Budaya Kuliner Jepang: Bahan Pangan, Pengolahan, dan Kandungan Nutrisi Oleh : Muhammad Ariojati Hardiyanto Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Email: [email protected] Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 2 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 3 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 ABSTRAK Jepang dikenal sebagai negara yang masyarakatnya gemar memakan makanan laut terutama ikan. Hampir semua jenis hewan laut seperti kepiting, udang, kerang-kerangan dan terlebih lagi ikan adalah makanan pokok mereka. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan budaya kuliner Jepang dan kaitannya dengan nutrisi yang terkandung di dalamnya beserta tata aturan pengolahan bahan makanan. Penelitian ini akan menguraikan kandungan nutrisi dalam budaya kuliner terutama pada ikan serta. Kuliner adalah wujud dari kebudayaan artefak, dimana wujud dari kebudayaan artefak bersifat konkret karena merupakan realisasi dari ide dan gagasan. Kata kunci :budaya, Ikan, Jepang, kuliner, nutrisi. Japanese Culinary Culture: Ingredients, Processing, and Nutrition ABSTRACT Japan is known as a country where people love to eat seafood, especially fish. Almost all kinds of marine animals such as crabs, shrimp, shellfish, and especially fish are their staple food. This paper aiming to describe the Japanese culinary culture and its relation to the nutrients that were along with food processing regulations. This study will describe the nutrient content in the culinary culture and especially in fish. Culinary is a form of cultural artifacts, which is concrete because it is the realization of the ideas and suggestions. Keywords: culture, culinary, fish, japan, nutrition. 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masyarakat Jepang dikenal sebagai masyarakat yang gemar mengkonsumsi ikan, hal ini dapat diketahui secara historis. Budaya memakan ikan sudah dilakukan sebelum agama Buddha masuk ke Jepang. Budaya ini dimulai sejak periode zaman Jomon 縄文時代 jomon jidai (14.000–400 SM), orang-orang primitif Jepang hidup dalam kelompok kecil yang tersebar di dataran tinggi dan pesisir pantai. Pada periode ini mata pencaharian sehari-hari mereka adalah berburu dan menangkap ikan, masyarakat Jomon masih belum memahami cara bertani. Kondisi geografis juga berperan besar dalam membentuk budaya kuliner Jepang. Dikarenakan untuk menghadapi kondisi iklim yang masih belum stabil, mereka belajar untuk melakukan mengawetkan makanan terutama daging dan ikan dengan cara difermentasi dan diasapi agar kondisi makanan tetap utuh pada saat pergantian musim. Banyak penemuan arkeologi kegiatan nelayan berupa kaizuka (貝塚, sampah dapur berupa tumpukan kerang dan tulang ikan) ditemukan di bagian utara pulau Honshu dan Hokkaido. Sumber daya ikan yang melimpah hasil pertemuan dari arus oyashio (親潮) yang membawa arus dingin dari 4 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 samudera Pasifik bertemu dengan arus kuroshio (黒潮) yang datang dari pantai timur Jepang. Pertemuan keduanya membentuk arus Pasifik Utara dimana tercipta ekosistem perairan dengan suhu air yang dingin sehingga ikan-ikan yang datang dari laut Bering yang dingin bisa beradaptasi dengan baik. Memasuki periode zaman Nara 奈良時代 nara jidai (710–794), agama Buddha diperkenalkan di Jepang oleh para bhiksu Cina yang melakukan perjalanan ke Jepang dengan membawa kitab suci dan karya seni. Agama Buddha lalu dipeluk menjadi agama negara pada abad selanjutnya. Agama Buddha adalah agama kedua yang masuk ke Jepang dan memberi pengaruh dalam perkembangan yang terjadi di dalam Jepang, baik dalam kebudayaan, kesusastraan, maupun di bidang kuliner. Ketika agama Buddha masuk ke Jepang, diberlakukan peraturan tentang larangan untuk memakan daging dari hewan berkaki empat. orang Jepang hanya memilih untuk memakan ikan sebagai salah satu hidangan pendamping pengganti dari daging. Peraturan ini diputuskan oleh Kaisar Tenmu (天 武天皇 Tenmu-tennō) pada tahun 675, tercatat di dalamnya terdapat larangan untuk memakan daging sapi, kuda, anjing, monyet, dan ayam. Di dalam kitab akhir bab kedelapan sutra agama Buddha (“Tentang Makan Daging”) dari Laṅkāvatāra Sūtra: Inti Ajaran Para Buddha (Sarvabuddha-pravacana-hṛdaya) yang berbunyi: “Semua makhluk mencintai kehidupan, Semua makhluk mencintai kebahagiaan. Dengan diri sendiri sebagai perbandingan, kamu tidak seharusnya melukai atau membunuh, Atau menyebabkan luka atau terbunuhnya makhluk lain.” Kalimat sutra ini menyampaikan pesan kepada pengikutnya untuk menyebarkan kebaikan dan menunjukkan kasih sayang kepada semua mahluk hidup. Pengikut ajaran Buddha diwajibkan untuk melawan nafsu dan menghindari untuk memakan daging agar terjauh