BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Didalam sistem hukum Negara Republik Indonesia ini, terdapat
suatu tata hukum yang mengatur suatu hubungan antar warga negaranya,
mulai dari perihal keluarga, pribadi, hingga kebendaan milik si warga
negara tersebut, hal ini demi menjamin hak-hak serta kewajiban-kewajiban
yang ada pada masyarakat akan terjamin. Seseorang yang merasa haknya
dilanggar dapat mengajukan gugatannya ke pengadilan negeri dari domisili
lawannya, dengan prosedur yang telah ditentukan dalam hukum acara
perdata sebagai peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya
menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim2
Pada prinsipnya dalam memeriksa suatu perkara, hakim harus
mendengar keterangan dari kedua belah pihak dalam kapasitas dan
kesempatan yang sama sebelum menjatuhkan putusan. asas ini dikenal
dengan nama asas audi et elteram partem3. Tujunnya agar proses
persidangan berjalan seimbang, dimana hakim tidak boleh menerima
keterangan dari salah satu pihak sebagai dasar bila pihak lain tidak didengar
2
3
Sudikno Mertokusumo, 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi ketujuh, Liberty,
Yogyakarta. hlm 175
Dadan Muttaqien, 2006, Dasar-Dasar Hukum Acara Perdata, Insania Cita Press, Yogyakarta,
hlm.6
2 atau tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya sehingga
dalam pemeriksaan perkara yang dilakukan dimuka pengadilan harus
dilakukan dengan dihadiri kedua belah pihak yang berperkara. Apabila asas
ini dilaksanakan secara kaku, maka pastinya akan ada permasalahan
nantinya, karena yang sering terjadi dalam praktiknya, pihak tergugat
seringkali mangkir dari panggilan pengadilan, terutama dalam hal gugatan
perceraian.
Sehubungan dengan hal diatas, hukum acara perdata telah
mengakomodir jalan keluar yang diatur dalam Pasal 124-125 Het Herziene
Indonesisch Reglement (HIR) yang mengisyaratkan wewenang yang
diberikan kepada hakim guna menjatuhkan putusan tanpa hadirnya tergugat
yang selanjutnya dikenal dengan acara pemeriksaan verstek.
Undang-Undang memerintahkan bahwa pihak tergugat yang telah
dipanggil secara patut tetapi tidak hadir dalam
persidangan, dipanggil
kembali sebelum dijatuhi putusan secara verstek. Hal ini sebagaimana
dijelaskan dalam Pasal 126-127 HIR.
Terkait akan putusan, suatu putusan memiliki arti penting terutama
bagi para pihak yang bersengketa, yakni merupakan suatu bentuk penentuan
secara pasti oleh Majelis hakim terkait akan hak maupun hubungan hukum
3 para pihak dengan objek yang disengketakan. Sedangkan menurut salah satu
guru besar hukum4,
Putusan adalah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai
pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di
Persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau
menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.
Adapun beberapa dari sekian asas-asas dari penjatuhan putusan
dibidang perdata ini antara lain yang pertama, memuat dasar alasan yang
jelas dan rinci. Pasal 53 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 yang pada inti
menggariskan bahwa suatu putusan Pengadilan
itu harus memuat
pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan-alasan serta dasardasar hukum yang tepat dan benar.
Kedua, wajib mengadili seluruh bagian gugatan. Hal ini
sebagaimana digariskan pada pasal 178 ayat (2) HIR, Pasal 189 ayat (2)
RBg, dan pasal 50 Rv. Mengatakan bahwa putusan harus secara total serta
menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap segi gugatan yang diajukan.
Ketiga, tidak boleh mengabulkan melibihi tuntutan. Asas ini
digariskan dalam Pasal 178 ayat (3) HIR, Pasal 189 ayat (3) RBg, dan Pasal
50 Rv. Dikatakan pada intinya asas ini mengisyaratkan bahwa putusan tidak
boleh mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan.
