BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pada bab II ini akan dikaji teori-teori antara lain: 1) IPA (Pengertian IPA, Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar), 2) Model Kooperatif (Pengertian Pembelajaran Kooperatif, Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif, Tujuan Pembelajaran Kooperatif, Keterampilan Kooperatif Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif, Prosedur Pembelajaran Kooperatif, Peran Guru Selama Pembelajaraan Kooperatif, Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif, Pengertian NHT (Numbered Head Together), 3) Hasil Belajar (Pengertian Hasil Belajar, Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar, Klasifikasi Hasil Belajar), 4) Peneliatian Yang Relefan, dan 5) Kerangka Berfikir). 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam 2.1.1.1 Hakekat Pembelajaran IPA Hakikat IPA menurut Ahmad Susanto (2013: 167) adalah “ usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan”. Menurut Hendro Darmojo dalam Usman Samatowa (2010: 2), “IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya”. Sedangkan menurut H.W.Flower dalam Trianto (2012: 136) ”IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi. Selain itu IPA juga dapat diartikan suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah”. 6 7 Sedangkan menurut Wahyana dalam Trianto (2012: 136) menyimpulkan bahwa ”IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya”. Sementara itu menurut Kardi dan Nur dalam Trianto (2010: 136) mengemukakan bahwa ”IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera”. Berdasarkan beberapa pengertian tentang IPA yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam, peristiwa, dan gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Mata pelajaran IPA di kelas V Sekolah Dasar terdiri dari beberapa pokok bahasan yang dikelompokkan ke dalam beberapa Standar Kompetensi, yaitu: Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Alam Kelas V Sekolah Dasar Standar Kompetensi Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan 2. Memahami cara tumbuhan hijau membuat makanan 3. Mengidentifikasi cara makhluk hidup menyesuaikan diri dengan lingkungan Benda dan Sifatnya 4. Memahami hubungan antara sifat bahan dengan penyusunnya dan Kompetensi Dasar 2.1 Mengidentifikasi cara tumbuhan hijau membuat makanan. 2.2 Mendeskripsikan ketergantungan manusia dan hewan pada tumbuhan hijau sebagai sumber makanan 3.1 Mengidentifikasi penyesuaian diri hewan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup 3.2 Mengidentifikasi penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup 4.1 Mendeskripsikan hubungan antara sifat bahan dengan bahan penyusunnya, misalnya benang, 8 perubahan sifat benda sebagai hasil suatu proses Energi dan Perubahannya 5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya 6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model Bumi dan Alam Semesta 7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam kain, dan kertas. 4.2 Menyimpulkan hasil penyelidikan tentang perubahan sifat benda, baik sementara maupun tetap 5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet) 5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat 6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya 6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya 7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan. 7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah 7.3 Mendeskripsikan struktur bumi 7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya 7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air. 7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan 7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi (pertanian, perkotaan, dsb) Dalam penelitian ini, materi atau pokok bahasan yang akan diteliti adalah Cahaya. Dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sebagai berikut : 9 Tabel 2.2 Standar Kompetensi yang dipilih Standar Kompetensi 6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model Kompetensi Dasar 6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya 6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya Materi yang akan diteliti pada penelitian ini meliputi : 1) Sifat-sifat cahaya (Cahaya dapat merambat lurus, cahayadapat menembus benda bening, cahaya dapat dipantulkan, cahaya dapat dibiaskan dan cahaya dapat diuraikan menjadi beberapa warna), dan 2) Membuat suatu karya/model dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya ( macam-macam karya sederhana, dan membuat kamera lubang jarum serta periskop dari bahan sederhana) 2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Tujuan mata pelajaran IPA di SD dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 yaitu: 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengarui antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. 