PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS 2015 Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG INTELLECTUAL CAPITAL DALAM KNOWLEDGE-BASED ECONOMY: BAGAIMANA AKUNTANSI MANAJEMEN DAN AKUNTAN MANAJEMEN MERESPONNYA? Partiwi Dwi Astuti Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Warmadewa-Bali Email : [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk membahas intellectual capital dalam knowledge-based economy dan respon akuntansi manajemen serta akuntan manajemen. Pendekatan interpretatif atau kualitatif, dengan metode penelitian kepustakaan digunakan dalam penelitian ini. Dalam knowledge-based economy, terdapat beberapa situasi manajerial yang memerlukan informasi akuntansi manajemen untuk intellectual capital, antara lain pengukuran dan pengelolaan kinerja, dukungan terhadap keputusan investasi, menentukan nilai moneter intellectual capital, dan pelaporan intellectual capital kepada para stakeholder. Oleh karenanya, agar dapat menyediakan informasi relevan mengenai intellectual capital, akuntansi manajemen melakukan transformasi praktik dari tradisional ke kontemporer dengan mengembangkan berbagai teknik, alat dan metodologi baru untuk mengevaluasi investasi, mengukur, menentukan nilai moneter serta melaporkan intellectual capital bagi para stakeholder. Teknik, alat, dan metodologi baru tersebut, antara lain Balanced Performance Measurement Model, Balanced Intellectual Capital Measurement Systems, Calculated Intangible Value (CIV), Value Added Intellectual Coefficient (VAICMTM) dan Intellectual Capital Efficiency (ICE), The Danish Guidelines, Meritum Guidelines, dan Real Options. Akuntan manajemen juga kemudian mengubah perannya dari level administratif dengan peran sebagai administrator ke level strategik dengan peran sebagai aktor, dan bermetamorfosa dari “bean counter” ke “business partner”, dengan fokus utama memperbaiki kinerja dan profitabilitas organisasi. Kata Kunci: intellectual capital, knowledge-based economy, akuntansi manajemen, akuntan manajemen, penelitian kepustakaan Abstract The purposes of this research are to study intellectual capital in knowledge-based economy and management accounting and management accountant responses. Interpretative or qualitative approach with library research method applied in this research. In knowledge-based economy, there are some situations managerial which requires management accounting information for intellectual capital, for example measurement and management of performance, support from to investment decision, determines monetary value intellectual capital, and reporting of intellectual capital to the stakeholder. Hence to be able to provide relevant information about intellectual capital, management accounting does practice transformation from traditional to contemporary by developing various new techniques, tools and methodologies to evaluate investment, measures, determines monetary value and reporting of intellectual capital to stakeholder. The new technique, tools, and methodologies, for example like Balanced Performance Measurement Model, Balanced Intellectual Capital Measurement Systems, Calculated Intangible Value (CIV), Value Added Intellectual Coefficient (VAICMTM) and Intellectual Capital Efficiency (ICE), The Danish ISBN : 978-602-14119-1-9 123 PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS 2015 Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG Guidelines, Meritum Guidelines, and Real Options. Management accountant have also changed its role from administrative level as administrator role to strategic level as actor role. Management accountant has having metamorphosis from "bean counter" to "business partner", with management accountant principal focus is performance improvement and organization profitability. Keywords: intellectual capital, knowledge-based economy, management accounting, management accountant, library research PENDAHULUAN Dalam knowledge-based economy atau yang dikenal juga dengan ekonomi tidak berwujud (intangible economy), organisasi bisnis dikarakteristikan dengan inovasi berkelanjutan, penggunaan teknologi digital dan komunikasi, relevansi berbagai bentuk jaringan organisasi, dan munculnya faktor tidak berwujud. Penciptaan, artikulasi, pemrosesan, dan menggerakan pengetahuan telah menjadi aktivitas utama penciptaan nilai untuk perusahaan modern (Wiig, 1997). Pengetahuan tersebut, melekat dalam individu dan organisasi yang kemudian dikenal sebagai intellectual capital (Demediuk, 2002). Keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh intellectual capital yang merupakan titik tumpu dari keunggulan kompetitif, terletak dalam kualitas hubungan, struktur serta pegawai (Segelod, 1998). Intellectual capital merupakan bentuk pengetahuan, intelektualitas, dan aktivitas brainpower yang menggunakan pengetahuan untuk menciptakan nilai, terdiri dari human capital, customer capital, dan structural capital. Human capital menunjukan pengetahuan pegawai, kompetensi dan brainpower. Customer capital merupakan hubungan yang terjalin dengan pelanggan, pemasok, distributor dan kelompok lainnya, dalam bentuk kekuatan, loyalitas, dan kepuasan. Sedangkan structural capital merupakan sistem, praktek dan proses organisasi. Kinerja dan keberhasilan organisasi dalam knowledge-based economy tergantung pada sejauh mana organisasi dapat mengelola aset berbasis pengetahuan yang dimilikinya. 