analisis bahaya gempabumi deterministik dengan pendekatan peak

advertisement
ANALISIS BAHAYA GEMPABUMI DETERMINISTIK
DENGAN PENDEKATAN PEAK GROUND ACCELERATION
(PGA) DARI PATAHAN MUSI DAN ZONA SIBERUT
MEGATHRUST TERHADAP KOTA BENGKULU
(Skripsi)
LIA VIVI FARIDA
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2017
ABSTRACT
ANALYSIS DETERMINISTIC EARTHQUAKE PRONE ZONE
USING PEAK GROUND ACCELERATION (PGA) APPROACH
FROM MUSI FAULT AND THE MEGATHRUST SIBERUT TO
THE CITY OF BENGKULU
By
LIA VIVI FARIDA
The city of Bengkulu is an active earthquake zone which is geographycally near
to Indo-Australi plate and Eurasia plate. This study aims to understand the prone
zone according to Vs30, PGA, and amplification by using Deterministic Seismic
Hazard Analysis (DSHA) methode. Based on the result achieved, v30 showed
value between 213,25 m/s to 437,37 m/s, PGA for basement is 0,11 g to 0,16 g,
and PGA in near surface is 0,13 g to 0,34 g. In addition the amplification is 1,05
to 1,99. Based on the analysis done by corelate the three zonation map and
geology map, have revealed that Selebar region, Muara Gading Hulu, and Teluk
Segara is composed by soft rock such as marine limestones and alluvial which is
low Vs30, high PGA, and also high amplification. Otherwise, the Souheastern
Gading Cempaka region is composed by Andesites which is high Vs30, low PGA,
and low amplification.
Keywords: Bengkulu Earthquake, Deterministic Seismic Hazard Analysis
(DSHA), Peak Ground Acceleration (PGA), Vs30, Amplification.
i
ABSTRAK
ANALISIS BAHAYA GEMPABUMI DETERMINISTIK
DENGAN PENDEKATAN PEAK GROUND ACCELERATION
(PGA) DARI PATAHAN MUSI DAN ZONA SIBERUT
MEGATHRUST TERHADAP KOTA BENGKULU
Oleh
LIA VIVI FARIDA
Kota Bengkulu merupakan daerah aktif gempabumi, secara geografis berdekatan
dengan zona tumbukan Lempeng Indo-Australi dan Lempeng Eurasia. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui daerah rawan bencana berdasarkan nilai Vs30,
PGA dan amplifikasi, dengan menggunakan Metode Deterministic Seismic
Hazard Analysis (DSHA). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh
nilai Vs30 antara 213,25 m/s hingga 437,37 m/s dan nilai PGA batuan dasar antara
0,11 g hingga 0,16 g serta nilai PGA permukaan antara 0,13 g hingga 0,34 g.
Besar nilai amplifikasi Kota Bengku antara 1,05 hingga 1,99. Berdasarkan analisis
yang dilakukan dengan mengorelasikan ketiga peta zonasi serta peta geologi,
diketahui bahwa Kecamatan Selebar, Muara Gading Hulu dan Teluk Segara
tersusun dari batuan lunak seperti Batu Gamping Terumbu dan Batuan Aluvial
dengan nilai Vs30 rendah, nilai PGA tinggi dan amplifikasi tinggi. Sedangkan
Tenggara Kecamatan Gading Cempaka yang tersusun dari Batuan Andesit
memiliki nilai Vs30 tinggi, PGA rendah dan amplifikasi rendah.
Kata Kunci: Gempa Bengkulu, Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA),
Peak Ground Acceleration (PGA), Vs30, Amplifikasi.
ii
ANALISIS BAHAYA GEMPABUMI DETERMINISTIK
DENGAN PENDEKATAN PEAK GROUND ACCELERATION
(PGA) DARI PATAHAN MUSI DAN ZONA SIBERUT
MEGATHRUST TERHADAP KOTA BENGKULU
Oleh
LIA VIVI FARIDA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Geofisika
Fakultas Teknik Universitas Lampung
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Trimulyo, Desa Pelindung Jaya,
Lampung Timur pada tanggal 1 Maret 1993 dan anak
pertama dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak HR.
Ahduli dan Ibu Sutarti.
Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN Pelindung jaya
pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 1
Pasir Sakti pada tahun 2008, penulis berhenti sekolah selama satu tahun dan
melanjutkan sekolah pada tahun 2009, Sekolah Menengah Atas (SMA)
diselesaikan di SMAN 1 Pasir Sakti pada tahun 2012.
Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Geofisika
Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama
menjadi mahasiswa penulis terdaftar dan aktif dalam organisasi kemahasiswaan
UKPM Teknokra periode 2013 hingga 2015 dengan jabatan terakhir sebagai
Kepala Kesekretariatan dan aktif sebagai anggota KRT (Kesekretariatan) Hima
TG-Bhuwana periode 2013/2014. Penulis juga pernah bekerja sebagai anggota
Tracer Study di UPT Pengembangan Karir dan Kewirausahaan Unila pada
September-Oktober 2016. Bulan Oktober-November 2015 penulis melakukan
vii
Kerja Praktik dan pada Bulan Mei-Juni 2016 penulis melakukan Tugas Akhir di
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Bandung. Hingga
akhirnya penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjananya pada Bulan
Januari 2017.
viii
Aku persembahkan karya ini untuk:
Allah SWT
Ayah tercinta, Bapak Ahduli
Mami tersayang, Mami Tarti
Adik-adik tercinta:
Dedek Muhtar Efendi
Richa Madu Rena
Rechi Madu Reni
Dave Yusuf Rainsal
Dan Keluarga Besarku
UKPM Teknokra
Teknik Geofisika 2012
Keluarga Besar Teknik Geofisika Unila
Almamater Unila
Serta untuk sahabat-sahabat ku tercinta
ix
Keadilan tidak berarti semua orang mendapatkan
sesuatu yang sama, keadilan berati semua orang
mendapatkan apa yang mereka butuhkan.
(Rick Riordan)
Allah tidak memberikan apa yang kita inginkan, tapi
Allah memberikan apa yang kita butuhkan.
Hasil tidak akan pernah menghianati usaha yang telah
dilakukan.
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT. yang
telah memberikan rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi yang berjudul “ANALISIS BAHAYA GEMPABUMI
DETERMINISTIK
DENGAN
PENDEKATAN
PEAK
GROUND
ACCELERATION (PGA) DARI PATAHAN MUSI DAN ZONA SIBERUT
MEGATHRUST TERHADAP KOTA BENGKULU” sebagai salah satu bagian
kurikulum dan salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan studi sebagai
Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas
Lampung. Skripsi ini merupakan hasil Tugas Akhir di Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Bandung. Namun penulis menyadari masih
banyak ketidaksempurnaan dan kekurangan dalam Skripsi ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat memerbaiki
dan menyempurnakan Skripsi ini dan semoga Skripsi ini bermanfaat bagi agama,
nusa dan bangsa.
Bandarlampung, Januari 2017
Lia Vivi Farida
xi
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi dengan judul “Analisis Bahaya Gempabumi Deterministik dengan
Pendekatan Paek Ground Acceleration (PGA) dari Patahan Musi dan Zona
Siberut Megathrust terhadap Kota Bengkulu” adalah salah satu syarat untuk
memeroleh gelar Sarjana Teknik di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Allah SWT. yang selalu mengawasi dan meridhoi setiap proses sampai skripsi
ini selesai, sehingga tiada alasan bagi penulis untuk berhenti bersyukur
Alhamdulillah.
2. Bapak Dulik dan Mami Tarti, kedua orangtua ku yang selalu memberikan
kasih sayang, do’a, dukungan dan mengingatkan penulis untuk selalu sabar
dan bersyukur
3. Mas Dedek, Mbk Richa, Mbk Rechi dan Mas Dave yang selalu memberikan
do’a dan dukungan
4. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik Unila
dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu dan
xii
memberikan nasihat, saran serta ilmu kepada penulis sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini
5. Bapak Rustadi, S.Si., M.T., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
memberikan ilmu, saran dan nasihat serta koreksi-koreksi pada penulisan
skripsi ini
6. Bapak Bagus Sapto M., S.Si, M.T., selaku dosen pembahas atas kesediaannya
untuk memberikan saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini
7. Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, S. Si., M. T., selaku Ketua Jurusan Teknik
Geofisika Unila
8. Bapak Syamsurijal Rasimeng, M.Si., sebagai dosen pembimbing akademik
penulis yang telah banyak memberikan ilmu dan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini
9. Bapak Amalfi Omang selaku pembimbing Tugas Akhir di Pusat Vulkanologi,
Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) Bandung yang telah memberikan
banyak masukan. Terima kasih atas waktu, ilmu, saran, kritik, dan inspirasi
yang telah diberikan
10. Dosen-dosen Jurusan Teknik Geofisika Unila, Bapak Prof. Dr. Suharno,
M.Sc., Ph.D., Bapak Bagus Sapto Mulyatno, S.Si., M.T., Bapak Dr. H. Muh.
Sarkowi, S.Si., Bapak Syamsurijal R., M.Si., Bapak Alimuddin Muchtar,
M.Si., Bapak Rustadi, M.T., Bapak Dr. Ahmad Zaenudin, S.Si., M.T., Bapak
Ordas Dewanto, M.Si., Bapak Karyanto, M.T., Bapak Nandi H., M.Si., dan
yang telah memberikan ilmu yang luar biasa dan memotivasi penulis untuk
selalu menjadi lebih baik selama di perkuliahan Jurusan Teknik Geofisika
Unila
xiii
11. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sebagai institusi yang telah
memberi kesempatan untuk melaksanakan Tugas Akhir
12. Ibu Sri Hidayati selaku Kepala Subbidang Gempabumi dan Tsunami yang
telah mengizinkan dan membantu penulis dalam melaksanakan Tugas Akhir
13. Pak Gangsar, Pak Deden, Pak Heri, Pak Juan, Pak Sugi, Pak Fatoni, Pak
Imam, Pak Cecep, Pak Afif, Pak Pandu, Pak Ahmad dan Pak Robi, Terima
kasih atas bantuannya selama 2 bulan penulis melaksanakan Penelitian Tugas
Akhir di PVMBG
14. Teman seperjuangan selama melaksanakan tugas akhir di PVMBG, Azis dan
Alin yang telah berbagi ilmu dan memotivasi penulis
15. Teman-teman di Tekno, Nyaik, Ubul, Ayu, Sutil, Inyong, Suci, Kiti, mbk pit,
kanda yunda alumni dan adik-adik, terimakasih atas dukungan, do’a dan
penyemangat saat penulis berada dizona nyaman
16. Teman-teman Cenils, Azis, Lita, Elen, Andin, Vee, Gita, Niar dan Nana,
terimakasih atas dukungan, do’a dan kebersamaan yang kita lalui
17. Gamalama Community, Tikus, Pora, Mbk Win, Sis Pais, Mbk Pus, Desi, Siho,
Wiwid, Sansan, Ayu, mbk-mbk dan adik-adik, terimakasih atas do’a,
dukungan dan penghibur saat penulis depresi dengan skripsinya
18. Teman-teman TG 12, Bari, Agus, Gifari, Legowo, Vee, Andin, Andre, Ari,
Azis, Bagas, Bela, Beni, Betha, Carta, Deddi A, Dedi Yul, Suen, Onoy, Edo,
Elen, Esha, Fery, Gita, Hilman, Irfan ,Irwan, Jordi, Kukuh, Lita, Dimastya,
Kevin, Made, Medi, Nana, Niar, Dila, Anta, Aldo, Resti, Rival, Ucok, Sigit,
Gata, Sultan, Virgi, Zai dan Zul, semangat dan sukses untuk kita semua
19. Kanda-yunda alumni dan Adik-adik Teknik Geofisika
xiv
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna bagi
kita semua. Aamiin.
