SKRIPSI KAJIAN DAYA INSEKTISIDA EKSTRAK DAUN MIMBA

advertisement
SKRIPSI
KAJIAN DAYA INSEKTISIDA EKSTRAK DAUN MIMBA (Azadirachta
indica A. Juss) DAN EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach L. )
TERHADAP PERKEMBANGAN SERANGGA HAMA GUDANG
Sitophilus zeamais Motsch.
Oleh
DESSY SONYARATRI
F24101042
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Dessy Sonyaratri. F24101042. Kajian Daya Insektisida Ekstrak Daun Mimba
(Azadirachta indica A. Juss) Dan Ekstrak Daun Mindi (Melia azedarach L.)
Terhadap Perkembangan Serangga Hama Gudang Sitophilus zeamais Motsch..
Di bawah bimbingan Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. (2006)
ABSTRAK
Penyimpanan bahan pangan merupakan salah satu tahap pengolahan
pasca panen yang masih mengalami kendala. Kerusakan di tingkat
penyimpanan umumnya disebabkan oleh serangan hama gudang seperti
serangga, tungau, tikus dan kapang. Diantara hama-hama gudang, serangga
menyebabkan kerusakan terbesar. Sitophilus zeamais merupakan salah satu
serangga hama pasca panen yang penting. Serangga tersebut dapat
berkembang biak dan menimbulkan kerusakan pada berbagai jenis serealia
termasuk gabah, beras dan jagung.
Dari berbagai cara pengendalian hama pasca panen yang paling
efisien dan umum dilakukan adalah cara kimia dengan menggunakan
insektisida sintetis. Insektisida sintetis dirasakan efektif karena
penggunaannya mudah serta spektrum daya bunuhnya yang luas. Namun cara
tersebut mempunyai banyak kekurangan antara lain resiko keamanan pangan
(bahaya residu), timbulnya resistensi serangga hama pasca panen terhadap
beberapa insektisida, serta residu di tanah, air dan udara yang dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan hidup (Kartasapoetra, 1993).
Penggunaan insektisida alami nabati merupakan salah satu alternatif
yang dapat digunakan sebagai pengganti insektisida sintetis dalam
mengendalikan hama. Insektisida alami nabati relatif tidak meracuni manusia,
hewan dan tanaman lainnya karena sifatnya yang mudah terurai sehingga tidak
menimbulkan residu. Daya insektisida yang dimiliki oleh bahan nabati
umumnya berupa daya repellent yang dapat menghambat peletakkan telur oleh
induk betina dan daya antifeedant yang menyebabkan serangga tidak mau
makan media yang tersedia. Daun mimba dan daun mindi diduga mengandung
komponen aktif yang menimbulkan bau dan aroma yang tidak disukai oleh
Sitophilus zeamais sehingga bahan tersebut memiliki potensi sebagai
insektisida.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji daya insektisida dari
ekstrak bahan alami nabati yaitu daun mimba dan daun mindi terhadap
perkembangan serangga hama gudang Sitophilus zeamais Motschulsky.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah dapat menambah informasi tentang
kemampuan dua bahan nabati yaitu daun mimba dan daun mindi dalam bentuk
ekstrak sebagai sumber insektisida alami yang dapat digunakan secara aman,
murah dan ramah lingkungan
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan
tahap uji coba daya insektisida. Tahap persiapan meliputi pembiakan serangga
Sitophilus zeamais Motsch., pembuatan ekstrak bahan nabati dan pembuatan
media oligidik. Tahap kedua adalah pengujian daya insektisida terhadap bahan
nabati yang telah dicampurkan pada media. Tahap ini dibagi menjadi dua
tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian
pendahuluan pengujian hanya dilakukan dengan menghitung jumlah serangga
turunan pertama sehingga didapatkan konsentrasi ekstrak bahan nabati dalam
jumlah tertentu. Pada penelitian utama dilakukan pengujian daya insektisida
dengan konsentrasi ekstrak bahan nabati yang telah diperkecil.
Dalam penelitian utama, pengamatan terhadap serangga Sitophilus
zeamais Motsch., pada media campuran ekstrak nabati (ekstrak daun mimba
dan daun mindi) dengan beras pecah kulit varietas lokal dilakukan dengan cara
menghitung beberapa parameter yaitu: (1) Jumlah serangga turunan pertama
(F1); (2) Periode perkembangan (D); (3) Indeks perkembangan (ID); (4) Laju
perkembangan intrinsik (Rm) dan (5) Kapasitas multiplikasi mingguan (λ).
Uji coba daya insektisida pada penelitian pendahuluan dicobakan satu faktor
untuk ekstrak daun mimba dan daun mindi dengan enam taraf konsentrasi
yaitu 0.0; 2.0; 4.0; 6.0; 8.0; dan 10.0%, sedangkan pada penelitian utama,
tingkat konsentrasi ekstrak daun mimba yang digunakan adalah 0.0; 0.5; 1.0;
1.5 dan 2.0% dan pada ekstrak daun mindi tingkat konsentrasi yang digunakan
adalah 0.0; 1.0; 2.0; 3.0 dan 4.0%. Percobaan dilakukan dengan tiga kali
ulangan.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa ekstrak daun mimba
berpengaruh nyata terhadap jumlah total populasi turunan pertama dari
Sitophilus zeamais. Penambahan ekstrak daun mimba 1.5% mampu
menghambat secara total perkembangan Sitophilus zeamais yang dibuktikan
dengan tidak adanya serangga turunan pertama. Pada konsentrasi 1.0% ekstrak
daun mimba secara nyata mampu menurunkan jumlah populasi serangga,
memperpanjang periode perkembangan dan memperkecil nilai dari indeks
perkembangan, laju perkembangan intrinsik serta kapasitas mulitiplikasi
mingguan.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa penambahan ekstrak daun
mindi pada konsentrasi 1.0% secara nyata mampu menurunkan jumlah
populasi serangga, memperkecil nilai dari indeks perkembangan, laju
perkembangan intrinsik serta kapasitas mulitiplikasi mingguan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun mimba
lebih efektif daripada daun mindi. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi
yang lebih kecil yaitu 1.5%, ekstrak daun mimba mampu menghambat secara
total jumlah populasi serangga turunan pertama. Pada daun mindi untuk
menghambat secara total jumlah populasi serangga diperlukan konsentrasi
6.0%. Hal ini diperkuat dengan perhitungan secara teoritis menggunakan
parameter kapasitas multiplikasi mingguan. Bila dibandingkan antara
keduanya, dengan penambahan ekstrak masing-masing sebesar konsentrasi
1.0%, jumlah populasi serangga pada penambahan ekstrak daun mimba lebih
sedikit (127 ekor) bila dibandingkan jumlah populasi pada penambahan
ekstrak daun mindi (581 ekor). Diduga pada mimba kandungan bahan aktif
lebih tinggi daripada mindi sehingga mimba lebih efektif sebagai insektisida.
KAJIAN DAYA INSEKTISIDA EKSTRAK DAUN MIMBA (Azadirachta
indica A. Juss) DAN EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach L. )
TERHADAP PERKEMBANGAN
SERANGGA HAMA GUDANG Sitophilus zeamais Motsch.
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Imu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DESSY SONYARATRI
F24101042
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN DAYA INSEKTISIDA EKSTRAK DAUN MIMBA (Azadirachta
indica A. Juss) DAN EKSTRAK DAUN MINDI (Melia azedarach L. )
TERHADAP PERKEMBANGAN SERANGGA HAMA GUDANG
Sitophilus zeamais Motsch.
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Imu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DESSY SONYARATRI
F24101042
Dilahirkan di Tegal pada tanggal 19 Desember 1982
Tanggal lulus :
Mei 2006
Menyetujui,
Bogor,
Mei 2006
Dr. Ir. H. Yadi Haryadi, MSc.
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc., Agr.
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Tegal, Jawa Tengah, pada
tanggal 19 Desember 1982. Penulis adalah anak ketiga dari
tiga bersaudara putri pasangan Suwarso S. dan Suhemi.
Penulis memulai pendidikan formalnya pada tahun 19871989 di TK Aisyiah II Tegal. Pendidikan SD ditempuh pada
tahun 1989-1995 di SD Negeri Mangkukusuman 1 Tegal. Pada tahun 1995
sampai dengan tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri
2 Tegal. Selepas SMP, penulis melanjutkan pendidikannya di SMU Negeri 1
Tegal dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima
sebagai mahasiswa IPB pada Departemen Teknologi Pangan dan Gizi (yang
saat ini menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi
Pertanian IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama kuliah penulis memiliki beberapa pengalaman organisasi,
antara lain pernah menjadi staf Departemen Pengembangan Sumber Daya
Manusia (PSDM) DKM Al-Hurriyyah dan pengurus Asistensi Pendidikan
Agama Islam (PAI) IPB. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti beberapa
kepanitiaan yang diadakan oleh HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan
Teknologi Pangan) dan FBI F (Forum Bina Islam Fateta). Penulis memiliki
pengalaman kerja menjadi staf pengajar privat di Lembaga Bimbingan Belajar
Bina Madani. Penulis pernah meraih penghargaan sebagai juara lomba PKM
(Program Kreativitas Mahasiswa) bidang penelitian tingkat IPB.
Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana penulis melakukan kegiatan
penelitian. Hasil kegiatan tersebut telah disusun dalam bentuk skripsi dengan
judul ” Kajian Daya Insektisida Ekstrak Daun Mimba (Azadirachta indica A.
Juss) Dan Ekstrak Daun Mindi (Melia azedarach L.) Terhadap Perkembangan
Serangga Hama Gudang Sitophilus zeamais Motsch.” dengan bimbingan Dr.
Ir. H. Yadi Haryadi, MSc.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian
penulis dalam rangka menyelesaikan studi dan sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam
penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih kepada :
1. Bapak dan Ibu, yang telah merawat dan mendidik ananda dengan penuh
cinta dan kasih sayang ”Semoga kelak ananda dapat memakaikan mahkota
kepada kedua orangtua tercinta di akhirat-Nya kelak”. Amin,
2. Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc., selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama masa perkuliahan, penelitian
dan penulisan skripsi,
3. Dra. Waysima, MSc., dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc., sebagai dosen
penguji yang telah berkenan meluangkan waktu dan memberikan masukan
yang sangat berharga kepada penulis,
4. Kakak-kakak penulis (Mas Yusuf, Mba Ani dan Mas Adi) yang selalu
memberikan cinta, kasih sayang, doa dan dukungannya,
5. Keluarga besar penulis di Tegal dan Jakarta (Kel. Indrosancoyo A.W., Kel.
M. Taufik, Kel. Budhi Santoso, Mbak Ninuk dan Mas Anton) yang telah
memberikan banyak bantuan kepada penulis selama menyelesaikan kuliah
di Bogor;
6. Sahabat-sahabat penulis di Fateta Angkatan 38 (Ine, Prima, Meli, Anna,
Wulan, Eni, Yani, Anita, barisan mujahid dalam ”tim teng 38” dan FA 38)
yang telah mewarnai hari-hari penulis dengan nuansa ukhuwah yang
indah;
i
7. Teh Virna Berliani Putri, STP., yang telah memberikan bantuan berupa
pinjaman skripsi dan buku, konsultasi gratis serta semangatnya,
”Jazakillah khairan katsiran”;
8. Teman-teman satu bimbingan (Hesty, Pande dan Engkus) dan satu
kelompok praktikum B2 atas bantuan dan semangatnya;
9. Seluruh dosen, staf dan laboran Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
atas ilmu dan bantuan yang telah diberikan;
10. Sahabat-sahabat dakwah dalam naungan FBI-Fateta, DKM Al-Hurriyyah
dan Al-Ghifari IPB serta keluarga besar DPC PKS Dramaga ”Semoga
Allah menguatkan kita untuk berkhidmat kepada umat”;
11. Keluarga kecil penulis di Wisma Arofah dan Wisma Afifah atas segala
cinta selama tinggal dalam satu atap ”Rumahku Surgaku”;
12. Semua saudari penulis dalam satu ”halaqoh bercahaya” dan para murabbi
atas hikmah dan pelajaran hidup serta ukhuwah yang telah diberikan
”Jazakumullah khairan katsiran, semoga Allah mengekalkan jalinan kita”;
13. Adik-adik di liqoat 40, 41 dan 42 yang telah memberikan kesempatan
untuk berlomba dalam kebaikan ”Keep Jihad In Our Heart”,
14. Semua pihak yang tak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
dan memberikan dukungan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan.
Bogor,
Mei 2006
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……………………………………………………..
i
DAFTAR ISI................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL........................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR....................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
viii
I. PENDAHULUAN.....................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG........................................................................
1
B. TUJUAN.............................................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................
