Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam Fuad Mahbub Siraj )DOVDIDK$JDPD8QLYHUVLWDV3DUDPDGLQD-DNDUWD [email protected] Abstract: 2QHRIWKHPDQ\LPSRUWDQWPDWWHUVWKDWLVUHIHUUHGLQWKH4XU¶ƗQLVDPDWWHURIWKHXQLYHUVH7KH YHUVHVRI4XU¶ƗQLQYLWHSHRSOHWRREVHUYHDQGUHÀHFWRQWKHFUHDWLRQRIWKHXQLYHUVHEHFDXVHLQLWWKHUHDUH VLJQVRI*RG¶VH[LVWHQFHDQGSRZHU&RVPRORJ\LVWKHWKHRU\DERXWWKHRULJLQRIWKHXQLYHUVH,Q,VODPWKLV WKHRU\LVRQHRIWKHHVVHQWLDOLVVXHVWKDWKDYHGHHSWKHRORJLFDOFRQFHTXHQFHVDQGLPSOLFDWLRQVWRWKHWDZK̡ƯG ,Q RUGHU WR IRUPXODWH WKH SURFHVV RI WKH XQLYHUVH FUHDWLRQ WKH SHUVSHFWLYH RI WKH 0XVOLPV ZDV VRUWLQJ LQWR WZRH[WUHPHJURXSVWUDGLWLRQDOLVWVDQGUDWLRQDOLVWV,QWKH,VODPLFSKLORVRSK\LQWHUPVRIWKHFUHDWLRQWKH FRVPRORJ\RIDO)ƗUƗEƯDQG,EQ6ƯQƗZDVLQÀXHQFHGE\WKHHPDQDWLRQRI3ORWLQXV¶SKLORVRSK\DQGLQWHUPVRI WKHVWUXFWXUHLVEDVHGRQWKHFRQFHSWRIDJHRFHQWULF3WRORPHXV:KLOHDO*KD]ƗOƯ¶VFRVPRORJ\UHSUHVHQWDWLYH of the traditionalist) based on the principle of the absolute will of God which is absolute. This study wants to UHYHDODERXWWKHFRVPRORJ\LQWKH,VODPLFSKLORVRSKHUVSHUVSHFWLYHDVRQHRIWKHFRVPRORJLFDOPDLQVWUHDP ZKLFKLVVSHFXODWLYHDQGUHYLYHVWKHVFKRRORI$ULVWRWOHEXWQRWFRQWUDU\WRWKHSULQFLSOHVRIDO4XU¶ƗQ Keywords: &RVPRORJ\0XVOLPSHUVSHFWLYH,VODPLFSKLORVRSKHUV Abstraksi: 6DODKVDWXSHUNDUDSHQWLQJ\DQJEDQ\DNGLVHEXWGDODPDO4XU¶ƗQDGDODKSHUVRDODQDODPVHPHVWD $\DW DO4XU¶ƗQ PHQJDMDN PDQXVLD DJDU PHPHUKDWLNDQ GDQ PHPLNLUNDQ WHQWDQJ SHQFLSWDDQ DODP VHPHVWD NDUHQDGLGDODPQ\DWHUGDSDWWDQGDWDQGDNHEHUDGDDQGDQNHNXDVDDQ$OODK.RVPRORJLDGDODKWHRULWHQWDQJ DVDOXVXO DODP VHPHVWD 'DODP ,VODP WHRUL LQL PHUXSDNDQ VDODK VDWX SHPEDKDVDQ SHQWLQJ \DQJ PHPLOLNL NRQVHNXHQVL WHRORJLV \DQJ GDODP GDQ EHULPSOLNDVL NHSDGD WDXKLG 'DODP UDQJND PHPIRUPXODVLNDQ SURVHV SHQFLSWDDQDODPVHPHVWDSHQGDSDWNDXP0XVOLPWHUSHFDKPHQMDGLGXDNHORPSRNNHFHQGHUXQJDQWUDGLVLRQDOLV GDQUDVLRQDOLV'DODPIDOVDIDW,VODPGDODPKDOSHQFLSWDDQNRVPRORJLDO)ƗUƗEƯGDQ,EQ6ƯQƗGLSHQJDUXKL ROHK IDOVDIDW HPDQDVL 3ORWLQXV GDQ GDODP KDO VWUXNWXU GLGDVDUNDQ NHSDGD NRQVHS JHRVHQWULV 3WRORPHXV 6HPHQWDUD NRVPRORJL DO*KD]ƗOƯ ZDNLO GDUL NHFHQGHUXQJDQ WUDGLVLRQDOLV GLGDVDUNDQ NHSDGD SULQVLS NHKHQGDNPXWODN7XKDQ\DQJEHUVLIDWPXWODN3HQHOLWLDQLQLEHUWXMXDQXQWXNPHQJXQJNDSNDQNRVPRORJLGDODP SHUVSHNWLIIDLODVXI,VODPVHEDJDLEDKDJLDQGDULVDODKVDWXPDLQVWUHDPNRVPRORJL\DQJEHUVLIDWVSHNXODWLIGDQ PHQJKLGXSNDQNHPEDOLPDG]KDE$ULVWRWHOHVQDPXQWLGDNEHUWHQWDQJDQGHQJDQSULQVLSSULQVLS\DQJWHUGDSDW GDODPDO4XU¶ƗQ Katakunci: .RVPRORJL3HUVSHNWLI0XVOLPFailasuf Islam Pendahuluan Salah satu perkara penting yang banyak GLVHEXW GDODP DO4XU¶ƗQ DGDODK SHUVRDODQ alam semesta. Ayat-ayat yang menyangkut alam semesta dan fenomenanya disebut ayat NDZQL\\DK.1 $\DW DO4XU¶ƗQ PHQJDMDN manusia agar memerhatikan dan memikirkan tentang penciptaan alam semesta, karena di dalamnya terdapat tanda-tanda keberadaan dan kekuasaan Allah. Ayat-ayat NDZQL\\DK EDQ\DN GLWHPXNDQ GDODP DO4XU¶ƗQ GDQ KDO Quraish Shihab, 0HPEXPLNDQ DO4XU¶DQ -DNDUWD0L]DQ 1 109 ini menunjukkan betapa pentingnya persoalan ini untuk diperhatikan oleh umat Islam. $KPDG%DLTXQLPHQ\HEXWNDQGHQJDQDGDQ\D ayat-ayat NDZQL\\DK dan dorongan untuk memikirkannya maka muncullah di kalangan umat Islam suatu kegiatan observasional yang disertai pengukuran. Dengan kegiatan tersebut, ilmu tidak lagi bersifat kontemplatif belaka, seperti yang diterima umat Islam dari warisan Yunani, tapi mulai memiliki ciri empiris, sehingga tersusunlah dasar-dasar sains. Metode ilmiah, berupa pengukuran yang teliti melalui observasi dan Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014 110 pertimbangan rasional mulai dikembangkan dan diterapkan, telah mengubah astrologi menjadi astronomi.2 Maka sejak abad ke12 M. muncul kajian tentang alam semesta yang bersifat observasional di kalangan umat Islam. Kajian mereka sudah dapat disebut kosmologi, bukan astronomi atau astrologi. 'DODP DO4XU¶ƗQ WLGDN GLWHPXNDQ NHWH rangan ayat secara rinci dan tegas yang menjelaskan bagaimana proses penciptaan alam beserta isinya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika terjadi perbedaan dan NHUDJDPDQ GDODP PHPDKDPLQ\D 1DPXQ disepakati, dalam memahami proses penciptaan alam bahwa Allah adalah .KƗOLT (Pencipta) dan alam merupakan mahkluk (ciptaan.) Kosmologi termasuk salah satu perkara atau isu penting tidak hanya dalam bahasan bidang pemikiran dalam Islam, akan tetapi juga dalam ilmu pengetahuan atau sains yang terkenal empirik eksperimental. Kosmologi dalam tulisan ini dimengerti sebagai teori tentang asal-usul alam semesta. Dalam memahami proses penciptaan alam, para pemikir Islam disibukkan oleh pertanyaan rasional mengenai hubungan Tuhan dan alam: $KPDG %DLTXQL ³.RQVHS.RQVHS .RVPRORJLV´ GDODP %XGK\ 0XQDZDU5DFKPDQ HG .RQVWHNWXDOLVDVL'RNWULQ,VODPGDODP6HMDUDK (Jakarta: 3DUDPDGLQD 6H\\HG+RVVHLQ1DVU6FLHQFHDQG&LYLOL]DWLRQ in Islam 1< 1HZ$PHULFDQ /LEUDU\ Kosmologi adalah ilmu yang memelajari alam semesta. /LK)HOL[3LUDQLGDQ&KULVWLQH5RFKH Mengenal Alam 6HPHVWD (judul asli: 7KH 8QLYHUVH IRU %HJLQQHUV), terj. $QGDQJ/3DUVRQ%DQGXQJ0L]DQ$GDSXQ astrologi adalah ramalan atau seni memahami peristiwaperistiwa, dan karakter yang diduga memiliki pengaruh terhadap suatu kelompok masyarakat dan menceritakan masa depan mereka berdasarkan posisi matahari, bulan dan bintang-bintang. Sedangkan astronomi adalah kajian ilmiah (VFLHQWL¿F VWXG\) tentang matahari, bulan, dan ELQWDQJELQWDQJVHUWDEHQGDEHQGDDQJNDVDODLQQ\D/LK /RQJPDQ*URXS/RQJPDQ'LFWLRQDU\RI&RQWHPSRUDU\ English, *UHDW%ULWDLQ/RQJPDQ/LPLWHG*URXS Peter Salim, 7KH &RQWHPSRUDU\ (QJOLVK ,QGRQHVLD 'LFWRQDU\ (Jakarta: Modern English Press, 2 EDJDLPDQD 7XKDQ PHQFLSWDNDQ DODP LQL" Apakah alam ini pada mulanya tidak ada kePXGLDQ 7XKDQ PHQFLSWDNDQQ\D"$SDNDK LWX artinya, pada mulanya Tuhan ‘sendirian’ kePXGLDQWLPEXONHLQJLQDQPHQFLSWDNDQDODP" .HQDSD 7XKDQ LQJLQ PHQFLSWDNDQ DODP" %DJDLPDQDDODPPXQFXOGDUL7XKDQ".DSDQ 7XKDQ PHQFLSWDNDQ DODP" 'DUL EDKDQ DSD NDK 7XKDQ PHQFLSWDNDQ DODP" 3HUWDQ\DDQ pertanyaan ini akan semakin panjang bila terus dikejar dalam upaya mencari jawaban yang rinci tentang penciptaan alam. Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas tidaklah mudah, karena suatu jawaban memiliki konsekuensi teologis. Jika tidak cermat, akan merusak citra keesaaan Tuhan. Kita ambil contoh, jika pada mulanya alam tidak ada, kemudian Tuhan menciptakan alam. Kata ‘mencipta’ ini akan menjadi perdebatan, kenapa baru muncul belakangan dan kemudian PXQFXOGDULSHUEXDWDQ7XKDQ"%XNDQNDKLWX artinya terjadi perubahan pada diri Tuhan, yang pada mulanya tidak mencipta lalu berubah menjadi pencipta. Padahal, dalam prinsip tauhid, mustahil terjadi perubahan pada diri Tuhan. Jadi usaha memahami dan memberi penjelasan yang nalar tentang hubungan Tuhan dan alam mengandung perspektif tauhid yang sangat tinggi. 