk semua parameter tampak
pada Tabel 1.
Tabel 1.Nilai F hitung Parameter yang Diamati pada
Generasi F5, F6, dan F7
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Parameter
Tinggi Tanaman
Cabang Produktif
Jumlah Buku Produktif
Jumlah Polong per
Tanaman
Jumlah Biji per Tanaman
Berat 100 biji
Berat Biji per Tanaman
Berat Biji per Petak
F-hitung
F5 F6
F7
4,01* 30,82* 4,94*
5,42* 1,06ns 5,45*
1,40ns 2,73ns 1,49ns
21,97** 3,72* 8,78*
20,95**
33,36**
12,82**
12,81**
20,26** 3,17ns
17,21** 24,18**
8,40** 4,10*
8,41** 15,98*
(*): Berbeda nyata (**): Berbeda sangat nyata (ns): Tidak Berbeda
nyata
F Tabel 5% = 2,59; F Tabel 1% = 3,89
Tabel 1 menunjukkan hasil F-hitung untuk parameter
tanaman yang diamati selain cabang produktif dan
buku produktif, adalah berbeda sangat nyata. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup
besar di antara genotipe yang diamati. Berdasarkan hasil
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa keragamannya
cukup tinggi. Poespodarsono (1988) menyatakan bahwa
Fathurrahman, dkk.: Stabilitas Hasil pada Generasi Segregasi
semakin besar atau semakin beragam tanaman dalam
suatu populasi, akan semakin besar kemungkinan
memperoleh individu yang di-inginkan.
Genotipe yang berbeda nyata ataupun sangat nyata
dilakukan uji lanjut Scott-Knott pada taraf 5% seperti
pada Tabel 2. Hasil pengamatan terhadap semua
parameter yang diuji dengan Scott-Knott menunjukkan
perbedaan sangat nyata untuk parameter tinggi tanaman,
jumlah polong per tanaman, jumlah biji per tanaman,
berat 100 biji dan berat biji per tanaman. Hal ini
dikarenakan sifat-sifat genetik dan peranan gen yang ada
15
pada masing-masing genotipe berbeda-beda, sehingga
respons pada masing-masing generasi akan berbeda pula.
Menurut Harun dan Ammar (2001) jumlah biji pada
setiap tanaman kedelai yang ada sangat ditentukan oleh
jumlah polong dan ukuran polongnya. Oleh karena
itu, dengan semakin banyaknya polong pada tanaman
kedelai, maka jumlah biji yang ada akan semakin banyak
per tanaman. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa, karakter
berat 100 biji, berat biji per tanaman, jumlah polong per
tanaman dapat digunakan sebagai kriteria dalam seleksi
untuk perbaikan hasil kedelai. Secara teoritis, ketiga
Tabel 2.Hasil Analisis Uji Gugus Scott-Knott Generasi F5, F6 dan F7
Parameter yang Diamati pada F5
Genotipe
Unej-1
Unej-2
Polije-1
Polije-2
Polije-3
Polije-4
Malabar
Wilis
Gepak Kuning
Tinggi
Tanaman (cm)
∑ Cabang
Produktif
1
70,07a
61,90a
60,57a
51,40b
47,43b
47,77b
44,87b
81,73a
64,40a
2
3
4
5
6
7
8
6,13a
8,20a
6,93a
6,80a
6,33a
6.97a
6,90a
4,60b
5,33b
46,13
52,90
53,50
42,47
37,20
39,53
38,10
33,87
43,63
106,47b
169,80a
112,27b
115,40b
97,53c
97,73c
93,60c
105,47b
92,03c
271,70b
385,27a
283,63b
290,83b
245,47d
245,97c
226,00d
234,70d
190,97d
15,50a
12,85b
16,13a
16,89a
16,21a
16,13a
13,15b
7,82c
8,77c
40,78a
42,19a
38,17a
40,84a
33,12b
33,63b
34,84b
21,70c
16,16c
9,68a
10,02a
9,07a
9,70a
7,86b
7,99b
8,28b
5,16c
3,83c
Berat 100
Biji (g)
6
14,14a
11,33b
13,78a
15,21a
14,12a
12,59a
15,33a
7,14b
9,05b
Berat biji/
tanaman (g)
7
20,14a
30,67a
22,32a
19,58b
19,73b
23,16a
19,69b
16,23b
16,12b
Berat biji/
petak (kg)
8
4,78b
7,28a
5,30b
4,65b
4,69b
5,50b
4,68b
3,85b
3,83b
Berat 100
Biji (g)
6
14,82a
10,61b
14,47a
15,29a
14,68a
15,13a
14,38a
9,62b
9,39b
Berat biji/
tanaman (g)
7
40,02b
29,77c
45,16a
49,69a
40,17b
50,10a
38,08b
38,01b
39,37b
Berat biji/
petak (kg)
8
9,64b
8,87c
10,55a
11,55a
9,89b
12,75a
9,40b
9,42b
9,55b
∑ Buku
Produktif
∑ Polong/
tanaman
∑Biji/
tanaman
Berat 100
Biji (g)
Berat biji/
tanaman (g)
Berat biji/
petak (kg)
Parameter yang Diamati pada F6
Tinggi
Tanaman (cm)
1
Unej-1
46,87c
Unej-2
76,33a
Polije-1
52,90c
Polije-2
55,23c
Polije-3
55,33c
Polije-4
53,03c
Malabar
48,63c
Wilis
81,13a
Gepak Kuning
62,70b
Genotipe
∑ Cabang
Produktif
2
3,87
5,33
3,73
3,43
3,73
12,70
3,60
4,53
5,47
∑ Buku
Produktif
3
31,80b
46,57a
27,73b
26,60b
30,63b
23,70b
27,33b
31,87b
43,20a
∑ Polong/
tanaman
4
67,77c
202,63a
66,40c
59,37c
61,83c
77,73c
60,60c
104,40b
88,57b
∑ Biji/
tanaman
5
153,70c
322,84a
163,87c
144,80c
154,90c
199,50b
145,00c
225,67b
181,77b
Parameter yang Diamati pada F7
Tinggi
Genotipe
Tanaman (cm)
1
Unej-1
85,03b
Unej-2
101,93a
Polije-1
87,60b
Polije-2
86,87b
Polije-3
85,03b
Polije-4
91,10b
Malabar
85,87b
Wilis
88,63b
Gepak Kuning
92,47b
∑ Cabang
Produktif
2
6,37b
6,43b
6,47b
6,00b
5,63b
7.00b
6,07b
8,33a
7,83a
∑ Buku
Produktif
3
47,30
53,87
56,10
56,63
43,93
53,17
49,27
65,80
53,83
∑ Polong/
tanaman
4
112,80b
133,70b
132,63b
133,40b
104,67b
132,73b
107,87b
210,00a
206,77a
∑ Biji/
tanaman
5
286,77b
295,03b
332,67b
345,10b
277,20b
339,43b
329,67b
392,13a
441,03a
Angka yang diikuti huruf yang sama pada grafik menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Scott-Knott 5%.
1 = Tinggi tanaman (cm); 2 = Jumlah Cabang Produktif; F6 adalah Jumlah Buku Produktif; 3 = jumlah polong per tanaman; 4 = jumlah biji
pertanaman; 5 = berat per 100 biji (g); 6 = berat biji per tanaman (g); dan 7 = berat biji per petak (kg)
16
karakter tersebut berperan penting terhadap karakter
hasil tanaman. Pada tanaman kedelai, berat biji setiap
tanaman dipengaruhi secara langsung oleh jumlah biji
setiap tanaman dan ukuran biji. Jika dihubungkan dengan
ketiga karakter di atas, maka karakter jumlah polong per
tanaman dan jumlah biji per tanaman berkaitan dengan
jumlah biji, sedangkan karakter berat 100 biji berkaitan
jumlah biji per tanaman maupun per petak.
Jumlah cabang yang banyak akan menyebabkan
peningkatan jumlah buku, yang memungkinkan
dihasilkannya polong dengan jumlah yang banyak.
Sehingga dapat dihasilkan biji yang banyak untuk setiap
tanaman. Namun tanaman kedelai yang memiliki cabang
yang banyak cenderung tanamannya besar, kanopinya
lebih luas, sehingga memerlukan ruang tumbuh yang
lebih luas.
Pada Tabel 2, pada generasi F5 jumlah polong
pertanaman tertinggi ada pada genotipe Unej-2 dengan
170 polong/tanaman, hal ini juga berimbas pada berat
biji/tanaman di mana Unej-2 memiliki berat lebih tinggi.
Namun nilai berat 100 biji pada genotipe Unej-2 tersebut
rendah yaitu 12,85 g dibandingkan dengan genotipe
unggulan lainnya Unej-1, Polije-1, Polije-2, Polije-3 dan
Polije-4, yang masing-masing beratnya 15,5 g, 16,13
g, 16,89 g, 16,21 g, dan 16,13 g. Sedangkan varietas
pembanding, Gepak Kuning memiliki nilai terendah
pada jumlah polong dengan 92 polong/tanaman, hal ini
dapat mempengaruhi jumlah biji/tanaman, berat 100
biji, berat biji per tanaman dan berat biji per petak yang
semuanya rendah.
Pada generasi F6, jumlah polong pertanaman tertinggi
juga sama seperti pada generasi F5, yaitu genotipe Unej 2
dengan 202 polong/tanaman, hal ini juga berimbas pada
berat biji/tanaman di mana Unej 2 memiliki berat lebih
tinggi. Namun nilai berat 100 biji pada genotipe Unej
2 tersebut rendah yaitu 11,33 g dibandingkan dengan
genotipe unggulan lainnya.
Sedangkan pada generasi F 7, jumlah polong
pertanaman tertinggi ada pada genotipe ke-8 (Wilis)
dengan 210 polong/tanaman, Namun nilai berat 100 biji
pada genotipe tersebut rendah, yaitu 9,62 g, sehingga
berat biji yang dihasilkan hanya 38 g/tanaman (lebih
tinggi setingkat dibandingkan dengan Unej-2 yang hanya
29.77 g). Sebaliknya untuk genotipe dengan berat 100 biji
yang tertinggi (Polije-2 = 15.29 g), dan memiliki berat
biji/tanaman sebesar 49,69 g.
Genotipe Polije-4 yang memiliki berat biji/
tanaman tertinggi (50.1 g), dan beberapa karakter
komponen hasilnya mempunyai nilai tinggi juga,
seperti berat 100 biji (= 15.1 g; terendah = 9.4 g
(Gepak Kuning), jumlah biji setiap polong (= 339.4;
terendah 295 (Unej 2) dan tertinggi = 441 (Gepak
Kuning), jumlah polong setiap buku produktif
(= 132.7; terendah = 104.7 (Polije 3) dan tertinggi =
210 (Wilis)). Sedangkan jumlah cabang produktif
termasuk tinggi dibandingkan genotipe yang lain
(= 7.0; terendah 5.6 (Polije 3) dan tertinggi = 8.3 (Wilis).
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 13–17
Keadaan yang sama terjadi juga pada genotipe Polije
2 dengan berat biji/tanaman yang juga tinggi (49.7 g).
Hal ini menunjukkan bahwa ukuran biji yang besar tidak
menjamin secara langsung dihasilkannya berat biji/
tanaman yang tinggi, karena ukuran biji yang tergambar
pada karakter berat 100 biji berkorelasi secara negatif
dengan jumlah biji setiap tanaman. Oleh karena itu
peningkatan hasil dapat dicapai dengan meningkatkan
berat 100 biji atau meningkatkan jumlah biji setiap
tanaman (Poerwoko, 1995).
Untuk membandingkan masing-masing generasi
F5, F6 dan F7 dihitung lebih lanjut dengan Uji Bartlett’s
untuk menghomogenkan ragam galat pada tanaman uji
dan menggunakan Uji Stabilitas hasil dengan analisis
regesi model Eberthart dan Russell.
Rangkuman uji Barlets, pada Tabel 3.
Dari Tabel 3, data yang homogen hanya pada
parameter jumlah buku produktif dan berat 100 biji,
sedangkan parameter yang lain tidak homogen. Dari
Tabel 3.Uji Homogenitas Ragam pada semua Parameter
generasi F5, F6 dan F7
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Parameter
Tinggi Tanaman
Cabang Produktif
Jumlah Buku Produktif
Jumlah Polong per
Tanaman
Jumlah Biji per Tanaman
Berat 100 biji
Berat Biji per Tanaman
Berat Biji per Petak
X2-hitung
21,44**
70,81**
0,70ns
28,89**
Keterangan Data
Tidak homogen
Tidak homogen
Homogen
Tidak homogen
16,74**
1,37ns
7,73**
7,73**
Tidak homogen
Homogen
Tidak homogen
Tidak homogen
Tabel 4.Nilai F-hitung Combine Analysis Gabungan
Parameter yang Homogen pada Generasi F5, F6,
F7
No.
Parameter
1 Jumlah Buku Produktif
2 Berat 100 Biji
F-hitung Gabungan
2,10ns
66,02**
Tabel 5.Hasil Analisis Uji Gugus Scott-Knott Gabungan
untuk Parameter Berat 100 Biji
Genotipe
Unej-1
Unej-2
Polije-1
Polije-2
Polije-3
Polije-4
Malabar
Wilis
Gepak Kuning
Parameter yang Diamati
Berat 100 Biji
14,82 a
11,60 b
14,79 a
14,29 a
14,62 a
15,80 a
15,00 a
8,19 c
9,07 c
Fathurrahman, dkk.: Stabilitas Hasil pada Generasi Segregasi
kedua parameter di Combined Analysis gabungan tiga
generasi, menghasilkan data seperti pada Tabel 4.
Dari Tabel 4, parameter berat 100 biji, dapat
dilanjutkan dengan analisis uji Scoot-Knoot Gabungan,
dan didapatkan hasil seperti pada Tabel 5.
Selanjutnya untuk mengetahui tingkat stabilitas hasil
dari genotipe yang diteliti, dilakukan dengan model
Eberhart dan Russell, seperti pada Tabel 6.
Pada tabel 6, dihasilkan data beberapa genotipe
untuk parameter jumlah cabang produktif dan berat
100 biji, ada yang stabil dan ada juga yang tidak stabil.
Hal ini diperoleh dari regresi nilai tengah pada hasil
pengamatan, selanjutnya dicari koefisien regresi dan
kuadrat tengah simpangannya. Apabila nilai koefisien
regresi dari genotipe tersebut nilainya sama dengan satu
(b = 1) dan simpangannya sama dengan nol ( Sd2 = 0),
maka genotipe tersebut dikatakan stabil, sebaliknya bila
salah satu nilainya tidak sama bahkan kedua nilainya
tidak sama, dikatakan genotipe tersebut tidak stabil.
Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 18 dan 19, di mana
beberapa genotipe menunjukkan stabil dan ada juga
yang tidak stabil pada pengujian stabilitas parameter
jumlah cabang produktif dan berat per 100 biji. Untuk
mengetahui nilai bi = 1 digunakan uji t, dengan kriteria
pengambilan keputusan, jika thitung  t (0,05, db), maka nilai
b = 1 dan jika thitung > t (0,05, db), maka nilai b  1, jika
nilainya positif berarti b > 1, jika nilainya negatif berarti
b < 1. Selanjutnya untuk mengetahui nilai Sd2 = 0 diuji
dengan rumus F-hitung dengan kriteria pengambilan
keputusan, jika Fhitung  Ftabel, berarti Sd2 = 0 dan jika
Fhitung > Ftabel, berarti Sd2  0.
Dari Tabel 6, menjelaskan bahwa dari genotipe
yang diuji, ternyata untuk genotipe Unej 1, Polije 1,
Polije 2 dan Polije 3, menunjukkan kestabilan dalam
dua parameter pengamatan hasil combined analysis.
sedangkan genotipe pembanding hanya Gepak Kuning
yang menunjukkan kestabilan. Hal ini bisa diambil
kesimpulan bahwa genotipe Unej 1, Polije 1, polije
2 dan polije 3 yang merupakan genotipe unggulan,
Tabel 6.Rangkuman Hasil Uji Stabilitas Genotipe pada
Dua Parameter Pengamatan (Jumlah Cabang
Produktif dan Berat 100 Biji)
Genotipe
Unej 1
Unej 2
Polije 1
Polije 2
Polije 3
Polije 4
Malabar
Wilis
Gepak Kuning
Parameter Pengamatan
Jumlah Cabang
Berat 100 Biji
Produktif
Stabil
Stabil
Stabil
Tidak stabil
Stabil
Stabil
Stabil
Stabil
Stabil
Stabil
Tidak stabil
Stabil
Stabil
Tidak Stabil
Stabil
Tidak stabil
Stabil
Stabil
17
bisa direkomendasikan untuk dikembangkan. Sedang
genotipe unggulan yang lain yaitu Unej 2 dan Polije 4,
perlu uji coba lanjutan agar bisa stabil pada beberapa
generasi dan waktu yang berbeda.
simpulan
Genotipe Unej 1, Polije 1, Polije 2 dan Polije 3,
menunjukkan kestabilan pada dua parameter pengamatan.
Hal ini bisa disimpulkan bahwa genotipe Unej 1, Polije 1,
polije 2 dan polije 3 yang merupakan genotipe unggulan,
bisa direkomendasikan untuk dikembangkan. Sedangkan
genotipe unggulan lain yaitu Unej 2 dan Polije 4, perlu
uji coba lanjutan agar bisa stabil pada beberapa generasi
dan waktu yang berbeda.
ucapan terima kasih
Ucapan terima kasih disampaikan pada Bapak
M. Setyo Poerwoko dan Ibu Nurul Syamsiyah, yang
telah mengizinkan penggunaan materi percobaan dan
merupakan bagian dari penelitian payung sepuluh seri
percobaan.
daftar pustaka
1. Baharsjah, Justika, Suwardi, dan Irsal. Hubungan Iklim dengan
Pertumbuhan Kedelai, Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian
Tanaman Pangan Bogor. Bogor. 2004.
2. Eberhart SA and WA Russel. Stability for Comparing Varieties. 1966;
Crop Sci (6): 36–40.
3. Gomez KA and Gomes AA. Prosedur Statistik untuk Penelitian
Pertanian. Edisi Kedua Terjemahan. UI-Press. Jakarta. 1995.
4. Harun MU dan Ammar M. Respons Kedelai (Glycine max L. Merr)
Terhadap Bradyrhizobium japonicum Strain Hup + Pada Tanah
Masam. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 2001; 3(2):
111–115. IPB. Bogor.
5. Kasno A. Pendugaan Parameter Genetik dan Parameter Stabilitas
Hasil dan Komponen Hasil Kacang Tanah (Arachis hepogeae (L),
Merr. Disertasi S3 Fakultas Pascasarjana, IPB Bogor. 1986.
6. Kasno, A Soegito, Noovita N, Joko P, R Suhendi, M Anwari Trustinah
dan Mujiono. Evaluasi Daya Hasil dan Stabilitas Galur Harapan
Kacang-kacangan. Laporan Tahunan. Balitkabi Malang. 1997.
7. Mursito D. Heritabilitas dan Sidik Lintas Karakter Fenotipik Beberapa
Galur Kedelai (Glycine max. (L). Merrill. Jurnal Agrosains, 2003;
6(2): 58–63.
8. Musa MS. Ciri Kestatistikan Beberapa Sifat Agronomi Suatu
Bahan Genetikan Kedelai. Pascasarjana IPB. Bogor. 1978.
9. Poerwoko MS. Kajian Uji Statistik Scott-Knott. Fakultas Pertanian
Universitas Jember. Jember. 1995.
10. Poespodharsono. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 1988.
11. Rahayu M, LWirajaswadi, dan A Hipi. Peningkatan Produktivitas
Kedelai melalui Pendekatan Pengelolaan tanaman Terpadu (PTT)
di Kecamatan Kempo Kabupaten Dompu, Laporan Penelitian
BPTP Nusa Tenggara Barat. NTB. 2006.
12. Scott AJ and M Knott. Cluster Analysis Method for Grouping Means
in the Analysis of Variance. Biometrics. 1974; 30(3): 507–512.
13. Singh RK and BP Chaudhary. Biometrical Method in Quantitative
Genetics Analysis. Kalyan Publishery. New Delhi. 1985.
14. Sumarno dan Harnoto. Kedelai dan Cara Bercocok Tanam. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. 1991.
18
Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Cokelat dengan Pelarut Asam
Formiat
Pectin Extraction from the Peel of Cocoa with Solvents Formic Acid
Susilowati, Siswanto Munandar, Luluk Edahwati, dan Erwan Adi Saputro
Program Studi Teknik kimia, Fakultas Teknologi Industri, UPN ”Veteran”
abstrak
Di Indonesia pektin masih merupakan barang impor yang belum begitu dikenal walaupun sudah banyak digunakan dalam
bidang industri dan farmasi. Pektin adalah bahan pengental alami yang berasal dari buah dan beberapa macam tumbuhan.
Pektin diproduksi dan dipasarkan dalam bentuk bubuk kering atau cairan. Penelitian ini dilakukan untuk mengambil pektin
serta mengetahui kadar metoksil dari kulit buah cokelat dengan menggunakan proses ekstraksi. Kondisi operasi yang dijalankan
yaitu pada pH 3, suhu 80° C serta perbandingan pelarut (1:12, 1;14, 1:16, 1:18, 1;120), dan waktu ekstraksi 200, 225, 250, 275,
300 (menit) Hasil penelitian diperoleh kadar metoksil yang terbaik 30,50% pada pencucian dengan alkohol dan kadar metoksil
28,08% untuk pencucian dengan air, dengan perbandingan bahan dan pelarut 1:16 dan waktu 275 menit. Warna pektin pada
perlakuan pencucian dengan alkohol lebih putih dibandingkan dengan pencucian dengan air.
Kata kunci: alkohol, ekstraksi soxhlet, kulit buah cokelat, metoksil, pektin
abstract
In Indonesia imports pectin is not commonly known although it being widely used in industry and pharmacy. Pectin is a
natural thickener ingredients derived from fruits and various herbs. Pectin is produced and marketed in the form of a dry powder
or liquid. The purpose of this study is isolate pectin from cocoa peel with the extractionprocess. This extraction process using
formic acid as solvent and it used with Soxhlet extraction apparatus. The operating conditions at pH 3, temperature 80° C and
the ratio of solvent (1:12, 1:14, 1:16, 1:18, 1:20) and extraction time (min) 200, 225, 250, 275, 300. The results obtained methoxyl
levels of 30.50% on the best washing with alcohol and 28.08% levels methoxyl in washing with water only, the ratio of material
and solvent 1:16 and time 275 minutes. Color pectin in the treatment of alcohol washing was whiter than washing with water only.
Key words: alcohol, extraction, cocoa peel, methoxyl, pectin
pendahuhuan
Kulit buah cokelat merupakan salah satu sumber
pektin. Kandungan pektin yang terdapat dalam kulit
buah cokelat sekitar 6–12% pektin tiap-tiap berat
kering.1 Pemanfaatan tanaman cokelat selama ini masih
terbatas yaitu pada bizinya, sedangkan bagian lainnya
seperti kulit buah dan pulp belum banyak dimanfaatkan.
Melihat dari data statistik, kebutuhan pektin di kawasan
asia, termasuk juga Indonesia pada tahun 2000 sampai
2009, bahwa konsumsi pektin terus mengalami
peningkatan.2 Untuk mengatasi kebutuhan akan pektin,
maka bisa dimanfaatkan limbah kulit cokelat tersebut
untuk diolah dan diambil pektinnya. Sehingga kebutuhan
pektin dapat terpenuhi dan bermanfaat, serta akan
mengurangi pencemaran lingkungan dari limbah kulit
cokelat tersebut. Pektin adalah senyawa polisakarida
yang larut dalam air dan merupakan asam-asam
pektinat yang mengandung gugus-gugus metoksil, fungsi
utamanya sebagai bahan pengental dan pembentuk gel.
Selain dalam industri makanan pektin dapat digunakan
dalam industri kosmetik dan farmasi, seperti dalam
pembuatan krim, sabun, minyak rambut dan pasta.3
Mutu pektin terlihat dari jumlah kandungan metoksilnya,
bila kandungan metoksilnya 2,3 sampai 4,5% termasuk
pektin metoksil rendah., dan bila kandungan metoksilnya
lebih dari 7,12% termasuk pektin metoksil tinggi.4
Kandungan metoksil pada pektin ini akan mudah
menjadi bentuk jelly, merupakan sifat penting dari
pektin. Penggunaan pektin dalam industri pangan
ditentukan oleh kadar metoksil dari pektin tersebut,
pektin dengan kadar metoksil tinggi biasanya digunakan
untuk jam, jelly, pembuatan kembang gula berkualitas
tinggi, pengentalan untuk minuman, emulsi flavor. Pektin
dengan kadar metoksil rendah biasanya digunakan
jam dan jelly berkalori rendah untuk orang-orang yang
menghindari gula, digunakan juga untuk puding dan
gel buah-buahan dalam es krim. Pektin diperoleh dari
kulit buah coklat dengan cara ekstraksi. Ekstraksi adalah
proses pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu
padatan atau cairan, pemisahan tersebut terjadi atas
dasar kemampuan larut yang berbeda-beda dari masingmasing komponen yang ada dalam campuran.5 Dalam
proses ekstraksi dilakukan dengan penambahan asam.
Asam yang digunakan pada ekstraksi pektin adalah asam
tartat, malic, sitrat, laktat, asetat dan phospat.6 Pada
penelitian ini digunakan pelarut air dengan ditambahkan
asam formiat hingga pH menjadi 3. Penambahan asam
Susilowati, dkk.: Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Cokelat
bertujuan untuk menghidrolisis protopektin menjadi
pektin.7 Protopektin merupakan molekul yang tidak larut
dalam air, yang terdapat pada jaringan tumbuhan yang
muda. Pada tanaman banyak terdapat sebagai ikatan
dengan logam kalsium dan magnesium, juga berikatan
dengan selulosa. Jika jaringan tanaman dipanaskan
dalam air yang mengandung asam, maka protopektin
dapat diubah menjadi pektin yang terdispersi dalam air.
Pemisahan pektin dari pelarutnya menggunakan bahan
pengendap yaitu etanol yang mempunyai daya larut yang
lebih besar dari pada pektin.7 Hal ini dikarenakan pada
saat penambahan presipitan kedalam filtrat, presipitan
akan mengikat kuat air akibatnya pektin yang sudah
terikat oleh pelarutnya akan mengendap. Penambahan
presipitan tersebut dilakukan dalam jumlah yang sedikit
berlebihan. Tujuan penelitian adalah mengambil pektin
serta mengetahui kadar metoksilnya dari kulit buah
cokelat dengan metode ekstraksi.
metode penelitian
19
Pelarut melarutkan pektin dalam thimble, larutan sari
ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah
mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon menuju labu.
Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut
sebagai refluks. Perbandingan bahan dan pelarut sesuai
dengan variabel yang dijalankan (1:12, 1:14,1:16, 1:18,
1:20) dan suhu operasi 100° C dengan waktu pemasakan
sesuai dengan variabel yang dijalankan (200, 225,
250, 275, 300 menit), menggunakan pelarut organik
yaitu asam formiat, pH larutan ekstraksi 3. Hasil dari
proses ekstraksi disaring, diambil filtratnya sedangkan
endapannya dibuang. Filtrat dipanaskan sehingga
volumenya tinggal setengah dari volume mula-mula.
Selanjutnya diberi alkohol asam, dibiarkan sampai
terjadi endapan dan saring. Kemudian endapan diambil
sedangkan filtratnya dibuang. Endapan dilakukan
pencucian dengan alkohol sampai pH netral dan
dilakukan tanpa pencucian dengan alkohol. Selanjutnya
dikeringkan dengan oven pada suhu sekitar 60 sampai
62° C, Hasilnya berupa pektin powder kemudian
dianalisis kadar metoksilnya.
Persiapan Bahan Baku
Kulit cokelat dipotong-potong kemudian dikeringkan.
Kulit cokelat kering dihaluskan dan diayak sebesar 50
mesh.
hasil penelitian dan pembahasan
Hasilpenelitian
Penelitian danpektin
Pembahasan
Data-data hasil
dengan ekstraksi
Pada
soxhlet dapat dilihat
pada
gambar
ini.
Data – data
hasil
penelitianberikut
pektin dengan
ekstraksi soxhlet dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
gambar
2,
terli
perbandingan bahan dan pe
1:14 dan 1:16 terjadi kena
metoksil dari menit ke 200 s
ke 275 sedangkan
perband
% metoksil
dan pelarut untuk 1:18
kenaikkannya tajam sampai
ke 250 ,hal ini terjadi
bah
perbandingan 1:18 dan 1:20
Waktu (menit)
menit ke 250
kadar me
Gambar 2. Hubungan Antara Waktu dengan Kadar Metoksil
terambil maksimal , sedangka
Gambar 2. Hubungan Antara Waktu
pada
Berbagai Perbandingan Bahan dan Pelarut
Dengan Kadar Metoksil Pada Berbagai
, 1:14 dan 1:16 masih cen
Asam
Formiat untuk
Perbandingan
Bahan Pencucian
dan Pelarut dengan
Asam Alkohol.
Formiat untuk Pencucian Dengan Alkohol.
Gambar 1. Alat ekstraksi soxhlet
ke 275, disebabkan waktu ek
Prosedure penelitian
lama sehingga akan terjadi k
partikel dengan pelarut lebih s
kadar metoksil dapat teramb
% metoksil
Kulit cokelat kering sebanyak 10 gram kemudian
dibungkus atau ditempatkan dalam “Thimble”
(selongsong tempat sampel). Labu diisi dengan pelarut
sesuai dengan variabel. Thimble yang sudah terisi sampel
dimasukkan ke dalam soxhlet. Soxhlet disambungkan
dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas
listrik serta kondensor. Alat pendingin disambungkan
dengan soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan
alat ekstraksi pektin mulai dipanaskan. Ketika pelarut
dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa
pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian
luar kondensor mengembunkan uap pelarut sehingga
kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble.
sampai batas maksimal yaitu
Dari hasil analisis diperol
Perbandingan
metoksil yang baik untuk p
formiat pada perbandingan
Waktu (menit)
menit ke 275 sebesar 30
pencucian dengan alkohol, sed
Gambar 3. Hubungan antara Waktu dengan Kadar Metoksil pada
Gambar Perbandingan
3. Hubungan Bahan
Antara dan
Waktu
Berbagai
Pelarutgambar
Asam3
Dengan Kadar Metoksil Pada Berbagai
Formiat
untuk
Pencucian
Tanpa
Alkohol.
Perbandingan Bahan dan Pelarut Asam
Formiat untuk Pencucian Tanpa Alkohol.
kadar
untuk pencucian ta
metoksil
yang
perbandingan 1:16 pada me
20
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 18–21
Pada gambar 2, terlihat bahwa perbandingan bahan
dan pelarut 1:12, 1:14 dan 1:16 terjadi kenaikan kadar
metoksil dari menit ke-200 sampai menit ke-275
sedangkan perbandingan bahan dan pelarut untuk 1:18
dan 1: 20 kenaikkannya tajam sampai pada menit ke-250,
hal ini terjadi bahwa pada perbandingan 1:18 dan 1:20
dan pada menit ke-250 kadar metoksil yang terambil
maksimal, sedangkan untuk 1:12, 1:14 dan 1:16 masih
cenderung naik sampai batas maksimal yaitu pada menit
ke-275, disebabkan waktu ekstraksi yang lama sehingga
akan terjadi kontak antara partikel dengan pelarut lebih
sempurna dan kadar metoksil dapat terambil maksimal.
Dari hasil analisis diperoleh kadar metoksil yang baik
untuk pelarut asam formiat pada perbandingan 1:16
pada menit ke-275 sebesar 30,50% untuk pencucian
dengan alkohol, sedangkan pada gambar 3 untuk
pencucian sebesar
tanpa alkohol
baik pada
28,08%kadar
, jadimetoksil
terlihat yang
perolehan
perbandingan 1:16 pada menit ke-275 sebesar 28,08%,
jadi terlihatkadar
perolehan
kadar
metoksil
jauhbaik
berbeda
metoksil
tidak
jauh tidak
berbeda
baik perlakuan pencucian dengan alkohol maupun tanpa
pencucianpuladengan
alkohol
pencucian perlakuan
alkohol, demikian
untuk perbandingan
bahan dan pelarut, juga pada waktu sama.
maupun
tanpa pencucian
alkohol,demikian
Rendemen
merupakan
perbandingan
jumlah berat
pektin yang diperoleh dengan jumlah berat bahan. Pada
untukkadar
perbandingan
bahan
dan pada
gambar 4 pula
perolehan
rendemen yang
terbaik
pelarut, juga pada waktu sama.
menit ke-275, pada perbandingan bahan dan pelarut
1:18 kemudian stabil lalu terjadi penurunan. Semakin
lamanya waktu ekstraksi dan semakin banyaknya jumlah
bahan dan pelarut maka kadar rendemen memiliki
kecenderungan meningkat, disebabkan protopektin
pada kulit buah cokelat akan terhidrolisis menjadi
pektin sehingga pektin yang terambil maksimal. Kadar
rendemen yang tertinggi yaitu 28,48%. Dalam analisa
kadar air dengan tujuan untuk mengetahui kandungan
air yang ada dalam pektin yang dihasilkan. Dari data
analisis yang diperoleh kadar air pektin berkisar antara
6,41–8,97%. Hasil tersebut telah memenuhi standar
mutu pektin yaitu untuk susut pengeringan (kadar air)
maksimal 12%. (Mariaty Djohan, 2000).
Pada Ekstraksi soxhlet perolehan kadar metoksil
hampir sama pada perlakuan pencucian dengan alkohol
dan tanpapada
pencucian
dengan
alkohol
protopektin
kulit buah
coklat
akanuntuk pelarut asam
formiat tetapi terlihat pada perubahan warna pektin
terhidrolisis
menjadi pektin
pektinwarna pektin hasil
yang dihasilkan.
Tabel sehingga
berikut adalah
ekstraksi.
yang terambil maksimal. Kadar rendemen
Pada tabel 1 terlihat pada perlakuan pektin untuk
pencucian
alkohol
menghasilkan
warna putih yang
yang tertinggi yaitu
28,48%.
Dalam analisa
lebih dominan dari pada perlakuan pada pektin tanpa
kadar
air dengan
tujuan untuk mengetahui
pencucian
alkohol.
kandungan air yang ada dalam pektin yang
simpulan
dihasilkan.
Dari data analisis yang diperoleh
% Rendemen
Kadar
dari pektin
didapatkan
yang terbaik
kadar air
pektinmetoksil
berkisar antara
6,41 – 8,97
%.
pada pelarut asam formiat yaitu 30,50% untuk pencucian
Hasil
tersebutalkohol,
telah memenuhi
standar
mutu pencucian tanpa
dengan
sedangkan
untuk
alkohol 28,08%. Pencucian alkohol sedikit berpengaruh
terhadap perolehan kadar metoksil tetapi memberikan
yang
bersih
dan putih pada pektin yang
air)warna
maksimal
12%.lebih
(Mariaty
Djohan,2000).
dihasilkan.
Pada Ekstraksi soxhlet perolehan kadar
pektin yaitu untuk susut pengeringan (kadar
Waktu (menit)
Waktu (menit)
metoksil
hampir
sama
daftar
pustaka
pada perlakuan
pencucian
dengan
alkohol Kakao,
dan Kanisius.Yogyakarta.
tanpa
1. Spillane,
J James. Komoditi
1995.
Gambar 4.Gambar
Hubungan 4.
antara
Waktu dengan
Hubungan
AntaraRendemen
Waktu pada
2. ME Chahyadita. Pembuatan pektin dari kulit kakao. 2012. www.
Berbagai perbandingan
Pelarut Asam pencucian
Dengan
Rendemen Bahan
Pada danBerbagai
repository.usu.ac.id
dengan alkohol untuk pelarut
Formiat untukBahan
Pencucian
dengan
Alkohol.
perbandingan
dan
Pelarut
Asam
Formiat untuk Pencucian Dengan Alkohol.
Tabel 1.Perubahan Warna pada Pektin
Rendemen merupakan perbandingan jumlah
Pencucian dengan alkohol
Perbandingan
berat pektin yang diperoleh dengan jumlah
pelarut asam
200 mnt
225 mnt
250 mnt 275 mnt
formiat
berat
bahan.
Pada
gambar
4
perolehan
kadarPutih
1:12
Putih
Putih Putih
kecokelatan
rendemen yang terbaik pada menit ke 275,
1:14
Putih
Putih Putih
Putih
pada kecokelatan
perbandingan bahan dankecokelatan
pelarut 1:18
1:16
Putih
Putih Putih
Putih
1:18 kemudian
Putih stabil lalu
Putih terjadi
Putihpenurunan.Putih
kecokelatan
waktu Putih
ekstraksi danPutih
1:20 Semakin
