BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Mutakhir Penelitian yang

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Mutakhir
Penelitian yang membahas tentang sistem kontrol pada Grid-connected
Solar System sudah cukup banyak dilakukan, namun belum banyak penelitian yang
membahas tentang sistem kontrol PLTS saat tersambung ke jaringan PLN dan saat
Islanding (jaringan mati), jadi perlu dilakukan penelitian lebih lanjut lagi sehingga
teknologi pada bidang ini dapat lebih dikembangkan. Berikut ini merupakan
beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan Grid-connected Solar
System.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bambang Sujanarko pada tahun
2010, yang menjelaskan tentang suatu metode baru untuk proses sinkronisasi
koneksi inverter PWM VSI dengan jaringan listrik satu fase yang terdistorsi,
dengan menggunakan tapis untuk membangkitkan sinus murni, dan kompensator
sebagai pemulih perubahan sudut akibat filter daya. Hasil simulasi dengan
MATLAB menunjukkan bahwa metode baru tersebut dapat menghasilkan
sinkronisasi yang lebih baik bila dibandingkan dengan metode sinkronisasi yang
lain, karena menghasilkan fase dan bentuk gelombang sebagaimana bentuk
gelombang pada jaringan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kiki Kananda dan Refdinal
Nazir pada tahun 2013, yang membahas tentang pengajuan suatu konsep
pengaturan aliran daya antara PLTS, grid PLN dan beban dimana beban yang
tersambung dengan sistem PLTS dan grid menggunakan energi yang sama dengan
yang disalurkan oleh PLTS dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal ini, grid
menjadi penyimpan atau pemberi pinjaman sementara untuk pemenuhan
permintaan beban. Sehingga dengan penerapan konsep tersebut, pengeluaran yang
diperlukan hanya biaya investasi dari sistem PLTS tanpa baterai dan biaya sewa
jaringan di sistem rumah tinggal dengan PLTS. Pembahasan dalam penelitian ini
meliputi rangkaian pemodelan, pemodelan dengan MATLAB dan Simulasi dari
konsep yang diajukan.
5
6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Helly Andri pada tahun 2012,
yang membahas tentang perancangan, pembuatan dan pengujian inverter satu fasa
yang karakteristiknya sama dengan tegangan grid. Proses tersebut dilakukan
dengan mengontrol kerja inverter sehingga diperoleh amplitudo, frekuensi dan
sudut fasa yang sesuai dengan tegangan grid menggunakan metode algoritma
digital Phase Locked Loop (PLL), serta pengujian algoritma digital PLL secara realtime terhadap sumber tegangan grid satu fasa dengan tujuan membuktikan bahwa
algoritma PLL yang dimodifikasi merupakan metode yang sederhana dengan
memberikan hasil waktu steady state 1,0 detik, serta memberikan respon amplitudo,
frekuensi dan sudut fasa estimasi yang sama dengan tegangan grid. Amplitudo,
frekuensi dan sudut fasa dari vektor tegangan grid adalah informasi dasar data untuk
melakukan sinkronisasi terhadap peralatan pengkondisian daya. Pengambilan data
informasi vektor tegangan grid yang akurat, akan sangat penting untuk memastikan
operasi yang benar dari sistem kontrol. PLL digital satu fasa ini di implementasikan
dengan membuat fasa virtual yang tertinggal (lagging) sebesar 900 dari tegangan
grid yang diukur dengan menggunakan algoritma All Pass Filter (APF) dengan
hasil persentase error nol persen.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rudy Setyabudy, dkk pada
tahun 2012, yang menjelaskan tentang peningkatan kinerja Grid tie inverter (GTI)
saat kondisi Islanding. Pada aplikasi pembangkit surya masukan GTI berasal dari
panel surya dan keluaran GTI dapat dihubungkan dengan beban (beban lokal) dan
utiliti grid. Dimana karakter utama GTI adalah hanya dapat bekerja jika terhubung
dengan grid, jika tidak ada tegangan grid maka GTI tidak dapat menghasilkan daya
karena tidak ada referensi tegangan yang dapat menjadi acuan kerja GTI. Sehingga
pada saat kondisi islanding sistem jaringan listrik mikro tidak dapat bekerja karena
jika tidak ada acuan daya dari grid perangkat GTI tidak dapat bekerja. Hasil yang
diperoleh pada penelitian ini adalah dengan penambahan perangkat Uninterruptible
Power Supply (UPS) pada sistem jaringan listrik mikro dapat memperbaiki kinerja
GTI sehingga pada saat kondisi islanding perangkat GTI masih dapat bekerja,
dengan perangkat UPS sebagai acuan kerja GTI.
7
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Guruh Srisadad pada tahun
2012 yang membahas tentang Solar Home System (SHS), yang merupakan sistem
pembangkit listrik tenaga surya yang diaplikasikan pada sebuah rumah tinggal.
Dengan menggunakan sebuah inverter jenis GTI atau grid tie inverter, listrik DC
yang dihasilkan modul photovoltaic diubah menjadi listrik AC 220V 50Hz yang
dapat tersinkronisasi dengan tegangan jala-jala PLN, sehingga jaringan listrik
sistem rumah solar dapat terhubung dengan jaringan distribusi PLN. Dengan
menghubungkan sistem photovoltaic dan sistem jaringan listrik PLN maka daya
yang dihasilkan dapat digunakan untuk menyuplai beban peralatan rumah tangga
sekaligus dieksport atau dikirim ke grid PLN. Dengan mempertimbangkan harga
jual listrik ke PLN yang bervariatif berdasarkan waktu beban puncak sistem
kelistrikan setempat, maka pada perancangan rumah cerdas yang berbasis solar cell
ini, dibuat dua mode kerja yaitu mode PV grid connected dan PV backup battery.
