Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam

advertisement
Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam
Fuad Mahbub Siraj
)DOVDIDK$JDPD8QLYHUVLWDV3DUDPDGLQD-DNDUWD
[email protected]
Abstract: 2QHRIWKHPDQ\LPSRUWDQWPDWWHUVWKDWLVUHIHUUHGLQWKH4XU¶ƗQLVDPDWWHURIWKHXQLYHUVH7KH
YHUVHVRI4XU¶ƗQLQYLWHSHRSOHWRREVHUYHDQGUHÀHFWRQWKHFUHDWLRQRIWKHXQLYHUVHEHFDXVHLQLWWKHUHDUH
VLJQVRI*RG¶VH[LVWHQFHDQGSRZHU&RVPRORJ\LVWKHWKHRU\DERXWWKHRULJLQRIWKHXQLYHUVH,Q,VODPWKLV
WKHRU\LVRQHRIWKHHVVHQWLDOLVVXHVWKDWKDYHGHHSWKHRORJLFDOFRQFHTXHQFHVDQGLPSOLFDWLRQVWRWKHWDZK̡ƯG
,Q RUGHU WR IRUPXODWH WKH SURFHVV RI WKH XQLYHUVH FUHDWLRQ WKH SHUVSHFWLYH RI WKH 0XVOLPV ZDV VRUWLQJ LQWR
WZRH[WUHPHJURXSVWUDGLWLRQDOLVWVDQGUDWLRQDOLVWV,QWKH,VODPLFSKLORVRSK\LQWHUPVRIWKHFUHDWLRQWKH
FRVPRORJ\RIDO)ƗUƗEƯDQG,EQ6ƯQƗZDVLQÀXHQFHGE\WKHHPDQDWLRQRI3ORWLQXV¶SKLORVRSK\DQGLQWHUPVRI
WKHVWUXFWXUHLVEDVHGRQWKHFRQFHSWRIDJHRFHQWULF3WRORPHXV:KLOHDO*KD]ƗOƯ¶VFRVPRORJ\UHSUHVHQWDWLYH
of the traditionalist) based on the principle of the absolute will of God which is absolute. This study wants to
UHYHDODERXWWKHFRVPRORJ\LQWKH,VODPLFSKLORVRSKHUVSHUVSHFWLYHDVRQHRIWKHFRVPRORJLFDOPDLQVWUHDP
ZKLFKLVVSHFXODWLYHDQGUHYLYHVWKHVFKRRORI$ULVWRWOHEXWQRWFRQWUDU\WRWKHSULQFLSOHVRIDO4XU¶ƗQ
Keywords: &RVPRORJ\0XVOLPSHUVSHFWLYH,VODPLFSKLORVRSKHUV
Abstraksi: 6DODKVDWXSHUNDUDSHQWLQJ\DQJEDQ\DNGLVHEXWGDODPDO4XU¶ƗQDGDODKSHUVRDODQDODPVHPHVWD
$\DW DO4XU¶ƗQ PHQJDMDN PDQXVLD DJDU PHPHUKDWLNDQ GDQ PHPLNLUNDQ WHQWDQJ SHQFLSWDDQ DODP VHPHVWD
NDUHQDGLGDODPQ\DWHUGDSDWWDQGDWDQGDNHEHUDGDDQGDQNHNXDVDDQ$OODK.RVPRORJLDGDODKWHRULWHQWDQJ
DVDOXVXO DODP VHPHVWD 'DODP ,VODP WHRUL LQL PHUXSDNDQ VDODK VDWX SHPEDKDVDQ SHQWLQJ \DQJ PHPLOLNL
NRQVHNXHQVL WHRORJLV \DQJ GDODP GDQ EHULPSOLNDVL NHSDGD WDXKLG 'DODP UDQJND PHPIRUPXODVLNDQ SURVHV
SHQFLSWDDQDODPVHPHVWDSHQGDSDWNDXP0XVOLPWHUSHFDKPHQMDGLGXDNHORPSRNNHFHQGHUXQJDQWUDGLVLRQDOLV
GDQUDVLRQDOLV'DODPIDOVDIDW,VODPGDODPKDOSHQFLSWDDQNRVPRORJLDO)ƗUƗEƯGDQ,EQ6ƯQƗGLSHQJDUXKL
ROHK IDOVDIDW HPDQDVL 3ORWLQXV GDQ GDODP KDO VWUXNWXU GLGDVDUNDQ NHSDGD NRQVHS JHRVHQWULV 3WRORPHXV
6HPHQWDUD NRVPRORJL DO*KD]ƗOƯ ZDNLO GDUL NHFHQGHUXQJDQ WUDGLVLRQDOLV GLGDVDUNDQ NHSDGD SULQVLS
NHKHQGDNPXWODN7XKDQ\DQJEHUVLIDWPXWODN3HQHOLWLDQLQLEHUWXMXDQXQWXNPHQJXQJNDSNDQNRVPRORJLGDODP
SHUVSHNWLIIDLODVXI,VODPVHEDJDLEDKDJLDQGDULVDODKVDWXPDLQVWUHDPNRVPRORJL\DQJEHUVLIDWVSHNXODWLIGDQ
PHQJKLGXSNDQNHPEDOLPDG]KDE$ULVWRWHOHVQDPXQWLGDNEHUWHQWDQJDQGHQJDQSULQVLSSULQVLS\DQJWHUGDSDW
GDODPDO4XU¶ƗQ
Katakunci: .RVPRORJL3HUVSHNWLI0XVOLPFailasuf Islam
Pendahuluan
Salah satu perkara penting yang banyak
GLVHEXW GDODP DO4XU¶ƗQ DGDODK SHUVRDODQ
alam semesta. Ayat-ayat yang menyangkut
alam semesta dan fenomenanya disebut
ayat NDZQL\\DK.1 $\DW DO4XU¶ƗQ PHQJDMDN
manusia agar memerhatikan dan memikirkan
tentang penciptaan alam semesta, karena di
dalamnya terdapat tanda-tanda keberadaan
dan kekuasaan Allah. Ayat-ayat NDZQL\\DK
EDQ\DN GLWHPXNDQ GDODP DO4XU¶ƗQ GDQ KDO
Quraish Shihab, 0HPEXPLNDQ DO4XU¶DQ
-DNDUWD0L]DQ
1
109
ini menunjukkan betapa pentingnya persoalan
ini untuk diperhatikan oleh umat Islam.
$KPDG%DLTXQLPHQ\HEXWNDQGHQJDQDGDQ\D
ayat-ayat NDZQL\\DK dan dorongan untuk
memikirkannya maka muncullah di kalangan
umat Islam suatu kegiatan observasional
yang disertai pengukuran. Dengan kegiatan
tersebut, ilmu tidak lagi bersifat kontemplatif belaka, seperti yang diterima umat
Islam dari warisan Yunani, tapi mulai memiliki ciri empiris, sehingga tersusunlah
dasar-dasar sains. Metode ilmiah, berupa
pengukuran yang teliti melalui observasi dan
Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014
110
pertimbangan rasional mulai dikembangkan
dan diterapkan, telah mengubah astrologi
menjadi astronomi.2 Maka sejak abad ke12 M. muncul kajian tentang alam semesta
yang bersifat observasional di kalangan umat
Islam. Kajian mereka sudah dapat disebut
kosmologi, bukan astronomi atau astrologi.
'DODP DO4XU¶ƗQ WLGDN GLWHPXNDQ NHWH
rangan ayat secara rinci dan tegas yang
menjelaskan bagaimana proses penciptaan
alam beserta isinya. Oleh karena itu tidaklah
mengherankan jika terjadi perbedaan dan
NHUDJDPDQ GDODP PHPDKDPLQ\D 1DPXQ
disepakati, dalam memahami proses penciptaan alam bahwa Allah adalah .KƗOLT
(Pencipta) dan alam merupakan mahkluk
(ciptaan.)
Kosmologi termasuk salah satu perkara
atau isu penting tidak hanya dalam bahasan
bidang pemikiran dalam Islam, akan tetapi
juga dalam ilmu pengetahuan atau sains yang
terkenal empirik eksperimental. Kosmologi
dalam tulisan ini dimengerti sebagai teori
tentang asal-usul alam semesta. Dalam memahami proses penciptaan alam, para pemikir Islam disibukkan oleh pertanyaan rasional mengenai hubungan Tuhan dan alam:
$KPDG
%DLTXQL
³.RQVHS.RQVHS
.RVPRORJLV´ GDODP %XGK\ 0XQDZDU5DFKPDQ HG
.RQVWHNWXDOLVDVL'RNWULQ,VODPGDODP6HMDUDK (Jakarta:
3DUDPDGLQD
6H\\HG+RVVHLQ1DVU6FLHQFHDQG&LYLOL]DWLRQ
in Islam 1< 1HZ$PHULFDQ /LEUDU\ Kosmologi adalah ilmu yang memelajari alam semesta.
/LK)HOL[3LUDQLGDQ&KULVWLQH5RFKH Mengenal Alam
6HPHVWD (judul asli: 7KH 8QLYHUVH IRU %HJLQQHUV), terj.
$QGDQJ/3DUVRQ%DQGXQJ0L]DQ$GDSXQ
astrologi adalah ramalan atau seni memahami peristiwaperistiwa, dan karakter yang diduga memiliki pengaruh
terhadap suatu kelompok masyarakat dan menceritakan
masa depan mereka berdasarkan posisi matahari, bulan
dan bintang-bintang. Sedangkan astronomi adalah kajian
ilmiah (VFLHQWL¿F VWXG\) tentang matahari, bulan, dan
ELQWDQJELQWDQJVHUWDEHQGDEHQGDDQJNDVDODLQQ\D/LK
/RQJPDQ*URXS/RQJPDQ'LFWLRQDU\RI&RQWHPSRUDU\
English, *UHDW%ULWDLQ/RQJPDQ/LPLWHG*URXS
Peter Salim, 7KH &RQWHPSRUDU\ (QJOLVK
,QGRQHVLD 'LFWRQDU\ (Jakarta: Modern English Press,
2
EDJDLPDQD 7XKDQ PHQFLSWDNDQ DODP LQL"
Apakah alam ini pada mulanya tidak ada kePXGLDQ 7XKDQ PHQFLSWDNDQQ\D"$SDNDK LWX
artinya, pada mulanya Tuhan ‘sendirian’ kePXGLDQWLPEXONHLQJLQDQPHQFLSWDNDQDODP"
.HQDSD 7XKDQ LQJLQ PHQFLSWDNDQ DODP"
%DJDLPDQDDODPPXQFXOGDUL7XKDQ".DSDQ
7XKDQ PHQFLSWDNDQ DODP" 'DUL EDKDQ DSD
NDK 7XKDQ PHQFLSWDNDQ DODP" 3HUWDQ\DDQ
pertanyaan ini akan semakin panjang bila
terus dikejar dalam upaya mencari jawaban
yang rinci tentang penciptaan alam. Jawaban
untuk pertanyaan-pertanyaan di atas tidaklah mudah, karena suatu jawaban memiliki
konsekuensi teologis. Jika tidak cermat, akan
merusak citra keesaaan Tuhan. Kita ambil
contoh, jika pada mulanya alam tidak ada,
kemudian Tuhan menciptakan alam. Kata
‘mencipta’ ini akan menjadi perdebatan, kenapa baru muncul belakangan dan kemudian
PXQFXOGDULSHUEXDWDQ7XKDQ"%XNDQNDKLWX
artinya terjadi perubahan pada diri Tuhan,
yang pada mulanya tidak mencipta lalu
berubah menjadi pencipta. Padahal, dalam
prinsip tauhid, mustahil terjadi perubahan pada diri Tuhan. Jadi usaha memahami
dan memberi penjelasan yang nalar tentang
hubungan Tuhan dan alam mengandung perspektif tauhid yang sangat tinggi.