0HQXUXW 6H\\HG +RVVHLQ 1DVU SULQVLS kosmologi Islam ialah menetapkan keesaan 7XKDQGDQPDUWDEDWDOZXMnjGgraduation of Being \DQJ VHFDUD PHWD¿VLN PHQHJDVNDQ bahwa realitas pada dasarnya hanya satu, namun secara kosmologis, alam yang dapat dirasa dan dipikirkan ini merupakan salah VDWX GDUL EHUDJDP DOZXMnjG \DQJ DGD Seluruh ilmu keislaman dan lebih khusus lagi kosmologi adalah untuk menunjukkan kesatuan dan saling keterkaitan dari segala eksistensi yang membawa kepada keesaan Ilahi. Dalam wacana kosmologi Islam, untuk 6H\\HG+RVVHLQ1DVU6FLHQFHDQG&LYLOL]DWLRQ in Islam, 22. Fuad Mahbub Siraj, Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam sampai kepada kesepakatan yang terasa begitu sederhana itu, telah timbul perdebatan intelektual yang tajam dan sengit dan bahkan DGD \DQJ GLWXGXK ND¿U EHUNHQDDQ GHQJDQ pendapat mereka mengenai penciptaan. Dalam memformulasikan asal usul atau kejadian kosmos atau alam semesta, umat Islam terpecah ke dalam dua kelompok: kelompok pertama berpendapat bahwa Allah menjadikan alam semesta (kosmos) dari ketiadaan secara langsung (FUHDWLRH[QLKLOR PLQ DOµDGDP LOƗ DOZXMnjG.) Sementara kelompok kedua berpandangan bahwa Allah menjadikan alam semesta (kosmos) dari ada secara tidak langsung (PLQ DOƯMƗG LOƗ DO ZXMnjG) Kelompok pertama didendangkan oleh teolog al-Asy‘ariyyah yang bercorak tradisionalis. Sistem teologi yang mereka pegangi ialah daya akal lemah, kehendak mutlak Tuhan, dan cenderung berpaham fatalisme atau jabariyyah dan kebiasaan (µƗGDK alam yang dapat berubah-ubah atau tidak dapat diduga. Sedangkan kelompok kedua disuarakan oleh teolog Mu‘tazilah yang bercorak rasionalis. Sistem teologi yang mereka pegang ialah daya akal kuat, otonomi manusia—dalam arti manusia bebas mengembangkan dan menggunakan daya pemberian Tuhan padanya atau keadilan Tuhan— cenderung berpaham Qadariyyah \DQJGL%DUDWGLLVWLODKNDQfree will dan free actGDQVXQQDWXOOƗKDWDXKXNXPDODPDGDODK ciptaan Allah yang bersifat tetap. Paham yang sama dikemukakan pula oleh failasuf Islam, (Failasuf Islam ialah kaum intelektual Islam yang berkecimpung di dunia falsafat Islam. Para penulis Islam telah berbeda pendapat dalam penamaan disiplin ilmu ini. $O*KD]ƗOƯ 7DKƗIXW DO)DOƗVLIDK, ditahҝTƯT 6XOD\PƗQ'XQ\Ɨ.DLUR'ƗUDO0DµƗULI.DXWVDU $]KDUL 1RHU ,EQ DOµ$UDEL :DKGDW DO:XMXG GDODP Perdebatan-DNDUWD3DUDPDGLQD /LK0XVҚtѽDIƗµ$EGDO5Ɨ]LT7DPKƯGOL7ƗUƯNK al-)DOVDIDW DO,VOƗPL\\DK (Kairo: MuhҝDPPDG µ$OƯ SҚubhҝƯ/LKMXJD$KҝPDG)X¶ƗGDO$KҚZƗQƯ DO)DOVDIDK DO,VOƗPL\\DK (Kairo: al-Maktabah al7VDTD¿\\DK 111 Di antara mereka ada yang menamakannya dengan falsafat Arab. Argumen yang mereka kedepankan mengacu pada bahasa dan suku bangsa. Sementara yang lain, menamakannya dengan falsafat Islam. Argumen yang mereka majukan mengacu pada dunia Islam, tanpa membedakan bahasa, suku bangsa dan agama, sedangkan failasufnya kebanyakan bukan EHUNHEDQJVDDQ $UDE %HUDQJNDW GDUL NHGXD argumen ini, maka lebih tepat disebut dengan )DOVDIDW ,VODP GDQ NDXP VX¿8 Penafsiran mereka bahkan lebih moderat daripada penafsiran teolog Mu‘tazilah yang rasionalis. .DXPVX¿VHODLQPRGHUDWMXJDPHQHNDQNDQ WDV\EƯK dan kesucian jiwa serta kedekatan dengan Allah, karena banyak melakukan ibadah-ibadah. Kaum al-Asy‘ariyyah yang tradisionalis berpendapat bahwa alam semesta adalah h̡DGƯWV (baharu.) Alam, menurut mereka, tidak dijadikan dari DV\\Ɨ¶ Dµ\ƗQ MDZƗKLU, wa DµUƗG̟ 10 (sesuatu, hakikat, jawhar dan ‘aradқ), tetapi Allah menjadikannya dari nihil menjadi ada (DOƯMƗGPLQDOµDGDPFUHDWLRH[ nihilo GHQJDQ NRGUDW GDQ LUDGDW1\D .HGXD sifat ini dikedepankan oleh aliran ini dalam rangka menganter kritikan teolog Mu‘tazilah yang berprinsip bahwa penciptaan dari ketiadaan menimbulkan perubahan pada zat 6X¿ LDODK RUDQJRUDQJ ,VODP \DQJ FHQGHUXQJ berusaha mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin dengan banyak beribadah dan membersihkan jiwa sebersih-bersihnya. $O$V\µDUƯ\DK DGDODK VDODK VDWX NHORPSRN WHRORJL,VODP\DQJGLEHQWXNROHK$Enj+ҐDVDQDO$V\µDUƯ 0 PDQWDQ WHRORJ 0XµWD]LODK 0HQXUXW +DUXQ 1DVXWLRQ VHEDE DO$V\µDUƯ PHPEHQWXN WHRORJL yang baru, karena aliran Mu‘tazilah tidak dapat diterima dan sulit dicerna oleh umumnya umat Islam yang bersifat VHGHUKDQDGDODPEHUSLNLU.HWLNDDO0XWDZDNNLO 0SDGDWDKXQ0PHPEDWDONDQDOLUDQ0XµWD]LODK sebagai madzhab negara, sementara teologi yang teratur sebagai pegangan umat Islam tidak ada, maka untuk menghindarkan bahaya bagi umat Islam dibentuklah WHRORJL EDUX ROHK $Enj +ҐDVDQ DO$V\µDUƯ \DQJ FRFRN dengan umumnya umat Islam. +DUXQ1DVXWLRQTeologi Islam -DNDUWD <D\DVDQ 8QLYHUVLWDV ,QGRQHVLD 10 µ$EG DO4ƗKLU DO%DJKGƗGƯ DO)DUT ED\Q DO )LUDT%HLUXW'ƗUDOƖIƗTDO-DGƯGDK 8 Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014 112 $OODK 0HQXUXW DO*KD]ƗOƯ SDNDU WHRORJL DO$V\µDUƯ $OODK PHQMDGLNDQ DODP VHPHVWD selain dengan sifat kudrat, juga diperlukan VLIDW LUDGDW \DQJ TDGLP \DQJ EHUEHGD GDUL sifat-sifat manusia yang hҝDGƯWV EDKDUX Dengan sifat-sifat ini zat Allah terpelihara dari sasaran perubahan, karena iradat yang TDGLPEHEDVPHPLOLKGDQPHQHQWXNDQZDNWX yang Ia kehendaki dalam menjadikan alam semesta ini, tanpa perlu dipertanyakan sebab pilihan tersebut selain dari iradat itu sendiri.11 Konsep ini selaras dengan prinsip mereka: OƗ TDGƯPD LOOƗ $OOƗK WLGDN DGD \DQJ TDGLP selain Allah.)12 ,PSOLNDVL GDUL TDGLP DODP menurut mereka, membawa pada paham politeisme dan ateisme. Dikatakan politeisme karena alam semesta juga adalah Tuhan dan akan terdapat dua Tuhan. Demikian pula dikatakan ateisme karena alam semesta tidak diciptakan atau tidak perlu adanya pencipta dan Allah tidak Pencipta (6̞ƗQLµ)13 Hal ini GLMDGLNDQ VDODK VDWX DODVDQ ROHK$Enj +ҐDPƯG ibn MuhҝDPPDG DO*KD]ƗOƯ + 0+0\DQJPHQ\DQGDQJJHODU +̔XMMDKDO,VOƗP (Argumentasi Islam), ‘juru bicara’ al-Asy‘ariyyah yang paling artikulatif, XQWXN PHUHNDWNDQ ODEHO ND¿U WHUKDGDS SDUD failasuf Islam dalam salah satu dari tiga butir $O*KD]ƗOƯ 7DKƗIXW DO)DOƗVLIDK tahҝTƯT ROHK 6XOD\PƗQ'XQ\Ɨ .DLUR'ƗUDO0DµƗULI 12 +DUXQ 1DVXWLRQ Falsafat dan Mistisisme dalam Islam-DNDUWD%XODQ%LQWDQJ +DUXQ 1DVXWLRQ Falsafat dan Mistisisme dalam Islam,. +̔XMMDK DO,VOƗP GLSHUROHK DO*KD]ƗOƯ NDUHQD pembelaannya yang mengagumkan terhadap Islam, terutama kaum 6\ƯµDK %ƗẂiniyyah dan kaum failasuf ,VODP .DXP \DQJ GLVHEXW SHUWDPD LD VHUDQJ DTLGDK mereka yang meyakini bahwa imam itu PDµV̞njP WHUSHOLKDUDGDULVHJDODGRVD/LKDO*KD]ƗOLFadҐƗ¶LK̡ DO%ƗẂiniyyah, (ed.) ‘Abd al-RahҝPƗQ %ƗGDZƯ .DLUR 4DZQL\\DK$Enj+ҐƗPLG0XKҝammad ibn Muhҝammad ibn MuhҚDPPG DO*KD]ƗOƯ DO0XQTL]Қ min DO'ҐDOƗO %HLUXW DO0DNWDEDK DO6\DµEL\\DK WW Sedangkan kaum yang disebut kedua dikritik dengan GDKV\DWROHKDO*KD]ƗOƯWHUKDGDSIDOVDIDWPHUHNDGDODP WLJD EXWLU PDVDODK \DNQL NHTDGLPDQ DODP$OODK WLGDN mengetahui yang parsial dan mengingkari kebangkitan MDVPDQLGLDNKLUDW/LKDO*KD]ƗOƯ7DKƗIXWDO)DOƗVLIDK, DO*KD]ƗOƯDO0XQTL]ҚPLQDO'ҐDOƗO 11 PDVDODK\DNQLTLGDPDODP Sebaliknya teolog Mu‘tazilah yang rasionalis berpendapat bahwa alam semesta dijadikan Allah dari sesuatu yang telah ada (DOPƗGGDKDOnjOƗ) yang mereka sebut dengan PDµGnjP. Yang dimaksud dengan PDµGnjP ialah: V\D\¶G]ƗWZDµD\Q17 (sesuatu, zat dan KDNLNDW%DKNDQDGD\DQJPHQJDWDNDQDODP PDµGnjPLWXWHODKPHPXQ\DLDOZXMnjGKDQ\D saja belum memunyai s̞njUDK seperti alam empiris.18 Implikasi dari penciptaan secara langsung dari tiada, menurut teolog rasionalis ini, menjadikan zat Allah sebagai sasaran perubahan, karena hal ini mengandung pengertian adanya hubungan langsung antara Allah Yang Maha Esa dan Maha Sempurna dengan alam yang beragam dan serba kekurangan. Hal ini, menurut mereka, merusak citra tauhid. $O*KD]ƗOƯ7DKƗIXWDO)DOƗVLIDK Mu‘tazilah salah satu kelompok teologi Islam \DQJGLEHQWXNROHK:ƗVҚil ibn ‘AtѽƗ¶GDQµ$PULEQµ8ED\G yang rasionalis setelah terjadi perbedaan pendapat dengan gurunya HҐDVDQDO%DVҚUƯ\DQJWHNVWXDOLVGL%DVҚrah