Bandarlampung, Januari 2017
Penulis
Lia Vivi Farida
xv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTACT ....................................................................................................
i
ABSTRAK ...................................................................................................
ii
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................
iv
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
v
HALAMAN PERNYATAAN .....................................................................
vi
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................
ix
MOTTO .......................................................................................................
x
KATA PENGANTAR .................................................................................
xi
SANWACANA ............................................................................................
xii
DAFTAR ISI ................................................................................................
xvi
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xviii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................
1.2 Tujuan ..............................................................................................
1.3 Batasan Masalah ..............................................................................
xvi
1
3
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.2
2.3
2.4
Daerah Penelitian .............................................................................
Fisiografi Daerah Penelitian ............................................................
Morfologi Daerah Penelitian ...........................................................
Sejarah Gempabumi di Provinsi Bengkulu .....................................
4
6
8
9
III. TEORI DASAR
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
Tektonik Sumatera ...........................................................................
Klasifikasi Gempabumi ...................................................................
Model Seismotektonik .....................................................................
Besar Kekuatan Gempa ...................................................................
Kecepatan Gelombang Permukaan (Vs30) .......................................
Metode Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA) ...............
Fungsi Atenuasi ...............................................................................
Amplifikasi ......................................................................................
11
16
18
20
23
28
30
37
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...........................................................
4.2 Alat dan Bahan Penelitian .................................................................
4.3 Diagram Alir .....................................................................................
4.4 Pengolahan Data................................................................................
40
40
41
42
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian .................................................................................
5.2 Pembahasan .......................................................................................
45
59
VI. KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan .......................................................................................
6.2 Saran ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvii
68
69
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Katalog gempabumi merusak di Provinsi Bengkulu .........................
9
2. Data dan parameter sumber gempa fault Sumatera...........................
13
3. Data dan parameter sumber gempa subduksi Megathrust ................
15
4. Skala menurut Modified Mercalli Intensity (MMI) ..........................
22
5. Klasifikasi relief berdasarkan kelerengan dan ketinggian ................
24
6. Klasifikasi tanah berdasarkan NEHRP .............................................
25
7. Unit geomorfologi dari JEGM ..........................................................
27
8. Fungsi atenuasi ..................................................................................
30
9. Hasil perhitungan Vs30 Kota Bengkulu..............................................
73
10. Hasil perhitungan amplifikasi Kota Bengkulu ..................................
86
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Peta geologi Lembar Bengkulu .........................................................
5
2. Peta zona fisiografi Kota Bengkulu ..................................................
7
3. Peta zona morfologi Kota Bengkulu .................................................
8
4. Peta tektonik Indonesia .....................................................................
12
5. Sumatera fault zone (SFZ) ................................................................
14
6. Zona subduksi megathrust Sumatera ................................................
16
7. Metode Deterministic Seismic Hazard Analysis ...............................
29
8. Konsep dasar amplifikasi gelombang seismik ..................................
38
9. Diagram alir penelitian......................................................................
41
10. Peta kelerengan Kota Bengkulu ........................................................
46
11. Peta elevasi Kota Bengkulu ..............................................................
47
12. Peta unit geomorfologi Kota Bengkulu ............................................
48
13. Peta Vs30 Kota Bengkulu ...................................................................
49
14. Peta PGA rock Patahan Musi ............................................................
50
15. Peta PGA soil Patahan Musi .............................................................
51
16. Peta amplifikasi Patahan Musi ..........................................................
52
17. Peta PGA rock Zona Siberut Megathrust .........................................
53
18. Peta PGA soil Zona Siberut Megathrust ...........................................
54
xix
19. Peta amplifikasi Zona Siberut Megathrust........................................
55
20. Peta PGA rock Patahan Musi dan Zona Siberut Megathrust ............
56
21. Peta PGA soil Patahan Musi dan Zona Sibeut Megathrust ..............
57
22. Peta amplifikasi Patahan Musi dan Zona Siberut Megathrust ..........
58
xx
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia terletak antara empat lempeng aktif yang memiliki potensi besar
mengalami bencana gempabumi. Lempeng Lautan Hindia dan Australia bergerak
ke utara sekitar 50-70 mm/tahun dan menunjam di bawah palung laut dalam
Sumatera- Jawa sampai barat Pulau Timor di Nusa Tenggara Timur.
Sepanjang tepian Lempeng Kepulauan dari Pulau Timor kearah timur dan terus
memutar ke utara berlawanan arah jarum jam menuju wilayah perairan Maluku,
Lempeng Benua Australia menabrak dengan kecepatan 70 mm/tahun. Di wilayah
ini yang terjadi bukan penunjaman lempeng lautan tapi zona tumbukan Lempeng
Benua terhadap Lempeng Kepulauan. Di Utara Indonesia Timur, Lempeng Pasifik
menabrak sisi utara Pulau Irian dan Pulau-pulau di utara Maluku dengan
kecepatan 120 mm/tahun, dua kali lebih cepat dari kecepatan penunjaman
lempeng di bagian barat dan selatan Indonesia (Natawidjaja, 2008).
Kegiatan tektonik di Pulau Sumatera disebabkan karena Pulau Sumatera yang
terdapat pada Lempeng Eurasia yang bertumbukan dengan Lempeng HindiaAustralia. Zona pertemuan antra kedua lempeng tersebut membentuk palung
dengan kedalaman 4500 meter hingga 7000 meter yang dikenal dengan zona
subduksi. Akibat tumbukan tersebut terbentuk sesar regional yaitu Sesar Sumatera
2
dan Sesar Mentawai. Sesar Sumatera yang terdiri dari 19 segmen yang
membentang dari Aceh hingga Teluk Semangko, Provinsi Lampung (Irsyam,
dkk., 2010).
Bengkulu merupakan salah satu kota dengan sejarah gempabumi yang banyak,
dari tahun 1756 hingga tahun 2000 menewaskan 100 orang dan ribuan orang lukaluka (Supartoyo, dkk., 2014). Akibat gempa yang terjadi tahun 2000 mengubah
sebagian besar garis pantai Provinsi Bengkulu yang berpotensi menimbulkan
tsunami (Rahardiawan, 2000).
Di Provinsi Bengkulu terdapat beberapa patahan aktif yang berpotensi
menimbulkan gempabumi seperti Patahan Manna yang terletak di Kabupaten
Bengkulu Selatan, Patahan Musi yang terletak di Kabupaten Kepahiang dan
Patahan Ketaun yang terletak di Kabupaten Bengkulu Utara. Selain itu, ada
beberapa patahan yang berpotensi menimbulkan gempa lainnya seperti Patahan
Semangko dan Siulak (Natawidjaja, 2007). Di Provinsi Bengkulu juga terdapat
zona subduksi yang berpotensi menimbulkan gempabumi dan tsunami yaitu Zona
Siberut (MID2) Megatrusth Sumatera.
Kota Bengkulu tersusun oleh batuan dasar berupa batu gamping terumbu yang
tersusun oleh sisa terumbu karang. Batuan ini bersifat padat atau berongga,
kemampuan meloloskan airnya beragam tergantung dari banyaknya rongga. Batu
gamping terumbu ini memiliki daya dukung terhadap pondasi tergolong kurang
baik, sehingga konstruksi bangunan harus kokoh dan kuat. Tanah hasil
pelapukannya bertekstur lempung (Refrizon, dkk., 2013).
3
Sehingga perlu dilakukan pemetaan daerah rawan bencana di Kota Bengkulu
dengan
menggunakan
pendekatan
besar
nilai
goncangan
dan
keadaan
geomorfologi didaerah tersebut.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui
sebaran
nilai
Vs30
Kota
Bengkulu
dengan
pendekatan
geomorfologi
2. Mengetahui besar nilai PGA batuan dasar dan permukaan serta nilai
amplifikasi Kota Bengkulu dengan pendekatan Peak Ground Acceleration
(PGA) dari Patahan Musi dan Zona Siberut Megathrust.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dari Peta
DEM Kota Bengkulu dan Koordinat Lokasi Penelitian
2. Pengolahan data hanya dilakukan pada Kota Bengkulu dengan pendekatan
Unit Geomorfologi untuk mengetahui nilai Vs30 dan Peak Ground
Acceleration (PGA) serta amplifikasi Kota Bengkulu
3. Pada penelitian ini satuan PGA berupa g (gravitasi) dengan Satuan
Internasional m/s2.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daerah Penelitian
Daerah pengamatan dalam penelitian ini adalah Kota Bengkulu yang merupakan
Ibukota Provinsi Bengkulu. Kota Bengkulu terletak di pesisir barat Pulau
Sumatera yang berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Secara
geografis Kota Bengkulu berada diantara 2016’-3031’ Lintang Selatan dan
102014’-102022’ Bujur Timur dengan luas wilayah 539,3 km2 terdiri dari luas
daratan 151,7 km2 dan luas laut 387,6 km2 (Pemerintah Bengkulu Kota, 2015).
Berdasarkan peta geologi daerah penelitian pada Gambar 1, kita dapat
mengetahui struktur geologi daerah penelitian sebagai berikut:
a. Ql
Batu Gamping Terumbu merupakan endapan permukaan yang terbentuk
pada Zaman Kuarter Holosen dan Plistosen
b. Qat
Undak Alumunium terdiri dari pasir, lanau, lempung dan kerikil. Endapan
permukaan ini terbentuk pada Zaman Kuarter Holosen.
c. Qa
Alumunium terdiri dari bongkah, kerikil, pasir, lanau, lumpur dan lempung.
Endapan permukaan ini terbentuk pada Zaman Kuarter Holosen.
Gambar 1 Peta Geologi Kota Bengkulu (Pardede dan Gafoer, 1992)
5
6
d. Qs
Endapan Rawa terdiri dari pasir, lanau, lumpur dan lempung dengan sisa
tumbuhan. Endapan permukaan ini terbentuk pada Zaman Kuarter Holosen.
e. QTb
Formasi Bintunan terdiri dari konglomerat aneka bahan, breksi, batu
gamping terumbu, batu lempung tufan, berbatu apung dan kayu terkersikan.