4
A. SERANGAN SERANGGA HAMA GUDANG................................
4
B. PENGENDALIAN SERANGGA HAMA GUDANG.......................
5
C. INSEKTISIDA ALAMI NABATI.....................................................
6
D. SERANGGA HAMA GUDANG.......................................................
7
1. Sifat-sifat Umum dan Klasifikasi Serangga...................................
7
2. Cara Hidup.....................................................................................
9
E. BOTANI TANAMAN........................................................................
10
1. Mimba (Azadirachta indica A. Juss)..............................................
10
2. Mindi (Melia azedarach L.)............................................................
12
III. METODE PENELITIAN……………………………………………
14
A. BAHAN DAN ALAT........................................................................
14
B. METODE PENELITIAN…………………………………………...
14
1. Tahap Persiapan………………………………………………….
14
a. Pembiakan Serangga Sitophilus zeamais...................................
14
b. Pembuatan Ekstrak Bahan Nabati..............................................
15
c. Pembuatan Media Oligidik.........................................................
16
2. Tahap Uji Daya Insektisida...........................................................
17
C. PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN.........................................
17
1. Penelitian Pendahuluan..................................................................
17
2. Penelitian Utama............................................................................
17
iii
D. PERLAKUAN....................................................................................
18
1. Penelitian Pendahuluan..................................................................
18
2. Penelitian Utama............................................................................
19
E. RANCANGAN PERCOBAAN..........................................................
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................
21
A. PENELITIAN PENDAHULUAN.....................................................
21
B. PENELITIAN UTAMA.....................................................................
22
1. Jumlah Serangga Turunan Pertama (F1).........................................
22
2. Periode Perkembangan (D).............................................................
25
3. Indeks Perkembangan (ID).............................................................
27
4. Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) dan Kapasitas Multiplikasi
Mingguan (λ)...................................................................................
29
V. KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................
33
A. KESIMPULAN...................................................................................
33
B. SARAN...............................................................................................
34
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
35
LAMPIRAN..................................................................................................
38
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.
Komposisi media oligidik dengan ekstrak bahan nabati
(daun mimba atau daun mindi) pada
penelitian
pendahuluan..........................................................................
18
Komposisi media oligidik dengan ekstrak daun mimba
pada penelitian utama..........................................................
19
Komposisi media oligidik dengan ekstrak daun mindi pada
penelitian utama....................................................................
19
Pengaruh beberapa jenis bahan nabati terhadap jumlah
turunan pertama Sitophilus zeamais pada penelitian
pendahuluan.........................................................................
.
Pengaruh penambahan ekstrak bahan nabati terhadap
jumlah turunan pertama Sitophilus zeamais pada penelitian
utama.....................................................................................
23
Pengaruh penambahan ekstrak bahan nabati terhadap
periode
perkembangan
serangga
Sitophilus
zeamais..................................................................................
26
Pengaruh penambahan ekstrak bahan nabati terhadap
indeka
perkembangan
serangga
Sitophilus
zeamais.................................................................................
28
Pengaruh penambahan ekstrak bahan nabati terhadap laju
perkembangan intrinsik dan kapasitas multiplikasi
mingguan serangga Sitophilus zeamais.................................
30
Populasi serangga Sitophilus zeamais secara teoritis akibat
penambahan
ekstrak
daun
mimba
dan
daun
mindi.......................................................................................
31
21
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Serangga hama gudang Sitophilus zeamais Mostch...............
8
Gambar 2.
Daun mimba (Azadirachta indica A. Juss).............................
11
Gambar 3.
Daun mindi (Melia azedarach L.)..........................................
12
Gambar 4.
Ekstrak daun mimba (Azadirachta indica A. Juss).................
16
Gambar 5.
Ekstrak daun mindi (Melia azedarach L.)..............................
16
Gambar 6.
Media oligidik........................................................................
16
Gambar 7.
Kurva jumlah populasi kumulatif turunan pertama
Sitophilus zeamais dengan penambahan ekstrak daun
mimba......................................................................................
24
Kurva jumlah populasi kumulatif turunan pertama
Sitophilus zeamais dengan penambahan ekstrak daun
mindi.......................................................................................
24
Gambar 8.
.
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Hasil pengamatan populasi kumulatif Sitophilus zeamays
akibat penambahan ekstrak daun mimba...............................
39
Hasil pengamatan populasi kumulatif Sitophilus zeamays
akibat penambahan ekstrak daun mindi.................................
42
Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun
mimba terhadap jumlah serangga turunan pertama.............
45
Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun
mindi terhadap jumlah serangga turunan pertama..................
45
Rekapitulasi Periode Perkembangan (D) Sitophilus zeamais
pada media oligidik dengan penambahan ekstrak daun
mimba......................................................................................
46
Rekapitulasi Periode Perkembangan (D) Sitophilus zeamais
pada media oligidik dengan penambahan ekstrak daun
mindi......................................................................................
46
Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun
mimba terhadap periode perkembangan.................................
46
Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun
mindi terhadap periode perkembangan.................................
47
Rekapitulasi Indeks Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais
pada media oligidik dengan penambahan ekstrak daun
mimba......................................................................................
47
Lampiran10. Rekapitulasi Indeks Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais
pada media oligidik dengan penambahan ekstrak daun
mindi.......................................................................................
47
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 11 Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun
mimba terhadap indeks perkembangan..................................
.
Lampiran 12. Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun
mindi terhadap terhadap indeks perkembangan.....................
.
Lampiran 13. Rekapitulasi Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus
zeamais pada media oligidik dengan penambahan ekstrak
daun mimba............................................................................
48
48
48
vii
Lampiran 14 Rekapitulasi Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus
zeamais pada media oligidik dengan penambahan ekstrak
daun mindi..............................................................................
49
Lampiran 15 Rekapitulasi Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ)
Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan
ekstrak daun mimba...............................................................
49
Lampiran 16. Rekapitulasi Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ)
Sitophilus zeamais pada media oligidik dengan penambahan
ekstrak daun mindi.................................................................
49
Lampiran 17. Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun
mimba terhadap Laju Perkembangan Intrinsik (Rm)..............
50
Lampiran 18. Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun
mimba terhadap Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ)...........
50
Lampiran 19. Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun
mindi terhadap Laju Perkembangan Intrinsik (Rm)...............
51
Lampiran 20. Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun
mindi terhadap Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ)............
51
viii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang sebagian besar
penduduknya hidup dari pertanian. Beras menempati posisi penting dalam
penyediaan pangan karena sebagian besar rakyat Indonesia menggunakan
beras sebagai bahan makanan pokok. Dalam Widiakarya Pangan dan Gizi 1978
menunjukkan bahwa 49.9% penduduk Indonesia adalah pemakan beras, 36%
pemakan beras dan jagung, dan sekitar 14% pemakan umbi-umbian, jagung,
dan sagu. Kini konsumsi beras baik di kota maupun di desa, di Jawa maupun
luar Jawa sudah 97-100%. Berarti hanya 3% rumah tangga yang tidak
mengkonsumsi beras (Adiratma, 2004).
Kebutuhan terhadap beras akan terus menerus meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk. Peningkatan produksi beras perlu
diimbangi dengan penanganan pasca panen yang baik. Penyimpanan
merupakan salah satu mata rantai penanganan pasca panen yang sangat
penting. Hasil-hasil pertanian baik berupa biji-bijian ataupun hasil olahannya
akan mengalami kerusakan selama penyimpanan. Kerusakan-kerusakan yang
terjadi dapat berupa kerusakan fisik, kimia, mekanik, biologis dan
mikrobiologis. Kerusakan di tingkat penyimpanan ini akan dapat menyebabkan
penurunan mutu hasil pertanian baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Kerusakan selama penyimpanan umumnya disebabkan oleh serangan
hama gudang seperti serangga, tungau, tikus dan kapang. Diantara hama-hama
gudang, serangga menyebabkan kerusakan terbesar. Hal ini disebabkan
serangga hama gudang mempunyai kemampuan berkembang biak dengan
cepat, mudah menyebar dan dapat mengundang pertumbuhan kapang dan
jamur (Halid dan Yudawinata, 1983). Menurut Morallo-Rejesus (1978) yang
diacu dalam Wahyuningsih (2000), secara keseluruhan kerusakan yang
ditimbulkan oleh hama serangga mencapai 5-10% dari bahan yang disimpan di
gudang). Jika serangan terus berlanjut selain terjadi penurunan mutu juga
menyebabkan kontaminasi terhadap bahan pangan yang disimpan sehingga
1
tidak layak untuk dikonsumsi. Oleh karena itu perlu upaya untuk
menanggulangi hama tersebut.
Salah satu spesies serangga hama pasca panen yang menyebabkan
kerusakan pada biji-bijian adalah Sitophilus zeamais Motschulsky. Serangga
hama gudang ini mampu berkembang biak dan menimbulkan kerusakan pada
berbagai jenis serealia termasuk gabah, beras dan jagung (Syarief dan Halid,
1993).
Berbagai cara telah dilakukan dalam pengendalian hama pasca panen
baik secara fisik, kimia, biologi maupun sistem pengendalian hama terpadu
yang mengkombinasikan berbagai cara pengendalian hama. Dari berbagai cara
pengendalian hama pasca panen yang paling efisien dan umum dilakukan
adalah cara kimia dengan menggunakan insektisida sintetis. Insektisida sintetis
dirasakan efektif karena penggunaannya mudah serta spektrum daya bunuhnya
yang luas. Namun cara tersebut mempunyai banyak kekurangan-kekurangan
sehingga dapat membahayakan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Penggunaan insektisida alami nabati merupakan salah satu alternatif yang
dapat digunakan untuk mengatasi kekurangan insektisida sintetis. Insektisida
alami nabati relatif tidak meracuni manusia, hewan dan tanaman lainnya
karena sifatnya yang mudah terurai sehingga tidak menimbulkan residu. Selain
itu, insektisida alami nabati relatif mudah dalam penggunaannya dan tidak
menimbulkan efek samping pada lingkungan, bahan bakunya dapat diperoleh
dengan mudah dan murah, dapat dibuat dengan cara yang sederhana sehingga
mudah diadopsi oleh petani (Kartasapoetra, 1993).
Telah banyak bukti memperlihatkan bahwa tumbuhan merupakan
gudang bahan kimia yang disebut produksi metabolit sekunder. Bahan kimia
ini digunakan untuk melindungi diri dari berbagai gangguan organisme
pengganggu tumbuhan (Jacobson, 1989). Indonesia yang terdiri dari hutan
tropis yang luas memiliki banyak tumbuhan yang mengandung bahan
pestisida. Salah satu pohon yang kaya akan zat metabolit sekunder adalah
mimba (Azadirachta indica A. Juss) dan mindi (Melia azedarach L.).
Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya yaitu penelitian Suyani (2003) yang berjudul Daya Insektisida
2
Alami Nabati Dari Lima Tanaman Berkhasiat Obat Terhadap Perkembangan
Hama Pasca Panen Sitophilus zeamais Motsch. Lima tanaman berkhasiat obat
tersebut diantaranya adalah tanaman mimba dan mindi. Dari penelitian tersebut
diketahui bahwa tepung daun mimba dan tepung daun mindi memberikan
pengaruh nyata dalam menghambat perkembangan serangga Sitophilus
zeamais Motsch.
B. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji daya insektisida ekstrak
daun mimba (Azadirachta indica A. Juss) dan daun mindi (Melia azedarach
L.) terhadap perkembangan serangga hama gudang Sitophilus zeamais
Motschulsky. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi tentang
kemampuan ekstrak daun mimba dan ekstrak daun mindi sebagai sumber
insektisida alami yang dapat digunakan secara aman, murah dan ramah
lingkungan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SERANGAN SERANGGA HAMA GUDANG
Kerusakan bahan pangan selama penyimpanan dipengaruhi oleh
banyak faktor antara lain faktor fisik (kelembaban, suhu), faktor kimia (kadar
air, komposisi kimia dari enzim), faktor fisiologis (respirasi) serta faktor
biologis seperti hama tikus, serangga dan kapang (Syarief dan Halid, 1993).
Diantara faktor biologis tersebut serangga merupakan hama yang paling
dominan menyebabkan kerusakan hasil panen selama penyimpanan.
Menurut Morallo-Rejesus (1978) yang diacu dalam Wahyuningsih
(2000), secara keseluruhan kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga
mencapai 5-10 % dari bahan pangan yang disimpan di gudang. Serangga hama
gudang memegang peranan penting dalam kerusakan dan kehilangan biji-bijian
selama penyimpanan. Hal ini terutama karena serangga memakan bagian yang
kaya gizi sehingga bagian yang tertinggal menjadi miskin akan protein, lemak
dan vitamin. Selain itu serangga juga menyebabkan meningkatnya kandungan
air dan suhu secara lokal yang dapat mengundang terjadinya kerusakan oleh
faktor-faktor lain (Winarno dan Haryadi, 1982).