10 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturan sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bakal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjudkan pendidikan ke SMP/MTs. Tujuan yang tertuang dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil pengamatannya secara lisan dan tertuli. 2. Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelesatariannya dan interaksi antara mahkluk hidup dengan lingkungannya. 3. Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan serta fungsinya dan perubahan pada mahkluk hidup 4. Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya, perubahan wujud benda dan kegunaannya. 5. Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan kemanfaatannya. 6. Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan perubahan permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia. 2.1.1.3 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006, mata pelajar IPA pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan 2. Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana 11 4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan bendabenda langit lainnya Berdasarkan ruang lingkup pembelajaran IPA di tingkat SD/MI, maka materi cahaya dan sifatnya merupakan materi yang akan dijelaskan di kelas V pada semester II dengan standar kometensi menerakan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model, dan kompetensi dasar adalah mendiskrisikan sifat-sifat cahaya, membuat suatu karya/model, misalny periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya. 2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif 2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran KooperatiF Menurut Johnson&Johnson dalam Isjoni (2013: 23) “pembelajaran kooperatif adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerjasama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut”. Menurut Hamdani (2011: 30) “model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan”. Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2008: 194) “model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademis, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen)”. Seperti yang dikemukakan oleh Jacobsen (2009: 230) “pembelajaran kooperatif merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerjasama kelompok dan interaksi antar siswa”. Persamaan dari strategi ini adalah bahwa siswa bekerja bersama dalam kelompokkelompok kecil untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Sementara menurut Djamarah (2010: 356) “pembelajaran kooperatif adalah sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur”. Yang termasuk dalam struktur ini adalah saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja, dan proses kelompok. 12 Berdasarkan beberapa pengertian tentang pembelajaran kooperatif yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran yang dirancang dengan mengelompokkan siswa menjadi kelompok/tim kecil yang hiterogen yang terdiri dari empat sampai enam siswa dimana siswa bekerja sama belajar satu sama lain, berdiskusi, saling berbagi ilmu pengetahuan dan saling membantu untuk memahami pelajaran. 2.1.2.2 Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif, terlihat adanya pergeseran peran guru yang sentral kepada peran guru yang mengelola aktivitas belajar siswa melalui kerja sama kelompok di kelas. Hamdani (2011: 30) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif antara lain: 1. Setiap anggota memiliki peran 2. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa. 3. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas cara belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya. 4. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok. 5. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan Siswa tidak hanya belajar dari buku, namun juga dari sesama teman. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat. Tiga konsep sentral karakteristik pembelajaran kooperatif, sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (1995) dalam Isjoni (2012: 21-22), yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil. 13 a. Penghargaan kelompok Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan ini diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, membantu, dan peduli. b. Pertanggungjawaban individu Keberhasilan kelompok bergantung pada pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya. c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skorsing yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skorsing ini, siswa yang berprestasi rendah, sedang atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. 2.1.2.