T1_292010272_BAB II

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Pada bab II ini akan dikaji teori-teori antara lain: 1) IPA (Pengertian
IPA, Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, Ruang Lingkup Pembelajaran
IPA di Sekolah Dasar), 2) Model Kooperatif (Pengertian Pembelajaran
Kooperatif, Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif, Tujuan Pembelajaran
Kooperatif, Keterampilan Kooperatif Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif,
Prosedur Pembelajaran Kooperatif, Peran Guru Selama Pembelajaraan Kooperatif,
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif, Pengertian NHT (Numbered
Head Together), 3) Hasil Belajar (Pengertian Hasil Belajar, Faktor yang
Mempengaruhi Hasil Belajar, Klasifikasi Hasil Belajar), 4) Peneliatian Yang
Relefan, dan 5) Kerangka Berfikir).
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam
2.1.1.1 Hakekat Pembelajaran IPA
Hakikat IPA menurut Ahmad Susanto (2013: 167) adalah “ usaha
manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada
sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga
mendapatkan suatu kesimpulan”.
Menurut Hendro Darmojo dalam Usman Samatowa (2010: 2), “IPA
adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan
segala isinya”. Sedangkan menurut H.W.Flower dalam Trianto (2012: 136) ”IPA
adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan
gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi.
Selain itu IPA juga dapat diartikan suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara
sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala
alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi
oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah”.
6
7
Sedangkan menurut Wahyana dalam Trianto (2012: 136) menyimpulkan
bahwa ”IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara
umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode
ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa
ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya”.
Sementara itu menurut Kardi dan Nur dalam Trianto (2010: 136)
mengemukakan bahwa ”IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di
permukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat
diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera”.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang IPA yang telah disampaikan,
dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang alam, peristiwa, dan gejala-gejala alam yang disusun secara
sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan
oleh manusia.
Mata pelajaran IPA di kelas V Sekolah Dasar terdiri dari beberapa pokok
bahasan yang dikelompokkan ke dalam beberapa Standar Kompetensi, yaitu:
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Ilmu Pengetahuan Alam Kelas V Sekolah Dasar
Standar Kompetensi
Makhluk Hidup dan Proses
Kehidupan
2. Memahami cara tumbuhan hijau
membuat makanan
3. Mengidentifikasi cara makhluk
hidup menyesuaikan diri dengan
lingkungan
Benda dan Sifatnya
4. Memahami hubungan antara sifat
bahan dengan penyusunnya dan
Kompetensi Dasar
2.1 Mengidentifikasi cara tumbuhan
hijau membuat makanan.
2.2 Mendeskripsikan ketergantungan
manusia dan hewan pada tumbuhan
hijau sebagai sumber makanan
3.1 Mengidentifikasi penyesuaian diri
hewan dengan lingkungan tertentu
untuk mempertahankan hidup
3.2 Mengidentifikasi penyesuaian diri
tumbuhan dengan lingkungan
tertentu untuk mempertahankan
hidup
4.1 Mendeskripsikan hubungan antara
sifat
bahan
dengan
bahan
penyusunnya, misalnya benang,
8
perubahan sifat benda sebagai hasil
suatu proses
Energi dan Perubahannya
5. Memahami hubungan antara gaya,
gerak, dan energi, serta fungsinya
6. Menerapkan
sifat-sifat cahaya
melalui kegiatan membuat suatu
karya/model
Bumi dan Alam Semesta
7. Memahami perubahan yang
terjadi di
alam
dan
hubungannya
dengan
penggunaan sumber daya alam
kain, dan kertas.
4.2 Menyimpulkan hasil penyelidikan
tentang perubahan sifat benda, baik
sementara maupun tetap
5.1 Mendeskripsikan hubungan antara
gaya, gerak dan energi melalui
percobaan (gaya gravitasi, gaya
gesek, gaya magnet)
5.2 Menjelaskan pesawat sederhana
yang dapat membuat pekerjaan
lebih mudah dan lebih cepat
6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya
6.2 Membuat
suatu
karya/model,
misalnya periskop atau lensa dari
bahan
sederhana
dengan
menerapkan sifat-sifat cahaya
7.1 Mendeskripsikan
proses
pembentukan
tanah
karena
pelapukan.
