Elisabeth Shinta / Riris Loisa: Peran Media Sosial Facebook Dalam Komunitas Kaum Lesbi Di Kota Tua PERAN MEDIA SOSIAL FACEBOOK DALAM KOMUNITAS KAUM LESBI DI KOTA TUA Elisabeth Shinta*/ Riris Loisa** email : [email protected] [email protected] Abstract : Lesbi is one of the minor in social community and alot of ordinary people not want to know and understanding them, cause people perception its abuse social human life. The fact Lesbianer want to exist and expressing into group social community and make it as a place for accommodating their needs. Nowadays with facebook they can communicated fast and easily to their friend in sharing information also to introduced and looking patner . They more realize that as human being they have same need to be fulfilles and can be accepted into social community . Keywords : New media,social community,Identity Pendahuluan K emajuan teknologi mempengaruhi banyak perubahan yang terjadi dimasyarakat saat ini. Dengan adanya kemajuan teknologi ini tentu akan memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat. Hampir seluruh masyarakat dibelahan dunia menggunakan internet dalam kehidupan sehari– harinya. Banyak hal–hal baru yang akan kita dapatkan dengan menggunakan internet ini. Beberapa fasilitas yang kini tengah dinikmati oleh para pengguna internet saat ini adalah dengan memanfaatkan media jejaring sosial yang ada. Media jejaring sosial ini antara lain : facebook, twitter, friendster, yahoo messenger dan masih banyak lagi. Dari sekian banyak media ini, facebook dapat dikatakan sebagai media yang paling banyak dimiliki oleh masyrakat. Dengan adanya fasilitas media jejaring sosial facebook, dengan mudahnya kita dapat saling bertemu dengan teman, saudara ataupun kerabat lainnya didunia maya. Facebook sebagai media jejaring sosial terlengkap, dimana para penggunanaya dapat memasang foto, berinteraksi langsung dengan sesama user, dan terlebih lagi kecepatan dan fleksibilitasnya yang menjadi keunggulan untuk memudahkan dalam hal berkomunikasi. Seperti yang kita ketahui, bahwa kemajuan teknologi seperti ini akan memberikan dampak negatif, khususnya dalam pergaulan. Saat ini pergaulan seperti kelainan seksual (lesbi) sudah semakin merambah kota Jakarta. Dan yang lebih harus dicermati bahwa kelainan seksual saat ini sudah banyak di sekeliling * Elisabeth Shinta adalah alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitras Tarumanagara Jakarta. Tulisan ini dibuat dari pengembangan skripsi penulis. ** Riris Loisa adalah dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara, Jakarta. 36 ISSN : 2085 1979 Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/02/2011 kita. Terlebih dengan adanya media facebook ini, tentu akan semakin memudahkan mereka dalam hal berkomunikasi. Kaum lesbi saat ini sudah berani menunjukan identitasnya kepada umum, siapa mereka sebenarnya. Mereka tidak takut lagi, karena sudah mempunyai suatu perkumpulan yang mereka bentuk di media jejaring sosial seperti facebook. Mereka sudah mempunyi suatu komunitas tersendiri di facebook, yang anggotanya adalah perempuan–perempuan lesbi. Lesbi terbagi atas tiga label yaitu : butch (sebagai laki–laki), femme (sebagai perempuan) dan andro (tidak laki–laki atau perempuan). Banyak manfaat yang diperoleh dari adanya komunitas kaum lesbi ini di facebook. Selain itu, kita juga dapat mulai mengetahui keberadaan mereka dari facebook . Ciri atau tanda – tanda yang mereka tunjukan terutama dari penampilan ataupun gaya mereka sesuai dengan labelnya. Dengan facebook ini para kaum lesbi lebih berani dalam memandang realitas mereka sebagai seorang lesbian. Fleksibilitas Media Baru Internet dapat dikatakan sebagai media baru yang mempunyai banyak keunggulan dibanding media lama, seperti : telegraf, faksimili dan lainnya. Menurut Feldman dalam (Flew 2005: 101), media baru mudah dimanipulasi. Hal ini sering