Putih lamanya Putih
semakin banyaknya jumlah bahan dan pelarut
maka
kadar
rendemen
memiliki
kecenderungan meningkat, disebabkan
asam
formiat
tetapi
terlihat
pada
perubahan warna pektin yang dihasilkan .
Pencucian tanpa alkohol
Tabel berikut adalah warna pektin hasil
300 mnt
ekstraksi.
Putih
kecokelatan
Putih
Putih
Putih
Putih
kecokelatan
200 mnt 225 mnt 250 mnt 275 mnt 300 mnt
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Coklelat Cokelat
buram
Cokelat Cokelat
Cokelat Cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Cokelat
Susilowati, dkk.: Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Cokelat
3. M Ekky Chahyaditha. Pra Rancangan pabrik pembuatan pektin
dari kulit buah kakao. Universitas Sumatra Utara. 2011.
4. Mariaty Djohan. Pektin dan Pemanfaatannya dalam Industri
Pangan. 2000.
5. Mc Cabe, Warren L. Unit Operatioan of Chemical Engineering,
McGraw-Hill Higher. Singapore, Sixth Edition. 2001.
21
6. C Schemin MH dkk. Extraksi pektin dari apple pomace.Brazillian
archives of biology and technology, International Journal. Brazil.
2005; 48(2): 259–266.
7.Othmer Kirk. Encyclopedia of Chemical Tehnology. McGraw-Hill,
New York. 1993; Second Edition. Vol. 14.
22
Peran Elisitor CU2+ pada Produksi Katekin melalui Kultur Kalus
Camellia Sinensis
CU2+ Elicitor Role of Production Through Catechins Camellia Sinensis Callus
Culture
Sutini
Jurusan Agroteknologi FP UPN ‘Veteran’
Jatim - Surabaya
abstrak
Tujuan dari penelitian ini memperoleh cara produksi katekin dengan skala besar berpotensi sebagai anti oksidan. Metode
penelitian yang dilakukan, meliputi: (1) induksi kalus dengan menanam eksplant potongan pucuk daun teh pada media dengan
berbagai zat pengatur tumbuh, (2) identifikasi katekin secara kualitatif, (3) subkultur kalus pada media dan zat pengatur tumbuh
yang sama, (4) induksi akumulasi katekin kultur kalus menggunakan elisitor. Hasil penelitian kalus berisi katekin, bahwa
penambahan elicitor ion Cu2+) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan kalus yang berbeda nyata dengan kontrol (tanpa
penambahan elisitor ion Cu2+).
Kata kunci: katekin, kultur kalus, Camellia sinensis, elisitor ion Cu2+
abstract
The purpose of this study derive how large-scale production of catechins with potential as anti-oxidants. Research methodology,
including: (1) eksplant plant callus induction with tea leaf pieces on media with various growth regulators, (2) qualitative
identification of catechins, (3) subculture of callus on the media and the same growth regulators, (4) catechin accumulation of callus
induction using elicitor. The results of the study callus contains catechins, that the addition of Cu2+ ions elicitors) positive effect on
the growth of callus significantly different from the control (without the addition of Cu2+ ions elicitor).
Key words: katekin, kultur kalus, Camellia sinensis, elisitor ion Cu2+
pendahuluan
Katekin tanaman Camellia sinensis (teh ) termasuk
senyawa fenol yang kompleks, tersusun dari senyawasenyawa katekin, epikatekin galat, epigalokatekin,
epigalokatekin galat, dan galokatekin (1). Beberapa
peneliti menyebutkan bahwa epikatekin galat dapat
digunakan untuk menyembuhkan penderita talasemia
dengan cara epikatekin bertindak sebagai anti oksidan
dengan mengikat kelabihan kelat Fe 3+ menjadi
senyawa kompleks yang dapat dikeluarkan melalui
urin (2). Hasil penelitian yang lain (3). Disebutkan
bahwa tingginya kadar fenol meningkatkan aktivitas
antioksidan. Kegunaan katekin dalam bidang kosmetik
dan kecantikan dapat sebagai penyubur rambut tanpa
mengiritasi kulit kepala (4). Permasalahan memperoleh
katekin dari tanaman di lahan terkendala oleh kesuburan
tanah dan pergantian musim. Apabila mengalami musim
kemarau panjang maka akan berdampak pada penurunan
produksi daun teh muda. Oleh karena itu produksi
metabolit sekunder katekin perlu dikembangkan dengan
kultur kalus melalui teknik kultur in vitro.
Teknik kultur kalus melalui kultur in vitro adalah
dengan cara menanam eksplan yang telah dipotong
selebar garis tengah satu sentimeter pada media
kultur, kemudian dari luka yang terpotong ini tumbuh
kalus. Kelebihan penggunaan teknik ini diantaranya
pertumbuhan masa lebih cepat dibanding dari tanaman,
penghematan penggunaan lahan, lebih ekonomis dan
efisien karena tenaga kerja yang dibutuhkan lebih
sedikit. Proses produksi lebih konsisten dan kontinyu.
Untuk meningkatkan hasil metabolit sekunder dilakukan
elisitasi dengan cara pemberian elisitor. Elisitor yang
diberikan pada sel tumbuhan akan menginduksi dan
meningkatkan produksi metabolit sekunder. Tujuan
p enelitian ini adalah mendapatkan metode produksi
katekin dengan teknik kultur in vitro melalui pemberian
elisitor Cu2+ sebagai upaya untuk mendapatkan bahan
bioaktif dalam skala besar.
materi dan metode
Bahan dasar untuk eksplan diambil dari pucuk
daun tanaman Camellia sinensis pada posisi 1–3 dari
tangkainya seluas 1 cm2, menggunakan medium MS
pada pH 5,8 dengan penambahan sukrosa 2000 miligram,
serbuk agar-agar swallow 800 miligram, zat pengatur
sinensis dilanjutkan dengan subkultur.
nakan
Kalus hasil sub kultur digunakan untuk
engan
2+ pada Produksi Katekin
Sutini:
Peran Elisitor
elisitasi
(6). CU
Elisitasi
kalus Camellia
ion
engan
rtama
(MS)
ngatur
acetic
masing
media
mbuh
dasar,
osa 2
hakan
ahkan
pada
mudian
mellia
Elisitasi kalus Camellia sinensis dengan
menggunakan elisitor Cu2+ seperti Gambar 3.
Uji Elisitasi
kualitatif kalus katekin dengan HPLC diperoleh
kromatogram tersebut pada Gambar 4–5.
Pembuatan media dengan menggunakan dua
HASIL
PENELITIAN
metode.
Pertama
media dasarDAN
Murashige skoog
Elisitasi kalus Camellia sinensis
(MS) dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4PEMBAHASAN acid dan kinetin, masing- pembahasan
dichlorophenoxyacetic
dengan
menggunakan
elisitor
masing 1 mg/L. Kedua membuat media perlakuan
dengan zat pengatur tumbuh yang sama dengan media
Inisiasi
Cu2+ eksplan
seperti merupakan
Gambar 3. kegiatan awal
dasar, kemudian diperkaya dengan sukrosa 2%, agarpenumbuhan kalus dengan memperhatikan keaseptisan
HASIL PENELITIAN
agar swallow 0,8% diusahakan larutan pada pH 5,8,
danPembuatan
ditambahkan elisitor
ionperlakuan
Cu2+ 1, 5, 10 1 mg/L pada
media
masing botol media. Kemudian menyediakan pucuk daun
Camellia sinensis,
dipotong-potong
dengan
luas dan
1 cm2.
Pembuatan
media
dasar
Induksi
kalus
Camellia
sinensis
Uji kualitatif kalus katekin dengan
Dilanjutkan inisiasi eksplan dengan menanam potongan
pucuk
daunperlakuan
Camellia sinensis
pada
media
perlakuan.
media
hasilnya
disterilisasi
Induksi
kalus
Camellia
sinensis
HPLC.
Induksi kalus Camellia sinensis dilanjutkan dengan
Uji kualitatif
kalus dengan
katekin
dengan
media
MS inkubasi
ditambah
kemudian
di Camellia
ruang
subkultur.
Kalusdisimpan
hasil
subkalus
kultur
digunakan
untuk 2,4Uji kualitatif
kalus katekin
Induksi
sinensis
elisitasi (6). Elisitasi
kalus Camellia sinensis
dengan HPLC diperoleh kromatogram
dichlorophenoxyacetic
aciddengan
1sinensis
mg/L,
Induksi
kalus Camellia
HPLC.
yang akanelisitor
ditanami
menggunakan
Cu2 +.eksplan.
Selanjutnya dilakukan uji
tersebut pada Gambar 4-5.
kinetin
1 HPLC
mg/L dapat dilihat pada
kualitatif kalus katekin
dengan
Uji kualitatif
kalus katekin
dengan
media MS ditambah 2,4-
Gambar
3. Kalus
umur
minggu.
Gambar 2
3. Kalus umur
4 minggu.
Diamati4dengan
mikroskup
HPLC
diperoleh
kromatogram
dichlorophenoxyacetic acid 1 mg/L,Gambardengan
Inisiasi eksplan
hasil penelitian
kinetin
1 mg/L
dapat dilihat pada
Inisiasi eksplan pada media MS
Gambar
2 media perlakuan hasilnya
Pembuatan media
dasar dan
disterilisasi
disimpan tumbuh
di ruang inkubasi
dengankemudian
zat pengatur
2,4-D yang
1
akan ditanami eksplan.
Inisiasi eksplan
dengan zat pengatur
ppm,
kinetinpada1 media
ppmMS tersebut
pada
tumbuh 2,4-D 1 ppm, kinetin 1 ppm tersebut pada
gambar
gambar
1. 1.
Olympus-S2
perbesaran 8×: Kalusdengan
dengan elisitasi
Diamati
Cu pada Gambar 4-5.
tersebut
mikroskup Olympus-S2
perbesaran 8x: Kalus
dengan elisitasi Cu
Gambar 2.Induksi kalus Camelliasinensis
dengan media MSditambah
Waktu retensi /tR (menit)
2,4dichlorophenoxyacetic acid 1
Uji kualitatif kalus katekin dengan
Induksi kalus Camellia
mg/L, sinensis
kinetin 1 mg/L
Gambar 4: Kromatogram katekin
Gambar 2.Induksi kalus Camelliasinensis
Induksi kalus
Camellia
sinensis
HPLC.
standar
dengan media MSditambah
` retensi /tR (menit)
Waktu
2,4dichlorophenoxyacetic
Elisitasi
Uji kualitatif
kalus katekin
dengan media
MS ditambah 2,4- acid 1
mg/L, kinetin 1 mg/L
Gambar
4:
Kromatogram
Gambar
4.
Kromatogram
katekin
standar. katekin
Elisitasi kalus
dengan HPLC
diperoleh kromatogram
dichlorophenoxyacetic
acid Camellia
1 mg/L, sinensis
standar
dengan
elisitor
Gambar
1. Inisiasi eksplan
pada mediaeksplan
MS dengan zat
pengatur
Gambar
1.
Inisiasi
pada
`
tersebut pada Gambar
4-5.
kinetin
1 mg/L
dapat menggunakan
dilihat pada
Elisitasi
tumbuh 2,4-D+ 1 ppm, kinetin 1 ppm
seperti Gambar
3.
media MS Cu2 dengan
zat pengatur
Gambar 2 Elisitasi kalus Camellia sinensis
tumbuh 2,4-D 1 ppm, kinetin 1ppm
dengan
menggunakan
elisitor
+
Cu2 seperti Gambar 3.
Gambar 3. Kalus umur 4 minggu.
Gambar
2. Induksi
kalus Camelliasinensis
dengan
media
Gambar
2.Induksi
kalus
Camelliasinensis
Diamati
dengan
MSditambah
2,4-dichlorophenoxyacetic
acid
dengan media MSditambah
mikroskup Olympus-S2 1
mg/L, kinetin 1 mg/L
perbesaran acid
8x: 1Kalus
2,4dichlorophenoxyacetic
Gambar
4 minggu.
elisitasi
Cu
mg/L,
kinetin3.dengan
1Kalus
mg/Lumur
Elisitasi
Elisitasi
kalus
Diamati
dengan
mikroskup Olympus-S2
perbesaran 8x: Kalus
dengan elisitasi Cu
Camellia
sinensis
Waktu retensi /tR (menit)
Gambar 5. Kromatogram katekin kalus.
Gambar 5 :Kromatogram katekin
Waktu retensi /tkalus
R (menit)
Waktu retensi /tR (menit)
Gambar 4: Kromatogram katekin
standarGambar 5 :Kromatogram katekin
`
kalus
Respon detektor
mg/L,
kualitatif kalus katekin dengan HPLC
metode penelitian
Respon detektor
Respon detektor
2,4-
2
Respon detektor
Respon detektor
800
sinensis dengan menggunakan elisitor
tumbuh 2,4-dichlorophenoxyacetic acid 1 mg/L, kinetin 1
mg/L
ion Cu2+ 1, 5, dilakukan
10 mg/L.
Cu(5),+. dan elisitor
Selanjutnya
uji
Respon detektor
gram,
23
Gambar 2.Induksi kalus Camelliasinensis
dengan media MSditambah
Induksi kalus Camellia sinensis dengan media MS
2,4dichlorophenoxyacetic
acid 1
ditambah 2,4-dichlorophenoxyacetic
acid 1 mg/L,
mg/L,
kinetin
1 mg/L
kinetin 1 mg/L dapat
dilihat
pada Gambar
2.
Respon d
3 dari
24
media maupun eksplan yang ditanam agar diperoleh hasil
yang terus dipelihara untuk memperoleh bahan kalus.
Relevan dengan penelitian Agustinus (7), bahwa untuk
mendapatkan eksplan yang steril dan mampu melakukan
pertumbuhan maka perlu dilakukan inisasi/sterilisasi.
Induksi kalus dilakukan dengan media dan zat
pengatur tumbuh yang telah terpilih dari hasil optimasi
dan kalus yang terbentuk disubkultur agar dapat
dilakukan elisitasi.
Elisitasi kalus dilakukan untuk memotivasi
pembentukan metabolit sekunder katekin. Relevan
dengan hasil penelitian Melati (8), bahwa penggunaan
elisitor dapat meningkatkan biomassa.
Uji kualitatif dilakukan guna identifikasi metabolit
sekunder dengan cara membandingkan waktu retensi
standar dengan waktu retensi kalus hasil perlakuan.
simpulan
Waktu retensi (t R) yang dapat diamati pada
kromatogram standar katekin 9.715 dan (tR) yang dapat
diamati pada kromatogram ekstrak kalus 9.934, harga ini
hampir sama yaitu sekitar 9 menit, dapat disimpulkan
bahwa ekstrak kalus mengandung katekin.
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 22–24
daftar pustaka
1. Sri FK. Jenis Teh dan Pengolahannya. Fakultas Farmasi Universitas
Padjadjaran, Bandung. 2009.
2. Thephinlap, C. Epigallocatechin-3-gallate and Epicatechin3 gallate
from Green Tea Decrease Plasma Non-Transferrin Bound Iron and
Erythrocyte Oxidative Stress. Abstract. Department of Biochemistry,
Faculty of Medicine, Chiang Mai University, Chiang Mai Thailand
2007.
3. Septianingrum ER. Kadar Fenol dan Aktivitas antioksidan pada
the hijau dan the Hitam komersial. F. Teknologi Pertanian. IPB.
Bogor. 2009.
4. Novena YL. Pengembangan Formula Gel Ekstrak Teh Hijau
(Camellia Sinensis L) sebagai Penyubur Rambut. Abstrak. http://
www.akfarnasional.ac.id/penelitian/67-pengembangan-formula-gelekstrak-teh-hijau-camellia-sinensis-l-sebagai-penyubur-rambut.html.
Desember 12, 2012.
5. Sutini. Identifikasi polifenol padakulturinvitro kalus camellia sinensis
untuk bahan minuman fungsional. Jurnal Reka Pangan. UPN
“Veteran” Jatim. 2012; 6: 19–23.
6. Sutini. Metode produksi epigallocatechin gallate melalui kultur
invitro kalus camellia sinensis l. Sertifikat Paten. Dirjen HKI.
Tangerang, 2012.
7. Agustinus GP. Inisiasi Kultur Pucuk Alpinia galanga L. Willd var.
Rubra. Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya 2007.
8. Melati. Pengaruh cu2+ terhadap indeks pertumbuhan dan
kandungan solasodin pada kultur pucuk solanum mammosum
l. Fakultas Farmasi. Universitas Airlangga Surabaya 2006.
25
Perilaku Daktil Elemen Struktur Joint Balok Beton Pratekan
Parsial-kolom Beton Bertulang Eksterior Akibat Gaya Gempa
Lateral
Ductile Behavior of Exterior Joint Structure Element Partial Prestressed Concrete
Beam-Reinforced Concrete Column Due to Earthquake Lateral Force
Made D Astawa1, Eva Elviana2, dan Sumaidi3
1,3 Jurusan Teknik Sipil-FTSP UPN “Veteran” Jawa Timur
2 Jurusan Teknik Arsitektur FTSP-UPN “Veteran” Jawa Timur
abstrak
Desain kapasitas dari suatu struktur bangunan gedung tahan gempa adalah kolom kuat-balok lemah (Strong Column-Weak
Beam). Telah diaplikasikan pada desain elemen struktur Joint Balok-Kolom Beton Exterior yang Daktail secara monolit tanpa
sendi plastis, sebagai model Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Tujuan jangka panjang adalah membangun suatu
hunian gedung bertingkat yang aman ketika terjadi gempa lateral kuat yang menimpa struktur gedung. Penampang balok dirancang
lebih kecil daripada dimensi penampang kolom agar memenuhi persyaratan kolom kuat-balok lemah. Menggunakan kombinasi
tulangan dan tendon prestress pada balok, perbandingan antara tulangan dan tendon prestress diatur agar memenuhi persyaratan
pratekan parsial dan penulangan balok lemah (under-reinforced). Desain penampang: (a) balok 250/400 mm, tulangan tarik lentur
5 D13, tulangan tekan 3 D13, memakai satu tendon dengan 2 (dua) strand D12,7 mm. Sengkang transversal ∅8–75 mm, (b) kolom
persegi 400/400 mm, tulangan utama memanjang 6 D16 + 4 D13, tulangan transversal ∅10–50 mm. Metode penelitian melalui studi
eksperimental dengan pembebanan siklik lateral (pseudo dynamic) pada balok, dan beban statik pada kolom sebagai stabiliser.
Hasil uji test untuk tingkat daktilitas struktur m = (dmax/dleleh pertama) = 1,23 > 1,2, Kesetabilan Struktur dalam melakukan Energi
disipasi pada Drift Rasio 4,50%, 3,50%, 2,75% semuanya > 0,125, memenuhi syarat. Dalam menahan beban lateral baik Tekan
maupun Tarik pada Drift Ratio 2,75  75% beban maksimum, memnuhi persyaratan ACI-374.1-05 dan NEHRP. Kesimpulannya
adalah memenuhi syarat desain SRPMK yang daktail dan aman bagi penghuni akibat bahaya gempa lateral.
Kata kunci: joint balok-kolom exterior, partial prestress, kolom beton bertulang, beban siklik lateral, daktilitas
abstract
The design capacity of an earthquake-resistant building structure is strong column-weak beam. It has been applied to the
design structural elements monolithic of Concrete Exterior Beam-Column Joint which ductile, without the plastic hinge manner,
as a model bearers Special Moment Frame Structure. The long term goal is to build a multi-storey residential buildings are safe
in the event of powerful the lateral earthquake that befell structure of buildings. Designed the beam section is smaller than the
column sectional dimensions in order to satisfy requirements of strong column-weak beam. Using a combination of reinforcement
and tendon prestress in the beam, ratio between reinforcement and prestress tendons arranged to satisfy requirements of partial
prestressed and under-reinforced beams. Design of section: (a) beam 250/400 mm, 5 D13 flexural tensile reinforcement, 3D13
press reinforced, wearing a tendon with 2 strand D12, 7 mm, transverse of stirrups ∅8–75 mm, (b) a square columns are 400/400
mm, the primary longitudinal reinforcement 6 D16 + 4 D13, transverse of stirrups ∅10–50 mm. The research method by the
experimental studies with lateral cyclic loading (pseudo dynamic) on the beam, and the static load on the column as a stabilizer.
Test results for the level of structural ductility m = (dmax/δfirst yield) = 1.23 > 1.2, stability in doing energy dissipation structure on
Drift Ratio 4.50%, 3.50%, 2.75% are all > 0,125, qualified. Resist lateral loads in both Press nor Pull on Drift Ratio 2.75  75%
maximum load, meet the requirements of ACI-374.1-05 and NEHRP. The conclusion is qualified design bearers Special Moment
Frame Structure which ductile and secure for the residents due to lateral seismic hazard.
Key words: exterior beam-column joint, partial prestress, reinforced concrete columns, lateral cyclic loading, ductility
pendahuluan
Latar Belakang
Bangunan-bangunan infrastruktur gedung bertingkat
sebagian besar menggunakan struktur utama dari beton.
Di sisi lain, frekuensi terjadinya gempa bumi di
Indonesia sangat tinggi karena posisinya yang terletak
pada zone gempa kuat, yang sering menimbulkan
kerugian besar baik berupa korban jiwa maupun kerugian
materi yang paling berharga sekalipun.
Hasil investigasi dari keruntuhan gedung bertingkat
akibat gempa, sebagian besar terjadi kegagalan pada
struktur joint Balok-Kolom karena tidak memenuhi
filosofi desain kolom kuat-balok lemah, (ilustrasi
kerusakan struktur Joint Balok-Kolom pada gambar 1).
Hasil
investigasi dari keruntuhan gedung
di Indonesia sangat tinggi karena posisinya yang
bertingkat
akibat
sebagian
terletak padagempa,
zone gempa
kuat,besar
yangterjadi
sering
kegagalan
pada struktur
jointbesar
Balok-Kolom
menimbulkan
kerugian
baik berupakarena
korban
tidak memenuhi
filosofi
desain
kuat-balok
jiwa maupun
kerugian
materikolom
yang palig
berharga
26
lemah,sekalipun.
(ilustrasi kerusakan struktur Joint Balokinvestigasi
Kolom padaHasil
gambar
1.1). dari keruntuhan gedung
bertingkat akibat gempa, sebagian besar terjadi
kegagalan pada struktur joint Balok-Kolom karena
tidak memenuhi filosofi desain kolom kuat-balok
lemah, (ilustrasi kerusakan struktur Joint BalokKasus1.1).
Kolom pada gambar
kerusakan
HBK
Kasus
kerusakan
Gambar
1.1.kasus
Contoh
kasus
kegagalan HBK
Gambar
1. Contoh
kegagalan
HBK HBK.
(sumber
:
www.google.com)
Sumber: www.google.com
Maka untuk mengantisipasi atau minimum
Maka untuk mengantisipasi atau minimum untuk
untuk mereduksi
bahaya
akibat gempa
ini, sangat
Gambar
1.1. Contoh
HBK
mereduksi bahaya
akibat
gempakasus
ini, kegagalan
sangat dibutuhkan
dibutuhkan struktur(sumber
bangunan
gedung yang tahan
: www.google.com)
struktur bangunan gedung yang tahan gempa di
gempa di Indonesia.
Indonesia. Maka untuk mengantisipasi atau minimum
Agar struktur
rangka gedung
mampu
menahan
mereduksi
akibat
gempamenahan
ini,
sangatgaya
Agaruntuk
struktur
rangkabahaya
gedung
mampu
gaya gempa
yang struktur
terjadi, bangunan
dibutuhkan
struktur
dibutuhkan
gedung
yangyang
gempa yang terjadi, dibutuhkan struktur yang tahan
kekar
gempa di Indonesia.
kekar (robust),
bermassa besar dan daktail, sesuai
(robust), bermassa
besar
dan
daktail,
sesuai
ketentuan
Agar struktur rangkadan
gedung
mampu menahan
ketentuan SNI03-1726-2002
SNI03-2847-2002
SNI03-1726-2002
dan
SNI03-2847-2002
gaya
gempa
yang
terjadi,
dibutuhkan
struktur yang
1.2. Permasalahan
kekar
(robust),
bermassa
besar
dan
daktail,
Permasalahan dalam penelitian struktur sesuai
joint
Permasalahan
ketentuan SNI03-1726-2002 dan SNI03-2847-2002
balok-kolom Exterior dirumuskan sebagai berikut :
1.2. Permasalahan
Permasalahan
dalam penelitian struktur joint balok1. Bagaimana
perilakudalam
respons
lentur dan aksial
Permasalahan
penelitian
kolom Exterior
dirumuskan
sebagai
berikut:struktur joint
non linier
elemenExterior
balok dirumuskan
beton pratekan
parsial:
balok-kolom
berikut
1. Bagaimana perilaku respons lentursebagai
dan aksial
non
terhadap1.beban
lateralperilaku
horisontal
siklik
dandan
respons
Bagaimana
respons
lentur
aksial
linier elemen balok beton pratekan parsial terhadap
non linier
beton balok
bertulang
non kolom
linier elemen
betonterhadap
pratekan beban
parsial
beban lateral horisontal siklik dan respons non linier
terhadap
beban lateral
horisontal
statik secara
monolit
dengan
balok ? siklik dan respons
kolom
terhadap
beban
statik beban
secara
nonbeton
linier bertulang
kolom beton
bertulang
2. Bagaimana
perilaku
respons
nonterhadap
linier Joint
monolit
dengan
balok
?
statik secara
dengan
balokbalok
?
balok-kolom
yang monolit
memakai
elemen
pratekan
2. Bagaimana
perilakuperilaku
responsrespons
non linier
Joint
2.
Bagaimana
nonprategang,
linier balokJoint
parsial dengan kolom bertulang non
kolom
yang memakai
elemen balok
parsial
balok-kolom
yang memakai
elemenpratekan
balok pratekan
sesuai ketentuan ACI 318-2008 pasal 21.5.2.5 (c),
parsial
dengan
kolom bertulang
non prategang,
dengan
kolom
bertulang
non prategang,
sesuai
bahwa sesuai
kontribusi tendon
prategang
balok
ACI 318-2008
pasalpada
21.5.2.5
(c),
ketentuan ketentuan
ACI 318-2008
pasal 21.5.2.5
(c), bahwa
tidak boleh
lebih
daritendon
25 %prategang
untuk menerima
bahwa tendon
kontribusi
kontribusi
prategang pada
balok pada
tidak balok
boleh
momentidak
positif atau
negatif
akibat
bebanmenerima
gempa
lebih
dari 25
%momen
untuk
lebih dari boleh
25% untuk
menerima
positif atau
lateral yang
terjadi
? atau negatif akibat beban gempa
momen
positif
negatif akibat beban gempa lateral yang terjadi ?
lateraljoint
yangbalok-kolom
terjadi ?
3. Apakah
dengan elemen balok
3. Apakah
joint joint
balok-kolom dengan
balok
3. Apakah
denganelemen
elemen balok
beton pratekan
parsialbalok-kolom
masih mampu
berperilaku
beton
pratekan
parsial
masih
mampu
berperilaku
pratekan beban
parsialultimate
masih mampu
daktail beton
pada kondisi
sesuaiberperilaku
standard
daktail
pada
kondisi
beban
standard
daktail
pada
kondisi
bebanultimate
ultimate sesuai
sesuai standard
daktilitas, μ = (δmax/δleleh pertama), dengan
catatan μ
daktilitas,
m
=
(d
/d
),
dengan
catatan
/δlelehpertama
daktilitas, μ = max
(δmaxleleh
pertama), dengan catatan μm
dapat diperhitungkan
sampai
dengan batas kondisi
dapat
diperhitungkan
kondisi
dapat
diperhitungkansampai
sampaidengan
dengan batas
batas kondisi
strukturstruktur
tersebut
stabil,
yang
diakibatkan
oleh
tersebut
diakibatkan
oleh
struktur tersebut
stabil,stabil,
yang yang
diakibatkan
oleh beban
beban gempa
siklik
lateral
?
beban
gempa
siklik lateral ?
gempa
siklik
lateral?
Tujuan Penelitian
Dalam penelitian joint balok-kolom dengan elemen
struktur balok beton pratekan parsial dengan kolom
beton bertulang ini, mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Melakukan penelitian secara eksperimental untuk
mengetahui perilaku respons lentur dan aksial non
linier pada elemen balok pratekan parsial terhadap
beban aksial horisontal siklik dan perilaku respons
non linier kolom beton bertulang terhadap beban
statik secara monolit dengan balok.
2. Melakukan penelitian secara eksperimental untuk
mengetahui perilaku respons non linier pada joint
balok-kolom dengan elemen balok beton pratekan
terhadap beban statik secara monolit dengan
1. Melakukan penelitian secara eksperimental
balok.mengetahui perilaku respons lentur dan
untuk
2. Melakukan
eksperimental
aksial
non linier penelitian
pada elemensecara
balok pratekan
untuk terhadap
mengetahui
perilaku
respons
parsial
beban aksial
horisontal
sikliknon
dan linier
Saintek,
Vol. 10.
No.
1 Junibertulang
2013: 25–37
pada Jurnal
joint
balok-kolom
dengan
elemen
balok
perilaku
respons
non linier
kolom
beton
terhadap
beban statik
dengan pasal
beton pratekan
parsialsecara
sesuaimonolit
ACI 318-2008
balok.
21.5.2.5
(c), dengan
kolom beton
parsial
sesuai
ACI 318-2008
pasalbertulang.
21.5.2.5 (c),
2.
penelitian secara
eksperimental
3.Melakukan
Melakukan
dengan
kolom betonanalisis
bertulang. terhadap hasil uji
untuk mengetahui perilaku respons non linier
eksperimental benda
uji joint
dengan
3. Melakukan
terhadap
hasilbalok-kolom
uji eksperimental
pada joint analisis
balok-kolom
dengan
elemen
balok
elemen
balok
beton
pratekan
parsial
terhadap
benda
uji
joint
balok-kolom
dengan
elemen
balok
beton pratekan parsial sesuai ACI 318-2008 pasal
kemampuan
berperilaku
daktil
padakemampuan
kondisi beban
beton
pratekan
parsial
terhadap
21.5.2.5
(c), dengan
kolom beton
bertulang.
sesuai
standard
kehandalan
daktilitas,
berperilaku
daktil
pada terhadap
kondisi
beban
ultimate
3.ultimate
Melakukan
analisis
hasil
uji μ =
eksperimental
benda
uji
joint
balok-kolom
dengan
(δmax/δ
),
yang
diakibatkan
oleh
sesuai
standard
kehandalan
daktilitas,
m
=
(dbeban
leleh pertama
max /
elemen
balok
beton
pratekan
parsial
terhadap
gempa
siklik
lateral.
dleleh
),
yang
diakibatkan
oleh
beban
gempa
pertama
kemampuan
siklik
lateral. berperilaku daktil pada kondisi beban
II. TINJAUAN
ultimate sesuaiPUSTAKA
standard kehandalan daktilitas, μ =
2.1. (δ
State
of
the
Prestressed
/δ
yang Partial
diakibatkan
oleh bebanBeammax leleh pertama), Art
gempa
siklik
lateral.
Column
Joint
tinjauan pustaka
Dengan melakukan kajian beberapa pustaka
II. TINJAUAN PUSTAKA
hasil
terdahulu
yang menggunakan
State State
of
the Art
Partial
Beam-Column
Joint
2.1.
ofpenelitian
the
ArtPrestressed
Partial
Prestressed
Beambeton
pratekan
penuh
(full-prestress)
pada elemen
Columnmelakukan
Joint
Dengan
kajian beberapa pustaka hasil
balok
untuk
detailing
balok-kolom
Dengan
melakukan
kajianhubungan
beberapa
pustaka
penelitian
terdahulu
yang menggunakan
beton
pratekan
antarapenelitian
laian : terdahulu yang menggunakan
hasil
penuh (full-prestress) pada elemen balok untuk detailing
beton
pratekan K
penuh
pada elemen
1. Nakano.
dkk(full-prestress)
(2006) :
hubungan
balok-kolom
antarahubungan
lain:
balok
untuk detailing
balok-kolom
Melakukan
Studi Kontrol
Kerusakan
Struktur
1. Nakano.
K dkk
antara
: (2006) Pracetak dengan Tekanan
BetonlaianPrategang
Melakukan
Studi
Kontrol
Kerusakan
Beton
1.Ringan
Nakano.
K dkk
(2006)
: Bagian Struktur
P/C
pada
Joint
1: Berdasarkan
Prategang
Pracetak
dengan
Tekanan
Ringan
P/C
Melakukan Studi Kontrol Kerusakan Struktur pada
pemikiran bahwa desain seismik dari beberapa
Beton
Prategang
Pracetakpemikiran
dengan bahwa
Tekanan
Joint
Bagian
1: Berdasarkan
desain
bangunan
telah
berdasarkan
pada
metode baru
Ringan
P/C beberapa
pada Joint
Bagian 1:telah
Berdasarkan
seismik
dari
bangunan
berdasarkan
yang bertujuan
melindungi
kehidupan
manusia
pemikiran
bahwa
dari beberapa
pada
metode
barudesain
yangseismik
bertujuan
melindungi
bahkan telah
dari berdasarkan
gempa pada
bumi metode
besarbarudengan
bangunan
kehidupan manusia bahkan dari gempa bumi besar
memanfaatkan
kapasitas deformasi
yang
bertujuan melindungi
kehidupan plastis
manusiastruktur
dengan memanfaatkan kapasitas deformasi plastis
bahkan
dari gempa
itu. Bersama
para bumi
penulisbesar
yangdengan
lain telah
struktur
itu. Bersama para
penulis yangstruktur
lain telah
memanfaatkan
mengusulkankapasitas
metodedeformasi
Tekan plastis
Ringan P/C-Joint.
mengusulkan
metode
Tekan Ringan
itu.
Bersama
paraini,penulis
lain P/C-Joint.
telah oleh
Dengan
metode
batangyang
tekan-terkekang
Dengan
metode
ini,
batang
tekan-terkekang
oleh
mengusulkan
metode
Tekan
Ringan
P/C-Joint.
untaian prategang dalam kolom dan balok dari PC
untaian
prategang
dalam
kolom
dan
balok
dari
Dengan metode ini, batang tekan-terkekang oleh PC
dengan inisial tegangan yang ditetapkan sampai
untaianinisial
prategang
dalam yang
kolomditetapkan
dan balok dari
PC 0,5
dengan
tegangan
sampai
0,5 Py/strand
(Py: kuat
leleh
nominal)
yang lebih
dengan
inisial
tegangan
yang
ditetapkan
sampai
Py/strand
(Py: kuat
leleh nominal)
yang lebih
rendah
rendah
dari
dalam
sebuah yang
struktur PC
0,5
Py/strand
(Py: struktur
kuat
lelehPCnominal)
dari
dalam
sebuah
konvensional.lebih
Berikut
konvensional.
Berikut sebuah
adalah grafik histeritic
rendah
darihisteritic
dalam
PC hasil
adalah
grafik
hasil test driftstruktur
antara benda
uji
test drift antara
benda
uji grafik
struktur
betonhasil
bertulang
konvensional.
Berikut
adalah
histeritic
struktur beton bertulang dibandingkan dengan struktur
test
drift antara benda
uji struktur
bertulang
dibandingkan
dengan
strukturbeton
dengan
prestressed
dengan
prestressed ringan
P/C- joint.
dibandingkan
ringan P/C- dengan
joint. struktur dengan prestressed
ringan P/C- joint.
g dibandingkan
Gambar
2.1.
Struktur
Beton
Bertulan
Gambar
2.1.
Struktur
Beton
Bertulang
dibandingkan
Struktur
Tekan-Ringan-P/C-Joint
Struktur
Tekan-Ringan-P/C-Joint
Gambar 2. Struktur
Beton
Bertulang dibandingkan Struktur
(Nakano.
K dkk
2006)
(Nakano.
, 2006)
K,dkk
Tekan-Ringan-P/C-Joint (Nakano. K dkk., 2006)
2. Kevin J Thompson dan Robert Park (1980)
Melakukan penelitian yang berkonsentrasi khusus
pada daktilitas penampang balok pratekan dan
pratekan parsial dengan melakukan pengujian pada
spesimen elemen struktur balok-kolom. Hasil
analisis momen-kurvatur disajikan untuk serangkaian
prategang dan pratekan parsial pada penampang balok
beton. Beton inti dimodelkan menggunakan kurva
tegangan-regangan yang memperhitungkan pengaruh
