62 BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI 3.1 Jaringan

advertisement
62
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI
3.1 Jaringan Penyaluran Air Buangan Kota Bandung
Pengolahan air limbah secara terpusat lebih umum digunakan di Indonesia,
namun terdapat sistem saluran air buangan yang sangat terbatas di berbagai daerah di
Indonesia, baik di kota besar ataupun di daerah. Misalnya saja untuk sistem yang ada
di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Cirebon, Medan, Surabaya dan Yogyakarta.
Dengan adanya peningkatan urbanisasi dan penggunaan air yang lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhan perkotaan, tingkat pencemaran akan semakin meningkat di
sumber air akibat polusi dan air buangan, khususnya di kota besar. Oleh karena itu
pemerintah mulai merasakan kebutuhan untuk merevisi kebijakan hukum yang
menaungi sanitasi perkotaan.
3.1.1 Sejarah Singkat
Jaringan saluran air buangan yang pertama ada di Indonesia merupakan hasil
pembangunan oleh bangsa Belanda di beberapa kota, termasuk Bandung, Cirebon,
Surabaya dan Yogyakarta semasa pertengahan abad ke 20. Akan tetapi, masyarakat
tetap menggunakan sistem onsite sebagai sistem sanitasi utama mereka daripada
menggunakan jaringan air buangan.
Sistem penyaluran air buangan pertama Bandung dibangun oleh bangsa
Belanda pada tahun 1916 berupa saluran tercampur dan tangki septik. Pada awalnya,
pengelolaan sarana air kotor dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota
(DK3) Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung sebelum dikelola oleh PDAM.
Pesatnya pertumbuhan penduduk kota Bandung menyebabkan pengelolaan air kotor
memerlukan pengembangan, khususnya dalam penanganan dan perbaikan sarana.
Pembangunan sarana air kotor dilakukan atas prakarsa dana dari Asian Development
Bank dan penyertaan modal pemerintah melalui Proyek BUDP (Bandung Urban
Development Project) Dewi Sartika tahap I dan II. Mengingat besarnya biaya yang
digunakan untuk membangun sarana tersebut yang harus dikembalikan dalam bentuk
cicilan, maka Pemerintah Daerah Tingkat II Bandung memutuskan agar sarana air
63
kotor dikelola secara teliti oleh sebuah perusahaan, sehingga kegiatan operasi dan
pemeliharaan bisa berjalan dan begitu juga pendanaan pengelolaan air kotor tersebut.
Untuk kepentingan itulah, dibentuk divisi air kotor yang berada di bawah naungan
Perusahaan Daerah Air Minum kota Bandung.
3.1.2 Daerah Pelayanan & Peta Jaringan
Gambar 3.1 Denah Pelayanan Jaringan Air Kotor Kota Bandung
Penyediaan sarana air kotor dilakukan sebelum perluasan wilayah kota
Bandung sehingga daerah-daerah yang merupakan perluasan kota Bandung sampai
saat ini belum terjangkau oleh penyediaan sarana air kotor. Daerah pelayanan air
kotor berupa saluran perpipaan tersebar di berbagai wilayah kota Bandung sehingga
sangat diperlukan suatu manajemen pengelolaan di setiap wilayah kota Bandung.
Perangkat yang dimiliki oleh jaringan air kotor di kota Bandung adalah sebagai
berikut :
-
Saluran air kotor lama yang dibangun pada jaman belanda (1916) sepanjang
14 km yang dilengkapi dengan bangunan Imhoff Tank.
-
Saluran tercampur yang berfungsi untuk menyalurkan air kotor dan air hujan.
64
-
Septik tank dengan jumlah tercatat sekitar 200.000 buah yang tersebar di
seluruh kota Bandung.
-
BUDP tahap I berupa saluran air kotor sepanjang 176 km dengan bangunan
pelengkap untuk melayani 460.000 jiwa.
