Analisis Yuridis Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu di PT. X Mohamad Izzatullah Fatih 1. Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut perihal penerapan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian kerja waktu tertentu di PT. X. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan, dan buku. Dari penelitian ini ditemukan bahwa asas kebebasan berkontrak sudah tidak berlaku secara mutlak lagi dalam perjanjian kerja. Pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak terhadap perjanjian kerja dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi dampak negatif apa bila asas kebebasan berkontrak berlaku secara mutlak. Juridical Analysis to Application of Freedom of Contract Principle in Time Based Labor Contract at PT. X Abstract This research aims to explain how the application of freedom of contract principle can in time based labor contract. This research is a normative juridical law using secondary data such as legislation, and books. From this research, it is concluded, that now the freedom of contract is limited in the case of labor contract. Government’s objective from limiting this freedom of contract is to minimize the effect of negative impact of freedom of contract. Keywords : Freedom of Contract, Labor Contract Pendahuluan Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia belakangan ini sangat pesat bahkan diperkirakan menjadi salah satu yang tertinggi di dunia. Pembangunan nasional sebagai wujud dari perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dilakukan di seluruh pelosok negeri. Namun demikian sebenarnya hal yang menjadi penopang dari semua pembangunan tersebut adalah pekerja. Semua pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia ini terjadi karena adanya pekerja yang melakukan pekerjaannya dengan baik. Sebaliknya tanpa pekerja-pekerja tersebut maka tidak akan terjadi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, dalam pelaksanaannya terkadang pekerja ini diperlakukan secara sewenang-wenang oleh para pemberi kerja misalnya tidak dibayar sesuai dengan apa yang dijanjikan kepada para pekerja tersebut, pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja terlalu berat dibandingkan dengan upah yang dia terima, dan lain sebagainya. Oleh karena itulah dalam melakukan pekerjaannya tentu saja seorang pekerja harus terlebih dahulu membuat sebuah perjanjian dengan pemberi kerja mengenai apa saja yang menjadi hak dan kewajiban dari pekerja, juga apa saja yang menjadi hak dan kewajiban dari pemberi kerja, agar tidak terjadi kesewenangan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan adanya perjanjian kerja ini setidaknya hak-hak dari pekerja dilindungi oleh perjanjian kerja. Namun demikian keadaan yang sulit terkadang memaksa seorang pekerja menyetujui perjanjian kerja yang sebenarnya tidak manusiawi dan merugikan dirinya. Hal tersebut dia lakukan hanya karena tidak memiliki pekerjaan lain untuk dapat bertahan hidup. Bahkan hal ter-ekstrem yang dapat peneliti bayangkan adalah bahwa seorang pekerja menyetujui perjanjian kerja yang menyatakan bahwa dia akan melakukan apa saja asalkan dia diberi makanan oleh si pemberi kerja. Hal itu menurut pendapat peneliti pribadi sangat tidak manusiawi dan sangat kejam. Hal tersebut lebih mirip sebagai perbudakan daripada pemberian kerja, karena upahnya sangat tidak sebanding dengan apa dari pekerjaannya. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masalah mengenai perburuhan di dunia modern ini diatur lebih lanjut oleh otoritas dalam bentuk undang-undang. Pembentukan Undang-undang mengenai ketenagakerjaan ini semata-mata untuk menghindari hal-hal seperti yang dijelaskan di atas. Di Indonesia, peraturan yang mengatur mengenai perlindungan pekerja sudah tercantum dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di dalam Undang-undang tersebut telah dicantumkan mengenai apa yang menjadi hak dari pekerja dan Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013 bagaimana perlindungan terhadap pekerja. Undang-undang tersebut secara umum peneliti katakan adalah