Serangan Hama Primata pada Perkebunan Kopi

advertisement
Serangan Hama Primata pada
Perkebunan Kopi
Dwi Suci Rahayu1) dan Novie Pranata Erdiansyah1)
1)
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB Sudirman 90 Jember 68118
Organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman kopi lebih sedikit
dibandingkan pada tanaman kakao. Tanaman kopi yang diusahakan di
lingkungan sekitar hutan, salah satunya terdapat gangguan hama primata. Hewan
primata seperti monyet dan kera menjadi kendala utama dalam budidaya kopi
yang nyata terutama saat musim kemarau panjang. Kerusakan yang ditimbulkan
adalah rusaknya bagian pucuk batang utama sehingga pertumbuhan tanaman
kopi terhambat. Berbagai upaya pengendalian hama primata pada tanaman
kopi telah dikaji di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
D
i Indonesia, kopi Arabika (Coffea
arabica) merupakan tanaman
perkebunan yang mempunyai arti
ekonomi penting sebagai komoditi
ekspor. Prospek pasarnya cukup cerah karena
diperkirakan keperluan dunia akan terus
meningkat. Salah satu faktor yang mempengaruhi
produksi kopi adalah adanya gangguan serangan
hama dan penyakit yang dapat menurunkan
produksi tanaman. Akhir-akhir ini banyak laporan
adanya serangan hama primata yang menjadi
ancaman serius pada pertanaman kopi karena
dapat mematikan tanaman kopi terutama pada
fase tanaman muda. Oleh karena itu, perhatian
terhadap pengendalian hama primata perlu
ditingkatkan agar kerugian yang ditimbulkan dapat
ditekan seminimal mungkin. Dalam upaya
pengendalian hama primata ini yang termasuk
jenis vertebrata, terlebih dahulu perlu dipelajari
jenis maupun gejala serangan hama primata
tersebut agar dapat diketahui teknik pengendalian
yang tepat.
27 | 2 | Juni 2015
29 <<
Kera atau Monyet
Pada umumnya kera dan monyet terlihat
hampir sama, tetapi sebenarnya keduanya
berbeda. Kedua jenis hewan tersebut termasuk
dalam ordo primata. Perbedaan yang mudah
dikenali untuk membedakan kera dan monyet
adalah adanya ekor dan cara berjalannya.
Primata jenis kera tidak mempunyai ekor dan
melangkah dengan dua kaki. Simpanse, orang
utan, dan gorila termasuk golongan kera
sedangkan golongan primata monyet mempunyai
ekor dan berjalan dengan keempat kakinya,
misalnya lutung, beruk, dan monyet ekor panjang
(kethek-Jawa). Selain itu, seluruh tubuh kera
biasanya berambut lebat dengan usia harapan
hidup ±50 tahun, sebaliknya kulit muka, telapak
tangan dan kaki monyet tidak berambut dan
mempunyai usia harapan hidup ±25-30 tahun1).
Hama primata yang sering dijumpai pada
tanaman perkebunan adalah beruk (Macaca
nemestrina) dan monyet ekor panjang (Macaca
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
(Sumber: Anup Shah/naturepl.com & Vigarchu.blogspot.com)
Kera (kiri) dan monyet (kanan)
fascicularis). Beruk merupakan spesies primata
frugivora atau pemakan buah dan bersifat diurnal
atau melakukan aktivitas pada siang hari. Selain
memakan buah-buahan, beruk juga dapat
memakan berbagai jenis pakan seperti daun, tunas
muda, kulit pohon, bunga, biji, dan serangga.
Dalam satu kelompok, beruk dapat menjelajahi
area seluas 100-300 ha. Ciri-ciri morfologi beruk
yaitu mempunyai ekor pendek sekitar 13-24 cm
(35-45% dari panjang badan ditambah kepala),
berukuran paling besar di antara genus Macaca
lainnya, rambut menyebar dari kepala sampai
pergelangan kaki dan secara umum warna yang
dominan yaitu coklat keabu-abuan sampai
kemerahan, ukuran panjang tubuh jantan dan
betina berturut-turut 60 cm dan 57 cm, berat
badan beruk jantan 6-15 kg dan betina 5-10 kg 2).
Ciri-ciri monyet yaitu memiliki ekor panjang, di
antaranya mempunyai panjang badan ± 40-47 cm,
panjang ekor ±50-60 cm, berat badan jantan
±4,8-7 kg dan berat betina lebih kecil atau 69 %
rata-rata berat jantan, satu kelompok dapat
memiliki daerah jelajah sekitar 50-100 ha, dan
memiliki warna bulu hampir sama dengan beruk.
M. fascicularis berpotensi menjadi hama invasif
karena dapat menyebar ke daerah baru dan
meningkatkan populasinya dengan sangat cepat
pada kondisi yang mendukung 3).
Secara umum habitat M. fascicularis dan
M. nemestrina berada pada ketinggian 0-1.900 m.
dpl. Berdasarkan hasil analisis kariotipe kromosom,
jumlah dan morfologi kromosom monyet ekor
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
panjang tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata dengan jumlah dan morfologi kromosom
beruk. Perbedaan morfologi dan anatomi yang
sangat besar antara kedua spesies ini tidak
tercermin dari kariotipenya4).)