-
BUDP tahap II berupa seluran air kotor sepanjang 128 km yang dilengkapi
dengan bangunan pelengkap untuk melayani 421.000 jiwa.
-
Pumping Station sebanyak 2 unit.
-
Instalasi Pengolahan Air Kotor yang dilengkapi dengan Kolam Stabilisasi
seluas 85 hektar yang berlokasi di Kecamatan Bojongsoang, untuk areal
pelayanan bandung Timur dan Tengah Selatan.
Wilayah yang termasuk dalam areal pelayanan air kotor antara lain :
-
Wilayah Bandung Utara dilayani melalui existing sewer (saluran lama).
-
Wilayah Bandung Timur dilayani melalui saluran perpipaan dan dialirkan
menuju IPAL Bojongsoang.
-
Wilayah Bandung Barat dilayani oleh saluran perpipaan dan dialirkan ke
sungai Citepus namun belum memiliki instalasi pengolahan.
-
Wilayah Bandung Tengah / Selatan dilayani oleh saluran perpipaan dan
dialirkan melalui IPAL Bojongsoang.
-
Kapasitas pelayanan IPAL Bojongsoang mempunyai kapasitas sekitar 243.000
m3 yang dapat melayani 400.000 jiwa penduduk untuk daerah pelayanan
Bandung Timur, Bandung Tengah dan Bandung Selatan.
3.1.3 Sistem Pelayanan Air Buangan
Hampir seluruh jaringan penyaluran air buangan bekerja menggunakan sistem
aliran gravitasi dan seringkali menggunakan bantuan pompa untuk menaikkan air
buangan ke elevasi yang lebih tinggi agar kemudian bisa mengalir secara gravitasi ke
instalasi pengolahan. Untuk kota Bandung, saluran air buangan ini ditambahkan aliran
dari air sungai yang juga dimasukkan ke dalam saluran air buangan untuk
mengencerkan air buangan dan membersihkan sedimen yang terbentuk di dalam
saluran.
65
Jenis pengolahan air buangan yang digunakan di kota Bandung adalah kolam
oksidasi / stabilisasi dengan beban pengolahan rata-rata per hari sebesar 80.000
meter3. Beban BOD yang masuk ke instalasi adalah sebesar 350 mg/liter. Hampir di
seluruh jaringan, instalasi ini bekerja dengan debit yang minim. Untuk kota Bandung,
aliran yang masuk hanya sekitar 52 % dari kapasitasnya dan hanya melayani sekitar
58 % dari kota Bandung. Hal ini disebabkan oleh adanya kerusakan pompa,
kebocoran, dll. Efluen yang masuk dari industri dan rumah sakit juga mempengaruhi
kinerja instalasi dalam melakukan perbaikan kualitas air limbah .
Secara teknis pengelolaan air buangan di kota Bandung terdiri dari 2
subsistem pelayanan, yaitu :
- Subsistem setempat
- Subsistem terpusat
a. Subsistem Setempat
Sebagian besar penduduk kota Bandung masih menggunakan sistem setempat
untuk pembuangan air kotornya, baik melalui tangki septik individual maupun
komunal. Daerah pelayanan subsistem setempat saat ini mencakup hampir seluruh
wilayah kota Bandung, kecuali Bandung Tengah dan Timur, dengan luas daerah
pelayanan sekitar 13.675 hektar atau 81 % dari seluruh wilayah kota yang mencakup
94 kelurahan. Secara umum daerah pelayanan sistem setempat dikategorikan sebagai
berikut :
-
Dalam daerah tangkapan sistem setempat
-
Diluar daerah tangkapan sistem setempat
Para pengguna sistem setempat di daerah tangkapan sistem terpusat pada suatu
saat dapat mengalihkan pembuangan air kotornya ke sistem terpusat, sedangkan yang
berada di luar daerah tangkapan sistem terpusat akan tetap dengan sistem setempat
karena alasan teknis.