7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah
7.3 Mendeskripsikan struktur bumi
7.4 Mendeskripsikan proses daur air
dan kegiatan manusia yang dapat
mempengaruhinya
7.5 Mendeskripsikan
perlunya
penghematan air.
7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam
yang terjadi di Indonesia dan
dampaknya bagi makhluk hidup dan
lingkungan
7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan
manusia yang dapat mengubah
permukaan
bumi
(pertanian,
perkotaan, dsb)
Dalam penelitian ini, materi atau pokok bahasan yang akan diteliti
adalah Cahaya. Dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sebagai
berikut :
9
Tabel 2.2
Standar Kompetensi yang dipilih
Standar Kompetensi
6. Menerapkan sifat-sifat cahaya
melalui kegiatan membuat
suatu karya/model
Kompetensi Dasar
6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya
6.2 Membuat
suatu
karya/model,
misalnya periskop atau lensa dari
bahan
sederhana
dengan
menerapkan sifat-sifat cahaya
Materi yang akan diteliti pada penelitian ini meliputi : 1) Sifat-sifat
cahaya (Cahaya dapat merambat lurus, cahayadapat menembus benda bening,
cahaya dapat dipantulkan, cahaya dapat dibiaskan dan cahaya dapat diuraikan
menjadi beberapa warna), dan
2) Membuat suatu karya/model dari bahan
sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya ( macam-macam karya
sederhana, dan membuat kamera lubang jarum serta periskop dari bahan
sederhana)
2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Tujuan mata pelajaran IPA di SD dalam kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) 2006 yaitu:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengarui antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
10
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturan
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bakal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjudkan pendidikan ke SMP/MTs.
Tujuan yang tertuang dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki
kemampuan sebagai berikut.
1. Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan
hasil pengamatannya secara lisan dan tertuli.
2. Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan
dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelesatariannya dan interaksi antara
mahkluk hidup dengan lingkungannya.
3. Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan
serta fungsinya dan perubahan pada mahkluk hidup
4. Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya,
perubahan wujud benda dan kegunaannya.
5. Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan kemanfaatannya.
6. Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan
perubahan permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan
kegiatan manusia.
2.1.1.3 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006, mata
pelajar IPA pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
2. Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan
gas
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana
11
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan bendabenda langit lainnya
Berdasarkan ruang lingkup pembelajaran IPA di tingkat SD/MI, maka
materi cahaya dan sifatnya merupakan materi yang akan dijelaskan di kelas V
pada semester II dengan standar kometensi menerakan sifat-sifat cahaya melalui
kegiatan
membuat
suatu
karya/model,
dan
kompetensi
dasar
adalah
mendiskrisikan sifat-sifat cahaya, membuat suatu karya/model, misalny periskop
atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.
2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran KooperatiF
Menurut Johnson&Johnson dalam Isjoni (2013: 23) “pembelajaran
kooperatif adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu
kelompok kecil agar siswa dapat bekerjasama dengan kemampuan maksimal yang
mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut”.
Menurut Hamdani (2011: 30) “model pembelajaran kooperatif adalah
kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang dirumuskan”. Sedangkan menurut Wina Sanjaya (2008: 194)
“model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam
orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademis, jenis kelamin, ras,
atau suku yang berbeda (heterogen)”.
Seperti yang dikemukakan oleh Jacobsen (2009: 230) “pembelajaran
kooperatif merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang
dirancang untuk mendidik kerjasama kelompok dan interaksi antar siswa”.
Persamaan dari strategi ini adalah bahwa siswa bekerja bersama dalam kelompokkelompok kecil untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
Sementara menurut Djamarah (2010: 356) “pembelajaran kooperatif
adalah sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur”. Yang termasuk
dalam struktur ini adalah saling ketergantungan positif, tanggung jawab
individual, interaksi personal, keahlian bekerja, dan proses kelompok.
12
Berdasarkan beberapa pengertian tentang pembelajaran kooperatif yang
telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu
pembelajaran
yang
dirancang
dengan
mengelompokkan
siswa
menjadi
kelompok/tim kecil yang hiterogen yang terdiri dari empat sampai enam siswa
dimana siswa bekerja sama belajar satu sama lain, berdiskusi, saling berbagi ilmu
pengetahuan dan saling membantu untuk memahami pelajaran.