Pengujian sistem eksport import pada rumah cerdas ini dilakukan dengan memberi
beban berupa empat buah lampu pijar dengan daya masing-masing 60 W dan 31
lampu fluorescent dengan daya masing-masing 8 W yang diparalel satu persatu.
Pengukuran daya diambil pada daya output inverter, daya beban, dan daya yang
dikirim ke jaringan listrik PLN.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuddy Saifudin pada tahun
2011, yang membahas tentang Phase Locked Loop (PLL) yang merupakan
merupakan suatu blok yang dapat berupa algoritma maupun rangkaian elektronika,
dengan fungsi sebagai pembentuk sinyal yang sinkron dengan suatu sinyal referensi
tertentu. Dalam penelitian ini, algoritma PLL (digital) akan diaplikasikan untuk
melakukan proses sinkronisasi terhadap suatu sinyal tegangan tertentu yang berasal
dari grid. Proses ini dilakukan dengan tujuan akhir untuk melakukan sinkronisasi
antara sinyal tegangan yang diproses dari output suatu photovoltaic (PV) dengan
sinyal tegangan dari grid yang bersangkutan, untuk melakukan operasi paralel.
Kemudian, PLL digital ini akan dikembangkan dengan low pass filter untuk
menghilangkan osilasi yang terdapat pada output PLL tersebut. Dan akhirnya, all
pass filter (APF) akan digunakan bersama dengan PLL dan low pass filter yang
telah dibuat sebelumnya untuk semakin memperbaiki respon output yang
8
dihasilkan. Kesemua hasil simulasi yang diperoleh akan ditampilkan dalam bentuk
grafik untuk melakukan perbandingan dan analisis. Kemudian, PLL yang telah
disimulasikan akan digunakan bersama algoritma current control untuk
mensimulasikan aplikasi mereka dalam mensuplai grid dengan faktor daya yang
optimal.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fadhli MR pada tahun 2010,
yang membahas tentang salah satu peralatan elektronika yaitu inverter yang
berfungsi mengubah tegangan DC Menjadi tegangan AC, salah satunya adalah DC
12 V menjadi tegangan 220 AC 50Hz dan gelombang keluarannya sinusoidal.
Inverter yang dibangun akan dilengkapi dengan Low Pass Filter (LPF) yang
merupakan suatu rangkaian yang meneruskan sinyal-sinyal yang memiliki
frekuensi dibawah frekuensi transisinya, dan melemahkan sinyal-sinyal yang
memiliki frekuensi diatas frekuensi transisinya. Disain rangkaian yang dibuat
memiliki keunggulan karena untuk penguat 2 fasa yang berbeda cukup
menggunakan 2 rangkaian driver dan final yang identik. Tidak diperlukan transistor
yang saling komplementer seperti pada rangkaian penguat push-pull. Konsekuensi
yang ada adalah kebutuhan akan suatu transformator step-up yang memiliki CT
pada kumparan primernya. Selain itu tegangan keluaran yang dihasilkan tidak dapat
mencapai 220V, hal ini disebabkan karena pengaruh jumlah lilitan yang dipakai.
Untuk mendapatkan tegangan keluaran yang diinginkan dimungkinkan dengan
pembuatan trafo sesuai dengan perhitungan yang ada.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mochammad Salman, dkk,
yang membahas tentang rancang bangun dan implementasi inverter satu fasa yang
terhubung dengan jaringan distribusi menggunakan metode hysteresis current
control. Hal lain yang dibahas adalah mengenai desain sensor arus sebagai pembaca
arus output inverter dan hysteresis current controller sebagai pembuat band (batas)
dan pembaca sinyal dari sensor arus. Untuk mengolah data sensor, menggunakan
mikrokontroler AVR Atmega 16. Metode yang digunakan dalam menyuntikkan
arus dalam grid yaitu dengan metode hysteresis current control, algoritma ini
sangat sesuai untuk koneksi grid dikarenakan memiliki respon yang cepat terhadap
perubahan arus output inverter dan kontrollernya pun sangat mudah diaplikasikan.
9
Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa inverter mampu menyuntikkan
arus ke dalam jaring distribusi, dengan arus sekitar 0.03 A pada tegangan 220 V/50
Hz setelah melewati transformator step up.
2.2
Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Sebuah pembangkit listrik tenaga surya secara sederhana terdiri dari enam
bagian yaitu Solar cell module / photovoltaic module (bagian yang berfungsi untuk
mengkonversi energi dari radiasi sinar matahari menjadi energi listrik), charge
controller (untuk menyeimbangkan beban yang sesuai dengan kemampuan sistem
baik secara otomatis atau manual, melindungi baterai dan kabel, memonitor
performa sistem, dan memberikan peringatan bila terjadi gejala abnormal pada
sistem), Re-chargable battery ( bagian yang berfungsi untuk menyimpan energi
yang nantinya digunakan dalam kondisi malam atau selama intensitas energi surya
rendah), Inverter (untuk mengkonversi tegangan DC yang dibangkitkan oleh PLTS
menjadi tegangan AC), Distribution (saluran pendistribusian untuk menyalurkan
energi ke beban baik dalam beban DC yang besarnya biasanya 12 V atau 24 V,
ataupun dalam beban AC) dan Beban (terdiri dari peralatan yang membutuhkan
energi listrik yang disuplai oleh PLTS, dapat dalam DC atau AC dan beban dapat
tersambung langsung dengan PLTS).
2.2.1 Modul Photovoltaic
Modul photovoltaic atau solar cell adalah suatu alat semikonduktor yang
menkonversi foton (cahaya) menjadi listrik. Konversi ini disebut efek photovoltaic,
dengan kata lain efek photovoltaic adalah fenomena dimana suatu sel photovoltaic
dapat menyerap energi cahaya dan mengubahnya menjadi energi listrik. Efek
photovoltaic didefinisikan sebagai suatu fenomena munculnya voltase listrik akibat
kontak dua elektroda yang dihubungkan dengan sistem padatan atau cairan saat
diexpose dibawah energi cahaya. (Mintorogo,2000).