Berdasarkan bahan yang diserang, hama gudang dikelompokkan
menjadi dua golongan yaitu hama primer dan hama sekunder. Hama primer
adalah hama yang mampu menyerang biji-bijian atau merusak hasil panen
yang masih utuh sedangkan hama sekunder adalah hama yang menyerang bijibijian yang telah diserang oleh hama primer, telah mengalami kerusakan
mekanis, atau telah mengalami pengolahan primer. Contoh hama primer adalah
Sitophilus zeamais, Sitophilus oryzae, Sitotroga cerealella dan Rhizopherta
dominica, sedangkan contoh hama sekunder adalah Tribolium castaneum dan
Tenebroides mauritanicus (Syarief dan Halid, 1993).
Serangan serangga hama gudang menyebabkan kerusakan pada bahan
yang gejalanya dapat terlihat antara lain dengan adanya lubang gerek, lubang
keluar (exit holes), garukan, webbing, dust powder dan adanya faeces (Pranata,
1979). Serangan serangga hama gudang dapat menyebabkan penyusutan
4
komodoti yang disimpan. Menurut Pranata (1981), ada empat tipe penyusutan
yang terjadi yaitu susut jumlah atau kuantitatif, susut mutu atau kualitatif,
turunnya nilai gizi dan turunnya daya kecambah. Susut jumlah adalah turunnya
bobot atau volume bahan karena sebagian atau seluruhnya dimakan oleh hama,
sedangkan susut mutu adalah turunnya mutu secara langsung atau tidak akibat
adanya hama seperti misalnya bahan yang tercampur oleh bangkai, kotoran
serangga, potongan tubuh serangga dan bulu tikus.
B. PENGENDALIAN SERANGGA HAMA GUDANG
Pengendalian serangga hama gudang pada hakekatnya adalah
mengendalikan populasi. Menurut Shejbal dan Boislambert (1998), saat ini ada
tiga cara pengendalian hama gudang yaitu cara kimia, cara fisika dan cara
biologi. Cara fisika dapat dilakukan antara lain dengan suhu tinggi, suhu
rendah, atmosfer terkendali dan gelombang mikro. Pengendalian cara biologi
dilakukan antara lain menggunakan parasit hama atau pengembangan varietas
serealia sebagai bahan pangan yang resisten terhadap serangan hama pasca
panen melalui upaya pemuliaan. Pengendalian cara kimia merupakan cara
yang paling umum untuk mengatasi hama gudang yakni dengan menggunakan
pestisida.
Menurut Triharso (1994), pestisida adalah substansi kimia yang
digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama dalam arti
luas (jasad pengganggu). Sedangkan menurut Keputusan Menteri Pertanian
No.434.1/Kpts/TP.270/7/2001
yang
masih
mengacu
pada
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No.7 tahun 1973, definisi pestisida adalah
semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan
untuk memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman,
bagian tanaman atau hasil pertanian (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2002).
Insektisida adalah jenis pestisida yang berfungsi sebagai racun
serangga. Berdasarkan cara masuknya ke dalam tubuh serangga (1) racun
perut, yaitu insektisida yang bekerja melalui sistem pencernaan (stomach
poison), dan merupakan insektisida yang dicampurkan pada bahan yang biasa
dimakan serangga; (2) racun kontak, yaitu insektisida yang meresap ke dalam
5
tubuh serangga melalui permukaan tubuh; dan (3) fumigan, yaitu insektisida
yang masuk ke dalam tubuh melalui alat pernafasan (spiraculum) (Ramulu,
1979).
Metode kimia dengan insektisida sintetis termasuk cara paling umum
yang digunakan dalam praktek sehari-hari. Kelebihan penggunaan insektisida
sintetis selama ini terletak pada kemampuannya untuk mengendalikan
serangan hama pasca panen secara cepat dan efektif. Akan tetapi insektisida
sintetis juga mempunyai beberapa kekurangan yaitu selain biaya yang mahal
juga menimbulkan masalah lain. Menurut Hascoet (1988), akibat dari
pemakaian insektisida sintetis antara lain : 1) adanya bahaya residu dalam
bahan pangan; 2) timbulnya resitensi serangga hama gudang terhadap
insektisida sintetis; 3) adanya bahaya insektisida bagi organisme bukan target;
dan 4) adanya dampak penurunan populasi biang pengendali hama seperti
parasit dan predator.
Dengan banyaknya kerugian yang ditimbulkan oleh penggunaan
insektisida sintetis dalam pemberantasan hama, maka diperlukan suatu
alternatif pengendalian yang memungkinkan petani dapat melindungi
tanamannya dengan cara yang ramah lingkungan. Salah satu alternatifnya
adalah dengan penggunaan insektisida yang berasal dari tanaman yang lazim
disebut insektisida alami nabati.
C. INSEKTISIDA ALAMI NABATI
Menurut De Luca (1979), ada tiga jenis bahan alami yang dapat
digunakan sebagai insektisida yaitu bahan mineral, bahan nabati dan bahan
hewani. Dari ketiga bahan alami tersebut, bahan nabati merupakan cadangan
yang paling besar dan bervariasi. Hingga saat ini setidaknya terdapat lebih dari
2000 jenis tanaman yang dilaporkan mempunyai sifat-sifat insektisidal. Suatu
tanaman yang akan dijadikan bahan insektisida harus memenuhi beberapa
kriteria, antara lain : (a) mudah dibudayakan, (b) tanaman tahunan, (c) tidak
perlu dimusnahkan apabila suatu saat bagian tanamannya diperlukan, (d) tidak
menjadi gulma, atau inang bagi organisme pengganggu tanaman, (e).
mempunyai nilai tambah, (f) mudah diproses sesuai dengan kemampuan
6
petani. Sastrodihardjo et al., (1992) menyatakan bahwa untuk mengendalikan
suatu
hama
diperlukan
suatu
komponen
yang
dapat
mengganggu
keseimbangan pada proses fisiologi hama, karena proses ini merupakan proses
yang rentan untuk dimanipulasi siklus hidupnya. Tanaman yang mengandung
komponen aktif seperti alkaloid, terpenoid, kumarin, glikosida dan beberapa
sterol serta minyak atsiri dapat berpotensi sebagai insektisida (Robinson,
1995).
Berbeda dengan insektisida sintetis, insektisida botani umumnya tidak
dapat langsung mematikan serangga yang disemprot. Akan tetapi insektisida
ini berfungsi sebagai : (1) repellent, yaitu senyawa penolak kehadiran serangga
dikarenakan baunya yang menyengat dan mencegah serangga meletakkan telur
serta menghentikan proses penetasan telur; (2) antifeedant, yaitu senyawa
yang mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot terutama
disebabkan rasanya yang pahit; (3) racun syaraf; dan (4) atractant, yaitu
senyawa yang dapat memikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada
perangkap serangga (Ramulu, 1979).
D. SERANGGA HAMA GUDANG
1. Sifat-sifat umum dan klasifikasi
Menurut Imdad dan Nawangsih (1999), diperkirakan ada 17 famili
serangga yang mempunyai potensi dapat merusak bahan pertanian dalam
penyimpanan, yang masing-masing diwakili oleh 1-3 jenis serangga. Hingga
saat ini terdapat 800 ribu spesies serangga yang telah dideskripsikan dan
diduga masih terdapat lebih dari 3 juta spesies yang belum diketahui
(Pranata, 1981).
Menurut Cotton (1963), serangga Sitophilus zeamais Motsch.,
merupakan hama gudang utama perusak bahan makanan (terutama beras dan
jagung) yang disimpan. Serangga tersebut terutama pada stadium larva aktif
memakan biji-bijian dan menimbulkan kerugian yang besar.
Sitophilus zeamais Motsch., termasuk dalam ordo Coleoptera,
famili Curculionidae dan lazim dikenal sebagai golongan kumbang moncong
dengan ukuran tubuh 3-5 mm (Pranata, 1985). Ciri khas dari Sitophilus
7
zeamais Motsch., adalah bentuk kepala pada ujungnya meruncing dan
melengkung agak ke bawah disebut rostrum atau snout. Antenanya menyiku
(elbowed) dengan bagian ujungnya membesar seperti gada (clubbed)
termasuk tipe klavat (Grist dan Lever, 1969). Menurut Dobie et al., (1984)
warna tubuh Sitophilus zeamais adalah coklat merah sampai coklat gelap.
Pada sayap depan (elytra) terdapat empat bintik berwarna kuning kemerahmerahan di dua belahan sayap dan setiap sayap memiliki dua bintik.
Morfologi serangga hama gudang Sitophilus zeamais Mostch., dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Serangga hama gudang Sitophilus zeamais
Menurut Grist dan Lever (1969), Sitophilus pertama kali dikenal
pada tahun 1763 di Suriname dan diperkenalkan oleh Linnaeus dengan nama
Curculio oryzae. Kemudian namanya diperbaharui menjadi Calandra oryzae
dan terakhir diubah menjadi Sitophilus oryzae. Pada tahun 1885 ditemukan
Sitophilus zeamais Motschulsky. Beberapa peneliti menyatakan bahwa kedua
Sitophilus tersebut merupakan dua spesies yang berbeda, tetapi peneliti yang
lainnya menyatakan bahwa keduanya merupakan variasi dari spesies yang
sama (Kutchel, 1961). Karena kemiripan dan hidupnya yang bersama-sama,
dahulu hanya disebut sebagai Sitophilus oryzae. Secara umum S. oryzae lebih
kecil daripada S. zeamais (Pranata, 1979). Keduanya tidak dapat dibedakan
baik dari morfologi luar dan ukuran tubuh maupun kesukaan makanannya
(preferensi) pada bahan makanan. Untuk mengidentifikasi keduanya
8
dilakukan dengan pemeriksaan genitalia (alat kelamin) yaitu aedeagi pada
jantan dan sklerit Y pada betina (Halstead, 1963).
Serangga jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk moncong
atau rostrum. Dilihat dari permukaan dorsal, moncong jantan lebih besar,
berbintik-bintik kasar dan kusam. Moncong serangga betina mulus,
berbintik–bintik melebar dan licin. Jika moncong dilihat dari atas, pada
jantan lebih pendek dan lebar, pada betina lebih panjang dan sempit. Dilihat
dari samping moncong betina lebih panjang, kecil dan agak melengkung ke
bawah (Pranata, 1979)
2. Cara hidup
Sitophilus zeamais dan S. oryzae sering ditemukan bersama-sama,
tetapi nampaknya di Indonesia Sitophilus zeamais lebih banyak ditemukan
daripada S. Oryzae. Keduanya dapat menyerang beras, gabah maupun jagung
(Pranata, 1979).
Sitophilus zeamais merupakan serangga yang sangat berbahaya,
karena luasnya serangan (kosmopolitan) dan banyaknya produk pertanian
yang diserang. Serangga ini dapat berkembang biak pada biji-bijian seperti
jagung, sorgum, beras, gandum dan produk serealia seperti makaroni.
Serangga ini hanya dapat berkembang biak pada bahan makanan yang tidak
dimasak, tetapi tidak dapat tumbuh pada tepung yang kering (Winarno dan
Jenie, 1983).
Serangga Sitophilus zeamais mengalami metamorfosis sempurna
(holometabola), yaitu mulai telur, larva, pupa, imago (serangga dewasa).
Telurnya berbentuk lonjong dengan satu kutub yang lebih sempit. Telur
berwarna bening, agak mengkilap, lunak dan panjangnya 0.7 mm dengan
lebar 0.3 mm (Grist dan Lever, 1969). Telur diletakkan satu persatu dengan
masa peneluran kurang lebih 3 minggu. Telur dapat diletakkan di semua
bagian biji tetapi umumnya diletakkan di dekat lembaga. Setelah kira-kira 5
sampai 7 hari telur menetas menjadi larva (Pranata, 1979).
Menurut Sukoco (1998), larva berkembang dengan memakan
bagian dalam biji. Stadium larva merupakan stadium yang merusak. Larva
9
dewasa berbentuk gemuk dan padat, tidak berkaki, berwarna putih dan
panjangnya sekitar 4 mm. Lama stadium larva adalah sekitar 18 hari. Larva
kemudian berubah menjadi pupa. Pupa berkembang di dalam biji, di tempat
kosong bekas dimakan larva. Pupa berwarna putih dan panjangnya 3 sampai
4 mm. Lama stadium pupa adalah 3 sampai 9 hari dengan rata-rata 6 hari.
Menurut Hill (1987), serangga betina selama hidupnya mampu
menghasilkan 300-400 butir telur dengan masa peneluran kurang lebih 3
minggu. Serangga dewasa ke luar dari biji dengan membuat lubang pada
lapisan luar biji. Lubang keluarnya membulat tetapi tepinya tidak merata.
Serangga dewasa mampu hidup sampai dengan 5 bulan dan memiliki
kemampuan untuk terbang.