0HQXUXW 6H\\HG +RVVHLQ 1DVU SULQVLS
kosmologi Islam ialah menetapkan keesaan
7XKDQGDQPDUWDEDWDOZXMnjGgraduation of
Being \DQJ VHFDUD PHWD¿VLN PHQHJDVNDQ
bahwa realitas pada dasarnya hanya satu,
namun secara kosmologis, alam yang dapat
dirasa dan dipikirkan ini merupakan salah
VDWX GDUL EHUDJDP DOZXMnjG \DQJ DGD
Seluruh ilmu keislaman dan lebih khusus
lagi kosmologi adalah untuk menunjukkan
kesatuan dan saling keterkaitan dari segala
eksistensi yang membawa kepada keesaan
Ilahi.
Dalam wacana kosmologi Islam, untuk
6H\\HG+RVVHLQ1DVU6FLHQFHDQG&LYLOL]DWLRQ
in Islam, 22.
Fuad Mahbub Siraj, Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam
sampai kepada kesepakatan yang terasa
begitu sederhana itu, telah timbul perdebatan
intelektual yang tajam dan sengit dan bahkan
DGD \DQJ GLWXGXK ND¿U EHUNHQDDQ GHQJDQ
pendapat mereka mengenai penciptaan.
Dalam memformulasikan asal usul atau
kejadian kosmos atau alam semesta, umat
Islam terpecah ke dalam dua kelompok:
kelompok pertama berpendapat bahwa Allah
menjadikan alam semesta (kosmos) dari
ketiadaan secara langsung (FUHDWLRH[QLKLOR
PLQ DOµDGDP LOƗ DOZXMnjG.) Sementara
kelompok kedua berpandangan bahwa Allah
menjadikan alam semesta (kosmos) dari ada
secara tidak langsung (PLQ DOƯMƗG LOƗ DO
ZXMnjG) Kelompok pertama didendangkan
oleh teolog al-Asy‘ariyyah yang bercorak
tradisionalis. Sistem teologi yang mereka
pegangi ialah daya akal lemah, kehendak
mutlak Tuhan, dan cenderung berpaham
fatalisme atau jabariyyah dan kebiasaan
(µƗGDK alam yang dapat berubah-ubah atau
tidak dapat diduga. Sedangkan kelompok
kedua disuarakan oleh teolog Mu‘tazilah
yang bercorak rasionalis. Sistem teologi
yang mereka pegang ialah daya akal kuat,
otonomi manusia—dalam arti manusia bebas
mengembangkan dan menggunakan daya
pemberian Tuhan padanya atau keadilan
Tuhan— cenderung berpaham Qadariyyah
\DQJGL%DUDWGLLVWLODKNDQfree will dan free
actGDQVXQQDWXOOƗKDWDXKXNXPDODPDGDODK
ciptaan Allah yang bersifat tetap. Paham
yang sama dikemukakan pula oleh failasuf
Islam, (Failasuf Islam ialah kaum intelektual
Islam yang berkecimpung di dunia falsafat
Islam. Para penulis Islam telah berbeda
pendapat dalam penamaan disiplin ilmu ini.
$O*KD]ƗOƯ 7DKƗIXW DO)DOƗVLIDK, ditahҝTƯT
6XOD\PƗQ'XQ\Ɨ.DLUR'ƗUDO0DµƗULI.DXWVDU
$]KDUL 1RHU ,EQ DOµ$UDEL :DKGDW DO:XMXG GDODP
Perdebatan-DNDUWD3DUDPDGLQD
/LK0XVҚtѽDIƗµ$EGDO5Ɨ]LT7DPKƯGOL7ƗUƯNK
al-)DOVDIDW DO,VOƗPL\\DK (Kairo: MuhҝDPPDG µ$OƯ
SҚubhҝƯ/LKMXJD$KҝPDG)X¶ƗGDO$KҚZƗQƯ
DO)DOVDIDK DO,VOƗPL\\DK (Kairo: al-Maktabah al7VDTD¿\\DK
111
Di antara mereka ada yang menamakannya
dengan falsafat Arab. Argumen yang mereka
kedepankan mengacu pada bahasa dan suku
bangsa. Sementara yang lain, menamakannya
dengan falsafat Islam. Argumen yang mereka
majukan mengacu pada dunia Islam, tanpa
membedakan bahasa, suku bangsa dan agama,
sedangkan failasufnya kebanyakan bukan
EHUNHEDQJVDDQ $UDE %HUDQJNDW GDUL NHGXD
argumen ini, maka lebih tepat disebut dengan
)DOVDIDW ,VODP GDQ NDXP VX¿8 Penafsiran
mereka bahkan lebih moderat daripada
penafsiran teolog Mu‘tazilah yang rasionalis.
.DXPVX¿VHODLQPRGHUDWMXJDPHQHNDQNDQ
WDV\EƯK dan kesucian jiwa serta kedekatan
dengan Allah, karena banyak melakukan
ibadah-ibadah.
Kaum al-Asy‘ariyyah yang tradisionalis
berpendapat bahwa alam semesta adalah
h̡DGƯWV (baharu.) Alam, menurut mereka,
tidak dijadikan dari DV\\Ɨ¶ Dµ\ƗQ MDZƗKLU,
wa DµUƗG̟ 10 (sesuatu, hakikat, jawhar dan
‘aradқ), tetapi Allah menjadikannya dari nihil
menjadi ada (DOƯMƗGPLQDOµDGDPFUHDWLRH[
nihilo GHQJDQ NRGUDW GDQ LUDGDW1\D .HGXD
sifat ini dikedepankan oleh aliran ini dalam
rangka menganter kritikan teolog Mu‘tazilah
yang berprinsip bahwa penciptaan dari
ketiadaan menimbulkan perubahan pada zat
6X¿ LDODK RUDQJRUDQJ ,VODP \DQJ FHQGHUXQJ
berusaha mendekatkan diri kepada Allah sedekat
mungkin dengan banyak beribadah dan membersihkan
jiwa sebersih-bersihnya.
$O$V\µDUƯ\DK DGDODK VDODK VDWX NHORPSRN
WHRORJL,VODP\DQJGLEHQWXNROHK$Enj+ҐDVDQDO$V\µDUƯ
0 PDQWDQ WHRORJ 0XµWD]LODK 0HQXUXW
+DUXQ 1DVXWLRQ VHEDE DO$V\µDUƯ PHPEHQWXN WHRORJL
yang baru, karena aliran Mu‘tazilah tidak dapat diterima
dan sulit dicerna oleh umumnya umat Islam yang bersifat
VHGHUKDQDGDODPEHUSLNLU.HWLNDDO0XWDZDNNLO
0SDGDWDKXQ0PHPEDWDONDQDOLUDQ0XµWD]LODK
sebagai madzhab negara, sementara teologi yang teratur
sebagai pegangan umat Islam tidak ada, maka untuk
menghindarkan bahaya bagi umat Islam dibentuklah
WHRORJL EDUX ROHK $Enj +ҐDVDQ DO$V\µDUƯ \DQJ FRFRN
dengan umumnya umat Islam. +DUXQ1DVXWLRQTeologi
Islam -DNDUWD <D\DVDQ 8QLYHUVLWDV ,QGRQHVLD 10
µ$EG DO4ƗKLU DO%DJKGƗGƯ DO)DUT ED\Q DO
)LUDT%HLUXW'ƗUDOƖIƗTDO-DGƯGDK
8
Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014
112
$OODK 0HQXUXW DO*KD]ƗOƯ SDNDU WHRORJL
DO$V\µDUƯ $OODK PHQMDGLNDQ DODP VHPHVWD
selain dengan sifat kudrat, juga diperlukan
VLIDW LUDGDW \DQJ TDGLP \DQJ EHUEHGD GDUL
sifat-sifat manusia yang hҝDGƯWV EDKDUX
Dengan sifat-sifat ini zat Allah terpelihara
dari sasaran perubahan, karena iradat yang
TDGLPEHEDVPHPLOLKGDQPHQHQWXNDQZDNWX
yang Ia kehendaki dalam menjadikan alam
semesta ini, tanpa perlu dipertanyakan sebab
pilihan tersebut selain dari iradat itu sendiri.11
Konsep ini selaras dengan prinsip mereka:
OƗ TDGƯPD LOOƗ $OOƗK WLGDN DGD \DQJ TDGLP
selain Allah.)12 ,PSOLNDVL GDUL TDGLP DODP
menurut mereka, membawa pada paham
politeisme dan ateisme. Dikatakan politeisme
karena alam semesta juga adalah Tuhan dan
akan terdapat dua Tuhan. Demikian pula
dikatakan ateisme karena alam semesta tidak
diciptakan atau tidak perlu adanya pencipta
dan Allah tidak Pencipta (6̞ƗQLµ)13 Hal ini
GLMDGLNDQ VDODK VDWX DODVDQ ROHK$Enj +ҐDPƯG
ibn MuhҝDPPDG DO*KD]ƗOƯ +
0+0\DQJPHQ\DQGDQJJHODU
+̔XMMDKDO,VOƗP (Argumentasi Islam), ‘juru
bicara’ al-Asy‘ariyyah yang paling artikulatif,
XQWXN PHUHNDWNDQ ODEHO ND¿U WHUKDGDS SDUD
failasuf Islam dalam salah satu dari tiga butir
$O*KD]ƗOƯ 7DKƗIXW DO)DOƗVLIDK tahҝTƯT ROHK
6XOD\PƗQ'XQ\Ɨ .DLUR'ƗUDO0DµƗULI
12
+DUXQ 1DVXWLRQ Falsafat dan Mistisisme
dalam Islam-DNDUWD%XODQ%LQWDQJ
+DUXQ 1DVXWLRQ Falsafat dan Mistisisme
dalam Islam,.
