manajemen diri diabetes - Fakultas Psikologi UGM

advertisement
MANAJEMEN DIRI DIABETES
ANALISIS KUANTITATIF FAKTOR- FAKTOR PSIKOSOSIAL
PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II
RINGKASAN DISERTASI
Oleh:
Nida Ul Hasanat
09/291844/SPS/244
PROGRAM DOKTOR PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2015
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada:
Tim Promotor
Prof. Johana E.Prawitasari, Ph.D.
Prof. dr.Soedjono Aswin, Ph.D.
Rahmat Hidayat, M.Sc.,Ph.D.
Tim Penguji
Seminar Proposal, Ujian Komprehensif, Seminar Hasil Penelitian,
Penilaian Kelayakan, Ujian Tertutup, dan Ujian Terbuka
Prof. Dr. Saifuddin Azwar, M.A.
Prof. Th. Dicky Hastjarjo, Ph.D.
Prof. Dr. Asmadi Alsa, S.U.
Prof. Dr. M. Noor Rochman Hadjam, S.U.
Prof. Dr. Tina Afiatin, M.Si.
Dr.Tjipto Susana, M.Si.
Dr. Nuryati Atamimi S.U.
Dr. Wisjnu Martani, S.U.
Prof. Kwartarini Wahyu Yuniarti, M.MedSc.,Ph.D.
Dekan Fakultas Psikologi,
Pengelola Program Doktor Psikologi,
Universitas Gadjah Mada
beserta jajarannya.
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda. Aamiin.
1
MANAJEMEN DIRI DIABETES:
ANALISIS KUANTITATIF FAKTOR-FAKTOR PSIKOSOSIAL
PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II
ABSTRAK
Penyakit diabetes merupakan penyakit kronis. Sebagai penyakit
kronis, satu-satunya cara yang dapat dilakukan pasien adalah
melakukan manajemen diri, agar terhindar atau memperlambat
munculnya komplikasi. Banyak faktor psikososial yang berpengaruh
dalam manajemen diri. Pada penelitian ini faktor psikososial yang
diteliti yaitu efikasi diri, dukungan sosial, expressed-emotion, dan
depresi. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan antara efikasi
diri, dukungan sosial, dan expressed-emotion dengan manajemen diri
secara langsung maupun tidak langsung melalui mediasi depresi pada
pasien diabetes Tipe II. Subjek sejumlah 219 orang, pasien diabetes
rawat jalan RSUP dr. Sardjito dan RSUD Sleman. Kriteria subjek yaitu
telah didiagnosis diabetes minimal satu tahun, berusia antara 40-75
tahun, dan tinggal bersama pasangan atau keluarga inti. Alat ukur
yang digunakan adalah Skala Efikasi Diri Diabetes, Skala Persepsi
Dukungan Sosial, Skala Persepsi Ekspresi Emosi Keluarga, Skala BDI,
dan Skala Manajemen Diri Diabetes. Data dianalisis dengan analisis
jalur. Hasil penelitian menunjukkan efikasi diri mempunyai hubungan
positif dengan manajemen diri dan mempunyai kontribusi sebesar
56,3%. Depresi mempunyai hubungan negatif dengan manajemen diri
dan mempunyai kontribusi sebesar 15,4%. Tidak ada hubungan antara
expressed-emotion, dukungan sosial dengan manajemen diri. Tidak
ada hubungan antara efikasi diri, dukungan sosial, dan expressedemotion dengan manajemen diri secara langsung maupun tidak
langsung melalui mediasi depresi pada pasien diabetes melitus Tipe II.
Pada penelitian ini ditemukan ada hubungan antara efikasi diri,
dukungan sosial, dan expressed-emotion negatif dengan manajemen
diri secara langsung maupun tidak langsung melalui mediasi depresi
pada pasien diabetes melitus Tipe II.
Kata kunci: manajemen diri, psikososial, efikasi diri,
dukungan sosial, expressed-emotion, depresi,
diabetes melitus Tipe II
Penyakit Diabetes Melitus (DM), untuk selanjutnya dalam tulisan
selanjutnya disebut diabetes, adalah penyakit kronik, berupa gangguan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak, disebabkan kurangnya sekresi atau
adanya resistensi insulin (Taylor, 2006). Diabetes merupakan penyebab
kematian ke-14 di dunia dan diperkirakan mendekati empat juta orang per tahun
(WHO, 2002). Menurut survei yang dilakukan WHO pada tahun 2000, Indonesia
menempati urutan ke-4 jumlah penyandang diabetes terbesar di dunia, yaitu
2
sebesar 8,4 juta setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan Amerika Serikat
(17,7 juta). Diperkirakan pada tahun 2030 penyandang diabetes di Indonesia
akan meningkat sampai dengan sejumlah 21,3 juta, meskipun tetap menempati
peringkat ke-4 (Wild, Roglic, Green, Sicree, & King, 2004).
Taylor (2006) menggunakan klasifikasi diabetes Tipe I dan II. Tipe I,
insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM), yaitu diabetes yang tergantung pada
insulin. Tipe II, non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM), yaitu diabetes
yang tidak tergantung dengan insulin. Diabetes Tipe II ini berjumlah sekitar 90
persen dari semua kasus di Amerika (Glasgow & Nutting, 2004). Data di
Indonesia tidak memilahkan antara diabetes Tipe I dan II. Namun demikian,
menurut Suyono (2013) di Indonesia penyandang diabetes Tipe I sangat jarang.
Oleh karena itu penelitian ini akan dilakukan pada pasien diabetes Tipe II.
Sebagai penyakit kronik, diabetes berhubungan dengan komplikasi
penyakit lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hiperglikemia (akumulasi
glukosa
dalam
aliran
darah)
kronik
merupakan
faktor
terbesar
yang
mengakibatkan komplikasi. Menurut Tjokroprawiro (2004), komplikasi diabetes
dapat menyerang seluruh alat tubuh, mulai dari rambut sampai dengan ujung
kaki, termasuk semua alat tubuh di dalamnya. Komplikasi tersebut tidak akan
muncul apabila perawatan diabetes dilaksanakan dengan baik, tertib, dan teratur
(Tjokroprawiro, 2004). Oleh karena itu, pengelolaan atau manajemen diabetes
merupakan hal yang sangat penting.
Secara umum manajemen diri adalah keterlibatan pasien terhadap
seluruh aspek dalam penyakit kroniknya dan implikasinya, termasuk manajemen
medis, perubahan dalam peran sosial dan pekerjaan, serta coping (Taylor, 2006).
Istilah manajemen diri atau self-management sering dipertukarkan dengan istilah
perawatan diri atau self-care (dalam Rahim-Williams, 2004). Menurut Pols,
Battersby, dan Blunden (2006), perawatan diri merupakan suatu hal yang
dikerjakan
pasien
dengan caranya
sendiri, sedangkan manajemen
diri
merupakan hasil dari hubungan kolaboratif antara pasien, dokter, dan tenaga
kesehatan lain, serta kelompok lain. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini
digunakan istilah manajemen diri. Ada beberapa komponen dalam manajemen
diri. Penelitian ini mengacu pada Cox dan Gonder-Frederick (1992), Glasgow
dan Nutting (2004), serta Hill-Briggs (2003) bahwa manajemen diri diabetes
3
terdiri dari pengobatan, diet, olahraga, dan pemantauan kadar glukosa dalam
darah.
Dalewitz, Khan, dan Hershey, serta Rubin dan Peyrot (dalam Keers et al.,
2004) menyebutkan bahwa banyak pasien mengalami kesulitan untuk melakukan
manajemen diri, sehingga mengakibatkan kontrol glukosa buruk. Penelitian
Hasanat (2008) untuk mengetahui aspek psikologik pasien diabetes ketika
mereka melakukan manajemen diri menemukan, bahwa sebagian dari mereka
mempunyai perasaan tidak nyaman ketika menjalani pengobatan, takut pada
saat awal harus diet, mempunyai kesulitan dalam menjalankan diet, merasa
jenuh, dan bosan berolah raga. Kesulitan ini antara lain kesulitan dalam
mengendalikan diri, mengontrol keinginan, mengatur 3J (jenis, jumlah, jadwal)
makan. Penelitian ini menggunakan Focus Group Discussion (FGD) pada subjek
20 pasien diabetes rawat jalan.
Manajemen diri penyakit diabetes merupakan proses yang kompleks,
yang menuntut tanggung jawab pasien, sehingga dalam penelitian diabetes
sejumlah variabel psikologik yang relevan dengan manajemen diri diidentifikasi.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang ada dapat disimpulkan bahwa variabelvariabel
yang
mempunyai
kontribusi
terhadap
manajemen
diri
dapat
dikelompokkan menjadi faktor psikologik dan sosial/interpersonal. Mengacu pada
Glasgow, Glasgow, Toobert, & Gillette (2001) dan Gonder-Frederick et al. (2002),
dalam penelitian ini variabel psikologik dan sosial/interpersonal disebut sebagai
faktor psikososial.
Pemilihan variabel yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan hasil
penelitian Hasanat (2008, 2010). Faktor psikologik yang dipilih adalah depresi
berdasarkan hasil temuan Hasanat (2008) bahwa pasien merasa sedih, frustrasi,
mudah tersinggung pada saat mereka melakukan manajemen diabetes. Gejalagejala ini merupakan sebagian dari ciri-ciri individu depresi (Beck, 1985).
Pemilihan variabel depresi juga diperkuat oleh banyaknya temuan yang
menunjukkan bahwa pasien diabetes mengalami depresi (Goldney, Phillips,
Fisher, & Wilson, 2004; Lustman et al., ; Kovacs, et al., dalam Wysocki &
Buckloch, 2004). Faktor personal lain adalah efikasi diri. Temuan Hasanat (2008)
menunjukkan bahwa pasien mengalami kesulitan dalam menjalani manajemen
diri, sehingga penulis mengambil efikasi diri, untuk melihat keyakinan pasien
terhadap kemampuannya untuk melakukan manajemen diri. Pemilihan variabel
4
efikasi diri ini diperkuat oleh pernyataan Taylor (2006) bahwa efikasi diri
merupakan fokus penting dalam semua pasien penyakit kronik, khususnya
diabetes. Demikian juga hasil penelitian Sarkar, Fisher, dan Sachillinger (2006)
serta Wagner, Tennen, dan Osborn (2010) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara efikasi diri dengan manajemen diri pada pasien diabetes.