Formasi Bintunan termasuk dalam Lajur Bengkulu yang terbentuk pada
Zaman Kuarter Plistosen.
f. Tmps
Formasi Simpangaur terdiri dari konglomerat, breksi, batu pasir tufan, batu
lempung mengandung moluska dengan sisipan lignit. Formasi Simpangaur
termasuk dalam Lajur Bengkulu yang terbentuk pada Zaman Tersier Pliosen
g. Tpan
Andesit yang merupakan batuan beku (Pardede dan Gafoer, 1992).
2.2 Fisiografi Daerah Penelitian
Secara Fisiografi, Kota Bengkulu terletak pada Zona Bengkulu yang berbatasan
langsung dengan Samudera Hindia dan Zona Barisan. Dapat dilihat pada Gambar
2 yang ditunjukan dengan warna ungu muda. Pengelompokan Zona Fisiografi ini
dilakukan oleh Pardede dan Gafoer (1992) yang membagi daerah Sumatera
Bagian Selatan menjadi tiga bagian zona fisiografi (Gambar 2) yaitu:
a. Zona Bengkulu
Zona Bengkulu berada pada bagian barat Sumatera yang meliputi daerah
pantai sampai ke daratan rendah Perbukitan Barisan. Zona ini berupa daratan
7
rendah yang dibatasi oleh Samudera Indonesia dan bagian barat Perbukitan
Barisan.
b. Zona Barisan
Zona Barisan meliputi bagian tengah Pulau Sumatera. Zona ini berada pada
perbukitan barisan memanjang dari utara sampai selatan Pulau Sumatera.
c. Cekungan Antar Gunung
Cekungan antar gunung berada di daerah lembar Bengkulu. Berada pada
Provinsi Jambi terbentuk berupa daratan yang dibatasi oleh gunung-gunung
sekitar sehingga membentuk cekungan.
Gambar untuk zona-zona yang telah dibagi sesuai dengan penelitian Pardede yaitu
Zona Bengkulu, Zona Barisan dan Zona Cekungan antar Gunung adalah sebagai
berikut:
Gambar 2 Peta Zona Fisiografi Bengkulu (Pardede dan Gafoer, 1992)
8
2.3 Morfologi Daerah Penelitian
Daerah Bengkulu menurut Pardede dan Gafoer (1992) termasuk kedalam bagian
Pegunungan Barisan yang terbagi menjadi lima satuan morfologi (Gambar 3),
yaitu:
a. Zona Pegunungan Kasar
b. Zona Kerucut Gunungapi
c. Zona Kuesta
d. Zona Dataran Tinggi
e. Zona Dataran rendah
Gambar dari kelima zona yang telah dibagi berdasarkan penelitian Pardede, dkk.,
adalah sebagai berikut:
Gambar 3. Peta Satuan Morfologi Bengkulu (Pardede dan Gafoer, 1992)
9
Dari Peta Satuan Morfologi Bengkulu, Kota Bengkulu terletak pada Zona Dataran
Rendah yang tersusun oleh aluvial dan memiliki ketinggian maksimum 50 meter
di atas permukaan air laut (Pardede dan Gafoer, 1992).
2.4 Sejarah Gempabumi di Provinsi Bengkulu
Berdasarkan Katalog Gempabumi Merusak Provinsi Bengkulu oleh Supartoyo,
dkk., (2014), Kota Bengkulu mengalami beberapa kali gempabumi hingga timbul
bencana tsunami. Gempabumi di Provinsi Bengkulu tersaji dalam Tabel 1
Sebagai berikut:
Tabel 1 Katalog Gempabumi Merusak di Provinsi Bengkulu
No
Nama
gempa
Pusat
gempa
Tanggal
H
(km)
M
(SR)
Skala
MMI
Kerusakan
1
Bengkulu
3/11/
1756
-
-
-
-
Kerusakan rumah penduduk termasuk bangunan
yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial
Belanda di Bengkulu
2
Bengkulu
-/-/
1770
-
-
-
-
Kerusakan pada daerah yang sama seperti
kejadian gempabumi thn 1756. Terjadi tsunami
dan erupsi gunungapi didekat lokasi gempa
3
Bengkulu
(Tsunami)
18/03/
1818
3,50 LS100,50 BT
-
-
IX
Kerusakan beberapa bangunan dan rumah
penduduk. Terjadi tsunami
4
Bengkulu
(Tsunami)
24/11/
1833
-
-
8,8
VIIIIX
Beberapa bangunan rusak dan ambruk.
Goncangan terasa hingga Palembang, Singapura
dan Malaysia. Termasuk 10 gempa terbesar
yang terjadi abad XIX
5
Bengkulu
8/04/
1871
4,30 LS102,40 BT
75
6,3
VI-IX
Kerusakan bangunan di Kota Bengkulu. tidak
ada penjelasan korban
6
Lais
18/08/
1871
-
33
5,9
VIVII
Beberapa rumah rusak di Bengkulu dan tebing
tinggi
7
Bengkulu
Selatan
1893
-
-
-
-
Kerusakan bangunan di Bengkulu Selatan
8
Lais
27/06/
1902
-
33
5,8
VI
Kerusakan bangunan di Lais
9
Bengkulu
26/06/
1914
4,50 LS102,50 BT
33
7
VIIVIII
20 org meninggal, 20 org luka-luka. Kantor
Residen Bengkulu. Jalan & jembatan rusak di
Lais, Manna, Seluma & Bintuhan. Goncangan
terasa di Pulau Sumatera, Singapura &
Malaysia
10
H
(km)
M
(SR)
Skala
MMI
Kerusakan
3,80 LS102,80 BT
70
6.9
VII
Kerusakan bangunan berupa retakan dinding
dibeberapa tempat di Bengkulu. Getaran terasa
di Palembang, Mentawai dan Sumbar
1943
-
-
7,3
VII
Kerusakan bangunan di daerah Bengkulu Utara
15/03/
1952
3,20 LS102,30 BT
33
6,8
VIII
Kerusakan bangunan dan rumah penduduk di
Muara Aman hingga Curup. Bencana terparah
di daerah Tes
No
Nama
gempa
10
Bengkulu
18/08/
1938
11
Bengkulu
Utara
Tes
12
Pusat
gempa
Tanggal
13
Kepahiang
15/12/
1979
3,50 LS102,50 BT
33
6,6
SR
VIIIX
4 org meninggal di kab. Rejang lebong.
Bencana melanda desa daspetah. 550 rumah
rusak di kepahiang. 630 rumah rusak, tanah
longsong dan retakan tanah di rejang lebong.
Banyak rumah terlepas dari pondasinya, pipapipa air ledeng rusak berat di bengkulu.
episenter terletak didarat
14
Bengkulu
05/02/
1991
3,90 LS102,30 BT
59
5,9
VIVII
1 sekolah dan beberapa rumah penduduk rusak
15
Bengkulu
06/03/
1991
3,70 LS102,30 BT
III-IV
Kerusakan di dermaga samudera, dermaga
lokal, Pulau Baai, ruang makan hotel cempaka
raya & di kec. Talang Empat, Kab Bengkulu
Utara
16
Arga
Makmur
22/04/
1997
3,40 LS102,20 BT
V
Kerusakan ringan hingga sedang pada beberapa
sekolah & rumah penduduk di arga makmur.
Gedung workshop dinas PU kab. Bengkulu
utara sebagian dindingnya roboh
Kepahiang
22/04/
1997
3,40 LS102,60 BT
V-VI
65 bangunan rusak di Pasar Ujung. Retakan
tanah sepanjang 1 km di Pasar Ujung hingga
Pasar Tengah. Gempa bersifat lokal. Terjadi
gempa susulan
17
33
5,5
40
5,5
SR
33
5 SR
VIIIX
100 org meninggal, ribuan org luka-luka ringansedang- berat, ratusan rumah hancur, ribuan
rumah rusak berat-sedang, banyak terjadi
retakan dijalan, terjadi likuifaksi dan longsoran.
Kerusakan terbesar dibengkulu, manna, curup,
arga makmur, 80% bangunan di pulau enggano
roboh. Gempa susulan masih terasa 3 minggu
setelah gempa utama
IV
Getaran terasa di Painan, Muko-muko, Ipuh dan
Bengkulu. 5 bangunan di Muko-muko
mengalami rusak ringan
VI
14 org meninggal, 12 org luka berat, 26 org
luka ringan, ribuan bangunan rusak di Mukomuko, Ipuh, Ketahun, Lais & Bengkulu.
tsunami di pantai Muko-muko tinggi 40-100 cm
18
Bengkulu
04/06/
2000
4,70 LS102,20 BT
33
7,9
Ms
7,3
SR
(BM
G)
19
Mukomuko
03/02/
2003
2,70 LS101,00 BT
33
5,4
SR
20
Mukomuko
(Tsunami)
12/09/
2007
4,50 LS101,30 BT
30
8,4
Mw
11
III. TEORI DASAR
3.1 Tektonik Sumatera
Pulau Sumatera merupakan sebagian dari Lempeng Eurasia yang Bergerak relatif
ke arah barat daya dan berinteraksi dengan Lempeng Hindia-Australia yang
terletak di sebelah barat Pulau Sumatera yang bergerak relatif ke arah utara
dengan kecepatan 6 cm/tahun. Zona pertemuan antara kedua lempeng tersebut
membentuk zona subduksi. Berdasarkan analisis mekanisme sumber (focal
mechanism) kemiringan subduksinya antara 10 sampai 100 dengan dip dominan di
bagian bawah wilayah Sumatera sekitar (Ardiansyah, 2012).
Katili dalam Supartoyo, dkk., (2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
sistem busur subduksi Sumatera dibentuk oleh penyusupan Lempeng Benua.
Lempeng Benua tebal dan tua ini meliputi busur vulkanik, kapur, dan tersier.
Sedimen elastis sangat tebal menyusup di subduksi Sumatera dan sedimen yang
tebal didorong ke atas membentuk rangkaian kepulauan. Jalur subduksi ini
membujur sepanjang pantai barat Sumatera, tidak terkecuali pantai barat
Bengkulu. Hal ini pula yang menyebabkan di Daerah Bengkulu dan sebagian
besar wilayah Sumatera rentan terhadap bahaya gempabumi. Peta tektonik
kepulauan Indonesia ditunjukan oleh Gambar 4.
12
Gambar 4 Peta Tektonik Kepulauan Indonesia dan sekitarnya (Irsyam, dkk.,
2010)
a. Zona Patahan di Sumatera
Akibat tumbukan lempeng terbentuklah patahan-patahan di Sumatera dan
Sesar Mentawai. Patahan di Sumatera dari Aceh hingga Teluk Semangko,
Provinsi Lampung yang dikenal dengan nama Sesar Besar Sumatera.
Sedangkan Sesar Mentawai terletak di laut, yaitu antara cekungan muka dan
zona prismatik akresi di sebelah barat Pulau Sumatera (Harding dalam
Hidayati, dkk., 2010). Sesar Sumatera memiliki aktivitas yang tinggi
sementara Sesar Mentawai hanya sebagiannya saja yang memiliki aktivitas
yang cukup tinggi (Harjono dalam Mustafa, 2010).
