BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Interaksi Sosial 2.1.1 Pengertian Interaksi Sosial Interaksi sosial sangat dibutuhkan oleh setiap orang untuk dapat menjalin hubungan baik dengan orang yang lainnya. Dengan interaksi sosial, seseorang dapat memperoleh informasi dan dapat saling memberikan pengaruh atau perubahan satu sama lain. H. Bonner (dalam Santoso, 1992) bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompokkelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia (Gillin dan Gillin, dalam Soekanto, 1990). Soekanto (1990) mengungkapkan bahwa interaksi sosial itu sendiri merupakan dasar proses sosial yang terjadi karena adanya hubungan-hubungan sosial yang dinamis mencakup hubungan antar individu, antar kelompok, atau antara individu dan kelompok. 10 Dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial adalah hubungan manusia satu dengan manusia yang lain baik orang perorangan, ataupun perorangan dengan kelompok, dan satu kelompok dengan kelompok yang dan saling melakukan komunikasi serta terjadi proses saling mempengaruhi satu yang lain. 2.1.2 Jenis-Jenis Interaksi Sosial Jenis-jenis interaksi sosial menurut Bales (dalam Santoso, 1992) adalah sebagai berikut : a. Interaksi antara individu dengan diri pribadi b. Interaksi antara individu dengan individu c. Interaksi antara individu dengan kelompok d. Interaksi antara kelompok dengan kelompok Dari keempat jenis interaksi sosial tersebut dapat diketahui bahwa interaksi dapat terjadi dengan siapa saja dalam kehidupan, bukan hanya dengan diri sendiri maupun satu orang, melainkan melibatkan lebih dari satu orang. 2.1.3 Faktor-Faktor Interaksi Sosial Menurut Santoso (1992) faktor-faktor yang berpengaruh dalam interaksi sosial adalah sebagai berikut : a. “The nature of the social situation”. Situasi sosial itu bagaimanapun memberi bentuk tingkah laku terhadap individu yang berada dalam situasi tersebut. b. “The norms previvailing in any given social group”. Kekuasaan normanorma kelompok sangat berpengaruh terjadinya interaksi sosial antar individu. c. “Their own personality trends”. Masing-masing individu memiliki tujuan kepribadian, sehingga hal ini berpengaruh terhadap tingkah lakunya. 11 d. “A person transitory tendencies”. Setiap individu berinteraksi sesuai dengan kedudukan dan kondisinya yang bersifat sementara. e. “The processes of perceiving and interpreting a situation”. Setiap situasi mengandung arti bagi setiap individu sehingga hal ini mempengaruhi individu untuk melihat dan menafsirkan situasi tersebut. Dari faktor – faktor diatas dapat diketahui bahwa interaksi sosial dapat dipengaruhi oleh situasi sosial yang ada, kekuasaan norma – norma kelompok yang ada, tujuan kepribadian diri sendiri, sesuai dengan kedudukan dan kondisi individu, serta proses untuk melihat dan menafsirkan situasi yang ada. 2.1.4 Aspek-Aspek Interaksi Sosial Berikut empat aspek-aspek interaksi sosial yang dikemukakan oleh Santoso (1992) adalah sebagai berikut : a. Adanya hubungan Setiap interaksi sudah tentu terjaadi ketika adanya hubungan baik antara individu dengan individu maupun individu dalam hubungan kelompok. b. Adanya individu Setiap interaksi sosial menuntut tampilnya individu-individu yang melaksanakan suatu hubungan. c. Ada tujuan Setiap interaksi sosial memiliki tujuan tertentu seperti mempengaruhi individu lain. d. Ada hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok Interaksi sosial yang ada hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok ini terjadi karena individu dalam hidupnya tidak terpisah dari kelompok, disamping itu tiap-tiap individu memiliki fungsi didalam kelompoknya. G.C. Homans (dalam Santoso, 1992) membagi aspek-aspek dalam interaksi sosial sebagai berikut : a. Adanya motif / tujuan yang sama Artinya setiap individu yang mengadakan interaksi mempunyai motif / tujuan tetentu. 