+̔XMMDK DO,VOƗP GLSHUROHK DO*KD]ƗOƯ NDUHQD
pembelaannya yang mengagumkan terhadap Islam,
terutama kaum 6\ƯµDK %ƗẂiniyyah dan kaum failasuf
,VODP .DXP \DQJ GLVHEXW SHUWDPD LD VHUDQJ DTLGDK
mereka yang meyakini bahwa imam itu PDµV̞njP
WHUSHOLKDUDGDULVHJDODGRVD/LKDO*KD]ƗOLFadҐƗ¶LK̡
DO%ƗẂiniyyah, (ed.) ‘Abd al-RahҝPƗQ %ƗGDZƯ .DLUR
4DZQL\\DK$Enj+ҐƗPLG0XKҝammad ibn
Muhҝammad ibn MuhҚDPPG DO*KD]ƗOƯ DO0XQTL]Қ min
DO'ҐDOƗO %HLUXW DO0DNWDEDK DO6\DµEL\\DK WW Sedangkan kaum yang disebut kedua dikritik dengan
GDKV\DWROHKDO*KD]ƗOƯWHUKDGDSIDOVDIDWPHUHNDGDODP
WLJD EXWLU PDVDODK \DNQL NHTDGLPDQ DODP$OODK WLGDN
mengetahui yang parsial dan mengingkari kebangkitan
MDVPDQLGLDNKLUDW/LKDO*KD]ƗOƯ7DKƗIXWDO)DOƗVLIDK,
DO*KD]ƗOƯDO0XQTL]ҚPLQDO'ҐDOƗO
11
PDVDODK\DNQLTLGDPDODP
Sebaliknya teolog Mu‘tazilah yang rasionalis berpendapat bahwa alam semesta
dijadikan Allah dari sesuatu yang telah ada
(DOPƗGGDKDOnjOƗ) yang mereka sebut dengan
PDµGnjP. Yang dimaksud dengan PDµGnjP
ialah: V\D\¶G]ƗWZDµD\Q17 (sesuatu, zat dan
KDNLNDW%DKNDQDGD\DQJPHQJDWDNDQDODP
PDµGnjPLWXWHODKPHPXQ\DLDOZXMnjGKDQ\D
saja belum memunyai s̞njUDK seperti alam
empiris.18 Implikasi dari penciptaan secara
langsung dari tiada, menurut teolog rasionalis
ini, menjadikan zat Allah sebagai sasaran
perubahan, karena hal ini mengandung
pengertian adanya hubungan langsung
antara Allah Yang Maha Esa dan Maha
Sempurna dengan alam yang beragam dan
serba kekurangan. Hal ini, menurut mereka,
merusak citra tauhid. $O*KD]ƗOƯ7DKƗIXWDO)DOƗVLIDK
Mu‘tazilah salah satu kelompok teologi Islam
\DQJGLEHQWXNROHK:ƗVҚil ibn ‘AtѽƗ¶GDQµ$PULEQµ8ED\G
yang rasionalis setelah terjadi perbedaan pendapat
dengan gurunya HҐDVDQDO%DVҚUƯ\DQJWHNVWXDOLVGL%DVҚrah
tentang hukum pelaku dosa besar. Dengan demikian
berarti timbul teologi ini didasarkan atas persoalan
DJDPD \DQJ EHUFRUDN SROLWLN /LK$KҝPDG ƖPƯQ Fajr
DO,VOƗP .DLUR 0DNWDEDK DO1DKGқah al-MisҚriyyah,
0HQXUXW$KҝPDGƖPƯQQDPD0XµWD]LODKLQL
sudah ada 100 tahun sebelum lahir pengajian HҐasan al%DVҚUƯ1DPDLQLGLEHULNDQNHSDGDJRORQJDQ\DQJWLGDN
mau ikut campur dalam pertikaian politik yang terjadi
GL ]DPDQ µ8WVPƗQ LEQ µ$IIƗQ GDQ µ$OƯ LEQ$EƯ 7ҐƗOLE
Mereka bersifat bebas dan tidak berpihak kepada salah
satu yang bertikai. Dengan demikian berarti timbul nama
LQL GLGDVDUNDQ DWDV SROLWLN \DQJ EHUFRUDN DJDPD /LK
AhҝPDG ƖPƯQ )DMU DO,VOƗP +DUXQ 1DVXWLRQ
Teologi Islam,7HRORJLLQLGLMXOXNLµ5DVLRQDOLV,VODP¶
karena ia banyak memakai akal, yang harus dibedakan
GDUL UDVLRQDOLV %DUDW 5DVLRQDOLV ,VODP PHQJDNXL DWDX
membenarkan rasionalitas, dalam arti kebenaran rasio
adalah kebenaran yang relatif, sedangkan kebenaran
ZDK\X DGDODK NHEHQDUDQ PXWODN /LK 1XUFKROLVK
Madjid, ,VODP .HPRGHUQDQ GDQ .HLQGRQHVLDDQ
%DQGXQJ0L]DQ
µ$EGDO.DUƯPDO6\DKUDVWƗQƯ.LWƗE1LKƗ\DK
DO,TGƗPIƯµ,OPDO.DOƗPWW
18
µ$EGDO.DUƯPDO6\DKUDVWƗQƯ.LWƗE1LKƗ\DK
DO,TGƗPIƯµ,OPDO.DOƗP
Sebagian kaum Mu‘tazilah cenderung
mengaitkan masalah penciptaan alam semesta dengan
DTLGDK WDXKLG 0HQXUXW PHUHND VLIDW $OODK LGHQWLN
Fuad Mahbub Siraj, Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam
Seperti halnya kaum Mu‘tazilah, failasuf
,VODPGDQVX¿MXJDEHUSHQGDSDWEDKZD$OODK
menjadikan alam semesta dari sesuatu yang
ada (DOƯMƗGPLQDOV\D\¶) Konsep ini serasi
dengan pandangan mereka bahwa tiada atau
nihil jika tidak mungkin bisa berubah menjadi
ada, yang terjadi ialah ada berubah menjadi
ada dalam bentuk (s̞njUDK) yang lain.20 Pada
kesempatan ini penulis hanya memfokuskan
kepada kosmologi dalam perspektif para
failasuf Islam, khususnya para failasuf
3HULSDWHWLN ,VODP \DNQL DO)ƗUƗEƯ ,EQ 6ƯQƗ
,NKZƗQ DO6ҐDIƗ¶ GDQ ,EQ 5XV\G 3HPLNLUDQ
mereka telah memberikan warna tersendiri
dalam kajian tentang kosmologi dalam Islam.
$O)ƗUƗEƯGDQ,EQ6ƯQƗ3HQFLSWDDQ6HFDUD
Emanasi
Konsep kosmologi failasuf Islam khuVXVQ\D DO)ƗUƗEƯ GDQ ,EQ 6ƯQƗ GDSDW GLODFDN
dari falsafat emanasi (al-faydҐ.) ‘Ramuan’
Plotinus inilah yang mengilhami dan sangat
memengaruhi bangunan kosmologi kaum
failasuf Islam, yang telah mencapai kesemSXUQDDQDWDVSHQJHODERUDVLDQDO)ƗUƗEƯ
+0+0\DQJGDODPGXQLD
intelektual Islam dinilai sebagai DO0XµDOOLP
DO7VƗQƯ21 *XUX .HGXD GDQ ,EQ 6ƯQƗ +0+0\DQJPHPHUROHK
GHQJDQ ]DW1\D -LND VLIDW GLWDIVLUNDQ EHUEHGD GDUL
]DW \DQJ TDGLP EHUDUWL WHUMDGL EDQ\DN \DQJ TDGLP
(WDµDGGXG DOTXGDPƗ¶ PXOWLSOLFLW\ RI HWHUQDOV)
6HODQMXWQ\D PHPEDZD SXOD SDGD SDKDP V\LULN /LK
µ$OƯ 0XVҚtѽDIƗ DO*KXUƗEƯ 7ƗUƯNK DO)LUT DO,VOƗPL\\DK
(Kairo: MuhҝDPPDGµ$OƯ6ҚubhҝZD$ZOƗGXKXWWS
$EƯDO)DWKҝ µ$EGDO.DUƯPLEQ$EƯ%DNU$Kҝmad
DO6\DKUDVWƗQƯ al-Milal wal al-Nih̡al, %HLUXW 'ƗU DO
)LNUWW
20
$EnjDO:DOƯG0XKҝammad ibn Rusyd, 7DKƗIXW
DO7DKƗIXW Juz I, tahҝTƯT 6XOD\PƗQ 'XQ\Ɨ .DLUR 'ƗU
DO0DµƗULI
21
Gelar kehormatan sebagai DO0XµDOOLP DO
7VƗQƯ diperolehnya karena keahliannya dalam bidang
logika (metode pemikiran yang sistematis dan rasional),
dan Aristoteles sebagai DO0XµDOOLP DO$ZZDOnya.
%DQG µ$OƯ $Enj 5D\\ƗQ DO)DOVDIDK DO,VOƗPL\\DK
6\DNKV̡L\\DWXKƗ ZD 0DG]ƗKLEXKƗ (Iskandariyyah, tt.),
0DMLG )DNKU\ $ +LVWRU\ RI ,VODPLF 3KLORVRSK\
WHUM0XO\DGL.DUWDQHJDUD-DNDUWD3XVWDND-D\DO
113
gelar kehormatan sebagai DO6\D\NKDO5D¶ƯV22
6\HNK.L\DL\DQJ8WDPD
$OODK GDODP IDOVDIDW DO)ƗUƗEƯ \DQJ
EHUQDPD OHQJNDS $Enj 1DVҚr Muhҝammad
ibn Muhҝammad ibn Tarkhan ibn Awzalagh,
menciptakan alam semesta melalui emanasi,
GDODP DUWL DOZXMnjG $OODK PHQFLSWDNDQ DO
ZXMnjG DODP VHFDUD OLPSDKDQ (PDQDVL LQL
terjadi melalui pemikiran atau WDµDTTXO
$OODKWHQWDQJ]DW1\D3HPLNLUDQ$OODK<DQJ
0DKD (VD WHQWDQJ GLUL1\D LWX PHUXSDNDQ
daya atau energi yang amat dahsyat. Dari
daya inilah Allah menciptakan alam secara
tidak langsung.Telah disebutkan, dalam al4XU¶ƗQ EDQ\DN GLWHPXNDQ NDWDNDWD GDODP
arti berpikir. Masing-masingnya memiliki
arti dan penekanan yang berbeda. Karenanya,
berpikir tentang Allah hanya dengan kata alµDTO dan DOG]LNUdan tidak mungkin dengan al¿NU%HUSLNLUDOµDTObersifat abstrak dan akal
manusia dapat sampai kepada Allah. Ini yang
digunakan para failasuf Islam. Dalam falsafat
Islam Allah disebut ‘$TO(Kemahacerdasan.)
Penyebutan ini erat kaitannya dengan keterpesonaan mereka tentang keteraturan dan
kerapian ciptaan Allah di alam semesta ini
yang tidak bisa dibandingan dengan apa
dan siapa pun. Sementara berpikir DOG]LNU
juga bersifat abstrak, tetapi berpikir dengan
daya yang berpusat pada kalbu dengan cara
membersihkan rohani sebersih-bersihnya
dengan banyak beribadah dan berdzikir. Cara
LQLODK\DQJGLJXQDNDQNDXPVX¿\DQJGHQJDQ
NHEHUVLKDQ URKQ\D LWX URK VX¿ GDSDW GHNDW
dengan Allah, bahkan roh bisa manunggal
dengan roh Allah. Sedangkan berpikir DO¿NU
bersifat empiris dan tidak mungkin sampai
kepada Allah. Cara ini yang digunakan oleh
VDLQWLV0HQXUXW6D\LG=D\LGVHEDJDLGLNXWLS
Harun 1DVXWLRQ WDµDTTXO Allah tentang
]DW1\DLWXDGDODKLOPX$OODKWHQWDQJGLUL1\D
Popularitasnya sebagai DO6\D\NK DO5D¶ƯV
diterimanya karena prestasinya di bidang ilmu
pengetahuan dan falsafat mencapai puncaknya yang
WHUWLQJJL/LK1XUFKROLVK0DGMLG.KD]DQDK,QWHOHNWXDO
Islam-DNDUWD%XODQ%LQWDQJO
22
Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014
114
dan ilmu itu adalah daya DOTXGUDK yang
menciptakan segalanya, agar sesuatu tercipta
cukup sesuatu itu diketahui Allah.
0DNVXGDO)ƗUƗEƯPHQJHPXNDNDQSDKDP
emanasi ini adalah untuk menghindarkan arti
banyak dalam zat Allah. Karenanya Allah
tidak bisa secara langsung menciptakan
alam yang banyak jumlah unsurnya. Jika
Allah Yang Maha Esa berhubungan langsung
dengan alam yang plural ini, tentu dalam
zat Allah terdapat hal yang plural. Hal ini
merusak citra tauhid. Demikian pula Allah
Maha Sempurna tidak mungkin berhubungan
langsung dengan alam yang tidak sempurna.