Keempat, diucapkan didepan umum. Asas ini berkaitan erat dengan
asas fair trial. Menurut asas fair trial pemeriksaan persidangan harus
berdasarkan proses yang jujur sejak awal sampai akhir. Dengan demikian,
4
Sudikno Mertokusumo, Op.Cit. hlm 175 4 apabila persidangan dibuka untuk umum, atau dengan kata lain disaksikan
oleh khalayak ramai, maka diharapkan akan tercipta efek pencegah
terjadinya proses peradilan yang jauh dari kata fair trial.5
Adapun terkait akan duduk perkara pada putusan perdata yang akan
penulis bahas ini adalah, bermula pada tanggal tanggal 27 Januari 2005 di
Gereja
Boro,
penggugat dan
Kalibawang
telah dilangsungkan perkawinan antara
tergugat sebagaimana tertuang dalam
Kutipan
Akta
Perkawinan Nomor : 16/Cs.B/1933/2005 yang diterbitkan oleh Kantor
Dinas
Kependudukan
Catatan
Sipil
Keluarga
Berencana
dan
Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Kulon Progo pada tanggal 27
Januari perkawinan tersebut dilangsungkan secara agama Katholik di
Gereja Boro, Kalibawang, Kulon Progo. Bahwa
setelah perkawinan
penggugat dan tergugat tinggal bersama penggugat di rumahnya sendiri di
Dusun Kembangsari RT.006 RW.003, Desa Banjarsari, Kecamatan
Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo. Bahwa
semula rumah tangga
penggugat dan Tergugat hidup rukun dan bahagia lahir maupun batin,karena
perkawinan tersebut didasari atas dasar rasa cinta, kemudian dalam
perkawinan penggugat dan tergugat tersebut telah dikaruniai seorang
orang anak laki-laki yang lahir pada tanggal 23 Mei 2005 dan diberi
nama Bernardinus Suryo Prabowo. Setelah kelahiran anaknya
tersebut
penggugat merasakan adanya perubahan pada diri tergugat yang semula
sabar dan keibuan jadi berubah temperamen dan selalu mudah marah serta
5
Yahya Harahap, 2005, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 797-803
5 cemburuan sehingga hari demi hari penuh percekcokan dan pertengkaran,
penggugat telah berusaha bersabar dan mengalah demi mempertahankan
rumah tangga dan demi anaknya namun tergugat justru seperti orang yang
tak mau mengerti sehingga apa yang dilakukan penggugat serba salah.
Kemudian pada bulan Oktober 2007 tergugat pergi meninggalkan
Penggugat dan anaknya tanpa pamit yang katanya mencari pekerjaan,
namun ternyata ia pulang kerumah orangtuanya dan penggugat berusaha
untuk membujuk isterinya agar pulang kerumah karena anaknya menangis
dan menanyakan ibunya namun tidak berhasil dan jawaban dari tergugat
adalah meminta cerai, maka penggugat memutuskan untuk mengakhiri
perkawinan ini dengan perceraian melalui Pengadilan Negeri Wates.
Kemudian tergugat pada hari sidang yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
majelis hakim, tergugat maupun orang lain untuk datang sebagai wakilnya
yang sah tidak hadir dalam persidangan walaupun telah dipanggil secara sah
sebanyak tiga kali secara berturut-turut.
Adapun yang menjadi perhatian Penulis adalah dalam putusan
yang dijatuhkan oleh majelis hakim pemeriksa perkara ini, biaya perkara
dijatuhkan pada penggugat, bukan kepada tergugat yang jelas-jelas telah
tidak hadir pada persidangan walaupun telah dipanggil sebanyak 3 (tiga)
kali secara sah dan layak, terlebih lagi didalam bagian konsiderans
putusannya, majelis hakim yang memeriksa tidak mencantumkan dasar
hukum terkait akan penetapan penjatuhan biaya perkara tersebut, hali ini
menarik karena dalam hal perkara verstek, biaya perkaranya dibebankan
6 kepada pihak yang tidak hadir dalam persidangan (dalam hal ini
Tenggugat). Hal ini ditunjukkan dengan ketentuan dalam Pasal 181 ayat (3)
HIR, yang pada intinya menyatakan bahwa dikatakan dalam perkara verstek
maka pihak yang sebaiknya dijatuhkan beban membayar biaya perkara
adalah pihak yang tidak hadir. Hal ini diperkuat dengan pendapat salah satu
ahli hukum yang mengatakan6
bahwa dalam hal tidak hadirnya salah satu pihak maka, biaya
perkara jatuh pada pihak yang tidak hadir tersebut, hal ini
dimaksudkan sebagai bentuk hukuman karena telah mangkir
dari panggilan Pengadilan Negeri untuk menghadiri suatu
persidangan
B.
Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,
Penulis menetapkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kesesuaian antara ketentuan yang berlaku dengan
Putusan Nomor Perkara 22/Pdt.G/2012/PN.Wt?
2. Benarkah terdapat kekosongan hukum dibidang penjatuhan biaya
perkara dengan pemeriksaan perkara secara verstek dengan studi kasus
Putusan Pengadilan Negeri Wates No. 22/Pdt. G/2012/PN.Wt.?
6
Ibid. hlm. 818
7 C.
Tujuan Penelitian.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Tujuan subyektif
Tujuan subjektif dari penulisan hukum ini adalah sebagai
prasyarat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada.
2.
Tujuan obyektif
Tujuan obyektif penulisan hukum ini sesuai dengan rumusan
masalah yang telah dipaparkan di atas ialah sebagai berikut:
a.
Untuk mengetahui, menelaah, dan menganalisis terkait ketentuan
hukum apa saja yang dilanggar dalam penjatuhan Putusan ini oleh
majelis hakim pemeriksa perkara nomor 22/Pdt.G./2012/PN.Wt.
b. Untuk mengetahui, menelaah, dan menganalisis terkait akan
benarkah telah terdapat kekosongan hukum dibidang penjatuhan
biaya perkara dengan pemeriksaan perkara secara verstek
D.
Keaslian Penelitian.
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh Penulis
di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan media
internet, Penulis tidak menemukan penulisan hukum yang membahas
tentang
penjatuhan biaya perkara terlebih
mengenai
problematika
kekosongan hukum dalam penjatuhan biaya perkara pada kasus gugatan
cerai yang diperiksa secara verstek, yang dalam hal ini Penulis
menggunakan Putusan perdata nomor 22/Pdt.G/2012/PN.Wt.
8 Dengan demikian, penulisan hukum ini dilakukan dengan dasar
iktikad baik, jika terdapat penelitian yang serupa diluar pengetahuan
penulis, hal tersebut bukan merupakan suatu kesengajaan, tetapi diharapkan
penelitian ini dapat menambah informasi dari penelitian yang telah ada
sebelumnya sehingga dapat memperkaya khasanah pengetahuan serta
penulisan hukum yang bersifat akademis.
E. Kegunaan Penelitian.
Penulis berkeyakinan
penelitian
ini memiliki manfaat atau
kegunaan teoritis dan praktis. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Bagi Penulis
Penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam
menambah
pengetahuan Penulis terhadap permasalahan penjatuhan biaya perkara
dalam
hal perkara diperiksa secara verstek yang ternyata pada
prakteknya melenceng jauh daripada ketentuan dalam Pasal 181 ayat
(3) HIR. Selain itu, penelitian ini juga dapat menumbuhkan jiwa
Penulis dalam meningkatkan sikap kritis terhadap perkembangan
hukum yang terjadi baik secara teoritis maupun praktis.
2.
Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
bagi pemerintah terhadap permasalahan-permasalahan yang akan
ditemui khususnya dalam penjatuhan biaya perkara yang diperiksa
9 secara verstek, yang kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan
atau pembenahan terhadap peraturan yang ada, dengan harapan
agar dapat lebih memberikan perlindungan hukum bagi seluruh
pihak
dan
menimbulkan
kepastian
hukum
sehingga
dapat
menanggulangi konflik-konflik yang berpotensi terjadi.
3.
Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
memberikan pendapat kepada masyarakat baik yang akan maupun
sudah bersinggungan dalam permasalahan yang diteliti, serta
masyarakat pada umumnya yang juga pada situasi tertentu akan
melakukan suatu gugatan keperdataan di Pengadilan Negeri setempat.
4.
Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian
masukan
dan
diharapkan
dapat
dijadikan
sebagai
bahan
sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu hukum,
penulisan ini juga diharapkan dapat menjadi contoh kasus terhadap
kekurangan atau kekosongan hukum dalam sistem hukum Indonesia,
khususnya dalam
panjang
penulisan
ranah hukum Perdata Formil. Dalam jangka
ini diharapkan dapat memberikan alternatif,
solusi, maupun kesepahaman mengenai permasalahan kekosongan
hukum terkait penjatuhan biaya perkara dalam gugatan Perdata yang
diperiksa secara verstek.
10 F. Metode Penelitian.
Metode
penelitian
diartikan
sebagai
“jalan
ke”,
namun
demikian menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinankemungkinan, yakni: suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam
penelitian dan penilaian, atau suatu teknik yang umum bagi ilmu
pengetahuan, atau cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.7
Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian adalah usaha pencarian
fakta menurut metode objektif yang jelas, untuk menemukan hubungan
fakta dan menghasilkan dalil atau hukum.8
1.
Sifat Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
metode
pendekatan
yang
menggabungkan antara penelitian normatif dengan penelitian empiris,
sehingga dapat disebut dengan penelitian yuridis normatif-empiris.
Penelitian normatif-empiris merupakan penelitian yang selain dengan
melakukan studi kepustakaan dengan menelaah buku-buku, laporan,
penelitian, jurnal, dan peraturan perundang-undangan, juga melakukan
penelitian ke lapangan melalui metode interview atau pengamatan
langsung terhadap kondisi lokasi yang diteliti dengan seakurat mungkin
dan
dapat
dipertanggungjawabkan.
Metode
interview
7
8
Soerjono Soekanto, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, hlm. 5.
Moh. Nazir, 1998, Metode Penelitian, Ghalia, Jakarta, hlm. 14.
tersebut
11 dipergunakan sebagai cara untuk memperoleh data dengan jalan
melakukan wawancara dengan narasumber atau responden.9
2. Bentuk Data
Dalam melakukan penelitian Penulis menggunakan 2 (dua) cara
yaitu:
a.
Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang
dilakukan dengan mencari data sekunder yang diperoleh
dengan studi pustaka yang diperoleh dari berbagai buku,
literatur,
peraturan
perundang-undangan,
makalah, jurnal hukum, majalah, surat
tesis,
skripsi,
kepustakaan, serta
bahan-bahan lainnya yang terkait dengan
penelitian yang
dilakukan setelah itu untuk dipelajari dan dianalisis data yang
diperoleh.10 Bahan pustaka terdiri dari:
1) Bahan Hukum Primer
Bahan
hukum
primer
yang
dimaksud
adalah
bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundangundangan dimana bahan tersebut ada dengan melalui
mekanisme-mekanisme
tersebut mempunyai
hukum
kekuatan
dan
bahan
hukum
hukum
mengikat
9
M. Hariwijaya dan Bisri M. Djaelani, 2008, Teknik Menulis Skripsi dan Thesis, Hanggar
Kreator, Yogyakarta, hlm. 45.
10
Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 201.
12 sepanjang tidak ditentukan lain. Bahan hukum primer
dalam penelitian ini terdiri dari:
a) Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR)
b) Reglement op de Rechtsvordering (Rv) (S. 1847-52
jo. 1849-63.)
c) Reglement tot Regeling van Het Rechtswezen in de
Gewesten Buiten Java Madura (RBg.) (S. 1927227.)
d) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
2) Bahan Hukum Sekunder
Merupakan bahan-bahan yang erat hubungannya
dengan bahan hukum primer serta memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer.11 Bahan hukum sekunder
terdiri dari:
a) Buku-buku yang membahas tentang hukum acara
perdata.
b) Buku-buku yang membahas tentang hukum acara
perdata dimana didalamnya membahas juga mengenai
putusan perdata.
11
Ronny Hanityo Sumitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm.
25.
13 3) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum
yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer dan sekunder, yaitu kamus hukum, kamus besar
bahasa indonesia, kamus bahasa inggris-indonesia, dan
kamus belanda-indonesia.
b.
Penelitian Lapangan
Penelitian
lapangan
adalah
penelitian yang
dilakukan secara langsung di lokasi penelitian untuk
memperoleh data yang diperlukan berkaitan dengan masalah
yang diteliti.12 Data dalam penelitian lapangan terdiri dari
data yang diperoleh langsung dari narasumber yang dipilih
dan dianggap mengetahui masalah yang diteliti dan data yang
diperoleh secara tidak langsung berupa wawancara terhadap
pihak-pihak tertentu.