Mekanisme konversi energi cahaya terjadi akibat adanya perpindahan
elektron bebas di dalam suatu atom. Sel surya pada umumnya menggunakan
material semikonduktor sebagai penghasil elektron bebas. Material semikonduktor
adalah suatu padatan berupa logam,yang konduktifitas elektriknya ditentukan oleh
10
elektron valensinya. Material semikonduktor konduktifitasnya akan meningkat
secara signifikan. Saat foton dari sumber cahaya menumbuk suatu elektron valensi
dari atom semikonduktor, akan mengakibatkan suatu energi yang cukup besar untuk
memisahkan elektron tersebut terlepas dari struktur atomnya. Elektron yang
terlepas tersebut bermuatan negatif menjadi bebas bergerak di dalam bidang kristal
dan berada pada daerah pita konduksi dari material semikonduktor. Hilangnya
elektron mengakibatkan terbentuknya suatu kekosongan pada struktur kristal yang
disebut dengan “hole” dengan muatan positif.
Daerah semikonduktor dengan elektron bebas dan bersifat negatif bertindak
sebagai donor elektron. Daerah ini disebut negatif type (n-type). Sedangkan daerah
semikonduktor dengan hole, bersifat positif dan bertindak sebagai penerima
(acceptor) elektron. Daerah ini disebut dengan positive type (p-type). Ikatan dari
kedua sisi positif dan negatif menghasilkan energi listrik internal yang akan
mendorong elektron bebas dan hole untuk bergerak ke arah yang berlawanan.
Elektron akan bergerak menjauhi sisi negatif, sedangkan hole bergerak menjauhi
sisi positif. Ketika p-n junction ini dihubungkan dengan sebuah beban (lampu)
maka akan tercipta sebuah arus listrik. Skema sederhana struktur sel surya
diilustrasikan pada gambar dibawah berikut.
Gambar 2.1 Susunan Lapisan Solar Cell Secara Umum
(ABB QT10, 2010)
11
Untuk memperoleh keluaran tegangan yang cukup, sel surya dirangkai seri
untuk membentuk PV modul. Karena sistem PV biasanya dioperasikan pada
tegangan 12 volt atau 24 volt, maka modul umumnya dirancang untuk operasi
optimal pada sistem ini. Menghubungkan sel surya secara seri mempunyai tujuan
agar tegangan modul (Vm) sesuai dengan tegangan sistem atau tegangan baterai.
Gambar 2.2 Hubungan sel surya, modul, panel, dan array
(ABB QT, 2010)
2.2.2 Inverter
Menurut Andri (2012), inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan
listrik DC (Direct Current) yang dihasilkan PV array menjadi arus dan tegangan
listrik AC (Alternating Current) dengan frekuensi 50Hz/60Hz. Pemilihan inverter
yang tepat untuk aplikasi tertentu, tergantung pada kebutuhan beban dan tergantung
pada apakah inverter akan menjadi bagian dari sistem yang terhubung ke jaringan
listrik atau sistem yang berdiri sendiri. Berdasarkan bentuk gelombang yang
dihasilkan, inverter di kelompokan menjadi tiga yaitu:
a. Square wave (gelombang kotak)
Pada beban-beban listrik yang menggunakan kumparan / motor square
wave inverter tidak dapat bekerja sama sekali.
b. Modified sine wave
12
Inverter
Modified
sine
wave
(gelombang
sinus
modifikasi),
menghasilkan daya listrik yang cukup memadai untuk sebagian
peralatan elektronik tetapi memiliki kelemahan karena kekuatan daya
listrik yang dihasilkan tidak sama persis dengan daya listrik dari PLN.
c. True sine wave
Inverter true sine wave (gelombang sinus murni) menghasilkan
gelombang listrik yang sama dengan listrik PLN. Bahkan lebih baik dari
segi kestabilan daya listrik dibandingkan daya listrik dari PLN. True
sine wave inverter diperlukan terutama untuk beban-beban yang masih
menggunakan motor agar bekerja lebih mudah, lancar dan tidak cepat
panas.
Modified sine wave inverter ataupun square wave inverter bila dipaksakan
untuk beban-beban induktif maka efisiensinya akan jauh berkurang dibandingkan
dengan True sine wave inverter. Inverter yang terbaik adalah yang mampu
menghasilkan gelombang sinosuidal murni atau true sine wave yaitu bentuk
gelombang yang sama dengan bentuk gelombang dari jaringan listrik (grid utility).
Kualitas bentuk gelombang keluaran yang diperlukan inverter tergantung
dari karakteristik beban yang terpasang. Beberapa jenis beban membutuhkan
gelombang sinusoidal yang murni atau mendekati murni untuk dapat bekerja
dengan baik. Beberapa jenis lainnya hanya membutuhkan gelombang sinusoidal
yang tidak terlalu sempurna untuk bekerja.
Selain dengan menggunakan inverter untuk memperoleh bentuk gelombang
keluaran inverter yang mendekati sinusoidal murni dapat juga digunakan teknik
PWM (Pulse Width Modulation). PWM adalah sebuah cara untuk memanipulasi
lebar sinyal atau tegangan yang dinyatakan dengan pulsa dalam satu periode yang
akan digunakan untuk mengatur tegangan sumber yang konstan untuk mendapatkan
tegangan rata – rata yang berbeda.
Sinyal PWM adalah sinyal digital yang amplitudonya tetap namun lebar
pulsa yang aktif (duty cycle) per periodenya dapat diubah – ubah. Dimana
periodenya adalah waktu pulsa high (1)Ton ditambah waktu pulsa low (0) Toff.
