BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Lempung Ekspansif Tanah ekspansif merupakan tanah yang memiliki ciri-ciri kembang susut yang besar, mengembang pada saat hujan dan menyusut pada musim kemarau (Muntohar, 2014). Proses pengembangan (swelling) dan penyusutan (shrinking) tanah sebagaian besar adalah akibat peristiwa kapiler atau perubahan kadar air pada tanah ekspansif. Seed et al. (1962) menyebutkan bahwa besarnya pengembangan dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain jenis dan jumlah lempung, struktur tanah, kepadatan, perubahan kadar air, meetode pemadatan, konsentrasi elektrolit dalam air dan tekanan di permukaan tanah (surcharge pressure). Identifikasi dan klasifikasi tanah lempung ekspansif dapat didasarkan pada hasil pengujian sifat-sifat indeks tanah. Beberapa peneliti seperti van der Werve (1964), Daksanamurthy dan Raman (1973), Sridharan ((2000) memanfaatkan grafik plastisitas tanah untuk menentukan derajat pengembangan suatu tanah lempung. Indeks plastisitas dan perubahan volume tana berhubungan erat dengan jumlah partikel yang berukuran lebih kecil dari 0,002 mm. Menurut Seed et al. (1962), indeks plastisitas tanah dapat digunakan sebagai indikator awal untuk mengetahui potensi pengembangan tanah lempung seperti disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Derajat pengembangan tanah ekspansif berdasarkan indeks plastisitas Derajat Pengembangan Indeks Plastisitas Sangat tinggi (Very high) >55 Tinggi (High) 20 – 55 Sedang (Medium) 10 – 35 Rendah (Low) 0–5 Sumber : Seed et al., 1962 Penelitian yang dilakukan oleh Basma et al. (1995) berdasarkan eksperimental di laboratorium dan pengamatan di lapangan, pengembangan tanah ekspansif juga sangat dipengaruhi oleh kadar air awal (initial water content), kepadatan (dry 4 5 density) dan jenis tanah. Perubahan kadar air hanya 1% atau 2% cukup untuk menyebabkan pengembangan yang mengakibatkan kerusakan. El-Sohby dan Rabba (1981) menyebutkan bahwa kadar air awal tanah juga sangat mempengaruhi persentase pengembangan untuk tanah yang dipadatkan kembali (remoulded). Kadar air tanah secara langsung akan mempengaruhi kepadatan tanah yang dinyatakan dengan berat volume kering tanah.sehingga derajat pengembangan tanah ekspansif dapat pula dinyatakan sebagai fungsi dari berat volume kering. Muntohar (2010) menjelaskan bahwa pada kepadatan yang sama, pengembangan (swelling) tidak dipengaruhi oleh kadar air tanah awal, tetapi ditentukan oleh derajat kejenuhannya. Sedangkan kadar air tanah awal mempengaruhi kecepatan pengembangan (rate of swelling) dan besarnya pengembangan maksimum tanah. B. Elektrokinetik Metode elektrokinetik adalah suatu metode perbaikan tanah dengan cara memberikan tegangan listrik pada elektroda yang ditanam di tanah untuk memperbaiki karakteristik geoteknik dari tanah lunak. Pada saat dua kutub elektroda (anoda (+) dan katoda(-)) ditanam dan diberikan beda potensial, maka akan terjadi pergerakan elektron dan ion (kation bermuatan positif dan anion bermuatan negatif), menuju elektroda yang berbeda muatan dengan muatan elektron dan ion-ion tersebut. Selama proses elektrokinetik berlangsung, terjadi beberapa fenomena dan reaksi, seperti medan listrik, fenomena elektrokimia, elektroosmosis, elektroforesis dan elektromigrasi. (Van Olphen, 1963). 