tentang hukum pelaku dosa besar. Dengan demikian berarti timbul teologi ini didasarkan atas persoalan DJDPD \DQJ EHUFRUDN SROLWLN /LK$KҝPDG ƖPƯQ Fajr DO,VOƗP .DLUR 0DNWDEDK DO1DKGқah al-MisҚriyyah, 0HQXUXW$KҝPDGƖPƯQQDPD0XµWD]LODKLQL sudah ada 100 tahun sebelum lahir pengajian HҐasan al%DVҚUƯ1DPDLQLGLEHULNDQNHSDGDJRORQJDQ\DQJWLGDN mau ikut campur dalam pertikaian politik yang terjadi GL ]DPDQ µ8WVPƗQ LEQ µ$IIƗQ GDQ µ$OƯ LEQ$EƯ 7ҐƗOLE Mereka bersifat bebas dan tidak berpihak kepada salah satu yang bertikai. Dengan demikian berarti timbul nama LQL GLGDVDUNDQ DWDV SROLWLN \DQJ EHUFRUDN DJDPD /LK AhҝPDG ƖPƯQ )DMU DO,VOƗP +DUXQ 1DVXWLRQ Teologi Islam,7HRORJLLQLGLMXOXNLµ5DVLRQDOLV,VODP¶ karena ia banyak memakai akal, yang harus dibedakan GDUL UDVLRQDOLV %DUDW 5DVLRQDOLV ,VODP PHQJDNXL DWDX membenarkan rasionalitas, dalam arti kebenaran rasio adalah kebenaran yang relatif, sedangkan kebenaran ZDK\X DGDODK NHEHQDUDQ PXWODN /LK 1XUFKROLVK Madjid, ,VODP .HPRGHUQDQ GDQ .HLQGRQHVLDDQ %DQGXQJ0L]DQ µ$EGDO.DUƯPDO6\DKUDVWƗQƯ.LWƗE1LKƗ\DK DO,TGƗPIƯµ,OPDO.DOƗPWW 18 µ$EGDO.DUƯPDO6\DKUDVWƗQƯ.LWƗE1LKƗ\DK DO,TGƗPIƯµ,OPDO.DOƗP Sebagian kaum Mu‘tazilah cenderung mengaitkan masalah penciptaan alam semesta dengan DTLGDK WDXKLG 0HQXUXW PHUHND VLIDW $OODK LGHQWLN Fuad Mahbub Siraj, Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam Seperti halnya kaum Mu‘tazilah, failasuf ,VODPGDQVX¿MXJDEHUSHQGDSDWEDKZD$OODK menjadikan alam semesta dari sesuatu yang ada (DOƯMƗGPLQDOV\D\¶) Konsep ini serasi dengan pandangan mereka bahwa tiada atau nihil jika tidak mungkin bisa berubah menjadi ada, yang terjadi ialah ada berubah menjadi ada dalam bentuk (s̞njUDK) yang lain.20 Pada kesempatan ini penulis hanya memfokuskan kepada kosmologi dalam perspektif para failasuf Islam, khususnya para failasuf 3HULSDWHWLN ,VODP \DNQL DO)ƗUƗEƯ ,EQ 6ƯQƗ ,NKZƗQ DO6ҐDIƗ¶ GDQ ,EQ 5XV\G 3HPLNLUDQ mereka telah memberikan warna tersendiri dalam kajian tentang kosmologi dalam Islam. $O)ƗUƗEƯGDQ,EQ6ƯQƗ3HQFLSWDDQ6HFDUD Emanasi Konsep kosmologi failasuf Islam khuVXVQ\D DO)ƗUƗEƯ GDQ ,EQ 6ƯQƗ GDSDW GLODFDN dari falsafat emanasi (al-faydҐ.) ‘Ramuan’ Plotinus inilah yang mengilhami dan sangat memengaruhi bangunan kosmologi kaum failasuf Islam, yang telah mencapai kesemSXUQDDQDWDVSHQJHODERUDVLDQDO)ƗUƗEƯ +0+0\DQJGDODPGXQLD intelektual Islam dinilai sebagai DO0XµDOOLP DO7VƗQƯ21 *XUX .HGXD GDQ ,EQ 6ƯQƗ +0+0\DQJPHPHUROHK GHQJDQ ]DW1\D -LND VLIDW GLWDIVLUNDQ EHUEHGD GDUL ]DW \DQJ TDGLP EHUDUWL WHUMDGL EDQ\DN \DQJ TDGLP (WDµDGGXG DOTXGDPƗ¶ PXOWLSOLFLW\ RI HWHUQDOV) 6HODQMXWQ\D PHPEDZD SXOD SDGD SDKDP V\LULN /LK µ$OƯ 0XVҚtѽDIƗ DO*KXUƗEƯ 7ƗUƯNK DO)LUT DO,VOƗPL\\DK (Kairo: MuhҝDPPDGµ$OƯ6ҚubhҝZD$ZOƗGXKXWWS $EƯDO)DWKҝ µ$EGDO.DUƯPLEQ$EƯ%DNU$Kҝmad DO6\DKUDVWƗQƯ al-Milal wal al-Nih̡al, %HLUXW 'ƗU DO )LNUWW 20 $EnjDO:DOƯG0XKҝammad ibn Rusyd, 7DKƗIXW DO7DKƗIXW Juz I, tahҝTƯT 6XOD\PƗQ 'XQ\Ɨ .DLUR 'ƗU DO0DµƗULI 21 Gelar kehormatan sebagai DO0XµDOOLP DO 7VƗQƯ diperolehnya karena keahliannya dalam bidang logika (metode pemikiran yang sistematis dan rasional), dan Aristoteles sebagai DO0XµDOOLP DO$ZZDOnya. %DQG µ$OƯ $Enj 5D\\ƗQ DO)DOVDIDK DO,VOƗPL\\DK 6\DNKV̡L\\DWXKƗ ZD 0DG]ƗKLEXKƗ (Iskandariyyah, tt.), 0DMLG )DNKU\ $ +LVWRU\ RI ,VODPLF 3KLORVRSK\ WHUM0XO\DGL.DUWDQHJDUD-DNDUWD3XVWDND-D\DO 113 gelar kehormatan sebagai DO6\D\NKDO5D¶ƯV22 6\HNK.L\DL\DQJ8WDPD $OODK GDODP IDOVDIDW DO)ƗUƗEƯ \DQJ EHUQDPD OHQJNDS $Enj 1DVҚr Muhҝammad ibn Muhҝammad ibn Tarkhan ibn Awzalagh, menciptakan alam semesta melalui emanasi, GDODP DUWL DOZXMnjG $OODK PHQFLSWDNDQ DO ZXMnjG DODP VHFDUD OLPSDKDQ (PDQDVL LQL terjadi melalui pemikiran atau WDµDTTXO $OODKWHQWDQJ]DW1\D3HPLNLUDQ$OODK<DQJ 0DKD (VD WHQWDQJ GLUL1\D LWX PHUXSDNDQ daya atau energi yang amat dahsyat. Dari daya inilah Allah menciptakan alam secara tidak langsung.Telah disebutkan, dalam al4XU¶ƗQ EDQ\DN GLWHPXNDQ NDWDNDWD GDODP arti berpikir. Masing-masingnya memiliki arti dan penekanan yang berbeda. Karenanya, berpikir tentang Allah hanya dengan kata alµDTO dan DOG]LNUdan tidak mungkin dengan al¿NU%HUSLNLUDOµDTObersifat abstrak dan akal manusia dapat sampai kepada Allah. Ini yang digunakan para failasuf Islam. Dalam falsafat Islam Allah disebut ‘$TO(Kemahacerdasan.) Penyebutan ini erat kaitannya dengan keterpesonaan mereka tentang keteraturan dan kerapian ciptaan Allah di alam semesta ini yang tidak bisa dibandingan dengan apa dan siapa pun. Sementara berpikir DOG]LNU juga bersifat abstrak, tetapi berpikir dengan daya yang berpusat pada kalbu dengan cara membersihkan rohani sebersih-bersihnya dengan banyak beribadah dan berdzikir. Cara LQLODK\DQJGLJXQDNDQNDXPVX¿\DQJGHQJDQ NHEHUVLKDQ URKQ\D LWX URK VX¿ GDSDW GHNDW dengan Allah, bahkan roh bisa manunggal dengan roh Allah. Sedangkan berpikir DO¿NU bersifat empiris dan tidak mungkin sampai kepada Allah. Cara ini yang digunakan oleh VDLQWLV0HQXUXW6D\LG=D\LGVHEDJDLGLNXWLS Harun 1DVXWLRQ WDµDTTXO Allah tentang ]DW1\DLWXDGDODKLOPX$OODKWHQWDQJGLUL1\D Popularitasnya sebagai DO6\D\NK DO5D¶ƯV diterimanya karena prestasinya di bidang ilmu pengetahuan dan falsafat mencapai puncaknya yang WHUWLQJJL/LK1XUFKROLVK0DGMLG.KD]DQDK,QWHOHNWXDO Islam-DNDUWD%XODQ%LQWDQJO 22 Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014 114 dan ilmu itu adalah daya DOTXGUDK yang menciptakan segalanya, agar sesuatu tercipta cukup sesuatu itu diketahui Allah. 0DNVXGDO)ƗUƗEƯPHQJHPXNDNDQSDKDP emanasi ini adalah untuk menghindarkan arti banyak dalam zat Allah. Karenanya Allah tidak bisa secara langsung menciptakan alam yang banyak jumlah unsurnya. Jika Allah Yang Maha Esa berhubungan langsung dengan alam yang plural ini, tentu dalam zat Allah terdapat hal yang plural. Hal ini merusak citra tauhid. Demikian pula Allah Maha Sempurna tidak mungkin berhubungan langsung dengan alam yang tidak sempurna. Jika Yang Maha Sempurna berhubungan langsung dengan yang tidak sempurna, juga merusak citra tauhid. Karenanya bagi failasuf Islam, Allah menciptakan alam secara tidak ODQJVXQJ VXQQDWXOOƗK GDQ KDO LQL WLGDN EHUWHQWDQJDQGHQJDQDO4XU¶ƗQ'DODP,VODP boleh kita berpendapat antara penciptaan secara langsung dan penciptaan secara tidak langsung. Apapun pendapat yang dipilih tidak melanggar ayat dan tidak keluar dari Islam selama tetap menerima dan meyakini Allah Maha Pencipta. Kiranya pendapat 1XUFKROLVK0DGMLGWHQWDQJLQLGDSDWGLWHULPD ketika ia mengatakan bahwa failasuf Islam terdorong memelajari dan menerima doktrin Plotinus ini karena pahamnya memberikan kesan tauhid. Terdapat perbedaan prinsip antara emaQDVL 3ORWLQXV GDQ DO)ƗUƗEƯ MXJD IDLODVXI ,VODP ODLQQ\D %DJL 3ORWLQXV DODP EXNDQ diciptakan tetapi dipancarkan atau melimpah dari Yang Satu, yang melahirkan paham panteisme (alam sama dengan Allah dan Allah sama dengan alam.) Pada pihak lain ia (emanasi) juga mengindikasikan bahwa Yang Satu bersifat pasif dan alam bersifat aktif. Pendapat seperti ini tidak dapat ditolerir dalam +DUXQ 1DVXWLRQ ³6HNLWDU 3HQGDSDW Failasuf Islam tentang Emanasi dan Kekalnya Alam,” 6WXGL ,VODPLND1R,$,1-DNDUWD 1XUFKROLVK 0DGMLG .KD]DQDK ,QWHOHNWXDO Islam, Islam, karena bertentangan dengan ajaran SRNRN ,VODP GDODP DO4XU¶ƗQ 6HGDQJNDQ SHQHNDQDQ HPDQDVL DO)ƗUƗEƯ DGDODK $OODK Pencipta alam, dan cara penciptaannya