PENGARUH PENDIDIKAN, PENANAMAN MODAL ASING (PMA), PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN), DAN TINGKAT PENDAPATAN TERHADAP KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2003-2013 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E) Oleh : Vina Refriana Nurwulansari NIM : 1111084000024 JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI Hari ini Rabu, 29 Juli 2015 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa: 1. 2. 3. 4. Nama : Vina Refriana Nurwulansari NIM : 1111-084-0000-24 Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Judul Skripsi : Pengaruh Pendidikan, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Tingkat Pendapatan terhadap Kesenjangan Ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa diatas dinyatakan LULUS dan Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 29 Juli 2015 1. K Dr. Desmadi Saharuddin. MA NIP : 197207112005011007 ( _____________________ ) Ketua 2. Fitri Amalia, S.Pd., M.Si NIP : 198207102009122002 ( _____________________ ) Sekretaris 3. Zaenal Muttaqin, MPP NIP : 197905032011011006 ( _____________________ ) Penguji Ahli 4. Pheni Chalid, Ph.D NIP : 195605052000121001 ( _____________________ ) Pembimbing I 5. Arief Fitrijanto, M.Si NIP : 197111182005011003 ( _____________________ ) Pembimbing II DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. DATA PRIBADI 1. Nama Lengkap : Vina Refriana Nurwulansari 2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 08 September 1993 3. Alamat : Jl. Cibubur VI No. 25 RT 004/RW004 Jakarta Timur 13720 II. III. 4. Telepon : 081318789826 5. Email : [email protected] PENDIDIKAN FORMAL 1. TK Islam Amarylliss Tahun 1998 - 1999 2. SDI Amarylliss Tahun 1999 - 2005 3. SMPN 147 Jakarta Tahun 2005 - 2008 4. SMA Bina Dharma Jakarta Tahun 2008 - 2011 5. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2011 - 2015 PENDIDIKAN NON FORMAL 1. LPK Bina Prestasi, Pendidikan Komputer Paket Dasar dan Lanjutan Tahun 2011 2. Lembaga Bahasa dan Pendidikan Profesional LIA 2012 – 2013 i IV. SEMINAR DAN WORKSHOP 1. Seminar Peringatan Hari Kartini “Membentuk Karakter Kartini Masa Kini yang Maju, Cerdas, Mandiri dan Beretika” diselenggarakan oleh BEM FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 8 Mei 2012 2. Seminar “The Spirit of Islamic Entrepreneur for Better Indonesia” diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis, 31 Mei 2012 3. Peserta dalam Pelatihan Karya Tulis Ilmiah “Mewujudkan Regenerasi Mahasiswa Ekonomi yang Berprestasi dalam Bidang Akademik” diselenggarakan oleh HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 26 Maret 2014 4. Narasumber dalam acara “Seminar Redenominasi Mata Uang Rupiah” di SMK Bumi Putera Pamijahan, diselenggarakan oleh KKN AKASIA 2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 20 Agustus 2014 5. Dialog jurusan dan seminar konsentrasi “Mengenal Lebih Dekat Dengan Jurusan Sendiri”, diselenggarakan oleh HMJ IESP Fakultas Ekonomi dan Bisnis” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 Oktober 2014. 6. Peserta dalam acara FST Entrepreneurship Week “Kreasikan Idemu, Wujudkan Prestasi Usahamu” diselenggarakan oleh FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 18-20 Maret 2014. 7. Peserta dalam acara Seminar Nasional “Korupsi Mengkorupsi Indonesia” diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 Desember 2014 ii 8. Reporteur dalam acara “Forum Pemerintah dan Swasta dalam Menejemen Gratifikasi” diselenggarakan oleh Transparancy Internasional Indonesia (TII) dan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), 26 November 2014 V. KEPANITIAAN 1. Koordinator Lomba dalam “Explore Your Spirit Through The Talent, Charity, And Creativity”Milad ke 10 FEB UIN Jakarta, 21 Mei – 2 Juni 2012 2. Divisi Atribut OPAK FEB UIN Jakarta Tahun 2012 VI. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah : Cipto Nurhadi 2. Tempat, Tanggal Lahir : Madiun, 07 Januari 1963 3. Ibu : Pipih Sutinah 4. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 12 September 1969 5. Alamat : Jl. Cibubur VI No. 25 RT 004/RW004 Jakarta Timur 13720 6. Anak ke : 1 dari 1 bersaudara iii ABSTRACT The aims of this study to look at the influence of Education, Foreign Direct Investment (FDI), Domestic Investment (DCI), and the level of revenue for Economic Disparities between Regency/City in Yogyakarta Province Period 2003 - 2013. Gini ratio is used to analyze economis disparities while panel data are analyzed using Fixed Effect Model (FEM. The results show that the Education and Foreign Direct Investment (FDI) have negative influence and significant related to economic disparities. However, Domestic Investment (DCI) and the Income Level of GDP Per Capita seem have negative influence and not significant corelation. Keywords: Gini Ratio, Education, Foreign Direct Invesment (FDI), Domestic Invesment (DCI), GDP Per Capita iv ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari Pendidikan, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan Tingkat Pendapatan terhadap Kesenjangan Ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013. Kesenjangan ekonomi dalam penelitian ini menggunakan rasio gini dan penelitian ini menggunakan analisis data panel dengan model Fixed Effect Model (FEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pendidikan dan Penanaman Modal Asing (PMA) berhubungan negatif dan signifikan terhadap Kesenjangan Ekonomi. Namun, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Tingkat Pendapatan yang dilihat dari PDRB Per Kapita memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan. Kata Kunci : Rasio Gini, Pendidikan, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), PDRB Per Kapita, Fixed Effect Model (FEM) v KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Bismillahirrohmannirrohiim Alhamdulillahi robbil’alamiin washsholaatu wassalaamu’alaa asyrofilanbiyaai walmursaliin wa’alaa alihiwashshohbihi ajma’iin ammaaba’du. Menuntut ilmu merupakan kewajiban setiap orang. Dimana dengan ilmu kita dapat mengerti akan kehidupan ini. Dalam menuntut ilmu pastilah ada rasa terpuruk atau lelah. Allah pun berfirman bahwa setelah ada kesulitan pasti ada kemudahan. Tugas kita adalah berusaha maksimal, bersabar, berdoa, dan bertawakal. Biarpun lelah, asalkan lillah. Dalam menyelesaikan skripsi ini, tentu banyak cerita dibalik penyelesaiannya. Berkat para dosen, teman-teman, internet, buku-buku dan penelitian sebelumnya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun penulis menyadari bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Pendidikan, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan Tingkat Pendidikan terhadap Kesenjangan Ekonomi antar Kabupaten Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2003-2013” masih sangat banyak kekurangannya. Dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran agar menjadi pembelajaran untuk kedepannya. Dengan selesainya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada: vi 1. Allah SWT, tidak lupa saya mengucapkan Alhamdulillahirobbil’alamiin atas segala yang telah Engkau sisipkan di skenario kehidupan penulis hingga di penghujung Sarjana Ekonomi ini. Penulis menyadari bahwa ini bukanlah tujuan akhir, justru ini awal dari tantangan kehidupan yang sebenarnya, maka dari itu ya muqollibalquluub tsabbit qolbii ‘alaadiinik. Semoga Engkau selalu menunjukkan jalan yang lurus sehingga penulis mampu menentukan mana yang haq dan bathil. 2. Orang Tua, terima kasih untuk Ibu Pipih Sutinah yang selalu mencurahkan kasih sayang yang tiada henti, yang selalu menenangkan hati di kala merasa takut akan kehidupan, dan juga yang selalu mengingatkan agar selalu berbuat baik terhadap orang lain. Ayah Cipto Nurhadi, yang tak kenal lelah bekerja untuk keluarganya, yang selalu mengajari penulis untuk menjadi mandiri, serta selalu memotivasi agar kelak penulis harus berwiraswasta. 3. Om Deden, yang penulis anggap seperti kakak sendiri. Terima kasih banyak atas segala kebaikan om, semoga Om selalu dalam lindungan Allah SWT. Tante Titi, yang penulis anggap seperti kakak sendiri. Terima kasih sudah selalu mau mendengar keluh kesah penulis selama ini. Miraty Armitha Daud, yang kini kehadirannya menjadi penghibur kami. 4. Dr. Arief Mufraini selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang baru semoga dapat memajukan dan mengembangkan FEB lebih baik lagi. 5. Prof. Dr. Abdul Hamid selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebelumnya, yang telah berusaha keras memajukan FEB. vii 6. Bapak Arief Fitrijanto M.Si selaku Ketua Jurusan IESP 2015 sekaligus pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu, bimbingan, dan pengarahan kepada penulis. Sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan cepat dan baik, semoga Allah SWT mencatat sebagai amalan jariyah. 7. Ibu Fitri Amalia M.Si selaku Sekertaris Jurusan IESP 2015. Terimakasih atas segala ilmu yang telah ibu berikan selama ini, semoga Allah SWT mencatat segala amal kebaikan sebagai ibadah. 8. Bapak Zuhairan Y. Yunan, S.E, M.Sc dan Bapak Zainal Muttaqin M.Pp selaku Ketua Jurusan dan Sekertaris IESP sebelumnya di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jakarta yang telah meluangkan waktu dan arahan-arahan yang baik selama saya berkonsultasi. 9. Bapak Pheni Chalid, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang dengan kerendahan hatinya bersedia meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, ilmu yang berharga serta bimbingan yang berarti selama penyelesaian skripsi. Sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan atas ilmu-ilmu yang telah Bapak berikan. 10. Terimakasih kepada Dosen-dosen IESP yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Bantuan kalian dalam menyampaikan materi yang sangat membantu saya dalam memahami materi perkuliahan. Semoga ini dapat menjadi nilai ibadah dan semoga Allah SWT membalas semua jasa. viii 11. Sahabat-sahabat terbaik yang sering menyela, menertawakan, tetapi mereka juga yang selalu ada, membantu, dan mengisi kehidupan ini sehingga menjadi penuh warna. Dwika Julia Mutiara, Dwi Nuni, Annisa Rahmadani, Amalia Nur Azizah, Hidayati Tamimi, dan Najwa Najib. Terimakasih atas segala warna yang telah kalian berikan. Semoga persahabatan kita tidak sampai di dunia saja. Tetap saling mengingatkan untuk berhijrah ya, keep and stay istiqomah. 12. Teman-teman seperjuangan yaitu Dilla, Yusuf, Yuli, Dimas, Rudy, Indri, Isti dan yang lainnya. Terimakasih atas saran-saran dan pertolongan kalian selama proses mengerjakan skripsi ini. Semoga kita sukses untuk kedepannya nanti. 13. Teman-teman IESP angkatan 2011, yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas waktu, tawa, senyum, pengalaman baru selama ini. Setiap langkah adalah cerita maka lakukanlah yang terbaik untuk setiap langkahmu. Semoga kita semua dapat menjadi bagian dari impian-impian kita. 14. KKN Akasia, yaitu Julia, Nuni, Ridwan, Raras, Rendy, Come, Riri, Yayah, Antok, Betty, Fardah, Caca, Nando, Haryo, Ayu, Ojin dan juga warga Desa Ciasmara terutama Kampung Jogjogan Girang, serta Keluarga Bapak H. Mirnan. Terimakasih atas suka duka yang sudah kita lewati bersama. 15. Sahabat terbaik dari kecil, Adam Dwi Purnama. Terima kasih juga untuk Sahabat terbaik di SMA yang sudah menemani saya berjuang ke gerbang dunia perkuliahan yaitu Ridwan, Ody, Roni, Nisa, Sintya, Dewi, Nicky dan masih banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. ix 16. Terimakasih kepada SEIS DANCE, yaitu Farah, Ella, Rosi, Tia, Mona, Nia, kak Evi, dll. Terimakasih atas ilmu, pengalaman, dan perjuangan kita selama mengikuti saman. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jakarta, 10 Juni 2015 Vina Refriana .N x DAFTAR ISI Cover Lembar Pengesahan Pembimbing Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif Lembar Pengesahan Ujian Skripsi Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... i Abstract ............................................................................................................. iv Abstrak .............................................................................................................. v Kata Pengantar ................................................................................................. vi Daftar Isi ............................................................................................................ xi Daftar Tabel .......................................................................................................xv Daftar Grafik ....................................................................................................xvi Daftar Gambar…………………..……………………………………………xvii Daftar Lampiran ............................................................................................. xviii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 16 C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 18 D. Manfaat Peneltian ............................................................................. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 17 A. Pembangunan Ekonomi ......................................................................20 B. Pertumbuhan Ekonomi …………...................................................... 24 C. Kesenjangan Ekonomi.........................................................................28 xi D. Pendidikan…..................................................................................... 37 E. Hubungan Pendidikan dengan Kesenjangan Ekonomi..................... 38 F. Investasi…………………………………………………................. 40 G. Hubungan Investasi dengan Kesenjangan Ekonomi.......................... 48 H. Pendapatan…………………….……………………………………49 I. Hubungan Pendapatan terhadap Kesenjangan Ekonomi………….. 50 J. Penelitian Terdahulu………………………………………………. 51 K. Kerangka Berfikir .............................................................................59 L. Hipotesis Penelitian .......................................................................... 61 BAB III METODOLOGI PENELITIAN .....................................................65 A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 65 B. Metode Penentuan Sampel……........................................................65 C. Metode Pengumpulan Data………...................................................66 D. Metode Analisis…............................................................................ 67 1. Metode Data Panel…………………………………………….67 2. Pemodelan Data Panel…………………………..…………… 69 a. Pendekatan Pooled Least Square…………………………70 b. Pendekatan Fixed Effect Model………………………….70 c. Pendekatan Random Effect Model………………………70 3. Pemilihan Model Data Panel………………………………… 71 a. PLS vs FEM………………………………………………71 b. FEM vs REM……………………………………………..73 4. Model Empiris………………………………………………...74 5. Uji Asumsi Klasik…………………………………………….75 a. Uji Normalitas…………………………………………….76 xii b. Uji Multikolinieritas……………………………………... 76 c. Uji Heterokedastisitas…………………………………… 77 d. Uji Autokolerasi…………………………………………. 78 6. Uji Hipotesis…………………………………………………. 79 a. Uji t………………………………………………………. 80 b. Uji F……………………………………………………… 81 c. Koefisien Determinasi R2…………………………………82 E. Operasional Variabel Penelitian……… ..........................................82 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................. 84 A. Gambaran Umum Objek Penelitian……….......................................85 a. Kabupaten Bantul……............................................................. 88 b. Kabupaten Gunung Kidul….………………………………... ..88 c. Kabupaten Kulon Progo…………………………………..........89 d. Kabupaten Sleman……………………………………………..90 e. Kota Yogyakarta……………..…………….………………… 91 B. Analisis dan Pembahasan… ............................................................. 92 1. Analisa Deskriptif…………...................................................... 92 a. Kesenjangan Ekonomi……………………………………. 92 b. Pendidikan…………………………………….…...……. 95 c. Investasi…………………………………………………. 98 d. PDRB Per Kapita……………….………………………. 102 2. Estimasi Model Data Panel...................................................... 105 a. PLS vs FEM (Uji Chow)………………………………… 105 b. FEM vs REM (Uji Hausman).………………………….... 106 3. Uji Asumsu Klasik…............................................................... 107 xiii a. Uji Normalitas………………………………………….... 107 b. Uji Multikolinieritas……………………………………... 109 c. Uji Heterokedastisitas………………………………….....110 d. Uji Autokolerasi………………………………………..... 112 4. Model Fixed Effect Model.......................................................112 5. Pengujian Hipotesis…………………………….……………. 113 a. Uji t dan Interpretasi Hasil Analisis……….…………….. 113 b. Uji F dan Interpretasi Hasil Anaisis……….…………...... 116 c. Koefisien Determinasi….………..……………………….. 117 C. Analisis Ekonomi .............................................................................117 a. Pendidikan………………………………….………………... 120 b. Penanaman Modal Asing (PMA)…………….…….………… 121 c. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)………..………… 123 d. PDRB Per Kapita…….…….……………………………....... 125 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................127 A. Kesimpulan ..................................................................................... 127 B. Saran ............................................................................................... 128 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 130 xiv DAFTAR TABEL Nomor 1.1 Keterangan Halaman 3 2.1 Tabel Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di DIY 2011-2013, Rata-rata Pertumbuhan Per Tahun 2009-2013 dan Andil Pertumbuhan 2013 (Persen) Indeks Gini Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2003 – 2012 Rasio Gini Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi D.I.Yogyakarta Jumlah Pencari Kerja dan Permintaan Tenaga Kerja menurut Tingkat Pendidikan di D.I. Yogyakarta Realisasi Penanaman Modal Asing di Kabupaten Kota Provinsi D.I. Yogyakarta Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Kabupaten Kota Provinsi D.I. Yogyakarta Nilai PDRB Per Kapita menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta Atas Dasar Harga Berlaku, 2009 - 2012 (rupiah) Penelitian Terdahulu 3.1 3.2 Uji Durbin – Watson Operasional Variabel penelitian 77 82 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 Hasil Uji Chow Hasil Uji Hausman Correlation Matrix Hasil Estimasi Uji Park Hasil Estimasi Uji Glejser Uji t-Statistik Uji F-Statistik Uji R-Square Interpretasi Fixed Effect Model 104 105 107 108 109 112 114 115 116 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 xv 4 5 7 11 12 15 55 DAFTAR GRAFIK Nomor Keterangan Halaman 1.1 Rasio Gini Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi D.I.Yogyakarta 5 1.2 Rasio Murid Terhadap Guru SMA Negeri+Swasta, SMK Negeri+Swasta, dan MA Negeri+Swasta antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta Tahun 2011 - 2013 Nilai PDRB menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta Atas Dasar Harga Berlaku, 2009 – 2013 (triliun rupiah) 60 Rasio Gini antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa 94 1.3 4.1 93 Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam Persen) 4.2 Rasio Murid Terhadap Guru antar Kabupaten/Kota di Provinsi 96 Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam Persen) 4.3 Penanaman Modal Asing (PMA) antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam Ribuan Milyar $) 98 4.4 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam Milyar Rp) 99 4.5 PDRB Per Kapita antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah 102 Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam Juta Rupiah) xvi DAFTAR GAMBAR Nomor Keterangan Halaman 2.1 Kerangka Pemikiran 59 4.1 Uji Normalitas 106 xvii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Keterangan Halaman 1 Data Dari Variabel-Variabel Yang Digunakan 133 2 Hasil Uji Chow 136 3 Hasil Uji Hausman 137 4 Hasil Uji Normalitas 138 5 Hasil Uji Multikolinieritas 138 6 Hasil Uji Park 139 7 Hasil Uji Glejser 140 8 Hasil Fixed Effect Model 141 xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan di berbagai Negara yang sangat kompleks salah satunya adalah masalah kesenjangan ekonomi. Dengan adanya masalah tersebut maka suatu Negara pun akan jauh dari kata sejahtera. Kesejahteraan ditandai dengan kemakmuran yaitu meningkatnya konsumsi disebabkan meningkatnya pendapatan. Kesenjangan ekonomi merupakan ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi merupakan masalah besar di Negara–Negara berkembang (Dumairy,1996:26). Dalam mencapai Negara yang sejahtera kita harus memperhatikan pertumbuhan dan pembangunan disertai pemerataannya. Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu Negara. Untuk daerah, makna pembangunan tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota. Kemudian muncul alternatif yang mendefinisikan pembangunan ekonomi yang lebih menekankan pada peningkatan income per capita (pendapatan perkapita). 