Jika Yang Maha Sempurna berhubungan
langsung dengan yang tidak sempurna, juga
merusak citra tauhid. Karenanya bagi failasuf
Islam, Allah menciptakan alam secara tidak
ODQJVXQJ VXQQDWXOOƗK GDQ KDO LQL WLGDN
EHUWHQWDQJDQGHQJDQDO4XU¶ƗQ'DODP,VODP
boleh kita berpendapat antara penciptaan
secara langsung dan penciptaan secara tidak
langsung. Apapun pendapat yang dipilih
tidak melanggar ayat dan tidak keluar dari
Islam selama tetap menerima dan meyakini
Allah Maha Pencipta. Kiranya pendapat
1XUFKROLVK0DGMLGWHQWDQJLQLGDSDWGLWHULPD
ketika ia mengatakan bahwa failasuf Islam
terdorong memelajari dan menerima doktrin
Plotinus ini karena pahamnya memberikan
kesan tauhid.
Terdapat perbedaan prinsip antara emaQDVL 3ORWLQXV GDQ DO)ƗUƗEƯ MXJD IDLODVXI
,VODP ODLQQ\D %DJL 3ORWLQXV DODP EXNDQ
diciptakan tetapi dipancarkan atau melimpah
dari Yang Satu, yang melahirkan paham
panteisme (alam sama dengan Allah dan
Allah sama dengan alam.) Pada pihak lain ia
(emanasi) juga mengindikasikan bahwa Yang
Satu bersifat pasif dan alam bersifat aktif.
Pendapat seperti ini tidak dapat ditolerir dalam
+DUXQ 1DVXWLRQ ³6HNLWDU 3HQGDSDW Failasuf
Islam tentang Emanasi dan Kekalnya Alam,” 6WXGL
,VODPLND1R,$,1-DNDUWD
1XUFKROLVK 0DGMLG .KD]DQDK ,QWHOHNWXDO
Islam,
Islam, karena bertentangan dengan ajaran
SRNRN ,VODP GDODP DO4XU¶ƗQ 6HGDQJNDQ
SHQHNDQDQ HPDQDVL DO)ƗUƗEƯ DGDODK $OODK
Pencipta alam, dan cara penciptaannya secara
emanasi. Dengan demikian Allah adalah
Khalik dan alam adalah makhluk: antara
keduanya terdapat perbedaaan yang prinsip.
Pada pihak lain juga menunjukkan Allah
bersifat aktif, bahkan selamanya demikian,
sedangkan alam bersifat pasif. Paham seperti
LQL WLGDN EHUWHQWDQJDQ GHQJDQ DO4XU¶ƗQ
Adapun sistematika penciptaan secara
emanasi tersebut dapat dikemukakan sebagai
berikut:
Allah Yang Maha Esa cukup memikirkan
(WDµDTTXO ]DW1\D \DQJ PHUXSDNDQ GD\D
dan daya WDµDTTXO Allah itu menciptakan
Akal Pertama. Obyek WDµDTTXO Allah Yang
Esa (ah̡ad) mesti satu pula, yang setara
0DKD 6HPSXUQD GDQ (VD GHQJDQ1\D \DNQL
]DW1\D +DO LQL VHMDODQ GHQJDQ SULQVLS
ciptaan emanasi: dari Yang Satu (Esa) hanya
tercipta darinya satu pula (DOZƗK̡LGOƗ\DV̞dur
µDQKXLOOƗZƗK̡id.) Sebagai Allah Yang Maha
Esa, Akal Pertama juga satu dalam bilangan,
tetapi di dalamnya terkandung arti banyak.
$NDO 3HUWDPD DGDODK DOZXMnjG NHGXD$OODK
VHEDJDLDOZXMnjGSHUWDPDODOX$NDO3HUWDPD
memunyai dua obyek pemikiran WDµDTTXO,
yakni Allah dan dirinya sendiri.
Akal Pertama berWDµDTTXO tentang Allah,
yang juga merupakan TXGUDK mewujudkan
Akal Kedua dan berWDµDTTXO tentang dirinya
PHZXMXGNDQ /DQJLW 3HUWDPD $NDO .HGXD
berWDµDTTXO tentang Allah mewujudkan
Akal Ketiga dan berWDµDTTXO tentang dirinya
PHZXMXGNDQ %LQWDQJ%LQWDQJ $NDO .HWLJD
berWDµDTTXO tentang Allah mewujudkan Akal
Keempat dan berWDµDTTXO tentang dirinya
mewujudkan Saturnus. Akal Keempat berWDµDTTXO tentang Allah mewujudkan Akal
Kelima dan berWDµDTTXO tentang dirinya
mewujudkan Jupiter. Akal kelima berWDµDTTXO tentang Allah mewujudkan Akal
Keenam dan berWDµDTTXO tentang dirinya
mewujudkan Mars. Akal Keenam ber-
Fuad Mahbub Siraj, Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam
115
Tabel 1:
(PDQDVLDO)ƗUƗEƯ
%HUSLNLU7HQWDQJ
(subyek)
Akal
yang ke:
Sifat
Allah sebagai
:DMLEDO:XMnjG
menghasilkan:
Dirinya sendiri sebagai mumkin
DOZXMnjGPHQJKDVLONDQ
I
0XPNLQDOZXMnjG
Akal II
/DQJLW3HUWDPD
II
0XPNLQDOZXMnjG
Akal III
%LQWDQJ%LQWDQJ
III
0XPNLQDOZXMnjG
Akal IV
Saturnus
IV
0XPNLQDOZXMnjG
Akal V
Yupiter
V
0XPNLQDOZXMnjG
Akal VI
Mars
VI
0XPNLQDOZXMnjG
Akal VII
Matahari
VII
0XPNLQDOZXMnjG
Akal VIII
Venus
VIII
0XPNLQDOZXMnjG
Akal IX
Merkuri
IX
0XPNLQDOZXMnjG
Akal X
%XODQ
X
0XPNLQDOZXMnjG
Masing-masing akal mengurusi satu
planet
%XPLURKPDWHULSHUWDPD\DQJ
Akal Ke-sepuluh tidak lagi
menjadi keempat unsur: udara, api, memancarkan akal-akal berikutnya,
air dan tanah
karena kekuatannya sudah melemah.
WDµDTTXO tentang Allah mewujudkan Akal
Ketujuh dan berWDµDTTXO tentang dirinya
mewujudkan Matahari. Akal Ketujuh berWDµDTTXO tentang Allah mewujudkan Akal
Kedelapan dan berWDµDTTXO tentang dirinya
mewujudkan Venus. Akal Kedelapan berWDµDTTXO tentang Allah mewujudkan Akal
Kesembilan dan berWDµDTTXO tentang dirinya
mewujudkan Merkuri. Akal Kesembilan berWDµDTTXO tentang Allah mewujudkan Akal
Kesepuluh dan berWDµDTTXO tentang dirinya
PHZXMXGNDQ%XODQ$NDO.HVHSXOXKWHUKHQWL
proses penciptaan emanasi, karena daya
akal ciptaan Allah ini sudah melemah untuk
mewujudkan akal yang sejenisnya dan berWDµDTTXOtentang dirinya PHZXMXGNDQ%XPL
roh-roh, dan Materi Pertama yang menjadi
dasar dari keempat unsur pokok: air, udara,
api dan tanah.
Masing-masing akal yang berjumlah
sepuluh itu mengatur satu planet. Akal-akal
ini adalah simbol dari para malaikat yang
mendapatkan tugas tambahan dari Allah dan
Akal Kesepuluh, yang juga dinamakan Akal
)DµµƗO GLVHEXW GHQJDQ 0DODLNDW -LEUƯO \DQJ
$O)ƗUƗEƯ ƖUƗ¶ $KO DO0DGƯQDK DO)ƗGҝilah
(Kairo: Maktabah MuhҝDPPDGµ$OƯ6ҚƗELKҝZD$ZOƗGXKX
tt.), 22.
keterangan
sebagai tugas tambahannya ialah mengatur
%XPL Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
WDEHOHPDQDVLDO)ƗUƗEƯ
Sejalan dengan konsep penciptaan
secara emanasi, bahwa Allah menciptakan
alam semesta sekaligus (GDIµDK ZƗK̡idah)
dari energi yang maha dahsyat sebagai
hasil WDµDTTXO $OODK WHQWDQJ ]DW1\D \DQJ
kemudian memadat menjadi materi. Selanjutnya berevolusi menjadi alam semesta
seperti sekarang ini. Demikian juga menurut
failasuf Islam Allah menciptakan alam
VHPHVWDNHWLND$OODKLWXDOZXMnjGNDUHQDEDJL
mereka tidak mungkin ada jarak waktu antara
DOZXMnjG$OODKGHQJDQDOZXMnjGPDWHULDODP
KDVLO FLSWDDQ1\D .RQVHS VHSHUWL LQL DNDQ
mengindikasikan bahwa terjadi perubahan
pada zat Allah Yang Maha Sempurna dari
tidak mencipta (tidak khalik) menjadi khalik
(mencipta).
6HEDJDLPDQD DO)ƗUƗEƯ ,EQ 6ƯQƗ MXJD
menganut falsafat penciptaan secara emanasi. Pada prinsipnya struktur dan sistem penciptaan emanasi mereka sama, termasuk juga
7- 'H %RHU 7ƗUƯNK DO)DOVDIDK IƯ DO,VOƗP
terj. ke Arab oleh MuhҝDPPDGµ$EGDO+ƗGƯ$Enj=D\GDK
.DLUR /DMQDK DO7D¶OƯI ZD DO7DUMDPDK ZD DO1DV\U
+DUXQ1DVXWLRQ$NDOGDQ:DK\X'DODP
Islam, 12.
Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014
116
obyek WDµDTTXOAllah Yang Esa (DOZƗK̡idah
OƗ \DV̞GXU µDQKX LOOƗ ZƗK̡id, dari Yang Satu
hanya muncul satu), namun mereka hanya
berbeda dalam menetapkan obyek pemikiran
DNDODNDO%DJLDO)ƗUƗEƯDNDODNDOPHPXQ\DL
dua obyek pemikiran (WDµDTTXO, yakni Allah
GDQGLULQ\DVHGDQJNDQ,EQ6ƯQƗPHQHWDSNDQ
tiga obyeknya, yakni Allah sebagai ZƗMLE
DOZXMnjGOLG]ƗWLKL, dirinya sebagai ZƗMLEDO
ZXMnjGOLJKD\ULKLdan dirinya sebagai PXPNLQ
DOZXMnjG Dari pemikiran (WDµDTTXO) tentang
Allah sebagai ZƗMLE DOZXMnjG OL G]ƗWLKL timbul akal-akal, dari pemikiran (WDµDTTXO) tentang dirinya sebagai ZƗMLEDOZXMnjGOLJKD\rihi timbul jiwa-jiwa, yang berfungsi sebagai
penggerak planet-planet dan dari pemikiran
(WDµDTTXO tentang dirinya sebagai PXPNLQ
DOZXMnjG timbul planet-planet. Untuk lebih
MHODVGDSDWGLOLKDWWDEHOHPDQDVL,EQ6ƯQƗ
3HQFLSWDDQHPDQDVL,EQ6ƯQƗMXJDPHQJhasilkan sepuluh akal dan sembilan planet serta satu bumi. Sembilan akal mengurusi sembilan planet dan Akal Kesepuluh mengurusi
EXPL%HUEHGDGDULSHQGDKXOXQ\DDO)ƗUƗEƯ
EDJL,EQ6ƯQƗPDVLQJPDVLQJMLZDEHUIXQJVL
sebagai penggerak satu planet, karena akal
(imateri) tidak bisa langsung menggerakkan
planet yang bersifat materi.