confinment. Turunan hubungan momen-kurvatur
dibandingkan dengan hubungan eksperimental
Astawa, dkk.: Perilaku Daktil Elemen Struktur
diukur dan ditemukan terjadi hubungan yang baik.
Studi analisis ini dilakukan untuk menguji pengaruh
distribusi akhir kandungan baja pratekan longitudinal,
2.2. Keadaan
Ultimatebaja
(P/C MilddanGambar.
distribusi
kandungan
non-prategang
Press-Joint) (Nakano. K dkk ,2006)
longitudinal, kandungan baja transversal, dan tebal
pada karakteristik
momen-kurvatur
2. selimut
Kevin Jbeton
Thompson
dan Robert
Park,(1980) :dari
penampang
balok persegi
khususnya
pada
Melakukan
penelitian
yang panjang,
berkonsentrasi
khusus
perilaku
dalam
rentang
pasca-elastis.
pada daktilitas penampang balok pratekan dan
pratekan parsial dengan melakukan pengujian pada
Gambar.
2.2.2.2.
Keadaan
Ultimate
(P/C
MildGambar.
Keadaan
Ultimate
(P/C
Mild-analisis
spesimen elemen
struktur
balok-kolom.
Hasil
Press-Joint)
(Nakano.
K dkk
,2006)
Press-Joint)
(Nakano.
K dkk
,2006)
momen-kurvatur disajikan untuk serangkaian
2. Kevin
J Thompson
dan
Robert
Park,(1980)
::
2. dan
Kevin
J Thompson
dan
Robert
Park,(1980)
prategang
pratekan
parsial
pada
penampang
Melakukan
penelitian
Melakukan
penelitianyang
yangberkonsentrasi
berkonsentrasikhusus
khusus
balokpada
beton.
Beton inti
dimodelkan menggunakan
daktilitas
pada
daktilitaspenampang
penampangbalok
balokpratekan
pratekan dan
dan
kurvapratekan
tegangan-regangan
yang
memperhitungkan
parsial
dengan
melakukan
pengujian
pratekan
parsial
dengan
melakukan
pengujianpada
pada
pengaruh
confinment.
Turunan
hubungan
momenspesimen
elemen
struktur
balok-kolom.
Hasil
analisis
spesimen
elemen
struktur
balok-kolom.
Hasil
analisis
momen-kurvatur
disajikan
untuk
momen-kurvatur
disajikan
untuk serangkaian
serangkaian
kurvatur
dibandingkan
dengan
hubungan
prategang
dan
pratekan
pada
prategang
dan
pratekan
parsial
padapenampang
penampang
eksperimental
diukur
danparsial
ditemukan
terjadi
balok
beton.
Beton
intidimodelkan
dimodelkanmenggunakan
menggunakan
balok
beton.
Beton
inti
hubungan yang baik. Studi analisis ini dilakukan
kurva
tegangan-reganganyang
yangmemperhitungkan
memperhitungkan
kurva
tegangan-regangan
untukpengaruh
menguji
pengaruh
distribusi
akhir
kandungan
pengaruh
confinment.
Turunan
hubungan
momenGambar.
2.2.
Keadaan
Ultimate
(P/C
Mildconfinment.
Turunan
hubungan
momenGambar
3.
Keadaan
Ultimate
(P/C
Mild-Press-Joint)
(Nakano.
K dkk,
baja pratekan
longitudinal,
dan distribusi
kandungan
kurvatur
dibandingkan
dengan
hubungan
kurvatur
dibandingkan
dengan
hubungan
Press
2006)-Joint) (Nakano. K dkk ,2006)
eksperimental diukur
diukur dandan ditemukan
ditemukan terjadi
terjadi
baja eksperimental
non-prategang
longitudinal,
kandungan
baja
hubungan
yang
baik.Studi
Studianalisis
analisis
inidilakukan
dilakukan
hubungan
baik.
ini
transversal,
dan
tebal
selimut
beton
pada
karakteristik
Kesimpulan
yang
dicapai
adalah
berkaitan
dengan
2. Kevinuntuk
J Thompson
dan Robert
Park,(1980)
:
menguji
pengaruh
distribusi
akhirkandungan
kandungan
untukdari
menguji
pengaruh
distribusi
akhir
pengaruh
variabel-variabel
diatas, balok
pada
daktilitas
momen-kurvatur
dari
penampang
persegi
baja
pratekan
longitudinal,
dan
distribusi
kandungan
Melakukan
penelitian
yangperilaku
berkonsentrasi
khusus
baja pratekan
longitudinal,
dan distribusi
kandungan
penampang.
panjang,
khususnya
pada longitudinal,
dalam
rentang
baja
non-prategang
kandungan
baja
baja
non-prategang
longitudinal,
kandungan
baja
pada
daktilitas
balok
dan
pasca-elastis.
transversal,penampang
dan tebal selimut
beton pratekan
pada karakteristik
transversal, dan tebal selimut beton pada karakteristik
momen-kurvatur
dari penampang
balok persegi
pratekan
parsial dengan
pada
momen-kurvatur
darimelakukan
penampangpengujian
balok persegi
panjang, khususnya pada perilaku dalam rentang
panjang,
khususnya
pada
perilaku
dalam
rentang
spesimenpasca-elastis.
elemen struktur balok-kolom. Hasil analisis
pasca-elastis.
momen-kurvatur disajikan untuk serangkaian
prategang dan pratekan parsial pada penampang
balok beton. Beton inti dimodelkan menggunakan
kurva tegangan-regangan yang memperhitungkan
pengaruh confinment. Turunan hubungan momenkurvatur dibandingkan dengan hubungan
eksperimental diukur dan ditemukan terjadi
hubungan yang baik. Studi analisis ini dilakukan
untuk menguji pengaruh distribusi akhir kandungan
baja
pratekan
longitudinal,
dan
distribusi
kandungan
Gambar
2.3.Dimensi
dan uji dan
pembebanan
unit balok-kolom
Gambar
2.3.Dimensi
uji pembebanan
unit
balok-kolom
Gambar 4. Eksperimental dan Analitikal
hubungan
Momen-Curvature
(Thompson
dan Park,
1980)
(Thompson
dan
Park,
1980)
Gambar
2.3.Dimensi
dan
uji
pembebanan
unit
balok-kolom
baja non-prategang
longitudinal,
Balok (Thompson
dan Park, 1980)kandungan baja
(Thompson
dan Park,
1980)
Kesimpulan
yang dicapai
berkaitan
dengan
Kesimpulan
yang dicapai
adalahadalah
berkaitan
dengan
transversal,
dan
tebal
selimut
beton
pada
karakteristik
pengaruh
dari
variabel-variabel
diatas,
pada daktilitas
Kesimpulan
yang
dicapai
adalah
berkaitan
dengan
pengaruh
dariMagdy
variabel-variabel
3.
El-Sheikh
T dkk (1999)diatas, pada daktilitas
penampang.
pengaruh
dari variabel-variabel
diatas,
pada daktilitas
momen-kurvatur
dari penampang
balok
penampang.
Melakukan penelitian
perilaku gempa
dan persegi
desain
penampang.
rangka
pasca-tarik
panjang,beton
khususnya
pada (precast
perilaku post-tensioned)
dalam rentang
tanpa lekatan. Beton post-tensioned tanpa lekatan pada
pasca-elastis.
pertemuan balok-kolom telah dipelajari dalam penelitian
sebelumnya dan dipadukan menjadi sebuah sistem yang
menjanjikan struktur tahan gempa. Perilaku dari dua
rangka post-tensioned tanpa lekatan di tingkat 6 dipelajari
menggunakan analisis push-over statis nonlinier dan
analisa riwayat waktu-dinamis. Dua model analitis
dikembangkan untuk analisis, model isian dan model
pegas. Rangka beton precast post-tensioned tanpa lekatan
Gambar 2.4. Eksperimental dan Analitikal hubungan
Momen-Curvature Balok (Thompson dan Park, 1980)
Gambar 2.4. Eksperimental dan Analitikal hubungan
Momen-Curvature Balok (Thompson dan Park, 1980)
Gambar 2.4. Eksperimental dan Analitikal hubungan
Momen-Curvature Balok (Thompson dan Park, 1980)
3. El-Sheikh Magdy T dkk (1999)
27
Melakukan penelitian perilaku gempa dan desain
rangka beton pasca tarik (precast post-tensioned)
tanpa lekatan.
dirancang
sebagai Beton
"framepost-tensioned
daktail." Oleh tanpa
karenalekatan
itu,
pada
pertemuan
balok-kolom
telah
dipelajari
dalam
perilaku frame dikendalikan oleh perilaku sambungan
penelitian sambungan
sebelumnyadipisahkan
dan dipadukan
menjadi
sebuah
balok-kolom,
dari frame
di lokasi
Gam
yang
tahan puncak
gempa.
titiksistem
belok (M
= 0)menjanjikan
yang terletak struktur
di pertengahan
3. El-Sheikh Magdy T dkk (1999)
Perilaku
dari dua
post-tensioned
lekatan
midspan
kolom
danrangka
balok
(lihat
5). Hasil
3. El-Sheikh
Magdy
T dkk
(1999)Gambartanpa
Melakukan
penelitian
perilaku
gempa dan desain
Melakukan
penelitian
perilaku
gempa rangka
dan
desain
di
tingkat
6
dipelajari
menggunakan
analisis
pushpenelitian
menunjukkan
bahwa
perilaku
precast
rangka beton pasca tarik (precast post-tensioned)
rangka
betonnonlinier
pasca
tarik
(precast
post-tensioned)
Gambar
2.3.Dimensi
danlekatan,
uji
pembebanan
unit
balok-kolom
post-tensioned
tanpa
khususnya
kekuatan,
over
statis
dan
analisa
riwayat
waktutanpa lekatan. Beton(Thompson
post-tensioned
tanpa lekatan
dan Park, 1980)
tanpa dan
lekatan.
Beton post-tensioned
tanpa dari
lekatan
daktilitas,
kemampuan
terpusatnya,
lebih
cukup
dinamis.
Dua
model
analitis
dikembangkan
untuk
pada
pertemuan
balok-kolom
telah
dipelajari
dalam
pada pertemuan
balok-kolom
telahberkaitan
dipelajaridengan
dalam
Kesimpulan
yang
dicapai
adalah
untuk
menahan
gempa
kuat.
penelitian
sebelumnya
dan
dipadukan
menjadi
sebuah
analisis,
isian dan
model pegas.
Rangka
penelitianmodel
sebelumnya
dan dipadukan
menjadi
sebuahbeton
pengaruh
dari
variabel-variabel
diatas, pada
daktilitas
sistem
yang
menjanjikan
strukturlekatan
tahan gempa.
gempa.
precast
post-tensioned
tanpa
dirancang
sistem
yang
menjanjikan
struktur
tahan
penampang.
Perilaku
dari
dua
rangka
post-tensioned
tanpa
lekatan
Perilaku "frame
dari dua rangka
post-tensioned
tanpaitu,
lekatan
sebagai
daktail."
Oleh karena
perilaku
di3.
66 dipelajari
menggunakan
analisis pushpushEl-Sheikh
Magdy
Tperilaku
dkk (1999)
di tingkat
tingkat
dipelajari
menggunakan
analisis
frame
dikendalikan
oleh
sambungan
balokover
analisa riwayat
riwayat waktuwaktuover statis
statis nonlinier
nonlinier dan
dan analisa
kolom,
sambungan
dipisahkan
dari
frame
di
lokasi
Melakukan
penelitian
perilaku
gempa
dan
desain
dinamis.
dikembangkan untuk
untuk
dinamis. Dua
Dua model
model analitis
analitis dikembangkan
titik
belok
(M=0)
yang
terletak
di
pertengahan
analisis,
dan
pegas.
Rangka
beton
Gambar 2.
analisis,model
model
isian
dan model
Rangka
beton
rangka
betonisian
pasca
tarik pegas.
(precast
post-tensioned)
puncak
kolom dan
(lihat dirancang
Gambar 2.5). tensioned tanp
precast
post-tensioned
tanpabalok
lekatan
dirancang
precast midspan
post-tensioned
lekatan
tanpa
lekatan.
Beton Oleh
post-tensioned
tanpa
lekatan
sebagai
"frame
karena
itu,
perilaku
sebagai
"frame daktail."
daktail."
karena
perilaku
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwaitu,
perilaku
rangka
4. Hung Lin-C
frame
dikendalikan
oleh
perilaku
sambungan
balokframe
dikendalikan
oleh
perilaku
sambungan
balokMelakukan pen
pada pertemuan
balok-kolom
dipelajari
dalam
precast
post-tensioned
tanpa telah
lekatan,
khususnya
kolom, sambungan
sambungan dipisahkan
dipisahkan dari
lokasi
kolom,
dari frame
frame didi
lokasi Kolom Beton
kekuatan,
daktilitas,
dan
kemampuan
terpusatnya,
penelitian
dipadukan
menjadi sebuah
titik belok
belok sebelumnya
(M=0) yang
yang dan
terletak
di
titik
(M=0)
terletak
di pertengahan
pertengahan
lebih
dari
cukupkolom
untukdan
menahan
gempa
kuat. 2.5). Concrete/HWC)
puncak
midspan
kolom
balok
puncak
midspan
balok (lihat
(lihat Gambar
Gambar2.5).
menyajikan has
sistem yang menjanjikan struktur tahan gempa.
Hasilpenelitian
penelitian menunjukkan
menunjukkan bahwa
Hasil
bahwa perilaku
perilakurangka
rangka HWC di bawa
Perilaku
dari dua rangka
post-tensioned
tanpa lekatan
precast post-tensioned
post-tensioned
tanpa
lekatan,
kapasitas disipa
precast
tanpa
lekatan, khususnya
khususnya
kekuatan,
daktilitas,
dan kemampuan
Gambar
2.4. Eksperimental
dan Analitikal terpusatnya,
hubungan
kekuatan,
daktilitas,
dan
kemampuan
terpusatnya,
di
tingkat
6
dipelajari
menggunakan
analisis
pushGambar
5. dari
Elevasi
prototipe
rangka
(Ei-Seikh
Magdy
dkk, 1999)
Momen-Curvature
(Thompson
dan
Park, T
1980)
lebih
cukup
untukBalok
menahan
gempa
kuat.
lebih
dari
cukup
untuk
menahan
gempa
kuat.
over statis nonlinier dan analisa riwayat waktudinamis. Dua model analitis dikembangkan untuk
analisis, model isian dan model pegas. Rangka beton
precast post-tensioned tanpa lekatan dirancang
sebagai "frame daktail." Oleh karena itu, perilaku
frame dikendalikan oleh perilaku sambungan balokkolom, sambungan dipisahkan dari frame di lokasi
titik belok (M=0) yang terletak di pertengahan
puncak midspan kolom dan balok (lihat Gambar 2.5).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku rangka
Gambar. 2.5. Elevasi
prototipe
rangka khususnya
precast post-tensioned
tanpa
lekatan,
Gambar.
2.5. Elevasi
prototipe
(Ei-Seikh
Magdy
Tpost-tensioned
dkk,rangka
1999) tanpa lekatan
Gambar
6.
Precast
Beam-Column
Joint
(Ei-Seikh
Magdy
T dkk,
1999)
kekuatan,
daktilitas,
dan1999).
kemampuan
terpusatnya,
Gambar.
2.5. Elevasi
rangka
(Ei-Seikh
Magdy
T dkk, prototipe
(Ei-Seikh Magdy T dkk, 1999)
lebih dari cukup untuk menahan gempa kuat.
Gambar 2.6. Precast Beam-Column Joint posttensioned tanpa lekatan (Ei-Seikh Magdy T dkk, 1999)
Gambar
Beam-Column
Joint
post-postGambar2.6.
2.6.Precast
Precast
Beam-Column
Joint
Gambar
7. Lin-Chien
Detail
Spesimen
LinTdan
Ping
Lin, 2005)
4. Hung
danKolom
Ping (Hung
Lin-Shih
(2005)
tensioned
tanpa
(Ei-Seikh
Magdy
dkk,
1999)
tensioned
tanpalekatan
lekatan
(Ei-Seikh
Magdy
T dkk,
1999)
Melakukan penelitian khusus tentang Perilaku lentur
4.4.Kolom
dan
Lin-Shih
(2005)
HungLin-Chien
Lin-Chien
danPing
Lin-Shih
(2005)
Beton Mutu
Tinggi
(HighWorkability
4. Hung
Hung
Lin-Chien
danPing
Ping
Lin-Shih
(2005)
penelitian
khusus
tentangtentang
Perilaku
lentur
Melakukan
Melakukan
penelitian
khusus
Perilaku
Concrete/HWC)
dengan
pembebanan
siklik.
Papernya
Melakukan
penelitian
khusus
tentang
Perilaku
lentur
Kolom
Beton
Mutu
Tinggi
lentur Kolom
Mutu
Tinggi(HighWorkability
(High
menyajikan
hasilBeton
penelitian
tentang
perilakuWorkability
kolom
Kolom
Beton
Mutu
Tinggi
(HighWorkability
Concrete/HWC)
pembebanan
siklik.
Papernya
HWC
di bawahdengan
beban
siklik.
Kekuatan,
daktilitas,
Concrete/HWC)
dengan
pembebanan
siklik.
Papernya
Concrete/HWC)
pembebanan
siklik.
Papernya
menyajikan
hasil dengan
penelitian
tentang
perilaku
kolom
kapasitas disipasi
energi,
dan
lebar retak
dari kolom,
HWC di bawah
siklik. tentang
Kekuatan,
daktilitas,
menyajikan
hasilbeban
penelitian
perilaku
kolom
kapasitas
lebar Kekuatan,
retak dari kolom,
HWC
di disipasi
bawah energi,
beban dan
siklik.
daktilitas,
kapasitas disipasi energi, dan lebar retak dari kolom,
28
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 25–37
menyajikan hasil penelitian tentang perilaku kolom
5. Blakeley Roger W. G. dan Park Rebert (1971)
HWC di bawah beban siklik. Kekuatan, daktilitas,
Melakukan penelitian eksperimen “Perlawanan
kapasitas disipasi energi, dan lebar retak dari kolom,
joint Balok-Kolom beton pratekan exterior terhadap
dibandingkan antara kolom HWC dengan kolom
beban Gempa.”2 Sejumlah empat tes yang dilakukan
beton normal. Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja
pada beton pracetak berskala penuh, joint Variabel
kolom HWC lebih baik dan proses untuk ketahanan
pengujian termasuk jumlah tulangan transversal
dibandingkan antara kolom HWC dengan kolom beton
pratekan dan disipasi energi pada deformasi besar
gempa
dapat
ditingkatkan
daripada
kolom
beton
pengekangan
normal. Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja kolom
dapat untuk
dipertimbangkan,
tetapi daktilitas
itu terjadi dan
hanya posisi sendi
normal.
plastis
dalam
batang.
Disimpulkan
HWC lebih baik dan proses untuk ketahanan gempa
setelah beton di zona tekan mulai hancur ketikabahwa besar
dibandingkan
antara
kolomkolom
HWCbeton
dengan
kolom beton
pratekan
dan
disipasi
energi
deformasi
besar
deformasi
pasca-elastis
dapat
dicapai
dapat
ditingkatkan
daripada
normal.
kerusakan
struktural
telah pada
terjadi.
Hasil
dari pada batang
normal. Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja kolom
dapat
dipertimbangkan,
tetapi
itu
terjadi
hanya
serangkaian
tespratekan
menunjukkan
bahwa
struktur
rangka
beton
dan
disipasi
energi
pada deformasi
HWC lebih baik dan proses untuk ketahanan gempa
setelah
beton mampu
di zonamenahan
tekan mulai
hancur
ketika
beton
pratekan
gempa
bumi
sedang
dibandingkan
antara
kolom
HWC
dengan
kolom
beton
pratekan
dan
disipasi
energi
pada
deformasi
besar
besar
dapat
dipertimbangkan,
tetapi
dapat ditingkatkan daripada kolom beton normal.
kerusakan kerusakan,dan
struktural telah terjadi.
Hasil dapat
dari itu terjadi
tanpa
struktur
dibandingkan
kolom HWC
dengankinerja
kolom beton
pratekan
dan
disipasi energi pada
deformasi
besar hanya
normal.
Hasilnyaantara
menunjukkan
bahwa
kolom
dapathanya
dipertimbangkan,
tetapi
itu
terjadi
setelah
beton
di
zona
tekan
mulai
hancur
serangkaian
tes
menunjukkan
bahwa
struktur
rangka
menahan
gempa
kuatzona
meskipun
normal.
Hasilnya
bahwa kinerja kolom
dapat
dipertimbangkan,
tetapi
itu dalam
terjadi kasus
hanyainiketika
HWC
lebihdibandingkan
baik danmenunjukkan
proses
gempa
setelah
betonmampu
di
tekan
mulai
hancur
antara untuk
kolom ketahanan
HWC dengan
kolom beton
pratekan
dan
disipasi
energi
pada
deformasi
besar
beton
pratekan
menahan
gempa
bumi
sedang
ketika
kerusakan
struktural
telah
terjadi.
Hasil
kerusakan
struktural
terjadi.
lebih baik
dan proses
untuk
ketahanan
gempa
setelah
beton
distruktural
zonadapat
tekan
mulai terjadi.
hancur ketika
dapatHWC
ditingkatkan
kolom
beton
normal.
kerusakan
telah
Hasil
darihanya
normal. daripada
Hasilnya
menunjukkan
bahwa kinerja kolom
dapat
dipertimbangkan,
tetapi
terjadi
tanpa
kerusakan,dan
struktur
dapat
dibandingkan
kolom
pratekan
dan
disipasi
energi
pada itu
deformasi
dari
serangkaian
tes
menunjukkan
bahwabesar
struktur
Curvatur
distribusi
beban
sepanjang
batang
dapat
ditingkatkanantara
daripada
kolomHWC
betondengan
normal. kolom beton kerusakan
struktural
telah
terjadi.
Hasil
dari
serangkaian
tes beton
menunjukkan
bahwa
struktur
rangka
HWC
lebih baik
dan proses bahwa
untuk kinerja
ketahanan
gempa
setelah
di bahwa
zona dan
tekan
mulai
hancur
ketika
menahan
gempa
kuat meskipun
dalam
kasus
ini
normal.
Hasilnya
menunjukkan
kolom
dapat
dipertimbangkan,
tetapi
itu
terjadi
hanya
ditunjukkan
pada
Gambar
2.11
kondisi
retak
serangkaian
tes
menunjukkan
struktur
rangka
rangka
beton
pratekan
mampu
menahan
gempa
beton
pratekan
mampu
menahan
gempa
bumi
sedang
kerusakan
struktural
dapat
terjadi.
ditingkatkan
kolomketahanan
beton normal.
kerusakan
struktural
telah
terjadi.
Hasilketika
dari
HWCdapat
lebih
baik dan daripada
proses untuk
gempa beton
setelah
beton
di zona
tekan
mulai
hancur
pratekan
mampu
menahan
gempa
bumi
sedang
spesimen
pasca
pembebanan
pada
Gambar
2.12.
bumi
sedang
tanpa
kerusakan,
dan
struktur
dapat
Curvatur
distribusi
sepanjang
batang
serangkaian
tesbeban
menunjukkan
bahwa
struktur
rangka
tanpakerusakan
kerusakan,dan
struktur
dapat
dapat ditingkatkan daripada kolom beton normal.
struktural
telah
terjadi.
Hasil
dari
tanpa
kerusakan,dan
struktur
dapat
menahan
gempa
kuat
meskipun
dalam
kasus
ini
ditunjukkan
pada
Gambar
2.11
dan
kondisi
retak
beton
pratekan
mampu
menahan
gempa
bumi
sedang
menahan
gempa
kuat
meskipun
dalam
kasus rangka
ini
menahan
gempa
kuattes
meskipun
dalambahwa
kasus struktur
ini
serangkaian
menunjukkan
spesimen
pasca
pembebanan
pada
Gambar
2.12.
tanpa
kerusakan,dan
struktur
dapat
kerusakan
struktural
dapat
terjadi.
kerusakan
struktural
dapat
terjadi.
kerusakan
struktural
dapat
terjadi.
beton pratekan mampu menahan gempa bumi sedang
menahan
gempa
kuat
meskipun
dalambatang
kasus
ini
Curvatur
distribusi
bebanbeban
sepanjang
batang
Gambar 2.7. Detail Spesimen Kolom
Curvatur
distribusi
sepanjang
tanpa
Curvatur
distribusi
beban
sepanjang
batang
kerusakan,dan
struktur
dapat
Lin dan Pinguntuk
Lin, 2005)
kerusakan
struktural
dapat
terjadi.
padapada
Gambar
2.11Gambar
dan
kondisi
retak
ditunjukkan
Gambar
2.11
dan11kondisi
retak iniretak
Gambar 8. Curva(Hung
Stress-Strain
Tulangan (Hung Lin dan ditunjukkan
menahan
gempa
kuat
meskipun
dalam
kasus
ditunjukkan
pada
dan kondisi
spesimen
pasca
pembebanan
pada Gambar
2.12.sepanjang
Curvatur
distribusi
beban
batang
spesimen
pasca
pembebanan
pada
Gambar
2.12. 12.
Ping
Lin, 2005).
kerusakan
struktural
dapat
terjadi.
spesimen
pasca
pembebanan
pada Gambar
Gambar 2.7. Detail Spesimen Kolom
ditunjukkan pada Gambar 2.11 dan kondisi retak
(Hung Lin dan Ping Lin, 2005)
Gambar 2.7. Detail Spesimen Kolom
(Hung
dan Spesimen
Ping Lin, 2005)
Gambar
2.7. Lin
Detail
Kolom
(Hung Lin dan Ping Lin, 2005)
Gambar 2.7. Detail Spesimen Kolom
(Hung Lin dan Ping Lin, 2005)
Gambar 2.7. Detail Spesimen Kolom
(Hung Lin dan Ping Lin, 2005)
Gambar 2.8. Curva Stress-Strain untuk
Tulangan (Hung Lin dan Ping Lin, 2005)
Gambar 2.8. Curva Stress-Strain untuk
Gambar 9.
Tulangan (Hung Lin dan Ping Lin, 2005)
Riwayat
Perpindahan Beban Siklik Lateral (Hung
Lin
dan Ping Lin, 2005)
Gambar 2.8. Curva Stress-Strain untuk
Tulangan (Hung Lin dan Ping Lin, 2005)
Gambar 2.8. Curva Stress-Strain untuk
Tulangan (Hung
Lin dan
Lin,
2005)
Gambar
2.8. Ping
Curva
Stress-Strain
untuk
Tulangan (Hung Lin dan Ping Lin, 2005)
Curvatur distribusi beban sepanjang batang
spesimen pasca pembebanan pada Gambar 2.12.
ditunjukkan pada Gambar 2.11 dan kondisi retak
spesimen pasca pembebanan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.11. Curvature distribusi beban sepanjang
batang pada pembenana puncak (Blakeley & Park, 1971)
Gambar 2.11. Curvature distribusi beban sepanjang
batang pada pembenana puncak (Blakeley & Park, 1971)
Gambar 2.11. Curvature distribusi beban sepanjang
batang pada pembenana puncak (Blakeley & Park, 1971)
Gambar 2.11. Curvature distribusi beban sepanjang
batang pada
pembenana
puncak (Blakeley
&beban
Park, 1971)
Gambar
2.11. Curvature
distribusi
sepanjang
pembenana
(Blakeleypasca-pembebanan
& Park, 1971)
Gambarbatang
12. pada
Kondisi
retakpuncak
spesimen
Gambar 2.11.
Curvature
distribusi
beban sepanjang
(Blakeley
& Park,
1971)
batang pada pembenana puncak (Blakeley & Park, 1971)
Gambar 2.12. Kondisi retak spesimen pasca pembebanan
(Blakeley & Park, 1971)
Dari
hasil 2.12.
kajian
pustaka
terdahulu,
maka
Gambar
Kondisi
retakpenelitian
spesimen pasca
pembebanan
state of the art(Blakeley
penelitian
adalah memberi
& Park,ini
1971)
inspirasi ide untuk membuat suatu penelitian pada
Dari hasil
pustaka
penelitian
terdahulu,
maka
Gambar
2.12. kajian
Kondisi
retak spesimen
pasca pembebanan
rangka
bidang
(plane-frame)
elemen
struktur joint
Gambar 2.9. Riwayat Perpindahan Beban Siklik Lateral
(Blakeley
& Park, 1971)
state of thebeton
art penelitian
ini adalah
(Hung Lin dan Ping Lin, 2005)
balok-kolom
sebagai model
rangka memberi
gedung
inspirasi
ide
untuk
membuat
suatu
penelitian
pada
Dari
hasil kajian
pustaka
penelitian
terdahulu,
maka
bertingkat
yang
aman
bagi
penghuni
akibat
gaya
rangka
bidang
(plane-frame)
elemen
struktur
joint
Gambar 2.9. Riwayat Perpindahan Beban Siklik Lateral
Gambar
2.12.
retakini
spesimen
pasca
pembebanan
state
of lateral.
theGambar
art Kondisi
penelitian
adalah
memberi
gempa
2.12.
Kondisimodel
retak spesimen
pasca
pembebanan
(Hung Lin dan Ping Lin, 2005)
balok-kolom
beton
sebagai
rangkaStruktur
gedung
(Blakeley
&suatu
Park, penelitian
1971)
inspirasi
ide untuk
membuat
pada
Rencana
aplikasinya
adalah
pada
(Blakeley
& Park,
1971)
bertingkat
yang
aman
bagi
penghuni
akibat
gaya
rangka
bidang
(plane-frame)
elemen struktur
joint
Rangka
Pemikul
Momen
Khusus
(SRPMK)
pada maka
Gambar 2.9. Riwayat Perpindahan Beban Siklik Lateral
Dari hasil
kajian
pustaka
penelitian
terdahulu,
gempa
lateral.
Gambar
2.12.
Kondisi
retak
spesimen
pascaterdahulu,
pembebanan
Dari
hasil
kajian
pustaka
penelitian
maka
(Hung Lin dan Ping Lin, 2005)
beton
sebagai
model
rangka
gedung
wilayah
gempa
kuat
(WG.
5-6)
Lebih
detail
RoadGambar 10. Grafik Beban-Displacement
Lateral (Hung Lin dan balok-kolom
Gambar
13.
retak
pasca-pembebanan
(Blakeley
& spesimen
Park,
1971)
state
ofstate
theaman
artthebagi
penelitian
iniakibat
adalah
memberi
Rencana
aplikasinya
adalah
pada
Struktur
ofKondisi
artpenghuni
penelitian
ini
adalah
memberi
bertingkat
yang
gaya
map
penelitian
dapat
digambarkan
sebagai
berikut
:
Ping Lin, 2005)
(Blakeley
& membuat
Park,
1971)
inspirasi
ide untuk
suatu
penelitian
Rangka
Pemikul
Momen
Khusus
(SRPMK)
pada pada pada
inspirasi
ide membuat
untuk
suatu
penelitian
gempa
lateral.
Dari
hasil kajian
pustaka
penelitian
terdahulu,
maka
wilayah
gempa
kuat
(WG.
5-6)
Lebih
detail
Roadrangka
bidang
(plane-frame)
elemen
struktur
joint joint
Rencana
aplikasinya
adalah
pada
Struktur
rangka
bidang
(plane-frame)
elemen
struktur
Gambar 2.9. Gambar
Riwayat2.9.
Perpindahan
Beban Siklik
Lateral
Riwayat
Perpindahan
Beban
state of dapat
the digambarkan
art penelitian
ini berikut
adalah
memberi
Gambar 2.10. Grafik
Beban-Displacement
LateralSiklik Lateral
map
penelitian
sebagai
:
(Hung Lin dan
PingLin
Lin,
2005)
Rangka
Pemikul
Momen
Khusus
(SRPMK)
pada
balok-kolom
sebagai
model
rangka
gedung
dan
Ping Lin, 2005)
balok-kolom
beton
sebagai
model
rangka
gedung
Dari
hasilbeton
kajian
pustaka
penelitian
terdahulu,
(Hung Lin(Hung
dan Ping
Lin,
2005)
inspirasi
ide
untuk
membuat
suatu
penelitian
padamaka
wilayah
gempa
kuat (WG.
5-6)
Lebih
detail
Roadbertingkat
yang
aman
bagi
penghuni
akibat
gaya
bertingkat
yang
aman
bagi
penghuni
akibat
gaya
state
of
the
art
penelitian
ini
adalah
memberi
inspirasi
rangkadapat
bidang
(plane-frame)
joint
Gambar 2.9.
Riwayat
Perpindahan
Siklik Lateral
5. Blakeley
W. G.
dan ParkBeban
Rebert
map
penelitian
digambarkan
sebagaielemen
berikut struktur
:
Gambar Roger
2.10. Grafik
Beban-Displacement
Lateral
gempa
lateral.
gempa
lateral.
(Hung
Lin
dan
Ping
Lin,
2005)
balok-kolom
beton
sebagai
model
rangka
gedung
ide
untuk
membuat
suatu
penelitian
pada
rangka
bidang
(Hung Lin dan Ping Lin, 2005)
(1971)
Rencana
aplikasinya
adalah
Struktur
Rencana
adalahpenghuni
pada pada
Struktur
Gambar aplikasinya
2.13.
Road-map
Penelitian
bertingkat
yang
aman
bagi
akibat
gaya
(plane-frame)
elemen
struktur
joint
balok-kolom
beton
Melakukan
penelitian
eksperimen
“Perlawanan
Gambar
2.10. Grafik
Beban-Displacement
Lateral joint
Rangka
Pemikul
(SRPMK)
Rangka
Pemikul
MomenMomen
KhususKhusus
(SRPMK)
pada pada
5. Blakeley
Roger
W.
G. exterior
dan
Park
Rebert
gempa
lateral.
(Hungpratekan
Lin dan Ping
Lin, 2005)
Balok-Kolom
beton
terhadap
beban
sebagai
model
rangka
gedung
bertingkat
yang
aman
2.2. Beton
Pratekan
Parsial
gempa
kuat 5-6)
(WG.Lebih
5-6) Lebih
detail Roadwilayahwilayah
gempa
kuataplikasinya
(WG.
detail
(1971)
(2)
(11)
Rencana
adalah
pada RoadStruktur
Gempa”
.Sejumlah empat tes yang dilakukan pada
Menurut
Naaman
Antoine.E
, lateral.
Pratekan
Gambar
2.13.
Road-map
Penelitian
bagi
penghuni
akibat
gaya
gempa
map
penelitian
dapat
digambarkan
sebagai
berikut
5.
Blakeley
Roger W.
G. dan Park
Rebert
Melakukan
penelitian
eksperimen
“Perlawanan
joint
map
penelitian
dapat
digambarkan
sebagai
berikut
: pada:
Rangka
Pemikul
Momen
Khusus
(SRPMK)
beton pracetak berskala penuh, joint Variabel
Gedung
parsial
adalah
kombinasi
tendon
prategang
dan
Elemen Struktur
Gedung
yang aman
(1971)
Rencana
aplikasinya
adalah
pada
Struktur
Rangka
Elemen
Struktur
Balok-Kolom
beton
pratekan
exterior
terhadap
beban
Joint Balok2.2.tulangan
Betonwilayah
Pratekan
Parsial
yang
aman
Perilaku
dan nyaman
gempa
kuat
(WG.
5-6)
detail Kinerja
RoadJoint Balokpengujian (2)termasuk jumlah tulangan transversal
Gambar
2.13.
Road-map
Penelitian
Sistem
KolomLebih
Beton
non
prategang,
baik
berkontribusi
pada
Perilaku
dan nyaman
(11)
Respons
Respons
bagi
Sistem
Kolom
Melakukan
penelitian
eksperimen
“Perlawanan
joint
Keamanan
dan kenyamanan
RangkaBeton Sebagai
Model
Gempa”
.Sejumlah
empat
tes
yang
dilakukan
pada
Kinerja
ResponsStruktur yang
Respons
bagi Khusus
Menurut
Naaman
Antoine.E
,
Pratekan
Gambar
2.10.
Grafik
Beban-Displacement
Lateral
Pemikul
Momen
(SRPMK)
pada
wilayah
gempa
Struktur
penghuni
Keamananmap
dan kenyamanan
Rangka digambarkan
Sebagai
penghuni
gedungpenghuni
pada
Gedung Model Struktur Struktur
Gedung
untuk
pengekangan
daktilitas
dan posisi
sendi
plastis
penelitian
dapat
sebagai
berikut
:
Gambar
2.10.beton
Grafik
Beban-Displacement
Lateral
Struktur
yang memuaskan
ketahanan
batang.
Keuntungannya
adalah
Rangka
pada
penghuni gedung wilayah
pada hunian yang rawan
Gedung
Struktur
Beton Gedung Bertingkat
yang
Balok-Kolom
pratekan
exterior
terhadap
beban
(Hung Lin
dan Ping
Lin, 2005)
2.2.
Beton
Pratekan
Parsial
beton
pracetak
berskala
penuh,
joint
Variabel
Rangka
memuaskan
pada
Gedung
terhadap Gempa
wilayah
parsial
adalah
kombinasi
tendon
prategang
dan
Gedung
wilayah hunian
yang
rawangempa
Betondetail
Bertingkat
yang
bumi
tahan
Aman
bagi
(Hung
Lin
dan
Ping
Lin,
2005)
kuat
(WG.
5-6)
Lebih
Road-map
penelitian
Elemen
Struktur
dalam
batang.
Disimpulkan
bahwa
besar
deformasi
(2)
Gedung
terhadap Gempa Bumi kuat dapat
wilayah yangpengendalian
Gambar
11.
Curvature
distribusi
beban
sepanjang
batang
pada
yang
hunian
yang
peningkatan
daktilitas,
camber
dan
(11)
aman
gempa
bumi
tahan
Aman
bagi
Gempa
Penghuni
Akibat
Gempa”
empat
tes yang
dilakukan
pada
Balokyang
hunian yang dan nyaman
amanBumi kuat
rawan
MenurutnonNaaman
Antoine.E
,JointGaya
Pratekan
pengujian .Sejumlah
termasuk
jumlah
tulangan
transversal
Perilaku
Gempa
Gempa
Akibat
tulangan
prategang,
baikPenghuni
berkontribusi
pada
Kolom
Beton
gempa bumi Sistem
aman
rawan
pasca-elastis
dapat
dicapai
pada
batang
beton
Respons
Kinerja Respons
bagi
digambarkan
sebagai
berikut:
pembenana
puncak
(Blakeley
&
Park,
1971)
Lateral
defleksi
lebih
baik.
Gaya Gempa
5.
Blakeley
Roger
W.
G.
dan
Park
Rebert
Keamanan
dan kenyamanan
Rangka
Sebagai Model
kuat
pracetak
berskala
penuh,
joint
Variabel
gempa bumi penghunitendon
Gambar
2.10.
Grafik
Beban-Displacement
Lateral
parsial
adalah
kombinasi
prategang
dan
Struktur
Struktur yang
untuk
pengekangan
daktilitas
dan
posisi
sendi
plastis
5. beton
Blakeley
Roger
W.
G. dan
Park
Rebert
ketahanan
batang.
Keuntungannya
adalah
penghuni gedung
pada kuat
Gedung LateralStruktur Gedung
memuaskan
Rangka
pada
wilayah hunian yang rawan
Beton
Bertingkat yang
(1971)
(Hung
Lin
dan
Ping
Lin,
2005)
pengujian
termasuk
jumlah
tulangan
transversal
Gedung
terhadap Gempa
wilayah
tulangan
non
baik
berkontribusi
pada
dalam batang. Disimpulkan bahwa besar deformasi
gempa prategang,
bumi
tahan
Aman camber
bagi
peningkatan
daktilitas,
pengendalian
dan
(1971)
Gambar
yang
Bumi kuat
hunian yang 2.13. Road-map Penelitian
Gempa
Penghuni
Akibat
Melakukan
penelitian
eksperimen
“Perlawanan
joint
aman
rawan
untuk
pengekangan
daktilitas
dan
posisibatang
sendi
plastis
Gambar
Road-map Penelitian
batang.
Keuntungannya
Gaya Gempa adalah
pasca-elastis
dapat
dicapai