Faktor
sosial/interpersonal
dalam
penelitian
disertasi
ini
dipilih
expressed-emotion, sesuai dengan hasil penelitian Hasanat (2010), juga
didukung hasil penelitian Koenigsberg, Klausner, Chung, Pelino, & Campbell
(1995), serta Wearden, Tarrier, dan Davies (2000b). Faktor sosial/interpersonal
lain adalah dukungan sosial. Hal ini sesuai dengan temuan Hasanat (2010), yaitu
ada dukungan sosial ketika pasien melakukan manajemen diri, serta hasil
penelitian lainnya (Lanting et al., 2008; Skarbek, 2006; Skinner & Hampson,
1998; Skinner, John & Hampson, 2000), yang menunjukkan ada hubungan
antara dukungan sosial dan manajemen diri pada pasien diabetes.
Penelitian-penelitian juga menemukan faktor-faktor yang mempunyai
kontribusi terhadap depresi pada pasien diabetes, yaitu efikasi diri (Grey,
Sullivan-Bolyai, Boland, Yu & Tamborlane, serta Grey & Boland et al., dalam
Howells, 2002; Padgett, 1991), ketegaran/hardiness dan dukungan sosial
(Listiana, 2005), dukungan sosial (Connell, Davis, Gallant, & Sharpe, 1994; Dewi,
2011; Listiana, 2005; Skinner & Hampson, 1998), dan expressed-emotion
(Wearden et al., 2000b). Pada penelitian disertasi ini juga diuji hubungan antara
efikasi diri, dukungan sosial, dan expressed-emotion dengan depresi.
Berdasarkan kajian tersebut dapat disimpulkan terdapat faktor-faktor yang
mempunyai hubungan langsung dengan manajemen diri dan depresi. Oleh
karena itu penulis memandang bahwa depresi, selain mempunyai hubungan
langsung dengan manajemen diri, juga dapat menjadi mediator hubungan antara
efikasi diri, dukungan sosial, dan expressed-emotion dengan manajemen diri.
Dengan demikian dalam penelitian ini, diuji hubungan langsung antara efikasi
diri, dukungan sosial, expressed-emotion, dan depresi dengan manajemen diri
dan sekaligus diuji hubungan tidak langsung antara efikasi diri, dukungan sosial,
dan expressed-emotion dengan manajemen diri melalui depresi.
Ada beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan perilaku sehat.
Penelitian ini mengacu pada Teori Kognitif Sosial dari Bandura. Menurut Bandura
(1989), faktor perilaku, kognisi, dan faktor personal lainnya, serta faktor
5
lingkungan saling memengaruhi satu sama lain. Kekuatan Teori Kognitif Sosial
terletak pada kelengkapan faktor yang membangun perilaku, yaitu faktor
personal dan lingkungan, bukan hanya dari satu faktor personal atau lingkungan
saja. Selain itu, faktor-faktor tersebut tidak berdiri sendiri, namun saling
berinteraksi dan bahkan saling memengaruhi untuk memunculkan perilaku.
Selain kekuatan tersebut, terdapat kelemahan Teori Kognitif Sosial. Salah satu
kritik terhadap Teori Kognitif Sosial mengatakan bahwa teori tersebut kurang
mempertimbangkan
emosi
(http://sphweb.bumc.bu.edu/otlt/MPH-Modules/SB/
SB721-Models/ SB721-Models 5.html). Oleh karena itu, penelitian disertasi ini
melibatkan variabel depresi, sebagai salah satu bentuk emosi.
Berdasarkan Teori Kognitif Sosial ini, dapat dilihat bahwa faktor personal
(efikasi diri; depresi), serta faktor lingkungan (dukungan sosial; expressedemotion keluarga), atau dalam penelitian ini disebut faktor psikososial
mempunyai kontribusi terhadap manajemen diri diabetes (perilaku). Berdasarkan
kajian yang telah disebutkan, diajukan hipotesis utama sebagai berikut: “Ada
hubungan langsung antara efikasi diri, dukungan sosial, dan expressed-emotion
dengan manajemen diri, maupun tidak langsung melalui mediasi depresi pada
pasien diabetes Tipe II”.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan non
eksperimental. Metode yang digunakan adalah survei secara cross-sectional,
yaitu pengambilan data pada satu titik waktu (Bowling, 2002; Shaughnessy,
2007).
Subjek dalam penelitian ini yaitu pasien diabetes, dengan kriteria inklusi
sebagai berikut:
1. Bersedia menjadi subjek penelitian, dengan menandatangani informedconsent.
2. Pasien diabetes Tipe II berumur antara 40 tahun sampai dengan 75 tahun.
Pemilihan usia ini berdasarkan pertimbangan bahwa diabetes Tipe II pada
umumnya dialami mulai umur 40 tahun. Rentang 40 tahun hingga 75 tahun
ditentukan berdasarkan pertimbangan Riskesdas 2007 bahwa prevalensi
diabetes di Yogyakarta terbanyak pada usia 55 tahun hingga 75 tahun
(Departemen Kesehatan RI, 2008). Pemilihan Tipe II berdasarkan kenyataan
6
bahwa diabetes Tipe II lebih banyak dijumpai daripada Tipe I (Taylor, 2006;
Suyono, 2013).
3. Telah didiagnosis diabetes minimal satu tahun yang lalu, sehingga subjek
sudah menjalani manajemen diri.
4. Pasien rawat jalan RSUP dr Sardjito, Yogyakarta dan RSUD Sleman.
5. Tinggal bersama pasangan atau keluarga inti. Kriteria ini diajukan dengan
alasan bahwa ketika subjek tinggal bersama pasangan atau keluarga inti,
maka subjek akan dapat mempersepsi dukungan sosial dan ekspresi emosi
keluarga.
Pengambilan data ujicoba berlangsung pada bulan Juni 2012 hingga
Januari 2013 di RSUD Kota Yogyakarta. Pengambilan data di RSUP dr Sardjito
berlangsung mulai 14 Juni 2013 hingga 31 Oktober 2013, sedangkan di RSUD
Sleman berlangsung dari tanggal 20 Mei 2013 hingga 24 September 2013. Total
subjek dari dua Rumah Sakit tersebut berjumlah 250 orang. Selanjutnya, subjek
yang dapat dianalisis sampai akhir berjumlah 219 orang.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Efikasi Diri
Diabetes (SEDD), Skala Persepsi Dukungan Sosial (SPDS), Skala Persepsi
Ekspresi Emosi Keluarga (SPEEK), Beck Depression Inventory versi II (dalam
penelitian ini dinamai Skala BDI), dan Skala Manajemen Diri Diabetes (SMDD).
Pengujian seluruh alat ukur menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA),
Content Validity Index (CVI) aitem dan CVI instrumen serta estimasi reliabilitas.
Analisis
data
hubungan
antara
faktor-faktor
psikososial
dengan
manajemen diri diabetes pada penelitian ini diuji dengan menggunakan analisis
jalur (path analysis). Analisis jalur dapat menguji beberapa variabel eksogen dan
endogen sekaligus, sehingga memungkinkan untuk menguji variabel mediator
atau intervening/antara. Analisis jalur juga dapat digunakan untuk mengukur
hubungan langsung antar variabel maupun hubungan tidak langsung (Ghozali,
2008; Maruyama, 1998).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis jalur untuk menguji hipotesis utama ditemukan
bahwa sebagian besar indeks pengujian menunjukkan hasil tidak fit. Dengan
demikian, hipotesis yang berbunyi “Ada hubungan langsung antara efikasi diri,
7
dukungan sosial, dan expressed-emotion dengan manajemen diri, maupun
secara tidak langsung melalui mediasi depresi pada pasien diabetes Tipe II”,
dinyatakan ditolak. Hasil uji hipotesis dengan analisis jalur dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Model I Analisis Jalur untuk Menguji Hipotesis Utama.
Ada beberapa penjelasan penyebab hasil penelitian ini menunjukkan
tidak fit. Ada beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan tentang perilaku
sehat, termasuk di dalamnya manajemen diri. Beberapa teori tersebut
menggunakan efikasi diri sebagai prediktor langsung untuk menjelaskan perilaku
sehat, namun beberapa teori mendudukkan efikasi diri sebagai variabel
perantara antara variabel independen dengan variabel dependen. Atau dengan
kata lain efikasi diri sebagai mediator. Sebagai contoh, Teori Planned Behavior
menyebut ‘kontrol perilaku yang dirasakan’ sebagai variabel independen.
Variabel ini dianggap mempunyai kemiripan dengan konsep efikasi diri. Model
The Health Action Process Approach memasukkan efikasi diri sebagai variabel
mediator antara ekspektasi terhadap hasil dan intensi untuk melakukan perilaku
sehat.
Salah satu penelitian dengan menggunakan efikasi diri sebagai mediator
dilakukan oleh Skarbek (2006). Penelitian Skarbek (2006) menunjukkan bahwa
dukungan sosial positif dapat memprediksi manajemen olah raga (sebagai
bagian dari manajemen diri diabetes) melalui mediasi efikasi diri.
8
Berdasarkan penjelasan teori maupun contoh penelitian yang dilakukan
tersebut, peneliti menduga bahwa salah satu penyebab hipotesis ditolak yaitu
posisi efikasi diri dalam penelitian disertasi ini sebagai variabel independen. Hasil
akan berbeda (dan kemungkinan hipotesis diterima) apabila efikasi diri
diposisikan sebagai mediator.