Di Provinsi Bengkulu segmen Sesar Sumatera ini antara lain: Segmen Manna
yang terletak di Kabupaten Bengkulu Selatan, Segmen Musi yang terletak di
13
Kabupaten Kepahiang dan Segmen Ketaun yang terletak di Kabupaten
Bengkulu Utara. Tiga segmen ini memiliki slip rate rata-rata pertahun 1,0 cm,
dengan demikian 100 tahun slip rate mencapai 10 cm serta 20 cm dalam 200
tahun.
Secara teoritis, Moment Seismic (Mo) masing-masing segmen adalah
6,75x1025 untuk peroide 100 tahun, artinya dalam satu dekade segmen Patahan
Semangko di Bengkulu memiliki potensi gempabumi berkekuatan 7,2 Mw,
dengan catatan asumsi yang dipakai adalah segmen ini terkunci 100%.
Namun, dalam kenyataan sehari-hari segmen ini tentu tidak terkunci 100%,
artinya masih melepaskan energi, baik dalam bentuk gempabumi kecil
maupun dalam bentuk rayapan tanah (creeping) (Natawidjaja, 2007).
Beberapa patahan aktif yang terdapat di Sumatera dan parameter gempanya
ditunjukan oleh Tabel 2 dan Gambar 5 sebagai berikut:
Tabel 2 Data dan Parameter Sumber Gempa Fault Sumatera
No
Fault
Nama
Slip-Rate
mm/yr
weight
Sense
Mechanism
Dip
Top
Bottom
L
(km)
Mmax
1
Aceh
2
1
Strike-slip
90
3
20
230
7,7
2
Seulimeun
2,5
1
Strike-slip
90
3
20
120
7,5
3
Tripa
6
1
Strike-slip
90
3
20
180
7,7
4
Renun
27
1
Strike-slip
90
3
20
220
7,8
5
Toru
24
1
Strike-slip
90
3
20
95
7,4
6
Angkola
19
1
Strike-slip
90
3
20
160
7,6
7
Barumun
4
1
Strike-slip
90
3
20
125
7,5
8
Sumpur
23
1
Strike-slip
90
3
20
35
6,9
9
Sianok
23
1
Strike-slip
90
3
20
90
7,3
10
Sumani
23
1
Strike-slip
90
3
20
60
7,2
11
Suliti
23
1
Strike-slip
90
3
20
95
7,4
14
Fault
Slip-Rate
Weigh
mm/yr
t
11
1
Sense
Mechanism
Dip
Top
Bottom
L
(km)
Mmax
Strike-slip
90
3
20
60
7,2
No
Nama
13
Dikit
14
Ketaun
11
1
Strike-slip
90
3
20
85
7,3
15
Musi
11
1
Strike-slip
90
3
20
70
7,2
16
Manna
11
1
Strike-slip
90
3
20
85
7,3
17
Kumering
11
1
Strike-slip
90
3
20
150
7,6
18
Semangko
5
1
Strike-slip
90
3
20
65
7,2
19
Sunda
5
1
Strike-slip
90
3
20
150
7,6
Gambar 5 Sumatera Fault Zone (SFZ)
15
b. Zona Subduksi Megathrust Sumatera
Zona subduksi Sumatra merupakan wilayah yang paling sering melepaskan
energi
gempabumi.
Dalam
sejarah
kegempabumian
tercatat
banyak
gempabumi yang terjadi dengan magnetudo di atas 8 SR. Di sebelah selatan
khatulistiwa, gempabumi besar pernah terjadi tahun 1833 (M8,9 SR) dan pada
tahun 1797 (M8,3-8,7 SR). Kedua gempabumi ini membangkitkan tsunami
besar yang menyapu perairan Sumatra Barat dan Bengkulu. Wilayah zona
subduksi di selatan ini biasa dikenal dengan Segmen Mentawai. Pada bulan
September 2007 segmen ini kembali melepaskan energinya sebesar Mw 8,4
(Setyonegoro, dkk., 2012).
Zona subduksi dangkal di Sumatera yang terdiri dari empat zona yaitu : Zona
Subduksi Megathrust Andaman Sumatera, Zona Megathrust Mid-1 (Nias)
Sumatra, Zona Megathrust M2 (Siberut) Sumatra,
dan Zona Megathrust
Southern Sumatera (Santoso dan Soehaemi, 2011).
Beberapa zona subduksi yang terdapat di Sumatera dan parameter gempanya
ditunjukan oleh Tabel 3 dan Gambar 6 sebagai berikut:
Tabel 3 Data dan Parameter Sumber Gempa Subduksi (Megathrust)
MMax (Desain)
No
Megathrust
MMax History
b-val
a-val
GR
Char
1
Andaman-Sumatera
9,2 (26-12-2004)
0,826
4,69
8,0
9,2
2
Nias (Mid-1 Sumatera)
8,7 (28-03-2005)
0,878
4,71
8,7
8,7
3
Siberut (Mid-2 Sumatera)
8,5 (12-09-2007)
0,970
5,35
8,5
8,5
4
Southern Sumatera
7,9 (04-06-2000)
1,050
5,76
8,2
8,2
16
Gambar 6 Zona Subduksi Megathrust Sumatera
3.2 Klasifikasi Gempabumi
Gempabumi merupakan goncangan pada permukaan bumi yang dihasilkan dari
gelombang seismik akibat pelepasan energi secara tiba-tiba dari dalam bumi.
Dinamika bumi memungkinkan terjadinya gempabumi. Setiap hari tidak kurang
dari 8.000 kejadian gempabumi di dunia, dengan skala kurang dari 2-9 Skala
Richter yang secara statistik hanya terjadi satu kali dalam 20 tahun di dunia.
Kurang lebih 10% kejadian gempabumi dunia terjadi di Indonesia, sehingga
Indonesia termasuk wilayah rawan gempabumi (Supartoyo, dkk., 2014).
17
Gempabumi di Indonesia juga disebabkan adanya gunungapi. Berdasarkan
penyebab terjadinya gempabumi, maka gempabumi dapat diklasifikasikan
menjadi tiga yaitu:
a. Gempabumi Vulkanik
Gempabumi vulkanik disebabkan oleh naiknya fluida gunungapi (gas, uap dan
magma) dari bawah menuju ke permukaan (kawah) mengakibatkan retakan
yang menimbulkan getaran di sekitar rekahan dan merambat ke segala arah.
Gempabumi ini bersumber dalam tubuh gunungapi aktif pada umumnya
berkekuatan kecil, tidak terasa dan hanya tercatat oleh peralatan seismograf.
b. Gempabumi Tektonik
Gempabumi ini disebabkan aktivitas tektonik pada zona batas antar lempeng
dan patahan yang mengakibatkan getaran yang menyebar ke segala arah.
Kekuatan gempabumi tektonik dapat mencapai 9,2 Mw seperti yang pernah
terjadi di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 (Supartoyo, dkk., 2014).
c. Gempabumi Runtuhan
Gempabumi ini jarang sekali terjadi dan hanya 3% kejadian gempabumi
didunia. Gempa ini terjadi didaerah yang terdapat runtuhan-runtuhan tanah
seperti didaerah kapur atau daerah-daerah pertambangan (Katili dan Marks,
1963).
Salah satu teori yang hingga kini dapat diterima oleh para ahli kebumian untuk
menjelaskan mekanisme dan sebaran kejadian gempabumi adalah teori tektonik
lempeng (theory of plate tectonic). Gempabumi akan terjadi apabila penumpukan
energi pada batas lempeng {bersifat konvergen (bertumbukan), divergen (saling
18
menjauh) dan transform (berpapasan)} atau pada patahan dan blok batuan tersebut
tidak mampu lagi menahan batas elastisitasnya, sehingga akan melepaskan
sejumlah energi dalam bentuk rangkaian gelombang seismik yang dikenal sebagai
gempabumi. Jenis sesar aktif penyebab gempabumi dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu sesar naik (thrust/ reverse fault), sesar turun (normal fault) dan sesar
mendatar (strike slip fault) (Supartoyo, dkk., 2014).
Posisi gunungapi yang berada di tengah sesar sumatera yang aktif semakin
meningkatkan kemungkinan terpicunya aktivitas vulkanik oleh aktivasi sesar di
sekitarnya. Namun gunungapi merupakan suatu sistem yang dapat terinteraksi
dengan sekitarnya dalam skala yang berbeda. Manifestasi dari aktivitas vulkanik
yang terpicu oleh aktivitas tektonik dapat terjadi dalam selang waktu dan jarak
yang berbeda-beda (Basuki, dkk., 2009).
3.3 Model Seismotektonik
Zona sumber gempa didefinisikan sebagai area yang mempunyai derajat gempa
yang sama, dimana di setiap titik dalam zona tersebut mempunyai kemungkinan
yang sama akan terjadinya gempa dimasa mendatang. Model sumber gempa akan
memberikan gambaran distribusi episenter kejadian gempa historik, frekuensi
kejadian gempa dan pergeseran relatif lempeng (slip-rate) dari suatu sumber
gempa (Irsyam, dkk., 2010).
Ada tiga model sumber gempa yang digunakan dalam analisis ini, yaitu sumber
gempa fault, sumber gempa subduksi dan sumber gempa background. Beberapa
model tersebut dapat dijabarkan berdasarkan sumber dari gempa yang terjadi,
adalah sebagai berikut:
19
a. Model sumber gempa fault
Model sumber gempa fault ini juga disebut sebagai sumber gempa tiga
dimensi karena dalam perhitungan probabilitas jarak, yang dilibatkan adalah
jarak dari site ke hypocenter. Jarak ini memerlukan data dip dari fault yang
akan dipakai sebagai perhitungan probabilitas tersebut. Parameter-parameter
yang diperlukan untuk analisis probabilitas dengan model sumber gempa sesar
adalah fault trace, mekanisme pergerakan, slip-rate, dip, panjang dan lebar
fault.
b. Model sumber gempa subduksi
Sumber gempa subduksi adalah model yang didapat dari data seismotektonik
yang sudah teridentifikasi dengan baik. Parameter dari model ini meliputi
lokasi subduksi yang dituangkan dalam koordinat latitude dan longitude,
kemiringan bidang subduksi (dip), rate dan b-value dari area subduksi yang
bisa didapatkan dari data gempa historis, serta batas kedalaman area subduksi.
c. Model sumber gempa background
Model ini digunakan untuk mengestimasi rate dari kejadian gempa sedang
yang akan datang di daerah fault dan gempa-gempa acak di luar fault. Model
ini memprediksikan bahwa kejadian gempa yang lebih besar kemungkinan
dapat terjadi di daerah sekitar gempa-gempa kecil sampai sedang yang telah
terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, pada daerah yang data fault-nya belum
teridentifikasi dengan jelas, tetapi di daerah tersebut mempunyai sejarah
kejadian gempa, maka model ini sangat sesuai. Kejadian Gempa Jogja tahun
2006 dengan magnitudo M=6,4 adalah salah satu contoh, karena di daerah
20
tersebut fault-nya belum jelas dan historis gempa yang terjadi gempa-gempa
kecil (Irsyam, dkk., 2010).