secara emanasi. Dengan demikian Allah adalah Khalik dan alam adalah makhluk: antara keduanya terdapat perbedaaan yang prinsip. Pada pihak lain juga menunjukkan Allah bersifat aktif, bahkan selamanya demikian, sedangkan alam bersifat pasif. Paham seperti LQL WLGDN EHUWHQWDQJDQ GHQJDQ DO4XU¶ƗQ Adapun sistematika penciptaan secara emanasi tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut: Allah Yang Maha Esa cukup memikirkan (WDµDTTXO ]DW1\D \DQJ PHUXSDNDQ GD\D dan daya WDµDTTXO Allah itu menciptakan Akal Pertama. Obyek WDµDTTXO Allah Yang Esa (ah̡ad) mesti satu pula, yang setara 0DKD 6HPSXUQD GDQ (VD GHQJDQ1\D \DNQL ]DW1\D +DO LQL VHMDODQ GHQJDQ SULQVLS ciptaan emanasi: dari Yang Satu (Esa) hanya tercipta darinya satu pula (DOZƗK̡LGOƗ\DV̞dur µDQKXLOOƗZƗK̡id.) Sebagai Allah Yang Maha Esa, Akal Pertama juga satu dalam bilangan, tetapi di dalamnya terkandung arti banyak. $NDO 3HUWDPD DGDODK DOZXMnjG NHGXD$OODK VHEDJDLDOZXMnjGSHUWDPDODOX$NDO3HUWDPD memunyai dua obyek pemikiran WDµDTTXO, yakni Allah dan dirinya sendiri. Akal Pertama berWDµDTTXO tentang Allah, yang juga merupakan TXGUDK mewujudkan Akal Kedua dan berWDµDTTXO tentang dirinya PHZXMXGNDQ /DQJLW 3HUWDPD $NDO .HGXD berWDµDTTXO tentang Allah mewujudkan Akal Ketiga dan berWDµDTTXO tentang dirinya PHZXMXGNDQ %LQWDQJ%LQWDQJ $NDO .HWLJD berWDµDTTXO tentang Allah mewujudkan Akal Keempat dan berWDµDTTXO tentang dirinya mewujudkan Saturnus. Akal Keempat berWDµDTTXO tentang Allah mewujudkan Akal Kelima dan berWDµDTTXO tentang dirinya mewujudkan Jupiter. Akal kelima berWDµDTTXO tentang Allah mewujudkan Akal Keenam dan berWDµDTTXO tentang dirinya mewujudkan Mars. Akal Keenam ber- Fuad Mahbub Siraj, Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam 115 Tabel 1: (PDQDVLDO)ƗUƗEƯ %HUSLNLU7HQWDQJ (subyek) Akal yang ke: Sifat Allah sebagai :DMLEDO:XMnjG menghasilkan: Dirinya sendiri sebagai mumkin DOZXMnjGPHQJKDVLONDQ I 0XPNLQDOZXMnjG Akal II /DQJLW3HUWDPD II 0XPNLQDOZXMnjG Akal III %LQWDQJ%LQWDQJ III 0XPNLQDOZXMnjG Akal IV Saturnus IV 0XPNLQDOZXMnjG Akal V Yupiter V 0XPNLQDOZXMnjG Akal VI Mars VI 0XPNLQDOZXMnjG Akal VII Matahari VII 0XPNLQDOZXMnjG Akal VIII Venus VIII 0XPNLQDOZXMnjG Akal IX Merkuri IX 0XPNLQDOZXMnjG Akal X %XODQ X 0XPNLQDOZXMnjG Masing-masing akal mengurusi satu planet %XPLURKPDWHULSHUWDPD\DQJ Akal Ke-sepuluh tidak lagi menjadi keempat unsur: udara, api, memancarkan akal-akal berikutnya, air dan tanah karena kekuatannya sudah melemah. WDµDTTXO tentang Allah mewujudkan Akal Ketujuh dan berWDµDTTXO tentang dirinya mewujudkan Matahari. Akal Ketujuh berWDµDTTXO tentang Allah mewujudkan Akal Kedelapan dan berWDµDTTXO tentang dirinya mewujudkan Venus. Akal Kedelapan berWDµDTTXO tentang Allah mewujudkan Akal Kesembilan dan berWDµDTTXO tentang dirinya mewujudkan Merkuri. Akal Kesembilan berWDµDTTXO tentang Allah mewujudkan Akal Kesepuluh dan berWDµDTTXO tentang dirinya PHZXMXGNDQ%XODQ$NDO.HVHSXOXKWHUKHQWL proses penciptaan emanasi, karena daya akal ciptaan Allah ini sudah melemah untuk mewujudkan akal yang sejenisnya dan berWDµDTTXOtentang dirinya PHZXMXGNDQ%XPL roh-roh, dan Materi Pertama yang menjadi dasar dari keempat unsur pokok: air, udara, api dan tanah. Masing-masing akal yang berjumlah sepuluh itu mengatur satu planet. Akal-akal ini adalah simbol dari para malaikat yang mendapatkan tugas tambahan dari Allah dan Akal Kesepuluh, yang juga dinamakan Akal )DµµƗO GLVHEXW GHQJDQ 0DODLNDW -LEUƯO \DQJ $O)ƗUƗEƯ ƖUƗ¶ $KO DO0DGƯQDK DO)ƗGҝilah (Kairo: Maktabah MuhҝDPPDGµ$OƯ6ҚƗELKҝZD$ZOƗGXKX tt.), 22. keterangan sebagai tugas tambahannya ialah mengatur %XPL Untuk lebih jelasnya dapat dilihat WDEHOHPDQDVLDO)ƗUƗEƯ Sejalan dengan konsep penciptaan secara emanasi, bahwa Allah menciptakan alam semesta sekaligus (GDIµDK ZƗK̡idah) dari energi yang maha dahsyat sebagai hasil WDµDTTXO $OODK WHQWDQJ ]DW1\D \DQJ kemudian memadat menjadi materi. Selanjutnya berevolusi menjadi alam semesta seperti sekarang ini. Demikian juga menurut failasuf Islam Allah menciptakan alam VHPHVWDNHWLND$OODKLWXDOZXMnjGNDUHQDEDJL mereka tidak mungkin ada jarak waktu antara DOZXMnjG$OODKGHQJDQDOZXMnjGPDWHULDODP KDVLO FLSWDDQ1\D .RQVHS VHSHUWL LQL DNDQ mengindikasikan bahwa terjadi perubahan pada zat Allah Yang Maha Sempurna dari tidak mencipta (tidak khalik) menjadi khalik (mencipta). 6HEDJDLPDQD DO)ƗUƗEƯ ,EQ 6ƯQƗ MXJD menganut falsafat penciptaan secara emanasi. Pada prinsipnya struktur dan sistem penciptaan emanasi mereka sama, termasuk juga 7- 'H %RHU 7ƗUƯNK DO)DOVDIDK IƯ DO,VOƗP terj. ke Arab oleh MuhҝDPPDGµ$EGDO+ƗGƯ$Enj=D\GDK .DLUR /DMQDK DO7D¶OƯI ZD DO7DUMDPDK ZD DO1DV\U +DUXQ1DVXWLRQ$NDOGDQ:DK\X'DODP Islam, 12. Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014 116 obyek WDµDTTXOAllah Yang Esa (DOZƗK̡idah OƗ \DV̞GXU µDQKX LOOƗ ZƗK̡id, dari Yang Satu hanya muncul satu), namun mereka hanya berbeda dalam menetapkan obyek pemikiran DNDODNDO%DJLDO)ƗUƗEƯDNDODNDOPHPXQ\DL dua obyek pemikiran (WDµDTTXO, yakni Allah GDQGLULQ\DVHGDQJNDQ,EQ6ƯQƗPHQHWDSNDQ tiga obyeknya, yakni Allah sebagai ZƗMLE DOZXMnjGOLG]ƗWLKL, dirinya sebagai ZƗMLEDO ZXMnjGOLJKD\ULKLdan dirinya sebagai PXPNLQ DOZXMnjG Dari pemikiran (WDµDTTXO) tentang Allah sebagai ZƗMLE DOZXMnjG OL G]ƗWLKL timbul akal-akal, dari pemikiran (WDµDTTXO) tentang dirinya sebagai ZƗMLEDOZXMnjGOLJKD\rihi timbul jiwa-jiwa, yang berfungsi sebagai penggerak planet-planet dan dari pemikiran (WDµDTTXO tentang dirinya sebagai PXPNLQ DOZXMnjG timbul planet-planet. Untuk lebih MHODVGDSDWGLOLKDWWDEHOHPDQDVL,EQ6ƯQƗ 3HQFLSWDDQHPDQDVL,EQ6ƯQƗMXJDPHQJhasilkan sepuluh akal dan sembilan planet serta satu bumi. Sembilan akal mengurusi sembilan planet dan Akal Kesepuluh mengurusi EXPL%HUEHGDGDULSHQGDKXOXQ\DDO)ƗUƗEƯ EDJL,EQ6ƯQƗPDVLQJPDVLQJMLZDEHUIXQJVL sebagai penggerak satu planet, karena akal (imateri) tidak bisa langsung menggerakkan planet yang bersifat materi. Sesuai dengan falsafat penciptaan emanasi, menurut failasuf Islam, alam ini TDGLP NDUHQD $OODK PHQFLSWDNDQ DOZXMnjG DODPVHFDUDSDQFDUDQVHMDNTLGDPGDQD]DOL $QWDUDTDGLP$OODKGDQTDGLPDODPWHUGDSDW perbedaan besar, yakni terletak pada sebab yang membuat alam tercipta. Qadim alam tidak memunyai permulaan dalam zaman (WDTDGGXP ]DPƗQƯ) Sedangkan dari segi esensi, karena Allah menciptakannya secara limpahan, maka alam baharu (h̡DGƯWV) Sementara itu dari segi esensi bukan dari segi zaman, esensi Allah sebagai Pencipta lebih dahulu daripada esensi alam sebagai ciptaan (WDTDGGXP G]ƗWƯ) Jadi alam adalah baharu GDQTDGLP\DQJGLVHEXWMXJDGHQJDQFLSWDDQ azali (muh̡GDWV µD]DOƯ Dengan kata lain $OODK TDGLP muh̡dits (Pencipta), sedangkan DODPTDGLPmuh̡dats (diciptakan.) .RVPRORJL0HQXUXW,NKZƗQDO6ҐDIƗ¶ Penciptaan secara emanasi yang lebih VHPSXUQDWHUGDSDWGDODPIDOVDIDW,NKZƗQDO SҐDIƗ¶ VHNHORPSRN SHPLNLU 0XVOLP UDKDVLD EHUDVDO GDUL VHNWH 6\ƯµDK ,VPƗµƯOL\\DK GL %DVҚrah.)28 Falsafat emanasinya terpengaruh oleh Plotinus dan Pythagoras. Allah adalah Pencipta dan mutlak esa (ah̡ad.) Ia satuVDWXQ\DDOZXMnjG\DQJHWHUQDOGDQWLGDNDGD VHVXDWX DWULEXW \DQJ PHOHNDW SDGD1\D Dengan kemauan sendiri Allah menciptakan Akal Aktif secara emanasi. Akal ini adalah cahaya Allah, yang kemunculannya (penciptaannya) seperti kemunculan angka dua dari angka satu. Dengan