Sebelum mengambil data penelitian, seluruh alat ukur yang digunakan
dapat dipertanggung jawabkan. Setelah alat ukur digunakan dalam pengambilan
data, dilakukan kembali pengujian properti alat ukur. Hasil menunjukkan semua
aitem yang ada dalam alat ukur menunjukkan valid, kecuali dua aitem dalam
SMDD. Demikian juga beberapa aitem memiliki convergent validity kurang baik
(berdasarkan Hair et al., 2010) dan construct reliability rendah (menurut Ghozali,
2008). Aitem yang tidak valid, convergent validity kurang baik dan construct
reliability rendah dapat mengakibatkan model tidak fit (Ghozali, 2008).
Penelitian disertasi ini mengambil subjek dari dua Rumah Sakit. Kedua
Rumah Sakit tersebut meskipun merupakan rumah sakit negeri, namun
kemungkinan
terdapat
karakteristik
pasien
yang
berbeda,
yang
tidak
dipertimbangkan sebelumnya, antara lain faktor sosial ekonomi. Menurut Shearer
dan Evans (2001), salah satu variabel demografi yang perlu diperhatikan dalam
penelitian kesehatan yaitu sosial ekonomi. Apabila berbeda, kemungkinan
selanjutnya data akan ada variansi, sehingga tidak homogen. Salah satu syarat
untuk dilakukan analisis regresi (yang kemudian dikembangkan menjadi analisis
jalur) yaitu adanya homogenitas (Hair , Black, Babin, & Anderson, 2010). Jika
tidak homogen kemungkinan hasil analisis menjadi underestimate (de Vaus,
2007).
Selain pengujian hipotesis utama tersebut, terdapat temuan lain
dan pembahasan sebagai berikut:
1. Hubungan langsung
a.
Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara efikasi diri
dengan manajemen diri (β= 0,563; p< 0,01). Efikasi diri ini juga memberikan
kontribusi lebih besar dan terbesar dibandingkan variabel lain terhadap
manajemen diri. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Glasgow et al.
(2001) dan Sarkar et al. (2006). Penelitian Rahayu, Lestari, dan Purwandari
(2006) menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara efikasi diri
9
dengan kepatuhan menjalani diet pada penyandang diabetes Tipe II. Diet
merupakan salah satu komponen dalam manajemen diri diabetes.
Menurut
Bandura
(1989),
efikasi diri menggambarkan keyakinan
seseorang terhadap kemampuannya untuk mengorganisir dan melakukan
tindakan untuk mencapai suatu performansi. Bandura (1999, 2006), juga
menyatakan bahwa manusia percaya bahwa mereka dapat menghasilkan efek
yang diinginkan melalui tindakan mereka. Dengan demikian, melalui efikasi diri
mereka yakin dapat melakukan manajemen diri dan mereka percaya bahwa
dengan manajemen diri yang mereka lakukan akan menghasilkan efek yang baik
terhadap penyakitnya.
Pada penelitian disertasi ini efikasi diri pasien berada di atas rerata. Oleh
karena itu efikasi diri perlu dipertahankan, bahkan efikasi diri dapat ditingkatkan
dan dikembangkan. Menurut Bandura (1986,1997,1998), efikasi diri dapat
dikembangkan melalui empat cara. Cara pertama dan paling efektif yaitu melalui
penguasaan (mastery experiences). Kesuksesan akan membangun efikasi diri.
Sebaliknya kegagalan akan melemahkan efikasi diri. Dengan demikian pasien
diabetes perlu terus menerus menjalani manajemen diri hingga mempunyai
efikasi diri yang tinggi.
Cara kedua untuk mengembangkan efikasi diri yaitu melalui vicarious
experience melalui model sosial. Bandura (1986,1997,1998) menyatakan bahwa
jika seseorang melihat orang yang mirip dirinya berhasil, maka keyakinan dirinya
akan naik dan percaya bahwa dirinya juga akan berhasil. Salah satu cara yang
dapat dilakukan pasien yaitu pasien dapat berada dalam komunitas diabetes
(misal Persadia), yang berisi pasien-pasien yang telah sukses dalam mengontrol
kadar glukosa agar tetap normal, sehingga mereka memiliki model.
Cara ketiga agar pasien dapat mengembangkan efikasi diri yaitu dengan
persuasi (Bandura, 1986,1997,1998). Seseorang yang dipersuasi bahwa mereka
memiliki kemampuan untuk menghadapi masalah akan memiliki usaha yang
lebih besar dibandingkan dengan mereka yang memiliki keraguan. Persuasi
secara verbal dapat dilakukan oleh dokter dan petugas kesehatan bahwa pasien
mempunyai kapasitas untuk melakukan manajemen diri.
Cara selanjutnya untuk membangun efikasi diri adalah dengan cara
mengurangi reaksi stres. Teori Kognitif Sosial memandang reaksi stres sebagai
ketidakyakinan (perceived inefficacy) untuk mengontrol ancaman dan tuntutan
10
lingkungan. Salah satu cara yang dapat dilakukan pasien untuk mengurangi stres
yaitu dengan melakukan relaksasi (Surwit & Bauman, 2004).
b.
Tidak ada hubungan antara dukungan sosial dengan manajemen
diri (β= -0,042; p> 0,05). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Hasanat
(2008),
yang
menunjukkan
bahwa
selama
pasien
diabetes melakukan
manajemen diri, dukungan sosial mereka dapatkan dari pasangan, keluarga lain,
serta dari dokter. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan reviu metaanalisis
yang menunjukkan ada hubungan positif antara dukungan sosial dengan
manajemen diri diabetes (Gallant, dalam Skarbek 2006).
Perbedaan hasil penelitian disertasi ini dengan penelitian sebelumnya
dapat dijelaskan sebagai berikut. Wills dan Shinar (2000) menyatakan bahwa
dalam pengukuran dukungan sosial, perlu membedakan dukungan sosial
berdasarkan fungsinya, yaitu dukungan sosial berupa perceived support dan
received support. Perceived support merupakan persepsi terhadap dukungan
sosial yang ada jika dibutuhkan (available if needed), sedangkan received
support merupakan dukungan sosial yang diberikan pada saat itu (received
provided). Penelitian disertasi ini tidak membedakan antara perceived support
dan received support.
Selain itu menurut Cohen dan Syme (1985), serta House dan Kahn
(dalam Badoux, 2000) ketersediaan dan kualitas dukungan sosial dianggap lebih
penting pengaruhnya terhadap kesehatan daripada jumlah atau frekuensi
interaksi. Bukti juga menunjukkan bahwa dukungan sosial yang terlalu mendalam
bahkan dapat menyebabkan stres (Shumaker & Hill, dalam Taylor, 2006). Jika
dukungan sosial berupa mengontrol atau memerintah, maka selain akan dapat
menguntungkan
terhadap
munculnya
perilaku
sehat,
namun
dapat
mengakibatkan stres (Lewis & Rook, dalam Taylor, 2006). Pada penelitian
disertasi ini dukungan sosial yang diukur tidak dirinci kedekatan sumber
dukungan sosial maupun intensitasnya. Ada kemungkinan hal ini dapat
mengakibatkan hubungan yang tidak signifikan antara dukungan sosial dengan
manajemen diri pada penelitian ini.
c.
Expressed-emotion tidak berhubungan dengan manajemen diri
(β= -0,010; p> 0,05). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian
Koenigsberg
(1995)
dan
Wearden
et
al.
(2000a).
Penelitian-penelitian
Koenigsberg (1995) dan Wearden et al. (2000a), juga Koenigsberg et al. (1993),
11
Liakopoulou et al. (2000), Klausner et al. (1995), dan Wearden et al. (2000b)
meneliti EE dengan konstrak EE negatif. Sebagai contoh, Koenigsberg (1995)
dan Wearden et al. (2000a) menggunakan salah satu komponen EE, yaitu critical
comments (CC). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa CC memengaruhi
manajemen diri. Konstrak yang dinamakan EE di penelitian Barat adalah EE
negatif, sedangkan EE dalam penelitian disertasi ini adalah total EE positif dan
negatif.
d.
Ada hubungan negatif antara depresi dengan manajemen
diri
(β= -0,184; p< 0,05). Hasil ini semakin memperkuat hasil-hasil penelitian serupa
sebelumnya (dalam Cox & Gonder-Frederick, 1992; Goldney et al., 2004;
Gonzales, dalam Wagner et al., 2010; Skarbek, 2006). Selain itu, penelitian ini
juga memperkuat pendapat Surwit dan Bauman (2004) yang menyatakan bahwa
apabila pasien dalam kondisi depresi, maka akan memengaruhi pasien tersebut
dalam mengatur dirinya (manajemen diri). Bahkan penelitian Wagner et al.
(2010) menemukan bahwa meskipun depresi pasien diabetes sudah berkurang,
namun manajemen diri masih tetap rendah. Hal ini berarti bahwa depresi yang
dialami oleh pasien akan mempunyai efek yang relatif lama terhadap tinggirendahnya manajemen diri.
e.
Apabila menggunakan kriteria Beck (dalam Groth-Marnat, 2010),
sebanyak 178 pasien (81,3%) tidak mengalami depresi; 23 pasien (10,5%)
termasuk depresi ringan dan sebanyak 18 pasien (8,2%) mengalami depresi
sedang. Penelitian Donsu (2014) tentang depresi pada subjek pasien diabetes
Tipe II membagi skor depresi ke dalam lima kategori mendapatkan hasil: 26,6%
pasien mengalami depresi rendah; 44,4% depresi sedang; 21,8% depresi tinggi;
dan 7,3% pasien termasuk kategori depresi sangat tinggi.
Hasil penelitian depresi ini sesuai dengan hasil penelitian Brown,
Majumdar, Newman, dan Johnson (2006), namun berbeda dengan pendapat
Surwit dan Bauman (2004), yang menyatakan bahwa pasien diabetes akan lebih
besar kemungkinan untuk mengalami depresi. Ada kemungkinan hasil penelitian
ini terkait dengan hasil penelitian lain dalam disertasi ini yang menunjukkan
terdapat skor efikasi diri subjek di atas rerata. Efikasi diri yang tinggi pada
penyandang
penyakit
akan
mengakibatkan
penyandang
tersebut
tidak
menganggap penyakit yang disandangnya sebagai ancaman, sehingga tidak
mudah mengalami depresi (Bandura, 2006).