6 Sumber : Mosavat, dkk., 2012 Gambar 2.1 Fenomena Elektrokinetik () Pada saat dua kutub elektroda (anoda dan katoda) ditanam di dalam tanah dan dialiri dengan arus listrik, maka akan terjadi proses elektrolisis di elektroda dengan persamaan sebagai berikut : Anoda : 2H2O – 4e- ο O2 + 4H+ ....................................... (2.1) Katoda : 2H2O + 2e- ο H2 + 2OH- ..................................... (2.2) Proses elektrolisis di atas diikuti dengan perpindahan H+ ke kutub katoda dan OH- ke kutub anoda (electromigration) serta perpindahan air pori tanah menuju elektroda (electroosmosis). Perpindahan air pori tanah ini mempunyai pengaruh yang besar dalam peningkatan daya dukung tanah. C. Stabilisasi Tanah Dengan Metode Elektrokinetik Elektrokinetik merupakan teknik perbaikan yang efektif dan efisien untuk memperbaiki sifat geoteknik dan meningkatkan kapasitas beban pondasi pada tanah lunak, dengan gangguan minimum pada struktur tanah yang ada. Mosavat, dkk. (2012) melakukan pengkajian ulang tentang teknik perawatan elektrokinetik dalam memperbaiki karakteristik tanah yang mempunyai permeabilitas rendah. Dari pengkajian ini menunjukkan bahwa penelitian-penelitian laboratorium dan aplikasi di lapangan terbukti mempunyai aplikasi praktis dan teknik efektif pada perawatan elektrokinetik. 7 Agustina (2014) meniliti tentang analisis kombinasi preloading mekanis dan elektrokinetik terhadap pemampatan tanah lunak pontianak. Penelitian ini bertujuan mengurangi kadar air dan mempercepat proses pemampatan tanah. Penelitian menggunakan 7 sampel dengan perbedaan pada sistem pembebanan, pengukuran dan variasi sistem pengaliran. Arus yang diberikan adalah 15 mA dan 30 mA. Tanah dimasukkan ke dalam sel konsolidasi, yang telah dirancang khusus untuk metode elektrokinetik, dan dijenuhkan dengan air selama 24 jam. Pembebanan awal (preloading) yang diberikan sebesar 0,014 kg/cm2, kemudian beban bertambah sebesar 0.025 kg/cm2 ; 0.05 kg/cm2 ; 0,075 kg/cm2 ; 0,1 kg/cm2. Pembacaan arloji pengukuran penurunan dilakukan dengan waktu: 0,5 ; 1,0 ; 2,25 ; 4,0 ; 6,25 ; 9,0 ; 12,25 ; 16,0 ; 20,25 ; 25,0 ; 36,0 ; 49,0 ; 64,0 ; 81,0 ; 100 ; 121 ; 144 ; 225 ; 400 ; 1440 menit dan seterusnya setiap penambahan beban dilakukan setelah 24 jam. Hasil uji laboratorium pada pengujian konsolidasi dengan preloading 144 jam dikombinasikan dengan arus 15 mA menunjukkan adanya penurunan pada nilai indeks pemampatan sebesar 37.16% efisiensi waktu sebesar 18.18% dan pada pengujian konsolidasi dengan preloading 144 jam dikombinasikan dengan arus 30 mA penurunan nilai indeks pemampatannya sebesar 42.66% efisiensi waktu sebesar 36.36%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa akibat pengaruh listrik, kekakuan tanah dapat meningkat dan proses pemampatan tanah yang terjadi dapat dipercepat. Atmaja, dkk. (2013) meneliti tentang pengaruh penggunaan elektroosmosis terhadap parameter kuat geser tanah lempung. Pengujian dilakukan dengan pemberian tegangan yang berbeda-beda, yaitu 3, 6, 9 dan 12 volt, serta preloading berupa tanah timbunan dengan ketebalan 1,3 cm. lama pengujian selama 3 hari pada sampel tanah yang telah dijenuhkan selama 96 jam. Jumlah sampel yang diambil untuk menguji niai kuat geser adalah 3 pada setiap titik pengamatan, dengan jumlah titik pengamatan 3 yaitu pada posisi disekitar anoda, di tengah, dan di sekitar katoda. Dari hasil pengujian, didapatkan nilai kohesi mengalami kenaikan sebesar 9,52-118,75% dan sudut geser dalam naik sebesar 4,98-8,85% setelah pemberian beda potensial 3 volt. Semakin besar variasi beda potensial yang diberikan, kohesi dan sudut geser dalam juga semakin besar. Penggunaan preloading memberikan 8 dampak kenaikan parameter kuat geser tanah yang cukup signifikan dari pada tanpa preloading. Semakin besar beda potensial, semakin optimal pula penggunaan preloading. Tjandra dan Wulandari (2006) meneliti tentang pengaruh elektrokinetik terhadap daya dukung pondasi di lempung marina. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki peningkatan tahanan friksi dan ujung dari pondasi tiang di lempung marina setelah dilakukan proses elektrokinetik. Pengujian dilakukan dengan cara memberi tegangan sebesar 20 volt secara kontinu selama 3, 6, 12 dan 24 jam. Model pondasi tiang diwakili oleh tiang bulat yang terbuat dari stainless steel yang juga berfungsi sebagai anoda. Sedangkan untuk katoda, digunakan bahan dari tembaga. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa adanya peningkatan daya dukung dari model pondasi tiang setelah proses elektrokinetik, dimana daya dukung meingkat 5, 7, 11 dan 14 kali setelah 3, 6, 12 dan 24 jam seperti terlihat pada Tabel 2.2 dan Gambar 2.2. Selain itu ditunjukkan pula bahwa rasio peningkatan tahanan friksi lebih besar dari pada tahanan ujung pada setiap durasi waktu. Tabel 2.2 Daya dukung pondasi tiang Durasi Tahanan friksi Waktu (kg) (Jam) Tahanan ujung (kg) Rasio Awal* Akhir** Tahanan total (kg) Rasio Awal* Akhir** Rasio Awal* Akhir** 3 1.10 5.63 5.1 1.5 7.4 4.9 2.6 13.03 5.0 6 1.0 7.6 7.6 1.5 9.8 6.5 2.5 17.4 7.0 12 1.13 13.81 12.2 1.8 19.1 10.6 2.93 32.91 11.2 24 1.04 16.87 16.2 1.6 21.8 13.6 2.64 38.67 14.6 *Sebelum proses elektrokinetik; **Setelah proses elektrokinetik Sumber : Tjandra dan Wulandari, 2006 9 Sumber : Tjandra dan Wulandari, 2006 Gambar 2.2 Peningkatan daya dukung pondasi tiang Pada Tabel 2.3 dan Gambar 2.3 dapat dilihat peningkatan daya dukung tiang dan kapasitas daya dukung tanah yang signifikan setelah proses elektrokinetik selama 3, 6, 12, dan 24 jam. Didapatkan juga peningkatan kuat geser undrained tanah. Semakin dekat dengan anoda (tiang), kuat geser undrained semakin meningkat. Dari semua hasil yang didapatkan, proses elektrokinetik lebih efektif setelah durasi 6 jam. Tabel 2.3 Kapasitas daya dukung tanah Durasi waktu Kapasitas friksi Kapasitas ujung Kapasitas Total (jam) (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2) 3 0,06 1,20 1,27 6 0,09 1,59 1,68 12 0,16 3,10 3,26 24 0,19 3,54 3,73 Sumber : Tjandra dan Wulandari, 2006 10 Sumber : Tjandra dan Wulandari, 2006 Gambar 2.3 Kapasitas daya dukung tanah terhadap pondasi tiang D. Pengujian – Pengujian Tanah Pengujian-pengujian yang dilakukan meliputi : 1. Uji kadar air (ASTM D2216-10) Kadar air tanah adalah perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat tanah kering (berat bagian yang padat) dan dinyatakan dalam persen. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hardiyatmo, 1992) : w= Ww Ws x 100% ....................................................................... (2.3) dengan, w = kadar air (g), ww = berat air (g) ws = berat butiran (g) 2. Uji berat jenis (ASTM D854-10) Berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat butir-butir tanah dengan berat air destilasi di udara dengan volume yang sama dan pada temperatur tertentu. Berat jenis dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Hardiyatmo, 1992) : Gs = γs γw ...................................................................................... (2.4) 11 dengan, Gs = berat jenis γs = berat volume butiran padat γw = berat volume air Berat jenis dari berbagai jenis tanah berkisar antara 2,65 – 2,75. Nilai – nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah diberikan dalam Tabel 2.4. Tabel 2.4 Berat jenis tanah Jenis Tanah Berat Jenis (Gs) Kerikil 2,65 – 2,68 Pasir 2,65 – 2,68 Lanau organik 2,62 – 2,68 Lempung organik 2,58 – 2,65 Lempung non organik 2,68 – 2,75 Humus 1,37 Gambut 1,25 – 1,80 Sumber : Hardiyatmo, 1992 3. Uji batas konsistensi (Atterberg limit) Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah sifat plastisitasnya. Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam tanah. Istilah plastisitas digambarkan sebagai kemampuan tanah dalam menyesuaikan perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa retak-retak. Kadar air tanah mempengaruhi batas konsistensi tanah yaitu batas cair, plastis, semi padat, atau padat. Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut konsistensi. Cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya (Atterberg,1991). Uji batas konsistensi (Atterberg limit) meliputi : a. Uji batas cair (ASTM D4318-10) Batas cair adalah nilai kadar air dimana tanah dalam keadaan antara cair dan plastis. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan kadar air 12 suatu sampel tanah pada batas cair. Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948). b. Uji batas plastis (ASTM D4318-10) Batas plastis didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu kadar air dimana tanah dengan diameter 3,2 mm mulai retak – retak ketika digulung (Hardiyatmo, 1992). c. Uji indeks plastisitas (ASTM D4318-10) Indeks plastisitas adalah selisih antara batas cair dan batas plastis. PI = LL – PL ........................................................................ (2.5) dengan, PI = indeks plastisitas LL = batas cair PL = batas plastis Batasan mengenai indeks plastis, sifat tanah, macam tanah dan kohesinya terdapat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Nilai indeks plastisitas dan macam tanah PI Sifat Macam Tanah Kohesi 0 Non plastis Pasir Non kohesi <7 Plastisitas rendah Lanau Kohesi sebagian 7 – 17 Plastisitas sedang Lempung Berlanau Kohesif >17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif Sumber : Hardiyatmo, 1992 4. Uji analisis ukuran butiran (ASTM D6913-04) Analisis ukuran butiran tanah adalah penentuan presentase berat butiran pada satu unit saringan, dengan ukuran diameter tertentu. Sifat – sifat tanah sangat tergantung pada ukuran butirannya. Besarnya ukuran butiran dijadikan dasar untuk pemberian nama dan klasifikasi tanahnya. Oleh karena itu, analisis butiran merupakan pengujian yang sangat sering dilakukan. a. Uji analisis saringan 13 Pada dasarnya partikel-partikel pembentuk srtruktur tanah mempunyai ukuran dan bentuk yang beraneka ragam, baik pada tanah kohesif maupun tanah non kohesif. Sifat suatu tanah banyak ditentukan oleh ukuran butir dan distribusinya. Distribusi ukuran butir dari tanah berbutir kasar dapat ditentukan dengan cara menyaringnya. Sampel tanah disaring menggunakan saru unit saringan standar unutk pengujian tanah. Berat tanah yang tertinggal pada masing – masing saringan ditimbang dan menghitung presentase terhadap berat kumulatif pada tiap saringan. Susunan dan ukuran saringan disajikan pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 Susunan dan Ukuran Saringan No. Saringan (ASTM) Ukuran (mm) No. 10 2,000 No. 20 0,850 No. 40 0,425 No. 60 0,250 No. 140 0,105 No. 200 0,075 Sumber : Hardiyatmo, 1992 b. Uji analisis hidrometer Analisis hidrometer didasarkan pada prinsip sedimentasi (pengendapan) butir-butir tanah dalam air. Bila suatu contoh tanah dilarutkan dalam air, pertikel-partikel tanah mengendap dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung paada bentuk, ukuran dan bertanya. Tujuan dari pengujian ini adalah menentukan pembagian butiran tanah yang lolos saringan nomor 200 dengan persamaan dari hukum Stokes berikut : πΏ π· = πΎ √ π‘ ............................................................................. (2.6) dengan, D K = diameter butir tanah (mm) = konstanta yang bergantung pada berat jenis dan temperatur 14 L = kedalaman efektif yaitu jarak vertikal dari permukaan ke dalam suspensi yang diukur. Nilainya ditentukan oleh jenis hidrometer yang dipakai dan pembacaan hidrometer sebelum dikoreksi (R1) t = waktu pembacaan (menit) 5. Uji pemadatan tanah Pemadatan tanah telah umum dilakukan untuk menambah kekuatan tanah dengan meningkatkan unit beratnya. Pemadatan tanah atau compaction merupakan proses desinfikasi