ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO, INFLASI, PMA DAN PMDN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PERIODE 2000-2012 Oleh ANISA AULIA NIM: 109084000051 JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M i ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO, INFLASI, PMA DAN PMDN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA PERIODE 2000-2012 Oleh ANISA AULIA NIM: 109084000051 JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M ii iii iv v LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : ANISA AULIA NIM : 109084000051 Jurusan : IESP Fakultas : FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya: 1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan. 2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain. 3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya. 4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data. 5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini. Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang vi vii DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : ANISA AULIA Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 13 November 1991 Agama : Islam Jenis Kelamin : Perempuan Status : Belum Menikah Pekerjaan : Pelajar/Mahasiswa Kewarganegaraan : Indonesia Golongan Darah :O Tinggi & Berat Badan : 164 cm &52 kg Hobi : Mendengarkan musik dan Membaca buku Alamat : Jl. Bukit Hijau III blok G1 no. 6 Depok - Jawa Barat Nomor Telepon : 08561000374 Jenjang Pendidikian 1. Tahun 2009 sampai dengan sekarang. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta viii 2. Tahun 2006 sampai dengan tahun 2009. SMA Negeri 3 Depok 3. Tahun 2003 sampai dengan tahun 2006. SMP Negeri 4 Depok 4. Tahun 1997 sampai dengan tahun 2003. SD Negeri Mekar Jaya XI Depok 5. Tahun 1995 sampai dengan tahun 1997. TK Nurul Islam Depok Pengalaman Berorganisasi 1. Tahun 2010 sampai dengan tahun 2011. Berorganisasi di BEM Jurusan IESP sebagaiStaf Divisi Internal dan Eksternal. 2. Tahun 2006 sampai dengan tahun 2007. Berorganisasi di ROHIS SMAN 3 Depok sebagaianggota. 3. Tahun 2003 sampai dengan tahun 2005. Berorganisasi di ROHIS SMPN 4 Depok sebagaianggota ix ABSTRACT This research attempts to explain the casuality relationship and shock between net export, inflation, foreign investment and domestic investment to economic growth in Indonesia. The time series from the first quarter of 2000 to the fourth quarter of 2012 is used and analyzed withVector Autoregressive (VAR) model. The Granger Casuality Test and VAR Estimation are used to analyze the casuality relationship between variables, while Impulse Response Function (IRF) and Variance Decomposition are used to find the shocks among variables. The result shows that: (1) The net export, foreign investment and domestic investment have a significant impact on economic growth in Indonesia during 2000-2012, (2) The net export and foreign investment have positive response in long term on economic growth in Indonesia during 2000-2012, (3) The net export has more influence to economic growth in Indonesia than the foreign investment and domestic investment during 2000-2012. Keywords: Domestic Investment, Foreign Investment, Inflation, Net Export, Economic Growth x ABSTRAK Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan hubungan kausalitas dan guncangan (shock)antara ekspor neto, inflasi, investasi asing (PMA), investasi dalam negeri (PMDN) terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data yang digunakan adalah data runtut waktu dari kwartal pertama tahun 2000 hingga kwartal keempat tahun 2012 dan dianalisa dengan menggunakan model Vector Autoregressive (VAR). Penelitian ini menggunakan Uji Kausalitas Granger dan Estimasi VAR untuk melihat hubungan kausalitas di antara variabel-variabel, serta Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition untuk melihat guncangan (shock) di antara variabel-variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ekspor neto, investasi asing (PMA) dan investasi dalam negeri (PMDN) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada periode 2000-2012, (2) Ekspor neto dan investasi asing (PMA) memberikan respon positif dalam jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada periode 2000-2012, (3) Ekspor neto memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dibandingkan dengan investasi asing (PMA) dan investasi dalam negeri (PMDN) pada periode 2000-2012. Kata Kunci: Investasi Dalam Negeri (PMDN), Investasi Asing (PMA), Inflasi, Ekspor Neto, Pertumbuhan Ekonomi xi KATA PENGANTAR Dengan penuh rasa syukur dan segala puji bagi Allah SWT, serta rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil peninjauan melalui buku-buku yang dapat menunjang dan sumber-sumber dari internet yang membantu dalam menyusun skripsi ini. Adapun maksud dan tujuan dari skripsi ini secara garis besar yaitu untuk dapat menganalisis, mempelajari, mengetahui, serta menambah wawasan kita mengenai faktor-faktor pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yaitu pengaruh Ekspor neto, Inflasi, PMA dan PMDN terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012 dengan menggunakan alat analisis Vector Autoregressive. Dalam pembuatan skripsi ini, banyak pihak-pihak yang ikut terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak tersebut, di antaranya adalah: 1. Keluarga besar penulis, Ayah, Bunda, Aga, dan Tika, yang telah memberikan support dan do’anya sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Terima kasih kepada Ayah dan Bunda yang telah membesarkan, mendidik, dan mengajarkan penulis dalam berbagai hal hingga sampai saat ini dan membiayai penulis dalam segala jenjang pendidikan sampai saat ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. 2. Bapak Pheni Chalid, SF., MA, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I. Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan dan ilmu yang telah Bapak berikan selama ini. Banyak sekali ilmu dan pengetahuan yang penulis dapatkan selama bimbingan ini. Penulis ucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya. 3. Ibu Utami Baroroh, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi II dan Sekretaris Jurusan IESP. Terima kasih penulis ucapkan atas perhatian yang telah Ibu berikan kepada mahasiswa dan mahasiswi IESP, tenaga dan pikiran yang telah xii ibu curahkan untuk memajukan jurusan IESP, ilmu yang bermanfaat, dan bimbingan skripsi yang telah Ibu berikan selama ini. Banyak sekali ilmu dan pengetahuan yang penulis dapatkan selama bimbingan ini. Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. 4. Bapak Lukman, Dr., M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP). Terima kasih atas semua program dan perhatian yang telah Bapak curahkan untuk jurusan IESP. Semoga jurusan IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat menjadi lebih baik lagi dan dapat melahirkan sarjana-sarjana ekonomi yang profesional, berilmu, beriman, dan kreatif dalam rangka mewujudkan masyarakat madani yang demokratis dan bermoral Islam. 5. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh dosen IESP atas pendidikan, pengajaran, wawasan, dan ilmu-ilmu yang telah diberikan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. 6. Terima kasih juga tidak lupa penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman penulis di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersama-sama melalui hari demi hari hingga sampai di penghujung akademik ini. Semoga kelak kita masih dapat bertemu dan terus mempererat tali silaturahmi. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis berharap mendapat saran dan kritik konstruktif demi peningkatan kualitas dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat diterima dan kelak dapat bermanfaat bagi kita semua. Depok, 20 Juni 2013 Penulis ANISA AULIA xiii DAFTAR ISI COVER....................................................................................................................i COVER DALAM....................................................................................................ii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI DARI PEMBIMBING…..……………… iii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF………………….…..… iv LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI................………………….…...… v LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI…………………………...... vi DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………………………………….…....... viii ABSTRACT.............................................................................................................. x ABSTRAK............................................................................................................. xi KATA PENGANTAR.......................................................................................... xii DAFTAR ISI....................................................................................................... xiv DAFTAR TABEL............................................................................................. xvii DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian.............................................................. 1 B. Perumusan Masalah....................................................................... 10 C. Tujuan dan Manfaat........................................................................ 12 1. Tujuan ........................................................................................ 12 2. Manfaat ..................................................................................... 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil.................. 14 1. Pertumbuhan Ekonomi............................................................... 14 2. Investasi..................................................................................... 31 a. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)........................... 32 b. Penanaman Modal Asing (PMA)........................................... 33 3. Inflasi......................................................................................... 39 4. Ekspor Neto............................……..…............…..................... 45 xiv B.Penelitian Sebelumnya................................................................... 55 C. Kerangka Berpikir.......................................................................... 63 D. Hipotesis......................................................................................... 67 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian............................................................ 69 B. Metode Penentuan Sampel.............................................................70 C. Metode Pengumpulan Data............................................................ 70 1. Internet…………........................................................................ 70 2. Studi Kepustakaan...................................................................... 71 3. Sumber Data............................................................................... 71 a. Pertumbuhan Ekonomi........................................................... 71 b. PMDN dan PMA....................................................................... 71 c. Inflasi...................................................................................... 72 d. Ekspor Neto............................................................................ 72 D. Metode Analisis Data .................................................................... 72 1. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi................................ 76 2. Penentuan Lag Length............................................................... 77 3. Uji Kausalitas Granger.............................................................. 78 4. Estimasi VAR........................................................................... 79 5. IRF (Impulse Response Function)............................................. 79 6. Variance Decomposition........................................................... 80 E. Operasional Variabel Penelitian..................................................... 80 1. Pertumbuhan Ekonomi............................................................... 81 2. PMDN dan PMA........................................................................ 81 3. Inflasi.......................................................................................... 82 4. Ekspor Neto................................................................................ 82 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian.................................. 84 1. Pertumbuhan Ekonomi............................................................... 84 2. PMDN dan PMA........................................................................ 88 xv 3. Inflasi.......................................................................................... 94 4. Ekspor Neto................................................................................ 97 B. Analisis dan Pembahasan............................................................. 101 1. Analisis dan Interpretasi........................................................... 101 a. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi........................... 101 1) Uji Stasioneritas Data...................................................... 101 2) Uji Derajat Integrasi........................................................ 102 b. Penentuan Lag Length.......................................................... 103 c. Uji Kausalitas Granger......................................................... 105 d. Estimasi VAR...................................................................... 109 e. IRF (Impulse Response Function)........................................ 110 f. Variance Decomposition....................................................... 112 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.................................................................................. 118 B. Saran............................................................................................. 120 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 123 LAMPIRAN....................................................................................................... 126 xvi DAFTAR TABEL No. 1.1 Keterangan Halaman Perkembangan PDB, Investasi, Inflasi dan Ekspor Neto 6 di Indonesia Tahun 2005-2009 2.1 Matriks Referensi Penelitian Sebelumnya 61 3.1 Operasionalisasi Variabel 81 4.1 Uji Stasioneritas Data 102 4.2 Uji Derajat Integrasi (First Difference) 103 4.3 Uji Penentuan Lag Length 104 4.4 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Ekspor Neto 105 4.5 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi 105 4.6 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PMA 106 4.7 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PMDN 106 4.8 Estimasi VAR 109 4.9 Impulse Response Function Terhadap DLN_PDB 112 4.10 Variance Decomposition 113 xvii DAFTAR GAMBAR No. Keterangan Halaman 2.1 Kerangka Berpikir 66 4.1 Grafik PDB tahun 2000-2012 84 4.2 Grafik Laju PDB tahun 2000-2012 85 4.3 Grafik PMA dan PMDN tahun 2000-2012 88 4.4 Grafik Inflasi tahun 2000-2012 94 4.5 Grafik Ekspor Neto tahun 2000-2012 98 4.6 Impulse Response Function 111 xviii DAFTAR LAMPIRAN No. Keterangan Halaman 1 Data Penelitian 127 2 Uji Stasioneritas Data 131 3 Uji Derajat Integrasi 136 4 Uji Penentuan Lag Length 139 5 Uji Kausalitas Granger 140 6 Estimasi VAR 142 7 Impulse Response Function 145 8 Variance Decomposition 146 9 Nilai Dari t-Table 148 xix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam UU Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pelaksanaan pembangunan ekonomi diarahkan kepada terwujudnya perekonomian nasional yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri, andal, berkeadilan, dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional.(Bank Indonesia, Undang-Undang terkait BI). Dengan demikian agar dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, pertumbuhan ekonomi harus dapat ditingkatkan ke arah yang lebih baik. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produksi barang dan jasanya meningkat. Dalam dunia nyata, amat sulit untuk mencatat jumlah unit barang dan jasa yang dihasilkan selama periode tertentu, selain karena jenis barang dan jasa yang dihasilkan sangat beragam, juga karena satuan ukurannya berbeda. Karena itu angka yang digunakan untuk menaksir perubahan output adalah nilai moneternya yang tercermin dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk mengukur pertumbuhan 1 ekonomi, nilai PDB yang digunakan adalah PDB berdasarkan harga konstan. (Prathama Rahardja, 2004: 117). Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu negara, pertumbuhan ekonomi yang stabil atau cenderung meningkat menandakan keberhasilan pemerintah negara tersebut dalam meningkatkan perekonomian negaranya. MenurutHarrordDomar, untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (Todaro, 2006: 129). Investasi tersebut dapat berupa Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)maupunPenanaman ModalLuar Negeri (PMA). Selain dari investasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga didukung dari sektor perdagangan luar negeri, yaitu ekspor dan impor. David Ricardo telah menerangkan perlunya perdagangan internasional dalam mengembangkan suatu perekonomian, serta mengenai keuntungan yang dapat diperoleh dari spesialisasi dan perdagangan antar negara (Sadono Sukirno, 2008: 360). Bila nilai ekspor lebih besar dari nilai impor maka saldo ekspor neto positif atau posisi neraca perdagangan luar negeri surplus, sehingga Y (income) naik dan berarti pula PDB naik. Sebaliknya, bila nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor maka saldo ekspor neto negatif atau posisi neraca perdagangan luar negeri defisit, sehingga Y (income) turun dan berarti pula PDB akan turun (Hamdy Hady, 2001: 19).Pertumbuhan ekonomi selain dipengaruhi oleh investasi dan ekspor-impor juga dipengaruhi oleh inflasi.Inflasi yang bertambah seriuscenderung untuk 2 mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor dan menaikkan impor. Kecenderungan ini akan memperlambat pertumbuhan ekonomi(Sadono Sukirno, 2008: 15).Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan Laporan Perekonomian Indonesia dari BPS, perekonomian Indonesia setelah krisis 1998 kembali diwarnai dengan gejolak ekonomi baik yang berasal dari eksternal maupun internal. Setelah mengalami kontraksi hebat pada tahun 1998 akibat krisis, ekonomi Indonesia mulai mengalami pertumbuhan positif pada tahun 2000, meskipun sebenarnya masih jauh dari harapan dalam arti perbaikan (recovery) ekonomi yang sesungguhnya.Dampak eksternal kembali dirasakan saat terjadi serangan teroris terhadap gedung WTC dan Pentagon di Amerika Serikat pada tahun 2001, hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi di dunia termasuk Indonesia.Pada tahun 2004, kondisi makro ekonomi Indonesia tergolong sangat baik kendati situasi politik sempat menghangat dengan berlangsungnya proses pemilihan umum dan pemilihan presiden, meskipun begitu ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5.13%. Terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi pada triwulan terakhir tahun 2005 sebagai dampak pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) 2 kali lipat, tepatnya tanggal 1 Oktober 2005, dampak dari kenaikan harga BBM ini masih dirasakan hingga tahun 2006. 3 Pada tahun 2008, terjadi krisis global yang berpusat di Amerika Serikat. Krisis ini memberikan dampak yang cukup besar dalam perekonomian global khususnya bagi negara-negara yang mempunyai hubungan ekonomi yang sangat erat dengan Amerika Serikat. Dalam hal ini, Indonesia juga merasakan dampaknya meskipun tidak sebesar krisis moneter pada tahun 1998. Perlambatan ekonomi dunia yang semakin dalam dan anjloknya harga komoditasglobal mendorong merosotnya pertumbuhan ekspor di Indonesia. Seiring dengan itu, konsumsi rumahtangga, investasi dan impor juga tumbuh melambat. Gejolak ekonomi yang terjadi di Indonesia baik yang berasal dari eksternal maupun internal juga berpengaruh terhadap variabel-variabel ekonomi lainnya. Seperti pada periode triwulan I s.d. III 2000, jika diperhatikan dari PDB menurut jenis pengeluaran, ekspor dan impor barangbarang & jasa merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam PDB Indonesia pasca krisis tahun 1998. Pada tahun 2001, terjadi peningkatan pada inflasi yang diakibatkan oleh adanya kebijaksanaan pemerintah dalam menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada pertengahan Juni 2001 yang diikuti juga oleh kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan pulsa telepon. Laju inflasi di Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2003 yang disebabkan oleh normalnya kembali pasokan barang dan membaiknya jalur distribusi barang. Selain itu, keputusan pemerintah menunda kenaikan tarif listrik dan telepon pada kuartal terakhir tahun 2003 4 juga turut berperan terhadap rendahnya laju inflasi. Rendahnya laju inflasi diiringi dengan membaiknya bidang perbankan, hal ini diperlihatkan dengan terus menurunnya suku bunga bank selama tahun 2003. Pada tahun 2004 terjadi peningkatan pada inflasi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dengan faktor-faktor yang cukup dominan dalam mempengaruhi inflasi antara lain faktor peningkatan harga bahan makanan dan faktor eksternal, khususnya nilai tukar rupiah. Kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 serta merta membuat daya beli masyarakat turun dan peningkatan tingkat inflasi yang kemudian berakibat pada penurunan nilai produksi. Kenaikan harga BBM dan pengetatan moneter dunia memberikan dampak pada pelemahan nilai tukar yang pada gilirannya memperlambat pertumbuhan investasi. Perkembangan PDB, Investasi (PMA dan PMDN), Inflasi dan Ekspor Neto di Indonesia Tahun 2005-2009 dapat dilihat pada tabel 1.1. Dengan melihat pada tabel 1.1, dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan produk domestik bruto terus meningkat walaupun sempat turun pada 2006 tetapi dapat meningkat lagi pada 2007, walaupun kembali menurun pada 2008 dan 2009. Laju Investasi mengalami naik-turun, terlihat pada PMDN yang menurun pada 2006 kemudian meningkat pada 2007 tetapi menurun lagi pada 2008, begitu pula dengan PMA yang sempat turun pada 2006 tetapi dapat meningkat lagi di 2007 walaupun menurun kembali pada 2009. Laju Inflasi cukup tinggi pada tahun 2005, tetapi dapat dikendalikan pada tahun berikutnya dan yang 5 kemudian meningkat lagi pada 2008 lalu menurun kembali pada 2009. Kemudian nilai Ekspor Neto mengalami peningkatan hingga tahun 2006 kemudian mengalami sedikit penurunan pada 2007 hingga menurun drastis pada 2008 dan dapat pulih kembali walaupun belum maksimal pada 2009. Tabel 1.1 Perkembangan Produk Domestik Bruto, Investasi, Inflasi dan Ekspor Neto di Indonesia Tahun 2005-2009 PDB Ekspor Neto (NE) ( juta US$) Investasi PMDN (miliar rupiah) PMA ( juta US$) Inflasi (%) Ekspor Impor NE 1.750.656,1 30.665 8.916,9 17.11 85.660 57.700,9 27.959,1 5.5 1.847.126,7 20.788,4 5.977 13.3 100.798,6 61.065,5 39.733,1 2007 6.35 1.963.091,8 34.878,7 10.349,6 6.59 114.100,9 74.473,4 39.627,5 2008 6.01 2.082.456,1 20.363,4 14.871,4 11.06 137.020,4 129.197,3 7.823,1 2009 4.58 2.177.741,7 37.799,9 10.815,2 4.89 116.510 96.829,2 19.680,8 Tahun Laju (%) Nilai (miliar rupiah) 2005 5.68 2006 Sumber: 1. Data Produk Domestik Bruto didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan dari tabel Quarterly GDP - Constant Price based on Year 2000pada situs resmi Bank Indonesia. 