3.4 Besar Kekuatan Gempa
Besar kekuatan gempabumi biasanya diukur dengan menggunakan 3 skala, yaitu:
a. Berdasarkan energi yang dilepaskan di pusat gempa
Biasanya disebut dengan Magnitudo atau Skalla Richter. Magnitudo
menunjukkan besaran atau jumlah energi yang dilepaskan pada suatu pusat
gempa (Hypocenter) yang dapat diukur dengan seismograf. Magnitudo
pertama kali didefinisikan oleh Charles Richter tahun 1935, sehingga kini
dikenal sebagai Skala Richter. Gempa dengan skala 3 magnitudo atau lebih
biasanya hampir tidak terlihat, dan gempa dengan skala magnitudo 7 biasanya
lebih berpotensi menyebabkan kerusakan serius di daerah yang luas,
tergantung pada kedalaman gempa. Gempa bumi terbesar bersejarah besarnya
telah lebih dari 9, meskipun tidak ada batasan besarnya (Natawidjaja, 2007).
b. Berdasarkan tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh gempa
Biasanya disebut dengan Intensity (intensitas), digunakan dalam menentukan
kuatnya getaran tanah akibat suatu gempa dengan melihat respon orang atau
bangunan yang terasa atau terjadi pada saat gempa berlangsung pada lokasi
tertentu. Intensitas gempa dikenalkan oleh Boen (2000) kemudian dinyatakan
secara sederhana, merupakan derajat kerusakan akibat gempa bumi atau
intensitas maksimum yang dihasilkan oleh gempa tersebut. Umumnya
menggunakan skala intensitas menurut tingkat kerusakan atau yang dirasakan
manusia. Salah satu skala intensitas yang dikenal adalah MMI (Modified
21
Mercalli Intensity) digunakan sejak tahun 1956. Meskipun demikian skala
intensitas sifatnya sangat subjektif dan telah digunakan sejak sebelum
ditemukan alat-alat pencatat gempa bumi. Tabel 4 merupakan parameter skala
MMI yang digunakan (Katili dan Marks, 1963).
c. Berdasarkan Percepatan batuan dasar maksimum
Data PGA merupakan data gempa yang diperlukan untuk kepentingan design
bangunan. Untuk mengetahui besarnya PGA, bisa dihitung dari besarnya
magnitudo dan kedalaman gempa, kemudian dengan rumus atenuasi yang kini
sudah berkembang hingga beberapa generasi (Natawidjaja, 2007).
Gerakan tanah yang terjadi pada lapisan bawah tanah atau batuan padat,
karakteristiknya dijelaskan menggunakan parameter amplitudo yaitu percepatan
tanah maksimum, kecepatan tanah maksimum dan pergeseran maksimum. PGA
dinyatakan dalam satuan percepatan gravitasi (Gravitational Acceleration = gal)
atau cm/s2. Nilai percepatan tanah maksimum yang dihasilkan menunjukkan
tingkat resiko bencana yang terjadi. Dua metode untuk menentukan nilai PGA,
yaitu melalui pengukuran alat (accelerograf) dan perhitungan empiris. Pendekatan
metode empiris tidak selalu benar, namun cukup memberikan gambaran umum
tentang percepatan tanah maksimum (Ibrahim dan Subardjo dalam Hidayat,
2014).
22
Tabel 4 Skala menurut Modified Mercalli Intensity (MMI)
Skala
PGA
(gals)
Keterangan
PGA
(g)
S-Wave
(%g)
(g)
<0,17
0,0017
0,171,4
0,0017
-0,014
I
Tidak dirasakan kecuali oleh beberapa orang dalam keadaan
tenang
II
Dirasakan oleh beberapa orang yang diam, terutama dilantai-lantai
atas bangunan. Benda-benda ringan yang digantung bergoyang
III
Dengan jelas terasa diruangan, terutama dilantai-lantai atap
bangunan, namun banyak yang tidak menyadari terjadi gempa.
Kendaraan yang sedang berdiri sedikit bergoyang. Getaran seperti
truk yang sedang melintas.
IV
Pada siang hari dirasakan oleh banyak orang didalam rumah.
Beberapa dirasakan juga diluar rumah. Pada malam hari beberapa
orang terbangun. Piring, jendela dan pintu bergetar, dinding
berderik. Terasa seperti truk yang menabrak bangunan. Mobil dan
motor yang sedang diam, terlihat bergoyang.
14,719,6
0,015
-0,02
1,43,9
0,0140,039
V
Dirasakan oleh hampir semua orang, banyak yang terbangun.
Piring, jendela, dsbnya pecah. Plester bangunan retak-retak
dibagian kecil bangunan. Benda-benda yang tidak stabil terbalik.
29,439,2
0,030,04
3,99,2
0,0390,092
VI
Dirasakan oleh semua orang, banyak yang ketakutan dan berlarian
keluar. Beberapa furnitur berat bergeser. Plester-plester dinding
berjatuhan dan cerobong asap mengalami kerusakan ringan.
58,868,8
0,060,07
9,218
0,0920,18
VII
Semua orang berlarian keluar. Kerusakan ringan pada bangunan
dengan struktur standar, namun sangat besar pada bangunan
dengan struktur jelek. Gempa dirasakan juga oleh orang yang naik
kendaraan.
98147
0,100,15
18-34
0,180,34
VIII
Kerusakan ringan pada bangunan yang berstruktur khusus,
kerusakan sedang pada struktur standar dan runtuh pada struktur
jelek. Cerobong asap pabrik dan monumen roboh. Furnitur berat
terlempar. Pasir dan lumpur tersembur keluar, menyebabkan air
keruh.
245294
0,250,30
34-65
0,340,65
IX
Kerusakan besar terjadi pada bangunan yang kokoh. Rangkarangka bangunan biasa terlepas dari pondasinya, kerusakan besar
pada bangunan kuat dengan sebagian bangunan roboh. Pondasi
bangunan bergeser. Tanah retak-retak. Pipa bawah tanah pecah.
490539
0,500,56
65124
0,651,24
X
Bangunan kuat dari kayu rusak, sebagian bangunan kayu dan
berkerangka serta pondasinya rusak. Retak-retak besar ditanah.
Rel melengkung. Terjadi longsor.
>560
>0,6
>124
>1,24
XI
Hanya sedikit bangunan kayu yang masih berdiri. Jembatan rusak.
Retakan-retakan lebar pada tanah.
XII
Kerusakan total. Gelombang terlihat dipermukaan
Pemandangan menjadi gelap. Benda-benda terlempar.
Keterangan: g (gravitasi) (m/s2)
tanah.
23
3.5 Kecepatan Gelombang Permukaan (VS30)
Respon batuan terhadap getaran gelombang seismik yang melewatinya akan
berbeda-beda, tergantung pada jenis batuan. Karakter respon batuan tersebut dapat
menunjukkan spesifik dari jenis suatu batuan. Berdasarkan fakta empiris, dapat
diketahui bahwa antara satu tempat dengan tempat yang lain memiliki
karakteristik dinamik tanah yang berbeda-beda (Refrizon, dkk., 2013). Parameter
jenis tanah diwakili dengan besar nilai VS30 (Hartantyo dan Brotopuspito 2012).
Penentuan kelas tanah didasarkan pada kecepatan gelombang permukaan (VS30).
Penetapan jenis tanah yaitu antara tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak dapat
ditentukan dengan kecepatan rambat gelombang geser (VS). Nilai VS30 ini
bergantung pada kondisi fisik batuan sehingga dapat diprediksi berdasarkan
parameter geologi dan morfologi. Elevasi atau ketinggian berhubungan erat
dengan kekerasan batuan. Pelapukan berlangsung secara intensif pada puncak
bukit sedangkan sedimentasi berada pada tingat yang paling rendah. Sebaliknya
pada suatu cekungan, pelapukan berada pada tingkat paling rendah dan
pengendapan atau sedimentasi mencapai tingkat maksimum.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa batuan yang berada di puncak bukit
merupakan batuan yang keras dan tahan terhadap pelapukan, sedangkan cekungan
yang berada di daerah yang lebih rendah merupakan endapan muda yang lunak.
Gunung dan bukit berumur tersier atau lebih tua berperan sebagai sumber material
sedimen. Klasifikasi relief berdasarkan kemiringan lereng dan ketinggian menurut
Van Zuidam ditunjukkan pada Tabel 5 (Bermana 2006).
24
Tabel 5 Klasifikasi relief berdasarkan kemiringan lereng dan ketinggian menurut
Van Zuidam
Tipe
Satuan Relief
Kemiringan Lereng
(%)
Beda Tinggi
(meter)
I
Datar /hampir datar
0-2
<5
II
Bergelombang/miring landai
3-7
5-50
III
Bergelombang/miring
8-13
50-75
IV
Berbukit bergelombang/miring
14-20
75-200
V
Berbukit tersayat tajam/terjal
21-55
200-500
VI
Pegunungan tersayat tajam/terjal
56-140
500-1000
VII
Pegunungan/sangat curam
>140
>1000
Kemiringan lereng (slope) dapat mengindikasikan ketebalan lapisan sedimen.
Material hasil pelapukan akan diendapkan lebih tebal pada bagian yang
mempunyai kemiringan lereng lebih kecil. Material sedimen di lereng akan jauh
lebih tipis dibandingan dengan endapan sedimen dalam suatu cekungan. Oleh
sebab itu, pada elevasi yang tinggi dan kemiringan lereng yang curam, nilai VS30
relatif lebih kecil karena pada daerah tersebut didominasi batuan yang keras. Hasil
perhitungan VS30 kemudian dikelaskan ke dalam standar NEHRP untuk
mengetahui kelas tanah pada daerah tersebut, klasifikasi tanah berdasarkan site
class ditunjukkan oleh Tabel 6 (Athanasius dan Solikhin, 2015).
25
Tabel 6 Klasifikasi tanah berdasarkan NEHRP (Athanasius dan Solikhin, 2015).
Site
Class
Soil Profile Name
Average Properties in Top 100 feet (as per
2000 IBC section 1615.1.5) Soil Shear
Wave Velocity, VS
Feet/Second
Meters/Second
A
Hard Rock
VS > 5000
VS > 1524
B
Rock
2500 < VS ≤ 5000
762 < VS ≤ 1524
C
Very dense soil and soft rock
1200 < VS ≤ 2500
366 < VS ≤ 762
D
Stiff soil profile
600 < VS ≤1200
183 < VS ≤ 366
E
Soft soil profile
VS < 600
VS < 183
Analisis kecepatan gelombang geser dapat mengetahui potensi kerusakan apabila
terjadi gempabumi. Hal ini disebabkan karena dampak kerusakan suatu tempat
gempabumi tidak hanya berdasarkan jarak episenter dan besar kekuatan gempa,
tetapi juga kondisi lokal daerah setempat. Salah satu metode yang dapat
menggambarkan kondisi lokal daerah setempat adalah pemetaan nilai kecepatan
gelombang geser (VS30). Goncangan lebih kuat terjadi pada daerah dengan nilai
VS30 yang rendah (Susilanto dan Ngadmanto, 2015).