kali mendapat tanggapan negatif dan menjadi perdebatan, karena media baru memungkinkan setiap orang untuk memanipulasi dan merubah berbagai data dan informasi dengan bebas. Media baru bersifat networkable. Artinya, konten-konten yang terdapat dalam media baru dapat dengan mudah dibagi dan dipertukarkan antar pengguna lewat jaringan internet yang tersedia. Karakteristik ini dapat kita sebut sebagai kelebihan, karena media baru membuat setiap orang dapat terkoneksi dengan cepat dan memberi solusi terhadap kendala jarak dan waktu antar pengguna. Selain itu, media baru bersifat compressible. Konten-konten yang ada dalam media baru dapat diperkecil ukurannya sehingga kapasitasnya dapat dikurangi. Hal ini memberi kemudahan untuk menyimpan konten-konten tersebut dan membaginya kepada orang lain. Media baru sifatnya padat,di mana kita hanya membutuhkan space yang kecil untuk menyimpan berbagai konten yang ada dalam media baru. Sebagai contoh, kita hanya memerlukan satu “PC” yang terkoneksi dengan jaringan internet untuk dapat menyimpan berbagai informasi dari berbagai penjuru dunia dalam PC tersebut. Di sisi lain, media baru bersifat imparsial. Konten-konten yang ada dalam media baru tidak berpihak pada siapapun dan tidak dikuasai oleh segelintir orang saja. Karena itulah media baru seringkali disebut sebagai media yang sangat demokratis, karena kapitalisasi media tidak berlaku lagi. Setiap orang dapat menjadi produsen dan konsumen secara bersamaan dan setiap pengguna dapat berlaku aktif di sana. Pembentukan identitas, menurut Manuell Castells dalam (Hermeneutika Pascakolonial, 2004: 93), mengatakan bahwa mereka tampak sebagai reaksi atas trend – trend sosial yang sedang mengarus sejarah, yamg mana trend – trend ini ditolak atas nama sumber – sumber makna yang lebih otonom, dari luaran, komunitas budaya ini tampak sebagai identitas defensif yang berfungsi sebagai ISSN : 2085 1979 37 Elisabeth Shinta / Riris Loisa: Peran Media Sosial Facebook Dalam Komunitas Kaum Lesbi Di Kota Tua “halte” berteduh dan solidaritas, untuk melindungi mereka terhadap dunia luar yang kejam dan bermusuhan, komunitas budaya ini merupakan konstruksi budaya, artinya diorganisir seputar jumlah tata nilai yang makna dan berbagi cerita ditandai oleh beberapa nasionalisme, dan lokalitas. Dalam hal identitas, Hecht menguraikan dalam empat tingkatan, antara lain personal player, enactment layer, relational, communal. Tingkat pertama adalah personal player, yang terdiri dari rasa akan keberadaan diri anda dalam situasi social. Anda melihat diri anada dalam situasi – situasi tertentu. Identitas tersebut terdiri dari berbagai perasaan serta ide tentang diri sendiri, siapa dan seperti apa anda sebenarnya. Tingkatan kedua adalah enactment layer atau pengetahuan orang lain tentang diri anda berdasarkan pada apa yang anda lakukan, apa yang anda miliki, dan bagaimana anda bertindak. Penampilan anda adalah simbol – simbol aspek yang lebih mendalam tentang identitas anda serta orang lain akan mendefinisikan dan memahami anda melalui penampilan tersebut. Tingkatan ketiga adalah relational atau siapa diri anda dalam kaitannya dengan individu lain. Identitas dibentuk dalam interaksi anda dengan mereka. Anda dapat melihat dengan sangat jelas identitas hubungan ketika anda merujuk diri anda secara spesifik sebagai mitra hubungan, seperti ayah, suami, istri, rekan kerja. Perhatikan bahwa identitas anda menjadi terkait kepada peran tertentu yang berhadap – hadapan dengan peran lain. Oleh karena itu, pada tingkat hubungan, identitas sangat tidak individualis, tetapi terkait pada hubungan itu sendiri. Tingakatan keempat adalah communal, yang diikat pada kelompok atau budaya yang lebih besar. Tingkat identitas ini sangat kuat dalam banyak budaya asia, misalnya ketika identitas seseorang dibentuk terutama oleh komunitas yang lebih besar daripada oleh