beton
defleksi lebih
baik. 2.13.
gempa bumi
Melakukan
penelitian
eksperimen
“Perlawanan
joint bebanketahanan
Lateral
5. batang.
Blakeley
Roger
W.pratekan
G.pada
dan
Park
Rebert
kuat
Balok-Kolom
beton
exterior
terhadap
dalam
Disimpulkan
bahwa
besar
deformasi
2.2. Beton
Pratekan
Parsial camber dan
peningkatan
daktilitas,
pengendalian
(2)pratekan exterior terhadap beban
Balok-Kolom
beton
(11)
2.2.
Betonlebih
Pratekan
Parsial
(1971)
pasca-elastis
dapat
dicapai empat
pada tes
batang
beton
.Sejumlah
yang dilakukan
pada
defleksi
baik.
Menurut
Naaman
Antoine.E
, Pratekan
(2)Gempa”
(11)
Gambar 2.13.
Road-map
Penelitian
Gempa”
.Sejumlah
empat berskala
tes yang dilakukan
padaVariabel
Melakukan
penelitian
eksperimen
“Perlawanan
joint
Menurut
Naaman
Antoine.E
,
Pratekan dan
beton
pracetak
penuh,
joint
parsial adalah kombinasi tendon prategang
beton Balok-Kolom
pracetak
berskala
penuh,
joint
Variabel
beton
pratekan
exterior
terhadap
beban
parsial
adalah
kombinasi
dan pada
2.2. Beton
Pratekan
Parsialtendon
pengujian
termasuk
jumlah
tulangan
transversal
tulangan
non prategang,
baikprategang
berkontribusi
(2)
(11)
pengujian
termasuk
jumlah
tulangan
Gempa”
.Sejumlah
empat
tes yang
dilakukan
non prategang,
baik
berkontribusi
pada
Menurut
Naaman
Antoine.E
,
Pratekan
untuk
pengekangan
daktilitas
dantransversal
posisi
sendipada
plastis tulanganketahanan
batang.
Keuntungannya
adalah
untuk beton
pengekangan
daktilitas
dan posisi
sendi
plastis
pracetak
berskala
penuh,
joint
Variabel
batang.daktilitas,
Keuntungannya
adalah dan
dalam
batang.
Disimpulkan
bahwa
besar
deformasi ketahanan
parsial
adalah
kombinasi
tendon prategang
peningkatan
pengendalian
camber
dan
Gambar 2.8. Curva Stress-Strain untuk
Tulangan (Hung Lin dan Ping Lin, 2005)
Keamanan dan kenyamanan
penghuni gedung pada
wilayah hunian yang rawan
gempa bumi
Keamanan dan kenyamanan
penghuni gedung pada
wilayah hunian yang rawan
gempa bumi
Keamanan dan kenyamanan
penghuni gedung pada
wilayah hunian yang rawan
gempa bumi
Gedung
Elemen Struktur
yang aman
Joint BalokPerilaku
dan nyaman
Sistem
Kolom Beton
Respons
Kinerja Respons
bagi
Rangka
Sebagai Model
Struktur yang
Struktur
penghuni
Gedung
Struktur Gedung
Rangka
memuaskan
pada
Beton
Bertingkat yang
Gedung
terhadap Gempa
wilayah
Gedung
tahan
Aman
bagi
Elemen Struktur
yang
Bumi kuat
hunian
yangyang
aman
Gempa
Penghuni
Akibat
Joint Balokaman
rawan
Perilaku
dan
nyaman
Gaya
Gempa
Sistem
Kolom Beton
gempabagi
bumi
Kinerja Respons
Respons
LateralModel
Rangka
Sebagai
kuat
Struktur
Struktur yang
penghuni
Gedung
Struktur Gedung
Gedung pada
Rangka
memuaskan
Struktur yang
Beton Elemen Bertingkat
yang aman
Gedung
terhadap Gempa
wilayah
tahan Joint BalokAman bagi Perilaku
dan nyaman
Bumi kuat
yang
hunian yang Sistem
Beton Akibat
Gempa KolomPenghuni
Respons aman Kinerja Respons
bagi rawan
Rangka
Sebagai Model
Gaya Gempa Struktur
Struktur yang
penghuni
gempa bumiGedung
Struktur Gedung
Lateral
Rangka
memuaskan
pada kuat
Beton
Bertingkat yang
Gedung
terhadap Gempa
wilayah
tahan
Aman bagi
yang
Bumi kuat
hunian yang
Gempa
Penghuni Akibat
aman
rawan
Gaya Gempa
gempa bumi
Lateral
kuat
Astawa, dkk.: Perilaku Daktil Elemen Struktur
29
.............................. (2)
Gambar 14. Tipikal Curva hubungan beban-lendutan Struktur
Beton (Naaman Antoine E, 1982)
Beton Pratekan Parsial
Nilai d = jarak titik pusat baja tarik terhadap serat
tekan terluar pada kondisi tahanan momen nominal
adalah:
....................................... (3)
Substitusi persamaan (2) ke persamaan (3), maka:
Menurut Naaman Antoine E.11 Pratekan parsial
adalah kombinasi tendon prategang dan tulangan
non prategang, baik berkontribusi pada ketahanan
batang. Keuntungannya adalah peningkatan daktilitas,
pengendalian camber dan defleksi lebih baik.
................................. (4)
di mana: fps = tegangan tarik baja pratekan pada momen
tahanan nominal
fy = tegangan leleh baja non pratekan
Aps= luas penampang baja pratekan
As = luas penampang baja tarik
Gambar 15. Tipikal Curva hubungan beban-lendutan Struktur
Beton (Naaman Antoine. E, 1982)
Dari gambar 16 ini dapat dibaca besaran-besaran
beban yang bekerja, termasuk beban yang menimbulkan
retak pertama. Jelas terlihat bahwa pada beton pratekan
penuh beton mengalami retak pada saat service load
telah bekerja penuh, sedangkan untuk beton bertulang
pada saat yang sama penampang sudah retak. Jadi jelas
bahwa posisi beton pratekan parsial dan sifat-sifatnya
berada di antara kedua type struktur terdahulu masingmasing menjadi batas atas (pratekan penuh) dan batas
bawah beton bertulang.20
Gambar 16. Diagram BlockTegangan tekan dan lentur Beton
Pratekan Parsial (Miswandi V Eka, 1999).
b. Indeks Tulangan Global (ω)
Rasio baja tulangan prategang dan baja tulangan nonprategang menurut SNI 03-2847-2002 pasal 20.8.1),17
ditentukan sebesar:
Analisa Lentur Balok beton Pratekan Parsial
Parameter-parameter
a. Partial Prestressing Ratio (PPR).
Partial Prestressing Ratio (PPR) (Naaman)11 adalah
parameter yang menunjukkan tingkat pratekan balok
beton pratekan parsial, untuk menyatakan rasio
momen batas akibat baja pratekan dengan momen
batas akibat baja tarik total. Besar nilai PPR: 0 
PPR  1, bila nilai PPR = 0 berarti penampang beton
bertulang, dan bila PPR = 1 berarti penampang beton
pratekan penuh. Perumusan PPR dapat dijabarkan
sebagai berikut (lihat Gambar 15):
. ............... (1)
Bila dp = ds = d = jarak dari serat tekan terluar
kepusat gaya baja tarik, maka rumusan PPR menjadi:
............ (5)
Referensi lain untuk menghitung nilai ω (Miswandi
melalui referensi Naaman)20 sebesar:
.................................................... (6)
di mana:
dan:
ωp = indeks baja pratekan
ω = indeks tulangan tarik baja non-pratekan
ω’ = indeks tulangan tekan baja non-pratekan
f’c = Kuat tekan karakteristik beton silinder
30
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 25–37
b = lebar flens untuk penampang T atau lebar badan
untuk penampang persegi
d = jarak titik pusat tulangan baja tarik terhadap
serat tekan terluar pada kondisi tahanan momen
nominalnya.
dengan:
Daktilitas Penampang Beton Pratekan
(12), maka:
Daktilitas beton dinyatakan dengan (m φ) untuk
daktilitas lentur, (θ) untuk rotasi dan (∆) untuk daktilitas
defleksi/lendutan.
Regangan batas pada beton pratekan sama dengan
beton bertulang: εcu = 0,3% Dalam beton pratekan
dijumpai adanya tegangan Initial. Perumusannya dapat
diuraikan dari diagram perubahan bentuk saat leleh
pertama dan gaya-gaya yang timbul dalam penampang
(lihat Gambar 15).
1. Keadaan Leleh Pertama
Karena adanya regangan Initial (εSpo), maka leleh
pertama dapat dinyatakan sebagai berikut:
. ............................... (7)
dalam keadaan leleh:
,
;
dari persamaan (7):
. ................. (8)
. ........................................................ (9)
y dapat dicari dengan: ΣH = 0
(10)
y dapat dicari dengan : .Σ..........................................
H=0
2. 2.
Kondisi
Batas
Kondisi
Batas
...................................................... (12)
; kemudian substitusi persamaan (10) ke
masukkan harga-harga y dan yu ke dalam persamaan
(9) dan (12), sehingga diperoleh:
................................................. (13)
Dengan demikian µφ dapat dihitung karena:
ε cu: ditetapkan dalam SNI 03-2847-2002, pasal
20.7.4), sebesar 3‰
∆2.εsp: dapat dihitung dari persamaan (8) karena fspy,
∆1.εsp, εSpo, diketahui untuk setiap jenis penampang
balok.
∆3.εsp: dapat dicari melalui yu, jadi tergantung pada
besar nilai Tu dan Cu, dinamika
Tu, tergantung pada mutu baja fpu dan Asp, serta
Cu tergantung pada mutu beton fc’dan b (lebar balok).
εsp: didapat dari nilai ∆3.εsp, dengan ΣH = 0
C = T. y, di mana: C = ½. b. fc. y
T.y = Asp.fspy, dalam keadaan leleh pertama dianut:
2.5. Faktor-faktor
yang mempengaruhi Daktilitas
εc = fc ⁄Ec.
1. Jumlah Baja Prategang
Penggunaan
bajaDaktilitas
prategang harus
Faktor-faktor
yang jumlah
memengaruhi
proporsional
sesuai
dengan
kuat
lentur yang
1. Jumlah Baja Prategang
diperlukan
untuk
memikul
beban
gravitasi.
Penggunaan jumlah baja prategang harus
proporsional
Menurut ACI-318-77 dan UBC-97(47) memberi
sesuai dengan kuat lentur yang diperlukan untuk
batasan untuk baja prategang agar memenuhi
memikul beban gravitasi. Menurut ACI-318-77 dan
(47) memberi batasan
syarat
under-reinforced
:
UBC-97
untuk baja prategang
agar
memenuhi
syarat
under-reinforced:
Bila ω > 0,3 maka akan terjadi peningkatan kuat
p
Gambar 2.16. Diagram Perubahan bentuk balok saat keadaan batas
Gambar
17. yang
Diagram
Perubahan
bentuk balok
dan gaya-gaya
timbul
dalan Penampang
(Raka.saat
I.G.P,keadaan
1993)
batas dan gaya-gaya yang timbul dalam Penampang
Dengan mengambil
perubahan diagram seperti
(Raka.bentuk
I.G.P, 1993).
pada gambar 2.16, maka diperoleh hal identik dengan
Dengan
mengambil
bentuk perubahan diagram seperti
beton
bertulang
:
pada Gambar 16, maka diperoleh hal identik dengan
beton bertulang:
keseimbangan gaya horisontal:Σ
:
H = 0,yudapat dihitung (11)
..............................................
lentur tetapi berakibat menurunkan daktilitas dan
...............................................
(14)
keruntuhan yang terjadi
akan dominan pada
keruntuhan geser yang tidak dikehendaki.
(19)
Bila ωp > 0,3
peningkatan kuat
, mengaplikasikan
Thompson
K. maka
J &akan
Parkterjadi
lentur
tetapi (14)
berakibat
menurunkan
daktilitas
dan
persamaan
membuat
desain penampang
balok
’
pratekan yang
dengan
d=0,8akan
h, fcdominan
= 37,9 Mpa,
= 1617
keruntuhan
terjadi
padafpukeruntuhan
mendekati
persyaratan nilai oleh ACI dan
Mpa,
fpstidak
geser
yang
dikehendaki.
19 mengaplikasikan
UBC,
balokKJdengan
prestressing persamaan
tendon,
Thompson
& Park,bonded
(20) balok pratekan dengan
(14)hasilnya
membuat :desain penampang
. Curve hubungan
d = 0,8 h, fc'= 37,9 Mpa, fpu = 1617 Mpa, fps mendekati
adalah
:
momen dan
curvature
dengan
persyaratan
nilai
oleh ACI
dan UBC, balok
dengan
bonded prestressing tendon, hasilnya:
.20
Curve hubungan momen dan curvature dengan
, adalah:
keseimbangan gaya horisontal: ΣH = 0, yu dapat dihitung:
dengan :
; kemudian substitusi persamaan (10)
ke (12), maka :
masukkan harga-harga y dan yu kedalam
persamaan (9) dan (12), sehingga diperoleh :
Gambar 2.17. Pengaruh baja prategang pada hubungan
Momen dan Curvature pada Balok Beton Pratekan dengan 1
lapis tendon prategang (Park & Thompson, 1980)
pratekan dengan d=0,8 h, fc’= 37,9 Mpa, fpu = 1617
Mpa, fps mendekati persyaratan nilai oleh ACI dan
UBC, balok dengan bonded prestressing tendon,
am seperti
ik dengan
(20)
. Curve
hasilnya
:
Astawa,
dkk.: Perilaku
Daktil Elemen
Strukturhubungan
adalah :
momen dan curvature dengan
31
hancurnya beton yang tertekan dan mengakibatkan
kapasitas momen akan tereduksi secara berarti
pada curvature yang tinggi. Oleh karena itu untuk
penampang yang menerima beban bolak-balik akibat
gempa dianjurkan mempunyai dua atau lebih tendon
prategang pada penampangnya.
dihitung :
maan (10)
kedalam
Gambar 2.17. Pengaruh baja prategang pada hubungan
Momen
Curvaturebaja
padaprategang
Balok Beton
Pratekan
dengan
1
Gambar
18.danPengaruh
pada
hubungan
Momen
lapis dan
tendon
prategang
(Park
& Thompson,
1980) dengan
Curvature
pada
Balok
Beton Pratekan
lapisbahwa
tendonbila
prategang
Thompson,
Terlihat 1juga
luasan (Park
baja &
prategang
melebihi1980).
yang dipersyaratkan dalam persamaan
karena :
2, pasal
(8) karena
tiap jenis
tergantung
p,
serta
n b (lebar
=0
ma dianut :
(14) maka keruntuhan getas akan terjadi. Tetapi
khusus juga
akibatbahwa
bebanbila
gempa
dimana
momen
Terlihat
luasan
baja prategang
dipertahankan
pada curvature
besar,(14)
melebihi
yang dipersyaratkan
dalam yang
persamaan
penggunaan
luas
baja
prategang
dibatasi.
Untuk
maka keruntuhan getas akan terjadi. Tetapi khusus
memenuhi
maka
batasan
ωp ≤ 0,3
akibat
bebanpersamaan
gempa di(14)
mana
momen
dipertahankan
diganti
ω
≤
0,2,
sehingga
contoh
hasil
studi
sesuaibaja
p
pada curvature yang besar, penggunaan luas
,
gambar
2.15
memperoleh
nilai
prategang dibatasi. Untuk memenuhi persamaan (14)
maka
batasan
ωp  0,3
diganti
ωpini
 mempunyai
0,2, sehingga
sehingga
penampang
pada
kondisi
daktilitas
yang
lebih
baik, Gambar
dan untuk15
desain
tahan
contoh
hasil
studi
sesuai
memperoleh
gempa dianjurkan
merubah
persamaan
nilai
, sehingga
penampang
pada(2.36)
kondisi
:
pada baik,
daerahdan
sendi
inimenjadi
mempunyai
daktilitas yang lebih
untuk
desain
tahan
gempa
dianjurkan
merubah
persamaan
plastis balok, apabila semua tendon pratekan
(2.36)
menjadi:dekat dengan serat ekstrimnya.
pada daerah
berkonsentrasi
’
Berarti
bahwa
gayaapabila
pratekan
harustendon
≤ 0,2.fpratekan
sendi
plastis
balok,
semua
c .b.d,
dan bila padadekat
kondisi
tahapan
tersebut
gaya tekan
berkonsentrasi
dengan
serat
ekstrimnya.
Berarti
’
beton=0,85.fc’.b.a,
mungkin
tinggi
maksimum
dari
bahwa gaya pratekan harus ≤ 0,2.fc .b.d, dan bila
pada
block tegangan
tekan beton
.
kondisi
tahapan tersebut
gaya: tekan beton = 0,85.fc'.
b.a,
mungkin
maksimum
dari block
Bila
d = 0,8htinggi
; a = 0,75.c,
dan c adalah
tinggitegangan
garis
tekan
d = ....
0,8h;
netralbeton:
balok, maka : a ≤ 0,2h atau. cBila
≤ 0,25h
(15) a =
0,75.c,
dan c adalah
tinggi
garis netral balok, maka:
2. Distribusi
dari Baja
Prategang
a
0,2 hmendesain
atau c  0,25
h....tahan
(15) gempa(19), momen
Dalam
struktur
bolak-balik yang timbul pada balok dekat tepi
2. Distribusi dari Baja Prategang
Dalam mendesain struktur tahan gempa(19), momen
bolak-balik yang timbul pada balok dekat tepi kolom
disaat gempa, penampang harus mempunyai kekuatan
momen negatif dan positif, maka konsekuensinya
tendon harus ditempatkan dekat dengan kedua serat
ekstrim dari penampang balok atau dekat tengah
penampang.
Kurva momen-curvature untuk N = 2 sampai N = 5
menunjukkan perilaku yang sama, di mana N = jumlah
tendon.19 Penampang balok akan mempertahankan
kapasitas momennya pada curvature yang tinggi,
dalam gambar grafik tersebut juga memperlihatkan
penampang balok yang mempunyai tendon prategang
1 sampai 5 lapis yang didistribusikan secara simetris
pada penampangnya dengan total luasan tendon:
. Penampang dengan 1 tendon prategang
atau N = 1 (internal lever arm) sangat kecil dan tidak
terdapat tendon yang bekerja sebagai Compression
reinforcement, sehingga bila N = 1 penampang sangat
sensitif terhadap pembesaran tinggi garis netral akibat
3. Tulangan Transversal (sengkang)
Studi terhadap derajat confinment pada tingkat
daktilitas beton pratekan parsial (Miswandi V.E
melalui hasil studi K. Gideon & Andriono T) 9
dilakukan dengan teknik Monte Carlo untuk
memperoleh besarnya curvature ductility (φu/φy) dari
setiap pemodelan penampang balok struktur rangka.
Gambar 19 juga menunjukkan kurva hubungan
momen dan curvature dari penampang 3 lapis tendon
prategang yang didistribusikan secara simetris dengan
variasi jarak tulangan sengkang, dengan curve yang
menggambarkan sengkang ∅ 3/8” (9,5 mm) dan
variasi jarak sengkang antara s = 1” sampai 7” (25,4
mm sampai 178 mm) dengan tebal selimut beton 1,5”.
Hubungan Balok-kolom (Beam Coulmn-Joint)
1. Kuat lentur minimum kolom
Dalam SNI 03-2847-2002 mengatur kuat lentur
minimum kolom untuk komponen struktur yang
menerima kombinasi lentur dan beban aksial pada
SRPMK(17). Menentukan kuat lentur kolom dalam
pasal 23.4.2)(2), harus memenuhi persyaratan:
..................................................... (16)
Di mana: ΣMe = jumlah momen pada pusat joint
balok-kolom. Kuat lentur kolom harus dihitung untuk
gaya aksial terfaktor, yang sesuai dengan arah gayagaya lateral yang ditinjau, yang menghasilkan nilai
kuat lentur yang terkecil.
ΣMg = jumlah momen pada pusat hubungan balokkolom, sehubungan dengan kuat lentur nominal
balok-balok yang merangka pada hubungan balokkolom tersebut, harus memenuhi persamaan (17).
Jika tidak dipenuhi maka kolom pada HBK tersebut
harus direncanakan dengan memberikan tulangan
transversal.
2. Tulangan memanjang kolom
Menurut SNI 03-2847-2002 pasal 23.4.3), jumlah
minimum tulangan memanjang kolom harus
memenuhi persyaratan:
(1)Rasio penulangan 0,01  rg  0,06
(2)Sambungan mekanis harus memenuhi
syarat sambungan mekanis penuh mampu
mengembangkan kuat tarik atau tekan minimum
125% kuat leleh batang yang disambung.
Sambungan lewatan hanya diizinkan di lokasi
setengah panjang elemen struktur yang berada di
tengah, direncanakan sebagai sambungan lewatan
tarik, dan diikat dengan tulangan spiral atau
sengkang tertutup (lihat sub 2.8.3).
pang balok
mpai N = 5
mana N =
lok akan
nya pada
bar grafik
ang balok
sampai 5
etris pada
tendon :
1 tendon
rm) sangat
ng bekerja
hingga bila
terhadap
hancurnya
n kapasitas
arti pada
itu untuk
bolak-balik
dua atau
nya.
da tingkat
wandi V.E
riono T)(9)
rlo untuk
ity (φu/φy)
ok struktur
kan kurva
nampang 3
kan secara
sengkang,
ngkang ∅
ng antara s
m) dengan
memenuhi persyaratan :
(1) Rasio penulangan 0,01 ≤ ρg ≤ 0,06
(2) Sambungan mekanis harus memenuhi syarat
sambungan
mekanis
penuh
mampu
32
mengembangkan kuat tarik atau tekan minimum
125 % kuat leleh batang yang disambung.
Sambungan
hanyaJaveed.
diijinkan
dilokasi
Fanella
David. lewatan
A dan Munshi
A4 mereferensi
(20)
setengah panjang
elemen struktur
berada
UBC-1997
, sambungan
tulanganyang
memanjang
ditengah,
direncanakan
lewatan
kolom
harus
ada di sebagai
tengah sambungan
tinggi kolom
agar
tarik, dan tak
diikat
dengan
spiral
atau
sambungan
terlepas
pada tulangan
lokasi yang
bertekanan
sengkang
tertutup (lihat
subsambungan
2.8.3).
tinggi,
dirancang
sebagai
tarik, cukup
Fanella
David.
A
dan
Munshi
Javeed.
A(4)
kuat oleh confined tulangan
transversal.
Pengelasan
(20)
mereferensi UBC-1997 , sambungan tulangan
sambungan
dan koneksi mekanis harus sesuai dengan
memanjang kolom harus ada ditengah tinggi
UBC pasal 1921.2.6.
kolom agar sambungan tak terlepas pada lokasi
3. Kolom
Joint Balok-Kolom
yang pada
bertekanan
tinggi, dirancang sebagai
Harus
diberi
tulangan
transversal
yangconfined
dipasang
sambungan tarik,
cukup
kuat oleh
setinggi
kolom,
sesuai
ketentuan
SNI
03-2847-2002
tulangan transversal. Pengelasan sambungan dan
pasal
23.4.4)
sebagai
berikut:
koneksi
mekanis
harus
sesuai dengan UBC pasal
(1)Rasio
volumetrik
tulangan spiral atau sengkang
1921.2.6.
harus sesuai persamaan di
3. cincin,
Kolomρpada
Joint Balok-Kolom
s, minimum
bawah
ini: tulangan transversal yang dipasang
Harus
diberi
setinggi kolom, sesuai ketentuan SNI 03-2847..................................................... (17)
2002 pasal 23.4.4) sebagai berikut :
(1) Rasio volumetrik tulangan spiral atau
tidak boleh kurang dari:
sengkang cincin, ρs, minimum harus sesuai
persamaan
dibawah
ini
:
......................................... (18)
(2)Luas total penampang sengkang tertutup
boleh harus
kurangmemenuhi
dari :
tidak
persegi
persyaratan minimum
berikut:
(2) sebagai
Luas total
penampang sengkang tertutup
persegi harus memenuhi persyaratan minimum
....................... (19)
sebagai berikut:
atau:
n-Joint)
kuat lentur
uktur yang
aksial pada
lom dalam
ratan:
pusat joint
s dihitung
uai dengan
jau, yang
ecil.
gan balokur nominal
gan balokmaan (17).
ada HBK
emberikan
................................ (20)
Harus
atau : tersedia jumlah tulangan transversal yang
cukup pada ujung kolom, baik spasi, dan lokasi
Harus tersedia
jumlah
tulangan
transversal
tulangan
transversal,
sehingga
confinment
dan yang
syaratcukupkekuatan
pada ujung
baik spasi,
syarat
geserkolom,
memuaskan.
Untukdan
zonalokasi
gempa
tulangan
sehingga tulangan
confinment
dan
5–6
dalamtransversal,
SNI 03-1726-2002,
melintang
syarat-syarat
kekuatan
geser
memuaskan.
Untuk
harus spiral atau penguatan hoop empat persegi
zona gempa 5-6 dalam SNI 03-1726-2002,
panjang (Gambar 18).
tulangan melintang harus spiral atau penguatan
Titik contra lentur pada kolom tidak berada dalam
hoop empat persegi panjang (gambar 2.18).
setengah
ketinggian
yangkolom
jelas,tidak
tulangan
Titik contra
lentur pada
beradamelintang
dalam
seperti
yang
diharuskan
dalam
UBC
pasal
1921.4.4.1
setengah ketinggian yang jelas, tulangan melintang
4
harus
diberikan
ketinggian
penuhUBC
dari batang,
seperti
yang atas
diharuskan
dalam
pasal
juga
sesuai
Nawy
EG.
1921.4.4.1 harus diberikan atas ketinggian penuh
dari batang(4), juga sesuai Nawy E. G
Gambar 2.18. Detail Typical tulangan pengekangan
Gambar
Detail
Typical
kolom19.
eksterior
(Fanella
Davidtulangan
A, Munshipengekangan
Javeed. A, 1998)kolom
eksterior (Fanella David A, Munshi Javeed. A,
1998)
4. Penyaluran Tulangan pada Joint
Untuk batang tulangan ukuran No. 3 sampai 11
berakhir di sebuah joint eksterior dengan standar kait
90° pada beton normal, panjang penyaluran ldh di luar
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 25–37
muka kolom tersebut, sebagaimana diharuskan oleh Tabel 3.1. R
4. Penyaluran Tulangan pada Joint
peraturan ACI 318, tidak boleh kurang dari nilai yang Balok-Kolom
Elem
Untuk batang tulangan ukuran No 3 sampai 11
Jenis
terbesar
di antara
persamaan
(21) dan
(22) kait
dan (23) Struktur Stru
(cm
berakhir
di sebuah
joint
eksterior dengan
standar
Bal
90°berikut:
pada beton normal, panjang penyaluran ldh diluar
Joint
25/
Balokmuka kolom tersebut,
sebagaimana diharuskan oleh (21)
. .....................................................
Kolom
exterior
Kol
peraturan ACI 318, tidak boleh kurang dari nilai yang
40/
terbesar diantara persamaan (21) dan (22) dan (23)
................................................................. (22)
berikut :
di mana db = diameter batang.
......................................................... (23)
dimana db = diameter batang.
Gambar 2.22. Penyaluran Tulangan pada Joint (Fanella
David A, Munshi
Javeed. A,
1998)
Gambar 20. Penyaluran
Tulangan
pada
Joint (Fanella David
A, Munshi Javeed. A, 1998).
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan waktu Penelitian
Ada 2(dua) lokasi tempat penelitian yaitu :
metode
penelitian
(1) Pada
laboratorium Beton dan Bahan Bangunan
Jurusan Teknik Sipil-FTSP UPN “Veteran” Jawa
Gambar
Tempat
dan untuk
waktu Penelitian
Timur
penelitian pendahuluan. Uji kuat
tarik
besi
beton
dan
tendon
pratekan
dilakukan
Ada 2 (dua) lokasi tempat penelitian yaitu:
3.3. Tahap Pen
dilaboratorium
beton ITS.
(1)Pada
laboratorium
Beton dan Bahan Bangunan
Spesimen
(2) Pembuatan benda uji (spesimen) utama dan
Jurusan Teknik Sipil-FTSP UPN “Veteran” Jawa
Set-up uji
pengujiannya dilakukan pada laboratorium
Timur
untuk penelitian pendahuluan. Uji kuat
PUSLITBANGKIM-PU Bandung.
besi beton
dan tendon
di
3.2.tarik
Pembuatan,
spesifikasi
dan pratekan
pengujiandilakukan
benda
laboratorium
beton ITS.
uji (Spesimen)
(2)Pembuatan
(spesimen) utama dan
(1).Disain danbenda
pabrikasiuji
balok.
pengujiannya
dilakukan
pada
laboratorium
Dimensi penampang
balok dibuat
250/400
mm,
dengan selimut beton untuk
balok ditentukan
PUSLITBANGKIM-PU
Bandung.
setebal 35 mm. Menggunakan tulangan utama
memanjang
pada penampang
atasbenda
(daerah
tarik)
Pembuatan,
spesifikasi
dan pengujian
uji (Spesimen)
sebanyak 5D13, dan 3D13 pada sisi penampang
(1)Disain dan pabrikasi balok
bawah (daerah tekan), tulangan transversal berupa
Dimensi
penampang balok dibuat 250/400 mm,
sengkang menggunakan tulangan ∅8 – 75 mm.
dengan
selimut
beton
untukprategang
balok ditentukan
setebal
Posisi pemasangan
tendon
ditumpuan
35
mm.sisiMenggunakan
tulangan
memanjang
pada
atas penampang
balok,utama
membentuk
pada
penampang
(daerah
tarik)
sebanyak
lengkung
parabolaatas
smpai
diujung
segmen
balok 5D13,
dan
3D13 pada
sisi
bawah balok.
(daerah tekan),
diposisikan
tepat
di penampang
centroid penampng
Gambar 3.2
(2). Desain
dan pabrikasi
Kolom.
tulangan
transversal
berupa
sengkang menggunakan
Riwayat w
Dimensi kolom
mm dan
tulangan
∅8–75direncanakan
mm. Posisi400/400
pemasangan
tendon
siklik sepe
selimut beton
ditentukan pada
setebal
mm penampang
sesuai
prategang
di tumpuan
sisi40atas
ketentuan
SNI 03-2847-2002
pasal 9.7.2)
dan sampai
balok,
membentuk
lengkung
parabola
(3). Tulangan utama memanjang sebanyak 6D16+4
diujung
segmen balok diposisikan tepat di centroid
D13 dengan cara pemasangan disebar merata pada
penampang
tepi kolom balok.
yang dibalut sengkang dan selimut
(2)Desain
pabrikasi
Kolom
beton, dan
untuk
tulangan
sengkang transversal
Dimensi
kolom
direncanakan 400/400 mm dan
dipakai ∅10
– 50 mm.
selimut
beton
ditentukan
setebal
mm :sesuai
Spesifikasi
Spesimen
seperti dalam
tabel40berikut
ketentuan SNI 03-2847-2002 pasal 9.7.2) dan
Astawa, dkk.: Perilaku Daktil Elemen Struktur
Riwayat waktu pola displacement akibat beban
siklik seperti yang diilustrasikan pada gambar 3.5.
33
(3)Tulangan utama memanjang sebanyak 6D 16+4
D13 dengan cara pemasangan disebar merata pada
tepi kolom yang dibalut sengkang dan selimut
beton, untuk tulangan sengkang transversal dipakai
∅10–50 mm.
Spesifikasi Spesimen seperti dalam tabel berikut:
Tabel 1.Rekapitulasi spesifikasi spesimen Joint BalokKolom Exterior
Elemen Tulangan Tulangan
Jenis
Jumlah Jumlah
Struktur LongituTransStrukturTabel 3.1. Rekapitulasi spesifikasi spesimen
Tendon
Joint Spesimen
(cm)
dinal
versal
Joint
Balok-Kolom Exterior
Joint Tabel
Balok
1 JumlahJoint
1
8–75
ElemenTulangan
n No 3 sampai 11
Tulangan
Tulangan
Jumlah
Jenis 3.1. Rekapitulasi
spesifikasi
spesimen
Struktur
Longitudinal
Struktur
Balok- Balok-Kolom
25/40 (cm) tarik
5D13 Transversal Tendon(2 Spesimen
r dengan standar kait
oint
Exterior
Tulangan
Balok
Elemen
penyaluran
ldh diluar
tarikTulangan
5D
1 Strand)
Joint
Tulangan
No
3 sampai
11Kolom BalokTulangan
Jumlah
Jumlah
Jenis
Struktur
(2Strand)
25/40
- 75
Tulangan
Longitudinal ∅8Transversal
Tendon 1 Spesimen
Struktur
mana
diharuskan
oleh
(cm)tekan
tekan33 D
engan standar kaitexterior Kolom
exterior
Tulangan
Kolom
6 D16
+
kurang dari nilai yang
Balok
∅10 - 50
enyaluran ldh diluar
40/40 D13 4D13
tarik 5D
1
Joint
1) dan (22) dan (23)
(2Strand)
25/40
∅8 - 75
1
BalokTulangan
na diharuskan oleh
Kolom
tekan
3
D
Kolom
6
D16
+
10–50
exterior
Kolom
6 D16 +
ang dari nilai yang
∅10 - 50
40/40 40/404D13 4D13
dan (22) dan (23)
13
13
13
13
Apabila hasil
Exterior seper
jangka panjang
rangka Gedun
bertingkat ban
handal dan seb
bagi penghuni.
IV. HASIL UJI TE
4.1. Pelaksanaan U
Uji test dilaksan
Hasil pengujian
tahap inelastik 4,
Gambar 3.5. Grafik Transversal Displacement ductility
Gambar 23. Grafik Transversal
ductility akibat table sebagai ber
akibat bebanDisplacement
Siklik
beban Siklik.
3.4. Luaran yang direncanakan
Tabel 4.1. Data Be
1. Kapasitas:
P ideal < P leleh hasil uji, dimana Py/Pi = fi,
Luaran
yang direncanakan
puncak Kolom.
Beban
dan fi yang representatif menurut SNI 03-1726-2002 =
1. Kapasitas:
P
<
P
hasil
uji,
di
mana
P
/P
=
f
,
dan
No.
V
bertingkat banyak
(Hi
ideal
leleh
y i
i
1,6 (Syarat minimum
fi = 1,2)
( kN )hunia(
handal
fi 2.yang
representatif
menurut
03-1726-2002
= 0 dan sebagai
Kesetabilan:
ada 3 kriteria
yangSNI
ditetapkan
dalam
0
bagi penghuni.
64
31,70
“Proposed
Revision tofi1997
NEHRP Recommended
1,6
(Syarat minimum
= 1,2)
90
31,10
Provisions
for
Seismic
Regulation
for
Precast
Concrete
IV. HASIL
117 UJI TEST
30,40EKSP
2. Kesetabilan: ada 3 kriteria yang ditetapkan dalam
Structure” (seperti tampilan Gambar grafik 3.16 berikut 4.1. Pelaksanaan
Uji
test Spe
155
33,70
“Proposed
Revision
to
1997
NEHRP
Recommended
Uji test
185dilaksanakan
32,40 pada
ini). (1)Sampai akhir pengujian pada kedua arah
215
32,40
Hasil pengujian pada defo
Provisions
Seismic
Regulation
foryang
Precast
pembebanan for
spesimen
harus memenuhi:
beban
256
38,00
tahap inelastik
4,50
% dap
mampu dipikul
> 75 %
beban tampilan
maksimum,Gambar
(2) nilaigrafik
284
38,30:
Concrete
Structure”
(seperti
table sebagai
berikut
312
36,40
perbandingan
antara
luas
yang
dibentuk
oleh
hysteritic
3.16 berikut ini: (1) Sampai akhir pengujian pada 352
43,60
loop dengan luas jajaran genjang yang dibentuk oleh
41,70 Late
4.1.380Data Beban
kedua
arah pembebanan
spesimen
harus
perpotongan
hysteritic
loop pada
storymemenuhi:
drift Tabel
408
3.4. Luaranujung
yang direncanakan
puncak Kolom. 42,00
448
48,30
1.yang
Kapasitas:
P idealstory
<dipikul
P lelehdrift
hasil>uji,
dimana
/Pi =maksimum,
fi, (3)
beban
mampu
75%
beban
Beban
St
dengan
kekakuan
harus
> Py0,125,
δ47,60
(Tr )
476 V
No.
D
dan fi yang nilai
representatif
SNI loop
03-1726-2002
=
Perbandingan
gradienmenurut
hysteritic
yang
dibatasi
(2)
nilai
perbandingan
antara
luas
yang
dibentuk
( kN )
(47,00
mm )
(%
504
1,6 (Syarat minimum fi = 1,2)
0
0
0,0
544 0
50,30
limit
–x
dan
+x
harus
≥
0,5
kali
nilai
gradien
awal
2. Kesetabilan:
ada dengan
3 kriteria yang
oleh hysteritic
loop
luas ditetapkan
jajaran dalam
genjang yang
64
31,70
4,80
0,2
572
49,30
struktur
pada siklus
pembebanan
pertama.
90
31,10
4,80
0,2
“Proposed
Revision
to 1997 NEHRP
Recommended
60030,40
48,90
dibentuk
oleh
perpotongan
ujung
hysteritic
loop
pada
117
4,82
0,2
3. Jika
memenuhi
seluruh
persyaratan
diatas
berarti 155 64133,70 51,60
Provisions
for Seismic
Regulation
for Precast
Concrete
6,04
0,2
story
drift dengan
kekakuan
story
harus
Structure”
(seperti
tampilan Gambar
grafik
3.16
berikut > 0,125,
185
6,00
0,2
67332,40
49,90
memenuhi
syarat
SRPMK
sesuai
SNIdrift
03-1726-2002
215
32,40
5,98
0,2
705
49,30
ini).
(1)Sampai
akhir
pengujian
pada
kedua
arah
danPerbandingan
ACI-318-08 pasal
21.5.2.5
(c). hysteritic loop yang
(3)
nilai
gradien
256
8,40
0,3
74938,00
51,60
pembebanan spesimen harus memenuhi: beban yang
284
38,30
8,60
0,3
4. Kehandalan
Struktur
yang
akan
didapatkan
adalah
:
78136,40
49,90
dibatasi
limit
–x
dan
harus