12 b. Adanya suasana emosional yang sama Artinya bahwa setiap individu didorong oleh perasaan masing-masing yang sama dalam interaksi sosial. c. Adanya interaksi Artinya setiap individu dalam keadaan demikian pasti berhubungan dengan individu lain yang disebut dengan interaksi. Dipandang dari segi individu, maka interaksi itu disebut dengan aksi. d. Adanya pimpinan Artinya bahwa adanya interaksi, aksi dan sentimen ini menimbulkan suatu bentuk pimpinan dan umumnya berlangsung secara wajar serta merupakan bentuk piramida. e. Adanya eksternal sistem Artinya bahwa dengan adanya interaksi dan sentimen maka mereka tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh luar dan pengaruh dari luar ini disebut dengan eksternal sistem. f. Adanya internal sistem Artinya untuk menanggulangi pengaruh dari luar, maka masing-masing individu yang berinteraksi sosial semakin memperkuat dirinya masingmasing seperti menciptakan kesamaan pandangan, kesadaran, perbuatan, yang ini semua menimbulkan internal sistem. Sesuai dengan semua aspek – aspek yang telah disebutkan diatas, baik dari Santoso maupun Homans, sebuah interaksi sosial harus dapat memenuhi semua aspek diatas agar proses interaksi sosial dapat berjalan dengan baik. 2.1.5 Fase-Fase Interaksi Sosial Bales (dalam Santoso, 1992) menganalisa dalam interaksi sosial terdapat fase-fase sebagai berikut : 1. Dalam interaksi terdapat aspek-aspek, artinya setiap interaksi harus memenuhi aspek-aspek tersebut diatas. 2. Dalam interaksi sosial ada dimensi waktu, artinya interaksi sosial pasti memiliki waktu untuk digunakan berinteraksi. 3. Dalam interaksi sosial apa problem yang timbul, baik bersifat individu maupun bersifat bersama dan dapat terjadi antara problem tersebut saling bertautan satu sama lain. 4. Dalam interaksi sosial timbul ketegangan dalam penyelesaian problem yang ada, ketegangan yang ada pada setiap individu. 5. Dalam interaksi sosial timbul suatu integrasi, artinya proses penyelesaian dari problem yang ada tersebut. 13 Dari fase – fase tersebut dapat disimpilkan bahwa interaksi sosial dapat terjadi apabila dapat memenuhi semua aspek yang ada. Kemudian dalam interaksi sosial memiliki dimensi waktu untuk melaksanakan interaksi tersebut, yang setelah itu dalam interaksi sosial yang terjadi juga dapat menimbulkan satu problem yang menyebabkan suatu ketegangan, namun pada fase terakhir pada interaksi sosial pada akhirnya problem ataupun ketegangan dapat terselesaikan karena adanya proses interaksi sosial. 2.2 Konsep Kelompok Teman Sebaya 2.2.1 Pengertian Kelompok Teman Sebaya Kelompok teman sebaya menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan remaja saat ini. Ini dikarenakan teman sebaya dirasa memiliki pemikiran yang sama antar satu anggota dengan anggota yang lain. Menurut kamus istilah konseling dan terapi (Mappiare, 2006) peer menunjuk pada teman sebaya yang memiliki kecenderungan beraktifitas bersamasama karena latar belakang sama, minat sama, dan kesenangan sama, kadang pula disebut kelompok teman sebaya atau peer group. Teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama (Santrock, 2007). Dalam kamus konseling (Sudarsono, 1997) mendefinisikan teman sebaya berarti teman-teman yang sesuai dan sejenis; perkumpulan atau kelompok pra puberteit yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan terdiri dari satu jenis. 14 Dapat disimpulkan bahwa kelompok teman sebaya adalah sekelompok anak yang memiliki tingkat usia yang sama, memiliki sifat, minat juga tujuan yang sama dan terjadi interaksi satu sama lain. 2.2.2 Latar Belakang Kelompok Teman Sebaya Menurut Santoso (1992) berikut uraian mengenai latar belakang peer group : 1) Adanya perkembangan proses sosialisasi Pada usia remaja (usia anak SMP dan SMA), individu mengalami proses sosialisasi, dimana mereka itu sedang belajar memperoleh kemantapan sosial dalam mempersiapkan diri untuk menjadi orang dewasa yang baru. 2) Kebutuhan untuk menerima penghargaan Secara psikologis, individu butuh penghargaan dari orang lain, agar mendapat kepuasan dari apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu individu bergabung dengan teman sebayanya yang mempunyai kebutuhan psikologis yang sama yaitu ingin dihargai. 3) Perlu perhatian dari orang lain Individu perlu perhatian dari orang lain terutama yang merasa senasib dengan dirinya. Hal ini dapat ditemui dalam kelompok sebayanya, dimana individu merasa sama satu dengan lainnya, mereka tidak merasakan adanya perbedaan status, seperti jika mereka bergabung dengan dunia orang dewasa. 