Serangga Sitophilus zeamais kurang tertarik pada cahaya tetapi
menyukai tempat gelap dan dapat masuk ke dalam biji. Serangga betina
membuat lubang untuk meletakkan telur dengan menggunakan moncongnya
(Grist dan Lever, 1969). Serangga Sitophilus zeamais hidup pada suhu 17-34
o
C, dengan suhu optimal 28 oC serta kelembaban relatif antara 45-100 % dan
kelembaban optimal 70 % (Pranata, 1985).
E. BOTANI TANAMAN
a. Mimba (Azadirachta indica A. Juss).
Tanaman mimba termasuk ke dalam anggota famili Meliacea.
Tanaman ini biasanya dikenal dengan sebutan “Neem tree’. Tanaman ini
merupakan tanaman tahunan yang berbentuk pohon dan dapat mancapai
ketinggian 20 m. Daun mimba berupa daun majemuk, letak anak daun
berhadapan dengan jumlah 9-17, berwarna hijau, anak daun berujung runcing
dengan bagian tepinya bergerigi serta permukaan daun bagian atas mengkilat
(Gambar 2). Bunga mimba berukuran kecil berwarna keputih-putihan dan
berbau harum. Buah mimba berbiji satu, buah muda berwarna hijau dan yang
telah masak berwarna kekuningan berbentuk lonjong, panjangnya antara lain
1.5 –2.0 cm (Heyne, 1987). Mimba mempunyai akar tunggang. Perbanyakan
tanaman dilakukan melalui biji. Mimba dapat tumbuh baik di daerah panas
dengan ketinggian 1-700 m dpl dan tahan cekaman air. Di daerah yang
10
banyak hujan bagian vegetatif sangat subur, tetapi sulit untuk menghasilkan
biji (generatif) (Kardinan, 2002).
Gambar 2. Daun mimba (Azadirachta indica A. Juss).
Tanaman mimba hidup tersebar di daerah beriklim tropis seperti
Asia dan Afrika. Di Indonesia, tanaman mimba tersebar secara luas di
sepanjang pantai utara Pulau Jawa dan Bali (Sastrodihardjo dan Aditya,
1990). Tanaman ini terutama ditanam sebagai pohon peneduh pinggir jalan
dan hanya disatu tempat ditemukan tumbuh dalam suatu perkebunan kecil.
Jumlah tanaman cukup besar sebagai sumber plasma nutfah.
Bagian tumbuhan yang bisa digunakan sebagai bahan untuk
insektisida nabati adalah daun dan biji. Aktivitas biologis dari tanaman
mimba disebabkan oleh adanya kandungan senayawa-senyawa bioaktif yang
termasuk dalam kelompok limonoid (triterpenoid). Setidaknya terdapat
sembilan senyawa limonoid yang telah diindentifikasi diantaranya adalah
azadirachtin, meliantriol, salanin, nimbin dan nimbidin. Azadirachtin
(C35H44O16) adalah senyawa yang paling aktif yang mengandung sekitar 17
komponen sehingga sulit untuk menentukan jenis komponen yang paling
berperan sebagi pestisida. Bahan aktif ini terdapat di semua bagian tanaman,
tetapi yang paling tinggi terdapat pada bijinya (Kardinan, 2002).
Selain sebagai bahan pestisida, mimba seringkali digunakan sebagai
obat penyakit kulit dan tonikum. Selain itu juga bisa digunakan sebagai obat
untuk penyakit-penyakit seperti kencing manis, disentri, malaria, masuk
angin, eksim, ketombe, kanker lever dan jerawat. Di negara Thailand, daun
mimba yang masih muda digunakan sebagai sayuran (Kardinan, 2002).
11
b. Mindi (Melia azedarach L.)
Tanaman mindi termasuk dalam famili Meliaceae, berbentuk pohon
yang dapat mencapai ketinggian 30 m. Batang tanaman ini berkayu dan
berbentuk bulat. Daun mindi tersusun sebagai daun majemuk, anak daun
berbentuk elips, panjang 3-9 cm, lebar 15-30 mm, tepi daun bergerigi, ujung
dan pangkal daunnya runcing serta berwarna hijau (Gambar 3). Bunga
tanaman ini adalah bunga majemuk berbentuk malai yang terdapat di ketiak
daun, berambut panjang ± 20 cm, benang sari bergigi sepuluh, kepala sari
merunduk, mahkotanya berjumlah lima, panjang ± 1 cm dan berwarna coklat
kekuningan. Biji mindi berbentuk bulat telur, beralur dan berrwarna putih.
Tanaman ini dikenal dengan nama daerah renceh, gringging, mindi dan
cakra-cikri (Heyne, 1987). Perbanyakan tanaman ini dilakukan melalui biji.
Mindi dapat tumbuh pada ketinggian 1-1.100 m dpl . Tanaman mindi sering
dipertukarkan dengan
mimba karena pohon mindi mirip dengan pohon
mimba. Selain itu tanaman mindi juga tersebar di daerah yang sama dengan
tanaman mimba. Akan tetapi dengan melihat bentuk daunnya, mindi dapat
dibedakan dari mimba. Mindi mempunyai percabangan pada daunnya,
sedangkan mimba tidak. Selain itu, daun mimba lebih langsing dibandingkan
daun mindi (Kardinan, 2002).
Gambar 3. Daun mindi (Melia azedarach L.)
Seperti halnya mimba, tanaman mindi
juga dapat digunakan
sebagai pestisida nabati. Bagian tanaman yang biasanya digunakan adalah
daun dan biji. Tanaman mindi memiliki bahan aktif yang hampir sama
dengan mimba kecuali azadirachtin. Namun kandungan bahan aktifnya lebih
12
rendah dibandingkan dengan mimba. Selain dimanfaatkan sebagi pestisida
nabati, mindi juga digunakan sebagai obat cacingan, obat scabies, obat kudis
dan obat darah tinggi (Kardinan, 2002).
13
III. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah jagung pipilan,
beras pecah kulit varietas lokal, aquades/air suling, gliserol, daun mimba dan
daun mindi. Daun sebagai bahan utama penelitian diperoleh dari BALITTRO
(Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) Bogor. Serangga uji yang
digunakan adalah Sitophilus zeamais Motschulsky yang diperoleh dari
BIOTROP, Bogor. Bahan kimia yang dipakai adalah n-heksana. Alat-alat yang
digunakan adalah neraca analitik, oven, ayakan, pisau, gunting, pinset, gelas
plastik, Grinding Mill, ayakan 60 mesh, blender kering, corong buchner,
vacum evaporator, pompa vacum, kertas saring, alat gelas dan peralatan
lainnya.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan
tahap uji daya insektisida. Tahap persiapan meliputi pembiakan serangga
Sitophilus zeamais Motsch., pembuatan ekstrak bahan nabati dan pembuatan
media oligidik. Tahap uji daya insektisida dilakukan dalam dua tahap yaitu
penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan
pengujian hanya dilakukan untuk menghitung jumlah serangga turunan
pertama sehingga didapatkan konsentrasi ekstrak bahan nabati dalam jumlah
tertentu. Pada penelitian utama dilakukan pengujian daya insektisida dengan
konsentrasi ekstrak bahan nabati yang telah diperkecil.
1. Tahap Persiapan
a. Pembiakan Serangga Sitophilus zeamais
Pembiakan serangga Sitophilus zeamais Motsch., bertujuan untuk
mendapatkan serangga uji yang diketahui umurnya dengan cara
menginfestasikan serangga Sitophilus zeamais Motsch., yang diperoleh
14
dari BIOTROP pada media jagung pipilan di dalam stoples dan
ditempatkan pada suhu ruang selama kurang lebih 4 minggu. Setelah
kurang lebih 4 minggu serangga induk dipisahkan dari media. Media
kemudian diinkubasi pada suhu ruang dan setiap hari serangga turunan
pertama yang keluar diambil. Serangga tersebut dianggap berumur satu
hari. Serangga yang didapat tersebut dikumpulkan dalam media jagung
pipilan lain. Selanjutnya untuk mendapatkan serangga dengan umur
tertentu, serangga dibiarkan pada media jagung pipilan sampai saat
dibutuhkan. Dalam penelitian ini umur serangga uji yang digunakan
adalah 7-15 hari.
b. Pembuatan Ekstrak Bahan Nabati
Pada pembuatan ekstrak, daun mimba dan daun mindi
dikeringkan terlebih dahulu dalam oven pada suhu 60 oC selama 1 jam.
Setelah bahan menjadi kering kemudian diblender untuk menghancurkan
bahan nabati tersebut. Bahan nabati yang telah dihancurkan kemudian
disaring dengan ayakan 60 mesh. Proses ekstraksi dimulai dengan
mencampur 50 gram bagian tepung bahan nabati dengan 250 ml heksana,
kemudian diaduk lima menit dan dibiarkan delapan jam. Langkah
selanjutnya adalah penyaringan dengan saringan buchner yang dialasi
dengan kertas saring dan dipercepat dengan pompa vakum. Filtrat yang
diperoleh ditampung, sedangkan ampasnya dicampur kembali dengan
100 ml heksana dan dibiarkan 1 jam, kemudian disaring lagi. Filtrat
kedua yang diperoleh ditambahkan pada filtrat pertama, sedangkan
ampasnya dilarutkan kembali dalam 100 ml pelarut, diaduk, dan disaring.
Filtrat hasil ekstraksi ketiga dicampur kembali dengan campuran filtrat
pertama dan kedua. Filtrat yang diperoleh dievaporasi dengan vacum
evaporator pada suhu 55
0
C, sehingga diperoleh pekatan yang
menyerupai minyak. Pekatan menyerupai minyak inilah yang digunakan
sebagai ekstrak. Dari daun mimba didapatkan ekstrak dengan warna
kuning kecoklatan sedangkan ekstrak daun mindi yang diperoleh
15
berwarna hitam pekat. Ekstrak daun mimba dan daun mindi dapat dilihat
masing-masing pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Gambar 4. Ekstrak daun mimba
Gambar 5. Ekstrak daun mindi
c. Pembuatan Media Oligidik.
Pembuatan media oligidik dilakukan dengan metode yang
dikembangkan oleh Haryadi (1991). Sebelum membuat media, dilakukan
pembuatan tepung beras pecah kulit yang dilakukan dengan cara
menepungkan beras pecah kulit dengan Grinding Mill dan diayak dengan
saringan 60 mesh.
Pembuatan media oligidik dilakukan dengan cara mencampurkan
tepung beras pecah kulit dengan ekstrak bahan nabati, gliserol dan air
destilata sehingga membentuk pasta. Pasta ini kemudian dibuat biji tiruan
dalam bentuk dan ukuran yang sama menyerupai beras (ukuran ± 5 mm).
Setelah itu biji tiruan tersebut dikeringkan dengan oven pada suhu 50 oC
selama 1 jam. Contoh media oligidik dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Media Oligidik
16
2. Tahap Uji Daya Insektisida
Tahap uji daya insektisida dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap
penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Infestasi serangga dilakukan
dengan cara sebagai berikut: sebanyak 10 ekor serangga uji Sitophilus
zeamais yang berumur 7-15 hari diinfestasikan pada media oligidik (sekitar
100 butir) yang telah disiapkan sebelumnya. Diasumsikan terdapat
keseimbangan antara serangga jantan dan betina pada serangga uji yang
diinfestasikan. Wadah ditutup dengan kain kasa kemudian diinkubasikan
selama 7 hari pada suhu dan kelembaban ruang.
Setelah 7 hari masa infestasi, serangga uji yang diinfestasikan
dikeluarkan dan dibuang. Setiap sampel kemudian diinkubasikan pada
kondisi suhu dan kelembaban ruang. Setelah sekitar 2-3 minggu dilakukan
pengamatan untuk mengetahui keluarnya turunan generasi pertama (F1)
Sitophilus zeamais. Sitophilus zeamais dewasa yang keluar dihitung dan
dibuang. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai tidak ada lagi serangga
dewasa turunan pertama (F1) yang keluar selama 5 hari berturut-turut.
C. PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
1. Penelitian Pendahuluan
Pada penelitian pendahuluan pengamatan yang dilakukan adalah
perhitungan jumlah serangga turunan pertama (F1)
2. Penelitian Utama
Dalam penelitian ini pengamatan terhadap serangga Sitophilus
zeamais Motsch., pada media oligidik dilakukan dengan cara menghitung
beberapa parameter yaitu:
1. Jumlah serangga turunan pertama (F1) dihitung setiap hari sejak
keluarnya serangga turunan pertama sampai tidak ada lagi serangga
yang keluar dari biji tiruan selama 5 hari berturut-turut;
17
2. Periode perkembangan (D) yaitu lama waktu dari tengah-tengah waktu
infestasi sampai tercapainya 50% total populasi turunan pertama (F1)
dari Sitophilus zeamais;
3. Indeks perkembangan (ID) di dapat dari nilai Nt dan nilai D (Dobie,
1974);
ID = (Loge Nt / D) x 100
Nt = Jumlah akhir populasi serangga = No + N(F1)
No = Jumlah awal serangga yang diinfestasikan
4. Laju perkembangan intrinsik (Rm) (Howe, 1953);
Rm = LogeR / Dm
R = Nt/No
Dm = Periode perkembangan dalam satuan minggu = D/7
5. Kapasitas multiplikasi mingguan (λ) (Howe, 1953)
λ = eRm
D. PERLAKUAN
1. Penelitian Pendahuluan
Dalam penelitian ini dicobakan satu faktor untuk masing-masing
ekstrak daun mimba dan ekstrak daun mindi. Ekstrak daun mimba dan
daun mindi yang digunakan masing-masing adalah 0.0; 2.0; 4.0; 6.0; 8.0
dan 10.0 %. Komposisi media oligidik dengan ekstrak bahan nabati (daun
mimba dan daun mindi) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi media oligidik dengan ekstrak bahan nabati (daun
mimba atau daun mindi) pada penelitian pendahuluan
Konsentrasi
(%)
0.0
2.0
4.0
6.0
8. 0
10.0
Ekstrak bahan
nabati (ml)
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Tepung beras
(gram)
10.0
9.8
9.6
9.4
9.2
9.0
Gliserol
(ml)
1
1
1
1
1
1
Air
(ml)
4
4
4
4
4
4
18
2. Penelitian Utama
Penelitian utama bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi
terkecil bahan nabati yang digunakan sebagai insektisida. Tingkat
konsentrasi ekstrak daun mimba yang digunakan adalah 0.0; 0.5; 1.0; 1.5
dan 2.0 % dan ekstrak daun mindi dengan konsentrasi 0.0; 1.0; 2.0; 3.0 dan
4.0 %. Percobaan dilakukan dengan tiga kali ulangan. Komposisi media
oligidik yang digunakan dalam penelitian utama dapat dilihat pada Tabel 2
dan Tabel 3.
Tabel 2. Komposisi media oligidik dengan ekstrak daun mimba pada
penelitian utama.
Konsentrasi
(%)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
Ekstrak daun
mimba (ml)
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
Tepung beras
(gram)
10.00
9.95
9.90
9.85
9.80
Gliserol
(ml)
1
1
1
1
1
Air
(ml)
4
4
4
4
4
Tabel 3. Komposisi media oligidik dengan ekstrak daun mindi pada
penelitian utama
Konsentrasi
(%)
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
Ekstrak daun
mindi (ml)
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
Tepung beras
(gram)
10.00
9.90
9.80
9.70
9.60
Gliserol
(ml)
1
1
1
1
1
Air
(ml)
4
4
4
4
4
19
E. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap sederhana dengan 3 kali ulangan untuk setiap tingkat
konsentrasi bahan nabati (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Model matematika
rancangan acak lengkap sederhana adalah:
Yij = μ + Ai + εij
Dimana:
Yij = Nilai Pengamatan
μ = Nilai rata-rata umum
Ai = Pengaruh perlakuan konsentrasi bahan nabati
Εij = Galat percobaan
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
Dari penelitian pendahuluan diperoleh hasil bahwa penambahan
ekstrak daun mimba dan daun mindi dapat memberikan pengaruh yang nyata
dalam menghambat pertumbuhan serangga hama gudang Sitophilus zeamais.
Pada konsentrasi ekstrak daun mimba 2.0% sampai 10.0% tidak terdapat
pertumbuhan serangga (jumlah serangga turunan pertama yang muncul adalah
0). Hal ini membuktikan bahwa ekstrak daun mimba mampu menghambat
pertumbuhan serangga Sitophilus zeamais secara total mulai pada konsentrasi
2.0%. Pengaruh penambahan ekstrak bahan nabati terhadap jumlah turunan
pertama serangga dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh beberapa jenis bahan nabati terhadap jumlah turunan
pertama Sitophilus zeamais pada penelitian pendahuluan
Konsentrasi (%)
Jumlah populasi serangga turunan pertama (NF1)
Ekstrak daun mimba
Ekstrak daun mindi
0.0
88.7 b
100.7 d
2.0
0.0
a
18.3
4.0
0.0
a
1.7
6.0
0.0
a
0.0
a
8.0
0.0
a
0.0
a
10.0
0.0
a
0.0
a
c
b
Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain
(uji Duncan pada taraf α = 5 %)
Dari Tabel 4 terlihat bahwa pada penambahan ekstrak daun mindi
pada konsentrasi 6.0% sampai dengan 10.0% mampu menghambat
pertumbuhan serangga secara total dengan tidak terdapatnya pertumbuhan
serangga (jumlah serangga turunan pertama yang muncul adalah 0). Pada
penambahan ekstrak daun mindi dengan konsentrasi 2.0% mampu memberikan
21
pengaruh nyata terhadap penurunan jumlah populasi Sitophilus zeamais
turunan pertama bila dibandingkan dengan kontrol. Percobaan ini dilanjutkan
pada penelitian utama dengan memperkecil konsentrasi ekstrak yang
digunakan sehingga diharapkan dapat meningkatkan efektifitasnya dalam
menghambat pertumbuhan serangga hama gudang Sitophilus zeamais.
B. PENELITIAN UTAMA
1. Jumlah Serangga Turunan Pertama (F1)
Jumlah populasi serangga turunan pertama dihitung setiap hari
sejak keluarnya serangga turunan pertama (± tiga minggu setelah infestasi
serangga induk selesai), sampai tidak ada lagi serangga yang keluar dari
biji tiruan selama 5 hari berturut-turut. Jumlah serangga yang keluar setiap
hari dihitung secara kumulatif sehingga diperoleh data jumlah serangga
turunan pertama untuk setiap perlakuan dan setiap ulangan. Pada penelitian
ini serangga turunan pertama muncul pada hari ke-19. Nilai rata-rata
jumlah serangga turunan pertama akibat penambahan ekstrak daun mimba
dan daun mindi dapat dilihat pada Tabel 5. Kurva laju pertambahan
populasi turunan pertama akibat penambahan ekstrak daun mimba dan
ekstrak daun mindi dapat dilihat masing-masing pada Gambar 7 dan
Gambar 8, dengan data hasil pengamatan populasi kumulatif pada media
dengan penambahan ekstrak bahan nabati dapat dilihat pada Lampiran 1
dan Lampiran 2. Analisis sidik ragam dengan penambahan ekstrak daun
mimba dan ekstrak daun mindi dapat dilihat pada Lampiran 3 dan
Lampiran 4.
Dari Lampiran 3 dapat dilihat bahwa penambahan ekstrak daun
mimba berpengaruh nyata (p<0.01) terhadap jumlah total populasi turunan
pertama dari Sitophilus zeamais. Hal ini dapat dilihat pada konsentrasi
ekstrak daun mimba 1.0 % dapat menurunkan jumlah populasi serangga
turunan pertama secara nyata bila dibandingkan dengan kontrol (Tabel 5).
Penambahan ekstrak daun mimba 1.5% dan 2.0% mampu menghambat
22
secara total perkembangan Sitophilus zeamais yang dibuktikan dengan
tidak adanya serangga turunan pertama.
Tabel 5. Pengaruh penambahan ekstrak bahan nabati terhadap jumlah
turunan pertama Sitophilus zeamais pada penelitian utama
Bahan
Nabati
Konsentrasi
(%)
Daun Mimba
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
Daun Mindi
Jumlah populasi serangga turunan
pertama (NF1)
104.0 b
89.5 b
20.3 a
0.0 a
0.0 a
93.0 c
35.0 b
29.7 b
3.5
a
2.0
a
Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama
lain (uji Duncan pada taraf α = 5 %)
Dari Lampiran 4 dapat dilihat pula bahwa daun mindi
berpengaruh nyata (p<0.01) terhadap jumlah total populasi turunan
pertama dari Sitophilus zeamais. Hal ini dapat dilihat pada konsentrasi
ekstrak daun mindi 1.0% dan 2.0% mampu menurunkan jumlah populasi
serangga turunan pertama secara nyata bila dibandingkan dengan kontrol
(Tabel 5). Pada konsentrasi 3.0% dan 4.0% ekstrak daun mindi
berpengaruh nyata dalam menurunkan jumlah populasi serangga turunan
hampir secara total.
Penurunan jumlah total populasi serangga Sitophilus zeamais
akibat perlakuan penambahan ekstrak daun mimba dan daun mindi diduga
karena adanya komponen kimiawi yang terdapat pada kedua bahan tersebut
yang berfungsi sebagai insektisida. Menurut Kardinan (2002), mimba
mempunyai senyawa-senyawa bioaktif yang termasuk dalam kelompok
limonoid (triterpenoid). Setidaknya terdapat sembilan senyawa limonoid
yang telah diindentifikasi diantaranya adalah azadirachtin, meliantriol,
salanin, nimbin dan nimbidin. Azadirachtin (C35H44O16) adalah senyawa
23
yang paling aktif. Sedangkan pada mindi juga mengandung bahan aktif
yang hampir sama dengan mimba kecuali azadirachtin. Senyawa yang
terdapat pada kedua bahan tersebut diduga bersifat repellent dan
antifeedant terhadap serangga Sitophilus zeamais.
Jumlah Populasi F1 Kumulatif
120
100
80
60
40
20
0
0
2
4
6
8
10 12 14 16 18 20 22 24 26 28
Waktu Pengam atan (hari)
0%
0.50%
1.00%
1.50%
2.00%
Jumlah Populasi F1 Kumulatif
Gambar 7. Kurva jumlah populasi kumulatif turunan pertama Sitophilus
zeamais dengan penambahan ekstrak daun mimba
120
100
80
60
40
20
0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
Waktu Pengam atan (hari)
0%
1%
2%
3%
4%
Gambar 8. Kurva jumlah populasi kumulatif turunan pertama Sitophilus
zeamais dengan penambahan ekstrak daun mindi
Daya antifeedant dapat menyebabkan serangga tidak mau
bertelur atau memakan media pada masa infestasi. Menurut Atkins (1980),
serangga akan melakukan proses pengenalan dan orientasi terhadap calon
makanannya. Bila ditemukan bahan yang akan merugikan dirinya (zat
arrestant) serangga tidak jadi makan dan akan pergi meninggalkannya.
Daya repellent berfungsi untuk menghambat peletakan telur oleh
serangga betina, karena serangga hanya mau bertelur pada tempat yang
cocok bagi keturunannya. Bila belum ditemukan tempat yang cocok maka
24
telur yang sudah matang akan ditahannya untuk tidak ditelurkan dan
bahkan telur tersebut dapat diserapnya kembali (Atkins, 1980). Diduga
bahwa penghambatan tersebut karena pengaruh bau atau aroma ekstrak
yang berupa komponen aktif yang ada pada kedua ekstrak daun tersebut.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa konsentrasi yang
diperlukan daun mimba untuk menurunkan secara nyata jumlah populasi
serangga adalah sebesar 1.0%. Pada konsentrasi 1.5%, ekstrak daun mimba
mampu menghambat secara total pertumbuhan serangga. Hal ini
menunjukkan daun mimba lebih efektif sebagai insektisida dibandingkan
daun mindi yang membutuhkan konsentrasi 1.0% untuk menurunkan
pertumbuhan serangga dan konsentrasi 6.0% untuk menghambat populasi
serangga secara total. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudarmadji (1991)
bahwa pada mimba kandungan bahan aktif yang dimiliki lebih tinggi
daripada mindi sehingga mimba lebih efektif sebagai insektisida.
2. Periode Perkembangan (D)
Periode perkembangan adalah waktu yang diperlukan oleh seekor
serangga induk untuk perkembangannya dari stadia induk menjadi stadia
imago turunan pertama. Waktu tersebut dihitung dari tengah-tengah
infestasi sampai tercapainya 50 % dari total populasi turunan pertama (F1)
Sitophilus zeamais. Periode perkembangan disebut juga siklus hidup
serangga yang meliputi telur, larva, pupa dan imago.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun
mimba (Lampiran 7) memberikan pengaruh nyata (p<0.01) dalam
memperpanjang periode perkembangan Sitophilus zeamais, sedangkan
pada daun mindi (Lampiran 8) secara uji statistik tidak memberikan
pengaruh
yang
nyata
(p>0.05)
dalam
memperpanjang
periode
perkembangan Sitophilus zeamais. Nilai rata-rata periode perkembangan
akibat penambahan ekstrak bahan nabati dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ekstrak daun
mimba secara nyata memperpanjang periode perkembangan serangga. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin panjang periode perkembangan maka
25
serangga akan semakin lama mengalami setiap stadia dalam siklus
hidupnya. Pada kondisi tersebut serangga akan membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk dapat menghasilkan keturunan atau dengan kata lain
perkembangannya menjadi terhambat. Pengaruh tersebut dapat dilihat pada
konsentrasi ekstrak daun mimba 1.0%. Pada penambahan ekstrak daun
mimba sebesar 1.5% dan 2.0% nilai periode perkembangan tidak dapat
dihitung karena pada tingkat konsentrasi tersebut serangga turunan pertama
tidak muncul. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 1.5% dan
2.0% siklus hidup serangga Sitophilus zeamais dapat diputus. Oleh karena
itu, pada tingkat konsentrasi tersebut perhitungan untuk parameterparameter lain dapat diabaikan. Pada media dengan penambahan ekstrak
daun mindi terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara periode
perkembangan pada penambahan ekstrak daun mindi dengan kontrol.