Sebagian besar pelayanan sistem setempat adalah melalui tangki septik
individual yang mencakup daerah seluas 13.665 hektar (80%) dari luas kota Bandung
dengan jumlah tangki septik sekitar 200.000 unit. Aliran limpahan dari tangki septik
66
ini disalurkan ke bidang resapan, akan tetapi konstruksi bidang resapan umumnya
kurang memadai sehingga limpahan tangki septik akhirnya disalurkan ke saluran
drainase, bercampur dengan limbah rumah tangga cair. Lumpur buangan padat yang
telah penuh, disedot dengan truk tinja, yang periodenya bervariasi antara 1 – 5 tahun
sekali, tergantung banyaknya penghuni rumah.
Sistem pembuangan tangki septik individual ditemui di beberapa lokasi di kota
Bandung, dengan total luas daerah pelayanan sekitar 10 hektar yaitu di daerah
Perumnas Sarijadi dan Melong Asih. Jenis pembuangan ini umumnya terbuat dari
beton bertulang dan dilengkapi dengan bidang resapan dengan pembuangan akhir
saluran drainase terdekat. Akan tetapi karena pembuangan akhir cairan dari tangki
septik ini belum terolah dan tersalur ke saluran drainase maka dapat menimbulkan
pencemaran di saluran dan sungai-sungai di bagian hilirnya. Sistem setempat yang
ada menggunakan tangki septik individual dan komunal untuk menampung lumpur
padat (tinja) dan lumpur disedot secara berkala oleh truk tinja yang saat ini masih
berdasarkan pesanan untuk selanjutnya dibuang ke IPAL Bojongsoang melalui
manhole jaringan terpusat timur.
b. Subsistem Terpusat
Pelayanan pembuangan air kotor secara terpusat di kota Bandung sudah ada sejak
tahun 1916, yang meliputi kota bandung bagian Tengah. Air buangan dialirkan secara
gravitasi ke instalasi Imhoff Tank di daerah Tegalega, Bandung Selatan. Akan tetapi,
saat ini instalasi tersebut sudah tidak berfungsi secara optimal akibat pembebanan
yang berlebihan. Melalui proyek BUDP I dan II, yang dimulai sejak tahun 1979 dan
mulai beroperasi tahun 1983, sistem terpusat diperluas ke Timur dan Barat dengan
menggabungkan sistem lama yang masih menggunakan saluran terbuka sehingga
membentuk 2 wilayah sub sistem terpusat, yaitu :
-
Wilayah Timur yang sudah dilengkapi dengan IPAL di Bojongsoang.
-
Wilayah barat yang belum memiliki IPAL sehingga pembuangan akhirnya
masih dilakukan di sungai Citepus di daerah Karasak, Bandung Selatan.
Subsistem terpusat saat ini terdiri dari jaringan pipa dan saluran tertutup sepanjang
318 km, 2 stasiun pompa di wilayah timur, 1 IPAL di Bojongsoang, daerah pelayanan
67
dan daerah tangkapan. Tabel 3.1 menunjukkan daerah pelayanan air kotor kota
bandung berdasarkan lokasi pembuangan akhirnya.
Meskipun daerah tangkapan sistem terpusat cukup luas, akan tetapi karena
masih terbatasnya area sewer (saluran sekunder – tersier) maka daerah pelayanannya
masih sangat terbatas, yakni hanya mencakup 2817 hektar (17% dari luas wilayah
kota). Kapasitas pipa induk yang tersedia dapat melayani sampai 1,5 juta jiwa atau 65
% dari jumlah penduduk kota Bandung pada tahun 1997, namun cakupan pelayanan
instalasi air kotor terpusat saat ini baru mencapai sekitar 20 % atau sekitar 450.000
jiwa akibat masih terbatasnya jaringan saluran air buangan sekunder dan tersier (area
sewer). Ada tiga cara penyambungan ke sistem, yaitu :
-
Sambungan langsung, yaitu pembuangan limbah cair dan padat langsung ke
dalam pipa kotor yang terletak di belakang bangunan.