12
Penelitian disertasi ini tidak melibatkan variabel strategi koping. Salah
satu strategi koping yaitu koping relijius. Koping relijius merupakan penggunaan
kepercayaan atau praktek relijius (religious beliefs or practices) untuk
mengurangi distres dan mengatasi masalah dalam kehidupan (Koenig et al,
dalam Haghighi, 2013). Koenig et al. (dalam Haghighi, 2013) menemukan bahwa
tingkat depresi seseorang yang terlibat dalam aktivitas relijius lebih rendah
daripada mereka yang tidak terlibat. Berdasarkan kajian ini, perlu penelitian
selanjutnya tentang hubungan koping relijius dengan depresi pada pasien
diabetes.
f.
Terdapat perbedaan manajemen diri berdasarkan kategori depresi
(F= 9,489; p< 0,01). Berdasar post hoc test diketahui terdapat perbedaan
manajemen diri antara pasien yang mengalami depresi sedang dengan pasien
yang tidak mengalami depresi. Pasien dengan depresi sedang mempunyai
manajemen diri (rerata= 35,500) lebih rendah daripada pasien yang tidak
mengalami depresi (rerata= 40,739). Pasien dengan depresi sedang mempunyai
manajemen diri (rerata= 35,500) lebih rendah daripada pasien dengan depresi
ringan (rerata= 39,217).
g.
Terdapat hubungan antara efikasi diri dengan depresi (β= -
0,157; p< 0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Grey et al. serta
Grey dan Boland et al. (dalam Howells, 2002) serta Padgett (1991). Bandura
(1986) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki efikasi diri tinggi, akan
merasa kurang terancam karena penyakitnya atau tidak mengalami depresi.
Sebaliknya, seseorang dengan efikasi diri rendah akan meyakini bahwa usaha
yang dilakukan sia-sia ketika mengalami kesulitan. Mereka dengan cepat
menyerah (Bandura, 2006), sehingga mudah terkena depresi.
h.
Tidak terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan depresi
(β= -0,044; p> 0,05). Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Hainles
et al.; Lin et al.; Fleming et al. (dalam Taylor, 2006), Connel et al. (1994), juga
Skinner dan Hampson (1998), serta Donsu (2014). Hasil penelitian ini juga tidak
sesuai dengan pendapat Taylor (2006) yang menyatakan bahwa dukungan
emosional yang berasal dari teman dan keluarga (misalnya) berupa perhatian
akan memberikan semangat atau dengan kata lain mengurangi depresi.
Jumlah subjek penelitian ini paling banyak masuk ke dalam kategori tidak
mengalami depresi (81,3%), sehingga kemungkinan mereka tidak memerlukan
13
dukungan sosial. Selain itu, dukungan positif kadang menghasilkan efek negatif
pada penyandang penyakit kronik (Skarbek, 2008). Beberapa peneliti (dalam
Skarbek, 2008) menduga bahwa menerima terlalu banyak dukungan sosial akan
dipandang oleh pasien sebagai sesuatu hal yang tidak menyenangkan (aversif),
menyebabkan perasaan kurangnya otonomi dan kompetensi pasien.
i.
Ada hubungan antara expressed-emotion (EE) dengan depresi
(β= 0,356; p< 0,01). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wearden et al.
(2000b), namun perlu dicatat bahwa EE yang dimaksud dalam penelitian
Wearden et al. (2000b) tersebut adalah EE negatif, sedangkan pada penelitian
disertasi ini EE yang dimaksud adalah EE total yang menunjukkan ada hubungan
langsung antara berasal dari EE positif dan EE negatif.
2. Hubungan tidak langsung
Selain hubungan langsung antar variabel dengan manajemenn diri,
terdapat hasil hubungan tidak langsung sebagai berikut:
a.
Efikasi diri dan dukungan sosial masing-masing tidak mempunyai
hubungan dengan manajemen diri melalui mediasi depresi.
b.
Terdapat hubungan tidak langsung expressed-emotion dengan
manajemen diri melalui depresi.
Berdasarkan hasil (poin a dan b) ini tampak bahwa depresi tidak dapat
berfungsi sebagai mediator hubungan antara efikasi diri dan dukungan sosial
dengan manajemen diri, namun mampu memediasi hubungan antara EE dengan
manajemen diri. Menurut Baron dan Kenny (1986), mediasi dikatakan sempurna
jika variabel independen tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen
jika mediator dikontrol. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dalam
penelitian ini depresi bukanlah mediator yang sempurna, namun sebagai
mediator parsial (partial mediation).
3. Analisis tambahan
a.
Ada hubungan langsung antara efikasi diri, dukungan sosial, dan
EE negatif dengan manajemen diri, maupun hubungan tidak langsung melalui
mediasi depresi. Dengan demikian, penelitian disertasi ini menunjukkan bahwa
model manajemen diri dengan memasukkan variabel EE negatif saja dapat
menjelaskan hubungan antara efikasi diri, dukungan sosial, dan EE negatif
14
dengan manajemen diri secara langsung, maupun tidak langsung melalui
mediasi depresi. Hasil ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Model IV Analisis Jalur dengan
Expressed-emotion negatif.
Expressed-emotion negatif keluarga dipandang sebagai stresor oleh
pasien diabetes (Wearden et al., 2000a). Keluarga dengan EE tinggi akan lebih
banyak berbicara dan kurang mampu mendengarkan (Kuipers et al., dalam
Hooley & Gotlib, 2000). Keluarga dengan EE tinggi akan berperilaku negatif
terhadap pasien, dan kurang memberikan perilaku verbal dan nonverbal positif
terhadap pasien. Keluarga dengan EE tinggi juga cenderung akan mengontrol
perilaku pasien (Hooley & Gotlib, 2000). Peneliti menduga EE negatif, berupa
keterlibatan dan rasa khawatir yang berlebihan, serta komentar kritik, yang
dipersepsi
oleh pasien, serta pengontrolan terhadap pasien, kemungkinan
mengakibatkan pasien merasa dianggap tidak kompeten dalam melakukan
manajemen diri.
Hal tersebut di atas mirip dengan dinamika psikologis yang terjadi antara
dukungan sosial dengan manajemen diri. Seperti telah disebutkan sebelumnya
bahwa dukungan orang lain terhadap pasien diabetes akan mengakibatkan
peningkatan kompetensi pasien
dalam
melakukan manajemen
diabetes
(Williams, 2005). Peneliti menduga ketika muncul EE negatif, perasaan tidak
kompeten yang muncul akan mengakibatkan pasien tidak dapat melakukan
manajemen diri dengan baik. Atau dengan kata lain EE negatif akan
menimbulkan manajemen diri rendah.
Dalam buku “Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu”
(Pusat
Diabetes & Lipid, 2013) terdapat satu materi penyuluhan aspek psikologik
15
kepada pasien berupa stres pada penyandang diabetes. Selain itu dalam salah
satu bab di buku tersebut terdapat tulisan tentang pelayanan diabetes melitus
dengan pendekatan keluarga. Buku “Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu” tersebut dilengkapi dengan buku “Modul Pelatihan Penatalaksanaan
Diabetes Melitus bagi Dokter Puskesmas dan Dokter Penyakit Umum”, yang di
dalamnya juga terdapat satu submodul tentang pelayanan diabetes melitus
dengan pendekatan keluarga. Hasil penelitian ini dapat dimasukkan sebagai
submodul pelayanan diabetes melitus dengan pendekatan keluarga.
b.
Tidak ada perbedaan skor manajemen diri antara pria dan
wanita (t= -1,106; p> 0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
Weijman et al. (2005), yang menunjukkan tidak ada perbedaan manajemen diri
berdasar jenis kelamin. Namun demikian, hasil ini tidak sesuai dengan
pernyataan Sundberg, Winebarger, dan Taplin (2002) yang menyatakan bahwa
kepatuhan (atau dalam disertasi ini disebut manajemen diri) dipengaruhi oleh
jenis kelamin.
c.
Tidak ada perbedaan depresi antara pria dan wanita (t= 0,109; p>
0,05). Skor depresi pria 7,07; skor depresi wanita 7,17. Baik subjek pria maupun
wanita mereka memiliki taraf depresi yang relatif sama, yaitu berada taraf “tidak
memiliki depresi”. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian
Anderson et al. (dalam Wagner et al., 2010); McCollum, Hansen, Lu, dan Sullivan
(2005), yang menemukan bahwa depresi lebih banyak dialami oleh wanita
penyandang diabetes dibanding dengan pada pria. Ada kemungkinan pasien pria
dan wanita tidak memiliki depresi karena efikasi diri mereka di atas rerata.
d.
Tidak ada beda efikasi diri antara pria dan wanita (t= 0,234; p>
0,05). Keyakinan bahwa mereka mampu untuk melakukan manajemen diri antara
pria dan wanita tidak berbeda.
e.
Tidak ada perbedaan manajemen diri (F= 0,214; p> 0,05)
berdasar usia. Hasil ini tidak sesuai dengan pernyataan Sundberg et al. (2002)
yang mengemukakan bahwa usia akan memengaruhi manajemen diri. Skor
manajemen diri pada penelitian ini berada di atas rerata.
f.
Tidak ada perbedaan depresi berdasarkan usia (F= 0,622; p>
0,05). Efikasi diri berhubungan negatif dengan depresi (Grey et al.; Grey &
Boland et al., dalam Howells, 2002; Padget, 1991). Efikasi diri di atas rerata
16
kemungkinan akan memengaruhi skor depresi subjek penelitian ini menjadi
rendah. Kategori depresi di semua usia berada di bawah rerata.
g.
Tidak terdapat perbedaan manajemen diri antara subjek yang
menyandang diabetes hingga lima tahun; enam hingga 10 tahun; 11 hingga 15
tahun; 16 hingga 20 tahun dan subjek yang menyandang diabetes lebih daripada
20 tahun (F= 1,154; p> 0,05).
h.