VS30 dapat diestimasikan menggunakan pengukuran mikrotremor dan teknik
Microchannel Analysis of Surface Waves (MASW), selain itu dapat diestimasikan
berdasarkan geologi permukaan dan kondisi geomorfologi. Matsuoka dan
wakamatsu, 2006, merumuskan perhitungan empiris VS30 berdasarkan informasi
geomorfologi dari Japan Engineering Geomorphologic Classification Map
(JEGM).
Perhitungan empiris VS30 adalah sebagai berikut:
(1)
26
Keterangan:
VS30
: Kecepatan gelombang geser
Ev
: Elevasi (ketinggian)
Sp
: Tan Slope (kemiringan)*1000
Dm
: Jarak antar gunung tersier dan pre-tersier (Matsuoka, dkk., 2006).
Verstappen dalam Hidayat (2014) mengatakan bahwa geomorfologi merupakan
ilmu yang mempelajari bentuk lahan pembentuk muka bumi, baik didaratan
maupun didasar lautan dan menekankan pada proses pembentukan dan
perkembangan pada masa yang akan datang, serta konteksnya dengan lingkungan.
Geomorfologi menempatkan lahan termasuk didalamnya tanah dan kondisi subtanah dan stabilitas lereng, memiliki dampak penting pada pola distribusi bahaya
gempabumi. Penetapan wilayah resiko dan bahaya gempabumi merupakan suatu
yang realistis berarti mitigasi bencana gempabumi dengan menerapkan metode
deduktif (Hidayat, 2014).
Beberapa bentuk bentang geologi seperti terumbu karang dan gosong pasir
(sandbar) secara alamiah dapat meredam gelombang sehingga gelombang yang
sampai ke pantai dapat diturunkan energi, ketinggian dan penetrasinya.
Keberadaan terumbu karang, gosong pasir atau bentuk morfologi pantai lainnya
berupa tinggian mempunyai 2 sisi, di satu sisi, terumbu karang atau gosong pasir
dapat mengurangi tinggi tsunami di pantai di belakang terumbu karang atau
gosong pasir. Di sisi lain, jika tinggi gelombang tsunami melampaui ketinggian
karang atau gosong pasir, maka gelombang tsunami akan terperangkap di atara
pantai dan terumbu/gosong pasir sehingga gelombang tsunami tidak segera
27
meluruh (Rasheed dalam Athanasius, 2009). Beberapa parameter geomorfologi
ditunjukan pada Tabel 7.
Tabel 7 Unit Geomorfologi dari JEGM
Koefesien Regresi
No
Unit Geomorfologi
s.d
a
b
c
d
1 Pegunungan (Pre-Tersier)
2,900
0
0
0
0,139
2 Pegunungan (Tersier)
2,807
0
0
0
0,117
3 Kaki Gunung
2,602
0
0
0
0,092
4 Perbukitan
2,349
0
0,152
0
0,175
5 Gunungapi
2,708
0
0
0
0,162
6 Kaki Gunungapi
2,315
0
0,094
0
0,100
7 Perbukitan Gunungapi
2,608
0
0
0
0,059
8 Batuan Permukaan
2,546
0
0
0
0,094
9 Kerikil Permukaan
2,493
0,072
0,027
-0,16
0,122
10 Permukaan tertutup Abu Vulkanik
2,206
0,093
0,065
0
0,115
11 Lembah
2,266
0,144
0,016
-0,11
0,158
12 Lahan Aluvial
2,350
0,085
0,015
0
0,116
13 Tanggul Alam
2,204
0,100
0
0
0,124
14 Rawa
2,190
0,038
0
-0,04
0,116
15 Batas Sungai
2,264
0
0
0
0,091
16 Delta dan Dataran Pesisir
2,317
0
0
-0.1
0,107
17 Pasir Laut dan Kerikil
2,415
0
0
0
0,114
18 Bukit Pasir
2,289
0
0
0
0,123
19 Reklamasi Tanah
2,373
0
0
-0,12
0,123
20 Tanah
2,404
0
0
-0,14
0,120
28
3.6 Metode Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA)
Hasil analisis hazard (bencana) kegempaan (seismic hazard analysis/SHA) berupa
percepatan maksimum, respon spektra, dan time-histories. Ada dua metode yang
biasa digunakan dalam SHA, yaitu: deterministik (Deterministic Seismic Hazard
Analysis/DSHA) dan probabilistic (Probabilistic Seismic Hazar Analysis/PSHA).
Secara umum metode DSHA dapat dibagi menjadi empat tahap seperti ditunjukan
oleh Gambar 7. Tahap pertama adalah identifikasi sumber-sumber gempa yang
meliputi lokasi sumber-sumber gempa, geometri sumber, mekanisme kegempaan,
sejarah kegempaan, dan parameter kegempaan seperti magnitudo maksimum dan
frekuensi keberulangan kejadian gempa. Tahap kedua adalah untuk setiap sumber
gempa yang berada di sekitar lokasi studi ditentukan (diskenariokan) parameter
gempa yang akan menghasilkan dampak di lokasi studi seperti magnitudo yang
maksimum dan lokasi kejadian yang terdekat ke lokasi studi. Tahap ketiga adalah
menghubungkan parameter sumber gempa dengan parameter pergerakan tanah di
lokasi studi dengan menggunakan fungsi atenuasi. Tahap keempat adalah
menentukan parameter gempa desain berdasarkan skenario yang menghasilkan
parameter pergerakan tanah terbesar (worst case scenario).
Metode DSHA umumnya diaplikasikan untuk mengestimasi percepatan gempa
untuk konstruksi yang sangat membahayakan jika terjadi kerusakan, seperti
bangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) (Irsyam dkk, 2010),
bendungan besar, konstruksi yang dekat dengan sesar aktif, dan untuk keperluan
emergency response. Kelebihan metode ini adalah mudah digunakan untuk
memprediksi gerakan gempa pada skenario terburuk. Sedangkan kelemahannya
29
adalah metode ini tidak mempertimbangkan probabilitas terjadinya gempa dan
pengaruh berbagai ketidakpastian yang terkait dalam analisis (Kramer, 1996).
Gambar 7. Metode Deterministic Seismic Hazard Analysis (Kramer, 1996)
Analisis probabilistik PSHA pada prinsipnya adalah analisis deterministik dengan
berbagai macam skenario dan didasarkan tidak hanya pada parameter gempa yang
menghasilkan pergerakan tanah terbesar. Perbedaan utama antara pendekatan
DSHA dan PSHA adalah pada pendekatan probabilistik (PSHA), frekuensi untuk
setiap skenario pergerakan tanah yang akan terjadi juga diperhitungkan.
Dengan demikian, pendekatan PSHA juga bisa digunakan untuk memprediksi
seberapa besar probabilitas kondisi terburuk akan terjadi di lokasi studi. Metode
ini memungkinkan untuk memperhitungkan pengaruh faktor-faktor ketidakpastian
dalam analisis seperti ukuran, lokasi dan frekuensi kejadian gempa. Metode ini
memberikan kerangka kerja yang terarah sehingga faktor-faktor ketidakpastian
dapat diidentifikasi, diperkirakan, dan kemudian digabungkan dengan metode
30
pendekatan yang rasional untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap
tentang kejadian gempa (Irsyam dkk, 2010).
3.7 Fungsi Atenuasi
Tidak tersedianya data untuk menurunkan suatu fungsi atenuasi di wilayah
Indonesia, pemakaian fungsi atenuasi yang diturunkan dari wilayah lain tidak
dapat dihindari. Pemilihan fungsi atenuasi ini didasarkan pada kesamaan kondisi
geologi dan tektonik dari wilayah dimana fungsi atenuasi itu dibuat. Fungsi
atenuasi yang digunakan sebagian besar sudah menggunakan Next Generation
Attenuation
(NGA),
dimana
atenuasi
ini
dalam
pembuatannya
sudah
menggunakan data gempa global (worldwide data). Pada Tabel 8 ditunjukan
pendekatan menggunakan fungsi atenuasi berdasarkan sumber gempa.
Tabel 8 Fungsi atenuasi
Sumber
Gempa
Shallow
Crustal (Fault
and Shallow
Background
Sources)
Interface
Megathrust
(Subduction
Sources)
Intraslab
Benioff (Deep
Background
Sources)
Fungsi Atenuasi
Weight
Boore-Atkinson NGA (Boore and Atkinson,2008)
0,33
Campbell-Bozorgina NGA (Campbell and Bozorgina,
2008)
0,33
Chio-Young NGA (Chiou and Youngs, 2008)
0,33
Geomatrix SUbduction (Youngs et al., 1997)
0,25
Atkinson-Boore BC rock and global source Subduction
(Atkinson and Boore, 2003)
0,25
Zhao dkk., with variable Vs-30 (Zhao et al., 2006)
0,50
AB Intraslab seismicity Cascadia region BC-rock condition
(Atkinson-Boore, Cascadia 2003)
0,33
Geomatrix slab seismicity rock, 1997 (Youngs et al,. 1997)
0,33
AB 2003 Intraslab seismicity worldwide data region BCrock condition (Atkinson-Boore, Worldwide 2003)
0,33
31
1. Sumber gempa fault dan shallow background
Model sumber gempa fault dan shallow background terdapat tiga fungsi
atenuasi yang dapat digunakan, antara lain sebagai berikut:
a. Boore-Atkinson (2008) NGA (untuk model sumber gempa fault dan
shallow background)
Fungsi atenuasi ini berlaku untuk sumber gempa yang berada pada daerah
dangkal. Model atenuasi ini dapat digunakan untuk M=5-8, RJB=<200 km,
dan VS30=180-1300 m/s. Parameter persamaannya adalah sebagai berikut:
( )
(
)
(
)
(2)
untuk
( )
(
)
(
)
(
) (3)
untuk
( )
(
)
[
(
]
(
)
(
(4)
)
(5)
Dimana
√
(6)
Keterangan:
M
: Momen magnitudo
RJB
: Jarak terdekat dari patahan
VS30
: Kecepatan gelombang geser
U
: Variabel unspecific
SS
: Variabel strike-slip
NS
: Variabel normal-slip
32
RS
: Variabel reverse-slip (Boore dan Atkinson, 2007).
b. Campbell-Bozorgnia (2008) NGA (untuk model sumber gempa fault dan
shallow background)
Fungsi atenuasi ini berlaku untuk sumber gempa yang berada pada daerah
dangkal. Model atenuasi ini dapat digunakan untuk M=4,3-7,9, RJB=0,1199 km. Parameter persamaannya adalah sebagai berikut:
(7)
(
(
)
(√
(
)
)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(
(
(
)
(15)
)
(16)
) (
)
(17)
(18)
Keterangan:
M
: Momen magnitudo
RRUP
: Jarak terdekat dari patahan
FRV
: Variabel representing reverse (reverse-oblique)
33
FNM
: Variabel representing normal (normal-oblique)
: Kemiringan sudut
: Kecepatan gelombang geser (Campbell dan Bozorgnia, 2007).
c. Chiou-Youngs (2008) NGA (untuk model sumber gempa fault dan shallow
background)
Fungsi atenuasi ini berlaku untuk sumber gempa yang berada pada daerah
dangkal. Fungsi atenuasi ini juga digunakan pada batuan dasar yang belum
teridentifikasi. Parameter persamaannya adalah sebagai berikut:
(
(
)
(
)
)
(
(
)
( (
(
(
)
,
)
)
(√
))
)
-
)
((
(
)
)
(
)
(
)
⁄
}
(
)
(
(19)
)
(
(
)
}
{
(
(
))
)
Keterangan:
M
: Momen magnitudo
RRUP
: Jarak terdekat dari patahan ke site
{
(
)
(20)
34
FHW
: Hanging wall flag
FRV
: Variabel reverse-oblique
FNM
: Variabel normal-oblique
VS30
: Kecepatan gelombang geser (Chiou dan Youngs, 2008).
