BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah tahapan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Remaja adalah tahapan kehidupan yang dilalui oleh setiap manusia dalam
proses perkembangan sejak lahir sampai pada masa peralihan, dari masa kanak-kanak
menuju masa dewasa (BKKBN, 1999). Perkembangan emosi pada masa remaja
ditandai dengan sifat emosional yang meledak-ledak dan sulit untuk dikendalikan.
Hal ini disebabkan adanya konflik peran yang sedang dialami remaja. Jika seseorang
remaja tidak berhasil mengatasi situasi ini, maka remaja akan terperangkap masuk
dalam hal negatif, salah satu diantaranya perilaku seks bebas atau penyalahgunaan
narkoba (Efendi, 2000).
Perilaku seksual di kalangan remaja yang yang belum menikah menunjukkan
tren yang tidak sehat. Hal ini dapat dipengaruhi era globalisasi yang dianggap sebagai
bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media
audio-visual) yang semakin mudah diakses justru memancing anak dan remaja untuk
mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan tidak sehat seperti merokok, minum minuman
beralkohol, penyalahgunaan obat dan suntikan terlarang, perkelahian antar remaja
atau tawuran. Pada akhirnya, secara kumulatif kebiasaan-kebiasaan tersebut akan
mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan
berperilaku seksual yang berisiko tinggi karena kebanyakan remaja tidak memiliki
2
pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas (Rachman,
2008).
Seks bebas dan kehamilan dikalangan remaja merupakan salah satu contoh
realita perilaku remaja di bidang seksual. Hal ini ditambah dengan terbatasnya
pengetahuan mereka tentang sistem reproduksi, seringkali menyebabkan perbuatan
coba-coba karena ingin tahu perbuatan mereka membuahkan kehamilan yang tidak
direncanakan (Tanjung, 2001).
Perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan serangkaian akibat seperti
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), penyakit kelamin termasuk
AIDS. Perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja akhir-akhir ini cukup
memprihatinkan. Beberapa remaja berpendapat bahwa mereka permisif terhadap
perilaku seksual pranikah. Bahkan banyak dari mereka yang sudah kehilangan
keperawanan saat masih duduk di bangku sekolah (Uin, 2013).
Bagaimanapun control diri dan lingkungan memegang peranan penting
didalam remaja memutuskan atau tidak melakukan hubungan seks. Menurut Safarino
(1997) mengemukakan bahwa kontrol diri diperlukan untuk mengatur perilaku yang
diinginkan dan yang tidak diinginkan pada saat seseorang berhadapan dengan stimulusstimulus. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kontrol diri merupakan
salah satu faktor dari dalam diri manusia yang sangat penting sehingga dapat terhindar
dari perilaku seksual pranikah di kalangan remaja. Kontrol diri yang tinggi sangat
dibutuhkan sehingga seorang individu tidak gampang terpengaruh oleh stimulus yang
bersifat negatif (Walgito, 2002).
3
Dalam konsep kontrol diri pada remaja selalu diikuti dengan perilaku yang
dikendalikan rasa bersalah, sebab dalam diri seseorang yang mempunyai moral yang
matang selalu ada rasa bersalah dan malu. Namun, rasa bersalah berperan lebih
penting dari pada rasa malu dalam mengendalikan perlaku apabila pengendalian
lahiriah tidak ada. Hanya sedikit remaja yang mampu mencapai tahap perkembangan
moral yang demikian sehingga remaja tidak dapat disebut secara tepat orang yang
”matang secara moral” (Susanti, 2002).
Penelitian yang dilakukan oleh Iga Serpianing Aroma (2010) mengenai ”
Tingkat Kontrol Diri dengan Kecenderungan Perilaku Kenakalan Remaja” di SMK X
Kediri yang berjumlah 265 orang oleh Iga Serpianing Aroma (2010), menyebutkan
bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat kontrol diri dengan kecenderungan
perilaku kenakalan remaja. Semakin tinggi tingkat kontrol diri maka semakin rendah
pula kecenderungan perilaku kenakalan remaja, sebaliknya semakin rendah tingkat
kontrol diri maka semakin tinggi kecenderungan perilaku kenakalan remajanya.
Perilaku kenakalan remaja yang menyimpang terhadap norma antara lain seks
pranikah dikalangan remaja dan aborsi oleh remaja wanita dan lain sebagainya.
Penelitian lain mengenai kontrol diri yang dilakukan oleh Dini Susanti,
mahasiswa psikologi UIIS Malang tahun 2002, yang memaparkan bahwa dari
keseluruhan responden sudah cukup mampu mengontrol diri mereka agar tidak
terjerumus pada seks pranikah namun sayangnya mayoritas dari mereka
menggunakan cara yang kurang tepat, negatif, tidak sehat dan tidak terarah. Dari
4
mereka hanya 50% yang mampu mengontrol diri terhadap perilaku seks pranikah
dengan jalan yang positif, dan 50% dari mereka yang mengatakan bahwa hubungan
seks pranikah adalah suatu hal yang wajar dan mereka tidak mampu mengontrol diri
untuk melakukan seks pranikah karena mereka didukung oleh pergaulan (Susanti,
2002).
Selain control diri, gaya hidup tidak kalah pentingnya untuk memengaruhi
perilaku seksual bagi remaja. Gaya hidup menurut Kotler (2002) dalam Simamora
(2009) adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas,
minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang”
dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Gaya hidup remaja pada era globalisasi banyak dipengaruhi oleh kemajuan
teknologi. Pengaruh teknologi terutama media masa memberikan kontribusi pada
perubahan gaya hidup remaja. Remaja yang memiliki aktivitas dan hobi dalam
memanfaatkan media visual seperti menonton video dan film pornografi bisa saja
tanpa mereka sadari akan mempengaruhi pengetahuan serta sikap dalam bertindak
kearah gaya hidup yang berisiko melakukan perilaku seksual pranikah.
Menurut penelitian
Fadila (2012) bahwa proporsi gaya hidup berisiko
terjadinya perilaku seksual pranikah pada remaja yaitu menonton video porno sebesar
76,2 %, terpengaruh dengan bacaan atau tontonan porno sehingga memiliki keinginan
untuk mencoba melakukan hubungan seksual sebesar 15,3 % dan melakukan perilaku
seksual pranikah karena pengaruh dari bacaan atau tontonanan porno sebesar 7,7 %.
5
Dan gaya hidup tidak berisiko terjadinya perilaku seksual pranikah yaitu penampilan
fisik sebesar 75,5%, pemakaian alat-alat kosmetik sebesar 75,5%, penampilan stylish
sebesar 55,9 %, senang bersosialisasi sebesar 95,4%, dan mengikuti gaya hidup
teman-teman sebesar 16,1 %.
Perilaku negatif remaja terutama hubungannya dengan penyimpangan
seksualitas seperti seks pranikah ini, banyak faktor yang mempengaruhi (internal dan
eksternal). Di samping lemahnya control diri anak penyebab terjadinya perilaku seks
pranikah yaitu gaya hidup yang berisiko untuk melakukan seksual. Untuk itu
diharapkan dengan adanya kontrol diri remaja dan gaya hidup tidak berisiko dapat
mengurangi atau mencegah terjadinya perilaku seksual pranikah di kalangan remaja.
Berdasarkan observasi peneliti terhadap SMA yang ada di Ketanjo Raya yang
terdiri dari SMA Mulia, SMA Negeri 1, SMA Teladan diperoleh bahwa SMA Negeri
2 yang dijumpai lebih banyak yang melakukan seks pra nikah jika dibandingkan
dengan SMA lain yang ada di Ketanjo Raya. Peneliti melaksanakan penelitian di
SMA Negeri 2 Ketanjo Raya.
Peneliti mengambil lokasi penelitian di SMA Negeri 2 Ketanjo Raya, dengan
alasan bahwa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya adalah salah satu SMA yang siswanya
banyak melakukan seks pra nikah jika dibandingkan dengan SMA lain yang ada di
Ketanjo Raya. Selain itu SMA Negeri 2 Ketanjo Raya merupakan berada di pusat
kota dan memiliki lingkungan sosial budaya yang berbeda-beda. Dan berdasarkan
survey awal yang dilakukan terhadap 10 orang siswa, menurut siswi tersebut bahwa
6
mereka sekitar 30% sudah melakukan seks pra nikah. Keadaan ini terkait dengan
gaya hidup siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya yang berisiko untuk melakukan
perilaku seksual. Selain itu siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya kurang mengontrol
diri dari dorongan seksual yang menyebabkan keinginan-keinginan yang menuntut
kepuasan, sehingga sukar sekali dikendalikan, tetapi dengan jujur harus diakui bahwa
remaja kesulitan dalam mengendalikan seks pada saat berpacaran dengan lawan jenisnya.
Karena meningkatnya minat pada seks, remaja selalu berusaha mencari lebih banyak
informasi mengenai seks.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian
tentang ”Hubungan kontrol diri dan gaya hidup dengan perilaku seksual di SMA
Negeri 2 Ketanjo Raya”.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah
bagaimana hubungan hubungan kontrol diri dan gaya hidup dengan perilaku seksual
di SMA Negeri 2 Ketanjo Raya.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan kontrol diri dan
gaya hidup dengan perilaku seksual di SMA Negeri 2 Ketanjo Raya.
7
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk melihat hubungan kontrol diri dengan perilaku seksual di SMA Negeri 2
Ketanjo Raya.
2. Untuk melihat hubungan gaya hidup dengan perilaku seksual di SMA Negeri 2
Ketanjo Raya.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Sekolah SMA Negeri 2 Ketanjo Raya dan khususnya guru-guru sebagai
informasi upaya meningkatkan perhatian perilaku seks pranikah siswa/siswinya.
2. Bagi orang tua siswa sebagai upaya meningkatkan pengawasan kepada anak
untuik melakukan seksualitas.
3. Bagi pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, khususnya yang terkait dengan
perilaku seks pranikah.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kontrol Diri
2.1.1. Pengertian Kontrol Diri
Kontrol diri adalah pengaturan proses-proses fisik dan psikologis dari perilaku
seseorang, dengan kata lain kontrol diri merupakan serangkaian proses membentuk
dirinya sendiri (Calhoun, 1995).
Kontrol diri adalah kemampuan individu untuk menahan keinginan atau
dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan
norma sosial (Gunarsa, 2004).
Messina & Messina (2003) menyatakan bahwa kontrol diri adalah
seperangkat tingkah laku yang berfokus pada keberhasilan mengubah diri pribadi,
keberhasilan menangkal pengrusakan diri (self-destruction), perasaan mampu pada
diri sendiri, perasaan mandiri (autonomy) atau bebas dari pengaruh orang lain,
kebebasan menentukan tujuan, kemampuan untuk memisahkan perasaan dan pikiran
rasional, serta seperangkat tingkah laku yang berfokus pada tanggung jawab atas diri
pribadi. Sedangkan Papalia (2004), menyatakan self control adalah kemampuan
individu untuk menahan dorongan-dorongan dan kemampuan individu untuk
mengendalikan tingkah lakunya pada saat tidak adanya kontrol dari lingkungan.