124 Manajer pada perusahaan modern saat ini telah menyadari peran penting intangible dalam menghasilkan bisnis yang menguntungkan, sehingga akuntansi manajemen yang merupakan bagian integral dari proses manajeman dan berfungsi menyediakan informasi bisnis untuk perencanaan, evaluasi, pengendalian dan proses pengambilan keputusan juga dituntut untuk mengubah praktik dan peran akuntan manajemen. Akuntansi manajemen tradisional yang saat ini ada telah dikritik, karena semata-mata hanya berfokus pada proses internal organisasi dibanding untuk menyelesaikan permasalahan eksternal organisasi, seperti mengelola persaingan, menghasilkan nilai pelanggan dan menciptakan keunggulan kompetitif. Padahal intellectual capital, baik yang bersumber dari internal maupun eksternal organisasi, merupakan sumberdaya penting bagi organisasi dan harus dikelola dengan baik untuk dapat mencapai keunggulan kompetitif. Sedangkan disisi lain, intellectual capital memiliki sifat immaterial serta tidak memiliki bentuk fisik, sehingga pengukuran dan pengelolaannya sangat sulit. Adanya kesadaran dari manajer yang saat ini ada mengenai peran penting aset tidak berwujud dalam menghasilkan bisnis yang menguntungkan, maka tuntutan yang kemudian muncul adalah bahwa akuntansi manajemen harus dapat menangkap mengukur, dan melaporkan nilai dan kinerja intellectual capital (Marr and Chatzkel, 2004). Hal tersebut sejalan dengan Lőnnqvist et al. (2013) yang mengemukakan bahwa terdapat tuntutan terhadap akuntansi manajemen untuk ISBN : 978-602-14119-1-9 PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS 2015 Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN melengkapi dirinya dengan alat dan metodologi yang dapat menyediakan informasi mengenai intellectual capital atau menjelaskan aset berbasis pengetahuan, seperti alat dan metodologi untuk mengevaluasi investasi dalam intellectual capital, mengukur intellectual capital, menentukan nilai moneter intellectual capital dan untuk melaporkan intellectual capital bagi stakeholder. Di samping itu, akuntansi manajemen juga dituntut untuk mampu mendesain sistem akuntansi manajemen yang menyediakan informasi relevan sebagai pedoman operasi dan strategi manajemen aset tidak berwujud dan intellectual capital. Mengakomodasi kondisi tersebut, penelitian ini secara umum bertujuan membahas intellectual capital dalam knowledge-based economy dan respon akuntansi manajemen serta akuntan manajemen. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan interpretatif atau pendekatan kualitatif, dengan menerapkan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang menekankan pada pustaka sebagai obyek studi. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan menelaah gagasan para pakar (pakar lain), konsepsi yang telah ada, aturan (rule) yang mengikat obyek ilmu beserta profesinya. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis sesuatu masalah yang menjadi topik penelitian atau konsepsi tersebut. Pendekatan ini sangat sesuai untuk kondisi Indonesia karena masih terbatasnya implementasi intellectual capital. HASIL DAN PEMBAHASAN Peran Akuntansi Manajemen Dalam Knowledge-Based Economy Akuntansi manajemen merupakan akuntansi yang berorientasi manajemen atau akuntansi yang berhubungan dengan fungsi manajemen. Akuntansi manajemen merupakan proses untuk mengidentifikasi, ISBN : 978-602-14119-1-9 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG mengukur, menganalisa, mengintepretasikan dan mengkomunikasikan informasi untuk mencapai tujuan organisasi (Hilton and Platt, 2011). Tujuan utama akuntansi manajemen dalam organisasi adalah membantu manajemen melakukan fungsinya dengan mengumpulkan, memproses dan mengkomunikasikan informasi untuk pengambilan keputusan. Kata manajemen dalam akuntansi manajemen merujuk pada seluruh tingkatan manajerial di dalam organisasi, sedangkan kata akuntansi tidak hanya merujuk pada catatan transaksi bisnis, namun juga mencakup bidang lainnya. Akuntansi manajemen merupakan bagian integral dari proses manajemen dalam organisasi, yang menyediakan informasi penting bisnis untuk perencanaan, evaluasi, pengendalian, dan proses pengambilan keputusan. Informasi akuntansi manajemen menyediakan beberapa peran utama dalam organisasi. Kaplan and Atkinson (1998) mengemukakan bahwa akuntansi manajemen seharusnya dapat didesain untuk membantu membuat keputusan dalam organisasi, serta mendukung manajer dalam perencanaan dan aktivitas pengendalian. Dari sisi yang berbeda, Radebaugh and Gray (1997) menyatakan bahwa akuntansi manajemen seharusnya menyediakan informasi untuk dua tujuan. Pertama, pelaporan internal rutin dengan menyediakan informasi yang berhubungan dengan manajemen biaya dan perencanaan serta pengendalian operasi. Kedua, pelaporan internal yang non rutin dengan menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan strategis dan taktis, misalnya penentuan harga jual, investasi dan perencanaan jangka panjang. Keberadaan akuntansi manajemen dalam organisasi mendukung berbagai aktivitas yang berbeda, misalnya untuk meningkatkan pengambilan keputusan, memberikan pedoman dalam pengembangan strategi dan evaluasi strategi, kontribusi, serta kinerja (Kaplan 125 PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS 2015 Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN and Atkinson, 1998). Jika dikaitkan dengan knowledge-based economy, Atkinson et al. (1997) mengemukakan bahwa informasi akuntansi manajemen seharusnya juga membantu organisasi dalam melakukan perubahan, yaitu memperkenalkan kebutuhan untuk memulai perubahan dan merespon perubahan lingkungan untuk menghindari penghambat perubahan. Informasi seharusnya dapat digunakan dalam bentuk yang benar dan terpercaya. Informasi harus tersedia dalam waktu yang tepat sebelum pengambilan keputusan (Laitinen, 2003). Dalam tingkatan organisasi, perubahan lingkungan bisnis dalam knowledge-based economy, seperti penekanan pada hubungan dengan pelanggan dan pemasok, downsizing, outsourcing, struktur organisasi yang lebih bersifat datar dan tim kerja telah memunculkan pertanyaan bagaimana organisasi seharusnya beroperasi dan dikelola. Hal ini secara tidak langsung berdampak pada fungsi dan tugas akuntansi manajemen karena akuntan manajemen secara tradisional menyediakan informasi yang memfasilitasi atau mendukung efektifitas dan efisiensi operasi dan manajemen. Relevansi akuntansi manajemen tradisional dalam lingkungan bisnis yang berubah, khususnya dalam knowledge-based economy telah banyak mendapat sorotan. Hal tersebut dikarenakan terdapat perbedaan yang signifikan antara akuntansi manajemen tradisional yang tercermin dalam buku-buku teks dengan praktik akuntansi manajemen sesungguhnya (Drury and Tayles, 1995). Penelitian bidang akuntansi manajemen tradisional pun hanya menghasilkan output berupa model yang menyederhanakan praktik dibanding menjadi sebuah best practices. Sebagai konsekuensinya, akuntansi manajemen tradisional kemudian