Hubungan Antara Interaksi Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Interaksi Sosial
2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial sangat dibutuhkan oleh setiap orang untuk dapat menjalin
hubungan baik dengan orang yang lainnya. Dengan interaksi sosial, seseorang
dapat memperoleh informasi dan dapat saling memberikan pengaruh atau
perubahan satu sama lain.
H. Bonner (dalam Santoso, 1992) bahwa interaksi sosial adalah suatu
hubungan antara dua atau lebih individu manusia dimana kelakuan individu yang
satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain
atau sebaliknya.
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompokkelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia
(Gillin dan Gillin, dalam Soekanto, 1990).
Soekanto (1990) mengungkapkan bahwa interaksi sosial itu sendiri
merupakan dasar proses sosial yang terjadi karena adanya hubungan-hubungan
sosial yang dinamis mencakup hubungan antar individu, antar kelompok, atau
antara individu dan kelompok.
10
Dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial adalah hubungan manusia satu
dengan manusia yang lain baik orang perorangan, ataupun perorangan dengan
kelompok, dan satu kelompok dengan kelompok yang dan saling melakukan
komunikasi serta terjadi proses saling mempengaruhi satu yang lain.
2.1.2 Jenis-Jenis Interaksi Sosial
Jenis-jenis interaksi sosial menurut Bales (dalam Santoso, 1992) adalah
sebagai berikut :
a. Interaksi antara individu dengan diri pribadi
b. Interaksi antara individu dengan individu
c. Interaksi antara individu dengan kelompok
d. Interaksi antara kelompok dengan kelompok
Dari keempat jenis interaksi sosial tersebut dapat diketahui bahwa
interaksi dapat terjadi dengan siapa saja dalam kehidupan, bukan hanya dengan
diri sendiri maupun satu orang, melainkan melibatkan lebih dari satu orang.
2.1.3 Faktor-Faktor Interaksi Sosial
Menurut Santoso (1992) faktor-faktor yang berpengaruh dalam interaksi
sosial adalah sebagai berikut :
a. “The nature of the social situation”. Situasi sosial itu bagaimanapun
memberi bentuk tingkah laku terhadap individu yang berada dalam
situasi tersebut.
b. “The norms previvailing in any given social group”. Kekuasaan normanorma kelompok sangat berpengaruh terjadinya interaksi sosial antar
individu.
c. “Their own personality trends”. Masing-masing individu memiliki tujuan
kepribadian, sehingga hal ini berpengaruh terhadap tingkah lakunya.
11
d. “A person transitory tendencies”. Setiap individu berinteraksi sesuai
dengan kedudukan dan kondisinya yang bersifat sementara.
e. “The processes of perceiving and interpreting a situation”. Setiap situasi
mengandung arti bagi setiap individu sehingga hal ini mempengaruhi
individu untuk melihat dan menafsirkan situasi tersebut.
Dari faktor – faktor diatas dapat diketahui bahwa interaksi sosial dapat
dipengaruhi oleh situasi sosial yang ada, kekuasaan norma – norma kelompok
yang ada, tujuan kepribadian diri sendiri, sesuai dengan kedudukan dan kondisi
individu, serta proses untuk melihat dan menafsirkan situasi yang ada.
2.1.4 Aspek-Aspek Interaksi Sosial
Berikut empat aspek-aspek interaksi sosial yang dikemukakan oleh
Santoso (1992) adalah sebagai berikut :
a. Adanya hubungan
Setiap interaksi sudah tentu terjaadi ketika adanya hubungan baik antara
individu dengan individu maupun individu dalam hubungan kelompok.
b. Adanya individu
Setiap interaksi sosial menuntut tampilnya individu-individu yang
melaksanakan suatu hubungan.
c. Ada tujuan
Setiap interaksi sosial memiliki tujuan tertentu seperti mempengaruhi
individu lain.
d. Ada hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok
Interaksi sosial yang ada hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok
ini terjadi karena individu dalam hidupnya tidak terpisah dari kelompok,
disamping itu tiap-tiap individu memiliki fungsi didalam kelompoknya.
G.C. Homans (dalam Santoso, 1992) membagi aspek-aspek dalam
interaksi sosial sebagai berikut :
a. Adanya motif / tujuan yang sama
Artinya setiap individu yang mengadakan interaksi mempunyai motif /
tujuan tetentu.