dari unsur-unsur negatif karena kelak mereka bisa mencapai pencerahan tertinggi. Sebagian besar dalam kalimat sutra tersebut menceritakan salah satu ajaran dasar dalam agama Buddha tentang reinkarnasi dimana kelahiran kembali seseorang ke dunia ini, dalam hal ini manusia dapat bereinkarnasi menjadi binatang, ataupun sebaliknya. Dikarenakan larangan ini ikan dikonsumsi sebagai pengganti daging banyak masakan dengan bahan hasil laut seperti ikan, udang, cumi-cumi, dan gurita lahir pada zaman ini. Masakan ikan yang 5 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 populer pada zaman ini adalah katsuobushi, sashimi, dan tempura. Sashimi adalah salah satu hasil budaya kuliner daerah pesisir pantai pulau Honshu dan Hokkaido dimana masakan ini berupa cara pemotongan ikan laut dan ikan air tawar yang bisa dimakan mentah sehingga praktis untuk dimakan langsung bersama dengan kecap asin, parutan jahe, dan wasabi sebagai penguat rasa. Katsuobushi adalah bahan dasar utama untuk membuat kaldu dashi dan teman makan untuk nasi, katsuobushi terbuat dari hasil pengawetan ikan cakalang yang telah mengalami pengasapan, pengeringan, dan pengapangan, teknik membuat katsuobushi sejak zaman Jomon dilakukan dan mirip dengan cara membuat ikan asin. Sedangkan untuk tempura, masakan ini merupakan menggunakan sayuran, udang, dan ikan yang dicelupkan ke dalam adonan pembungkus campuran tepung panir dan telur lalu kemudian digoreng menggunakan minyak wijen atau minyak bunga Camellia. pada awalnya masakan ini umum dipakai dalam menu kaiseki kalangan para bhiksu Buddha dan kaum bangsawan, bahan yang dipakai cenderung sayur-sayuran, udang dan ikan kecil seperti mackerel, namun sejalannya dengan waktu setelah restorasi Meiji masakan ini mulai populer di semua kalangan masyarakat Jepang. Setelah restorasi Meiji 明 治 維 新 Meiji-ishin (1868–1912), daging diperbolehkan kembali untuk di konsumsi sebagai lauk pauk, namun karena sudah terbiasa dengan lauk ikan selama hampir 6 abad sampai sekarang pun masakan ikan masih menjadi favorit. Sejalan dengan perkembangan penelitian nutrisi yang terkandung dalam ikan. Dapat diketahui manfaat kandungan nutrisi yang dapat diberikan dari ikan. Ikan mengandung dosis tinggi omega-3 asam lemak. Omega-3 adalah asam lemak esensial yang diperlukan untuk kesehatan tetapi tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Asam lemak omega-3 banyak ditemukan pada ikan seperti salmon, tuna, makarel dan makanan laut lainnya termasuk ganggang dan krill (udang-udangan), beberapa jenis tanaman dan minyak kacang pun juga mengandung omega-3 namun kandungannya tidak setinggi yang didapat dari ikan. Asam lemak Omega-3 terdiri dari Docosahexaenoic acid (DHA), Eicosapentaenoic acid (EPA), dan Alpha-linolenic acid (ALA). Banyaknya kandungan asam lemak dalam minyak ikan berbeda tergantung dari jenis ikan, makanan ikan, tempat hidup ikan, dan lain-lain. Jumlah kandungan omega-3 terbesar terdapat pada ikan. Minyak ikan merupakan sumber terbaik asam lemak omega-3. Wang et al. (1990) menyatakan bahwa kandungan minyak ikan dengan omega-3 tinggi terdapat pada ikan yang hidup pada kadar garam tinggi. Langkah-langkah penting untuk menjaga agar nutrisi yang dikandung ikan tidak hilang sangat perlu diperhatikan, salah satunya adalah proses pengawetan. Proses pengawetan ikan memiliki manfaat lebih agar ikan menjadi lebih tahan lama dan tidak cepat busuk. Memotong ikan pun 6 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 memiliki tata cara tertentu. Ikan yang akan dipotong dibersihkan terlebih dahulu sisiknya dengan menggunakan 鱗鳥 urokotori (pisau khusus untuk memisahkan sisik dari lapisan kulit ikan). Jika ikan yang hendak dipotong masih dalam keadaan hidup digunakan teknik 活け締め ikejime yang berfungsi untuk melumpuhkan ikan dan membuatnya mengalami pendarahan internal sehingga kesegaran ikan menjadi jauh lebih baik. Teknik ini menggunakan duri yang dihujamkan ke otak ikan yang berada pada bagian belakang matanya. Ikan yang mati karena mengalami pendarahan internal memiliki daging yang berwarna merah karena darah yang mengalir di dalam tubuhnya meresap ke dalam daging sehingga protein dan kandungan lemak omega-3 pada ikan menjadi terjaga utuh. Peralatan untuk memotong ikan di Jepang menggunakan 刃物 hamono (alat pemotong) khusus yang digunakan untuk tiap jenis ikan. 