1 Paradigma pembangunan modern mengedepankan pengentasan garis kemiskinan, dan pengurangan distribusi pendapatan yang semakin timpang. Ekonom membawa perubahan bahwa pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses yang multi dimensional (Kuncoro, 2003: 136). Para pendukung strategi pertumbuhan dengan distribusi atau redistribusi dari pertumbuhan, pada hakikatnya menganjurkan Negara yang sedang berkembang agar tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi (memperbesar kue pembangunan), namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi kue pembangunan tersebut. Ini bisa diwujudkan dengan kombinasi strategi seperti peningkatan kesempatan kerja, dan investasi modal manusia. (Kuncoro, 2010: 136). Untuk mewujudkan pembangunan. kesejahteraan Pembangunan adalah masyarakat, proses perlu dilakukan multidimensional yang melibatkan perubahan - perubahan mendasar dalam struktur sosial, perilaku sosial, dan institusi nasional, disamping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan, dan pemberantasan kemiskinan (Todaro,1994:15). Indikator keberhasilan pembangunan ialah pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi di suatu Negara tentu saja meliputi pertumbuhan ekonomi di setiap Provinsi beserta kabupaten/kotanya. Semenjak Undang – Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, 2 Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah diberlakukan maka setiap daerah diberi kesempatan untuk mengolah dan memajukan pertumbuhan dan pembangunannya masing – masing. Pembangunan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi. Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum dapat meratakan pendapatan. Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di DIY 2011-2013, Rata-rata Pertumbuhan Per Tahun 2009-2013 dan Andil Pertumbuhan 2013 (Persen) Kabupaten/Kota /Provinsi 2011 2012* 2013** Rata-rata 20092013 Andil Pertumbuhan 2013 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1.Kulon Progo 4,95 5,01 5,05 4,51 0,42 2.Bantul 5,27 5,34 5,57 5,29 1,03 3.Gunung Kidul 4,33 4,84 5,16 4,62 0,79 4.Sleman 5,19 5,45 5,70 5,20 1,70 5.Yogyakarta 5,64 5,76 5,64 5,51 1,46 S DIY 5,17 5,32 5,40 S S Sumber: BPS Provinsi D.I. Yogyakarta Ket: *angka sementara; **angka sangat sementara 5,19 5,40 3 Provinsi DI. Yogyakarta terdiri dari empat kabupaten dan satu kota. Pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi telah dicapai oleh Kota Yogyakarta, sebesar 5,64 persen pada tahun 2013, walaupun pertumbuhan Kota Yogyakarta lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2012. Telah terjadi selisih peningkatan poin terbesar dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul, yaitu bertambah 0,32 poin sehingga pertumbuhan tahun 2013 dicapai sebesar 5,16 persen. Rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun dalam periode 2009-2013 yang paling tinggi masih diperoleh Kota Yogyakarta, sebesar 5,51 persen. Namun dilihat dari andil yang diberikan Kota Yogyakarta sebesar 1,46 persen terhadap pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2013, ternyata lebih rendah dibandingkan andil yang diberikan oleh pertumbuhan di Kabupaten Sleman yang mencapai 1,70 persen. Posisi andil yang diberikan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman sudah mencapai 3,16 persen terhadap pertumbuhan ekonomi DIY yang sebesar 5,40 persen. Tabel 1.2. Indeks Gini Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2003 - 2012 PROVINSI 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 DKI Jakarta 0,31 0,36 0,30 0,36 0,34 0,33 0,36 0,36 0,44 0,42 Jawa Barat - - 0,34 - 0,34 0,35 0,36 0,36 0,41 0,41 Banten - - 0,36 - 0,37 0,34 0,37 0,42 0,40 0,39 0,25 0,25 0,31 0,27 0,33 0,31 0,32 0,34 0,38 0,38 0,34 0,37 0,41 0,37 0,37 0,36 0,38 0,41 0,40 0,43 Jawa Timur 0,36 0,34 0,33 0,33 0,34 0,37 Sumber : BPS, Ringkasan Eksekutif pengeluaran dan konsumsi penduduk Indonesia 2012 0,36 Jawa Tengah DI. Yogyakarta 4 Pertumbuhan ekonomi di Provinsi D.I. Yogyakarta meningkat, tetapi serta merta tidak diikuti dengan pemeratan pendapatan. Untuk itu kita dapat melihat kesenjangan pendapatan penduduk dari salah satu indikator yang sering digunakan adalah Rasio Gini. Apabila kita melihat rasio gini menurut Provinsi di Pulau Jawa pada tahun 2012, Provinsi DI. Yogyakakarta terlihat memiliki masalah kesenjangan tertinggi sebesar 0,43. Dari tahun sebelumnya terlihat kesenjangan di DI. Yogyakarta cukup fluktuatif. Tabel 1.3 Rasio Gini Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi D.I.Yogyakarta Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta 2011 0.34 0.3 0.3 0.27 0.19 2012 0.34 0.24 0.31 0.27 0.19 2013 0.29 0.24 0.24 0.21 0.18 Sumber: Badan Pusat Statistik Tabel 1.3 menggambarkan kesenjangan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi DIY pada tahun 2011-2013. Dapat kita lihat bahwa pada tahun tersebut rasio gini setiap tahunnya menempati posisi tetap atau menurun dan rasio gini tertinggi dapat kita lihat berada di Kabupaten Kulon Progo. Para ekonom pun berpendapat bahwa rasio gini tergantung pada komposisi pertumbuhan ekonomi sektoral dan struktur demografis. Diduga tingginya angka rasio gini dipengaruhi oleh tingginya pertumbuhan ekonomi di sektor jasa dan komposisi penduduk usia tidak produktif yang relatif besar. Pada 5 tahun 2013 terlihat bahwa ada upaya dalam penurunan kesenjangan dari masing-masing daerah yang terlihat pada grafik rasio gini yang disajikan di atas. Bila kita cermati bahwa Provinsi DI. Yogyakarta ini merupakan tempat tujuan destinasi kedua setelah Provinsi Bali. Begitu banyak masyarakat dari dalam dan luar negeri yang berkunjung untuk melihat dan menikmati pesona alam, bangunan bersejarah, kuliner khas, dan tempat berbelanja. Sungguh terlihat ironis tatkala pesona alam yang begitu memukau dan berhasil memikat hati setiap wisatawan tetapi terselip masalah kesenjangan yang kini kian melebar yang terjadi di Provinsi DI.Yogyakarta ini. Salah satu faktor yang mempengaruhi kesenjangan ekonomi adalah pendidikan. Dimana pendidikan di Indonesia masih belum merata. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas maka masyarakat tersebut dapat mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik dan juga akan menambah pendapatan mereka dan pengangguran pun akan berkurang sehingga tingkat kesenjangan ekonomipun akan menurun. 6 Tabel 1.4 Jumlah Pencari Kerja dan Permintaan Tenaga Kerja menurut Tingkat Pendidikan di D.I. Yogyakarta Tingkat pendidikan (1) Belum Ditempatkan Tahun Lalu Terdaftar Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan (2) (3) (4) (5) 1. SD 67 48 1029 241 9 10 1 1 58 38 1028 240 502 544 1723 761 494 541 1544 680 8 3 179 81 12736 3661 6382 4754 a. SMU 4411 1581 2239 1732 b. SMK 7667 1358 3327 2263 658 722 816 759 4. Diploma I-III 2002 5533 1774 3416 5. DIV/Sarjana 12089 16773 5477 8449 531 645 86 195 27927 27204 16471 17816 a. Tidak tamat SD b. Tamat SD 2. SLTP a. SMP b. Yang Setingkat 3. SLTA c. Yang Setingkat 6. S2/S3 Jumlah/Total Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi D.I. Yogyakarta Dari tabel diatas kita dapat melihat jumlah pencari kerja dan permintaan tenaga kerja menurut tingkat pendidikan. Terlihat jelas bahwa pada tingkat SLTA sederajat lah yang paling banyak. Pada tingkat SD dan SLTP memang sudah sangat jarang bahkan hampir tidak ada penempatan kerja berdasarkan lulusan tersebut, biasanya lulusan tingkat SD dan SLTP sederajat kebanyakan hanya mengandalkan tenaga. 7 Provinsi DI. Yogyakarta dinobatkan sebagai kota pelajar. Berbicara tentang pendidikan tidak terlepas dari peran seorang guru. Bukan hanya kuantitas murid yang kita butuhkan, tetapi kualitas dan kuantitas guru perlu kita perhatikan, karena dengan begitu akan melahirkan murid – murid yang berkualitas. Untuk melihat pemerataan guru di DIY kita dapat melihat dari indikator rasio murid terhadap guru. Rasio murid per guru dididefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah murid dengan jumlah guru pada jenjang pendidikan tertentu. Berikut grafik yang menggambarkan keadaan rasio murid terhadap guru. Grafik 1.1 Rasio Murid Terhadap Guru SMA Negeri+Swasta, SMK Negeri+Swasta, dan MA Negeri+Swasta antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta Tahun 2011 - 2013 Sumber : BPS Dalam Angka Propinsi D.I. Yogyakarta (diolah) Dari gambar diatas kita dapat melihat bahwa rasio tertinggi ada pada Kota Yogyakarta, berarti jika rasio tinggi, satu orang tenaga pengajar harus 8 melayani banyak murid. Banyaknya murid yang diajarkan akan mengurangi daya tangkap murid pada pelajaran yang diberikan atau mengurangi efektivitas pengajaran. Secara yuridis mengenai Penanaman Modal di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal menyatakan bahwa: “Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.” Pertumbuhan ekonomi dalam dekade terakhir menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak diikuti dengan penurunan tingkat kemiskinan. Hal itu menyebabkan pertumbuhan ekonomi belum mampu mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dalam membangun perekonomian yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu Negara atau wilayah diperlukan penanaman modal untuk mendukung lajunya pertumbuhan agar berkembang menjadi lebih baik. Penanaman modal yang dapat disebut dengan investasi ini dapat memacu pertumbuhan ekonomi dengan perluasan lapangan pekerjaan, dengan begitu pengangguran akan terserap dan kesejahteraan dapat meningkat. Terdapat dua investasi yaitu 9 Penanaman Modal Asing (PMA) yang dilakukan oleh swasta dan juga Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang dilakukan oleh pemerintah. Pencatatan yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Pasar Modal yaitu bahwa 52 persen realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan 61 persen dari total PMA didistribusikan di pulau Jawa pada tahun 2013. Pulau jawa menjadi sasaran untuk berinvestasi. Hal itu dikarenakan infrastrukturnya jauh lebih baik, sehingga dapat lebih menguntungkan para investor. Tentu saja, ini membuat investasi menjadi terkonsentrasi dan menyebabkan kesenjangan. Penanaman Modal Asing (PMA) juga hanya ditujukan untuk industriindustri padat modal dengan menerapkan teknologi canggih sehingga hanya memerlukan pekerja dengan tingkat pendidikan dan keahlian dan tentunya dengan gaji yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lokal. Yang tidak mampu bersaing akan tetap bertahan dengan tingkat pendapatan yang naik secara proporsional dengan kenaikan inflasi atau bahkan cenderung tetap. 10 Tabel 1.5 Realisasi Penanaman Modal Asing di Kabupaten Kota Provinsi D.I. Yogyakarta Kabupaten/Kota 2011 Kulon Progo 324.000 Bantul 21.002.943,22 Gunung Kidul 10.371.064,44 Sleman 244.034.558,29 Yogyakarta 180.982.581,19 2012 2013 342.050 279.859,09 24.911.708 20.568.670,24 10.704.397 8.758.143 252.905.137 247.282.123,58 183.372.433 196.121.716,44 Sumber: Badan Pengembangan Perekonomian & Investasi Daerah Propinsi D.I. Yogyakarta Berdasarkan data yang telah disajikan diatas, dapat kita lihat bahwa PMA terkonsentrasi pada Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Sedangkan Kabupaten Kulon Progo sangat tertinggal. Terkonsentrasi seperti inilah yang mengakibatkan kesenjangan ekonomi daerah semakin melebar. para investor sangat selektif dalam menanamkan modalnya. Investor melihat potensi dari daerah – daerah tersebut. Seperti kita ketahui akses dan fasilitas di Yogyakarta dan Sleman sangatlah memadai di banding daerah lainnya. Walau begitu, sebenarnya sektor pariwisata di daerah Kulon Progo, Bantul, dan Gunung Kidul sangat berpotensi, indah dan menawan. Namun karena fasilitas yang tidak memadai investor lebih memilih daerah – daerah yang terjangkau oleh transportasi. 11 Tabel 1.6 Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Kabupaten Kota Provinsi D.I. Yogyakarta Kabupaten/Kota 2011 2012 2013 Kulon Progo 34,017,508,942 34,017,508,942 34,017,508,942 Bantul 18,925,574,906.50 19,125,708,671.10 24,102,319,371.10 Gunung Kidul 35,502,559,948 35,502,559,948 35,502,559,948 Sleman 12,189,583,509.18 12,420,332,894.18 12,422,433,894.18 Yogyakarta 83,540,952,691 130,313,416,091 131,186,783,073.50 Sumber: Badan Pengembangan Perekonomian & Investasi Daerah Propinsi D.I. Yogyakarta Berdasarkan tabel realisasi PMDN diatas bahwa sama halnya dengan PMA, investasi terkonsentrasi pada Kota Yogyakarta. Namun, dalam PMDN ini Gunung Kidul dalam tiga tahun terakhir menempati tertinggi kedua. Sedangkan Kabupaten Sleman yang PMA tertinggi kedua, dalam PMDN Sleman malah mendapatkan modal yang sangat kecil. Gambar diatas memperlihatkan realisasi penanaman modal asing dan penaman modal dalam negeri antar kabupaten/kota di tiga tahun terakhir. Di Kabupaten Kulon Progo, Bantul, dan Gunung Kidul mengalami penurunan di tahun 2011 dan mengalami kenaikan pada tahun 2012, sedangkan di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta investasi penanaman modal asing selalu mengalami kenaikan. Dengan melihat DI. Yogyakarta selalu menjadi tujuan destinasi wisatawan dalam dan luar negeri, maka investasi menjadi hal penting untuk meningkatkan pertumbuhan di Provinsi DI. Yogyakarta. Namun, PMA yang 12 terkonsentrasi hanya pada Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman membuat kesenjangan pendapatan antar wilayah di Provinsi DI. Yogyakarta semakin melebar. Pada pertengahan 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi. Hal itu membuat perekonomian menjadi sangat lemah, begitupun Provinsi DI. Yogyakarta. Bila kita lihat pada lima tahun terakhir bahwa perekonomian DI. Yogyakarta mengalami perkembangan. Kegiatan ekonomi Provinsi ini bertumpu pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, jasa, pertanian serta industri pengolahan yang cukup mendominasi PDRB. PDRB menggambarkan kemampuan suatu wilayah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. PDRB pun merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu wilayah dengan melihat angka PDRB perkapita. PDRB per kapita diperoleh dari hasil bagi antara nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi di suatu daerah (PDRB) dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Oleh karena itu, nilai PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing wilayah sangat tergantung pada potensi sumber daya alam, sumberdaya manusia dan teknologi. 13 Grafik 1.2. Nilai PDRB menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta Atas Dasar Harga Berlaku, 2009 – 2013 (triliun rupiah) Sumber: BPS, Laporan Melihat data PDRB Kabupaten/Kota di DI.Yogyakarta ini tentunya tidak dapat kita pisahkan dari analisis spasial, karena kelima wilayah tersebut memiliki keterkaitan demografis. Namun kita dapat melihat dari nilai PDRB untuk mengamati perkembangan wilayah tersebut. Tabel diatas menunjukkan perbedaan nilai PDRB dari tahun ke tahun dan juga antar Kabupaten/Kota. Dapat kita lihat bahwa Kabupaten Sleman memiliki nilai PDRB yang paling besar dibanding empat wilayah lainnya. Sedangkan nilai PDRB terkecil terdapat pada Kabupaten Kulonprogo. Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta menjadi penopang perekonomian di DI. Yogyakarta karena nilai PDRB dari kedua wilayah tersebut berada diatas rata – rata DI. Yogyakarta. Perekonomian Kabupaten Bantul relatif sama dengan rata-rata DIY, 14 sedangkan perekonomian Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulonprogo masih di bawah rata-rata. Posisi ini dalam kurun waktu tidak terjadi pergeseran, bahwa artinya tidak ada kabupaten/kota yang dapat melampaui wilayah lainnya. Tabel 1.7. Nilai PDRB Per Kapita menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta Atas Dasar Harga Berlaku, 2009 - 2012 (rupiah) KABUPATEN/KOTA Kulonprogo 2011 2012 2013 4.790.630 4.992.301 Bantul 4.534.212 4.741.941 Gunungkidul 5.124.333 5.319.628 5.463.295 Sleman 6.054.435 6.341.065 6.544.348 14.893.159 15.612.923 16.139.158 Yogyakarta 5.229.120 5.463.295 Sumber : BPS Provinsi D.I. Yogyakarta Berdasarkan tabel yang disajikan diatas bahwa nilai PDRB Per kapita Kota Yogyakarta mengalami peningkatan pada tiga tahun terakhir dan yang paling tinggi. Sama halnya dengan Kabupaten Kulon Progo, Gunung Kidul, dan Sleman mengalami peningkatan pada tiga tahun terakhir. berbeda dengan Kabupaten Bantul yang pada tahun 2011 ke 2012 mengalami kenaikan dan pada tahun 2012 ke 2013 mengalami penurunan. Pencapaian PDRB yang tinggi yang tanpa diikuti dengan pemerataan pendapatan akan berdampak pada kesenjangan ekonomi. Salah satu indikator yang mendukung untuk melihat seberapa besar kesejahteraan yang sudah dirasakan oleh masyarakat yaitu dengan melihat nilai PDRB per kapita. Nilai 15 tersebut diperoleh dengan membagi nilai PDRB yang dihasilkan oleh suatu wilayah dengan jumlah penduduknya. Namun untuk mengetahui seberapa besar disparitas pendapatan dalam suatu wilayah, maka perlu dibandingkan dengan wilayah lain sehingga kesenjangan dapat terlihat jelas. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang membahas tentang “Pengaruh Pendidikan, PMA, PMDN, Dan Tingkat Pendapatan Terhadap Kesenjangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi D.I. Yogyakarta Periode 2003-2013”. B. Rumusan Masalah Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak mencerminkan bahwa pendistribusian pendapatan itu merata di suatu daerah. Begitu juga dengan pendidikan yang ada di kabupaten/kota Provinsi D.I. Yogyakarta. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga pendapatan masyarakat pun meningkat begitu juga dengan pendistribusian pendapatan yang merata. Dalam membangun perekonomian yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu Negara atau wilayah diperlukan penanaman modal untuk mendukung lajunya pertumbuhan agar berkembang menjadi lebih baik. Maka dari itu peran investasi dalam penanaman modal asing sangatlah diperlukan. Penanaman modal asing di Kabupaten/Kota Provinsi D.I. Yogyakarta 16 terkonsentrasi pada daerah Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Hal itu dikarenakan fasilitas Kabupaten Kota tersebut lebih memadai daripada Kabupaten lainnya. Pada pertengahan 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi. Hal itu membuat perekonomian menjadi sangat lemah, begitupun Provinsi DI. Yogyakarta. Bila kita lihat pada lima tahun terakhir bahwa perekonomian DI. Yogyakarta mengalami perkembangan. Kegiatan ekonomi Provinsi ini bertumpu pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, jasa, pertanian serta industri pengolahan yang cukup mendominasi PDRB. PDRB menggambarkan kemampuan suatu wilayah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. PDRB pun merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu wilayah dengan melihat angka PDRB perkapita. PDRB perkapita terendah di daerah Kabupaten Gunung Kidul dan Kulon Progo. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Sejauh mana pengaruh pendidikan terhadap kesenjangan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta? 2. Sejauh mana pengaruh investasi terhadap kesenjangan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta? 3. Sejauh mana pengaruh tingkat pendapatan terhadap kesenjangan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta? 17 4. Sejauh mana hubungan antara pendidikan, investasi, dan tingkat pendapatan terhadap kesenjangan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta secara bersama-sama? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dengan melakukan penelitian ini penulis mempunyai tujuan dan manfaat yang hendak dicapai, diantaranya sebagai berikut a. Mengetahui pengaruh pendidikan terhadap kesenjangan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta. b. Mengetahui pengaruh investasi terhadap kesenjangan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta. c. Mengetahui tingkat pendapatan terhadap kesenjangan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta. d. Mengetahui pengaruh hubungan antara pendidikan, investasi, dan tingkat pendapatan terhadap kesenjangan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta. 2. Manfaat Penelitian a. Teoritis Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi dan kontribusi bagi para kalangan investor, praktisi, akademisi, institusi 18 dan masyarakat pada umumnya yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai pengaruh pendidikan, investasi, dan tingkat pendapatan terhadap kesenjangan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta. b. Praktis Penulisan ini diharapkan sebagai kontribusi sederhana terhadap pemerintah dan kalangan ekonom di Indonesia mengenai besarnya pendidikan, investasi, dan tingkat pendapatan terhadap kesenjangan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta. c. Kebijakan Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi para kalangan yang terkait untuk memutuskan secara tepat dan menindak lanjuti hal-hal yang harus dilakukan. Sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia. 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Pembangunan sebagai suatu proses, artinya bahwa pembangunan merupakan suatu tahap yang harus dijalani oleh setiap masyarakat atau bangsa. Sebagai contoh, manusia mulai lahir, tidak langsung menjadi dewasa, tetapi untuk menjadi dewasa harus melalui tahapan-tahapan pertumbuhan. Demikian pula, setiap bangsa harus menjalani tahap-tahap perkembangan untuk menuju kondisi yang adil, makmur, dan sejahtera. Menurut Todaro (1997:17) pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar pada struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial, disamping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pemerataan ketimpangan pendapatan, serta pemberantasan kemiskinan. Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. 