4) Ingin menemukan dunianya Di dalam peer group individu dapat menemukan dunianya, dimana berbeda dengan dunia orang dewasa. Mereka mempunyai persamaan pembicaraan di segala bidang. Dari penjelasan mengenai latar belakang tersebut, disimpulkan bahwa individu hidup dalam tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat sehingga individu akan berinteraksi dalam dunia sosial yang menurut Havinghurst (dalam Santoso, 1992) terdapat dua jenis yaitu dunia orang dewasa dan dunia sebayanya, sehingga individu dituntut untuk dapat bersosialisasi dengan yang lainnya. Pada prosesnya, teman sebaya lah yang dapat memberi pengaruh paling 15 besar kepada individu. Oleh karena itu, individu juga akan membutuhkan penghargaan dan perhatian dari teman sebayanya atas apa yang telah dicapainya serta dari ingin menemukan dunianya bersama teman sebayanya. 2.2.3 Fungsi Kelompok Teman Sebaya Kelompok teman sebaya memberikan kesempatan kepada para siswa untuk bersosialisasi, mencoba untuk melakukan interaksi di dalamnya dan mereka cenderung mencari rasa penerimaan dari anggota kelompok teman sebaya yang lainnya sehingga dia bisa merasa bahwa dirinya diterima dalam masyarakat. Dengan fungsi tersebut, siswa akan memperoleh rasa aman dan nyaman berada di lingkungan luar selain keluarga dan melalui kelompok teman sebaya, siswa dapat mencoba membandingkan perilaku yang dilakukannya dengan anggota kelompok yang lain. Berikut beberapa fungsi positif kelompok teman sebaya menurut Santrock (2007) yakni : a. Anak-anak menggali prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan dengan cara mengatasi ketidaksetujuan dengan teman sebaya. b. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses penyatuan dirinya kedalam aktifitas teman sebaya yang sedang berlangsung. Sullivan (dalam Santrock, 2007) menambahkan beberapa fungsi positif teman sebaya, yaitu remaja belajar menjadi teman yang memiliki kemampuan dan sensitif terhadap hubungan yang lebih akrab dengan menciptakan persahabatan yang lebih dekat dengan teman sebaya yang dipilih. 16 Dibawah ini beberapa fungsi negatif peer groups menurut Santrock (2007) : a. Ditolak atau tidak diperhatikan teman sebaya dapat mengakibatkan para remaja merasa kesepian dan timbul rasa permusuhan. b. Penolakan dan pengabaian dari teman sebaya ini berhubungan dengan kesehatan mental individu dan masalah kriminal. c. Budaya teman sebaya remaja sebagai pengaruh merusak yang mengabaikan nilai-nilai dan kontrol orang tua. d. Teman sebaya juga dapat mengenalkan remaja dengan alkohol, obat-obatan, kenakalan, dan bentuk tingkah laku lain yang dianggap oleh orang dewasa sebagai maladaptif. Menurut Santoso (1992) peer group memiliki fungsi sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. h. Mengajarkan kebudayaan. Mengajarkan mobilitas sosial. Membantu peranan sosial yang baru. Peer group sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru bahkan untuk masyarakat. Dalam peer group, individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain. Peer group mengajar moral orang dewasa. Di dalam peer group, individu dapat mencapai kebebasan sendiri. Di dalam peer group, anak-anak mempunyai organisasi sosial yang baru. Sesuai definisi mengenai fungsi positif dan negatif menurut Santrock dapat disimpulakan bahwa pada kelompok sebaya, individu dapat belajar untuk saling menghargai dan menghormati satu sama lain, namun disatu sisi terkadang juga akan timbul pertentangan di dalamnya karena adanya persaingan maupun karena terkadang dalam peer group terdapat perbedaan kebudayaan dari tiap anggota. 17 2.2.4 Hakikat Kelompok Teman Sebaya Berikut hakikat kelompok teman sebaya (Santoso, 1992) : a) Peer group bagaimanapun juga terbentuk mulai dari kelompok informal ke organisasi. b) Peer group mempunyai aturan-aturan tersendiri baik ke dalam maupun ke luar. c) Peer group menyatakan tradisi-tradisi mereka, kebiasaan-kebiasaan, nilainilai, bahkan bahasa mereka. d) Situasi daripada harapan peer group, sepenuhnya disetujui oleh harapanharapan orang dewasa. e) Pada kenyataannya peer group diketahui dan diterima oleh sebagian besar orang tua dan guru. f) Secara kronologis, peer group adalah lembaga kedua yang utama untuk sosialisasi. Berdasarkan hakikat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok teman sebaya terbentuk dari kelompok informal menuju kelompok organisasi dimana dalam kelompok teman sebaya memiliki aturan – aturan, kebiasaan, nilai bahkan bahasa sendiri, namun tidak terlepas dari pengaruh orang dewasa sehingga kelompok teman sebaya menjadi lembaga kedua untuk bersosialisasi. 