ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO, INFLASI

advertisement
ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO, INFLASI, PMA DAN
PMDN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI
INDONESIA PERIODE 2000-2012
Oleh
ANISA AULIA
NIM: 109084000051
JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
i
ANALISIS PENGARUH EKSPOR NETO, INFLASI, PMA DAN
PMDN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI
INDONESIA PERIODE 2000-2012
Oleh
ANISA AULIA
NIM: 109084000051
JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
ii
iii
iv
v
LEMBAR PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: ANISA AULIA
NIM
: 109084000051
Jurusan
: IESP
Fakultas
: FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber
asli atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini.
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan
telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: ANISA AULIA
Tempat & Tanggal Lahir
: Jakarta, 13 November 1991
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status
: Belum Menikah
Pekerjaan
: Pelajar/Mahasiswa
Kewarganegaraan
: Indonesia
Golongan Darah
:O
Tinggi & Berat Badan
: 164 cm &52 kg
Hobi
: Mendengarkan musik dan Membaca buku
Alamat
: Jl. Bukit Hijau III blok G1 no. 6
Depok - Jawa Barat
Nomor Telepon
: 08561000374
Jenjang Pendidikian
1. Tahun 2009 sampai dengan sekarang.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
viii
2. Tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.
SMA Negeri 3 Depok
3. Tahun 2003 sampai dengan tahun 2006.
SMP Negeri 4 Depok
4. Tahun 1997 sampai dengan tahun 2003.
SD Negeri Mekar Jaya XI Depok
5. Tahun 1995 sampai dengan tahun 1997.
TK Nurul Islam Depok
Pengalaman Berorganisasi
1. Tahun 2010 sampai dengan tahun 2011.
Berorganisasi di BEM Jurusan IESP sebagaiStaf Divisi Internal dan
Eksternal.
2. Tahun 2006 sampai dengan tahun 2007.
Berorganisasi di ROHIS SMAN 3 Depok sebagaianggota.
3. Tahun 2003 sampai dengan tahun 2005.
Berorganisasi di ROHIS SMPN 4 Depok sebagaianggota
ix
ABSTRACT
This research attempts to explain the casuality relationship and shock
between net export, inflation, foreign investment and domestic investment to
economic growth in Indonesia. The time series from the first quarter of 2000 to
the fourth quarter of 2012 is used and analyzed withVector Autoregressive (VAR)
model. The Granger Casuality Test and VAR Estimation are used to analyze the
casuality relationship between variables, while Impulse Response Function (IRF)
and Variance Decomposition are used to find the shocks among variables.
The result shows that: (1) The net export, foreign investment and domestic
investment have a significant impact on economic growth in Indonesia during
2000-2012, (2) The net export and foreign investment have positive response in
long term on economic growth in Indonesia during 2000-2012, (3) The net export
has more influence to economic growth in Indonesia than the foreign investment
and domestic investment during 2000-2012.
Keywords: Domestic Investment, Foreign Investment, Inflation, Net Export,
Economic Growth
x
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan hubungan kausalitas dan
guncangan (shock)antara ekspor neto, inflasi, investasi asing (PMA), investasi
dalam negeri (PMDN) terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data yang
digunakan adalah data runtut waktu dari kwartal pertama tahun 2000 hingga
kwartal keempat tahun 2012 dan dianalisa dengan menggunakan model Vector
Autoregressive (VAR). Penelitian ini menggunakan Uji Kausalitas Granger dan
Estimasi VAR untuk melihat hubungan kausalitas di antara variabel-variabel,
serta Impulse Response Function (IRF) dan Variance Decomposition untuk
melihat guncangan (shock) di antara variabel-variabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ekspor neto, investasi asing
(PMA) dan investasi dalam negeri (PMDN) memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada periode 2000-2012, (2) Ekspor
neto dan investasi asing (PMA) memberikan respon positif dalam jangka panjang
terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada periode 2000-2012, (3) Ekspor
neto memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia dibandingkan dengan investasi asing (PMA) dan investasi dalam negeri
(PMDN) pada periode 2000-2012.
Kata Kunci: Investasi Dalam Negeri (PMDN), Investasi Asing (PMA), Inflasi,
Ekspor Neto, Pertumbuhan Ekonomi
xi
KATA PENGANTAR
Dengan penuh rasa syukur dan segala puji bagi Allah SWT, serta rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil peninjauan melalui buku-buku yang dapat
menunjang dan sumber-sumber dari internet yang membantu dalam menyusun
skripsi ini.
Adapun maksud dan tujuan dari skripsi ini secara garis besar yaitu untuk
dapat menganalisis, mempelajari, mengetahui, serta menambah wawasan kita
mengenai faktor-faktor pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yaitu pengaruh
Ekspor neto, Inflasi, PMA dan PMDN terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Indonesia Periode 2000-2012 dengan menggunakan alat analisis Vector
Autoregressive.
Dalam pembuatan skripsi ini, banyak pihak-pihak yang ikut terlibat baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis ingin mengucapkan
rasa terima kasih kepada pihak-pihak tersebut, di antaranya adalah:
1. Keluarga besar penulis, Ayah, Bunda, Aga, dan Tika, yang telah memberikan
support dan do’anya sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Terima kasih kepada Ayah dan Bunda yang telah membesarkan, mendidik,
dan mengajarkan penulis dalam berbagai hal hingga sampai saat ini dan
membiayai penulis dalam segala jenjang pendidikan sampai saat ini. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
2. Bapak Pheni Chalid, SF., MA, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I.
Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan dan ilmu yang telah Bapak
berikan selama ini. Banyak sekali ilmu dan pengetahuan yang penulis
dapatkan selama bimbingan ini. Penulis ucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya.
3. Ibu Utami Baroroh, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi II dan Sekretaris
Jurusan IESP. Terima kasih penulis ucapkan atas perhatian yang telah Ibu
berikan kepada mahasiswa dan mahasiswi IESP, tenaga dan pikiran yang telah
xii
ibu curahkan untuk memajukan jurusan IESP, ilmu yang bermanfaat, dan
bimbingan skripsi yang telah Ibu berikan selama ini. Banyak sekali ilmu dan
pengetahuan yang penulis dapatkan selama bimbingan ini. Penulis ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya.
4. Bapak Lukman, Dr., M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan (IESP). Terima kasih atas semua program dan perhatian yang
telah Bapak curahkan untuk jurusan IESP. Semoga jurusan IESP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dapat menjadi lebih baik lagi dan dapat melahirkan
sarjana-sarjana ekonomi yang profesional, berilmu, beriman, dan kreatif
dalam rangka mewujudkan masyarakat madani yang demokratis dan bermoral
Islam.
5. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh dosen IESP atas pendidikan,
pengajaran, wawasan, dan ilmu-ilmu yang telah diberikan. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
6. Terima kasih juga tidak lupa penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman
penulis di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah bersama-sama melalui
hari demi hari hingga sampai di penghujung akademik ini. Semoga kelak kita
masih dapat bertemu dan terus mempererat tali silaturahmi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu, penulis berharap mendapat saran dan kritik konstruktif demi
peningkatan kualitas dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
diterima dan kelak dapat bermanfaat bagi kita semua.
Depok, 20 Juni 2013
Penulis
ANISA AULIA
xiii
DAFTAR ISI
COVER....................................................................................................................i
COVER DALAM....................................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI DARI PEMBIMBING…..……………… iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF………………….…..… iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI................………………….…...… v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI…………………………...... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………………………………….…....... viii
ABSTRACT.............................................................................................................. x
ABSTRAK............................................................................................................. xi
KATA PENGANTAR.......................................................................................... xii
DAFTAR ISI....................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL............................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian.............................................................. 1
B. Perumusan Masalah....................................................................... 10
C. Tujuan dan Manfaat........................................................................ 12
1. Tujuan ........................................................................................ 12
2. Manfaat ..................................................................................... 13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil.................. 14
1. Pertumbuhan Ekonomi............................................................... 14
2. Investasi..................................................................................... 31
a. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)........................... 32
b. Penanaman Modal Asing (PMA)........................................... 33
3. Inflasi......................................................................................... 39
4. Ekspor Neto............................……..…............…..................... 45
xiv
B.Penelitian Sebelumnya................................................................... 55
C. Kerangka Berpikir.......................................................................... 63
D. Hipotesis......................................................................................... 67
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian............................................................ 69
B. Metode Penentuan Sampel.............................................................70
C. Metode Pengumpulan Data............................................................ 70
1. Internet…………........................................................................ 70
2. Studi Kepustakaan...................................................................... 71
3. Sumber Data............................................................................... 71
a. Pertumbuhan Ekonomi........................................................... 71
b. PMDN dan PMA....................................................................... 71
c. Inflasi...................................................................................... 72
d. Ekspor Neto............................................................................ 72
D. Metode Analisis Data .................................................................... 72
1. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi................................ 76
2. Penentuan Lag Length............................................................... 77
3. Uji Kausalitas Granger.............................................................. 78
4. Estimasi VAR........................................................................... 79
5. IRF (Impulse Response Function)............................................. 79
6. Variance Decomposition........................................................... 80
E. Operasional Variabel Penelitian..................................................... 80
1. Pertumbuhan Ekonomi............................................................... 81
2. PMDN dan PMA........................................................................ 81
3. Inflasi.......................................................................................... 82
4. Ekspor Neto................................................................................ 82
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian.................................. 84
1. Pertumbuhan Ekonomi............................................................... 84
2. PMDN dan PMA........................................................................ 88
xv
3. Inflasi.......................................................................................... 94
4. Ekspor Neto................................................................................ 97
B. Analisis dan Pembahasan............................................................. 101
1. Analisis dan Interpretasi........................................................... 101
a. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi........................... 101
1) Uji Stasioneritas Data...................................................... 101
2) Uji Derajat Integrasi........................................................ 102
b. Penentuan Lag Length.......................................................... 103
c. Uji Kausalitas Granger......................................................... 105
d. Estimasi VAR...................................................................... 109
e. IRF (Impulse Response Function)........................................ 110
f. Variance Decomposition....................................................... 112
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.................................................................................. 118
B. Saran............................................................................................. 120
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 123
LAMPIRAN....................................................................................................... 126
xvi
DAFTAR TABEL
No.
1.1
Keterangan
Halaman
Perkembangan PDB, Investasi, Inflasi dan Ekspor Neto
6
di Indonesia Tahun 2005-2009
2.1
Matriks Referensi Penelitian Sebelumnya
61
3.1
Operasionalisasi Variabel
81
4.1
Uji Stasioneritas Data
102
4.2
Uji Derajat Integrasi (First Difference)
103
4.3
Uji Penentuan Lag Length
104
4.4
Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Ekspor Neto
105
4.5
Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
105
4.6
Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PMA
106
4.7
Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PMDN
106
4.8
Estimasi VAR
109
4.9
Impulse Response Function Terhadap DLN_PDB
112
4.10 Variance Decomposition
113
xvii
DAFTAR GAMBAR
No.
Keterangan
Halaman
2.1
Kerangka Berpikir
66
4.1
Grafik PDB tahun 2000-2012
84
4.2
Grafik Laju PDB tahun 2000-2012
85
4.3
Grafik PMA dan PMDN tahun 2000-2012
88
4.4
Grafik Inflasi tahun 2000-2012
94
4.5
Grafik Ekspor Neto tahun 2000-2012
98
4.6
Impulse Response Function
111
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Keterangan
Halaman
1
Data Penelitian
127
2
Uji Stasioneritas Data
131
3
Uji Derajat Integrasi
136
4
Uji Penentuan Lag Length
139
5
Uji Kausalitas Granger
140
6
Estimasi VAR
142
7
Impulse Response Function
145
8
Variance Decomposition
146
9
Nilai Dari t-Table
148
xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Dalam UU Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, dikatakan bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan
pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pelaksanaan
pembangunan ekonomi diarahkan kepada terwujudnya perekonomian nasional
yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri, andal, berkeadilan,
dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional.(Bank Indonesia,
Undang-Undang terkait BI). Dengan demikian agar dapat mewujudkan
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, pertumbuhan ekonomi harus
dapat ditingkatkan ke arah yang lebih baik.
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika
jumlah produksi barang dan jasanya meningkat. Dalam dunia nyata, amat sulit
untuk mencatat jumlah unit barang dan jasa yang dihasilkan selama periode
tertentu, selain karena jenis barang dan jasa yang dihasilkan sangat beragam,
juga karena satuan ukurannya berbeda. Karena itu angka yang digunakan
untuk menaksir perubahan output adalah nilai moneternya yang tercermin
dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk mengukur pertumbuhan
1
ekonomi, nilai PDB yang digunakan adalah PDB berdasarkan harga konstan.
(Prathama Rahardja, 2004: 117).
Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan
pembangunan ekonomi di suatu negara, pertumbuhan ekonomi yang stabil
atau cenderung meningkat menandakan keberhasilan pemerintah negara
tersebut dalam meningkatkan perekonomian negaranya. MenurutHarrordDomar, untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang
merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (Todaro, 2006:
129). Investasi tersebut dapat berupa Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN)maupunPenanaman ModalLuar Negeri (PMA). Selain dari investasi,
pertumbuhan ekonomi Indonesia juga didukung dari sektor perdagangan luar
negeri, yaitu ekspor dan impor. David Ricardo telah menerangkan perlunya
perdagangan internasional dalam mengembangkan suatu perekonomian, serta
mengenai keuntungan yang dapat diperoleh dari spesialisasi dan perdagangan
antar negara (Sadono Sukirno, 2008: 360). Bila nilai ekspor lebih besar dari
nilai impor maka saldo ekspor neto positif atau posisi neraca perdagangan luar
negeri surplus, sehingga Y (income) naik dan berarti pula PDB naik.
Sebaliknya, bila nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor maka saldo ekspor
neto negatif atau posisi neraca perdagangan luar negeri defisit, sehingga Y
(income) turun dan berarti pula PDB akan turun (Hamdy Hady, 2001:
19).Pertumbuhan ekonomi selain dipengaruhi oleh investasi dan ekspor-impor
juga dipengaruhi oleh inflasi.Inflasi yang bertambah seriuscenderung untuk
2
mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor dan menaikkan
impor. Kecenderungan ini akan memperlambat pertumbuhan ekonomi(Sadono
Sukirno, 2008: 15).Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan
Laporan
Perekonomian
Indonesia
dari
BPS,
perekonomian Indonesia setelah krisis 1998 kembali diwarnai dengan gejolak
ekonomi baik yang berasal dari eksternal maupun internal. Setelah mengalami
kontraksi hebat pada tahun 1998 akibat krisis, ekonomi Indonesia mulai
mengalami pertumbuhan positif pada tahun 2000, meskipun sebenarnya masih
jauh dari harapan dalam arti perbaikan (recovery) ekonomi yang
sesungguhnya.Dampak eksternal kembali dirasakan saat terjadi serangan
teroris terhadap gedung WTC dan Pentagon di Amerika Serikat pada tahun
2001, hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi di
dunia termasuk Indonesia.Pada tahun 2004, kondisi makro ekonomi Indonesia
tergolong sangat baik kendati situasi politik sempat menghangat dengan
berlangsungnya proses pemilihan umum dan pemilihan presiden, meskipun
begitu ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5.13%. Terjadi penurunan
pertumbuhan ekonomi pada triwulan terakhir tahun 2005 sebagai dampak
pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) 2 kali lipat, tepatnya
tanggal 1 Oktober 2005, dampak dari kenaikan harga BBM ini masih
dirasakan hingga tahun 2006.
3
Pada tahun 2008, terjadi krisis global yang berpusat di Amerika
Serikat.
Krisis
ini
memberikan dampak
yang cukup besar
dalam
perekonomian global khususnya bagi negara-negara yang mempunyai
hubungan ekonomi yang sangat erat dengan Amerika Serikat. Dalam hal ini,
Indonesia juga merasakan dampaknya meskipun tidak sebesar krisis moneter
pada tahun 1998. Perlambatan ekonomi dunia yang semakin dalam dan
anjloknya harga komoditasglobal mendorong merosotnya pertumbuhan ekspor
di Indonesia. Seiring dengan itu, konsumsi rumahtangga, investasi dan impor
juga tumbuh melambat.
Gejolak ekonomi yang terjadi di Indonesia baik yang berasal dari
eksternal maupun internal juga berpengaruh terhadap variabel-variabel
ekonomi lainnya. Seperti pada periode triwulan I s.d. III 2000, jika
diperhatikan dari PDB menurut jenis pengeluaran, ekspor dan impor barangbarang & jasa merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi terbesar
dalam PDB Indonesia pasca krisis tahun 1998. Pada tahun 2001, terjadi
peningkatan pada inflasi yang diakibatkan oleh adanya kebijaksanaan
pemerintah dalam menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada
pertengahan Juni 2001 yang diikuti juga oleh kenaikan tarif dasar listrik dan
kenaikan pulsa telepon. Laju inflasi di Indonesia mengalami penurunan pada
tahun 2003 yang disebabkan oleh normalnya kembali pasokan barang dan
membaiknya jalur distribusi barang. Selain itu, keputusan pemerintah
menunda kenaikan tarif listrik dan telepon pada kuartal terakhir tahun 2003
4
juga turut berperan terhadap rendahnya laju inflasi. Rendahnya laju inflasi
diiringi dengan membaiknya bidang perbankan, hal ini diperlihatkan dengan
terus menurunnya suku bunga bank selama tahun 2003.
Pada tahun 2004 terjadi peningkatan pada inflasi dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, dengan faktor-faktor yang cukup dominan dalam
mempengaruhi inflasi antara lain faktor peningkatan harga bahan makanan
dan faktor eksternal, khususnya nilai tukar rupiah. Kenaikan harga BBM pada
Oktober 2005 serta merta membuat daya beli masyarakat turun dan
peningkatan tingkat inflasi yang kemudian berakibat pada penurunan nilai
produksi. Kenaikan harga BBM dan pengetatan moneter dunia memberikan
dampak pada pelemahan nilai tukar yang pada gilirannya memperlambat
pertumbuhan investasi.
Perkembangan PDB, Investasi (PMA dan PMDN), Inflasi dan Ekspor
Neto di Indonesia Tahun 2005-2009 dapat dilihat pada tabel 1.1. Dengan
melihat pada tabel 1.1, dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan produk
domestik bruto terus meningkat walaupun sempat turun pada 2006 tetapi dapat
meningkat lagi pada 2007, walaupun kembali menurun pada 2008 dan 2009.
Laju Investasi mengalami naik-turun, terlihat pada PMDN yang menurun pada
2006 kemudian meningkat pada 2007 tetapi menurun lagi pada 2008, begitu
pula dengan PMA yang sempat turun pada 2006 tetapi dapat meningkat lagi di
2007 walaupun menurun kembali pada 2009. Laju Inflasi cukup tinggi pada
tahun 2005, tetapi dapat dikendalikan pada tahun berikutnya dan yang
5
kemudian meningkat lagi pada 2008 lalu menurun kembali pada 2009.
Kemudian nilai Ekspor Neto mengalami peningkatan hingga tahun 2006
kemudian mengalami sedikit penurunan pada 2007 hingga menurun drastis
pada 2008 dan dapat pulih kembali walaupun belum maksimal pada 2009.
Tabel 1.1
Perkembangan Produk Domestik Bruto, Investasi, Inflasi dan Ekspor Neto di
Indonesia Tahun 2005-2009
PDB
Ekspor Neto (NE)
( juta US$)
Investasi
PMDN
(miliar
rupiah)
PMA
( juta
US$)
Inflasi
(%)
Ekspor
Impor
NE
1.750.656,1
30.665
8.916,9
17.11
85.660
57.700,9
27.959,1
5.5
1.847.126,7
20.788,4
5.977
13.3
100.798,6
61.065,5
39.733,1
2007
6.35
1.963.091,8
34.878,7
10.349,6
6.59
114.100,9
74.473,4
39.627,5
2008
6.01
2.082.456,1
20.363,4
14.871,4
11.06
137.020,4
129.197,3
7.823,1
2009
4.58
2.177.741,7
37.799,9
10.815,2
4.89
116.510
96.829,2
19.680,8
Tahun
Laju
(%)
Nilai
(miliar
rupiah)
2005
5.68
2006
Sumber: 1. Data Produk Domestik Bruto didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia
berbagai edisi dan dari tabel Quarterly GDP - Constant Price based on Year
2000pada situs resmi Bank Indonesia.
2. Data Investasi didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi,
publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal berbagai edisi dan dari tabel
Financial Account: Direct Investment pada situs resmi Bank Indonesia.
3. Data Inflasi didapat dari tabel laporan Inflasi pada situs resmi Bank
Indonesia.
4. Data Ekspor Neto didapat hasil pengurangan nilai Ekspor dengan Impor
dengan masing-masing data didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia
berbagai edisi dan dari tabel Nilai Ekspor dan Impor berdasarkan Sektor pada
situs resmi Bank Indonesia.