Tabel 6. Pengaruh penambahan ekstrak bahan nabati terhadap periode
perkembangan serangga Sitophilus zeamais
Bahan
Konsentrasi
Periode Perkembangan (D)
Nabati
(%)
Daun Mimba
0.0
26.84 b
0.5
27.72 b
1.0
29.92 a
1.5
2.0
Daun Mindi
0.0
27.83 ab
1.0
25.46 b
2.0
26.65 ab
3.0
31.13 a
4.0
31.13 a
Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama
lain (uji Duncan pada taraf α = 5 %)
Antifeedant merupakan parameter yang mempengaruhi periode
perkembangan. Daya antifeedant yang dikandung oleh kedua ekstrak bahan
nabati tersebut menyebabkan konsumsi makan serangga berkurang dan
perkembangan serangga menjadi lambat sehingga periode larva akan
menjadi lebih lama dan akibatnya periode perkembangannya menjadi lebih
panjang.
26
Menurut Atkins (1980) lamanya stadium telur bisa disebabkan
karena lamanya penetasan telur. Penetasan telur dipengaruhi oleh faktor
dalam dan faktor luar (keadaan lingkungan). Faktor dalam berhubungan
erat dengan faktor makanan yang akan menghasilkan energi untuk
penetasan telur, sedangkan faktor luar diantaranya adalah konsentrasi CO2
(Kusnadi, 1981).
Menurut Matthews dan Matthews, (1978) stadium larva
merupakan stadium yang paling banyak membutuhkan makanan sehingga
disebut stadium makan. Hal ini didukung oleh pernyataan Cotton (1963)
yang menyatakan bahwa serangga paling aktif dalam merusak biji-bijian
(memakannya) adalah pada stadium larva. Oleh karena itu lamanya
stadium larva yang disebabkan karena terhambatnya aktivitas makan
menyebabkan periode perkembangannya menjadi lebih panjang.
3. Indeks Perkembangan (ID)
Indeks perkembangan disebut juga indeks kepekaan (index of
susceptibility) merupakan parameter untuk mengetahui kesesuaian media
bagi perkembangan serangga. Parameter ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi efektivitas suatu bahan dalam menghambat perkembangan
serangga. Semakin kecil nilai indeks perkembangan (ID) suatu media maka
semakin baik pula daya hambatnya terhadap perkembangan serangga.
Indeks perkembangan sangat dipengaruhi oleh jumlah serangga turunan
pertama dan periode perkembangannya, sehingga secara tidak langsung
nilai ID dipengaruhi oleh daya antifeedant dan daya repellent. Nilai ratarata indeks perkembangan akibat penambahan ekstrak bahan nabati dapat
dilihat pada Tabel 7, sedangkan analisis sidik ragam pengaruh penambahan
ekstrak daun mimba dan daun mindi terhadap indeks perkembangan dapat
dilihat pada Lampiran 11 dan Lampiran 12.
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa penambahan ekstrak daun
mimba dan daun mindi efektif dalam menghambat perkembangan
Sitophilus zeamais. Hal ini dapat diketahui dari nilai indeks perkembangan
Sitophilus zeamais akibat penambahan ekstrak bahan nabati tersebut lebih
27
kecil bila dibandingkan dengan indeks perkembangan media kontrol.
Makin kecil nilai indeks perkembangan suatu bahan maka semakin efektif
bahan tersebut dalam menghambat perkembangan serangga Sitophilus
zeamais.
Tabel 7. Pengaruh penambahan ekstrak bahan nabati terhadap indeks
perkembangan serangga Sitophilus zeamays.
Bahan
Nabati
Daun Mimba
Daun Mindi
Konsentrasi
(%)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
Indeks Perkembangan (ID)
17.57 b
16.56 b
11.34 a
16.74 c
14.90 b
13.90 b
8.38
a
8.02
a
Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama
lain (uji Duncan pada taraf α = 5 %)
Berdasarkan uji statistik (Lampiran 11 dan Lampiran 12), kedua
ekstrak bahan nabati baik daun mimba maupun daun mindi berpengaruh
nyata (p<0.01 terhadap penekanan nilai indeks perkembangan Sitophilus
zeamais. Masing-masing bahan nabati penyusun kedua ekstrak tersebut
diduga mempunyai komponen aktif yang berinteraksi positif dalam
menekan nilai indeks perkembangan Sitophilus zeamais.
Hasil uji Duncan perlakuan penambahan ekstrak daun mimba
menunjukkan bahwa secara nyata nilai indeks perkembangannya berbeda
dengan kontrol pada konsentrasi 1.0% (Lampiran 11). Hasil uji Duncan
perlakuan penambahan ekstrak daun mindi menunjukkan bahwa secara
nyata nilai indeks perkembangannya berbeda dengan kontrol pada
konsentrasi 1.0% (Lampiran 12).
Melalui indeks perkembangan ini dapat diketahui kesesuaian
antara serangga dengan media tempat perkembangannya. Makin kecil nilai
28
indeks perkembangan suatu bahan maka semakin efektif bahan tersebut
dalam menghambat perkembangan serangga.
4. Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) dan Kapasitas Multiplikasi
Mingguan (λ)
Laju perkembangan intrinsik dan kapasitas multiplikasi mingguan
merupakan parameter yang digunakan untuk melihat dinamika populasi
dari serangga akibat perlakuan suatu bahan insektisida. Laju perkembangan
intrinsik menunjukkan laju perkembangan serangga pada suatu bahan
sehingga dapat menunjukkan kesesuaian suatu bahan sebagai media
perkembangan serangga. Semakin kecil nilai laju perkembangan intrinsik
berarti semakin tidak sesuai bahan tersebut bagi perkembangan serangga.
Kapasitas mulitiplikasi mingguan menunjukkan kemampuan suatu
serangga untuk menggandakan diri dalam waktu tertentu.
Nilai laju perkembangan intrinsik dipengaruhi oleh kualitas atau
tipe bahan makanan bagi serangga, kondisi habitat hidupnya (suhu dan air)
serta bergantung pada spesiesnya. Sitophilus zeamais dalam kondisi normal
(tanpa perlakuan tambahan bahan nabati) memiliki laju perkembangan
intrinsik (Rm) 0.62 per minggu (Haines, 1991).
Ekstrak bahan nabati daun mimba dan daun mindi memberikan
pengaruh yang nyata dalam menurunkan laju perkembangan intrinsik dan
kapasitas multiplikasi mingguan. Pengaruh ekstrak bahan nabati terhadap
laju perkembangan intrinsik dan kapasitas multiplikasi mingguan dapat
dilihat pada Tabel 8. Rekapitulasi laju perkembangan intrinsik dan
kapasitas multiplikasi mingguan Sitophilus zeamais pada media oligidik
akibat penambahan ekstrak bahan nabati dapat dilihat pada Lampiran 13
sampai Lampiran 16, sedangkan hasil analisa sidik ragam Anova dengan
penambahan ekstrak bahan nabati terhadap laju perkembangan intrinsik
dan kapasitas multiplikasi mingguan dapat dilihat pada Lampiran 17
sampai Lampiran 20.
Hasil
penelitian
dengan
menggunakan
parameter
laju
perkembangan intrinsik dan kapasitas multiplikasi dapat memperkuat
29
dugaan bahwa pada ekstrak bahan nabati daun mimba dan daun mindi yang
diuji terdapat daya antifeedant. Menurunnya laju perkembangan intrinsik
dan kapasitas multiplikasi mingguan dapat diartikan bahwa ekstrak nabati
tersebut mampu menurunkan kemampuan menggandakan diri serangga
Sitophilus zeamais pada dosis (konsentrasi) tertentu ekstrak bahan nabati
tersebut.
Tabel 8.
Pengaruh penambahan ekstrak bahan nabati terhadap laju
perkembangan intrinsik dan kapasitas multiplikasi mingguan
serangga Sitophilus zeamais.
Bahan
Nabati
Konsentrasi
(%)
Daun Mimba
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
Daun Mindi
Laju Perkembangan
Intrinsik (Rm)
0.630 b
0.578 b
0.254 a
0.592 c
0.407 b
0.364 b
0.068
a
0.042
a
Kapasitas
Multiplikasi
Mingguan (λ)
1.876 b
1.779 b
1.289 a
1.804 c
1.501 b
1.438 b
1.070
a
1.043
a
Keterangan : angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama
lain (uji Duncan pada taraf α = 5 %)
Hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 17 dan Lampiran 18
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ekstrak daun mimba
berpengaruh nyata (p<0.01) terhadap laju perkembangan intrinsik dan
kapasitas mulitiplikasi mingguan bila dibandingkan dengan kontrol.
Sedangkan hasil analisa sidik ragam pada Lampiran 19 dan Lampiran 20
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ekstrak daun mindi juga
berpengaruh nyata (p<0.01) terhadap laju perkembangan intrinsik dan
kapasitas mulitiplikasi mingguan.
Makanan
yang
kurang
sesuai
akan
menyebabkan
laju
perkembangan intrinsik serangga menurun. Nilai laju perkembangan
intrinsik dan kapasitas mulitipliksi mingguan dapat digunakan untuk
30
memperkirakan jumlah serangga yang terbentuk dari sejumlah pasangan
induk yang diketahui dalam jangka waktu tertentu. Periode ini tergantung
dari lamanya waktu untuk 1 siklus hidup.
Nilai populasi teoritis dalam satuan waktu tertentu dapat diduga
dengan mengetahui nilai kapasitas multiplikasi mingguan (λ) (Howe,
1953). Aplikasi dari perhitungan populasi teoritis tersebut dapat diterapkan
pada pendugaan tingkat kerusakan biji-bijian selama penyimpanan.
Sebagai contoh, pada media oligidik yang ditambahkan ekstrak daun
mimba dengan konsentrasi 1.0 % memililiki nilai λ dan Rm masing-masing
sebesar 1.289 dan 0.254, sedangkan pada kontrol sebesar 1.876 dan 0.630.
Jika jumlah serangga awal diinfestasikan sebanyak 5 pasang (10 ekor),
maka setelah 10 minggu akan berkembang serangga sebanyak 5399 ekor
pada media kontrol dan hanya 127 ekor pada media yang ditambahkan
ekstrak daun mimba dengan konsentrasi 1.0%. Populasi serangga
Sitophilus zeamais secara teoritis akibat penambahan ekstrak daun mimba
dan daun mindi dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Populasi serangga Sitophilus zeamais secara teoritis akibat
penambahan ekstrak daun mimba dan daun mindi
Bahan
Nabati
Daun Mimba
Daun Mindi
Konsentrasi
(%)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
Populasi serangga setelah 10
minggu
5399
1284
127
0
0
3651
581
378
17
15
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa penambahan ekstrak daun
mimba dan ekstrak daun mindi mampu mengurangi jumlah serangga
Sitophilus zeamais secara efektif. Ekstrak daun mimba pada konsentrasi
31
0.5% secara teoritis mampu menurunkan jumlah populasi serangga
Sitophilus zeamais. Pada konsentrasi 1.0% ekstrak daun mimba dapat
menurunkan secara tajam jumlah populasi serangga, sedangkan pada
konsentrasi 1.5 dan 2.0% mampu menaghambat secara total populasi
serangga. Pada penambahan ekstrak daun mindi dengan konsentrasi 1.0
dan 2.0% mampu menurunkan populasi serangga, sedangkan pada
konsentrasi 3.0 dan 4.0% mampu menurunkan secara tajam populasi
serangga. Ekstrak daun mimba lebih efektif daripada daun mindi karena
bila dibandingkan antara keduanya pada konsentrasi 1.0% jumlah populasi
serangga pada penambahan ekstrak daun mimba lebih sedikit (127 ekor)
bila dibandingkan jumlah populasi pada penambahan ekstrak daun mindi
(581 ekor).
32
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Penelitian pengkajian ekstrak bahan nabati daun mimba dan daun
mindi menunjukkan bahwa kedua ekstrak tersebut efektif dalam menghambat
perkembangan serangga Sitophilus zeamais Motsch. Penambahan ekstrak
kedua bahan nabati tersebut memberikan pengaruh yang nyata dalam
menghambat populasi F1, memperpanjang periode perkembangan dan
memperkecil nilai dari indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik
serta kapasitas mulitiplikasi mingguan.