2. Data Investasi didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi, publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal berbagai edisi dan dari tabel Financial Account: Direct Investment pada situs resmi Bank Indonesia. 3. Data Inflasi didapat dari tabel laporan Inflasi pada situs resmi Bank Indonesia. 4. Data Ekspor Neto didapat hasil pengurangan nilai Ekspor dengan Impor dengan masing-masing data didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan dari tabel Nilai Ekspor dan Impor berdasarkan Sektor pada situs resmi Bank Indonesia. 6 Pada periode 2005/2006 terjadi penurunan pada laju pertumbuhan PDB sebesar 0.13% dari 5.68% menjadi 5.5%. Penurunan ini diikuti dengan penurunan pada PMDN dari Rp 30.665 miliar menjadi Rp 20.788,4 miliar, penurunan pada PMA dari 8.916,9 juta US$ menjadi 5.977 juta US$ dan penurunan pada laju inflasi dari 17.11% menjadi 13.3%. Sedangkan ekspor neto mengalami peningkatan dari 27.959,1 juta US$ menjadi 39.733,1 juta US$. Pada periode tahun 2006/2007 terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan PDB yaitu dari yang semula 5.5% menjadi 6.35%. Peningkatan ini diikuti dengan penurunan tekanan inflasi dari 13.3% menjadi 6.59%. Ekspor neto mengalami sedikit penurunan dari 39.733,1juta US$ menjadi 39.627,5juta US$. Investasi mengalami peningkatan dari PMDN sebesar Rp 20.788,4 miliar menjadi Rp 34.878,7 miliar, PMA meningkat dari 5.977 juta US$ menjadi 10.349,6 juta US$. Dengan menurunnya tekanan inflasi maka perekonomian dapat berjalan dengan stabil, invetasi yang meningkat baik dari PMDN maupun PMA menunjukkan bahwa investor asing menaruh harapan besar dalam perekonomian Indonesia, kemudian terjadipeningkatan pada ekspor dan impor walaupun nilai ekspor neto mengalami sedikit penurunan dibanding tahun sebelumnya. Terjadi kenaikan inflasi yang cukup tinggi di tahun 2007 ke 2008, yaitu dari 6.59% menjadi 11.06%, ini diakibatkan karena terjadi krisis global di Amerika Serikat. Kenaikan inflasi ini menyebabkan harga-harga di 7 Indonesia menjadi naik dan perekonomian menjadi menurun karena dengan pendapatan yang tetap sedangkan harga bahan pokok naik, masyarakat tidak dapat mencukupi semua kebutuhan pokok mereka dengan pendapatan yang terbatas sehingga perekonomian menjadi turun dan laju pertumbuhan PDBpun menurun dari 6.35% menjadi 6.01%. Penurunan pada laju pertumbuhan PDB pada periode 2007/2008 diikuti dengan penurunan PMDN menjadi Rp 20.363,4 miliar, serta penurunan drastis pada ekspor neto dari 39.627,5 juta US$ menjadi 7.823,1 juta US$. Tetapi tidak diikuti dengan penurunan pada PMAkarena nilai PMA tetap naik. Perekonomian Indonesia pada tahun 2008 dengan pertumbuhan sebesar 6.01% merupakan suatu angka yang baik di tengah terjadinya gejolak eksternal. Ini didukung oleh masih tingginya daya beli masyarakat dan tingkat keyakinan konsumen yang membaik. Faktor yang menopang daya beli masyarakat antara lain adalah kenaikan pendapatan akibat melonjaknya harga komoditas ekspor. (BPS, 2008: 14). Mengenai penurunan realisasi penanaman modal dalam negeri, Menteri Keuangan yang juga Pelaksana Tugas Menko Perekonomian Sri Mulyani di Gedung Depkeu mengatakan, dilihat dari komposisi pertumbuhan ekonomi sebagian besar berasal dari konsumsi dan pengeluaran pemerintah. Sementara investasi mengalami pengurangan akibat pengaruh suplai modal di seluruh dunia, dan tingginya tingkat inflasi mengakibatkan memburuknya kondisi perbankan di Indonesia. (vivanews, 21 Januari 2009). 8 Pada periode 2008/2009 tekanan inflasi menurun dari 11.06% menjadi 4.89% karena pengaruh pemerintah dan bank Indonesia dalam mengembalikan kepercayaan pasar. Terjadi penurunan pada laju pertumbuhan PDB dari 6.01% menjadi 4.58% dikarenakan pasar masih mendapat imbas dari kenaikan inflasi pada tahun sebelumnya sehingga perekonomian belum bisa bangkit sempurna. Penurunan pada PDB ini diikuti dengan penurunan pada ekspor dan impor tetapi nilai ekspor neto mengalami peningkatan dari7.823,1juta US$ menjadi19.680,8juta US$.PMDN meningkat tetapi PMA menurun menjadi 10.815,2 juta US$, ini diakibatkan karena hutang negara zona euro semakin meningkat sejak akibat dari krisis 2008 sehingga investasi asing pada Indonesia menurun. Dengan melihat pada tabel 1.1 dapat dikatakan bahwa tidak selalu kenaikan pada ekspor neto juga diikuti dengan kenaikan pada laju pertumbuhan PDB, penurunan inflasi tidak selalu diikuti dengankenaikan pada laju pertumbuhan PDB, dan kenaikan Investasibaik PMA maupun PMDN tidak selalu diikuti dengan kenaikan pada laju pertumbuhan PDB. Kebijakan pemerintah diarahkan pada upaya untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional melalui penerapan berbagai insentif dan stimulus fiskal. Di sisi anggaran, berbagai stimulus diarahkan baik di sisi penerimaan maupun pengeluaran dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Stimulus fiskal diarahkan pada pembangunan infrastruktur, pertanian dan energi, serta proyek padat karya. Selain itu, kebijakan pemberian insentif 9 perpajakan dan bea masuk ditempuh untuk mendorong pemulihan dunia usaha. Untuk menjaga kesinambungan fiskal, pemerintah menerapkan strategi manajemen pembiayaan anggaran yang optimal baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. (Bank Indonesia, 2007: 6). Dengan meneliti hal-hal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, maka tulisan ini berusaha untuk menjawab analisis dari Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri yang mempengaruhi dan mengidentifikasikan faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan menggunakan alat analisis Vector Autoregressive (VAR). Dengan uraian latar belakang inilah, maka dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul ―Analisis Pengaruh Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012‖. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, dalam kurun waktu satu dasawarsa, Indonesia telah mengalami dua kali guncangan krisis, pertama yaitu krisis moneter yang berlanjut pada krisis ekonomi pada tahun 1998 dan kedua adalah imbas dari krisis finansial di Amerika Serikat dan menjadi krisis keuangan global tahun 2008.Saat perekonomian Indonesia belum pulih seutuhnya pasca krisis ekonomi tahun 1998, terjadi krisis finansial global pada 10 tahun 2008 yang berakibat buruk bagi perekonomian Indonesia, dibuktikan dengan peningkatan inflasi dari 6.59% menjadi 11.06%. Peningkatan pada inflasi ini diikuti oleh penurunan pada PMDN dari Rp 34.878,7 miliar menjadi Rp 20.363,4 miliar, serta penurunan drastis pada ekspor neto dari 39.627,5 juts US$ menjadi 7.823,1 juta US$. Peningkatan pada inflasi serta penurunan pada ekspor neto dan PMDN ini juga diikuti dengan penurunan pada pertumbuhan ekonomi yaitu dari 6.35% menjadi 6.01%. Tetapi peningkatan inflasi ini tidak diikuti dengan penurunan pada PMA karena nilai PMA meningkat dari 10.349,6 juta US$ menjadi 14.871,4 juta US$. Ini menunjukkan bahwa peningkatan pada inflasi akan diikuti dengan penurunan pada laju pertumbuhan PDB, penurunan pada PMDN diikuti dengan penurunan pada laju pertumbuhan PDB, penurunan pada ekspor neto diikuti dengan penurunan pada laju pertumbuhan PDB dan walaupun terjadi peningkatan pada PMA tetapi tidak diikuti dengan kenaikan pada laju pertumbuhan PDB. Dengan Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri sebagai variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, untuk lebih memfokuskan pokok bahasan, berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk menjelaskan fenomena faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 1. Apakah terdapat hubungan antara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeriterhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 ? 11 2. Sejauhmana pengaruh (kontribusi) yang terdapat antara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 ? 3. Bagaimana pola pengaruh guncangan (shock) antara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 ? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dan manfaat dari penelitian ―Analisis Pengaruh Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeriterhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012‖ adalah sebagai berikut: 1. Tujuan a. Untuk menganalisa variabel apa saja diantara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri yang berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012. b. Untuk menganalisa sejauhmana kontribusi variabelEkspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri mempengaruhiPertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012. c. Untuk menganalisa pola pengaruh guncangan (shock) antara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam 12 Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 20002012. 2. Manfaat a. Untuk mengetahui penyebab-penyebab tinggi-rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi dan guncangan (shock) yang terjadisehingga diharapkan dapat mengurangi kemiskinan di masa yang akan datang karena tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah akan menyebabkan distribusi pendapatan masyarakat menjadi tidak teratur. b. Untuk dapat dimanfaatkan sebagai pustaka atau literatur bagi penelitian yang berhubungan dengan Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 dengan alat analisis Vector Autoregressive (VAR). c. Untuk masukan sebagai referensi bagi suatu pihak atau badan yang berkepentingan baik itu berupa informasi dan data yang berhubungan dengan Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeriterhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 dengan alat analisis Vector Autoregressive (VAR). 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil 1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah (Sadono Sukirno, 2008: 9). Menurut Prathama Rahardja (2004: 117), suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produksi barang dan jasanya meningkat. Berikut adalah teori-teori mengenai pertumbuhan ekonomi: Menurut model pertumbuhan Harrord-Domar, setiap perekonomian pada dasarnya harus mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasional untuk menambah atau menggantikan barang-barang modal yang telah susut atau rusak. Maka, untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock). Dalam rasio modal-output, tabungan (S) adalah bagian dalam jumlah tertentu, atau s, dari pendapatan nasional (Y), yang persamaannya: S=sY. Investasi neto (I) adalah perubahan stok modal (K) yang dapat diwakili oleh K, sehingga persamaannya adalah: I= K. Akan tetapi, 14 karena jumlah stok modal, K, mempunyai hubungan langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output, Y, seperti telah ditunjukkan oleh rasio modal-output, k, maka: K Y k , sehingga K k Y (Todaro, 2006: 128). Mengingat tabungan nasional neto (S) harus sama dengan investasi neto (I), maka persamaannya: S=I, sehingga persamaannya menjadi: S=sY=k Y= K=I, atau bisa diringkas menjadi sY=k Y, atau Y Y s . k Dengan Y/Y sebenarnya merupakan tingkat perubahan atau pertumbuhan GDP (yaitu angka persentase perubahan GDP) yang ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan nasional s, serta rasio modal-output nasional, k. Secara lebih spesifik, persamaan ini menyatakan bahwa tanpa adanya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional akan secara langsung atau secara ―positif‖ berbanding lurus dengan rasio tabungan (yakni, semakin banyak bagian GDP yang ditabung dan diinvestasikan, maka akan lebih besar lagi pertumbuhan GDP yang dihasilkannya) dan berbanding terbalik terhadap rasio modal-output dari suatu perekonomian (yakni, semakin besar rasio modal-output nasional atau k, maka tingkat pertumbuhan GDP akan semakin rendah). Jadi, agar bisa tumbuh dengan pesat, setiap perekonomian harus menabung dan menginvestasikan sebanyak mungkin bagian dari GDP-nya. Semakin banyak yang dapat ditabung dan kemudian diinvestasikan, maka laju pertumbuhan perekonomian akan semakin cepat. (Todaro, 2006: 129). 15 David Ricardo telah menerangkan perlunya perdagangan internasional dalam mengembangkan suatu perekonomian, serta mengenai keuntungan yang dapat diperoleh dari spesialisasi dan perdagangan antar negara (Sadono Sukirno, 2008: 360). Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labor value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative (labor productivity), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif kurang/tidak efisien. Kesimpulannya, perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi, walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut, asalkan masing-masing negara memiliki perbedaan dalam labor efficiency (cost comparative advantage) dan atau labor productivity (production comparative advantage). Adapun kelemahan dari teori ini adalah: a. teori ini menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan fungsi faktor produksi (tenaga kerja). Perbedaan fungsi ini menimbulkan terjadinya perbedaan produktivitas 16 ataupun perbedaan efisiensi. Akibatnya, terjadilah perbedaan harga barang yang sejenis di antara dua negara; b. Jika fungsi faktor produksi (tenaga kerja) sama atau produktivitas dan efisiensi di dua negara sama, maka tentu tidak akan terjadi perdagangan internasional karena harga barang yang sejenis akan menjadi sama di dua negara; c. Pada kenyataannya walaupun fungsi faktor produksi (produktivitas dan efisiensi) sama di antara dua negara, ternyata harga barang yang sejenis dapat berbeda, sehingga dapat terjadi perdagangan internasional (Hamdy Hady, 2001: 38). Menurut pandangan ahli ekonomi Klasik, ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan. Akan tetapi yang terutama diperhatikan adalah pertambahan penduduk. Jika jumlah penduduk sedikit dan kekayaan alam relatif berlebihan, tingkat pengembalian modal dan investasi yang dibuat adalah tinggi. Maka para pengusaha akan mendapatkan keuntungan yang besar. Ini akan menimbulkan investasi baru, dan pertumbuhan ekonomi terwujud. Tetapi keadaan seperti itu tidak akan terus-menerus berlangsung. Apabila penduduk sudah terlalu banyak, pertambahannya akan menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktivitas setiap 17 penduduk telah menjadi negatif, maka kemakmuran masyarakat akan menurun (Sadono Sukirno, 2008: 433). Cobb Douglas mengemukakan tentang teori fungsi produksi yang menitikberatkan pada modal, teknologi dan tenaga kerja dalam menaikkan laju pertumbuhan ekonomi. (Lia Amalia, 2007: 18) Fungsi produksi: Yt= Tt. Kt. Lt .......................................................................(2.1) Dimana: Yt adalah tingkat produksi tahun t Tt adalah tingkat teknologi pada tahun t Kt adalah jumlah stok alat modal pada tahun t Dalam dunia nyata, amat sulit untuk mencatat jumlah unit barang dan jasa yang dihasilkan selama periode tertentu, selain karena jenis barang dan jasa yang dihasilkan sangat beragam, juga karena satuan ukurannya berbeda. Karena itu angka yang digunakan untuk menaksir perubahan output adalah nilai moneternya yang tercermin dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, nilai PDB yang digunakan adalah PDB berdasarkan harga konstan. Produk Domestik Bruto atau PDB adalah nilai pasar total output suatu negara. PDB merupakan nilai pasar semua barang dan jasa yang dihasilkan dalam satu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi yang beralokasi dalam suatu negara. (Case & Fair, 2007:21). Mengingat sulitnya mengumpulkan data PDB, maka penghitungan pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilakukan setiap saat, biasanya 18 dilakukan dalam dimensi waktu triwulan dan tahunan. Jika selang waktu pertumbuhan hanya satu periode, maka: .................................................. (2.2) Di mana: Gt = Pertumbuhan ekonomi periode t (triwulan atau tahunan) PDBRt = Produk Domestik Bruto Riil periode t (berdasarkan harga konstan) PDBRt-1 = PDBR satu periode sebelumnya Jika interval waktunya lebih dari satu periode, penghitungan tingkat pertumbuhan ekonomi dapat menggunakan persamaan eksponensial: ....................................(2.3) Di mana: PDBRt = PDBR periode t PDBR0 = PDBR periode awal r = tingkat pertumbuhan t = jarak periode. (Prathama Rahardja, 2004: 118). Menurut Case & Fair (2007: 24) PDB atau GDP bisa dihitung dengan dua cara. Salah satunya adalah menjumlahkan semua jumlah total yang dibelanjakan pada semua barang akhir selama periode tertentu. Ini adalah pendekatan pengeluaran dalam menghitung GDP. Pendekatan lainnya adalah menjumlahkan pendapatan—upah, sewa, bunga dan laba— 19 yang diterima oleh semua faktor produksi dalam menghasilkan barang akhir. Ini adalah pendekatan pendapatan dalam menghitung GDP. Kedua metode ini menghasilkan nilai GDP yang sama. a. Pendekatan Pengeluaran Pendekatan pengeluaran menghitung GDP dengan menjumlahkan 4 komponen yang dinyatakan dalam bentuk persamaan: GDP C I G ( EX IM ) ..........................................(2.4) 4 komponen tersebut, yaitu: 1) Pengeluaran konsumsi pribadi (C): belanja rumah tangga atas barang konsumen. Bagian terbesar dari GDP meliputi pengeluaran konsumsi pribadi (C). Terdapat tiga kategori utama pengeluaran konsumen: barang tahan lama, seperti mobil, perabotan, peralatan rumah tangga, relatif bertahan dalam jangka panjang; Barang tidak tahan lama, seperti makanan, pakaian, bensin dan rokok, dihabiskan dengan segera; Pembayaran jasa—sesuatu yang kita beli yang tidak meliputi produksi hal fisik—meliputi pengeluaran untuk layanan dokter, pengacara dan lembaga pendidikan. 2) Investasi swasta dalam negeri bruto (I): belanja oleh perusahaan dan rumah tangga atas modal baru, seperti pabrik, peralatan, persediaan, dan struktur perumahan baru. 20 Investasi, menurut istilah ilmu ekonomi, mengacu pada pembelian modal baru—perumahan, pabrik, peralatan dan persediaan. Investasi total dalam modal oleh sektor swasta disebut investasi swasta dalam negeri bruto (I). Pengeluaran oleh perusahaan untuk mesin, alat-alat, pabrik, dan seterusnya membentuk investasi nonperumahan. Pengeluaran rumah baru dan bangunan apartemen membentuk investasi perumahan. Komponen ketiga investasi swasta bruto, perubahan persediaan bisnis, adalah jumlah perubahan persediaan perusahaan selama suatu periode. 3) Konsumsi dan investasi bruto pemerintah (G). Meliputi pengeluaran barang akhir oleh pemerintah lokal, negara bagian, dan federal (bom, pensil dan bangunan sekolah), maupun pengeluaran jasa akhirnya (gaji militer, gaji anggota kongres, gaji guru sekolah). 4) Ekspor neto (EX-IM): belanja neto oleh negara lain di dunia, atau ekspor (EX) minus impor (IM). Nilai ekspor neto adalah selisih antara ekspor (penjualan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri pada orang asing) dan impor (pembelian barang dan jasa oleh suatu negara dari negara lain). Angka ini bisa positif atau negatif. Alasan memasukkan ekspor neto dalam definisi GDP adalah karena konsumsi, investasi dan belanja pemerintah (C, I, dan G) memasukkan pengeluaran 21 atas barang yang diproduksi di dalam negeri maupun oleh orang asing. Oleh sebab itu, C+I+G terlalu banyak menekankan produksi dalam negeri karena meliputi pengeluaran barang yang diproduksi oleh pihak asing—yakni, impor yang harus dikurangkan dari GDP untuk mendapatkan angka yang tepat. Pada saat yang sama, C+I+G kurang menekankan produksi dalam negeri karena beberapa dari produksi nasional dijual ke luar negeri sehingga tidak dimasukkan dalam C, I atau G—ekspor harus ditambahkan. b. Pendekatan Pendapatan Menurut Sadono Sukirno (2008: 44), faktor-faktor produksi dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan keahlian keusahawanan. Apabila faktor-faktor produksi ini digunakan untuk mewujudkan barang dan jasa, maka akan diperoleh berbagai jenis pendapatan, yaitu tanah dan harta tetap lainnya memperoleh sewa, tenaga kerja memperoleh gaji dan upah, modal memperoleh bunga dan keahlian keusahawanan memperoleh keuntungan. Dengan menjumlahkan pendapatan-pendapatan tersebut akan diperoleh suatu nilai pendapatan nasional lain, pendapatan nasional ini dinamakan Pendapatan Nasional atau Produk Nasional Neto menurut harga faktor. Dengan demikian, besarnya pendapatan nasional atau PDB adalah (Prathama Rahardja, 2008: 232): 22 PDB=w + i + r + ........................................(2.5) Di mana: w = upah/gaji (wages/salary) i = pendapatan bunga (interest) r = pendapatan sewa (rent) = keuntungan (profit) Dalam penghitungan pendapatan nasional yang sebenarnya, tidak dengan menghitung dan menjumlahkan seluruh gaji dan upah, sewa, bunga dan keuntungan yang diterima oleh faktor-faktor produksi dalam suatu tahun tertentu. Sebabnya adalah karena dalam perekonomian terdapat banyak kegiatan di mana pendapatannya merupakan gabungan dari gaji atau upah, sewa, bunga, dan keuntungan. Oleh karenanya, penghitungan pendapatan nasional dengan cara pendapatan pada umumnya menggolongkan pendapatan yang diterima faktor-faktor produksi secara berikut: 1) Pendapatan para pekerja, yaitu gaji dan upah. 2) Pendapatan dari usaha perseorangan. 3) Pendapatan dari sewa. 4) Bunga neto, yaitu seluruh nilai pembayaran bunga yang dilakukan dikurangi bunga ke atas pinjaman konsumsi dan bunga ke atas pinjaman pemerintah. 5) Keuntungan perusahaan. 23 Yang dinyatakan dalam (2) mencerminkan jumlah gaji dan upah, bunga, sewa dan keuntungan yang diperoleh perusahaanperusahaan yang dijalankan oleh pemiliknya sendiri dan keluarganya. Selain pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran, Sadono Sukirno (2008: 42) menyatakan terdapat pendekatan lainnya, yaitu pendekatan produk neto. c. Pendekatan Produk Neto Produk neto (net output) berarti nilai tambah yang diciptakan dalam suatu proses produksi. Dengan demikian, cara ini adalah cara menghitung dengan menjumlahkan nilai tambah yang diwujudkan oleh perusahaan-perusahaan di berbagai lapangan usaha dalam perekonomian. Yang dimaksud dengan nilai tambah adalah selisih antara nilai output dengan nilai inputnya. Dengan demikian, besarnya PDB adalah: n PDB NT ...................................................................(2.6) i 1 Dimana: i NT = sektor produksi ke 1, 2, 3, ..., n = nilai tambah Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9 sektor lapangan usaha, yaitu: 1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2) Pertambangan dan Penggalian 24 3) Industri Pengolahan 4) Listrik, Gas dan Air 5) Bangunan 6) Perdagangan, Hotel dan Restoran 7) Pengangkutan dan Komunikasi 8) Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 9) Jasa-jasa lain (termasuk pemerintahan) Penggunaan cara ini dalam menghitung pendapatan nasional mempunyai dua tujuan penting, yaitu untuk mengetahui besarnya sumbangan berbagai sektor ekonomi di dalam mewujudkan pendapatan nasional, dan sebagai salah satu cara untuk menghindari penghitungan dua kali—yaitu dengan hanya menghitung nilai produksi neto yang diwujudkan pada berbagai tahap proses produksi. Tujuan utama dari penghitungan pertumbuhan ekonomi adalah ingin melihat apakah kondisi perekonomian makin membaik. Ukuran baik-buruknya dapat dilihat dari struktur produksi (sektoral) atau daerah asal produksi (regional). Dengan melihat struktur produksi, dapat diketahui apakah ada sektor yang terlalu tinggi atau terlalu lambat pertumbuhannya. PDB terdiri dari sektor primer (pertanian dan pertambangan), sektor sekunder (industri pengolahan, konstruksi, listrik, 25 gas dan air bersih), dan sektor tersier (jasa-jasa). (Prathama Rahardja, 2004: 119). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi: a. Faktor Sumber Daya Manusia b. Faktor Sumber Daya Alam c. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi d. Faktor Budaya e. Sumber Daya Modal Ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat atau negara (Lincolin Arsyad, 2010: 269): a. Akumulasi modal, termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fisik (mesin) dan sumber daya manusia (human resources) b. Pertumbuhan penduduk, termasuk hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja (labor force). Semakin banyak jumlah angkatan kerja berarti semakin banyak pasokan tenaga kerja dan semakin banyak jumlah penduduk maka akan meningkatkan potensi pasar domestik. c. Kemajuan Teknologi, hal ini disebabkan karena adanya cara-cara baru ataupun cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaanpekerjaan tradisional. 26 d. Sumber daya institusi (sistem kelembagaan). Institusi yang dimaksud meliputi aturan informal (adat istiadat, tradisi, norma sosial dan agama) serta aturan formal (undang-undang, konstitusi). Menurut Keynes, dalam buku Sadono Sukirno (2008: 85), tingkat kegiatan ekonomi negara ditentukan oleh besarnya permintaan efektif, yaitu permintaan yang disertai oleh kemampuan untuk membayar barang dan jasa yang diminta tersebut, dalam wujud perekonomian. Bertambah besar permintaan efektif yang wujud dalam perekonomian, bertambah besar pula tingkat produksi yang akan dicapai oleh sektor perusahaan. Keadaan ini dengans sendirinya akan menyebabkan pertambahan dalam tingkat kegiatan ekonomi, penggunaan tenaga kerja dan faktor-faktor produksi. Analisis Keynes merupakan suatu analisis jangka pendek, yang berarti analisisnya memisalkan bahwa jumlah maupun kemampuan dari faktor-faktor produksi tidak mengalami pertambahan. Oleh sebab itu, apabila kegiatan ekonomi bertambah tinggi dan lebih banyak faktor-faktor produksi digunakan, pengangguran tenaga kerja dan faktor-faktor produksi lainnya akan berkurang. Dengan demikian tingkat penggunaan tenaga kerja dalam perekonomian tergantung kepada sampai di mana besarnya permintaan efektif yang tercipta dalam perekonomian. Makin besar permintaan efektif, makin kecil jurang di antara tingkat kegiatan ekonomi yang tercapai dengan tingkat kegiatan ekonomi pada tingkat penggunaan 27 tenaga kerja penuh. Sebagai akibatnya, tingkat pengangguran akan menjadi semakin rendah. a. Penentu-penentu Perbelanjaan Agregat Dalam analisisnya, Keynes membagikan permintaan agregat dalam empat jenis pengeluaran: pengeluaran konsumsi oleh rumah tangga, penanaman modal oleh para pengusaha, pengeluaran pemerintah dan ekspor. 1) Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh seluruh rumah tangga dalam perekonomian tergantung kepada pendapatan yang diterima oleh mereka. Makin besar pendapatan mereka maka makin besar pula pengeluaran konsumsi mereka. Oleh Keynes, perbandingan di antara pengeluaran konsumsi pada suatu tingkat pendapatan tertentu dengan pendapatan itu sendiri dinamakan kecondongan mengkonsumsi. Apabila kecondonganmengkonsumsi itu tinggi, bagian dari pendapatan yang yang digunakan untuk mengkonsumsi adalah tinggi. 2) Investasi (Penanaman Modal) Penanaman modal oleh para pengusaha terutama ditentukan oleh 2 faktor: efisiensi marjinal modal dan suku bunga. Efisiensi marjinal modal menggambarkan tingkat pengembalian modal yang 28 akan diperoleh dari kegiatan-kegiatan investasi yang dilakukan dalam perekonomian. Dalam suatu perekonomian, besarnya jumlah investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha tergantung kepada nilai penanaman modal yang tingkat pengembalian modalnya lebih besar dari suku bunga. 3) Pengeluaran Pemerintah Pemerintah bukan saja berfungsi untuk mengatur kegiatan perekonomian, tetapi juga dapat mempengaruhi tingkat pengeluaran agregat dalam perekonomian. Di satu pihak, kegiatan pemerintah melalui pembelanjaan pemungutan agregat. Akan pajak tetapi akan pajak mengurangi tersebut akan dibelanjakan lagi oleh pemerintah dan langkah tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat. Kerapkali pemerintah membelanjakan dana yang melebihi penerimaan pajak, langkah seperti ini akan meningkatkan keseluruhan pembelanjaan agregat. 4) Ekspor ke Pasaran Dunia Ahli ekonomi klasik telah lama menunjukkan bahwa ekspor dapat memperluas pasar dan memungkinkan negara yang mengekspor memperoleh dana untuk mengimpor barang lain, termasuk barang modal yang akan mengembangkan perekonomian lebih lanjut. Perkembangan ekspor yang pesat akan menyebabkan pertambahan pesat dalam pembelanjaan agregat, yang pada 29 akhirnya akan menimbulkan pertumbuhan pendapatan nasional (dan pertumbuhan ekonomi) yang pesat (Sadono Sukirno, 2008: 87). b. Komponen Pengeluaran Agregat Dalam ekonomi terbuka, pengeluaran agregat meliputi lima jenis pengeluaran berikut: 1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga atas barang-barang yang dihasilkan di dalam negei (Cdn). 2) Investasi perusahaan (I) untuk menambah kapasitas sektor perusahaan dalam menghasilkan barang dan jasa. 3) Pengeluaran pemerintah atas barang dan jasa yang diperoleh di dalam negeri (G). 4) Ekspor, yaitu pembelian negara lain atas barang buatan perusahaan-perusahaan di dalam negeri (X). 5) Barang impor, yaitu barang yang dibeli dar luar negeri (M). Dengan demikian, pengeluaran agregat (AE) dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut (Sadono Sukirno, 2008: 205): AE C dn I G (X M) .............................................(2.7) Agar menjadi lebih sederhana, maka (X-M) dinotasikan sebagai NX yang merupakan ekspor neto. Dengan demikian, persamaan pengeluaran agregat menjadi: 30 AE C dn I G NX .....................................................(2.8) Bila nilai ekspor lebih besar dari nilai impor maka saldo ekspor neto positif atau posisi neraca perdagangan luar negeri surplus, sehingga Y (income) naik dan berarti pula PDB naik. Sebaliknya, bila nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor maka saldo ekspor neto negatif atau posisi neraca perdagangan luar negeri defisit, sehingga Y (income) turun dan berarti pula PDB akan turun (Hamdy Hady, 2001: 19) 2. Investasi Menurut Sadono Sukirno (2008: 121), investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebihbanyak barang dan jasa di masa yang akan datang serta untuk menggantikan barang-barang modal yang telah haus dan perlu didepresiasikan. Jenis investasi dapat dibedakan atas public investment dan private investment, domestic dan foreign investment, gross investment dan net investment. Public investment adalah investasi atau penanaman modal 31 yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah dan sifatnya resmi. Sedangkan private investment adalah investasi yang dilaksanakan oleh pihak swasta. Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri, sedangkan foreign investment adalah penanaman modal asing. Gross investment adalah total seluruh investasi yang dilaksanakan pada suatu waktu, baik itu autonomous maupun induced, atau private maupun public. Sedangkan net investment adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan. (Harjanti, 2005, dalam Novita Linda Sitompul, 2007). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis. Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. a. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Menurut UU no. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal, modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha 32 yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara RI, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. b. Penanaman Modal Asing (PMA) Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. (UU no. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal). 33 Modal asing dapat memasuki suatu negara dalam bentuk modal swasta dan/atau modal negara. Modal asing swasta dapat mengambil bentuk investasi langsung dan investasi tidak langsung. Investasi langsung, berarti bahwa perusahaan dari negara penanam modal secara de facto atau de jure melakukan pengawasan atas asset (aktiva) yang ditanam di negara pengimpor modal dengan cara investasi itu. Investasi langsung dapat mengambil beberapa bentuk, yaitu pembentukan suatu cabang perusahaan di negara pengimpor modal, pembentukan suatu perusahaan dalam mana perusahaan dari negara penanam modal memiliki mayoritas saham, pembentukan suatu perusahaan di negara pengimpor yang semata-mata dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara penanam modal, mendirikan suatu korporasi di negara penananam modal untuk secara khusus beroperasi di negara lain, atau menaruh asset (aktiva) tetap di negara lain oleh perusahaan nasional dari negara penananam modal. Investasi tidak langsung, lebih dikenal sebagai investasi portfolio atau rentier yang sebagian besar terdiri dari penguasaan atas saham yang dapat dipindahkan (yang dikeluarkan atau dijamin oleh pemerintah negara pengimpor modal), atas saham atau surat utang oleh warga negara dari beberapa negara lain. Penguasaan saham tersebut tidaklah sama dengan hak untuk mengendalikan perusahaan. Para 34 pemegang saham hanya mempunyai hak atas deviden saja. (Jhingan, 2010: 483) Modal asing negara terdiri dari: (a) Pinjaman keras bilateral, yaitu pemberian pinjaman oleh pemerintah Inggris dalam bentuk poundsterling kepada pemerintah India; (b) Pinjaman lunak Bilateral, yaitu penjualan bahan makanan dan produk perkebunan lainnya kepada India oleh Amerika Serikat berdasarkan Perjanjian Luar negeri nomor 480; (c) Pinjaman Multilateral, yaitu sumbangan kepada Aid India Club, Colombia Plan dan lain-lain, oleh negara-negara anggota. Ke dalam kategori ini termasuk juga pinjaman yang disediakan oleh berbagai badan PBB seperti IBRD(International Bank for Reconstruction and Development), IFC, IDA, SUNFED, UNDP, dan lain-lain. (Jhingan, 2010: 484) Tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk: a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; b. Menciptakan lapangan kerja; c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; e. Meningkatkan kapasitas dan kemajuan teknologi nasional; f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; 35 g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (UU no. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal, pasal 3 ayat 2). Penanam modal melakukan investasi bukan untuk memenuhi kebutuhan mereka tetapi untuk mencari keuntungan. Disamping ditentukan oleh harapan di masa depan untuk memperoleh untung, beberapa faktor lain juga memiliki peranan penting dalam menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian. Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah (Sadono Sukirno, 2008: 121): a. Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh b. Suku bunga, semakin tinggi tingkat bunganya maka biaya investasi akan semakin mahal, akibatnya minat berinvestasi menjadi menurun (Prathama Rahardja, 2008: 279). c. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan d. Kemajuan teknologi e. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya f. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan. Menurut Keynes, modal memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian di mana penggunaan modal ditekankan 36 kepada permintaan yang tinggi, dan permintaan yang tinggi itu diharapkan dapat diikuti oleh penawaran yang tinggi pula. Asumsi Keynes (Lia Amalia, 2007: 13): a. Perekonomian bisa full employment dan tidak full employment b. Perekonomian berada dalam 3 sektor (konsumen, produsen pemerintah) c. Adanya campur tangan pemerintah d. Perekonomian dianalisa dalam jangka pendek. Cobb Douglas mengemukakan tentang teori fungsi produksi yang menitikberatkan pada modal, teknologi dan tenaga kerja dalam menaikkan laju pertumbuhan ekonomi. (Lia Amalia, 2007: 18) Fungsi produksi: Yt= Tt. Kt. Lt .......................................................................(2.9) Dimana: Yt adalah tingkat produksi tahun t Tt adalah tingkat teknologi pada tahun t Kt adalah jumlah stok alat modal pada tahun t Menurut model pertumbuhan Harrord-Domar, untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock). Dalam rasio modal-output, tabungan (S) adalah bagian dalam jumlah tertentu, atau s, dari pendapatan nasional (Y), yang persamaannya: S=sY. Investasi neto (I) adalah perubahan stok modal (K) yang dapat diwakili oleh K, sehingga persamaannya adalah: I= K. Akan tetapi, karena jumlah stok 37 modal, K, mempunyai hubungan langsung dengan jumlah pendapatan nasional atau output, Y, seperti telah ditunjukkan oleh rasio modal-output, k, maka: K Y k , sehingga K k Y . (Todaro, 2006: 128). Meningat tabungan nasional neto (S) harus sama investasi neto (I), maka persamaannya: S=I, sehingga persamaannya menjadi: S=sY=k Y= K=I, atau bisa diringkas menjadi sY=k Y, atau Y Y s . Dengan k Y/Y sebenarnya merupakan tingkat perubahan atau pertumbuhan GDP (yaitu angka persentase perubahan GDP) yang ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan nasional s, serta rasio modal-output nasional, k. Secara lebih spesifik, persamaan ini menyatakan bahwa tanpa adanya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional akan secara langsung atau secara ―positif‖ berbanding lurus dengan rasio tabungan dan berbanding terbalik terhadap rasio modal-output dari suatu perekonomian. (Todaro, 2006: 129). Hubungan antara investasi (PMA dan PMDN) dengan pertumbuhan ekonomi adalah dengan adanya investasi berupa pembelian barang modal dan pelengkapanproduksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa yang dibutuhkandalam perekonomian sehingga hal ini dapat meningkatkan PDB riil Indonesia dan dengan demikian akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (Tri Handayani, 2011). Peningkatan investasi akan meningkatkan 38 kapasitas produksi yang pada akhirnya berujungpada pembukaan lapangan kerja baru, yang pada tahap selanjutnya akan mendorongpertumbuhan ekonomi (Adrian Sutawijaya, 2010: 26). Hubungan antara investasi (PMA dan PMDN) dengan ekspor neto adalah investasi berpengaruh positif terhadap ekspor, dengan adanya peningkatan pada investasi melalui pembelian barang-barang modal yang dapat meningkatkan produktivitas dalam perekonomian, maka barang dan jasa yang dihasilkan akan meningkat dan dengan kata lain ekspor juga akan meningkat. Tingginya investasi maka akan berakibat pada tingginya ekspor dan dengan tingginya ekspor maka ekspor neto juga akan meningkat. Hubungan antara investasi (PMA dan PMDN) dengan inflasi adalah peningkatan pada investasi akan meningkatkan produksi barang dan jasa di pasar sehingga kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dan harga-harga dapat dikendalikan dalam batas wajar sehingga inflasi dapat berkurang. 3. Inflasi Menurut Keynes, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi, menurut pandangan ini tidak lain adalah perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar 39 daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia. (Boediono, 2000: 172). Yang penting terdapat kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama satu periode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan presentase yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi. (Nopirin, 2009: 25). Mempertahankan inflasi tetap rendah telah lama menjadi tujuan kebijakan pemerintah. Yang menjadi masalah utama adalah hiperinflasi, atau periode peningkatan yang sangat cepat dalam tingkat harga secara keseluruhan. (Case & Fair, 2007: 5). Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Deflasi adalah penurunan tingkat harga keseluruhan. Deflasi terjadi ketika banyak harga turun secara serentak. (Case & Fair, 2007: 57). Perubahan harga umum sangat tergantung pada permintaan dan penawaran agregat. Inflasi tekanan permintaan (demand pull inflation) adalah inflasi yang terjadi karena dominannya tekanan permintaan agregat yang mengakibatkan peningkatan pada tingkat harga umum. Dari sisi penawaran agregat, apabila terjadi kenaikan biaya produksi, maka akan menyebabkan berkurangnya penawaran agregat. Naiknya biaya produksi disebabkan oleh naiknya harga umum, yang mengurangi penawaran agregat. Jika penawaran agregat berkurang, maka inflasi akan disertai kontraksi ekonomi, sehingga jumlah output menjadi lebih kecil. Inflasi 40 yang disebabkan oleh biaya produksi disebut inflasi dorongan biaya (cost push inflation).(Prathama Rahardja & Manurung, 2008: 365). Adapun jenis inflasi dapat dibedakan berdasarkan pada tingkat laju inflasi (Asfia Murni, 2006: 204), yaitu: a. Moderat Inflation (laju inflasinya antara 7-10%) adalah inflasi yang ditandai dengan harga-harga yang meningkat secara lambat. b. Galloping inflation adalah inflasi ganas (tingkat laju inflasinya antara 20-100%) yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius terhadap perekonomian dan timbulnya distorsi-distorsi besar dalam perekonomian. c. Hyperinflation, adalah inflasi yang tingkat inflasinya sangat tinggi (di atas 100%). Inflasi juga dapat dilihat berdasarkan sumbernya. Inflasi berdasarkan sumbernya dibagi menjadi dua, yaitu domestic inflation dan imported inflation. Domestic inflationmerupakan inflasi yang berasal dari dalam negeri itu sendiri misalnya inflasi yang disebabkan karena defisit keuangan negara yang ditutupi dengan pengenaan pajak oleh pemerintah atau dengan pencetakan uang baru. Imported inflation, inflasi dapat juga bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang diimpor, terutama barang yang diimpor tersebut mempunyai peranan penting dalam setiap produksi. (Asfia Murni, 2006: 205) 41 Terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu, yaitu: a. Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang dikonsumsi masyarakat dalam suatu periode tertentu. b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen, maka IHPB melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga produsen. IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada berbagai tingkat produksi. c. Indeks Harga Implisit (GDP deflator) menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian suatu negara. Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan. (Prathama Rahardja & Manurung, 2008: 369). Laju atau tingkat inflasi dapat dihitung dengan rumus berikut (Asfia Murni, 2006: 41): Laju Inflasi IHK t IHK (t IHK (t 1) 100% ............................. (2.10) 1) 42 Di mana: IHK t = Indeks Harga Konsumen tahun t IHK t 1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1) Menurut bank Indonesia, kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil 43 menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah. Salah satu akibat penting dari inflasi adalah ia cenderung menurunkan taraf kemakmuran segolongan besar masyarakat. Sebagian besar pelaku-pelaku kegiatan ekonomi terdiri dari pekerja-pekerja yang bergaji tetap. Inflasi biasanya berlaku lebih cepat dari kenaikan upah para pekerja. Oleh sebab itu upah riil para pekerja akan merosot disebabkan oleh inflasi dan keadaan ini berarti tingkat kemakmuran segolongonan besar masyarakat mengalami kemerosotan. Prospek pembangunan ekonomi jangka panjang akan menjadi semakin memburuk sekiranya inflasi tidak dapat dikendalikan. Inflasi yang bertambah serius tersebut cenderung untuk mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor dan menaikkan impor. Kecenderungan ini akan meperlambat pertumbuhan ekonomi. (Sadono Sukirno, 2008: 15) Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakan perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan, maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Kenaikan harga-harga menimbulkan efek yang buruk dalam perdagangan, barang-barang domestik tidak dapat bersaing di pasaran internasional dengan kata lain ekspor akan menurun. Sebaliknya, harga-harga produksi dalam negeri yang semakin tinggi sebagai akibat inflasi menyebabkan 44 barang-barang impor menjadi relatif murah, maka lebih banyak impor akan dilakukan. (Sadono Sukirno, 2008: 339). Hubungan antara inflasi dengan ekspor neto adalah inflasi yang tinggi akan mengakibatkan kenaikan pada biaya produksi yang menyebabkan kegiatan produktif menjadi sangat tidak menguntungkan. Kenaikan harga-harga menimbulkan efek yang buruk dalam perdagangan, barang-barang domestik tidak dapat bersaing di pasaran internasional dengan kata lain ekspor akan menurun dan impor akan meningkat, dengan begitu ekspor neto akan menurun. Hubungan antara inflasi dengan investasi (PMA dan PMDN) adalah dengan inflasi yang tinggi, biaya akan terus-menerus naik menyebabkan kegiatan produktif menjadi tidak menguntungkan, maka pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Dengan kata lain inflasi yang bertambah tinggi atau serius akan mengurangi investasi yang produktif. 4. Ekspor Neto Menurut Case & Fair (2007: 387), ekspor neto merupakan selisih antara ekspor total dengan impor total suatu negara. Apabila nilai ekspor neto positif, berarti nilai ekspor lebih besar dari nilai impor dan apabila nilai ekspor neto negatif, berarti nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor. 45 a. Ekspor Ekspor adalah pembelian negara lain atas barang buatan perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Faktor terpenting yang menentukan ekspor adalah kemampuan dari Negara tersebut untuk mengeluarkan barang-barang yang dapat bersaing dalam pasaran luar negeri. (Sadono Sukirno, 2008: 205). Ekspor akan secara langsung mempengaruhi pendapatan nasional. Akan tetapi, hubungan yang sebaliknya tidak selalu berlaku, yaitu kenaikan pendapatan nasional belum tentu menaikkan ekspor oleh karena pendapatan nasional dapat mengalami kenaikan sebagai akibat dari kenaikan pengeluaran rumah tangga, investasi perusahaan, pengeluaran pemerintah dan penggantian barang impor dengan barang buatan dalam negeri. (Sadono Sukirno, 2008: 206). Hal-hal yang menentukan ekspor adalah (Todaro, 1998: 110): 1) Daya saing dan keadaan ekonomi negara-negara lain. Kedua faktor ini dapat dipandang sebagai faktor terpenting yang akan menetukan ekspor suatu negara. Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara menjual ke luar negeri tergantung kepada kemampuannya menyaingi barang-barang yang sejenis di pasaran internasional. Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang yang bermutu dengan harga yang murah akan menentukan tingkat ekspor yang dicapai suatu negara. 46 Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara-negara lain. Apabila ekonomi dunia mengalami resesi dan pengangguran di berbagai negara meningkat, permintaan dunia ke atas ekspor suatu negara akan berkurang. Sebaliknya, kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara. 2) Proteksi di negara-negara lain. Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara. Negara-negara sedang berkembang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan hasil-hasil pertanian dan hasil-hasil industri barang konsumsi (misalnya pakaian dan sepatu) dengan harga yang lebih murah dari di negara maju. Akan tetapi kebijakan proteksi di negara-negara maju memperlambat perkembangan ekspor seperti itu dari negara-negara sedang berkembang. Contoh ini memberi gambaran tentang bagaimana proteksi perdagangan akan mempengaruhi ekspor. 3) Kurs valuta asing. Permintaan suatu barang ditentukan oleh harganya dengan pertimbangan adanya penambahan kurs pada harga tersebut. 47 b. Impor Impor merupakan pembelian suatu negara atas barang buatan luar negeri. Penentu impor yang paling utama adalah pendapatan masyarakat suatu negara. Semakin tinggi pendapatan masyarakat, maka semakin tinggi pula impor yang akan mereka lakukan. (Sadono Sukirno, 2008: 207). Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi rumah tangga dan perilaku investasi perusahaan cenderung mempengaruhi permintaan impor karena sebagian barang impor adalah barang konsumsi dan sebagian adalah barang investasi, maka faktorfaktor semacam upah riil setelah pajak, pendapatan non tenaga kerja setelah pajak dan tingkat bunga mempengaruhi belanja konsumsi; sehingga ini seharusnya juga mempengaruhi belanja atas impor. Demikian pula segala hal yang meningkatkan belanja investasi cenderung meningkatkan permintaan impor. Penurunan tingkat bunga, misalnya, seharusnya mendorong belanja atas barang yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diproduksi asing. Ada satu pertimbangan tambahan dalam menentukan belanja impor: harga relatif barang yang diproduksi dalam negeri dan diproduksi luar negeri. Jika harga barang asing turun relatf terhadap harga barang domestik, orang akan mengonsumsi relatif lebih banyak barang asing daripada barang domestik(Case & Fair, 2007: 390). 48 Perdagangan internasional merupakan pendorong positif dan kuat terhadap pembangunan ekonomi. Alasannya, untuk meningkatkan pembangunan perlu fokus pada kegiatan ekspor terutama produk sektor industri (export promotion). Peningkatan ekspor membuka peluang perolehan devisa yang diperlukan untuk mengimpor barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang-barang kapital (strategi kebijakan substitution import).Perdagangan yang dilakukan dapat menimbulkan transfer knowledge yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan input, sehingga akan mempercepat pembangunan ekonomi. Perdagangan internasional juga memperluas pasaran dan merangsang investasi, pendapatan dan tabungan melalui alokasi sumber daya dengan lebih efisien yang berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. (Jhingan, 2010: 448). Bila nilai ekspor lebih besar dari nilai impor maka saldo ekspor neto positif atau posisi neraca perdagangan luar negeri surplus, sehingga Y (income) naik dan berarti pula PDB naik. Sebaliknya, bila nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor maka saldo ekspor neto negatif atau posisi neraca perdagangan luar negeri defisit, sehingga Y (income) turun dan berarti pula PDB akan turun (Hamdy Hady, 2001: 19). 49 Berikut adalah beberapa teori mengenai perdagangan internasional: a. Teori Adam Smith Menurut teori Adam Smith, setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage), serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute disadvantage). Pendapat Adam Smith dalam teorinya tersebut adalah sebagai berikut: 1) Ukuran kemakmuran suatu negara, bukanlah ditentukan oleh banyaknya LM (logam mulia) yang dimilikinya. 2) Kemakmuran suatu negara ditentukan oleh besarnya PDB dan sumbangan perdagangan luar negeri terhadap pembentukan PDB negara tersebut. 3) Untuk meningkatkan PDB dan perdagangan luar negeri, maka pemerintah harus mengurangi campur tangannya sehingga tercipta perdagangan bebas atau free trade. 4) Dengan adanya free trade maka akan menimbulkan persaingan yang semakin ketat. Hal ini akan mendorong masing-masing negara untuk melakukan spesialisasi dan pembagian kerja 50 internasional dengan berdasarkan kepada keunggulan absolut yang dimiliki masing-masing negara. 5) Spesialisasi dan pembagian kerja internasional yang didasarkan kepada keunggulan absolut, akan memacu peningkatan produktivitas dan efisiensi sehingga terjadi peningkatan PDB dan perdagangan internasional. 6) Peningkatan PDB dan perdagangan internasional ini identik dengan peningkatan kemakmuran suatu negara(Hamdy Hady, 2001: 27). b. Teori David Ricardo Menurut Adam Smith, perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Dengan demikian, bila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut untuk kedua jenis produk, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan. Hal ini merupakan kelemahan teori keunggulan absolut Adam Smith. Namun, kelemahan ini diperbaiki oleh David Ricardo dengan teori comparative advantage atau keunggulan komparatif, baik secara cost comparative (labor efficiency) maupun production comparative (labor productivity). 51 Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labor value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative (labor productivity), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien. Kesimpulannya, perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi, walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut, asalkan masing-masing negara memiliki perbedaan dalam labor efficiency (cost comparative advantage) dan atau labor productivity (production comparative advantage). (Hamdy Hady, 2001: 38). c. Teori Hecksher-Ohlin Menurut teori Hecksher-Ohlin, perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara. Perbedaan oppurtinity cost tersebut dapat menimbulkan terjadinya perdagangan internasional. Negara- 52 negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak/murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka/mahal dalam memproduksinya. Kesimpulan dari teori ini adalah sebagai berikut: 1) Harga/biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah/proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara. 2) Comparative advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya. 3) Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya. 4) Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya (Hamdy Hady, 2001: 43). Hubungan antara ekspor neto dan pertumbuhan ekonomi adalah ekspor akanmenghasilkan devisa yang akan digunakan untuk membiayai 53 impor bahan baku danbarang modal yang diperlukan dalam proses produksi yang akan membentuk nilai tambah. Agregasinilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam perekonomian merupakan nilai ProdukDomestik Bruto. (Adrian Sutawijaya, 2010: 15). Perdagangan internasional adalah perdagangan yang melintasi antar negara yang mencakup aktivitas ekspor dan impor baik barang maupun jasa. Perananan perdaganganan internasional sangat penting sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi (Ervin Mardalena, 2009: 67). Hubungan antara ekspor neto dengan inflasi adalah jika nilaiekspor neto tinggi, berarti nilai ekspor lebih besar dai impor. Dengan meningkatnya ekspor maka perputaran uang tidak akan terjadi hanya di dalam negeri saja tetapi juga ke luar negeri, sehingga perekonomian akan berjalan dengan sewajarnya dan impor akan berkurang sehingga inflasi dapat berkurang. Hubungan antara ekspor neto dengan investasi (PMA dan PMDN) adalah dengan adanya ekspor maka barang-barang yang ada di dalam negeri akan berkurang karena jika nilai ekspor neto tinggi maka nilai ekspor itu tinggi dan impor berkurang, sehingga dibutuhkan peningkatan investasi dalam membeli barang-barang modal dan perlengkapanperlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa sehingga dapat mencukupi kebutuhan di dalam negeri. 54 B. Penelitian Sebelumnya Berikut adalah penelitian-penelitian terdahulu mengenai variabel ekspor neto, investasi (PMA dan PMDN), inflasi dan pertumbuhan ekonomi: Pada penelitian yang dilakukan oleh Audrey Liwan dan Evan Lau (2007) yang berjudul ―Managing Growth: The Role of Export, Inflation and Investment in three ASEAN Neighboring‖, menunjukkan bahwa ekspor, investasi dan inflasi memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, Malaysia dan Thailand, hanya perbedaannya adalah pengaruhnya itu positif atau negative. Ekspor berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, Malaysia dan Thailand. Inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Thailand dan Malaysia tetapi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tingkat inflasi di Indonesia cukup stabil selama beberapa tahun, yang mana membawa hubungan positif antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indoneisa, Malaysia dan Thailand. Penelitian yang dilakukan oleh Eni Setyowati, Wuryaningsih DL, Rini Kuswati (2008) yang berjudul ―Kausalitas Investasi Asing terhadap Pertumbuhan Ekonomi‖ membuktikan bahwa Investasi asing atau PMA berpengaruh positif dan signifikan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena harapan bagi negara berkembang atas peran modal asing yang masuk ke negaranyasebagaimana yang ditulis Mudrajad (1997) yaitu: pertama, sumber dana eksternal 55 dapatdimanfaatkan oleh negara berkembang sebagai dasar untuk mempercepat pertumbuhanekonomi, kedua, pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti denganstruktur ekonomi dan perdagangan; ketiga, modal asing dapat berperan penting dalam mobilisasi dana maupun transformasi struktural; keempat, kebutuhan akan modal asing menjadi menurun setelah perubahan struktural benar-benar terjadi. Penelitian yang dilakukan oleh Ervin Mardalena (2009) yang berjudul ―Pengaruh Invetasi Swasta dan Perdagangan Internasional terhadap Pertumbuhan Ekonomi‖ membuktikan bahwa berdasarkan hasil estimasi model regresi, variabel perdagangan internasional (yang mencakup ekspor dan impor serta ekspor neto) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan variabel investasi (PMA dan PMDN) berpengaruh positif namun tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5% terhadap perrtumbuhan ekonomi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Adrian Sutawijaya (2010), yang berjudul ―Pengaruh Ekspor dan Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1980-2006‖ menunjukkan bahwa investasi, baik dari swasta dan pemerintah serta ekspor baik migas dan non migas berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tetapi hanya variabel ekspor migas yang berpengaruh secara signifikan tetapi tidak secara statistik. Investasi swasta (PMA dan PMDN) akan memberikan dampak yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0.306% sedangkan investasi 56 pemerintah memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0.084%. Peningkatan investasi akan meningkatkan kapasitas produksi yang pada akhirnya berujung pada pembukaan lapangan kerja baru, yang pada tahap selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, adanya peningkatan investasi memungkinkan terjadinya transfer teknologi dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, investasi swasta baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri harus diupayakan peningkatannya dari waktu ke waktu dengan memberikan berbagai insentif seperti memberikan keringan pajak dan memangkas birokrasi perijinan, memberikan pelayanan yang cepat, murah, efisien dan sebagainya. Investasi pemerintah walaupun memberikan pengaruh yang lebih kecil namun peranannya tidak boleh diabaikan. Investasi pemerintah juga harus diupayakan peningkatannya karena disamping memberikan manfaat ekonomi juga memberikan manfaat sosial untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Penelitian yang dilakukan oleh Ambar Sariningrum (2010) yang berjudul ―Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja dan Ekspor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 1990-2007‖ membuktikan bahwa Investasi dan ekspor neto (ekspor-impor) berpengaruh positif dan signifikan dalam jangka pendek dan jangka panjang.Hal ini disebabkan oleh makin tingginya produktifitas sumber daya yang dialokasikan pada sumber-sumber pendapatan yang menguntungkan untuk ekspor yaitu sektor yang memiliki 57 keunggulan komparatif serta adanya efek tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi. Penelitian oleh Antoni (2010) yang berjudul ―Kointegrasi antara Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia‖, hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara inflasi dan GDP. GDP mempengaruhi tingkat inflasi dalam jangka waktu pendek tetapi tingkat inflasi tidak mempengaruhi GDP dalam jangka waktu pendek. Sebaliknya, tingkat inflasi mungkin mempengaruhi GDP dalam jangka waktu panjang. Ini karena Indonesia pernah mengalami masalah tingkat inflasi yang tinggi, maka berdasarkan keputusan penguji yang dilakukan menghasilkan bahwa tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan dalam jangka pendek. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Handayani (2011) yang berjudul ―Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 1999-2008‖, hasil penelitian membuktikan bahwa PMA dan infrastruktur berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, sedangkan PMDN berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. PMDN berpengaruh secara negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dikarenakan masih minimnya pelayanan birokrasi di Indonesia, serta ketersediaan informasi potensi penanaman modal bagi investor yang masih terbatas. Infrastruktur berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, ini membuktikan bahwa 58 pelaksanaan infrastruktur serta pengalokasian belanja publik sudah cukup terlaksana dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Emine Kilavuz and Betul Altay Topcu (2012) yang berjudul ―Export and Economic Growth in the Case of the Manufacturing Industry: Panel Data Analysis of Developing Countries‖ menggunakan dua model. Model pertama, menganalisis pengaruh industri manufaktur ekspor berteknologi rendah dan tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi di 22 negara berkembang, yaitu Argentina, Algeria, Afrika Selatan, Gabon, Meksiko, Malaysia, Peru, Romania, Chili, Turki, Uruguay, Venezuela, Bolivia, Equador, Indonesia, Cote D’ Ivoire, Filipina, Honduras, India, Mesir, Thailand, Pakistan. Dan model kedua, menganalisis pengaruh industri manufaktur ekspor dan impor berteknologi rendah dan tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi di 22 negara berkembang tersebut. Hasil model pertama menunjukkan bahwa investasi dan variabel industri manufaktur ekspor berteknologi tinggi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di 22 negara tersebut. Hasil model kedua juga menunjukkan bahwa investasi dan variabel industri manufaktur ekspor berteknologi rendah dan tinggi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan industri manufaktur impor berteknologi tinggi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di 22 negara berkembang tersebut. ini menunjukkan bahwa karena eksternalitas yang dinamis dan positif dalam 22 negara berkembang tersebut, 59 ekspor dengan teknologi tinggi dan rendah memliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi 22 negara tersebut. Kebijakan perdagangan internasional (foreign trade policy) perlu diaplikasikan dalam 22 negara tersebut, agar dapat meningkatkan industri manufaktur ekspor dan impor teknologi rendah dan tinggi dalam memproduksi barang demi perekonomian jangka panjang. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Ernita, Syamsul Amar dan Efrizal Syofyan(2013) yang berjudul ―Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Investasi dan Konsumsi di Indonesia‖, hasil penelitian membuktikan bahwa konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor neto berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kenaikan investasi akan memicu kenaikan pertumbuhan ekonomi karena kenaikan investasi mengindikasikan telah terjadinya kenaikan penanaman modal atau pembentukan modal. Kenaikan penanaman modal atau pembentukan modal akan berakibat terhadap peningkatanproduksi barang dan jasa di dalam perekonomian. Peningkatan produksi barang danjasa ini akan menyebabkan peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi. Begitu juga dengan ekspor neto, jika ekspor mengalami peningkatan maka produksi barang dan jasa juga akan mengalami peningkatan karena net ekspor yang meningkat mengindikasikan permintaan terhadap barang dan jasa di luar negeri lebih besar dari pada permintaan barang luar negeri di dalam negeri. Oleh karena itu, perekonomian 60 akan meningkatkan jumlah produksibarang jasa. Peningkatan produksi barang dan jasa ini akan menyebabkan peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi. Berikut adalah rangkuman dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai variabel ekspor neto, investasi (PMA dan PMDN), inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tabel 2.1. Matriks Referensi Penelitian Sebelumnya No. Peneliti Judul Variabel Metode Hasil 1 Audrey Liwan and Evan Lau (2007) Managing Growth: The Role of Export, Inflation and Investment in three ASEAN Neighboring Countries 1. 2. 3. 4. Ekspor Inflasi Investasi Pertumbuhan Ekonomi Analisis VAR dan VECM Kausalitas Investasi Asing terhadap Pertumbuhan Ekonomi 1. 2. PMA Pertumbuhan Ekonomi VECM Pengaruh Investasi Swasta dan Perdagangan Inetrnasional terhadap Pertumbuhan Ekonomi 1. Investasi Swasta (PMA dan PMDN) Ekspor-impor Ekspor Neto Pertumbuhan Ekonomi Ekspor berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, Malaysia dan Thailand. Inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Thailand dan Malaysia tetapi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, Malaysia dan Thailand. Investasi asing atau PMA berpengaruh positif dan signifikan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil estimasi model regresi, variabel perdagangan internasional (eksporimpor) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap 2 Eni Setyowati, Wuryaningsih DL, Rini Kuswati (2008) 3 Ervin Mardalena (2009) 2. 3. 4. OLS 61 4 5 Adrian Sutawijaya dan Zulfahmi (2010) Ambar Sariningrum (2010) 6 Antoni (2010) 7 Tri Handayani (2011) Pengaruh Ekspor dan Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 19802006 1. 2. Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja dan Ekspor terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 19902007 Kointegrasi Antara Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia 1. 2. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonmi di Indonesia Periode 1999-2008 3. 4. 1. 2. Ekspor Investasi Pemerintah dan Investasi Swasta Pertumbuhan Ekonomi Investasi Tenaga Kerja Ekspor-impor, Ekspor Neto Pertumbuhan ekonomi Inflasi Pertumbuhan Ekonomi 1. Pertumbuhan Ekonomi 2. PMA 3. PMDN 4. Infrastruktur Ordinary Least Square (OLS) VECM VECM Ordinary Least Square (OLS) pertumbuhan ekonomi sedangkan variabel investasi swasta (PMA dan PMDN) berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap perrtumbuhan ekonomi. Investasi pemerintah dan swasta (PMA dan PMDN) serta ekspor non migas berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi ekspor migas tidak berpengaruh secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi. Investasi dan ekspor neto (ekspor-impor) berpengaruh positif dan signifikan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Terdapat hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara inflasi dan GDP (Gross Domestic Product). GDP mempengaruhi inflasi dalam jangka pendek, dan inflasi mungkin mempengaruhi GDP dalam jangka panjang. PMA (Penanaman Modal Asing) dan infrastruktur berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, sedangkan PMDN tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi 62 8 Emine Kilavuz and Betul Altay Topcu (2012) Export and Economic Growth in the Case of the Manufacturing Industry: Panel Data Analysis of Developing Countries 1. 2. 3. Ekspor Impor Pertumbuhan Ekonomi Analisis data panel dan OLS 9 Dewi Ernita, Syamsul Amar dan Efrizal Syofyan (2013) Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Investasi dan Konsumsi di Indonesia 1. Pengeluaran Pemerintah Investasi Konsumsi Ekspor Neto Suku Bunga Inflasi Pendapatan Disposabel Konsumsi sebelumnya Pertumbuhan Ekonomi TwoStage Least Squares (2 SLS) 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Indonesia. Ekspor berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negaranegara berkembang, yang dalam penelitian ini negara-negara berkembang tersebut adalah Argentina, Algeria, Afrika Selatan, Gabon, Meksiko, Malaysia, Peru, Romania, Chili, Turki, Uruguay, Venezuela, Bolivia, Equador, Indonesia, Cote D’ Ivoire, Filipina, Honduras, India, Mesir, Thailand, Pakistan. Konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor neto berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. (variabel lain yang tidak berhubungan dengan analisis ini tidak disebutkan). C. Kerangka Berpikir Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang ditetapkan. 63 Latar belakang penelitian yang terdiri dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah selanjutnya akan timbul perumusan masalah. Perumusan masalah ini menciptakan adanya variabel-variabel yang akan diteliti baik itu berupa variabel dependen maupun variabel independen. Variabel dependen terdiri daripertumbuhan ekonomi sedangkan variabel independen terdiri dari Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri. Selanjutnya adalah kita melihat bagaimana hubungan antara variabel Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap pertumbuhan ekonomi. Hubungan ini juga dilihat dari teoriteori yang sudah ada. Untuk investasi, terdapat tiga teori yang menerangkan pentingnya modal dalam pertumbuhan ekonomi, seperti menurut Keynes, bahwa penggunaan modal ditekankan pada permintaan yang tinggi dan permintaan yang tinggi itu diharapkan dapat diikuti oleh penawaran yang tinggi pula yang nantinya akan mengakibatkan peningkatan pada pertumbuhan ekonomi. Juga teori fungsi produksi yang dikemukakan oleh Cobb Douglas yang menitikberatkan pada modal, teknologi dan tenaga kerja dalam menaikkan pertumbuhan ekonomi. Dan model pertumbuhan Harrord-Domar, yang menyatakan bahwa untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal. Untuk inflasi, seperti yang dikemukakan oleh Nopirin dan Keynes bahwa dengan adanya inflasi yang mengakibatkan terjadinya kenaikan harga 64 umum barang secara terus-menerus selama satu periode tertentu akan mengurangi produktivitas dan daya beli masayarakat yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, menurut bank Indonesia, inflasi yang bertambah serius akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat menurun, ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan seperti konsumsi, produksi dan investasi, hal ini akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Juga untuk ekspor neto, teori yang digunakan adalah teori tentang perdagangan internasional oleh Adam Smith, David Ricardo dan Hecksher-Ohlin yang mengemukakan tentang pentingnya perdagangan internasional dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang dilakukan melalui spesialisasi berdasarkan cost dan production comparative advantage, opportunity cost dan keunggulan mutlak dari perdagangan antar negara. Selanjutnya, penjabaran ini dapat dilihat secara lebih sederhana pada Gambar. 2.1. Kerangka Pemikiran berikut ini yang mencoba untuk menjelaskan kerangka pikir secara lebih sistematis. 65 Gambar. 2.1 Kerangka Berpikir Investasi (PMDN dan PMA) 1. Keynes Modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 2. Cobb Douglas Modal, teknologi dan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 3. Harrord-Domar Dibutuhkan investasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Inflasi 1. Keynes Inflasi berpengaruh pertumbuhan ekonomi 2. Nopirin Inflasi berpengaruh pertumbuhan ekonomi 3. Bank Indonesia Inflasi berpengaruh pertumbuhan ekonomi negatif terhadap Pertumbuhan Ekonomi negatif terhadap negatif terhadap Ekspor Neto 1. Adam Smith Kegiatan perdagangan internasional dengan spesialisasi berdasarkan keunggulan absolut berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 2. David Ricardo Kegiatan perdagangan internasional berdasarkan cost dan production comparative advantage berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 3. Hecksher-Ohlin Kegiatan perdagangan internasional dengan spesialisasi berdasarkan opportunity cost berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. 