2.2.5 Macam – Macam Kelompok Teman Sebaya Hurlock (1999) membagi macam-macam kelompok teman seperti dibawah ini : a. Teman dekat : Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat. b. Teman kecil : Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman dekat. c. Kelompok besar : Kelompok besar terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman dekat, berkembang dengan meningkatnya minat akan pesta dan berkencan. Karena kelompok ini besar, maka penyesuaian minat berkurang di antara anggota-anggotanya sehingga terdapat jarak sosial yang lebih besar diantara mereka. d. Kelompok terorganisasi : Kelompok pemuda yang dibina oleh orang dewasa, dibentuk oleh sekolah dan organisaai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak mempunyai kelompok besar. Banyak remaja 18 yang mengikuti kelompok seperti ini merasa diatur dan berkurang minatnya ketika berusia 16-17 tahun. e. Kelompok geng : Remaja yang tidak termasuk kelompok besar dan tidak merasa puas dengan kelompok yang terorganisasi, mungkin akan mengikuti kelompok geng. Anggota biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku anti sosial. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kelompok teman sebaya memiliki banyak jenis dari teman dekat dimana biasanya hanya ada dua atau tiga orang saja didalamnya sampai dengan kelompok geng dimana anggotanya adalah anak – anak yang memiliki minat untuk menghadapi penolakan teman yang lain melalui perilaku anti sosial. 2.2.6 Ciri-Ciri Kelompok Teman Sebaya Adapun ciri-ciri kelompok teman sebaya menurut Santoso (1992) adalah sebagai berikut : 1. Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas Peer group terbentuk secara spontan. Diantara anggota kelompok mempunyai kedudukan yang sama, tetapi ada satu diantara anggota kelompok yang dianggap sebagai pemimpin. 2. Bersifat sementara Yang terpenting dalam peer group adalah mutu hubungan yang bersifat sementara. 3. Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas Misalnya teman sebaya di sekolah, mereka pada umumnya terdiri dari individu yang berbeda-beda lingkungannya, dimana mempunyai aturanaturan atau kebiasaan-kebiasaan yang berbeda-beda pula. 4. Anggotanya adalah individu yang sebaya Contoh konkritnya pada anak-anak usia SMP atau SMA, dimana mereka mempunyai keinginan dan tujuan serta kebutuhan yang sama. Sesuai ciri – ciri yang disebutkan diatas, maka dapat diketahui bahwasanya dalam kelompok teman sebaya tidak memiliki sebuah struktur yang jelas, bersifat sementara, memberikan wawasan yang luas kepada individu 19 mengenai kebudayaan karena pada kelompok teman sebaya selalu memiliki perbedaan kebudayaan satu sama lain, serta seluruh anggotanya rata – rata sebaya atau memiliki usia yang sama. 2.2.7 Pengaruh Kelompok Teman Sebaya Menurut Havinghurst (dalam Santoso, 1992), pengaruh perkembangan kelompok teman sebaya mengakibatkan adanya : a) Kelas-kelas sosial Pembentukan kelompok sebaya berdasarkan tingkat status sosial ekonomi individu, sehingga dapat digolongkan atas kelompok kaya dan kelompok miskin. b) ‘In’ dan ‘Out’ group ‘In’ group adalah teman sebaya dalam kelompok. ‘Out’ group adalah teman sebaya diluar kelompok. Menurut Santoso (1992) pengaruh lain dalam kelompok teman sebaya ini ada yang positif dan yang negatif, yaitu : 1) Pengaruh positif dari kelompok teman sebaya adalah : a. Apabila individu didalam kehidupannya memiliki peer group maka mereka akan lebih siap mengahadapi kehidupan yang akan datang. b. Individu dapat mengembangkan rasa solidaritas antar kawan. c. Bila individu masuk dalam peer group, maka setiap anggota akan dapat membentuk masyarakat yang akan direncanakan sesuai dengan kebudayaan yang mereka anggap baik (menyeleksi kebudayaan dari beberapa temannya). d. Setiap anggota dapat berlatih memperoleh pengetahuan, kecakapan, dan melatih bakatnya. e. Mendorong individu untuk bersifat mandiri. f. Menyalurkan perasaan dan pendapat demi kemajuan kelompok. 2) Pengaruh negatif dari kelompok teman sebaya adalah : a. Sulit menerima seseorang yang tidak mempunyai kesamaan. b. Tertutup bagi individu lain yang tidak termasuk anggota. 20 c. Menimbulkan rasa iri pada anggota satu dengan anggota yang lain yang tidak memiliki kesamaan dengan dirinya. d. Timbulnya persaingan antar anggota kelompok. e. Timbulnya pertentangan / gap-gap antar kelompok sebaya. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengaruh teman sebaya sangatlah luas dan besar, dimana ada pengaruh positif dan pengaruh negatif di dalamnya. Pengaruh positifnya individu dapat belajar untuk saling menghargai dalam kelompok, dapat belajar mandiri, dapat belajar tentang mana yang baik dan yang benar, serta melalui kelompok teman sebaya individu lebih siap menghadapi kehidupan selanjutnya. Namun, pengaruh negatifnya juga tidak kalah besar, seperti dalam pertentangan dari anggota satu dengan anggota lain, kelas – kelas sosial juga terbentuk, sulit menerima orang lain dalam kelompoknya sehingga akan terbentuk suatu status yaitu in group dan out group dan ini membuat individu lebih tertutup dan pemilih dalam berteman. 2.3 Definisi Interaksi Sosial Kelompok Teman Sebaya Menurut Kutoyo, dkk (2004) menyatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan timbal balik atau saling mempengaruhi di antara aneka gejala kehidupan yang dilakukan oleh manusia. Santrock (2007) yang mengatakan bahwa kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Demikian dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial kelompok teman sebaya adalah sekelompok anak yang memiliki usia yang sama, tujuan serta minat yang membentuk perilaku yang sama pula dimana terjadi interaksi dalam kelompok tersebut sehingga mereka dapat saling mempengaruhi satu sama lain. 21 2.4 Konsep Kemampuan 2.4.1 Pengertian Kemampuan Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat (2008) mengartikan kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan dan kekayaan. Menurut Munandar (1985) kemampuan merupakan daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Dengan demikian dapat didimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan maupun proses latihan yang telah dijalani. 2.4.2 Jenis-Jenis Kemampuan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat (2008) terdapat 5 jenis kemampuan, yaitu : 1) Kemampuan Bahasa Kecakapan seseorang menggunakan bahasa yang memadai dilihat dari sistem bahasa. 2) Kemampuan Berinteraksi Kecakapan seseorang untuk berinteraksi di suatu masyarakat bahasa, antara lain mencakupi sopan santun, memahami giliran di bercakapcakap, dan mengakhiri percakapan. 3) Kemampuan Komunikatif Kecakapan seseorang untuk menggunakan bahasa yang secara sosial dapat diterima dan memadai. 4) Kemampuan Manajerial Kecakapan menggunakan kesempatan mengorganisasi faktor produksi dan menggunakan teknik serta cara yang baru di proses ekonomi. 5) Kemampuan Verbal Kecakapan potensial di bidang bahasa yang dapat diukur melalui pengetahuan kosakata, melengkapi kalimat, hubungan kata dan wacana. 22 Dengan melihat jenis kemampuan diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan memiliki 5 jenis kemampuan dimana empat kemampuan lebih mengarah pada kemampuan linguistik dan satu kemampuan manajerial. 2.5 Konsep Sosialisasi 2.5.1 Pengertian Sosialisasi Sosialisasi merupakan proses yang cukup penting dalam membantu individu untuk dapat bersikap dan membawa diri dalam berperilaku sehingga individu itu dapat diterima dan berbaur dengan baik dalam kelompok atau masyarakat tertentu. Berkaitan dengan hal tersebut, sosialisasi itu sendiri adalah suatu proses interaksi antara seseorang dengan nilai yang hidup dalam masyarakat (Kutoyo dkk, 2004). Sejalan dengan Horton dan Hunt (dalam Damsar, 2011) memberi batasan sosialisasi sebagai proses dengan mana seseorang menghayati (mendarah dagingkan, internalize) norma – norma kelompok di mana ia hidup sehingga timbullah diri yang unik. Scott (2012) mengatakan sosialisasi adalah proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh kemampuan berkomunikasi secara efektif dan kemudian mempengaruhi satu sama lain. Narwoko & Suyanto (2007) juga mengatakan bahwa proses sosialisasi disebut juga proses belajar. Brinkerhoft dan White (dalam Damsar, 2011) mengartikan sosialisasi sebagai suatu proses belajar peran, status, dan nilai yang diperlukan keikutsertaan (partisipasi dalam institusi sosial. 23 Demikian dapat disimpulkan bahwa sosialisasi adalah sebuah proses belajar yang dilakukan seseorang individu terhadap individu lain dalam suatu pola interaksi terhadap suatu nilai yang ada dalam masyarakat sehingga nilai-nilai tersebut dapat saling mempengaruhi pola perilaku individu yang bersangkutan. 