13
Gambar 2.3 Bentuk umum sinyal PWM
(Kristian, 2008)
Duty cycle adalah lamanya pulsa high (1) Ton dalam satu periode. Grafik berikut
menggambarkan sinyal PWM dengan beberapa duty cycle yang berbeda.
Gambar 2.4 Grafik duty cycle sinyal PWM
(Kristian, 2008)
Pada grafik 2.4 PWM teratas terlihat bahwa sinyal high per periodenya
sangat kecil (hanya 10%). Pada garafik PWM ditengah terlihat sinyal high hampir
sama dengan sinyal low (50%). Dan pada gambar paling bawah terlihat bahwa
sinyal high lebih besar dari sinyal low (90%). Jika tegangan input yang melalui
rangkaian tersebut sebesar 10 V. Maka jika digunakan PWM teratas, nilai tegangan
output rata-ratanya sebesar 1 V (10% dari V source), jika digunakan PWM yang
tengah, maka tegangan output rata – ratanya sebesar 5 V (50%). Begitu pula jika
menggunakan PWM yang paling bawah, maka tegangan output rata-ratanya sebesar
9V (90%).
14
Nilai duty cycle ini juga sering disebut sebagai index modulasi bagi PWM
Generator untuk menghasilkan pola pensaklaran bagi switching device. Besarnya
nilai index modulasi mempengaruhi nilai tegangan efektif rata-rata yang dihasilkan
device yang berperan sebagai saklar. Berikut ini rumusnya :
VRMS  index mod ulasi  VDC
………………………(2.1)
Dengan VRMS adalah tegangan efektif (Volt) dan V DC adalah tegangan sumber DC,
sedangkan index modulasi dinyatakan dengan persen atau konstanta.
Untuk mendapatkan sinyal PWM dari input berupa sinyal analog, dapat dilakukan
dengan membentuk gelombang gigi gergaji atau sinyal segitiga yang diteruskan ke
komparator bersama sinyal aslinya.
Gambar 2.5 Skema pembentukan sinyal PWM
(Kristian, 2008)
Apabila digambarkan dalam bentuk sinyal akan terlihat seperti Gambar 2.5 dimana
sinyal input analog (modulating signal) dimodulasikan dengan sinyal gigi gergaji
(carrier) sehingga akan dihasilkan sinyal PWM (pulse width modulated).
Inverter disebut sebagai inverter catu-tegangan (voltage-fed inverter-VFI)
apabila tegangan masukan selalu dijaga konstan, disebut inverter catu-arus
(current-fed inverter-CFI) apabila arus masukan selalu dipelihara konstan, dan
disebut inverter variabel (variable dc linked inverter) apabila tegangan masukan
dapat diatur. Selanjutnya, jika ditinjau dari proses konversi, inverter dapat
dibedakan dalam tiga jenis, yaitu inverter : seri, paralel, dan jembatan. Inverter
jembatan dapat dibedakan menjadi inverter setengah-jembatan (half-bridge) dan
jembatan penuh (full-bridge).
15
2.2.2.1 Inverter Setengah Jembatan Satu Phase
Gambar 2.6 merupakan rangkaian dasar inverter setengah-jembatan satufasa dengan beban resistif dan bentuk gelombangnya. Dalam rangkaian Gambar 2.6
diperlukan dua buah kapasitor untuk menghasilkan titik N agar tegangan pada
setiap kapasitor Vi/2 dapat dijaga konstan. Sakelar S+ dan S- mereprensentasikan
sakelar elektronis yang mencerminkan komponen semikonduktor daya. Sakelar S+
dan S- tidak boleh bekerja secara serempak/simultan, karena akan terjadi hubung
singkat rangkaian. (Espinoza, 2001)
Gambar 2.6 Rangkaian dan Bentuk Gelombang Inverter Setengah Jembatan Satu Phase
(Espinoza, 2001)
Kondisi ON dan OFF dari sakelar S+ dan S- ditentukan dengan teknik
modulasi, dalam hal ini menggunakan prinsip PWM. Prinsip PWM dalam
rangkaian ini membandingkan antara sinyal modulasi Vc (dalam hal ini tegangan
bolak-balik luaran yang diharapkan) dengan sinyal pembawa dengan bentuk
gelombang gigi-gergaji ( V ). Secara praktis, jika Vc > V maka sakelar S+ akan
ON dan sakelar S- akan OFF, dan jika Vc < V maka sakelar S+ akan OFF dan
sakelar S- akan ON. Untuk menghasilkan tegangan luaran (Vo) satu fasa, terdapat
16
tiga kondisi jika Sakelar S+ dan S- dioperasikan sebagaimana ditunjukkan pada
tabel berikut :
Tabel 2.1 Kondisi Saklar Inverter Setengah Gelombang
Sumber : (Espinoza, 2001)
2.2.2.2 Inverter Jembatan Penuh Satu Phase
Gambar 2.7 merupakan rangkaian dasar inverter jembatan satu-fasa dengan
beban resistif dan bentuk gelombangnya. Seperti halnya pada rangkaian inverter
setengah-jembatan di atas, dalam rangkaian ini diperlukan dua buah kapasitor untuk
menghasilkan titik N agar tegangan pada setiap kapasitor Vi/2 dapat dijaga konstan.
Terdapat dua sisi sakelar, yaitu: sakelar S1+ dan S1- serta S2+ dan S2-. Masingmasing sisi sakelar ini, sakelar S1+ dan S1- dan atau S2+ dan S2-, tidak boleh
bekerja secara serempak/ simultan, karena akan terjadi hubung singkat rangkaian.
Kondisi ON dan OFF dari kedua sisi sakelar ditentukan dengan teknik modulasi,
dalam hal ini menggunakan prinsip PWM, seperti jelaskan pada inverter setengahjembatan satu fasa.