20 Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan, terutama terjadi perubahan menurunnya tingkat pertumbuhan penduduk dan perubahan dari struktur ekonomi, baik peranannya dalam penyediaan lapangan kerja. (S. Kuznets, H.B. Chenery dalam Ahmad Mahyudi, 2004:) Menurut Adam Smith (dalam Suryana, 2000:55) pembangunan ekonomi merupakan proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi. Menurut Sadono Sukirno (2006:33), pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Maka dari itu, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi biasanya semakin tinggi kesejahteraan masyarakat. Namun, terdapat indikator lain yaitu distribusi pendapatan. Sedangkan pembangunan ekonomi adalah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan mengolah potensi ekonomi melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, pengetahuan, dan peningkatan keterampilan lainnya. Menurut Malthus (dalam M.L. Jhingan : 97), ia tidak menganggap proses pembangunan ekonomi terjadi dengan sendirinya. Proses pembangunan 21 ekonomi memerlukan berbagai usaha yang konsisten di pihak rakyat. Dia tidak memberikan gambaran adanya gerakan menuju keadaan stasioner tetapi menekankan bahwa perekonomian mengalami kemerosotan beberapa kali sebelum mencapai tingkat tertinggi dari pembangunan. Jadi menurut Malthus proses pembangunan adalah suatu proses naik turunnya aktivitas ekonomi lebih dari pada sekedar lancar tidaknya aktivitas ekonomi. Malthus mengungkapkan bahwa problem pembangunan ekonomi sebagai sesuatu yang menjelaskan perbedaan antara Gross National Product potensial (kemampuan menghasilkan kekayaan) dan Gross National Product actual (kekayaan aktual). Tetapi masalah pokoknya adalah bagaimana mencapai tingkat Gross National Product potensial yang tinggi. Menurut Myrdar (dalam Ahmad Mahyudi, 2004 : 221-222), Teori ini menjelaskan keadaan yang semakin memburuk bagi daerah yang tidak maju atau miskin jika dilakukan pembangunan ekonomi di suatu Negara. Teori ini dapat pula menjelaskan penyebab terjadinya jurang atau ketimpangan antara pembangunan Negara miskin dan Negara maju. Menurut Myrdal dalam teorinya, jika dilakukan pembangunan ekonomi di suatu Negara akan muncul dua faktor, yaitu memperburuk keadaan-keadaan ekonomi bagi daerah miskin atau Negara miskin yang disebut dengan backwash effects (efek mencucui daerah belakang) dan yang dapat mendorong daerah miskin atau Negara miskin menjadi lebih maju yang disebut dengan spread effects/trickle- 22 downeffects (efek menyebar / menetes ke bawah). Berikut merupakan faktorfaktor backwash effects yang terdiri atas: 1. Terjadinya pemusatan atau penarikan tenaga kerja, terutama yang memiliki keahlian dan produktif dari daerah yang tidak maju ke daerah yang sangat maju (growth pole). 2. Terjadinya penarikan pemusatan atau faktor produksi modal dari yang tidak maju ke daerah yang sangat maju. 3. Terjadinya pemusatan pola perdagangan yang lebih lengkap di daerah yang maju dibandingkan daerah yang tidak maju. 4. Keadaan jaringan pengangkutan atau sarana dan prasarana transportasi lebih lengkap dan cepat di daerah yang sangat maju dibandingkan daerah tidak maju. Faktor – faktor spread effects terdiri atas adanya: 1. Permintaan barang-barang pertanian dari daerah maju ke daerah tidak maju. 2. Permintaan hasil industi rumah tangga dan barang konsumsi dari daerah maju ke daerah tidak maju. 23 B. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Menurut Ahmad Mahyudi (2004:34) Pertumbuhan ekonomi adalah terjadinya pertambahan / perubahan pendapatan nasional (produksi nasional/GDP/GNP) dalam satu tahun tertentu, tanpa memperhatikan pertumbuhan penduduk dan aspek lainnya. Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan - perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik. Menurut Smith (dalam M.L. Jhingan :84) proses pertumbuhan bersifat menggumpal (kumulatif). Apabila timbul kemakmuran sebagai akibat kemajuan di bidang pertanian, industri manufaktur, dan perniagaan, kemakmuran itu akan menarik ke pemupukan modal, kemajuan teknik, 24 meningkatnya penduduk, perluasan pasar, pembagian kerja, dan kenaikan keuntungan secara terus menerus. Salah satu ciri penting pertumbuhan ekonomi adalah besar kecilnya permintaan. Permintaan rendah karena pendapatan rendah, permintaan rendah menyebabkan investasi rendah, yang berarti akumulasi modal rendah, mengakibatkan produktivitas rendah. Menurut Sukirno (2006:10) pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Dengan begitu, untuk melihat pencapaian pertumbuhan ekonomi perlu dihitung pendapatan nasioanal riil. Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian. Adapun faktor-faktor pertumbuhan ekonomi adalah Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor-faktor ekonomi dan faktorfaktor non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu Negara tergantung pada sumber daya alamnya (SDA), sumber daya manusia (SDM), modal usaha, teknologi, dan lainnya. Disamping faktor ekonomi tersebut, pertumbuhan ekonomi tidak mungkin terlaksana tanpa ditunjang oleh lembaga-lembaga sosial, sikap masyarakat, kelembagaan politik, dan lainnya. Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi meningkat 25 atau menurun merupakan konsekuensi dari perubahan yang terjadi di dalam faktor produksi tersebut. Beberapa faktor ekonomi meliputi: 1. Sumber Daya Alam Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan suatu perekonomian adalah sumber daya alam (utamanya tanah). Sumber daya tanah meliputi berbagai aspek, misalnya kesuburan tanah, letaknya, iklim sumber air, kekayaan hutan, mineral, dan lainnya. Tersedianya kekayaan sumber daya alam yang potensial akan menjamin berlangsungnya pertumbuhan secara lancar, sumber daya alam yang tersedia harus dimanfaatkan dan diolah untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dan selebihnya dipasarkan keluar wilayah. 2. Akumulasi modal Faktor ekonomi penting yang kedua dalam pertumbuhan wilayah adalah akumulasi modal. Akumulasi modal atau pembentukan modal adalah peningkatan stok modal dalam jangka waktu tertentu. Pembentukan modal memiliki makna yang penting, yaitu masyarakat tidak melakukan kegiatannya pada saat ini hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumsi yang mendesak, tetapi juga untuk membuat barang modal, alat-alat perlengkapan, mesin, pabrik, sarana angkutan, dan lainnya. 26 3. Organisasi Organisasi merupakan bagian penting dalam proses pertumbuhan. Organisasi berkaitan dengan penggunaan faktor produksi dalam kegiatan ekonomi. Organisasi bersifat melengkapi (komplemen) modal, buruh, dan membantu meningkatkan produktivitasnya. 4. Kemajuan Teknologi Perubahan teknologi dianggap sebagai faktor paling penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan pada teknologi telah meningkatkan produktivitas tenaga kerja, modal dan faktor produksi lain. 5. Pembagian Kerja dan Skala Produksi Spesialisasi dan pembagian kerja menciptakan peningkatan produktivitas. Keduanya membawa kearah ekonomi produksi skala besar, yang selanjutnya membantu perkembangan industri. Berikut adalah Faktor Non Ekonomi 1. Faktor Sosial dan Budaya Faktor ini juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan mendorong perubahan pandangan, harapan, dan nilainilai sosial. 27 2. Sumber Daya Manusia Merupakan faktor terpenting dalam pertumbuhan ekonomi, bukan semata-mata pada jumlah penduduk tetapi lebih penting pada kapasitas penduduk untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja. 3. Faktor Politik dan Administrasi Faktor ini membantu pertumbuhan ekonomi modern. Menurut Rostow (dalam M.L. Jhingan) pendekatan sejarah digunakan dalam menjelaskan proses perkembangan ekonomi. Ia membedakan adanya lima tahap pertumbuhan ekonomi yaitu : Masyarakat tradisional Prasyarat untuk tinggal landas Tinggal landas Dewasa (maturity) Masa konsumsi missal C. Kesenjangan Ekonomi Kesenjangan merupakan suatu fenomena yang terjadi hampir di lapisan Negara di dunia, baik itu Negara miskin, Negara sedang berkembang, maupun Negara maju, hanya yang membedakan dari semuanya itu yaitu besaran tingkat kesenjangan tersebut, karenanya kesenjangan itu tidak mungkin dihilangkan namun hanya dapat ditekan hingga batas yang dapat ditoleransi. 28 Menurut Mubyarto (1995) kesenjangan itu, dapat kita bedakan menjadi 3, yaitu: 1. Kesenjangan antar sektor, yaitu sektor industri dan sektor pertanian. 2. Kesenjangan antar daerah. Dalam sejarah kesenjangan dapat terjadi di Jawa dengan Luar Jawa Bali. 3. Kesenjangan antar golongan ekonomi. Perekonomian yang tumbuh begitu cepat malah menimbulkan kesenjangan. Menurut Kuznet (dalam Ahmad Mahyudi, 2004:119-120), tingkat ketimpangan distribusi pendapatan suatu Negara naik pada tahap awal pembangunan, mendatar pada tahap pertengahan dan menurun pada tahap berikutnya. Hipotesa ini, yang dikenal sebagai hipotesis “U terbalik”, didasarkan pada analisis data time series untuk Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan data cross section mencakup tiga Negara tersebut ditambahkan India, Srilanka dan Puerto Rico. Kajian yang memakai data cross section nampaknya lebih mendukung hipotesis Kuznet ini dari pada data time series. Menurut Malthus (dalam M.L Jhingan, 2012:98) mengungkapkan bahwa produksi dan distribusi sebagai dua unsur utama kesejahteraan. Jika keduanya dikombinasikan pada proporsi yang benar, ia akan dapat meningkatkan kesejahteraan suatu Negara dalam waktu singkat. Tetapi jika keduanya dijalankan secara terpisah atau dikombinasikan pada proporsi yang tidak benar, maka akan diperlukan beberapa ribu tahun untuk meningkatkan kesejahteraan. Oleh karena itu Malthus lebih menekankan pada produksi 29 maksimum dan alokasi optimum sumber-sumber guna meningkatkan kesejahteraan suatu Negara dalam jangka pendek. Menurut Kuncoro (2004), terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk menganalisis development gap antar wilayah. Indikator tersebut adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Human Development Index (HDI), konsumsi rumah tangga perkapita, kontribusi sektoral terhadap PDRB, tingkat kemiskinan dan struktur fiskal. Ada pun beberapa faktor- faktor penyebab ketimpangan ekonomi daerah adalah konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, alokasi investasi, tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah, perbedaan sumber daya alam antar wilayah, perbedaan kondisi demografi antar wilayah dan kurang lancarnya perdagangan antar wilayah. Menurut M.S. Ahluwalia (dalam Rahardjo Adisasmita, 2013:112) untuk mengetahui dan menganalisis tingkat kesenjangan dalam suatu wilayah, dilakukan dengan cara menghitung distribusi pendapatan penduduknya yaitu distribusi pendapatan relatif dan distribusi pendapatan mutlak (absolut). Bila 40 persen penduduk berpendapatan terendah hanya menerima kurang dari 2,5 persen dari keseluruhan pendapatan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa wilayah tersebut mengalami tingkat kesenjangan serius. Dengan membandingkan tingkat kesenjangan pendapatan pada masing-masing wilayah (A,B,C,D dan E), maka dapat diketahui tingkat kesenjangan pendapatan diberbagai wilayah. 30 Kesenjangan (disparitas) antar daerah (wilayah) terjadi dimana-mana, sudah merupakan fenomena umum, yang cenderung di banyak Negara menunjukkan masih memprihatinkan. Mengingat sangat pentingnya masalah kesenjangan tersebut yang berpengaruh dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, maka diperlukan analisis terutama dari beberapa aspek, yaitu: 1. Tingkat distribusi pendapatan relatif dan mutlak, serta index Williamson. 2. Ciri vicious circle dalam pertumbuhan pembangunan, serta luas pasar dan perilaku kewirausahaan. 3. Dari aspek migrasi dan mobilitas tenaga kerja. Masing-masing wilayah memiliki ciri-ciri (karakteristik) yang berbeda-beda (bervariasi) satu sama lainnya. Perbedaan karakteristik wilayah dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya karena: 1. Faktor teknis dari aspek geografis (wilayah yang terletak di pesisir pantai dan wilayah daratan), dari aspek topografis (wilayah dataran rendah dan wilayah perbukitan). 2. Faktor kualitas dan kapasitas sumber daya alamnya, dari aspek tingkat kesuburan lahannnya (wilayah yang subur lahannya dan wilayah yang tidak subur atau gersang), dari aspek kandungan kekayaan sumber daya 31 alamnya (wilayah yang kaya mengandung bahan tambang atau wilayah yang terdiri dari bebatuan). 3. Faktor sumber daya manusia (wilayah padat penduduknya dan wilayah jarang penduduknya, atau wilayah yang penduduknya memiliki tingkat keterampilan yang tinggi dan wilayah yang penduduknya tidak berketerampilan). 4. Faktor akumulasi modal (wilayah yang memiliki modal yang cukup besar dan wilayah yang modalnya rendah). 5. Faktor kemajuan teknologi (wilayah yang telah menerapkan teknologi maju dan wilayah yang berteknologi sederhana). Untuk melihat gambaran tingkat distribusi pendapatan ada berbagai macam ukuran. Para ekonom pada umumnya membedakan antara dua ukuran pokok distribusi pendapatan, yang keduanya digunakan untuk tujuan kuantitatif dan analisis, yaitu: distribusi pendapatan perorangan atau ukuran (size/personal distributions) dan distribusi pendapatan fungsional atau distribusi pendapatan berdasarkan peranan masing-masing faktor-faktor yang bisa didistribusikan (distribution factor share). Dalam mengukur distribusi pendapatan di setiap wilayah, kita dapat menggunakan alat ukur: 32 1) Indeks Williamson Indeks digunakan Ketimpangan sebagai Williamson indeks adalah ketimpangan analisis regional yang (regional inequality) dengan rumus sebagai berikut: CVw = Indeks Williamson fi = Jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i (jiwa) n = Jumlah penduduk (jiwa) Yi = PDRB per kapita kabupaten/kota ke-i (Rupiah) ͞y = PDRB per kapita rata-rata (Rupiah) 2) Koefisien Gini Koefisien Gini adalah pengukuran tingkat ketidakmerataan pendapatan relatif dan juga merupakan salah satu pengukuran yang sering banyak dipakai untuk mengukur distribusi pendapatan. Koefisien Gini ini merupakan variabel yang dinamis, dalam arti besarnya berubah-ubah baik antar waktu, daerah maupun antar sektor dalam suatu Negara. 33 Besarnya angka koefisien Gini berkisar 0 dan 1, yang menunjukkan keadaan distribusi pendapatan. Semakin besar koefisien Gini (yaitu mendekati 1) semakin timpang distribusi pendapatannya, demikian pula sebaliknya. Perkembangan koefisien Gini sesuai dengan jalannya proses pembangunan dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah. Semakin cepat laju pertumbuhan ekonomi koefisien ini cenderung semakin membesar baik antar waktu, daerah, maupun antar sektor. Hal ini menunjukkan bahwa kesenjangan pendapatan antara si kaya dan si miskin akan menjadi semakin besar. Dalam kenyataannya, koefisien Gini Negara – Negara yang distribusi pendapatannya sangat tidak merata berkisar antara 0,5 dan 0,7, sedangkan untuk Negara – Negara yang distribusi pendapatannya relatif merata koefien Gininya akar berkisar antara 0,2 dan 0,35. Rumus statistik koefisien Gini Rasio : GR : 1 - ∑ fi(Y*i + Y*i-1) Keterangan : GR = koefisien gini rasio i = jumlah kelas/golongan/kelompok pendapatan 34 Y*i = jumlah relatif kumulatif pendapatan pada kelas / golongan ke-i Y*i-1 = Y*i kelas/golongan sebelum ke-i Fi = jumlah frekuensi relatif pendapatan yang digolongkan Koefisien gini mempunyai beberapa kelebihan, misalnya saja teknik perhitungannya relatif mudah dan tidak terikat pada distribusi pendapatan yang sedang diamati. Disamping itu koefisien ini dapat digunakan sebagai alat pembanding dalam mengamati kecenderungan sifat dari distribusi pendapatan masyarakat. Namun demikian, koefisien ini tidak peka terhadap perubahan-perubahan kecil pendapatan yang diamati karena tekanannya hanya pada penyebarannya. Selain itu, nilai koefisien ini sangat dipengaruhi oleh nilai rata-rata yang dipilih untuk kelompok pendapatan tertinggi. Menurut Sigit (dalam Siti Parhah) masalah perhitungan koefisien Gini berkaitan dengan data yang dipergunakan. Dimana data yang digunakan adalah data pengeluaran konsumsi. Penggunaan angka pengeluaran konsumsi akan menghasilkan koefisien Gini yang under estimate. Masalah lain adalah berkaitan dengan perhitungan distribusi pendapatan menyangkut unit kalkulasi, apakah rumah tangga atau perorangan. Semua perhitungan koefisien Gini yang ada di 35 Indonesia menggunakan rumah tangga sebagai unit kalkulasi. Pengeluaran konsumsi, terutama untuk golongan bawah sangat dipengaruhi oleh banyaknya anggota rumah tangga, maka jumlah pengeluaran mungkin berkurang, karena besarnya barang konsumsi yang dibeli tidak langsung merupakan kebutuhan perorangan anggota rumah tangga. Data pendapatan juga mempunyai pola hubungan demikian, karena tergantung banyaknya anggota rumah tangga. Untuk golongan bawah ada hubungan positif antara jumlah pendapatan keluarga dengan banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja, sedang untuk golongan atas diperkirakan hubungannya tidak begitu kuat. Dengan adanya pola hubungan demikian, maka koefisien Gini juga dipengaruhi oleh besarnya atau banyaknya anggota rumah tangga. Koefisien Gini yang dihitung berdasarkan pendapatan per individu sebenarnya lebih bisa menunjukkan distribusi pendapatan yang sesungguhnya. Efek besarnya rumahtangga bisa diisolir. Hasil perhitungan cara ini bisa lebih tinggi ataupun lebih rendah dari perhitungan Gini dengan dasar rumah tangga. 36 D. Pendidikan Menurut Ghazali (2010:1) Pendidikan adalah proses yang dengannya masyarakat mentransmisikan atau memindahkan akumulasi pengetahuan, keahlian, dan nilai-nilai dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Menurut The Human Capital Theory (dalam Ghazali, 2010:5) telah dinyatakan bahwa pendidikan, pelatihan, atau bentuk investasi manusia yang lain menanamkan ilmu pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan yang berguna pada manusia sehingga manusia dapat meningkatkan kapasitas belajar dan produktifnya, yang memungkinkannya untuk mengejar tingkat pendidikan atau pelatihan yang lebih tinggi dan untuk meningkatkan pendapatan masa mendatang mereka dengan meningkatkan penghasilan seumur hidup mereka. Pembangunan ekonomi tidak mungkin dilakukan tanpa dukungan pembangunan sektor pendidikan. Melalui pendidikan umum pemerintah dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan kapasitas produktif bangsa. Program pendidikan harus bersifat luas dan beraneka ragam. Pendidikan dasar perlu disediakan agar setiap anak usia sekolah dapat menjalani wajib belajar. Lembaga pelatihan diperkukan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan kepada ahli mesin, ahli listrik, perawat, guru, penyuluh pertanian, dan sebagainya. Pendidikan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian didirikan untuk mencetak tenaga-tenaga ahli professional (dokter, insinyur, ahli ekonomi, ahli administrasi, dan sebagainya). 37 Investasi pada modal manusia sangat bersifat produktif dan kreatif. Negara – Negara dan wilayah-wilayah berkembang membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang berkemampuan, berketerampilan dan berpengalaman dalam jumlah banyak untuk melaksanakan pembangunan meliputi sector primer (pertanian), sektor sekunder (industri/manufaktur), dan sektor tersier (jasa). Beberapa ekonom membantah bahwa pentingnya sumber daya manusia dalam pertumbuhan ekonomi karena sumber daya manusia tidak berhubungan secara langsung. Sebuah pengesampingan adalah akibat dari pandangan orang berada yang memandang sebelah mata. Orang yang terpelajar, sebagai contoh akan mengemukakan gagasan baru tentang cara terbaik untuk memproduksi barang dan jasa. Apabila gagasan ini diterima oleh kalangan umum sehingga semua menyetujuinya maka gagasan tersebut adalah sebuah keuntungan tambahan pendidikan. Pada kasus ini, keuntungan sekolah bagi masyarakat, bahkan lebih besar daripada perorangan. Argumen ini membenarkan subsidi besar pada investasi modal sumber daya manusia yang kita pelajari dalam bentuk pendidikan umum. E. Hubungan Pendidikan dengan Kesenjangan Ekonomi Menurut Todaro (1998), ia menyatakan bahwa adanya efek buruk pendidikan formal terhadap distribusi pendapatan di banyak Negara berkembang adalah karena pendapatan pekerja yang menyelesaikan 38 pendidikan pada tingkat lanjutan dan universitas akan mempunyai perbedaan pendapatan sampai 300-800 persen dengan tenaga kerja yang hanya menyelesaikan sebagian ataupun seluruh pendidikan tingkat sekolah dasar. Pendeknya, apabila golongan miskin tidak mempunyai kesempatan memperoleh pendidikan lanjutan dan tinggi karena alasan – alasan keuangan lainnya, maka sistem pendidikan justru akan mempertahankan atau bahkan memperburuk ketidakmerataan di Negara – Negara Dunia ketiga. Pendidikan merupakan salah satu awal dari suatu pembangunan. Untuk mewujudkan suatu pembangunan yang baik, kita perlu meningkatkan produksi nasional dan memeratakan pendapatan. Dalam meningkatkan produksi nasional kita harus memiliki sumber daya alam yang cukup, modal/kapital besar, peningkatan teknologi produksi sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan juga peran yang besar dari sumber daya manusianya. Sumber daya manusia tidak saja menyangkut jumlah tetapi juga kualitasnya. Sumber daya manusia yang berkemampuan diperlukan agar pelaksanaan pembangunan dapat berkesinambungan. Untuk memeratakan pendapatan juga diperlukan manusia yang berpendidikan dan berkemampuan. Secara empiris terbukti bahwa terdapat ketimpangan pendapatan yang cukup berarti, baik antar masyarakat, antar Negara, maupun intermasyarakat dalam satu Negara. 39 F. Investasi Menurut Mankiw (2013:12), Investasi (investment) adalah pembelian barang yang akan digunakan pada masa depan untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak. Investasi adalah jumlah pembelian peralatan modal, persediaan, dan bangunan atau struktur. Investasi pada bangunan meliputi pengeluaran untuk rumah baru. Menurut smith (Adisasmita : 47), investasi dilakukan karena para pemilik modal mengharapkan untung, dan harapan masa depan keuntungan bergantung pada iklim investasi pada hari ini dan pada keuntungan nyata. Menurut teori Schumpeter (Adisasmita : 114), dikatakan bahwa penanaman modal dalam perekonomian dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: a. Penanaman modal otonom (outonomous investment), ditentukan oleh perkembangan dalam waktu jangka panjang, terutama oleh penemuan kekayaan sumber daya alam yang baru dan kemajuan teknologi, berarti penanaman modal otonom adalah penanaman modal untuk menciptakan pembaharuan-pembaharuan (inovasi). b. Penanaman modal terpengaruh (induced investment), adalah penanaman modal yang dilakukan sebagai akibat dari adanya kenaikan dalam produksi, pendapatan, penjualan, atau keuntungan perusahaan. 