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif Menurut Djamarah (2010: 359), strategi pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran seperti yang disarikan dalam Ibrahim, dkk (2000: 78) sebagai berikut: 1) Pembelajaran kooperatif tidak hanya meliputi berbagai macam tujuan sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Strategi ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit serta dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. 2) Penerimaan yang luas terhadap orang 14 yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Strategi ini memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu samalain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain. 3) Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama, sosial, dan kolaborasi. 2.1.2.4 Keterampilan Kooperatif Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif Menurut Djamarah (2010: 359) “pembelajaran kooperatif mempelajari tentang keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif”. Fungsi keterampilan ini adalah untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Keterampilan-keterampilan itu menurut Ibrahim, dkk (2000: 47), antara lain: 1. Keterampilan-keterampilan Sosial Keterampilan sosial melibatkan perilaku yang menjadikan hubungan sosial berhasil dan memungkinkan seseorang bekerja secara efektif dengan orang lain. 2. Keterampilan Berbagi Banyak siswa mengalami kesulitan berbagi waktu dan bahan. Komplikasi ini dapat mendatangkan masalah pengelolaan yang serius selama pelajaran pembelajaran kooperatif. Siswa-siswa yang mendominasi sering dilakukan secara sadar dan tidak memahami akibat perilaku mereka terhadap siswa lain atau terhadap kelompok mereka. 3. Keterampilan Berperan Serta Sementara ada sejumlah siswa mendominasi kegiatan kelompok, siswa lain tidak mau atau tidak dapat berperan serta. Siswa yang tersisih seperti siswa pemalu adalah jenis lain siswa yang mengalami kesulitan berperan serta dalam kegiatan kelompok. 15 4. Keterampilan-keterampilan Komunikasi Kelompok pembelajaran kooperatif tidak dapat berfungsi secara efektif apabila kerja kelompok itu ditandai dengan miskomunikasi. Empat keterampilan komunikasi yang perlu guru ajarkan kepada siswa agar memudahkan komunikasi di dalam seting kelompok adalah mengulang kalimat sendiri, memberikan perilaku, memberikan perasaan, dan mengecek kesan. 5. Keterampilan-keterampilan Kelompok Anggota-anggota di dalam kelompok secara individu merupakan orang yang baik dan memiliki keteampilan sosial. Sebelum siswa dapat belajar secara efektif di dalam kelompok pembelajaran kooperatif, mereka harus belajar tentang memahami satu sama lain dan satu sama lain menghormati perbedaan mereka. 2.1.2.5 Prosedur Pembelajaran Kooperatif Pada dasarnya, prosedur pembelajaran kooperatif ada empat tahap yaitu: 1. Penjelasan materi Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. 2. Belajar dalam kelompok Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya. Pengelompokan dalam SPK (Strategi Pembelajaran Kooperatif) bersifat heterogen. 16 3. Penilaian Penilaian dalam SPK dapat dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun kelompok. 4. Pengakuan tim Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Diharapkan dengan pengakuan tim dan pemberian hadiah dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka. 2.1.2.6 Peran Guru Selama Pembelajaran Kooperatif Ketika siswa belajar dalam kelompok kooperatif, peran guru hanyalah sebagai fasilitator. “Ketika semua berjalan lancar, guru hendaknya berkeliling dan mengamati bagaimana tim bekerja” (Jasmine 2007: 144-145). Selain itu, peran guru selama pembelajaran kooperatif perlu campur tangan dalam situasi-situasi berikut: 1. Membawa kelompok kembali kepada target jika mereka kelihatan bergeser, kabur, dan sangsi dengan apa yang dilakukan 2. Memberikan umpan balik segera kepada kelompok tentang seberapa jauh mereka memperoleh kemajuan dalam tugas atau aktivitas yang dilakukan. 3. Menjelaskan sesuatu yang (kurang atau belum jelas) atau memberikan informasi lanjut pada keseluruhan kelas setelah mengamati adanya kesulitan umum dalam penguasaan materi. 4. Membeantu pengembangan keterampilan sosial melalui penghargaanpujian dan refleksi kelompok (berkaca-diri) 5. Mendorong dan memotivasi kelompok tentang bagaimana mereka memperoleh kemajuan dalam tugasnya atau memberi selamat kepada mereka jika mereka mengalami kemajuan yang baik dalam tugasnya. 17 2.1.2.7 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Menurut Djamarah (2010: 366-377) tidak ada satu pun strategi pembelajaran yang paling baik di antara strategi pembelajaran yang lain. Demikian halnya dengan strategi pembelajaran kooperatif. Ada sejumlah kelebihan dan kelemahan dimilikinya. 