Ada perbedaan depresi berdasarkan lama sakit (F= 2,779; p<
0,05). Setelah dilakukan post hoc test Tukey diketahui terdapat perbedaan
depresi antara subjek dengan lama sakit 16 hingga 20 tahun dengan lama
sakit lebih dari 20 tahun (p< 0,05). Subjek dengan lama sakit 16 hingga 20 tahun
(rerata 11,36) lebih depresi daripada subjek dengan lama sakit lebih dari 20
tahun (rerata 3,82). Penelitian Surwit dan Bauman (2004) menunjukkan semakin
lama pengobatan terhadap suatu penyakit (dan semakin parah) akan semakin
besar kemungkinan mengalami depresi.
Pada penelitian ini, ketika pasien menyandang diabetes antara 16 hingga
20 tahun, mereka mengalami depresi. Depresi ini lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien yang telah menyandang diabetes lebih dari 20 tahun. Ada
kemungkinan pasien dengan lama sakit lebih daripada 20 tahun sudah lebih
mampu melakukan coping dengan penyakitnya dibanding dengan mereka yang
menyandang diabetes antara 16 hingga 20 tahun, sehingga depresi mereka lebih
rendah dibanding pasien dengan lama sakit 16 hingga 20 tahun.
i.
Tidak ada perbedaan efikasi diri berdasarkan lama sakit (F=
1,194; p> 0,05). Hal ini dapat diartikan bahwa pasien memiliki keyakinan untuk
mencapai manajemen diri, baik pasien yang baru mendapat diagnosis diabetes
maupun pasien yang menyandang diabetes lebih dari 20 tahun.
j.
Terdapat hubungan efikasi diri, dukungan sosial, dan EE negatif
dengan manajemen diri secara langsung maupun tidak langsung melalui mediasi
depresi pada pasien diabetes Tipe II pengguna obat. Model obat lebih mampu
menjelaskan hubungan antara efikasi diri, dukungan sosial, dan EE negatif
dengan manajemen diri secara langsung maupun tidak langsung dengan mediasi
depresi dibandingkan dengan Model obat dan insulin.
Pasien diabetes Tipe II yang menggunakan insulin mempunyai
karakteristik dan kondisi psikologik yang berbeda dengan pasien pengguna obat
saja. Kemungkinan perbedaan ini mengakibatkan model yang menjelaskan
17
munculnya manajemen diri karena peran efikasi diri, dukungan sosial, dan EE
negatif secara langsung maupun melalui depresi berlaku hanya pada pengguna
obat oral dan tidak berlaku pada pasien pengguna obat dan insulin sekaligus.
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan penelitian ini sebagai berikut:
1.
Ada hubungan positif antara efikasi diri dengan manajemen diri pada
pasien diabetes Tipe II, dengan kontribusi sebesar 56,3%. Kontribusi tersebut
menunjukkan bahwa efikasi diri dapat memprediksi keberhasilan atau kegagalan
pasien dalam melakukan manajemen diri sebesar 56,3%.
2.
Ada hubungan negatif antara depresi dengan manajemen diri pada
pasien diabetes Tipe II, dengan kontribusi sebesar 18,4. Kontribusi sebesar
18,4% menunjukkan bahwa depresi dapat memprediksi keberhasilan atau
kegagalan pasien dalam melakukan manajemen diri sebesar 18,4%.
3.
Dukungan sosial serta expressed-emotion tidak mempunyai kontribusi
terhadap manajemen diri.
4.
Apabila mengacu pada Teori Kognitif Sosial Bandura, dapat dikatakan
bahwa faktor-faktor psikososial yaitu faktor-faktor personal (P): efikasi diri dan
depresi lebih berperan terhadap manajemen diri (behavior/B), dibandingkan
faktor-faktor lingkungan (E), yaitu dukungan sosial dan expressed-emotion
keluarga.
5.
Faktor-faktor psikososial, yaitu efikasi diri, dukungan sosial, dan
expressed-emotion tidak mempunyai kontribusi terhadap manajemen diri secara
langsung, maupun tidak langsung melalui mediasi depresi pada pasien diabetes
Tipe II. Namun demikian, penelitian ini menemukan model manajemen diri yang
baru. Jika pada model sebelumnya secara teoretik menggunakan faktor-faktor
psikososial yaitu efikasi diri, dukungan sosial, expressed-emotion dan depresi,
maka model manajemen diri yang baru dalam penelitian ini yaitu expressedemotion negatif bersama-sama dengan efikasi diri dan dukungan sosial
mempunyai kontribusi terhadap manajemen diri secara langsung maupun tidak
langsung apabila dimediasi oleh depresi. Temuan ini menjadi sangat penting,
karena berarti expressed-emotion negatif bersama-sama dengan efikasi diri,
dukungan sosial serta depresi lebih mampu menjelaskan manajemen diri pada
18
pasien diabetes Tipe II dibandingkan hanya expressed-emotion saja bersamasama dengan efikasi diri, dukungan sosial serta depresi.
6.
Hasil penelitian ini secara teoretik memberikan sumbangan pada
Psikologi Kesehatan, yaitu pengetahuan bahwa manajemen diri diabetes Tipe II
terjadi apabila pasien mempunyai efikasi diri tinggi dan depresi rendah, meskipun
tanpa adanya dukungan sosial dan persepsi pasien terhadap ekspresi emosi
keluarga (expressed-emotion). Namun demikian persepsi pasien terhadap
ekspresi emosi negatif keluarga (expressed-emotion negatif) berperan dalam
manajemen diri diabetes.
7.
Manajemen diri diabetes subjek penelitian ini termasuk di atas rerata
(tinggi). Tidak ada perbedaan manajemen diri diabetes berdasarkan jenis
kelamin, usia dan lama sakit. Dengan demikian baik pada pria dan wanita, usia
40 hingga 75 tahun, lama sakit satu tahun hingga 23 tahun mempunyai
manajemen diri diabetes sama.
8.
Efikasi diri subjek penelitian ini termasuk di atas rerata (tinggi). Tidak ada
perbedaan efikasi diri berdasarkan jenis kelamin, usia dan lama sakit.
9.
Pada penelitian ini ditemukan 81,3% pasien diabetes Tipe II tidak
mengalami depresi; 10,5% mengalami depresi ringan dan 8,2% depresi sedang.
10.
Depresi bukan merupakan mediator yang sempurna bagi hubungan
antara efikasi diri, dukungan sosial, dan expressed-emotion dengan manajemen
diri diabetes.
11.
Ada perbedaan depresi berdasarkan lama sakit. Depresi pada pasien
diabetes dengan lama sakit 16-20 tahun lebih tinggi daripada depresi pasien
dengan lama sakit 20 tahun.
12.
Expressed-emotion mempunyai kontribusi sebesar 35,6% terhadap
depresi pada pasien diabetes Tipe II, disusul oleh efikasi diri sebesar 15,7%.
Dukungan sosial tidak mempunyai kontribusi terhadap munculnya depresi.
13.
Pada pasien diabetes dengan pengobatan obat oral, faktor-faktor
psikososial, yaitu efikasi diri, dukungan sosial, dan expressed-emotion negatif
lebih mempunyai kontribusi langsung maupun dimediasi depresi terhadap
manajemen diri daripada pada pasien dengan pengobatan obat dan insulin
bersama-sama.
19
REKOMENDASI
Saran-saran diberikan kepada:
1.
Kepada pasien dan keluarga pasien
Penelitian menunjukkan bahwa expressed-emotion negatif
bersama-
sama dengan efikasi diri, dukungan sosial mempunyai kontribusi terhadap
manajemen diri diabetes. Oleh karena itu diharapkan keluarga belajar untuk
mengidentifikasi kalimat yang dapat dipersepsi negatif oleh pasien. Sebaliknya,
pasien juga membantu keluarga agar lebih memahami cara komunikasi yang
diharapkan oleh pasien.
Rekomendasi tersebut terkait dengan rekomendasi pada poin dua dan
tiga berikut ini. Keluarga dapat diundang oleh tim edukator diabetes sebagai
peserta
pelatihan atau program penanganan diabetes dengan pendekatan
keluarga.
2.
Kepada Tim Medik dan Edukator Diabetes
a.
Pusat Diabetes dan Lipid (1999) RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo
dengan bekerjasama dengan WHO sejak tahun 1999 sudah mempunyai Modul
Pelatihan Penatalaksanaan Diabetes Melitus bagi dokter puskesmas dan praktek
umum. Salah satu submodul yang ada yaitu submodul pelayanan diabetes
dengan pendekatan keluarga. Submodul tersebut dapat diperkaya dengan hasil
penelitian ini dengan memasukkan program psikoedukasi bagi pasien dan
keluarganya. Isi dari program psikoedukasi yaitu berupa pengetahuan bahwa
expressed-emotion negatif keluarga mempunyai kontribusi terhadap manajemen
diri. Selain itu program berisi tentang pengenalan expressed-emotion dan
macam-macamnya; kontribusi expressed-emotion negatif terhadap manajemen
diri; mengenali contoh-contoh komunikasi dengan expressed-emotion negatif;
latihan untuk menyusun kalimat yang tidak mengandung expressed- emotion
negatif.
b.
Penelitian ini menemukan tidak ada perbedaan manajemen diri
diabetes dilihat dari jenis kelamin, usia, dan lama sakit. Sepanjang pengetahuan
peneliti, berdasarkan Modul Pelatihan Edukator Diabetes Melitus
(Pusat
Diabetes dan Lipid, 1999) sejak tahun 1999 mempunyai materi pelatihan berupa
modul bagi edukator untuk menangani pasien tanpa memberikan perlakuan
20
khusus kepada pasien pria dan wanita, usia muda sampai dengan usia lanjut,
serta yang baru menyandang diabetes maupun yang sudah lama sakit. Oleh
karena itu hasil penelitian ini memperkuat Tim Medik dan Tim Edukator Diabetes
untuk mempertahankan program yang sama bagi pasien diabetes melitus Tipe II
pria dan wanita, semua kelompok umur dan bagi pasien yang baru didiagnosis
diabetes maupun bagi pasien yang telah lama menyandang diabetes.