Serangan Primata pada
Tanaman Kopi
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia pada
tahun 2012 terjadi kerusakan tanaman kopi muda
akibat gangguan hama primata yang di petak
A Kebun Percobaan (KP) Andungsari Kab.
Bondowoso sebesar 96% dari total populasi
tanaman, sedang kan pada tahun 2013
kerusakan yang ditimbulkan sebesar 60% dari
total populasi tanaman. Tanaman kopi tersebut
ditanam pada akhir tahun 2010 dan gangguan
hama primata terjadi sekitar bulan Oktober 2012
hingga 2013. Jika dikaitkan dengan data curah
hujan di KP Andungsari, pada bulan Oktober
tahun 2012 dan tahun 2013 data curah hujan
menunjukkan angka dibawah 100 mm/bulan,
berbeda ketika tahun 2011 data curah hujan
menunjukkan angka di atas 100 mm/bulan yang
menunjukkan bulan basah. Jadi gangguan primata
ini terjadi ketika curah hujan dibawah 100 mm/bulan.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama
primata berupa rusaknya bagian pucuk tanaman
kopi yang masih muda sehingga mengganggu
27 | 2 | Juni 2015
>> 30
Curah hujan (mm/bulan)
pertumbuhan vegetatif. Akibat gangguan ini maka
pertumbuhan tanaman terhambat, dan jika
berlangsung terus menerus maka tanaman dapat
mengalami kematian. Kerusakan tersebut diduga
karena monyet menyukai cairan kambium
tanaman dari bagian pangkal sampai ujung
tanaman3). Menurut berita Antara News tahun
2011 di Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu,
Nusa Tenggara Barat, terdapat perkebunan kopi
seluas 1.500 ha diserang kera yang turun dari
pegunungan Tambora. Kera-kera terseb ut
memakan biji kopi yang m asih muda dan
mematahkan batang pohon kopi. Gangguan ini
sulit dicegah karena kera menyerang kebun kopi
pada malam hari, sedangkan petani hanya bisa
memantau pada siang hari 1).
2011
2012
2013
Data curah hujan bulanan tahun 2011 sampai tahun 2013 di KP Andungsari
Kerusakan tanaman kopi muda akibat gangguan kera di KP Andungsari
27 | 2 | Juni 2015
31 <<
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
Pengendalian yang Dilakukan
Sampai saat ini pengendalian terbaik yang
dilakukan di KP Andungsari dengan cara
memotong dahan yang rimbun di sekitar kebun
dan juga memotong pohon bambu yang menjadi
sarang kera. Managemen KP Andungsari mulai
melakukan upaya pengendalian tersebut pada
akhir tahun 2013 dan hasilnya, pada tahun 2014
kerusakan yang ditimbulkan kurang dari 20%.
Selain itu, upaya preventif yang dilakukan adalah
dengan memelihara tanaman muda menggunakan
model pangkas batang ganda, sehingga jika satu
batang terserang maka masih ada 1 sampai 2
batang lainnya yang dapat tumbuh normal.
sarang kera di dalam areal kebun, selain itu juga
dapat dilakukan pertanaman batang ganda
dengan memelihara 3 sampai 4 batang utama
untuk mengurangi dampak kerusakan gangguan
kera pada tanaman kopi muda. Dalam jangka
panjang masih perlu dikaji cara pengendalian
hama primata yang lebih efektif, efisien, dan ramah
lingkungan; mengingat biaya tenaga pengawasan
untuk hama primata ini sangat mahal.
Sumber Pustaka
1)
Anonim (2011). Di kutip dari berita Antara News http://
an k o w . b l o g sp o t .c o m /d o m p u -a n t ar a- n e w s perkebunan-kopi.html. Diunduh 13 Desember
2014.
2)
Penutup
Gangguan hama primata dapat menyebabkan tanaman kopi muda mengalami kerusakan
pada batang utama sehingga pertumbuhan
tanaman kopi terhambat. Jika hal ini berlangsung
secara terus-menerus menyebabkan produktivitas
tanaman kopi berkurang. Gangguan kera pada
tanaman kopi muda dapat dikendalikan dengan
cara memotong dahan yang tinggi yang menjadi
Warta
PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA
Anonim (2014). Taksonomi beruk. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
3)
Kurniawan, A. (2009). Serangan awal kera ekor panjang
(Macaca fascicularis) pada HTI Acacia mangium
di PT. Musi Hutan Persada Sumatera Selatan.
Jurnal Tekno Hutan Tanaman, 2, 77-82.
4)
Pangestu, B.R (2013). Analisis kariotipe kromosom
monyet ekor panjang (Macaca fascicularis, Raffles
1821) dan beruk (Macaca nemestrina, Linnaeus
1766) & polimorfisme Mikrosatelit DNA dan uji
peternitas pada monyet rhesus (Macaca mulatta,
Zimmermann 1780). Tesis. Universitas Indonesia.
Jakarta.
**0**
27 | 2 | Juni 2015
>> 32
Download