12
b. Adanya suasana emosional yang sama
Artinya bahwa setiap individu didorong oleh perasaan masing-masing
yang sama dalam interaksi sosial.
c. Adanya interaksi
Artinya setiap individu dalam keadaan demikian pasti berhubungan
dengan individu lain yang disebut dengan interaksi. Dipandang dari segi
individu, maka interaksi itu disebut dengan aksi.
d. Adanya pimpinan
Artinya bahwa adanya interaksi, aksi dan sentimen ini menimbulkan
suatu bentuk pimpinan dan umumnya berlangsung secara wajar serta
merupakan bentuk piramida.
e. Adanya eksternal sistem
Artinya bahwa dengan adanya interaksi dan sentimen maka mereka tidak
dapat melepaskan diri dari pengaruh luar dan pengaruh dari luar ini
disebut dengan eksternal sistem.
f. Adanya internal sistem
Artinya untuk menanggulangi pengaruh dari luar, maka masing-masing
individu yang berinteraksi sosial semakin memperkuat dirinya masingmasing seperti menciptakan kesamaan pandangan, kesadaran, perbuatan,
yang ini semua menimbulkan internal sistem.
Sesuai dengan semua aspek – aspek yang telah disebutkan diatas, baik
dari Santoso maupun Homans, sebuah interaksi sosial harus dapat memenuhi
semua aspek diatas agar proses interaksi sosial dapat berjalan dengan baik.
2.1.5 Fase-Fase Interaksi Sosial
Bales (dalam Santoso, 1992) menganalisa dalam interaksi sosial terdapat
fase-fase sebagai berikut :
1. Dalam interaksi terdapat aspek-aspek, artinya setiap interaksi harus
memenuhi aspek-aspek tersebut diatas.
2. Dalam interaksi sosial ada dimensi waktu, artinya interaksi sosial pasti
memiliki waktu untuk digunakan berinteraksi.
3. Dalam interaksi sosial apa problem yang timbul, baik bersifat individu
maupun bersifat bersama dan dapat terjadi antara problem tersebut saling
bertautan satu sama lain.
4. Dalam interaksi sosial timbul ketegangan dalam penyelesaian problem
yang ada, ketegangan yang ada pada setiap individu.
5. Dalam interaksi sosial timbul suatu integrasi, artinya proses penyelesaian
dari problem yang ada tersebut.
13
Dari fase – fase tersebut dapat disimpilkan bahwa interaksi sosial dapat
terjadi apabila dapat memenuhi semua aspek yang ada. Kemudian dalam interaksi
sosial memiliki dimensi waktu untuk melaksanakan interaksi tersebut, yang
setelah itu dalam interaksi sosial yang terjadi juga dapat menimbulkan satu
problem yang menyebabkan suatu ketegangan, namun pada fase terakhir pada
interaksi sosial pada akhirnya problem ataupun ketegangan dapat terselesaikan
karena adanya proses interaksi sosial.
2.2 Konsep Kelompok Teman Sebaya
2.2.1 Pengertian Kelompok Teman Sebaya
Kelompok teman sebaya menjadi salah satu aspek penting dalam
kehidupan remaja saat ini. Ini dikarenakan teman sebaya dirasa memiliki
pemikiran yang sama antar satu anggota dengan anggota yang lain.
Menurut kamus istilah konseling dan terapi (Mappiare, 2006) peer
menunjuk pada teman sebaya yang memiliki kecenderungan beraktifitas bersamasama karena latar belakang sama, minat sama, dan kesenangan sama, kadang pula
disebut kelompok teman sebaya atau peer group.
Teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia
atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2007). Dalam kamus konseling
(Sudarsono, 1997) mendefinisikan teman sebaya berarti teman-teman yang sesuai
dan sejenis; perkumpulan atau kelompok pra puberteit yang mempunyai sifat-sifat
tertentu dan terdiri dari satu jenis.
14
Dapat disimpulkan bahwa kelompok teman sebaya adalah sekelompok
anak yang memiliki tingkat usia yang sama, memiliki sifat, minat juga tujuan
yang sama dan terjadi interaksi satu sama lain.
2.2.2 Latar Belakang Kelompok Teman Sebaya
Menurut Santoso (1992) berikut uraian mengenai latar belakang peer
group :
1) Adanya perkembangan proses sosialisasi
Pada usia remaja (usia anak SMP dan SMA), individu mengalami proses
sosialisasi, dimana mereka itu sedang belajar memperoleh kemantapan sosial
dalam mempersiapkan diri untuk menjadi orang dewasa yang baru.
2) Kebutuhan untuk menerima penghargaan
Secara psikologis, individu butuh penghargaan dari orang lain, agar mendapat
kepuasan dari apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu individu bergabung
dengan teman sebayanya yang mempunyai kebutuhan psikologis yang sama
yaitu ingin dihargai.
3) Perlu perhatian dari orang lain
Individu perlu perhatian dari orang lain terutama yang merasa senasib dengan
dirinya. Hal ini dapat ditemui dalam kelompok sebayanya, dimana individu
merasa sama satu dengan lainnya, mereka tidak merasakan adanya perbedaan
status, seperti jika mereka bergabung dengan dunia orang dewasa.
4) Ingin menemukan dunianya
Di dalam peer group individu dapat menemukan dunianya, dimana berbeda
dengan dunia orang dewasa. Mereka mempunyai persamaan pembicaraan di
segala bidang.