Beberapa ahli menyatakan bahwa kontrol diri merupakan konsep yang
diaplikasikan pada analisis pemecahan masalah, kemampuan berpikir dan kreativitas
9
seseorang. Kontrol diri merupakan suatu prosedur pengembangan tingkah laku yang
dilakukan individu terhadap dirinya dalam usaha pengembangan diri yang optimal.
Kontrol diri dianggap sebagai keterampilan yang sangat berharga, dengan
menggunakan kontrol diri seseorang akan menjadi penguasa yang baik bagi dirinya
sendiri maupun lingkungan di luar dirinya.
Calhoun dan Acocella menyatakan bahwa ada dua alasan yang mengharuskan
individu mengontrol perilakunya, pertama bahwa individu merupakan makhluk sosial
yang tidak dapat hidup sendiri sehingga membutuhkan orang lain, namun agar
individu tidak melanggar hak-hak orang lain serta tidak membahayakan orang lain,
maka individu tersebut harus mengontrol perilakunya. Kedua, masyarakat mendorong
individu untuk secara konsisten menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya
sehingga dalam memenuhi tuntutan tersebut dibutuhkan kontrol diri agar dalam
proses pencapaian standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang
menyimpang (Calhoun, 1995).
Kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan perkembangan usia.
Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa
yang diharapkan oleh kelompok dari dirinya kemudian mau membentuk perilakunya
agar sesuai dengan harapan sosial tanpa harus dibimbing, diawasi, didorong, dan
diancam (hukuman) seperti yang dialami pada waktu anak-anak (Hurlock, 1980).
Kemampuan mengontrol diri pada remaja juga berkembang seiring dengan
kematangan emosi. Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada
10
akhir masa remaja tidak “meledakkan ”emosinya dihadapan orang lain, melainkan
menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan
cara-cara yang lebih dapat diterima.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri
adalah kemampuan individu untuk membimbing, mengatur dan mengarahkan tingkah
laku, emosi serta dorongan-dorongan atau keinginan dalam dirinya sehingga dapat
memberikan dampak yang positif.
2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri
Sebagaimana faktor psikologis lainnya, kontrol diri dipengaruhi pula oleh
beberapa faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang
mempengaruhi kontrol diri seseorang adalah faktor usia dan kematangan. Semakin
bertambahnya usia seseorang maka akan semakin baik kontrol dirinya, individu yang
matang secara psikologis juga akan mampu mengontrol perilakunya karena telah
mampu mempertimbangkan mana hal yang baik dan yang tidak baik bagi dirinya
(Gunarsa, 2004).
Faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga. Dalam lingkungan keluarga
terutama orang tua akan menentukan bagaimana kemampuan kontrol diri seseorang.
Bila orang tua menerapkan kepada anaknya sikap disiplin secara intens sejak dini dan
orang tua bersikap konsisten terhadap semua konsekuansi yang dilakukan anak bila
menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka sikap konsisten ini akan
diinternalisasi oleh anak, akan menjadi kontrol bagi dirinya. Teladan dan contoh
11
sangat penting, orang tua yang tidak mampu dan tidak mau mengontrol emosinya
terhadap anak akan semakin memperburuk keadaan (Calhoun, 1995).
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kontrol diri adalah faktor usia dan kematangan serta faktor keluarga.
Individu yang memiliki kontrol diri yang baik akan dapat mengatur perilaku, kognisi
dan memilih tindakan secara positif. Seseorang mampu memprioritaskan segala
sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya serta mampu mengendalikan diri dan
pikirannya untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan.
2.1.3. Jenis-jenis Kontrol Diri
Menurut Block and Block, ada tiga jenis kontrol diri yaitu:
a. Over control, yaitu kontrol yang berlebihan dan menyebabkan seseorang banyak
mengontrol dan menahan diri untuk bereaksi terhadap suatu stimulus.
b. Under control, yaitu kecenderungan untuk melepaskan impuls yang bebas tanpa
perhitungan yang masak.
c. Approprite control, yaitu kontrol yang memungkinkan individu mengendalikan
impulsnya secara tepat.
Menurut Safarino, kontrol diri yang digunakan individu dalam menghadapi
suatu stimulus meliputi:
a. Behavioral control, kemampuan dalam mengambil tindakan konkrit untuk
mengurangi akibat dari stressor. Tindakan inidapat berupa pengurangan intensitas
kejadian atau meperpendek durasi kejadian.
12
b. Cognitif control, yaitu kemampuan proses berpikir atau strategi untuk
memodifikasi akibat dari stressor. Strateginya dapat berupa penggunaan cara yang
berbeda dalam memikirkan kejadian tersebut atau memfokuskan pada pemikiran
yang menyenangkan atau netral.
c. Decision control, yaitu kesempatan untuk memilih antara prosedur alternatif atau
tindakan yang dilakukan.
d. Informational control, yaitu kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan,
mengenai kejadian yang menekan, kapan akan terjadi, mengapa dan apa
konsekuensinya. Kontrol
informasional
dapat
mengurangi
stres
dengan
meningkatkan kemampuan seseorang untuk memprediksi dan mempersiapkan apa
yang akan terjadi dan mengurangi ketakutan seseorang dalam menghadapi
sesuatu yang tidak diketahuinya.
e. Retrospective control, yaitu kemampuan untuk menyinggung kepercayaan
mengenai apa atau siapa yang menyebabkan kejadian yang menekan setelah
kejadian tersebut terjadi (Mufidah, 2008).
Berdasarkan pendapat kedua tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa jenisjenis kontrol diri sebagai berikut:
a. Mengontrol perilaku, yaitu kemampuan mengambil tindakan konkrit untuk
mengurangi akibat dari penyebab.
b. Kontrol kognitif, yaitu kemampuan proses berpikir untuk mencari cara atau
strategi akibat dari stressor.
13
c. Kontrol keputusan, yaitu kesempatan untuk memilih antara prosedur alternatif
atau tindakan yang dilakukan.
d. Kontrol informasi, yaitu kesempatan memperoleh informasi untuk mengurangi
stres dengan meningkatkan prediksi dan persiapan serta mengurangi ketakutan
dalam mengahadapi sesuatu yang tidak diketahui.
e. Retrospective control, yaitu kemampuan untuk menyinggung kepercayaan
mengenai apa atau siapa yang menyebabkan kejadian yang menekan setelah
kejadian tersebut terjadi.
2.1.4. Teknik Kontrol Diri
B.F. Skinner, mengemukakan beberapa teknik yang dapat digunakan untuk
melaksanakan kontrol diri yaitu:
a. Pengendalian dan pertolongan fisik, proses dimana seseorang individu dapat
mengontrol tingkah lakunya dengan pengendalian fisiknya.
b. Perubahan stimulus, selain membuat respon yang mungkin dan tidak mungkin,
juga dapat membuat atau menghapus peluang.
c. Penggunaan stimulus aversif, seseorang dapat mengontrol diri sendiri dengan
menciptakan stimulus verbal yang mempengaruhi pada diri.
Pernyataan yang sederhana yaitu aversif, memelihara tindakan spesifik yang
akan membawa perilaku yang tidak diinginkan. Cormier & Cormier mengemukakan
terdapat tiga teknik kontrol diri yaitu:
14
a. Self monitoring, merupakan suatu proses dimana individu mengamati dan peka
terhadap segala sesuatu tentang dirinya dan interaksinya dengan lingkungan. Self
monitoring dapat juga digunakan untuk alat ukur tingkat produktivitas suatu
keadaan atau tingkah laku seseorang dan akan menjadi efektif sebagai alat dalam
pengubahan suatu tingkah laku. Self monitoring bersifat reaktif, yaitu tindakan
yang selalu mencatat perilaku yang dapat menyebabkan perubahan, meskipun
tidak ada keinginan atau keinginan berusaha sendiri untuk mengadakan
perubahan. Dalam self monitoring, individu dapat memberi dirinya sendiri
dengan penguatan internal yang otomatis.
b. Self reward, merupakan teknik dimana individu mengatur dan memperkuat
perilakunya dengan segala akibat yang dihasilkan. Self reward adalah cara
mengubah tingkah laku yang dapat dilakukan dengan memberi hadiah atau halhal yang menyenangkan apabila perilaku yang diinginkan berhasil.
c. Stimulus control, suatu teknik yang digunakan untuk mengurangi ataupun
meningkatkan perilaku tertentu. Teknik ini menekankan pada pengaturan kembali
atau modifikasi lingkungan sebagai stimulus kontrol sebagai susunan suatu
kondisi lingkungan yang ditetapkan untuk menjadikan suatu hal yang tidak
mungkin atau yang menguntungkan tingkah laku yang biasa terjadi (Mufidah,
2008).
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik kontrol
diri sebagai berikut:
15
a. Pengendalian dan pertolongan fisik, proses dimana seseorang individu dapat
mengontrol tingkah lakunya dengan pengendalian fisiknya.
b. Perubahan stimulus, selain membuat respon yang mungkin dan tidak mungkin,
juga dapat membuat atau menghapus peluang.
c. Self reward, merupakan teknik dimana individu mengatur dan memperkuat
perilakunya dengan segala akibat yang dihasilkan.
2.1.5. Aspek-aspek Kontrol Diri
Menurut Calhoun & Acocella ada tiga aspek yang dilibatkan dalam
mengontrol diri, yaitu:
a. Mempertimbangkan pilihan
b. Memilih salah satu dari dua perilaku yang menyebabkan konflik.
c. Memanipulasi stimulus untuk membuat sesuatu menjadi lebih mungkin dilakukan
dan perilaku lain kurang mungkin dilakukan (Calhoun, 1995).
Menurut Averill, terdapat tiga aspek kontrol, yaitu :
a. Kontrol perilaku yaitu kesiapan suatu respon yang dapat secara langsung
mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.
Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen yaitu
kemampuan mengatur pelaksanaan, yaitu kemampuan individu untuk menentukan
siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau aturan
perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu
individu menggunakan sumber eksternal, dan kemampuan memodifikasi
16
stimulus, kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus
yang tidak dikehendaki dihadapi.
b. Kontrol kognitif, yaitu kemampuan individu untuk mengolah informasi yang
tidak diinginkan dengan cara menginterpretasikan, menilai atau menghubungkan
suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau
untuk mengurangi tekanan.
Kontrol dalam mengambil keputusan, yaitu kemampuan untuk memilih suatu
tindakan berdasarkan sesuatu yang diyakini atau disetujui. Kontrol ini berfungsi baik
dengan adanya kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk
memilih berbagai kemungkinan tindakan (Mufidah, 2008).