刃物 hamono khusus yang digunakan ini adalah kumpulan pisau dapur khusus untuk memotong ikan mentah dan bahan makanan laut lainnya yang dinamakan 刺身膨張 sashimi bouchou. Pisau dapur yang digunakan terdiri dari たこ引き takohiki, 柳刃包丁 yanagi-ba-bouchou, dan ふぐ引き fuguhiki. Peralatan memasak terutama untuk menggoreng ikan dan bahan makanan hasil laut pada umumnya yang digunakan adalah 鍋釜 nabekama (panci). Nabekama ada yang terbuat dari logam, keramik, porselen, atau kayu yang dipernis 漆 urushi (cat alami yang dibuat dari getah pohon). Nabekama yang digunakan untuk menggoreng ikan salah satunya adalah 油 き り abura kiri. Dengan menggunakan abura kiri ikan dapat digoreng menjadi tempura (天ぷら tenpura). Demi menjaga diet dan asupan gizi dalam tubuh, masyarakat Jepang memilih untuk mengkonsumsi ikan lengkap yang bervariasi. Kuliner ikan di dalam dapur masyarakat Jepang adalah makanan yang dimakan sederhana secara konsisten dan harian. Semua kuliner itu tidak harus ikan-ikan mahal, namun juga ikan-ikan yang masih sangat segar dan mengandung kandungan nutrisi tinggi yang sangat dibutuhkan tubuh. Masyarakat Jepang terutama kaum wanita dan kaum lansia rajin mengonsumsi ikan, sayuran laut, sayur mayur, kedelai, beras, buah dan teh hijau. Bahan makanan yang memiliki kriteria khusus terutama pada tingkat kesegaran yang masih batas awal mempengaruhi pola hidup masyarakat Jepang, sebagai contoh adalah supermarket-supermarket yang ada di Jepang yang selalu mengutamakan kesegaran. Tidak hanya memperhatikan tanggal kadaluarsanya saja, masyarakat Jepang terutama kaum wanita cenderung untuk menjadi sangat 7 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 selektif saat membeli ikan, daging, sayuran. Ikan yang disajikan untuk sarapan, makan siang, dan makan malam dihitung per setengah jam lalu dikemas pada hari yang bersangkutan. Hidangan tradisional Jepang terdiri dari semangkuk nasi (gohan), satu porsi kecil makanan pendamping (okazu ), satu mangkuk sup miso, 1 lauk berprotein yaitu ikan, dan 2-3 lauk lainnya berupa sayur rebus dan konbu (rumput laut). Menu yang terdapat dalam hidangan tersebut dinamakan kaiseki ryouri (懐石料理) yang pada awalnya dalam ajaran agama Buddha dipakai sebagai hidangan formal, namun setelah restorasi Meiji ketika ilmu gizi sudah mulai berkembang hidangan tersebut mendapat sorotan yang baik dalam dunia kesehatan dan dikarenakan budaya makan ikan sudah menjadi sangat tak terpisahkan pada kuliner masyarakat Jepang. Ikan lalu menjadi salah satu bagian penting dalam menu kaiseki Jepang dan menjadi masakan rumah di seluruh Jepang. 1.2 Permasalahan Seperti yang telah disampaikan sebelumnya , salah satu pengaruh dari konsumsi ikan adalah dari ajaran Buddha. Namun tidak hanya itu saja, sebelum agama Buddha masuk ke Jepang konsumsi ikan sudah dilakukan sejak zaman Jomon. Setelah restorasi Meiji daging yang sebelumnya dilarang diperbolehkan kembali untuk dikonsumsi, namun demikian karena sudah terbiasa dengan hidangan ikan selama hampir 6 abad sampai saat ini kuliner ikan masih tetap menjadi salah satu lauk utama makanan orang Jepang. Rumusan permasalahan dalam penelitian ini bagaimana kuliner Jepang ditinjau dari bahan pangan dan cara pengolahan sehingga kandungan nutrisi di dalam masakan Jepang tetap terjaga. 1.3 Tujuan Penelitian Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan manfaat yang diberikan dari kuliner Jepang terutama yang berbahan pangan hasil laut. Manfaat ini tidak dilihat dari bahan pangan saja, namun juga ditinjau dari cara pengolahannya termasuk kandungan nutrisi yang ada di dalamnya. 2. Budaya Kuliner Ienaga Saburo (1990:1) membedakan pengertian kebudayan (bunka) dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas kebudayaan adalah seluruh cara hidup manusia ( 人間の生活の営み方 /ningen no seikatsu no itonami kata). Di dalam penelitiannya dijelaskan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan hal yang bukan alamiah. Misalnya ikan adalah suatu benda alamiah, tetapi dalam suatu 8 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 masyarakat ikan tersebut dibakar, atau di pepes atau dibuat sashimi maka ikan bakar atau ikan pepes atau ikan shashimi tersebut adalah kebudayaan. Sedangkan pengertian kebudayaan dalam arti sempit, menurut Ienaga adalah terdiri dari, Ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni. Dengan kata lain kebudayaan dalam arti luas adalah segala sesuatu yang bersifat konkrit yang diolah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan pengertian kebudayaan dalam arti sempit adalah budaya yang berisikan sesuatu yang tidak kentara, atau yang bersifat Semiotik. Menurut JJ. Hoeningman (1986:10) wujud kebudayaan dibedakan menjadi 3 yaitu: gagasan ,aktifitas , dan artefak. Kuliner adalah salah satu aspek kebudayaan yang memiliki wujud dari kebudayaan artefak, dimana wujud dari kebudayaan artefak sifatnya lebih konkret daripada wujud kebudayaan yang lain. Budaya kuliner merupakan kebudayaan yang sudah lama melekat pada diri manusia karena makanan adalah kebutuhan alamiah pokok dari binatang maupun manusia, makanan manusia merupakan unsur kebudayaan yang