Dari penjelasan mengenai latar belakang tersebut, disimpulkan bahwa
individu hidup dalam tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat
sehingga individu akan berinteraksi dalam dunia sosial yang menurut Havinghurst
(dalam Santoso, 1992) terdapat dua jenis yaitu dunia orang dewasa dan dunia
sebayanya, sehingga individu dituntut untuk dapat bersosialisasi dengan yang
lainnya. Pada prosesnya, teman sebaya lah yang dapat memberi pengaruh paling
15
besar kepada individu. Oleh karena itu, individu juga akan membutuhkan
penghargaan dan perhatian dari teman sebayanya atas apa yang telah dicapainya
serta dari ingin menemukan dunianya bersama teman sebayanya.
2.2.3 Fungsi Kelompok Teman Sebaya
Kelompok teman sebaya memberikan kesempatan kepada para siswa
untuk bersosialisasi, mencoba untuk melakukan interaksi di dalamnya dan mereka
cenderung mencari rasa penerimaan dari anggota kelompok teman sebaya yang
lainnya sehingga dia bisa merasa bahwa dirinya diterima dalam masyarakat.
Dengan fungsi tersebut, siswa akan memperoleh rasa aman dan nyaman berada di
lingkungan luar selain keluarga dan melalui kelompok teman sebaya, siswa dapat
mencoba membandingkan perilaku yang dilakukannya dengan anggota kelompok
yang lain.
Berikut beberapa fungsi positif kelompok teman sebaya menurut
Santrock (2007) yakni :
a. Anak-anak menggali prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan dengan cara
mengatasi ketidaksetujuan dengan teman sebaya.
b. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan pandangan
teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses penyatuan
dirinya kedalam aktifitas teman sebaya yang sedang berlangsung.
Sullivan (dalam Santrock, 2007) menambahkan beberapa fungsi positif
teman sebaya, yaitu remaja belajar menjadi teman yang memiliki kemampuan dan
sensitif terhadap hubungan yang lebih akrab dengan menciptakan persahabatan
yang lebih dekat dengan teman sebaya yang dipilih.
16
Dibawah ini beberapa fungsi negatif peer groups menurut Santrock
(2007) :
a. Ditolak atau tidak diperhatikan teman sebaya dapat mengakibatkan para remaja
merasa kesepian dan timbul rasa permusuhan.
b. Penolakan dan pengabaian dari teman sebaya ini berhubungan dengan
kesehatan mental individu dan masalah kriminal.
c. Budaya teman sebaya remaja sebagai pengaruh merusak yang mengabaikan
nilai-nilai dan kontrol orang tua.
d. Teman sebaya juga dapat mengenalkan remaja dengan alkohol, obat-obatan,
kenakalan, dan bentuk tingkah laku lain yang dianggap oleh orang dewasa
sebagai maladaptif.
Menurut Santoso (1992) peer group memiliki fungsi sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Mengajarkan kebudayaan.
Mengajarkan mobilitas sosial.
Membantu peranan sosial yang baru.
Peer group sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru bahkan untuk
masyarakat.
Dalam peer group, individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain.
Peer group mengajar moral orang dewasa.
Di dalam peer group, individu dapat mencapai kebebasan sendiri.
Di dalam peer group, anak-anak mempunyai organisasi sosial yang baru.
Sesuai definisi mengenai fungsi positif dan negatif menurut Santrock
dapat disimpulakan bahwa pada kelompok sebaya, individu dapat belajar untuk
saling menghargai dan menghormati satu sama lain, namun disatu sisi terkadang
juga akan timbul pertentangan di dalamnya karena adanya persaingan maupun
karena terkadang dalam peer group terdapat perbedaan kebudayaan dari tiap
anggota.
17
2.2.4 Hakikat Kelompok Teman Sebaya
Berikut hakikat kelompok teman sebaya (Santoso, 1992) :
a)
Peer group bagaimanapun juga terbentuk mulai dari kelompok informal ke
organisasi.
b) Peer group mempunyai aturan-aturan tersendiri baik ke dalam maupun ke
luar.
c) Peer group menyatakan tradisi-tradisi mereka, kebiasaan-kebiasaan, nilainilai, bahkan bahasa mereka.
d) Situasi daripada harapan peer group, sepenuhnya disetujui oleh harapanharapan orang dewasa.
e) Pada kenyataannya peer group diketahui dan diterima oleh sebagian besar
orang tua dan guru.
f) Secara kronologis, peer group adalah lembaga kedua yang utama untuk
sosialisasi.
Berdasarkan hakikat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok
teman sebaya terbentuk dari kelompok informal menuju kelompok organisasi
dimana dalam kelompok teman sebaya memiliki aturan – aturan, kebiasaan, nilai
bahkan bahasa sendiri, namun tidak terlepas dari pengaruh orang dewasa sehingga
kelompok teman sebaya menjadi lembaga kedua untuk bersosialisasi.