Berdasarkan uraian tentang aspek-aspek kontrol diri di atas dapat disimpulkan
bahwa kontrol diri dapat dikatakan berkembang baik apabila individu itu mempunyai
kemampuan untuk mengatur perilakunya, mampu mengatur kognisinya dan mampu
mengambil keputusan secara tepat.
2.1.6. Perkembangan Kontrol Diri pada Remaja
Kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan perkembangan usia.
Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa
yang diharapkan oleh kelompok dari dirinya kemudian mau membentuk perilakunya
agar sesuai dengan harapan sosial tanpa harus dibimbing, diawasi, didorong, dan
diancam (hukuman) seperti yang dialami pada waktu anak-anak (Hurlock, 1980).
17
Pada remaja kemampuan mengontrol diri juga berkembang seiring dengan
kematangan emosi. Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada
akhir masa remaja tidak “meledakkan” emosinya dihadapan orang lain, melainkan
menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan
cara-cara yang lebih dapat diterima.
Pada remaja cenderung keadaan emosinya masih labil karena erat
hubungannya dengan keadaan hormon. Kalau sedang senang-senangnya mereka lupa
diri karena tidak mampu menahan emosi yang meluap-luap itu, bahkan remaja mudah
terjerumus ke dalam tindakan tidak bermoral, misalnya remaja yang sedang asyik
berpacaran bisa terlanjur hamil sebelum mereka dinikahkan, bunuh diri karena putus
cinta dan sebagainya. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka
daripada pikiran yang realistis (Zulkifli, 1992).
Menurut
Calhoun
&
Acocella
(1990)
pada
dasarnya
mempelajari
perkembangan kontrol diri mencakup tiga hal, yaitu:
a. Bagaimana mengontrol tubuh.
Pada saat kelahiran individu dalam kekuasaan kontrol eksternal. Individu tidak
memiliki kendali. Semua yang dilakukan adalah reflek bawaan yang
menyebabkan individu dapat melakukannya secara otomatis. Kemudian secara
bertahap, individu melewati fase perkembangan dari kontrol diri secara fisik
keterampilan awal kontrol diri: berjalan, bercakap-cakap, koordinasi tangan dan
18
mata. Hal tersebut membentuk pengalaman pribadi paling awal dan imbalan yang
mereka dapat membentuk motivasi individu untuk meningkatkan kontrol dirinya.
b. Bagaimana mengontrol tingkah laku impulsif
Tingkah laku impulsif adalah tingkah laku yang dilaksanakan segera demi
kepuasan seketika. Oleh karena itu, pengontrolan perilaku impulsif meliputi dua
kemampuan, kemampuan menunggu sebelum bertindak dan kemampuan untuk
menghapuskan seketika demi hadiah yang lebih besar kelak, dalam kontrol
tingkah laku impulsif faktor yang terpenting adalah kepercayaan dari orang
sekitar, orientasi tujuan dan percaya diri.
c. Bagaimana reaksi terhadap diri sendiri.
Bandura dan Whalen serta Harter berpendapat bahwa yang terpenting dari
pelaksanaan kontrol diri adalah penguatan yang datang dari dalam yaitu reaksi
individu terhadap dirinya sendiri.
Individu secara terus-menerus akan
mengadakan evaluasi terhadap penampilannya sendiri (Calhoum, 1995).
Berdasarkan teori Piaget, remaja telah mencapai tahap pemikiran operasional
formal dalam kemampuan kognitif. Oleh karenanya remaja mampu berpikir
sistematik, mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan
suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya (Desmita, 2006).
Kemampuan
mengontrol
diri
pada
remaja
berkaitan
erat
dengan
perkembangan moralnya. Menurut Kohlberg, tahap perkembangan post conventional
morality atau moralitas pasca konvensional harus dicapai selama masih remaja. Hal
19
ini karena dibandingkan dengan anak-anak, tingkat moralitas remaja sudah lebih
matang. Mereka sudah mulai mengenal konsep-konsep moralitas seperti kejujuran,
keadilan, kesopanan, kedisiplinan dan sebagainya. Walaupun anak remaja tidak selalu
mengikuti prinsip-prinsip moralitas mereka sendiri, namun prinsip-prinsip tersebut
menggambarkan keyakinan yang sebenarnya dari pemikiran moral konvensional.
Menurut teori perilaku, kontrol diri yang salah dikembangkan dengan cara
yang sama seperti kontrol diri yang baik, yaitu melalui belajar. Proses belajar
merupakan pusat perkembangan kontrol diri. Hal ini penting untuk dapat
berhubungan dengan orang lain guna mencapai tujuan pribadi. Perkembangan kontrol
diri berlangsung dari masa kanak-kanak sampai seumur hidup (Calhoun, 1995).
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan kontrol
diri remaja dipengaruhi oleh faktor usia dan kematangan emosi, serta hal ini berkaitan
erat dengan perkembangan moralnya, dimana pada tahap ini remaja akan mengalami
perbaikan dan perubahan standar sosial moral dan menyesuaikannya dengan cara
menghormati orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri. Perkembangan kontrol
diri ini berlangsung dari masa kanak-kanak sampai seumur hidup.
2.2. Gaya Hidup
2.2.1. Pengertian Gaya Hidup
Menurut Kotler (2002) gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang
mengekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan
“keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
20
Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan
berinteraksi di dunia. Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang
dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang
penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan
tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini). Sedangkan menurut Minor dan
Mowen (2002), gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana
membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu. Selain itu, gaya
hidup menurut Suratno dan Rismiati (2001) adalah pola hidup seseorang dalam dunia
kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat yang
bersangkutan. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi
dengan lingkungan.
2.2. Gaya Hidup Remaja Masa kini
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa gaya hidup anak remaja kini sangat
berbeda dengan gaya hidup anak remaja dulu. Kalau dulu, anak remajanya tidak
mengenal yang namanya narkoba, komputer, HP (Hand Phond), fashion, atau
berbagai macam model pakaian. Kini justru sebaliknya. Anak remaja, atau istilah
lainnya ABG (Anak Baru Gede) justru bergelut dengan hal-hal tersebut. Dan menjadi
gaya hidup mereka tiap harinya.
Terjadinya perubahan gaya hidup (life style) anak remaja masa kini tak
terlepas dari perubahan budaya, pola pikir yang dianut oleh masyarakat bersangkutan.
Kini anak remaja lebih senang dengan hal-hal yang serba instan, pragmatis, dan
21
cenderung kebarat-baratan. Hal itu dapat kita lihat dalam bentuk rambut, pakaian,
maupun sepatu, dll. Itu dimungkinkan karena alam modern menyediakan berbagai
macam alternatif dalam kehidupan. Manusia tinggal memilih mana yang suka, dan
tidak suka, cocok dan tidak cocok. Akibatnya sangat fatal. Budaya asli yang dulu
menjadi tonggak budaya masyarakat menjadi terkubur oleh budaya baru yaitu budaya
modern yang tidak lain adalah budaya barat. Contoh yang paling praktis adalah
kebaya. Pada jaman dulu Kebaya menjadi salah satu pakaian istimewa, favorit di
masyarakat kita. Setiap ada upacara besar pun kebaya tidak pernah luput dari mata.
Namun seiring dengan berkembangnya jaman yang makin maju, terbuka kebaya lama
kelamaan dtinggalkan oleh masyarakat. Dan beralih ke bentuk pakaian-pakaian yang
lebih simple, praktis, dan memberi warna tersendiri bagi setiap orang yang
menggunakannya.
Selain dalam hal pakaian, gaya hidup anak remaja masa kini memang lebih
maju, terbuka dibandingkan dengan jaman dulu. Pola pikir, cara bertindak, dan cara
berbicara pun sangat dipengaruhi oleh gaya hidup modern yang tidak lain adalah
generalisasi budaya barat itu sendiri. Itu semua adalah sisi positif dari lahirnya
budaya maju. Dan sisi-sisi positif gaya hidup modern tersebut tidak terbantahkan lagi.
Akan tetapi kita juga jangan lupa bahwa di mana ada sisi positif, maka sisi negatifnya
juga pasti ada. Begitu juga dalam hal gaya hidup modern. Gaya hidup modern selain
memberi nilai-nilai positif, juga mengakibatkan sisi negatif yang tidak kalah
bahayanya.
22
Kasus narkoba, free seks, korupsi waktu, dan lebih memilih hal-hal yang lebih
instan ketimbang mengikuti proses merupakan sisi lain dari kehidupan anak remaja
dewasa ini. Ratusan ribu anak-anak remaja dewasa ini tersandung kasus narkoba, dan
nasibnya berakhir di bui. Maraknya free seks dalam kehidupan anak remaja juga
tidak kalah hebatnya. Akibatnya ada ratusan ribu anak remaja di tanah air menjadi
pengidap penyakit HIV/Aids.
2.3. Perilaku Seks Pranikah
2.3.1. Pengertian Perilaku Seks Pranikah
Seks dalam arti sempit diartikan kelamin, anggota-anggota tubuh dan ciri-ciri
badaniah lainnya yang membedakan laki-laki dan wanita, kelenjar-kelenjar dan
hormon yang mempengaruhi alat kelamin, hubungan kelamin dan proses pembuahan,
kehamilan dan kelahiran. Sedangkan seks dalam arti luas yaitu segala hal yang terjadi
sebagai akibat (konsekuensi) dari adanya jenis kelamin, seperti perbedaan tingkah
laku, perbedaan atribut (pakaian, nama), perbedaan peran dan pekerjaan serta
hubungan antara pria dan wanita (tata krama pergaulan, etika dan lain-lain). Oleh
karena itu, sebagai usaha pendidikan, komunikasi tentang seks yang dilakukan orang
tua dengan anak tidak boleh terlepas dari segi seksualitas yang luas tersebut
(Sarwono, 1986).
Istilah seks lebih tepat untuk menunjukkan alat kelamin. Namun, seringkali
masyarakat umum (awam) memiliki pengertian bahwa istilah seks lebih mengarah
pada bagaimana masalah hubungan seksual antara dua orang yang berlainan jenis
23
kelamin. Adapun pengetahuan tentang masalah seksualitas, berkaitan dengan anatomi
seksual (organ-organ tubuh), fungsi hormon seksual, dan perilaku seksual dalam
kehidupan sosial.
Perilaku seks pranikah adalah pergaulan bebas yang tidak terkendali secara
normatif dan etika moral antar remaja yang berlainan jenis (Dariyo, 2004). Perilaku
seks adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan
jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat bermacam-macam,
mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan
bersenggama. Obyek seksualnya dapat berupa orang lain, orang dalam khayalan
ataupun dari diri sendiri (Sarwono, 1991).
Hubungan seksual pranikah adalah sebagai hubungan kelamin yang dilakukan
oleh seorang pria dan wanita yang terjadi sebelum ada ikatan resmi (pernikahan) atau
dalam istilah asing disebut premarital heterosexual intercourse (Daryanto, 2009).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seks
pranikah adalah suatu aktivitas seksual yang didorong oleh hasrat seksual, yang
dilakukan oleh pria dan wanita sebelum adanya ikatan resmi (pernikahan) menurut
agama dan hukum, mulai dari bentuk perilaku seks yang paling ringan sampai
tahapan senggama.