memperoleh kritikan karena menjadi sesuatu yang tidak dapat dipraktikan dan terpisah dari realitas sesungguhnya 126 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG (Roslender, 1996). Oleh karenanya, akuntansi manajemen harus berubah. Perubahan itu menyangkut apa yang akuntansi manajemen harus lakukan, bagaimana melakukannya, dan siapa yang melakukan (Ezzamel et al., 1994). Akuntansi manajemen seharusnya dapat memenuhi kebutuhan informasi dalam lingkungan bisnis global saat ini khususnya dalam knowledge-based economy dengan pengetahuan sebagai faktor penentu keberhasilan organisasi. Peran Akuntan Manajemen Dalam Knowledge-Based Economy Hopper (1980) mengidentifikasi dua peran akuntan manajemen tradisional, yaitu sebagai book-keeper yang memusatkan perhatiannya pada pengendalian dan service aid yang memusatkan perhatiannya pada pengambilan keputusan. Dalam perannya sebagai book-keeper akuntan manajemen menekankan pada pemeliharaan sistem keuangan untuk memfasilitasi pengukuran kinerja manajerial atau pengendalian. Sedangkan dalam perannya sebagai service aid akuntan manajemen menyampaikan informasi kepada manajemen tingkat bawah dan menengah untuk pengambilan keputusan. Selain peran tersebut, Mishra (2011) mengemukakan bahwa secara tradisional, akuntan manajemen tanpa terkecuali berperan dalam organisasi sebagai cost keeping dan penganggaran. Seiring dengan perubahan lingkungan bisnis dalam knowledge-based economy, peran akuntan manajemen dalam organisasi pun berubah. Dalam knowledge-based economy akuntan manajemen bertanggungjawab untuk dapat menyediakan informasi yang lebih luas lagi. Hal tersebut hanya dapat dicapai jika akuntan manajemen mampu menjadi akuntan hybrid yang membantu manajer dalam pengendalian organisasi, dan juga menempati peran sebagai business partner dalam tim manajemen (Burns and Yazdifar, 2001). Oleh karenanya, dalam beberapa tahun terakhir peran akuntan ISBN : 978-602-14119-1-9 PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS 2015 Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN manajemen mengalami metamorfosa yaitu dari bean counter ke business partners (Baldvinsdottir, et al. (2009); Malmie et al., 2001). Dalam perannya sebagai business partner, maka fokus utama akuntan manajemen adalah pada perbaikan kinerja dan profitabilitas organisasi. Sehingga, akuntan manajemen harus mampu menjadi partner bagi manajer lainnya, dan secara bersama-sama mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian, maka akuntan manajemen tidak hanya sebagai score-keeper dari kinerja masa lalu namun dapat menjadi penambah nilai bagi anggota tim manajemen (Kaplan and Atkinson, 1998). Akuntan manajemen seharusnya memiliki skill tinggi dan menjadi anggota penting dalam tim manajemen (Cooper, 1996). Dengan istilah lainnya, Burns and Vaivio (2001) menyatakan bahwa akuntan manajemen telah bertransformasi peran dari scorekeeper ke business support. Peran akuntan manajemen dalam organisasi juga dikemukakan oleh Devie et al. (2008) yang mengklasifikasikan empat jenis peran akuntan manajemen dalam organisasi, yaitu: 1). sebagai administrator, 2). sebagai pelaku, 3). sebagai konseptor dan 3). sebagai aktor. Akuntan manajemen berperan sebagai administrator jika akuntan melaksanakan tugas-tugas administratif atau pembukuan, seperti mencatat transaksi atau sebagai kasir. Peran sebagai pelaku diperoleh akuntan manajemen ketika akuntan menjalankan sistem akuntansi dalam aktivitas operasional sehari-hari. Akuntan akan berperan sebagai konseptor jika akuntan memiliki tingkat pemahaman yang baik mengenai konsep akuntansi. Sedangkan peran akuntan manajemen sebagai aktor jika akuntan berfokus dalam tingkatan strategi atau menyediakan informasi pada manajer tingkat atas dalam perencanaan keputusan strategik dan pengambilan keputusan. ISBN : 978-602-14119-1-9 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG Tantangan Akuntansi Manajemen Atas Kemunculan Intellectual Capital Dalam Knowledge-Based Economy Di samping kritikan terhadap akuntansi manajemen tradisional seperti yang telah diuraikan sebelumnya, akuntansi manajemen tradisional juga mendapat kritikan lain yang dikarenakan informasi yang disediakan oleh akuntansi manajemen tidak memadai dalam menyediakan informasi mengenai kinerja organisasi dari sisi aspek non keuangan. Dikarenakan lebih menekankan pada perencanaan kuartalan, akuntansi manajemen tidak mampu menyediakan informasi mengenai kinerja aktual organisasi (Johnson and Kaplan, 1987). Akuntansi manajemen terlalu berfokus pada pencapaian kinerja keuangan jangka pendek, sehingga menghasilkan informasi yang menyesatkan yang tidak dapat digunakan untuk memperbaiki operasi organisasi. Disamping ukuran keuangan, hendaknya ukuran non keuangan juga dipertimbangkan, termasuk didalamnya intellectual capital. Dalam knowledge-based economy saat ini, intellectual capital dianggap merupakan faktor penting dalam sebagian besar keberhasilan organisasi, khususnya dalam organisasi intensif pengetahuan yang kinerjanya terutama didasarkan pada intellectual capital (Lőnnqvist et al., 2005; Stewart, 2001). Meskipun sebagian besar manajer menyadari peran penting intellectual capital organisasinya, namun mereka tidak mengetahui bagaimana cara memperoleh informasi mengenai intellectual capital (Dion, 2000; Nelly et al., 2002). Oleh karenanya, sebagai penyedia informasi, akuntansi manajemen seharusnya dapat menyediakan informasi yang diperlukan dalam hubungannya dengan intellectual capital. Namun, nampaknya belum terdapat alat dan prosedur dalam akuntansi manajemen yang dapat menyediakan manajer sebuah informasi penting sehubungan dengan aspek kunci dari kinerja organisasi tersebut. Hal tersebut berimplikasi pada 127 PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS 2015 Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN manajer dalam menjalankan bisnisnya tanpa memiliki pengetahuan mengenai sumberdaya kunci dari organisasinya. Kemunculan intellectual capital dalam knowledge-based economy membawa tantangan tersendiri bagi akuntansi manajemen untuk menyediakan informasi akuntansi manajemen berkaitan dengan intellectual capital bagi pihak manajerial organisasi. Terdapat