2.1.2.2 Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif
Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif, terlihat
adanya pergeseran peran guru yang sentral kepada peran guru yang mengelola
aktivitas belajar siswa melalui kerja sama kelompok di kelas. Hamdani (2011: 30)
mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif antara lain:
1. Setiap anggota memiliki peran
2. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa.
3. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas cara belajarnya dan
juga teman-teman sekelompoknya.
4. Guru
membantu
mengembangkan
keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok.
5. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan
Siswa tidak hanya belajar dari buku, namun juga dari sesama teman.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja
mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan
dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup
di masyarakat.
Tiga konsep sentral karakteristik pembelajaran kooperatif, sebagaimana
dikemukakan oleh Slavin (1995) dalam Isjoni (2012: 21-22), yaitu penghargaan
kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk
berhasil.
13
a. Penghargaan kelompok
Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan kelompok untuk memperoleh
penghargaan kelompok. Penghargaan ini diperoleh jika kelompok mencapai
skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada
penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan
antar personal yang saling mendukung, membantu, dan peduli.
b. Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelompok bergantung pada pembelajaran individu dari semua
anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan aktivitas
anggota
kelompok
yang
saling
membantu
dalam
belajar.
Adanya
pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap
untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan
teman sekelompoknya.
c. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skorsing yang mencakup nilai
perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari
yang terdahulu. Dengan menggunakan
metode skorsing ini, siswa yang
berprestasi rendah, sedang atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan
untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
2.1.2.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Djamarah (2010: 359), strategi pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran seperti
yang disarikan dalam Ibrahim, dkk (2000: 78) sebagai berikut: 1) Pembelajaran
kooperatif tidak hanya meliputi berbagai macam tujuan sosial, tetapi juga
bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Strategi
ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit serta
dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma
yang berhubungan dengan hasil belajar. 2) Penerimaan yang luas terhadap orang
14
yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun
ketidakmampuan. Strategi ini memberikan peluang kepada siswa yang berbeda
latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu samalain atas
tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif,
belajar untuk menghargai satu sama lain. 3) Pembelajaran kooperatif bertujuan
untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama, sosial, dan kolaborasi.
2.1.2.4 Keterampilan Kooperatif Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif
Menurut Djamarah (2010: 359) “pembelajaran kooperatif mempelajari
tentang keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif”.
Fungsi keterampilan ini adalah untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas.
Keterampilan-keterampilan itu menurut Ibrahim, dkk (2000: 47), antara lain:
1. Keterampilan-keterampilan Sosial
Keterampilan sosial melibatkan perilaku yang menjadikan hubungan
sosial berhasil dan memungkinkan seseorang bekerja secara efektif
dengan orang lain.
2. Keterampilan Berbagi
Banyak siswa mengalami kesulitan berbagi waktu dan bahan.
Komplikasi ini dapat mendatangkan masalah pengelolaan yang serius
selama
pelajaran
pembelajaran
kooperatif.
Siswa-siswa
yang
mendominasi sering dilakukan secara sadar dan tidak memahami akibat
perilaku mereka terhadap siswa lain atau terhadap kelompok mereka.
3. Keterampilan Berperan Serta
Sementara ada sejumlah siswa mendominasi kegiatan kelompok, siswa
lain tidak mau atau tidak dapat berperan serta. Siswa yang tersisih
seperti siswa pemalu adalah jenis lain siswa yang mengalami kesulitan
berperan serta dalam kegiatan kelompok.
15
4. Keterampilan-keterampilan Komunikasi
Kelompok pembelajaran kooperatif tidak dapat berfungsi secara efektif
apabila kerja kelompok itu ditandai dengan miskomunikasi. Empat
keterampilan komunikasi yang perlu guru ajarkan kepada siswa agar
memudahkan komunikasi di dalam seting kelompok adalah mengulang
kalimat sendiri, memberikan perilaku, memberikan perasaan, dan
mengecek kesan.
5. Keterampilan-keterampilan Kelompok
Anggota-anggota di dalam kelompok secara individu merupakan orang
yang baik dan memiliki keteampilan sosial. Sebelum siswa dapat belajar
secara efektif di dalam kelompok pembelajaran kooperatif, mereka harus
belajar tentang memahami satu sama lain dan satu sama lain
menghormati perbedaan mereka.
2.1.2.5 Prosedur Pembelajaran Kooperatif
Pada dasarnya, prosedur pembelajaran kooperatif ada empat tahap yaitu:
1. Penjelasan materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok-pokok
materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan
utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok
materi pelajaran.