Sesuai dengan falsafat penciptaan
emanasi, menurut failasuf Islam, alam ini
TDGLP NDUHQD $OODK PHQFLSWDNDQ DOZXMnjG
DODPVHFDUDSDQFDUDQVHMDNTLGDPGDQD]DOL
$QWDUDTDGLP$OODKGDQTDGLPDODPWHUGDSDW
perbedaan besar, yakni terletak pada sebab
yang membuat alam tercipta. Qadim alam
tidak memunyai permulaan dalam zaman
(WDTDGGXP ]DPƗQƯ) Sedangkan dari segi
esensi, karena Allah menciptakannya secara
limpahan, maka alam baharu (h̡DGƯWV) Sementara itu dari segi esensi bukan dari segi zaman, esensi Allah sebagai Pencipta lebih
dahulu daripada esensi alam sebagai ciptaan
(WDTDGGXP G]ƗWƯ) Jadi alam adalah baharu
GDQTDGLP\DQJGLVHEXWMXJDGHQJDQFLSWDDQ
azali (muh̡GDWV µD]DOƯ Dengan kata lain
$OODK TDGLP muh̡dits (Pencipta), sedangkan
DODPTDGLPmuh̡dats (diciptakan.)
.RVPRORJL0HQXUXW,NKZƗQDO6ҐDIƗ¶
Penciptaan secara emanasi yang lebih
VHPSXUQDWHUGDSDWGDODPIDOVDIDW,NKZƗQDO
SҐDIƗ¶ VHNHORPSRN SHPLNLU 0XVOLP UDKDVLD
EHUDVDO GDUL VHNWH 6\ƯµDK ,VPƗµƯOL\\DK GL
%DVҚrah.)28 Falsafat emanasinya terpengaruh
oleh Plotinus dan Pythagoras. Allah adalah
Pencipta dan mutlak esa (ah̡ad.) Ia satuVDWXQ\DDOZXMnjG\DQJHWHUQDOGDQWLGDNDGD
VHVXDWX DWULEXW \DQJ PHOHNDW SDGD1\D
Dengan kemauan sendiri Allah menciptakan
Akal Aktif secara emanasi. Akal ini adalah
cahaya Allah, yang kemunculannya (penciptaannya) seperti kemunculan angka dua dari
angka satu. Dengan demikian, kalau Allah
TDGLP EƗT, lengkap (WƗPP) dan sempurna
(NƗPLO, maka Akal Aktif juga demikian
halnya (duplikat Allah.) Pada Akal Aktif ini
lengkap segala potensi yang akan muncul
SDGD DOZXMnjG EHULNXWQ\D $NDO $NWLI MXJD
sebagai pembatas dan perantara, manifestasi
awal yang tunggal sebagaimana keesaan
Allah, yang menyucikan Allah dari makna
plural.
/HZDWSHUDQWDUDDQ$NDO$NWLI$OODKPHQ
ciptakan secara emanasi Jiwa Universal dan
sekaligus menerima energi dari Akal Aktif,
QDPXQ MLZD ZDODXSXQ TDGLP GDQ OHQJNDS
tetapi tidak sempurna. Jiwa ini memengaruhi
dan menjiwai seluruh alam semesta mulai dari
alam tinggi (DOµƗODP DOµXOXZZƯ), seperti
benda-benda langit sampai alam rendah (alµƗODP DOVXÀƯ, seperti bumi beserta isinya,
sehingga kedua alam ini tidak terpisah.
Kemudian dari Jiwa Universal terciptalah
secara emanasi Materi Pertama (DOKD\njOƗ
DOnjOƗ). Ia juga jauhar rohani, sederhana
(EDVƯẂ) GDQ TDGLP WHWDSL WLGDN OHQJNDS GDQ
6LUDMXGGLQ =DU )LVDIDW ,VODP )LORVRI GDQ
Filsafatnya, &HW .H -DNDUWD 5DMDZDOL , 28
7- 'H %RHU 7ƗUƯNK DO)DOVDIDK IƯ DO,VOƗP
Fuad Mahbub Siraj, Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam
117
Tabel 2:
(PDQDVL,EQ6ƯQƗ
6XE\HN
$NDO
<DQJNH
Sifat
$OODK6HEDJDL
:ƗMLEDO:XMnjG
0HQJKDVLONDQ
III
:ƗMLE
DO:XMnjG
Mumkin al:XMnjG
Sda
Akal IV
IV
Sda
Akal V
V
Sda
Akal VI
VI
Sda
Akal VII
VII
Sda
Akal VIII
VIII
Sda
Akal IX
IX
Sda
Akal X
X
Sda
-
I
II
Akal II
Akal III
'LULQ\DVHQGLUL
VHEDJDL:ƗMLE
ZXMnjGOLJKD\ULKL
PHQJKDVLONDQ
.HWHUDQJDQ
Jiwa I yang meng/DQJLW3HUWDPD
Masing-masing jiwa
gerakkan :
berfungsi sebagai
Jiwa II yang
%LQWDQJELQWDQJ
penggerak satu planet
menggerakkan :
Saturnus
karena (immateri
Jiwa III yang
tidak bisa langsung
menggerakkan :
Yupiter
menggerakkan jisim
Jiwa IV yang
(materi),
menggerakkan :
Mars
Jiwa V yang
Akal X tidak lagi
menggerakkan :
Matahari
memancarkan akalJiwa VI yang
akal berikutnya,
menggerakkan :
Venus
karena kekuatannya
Jiwa VII yang
sudah lemah.
menggerakkan :
Merkuri
Jiwa VIII yang
menggerakkan :
%XODQ
Jiwa IX yang
menggerakkan :
%XPLURKPDWHUL3HUWDPD\DQJ
Jiwa X yang
menjadi dasar dari ke empat unsur
menggerakkan :
(udara, api, air dan tanah).
tidak sempurna. Dari Materi Pertama ini
terciptalah secara emanasi Alam Aktif, yang
juga jawhar rohani dan EDVƯẂ (simpel.) Secara
ringkas rangkaian proses penciptaan secara
emanasi sebagai berikut:
$OODK 0DKD 3HQFLSWD GDQ GDUL1\D
muncullah;
2. Akal Aktif atau Akal Pertama(DOµ$TODO
)DµµƗO
-LZD8QLYHUVDODO1DIVDO.XOOL\\DK
0DWHUL3HUWDPDDO+D\njOƗDONjOƗ
$ODP$NWLIal-T̔DEƯµDKDO)ƗµLODK
0DWHUL $EVROXW DWDX 0DWHUL .HGXD (al-LVPDO0XẂODT
$ODP3ODQHW3ODQHWµƖODPDO$ÀƗN);
8. Unsur-unsur alam terendah (µ$QƗV̞ir alƖODP DO6XÀƗ, yaitu air, udara, tanah
dan api;
0DWHUL JDEXQJDQ \DQJ WHUGLUL GDUL
mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan dan
manusia.
'LULQ\DVHQGLULPXPNLQZXMnjGOL
G]ƗWLKL
7- 'H %RHU 7ƗUƯNK DO)DOVDIDK IƯ DO,VOƗP
Selaras dengan prinsip matematika
,NKZƗQDO6ҐDIƗ¶NHGHODSDQPƗKL\\DKdi atas
bersama zat Allah yang mutlak, maka sempurnalah jumlah bilangan menjadi sembilan.
Angka sembilan ini juga membentuk substansi organik pada tubuh manusia, yakni tulang, sumsum, daging, urat, darah, saraf, kulit, rambut dan kuku.
Proses penciptaan secara emanasi di
DWDVPHQXUXW,NKZƗQDO6ҐDIƗ¶WHUEDJLPHQ
jadi dua: a) Penciptaan sekaligus, GDIµDK
ZƗK̡idah dan b) Penciptaan secara gradual,
WDGUƯM. Penciptaan sekaligus atau emanasi
yang mereka sebut alam rohani, yakni Akal
Aktif, Jiwa Universal, Materi Pertama dan
Alam Aktif. Sementara itu, penciptaan secara
gradual atau evolusi yang mereka sebut
dengan alam jasmani, yakni Jisim Mutlak
dan seterusnya. Jisim Mutlak tercipta dalam
zaman yang tidak terbatas dalam periode
yang panjang. Periode-periode ini akan
membentuk perubahan-perubahan dalam
masa, seperti penciptaan dalam enam hari
Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014
118
(periode.)
Jisim Mutlak tercipta ketika Jiwa
Universal menggerakkan Materi Pertama,
maka ketika itu Materi Pertama menerima
bentuk panjang, lebar dan dalam. Ketika
menerima bentuk ia menjadi Materi Kedua
atau Jisim Mutlak. Penciptaan secara emanasi berikutnya ialah alam-alam planet. Dari
alam ini muncul pertama bola langit, yang
memiliki 11 lapisan dengan masing-masing
ketebalan bervariatif. Darinya muncul elemen api, udara, air dan tanah yang terletak
di bawah bulan dan dari sini pula terjadi perubahan (DONDZQ ZD DOIDVƗG yang pada
fase berikutnya melahirkan mineral, tumbuhan dan hewan.
.HWHUSHQJDUXKDQ ,NKZƗQ DO6ҐDIƗ¶ WHUhadap angka-angka yang dikemukakan
Pythagoras dapat dilihat dari falsafat emanasinya ini. Menurutnya angka dua muncul
setelah angka satu, dengan arti Akal Aktif
EDJDLNDQ DQJND GXD DOZXMnjG VHWHODK DO
ZXMnjG$OODKEDJDLNDQDQJNDVDWX'HPLNLDQ
juga Jiwa Universal bagaikan angka tiga,
setelah Akal Aktif bagaikan angka dua.
%HJLWXODK VHWHUXVQ\D EHUXUXWXUXWDQ VDPSDL
angka sembilan. Setiap urutan angka merupakan penurutan derajat, karena angka satu
adalah derajat yang tertinggi.
,NKZƗQ DO6ҐDIƗ¶ PHPELFDUDNDQ HPDQDVL
dan evolusi. Dalam rangkaian evolusinya, ia
menyebutkan alam mineral, alam tumbuhtumbuhan, alam hewan dan alam manusia
merupakan satu rentetan yang sambung
menyambung. Masing-masing dari alam ini,
yang memunyai derajat tertinggi memunyai
hubungan langsung dengan alam berikutnya
yang memunyai derajat terendah. Seperti
alam mineral derajat tertinggi memunyai
hubungan langsung dengan alam tumbuhtumbuhan yang memunyai derajat terendah
dan demikian seterusnya alam tumbuhan
dengan alam hewan dan alam hewan dengan
alam manusia. (YROXVL ,NKZƗQ DO6ҐDIƗ¶
ini juga tentu masih dipertanyakan, karena
didasarkan pada pemikiran kefalsafatan yang
bukan bidangnya.
Secara keseluruhan, walaupun tidak
semua dapat diungkapkan di sini, memang
NRVPRORJL ,NKZƗQ DO6ҐDIƗ¶ MDXK OHELK OHQJkap dan sempurna bila dibandingkan dengan
SHQGDKXOXQ\DDO)ƗUƗEƯGDQ,EQ6ƯQƗQDPXQ
tetap saja dasarnya spekulatif, yang berbeda
dari sains.