17
Gambar 2.7 Rangkaian dan Bentuk Gelombang Inverter Jembatan Penuh Satu Phase
(Espinoza, 2001)
Untuk menghasilkan tegangan luaran (Vo) satu fasa, terdapat lima kondisi jika
sakelar S1+, S1-, S2+, dan S2- dioperasikan sebagaimana ditunjukkan pada tabel
berikut:
18
Tabel 2.2 Kondisi Saklar Inverter Gelombang Penuh
Sumber : (Espinoza, 2001)
2.2.2.3 Natural PWM
Natural PWM atau Sinusoidal PWM (SPWM) adalah cara mendapatkan
sinyal PWM dengan cara sampling alamiah yaitu membandingkan amplitudo
gelombang segitiga sebagai sinyal carrier dan gelombang sinus sebagai sinyal
reference.
Gambar 2.8 Sinyal referensi sinusoidal dan carrier segitiga serta sinyal PWM yang
dihasilkan
(Andri, 2012)
Prinsip kerja SPWM adalah mengatur lebar pulsa mengikuti pola
gelombang sinusoida. Sinyal sinus dengan frekuensi dan amplitudo maksimum
sebagai referensi digunakan untuk memodulasi sinyal carrier yaitu sinyal segitiga
dengan frekuensi dan amplitudo maksimum. Sebagai gelombang carrier, frekuensi
19
sinyal segitiga harus lebih tinggi dari pada gelombang pemodulasi (sinyal sinus).
Perbandingan antara amplitudo gelombang sinusoida dengan gelombang segitiga
disebut indek modulasi amplitudo.
2.2.2.4 Grid Tie Inverter
Menurut Chen (2012), inverter pada sistem pembangkit listrik dapat
dikelompokkan menjadi inverter untuk sistem mandiri dan inverter untuk system
yang terhubung dengan grid. Pada sistem mandiri (off grid), inverter tidak
terhubung dengan jaringan. Daya listrik yang dihasilkan hanya dikonsumsi untuk
beban lokal saja. Artinya daya listrik yang dihasilkan oleh PV tidak semuanya
dikonversi ke listrik akan tetapi hanya sebagian sesuai dengan kebutuhan beban.
GTI adalah inverter yang bekerja dengan terhubung ke jaringan (on grid). Daya
yang dihasilkan oleh PV seluruhnya diubah ke listrik, sebagian dikonsumsi oleh
beban lokal sisanya disalurkan ke jaringan. Akan tetapi pada GTI jika tidak ada
sumber dari jaringan maka tidak dapat bekerja. Blok diagram dari sebuah GTI
seperti terlihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 a) Konfigurasi GTI , b) Blok Diagram Model GTI (Grid Tie Inverter)
(Chen, 2012)
Grid Tie Inverter yang merupakan inverter spesial yang biasanya digunakan
dalam sistem energi listrik terbarukan, yang mengubah tegangan DC menjadi AC
20
kemudian diumpankan ke jaringan listrik yang sudah ada. Grid tie inverter juga
dikenal sebagai synchronous inverter dan perangkat ini tidak dapat berdiri sendiri,
apalagi bila jaringan tenaga listriknya tidak tersedia. Dengan adanya grid tie
inverter kelebihan kWh yang diperoleh dari sistem PLTS ini bisa disalurkan
kembali ke jaringan listrik PLN untuk dinikmati bersama dan sebagai penggantinya
besarnya kWh yang disuplai harus dibayar PLN ke penyedia PLTS, tentunya
dengan tarif yang telah disepakati sebelumnya.
2.2.2.5 Voltage Source Inverter
Menurut Ko et.all (2006), Voltage source inverter (VSI) yang terdiri dari
voltage control VSI (VCVSI) dan current control VSI (CCVSI), merupakan
inverter yang paling banyak digunakan, termasuk untuk integrasi sistem
pembangkit terdistribusi, karena VSI lebih efisien, kompak dan lebih murah, bila
dibanding inverter lain (Ko, 2006). Sementara Pulse Width Modulation (PWM)
merupakan metode yang cukup banyak digunakan untuk pengendalian sistem
pengubahan daya listrik, termasuk inverter. VSI juga dapat dikontrol pada suatu
system PLTS On-grid dalam hal proses sinkronisasi terhadap jaringan PLN.
Kondisi sinkron, yaitu kondisi dimana amplitudo, frekuensi dan fase tegangan/arus
sama pada dua atau lebih pembangkit, sangat diperlukan dalam pengoperasian
paralel. Hal yang sama juga berlaku untuk inverter. Bila karakteristik daya listrik
yang dihasilkan inverter tidak sinkron, dimungkinkan pengoperasian paralel akan
mengakibatkan ketidakstabilan dan bahkan kegagalan. Teknik zero crossing, pemfilter-an tegangan jaringan listrik dan Phase Locked Loop (PLL) merupakan metode
sinkronisasi yang telah banyak digunakan pada inverter.
Metode PLL mampu melakukan sinkronisasi pada jaringan yang memiliki
daya listrik yang mengalami distorsi, walaupun memiliki sistem yang lebih rumit,
berkebalikan dengan metode zero crossing yang memiliki konstruksi yang
sederhana, namun tidak sesuai untuk kondisi daya yang terdistorsi. Sementara pemfilter-an tegangan jaringan listrik, memiliki kelemahan adanya pergeseran sudut
fase. Penggunaan metode sinkronisasi yang lebih kompleks, disertai kemampuan
sistem untuk mengkompensasi gangguan ketidakseimbangan dan sag pada sistem
21
tiga fase, dilakukan dengan menggunakan synchronous reference frame (SRF).
(Blaabjerg, 2006).