6
Pada periode 2005/2006 terjadi penurunan pada laju pertumbuhan
PDB sebesar 0.13% dari 5.68% menjadi 5.5%. Penurunan ini diikuti dengan
penurunan pada PMDN dari Rp 30.665 miliar menjadi Rp 20.788,4 miliar,
penurunan pada PMA dari 8.916,9 juta US$ menjadi 5.977 juta US$ dan
penurunan pada laju inflasi dari 17.11% menjadi 13.3%. Sedangkan ekspor
neto mengalami peningkatan dari 27.959,1 juta US$ menjadi 39.733,1 juta
US$.
Pada periode tahun 2006/2007 terjadi peningkatan pada laju
pertumbuhan PDB yaitu dari yang semula 5.5% menjadi 6.35%. Peningkatan
ini diikuti dengan penurunan tekanan inflasi dari 13.3% menjadi 6.59%.
Ekspor neto mengalami sedikit penurunan dari 39.733,1juta US$ menjadi
39.627,5juta US$. Investasi mengalami peningkatan dari PMDN sebesar Rp
20.788,4 miliar menjadi Rp 34.878,7 miliar, PMA meningkat dari 5.977 juta
US$ menjadi 10.349,6 juta US$. Dengan menurunnya tekanan inflasi maka
perekonomian dapat berjalan dengan stabil, invetasi yang meningkat baik dari
PMDN maupun PMA menunjukkan bahwa investor asing menaruh harapan
besar dalam perekonomian Indonesia, kemudian terjadipeningkatan pada
ekspor dan impor walaupun nilai ekspor neto mengalami sedikit penurunan
dibanding tahun sebelumnya.
Terjadi kenaikan inflasi yang cukup tinggi di tahun 2007 ke 2008,
yaitu dari 6.59% menjadi 11.06%, ini diakibatkan karena terjadi krisis global
di Amerika Serikat. Kenaikan inflasi ini menyebabkan harga-harga di
7
Indonesia menjadi naik dan perekonomian menjadi menurun karena dengan
pendapatan yang tetap sedangkan harga bahan pokok naik, masyarakat tidak
dapat mencukupi semua kebutuhan pokok mereka dengan pendapatan yang
terbatas sehingga perekonomian menjadi turun dan laju pertumbuhan PDBpun
menurun dari 6.35% menjadi 6.01%. Penurunan pada laju pertumbuhan PDB
pada periode 2007/2008 diikuti dengan penurunan PMDN menjadi Rp
20.363,4 miliar, serta penurunan drastis pada ekspor neto dari 39.627,5 juta
US$ menjadi 7.823,1 juta US$. Tetapi tidak diikuti dengan penurunan pada
PMAkarena nilai PMA tetap naik.
Perekonomian Indonesia pada tahun 2008 dengan pertumbuhan
sebesar 6.01% merupakan suatu angka yang baik di tengah terjadinya gejolak
eksternal. Ini didukung oleh masih tingginya daya beli masyarakat dan tingkat
keyakinan konsumen yang membaik. Faktor yang menopang daya beli
masyarakat antara lain adalah kenaikan pendapatan akibat melonjaknya harga
komoditas ekspor. (BPS, 2008: 14). Mengenai penurunan realisasi penanaman
modal dalam negeri, Menteri Keuangan yang juga Pelaksana Tugas Menko
Perekonomian Sri Mulyani di Gedung Depkeu mengatakan, dilihat dari
komposisi pertumbuhan ekonomi sebagian besar berasal dari konsumsi dan
pengeluaran pemerintah. Sementara investasi mengalami pengurangan akibat
pengaruh suplai modal di seluruh dunia, dan tingginya tingkat inflasi
mengakibatkan memburuknya kondisi perbankan di Indonesia. (vivanews, 21
Januari 2009).
8
Pada periode 2008/2009 tekanan inflasi menurun dari 11.06% menjadi
4.89%
karena
pengaruh
pemerintah
dan
bank
Indonesia
dalam
mengembalikan kepercayaan pasar. Terjadi penurunan pada laju pertumbuhan
PDB dari 6.01% menjadi 4.58% dikarenakan pasar masih mendapat imbas
dari kenaikan inflasi pada tahun sebelumnya sehingga perekonomian belum
bisa bangkit sempurna. Penurunan pada PDB ini diikuti dengan penurunan
pada ekspor dan impor tetapi nilai ekspor neto mengalami peningkatan
dari7.823,1juta US$ menjadi19.680,8juta US$.PMDN meningkat tetapi PMA
menurun menjadi 10.815,2 juta US$, ini diakibatkan karena hutang negara
zona euro semakin meningkat sejak akibat dari krisis 2008 sehingga investasi
asing pada Indonesia menurun.
Dengan melihat pada tabel 1.1 dapat dikatakan bahwa tidak selalu
kenaikan pada ekspor neto juga diikuti dengan kenaikan pada laju
pertumbuhan PDB, penurunan inflasi tidak selalu diikuti dengankenaikan pada
laju pertumbuhan PDB, dan kenaikan Investasibaik PMA maupun PMDN
tidak selalu diikuti dengan kenaikan pada laju pertumbuhan PDB.
Kebijakan pemerintah diarahkan pada upaya untuk mempercepat
pembangunan ekonomi nasional melalui penerapan berbagai insentif dan
stimulus fiskal. Di sisi anggaran, berbagai stimulus diarahkan baik di sisi
penerimaan maupun pengeluaran dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal.
Stimulus fiskal diarahkan pada pembangunan infrastruktur, pertanian dan
energi, serta proyek padat karya. Selain itu, kebijakan pemberian insentif
9
perpajakan dan bea masuk ditempuh untuk mendorong pemulihan dunia
usaha. Untuk menjaga kesinambungan fiskal, pemerintah menerapkan strategi
manajemen pembiayaan anggaran yang optimal baik yang bersumber dari
dalam negeri maupun luar negeri. (Bank Indonesia, 2007: 6).
Dengan meneliti hal-hal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi, maka tulisan ini berusaha untuk menjawab analisis dari Ekspor
Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri
yang mempengaruhi dan mengidentifikasikan faktor yang paling besar
pengaruhnya
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
di
Indonesia
dengan
menggunakan alat analisis Vector Autoregressive (VAR). Dengan uraian latar
belakang inilah, maka dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul
―Analisis Pengaruh Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan
Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Indonesia Periode 2000-2012‖.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, dalam kurun waktu satu
dasawarsa, Indonesia telah mengalami dua kali guncangan krisis, pertama
yaitu krisis moneter yang berlanjut pada krisis ekonomi pada tahun 1998 dan
kedua adalah imbas dari krisis finansial di Amerika Serikat dan menjadi krisis
keuangan global tahun 2008.Saat perekonomian Indonesia belum pulih
seutuhnya pasca krisis ekonomi tahun 1998, terjadi krisis finansial global pada
10
tahun 2008 yang berakibat buruk bagi perekonomian Indonesia, dibuktikan
dengan peningkatan inflasi dari 6.59% menjadi 11.06%. Peningkatan pada
inflasi ini diikuti oleh penurunan pada PMDN dari Rp 34.878,7 miliar menjadi
Rp 20.363,4 miliar, serta penurunan drastis pada ekspor neto dari 39.627,5 juts
US$ menjadi 7.823,1 juta US$. Peningkatan pada inflasi serta penurunan pada
ekspor neto dan PMDN ini juga diikuti dengan penurunan pada pertumbuhan
ekonomi yaitu dari 6.35% menjadi 6.01%. Tetapi peningkatan inflasi ini tidak
diikuti dengan penurunan pada PMA karena nilai PMA meningkat dari
10.349,6 juta US$ menjadi 14.871,4 juta US$. Ini menunjukkan bahwa
peningkatan pada inflasi akan diikuti dengan penurunan pada laju
pertumbuhan PDB, penurunan pada PMDN diikuti dengan penurunan pada
laju pertumbuhan PDB, penurunan pada ekspor neto diikuti dengan penurunan
pada laju pertumbuhan PDB dan walaupun terjadi peningkatan pada PMA
tetapi tidak diikuti dengan kenaikan pada laju pertumbuhan PDB.
Dengan Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan
Penanaman Modal Dalam Negeri sebagai variabel yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, untuk lebih memfokuskan pokok bahasan, berikut ini
adalah pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk menjelaskan fenomena faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
1. Apakah terdapat hubungan antara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal
Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeriterhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 ?
11
2. Sejauhmana pengaruh (kontribusi) yang terdapat antara Ekspor Neto,
Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 ?
3. Bagaimana pola pengaruh guncangan (shock) antara Ekspor Neto, Inflasi,
Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat dari penelitian ―Analisis Pengaruh Ekspor Neto,
Inflasi,
Penanaman
Modal
Asing
dan
Penanaman
Modal
Dalam
Negeriterhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012‖
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan
a. Untuk menganalisa variabel apa saja diantara Ekspor Neto, Inflasi,
Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri yang
berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode
2000-2012.
b. Untuk menganalisa sejauhmana kontribusi variabelEkspor Neto,
Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri
mempengaruhiPertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012.
c. Untuk menganalisa pola pengaruh guncangan (shock) antara Ekspor
Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam
12
Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia periode 20002012.
2. Manfaat
a. Untuk mengetahui penyebab-penyebab tinggi-rendahnya tingkat
pertumbuhan ekonomi dan guncangan (shock) yang terjadisehingga
diharapkan dapat mengurangi kemiskinan di masa yang akan datang
karena tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah akan menyebabkan
distribusi pendapatan masyarakat menjadi tidak teratur.
b. Untuk dapat dimanfaatkan sebagai pustaka atau literatur bagi
penelitian yang berhubungan dengan Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman
Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap
pertumbuhan ekonomi di Indonesia periode 2000-2012 dengan alat
analisis Vector Autoregressive (VAR).
c. Untuk masukan sebagai referensi bagi suatu pihak atau badan yang
berkepentingan baik itu berupa informasi dan data yang berhubungan
dengan Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman
Modal Dalam Negeriterhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia
periode 2000-2012 dengan alat analisis Vector Autoregressive (VAR).
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil
1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai perkembangan
kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang
diproduksikan dalam masyarakat bertambah (Sadono Sukirno, 2008: 9).
Menurut Prathama Rahardja (2004: 117), suatu perekonomian dikatakan
mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produksi barang dan
jasanya meningkat.
Berikut adalah teori-teori mengenai pertumbuhan ekonomi:
Menurut
model
pertumbuhan
Harrord-Domar,
setiap
perekonomian pada dasarnya harus mencadangkan atau menabung
sebagian tertentu dari pendapatan nasional untuk menambah atau
menggantikan barang-barang modal yang telah susut atau rusak. Maka,
untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang
merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital
stock). Dalam rasio modal-output, tabungan (S) adalah bagian dalam
jumlah tertentu, atau s, dari pendapatan nasional (Y), yang persamaannya:
S=sY. Investasi neto (I) adalah perubahan stok modal (K) yang dapat
diwakili oleh
K, sehingga persamaannya adalah: I= K. Akan tetapi,
14
karena jumlah stok modal, K, mempunyai hubungan langsung dengan
jumlah pendapatan nasional atau output, Y, seperti telah ditunjukkan oleh
rasio modal-output, k, maka:
K
Y
k , sehingga
K
k Y (Todaro, 2006:
128). Mengingat tabungan nasional neto (S) harus sama dengan investasi
neto (I), maka persamaannya: S=I, sehingga persamaannya menjadi:
S=sY=k Y= K=I, atau bisa diringkas menjadi sY=k Y, atau
Y
Y
s
.
k
Dengan Y/Y sebenarnya merupakan tingkat perubahan atau pertumbuhan
GDP (yaitu angka persentase perubahan GDP) yang ditentukan secara
bersama-sama oleh rasio tabungan nasional s, serta rasio modal-output
nasional, k. Secara lebih spesifik, persamaan ini menyatakan bahwa tanpa
adanya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional
akan secara langsung atau secara ―positif‖ berbanding lurus dengan rasio
tabungan (yakni, semakin banyak bagian GDP yang ditabung dan
diinvestasikan, maka akan lebih besar lagi pertumbuhan GDP yang
dihasilkannya) dan berbanding terbalik terhadap rasio modal-output dari
suatu perekonomian (yakni, semakin besar rasio modal-output nasional
atau k, maka tingkat pertumbuhan GDP akan semakin rendah). Jadi, agar
bisa tumbuh dengan pesat, setiap perekonomian harus menabung dan
menginvestasikan sebanyak mungkin bagian dari GDP-nya. Semakin
banyak yang dapat ditabung dan kemudian diinvestasikan, maka laju
pertumbuhan perekonomian akan semakin cepat. (Todaro, 2006: 129).
15
David
Ricardo
telah
menerangkan
perlunya
perdagangan
internasional dalam mengembangkan suatu perekonomian, serta mengenai
keuntungan yang dapat diperoleh dari spesialisasi dan perdagangan antar
negara (Sadono Sukirno, 2008: 360). Teori David Ricardo didasarkan pada
nilai tenaga kerja atau theory of labor value yang menyatakan bahwa nilai
atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang
diperlukan untuk memproduksinya. Menurut teori cost comparative
advantage
(labor efficiency)
dan production comparative
(labor
productivity), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan
internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang
di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta
mengimpor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif
kurang/tidak efisien. Kesimpulannya, perdagangan internasional antara
dua negara tetap dapat terjadi, walaupun hanya satu negara yang memiliki
keunggulan absolut, asalkan masing-masing negara memiliki perbedaan
dalam labor efficiency (cost comparative advantage) dan atau labor
productivity (production comparative advantage). Adapun kelemahan dari
teori ini adalah:
a. teori ini menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi
karena adanya perbedaan fungsi faktor produksi (tenaga kerja).
Perbedaan fungsi ini menimbulkan terjadinya perbedaan produktivitas
16
ataupun perbedaan efisiensi. Akibatnya, terjadilah perbedaan harga
barang yang sejenis di antara dua negara;
b. Jika fungsi faktor produksi (tenaga kerja) sama atau produktivitas dan
efisiensi di dua negara sama, maka tentu tidak akan terjadi
perdagangan internasional karena harga barang yang sejenis akan
menjadi sama di dua negara;
c. Pada kenyataannya walaupun fungsi faktor produksi (produktivitas dan
efisiensi) sama di antara dua negara, ternyata harga barang yang
sejenis
dapat
berbeda,
sehingga
dapat
terjadi
perdagangan
internasional (Hamdy Hady, 2001: 38).
Menurut pandangan ahli ekonomi Klasik, ada empat faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu jumlah penduduk, jumlah
stok barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi
yang digunakan. Akan tetapi yang terutama diperhatikan adalah
pertambahan penduduk. Jika jumlah penduduk sedikit dan kekayaan alam
relatif berlebihan, tingkat pengembalian modal dan investasi yang dibuat
adalah tinggi. Maka para pengusaha akan mendapatkan keuntungan yang
besar. Ini akan menimbulkan investasi baru, dan pertumbuhan ekonomi
terwujud. Tetapi keadaan seperti itu tidak akan terus-menerus berlangsung.
Apabila
penduduk
sudah
terlalu
banyak,
pertambahannya
akan
menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktivitas setiap
17
penduduk telah menjadi negatif, maka kemakmuran masyarakat akan
menurun (Sadono Sukirno, 2008: 433).
Cobb Douglas mengemukakan tentang teori fungsi produksi yang
menitikberatkan pada modal, teknologi dan tenaga kerja dalam menaikkan
laju pertumbuhan ekonomi. (Lia Amalia, 2007: 18)
Fungsi produksi: Yt= Tt. Kt. Lt .......................................................................(2.1)
Dimana: Yt adalah tingkat produksi tahun t
Tt adalah tingkat teknologi pada tahun t
Kt adalah jumlah stok alat modal pada tahun t
Dalam dunia nyata, amat sulit untuk mencatat jumlah unit barang
dan jasa yang dihasilkan selama periode tertentu, selain karena jenis
barang dan jasa yang dihasilkan sangat beragam, juga karena satuan
ukurannya berbeda. Karena itu angka yang digunakan untuk menaksir
perubahan output adalah nilai moneternya yang tercermin dalam nilai
Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi,
nilai PDB yang digunakan adalah PDB berdasarkan harga konstan.
Produk Domestik Bruto atau PDB adalah nilai pasar total output
suatu negara. PDB merupakan nilai pasar semua barang dan jasa yang
dihasilkan dalam satu periode waktu tertentu oleh faktor-faktor produksi
yang beralokasi dalam suatu negara. (Case & Fair, 2007:21).
Mengingat sulitnya mengumpulkan data PDB, maka penghitungan
pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilakukan setiap saat, biasanya
18
dilakukan dalam dimensi waktu triwulan dan tahunan. Jika selang waktu
pertumbuhan hanya satu periode, maka:
.................................................. (2.2)
Di mana:
Gt
= Pertumbuhan ekonomi periode t (triwulan atau tahunan)
PDBRt
= Produk Domestik Bruto Riil periode t (berdasarkan harga
konstan)
PDBRt-1
= PDBR satu periode sebelumnya
Jika interval waktunya lebih dari satu periode, penghitungan
tingkat
pertumbuhan
ekonomi
dapat
menggunakan
persamaan
eksponensial:
....................................(2.3)
Di mana:
PDBRt
= PDBR periode t
PDBR0
= PDBR periode awal
r
= tingkat pertumbuhan
t
= jarak periode. (Prathama Rahardja, 2004: 118).
Menurut Case & Fair (2007: 24) PDB atau GDP bisa dihitung
dengan dua cara. Salah satunya adalah menjumlahkan semua jumlah total
yang dibelanjakan pada semua barang akhir selama periode tertentu. Ini
adalah pendekatan pengeluaran dalam menghitung GDP. Pendekatan
lainnya adalah menjumlahkan pendapatan—upah, sewa, bunga dan laba—
19
yang diterima oleh semua faktor produksi dalam menghasilkan barang
akhir. Ini adalah pendekatan pendapatan dalam menghitung GDP.
Kedua metode ini menghasilkan nilai GDP yang sama.
a. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan
pengeluaran
menghitung
GDP
dengan
menjumlahkan 4 komponen yang dinyatakan dalam bentuk persamaan:
GDP
C
I
G ( EX
IM ) ..........................................(2.4)
4 komponen tersebut, yaitu:
1) Pengeluaran konsumsi pribadi (C): belanja rumah tangga atas
barang konsumen.
Bagian terbesar dari GDP meliputi pengeluaran konsumsi pribadi
(C). Terdapat tiga kategori utama pengeluaran konsumen: barang
tahan lama, seperti mobil, perabotan, peralatan rumah tangga,
relatif bertahan dalam jangka panjang; Barang tidak tahan lama,
seperti makanan, pakaian, bensin dan rokok, dihabiskan dengan
segera; Pembayaran jasa—sesuatu yang kita beli yang tidak
meliputi produksi hal fisik—meliputi pengeluaran untuk layanan
dokter, pengacara dan lembaga pendidikan.
2) Investasi swasta dalam negeri bruto (I): belanja oleh
perusahaan dan rumah tangga atas modal baru, seperti
pabrik, peralatan, persediaan, dan struktur perumahan baru.
20
Investasi, menurut istilah ilmu ekonomi, mengacu pada pembelian
modal baru—perumahan, pabrik, peralatan dan persediaan.
Investasi total dalam modal oleh sektor swasta disebut investasi
swasta dalam negeri bruto (I). Pengeluaran oleh perusahaan untuk
mesin, alat-alat, pabrik, dan seterusnya membentuk investasi
nonperumahan. Pengeluaran rumah baru dan bangunan apartemen
membentuk investasi perumahan. Komponen ketiga investasi
swasta bruto, perubahan persediaan bisnis, adalah jumlah
perubahan persediaan perusahaan selama suatu periode.
3) Konsumsi dan investasi bruto pemerintah (G).
Meliputi pengeluaran barang akhir oleh pemerintah lokal, negara
bagian, dan federal (bom, pensil dan bangunan sekolah), maupun
pengeluaran jasa akhirnya (gaji militer, gaji anggota kongres, gaji
guru sekolah).
4) Ekspor neto (EX-IM): belanja neto oleh negara lain di dunia,
atau ekspor (EX) minus impor (IM).