seperti sebuah aturan-aturan yang mengatur mengenai isi dari perjanjian kerja. Jadi aturan-aturan mengenai ketenagakerjaan ini seakan-akan telah menentukan bagaimana isi dari perjanjian kerja tersebut. Pada praktiknya, perjanjian kerja mayoritas hanya memuat apa yang dipersyaratkan oleh undangundang saja dan hal tersebut ditawarkan oleh pemberi kerja kepada para calon pekerja yang nantinya akan bekerja padanya. Jadi dalam hal ini calon pekerja tidak diberikan pilihan untuk melakukan perubahan atau penambahan dalam perjanjian kerja yang ditawarkan tersebut. Apabila pekerja menuntut lebih maka pemberi kerja akan menganggap bahwa diantara mereka berdua tidak tercapai kesepakatan dan si calon pekerja tidak mendapatkan pekerjaan tersebut. Sehingga seakan-akan perjanjian kerja ini bersifat “Take it or Leave it” dan untuk mendapatkan pekerjaan tersebut calon pekerja tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui perjanjian yang sudah dibuat oleh pemberi kerja yang isinya sesuai dengan apa yang diatur oleh Undang-undang Ketenagakerjaan tersebut. Namun demikian, berbicara mengenai perjanjian kerja ini kita tetap tidak bisa lepas dari Hukum Perikatan yang terdapat di dalam Hukum Perdata. Hal ini dikarenakan bagaimanapun bentuknya, tetap saja perjanjian kerja adalah sebuah perjanjian yang tetap harus mematuhi asas-asas di dalam Hukum Perdata pada umumnya dan Hukum Perikatan secara khusus. Termasuk di dalamnya adalah mengenai syarat sahnya sebuah perjanjian yang terdapat di dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu: 1. Adanya kesepakatan diantara mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Adanya kecakapan dari para pihak untuk membuat suatu perikatan. 3. Menyangkut suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal.1 Dalam kaitannya dengan syarat sah perjanjian, dalam perjanjian kerja terdapat sebuah asas di dalam Hukum Perikatan yang bernama asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan asas dasar dari hukum perikatan yang pembatasannya disebutkan di dalam syarat sah 1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. 31, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2001), ps. 1320. Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013 perjanjian nomor empat yaitu suatu sebab yang halal. Dengan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang.2 Dikaitkan dengan kenyataan yang peneliti jelaskan sebelumnya, maka perjanjian kerja ini seakanakan tidak memberikan kebebasan bagi para pihak yang membuatnya khususnya di pihak calon penerima kerja. Sebagai contoh kecilnya adalah calon penerima kerja kebanyakan tidak diberikan kesempatan untuk mengubah ataupun merancang isi dari perjanjian kerja yang akan menjadi dasar hukum dari pekerjaannya tersebut. Padahal di dalam Hukum Perikatan terdapat asas kebebasan berkontrak yang menjamin hak dari para pihak yang akan melakukan perjanjian untuk dapat menentukan, merancang dan mengubah isi dari perjanjian yang akan ia buat tersebut. Jadi seakan-akan asas kebebasan berkontrak ini tidak diberlakukan di dalam perjanjian ini. Di Indonesia praktik seperti ini masih banyak terjadi dan sudah dijadikan hal yang lumrah di kalangan pekerja di Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah perjanjian kerja waktu tertentu yang dilakukan oleh PT. X kepada pekerjanya yang berdasarkan keterangan dari salah satu pekerja, praktik tersebut juga dialami olehnya. Kemudian bagaimana dengan asas kebebasan berkontrak yang merupakan asas dasar di dalam Hukum Perikatan juga bagaimana dengan keabsahan perjanjian yang dibuat dengan cara yang seakan-akan mengabaikan asas kebebasan berkontrak tersebut. Oleh karena itulah peneliti tertarik untuk membahas dan meneliti mengenai masalah ini. Untuk mendapatkan pemahaman yang baik dan menghindari adanya perbedaan interpretasi, maka akan dijelaskan definisi dari beberapa istilah yang sering dipergunakan di dalam skripsi ini: Definisi operasional yang dipergunakan adalah sebagai berikut: 1. Pekerja “Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”3 2 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 46. 