-
Interceptor, yaitu melalui saluran terbuka di belakang bangunan.
-
Interception Chamber, yaitu melalui satu bak control di depan bangunan
sebelum disalurkan ke pipa saluran air kotor dimana bak kontrol dapat
menampung 24 sambungan.
Tabel 3.1 Daerah Pelayanan Air Kotor Kota Bandung
Wilayah Tempat Pembuangan Akhir
Luas Daerah Tangkapan (ha)
Luas Daerah Pelayanan ( ha)
Barat
Sungai Citepus
5900
807
Timur
IPAL Bojongsoang
10592
2010
Sumber : Laporan Akhir Identifikasi Kegiatan Optimalisasi dan Pengembangan Sistem Air
Limbah di Metropolitan bandung Raya, CV Roraya Engineering (2003)
Sistem sambungan langsung, umumnya ditemui pada jaringan lama, sedangkan
interceptor ada pada sistem lama maupun baru dan Inspection Chamber hanya ada
pada sistem terpusat baru melalui BUDP I dan II. Pengumpulan air limbah rumah
tangga padat dan cair dilakukan secara gravitasi ataupun secara langsung melalui
interceptor maupun melalui IC. Untuk wilayah Barat, aliran air kotor disalurkan
secara gravitasi ke tempat pembuangan sementara (outfall) Sungai Citepus di
Karasak, Bandung Selatan. Untuk penyaluran ke tempat pembuangan akhir masih
diperlukan pemompaan yang saat ini belum selesai dibangun. Untuk wilayah Timur,
sebagian besar aliran limbah dialirkan secara gravitasi ke IPAL Bojongsoang, kecuali
untuk sub catchment Antapani – Ciwastra dan sub catchment Jl. Jakarta yang
memerlukan pemompaan yaitu di Ciwastra dan Jl. Jakarta.
68
3.2 Gambaran Umum Instalasi Pengolahan Air Kotor Bojongsoang
Instalasi Pengolahan Air Kotor Bojongsoang adalah instalasi yang mengolah
air buangan rumah tangga dengan sistem perpipaan yang berasal dari wilayah
Bandung Timur dan Bandung Tengah – Selatan. Instalasi ini terdiri dari unit
mekanik dan kolam pengolahan dengan menggunakan sistem stabilisasi, yang
mana pada sistem ini proses alami mengambil peran utama dalam kinerja kolam
pengolahan tersebut. Adapun air buangan yang masuk ke instalasi tersebut
dialirkan melalui sistem perpipaan dan sistem saluran terbuka sehingga kualitas
air buangan yang masuk ke IPAL akan sangat bervariasi. Instalasi ini terletak di
wilayah Bandung Selatan yaitu di Desa Bojongsari Kecamatan Bojongsoang
Kabupaten Bandung, sekitar 12 km dari kota Bandung. Luas areal instalasi
tersebut adalah 85 hektar yang meliputi instalasi pengolahan dan kolam stabilisasi.
Denah instalasi ditunjukkan oleh gambar 3.2.
Gambar 3.2 Denah Lokasi IPAL Bojongsoang
3.2.1 Tahapan Proses Instalasi Pengolahan Air Kotor
i.
Proses Fisik
Proses fisik dilakukan secara mekanis-elektrik. Awalnya air dari rumah
memasuki saringan kasar yaitu Bar Screen yang berfungsi untuk menyaring
69
sampah berukuran besar (>50 mm). Pengangkatan sampah dilakukan secara
manual oleh petugas. Sampah tersebut kemudian diletakaan ke dalam
penampung yang selanjutnya akan dibuang ke TPA Leuwigajah. Kemudian air
akan dialirkan ke bak penampung yaitu Sump Well dan kemudian ditarik oleh
Screw Pump dari bak penampungan ke Mechanical Bar Screen. Alat yang
bekerja secara otomatis ini berfungsi untuk menyaring sampah berukuran kecil
(20 – 50 mm). Sampah yang tersaring akan dipadatkan melalui proses
Screening Press dan air dialirkan ke Grit Chamber untuk memisahkan lumpur
dari pasir, setelah itu air dialirkan ke kolam pengolahan.
ii.