2.3.2. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Seks Pranikah
Perilaku negatif remaja terutama hubungannya dengan penyimpangan
seksualitas seperti seks pranikah ini, dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (dari diri
24
remaja sendiri) serta faktor eksternal (berasal dari luar) yang mendukung perilaku
tersebut.
Faktor-faktor internal yang menyebabkan terjadinya perilaku seks pranikah
antara lain:
a. Meningkatnya libido seksualitas, dimana menurut Freud bahwa energi-energi
seksual berkaitan erat dengan kematangan fisik.
b. Proses kematangan organ tubuh yang menyangkut perkembangan fisik maupun
kematangan organ-organ seksual dikendalikan oleh kelenjar endokrin yang
terletak pada dasar otak. Kelenjar pituari ini menghasilkan dua hormon, yaitu
hormon pertumbuhan yang mempengaruhi ukuran dan bentuk fisik tubuh
individu, dan hormon gonadotropik yang merangsang kelenjar gonad (kelenjar
seks) menjadi lebih aktif sehingga menimbulkan rangsangan-rangsangan seksual.
c. Kualitas diri pribadi seperti kurangnya kontrol diri atau pengendalian diri,
motivasi kesenangan, pengalaman emosional yang kurang sehat, terhambatnya
perkembangan hati nurani yang agamis, ketidakmampuan mempergunakan waktu
luang dengan baik (Sarwono, 1991).
Faktor-faktor eksternal yang menjadi penyebab terjadinya perilaku seks
pranikah antara lain:
a. Kurangnya informasi tentang seks.
Hubungan seks dianggap ekspresi rasa cinta. Selain itu tidak tersedianya
informasi yang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi memaksa remaja
25
mencari akses dan mengeksplorasi sendiri. Majalah, buku dan film pornografis
yang memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa mengajarkan tanggung jawab
yang harus disandang dan resiko yang harus dihadapi, menjadi acuan utama
mereka.
b. Percintaan.
Hubungan seks pada remaja umumnya akibat berpacaran atau percintaan dan
beberapa di antaranya berorientasi pada pemuasan nafsu.
c. Kurangnya komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak sehingga
memperkuat munculnya perilaku yang menyimpang.
d. Pergaulan.
Menurut Hurlock, perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh lingkungan
pergaulannya, terutama pada masa pubertas dimana pengaruh teman sebaya lebih
besar dibandingkan orang tua.
e. Adanya penundaan usia perkawinan yang menyebabkan tidak segera dilakukan
penyaluran kebutuhan biologis yang tepat.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Besar
Kaiser (Kaiser Family Foundation, dalam Santrock, 1998), faktor yang mendorong
remaja melakukan hubungan seks pranikah adalah:
a. Hubungan seks, bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam pacaran seperti
ungkapan kasih sayang dengan pemberian hadiah bunga, berpelukan, berciuman
dan bahkan melakukan hubungan seks.
26
b. Faktor religiusitas, kehidupan iman yang rapuh. Individu yang rapuh imannya
cenderung mudah melakukan pelanggaran terhadap ajaran-ajaran agamanya.
c. Faktor kematangan biologis, sehingga remaja sudah dapat melakukan fungsi
reproduksi layaknya orang dewasa. Kematangan biologis yang tidak disertai
dengan kemampuan mengendalikan diricenderung berakibat negatif seperti
perilaku seks pranikah, sebaliknya kematangan biologis yang disertai dengan
kemampuan mengendalikan diri akan membawa kebahagiaan bagi remaja di masa
depannya (Dariyo, 2004).
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpilkan bahwa faktor yang
mempengaruhi remaja melakukan perilaku seks pranikah, diantaranya persepsi yang
salah dalam mengartikan suatu perasaan dan hubungan dalam berpacaran, faktor
religiusitas (keimanan), faktor kematangan biologis yang berkaitan dengan
pengendalian diri, kontrol diri, media massa, pornografi serta rasa ingin tahu yang
tinggi mengenai masalah seks.
2.3.3. Bentuk-bentuk Perilaku Seks Pranikah
Bentuk perilaku seks adalah tingkat perilaku yang dilakukan pasangan lawan
jenis. Menurut Simanjuntak (1984), bentuk perilaku seks pranikah yang biasa
dilakukan pelajar adalah sebagai berikut:
a. Bergan dengan tangan adalah perilaku seks mereka hanya terbatas pada pergi
berdua/ bersama dan saling berpegangan tangan, belum sampai pada tingkat yang
lebih dari bergandengan tangan, seperti berciuman atau lainnya. Bergandengan
27
tangan termasuk dalam perilaku seks pranikah karena adanya kontak fisik secara
langsung antara dua orang lawan jenis yang didasari dengan rasa suka/cinta.
b. Berciuman, didefinisikan sebagai suatu tindakan saling menempelkan bibir ke
pipi atau bibir ke bibir, sampai saling menempelkan lidah sehingga dapat
menimbulkan rangsangan seksual antar keduanya.
c. Bercumbu adalah tindakan yang sudah dianggap rawan yang cenderung
menyebabkan suatu rangsangan akan melakukan hubungan seksual (senggama)
dimana pasangan ini sudah memegang atau meremas payudara, baik melalui
pakaian atau secara langsung, juga saling menempelkan alat kelamin tapi belum
melakukan hubungan seksual atau senggama secara langsung.
d. Senggama, yaitu melakukan hubungan seksual atau terjadi kontak seksual.
Bersenggama mempunyai arti bahwa memasukkan alat kelamin laki-laki ke
dalam alat kelamin perempuan (Simanjuntak. 1986).
Furhmann (1990) menjelaskan jenis-jenis perilaku seksual yang dilakukan
selama masa remaja. Di antaranya adalah:
a. Masturbasi
Aktivitas seksual yang bertujuan untuk meredakan ketegangan seksual tanpa
melakukan hubungan seksual dengan obyek manusia tetapi dengan obyek seksual
lain yang bisa berupa fantasi atau benda tertentu. Pada masturbasi tidak terjadi
hubungan seksual tapi dapat dicapai orgasme. Terdapat perbedaan presentase
antara anak perempuan dengan anak laki-laki dalam melakukan masturbasi.
28
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kinsey (dalam Jersild, 1965), pada masa
remaja akhir diduga sebesar 90% anak laki-laki yang belum menikah melakukan
masturbasi dan sebagian besar melakukan secara rutin sekali atau bahkan lebih
dari sekali seminggu. Pada anak perempuan, aktivitas seksualnya dikategorikan
rendah. Studi yang dilakukan pada wanita dewasa berkaitan dengan aktivitas
seksualnya di masa remaja didapatkan bahwa hanya sekitar 30-60% yang
melakukan aktivitas seksual. Berdasarkan laporan Kinsey, pada remaja akhir
hanya 2 sampai 5 anak perempuan yang memiliki pengalaman masturbasi dan
dari separuhnya melakukan aktivitas tersebut secararutin pada saat-saat tertentu
(Jersild, 1965).
b. Meraba daerah sensitif (petting)
Upaya membangkitkan dorongan seksual antar jenis kelamin dengan tanpa
tindakan intercourse atau hubungan seksual. Petting merupakan aktifitas erotis
yang umum dilakukan dalam masa remaja. Menurut Kinsey (Jersild, 1965),
petting merupakan bentuk kontak fisik yang tidak melibatkan alat kelamin atau
bagian genital yang bertujuan untuk menimbulkan efek erotis. Berdasarkan studi
Hass ditemukan 90% remaja (usia 15-18) melakukan petting menggunakan
anggota tubuh bagian pinggang ke atas dan dikatakan pula bahwa petting
merupakan aktivitas heteroseksual yang sering terjadi pada remaja. Sedangkan
menurut Masland, petting adalah langkah yang lebih mendalam dari ciuman dan
pelukan yang berupa merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan termasuk
29
lengan, dada, buah dada, kaki dan kadang-kadang daerah kemaluan dari dalam
atau dari luar pakaian.
c. Oral genital sex
Hubungan seks oral merupakan rangsangan dengan mulut pada organ seks atau
alat kelamin pasangan atau dapat diartikan sebagai hubungan seksual yang hanya
melibatkan adanya pertemuan antara bagian oral genital dari masing-masing
individu tanpa melakukan penetrasi. Tipe hubungan seks model oral-genital
sexini merupakan alternatif aktivitas seksual yang dianggap cukup aman oleh
remaja.
Morrison
(dalam
Fuhrmann,
1990)
menemukan
berdasarkan
penelitiannya bahwa beberapa anak laki perempuan yang menjadi sampelnya
menyatakan bahwa dirinya masih perawan sepanjang dia tidak melakukan
penetrasi, dan oral-genital sex dianggap cukup efektif untuk mempertahankan
keperawanannya.
d. Sexual intercourse (hubungan seksual)
Menurut Adams, hubungan seksual terjadi pada remaja belasan cenderung kurang
direncanakan dan lebih bersifat spontan. Hal ini dipengaruhi oleh adanya
romantisme aktivitas seks, ketidakpastian identitas seksual, sifat impulsif remaja
serta dipengaruhi oleh tingkat kematangan kognitif dan sosial. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Sorenson (Roediger, 1991) terdapat 400 remaja
berusia 13-19 tahun ditemukan sebesar 75% remaja menyatakan bahwa
premarital sexdapat diterima apabila individu yang melakukan terlibat secara
30
emosional atau mempunyai rasa cinta terhadap pasangannya. Ada perasaan yang
saling bertentangan saat remaja pertama kali melakukan sexual intercourse.
Pertama muncul perasaan nikmat, menyenangkan, indah, intim dan puas. Pada
sisi lain muncul perasaan cemas, tidak nyaman, khawatir, kecewa dan perasaan
bersalah. Remaja laki-laki pada umumnya memiliki perasaan yang lebih positif
mengalami pengalaman seksualnya yang pertama kali dari pada remaja
perempuan. Penelitian yang dilakukan Hass (Furhmann, 1990) ditemukan sebesar
43% remaja awal laki-laki dan 31% remaja awal perempuan (sekitar usia 15-16
tahun) kemudian 56% remaja akhir laki-laki dan 44% remaja akhir perempuan
(usia sekitar 17-18 tahun) pernah melakukan sexual intercourse atau hubungan
seksual (Daryanto, 2009).
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk perilaku seks
pranikah atau tingkat perilaku seksual yang dilakukan pasangan lawan jenis yang
dilakukan oleh remaja meliputi masturbasi, meraba daerah sensitif (petting), oral
genital sex, sampai dengan sexual intercourse atau hubungan seksual.