2. Belajar dalam kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok
materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada
kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya.
Pengelompokan dalam SPK (Strategi Pembelajaran Kooperatif)
bersifat heterogen.
16
3. Penilaian
Penilaian dalam SPK dapat dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau
kuis dilakukan baik secara individual maupun kelompok.
4. Pengakuan tim
Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan tim yang
dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian
diberikan penghargaan atau hadiah. Diharapkan dengan pengakuan
tim dan pemberian hadiah dapat memotivasi tim untuk terus
berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih
mampu meningkatkan prestasi mereka.
2.1.2.6 Peran Guru Selama Pembelajaran Kooperatif
Ketika siswa belajar dalam kelompok kooperatif, peran guru hanyalah
sebagai fasilitator. “Ketika semua berjalan lancar, guru hendaknya berkeliling dan
mengamati bagaimana tim bekerja” (Jasmine 2007: 144-145). Selain itu, peran
guru selama pembelajaran kooperatif perlu campur tangan dalam situasi-situasi
berikut:
1. Membawa kelompok kembali kepada target jika mereka kelihatan
bergeser, kabur, dan sangsi dengan apa yang dilakukan
2. Memberikan umpan balik segera kepada kelompok tentang seberapa
jauh mereka memperoleh kemajuan dalam tugas atau aktivitas yang
dilakukan.
3. Menjelaskan sesuatu yang (kurang atau belum jelas) atau memberikan
informasi lanjut pada keseluruhan kelas setelah mengamati adanya
kesulitan umum dalam penguasaan materi.
4. Membeantu pengembangan keterampilan sosial melalui penghargaanpujian dan refleksi kelompok (berkaca-diri)
5. Mendorong dan memotivasi kelompok tentang bagaimana mereka
memperoleh kemajuan dalam tugasnya atau memberi selamat kepada
mereka jika mereka mengalami kemajuan yang baik dalam tugasnya.
17
2.1.2.7 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Menurut Djamarah (2010: 366-377) tidak ada satu pun strategi
pembelajaran yang paling baik di antara strategi pembelajaran yang lain.
Demikian halnya dengan strategi pembelajaran kooperatif. Ada sejumlah
kelebihan dan kelemahan dimilikinya.
1. Kelebihan dari strategi pembelajaran kooperatif adalah : siswa berkelompok
sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan, optimalisasi partisipasi siswa, adanya struktur yang jelas dan
memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan dengan sesama siswa
dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk
mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi, adanya
struktur yang jelas dan memungkinkan siswabuntuk berbagi dengan pasangan
yang berbeda dengan singkat dan teratur, meningkatkan penerimaan,
meningkatkan hubungan positif, motivasi intrinsik makin besar, percaya diri
yang tinggi, prilaku dalam tugas lebih, sikap yang baik terhadap guru dan
sekolah, siswa bertanggungjawab dengan belajarnya, siswa mengartikan “apa
yang guru bicarakan” kepada “apa yang dikatakan siswa” untuk pekerjaan
rumah mereka, siswa meningkat “dalam kolaborasi kognitif”. Mereka
mengorganisasi pikirannya untuk menjelaskan idenya kepada teman-teman
sekelas mereka.
2. Kelemahan dari strategi pembelajaran kooperatif adalah: siswa yang pandai
akan cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dan
pasif dari siswa yang lemah, dapat terjadi siswa yang sekedar menyalin
pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang memadai,
pengelompokan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang berbedabeda serta membutuhkan waktu khusus.
Kekurangan-kekurangan seperti yang telah disebutkan dapat diatasi
dengan solusi seperti berikut: 1) Guru memberikan pengarahan kepada siswa agar
semua anggota kelompok harus aktif dalam kegiatan diskusi. Pemberian
penghargaan kepada kelompok yang kerjasamanya baik dan semua anggota
18
kelompok aktif juga dapat mengatasi siswa minder dan pasif. Dengan begitu siswa
akan berlomba-lomba untuk aktif dalam kegiatan diskusi, 2) Guru memberikan
peringatan kepada siswa tidak boleh menyalin pekerjaan siswa lain. Setiap siswa
harus memperhatikan kegiatan yang dilakukan dalam diskusi dengan sungguhsungguh
sehingga
siswa
dapat
memahami
permasalahan
yang
sedang
didiskusikan, 3) Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, guru mempersiapkan
pembagian kelompok dan tempat duduk yang akan digunakan dalam kegiatan
diskusi sehingga siswa tidak perlu lagi mengatur tempat duduk.