2.2.5 Macam – Macam Kelompok Teman Sebaya
Hurlock (1999) membagi macam-macam kelompok teman seperti
dibawah ini :
a. Teman dekat : Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat.
b. Teman kecil : Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman dekat.
c. Kelompok besar : Kelompok besar terdiri dari beberapa kelompok kecil dan
kelompok teman dekat, berkembang dengan meningkatnya minat akan pesta
dan berkencan. Karena kelompok ini besar, maka penyesuaian minat berkurang
di antara anggota-anggotanya sehingga terdapat jarak sosial yang lebih besar
diantara mereka.
d. Kelompok terorganisasi : Kelompok pemuda yang dibina oleh orang dewasa,
dibentuk oleh sekolah dan organisaai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
sosial para remaja yang tidak mempunyai kelompok besar. Banyak remaja
18
yang mengikuti kelompok seperti ini merasa diatur dan berkurang minatnya
ketika berusia 16-17 tahun.
e. Kelompok geng : Remaja yang tidak termasuk kelompok besar dan tidak
merasa puas dengan kelompok yang terorganisasi, mungkin akan mengikuti
kelompok geng. Anggota biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat
mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku anti
sosial.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kelompok teman sebaya
memiliki banyak jenis dari teman dekat dimana biasanya hanya ada dua atau tiga
orang saja didalamnya sampai dengan kelompok geng dimana anggotanya adalah
anak – anak yang memiliki minat untuk menghadapi penolakan teman yang lain
melalui perilaku anti sosial.
2.2.6 Ciri-Ciri Kelompok Teman Sebaya
Adapun ciri-ciri kelompok teman sebaya menurut Santoso (1992) adalah
sebagai berikut :
1. Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas
Peer group terbentuk secara spontan. Diantara anggota kelompok
mempunyai kedudukan yang sama, tetapi ada satu diantara anggota
kelompok yang dianggap sebagai pemimpin.
2. Bersifat sementara
Yang terpenting dalam peer group adalah mutu hubungan yang bersifat
sementara.
3. Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas
Misalnya teman sebaya di sekolah, mereka pada umumnya terdiri dari
individu yang berbeda-beda lingkungannya, dimana mempunyai aturanaturan atau kebiasaan-kebiasaan yang berbeda-beda pula.
4. Anggotanya adalah individu yang sebaya
Contoh konkritnya pada anak-anak usia SMP atau SMA, dimana mereka
mempunyai keinginan dan tujuan serta kebutuhan yang sama.
Sesuai ciri – ciri yang disebutkan diatas, maka dapat diketahui
bahwasanya dalam kelompok teman sebaya tidak memiliki sebuah struktur yang
jelas, bersifat sementara, memberikan wawasan yang luas kepada individu
19
mengenai kebudayaan karena pada kelompok teman sebaya selalu memiliki
perbedaan kebudayaan satu sama lain, serta seluruh anggotanya rata – rata sebaya
atau memiliki usia yang sama.
2.2.7 Pengaruh Kelompok Teman Sebaya
Menurut Havinghurst (dalam Santoso, 1992), pengaruh perkembangan
kelompok teman sebaya mengakibatkan adanya :
a) Kelas-kelas sosial
Pembentukan kelompok sebaya berdasarkan tingkat status sosial
ekonomi individu, sehingga dapat digolongkan atas kelompok kaya dan
kelompok miskin.
b) ‘In’ dan ‘Out’ group
‘In’ group adalah teman sebaya dalam kelompok. ‘Out’ group adalah
teman sebaya diluar kelompok.
Menurut Santoso (1992) pengaruh lain dalam kelompok teman sebaya ini
ada yang positif dan yang negatif, yaitu :
1) Pengaruh positif dari kelompok teman sebaya adalah :
a. Apabila individu didalam kehidupannya memiliki peer group maka
mereka akan lebih siap mengahadapi kehidupan yang akan datang.
b. Individu dapat mengembangkan rasa solidaritas antar kawan.
c. Bila individu masuk dalam peer group, maka setiap anggota akan dapat
membentuk masyarakat yang akan direncanakan sesuai dengan
kebudayaan yang mereka anggap baik (menyeleksi kebudayaan dari
beberapa temannya).
d. Setiap anggota dapat berlatih memperoleh pengetahuan, kecakapan, dan
melatih bakatnya.
e. Mendorong individu untuk bersifat mandiri.
f. Menyalurkan perasaan dan pendapat demi kemajuan kelompok.
2) Pengaruh negatif dari kelompok teman sebaya adalah :
a. Sulit menerima seseorang yang tidak mempunyai kesamaan.
b. Tertutup bagi individu lain yang tidak termasuk anggota.