perbedaan individu diantara manusia dalam komunikasi. Kapan pun anda memperhatikan apa yang dipikirkan dan dilakasanakan oleh komunitas anda, maka anda menyesuaikan diri pada tingkatan isentitas anda tersebut. Untuk melihat secara faktual, kehidupan kaum lesbian digunakan pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk memaparkan, menjelaskan, dan menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Penelitian ini juga menggunakan paradigma interpretif yang membahas mengenai adanya suatu realitas dan pemahaman makna. Dalam penelitian ini, tidak hanya satu data yang penulis gunakan untuk menjawab rumusan masalah. Peneliti menggambil beberapa data dari objek yang berbeda untuk lebih mendukung hasil penelitian ini. Peneliti menggunakan triangulasi data yang diambil dari: observasi secara langsung, wawancara mendalam dan mengamati langsung facebook komunitas kaum lesbi. Eksistensi Kaum Lesbian Di Dunia Maya Kaum lesbi tidak takut lagi dalam menunjukan identitasnya sebagai kaum lesbi, karena mereka sudah menetapkan kawasan Kota Tua sebagai tempat perkumpulan mereka. Kelompok lesbi tidak dengan mudahnya dapat membuka diri kepada orang lain mengenai identitasnya. Mereka memerlukan kedekatan khusus dan tidak sembarangan memberikan informasi kepada orang lain yang mereka tidak percaya. Data yang penulis kumpulkan selanjutnya adalah dengan wawancara mendalam. 38 ISSN : 2085 1979 Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/02/2011 Wawancara ini memerlukan waktu yang tidak sebentar, karena perlunya adaptasi dan kepercayaan yang harus diperoleh dari narasumber. Dengan wawancara mendalam ini, penulis mengetahui lebih dalam hal–hal yang berhubungan dengan lesbi. Lesbian tersebut terbagi menjadi tiga label : butch (sebagai laki–laki), femme (sebagai perempuan) dan andro (tidak laki–laki atau perempuan). Walaupun mereka menjalin hubungan dengan sesama perempuan, tetapi mereka juga mempunyai peran layaknya pasangan heteroseksual pada umumnya, yaitu yang satu menjadi laki dan yang satu menjadi perempuan. Dengan wawancara mendalam ini, narasumber memberi penjelasan mengenai ciri atau perbedaan antara lesbi berlabel Butch, Femme atau Andro yang dapat dilihat dari gaya pakaiannya. Ternyata, kaum ini juga mempunyai kode atau tanda sendiri untuk mengetahui seorang perempuan itu lesbi atau tidaknya seperti dengan pertanyaan “lo belok?” atau “ lo kolabs ?”. Dan kode ini sudah dikenal di dunia mereka dari dulu. Kaum lesbi juga memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada saat ini. Hampir seluruh orang di dunia ini mempunyai situs pertemanan yang saat ini sedang tren seperti facebook. Fasilitas yang ditawarkan facebook memang lebih lengkap dibanding dengan situs pertemanan lainnya. Dengan media facebook ini kita dapat terhubung oleh semua orang secara cepat tanpa batas ruang dan waktu. Kelengkapan fasilitas seperti chatting, foto profile, video, home, profile dan lainnya dimanfaatkan oleh para kaum lesbi untuk membentuk komunitas lesbi ini. Mereka memasang foto profile yang sesuai dengan label mereka, sehingga kita bisa mengenali perempuan ini lesbi atau tidak, dan masuk ke label mereka. Dengan ini, para kaum lesbi bisa saling mengetahui sesamanya. Selain itu, facebook juga dapat memperluas komunitas kaum lesbi, sehingga mereka merasa tidak sendirian lagi. Banyak hal yang mereka lakukan di facebook ini, salah satunya adalah untuk berkenalan. Mereka saling menanyakan asal daerah atau pun hanya sekedar tegur sapa diantara mereka, yang tidak jarang akhirnya berujung pada suatu pertemuan di Kota Tua. Pertemuan ini biasanya dilakukan atas kesepakatan antara mereka, selain itu pertemuan ini berguna untuk memperkuat identitas mereka sebagai kaum lesbi. Selain berkenalan, terkadang mereka juga saling berbagi cerita atau pengalaman mereka dengan facebook ini. Bisa dikatakan bahwa facebook dapat