2. Sumber gempa subduksi interface (Megathrust)
Model sumber gempa subduksi interface (Megathrust) terdapat tiga
fungsiatenuasi yang dapat digunakan, yaitu sebagai berikut:
a. Geomatrix subduction (Youngs dkk., SRL, 1997)

Model untuk soil
*
(
)
+
(21)
dengan:
(22)
(23)
(24)

Model untuk rock
*
(
)
+
(25)
dengan:
(26)
(27)
(28)
35
Keterangan:
M
: Momen magnitudo
Rrup
: Jarak terdekat subduksi megathrust ke site
H
: Kedalaman subduksi (Douglas, 2011).
b. Atkinson-Boore BC rock and global source subduction. (Atkinson dan
Boore, 2003)
(29)
dengan:
√
(30)
(31)
⁄
(32)
(33)
Keterangan:
M
: Momen magnitudo
Dfault
: Jarak terdekat subduksi megathrust ke site
h
: Kedalaman subduksi
Dengan beberapa site class untuk mengetahui variabel SC, SD dan SE,
adalah sebagai berikut:
Class B: VS30>760m/s (SC=0, SD=0, dan SE=0)
Class C: 360m/s<VS30 760m/s (SC=1, SD=0 dan SE=0)
Class D: 180m/s VS30 360m/s (SC=0, SD=1 dan SE=0)
Class E: VS30<180m/s (SC=0, SD=0 dan SE=1) (Douglas, 2011).
36
c. Zhao dkk., with variable VS30 (Zhao dkk., 2006)
( )
( )
(
)
( )
(34)
dengan:
(35)
Keterangan:
MW
: Momen megnitudo
x
: Jarak terdekat subduksi megathrust ke site
h
: Kedalaman subduksi
Variabel CK digunakan berdasarkan nilai VS30 pada daerah tersebut, seperti
dibawah ini:
Rock
: 600m/s<VS30<1100m/s (gunakan C1)
Hardsoil
: 300m/s<VS30 600m/s (gunakan C2)
Mediumsoil
: 200m/s<VS30 300m/s (gunakan C3)
Softsoil
: VS30 200m/s (gunakan C4)
Jika VS30 1100m/s gunakan CH untuk variabel Cknya (Douglas, 2011).
3. Sumber Gempa Benioff (deep intaslab)
Sumber gempa Benioff (deep intraslab), untuk model sumber gempa deep
background, adalah sumber gempa yang terjadi pada daerah penunjaman.
Seperti pada daerah penunjaman lempeng benua dan lempeng samudera.
Adapun beberapa fungsinya adalah sebagai berikut:
a. AB intraslab seismicity Cascadia region BC-rock condition. (AtkinsonBoore, Cascadia 2003)
37
b.
Geomatrix slab seismicity rock, 1997 srl. July 25 2006. (Youngs et al.,
1997)
c.
AB 2003 intraslab seismicity worldwide data region BC-rock condition.
Atkinson-Boore, Wordwide 2003) (Douglas, 2011).
3.8 Amplifikasi
Amplifikasi merupakan perbesaran gelombang seismik yang terjadi akibat adanya
perbedaan yang signifikan antar lapisan, dengan kata lain gelombang seismik akan
mengalami perbesaran, jika merambat pada suatu medium ke medium lain yang
lebih lunak dibandingkan dengan medium awal yang dilaluinya. Semakin besar
perbedaan itu, maka perbesaran yang dialami gelombang tersebut akan semakin
besar.
Daerah yang rawan kerusakan bangunan akibat getaran gempa ialah daerah yang
permukaannya tersusun atas sedimen lunak (gambut, pasir, pasir lanau) dengan
batuan dasar yang keras. Karena pada geologi yang seperti ini, kontras (perbedaan
antara lapisan sedimen dan batuan dasar) impedansinya besar. Nakamura (2000)
menyatakan bahwa nilai faktor penguatan (amplifikasi) tanah berkaitan dengan
perbandingan kontras impedansi lapisan permukaan dengan lapisan di bawahnya.
Bila perbandingan kontras impedansi kedua lapisan tersebut tinggi, maka nilai
faktor penguatan juga tinggi, begitu pula sebaliknya besar perbedaan itu, maka
perbesaran yang dialami gelombang tersebut akan semakin besar.
Kerusakan struktur bangunan akibat gempa dan intensitas goncangan tanah
selama gempa secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi geologi dan kondisi
tanah setempat. Batuan sedimen yang lunak diketahui memperkuat gerakan tanah
38
selama gempa dan karena itu rata-rata kerusakan yang diakibatkan lebih parah
dari pada lapisan keras. Artinya batuan sedimen merupakan faktor amplifikasi
amplitudo gelombang gempa. Kota modern yang dibangun di atas sedimen lunak
akan mudah mengalami kerusakan akibat amplifikasi gelombang gempa. Nilai
faktor penguatan (amplifikasi) tanah berkaitan dengan perbandingan kontras
impedansi lapisan permukaan dengan lapisan di bawahnya (Gambar 8).
Gambar 8 Konsep dasar amplifikasi gelombang seismik (Arifin, dkk., 2014).
Terdapat dua sebab terjadinya amplifikasi gelombang gempa yang dapat
mengakibatkan kerusakan bangunan. Pertama, adanya gelombang yang terjebak di
lapisan lunak, sehingga gelombang tersebut terjadi superposisi antar gelombang,
jika gelombang tersebut mempunyai frekuensi yang relatif sama, maka terjadi
proses resonansi gelombang gempa. Akibat proses resonansi ini, gelombang
tersebut saling menguatkan. Kedua, adanya kesamaan frekuensi natural antara
geologi setempat dengan bangunan. Ini akan mengakibatkan resonansi antara
39
bangunan dan tanah setempat. Akibatnya, getaran tanah pada bangunan lebih kuat
(Nakamura, 2000).
40
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Mei hingga Juni di Subbidang Mitigasi
Bencana, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Bandung dan di
Universitas Lampung, Lampung.
4.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Komputer
b. Software MapInfo 11.0
c. Software Quantum GIS 2.14
d. Software Ms. Excel 2010
e. Software Google Earth
f. Software Surfer 10
g. Software Arc Map 10.1
h. Data koordinat patahan aktif Sumatera
i. Data koordinat subduksi Megathrust Sumatera
j. Peta dasar Indonesia
k. Peta DEM Kota Bengkulu
41
4.3 Diagram Alir
Diagram alir yang akan dilakukan pada penelitian ini ditunjukan oleh Gambar 9.
Mulai
Peta DEM
Kota Bengkulu
Slope dan
Elevasi
Peta Geologi
dan Citra Satelit
Unit
Geomorfologi
Matsuoka dan
Wakamatsu
Nilai
VS30
Peta Dasar
Indonesia
Koordinat Patahan
dan Zona Megathrust
Titik
Pengukuran
Sumber Gempa Patahan dan
Zona Megathrust
Jarak
Patahan
Jarak
Megathrust
Fungsi Atenuasi
Boore-Atkinson 2008
Campbell-Bozorgnia 2008
Chio-Youngs 2008
Youngs 1997
Atkinson-Boore 2003
Zhao 2006
Fungsi Atenuasi
Patahan
PGA Rock
Fungsi Atenuasi
Zona Megathrust
PGA Soil
PGA Rock
Amplifikasi
Patahan
Amplifikasi Zona
Megathrust
Peta
Analisis
Gambar 9 Diagram alir penelitian
Selesai
PGA Soil
42
4.4 Pengolahan data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan beberapa tahapan, yaitu sebagai
berikut:
a. Menentukan Patahan dan Subduksi Megathrust
Pada tahap ini, kita akan melakukan plot koordinat 19 patahan aktif yang
terdapat di Pulau Sumatera menggunakan peta dasar Indonesia dengan
Software MapInfo 11.0, kemudian kita akan mengukur jarak terdekatnya.
Setelah diperoleh patahan terdekat dari Kota Bengkulu, selanjutnya kita
melakukan hal yang sama pada Zona Subduksi Megathrust yang terdapat di
Zona Subduksi Pulau Sumatera.
b. Menentukan titik-titik pengukuran
Pada penelitian ini, kita menggunakan data sekunder yaitu data yang kita
peroleh dengan menggunakan software atau perhitungan. Kita menentukan
titik-titik pengukuran dengan menggunakan koordinat Kota Bengkulu. Jarak
setiap titik yaitu 1 kilometer untuk mewakili kondisi geologi permukaan dan
geomorfologinya. Pada tahap ini kita menggunakan software Quantum GIS
2.14. Sebaran titik pengukuran akan berbentuk persegi sesuai dengan
koordinat daerah penelitian, selanjutnya kita akan menyeleksi titik pengukuran
yang berada diluar batas Kota Bengkulu dan dilaut.
c. Menentukan sumber gempa patahan dan subduksi megathrust
Pada penelitian ini, kita menggunakan satu sumber gempa untuk patahan dan
subduksi megathrust. Sumber gempa ditentukan berdasarkan jarak terdekat
dari Kota Bengkulu menggukan software Ms. Excel 2010 dalam bentuk titik
43
koordinat. Pada tahap selanjutnya, kita akan memperoleh jarak masing-masing
titik pengukuran terhadap sumber gempa patahan dan subduksi megathrust.
d. Menentukan Elevasi dan Slope
Elevasi dan slope titik-titik pengukuran diperoleh menggunakan peta DEM
Kota Bengkulu dengan software Quantum GIS 2.14 dan software Google
Earth.