20
c. Menimbulkan rasa iri pada anggota satu dengan anggota yang lain yang
tidak memiliki kesamaan dengan dirinya.
d. Timbulnya persaingan antar anggota kelompok.
e. Timbulnya pertentangan / gap-gap antar kelompok sebaya.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengaruh teman sebaya
sangatlah luas dan besar, dimana ada pengaruh positif dan pengaruh negatif di
dalamnya. Pengaruh positifnya individu dapat belajar untuk saling menghargai
dalam kelompok, dapat belajar mandiri, dapat belajar tentang mana yang baik dan
yang benar, serta melalui kelompok teman sebaya individu lebih siap menghadapi
kehidupan selanjutnya. Namun, pengaruh negatifnya juga tidak kalah besar,
seperti dalam pertentangan dari anggota satu dengan anggota lain, kelas – kelas
sosial juga terbentuk, sulit menerima orang lain dalam kelompoknya sehingga
akan terbentuk suatu status yaitu in group dan out group dan ini membuat
individu lebih tertutup dan pemilih dalam berteman.
2.3 Definisi Interaksi Sosial Kelompok Teman Sebaya
Menurut Kutoyo, dkk (2004) menyatakan bahwa interaksi sosial adalah
hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi di antara aneka gejala
kehidupan yang dilakukan oleh manusia. Santrock (2007) yang mengatakan
bahwa kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki
tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama.
Demikian dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial kelompok teman
sebaya adalah sekelompok anak yang memiliki usia yang sama, tujuan serta minat
yang membentuk perilaku yang sama pula dimana terjadi interaksi dalam
kelompok tersebut sehingga mereka dapat saling mempengaruhi satu sama lain.
21
2.4 Konsep Kemampuan
2.4.1 Pengertian Kemampuan
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat (2008)
mengartikan kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan dan
kekayaan. Menurut Munandar (1985) kemampuan merupakan daya untuk
melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan.
Dengan demikian dapat didimpulkan bahwa kemampuan adalah
kecakapan yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil
dari pembawaan maupun proses latihan yang telah dijalani.
2.4.2 Jenis-Jenis Kemampuan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat
(2008) terdapat 5 jenis kemampuan, yaitu :
1) Kemampuan Bahasa
Kecakapan seseorang menggunakan bahasa yang memadai dilihat dari
sistem bahasa.
2) Kemampuan Berinteraksi
Kecakapan seseorang untuk berinteraksi di suatu masyarakat bahasa,
antara lain mencakupi sopan santun, memahami giliran di bercakapcakap, dan mengakhiri percakapan.
3) Kemampuan Komunikatif
Kecakapan seseorang untuk menggunakan bahasa yang secara sosial
dapat diterima dan memadai.
4) Kemampuan Manajerial
Kecakapan menggunakan kesempatan mengorganisasi faktor produksi
dan menggunakan teknik serta cara yang baru di proses ekonomi.
5) Kemampuan Verbal
Kecakapan potensial di bidang bahasa yang dapat diukur melalui
pengetahuan kosakata, melengkapi kalimat, hubungan kata dan wacana.
22
Dengan melihat jenis kemampuan diatas, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan memiliki 5 jenis kemampuan dimana empat kemampuan lebih
mengarah pada kemampuan linguistik dan satu kemampuan manajerial.
2.5 Konsep Sosialisasi
2.5.1 Pengertian Sosialisasi
Sosialisasi merupakan proses yang cukup penting dalam membantu
individu untuk dapat bersikap dan membawa diri dalam berperilaku sehingga
individu itu dapat diterima dan berbaur dengan baik dalam kelompok atau
masyarakat tertentu. Berkaitan dengan hal tersebut, sosialisasi itu sendiri adalah
suatu proses interaksi antara seseorang dengan nilai yang hidup dalam masyarakat
(Kutoyo dkk, 2004).
Sejalan dengan Horton dan Hunt (dalam Damsar, 2011) memberi batasan
sosialisasi sebagai proses dengan mana seseorang menghayati (mendarah
dagingkan, internalize) norma – norma kelompok di mana ia hidup sehingga
timbullah diri yang unik. Scott (2012) mengatakan sosialisasi adalah proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh kemampuan berkomunikasi secara
efektif dan kemudian mempengaruhi satu sama lain.
Narwoko & Suyanto (2007) juga mengatakan bahwa proses sosialisasi
disebut juga proses belajar. Brinkerhoft dan White (dalam Damsar, 2011)
mengartikan sosialisasi sebagai suatu proses belajar peran, status, dan nilai yang
diperlukan keikutsertaan (partisipasi dalam institusi sosial.
23
Demikian dapat disimpulkan bahwa sosialisasi adalah sebuah proses
belajar yang dilakukan seseorang individu terhadap individu lain dalam suatu pola
interaksi terhadap suatu nilai yang ada dalam masyarakat sehingga nilai-nilai
tersebut dapat saling mempengaruhi pola perilaku individu yang bersangkutan.