beberapa alasan mengapa intellectual capital menjadi tantangan bagi akuntansi manajemen dan akuntansi pada umumnya (Abernethy et al., 2003). Pertama, intellectual capital dan berbagai sumberdaya tidak berwujud bersifat non fisik dan immaterial. Dengan sifatnya yang immaterial menyebabkan seringkali keberadaan intellectual capital tidak dapat secara visual diobservasi atau dihitung. Kedua, intellectual capital terdiri dari aliran sumber daya tidak berwujud, seperti merk dan budaya organisasi, yang diciptakan sepanjang waktu. Sebagai contoh, reputasi organisasi atau pengetahuan pegawai meningkat (atau menurun) sepanjang waktu, namun tidak ada hubungan yang jelas dengan terjadinya suatu transaksi tertentu, seperti transaksi investasi atau pembelian. Dikarenakan akuntansi mendasarkan pada transaksi yang berbeda untuk setiap item, mengamati perubahan intellectual capital merupakan tantangan tersendiri. Ketiga, menentukan nilai moneter intellectual capital merupakan persoalan tersendiri karena tidak mudah untuk menentukan bagaimana aset tidak berwujud tertentu memberikan kontribusi terhadap earning organisasi. Di samping itu, berbeda dengan aset berwujud seperti perlengkapan dan tanah, secara umum tidak ada pasar untuk memperdagangkan intellectual capital (kecuali properti immaterial seperti paten). Informasi akuntansi manajemen berkaitan dengan intellectual capital yang diperlukan manajerial organisasi dan menjadi tantangan akuntansi manajemen, antara lain: 128 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG a. Pengukuran dan Pengelolaan Kinerja Intellectual Capital Untuk mengelola kinerja organisasi, manajer maupun pegawai, diperlukan informasi mengenai berbagai faktor penting penentu kinerja. Akuntansi manajemen bertujuan untuk menyediakan informasi yang diperlukan tersebut. Pengukuran kinerja dapat digunakan untuk memotivasi, menekankan nilai dari faktor yang diukur, memberikan petunjuk bagi pegawai untuk melakukan tindakan dengan benar, menjelaskan target, menciptakan kompetisi dan memungkinkan untuk menggunakan kompensasi berbasis hasil (Uusi-Rauva, 1996). Secara tradisional, pengukuran kinerja organisasi hanya mempertimbangkan aspek keuangan (misalnya pendapatan atau laba) dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kegiatan operasionalnya (misalnya kualitas, produktivitas atau keefektifan). Dalam knowledge-based economy, kinerja organisasi dipandang sebagai konsep luas, yang tidak hanya dipandang dari perspektif keuangan saja. Kinerja dapat dipandang dari berbagai perspektif, misalnya menggunakan perspektif keuangan, pelanggan, proses internal atau pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan and Norton, 1996). Jika hal tersebut dianggap sebagai penentu penting kinerja organisasi, khususnya yang berhubungan dengan intellectual capital, akuntansi manajemen seharusnya dapat menyediakan alat untuk mengukur dan mengelola kinerja intellectual capital. Hingga saat ini, sebagian besar organisasi masih melakukan pengukuran kinerja hanya dengan menggunakan ukuran keuangan yang bersifat kuantitatif. Pengukuran kinerja dengan ukuran keuangan tidaklah sulit untuk dilakukan karena data dapat diperoleh secara cepat dan mudah, dibandingkan dengan melakukan pengukuran kinerja dengan ukuran non keuangan, seperti intellectual capital. Kesulitan pengukuran intellectual capital disebabkan karena intellectual ISBN : 978-602-14119-1-9 PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS 2015 Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN capital memiliki sifat immaterial dan kemungkinan dalam organisasi itu sendiri belum ada sistem informasi yang dapat mengakomodasi keberadaan intellectual capital (Lőnnqvist, 2004). Hal tersebut berakibat digunakannya beberapa ukuran intellectual capital yang mendasarkan pada penilaian subyektif, dan informasinya bersifat kualitatif, misalnya survey pelanggan dan kepuasan kerja. Agar akuntansi manajemen dapat memenuhi kebutuhan informasi dalam knowledge-based economy yang menempatkan intellectual capital sebagai faktor penentu keberhasilan organisasi, maka akuntansi manajemen harus dapat menyediakan alat yang dapat digunakan untuk mengelola kinerja intellectual capital. Lőnnqvist et al. (2013) mengidentifikasi beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh alat akuntansi manajemen sehingga dapat digunakan untuk mengelola kinerja intellectual capital. Pertama, sistem pengukuran kinerja seharusnya mampu menangkap faktor yang berhubungan dengan intellectual capital. Kedua, sistem pengukuran kinerja seharusnya dapat diaplikasikan pada tingkat organisasi yang berbeda. Misalnya, pengukuran intellectual capital dalam organisasi besar dengan menggunakan indikator tunggal atau beberapa indikator pada tingkat organisasi mungkin tidak menyediakan informasi yang memadai untuk memperbaiki kinerja pada organisasi yang lebih kecil. Ketiga, sistem pengukuran kinerja seharusnya menyediakan informasi yang relevan dalam konteks organisasi yang spesifik. Misalnya, ukuran tertentu yang berhubungan dengan paten mungkin penting bagi organisasi tertentu, namun tidak relevan bagi organisasi lainnya. b. Dukungan Terhadap Keputusan Investasi Intellectual Capital Salah satu peran akuntansi manajemen adalah mendukung pengambilan keputusan, termasuk keputusan investasi. Namun demikian, ISBN : 978-602-14119-1-9 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG pendekatan tradisional dalam akuntansi manajemen untuk penilaian investasi yang umumnya digunakan, seperti return on investment (ROI), net present value (NPV) atau payback period telah memperoleh berbagai kritikan. Hal tersebut dikarenakan ketidakmampuannya dalam menghitung manfaat yang tidak bersifat keuangan yang merupakan karakteristik dari sebuah investasi. Dalam investasi penelitian dan pengembangan, misalnya untuk meningkatkan kemampuan menciptakan produk baru yang kemudian berhubungan dengan pendapatan yang diperoleh, maka hal yang mudah untuk dilakukan adalah meningkatkan kompetensi pegawai. Masalah lainnya adalah bahwa pendekatan tradisional tersebut berfokus pada jangka pendek, sedangkan beberapa investasi memerlukan waktu yang lebih panjang (Adler, 