1. Kelebihan dari strategi pembelajaran kooperatif adalah : siswa berkelompok sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan, optimalisasi partisipasi siswa, adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi, adanya struktur yang jelas dan memungkinkan siswabuntuk berbagi dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur, meningkatkan penerimaan, meningkatkan hubungan positif, motivasi intrinsik makin besar, percaya diri yang tinggi, prilaku dalam tugas lebih, sikap yang baik terhadap guru dan sekolah, siswa bertanggungjawab dengan belajarnya, siswa mengartikan “apa yang guru bicarakan” kepada “apa yang dikatakan siswa” untuk pekerjaan rumah mereka, siswa meningkat “dalam kolaborasi kognitif”. Mereka mengorganisasi pikirannya untuk menjelaskan idenya kepada teman-teman sekelas mereka. 2. Kelemahan dari strategi pembelajaran kooperatif adalah: siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah, dapat terjadi siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai, pengelompokan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang berbedabeda serta membutuhkan waktu khusus. Kekurangan-kekurangan seperti yang telah disebutkan dapat diatasi dengan solusi seperti berikut: 1) Guru memberikan pengarahan kepada siswa agar semua anggota kelompok harus aktif dalam kegiatan diskusi. Pemberian penghargaan kepada kelompok yang kerjasamanya baik dan semua anggota 18 kelompok aktif juga dapat mengatasi siswa minder dan pasif. Dengan begitu siswa akan berlomba-lomba untuk aktif dalam kegiatan diskusi, 2) Guru memberikan peringatan kepada siswa tidak boleh menyalin pekerjaan siswa lain. Setiap siswa harus memperhatikan kegiatan yang dilakukan dalam diskusi dengan sungguhsungguh sehingga siswa dapat memahami permasalahan yang sedang didiskusikan, 3) Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, guru mempersiapkan pembagian kelompok dan tempat duduk yang akan digunakan dalam kegiatan diskusi sehingga siswa tidak perlu lagi mengatur tempat duduk. 2.1.3 Pengertian NHT (Numbered Head Together) Menurut Hamdani (2011: 89) “Numbered Head Together (NHT) adalah metode belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak, guru memanggil nomor siswa”. Sedangkan menurut Afisanti Lusita (2011: 77) “Numbered Head Together (NHT) adalah metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa”. Lain halnya dengan Lie (2004: 58) “Numbered Head Together (NHT) merupakan teknik yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat”. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Berdasarkan beberapa devinisi tentang NHT (Numbered Head Together), dapat disimpulkan bahwa metode NHT (Numbered Head Together) adalah metode yang mengaktifkan siswa terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok untuk saling menyampaikan ide. Penyampaian hasil diskusi dengan cara pemanggilan nomor yang telah ditentukan sebelumnya oleh guru. Sementara itu Ibrahim dalam Wahyuni (2012) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran menggunakan Numbered Head Togethe (NHT): 1. Hasil belajar akademik struktural. Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. 19 2. Pengakuan adanya keragaman. Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang. 3. Pengembangan keterampilan sosial. Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Menurut Hamdani (2011: 90) “metode Numbered Head Together (NHT) juga memiliki kelebihan dan kelemahan”. Kelebihan metode Numbered Head Together (NHT) antara lain : 1. Setiap siswa menjadi siap semua 2. Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh 3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai Sedangkan kelemahan metode Numbered Head Together (NHT) antara lain : 1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, akan dipanggil lagi oleh guru 2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. Menurut Arends dalam Awaliyah (2008: 3) “metode Numbered Head Together (NHT) juga memiliki kelebihan dan kelemahan”. Kelebihan metode Numbered Head Together (NHT) antara lain : 1. Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi/siswa secara bersama dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. 2. Siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh manfaat melalui belajar kooperatif. 3. Dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi pengetahuan akan menjadi lebih besar/kemungkinan untuk siswa dapat sampai pada kesimpulan yang diharapkan. 4. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya, berdiskusi dan mengembangkan bakat kepemimpinan. Sedangkan kelemahan metode Numbered Head Together (NHT) antara lain : 1. Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah. 20 2. Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai. 3. Pengelompokan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus. Sedangkan Lie (2004: 58) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan Numbered Head Together (NHT) dalam empat langkah, yaitu: 1. Siswa dibagai dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapatkan nomor. 