Daya insektisida yang dimiliki oleh bahan nabati umumnya berupa
daya repellent dan daya antifeedant. Daya repellent dapat menghambat
peletakan telur oleh induk betina sedangkan daya antifeedant menyebabkan
serangga tidak mau memakan media yang tersedia. Pada daun mimba dan daun
mindi diduga mengandung komponen aktif yang menimbulkan bau dan aroma
yang tidak disukai oleh Sitophilus zeamais Motsch.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa ekstrak daun mimba
berpengaruh nyata terhadap jumlah total populasi turunan pertama dari
Sitophilus zeamais. Penambahan ekstrak daun mimba 1.5% mampu
menghambat secara total perkembangan Sitophilus zeamais yang dibuktikan
dengan tidak adanya serangga turunan pertama. Pada konsentrasi 1.0% ekstrak
daun mimba secara nyata mampu menurunkan jumlah populasi serangga,
memperpanjang periode perkembangan dan memperkecil nilai dari indeks
perkembangan, laju perkembangan intrinsik serta kapasitas mulitiplikasi
mingguan.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa penambahan ekstrak daun
mindi pada konsentrasi 1.0 % secara nyata mampu menurunkan jumlah
populasi serangga, memperkecil nilai dari indeks perkembangan, laju
perkembangan intrinsik serta kapasitas mulitiplikasi mingguan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun mimba
lebih efektif daripada daun mindi. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi
33
yang lebih kecil yaitu 1.5%, ekstrak daun mimba mampu menghambat secara
total jumlah populasi serangga turunan pertama. Pada daun mindi untuk
menghambat secara total jumlah populasi serangga diperlukan konsentrasi
6.0%.
Hal ini diperkuat dengan perhitungan secara teoritis menggunakan
parameter kapasitas multiplikasi mingguan. Bila dibandingkan antara
keduanya, dengan penambahan ekstrak masing-masing sebesar konsentrasi
1.0%, jumlah populasi serangga pada penambahan ekstrak daun mimba lebih
sedikit (127 ekor) bila dibandingkan jumlah populasi pada penambahan ekstrak
daun mindi (581 ekor). Diduga pada mimba kandungan bahan aktif lebih tinggi
daripada mindi sehingga mimba lebih efektif sebagai insektisida.
B. SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan kedua
bahan nabati (mimba dan mindi) dalam bentuk ekstrak yang diperoleh selain
dari bagian daun tanaman. Selain itu perlu dilakukan pengembangan lebih
lanjut terhadap penggunaan ekstrak daun mimba dan daun mindi tersebut
dengan aplikasi yang lebih modern seperti dalam bentuk aerosol dan beberapa
bentuk lainnya sehingga efektif dalam penggunaannya.
34
DAFTAR PUSTAKA
Adiratma, R. E.. 2004. Stop Tanam Padi?. Penebar Swadaya, Jakarta.
Atkins, M. D. 1980. Introduction to Insect Behaviour. Mac Millan Publ. Co.,
Inc., New York.
Cotton, R.T. 1963. Pest of Stored Grain and Grain Product. Burgess Publ. Co.
Minneapolis, USA.
De Luca, Y. 1979. Ingredients Naturel de Preservation des Grains Stockes
dans Les Pays en Voie de Developppement. J. Agric. Trad. Bot. Appl.
26 (1) : 29-52
Direktorat Pupuk Dan Pestisida. 2002. Peraturan-Peraturan Tentang Pestisida.
Koperasi Pegawai Negeri Ditjen BSP, Jakarta.
Dobie, P. 1974. The Laboratory Assesment of The Inherent Susceptibilityof
Maize Varieties to Post-Harvest Infestation by Sitophilus zeamais
Motsch. (Coleoptera, Curculionidae). J. Stored Prod. Res. 10 : 137-183
Dobie, P., Haines, C. P., Hodges, R. J dan Prevett, P. F. 1984. Insect and
Aracnids of Tropical Stored Product, Their Biology and Identification
(A Training Manual). TDRI, London.
Grist, D.H. dan Lever, R.J.A.W. 1969. Pest of Rice. Longmann Green and Co.
Ltd., London.
Haines. C.P. 1991. Insect and Arachnid of Tropical Stored Product, Their
Biology and Identification (A Training Manual). Second Edition.
TDRI, London.
Halid, H dan Yudawinata. 1983. Jenis-jenis Hama Gudang Penyimpanan
BULOG dan Usaha Pengendaliannya. Makalah Disampaikan Pada
Kongres Entimologi II, 24-26 Januari 1983, di Jakarta.
Halstead, D.G.M. 1963. The Rice Weevils, Sitophilus oryzae (L.) and
Sitophilus zeamais Motsch. Identification and Synonymy. Trop Stored
Prod. Inf. 5: 177-179.
Haryadi, Y. 1991. Sensibilité Variétale du Riz aux Attaques de Sitophilus
oryzae (L. ) et de Sitotroga cerealella. L’Origine d’une Resistance
Potentiélle. Thése. Ecole Nationale Supérieure Agronomique de
Montpellier, France.
Hascoet, M. 1988. Detection of Pesticide Recidues. Lavoisier Publ. Inc., Paris,
New York.
35
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid I. Terjemahan dari De
Nuttige Planten Van Indonesie, oleh Balitbang Kehutanan Jakarta.
Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.
Hill, D.S. 1987. Agricultural Insect Pests of The Tropics and Their Control 4nd
Edition. Cambridge University Press, London, New York.
Howe, R.W. 1953. The Rapid Determination of The Intrinsic Rate of Increase
of An Insect Population. Ann. Appl. Biol. 40 : 134-151.
Imdad, H.P dan Nawangsih, A.A. 1999. Menyimpan Bahan Pangan. PT
Penebar Swadaya, Jakarta.
Jacobson, M. 1989. Botanical Pesticides, Past, Present and Future. Di dalam:
Arnason, J.T., Philogete, B.J.R dan Morald, Ed. Insecticides of Plant
Origin. American Chemical Society Symposium, Canada, pp: 1-10.
Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. PT Penebar
Swadaya, Jakarta.
Kartasapoetra, A.G. 1993. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi
Aksara, Jakarta.
Kusnadi, M. 1981. Resistensi Beras Terhadap Serangan Sitophilus oryzae L.
(Coleoptera : Curculionidae). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Kutchel, G. 1961. On Problem of Synonymy In The S. oryzae Linn.
(Coleoptera curculionidae). Annales and Magazine of Natural History
4 : 241-244.
Matthews, R.W. dan Matthews, J.R. 1978. Insect Behaviour. A Willey
Interscience Publication. John Willey and Sons. New York.
Mattjik, A.A., dan Sumertajaya, I. M. 2002. Perancangan Percobaan Dengan
Aplikasi SAS Dan Minitab Jilid I (2nd eds). Jurusan Statistika, FMIPA,
IPB, Bogor.
Morallo-Rejesus, B. 1978. Stored Grains Problems and Researrch Needs in
South East Asia. SEARCA Professorial Lecture in Entomology.
Pranata, R.I. 1979. Pengantar Ilmu Hama Gudang BIOTROP. Bogor.
Pranata, R.I. 1981. Serangga Hama Gudang dan Pencegahannya Secara Alami.
Direktorat Jenderal Pertanian Pangan, Direktorat Bina Usaha Petani
Tanaman Pangan, Bogor.
36
Pranata, R.I. 1985. Mengamankan Hasil Panen Dari Serangan Hama.
Departemen Pertanian, Balai Informasi Pertanian Ciawi, Bogor.
Ramulu, U. S. S. 1979. Chemistry of Insecticides and Fungicides. Mohan
Primlani, Oxford And IBH, Publishing Co., New Delhi.
Robinson, T. 1995. The Organic Constituents of Higher Plants. Sixth Editiuon.
Departemen of Biochemistry University of Massachussetts.
Sastrodihardjo, S. dan Aditya, T. 1990. Bioactive Subtances From Neem
(Azadirachta indica A. Juss) With Pesticidal Properties. Di dalam :
Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan
Pestisida Nabati. PAU-Ilmu Hayati, ITB, pp: 22
Sastrodihardjo, S., Ahmad, I., Trikoesomaningtyas dan Manaf, S. 1992.
Penggunaan Produk Alami Dalam PHT. PAU Ilmu Hayati, ITB,
Bandung.
Shejbal, J. dan Boislambert, J. N. 1998. Modified Atmosphere Storage of
Grains. Lavoiser Publ. Inc. Paris, New York.
Sudarmadji, D. 1991. Mimba, Insektisida Alami. Trubus. 4(44), pp: 20-21.
Sukoco. 1998. Daya Hambat Campuran Ekstrak Lada Hitam (Piper ningrum
L.) dan Eklstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) Terhadap
Perkembangan Sitophilus zeamais Pada Beras Selama Penyimpanan.
Skripsi Fateta. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Syarief, R. dan Halid, H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan,
Jakarta.
Triharso. 1994. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Wahyuningsih, S. 2000. Kajian Daya Insektisida Dari Biji Paria Dan Ekstrak
Biji Mengkudu Terhadap Perkembangan Serangga Sitophilus zeamais
Motsch. Skripsi. FATETA. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Winarno, F.G. dan Haryadi, Y. 1982. Penanganan Lepas Panen Hasil
Tanaman Pangan. Diskusi Pananganan Pasca Panen dalam rangka Hari
Pangan Sedunia di Bina Graha, Jakarta 16 Oktober 1982.
Winarno, F.G. dan Jennie, B.S.L. 1983. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara
Pencegahannya. Ghalia Indonesia, Jakarta.