2000). Investasi dalam intellectual capital seperti investasi dalam penelitian dan pengembangan, meningkatkan loyalitas pelanggan, memperbaiki pengakuan merk dan mengembangkan kompetensi pegawai merupakan permasalahan penting untuk beberapa organisasi. Ketiadaan investasi tersebut dalam organisasi menyebabkan organisasi tidak mampu bersaing dalam knowledge-based economy. Namun demikian, hingga saat ini masih sangat sulit untuk mengestimasikan tingkat kembalian investasi intellectual capital dibandingkan dengan investasi untuk aset berwujud. Hal tersebut dikarenakan adanya ketidakpastian dalam investasi intellectual capital sehubungan dengan bagaimana, kapan dan dimana investasi akan menciptakan laba. Ketidakpastian tersebut muncul karena sifat dari investasi intellectual capital. Misalnya, investasi dalam kompetensi pegawai belum tentu secara langsung berpengaruh terhadap profitabilitas organisasi. Kompetensi pegawai akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, kemudian baru meningkatkan laba. Dengan demikian, hubungannya bersifat tidak langsung dan 129 PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS 2015 Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN terdapat time lag antara investasi awal dan perbaikan yang diharapkan. Terdapat pula resiko hasil keuangan yang diharapkan tidak terealisasi. Dalam beberapa kasus, akan lebih berguna untuk mengevaluasi dampak investasi dalam ukuran non keuangan seperti kepuasan dan loyalitas pelanggan dibandingkan ukuran keuangan. Selanjutnya dampak perbaikan intellectual capital organisasi termasuk kompetensi pegawai tidak hanya bermanfaat bagi organisasi yang membuat investasi. Stakeholder juga akan memperoleh manfaat dari peningkatan intellectual capital organisasi. Investasi dalam intellectual capital juga akan bermanfaat bagi masyarakat dengan berbagai cara, misalnya meningkatkan peluang pekerjaan atau menciptakan kesempatan bisnis bagi organisasi lainnya. Secara umum, investasi dalam intellectual capital memberikan manfaat dua kali lipat bagi organisasi dibandingkan dengan investasi dalam aset berwujud (Abernethy et al., 2003). Meskipun demikian, manfaat yang diperoleh dengan menginvestasikan aset tidak berwujud yang berbeda akan beragam jika situasinya berbeda. Misalnya, dalam beberapa kasus, akan lebih bermanfaat berinvestasi pada kompetensi pegawai sedangkan dalam kasus lainnya akan lebih menguntungkan jika berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan. Oleh karenanya penting untuk dapat menentukan aset mana, misalnya apakah pendidikan pegawai, paten, hubungan dengan pelanggan atau merk, yang akan menciptakan keuntungan terbesar dalam situasi tertentu. Disamping itu penting untuk mengetahui jumlah investasi aset tertentu yang akan menciptakan manfaat optimal. Menyikapi fenomena seperti yang telah diuraikan di atas, maka menjadi tantangan tersendiri bagi akuntansi manajemen untuk dapat menyediakan pendekatan baru yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian investasi yang mampu menghitung manfaat yang tidak hanya bersifat keuangan namun juga non keuangan. 130 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG c. Penentuan Nilai Moneter Intellectual Capital Nilai sebuah organisasi dapat ditentukan dengan mendasarkan pada laporan keuangan (laporan posisi keuangan) atau mendasarkan pada nilai pasarnya (pasar saham). Kedua nilai tersebut dapat sangat berbeda. Nilai pasar seringkali lebih tinggi dari nilai bukunya. Adanya gap tersebut disebabkan adanya intellectual capital organisasi yang tidak dimasukan dalam laporan keuangan, seperti nilai hubungan dengan pelanggan, pengalaman pegawai atau budaya organisasi. Untuk memahami dan menentukan nilai moneter sesungguhnya suatu organisasi, maka seluruh faktor penentu nilai, baik yang bersifat keuangan maupun non keuangan, termasuk intellectual capital seharusnya diestimasi. Bagi organisasi intensif pengetahuan, nilai buku hanya menggambarkan sebagian kecil dari nilai aktualnya. Organisasi intensif pengetahuan seringkali hanya memiliki sedikit aset berwujud, sedangkan keunggulan bersaingnya justru dibangun dengan mendasarkan pada intellectual capitalnya. Oleh karenanya, dengan kondisi tersebut, maka organisasi intensif pengetahuan tersebut dapat dinilai terlalu rendah di pasar, kecuali organisasi dapat membuktikan nilai aktualnya, misalnya dengan menunjukan nilai intellectual capitalnya yang akan membantu dalam memperoleh pendanaan eksternal. Meskipun menentukan nilai sebuah organisasi dianggap lebih menjadi tugas akuntansi keuangan bukan akuntansi manajemen, namun penilaian intellectual capital meliputi pemahaman beberapa aspek kinerja organisasi yang bersifat non keuangan dan berhubungan dengan operasi internal organisasi. Oleh karenanya, penilaian organisasi juga merupakan tugas dasar bagi akuntan manajemen dan menjadi tantangan tersendiri bagi akuntansi manajemen. ISBN : 978-602-14119-1-9 PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS 2015 Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN d. Pelaporan Intellectual Capital Kepada Stakeholder Dikarenakan pentingnya intellectual capital bagi beberapa organisasi, pengungkapan informasi keuangan maupun non keuangan seringkali diinginkan. Sebagai contoh, pelaporan intellectual capital mungkin diperlukan untuk mengurangi asimetri informasi antara manajemen dan investor, saat manajer secara detail memiliki informasi mengenai pengetahuan sedangkan investor tidak (Abernethy et al., 2003). Pelaporan (atau pengungkapan informasi) memiliki dampak signifikan terhadap keputusan stakeholder yang berbeda, baik di dalam maupun diluar organisasi. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak organisasi yang termotivasi untuk melaporkan secara sukarela informasi tambahan diluar laporan keuangan. Hal tersebut dikarenakan laporan tersebut menyediakan kesempatan untuk mengkomunikasikan lebih banyak kebijakan dan informasi yang berorientasi pada masa mendatang perusahaan (Radebaugh and Gray, 1997). Meskipun dampak pengungkapan sukarela akan tergantung pada kredibilitas manajemen (Lev, 1992). Akuntansi manajemen diperlukan untuk melaporkan dan memverifikasi informasi non keuangan, seperti lingkungan dan sosial. Permasalahan utama dalam pelaporan intellectual capital kepada stakeholder adalah kesulitan dalam menciptakan metode pelaporan intellectual capital yang memiliki daya banding, yaitu menghasilkan informasi yang dapat dibandingkan dari berbagai organisasi yang berbeda dalam bentuk yang standar. Hal tersebut berkaitan dengan terdapat beberapa aset yang sangat penting bagi suatu organisasi tertentu, namun tidak relevan bagi organisasi lainnya. Di samping itu juga terdapat permasalahan mengenai ukuran kinerja yang dapat dipercaya sebagai dasar yang dapat digunakan untuk pelaporan intellectual capital. ISBN : 978-602-14119-1-9 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG Tranformasi Praktik Akuntansi Manajemen Untuk Memenuhi Kebutuhan Informasi Intellectual Capital Agar dapat menyediakan informasi relevan mengenai intellectual capital, akuntansi manajemen melakukan transformasi praktik dari tradisional ke kontemporer dengan mengembangkan berbagai teknik, alat dan metodologi baru untuk mengevaluasi investasi, mengukur, menentukan nilai moneter serta melaporkan intellectual capital bagi para stakeholder. Teknik, alat, dan metodologi baru tersebut, antara lain Balanced Performance Measurement Model, Balanced Intellectual Capital Measurement Systems, Calculated Intangible Value (CIV), Value Added Intellectual Coefficient (VAICMTM) dan Intellectual Capital Efficiency (ICE), The Danish Guidelines, Meritum Guidelines, dan Real Options. Dalam prakteknya Balanced Performance Measurement Models, seperti Balanced Scorecard dan Tableau de Bord mudah diterapkan. Kelebihan dari Balanced Performance Measurement Models adalah kemampuannya dalam menjelaskan berbagai faktor yang berbeda. Namun demikian, model tersebut memiliki kelemahan, yaitu tidak menjelaskan bagaimana mengidentifikasi bagian intellectual capital yang seharusnya diukur. Balanced Performance Measurement Models dapat digunakan untuk pengukuran dan pengelolaan kinerja intellectual capital dan pada umumnya digunakan untuk menyediakan informasi yang tidak dilaporkan ke pihak eksternal. Atau dengan kata lain model tersebut sesuai untuk pelaporan internal. Meskipun demikian, Balanced Performance Measurement Models tidak dapat digunakan dalam mendukung keputusan investasi intellectual capital atau menilai nilai moneter intellectual capital. Balanced Intellectual Capital Measurement Systems serupa dengan Balanced Performance Measurement 131 PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS 2015 Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN Models dengan perbedaan Balanced Intellectual Capital Measurement Systems memusatkan perhatiannya pada intellectual capital. Intangible Asset Monitor yang diciptakan Sveiby (1997), Value Chain Scoreboard oleh Lev (2001), dan Weightless Wealth Tool Kit oleh Andriessen (2004) merupakan contoh dari sistem pengukuran ini. Kerangka tersebut memusatkan perhatiannya pada identifikasi faktor keberhasilan tidak berwujud organisasi. Namun demikian, seringkali dijumpai tidak terdapat cara untuk mendesain ukuran kinerja faktor keberhasilan tidak berwujud dan bahkan terkadang tidak terdapat hubungan yang dapat ditelusuri antara satu faktor dengan faktor lainnya. Serupa dengan Balanced Performance Measurement Models, maka Balanced Intellectual Capital Measurement System juga sesuai digunakan untuk pengukuran dan pengelolaan kinerja intellectual capital serta sesuai untuk pelaporan internal. Namun demikian, sistem tersebut tidak dapat digunakan untuk mendukung keputusan investasi intellectual capital serta tidak sesuai untuk kepentingan penentuan nilai moneter intellectual capital. Calculated Intangible Value (CIV) merupakan metode yang mendasarkan pada asumsi bahwa premium earning organisasi, yaitu earning yang lebih besar dari rata-rata organisasi dalam industri dihasilkan dari intellectual capital (Stewart, 1997). Dengan asumsi ini, maka dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan aset berwujud, organisasi hanya akan mencapai earning pada tingkat rata-rata. CIV dapat menyediakan estimasi nilai intellectual capital organisasi yang dapat dibandingkan dengan organisasi lainnya. Oleh karenanya metode tersebut dapat digunakan untuk kepentingan pelaporan eksternal dan mendukung evaluasi investasi intellectual capital dengan menyediakan beberapa rujukan pada tingkatan organisasi. Namun demikian, CIV nampaknya tidak sesuai 132 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG digunakan untuk pengukuran dan pengelolaan kinerja intellectual capital. Value Added Intellectual Capital Coefficient (VAICTM) dan Intellectual Capital Efficiency (ICE) merupakan ukuran untuk mengevaluasi efisiensi intellectual capital dalam organisasi. Metode tersebut mendasarkan pada asumsi bahwa pengukuran dan pengembangan nilai tambah organisasi memiliki pengaruh terhadap nilai pasar organisasi. VAICTM dapat memberikan kontribusi terhadap penilaian intellectual capital namun tidak secara tepat menunjukan nilai moneter intellectual capital. VAICTM dapat dibandingkan dengan organisasi lain dan untuk pelaporan kepada stakeholder eksternal. VAICTM memberikan kontribusi terhadap pengukuran dan manajemen kinerja intellectual capital dengan memberikan gambaran kinerja intellectual capital secara keseluruhan. VAICTM tidak dapa digunakan dalam mendukung keputusan investasi intellectual capital dan menentukan nilai moneter intellectual capital. The Danish Guidelines memberikan pedoman untuk menyusun laporan intellectual capital. Laporan intellectual capital merupakan sebuah laporan, serupa dengan laporan keuangan, yang berfokus pada strategi manajemen pengetahuan organisasi (Mouritsen et al., 2003). Laporan intellectual capital merupakan alat manajemen yang digunakan untuk menghasilkan nilai dalam organisasi, dan merupakan alat komunikasi dengan stakeholder mengenai bagaimana organisasi menghasilkan nilai dari aset tidak berwujudnya. Model tersebut layak untuk pengukuran dan manajemen kinerja intellectual capital karena ukuran yang digunakan diturunkan dari tujuan bisnis organisasi. Meskipun demikian, The Danish Gudelines tidak dapat digunakan dalam mengevaluasi