40 Penanaman modal terpengaruh jumlahnya lebih banyak dibandingkan penanaman modal otonom. Suatu wilayah mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan wilayah-wilayah lain, memiliki perbedaan dalam laju pertumbuhan ekonominya, terdapat ketimpangan dalam laju pertumbuhan ekonomi, yang akan menimbulkan disparitas dalam pendapatan antar wilayah. Hampir semua ahli ekonomi sepakat menekankan arti pentingnya pembentukan modal (capital formation) sebagai penentu utama pertumbuhan ekonomi. Menurut Nurkse, lingkaran setan kemiskinan (vicious circle) di Negara berkembang dapat digunting (dipatahkan) melalui pembentukan modal. Sebagai akibat rendahnya pendapatan, maka permintaan, produksi, dan investasi menjadi rendah atau berkurang, yang dapat diatasi melalui pembentukan modal, melalui pembangunan overhead ekonomi (seperti jalan, jembatan, dan lainnya) dan overhead social (seperti sekolah dan rumah sakit) akan menghasilkan kenaikan output nasional, pendapatan dan kesempatan kerja. Masalah pokok dalam teori pembangunan ekonomi menurut W.A.Lewis adalah proses peningkatan tabungan dan investasi nasional. Investasi dalam peralatan modal akan meningkatkan produksi dan lapangan kerja. Pembentukan modal menghasilkan kemajuan teknik yang menunjang tercapainya ekonomi produksi skala luas dan meningkatkan spesialisasi. 41 Pembentukan modal akan menciptakan perluasan pasar. Jadi, penciptaan modal melalui pembangunan overhead ekonomi dan social akan memotong lingkaran setan kemiskinan baik dari sisi penawaran (tabungan rendah) maupun dari sisi permintaan (pasar sempit). Diantara sekian banyak penyebab rendahnya laju pembentukan modal (capital formation), seperti pendapatan rendah, produktivitas rendah, alasan kependudukan, kekurangan kewirausahawan, kekurangan overhead ekonomi, kekurangan peralatan modal, pasar sempit, kekurangan lembaga keuangan, dan keterbelakangan teknologi, terdapat penyebab lain yang cukup penting, yaitu kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Terdapat ketimpangan yang tajam dalam distribusi pendapatan yang membuat laju pertumbuhan modal tetap rendah. Keberadaan investasi di Indonesia dijamin sejak dikeluarkannya UU No 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang kemudian dilengkapi dan disempurnakan dengan UU No 11 Tahun 1970 dan UU No 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang dilengkapi dan disempurnakan dengan UU No 12 Tahun 1970. Pencatatan yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Pasar Modal yaitu bahwa 52 persen realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan 61 persen dari total PMA didistribusikan di pulau Jawa pada tahun 2013. Pulau jawa menjadi sasaran untuk berinvestasi. Hal itu 42 dikarenakan infrastrukturnya jauh lebih baik, sehingga dapat lebih menguntungkan para investor. Menurut Todaro dan Smith (2006:259), Arus internasional sumbersumber daya keuangan terwujud dalam dua bentuk: 1. Penanaman modal asing langsung yang dilakukan pihak swasta (private foreign direct investment) dan investasi portofolio , terdiri dari penanaman modal asing “langsung” (PMA) yang biasanya dilakukan oleh perusahaan – perusahaan raksasa multinasional (atau juga biasa disebut perusahaan transnasional, yakni perusahaan besar dengan kantor pusat yang berada di Negara-negara maju asalnya, sedangkan cabang operasi atau anak-anak perusahaannya tersebar di berbagai penjuru dunia) dan investasi asing “portofolio” (foreign portfolio investment), yang dana investasinya tidak diwujudkan langsung sebagai alat-alat produksi, melainkan ditanamkan pada pasar-pasar modal dan kredit milik lembaga swasta (bank, reksadana, perusahaan) atau individu di Negara – Negara berkembang dalam aneka bentuk instrument keuangan seperti saham, obligasi, sertifikat deposito, surat promes investasi, dsb. 2. Bantuan pembangunan resmi pemerintah dan swasta (bantuan luar negeri/foreign aid) yang berasal dari pemerintah suatu Negara secara individual atau dari beberapa pihak secara bersama (multilateral) melalui perantaraan lembaga keuangan pemberi bantuan (donor) multinasional, 43 dan bisa pula dari lembaga-lembaga swadaya masyarakat (NGO, nongovernmental organizations)yang kebanyakan bekerja secara langsung di lingkup daerah pada Negara – Negara berkembang. Ada berbagai jenis penanaman modal, diantaranya: 1. Penanaman modal asing swasta Penanaman modal ini mengalir dalam bentuk investasi tidak langsung. Yang berbentuk investasi langsung hanya tertuju ke bidang produksi ekspor, sedangkan untuk bidang manufaktur tidak begitu banyak. Tetapi sejak perang dunia kedua, lebih dari separuh investasi swasta merupakan investasi langsung. Investasi swasta langsung biasanya terpusat pada eksploitasi bahan mentah. Ketika perekonomian lepas landas, investasi langsung menyerbu perusahaan manufaktur. Itulah sebabnya investasi langsung mengalir ke Negara yang belum begitu maju dan mempunyai pasar domestik yang luas. Berikut adalah kelebihan dari investasi langsung, yaitu: Investasi ini memperkenalkan manfaat ilmu, teknologi, dan organisasi yang mutakhir ke Negara terbelakang. Pada gilirannya ia akan mendorong perusahaan local untuk menginvestasikan sendiri lebih banyak pada industry pendukung atau bekerja sama dengan perusahaan asing. Keuntungan yang didapat melebihi investasi portofolio. 44 Disalurkan pada penggunaan yang logis dan produktif. Kemungkinan pelarian modal dari Negara peminjam kurang dan karena itu dimungkinkan beban neraca pembayaran menjadi kecil selama depresi karena investasi langsung. Pada tahap awal pembangunan, meringankan beban neraca pembayaran Negara terbelakang. Karena investasi langsung mengalir ke sector pertanian dan industri pengolahan yang memproduksi barang primer untuk ekspor, selanjutnya membantu meringankan posisi neraca pembayaran Negara terbelakang. Investasi langsung yang mengalir ke Negara sedang berkembang terkadang mendorong pengusahanya untuk menanam modal di Negara terbelakang lain. Faktor – faktor yang menghambar investasi asing swasta adalah: Kecilnya pasar domestik yang menyebabkan Rate of Return pada modal rendah. Kekurangan fasilitas dasar. Pembatasan pada pembayaran laba dan repatriasi modal, atau kekhawatiran akan penolakan sekaligus kesemua itu. Ancaman pengambil alihan, nasionalisasi atau pemilikan oleh Negara dan reservasi jenis industri tertentu bagi perusahaan domestik. 45 Pengaturan perusahaan asing secara ketat. Pengendalian devisa yang ketat dan khususnya keruwetan dan kelambatan administrative yang berkaitan dengan pengendalian alat tukar. Kekhawatiran diskriminasi pada pengadilan lokal karena perbedaan konsepsi hukum. Ketidakstabilan politik dan ekonomi dan kecenderungan sosialis yang menyebabkan ketidakmenentuan pihak investor asing Negara kapitalis. 2. Penanaman Modal Asing Negara Investasi asing Negara untuk mempercepat pembangunan ekonomi adalah lebih penting ketimbang modal asing swasta. Adapun faktor-faktor yang menentukan jumlah bantuan luar negeri bagi pembangunan ekonomi adalah tersedianya dana, daya serap Negara penerima, tersedianya sumber-sumber, kemampuan Negara penerima untuk membayar kembali, dan kemauan usaha si Negara penerima untuk membangun. Menurut Adam Smith (82) dalam teorinya ia mengemukakan bahwa pemupukan modal harus dilakukan lebih dahulu daripada pembagian kerja, dengan begitu permasalahan pembangunan ekonomi secara luas adalah kemampuan manusia untuk lebih banyak menabung dan menanam modal. Modal suatu bangsa meningkat dengan cara yang sama seperti meningkatnya modal perorangan yaitu dengan jalan memupuk dan menambah secara terus-menerus tabungan yang mereka sisihkan dari 46 pendapatan. Maka dari itu, cara yang paling cepat ialah dengan menanamkan modal sedemikian rupa sehingga dapat memberikan penghasilan yang paling besar kepada seluruh penduduk agar mereka sanggup menabung sebanyak-banyaknya. Dengan demikian tingkat investasi akan ditentukan oleh tingkat tabungan dan tabungan akan diinvestasikan. Menurut Ricardo, pemupukan modal merupakan keuntungan, sebab keuntungan merupakan kekayaan yang disisihkan untuk pembentukan modal. Pemupukan modal tergantung pada kemampuan untuk menabung dan kemauan untuk menabung. Kemampuan menabung lebih penting dalam pemupukan modal. Ini tertgantung pada penghasilan bersih masyarakat, yaitu sisa lebih dari keseluruhan output setelah dikurangi biaya hidup minimal buruh (subsistens). Menurut Malthus (dalam M.L. Jhingan 2012 : 98), akumulasi modal merupakan faktor paling penting bagi pembangunan ekonomi. Malthus mengatakan “peningkatan kesejahteraan yang mantap dan berkesinambungan tidak mungkin tercapai tanpa penambahan modal secara terus-menerus. Sumber akumulasi modal adalah laba. Laba berasal dari tabungan para pemilik modal. Para pekerja terlalu miskin untuk menabung. Jika para pemilik modal lebih banyak menabung dan tidak banyak membeli barang konsumsi lantaran ingin memperoleh sisa laba lebih besar, pertumbuhan ekonomi akan menjadi lamban. 47 Menurut Mill (dalam M.L. Jhingan, 2012 : 106), laju akumulasi modal tergantung pada jumlah dana yang dapat menghasilkan tabungan atau besarnya sisa hasil usaha dan kuatnya kecenderungan untuk menabung. Modal adalah hasil dari tabungan dan tabungan berasal dari penghematan konsumsi saat ini demi kepentingan konsumsi di masa datang. Walaupun modal adalah hasil dari tabungan, namun modal tersebut dipergunakan. Ini berarti tabungan adalah pengeluaran. Hal tersebut menggambarkan kepercayaan Mill pada hukum pasarnya Say. G. Hubungan Investasi dengan Kesenjangan Ekonomi Menurut Rahardjo Adisasmita (2013 : 114-115), suatu wilayah mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan wilayah-wilayah lain, memiliki perbedaan dalam laju pertumbuhan ekonominya, terdapat ketimpangan dalam laju pertumbuhan ekonomi, yang akan menimbulkan disparitas dalam pendapatan antar wilayah. Alokasi investasi yang terkonsentrasi membuat investasi menjadi tidak merata dalam antar daerah. Hal itu dikarenakan investor lebih memilih menanamkan modalnya di daerah yang berfasilitas baik, struktur jalannya baik, dan juga yang pendidikannya berdominan jauh lebih baik dari daerah yang masih terbelakang. Hal yang demikian membuat daerah yang hanya menerima investasi dan bahkan ada daerah yang tidak mendapat penanaman modal asing akan mengalami kesenjangan antar daerah. 48 Dengan adanya Investasi yang meliputi Investasi PMA dan PMDN maka suatu wilayah atau Negara dapat memiliki modal untuk memperbaiki atau memfasilitasi suatu wilayah atau Negara untuk menjadi wilayah atau Negara yang lebih maju. H. Pendapatan Pendapatan wilayah dapat digambarkan dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang memiliki istilah total nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh sektor ekonomi suatu wilayah dalam periode tertentu (biasanya satu tahun) tanpa memperhatikan kepemilikan faktor produksi (BPS,2000). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah suatu indikator pengukur tingkat keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Selain meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam pengembangan ekonomi wilayah, kita juga harus meningkatkan kesejahteraan agar mampu menciptakan pemerataan pendapatan. PDRB ini disajikan atas dasar harga konstan yang dapat dihitung dari pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan pertambahan riil kemampuan ekonomi suatu wilayah dan atas dasar harga berlaku yang dapat dilihat dari struktur ekonomi yang menggambarkan andil masing-masing sektor ekonomi. PDRB Per Kapita ditujukan sebagai tingkat kesejahteraan penduduk, walaupun angka ini tidak menjelaskan distribusi pendapatan penduduk. 49 PDRB perkapita dapat dipakai sebagai indikator produktivitas rata-rata penduduk suatu daerah. PDRB per kapita dihitung dari hasil bagi antara nilai PDRB dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Indikator ini menjadi salah satu ukuran kesejahteraan penduduk secara kasar dalam suatau wilayah. Semakin tinggi nilai PDRB per kapita maka mencerminkan tingkat kesejahteraan penduduk di wilayah yang bersangkutan secara rata-rata yang semakin tinggi pula. I. Hubungan Pendapatan dengan Kesenjangan Ekonomi Menurut Todaro (2006) laju pertumbuhan yang tinggi tidak selalu memperburuk distribusi pendapatan. Todaro juga mengemukakan bahwa karakter pertumbuhan ekonomi yaitu bagaimana cara mencapainya, siapa yang berperan serta sektor-sektor mana yang mendapat prioritas dan lembaga apa yang mengatur. Keberhasilan dari pembangunan suatu wilayah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonominya. Bila laju pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan maka berarti pembangunan ekonomi telah berjalan dengan baik. Dari waktu ke waktu, jumlah penduduk di suatu wilayah selalu bertambah dengan laju pertumbuhan relatif tinggi, maka kebutuhan akan barang dan jasa meningkat, produksi ditingkatkan, output total meningkat, PDRB meningkat pula. Kondisinya pada masing-masing wilayah berbeda-beda, karena perbedaan faktor-faktor produksi yang dimilikinya. Ada wilayah yang 50 berkembang cepat dan sebaliknya banyak wilayah yang berkembang lamban. Terdapat perbedaan dalam laju pertumbuhan ekonomi antar wilayah. Perbedaan dalam laju pertumbuhan ekonomi antar wilayah tersebut mencerminkan perbedaan dalam tingkat kemajuan dari berbagai wilayah yang berbeda-beda, dengan kata lain timbulnya ketimpangan (kesenjangan) atau disparitas antar wilayah. J. Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan Pendidikan, Investasi, dan tingkat pendapatan terhadap kesenjangan ekonomi telah banyak dilakukan oleh peneliti – peneliti sebelumnya. Diantaranya sebagai berikut: 1. Skripsi yang berjudul “Analisis faktor – faktor yang mempengaruhi kesenjangan pendapatan di Propinsi Jawa Tengah” yang ditulis oleh Annisa Ganis Darmajati. Variabelnya meliputi Kesenjangan pendapatan, tingkat pengangguran, angka partisipasi kasar, dan aglomerasi. Metode yang digunakan adalah data panel yang merupakan gabungan dari data cross section yaitu data dari 35 kabupaten/ kota di provinsi Jawa Tengah dan data time series dari tahun 2004-2008 (5 tahun). hasil dari penelitian tersebut seluruh variabel independen berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan pendapatan di Jawa Tengah. 51 2. Tesis yang berjudul “Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia” yang ditulis oleh Siti Parhah. Variabelnya meliputi inflasi, pengangguran, pajak, pengeluaran pembangunan, dan PDRB Perkapita 3. Skripsi yang berjudul “Analisis Tingkat Pertumbuhan Ekonomidan Tingkat Ketimpangan Pendapatan antar kabupaten/kota di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2003-2012” yang ditulis oleh Devi Nurita Noviana. Variabelnya meliputi ketimpangan ekonomi yang mengaitkannya dengan indeks gini, pertumbuhan. Metode yang digunakan adalah analisis Indeks Williamson dan Indeks Enthropi Theil untuk mengukur ketimpangan pendapatan antar daerah, analisis Location Quotient (LQ), analisis Shift Share, dan typology klassen.). hasil dari penelitian tersebut adalah ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tergolong tinggi (>o,5) yaitu dengan analisi indeks Williamson sebesar 0,71 dan analisis Indeks enthropi theil sebesar 4,35. 4. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Penanaman Modal asing (PMA), tingkat pendidikan, dan Pendapatan Asli daerah (PAD) terhadap Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Banten Periode 2005-2011” yang ditulis oleh Indah Sukma Ramdhini. Variabel yang digunakan meliputi Indeks Williamson, Penanaman Modal 52 Asing (PMA), Tingkat Pendidikan, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Metode yang digunakan adalah analisis data panel dengan model Fixed Effect Model (FEM) dengan periode waktu penelitian tahun 2005-2011. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketimpangan pembangunan di Provinsi Banten cenderung meningkat. Berdasarkan tipologi klassen, Kota Tanggerang termasuk dalam kategori maju dan cepat berkembang. Hasil analisis data panel dengan model FEM, Penanaman Modal Asing (PMA), tingkat pendidikan, dan Pendapatan Asli Daerah(PAD) berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pembangunan di Provinsi Banten. 5. Jurnal yang berjudul “The Effect of Income Inequality on Economic Growth in China” yang ditulis oleh Ye Tian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Koefisien Gini, Laju Pertumbuhan Ekonomi, PDB Perkapita, Pertumbuhan Penduduk, Investasi, dan tingkat tabungan. Metode penelitian yang digunakan adalah model regresi. Hasil penelitiannya adalah ketimpangan pendapatan memiliki dampak negatif kepada pertumbuhan ekonomi di Cina. 6. Tesis yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Kontribusi Output Sektor Industri, Upah Minimum, dan Tingkat Pendidikan terhadap Kesenjangan Pendapatan di Indonesia”, yang ditulis oleh 53 Adrian Coto. Variabel yang digunakan adalah Pertumbuhan Ekonomi, Kontribusi Output Sektor Industri, Upah Minimum Regional, dan Tingkat Pendidikan Pekerja. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesenjangan pendapatan, persentase output sector industry, upah minimum regional, dan tingkat pendidikan pekerja berpengaruh negative dan signifikan terhadap kesenjangan pendapatan. 7. Jurnal yang berjudul “Hubungan antara Tingkat Kesenjangan Pendapatan dengan Pertumbuhan Ekonomi : Suatu Studi Lintas Negara” yang ditulis oleh Joko Waluyo. Variabel yang digunakan adalah Kesenjangan Pendapatan, Investasi, PDB per Kapita, dan Pertumbuhan Ekonomi. Hasil dari penelitian tersebut adalah kesenjangan pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi berpengaruh negative dan signifikan dan investasi pun tidak dapat memperbaiki redistribusi pendapatan tetapi dapat memperbaiki kepemilikan tanah dan meningkatkan efisiensi sumber daya ekonomi. 8. Jurnal yang berjudul “Income Inequality and Economic Growth: Enhancing or Retarding Impact?” Yang ditulis oleh Kamila Mekenbayeva dan Semih Baris Karakus. Variable yang digunakan adalah koefisien gini dan pertumbuhan ekonomi 9 negara dengan 54 tahun 1980-2009. Metode yang digunakan adalah analisis data panel unit root tests dan panel cointegration test serta menggunakan alat analisis random effect model. Hasil penelitian tersebut adalah dalam panel cointegration test hubungan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dan gini. Dengan menggunakan analisis random effect model dapat kita lihat interpretasi hasil keseluruhan serta individual efek pada Negara. Hasilnya menunjukkan bahwa ketimpangan dapat meningkatkan kinerja ekonomi di Negara-negara maju, sementara situasi sebaliknya ada di Negara berkembang. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Judul dan Nama Peneliti Annisa Ganis Darmajati Variabel Penelitian Variabel Y: Kesenjangan Pendapatan Alat Analisis Hasil Penelitian Data Panel Seluruh variable independen berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan pendapatan Koefisien Gini, Data Panel Inflasi dan pajak berefek progresif, Pengangguran Variabel X: Tingkat Pengangguran, Angka Partisipasi Kasar, Aglomerasi Siti Parhah Variabel Y: Kesenjangan Pendapatan 55 Variabel X: inflasi, pengangguran, pajak, pengeluaran pembangunan, dan PDRB Perkapita Devi Nurita Noviana Variabel Y: Ketimpangan Pendapatan Variabel X: Pertumbuhan Indah Sukma Ramdhini Variabel Y:Ketimpangan Pembangunan Variabel X: Penanaman Modal Asing (PMA), tingkat pendidikan, dan pendapatan asli daerah (PAD) dan pengeluaran pembangunan berefek regresif, dan PDRB Per Kapita mempunyai hubungan positif terhadap ketimpangan pendapatan Williamson dan Indeks Enthropi Theil, Location Quotient (LQ), Shift Share Ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tergolong tinggi (>o,5) yaitu dengan analisi indeks Williamson sebesar 0,71 dan analisis Indeks enthropi theil sebesar 4,35. Indeks Williamson, Tipologi Klasen, Data Panel Penanaman Modal Asing (PMA), tingkat pendidikan, dan pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan 56 pembangunan Ye Tian Variabel Y: Ketimpangan Pendapatan Variabel X: Laju Pertumbuhan Ekonomi, PDB Perkapita Adrian Coto Variabel Y: Kesenjangan Pendapatan Variabel X: Pertumbuhan Ekonomi, Kontribusi Output Sektor Industri, Upah Minimum Regional, dan Tingkat Pendidikan Pekerja Joko Waluyo Variabel Y: Kesenjangan Pendapatan Variabel X: Investasi, PDB per Kapita, dan Pertumbuhan Ekonomi Koefisien Gini, Regresi Ketimpangan pendapatan memiliki dampak negatif kepada pertumbuhan ekonomi di Cina. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesenjangan pendapatan, persentase output sector industri, upah minimum regional, dan tingkat pendidikan pekerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesenjangan pendapatan. Kesenjangan pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan dan investasi pun 57 tidak dapat memperbaiki redistribusi pendapatan tetapi dapat memperbaiki kepemilikan tanah dan meningkatkan efisiensi sumber daya ekonomi. Kamila Variabel Y: Mekenbayeva Kesenjangan dan Semih Baris Karakus Variabel X: Pertumbuhan Ekonomi Koefisien Gini, data panel unit root tests dan panel cointegration test Panel cointegration test hubungan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dan gini. Dengan menggunakan analisis random effect model dapat kita lihat interpretasi hasil keseluruhan serta individual efek pada Negara. Hasilnya menunjukkan bahwa ketimpangan dapat meningkatkan kinerja ekonomi di Negara-negara maju, sementara 58 situasi sebaliknya ada di Negara berkembang. K. Kerangka Berpikir Kesenjangan ekonomi adalah masalah yang kompleks dan harus diselesaikan. Kini masyarakat dan pemerintah harus bekerja sama untuk menanggulanginya. Penelitian ini menggunakan rasio gini sebagai tolak ukur kesenjangan. Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel independen yaitu (X1) pendidikan dengan akumulasi dari jumlah murid SMA sederajat yang dapat menggambarkan kualitas sumber daya manusia yang lebih siap kerja, (X2) investasi yang di dalamnya terbagi dua menjadi penanaman modal asing (PMA), (X3) penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang dapat mempengaruhi alokasi modal dan kemajuan suatu daerah, (X3) tingkat pendapatan yang dapat dilihat dari Produk Domestik regional Britu (PDRB) yang menggambarkan pendapatan di suatu wilayah dan dengan pendapatan tersebut dapat diukur sejauh mana tingkat kesenjangan terjadi, dan variabel dependen (Y) yaitu kesenjangan ekonomi yang mengambarkan kesenjangan pendapatan. Berikut adalah kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 59 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Uraian: 1. Pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesenjangan ekonomi, dikarenakan semakin banyak masyarakat yang berpendidikan tinggi akan meningkatkan pendapatan mereka, sehingga kesenjangan ekonomi akan semakin kecil. 2. PMA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesenjangan ekonomi, dikarenakan semakin banyak investor asing yang 60 melalukan investasi maka akan membuka peluang bagi daerah tersebut untuk semakin berkembang dan maju. 3. PMDN berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesenjangan ekonomi, dikarenakan semakin banyak investor asing yang melalukan investasi maka akan membuka peluang bagi daerah tersebut untuk semakin berkembang dan maju. 4. PDRB Per Kapita berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesenjangan ekonomi. Semakin tinggi pendapatan masyarakat yang diukur melalui PDRB Per Kapita, maka kesenjangan akan semakin berkurang karena terjadi pemerataan pendapatan. L. Hipotesis Penelitian Penelitian ini menganalisis kesenjangan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta. Dengan menggunakan variabel Pendidikan, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), tingkat pendapatan yang digambarkan dengan PDRB per Kapita, dan juga Kesenjangan Ekonomi yang digambarkan dengan rasio gini. Dalam Tesis yang berjudul “Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia” yang ditulis oleh Siti Parhah. Variabelnya meliputi inflasi, pengangguran, pajak, pengeluaran pembangunan, dan PDRB Per kapita. Hasil dari penelitian ini adalah inflasi dan pajak bersifat progresif, pengangguran dan pengeluaran pembangunan 61 bersifat regresif dan PDRB Per Kapita mempunyai hubungan positif terhadap ketimpangan pendapatan. Dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA), tingkat pendidikan, dan pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Banten Periode 2005-2011” yang ditulis oleh Indah Sukma Ramdhini. Variable yang digunakan meliputi Ketimpangan Pembangunan yang digambarkan dengan Indeks Williamson, Penanaman Modal Asing (PMA), Tingkat Pendidikan, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Metode yang digunakan adalah analisis data panel dengan model Fixed Effect Model (FEM) dengan periode waktu penelitian tahun 2005-2011. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketimpangan pembangunan di Provinsi Banten cenderung meningkat. Berdasarkan tipologi klassen, kota Tanggerang termasuk dalam kategori maju dan cepat berkembang. Hasil analisis data panel dengan model FEM, Penanaman Modal Asing (PMA), Tingkat Pendidikan, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pembangunan di Provinsi Banten. Berdasarkan penjelasan dalam penelitian terdahulu diatas dan perumusan masalah pada bab sebelumnya, maka peneliti akan menjelaskan hubungan antara variabel-variabel terkait untuk dilakukan pengujian ada atau tidaknya pengaruh variable independen terhadap variable dependen. Hasil dari hipotesis sementara dalam penelitian ini meliputi: 62 1. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh secara bersama-sama antara variabel independen Pendidikan (X1), PMA (X2), PMDN(X3), PDRB Per Kapita (X4), terhadap variabel dependen Kesenjangan Ekonomi (Y). H1 : Diduga terdapat pengaruh secara bersama-sama antara variabel independen Pendidikan (X1), PMA (X2), PMDN(X3), PDRB Per Kapita (X4), terhadap variabel dependen Kesenjangan Ekonomi (Y). 2. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara variabel independen Pendidikan (X1), terhadap variabel dependen Kesenjangan Ekonomi (Y). H1 : Diduga terdapat pengaruh antara variabel independen Pendidikan (X1), terhadap variabel dependen Kesenjangan Ekonomi (Y). 3. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara variabel independen PMA (X2), terhadap variabel dependen Kesenjangan Ekonomi (Y). H1 : Diduga terdapat pengaruh antara variabel independen PMA (X2), terhadap variabel dependen Kesenjangan Ekonomi (Y). 4. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara variabel independen PMDN (X3), terhadap variabel dependen Kesenjangan Ekonomi (Y). 63 H1 : Diduga terdapat pengaruh antara variabel independen PMDN (X3), terhadap variabel dependen Kesenjangan Ekonomi (Y). 5. H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara variabel independen PDRB Per Kapita (X4), terhadap variabel dependen Kesenjangan Ekonomi (Y). H1 : Diduga terdapat pengaruh antara variabel independen PDRB Per Kapita (X4), terhadap variabel dependen Kesenjangan Ekonomi (Y). 64 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan model regresi untuk analisis regresi untuk keperluan estimasi. Penelitian ini menggunakan 1 (satu) variabel dependent yaitu kesenjangan ekonomi dan 4 (empat) variabel independent (bebas) yaitu pendidikan, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan tingkat pendapatan. Data yang digunakan adalah data sekunder. Analisis dalam penelitian ini menggunakan Analisis Regresi Data Panel, yaitu analisis yang menggabungkan data time series dan cross section. Adapun data time series yang telah ditentukan adalah tahun 2003-2013, selain itu telah ditentukan juga data cross section yang akan diteliti meliputi 4 (empat) kabupaten, yaitu Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, dan Sleman serta 1 (satu) kotamadya yaitu Yogyakarta. B. Metode Penentuan Sampel Analisa data dalam penelitian tidak terlepas dari penentuan sampel, karena sampel merupakan bagian terpenting dalam suatu penelitian dan jika diabaikan maka hasil interpretasi yang diperoleh nantinya akan keliru terhadap variabel yang akan diungkap. Menurut Priadana & Muis (2009), “Sampel merupakan sebagian dari elemen-elemen populasi. Sebuah sampel yang ditemukan tidak 65 selalu memenuhi persyaratan dalam variabel penelitian sehingga diperlukan pula besaran peluang representatifnya sebuah kelompok sampel dalam sebuah populasi penelitian”. Dengan nilai representatif yang lebih besar maka semakin besar pula ketepatan sampel yang digunakan, sehingga variabel yang akan diungkap tidak mengalami kekeliruan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta. Metode pengambilan sampel yang akan digunakan adalah teknik purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan karena tujuan penelitian hanya dimaksudkan untuk mengungkap variabel sebatas dalam sampel itu saja. C. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi D.I. Yogyakarta dan juga BPS Pusat di Jakarta, Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dan telah dipublikasikan. Data yang telah diperoleh meliputi : Rasio Gini, Jumlah Rasio Murid terhadap Guru SMA sederajat (Negeri dan Swasta), Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN), dan PDRB Per Kapita ADHK. Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2003-2013. Secara keseluruhan data diperoleh dari BPS. 66 D. Metode Analisis Sesuai dengan data yang telah diperoleh maka pendekatan yang sesuai dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menekankan pada angka-angka dalam penelitiannya. Dari data angka yang telah diperoleh maka diharap dapat memberikan kesimpulan yang tepat. 1. Metode Data Panel Menurut Wing Wahyu Winarno (2011), “Data panel atau pooled data merupakan data yang terdiri atas data seksi silang (beberapa variabel) dan data runtut waktu (berdasar waktu)”. Analisis regresi data panel adalah analisis regresi yang didasarkan pada data panel untuk mengamati hubungan antara variabel terikat (dependen) dan variabel bebas (independen). Hal ini sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai masalah Pertumbuhan Ekonomi Regional di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan studi kasus 5 Kabupaten/Kota dengan tahun yang akan diteliti dari 2003 sampai dengan 2013. Model dengan data cross section : Yi = α + β Xi + Ɛi ; i = 1,2,…,N N = Banyaknya data cross section Model dengan data time seris : Yt = α + β Xt + Ɛi ; t = 1,2,…,T T = Banyaknya data time series 67 Melihat data panel merupakan gabungan antara data cross section dan data time series maka model yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut : Yit = α + β Xit + Ɛit ; I = 1,2,…,N; t = 1,2,…,T Dimana : N = Banyaknya data cross section T = Banyaknya data time series N X T = Banyaknya data panel Menurut Hsiao (2003) dan Baltagi (2005) dalam (Adit Agus Prastyo, 2010), Keunggulan penggunaan metode data panel dibandingkan metode time series atau cross section adalah : a. Estimasi data panel dapat menunjukkan adanya heterogenitas dalam tiap individu. b. Dengan data panel, data lebih informasif, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan derajat kebebasan (degree of freedom), dan lebih efisien. c. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibandingkan dengan studi berulang dari cross section. d. Data panel lebih mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diukur oleh data time series atau cross section. e. Data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih kompleks. 68 f. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu atau perusahaan karena unit data lebih banyak. 2. Pemodelan data panel Terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam mengestimasi data panel, yaitu : 1) pendekatan OLS biasa (Pooled Least Square), 2) pendekatan efek tetap (Fixed Effect Model), dan 3) pendekatan efek acak (Random Effect Model). a. Pendekatan Pooled Least Square Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling sederhana karena menggabungkan data cross section dan data time series sebagai analisisnya. Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan dimensi antar individu maupun rentang waktu, sehingga model ini dapat pula dapat pula disebut sebagai model OLS biasa karena menggunakan kuadrat terkecil. b. Pendekatan Fixed Effect Model Metode efek tetap ini dapat menunjukan perbedaan antar objek meskipun dengan regresor yang sama. Model ini dikenal dengan model regresi Fixed Effect (efek tetap). Efek tetap ini dimaksudkan adalah bahwa sutu objek, memiliki konstan yang tetap besarannya untuk berbagai periode waktu. Demikian juga dengan koefisien regresinya, tetap besaranya dari waktu ke waktu (time invariant). 69 Keuntungan metode efek tetap ini adalah dapat membedakan efek individual dan efek waktu dan tidak perlu mengasumsikan bahwa komponen eror tidak berkolerasi dengan variabel bebas yang mungkin sulit dipenuhi. Dan kelemahan metode efek tetap ini adalah ketidaksesuaian model dengan keadaan yang sesungguhnya. Kondisi tiap objek saling berbeda, bahkan satu objek pada suatu waktu akan sangat berbeda dengan kondisi objek tersebut pada waktu yang lain. c. Pendekatan Random Effect Model Keputusan untuk memasukan variabel boneka dalam model efek tetap (fixed effect) tidak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Model panel data yang didalamnya melibatkan kolerasi antar error term karena berubahnya waktu karena berbedanya observasi dapat diatasi dengan pendekatan model komponen eror (eror component model) atau disebut juga model efek acak (random effect) Metode ini digunakan untuk mengatasi kelemahan metode efek tetap yang menggunakan variabel semu, sehingga model mengalami ketidakpastian. Tanpa menggunakan variabel semu, metode efek menggunakan residual, yang diduga memiliki hubungan antar waktu dan antar objek. Syarat untuk 70 menganalisis efek random yaitu objek data silang harus lebih besar dari pada banyaknya koefisien (Winarno, 2007). 3. Pemilihan Model Data Panel Ada dua tahap dalam memilih metode dalam data panel. Pertama kita harus membandingkan PLS dengan FEM terlebih dahulu. Kemudian dilakukan uji F-test. Jika hasil menunjukkan model PLS yang diterima, maka model PLS lah yang akan dianalisa. Tapi jika model FEM yang diterima, maka tahap kedua dijalankan, yakni melakukan perbandingan lagi dengan model REM. Setelah itu dilakukan pengujian dengan Hausman test untyk menentukan metode mana yang akan dipakai, apakah FEM atau REM. a. PLS vs FEM ( Uji Chow) Uji ini dilakukan untuk mengetahui model Pooled Least Square (PLS) atau FEM yang akan digunakan dalam estimasi. Relatif terhadap Fixed Effect Model, Pooled Least Square adalah restricted model dimana ia menerapkan intercept yang sama untuk seluruh individu. Padahal asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit tersebut memiliki perilaku yang berbeda. Untuk mengujinya dapat digunakan restricted F-test, dengan hipotesis sebagai berikut. 71 H0: Model PLS (Restricted) H1: Model Fixed Effect (Unrestricted) Di mana restricted F-test dirumuskan sebagai berikut: F = (R2 UR – R2 R) / m (1 – R2 UR) / df Di mana: R2 UR : Unrestricted R R2 R : Restructed R 2 2 m : df for numerator (N-1) df : df for denominator (NT-N-K) N : Jumlah Unit cross section T : Jumlah Unit time series K : Jumlah koefisien variabel Jika nilai F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, artinya model panel yang baik untuk digunakan adalah Fixed Effect Model, dan sebaliknya jika H0 diterima, maka model FEM harus diuji kembali untuk memilih apakah akan memakai model FEM atau REM baru dianalisis. b. FEM vs REM (Uji Hausman) Ada beberapa pertimbangan teknis empiris yang dapat digunakan sebagai panduan untuk memilih antara Fixed Effect Model atau Random Effect Model yaitu: 72 1) Bila T (jumlah unit time series) besar sedangkan N (jumlah unit cross section) kecil, maka hasil FEM dan REM tidak jauh berbeda. Dalam hal ini pilihan umumnya akan didasarkan pada kenyamanan perhitungan, yaitu FEM. 2) Bila N besar dan T kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan dapat berbeda signifikan. Jadi, apabila kita meyakini bahwa unit cross section yang kita pilih dalam penelitian diambil secara acak (random) maka REM harus digunakan. Sebaliknya, apabila kita meyakini bahwa unit cross section yang kita pilih dalam penelitian tidak diambil secara acak maka kita menggunakan FEM. 3) Apabila cross section error component (€i) berkorelasi dengan variabel bebas X maka parameter yang diperoleh dengan REM akan bias sementara parameter yang diperoleh dengan FEM tidak habis. 4) Apabila N dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari REM dapat terpenuhi, maka REM lebih efisien dibandingkan tidak bias. Keputusan penggunaan FEM dan REM dapat pula ditentukan dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan dengan Hausman. Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan menggunakan Chisquare statistik sehinggan keputusan pemilihan model akan dapat 73 ditentukan secara statistik. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut: H0 : Random Effect Model H1 : Fixed Effect Model Setelah dilakukan pengujian ini, hasil dari Hausman test dibandingkan dengan Chi-square statistik dengan df = k, di mana k adalah jumlah koefesien variabel yang diestimasi. Jika hasil dari Hausman test signifikan, maka H0 ditolak , yang FEM digunakan. 4. Model Empiris Model persamaan dasar data panel yaitu: Yit = β1 X1it + β2 X2it + β3 X3it + β4 X4it + µit………………. Model persamaan yang akan diestimasi pada penelitian ini adalah sebagai berikut: RGit = β0 +β1 PDKit + β2 PMAit + β3 PMDNit + β4 PDRBPKit + µit……….. Dimana: RGit : Kesenjangan Pendapatan di daerah i pada periode t PDKit : Pendidikan di daerah i pada periode t PMAit : Penanaman Modal Asing di daerah i pada periode t 74 PMDNit : Penanaman Modal Dalam Negeri di daerah i pada periode t PDRBPKit: Pendapatan Per Kapita di daerah i pada periode t β0…, βn : koefisien regresi (konstanta) µit : error term Setelah model penelitian di estimasi maka akan diperoleh nilai dan besaran dari masing – masing parameter dalam model persamaan diatas. Nilai dari parameter positif atau negatif selanjutnya akan digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. 5. Uji Asumsi Klasik Terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik sebelum di lakukannya regresi, hal tersebut dilakukan untuk melihat apakah data terbebas dari masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji asumsi klasik ini penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimator – BLUE), yang berarti model regresi tidak mengandung masalah. Untuk itu perlu dibuktikan lebih lanjut apakah model regresi yang digunakan sudah memenuhi asumsi tersebut. Asumsi – asumsi tersebut antara lain: 75 a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat, dan variabel bebas, keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak normal. Untuk menguji apakah distribusi data normal dilakukan dengan uji Jarque-Bera atau JB test. Hipotesis sebagai berikut: H0 : Data berdistribusi normal Ha : Data tidak berdistribusi normal Jika nilai JB hitung > Chi square tabel , maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual uji t terdistribusi normal ditolak yang artinya terdapat distribusi data tidak normal, dan begitu pula sebaliknya. b. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah kondisi adanya hubungan linier antar variabel independen. Karena melibatkan beberapa variabel independen, maka multikolinearitas tidak akan terjadi pada persamaan regresi sederhana (yang terdiri atas satu variabel dependen dan satu variabel independen). (Wing Wahyu, 2011 : 5.1) Menurut Singgih Santoso (2010 : 206), Multikolinearitas mengandung arti bahwa antar variabel independen yang terdapat dalam model memiliki hubungan yang sempurna atau mendekati sempurna (koefisien korelasinya tinggi atau bahkan 1). 76 Indikasi multikolinearitas ditunjukkan dengan beberapa informasi antara lain: 1. Nilai R2 tinggi, tetapi variable independen banyak yang tidak signifikan. 2. Dengan menghitung koefisien korelasi antarvariabel independen, apabila koefisien rendah maka tidak terdapat multikolinearitas. 3. Dengan melakukan regresi auxiliary, yaitu regresi yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua (atau lebih) variabel independen yang secara bersama-sama mempengaruhi satu variabel independen lainnya. Sedangkan alternatif menghilangkan multikolinearitas antara lain bisa dengan menambahkan data penelitian bila memungkinkan, karena masalah multikolinearitas biasanya muncul karena jumlah observasi yang sedikit. Selain itu dapat dengan menghilangkan salah satu variabel independen terutama yang memiliki hubungan linier yang kuat dengan variabel lain. Namun jika tidak mungkin dihilangkan maka tetap harus dipakai. Selanjutnya bisa dengan mentransformasikan salah satu (atau beberapa) variabel dengan melakukan diferensiasi. (Wing Wahyu, 2011 : 5.7 – 5.8) c. Uji Heteroskedastisitas Asumsi dalam model regresi adalah dengan memenuhi (i) residual yang memiliki nilai rata-rata nol, (ii) residual yang memiliki varian 77 yang konstan, (iii) dan juga residual yang suatu observasinya tidak saling berhubungan dengan residual observasi lainnya sehingga menghasilkan estimator yang BLUE. Apabila asumsi (i) tidak terpenuhi yang terpengaruh hanyalah slope estimator dan ini tidak membawa konsekuensi serius dalam analisis ekonometrik. Sedangkan jika asumsi (ii) dan (iii) tidak terpenuhi, maka akan berdampak pada prediksi dengan model yang dibangun. Dalam kenyataannya, nilai residual sulit memiliki varian yang konstan. Hal ini sering terjadi pada data yang bersifat cross section disbanding time series. (Wing Wahyu, 2011 : 5.8) Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi ada tidaknya masalah heterokedastisitas. Diantaranya dapat menggunakan Uji White. d. Uji Autokorelasi Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-i (sebelumnya). Tentu saja model regresi yang baik adalah regresi bebas dari autokorelasi. (Gujarati 2007:112). Autokorelasi menurut Wing Wahyu Winarno (2011 : 5.26) dapat berbentuk autokorelasi positif dan autokorelasi negatif. 