2.3
Metode Phase Locked Loop
Pada bidang elektronika daya yang berhubungan dengan sistem tenaga,
Phase Locked Loop dipakai untuk sinkronisasi antara pengendali konverter
elektronika daya dengan jala-jala. Pemakaian PLL lebih meluas lagi untuk aplikasiaplikasi pada bidang telekomunikasi. Phase Locked Loop adalah suatu sistem
kendali umpan balik negatif, yang secara otomatis akan menyesuaikan fasa dari
suatu sinyal yang dibangkitkan di sisi keluaran dengan suatu sinyal dari luar di sisi
masukannya, dengan kata lain, PLL akan menghasilkan sinyal keluaran dengan
frekuensi yang sama dengan sinyal masukan. Blok diagram dasar dari suatu PLL
ditunjukkan pada Gambar 2.10 berikut.
Gambar 2.10 Blok diagram dasar PLL
(Abramovitch, 2002)
Dari blok diagram tersebut, terlihat tiga buah blok utama penyusun PLL.
Masing-masing blok akan dipaparkan berikut.
1. Phase Detector (PD), merupakan suatu unit non-linear yang membandingkan
fasa keluaran PLL dengan fasa sinyal referensi. Keluaran PD adalah galat fasa
antara sinyal masukan dan keluaran.
2. Loop Filter (LF), umumnya adalah lowpass filter, berfungsi untuk meredam
sinyal frekuensi tinggi keluaran dari PD sehingga memberikan tegangan control dc
yang bagus ke bagian VCO. LF bias saja tidak dipakai dalam suatu PLL, ini akan
22
menghasilkan yang disebut PLL orde 1, namun secara konsep LF biasanya LF akan
dimasukkan karena PLL akan bekerja dengan baik akibat adanya proses lowpass
filter didalamnya. Pemilihan LF akan mempengaruhi dinamika dari PLL.
3. Voltage Controlled Oscillator (VCO), merupakan unit non-linear yang akan
membangkitkan suatu sinyal dimana frekuensinya ditentukan oleh besarnya
tegangan control di masukan VCO.
Secara garis besar, VCO akan menghasilkan sinyal yang frekuensinya
ditentukan dari bagian LF. Bagian LF mendapat masukan berupa galat fasa antara
sinyal masukan dengan sinyal keluaran PLL. Sehingga akan diperoleh sinyal
keluaran yang frekuensinya ‘terkunci’ terhadap sinyal referensi di bagian masukan.
2.4
ATS (Automatic Transfer Switch)
Menurut Bimo,dkk. (2007), ATS merupakan saklar otomatis untuk
memindahkan catu daya listrik dari sumber listrik PLN ke sumber listrik
pembangkit lain misalnya genset atau PLTS dan sebaliknya. Saklar otomatis yang
digunakan pada ATS berupa rele. Rele dikondisikan oleh mikrokontroller yang
telah deprogram sesuai dengan kondisi tertentu. ATS menerapkan suatu proses
pemindahan atau pengalihan sumber listrik yang satu ke sumber listrik yang lain
secara
bergantian
sesuai
dengan
perintah
pemrograman.
ATS
adalah
pengembangan dari COS atau Charge Over Switch. Keduanya mempunyai
perbedaan yaitu terletak pada sistem kerjanya, untuk ATS kendali kerjanya
dilakukan secara otomatis, sedangkan COS dikendalikan dan dioperasikan secara
manual. ATS digunakan sebagai saklar otomatis untuk memindahkan sumber catu
daya listrik dari suatu sumber listrik ke sumber yang lain yang mensuplai beban
tertentu. Berikut ini contoh blok diagram sederhana dari ATS :
23
2.11 Contoh Blok diagram ATS
Pada sistem ini sumber PLN berperan sebagai sumber primer dan PLTS
sebagai sumber listrik sekunder. Pada rangkaian ATS diperlukan suatu detector
(sensor) tegangan sebagai pendeteksi ada atau tidak adanya tegangan pada sumber
listrik PLN, dan juga bisa berupa rangkaian pembagi tegangan yang menghasilkan
tegangan yang merepresentasikan sinyal masukan utama ke kontroler ATS.
2.4.1 Bagian pengalihan daya
Bagian ini berfungsi untuk proses pengalihan sumber daya listrik dari PLTS
atau genset ke PLN atau sebaliknya. Apabila suplai utama yaitu PLN mengalami
gangguan, maka ATS akan melakukan pengalihan suplai listrik ke PLTS. Keadaan
tersebut berlangsung sampai PLTS kembali memenui standar untuk mensuplai daya
listrik. Adapun instrumen penyusun bagian pengalihan daya ini dapat berupa circuit
breaker, kontaktor, dan menggunakan motor.
2.4.2 Bagian kontrol
Bagian kontrol berfungsi untuk mendeteksi gangguan atau kejadian
abnormal yang terjadi pada sistem. Apabila terjadi ganguan, maka bagian kontrol
ATS ini akan mendeteksi gangguan tersebut, dan memerintahkan bagian
pengalihan daya ATS untuk melakukan pengalihan suplai daya listrik. Instrumen
penyusun bagian ini adalah beberapa jenis relay yang mempunyai fungsinya
masing-masing sesuai dengan kebutuhan sistem. Adapun relay yang digunakan
yaitu :
1. Under Voltage Relay (UVR)
24
2. Over Current Relay (OCR)
3. Earth Fault Relay (EFR)
4. Phase Failure Relay (PFR)
Instrumen kontrol lainnya pada ATS dapat berupa voltmeter, amperemeter,
kWh meter, power faktor meter, frekuensi meter, tombol ON/OFF, dan lampu
indikator. Semua instrumen kontrol tersebut harus mempunyai kualitas baik dan
sesuai dengan standar yang berlaku. Adapun instrumen penyusun ATS lainnya
adalah :
1. Kabel yang digunakan untuk menghubungkan sumber listrik dari PLTS dan PLN
ke ATS.