3 Indonesia, Undang-undang Tentang Ketenagakerjaan no. 13 Tahun 2003, pasal 1 angka 3. Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013 2. Pemberi Kerja “Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.”4 3. Perjanjian Kerja “Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.”5 4. Syarat Kerja “Syarat kerja adalah hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.”6 Bentuk penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum normatif dengan cara meneliti bahan pustaka saja atau hanya meneliti data sekunder saja. Penelitian hukum semacam ini disebut juga sebagai penelitian hukum kepustakaan Berdasarkan pada permasalahan yang akan peneliti teliti, peneliti menyatakan bahwa penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian ini bertujuan menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu gejala. Dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini berusaha mendeskripsikan bagaimana permasalahan mengenai penerapan asas kebebasan berkontrak di dalam perjanjian kerja di PT. X. Selain itu penelitian yang akan peneliti lakukan juga bersifat perskriptif. Maksudnya adalah bahwa penelitian ini bertujuan untuk memberikan jalan keluar atau saran untuk mengatasi permasalahan.7 Dalam kaitannya dengan permasalahan yang peneliti angkat pada penelitian ini, maka penelitian ini bermaksud untuk memberikan jalan keluar dan saran bagaimana keabsahan dari perjanjian kerja tersebut yang seakan-akan mengabaikan asas umum Hukum Perikatan yaitu asas kebebasan berkontrak. 4 Ibid, pasal 1 angka 4. 5 Ibid, pasal 1 angka 14. 6 Ibid, penjelasan pasal 111 ayat (1) huruf c. 7 Ibid. Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013 Data yang dibutuhkan oleh peneliti dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi 3 data utama yaitu: 1. Bahan hukum primer, yaitu: Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu di PT. X. 2. Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari Buku-buku, skripsi, bahan hukum yang berupa perjanjian kerja. Beberapa buku yang sering peneliti pergunakan adalah Perjanjian Kerja Edisi Revisi karya dari F.X. Djumialdji, K.U.H.Perdata: Hukum Perikatan dengan Penjelasannya karya Prof. Mariam Darus Badrulzaman, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia karya Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. 3. Bahan hukum tersier Peneliti menggunakan kamus hukum guna memperoleh definisi dari istilah-istilah hukum. Dalam mencari data tersebut peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa: 1. Studi Dokumen 2. Wawancara Wawancara dengan narasumber yang merupakan pekerja waktu tertentu dari PT. X. Narasumber yang peneliti wawancara adalah Gede Kharisma Irawan yang merupakan seorang mantan Pegawai Kontrak di PT. X dan Asnur Nova Suyuti yang juga merupakan mantan Pegawai Kontrak di PT. X, Ferry Gustav Panggabean, S.H. seorang pengacara, dan Melania Kiswardani, S.H., ML.I. akademisi Hukum Ketenagakerjaan dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia Adapun data-data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan metode kualitatif, karena fokus kepada pemahaman suatu objek secara mendalam dan tuntas. Metode pengolahan data kualitatif menghasilkan hasil berupa jawaban atas sesuatu yang sebelumnya tidak jelas menjadi jelas dan kurang jelas menjadi jelas. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah pelaksanaan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian kerja waktu tertentu di PT. X dan metode penelitian kualitatif menjawab ketidakjelasan yang ada dalam pelaksanaan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian kerja waktu tertentu di PT. X. Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013 Idealnya dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 masuknya pemerintah sebagai pihak ketiga dalam sebuah hubungan perburuhan membuat kedudukan antara pengusaha dan pekerja menjadi seimbang dan keadilan akan tercapai. Namun demikian ternyata ketidakadilan yang merupakan dampak negatif dari asas kebebasan berkontrak masih tetap dirasakan. Hal tersebut tercermin dalam perjanjian kerja waktu tertentu di PT. X. Dalam wawancara yang peneliti lakukan dengan pekerja dalam perjanjian kerja waktu tertentu di PT. X, peneliti menemukan bahwa pekerja tersebut sangat tidak di untungkan dan cenderung diberlakukan secara tidak adil dalam pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu tersebut. Dalam wawancara yang peneliti lakukan terungkap bahwa pihak pekerja dalam perjanjian tersebut sama sekali tidak diikutsertakan dalam pembahasan isi dari perjanjian kerja tersebut. Pekerja hanya diperintahkan untuk menandatangani perjanjian tanpa bisa melakukan perubahan terhadap isi ataupun melakukan negosiasi dengan PT. X mengenai isi dari perjanjian. Pekerja tersebut berkata bahwa dia hanya diperintahkan untuk menandatangani apabila setuju dan apabila tidak setuju maka dipersilahkan mencari pekerjaan lain. Dari hasil wawancara ini, peneliti menemukan bahwa inilah contoh nyata dari dampak negatif dari asas kebebasan berkontrak. Pihak yang kuat ekonominya mengatur isi perjanjian tanpa melibatkan pekerja yang memiliki posisi tawar lemah. Kemudian, pekerja tersebut melanjutkan pernyataannya bahwa dia mau tidak mau menerima apapun konsekuensi dari perjanjian tersebut meskipun isi dari perjanjian bukan dia yang menentukan, karena sudah lama dia mencari pekerjaan untuk mengisi waktu luangnya menunggu penempatan di Kementerian Keuangan dan baru PT. X yang menerimanya sebagai pekerjanya.8 Jadi dalam perjanjian ini dapat disimpulkan bahwa pemberi kerja mendikte pihak penerima kerja seperti apa yang ia inginkan. Hal tersebut tentu saja merugikan pekerja. Pekerja dalam hal ini tidak dapat menentukan upah yang bisa dia dapat atau setidaknya mendiskusikan atau bernegosiasi dengan pemberi kerja mengenai upahnya. Hal ini sangat berbeda dengan pengalaman peneliti ketika magang di sebuah firma hukum di Jakarta. Pada saat peneliti diwawancara, peneliti dapat mendiskusikan dari mulai waktu magang, sampai ke upah yang peneliti dapat selama magang di firma tersebut. 8 Berdasarkan wawancara peneliti dengan dua orang mantan pekerja PT. X yaitu Gede Kharisma Irawan dan Asnur Nova Suyuti yang dilakukan pada hari Minggu tanggal 18 Mei tahun 2014. Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013 Inilah yang peneliti maksudkan sebagai dampak negatif dari asas kebebasan berkontrak. Pihak yang kuat secara semena-mena membuat perjanjian kerja yang mau tidak mau diterima oleh pihak yang lemah. Oleh karena itulah seperti yang telah peneliti jelaskan dalam bab sebelumnya, dalam perkembangannya asas kebebasan berkontrak semakin dibatasi dan di Indonesia bahkan pemerintah turut campur dalam pengawasannya. Pembatasan-pembatasan tersebut dilakukan untuk melindungi pihak yang lemah dalam sebuah kontrak dan mengurangi dampak negatif dari asas kebebasan berkontrak. Pemerintah dalam hal ini sebenarnya telah berusaha melindungi pihak yang lemah ini dengan menetapkan beberapa peraturan seperti halnya yang peneliti jelaskan sebelumnya mengenai perubahan bentuk perjanjian karena jenis pekerjaan yang diperjanjikan menurut undang-undang tidak bisa menggunakan bentuk perjanjian kerja waktu tertentu. Selain itu peraturan mengenai upah minimum juga memiliki tujuan untuk melindungi pihak penerima kerja dari hal-hal seperti ini. Dengan ditetapkannya upah minimum maka para pemberi kerja tidak bisa secara sewenangwenang menentukan besaran upah yang diberikan kepada penerima kerja. Selain itu, pembentukan pengadilan hubungan industrial di Indonesia juga ditujukan untuk mengangkat posisi tawar para pekerja yang memiliki posisi tawar lebih lemah apabila terjadi sengketa dengan para pemberi kerja atau pengusaha yang memiliki posisi tawar lebih tinggi. Namun demikian ternyata pembatasan saja tidak cukup. Ternyata dibutuhkan campur tangan yang lebih dalam dari pemerintah tidak hanya sekedar membatasi dengan peraturan tapi juga dengan secara langsung mengawasi pelaksanaan dari pembatasan-pembatasan yang telah dilakukan. Karena percuma saja jika tidak ada yang mengawasi, pengusaha akan