2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. 3. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini. 4. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka. Sementara itu, Hamdani (2011: 90) mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran dengan metode Numbered Head Together (NHT) dalam enam langkah, yaitu: 1. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor. 2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. 3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat mengerjakaannya. 4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka. 5. Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor lain. 6. Kesimpulan Berdasarkan beberapa devinisi yang telah dikemukakan, langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode Numbered Head Together (NHT) melalui eksperimen adalah : 21 1. Siswa dibagi dalam kelompok yang beranggotakan 4-6 tiap kelompok. 2. Guru membagikan nomor, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapatkan nomor yang berbeda. 3. Guru memberikan tugas tentang sifat-sifat cahaya dan membuat suatu karya/model sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya. 4. Guru membagikan alat dan bahan yang akan digunakan dalam eksperimen pada masing-masing kelompok. 5. Setiap kelompok melakukan eksperimen tentang sifat-sifat cahaya dan membuat suatu karya/model sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya. 6. Guru menjadi fasilitator saat eksperimen berlangsung dan mengawasi pekerjaan siswa. 7. Siswa dalam kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya. 8. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil mempresentasikan hasil diskusi kelompok. 9. Teman yang lain memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor yang lain lagi. 10. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran. 11. Evaluasi 2.1.4 Hasil Belajar 2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Sudjana (2002: 22) “hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajaranya”. Dan menurut Gagne & Briggs dalam Jamil (2013:37) adalah “kemampuankemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa (learner’s performance)”. Reigeluth (1983) berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah diperoleh. 22 Sementara itu menurut Wina Sanjaya (2008: 13) “hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh keamampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Dengan demikian, tugas utama guru adalah merancang instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan data yang sudah diperoleh, guru dapat mengembangkan dan memperbaiki program pembelajaran”. Sedangkan menurut Ahmad Susanto (2013: 5), “hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar”. Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Pengertian tentang hasil belajar sebagaimana diuraikan tadi dipertegas lagi oleh Nawawi dalam K. Brahim (2007: 39) menyatakan bahwa “hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu”. Hasil belajar yang nampak dari kemampuan yang diperoleh siswa, menurut Gagne dapat dilihat dari lima kategori, yaitu keterampilan intelektual (intelectual skills), informasi verbal (verbal information), strategi kognitif (cognitive strategies), keterampilan motorik (motor skills), dan sikap (attitudes). Lain halnya dengan Hamalik dalam Rusman (2012: 123) “hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan”. Senada dengan pendapat Bloom (Sudjana, 2005: 22-23) mendifinisikan ”hasil belajar sebagai hasil perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor”. Ranah kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pengetahuan, pemahaman dan aplikasi, digolongkan sebagai tingkat kognitif rendah. Analisis, sintesis dan evaluasi disebut sebagai tingkat kognitif tinggi. Ranah afektif meliputi penerimaan, perhatian, penanggapan, penyesuaian, penghargaan dan penyatuan. Ranah psikomotor meliputi peniruan, penggunaan, ketelitian, koordinasi, dan naturalisasi. 23 Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut: 1. Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. 2. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. 3. Ranah Psikomotor Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular(menghubungkan, mengamati). Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Berdasarkan beberapa devinisi tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa karena memiliki pengalaman belajar, dimana hasilnya dapat dilihat pada perubahan pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Untuk memperoleh hasil belajar siswa, maka dilaksanakan evaluasi untuk mengukur sejauh mana siswa memahami materi. 2.1.