diolah dengan api, api sendiri adalah salah satu unsur kebudayaan dan sumber energi manusia yang sangat awal. Di dalam Segitiga Kuliner yang dikemukakan Levi-Strauss (1964:6) Budaya kuliner di dalam masyarakat terdiri dari tiga jenis, yaitu makanan melalui proses pemasakan, melalui proses frementasi, dan makanan yang mentah. Pikiran manusia mengharuskan untuk dapat memilih di antara deretan makanan yang beraneka warna dan rasa, dimulai dari sejumlah makanan yang bebas dari pengggarapan tangan manusia, bebas dari proses, dan makanan yang terkena proses. Metode ini menggolongkan 2 jenis makanan pertama kedalam dua extreme, yaitu makanan yang dimasak dan makanan yang terkena proses frementasi. Golongan yang satu adalah golongan kebudayaan, sedangkan yang kedua adalah golongan alam. Namun demikian, akal manusia selalu mencoba mencari penghubung dua extreme dalam suatu kontinum, Penghubung dari kedua extreme tersebut mengandung ciri-ciri dari keduanya. Golongan makanan mentah adalah penghubung antara kedua extreme karena makanan mentah memiliki ciriciri yang sama dengan kedua extreme tersebut. Makanan mentah dapat digolongkan ke dalam golongan alam karena tidak tersentuh manusia. Walaupun demikian makanan mentah juga termasuk ke dalam golongan kebudayaan karena sumber makanan berupa tumbuh-tumbuhan dan hewan ada yang ditanam, dipelihara, dan diburu oleh manusia. Demikianlah terbentuk “ segitiga kuliner”. Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan alam penghidupan. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil 9 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat. Kebudayaan adalah keseluruhan cara hidup (yang merangkumi cara bertindak, berkelakuan dan berfikir) serta segala hasil kegiatan dan penciptaan yang berupa kebendaan yang dimana di dalamnya termasuk budaya kuliner. Sejak masa kanak-kanak orang Jepang mengajarkan kepada anak-anaknya untuk makan perlahan-lahan dan belajar menikmati setiap gigitan dan makanan yang disajikan di atas piring hanya sepertiga ukuran peralatan makan Amerika Moriyama (2010). Makanan harus segar, setiap item harus disajikan dalam satu piring, makanan harus dihias dan setiap item harus diatur untuk menampilkan keindahan. Makanan penutup dengan rasa manis pun juga disajikan dalam porsi kecil, tidak seperti di negara-negara barat. Namun, bukan berarti coklat, kue kering, permen, es krim dan kue kacang merah sama sekali tidak dihargai. Sebaliknya, orang Jepang sangat menghormati tubuh mereka, dengan cara melawan hawa nafsu. Mereka sadar akan merugi jika terlalu banyak mengonsumsi makanan manis berlebih. Menikmati makanan merupakan salah satu mindset orang Jepang, jika orang Amerika prihatin dengan masalah diet dan berat badan, masyarakat Jepang justru dibangkitkan dan didorong untuk menikmati berbagai makanan yang lebih beragam tanpa masalah diet (Yasuko, 2001). Dalam hal menikmati makanan, masakan Jepang bisa dengan mudah dibedakan dari masakan Eropa atau masakan Cina. Dalam masakan Jepang, bahan makanan tidak diolah secara berlebihan. Makanan harus mempunyai rasa asli bahan makanan tersebut. Cara memasak atau penyiapan makanan hanya bertujuan menampilkan rasa asli dari bahan makanan. Makanan juga sama sekali tidak dimasak dengan bumbu yang berbau tajam (Ardika Nyoman “Makanan Sehat ala Jepang”, http://www.eonet.ne.jp/~limadaki/budaya/jepang/menu_study.html, diakses tanggal 12 Mei, jam 03.30). Seni kuliner orang Jepang sangat menekankan untuk hanya menggunakan bahan yang segar yang ada di musim itu. Menurut Moriyama (2010) supermarket Jepang selalu mengutamakan kesegaran. Makanan tidak hanya diperhatikan tanggal kadaluarsanya saja, tapi rata-rata wanitawanita Jepang juga sangat selektif saat membeli ikan, daging, dan sayuran. Makanan yang disiapkan dihitung per setengah jam yang dikemas pada hari itu. 10 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 3. Budaya Kuliner Jepang Masakan Jepang (日本料理 nihon ryōri, nippon ryōri) atau Kuliner Jepang (日本割烹 nihon kappō) adalah makanan yang dimasak dengan tradisi memasak yang berkembang secara turun-temurun di Jepang dan menggunakan bahan makanan yang diambil dari wilayah Jepang dan sekitarnya. Hidangan tradisional Jepang terdiri dari semangkuk nasi (gohan), satu porsi kecil makanan pendamping (okazu ), satu mangkuk sup miso, 1 lauk berprotein yaitu ikan, dan 2-3 lauk lainnya berupa sayur rebus dan konbu (rumput laut). Menu yang terdapat dalam hidangan tersebut dinamakan kaiseki ryouri (懐石料理) yang pada awalnya dalam ajaran agama Buddha dipakai sebagai hidangan formal, namun setelah restorasi Meiji ketika ilmu gizi sudah mulai berkembang hidangan tersebut mendapat sorotan yang baik dalam dunia kesehatan dan dikarenakan budaya makan ikan sudah menjadi sangat tak terpisahkan pada kuliner masyarakat Jepang, hidangan ini lalu menjadi menu harian dalam masakan rumah di seluruh Jepang. Budaya memakan ikan sudah dilakukan bahkan sebelum agama Buddha masuk ke Jepang. Di dalam agama Buddha yang mengajarkan tentang larangan untuk memakan daging dari hewan berkaki empat, membuat orang Jepang memilih untuk memakan ikan yang bisa dimakan baik dalam keadaan mentah maupun sudah dimasak sebagai pengganti lauk daging yang telah dilarang. Dikarenakan pelarangan ini orang menjadi terbiasa untuk mengkonsumsi ikan baik yang diproses masak maupun dimakan mentah. 