Proses Biologi
Proses biologi yang terjadi pada pengolahan air kotor dilakukan oleh
kolam pengolahan. Terdapat dua set kolam pengolahan yaitu set A dan set B
yang akan berakhir pada anak Sungai Citarum. Masing-masing terdiri dari 7
kolam (3 kolam anaerob, 2 kolam fakultatif, 2 kolam maturasi). Pemakaian
setiap set pengolahan dilakukan secara bergantian, dimana pemindahan
operasi dari set A ke set B adalah apabila kolam telah mengandung lumpur
yang cukup tinggi serta apabila terjadi gangguan proses dan memerlukan
perbaikan. Masing-masing kolam pengolahan yang digunakan terdiri dari 3
tahap, yaitu :
1. Proses anaerob : bertujuan untuk menurunkan bahan organik secara
anaerob dengan bantuan mikroorganisme. Dalam kolam anaerob, bakteri
anaerob membusukkan bahan-bahan organik yang terdapat dalam air
buangan dalam bentuk gas sebagai hasil akhir (karbon dioksida dan
metan). Terdapat 3 kolam anaerob dalam setiap set kolam pengolahan.
Adapun karakteristik dari kolam anaerob adalah :
•
Warna air hitam dan berbau
•
Kandungan gas cukup tinggi
•
Kandungan racun cukup tinggi
•
Tidak ada oksigen
•
Ikan tidak dapat hidup
70
2. Proses fakultatif : bertujuan untuk menurunkan bahan organik secara aerob
dan anaerob. Bahan-bahan organik yang terdapat pada air buangan akan
didegradasi oleh bakteri yang melepaskan nitrogen dan fosfor nutrien serta
karbon dioksida, sedangkan alga akan menggunakan bahan-bahan
anorganik untuk pertumbuhannya dengan bantuan sinar matahari dan akan
mengambil oksigen. Pembusukan yang dilakukan oleh bakteri dan alga
akan terhambat jika temperatur rendah. Jika temperatur ideal tidak dapat
tercapai akan mengakibatkan munculnya bau dari kolam. Terdapat 2
kolam fakultatif dalam setiap set kolam pengolahan. Pada permukaan
kolam diletakkan aerator untuk membantu proses aerob yang terjadi di
permukaan kolam fakultatif. Karakteristik dari kolam fakultatif adalah :
•
Warna air hijau dan sedikit berbau
•
Kandungan gas masih ada
•
Kandungan racun sudah menurun
•
Kadar oksigen sudah mulai meningkat
•
Jenis ikan tertentu dapat hidup
3. Proses maturasi : bertujuan untuk menyempurnakan kualitas air dengan
membunuh bakteri patogen. Kolam maturasi bersifat aerob dan efektif
untuk menghilangkan fecal coliform. Kedalaman kolam didesain 1,5 meter
untuk memudahkan pencampuran serta penetrasi sinar matahari. Terdapat
2 kolam maturasi dalam setiap set kolam pengolahan. Karakteristik dari
kolam amturasi adalah :
•
Warna air hijau cerah
•
Kandungan gas nol
•
Kandungan racun tidak ada
•
Oksigen terlarut > 6 mg/l
•
Digunakan sebagai kolam indikator
•
Berbagai jenis ikan dapat hidup
71
3.2.2 Karakteristik Air Buangan
Jumlah rata-rata air buangan yang masuk setiap harinya ke IPAL Bojongsoang
adalah sebesar 4000 meter kubik perhari. Karakteristik air buangan yang masuk ke
IPAL Bojongsoang ditunjukkan pada tabel 3.4. Setelah air buangan melewati bar
screen, maka air akan terkumpul di sump well. Tabel 3.5 menampilkan data
fluktuasi COD air buangan yang terdapat di sump well.