3.3.4. Dampak Perilaku Seks Pranikah
Setiap perbuatan pasti ada dampak dan konsekuensinya, begitu juga
konsekuensi yang ditimbulkan dari hubungan seks pranikah sangat jelas terlihat
khususnya bagi remaja putri seperti hamil di luar nikah. Perilaku seks pranikah
khususnya bagi pelajar akan menimbulkan masalah antara lain :
31
a. Memaksa pelajar tersebut dikeluarkan dari sekolah, sementara mental belum siap
dibebani masalah ini.
b. Kemungkinan
terjadinya
aborsi
yang
tidak
bertanggung
jawab
dan
membahayakan jika sampai terjadi kehamilan yang tidak diinginkan.
c. Pengalaman seksualitas yang terlalu dini sering berpengaruh di masa dewasa,
seperti merasakan hubungan seks bukanlah sesuatu yang sakral lagi sehingga
tidak bisa menikmati hubungan tersebut, hanya sebagai alat memuaskan nafsu
saja.
d. Hubungan seks yang dilakukan dengan berganti-ganti pasangan menimbulkan
resiko yang tinggi seperti terjangkitnya berbagai penyakit kelamin menular.
Tidak hanya itu dampak psikologis perilaku seks pranikah, tetapi juga
mengakibatkan rasa bersalah dan penyesalan karena melanggar norma, depresi,
ketegangan mental dan kebingungan untuk menghadapi segala kemungkinan resiko
yang akan terjadi. Kehamilan remaja, pengguguran kandungan (aborsi), terputusnya
sekolah, perkawinan di usia muda, perceraian, penyakit kelamin, penyalahgunaan
obat merupakan akibat buruk dari petualangan cinta dan seks yang salah pada saat
remaja masih sebagai seorang pelajar. Akibatnya, masa depan mereka yang penuh
dengan harapan menjadi hancur berantakan. Oleh karena itu, pendidikan seks bagi
remaja sebaiknya diberikan agar mereka sadar bagaimana menjaga organ
reproduksinya tetap sehat dan mereka mempunyai pengetahuan tentang seks yang
benar.
32
2.4. Kerangka Konsep
Variabel Independent
Variabel Dependent
Kontrol Diri
Perilaku Seks Pranikah
Gaya Hidup
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
2.5. Hipotesis Penelitian
1.
Ada hubungan kontrol diri dengan perilaku seksual di SMA Negeri 2 Ketanjo
Raya.
2.
Ada hubungan gaya hidup dengan perilaku seksual di SMA Negeri 2 Ketanjo
Raya.
33
BAB IV
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik, penelitian
yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi dengan pendekatan
cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kontrol diri
dan gaya hidup dengan perilaku seksual di SMA Negeri 2 Ketanjo Raya.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Ketanjo Raya. Alasan memilih
lokasi ini karena siswa/siswi SMA Negeri 2 Ketanjo Raya ada yang melakukan seks
pranikah dan merupakan salah satu SMA yang tertinggi perilaku seks pra nikah jika
dibandingkan dengan SMA lain di Ketanjo Raya.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bulan Juni sampai Agustus 2015 yaitu mulai
melakukan penelusuran kepustakaan, penyusunan proposal, seminar proposal,
penelitian, analisis data dan penyusunan laporan akhir.
53
34
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi Ketanjo Raya kelas XI
yang berjumlah 106 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan sebagai sampel
berjumlah 106 orang (total sampling).
3.3.3. Kriteria Sampel
a. Kriteria Inklusi
1. Responden yang pernah pacaran atau sedang pacaran saat ini
2. Bersedia menjadi responden
b. Kriteria Eksklusi
1. Responden yang belum pernah pacaran atau tidak sedang pacaran saat ini
2. Tidak bersedia menjadi responden
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Jenis Data
a. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner.
b. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari
dokumen atau catatan yang diperoleh dari SMA Negeri 2 Ketanjo Raya.
35
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Independent
1. Kontrol diri adalah kemampuan remaja untuk menahan dan melawan keinginan
atau dorongan sesaat yang berkaitan dengan perilaku seksual.
Kategori Kontrol diri : 0. Baik
1. Tidak Baik
Pengukuran variabel kontrol diri disusun 8 pertanyaan yang diajukan dengan
jawaban ”ya (bobot nilai 2 )” dan ”tidak (bobot nilai 1)”, dan dikategorikan
menjadi 2, yaitu:
0. Baik, jika responden memperoleh skor > 50% yaitu 9-16
1. Tidak baik, jika responden memperoleh skor ≤ 50% yaitu 0-8
2. Gaya hidup adalah pola hidup siswa sehari-hari yang berisiko terhadap perilaku
seksual pranikah.
Kategori Gaya Hidup : 0. Tidak Berisiko
1. Berisiko
Pengukuran variabel kontrol diri disusun 3 pertanyaan yang diajukan dengan
jawaban ”ya (bobot nilai 2 )” dan ”tidak (bobot nilai 1)”, dan dikategorikan
menjadi 2, yaitu:
0. Tidak berisiko, jika responden memperoleh skor = 100% yaitu 3
1. Berisik, jika responden memperoleh skor < 100% yaitu 1-2
36
3.5.2. Variabel Dependent
1. Perilaku seks pranikah adalah segala bentuk kegiatan untuk mendapatkan
kesenangan organ seksual yaitu dengan menyalurkan dorongan nafsu seksual
yang timbul dari dalam diri maupun dari luar diri dan dilakukan oleh para remaja
tanpa ada ikatan perkawinan. Perilaku seksual pada remaja ini diungkap dengan
menggunakan skala frekuensi dari tahap-tahap perilaku seksual yaitu berciuman
(kissing),
bersentuhan
(touching),
petting
(bercumbu
dengan
saling
menggesekkan alat kelamin) dan berhubungan seksual (coitus).
Kategori Perilaku seksual pada remaja :
0. Baik
1. Tidak Baik
Pengukuran variabel perilaku seksual pada remaja disusun 8 pertanyaan
yang diajukan dengan jawaban ”tidak (bobot nilai 1)”, dan ”ya (bobot nilai
0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:
0. Baik : Jika responden memperoleh skore = 100% yaitu 8
1. Tidak Baik : Jika responden memperoleh skore < 100% yaitu 1-7
37
3.6. Metode Pengukuran
Tabel 3.1. Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur
Variabel
Variabel Bebas
1. Kontrol diri
2. Gaya Hidup
Variabel Terikat
Perilaku seks pranikah
Cara dan
Alat Ukur
Skala
Ukur
Wawancara
(kuesioner)
Wawancara
(kuesioner)
Ordinal
Wawancara
(kuesioner)
Ordinal
Ordinal
Hasil Ukur
0.
1.
0.
1.
Baik
Tidak baik
Tidak berisiko
Berisiko
0. Baik
1. Tidak baik
3.7. Metode Analisis Data
3.7.1. Analisis Univariat
Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran
distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran
variabel independen (kontrol diri dan gaya hidup) dan variabel dependen yaitu
perilaku seksual pada remaja.
3.7.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan kontrol diri
dan gaya hidup dengan perilaku seks pranikah di SMA Negeri 2 Ketanjo Raya
dengan menggunakan statistik uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
SMA Negeri 2 Ketanjo Raya terletak di Jl. Raya Ketanjo Propinsi Riau dan
berdiri pada tahun 1950.
Saat ini SMA Negeri 2 Ketanjo Raya adalah Akredisi A dan memiliki ruang
laboratorium yang lengkap dan fasilitas yang memadai. Luas areal seluruhnya 4.215
m2 dan luas bangunan 806 m2.
Visi dan Misi sekolah/yayasan SMA Negeri 2 Ketanjo Raya adalah sebagai
berikut :
a.
Visi
Mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
mendidik
para siswa
untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang terampil serta menguasai ilmu
pengetahuan menuju era globalisasi.
b.
Misi
Mewuzudkan siswa yang menguasai ilmu pengetahuan dan berbudi luhur sesuai
dengan iman dan taqwa selaku umat beragama ditengah tengah masyarakat.
38
39
4.2. Analisis Univariat
Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: kontrol diri, gaya
hidup dan perilaku seks pranikah.
4.2.1. Kontrol Diri
Untuk melihat kontrol diri pada siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya disusun
sebanyak 8 pertanyaan dan dapat dijabarkan pada Tabel 4.1 :
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Kontrol Diri pada Siswa SMA Negeri 2 Ketanjo
Raya
Jawaban
No
Kontrol Diri
1
2
Dapat mengontrol diri pada pasangan.
Melawan
keinginan
untuk
saling
berpegangan tangan
Melawan keinginan untuk duduk berduaan
dengan pasangan.
Melawan keinginan berciuman dengan
pasangan.
Melawan keinginan untuk melakukan
berpelukan dengan pasangan.
Melawan keinginan untuk meraba daerah
sensitif pada pasangan.
Melawan keinginan untuk melakukan
petting.
Melawan keinginan untuk melakukan halhal yang berhubungan dengan seksualitas
3
4
5
6
7
8
Ya
N
49
48
%
46,2
45,3
Tidak
N
%
57
53,8
58
54,7
41
38,7
65
61,3
41
38,7
65
61,3
40
37,7
66
62,3
46
43,4
60
56,6
46
43,4
60
56,6
40
37,7
66
62,3
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden menjawab ya dapat
mengontrol diri pada pasangan sebanyak 49 orang (46,2%), melawan keinginan untuk
saling berpegangan tangan sebanyak 48 orang (45,3%), melawan keinginan untuk
duduk berduaan dengan pasangan sebanyak 41 orang (38,7%), melawan keinginan
berciuman dengan pasangan sebanyak 41 orang (38,7%), melawan keinginan untuk
40
melakukan berpelukan dengan pasangan sebanyak 40 orang (37,7%), melawan
keinginan untuk meraba daerah sensitif pada pasangan sebanyak 46 orang (43,4%),
melawan keinginan untuk melakukan petting sebanyak 46 orang (43,4%), melawan
keinginan untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas sebanyak
40 orang (37,7%).
Hasil pengukuran control diri anak kemudian dikategorikan seperti pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kategori Kontrol Diri Anak pada Siswa SMA
Negeri 2 Ketanjo Raya
No Kontrol Diri
1 Baik
2 Tidak Baik
Jumlah
f
62
44
106
%
58,5
41,5
100,0
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa kategori kontrol diri
mayoritas pada kategori baik sebanyak 62 orang (58,5%) dan minoritas tidak baik
sebanyak 44 orang (41,5%).
4.2.2. Gaya Hidup
Untuk melihat gaya hidup pada siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya dapat
dijabarkan pada Tabel 4.3 :
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Gaya Hidup pada Siswa SMA Negeri 2 Ketanjo
Raya
No Gaya Hidup
1 Tidak Berisiko
2 Berisiko
Jumlah
f
42
64
106
%
39,6
60,4
100,0
41
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa gaya hidup siswa mayoritas
dengan berisiko sebanyak 64 orang (60,4%) dan minoritas tidak berisiko sebanyak 42
orang (39,6%).