2. Busbar untuk menghubungkan ATS dengan LVMDP (Low Voltage Main
Distribution Panel).
2.5
Rangkaian Listrik AC Satu Fasa
Menurut Lister (1988), pada umumnya besaran listrik yang digunakan di
hampir semua negara dibangkitkan dan didistribusikan dalam besaran listrik bolakbalik (AC). Hal tersebut disebabkan oleh nilai besaran listrik AC dapat dengan
mudah dinaikkan maupun diturunkan, sehingga dapat dibangkitkan dan
didistribusikan secara efisien pada tegangan yang relatif tinggi dan kemudian
diturunkan sampai tegangan yang dapat digunakan pada beban.
Tegangan dan arus AC memiliki nilai efektif atau RMS (Root Mean Square)
yang merupakan nilai yang dianggap setara dengan arus atau tegangan searah,
dimana nilai ini yang biasanya terukur di alat ukur ampere atau volt meter. Berikut
ini rumus nilai efektif tegangan dan arus AC :
Vrms 
V peak
I rms 
I peak
2
2
 0,707  V peak
.. …………………………(2.2)
 0,707  I peak ……………..………….....(2.3)
25
Dengan Vrms adalah tegangan efektif dalam Volt, Irms adalah arus efektif dalam
Amper, Vpeak adalah tegangan puncak dalam Volt, dan I peak adalah arus puncak
dalam Amper.
Saat potensial DC dikenakan pada tahanan, besarnya arus yang mengalir
sesuai dengan hokum ohm, berbanding lurus dengan tegangannya. Makin besar
tegangan, makin besar arus. Demikian halnya jika tegangan AC dikenakan pada
tahanan, nilai tegangan berbanding lurus dengan arusnya. Berikut ini rumusnya :
I rms 
Vrms
, atau Vrms  I rms  R ………………..……..(2.4)
R
Dengan R adalah resistansi dalam ohm.
Apabila pada suatu rangkaian terdapat komponen induktor atau kapasitor,
maka perlu dihitung reaktansinya untuk menghitung arus atau tegangan. Berikut ini
perumusannya :
XC 
1
1
……………………...…………(2.5)

C 2  f  C
X L  L  2  f  L …………………………………..(2.6)
I
V
, atau V  I  X ………...………………………(2.7)
X
Dengan XC adalah reaktansi kapasitif dalam ohm, w adalah kecepatan sudut dalam
rad/detik, C adalah kapasitansi dalam Farad, f adalah frekuensi dalam Hertz, X L
adalah reaktansi induktif dalam ohm, L adalah induktansi dalam Henry, I adalah
arus efektif dalam Amper, dan V adalah tegangan efektif dalam Volt.
Frekuensi dalam listrik AC merupakan banyaknya gelombang penuh yang
terjadi dalam satu detik, rumusnya adalah sebagai berikut :
f 
n
…………………………………………(2.8)
t
Dengan f adalah frekuensi dalam Hertz, n adalah banyaknya gelombang penuh yang
terjadi, dan t adalah waktu dalam detik. Jika waktu yang diperlukan oleh satu
gelombang disebut periode (T) maka frekuensinya adalah :
f 
1
………………………………………....(2.9)
T
Dengan T adalah periode dalam satuan detik.
26
Daya pada rangkaian AC merupakan daya rata-rata pada rangkaian listrik tersebut,
sebab dalam rangkaian AC daya yang ada setiap saat berubah sesuai dengan waktu.
Berikut ini hubungan antar daya yang ditunjukkan dengan segitiga daya :
Gambar 2.12 Segitiga Daya
Gambar 2.12 menunjukkan hubungan antara daya pada sistem tenaga listrik, yang
pada umumnya terdiri dari daya nyata (S), daya aktif (P), dan daya reaktif (Q).
Berikut ini merupakan perumusan yang berkaitan dengan daya listrik :
S  P 2  Q 2 …………………………………(2.10)
P  S 2  Q 2 …………………………………..(2.11)
Q  S 2  P 2 ….……..…………………………(2.12)
S  V  I ….……………………………………..(2.13)
P  V  I  cos ………………………………….(2.14)
P  I 2  R …………………………………...…..(2.15)
Q  V  I  sin  ………….....……………………(2.16)
Q V
I V
2
X …………………….………………..(2.17)
X
………………………………………...(2.18)
Q  I 2  X ……………………....……………….(2.19)
Dengan S adalah daya nyata dalam VA, P adalah daya aktif dalam Watt, Q adalah
daya reaktif dalam VAR, V adalah tegangan dalam Volt, I adalah arus dalam
Amper, cos  adalah faktor daya, R adalah resistansi dalam Ohm dan X adalah
reaktansi dalam Ohm.
27
2.6
Kualitas Daya Listrik
Menurut Mulyana (2008), Kualitas daya listrik sudah hangat dibicarakan di
Amerika sejak awal tahun 90-an dan hasil dari riset selama hampir 5 (lima) tahun
(1990 s.d. 1995) oleh US National Power Laboratory (Division of Best Power
Technology, Wisconsin) menunjukkan bahwa pengganggu atau perusak perangkat
akibat masalah tegangan tercatat hampir 50 gangguan per bulan. Secara umum, di
Indonesia masalah kualitas daya belum sampai menjadi perhatian secara nasional
dan detail, beberapa hal memang sudah cukup diperhatikan dari pengguna namun
masih dalam kaitan tegangan rendah atau tidak stabil atau pemadaman listrik.