0,5 kali
312
8,40
0,3
mampu
dipikul
> 75 +x
% beban
maksimum,
(2) nilai
nilai gradien
11,96
0,5
(1). Daktilitas,
= (δmax
), dengan
catatan μ 352 81343,60 49,30
leleh pertama
perbandinganμantara
luas/δyang
dibentuk
oleh hysteritic
85741,70
50,30
awal
struktur
pada
siklus
pembebanan
pertama.
380
12,02
0,5
dapatloopdiperhitungkan
sampai
dengan
batas oleh
kondisi 408 88942,00 48,30
dengan luas jajaran
genjang
yang dibentuk
12,02
0,5
448
48,30
11,98
0,7
3. Jika
memenuhi
seluruh
persyaratan
diatas
berarti
perpotongan
ujung
hysteritic
loop
pada
story
drift
struktur tersebut stabil.
921
47,00
476
47,60
18,04
0,7
dengan
kekakuan
story
drift
harus
>
0,125,
(3)
966
46,00
(2). Faktor reduksi
gempa
R (SNI
03-1726-2002).
504
47,00
18,02
0,7
memenuhi
syarat
SRPMK
sesuai
SNI
03-1726-2002
1002
44,30
Perbandingan nilai gradien hysteritic loop yang dibatasi
544
50,30
23,84
1,0
(3).
f
(faktor
kuat
lebih
beban
dan
bahan)
=
(V
i
23,92
1,0
dan ACI-318-08
(c). gradien awal leleh 572 103849,30 44,00
limit
–x dan +xpasal
harus 21.5.2.5
≥ 0,5 kali nilai
600
48,90
24,30
1,0
/Videal)pada siklus pembebanan pertama.
1086
42,60
pertamastruktur
2
an pada Joint (Fanella
d. A, 1998)
an
pada
litianJoint
yaitu(Fanella
:
A,
1998)
dan
Bahan Bangunan
UPN “Veteran” Jawa
Gambar 3.1. Rancangan benda uji HBK Exterior
ndahuluan. Uji kuat
Gambar 21. Rancangan benda uji HBK Exterior.
pratekan dilakukan
ian yaitu :
3.3. Tahap Pengujian Spesimen.
Spesimen Joint Balok-Kolom Exterior dengan Test
n Bahan Bangunan
pesimen)
utama dan
Set-up uji Spesimen
spesimen seperti skema gambar berikut.
N
“Veteran”
Jawa
pada
laboratorium
Tahap Pengujian
Gambar 3.1. Rancangan benda uji HBK Exterior
dung.
ahuluan.
Uji kuat
n pengujian
benda Spesimen Joint Balok-Kolom Exterior dengan
pratekan
dilakukan
Pengujian
Spesimen.
Set-up3.3.
uji Tahap
spesimen
seperti
skema gambar berikut.
k.
simen) utama dan
dibuat laboratorium
250/400 mm,
ada
uk balok ditentukan
ng.
kan tulangan utama
gpengujian
atas (daerahbenda
tarik)
Test
Spesimen Joint Balok-Kolom Exterior dengan Test
Set-up uji spesimen seperti skema gambar berikut.
ada sisi penampang
an transversal berupa
buat
ngan 250/400
∅8 – 75 mm,
mm.
balok ditentukan
prategang
ditumpuan
n balok,
tulangan
utama
membentuk
ujung(daerah
segmen tarik)
balok
atas
penampng
balok.
Gambar 3.2 Model test set-up Spesimen Exterior
a sisi penampang
om.
transversal berupa
Riwayat waktu pola displacement akibat beban
n 400/400
mmmm.
dan
gan
∅8 – 75
siklik seperti yang diilustrasikan pada gambar 3.5.
tebal 40 mm sesuai
ategang ditumpuan
pasal 9.7.2) dan
balok,
membentuk
ang sebanyak
6D16+4
ung
segmen
disebar
meratabalok
pada
nampng
balok.
Gambar 3.2 Model test set-up Spesimen Exterior
ngkang dan
selimut
m.
Gambar 22. Model test set-up Spesimen Exterior.
engkang transversal
Riwayat waktu pola displacement akibat beban
400/400 mm dan
siklik
sepertipola
yangdisplacement
diilustrasikan pada
gambar
3.5. siklik
bal
40tabel
mmberikut
sesuai: Riwayat
waktu
akibat
beban
dalam
asal 9.7.2) dan seperti yang diilustrasikan pada Gambar 23.
g sebanyak 6D16+4
isebar merata pada
gkang dan selimut
gkang transversal
lam tabel berikut :
33,50
1,4
4. Kehandalan Struktur yang akan didapatkan adalah: 641 112251,60 38,70
3. Jika memenuhi seluruh persyaratan diatas berarti
673
49,90
33,50
1,4
1158
38,30
705
49,30
33,52
1,4
(1)Daktilitas,
m
=
(d
/d
),
dengan
catatan
m
memenuhi syarat
SRPMK
sesuaipertama
SNI 03-1726-2002
max
Lateral
Forceleleh
1201
41,70
749
51,60
41,88
1,71
dan ACI-318-08
pasal 21.5.2.5
(c).
1217
39,00
781
49,90
41,90
1,71
dapat
diperhitungkan
sampai
dengan batas kondisi
4. Kehandalan Struktur yang akan didapatkan adalah :
1233
24,80
813
49,30
41,86
1,71
857
50,30
52,58
2,2
struktur
tersebut
stabil.
C
B μ = (δmax/δleleh pertama), dengan catatan μ
(1). Daktilitas,
Beban
889
48,30
52,66
2,2
51,60
dapat diperhitungkan
sampai
dengan 03-1726-2002).
batas kondisi
921 maksimum
47,00
52,58
2,2
(2)Faktor
reduksi gempa
R (SNI
966
46,00
65,76
2,7
struktur tersebut stabil.
1002
44,30
65,76
2,7
(3)fi (2).(faktor
kuat
lebih
beban
dan
bahan)
=
Faktor reduksi gempa R (SNI 03-1726-2002).
1038Beban
44,00
yang 65,74
bisa di2,7
f (faktor kuat lebih beban dan bahan) = (Vleleh
85,36
3,5
(V(3).
lelehi pertama/Videal)
Drift 1086beban42,60
aksial statik
D +x
-x A
pertama/Videal)
Lateral Force
C
B
F
E
-x A
F
D +x Drift
E
Gambar 3.6. Idealisasi hysteritic loop untuk sistem struktur beton
Gambar 24. Idealisasi hysteritic loop untuk sistem
beton.hasil test spesimen Joint Balok-Kolom
Apabila
Exterior seperti tersebut diatas, maka harapan
jangka panjang kedepan, akan dihasilkan struktur
rangka Gedung bertingkat terutama gedung
1122
1158
1201
1217
1233
38,70
83,68
3,5
39,00
24,80
123,98
124,48
4,5
4,5
51,60
41,88
38,30
83,94
3,5
10 %41,70
dari kapasitas
119,68
4,5
Beban
maksimum
m
Beban yang bisa di setting se
beban aksial statik pada kolo
10 % dari kapasitas beban ko
(400X400X40X10-3) = 640
beban lateral dilakukan denga
siklik sebagai tiruan beban
dynamic). Besarnya beban l
dapat ditentukan langsung, k
kearah lateral yang dikendalik
JBK sesuai Code ( NEHRP,
3,50 % dengan beban siklik
tahapan siklus. Besarnya be
struktur
dibaca melalui data logger,
Gaya Dorong maupun Tari
ilustrasi energy desipatting pa
tahapan peningkatan drift ratio
34
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 25–37
Apabila hasil test spesimen Joint Balok-Kolom
Exterior seperti tersebut diatas, maka harapan jangka
panjang ke depan, akan dihasilkan struktur rangka
Gedung bertingkat terutama gedung bertingkat banyak
(High rise Building) yang handal dan sebagai hunian
yang aman dan nyaman bagi penghuni.
hasil uji test eksperimental
Pelaksanaan Uji test Spesimen Utama Exterior:
Uji test dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 2013.
Hasil pengujian pada deformasi tiap tahap sampai
Tabel 2. Data Beban Lateral V dan Defleksi pada puncak
Kolom
No.
0
64
90
117
155
185
215
256
284
312
352
380
408
448
476
504
544
572
600
641
673
705
749
781
813
857
889
921
966
1002
1038
1086
1122
1158
1201
1217
1233
Beban
maksimum
Beban
V
( kN )
00
31,70
31,10
30,40
33,70
32,40
32,40
38,00
38,30
36,40
43,60
41,70
42,00
48,30
47,60
47,00
50,30
49,30
48,90
51,60
49,90
49,30
51,60
49,90
49,30
50,30
48,30
47,00
46,00
44,30
44,00
42,60
38,70
38,30
41,70
39,00
24,80
51,60
d (Tr2)
( mm )
00
4,80
4,80
4,82
6,04
6,00
5,98
8,40
8,60
8,40
11,96
12,02
12,02
11,98
18,04
18,02
23,84
23,92
24,30
33,50
33,50
33,52
41,88
41,90
41,86
52,58
52,66
52,58
65,76
65,76
65,74
85,36
83,68
83,94
119,68
123,98
124,48
41,88
Story
Drift No.
(% )
0,000
0
0,200
76
0,200
103
0,200
129
0,250
170
0,250
200
0,250
230
0,350
270
0,350
298
0,350
326
0,500
366
0,500
394
0,500
422
0,750
462
0,750
490
0,750
518
1,000
558
1,000
586
1,000
614
1,400
657
1,400
689
1,400
721
1,750
765
1,750
797
1,750
829
2,200
873
2,200
905
2,200
937
2,750
984
2,750 1020
2,750 1056
3,500 1104
3,500 1140
3,500 1176
4,500 1218
4,500 1244
4,500 1270
Beban
maksimum
Beban
V
( kN )
-00
-31,10
-31,10
-30,70
-35,40
-35,00
-34,40
-43,60
-42,60
-42,30
-52,60
-51,30
-50,30
-63,80
-62,20
-61,50
-70,50
-69,10
-68,10
-78,10
-76,70
-76,10
-82,00
-81,00
-80,70
-85,30
-83,00
-81,70
-86,00
-82,40
-80,40
-83,70
-78,40
-74,80
-77,40
-55,90
-42,60
-86,00
d (Tr2)
( mm )
-00,00
0-4,82
0-4,90
0-4,86
0-5,98
0-6,04
0-5,98
0-8,38
0-8,36
0-8,38
-11,94
-12,10
-11,96
-17,96
-17,98
-17,98
-23,96
-24,06
-23,92
-33,48
-33,52
-33,56
-41,90
-42,00
-42,86
-52,68
-52,62
-52,62
-65,88
-65,88
-65,90
-83,70
-83,68
-83,68
-120,58
-125,08
-120,38
-65,88
tahap inelastik 4,50% dapat diuraikan dalam bentuk
table sebagai berikut (Tabel 2).
Beban yang bisa di setting sebagai beban tetap adalah
beban aksial statik pada kolom, yaitu diambil sebesar
10% dari kapasitas beban kolom = 10% Ag. fc' = 10%
(400×400×40×10 –3) = 640 kN (64 ton). Sedangkan beban
lateral dilakukan dengan beban siklik sebagai tiruan
beban gempa dinamik (pseudo dynamic). Besarnya
beban lateral setiap siklus tidak dapat ditentukan
langsung, karena deformasi struktur ke arah lateral yang
dikendalikan adalah drift ratio dari JBK sesuai Code
(NEHRP, SNI, ACI) yaitu dari 0–3,50% dengan beban
siklik yang meningkat setiap tahapan siklus. Besarnya
beban setiap siklus dapat dibaca melalui data logger,
dari situ dapat diketahui Gaya Dorong maupun Tarik
alat Actuator sebagai ilustrasi energy desipatting pada
struktur sesuai dengan tahapan peningkatan drift ratio.
Beban siklik lateral tekan maksimum terjadi pada
Beban
siklik
lateralsiklus
tekan maksimum
terjadi
pada
Drift
Rasio
1,40%
ke-1 sebesar
51,60
kNDrift
(5,16
Rasio
1,40 ∆
% siklus
ke 1 mm,
sebesar
51,60 kN untuk
(5,16 ton)
ton)
dengan
=
33,50
sedangkan
tarik
max
dengan Δ max
= 33,50
sedangkan
untuk tarik
maksimum
terjadi
padamm,
Drift
Rasio 2,75%
siklus
maksimum terjadai pada Drift Rasio 2,75 % siklus ke 1
ke-1 = 86,00 kN (8,60 ton) dengan ∆max = 65,88 mm.
= 86,00 kN (8,60 ton) dengan Δ max = 65,88 mm.
Kasus retak pada kolom hanya retak rambut satu garis
Kasus retak pada kolom hanya retak rambut satu garis
sedangkan
saat saat
itu tulangan
lunak pada
penampang
sedangkanpada
pada
itu
tulangan
lunak
pada
bawah
balok
semuanya
sudah
putus.
Untuk
penampang bawah balok semuanya sudah putus.tulangan
Untuk
lunak
maupun
Strand
TendonStrand
pada penampang
atas
tulangan
lunak
maupun
Tendon pada
balok
baik sampai
pada baik
driftsampai
ratio 4,50%
tidak
ada4,50
yang
penampang
atas balok
pada drift
ratio
% tidak
ada ditunjukkan
yang putus. Berikut
gambar
putus.
Berikut
gambarditunjukkan
dari pola retak
pada
daridan
polakolom.
retak pada balok dan kolom :
balok
Gambar : 4.1. Pola Retak JBK Exterior
Gambar 25. Pola Retak JBK Exterior.
4.2. Analisa hasil Uji Test Spesimen.
1. Kapasitas Beban Leleh berbanding Beban Awal
Analisa hasil Uji Test Spesimen
Spesimen sesuai SNI 03-1726-2002 :
1. Kapasitas
Py/Pi • fi , Beban
dimana fLeleh
i = 1.2 berbanding Beban Awal
Spesimen
sesuai
03-1726-2002:
Beban ideal
( PiSNI
) diambil
dari Pi hasil uji Tarik yang
dengan
Pydipadukan
/Pi ³ fi, di mana
fi =grafik
1.2 Hysteritik Strain-Gauge
(SG) ideal
13 dan
pada tulangan Utama Joint, hasil
Beban
( P27
i ) diambil dari Pi hasil uji Tarik yang
dari Uji Test
Spesimen
menghasilkan
Tekan = Pi
dipadukan
dengan
grafik
HysteritikPiStrain-Gauge
Tarik
101kN
(SG)
13=dan
27 pada tulangan Utama Joint, hasil dari
P leleh (Py) Tekan = Py Tarik = 123,98 kN
UjiP Test
Spesimen123,98/101
menghasilkan
P Tekan = P Tarik =
•1,20;i 1,23>1,20 (i OK )
y/Pi • 1,20
101
kN
Dari hasil analisa ini maka kapasitas beban JBK
P leleh
(Py) Tekan
memenuhi
syarat.= Py Tarik = 123,98 kN
(1) Kema
374.1-05
Beban Te
BebanTa
Sehingga
Beban Te
…(Not O
BebanTa
Hasil an
tidak ma
walaupun
tetapi p
memenuh
(2)Kemam
05 pada S
Beban m
Tekan=2
Tarik = 4
Sehingga
Beban T
…(Not O
Beban Ta
…(Not O
Menurut
dengan k
pada Sto
sebagai S
Drift Ra
persyarat
(3) Karen
memenuh
2,75% Si
Beban T
Kesetabi
85,27 %
Kesetabi
93,48 %
Py/Pi ³ 1,20 123,98/101 ³1,20; 1,23 > 1,20 (OK)
Dari hasil analisa ini maka kapasitas beban JBK
memenuhi syarat.
Gambar 4.2. Curva Hysteritik Hubungan Beban Lateral V dan
Strain Baja Tulangan pada Joint (SG-13 & 27)
Gambar
Lateral
Astawa, dkk.: Perilaku Daktil Elemen Struktur
35
Beban Tekan = 44,00 kN; Beban Tarik = 80,40 kN
Kesetabilan beban Tekan = 44,00/51,60 (100%) =
85,27% > 75% ….(OK)
Kesetabilan beban Tarik = 80,40/86,00 (100%) =
93,48% > 75% …(OK)
Gambar 26. Curva Hysteritik Hubungan Beban Lateral
V dan Strain Baja Tulangan pada Joint (SG13 & 27).
2. Kestabilan Struktur: Ada 3 kriteria yang harus
dipenuhi oleh Spesimen sesuai ketentuan “Proposed
Revision to 1997 NEHRP Recommended Provisions
for Seismic Regulation for Precast Concrete
Structure” dan American Concrete Institute (ACI).
Analisa hasil uji sesuai dengan ke 3 kriteria tersebut
adalah: Kapasitas Beban Spesimen terhadap Beban
Maksimum Siklik Lateral yang bekerja.
Beban maksimum:
Tekan = 51,60 kN; Tarik = 86,00 kN.
(1)Kemampuan Struktur sesuai ketentuan ACI-374.105 pada Story Drift 3,50% Siklus ke-3:
Beban Tekan Siklik Lateral di Siklus ke-3 = 38,30 kN
Beban Tarik Siklik Lateral pada Siklus ke-3 =
74,80 kN.
Sehingga beban yang mampu dipikul oleh
Spesimen:
Beban Tekan = 38,30/51,60 (100%) = 74,22% <
75%… (Not OK)
Beban Tarik = 74,80/86,00(100%) = 87,00% >
75% (OK)
Hasil analisis menunjukkan bahwa Spesimen
sudah tidak mampu untuk menahan beban Tekan
Lateral walaupun masih mendekati 75% yaitu
74,22%, tetapi pada beban Siklik Lateral Tarik
masih memenuhi dan cukup signifikan yaitu
sebesar 87,0%
(2)Kemampuan Struktur sesuai ketentuan ACI-374.
1-05 pada Story Drift 4,50% Siklus ke-3:
Beban maksimum pada Story Drift 4,50%:
Tekan = 24,80 kN Tarik = 42,60 kN.
Sehingga beban yang mampu dipikul oleh
Spesimen:
Beban Tekan = 24,80/51,60 (100%) = 48,06% <
75%… (Not OK)
Beban Tarik = 42,60/86,00(100%) = 56,05% <
75%… (Not OK)
Menurut ketentuan NEHRP maupun ACI, struktur
dengan kapasitas beban ³ 75% beban maksimum
pada Story Drift 3,50%, telah memenuhi
persyaratan sebagai Struktur Daktail. Tetapi hasil
Uji Test pada Drift Rasio 4,5% siklus ke-3 tidak
memenuhi persyaratan daktail.
(3)Karena pada Drift Rasio 3,50% dan 4,50% tidak
memenuhi syarat, maka dicoba pada Drift Ratio
2,75% Siklus ke-3:
Gambar 27. Kurva Hub. Beban Lateral V dan Defleksi
Lateral Puncak Tiap Siklus pada Puncak
Kolom (Tr-2).
Rasio Energy Disipasi Relative (b):
(1)Pada kondisi Drift Rasio 4,50%:
Luas Energy:
Energy Disipasi Story Drift 4,50% Siklus ke-3
(An) = 9665,12 kNm
(E1 + E2) + (’1 + ’2) =10149,92 kNm
An
9665,12
=
= 0,95 > 0,125...(ok)
10149,92
(E1 + E2)+('1 + '2)
Gambar 28. Luas Kurva Disipasi Energi pada Story Drift
4.50% Siklus ke-3 dan Luas Jajaran Genjang
pada Story Drift 4,50% Siklus ke-3 dengan
Gradien 0,20%.
(2)Kondisi pada Drift Rasio 3,50%:
Luas Energy:
Energy Disipasi Story Drift 3,50% Siklus ke-3
(An) = 9341,50 kNm
(E1 + E2) + ('1 + '2) =10298,93 kNm
An
9341,50
=
= 0,91 > 0,125...(ok)
10293,93
(E1 + E2)+('1 + '2)
(3)Kondisi pada Drift Rasio 2,75%:
Luas Energy:
Energy Disipasi Story Drift 2,75% Siklus ke-3
(An) = 9341,50 kNm
(E1 + E2) + ('1 + '2) =10298,93 kNm
(2)
(2)Kondisi
Kondisipada
padaDrift
DriftRasio
Rasio3,50
3,50%%: :
Luas
LuasEnergy
Energy: :
Energy
EnergyDisipasi
DisipasiStory
StoryDrift
Drift3,50
3,50%%Siklus
Sikluske-3
ke-3(An)
(An)
= =9341,50
9341,50kNm
kNm
E2E)2+
θ’θ’
36 (E(E
) +(θ’
(θ’
) =10298,93kNm
kNm
1+
1+
2)2=10298,93
1+
1+
> >0,125
0,125……(OK)
(OK)
Gambar 4.4 Luas Kurva Disipasi Energi pada Story Drift
4.50 % Siklus ke-3 dan Luas Jajaran Genjang pada
Story Drift 4.50 % Siklus ke-3 dengan Gradien 0.20 %
0,04 < 0,05 … (Not OK)
Tarik
(2)
: Perbandingan Gradien Kurva sesuai persyaratan
ACI-374.1-05
0,054
0,05
0,054> >
0,05……(OK)
(OK)pada Drift Rasio 3,50 % :
Tekan
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 25–37
:
0,54 > 0,05 … (OK)
0,04 < 0,05 … (Not OK)
Tarik
Tarik :
:
(2) Kondisi pada Drift Rasio 3,50 % :
Gambar
4.7.
Perbandingan
Gradien
Kurva
pada
Story
Drift
Gambar
4.7.
Perbandingan
Gradien
Kurva
pada
Story
Drift
Rasio
3.50
%%
Siklus
ke-3
Rasio
3.50
Siklus
ke-3
Luas Energy :
Gradien Kurva
sesuai persyaratan
(3)Perbandingan
Perbandingan
Energy Disipasi Story Drift 3,50 % Siklus ke-3 (An) (3)
0,54 > 0,05 …Gradien
(OK) Kurva sesuai persyaratan
0,054 > 0,05pada
… (OK)
ACI-374.1-05
Drift
= 9341,50 kNm
ACI-374.1-05
pada
DriftRasio
Rasio2,75
2,75%%: :
Gambar
Luas Kurva Disipasi Energi pada Story Drift
Tekan
:
Tekan
:
(E1 + E4.4
2) + (θ’1 + θ’2) =10298,93 kNm
Tarik :
4.50 % Siklus ke-3 dan Luas Jajaran Genjang pada
> 0,125
…%(OK)
Story Drift 4.50 % Siklus ke-3 dengan Gradien
0.20
(2) Kondisi pada Drift Rasio 3,50 % :
0,068
0,068> >0,05
0,05……(OK)
(OK)
Luas Energy :
Tarik
Tarik: :
Energy Disipasi Story Drift 3,50 % Siklus ke-3 (An)
Gambar
4.5.
Luas
Kurva
Disipasi
Energi
pada
Story
0,054 >4.7.
0,05
… (OK) Gradien Kurva pada Story Drift
4.5.
Luas
Kurva
Disipasi
Energi
pada
Story
=Gambar
9341,50
kNm
Gambar
Perbandingan
Drift
3.50
%%
Siklus
ke-3
dan
Luas
Jajaran
Genjang
pada
Drift
3.50
Siklus
ke-3
dan
Luas
Jajaran
Genjang
padaDrift
0,108
> >0,05
……(OK)
Gambar
29.
Luas
Kurva
Disipasi
Energi
pada
Story
0,108
0,05
(OK)
Rasio 3.50 % Siklus
ke-3
(E
+
E
)
+
(θ’
+
θ’
)
=10298,93
kNm
Gambar
31.
Perbandingan
Gradien
Kurva pada Story Drift
1
2
1
2
Story
Drift
3.50
%%
Siklus
ke-3
dengan
0.200
%%
Story
Drift
3.50
Siklus
ke-3
dengan
Gradien
0.200
3,50%
Siklus
ke-3
dan
LuasGradien
Jajaran
Genjang
pada
(3) Perbandingan
Gradien
Kurva
Rasio 3,50%
Siklus
ke-3.sesuai persyaratan
> 0,125 … (OK)
Story
Drift
3,50%
Siklus
ke-3
(3)
pada
Drift
Rasio
: : dengan Gradien
(3)Kondisi
Kondisi
pada
Drift
Rasio2,75
2,75%%
ACI-374.1-05 pada Drift Rasio 2,75 % :
(3)Perbandingan
Gradien Kurva sesuai persyaratan
0,200%.
Luas
::
LuasEnergy
Energy
Tekan :
ACI-374.1-05
pada
Drift Rasio 2,75%:
Energy
Story Drift
ke-3 (An)
EnergyDisipasi
Disipasi
Drift2,75
2,75%%Siklus
Siklus
3. Perbandingan
nilaiStory
Gradien
Hysteritic
Loop:ke-3 (An)
Tekan:
= =9341,50
9341,50kNm
kNm
Gambar
(1)Perbandingan Gradien Kurva sesuai persyaratan
0,0684.7.> Perbandingan
0,05 … (OK)Gradien Kurva pada Story Drift
(E(E
E2E)2+
θ’θ’
) +(θ’
(θ’
) =10298,93kNm
kNm
Gradien siklus
1+
1+
2)2=10298,93
Rasioke-3
3.50 % Siklus ke-3
1+
1+
ACI-374.1-05
pada
Drift Rasio 4,50%:
Tarik :
tan 24,04
story
drift
2,75%
> >0,125…
(OK)
(3) Perbandingan
Gradien
persyaratan
0,125…
(OK)
= Kurva sesuai
= 0,0068
> 0,05...(ok)
Tekan:
Gradien
siklus ke-1
Gambar 4.5. Luas Kurva Disipasi Energi pada Story
tan Rasio
81,29 2,75 % :
ACI-374.1-05
pada
Drift
3.3.Perbandingan
nilai
Gradien
Hysteritic
Loop
:
Perbandingan
Gradien
Loop
:
Gradien
siklus
ke-3
Drift 3.50
%nilai
Siklus
ke-3 danHysteritic
Luas Jajaran
Genjang
pada
story
drift 0,02%
0,108
… (OK)
Tekan
: > 0,05
(1)
Gradien
Kurva
sesuai
persyaratan
(1)Perbandingan
Perbandingan
Gradien
Kurva
sesuaiGradien
persyaratan
tan
3,59
Story
Drift
3.50
% Siklus
ke-3
dengan
0.200 %
story
drift
4,50%
Tarik:
=
=
0,01
>
0,05...(ok)
ACI-374.1-05
4,50
ACI-374.1-05
padaDrift
DriftRasio
Rasio
4,50%%: :
Gradien
sikluspada
ke-1
73,49
Gradien siklus ke-3
(3)
pada
Drift tan
Rasio
2,75 % :
Tekan
: : Kondisi
Tekan
0,068 > 0,05 … (OK)
story
drift
0,02%
tan 20,02
story drift 2,75%
Luas Energy :
Tarik :
=
= 0,108 > 0,05...(ok)
Tarik:
Energy Disipasi Story Drift 2,75 % Siklus ke-3 (An)
Gradien siklus ke-1
tanKurva
73,49
Gambar
4.8.
Perbandingan
Gradien
pada
Story
Gambar
4.8.
Perbandingan
Gradien
Kurva
pada
Story
Gradien
siklus
ke-3
0,01
<
0,05
…
(Not
OK)
0,01= <Gambar
0,05 …4.5.
(Not
9341,50
kNm
storyDrift
drift
0,02%
LuasOK)
Kurva
Disipasi
Energi pada Story
Rasio
3.50
%%
Siklus
ke-3
Drift
Rasio
3.50
Siklus
ke-3
tan
158,32
story
4,50%
Tarik
:(E
Drift
3.50
%
Siklus
ke-3
dan
Luas
Jajaran
Genjang
pada
Tarik
:1 +drift
E2) + (θ’1 + θ’=2) =10298,93=kNm
0,108 > 0,05 … (OK)
0,06 > 0,05...(ok)
Story Drift
% Siklustan
ke-3
dengan Gradien 0.200 %
Gradien
siklus3.50
ke-1
73,49
KESIMPULAN
> 0,125… (OK) V.V.KESIMPULAN
story
drift 0,02%
Dari
Darianalisa
analisahasil
hasilujiujiSpesimen
Spesimentersebut,
tersebut,maka
maka
(3)
Kondisi
pada
Rasio 2,75 % :
0,06
>3.
0,06
>0,05
0,05……(OK)
(OK)Drift
Perbandingan
nilai Gradien Hysteritic Loop :
peneliti
penelitidapat
dapatmenarik
menarikkesimpulan
kesimpulansebagai
sebagaibeikut
beikut: :
Luas Energy :
(1) Perbandingan Gradien Kurva sesuai persyaratan 1.1.Kapasitas
KapasitasBeban
BebanLeleh
Lelehberbanding
berbandingBeban
BebanAwal
Awal
Energy Disipasi Story Drift 2,75 % Siklus ke-3 (An)
ACI-374.1-05 pada Drift Rasio 4,50 % :
Spesimen
sesuai
SNI
03-1726-2002
adalah
Py/Pi
Spesimen
sesuai
SNI
03-1726-2002
adalah
Py/Pi
= 9341,50 kNm
Tekan :
>1,20
berarti
kesetabilan
struktur
memenuhi
syarat.
>1,20
berarti
kesetabilan
struktur
memenuhi
syarat.
(E1 + E2) + (θ’1 + θ’2) =10298,93 kNm
2.2.Kesetabilan
KesetabilanStruktur
Struktur: :
> 0,125… (OK)
4.8.
Perbandingan
Gradien
Kurva pada
Story
(1)
Sampai
akhir
Spesimen
pada
(1)Gambar
Sampai
akhir Pengujian
Pengujian
Spesimen
pada
0,01 < 0,05 … (Not OK)
Drift
Rasio 3.50 %
Siklus ke-3
3.Tarik
Perbandingan
nilai
Gradien
Hysteritic
Loop
:
kedua
arah
pembebanan
:
kedua
arah
pembebanan
:
:
(1) Perbandingan Gradien Kurva sesuai persyaratan
(a) Kemampuan
Kemampuanmenahan
menahanBeban
BebanLateral
LateralModel
Model
V.(a)
KESIMPULAN
ACI-374.1-05 pada Drift Rasio 4,50 % :
Spesimen
pada
Drift
Ratio3,50%
siklus
ke-3:
Spesimen
pada
Drift
Ratio3,50%
siklus
ke-3:maka
Dari analisa hasil uji Spesimen tersebut,
Tekan
0,06 >: 0,05 … (OK)
peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai beikut :
1. Kapasitas Beban Leleh berbanding Beban Awal
Gambar
4.8. sesuai
Perbandingan
Kurva pada
Story Py/Pi
Spesimen
SNI Gradien
03-1726-2002
adalah
0,01 < 0,05 … (Not OK)
Gambar
32. Perbandingan
Drift Rasio 3.50Gradien
% SiklusKurva
ke-3 pada Story Drift
>1,20
berarti
kesetabilan
struktur
memenuhi
syarat.
Tarik
: 4.6Perbandingan
Rasio 3,50% Siklus ke-3,
Gambar
4.6
Gradien
Kurva
pada
Story
Gambar
Perbandingan
Gradien
Kurva
pada
Story
Gambar
30.
Perbandingan
Gradien
Kurva
pada
Story Drift
2.
Kesetabilan
Struktur
:
Drift
Rasio
%%
Siklus
ke-3
Drift
Rasio4.50
4.50
Siklus
ke-3
V. KESIMPULAN
Rasio 4.50% Siklus ke-3
(1) analisa
Sampai hasil
akhiruji Pengujian
Spesimenmaka
pada
Dari
Spesimen tersebut,
0,06 > 0,05 … (OK)
keduamenarik
arah pembebanan
: sebagai beikut :
peneliti
dapat
kesimpulan
simpulan
(a) Kemampuan
menahan
Beban Lateral
Model
1. Kapasitas
Beban Leleh
berbanding
Beban Awal
(2)Perbandingan Gradien Kurva sesuai persyaratan
Spesimen
pada
Drift
Ratio3,50%
siklus
ke-3:
Spesimen sesuai SNI 03-1726-2002 adalah Py/Pi
ACI-374.1-05 pada Drift Rasio 3,50%:
Dari
analisis hasil uji Spesimen tersebut, maka
>1,20
berarti
kesetabilan
struktur
memenuhi
syarat.
Tekan:
peneliti
menarik
kesimpulan
sebagai berikut:
2. dapat
Kesetabilan
Struktur
:
Gradien siklus ke-3
1) Kapasitas
Beban
Leleh
berbanding
Beban pada
Awal
(1) Sampai akhir Pengujian Spesimen
tan 14,37
story drift 3,50%
Spesimenkedua
sesuai
SNI
03-1726-2002
adalah P y/Pi
=
= 0,04 > 0,05...(ok)
arah
pembebanan
:
Gambar
4.6ke-1
Perbandingan
Gradien Kurva pada Story
Gradien
siklus
tan 31,29
> 1,20
kestabilan
struktur
memenuhi
syarat.
(a)berarti
Kemampuan
menahan
Beban
Lateral Model
Drift Rasio 4.50 % Siklus ke-3
story drift 0,02%
2) Kestabilan
Struktur:
akhir
Pengujian
Spesimen pada
Drift Sampai
Ratio3,50%
siklus
ke-3:
Tarik:
Gradien siklus ke-3
tan 10,24
story drift 3,50%
=
= 0,054 > 0,05...(ok)
Gradien siklus ke-1
tan 73,49
Gambar
Perbandingan Gradien Kurva pada Story
story
drift 4.6
0,02%
Drift Rasio 4.50 % Siklus ke-3
Spesimen pada kedua arah pembebanan: a)
Kemampuan menahan Beban Lateral Model Spesimen
pada Drift Ratio 3,50% siklus ke-3: menahan gaya
Astawa, dkk.: Perilaku Daktil Elemen Struktur
dorong 74,22% < 75%, menahan gaya Tarik 87,00%
 75%. b) Kemampuan menahan Beban Lateral
Model Spesimen pada Drift Ratio 4,50% siklus ke-3:
menahan gaya dorong 48,06% < 75% dan menahan
gaya Tarik 56,05% < 75%. c) Kemampuan menahan
Beban Lateral Model Spesimen pada Drift Ratio
2,75% siklus ke-3: menahan gaya dorong 85,27% >
75% dan menahan gaya Tarik 93,48% > 75%.
Kondisi pada Drift Rasio 3,50% yang memenuhi
syarat hanya pada kapasitas menahan gaya Tarik,
sedangkan untuk menahan gaya tekan tidak
memenuhi syarat. Untuk kondisi Drift Rasio 4,50%,
baik kapasitas menahan gaya Tarik maupun Tekan
semuanya tidak memenuhi syarat.
Kapasitas untuk menahan gaya Tekan maupun
Tarik, yang memenuhi syarat hanya sampai pada
kondisi Drift Rasio 2,75%. Salah satu kemungkinan
penyebabnya adalah karena beban Aksial Kolom
terlalu kecil yaitu hanya 10% kapasitas beban Kolom
(640 kN) sehingga kekakuan kolom tidak maksimum.
(2)Rasio Energi Disipasi (β): (a) Kondisi pada Drift
Rasio 4,50%: 0,95 > 0,125, memenuhi syarat.
(b) Kondisi pada Drift Rasio 3,50%: 0,91 > 0,125,
memenuhi syarat. (c) Kondisi pada Drift Rasio 2,75%:
0,91 > 0,125, memenuhi syarat.
(3)Perbandingan nilai Gradien Hysteritic Loop: (a)
Kondisi pada Drift Rasio 4,50%: Saat menerima Gaya
Tekan: 0,01 < 0,05, tidak memenuhi syarat. Saat
menerima Gaya Tarik: 0,06 > 0,05, memenuhi syarat.
(b) Kondisi pada Drift Rasio 3,50%: Saat menerima
Gaya Tekan: 0,04 < 0,05, tidak memenuhi syarat.
Saat menerima Gaya Tarik: 0,054 > 0,05, memenuhi
syarat. (c) Kondisi pada Drift Rasio 2,75%: Saat
menerima Gaya Tekan: 0,068 > 0,05, memenuhi
syarat. Saat menerima Gaya Tarik: 0,108 > 0,05,
memenuhi syarat.
Sama seperti kasus kemampuan menahan gaya
lateral, kondisi pada Drift Rasio 4,50% dan 3,50%,
nilai Gradien Hysteritik kurang memenuhi syarat dalam
menahan gaya Tekan, tapi dalam menahan gaya Tarik
semuanya memenuhi syarat. Sedangkan pada kondisi
Drift Rasio 2,75%, Konstruksi sangat memenuhi syarat.
37
daftar pustaka
1. American Concrete Institut (ACI 318M-08). ”Building Code
Requirements for Structural Concrete and Commentary” First
Printing June 2008.
2. Blackeley Roger WG, Park Robert. Seismic Resistance of Prestressed
Concrete Beam-Column Assemblies, 1971; ACI Journal.
3. El-Sheikh Magdy T, Sause Richard, Passiki Stephen, Lu Le-Wu.
Seismic Behavior and Design of Unbonded Post-Tensioned Precast
Concrete Frame, 1999; PCI Journal.
4. Fanella David A, Munshi Javeed A. Design of Concrete Buildings
for Earthquake and Wind Forces, Portland Cement Association.
1998.
5. Hung Lin-Chien and Ping Lin-Shih. Flexureal Behavior of HghWorkability Concrete Columns Under Cyclic Loading. 2005; ACI
Structural Journal.
6. Kusuma Gideon, Andriono Takim. Desain Struktur Rangka Beton
Bertulang di Daerah Rawan Gempa. Erlangga-Jakarta. 1994.
7. Lin TY, Burns Ned. H, Indrawan Daniel. Desain Struktur Beton
Prategang Jilid 1. Erlangga Jakarta. 1996.
8. Lin T. Y, Burn Ned. H, Mediana. Desain Struktur Beton Prategang
Jilid 2. Erlangga Jakarta. 2000.
9. Miswandi V Eka. Pengaruh nilai PPR dan Tulangan Transversal
Terhadap Tingkat Daktilitas Balok Beton Pratekan Parsial pada
Struktur Rangka Penahan Momen, Tesis Magister Teknik Sipil ITS
Surabaya. 1999.
10. Nakano K, Tanabe K, Machida S, & wada S. Damage Controlled
Seismic Design by Precast-Prestressed Concrete Structure with
Mild-Press-Joint, Part 1, Basic Consept of Design, AIJ Summeries
of Technical Papers of Annual Meeting, Japan. 2001.
11. Naaman Antoine E. Prestressed Concrete Analysis and Design,
McGraw-Hill Book Company, New York, San Francisco, Auckland,
Bogota, Hamburg, Johannesburg, London, Madrid, atc. 1982.
12. Naaman Antoine E, Siriaksorn A. Analysis and Design of Partially
Prestressed to Statisfy Serviceability Criteria, A Study Report by
a Research Fellowship Award from tht Prestressed Concrete Institute
and by the University of Illionis, Chicago. 1978.
13. Naaman Antoine E. Partially Prestressed Concrete (Review and
Recommendation), special report, 1985; PCI Journal.
14. Park R and Paulay T. Reinforced Concrete Structures, John Wiley &
Sons, New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore. 1975.
15. Paulay T, Priestley MJN. Seismic Design of Reinforced Concrete
and Masonry Buildings. John Wiley & Sons, New York, Chichester,
Brisbane, Toronto, Singapore. 1992
16. Raka I Gusti Putu. Duktilitas Penampang Tiang Pancang Pratekan
Bulat Berongga hasil Pemadatan Sentrifugal, Laporan Penelitian,
Jurusan Teknik Sipil-FTSP ITS Surabaya. 1993.
17. SNI 03-2847-2002. Tata cara Perhitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung, Laboratorium Beton ITS Surabaya.
18. SNI 03-1726-2002, Struktur Gedung Tahan Gempa, Badan
Standardisasi Nasional (BSN), Jakarta.
19. Thompson Kevin J, Park Robert. Ductility of Prestressed and Partially
Prestressed Concrete Beam Section, 1980. PCI Journal.
20. UBC. Uniform Building Code. 1997.
38
Perencanaan Beam-coloum Joint dengan Menggunakan Metode
Beton Prategang Partial Gedung Perkantoran Bpr Jatim
Beam-coloum Joint Design Used Partial Prestress Concrete Method for Office
Building Bpr Jatim
Fransiskus XE Lie1, Wahyu Kartini MT2 , dan Made Dharma Astawa MT3
1 Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim
2,3 Dosen Teknik Sipil Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim
abstrak
Dalam perencanaan ini, untuk mendesain beton prategang menggunakan metode prategang sebagian. Tulangan lunak yang
digunakan dalam mendesain balok prategang ikut diperhitungkan, untuk menahan gaya lateral akibat gempa yang terjadi sesuai
dengan peraturan ACI 2008. Dengan asumsi, bahwa tendon hanya menerima gaya gempa sebesar 25% saja, sedangkan 75%
akan dilimpahkan pada baja tulangan lunak. Karena hubungan balok kolom adalah suatu sambungan yang paling lemah di
dalam sistem struktural keseluruhan, maka sambungan tersebut harus didesain dengan kuat nominal yang lebih besar daripada
elemen-elemen yang disambungnya sesuai dengan SNI 03-2847-2002. Setelah dilakukan perhitungan, maka dibutuhkan tendon
yang berisi 9 buah strand dengan diameter 15,2 mm. Pada daerah tumpuan dibutuhkan tulangan tarik sebanyak 5D22 dan
tulangan tekan 3D22. Sedangkan untuk daerah lapangan dibutuhkan tulangan tarik sebanyak 3D22 dan tulangan tekan sebanyak
3D22. Pada daerah tumpuan digunakan tulangan geser ø8–100, dan ø8–250 untuk daerah lapangan. Kolom dengan dimensi
600 × 600 dibutuhkan tulangan longitudinal sebanyak 12D25, dan tulangan transverse ø8–150, Pada hubungan balok kolom,
digunakan sengkang ø8–150.
Kata Kunci: beton pratekan, pratekan sebagian, hubungan balok-kolom
abtract
In this design, the method used for the design of prestress concrete is partial prestress method. The reinforced used in
designing the prestress beam taken into account to withstand the moment caused by the seismic lateral force in construction
according to ACI 2008 regulation. With the assumption the tendons accept the seismic force 25% only, while 75% will be
transferred to reinforced steel. Beam-column joint is the weakest link connection in the entire structural system, it must be
designed with a larger nominal moment than the elements connected, in accordance with SNI 03-2847-2002. After calculation,
it takes tendon containing 9 strand pieces with a diameter of 15.2 mm. It takes as much as 5D22 reinforced and 3D22 reinforced
in staging area. While in the field area it takes 3D22 reinforced and 3D22 reinforced. Beam shear reinforcement used ø8–100
at staging area, while ø8–250 in the field area. Column with dimensions of 600 × 600 need longitudinal reinforced as much as
12D25 and transverse reinforcement ø8–150, while the beam-column connecting needs ø8–150 cross bar.
Key words: prestress concrete, partial prestress, beam-coloumn joint
pendahuluan
Gedung BPR Bank Jatim pada lantai 6 berubah
yang semula direncanakan dengan menggunakan
balok beton bertulang biasa, saat ini direncanakan
ulang menggunakan balok beton prategang. Demikian
juga lebar ruangan yang semula berukuran 10,5 meter
direncanakan ulang, sehingga lebarnya menjadi 15 meter.
Dikarenakan data perencanaan ulang seperti diatas,
maka bagaimana cara mendesain balok prategang
dengan menggunakan metode partial. Dan bagaimana
menganalisis hubungan balok beton prategang partial dan
kolom beton bertulang biasa yang menerima gaya lateral
gempa pada zona gempa tinggi. Desain yang sesuai
dengan peraturan ACI pasal 21, hanya memperbolehkan
bahwa balok prategang hanya menerima gaya lateral
gempa paling besar 25% sisanya diterima tulangan lunak
dari gaya gempa yang terjadi.
tinjauan pustaka
Material Beton Prategang
Beton yang digunakan untuk beton prategang adalah
beton mutu menengah sampai mutu tinggi. Kekuatan
tekan yang cukup tinggi dengan nilai f’c lebih besar
dari 30 MPa. Kuat tekan yang tinggi diperlukan untuk
menahan tegangan tekan pada saat pengukuran tendon,
mencegah terjadinya keretakan, mempunyai modulus
elastisitas yang tinggi dan mengalami rangkak lebih
kecil. (Budiadi, 2008)
Kuat tarik beton mempunyai harga yang jauh lebih
rendah dari kuat tekannya. Untuk tujuan desain, SNI
Lie, dkk.: Perencanaan Beam-coloum Joint
2002 menetapkan kuat tarik beton sebesar sts = 0,6
. Perubahan bentuk (deformasi) pada beton adalah
langsung dan tergantung waktu (time dependent). Pada
beban tetap, perubahan bentuk bertambah dengan waktu
dan jauh lebih besar dibanding harga langsungnya.
Pengembangan regangan sepanjang waktu disebabkan
oleh susut (shrinkage) dan rangkak (creep). Susut tidak
disebabkan oleh tegangan, tetapi merupakan akibat dari
hilangnya air dalam proses pengeringan beton, sementara
rangkak disebabkan oleh bekerjanya tegangan. Susut
dan rangkak menyebabkan perubahan bentuk aksial,
kelengkungan (curvature) pada penampang, kehilangan
tegangan, redistribusi tegangan lokal antara beton dan
baja, serta redistribusi aksi internal pada struktur statis
tak tentu. Susut dan rangkak juga bisa mengakibatkan
retak yang dapat memengaruhi kemampuan layan dan
keawetan struktur. Jumlah regangan pada struktur pada
waktu adalah penjumlahan dari regangan langsung,
susut dan rangkak. Dan nilai modulus elastisitas beton
bertambah seiring dengan berjalannya waktu ketika
beton bertambah kekuatan dan kekakuannya (Budiadi,
2008).
Baja yang dipakai untuk beton prategang dalam
praktek ada empat macam, yaitu: (Budiadi, 2008)
1. Kawat tunggal (wires), biasanya digunakan untuk
baja prategang dengan sistem pratarik.
2. Untaian kawat (strand), biasanya digunakan untuk
baja prategang dengan sistem pascatarik.
3. Kawat batangan (bars), biasanya digunakan untuk
baja prategang dengan sistem pratarik.
4. Tulangan biasa, sering digunakan untuk tulangan
non-prategang (tidak ditarik), seperti tulangan
memanjang, sengkang, tulangan untuk pengangkuran
dan lain-lain.
Dalam perencanaan ini digunakan untaian kawat
(strand) dengan sistem pascatarik, dan harus memenuhi
syarat seperti yang terdapat pada ASTM A416. Untaian
kawat yang dipakai adalah untaian tujuh kawat dengan
dua kualitas: Grade 250 dan Grade 270 (seperti di
Amerika Serikat). Diameter untaian kawat bervariasi
antara 7,9-15,2 mm. (Budiadi, 2008)
39
Berbeda sekali dengan kriteria sebelumnya yang
tidak memperkenankan adanya tegangan tarik pada
elemen struktur, yang disebut “prategang penuh” ( full
prestressing). Metode desain yang mengizinkan adanya
sejumlah tegangan tarik pada elemen sturktur ini sering
dinamakan “prategang sebagian” (partial prestressing).
Pada dasarnya tidak ada perbedaan mendasar antara
kedua metode ini, karena meskipun suatu struktur dapat
didesain tanpa tegangan tarik pada tingkat beban kerja,
struktur tersebut akan mengalami tarikan pada kondisi
beban berlebih (overload). Dengan demikian, perbedaan
diatas sekedar menyangkut tingkatan tegangan tarik,
yang akan lebih tinggi dan akan terjadi lebih sering
untuk struktur yang sama jika didesain sebagai prategang
sebagian dibandingkan untuk prategang penuh. (Lin dan
Burns, 1996)
Suatu keuntungan penting dari prategang sebagian
adalah berkurangnya lendutan ke atas (camber).
Pengurangan lendutan ke atas awal juga berarti
mengurangi pengaruh rangkak lentur dan kemudahan
dalam pengendalian keseragaman lendutan keatas.
Untuk memahami desain balok prategang sebagian, kita
harus mempelajari perilaku balok prategang sebagian
tersebut dengan mengubah jumlah tulangan serta jumlah
prategang. Perbedaan perilaku balok bertulang-kuat
(overreinforced) dan bertulang-lemah (underreinforced)
dapat dilihat dengan membandingkan kurva-kurva dalam
gambar 1. (Lin dan Burns, 1996)
Suatu penampang yang diberi tulangan-kuat
(overreinforced), gambar 1, akan hancur akibat tekanan
pada beton sebelum tegangan tarik pada tulangannya
melampaui batas elastis. Jadi, deformasi baja dan
lendutan-batas balok relatif masih kecil, dan diperoleh
“keruntuhan getas” (brittle failure). Jika diberi tulangan
yang sangat kuat, bahkan jika tulangan tersebut tidak
diprategangkan, lendutan balok sebelum runtuh
masih akan terbatas. Bila balok diberi tulangan lemah
(underreinforced), maka lendutan akan bertambah secara
sangat nyata, dan ini akan memberikan peringatan yang
cukup sebelum keruntuhan. (Lin dan Burns, 1996)
Parsial prestress
Ketika beton prategang diperkenalkan pada tahun
1930-an, filosofi desainnya adalah menemukan suatu
jenis bahan baru dengan membuat beton berada dalam
keadaan tertekan sedemikian rupa, sehingga tidak ada
bagian dari beton tersebut yang tertarik, setidaknya
pada tahap beban kerja. Pada akhir tahun 1940-an,
pengamatan atas struktur-struktur yang sebelumnya
yang telah dibuat, menunjukkan adanya kekuatan ekstra
pada elemen struktur tersebut. Oleh karena itu, sebagian
insinyur percaya dalam desain bahwa tegangan tarik
dengan jumlah tertentu dapat diizinkan. (Lin dan Burns,
1996)
Gambar 1. Kurva Beban Lendutan, Penampang BertulanganKuat (Overreinforced) dan Bertulangan-Lemah
(Underreinforced) (Lin dan Burns, 1996).
40
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 38–46
b. Susut.
c. Relaksasi baja.
metode
Pada metodologi ini akan dijelaskan secara detail
langkah-langkah yang akan dilakukan selama pengerjaan
yang dilaksanakan sehingga didapatkan hasil akhir yang
diharapkan.
Menghitung Tegangan Izin yang Bisa Diterima oleh Balok
Pratekan
Gambar 2. Kurva Beban-Lendutan untuk Berbagai Tingkat
Prategang (untuk Penampang Bertulang-Lemah
Balok Terekat) (Lin dan Burns, 1996)
Keuntungan dari pratekan sebagian:
1. Pengendalian lendutan ke atas (camber) yang lebih
baik.
2. Penghematan dalam jumlah baja prategang.
3. Penghematan dalam pekerjaan penarikan dan
pengangkuran ujung.
4. Kemungkinan kekenyalan yang lebih besar pada
struktur.
5. Pemanfaatan yang ekonomis dari baja lunak.
Kerugian dari pratekan sebagian:
1. Retak yang lebih dini.
2. Lendutan yang lebih besar akibat beban-berlebih
(overload).
3. Tegangan baik utama yang lebih tinggi di bawah
beton kerja.
Sedikit pengurangan dalam kekuatan lentur batas
untuk jumlah baja yang sama. (Lin dan Burns, 1996)
Metode ACI
Metode ACI mendasarkan desainnya menggunakan
peraturan ACI 318-2008 pasal 21.5.2.5 di mana tendon
prestress diperbolehkan menerima 25% momen
positif atau negatif beban gempa yang terjadi. Dalam
perancangan kali ini 25% momen yang dibebankan
pada tendon prestress adalah momen negatif dengan
mengandalkan eksentrisitas tumpuan di atas cgc.
Kehilangan Prategang
1. Kehilangan elastis langsung, yang terjadi pada saat
proses fabrikasi atau konstruksi yaitu:
a. Perpendekan beton secara elastis kehilangan
karena pengangkuran.
b. Kehilangan karena gesekan.
c. Kehilangan akibat kekangan kolom.
2. Kehilangan yang bergantung pada waktu.
a. Rangkak.
fci (curing 14 hari) = 0,88 × 37 = 32,56 Mpa
Tegangan izin beton sesaat setelah penyaluran gaya
prategang (saat jacking)
- Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.1 (1)
Tegangan Tekan: sci = 0,6 x fci . .............................. (1)
- Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.1 (2)
Tegangan Tarik: sti = 0,25 ×
............................ (2)
Tegangan izin beton sesaat sesudah kehilangan prategang
(saat beban bekerja)
- Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.2 (1)
Tegangan Tekan: sc = 0,45 × fc................................ (3)
- Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.2 (3)
Tegangan Tarik: st = 0,5 ×
............................... (4)
Menghitung Dimensi Penampang Balok Pratekan
Nilai statis momen garis netral penampang balok
sebagai berikut:
h
c=
+ t ................................................................. (5)
2
(
)
 A pelat × t + (A balok × c )
2