berbuat sewenang-wenang dan yang terjadi adalah berlakunya asas kebebasan berkontrak secara mutlak kepada para pekerja dalam membuat perjanjian kerja tersebut yang sangat merugikan pekerja. Jadi pada intinya, peneliti ingin menyatakan bahwa apabila pengawasan dari pemerintah tidak maksimal atau tidak dilakukan maka yang akan terjadi adalah berlakunya asas kebebasan berkontrak secara mutlak yang merugikan pekerja. Sebagai contoh adalah pekerja waktu tertentu di PT. X ini yang sudah diberlakukan secara semena-mena tanpa mengindahkan peraturan perundang-undangan yang ada oleh pengusaha dengan cara mendikte perjanjian kerjanya dengan apa yang pengusaha inginkan. Pendapat peneliti juga dikuatkan dengan pendapat dari akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ibu Melania Kiswandari yang mengatakan bahwa apabila Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013 pemerintah tidak campur tangan maka yang akan terjadi adalah sama dengan ketika asas kebebasan berkontrak berlaku mutlak dan pekerja yang akan mengalami kerugian karena ditindas oleh pengusaha.9 Selain itu pemerintah sebagai penguasa menurut peneliti memiliki peran yang sangat penting dalam mengurangi dampak negatif dari asas kebebasan berkontrak. Pemerintah memiliki kewenangan untuk membuat peraturan perundang-undangan yang mengatur segala hal terkait dengan perjanjian kerja. Dengan demikian pemerintah bisa mengurangi dampak negatif dari berlakunya asas kebebasan berkontrak dengan membatasi asas kebebasan berkontrak tersebut melalui peraturan perundang-undangan. Pada waktu asas kebebasan berkontrak masih berlaku secara mutlak tanpa adanya batasan, pemerintah tidak memiliki kewajiban dan lebih mengarah kepada tidak boleh untuk turut campur dalam urusan apapun mengenai masalah ekonomi masyarakatnya yang termasuk di dalamnya adalah mengenai ketenagakerjaan. Hal ini berlangsung dengan dalil bahwa yang lebih mengerti apa yang dibutuhkan seseorang adalah dirinya sendiri dan pemerintah tidak boleh membatasi kebebasan dari seseorang tersebut. Namun demikian selain hasil positif yaitu perkembangan ekonomi yang tinggi, hal ini juga memiliki dampak negatif yang begitu jelas. Dampak negatif tersebut adalah bahwa asas kebebasan berkontrak yang berlaku mutlak tidak memberikan keadilan kepada pihak dengan ekonomi lemah. Pihak dengan ekonomi lemah pada akhirnya akan selalu menerima syarat apapun dari pihak yang ekonominya kuat dalam sebuah perjanjian. Hal ini juga yang terjadi dengan pekerja dan pengusaha pada waktu itu. Pada waktu itu pekerja terpaksa menerima syarat seberat apapun asalkan dia dapat bekerja untuk bertahan hidup. Perkembangan asas kebebasan berkontrak selanjutnya mengarah kepada pembatasan asas kebebasan berkontrak dan juga desakan kepada pemerintah untuk turut campur melindungi warganya sebagai reaksi dari asas kebebasan berkontrak yang berlaku secara mutlak Peneliti menemukan bahwa dalam perjanjian kerja waktu tertentu di PT. X ini pembatasanpembatasan sudah sangat jelas ada dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta peraturan perundang-undangan lain dibawahnya. Namun demikian pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan ini sangat mengecewakan. Pengusaha seakan 9 Berdasarkan wawancara peneliti dengan Akademisi Hukum Ketenagakerjaan dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ibu Melania Kiswandari, S.H., ML.I yang dilakukan pada hari Senin tanggal 19 Mei Tahun 2014. Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013 akan tidak mengindahkan adanya peraturan yang mengatur mengenai hal-hal apa saja yang menjadi hak dari pekerja dan hanya bertindak berdasarkan apa yang menjadi tujuan mereka yaitu mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan demikian, maka yang terjadi sama saja dengan apabila kita tidak memiliki peraturan perundang-undangan atau pembatasan-pembatasan tersebut. Yang terjadi adalah pengusaha secara semena-mena membuat perjanjian kerja yang mau tidak mau harus disetujui para pekerja yang mana perjanjian kerja tersebut dibuat sepihak dan tanpa mengindahkan