2.1.3 Pengertian NHT (Numbered Head Together)
Menurut Hamdani (2011: 89) “Numbered Head Together (NHT) adalah
metode belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok,
kemudian secara acak, guru memanggil nomor siswa”. Sedangkan menurut
Afisanti Lusita (2011: 77) “Numbered Head Together (NHT) adalah metode
belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok
kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa”. Lain halnya dengan
Lie (2004: 58) “Numbered Head Together (NHT) merupakan teknik yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat”. Selain itu, teknik ini juga
mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka.
Berdasarkan beberapa devinisi tentang NHT (Numbered Head
Together), dapat disimpulkan bahwa metode NHT (Numbered Head Together)
adalah metode yang mengaktifkan siswa terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok
untuk saling menyampaikan ide. Penyampaian hasil diskusi dengan cara
pemanggilan nomor yang telah ditentukan sebelumnya oleh guru.
Sementara itu Ibrahim
dalam Wahyuni (2012) mengemukakan tiga
tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran menggunakan Numbered Head
Togethe (NHT):
1. Hasil belajar akademik struktural. Bertujuan untuk meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
19
2. Pengakuan adanya keragaman. Bertujuan agar siswa dapat menerima
teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan sosial. Bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa.
Menurut Hamdani (2011: 90) “metode Numbered Head Together (NHT)
juga memiliki kelebihan dan kelemahan”. Kelebihan metode Numbered Head
Together (NHT) antara lain :
1. Setiap siswa menjadi siap semua
2. Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh
3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai
Sedangkan kelemahan metode Numbered Head Together (NHT) antara
lain :
1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, akan dipanggil lagi oleh guru
2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
Menurut Arends dalam Awaliyah (2008: 3) “metode Numbered Head
Together (NHT) juga memiliki kelebihan dan kelemahan”. Kelebihan metode
Numbered Head Together (NHT) antara lain :
1. Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi/siswa secara bersama
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
2. Siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh manfaat
melalui belajar kooperatif.
3. Dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi
pengetahuan akan menjadi lebih besar/kemungkinan untuk siswa dapat
sampai pada kesimpulan yang diharapkan.
4. Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
keterampilan
bertanya,
berdiskusi
dan
mengembangkan
bakat
kepemimpinan.
Sedangkan kelemahan metode Numbered Head Together (NHT) antara
lain :
1. Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat
menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.
20
2. Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar
menyalin pekerjaan siswa yang pandai tanpa memiliki pemahaman yang
memadai.
3. Pengelompokan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang
berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus.
Sedangkan Lie (2004: 58) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran
dengan menggunakan Numbered Head Together (NHT) dalam empat langkah,
yaitu:
1. Siswa dibagai dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok
mendapatkan nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan
memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
4. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerja sama mereka.
Sementara itu, Hamdani (2011: 90) mendeskripsikan langkah-langkah
pembelajaran dengan metode Numbered Head Together (NHT) dalam enam
langkah, yaitu:
1. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa
setiap anggota kelompok dapat mengerjakaannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya
dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.
5. Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk
nomor lain.
6. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa devinisi yang telah dikemukakan, langkah-langkah
pembelajaran dengan menggunakan metode Numbered Head Together (NHT)
melalui eksperimen adalah :
21
1. Siswa dibagi dalam kelompok yang beranggotakan 4-6 tiap kelompok.
2. Guru membagikan nomor, setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapatkan nomor yang berbeda.
3. Guru memberikan tugas tentang sifat-sifat cahaya dan membuat suatu
karya/model sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.
4. Guru membagikan alat dan bahan yang akan digunakan dalam
eksperimen pada masing-masing kelompok.
5. Setiap kelompok melakukan eksperimen tentang sifat-sifat cahaya dan
membuat suatu karya/model sederhana dengan menerapkan sifat-sifat
cahaya.
6. Guru menjadi fasilitator saat eksperimen berlangsung dan mengawasi
pekerjaan siswa.
7. Siswa dalam kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan
memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui
jawabannya.
8. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil
mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
9. Teman yang lain memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor
yang lain lagi.
10. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.
11. Evaluasi
2.1.4 Hasil Belajar
2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2002: 22) “hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajaranya”.
Dan menurut Gagne & Briggs dalam Jamil (2013:37) adalah “kemampuankemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat
diamati melalui penampilan siswa (learner’s performance)”. Reigeluth (1983)
berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang
diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah diperoleh.
22
Sementara itu menurut Wina Sanjaya (2008: 13) “hasil belajar berkaitan
dengan pencapaian dalam memperoleh keamampuan sesuai dengan tujuan khusus
yang direncanakan. Dengan demikian, tugas utama guru adalah merancang
instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai
tujuan pembelajaran. Berdasarkan data yang sudah diperoleh, guru dapat
mengembangkan dan memperbaiki program pembelajaran”.
Sedangkan menurut Ahmad Susanto (2013: 5), “hasil belajar yaitu
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar”. Hasil
belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar. Pengertian tentang hasil belajar sebagaimana diuraikan tadi dipertegas
lagi oleh Nawawi dalam K. Brahim (2007: 39) menyatakan bahwa “hasil belajar
dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi
pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes
mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu”.
Hasil belajar yang nampak dari kemampuan yang diperoleh siswa,
menurut Gagne dapat dilihat dari lima kategori, yaitu keterampilan intelektual
(intelectual skills), informasi verbal (verbal information), strategi kognitif
(cognitive strategies), keterampilan motorik (motor skills), dan sikap (attitudes).
Lain halnya dengan Hamalik dalam Rusman (2012: 123) “hasil belajar
tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat
diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan”.
Senada dengan pendapat Bloom (Sudjana, 2005: 22-23) mendifinisikan
”hasil belajar sebagai hasil perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah, yakni
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor”. Ranah kognitif meliputi
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pengetahuan,
pemahaman dan aplikasi, digolongkan sebagai tingkat kognitif rendah. Analisis,
sintesis dan evaluasi disebut sebagai tingkat kognitif tinggi. Ranah afektif
meliputi penerimaan, perhatian, penanggapan, penyesuaian, penghargaan dan
penyatuan. Ranah psikomotor meliputi peniruan, penggunaan, ketelitian,
koordinasi, dan naturalisasi.
23
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi
dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor.
Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek
yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
penilaian.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang
kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi
dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi
neuromuscular(menghubungkan, mengamati). Tipe hasil belajar kognitif
lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol,
namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian
dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
Berdasarkan beberapa devinisi tentang hasil belajar dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa karena memiliki
pengalaman belajar, dimana hasilnya dapat dilihat pada perubahan pada ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik. Untuk memperoleh hasil belajar siswa, maka
dilaksanakan evaluasi untuk mengukur sejauh mana siswa memahami materi.
2.1.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (2003: 56-72) “faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar siswa yaitu faktor intern dan faktor ekstern”. Faktor intern terdiri atas
faktor-faktor jasmaniah, psikologi, minat, motivasi dan cara belajar. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar yang berasal dari peserta didik
yang sedang belajar.Faktor dari dalam ini meliputi kondisi fisiologis dan kondisi
psikologi.
24
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Munardi dalam
Rusman (2012: 124) meliputi factor internal dan eksternal, yaitu:
1. Factor Internal
1) Faktor Fisiologis
Secara umum kondisi fisilogis, seperti kondisi kesehatan yang prima, tidak
dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan
sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima
materi pelajaran.
2) Faktor Psikologis
Setiap individu dalam hal ini siswa pada dasarnya memiliki kondisi
psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil
belajar. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian,
minat, bakat, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa.
2. Faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar.Faktor lingkungan ini
meliputilingkungan fisik dan lingkungan sosial, lingkungan alam misalnya
suhu, kelembaban, dan lain-lain. Belajar pada tengah hari diruang yang
memiliki ventilasi udara yang kurang tertentu akan berbeda suasana
belajarnya dengan yang belajar di pagi hari yang udaranya masih segar dan
ruang yang cukup mendukung untuk bernafas lega.
2) Faktor Instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaan
dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini
diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan
belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor internal ini berupa
kurikulum, sarana, dan guru.