keputusan investasi intellectual capital atau menilai nilai moneter intellectual capital. Meritum Guidelines (Meritum, 2001) didesain sebagai sebuah kerangka ISBN : 978-602-14119-1-9 PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS 2015 Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN untuk pengelolaan dan pengungkapan intellectual capital bagi berbagai jenis organisasi. Informasi yang disajikan dengan menggunakan Meritum Guidelines dapat digunakan untuk menyusun laporan intellectual capital yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi dengan stakeholder mengenai kemampuan dan sumber daya organisasi. Kemampuannya digunakan dalam pengukuran dan pengelolaan kinerja intellectual capital merupakan kekuatan dari metode ini. Meskipun metode ini tidak dapat digunakan untuk mendukung keputusan investasi intellectual capital atau menilai nilai moneter intellectual capital. Real options merupakan pendekatan yang memungkinkan untuk mengevaluasi keputusan investasi intellectual capital. Secara tradisional, organisasi dapat mengevaluasi investasinya menggunakan berbagai jenis perhitungan investasi, seperti metode discounted cash flow dan payback period. Namun metode konvensional tersebut menunjukan adanya keterbatasan ketika keputusan investasi harus dibuat dibawah kondisi ketidakpastian yang sangat signifikan, misalnya investasi dalam teknologi (Dixit and Pindyck, 1994). Ide Real Options adalah untuk mendefinisikan kembali model option pricing yang digunakan dalam teori pasar modal untuk mengevaluasi proyek-proyek yang beresiko (Roll, 1994). Real options mungkin dapat digunakan untuk menggambarkan nilai investasi yang berhubungan dengan intellectual capital secara keseluruhan. Namun, metode tersebut tidak dapat diterapkan untuk pengukuran dan pengelolaan kinerja intellectual capital atau untuk pelaporan intellectual capital. PENUTUP Kesimpulan Sorotan terhadap relevansi akuntansi manajemen tradisional dalam knowledge-based economy seperti munculnya gap antara teori dengan ISBN : 978-602-14119-1-9 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG praktik, serta penelitian bidang akuntansi manajemen tradisional yang hanya menghasilkan output berupa model yang menyederhanakan praktek dibanding menjadi sebuah best practices, berdampak pada munculnya kritikan terhadap akuntansi manajemen tradisional karena menjadi sesuatu yang tidak dapat dipraktikan dan terpisah dari realitas sesungguhnya. Oleh karenanya dalam knowledge-based economy akuntansi manajemen harus berubah, baik dalam hal apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya, dan siapa yang melakukan. Seharusnya dalam knowledge-based economy, akuntansi manajemen dapat berperan sebagai informasi yang dapat membantu organisasi melakukan perubahan, yaitu memperkenalkan kebutuhan untuk memulai perubahan dan merespon perubahan lingkungan untuk menghindari penghambat perubahan. Perubahan lingkungan bisnis dalam knowledge-based economy juga berdampak pada terjadinya perubahan peran akuntan manajemen dalam organisasi dari peran bean counter ke peran business partner, dengan fokus utama akuntan manajemen adalah pada perbaikan kinerja dan profitabilitas organisasi. Akuntan manajemen telah bertransformasi peran dari score-keeper ke business support, sehingga dituntut untuk dapat menjadi partner bagi manajer lainnya dan bersama-sama dalam mencapai tujuan organisasi. Dalam knowledge-based economy, akuntansi manajemen menghadapi tantangan untuk dapat menyediakan alat yang dapat digunakan untuk mengelola kinerja intellectual capital, dan menyediakan pendekatan baru yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian investasi yang mampu menghitung manfaat yang tidak hanya bersifat keuangan namun juga non keuangan. Tantangan lainnya yang dihadapi akuntansi manajemen adalah berkaitan dengan penilaian intellectual capital secara moneter, dan pelaporan intellectual capital 133 PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS 2015 Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN kepada stakeholder. Transformasi praktik untuk dapat menyediakan informasi relevan mengenai intellectual capital dilakukan akuntansi manajemen dari tradisional ke kontemporer dengan mengembangkan berbagai teknik, alat dan metodologi baru untuk mengevaluasi investasi, mengukur, menentukan nilai moneter serta melaporkan intellectual capital bagi para stakeholder. Teknik, alat, dan metodologi baru tersebut, antara lain Balanced Performance Measurement Model, Balanced Intellectual Capital Measurement Systems, Calculated Intangible Value (CIV), Value Added Intellectual Coefficient (VAICMTM) dan Intellectual Capital Efficiency (ICE), The Danish Guidelines, Meritum Guidelines, dan Real Options. Saran Eksistensi intellectual capital dalam knowledge-based economy membawa implikasi praktek bagi akuntansi manajemen untuk dapat menyediakan teknik, alat dan metodologi baru yang dapat menyediakan informasi mengenai intellectual capital untuk pengambilan keputusan. Eksistensi intellectual capital dalam knowledge-based economy juga berimplikasi bagi akuntan manajemen untuk turut dalam perancangan strategi untuk mengelola intellectual capital, dari mengidentifikasi dan memeriksa persediaan intellectual capital, sampai ke evaluasi nilai tambah intellectual capital. Selain berimplikasi praktek, eksistensi intellectual capital dalam knowledgebased economy juga membawa implikasi teoritis bagi akademisi dan peneliti, yang diharapkan dapat secara berkelanjutan melakukan penggalian mengenai intellectual capital, sehingga teori mengenai intellectual capital dapat diperoleh. 