PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi (Wikipedia, 2010). Secara ekologis, hutan mangrove dapat menjamin terpeliharanya lingkungan fisik, seperti penahan ombak, angin dan intrusi air laut sehingga kehadiran hutan mangrove di tepi laut turut melindungi kawasan-kawasan penggir laut dari ombak dan arus yang besar. Hutan mangrove juga dapat menjamin terpeliharanya lingkungan biota menjadi tempat berkembangbiaknya ikan, udang dan kepiting serta berbagai jenis burung dan mamalia lainnya. Fungsi ekologis terpenting dari hutan mangrove adalah dalam siklus nutrien dan aliran energi, dimana mangrove merupakan penghasil serasah yaitu materi organik yang telah mati yang terdapat di lantai hutan yang tersusun atas tumbuhan mati dan potongan organ. Hasil dari produksi serasah di mangrove berperan sebagai bahan makanan Universitas Sumatera Utara bagi makrobentos dan menyokong rantai makanan di hutan mangrove yang terdiri dari ikan, krustasea, burung, mamalia kecil dan invertebrata serta penghasil unsur hara bagi perairan sekitarnya. Bahan organik yang terbentuk di kawasan hutan bakau turur dieksport ke ekosistem sekitarnya. Hutan mangrove mempunyai kombinasi baik dalam hal menghasilkan serasah dan laju dekomposisi. Hal-hal yang mempengaruhi, selain faktor jenis tumbuhan, umur, iklim, perbedaan lingkungan dapat juga mempengaruhi produksivitas serasa. Misalnya zonasi yang lebih dekat pantai dan terkena pengaruh pasang surut secara langsung akan menghasilkan serasah yang berbeda dibandingkan dengan zonasi yang jauh lebih dari garis pantai dan terkena pengaruh pasang surut air laut (Handayani, 2004). Serasah yang jatuh di lantai hutan mangrove mengalami proses dekomposisi baik secara fisik maupun biologis, yang dapat menyuburkan kawasan pesisir. Serasah yang sudah terdekomposisi tersebut berguna untuk menjaga kesuburan tanah mangrove dan merupakan sumber pakan untuk berbagai jenis ikan dan Avertebrata melalui rantai makanan fitoplankton dan zooplankton sehingga keberlangsungan populasi ikan, kerang, udang dan lainnya dapat tetap terjaga. Serasah mangrove yang terdekomposisi akan menghasilkan unsur hara yang diserap oleh tanaman dan digunakan oleh jasad renik di lantai hutan dan sebagian lagi akan terlarut dan terbawa air surut ke perairan sekitarnya (Dewi, 2010). Aliran energi di ekosistem mangrove bermula dari daun. Daun memegang peran penting dan merupakan sumber nutrisi sebagai awal rantai makanan. Pada ekosistem mangrove, rantai makanan yang terjadi adalah rantai makanan detritus. Universitas Sumatera Utara Sumber utama detritus berasal dari daun-daun dan ranting-ranting yang telah membusuk. Daun-daun yang gugur akan didekomposisi oleh berbagai jenis bakteri dan fungi. Bakteri dan fungi ini akan dimakan oleh sebagian Protozoa dan Avertebrata lainnya dan kemudian Protozoa dan Avertebrata tersebut akan dimakan oleh karnivor sedang, selanjutnya karnivor sedang ini dimakan oleh karnivor yang lebih tinggi (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran yang dilakukan oleh makrobentos terhadap tumbuhan dan sisa bahan organik mati selanjutnya menjadi ukuran yang lebih kecil. Kemudian dilanjutkan dengan proses biologi yang dilakukan oleh bakeri dan fungi untuk menguraikan partkel-partikel organik. Proses dekomposisi oleh bakteri dan fungi sebagai dekomposer mengeluarkan enzim yang dapat menguraikan bahan organik menjadi protein dan karbohidrat. Salah satu fungsi yang dapat mempertahankan kesuburan tanah hutan mangrove adalah guguran serasah daun yang berada di lantai hutan yang akan memberikan sumbangan bahan organik. Bahan organik yang diurai oleh bakteri dan fungi berasal dari serasah daun R. mucronata. Serasah daun R. mucronata yang terdapat di lantai hutan akan mengalami dekomposisi sehingga menghasilkan unsur hara yang berperan dalam mempertahankan kesuburan tanah serta menjadi sumber pakan bagi beberapa jenis ikan dan invertebrata melalui rantai makanan fitoplankton dan zooplankton (Sunarto, 2003). Universitas Sumatera Utara Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengukur laju dekomposisi serasah daun R. mucronata pada berbagai tingkat salinitas. 2. Mengetahui kandungan unsur hara nitrogen (N), fosfor (P) dan karbon (C) yang terdapat pada serasah daun R. mucronata yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas. 3. Mengetahui pengaruh fungi terhadap laju dekomposisi serasah daun R. mucronata. Manfaat Penelitian 1. Menentukan kecepatan laju dekomposisi serasah daun R. mucronata. 2. Menentukan kecepatan pelepasan bunsur hara C, N, P. 3. Bahan acuan untuk menentukan tingkat kesuburan tanah serta penentu lokasi yang sesuai untuk budidaya ikan dan udang di ekosistem mangrove. Hipotesis Penelitian 1. Serasah daun R. mucronata lebih cepat terdekomposisi pada tingkat salinitas 20-30 ppt. 2. Unsur hara C, N dan P yang terdapat pada serasah daun R. mucronata lebih cepat terdekomposisi pada tingkat salinitas 20-30 ppt. 3. Faktor fungi mempengaruhi laju dekomposisi serasah daun R. mucronata. Universitas Sumatera Utara