2.5.2 Aktifitas Pelaksanaan Sosialisasi Aktifitas melaksanakan sosialisasi dikerjakan oleh person-person tertentu, yang sadar atau tidak dalam hal ini bekerja mewakili masyarakat. Mereka dibedakan menjadi dua (Narwoko & Suyanto 2007) yaitu : 1. Person-person yang mempunyai wibawa dan kekuasaan atas individuindividu yang di sosialisasi. Misalnya ayah, ibu, guru, atasan, pemimpin, dan sebagainya. 2. Person-person yang mempunyai kedudukan sederajat (atau kurang lebih sederajat) dengan individu-individu yang telah di sosialisasi. Misalnya saudara sebaya, kawan sepermainan, kawan sekelas, dan sebagainya. Dari aktifitas pelaksanaan sosialisasi tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang mengerjakan sosialisasi didominasi oleh orang – orang yang memiliki wibawa dan kekuasaan dibandingkan individu lain serta orang – orang yang memiliki kedudukan yang sederajat dengan individu. 2.5.3 Tahap-Tahap Sosialisasi Menurut Kutoyo, dkk (2004) proses sosialisasi terjadi melalui tiga tahap, yaitu sebagai berikut : 1. Tahap pertama Pada tahap pertama anak mulai belajar mengambil peranan orang-orang di sekelilingnya, terutama orang yang paling dekat, yaitu keluarganya, seperti ayah, ibu, saudara, kakek dan nenek. 24 2. Tahap kedua Pada tahap kedua anak tidak hanya mengetahui peranan yang harus dijalankannya, tetapi ia mengetahui peranan yang harus dijalankan oleh orang lain. 3. Tahap ketiga Pada tahap ketiga anak dianggap mampu mengambil peranan yang dijalankan orang lain dalam masyarakat luas. Dapat disimpulkan bahwa seseorang dalam pelaksanaan sosialisasi melalui tiga tahapan dimana tahap pertama, anak mulai belajar mengambil peranan dari orang terdekatnya, kemudian tahap kedua anak tidak hanya mengerti perannya namun anak sudah mulai mengerti peranan orang lain, dan masuk pada tahap terakhir adalah dimana pada tahap ketiga ini anak mampu untuk menjalankan peranannya sendiri pada masyarakat yang lebih luas bukan dengan orang terdekatnya lagi. 2.5.4 Jenis Sosialisasi Menurut Damsar (2011) jenis sosialisasi memiliki tiga jenis, yaitu : 1. Sosialisasi berdasarkan kebutuhan Berdasarkan kebutuhan, sosialisasi diklasifikasi atas (1) sosialisasi primer; menunjuk pada suatu proses melaluinya seorang anak manusia mempelajari atau menerima pengetahuan, sikap, nilai, norma, perilaku esensial, dan harapan agar mampu berpartisipasi efektif dalam masyarakat dan / atau menjadi anggota masyarakat, dan (2) sosialisasi sekunder; menurut Henslin (dalam Damsar, 2011) dikenal juga sebagai resosialisasi, secara harfiah berarti sosialisasi kembali, yaitu suatu proses mempelajari norma, nilai, sikap, dan perilaku baru agar sepadan dengan situasi baru yang mereka hadapi dalam kehidupan. 2. Sosialisasi berdasarkan cara yang dipakai Menurut Sunarto (dalam Damsar, 2011) menerangkan sosialisasi berdasarkan cara dapat berlangsung dalam dua bentuk : (1) Sosialisasi represif; menekankan pada kepatuhan anak dan penghukuman terhadap perilaku yang keliru dan (2) Sosialisasi partisipatif; menekankan pada otonomi anak dan memberikan imbalan terhadap perilaku anak baik. 25 3. Sosialisasi berdasarkan keberadaan perencanaan Dilihat berdasarkan keberadaan perencanaan, maka sosialisasi dapat mengambil bentuk sosialisasi berdasarkan perencanaan dan tanpa perencanaan. Berdasarkan perencanaan dapat ditemui dalam dunia pendidikan formal serta pendidikan non formal. Sosialisasi tanpa perencanaan terjadi dalam suatu proses interaksi yang terjadi dalam masyarakat, misalnya keluarga, kelompok teman sebaya, atau lingkungan temapat tinggal. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga jenis sosialisasi dimana berdasarkan kebutuhan lebih menekankan pada dari proses awal anak mulai belajar atau menerima pengetahuan, sikap, nilai, norma yang ada didalam masyarakat sampai pada anak mengalami desosialisasi atau proses pencabutan diri yang kemudian anak akan melakukan resosialisasi, yaitu sosialisasi kembali, yaitu menurut Henslin (dalam Damsar, 2011) suatu proses mempelajari norma, niali, sikap, dan perilaku baru agar sepadan dengan situasi baru yang mereka hadapi dalam kehidupan. 