Ringkasan Khotbah - 25 Des'09 Filipi 2:1-11 Ev. Bakti Anugrah. Hari ini kita merayakan natal dengan begitu meriah. Bahkan ketika datang kita sudah disambut dengan lagu-lagu natal dan hiasan-hiasan yang indah. Tetapi sebetulnya, apa yang Tuhan kita kerjakan waktu Dia datang 2000 tahun lalu tidak semeriah sekarang. Natal yang pertama, tidak ada orang yang hadir. Natal pertama dimulai dengan keadaan begitu rendah. Raja yang datang sebagai budak dan tidak ada seorang pun yang mengenal siapa Dia. Pada puncak kita merayakan natal tanggal 25 Desember ini, temanya bukan kemuliaan, tetapi pengosongan diri. Ini tema yang tidak populer. Mungkin kita sudah sering mendengar bahwa Kristus mengosongkan diri, tetapi jika kita sungguh mengerti apa yang Ia lakukan, ini bukan sesuatu yang biasa yang bisa dilakukan semua orang. Pada waktu itu terjadi hal yang aneh sekali, Allah Pencipta langit dan bumi turun ke dalam dunia menjadi manusia, menjadi budak. Allah yang Mahakarya harus meminta tempat penginapan dan tidak ada yang memberikan tempat, sampai Ia harus lahir di palungan. Ia mengosongkan Diri-Nya. Seharusnya kita meneladani Dia. Pada umumnya setiap orang suka dipuji, bahkan ada beberapa orang yang sangat mengharapkan pujian orang lain. Tetapi ada pula orang yang “tidak terlalu suka dipuji”. Ia banyak melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi banyak orang, tetapi tidak mengharapkan pujian. Namun bagaimana jika kita dihina? Rata-rata orang tidak suka dihina. Waktu kita dihina, disitulah harga diri kita kelihatan. Meskipun kita tidak mengucapkannya secara verbal, tetapi perasaan kekecewaan dan kemarahan sewaktu dihina itu telah menunjukkan bahwa sebenarnya kita merasa tidak pantas diperlakukan seperti itu. Tetapi Kristus tidak demikian. Paulus mengatakan di dalam Kristus ada nasihat, penghiburan kasih, persekutuan Roh, kasih mesra dan belas kasihan, karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Surat Filipi ditulis dengan beberapa tujuan. Paulus ingin berterimakasih kepada jemaat Filipi yang sudah memberi begitu banyak pemberian dan perhatian sewaktu Paulus sedang berada dipenjara. Paulus juga mengingatkan mereka supaya tidak cemas mengenai keadaannya. Selain itu, Paulus juga ingin mengirimkan kembali 1/4 Ringkasan Khotbah - 25 Des'09 Epafroditus (seorang Hamba Tuhan yang waktu itu bersama dengan jemaat Filipi, tetapi sementara waktu melayani Paulus di penjara). Tetapi di samping semua ini, Paulus melihat bahwa di dalam jemaat Filipi ada bahaya perpecahan. Itulah sebabnya Paulus meminta sebagai orang yang dipenjarakan supaya mereka sehati sepikir (ayat 2). Surat Filipi banyak sekali menekankan mengenai sukacita. Penjara dan penganiayaan tidak membuat Paulus kehilangan sukacita. Tetapi yang membuat ia berkurang sukacitanya justru karena di dalam jemaat ada perpecahan. Kata Paulus, “sempurnakanlah sukacitaku”, cara bicara Paulus disini sangat halus, Ia tidak langsung menegur. Tetapi berarti mereka sudah keterlaluan. Paulus tidak masalah di penjara, namun karena ada perpecahan di antara jemaat, maka Paulus kekurangan sukacita. Bukankah kita ada belas kasihan, kasih mesra, kita semua ditebus oleh Yesus Kristus di dalam satu Roh? Mengapa ada perpecahan? Calvin mengatakan jika di antara orang percaya sedang ada perpecahan dan ketidaksetujuan, maka seringkali pintu terbuka bagi iblis untuk memasukkan ajaran-ajaran yang palsu. Pada waktu itu kaum Yudais menekankan kembali orang perlu disunat supaya dapat diselamatkan. Padahal Paulus sudah mengatakan kita diselamatkan hanya oleh iman. Sementara itu, persatuan jemaat menjadi benteng yang sangat kuat bagi gereja. Gereja yang mendapat berkat besar adalah gereja yang berjuang mempertahankan kesatuan. Jemaat Filipi tidak