3.1. Bahan Pangan Pada umumnya, bahan pangan masakan Jepang berupa beras, hasil pertanian (sayuran dan kacang-kacangan), dan yang paling utama adalah makanan laut. Sedangkan untuk bumbu tradisional terdapat 出汁 dashi yaitu kaldu dasar untuk semua masakan Jepang yang dibuat dari sari kombu jenis rumput laut (genus laminaria) dan serutan tipis dari 鰹 節 katsuobushi yang dimasukkan ke dalam air mendidih dan disaring sesudah katsuobushi tenggelam di dalam air. Dashi juga dapat dibuat dari sari bahan yang lain seperti sababushi, niboshi dan jamur shiitake yang dikeringkan. Selain itu katsuobushi yang digunakan untuk bahan dasar dashi juga dapat ditaburkan di atas makanan sebagai penyedap rasa. Katsuobushi dibuat dari ikan cakalang yang diawetkan dengan cara pengasapan dan pengapangan. Katsuobushi mengandung unsur umami yang merupakan penguat rasa yang paling utama dan umum ditemukan dalam masakan Jepang, umami berfungsi memunculkan rasa gurih pada makanan. Selain itu ada terdapat pula furikake yang juga 11 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 digunakan sebagai penyedap makanan, biasanya dipakai bersamaan dengan katsuobushi. Furikake adalah bumbu yang berupa butiran tepung yang mirip dengan abon ikan yang ditaburkan diatas nasi bersama dengan katsuobushi dan konbu. Furikake dibuat dari campuran ikan teri dengan ikan cakalang yang tulangnya kemudian ditumbuk dan dihaluskan. Dalam budaya kuliner ikan dan bahan makanan hasil laut lainnya yang mengutamakan penggunaan bumbu tradisional, cuka, dan garam sebagai penguat rasa terdapat kuliner yang berbahan ikan mentah yaitu sashimi. Sashimi 刺身 adalah salah satu warisan kuliner Jepang pada zaman Nara ketika pelarangan untuk memakan daging hewan berkaki empat diberlakukan, permintaan pasokan ikan untuk wilayah pedalaman Jepang yang diterima para nelayan membuat mereka mengirim ikan yang nantinya bisa langsung dimakan tanpa perlu dimasak yaitu sashimi. Sashimi berasal dari kata namashishi (生肉, daging mentah) atau namasuki 生切, berupa potongan segar dari bahan makanan hasil laut dengan kesegaran prima yang langsung dimakan dalam keadaan mentah bersama kecap asin, parutan jahe, dan wasabi sebagai penyedap. Sashimi dihidangkan dalam bentuk irisan tipis atau fillet agar mudah dimakan. Selain dengan ikan, sashimi juga bisa diolah dari daging kuda (basashi), daging ayam (torisashi), hati ayam atau hati sapi, sampai pada potongan konnyaku dan potongan kembang tahu yang disebut yuba. Ardika Nyoman (2011), orang Jepang memakan daging ikan dalam keadaan mentah dikarenakan daging ikan pada dasarnya lunak dan sejak zaman kuno sashimi sering dikonsumsi tanpa dimasak. Namun meski tidak dimasak daging ikan masih mengandung minyak alami yang apabila dikonsumsi pada junlah tertentu sangat tidak bagus bagi kesehatan manusia. Untuk meminimalisir minyak tersebut sejak zaman kuno orang Jepang selalu mencuci daging ikan secara lembut dan daging tersebut dipijat perlahan-lahan agar minyak keluar dengan sendirinya. 3.2 Pengolahan Jenis ikan yang dipakai dalam kuliner Jepang berupa ikan air asin dan ikan air tawar. Ikan air asin lebih cenderung dipakai dalam masakan sehari-hari dikarenakan kandungan nutrisi omega-3 yang tinggi hanya terdapat pada ikan dari perairan yang lebih dingin. Ikan yang dimasak antara lain, ikan salmon 鮭 sake, ikan tuna 鮪 maguro, dan ikan mackerel 鯖 saba. Namun ada beberapa ikan laut yang beracun seperti ikan fugu yang perlu diolah dengan cara yang berbeda. Kebijakan dari pemerintah Jepang mengharuskan para koki untuk mendapatkan lisensi khusus untuk menjual dan membuat masakan dari ikan fugu untuk umum, diperlukan pelatihan 2-3 tahun. Proses ujian lisensi 12 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 terdiri dari uji tertulis, uji identifikasi ikan dan uji praktek; mempersiapkan dan memakan ikan. langkah-langkah penyajian yang sudah diterapkan oleh departemen kesehatan Jepang agar aman dimakan. Seorang juru masak harus memiliki surat izin khusus untuk mengolah beberapa spesies ikan yang mengandung racun di dalam dagingnya, karena tidak semua orang dapat