menjadi tempat berteduh atau berlindung komunitas lesbi dari dunia luar. Mereka tidak dapat sembarang cerita ke orang lain akan perasaan yang mereka alami, baik terhadap pasangannya ataupun terhadap dirinya sendiri. Untuk itu, dengan adanya komunitas ini mereka bisa saling terbuka dan berbagi cerita satu sama lain tanpa rasa takut, karena mereka bercerita pada orang yang mengalami hal yang serupa. Banyak hal dapat kita ketahui tentang komunitas lesbi ini melalui facebook. Kita akan lebih mudah mengenali perempuan lesbi atau perempuan heteroseksual dari profil facebook-nya, baik foto, status, info profil, dan hal lainnya. ISSN : 2085 1979 39 Elisabeth Shinta / Riris Loisa: Peran Media Sosial Facebook Dalam Komunitas Kaum Lesbi Di Kota Tua Penutup Manusia awam pada umumnya tidak akan mengetahui lebih detail mengenai ciri atau tanda facebook komunitas kaum lesbi selain dari profil picture ataupun dari nick name yang dipasang pada facebook-nya. Ada beberapa perempuan lesbi yang tidak memasang foto ataupun nick name yang mengidentitaskan dirinya sebagai seorang lesbian. Hal yang dapat kita lakukan untuk meyakinkan, apakah facebok ini milik seorang perempuan lesbi atau tidaknya adalah menyelidiki lebih lanjut melalui informasi pribadinya. Tidak semua perempuan lesbi yang tertutup, mereka menggunakan informasi pribadi yang ada pada facebook untuk menunjukan identitasnya. Tak jarang juga mereka para lesbian yang memang sudah terbuka tentang identitasnya, menggunakan informasi pribadi ini untuk lebih menunjukan identitas mereka ataupun sebagai curahan hati tentang perasaan ataupun dunia mereka saat ini. Banyak hal yang menyebabkan mengapa mereka menjadi seorang lesbian dan akhirnya berani menunjukan identitas barunya. Faktor yang dapat dilihat dari pergaulannya, keluarga, lingkungan bahkan masa lalunya bisa menjadikan mereka sebagai seorang lesbian. Terlebih lagi dengan adanya kemajuan teknologi seperti facebook ini sangat memudahkan mereka untuk saling terhubung dan menjadikan mereka lebih berani memandang realitas sebagai seorang lesbian melalui komunitas lesbi yang ada di facebook ini. Daftar Pustaka Bungin, Burhan. (2006), Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan iskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : Prenada Media group, Jakarta Bungin, Burhan H.M. (2007). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Deddy Mulyana. (2005). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Dedy Mulyana. (2006). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Ilmu. Flew, Terry. (2005). New Media: An Introduction (2nd. Edition). New York: Oxford University Press. Fukuyama, Francis. (1999). Guncangan Besar dan Tata Sosial Baru. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jogjakarta. Jalaludin, Rakhamat. (1994). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Lawang, R. (2005). Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologik: Suatu Pengantar. FISIP UI Press. Lexy J. Moleong. (1989). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya Litteljohn, Stephen W., dan Foss, Karen A. (2009). Teori Komunikasi: theories of human communication. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika 40 ISSN : 2085 1979 Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, Tahun III/02/2011 Severin, Werner J., dan James W. Tankard. (2007). Teori Komunikasi-sejarah, metode dan terapan di dalam media massa. Edisi ke-5. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Sutrisno, Mudji dan Putranto Hendar. (2004). Hermeneutika Pascakolonial, soal identitas. Yogyakarta : Kanisius. Triswanto, Sugeng .(2010). Trik menulis skripsi dan menghadapi presentasi bebas stress. Yogyakarta : Tugu publisher Woolcock, M. (2001). "Tempat modal sosial dalam memahami hasil-hasil sosial dan ekonomi , Isuma: Kanada Jurnal Kebijakan, Penelitian 02:01 pp 1-17. ISSN : 2085 1979 41