2.5.5 Aspek-Aspek Sosialisasi Zuliatun (2010) dalam skripsinya menyebutkan, menurut Park dan Burgess (dalam Santoso, 2004) kemampuan sosialisasi siswa dengan siswa lain dapat dilihat dalam : 1. Komunikasi antar teman. Komunikasi yang baik dan lancar akan berpengaruh baik terhadap proses perkenalan atau bersosialisasi dengan teman lain. 2. Kerja sama antar siswa satu dengan siswa yang lain. Kerja sama dalam menyelesaikan tugas di sekolah, sehingga antara siswa satu dengan siswa lainnya bisa saling tukar pendapat dengan tugasnya. 3. Pertentangan siswa dalam menyelesaikan masalah atau tugas yang diberikan oleh guru. Persaingan siswa untuk mendapatkan nilai baik siswa satu dengan yang lain, sehingga untuk mendapatkan nilai yang baik sering menjadikan pertentangan siswa satu dengan yang lainnya. 26 4. Persesuaian hasil antara siswa satu dengan siswa yang lain. Penyesuaian hasil belajar dengan siswa lain sebagai bahan pertimbangan guru dalam mengajarkan materi yang diajarkan. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan sosialisasi siswa satu dengan yang lain dapat dilihat melalui beberapa hal diatas, yaitu komunikasi antar teman, kerja sama antar siswa dalam banyak hal, pertentangan siswa dalam menyelesaikan masalah ataupun tugas – tugas dari guru, serta persesuaian hasil belajar antara siswa satu dengan yang lainnya. 2.5.6 Jenis-Jenis Media Sosialisasi Adapun media yang dapat menjadi tempat lajunya proses sosialisasi adalah sebagai berikut (Kutoyo dkk, 2004) : 1) Keluarga Dalam lingkungan pendidikan, keluarga dipahami sebagai tempat berlangsungnya pendidikan yang pertama dan utama. Dalam keluarga dikenal dua macam pola sosialisasi, yaitu sosialisasi represif (repressive socialization) yang mengutamakan adanya ketaatan anak kepada orang tua dan sosialisasi partisipasi (participatory socialization) yang mengutamakan adanya partisipasi oleh anak. Dari keluarga individu dapat belajar menyesuaikan diri, memperoleh pengalamanuntuk menghayati norma yang hidup didalam keluarganya. Norma itu akhirnya mengkristal pada diri individu yang sekaligus menjadi pedoman dalam bertindak dan bersikap. 2) Teman Sebaya Kelompok teman sebaya ini besar peranannya untuk pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak. Mereka dapat memberi pengaruh yang penting terhadap sikap, tujuan dan perilaku seseorang. 3) Sekolah Sekolah mempersiapkan anak untuk menguasai peranan-peranan bagi masa depannya, agar anak tidak bergantung pada orang tuanya (mandiri). Guru sebagai wakil orang tua tidak hanya bertugas memberikan pengajaran, tetapi juga membimbing perserta didik. Anak dituntun untuk dapat menetapkan pilihannya sendiri sesuai dengan bakat dan kemampuannya. 27 4) Lingkungan Kerja Di lingkungan kerja seseorang akan berinteraksi dengan teman sekerja, dengan pimpinan, dan dengan relasi bisnis. Dalam proses interaksi akan terjadi proses saling mempengaruhi. Pengaruh-pengaruh itu akan menjadi bagian dari dirinya. Pengaruh dari lingkungan kerja pada umumnya mengendap dalam diri seseorang dan sukar sekali untuk mengubahnya apabila seseorang lama bekerja di lingkungan kerja yang baru tertentu, kemudian pindah ke lingkungan kerja lain, ia akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan kerja uyang baru tersebut. Di kalangan kelompoknya (para pekerja) muncul sikap mental yang dinamakan solider. 5) Kelompok Masyarakat Majemuk Dalam suatu masyarakat dimana setiap orang bergerak dalam sejumlah kelompok dengan standar dan nilai yang berbeda, setiap orang harus mampu menentukan cara mengatasi tantangan yang serba bertentangan. Manusia mengatasi masalah ini dengan mengkompartementasikan kehidupan mereka, mengembangkan suatu diri yang berbeda bagi setiap kelompok, dimana mereka bergerak. Atau mereka dapat memiliki kelompok lain yang disukai sesuai dengan kehidupan nyata. Diperlukan wawasan luas dan toleransi yang tinggi dalam masyarakat majemuk. 6) Media Massa Media massa terdiri atas media cetak (surat kabar dan majalah) dan media elektronik (radio, televisi, video, film, piringan hitam dan kaset). Media itu merupakan alat komunikasi yang dapat menjangkau masyarakat luas. Segala pengetahuan yang didapatkan dari berbagai media itu terakumulasi dan mengkristal dalam dirinya. Akhirnya, pengetahuan itu menjadi nilai atau norma yang dipatuhi ataupun diabaikan. Dengan demikian perilakunya tersosialisasi oleh media massa. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi dapat terjadi melalui banyak agen sosialisasi dimana bukan hanya agen formal ataupun informal, namun media massa juga memberi pengaruh besar untuk kelangsungan sosialisasi. 