2.5.2 Aktifitas Pelaksanaan Sosialisasi
Aktifitas melaksanakan sosialisasi dikerjakan oleh person-person
tertentu, yang sadar atau tidak dalam hal ini bekerja mewakili masyarakat. Mereka
dibedakan menjadi dua (Narwoko & Suyanto 2007) yaitu :
1. Person-person yang mempunyai wibawa dan kekuasaan atas individuindividu yang di sosialisasi. Misalnya ayah, ibu, guru, atasan, pemimpin,
dan sebagainya.
2. Person-person yang mempunyai kedudukan sederajat (atau kurang lebih
sederajat) dengan individu-individu yang telah di sosialisasi. Misalnya
saudara sebaya, kawan sepermainan, kawan sekelas, dan sebagainya.
Dari aktifitas pelaksanaan sosialisasi tersebut dapat disimpulkan bahwa
orang yang mengerjakan sosialisasi didominasi oleh orang – orang yang memiliki
wibawa dan kekuasaan dibandingkan individu lain serta orang – orang yang
memiliki kedudukan yang sederajat dengan individu.
2.5.3 Tahap-Tahap Sosialisasi
Menurut Kutoyo, dkk (2004) proses sosialisasi terjadi melalui tiga tahap,
yaitu sebagai berikut :
1. Tahap pertama
Pada tahap pertama anak mulai belajar mengambil peranan orang-orang
di sekelilingnya, terutama orang yang paling dekat, yaitu keluarganya,
seperti ayah, ibu, saudara, kakek dan nenek.
24
2. Tahap kedua
Pada tahap kedua anak tidak hanya mengetahui peranan yang harus
dijalankannya, tetapi ia mengetahui peranan yang harus dijalankan oleh
orang lain.
3. Tahap ketiga
Pada tahap ketiga anak dianggap mampu mengambil peranan yang
dijalankan orang lain dalam masyarakat luas.
Dapat disimpulkan bahwa seseorang dalam pelaksanaan sosialisasi
melalui tiga tahapan dimana tahap pertama, anak mulai belajar mengambil
peranan dari orang terdekatnya, kemudian tahap kedua anak tidak hanya mengerti
perannya namun anak sudah mulai mengerti peranan orang lain, dan masuk pada
tahap terakhir adalah dimana pada tahap ketiga ini anak mampu untuk
menjalankan peranannya sendiri pada masyarakat yang lebih luas bukan dengan
orang terdekatnya lagi.
2.5.4 Jenis Sosialisasi
Menurut Damsar (2011) jenis sosialisasi memiliki tiga jenis, yaitu :
1. Sosialisasi berdasarkan kebutuhan
Berdasarkan kebutuhan, sosialisasi diklasifikasi atas (1) sosialisasi primer;
menunjuk pada suatu proses melaluinya seorang anak manusia mempelajari
atau menerima pengetahuan, sikap, nilai, norma, perilaku esensial, dan harapan
agar mampu berpartisipasi efektif dalam masyarakat dan / atau menjadi
anggota masyarakat, dan (2) sosialisasi sekunder; menurut Henslin (dalam
Damsar, 2011) dikenal juga sebagai resosialisasi, secara harfiah berarti
sosialisasi kembali, yaitu suatu proses mempelajari norma, nilai, sikap, dan
perilaku baru agar sepadan dengan situasi baru yang mereka hadapi dalam
kehidupan.
2. Sosialisasi berdasarkan cara yang dipakai
Menurut Sunarto (dalam Damsar, 2011) menerangkan sosialisasi berdasarkan
cara dapat berlangsung dalam dua bentuk : (1) Sosialisasi represif; menekankan
pada kepatuhan anak dan penghukuman terhadap perilaku yang keliru dan (2)
Sosialisasi partisipatif; menekankan pada otonomi anak dan memberikan
imbalan terhadap perilaku anak baik.
25
3. Sosialisasi berdasarkan keberadaan perencanaan
Dilihat berdasarkan keberadaan perencanaan, maka sosialisasi dapat
mengambil bentuk sosialisasi berdasarkan perencanaan dan tanpa perencanaan.
Berdasarkan perencanaan dapat ditemui dalam dunia pendidikan formal serta
pendidikan non formal. Sosialisasi tanpa perencanaan terjadi dalam suatu
proses interaksi yang terjadi dalam masyarakat, misalnya keluarga, kelompok
teman sebaya, atau lingkungan temapat tinggal.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis sosialisasi
dimana berdasarkan kebutuhan lebih menekankan pada dari proses awal anak
mulai belajar atau menerima pengetahuan, sikap, nilai, norma yang ada didalam
masyarakat sampai pada anak mengalami desosialisasi atau proses pencabutan diri
yang kemudian anak akan melakukan resosialisasi, yaitu sosialisasi kembali, yaitu
menurut Henslin (dalam Damsar, 2011) suatu proses mempelajari norma, niali,
sikap, dan perilaku baru agar sepadan dengan situasi baru yang mereka hadapi
dalam kehidupan.