Kosmologi Ibn Rusyd
Ibn Rusyd kelahiran Cordova yang oleh
Dante Alighieri, pengarang 'LYLQD&RPPHGLD
dijuluki the famous commentator of Aristotle,33
menanggapi kosmologi yang dimajukan
,EQ 6ƯQƗ GDQ DO*KD]ƗOƯ 0HQXUXWQ\D GDOLO
ZƗMLE DOZXMnjG dan PXPNLQ DOZXMnjG Ibn
6ƯQƗ WHUGDSDW NHNHOLUXDQ 6XPEHU NHVDODKDQ
,EQ 6ƯQƗ WHUGDSDW GDODP SHQGDSDWQ\D ZƗMLE
DOZXMnjGPLQJKD\ULKLdanPXPNLQZXMnjGEL
G]ƗWLKLkarena yang mungkin itu memerlukan
kepada yang wajib.
Pada dasarnya dalam konsep DOZƗMLE
tidak ada unsur PXPNLQ karena ZƗMLEadalah
lain dari PXPNLQ. Yang ada ialah sesuatu
itu ZƗMLE ada dilihat dari dimensi tertentu
dan PXPNLQ ada dilihat dari dimensi yang
lain. Jadi pembagian DOPDZMnjGƗW kepada:
PXPNLQDOZXMnjGdan ZƗMLEDOZXMnjGdalam
pengertian, bahwa PXPNLQitu terjadi karena
ada sebab (µLOODK sedangkan wajib itu
terjadi dengan sendirinya tanpa sebab (µLOODK
VHSHUWL \DQJ GLNHPXNDNDQ ,EQ 6ƯQƗ WLGDN
membuktikan penolakan terhadap eksistensi
sebab (µLOODK yang tidak memunyai batas.
Karenanya, sebab yang tidak berbatas
itu menjadi bagian dari PDZMnjGƗW (alam)
+DUXQ1DVXWLRQ$NDOGDQZDK\XGDODP,VODP
HҐDQƗ DO)DNKnjUƯ .KDOƯO DO-DUU 7ƗUƯNK DO
)DOVDIDKDOµ$UDEL\\DK%HLUXW0XDVVDVDK
HҐDQƗ DO)DNKnjUƯ .KDOƯO DO-DUU 7ƗUƯNK DO
)DOVDIDKDOµ$UDEL\\DKjilid III, 182.
AhҝPDG )X¶ƗG DO$KҝZƗQƯ al-Falsafah al,VOƗPL\\DK
MuhҝDPPDG µƖWѽLI DOµ,UƗTƯ al-Falsafah al,VOƗPL\\DK.DLUR'ƗUDO0DµƗULI
Fuad Mahbub Siraj, Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam
yang juga tidak memunyai sebab. Dengan
demikian, semua yang PDZMnjGƗW menjadi
unsur yang wajib ada (ZƗMLEDOZXMnjG35
Konsep DOPXPNLQdan DOZƗMLE,EQ6ƯQƗ
ternyata keliru, sebab DOPXPNLQ IƯ G]ƗWLKL
tidak mungkin menjadi wajib (dҐDUnjUƯ dari
segi agent-nya (IƗµLOLKL kecuali, jika unsur
PXPNLQ itu berubah menjadi unsur ZƗMLE. Atas
dasar inilah benar tuduhan Ibn Rusyd bahwa
,EQ6ƯQƗNDGDQJNDGDQJPHQGXNXQJSHQGDSDW
kaum teolog. Akan tetapi, tuduhannya tenWDQJ ,EQ 6ƯQƗ WLGDN EHUSHJDQJ SDGD PHWRGH
rasional, masih perlu dipertanyakan, karena
VHEDJDL GLNDWDNDQ DOµ,UƗTƯ ,EQ 6ƯQƗ WHODK
menggunakan metode rasional, misalnya
dalam buku: al-Mant́LTL\\ƗW ED\Q DO7̔ƗULT
DO%XUKƗQƯ DO)DOVDIƯ ZD DO7̔ƗULT DO
-DGDOƯ DO.DOƗPƯ 'DODP EXNX LQL ,EQ 6ƯQƗ
PHQJJXQDNDQ PHWRGH GHPRQVWUDWLI IDOVD¿
(DOEXUKƗQDOIDOVDIƯ
Dasar tuduhan Ibn Rusyd ialah dikarenakan Aristoteles tidak menggunakan konsep
DOPXPNLQ dan DOZƗMLE Akan tetapi bila
dikaji konsep potensial dan aktual yang
dilontarkan Aristoteles, maka antara keduanya
ada semacam persamaan di samping ada
perbedaan. Ibn Rusyd secara tegas menolak
HPDQDVLRQLVPH ,EQ 6ƯQƗ 0HQXUXWQ\D
SHQGDSDW ,EQ 6ƯQƗ LQL PHPLOLNL EHEHUDSD
kelemahan, kesulitan dan pertentangan:
Pertama, pendapat bahwa dari DO)ƗµLO
al-Awwal hanya memancar satu, bertentangan
dengan pendapatnya sendiri, bahwa yang
memancar dari yang satu pertama terdapat
padanya yang banyak, padahal dari yang
satu mesti memancar satu. Pendapat ini
dapat diterima, kata Ibn Rusyd, kalau saja
dikatakannya bahwa yang banyak terdapat
pada akibat pertama (DOPDµOnjODODZZDO dan
masing-masing dari yang banyak itu adalah
yang pertama. Tetapi hal ini tidak mungkin,
karena akan memaksanya untuk mengatakan
Ibn Rusyd, Fas̞O DO0DTƗO ZD 7DTUƯU PƗ
ED\QD DO6\DUƯµDK ZD DO+̔LNPDK PLQ DO,WWLV̞ƗO tahҝTƯT
MuhҝDPPDG µ,PPƗUDK .DLUR 'ƗU DO0DµƗULI 119
bahwa yang pertama itu adalah yang banyak.
.HGXDDNLEDWNXUDQJNHWHOLWLDQ,EQ6ƯQƗ
maka pendapat ini telah diikuti orang banyak,
kemudian mereka menisbatkannya kepada
para failasuf, dalam hal ini Aristoteles, padaKDO LD WLGDN EHUSHQGDSDW GHPLNLDQ /HELK
lanjut dikatakan Ibn Rusyd bahwa pendapat
ini merupakan khayalan dan keyakinan yang
jauh lebih lemah dari pendapat ahli NDOƗP
dan ia tidak sejalan dengan prinsip-prinsip
para failasuf, bahkan tidak dapat memberikan
kepuasan kepada kaum NKLẂƗEƯ sekalipun.
Pendapat yang paling tepat bahwa PDµOnjO
awwal terdapat yang banyak dan yang banyak
mesti satu. Dengan demikian, keesaan itu
menghendaki bahwa yang banyak kembali
kepada yang satu dan yang satu yang telah
menciptakan yang banyak itu adalah satu, ia
memiliki arti yang sederhana dan timbul dari
satu yang sederhana, Allah.
.HWLJDmenurut Ibn Rusyd prinsip-prinsip
(DOPDEƗGLµ yang memancar dari prinsip
yang lain sebagai dikemukakan, merupakan
sesuatu yang tidak dikenal oleh failasuffailasuf terdahulu, karena yang mereka
maksud bahwa prinsip-prinsip itu memunyai
PDTƗPƗWtertentu dari prinsip yang pertama,
GL PDQD DOZXMnjG SULQVLSSULQVLS LQL WLGDN
sempurna tanpa PDTƗP tersebut. Korelasi
antara prinsip-prinsip ini menghendaki
adanya akibat (PDµOnjOƗW sesamanya, dari
prinsip yang pertama. Dengan demikian yang
dimaksud dengan IƗµLOPDIµnjOdan PDNKOnjT
adalah dalam pengertian di atas, sebagaimana
adanya hubungan setiap maujud dengan Yang
Satu.
Ibn Rusyd juga mengajukan pertanyaan,
bagaimana cara menjelaskan adanya alam
dari Yang Satu (Allah.) Dalam menjawab
pertanyaan ini, kata Ibn Rusyd, ada tiga
pendapat. Pertama, yang banyak itu sumbernya
adalah DOKD\njOƗ atau DOLVWLµGƗGƗW (materi
Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW
Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW
Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW
Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW
120
Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014
pertama); pendapat kedua, yang banyak itu
bersumber dari DOµƗOƗW sedangkan pendapat
ketiga, yang banyak itu bersumber dari almutawas̞s ̞it́ƗW(mediator.)
Ibn Rusyd dalam usahanya menghindari
emanasi mengatakan bahwa yang banyak
itu timbul dari ketiga himpunan sebab yang
dikemukakan di atas, yakni DOLVWLµGƗGƗWDO
¶ƗOƗWdan al-Mutawas̞s ̞it́ƗW. Ketiga himpunan
sebab di atas bernaung pada yang satu dan
kembali pada yang satu, karena keberadaan
masing-masing dalam kesatuan yang murni
merupakan sebab dari yang banyak.
Dalam pada itu, Ibn Rusyd membedakan
antara DOµƗODP DOµXOXZZƯ dan DOµƗODP DO
VXÀƗMenurutnya, manusia dapat mengetahui
DOµƗODP DOµXOXZZƯ dengan memerhatikan
unsur yang empat, yaitu air, udara, api dan
WDQDK %LOD NHVHPXD LQL WHODK GLSDKDPL
maka kita menuju kepada Yang Maha Tinggi
(Allah) sebagai Pencipta yang potensial (bi
DOTXZZDK menjadi bentuk yang aktual
EL DO¿µO tanpa memaksakan diri untuk
menganut emanasi dan akal sepuluh.
%HUGDVDUNDQ SHPEDJLDQ DODP NHSDGD
DOVXÀƗ dan DOµXOXZZƯ, adanya unsur
yang empat serta adanya dua bentuk pemikiran, yaitu potensial dan aktual sebagai
dikemukakan Ibn Rusyd di atas, maka
dapat diduga pendapat tersebut berasal dari
Aristoteles. Kalau demikian halnya, maka
Ibn Rusyd telah mampu meyakini hubungan
yang banyak (alam) dengan Yang Satu (Allah)
tanpa harus bersandar pada falsafat emanasi
atau akal sepuluh. Karena itu tidaklah benar
tuduhan yang mengatakan bahwa takwil Ibn
Rusyd dalam masalah ini mengarah kepada
Plotinus. Kritikannya terhadap pendahulupendahulunya, kecenderungannya terhadap
falsafat Aristoteles, dan pengakuannya terhadap adanya hubungan yang mesti antara
NHDQHNDDQDOZXMnjGEDLN\DQJDGDGLODQJLW
Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW
MuhҝDPPDG µƖWѽLI DOµ,UƗTƯ al-Manhaj al1DTGƯ IƯ )DOVDIDK ,EQ 5XV\G .DLUR 'ƗU DO0DµƗULI
maupun di bumi dan sampainya keanekaan
itu pada suatu kesimpulan, bahwa yang
memberi tali pengikat dialah yang memberi
ZXMnjGKesemua uraian di atas menunjukkan
betapa jauhnya ia dari Plotinus. Adapun
terjadi perbedaan pendapat antara Ibn Rusyd
,EQ6ƯQƗDGDODK
,EQ 6ƯQƗ GDODP PHQJHPXNDNDQ IDOVDIDW
Aristoteles tidak langsung mengambil
darinya, tetapi melalui sumber kedua sehingga dikhawatirkan lebih banyak yang
salah ketimbang yang benar, sementara
Ibn Rusyd langsung mengambil dari al0XµDOOLPDO$ZZDO
,EQ6ƯQƗWHUSHQJDUXKROHKSUHPLVSUHPLV
teologi, sedangkan Ibn Rusyd berpegang
pada premis-premis EXUKƗQƯ
Ibn Rusyd juga mengritik pendapat
DO*KD]ƗOƯ \DQJ PHQJDWDNDQ EDKZD DODP
diciptakan dari tiada. Menurut Ibn Rusyd
tidak ada ayat yang menjelaskan bahwa alam
diciptakan dari tiada, bahkan sebaliknya
alam diciptakan dari suatu yang sudah ada.