4.2.3. Perilaku Seks Pranikah
Untuk melihat perilaku seks pranikah pada siswa SMA Negeri 2 Ketanjo
Raya disusun sebanyak 8 pertanyaan dan dapat dijabarkan pada Tabel 4.4 :
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Perilaku Seks Pranikah pada Siswa SMA Negeri
2 Ketanjo Raya
No
N
8
11
Jawaban
Tidak
%
N
%
7,5
98
92,5
10,4
95
89,6
12
11,3
94
88,7
16
15,1
90
84,9
15
14,2
91
85,8
13
12,3
93
87,7
13
12,3
93
87,7
7
6,6
99
93,4
Perilaku Seks Pranikah
1
2
3
4
5
6
7
8
Pernah melakukan hubungan seksual
Saya dan pasangan suka mencari tempat-tempat
sepi untuk bisa saling berciuman
Saya mencium pasangan saya setiap kali kami
bertemu .
Ketika sedang berkencan kami saling mencumbu
satu sama lain.
Saya tidak menolak untuk diraba pada bagian
tubuh saya yang sensitive.
Saya tidak menolak jika pasangan saya
mencumbui saya.
Saat berduaan dengan pasangan, kami saling
meraba daerah sensitif pasangan saya.
Kami melakukan petting (saling menggesekkan
alat kelamin) supaya sama-sama terangsang.
Ya
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden menjawab ya pernah
melakukan hubungan seksual sebanyak 8 orang (7,5%), saya dan pasangan suka
mencari tempat-tempat sepi untuk bisa saling berciuman sebanyak 11 orang (10,4%),
saya mencium pasangan saya setiap kali kami bertemu sebanyak 12 orang (11,3%),
42
ketika sedang berkencan kami saling mencumbu satu sama lain sebanyak 16 orang
(15,1%), saya tidak menolak untuk diraba pada bagian tubuh saya yang sensitive
sebanyak 15 orang (14,2%), saya tidak menolak jika pasangan saya mencumbui saya
sebanyak 13 orang (12,3%), saat berduaan dengan pasangan, kami saling meraba
daerah sensitif pasangan saya sebanyak 13 orang (12,3%), kami melakukan petting
(saling menggesekkan alat kelamin) supaya sama-sama terangsang sebanyak 7 orang
(6,6%).
Hasil pengukuran perilaku seks pranikah anak kemudian dikategorikan seperti
pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Kategori Perilaku Seks Pranikah pada Siswa
SMA Negeri 2 Ketanjo Raya
No Kategori Perilaku Seks Pranikah
1 Baik
2 Tidak Baik
Jumlah
f
70
36
106
%
66,0
34,0
100,0
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa kategori perilaku seks
pranikah pada siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya mayoritas pada kategori baik
sebanyak 70 orang (66,0%) dan minoritas tidak baik sebanyak 36 orang (34,0%).
4.3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk menganalisis hubungan kontrol diri dan gaya
hidup dengan perilaku seks pranikah siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya.
43
Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variabel kontrol diri dan gaya hidup
dengan perilaku seks pranikah siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya dapat dilihat pada
Tabel 4.6 :
Tabel 4.6. Hubungan Kontrol Diri dan Gaya Hidup dengan Perilaku Seks
Pranikah Siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya
No Variabel
1
2
Kontrol Diri
Baik
Tidak Baik
Gaya Hidup
Tidak Berisiko
Berisiko
Perilaku Seks Pranikah
Baik
Tidak Baik
n
%
n
%
Total
n
%
P
value
60
10
96,8
22,7
2
34
3,2
77,3
62
44
100
100
0,000
39
31
92,9
48,4
3
33
7,1
51,6
42
64
100
100
0,000
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa hasil analisis bivariat antara
variabel kontrol diri dan gaya hidup dengan perilaku seks pranikah siswa SMA
Negeri 2 Ketanjo Raya adalah sebagai berikut :
a. Hasil analisis hubungan antara kontrol diri dengan perilaku seks pranikah siswa
SMA Prayatna diperoleh bahwa ada sebanyak 60 dari 62 orang (96,8%) dengan
kontrol diri anak baik terdapat perilaku seks pranikah pada anak dengan kategori
baik. Sedangkan diantara kontrol diri anak tidak baik ada 10 dari 44 orang
(22,7%) terdapat perilaku seks pranikah pada anak dengan kategori baik. Hasil uji
statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,000 maka dapat disimpulkan
ada hubungan proporsi perilaku seks pranikah antara kontrol diri baik dengan
kontrol diri tidak baik (ada hubungan yang signifikan antara kontrol diri anak
dengan perilaku seks
44
b. Hasil analisis hubungan antara gaya hidup dengan perilaku seks pranikah siswa
SMA Negeri 2 Ketanjo Raya diperoleh bahwa ada sebanyak 39 dari 42 orang
(92,9%) dengan gaya hidup tidak berisiko terdapat perilaku seks pranikah pada
anak dengan kategori baik. Sedangkan diantara gaya hidup yang berisiko ada 31
dari 64 orang (48,4%) terdapat perilaku seks pranikah pada anak dengan kategori
baik. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa nilai p < 0,000 maka dapat
disimpulkan ada hubungan proporsi perilaku seks pranikah antara gaya hidup
tidak berisiko dengan gaya hidup berisiko (ada hubungan yang signifikan antara
gaya hidup anak dengan perilaku seks pranikah siswa SMA Negeri 2 Ketanjo
Raya).
45
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Kontrol Diri dengan Perilaku Seks Pranikah Siswa SMA Negeri
2 Ketanjo Raya.
Hasil penelitian tentang variabel kontrol diri ditemukan siswa SMA Negeri 2
Ketanjo Raya dengan kontrol diri baik berperilaku baik seks pranikah sebesar 96,8%.
Uji statistik menunjukkan variabel kontrol diri berhubungan dengan perilaku seks
pranikah siswa SMA SMA Negeri 2 Ketanjo Raya. Mengacu pada hasil uji tersebut
dapat dijelaskan semakin baik kontrol diri anak maka akan meningkat perilaku baik
seks pranikah siswa.
Pada penelitian ini kontrol diri siswa masih kurang dapat kita lihat dari 106
siswa dengan kontrol diri tidak baik sebesar 41,5%. Keadaan ini menunjukkan bahwa
siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya lebih meningkatkan kontrol diri terhadap hal-hal
negatif yang berhubungan dengan perilaku seks pranikah. Kontrol diri pada siswa
adalah harus mampu menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan
dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial.
Menurut Messina (2003) menyatakan bahwa kontrol diri adalah seperangkat
tingkah laku yang berfokus pada keberhasilan mengubah diri pribadi, keberhasilan
menangkal pengrusakan diri (self-destruction), perasaan mampu pada diri sendiri,
perasaan mandiri (autonomy) atau bebas dari pengaruh orang lain, kebebasan
menentukan tujuan, kemampuan untuk memisahkan perasaan dan pikiran rasional,
46
serta seperangkat tingkah laku yang berfokus pada tanggung jawab atas diri pribadi.
Sedangkan Papalia (2004), menyatakan self control adalah kemampuan individu
untuk menahan dorongan-dorongan dan kemampuan individu untuk mengendalikan
tingkah lakunya pada saat tidak adanya kontrol dari lingkungan.
Menurut Safarino (1997) mengemukakan bahwa kontrol diri diperlukan untuk
mengatur perilaku yang diinginkan dan yang tidak diinginkan pada saat seseorang
berhadapan dengan stimulus-stimulus. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan
bahwa kontrol diri merupakan salah satu faktor dari dalam diri manusia yang sangat
penting sehingga dapat terhindar dari perilaku seksual pranikah di kalangan remaja.
Kontrol diri yang tinggi sangat dibutuhkan sehingga seorang individu tidak gampang
terpengaruh oleh stimulus yang bersifat negatif (Walgito, 2002).
Dalam konsep kontrol diri pada remaja selalu diikuti dengan perilaku yang
dikendalikan rasa bersalah, sebab dalam diri seseorang yang mempunyai moral yang
matang selalu ada rasa bersalah dan malu. Namun, rasa bersalah berperan lebih
penting dari pada rasa malu dalam mengendalikan perlaku apabila pengendalian
lahiriah tidak ada. Hanya sedikit remaja yang mampu mencapai tahap perkembangan
moral yang demikian sehingga remaja tidak dapat disebut secara tepat orang yang
”matang secara moral” (Susanti, 2002).
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Iga Serpianing Aroma (2010)
mengenai ” Tingkat Kontrol Diri dengan Kecenderungan Perilaku Kenakalan
Remaja” di SMK X Kediri yang berjumlah 265 orang oleh Iga Serpianing Aroma
(2010), menyebutkan bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat kontrol diri
47
dengan kecenderungan perilaku kenakalan remaja. Semakin tinggi tingkat kontrol diri
maka semakin rendah pula kecenderungan perilaku kenakalan remaja, sebaliknya
semakin rendah tingkat kontrol diri maka semakin tinggi kecenderungan perilaku
kenakalan remajanya. Perilaku kenakalan remaja yang menyimpang terhadap norma
antara lain seks pranikah dikalangan remaja dan aborsi oleh remaja wanita dan lain
sebagainya.
Penelitian lain mengenai kontrol diri yang dilakukan oleh Dini Susanti,
mahasiswa psikologi UIIS Malang tahun 2002, yang memaparkan bahwa dari
keseluruhan responden sudah cukup mampu mengontrol diri mereka agar tidak
terjerumus pada seks pranikah namun sayangnya mayoritas dari mereka
menggunakan cara yang kurang tepat, negatif, tidak sehat dan tidak terarah. Dari
mereka hanya 50% yang mampu mengontrol diri terhadap perilaku seks pranikah
dengan jalan yang positif, dan 50% dari mereka yang mengatakan bahwa hubungan
seks pranikah adalah suatu hal yang wajar dan mereka tidak mampu mengontrol diri
untuk melakukan seks pranikah karena mereka didukung oleh pergaulan (Susanti,
2002).
48
5.2. Hubungan Gaya Hidup dengan Perilaku Seks Pranikah Siswa SMA Negeri
2 Ketanjo Raya.
Hasil penelitian tentang variabel gaya hidup ditemukan siswa SMA Negeri 2
Ketanjo Raya dengan gaya hidup tidak berisiko berperilaku baik seks pranikah
sebesar 92,9%. Uji statistik menunjukkan variabel gaya hidup berhubungan dengan
perilaku seks pranikah siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya. Mengacu pada hasil uji
tersebut dapat dijelaskan semakin tidak berisiko gaya hidup remaja maka akan
meningkat perilaku baik seks pranikah siswa.
Pada penelitian ini gaya hidup siswa masih kurang dapat kita lihat dari 106
siswa dengan gaya hidup berisiko sebesar 60,4%. Keadaan ini menunjukkan bahwa
siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya kurang bergaya hidup tidak berisiko terhadap halhal negatif yang berhubungan dengan perilaku seks pranikah. Gaya hidup pada siswa
adalah harus mampu menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan
dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial.