yt = 
A total
............................. (6)
t
.............................................................. (7)
2
dp = yb – h –t . ....................................................... (8)
2
1
1 be 3 3
I=
bh3 + (Abalok × dp2) + (dp2) +
t t +
12
12 n
dt = yt –
Apelat × dt2. ............................................................... (9)
Ikomposit
....................................................... (10)
yt
I
Wb = komposit ...................................................... (11)
yb
WB
Kt =
............................................................ (12)
Atotal
WT
Kb =
........................................................... (13)
Atotal
Wt =
Lie, dkk.: Perencanaan Beam-coloum Joint
41
Menghitung Momen Akibat Berat Sebelum Komposit
Mendesain Hubungan Balok Kolom
Menggunakan bantuan dari aplikasi SAP V.14
Menghitung Momen Akibat Berat Sesudah Komposit
Menggunakan bantuan dari aplikasi SAP V.14
Desain Pendahuluan Menghitung Gaya Prategang Awal
Menghitung gaya geser yang mungkin terjadi pad a
jarak x-x,
M
T
F = ................................................................. (14)
0,65h
Menetukan Daerah Limit Kabel
Daerah limit kabel selain dibatasi oleh kern pada
balok juga dibatasi oleh nilai amin dan amax yang didapat
dari perhitungan berikut:
M
T
amax = ............................................................. (15)
F
e
M
G
amin = ............................................................... (6)
F
e
Menghitung Lendutan Izin
Lendutan izin pada komponen beton prategang harus
memenuhi syarat Tabel 9 SNI 03-2847-2002 pasal 11.5
yaitu:
L
Dizin = ............................................................ (17)
480
Menghitung Momen Retak
Perhitungan kuat ultimate dari balok prategang harus
memenuhi persyaratan SNI 03-2847-2002 pasal 20.8.3
mengenai jumlah total baja tulangan non prategang dan
prategang harus cukup untuk dapat menghasilkan beban
berfaktor paling sedikit 1,2 beban retak yang terjadi
berdasarkan nilai modulus retak sebesar 0,7 fc, sehingga
didapat øMn  1,2 MCr dengan nilai ø = 0,85.
Menghitung Penulangan Non-Prategang pada Balok
Pratekan
Menghitung besar momen yang dipikul oleh tendon:
Besarnya momen akibat gaya gempa lateral yang
dapat dipikul oleh tendon berdasarkan peraturan ACI
adalah 25%, sehingga dapat dihitung sebagai berikut:

a
2
MnTp = Aps × fps ×  dp -  × 0,25


Menghitung besar momen yang dipikul oleh tulangan
lunak:
Besarnya momen akibat gaya gempa lateral yang
dapat dipikul oleh tulangan lunak sebesar;
Mu – MnTp ............................................................ (18)
Menghitung Penulangan Kolom
Menggunakan bantuan aplikasi PCA COLOUM.
Vxx = T1 –Vn ........................................................... (19)
Menghitung gaya geser yang mampu di tahan oleh
beton:
Vc =
(
)
0,75
125. fc' .b.h . ..................................... (20)
1000
Sehingga;
Vxx < φVc . ............................................................. (21)
perencanaan struktur
Data Perencanaan Balok Pratekan
- Dimensi balok = 40/60 cm
- Mutu beton (f'c)
= 37 Mpa
- Mutu baja (fy)
= 250 Mpa
- Panjang balok
= 15 m
- Tinggi bangunan
= 23,45 m
- Tinggi lantai
= 4 m
Tegangan Izin
fci (curing 14 hari) = 0,88 × 37 = 32,56 Mpa
- Tegangan izin beton sesaat setelah penyaluran gaya
prategang (saat jacking).
- Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.1 (1)
Tegangan Tekan: sci = 0,6 × fci
sci = 0,6 × 32,56 = 19,536 Mpa
- Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.1 (2)
Tegangan Tarik: sti = 0,25 ×
fci
sti = 0,25 × 32,56 = 1,427 Mpa
- Tegangan izin beton sesaat sesudah kehilangan
prategang (saat beban bekerja).
- Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.2 (1)
Tegangan Tekan: sc = 0,45 × fc
sc = 0,45 × 37 = 16,65 Mpa
- Menurut SNI 03-2847-2002 Ps 20.4.2 (3)
Tegangan Tarik: st = 0,5 × fci st
= 0,5 × 37 = 3,041 Mpa
Dimensi Penampang
Luas penampang balok pratekan didapat sebagai
berikut:
Apelat =
=
be × t
n
136 × 12
1
= 1632 cm2
42
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 38–46
Abalok = bw × (h–t)
= 40 × (60–12)
=1920 cm2
Atotal = Apelat + Abalok
Kb =
Nilai statis momen garis netral penampang balok
sebagai berikut:
60
h
c=
+t=
+ 12 = 42 cm
2
2


t
 Apelat × 2  + (Abalok × c )

yt = 
Atotal


12 
=  1632 × 2  + (1920 × 42 )


Momen Akibat Berat Sebelum Komposit
Momen akibat berat sendiri sebelum komposit MG =
23976 kgm.
Momen Akibat Berat Sesudah Komposit
Dari hasil SAP 2000 V.14 dengan kombinasi
pembebanan 1D + 1L didapat momen pada balok
prestress setelah komposit terdapat momen tumpuan
sebesar -26803,84 kgm, sedangkan pada daerah lapangan
terdapat momen positif sebesar 39326,84 kgm.
Desain Pendahuluan
= 20,46 cm
yb = 60 – 20,46
= 39,54 cm
t
dt = yt –
2
= 20,46 – 12
2
= 14,46 cm
h–t
dp = yb –
2
60–12
= 39,54 –
2
= 15,54 cm
1
1 be 3
= 12 bh3 + (Abalok × dp2) +
t + Apelat × dt2
12 n
1
1
=
× 40 × (60–12)3 + (1920 × 15,542) +
×
12
12
136
× 123 + 1632 × 14,462
1
= 1193125,363 cm4
I
Wt = komposit
yt
Gaya prategang didapat sebagai berikut:
F=
=
1193125,363
20,46
= 58315,02 cm3
I
Wb= komposit
yb
1193125,363
=
39,54
= 30175,15 cm3
WB
Kt =
Atotal
= 30175,15
3552
= 8,5 cm
39326,43
MT
=
= 100837 kg
0,65×0,6
0,65h
Dari gaya prategang F di atas, akan ditambahkan gaya
prategang sebesar 20%, dikarenakan asumsi kehilangan
prategang sebesar 20%.
Jadi Fi = 126046,25 kg
Daerah Limit Kabel
Daerah limit kabel selain dibatasi oleh kern pada
balok juga dibatasi oleh nilai amin dan amax yang didapat
dari perhitungan berikut:
I
58315,02
3552
= 16,42 cm
=
= 1632 + 1920 = 3552 cm2
WT
Atotal
amax = MT 39326,43
= 100837 = 0,39 m
Fe
= 39 cm
M
amin = G = 23976 = 0,1598 m
F0
150000
yt
= 15,98 cm
cgc
yb
kt
kb h
amax
amin
Gambar 3. Daerah Limit Kabel
eo lapangan = 310 mm (terletak di bawah cgc)
eo tumpuan = 8 cm (diatas cgc)
Penentuan Jumlah Strand
Adapun data-data strand kabel diambil dari tabel
VSL sebagai berikut.
– Menggunakan data dari tabel VSL strand properties
to AS-1311 untuk post tensioning.
– Termasuk jenis uncoated low relaxation strand.
Lie, dkk.: Perencanaan Beam-coloum Joint
43
- Nominal diameter digunakan sebesar 15,2 mm dengan
luas nominal area kawat 143,3 mm2.
- Minimal breaking load 250 KN.
Dihitung jumlah luasan strand yang dibutuhkan
untuk menghasilkan gaya prategang F = 126046,25 kg
= 1260462,5 N yang diinginkan.
1260462,5
Aps = 1221,214 = 1032,14 mm2
n
= 1032,14
= 7,2 buah ~ 9 buah
143,3
1
2
%
0
3,37
5,49
0,31
0,008
5,21
0
16,388
Total kehilangan 16,4% < 20%... ok!
Lendutan Izin
Lendutan izin
memenuhi syarat
yaitu:
L
Dizin =
=
480
terjadi berdasarkan nilai modulus retak sebesar 0,7 fci ,
sehingga didapat Mn  1,2 MCr dengan nilai  = 0,85.
- Didapat nilai MCr untuk daerah lapangan adalah
MCr = 505736779,2 Nmm.
1,2 × MCr = 1,2 × 505736779,2
= 606884135,1 Nmm
- Didapat nilai MCr untuk daerah tumpuan adalah
MCr = 257593373,2 Nmm.
1,2 × MCr = 1,2 × 257593373,2
= 309112047,8 Nmm.
Penulangan Non-Prategang pada Balok
Tabel 1.Kehilangan Prategang
Tahap kehilangan
Kehilangan langsung
Perpendekan elastis
Akibat gesekan
Slip angkur
Lelangan kolom
Kehilangan tidak langsung
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Total
beban terfaktor paling sedikit 1,2 beban retak yang
pada komponen beton prategang harus
Tabel 9 SNI 03-2847-2002 pasal 11.5
15000
= 31,25 mm
480
Lendutan Awal Saat Jacking
DlA = DlPO + Dlme +DlqO
= – 33,78 + 7,99 + 16,46
= – 9,33 mm ( )
Lendutan ke bawah belum terjadi.
Lendutan Saat Beban Bekerja Saat F Efektif
Saat beban-beban sepenuhnya bekerja gaya prategang
yang terjadi berupa gaya prategang efektif setelah terjadi
berbagai tahap dan macam kehilangan dengan nilai
Fefektif = 1053835,793 N. Sehingga total lendutan sebesar:
DlA = DlPO + Dlme + DlqO
= - 26,04 + 6,68 + 7,621
= 11,739 mm < 31,25 mm
Momen Retak
Perhitungan kuat ultimate dari balok prategang harus
memenuhi persyaratan SNI 03-2847-2002 pasal 20.8.3
mengenai jumlah total baja tulangan non prategang
dan prategang harus cukup untuk dapat menghasilkan
1. Momen pada daerah Tumpuan.
Data-data perencanaan didapat sebagai berikut:
- Mutu beton (fc') = 37 MPa
- Mutu baja (fy)
= 350 MPa
- Dimensi balok
= 40/60 cm
- Diameter rencana = 22 mm
- Diameter sengkang= 8 mm
- Selimut beton = 50 mm
d = 600 – 50 – 8 – 0,5 × 22
= 531 mm
Besar Momen yang Dipikul oleh Tendon
Besarnya momen akibat gaya gempa lateral yang
dapat dipikul oleh tendon berdasarkan peraturan ACI
adalah 25%, sehingga dapat dihitung sebagai berikut:

a
2
MnTp = Aps × fps ×  dp -  × 0,25


37,26 
= 1289,7 × 1235,6 ×  475,4 −
 × 0,25

2 
= 181971837,5 Nmm
Sisa momen yang mampu dipikul oleh tendon akan
dilimpahkan pada tulangan lunak yaitu sebesar:
Mu – MnTp = 446420.48 – 181971,84
= 264448,64 Nm
= 264448640 Nmm.
Besar Momen yang Dipikul oleh Tulangan Lunak
Dari perhitungan di atas didapatkan Mu yang dipikul
oleh tulangan lunak sebesar 264448640 Nmm.
Sehingga didapatkan Asperlu:
Asperlu = rperlu × b × d
= 0,0088 × 400 × 531
= 1869,12 mm2
Tulangan pasang 5-D22 (Asada = 1901 mm2)
Kontrol jumlah tulangan maksimum dalam 1 baris:
(400 – 2.50 – 2,8 – 5,22)
5–1
= 43,5 mm  25 mm ….ok, sehingga tulangan
longitudinal balok dapat disusun dalam 1 baris.
Dan tulangan tekan yang di pasang berdasarkan SNI,
bahwa 50% dari tulangan tarik 3D22 (Asada = 1140 mm2)
S=
44
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 38–46
2. Momen pada Daerah Lapangan
Data-data perencanaan didapat sebagai berikut:
- Mutu beton (fc’) = 37 MPa
- Mutu baja (fy)
= 350 MPa
- Dimensi balok
= 40/60 cm
- Diameter rencana = 22 mm
- Diameter sengkang= 8 mm
- Selimut beton
= 50 mm
d = 600 – 50 – 8 – 0,5 × 22
= 531 mm
Dari data ETABS diambil nilai gempa pada daerah
tumpuan yang mempunyai nilai terbesar. Yakni momen
sebesar 29412.85 kgm = 294128.5 Nm pada jarak 8,25 m.
Besar Momen yang Dipikul oleh Tendon
Besarnya momen akibat gaya gempa lateral yang
dapat dipikul oleh tendon berdasarkan peraturan ACI
adalah 25%, sehingga dapat dihitung sebagai berikut;

a
2
3. Penulangan Geser pada Balok
1. Pada tumpuan dipasang 8–100 mm
2. Pada lapangan dipasang 8–250 mm
Penulangan Kolom
Data-data perencanaan didapat sebagai berikut:
- fc = 37 MPa
- fy = 350 MPa
- b = 600 mm
- h = 600 mm
- hkolom = 3400 mm
- Decking = 50 mm
- Tulangan utama = D25
- Tulangan sengkang = 8
- d' = 50 + 8 + 0,5 × 28 = 69 cm
- d = h – d' = 531 mm
Analisis perhitungan dibantu dengan program PCA
COL, sehingga didapat hasil 12D25 sebagai berikut.
MnTp = Aps × fps ×  dp -  × 0,25