Padahal kualitas daya listrik bukan hanya masalah tegangan saja atau terputusnya
catuan tetapi menyangkut karakteristik parameter kelistrikannya seperti arus dan
frekuensi dan kaitannya dengan harmonisa, arus bocor, tegangan transien, sag/dips,
surge, swell, ripple, noise, dan lain sebagainya yang dapat merusakan peralatan dan
mengurangi umur perangkat/device.
Sebelum era elektronika modern, sumber daya listrik dimaksudkan untuk
memberikan energi listrik pada beban lampu pijar, pemanas, penyearah dengan
dioda, dan sebagainya. Beban tersebut tidak mempengaruhi karakteristik pada
tegangan, arus, frekuensi, dan bentuk gelombang, artinya bentuk tidak berubah
(tetap) maka beban demikian disebut beban linier. Seiring dengan perkembangan
teknologi elektronika, teknologi sistem konversi dan kontrol, beban-beban sumber
daya listrik ternyata ada yang mempengaruhi karakteristik pada tegangan, arus,
frekuensi dan bentuk gelombang, artinya bentuk berubah atau cacat; beban seperti
ini disebut beban non linier. Harmonisa merupakan cacat gelombang yang
disebabkan oleh interaksi antara gelombang sinusoidal sistem dengan komponen
gelombang lain yang mempunyai frekuensi kelipatan integer dari komponen
fundamentalnya. Fenomena ini terjadi akibat dioperasikannya beban listrik
nonlinier yang merupakan beban listrik yang memiliki sifat menyimpang dari
hukum ohm. Dimana tegangan, arus, dan hambatan/impedansi tidak sebanding,
artinya respon tegangan yang diberikan pada beban tidak sebanding dengan arus
beban yang muncul, seperti unit komputer, printer, scanner, disebut juga sebagai
sumber harmonisa. Beban linier merupakan kebalikan dari beban non-lionier,
28
dimana respon tegangan yang diberikan pada beban sebanding dengan arus yang
dihasilkan. Harmonisa tegangan atau arus diukur dari besarnya masing-masing
komponen harmonik terhadap komponen dasarnya dinyatakan dalam persen.
Derajat kandungan total distorsi harmonisa dinyatakan dalam Total Harmonic
Distortion (THD). Berikut ini adalah standar THD tegangan dan arus dari IEEE
Standard 519-1992 :
Tabel 2.3 Standar THD Tegangan dan Arus dari IEEE Standard 519-1992
Sumber : (Mulyana, 2008)
Menurut Sastra Kusuma Wijaya, salah satu cara untuk mengurangi
harmonisa adalah dengan menggunakan filter frekuensi berjenis filter pasif. Filter
frekuensi akan menyaring frekuensi sehingga hanya mendapatkan frekuensi yang
kita inginkan. Filter frekuensi sendiri dibagi menjadi dua, yaitu filter aktif dan filter
pasif. Filter aktif disini adalah rangkaian filter dengan menggunakan komponenkomponen elektronik pasif dan aktif seperti operational amplifier (OP-AMP),
transistor, dan komponen lainnya. Filter pasif adalah rangkaian filter yang
menggunakan komponen-komponen pasif saja, dimana komponen pasif itu adalah
resistor, kpasitor dan induktor. Perbedaan dari komponen aktif dan pasif adalah
pada komponen aktif dibutuhkan sumber agar
dapat bekerja (op-amp dan transistor membutuhkan sumber lagi agar dapat
bekerja/digunakan), sedangkan komponen pasif tidak membutuhkan sumber lagi
untuk digunakan/bekerja.
29
Pada filter ada yang disebut frekuensi cut off, yang merupakan frekuensi
yang menjadi batas untuk melewatkan atau menghalangi sinyal masukan yang
mempunyai frekuensi yang lebih tinggi maupun frekuensi yang lebih rendah dari
frekuensi cut off. Fiter pasif sebagai filter harmonisa berfungsi untuk mengurangi
amplitude satu atau lebih frekuensi tertentu dari sebuah tegangan atau arus. Pada
frekuensi fundamental dapat mengkompensasi daya reaktif dan memperbaiki faktor
daya system serta juga digunakan sebagai alat pengambilan harmonisa yang
ditimbulkan oleh inverter. Berikut ini jenis-jenis filter pasif :
1. LPF (Low Pass Filter) yaitu filter yang hanya melewatkan frekuensi rendah,
yaitu frekuensi yang lebih rendah dari frekuensi cut off. Komponen pasif yang
digunakan untuk membangun LPF adalah resistor dan induktor atau resistor dan
kapasitor.
2. HPF (High Pass Filter) yaitu filter yang hanya melewatkan frekuensi tinggi,
yaitu frekuensi yang lebih tinggi dari frekuensi cut off. Sama halnya pada low
pass filter, komponen pasif yang digunakan adalah resistor dan inductor atau
resistor dan kapasitor.
3. BPF (Band Pass Filter) yaitu filter yang melewatkan frekuensi tertentu dan tidak
melewatkan frekuensi lain. Filter ini hanya melewatkan frekuensi pada rentang
tertentu dan tidak melewatkan frekuensi di luar rentang tersebut. Filter ini
dibangun dengan mengkombinasikan LPF dan HPF, sehingga pada umumnya
filter ini menggunakan komponen pasif berupa resistor, induktor dan kapasitor.
4. BRF (Band Reject Filter) yaitu filter yang memilih frekuensi tertentu untuk tidak
dilewatkan dan melewatkan frekuensi yang lain (kebalikan dari BPF).
5. APF (All Pass Filter) yaitu filter yang melewatkan semua frekuensi, fungsi filter
ini hanya merubah fase dari input.
Berikut ini adalah respon untuk filter pada kondisi ideal, saat melewati frekuensi
cut off sinyal langsung hilang.
30
Gambar 2.13 Respon Filter Kondisi Ideal
Sumber : (Wijaya, t.t)
Download