66 D. Hipotesis Perumusan hipotesis untuk penelitian ―Analisis Pengaruh Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeriterhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012‖ adalah: 1. Hipotesis I Ha: Terdapat hubungankausalitas antara variabel Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012. H0: Secara keseluruhan variabel Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri tidak mempunyai hubungan kausalitas terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012. 2. Hipotesis II Ha: Terdapat hubungan kontribusi antara Penanaman Modal Asing dan Ekspor Neto, Penanaman Modal Inflasi, Dalam Negeriterhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 20002012. H0: Secara keseluruhan tidak terdapat kontribusi antara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam 67 Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 20002012. 3. Hipotesis III Ha: Terdapat variabel yang mempunyai pola guncangan (shock) positifantara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012. H0: Secara keseluruhan tidak terdapat sebuah variabel yang mempunyai pengaruh guncangan (shock) antara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012. 68 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Jenis penelitian yang dipakai dalam ―Analisis Pengaruh Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012‖ adalah penelitian analitik. Penelitian analitik ini bertujuan untuk dapat mengambil kesimpulan secara umum dan membuktikan hipotesis mengenai hubungan sebab-akibat/kausal. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didapat dengan mengakses dari internet dan studi kepustakaan, berupa data time series. Populasi dalam penelitian ini adalah Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeridan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pada tahap awal penelitian, penulis mencoba mencari masalah yang dianggap menarik, yaitu pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang bisa tetap bertahan di kisaran 6% selama beberapa tahun terakhir terlepas dari adanya krisis pada tahun 2008. Tahap selanjutnya adalah penulis melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi tersebut yang kemudian akan dijadikan variabel independen atau variabel bebas dalam penelitian ini. Tahap 69 selanjutnya adalah pengumpulan data yang terkait dengan penelitian ini, yaitu data Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Pertumbuhan Ekonomi—yang dilihat dari data Produk Domestik Bruto— di Indonesia pada periode 2000-2012. B. Metode Penentuan Sampel Populasi penelitian ini berupa data dari pertumbuhan ekonomi, PMA, PMDN, Inflasi dan Ekspor Neto sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, PMA, PMDN Inflasi dan Ekspor Neto di Indonesia selama periode 2000-2012. Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah judgement sampling. Judgement sampling adalah salah satu jenis purposive sampling selain quota sampling, di mana peneliti memilih sampel berdasarkan penilaian terhadap beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud penelitian. (Mudrajad Kuncoro, 2009: 139). C. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan adalah data sekunder, di mana metode pengumpulan data tersebut antara lain didapat melalui: 1. Internet Data yang diperoleh dari internet yang berhubungan dengan tema skripsi. 70 2. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan adalah data yang peneliti peroleh dari jurnal, buku-buku, dan bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan tema skripsi ini. 3. Sumber Data Semua data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Bank Indonesia, Badan Koordinasi Penanaman Modaldan BPS. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Pertumbuhan Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi yang digunakan adalah data pertumbuhan Produk Domestik Bruto menurut harga konstan 2000di Indonesia, berdasarkan data yang diperoleh dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi. Data ini berupa data sekunder dalam periode 2000 – 2012 (time series). b. PMDN dan PMA Data yang digunakan adalah data PMDN dan PMA yang diperoleh dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi, Bank Indonesia dan publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal berbagai edisi. Data ini berupa data sekunder dalam periode 2000 – 2012 (time series). 71 c. Inflasi Data inflasi yang digunakan adalah data inflasi berdasarkan harga konstan menurut tabel laporan Inflasi pada situs resmi Bank Indonesia. Data ini berupa data sekunder dalam periode 2000 – 2012 (time series). d. Ekspor Neto Data yang digunakan adalah olahan dari data Ekspor dan Impor di Indonesia, berdasarkan data yang diperoleh dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi. Data ini berupa data sekunder dalam periode 2000 – 2012 (time series). D. Metode Analisis Data VAR (Vector Autoregressive) merupakan regresi sederhana dari persamaan: Xt = 1 Xt-1 + t......................................................................(3.1) Di mana Xt = vektor dari time series yang stasoner dan pada time series yang white noise dengan matrik kovarian t = vektor . Model ekonometrika yang sering digunakan dalam analisis kebijakan makroekonomi dinamik dan stokastik adalah model VAR. Siregar dan Irawan (2005) menjelaskan bahwa VAR merupakan suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap variabel sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai 72 lag (lampau) dari variabel itu sendiri, serta nilai lag dari variabel lain yang ada dalam sistem. Variabel penjelas dalam VAR meliputi nilai lag seluruh variabel tak bebas dalam sistem VAR yang membutuhkan identifikasi retriksi untuk mencapai persamaan melalui interpretasi persamaan(Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 163). VAR dengan ordo p dan n buah variabel tak bebas pada periode t dapat dimodelkan sebagai berikut: Yt = A0 +A1Yt-1+ A2Yt-2 + … + ApYt-p + t ..........................(3.2) Di mana: Yt = Vektor variabel tak bebas (Y1,t, Y2,t, Y3,t) A0 = Vektor intersep berukuran n 1 A1 = Matriks parameter berukuran n 1 i = Vektor residual ( 1,t, 2,t, 3,t) berukuran n 1 Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua variabel dependen bersifat stasioner, semua sisaan bersifat white noise, yaitu memiliki rataan nol, ragam konstan, dan di antara variabel tak bebas tidak ada korelasi. Uji kestasioneran data dapat dilakukan melalui pengujian terhadap ada tidaknya unit root dalam variabel dengan uji Augmented Dickey Fuller (ADF), adanya unit root akan menghasilkan persamaan atau model regresi yang lancung. Pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi persamaan regresi lancung adalah dengan melakukan diferensiasi atas variabel endogen dan eksogennya, sehingga diperoleh variabel yang stasioner dengan derajat I(n). 73 Kestasioneran data melalui pendiferensialan belum cukup, kita perlu mempertimbangkan keberadaan hubungan jangka panjang dan jangka pendek dalam model. Pendeteksian keberadaan kointegrasi ini dapat dilakukan dengan metode Johansen atau Engel-Granger. Jika variabel-variabel tidak terkointegrasi, maka dapat diterapkan VAR standar yang hasilnya akan identik dengan OLS, setelah memastikan variabel tersebut sudah stasioner pada derajat (ordo) yang sama. Jika pengujian membuktikan terdapat vektor kointegrasi, maka dapat diterapkan ECM untuk single equation atau VECM untuk system equation. Ciri-ciri VAR: 1. Bersifat ateori, artinya tidak berlandas teori dalam menentukan model regresi. 2. Memperlakukan semua variabel secara endogen (tidak dibedakan independen atau dependen). 3. Perangkat estimasi yang digunakan adalah uji kasualitas Granger, estimasi VAR, fungsi IRF (Impulse Response Function) dan variance decomposition. 4. Uji kausalitas Granger digunakan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara variabel dan estimasi VAR digunakan untuk melihat apakah variabel X mempengaruhi variabel Y, demikian pula sebaliknya. 5. IRF digunakan untuk melacak respons saat ini dan masa depan setiap variabel akibat shock suatu variabel tertentu. 74 6. Variance Decomposition, memberikan informasi mengenai kontribusi (persentase) varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu. Kelemahan VAR: 1. Model VAR merupakan model yang ateori atau tidak berdasarkan teori, hal ini tidak seperti pada persamaan simultan yang variabel-variabelnya memiliki peranan penting dalam mengidentifikasi model. 2. Pada model VAR, penekanannya terletak pada peramalan sehingga model ini kurang cocok digunakan dalam menganalisis kebijakan. 3. Permasalahan yang besar dalam model VAR adalah pada pemilihan (lag length)panjang lag yang tepat. Oleh karena semakin panjang lag, jumlah parameter yang akan bermasalah pada derajat bebas (degrees of freedom— df) akan bertambah. 4. Variabel yang tergabung pada model VAR harus stasioner. Apabila tidak stasioner , perlu dilakukan transformasi bentuk data, misalnya melalui first difference. 5. Sering ditemui kesulitan dalam menginterpretasi setiap koefisien pada estimasi model VAR sehingga sebagian besar peneliti melakukan interpretasi pada estimasi fungsi IRF dan variance decompotition. 75 Langkah-langkah VAR: 1. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi model ekonomi dengan data time series adalah dengan menguji stasioneritas pada data atau disebut juga stationary stochastic process. Uji stasioneritas data ini dapat dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) pada derajat yang sama (level atau different) hingga diperoleh suatu data yang stasioner, yaitu data yang variansnya tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya.(Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 165). Jika dalam uji stasioneritas ini menunjukkan nilai ADFSTATISTIK yang lebih besar daripada Mackinnon critical value, maka dapat diketahui bahwa data tersebut stasioner karena tidak memgandung unit root. Sebaliknya, jika nilai ADFSTATISTIK yang lebih kecil daripada Mackinnon critical value, maka dapat disimpulkan data tersebut tidak stasioner pada derajat level. Dengan demikian, differencing data untuk memperoleh data yang stasioner pada derajat yang sama di first differentI(1) harus dilakukan, yaitu dengan mengurangi data tersebut dengan data periode sebelumnya.Differencing data ini dalam pengertian ekonominya adalah untuk melihat pertumbuhan suatu variabel dari satu periode dengan periode sebelumnya. 76 2. Penentuan Lag Length Salah satu permasalahan yang terjadi dalam uji stasioneritas adalah penentuan lag optimal. Haris (1995: 65) menjelaskan bahwa jika lag yang digunakan dalam uji stasioneritas terlalu sedikit, maka residual dari regresi tidak akan menampilkan proses white noise sehingga model tidak dapat mengestimasi actual error secara tepat. Namun demikian, jika memasukkan terlalu banyak lag, maka dapat mengurangi kemampuan untuk menolak H0 karena tambahan parameter yang terlalu banyak akan mengurangi derajat bebas(Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 166). Selanjutnya untuk mengetahui jumlah lag optimal yang digunakan dalam uji stasioneritas, berikut adalah kriteria yang digunakan: Akaike Information Criterion (AIC) : .......(3.3) Schwarz Information Criterion (SIC) : .........(3.4) Hannan-Quinn Information Criterion (HQ) : ...(3.5) Di mana: 1 = Nilai fungsi log likelihood yang jumlahnya dengan sum of squared residual T = Jumlah observasi k = Parameter yang diestimasi Dalam penentuan lag optimal dengan menggunakan kriteria informasi tersebut, dipilih kriteria yang mempunyai final prediction error 77 correction (FPE) atau jumlah dari AIC, SIC dan HQ yang paling kecil di antara berbagai lag yang diajukan. 3. Uji Kausalitas Granger Metode yang digunakan untuk menganalisa hubungan kausalitas antar variabel yang diamati adalah dengan Uji Kausalitas Granger. Dalam penelitian ini, uji kausalitas Granger digunakan untuk melihat arah hubungan di antara variabel-variabel. Secara umum, suatu persamaan Granger dapat diinterpretasikan sebagai berikut: a. Unindirectional causality dari variabel dependen ke variabel independen. Hal ini terjadi ketika koefisien lag variabel dependen secara statistik signifikan berbeda dengan nol, sedangkan koefisien lag seluruh variabel independen sama dengan nol. Dalam ilmu ekonomi ketergantungan suatu variabel Y (variabel tak bebas) atas variabel lain X (variabel yang menjelaskan) jarang bersifat seketika. Sangat sering, Y bereaksi terhadap X dengan suatu selang waktu. Selang waktu seperti itu disebut suatu lag. (Gujarati, 1999: 234). b. Feedback/bilaterall causality jika koefisien lag seluruh variabel, baik variabel dependen maupun independen secara statistik signifikan berbeda dengan nol. 78 c. Independence jika koefisien lag seluruh variabel, baik variabel dependen maupun independen secara statistik tidak berbeda dengan nol. 4. Estimasi VAR Dalam estimasi VAR, model VAR yang digunakan adalah: Selanjutnya, dari hasil estimasi VAR, untuk melihat apakah variabel Y mempengaruhi X dan demikian pula sebaliknya, kita dapat mengetahuinya dengan cara membandingkan nilai t-statistichasil estimasi dengan t-table. Jika nilai t-statisticlebih besar daripada nilai t-tablenya, maka dapat dikatakan bahwa variabel Y memengaruhi X. 5. IRF (Impulse Response Function) IRF menggambarkan ekspektasi k-periode ke depan dari kesalahan prediksi suatu variabel akibat inovasi dari variabel yang lain. Dengan demikian, lamanya pengaruh dari shockatau guncangan suatu variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik keseimbangan dapat dilihat atau diketahui. IRF menunjukkan pola dinamis dari suatu variabel yang terkenapengaruh guncangan ekonomi dan melihat 79 seberapa besar pengaruh yang dirasakan oleh variabel tersebut berdampak pada variabel lain. 6. Variance Decomposition Variance decomposition atau disebut juga forecast error variance decomposition merupakan perangkat pada model VAR yang akan memisahkan variasi dari sejumlah variabel yang diestimasi menjadi komponen-komponen shock atau menjadi variabel innovation, dengan asumsi bahwa variabel-variabel innovation tidak saling berkorelasi. Kemudian, variance decomposition akan memberikan informasi mengenai proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap shock variabel lainnya pada periode saat ini dan periode yang akan datang. (Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 168). E. Operasional Variabel Penelitian Operasional variabel penelitian adalah sebuah konsep yang mempunyai penjabaran dari variabel yang diterapkan dalam suatu penelitian dan dimaksudkan untuk memastikan agar variabel yang ingin diteliti secara jelas dapat ditetapkan indikatornya. 80 Tabel. 3.1 Operasionalisasi Variabel Variabel Skala Satuan Ekspor Neto Inflasi PMA PMDN Pertumbuhan Ekonomi Ratio Ratio Ratio Ratio Ratio Numeric Numeric Numeric Numeric Numeric Dalam penelitian ini dibutuhkan suatu definisi konseptual untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti. Maka definisi konseptual yang hendak digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah: 1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi perkembangan ekonomi yang suatu negara terjadi di mengukur negara tersebut. prestasi Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produksi barang dan jasanya meningkat. (Prathama Rahardja, 2004: 117). Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diukur dari nilai PDB dalam satuan miliar rupiahyang telah melalui proses differencing sehingga dihasilkan nilai pertumbuhan PDB. 2. PMDN dan PMA Penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik 81 Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. (UU no. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal). Nilai PMA dan PMDN dalam penelitian ini diukur dalam satuan miliar rupiah. 3. Inflasi Inflasi adalah peningkatan tingkat harga keseluruhan. Inflasi terjadi ketika banyak harga naik secara serentak. Kita mengukur inflasi dengan melihat jumlah barang dan jasa yang besar serta menghitung peningkatan rata-rata harganya selama beberapa periode waktu tertentu. (Case Fair, 2007: 57).Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus-menerus.(Nopirin, 2009: 25). Nilai inflasi dalam penelitian ini diukur dalam satuan persen (%). 4. Ekspor Neto Menurut Case & Fair (2007: 387), ekspor neto merupakan selisih antara ekspor total dengan impor total suatu negara. Apabila nilai ekspor neto positif, berarti nilai ekspor lebih besar dari nilai impor dan apabila 82 nilai ekspor neto negatif, berarti nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor. Nilai ekspor neto dalam penelitian ini diukur dalam satuan miliar rupiah. 83 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi di Indonesia diukur dari nilai PDB berdasarkan harga konstan.Berikut adalah perkembangan PDB pada tahun 2000-2012. Gambar 4.1 Grafik PDB tahun 2000-2012 PDB (miliar rupiah) 800000 700000 600000 500000 400000 300000 200000 100000 0 2000.I 2000.IV 2001.III 2002.II 2003.I 2003.IV 2004.III 2005.II 2006.I 2006.IV 2007.III 2008.II 2009.I 2009.IV 2010.III 2011.II 2012.I 2012.IV PDB (miliar rupiah) Sumber: Publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan tabel Quarterly GDP Constant Price based on Year 2000pada situs resmi Bank Indonesia. Serta berikut ini adalah perkembangan laju PDB pada tahun 20002012: 84 Gambar 4.2 Grafik Laju PDB tahun 2000-2012 Laju PDB (%) 8 6 4 2 0 Laju PDB (%) Sumber: Publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan tabel Quarterly GDP Constant Price based on Year 2000pada situs resmi Bank Indonesia. Berdasarkan pada gambar 4.2, pada tahun 2001 terjadi penurunan pada laju PDB dari 4.90% menjadi 3.32%. Penurunan pertumbuhan PDB tersebut terjadi pada hampir semua sektor ekonomi. Penurunan laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2001 ini merupakan dampak eksternal dari serangan teroris terhadap gedung WTC dan Pentagon di Amerika Serikat. PDB pasca tragedi 11 September tesebut mengalami pertumbuhan negatif sebesar minus 1.21%. (BPS, 2001: 14). Pada tahun 2005, perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 5.68%. Penurunan pertumbuhan ekonomi terasa pada triwulan terakhir tahun 2005 sebagai dampak pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) 2 kali lipat, tepatnya tanggal 1 Oktober 2005. Kenaikan tersebut serta merta membuat daya beli masyarakat turun yang kemudian berakibat pada penurunan nilai produksi. Seiring dengan tingginya laju 85 inflasi selama tahun 2005 yang merupakan dampak langsung kenaikan harga BBM, maka tantangan menjaga stabilitas moneter menjadi semakin berat di tengah kondisi perbankan domestik yang mengalami ekses likuiditas (BPS, 2005: 14). Memasuki awal 2006, kondisi perekonomian masih sangat dipengaruhi oleh dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tingginya suku bunga sebagai konsekuensi dari penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang ditempuh untuk mengatasi guncangan ketidakstabilan makro ekonomi selama 2005. Pertumbuhan konsusmi rumah tangga melambat sebagai akibat menurunnya daya beli masyarakat, meskipun kebijakan fiskal Pemerintah dalam bentuk kompensasi pendapatan. Seiring dengan melambatnya konsumsi, daya serap pasar melemah dan kian menambah berat kondisi dunia usaha yang telah memikul beban tingginya ongkos produksi. Minat untuk melakukan ekspansi usahapun menyurut akibat masih tersedianya kapasitas produksi yang belum dimanfaatkan dan rendahnya optimisme pelaku ekonomi terhadap prospek perekonomian (BPS, 2006: 13). Pada tahun 2008 Indonesia mengalami krisis ekonomi sebagai imbas dari krisis finansial di Amerika Serikat dan menjadi krisis keuangan global tahun 2008. Tetapi berkat pengalaman dari krisis pada tahun 1998 silam, Pemerintah telah mengupayakan empat langkah kebijakan, yaitu: pemulihan permintaan swasta, pemulihan kepercayaan publik, 86 pembenahan sistem perbankan yang efisien dan resolusi pada hutang korporat. Hasilnya adalah hingga tahun 2008, telah banyak kemajuan yang tercapai. Situasi tersebut antara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jalur di atas 6%, diringi dengan peningkatan pendapatan per kapita, sumber pertumbuhan makin bertumpu pada sumber dalam negeri, resiko ekonomi makro makin menurun dan perbankan yang jauh lebih sehat. Dengan modal itu, keterpurukan ekonomi tidak sampai terjadi lagi ketika tahun 2008 Indoneisa juga terkena imbas keuangan global.Secara umum perekonomian Indonesia tahun 2008 mencatat perkembangan yang cukup baik di tengah terjadinya gejolak eksternal. Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan mencapai 6.06% pada 2008 atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 6.28%. Dilihat dari sumbernya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut terutama didukung oleh konsumsi swasta dan ekspor(BPS, 2008: 11-14). Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 tercatat 4.5%, turun dibandingkan 2008 yang mencapai 6.1%. kontraksi pertumbuhan ekonomi pada 2009 ini diakibatkan turunnya ekspor. Pada periode tersebut pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha penangkutan dan komunikasi yang tumbuh 15.5%. Sedangkan dari sisi penggunaan, pertumbuhan tertinggi terjadi pada konsumsi pemerintah, meskipun sektor tersebut bukan yang memberikan konstribusi tertinggi (BPS, 2009: 12). 87 Selama tahun 2010, kinerja perekonomian domestik terus mengalami perbaikan walaupun berada di tengah ketidakseimbangan pemulihan ekonomi global. Hal ini ditunjukkan dengan angka pertumbuhan PDB yang meningkat tinggi dan surplus neraca pembayaran yang cukup besar. Pertumbuhan ekonomi mencapai 6.1%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun 2009 yang hanya mencapai 4.6%. Peningkatan tersebut didukung oleh sumber pertumbuhan yang semakin berimbang seperti pada peningkatan peran investasi dan kinerja ekspor yang meningkat (BPS, 2010: 16). 2. Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Perkembangan PMA dan PMDN di Indonesia selama periode 2000-2012cenderung fluktuatif seperti terlihat dari gambar di bawah ini: Gambar 4.3 Grafik PMA dan PMDN tahun 2000-2012 30000 25000 20000 15000 PMA (miliar rupiah) 10000 PMDN (miliar rupiah) 5000 2000.I 2000.IV 2001.III 2002.II 2003.I 2003.IV 2004.III 2005.II 2006.I 2006.IV 2007.III 2008.II 2009.I 2009.IV 2010.III 2011.II 2012.I 2012.IV 0 Sumber: Publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal berbagai edisi dan tabel Financial Account: Direct Investment pada situs resmi Bank Indonesia 88 Berdasarkan pada gambar 4.3, kegiatan investasidi Indonesia, baik PMA maupun PMDN, pada pertengahan tahun 2000 mengalami peningkatan. Peningkatan ini antara lain didorong oleh mulai tersedianya pembiayaan dari sisi perbankan di samping tetap besarnya penggunaan dana sendiri (self financing). Perkembangan PMA di Indonesia pada tahun 2000 belum stabil, ini dikarenakan belum pulihnya kepercayaan internasional akan prospek pemulihan ekonomi Indonesia pasca krisis tahun 1998 (BPS, 2000: 5). Pada tahun 2001 terjadi penurunan pada investasi baik PMA maupun PMDN di Indonesia, yang diakibatkan oleh tingginya risiko investasi akibat masih adanya gangguan keamanan, ketidakpastian penegakan hukum, dan perselisihan perburuhan yang merupakan dampak dari gejolak politik yang berujung pada pergantian pemerintahan di pertengahan 2001. Di samping itu, faktor keterbatasan pembiayaan investasi akibat belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan dan adanya peraturan-peraturan baru yang terkait dengan penerapan otonomi daerah juga turut membatasi kegiatan investasi (BPS, 2001: 6). Tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama berkat usaha pemerintah dalam meningkatkan stabilitas keamaan dalam negeri dan menciptakan iklim investasi yang kemudian dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya baik investor dalam negeri maupun luar negeri, hal ini terlihat dengan 89 terjadinya peningkatan pada PMA dan PMDN di Indonesia pada pertengahan akhir tahun 2000 (Bank Indonesia, 2001: 37). Investasi yang diperkirakan akan membaik pada paro kedua 2002 ternyata masih menunjukkan kecenderungan yang kurang menggembirakan sehingga secara keseluruhan justru mengalami kontraksi sebesar 0,2%, jauh lebih rendah dari tahun 2001 (7,7%) dan 2000 (13,8%). Melambatnya pertumbuhan investasi ini konsisten dengan melemahnya aktivitas konstruksi danmenurunnya impor bahan baku dan barang-barang modal seperti mesin dan peralatan. Memburuknyapertumbuhan investasi juga diindikasikan dari menurunnya nilai persetujuan investasi, baik PMAmaupun PMDN, yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 35,3% dan 57,0%. Dari sisipembiayaan, melemahnya investasi tercermin dari masih terbatasnya kredit investasi bank (Bank Indonesia, 2002: 5). Pada tahun 2003 akhir, rendahnya laju inflasi diiringi dengan membaiknya bidang perbankan. Hal ini diperlihatkan dengan terus menurunnya suku bunga bank selama tahun 2003. Suku bunga deposito berjangka Bank Umum 1 bulan pada tahun 2003 hanya sebesar 6.62%. Membaiknya beberapa indikator ekonomi seperti peningkatan pertumbuhan ekonomi, rendahnya laju inflasi dan suku bunga selama tahun 2003, menarik para investor baik investor dalam negeri maupun luar negeri untuk menanamkan modalnya (BPS, 2003: 13). Stabilitas ekonomi makro yang telah terpelihara di tahun 2004, sebagaimana tercermin dari 90 relatif rendahnya inflasi yang disertai dengan nilai tukar yang realistis telah berhasil mengurangi biaya untuk memelihara kestabilan tersebut. Kondisi ekonomi makro tersebut telah mendorong peningkatan kegiatan investasi pada semester 2 tahun 2004, dimana pada semester pertama para investor baik investor dalam negeri maupun luar negeri masih khawatir untuk menanamkan modalnya akibat adanya perhelatan pemilihan umum yang dikhawatirkan akan terjadi kerusuhan (BPS, 2004: 12). Pada tahun 2005 Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) 2 kali lipat, tepatnya tanggal 1 Oktober 2005. Kenaikan tersebut serta merta membuat daya beli masyarakat turun yang kemudian berakibat pada penurunan nilai produksi. Seiring dengan tingginya laju inflasi selama tahun 2005 yang merupakan dampak langsung kenaikan harga BBM, maka tantangan menjaga stabilitas moneter menjadi semakin berat di tengah kondisi perbankan domestik yang mengalami ekses likuiditas. Dalam situasi demikian, Bank Indonesia mengambil langkah konsisten untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar melalui kebijakan moneter yang cenderung ketat. Kenaikan harga BBM dan pengetatan moneter dunia memberikan dampak pada pelemahan nilai tukar dan kondisi perbankan di Indonesia yang pada gilirannya memperlambat pertumbuhan investasi baik PMA maupun PMDN (BPS, 2005: 14-18). Terjadi peningkatan pada PMDN dan PMA di awal 2006 diakibatkan oleh tingkat inflasi dan suku bunga yang berangsur menurun, 91 dengan menurunnya suku bunga maka ini merupakan kesempatan emas bagi para investor untuk menanamkan modalnya di dalam negeri. Tetapi itu tidak berlangsung lama karena pada pertengahan 2006 pertumbuhan permintaan domestik melambat yang dipengaruhi oleh pertumbuhan konsumsi yang cenderung menurun. Ini merupakan dampak langsung maupun tidak langsung dari kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 serta investasi yang merosot tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya (BPS, 2006: 15).Stabilitas makroekonomi yang terjaga menopang tingginya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007,bahkan mencapai tingkat tertinggi di periode pascakrisis, yakni 6,32%. Akselerasi pertumbuhan ekonomi tersebutterutama didukung oleh tingginya pertumbuhan permintaan domestik, baik konsumsi masyarakatmaupun investasi. Konsumsi masyarakat meningkat seiring dengan membaiknya daya beli. Sementara itu,pertumbuhan investasi baik PMA maupun PMDN didukung oleh membaiknya persepsi investor, meningkatnya return on investment dan ketersediaan pembiayaan yang memadai termasuk dari perbankan dan pasar keuanganpada umumnya (Bank Indonesia, 2007: 4). Pada tahun 2008 baik dari sektor PMA maupun PMDN sama-sama mengalami penurunan yang diakibatkan oleh dampak krisis global. Di saat nilai PMA masih terpuruk, PMDN mulai bangkit di awal 2009 berkat empat langkah kebijakan yang diupayakan oleh Pemerintah untuk mengantisispasi krisis setelah 1998. Kebijakan-kebijakan tersebut yaitu: 92 pemulihan permintaan swasta, pemulihan kepercayaan publik, pembenahan sistem perbankan yang efisien dan resolusi pada hutang korporat. Hasilnya adalah hingga tahun 2008, telah banyak kemajuan yang tercapai. Situasi tersebut antara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jalur di atas 6%, diringi dengan peningkatan pendapatan per kapita, sumber pertumbuhan makin bertumpu pada sumber dalam negeri, resiko ekonomi makro makin menurun dan perbankan yang jauh lebih sehat (BPS, 2008: 19). Pada tahun 2009 dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia seperti kebijakan untuk memasukkan risiko operasional sebagai salah satu faktor dalam perhitungan kecukupan modal, sangat berpengaruh positif pada perkembangan investasi baik dari sektor PMA maupun PMDN, ini telihat dengan peningkatan pada PMDN selama tahun 2009 dan juga pada PMA, walaupun masih ada investor asing yang masih mendapat imbas dari krisis global tahun 2008 (Bank Indonesia, 2009: 14). Perbankan Indonesia mencatat kinerja yang positif selama 2011. Meskipun dihadapkan pada perlambatan ekonomiglobal, ekonomi Indonesia yang tumbuh hingga 6,5% pada 2011 memberikan peluang bagi perbankan untukmelanjutkan kinerja positif tahun sebelumnya. Kinerja positif tersebut ditunjukkan oleh optimalnya fungsi intermediasiperbankan, permodalan yang kuat, dan sumber pendanaan yang memadai.Ini didukungpula oleh penurunan suku bunga kredit 93 perbankan dan penerapan prinsip kehati-hatian bank yang cukup efektifdalam memperkuat penyerapan risiko. Walaupun tidak stabil, tetapi perkembangan PMDN dan PMA di Indonesia cenderung fluktuatif positif hingga tahun 2012 dengan negara yang paling banyak menanamkan investasinya di Indonesia adalah Jepang dari segi otomotif dan Singapura dari segi properti, hal ini juga didukung oleh iklim usahayang kondusif dan optimisme pelaku usaha terhadapprospek ekonomi. (Bank Indonesia, 2012: 51). 3. Inflasi Perkembangan inflasi di Indonesia cukup fluktuatif selama periode 2000-2012. Kenaikan tertinggi pada inflasi terjadi pada tahun 2005 yang diakibatkan oleh naiknya harga BBM. Perkembangan inflasi tahun 20002012 dapat dilihat pada gambar 4.4. Gambar 4.4 Grafik Inflasi tahun 2000-2012 Inflasi (%) 20 15 10 5 0 2012.IV 2012.I 2011.II 2010.III 2009.IV 2009.I 2008.II 2007.III 2006.IV 2006.I 2005.II 2004.III 2003.IV 2003.I 2002.II 2001.III 2000.IV 2000.I Inflasi (%) Sumber: Tabel laporan Inflasipada situs resmi Bank Indonesia. 94 Berdasarkan pada Gambar. 4.4, dapat dilihat bahwa tingkat inflasi pada tahun 2001 jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2000, yaitu telah mencapai 12.55%. Faktor penyebab tingginya tingkat inflasi pada 2001 ini adalah karena kebijaksanaan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada pertengahan Juni 2001 yang diikuti oleh kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan pulsa telepon (BPS, 2001: 14). Laju inflasi tahun 2003 tercatat sebesar 5.06% jauh lebih rendah dibandingkan angka tahun sebelumnya yang mencapai 10.03%. Rendahnya laju inflasi tersebut terutama disebabkan oleh normalnya kembali pasokan barang dan membaiknya jalur distribusi barang. Selain itu, keputusan pemerintah menunda kenaikan tarif listrik dan telepon pada kuartal terakhir tahun 2003 juga turut berperan terhadap rendahnya laju inflasi selama tahun 2003. Rendahnya laju inflasi diiringi dengan membaiknya bidang perbankan (BPS, 2003: 11). Lonjakan inflasi pada kuartal akhir tahun 2005 terutama dipengaruhi oleh dampak signifikan kenaikan harga BBM baik melalui dampak langsung (first round) maupun dampak lanjutan (second round). Kenaikan harga BBM sebanyak dua kali pada 2005, khususnya kenaikan kedua pada tanggal 1 Oktober 2005, mengakibatkan inflasi melonjak menjadi dua digit. Selain itu, beberapa kebijakan administered prices lainnya seperti harga rokok, tarif tol, dan PAM juga turut mendorong kenaikan harga-harga. (Bank Indonesia, 2006: 83). 95 Tingginya tekanan inflasi selepas kenaikan harga BBM Oktober 2005 menuntut Bank Indonesia dan pemerintah mengambil langkahlangkah kebijakan untuk mengendalikan sumber-sumber tekanan inflasi. Dalam perkembangannya, berbagai langkah kebijakan yang diambil Bank Indonesia dan pemerintah berhasil mengendalikan sumber-sumber utama tekanan inflasi(Bank Indonesia, 2007: 97). Hasilnya ditunjukkan dengan penurunan tingkat inflasi pada tahun 2007 jika dibandingkan dengan keadaan pada tahun 2006 awal. Secara keseluruhan, tekanan inflasi pada tahun 2008 cukup tinggi. Inflasi IHK pada tahun 2008 meningkat tajam bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sumber tekanan inflasi terutama berasal dari tingginya lonjakan harga komoditas global terutama harga komoditas minyak dan pangan. Selain berdampak pada imported inflation yang tinggi, lonjakan harga minyak dunia juga berdampak pada kenaikan inflasi administered seiring dengan kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi. (Bank Indonesia, 2009: 25). Oleh karena itu, tingkat inflasi tinggi pada pertengahan tahun 2008 yang pada akhirnya turun pada awal tahun 2009. Inflasi pada tahun 2009 yang minimal tidak terlepas dari pengaruh kebijakan Bank Indonesia dalam memulihkan kepercayaan pasar sehingga nilai tukar Rupiah yang berada dalam tren menguat. Kondisi tersebut pada gilirannya dapat mendukung membaiknya ekspektasi inflasi. Perbaikan ekspektasi inflasi juga cukup besar dipengaruhi penurunan 96 inflasi kelompok barang administered dan inflasi kelompok volatile food. (Bank Indonesia, 2009: 35). Tekanan inflasi pada tahun 2010 mengalami peningkatan yang signifikan dibandingankan dengan tahun sebelumnya. Dari sisi eksternal, peningkatan inflasi sejalan dengan meningkatnya inflasi global sebagai imbas meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan harga-harga komoditas internasional. Dari sisi domestik, tekanan kenaikan inflasi muncul akibat terganggunya kelancaran pasokan bahan makanan yang banyak terpengaruh oleh anomali cuaca (Bank Indonesia, 2010: 25). Pada tahun 2012, inflasi menunjukkan tren yang menurun. Terkendalinya inflasi didukung oleh penerapan bauran kebijakan moneter yang tepat dan koordinasi kebijakan dengan pemerintah yang semakin solid dalam mendorong kestabilan harga. Sejalan dengan langkah tersebut, inflasi inti dapat terjaga pada level yang relatif rendah, sementara itu, inflasi volatile food cenderung menurun sejalan dengan kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi (Bank Indonesia, 2012: 107). 4. Ekspor Neto Menurut Case & Fair (2007: 387), ekspor neto merupakan selisih antara ekspor total dengan impor total suatu negara. Apabila nilai ekspor neto positif, berarti nilai ekspor lebih besar dari nilai impor dan apabila nilai ekspor neto negatif, berarti nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor. 97 Perkembangan Ekspor Neto di Indonesia periode 2000-2012 dapat dilihat pada gambar 4.5. Gambar 4.5 Grafik Ekspor Neto tahun 2000-2012 Net Ekspor (miliar rupiah) 50000 40000 30000 20000 Net Ekspor (miliar rupiah) 10000 -10000 -20000 2000.I 2000.IV 2001.III 2002.II 2003.I 2003.IV 2004.III 2005.II 2006.I 2006.IV 2007.III 2008.II 2009.I 2009.IV 2010.III 2011.II 2012.I 2012.IV 0 Sumber: Publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan tabel Nilai Ekspor dan Impor berdasarkan Sektor pada situs resmi Bank Indonesia. Berdasarkan gambar 4.5, nilai ekspor neto cenderung fluktuatif dari periode 2000 hingga 2004, walaupun begitu perkembangan ekspor neto tetap stabil, ini dikarenakan penerimaan ekspor di Indonesia lebih tinggi dari impor sehingga nilai ekspor neto positif. Kebijakan perdagangan luar negeri Pemerintah diarahkan untuk mendukung upaya peningkatan daya saing global produk Indonesia serta meningkatkan peranan ekspor dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Kebijakan untuk mendukung peningkatan ekspor tersebut diantaranya penyederhanaan prosedur kepabeanan, peningkatan frekuensi dan optimalisasi upaya diplomasi perdagangan baik bilateral maupun multilateral, serta 98 mengurangi secara bertahap hambatan-hambatan dalam perdagangan luar negeri sesuai dengan komitmen internasional dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. Selain kebijakan ekspor, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan di bidang impor yang diarahkan untuk menunjang dan mendukung pertumbuhan industri dalam negeri khususnya yang berorientasi ekspor, menjaga tersedianya kebutuhan barang dan jasa, dan meningkatkan pendayagunaan devisa dalam menjaga keseimbangan neraca pembayaran. Upaya pemerintah meningkatkan nilai ekspor dengan mengeluarkan serangkaian kebijaksanaan tersebut membuahkan hasil. Hal ini terlihat dengan semakin meningkatnya nilai ekspor dan impor Indonesia dibandingkan dengan tahun sebelumnya (BPS, 2001: 13-20). Di tengah permintaan domestik yang tumbuh melambat yang merupakan dampak dari kenaikan harga BBM pada Oktober 2005, kinerja ekspor tetap tumbuh tinggi. Ekspor barang dan jasa tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan impor, sehingga ekspor neto positif. Selama 2006, net ekspor memberikan sumbangan positif sebesar 1.4% terhadap pertumbuhan PDB, lebih baik dari tahun sebelumnya. Tingginya pertumbuhan ekspor dipengaruhi oleh menguatnya permintaan dunia dan tingginya harga komoditas primer (BPS, 2006: 16). Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia pada tahun 2009 mencapai US$ 116.51 miliar atau turun 14.98% dibanding periode sebelumnya di tahun 2008. Negara utama tujuan ekspor terbesar adalah 99 Jepang diikuti Amerika Serikat dan Cina. Sementara, pada periode yang sama nilai impor Indonesia mencapai US$ 96.83 miliar yang berarti mengalami pernurunan sebesar 25.05% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama tahun 2009 masih ditempati oleh Cina, Jepang dan Singapura. Ini mengakibatkan penurunan yang drastis pada ekspor neto (BPS, 2009: 12). Neraca perdagangan luar negeri Indonesia pada tahun 2010 mengalami surplus yang cukup besar yakni mencapai US$ 22,12 miliar yang didukung oleh kinerja ekspor yang tumbuh tinggi, meskipun di sisi lain impor tumbuh lebih tinggi. Ekspor pada tahun 2012 mengalami perlambatan yang disebabkan oleh berlanjutnya dampak pelemahan ekonomi global, sehingga melambatnya permintaan dari negara mitra dagang utama Indonesia seperti Cina dan India dan juga tren penurunan harga komoditasdi pasar internasional. Dari sisi domestik, penurunan kinerja ekspor disebabkan oleh kebijakan Pemerintah untuk mengetatkan ekspor mineral mentah yang ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah produk dalam jangka menengah.Sebaliknya, tingginya permintaan domestik untuk kebutuhan konsumsi dan investasimenyebabkan peningkatan pada impor.Peningkatan impor yang lebih tinggi daripada ekspor mengakibatkan nilai ekspor neto negatif atau neraca perdagangan luar negeri Indonesia defisit. Tetapi pada 2012.III sejalan dengan semakin lemahnya permintaan ekspor dan terbatasnya konsumsi pascalebaran, 100 pelaku usaha melakukan penyesuaian produksi yang berdampak pula pada penurunan impor, walaupun keadaan ini tidak bertahan lama sehingga impor kembali meningkat pada periode berikutnya (Bank Indonesia, 2012: 57). B. Analisis dan Pembahasan 1. Analisis dan Interpretasi Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector Autoregressive (VAR). Berikut akan disajikan hasil uji dan pembahasannya. a. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi 1) Uji Stasioneritas Data Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi model ekonomi dengan data time series adalah dengan menguji stasioneritas pada data atau disebut juga stationary stochastic process. Uji stasioneritas data ini dapat dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) pada derajat yang sama (level atau different) hingga diperoleh suatu data yang stasioner, yaitu data yang variansnya tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya. (Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 165). 101 Tabel 4.1 Uji Stasioneritas Data Probabilitas ADF t-Statistic ADF Variabel PDB Ekspor Neto Inflasi PMDN PMA 0.1188 0.5213 0.1078 0.0010 0.0000 -3.098546 -2.121370 -3.146727 -4.963673 -6.479385 Critical Value (5% level) -3.510740 -3.504330 -3.508508 -3.502373 -3.500495 Sumber: Lampiran 2 Berdasarkan Tabel. 4.1, terlihat bahwa variabel PMDN dan PMA telah stasioner pada tingkat level atau I(0). Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas variabel PMDN dan PMA lebih kecil dari = 5%. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan melihat pada Critical Value (5% level) yang nilainya lebih kecil dibandingkan dengan t-Statistic ADF. Artinya, variabel PMDN dan PMA telah stasioner pada tingkat level atau I(0). Sedangkan untuk variabel PDB, Ekspor neto dan inflasi, karena nilai probabilitasnya lebih besar daripada = 5% dan Critical Value (5% level) yang nilainya lebih besar dibandingkan dengan tStatistic ADF, maka variabel PDB, Ekspor Neto dan inflasi belum stasioner pada tingkat level atau I(0). Dengan demikian, pengujian dilanjutkan dengan uji derajat integrasi. 2) Uji Derajat Integrasi Setelah dilakukan uji stasioneritas dan hasilnya adalah variabel PDB, Ekspor Neto dan inflasi belum stasioner pada 102 tingkat level atau I(0), maka dilakukanlah uji derajat integrasi. Uji derajat integrasi dilakukan dengan melihat probabilitas pada ADF Unit Root Test dan dengan melihat pada tingkat differencekeberapa variabel tersebut stasioner. Tabel 4.2 Uji Derajat Integrasi (First Difference) Probabilitas ADF t-Statistic ADF 0.0023 -4.693650 0.0000 -15.54215 0.0005 -5.200760 Variabel PDB Ekspor Neto Inflasi Critical Value (5% level) -3.508508 -3.502373 -3.508508 Sumber: Lampiran 3 Berdasarkan Tabel. 4.2 Uji Derajat Integrasi (First Difference), terlihat bahwa variabel PDB, Ekspor Netodan inflasi telah stasioner di tingkat derajat pertama (first difference) atau I(1). Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas variabel PDB, Ekspor Neto dan inflasilebih kecil daripada = 5%. Hal ini juga dapat dibuktikan lagi dengan melihat Critical Value (5% level) yang nilainya lebih kecil dibandingkan dengan t-Statistic ADF. Artinya, variabel PDB, ekspor neto dan inflasi telah stasioner di tingkat derajat pertama first difference pada = 5%. b. Penentuan Lag Length Dalam penentuan lag optimal, dipilih kriteria yang mempunyai final prediction error correction (FPE) atau jumlah dari AIC, SIC dan HQ yang paling kecil di antara berbagai lag yang diajukan (Shochrul 103 R. Ajija, dkk, 2011: 166. Atau bisa juga dengan menggunakan lag optimal yang direkomendasikan EViews, yaitu dengan melihat di lag keberapa yang terdominasi oleh tanda bintang. (Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 175) Tabel 4.3 Uji Penentuan Lag Length VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LN_PDB LN_PMA LN_PMDN INF LN_NETEKS Exogenous variables: C Date: 06/06/13 Time: 18:44 Sample: 1 52 Included observations: 48 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 1 2 3 4 -292.0636 -161.7066 -128.0633 -96.90544 -28.01999 NA 228.1248 51.86675 41.54381 77.49613* 0.163375 0.002040 0.001473 0.001248 0.000241* 12.37765 7.987775 7.627637 7.371060 5.542499* 12.57257 9.157275* 9.771722 10.48973 9.635752 12.45131 8.429731 8.437890 8.549609 7.089345* * indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion Sumber: Lampiran 4 Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa lag optimal yang direkomendasikan adalah lag 4. Sesuai juga dengan rumus: ; dengan ―n‖ adalah jumlah observasi. Maka dengan jumlah observasi 52, didapat lag dengan angka 3.7325 dibulatkan menjadi 4. 104 c. Uji Kausalitas Granger Metode yang digunakan untuk menganalisa hubungan kausalitas antar variabel yang diamati adalah dengan Uji Kausalitas Granger. Dalam penelitian ini, uji kausalitas Granger digunakan untuk melihat arah hubungan di antara variabel-variabel. (Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 167). Tabel. 4.4 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Ekspor Neto Pairwise Granger Causality Tests Date: 04/03/13 Time: 01:29 Sample: 1 52 Lags: 4 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. 48 3.64764 2.86387 0.0128 0.0358 LN_NETEKS does not Granger Cause LN_PDB LN_PDB does not Granger Cause LN_NETEKS Tabel. 4.5 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/06/13 Time: 19:40 Sample: 1 52 Lags: 4 Null Hypothesis: INF does not Granger Cause LN_PDB LN_PDB does not Granger Cause INF Obs F-Statistic Probability 48 0.18859 1.40744 0.94294 0.24953 105 Tabel. 4.6 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PMA Pairwise Granger Causality Tests Date: 04/25/13 Time: 00:28 Sample: 1 52 Lags: 4 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability LN_PMA does not Granger Cause LN_PDB LN_PDB does not Granger Cause LN_PMA 48 0.53403 3.57972 0.71148 0.01401 Tabel. 4.7 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PMDN Pairwise Granger Causality Tests Date: 04/25/13 Time: 00:28 Sample: 1 52 Lags: 4 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability LN_PMDN does not Granger Cause LN_PDB LN_PDB does not Granger Cause LN_PMDN 48 1.44859 3.83322 0.23645 0.01012 Sumber: Lampiran 5 Berdasarkan Tabel. 4.4 Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Ekspor Neto tersebut, terdapat hubungan kausalitas dua arah antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel Ekspor Neto. Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel PDB terhadap Ekspor Neto lebih kecil dibandingkan dengan nilai = 5%, begitu juga antara Ekspor Neto dengan PDB. Hal ini dapat terlihat 106 pada perekonomian bahwa dengan tingginya pertumbuhan ekonomi, Pemerintah akan mengalokasikan pendapatan Negara untuk peningkatan produksi, peningkatan produksi akan meningkatkan ekspor dan peningkatan ekspor akan meningkatkan ekspor neto. Berdasarkan Tabel. 4.5 Uji Kausalitas Granger Antara pertumbuhan ekonomi dan Inflasi tersebut, tidak terdapat hubungan kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel Inflasi, begitu pula sebaliknya antara variabel Inflasi dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel Inflasi terhadap PDB lebih besar dibandingkan dengan nilai = 5%. Hal ini dapat terlihat pada perekonomian bahwa walaupun terjadi inflasi, asalkan inflasi itu tidak tinggi maka pertumbuhan ekonomi tidak akan atau minim kemungkinan akan menurun drastis. Karena tingkat inflasi tetap dibutuhkan dalam perekonomian selama nilainya tidak tinggi. Berdasarkan Tabel. 