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2003: 56-72) “faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu faktor intern dan faktor ekstern”. Faktor intern terdiri atas faktor-faktor jasmaniah, psikologi, minat, motivasi dan cara belajar. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar yang berasal dari peserta didik yang sedang belajar.Faktor dari dalam ini meliputi kondisi fisiologis dan kondisi psikologi. 24 Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Munardi dalam Rusman (2012: 124) meliputi factor internal dan eksternal, yaitu: 1. Factor Internal 1) Faktor Fisiologis Secara umum kondisi fisilogis, seperti kondisi kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran. 2) Faktor Psikologis Setiap individu dalam hal ini siswa pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajar. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa. 2. Faktor Eksternal 1) Faktor Lingkungan Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar.Faktor lingkungan ini meliputilingkungan fisik dan lingkungan sosial, lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban, dan lain-lain. Belajar pada tengah hari diruang yang memiliki ventilasi udara yang kurang tertentu akan berbeda suasana belajarnya dengan yang belajar di pagi hari yang udaranya masih segar dan ruang yang cukup mendukung untuk bernafas lega. 2) Faktor Instrumental Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaan dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor internal ini berupa kurikulum, sarana, dan guru. 25 2.1.4.3 Klasifikasi Hasil Belajar Perumusan aspek-aspek kemampuan yang menggambarkan outputpeserta didik yang dihasilkan dari proses pembelajaran dapat digolongkan ke dalam tiga klasifikasi berdasarkan taksonomi Bloom. Bloom menamakan cara mengklasifikasi itu dengan “ The taxonomy of education objective”. Menurut Bloom tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam tiga ranah (domain), yaitu: 1. Domain kognitif Berkenaan dengan kemampuan dan kecakapan-kecakapan intelektual berfikir. Domain afektif Berkenaan dengan sikap, kemampuan dan penguasaan segi-segi emosional, yaitu perasaan, sikap dan nilai. 2. Domain psikomotor Berkenaan dengan suatu keterampilan-keterampilan atau gerakangerakan fisik. Lebih lanjut Bloom menjelaskan bahwa “Domain kognitif terdiri dari atas enam kategori” yaitu: 1. Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta sisik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. 2. Pemahaman (comperehension), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan lagi menjadi tiga yaitu, menerjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi. 3. Penerapan (application), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip, dan teori-teori dalam situasi baru dan konkret. 26 4. Analisis (analysis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu kedalam unsur-unsur atau komponen pembentukannya. Kemampuan analisis dikelompokkan menjadi tiga yaitu, analisis unsure, analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. 5. Sintesis (synthesis) yaitu, jenjang kemampuan yang menuntut peserta sisik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai factor. Hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme. 6. Evaluasi (evaluation) yaitu, jenjang kemmapuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan criteria tertentu. 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Berdasarkan hasil penelitian Ismiyati (2012) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together) pasa Siswa Kelas I Semester II SDN 4 Boloh Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012”. Model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu nilai rat-rata kelas pada prasiklus 65,6 dengan ketuntasan belajar 42% pada siklus 1 menjadi 70 dan 64% dan pada siklus 2 menjadi 78,3 dengan 83% tuntas. Dengan demikian hipotesa yang diajukan peneliti dapat dibuktikan kebenarannya, dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selain meningkatkan hasil belajar siswa pembelajaran kooperatif tipe NHT telah mampu meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Guru menjadi lebih kreatif dan variatif dalam mengelola pembelajaran, sehingga siswa lebih termotivasi selama pembelajaran. Menurut Yuni Winarti (2012) dengan judul “ Penggunaan Metode NHT (Numbered Heads Together) Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar 27 IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Banyumudal 2 Kabupaten Wonosobo Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/ 2012 “ dapat disimpulkan bahwa : Model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa pada pokok bahasan Proses Pembentukan Tanah. Hal ini dapat dilihat dari hail belajar siswa pada kondisi awal, pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 yaitu terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Pada