demikian, kalau Allah TDGLP EƗT, lengkap (WƗPP) dan sempurna (NƗPLO, maka Akal Aktif juga demikian halnya (duplikat Allah.) Pada Akal Aktif ini lengkap segala potensi yang akan muncul SDGD DOZXMnjG EHULNXWQ\D $NDO $NWLI MXJD sebagai pembatas dan perantara, manifestasi awal yang tunggal sebagaimana keesaan Allah, yang menyucikan Allah dari makna plural. /HZDWSHUDQWDUDDQ$NDO$NWLI$OODKPHQ ciptakan secara emanasi Jiwa Universal dan sekaligus menerima energi dari Akal Aktif, QDPXQ MLZD ZDODXSXQ TDGLP GDQ OHQJNDS tetapi tidak sempurna. Jiwa ini memengaruhi dan menjiwai seluruh alam semesta mulai dari alam tinggi (DOµƗODP DOµXOXZZƯ), seperti benda-benda langit sampai alam rendah (alµƗODP DOVXÀƯ, seperti bumi beserta isinya, sehingga kedua alam ini tidak terpisah. Kemudian dari Jiwa Universal terciptalah secara emanasi Materi Pertama (DOKD\njOƗ DOnjOƗ). Ia juga jauhar rohani, sederhana (EDVƯẂ) GDQ TDGLP WHWDSL WLGDN OHQJNDS GDQ 6LUDMXGGLQ =DU )LVDIDW ,VODP )LORVRI GDQ Filsafatnya, &HW .H -DNDUWD 5DMDZDOL , 28 7- 'H %RHU 7ƗUƯNK DO)DOVDIDK IƯ DO,VOƗP Fuad Mahbub Siraj, Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam 117 Tabel 2: (PDQDVL,EQ6ƯQƗ 6XE\HN $NDO <DQJNH Sifat $OODK6HEDJDL :ƗMLEDO:XMnjG 0HQJKDVLONDQ III :ƗMLE DO:XMnjG Mumkin al:XMnjG Sda Akal IV IV Sda Akal V V Sda Akal VI VI Sda Akal VII VII Sda Akal VIII VIII Sda Akal IX IX Sda Akal X X Sda - I II Akal II Akal III 'LULQ\DVHQGLUL VHEDJDL:ƗMLE ZXMnjGOLJKD\ULKL PHQJKDVLONDQ .HWHUDQJDQ Jiwa I yang meng/DQJLW3HUWDPD Masing-masing jiwa gerakkan : berfungsi sebagai Jiwa II yang %LQWDQJELQWDQJ penggerak satu planet menggerakkan : Saturnus karena (immateri Jiwa III yang tidak bisa langsung menggerakkan : Yupiter menggerakkan jisim Jiwa IV yang (materi), menggerakkan : Mars Jiwa V yang Akal X tidak lagi menggerakkan : Matahari memancarkan akalJiwa VI yang akal berikutnya, menggerakkan : Venus karena kekuatannya Jiwa VII yang sudah lemah. menggerakkan : Merkuri Jiwa VIII yang menggerakkan : %XODQ Jiwa IX yang menggerakkan : %XPLURKPDWHUL3HUWDPD\DQJ Jiwa X yang menjadi dasar dari ke empat unsur menggerakkan : (udara, api, air dan tanah). tidak sempurna. Dari Materi Pertama ini terciptalah secara emanasi Alam Aktif, yang juga jawhar rohani dan EDVƯẂ (simpel.) Secara ringkas rangkaian proses penciptaan secara emanasi sebagai berikut: $OODK 0DKD 3HQFLSWD GDQ GDUL1\D muncullah; 2. Akal Aktif atau Akal Pertama(DOµ$TODO )DµµƗO -LZD8QLYHUVDODO1DIVDO.XOOL\\DK 0DWHUL3HUWDPDDO+D\njOƗDONjOƗ $ODP$NWLIal-T̔DEƯµDKDO)ƗµLODK 0DWHUL $EVROXW DWDX 0DWHUL .HGXD (al-LVPDO0XẂODT $ODP3ODQHW3ODQHWµƖODPDO$ÀƗN); 8. Unsur-unsur alam terendah (µ$QƗV̞ir alƖODP DO6XÀƗ, yaitu air, udara, tanah dan api; 0DWHUL JDEXQJDQ \DQJ WHUGLUL GDUL mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. 'LULQ\DVHQGLULPXPNLQZXMnjGOL G]ƗWLKL 7- 'H %RHU 7ƗUƯNK DO)DOVDIDK IƯ DO,VOƗP Selaras dengan prinsip matematika ,NKZƗQDO6ҐDIƗ¶NHGHODSDQPƗKL\\DKdi atas bersama zat Allah yang mutlak, maka sempurnalah jumlah bilangan menjadi sembilan. Angka sembilan ini juga membentuk substansi organik pada tubuh manusia, yakni tulang, sumsum, daging, urat, darah, saraf, kulit, rambut dan kuku. Proses penciptaan secara emanasi di DWDVPHQXUXW,NKZƗQDO6ҐDIƗ¶WHUEDJLPHQ jadi dua: a) Penciptaan sekaligus, GDIµDK ZƗK̡idah dan b) Penciptaan secara gradual, WDGUƯM. Penciptaan sekaligus atau emanasi yang mereka sebut alam rohani, yakni Akal Aktif, Jiwa Universal, Materi Pertama dan Alam Aktif. Sementara itu, penciptaan secara gradual atau evolusi yang mereka sebut dengan alam jasmani, yakni Jisim Mutlak dan seterusnya. Jisim Mutlak tercipta dalam zaman yang tidak terbatas dalam periode yang panjang. Periode-periode ini akan membentuk perubahan-perubahan dalam masa, seperti penciptaan dalam enam hari Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014 118 (periode.) Jisim Mutlak tercipta ketika Jiwa Universal menggerakkan Materi Pertama, maka ketika itu Materi Pertama menerima bentuk panjang, lebar dan dalam. Ketika menerima bentuk ia menjadi Materi Kedua atau Jisim Mutlak. Penciptaan secara emanasi berikutnya ialah alam-alam planet. Dari alam ini muncul pertama bola langit, yang memiliki 11 lapisan dengan masing-masing ketebalan bervariatif. Darinya muncul elemen api, udara, air dan tanah yang terletak di bawah bulan dan dari sini pula terjadi perubahan (DONDZQ ZD DOIDVƗG yang pada fase berikutnya melahirkan mineral, tumbuhan dan hewan. .HWHUSHQJDUXKDQ ,NKZƗQ DO6ҐDIƗ¶ WHUhadap angka-angka yang dikemukakan Pythagoras dapat dilihat dari falsafat emanasinya ini. Menurutnya angka dua muncul setelah angka satu, dengan arti Akal Aktif EDJDLNDQ DQJND GXD DOZXMnjG VHWHODK DO ZXMnjG$OODKEDJDLNDQDQJNDVDWX'HPLNLDQ juga Jiwa Universal bagaikan angka tiga, setelah Akal Aktif bagaikan angka dua. %HJLWXODK VHWHUXVQ\D EHUXUXWXUXWDQ VDPSDL angka sembilan. Setiap urutan angka merupakan penurutan derajat, karena angka satu adalah derajat yang tertinggi. ,NKZƗQ DO6ҐDIƗ¶ PHPELFDUDNDQ HPDQDVL dan evolusi. Dalam rangkaian evolusinya, ia menyebutkan alam mineral, alam tumbuhtumbuhan, alam hewan dan alam manusia merupakan satu rentetan yang sambung menyambung. Masing-masing dari alam ini, yang memunyai derajat tertinggi memunyai hubungan langsung dengan alam berikutnya yang memunyai derajat terendah. Seperti alam mineral derajat tertinggi memunyai hubungan langsung dengan alam tumbuhtumbuhan yang memunyai derajat terendah dan demikian seterusnya alam tumbuhan dengan alam hewan dan alam hewan dengan alam manusia. (YROXVL ,NKZƗQ DO6ҐDIƗ¶ ini juga tentu masih dipertanyakan, karena didasarkan pada pemikiran kefalsafatan yang bukan bidangnya. Secara keseluruhan, walaupun tidak semua dapat diungkapkan di sini, memang NRVPRORJL ,NKZƗQ DO6ҐDIƗ¶ MDXK OHELK OHQJkap dan sempurna bila dibandingkan dengan SHQGDKXOXQ\DDO)ƗUƗEƯGDQ,EQ6ƯQƗQDPXQ tetap saja dasarnya spekulatif, yang berbeda dari sains. Kosmologi Ibn Rusyd Ibn Rusyd kelahiran Cordova yang oleh Dante Alighieri, pengarang 'LYLQD&RPPHGLD dijuluki the famous commentator of Aristotle,33 menanggapi kosmologi yang dimajukan ,EQ 6ƯQƗ GDQ DO*KD]ƗOƯ 0HQXUXWQ\D GDOLO ZƗMLE DOZXMnjG dan PXPNLQ DOZXMnjG Ibn 6ƯQƗ WHUGDSDW NHNHOLUXDQ 6XPEHU NHVDODKDQ ,EQ 6ƯQƗ WHUGDSDW GDODP SHQGDSDWQ\D ZƗMLE DOZXMnjGPLQJKD\ULKLdanPXPNLQZXMnjGEL G]ƗWLKLkarena yang mungkin itu memerlukan kepada yang wajib. Pada dasarnya dalam konsep DOZƗMLE tidak ada unsur PXPNLQ karena ZƗMLEadalah lain dari PXPNLQ. Yang ada ialah sesuatu itu ZƗMLE ada dilihat dari dimensi tertentu dan PXPNLQ ada dilihat dari dimensi yang lain. Jadi pembagian DOPDZMnjGƗW kepada: PXPNLQDOZXMnjGdan ZƗMLEDOZXMnjGdalam pengertian, bahwa PXPNLQitu terjadi karena ada sebab (µLOODK sedangkan wajib itu terjadi dengan sendirinya tanpa sebab (µLOODK VHSHUWL \DQJ GLNHPXNDNDQ ,EQ 6ƯQƗ WLGDN membuktikan penolakan terhadap eksistensi sebab (µLOODK yang tidak memunyai batas. Karenanya, sebab yang tidak berbatas itu menjadi bagian dari PDZMnjGƗW (alam) +DUXQ1DVXWLRQ$NDOGDQZDK\XGDODP,VODP HҐDQƗ DO)DNKnjUƯ .KDOƯO DO-DUU 7ƗUƯNK DO )DOVDIDKDOµ$UDEL\\DK%HLUXW0XDVVDVDK HҐDQƗ DO)DNKnjUƯ .KDOƯO DO-DUU 7ƗUƯNK DO )DOVDIDKDOµ$UDEL\\DKjilid III, 182. AhҝPDG )X¶ƗG DO$KҝZƗQƯ al-Falsafah al,VOƗPL\\DK MuhҝDPPDG µƖWѽLI DOµ,UƗTƯ al-Falsafah