membuat Sashimi sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh FDA (Food and Drug Administration). Pengawetan, pengapangan dan pengasapan adalah salah satu cara proses pengolahan ikan agar nutrisi yang dikandung tidak hilang. Tujuan dari pengawetaan dan pengasapan adalah untuk menjaga kondisi ikan agar tidak busuk dan tahan lama. Salah satu ikan yang diproses melalui pengawetan dan pengasapan adalah katsuobushi. Katsuobushi adalah salah satu bahan dasar kaldu yang disebut dashi dan merupakan bumbu dapur masakan Jepang yang paling utama.. Jenis Ikan yang digunakan untuk membuat katsuobushi adalah cakalang ( 鰹 katsuo). Pengawetan ikan cakalang menjadi katsuobushi umum dilakukan di Jepang. Dalam bahasa Jepang, sanmai oroshi (三 枚おろし tiga potong, belah) adalah cara membelah ikan menjadi 3 bagian, yang terdiri dari 2 bagian daging dan 1 bagian tulang yang tidak digunakan. Gambar katsuobushi yang sudah dikeringkan. Pada zaman dulu, katsuobushi hanya diserut seperlunya sebelum digunakan untuk memasak, sehingga alat ketam merupakan peralatan dapur yang harus dimiliki oleh semua rumah tangga di Jepang. Alat ketam untuk menyerut katsuobushi disebut 鰹節削り器 katsuobushi kezuriki, alat ini mirip dengan alat ketam yang digunakan oleh tukang kayu, yang berbeda adalah letak mata pisau berada di atas dan bukan di bawah. Alat ketam ini berbentuk kotak kecil dengan laci yang bisa dibuka dan ditutup dipakai dimana di dalam laci hasil serutan dari katsuobushi terkumpul. 13 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 Gambar katsuobushi kezuruki Gambar hasil serutan dari katsuobushi Proses pembuatan katsuobushi terbagi atas beberapa tahap: 1. Ikan cakalang dipotong, bagian kepala dibuang dan isi perut dikeluarkan 2. Ikan dibelah tiga menjadi 2 bagian daging dan 1 bagian tulang 3. Daging ikan dimasukkan ke dalam keranjang, direbus selama kira-kira 100 menit. Suhu rebusan sewaktu merebus harus benar-benar dijaga 4. Daging ikan diangkat, sisik ikan, lemak pada bagian perut dan tulang harus dibuang semuanya dan dibersihkan. Daging ikan yang diolah sampai tahap ini ada yang dijual sebagai produk akhir dan disebut Namaribushi 5. Proses selanjutnya adalah mengeringkan daging ikan dengan proses pengasapan menggunakan kayu semacam pohon ek. Daging ikan dibolak-balik seperlunya selama proses 14 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 pengasapan. Daging ikan yang diolah sampai tahap ini disebut arabushi yang setelah diserut dijual dengan nama hanakatsuo. 6. Permukaan daging ikan dibersihkan, dibuang bagian yang kotor dan dikeringkan lagi dengan menjemurnya di bawah sinar matahari. 7. Daging ikan dimasukkan ke dalam ruangan tertutup untuk menjalani proses pengapangan secara alami dengan kapang Aspergillus, proses ini dibiarkan selama 2 minggu. 8. Kapang yang tumbuh di permukaan daging ikan dibuang atau dapat juga dihilangkan dengan cara dijemur kembali. 9. Untuk proses nomor 7 dan nomor 8 harus terus diulang sampai daging ikan menjadi sangat kering dan keras seperti kayu sehingga kapang tidak bisa tumbuh lagi. Pada tahap ini, berat bersih produk akhir yang bernama Karebushi hanya tinggal seperlima dari berat bahan sebelum diproses. Karebushi berkualitas baik jika diadu satu sama lainnya akan mengeluarkan bunyi denting seperti kayu keras atau besi yang beradu. Pecahan Karebushi terlihat berwarna merah tua yang bening seperti rubi Katsuobushi kaya dengan B kompleks. Secara umum kandungan vitamin B adalah untuk menjaga metabolisme tubuh terutama saat pelepasan energi ketika beraktifitas, senyawa koenzim dalam vitamin B membantu konversi karbohidrat menjadi energi yang diperlukan untuk rutinitas seharihari sehingga snagat bermanfaat untuk mengatasi gejala kelelahan dan kegelisahan (stress). Pemotongan ikan memiliki tata cara yang perlu diperhatikan. Ikan yang akan dipotong dibersihkan terlebih dahulu sisiknya dengan menggunakan 鱗鳥 urokotori (pisau khusus untuk memisahkan sisik dari lapisan kulit ikan). Jika ikan yang hendak dipotong masih dalam keadaan hidup digunakan teknik 活 け 締 め ikejime yang berfungsi untuk melumpuhkan ikan dan membuatnya mengalami pendarahan internal sehingga kesegaran ikan menjadi jauh lebih baik. Teknik ini menggunakan duri yang dihujamkan ke otak ikan yang berada pada bagian belakang matanya. Ikan yang mati karena mengalami pendarahan internal memiliki daging yang berwarna merah karena darah yang mengalir di dalam tubuhnya meresap ke dalam daging sehingga protein dan kandungan lemak omega-3 pada ikan terjaga utuh. Peralatan untuk memotong ikan di Jepang menggunakan 刃物 hamono (alat pemotong) khusus yang digunakan untuk tiap jenis ikan. Hamono yang digunakan adalah kumpulan pisau 15 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 dapur khusus untuk memotong ikan mentah dan bahan makanan laut lainnya yang dinamakan 刺身 膨張 sashimi bouchou. Pisau dapur yang digunakan terdiri dari たこ引き takohiki, 柳刃包丁 yanagi-ba-bouchou, dan ふぐ引き fuguhiki. 