sedang bersatu dan tidak sedang merendahkan diri seperti Kristus. Paulus mengatakan jangan mencari kepentingan diri sendiri dan pujian yang sia-sia. Siapa yang tidak mempunyai kepentingan? Tetapi jangan mencari semua ini. Kalau kita memiliki bakat, talenta, kemampuan dalam gereja, tidak seharusnya kita berbangga diri dan mencari pujian bagi diri sendiri. Dalam bagian lain, Paulus mengatakan kalau kepada kita dikaruniakan bermacam-macam karunia, tujuannya adalah untuk membangun tubuh Kristus, bukan untuk kepentingan diri. Kekristenan tidak memberikan tempat bagi persaingan dan bagi orang yang ingin meninggikan diri sendiri. Mungkin ini yang terjadi di antara orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Tetapi tidak seharusnya terjadi di antara orang-orang percaya. Sebaliknya orang percaya harus menjadi teladan bagi orang yang tidak percaya. Orang-orang percaya seharusnya mengutamakan kepentingan bersama dan tunduk di bawah Kristus sebagai Kepala. Jika tidak, cepat atau lambat perpecahan terjadi dan ajaran palsu mulai masuk. Saat itulah sukacita kita hilang. Dalam terjemahan lain ditulis vain glory, kemuliaan yang sia-sia. Orang-orang tidak percaya mungkin mencari hal ini. Tetapi dalam Katekismus Westminster singkat buku I sudah dikatakan bahwa tujuan utama hidup manusia adalah untuk memuliakan Tuhan dan menikmati Dia selama-lamanya. Dosa pertama manusia di taman Eden adalah karena manusia ingin menarik semua kemuliaan yang seharusnya milik Allah pada dirinya sendiri. Bukan Tuhan yang dimuliakan tetapi diri, inilah dosa. Dan dosa ini masih bercokol sampai sekarang. Paulus menulis ini dengan sangat sedih. Seorang Hamba Tuhan yang benar pasti tidak akan senang melihat gerejanya menyusut karena terpecah belah. 2/4 Ringkasan Khotbah - 25 Des'09 Karena itu Paulus menasehatkan, “hendaklah kamu menaruh pkiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus”. Walaupun Dia adalah Allah itu sendiri, tetapi Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Waktu seseorang menginginkan posisinya dipertahankan, waktu ia merasa harus mendapatkan sesuatu tetapi ia tidak memperolehnya, kemudian mulai timbul kemarahan pada dirinya, inilah sumber perpecahan. Ia mulai menghujat orang lain di belakangnya. Calvin mengatakan bahwa setiap orang tidak ada yang tidak memiliki kelemahan. Dalam legenda Yunani dikatakan bahwa setiap orang mempunyai “tumit Achilles” masing-masing. Kita semua punya kelemahan. Karena itu hendaklah kita tidak merasa diri lebih baik dari orang lain. Kita semua sama di hadapan Tuhan, sama-sama orang berdosa. Tetapi Paulus mengatakan biarlah kita menganggap orang lain lebih utama dari kita. Marilah kita menghargai Kristus yang ada di dalam orang lain. Kita sama-sama milik Kristus. Tidak ada tempat bagi kepentingan diri dan pujian yang sia-sia. Spirit kita bukan memecah belah. Jika kita melihat saudara kita yang jatuh, kita bukan bersukacita tetapi seharusnya menyesal karena kurang mendoakan dia dan menegurnya di bawah empat mata. Kasih pertama-tama menutupi kesalahan bukan membongkar. Setelah ditegur tidak mau, baru dibukakan kepada jemaat, itupun tujuannya supaya ia bertobat, bukan untuk dihakimi. Jika gereja demikian, orang berdosa datang ke gereja bisa sembuh, jika tidak bisa makin parah. Kristus adalah Allah, Tuhan di atas segala tuhan, tetapi Ia rela mengosongkan diri-Nya. Bukan berarti Ia tidak lagi menjadi Tuhan. Kristus tidak lebih rendah dari Allah Bapa, tetapi Ia rela menundukkan Diri-Nya. Di dalam Allah Tritunggal ada kesetaraan tetapi ada ketundukkan. Kita pun demikian, jika hanya menekankan kesetaraan, bisa terjadi kekurangajaran. Tetapi jika terlalu menekankan ordo, juga akan menjadi tidak beres. Kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, ada