2.5.5 Aspek-Aspek Sosialisasi
Zuliatun (2010) dalam skripsinya menyebutkan, menurut Park dan
Burgess (dalam Santoso, 2004) kemampuan sosialisasi siswa dengan siswa lain
dapat dilihat dalam :
1. Komunikasi antar teman. Komunikasi yang baik dan lancar akan
berpengaruh baik terhadap proses perkenalan atau bersosialisasi dengan
teman lain.
2. Kerja sama antar siswa satu dengan siswa yang lain. Kerja sama dalam
menyelesaikan tugas di sekolah, sehingga antara siswa satu dengan siswa
lainnya bisa saling tukar pendapat dengan tugasnya.
3. Pertentangan siswa dalam menyelesaikan masalah atau tugas yang
diberikan oleh guru. Persaingan siswa untuk mendapatkan nilai baik
siswa satu dengan yang lain, sehingga untuk mendapatkan nilai yang baik
sering menjadikan pertentangan siswa satu dengan yang lainnya.
26
4. Persesuaian hasil antara siswa satu dengan siswa yang lain. Penyesuaian
hasil belajar dengan siswa lain sebagai bahan pertimbangan guru dalam
mengajarkan materi yang diajarkan.
Dapat disimpulkan bahwa kemampuan sosialisasi siswa satu dengan
yang lain dapat dilihat melalui beberapa hal diatas, yaitu komunikasi antar teman,
kerja sama antar siswa dalam banyak hal, pertentangan siswa dalam
menyelesaikan masalah ataupun tugas – tugas dari guru, serta persesuaian hasil
belajar antara siswa satu dengan yang lainnya.
2.5.6 Jenis-Jenis Media Sosialisasi
Adapun media yang dapat menjadi tempat lajunya proses sosialisasi
adalah sebagai berikut (Kutoyo dkk, 2004) :
1) Keluarga
Dalam lingkungan pendidikan, keluarga dipahami sebagai tempat
berlangsungnya pendidikan yang pertama dan utama. Dalam keluarga
dikenal dua macam pola sosialisasi, yaitu sosialisasi represif (repressive
socialization) yang mengutamakan adanya ketaatan anak kepada orang
tua dan sosialisasi partisipasi (participatory socialization) yang
mengutamakan adanya partisipasi oleh anak. Dari keluarga individu
dapat belajar menyesuaikan diri, memperoleh pengalamanuntuk
menghayati norma yang hidup didalam keluarganya. Norma itu
akhirnya mengkristal pada diri individu yang sekaligus menjadi
pedoman dalam bertindak dan bersikap.
2) Teman Sebaya
Kelompok teman sebaya ini besar peranannya untuk pertumbuhan dan
perkembangan kepribadian anak. Mereka dapat memberi pengaruh yang
penting terhadap sikap, tujuan dan perilaku seseorang.
3) Sekolah
Sekolah mempersiapkan anak untuk menguasai peranan-peranan bagi
masa depannya, agar anak tidak bergantung pada orang tuanya
(mandiri). Guru sebagai wakil orang tua tidak hanya bertugas
memberikan pengajaran, tetapi juga membimbing perserta didik. Anak
dituntun untuk dapat menetapkan pilihannya sendiri sesuai dengan
bakat dan kemampuannya.
27
4) Lingkungan Kerja
Di lingkungan kerja seseorang akan berinteraksi dengan teman sekerja,
dengan pimpinan, dan dengan relasi bisnis. Dalam proses interaksi akan
terjadi proses saling mempengaruhi. Pengaruh-pengaruh itu akan
menjadi bagian dari dirinya. Pengaruh dari lingkungan kerja pada
umumnya mengendap dalam diri seseorang dan sukar sekali untuk
mengubahnya apabila seseorang lama bekerja di lingkungan kerja yang
baru tertentu, kemudian pindah ke lingkungan kerja lain, ia akan
mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan
kerja uyang baru tersebut. Di kalangan kelompoknya (para pekerja)
muncul sikap mental yang dinamakan solider.
5) Kelompok Masyarakat Majemuk
Dalam suatu masyarakat dimana setiap orang bergerak dalam sejumlah
kelompok dengan standar dan nilai yang berbeda, setiap orang harus
mampu menentukan cara mengatasi tantangan yang serba bertentangan.
Manusia mengatasi masalah ini dengan mengkompartementasikan
kehidupan mereka, mengembangkan suatu diri yang berbeda bagi setiap
kelompok, dimana mereka bergerak. Atau mereka dapat memiliki
kelompok lain yang disukai sesuai dengan kehidupan nyata. Diperlukan
wawasan luas dan toleransi yang tinggi dalam masyarakat majemuk.
6) Media Massa
Media massa terdiri atas media cetak (surat kabar dan majalah) dan
media elektronik (radio, televisi, video, film, piringan hitam dan kaset).