Menurut Kotler (2002) dalam Simamora (2009) gaya hiusp adalah pola hidup
seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya
hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Gaya hidup remaja pada era globalisasi banyak dipengaruhi oleh kemajuan
teknologi. Pengaruh teknologi terutama media masa memberikan kontribusi pada
perubahan gaya hidup remaja. Remaja yang memiliki aktivitas dan hobi dalam
memanfaatkan media visual seperti menonton video dan film pornografi bisa saja
49
tanpa mereka sadari akan mempengaruhi pengetahuan serta sikap dalam bertindak
kearah gaya hidup yang berisiko melakukan perilaku seksual pranikah.
Hal ini sesuai dengan penelitian Fadila (2012) bahwa proporsi gaya hidup
berisiko terjadinya perilaku seksual pranikah pada remaja yaitu menonton video
porno sebesar 76,2%, terpengaruh dengan bacaan atau tontonan porno sehingga
memiliki keinginan untuk mencoba melakukan hubungan seksual sebesar 15,3% dan
melakukan perilaku seksual pranikah karena pengaruh dari bacaan atau tontonanan
porno sebesar 7,7%. Dan gaya hidup tidak berisiko terjadinya perilaku seksual
pranikah yaitu penampilan fisik sebesar 75,5%, pemakaian alat-alat kosmetik sebesar
75,5%, penampilan stylish sebesar 55,9%, senang bersosialisasi sebesar 95,4%, dan
mengikuti gaya hidup teman-teman sebesar 16,1%.
50
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Ada hubungan kontrol diri dengan perilaku seksual di SMA Negeri 2 Ketanjo
Raya.
2. Ada hubungan gaya hidup dengan perilaku seksual di SMA Negeri 2 Ketanjo
Raya.
6.2. Saran
1.
Kepada siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya untuk meningkatkan kontrol diri dan
mampu menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial.
2.
Kepada siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya untuk meningkatkan gaya hidup
tidak berisiko terhadap perilaku seksual sehingga perilaku seksual pada siswa
menurun.
51
DAFTAR PUSTAKA
Abm, “30% Mahasiswi Tak Perawan”, Radar Malang, 8 Desember 2009.
Aspy, Cheryl B; Vesely, Sara K; Oman, Roy F; Rodine, Sharon; Marshall, Ladonna;
McLeroy, Ken. 2007. Parental Communication and Youth Sexual Behaviour.
Journal of Adolescence.
Bearinger, L. H., Sieving, R. F., Ferguson, J., & Sharma, V. Global perspective on
the sexual and reproductive health of adolescent: Patterns, prevention, and
potensial. Lancet 2007.
Burgess V, Dziegielewski SF, Green CE. Improving Comfort about Sex
Communication between Parents and Their Adolescents: Practice-Based
Research within A Teen Sexuality Group. Brief Treatment and Crisis
Intervention. 2005; 5:379-390.
Calhoun, Acocella. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan
Kemanusiaan. Terjemahan oleh Satmoko. Semarang: IKIP Semarang.
Dariyo, Agoes. 2004. Perkembangan Remaja. Bogor. PT. Ghalia Indonesia.
Daryanto, Tiffany. 2009. Hubungan antara Religius dengan Perilaku Seks Pranikah
pada Mahasiswa Indekost di Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang:
Universitas Negeri Malang.
Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Effendy, Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Eisenberg, M. E., Sieving, R. E., Bearinger, L. H., Swain, C., & Resnick, M. D.
Parents’ communication with adolescents about sexual behavior: A missed
opportunity for prevention? J Youth Adolescence 2006.
Erwin J., Skripsiadi. 2005. Pendidikan Dasar Seks untuk Anak. Yogyakarta:
Curiosita.
Gunarsa, Singgih. 2004. Dari Anak Sampai Usia Lanjut: Bunga Rampai Psikologi
Perkembangan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
122
52
Hurlock. E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Hurlock. E. B. 1993. Perkembangan Anak: Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
http://tumplung.blogspot.com/2009/02/sungguh-mencengangkan-dan
html di akses tanggal 12 April 2010
mengerikan.
http://news.okezone.com/read/2009/12/29/340/289247/340/video-mesum-di-tengahladang-goyang-blitar. Diakses 24 Maret 2010
Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Remaja. Bandung. PT. Bandar Maju.
Kirby D, Miller BC. Intervention Designed to Promote Parent-Teen Communication
about Sexuality. New Direction for Child and Adolescent Development. 2002;
97.
Marcovitz, H. The gallup youth survey. In Mayor issues and trends teens & sex.
Stockton, New Jersey 2007: Mason Crest Publisher.
Martino, S. C., Elliott, M.N., Corona, R., Kanouse, D.E. & Schuster, M.A. Beyond
the “big talk’: The roles of breadth and repetition in parent-adolescent
communication about sexual. Pediatrics 2008, 121, 612
Mufidah, Lilik. 2008. Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Seks Pranikah
Siswa SMKN 2 di Kota Malang. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UIN
Malang.
Notoadmodjo, S. 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
____________ , 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta, Jakarta.
Nuranti Alifah, 2, Hubungan antara Komunikasi Orangtua – Remaja dengan Sikap
Remaja Terhadap Hubungan Seksual Pranikah di SMA Kabupaten Purworejo,
Tesis, Program Pascasarjana, FK UGM, Yogyakarta.
Papalia, Diane E, Sally Wendkos & Ruth Duskin F. 2008. Human Development
(Psikologi Perkembangan): Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Putri F.A, 2012, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seks Pranikah Pada Remaja
SMA di Rengat Kabupaten Indragiri Hulu.
53
Rachman W.A, 2008, Analisis Ketahanan Keluarga dalam Perilaku Seks Pranikah
Remaja (Studi Kasus di Kota Ambon), Dosen FKM Universitas Hasanuddin
Makassar, Jurnal Ilmiah Sinergi IPTEKS, LP3M Universitas Islam Makassar.
Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Safarino. 1997. Biofeedback in Education Entertainment, http://www. interactionivrea.
it/thesis.
Safitri Erlina, 2007, Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Seksual Remaja, Program
Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta.
Sarwono, Sarlito. W & Ami Siamsidar. 1986. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan
Seks, Jakarta: CV Rajawali.
Sarwono. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Press.
Setiawati, Dermawan, 2008. Pendidikan Kesehatan. Trans info Media, Jakarta.
Simanjuntak, B & Pasaribu, L.I. 1986. Pengantar Psikologi Perkembangan. Bandung:
Tarsito.
Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antar Pribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:
Kanisius.
Susanti, Dini. 2002. Kontrol Diri dalam Perilaku Seks Pranikah MahasiswaUIIS
Malang, Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UIIS Malang.
Tanjung, A.et'al., 2001, Kebutuhan akan informasi dan pelayanan kesehatan
Reproduksi Remaja. (online), (http://www/pkbi.or.id diakses 6 Agustus 2006).
Uin, 2013, Hubungan antara Komunikasi Orang Tua-Anak Mengenai Seksualitas dan
Kontrol Diri dengan Perilaku Seks Pranikah, Tesis, UIN, Malang,
http://lib.uin-malang.ac.id /files /thesis/fullchapter/06410008.pdf
Walgito, B. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Widayanto, Arif. 2005. Studi Perilaku Seks Pra Nikah pada Siswa SMA Katolik
Diponegoro Blitar. Skripsi (tidak diterbitkan). Malang: UMM Malang
54
Wiendijarti I, 2011, Komunikasi Interpersonal Orang Tua-Anak dalam Pendidikan
Seksual Remaja, Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Pembangunan
Nasional ’Veteran’Yogyakarta, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 9, Nomor
3, September-Desember 2011
Zulkifli, L. 1992. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
55
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN KONTROL DIRI DAN GAYA HIDUP DENGAN PERILAKU
SEKS PRANIKAH DI SMA NEGERI 2 KETANJO RAYA
A. Indentitas Responden
1. Nomor
2. Umur
3. Jenis Kelamin
: …………….
: …………….
: …………….
A. Kontrol Diri
Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai menurut saudara pada kolom
disamping dimana :
Pernyataan
1. Apakah saudara dapat mengontrol diri pada pasangan
2. Apakah saudara melawan keinginan untuk saling berpegangan
tangan
3. Apakah saudara melawan keinginan untuk duduk berduaan
dengan pasangan.
4. Apakah saudara melawan keinginan berciuman dengan
pasangan.
5. Apakah saudara melawan keinginan untuk melakukan
berpelukan dengan pasangan.
6. Apakah saudara melawan keinginan untuk meraba daerah
sensitif pada pasangan.
7. Apakah saudara melawan keinginan untuk melakukan petting
8. Apakah saudara melawan keinginan untuk melakukan hal-hal
yang berhubungan dengan seksualitas
Ya
Tidak
56
B. Gaya Hidup
Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai menurut saudara pada kolom disamping
dimana :