78 Mengidentifikasi adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan melakukan Uji Durbin – Watson. Tabel 3.1 Uji Durbin – Watson Ada autokorelas i positif 0 Tidak dapat diputuska n dl Tidak ada Tidak Ada autokorelas dapat autokorelas i diputuska i negatif n du 4-du 4dl 1,10 1,54 2 2,46 2,90 Apabila D-W berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut tidak terdapat autokorelasi. Sebaliknya, jika DW tidak berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut terdapat autokorelasi. (Wing Wahyu, 2009: 5.27) 6. Uji Hipotesis Uji hipotesis ini digunakan untuk memeriksa atau menguji apakah koefisien regresi yang didapat signifikan (berbeda nyata). Maksudnya dari signifikan ini adalah suatu nilai koefisien regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Jika koefisien slope sama dengan nol, berarti dapat dikatakan bahwa tidak cukup bukti untuk menyatakan variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat. Ada dua jenis uji hipotesis terhadap koefisien regresi yang dapat dilakukan antara lain: 79 a. Uji Signifikansi Individual (uji t) Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing – masing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Uji t dilakukan dengan membandingkan t hitung terhadap t table dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Ho : β = 0, berarti tidak ada pengaruh positif dari masing -masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu). 2. Ho : β > 0, berarti ada pengaruh positif dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (individu). 3. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf signifikan 5% (α = 0,05) dengan criteria penilaian sebagai berikut: a. Jika t hitung > t table maka Ha diterima dan Ho ditolak berarti ada pengaruh yang signifikan dari masing – masing variable independen terhadap variable dependen secara parsial (individu). b. Jika t hitung < t table maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti tidak ada pengaruh yang signifikan dari masing – masing variabel independen terhadap variable dependen secara parsial (individu). 80 b. Uji Signifikansi simultan (uji F) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen secara bersama-sama (simultan) dapat berpengaruh terhadap variable dependen. Cara yang digunakan adalah dengan membandingkan nilai F hitung dengan F table dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Ho : β = 0 berarti tidak ada pengaruh signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-sama). 2. Ho : β > 0, berarti ada hubungan yang signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-sama). 3. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf signifikan 5% (α = 0,05) dengan kriteria penilaian sebagai berikut: a) Jika F hitung > F table maka Ha diterima dan Ho ditolak berarti ada variable independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable dependen. b) Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti ada variable independen secara bersama-sama tidak 81 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable dependen. c. Koefisien Determinasi R2 Untuk mengetahui penaksiran parameter dan standard error bahwa model regresi estimasi cukup baik atau tidak perlu dilakukan cara untuk mengukur seberapa dekat garis regresi yang terestimasi dengan data. Ukuran yang biasa yang digunakan untuk keperluan ini adalah Goodness of Fit (R2) . ukuran ini mencerminkan seberapa besar variasi dari (regressand) (Y) dapat diterangkan oleh regressor (X). Bila R2 =0, artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari Y, 100% dapat diterangkan oleh X. dengan kata lain bila R2 = 1, maka semua titik pengamatan berada pada garis regresi. Dengan demikian, ukuran goodness of fit dari suatu model ditentukan oleh R 2 yang nilainya antara nol dan satu. (Nachrowi dan Usman). E. Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel dependen Variabel dependen merupakan variabel terikat yang mendasari penelitian variabel dependen dipengaruhi oleh variabel independen. Variable dependen dapat di tulis dalam Y. Variabel dependen adalah variabel yang nilainya mempengaruhi perilaku dari variabel terikat. 82 Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pendapatan antar wilayah, maka penelitian ini menspesifikasikan variabel dependen dan definisi operasional sebagai “Y” (CG). Data yang digunakan adalah data perhitungan koefisien gini menurut Kabupaten/Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Variabel Independen Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi variable lain (Umar, 2003:45). Variabel dapat di tulis dalam X. Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pendapatan antar wilayah, maka penelitian ini menspesifikasikan variable independen dan definisi operasional sebagai berikut: a. Pendidikan adalah proses yang dengannya masyarakat mentransmisikan atau memindahkan akumulasi pengetahuan, keahlian, dan nilai-nilai dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Dalam variable ini penulis menggunakan data pendidikan yang berasal dari jumlah seluruh siswa SMA sederajat. b. Penanaman Modal Asing adalah suatu usaha yang dilakukan oleh pihak asing dalam rangka menanamkan modalnya di suatu 83 Negara dengan tujuan untuk mendapatkan laba melalui penciptaan suatu produksi barang atau jasa. c. Penanaman Modal Dalam Negeri adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. d. PDRB Per Kapita adalah total PDRB dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. PDRB perkapita dapat dipakai sebagai indicator produktivitas rata-rata penduduk suatu daerah. Tabel 3.2 Operasional Variabel penelitian Jenis Variabel Dependen Independen Independen Independen Independen Variabel Kesenjangan Pendapatan Definisi Variabel Rasio Gini menurut Kabupaten/Kota Provinsi DIY Pendidikan Jumlah Penduduk yang bersekolah di SMA sederajat Penanaman Modal Realisasi PMA Asing (PMA) menurut Kabupaten/Kota Provinsi DIY Penanaman Modal Realisasi PMDN Dalam Negeri menurut Kabupaten/Kota Provinsi DIY PDRB Per Kapita Jumlah Total dari PDRB ADHK Ukuran Rasio Rasio Rasio Rasio Rasio 84 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran umum objek penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi terkecil kedua setelah DKI Jakarta. Daerah Istimewa ini terkenal di tingkat nasional, dan internasional, terutama sebagai tempat tujuan wisata andalan setelah Provinsi Bali. Pada pertengahan tahun 1997, telah terjadi krisis ekonomi yang berakibat dengan melemahnya kegiatan perekonomian di Indonesia, termasuk DIY dan juga DIY mengalami beberapa bencana alam besar termasuk bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006, dan erupsi Gunung Merapi pada bulan Oktober-November 2010. Di sebelah selatan Provinsi terdapat garis pantai sepanjang 10 km yang berbatasan dengan Samudera Indonesia, di sebelah utara menjulang tinggi gunung yang paling aktif di dunia yaitu Merapi (2.968 m). Provinsi DIY terletak di bagian selatan tengah Pulau Jawa yang dibatasi oleh Samudera Hindia di bagian selatan dan Provinsi Jawa Tengah di bagian lainnya. Batas dengan Provinsi Jawa Tengah meliputi Kabupaten Wonogiri di bagian tenggara, Kabupaten Klaten di bagian timur laut, 85 Kabupaten Magelang di bagian barat laut, dan Kabupaten Purworejo di bagian barat. Provinsi DIY mempunyai luas 3.185,80 km2. Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi, yaitu satuan fisiografi Gunung Merapi, satuan fisiografi Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, satuan fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah. Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan prasarana, dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antarwilayah yang timpang. Daerah-daerah yang relatif datar, seperti wilayah dataran fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga merupakan wilayah yang lebih maju, dan berkembang. Pemerintahan DIY Negara Kesultanan merupakan metamorfosis Yogyakarta dan Pemerintahan dari Pemerintahan Negara Kadipaten Pakualaman, khususnya bagian Parentah Jawi yang semula dipimpin oleh Pepatih Dalem untuk Negara Kesultanan Yogyakarta, dan Pepatih Pakualaman untuk Pemerintahan DIY Negara Kadipaten memiliki Pakualaman. hubungan yang Oleh kuat karena itu dengan Keraton Yogyakarta maupun Puro Paku Alaman. Sehingga tidak mengherankan 86 banyak pegawai negeri sipil daerah yang juga menjadi Abdidalem Keprajan Keraton maupun Puro. Walau demikian mekanisme perekrutan calon pegawai negeri sipil daerah tetap dilakukan sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perekonomian DIY tahun 2013 tumbuh mengesankan karena semua sektor tumbuh positif dan berdasarkan perhitungan PDRB tumbuh sebesar 5,40 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,32 persen. Nilai PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2013 tercatat sebesar Rp 63.690.318 juta, dengan PDRB per kapita sebesar Rp17.717.081 atau naik 10,36 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp16.053.977. Pada tahun 2013, kontribusi terbesar berasal dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20,65 persen. Kemudian diikuti sektor jasa-jasa, sektor pertanian, dan sektor industri pengolahan masingmasing memiliki andil 20,16 persen; 13,91 persen dan 13,77 persen. Sektor bangunan, sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi masing-masing berperan sebesar 10,85 persen, 10,27 persen dan 8,48 persen. Sementara sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor dengan kontribusi terkecil yakni masing-masing sebesar 1,25 persen dan 0,65 persen dari total PDRB harga berlaku. Secara administratif, wilayah Provinsi DIY terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kota, yaitu : 87 a. Kabupaten Bantul Kabupaten ini beribukota Bantul, yang berbatasan dengan kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman di utara, Kabupaten Gunung Kidul di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten Kulon Progo di barat. Pada 27 Mei 2006, gempa bumi besar berkekuatan 5,9 skala Richter mengakibatkan kerusakan yang besar terhadap daerah ini dan kematian sedikitnya 3.000 penduduk Bantul. Daerah terparah akibat gempa adalah Pundong dan Imogiri. Luas wilayah Kabupaten Bantul 506,85 km2 dan jumlah penduduk 955.015 dengan kepadatan penduduk 1.884/km 2. Kabupaten Bantul terdiri atas 17 kecamatan dan 75 desa. Pusat pemerintahan di Kecamatan Bantul, sekitar 11 km sebelah selatan Kota Yogyakarta. Sektor unggulan dari daerah Bantul ini meliputi sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian sektor bangunan, sektor pengangkutan, dan komunikasi serta sektor jasa-jasa. b. Kabupaten Gunung Kidul Kabupaten ini pusat pemerintahannya berada di Kecamatan Wonosari. Kabupaten ini relatif rendah kepadatan penduduknya daripada kabupaten lainnya. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sukoharjo di utara, Kabupaten Wonogiri di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten Bantul dan Kabupaten dan Kabupaten Sleman di barat. Kabupaten Gunung Kidul memiliki 18 kecamatan dan 88 144 desa. Luas wilayah Kabupaten ini 1.485,36 km2 dan jumlah penduduknya 693.524 dengan kepadatan penduduk 467/km 2. Kabupaten ini beragam potensi perekonomiannya mulai dari pertanian, perikanan, dan peternakan, hutan, flora dan fauna, industri, tambang, serta potensi pariwisata. Potensi hasil laut dan wisata sangat besar dan terbuka untuk dikembangkan. Potensi lainnya adalah industri kerajinan, makanan, pengolahan hasil pertanian yang semuanya sangat potensial untuk dikembangkan. Sektor unggulan dari daerah Gunung Kidul ini meliputi sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. c. Kabupaten Kulon Progo Kabupaten ini beribukota Wates. Luas wilayah Kabupaten ini 586,27 dan jumlah penduduknya 401.450 dengan kepadatan penduduk 685/km 2. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul di timur, Samudera Hindia di selatan, Kabupaten Purworejo di barat, serta Kabupaten Magelang di utara. Kabupaten Kulon Progo terdiri atas 12 kecamatan dan 88 desa. Kulon Progo berbatasan langsung dengan dengan Provinsi Jawa Tengah yang merupakan pintu gerbang dengan menghubungkan Provinsi ini dengan pusat-pusat ekonomi dan pemerintahan. Kabupaten ini juga langsung berbatasan dengan Samudera Indonesia yang juga menghubungkan dengan Negara tetangga di bagian 89 selatan Indonesia yaitu Australia. Posisi geostrategic tersebut dapat memberikan keuntungan perkembangan wilayah tersebut. Perkembangan penduduk dan peningkatan kebutuhan akan mempengaruhi nilai PDRB per kapita untuk terus meningkat. Kenaikan ini akan mempengaruhi pola konsumsi masyarakat yang juga mempengaruhi struktur pasar domestik di Kabupaten ini. Hal itu juga harus diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan dalam pasar local sehingga Kabupaten ini dapat menangkap peluang untuk penguatan ekonomi lokal. Sektor unggulan dari daerah Kulon Progo ini meliputi sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa. d. Kabupaten Sleman Kabupaten ini beribukota Sleman. Sleman juga dikenal sebagai asal buah salak pondoh. Berbagai perguruan tinggi yang ada di Yogyakarta sebenarnya secara administratif terletak di kabupaten ini seperti Universitas Gajah Mada dan Universitas Negeri Yogyakarta. Kabupaten Sleman ini memiliki luas sebesar 574,82 km2 dan jumlah penduduknya 1.147.037 dengan kepadatan penduduk 1.995/km 2. Kabupaten ini pun terdiri dari 17 kecamatan dan 86 desa. Kabupaten ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah di utara dan timur, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Bantul, dan Kota Yogyakarta di selatan, serta Kabupaten Kulon Progo di barat. Pusat pemerintahan di Kecamatan Sleman, yang 90 berada di jalur utama antara Yogyakarta – Semarang. Bagian utara kabupaten ini merupakan pegunungan, dengan puncaknya Gunung Merapi yang merupakan gunung berapi aktif yang paling berbahaya di Pulau Jawa. Sektor unggulan dari daerah Sleman ini meliputi sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan. e. Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Pulau Jawa yang merupakan ibukota dan pusat pemerintahan DIY dan sekaligus tempat pendudukan bagi Sultan Yogyakarta dan Adipati Pakualam. Kota Yogyakarta memiliki luas sebesar 32,50 km2 dan jumlah penduduknya 397.828 dengan kepadatan penduduknya 12.241/km2. Kota ini pun terdiri atas 14 kecamatan dan 45 desa. Sektor unggulan dari daerah ini meliputi sektor listrik, gas dan air minum, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. 91 B. Analisis dan Pembahasan 1. Analisa Deskriptif a. Kesenjangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Kesenjangan merupakan suatu fenomena yang terjadi hampir di lapisan Negara di dunia, baik itu Negara miskin, Negara sedang berkembang, maupun Negara maju, hanya yang membedakan dari semuanya itu yaitu besaran tingkat kesenjangan, karenanya kesenjangan itu tidak mungkin dihilangkan namun hanya dapat ditekan hingga batas yang dapat ditoleransi. Dalam memperhatikan mencapai Negara pertumbuhan yang dan sejahtera kita pembangunan harus disertai pemerataannya. Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu Negara. Untuk daerah, makna pembangunan tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota. Kemudian muncul alternatif yang mendefinisikan pembangunan ekonomi yang lebih menekankan pada peningkatan income per capita (pendapatan perkapita). Paradigma pembangunan modern mengedepankan pengentasan garis kemiskinan, dan pengurangan distribusi pendapatan yang semakin timpang. Ekonom membawa 92 perubahan bahwa pembangunan harus dilihat sebagai suatu proses yang multi dimensional (Kuncoro, 2003: 136). Pendistribusian yang tidak merata di suatu daerah akan membuat kesenjangan ekonomi kian melebar. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesenjangan, maka dalam penelitian ini menggunakan pengukuran yang sering banyak dipakai yaitu rasio gini. Koefisien gini atau rasio gini adalah pengukuran tingkat ketidakmerataan pendapatan relatif dan juga merupakan salah satu pengukuran yang sering banyak dipakai untuk mengukur distribusi pendapatan. Besarnya angka rasio gini berkisar 0 dan 1, yang menunjukkan keadaan distribusi pendapatan. Semakin besar rasio gini (yaitu mendekati 1) semakin timpang distribusi pendapatannya, demikian pula sebaliknya. Berikut data kesenjangan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013: 93 Grafik 4.1 Rasio Gini antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam Persen) Sumber: BPS (data diolah). Lampiran 1 Grafik 4.1 menggambarkan kesenjangan ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi DIY pada tahun 2003-2013. Dapat kita lihat bahwa pada tahun 2003-2005 seluruh Kabupaten/Kota mengalami kenaikan, hal itu disebabkan karena pada bulan Oktober 2005 telah terjadi kenaikan BBM, terkecuali Kota Yogyakarta mengalami penurunan pada tahun 2005. Pasca kenaikan bbm pada tahun 2006, rasio gini seluruh Kabupaten/Kota mengalami perbaikan kecuali Kabupaten Bantul dikarenakan telah terjadi bencana alam gempa bumi berskala 5,9 Richter. Pasca gempa bumi, di tahun 2007 telah terjadi pemulihan dan rekonstruksi dan hal itu dapat kita lihat dari rasio gini yang menurun di tahun tersebut dari tahun sebelumnya. Meski pada tahun 2008 harga BBM kembali dinaikkan dengan besaran 94 sekitar 26%, namun tidak terlalu mempengaruhi rasio gini dikarenakan masyarakat ekonomi kelas bawah sementara ditopang oleh programprogram pemerintah yaitu subsidi bantuan langsung tunai. Kemudian pada tahun 2011-2012 rasio gini kembali mengalami kenaikan, dan kenaikan yang semakin terlihat atau yang paling tinggi terjadi di Kabupaten kulon Progo. Para ekonom pun berpendapat bahwa rasio gini juga tergantung pada komposisi pertumbuhan ekonomi sektoral dan struktur demografis. Diduga tingginya angka rasio gini dipengaruhi oleh tingginya pertumbuhan ekonomi di sektor jasa dan komposisi penduduk usia tidak produktif yang relatif besar. Pada tahun 2013 terlihat bahwa ada upaya dalam penurunan kesenjangan dari masing-masing daerah yang terlihat pada grafik rasio gini yang disajikan di atas. b. Analisis Deskriptif Pendidikan Menurut The Human Capital Theory (Ghazali, 2010:5) telah dinyatakan bahwa pendidikan, pelatihan, atau bentuk investasi manusia yang lain menanamkan ilmu pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan yang berguna pada manusia sehingga manusia dapat meningkatkan kapasitas belajar dan produktifnya, yang memungkinkannya untuk mengejar tingkat pendidikan atau pelatihan yang lebih tinggi dan untuk meningkatkan pendapatan masa 95 mendatang mereka dengan meningkatkan penghasilan seumur hidup mereka. Dengan pemaparan diatas, telah kita sadari bahwa pendidikan sangatlah penting dalam membentuk dan menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dengan adanya SDM yang berkualitas maka masyarakat tersebut dapat mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik dan juga akan menambah pendapatan mereka dan pengangguran pun akan berkurang sehingga tingkat kesenjangan ekonomipun akan menurun. Rata-rata jumlah murid dan guru per sekolah semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan. Rasio murid terhadap guru memiliki pola yang menurun seiring dengan meningkatnya jenjang sekolah, Selain jumlah manusia yang berkualitas, jumlah guru pun juga penting. Rasio murid terhadap guru harus kita perhatikan. Rasio murid terhadap guru adalah angka yang merupakan hasil pembagian antara banyaknya murid dengan banyaknya guru. 96 Grafik 4.2 Kumulatif Rasio Murid terhadap Guru antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam Persen) Sumber: BPS (data diolah). Lampiran 2 Dari grafik diatas kita dapat melihat pada tahun 2010 seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa mengalami peningkatan. Hal itu dikarenakan telah terjadi peningkatan kesejahteraan dengan penurunan penduduk miskin. Pemerintah melaksanakan penyaluran subsidi untuk masyarakat kelas bawah. Namun bila kita melihat dari rasio murid terhadap guru, guru di tahun 2010 belum cukup memadai, meski jumlah murid sudah menunjukkan angka yang besar. Angka yang didapati oleh Kota Yogyakarta tahun 2010 sebesar 59, yang berarti bahwa 1 guru mengajar 59 murid. Hal ini mengindikasikan bahwa daya tangkap dari murtid akan berkurang dikarenakan terlalu banyak jumlah murid. Pada tahun 2011 angka rasio murid terhadap 97 guru menunjukkan penurunan yang berarti baik karena berarti ketersediaan guru mencukupi. Meskipun rasio murid terhadap guru menurun dan berarti baik, namun jumlah murid pada jenjang pendidikan SMA sederajat ini pun berkurang yang diakibatkan erupsi gunung Merapi pada Oktober-November 2010. Sebagian masyarakat kehilangan harta bendanya sehingga banyak yang tidak meneruskan pendidikannya. c. Analisis Deskriptif Investasi Menurut Mankiw (2013:12), Investasi (investment) adalah pembelian barang yang akan digunakan pada masa depan untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak. Investasi dikelompokkan menjadi 3, yaitu pemerintah, perusahaan (terdiri dari perusahaan yang difasilitasi dan tidak difasilitasi), serta rumah tangga. Data investasi perusahaan yang tersedia dan dapat digunakan sebagai bahan perencanaan adalah rencana dan realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) yang merupakan kelompok investasi yang difasilitasi yang dilaporkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah. Berikut grafik perkembangan dari realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) di DIY tahun 2003 – 2013. 