28 2.6 Definisi Kemampuan Sosialisasi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat (2008) mengartikan kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan dan kekayaan. Menurut kamus istilah konseling dan terapi, sosialisasi dalam psikologi perkembangan menunjuk pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi mahluk sosial dimana anak melewati proses imitasi dan identifikasi peran untuk penataan identitas diri (Mappiare, 2006). Dapat disimpulkan bahwa kemampuan sosialisasi adalah kecakapan yang dimiliki seorang individu dalam berbaur dan berkomunikasi dengan individu lainnya dalam suatu pola interaksi terhadap suatu nilai yang ada dalam masyarakat yang diperoleh melalui proses belajar atau latihan dalam rangka untuk penataan identitas diri. 2.7 Hubungan Interaksi Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya dengan Kemampuan Sosialisasi Zanden (dalam Damsar, 2011) mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses interaksi sosial dengan mana orang memperoleh pengetahuan, sikap, nilai, dan perilaku esensial untuk keikutsertaan (partisipasi) efektif dalam masyarakat. Dengan melihat masing – masing definisi mengenai interaksi sosial dan sosialisasi dimana dalam definisi keduanya mengandung arti untuk mempengaruhi atau mengubah perilaku individu sesuai dengan kebiasaan, sikap, norma, nilai, aturan, dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Sesuai dengan Vebriarto (dalam Tim Penyusun Kreatif, 2013) yang mendefinisikan dan hal yang berkaitan 29 dengan sosialisasi sebagai berikut : (1) sosialisasi adalah proses belajar, yaitu proses akomodasi dimana individu menahan, mengubah impuls – impuls dalam dirinya, dan mengambil cara hidup atau kebudayaan masyarakatnya, (2) dalam proses sosialisasi tersebut individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide – ide, pola – pola nilai dan tingkah laku dalam masyarakat tempat ia hidup, (3) semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu disusun dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan sistem dalam diri pribadinya. Selanjutnya, H. Bonner (dalam Santoso, 1992) bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Tim Penyusun Kreatif (2013) menyebutkan bahwa interaksi sosial sebagai fondasi hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan nilai dan norma sosial yang berlaku dan diterapkan dalam masyarakat. Tim Penyusun Kreatif (2013) menyebutkan salah satu faktor yang mempengaruhi sosialisasi adalah lingkungan atau sarana sosialisasi dimana lingkungan atau sarana sosialisasi salah satunya terdiri dari interaksi dengan sesama dimana interaksi dengan sesama diperlukan untuk pertumbuhan kecerdasan dan emosional, serta untuk mempelajari pola – pola kebudayaan dan cara - cara berpartisipasi dalam masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa interaksi sosial sangat penting dalam proses sosialisasi karena merupakan suatu cara untuk melatih seseorang hidup bermasyarakat. 30 Santoso (1992) menyebutkan secara kronologis, peer group adalah lembaga kedua yang utama untuk sosialisasi. Sehingga individu mencari kelompok yang sesuai dengan keinginannya, dimana individu bisa saling berinteraksi satu sama lain dan merasa diterima dalam kelompoknya. Berbeda dengan pra penelitian yang dilakukan peneliti pada siswa kelas IX A SMP Negeri 2 Pabelan yang menghasilkan hubungan yang negatif antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi dengan hasil koefisien korelasi r = 0,103 pada taraf signifikan p = 0,529 > 0,05 dimana ini berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi siswa kelas IX A SMP Negeri 2 Pabelan. 2.8 Hipotesis Menurut Sugiyono (2011), hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan didalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Terdapat dua macam hipotesis, yaitu hipotesis kerja (Hi) dan hipotesis nol (H0). Hipotesis kerja dinyatakan dalam kalimat positif sedangkan hipotesis nol dikatakan dalam kalimat negatif. 31 Didalam penelitian ini, rumusan hipotesis yang terbentuk adalah : 1. Hi = Terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi siswa kelas IX SMP Negeri 2 Pabelan. H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dalam kelompok teman sebaya dengan kemampuan sosialisasi siswa kelas IX SMP Negeri 2 Pabelan. 32