Nilai ekspor neto adalah selisih antara ekspor (penjualan barang
dan jasa yang diproduksi di dalam negeri pada orang asing) dan
impor (pembelian barang dan jasa oleh suatu negara dari negara
lain). Angka ini bisa positif atau negatif. Alasan memasukkan
ekspor neto dalam definisi GDP adalah karena konsumsi, investasi
dan belanja pemerintah (C, I, dan G) memasukkan pengeluaran
21
atas barang yang diproduksi di dalam negeri maupun oleh orang
asing. Oleh sebab itu, C+I+G terlalu banyak menekankan produksi
dalam negeri karena meliputi pengeluaran barang yang diproduksi
oleh pihak asing—yakni, impor yang harus dikurangkan dari GDP
untuk mendapatkan angka yang tepat. Pada saat yang sama,
C+I+G kurang menekankan produksi dalam negeri karena
beberapa dari produksi nasional dijual ke luar negeri sehingga
tidak dimasukkan dalam C, I atau G—ekspor harus ditambahkan.
b. Pendekatan Pendapatan
Menurut Sadono Sukirno (2008: 44), faktor-faktor produksi
dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan
keahlian keusahawanan. Apabila faktor-faktor produksi ini digunakan
untuk mewujudkan barang dan jasa, maka akan diperoleh berbagai
jenis pendapatan, yaitu tanah dan harta tetap lainnya memperoleh
sewa, tenaga kerja memperoleh gaji dan upah, modal memperoleh
bunga dan keahlian keusahawanan memperoleh keuntungan. Dengan
menjumlahkan pendapatan-pendapatan tersebut akan diperoleh suatu
nilai pendapatan nasional lain, pendapatan nasional ini dinamakan
Pendapatan Nasional atau Produk Nasional Neto menurut harga faktor.
Dengan demikian, besarnya pendapatan nasional atau PDB
adalah (Prathama Rahardja, 2008: 232):
22
PDB=w + i + r +
........................................(2.5)
Di mana: w = upah/gaji (wages/salary)
i = pendapatan bunga (interest)
r = pendapatan sewa (rent)
= keuntungan (profit)
Dalam penghitungan pendapatan nasional yang sebenarnya,
tidak dengan menghitung dan menjumlahkan seluruh gaji dan upah,
sewa, bunga dan keuntungan yang diterima oleh faktor-faktor produksi
dalam suatu tahun tertentu. Sebabnya adalah karena dalam
perekonomian terdapat banyak kegiatan di mana pendapatannya
merupakan gabungan dari gaji atau upah, sewa, bunga, dan
keuntungan. Oleh karenanya, penghitungan pendapatan nasional
dengan cara pendapatan pada umumnya menggolongkan pendapatan
yang diterima faktor-faktor produksi secara berikut:
1) Pendapatan para pekerja, yaitu gaji dan upah.
2) Pendapatan dari usaha perseorangan.
3) Pendapatan dari sewa.
4) Bunga neto, yaitu seluruh nilai pembayaran bunga yang dilakukan
dikurangi bunga ke atas pinjaman konsumsi dan bunga ke atas
pinjaman pemerintah.
5) Keuntungan perusahaan.
23
Yang dinyatakan dalam (2) mencerminkan jumlah gaji dan
upah, bunga, sewa dan keuntungan yang diperoleh perusahaanperusahaan yang dijalankan oleh pemiliknya sendiri dan keluarganya.
Selain pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran,
Sadono Sukirno (2008: 42) menyatakan terdapat pendekatan lainnya, yaitu
pendekatan produk neto.
c. Pendekatan Produk Neto
Produk neto (net output) berarti nilai tambah yang diciptakan
dalam suatu proses produksi. Dengan demikian, cara ini adalah cara
menghitung dengan menjumlahkan nilai tambah yang diwujudkan oleh
perusahaan-perusahaan
di
berbagai
lapangan
usaha
dalam
perekonomian. Yang dimaksud dengan nilai tambah adalah selisih
antara nilai output dengan nilai inputnya. Dengan demikian, besarnya
PDB adalah:
n
PDB
NT ...................................................................(2.6)
i 1
Dimana: i
NT
= sektor produksi ke 1, 2, 3, ..., n
= nilai tambah
Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan
menjadi 9 sektor lapangan usaha, yaitu:
1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
2) Pertambangan dan Penggalian
24
3) Industri Pengolahan
4) Listrik, Gas dan Air
5) Bangunan
6) Perdagangan, Hotel dan Restoran
7) Pengangkutan dan Komunikasi
8) Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan
9) Jasa-jasa lain (termasuk pemerintahan)
Penggunaan cara ini dalam menghitung pendapatan nasional
mempunyai dua tujuan penting, yaitu untuk mengetahui besarnya
sumbangan
berbagai
sektor
ekonomi
di
dalam
mewujudkan
pendapatan nasional, dan sebagai salah satu cara untuk menghindari
penghitungan dua kali—yaitu dengan hanya menghitung nilai produksi
neto yang diwujudkan pada berbagai tahap proses produksi.
Tujuan utama dari penghitungan pertumbuhan ekonomi adalah
ingin melihat apakah kondisi perekonomian makin membaik. Ukuran
baik-buruknya dapat dilihat dari struktur produksi (sektoral) atau daerah
asal produksi (regional). Dengan melihat struktur produksi, dapat
diketahui apakah ada sektor yang terlalu tinggi atau terlalu lambat
pertumbuhannya. PDB terdiri dari sektor primer (pertanian dan
pertambangan), sektor sekunder (industri pengolahan, konstruksi, listrik,
25
gas dan air bersih), dan sektor tersier (jasa-jasa). (Prathama Rahardja,
2004: 119).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi:
a. Faktor Sumber Daya Manusia
b. Faktor Sumber Daya Alam
c. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
d. Faktor Budaya
e. Sumber Daya Modal
Ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
suatu masyarakat atau negara (Lincolin Arsyad, 2010: 269):
a. Akumulasi modal, termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah
(lahan), peralatan fisik (mesin) dan sumber daya manusia (human
resources)
b. Pertumbuhan penduduk, termasuk hal-hal yang berhubungan dengan
kenaikan jumlah angkatan kerja (labor force). Semakin banyak jumlah
angkatan kerja berarti semakin banyak pasokan tenaga kerja dan
semakin banyak jumlah penduduk maka akan meningkatkan potensi
pasar domestik.
c. Kemajuan Teknologi, hal ini disebabkan karena adanya cara-cara baru
ataupun cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaanpekerjaan tradisional.
26
d. Sumber daya institusi (sistem kelembagaan). Institusi yang dimaksud
meliputi aturan informal (adat istiadat, tradisi, norma sosial dan
agama) serta aturan formal (undang-undang, konstitusi).
Menurut Keynes, dalam buku Sadono Sukirno (2008: 85), tingkat
kegiatan ekonomi negara ditentukan oleh besarnya permintaan efektif,
yaitu permintaan yang disertai oleh kemampuan untuk membayar barang
dan jasa yang diminta tersebut, dalam wujud perekonomian. Bertambah
besar permintaan efektif yang wujud dalam perekonomian, bertambah
besar pula tingkat produksi yang akan dicapai oleh sektor perusahaan.
Keadaan ini dengans sendirinya akan menyebabkan pertambahan dalam
tingkat kegiatan ekonomi, penggunaan tenaga kerja dan faktor-faktor
produksi.
Analisis Keynes merupakan suatu analisis jangka pendek, yang
berarti analisisnya memisalkan bahwa jumlah maupun kemampuan dari
faktor-faktor produksi tidak mengalami pertambahan. Oleh sebab itu,
apabila kegiatan ekonomi bertambah tinggi dan lebih banyak faktor-faktor
produksi digunakan, pengangguran tenaga kerja dan faktor-faktor produksi
lainnya akan berkurang. Dengan demikian tingkat penggunaan tenaga
kerja dalam perekonomian tergantung kepada sampai di mana besarnya
permintaan efektif yang tercipta dalam perekonomian. Makin besar
permintaan efektif, makin kecil jurang di antara tingkat kegiatan ekonomi
yang tercapai dengan tingkat kegiatan ekonomi pada tingkat penggunaan
27
tenaga kerja penuh. Sebagai akibatnya, tingkat pengangguran akan
menjadi semakin rendah.
a. Penentu-penentu Perbelanjaan Agregat
Dalam analisisnya, Keynes membagikan permintaan agregat
dalam empat jenis pengeluaran: pengeluaran konsumsi oleh rumah
tangga, penanaman modal oleh para pengusaha, pengeluaran
pemerintah dan ekspor.
1) Konsumsi Rumah Tangga
Pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh seluruh rumah
tangga dalam perekonomian tergantung kepada pendapatan yang
diterima oleh mereka. Makin besar pendapatan mereka maka
makin besar pula pengeluaran konsumsi mereka. Oleh Keynes,
perbandingan di antara pengeluaran konsumsi pada suatu tingkat
pendapatan tertentu dengan pendapatan itu sendiri dinamakan
kecondongan mengkonsumsi. Apabila kecondonganmengkonsumsi
itu tinggi, bagian dari pendapatan yang yang digunakan untuk
mengkonsumsi adalah tinggi.
2) Investasi (Penanaman Modal)
Penanaman modal oleh para pengusaha terutama ditentukan
oleh 2 faktor: efisiensi marjinal modal dan suku bunga. Efisiensi
marjinal modal menggambarkan tingkat pengembalian modal yang
28
akan diperoleh dari kegiatan-kegiatan investasi yang dilakukan
dalam perekonomian. Dalam suatu perekonomian, besarnya jumlah
investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha tergantung
kepada nilai penanaman modal yang tingkat pengembalian
modalnya lebih besar dari suku bunga.
3) Pengeluaran Pemerintah
Pemerintah bukan saja berfungsi untuk mengatur kegiatan
perekonomian,
tetapi
juga
dapat
mempengaruhi
tingkat
pengeluaran agregat dalam perekonomian. Di satu pihak, kegiatan
pemerintah
melalui
pembelanjaan
pemungutan
agregat.
Akan
pajak
tetapi
akan
pajak
mengurangi
tersebut
akan
dibelanjakan lagi oleh pemerintah dan langkah tersebut akan
meningkatkan
pengeluaran
agregat.
Kerapkali
pemerintah
membelanjakan dana yang melebihi penerimaan pajak, langkah
seperti ini akan meningkatkan keseluruhan pembelanjaan agregat.
4) Ekspor ke Pasaran Dunia
Ahli ekonomi klasik telah lama menunjukkan bahwa ekspor
dapat memperluas pasar dan memungkinkan negara yang
mengekspor memperoleh dana untuk mengimpor barang lain,
termasuk barang modal yang akan mengembangkan perekonomian
lebih lanjut. Perkembangan ekspor yang pesat akan menyebabkan
pertambahan pesat dalam pembelanjaan agregat, yang pada
29
akhirnya akan menimbulkan pertumbuhan pendapatan nasional
(dan pertumbuhan ekonomi) yang pesat (Sadono Sukirno, 2008:
87).
b. Komponen Pengeluaran Agregat
Dalam ekonomi terbuka, pengeluaran agregat meliputi lima
jenis pengeluaran berikut:
1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga atas barang-barang yang
dihasilkan di dalam negei (Cdn).
2) Investasi perusahaan (I) untuk menambah kapasitas sektor
perusahaan dalam menghasilkan barang dan jasa.
3) Pengeluaran pemerintah atas barang dan jasa yang diperoleh di
dalam negeri (G).
4) Ekspor, yaitu pembelian negara lain atas barang buatan
perusahaan-perusahaan di dalam negeri (X).
5) Barang impor, yaitu barang yang dibeli dar luar negeri (M).
Dengan demikian, pengeluaran agregat (AE) dapat dinyatakan
dengan formula sebagai berikut (Sadono Sukirno, 2008: 205):
AE
C dn
I
G (X
M)
.............................................(2.7)
Agar menjadi lebih sederhana, maka (X-M) dinotasikan
sebagai NX yang merupakan ekspor neto. Dengan demikian,
persamaan pengeluaran agregat menjadi:
30
AE
C dn
I
G
NX
.....................................................(2.8)
Bila nilai ekspor lebih besar dari nilai impor maka saldo ekspor
neto positif atau posisi neraca perdagangan luar negeri surplus,
sehingga Y (income) naik dan berarti pula PDB naik. Sebaliknya, bila
nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor maka saldo ekspor neto negatif
atau posisi neraca perdagangan luar negeri defisit, sehingga Y
(income) turun dan berarti pula PDB akan turun (Hamdy Hady, 2001:
19)
2. Investasi
Menurut Sadono Sukirno (2008: 121), investasi dapat diartikan
sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanaman modal atau perusahaan
untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan
produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan
jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang
modal
ini
memungkinkan
perekonomian
tersebut
menghasilkan
lebihbanyak barang dan jasa di masa yang akan datang serta untuk
menggantikan barang-barang
modal yang telah haus dan perlu
didepresiasikan.
Jenis investasi dapat dibedakan atas public investment dan private
investment, domestic dan foreign investment, gross investment dan net
investment. Public investment adalah investasi atau penanaman modal
31
yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah
dan sifatnya resmi. Sedangkan private investment adalah investasi yang
dilaksanakan oleh pihak swasta. Domestic investment adalah penanaman
modal dalam negeri, sedangkan foreign investment adalah penanaman
modal asing. Gross investment adalah total seluruh investasi yang
dilaksanakan pada suatu waktu, baik itu autonomous maupun induced,
atau private maupun public. Sedangkan net investment adalah selisih
antara investasi bruto dengan penyusutan. (Harjanti, 2005, dalam Novita
Linda Sitompul, 2007).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal, modal adalah aset dalam bentuk uang
atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang
mempunyai nilai ekonomis. Penanam modal adalah perseorangan atau
badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa
penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. Penanaman
modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam
modal dalam negeri maupun asing untuk melakukan usaha di wilayah
negara Republik Indonesia.
a. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Menurut UU no. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal,
modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik
Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha
32
yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. Penanam
modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia,
badan usaha Indonesia, negara RI, atau daerah yang melakukan
penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. Penanaman
modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan
usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam
negeri.
b. Penanaman Modal Asing (PMA)
Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing,
perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum
asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh
modalnya dimiliki oleh pihak asing. Penanam modal asing adalah
perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau
pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah
negara Republik Indonesia. Penanaman modal asing adalah kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan
dengan penanam modal dalam negeri. (UU no. 25 Tahun 2007 tentang
penanaman modal).
33
Modal asing dapat memasuki suatu negara dalam bentuk modal
swasta dan/atau modal negara. Modal asing swasta dapat mengambil
bentuk investasi langsung dan investasi tidak langsung.
Investasi langsung, berarti bahwa perusahaan dari negara
penanam modal secara de facto atau de jure melakukan pengawasan
atas asset (aktiva) yang ditanam di negara pengimpor modal dengan
cara investasi itu. Investasi langsung dapat mengambil beberapa
bentuk, yaitu pembentukan suatu cabang perusahaan di negara
pengimpor modal, pembentukan suatu perusahaan dalam mana
perusahaan dari negara penanam modal memiliki mayoritas saham,
pembentukan suatu perusahaan di negara pengimpor yang semata-mata
dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara penanam modal,
mendirikan suatu korporasi di negara penananam modal untuk secara
khusus beroperasi di negara lain, atau menaruh asset (aktiva) tetap di
negara lain oleh perusahaan nasional dari negara penananam modal.
Investasi tidak langsung, lebih dikenal sebagai investasi
portfolio atau rentier yang sebagian besar terdiri dari penguasaan atas
saham yang dapat dipindahkan (yang dikeluarkan atau dijamin oleh
pemerintah negara pengimpor modal), atas saham atau surat utang oleh
warga negara dari beberapa negara lain. Penguasaan saham tersebut
tidaklah sama dengan hak untuk mengendalikan perusahaan. Para
34
pemegang saham hanya mempunyai hak atas deviden saja. (Jhingan,
2010: 483)
Modal asing negara terdiri dari: (a) Pinjaman keras bilateral,
yaitu pemberian pinjaman oleh pemerintah Inggris dalam bentuk
poundsterling kepada pemerintah India; (b) Pinjaman lunak Bilateral,
yaitu penjualan bahan makanan dan produk perkebunan lainnya
kepada India oleh Amerika Serikat berdasarkan Perjanjian Luar negeri
nomor 480; (c) Pinjaman Multilateral, yaitu sumbangan kepada Aid
India Club, Colombia Plan dan lain-lain, oleh negara-negara anggota.
Ke dalam kategori ini termasuk juga pinjaman yang disediakan oleh
berbagai
badan
PBB
seperti
IBRD(International
Bank
for
Reconstruction and Development), IFC, IDA, SUNFED, UNDP, dan
lain-lain. (Jhingan, 2010: 484)
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk:
a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;
b. Menciptakan lapangan kerja;
c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;
e. Meningkatkan kapasitas dan kemajuan teknologi nasional;
f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
35
g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan
menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari
luar negeri;
h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (UU no. 25 Tahun 2007
tentang penanaman modal, pasal 3 ayat 2).
Penanam modal melakukan investasi bukan untuk memenuhi
kebutuhan mereka tetapi untuk
mencari keuntungan.
Disamping
ditentukan oleh harapan di masa depan untuk memperoleh untung,
beberapa faktor lain juga memiliki peranan penting dalam menentukan
tingkat investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian. Faktor-faktor
utama yang menentukan tingkat investasi adalah (Sadono Sukirno, 2008:
121):
a. Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh
b. Suku bunga, semakin tinggi tingkat bunganya maka biaya investasi
akan semakin mahal, akibatnya minat berinvestasi menjadi menurun
(Prathama Rahardja, 2008: 279).
c. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan
d. Kemajuan teknologi
e. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya
f. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan.
Menurut Keynes, modal memiliki peranan penting dalam
pertumbuhan perekonomian di mana penggunaan modal ditekankan
36
kepada permintaan yang tinggi, dan permintaan yang tinggi itu diharapkan
dapat diikuti oleh penawaran yang tinggi pula. Asumsi Keynes (Lia
Amalia, 2007: 13):
a. Perekonomian bisa full employment dan tidak full employment
b. Perekonomian
berada
dalam
3
sektor
(konsumen,
produsen
pemerintah)
c. Adanya campur tangan pemerintah
d. Perekonomian dianalisa dalam jangka pendek.
Cobb Douglas mengemukakan tentang teori fungsi produksi yang
menitikberatkan pada modal, teknologi dan tenaga kerja dalam menaikkan
laju pertumbuhan ekonomi. (Lia Amalia, 2007: 18)
Fungsi produksi: Yt= Tt. Kt. Lt .......................................................................(2.9)
Dimana: Yt adalah tingkat produksi tahun t
Tt adalah tingkat teknologi pada tahun t
Kt adalah jumlah stok alat modal pada tahun t
Menurut model pertumbuhan Harrord-Domar, untuk memacu
pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan
tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock). Dalam
rasio modal-output, tabungan (S) adalah bagian dalam jumlah tertentu,
atau s, dari pendapatan nasional (Y), yang persamaannya: S=sY. Investasi
neto (I) adalah perubahan stok modal (K) yang dapat diwakili oleh
K,
sehingga persamaannya adalah: I= K. Akan tetapi, karena jumlah stok
37
modal, K, mempunyai hubungan langsung dengan jumlah pendapatan
nasional atau output, Y, seperti telah ditunjukkan oleh rasio modal-output,
k, maka:
K
Y
k , sehingga
K
k Y . (Todaro, 2006: 128). Meningat
tabungan nasional neto (S) harus sama investasi neto (I), maka
persamaannya: S=I, sehingga persamaannya menjadi: S=sY=k Y= K=I,
atau bisa diringkas menjadi sY=k Y, atau
Y
Y
s
. Dengan
k
Y/Y
sebenarnya merupakan tingkat perubahan atau pertumbuhan GDP (yaitu
angka persentase perubahan GDP) yang ditentukan secara bersama-sama
oleh rasio tabungan nasional s, serta rasio modal-output nasional, k. Secara
lebih spesifik, persamaan ini menyatakan bahwa tanpa adanya intervensi
pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional akan secara
langsung atau secara ―positif‖ berbanding lurus dengan rasio tabungan dan
berbanding terbalik terhadap rasio modal-output dari suatu perekonomian.
(Todaro, 2006: 129).
Hubungan
antara
investasi
(PMA
dan
PMDN)
dengan
pertumbuhan ekonomi adalah dengan adanya investasi berupa pembelian
barang modal dan pelengkapanproduksi untuk menambah kemampuan
memproduksi
barang-barang
dan
jasa
yang
dibutuhkandalam
perekonomian sehingga hal ini dapat meningkatkan PDB riil Indonesia
dan dengan demikian akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi (Tri Handayani, 2011). Peningkatan investasi akan meningkatkan
38
kapasitas produksi yang pada akhirnya berujungpada pembukaan lapangan
kerja baru, yang pada tahap selanjutnya akan mendorongpertumbuhan
ekonomi (Adrian Sutawijaya, 2010: 26).
Hubungan antara investasi (PMA dan PMDN) dengan ekspor neto
adalah investasi berpengaruh positif terhadap ekspor, dengan adanya
peningkatan pada investasi melalui pembelian barang-barang modal yang
dapat meningkatkan produktivitas dalam perekonomian, maka barang dan
jasa yang dihasilkan akan meningkat dan dengan kata lain ekspor juga
akan meningkat. Tingginya investasi maka akan berakibat pada tingginya
ekspor dan dengan tingginya ekspor maka ekspor neto juga akan
meningkat.