tanah dengan mengurangi rongga udara menggunakan peralatan mekanis. Derajat pemadatan tanah diketahui dalam parameter pengukuran unit berat kering. Adapun tujuan dari pemadatan adalah : (Ariyanto, 2015, Perbaikan tanah residu menggunakan semen pada tanah dasar (Sugrade) jalan rel) 1. Meningkatkan kapasitas daya dukung tanah 2. Mengurangi penurunan (settlement) pada struktur 3. Mengontrol perubahan volume yang tidak diinginkan 4. Mereduksi konduktivitas hidrolik 5. Meningkatkan kestabilan suatu lereng Dalam pemadatan tanah, ada 4 faktor yang mempengaruhi kontrol pemadatan, yaitu : (Ariyanto, 2015, Perbaikan tanah residu menggunakan semen pada tanah dasar (Sugrade) jalan rel) 1. Energi pemadatan (compaction effort) 2. Tipe tanah dan gradasi 3. Kadar air 4. Unit berat kering (dry unit weight) Pada tanah, pemadatan merupakan fungsi dari kadar air. Air pada tanah berperan sebagai pelembut (softening agent) saat pemadatan, sehingga air akan membantu menyusun partikel tanah dalam mengisi rongga udara menjadi padat. Namun, kelebihan air tidak akan membantu tanah mencapai densitas yang padat, hal ini karena rongga udara telah terisi oleh air yang bersifat 15 inkompresibel yang membuat partikel tanah akan mengalir atau kehilangan friksi dan energi pemadatan langsung diterima oleh air. Energi pemadatan tanah akan mempengaruhi suatu karakteristik kurva pemadatan, dimana semakin besar energi pemadatan yang diterima tanah maka efek desinfikasinya akan semakin besar, sehingga nilai optimum kadar air akan bergeser lebih kecil namun akan diperoleh nilai maksimum unit berat kering lebih besar. Tipe tanah serta gradasi juga akan mempengaruhi kurva pemadatan. Umumnya tanah yang dominan berbutir halus (fine grain) akan membutuhkan kadar air lebih untuk mencapai pemadatan optimum, sebaliknya tanah dominan berbutir kasar (coarse grain) membutuhkan sedikit kadar air untuk mencapai kadar air pemadatan optimum. Hal ini juga terkait pada sifat plastisitasnya dimana tanah berbutir halus atau fine grain seperti lempung kelanauan memiliki sifat plastis dibanding tanah berbutir kasar atau coarse grain seperti pasir kelanauan yang memiliki indeks plastisitas rendah. Dalam pengujian pemadatan tanah ada dua jenis pemadatan proctor, yaitu AASHTO T99, ASTM D698 standard proctor dan AASHTO T180, ASTM 1557 modified proctor. Dalam pengujian pemadatan, Proctor (1993) telah mengamati bahwa ada hubungan antara kadar air dengan berat volume tanah supaya menjadi padat. Selanjutnya, terdapat satu nilai kadar air optimum tertentu untuk mencapai berat volume kering maksimum. Derajat kepadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah. Hubungan berat volume kering dengan berat volume basah dan kadar air, dinyatakan dalam persamaan 2.7. πΎπ = πΎπ 1+π .................................................................................... (2.7) dengan, γd = berat volume kering (gram/cm3) γb = berat volume basah (gram/cm3) ω = kadar air (%) 16 Berat volume kering tanpa rongga udara atau berat volume kering jenuh dapat dihitung dengan persamaan 2.8. πΎπ = πΊπ π₯ πΎπ (1+π)πΊπ .............................................................................. (2.7) dengan, γd = berat volume kering (gram/cm3) γb = berat volume basah (gram/cm3) ω = kadar air (%) Gs = berat jenis tanah Karakteristik kepadatan tanah dapat dinilai dari pengujian standar laboratorium yang disebut dengan Pengujian Proctor. Dalam pengujian pemadatan, percobaan diulang sedikitnya 5 kali dengan kadar air tiap percobaan divariasikan. Selanjutnya, digambar dalam sebuah grafik hubungan kadar air dan berat volume kering, seperti pada Gambar 2.4. Sumber : Hardiyatmo, 2002 Gambar 2.4 Grafik Hubungan Kadar Air dan Berat Volume Kering