1. Takohiki memiliki bentuk ujung pisau persegi yang berfungsi untuk memotong dan mengeluarkan isi daging gurita. Takohiki 2. Yanagi-ba-bouchou adalah pisau yang umum digunakan untuk membuat sashimi dan fillet dari ikan berukuran sedang. Pisau ini memiliki ukuran panjang dan bagian mata pisau yang tipis, berkat mata pisau yang tipis tidak dibutuhkan banyak tenaga untuk membelah daging ikan dari tulangnya. Ukuran panjang dari pisau ini mempermudah penggunanya untuk memotong ikan dalam 1 jalur karena jika dipotong secara zig-zag akan membuat hasil potongan menjadi tidak bagus. Yanagi-ba-bouchou 3. Fuguhiki memiliki bentuk yang sama dengan yanagi-ba-bouchou hanya saja untuk ketebalan mata pisau fuguhiki jauh lebih tipis dan lebih fleksibel. Fuguhiki digunakan untuk membuat fillet dan fugu sashimi dari ikan 鰒 fugu (ikan buntal). 16 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 Fuguhiki Untuk peralatan memasak terutama untuk menggoreng ikan dan bahan makanan hasil laut pada umumnya yang digunakan adalah 鍋釜 nabekama (panci). Nabekama ada yang terbuat dari logam, keramik, porselen, atau kayu yang dipernis 漆 urushi (cat alami yang dibuat dari getah pohon). Nabekama yang digunakan untuk menggoreng ikan salah satunya adalah 油きり abura kiri. Dengan menggunakan abura kiri ikan dapat digoreng menjadi Tempura (天ぷら tenpura). Tempura ikan dibuat dengan cara mencelupkan ikan ke dalam adonan tepung panir dan kuning telur yang diencerkan dengan air bersuhu dingin lalu digoreng dengan minyak wijen atau minyak unga Camellia yang banyak hingga berwarna kuning muda. Gambar abura kiri Adonan tempura dinamakan 衣 koromo (baju) berfungsi untuk membungkus ikan dan memberikan ikan lapisan luar yang renyah dengan adanya tepung panir sebagai pelapis. Adonan tempura dibuat dari campuran tepung panir berprotein rendah yang sudah didinginkan terlebih dulu, telur ayam yang dikocok , dan air dingin agar adonan menjadi encer sehingga hasil gorengan memiliki lapisan luar yang renyah dan lapisan dalam yang lembut. Semua bahan diaduk dengan 菜 ばし saibashi (sumpit dapur) sehingga masih tersisa gumpalan-gumpalan tepung. Tepung terigu yang diaduk-aduk sampai rata akan membuat adonan keras dan hasil gorengan menjadi tidak bagus. 17 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 3.3 Kandungan Nutrisi Ikan yang cenderung dipakai dalam kuliner Jepang adalah ikan laut. Hal ini dikarenakan ikan laut mengandung dosis tinggi omega-3 asam lemak. Omega-3 adalah sejenis asam lemak esensial yaitu lemak yang diperlukan untuk kesehatan tetapi tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh. Wang et al. (1990) menyatakan bahwa kandungan minyak ikan dengan omega-3 tinggi terdapat pada ikan yang hidup pada kadar garam tinggi. Dinginnya suatu lingkungan hidup ikan tidak menjadikan indikasi dalam menentukan banyaknya kandungan omega-3. Asam lemak omega3 banyak ditemukan pada ikan seperti salmon, tuna, makarel dan makanan laut lainnya termasuk ganggang dan krill, beberapa jenis tanaman dan minyak kacang pun juga mengandung omega-3 namun kandungannya tidak setinggi yang didapat dari ikan. Asam lemak Omega-3 terdiri dari Docosahexaenoic acid (DHA), Eicosapentaenoic acid (EPA), dan Alpha-linolenic acid (ALA). Dari ketiganya, EPA dan DHA adalah yang lebih bermanfaat bagi tubuh dan hanya diperoleh dari ikan-ikan berlemak seperti ikan Mackerel. Kandungan asam lemak omega-3 pada ikan terutama ikan mackerel yang merupakan kudapan ikan favorit orang Jepang sangat berperan penting dalam perkembangan otak dan fungsi penglihatan. Felix dan Velazquez (2002), EPA dan DHA juga berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks cerebral otak dan untuk pertumbuhan normal organ lainnya. Pertumbuhan otak sangat membantu pengembangan bidang psikologi, yaitu untuk mengetahui tingkat pertumbuhan, perkembangan dan perilaku serta pertumbuhan anak-anak usia dini. Ini menjadi salah satu alasan mengapa orang-orang Jepang dapat hidup lebih lama dan sehat, sekaligus dengan adanya perkembangan otak yang dapat memicu pertumbuhan dan immunitas organ tubuh lainnya membuat orang Jepang yang hidup lebih lama ini untuk lebih konsisten untuk makan dalam porsi yang kecil Berikut adalah tabel yang memperlihatkan kadar asam lemak omega-3 pada beberapa jenis ikan per 100 gram daging ikan. Tabel Kadar EPA dan DHA pada beberapa jenis ikan Jenis ikan Nama umum Scomber scombrus Mackerel g/100 g dari bagian bahan makanan C20:5n-3 (EPA) C22:6n-3 (DHA) 1,10 2,56 18 