Hubungan antara investasi (PMA dan PMDN) dengan inflasi
adalah peningkatan pada investasi akan meningkatkan produksi barang
dan jasa di pasar sehingga kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dan
harga-harga dapat dikendalikan dalam batas wajar sehingga inflasi dapat
berkurang.
3. Inflasi
Menurut Keynes, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin
hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi, menurut
pandangan ini tidak lain adalah perebutan bagian rezeki diantara
kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar
39
daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan
ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan
masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang
yang tersedia. (Boediono, 2000: 172). Yang penting terdapat kenaikan
harga umum barang secara terus-menerus selama satu periode tertentu.
Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan presentase
yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi. (Nopirin, 2009: 25).
Mempertahankan inflasi tetap rendah telah lama menjadi tujuan
kebijakan pemerintah. Yang menjadi masalah utama adalah hiperinflasi,
atau periode peningkatan yang sangat cepat dalam tingkat harga secara
keseluruhan. (Case & Fair, 2007: 5). Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Deflasi adalah penurunan tingkat harga keseluruhan. Deflasi terjadi ketika
banyak harga turun secara serentak. (Case & Fair, 2007: 57).
Perubahan harga umum sangat tergantung pada permintaan dan
penawaran agregat. Inflasi tekanan permintaan (demand pull inflation)
adalah inflasi yang terjadi karena dominannya tekanan permintaan agregat
yang mengakibatkan peningkatan pada tingkat harga umum. Dari sisi
penawaran agregat, apabila terjadi kenaikan biaya produksi, maka akan
menyebabkan berkurangnya penawaran agregat. Naiknya biaya produksi
disebabkan oleh naiknya harga umum, yang mengurangi penawaran
agregat. Jika penawaran agregat berkurang, maka inflasi akan disertai
kontraksi ekonomi, sehingga jumlah output menjadi lebih kecil. Inflasi
40
yang disebabkan oleh biaya produksi disebut inflasi dorongan biaya (cost
push inflation).(Prathama Rahardja & Manurung, 2008: 365).
Adapun jenis inflasi dapat dibedakan berdasarkan pada
tingkat laju inflasi (Asfia Murni, 2006: 204), yaitu:
a. Moderat Inflation (laju inflasinya antara 7-10%) adalah inflasi yang
ditandai dengan harga-harga yang meningkat secara lambat.
b. Galloping inflation adalah inflasi ganas (tingkat laju inflasinya antara
20-100%) yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius
terhadap perekonomian dan timbulnya distorsi-distorsi besar dalam
perekonomian.
c. Hyperinflation, adalah inflasi yang tingkat inflasinya sangat tinggi (di
atas 100%).
Inflasi juga dapat
dilihat
berdasarkan sumbernya.
Inflasi
berdasarkan sumbernya dibagi menjadi dua, yaitu domestic inflation dan
imported inflation. Domestic inflationmerupakan inflasi yang berasal dari
dalam negeri itu sendiri misalnya inflasi yang disebabkan karena defisit
keuangan negara yang ditutupi dengan pengenaan pajak oleh pemerintah
atau dengan pencetakan uang baru. Imported inflation, inflasi dapat juga
bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang diimpor, terutama
barang yang diimpor tersebut mempunyai peranan penting dalam setiap
produksi. (Asfia Murni, 2006: 205)
41
Terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mengetahui
laju inflasi selama satu periode tertentu, yaitu:
a. Indeks
Harga
Konsumen (IHK)
adalah angka
indeks
yang
menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli
konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK diperoleh dengan
menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang dikonsumsi
masyarakat dalam suatu periode tertentu.
b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Jika IHK melihat inflasi dari
sisi konsumen, maka IHPB melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh
karena itu IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga produsen.
IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada
berbagai tingkat produksi.
c. Indeks Harga Implisit (GDP deflator) menggambarkan pengukuran
level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi dalam
perekonomian suatu negara. Deflator PDB dihasilkan dengan membagi
PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.
(Prathama Rahardja & Manurung, 2008: 369).
Laju atau tingkat inflasi dapat dihitung dengan rumus berikut
(Asfia Murni, 2006: 41):
Laju Inflasi
IHK t
IHK (t
IHK (t
1)
100% ............................. (2.10)
1)
42
Di mana:
IHK t = Indeks Harga Konsumen tahun t
IHK t 1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)
Menurut bank Indonesia, kestabilan inflasi merupakan prasyarat
bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya
memberikan manfaat
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa
inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada
kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil
masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun
dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah
miskin.
Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian
(uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.
Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan
menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi,
dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan
ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan
tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil
43
menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai
rupiah.
Salah satu akibat penting dari inflasi adalah ia cenderung
menurunkan taraf kemakmuran segolongan besar masyarakat. Sebagian
besar pelaku-pelaku kegiatan ekonomi terdiri dari pekerja-pekerja yang
bergaji tetap. Inflasi biasanya berlaku lebih cepat dari kenaikan upah para
pekerja. Oleh sebab itu upah riil para pekerja akan merosot disebabkan
oleh inflasi dan keadaan ini berarti tingkat kemakmuran segolongonan
besar masyarakat mengalami kemerosotan. Prospek pembangunan
ekonomi jangka panjang akan menjadi semakin memburuk sekiranya
inflasi tidak dapat dikendalikan. Inflasi yang bertambah serius tersebut
cenderung untuk mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor
dan menaikkan impor. Kecenderungan ini akan meperlambat pertumbuhan
ekonomi. (Sadono Sukirno, 2008: 15)
Inflasi
yang
tinggi
tingkatnya
tidak
akan
menggalakan
perkembangan ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan
kegiatan produktif sangat tidak menguntungkan, maka pemilik modal
biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi.
Kenaikan harga-harga menimbulkan efek yang buruk dalam perdagangan,
barang-barang domestik tidak dapat bersaing di pasaran internasional
dengan kata lain ekspor akan menurun. Sebaliknya, harga-harga produksi
dalam negeri yang semakin tinggi sebagai akibat inflasi menyebabkan
44
barang-barang impor menjadi relatif murah, maka lebih banyak impor
akan dilakukan. (Sadono Sukirno, 2008: 339).
Hubungan antara inflasi dengan ekspor neto adalah inflasi yang
tinggi akan mengakibatkan kenaikan pada biaya produksi yang
menyebabkan kegiatan produktif menjadi sangat tidak menguntungkan.
Kenaikan harga-harga menimbulkan efek yang buruk dalam perdagangan,
barang-barang domestik tidak dapat bersaing di pasaran internasional
dengan kata lain ekspor akan menurun dan impor akan meningkat, dengan
begitu ekspor neto akan menurun.
Hubungan antara inflasi dengan investasi (PMA dan PMDN)
adalah dengan inflasi yang tinggi, biaya akan terus-menerus naik
menyebabkan kegiatan produktif menjadi tidak menguntungkan, maka
pemilik modal biasanya lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan
spekulasi. Dengan kata lain inflasi yang bertambah tinggi atau serius akan
mengurangi investasi yang produktif.
4. Ekspor Neto
Menurut Case & Fair (2007: 387), ekspor neto merupakan selisih
antara ekspor total dengan impor total suatu negara. Apabila nilai ekspor
neto positif, berarti nilai ekspor lebih besar dari nilai impor dan apabila
nilai ekspor neto negatif, berarti nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor.
45
a. Ekspor
Ekspor adalah pembelian negara lain atas barang buatan
perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Faktor terpenting yang
menentukan ekspor adalah kemampuan dari Negara tersebut untuk
mengeluarkan barang-barang yang dapat bersaing dalam pasaran luar
negeri. (Sadono Sukirno, 2008: 205). Ekspor akan secara langsung
mempengaruhi pendapatan nasional. Akan tetapi, hubungan yang
sebaliknya tidak selalu berlaku, yaitu kenaikan pendapatan nasional
belum tentu menaikkan ekspor oleh karena pendapatan nasional dapat
mengalami kenaikan sebagai akibat dari kenaikan pengeluaran rumah
tangga, investasi perusahaan, pengeluaran pemerintah dan penggantian
barang impor dengan barang buatan dalam negeri. (Sadono Sukirno,
2008: 206).
Hal-hal yang menentukan ekspor adalah (Todaro, 1998: 110):
1) Daya saing dan keadaan ekonomi negara-negara lain.
Kedua faktor ini dapat dipandang sebagai faktor terpenting
yang akan menetukan ekspor suatu negara. Dalam suatu sistem
perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara
menjual ke luar negeri tergantung kepada kemampuannya
menyaingi barang-barang yang sejenis di pasaran internasional.
Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang yang
bermutu dengan harga yang murah akan menentukan tingkat
ekspor yang dicapai suatu negara.
46
Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan
oleh pendapatan penduduk di negara-negara lain. Apabila ekonomi
dunia mengalami resesi dan pengangguran di berbagai negara
meningkat, permintaan dunia ke atas ekspor suatu negara akan
berkurang. Sebaliknya, kemajuan yang pesat di berbagai negara
akan meningkatkan ekspor suatu negara.
2) Proteksi di negara-negara lain.
Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat
ekspor
suatu
negara.
Negara-negara
sedang
berkembang
mempunyai kemampuan untuk menghasilkan hasil-hasil pertanian
dan hasil-hasil industri barang konsumsi (misalnya pakaian dan
sepatu) dengan harga yang lebih murah dari di negara maju. Akan
tetapi kebijakan proteksi di negara-negara maju memperlambat
perkembangan ekspor seperti itu dari negara-negara sedang
berkembang. Contoh ini memberi gambaran tentang bagaimana
proteksi perdagangan akan mempengaruhi ekspor.
3) Kurs valuta asing.
Permintaan suatu barang ditentukan oleh harganya dengan
pertimbangan adanya penambahan kurs pada harga tersebut.
47
b. Impor
Impor merupakan pembelian suatu negara atas barang buatan
luar negeri. Penentu impor yang paling utama adalah pendapatan
masyarakat suatu negara. Semakin tinggi pendapatan masyarakat,
maka semakin tinggi pula impor yang akan mereka lakukan. (Sadono
Sukirno, 2008: 207). Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi
rumah
tangga
dan
perilaku
investasi
perusahaan
cenderung
mempengaruhi permintaan impor karena sebagian barang impor adalah
barang konsumsi dan sebagian adalah barang investasi, maka faktorfaktor semacam upah riil setelah pajak, pendapatan non tenaga kerja
setelah pajak dan tingkat bunga mempengaruhi belanja konsumsi;
sehingga ini seharusnya juga mempengaruhi belanja atas impor.
Demikian pula segala hal yang meningkatkan belanja investasi
cenderung meningkatkan permintaan impor. Penurunan tingkat bunga,
misalnya, seharusnya mendorong belanja atas barang yang diproduksi
di dalam negeri maupun yang diproduksi asing.
Ada satu pertimbangan tambahan dalam menentukan belanja
impor: harga relatif barang yang diproduksi dalam negeri dan
diproduksi luar negeri. Jika harga barang asing turun relatf terhadap
harga barang domestik, orang akan mengonsumsi relatif lebih banyak
barang asing daripada barang domestik(Case & Fair, 2007: 390).
48
Perdagangan internasional merupakan pendorong positif dan kuat
terhadap pembangunan ekonomi.
Alasannya,
untuk meningkatkan
pembangunan perlu fokus pada kegiatan ekspor terutama produk sektor
industri (export promotion). Peningkatan ekspor membuka peluang
perolehan devisa yang diperlukan untuk mengimpor barang konsumsi,
bahan baku/penolong dan barang-barang kapital (strategi kebijakan
substitution import).Perdagangan yang dilakukan dapat menimbulkan
transfer knowledge yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan input,
sehingga akan mempercepat pembangunan ekonomi. Perdagangan
internasional juga memperluas pasaran dan merangsang investasi,
pendapatan dan tabungan melalui alokasi sumber daya dengan lebih
efisien yang berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. (Jhingan,
2010: 448).
Bila nilai ekspor lebih besar dari nilai impor maka saldo ekspor
neto positif atau posisi neraca perdagangan luar negeri surplus, sehingga Y
(income) naik dan berarti pula PDB naik. Sebaliknya, bila nilai ekspor
lebih kecil dari nilai impor maka saldo ekspor neto negatif atau posisi
neraca perdagangan luar negeri defisit, sehingga Y (income) turun dan
berarti pula PDB akan turun (Hamdy Hady, 2001: 19).
49
Berikut adalah beberapa teori mengenai perdagangan internasional:
a. Teori Adam Smith
Menurut teori Adam Smith, setiap negara akan memperoleh
manfaat perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki
keunggulan mutlak (absolute advantage), serta mengimpor barang jika
negara
tersebut
memiliki
ketidakunggulan
mutlak
(absolute
disadvantage).
Pendapat Adam Smith dalam teorinya tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Ukuran kemakmuran suatu negara, bukanlah ditentukan oleh
banyaknya LM (logam mulia) yang dimilikinya.
2) Kemakmuran suatu negara ditentukan oleh besarnya PDB dan
sumbangan perdagangan luar negeri terhadap pembentukan PDB
negara tersebut.
3) Untuk meningkatkan PDB dan perdagangan luar negeri, maka
pemerintah harus mengurangi campur tangannya sehingga tercipta
perdagangan bebas atau free trade.
4) Dengan adanya free trade maka akan menimbulkan persaingan
yang semakin ketat. Hal ini akan mendorong masing-masing
negara untuk melakukan spesialisasi dan pembagian kerja
50
internasional dengan berdasarkan kepada keunggulan absolut yang
dimiliki masing-masing negara.
5) Spesialisasi dan pembagian kerja internasional yang didasarkan
kepada
keunggulan
absolut,
akan
memacu
peningkatan
produktivitas dan efisiensi sehingga terjadi peningkatan PDB dan
perdagangan internasional.
6) Peningkatan PDB dan perdagangan internasional ini identik
dengan peningkatan kemakmuran suatu negara(Hamdy Hady,
2001: 27).
b. Teori David Ricardo
Menurut Adam Smith, perdagangan internasional akan terjadi
dan menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara
memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Dengan demikian, bila
hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut untuk kedua
jenis produk, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang
menguntungkan. Hal ini merupakan kelemahan teori keunggulan
absolut Adam Smith. Namun, kelemahan ini diperbaiki oleh David
Ricardo dengan teori comparative advantage atau keunggulan
komparatif, baik secara cost comparative (labor efficiency) maupun
production comparative (labor productivity).
51
Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau
theory of labor value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu
produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan
untuk memproduksinya. Menurut teori cost comparative advantage
(labor efficiency) dan production comparative (labor productivity),
suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional
jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana
negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor
barang di mana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak
efisien. Kesimpulannya, perdagangan internasional antara dua negara
tetap dapat terjadi, walaupun hanya satu negara yang memiliki
keunggulan
absolut,
asalkan
masing-masing
negara
memiliki
perbedaan dalam labor efficiency (cost comparative advantage) dan
atau labor productivity (production comparative advantage). (Hamdy
Hady, 2001: 38).
c. Teori Hecksher-Ohlin
Menurut teori Hecksher-Ohlin, perbedaan opportunity cost
suatu produk antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi
karena adanya perbedaan jumlah atau proporsi faktor produksi yang
dimiliki masing-masing negara. Perbedaan oppurtinity cost tersebut
dapat menimbulkan terjadinya perdagangan internasional. Negara-
52
negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak/murah dalam
memproduksinya
akan
melakukan
spesialisasi
produksi
dan
mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan
mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor
produksi yang relatif langka/mahal dalam memproduksinya.
Kesimpulan dari teori ini adalah sebagai berikut:
1) Harga/biaya
produksi suatu
barang
akan ditentukan oleh
jumlah/proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing
negara.
2) Comparative advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki
masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi
faktor produksi yang dimilikinya.
3) Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut
memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk
memproduksinya.
4) Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang
tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang
relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya (Hamdy Hady,
2001: 43).
Hubungan antara ekspor neto dan pertumbuhan ekonomi adalah
ekspor akanmenghasilkan devisa yang akan digunakan untuk membiayai
53
impor bahan baku danbarang modal yang diperlukan dalam proses
produksi yang akan membentuk nilai tambah. Agregasinilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam perekonomian merupakan
nilai ProdukDomestik Bruto. (Adrian Sutawijaya, 2010: 15). Perdagangan
internasional adalah perdagangan yang melintasi antar negara yang
mencakup aktivitas ekspor dan impor baik barang maupun jasa. Perananan
perdaganganan internasional sangat penting sebagai salah satu motor
penggerak pertumbuhan ekonomi (Ervin Mardalena, 2009: 67).
Hubungan antara ekspor neto dengan inflasi adalah jika nilaiekspor
neto tinggi, berarti nilai ekspor lebih besar dai impor. Dengan
meningkatnya ekspor maka perputaran uang tidak akan terjadi hanya di
dalam negeri saja tetapi juga ke luar negeri, sehingga perekonomian akan
berjalan dengan sewajarnya dan impor akan berkurang sehingga inflasi
dapat berkurang.
Hubungan antara ekspor neto dengan investasi (PMA dan PMDN)
adalah dengan adanya ekspor maka barang-barang yang ada di dalam
negeri akan berkurang karena jika nilai ekspor neto tinggi maka nilai
ekspor itu tinggi dan impor berkurang, sehingga dibutuhkan peningkatan
investasi dalam membeli barang-barang modal dan perlengkapanperlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi
barang-barang dan jasa-jasa sehingga dapat mencukupi kebutuhan di
dalam negeri.
54
B. Penelitian Sebelumnya
Berikut adalah penelitian-penelitian terdahulu mengenai variabel
ekspor neto, investasi (PMA dan PMDN), inflasi dan pertumbuhan ekonomi:
Pada penelitian yang dilakukan oleh Audrey Liwan dan Evan Lau
(2007) yang berjudul ―Managing Growth: The Role of Export, Inflation and
Investment in three ASEAN Neighboring‖, menunjukkan bahwa ekspor,
investasi dan inflasi memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia, Malaysia dan Thailand, hanya perbedaannya adalah pengaruhnya
itu positif atau negative. Ekspor berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia, Malaysia dan Thailand. Inflasi berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan ekonomi Thailand dan Malaysia tetapi berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tingkat inflasi di Indonesia
cukup stabil selama beberapa tahun, yang mana membawa hubungan positif
antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Investasi berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi Indoneisa, Malaysia dan Thailand.
Penelitian yang dilakukan oleh Eni Setyowati, Wuryaningsih DL, Rini
Kuswati (2008) yang berjudul ―Kausalitas Investasi Asing terhadap
Pertumbuhan Ekonomi‖ membuktikan bahwa Investasi asing atau PMA
berpengaruh positif dan signifikan baik dalam jangka pendek maupun dalam
jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena harapan bagi negara
berkembang atas peran modal asing yang masuk ke negaranyasebagaimana
yang ditulis Mudrajad (1997) yaitu: pertama, sumber dana eksternal
55
dapatdimanfaatkan oleh negara berkembang sebagai dasar untuk mempercepat
pertumbuhanekonomi, kedua, pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu
diikuti denganstruktur ekonomi dan perdagangan; ketiga, modal asing dapat
berperan penting dalam mobilisasi dana maupun transformasi struktural;
keempat, kebutuhan akan modal asing menjadi menurun setelah perubahan
struktural benar-benar terjadi.
Penelitian yang dilakukan oleh Ervin Mardalena (2009) yang berjudul
―Pengaruh Invetasi Swasta
dan Perdagangan Internasional terhadap
Pertumbuhan Ekonomi‖ membuktikan bahwa berdasarkan hasil estimasi
model regresi, variabel perdagangan internasional (yang mencakup ekspor dan
impor serta ekspor neto) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi sedangkan variabel investasi (PMA dan PMDN)
berpengaruh positif namun tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5%
terhadap perrtumbuhan ekonomi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Adrian Sutawijaya (2010), yang
berjudul ―Pengaruh Ekspor dan Investasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia Tahun 1980-2006‖ menunjukkan bahwa investasi, baik dari swasta
dan pemerintah serta ekspor baik migas dan non migas berpengaruh secara
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tetapi hanya variabel
ekspor migas yang berpengaruh secara signifikan tetapi tidak secara statistik.
Investasi swasta (PMA dan PMDN) akan memberikan dampak yang lebih
besar terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0.306% sedangkan investasi
56
pemerintah memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi
sebesar 0.084%.