al,VOƗPL\\DK.DLUR'ƗUDO0DµƗULI Fuad Mahbub Siraj, Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam yang juga tidak memunyai sebab. Dengan demikian, semua yang PDZMnjGƗW menjadi unsur yang wajib ada (ZƗMLEDOZXMnjG35 Konsep DOPXPNLQdan DOZƗMLE,EQ6ƯQƗ ternyata keliru, sebab DOPXPNLQ IƯ G]ƗWLKL tidak mungkin menjadi wajib (dҐDUnjUƯ dari segi agent-nya (IƗµLOLKL kecuali, jika unsur PXPNLQ itu berubah menjadi unsur ZƗMLE. Atas dasar inilah benar tuduhan Ibn Rusyd bahwa ,EQ6ƯQƗNDGDQJNDGDQJPHQGXNXQJSHQGDSDW kaum teolog. Akan tetapi, tuduhannya tenWDQJ ,EQ 6ƯQƗ WLGDN EHUSHJDQJ SDGD PHWRGH rasional, masih perlu dipertanyakan, karena VHEDJDL GLNDWDNDQ DOµ,UƗTƯ ,EQ 6ƯQƗ WHODK menggunakan metode rasional, misalnya dalam buku: al-Mant́LTL\\ƗW ED\Q DO7̔ƗULT DO%XUKƗQƯ DO)DOVDIƯ ZD DO7̔ƗULT DO -DGDOƯ DO.DOƗPƯ 'DODP EXNX LQL ,EQ 6ƯQƗ PHQJJXQDNDQ PHWRGH GHPRQVWUDWLI IDOVD¿ (DOEXUKƗQDOIDOVDIƯ Dasar tuduhan Ibn Rusyd ialah dikarenakan Aristoteles tidak menggunakan konsep DOPXPNLQ dan DOZƗMLE Akan tetapi bila dikaji konsep potensial dan aktual yang dilontarkan Aristoteles, maka antara keduanya ada semacam persamaan di samping ada perbedaan. Ibn Rusyd secara tegas menolak HPDQDVLRQLVPH ,EQ 6ƯQƗ 0HQXUXWQ\D SHQGDSDW ,EQ 6ƯQƗ LQL PHPLOLNL EHEHUDSD kelemahan, kesulitan dan pertentangan: Pertama, pendapat bahwa dari DO)ƗµLO al-Awwal hanya memancar satu, bertentangan dengan pendapatnya sendiri, bahwa yang memancar dari yang satu pertama terdapat padanya yang banyak, padahal dari yang satu mesti memancar satu. Pendapat ini dapat diterima, kata Ibn Rusyd, kalau saja dikatakannya bahwa yang banyak terdapat pada akibat pertama (DOPDµOnjODODZZDO dan masing-masing dari yang banyak itu adalah yang pertama. Tetapi hal ini tidak mungkin, karena akan memaksanya untuk mengatakan Ibn Rusyd, Fas̞O DO0DTƗO ZD 7DTUƯU PƗ ED\QD DO6\DUƯµDK ZD DO+̔LNPDK PLQ DO,WWLV̞ƗO tahҝTƯT MuhҝDPPDG µ,PPƗUDK .DLUR 'ƗU DO0DµƗULI 119 bahwa yang pertama itu adalah yang banyak. .HGXDDNLEDWNXUDQJNHWHOLWLDQ,EQ6ƯQƗ maka pendapat ini telah diikuti orang banyak, kemudian mereka menisbatkannya kepada para failasuf, dalam hal ini Aristoteles, padaKDO LD WLGDN EHUSHQGDSDW GHPLNLDQ /HELK lanjut dikatakan Ibn Rusyd bahwa pendapat ini merupakan khayalan dan keyakinan yang jauh lebih lemah dari pendapat ahli NDOƗP dan ia tidak sejalan dengan prinsip-prinsip para failasuf, bahkan tidak dapat memberikan kepuasan kepada kaum NKLẂƗEƯ sekalipun. Pendapat yang paling tepat bahwa PDµOnjO awwal terdapat yang banyak dan yang banyak mesti satu. Dengan demikian, keesaan itu menghendaki bahwa yang banyak kembali kepada yang satu dan yang satu yang telah menciptakan yang banyak itu adalah satu, ia memiliki arti yang sederhana dan timbul dari satu yang sederhana, Allah. .HWLJDmenurut Ibn Rusyd prinsip-prinsip (DOPDEƗGLµ yang memancar dari prinsip yang lain sebagai dikemukakan, merupakan sesuatu yang tidak dikenal oleh failasuffailasuf terdahulu, karena yang mereka maksud bahwa prinsip-prinsip itu memunyai PDTƗPƗWtertentu dari prinsip yang pertama, GL PDQD DOZXMnjG SULQVLSSULQVLS LQL WLGDN sempurna tanpa PDTƗP tersebut. Korelasi antara prinsip-prinsip ini menghendaki adanya akibat (PDµOnjOƗW sesamanya, dari prinsip yang pertama. Dengan demikian yang dimaksud dengan IƗµLOPDIµnjOdan PDNKOnjT adalah dalam pengertian di atas, sebagaimana adanya hubungan setiap maujud dengan Yang Satu. Ibn Rusyd juga mengajukan pertanyaan, bagaimana cara menjelaskan adanya alam dari Yang Satu (Allah.) Dalam menjawab pertanyaan ini, kata Ibn Rusyd, ada tiga pendapat. Pertama, yang banyak itu sumbernya adalah DOKD\njOƗ atau DOLVWLµGƗGƗW (materi Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW 120 Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014 pertama); pendapat kedua, yang banyak itu bersumber dari DOµƗOƗW sedangkan pendapat ketiga, yang banyak itu bersumber dari almutawas̞s ̞it́ƗW(mediator.) Ibn Rusyd dalam usahanya menghindari emanasi mengatakan bahwa yang banyak itu timbul dari ketiga himpunan sebab yang dikemukakan di atas, yakni DOLVWLµGƗGƗWDO ¶ƗOƗWdan al-Mutawas̞s ̞it́ƗW. Ketiga himpunan sebab di atas bernaung pada yang satu dan kembali pada yang satu, karena keberadaan masing-masing dalam kesatuan yang murni merupakan sebab dari yang banyak. Dalam pada itu, Ibn Rusyd membedakan antara DOµƗODP DOµXOXZZƯ dan DOµƗODP DO VXÀƗMenurutnya, manusia dapat mengetahui DOµƗODP DOµXOXZZƯ dengan memerhatikan unsur yang empat, yaitu air, udara, api dan WDQDK %LOD NHVHPXD LQL WHODK GLSDKDPL maka kita menuju kepada Yang Maha Tinggi (Allah) sebagai Pencipta yang potensial (bi DOTXZZDK menjadi bentuk yang aktual EL DO¿µO tanpa memaksakan diri untuk menganut emanasi dan akal sepuluh. %HUGDVDUNDQ SHPEDJLDQ DODP NHSDGD DOVXÀƗ dan DOµXOXZZƯ, adanya unsur yang empat serta adanya dua bentuk pemikiran, yaitu potensial dan aktual sebagai dikemukakan Ibn Rusyd di atas, maka dapat diduga pendapat tersebut berasal dari Aristoteles. Kalau demikian halnya, maka Ibn Rusyd telah mampu meyakini hubungan yang banyak (alam) dengan Yang Satu (Allah) tanpa harus bersandar pada falsafat emanasi atau akal sepuluh. Karena itu tidaklah benar tuduhan yang mengatakan bahwa takwil Ibn Rusyd dalam masalah ini mengarah kepada Plotinus. Kritikannya terhadap pendahulupendahulunya, kecenderungannya terhadap falsafat Aristoteles, dan pengakuannya terhadap adanya hubungan yang mesti antara NHDQHNDDQDOZXMnjGEDLN\DQJDGDGLODQJLW Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW MuhҝDPPDG µƖWѽLI DOµ,UƗTƯ al-Manhaj al1DTGƯ IƯ )DOVDIDK ,EQ 5XV\G .DLUR 'ƗU DO0DµƗULI maupun di bumi dan sampainya keanekaan itu pada suatu kesimpulan, bahwa yang memberi tali pengikat dialah yang memberi ZXMnjGKesemua uraian di atas menunjukkan betapa jauhnya ia dari Plotinus. Adapun terjadi perbedaan pendapat antara Ibn Rusyd ,EQ6ƯQƗDGDODK ,EQ 6ƯQƗ GDODP PHQJHPXNDNDQ IDOVDIDW Aristoteles tidak langsung mengambil darinya, tetapi melalui sumber kedua sehingga dikhawatirkan lebih banyak yang salah ketimbang yang benar, sementara Ibn Rusyd langsung mengambil dari al0XµDOOLPDO$ZZDO ,EQ6ƯQƗWHUSHQJDUXKROHKSUHPLVSUHPLV teologi, sedangkan Ibn Rusyd berpegang pada premis-premis EXUKƗQƯ Ibn Rusyd juga mengritik pendapat DO*KD]ƗOƯ \DQJ PHQJDWDNDQ EDKZD DODP diciptakan dari tiada. Menurut Ibn Rusyd tidak ada ayat yang menjelaskan bahwa alam diciptakan dari tiada, bahkan sebaliknya alam diciptakan dari suatu yang sudah ada. -LND GHPLNLDQ DO*KD]ƗOƯ GL VLQL PHQJDPELO DUWL PDMƗ]Ư GDQ ,EQ 6ƯQƗ \DQJ PHQJDPELO arti lafzҝƯ1DPSDNQ\DPHQXUXWSHPLNLUDQDO *KD]ƗOƯGLNDOD$OODKPHQFLSWDNDQDODP\DQJ ada hanya Allah sendiri dan tidak sesuatu pun VHODLQ1\D 6HGDQJNDQ PHQXUXW SHPLNLUDQ ,EQ 6ƯQƗ GL NDOD $OODK PHQFLSWDNDQ DODP sudah ada sesuatu dan dari sesuatu itulah alam diciptakan Allah. Untuk mendukung pendapatnya, Ibn Rusyd mengemukakan sejumlah ayat-ayat al4XU¶ƗQ VXUDW DO$QEL\Ɨ¶ +njG FusҚs ҚLODW GDQ DO0X¶PLQnjQ 'DUL NHWHUDQJDQ D\DWD\DW GL DWDV GDSDW disimpulkan bahwa sebelum alam ini diciptakan sudah ada sesuatu yang lain, yakni air dan uap. Dengan demikian, kata Ibn 5XV\GSHQGDSDW,EQ6ƯQƗ\DQJVHVXDLGHQJDQ EXQ\L D\DW VHGDQJNDQ SHQGDSDW DO*KD]ƗOƯ tidak sesuai dengan arti lahir ayat. +DUXQ 1DVXWLRQ ³$O*KD]ƗOƯ GDQ Falsafat,” PDNDODKVLPSRVLXPWHQWDQJDO*KD]ƗOƯGLVHOHQJJDUDNDQ Fuad Mahbub Siraj, Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam Menurut Ibn Rusyd, terjadinya perbedaan pendapat dalam hal ini, karena perbedaan dalam memberikan arti al-ih̡GƗWVdan TDGƯP %DJLDO*KD]ƗOƯal-ih̡GƗWVberarti menciptakan GDUL WLDGD VHGDQJNDQ EDJL ,EQ 6ƯQƗ NDWD LWX berarti mewujudkan dari ada menjadi ada dalam bentuk lain. Demikian pula dalam mengartikan arti TDGƯP %DJL DO*KD]ƗOƯ TDGƯP berarti sesuatu yang memunyai alZXMnjG WDQSD VHEDE VHGDQJNDQ ,EQ 6ƯQƗ TDGƯP berarti sesuatu yang kejadiannya dalam keadaan terus menerus tanpa awal dan tanpa akhir. Kendatipun pendapat Ibn Rusyd sama GHQJDQ,EQ6ƯQƗEDKZDDODPGLFLSWDNDQGDUL materi yang ada, namun mereka berbeda dalam menetapkan materi tersebut. Menurut ,EQ 6ƯQƗ PDWHUL WHUVHEXW DGDODK HQHUJL dari hasil WDµDTTXO $OODK WHUKDGDS ]DW1\D Sedangkan menurut Ibn Rusyd materi itu ialah DOPƗ¶dan DOGXNKƗQ Ibn Rusyd dalam menetapkan bukti-bukti WHQWDQJDGDQ\D7XKDQEHUEHGDGDUL,EQ6ƯQƗ GDQDO*KD]ƗOƯ,DGDODPKDOLQLPHPLOLKMDODQ yang lebih sederhana, lebih mudah dan lebih banyak menanamkan keyakinan. Perbedaan ini dilatari oleh dua alasan. Pertama, dalil tentang baharu alam yang sering digunakan oleh kaum teolog bukanlah dalil agama \DQJGLWDZDUNDQROHK$OODKGDODPNLWDE1\D karena pada dalil tersebut masih terkandung berbagai keraguan yang sulit diselesaikan dengan dialektika. Kedua, dalil ZƗMLE dan PXPNLQ \DQJ GLWDZDUNDQ ,EQ 6ƯQƗ KDQ\D cocok bagi kalangan tertentu, dan tidak cocok bagi kalangan awam yang jumlahnya banyak. Dalam buku DO.DV\I µDQ 0DQƗKLM DOµ$GLOODK (menyingkap metode-metode pembuktian) Ibn Rusyd dalam menetapkan adanya Allah melalui tiga cara: 1. Dalil µLQƗ\DK DOLOƗKƯ dalil ini berpijak kepada tujuan segala sesuatu dengan ROHK3HUJXUXDQ7LQJJL6ZDVWDVH,QGRQHVLD-DNDUWD Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW 121 mendasarkan kepada dua prinsip: pertama, semua yang ada di dunia ini sesuai dengan kebutuhan manusia. Kedua, kesesuaian ini sudah pasti datang dari Pencipta yang telah menghendaki demikian, karena tidak mungkin persesuaian itu terjadi secara kebetulan. Oleh karena itu, kata Ibn Rusyd, siapa saja yang ingin mengenal Tuhan wajib memelajari kegunaan segala yang ada di alam ini. 2. Dalil ,NKWLUƗ¶, dalil ini didasarkan kepada fenomena penciptaan segala makhluk ini, seperti kehidupan benda mati dan berbagai jenis hewan, tumbuhan dan sebagainya. Dengan mengamati berbagai benda mati yang kemudian terjadi kehidupan padanya, sehingga kita yakin adanya Allah yang menciptakan. Demikian juga berbagai bintang di angkasa tunduk seluruhnya kepada ketentuan Allah. Ini semua adalah bukti adanya Pencipta. Karena itu siapa saja yang hendak mengetahui Allah dengan sebenarnya maka ia wajib mengetahui hakekat segala sesuatu di alam ini agar ia dapat mengetahui semua realita ini. 'DOLO JHUDN GDOLO LQL EHUDVDO GDUL Aristoteles, dan Ibn Rusyd memandangnya sebagai dalil yang meyakinkan dalam membuktikan adanya Allah. Gerak itu tidak tetap dalam suatu keadaan tapi selalu berubah-ubah, dan semua jenis gerak berakhir pada penggerak pertama yang tidak bergerak sama sekali. Alam tidak mungkin menjadi penggerak bagi dirinya sendiri, tentu ada yang mengJHUDNNDQ 3HQJJHUDN LWX KDUXV TDGLP lagi azali. Jika tidak demikian ia tidak dapat disebut dengan penggerak pertama yang azali yakni Allah. Alam menurut Ibn Rusyd diciptakan dari sesuatu yang sudah ada, seperti yang telah disinggung di atas dari DOPƗ¶ dan al- Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014 122 GXNKƗQ Dari materi inilah alam diciptakan. Penciptaan alam ini menurut Ibn Rusyd berlangsung terus menerus sejak azali. Jadi penciptaan tidak bermakna LEGƗµ yang konotasinya adalah penciptaan dari tiada, tapi penciptaan itu mengandung arti ƯMƗG yang berkonotasi pada penciptaan dari suatu yang sudah ada semenjak azali. Karenanya alam menurut Ibn Rusyd senantiasa berada GDODP SURVHV SHPEHQWXNDQ DOZXMnjG VHFDUD terus menerus semenjak zaman tak bermula. Kosmologi modern dalam menjelaskan penciptaan alam semesta berpegang kepada teori big bang. Kosmolog pertama yang merumuskan teori standar ini ialah Georges /HPDLWUH NHEDQJVDDQ %HOJLD SDGD 0HQXUXW WHRUL LQL DODP VHPHVWD sebelumnya teremas dalam singularis yang NHPXGLDQ VHNLWDU PLO\DU WDKXQ \DQJ lalu meledak, pecah berkeping-keping dengan dahsyatnya. Pecahan inilah yang akan menjadi atom, bintang-bintang dan galaksi-galaksi. Karena pemuaian, alam semesta galaksi-galaksi kemudian bergerak saling menjauh dan akan terus bergerak. Pandangan di atas diperkuat pula oleh hasil observasi radio-astronom Arno Penzias ODKLU EHUNHEDQJVDDQ <DKXGL GDQ 5REHUW :LOVRQ ODKLU EHUNHEDQJVDDQ Amerika Serikat—pemenang hadiah nobel 3DGD PHUHND PHQJXQJNDSNDQ keberadaan gelombang-mikro yang datang ke bumi dari segala penjuru alam semesta yang tersisa dari peristiwa Big Bang. Pada VDDW \DQJ KDPSLU EHUVDPDDQ %RE 'LFNH ODKLUEHUNHEDQJVDDQ$PHULND6HULNDW menemukan bahwa gelombang radiasi serupa dapat muncul sebagai kilatan dari Big Bang.46 Peninggalan era Big Bang ini dapat terdeteksi melalui radiasi gelombang-mikro bersuhu GHUMDW . ¶ & \DQJ VDPSDL VDDW LQL membanjiri kosmos. Dari hasil penelitian sains menunjukkan bahwa alam semesta tercipta dari ketiadaan. 0HQXUXW%DLTXQLLQLWHUMDGLVHEDJDLJXQFDQJDQ kevakuman yang membuatnya mengandung energi yang sangat tinggi dalam singularitas yang tekanannya negatif. Telah disebutkan, kevakuman yang memunyai kandungan energi luar biasa besar dan tekanan gravitasi negatif ini menimbulkan dorongan eksplosif keluar dari singularitas. Karena itu, kesimpulan ini tidak dapat disangkal lagi, tiada energi, tiada materi, tiada ruang dan tiada waktu. Ketika terjadi ledakan yang sangat hebat, bagaikan bola api, maka energi, materi beserta ruang waktu keluar dengan kekuatan yang luar biasa dahsyat dengan temperatur dan kerapatan yang sangat tinggi. Dalam kondisi demikian molekul, atom, nucleus, proton dan neutron tidak dapat muncul karena akan lebur terurai menjadi zarah-zarah sub nuklir. Ketika alam semesta mendingin, karena ekspansinya yang super cepat, sehingga suhunya merendah melewati 1.000 trilyuntrilyun derajat, pada umur 10 sekon, terjadi gejala-gejala ‘lewat dingin,’ maka di alam semesta terjadi pula semacam ‘pengembunan.’ Pada saat pengembunan tersentak, keluarlah materi dalam bentuk energi yang memanaskan alam kembali menjadi 1.000 WULO\XQWULO\XQ GHUDMDW 1DPXQ VHOXUXK DODP terdorong membesar dengan kecepatan yang luar biasa selama waktu 10 sekon. Ekspansi yang luar biasa cepatnya ini menimbulkan kesan bahwa alam ini digelembungkan dengan tiupan dahsyat, yang dikenal sebagai JHMDODLQÀDVL Dengan demikian kosmologi yang ditawarkan Ibn Rusyd tidak sesuai dengan kesimpulan dari hasil penelitian kosmolog yang berpendapat bahwa alam diciptakan dari ketiadaan. Sedangkan materi asal alam semesta yang disebutkan Ibn Rusyd yakni, DOPƗ¶ dan DOGXNKƗQ menurut kosmolog John Gribbin, In search of The Big Bang (t.t.: &RUJL%RRN John Gribbin, In search of The Big Bang, .DUOLQD /HNVRQR ³0HODFDN 3HPLNLUDQ 6DDW Penciptaan,” +DULDQ.RPSDV$JXVWXV $KPDG%DLTXQLTeropong Islam terhadap Ilmu Pengetahuan6ROR5DPDGKDQL Fuad Mahbub Siraj, Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam bukanlah materi asal alam semesta, akan tetapi menunjukkan proses penciptaan alam semesta sedang berlangsung yang pernah berbentuk DOPƗ¶(sop kosmos) dan DOGXNKƗQ (kondensasi, pengembunan.) Demikianlah konsep kosmologi failasuf Islam yang berkesimpulan bahwa Allah menciptakan alam semesta secara emanasi dari bahan yang sudah ada. Asal bahan ini dari hasil pemikiran (WDµDTTXO Allah <DQJ (VD WHUKDGDS ]DW1\D <DQJ (VD ah̡ad bukan ZƗK̡id) muncullah energi yang maha dahsyat dan dari energi inilah lalu memadat dan menjadi alam semesta beserta isinya. Penciptaan Allah itu terjadi sejak azali, GDODPDUWLNHWLND$OODKDOZXMnjG,DODQJVXQJ mencipta materi asal alam semesta tanpa ada MDUDN ZDNWX DQWDUD DOZXMnjG $OODK GHQJDQ DOZXMnjG PDWHUL DVDO DODP LQL ,QL VHVXDL dengan sifat kemahasempurnaan Allah yang tidak mungkin mengalami perubahan, dan VLIDW.KDOLN$OODKLWXWHWDSVHMDN,DDOZXMnjG Pandangan ini mereka dukung dengan ayatD\DW DO4XU¶ƗQ VXUDW DO0X¶PLQnjQ yang isinya penciptaan manusia dari bahan \DQJVXGDKDGDLQWLVDULWDQDKVXUDW+njG GDQ VXUDW +njG \DQJ LVLQ\D VHEHOXP adanya alam ini sudah ada DOPƗ¶(zat alir) dan DOGXNKƗQ (embunan), yang proses darinya terciptanya alam. Atas dasar inilah Ibn Rusyd menegaskan bahwa penciptaan alam dari ketiadaan tidak memunyai dasar syariµat yang kuat. Tidak ada ayat yang mengatakan bahwa Allah pada mulanya berwujud sendiri, WLGDNDGDDOZXMnjGODLQVHODLQGLUL1\DEDUX kemudian dijadikan alam. Pendapat seperti ini hanya interpretasi kaum teolog saja Perlu ditegaskan bahwa pendapat para failasuf Islam dapat dibenarkan tentang surat Ibn Rusyd, Fas̞ODO0DTƗOZD7DTUƯUPƗED\QD DO6\DUƯµDK ZD DO+̔LNPDK PLQ DO,WWLV̞ƗO Harun 1DVXWLRQ ³6HNLWDU 3HQGDSDW Failasuf Islam tentang Emanasi dan Kekalnya Alam,” 6WXGL,VODPLND1R ,$,1-DNDUWD +DUXQ 1DVXWLRQ ³Falsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an,” makalah, ,$,1-DNDUWD -XQL 123 DO0X¶PLQnjQ \DQJ PHQJDWDNDQ manusia diciptakan dari intisari tanah. Sedangkan pendapat mereka tentang surat +njG GDQ VXUDW DO )XVҚs ҚLODW WLGDN dapat diterima. Kata DOPƗ¶ dan DOGXNKƗQ dalam kedua ayat itu, bukanlah materi asal alam semesta, tetapi dimaksudkan bahwa alam semesta sebelum seperti sekarang mengalami bentuk dalam prosesnya seperti DOPƗ¶ (zat alir, sop kosmos), DOGXNKƗQ (kondensasi.) Kendatipun pemikiran failasuf Islam ini WLGDNEHUWHQWDQJDQGHQJDQSULQVLSDO4XU¶ƗQ namun pemikiran mereka sebagai layaknya pemikiran failasuf hanya bersifat spekulatif. Dalam arti hasil pemikirannya tidak dapat dikaji ulang kembali sebagai layaknya sains, dan kebenarannya hanya sepanjang rasio serta belum tentu benar menurut empiris. Pada sisi lain, pandangan mereka masih didasari pada konsepsi Ptolomeus yang geosentris dalam hal strukturnya bahwa bumi adalah pusat alam semesta tetap, dan matahari, planetplanet serta bintang-bintang mengitari bumi. Pandangan mereka ini telah dibuang dan digantikan oleh pandangan yang didasari pada konsepsi Copernicus yang heliosentris bahwa matahari adalah pusat alam semesta tetap, dan planet-planet, bumi yang berotasi serta bintang-bintang beredar mengitari matahari. Sedangkan pandangan modern yang menjadi pegangan ilmuwan dan telah terbukti kebenarannya didasari pada konsepsi 6RODU 6\VWHP (Tata Surya): Matahari tetap, bumi serta planet-planet yang berotasilah yang mengitari matahari, sedangkan bintangbintang tidak. Khusus tentang hukum alam atau sunnaWXOOƗKWHUQ\DWDSHQGDSDWNDXPIDLODVXI,VODP sejalan dengan kandungan atau isyarat al4XU¶ƗQ 0HQXUXW PHUHND DODP VHPHVWD James A. Coleman, Modern Theories of the 8QLYHUVH1HZ <RUN$6LJQHW6FLHQVH/LEUDU\%RRN William K. Hartmann, $VWURQRP\WKH&RVPLF -RXUQH\&DOLIRUQLD+DUSHU5RZ Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014 124 berjalan sesuai dengan hukum yang telah ditentukan Allah sebagai suatu keniscayaan. Seperti yang dikemukakan Ibn Rusyd, mengingkari hal ini merupakan pernyataan yang tidak nalar. Allah menciptakan segala sesuatu di alam ini memiliki sifat-sifat khusus (G]ƗWL\\DK) Tanpa adanya sifat khusus ini kita tidak bisa membedakan antara satu benda dengan benda lain, seperti panas adalah sifat khusus api, dingin sifat khusus es dan lainnya. Sifat-sifat ini tidak akan berubah selamanya dan ia kosmopolitan di alam. Jika tidak demikian ilmu pengetahuan tidak bisa berkembang. Kemajuan ilmu pengetahuan berdasarkan adanya sifat yang tetap di alam. Memercayai ilmu pengetahuan sebenarnya memercayai kemampuannya untuk meramal DWDVGDVDUKXNXPKXNXPDODPVXQQDWXOOƗK Di sanalah akan terlihat adanya hikmah dan keserasian antara manusia dan alam semesta. Memercayai undang-undang alam atau VXQQDWXOOƗKVHEDJDLVXDWXNHQLVFD\DDQPHUXpakan suatu hal yang sangat pantas, karena jika sesuatu di alam ini terjadi secara kebetulan atau tergantung kepada keputusan Allah yang tidak dapat diduga-duga, maka tidak akan ada pola rasional yang dapat diamati GDODP FLSWDDQ1\D 7HODK GLVHEXWNDQ NHPDjuan ilmu pengetahuan tergantung kepada manusia dalam memahami hukum-hukum yang berlaku di alam tanpa mengalami perubahan dan penyimpangan. Sebab itu, eksistensi Allah dapat dibuktikan dengan adanya NHWHQWXDQ \DQJ WHWDS \DQJ GLEHUODNXNDQ1\D SDGDDODPFLSWDDQ1\D Telah dikemukakan bahwa pandangan di atas tidaklah berarti meredusir kekuasaan mutlak Allah dan memberikan kekuasaan pada alam semesta, akan tetapi undangundang alam itu pada dasarnya diciptakan Allah sesuai dengan kehendak mutlak atau NHKHQGDN EHEDV1\D \DQJ SDGD KDNLNDWQ\D Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW0XKҝammad µƖWѽLIDOµ,UƗTƯ7DMGƯGDO0DG]KDEDO)DOVD¿\\DKZDDO .DOƗPL\\DK(Kairo: 'ƗUDO0DµƗULI $OODK MXJD \DQJ PHQHQWXNDQ %HUGDVDUNDQ kesejarahan, pada zaman klasik Islam (abad 0GLDQWDUD\DQJPHPEDZDNHPDMXDQ umat Islam adalah kepercayaan mereka WHUKDGDS KXNXP DODP DWDX VXQQDWXOOƗK sebagai suatu keniscayaan, sehingga umat Islam pada bidang ilmu pengetahuan adalah umat yang menentukan dan tidak ditentukan atau mereka adalah imam-imam atau pemimpin-pemimpin intelektual dunia. Simpulan Failasuf Islam, khususnya failasuf madzhab Peripatetik Islam, dalam membangun kosmologi cenderung menghidupkan kembali madzhab Aristoteles, yakni alam diciptakan dari materi yang sudah ada secara terus menerus sejak zaman tak bermula sampai tak berhingga. Kosmologi para failasuf Islam ini ternyata tidak sesuai dengan temuan kosmologi yang menyatakan alam semesta diciptakan dari ketiadaan. Pemikiran failasuf Islam ini tidak bertentangan dengan prinsip DO4XU¶ƗQQDPXQSHPLNLUDQPHUHNDVHEDJDL layaknya pemikiran failasuf hanya bersifat spekulatif. Sebenarnya pemikiran spekulatif kaum failasuf Islam tentang alam semesta seperti yang berlalu, jika dilihat pada masa mereka ia merupakan suatu prestasi yang sangat dibanggakan. Tentu saja formulasi yang mereka susun sebatas pengetahuan atau cakrawala yang berkembang pada zamannya. Memang kalau dilihat pada masa kekinian, jelas daya kreasi mereka tersebut telah ketinggalan zaman (out of date) dan tidak mungkin terpakai lagi. Karena masalah alam VHPHVWD WHUPDVXN SHUVRDODQ ¿VLN HPSLULV yang dapat diindera, maka faktualnya dapat diteliti dan diamati sesuai dengan bidang ilmunya, yakni sains dana teknologi yang telah menggunakan peralatan-peralatan yang telah mencapai taraf kecanggihannya.