37
LAMPIRAN
38
Lampiran 1. Hasil pengamatan populasi kumulatif Sitophilus zeamais pada media
dengan penambahan ekstrak daun mimba
Pengamatan
(Hari ke)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ulangan
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
0
3
2
8
4.3
16
14
26
18.7
31
25
42
32.7
45
30
63
46.0
63
47
79
63.0
78
54
86
72.7
89
58
98
81.7
93
63
110
88.7
96
67
110
91.0
100
69
113
94.0
0.5
1
4
3
2.7
2
8
6
5.3
2
26
19
15.7
6
37
34
25.7
9
44
44
32.3
12
51
53
38.7
15
65
60
46.7
16
68
66
50.0
16
71
66
51.0
16
71
66
51.0
Konsentrasi (%)
1.0
0
1
0
0.3
0
1
0
0.3
1
3
0
1.3
2
7
1
3.3
3
9
3
5.0
4
10
5
6.3
11
12
6
9.7
13
13
7
11.0
14
14
8
12.0
16
14
9
13.0
1.5
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
2.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
39
Lampiran 1. Hasil pengamatan populasi kumulatif Sitophilus zeamais pada media
dengan penambahan ekstrak daun mimba
Pengamatan
(Hari ke)
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Ulangan
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
0
102
70
114
95.3
104
71
116
97.0
105
72
117
98.0
106
72
117
98.3
109
72
117
99.3
112
72
117
100.3
113
72
117
100.7
113
72
120
101.7
113
72
120
101.7
113
74
125
104.0
0.5
17
73
67
52.3
17
73
68
52.7
18
75
68
53.7
18
75
68
53.7
18
77
69
54.7
19
80
70
56.3
19
83
70
57.3
19
83
71
57.7
20
101
74
65.0
20
101
74
65.0
Konsentrasi (%)
1.0
16
14
9
13.0
17
16
12
15.0
17
16
12
15.0
17
16
12
15.0
20
17
12
16.3
20
17
12
16.3
27
17
12
18.7
28
17
12
19.0
28
19
13
20.0
29
19
13
20.3
1.5
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
2.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
40
Lampiran 1. Hasil pengamatan populasi kumulatif Sitophilus zeamais pada media
dengan penambahan ekstrak daun mimba
Pengamatan
(Hari ke)
21
22
23
24
25
Ulangan
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
0
113
74
125
104.0
113
74
125
104.0
113
74
125
104.0
113
74
125
104.0
113
74
125
104.0
0.5
20
101
75
65.3
20
101
75
65.3
20
102
75
65.7
20
102
75
65.7
20
103
76
66.3
Konsentrasi (%)
1.0
29
19
13
20.3
29
19
13
20.3
29
19
13
2.3
29
19
13
20.3
29
19
13
20.3
1.5
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
2.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
41
Lampiran 2. Hasil pengamatan populasi kumulatif Sitophilus zeamais pada media
dengan penambahan ekstrak daun mindi
Pengamatan
(Hari ke)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Ulangan
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
0.0
4
3
4
3.7
9
14
17
13.3
14
28
27
23.0
22
38
35
31.7
36
45
55
45.3
47
57
65
56.3
63
71
73
69.0
80
76
76
77.3
83
84
81
82.7
85
86
82
84.3
1.0
9
10
14
11.0
13
15
14
14.0
14
18
14
15.3
22
18
14
18.0
22
18
21
20.3
25
20
23
22.7
28
23
25
25.3
30
27
25
27.3
33
27
25
28.3
35
27
25
29.0
Konsentrasi (%)
2.0
3
8
3
4.7
8
14
14
12.0
14
18
14
15.3
22
21
14
19.0
22
21
14
19.0
22
21
14
19.0
22
21
14
19.0
26
22
18
22.0
27
22
18
22.3
27
22
18
22.3
3.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
1
1
0.7
0
1
2
1.0
0
1
2
1.0
0
1
2
1.0
0
1
2
1.0
4.0
0
0
0
0.0
0
0
1
0.3
0
0
1
0.3
0
0
1
0.3
0
0
1
0.3
0
0
1
0.3
0
0
2
0.7
0
0
2
0.7
0
0
2
0.7
0
0
2
0.7
42
Lampiran 2. Hasil pengamatan populasi kumulatif Sitophilus zeamais pada media
dengan penambahan ekstrak daun mindi
Pengamatan
(Hari ke)
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Ulangan
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
0.0
90
91
83
88.0
91
93
84
89.3
93
94
84
90.3
93
94
84
90.3
95
96
86
92.3
95
98
86
93.0
95
98
86
93.0
95
98
90
93.7
95
98
90
93.7
97
100
88
95.0
Konsentrasi (%)
1.0
2.0
40
27
29
22
25
20
31.3
23.0
40
30
30
22
25
23
31.7
25.0
40
30
30
22
25
23
31.7
25.0
41
30
30
25
25
23
32.0
26.0
41
30
30
27
25
28
32.0
28.3
45
30
30
27
25
30
33.3
29.0
45
30
30
27
25
30
33.33
29.0
45
30
30
27
25
30
33.3
29.0
45
31
30
28
25
30
33.3
29.7
45
31
35
28
25
30
35.0
29.7
3.0
0
3
2
1.7
0
3
2
1.7
0
3
2
1.7
0
3
2
1.7
1
3
2
2.0
1
3
2
2.0
1
3
4
2.7
1
3
4
2.7
1
3
4
2.7
1
3
4
2.7
4.0
1
0
2
1.0
1
0
2
1.0
1
0
2
1.0
1
0
2
1.0
1
0
2
1.0
1
0
3
1.3
1
0
3
1.3
1
0
3
1.3
1
0
3
1.3
1
0
3
1.3
43
Lampiran 2. Hasil pengamatan populasi kumulatif Sitophilus zeamais pada media
dengan penambahan ekstrak daun mindi
Pengamatan
(Hari ke)
21
22
23
24
25
Ulangan
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
0.0
98
100
88
95.3
98
100
88
95.3
98
100
88.0
95.3
98
100
88
95.3
98
100
88
95.3
1.0
45
35
25
35.0
45
35
25
35.0
45
35
25.0
35.0
45
35
25
35.0
45
35
25
35.0
Konsentrasi (%)
2.0
31
28
30
29.7
31
28
30
29.7
31
28
30
29.7
31
28
30
29.7
31
28
30
29.7
3.0
1
3
4
2.7
1
3
4
2.7
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
4.0
1
0
3
1.3
1
0
3
1.3
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
0
0
0
0.0
44
Lampiran 3. Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun mimba
terhadap jumlah serangga turunan pertama
Sumber
keragaman
Antar
perlakuan
Galat
Total
Jumlah
Derajat
kuadrat
bebas
27944.262
1917.167
29861.429
Kuadrat
F-hitung
Taraf
tengah
signifikan
4
6986.065
32.796
.000
9
13
213.019
Uji Duncan pengaruh penambahan ekstrak daun mimba terhadap jumlah serangga
turunan pertama
Perlakuan
Kontrol
0.5 %
1%
1.5 %
2%
Lampiran 4.
Ulangan
3
3
3
3
3
Rata-rata
104.00
89.50
20.33
0
0
Keseragaman
X
X
X
X
X
Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun mindi
terhadap jumlah serangga turunan pertama
Sumber
keragaman
Antar
perlakuan
Galat
Total
Jumlah
Derajat
kuadrat
bebas
15068.474
289.833
15358.307
Kuadrat
F-hitung Taraf
tengah
signifikan
4
3767.119
103.980
.000
8
12
36.229
Uji Duncan pengaruh penambahan ekstrak daun mindi terhadap jumlah serangga
turunan pertama
Perlakuan
Kontrol
1%
2%
3%
4%
Ulangan
3
3
3
3
3
Rata-rata
95.33
35.00
29.67
3.50
2.00
Keseragaman
X
X
X
X
X
45
Lampiran 5. Rekapitulasi Periode Perkembangan (D) Sitophilus zeamais pada
media oligidik dengan penambahan ekstrak daun mimba
Konsentrasi (%)
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
U1
27.14
31.75
0.00
0.00
Periode Perkembangan (D)
U2
U3
26.91
26.48
28.54
26.90
28.00
30.00
0.00
0.00
0.00
0.00
Rata-Rata
26.84
27.72
29.92
0.00
0.00
Lampiran 6. Rekapitulasi Periode Perkembangan (D) Sitophilus zeamais pada
media oligidik dengan penambahan ekstrak daun mindi
Konsentrasi (%)
0
1
2
3
4
U1
28.63
27.67
25.69
33.00
Periode Perkembangan (D)
U2
U3
27.91
26.95
25.33
23.39
24.50
29.75
32.75
29.50
29.25
Rata-rata
27.83
25.46
26.65
31.13
31.13
Lampiran 7. Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun mimba
terhadap periode perkembangan
Sumber
Keragaman
Antar
perlakuan
Galat
Total
Jumlah
Derajat
kuadrat
bebas
2744.103
8.607
2752.71
Kuadrat
F-hitung
Taraf
tengah
signifikan
4
686.026
717.352
.000
9
13
0.956
Uji Duncan pengaruh penambahan ekstrak daun mimba terhadap periode
perkembangan
Perlakuan
Kontrol
0.5 %
1 %
1.5 %
2 %
Ulangan
3
3
3
3
3
Rata-rata
26.84
27.72
29.92
-
Keseragaman
X
X
X
46
Lampiran 8.
Sumber
keragaman
Antar
perlakuan
Galat
Total
Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun mindi
terhadap periode perkembangan
Jumlah
Derajat
kuadrat
bebas
63.929
Kuadrat
F-hitung
Taraf
tengah
signifikan
4
15.982
3.361
.068
38.044
101.973
8
12
4.755
Lampiran 9. Rekapitulasi Indeks Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais pada
media oligidik dengan penambahan ekstrak daun mimba
Konsentrasi (%)
0
0.5
1
1.5
2
U1
17.73
11.54
0.00
0.00
Indeks Perkembangan (ID)
U2
U3
16.46
18.53
16.57
16.56
12.03
10.45
0.00
0.00
0.00
0.00
Rata-rata
17.57
16. 57
11.34
0.00
0.00
Lampiran 10. Rekapitulasi Indeks Perkembangan (ID) Sitophilus zeamais pada
media oligidik dengan penambahan ekstrak daun mindi
Konsentrasi (%)
0
1
2
3
4
U1
16.36
14.48
14.46
7.27
Indeks Perkembangan (ID)
U2
U3
16.84
17.01
15.03
15.20
14.85
12.40
7.83
8.95
8.77
Rata-rata
16.74
14.90
13.90
8.39
8.02
Lampiran 11. Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun mimba
terhadap indeks perkembangan
Sumber
Keragaman
Antar
perlakuan
Galat
Total
Jumlah
Derajat
kuadrat
bebas
147.320
5.714
153.034
Kuadrat
F-hitung Taraf
tengah
signifikan
4
36.830
51.563
.000
8
12
0.714
47
Uji Duncan pengaruh penambahan ekstrak daun mimba terhadap terhadap indeks
perkembangan
Perlakuan
Kontrol
0.5 %
1 %
1.5 %
2 %
Lampiran 12.
Sumber
keragaman
Antar
perlakuan
Galat
Total
Ulangan
3
3
3
3
3
Rata-rata
17.57
15.16
11.34
-
Keseragaman
X
X
X
Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun mindi
terhadap terhadap indeks perkembangan
Jumlah
Derajat
kuadrat
bebas
147.320
5.714
153.034
Kuadrat
F-hitung
Taraf
tengah
signifikan
4
36.830
51.563
.000
8
12
0.714
Uji Duncan pengaruh penambahan ekstrak daun mindi terhadap terhadap indeks
perkembangan
Perlakuan
Kontrol
1%
2%
3%
4%
Ulangan
3
3
3
3
3
Rata-rata
16.74
14.90
13.90
8.39
8.02
Keseragaman
X
X
X
X
X
Lampiran 13. Rekapitulasi Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus zeamais
pada media oligidik dengan penambahan ekstrak daun mimba
Konsentrasi (%)
0
0.5
1
1.5
2
U1
0.647
0.300
0.000
0.000
Laju Perkembangan Intrinsik (Rm)
U2
U3
Rata-rata
0.554
0.688
0.630
0.595
0.560
0.578
0.266
0.194
0.254
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
48
Lampiran 14. Rekapitulasi Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Sitophilus zeamais
pada media oligidik dengan penambahan ekstrak daun mindi
Konsentrasi
0
1
2
3
4
U1
0.577
0.431
0.384
0.020
Laju Perkembangan Intrinsik (Rm)
U2
U3
Rata-rata
0.598
0.589
0.588
0.416
0.375
0.407
0.381
0.326
0.364
0.056
0.080
0.068
0.063
0.040
Lampiran 15. Rekapitulasi Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) Sitophilus
zeamais pada media oligidik dengan penambahan ekstrak daun
mimba
Konsentrasi
(%)
0
0.5
1
1.5
2
U1
1.907
1.349
0.000
0.000
Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ)
U2
U3
Rata-rata
1.737
1.986
1.876
1.809
1.748
1.779
1.304
1.214
1.300
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
Lampiran 16. Rekapitulasi Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) Sitophilus
zeamais pada media oligidik dengan penambahan ekstrak daun
mindi
Konsentrasi
(%)
0
1
2
3
4
U1
1.781
1.537
1.467
1.020
Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ)
U2
U3
Rata-rata
1.806
1.826
1.804
1.513
1.453
1.501
1.463
1.384
1.438
1.057
1.083
1.070
1.065
1.043
49
Lampiran 17. Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun mimba
terhadap Laju Perkembangan Intrinsik (Rm)
Sumber
keragaman
Antar
perlakuan
Galat
Total
Jumlah
Derajat
kuadrat
bebas
9.704
0.044
1.031
Kuadrat
F-hitung
Taraf
tengah
signifikan
4
2.426
499.755
.000
9
13
0.005
Uji Duncan pengaruh penambahan ekstrak daun mimba terhadap Laju
Perkembangan Intrinsik (Rm)
Perlakuan
Kontrol
0.5 %
1 %
1.5 %
2 %
Ulangan
3
3
3
3
3
Rata-rata
0.630
0.578
0.254
-
Keseragaman
X
X
X
Lampiran 18. Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun mimba
terhadap Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ)
Sumber
keragaman
Antar
perlakuan
Galat
Total
Jumlah
Derajat
kuadrat
bebas
9.700
0.186
9.886
Kuadrat
F-hitung
Taraf
tengah
signifikan
4
2.425
130.608
.000
10
14
0.019
Uji Duncan pengaruh penambahan ekstrak daun mimba terhadap Kapasitas
Multiplikasi Mingguan (λ)
Perlakuan
Kontrol
0.5 %
1%
1.5 %
2%
Ulangan
3
3
3
3
3
Rata-rata
1.88
1.63
1.30
-
Keseragaman
X
X
X
50
Lampiran 19. Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun mindi
terhadap Laju Perkembangan Intrinsik (Rm)
Sumber
keragaman
Antar
perlakuan
Galat
Total
Jumlah
Derajat
kuadrat
bebas
0.531
0.005
0.056
Kuadrat
F-hitung Taraf
tengah
signifikan
4
0.133
203.924
.000
8
12
0.001
Uji Duncan pengaruh penambahan ekstrak daun mindi terhadap Laju
Perkembangan Intrinsik (Rm)
Perlakuan
Kontrol
1%
2%
3%
4%
Ulangan
3
3
3
3
3
Rata-rata
0.588
0.407
0.364
0.068
0.040
Keseragaman
X
X
X
X
X
Lampiran 20. Analisis sidik ragam pengaruh penambahan ekstrak daun mindi
terhadap Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ)
Sumber
keragaman
Antar
perlakuan
Galat
Total
Jumlah
Derajat
kuadrat
bebas
0.994
0.010
0.104
Kuadrat
F-hitung
Taraf
tengah
signifikan
4
0.248
196.926
.000
8
12
0.001
Uji Duncan pengaruh penambahan ekstrak daun mindi terhadap Kapasitas
Multiplikasi Mingguan (λ)
Perlakuan
Kontrol
1%
2%
3%
4%
Ulangan
3
3
3
3
3
Rata-rata
1.804
1.501
1.438
1.070
1.043
Keseragaman
X
X
X
X
X
51
52
ix
Download