3.
Kepada psikolog dan profesional kesehatan mental lain
Pada penelitian ini ditemukan bahwa efikasi diri paling tinggi kontribusinya
secara langsung terhadap manajemen diri diabetes, disusul oleh depresi. Oleh
karena itu dalam membantu pasien agar berhasil melakukan manajemen diri,
psikolog
dan
profesional
kesehatan
lainnya
sebagai
edukator
dapat
mempertahankan atau menaikkan efikasi diri. Sesuai dengan pernyataan
Bandura (1998), efikasi diri dapat dipertahankan dan dikembangkan. Edukator
dapat: (a) mengadakan pertemuan dengan di antara penyandang diabetes
dengan menghadirkan penyandang yang telah berhasil menjalani manajemen
diri. Upaya ini akan menaikkan rasa percaya diri penyandang bahwa dirinya akan
mampu melakukan manajemen diri; (b) dapat memberikan motivasi untuk
meyakinkan penyandang diabetes bahwa mereka mampu untuk menjalani
manajemen diri dan mengurangi keraguan penyandang diabetes.
Pada penelitian ini depresi pasien di bawah rerata. Namun, sebagai
usaha prevensi agar depresi pasien tidak muncul, maka edukator lebih peka
untuk
mengidentifikasi
kemungkinan
munculnya
depresi
pada
pasien.
Penyegaran tentang identifikasi adanya depresi atau keterampilan melakukan
asesmen gejala depresi perlu terus ditingkatkan.
4.
Kepada peneliti selanjutnya
a.
Penelitian selanjutnya perlu memerhatikan lokasi pengambilan subjek
penelitian. Jika mengambil data dari lokasi (misalnya rumah sakit) yang berbeda
hendaknya karakteristik lokasi tersebut diperhatikan dan sedapat mungkin
memiliki karakteristik yang sama, misalnya tipe rumah sakit.
b.
Peneliti lain perlu memerhatikan alat pengumpulan data penelitian.
Penelitian disertasi ini menggunakan skala psikologi berupa self-report. Selfreport rentan terhadap social desirability. Oleh karena itu self-report dapat
21
diperkuat dengan tambahan wawancara pada beberapa subjek, sebagai cara
cek silang atas jawaban subjek pada pengisian self-report untuk mengantisipasi
adanya social desirability.
DAFTAR PUSTAKA
Badoux, A. (2000). Social support in healthy and psychologically distressed
French population. Psychology, Health, & Medicine, 5, 2, 143-154. doi:
10.1080/713690180
Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.
Bandura, A. (1989). Social cognitive theory. Dalam Vasta, R. (Ed.). Annals of
Child Development, 6. Six theories of child development, 1-60.
Greenwich, CT: JAI Press.
Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The exercise of control. New York: W.H.
Freeman and Company.
Bandura, A. (1998). Health promotion from perspective of social cognitive theory.
Psychology and Health, 13, 623-649. doi: 10.1080/ 08870449808407422
Bandura, A. (1999). Social cognitive theory: An agentic perspective. Asian
Journal of Social Psychology, 2, 21-41. doi: 10.1111/1467-839X.00024
Bandura, A. (2004). Health promotion by social cognitive means. Health
Education & Behavior, 31, 2, 143-164. doi: 10.1177/1090198104263660
Bandura, A. (2006). Toward a psychology of human agency. Perspectives on
Psychological Science, 1, 2, 164-180. doi: 10.1111/j.17456916.2006.00011.x
Baron, R.M., & Kenny, D.A.(1986). The moderator-mediator variable distinction in
social psychological research: Conseptual, strategic, amd statistical
consideration. Journal of Personality and Social Psychology, 51, 6, 11731182. doi: 10.1037/0022.3514.51.6.1173
Beck, A.T. (1985). Depression: Causes and treatment. Philadelphia: University of
Pennsylvania Press.
Bowling, A. (2002). Research methods in health. Investigating health and health
services. Buckingham: Open University Press.
Brown, L.C., Majumdar, S.R., Newman, S.C., & Johnson, J.A. (2006). Type 2
diabetes does not increase risk of depression. Canadian Medical
Association Journal, 175, 1, 42-45. doi: 10.1503/cmaj.051429
Cegah diabetes sejak dini. (2008, Juli 10). Kompas, halaman 45.
22
Cohen, S., & Syme, S.L. (1985). Social support and health. Orlando:
Academic Press, Inc.
Connell, C.M., Davis, W.K., Gallant, M.P., & Sharpe, P.A. (1994). Impact of social
support, social cognitive variables, and perceived threat on depression
among adults with diabetes. Health Psychology, 13, 3, 263-27. doi: 10.1
037/0278-6133.13.3.263
Cox, D.J., & Gonder-Frederick, L. (1992). Major development in behavioral
diabetes research. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 60, 4,
628-638. doi: 10.1037//0022-006X.60.4.628
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Riset kesehatan dasar
2007. Laporan Nasional 2007.
De Vaus, D. (2007). Analyzing social science data. London: Sage Publication.
Dewi, C. (2011). Hubungan antara persepsi akan dukungan sosial dengan
depresi melalui penerimaan diri pada penyandang diabetes tipe2. Tesis
tidak dipublikasikan. Program Magister Psikologi Profesi, Yogyakarta.
Donsu, J.D.T. (2014). Peranan faktor-faktor psikologis terhadap depresi pada
diabetes mellitus tipe 2 (DM-2). Disertasi tidak dipublikasikan. Program
Doktor Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta
Ghozali, I. (2008). Model persamaan struktural. Konsep & aplikasi dengan
program AMOS 16.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Glasgow, R.E., & Anderson, R.M. (1999). In diabetes care, moving from
compliance to adherence is not enough: Something entirely different is
needed.
Diabetes
Care,
22,
12,
2090-2091.
doi:
10.2337/diacare.22.12.2090
Glasgow, R.E., & Nutting, P.A. (2004). Diabetes. Dalam Haas, L.J. (Ed.).
Handbook of primary care psychology. New York: Oxford University
Press, Inc.
Glasgow, R.E., Toobert, D.J., & Gillette, D. (2001). Psychological barriers to
diabetes self-management and quality of life. Diabetes Spectrum, 14, 1,
33-41. doi: 10.2337/diaspect.14.1.33
Goldney, R.D., Phillips, P.J., Fisher, L.J., & Wilson, D.H. (2004). Diabetes,
depression, and quality of life: A population study. Diabetes Care, 27,
1066-1070. doi: 10.2337/diacare.27.5.1066
Gonder-Frederick, L., Cox, D., & Ritterband, L. (2002). Diabetes and behavioral
medicine: The second decade. Journal of Consulting and Clinical
Psychology, 70, 611-625. doi: 10.1037/0022-006X.70.3.611
Groth-Marnat, G. (2010). Handbook of psychological assessment. (terjemahan).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
23
Haghighi, F. (2013). Correlation between religious coping and depression in
cancer patients. Psychiatria Danubina, 25, 3, 236-240.
Hair, J.F., Black, W.C., Babin, B.J., & Anderson, R.E. (2010). Multivariate data
analysis. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Hasanat, N.U. (2008). Aspek psikologik pada pasien diabetes dan keluarga
pasien diabetes melitus dalam manajemen diabetes melitus: Studi
eksplorasi. Laporan Penelitian tidak diterbitkan. Fakultas Psikologi UGM,
Yogyakarta.
Hasanat, N.U. (2010). Peran expressed emotion keluarga terhadap manajemen
diri diabetes pasien diabetes tipe II. Laporan Penelitian tidak diterbitkan.
Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.
Hill-Briggs, F. (2003). Problem solving in diabetes self-management: A model of
chronic illness self-management behavior. Annals Behavior Medicine, 25
(3), 182-193. doi: 10.1207/S15324796ABM2503_04
Hooley, J.M., & Gotlib, I.H. (2000). A diathesis-stress conceptualization of
expressed emotion and clinical outcome. Applied & Preventive
Psychology, 9, 135-151. doi: 10.1016/S0962-1849(05)80001-0
Howells, L.A.L. (2002). Self-efficacy and diabetes: why is emotional ‘education’
important and how can it be achieved? Horm Res , 57 (suppl), 69-71. doi:
10.1159/000053317
Keers, J.C., Links, T.P., Bouma,J. , Gans, R.O.B, ter Maaten, J.C., Wolffenbuttel,
B.H.R., Sluiter, W.J., et al. (2004). Do diabetologists recognise selfmanagement problems in their patients? Diabetes Research and Clinical
Practice, 66, 157-161. doi: 10.1016/j.diabres.2004.02.018
Koenigsberg, HW., Klausner, E., Chung, H., Pelino, D., & Campbell, R. (1995).
Expressed emotion and warmth: extending the EE construct to insulindependent diabetes mellitus. International Journal of Mental Health, 24, 2,
50-63.
Lanting, L.C., Joung, I.M.A., Vogel, I., Bootsma, A.H., Lamberts, S.W.J., &
Mackenbach, J.P. (2008). Ethnic differences in outcomes of diabetes care
and the role of self-management behavior. Parent Education and
Counseling, 72, 146-154. doi: 10.1016/j.pec.2008.03.008
Listiana, D.Y. (2005). Hubungan antara ketegaran dan dukungan sosial denga
depresi pada penderita diabetes mellitus. Tesis tidak dipublikasikan.
Yogyakarta: Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada,
Maruyama, G.M. (1998). Basic of structural equation modeling. New Delhi: Sage
Publication.
McCollum, M., Hansen, L., Lu, L., & Sullivan, P.W. (2005). Gender differences in
diabetes mellitus and effects on self-care activity. Gender Medicine, 2, 4,
246-254. doi: 10.1016/s1550-8579 (05) 80054-3
24
Padgett, D.K. (1991). Correlates of self-efficacy beliefs among patients with noninsulin dependent diabetes mellitus in Zagreb, Yugoslavia. (abstract).