hak-hak dari pekerja. Keadaan seperti ini sama dengan ketika asas kebebasan berkontrak masih berlaku secara mutlak tanpa ada pembatasan pada beberapa abad yang lalu di Eropa. Keadaan dimana pada waktu itu pekerja sangat menderita dengan kesewenang-wenangan dari para majikan. Dalam perjanjian kerja waktu tertentu di PT. X, terdapat sedikit perbedaan karena dalam hal ini pemerintah sesungguhnya sudah memiliki peran pengawasan dalam hal ketenagakerjaan. Berbeda dengan kondisi waktu dulu dimana pemerintah tidak bisa atau sesedikit mungkin turut campur dan juga peraturan perundang-undangan tidak boleh membatasi kebebasan berkontrak. Dalam pasal 134 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa kewajiban pemerintah untuk melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan perundangundangan ketenagakerjaan dalam rangka mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha. Dengan adanya pembatasan oleh peraturan perundang-undangan dan juga pengawasan oleh pemerintah terhadap pelaksanaannya, peneliti berpendapat bahwa hal ini sudah sangat cukup untuk menjamin pelaksanaan hak-hak dari pekerja dalam sebuah hubungan kerja. Namun demikian pada kenyataannya masih banyak pengusaha yang sewenang-wenang kepada pekerjanya dengan tidak mengindahkan peraturan tentang ketenagakerjaan yang dibuat pemerintah. Seharusnya pemerintah sebagai pengawas dari pelaksanaan peraturan perundangundangan ketenagakerjaan menegur atau memberi sanksi kepada pengusaha tersebut agar segera melaksanakan apa yang diamanatkan oleh undang-undang agar tidak terjadi ketidak-adilan. Namun demikian dari yang peneliti dapatkan bahwa, masih ada perjanjian kerja yang seperti Perjanjian Kerja Waktu Tertentu di PT. X ini merupakan sebuah tanda bahwa fungsi pengawasan dari pemerintah belum berjalan dengan maksimal. Selain itu pengetahuan mengenai hukum ketenagakerjaan dari para pekerja juga harus ditingkatkan karena ketidak-tahuan para pekerja terhadap hukum ketenagakerjaan ini juga Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013 menjadi penyebab masih banyaknya pengusaha yang sesuka hati memperlakukan pekerjanya tanpa mengindahkan hak-hak pekerja yang dijaminkan oleh hukum ketenagakerjaan. Padahal apabila si pekerja paham mengenai hukum ketenagakerjaan mereka akan lebih berhati-hati dalam menerima sebuah pekerjaan dan apabila terjadi hal-hal yang menyimpang, mereka dapat melaporkannya kepada aparat penegak hukum atau pengawas ketenagakerjaan agar ditindaklanjuti. Peran pemerintah sangatlah vital dalam hukum ketenagakerjaan. Dengan tidak dilakukannya pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan serta pekerja yang tidak paham akan hakhaknya, maka yang terjadi adalah sama seperti ketika asas kebebasan berkontrak masih berlaku secara mutlak seperti yang dapat kita lihat pada perjanjian kerja waktu tertentu di PT. X ini. Kejadian ketika pekerja di PT. X mau tidak mau menerima syarat-syarat kerja yang ditawarkan PT. X tanpa mereka bisa turut membuat perjanjian kerja tersebut. Meski ternyata banyak hak-hak dari pekerja yang dilanggar dalam syarat-syarat kerja dalam perjanjian kerja yang dibuat sepihak oleh PT. X tersebut. Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ibu Melania Kiswandari juga menyatakan hal yang sama yaitu bahwa peran pemerintah dalam hukum ketenagakerjaan merupakan sebuah keharusan dan paling tidak pemerintah membuat regulasi mengenai ketenagakerjaan. Beliau juga menambahkan bahwa regulasi tersebut seminimal-minimalnya harus memenuhi 4 unsur berikut, yaitu: 1. Institusi; 2. Ketentuan hukumnya itu sendiri; 3. Prosedural; 4. Penegakan.10 Apabila ke empat hal di atas ada yang terlewat dan tidak dilakukan maka peran pemerintah dianggap gagal dan yang akan terjadi adalah sama dengan kondisi ketika tidak ada aturan apapun tentang ketenagakerjaan, dan asas kebebasan berkontrak akan lebih terasa dampak negatifnya. Oleh karena itu pemerintah harus tetap membuat regulasi yang baik dalam hukum ketenagakerjaan dalam rangka melindungi pekerja dari dampak negatif dari asas kebebasan berkontrak. 10 Ibid. Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013 Namun demikian peran pemerintah yang harus begitu besar dalam hukum ketenagakerjaan ini tidak berarti asas kebebasan berkontrak sudah tidak ada dalam pembuatan perjanjian kerja. Menurut Ferry Gustav Panggabean seorang pengacara dalam wawancara dengan peneliti mengatakan bahwa masih ada celah-celah yang memungkinkan para pihak dalam perjanjian kerja untuk membuat sesuatu yang mereka inginkan sesuai dengan kebebasan mereka. Karena hukum ketenagakerjaan tidak mengatur seluruh aspek dalam perjanjian kerja secara mutlak dan masih ada beberapa hal yang dapat secara bebas para pihak tentukan sesuai dengan yang mereka inginkan. Sebagai contoh adalah mengenai pekerjaan apa yang para pihak kehendaki untuk diperjanjikan.11 Kesimpulan dari skripsi yang peneliti buat ini adalah: 1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu di PT. X merupakan perjanjian kerja yang sah dan mengikat para pihak. Namun demikian perjanjian kerja waktu tertentu di PT. X ini telah melanggar beberapa peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan. Salah satunya adalah jenis pekerjaan yang diperjanjikan tidak dapat menggunakan jenis perjanjian kerja waktu tertentu. Hal ini memiliki akibat bentuk dari perjanjian kerja waktu tertentu tersebut demi hukum berubah menjadi bentuk perjanjian kerja waktu tidak tertentu sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh undang-undang. Selain itu perjanjian ini juga melanggar beberapa peraturan lainnya, tapi semua pelanggaran tersebut tidak membuat perjanjian kerja tersebut menjadi batal atau dapat dibatalkan.; 2. Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu di PT. X keberlakukannya sudah dibatasi untuk mengurangi dampak negatif dari asas kebebasan berkontrak. Pemerintah membatasi asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian kerja waktu tertentu ini dengan membuat regulasi berupa peraturan-peraturan mengenai ketenagakerjaan yang melindungi buruh dari dampak negatif dari asas kebebasan berkontrak seperti Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan lain dibawahnya. Selain itu pemerintah juga turut campur secara langsung ke dalam pengawasan pelaksanaan ketenagakerjaan sebagai pengawas dan penegak hukum ketenagakerjaan. Namun demikian fungsi pemerintah sebagai pengawas tidak 11 Berdasarkan wawancara peneliti dengan Pengacara, Bapak Ferry Gustav Panggabean, S.H. yang dilakukan pada hari Selasa tanggal 20 Mei Tahun 2014. Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013 berlangsung maksimal sehingga adanya peraturan-peraturan mengenai ketenagakerjaan menjadi percuma. Hal tersebut menyebabkan asas kebebasan berkontrak menjadi lebih dominan keberlakuannya dalam perjanjian kerja dan membuat dampak negatif dari asas kebebasan berkontrak tersebut kembali muncul dan semakin terasa. Namun demikian bukan berarti asas kebebasan berkontrak dalam sebuah perjanjian kerja sudah tidak berlaku lagi. Karena ternyata masih ada kebebasan-kebebasan bagi para pihak dalam membuat sebuah perjanjian kerja yang tidak dibatasi oleh peraturan perundang-undangan, misalnya pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja. Dari kesimpulan yang telah dijelaskan di atas peneliti memiliki beberapa saran dan masukan untuk pihak yang terkait dalam perjanjian kerja secara umum dan secara khususnya para pihak dalam perjanjian kerja waktu tertentu. Saran tersebut antara lain: 1. Peneliti menyarankan untuk setiap universitas mengajarkan dasar-dasar hukum ketenagakerjaan, setidaknya mengenai apa saja hak-hak dasar dari pekerja yang dijamin oleh undang-undang kepada mahasiswanya yang akan lulus. Karena dangkalnya pemahaman mengenai hukum ketenagakerjaan di kalangan pekerja juga menjadi penyebab kesewenang-wenangan pengusaha kepada pekerja masih terjadi tanpa terawasi oleh pemerintah. 