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 Mullus surmulutes Red mullet 0,91 1,66 Sardine pilchardus Salmon salar Sardine 0,62 1,12 Salmon 0,50 1,00 Thunnus thinnus Ton 0,24 0,98 Engraulis encrasicolus Fresh anchovy 0,14 0,80 Pagellus bogaraveo Sea bream 0,12 0,61 Gadus morrhua Cod 0,23 0,47 Meriuccius meriuccius Hake 0,10 0,54 Conger conger Conger eel 0,15 0,43 Luvarus imperialis Swordfish 0,15 0,30 Galeorhinus Dogfish geleus Sumber : Mataix et al. (2003) 0,04 0,30 Di dalam kuliner Jepang terutama dalam masakan rumah, ikan yang paling banyak di pakai adalah mackerel, salmon, sardine, dan cod. Hal ini dibuktikan dari tabel diatas, kadar kandungan EPA dan DHA yang tinggi terdapat pada ikan-ikan tersebut. Ikan lain seperti Red Mullet juga memiliki kadar EPA dan DHA yang tinggi namun ikan ini jarang dipakai karena hanya dikonsumsi pada upacara khusus misalnya pada saat matsuri. Ikan mackerel memegang posisi teratas dalam kandungan omega-3. Ikan mackerel termasuk ikan berkualitas tinggi dan banyak mendapat perhatian di bidang kuliner ikan dunia, harganya yang murah dan relatif mengalami penaikan mutu. Hasil tangkapan ikan mackerel biasanya diolah menjadi sashimi dan sushi. Demi keamanan konsumsi perlu diperhatikan poin-poin penting dimana dapat mencegah hal yang tidak diinginkan. Ikan mentah yang dijadikan Sashimi adalah makanan yang secara alami sejumlah parasit bersarang di dalamnya. Untuk mencegahnya daging ikan sebelumya harus dibekukan di dalam suhu -24 derajat celcius selama 24 jam dengan begitu parasit akan mati (FDA 19 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 menyarankan agar daging mentah dan sejenisnya dibekukan dalam suhu -35 derajat celcius selama 15 jam atau -20 derajat celcius selama 7 hari) (“Fish and Fisheries Product Hazards and Controls Guidance: Chapter 5 Parasites (A Biological Hazard, http://www.cfsan.fda.gov/~comm/haccp4e.html, diakses tanggal 14 April, jam 21.30). Penutup Dalam budaya kuliner Jepang, bahan pangan yang sehat disertai dengan cara pengolahan yang baik menghasilkan makanan yang gurih serta tidak mengurangi kandungan nutrisi yang ada di dalamnya. Orang Jepang belajar untuk mengolah masakan yang berbahan hasil laut serta cara-cara yang praktis dan variatif untuk menjaga kandungan nutrisi pada makanan agar tidak hilang atau berkurang walau dimakan mentah ataupun dimasak. Pengawetan bahan makanan adalah salah satu cara dalam budaya kuliner Jepang untuk membuat makanan agar lebih tahan lama, selain itu nutrisi di dalam bahan makanan tersebut juga ikut terjaga utuh. Hal ini merupakan cara bagi orang Jepang untuk menghargai alam. Oleh karena itu dapat dilihat bahwa proses pengolahan dalam budaya kuliner Jepang menunjukkan cita rasa asli dan kesegaran dari makanan. Budaya kuliner Jepang diperoleh melalui proses belajar. Budaya kuliner Jepang adalah warisan dari leluhur yang sudah membiasakan diri untuk memanfaatkan sumber daya alam sekitarnya sebagai bahan pangan terutama hasil laut. Hal ini sesuai dengan sifat kebudayaan yang adaptif, manusia melengkapi kebudayaan dengan menyesuaikan terhadap kebutuhan-kebutuhan fisiologis dan penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik-geografis maupun lingkungan sosialnya. 20 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013 Daftar Pustaka • Levi-Strauss. 1964. Les Structures Elementaires de la Parente. • Ardika Nyoman “Makanan Sehat ala Jepang”, http://www.eonet.ne.jp/~limad aki /budaya/jepang/ menu_study, diakses 25 April 2011, jam 20.00 • Benedict, Ruth, Patterns of Culture. Boston: Houghton Mifflin Co., 1980. • Kalangie, Nico S. (1994). Kebudayaan dan Kesehatan: Pengembangan Pelayanan Kesehatan Primer melalui Pendekatan Sosiobudaya. Jakarta. PT. Kesaint Blanc Indah Corp. Keesing, Roger M. (1992) Antropologi. • “Fish and Fisheries Product Hazards and Controls Guidance: Chapter 5 Parasites (A Biological Hazard)”, http://www.cfsan.fda.gov/~comm/haccp4e.html, diakses tanggal 14 April, jam 21.30 • Lhemu Chef, http://cheflhemu.blogspot.com/, diakses 12 Mei 2011, jam 12.00 • http://www.nsknet.or.jp/%7Etomi-yasu/index_e.html, , diakses tanggal 11 Mei 2011, jam 17.30. • http://www.mediterrasian.com/cuisine_of_month_recipes_jap.htm, diakses tanggal 12 Mei, jam 13.00. • Tsuji, Shizuo. History of Japanese Food. 8 vols. Kodansha Encyclopedia Japan. Tokyo : Kodansha International, Ltd. 1983, 2. • Hajime, Nakamura. 1991. Nihonjin no Shii Hoho atau Cara Berpikir Orang Jepang. Tokyo: Shunjusha. NHZ jilid III. • http://www.calgaryhealthregion.ca/publichealth/envhealth/program_areas/food_safety/docu ments/Sushi_Policy_Jan_26_2007.pdf, diakses tanggal 14 Februari 2013, jam 15.40. 21 Budaya kuliner ..., Muhammad Ario Jati Hardiayanto, FIB UI, 2013