98 Grafik 4.3 Penanaman Modal Asing (PMA) antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam Ribuan Milyar $) Sumber: BPS (data diolah). Lampiran 2 Berdasarkan grafik diatas realisasi terbesar dicapai Kabupaten Sleman (52 %) dan Kota Yogyakarta (41%), diikuti oleh Kabupaten Bantul dengan porsi mencapai 4 persen. Hal ini dikarenakan berkaitan dengan ketersediaan infrastruktur publik yang relatif lebih lengkap dan memiliki kualitas lebih baik. Di samping, itu, resiko pengembalian, resiko keamanan, stabilitas sosial, serta kemudahan dalam perizinan juga turut berpengaruh terhadap volume penanaman modal. Pada tahun 2010 PMA Kota Yogyakarta mengalami penurunan drastis. Kekurangan modal ini disebabkan rendahnya tingkat tabungan yang disebabkan karena rendahnya tingkat pendapatan , sedangkan 99 rendahnya tingkat pendapatan ini dikarenakan tingkat produktivitas yang rendah dari tenaga kerja, sumber daya, dan modal. Sektor yang porsinya terbesar secara berturut-turut adalah sektor perdagangan dan reparasi, sektor hotel dan restoran, dan sektor industri makanan. Kinerja pariwisata yang terus menunjukkan peningkatan dari sisi jumlah kunjungan menjadi daya tarik investasi di sektor-sektor tersebut. Fakta ini menjadi sebuah persoalan, karena pada umumnya investasi sektor pariwisata terpusat di daerah perkotaan sehingga membutuhkan intervensi pemerintah untuk mengalihkan investasi di daerah perdesaan. Berikut perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di DIY tahun 2003 – 2013. Grafik 4.4 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam Milyar Rp) Sumber: BPS (data diolah). Lampiran 2 100 Berdasarkan lokasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) tahun 2013, realisasi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman memiliki nilai yang terbesar dengan porsi mencapai 46 persen dan 43 persen. Sementara, realisasi di Kabupaten Bantul memiliki porsi sebesar 8 persen. Bahkan, realisasi di Kulonprogo dan Gunungkidul memiliki porsi kurang dari dua persen. Pada tahun 2010 PMDN di Gunung Kidul dan tahun 2012 di Kota Yogyakarta mengalami kenaikan yang sangat terlihat pada grafik diatas, hal itu dikarenakan pelaku usaha di Indonesia menjadi kekuatan yang semakin diperhitungkan. Investasi PMDN tersebut menandakan semakin bergesernya sector pertambangan ke sector manufaktur dan jasa. Menurut kelompok sektor, realisasi PMDN terbesar di DIY dilakukan pada kelompok sektor tersier dengan porsi sebesar 58,36 persen dari total realisasi PMDN. Kelompok sektor tersier terdiri dari kegiatan bangunan, hotel dan restoran, perdagangan, perumahan, pengangkutan, jasa lainnya, listrik, gas dan air minum. Sementara realisasi pada kelompok primer (pertanian dan pertambangan) porsinya hanya sebesar 0,96 persen. Dalam skala nasional DIY termasuk salah satu daerah tujuan destinasi pariwisata, sehingga cukup potensial untuk pengembangan hotel dan restoran. Hal ini mendorong minat para investor domestik untuk berinvestasi pada sektor yang 101 berkaitan dengan pariwisata. Sementara, industri tekstil menjadi mendukung tumbuh pesatnya industri batik yang merupakan produk andalan DIY. Dapat kita lihat bahwa Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penaman Modal Dalam Negeri (PMDN) antar Kabupaten/Kota di DIY terkonsentrasi dan itu dapat kita lihat dari sajian grafik 4.3 dan 4.4. hal ini sesuai dengan pendapat dari Smith (Adisasmita : 47), yang mengatakan bahwa investasi dilakukan karena para pemilik modal mengharapkan untung, dan harapan masa depan keuntungan bergantung pada iklim investasi pada hari ini dan pada keuntungan nyata. Para pemilik modal pastilah mengharapkan untung dari apa yang mereka investasikan. Jadi, para investor selektif dalam memilih daerah mana yang ingin ditanamkan modal. Para investor melihat potensi – potensi yang ada di daerah tersebut dan juga melihat bagaimana kelengkapan fasilitas daerah – daerah tersebut. d. Analisis Deskriptif PDRB Perkapita Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah suatu indikator pengukur tingkat keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Selain meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam pengembangan ekonomi wilayah, kita juga harus meningkatkan kesejahteraan agar mampu menciptakan pemerataan pendapatan. 102 PDRB ini disajikan atas dasar harga konstan yang dapat dihitung dari pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan pertambahan riil kemampuan ekonomi suatu wilayah dan atas dasar harga berlaku yang dapat dilihat dari struktur ekonomi yang menggambarkan andil masing-masing sektor ekonomi. PDRB Per Kapita ditujukan sebagai tingkat kesejahteraan penduduk, walaupun angka ini tidak menjelaskan distribusi pendapatan penduduk. PDRB per kapita dihitung dari hasil bagi antara nilai PDRB dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Indikator ini menjadi salah satu ukuran kesejahteraan penduduk secara kasar dalam suatau wilayah. Semakin tinggi nilai PDRB per kapita maka mencerminkan tingkat kesejahteraan penduduk di wilayah yang bersangkutan secara rata-rata yang semakin tinggi pula. Meskipun demikian, indikator ini memiliki kelemahan karena masih mengabaikan transfer faktor produksi antar wilayah atau asal kepemilikan faktor produksi dan mengandung komponen pajak tak langsung serta penyusutan. 103 Grafik 4.5 PDRB Per Kapita antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2003 – 2013 (Dalam Juta Rupiah) Sumber: BPS (data diolah). Lampiran 3 Berdasarkan grafik diatas bahwa dapat kita lihat bahwa PDRB Per Kapita selalu naik dari setiap tahunnya. Hal ini karena jumlah penduduk semakin bertambah, maka berarti kebutuhan ekonomi juga semakin bertambah, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahunnya. Namun, PDRB Perkapita Kota Yogyakarta lah yang paling tinggi. Hal ini disebabkan karena Kota Yogyakarta sebagai pusat kota dari Provinsi DIY ini, dan juga di Kota ini pun kemajuan akan sektor perdagangan, hotel, dan restaurant sangatlah baik. Hal ini dapat menunjukkan terjadinya perbaikan kesejahteraan penduduk DIY secara rata-rata dengan asumsi semuan penduduk menerima manfaat yang sama dari haril pertumbuhan. Pertumbuhan pendapatan perkapita 104 riil secara umum memiliki pola yang searah dengan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2005-2006 mengalami pertumbuhan yang lambat dikarenakan kenaikan harga BBM dan bencana gempa bumi serta melambat kembali di tahun 2009 akibat krisis finansial yang terjadi di negara-negara Amerika dan Eropa yang menjadi tujuan ekspor komoditas asal DIY. 2. Estimasi Model Data Panel a. PLS vs FEM (Uji Chow) Untuk mengetahui model panel yang akan digunakan, maka digunakan uji F-Restricted dengan cara melihat nilai probabilitas (PVelue) F-Statistik lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%. Sebelum melihat nilai probabilitas (P-Value) F-Statistik lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%, terlebih dahulu dibuat hipotesisnya. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 : Model PLS H1 : Model Fixed Effect Dari hasil berdasarkan metode Fixed Effect Model (FEM) dan Pool Least Square (PLS) diperoleh nilai probabilitas F-statistik yakni sebagai berikut: 105 Tabel 4.1 Hasil Uji Chow Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square Statistic 6.381957 24.279485 d.f. Prob. (4,46) 4 0.0004 0.0001 Sumber: data diolah. Lampiran 2 Dari tabel 4.1 diatas diperoleh F-statistik adalah 6.381957 dengan d.f (4.46) dan nilai probabilitas F-Statistik sebesar 0.0004, yang berarti bahwa nilai probabilitas F-Statistik lebih kecil dari tingkat signifikansi α 5% (0.0004 < 0.05). Maka H0 ditolak, sehingga model panel yang digunakan adalah Fixed Effect Model. b. FEM vs REM (Uji Hausman) Untuk mengetahui model panel yang akan digunakan, maka digunakan uji Hausman, pengujian ini untuk menentukan model paling tepat digunakan diantara FEM dan REM. Uji Hausman memberikan penilaian dengan menggunakan Chi-Square Statistic sehingga keputusan pemilihan model dapat ditentukan dengan tepat. Sebelum membandingkan Chi-square statistic dan Chi-square table terlebih dahulu dibuat hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 : Model Random Effect H1 : Model Fixed Effect Hasil pengolahan dengan uji Hausman dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut: 106 Tabel 4.2 Hasil Uji Hausman Test Summary Cross-section random Chi-Sq. Statistic 25.527828 Chi-Sq. d.f. 4 Prob. 0.0000 Sumber: data diolah. Lampiran 3 Berdasarkan hasil uji Hausman pada tabel 4.2 diatas, didapatkan Chi-Square statistic sebesar 25.527828 dengan probabilitas 0.0000 dan d.f. 4 (9.49). Dikarenakan Chi-hitung lebih besar dari pada Chitabel dan nilai probabilitas Chi-Square statistic lebih kecil dari nilai α 5% (0.0000 < 0.05) maka H0 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa model terbaik yang dapat digunakan untuk model penelitian adalah Fixed Effect Model. Jadi, berdasarkan uji Chow dan uji Housman model yang digunakan adalah Fixed Effect Model. 3. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan membandingkan nilai Jarque-Bera dengan nilai Chi-tabel, maka data dalam penelitian berdistribusi normal (Winarno, 2011:5.37). 107 Sebenarnya normalitas data dapat dilihat dari gambar histogram, namun seringkali polanya tidak mengikuti bentuk kurva normal, sehingga sulit disimpulkan. Lebih mudah bila melihat koefisien Jarque-Bera dan probabilitasnya. Kedua angka ini bersifat saling mendukung. Apabila nilai probabilitas lebih besar dari 5%, maka data berdistribusi normal (Winarno, 2011:5.39). Berikut adalah Hipotesisnya : H0 : Residual berdistribusi normal H1 : Residual berdistribusi tidak normal Hasil pengolahan dengan uji Normalitas dapat dilihat pada grafik 4.6 berikut: Gambar 4.1 Uji Normalitas 9 Series: Standardized Residuals Sample 2003 2013 Observations 55 8 7 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 6 5 4 3 2 7.19e-17 0.013153 0.085844 -0.111671 0.046798 -0.197807 2.058607 Jarque-Bera 2.389594 Probability 0.302765 1 0 -0.10 -0.05 0.00 Sumber: data diolah. Lampiran 4 0.05 108 Pada gambar 4.1 diperoleh nilai Jarque-Bera hitung sebesar 2.389594 dan nilai Probabilitasnya sebesar 0.302765, karena nilai probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5% (0.302765> 0.05) maka H0 dapat diterima yang berarti data residual berdistribusi normal. b. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linier antar variabel independen. Untuk melihat ada atau tidaknya multikolinieritas nilai correlation matrix dari semua variabel independen harus kurang dari 0,8. Berikut ini uji multikolinearitas dengan menggunakan correlation matrix: Tabel 4.3 Correlation Matrix PDK PMA PMDN PDRBPK PDK 1.000000 0.340781 0.137089 0.556417 PMA 0.340781 1.000000 0.068100 0.614928 PMDN 0.137089 0.068100 1.000000 0.271954 0.614928 0.271954 1.000000 PDRBPK 0.556417 Sumber: data diolah. Lampiran 5 Dari tabel 4.3 diketahui bahwa tidak ada masalah multikolinieritas. Hal ini dikarenakan nilai korelasi matriks (correlation matrix) dari semua variabel independen adalah kurang dari 0.8. 109 Multikolinieritas biasanya terjadi pada estimasi yang menggunakan data runtut waktu. Dengan mengkombinasikan data time series dengan data cross section mengakibatkan masalah multikolinieritas secara teknis dapat dikurangi. Penelitian ini menggunakan data panel, yang mana secara teknis sudah dikatakan masalah multikolinieritas sudah tidak ada. c. Uji Heterokedastisitas Untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dalam penelitian salah satunya adalah menggunakan cara dalam prosedur statistik dengan Uji Park. Berikut ini uji heterokedastisitas dengan uji Park: Tabel 4.4 Hasil Estimasi Uji Park Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. -5.579522 1.363350 -4.092508 0.0002 PDK -0.059061 0.044534 -1.326188 0.1908 PMA -1.93E-09 4.56E-09 -0.423798 0.6735 PMDN -1.22E-11 7.52E-12 -1.623917 0.1107 PDRBPK 2.15E-07 Sumber: data diolah. Lampiran 6 1.01E-07 2.125514 0.0385 C Berdasarkan tabel 4.4 diatas, dari hasil tersebut diketahui bahwa koefisien parameter untuk masing-masing variabel independen tidak signifikan kecuali PDRB Per Kapita. Hal ini dilihat dari uji t-statistik dan nilai probabilitas t-statistik. Dimana PDRB Per Kapita nilai t 110 statistic -2.125514 dengan nilai probabilitas 0.0385 sehingga dapat disimpulkan terdapat masalah heterkodastisitas. Pada variabel pendidikan, PMA, dan PMDN nilai probabilitas lebih besar dari α=5%, maka dapat disimpulkan ketiga variabel independen tersebut terbebas dari heterokedastisitas. Untuk mengatasi masalah heterokedastisitas yang masih terdapat pada uji Park, dapat dilakukan Uji Glejser. Uji Glejser mirip dengan uji Park, namun perbedaannya hanya pada variabel dependennya. Uji Park menggunakan Ln(residu2) sebagai varaibel dependen, pada uji Glejser variabel ini diganti dengan nilai absolut residual. Jika setelah uji ini nilai probabilitas pada t-statistik lebih besar dari α=5% dan uji maka data sudah terbebas dari heterokedastisitas (Gujarati, 2007:94). Tabel 4.5 Hasil Estimasi Uji Glejser Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.686813 0.933044 1.807861 0.0766 PDK -0.007501 0.030478 -0.246103 0.8066 PMA -8.43E-10 3.12E-09 -0.269997 0.7883 PMDN 5.74E-12 5.15E-12 1.115974 0.2698 PDRBPK -7.22E-08 Sumber: data diolah. Lampiran 7 6.93E-08 -1.041408 0.3027 111 Dari tabel 4.5 diatas dapat dilihat nilai probabilitas dari masingmasing variabel independen lebih besar dari α=5%. Hal ini mengindikasi bahwa data tidak mengandung heterokedastisitas. Maka dapat disimpulkan bahwa data penelitian ini sudah terbebas dari masalah heterokedastisitas. d. Uji Autokolerasi Autokolerasi adalah adanya kolerasi antara variabel itu sendiri, pada pengamatan yang berbeda waktu atau individu. Pada umumnya autokolerasi lebih sering terjadi pada data time series (Nachrowi dan Usman, 2008: 135). Dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan data panel maka sudah tidak perlu diuji autokolerasi. Dikarenakan sifat data panel yang lebih kepada cross section. Sedangkan autokolerasi lebih sering terjadi pada data time series. 4. Model FEM Model data panel dengan menggunakan Fixed Effect Model dapat di jelaskan melalui persamaan sebagai berikut: RG = 0.400444 - 0.002253 PDK - 3.42E-10 PMA - 2.18E-13 PMDN 3.74E-09 PDRBPK + e 112 Dimana: RG : Rasio Gini PDK : Pendidikan PMA : Penanaman Modal Asing (PMA) PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) PDRBPK : Pendapatan Domestik Regional Bruto Per Kapita e : error term 5. Pengujian Hipotesis a. Uji-t dan Interpretasi Hasil Analisis Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel independen (pendidikan, PMA, PMDN, dan PDRB Per Kapita) berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependennya kesenjangan ekonomi (Rasio Gini), yaitu dengan membandingkan masing-masing nilai t-statistik dari regresi dengan t-tabel dalam menolak atau menerima hipotesis. Pada tingkat keyakinan α = 5%, maka diperoleh t-tabel (2.00). 113 Tabel 4.6 Uji t-Statistik Variabel t-Statistik Probabilitas -2.176380 0.0347 -2.944038 0.0051 -1.150404 0.2559 -1.028010 0.3093 Pendidikan PMA PMDN PDRB PER KAPITA Sumber: data diolah eviews 7.0. Lampiran 8 Tabel 4.6 merupakan hasil pengujian variabel independen yaitu pendidikan, PMA, PMDN, dan PDRB Per Kapita terhadap Kesenjangan Ekonomi secara parsial. Adapun hipotesisinya adalah sebagai berikut: 1) Terdapat pengaruh pendidikan secara parsial terhadap kesenjangan ekonomi di kabupaten/kota periode 2003-2013 2) Terdapat pengaruh PMA secara parsial terhadap terhadap kesenjangan ekonomi di kabupaten/kota periode 2003-2013 3) Terdapat pengaruh PMDN secara parsial terhadap terhadap kesenjangan ekonomi di kabupaten/kota periode 2003-2013 4) Terdapat pengaruh PDRB Per Kapita secara parsial terhadap terhadap kesenjangan ekonomi di kabupaten/kota periode 2003-2013 Berdasarkan hasil regresi yang diperoleh pada tabel 4.6 maka pembuktian dari hipotesis yang telah dipaparkan adalah sebagai berikut: 114 1) Variabel Pendidikan memiliki t-statistik > t-tabel (-2.176380 > 2.00) atau nilai probabilitas Pendidikan lebih kecil dari tingkat keyakinan α = 5% (0.0347 < 0.05) yang berarti bahwa Pendidikan berpengaruh signifikan terhadap Kesenjangan Ekonomi (Rasio Gini). 2) Variabel PMA memiliki t-statistik > t-tabel (-2.944038 > 2.00) atau nilai probabilitas PMA lebih kecil dari tingkat keyakinan α = 5% (0.0051 < 0.05) yang berarti bahwa PMA berpengaruh signifikan terhadap Kesenjangan H0 ditolak, yang Ekonomi (Rasio Gini). 3) Variabel PMDN memiliki t-statistik < t-tabel (-1.150404 < 2.00) atau nilai probabilitas PMDN lebih besar dari tingkat keyakinan α = 5% (0.2559 > 0.05) yang berarti bahwa PMDN tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kesenjangan Ekonomi (Rasio Gini). 4) Variabel PDRB Per Kapita memiliki t-statistik < t-tabel (-1.028010 < 2.00) atau nilai probabilitas PDRB Per Kapita lebih kecil dari tingkat keyakinan α = 5% (0.3093 > 0.05) yang berarti bahwa PDRB Per Kapita tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kesenjangan Ekonomi (Rasio Gini). 115 b. Uji-F dan Interpretasi Hasil Analisis Untuk menguji apakah variabel independen berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependennya, maka digunaan uji F dengan cara membandingkan F-statistik dengan F-tabel. Tabel 4.7 Uji F-Statistik F-statistic Prob(F-statistic) 4.483658 0.000449 Sumber: data diolah eviews 7.0. Lampiran 8 Berdasarkan tabel 4.7 diatas, hasil regresi data panel menggunakan Fixed Effect Model diperoleh nilai F-statistik sebesar 4.483658 dengan probabilitas sebesar 0.000449, pada tingkat keyakinan α = 5%, k = 4, n = 55, sehingga diperoleh F-tabel dengan nilai df yaitu (2.55). Maka terlihat bahwa F-statistik > F-tabel (4.483658 > 2.55) atau nilai probabilitas Fstatistik lebih kecil dari tingkat signifikansi α 5% (0.000449 < 0.05), maka Ho ditolak, artinya bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan ekonomi. 116 c. Koefisien Determinasi Tabel 4.8 Uji R-Square R-Square 0.438129 Sumber: data diolah. Lampiran 8 Berdasarkan tabel 4.8 didapatkan koefisien determinasi sebesar 0.438129 atau 43,81%. Hal ini terlihat bahwa hanya 43,81% kesenjangan ekonomi di 5 kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dijelaskan oleh pendidikan, PMA, PMDN, dan PDRB Per Kapita. Sedangkan sisanya (100% - 43.81% = 56.19%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. C. Analisis Ekonomi Berdasarkan hasil dari estimasi yang menggunakan Fixed Effect Model dapat disimpulkan bahwa hasil regresi yang dihasilkan cukup baik untuk menjelaskan perkembangan kesenjangan ekonomi yang dilihat dari rasio gini di 5 kabupaten/kota provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2003-2013. Namun dari seluruh variabel yang diteliti terdapat dua variabel yang tidak berpengaruh signifikan dan semua variabel yang memiliki kolerasi yang negatif terhadap kesenjangan ekonomi (rasio gini). Variabel pendidikan dan PMA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap 117 kesenjangan ekonomi. Variable PMDN dan PDRB Per Kapita tidak berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan ekonomi. Tabel 4.9 Interpretasi Fixed Effect Model Variable C PDK PMA PMDN PDRBPK Coefficient Indv. Effect Prob 0.400444 -0.002253 -3.42E-10 -2.18E-13 -3.74E-09 0.0000 0.0347 0.0051 0.2559 0.3093 Fixed Effect (Cross) BANTUL – C GUNUNGKIDUL – C KULONPROGO – C SLEMAN – C YOGYAKARTA – C 0.003986 -0.051911 -0.039583 0.032433 0.055074 0.40443 0.348533 0.360861 0.432877 0.455518 Sumber: diolah dengan Eviews 7.0. Lampiran 8 Dapat kita lihat pada tabel 4.9 bahwa 5 Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki pengaruh individu yang berbedabeda untuk setiap perubahan pada pendidikan, PMA, PMDN, dan PDRB Per Kapita. Kabupaten Bantul Apabila terjadi perubahan sebesar 1% pada pendidikan, PMA, PMDN, dan PDRB Per Kapita baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kabupaten Bantul akan mendapatkan pengaruh individu terhadap kesenjangan ekonomi sebesar 0.40443 persen. 118 Kabupaten Gunung Kidul Apabila terjadi perubahan sebesar 1% pada pendidikan, PMA, PMDN, dan PDRB Per Kapita baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kabupaten Gunung Kidul akan mendapatkan pengaruh individu terhadap kesenjangan ekonomi sebesar 0.348533 persen. Kabupaten Kulon Progo Apabila terjadi perubahan sebesar 1% pada pendidikan, PMA, PMDN, dan PDRB Per Kapita baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kabupaten Kulon Progo akan mendapatkan pengaruh individu terhadap kesenjangan ekonomi sebesar 0.360861 persen. Kabupaten Sleman Apabila terjadi perubahan sebesar 1% pada pendidikan, PMA, PMDN, dan PDRB Per Kapita baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kabupaten Sleman akan mendapatkan pengaruh individu terhadap kesenjangan ekonomi sebesar 0.432877 persen. Kota Yogyakarta Apabila terjadi perubahan sebesar 1% pada pendidikan, PMA, PMDN, dan PDRB Per Kapita baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kota Yogyakarta akan mendapatkan pengaruh individu terhadap kesenjangan ekonomi sebesar 0.455518 persen. 119 a. Pendidikan Rasio murid terhadap guru merupakan perbandingan antara jumlah murid dengan jumlah guru pada jenjang pendidikan tertentu. Perbandingan jumlah siswa dengan guru menentukan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran di kelas, yang tentunya menggambarkan seberapa besar tingkat pendidikan di suatu daerah. Pada hasil penelitian ini, diperoleh bahwa pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesenjangan ekonomi yang dilihat dari rasio gini dengan tingkat signifikansi 5%. Nilai koefisien yang diperoleh sebesar -0.002253 yang berarti bahwa apabila pendidikan meningkat sebesar 1%, maka akan mengurangi kesenjangan ekonomi sebesar -0.002253% sehingga kesenjangan ekonomi akan semakin merata. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesenjangan ekonomi. Dengan adanya variabel pendidikan yang diukur dengan melihat rasio murid terhadap guru, hal ini berguna untuk mengetahui rata-rata jumlah guru yang dapat mengajar di suatu sekolah atau daerah tertentu. Bukan hanya jumlah murid yang bertambah setiap tahunnya yang kita harapkan, tetapi jumlah pengajar juga sangat penting dalam melakukan pembelajaran di sekolah – sekolah. Apabila jumlah guru semakin berkurang, maka hal itu membuat satu orang tenaga pengajar 120 harus melayani banyak murid. Banyaknya murid yang diajarkan akan membuat daya tangkap murid akan berkurang dalam menerima pelajaran. Penelitian ini sejalan dengan The Human Capital Theory telah dinyatakan bahwa pendidikan, pelatihan, atau bentuk investasi manusia yang lain menanamkan ilmu pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan yang berguna pada manusia sehingga manusia dapat meningkatkan kapasitas belajar dan produktifnya, yang memungkinkannya untuk mengejar tingkat pendidikan atau pelatihan yang lebih tinggi dan untuk meningkatkan pendapatan masa mendatang mereka dengan meningkatkan penghasilan seumur hidup mereka. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Indah Sukma Ramdhini (2013) dan Adrian Coto bahwa pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesenjangan pendapatan yang berarti, pendidikan dapat mengurangi kesenjangan. b. Penanaman Modal Asing (PMA) Penanaman modal memiliki peran yang penting bagi suatu daerah. Dengan adanya para investor, suatu daerah dapat memperbaiki fasilitas atau membuat lapangan pekerjaan baru sehingga dengan adanya 121 lapangan pekerjaan akan menyerap tenaga kerja di daerah tersebut. Dengan begitu, masyarakat akan mendapatkan pendapatan. Setidaknya perlahan dapat mengurangi kesenjangan ekonomi dalam hal pendapatan. Dalam penelitian ini, PMA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesenjangan ekonomi yang dilihat dari rasio gini dengan tingkat signifikansi 5%. Nilai koefisien retribusi daerah sebesar 3.42E-10 yang berarti bahwa apabila PMA meningkat 1%, maka akan mengurangi kesenjangan ekonomi sebesar -3.42E-10% sehingga kesenjangan ekonomi akan semakin merata. sebesar -3.42E-10%. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa PMA berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan ekonomi. Penelitian ini sejalan dengan teori Menurut Malthus (dalam M.L. Jhingan 2012 : 98), akumulasi modal merupakan faktor paling penting bagi pembangunan ekonomi. Malthus mengatakan “peningkatan kesejahteraan yang mantap dan berkesinambungan tidak mungkin tercapai tanpa penambahan modal secara terus-menerus. Sumber akumulasi modal adalah laba. Laba berasal dari tabungan para pemilik modal. Para pekerja terlalu miskin untuk menabung. Jika para pemilik modal lebih banyak menabung dan tidak banyak membeli barang 122 konsumsi lantaran ingin memperoleh sisa laba lebih besar, pertumbuhan ekonomi akan menjadi lamban. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indah Sukma Ramdhini (2013) dan tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Joko Waluyo bahwa investasi tidak dapat memperbaiki kenjangan. c. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Peran PMDN pun juga sama pentingnya dengan PMA di suatu daerah. Dengan banyaknya modal yang disetor oleh investor akan memajukan daerah. Tentunya pembagian investasi ini harus merata. Tidak hanya berfokus pada daerah yang maju saja. Dalam penelitian ini, PMDN berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kesenjangan ekonomi yang dilihat dari rasio gini dengan tingkat signifikansi 5%. Nilai koefisien PMDN sebesar -2.18E13. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis bahwa PMDN berpengaruh negative dan signifikan terhadap kesenjangan ekonomi. PMDN tidak berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan ekonomi mungkin dikarenakan oleh pendistribusian investasi yang tidak merata. Dapat dilihat pada grafik 4.3 bahwa sangat terlihat data 123 investasi yang timpang antar daerah. Terdapat investasi yang sangat tinggi yang diberikan kepada kota yang sudah maju, sedangkan untuk daerah tertinggal hanya sebagian saja. Hal ini dapat terjadi karena investor hanya memikirkan keuntungan dan keuntungan itu dapat investor dapat dari daerah yang sudah maju saja seperti Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Fasilitas dan akses juga menjadi bahan pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya. Atau mungkin dana dari investor yang seharusnya untuk mengembangkan daerah tersebut malah digunakan untuk menanggulangi bencana yang terjadi di daerah tersebut terlebih dahulu, seperti pada bencana alam besar termasuk bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006, dan erupsi Gunung Merapi pada bulan Oktober-November 2010. Pengaruh PMDN yang tidak signifikan terhadap Kesenjangan Ekonomi ini dapat juga disebabkan oleh jumlah dari realisasi investasi yang dapat kita lihat di grafik 4.4 yang sangat timpang antar Kabupaten/Kota di DIY. Menurut Smith (Adisasmita : 47), yang mengatakan bahwa investasi dilakukan karena para pemilik modal mengharapkan untung, dan harapan masa depan keuntungan bergantung pada iklim investasi pada hari ini dan pada keuntungan nyata. Para pemilik modal pastilah mengharapkan untung dari apa yang mereka investasikan. Jadi, para investor selektif dalam memilih 124 daerah mana yang ingin ditanamkan modal. Para investor melihat potensi – potensi yang ada di daerah tersebut dan juga melihat bagaimana kelengkapan fasilitas daerah – daerah tersebut. Penelitian ini pun tidak sejalan dengan penelitian Joko Waluyo dimana investasi berpengaruh positif dan signifikan. d. PDRB Per Kapita Tingkat pendapatan yang dilihat dari PDRB Per Kapita memiliki pengaruh yang negatif namun tidak signifikan terhadap kesenjangan ekonomi yang dilihat dari rasio gini dengan tingkat signifikansi 5% Koefisien PDRB Per Kapita sebesar -3.74E-09. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa PDRB Per Kapita berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kesenjangan ekonomi. PDRB Per Kapita tidak berpengaruh signifikan terhadap Kesenjangan Ekonomi mungkin dikarenakan dalam PDRB Per Kapitanya sendiri terdapat ketimpangan antar Kabupaten/Kota. Seperti kita ketahui kemampuan dan sektor keunggulan dari masing – masing daerah itu berbeda. PDRB Per Kapita ini pun PDRB Per Populasi yang berarti tidak menyangkut pendistribusiannya atau besarnya PDRB Per Kapita ini tidak mencerminkan pendapatan penduduk di suatu daerah yang sebenarnya. Bisa saja PDRB Per Kapita yang besar ini hanya 125 sumbangan dari Masyarakat yang berpenghasilan tinggi sehingga dalam kenyataannya pendapatan yang diperoleh masyarakat belum terdistribusi dengan baik. Bisa juga telah terjadi kesalahan dalam perhitungan PDRB hal ini dapat diindikasikan terjadi karena melihat perbedaan data yang dikeluarkan oleh para pihak tentang variabel tertentu. Bila kesalahan itu terjadi maka bisa jadi daerah tersebut tidak sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis yang berpengaruh negatif dan signifikan dan juga tidak sesuai dengan penelitian Siti Parhah bahwa PDRB Per Kapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan. 126 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai Pengaruh Pendidikan, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan Tingkat Pendapatan terhadap Kesenjangan Ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2003 – 2013 adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kesenjangan Ekonomi. 2. Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kesenjangan Ekonomi. 3. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kesenjangan Ekonomi. 4. PDRB Per Kapita berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Kesenjangan Ekonomi. 5. Berdasarkan Fixed Effect Model terdapat hasil bahwa secara simultan Pendidikan, Penanaman Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam 127 Negeri (PMDN), dan Tingkat Pendapatan berpengaruh signifikan terhadap Kesenjangan Ekonomi. B. Saran Berdasarkan hasil analisis dan penelitian, maka saran yang dapat diberikan penulis adalah sebagai berikut: 1. Dalam mengurangi kesenjangan bisa focus pada system perpajakan dan subsidi. Memang pemerintah sudah menjalankan beberapa program antara lain penetapan pajak penghasilan yang bersifat progresif dan juga beberapa program subsidi. Namun, pemerintah juga harus lebih teliti lagi dalam memberikan subsidi agar tepat sasaran pengalokasiannya. 2. Mengingat pendidikan menjadi suatu kebutuhan, dimana dengan masyarakat berpendidikan tinggi akan menghasilkan masyarakat yang berkualitas tinggi dan tentunya akan menghasilkan pendapatan yang tinggi juga maka setiap masyarakat wajib sekolah. Pemerintah harus mampu menjangkau penyelenggaraan pendidikan bagi semua kalangan masyarakat dan juga harus adanya transparan dalam penyaluran dana pendidikan. Tidak hanya meningkatkan jumlah sekolah/kelas tetapi pemerintah juga harus menambah jumlah guru dan tentunya guru – guru yang sangat berkompeten agar menghasilkan anak bangsa yang cerdas dan bermartabat. Guru – guru ini pun harus didistribusikan secara merata sampai ke desa – desa pelosok. Untuk penelitian selanjutnya, penggunaan 128 variabel pendidikan yang diukur oleh rasio murid terhadap guru ini kurang tepat dikarenakan variabel tersebut tidak selamanya dapat menggambarkan keberhasilan pendidikan. Mungkin dengan menggunakan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (TPT) dapat menggambarkan keberhasilan pendidikan. 3. Untuk mengurangi investasi PMA dan PMDN yang terkonsentrasi, pemerintah harus melakukan suatu tindakan untuk memperbaiki fasilitas maupun akses pada daerah – daerah yang masih tertinggal. Selain itu pemerintah dapat memberikan insetif pembebasan pajak bagi investor yang bersedia berinvestasi di daerah yang tertinggal, mempermudah izin investasi di daerah tertinggal agar investor tertarik menanamkan modalnya di sana. 4. Dalam meningkatkan PDRB Per Kapita setiap tahunnya, produksi dalam negeri harus semakin ditingkatkan dan perlu kesadaran masyarakat untuk menggunakan barang produksi dalam negeri. Sehingga, semakin jumlah penduduk bertambah maka konsumsi masyarakat pun bertambah yang akan meningkatkan PDRB Per Kapita. 129 DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Rahardjo, “Teori-Teori Pembangunan Ekonomi: Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Wilayah, Graha Ilmu: Makassar, 2013 Badan Pusat Statistik, ”Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam angka 2003-2014., BPS: 2014 ____, “Rasio Gini Kabupaten Kulon Progo 2012-2013”, BPS: Wates, 2014 Coto, Adrian. “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Kontribusi Output Sektor Industri, Upah Minimum, dan Tingkat Pendidikan terhadap Kesenjangan Pendapatan di Indonesia”, FE: Universitas Indonesia, 2006 Darmajati, Annisa Ganis. “Analisis faktor – faktor yang mempengaruhi kesenjangan pendapatan di Propinsi Jawa Tengah”, FE: Universitas Diponegoro, 2010 Dumairy. “Perekonomian Indonesia”, Erlangga: Jakarta, 1996 Gujarati, Damodar N. “Dasar-dasar ekonometrika”, Edisi Ketiga, Jilid Dua, Erlangga: Jakarta, 2007 Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi FEB”. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2009 Jhingan, M.L. “Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan”, Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2012 130 Kuncoro, Mudrajad. “Masalah, Kebijakan dan Politik Ekonomika Pembangunan”. Erlangga: Jakarta, 2010 Mahyudi, Ahmad. “Ekonomi Pembangunan dan Analisis Data Empiris”, Ghalia Indonesia: Bogor, 2004 Mankiw, Gregory. “Pengantar Ekonomi Makro”, Edisi kedua, Salemba Empat: Jakarta, 2013 Nachrowi, Djalal & Hardius Usman. “Penggunaan Teknik Ekonometrik”, edisi revisi, Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2008 Parhah, Siti. “Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia” FE: Universitas Indonesia, 2006 Prayitno Hadi, dan Santosa Budi. “Ekonomi Pembangunan”, Ghalia Indonesia : Jakarta, 1996 Ramdhini, Indah Sukma. “Pengaruh Penanaman Modal asing (PMA), tingkat pendidikan, dan Pendapatan Asli daerah (PAD) terhadap Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Banten Periode 2005-2011” FEB: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013 Rosadi, Dedi. “ekonometrika dan analisis runtun waktu terapan dengan eviews”, ANDY Jojakarta: Jogjakarta, 2012 131 Sukirno, Sadono. “ Pengantar Teori Makroekonomi”, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI: Depok, Suparmoko, M dan Suparmoko Maria R. “Pokok – Pokok Ekonomika”, BPFE Yogyakarta : Yogyakarta 2000 Tian, Ye. “The Effect of Income Inequality on Economic Growth in China”, Economic & Business Journal Vol.4 Number 1. University of Nebraska at Kearney: 2012 Todaro, Michael P. “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, Erlangga. Jakarta. 1994 Todaro, Michael P. “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, Edisi keenam. Erlangga: Jakarta, 1997 Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith. “Pembangunan Ekonomi”, Jilid dua, Erlangga: Jakarta, 2006 UU No 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Asing (PMA). UU No 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Winaryo, Wing Wahyu. “Analisis ekonometrika dan statistika dengan Eviews”, Sekolah Tinggi Ilmu Menejemen YKPN :Yogyakarta, 2007 132 Lampiran Lampiran 1 TAHUN KABKOT RG PDK PMA PMDN PDRBPK 2003 Kulonprogo 0.23 37 75,000.00 28,366,001,000.00 1,031,442.00 2004 Kulonprogo 0.24 33 75,000.00 28,559,361,000.00 3,747,449.00 2005 Kulonprogo 0.3 32 75,000.00 28,559,361,000.00 3,920,799.00 2006 Kulonprogo 0.23 31 75,000.00 28,559,361,000.00 3,984,854.00 2007 Kulonprogo 0.18 28 75,000.00 28,559,361,000.00 4,130,945.00 2008 Kulonprogo 0.29 28 140,000.00 28,559,361,000.00 4,307,361.00 2009 Kulonprogo 0.25 27 389,000.00 28,559,361,000.00 4,460,215.00 2010 Kulonprogo 0.24 41 3,456,977.67 75,617,628,591.00 4,580,532.00 2011 Kulonprogo 0.34 30 324,000.00 34,017,508,942.00 4,790,630.00 2012 Kulonprogo 0.34 31 342,050.00 34,017,508,942.00 4,992,301.00 2013 Kulonprogo 0.29 31 279,859.09 34,017,508,942.00 5,229,120.00 2003 Bantul 0.29 37 7,958,150.00 85,715,920,000.00 1,167,405.00 2004 Bantul 0.33 34 6,447,341.00 85,460,390,324.00 3,640,936.00 2005 Bantul 0.34 32 6,447,341.00 85,463,090,320.00 3,819,928.00 2006 Bantul 0.34 33 7,877,341.00 86,951,568,071.00 3,838,007.00 2007 Bantul 0.3 32 8,197,059.00 86,951,568,071.00 3,951,293.00 2008 Bantul 0.32 32 10,303,299.00 86,951,568,071.00 4,083,309.00 2009 Bantul 0.25 31 12,753,299.00 96,951,568,071.00 4,203,156.00 133 2010 Bantul 0.25 46 36,718,819.00 96,234,032,372.50 4,353,170.00 2011 Bantul 0.3 34 21,002,943.22 18,925,574,906.50 4,534,212.00 2012 Bantul 0.24 36 24,911,708.00 19,125,708,671.10 4,741,941.00 2013 Bantul 0.24 35 20,568,670.24 24,102,319,371.10 5,463,295.00 2003 Gunungkidul 0.22 31 3,473,870.00 40,154,890,000.00 1,462,837.00 2004 Gunungkidul 0.24 32 3,473,870.00 19,586,290,000.00 3,846,283.00 2005 Gunungkidul 0.28 31 3,473,870.00 19,586,290,000.00 4,000,253.00 2006 Gunungkidul 0.23 32 1,708,120.00 19,586,290,000.00 4,192,587.00 2007 Gunungkidul 0.21 31 1,708,120.00 19,586,290,000.00 4,355,147.00 2008 Gunungkidul 0.25 30 1,708,120.00 19,586,290,000.00 4,545,417.00 2009 Gunungkidul 0.24 29 1,708,120.00 29,074,371,000.00 4,733,514.00 2010 Gunungkidul 0.25 42 16,355,419.00 96,951,568,071.00 4,930,660.00 2011 Gunungkidul 0.3 30 10,371,064.44 35,502,559,948.00 5,124,333.00 2012 Gunungkidul 0.31 30 10,704,397.00 35,502,559,948.00 5,319,628.00 2013 Gunungkidul 0.24 29 8,758,143.00 35,502,559,948.00 5,463,295.00 2003 Sleman 0.35 25 14,281,799.00 10,839,098,460.00 1,756,132.00 2004 Sleman 0.36 21 15,615,706.00 11,004,010,064.60 4,977,241.00 2005 Sleman 0.38 20 31,665,706.00 94,949,794,646.30 5,082,668.00 2006 Sleman 0.33 20 33,579,206.00 92,197,034,672.60 5,065,935.00 2007 Sleman 0.28 31 34,649,206.00 92,197,034,672.60 5,246,993.00 2008 Sleman 0.31 31 38,706,056.00 92,686,295,086.40 5,462,344.00 2009 Sleman 0.29 33 38,706,056.00 98,346,295,086.30 5,651,752.00 2010 Sleman 0.28 49 324,000.00 34,017,508,942.00 5,830,337.00 134 2011 Sleman 0.27 36 244,034,558.29 12,189,583,509.18 6,054,435.00 2012 Sleman 0.27 37 252,905,137.00 12,420,332,894.18 6,341,065.00 2013 Sleman 0.21 37 247,282,123.58 12,422,433,894.18 6,544,348.00 2003 Yogyakarta 0.31 35 111,032,406.00 11,671,282,395.00 4,082,081.00 2004 Yogyakarta 0.34 41 110,423,602.00 11,679,598,199.07 9,815,114.00 2005 Yogyakarta 0.32 40 110,423,602.00 11,679,598,199.10 10,104,516.00 2006 Yogyakarta 0.32 39 110,593,602.00 10,878,115,199.10 12,288,341.00 2007 Yogyakarta 0.29 39 110,772,260.00 74,446,628,591.00 12,709,718.00 2008 Yogyakarta 0.18 39 110,719,020.00 74,446,628,591.00 13,231,134.00 2009 Yogyakarta 0.28 40 111,069,020.00 74,446,629,591.00 13,687,232.00 2010 Yogyakarta 0.27 59 1,708,120.00 35,440,183,148.00 14,167,677.00 2011 Yogyakarta 0.19 40 180,982,581.19 83,540,952,691.00 14,893,159.00 2012 Yogyakarta 0.19 43 183,372,433.00 130,313,416,091.00 15,612,923.00 2013 Yogyakarta 0.18 42 196,121,716.44 131,186,783,073.50 16,139,158.00 135 Lampiran 2 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Pool: KABKOT Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic Cross-section F Cross-section Chi-square d.f. Prob. 6.381957 24.279485 (4,46) 4 0.0004 0.0001 Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: RG? Method: Panel Least Squares Date: 05/29/15 Time: 12:40 Sample: 1 11 Included observations: 11 Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 55 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C PDK? PMA? PMDN? PDRBPK? 0.348489 -0.001961 -9.18E-11 -1.30E-14 -3.72E-10 0.035739 0.001167 1.20E-10 1.97E-13 2.66E-09 9.750839 -1.679534 -0.767388 -0.066023 -0.140214 0.0000 0.0993 0.4465 0.9476 0.8891 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.126316 0.056422 0.048634 0.118265 90.86780 1.807239 0.142144 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.274545 0.050067 -3.122465 -2.939981 -3.051897 0.971644 136 Lampiran 3 Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: KABKOT Test cross-section random effects Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. 25.527828 4 0.0000 Random Var(Diff.) Prob. -0.001961 -0.000000 -0.000000 -0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.3969 0.0000 0.0272 0.2427 Test Summary Cross-section random Cross-section random effects test comparisons: Variable PDK? PMA? PMDN? PDRBPK? Fixed -0.002253 -0.000000 -0.000000 -0.000000 Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: RG? Method: Panel Least Squares Date: 05/29/15 Time: 12:41 Sample: 1 11 Included observations: 11 Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 55 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C PDK? PMA? PMDN? PDRBPK? 0.400444 -0.002253 -3.42E-10 -2.18E-13 -3.74E-09 0.036532 0.001035 1.16E-10 1.89E-13 3.64E-09 10.96138 -2.176380 -2.944038 -1.150404 -1.028010 0.0000 0.0347 0.0051 0.2559 0.3093 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.438129 0.340412 0.040662 0.076057 103.0075 4.483658 0.000449 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.274545 0.050067 -3.418456 -3.089983 -3.291433 1.482524 137 Lampiran 4 Uji Normalitas 9 Series: Standardized Residuals Sample 2003 2013 Observations 55 8 7 6 5 4 3 2 1 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis 7.19e-17 0.013153 0.085844 -0.111671 0.046798 -0.197807 2.058607 Jarque-Bera Probability 2.389594 0.302765 0 -0.10 -0.05 0.00 0.05 Lampiran 5 Uji Multikolinearitas PDK PMA PMDN PDRPK PDK 1.000000 0.340781 0.137089 0.556417 PMA 0.340781 1.000000 0.068100 0.614928 PMDN 0.137089 0.068100 1.000000 0.271954 PDRBPK 0.556417 0.614928 0.271954 1.000000 138 Lampiran 6 Uji Park Dependent Variable: LOG(RES2) Method: Panel Least Squares Date: 05/29/15 Time: 12:45 Sample: 2003 2013 Periods included: 11 Cross-sections included: 5 Total panel (balanced) observations: 55 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C PDK PMA PMDN PDRBPK -5.579522 -0.059061 -1.93E-09 -1.22E-11 2.15E-07 1.363350 0.044534 4.56E-09 7.52E-12 1.01E-07 -4.092508 -1.326188 -0.423798 -1.623917 2.125514 0.0002 0.1908 0.6735 0.1107 0.0385 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.115954 0.045230 1.855254 172.0984 -109.4118 1.639534 0.178982 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat -6.989888 1.898690 4.160428 4.342913 4.230997 2.120772 139 Lampiran 7 Uji Glejser Dependent Variable: RESABS Method: Panel Least Squares Date: 05/30/15 Time: 19:38 Sample: 2003 2013 Periods included: 11 Cross-sections included: 5 Total panel (balanced) observations: 55 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C PDK PMA PMDN PDRBPK 1.686813 -0.007501 -8.43E-10 5.74E-12 -7.22E-08 0.933044 0.030478 3.12E-09 5.15E-12 6.93E-08 1.807861 -0.246103 -0.269997 1.115974 -1.041408 0.0766 0.8066 0.7883 0.2698 0.3027 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.075527 0.001569 1.269690 80.60568 -88.55311 1.021211 0.405492 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 1.242486 1.270687 3.401931 3.584416 3.472500 2.327507 140 Lampiran 8 Fixed Effect Model Dependent Variable: RG? Method: Pooled Least Squares Date: 05/29/15 Time: 12:39 Sample: 1 11 Included observations: 11 Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 55 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C PDK? PMA? PMDN? PDRBPK? Fixed Effects (Cross) _BANTUL--C _GUNUNGKIDUL--C _KULONPROGO--C _SLEMAN--C _YOGYAKARTA--C 0.400444 -0.002253 -3.42E-10 -2.18E-13 -3.74E-09 0.036532 0.001035 1.16E-10 1.89E-13 3.64E-09 10.96138 -2.176380 -2.944038 -1.150404 -1.028010 0.0000 0.0347 0.0051 0.2559 0.3093 0.003986 -0.051911 -0.039583 0.032433 0.055074 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.438129 0.340412 0.040662 0.076057 103.0075 4.483658 0.000449 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.274545 0.050067 -3.418456 -3.089983 -3.291433 1.482524 141