Peningkatan investasi akan meningkatkan kapasitas produksi yang
pada akhirnya berujung pada pembukaan lapangan kerja baru, yang pada
tahap selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Di samping itu,
adanya peningkatan investasi memungkinkan terjadinya transfer teknologi dan
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, investasi swasta baik yang berasal dari
dalam maupun luar negeri harus diupayakan peningkatannya dari waktu ke
waktu dengan memberikan berbagai insentif seperti memberikan keringan
pajak dan memangkas birokrasi perijinan, memberikan pelayanan yang cepat,
murah, efisien dan sebagainya. Investasi pemerintah walaupun memberikan
pengaruh yang lebih kecil namun peranannya tidak boleh diabaikan. Investasi
pemerintah juga harus diupayakan peningkatannya karena disamping
memberikan manfaat ekonomi juga memberikan manfaat sosial untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang diinginkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ambar Sariningrum (2010) yang
berjudul ―Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja dan Ekspor terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia tahun 1990-2007‖ membuktikan bahwa
Investasi dan ekspor neto (ekspor-impor) berpengaruh positif dan signifikan
dalam jangka pendek dan jangka panjang.Hal ini disebabkan oleh makin
tingginya produktifitas sumber daya yang dialokasikan pada sumber-sumber
pendapatan yang menguntungkan untuk ekspor yaitu sektor yang memiliki
57
keunggulan komparatif serta
adanya
efek
tidak
langsung
terhadap
pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi.
Penelitian oleh Antoni (2010) yang berjudul ―Kointegrasi antara Inflasi
dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia‖, hasil penelitian membuktikan
bahwa terdapat hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara inflasi dan
GDP. GDP mempengaruhi tingkat inflasi dalam jangka waktu pendek tetapi
tingkat inflasi tidak mempengaruhi GDP dalam jangka waktu pendek.
Sebaliknya, tingkat inflasi mungkin mempengaruhi GDP dalam jangka waktu
panjang. Ini karena Indonesia pernah mengalami masalah tingkat inflasi yang
tinggi, maka berdasarkan keputusan penguji yang dilakukan menghasilkan
bahwa tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan dalam
jangka pendek.
Penelitian yang dilakukan oleh Tri Handayani (2011) yang berjudul
―Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia
Periode 1999-2008‖, hasil penelitian membuktikan bahwa PMA dan
infrastruktur berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia, sedangkan PMDN berpengaruh secara negatif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. PMDN berpengaruh
secara negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dikarenakan masih minimnya
pelayanan birokrasi di Indonesia, serta ketersediaan informasi potensi
penanaman modal bagi investor yang masih terbatas. Infrastruktur
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, ini membuktikan bahwa
58
pelaksanaan infrastruktur serta pengalokasian belanja publik sudah cukup
terlaksana dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Emine Kilavuz and Betul Altay Topcu
(2012) yang berjudul ―Export and Economic Growth in the Case of the
Manufacturing Industry: Panel Data Analysis of Developing Countries‖
menggunakan dua model. Model pertama, menganalisis pengaruh industri
manufaktur ekspor berteknologi rendah dan tinggi terhadap pertumbuhan
ekonomi di 22 negara berkembang, yaitu Argentina, Algeria, Afrika Selatan,
Gabon, Meksiko, Malaysia, Peru, Romania, Chili, Turki, Uruguay, Venezuela,
Bolivia, Equador, Indonesia, Cote D’ Ivoire, Filipina, Honduras, India, Mesir,
Thailand, Pakistan. Dan model kedua, menganalisis pengaruh industri
manufaktur ekspor dan impor berteknologi rendah dan tinggi terhadap
pertumbuhan ekonomi di 22 negara berkembang tersebut.
Hasil model pertama menunjukkan bahwa investasi dan variabel
industri manufaktur ekspor berteknologi tinggi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di 22 negara tersebut. Hasil model
kedua juga menunjukkan bahwa investasi dan variabel industri manufaktur
ekspor berteknologi rendah dan tinggi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan industri manufaktur impor
berteknologi tinggi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di 22 negara berkembang tersebut. ini menunjukkan bahwa karena
eksternalitas yang dinamis dan positif dalam 22 negara berkembang tersebut,
59
ekspor dengan teknologi tinggi dan rendah memliki pengaruh yang signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi 22 negara tersebut. Kebijakan perdagangan
internasional (foreign trade policy) perlu diaplikasikan dalam 22 negara
tersebut, agar dapat meningkatkan industri manufaktur ekspor dan impor
teknologi rendah dan tinggi dalam memproduksi barang demi perekonomian
jangka panjang.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Ernita, Syamsul Amar dan
Efrizal Syofyan(2013) yang berjudul ―Analisis Pertumbuhan Ekonomi,
Investasi dan Konsumsi di Indonesia‖, hasil penelitian membuktikan bahwa
konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor neto berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kenaikan investasi
akan memicu kenaikan pertumbuhan ekonomi karena kenaikan investasi
mengindikasikan
telah
terjadinya
kenaikan
penanaman
modal
atau
pembentukan modal. Kenaikan penanaman modal atau pembentukan modal
akan berakibat terhadap peningkatanproduksi barang dan jasa di dalam
perekonomian. Peningkatan produksi barang danjasa ini akan menyebabkan
peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi. Begitu juga dengan ekspor neto,
jika ekspor mengalami peningkatan maka produksi barang dan jasa juga akan
mengalami peningkatan karena net ekspor yang meningkat mengindikasikan
permintaan terhadap barang dan jasa di luar negeri lebih besar dari pada
permintaan barang luar negeri di dalam negeri. Oleh karena itu, perekonomian
60
akan meningkatkan jumlah produksibarang jasa. Peningkatan produksi barang
dan jasa ini akan menyebabkan peningkatan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Berikut
adalah rangkuman dari penelitian-penelitian terdahulu
mengenai variabel ekspor neto, investasi (PMA dan PMDN), inflasi dan
pertumbuhan ekonomi.
Tabel 2.1.
Matriks Referensi Penelitian Sebelumnya
No.
Peneliti
Judul
Variabel
Metode
Hasil
1
Audrey
Liwan and
Evan Lau
(2007)
Managing Growth: The
Role of Export,
Inflation and
Investment in three
ASEAN Neighboring
Countries
1.
2.
3.
4.
Ekspor
Inflasi
Investasi
Pertumbuhan
Ekonomi
Analisis
VAR dan
VECM
Kausalitas Investasi
Asing terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
1.
2.
PMA
Pertumbuhan
Ekonomi
VECM
Pengaruh Investasi
Swasta dan
Perdagangan
Inetrnasional terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
1.
Investasi Swasta
(PMA dan
PMDN)
Ekspor-impor
Ekspor Neto
Pertumbuhan
Ekonomi
Ekspor berpengaruh
positif terhadap
pertumbuhan ekonomi
Indonesia, Malaysia
dan Thailand. Inflasi
berpengaruh negatif
terhadap pertumbuhan
ekonomi Thailand dan
Malaysia tetapi
berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia.
Investasi berpengaruh
positif terhadap
pertumbuhan ekonomi
Indonesia, Malaysia
dan Thailand.
Investasi asing atau
PMA berpengaruh
positif dan signifikan
baik dalam jangka
pendek maupun dalam
jangka panjang
terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Berdasarkan hasil
estimasi model regresi,
variabel perdagangan
internasional (eksporimpor) mempunyai
pengaruh positif dan
signifikan terhadap
2
Eni
Setyowati,
Wuryaningsih
DL, Rini
Kuswati
(2008)
3
Ervin
Mardalena
(2009)
2.
3.
4.
OLS
61
4
5
Adrian
Sutawijaya
dan Zulfahmi
(2010)
Ambar
Sariningrum
(2010)
6
Antoni
(2010)
7
Tri
Handayani
(2011)
Pengaruh Ekspor dan
Investasi terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia Tahun 19802006
1.
2.
Analisis Pengaruh
Investasi, Tenaga Kerja
dan Ekspor terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia tahun 19902007
Kointegrasi Antara
Inflasi dan
Pertumbuhan Ekonomi
di Indonesia
1.
2.
3.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Pertumbuhan Ekonmi
di Indonesia Periode
1999-2008
3.
4.
1.
2.
Ekspor
Investasi
Pemerintah dan
Investasi Swasta
Pertumbuhan
Ekonomi
Investasi
Tenaga Kerja
Ekspor-impor,
Ekspor Neto
Pertumbuhan
ekonomi
Inflasi
Pertumbuhan
Ekonomi
1. Pertumbuhan
Ekonomi
2. PMA
3. PMDN
4. Infrastruktur
Ordinary
Least
Square
(OLS)
VECM
VECM
Ordinary
Least
Square
(OLS)
pertumbuhan ekonomi
sedangkan variabel
investasi swasta (PMA
dan PMDN)
berpengaruh positif
namun tidak signifikan
terhadap perrtumbuhan
ekonomi.
Investasi pemerintah
dan swasta (PMA dan
PMDN) serta ekspor
non migas berpengaruh
positif terhadap
pertumbuhan ekonomi,
tetapi ekspor migas
tidak berpengaruh
secara statistik terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Investasi dan ekspor
neto (ekspor-impor)
berpengaruh positif dan
signifikan dalam jangka
pendek dan jangka
panjang.
Terdapat hubungan
jangka pendek dan
jangka panjang antara
inflasi dan GDP (Gross
Domestic Product).
GDP mempengaruhi
inflasi dalam jangka
pendek, dan inflasi
mungkin
mempengaruhi GDP
dalam jangka panjang.
PMA (Penanaman
Modal Asing) dan
infrastruktur
berpengaruh secara
positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia,
sedangkan PMDN tidak
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi
62
8
Emine
Kilavuz and
Betul Altay
Topcu (2012)
Export and Economic
Growth in the Case of
the Manufacturing
Industry: Panel Data
Analysis of Developing
Countries
1.
2.
3.
Ekspor
Impor
Pertumbuhan
Ekonomi
Analisis
data
panel dan
OLS
9
Dewi Ernita,
Syamsul
Amar dan
Efrizal
Syofyan
(2013)
Analisis Pertumbuhan
Ekonomi, Investasi dan
Konsumsi di Indonesia
1.
Pengeluaran
Pemerintah
Investasi
Konsumsi
Ekspor Neto
Suku Bunga
Inflasi
Pendapatan
Disposabel
Konsumsi
sebelumnya
Pertumbuhan
Ekonomi
TwoStage
Least
Squares
(2 SLS)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Indonesia.
Ekspor berpengaruh
secara signifikan
terhadap pertumbuhan
ekonomi di negaranegara berkembang,
yang dalam penelitian
ini negara-negara
berkembang tersebut
adalah Argentina,
Algeria, Afrika Selatan,
Gabon, Meksiko,
Malaysia, Peru,
Romania, Chili, Turki,
Uruguay, Venezuela,
Bolivia, Equador,
Indonesia, Cote D’
Ivoire, Filipina,
Honduras, India, Mesir,
Thailand, Pakistan.
Konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah
dan ekspor neto
berpengaruh signifikan
dan positif terhadap
pertumbuhan ekonomi
di Indonesia. (variabel
lain yang tidak
berhubungan dengan
analisis ini tidak
disebutkan).
C. Kerangka Berpikir
Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang
tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran
sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari
serangkaian masalah yang ditetapkan.
63
Latar belakang penelitian yang terdiri dari identifikasi masalah dan
pembatasan masalah selanjutnya akan timbul perumusan masalah. Perumusan
masalah ini menciptakan adanya variabel-variabel yang akan diteliti baik itu
berupa variabel dependen maupun variabel independen. Variabel dependen
terdiri daripertumbuhan ekonomi sedangkan variabel independen terdiri dari
Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam
Negeri. Selanjutnya adalah kita melihat bagaimana hubungan antara variabel
Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam
Negeri terhadap pertumbuhan ekonomi. Hubungan ini juga dilihat dari teoriteori yang sudah ada. Untuk investasi, terdapat tiga teori yang menerangkan
pentingnya modal dalam pertumbuhan ekonomi, seperti menurut Keynes,
bahwa penggunaan modal ditekankan pada permintaan yang tinggi dan
permintaan yang tinggi itu diharapkan dapat diikuti oleh penawaran yang
tinggi pula yang nantinya akan mengakibatkan peningkatan pada pertumbuhan
ekonomi. Juga teori fungsi produksi yang dikemukakan oleh Cobb Douglas
yang menitikberatkan pada modal, teknologi dan tenaga kerja dalam
menaikkan pertumbuhan ekonomi. Dan model pertumbuhan Harrord-Domar,
yang menyatakan bahwa untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan
investasi baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok
modal.
Untuk inflasi, seperti yang dikemukakan oleh Nopirin dan Keynes
bahwa dengan adanya inflasi yang mengakibatkan terjadinya kenaikan harga
64
umum barang secara terus-menerus selama satu periode tertentu akan
mengurangi
produktivitas
dan
daya
beli
masayarakat
yang
dapat
memperlambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, menurut bank Indonesia,
inflasi yang bertambah serius akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat
menurun, ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan
seperti konsumsi, produksi dan investasi, hal ini akan memperlambat
pertumbuhan ekonomi. Juga untuk ekspor neto, teori yang digunakan adalah
teori tentang perdagangan internasional oleh Adam Smith, David Ricardo dan
Hecksher-Ohlin yang mengemukakan tentang pentingnya perdagangan
internasional dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang dilakukan
melalui spesialisasi berdasarkan cost dan production comparative advantage,
opportunity cost dan keunggulan mutlak dari perdagangan antar negara.
Selanjutnya, penjabaran ini dapat dilihat secara lebih sederhana pada
Gambar. 2.1. Kerangka Pemikiran berikut ini yang mencoba untuk
menjelaskan kerangka pikir secara lebih sistematis.
65
Gambar. 2.1
Kerangka Berpikir
Investasi (PMDN dan PMA)
1. Keynes
Modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Cobb Douglas
Modal, teknologi dan tenaga kerja berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
3. Harrord-Domar
Dibutuhkan investasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Inflasi
1. Keynes
Inflasi
berpengaruh
pertumbuhan ekonomi
2. Nopirin
Inflasi
berpengaruh
pertumbuhan ekonomi
3. Bank Indonesia
Inflasi
berpengaruh
pertumbuhan ekonomi
negatif
terhadap
Pertumbuhan Ekonomi
negatif
terhadap
negatif
terhadap
Ekspor Neto
1. Adam Smith
Kegiatan perdagangan internasional dengan spesialisasi berdasarkan
keunggulan absolut berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi.
2. David Ricardo
Kegiatan perdagangan internasional berdasarkan cost dan
production comparative advantage berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
3. Hecksher-Ohlin
Kegiatan perdagangan internasional dengan spesialisasi berdasarkan
opportunity cost berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi.
66
D. Hipotesis
Perumusan hipotesis untuk penelitian ―Analisis Pengaruh Ekspor Neto,
Inflasi,
Penanaman
Modal
Asing
dan
Penanaman
Modal
Dalam
Negeriterhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012‖
adalah:
1. Hipotesis I
Ha: Terdapat hubungankausalitas antara variabel Ekspor Neto, Inflasi,
Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012.
H0: Secara keseluruhan variabel Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal
Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri tidak mempunyai
hubungan kausalitas terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia
Periode 2000-2012.
2. Hipotesis II
Ha: Terdapat
hubungan kontribusi antara
Penanaman
Modal
Asing
dan
Ekspor Neto,
Penanaman
Modal
Inflasi,
Dalam
Negeriterhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 20002012.
H0: Secara keseluruhan tidak terdapat kontribusi antara Ekspor Neto,
Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam
67
Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 20002012.
3. Hipotesis III
Ha: Terdapat variabel yang mempunyai pola guncangan (shock)
positifantara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan
Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Indonesia Periode 2000-2012.
H0: Secara keseluruhan tidak terdapat sebuah variabel yang mempunyai
pengaruh guncangan (shock) antara Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman
Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012.
68
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai dalam ―Analisis Pengaruh Ekspor Neto,
Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 2000-2012‖ adalah
penelitian analitik. Penelitian analitik ini bertujuan untuk dapat mengambil
kesimpulan secara umum dan membuktikan hipotesis mengenai hubungan
sebab-akibat/kausal.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
didapat dengan mengakses dari internet dan studi kepustakaan, berupa data
time series. Populasi dalam penelitian ini adalah Ekspor Neto, Inflasi,
Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeridan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Pada tahap awal penelitian, penulis mencoba mencari masalah yang
dianggap menarik, yaitu pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang bisa tetap
bertahan di kisaran 6% selama beberapa tahun terakhir terlepas dari adanya
krisis pada tahun 2008. Tahap selanjutnya adalah penulis melihat faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi tersebut yang kemudian akan
dijadikan variabel independen atau variabel bebas dalam penelitian ini. Tahap
69
selanjutnya adalah pengumpulan data yang terkait dengan penelitian ini, yaitu
data Ekspor Neto, Inflasi, Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal
Dalam Negeri dan Pertumbuhan Ekonomi—yang dilihat dari data Produk
Domestik Bruto— di Indonesia pada periode 2000-2012.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi penelitian ini berupa data dari pertumbuhan ekonomi, PMA,
PMDN, Inflasi dan Ekspor Neto sedangkan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, PMA, PMDN Inflasi dan Ekspor
Neto di Indonesia selama periode 2000-2012.
Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah judgement sampling.
Judgement sampling adalah salah satu jenis purposive sampling selain quota
sampling, di mana peneliti memilih sampel berdasarkan penilaian terhadap
beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud
penelitian. (Mudrajad Kuncoro, 2009: 139).
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder, di mana metode
pengumpulan data tersebut antara lain didapat melalui:
1. Internet
Data yang diperoleh dari internet yang berhubungan dengan tema
skripsi.
70
2. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah data yang peneliti peroleh dari jurnal,
buku-buku, dan bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan tema
skripsi ini.
3. Sumber Data
Semua data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
sekunder yang diperoleh dari Bank Indonesia, Badan Koordinasi
Penanaman Modaldan BPS. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Pertumbuhan Ekonomi
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang digunakan adalah data
pertumbuhan Produk Domestik Bruto menurut harga konstan 2000di
Indonesia, berdasarkan data yang diperoleh dari publikasi BPS,
Statistik Indonesia berbagai edisi. Data ini berupa data sekunder dalam
periode 2000 – 2012 (time series).
b. PMDN dan PMA
Data yang digunakan adalah data PMDN dan PMA yang
diperoleh dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi, Bank
Indonesia dan publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal berbagai
edisi. Data ini berupa data sekunder dalam periode 2000 – 2012 (time
series).
71
c. Inflasi
Data inflasi yang digunakan adalah data inflasi berdasarkan
harga konstan menurut tabel laporan Inflasi pada situs resmi Bank
Indonesia. Data ini berupa data sekunder dalam periode 2000 – 2012
(time series).
d. Ekspor Neto
Data yang digunakan adalah olahan dari data Ekspor dan Impor
di Indonesia, berdasarkan data yang diperoleh dari publikasi BPS,
Statistik Indonesia berbagai edisi. Data ini berupa data sekunder dalam
periode 2000 – 2012 (time series).
D. Metode Analisis Data
VAR (Vector Autoregressive) merupakan regresi sederhana dari
persamaan:
Xt =
1
Xt-1 +
t......................................................................(3.1)
Di mana Xt = vektor dari time series yang stasoner dan
pada time series yang white noise dengan matrik kovarian
t
= vektor
.
Model ekonometrika yang sering digunakan dalam analisis kebijakan
makroekonomi dinamik dan stokastik adalah model VAR. Siregar dan Irawan
(2005) menjelaskan bahwa VAR merupakan suatu sistem persamaan yang
memperlihatkan setiap variabel sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai
72
lag (lampau) dari variabel itu sendiri, serta nilai lag dari variabel lain yang ada
dalam sistem. Variabel penjelas dalam VAR meliputi nilai lag seluruh variabel
tak bebas dalam sistem VAR yang membutuhkan identifikasi retriksi untuk
mencapai persamaan melalui interpretasi persamaan(Shochrul R. Ajija, dkk,
2011: 163).
VAR dengan ordo p dan n buah variabel tak bebas pada periode t dapat
dimodelkan sebagai berikut:
Yt = A0 +A1Yt-1+ A2Yt-2 + … + ApYt-p +
t ..........................(3.2)
Di mana:
Yt
= Vektor variabel tak bebas (Y1,t, Y2,t, Y3,t)
A0
= Vektor intersep berukuran n 1
A1
= Matriks parameter berukuran n 1
i
= Vektor residual (
1,t,
2,t,
3,t)
berukuran n 1
Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua
variabel dependen bersifat stasioner, semua sisaan bersifat white noise, yaitu
memiliki rataan nol, ragam konstan, dan di antara variabel tak bebas tidak ada
korelasi. Uji kestasioneran data dapat dilakukan melalui pengujian terhadap
ada tidaknya unit root dalam variabel dengan uji Augmented Dickey Fuller
(ADF), adanya unit root akan menghasilkan persamaan atau model regresi
yang lancung. Pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi persamaan regresi
lancung adalah dengan melakukan diferensiasi atas variabel endogen dan
eksogennya, sehingga diperoleh variabel yang stasioner dengan derajat I(n).
73
Kestasioneran data melalui pendiferensialan belum cukup, kita perlu
mempertimbangkan keberadaan hubungan jangka panjang dan jangka pendek
dalam model. Pendeteksian keberadaan kointegrasi ini dapat dilakukan dengan
metode
Johansen
atau
Engel-Granger.