2. Peneliti juga menyarankan pemerintah untuk mewajibkan setiap pemberi kerja untuk melaporkan kepada pemerintah hal-hal yang terkait dengan masalah ketenagakerjaan, misalnya apa saja hak-hak yang didapat pekerja di perusahaan tersebut, kemudian peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama apa saja yang dibuat oleh perusahaan dan serikat pekerja pada tahun itu, berapa upah paling minimal yang diterima pekerja di perusahaan tersebut dan lain sebagainya. Hal ini bertujuan untuk membantu pemerintah melakukan pengawasan pelaksanaan hukum ketenagakerjaan agar dampak negatif asas kebebasan berkontrak bisa dikurangi dan pekerja tidak lagi menjadi korban. 3. Terkait dengan saran kedua, peneliti menyarankan pemerintah membuat peraturan mengenai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari apa yang telah penulis sarankan. Dengan diberlakukannya saran kedua dari peneliti dan adanya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang jelas mengenai pelaksanaannya dari pemerintah diharapkan Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013 pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan bisa berkurang. Daftar Referensi Books: Adolf, Huala. (2008). Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional. Bandung. PT. Rafika Aditama. Adolf, Huala. (2006). Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Jakarta. Sinar Grafika. Badrulzaman, Mariam Darus. (2006). KUHPerdata: Hukum Perikatan dengan Penjelasannya. Bandung. PT Alumni. Badrulzaman, Mariam Darus. (2005). Aneka Hukum Bisnis. Bandung. PT. Alumni. Budiono, Herlien. (2008). Kumpulan Tulisan Hukum di Bidang Kenotariatan. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti. Djumialdji, F.X. (2006). Perjanjian Kerja Edisi Revisi. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika. Duxbury, Robert. (1997). Contract in a Nutshell. London. Sweet & Maxwell. Fuady, Munir. (2005). Perbandingan Hukum Perdata. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti. H. S., Salim. (2005). Perkembangan Hukum Innominaat di Indonesia. cet. 3. Jakarta. Sinar Grafika. Hartono, Sunaryati. (1998). Hukum Ekonomi Pembangunan. Bandung. Bina Cipta. Husni, Lalu. (2000). Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi. Jakarta. PT. RajaGrafindo. Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. (2003). Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. (2003). Perikatan pada Umumnya. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013 Nur, Muhammad. (1993). Implikasi Asas Kebebasan Berkontrak dalam Kontrak Baku Bisnis Perbankan. Tesis guna memenuhi sebagian dari syarat-syarat untuk mencapai derajat Magister Hukum. Jakarta. Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia. Ridwan Khairandy. (2003). Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak. Jakarta. Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Simanjuntak, P.N.H. (1999). Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia. Jakarta. Djambatan. Simanjuntak, Ricardo. (2011). Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Edisi Revisi. Jakarta. Kontan Publishing. Subekti. (1982). Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta. Intermasa. Subekti. (2002). Hukum Perjanjian. Jakarta. Intermasa. Subekti. (1995). Aneka Perjanjian. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti. Suryodiningrat. (1995). R.M. Azas-Azas Hukum Perikatan. Bandung. Tarsito. Sutan Remi Sjahdeni. (1993). Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia. Jakarta. Institut Bankir Indonesia. Widjaja, Gunawan.( 2001). Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Regulations Indonesia. Undang-undang tentang Ketenagakerjaan. UU No. 13 Tahun 2003. LN No. 39 Tahun 2003 Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Penetapan Peraturan Istirahat Buruh. PP No. 21 Tahun 1954. LN No. 37 Tahun 1954 Indonesia. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Kepmenakertrans No. Kep. 100/Men/VI/2004 Indonesia. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur. Kepmenakertrans No. Kep. 102/Men/VI/2004 Indonesia. Peraturan Gubernur DKI Jakarta tentang Upah Minimum Provinsi Tahun 2013. Pergub No. 189 Tahun 2012 Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. cet. 31. Jakarta. Pradnya Paramita. 2001 Analisis yuridis…, Mohamad Izzatullah Fatih, FH UI, 2013