134 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG DAFTAR PUSTAKA Abernethy, M., Bianchi, P., DelBello, A., Labory, S., Lev, B., Wyatt, A., Zambon, S. 2003. “Study on the Measurement of Intangible Assets and Associated Reporting Practices”. Prepared for the Commission of the European Communities Enterprise Directorate General. Adler, R.W. 2000. “Strategic Investment Decision Appraisal Techniques: The Old and the New”. Business Horizons. November-December, pp. 15–22. Andriessen, D. 2004. “Making Sense of Intellectual Capital: Designing a Method for the Valuation of Intangibles”. Elsevier Butterworth-Heinemann, Oxford, UK. Atkinson, A. A., Balakrishnan, R., Booth, P., Cote, J. M., Groot, J., Malmi, T., Roberts, H., Uliana, E., Wu, A. 1997. “New Directions in Management Accounting Research”. Journal of Management Accounting Research, Vol. 9, pp. 79–108. Baldvinsdottir, Gudrun, et al. 2009. “The Management Accountant’s Role”. Financial Management. July/August, ABI/INFORM, pp.34. Burns, J., Vaivio, J. 2001. “Management Accounting Change”. Management Accounting Research, Vol. 12, pp. 389–402. Burns, J. and H. Yazdifar. 2001. “Tricks or Treats”. Financial Management, March, pp. 33-35. ISBN : 978-602-14119-1-9 PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS 2015 Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN Cooper, R. 1998. “The Changing Practice of Management Accounting”. Management Accounting, March 74,3. pp. 28 Demediuk, P. 2002. “Intellectual Capital Reporting: New Accounting for the New Economy”. Asian Academy of Management Journal, 7(1), pp. 57-74. Devie, Tarigan, J. and Kunto., Y.S. 2008. “Aplication of Accounting Concepts in The Workplace: A Research of Management Accountant in Surabaya, Indonesia”. Journal of International Business Research, Vol.7 Iss: 3, pp 89 -104. FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG Hopper, T.A. 1980. “Role Conflicts of Management Accountants and Their Position within Organisational Structures”. Accounting Organisations and Society, Vol. 5, No. 4, pp. 401411 Johnson, H.T., Kaplan, R.S. 1987. “Relevance Lost: The Rise and Fall of Management Accounting”. Harvard Business School Press, Boston. Kaplan, R.S., Norton, D.P. 1996. “The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action”. Harvard Business School Press, Boston Dion, K. 2000. “Measuring Intangible Assets: The Internal Perspective”. Journal of Cost Management, Vol. 14, No. 3, pp. 35–40. Kaplan, Dixit, A., Pindyck, R. 1994. “Investment Under Uncertainty”. Princeton University Press, Princeton. Laitinen, E.K. 2003. “Yritystoiminnan Uudet Mittarit”. Talentum, Helsinki. Drury, C. and Tayles, M. 1995. “Issues Arising from Surveys o f Management Accounting Practice”. Management Accounting Research, pp. 267280. Lev, B. 1992. “Information Disclosure Strategy”. California Management Review, Summer, pp. 9–32. Ezzamel, M., Lilley, S. and Willmott, H. 1994. “A Survey of Management Accounting Practices”. Management Accounting, Jul/Aug, pp.10-12. Hilton, R.W. and Platt, E.D. 2011. “Managerial Accounting: Creating Value in Global Business Environment”. 9th Edition. Global Edition. McGraw Hill International Edition. ISBN : 978-602-14119-1-9 R.S., Atkinson, A. 1998. “Advanced Management Accounting”. Third edition. Prentice Hall Inc, Upper Saddle River, New Jersey Lev, B. 2001. “Intangibles. Management, Measurement, and Reporting”. Brookings Institution Press, Washington, D. C. Lönnqvist, A. 2004. “Measurement of Intangible Success Factors: Case Studies on the Design, Implementation and Use of Measures”. Doctoral Dissertation. Tampereen Teknillinen Yliopisto, Julkaisu 475, Tampere. 135 PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS 2015 Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN Lönnqvist, A., Kujansivu, P., Antola, J. 2005. “Aineettoman Pääoman Johtaminen”. JTO-Palvelut Oy, Helsinki. Lőnnqvist, A., Kujansivu, P., and Antola, J. 2013. “Are Management Accountants Equipped to Deal with Intellectual Capital?”. Available at: Ita_hse.fi/2006/3/Ita_2006_03_d 4.pdf. Malmi, T., Seppälä, T. and Rantanen, M. 2001. “The Practice of Management Accounting in Finland-A Change?”. Finnish Journal of Business Economics, Vol. 50, No 4.p 480-501. Marr, B. and Chatzkel, J. 2004. “Intellectual Capital at the Crossroads: Managing, Measuring and Reporting of IC”. Journal of Intellectual Capital, Vol. 5 No. 2, pp. 224-9. Meritum. 2001. “Guidelines for Managing and Reporting on Intangibles (Intellectual Capital Report)”. Final Report of the MERITUM Project. Mishra, S.K. 2011. “Management Accountant: Role & Future Challenges”. March 16. Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=178803 2 or http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.1 788032 Mouritsen, J., Bukh, N., Flagstad, K., Thorbjørnsen, S., Johansen, M., Kotnis, S., ThorsgaardLarsen, H., Nielsen, C., Kjærgaard, I., Krag, L., Jeppesen, G., Haisler, J. Stakemann, B. 2003. “Intellectual Capital Statements-The New Guideline”. Danish Ministry of Science, 136 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG Technology and Copenhagen. Innovation, Neely, A., Adams, C., Kennerley, M. 2002. “The Performance Prism. The Scorecard for Measuring and Managing Business Success”. Prentice Hall. Radebaugh, L. H., Gray, S. J. 1997. “International Accounting and Multinational Enterprise”. Fourth Edition. John Wiley & Sons, Inc, New York. Roll, R. 1994. “What Every CFO Should Know about Scientific Progress in Financial Economics: What Is Known and What Remains to Be Resolved”. Financial Management, Vol. 23, Iss. 2, pp. 69–75. Roslender, R., 1996. “Relevance Lost and Found: Critical Perspectives on the Promise of Management Accounting”. Critical Perspectives on Accounting, October, Vol. 7, No. 5, pp. 533561. Segelod, E. 1998. “Capital Budgeting in a Fast-Changing World”. Long Range Planning, Vol. 31, No. 4, pp. 529-41. Stewart, T. A. 1997. “Intellectual Capital. The New Wealth of Organizations”. Doubleday, New York. Stewart, T. A. 2001. “The Wealth of Knowledge. Intellectual Capital and the Twenty-First Century Organization”. Doubleday, New York. ISBN : 978-602-14119-1-9 PROSIDING SEMINAR NASIONAL & CALL FOR PAPERS 2015 Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN Sveiby, FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG K.E. 1997. “The New Organizational Wealth: Managing and Measuring Knowledge-Based Assets”. Berrett-Koehler Publishers Inc, San Francisco. Uusi-Rauva, E. 1996. “Ohjauksen Tunnusluvut ja Suoritusten Mittaus. Toinen Korjattu Painos. Opetusmonisteita 2/96, Tampere. Wiig, M.K. 1997. “Integrating Intellectual Capital and Knowledge Management”. Long Range Planning, Vol. 30 No. 3, pp. 399-405. ISBN : 978-602-14119-1-9 137