Jika
variabel-variabel
tidak
terkointegrasi, maka dapat diterapkan VAR standar yang hasilnya akan identik
dengan OLS, setelah memastikan variabel tersebut sudah stasioner pada
derajat (ordo) yang sama. Jika pengujian membuktikan terdapat vektor
kointegrasi, maka dapat diterapkan ECM untuk single equation atau VECM
untuk system equation.
Ciri-ciri VAR:
1. Bersifat ateori, artinya tidak berlandas teori dalam menentukan model
regresi.
2. Memperlakukan semua variabel secara endogen (tidak dibedakan
independen atau dependen).
3. Perangkat estimasi yang digunakan adalah uji kasualitas Granger, estimasi
VAR,
fungsi
IRF
(Impulse
Response
Function)
dan
variance
decomposition.
4. Uji kausalitas Granger digunakan untuk melihat apakah terdapat hubungan
antara variabel dan estimasi VAR digunakan untuk melihat apakah
variabel X mempengaruhi variabel Y, demikian pula sebaliknya.
5. IRF digunakan untuk melacak respons saat ini dan masa depan setiap
variabel akibat shock suatu variabel tertentu.
74
6. Variance Decomposition, memberikan informasi mengenai kontribusi
(persentase) varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel
tertentu.
Kelemahan VAR:
1. Model VAR merupakan model yang ateori atau tidak berdasarkan teori,
hal ini tidak seperti pada persamaan simultan yang variabel-variabelnya
memiliki peranan penting dalam mengidentifikasi model.
2. Pada model VAR, penekanannya terletak pada peramalan sehingga model
ini kurang cocok digunakan dalam menganalisis kebijakan.
3. Permasalahan yang besar dalam model VAR adalah pada pemilihan (lag
length)panjang lag yang tepat. Oleh karena semakin panjang lag, jumlah
parameter yang akan bermasalah pada derajat bebas (degrees of freedom—
df) akan bertambah.
4. Variabel yang tergabung pada model VAR harus stasioner. Apabila tidak
stasioner , perlu dilakukan transformasi bentuk data, misalnya melalui first
difference.
5. Sering ditemui kesulitan dalam menginterpretasi setiap koefisien pada
estimasi model VAR sehingga sebagian besar peneliti melakukan
interpretasi pada estimasi fungsi IRF dan variance decompotition.
75
Langkah-langkah VAR:
1. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi model
ekonomi dengan data time series adalah dengan menguji stasioneritas pada
data atau disebut juga stationary stochastic process. Uji stasioneritas data
ini dapat dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller
(ADF) pada derajat yang sama (level atau different) hingga diperoleh suatu
data yang stasioner, yaitu data yang variansnya tidak terlalu besar dan
mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya.(Shochrul
R. Ajija, dkk, 2011: 165).
Jika dalam uji stasioneritas ini menunjukkan nilai ADFSTATISTIK
yang lebih besar daripada Mackinnon critical value, maka dapat diketahui
bahwa data tersebut stasioner karena tidak memgandung unit root.
Sebaliknya, jika nilai ADFSTATISTIK yang lebih kecil daripada Mackinnon
critical value, maka dapat disimpulkan data tersebut tidak stasioner pada
derajat level. Dengan demikian, differencing data untuk memperoleh data
yang stasioner pada derajat yang sama di first differentI(1) harus
dilakukan, yaitu dengan mengurangi data tersebut dengan data periode
sebelumnya.Differencing data ini dalam pengertian ekonominya adalah
untuk melihat pertumbuhan suatu variabel dari satu periode dengan
periode sebelumnya.
76
2. Penentuan Lag Length
Salah satu permasalahan yang terjadi dalam uji stasioneritas adalah
penentuan lag optimal. Haris (1995: 65) menjelaskan bahwa jika lag yang
digunakan dalam uji stasioneritas terlalu sedikit, maka residual dari regresi
tidak akan menampilkan proses white noise sehingga model tidak dapat
mengestimasi actual error secara tepat. Namun demikian,
jika
memasukkan terlalu banyak lag, maka dapat mengurangi kemampuan
untuk menolak H0 karena tambahan parameter yang terlalu banyak akan
mengurangi derajat bebas(Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 166).
Selanjutnya untuk mengetahui jumlah lag optimal yang digunakan
dalam uji stasioneritas, berikut adalah kriteria yang digunakan:
Akaike Information Criterion (AIC)
:
.......(3.3)
Schwarz Information Criterion (SIC)
:
.........(3.4)
Hannan-Quinn Information Criterion (HQ) :
...(3.5)
Di mana:
1 = Nilai fungsi log likelihood yang jumlahnya dengan sum of
squared residual
T = Jumlah observasi
k = Parameter yang diestimasi
Dalam penentuan lag optimal dengan menggunakan kriteria
informasi tersebut, dipilih kriteria yang mempunyai final prediction error
77
correction (FPE) atau jumlah dari AIC, SIC dan HQ yang paling kecil di
antara berbagai lag yang diajukan.
3. Uji Kausalitas Granger
Metode yang digunakan untuk menganalisa hubungan kausalitas
antar variabel yang diamati adalah dengan Uji Kausalitas Granger. Dalam
penelitian ini, uji kausalitas Granger digunakan untuk melihat arah
hubungan di antara variabel-variabel.
Secara umum, suatu persamaan Granger dapat diinterpretasikan
sebagai berikut:
a. Unindirectional causality dari variabel dependen ke variabel
independen. Hal ini terjadi ketika koefisien lag variabel dependen
secara statistik signifikan berbeda dengan nol, sedangkan koefisien lag
seluruh variabel independen sama dengan nol. Dalam ilmu ekonomi
ketergantungan suatu variabel Y (variabel tak bebas) atas variabel lain
X (variabel yang menjelaskan) jarang bersifat seketika. Sangat sering,
Y bereaksi terhadap X dengan suatu selang waktu. Selang waktu
seperti itu disebut suatu lag. (Gujarati, 1999: 234).
b. Feedback/bilaterall causality jika koefisien lag seluruh variabel, baik
variabel dependen maupun independen secara statistik signifikan
berbeda dengan nol.
78
c. Independence jika koefisien lag seluruh variabel, baik variabel
dependen maupun independen secara statistik tidak berbeda dengan
nol.
4. Estimasi VAR
Dalam estimasi VAR, model VAR yang digunakan adalah:
Selanjutnya, dari hasil estimasi VAR, untuk melihat apakah
variabel Y mempengaruhi X dan demikian pula sebaliknya, kita dapat
mengetahuinya dengan cara membandingkan nilai t-statistichasil estimasi
dengan t-table. Jika nilai t-statisticlebih besar daripada nilai t-tablenya,
maka dapat dikatakan bahwa variabel Y memengaruhi X.
5. IRF (Impulse Response Function)
IRF menggambarkan ekspektasi k-periode ke depan dari kesalahan
prediksi suatu variabel akibat inovasi dari variabel yang lain. Dengan
demikian, lamanya pengaruh dari shockatau guncangan suatu variabel
terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik
keseimbangan dapat dilihat atau diketahui. IRF menunjukkan pola dinamis
dari suatu variabel yang terkenapengaruh guncangan ekonomi dan melihat
79
seberapa besar pengaruh yang dirasakan oleh variabel tersebut berdampak
pada variabel lain.
6. Variance Decomposition
Variance decomposition atau disebut juga forecast error variance
decomposition merupakan perangkat pada model VAR yang akan
memisahkan variasi dari sejumlah variabel yang diestimasi menjadi
komponen-komponen shock atau menjadi variabel innovation, dengan
asumsi bahwa variabel-variabel innovation tidak saling berkorelasi.
Kemudian, variance decomposition akan memberikan informasi mengenai
proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap
shock variabel lainnya pada periode saat ini dan periode yang akan datang.
(Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 168).
E. Operasional Variabel Penelitian
Operasional
variabel
penelitian
adalah
sebuah
konsep
yang
mempunyai penjabaran dari variabel yang diterapkan dalam suatu penelitian
dan dimaksudkan untuk memastikan agar variabel yang ingin diteliti secara
jelas dapat ditetapkan indikatornya.
80
Tabel. 3.1
Operasionalisasi Variabel
Variabel
Skala
Satuan
Ekspor Neto
Inflasi
PMA
PMDN
Pertumbuhan Ekonomi
Ratio
Ratio
Ratio
Ratio
Ratio
Numeric
Numeric
Numeric
Numeric
Numeric
Dalam penelitian ini dibutuhkan suatu definisi konseptual untuk
menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti. Maka definisi
konseptual yang hendak digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah:
1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan
ekonomi
perkembangan ekonomi
yang
suatu
negara
terjadi di
mengukur
negara tersebut.
prestasi
Suatu
perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah
produksi barang dan jasanya meningkat. (Prathama Rahardja, 2004: 117).
Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diukur dari nilai PDB dalam
satuan miliar rupiahyang telah melalui proses differencing sehingga
dihasilkan nilai pertumbuhan PDB.
2. PMDN dan PMA
Penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik
81
Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan
menggunakan modal dalam negeri.
Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan
oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing
sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam
negeri. (UU no. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal). Nilai PMA
dan PMDN dalam penelitian ini diukur dalam satuan miliar rupiah.
3. Inflasi
Inflasi adalah peningkatan tingkat harga keseluruhan. Inflasi terjadi
ketika banyak harga naik secara serentak. Kita mengukur inflasi dengan
melihat jumlah barang dan jasa yang besar serta menghitung peningkatan
rata-rata harganya selama beberapa periode waktu tertentu. (Case Fair,
2007: 57).Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang
secara terus-menerus.(Nopirin, 2009: 25). Nilai inflasi dalam penelitian ini
diukur dalam satuan persen (%).
4. Ekspor Neto
Menurut Case & Fair (2007: 387), ekspor neto merupakan selisih
antara ekspor total dengan impor total suatu negara. Apabila nilai ekspor
neto positif, berarti nilai ekspor lebih besar dari nilai impor dan apabila
82
nilai ekspor neto negatif, berarti nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor.
Nilai ekspor neto dalam penelitian ini diukur dalam satuan miliar rupiah.
83
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia diukur dari nilai PDB
berdasarkan harga konstan.Berikut adalah perkembangan PDB pada tahun
2000-2012.
Gambar 4.1
Grafik PDB tahun 2000-2012
PDB (miliar rupiah)
800000
700000
600000
500000
400000
300000
200000
100000
0
2000.I
2000.IV
2001.III
2002.II
2003.I
2003.IV
2004.III
2005.II
2006.I
2006.IV
2007.III
2008.II
2009.I
2009.IV
2010.III
2011.II
2012.I
2012.IV
PDB (miliar rupiah)
Sumber: Publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan tabel Quarterly GDP Constant Price based on Year 2000pada situs resmi Bank Indonesia.
Serta berikut ini adalah perkembangan laju PDB pada tahun 20002012:
84
Gambar 4.2
Grafik Laju PDB tahun 2000-2012
Laju PDB (%)
8
6
4
2
0
Laju PDB (%)
Sumber: Publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan tabel Quarterly GDP Constant Price based on Year 2000pada situs resmi Bank Indonesia.
Berdasarkan pada gambar 4.2, pada tahun 2001 terjadi penurunan
pada laju PDB dari 4.90% menjadi 3.32%. Penurunan pertumbuhan PDB
tersebut terjadi pada hampir semua sektor ekonomi. Penurunan laju
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2001 ini merupakan dampak eksternal
dari serangan teroris terhadap gedung WTC dan Pentagon di Amerika
Serikat. PDB pasca tragedi 11 September tesebut mengalami pertumbuhan
negatif sebesar minus 1.21%. (BPS, 2001: 14).
Pada tahun 2005, perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar
5.68%. Penurunan pertumbuhan ekonomi terasa pada triwulan terakhir
tahun 2005 sebagai dampak pemerintah menaikkan harga bahan bakar
minyak (BBM) 2 kali lipat, tepatnya tanggal 1 Oktober 2005. Kenaikan
tersebut serta merta membuat daya beli masyarakat turun yang kemudian
berakibat pada penurunan nilai produksi. Seiring dengan tingginya laju
85
inflasi selama tahun 2005 yang merupakan dampak langsung kenaikan
harga BBM, maka tantangan menjaga stabilitas moneter menjadi semakin
berat di tengah kondisi perbankan domestik yang mengalami ekses
likuiditas (BPS, 2005: 14).
Memasuki awal 2006, kondisi perekonomian masih sangat
dipengaruhi oleh dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan
tingginya suku bunga sebagai konsekuensi dari penyesuaian kebijakan
fiskal dan moneter yang ditempuh untuk mengatasi guncangan
ketidakstabilan makro ekonomi selama 2005. Pertumbuhan konsusmi
rumah tangga melambat sebagai akibat menurunnya daya beli masyarakat,
meskipun kebijakan fiskal Pemerintah dalam bentuk kompensasi
pendapatan. Seiring dengan melambatnya konsumsi, daya serap pasar
melemah dan kian menambah berat kondisi dunia usaha yang telah
memikul beban tingginya ongkos produksi. Minat untuk melakukan
ekspansi usahapun menyurut akibat masih tersedianya kapasitas produksi
yang belum dimanfaatkan dan rendahnya optimisme pelaku ekonomi
terhadap prospek perekonomian (BPS, 2006: 13).
Pada tahun 2008 Indonesia mengalami krisis ekonomi sebagai
imbas dari krisis finansial di Amerika Serikat dan menjadi krisis keuangan
global tahun 2008. Tetapi berkat pengalaman dari krisis pada tahun 1998
silam, Pemerintah telah mengupayakan empat langkah kebijakan, yaitu:
pemulihan
permintaan
swasta,
pemulihan
kepercayaan
publik,
86
pembenahan sistem perbankan yang efisien dan resolusi pada hutang
korporat. Hasilnya adalah hingga tahun 2008, telah banyak kemajuan yang
tercapai. Situasi tersebut antara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia
dalam jalur di atas 6%, diringi dengan peningkatan pendapatan per kapita,
sumber pertumbuhan makin bertumpu pada sumber dalam negeri, resiko
ekonomi makro makin menurun dan perbankan yang jauh lebih sehat.
Dengan modal itu, keterpurukan ekonomi tidak sampai terjadi lagi ketika
tahun 2008 Indoneisa juga terkena imbas keuangan global.Secara umum
perekonomian Indonesia tahun 2008 mencatat perkembangan yang cukup
baik di tengah terjadinya gejolak eksternal. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia secara keseluruhan mencapai 6.06% pada 2008 atau sedikit
lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 6.28%.
Dilihat dari sumbernya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut terutama
didukung oleh konsumsi swasta dan ekspor(BPS, 2008: 11-14).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 tercatat 4.5%,
turun dibandingkan 2008 yang mencapai 6.1%. kontraksi pertumbuhan
ekonomi pada 2009 ini diakibatkan turunnya ekspor. Pada periode tersebut
pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha penangkutan dan
komunikasi yang tumbuh 15.5%. Sedangkan dari sisi penggunaan,
pertumbuhan tertinggi terjadi pada konsumsi pemerintah, meskipun sektor
tersebut bukan yang memberikan konstribusi tertinggi (BPS, 2009: 12).
87
Selama tahun 2010, kinerja perekonomian domestik terus
mengalami perbaikan walaupun berada di tengah ketidakseimbangan
pemulihan ekonomi global.
Hal
ini ditunjukkan dengan angka
pertumbuhan PDB yang meningkat tinggi dan surplus neraca pembayaran
yang cukup besar. Pertumbuhan ekonomi mencapai 6.1%, lebih tinggi dari
pertumbuhan tahun 2009 yang hanya mencapai 4.6%. Peningkatan
tersebut didukung oleh sumber pertumbuhan yang semakin berimbang
seperti pada peningkatan peran investasi dan kinerja ekspor yang
meningkat (BPS, 2010: 16).
2. Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN)
Perkembangan PMA dan PMDN di Indonesia selama periode
2000-2012cenderung fluktuatif seperti terlihat dari gambar di bawah ini:
Gambar 4.3
Grafik PMA dan PMDN tahun 2000-2012
30000
25000
20000
15000
PMA (miliar rupiah)
10000
PMDN (miliar rupiah)
5000
2000.I
2000.IV
2001.III
2002.II
2003.I
2003.IV
2004.III
2005.II
2006.I
2006.IV
2007.III
2008.II
2009.I
2009.IV
2010.III
2011.II
2012.I
2012.IV
0
Sumber: Publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal berbagai edisi dan tabel
Financial Account: Direct Investment pada situs resmi Bank Indonesia
88
Berdasarkan pada gambar 4.3, kegiatan investasidi Indonesia, baik
PMA maupun PMDN, pada pertengahan tahun 2000 mengalami
peningkatan. Peningkatan ini antara lain didorong oleh mulai tersedianya
pembiayaan dari sisi perbankan di samping tetap besarnya penggunaan
dana sendiri (self financing). Perkembangan PMA di Indonesia pada tahun
2000 belum stabil, ini dikarenakan belum pulihnya kepercayaan
internasional akan prospek pemulihan ekonomi Indonesia pasca krisis
tahun 1998 (BPS, 2000: 5).
Pada tahun 2001 terjadi penurunan pada investasi baik PMA
maupun PMDN di Indonesia, yang diakibatkan oleh tingginya risiko
investasi akibat masih adanya gangguan keamanan, ketidakpastian
penegakan hukum, dan perselisihan perburuhan yang merupakan dampak
dari gejolak politik yang berujung pada pergantian pemerintahan di
pertengahan 2001. Di samping itu, faktor keterbatasan pembiayaan
investasi akibat belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan dan adanya
peraturan-peraturan baru yang terkait dengan penerapan otonomi daerah
juga turut membatasi kegiatan investasi (BPS, 2001: 6). Tetapi keadaan ini
tidak berlangsung lama berkat usaha pemerintah dalam meningkatkan
stabilitas keamaan dalam negeri dan menciptakan iklim investasi yang
kemudian dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya baik
investor dalam negeri maupun luar negeri, hal ini terlihat dengan
89
terjadinya peningkatan pada PMA dan PMDN di Indonesia pada
pertengahan akhir tahun 2000 (Bank Indonesia, 2001: 37).
Investasi yang diperkirakan akan membaik pada paro kedua 2002
ternyata
masih
menunjukkan
kecenderungan
yang
kurang
menggembirakan sehingga secara keseluruhan justru mengalami kontraksi
sebesar 0,2%, jauh lebih rendah dari tahun 2001 (7,7%) dan 2000 (13,8%).
Melambatnya pertumbuhan investasi ini konsisten dengan melemahnya
aktivitas konstruksi danmenurunnya impor bahan baku dan barang-barang
modal seperti mesin dan peralatan. Memburuknyapertumbuhan investasi
juga diindikasikan dari menurunnya nilai persetujuan investasi, baik
PMAmaupun PMDN, yang masing-masing mengalami penurunan sebesar
35,3% dan 57,0%. Dari sisipembiayaan, melemahnya investasi tercermin
dari masih terbatasnya kredit investasi bank (Bank Indonesia, 2002: 5).
Pada tahun 2003 akhir, rendahnya laju inflasi diiringi dengan
membaiknya bidang perbankan. Hal ini diperlihatkan dengan terus
menurunnya suku bunga bank selama tahun 2003. Suku bunga deposito
berjangka Bank Umum 1 bulan pada tahun 2003 hanya sebesar 6.62%.
Membaiknya
beberapa
indikator
ekonomi
seperti
peningkatan
pertumbuhan ekonomi, rendahnya laju inflasi dan suku bunga selama
tahun 2003, menarik para investor baik investor dalam negeri maupun luar
negeri untuk menanamkan modalnya (BPS, 2003: 13). Stabilitas ekonomi
makro yang telah terpelihara di tahun 2004, sebagaimana tercermin dari
90
relatif rendahnya inflasi yang disertai dengan nilai tukar yang realistis
telah berhasil mengurangi biaya untuk memelihara kestabilan tersebut.
Kondisi ekonomi makro tersebut telah mendorong peningkatan kegiatan
investasi pada semester 2 tahun 2004, dimana pada semester pertama para
investor baik investor dalam negeri maupun luar negeri masih khawatir
untuk menanamkan modalnya akibat adanya perhelatan pemilihan umum
yang dikhawatirkan akan terjadi kerusuhan (BPS, 2004: 12).
Pada tahun 2005 Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak
(BBM) 2 kali lipat, tepatnya tanggal 1 Oktober 2005. Kenaikan tersebut
serta merta membuat daya beli masyarakat turun yang kemudian berakibat
pada penurunan nilai produksi. Seiring dengan tingginya laju inflasi
selama tahun 2005 yang merupakan dampak langsung kenaikan harga
BBM, maka tantangan menjaga stabilitas moneter menjadi semakin berat
di tengah kondisi perbankan domestik yang mengalami ekses likuiditas.