25
2.1.4.3 Klasifikasi Hasil Belajar
Perumusan
aspek-aspek
kemampuan
yang
menggambarkan
outputpeserta didik yang dihasilkan dari proses pembelajaran dapat digolongkan
ke dalam tiga klasifikasi berdasarkan taksonomi Bloom. Bloom menamakan cara
mengklasifikasi itu dengan “ The taxonomy of education objective”. Menurut
Bloom tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam tiga ranah (domain),
yaitu:
1. Domain kognitif
Berkenaan dengan kemampuan dan kecakapan-kecakapan intelektual
berfikir.
Domain afektif
Berkenaan dengan sikap, kemampuan dan penguasaan segi-segi
emosional, yaitu perasaan, sikap dan nilai.
2. Domain psikomotor
Berkenaan dengan suatu keterampilan-keterampilan atau gerakangerakan fisik.
Lebih lanjut Bloom menjelaskan bahwa “Domain kognitif terdiri dari
atas enam kategori” yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta sisik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya
konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat
menggunakannya.
2. Pemahaman (comperehension), yaitu jenjang kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang
materi
pelajaran
yang
disampaikan
guru
dan
dapat
memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal
lain. Kemampuan ini dijabarkan lagi menjadi tiga yaitu,
menerjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi.
3. Penerapan (application), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun
metode, prinsip, dan teori-teori dalam situasi baru dan konkret.
26
4. Analisis (analysis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
peserta didik untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu
kedalam
unsur-unsur
atau
komponen
pembentukannya.
Kemampuan analisis dikelompokkan menjadi tiga yaitu, analisis
unsure, analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip yang
terorganisasi.
5. Sintesis (synthesis) yaitu, jenjang kemampuan yang menuntut
peserta sisik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara
menggabungkan berbagai factor. Hasil yang diperoleh dapat berupa
tulisan, rencana atau mekanisme.
6. Evaluasi (evaluation) yaitu, jenjang kemmapuan yang menuntut
peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan,
pernyataan atau konsep berdasarkan criteria tertentu.
2.2
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan hasil penelitian Ismiyati (2012) dengan judul “Peningkatan
Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
(Numbered Head Together) pasa Siswa Kelas I Semester II SDN 4 Boloh
Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012”.
Model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together dapat
meningkatkan hasil belajar siswa yaitu nilai rat-rata kelas pada prasiklus 65,6
dengan ketuntasan belajar 42% pada siklus 1 menjadi 70 dan 64% dan pada siklus
2 menjadi 78,3 dengan 83% tuntas. Dengan demikian hipotesa yang diajukan
peneliti dapat dibuktikan kebenarannya, dengan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selain meningkatkan
hasil belajar siswa pembelajaran kooperatif tipe NHT telah mampu meningkatkan
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Guru menjadi lebih kreatif dan
variatif dalam mengelola pembelajaran, sehingga siswa lebih termotivasi selama
pembelajaran.
Menurut Yuni Winarti (2012) dengan judul “ Penggunaan Metode NHT
(Numbered Heads Together) Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar
27
IPA Siswa Kelas 5 SD Negeri Banyumudal 2 Kabupaten Wonosobo Semester 2
Tahun Pelajaran 2011/ 2012 “ dapat disimpulkan bahwa : Model pembelajaran
kooperatif Numbered Head Together dapat meningkatkan hasil belajar kognitif
siswa pada pokok bahasan Proses Pembentukan Tanah. Hal ini dapat dilihat dari
hail belajar siswa pada kondisi awal, pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 yaitu
terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Pada kondisi awal siswa yang tuntas 8
orang (33,33%) dan tidak tuntas 16 (66,67%) orang. Pada siklus 1 siswa yang
tuntas 22 orang (91,67%) dam tidak tuntas 2 orang (8,33%). Sedangkan pada
siklus 2, semua siswa yang terdiri dari 24 orang trsebut sudah memenuhi KKM
atau dapat dikatakan tuntas 100% dari 24 siswa. Model pembelajaran kooperatif
Numbered Head Together dapat meningkatkan hasil belajar afektif siswa
(keaktifan belajar) pada pokok bahasan Cahaya dan sifat-sifatnya. Hal ini dapat
dilihat dari keaktifan belajar siswa pada kondisi awal, pembelajaran siklus 1 dan
siklus 2 yaitu pada kondisi awal keaktifan siswa berada pada kategori kurang aktif
(41,67%), pda siklus 1 menjadi cukup aktif (45,83%), dan pada siklus 2 menjadi
aktif (58%). Keaktifan siswa mengalami peningkatan pada kategori aktif dari
kondisi awal (25%) meningkat pada pembelajaran siklus 1 (33,33%) dan pada
pembelajaran siklus 2 (58%).