kesetaraan, ada ordo. Allah Roh Kudus tunduk kepada Allah Anak dan Allah Bapa. Allah Anak tunduk pada Allah Bapa. Ketiganya saling mengasihi, tidak pernah terpisah, ada ketundukkan dan sehakekat. Kristus tidak lebih rendah, tetapi Ia tidak menganggap kesetaraan itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Jika kita menjadi pengemis padahal kita bos, kita rasa sudah cukup merendahkan diri. Belum! Ini baru level ciptaan. Allah Pencipta langit dan bumi mau turun menjadi manusia, ini baru pengosongan diri. Kristus lebih dari rendah hati. Kristus sengaja menghinakan Diri-Nya sendiri, mengambil rupa seorang hamba. Ia adalah Tuhan (Lord), tetapi ia menjadi hamba (servant), menjadi sama dengan kita manusia. Dan di antara semua manusia, ia mengalami yang paling hina. Ia mati disalib, tempat yang paling hina. Kelahiran-Nya pun di dalam palungan, tempat yang paling rendah. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia. Paulus memberikan teladan Kristus yang mengosongkan Diri kepada jemaat Filipi yang terpecah belah. Memang sewaktu-waktu Kristus bisa melakukan mujizat, menyembuhkan orang, mengubah air menjadi anggur, dll., tetapi Ia sedang menutupi keilahian-Nya. Kristus tidak menginginkan transfigurasi-Nya di atas bukit diceritakan pada banyak orang. Selama Kristus belum mati dan belum bangkit, keAllahan-Nya sengaja Ia sembunyikan. Belum waktunya. Tetapi pada waktu hampir genap waktu-Nya (Yoh.17:1), waktu Ia akan naik ke salib, Yesus mengatakan, “Bapa permuliakanlah Aku dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadapan-Mu 3/4 Ringkasan Khotbah - 25 Des'09 sebelum dunia dijadikan.” Kemuliaan Kristus adalah kemuliaan yang dimulai dari salib. Inilah kekristenan. Dalam sebuah Film LPMI tentang Yesus dikatakan, “Christianity start from the very humble beginning.” Ia lahir untuk mati. Ia memilih untuk mati menggantikan kita. Itulah sebabnya dalam ayat 9,10 Paulus mengatakan, “Allah sangat meninggikan Kristus, dikaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya bertekuk lutut segala yang ada di langit dan di bawah bumi”. Nama Yesus artinya The Lord saves, Tuhan menyelamatkan. Inilah Kristus yang kita sembah. Dan Ia sudah datang 2000 tahun lalu ke dalam dunia, tak berbeda dengan kita. Ia harus mengalami masa kanak-kanak, dewasa dan mati. Tetapi bedanya kematian-Nya adalah untuk mengalahkan kematian, Ia bangkit. Kemuliaan-Nya bukan kemuliaan murahan, tetapi kemuliaan yang berasal dari Bapa, sebelum dunia dijadikan. Bagaimana dengan gereja sekarang? Kemuliaan siapa yang kita miliki? Kita sendiri atau Kristus? Sewaktu orang mengolok-olok Dia, menghina Dia, memakukan-Nya di atas salib, Ia membiarkan, karena kemuliaan dari manusia tidak berarti bagi-Nya. Tetapi Allah Bapa yang memberikan kemuliaan itu. Anak-anak Tuhan seharusnya tidak mengejar kemuliaan yang sia-sia, tetapi menganggap saudaranya yang lain lebih utama dari orang lain. Bukan karena ia mampu, tetapi karena ia menaruh pikiran dan perasaan yang ada dalam diri Kristus. Dan pengosongan diri ini seumur hidup. Kadang-kadang dalam hidup kita, kita harus dihancurkan dan dipermalukan, supaya supaya kemuliaan Kristus saja yang dinyatakan. Kita seharusnya bersyukur karena sedang diserupakan dengan Kristus. Konsep ini tidak bisa diterima oleh dunia, tetapi inilah yang diajarkan Alkitab. Jika kita membawa konsep ini pada dunia, berapa besar berkat yang akan diterima oleh dunia? Marilah kita menjadi orang-orang yang tidak tergantung pada pujian atau hinaan orang lain dan menjadi berkat bagi dunia. Mari kita berjuang bersama-sama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, mengosongkan diri dan mencari kemuliaan Allah. * Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah. 4/4