4.6 Uji Kausalitas Granger Antara pertumbuhan ekonomi dan PMA tersebut, terdapat hubungan kausalitas satu arah antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel PMA. Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel PDB terhadap PMA lebih kecil dibandingkan dengan nilai dapat terlihat pada perekonomian bahwa = 5%. Hal ini dengan tingginya pertumbuhan ekonomi, maka Pemerintah dapat mengalokasikan pendapatan Negara untuk peningkatan fasilitas yang dibutuhkan bagi 107 para investor asing sehingga mereka akan lebih nyaman dalam menanamkan modal mereka di Indonesia. Sedangkan tidak terdapat sebuah hubungan kausalitas antara variabel PMA dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel PMA terhadap PDB lebih besar dibandingkan dengan nilai = 5%. Berdasarkan Tabel. 4.7 Uji Kausalitas Granger Antara pertumbuhan ekonomi dan PMDN tersebut, terdapat hubungan kausalitas satu arah antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel PMDN. Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel PDB terhadap PMDN lebih kecil dibandingkan dengan nilai dapat terlihat pada perekonomian bahwa = 5%. Hal ini dengan tingginya pertumbuhan ekonomi, maka Pemerintah dapat mengalokasikan pendapatan Negara untuk peningkatan fasilitas yang dibutuhkan bagi para investor dalam negeri sehingga mereka akan lebih nyaman dalam menanamkan modal mereka dan dapat meningkatkan produksi dan jasa dengan lebih maksimal. Sedangkan tidak terdapat sebuah hubungan kausalitas antara variabel PMDN dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel PMDN terhadap PDB lebih besar dibandingkan dengan nilai = 5%. 108 d. Estimasi VAR Dalam estimasi VAR, untuk melihat apakah variabel Y mempengaruhi X dan demikian pula sebaliknya, kita dapat mengetahuinya dengan cara membandingkan nilai t-statistichasil estimasi dengan t-table. Jika nilai t-statisticlebih besar daripada nilai ttablenya, maka dapat dikatakan bahwa variabel Y memengaruhi X (Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 168). Karena berdasarkan hasil uji kausalitas Granger tidak terdapat hubungan baik antara inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi maupun pertumbuhan ekonomi terhadap inflasi, maka variabel inflasi tidak digunakan lagi untuk uji berikutnya. Tabel. 4.8 Estimasi VAR DLN_PDB pada lag ke-n DLN_PDB (-1) DLN_PDB (-2) DLN_PDB (-3) DLN_PDB (-4) Ekspor Neto 0.79742 1.86142 -2.02376 -0.64249 t-statistics PMA 0.40666 1.25281 -3.68331 2.07240 PMDN 1.66917 0.32694 -1.71896 0.30792 Sumber: Lampiran 6 Dengan persamaan estimasinya adalah sebagai berikut: DLN_PDB = 0.02824*DLN_PDB(-1) - 0.10196*DLN_PDB(-2) + 0.05597*DLN_PDB(-3) + 1.02798*DLN_PDB(-4) + 0.00211*DLN_PMA(-1) - 0.00296*DLN_PMA(-2) - 0.00773*DLN_PMA(-3) - 0.00169*DLN_PMA(-4) + 109 0.00635*DLN_PMDN(-1) + 0.00329*DLN_PMDN(-2) + 0.00599*DLN_PMDN(-3) + 0.00372*DLN_PMDN(-4) + 0.00096*DLN_NETEKS(-1) - 0.00729*DLN_NETEKS(-2) + 0.00236*DLN_NETEKS(-3) + 0.01327*DLN_NETEKS(-4) 0.22679 Berdasarkan tabel 4.8 Estimasi VAR, terlihat bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi adalah variabel Ekspor Neto, PMA dan PMDN karena nilai t-Satistic untuk variabel Ekspor Neto, PMA dan PMDN lebih besar dibandingkan dengan nilai t-Tablenya, yaitu sebesar 1.671. e. IRF (Impulse Response Function) IRF menggambarkan ekspektasi k-periode ke depan dari kesalahan prediksi suatu variabel akibat inovasi dari variabel yang lain. Dengan demikian, lamanya pengaruh dari shock suatu variabel terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik keseimbangan dapat dilihat atau diketahui. (Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 168). Jika gambar impulse response menunjukkan pergerakan yang semakin mendekati titik keseimbangan (convergence) atau kembali ke keseimbangan sebelumnya, ini berarti respon suatu variabel akibat suatu guncangan (shock) makin lama akan menghilang 110 sehingga kejutan tersebut tidak meninggalkan pengaruh permanen terhadap variabel tersebut. Gambar 4.6 Impulse Response Function Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of DLN_PDB to DLN_PDB Response of DLN_PDB to DLN_PMA .2 .2 .1 .1 .0 .0 -.1 -.1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Response of DLN_PDB to DLN_PMDN .2 .1 .1 .0 .0 -.1 -.1 2 3 4 5 6 7 8 9 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DLN_PDB to DLN_NETEKS .2 1 2 10 1 2 3 4 5 6 7 Sumber: Lampiran 7 Gambar. 4.6menunjukkan Impulse Response dari variabel PMA, PMDN dan Ekspor Neto terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada Response of DLN_PDB to DLN_PMA terlihat bahwa shock pada PMA memberikan respon positif dan tidak permanen terhadap pertumbuhan ekonomi, walaupun pada periode ke-6 hingga ke-9 111 8 9 10 respon yang diberikan cenderung berfluktuatif. Pada Response of DLN_PDB to DLN_PMDN, adanya shock pada PMDN memberikan respon negatif dan tidak permanen terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode ke-10, walaupun pada periode sebelumnya respon yang diberikan cenderung stabil dan positif. Pada Response of DLN_PDB to DLN_NETEKS menunjukkan adanya shock pada ekspor neto memberikan respon positif dan permanen terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode ke-10, walaupun pada periode ke-3 hingga ke-9 respon yang diberikan cenderung berfluktuatif.Secara ringkas penjelasan IRF dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.9 Impulse Response Function Terhadap DLN_PDB Periode Ke-3 Ke-5 Ke-8 Ke-9 Ke-10 DLN_PMA Direspon negatif Direspon negatif Direspon positif Titik terendah Titik tertinggi DLN_PMDN Direspon positif Stabil Stabil Direspon positif Titik terendah DLN_NETEKS Direspon negatif Direspon negatif Direspon positif Titik terendah Titik tertinggi f. Variance Decomposition Variance decomposition atau disebut juga forecast error variance decomposition merupakan perangkat pada model VAR yang akan memisahkan variasi dari sejumlah variabel yang diestimasi menjadi komponen-komponen shock atau menjadi variabel innovation, dengan asumsi bahwa variabel-variabel innovation tidak saling 112 berkorelasi. Kemudian, variance decomposition akan memberikan informasi mengenai proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap shock variabel lainnya pada periode saat ini dan periode yang akan datang. (Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 168). Tabel. 4.10 Variance Decomposition Variance Decomposition of DLN_PDB: Period S.E. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.008981 0.009894 0.014615 0.017803 0.021309 0.040896 0.057181 0.094972 0.141942 0.234062 DLN_PDB 100.0000 82.40337 38.51606 26.77478 30.77934 11.22431 6.371705 4.336091 2.231317 2.694222 DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS 0.000000 3.160770 4.231042 4.212814 5.482829 3.764610 6.027518 4.107009 5.306756 4.520500 0.000000 12.60918 14.65974 11.75396 9.052487 2.467009 2.153519 0.790519 0.682339 0.374810 0.000000 1.826683 42.59316 57.25844 54.68534 82.54407 85.44726 90.76638 91.77959 92.41047 Sumber: Lampiran 8 Berdasarkan Tabel. 4.10Variance Decomposition, tabel ini menjelaskan tentang variance decomposition dari variabel DLN_PDB, serta variabel apa saja dan seberapa besar variabel tersebut mempengaruhi variabel DLN_PDB. Pada periode kedua, variabel DLN_PDB dipengaruhi oleh variabel DLN_PMA sebesar 3.16%,DLN_PMDN12.6% dan DLN_NETEKS 1.83%. Pada periode selanjutnya pengaruh varaiabel independen terhadap DLN_PDB mengalami fluktuasi. Pada periode ke-10, 113 variabelDLN_PDBdipengaruhi oleh variabelDLN_PMA sebesar 4.52%, DLN_PMDN0.37% dan DLN_NETEKS 92.4%. Variabel DLN_NETEKS atau ekspor neto adalah yang paling besar pengaruhnya terhadap variabel DLN_PDB atau PDB, kemudian disusul variabel DLN_PMA dan DLN_PMDN. Hasil uji estimasi VAR menunjukkan bahwa ekspor neto, PMA dan PMDN berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama periode 2000-2012. Hasil ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Dewi Ernita, Syamsul Amar dan Efrizal Syofyan (2013), yang menyatakan bahwa kenaikan investasi baik PMA maupun PMDN akan memicu kenaikan pertumbuhan ekonomi karena kenaikan investasi mengindikasikan telah terjadinya kenaikan penanaman modal atau pembentukan modal. Kenaikan penanaman modal atau pembentukan modal akan berakibat terhadap peningkatanproduksi barang dan jasa di dalam perekonomian. Peningkatan produksi barang danjasa ini akan menyebabkan peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi.Hal ini sesuai dengan teori Samuelson dan Nourdhous (2004), bahwa investasi merupakan suatu hal penting dalam membangun ekonomi karena dibutuhkan sebagaifaktor penunjang di dalam peningkatan proses produksi. Begitu juga dengan ekspor neto, jika ekspor mengalami peningkatan maka produksi barang dan jasa juga akan mengalami peningkatan karena ekspor neto 114 yang meningkat mengindikasikan permintaan terhadap barang dan jasa di luar negeri lebih besar dari pada permintaan barang luar negeri di dalam negeri. Oleh karena itu, perekonomian akan meningkatkan jumlah produksibarang jasa. Peningkatan produksi barang dan jasa ini akan menyebabkan peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini sejalan dengan pendapat Mankiw (2006) yang menyatakan bahwa ekspor neto sangat berpengaruh bagi perekonomian di Indonesia. Dimana ekspor neto dapat menjadi pendorong bagipertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hasil uji Variance Decomposition menunjukkan bahwa variabel Ekspor Neto, PMA dan PMDN masing-masing berkontribusi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012, dengan ekspor neto sebagai variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu sebesar 92.4%, kemudian disusul oleh variabel PMA sebesar 4.52% dan PMDN sebesar 0.37%. Ekspor neto memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi, juga seperti yang ditunjukkan dari hasil uji IRF, ini sesuai dengan hasil penelitian (Ervin Mardalena, 2009) yang menyatakan bahwa ekspor neto berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan teori dan hipotesis yang diajukan yaitu pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh perdagangan internasional yang meliputi kegiatan ekspor-impor atau ekspor neto. Hal ini juga dikarenakan kinerja ekspor di Indonesia yang bisa tetap bertahan di tengah gejolak krisis ekonomi. Kondisi ini didukung oleh struktur 115 ekspor yang semakin terdiversifikasi dengan semakin meningkatnya permintaan dari pasar negara-negara emerging markets terutama Cina dan India. Pertumbuhan permintaan ekspor dari Cina selalu berada di atas kisaran 20% walaupun sempat turun pada tahun 2008 dan 2009 yaitu menjadi 17.3% dan -15.9% tetapi dapat kembali meningkat pada tahun berikutnya menjadi 20.85% pada 2011. Pertumbuhan permintaan ekspor dari India juga berada di atas kisaran 20%, menurun pada 2009 menjadi -15.2% dan meningkat pada tahun berikutnya hingga pada kisaran 30%, yaitu 35% pada 2011. Pengaruh diversifikasi negara tujuan ekspor semakin kuat dengan masih tingginya pertumbuhan ekonomi di kedua negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi Cina dan India yang masih kuat dilandasi oleh reorientasi perekonomian yang mengarah pada penguatan perekonomian domestik. Sebelum krisis, pertumbuhan kinerja ekspor di Indonesia terutama disebabkan oleh tingginya permintaan dunia, masih kompetitifnya produk ekspor Indonesia dan dukungan kebijakan pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor. Variabel berikutnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah PMA sebesar 4.52% dan PMDN sebesar 0.37%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Ervin Mardalena, 2009) yang menyatakan bahwa investasi, PMA, yang juga sesuai dengan hasil uji IRF PMA terhadap pertumbuhan ekonomi; dan PMDN memiliki pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan investasi swasta (PMA dan PMDN) yang berfluktuatif dan menandakan bahwa masih kurangnya kepercayaan investor, baik dari dalam dan luar negeri, untuk menanamkan 116 modalnya. Meskipun mengalami berbagai kemajuan, kinerja investasi di Indonesia masih relatif terbatas. Menurut laporan perekonomian Indonesia yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, kondisi iklim investasi yang belum kondusif merupakan penyebab utama dari masih rendahnya rasio investasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Survei Bank Dunia menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia masih berada di bawah negara-negara ASEAN lainnya dan Cina. Survei tersebut mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menghambat investasi antara lain ketidakpastian peraturan, lemahnya penegakan hukum, sarana dan prasarana untuk kegiatan produksi serta produktivitas tenaga kerja yang relatif belum optimal, ketersediaan infrastruktur yang belum memadai, dan pemanfaatan teknologi yang belum optimal dibandingkan negara pesaing. Hasil uji IRFmenunjukkan bahwa adanya shock pada PMDN memberikan respon negatif terhadap pertumbuhan ekonomi,hal ini sesuai dengan penelitian (Tri Handayani, 2011) bahwa PMDN berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena walaupun terjadi peningkatan pada PMDN tetapi itu tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, ini dikarenakan oleh masih belum kondusifnya iklim investasi dan infrastruktur di dalam negeri. 117 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger, terdapat tiga variabel yang memiliki hubungan baik satu arah maupun dua arah terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu ekspor neto, PMA dan PMDN, sedangkan variabel inflasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi maupun sebaliknya, karena nilai probabilitasnya lebih besar dari 0.05. Selanjutnya, berdasarkan hasil estimasi VAR, terdapat tiga variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu variabel Ekspor Neto, PMA dan PMDNkarena nilai t-statistic-nya lebih besar dibandingkan dengan nilai t-table-nya. 2. Berdasarkan hasil uji Variance Decomposition, variabel Ekspor Neto, PMA dan PMDN masing-masing berkontribusi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012, dengan pertumbuhan ekspor netosebagai variabelyang paling besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu sebesar 92.4%, hal ini dikarenakan kinerja ekspor di Indonesia yang bisa tetap bertahan di tengah gejolak krisis ekonomi. Kondisi ini didukung oleh struktur ekspor yang semakin terdiversifikasi 118 dengan semakin meningkatnya permintaan dari pasar negara-negara emerging markets terutama Cina dan India. Pertumbuhan permintaan ekspor dari Cina selalu berada di atas kisaran 20% walaupun sempat turun pada tahun 2008 dan 2009 yaitu menjadi 17.3% dan -15.9% tetapi dapat kembali meningkat pada tahun berikutnya menjadi 20.85% pada 2011. Pertumbuhan permintaan ekspor dari India juga berada di atas kisaran 20%, menurun pada 2009 menjadi -15.2% dan meningkat pada tahun berikutnya hingga pada kisaran 30%, yaitu 35% pada 2011.Pengaruh diversifikasi negara tujuan ekspor semakin kuat dengan masih tingginya pertumbuhan ekonomi di kedua negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi Cina dan India yang masih kuat dilandasi oleh reorientasi perekonomian yang mengarah pada penguatan perekonomian domestik.Sebelum krisis, pertumbuhan kinerja ekspor di Indonesia terutama disebabkan oleh tingginya permintaan dunia, masih kompetitifnya produk ekspor Indonesia dan dukungan kebijakan pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor. Variabel berikutnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalahPMA sebesar 4.52% dan PMDNsebesar 0.37%. Meskipun mengalami berbagai kemajuan, kinerja investasi di Indonesiamasih relatif terbatas. Menurut laporan perekonomian Indonesia yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, kondisi iklim investasi yang belum kondusif merupakan penyebab utama dari masih rendahnya rasio investasi terhadap PDB. Survei Bank Dunia menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia 119 masih berada di bawah negara-negara ASEAN lainnya dan Cina. Survei tersebut mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menghambat investasi antara lain ketidakpastian peraturan,lemahnya penegakan hukum, sarana dan prasarana untuk kegiatan produksi serta produktivitas tenaga kerja yang relatif belum optimal, ketersediaan infrastruktur yang belum memadai, dan pemanfaatan teknologi yang belum optimal dibandingkan negara pesaing. 3. Hasil uji Impulse Response menunjukkan bahwa adanya guncanganpada ekspor neto dan PMA memberikan respon positif dalam jangka pendek terhadap pertumbuhan ekonomi, walaupun pada periode sebelumnya respon yang diberikan cenderung berfluktuatif. Sedangkan adanya guncanganpada PMDN memberikan respon negatif dalam jangka pendek terhadap pertumbuhan ekonomi walaupun pada periode sebelumnya respon yang diberikan cenderung stabil. Pengaruh guncangan dari variabel ekspor neto, PMA dan PMDN akan hilang atau kembali normal dalam jangka panjang. B. Saran 1. Dalam hal ekspor neto, perlu dilakukan upaya untuk mendorong pertumbuhan nilai ekspor neto seperti melalui kebijakan untuk mendukung peningkatan ekspor yang diantaranya adalah peningkatan frekuensi dan optimalisasi upaya diplomasi perdagangan bilateral maupun multilateral, 120 serta mengurangi hambatan-hambatan dalam perdagangan luar negeri sesuai dengan komitmen internasional dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. Juga kebijakan di bidang impor, yang diarahkan untuk menunjang dan mendukung pertumbuhan industri dalam negeri khususnya yang berorientasi ekspor, menjaga tersedianya kebutuhan barang dan jasa, dan meningkatkan pendayagunaan devisa dalam menjaga keseimbangan neraca pembayaran. 2. Pemerintah harus bekerja sama dengan BI dalam mengendalikan tingkat inflasi negara yaitu dari sisi moneter agar tetap bertahan dalam angka normal. Serta menjaga kestabilan harga-harga umum dalam pasar agar suatu saat tidak anjlok atau melunjak secara tiba-tiba yang nantinya dapat mengakibatkan inflasi dan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi negara. 3. Untuk dapat meningkatkan pertumbuhan investasi di Indonesia, pemerintah harus dapat mengupayakan iklim investasi yang kondusif, menciptakan stabilitas ekonomi, meningkatkan keamanan negara dan regulasi yang tepat agar para investor, baik asing maupun dalam negeri, dapat merasa aman dan tertarik untuk menanamkan modal mereka sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam hal PMA, pemerintah harus dapat mempertimbangkan keuntungan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dari penanaman modal oleh asing. Serta lebih selektif dalam memilih perusahaan asing yang memiliki 121 prospek kerja yang berbeda dari perusahaan dalam negeri yang telah ada, agar tidak menghambat masing-masing perusahaan dalam meningkatkan potensinya. Dalam hal PMDN, pemerintah harus dapat menjaga kestabilan dan keamanan dalam negeri, meningkatkan infrastruktur dan kemajuan teknologi dalam negeri agar dapat memaksimalkan produktivitas ekonomi. 122 DAFTAR PUSTAKA Ajija, Shochrul R., Sari Dyah W., Setianto Rahmat H., Primanti, Martha R.―Cara Cerdas Menguasai EViews”, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2011. Amalia, Lia. ―Ekonomi Pembangunan‖, Graha Ilmu,Yogyakarta, 2007. Antoni. ―Kointegrasi antara Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia‖, Jurnal Ekonomi Bisnis dan Koperasi, Jakarta, 2010. Arsyad, Lincolin.“Ekonomi Pembangunan”, Edisi kelima, STIM YKPN, Yogyakarta, 2010. Boediono. “Ekonomi Internasional:“, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta, 2000. Case, Karl E. dan Fair, Ray C. ―Prinsip-prinsip Ekonomi”, Edisi kedelapan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2007. Ernita, Dewi, Syamsul Amar dan Efrizal Syofyan. ―Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Investasi dan Konsumsi di Indonesia‖. Jurnal Kajian Ekonomi, 2013. Gujarati, Damodar. ―Ekonometrika Dasar”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1999. Hady, Hamdy. ―Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional”, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001. Handayani, Tri. ―Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 1999-2008‖. Yogyakarta, 2011. Harjanti, Erni Setyo. “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tenaga Kerja di Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah Tahun 1989-2003”, Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2000. Jhingan, M.L. “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”,Rajawali Press, Jakarta, 2010. Kuncoro, Mudrajad. ―Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi”, PT Gelora Aksara Pratama, Jakarta, 2009. 123 Kilavuz, Emine dan Betul Altay Topcu. ―Export and Economic Growth in the Case of the Manufacturing Industry: Panel Data Analysis of Developing Countries‖, International Journal of Economics and Financial Issues, Turki, 2012. “Laporan Perekonomian Indonesia Tahunan‖ berbagai edisi, BPS, Jakarta. Liwan, Audrey dan Evan Lau. ―Managing Growth: The Role of Export, Inflation and Investment in three ASEAN Neighboring Countries‖, Munich Personal RePEc Archive, Malaysia, 2007. Mankiw, N. Gregory. ―Makroekonomi”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2007. Mardalena, Ervin. ―Pengaruh Investasi Swasta dan Perdagangan Internasional terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Selatan‖, Ekonomika, 2009. Murni, Asfia. ―Ekonomika Makro”, PT Refika Aditama, Bandung, 2006. Nachrowi, Djalal Nachrowi, dan Usman, Hardius. ―Pendekatan Populer dan Praktis EKONOMETRIKA untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2006. Nopirin. ―Ekonomi Moneter Buku II”, BPFE, Yogyakarta, 2009. Rahardja, Prathama. ―Teori ekonomi makro: suatu pengantar”, Edisi kedua, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta, 2004. _______, Mandala Manurung. “Pengantar Ilmu Ekonomi: Mikroekonomi dan Makroekonomi”, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta, 2008. “Realisasi Investasi Asing Naik, PMDN anjlok”, Vivanews, 21 Januari 2009. Sitompul, Novita Linda,“Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap PDRB Sumatera Utara”, Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. 2007. Sukirno, Sadono. ―Makro Ekonorni Teori Pengantar”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008. 124 Sutawijaya, Adrian. ―Pengaruh Ekspor dan Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 1980-2006‖, Jurnal Organisasi dan Manajemen, Jakarta, 2010. Soelistyo, Nopirin. “Teori Perdagangan Internasional”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1977. Todaro, Michael P. ―Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”,Penerbit Erlangga, Jakarta,1998. _______. ―Pembangunan Ekonomi”,Edisi Kesembilan, Penerbit Erlangga, Jakarta,2006. Winarno, Wing Wahyu. ―Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan EViews”, Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta, 2009. www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Ekonomi+dan+Keuangan+Indonesia/Vers i+HTML/Sektor+Moneter/ _______.―Laporan Perekonomian Indonesia Tahunan”berbagai edisi, Publikasi Bank Indonesia, Jakarta. _______.―Pentingnya Kestabilan Harga”, Bank Indonesia, Jakarta. 