Menurut Asnawi, 2012 dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil
Belajar IPA Melalui Metode Eksperimen dalam Pembelajaran IPA pada Siswa
Kelas IV SDN Kebondalem 02”. Berdasrkan pengamatan hasil belajar siswa kelas
IV SDN Kebondalem 02 pencapaian nilai IPA masih rendah. Nilai rata-rata yang
diperoleh siswa 60 sedangkan KKM yang harus di capai adalah 63 dari 20 siswa.
Sebelum diadakan penelitian siswa yang hasil belajarnya tuntas itu adalah 49%
(11 siswa dari 20 siswa). Metode Eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar
IPA bagi siswa kelas IV SDN Kebondalem 02 tahun pelajaran 2011-2012.
Ketuntasan belajar siswa mencapai 100% (20 siswa). Upaya meningkatkan hasil
belajar IPA melalui metode eksperimen ternyata dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Indikator hasil pembelajaran yaitu presentase 100% telah tercapai
dilakukan tindakan pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen siswa
28
lebih aktif belajar, serta kemandirian belajar siswa meningkat sehingga daya serap
siswa meningkat.
2.3
Kerangka Berfikir
Kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
yaitu faktor metode dan teknik
mengajar guru. Metode pembelajaran yang
digunakan guru itu harus bervariasi sehingga siswa tidak merasa bosan dalam
mengikuti pembelajaran. Guru harus dapat mengaitkan materi dengan kondisi
lingkungan (sesuai dengan dunia nyata) sehingga siswa merasa pembelajaran yang
dilakukan memberi manfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Guna menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, guru dapat
melibatkan siswa dalam setiap proses pembelajaran. Dalam pembelajaran seperti
ini, siswa cenderung lebih aktif menggali atau mencari informasi. Hal ini tentu
saja akan memacu semangat siswa dalam belajar.
Melalui model kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) melalui
eksperimen, pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan bermakna karena
siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan
hasil belajar IPA siswa kelas V di SDN Plumutan dapat meningkat.
29
Tanpa menggunakan
metode NHT melalui
eksperimen
- Siswa bosan
- Siswa pasif
- Materi yang
disampaikan sulit
dipahami siswa
-
Langkah-langkah :
Siswa dibagi dalam kelompok yang beranggotakan 4-6
tiap kelompok.
Guru membagikan nomor, setiap siswa dalam setiap
kelompok mendapatkan nomor yang berbeda.
Guru memberikan tugas tentang sifat-sifat cahaya dan
membuat karya atau model sederhana dengan
menerapkan sifat-sifat cahaya.
Guru membagikan alat dan bahan yang akan
digunakan dalam eksperimen pada masing-masing
kelompok.
Setiap kelompok melakukan eksperimen tentang sifatsifat cahaya dan membuat suatu karya/model
sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.
Guru menjadi fasilitator saat eksperimen berlangsung
dan mengawasi pekerjaan siswa.
Siswa dalam kelompok mendiskusikan jawaban yang
benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakannya/mengetahui jawabannya.
Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor
yang dipanggil mempresentasikan hasil diskusi
kelompok.
Teman yang lain memberi tanggapan, kemudian guru
menunjuk nomor yang lain lagi.
Guru
bersama
siswa
menyimpulkan
hasil
-
pembelajaran.
Evaluasi
-
-
-
-
-
-
- Siswa terlibat aktif
- Kegiatan pembelajaran lebih
bermakna dan menyenangkan
- Materi yang disampaikan lebih
mudah dipahami.
Hasil belajar siswa
kurang maksimal
Hasil belajar siswa
meningkat
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
Menggunakan
metode NHT
melalui
eksperimen
30
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian tentang penggunaan model kooperatif tipe NHT
(Numbered Head Together) melalui eksperimen dalam kerangka berpikir, maka
hipotesis tindakannya dapat dirumuskan sebagai berikut :“Dengan menggunakan
model kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together ) melalui eksperimen dapat
meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Plumutan Kecamatan Bancak
Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajar 2013/2014”.
Download