-LND GHPLNLDQ DO*KD]ƗOƯ GL VLQL PHQJDPELO
DUWL PDMƗ]Ư GDQ ,EQ 6ƯQƗ \DQJ PHQJDPELO
arti lafzҝƯ1DPSDNQ\DPHQXUXWSHPLNLUDQDO
*KD]ƗOƯGLNDOD$OODKPHQFLSWDNDQDODP\DQJ
ada hanya Allah sendiri dan tidak sesuatu pun
VHODLQ1\D 6HGDQJNDQ PHQXUXW SHPLNLUDQ
,EQ 6ƯQƗ GL NDOD $OODK PHQFLSWDNDQ DODP
sudah ada sesuatu dan dari sesuatu itulah
alam diciptakan Allah.
Untuk mendukung pendapatnya, Ibn
Rusyd mengemukakan sejumlah ayat-ayat al4XU¶ƗQ VXUDW DO$QEL\Ɨ¶ +njG
FusҚs ҚLODW GDQ DO0X¶PLQnjQ 'DUL NHWHUDQJDQ D\DWD\DW GL DWDV GDSDW
disimpulkan bahwa sebelum alam ini
diciptakan sudah ada sesuatu yang lain,
yakni air dan uap. Dengan demikian, kata Ibn
5XV\GSHQGDSDW,EQ6ƯQƗ\DQJVHVXDLGHQJDQ
EXQ\L D\DW VHGDQJNDQ SHQGDSDW DO*KD]ƗOƯ
tidak sesuai dengan arti lahir ayat.
+DUXQ 1DVXWLRQ ³$O*KD]ƗOƯ GDQ Falsafat,”
PDNDODKVLPSRVLXPWHQWDQJDO*KD]ƗOƯGLVHOHQJJDUDNDQ
Fuad Mahbub Siraj, Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam
Menurut Ibn Rusyd, terjadinya perbedaan
pendapat dalam hal ini, karena perbedaan
dalam memberikan arti al-ih̡GƗWVdan TDGƯP
%DJLDO*KD]ƗOƯal-ih̡GƗWVberarti menciptakan
GDUL WLDGD VHGDQJNDQ EDJL ,EQ 6ƯQƗ NDWD LWX
berarti mewujudkan dari ada menjadi ada
dalam bentuk lain. Demikian pula dalam
mengartikan arti TDGƯP %DJL DO*KD]ƗOƯ
TDGƯP berarti sesuatu yang memunyai alZXMnjG WDQSD VHEDE VHGDQJNDQ ,EQ 6ƯQƗ
TDGƯP berarti sesuatu yang kejadiannya
dalam keadaan terus menerus tanpa awal dan
tanpa akhir.
Kendatipun pendapat Ibn Rusyd sama
GHQJDQ,EQ6ƯQƗEDKZDDODPGLFLSWDNDQGDUL
materi yang ada, namun mereka berbeda
dalam menetapkan materi tersebut. Menurut
,EQ 6ƯQƗ PDWHUL WHUVHEXW DGDODK HQHUJL
dari hasil WDµDTTXO $OODK WHUKDGDS ]DW1\D
Sedangkan menurut Ibn Rusyd materi itu
ialah DOPƗ¶dan DOGXNKƗQ
Ibn Rusyd dalam menetapkan bukti-bukti
WHQWDQJDGDQ\D7XKDQEHUEHGDGDUL,EQ6ƯQƗ
GDQDO*KD]ƗOƯ,DGDODPKDOLQLPHPLOLKMDODQ
yang lebih sederhana, lebih mudah dan lebih
banyak menanamkan keyakinan. Perbedaan
ini dilatari oleh dua alasan. Pertama, dalil
tentang baharu alam yang sering digunakan
oleh kaum teolog bukanlah dalil agama
\DQJGLWDZDUNDQROHK$OODKGDODPNLWDE1\D
karena pada dalil tersebut masih terkandung
berbagai keraguan yang sulit diselesaikan
dengan dialektika. Kedua, dalil ZƗMLE dan
PXPNLQ \DQJ GLWDZDUNDQ ,EQ 6ƯQƗ KDQ\D
cocok bagi kalangan tertentu, dan tidak
cocok bagi kalangan awam yang jumlahnya
banyak. Dalam buku DO.DV\I µDQ 0DQƗKLM
DOµ$GLOODK (menyingkap metode-metode
pembuktian) Ibn Rusyd dalam menetapkan
adanya Allah melalui tiga cara:
1. Dalil µLQƗ\DK DOLOƗKƯ dalil ini berpijak
kepada tujuan segala sesuatu dengan
ROHK3HUJXUXDQ7LQJJL6ZDVWDVH,QGRQHVLD-DNDUWD
Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW
Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW
121
mendasarkan kepada dua prinsip:
pertama, semua yang ada di dunia ini
sesuai dengan kebutuhan manusia.
Kedua, kesesuaian ini sudah pasti datang
dari Pencipta yang telah menghendaki
demikian, karena tidak mungkin
persesuaian itu terjadi secara kebetulan.
Oleh karena itu, kata Ibn Rusyd, siapa
saja yang ingin mengenal Tuhan wajib
memelajari kegunaan segala yang ada di
alam ini.
2. Dalil ,NKWLUƗ¶, dalil ini didasarkan kepada
fenomena penciptaan segala makhluk
ini, seperti kehidupan benda mati dan
berbagai jenis hewan, tumbuhan dan
sebagainya. Dengan mengamati berbagai benda mati yang kemudian terjadi
kehidupan padanya, sehingga kita
yakin adanya Allah yang menciptakan.
Demikian juga berbagai bintang di
angkasa tunduk seluruhnya kepada
ketentuan Allah. Ini semua adalah bukti
adanya Pencipta. Karena itu siapa saja
yang hendak mengetahui Allah dengan
sebenarnya maka ia wajib mengetahui
hakekat segala sesuatu di alam ini agar
ia dapat mengetahui semua realita ini.
'DOLO JHUDN GDOLO LQL EHUDVDO GDUL
Aristoteles, dan Ibn Rusyd memandangnya sebagai dalil yang meyakinkan
dalam membuktikan adanya Allah. Gerak
itu tidak tetap dalam suatu keadaan tapi
selalu berubah-ubah, dan semua jenis
gerak berakhir pada penggerak pertama
yang tidak bergerak sama sekali. Alam
tidak mungkin menjadi penggerak bagi
dirinya sendiri, tentu ada yang mengJHUDNNDQ 3HQJJHUDN LWX KDUXV TDGLP
lagi azali. Jika tidak demikian ia tidak
dapat disebut dengan penggerak pertama
yang azali yakni Allah.
Alam menurut Ibn Rusyd diciptakan
dari sesuatu yang sudah ada, seperti yang
telah disinggung di atas dari DOPƗ¶ dan al-
Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014
122
GXNKƗQ Dari materi inilah alam diciptakan.
Penciptaan alam ini menurut Ibn Rusyd
berlangsung terus menerus sejak azali. Jadi
penciptaan tidak bermakna LEGƗµ yang
konotasinya adalah penciptaan dari tiada,
tapi penciptaan itu mengandung arti ƯMƗG
yang berkonotasi pada penciptaan dari suatu
yang sudah ada semenjak azali. Karenanya
alam menurut Ibn Rusyd senantiasa berada
GDODP SURVHV SHPEHQWXNDQ DOZXMnjG VHFDUD
terus menerus semenjak zaman tak bermula.
Kosmologi modern dalam menjelaskan
penciptaan alam semesta berpegang kepada
teori big bang. Kosmolog pertama yang
merumuskan teori standar ini ialah Georges
/HPDLWUH NHEDQJVDDQ %HOJLD
SDGD 0HQXUXW WHRUL LQL DODP VHPHVWD
sebelumnya teremas dalam singularis yang
NHPXGLDQ VHNLWDU PLO\DU WDKXQ \DQJ
lalu meledak, pecah berkeping-keping
dengan dahsyatnya. Pecahan inilah yang
akan menjadi atom, bintang-bintang dan
galaksi-galaksi. Karena pemuaian, alam
semesta galaksi-galaksi kemudian bergerak
saling menjauh dan akan terus bergerak.
Pandangan di atas diperkuat pula oleh hasil
observasi radio-astronom Arno Penzias
ODKLU EHUNHEDQJVDDQ <DKXGL GDQ
5REHUW :LOVRQ ODKLU EHUNHEDQJVDDQ
Amerika Serikat—pemenang hadiah nobel
3DGD PHUHND PHQJXQJNDSNDQ
keberadaan gelombang-mikro yang datang
ke bumi dari segala penjuru alam semesta
yang tersisa dari peristiwa Big Bang. Pada
VDDW \DQJ KDPSLU EHUVDPDDQ %RE 'LFNH
ODKLUEHUNHEDQJVDDQ$PHULND6HULNDW
menemukan bahwa gelombang radiasi serupa
dapat muncul sebagai kilatan dari Big Bang.46
Peninggalan era Big Bang ini dapat terdeteksi
melalui radiasi gelombang-mikro bersuhu
GHUMDW . ¶ & \DQJ VDPSDL VDDW LQL
membanjiri kosmos.
Dari hasil penelitian sains menunjukkan
bahwa alam semesta tercipta dari ketiadaan.
0HQXUXW%DLTXQLLQLWHUMDGLVHEDJDLJXQFDQJDQ
kevakuman yang membuatnya mengandung
energi yang sangat tinggi dalam singularitas
yang tekanannya negatif. Telah disebutkan,
kevakuman yang memunyai kandungan energi
luar biasa besar dan tekanan gravitasi negatif
ini menimbulkan dorongan eksplosif keluar
dari singularitas. Karena itu, kesimpulan ini
tidak dapat disangkal lagi, tiada energi, tiada
materi, tiada ruang dan tiada waktu. Ketika
terjadi ledakan yang sangat hebat, bagaikan
bola api, maka energi, materi beserta ruang
waktu keluar dengan kekuatan yang luar biasa
dahsyat dengan temperatur dan kerapatan
yang sangat tinggi. Dalam kondisi demikian
molekul, atom, nucleus, proton dan neutron
tidak dapat muncul karena akan lebur terurai
menjadi zarah-zarah sub nuklir.