3.2.3 Pemanfaatan Produk IPAL Bojongsoang
Hasil proses instalasi pengolahan Bojongsoang dimanfaatkan oleh masyarakat
sekitar untuk kebutuhan pertanian dan perikanan. Warga masyarakat sekitar IPAL
Bojongsoang yang memanfaatkan air mencakup 4 desa yaitu :
1. Desa Bojongsoang
: untuk mengairi ±50 Ha
2. Desa Bojongsari
: untuk mengairi ±60 Ha
3. Desa Lengkong
: untuk mengairi ±50 Ha
4. Desa Cipagalo
: untuk mengairi ±20 Ha
Sesuai dengan berlangsungnya proses operasional instalasi pengolahan maka
pemeliharaan proses harus selalu diperhatikan. Dalam pemeliharaan proses iologi,
pengendapan lumpur merupakan masalah utama dalam kolam anaerob, sedangkan
pada kolam lainnya relatif kecil. Untuk mencegah terjadinya gangguan proses
pada kolam stabilisasi maka perlu dilakukan pengangkatan lumpur dari kolam
anaerob. Pengangkutan lumpur dilakukan setiap 5 tahun. Jumlah lumpur yang
cukup besar membutuhkan alternatif pemanfaatan agar tidak mengganggu
lingkungan. Sesuai dengan hasil uji laboratorium, komposisi lumpur sangat baik
untuk media pertumbuhan tanaman. Untuk itu, maka telah dilaukkan pengujian
terhadap berbagai jenis tanaman. Adapun kegiatan lain dalam rangka pemanfaatan
lumpur kolam anaerob antara lain penghijauan lokasi, pembibitan tanaman hias,
pembibitan tanaman keras, pembudidayaan tanaman hias dan pupuk organik.
Produk samping dari IPAL Bojongsoang berupa lumpur organik yang kaya
akan bahan organik. Oleh karena itu, lumpur yang dihasilkan diolah untuk
72
dijadikan media tanam yang dapat membantu proses pertumbuhan tanaman.
Melalui proses pengeringan dan pengayakan lumpur tersebut menjadi bahan
kering yang kemudian cukup dicampur dengan tanah untuk menjadi media tanam
yang baik.
Tabel 3.2 Karakteristik Air Buangan IPAL Bojongsoang pada bulan
Desember tahun 2007
No. Parameter
Satuan
FISIK
Suhu
°C
1
Warna
2
Bau
3
SS
mg/l
4
TSS
mg/l
5
KIMIA
pH
mg/l
1
Amoniak
mg/l
2
Nitrat
mg/l
3
nitrit
mg/l
4
Sulfat
mg/l
5
Fosfat
mg/l
6
Kromium
mg/l
7
DO
mg/l
8
BOD
mg/l
9
mg/l
10 COD
BAKTERIOLOGI
Coliform
MPN/100 ml
1
Fecal Coli MPN/100 ml
2
Inlet
29.1
keruh
berbau
0.8
90
6.88
12.65
0.58
0.051
13.2
1.18
0.05
3.65
90
113
1.5 x 10-7
1.5 x 10-7
Tabel 3.3 Karakteristik Air Buangan di unit Sump Well IPAL Bojongsoang
Tanggal
29/10/07
29/10/08
30/10/07
30/10/08
4/11/2007
4/12/2007
Waktu
Malam
Pagi
Malam
Pagi
Malam
Pagi
Operasi
Pompa
3/B
3/B
3/B
3/B
3/B
3/B
Debit masuk
(m3/hari)
20.621
27.024
41.677
62.266
34.155
48.363
DO
(mg/l)
0.08
0.08
0.07
0.08
0.11
0.1
pH
6.99
6.99
6.72
8
7
6.9
COD
(mg/l)
320
257
270
251
283
285
Suhu
22
21
22
22
21
22
Cuaca
Hujan
Mendung
Hujan
Hujan
Hujan
Hujan
Download