Dalam situasi demikian, Bank Indonesia mengambil langkah konsisten
untuk mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar melalui
kebijakan moneter yang cenderung ketat. Kenaikan harga BBM dan
pengetatan moneter dunia memberikan dampak pada pelemahan nilai tukar
dan kondisi perbankan di Indonesia yang pada gilirannya memperlambat
pertumbuhan investasi baik PMA maupun PMDN (BPS, 2005: 14-18).
Terjadi peningkatan pada PMDN dan PMA di awal 2006
diakibatkan oleh tingkat inflasi dan suku bunga yang berangsur menurun,
91
dengan menurunnya suku bunga maka ini merupakan kesempatan emas
bagi para investor untuk menanamkan modalnya di dalam negeri. Tetapi
itu tidak berlangsung lama karena pada pertengahan 2006 pertumbuhan
permintaan domestik melambat yang dipengaruhi oleh pertumbuhan
konsumsi yang cenderung menurun. Ini merupakan dampak langsung
maupun tidak langsung dari kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 serta
investasi yang merosot tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya
(BPS, 2006: 15).Stabilitas makroekonomi yang terjaga menopang
tingginya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007,bahkan mencapai
tingkat tertinggi di periode pascakrisis, yakni 6,32%. Akselerasi
pertumbuhan
ekonomi
tersebutterutama
didukung
oleh
tingginya
pertumbuhan permintaan domestik, baik konsumsi masyarakatmaupun
investasi. Konsumsi masyarakat meningkat seiring dengan membaiknya
daya beli. Sementara itu,pertumbuhan investasi baik PMA maupun PMDN
didukung oleh membaiknya persepsi investor, meningkatnya return on
investment dan ketersediaan pembiayaan yang memadai termasuk dari
perbankan dan pasar keuanganpada umumnya (Bank Indonesia, 2007: 4).
Pada tahun 2008 baik dari sektor PMA maupun PMDN sama-sama
mengalami penurunan yang diakibatkan oleh dampak krisis global. Di saat
nilai PMA masih terpuruk, PMDN mulai bangkit di awal 2009 berkat
empat langkah kebijakan yang diupayakan oleh Pemerintah untuk
mengantisispasi krisis setelah 1998. Kebijakan-kebijakan tersebut yaitu:
92
pemulihan
permintaan
swasta,
pemulihan
kepercayaan
publik,
pembenahan sistem perbankan yang efisien dan resolusi pada hutang
korporat. Hasilnya adalah hingga tahun 2008, telah banyak kemajuan yang
tercapai. Situasi tersebut antara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia
dalam jalur di atas 6%, diringi dengan peningkatan pendapatan per kapita,
sumber pertumbuhan makin bertumpu pada sumber dalam negeri, resiko
ekonomi makro makin menurun dan perbankan yang jauh lebih sehat
(BPS, 2008: 19). Pada tahun 2009 dengan berbagai kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia seperti kebijakan untuk
memasukkan risiko operasional sebagai salah satu faktor dalam
perhitungan
kecukupan
modal,
sangat
berpengaruh
positif
pada
perkembangan investasi baik dari sektor PMA maupun PMDN, ini telihat
dengan peningkatan pada PMDN selama tahun 2009 dan juga pada PMA,
walaupun masih ada investor asing yang masih mendapat imbas dari krisis
global tahun 2008 (Bank Indonesia, 2009: 14).
Perbankan Indonesia mencatat kinerja yang positif selama 2011.
Meskipun dihadapkan pada perlambatan ekonomiglobal, ekonomi
Indonesia yang tumbuh hingga 6,5% pada 2011 memberikan peluang bagi
perbankan untukmelanjutkan kinerja positif tahun sebelumnya. Kinerja
positif
tersebut
ditunjukkan
oleh
optimalnya
fungsi
intermediasiperbankan, permodalan yang kuat, dan sumber pendanaan
yang memadai.Ini didukungpula oleh penurunan suku bunga kredit
93
perbankan dan penerapan prinsip kehati-hatian bank yang cukup
efektifdalam memperkuat penyerapan risiko. Walaupun tidak stabil, tetapi
perkembangan PMDN dan PMA di Indonesia cenderung fluktuatif positif
hingga tahun 2012 dengan negara yang paling banyak menanamkan
investasinya di Indonesia adalah Jepang dari segi otomotif dan Singapura
dari segi properti, hal ini juga didukung oleh iklim usahayang kondusif
dan optimisme pelaku usaha terhadapprospek ekonomi. (Bank Indonesia,
2012: 51).
3. Inflasi
Perkembangan inflasi di Indonesia cukup fluktuatif selama periode
2000-2012. Kenaikan tertinggi pada inflasi terjadi pada tahun 2005 yang
diakibatkan oleh naiknya harga BBM. Perkembangan inflasi tahun 20002012 dapat dilihat pada gambar 4.4.
Gambar 4.4
Grafik Inflasi tahun 2000-2012
Inflasi (%)
20
15
10
5
0
2012.IV
2012.I
2011.II
2010.III
2009.IV
2009.I
2008.II
2007.III
2006.IV
2006.I
2005.II
2004.III
2003.IV
2003.I
2002.II
2001.III
2000.IV
2000.I
Inflasi (%)
Sumber: Tabel laporan Inflasipada situs resmi Bank Indonesia.
94
Berdasarkan pada Gambar. 4.4, dapat dilihat bahwa tingkat inflasi
pada tahun 2001 jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2000,
yaitu telah mencapai 12.55%. Faktor penyebab tingginya tingkat inflasi
pada 2001 ini adalah karena kebijaksanaan pemerintah menaikkan harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) pada pertengahan Juni 2001 yang diikuti
oleh kenaikan tarif dasar listrik dan kenaikan pulsa telepon (BPS, 2001:
14). Laju inflasi tahun 2003 tercatat sebesar 5.06% jauh lebih rendah
dibandingkan angka
tahun
sebelumnya
yang
mencapai 10.03%.
Rendahnya laju inflasi tersebut terutama disebabkan oleh normalnya
kembali pasokan barang dan membaiknya jalur distribusi barang. Selain
itu, keputusan pemerintah menunda kenaikan tarif listrik dan telepon pada
kuartal terakhir tahun 2003 juga turut berperan terhadap rendahnya laju
inflasi selama tahun 2003. Rendahnya laju inflasi diiringi dengan
membaiknya bidang perbankan (BPS, 2003: 11).
Lonjakan inflasi pada kuartal akhir tahun 2005 terutama
dipengaruhi oleh dampak signifikan kenaikan harga BBM baik melalui
dampak langsung (first round) maupun dampak lanjutan (second round).
Kenaikan harga BBM sebanyak dua kali pada 2005, khususnya kenaikan
kedua pada tanggal 1 Oktober 2005, mengakibatkan inflasi melonjak
menjadi dua digit. Selain itu, beberapa kebijakan administered prices
lainnya seperti harga rokok, tarif tol, dan PAM juga turut mendorong
kenaikan harga-harga. (Bank Indonesia, 2006: 83).
95
Tingginya tekanan inflasi selepas kenaikan harga BBM Oktober
2005 menuntut Bank Indonesia dan pemerintah mengambil langkahlangkah kebijakan untuk mengendalikan sumber-sumber tekanan inflasi.
Dalam perkembangannya, berbagai langkah kebijakan yang diambil Bank
Indonesia dan pemerintah berhasil mengendalikan sumber-sumber utama
tekanan inflasi(Bank Indonesia, 2007: 97). Hasilnya ditunjukkan dengan
penurunan tingkat inflasi pada tahun 2007 jika dibandingkan dengan
keadaan pada tahun 2006 awal.
Secara keseluruhan, tekanan inflasi pada tahun 2008 cukup tinggi.
Inflasi IHK pada tahun 2008 meningkat tajam bila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Sumber tekanan inflasi terutama berasal dari tingginya
lonjakan harga komoditas global terutama harga komoditas minyak dan
pangan. Selain berdampak pada imported inflation yang tinggi, lonjakan
harga minyak dunia juga berdampak pada kenaikan inflasi administered
seiring dengan kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM
bersubsidi. (Bank Indonesia, 2009: 25). Oleh karena itu, tingkat inflasi
tinggi pada pertengahan tahun 2008 yang pada akhirnya turun pada awal
tahun 2009. Inflasi pada tahun 2009 yang minimal tidak terlepas dari
pengaruh kebijakan Bank Indonesia dalam memulihkan kepercayaan pasar
sehingga nilai tukar Rupiah yang berada dalam tren menguat. Kondisi
tersebut pada gilirannya dapat mendukung membaiknya ekspektasi inflasi.
Perbaikan ekspektasi inflasi juga cukup besar dipengaruhi penurunan
96
inflasi kelompok barang administered dan inflasi kelompok volatile food.
(Bank Indonesia, 2009: 35).
Tekanan inflasi pada tahun 2010 mengalami peningkatan yang
signifikan dibandingankan dengan tahun sebelumnya. Dari sisi eksternal,
peningkatan inflasi sejalan dengan meningkatnya inflasi global sebagai
imbas meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan harga-harga komoditas
internasional. Dari sisi domestik, tekanan kenaikan inflasi muncul akibat
terganggunya
kelancaran
pasokan
bahan
makanan
yang
banyak
terpengaruh oleh anomali cuaca (Bank Indonesia, 2010: 25). Pada tahun
2012, inflasi menunjukkan tren yang menurun. Terkendalinya inflasi
didukung oleh penerapan bauran kebijakan moneter yang tepat dan
koordinasi kebijakan dengan pemerintah yang semakin solid dalam
mendorong kestabilan harga. Sejalan dengan langkah tersebut, inflasi inti
dapat terjaga pada level yang relatif rendah, sementara itu, inflasi volatile
food cenderung menurun sejalan dengan kecukupan pasokan dan
kelancaran distribusi (Bank Indonesia, 2012: 107).
4. Ekspor Neto
Menurut Case & Fair (2007: 387), ekspor neto merupakan selisih
antara ekspor total dengan impor total suatu negara. Apabila nilai ekspor
neto positif, berarti nilai ekspor lebih besar dari nilai impor dan apabila
nilai ekspor neto negatif, berarti nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor.
97
Perkembangan Ekspor Neto di Indonesia periode 2000-2012 dapat dilihat
pada gambar 4.5.
Gambar 4.5
Grafik Ekspor Neto tahun 2000-2012
Net Ekspor (miliar rupiah)
50000
40000
30000
20000
Net Ekspor (miliar rupiah)
10000
-10000
-20000
2000.I
2000.IV
2001.III
2002.II
2003.I
2003.IV
2004.III
2005.II
2006.I
2006.IV
2007.III
2008.II
2009.I
2009.IV
2010.III
2011.II
2012.I
2012.IV
0
Sumber: Publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi dan tabel Nilai Ekspor dan
Impor berdasarkan Sektor pada situs resmi Bank Indonesia.
Berdasarkan gambar 4.5, nilai ekspor neto cenderung fluktuatif
dari periode 2000 hingga 2004, walaupun begitu perkembangan ekspor
neto tetap stabil, ini dikarenakan penerimaan ekspor di Indonesia lebih
tinggi dari impor sehingga nilai ekspor neto positif. Kebijakan
perdagangan luar negeri Pemerintah diarahkan untuk mendukung upaya
peningkatan daya saing global produk Indonesia serta meningkatkan
peranan ekspor dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Kebijakan untuk
mendukung peningkatan ekspor tersebut diantaranya penyederhanaan
prosedur kepabeanan, peningkatan frekuensi dan optimalisasi upaya
diplomasi perdagangan baik
bilateral
maupun
multilateral,
serta
98
mengurangi secara bertahap hambatan-hambatan dalam perdagangan luar
negeri sesuai dengan komitmen internasional dengan tetap memperhatikan
kepentingan
nasional.
Selain kebijakan ekspor,
pemerintah
juga
mengeluarkan kebijakan di bidang impor yang diarahkan untuk menunjang
dan mendukung pertumbuhan industri dalam negeri khususnya yang
berorientasi ekspor, menjaga tersedianya kebutuhan barang dan jasa, dan
meningkatkan pendayagunaan devisa dalam menjaga keseimbangan
neraca pembayaran. Upaya pemerintah meningkatkan nilai ekspor dengan
mengeluarkan serangkaian kebijaksanaan tersebut membuahkan hasil. Hal
ini terlihat dengan semakin meningkatnya nilai ekspor dan impor
Indonesia dibandingkan dengan tahun sebelumnya (BPS, 2001: 13-20).
Di tengah permintaan domestik yang tumbuh melambat yang
merupakan dampak dari kenaikan harga BBM pada Oktober 2005, kinerja
ekspor tetap tumbuh tinggi. Ekspor barang dan jasa tumbuh lebih tinggi
dibandingkan dengan pertumbuhan impor, sehingga ekspor neto positif.
Selama 2006, net ekspor memberikan sumbangan positif sebesar 1.4%
terhadap pertumbuhan PDB, lebih baik dari tahun sebelumnya. Tingginya
pertumbuhan ekspor dipengaruhi oleh menguatnya permintaan dunia dan
tingginya harga komoditas primer (BPS, 2006: 16).
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia pada tahun 2009
mencapai US$ 116.51 miliar atau turun 14.98% dibanding periode
sebelumnya di tahun 2008. Negara utama tujuan ekspor terbesar adalah
99
Jepang diikuti Amerika Serikat dan Cina. Sementara, pada periode yang
sama nilai impor Indonesia mencapai US$ 96.83 miliar yang berarti
mengalami pernurunan sebesar 25.05% dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama
tahun 2009 masih ditempati oleh Cina, Jepang dan Singapura. Ini
mengakibatkan penurunan yang drastis pada ekspor neto (BPS, 2009: 12).
Neraca perdagangan luar negeri Indonesia pada tahun 2010
mengalami surplus yang cukup besar yakni mencapai US$ 22,12 miliar
yang didukung oleh kinerja ekspor yang tumbuh tinggi, meskipun di sisi
lain impor tumbuh lebih tinggi. Ekspor pada tahun 2012 mengalami
perlambatan yang disebabkan oleh berlanjutnya dampak pelemahan
ekonomi global, sehingga melambatnya permintaan dari negara mitra
dagang utama Indonesia seperti Cina dan India dan juga tren penurunan
harga komoditasdi pasar internasional. Dari sisi domestik, penurunan
kinerja ekspor disebabkan oleh kebijakan Pemerintah untuk mengetatkan
ekspor mineral mentah yang ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah
produk dalam jangka menengah.Sebaliknya, tingginya permintaan
domestik
untuk
kebutuhan
konsumsi
dan
investasimenyebabkan
peningkatan pada impor.Peningkatan impor yang lebih tinggi daripada
ekspor mengakibatkan nilai ekspor neto negatif atau neraca perdagangan
luar negeri Indonesia defisit. Tetapi pada 2012.III sejalan dengan semakin
lemahnya permintaan ekspor dan terbatasnya konsumsi pascalebaran,
100
pelaku usaha melakukan penyesuaian produksi yang berdampak pula pada
penurunan impor, walaupun keadaan ini tidak bertahan lama sehingga
impor kembali meningkat pada periode berikutnya (Bank Indonesia, 2012:
57).
B. Analisis dan Pembahasan
1. Analisis dan Interpretasi
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vector
Autoregressive
(VAR).
Berikut
akan
disajikan
hasil
uji
dan
pembahasannya.
a. Uji Stasioneritas Data & Derajat Integrasi
1) Uji Stasioneritas Data
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam estimasi
model ekonomi dengan data time series adalah dengan menguji
stasioneritas pada data atau disebut juga stationary stochastic
process. Uji stasioneritas data ini dapat dilakukan dengan
menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) pada derajat yang
sama (level atau different) hingga diperoleh suatu data yang
stasioner, yaitu data yang variansnya tidak terlalu besar dan
mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya.
(Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 165).
101
Tabel 4.1
Uji Stasioneritas Data
Probabilitas ADF
t-Statistic ADF
Variabel
PDB
Ekspor Neto
Inflasi
PMDN
PMA
0.1188
0.5213
0.1078
0.0010
0.0000
-3.098546
-2.121370
-3.146727
-4.963673
-6.479385
Critical Value (5% level)
-3.510740
-3.504330
-3.508508
-3.502373
-3.500495
Sumber: Lampiran 2
Berdasarkan Tabel. 4.1, terlihat bahwa variabel PMDN dan
PMA telah stasioner pada tingkat level atau I(0). Hal ini
disebabkan karena nilai probabilitas variabel PMDN dan PMA
lebih kecil dari
= 5%. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan
melihat pada Critical Value (5% level) yang nilainya lebih kecil
dibandingkan dengan t-Statistic ADF. Artinya, variabel PMDN
dan PMA telah stasioner pada tingkat level atau I(0). Sedangkan
untuk variabel PDB, Ekspor neto dan inflasi, karena nilai
probabilitasnya lebih besar daripada
= 5% dan Critical Value
(5% level) yang nilainya lebih besar dibandingkan dengan tStatistic ADF, maka variabel PDB, Ekspor Neto dan inflasi belum
stasioner pada tingkat level atau I(0). Dengan demikian, pengujian
dilanjutkan dengan uji derajat integrasi.
2) Uji Derajat Integrasi
Setelah dilakukan uji stasioneritas dan hasilnya adalah
variabel PDB, Ekspor Neto dan inflasi belum stasioner pada
102
tingkat level atau I(0), maka dilakukanlah uji derajat integrasi. Uji
derajat integrasi dilakukan dengan melihat probabilitas pada ADF
Unit Root Test dan dengan melihat pada tingkat differencekeberapa
variabel tersebut stasioner.
Tabel 4.2
Uji Derajat Integrasi (First Difference)
Probabilitas ADF
t-Statistic ADF
0.0023
-4.693650
0.0000
-15.54215
0.0005
-5.200760
Variabel
PDB
Ekspor Neto
Inflasi
Critical Value (5% level)
-3.508508
-3.502373
-3.508508
Sumber: Lampiran 3
Berdasarkan Tabel. 4.2 Uji Derajat Integrasi (First
Difference), terlihat bahwa variabel PDB, Ekspor Netodan inflasi
telah stasioner di tingkat derajat pertama (first difference) atau I(1).
Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas variabel PDB, Ekspor
Neto dan inflasilebih kecil daripada
= 5%. Hal ini juga dapat
dibuktikan lagi dengan melihat Critical Value (5% level) yang
nilainya lebih kecil dibandingkan dengan t-Statistic ADF. Artinya,
variabel PDB, ekspor neto dan inflasi telah stasioner di tingkat
derajat pertama first difference pada
= 5%.
b. Penentuan Lag Length
Dalam penentuan lag optimal, dipilih kriteria yang mempunyai
final prediction error correction (FPE) atau jumlah dari AIC, SIC dan
HQ yang paling kecil di antara berbagai lag yang diajukan (Shochrul
103
R. Ajija, dkk, 2011: 166. Atau bisa juga dengan menggunakan lag
optimal yang direkomendasikan EViews, yaitu dengan melihat di lag
keberapa yang terdominasi oleh tanda bintang. (Shochrul R. Ajija, dkk,
2011: 175)
Tabel 4.3
Uji Penentuan Lag Length
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: LN_PDB LN_PMA LN_PMDN INF
LN_NETEKS
Exogenous variables: C
Date: 06/06/13 Time: 18:44
Sample: 1 52
Included observations: 48
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
1
2
3
4
-292.0636
-161.7066
-128.0633
-96.90544
-28.01999
NA
228.1248
51.86675
41.54381
77.49613*
0.163375
0.002040
0.001473
0.001248
0.000241*
12.37765
7.987775
7.627637
7.371060
5.542499*
12.57257
9.157275*
9.771722
10.48973
9.635752
12.45131
8.429731
8.437890
8.549609
7.089345*
* indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
Sumber: Lampiran 4
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa lag optimal yang
direkomendasikan adalah lag 4. Sesuai juga dengan rumus:
;
dengan ―n‖ adalah jumlah observasi. Maka dengan jumlah observasi
52, didapat lag dengan angka 3.7325 dibulatkan menjadi 4.
104
c. Uji Kausalitas Granger
Metode
yang
digunakan
untuk
menganalisa
hubungan
kausalitas antar variabel yang diamati adalah dengan Uji Kausalitas
Granger. Dalam penelitian ini, uji kausalitas Granger digunakan untuk
melihat arah hubungan di antara variabel-variabel. (Shochrul R. Ajija,
dkk, 2011: 167).