Pada
tahap
selanjutnya,
kita
akan
mengidentifikasi
kondisi
geomorfologi masing-masing titik pengukuran berdasarkan Peta Geologi Kota
Bengkulu dan software Google Earth. Hasil identifikasi akan digunakan untuk
menentukan nilai VS30 pada masing-masing titik pengukuran menggunakan
software Ms. Excel 2010. Nilai VS30 dihasilkan dengan rumus empiris dari
penelitian
Matsuoka,
dkk.,
2006,
berdasarkan
Japan
Engineering
Geomorphologic Classification Map (JEGM).
e. Menghitung besar nilai PGA
Pada tahap ini, kita akan mendapatkan nilai PGA menggunakan fungsi
atenuasi yang telah ditentukan. Fungsi atenuasi yang digunakan untuk patahan
yaitu Boore-Atkinson (2008), Campbell-Bozorgnia (2008) dan Chiou-Youngs
(2008), sedangkan fungsi atenuasi yang digunakan untuk zona subduksi
megathrust adalah Youngs, (1997), Atkinson-Boore (2003) dan Zhao, (2006).
Perhitungan fungsi atenuasi berdasarkan batuan dasar dengan VS30 1500 m/s
dan hasil perhitungan VS30 pada kondisi soil menggunakan software Ms. Excel
2010. Selanjutnya, akan diperoleh nilai PGA rock dan soil pada patahan dan
subduksi megathrust. Nilai PGA rock dan soil patahan dan subduksi
44
megathrust digunakan untuk mengetahui besar amplifikasi Kota Bengkulu jika
terjadi gempabumi.
f. Membuat peta daerah rawan bencana
Pada tahap ini, nilai PGA rock dan soil serta nilai amplifikasi patahan dan
subduksi megathrust akan diplot dalam software Surfer 10. Selanjutnya kita
akan membuat peta rawan bencana Kota Bengkulu menggunakan software Arc
Map 10.1 berdasarkan nilai amplifikasi patahan dan subduksi megathrust.
68
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian analisis bahaya gempabumi deterministik dengan
pendekatan Peak Ground Acceleration (PGA) dari Patahan Musi dan Zona
Siberut Megathrust terhadap Kota Bengkulu adalah sebagai berikut:
1. Kota Bengkulu berada pada ketinggian antara 2 meter hingga 66 meter diatas
permukaan air laut dengan sudut kelerengan berkisar 0,340 hingga 12,510. Site
class C dan D yang termasuk dalam golongan tanah lunak dengan nilai Vs30
213,24 m/s hingga 437,37 m/s
2. Jika sumber gempa dari Patahan Musi diperoleh percepatan tanah maksimum
(PGA) batuan dasar antara 0,11 g hingga 0,16 g, dan percepatan tanah
maksimum (PGA) permukaan antara 0,12 g hingga 0,18 g. Dan sumber gempa
Zona Siberut Megathrust nila PGA batuan dasar antara 0,14 g hingga 0,16 g
dan PGA permukaan antara 0,26 g hingga 0,33 g. Sedangkan jika kedua
sumber gempa terjadi bersamaan, diperoleh nilai PGA batuan dasar antara
0,27 g hingga 0,31 g dan PGA permukaan antara 0,41 g hingga 0,49 g
3. Nilai amplifikasi untuk sumber gempa Patahan Musi antara 1,05 hingga 1,34,
dan untuk sumber gempa Zona Siberut Megathrust antara 1,85 hingga 1,99.
69
Sedangkan jika kedua sumber gempa terjadi bersamaan, diperoleh nilai
amplifikasi antara 2,91 hingga 3,33
4. Derah dengan penyusun batuan lunak dengan nilai Vs30 yang rendah, PGA
permukaan tinggi dan nilai amplifikasi tinggi merupakan daerah yang
memiliki tingkat rawan bencana yang relatif tinggi dibandingkan daerah
lainnya. Derah ini meliputi sebagian besar Kota Bengkulu, kecuali bagian
Tenggara Kecamatan Gading Cempaka dan sebagian kecil Kecamatan Teluk
Segara dan Muara Gading Hulu.
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian analisis bahaya gempabumi
deterministik dengan pendekatan Peak Ground Acceleration (PGA) dari Patahan
Musi dan Zona Siberut Megathrust terhadap Kota Bengkulu adalah sebagai
berikut:
1. Sebaiknya dilakukan pula pengambilan data mikrotremor pada Kota Bengkulu
untuk mengetahui nilai frekuensi natural dan Vs30
2. Selain data mikrotremor, perlu dilakukan pula pengambilan data bor pada
Kota Bengkulu untuk mengetahui jenis batuan penyusun.
70
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, S., 2012, Earthquake Potential Energy In The Musi Segment,
Kepahiang-Bengkulu Area, Stasiun Geofisika Kepahiang.
Arifin, S.S, Sapto, B.M., Marjiyono, dan Setyanegara, R., 2014,Penentuan Zona
Rawan Guncangan Bencana Gempabumi Berdasarkan Analisis Nilai
Amplifikasi HVSR Mikrotremor dan Analisis Periode Dominan Daerah
Liwa dan Sekitarnya, Universitas Lampung, Lampung.
Athanasius, C., 2009, Pengaruh Geomorfologi Pantai terhadap Gelombang
Tsunami, Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Vol 4 No 3 : 39-51.
Athanasius, C. dan Solikhin, A. 2015. Pendugaan Kecepatan Gelombang
Permukaan (VS30) di Pulau Sulawesi Berdasarkan Klasifikasi
Geomorfologi dan Aplikasinya. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi. Bandung
Basuki, A., Kriswati, E., dan Pramita, Y.R., 2009, Pengaruh Gempa Tektonik
TerhadapAktivitas Gunungapi : StudiKasus G. Talang Dan Gempabumi
Padang30 September 2009, Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Vol
4 No3 : 11-17.
Bermana, I., 2006, Klasifikasi Geomorfologi untuk Pemetaan Geologi yang telah
dibakukan, Bulletin of Scientific Contribution, Vol 4 No 2 : 161-173.
Boore, M.D., dan Atkinson, M.G., 2007, Boore-Atkinson NGA Ground Motion
Relations for the Geometric Mean Horizontal Component of Peak and
Spectral Ground Motion Parameters,Pacific Earthquake Engineering
Research Center, University of California, Berkeley.
Campbell, W.K., dan Bozorgnia, Y., 2007, Campbell-Bozorgnia NGA Ground
Motion Relations for the Geometric Mean Horizontal Component of Peak
and Spectral Ground Motion Parameters,Pacific Earthquake Engineering
Research Center, University of California, Berkeley.
Chiou, B.S.J., dan Youngs, R.R., 2008, NGA Model of Average Horizontal
Component of Peak Ground Motion and Response Spectra,Pacific
71
Earthquake Engineering Research Center, University of California,
Berkeley.
Douglas, J., 2011, Ground-motion Prediction Equetions 1964-2010,Pacific
Earthquake Engineering Research Center, University of California,
Berkeley.
Hartantyo, E., dan Brotopuspito, K.S., 2012, Estimasi Nilai PGA, PGV dan PGD
Area Jogjakarta, Studi Kasus Gempa Jogja 2006,SemNasUM Solo.
Hidayat, S., 2014, Analisis Zona Bahaya Gempabumi dengan Pendekatan
Probabilitas
Peak
Ground
Acceleration
(PGA)
dan
GeomorfologiKabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Skripsi.
Hidayati, S., Sumaryono, dan Eka, S., 2010, Tsunami Mentawai 25 Oktober
2010,Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Vol 5 No 3 : 1-11.
Irsyam, M., Sengara, W., Aldiamar, F., Widiantoro, S., Triyoso, W., Hilman, D.,
Kertapati, E., Meilano, I., Suhardjono, Asrusifak, dan Ridwan, M.,2010,
Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Peta Gempabumi Indonesia 2010,
Kementeri Pekerjaan Umum.
Katili, J.A. dan Marks, P., 1963, Geologi, Departemen Urusan Research Nasional,
Jakarta.
Kramer, S.L., 1996, Geotechnical Earthquake Engineering, New Jersey, Prentice
Hall.
Matsuoka, M., Wakamatsu, K.,Fujimoto, K., dan Midorikawa, S., 2006, Average
Share-Wave Velocity Mapping Using Japan Engineering Geomorphologic
Classification Map,Structural Eng/Earthquake Eng., JSCE, Vol 23 No 1 :
57s-68s.
Mustafa, B., 2010, Analisis Gempa Nias dan Gempa Sumatera Barat dan
Kesamaannya yang tidak menimbulkan Tsunami,Jurnal Ilmu Fisika (JIF),
Vol 2 No 1.
Nakamura, Y. 2000. Clear Indentification of Fundamental Idea of Nakamura’s
Technique and Its Application. Tokyo University. Japan.
Natawidjaya, D.H., 2007,Gempabumi dan Tsunami di Sumatra dan Upaya untuk
Mengembangkan Lingkungan Hidup yang Aman dari Bencana Alam,Pusat
Survei Geologi.
Natawidjaja, D.H., 2008, Evaluasi Bahaya Patahan Aktif, Tsunami dan
Goncangan Gempa,Geoteknik LIPI.
72
Natawidjaja, D.H., Kertapati, E.K., Meilano, I., Suhardjono, Asrurifak, M., dan
Ridwan, M., 2010, ringkasan hasil studi tim revisi peta gempa Indonesia
2010, Kementrian Pekerjaan Umum.
Pardede, R., dan Gafoer, S., 1992,Geologi lembar Bengkulu, Pusat Survei
Geologi.
Pemerintah
Bengkulu
Kota,
2015,Geografis
Kota
Bengkulu,www.bengkulukota.co.id, Diunduh tanggal 16 Oktober 2015.
Rahardiawan, R., 2000, Pemeriksaan Kondisi Pantai Bengkulu Akibat
Gempabumi 4 Juni 2000 dan Kaitannya dengan Resiko Tsunami, Laporan
Tim Tanggap Bencana, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Refrizon, Hadi, A.I, Lestari, K., dan Oktari, T., 2013,Analisis Percepatan Gerakan
Tanah Maksimum dan Tingkat Kerentanan Seismik Daerah Ratu Agung
Bengkulu,Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung.
Santoso, dan Soehaemi, A., 2010,Analisis Bahaya Gempa Bumi Lengan Utara
Sulawesi, Pusat Survei Geologi, Vol 20.
Setyonegoro, W., Sunardi, B., Sulastri, Nugraha, J., dan Susilanto, P., 2012,
Analisis Sumber Gempabumi PadaSegmen Mentawai(Studi Kasus:
Gempabumi 25 Oktober 2010),Jurnal Meteorologi dan Geofisika (JMG)
Vol 13 No 2 : 139-148.
Supartoyo, Surono, dan Putranto, E.T., 2014, Katalok Gempabumi Merusak Di
Indonesia Tahun 1612-2014, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi.
Susilanto, P., dan Ngadmanto, D., 2015, Analisis Kecepatan Gelombang Geser
(VS) di Cilacap, Jawa Tengah sebagai Upaya Mitigasi Gempabumi, Jurnal
Meteorologi dan Geofisika (JMG) Vol 16 No 1 : 57-64.
Download