Patient Education Counseling, 6, 2, 139-147. doi: 10.1016/0738-3991(91)
90006-Q
Pols, R.G., Battersby, M., & Blunden, S. (2006). The increased awareness
of
self management support in health. Presented at the
General Practice & Primary Health Care Research Conference. Perth,
6 Juli.
Pusat Diabetes dan Lipid RS Dr. Cipto Mangunkusumo Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia bekerjasama dengan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia dan World Health Organization. (2013).
Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Pusat Diabetes dan Lipid RS Dr. Cipto Mangunkusumo Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia bekerjasama dengan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia dan World Health Organization. (1999). Modul
pelatihan penatalaksanaan diabetes melitus bagi dokter puskesmas dan
dokter praktek umum. Jakarta: CV. Aksara Buana bekerjasama dengan
Pusat Diabetes dan Lipid RSCM-FKUI, Departemen Kesehatan RI, dan
World Health Organization.
Rahayu, E.P., Lestari, S., & Purwandari, E. (2006). Hubungan antara self efficacy
dengan kepatuhan menjalani diet pada penderita diabetes melitus Tipe II.
Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah,
Surakarta.
Rahim-Williams, F.B. (2004). African American women with type 2 diabetes:
Understanding self-management. Unpublished doctoral dissertation.
Departement of Anthropology, University of South Florida.
Sarkar, U., Fisher, L., & Schillinger, D. (2006). Is self-efficacy associated with
diabetes self-management across race/ethnicity and health literacy?
Diabetes Care, 29, 4, 823-829. doi: 10.2337/diacare.29.04.06.dc05-1615
Shaughnessy, J.J., Zeichmeister, E.B., & Zeichmeister, J.S. (2007). Metodologi
penelitian psikologi. (Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Shearer, H.M., & Evans, D.R. (2001). Adherence to health care. Dalam Kazarian,
S.S., & Evans, D.R. (Eds.). Handbook of cultural health psychology. San
Diego: Academic Press.
Skarbek, E.A. (2006). Psychosocial predictors of self-care behaviors in type 2
diabetes mellitus patients: analysis of social support, self-efficacy, and
depression. Unpublished doctoral dissertation. Graduate Faculty
of
Texas Tech University.
Skinner, T.C., & Hampson, S.E. (1998). Social supprot and personal models of
diabetes in relation to self-care and well-being in adolescents with type 1
25
diabetes mellitus. Journal
10.1006/jado.1998.0190
of
Adolescence,
21,
703-715.
doi:
Skinner, T.C., John, M., & Hampson, S.E. (2000). Social support and personal
models of diabetes as predictors of self-care and well-being: A
longitudinal study of adolescents with diabetes. Journal of Pediatric
Psychology, 25, 4, 257-267. doi: 10.1093/jpepsy/25.4.257
Sundberg, N.D., Winebarger, A.,A., & Taplin, .R. (2002). Clinical psychology:
Evolving theory, practise, and research. New Jersey: Prentice Hall.
Surwit, R.S., & Bauman, A. (2004). The mind-body diabetes revolution. New
York: Free Press.
Suyono, S. (2013). Kecenderungan peningkatan jumlah penyandang
diabetes.
Dalam Soegondo,S., Soewondo, P., & Subekti, I. (Ed).
Penatalaksanaan
diabetes
melitus
terpadu.
Jakarta:
Pusat
Diabetes dan Lipid RSUP
Nasional
Dr Cipto Mangunkusumo,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, bekerjasama
dengan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
dan
World
Health
Organization.
Taylor, S. E. (2006). Health psychology. Boston: McGraw-Hill.
Tjokroprawiro, A. (2004). Hidup sehat dan bahagia bersama diabetes. Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Wagner, J. A., H. Tenner, & Osborn, C.Y. (2010). Lifetime depression and
diabetes self-management in women with type 2 diabetes: a case- control
study. Diabetic Medicine, 27, 713-717. doi: 10.1111/j.14645491.2010.02996.x
Wearden, A.J., Tarrier, N., Barrowclough, C., Zastowny, T.R., & Rahill, A.A.
(2000a). A review of expressed emotion research in health care. Clinical
Psychology Review, 20, 5, 633-666. doi: 10.1016/S0272-7358(99)000082
Wearden, A.J., Tarrier, N., & Davies, R. (2000b). Partner’s expressed emotion
and the control and management of type 1 diabetes in adult. Journal of
Psychosomatic Research, 49, 2, 125-130. doi:10.1016/S0022-3999(00)0
0141-0
Weijman, I., Ros, W.J.G., Rutten, G.H.M., Schaufeli, W.B., Schabracq, &
Winnubst, J.A.M. (2005). Patient Education and Counseling, 59, 87-96.
doi: 10.1016/j.pec.2004.10.004
Wild, S., Roglic,G., Green, A., Sicree, R., & King, H. (2004). Global prevalence of
diabetes. Estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes
Care, 27, 5, 1047-1053. doi: 10.2337/diacare.27.5.1047
Williams, G.C., McGregor, H.A., King, D., Nelson, C.C., & Glasgow, R.E. (2005).
Variation in perceived competence, glycemic control, and patient
26
satisfaction: relationship to autonomy support from physicians. Patient
Education and Counseling, 57, 39-45. doi: 10.1016/j.pec.2004.04.001
Wills, T.A., & Shinar (2000). Measuring perceived and received social support.
Dalam Cohen, S., Underwood, L.G., & Gottlieb, B.H. (Eds.). Social
support measurement and intervention. A guide for health and social
scientists. New York: Oxford University Press.
World Health Organization. (2002). Diabetes. The cost of diabetes. Geneva:
World Health Organization.
Wysocki, T., & Buckloh, L.M. (2004). Endocrine, metabolic, nutritional, and
immune disorders. Dalam Boll, T.J. (Ed.). Handbook of clinical health
psychology. Washington, DC: American Psychological Association.
http://sphweb.bumc.bu.edu/otlt/MPH-Modules/SB/SB721-Models/SB721- Models
5.html
27
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS
Nama Lengkap
Tempat/tanggal Lahir
:
:
Agama
Alamat rumah (tetap)
:
:
Alamat tempat bekerja
:
Pekerjaan
Nama Isteri/Suami
Anak
:
:
:
B. PENDIDIKAN
1.
S1 a. Program Studi
b. Universitas
c. Tahun Lulus
2.
S2 a. Program Studi
b. Universitas
c. Tahun Lulus
3.
S3 a. Program Studi
b. Universitas
c. Tahun Lulus
Nida Ul Hasanat
Yogyakarta, 4 Desember
1962
Islam
Jl Mojo no 34, Baciro,
Yogyakarta 55225
Fakultas Psikologi,
Universitas Gadjah Mada
Dosen
Ir. Agus Tri Cahyono, M.T.
1. Danastri Rizqi Nabilah
2. Devananta Rizqi Rafiq
: Psikologi
: UGM
: 1988
: Psikologi
: UGM
: 1996
: Psikologi
: UGM
: 17 November 2014 (ujian tertutup)
C. PEKERJAAN DAN POSISI
1.
Dosen Fakultas Psikologi UGM
2.
Sekretaris Pengelola Program S2, Program Studi
Psikologi UGM
3.
Sekretaris Bagian Psikologi Klinis, Fakultas
Psikologi UGM
4.
Ketua Biro Konsultasi Psikologi UGM
1989-sekarang
2003-2007
2003-2007
2000-2002
D. PELATIHAN/PENATARAN/KURSUS (antara lain)
No.
Nama Pelatihan
Penyelengara
1. Workshop on Early Psychosis:
Medical School, Harvard
International Pilot Study of Onset of University,USA
Schizophrenia (IPSOS)
(di Bali)
2. International Workshop on Clinical
Kerjasama Fakultas
Skill for Cognitive Behavior
Kedokteran Universitas
Therapy
Udayana dengan University of
the Sunshine Coast,
Queensland, Australia
Tahun
26 Juli-3
Agustus 2008
22-24 April
2008
28
No.
Nama Pelatihan
3. Workshop Cognitive Behaviour
Therapy (bersertifikat)
4.
Pelatihan Logoterapi
5.
Pelatihan Couple Therapy
6.
Program Brevet Psikoterapi
(lisenced)
7.
Workshop Metode Penelitian dan
Penulisan Disertasi
E. PENGHARGAAN
No Nama Penghargaan
1. Satya Lencana Karya 10 tahun
2. Brevet Psikoterapis Lulus
dengan Predikat “Dengan
Pujian”
3.
4.
5.
Beasiswa Sandwich-Like
Program, Flinders University,
Adelaide, Australia
Piagam Penghargaan Kesetiaan
25 tahun
Peneliti Terbaik
Penyelengara
Monica O’Kelley & Associate
Pty Ltd; Cognitive Behavior
Therapy Australia
Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta
Ikatan Psikologi Klinis PusatHimpsi (di Yogyakarta)
Kerjasama Pusat Kajian dan
Pelatihan Profesi Psikologi
Universitas Padjadjaran
dengan Rino Groep, Utrecht,
The Netherlands (di Bandung)
Program Doktor Fakultas
Psikologi
Tahun
22-25 Oktober
2009
14-16 Mei
2009
14-16 Juli
2011
2009-2011
24-31 Januari
2012
Dari
Presiden RI
Pusat Kajian dan Profesi
Psikologi, Fakultas Psikologi,
Universitas Padjadjaran
bekerjasama dengan Rino
Groep, Netherlands
Dikti
Tahun
2008
15 November 2011
Rektor Universitas Gadjah
Mada
Fakultas Psikologi UGM
2014
F. PUBLIKASI
No.
Judul
1.
A world of Lies. Penulis: The Global
Deception Research Team (Nida Ul
Hasanat sebagai salah satu anggota timkolaborator).
2.
Perbedaan Ekspresi Emosi pada
Beberapa Tingkat Generasi Suku Jawa di
Yogyakarta.
Penulis: Aditya P. Kurniawan dan Nida
Ul Hasanat.
3.
Dinamika Emosi Kepatuhan Diet Pasien
Diabetes. Penulis: Konstani I Kartika dan
Nida Ul Hasanat.