Media itu merupakan alat komunikasi yang dapat menjangkau
masyarakat luas. Segala pengetahuan yang didapatkan dari berbagai
media itu terakumulasi dan mengkristal dalam dirinya. Akhirnya,
pengetahuan itu menjadi nilai atau norma yang dipatuhi ataupun
diabaikan. Dengan demikian perilakunya tersosialisasi oleh media
massa.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi dapat terjadi
melalui banyak agen sosialisasi dimana bukan hanya agen formal ataupun
informal, namun media massa juga memberi pengaruh besar untuk kelangsungan
sosialisasi.
28
2.6 Definisi Kemampuan Sosialisasi
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat (2008)
mengartikan kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan dan
kekayaan. Menurut kamus istilah konseling dan terapi, sosialisasi dalam psikologi
perkembangan menunjuk pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak
menjadi mahluk sosial dimana anak melewati proses imitasi dan identifikasi peran
untuk penataan identitas diri (Mappiare, 2006).
Dapat disimpulkan bahwa kemampuan sosialisasi adalah kecakapan yang
dimiliki seorang individu dalam berbaur dan berkomunikasi dengan individu
lainnya dalam suatu pola interaksi terhadap suatu nilai yang ada dalam
masyarakat yang diperoleh melalui proses belajar atau latihan dalam rangka untuk
penataan identitas diri.
2.7 Hubungan Interaksi Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya dengan
Kemampuan Sosialisasi
Zanden (dalam Damsar, 2011) mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu
proses interaksi sosial dengan mana orang memperoleh pengetahuan, sikap, nilai,
dan perilaku esensial untuk keikutsertaan (partisipasi) efektif dalam masyarakat.
Dengan melihat masing – masing definisi mengenai interaksi sosial dan
sosialisasi dimana dalam definisi keduanya mengandung arti untuk mempengaruhi
atau mengubah perilaku individu sesuai dengan kebiasaan, sikap, norma, nilai,
aturan, dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Sesuai dengan Vebriarto
(dalam Tim Penyusun Kreatif, 2013) yang mendefinisikan dan hal yang berkaitan
29
dengan sosialisasi sebagai berikut : (1) sosialisasi adalah proses belajar, yaitu
proses akomodasi dimana individu menahan, mengubah impuls – impuls dalam
dirinya, dan mengambil cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya, (2) dalam
proses sosialisasi tersebut individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide – ide, pola –
pola nilai dan tingkah laku dalam masyarakat tempat ia hidup, (3) semua sifat dan
kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkan
sebagai suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya. Selanjutnya, H. Bonner
(dalam Santoso, 1992) bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua
atau lebih individu manusia dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi,
mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Tim
Penyusun Kreatif (2013) menyebutkan bahwa interaksi sosial sebagai fondasi
hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan nilai dan norma sosial yang
berlaku dan diterapkan dalam masyarakat.
Tim Penyusun Kreatif (2013) menyebutkan salah satu faktor yang
mempengaruhi sosialisasi adalah lingkungan atau sarana sosialisasi dimana
lingkungan atau sarana sosialisasi salah satunya terdiri dari interaksi dengan
sesama dimana interaksi dengan sesama diperlukan untuk pertumbuhan
kecerdasan dan emosional, serta untuk mempelajari pola – pola kebudayaan dan
cara - cara berpartisipasi dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa interaksi sosial sangat penting dalam proses sosialisasi karena merupakan
suatu cara untuk melatih seseorang hidup bermasyarakat.
30
Santoso (1992) menyebutkan secara kronologis, peer group adalah
lembaga kedua yang utama untuk sosialisasi. Sehingga individu mencari
kelompok yang sesuai dengan keinginannya, dimana individu bisa saling
berinteraksi satu sama lain dan merasa diterima dalam kelompoknya.
Berbeda dengan pra penelitian yang dilakukan peneliti pada siswa kelas
IX A SMP Negeri 2 Pabelan yang menghasilkan hubungan yang negatif antara
interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi
dengan hasil koefisien korelasi r = 0,103 pada taraf signifikan p = 0,529 > 0,05
dimana ini berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial
dalam kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi siswa kelas IX A
SMP Negeri 2 Pabelan.
2.8 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2011), hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan didalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena
jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum
didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Terdapat dua macam hipotesis, yaitu hipotesis kerja (Hi) dan hipotesis
nol (H0). Hipotesis kerja dinyatakan dalam kalimat positif sedangkan hipotesis
nol dikatakan dalam kalimat negatif.
31
Didalam penelitian ini, rumusan hipotesis yang terbentuk adalah :
1.
Hi = Terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dalam
kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi siswa kelas IX SMP
Negeri 2 Pabelan.
H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dalam kelompok
teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi siswa kelas IX SMP Negeri 2
Pabelan.
32
Download