= 1289,7 × 1235,6 ×  514,6 −
= 195670420,2 Nmm
46,89 

2 
× 0,25
Sisa momen yang mampu dipikul oleh tendon akan
dilimpahkan pada tulangan lunak yaitu sebesar:
Mu – MnTp = 294128.5 – 195670.42
= 98458,08 Nm = 98458080 Nmm...............................
Besar Momen yang Dipikul oleh Tulangan Lunak
Dari perhitungan di atas didapatkan Mu yang dipikul
oleh tulangan lunak sebesar 98458080 Nmm.
Sehingga didapatkan Asperlu:
Asperlu= rmin × b × d
= 0,004 × 400 × 531
= 849,6 mm2
Tulangan pasang 3-D22 ( Asada = 1140 mm2)
Kontrol jumlah tulangan maksimum dalam 1 baris:
s = (400 – 2.50 – 2,8 – 3,22)
3–1
= 109 mm  25 mm, sehingga tulangan longitudinal
balok dapat disusun dalam 1 baris.
Karena Mn > Mu perlu, diasumsikan beton cukup
kuat menahan gaya gempa kiri dengan tulangan tarik
saja, sehingga desain tulangan tekan untuk mengatasi
momen gempa negatif menggunakan desain tulangan
minimum sebagai berikut: d' = 600 – 531 = 69 mm
Astekan = rmin × b × d’
= 0,004 × 400 × 69
= 110,4 mm2
Sehingga tulangan tekan yang di pasang 3D22
Asada = 1140 mm2)
Gambar 4. Tulangan Pada Kolom Menggunakan PCA COL.
Dan tulangan geser pada kolom dipasang 8–150.
Konsep Balok Lemah - Kolom Kuat
Untuk menerapkan konsep balok lemah - kolom kuat,
maka yang perlu diperhatikan adalah momen-momen
yang terjadi pada hubungan balok kolom. Di mana
momen yang dihasilkan oleh balok maupun kolom.
Sehingga dalam konsep ini jumlah momen yang
terjadi pada kolom harus lebih besar enam per lima
jumlah momen yang terjadi pada balok. Sehingga didapat
persamaan berikut.
Menghitung nilai Mg:
a
Mg = As.fy  dp -  .0,8

2
Pada sisi atas (tulangan tarik):
1901 × 350
As.fy
a=
=
0,85.35.400
0,85.fc'.b
= 55,91 mm
sehingga,
55,91 

Mg+ = 1901 × 350  531 −
 .0,8

2 
= 267760792,6 Nmm
= 267,76 kNm
Lie, dkk.: Perencanaan Beam-coloum Joint
Pada sisi bawah (tulangan tekan):
a = As.fy
1140 × 350
=
0,85.fc'.b 0,85.35.400
= 33,53 mm
sehingga,

Mg– = 1140 × 350  531 −

33,53 

2 
.0,8
= 164143812 Nmm =164,14 kNm
Mg = Mg+ + Mg
= 267,76 + 164,14 = 431,9 kNm
Dari hasil softwere ETABS didapat hasil momen Me
sebesar 509 kNm. Persyaratan strong column – weak
6
beam Me  5 Mg
6/5.Mg = (6/5 × 431.9)/0,8 = 646,5 kNm
Me = 509/0,65 = 783,1 kNm.
Nilai Me dan Mg dibagi oleh masing-masing koefisien
reduksi, karena sesuai dengan SNI-2847 Ps 23.4.(2.(2))
harus diambil nilai nominalnya. Dan nilai Me (783,1
kNm)   M g (646,5 kNm), sehingga memenuhi
persyaratan strong column – weak beam.
Karena momen kolom lebih besar dari momen balok,
maka penulangan kolom menggunakan momen kolom.
Sehingga bisa memenuhi persyaratan strong column
weak beam.
Hubungan Balok Kolom
Didapat gaya geser yang terjadi pada jarak x-x adalah
sebagai berikut:
Vxx = T1 – Vh = 831,69 – 121,78 = 709,91 kN
Besarnya Vx-x tersebut harus dibandingkan dengan
kuat geser nominal HBK tepi sebagai mana diatur pada
pasal 23.5.3:
(
0,75
1,25. fc' .b.h
1000
0,75
=
1,25. 37.400.600
1000
Vc =
)
(
)
= 1368,62 kN > 709,91 kN
HBK cukup kuat, sehingga penulangan geser
didaerah HBK tidak perlu dihitung, asalkan tulangan
begel sendi plastis (lo) diteruskan pada HBK tersebut
yaitu menggunakan 8–150 mm.
simpulan
Dari hasil perencanaan di atas didapat kesimpulan
dan saran sebagai berikut: 1) Desain penampang balok
beton prategang dengan bentang 15,00 meter adalah
400/600 mm. 2) Jarak eksentrisitas tendon prategang
45
pada daerah tumpuan sebesar 80 mm dari tepi balok
atas, dan jarak eksentrisitas pada daerah lapangan
sebesar 310 mm. 3) Tulangan lunak yang mampu
untuk menahan gaya gempa lateral adalah sebagai
berikut: a) Pada tumpuan daerah tarik terjadi momen
sebesar 264448640 Nmm, sehingga menggunakan
tulangan 5D22, sedangkan pada tumpuan daerah tekan
menggunakan tulangan tarik 3D22. b) Pada lapangan
daerah tarik terjadi momen sebesar 98458080 Nmm,
sehingga menggunakan tulangan 3D22, sedangkan pada
lapangan daerah tekan menggunakan tulangan 3D22.
4) Pada persyaratan ACI pasal 21 terdapat persyaratan,
bahwa balok prestress tidak boleh menerima gaya lateral
gempa lebih dari 25% dari gaya gempa yang terjadi. Dan
dalam perencanaan ini gaya gempa pada tumpuan yang
di pikul oleh balok prestress adalah 446420480 Nmm,
sedangkan pada lapangan sebesar 294128.500 nmm.
5) Pada desain hubungan balok kolom didapat, kapasitas
geser nominal (Vn) sebesar 1368,62 kN dan lebih besar
dari gaya geser pada potongan x-x (Vu) yaitu sebesar
709,91 kN. 6) Pada hubungan balok kolom menggunakan
konsep strong coloum weak beam. Dan pada hasil
analisa sebelumnya didapat momen yang dipikul oleh
kolom lebih besar 1,2 kali dari pada momen yang dipikul
oleh balok sehingga, untuk mencari tulangan pada
kolom menggunakan momen yang terjadi pada kolom
yaitu 662,686 kNm. Sehingga desain struktur bangunan
memenuhi persyaratan yang berlaku. 7) Efisiensi dari
penggunaan partial prestress bisa menghemat tendon
sebanyak 2 strand. Karena bila menggunakan full
prestress jumlah didapatkan jumlah strand sebanyak 11
buah dalam 1 tendon dan bisa melakukan penghematan
sebanyak 18%. 8) Penggunaan dari metode partial
prestress juga memperbolehkan defleksi ke bawah, tapi
dalam perencanaan ini defleksi masih ke atas, tapi masih
dalam batas yang diizinkan.
saran
Saat penentuan daerah tendon harus diperhatikan,
karena tendon yang akan ditempatkan pada daerah
tumpuan harus berimpit garis cgc, karena gaya prategang
yang dihasilkan kurang berpengaruh. Pada daerah
lapangan pun demikian, jarak di tengah lapangan
tidak boleh mendekati garis cgc. Bila menggunakan
sistem beton prategang partial harus berhati-hati
dalam pemilihan dimensi beton prategang. Karena bila
dimensi dari beton prategang yang akan digunakan
terlalu kecil, maka ratio tulangan pada beton prategang
akan over reinforced. Padahal, kondisi over reinforced
tidak dianjurkan. 3)Bagi penulis berikutnya, bisa
mengestimasikan perbedaan biaya yang digunakan, bila
menggunakan metode full prestress dan partial prestress.
Dan bisa mencoba untuk menganalisis gaya p-delta
yang diakibatkan oleh gaya prategang yang terjadi pada
kolom.
46
daftar pustaka
1. ACI Comitee 318. Building Code Requirements for Structural
Concrete (ACI 318-08) and Commentary. American Concrete
Institute. Farmington. 2008.
2. Budiadi, Andri. Desain Praktis Beton Prategang. Yogyakarta:
Penerbit Andi. 2008.
3. Lin TY dan Ned H Burns. Desain Struktur Beton Prategang ed.
Ketiga jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. 1996.
4. Lin TY dan Ned H Burns. Desain Struktur Beton Prategang ed.
Ketiga jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. 1996.
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 38–46
5. SNI 1726-2002. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung. Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah. 2002.
6. SNI 03-2847-2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton
untuk Bangunan Gedung. Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah. 2002.
7. VSL Data Sheets Multistrand. VSL US Technical Data and
Dimension,www.vsl.net/Portals/0/vsl_datasheets/VSL_Data_Sheets_
Multistrand.pdf.1 maret 2013.
47
Aplikasi Perangkat Lunak untuk Menentukan Pengadaan Kartu
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Menggunakan
Algoritma C45
Software Applications to Determine the Public Health Insurance Card
Procurement (Jamkesmas) Using C45 Algoritman
Budanis Dwi Meilani dan Ruli Utami
Jurusan Sistem Informasi
Fakultas Teknologi Informasi. ITATS
abstrak
Krisis ekonomi di Indonesia berdampak pada menurunnya tingkat kesejahteraan di sektor kehidupan tertentu. Untuk
menanggulangi hal tersebut, pemerintah memberlakukan pengadaan kartu Jamkesmas bagi masyarakat kurang mampu. Pengadaan
kartu Jamkesmas kurang mencapai sasaran dikarenakan ketidakmerataan penduduk miskin yang mendapatkannya, disebabkan
pihak kelurahan kesulitan menentukan kriteria sebuah keluarga dikatakan miskin. Selain itu, untuk penduduk musiman atau yang
tidak memiliki KTP penduduk asli, juga sangat sulit untuk memiliki kartu Jamkesmas. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu aplikasi
yang mampu menentukan penerima kartu Jamkesmas secara komputasi dan mudah dilakukan. Adapun metode yang digunakan
dalam perancangan aplikasi ini, yaitu metode Decision Tree dengan menggunakan algoritma C4.5, yang nantinya diharapkan dapat
menghasilkan suatu pola kriteria penduduk miskin. Dengan adanya aplikasi untuk menentukan penduduk yang berhak memiliki
kartu Jamkesmas ini, nantikan pihak kelurahan tidak akan mengalami kesulitan untuk menentukan penduduk yang berhak mendapat
kartu Jamkesmas sesuai kriteria keluarga miskin.
Kata kunci: decision tree, kartu Jamkesmas, algoritma C4.5
abstract
The economic crisis in Indonesia decrease the level of welfare in certain sectors of life. To overcome this, the government
procurement card Jamkesmas for disadvantaged communities. Procurement cards achieving goals Jamkesmas less inequality
because poor people who get it, due to the difficulty determining the criteria for a village family being poor. In addition, for the
seasonal resident ID card or who do not have a native, is also very difficult to have a health card. Therefore, it needs to make
an application that is able to determine the recipient Jamkesmas card and computationally easy to do. The methods used in the
design of this application is, by using the method of Decision Tree C4.5 algorithm, which is expected to produce a pattern of poor
population criteria. With the application for menentukan residents who are entitled to have this Jamkesmas card, wait for the village
would not be difficult to determine which residents are entitled to Jamkesmas card according to the criteria of poor families.
Key words: decision tree, JAMKESMAS card, C4.5 algorithm
pendahuluan
Negara Indonesia merupakan negara berkembang.
Krisis ekonomi yang melanda Negara Indonesia sudah
cukup lama. Sebagai akibat dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan, kemampuan penduduk Indonesia untuk
memenuhi berbagai kebutuhan mendasar, seperti halnya
pembiayaan dalam bidang kesehatan, bidang hukum,
bidang komunikasi serta bidang pendidikan, semakin
mahal. Perjuangan hidup sehari-hari yang demikian
berat, masih harus dihadapi banyak orang untuk
mendapatkan layanan yang layak dalam memenuhi
kebutuhan. Dampak keseluruhan dari kondisi ini adalah
menurunnya tingkat kesejahteraan di sektor kehidupan
tertentu masyarakat Indonesia. Salah satu program
pemerintah untuk menanggulangi krisis ini, dilakukan
melalui pengadaan kartu JAMKESMAS (Jaminan
Kesehatan Masyarakat), yang memberikan subsidi
terutama dalam pembiayaan di bidang kesehatan kepada
rakyat yang kekurangan di seluruh Indonesia.
Di Kecamatan Sukolilo misalnya, terdiri dari 7
(tujuh) kelurahan dengan jumlah penduduk 110.435 jiwa.
Di setiap kelurahan, pengadaan kartu JAMKESMAS
tidak mengalami pemerataan, dikarenakan sulitnya
menentukan kriteria penerima yang berhak mendapatkan
kartu JAMKESMAS. Pemberian kartu JAMKESMAS
terkadang tidak sesuai, di mana tidak mengacu pada
kriteria keluarga miskin. Selain itu, untuk keluarga
miskin yang tidak memiliki KTP penduduk asli, juga
tidak terdaftar untuk mendapatkan kartu JAMKESMAS,
sehingga kurang merata. Ada beberapa warga
yang sebelumnya terdaftar sebagai penerima kartu
JAMKESMAS tidak tercantum dalam kuota warga
penerima JAMKESMAS tahun ini. Sementara, ada
48
warga musiman yang sebelumnya tidak tercantum malah
terdaftar.
Program pengadaan Kartu JAMKESMAS merupakan
program pemerintah yang sangat bagus, tetapi masih
banyak masalah di lapangan terkait menentukan
penerima kartu JAMKEMAS, sehingga dikhawatirkan
akan memicu terjadinya gejolak di masyarakat.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, maka
dibuat aplikasi yang mampu menentukan keluarga mana
yang layak untuk mendapatkan kartu JAMKESMAS dari
pihak kecamatan dengan dibantu kelurahan.
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 47–51
b. Prediksi presentasi kenaikan kecelakaan lalu lintas
tahun depan jika batas bawah kecepatan dinaikkan.
Klasifikasi
Di dalam klasifikasi terdapat target variabel kategori.
Sebagai contoh penggolongan pendapatan dapat
dipisahkan dalam tiga kategori, yaitu pendapatan tinggi,
pendapatan sedang, dan pendapatan rendah. Kemudian
untuk menentukan pendapatan seorang pegawai, dipakai
cara klasifikasi dalam data mining.
Pengklusteran
dasar teori
Data mining adalah suatu proses untuk menemukan
informasi yang bermanfaat dari sekumpulan database
besar yang tersimpan dalam penyimpanan, dengan
menggunakan teknik pengenalan pola, seperti teknik
statistik, matematika, kecerdasan buatan, dan machine
learning. Data mining dibagi menjadi beberapa kelompok
berdasarkan tugas yang dapat dilakukan, yaitu:
Deskripsi
Terkadang peneliti dan analis secara sederhana ingin
mencoba mencari cara untuk menggambarkan pola
dan kecenderungan yang terdapat dalam data. Sebagai
contoh, petugas pengumpulan suara mungkin tidak
dapat menemukan keterangan atau fakta, bahwa siapa
yang tidak cukup profesional akan mendapatkan sedikit
dukungan dalam pemilihan presiden. Deskripsi dari pola
dan kecenderungan sering memberikan kemungkinan
penjelasan untuk suatu pola atau kecenderungan.
Estimasi
Estimasi hampir sama dengan klasifikasi, kecuali
variabel target estimasi lebih ke arah numerik daripada
ke arah kategori. Model dibangun menggunakan record
lengkap yang menyediakan nilai dari variabel target
sebagai nilai prediksi. Selanjutnya, pada penilaian
berikutnya, estimasi nilai dari variabel target dibuat
berdasarkan nilai variabel prediksi. Sebagai contoh, akan
dilakukan estimasi tekanan darah sistolik pada pasien
rumah sakit berdasarkan umur pasien, jenis kelamin,
indeks berat badan, dan level sodium darah. Hubungan
antara tekanan darah sistolik dan nilai variabel prediksi
dalam proses pembelajaran akan menghasilkan
model estimasi. Model estimasi yang dihasilkan dapat
digunakan untuk kasus baru lainnya.
Prediksi
Prediksi hampir sama dengan klasifikasi dan
estimasi, kecuali dalam prediksi, nilai dari hasil akan
ada di masa mendatang. Contoh prediksi dalam bisnis
dan penelitian adalah:
a. Prediksi harga beras dalam tiga bulan mendatang.
Pengklusteran merupakan pengelompokan record,
pengamatan atau memperhatikan dan membentuk kelas
objek-objek yang mempunyai kemiripan. Kluster adalah
kumpulan record yang memiliki kemiripan satu dengan
yang lainnya dan memiliki ketidakmiripan dengan
record-record dalam kluster lain. Contoh pengklusteran
dalam bisnis dan penelitian adalah:
a. Mendapatkan kelompok-kelompok konsumen untuk
target pemasaran dari suatu produk bagi perusahaan
yang tidak memiliki dana pemasaran besar.
b. Untuk tujuan audit akuntansi, yaitu melakukan
pemisahan terhadap perilaku finansial.
c. Melakukan pengklusteran terhadap ekspresi dari
gen, untuk mendapatkan kemiripan perilaku dari gen
dalam jumlah besar.
Asosiasi
Tugas asosiasi dalam data mining adalah menemukan
atribut yang muncul dalam satu waktu. Dalam dunia
bisnis lebih umum disebut analisis keranjang belanja.
Asosiasi mencari kombinasi jenis barang yang akan
terjual untuk bulan depan.
Metode Decision Tree
Metode ini merupakan salah satu metode yang ada
pada teknik klasifikasi dalam data mining. Metode
pohon keputusan mengubah fakta sangat besar menjadi
pohon keputusan yang merepresentasikan aturan. Pohon
keputusan juga berguna untuk mengekplorasi data,
menemukan hubungan tersembunyi antara sejumlah
calon variabel input dengan sebuah variabel target.
Data dalam pohon keputusan biasanya dinyatakan
dalam bentuk tabel dengan atribut dan record. Atribut
menyatakan suatu parameter yang disebut sebagai
kriteria dalam pembentukan pohon. Misalkan untuk
menentukan permainan tenis, kriteria yang diperhatikan
adalah cuaca, angin, dan suhu. Salah satu atribut
merupakan atribut yang menyatakan data solusi per item
data, atau disebut atribut hasil. Banyak algoritma yang
dapat dipakai dalam pembentukan pohon keputusan,
antara lain ID3, C4.5, CART.
Algoritma C4.5
Algoritma C4.5 merupakan pengembangan dari
algoritma ID3. Algoritma C4.5 dan ID3 diciptakan oleh
Meilani dan Utami: Aplikasi Perangkat Lunak
seorang peneliti di bidang kecerdasan buatan bernama
J. Rose Quinlan, pada akhir tahun 1970-an. Algoritma
C4.5 membuat pohon keputusan dari atas ke bawah,
dimana atribut paling atas merupakan akar, dan yang
paling bawah dinamakan daun.
Secara umum, algoritma C4.5 digunakan untuk
membangun sebuah pohon keputusan sebagai berikut:
a. Hitung jumlah data berdasarkan anggota atribut
hasil, dengan syarat tertentu. Untuk proses pertama
syaratnya masih kosong.
b. Pilih atribut sebagai Node.
c. Buat cabang untuk tiap-tiap anggota dari Node.
d. Periksa apakah nilai entropy dari anggota Node
ada yang bernilai nol. Jika ada, tentukan daun yang
terbentuk. Jika seluruh nilai entropy anggota Node
adalah nol, maka proses pun berhenti.
e. Jika ada anggota Node yang memiliki nilai entropy
lebih besar dari nol, ulangi lagi proses dari awal
dengan Node sebagai syarat sampai semua anggota
dari Node bernilai nol.
Node adalah atribut yang mempunyai nilai gain
tertinggi dari atribut-aribut yang ada. Untuk menghitung
nilai gain suatu atribut digunakan rumus seperti yang
tertera dalam persamaan berikut:
 n A

Gain( S , A) = Entropy ( S ) −  ∑ i * Entropy ( Ai ) 
 i =1 S

Keterangan:
S : Kasus
A : Atribut
n : Jumlah partisi atribut A
Ai : Jumlah kasus pada partisi ke-i
S : Jumlah kasus
Sementara itu, untuk menghitung nilai Entropy dapat
dilihat pada persamaan berikut ini:
n
Entropy ( S ) = ∑ − pi * log 2 pi
i =1
Keterangan:
S : Himpunan kasus.
n : Jumlah partisi S
pi : Proporsi dari Si ke S.
perancangan sistem
Pada tahap perancangan sistem ini, akan dirancang
suatu sistem dalam suatu bagan yang menunjukkan alur
proses yang terjadi di dalam sistem tersebut. Berikut
akan ditunjukkan proses-proses yang berperan penting
dalam perancangan sistem yang ditampilkan dalam
bagan alir dokumen sistem.
49
User
Sistem
start
Simpan atribut
di tabel atribut
Input data
training
Simpan data pada
atribut di tabel anggota
Pilih atribut
Transformasi
data
Tentukan atribut
sebagai hasil
Proses
mining
Simpan hasil mining di
tabel tree
Hasil mining
Input data
Implementasi
hasil mining
Hasil
implementasi
end
Gambar 1. Bagan Alir Dokumen Sistem
Bagan alir dokumen sistem Gambar 1. menunjukkan
proses yang terjadi di dalam sistem. Diawali dengan
menginputkan data yang akan dipakai untuk membuat
pohon keputusan. Di mana data yang diambil adalah
data penduduk dan data penerima kartu JAMKESMAS.
Proses selanjutnya adalah memilih atribut. Atribut yang
dipilih adalah luas bangunan, kepemilikan aset, jumlah
anak yang ditanggung, penghasilan per hari, kategori
pekerjaan dan pendidikan terakhir. Atribut-atribut
tersebut dipilih dan disimpan ke dalam database. Setelah
disimpan, seluruh data akan ditransformasi ke dalam
format yang dibutuhkan. Untuk atribut luas bangunan
digolongkan menjadi dua kategori, yaitu sempit dan luas.
Sementara untuk kemilikan aset digolongkan dalam dua
kategori, yaitu tidak memiliki dan memiliki. Jumlah anak
yang ditanggung digolongkan menjadi dua kategori, yaitu
cukup dan banyak. Selanjutnya, untuk penghasilan per
hari digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu minimum,
sedang dan tinggi. Atribut jenis pekerjaan digolongkan
menjadi 17 kategori, yaitu petani, buruh tani, buruh
bangunan, tukang kayu, tukang jahit, tukang batu,
tukang cukur, sopir, mekanik, pedagang, buruh harian
lepas, karyawan honorer, pembantu rumah tangga, ibu
rumah tangga, pelajar, belum bekerja dan tidak bekerja.
Untuk atribut pendidikan terakhir digolongkan menjadi
9 kategori, yaitu tidak pernah sekolah, belum sekolah,
masih SD, tidak tamat SD, tamat SD, masih SMP, tamat
SMP, masih SMA, dan tamat SMA. Kemudian proses
50
Jurnal Saintek, Vol. 10. No. 1 Juni 2013: 47–51
mining pun mulai dijalankan, dan hasilnya berupa pohon
keputusan akan disimpan ke dalam database lebih dulu,
untuk selanjutnya ditampilkan ke user.
Setelah pohon keputusan terbentuk, proses
selanjutnya adalah menginputkan data yang belum
ditentukan akan mendapatkan kartu JAMKESMAS.
Proses penentuan penerima kartu JAMKESMAS baru
akan dimulai. Penentuan penerima kartu JAMKESMAS
dibentuk berdasarkan rule-rule dari pohon keputusan
yang dihasilkan.
Gambar 3. Pohon Keputusan yang Terbentuk.
implementasi sistem
Setelah melalui tahap perancangan sistem, tahap
berikutnya adalah implementasi sistem. Untuk
menjalankan sistem ini, hal pertama yang dilakukan
adalah menginputkan data yang sudah dilakukan proses
transformasi untuk membentuk pohon keputusan. Data
yang diinputkan sudah tersimpan di dalam database
server.
Setelah data diinputkan, dan ditransformasi kemudian
diproses untuk menghasilkan pohon keputusan.
Pohon keputusan Gambar 3. Menghasilkan rule-rule
yang akan digunakan untuk menentukan penerima kartu
JAMKESMAS.
Gambar 3. Report Hasil.
Gambar 2. Data-data yang Digunakan untuk Membentuk Pohon
Keputusan.
Form analisis penerimaan JAMKESMAS digunakan
untuk melakukan proses pengujian (analisis) terhadap
hasil mining (aturan yang sudah terbentuk). Hasil analisa
Kepemilikan
Aset
Tidak memiliki
memiliki
Penghasilan
perhari
minimum
L.bangun
an
sempit
sedang
Penghasil
an perhari
minimum
tinggi
B
L.bangun
an
A
Tanggung
an anak
A
L.bangu
nan
B
luas
sempit
cukup
tinggi
sedang
B
banyak
B
Gambar 2. Pohon Keputusan Hasil Perhitungan.
A
luas
sempit
B
A
luas
B
Meilani dan Utami: Aplikasi Perangkat Lunak
penerimaan JAMKESMAS yang telah diproses akan
tampil seperti terlihat pada Gambar 4 berikut.
51
JAMKESMAS berdasarkan kriteria-kriteria dari
data-data sebelumnya dengan menggunakan metode
Algoritma C4.5.
2. Aplikasi Pengadaan Kartu JAMKESMAS akan
memudahkan user, karena diperbolehkan untuk
melihat laporan hasil yang berhak untuk menerima
kartu JAMKESMAS, dan laporan didasarkan pada
aturan yang sudah terbentuk (persyaratan dari
penerima kartu JAMKESMAS).
3. Dengan adanya Aplikasi Pengadaan Kartu
JAMKESMAS akan memudahkan pihak kecamatan
yang semula pengadaan Kartu JAMKESMAS
dilakukan secara manual/konvensional, sekarang
dapat dilaksanakan secara komputasi.
Gambar 4. Hasil Analisis.
Form hasil uji coba ini digunakan untuk menghitung
tingkat keakuratan data training terhadap data testing.
Gambar 5. Form Hasil Uji Coba.
kesimpulan
Dari perancangan dan pembuatan Aplikasi Pengadaan
Kartu JAMKESMAS, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Aplikasi Pengadaan Kartu JAMKESMAS mampu
menentukan penduduk yang memperoleh Kartu
daftar pustaka
1. Agrawal, Rakesh, Ramakrishnan Srikant. Fast Algorithms for Mining
Association Rules. In Proc. International Conference Very Large Data
Bases (VLDB). 1994.
2. Ahmad Saikhu, Joko Lianto, Umi Hanik. Fuzzy Decision Tree dengan
Algoritma C45 pada Data Diabetes India Pima, Konferensi Nasional
Sistem dan Infomatika 2010, Bali. 2011.
3. Davies, Paul Beynan. Database Systems. Third Edition. Palgrave
Macmillan. New York. 2004.
4. Kusrini, Emha Taufik Luthfi. Algoritma Data Mining. Penerbit Andi.
Yogyakarta. 2009.
5. Larose, Daniel T, Kantardzic, Mehmed.Data Mining: Concepts,
Models, Methods, and Algorithms. Discovering Knowledge in Data
An Introduction to Data Mining. John Wiley & Sons, Inc. Hoboken.
New Jersey. 2005.
6. Pramudiono, Iko. Apa Itu Data Mining? 2006. http://datamining.
japati.net/, diakses 5 April 2011.
7. Santoso, Budi. 2007. Data Mining Teknik Pemanfaatan Data untuk
Keperluan Bisnis. Graha Ilmu. Yogyakarta.
8. Sunjaya. Klasifikasi Data Nasabah Sebuah Ansuransi Menggunakan
Algoritma C45. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2010
(SNATI 2010). Yogyakarta. 2010.
Download