November 2012Januari 2013
2014
Tahun
2006
Nama Jurnal/Penerbit
Journal of Cross-Cultural
Psychology, 37. 1, 60-74.
2007
Jurnal Psikologi, 34, 1, 117
2008
Jurnal Ilimiah Penelitian
Psikologi, 13, 1, 11-20
diterbitkan oleh Lembaga
Penelitian Universitas
Gunadarma
29
No.
4.
Judul
Expressed Emotion Keluarga dan Kontrol
Glukosa Darah pada Pasien Diabetes
Melitus. Oleh: Nida Ul Hasanat.
Tahun
2009
5.
Ekspresi Senyum, Reaksi Fisiologis, dan
Emosi Bahagia. Oleh: Nida Ul Hasanat.
2009
6.
Pengaruh Dukungan Sosial terhadap
Kecemasan pada Penderita Diabetes
Melitus. Oleh Ika Tri Widyastuti dan Nida
Ul Hasanat.
Is “chronicity” Inevitable for Psychotic
Illness? Studying Heterogenecity in the
Course of Schizophrenia in Yogyakarta,
Indonesia. Oleh: Byron Good, Carla R.
Marchira, Nida Ul Hasanat, Muhana S.
Utami, dan Subandi. Dalam Lenore
Manderson dan Carolyn Smith-Morris
(Eds.) Chronic Conditions, Fluid States:
Chronicity and the Antropology of Illness.
Program Psikoedukasi bagi Pasien
Diabetes untuk Meningkatkan Kualitas
Hidup. Oleh: Nida Ul Hasanat dan Retno
P Ningrum.
Kajian Teoritis Pengaruh Art Therapy
dalam Mengurangi Kecemasan pada
Penderita Kanker. Oleh Sarah dan Nida
Ul Hasanat.
Ekspresi Emosi pada Tiga Tingkat
Perkembangan pada Suku Jawa di
Yogyakarta: Kajian Psikologi Emosi dan
Kultur pada Masyarakat Jawa.
(Expression of Emotion in three stages of
development among the Javanese in
Yogyakarta: A Study on the Psychology
of Emotion and Culture in the Javanese).
Oleh: Aditya P. Kurniawan dan Nida Ul
Hasanat
Efektivitas Pelatihan Keterampilan Sosial
pada Remaja dengan Gangguan
Kecemasan Sosial. Oleh: Melati I
Hapsari dan Nida Ul Hasanat.
Pengaruh Terapi Menulis Pengalaman
Emosional terhadap Penurunan Depresi
pada Mahasiswa Tahun Pertama. Oleh:
Th G. Susilowati dan Nida Ul Hasanat.
2009
7.
8.
9.
10.
11.
12.
2010
2010
2010
Nama Jurnal/Penerbit
Proceeding Konferensi
Nasional I Biopsikologi,
Fakultas Psikologi UGM,
154-163
Proceeding Konferensi
Nasional I Biopsikologi,
Fakultas Psikologi UGM,
274-278
Proceeding Konferensi
Nasional I Biopsikologi,
Fakultas Psikologi UGM,
287-296
Chapter dalam buku. New
Brunswick: Rutgers
University Press.
Proceeding Konferensi
Nasional II Ikatan
Psikologi Klinis-HIMPSI,
hal. 50-54
Buletin Psikologi, Vol.
XVIII, 1, 1-35. ISSN 08547108.
2010
Jurnal Psikologi Indonesia,
VII, 1, 50-64. ISSN. 08533098.
2010
Jurnal Ilmiah Psikologi
Psycho Idea, 8, 1, 58
2011
Jurnal Psikologi, 38, 1, 92107.
30
No.
13.
14.
Judul
Pengelolaan Diabetes. Oleh Nida Ul
Hasanat. Dalam J.E. Prawitasari (Ed.).
Psikologi Terapan: Melintas Batas
Disiplin Ilmu .
Self-Management in People with
Diabetes: Why Is It Hard to Do? Oleh:
Nida Ul Hasanat
Tahun
2012
Nama Jurnal/Penerbit
Bab dalam buku.
Yogyakarta: Penerbit
Erlangga.
2012
Proceeding Padjadjaran
International Conference
on Psychology 2011:
Bandung, Indonesia, hal.
469-473, Book 2, Vol 2.
G. PENELITIAN
No
Judul
1.
Modul Intervensi Psikologis pada Korban Gempa di
Yogyakarta. Oleh: Muhana S.Utami dan Nida Ul Hasanat
2.
Aspek Psikologik pada Pasien dan Keluarga Pasien
Diabetes Melitus dalam Manajemen Diabetes Melitus:
Studi Eksplorasi. Oleh: Nida Ul Hasanat
3.
Program Psikoedukasi pada Pasien dan Keluarga Pasien
Diabetes Melitus. Oleh: Nida Ul Hasanat
4.
Apakah Kebahagiaan Itu? Studi Eksplorasi Emosi
Bahagia. Oleh: Nida Ul Hasanat
5.
Peran expressed-emotion Keluarga terhadap Manajemen
Diri Diabetes Pasien Diabetes Tipe II. Oleh: Nida Ul
Hasanat
6.
Pengaruh Efikasi Diri, Dukungan Sosial, dan ExpressedEmotion terhadap Manajemen Diri pada Pasien Diabetes
(Tahap I: Penyusunan Alat Ukur). Oleh: Nida Ul Hasanat
7.
Peran Efikasi Diri, Dukungan Sosial, dan ExpressedEmotion Keluarga terhadap Manajemen Diri pada Pasien
Diabetes: Tahap II. Oleh: Nida Ul Hasanat
8.
Pengelolaan Diri: Studi Eksplorasi pada Pasien Diabetes
Tipe II. Oleh: Nida Ul Hasanat
H. PRESENTASI
Tahun
Judul
2009
Expressed-Emotion
Keluarga dan Kontrol
Glukosa Darah pada Pasien
Diabetes Mellitus
Ekspresi Senyum, Reaksi
Fisiologis, dan Emosi
Bahagia
Dinamika Regulasi Diri pada
Penderita Diabetes Mellitus
Tipe II
Penyelenggara
Konferensi Nasional I
Biopsikologi, Fakultas
Psikologi, UGM, 27
Januari 2009
Konferensi Nasional I
Biopsikologi, Fakultas
Psikologi UGM, 27
Januari 2009
Konferensi Nasional I
Biopsikologi, Fakultas
Psikologi UGM, 27
Januari 2009
Tahun
2007
2008
2008
2009
2010
2012
2013
2014
Jenis Presentasi
Presentasi oral
Poster
Poster: Retno
Prasetyo Ningrum
& Nida Ul
Hasanat
31
Tahun
Judul
Pengaruh Dukungan Sosial
terhadap Kecemasan pada
Penderita Diabetes Melitus
2010
Pengaruh Pelatihan Ekspresi
Wajah Positif Untuk
Mengurangi Gangguan
Depresi: BuktiThe Facial
Feedback Hypothesis
Program Psikoedukasi bagi
Pasien Diabetes untuk
Meningkatkan Kualitas Hidup
Ekspresi Emosi pada Tiga
Tingkat Generasi Suku Jawa
di Yogyakarta
What is Happiness? An
Exploratory Study among
University Students
The Expression of Emotion
among Different
Developmental Stages of
Javanese in Yogyakarta,
Indonesia
Emotion and Diabetes SelfManagement in Diabetic
Patients at Jogjakarta: An
Exploratory Study
Psychoeducation Program
for Diabetic Patients for
Enhancing Quality of Life
Penyelenggara
Konferensi Nasional I
Biopsikologi, Fakultas
Psikologi UGM, 27
Januari 2009
Konferensi I Psikologi
Eksperimen, Fakultas
Psikologi,UGM, 27
Januari 2010
Jenis Presentasi
Poster: Ika Tri
Widyastuti & Nida
Ul Hasanat
Konferensi Nasional
Ikatan Psikologi
Klinis-HIMPSI;
Yogyakarta 5-6
Februari 2010
Temu Ilmiah Nasional
dan Konggres XI
Himpunan Psikologi
Indonesia (HIMPSI);
Surakarta, 18-20
Maret 2010
The First International
Conference of
Indigenous and
Cultural Psychology;
Faculty of
Psychology,UGM, 2427Juli 2010
The First International
Conference of
Indigenous and
Cultural Psychology;
Faculty of
Psychology, UGM,
24-27Juli 2010
The International
Conference of 4th
Asian Conggres of
Health Psychology;
Taipei, Taiwan, 27-31
Agustus 2010
The International
Conference of 4th
Asian Conggres of
Health Psychology;
Taipei, Taiwan, 27-31
Agustus 2010
Presentasi oral:
Nida Ul Hasanat
& Retno Prasetyo
Ningrum
Presentasi oral
Poster: Aditya
Putra Kurniawan
& Nida Ul
Hasanat
Presentasi oral
Poster: Aditya
Putra Kurniawan
& Nida Ul
Hasanat
Presentasi oral
Presentasi oral:
Nida Ul Hasanat
& Retno Prasetyo
Ningrum
32
Tahun
2011
Judul
Depresi: Apakah Penyebab
atau Akibat Diabetes
Self-Management in People
with Diabetes: Why is It Hard
to Do?
Expressed-Emotion in
Family: Study in People with
Tipe II Diabetes
2013
Patients and Families’
Psychological Aspects of
Diabetes in Management of
Type 2 Diabetes: An
Exploration Study in
Yogyakarta, Indonesia
Penyelenggara
Konferensi Nasional II
Biopsikologi; Fakultas
Psikologi, UGM, 14
Maret 2011
Padjadjaran
International
Conference on
Psychology, 23-26
Oktober 2011
The Second
International
Conference of
Indigenous and
Cultural Psychology;
Bali, 21-23 Desember
2011
The 10th Biennial
Conference of Asian
Association of Social
Psychology , Fakultas
Psikologi, UGM, 2124 Agustus 2013
Jenis Presentasi
Presentasi oral
Presentasi oral
Presentasi oral
Presentasi oral
Yogyakarta, 13 Januari 2015.
Nida Ul Hasanat
Download