Ketika alam semesta mendingin, karena
ekspansinya yang super cepat, sehingga
suhunya merendah melewati 1.000 trilyuntrilyun derajat, pada umur 10 sekon, terjadi
gejala-gejala ‘lewat dingin,’ maka di alam
semesta terjadi pula semacam ‘pengembunan.’ Pada saat pengembunan tersentak,
keluarlah materi dalam bentuk energi yang
memanaskan alam kembali menjadi 1.000
WULO\XQWULO\XQ GHUDMDW 1DPXQ VHOXUXK DODP
terdorong membesar dengan kecepatan yang
luar biasa selama waktu 10 sekon. Ekspansi
yang luar biasa cepatnya ini menimbulkan
kesan bahwa alam ini digelembungkan
dengan tiupan dahsyat, yang dikenal sebagai
JHMDODLQÀDVL
Dengan demikian kosmologi yang
ditawarkan Ibn Rusyd tidak sesuai dengan
kesimpulan dari hasil penelitian kosmolog
yang berpendapat bahwa alam diciptakan
dari ketiadaan. Sedangkan materi asal alam
semesta yang disebutkan Ibn Rusyd yakni,
DOPƗ¶ dan DOGXNKƗQ menurut kosmolog
John Gribbin, In search of The Big Bang (t.t.:
&RUJL%RRN
John Gribbin, In search of The Big Bang,
.DUOLQD /HNVRQR ³0HODFDN 3HPLNLUDQ 6DDW
Penciptaan,” +DULDQ.RPSDV$JXVWXV
$KPDG%DLTXQLTeropong Islam terhadap Ilmu
Pengetahuan6ROR5DPDGKDQL
Fuad Mahbub Siraj, Kosmologi dalam Tinjauan Failasuf Islam
bukanlah materi asal alam semesta, akan
tetapi menunjukkan proses penciptaan alam
semesta sedang berlangsung yang pernah
berbentuk DOPƗ¶(sop kosmos) dan DOGXNKƗQ
(kondensasi, pengembunan.)
Demikianlah konsep kosmologi failasuf
Islam yang berkesimpulan bahwa Allah
menciptakan alam semesta secara emanasi
dari bahan yang sudah ada. Asal bahan
ini dari hasil pemikiran (WDµDTTXO Allah
<DQJ (VD WHUKDGDS ]DW1\D <DQJ (VD ah̡ad
bukan ZƗK̡id) muncullah energi yang maha
dahsyat dan dari energi inilah lalu memadat
dan menjadi alam semesta beserta isinya.
Penciptaan Allah itu terjadi sejak azali,
GDODPDUWLNHWLND$OODKDOZXMnjG,DODQJVXQJ
mencipta materi asal alam semesta tanpa ada
MDUDN ZDNWX DQWDUD DOZXMnjG $OODK GHQJDQ
DOZXMnjG PDWHUL DVDO DODP LQL ,QL VHVXDL
dengan sifat kemahasempurnaan Allah yang
tidak mungkin mengalami perubahan, dan
VLIDW.KDOLN$OODKLWXWHWDSVHMDN,DDOZXMnjG
Pandangan ini mereka dukung dengan ayatD\DW DO4XU¶ƗQ VXUDW DO0X¶PLQnjQ yang isinya penciptaan manusia dari bahan
\DQJVXGDKDGDLQWLVDULWDQDKVXUDW+njG
GDQ VXUDW +njG \DQJ LVLQ\D VHEHOXP
adanya alam ini sudah ada DOPƗ¶(zat alir) dan
DOGXNKƗQ (embunan), yang proses darinya
terciptanya alam. Atas dasar inilah Ibn
Rusyd menegaskan bahwa penciptaan alam
dari ketiadaan tidak memunyai dasar syariµat
yang kuat. Tidak ada ayat yang mengatakan
bahwa Allah pada mulanya berwujud sendiri,
WLGDNDGDDOZXMnjGODLQVHODLQGLUL1\DEDUX
kemudian dijadikan alam. Pendapat seperti
ini hanya interpretasi kaum teolog saja
Perlu ditegaskan bahwa pendapat para
failasuf Islam dapat dibenarkan tentang surat
Ibn Rusyd, Fas̞ODO0DTƗOZD7DTUƯUPƗED\QD
DO6\DUƯµDK ZD DO+̔LNPDK PLQ DO,WWLV̞ƗO Harun
1DVXWLRQ ³6HNLWDU 3HQGDSDW Failasuf Islam tentang
Emanasi dan Kekalnya Alam,” 6WXGL,VODPLND1R
,$,1-DNDUWD
+DUXQ 1DVXWLRQ ³Falsafat dan Ilmu
Pengetahuan dalam Al-Qur’an,” makalah, ,$,1-DNDUWD
-XQL
123
DO0X¶PLQnjQ \DQJ PHQJDWDNDQ
manusia diciptakan dari intisari tanah.
Sedangkan pendapat mereka tentang surat
+njG GDQ VXUDW DO )XVҚs ҚLODW WLGDN
dapat diterima. Kata DOPƗ¶ dan DOGXNKƗQ
dalam kedua ayat itu, bukanlah materi asal
alam semesta, tetapi dimaksudkan bahwa
alam semesta sebelum seperti sekarang
mengalami bentuk dalam prosesnya seperti
DOPƗ¶ (zat alir, sop kosmos), DOGXNKƗQ
(kondensasi.)
Kendatipun pemikiran failasuf Islam ini
WLGDNEHUWHQWDQJDQGHQJDQSULQVLSDO4XU¶ƗQ
namun pemikiran mereka sebagai layaknya
pemikiran failasuf hanya bersifat spekulatif.
Dalam arti hasil pemikirannya tidak dapat
dikaji ulang kembali sebagai layaknya sains,
dan kebenarannya hanya sepanjang rasio serta
belum tentu benar menurut empiris. Pada sisi
lain, pandangan mereka masih didasari pada
konsepsi Ptolomeus yang geosentris dalam
hal strukturnya bahwa bumi adalah pusat
alam semesta tetap, dan matahari, planetplanet serta bintang-bintang mengitari bumi.
Pandangan mereka ini telah dibuang dan
digantikan oleh pandangan yang didasari
pada konsepsi Copernicus yang heliosentris
bahwa matahari adalah pusat alam semesta
tetap, dan planet-planet, bumi yang berotasi
serta bintang-bintang beredar mengitari
matahari. Sedangkan pandangan modern
yang menjadi pegangan ilmuwan dan telah
terbukti kebenarannya didasari pada konsepsi
6RODU 6\VWHP (Tata Surya): Matahari tetap,
bumi serta planet-planet yang berotasilah
yang mengitari matahari, sedangkan bintangbintang tidak.
Khusus tentang hukum alam atau sunnaWXOOƗKWHUQ\DWDSHQGDSDWNDXPIDLODVXI,VODP
sejalan dengan kandungan atau isyarat al4XU¶ƗQ 0HQXUXW PHUHND DODP VHPHVWD
James A. Coleman, Modern Theories of the
8QLYHUVH1HZ <RUN$6LJQHW6FLHQVH/LEUDU\%RRN
William K. Hartmann, $VWURQRP\WKH&RVPLF
-RXUQH\&DOLIRUQLD+DUSHU5RZ
Ilmu Ushuluddin, Volume 2, Nomor 2, Juli 2014
124
berjalan sesuai dengan hukum yang telah
ditentukan Allah sebagai suatu keniscayaan.
Seperti yang dikemukakan Ibn Rusyd,
mengingkari hal ini merupakan pernyataan
yang tidak nalar. Allah menciptakan segala
sesuatu di alam ini memiliki sifat-sifat
khusus (G]ƗWL\\DK) Tanpa adanya sifat
khusus ini kita tidak bisa membedakan antara
satu benda dengan benda lain, seperti panas
adalah sifat khusus api, dingin sifat khusus es
dan lainnya. Sifat-sifat ini tidak akan berubah
selamanya dan ia kosmopolitan di alam. Jika
tidak demikian ilmu pengetahuan tidak bisa
berkembang. Kemajuan ilmu pengetahuan
berdasarkan adanya sifat yang tetap di alam.
Memercayai ilmu pengetahuan sebenarnya
memercayai kemampuannya untuk meramal
DWDVGDVDUKXNXPKXNXPDODPVXQQDWXOOƗK
Di sanalah akan terlihat adanya hikmah dan
keserasian antara manusia dan alam semesta.
Memercayai undang-undang alam atau
VXQQDWXOOƗKVHEDJDLVXDWXNHQLVFD\DDQPHUXpakan suatu hal yang sangat pantas, karena
jika sesuatu di alam ini terjadi secara kebetulan atau tergantung kepada keputusan Allah
yang tidak dapat diduga-duga, maka tidak
akan ada pola rasional yang dapat diamati
GDODP FLSWDDQ1\D 7HODK GLVHEXWNDQ NHPDjuan ilmu pengetahuan tergantung kepada
manusia dalam memahami hukum-hukum
yang berlaku di alam tanpa mengalami perubahan dan penyimpangan. Sebab itu, eksistensi Allah dapat dibuktikan dengan adanya
NHWHQWXDQ \DQJ WHWDS \DQJ GLEHUODNXNDQ1\D
SDGDDODPFLSWDDQ1\D
Telah dikemukakan bahwa pandangan
di atas tidaklah berarti meredusir kekuasaan
mutlak Allah dan memberikan kekuasaan
pada alam semesta, akan tetapi undangundang alam itu pada dasarnya diciptakan
Allah sesuai dengan kehendak mutlak atau
NHKHQGDN EHEDV1\D \DQJ SDGD KDNLNDWQ\D
Ibn Rusyd, 7DKƗIXWDO7DKƗIXW0XKҝammad
µƖWѽLIDOµ,UƗTƯ7DMGƯGDO0DG]KDEDO)DOVD¿\\DKZDDO
.DOƗPL\\DK(Kairo: 'ƗUDO0DµƗULI
$OODK MXJD \DQJ PHQHQWXNDQ %HUGDVDUNDQ
kesejarahan, pada zaman klasik Islam (abad
0GLDQWDUD\DQJPHPEDZDNHPDMXDQ
umat Islam adalah kepercayaan mereka
WHUKDGDS KXNXP DODP DWDX VXQQDWXOOƗK
sebagai suatu keniscayaan, sehingga umat
Islam pada bidang ilmu pengetahuan adalah
umat yang menentukan dan tidak ditentukan
atau mereka adalah imam-imam atau
pemimpin-pemimpin intelektual dunia.
Simpulan
Failasuf Islam, khususnya failasuf
madzhab Peripatetik Islam, dalam membangun
kosmologi cenderung menghidupkan kembali
madzhab Aristoteles, yakni alam diciptakan
dari materi yang sudah ada secara terus
menerus sejak zaman tak bermula sampai
tak berhingga. Kosmologi para failasuf Islam
ini ternyata tidak sesuai dengan temuan
kosmologi yang menyatakan alam semesta
diciptakan dari ketiadaan. Pemikiran failasuf
Islam ini tidak bertentangan dengan prinsip
DO4XU¶ƗQQDPXQSHPLNLUDQPHUHNDVHEDJDL
layaknya pemikiran failasuf hanya bersifat
spekulatif. Sebenarnya pemikiran spekulatif
kaum failasuf Islam tentang alam semesta
seperti yang berlalu, jika dilihat pada masa
mereka ia merupakan suatu prestasi yang
sangat dibanggakan. Tentu saja formulasi
yang mereka susun sebatas pengetahuan atau
cakrawala yang berkembang pada zamannya.
Memang kalau dilihat pada masa kekinian,
jelas daya kreasi mereka tersebut telah
ketinggalan zaman (out of date) dan tidak
mungkin terpakai lagi. Karena masalah alam
VHPHVWD WHUPDVXN SHUVRDODQ ¿VLN HPSLULV
yang dapat diindera, maka faktualnya dapat
diteliti dan diamati sesuai dengan bidang
ilmunya, yakni sains dana teknologi yang
telah menggunakan peralatan-peralatan yang
telah mencapai taraf kecanggihannya.
Download