125 LAMPIRAN 126 Lampiran 1 Data sebelum diolah Tahun 2000.I 2000.II 2000.III 2000.IV 2001.I 2001.II 2001.III 2001.IV 2002.I 2002.II 2002.III 2002.IV 2003.I 2003.II 2003.III 2003.IV 2004.I 2004.II 2004.III 2004.IV 2005.I 2005.II 2005.III 2005.IV 2006.I 2006.II 2006.III 2006.IV 2007.I 2007.II 2007.III 2007.IV 2008.I 2008.II 2008.III 2008.IV 2009.I 2009.II 2009.III PMA (miliar rp) 7085.503593 6341.78727 10165.53038 8143.268175 10223.79813 3598.2387 3924.682713 16080.38706 2669.0391 5434.4682 9254.4039 3113.397 1899.8469 1776.75687 3046.8879 9259.89813 5021.919 5931.522513 15469.6311 6597.8955 6469.378713 4308.314913 13754.17827 4099.148613 8384.648013 2893.309713 2510.641413 5415.47937 9652.4946 3554.545113 14244.80337 5801.396013 25383.3426 8028.61227 10977.18237 3392.25327 9015.3567 8306.21547 12615.81237 PMDN (miliar rp) 2601.11 1728.327 2159.78 856.783 898.63 280.77 1231.13 1098.87 709.73 3035.167 1584.867 1041.67 997.5 278.567 670.33 784.53 2002.23 3744.867 3555.23 2946.867 1514.967 1101 1374.93 6250.5 2842.5 885.93 413.43 2787.567 4560.7 4896.73 1501.167 667.7 1531.43 1301.967 2160.367 1794.03 2832.63 3092.3 3451.13 Inflasi (%) Ekspor Neto (miliar rp) 3.23 24555.33817 5.9 25966.7342 7.65 23861.47059 10.3 18243.73364 9.35 18306.18823 11.15 19266.94963 12.76 23972.36391 12.64 20557.75876 14.54 20095.2257 12.57 23639.59653 10.38 21826.47082 10.28 18196.91698 7.82 21902.42648 7.25 24827.69069 6.37 23653.77751 5.72 21913.98495 4.84 15656.09331 6.41 19543.0028 6.71 22864.98478 6.27 23071.87168 7.76 20392.19096 7.65 19383.55419 8.41 21229.12132 17.79 29517.41848 16.9 29543.88641 15.51 28696.37859 14.87 31922.45441 6.05 38479.9921 6.36 32339.72489 6.02 32908.22678 6.51 29406.39889 6.73 33646.12339 7.64 13010.36924 10.12 3978.83332 11.96 2524.845785 11.5 5814.59032 8.56 12741.5134 5.67 15413.5597 2.76 10241.56203 PDB (miliar rp) 342852.4 340865.2 355289.5 350762.8 356114.9 360533 367517.4 356240.4 368650.4 375720.9 387919.6 372925.5 386743.9 394620.5 405607.6 390199.3 402597.3 411935.5 423852.3 418131.7 426612.1 436121.3 448597.7 439484.1 448485.3 457636.8 474903.5 466101.1 475641.7 488421.1 506933.02 493331.5 505218.8 519204.6 538641 519391.7 528454.4 540784.1 561138 127 2009.IV 2010.I 2010.II 2010.III 2010.IV 2011.I 2011.II 2011.III 2011.IV 2012.I 2012.II 2012.III 2012.IV 4812.07797 12354.11352 12648.2958 19518.975 19301.61555 14835.887 18509.778 14099.05 19394.524 17385.822 15085.78 18438.82 20449.196 3223.867 3544.33 3525.1 6389.13 5987.7 5311 5034 3469 5428 5518 5968 6264 6803 2.59 3.65 4.37 6.15 6.32 6.84 5.89 4.67 4.12 3.73 4.49 4.48 4.41 25323.15082 18051.42595 12977.63643 12767.7385 27806.79406 21344.89057 27333.54756 23175.02374 12523.45655 8968.20716 -7310.39232 1679.76622 -12111.62535 547365.2 557971.2 573911.7 593704.4 585102.5 595784.6 612200 632827.6 623864.3 633243 651107.2 671780.8 662008.2 Sumber: 1. Data Produk Domestik Bruto didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan dari tabel Quarterly GDP - Constant Price based on Year 2000pada situs resmi Bank Indonesia. 2. Data Investasi didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi, publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal berbagai edisi dan dari tabel Financial Account: Direct Investment pada situs resmi Bank Indonesia. 3. Data Inflasi didapat dari tabel laporan Inflasi pada situs resmi Bank Indonesia. 4. Data Ekspor Neto didapat dari hasil pengurangan nilai Ekspor dengan Impor dengan masing-masing data didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan dari tabel Nilai Ekspor dan Impor berdasarkan Sektor pada situs resmi Bank Indonesia. 128 Data Penelitian Tahun 2000.I 2000.II 2000.III 2000.IV 2001.I 2001.II 2001.III 2001.IV 2002.I 2002.II 2002.III 2002.IV 2003.I 2003.II 2003.III 2003.IV 2004.I 2004.II 2004.III 2004.IV 2005.I 2005.II 2005.III 2005.IV 2006.I 2006.II 2006.III 2006.IV 2007.I 2007.II 2007.III 2007.IV 2008.I 2008.II 2008.III 2008.IV 2009.I 2009.II 2009.III 2009.IV 2010.I ln_pma 8.87 8.75 9.23 9 9.23 8.19 8.28 9.69 7.89 8.6 9.13 8.04 7.55 7.48 8.02 9.13 8.52 8.69 9.65 8.79 8.77 8.37 9.53 8.32 9.03 7.97 7.83 8.6 9.17 8.18 9.56 8.67 10.14 8.99 9.3 8.13 9.11 9.02 9.44 8.48 9.42 ln_pmdn 7.86 7.45 7.68 6.75 6.8 5.64 7.12 7 6.56 8.02 7.37 6.95 6.91 5.63 6.51 6.67 7.6 8.23 8.18 7.99 7.32 7 7.23 8.74 7.95 6.79 6.02 7.93 8.43 8.5 7.31 6.5 7.33 7.17 7.68 7.49 7.95 8.04 8.15 8.08 8.17 inflasi 3.23 5.9 7.65 10.3 9.35 11.15 12.76 12.64 14.54 12.57 10.38 10.28 7.82 7.25 6.37 5.72 4.84 6.41 6.71 6.27 7.76 7.65 8.41 17.79 16.9 15.51 14.87 6.05 6.36 6.02 6.51 6.73 7.64 10.12 11.96 11.5 8.56 5.67 2.76 2.59 3.65 ln_netekspor 10.11 10.16 10.08 9.81 9.81 9.87 10.08 9.93 9.91 10.07 9.99 9.81 9.99 10.12 10.07 9.99 9.66 9.88 10.04 10.05 9.92 9.87 9.96 10.29 10.29 10.26 10.37 10.56 10.38 10.4 10.29 10.42 9.47 8.29 7.83 8.67 9.45 9.64 9.23 10.14 9.8 ln_pdb 12.75 12.74 12.78 12.77 12.78 12.8 12.81 12.78 12.82 12.84 12.87 12.83 12.87 12.89 12.91 12.87 12.91 12.93 12.96 12.94 12.96 12.99 13.01 12.99 13.01 13.03 13.07 13.05 13.07 13.1 13.14 13.11 13.13 13.16 13.2 13.16 13.18 13.2 13.24 13.21 13.23 129 2010.II 2010.III 2010.IV 2011.I 2011.II 2011.III 2011.IV 2012.I 2012.II 2012.III 2012.IV 9.45 9.88 9.87 9.6 9.89 9.48 10.02 9.97 8.72 9.86 9.44 8.17 8.76 8.7 8.58 8.52 8.15 8.6 8.62 8.69 8.74 8.83 4.37 6.15 6.32 6.84 5.89 4.67 4.12 3.73 4.49 4.48 4.41 9.47 9.45 10.23 9.97 10.22 10.05 9.44 9.1 0 7.43 0 13.26 13.29 13.28 13.3 13.32 13.36 13.34 13.36 13.39 13.42 13.4 Sumber: Data olahan 130 Lampiran 2 Uji Stasioneritas Data Ln PDB (data diolah dengan EViews 5) Null Hypothesis: LN_PDB has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 5 (Automatic - based on SIC, maxlag=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -3.098546 -4.170583 -3.510740 -3.185512 0.1188 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LN_PDB) Method: Least Squares Date: 04/18/13 Time: 12:56 Sample (adjusted): 7 52 Included observations: 46 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LN_PDB(-1) D(LN_PDB(-1)) D(LN_PDB(-2)) D(LN_PDB(-3)) D(LN_PDB(-4)) D(LN_PDB(-5)) C @TREND(1) -0.442642 -0.319143 -0.376391 -0.480804 0.352618 0.048483 5.632806 0.006297 0.142855 0.173280 0.178241 0.168036 0.164109 0.137501 1.810372 0.001928 -3.098546 -1.841774 -2.111698 -2.861323 2.148675 0.352600 3.111407 3.265442 0.0036 0.0733 0.0413 0.0068 0.0381 0.7263 0.0035 0.0023 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.895282 0.875992 0.008966 0.003055 155.9798 46.41138 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.013043 0.025462 -6.433904 -6.115879 -6.314770 1.933982 131 Uji Stasioneritas Data Ln Ekspor Neto (data diolah dengan EViews 5) Null Hypothesis: LN_NETEKS has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -2.121370 -4.156734 -3.504330 -3.181826 0.5213 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LN_NETEKS) Method: Least Squares Date: 03/04/13 Time: 21:38 Sample (adjusted): 4 52 Included observations: 49 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LN_NETEKS(-1) D(LN_NETEKS(-1)) D(LN_NETEKS(-2)) C @TREND(1) -0.859374 0.046188 0.984099 9.105739 -0.031925 0.405103 0.405424 0.433914 4.140454 0.015534 -2.121370 0.113926 2.267960 2.199213 -2.055126 0.0396 0.9098 0.0283 0.0332 0.0458 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.575694 0.537121 1.382413 84.08693 -82.75874 2.027376 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) -0.205714 2.031909 3.581990 3.775032 14.92471 0.000000 132 Uji Stasioneritas Data Inflasi (data diolah dengan EViews 5) Null Hypothesis: INF has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -3.146727 -4.165756 -3.508508 -3.184230 0.1078 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INF) Method: Least Squares Date: 03/04/13 Time: 21:30 Sample (adjusted): 6 52 Included observations: 47 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. INF(-1) D(INF(-1)) D(INF(-2)) D(INF(-3)) D(INF(-4)) C @TREND(1) -0.421271 0.303793 0.261833 0.295464 -0.274410 5.144880 -0.062849 0.133876 0.132161 0.134066 0.137133 0.138930 1.644036 0.025393 -3.146727 2.298662 1.953016 2.154580 -1.975173 3.129421 -2.475083 0.0031 0.0268 0.0578 0.0373 0.0552 0.0033 0.0177 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.423866 0.337446 1.880613 141.4682 -92.58541 1.834496 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) -0.105106 2.310408 4.237677 4.513231 4.904712 0.000766 133 Uji Stasioneritas Data Ln PMA (data diolah dengan EViews 5) Null Hypothesis: LN_PMA has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -6.479385 -4.148465 -3.500495 -3.179617 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LN_PMA) Method: Least Squares Date: 04/25/13 Time: 00:23 Sample (adjusted): 2 52 Included observations: 51 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LN_PMA(-1) C @TREND(1) -0.925890 7.714984 0.021756 0.142898 1.205515 0.006622 -6.479385 6.399740 3.285277 0.0000 0.0000 0.0019 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic) 0.466741 0.444522 0.609328 17.82147 -45.55462 21.00628 0.000000 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat 0.011176 0.817556 1.904103 2.017739 1.947527 2.046513 134 Uji Stasioneritas Data Ln PMDN (data diolah dengan EViews 5) Null Hypothesis: LN_PMDN has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -4.963673 -4.152511 -3.502373 -3.180699 0.0010 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LN_PMDN) Method: Least Squares Date: 04/25/13 Time: 00:26 Sample (adjusted): 3 52 Included observations: 50 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LN_PMDN(-1) D(LN_PMDN(-1)) C @TREND(1) -0.769323 0.225305 5.076986 0.030158 0.154991 0.138636 1.046882 0.007921 -4.963673 1.625154 4.849625 3.807371 0.0000 0.1110 0.0000 0.0004 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.363299 0.321775 0.582330 15.59898 -41.82649 2.109314 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 0.027600 0.707103 1.833060 1.986021 8.749154 0.000106 135 Lampiran 3 Uji Derajat Integrasi First Difference Ln PDB (data diolah dengan EViews 5) Null Hypothesis: D(LN_PDB) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -4.693650 -4.165756 -3.508508 -3.184230 0.0023 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LN_PDB,2) Method: Least Squares Date: 03/04/13 Time: 21:44 Sample (adjusted): 6 52 Included observations: 47 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(LN_PDB(-1)) D(LN_PDB(-1),2) D(LN_PDB(-2),2) D(LN_PDB(-3),2) C @TREND(1) -2.725086 1.046540 0.371306 -0.267400 0.027713 0.000311 0.580590 0.440623 0.297418 0.149489 0.006500 0.000133 -4.693650 2.375137 1.248432 -1.788765 4.263192 2.341395 0.0000 0.0223 0.2190 0.0810 0.0001 0.0242 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.946145 0.939577 0.010179 0.004248 152.1283 1.839261 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) -0.000638 0.041410 -6.218225 -5.982036 144.0602 0.000000 136 Uji Derajat Integrasi First Difference Ln Ekspor Neto (data diolah dengan EViews 5) Null Hypothesis: D(LN_NETEKS) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -15.54215 -4.152511 -3.502373 -3.180699 0.0000 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(LN_NETEKS,2) Method: Least Squares Date: 03/04/13 Time: 21:44 Sample (adjusted): 3 52 Included observations: 50 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(LN_NETEKS(-1)) C @TREND(1) -1.828493 0.405945 -0.024662 0.117647 0.418581 0.013879 -15.54215 0.969811 -1.776975 0.0000 0.3371 0.0820 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.837975 0.831080 1.415349 94.15104 -86.76886 1.850282 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) -0.149600 3.443686 3.590754 3.705476 121.5393 0.000000 137 Uji Derajat Integrasi First Difference Inflasi (data diolah dengan EViews 5) Null Hypothesis: D(INF) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level t-Statistic Prob.* -5.200760 -4.165756 -3.508508 -3.184230 0.0005 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INF,2) Method: Least Squares Date: 03/04/13 Time: 21:41 Sample (adjusted): 6 52 Included observations: 47 after adjustments Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(INF(-1)) D(INF(-1),2) D(INF(-2),2) D(INF(-3),2) C @TREND(1) -1.197954 0.334344 0.411741 0.501834 0.375528 -0.015889 0.230342 0.203214 0.173237 0.130900 0.702651 0.022665 -5.200760 1.645278 2.376752 3.833733 0.534445 -0.701007 0.0000 0.1076 0.0222 0.0004 0.5959 0.4873 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.582806 0.531928 2.074751 176.4883 -97.78313 1.873358 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 0.018723 3.032563 4.416303 4.652492 11.45510 0.000001 138 Lampiran 4 Uji Penentuan Lag Length (data diolah dengan EViews 5) VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LN_PDB LN_PMA LN_PMDN INF LN_NETEKS Exogenous variables: C Date: 06/06/13 Time: 18:44 Sample: 1 52 Included observations: 48 Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 1 2 3 4 -292.0636 -161.7066 -128.0633 -96.90544 -28.01999 NA 228.1248 51.86675 41.54381 77.49613* 0.163375 0.002040 0.001473 0.001248 0.000241* 12.37765 7.987775 7.627637 7.371060 5.542499* 12.57257 9.157275* 9.771722 10.48973 9.635752 12.45131 8.429731 8.437890 8.549609 7.089345* * indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion 139 Lampiran 5 Uji Kausalitas Granger antara Ln PDB dan Ln Ekspor Neto (data diolah dengan EViews 5) Pairwise Granger Causality Tests Date: 04/03/13 Time: 01:29 Sample: 1 52 Lags: 4 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. 48 3.64764 2.86387 0.0128 0.0358 LN_NETEKS does not Granger Cause LN_PDB LN_PDB does not Granger Cause LN_NETEKS Uji Kausalitas Granger antara Ln PDB dan Inflasi (data diolah dengan EViews 5) Pairwise Granger Causality Tests Date: 06/06/13 Time: 19:40 Sample: 1 52 Lags: 4 Null Hypothesis: INF does not Granger Cause LN_PDB LN_PDB does not Granger Cause INF Obs F-Statistic Probability 48 0.18859 1.40744 0.94294 0.24953 Uji Kausalitas Granger antara Ln PDB dan Ln PMA (data diolah dengan EViews 5) Pairwise Granger Causality Tests Date: 04/25/13 Time: 00:28 Sample: 1 52 Lags: 4 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability LN_PMA does not Granger Cause LN_PDB LN_PDB does not Granger Cause LN_PMA 48 0.53403 3.57972 0.71148 0.01401 140 Uji Kausalitas Granger antara Ln PDB dan Ln PMDN (data diolah dengan EViews 5) Pairwise Granger Causality Tests Date: 04/25/13 Time: 00:28 Sample: 1 52 Lags: 4 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability LN_PMDN does not Granger Cause LN_PDB LN_PDB does not Granger Cause LN_PMDN 48 1.44859 3.83322 0.23645 0.01012 141 Lampiran 6 Estimasi VAR (data diolah dengan EViews 5) Vector Autoregression Estimates Date: 05/23/13 Time: 20:08 Sample (adjusted): 6 52 Included observations: 47 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS DLN_PDB(-1) 0.028241 (0.07328) [ 0.38536] 1.700264 (4.18100) [ 0.40666] 7.828157 (4.68985) [ 1.66917] 9.187296 (11.5212) [ 0.79742] DLN_PDB(-2) -0.101961 (0.07933) [-1.28522] 5.670324 (4.52608) [ 1.25281] 1.659857 (5.07693) [ 0.32694] 23.21586 (12.4721) [ 1.86142] DLN_PDB(-3) 0.055970 (0.07760) [ 0.72128] -16.30640 (4.42710) [-3.68331] -8.536192 (4.96591) [-1.71896] -24.68860 (12.1994) [-2.02376] DLN_PDB(-4) 1.027982 (0.08764) [ 11.7295] 10.36207 (5.00003) [ 2.07240] 1.726978 (5.60856) [ 0.30792] -8.852277 (13.7781) [-0.64249] DLN_PMA(-1) 0.002112 (0.00306) [ 0.69046] 0.105543 (0.17454) [ 0.60468] 0.017643 (0.19579) [ 0.09012] -0.566140 (0.48097) [-1.17707] DLN_PMA(-2) -0.002961 (0.00315) [-0.94038] 0.456452 (0.17962) [ 2.54126] 0.557166 (0.20148) [ 2.76542] 0.091148 (0.49495) [ 0.18416] DLN_PMA(-3) -0.007732 (0.00366) [-2.11225] -0.102839 (0.20883) [-0.49246] -0.206553 (0.23424) [-0.88179] 0.559585 (0.57545) [ 0.97243] DLN_PMA(-4) -0.001688 (0.00304) [-0.55573] -0.028458 (0.17326) [-0.16425] -0.294798 (0.19435) [-1.51687] -0.543818 (0.47744) [-1.13904] DLN_PMDN(-1) 0.006355 (0.00285) [ 2.22840] 0.359490 (0.16271) [ 2.20940] 0.380093 (0.18251) [ 2.08256] -0.146893 (0.44836) [-0.32762] DLN_PMDN(-2) 0.003293 (0.00276) [ 1.19166] -0.572600 (0.15766) [-3.63190] -0.262200 (0.17685) [-1.48264] 0.149920 (0.43445) [ 0.34508] DLN_PMDN(-3) 0.006000 (0.00343) [ 1.74927] 0.176557 (0.19567) [ 0.90230] -0.356289 (0.21949) [-1.62328] -0.182883 (0.53920) [-0.33917] 142 DLN_PMDN(-4) 0.003718 (0.00325) [ 1.14485] 0.102490 (0.18527) [ 0.55320] 0.216347 (0.20782) [ 1.04105] -0.222550 (0.51053) [-0.43592] DLN_NETEKS(-1) 0.000967 (0.00111) [ 0.86770] 0.042702 (0.06361) [ 0.67136] 0.029140 (0.07135) [ 0.40842] 0.157275 (0.17527) [ 0.89732] DLN_NETEKS(-2) -0.007287 (0.00551) [-1.32278] 0.669411 (0.31428) [ 2.13001] 0.407562 (0.35252) [ 1.15612] 1.838820 (0.86602) [ 2.12329] DLN_NETEKS(-3) 0.002360 (0.00698) [ 0.33795] -0.989734 (0.39845) [-2.48395] -0.845566 (0.44695) [-1.89187] -1.455831 (1.09798) [-1.32592] DLN_NETEKS(-4) 0.013271 (0.00537) [ 2.47061] 0.469740 (0.30645) [ 1.53285] 0.258486 (0.34374) [ 0.75197] -0.427242 (0.84445) [-0.50594] C -0.226794 (0.20140) [-1.12608] -15.86709 (11.4902) [-1.38092] -26.50782 (12.8887) [-2.05668] 29.82731 (31.6626) [ 0.94204] R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent 0.998511 0.997717 0.002419 0.008981 1257.475 165.3569 -6.313061 -5.643859 13.07170 0.187956 0.666328 0.488369 7.875103 0.512351 3.744289 -24.70874 1.774840 2.444042 8.928723 0.716291 0.700512 0.540785 9.908651 0.574707 4.385683 -30.10674 2.004542 2.673744 7.627447 0.848083 0.467755 0.183892 59.79885 1.411841 1.647816 -72.34982 3.802120 4.471322 9.577872 1.562830 Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion 1.19E-05 1.97E-06 41.93436 1.109176 3.785985 VAR Model - Substituted Coefficients: =============================== DLN_PDB = 0.0282409140964*DLN_PDB(-1) - 0.101960982551*DLN_PDB(2) + 0.0559701948125*DLN_PDB(-3) + 1.0279817811*DLN_PDB(-4) + 0.00211240331288*DLN_PMA(-1) - 0.00296062262259*DLN_PMA(-2) 0.00773160133468*DLN_PMA(-3) - 0.0016876873568*DLN_PMA(-4) + 0.00635536933952*DLN_PMDN(-1) + 0.00329310159163*DLN_PMDN(-2) + 143 0.00599960867219*DLN_PMDN(-3) + 0.00371778903249*DLN_PMDN(-4) + 0.00096737251545*DLN_NETEKS(-1) - 0.0072867336874*DLN_NETEKS(-2) + 0.00236030688578*DLN_NETEKS(-3) + 0.0132707437907*DLN_NETEKS(4) - 0.226793515884 DLN_PMA = 1.70026441105*DLN_PDB(-1) + 5.67032397697*DLN_PDB(-2) 16.3064030341*DLN_PDB(-3) + 10.3620692265*DLN_PDB(-4) + 0.105543175281*DLN_PMA(-1) + 0.456451743532*DLN_PMA(-2) 0.102838747128*DLN_PMA(-3) - 0.0284577483838*DLN_PMA(-4) + 0.359490366296*DLN_PMDN(-1) - 0.572599582759*DLN_PMDN(-2) + 0.176556699621*DLN_PMDN(-3) + 0.102490258932*DLN_PMDN(-4) + 0.0427021698959*DLN_NETEKS(-1) + 0.669411433664*DLN_NETEKS(-2) 0.989734281866*DLN_NETEKS(-3) + 0.469739612911*DLN_NETEKS(-4) 15.8670856076 DLN_PMDN = 7.82815655554*DLN_PDB(-1) + 1.65985671602*DLN_PDB(2) - 8.53619238055*DLN_PDB(-3) + 1.726978271*DLN_PDB(-4) + 0.0176433955048*DLN_PMA(-1) + 0.557166468121*DLN_PMA(-2) 0.206553182634*DLN_PMA(-3) - 0.294797835043*DLN_PMA(-4) + 0.380092917312*DLN_PMDN(-1) - 0.262200496197*DLN_PMDN(-2) 0.356289001416*DLN_PMDN(-3) + 0.216346947444*DLN_PMDN(-4) + 0.0291395772726*DLN_NETEKS(-1) + 0.407561944933*DLN_NETEKS(-2) 0.845566103938*DLN_NETEKS(-3) + 0.258486352669*DLN_NETEKS(-4) 26.5078249017 DLN_NETEKS = 9.18729620783*DLN_PDB(-1) + 23.2158595382*DLN_PDB(-2) - 24.6885964545*DLN_PDB(-3) 8.85227694653*DLN_PDB(-4) - 0.566139991004*DLN_PMA(-1) + 0.0911480805724*DLN_PMA(-2) + 0.559584936451*DLN_PMA(-3) 0.543817733895*DLN_PMA(-4) - 0.146893067305*DLN_PMDN(-1) + 0.149920215912*DLN_PMDN(-2) - 0.182882640399*DLN_PMDN(-3) 0.222549865865*DLN_PMDN(-4) + 0.157274589019*DLN_NETEKS(-1) + 1.83881963176*DLN_NETEKS(-2) - 1.45583061218*DLN_NETEKS(-3) 0.4272419798*DLN_NETEKS(-4) + 29.8273115054 144 Lampiran 7 Impulse Response Function (data diolah dengan EViews 5) Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of DLN_PDB to DLN_PDB Response of DLN_PDB to DLN_PMA Response of DLN_PDB to DLN_PMDN Response of DLN_PDB to DLN_NETEKS .20 .20 .20 .20 .15 .15 .15 .15 .10 .10 .10 .10 .05 .05 .05 .05 .00 .00 .00 .00 -.05 -.05 -.05 -.05 -.10 -.10 -.10 -.10 -.15 -.15 -.15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Response of DLN_PMA to DLN_PDB 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DLN_PMA to DLN_PMA -.15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DLN_PMA to DLN_PMDN 1 15 15 15 10 10 10 10 5 5 5 5 0 0 0 0 -5 -5 -5 -5 -10 -10 -10 -10 -15 -15 -15 -15 -20 -20 -20 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DLN_PMDN to DLN_PDB 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DLN_PMDN to DLN_PMA 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DLN_PMDN to DLN_PMDN 1 15 15 10 10 10 10 5 5 5 5 0 0 0 0 -5 -5 -5 -5 -10 -10 -10 -10 -15 -15 -15 -15 -20 -20 -20 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Response of DLN_NETEKS to DLN_PDB Response of DLN_NETEKS to DLN_PMA 30 30 30 20 20 20 20 10 10 10 10 0 0 0 0 -10 -10 -10 -10 -20 -20 -20 -20 -30 -30 -30 -30 -40 -40 -40 -50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2 3 4 5 6 7 8 9 10 7 8 9 10 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Response of DLN_NETEKS to DLN_PMDN Response of DLN_NETEKS to DLN_NETEKS -40 -50 1 6 -20 1 30 -50 5 Response of DLN_PMDN to DLN_NETEKS 15 2 4 -20 1 15 1 3 Response of DLN_PMA to DLN_NETEKS 15 1 2 -50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 145 6 7 8 9 10 Lampiran 8 Variance Decomposition (data diolah dengan EViews 5) Variance Decomposition of DLN_PDB: Period S.E. DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.008981 0.009894 0.014615 0.017803 0.021309 0.040896 0.057181 0.094972 0.141942 0.234062 100.0000 82.40337 38.51606 26.77478 30.77934 11.22431 6.371705 4.336091 2.231317 2.694222 0.000000 3.160770 4.231042 4.212814 5.482829 3.764610 6.027518 4.107009 5.306756 4.520500 0.000000 12.60918 14.65974 11.75396 9.052487 2.467009 2.153519 0.790519 0.682339 0.374810 0.000000 1.826683 42.59316 57.25844 54.68534 82.54407 85.44726 90.76638 91.77959 92.41047 S.E. DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS 0.512351 0.560467 1.203909 1.472592 2.321362 3.556228 5.483212 8.970503 13.89351 22.54560 8.804862 7.374193 3.022288 3.178900 3.192411 2.689574 2.839523 2.814071 2.676581 2.628236 91.19514 78.79519 24.88234 18.75332 9.953976 7.510828 5.791984 4.855061 4.725253 4.582712 0.000000 12.72132 8.581927 5.892572 2.854247 1.861067 1.028611 0.623627 0.478880 0.381571 0.000000 1.109294 63.51344 72.17521 83.99937 87.93853 90.33988 91.70724 92.11929 92.40748 S.E. DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS 0.574707 0.618660 0.936905 1.269809 1.804041 3.515452 5.190253 8.702570 13.99477 22.27705 0.428132 1.254650 0.686882 0.877403 1.220229 1.621937 2.052205 2.312818 2.311031 2.429048 2.031378 2.304395 16.00349 12.19927 7.726815 7.252505 6.178886 4.962537 5.024938 4.761570 97.54049 96.01701 42.58219 23.88637 13.13098 4.029415 1.921867 1.056677 0.641160 0.444750 0.000000 0.423944 40.72744 63.03696 77.92198 87.09614 89.84704 91.66797 92.02287 92.36463 Variance Decomposition DLN_PMA: Period of 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variance Decomposition DLN_PMDN: Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 of 146 Variance Decomposition DLN_NETEKS: Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 of S.E. DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS 1.411841 1.468284 3.018044 3.630569 5.573254 9.357293 13.44895 23.48966 35.51477 58.23463 1.407481 3.165003 3.748449 2.853811 2.680790 2.366597 2.403722 2.558737 2.399241 2.515279 2.251726 5.114972 2.670158 5.277877 4.121623 4.791361 4.800783 4.492281 4.772476 4.517514 0.472357 0.888031 0.746462 0.733009 0.540689 0.352971 0.405836 0.341803 0.328124 0.335110 95.86844 90.83199 92.83493 91.13530 92.65690 92.48907 92.38966 92.60718 92.50016 92.63210 Cholesky Ordering: DLN_PDB DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS 147 Lampiran 9 Nilai dari t-table 148