kondisi awal siswa yang tuntas 8 orang (33,33%) dan tidak tuntas 16 (66,67%) orang. Pada siklus 1 siswa yang tuntas 22 orang (91,67%) dam tidak tuntas 2 orang (8,33%). Sedangkan pada siklus 2, semua siswa yang terdiri dari 24 orang trsebut sudah memenuhi KKM atau dapat dikatakan tuntas 100% dari 24 siswa. Model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together dapat meningkatkan hasil belajar afektif siswa (keaktifan belajar) pada pokok bahasan Cahaya dan sifat-sifatnya. Hal ini dapat dilihat dari keaktifan belajar siswa pada kondisi awal, pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 yaitu pada kondisi awal keaktifan siswa berada pada kategori kurang aktif (41,67%), pda siklus 1 menjadi cukup aktif (45,83%), dan pada siklus 2 menjadi aktif (58%). Keaktifan siswa mengalami peningkatan pada kategori aktif dari kondisi awal (25%) meningkat pada pembelajaran siklus 1 (33,33%) dan pada pembelajaran siklus 2 (58%). Menurut Asnawi, 2012 dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Metode Eksperimen dalam Pembelajaran IPA pada Siswa Kelas IV SDN Kebondalem 02”. Berdasrkan pengamatan hasil belajar siswa kelas IV SDN Kebondalem 02 pencapaian nilai IPA masih rendah. Nilai rata-rata yang diperoleh siswa 60 sedangkan KKM yang harus di capai adalah 63 dari 20 siswa. Sebelum diadakan penelitian siswa yang hasil belajarnya tuntas itu adalah 49% (11 siswa dari 20 siswa). Metode Eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar IPA bagi siswa kelas IV SDN Kebondalem 02 tahun pelajaran 2011-2012. Ketuntasan belajar siswa mencapai 100% (20 siswa). Upaya meningkatkan hasil belajar IPA melalui metode eksperimen ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Indikator hasil pembelajaran yaitu presentase 100% telah tercapai dilakukan tindakan pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen siswa 28 lebih aktif belajar, serta kemandirian belajar siswa meningkat sehingga daya serap siswa meningkat. 2.3 Kerangka Berfikir Kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu faktor metode dan teknik mengajar guru. Metode pembelajaran yang digunakan guru itu harus bervariasi sehingga siswa tidak merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran. Guru harus dapat mengaitkan materi dengan kondisi lingkungan (sesuai dengan dunia nyata) sehingga siswa merasa pembelajaran yang dilakukan memberi manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Guna menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, guru dapat melibatkan siswa dalam setiap proses pembelajaran. Dalam pembelajaran seperti ini, siswa cenderung lebih aktif menggali atau mencari informasi. Hal ini tentu saja akan memacu semangat siswa dalam belajar. Melalui model kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) melalui eksperimen, pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan bermakna karena siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan hasil belajar IPA siswa kelas V di SDN Plumutan dapat meningkat. 29 Tanpa menggunakan metode NHT melalui eksperimen - Siswa bosan - Siswa pasif - Materi yang disampaikan sulit dipahami siswa - Langkah-langkah : Siswa dibagi dalam kelompok yang beranggotakan 4-6 tiap kelompok. Guru membagikan nomor, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapatkan nomor yang berbeda. Guru memberikan tugas tentang sifat-sifat cahaya dan membuat karya atau model sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya. Guru membagikan alat dan bahan yang akan digunakan dalam eksperimen pada masing-masing kelompok. Setiap kelompok melakukan eksperimen tentang sifatsifat cahaya dan membuat suatu karya/model sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya. Guru menjadi fasilitator saat eksperimen berlangsung dan mengawasi pekerjaan siswa. Siswa dalam kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Teman yang lain memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor yang lain lagi. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil - pembelajaran. Evaluasi - - - - - - - Siswa terlibat aktif - Kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan - Materi yang disampaikan lebih mudah dipahami. Hasil belajar siswa kurang maksimal Hasil belajar siswa meningkat Bagan 2.1 Kerangka Berpikir Menggunakan metode NHT melalui eksperimen 30 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian tentang penggunaan model kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) melalui eksperimen dalam kerangka berpikir, maka hipotesis tindakannya dapat dirumuskan sebagai berikut :“Dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together ) melalui eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Plumutan Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajar 2013/2014”.