3.
Teknik Pengumpulan Data
a.
Pengumpulan Data.
Pengumpulan
data
yang
dipergunakan
adalah
dengan cara wawancara, yaitu mengumpulkan data dan
informasi dengan cara mengadakan tanya jawab secara
12
Ibid., hlm. 27.
14 langsung dengan narasumber. Tujuan wawancara disini
untuk mendapatkan
data,
informasi,
serta
pendapat
berkaitan dengan perihal penjatuhan biaya perkara perdata
yang diperiksa secara verstek yang
pada praktiknya
menyalahi aturan Pasal 181 ayat (3) HIR.
b.
Alat Pengumpulan Data
Penelitian Lapangan (Field Research)
Pada penelitian lapangan, penulis menggunakan
pedoman wawancara. Pedoman wawancara yang akan
dilaksanakan menggunakan daftar pertanyaan yang bersifat
terbuka dan hanya memuat garis besar sehingga tidak
menutup kemungkinan untuk dijadikan pertanyaan lain yang
masih berhubungan dengan masalah yang diteliti.
c.
Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penulisan hukum
ini dilakukan dengan menggunakan teknik non-random
sampling, artinya pengambilan sampel atas sifat populasi
yang sudah diketahui terlebih dahulu dan ditentukan dengan
tidak semua individu dalam populasi diberi kesempatan yang
sama untuk menjadi anggota sampel. Jenis sampel yang
digunakan adalah purposive sampling, dimana pengambilan
sampel/subjek penelitian sudah ditentukan terlebih dahulu.
15 4. Jalannya Penelitian
a.
Tahap Persiapan
Diawali dengan merumuskan permasalahan yang
ada dan menyiapkan rancangan penelitian.
b.
Tahap Pelaksanaan
Dimulai dengan penelitian kepustakaan untuk
mendapatkan kerangka berpikir mengenai masalah yang
terkait dengan judul yang diangkat, serta mendapatkan
gambaran maupun kondisi pengaturan mengenai biaya
perkara dan putusan pengadilan dalam perkara perdata.
Dengan data sekunder tersebut, kemudian mulai dilakukan
wawancara baik secara langsung maupun melalui e-mail
dengan hakim-hakim yang ada di Wates. Selain itu, Penulis
melakukan pengurusan izin dan kelengkapan dokumen untuk
dapat dilakukan penelitian, yang hingga akhirnya sampai
kepada penelitian di Pengadilan Negeri Wates. Dikarenakan
putusan pengadilan yang Penulis jadikan studi kasus adalah
putusan yang dibuat di Pengadilan Negeri wates, sehingga
sudah sepatutnya penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri
Wates.
c.
Tahap Penyelesaian
Penyusunan dan penyelarasan serta menganalisis
data yang terkumpul. Kemudian menemukan korelasi
16 masalah serta menemukan kesimpulan dan solusi atas
masalah tersebut.
5. Analisis Data
Data yang telah terkumpul melalui penelitian lapangan
maupun penelitian kepustakaan yang kemudian data tersebut
dianalisis secara kualitatif, yaitu mengumpulkan dan menyeleksi
data yang diperoleh berdasarkan kualitas kebenarannya dan
sesuai dengan permasalahan yang diteliti, kemudian diolah
dengan disusun secara sistematik dan dihubungkan dengan teori
dan ketentuan di bidang penjatuhan biaya perkara perdata yang
diperiksa dengan acara verstek.
Hasil
deskriptif,
penelitian
yaitu
yang
menjelaskan
didapatkan
atau
dipaparkan
menggambarkan
secara
suatu
keadaan yang sebenarnya di lapangan, sehingga dari penelitian
tersebut dapat memberikan gambaran atau pemahaman yang
mampu memberikan kesimpulan dari permasalahan yang ada.13
13
Nico Ngani, 2012, Metodologi Penelitian Penulisan Hukum, Pustaka Yustisia, Yogyakarta,
hlm. 182. 
Download