Pernyataan
Ya
Tidak
1. Apakah saudara sering menonton video porno.
2. Apakah saudara sering membaca majalah yang berhubungan
dengan porno
C. Perilaku Seks Pranikah
Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai menurut saudara
1. Apakah anda pernah melakukan hubungan seksual?
a. Ya
b. Tidak
2. Saya dan pasangan suka mencari tempat-tempat sepi untuk bisa saling berciuman
a. Ya
b. Tidak
3. Saya mencium pasangan saya setiap kali kami bertemu
a. Ya
b. Tidak
4. Ketika sedang berkencan kami saling mencumbu satu sama lain
a. Ya
b. Tidak
5. Saya tidak menolak untuk diraba pada bagian tubuh saya yang sensitif
a. Ya
b. Tidak
6. Saya tidak menolak jika pasangan saya mencumbui saya
a. Ya
b. Tidak
7. Saat berduaan dengan pasangan, kami saling meraba daerah sensitif pasangan saya.
a. Ya
b. Tidak
8. Kami melakukan petting (saling menggesekkan alat kelamin) supaya sama-sama
terangsang
a. Ya
b. Tidak
57
MASTER DATA PENELITIAN
No
1
2
3
4
5
6
7
8
KTOT
KK
Gaya
Hidup
1
2
3
4
5
6
7
8
PTOT
PK
1
2
1
2
2
2
1
2
2
14
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
2
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
3
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
4
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
6
1
5
2
2
1
2
1
2
2
1
13
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
6
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
6
1
7
1
2
2
2
2
2
1
2
14
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
8
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
9
2
1
2
2
2
2
2
2
15
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
10
2
2
1
2
1
2
1
1
12
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
11
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
6
1
12
2
1
2
2
2
1
2
2
14
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
6
1
13
1
2
1
2
1
2
2
1
12
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
14
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
15
1
2
1
2
1
2
1
1
11
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
16
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
5
1
17
2
1
2
2
2
1
2
2
14
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
18
1
2
1
2
1
2
2
1
12
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
19
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
6
1
20
2
1
2
2
2
1
2
2
14
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
21
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
5
1
22
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
23
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
6
1
24
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
25
2
1
2
2
2
1
2
2
14
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
26
1
2
1
2
1
2
1
1
11
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
27
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
28
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
5
1
29
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
5
1
30
2
2
2
2
2
1
2
2
15
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
31
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
6
1
32
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
33
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
0
1
0
1
0
1
1
5
1
34
1
2
1
2
1
2
1
1
11
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
35
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
58
36
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
0
1
0
0
0
0
1
1
3
1
37
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
6
1
38
2
1
2
2
2
1
2
2
14
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
39
1
2
1
2
1
2
1
1
11
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
40
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
41
2
2
1
2
1
2
1
1
12
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
42
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
0
1
0
1
0
0
1
1
1
5
1
43
2
1
2
2
2
1
2
2
14
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
44
2
2
2
2
1
2
1
1
13
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
45
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
46
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
47
2
2
1
2
1
2
1
1
12
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
48
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
6
1
49
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
5
1
50
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
51
2
1
2
2
2
1
2
2
14
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
52
1
2
1
2
1
2
1
1
11
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
53
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
0
1
1
0
1
1
0
0
4
1
54
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
55
2
2
1
2
1
2
1
2
13
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
56
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
0
0
0
1
1
1
1
5
1
57
2
2
2
2
1
2
2
1
14
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
58
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
59
2
1
2
2
2
1
2
2
14
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
60
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
0
0
0
1
5
1
61
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
4
1
62
1
2
1
2
1
2
1
1
11
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
63
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
64
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
6
1
65
2
2
1
2
1
2
2
1
13
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
66
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
6
1
67
2
1
2
2
2
1
2
2
14
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
68
2
2
1
2
1
2
1
1
12
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
69
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
70
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
71
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
72
2
1
2
2
2
1
2
2
14
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
73
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
6
1
59
74
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
75
1
2
1
2
1
2
1
1
11
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
76
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
77
2
2
2
2
2
1
2
2
15
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
78
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
6
1
79
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
80
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
81
1
2
1
2
2
2
2
1
13
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
82
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
6
1
83
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
6
1
84
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
85
2
2
2
2
2
1
2
2
15
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
86
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
6
1
87
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
88
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
6
1
89
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
90
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
0
1
0
1
0
0
1
4
1
91
2
2
1
2
1
2
2
1
13
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
92
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
93
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
0
1
0
0
0
1
4
1
94
1
2
1
2
1
2
1
1
11
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
95
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
96
1
2
1
2
1
2
1
1
11
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
97
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
98
2
1
2
2
2
1
2
2
14
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
99
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
0
0
1
0
1
0
1
1
1
5
1
100
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
5
1
101
2
2
1
2
1
2
2
1
13
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
102
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
6
1
103
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
5
1
104
1
1
1
1
1
1
1
1
8
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
6
1
105
2
2
2
1
2
2
2
2
15
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
106
2
1
2
2
2
1
2
2
14
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
8
0
60
Frequencies
ko1
Frequency
Valid
1
2
Total
57
49
106
Percent
53.8
46.2
100.0
Valid Percent
53.8
46.2
100.0
Cumulative Percent
53.8
100.0
Valid Percent
54.7
45.3
100.0
Cumulative Percent
54.7
100.0
Valid Percent
61.3
38.7
100.0
Cumulative Percent
61.3
100.0
Valid Percent
61.3
38.7
100.0
Cumulative Percent
61.3
100.0
Valid Percent
62.3
37.7
100.0
Cumulative Percent
62.3
100.0
Valid Percent
56.6
43.4
100.0
Cumulative Percent
56.6
100.0
ko2
Frequency
Valid
1
2
Total
58
48
106
Percent
54.7
45.3
100.0
ko3
Frequency
Valid
1
2
Total
65
41
106
Percent
61.3
38.7
100.0
ko4
Frequency
Valid
1
2
Total
65
41
106
Percent
61.3
38.7
100.0
ko5
Frequency
Valid
1
2
Total
66
40
106
Percent
62.3
37.7
100.0
ko6
Frequency
Valid
1
2
Total
60
46
106
Percent
56.6
43.4
100.0
61
ko7
Frequency
Valid
1
2
Total
Percent
56.6
43.4
100.0
60
46
106
Valid Percent
56.6
43.4
100.0
Cumulative Percent
56.6
100.0
Valid Percent
62.3
37.7
100.0
Cumulative Percent
62.3
100.0
ko8
Frequency
Valid
1
2
Total
Percent
62.3
37.7
100.0
66
40
106
Kontrol Diri
Valid
Baik
Tidak Baik
Total
Frequency
62
44
106
Percent
58.5
41.5
100.0
Cumulative
Percent
58.5
100.0
Valid Percent
58.5
41.5
100.0
Gaya Hidup
Valid
Tidak Berisiko
Frequency
42
Percent
39.6
Valid Percent
39.6
64
106
60.4
100.0
60.4
100.0
Berisiko
Total
Cumulative
Percent
39.6
100.0
pr1
Frequency
Valid
0
1
Total
8
98
106
Percent
7.5
92.5
100.0
Valid Percent
7.5
92.5
100.0
Cumulative Percent
7.5
100.0
pr2
Frequency
Valid
0
1
Total
11
95
106
Percent
10.4
89.6
100.0
Valid Percent
Cumulative Percent
10.4
10.4
89.6
100.0
100.0
62
pr3
Frequency
Valid
0
1
Total
12
94
106
Percent
11.3
88.7
100.0
Valid Percent
11.3
88.7
100.0
Cumulative Percent
11.3
100.0
Valid Percent
15.1
84.9
100.0
Cumulative Percent
15.1
100.0
Valid Percent
14.2
85.8
100.0
Cumulative Percent
14.2
100.0
Valid Percent
12.3
87.7
100.0
Cumulative Percent
12.3
100.0
Valid Percent
12.3
87.7
100.0
Cumulative Percent
12.3
100.0
Valid Percent
Cumulative Percent
6.6
100.0
pr4
Frequency
Valid
0
1
Total
16
90
106
Percent
15.1
84.9
100.0
pr5
Frequency
Valid
0
1
Total
15
91
106
Percent
14.2
85.8
100.0
pr6
Frequency
Valid
0
1
Total
13
93
106
Percent
12.3
87.7
100.0
pr7
Frequency
Valid
0
1
Total
13
93
106
Percent
12.3
87.7
100.0
pr8
Frequency
Valid
0
1
Total
7
99
106
Percent
6.6
93.4
100.0
6.6
93.4
100.0
63
Perilaku Sek Pranikah
Valid
Baik
Tidak Baik
Total
Frequency
70
36
106
Percent
66.0
34.0
100.0
Valid Percent
66.0
34.0
100.0
Cumulative
Percent
66.0
100.0
64
Crosstabs
Kontrol Diri * Perilaku Sek Pranikah
Crosstab
Kontrol Diri
Baik
Count
Tidak Baik
Total
Likelihood Ratio
b
62
40.9
96.8%
10
29.1
22.7%
70
21.1
3.2%
34
14.9
77.3%
36
62.0
100.0%
44
44.0
100.0%
106
Expected Count
% within Kontrol Diri
70.0
66.0%
36.0
34.0%
106.0
100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2df
sided)
1
.000
59.658
1
.000
71.011
1
.000
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Total
Expected Count
% within Kontrol Diri
Count
Expected Count
% within Kontrol Diri
Count
Value
a
62.916
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Perilaku Sek Pranikah
Baik
Tidak Baik
60
2
Exact Sig. (2sided)
.000
62.323
1
Exact Sig. (1sided)
.000
.000
106
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.94.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Odds Ratio for Kontrol Diri (Baik / Tidak
Baik)
For cohort Perilaku Sek Pranikah = Baik
For cohort Perilaku Sek Pranikah = Tidak
Baik
N of Valid Cases
Value
102.000
95% Confidence Interval
Lower
Upper
21.106
492.933
4.258
2.465
7.356
.042
.011
.165
106
65
Gaya Hidup * Perilaku Sek Pranikah
Crosstab
Gaya Hidup
Tidak Berisiko
Berisiko
Total
Perilaku Sek Pranikah
Baik
Tidak Baik
39
3
27.7
14.3
92.9%
7.1%
31
33
42.3
21.7
48.4%
51.6%
70
36
Count
Expected Count
% within Gaya Hidup
Count
Expected Count
% within Gaya Hidup
Count
Expected Count
% within Gaya Hidup
70.0
66.0%
36.0
34.0%
Total
42
42.0
100.0%
64
64.0
100.0%
106
106.0
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
1
Asymp. Sig.
(2-sided)
.000
20.373
1
.000
25.571
1
.000
Value
a
22.309
b
df
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.000
22.099
1
.000
.000
106
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.26.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Odds Ratio for Gaya Hidup (Tidak
Berisiko / Berisiko)
For cohort Perilaku Sek Pranikah = Baik
For cohort Perilaku Sek Pranikah = Tidak
Baik
N of Valid Cases
Value
13.839
95% Confidence Interval
Lower
Upper
3.877
49.402
1.917
1.469
2.502
.139
.045
.423
106
66
ABSTRAK
Perilaku seks pranikah pada siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya tergolong
tinggi sebesar 32,8%. Keadaan ini terkait dengan dan Kontrol diri yang lemah dan
gaya hidup berisiko siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kontrol diri dan gaya
hidup siswa dengan perilaku seks pranikah di SMA Negeri 2 Ketanjo Raya. Jenis
penelitian ini adalah survei yang bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMA Negeri 2 Ketanjo Raya kelas
X yang berjumlah 106 orang. Sampel sebanyak 106 orang, diambil dengan teknik
total sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis
dengan uji chi square pada α = 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kontrol diri dengan
perilaku seks pranikah di SMA Negeri 2 Ketanjo Raya dan terdapat hubungan gaya
hidup siswa dengan perilaku seks pranikah di SMA Negeri 2 Ketanjo Raya
Disarankan kepada siswa SMA Negeri 2 Ketanjo Raya untuk meningkatkan
kontrol diri dan mampu menahan keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan
dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial dan kepada siswa SMA
Negeri 2 Ketanjo Raya untuk meningkatkan gaya hidup tidak berisiko terhadap
perilaku seksual sehingga perilaku seksual pada siswa menurun.
\
Kata Kunci : Kontrol Diri, Gaya Hidup, Perilaku Seks
67
HUBUNGAN KOMUNIKASI ORANGTUA DAN ANAK SERTA KONTROL
DIRI DENGAN PERILAKU SEKS PRANIKAH
DI SMA PRAYATNA MEDAN
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh
RIA ANGGRAINI
1170321
AKADEMI KEBIDANAN AUDI HUSADA
MEDAN
2015
Download