Tabel. 4.4
Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Ekspor Neto
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 04/03/13 Time: 01:29
Sample: 1 52
Lags: 4
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
48
3.64764
2.86387
0.0128
0.0358
LN_NETEKS does not Granger Cause LN_PDB
LN_PDB does not Granger Cause LN_NETEKS
Tabel. 4.5
Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 06/06/13 Time: 19:40
Sample: 1 52
Lags: 4
Null Hypothesis:
INF does not Granger Cause LN_PDB
LN_PDB does not Granger Cause INF
Obs
F-Statistic
Probability
48
0.18859
1.40744
0.94294
0.24953
105
Tabel. 4.6
Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PMA
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 04/25/13 Time: 00:28
Sample: 1 52
Lags: 4
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
LN_PMA does not Granger Cause LN_PDB
LN_PDB does not Granger Cause LN_PMA
48
0.53403
3.57972
0.71148
0.01401
Tabel. 4.7
Uji Kausalitas Granger Antara Pertumbuhan Ekonomi dan PMDN
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 04/25/13 Time: 00:28
Sample: 1 52
Lags: 4
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
LN_PMDN does not Granger Cause LN_PDB
LN_PDB does not Granger Cause LN_PMDN
48
1.44859
3.83322
0.23645
0.01012
Sumber: Lampiran 5
Berdasarkan Tabel. 4.4 Uji Kausalitas Granger Antara
Pertumbuhan Ekonomi dan Ekspor Neto tersebut, terdapat hubungan
kausalitas dua arah antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel
Ekspor Neto. Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel
PDB terhadap Ekspor Neto lebih kecil dibandingkan dengan nilai
=
5%, begitu juga antara Ekspor Neto dengan PDB. Hal ini dapat terlihat
106
pada perekonomian bahwa dengan tingginya pertumbuhan ekonomi,
Pemerintah
akan
mengalokasikan
pendapatan
Negara
untuk
peningkatan produksi, peningkatan produksi akan meningkatkan
ekspor dan peningkatan ekspor akan meningkatkan ekspor neto.
Berdasarkan Tabel. 4.5 Uji Kausalitas Granger Antara
pertumbuhan ekonomi dan Inflasi tersebut, tidak terdapat hubungan
kausalitas antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel Inflasi, begitu
pula sebaliknya antara variabel Inflasi dengan pertumbuhan ekonomi.
Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel Inflasi
terhadap PDB lebih besar dibandingkan dengan nilai
= 5%. Hal ini
dapat terlihat pada perekonomian bahwa walaupun terjadi inflasi,
asalkan inflasi itu tidak tinggi maka pertumbuhan ekonomi tidak akan
atau minim kemungkinan akan menurun drastis. Karena tingkat inflasi
tetap dibutuhkan dalam perekonomian selama nilainya tidak tinggi.
Berdasarkan Tabel. 4.6 Uji Kausalitas Granger Antara
pertumbuhan ekonomi dan PMA tersebut, terdapat hubungan
kausalitas satu arah antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel
PMA. Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel PDB
terhadap PMA lebih kecil dibandingkan dengan nilai
dapat
terlihat
pada
perekonomian
bahwa
= 5%. Hal ini
dengan
tingginya
pertumbuhan ekonomi, maka Pemerintah dapat mengalokasikan
pendapatan Negara untuk peningkatan fasilitas yang dibutuhkan bagi
107
para investor asing sehingga mereka akan lebih nyaman dalam
menanamkan modal mereka di Indonesia. Sedangkan tidak terdapat
sebuah hubungan kausalitas antara variabel PMA dengan pertumbuhan
ekonomi. Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel
PMA terhadap PDB lebih besar dibandingkan dengan nilai
= 5%.
Berdasarkan Tabel. 4.7 Uji Kausalitas Granger Antara
pertumbuhan ekonomi dan PMDN tersebut, terdapat hubungan
kausalitas satu arah antara pertumbuhan ekonomi dengan variabel
PMDN. Hal ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel PDB
terhadap PMDN lebih kecil dibandingkan dengan nilai
dapat
terlihat
pada
perekonomian
bahwa
= 5%. Hal ini
dengan
tingginya
pertumbuhan ekonomi, maka Pemerintah dapat mengalokasikan
pendapatan Negara untuk peningkatan fasilitas yang dibutuhkan bagi
para investor dalam negeri sehingga mereka akan lebih nyaman dalam
menanamkan modal mereka dan dapat meningkatkan produksi dan jasa
dengan lebih maksimal. Sedangkan tidak terdapat sebuah hubungan
kausalitas antara variabel PMDN dengan pertumbuhan ekonomi. Hal
ini disebabkan karena nilai probabilitas dari variabel PMDN terhadap
PDB lebih besar dibandingkan dengan nilai
= 5%.
108
d. Estimasi VAR
Dalam estimasi VAR, untuk melihat apakah variabel Y
mempengaruhi X dan demikian pula sebaliknya, kita dapat
mengetahuinya dengan cara membandingkan nilai t-statistichasil
estimasi dengan t-table. Jika nilai t-statisticlebih besar daripada nilai ttablenya, maka dapat dikatakan bahwa variabel Y memengaruhi X
(Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 168).
Karena berdasarkan hasil uji kausalitas Granger tidak terdapat
hubungan baik antara inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi maupun
pertumbuhan ekonomi terhadap inflasi, maka variabel inflasi tidak
digunakan lagi untuk uji berikutnya.
Tabel. 4.8
Estimasi VAR
DLN_PDB
pada lag ke-n
DLN_PDB (-1)
DLN_PDB (-2)
DLN_PDB (-3)
DLN_PDB (-4)
Ekspor Neto
0.79742
1.86142
-2.02376
-0.64249
t-statistics
PMA
0.40666
1.25281
-3.68331
2.07240
PMDN
1.66917
0.32694
-1.71896
0.30792
Sumber: Lampiran 6
Dengan persamaan estimasinya adalah sebagai berikut:
DLN_PDB
=
0.02824*DLN_PDB(-1)
-
0.10196*DLN_PDB(-2)
+
0.05597*DLN_PDB(-3)
+
1.02798*DLN_PDB(-4)
+
0.00211*DLN_PMA(-1)
-
0.00296*DLN_PMA(-2)
-
0.00773*DLN_PMA(-3)
-
0.00169*DLN_PMA(-4)
+
109
0.00635*DLN_PMDN(-1)
+ 0.00329*DLN_PMDN(-2) +
0.00599*DLN_PMDN(-3)
+ 0.00372*DLN_PMDN(-4) +
0.00096*DLN_NETEKS(-1) - 0.00729*DLN_NETEKS(-2) +
0.00236*DLN_NETEKS(-3) + 0.01327*DLN_NETEKS(-4) 0.22679
Berdasarkan tabel 4.8 Estimasi VAR, terlihat bahwa variabel
yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi adalah
variabel Ekspor Neto, PMA dan PMDN karena nilai t-Satistic untuk
variabel Ekspor Neto, PMA dan PMDN lebih besar dibandingkan
dengan nilai t-Tablenya, yaitu sebesar 1.671.
e. IRF (Impulse Response Function)
IRF menggambarkan ekspektasi k-periode ke depan dari
kesalahan prediksi suatu variabel akibat inovasi dari variabel yang lain.
Dengan demikian, lamanya pengaruh dari shock suatu variabel
terhadap variabel lain sampai pengaruhnya hilang atau kembali ke titik
keseimbangan dapat dilihat atau diketahui. (Shochrul R. Ajija, dkk,
2011: 168). Jika gambar impulse response menunjukkan pergerakan
yang semakin mendekati titik keseimbangan (convergence) atau
kembali ke keseimbangan sebelumnya, ini berarti respon suatu
variabel akibat suatu guncangan (shock) makin lama akan menghilang
110
sehingga kejutan tersebut tidak meninggalkan pengaruh permanen
terhadap variabel tersebut.
Gambar 4.6
Impulse Response Function
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of DLN_PDB to DLN_PDB
Response of DLN_PDB to DLN_PMA
.2
.2
.1
.1
.0
.0
-.1
-.1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Response of DLN_PDB to DLN_PMDN
.2
.1
.1
.0
.0
-.1
-.1
2
3
4
5
6
7
8
9
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of DLN_PDB to DLN_NETEKS
.2
1
2
10
1
2
3
4
5
6
7
Sumber: Lampiran 7
Gambar. 4.6menunjukkan Impulse Response dari variabel
PMA, PMDN dan Ekspor Neto terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada
Response of DLN_PDB to DLN_PMA terlihat bahwa shock pada
PMA memberikan respon positif dan tidak permanen terhadap
pertumbuhan ekonomi, walaupun pada periode ke-6 hingga ke-9
111
8
9
10
respon yang diberikan cenderung berfluktuatif. Pada Response of
DLN_PDB to DLN_PMDN, adanya shock pada PMDN memberikan
respon negatif dan tidak permanen terhadap pertumbuhan ekonomi
pada periode ke-10, walaupun pada periode sebelumnya respon yang
diberikan cenderung stabil dan positif.
Pada Response of DLN_PDB to DLN_NETEKS menunjukkan
adanya shock pada ekspor neto memberikan respon positif dan
permanen terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode ke-10,
walaupun pada periode ke-3 hingga ke-9 respon yang diberikan
cenderung berfluktuatif.Secara ringkas penjelasan IRF dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 4.9
Impulse Response Function Terhadap DLN_PDB
Periode
Ke-3
Ke-5
Ke-8
Ke-9
Ke-10
DLN_PMA
Direspon negatif
Direspon negatif
Direspon positif
Titik terendah
Titik tertinggi
DLN_PMDN
Direspon positif
Stabil
Stabil
Direspon positif
Titik terendah
DLN_NETEKS
Direspon negatif
Direspon negatif
Direspon positif
Titik terendah
Titik tertinggi
f. Variance Decomposition
Variance decomposition atau disebut juga forecast error
variance decomposition merupakan perangkat pada model VAR yang
akan memisahkan variasi dari sejumlah variabel yang diestimasi
menjadi komponen-komponen shock atau menjadi variabel innovation,
dengan asumsi bahwa variabel-variabel innovation tidak saling
112
berkorelasi. Kemudian, variance decomposition akan memberikan
informasi mengenai proporsi dari pergerakan pengaruh shock pada
sebuah variabel terhadap shock variabel lainnya pada periode saat ini
dan periode yang akan datang. (Shochrul R. Ajija, dkk, 2011: 168).
Tabel. 4.10
Variance Decomposition
Variance
Decomposition
of DLN_PDB:
Period
S.E.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0.008981
0.009894
0.014615
0.017803
0.021309
0.040896
0.057181
0.094972
0.141942
0.234062
DLN_PDB
100.0000
82.40337
38.51606
26.77478
30.77934
11.22431
6.371705
4.336091
2.231317
2.694222
DLN_PMA DLN_PMDN DLN_NETEKS
0.000000
3.160770
4.231042
4.212814
5.482829
3.764610
6.027518
4.107009
5.306756
4.520500
0.000000
12.60918
14.65974
11.75396
9.052487
2.467009
2.153519
0.790519
0.682339
0.374810
0.000000
1.826683
42.59316
57.25844
54.68534
82.54407
85.44726
90.76638
91.77959
92.41047
Sumber: Lampiran 8
Berdasarkan Tabel. 4.10Variance Decomposition, tabel ini
menjelaskan tentang variance decomposition dari variabel DLN_PDB,
serta variabel apa saja dan seberapa besar variabel tersebut
mempengaruhi variabel DLN_PDB. Pada periode kedua, variabel
DLN_PDB
dipengaruhi
oleh
variabel
DLN_PMA
sebesar
3.16%,DLN_PMDN12.6% dan DLN_NETEKS 1.83%. Pada periode
selanjutnya pengaruh varaiabel independen terhadap DLN_PDB
mengalami
fluktuasi.
Pada
periode
ke-10,
113
variabelDLN_PDBdipengaruhi
oleh
variabelDLN_PMA
sebesar
4.52%, DLN_PMDN0.37% dan DLN_NETEKS 92.4%. Variabel
DLN_NETEKS
atau ekspor
neto
adalah yang paling besar
pengaruhnya terhadap variabel DLN_PDB atau PDB, kemudian
disusul variabel DLN_PMA dan DLN_PMDN.
Hasil uji estimasi VAR menunjukkan bahwa ekspor neto, PMA dan
PMDN berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama periode
2000-2012. Hasil ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Dewi Ernita, Syamsul Amar dan Efrizal Syofyan (2013), yang menyatakan
bahwa kenaikan investasi baik PMA maupun PMDN akan memicu kenaikan
pertumbuhan ekonomi karena kenaikan investasi mengindikasikan telah
terjadinya kenaikan penanaman modal atau pembentukan modal. Kenaikan
penanaman
modal
atau
pembentukan
modal
akan
berakibat
terhadap
peningkatanproduksi barang dan jasa di dalam perekonomian. Peningkatan
produksi barang
danjasa
ini akan
menyebabkan peningkatan terhadap
pertumbuhan ekonomi.Hal ini sesuai dengan teori Samuelson dan Nourdhous
(2004), bahwa investasi merupakan suatu hal penting dalam membangun ekonomi
karena dibutuhkan sebagaifaktor penunjang di dalam peningkatan proses
produksi.
Begitu juga dengan ekspor neto, jika ekspor mengalami peningkatan maka
produksi barang dan jasa juga akan mengalami peningkatan karena ekspor neto
114
yang meningkat mengindikasikan permintaan terhadap barang dan jasa di luar
negeri lebih besar dari pada permintaan barang luar negeri di dalam negeri. Oleh
karena itu, perekonomian akan meningkatkan jumlah produksibarang jasa.
Peningkatan produksi barang dan jasa ini akan menyebabkan peningkatan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini sejalan dengan pendapat Mankiw (2006)
yang menyatakan bahwa ekspor neto sangat berpengaruh bagi perekonomian di
Indonesia. Dimana ekspor neto dapat menjadi pendorong bagipertumbuhan
ekonomi di Indonesia.
Hasil uji Variance Decomposition menunjukkan bahwa variabel Ekspor
Neto, PMA dan PMDN masing-masing berkontribusi terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012, dengan ekspor neto sebagai variabel
yang paling besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu sebesar
92.4%, kemudian disusul oleh variabel PMA sebesar 4.52% dan PMDN sebesar
0.37%.
Ekspor neto memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pertumbuhan
ekonomi, juga seperti yang ditunjukkan dari hasil uji IRF, ini sesuai dengan hasil
penelitian (Ervin Mardalena, 2009) yang menyatakan bahwa ekspor neto
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai dengan
teori dan hipotesis yang diajukan yaitu pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi
oleh perdagangan internasional yang meliputi kegiatan ekspor-impor atau ekspor
neto. Hal ini juga dikarenakan kinerja ekspor di Indonesia yang bisa tetap
bertahan di tengah gejolak krisis ekonomi. Kondisi ini didukung oleh struktur
115
ekspor yang semakin terdiversifikasi dengan semakin meningkatnya permintaan
dari pasar negara-negara emerging markets terutama Cina dan India. Pertumbuhan
permintaan ekspor dari Cina selalu berada di atas kisaran 20% walaupun sempat
turun pada tahun 2008 dan 2009 yaitu menjadi 17.3% dan -15.9% tetapi dapat
kembali meningkat pada tahun berikutnya menjadi 20.85% pada 2011.
Pertumbuhan permintaan ekspor dari India juga berada di atas kisaran 20%,
menurun pada 2009 menjadi -15.2% dan meningkat pada tahun berikutnya hingga
pada kisaran 30%, yaitu 35% pada 2011. Pengaruh diversifikasi negara tujuan
ekspor semakin kuat dengan masih tingginya pertumbuhan ekonomi di kedua
negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi Cina dan India yang masih kuat dilandasi
oleh reorientasi perekonomian yang mengarah pada penguatan perekonomian
domestik. Sebelum krisis, pertumbuhan kinerja ekspor di Indonesia terutama
disebabkan oleh tingginya permintaan dunia, masih kompetitifnya produk ekspor
Indonesia dan dukungan kebijakan pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor.
Variabel berikutnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
adalah PMA sebesar 4.52% dan PMDN sebesar 0.37%. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian (Ervin Mardalena, 2009) yang menyatakan bahwa investasi, PMA,
yang juga sesuai dengan hasil uji IRF PMA terhadap pertumbuhan ekonomi; dan
PMDN memiliki pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan investasi swasta
(PMA dan PMDN) yang berfluktuatif dan menandakan bahwa masih kurangnya
kepercayaan investor, baik dari dalam dan luar negeri, untuk menanamkan
116
modalnya. Meskipun mengalami berbagai kemajuan, kinerja investasi di
Indonesia masih relatif terbatas. Menurut laporan perekonomian Indonesia yang
dipublikasikan oleh Bank Indonesia, kondisi iklim investasi yang belum kondusif
merupakan penyebab utama dari masih rendahnya rasio investasi terhadap
pertumbuhan ekonomi. Survei Bank Dunia menunjukkan bahwa iklim investasi di
Indonesia masih berada di bawah negara-negara ASEAN lainnya dan Cina. Survei
tersebut mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menghambat investasi antara
lain ketidakpastian peraturan, lemahnya penegakan hukum, sarana dan prasarana
untuk kegiatan produksi serta produktivitas tenaga kerja yang relatif belum
optimal, ketersediaan infrastruktur yang belum memadai, dan pemanfaatan
teknologi yang belum optimal dibandingkan negara pesaing.
Hasil uji IRFmenunjukkan bahwa adanya shock pada PMDN memberikan
respon negatif terhadap pertumbuhan ekonomi,hal ini sesuai dengan penelitian
(Tri Handayani, 2011) bahwa PMDN berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena walaupun terjadi peningkatan pada
PMDN tetapi itu tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi, ini dikarenakan oleh masih belum kondusifnya iklim
investasi dan infrastruktur di dalam negeri.
117
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka
diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger, terdapat tiga variabel yang
memiliki hubungan baik satu arah maupun dua arah terhadap pertumbuhan
ekonomi, yaitu ekspor neto, PMA dan PMDN, sedangkan variabel inflasi
tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi maupun sebaliknya,
karena nilai probabilitasnya lebih besar dari 0.05. Selanjutnya,
berdasarkan hasil estimasi VAR, terdapat tiga variabel yang berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, yaitu variabel Ekspor Neto,
PMA dan PMDNkarena nilai t-statistic-nya lebih besar dibandingkan
dengan nilai t-table-nya.
2. Berdasarkan hasil uji Variance Decomposition, variabel Ekspor Neto,
PMA dan PMDN masing-masing berkontribusi terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Indonesia periode 2000-2012, dengan pertumbuhan ekspor
netosebagai variabelyang paling besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan
ekonomi, yaitu sebesar 92.4%, hal ini dikarenakan kinerja ekspor di
Indonesia yang bisa tetap bertahan di tengah gejolak krisis ekonomi.
Kondisi ini didukung oleh struktur ekspor yang semakin terdiversifikasi
118
dengan semakin meningkatnya permintaan dari pasar negara-negara
emerging markets terutama Cina dan India. Pertumbuhan permintaan
ekspor dari Cina selalu berada di atas kisaran 20% walaupun sempat turun
pada tahun 2008 dan 2009 yaitu menjadi 17.3% dan -15.9% tetapi dapat
kembali meningkat pada tahun berikutnya menjadi 20.85% pada 2011.
Pertumbuhan permintaan ekspor dari India juga berada di atas kisaran
20%, menurun pada 2009 menjadi -15.2% dan meningkat pada tahun
berikutnya hingga pada kisaran 30%, yaitu 35% pada 2011.Pengaruh
diversifikasi negara tujuan ekspor semakin kuat dengan masih tingginya
pertumbuhan ekonomi di kedua negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi
Cina dan India yang masih kuat dilandasi oleh reorientasi perekonomian
yang mengarah pada penguatan perekonomian domestik.Sebelum krisis,
pertumbuhan kinerja ekspor di Indonesia terutama disebabkan oleh
tingginya permintaan dunia, masih kompetitifnya produk ekspor Indonesia
dan dukungan kebijakan pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor.
Variabel berikutnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi adalahPMA sebesar 4.52% dan PMDNsebesar 0.37%. Meskipun
mengalami berbagai kemajuan, kinerja investasi di Indonesiamasih relatif
terbatas. Menurut laporan perekonomian Indonesia yang dipublikasikan
oleh Bank Indonesia, kondisi iklim investasi yang belum kondusif
merupakan penyebab utama dari masih rendahnya rasio investasi terhadap
PDB. Survei Bank Dunia menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia
119
masih berada di bawah negara-negara ASEAN lainnya dan Cina. Survei
tersebut mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menghambat investasi
antara lain ketidakpastian peraturan,lemahnya penegakan hukum, sarana
dan prasarana untuk kegiatan produksi serta produktivitas tenaga kerja
yang relatif belum optimal, ketersediaan infrastruktur yang belum
memadai, dan pemanfaatan teknologi yang belum optimal dibandingkan
negara pesaing.
3. Hasil uji Impulse Response menunjukkan bahwa adanya guncanganpada
ekspor neto dan PMA memberikan respon positif dalam jangka pendek
terhadap pertumbuhan ekonomi, walaupun pada periode sebelumnya
respon yang diberikan cenderung berfluktuatif. Sedangkan adanya
guncanganpada PMDN memberikan respon negatif dalam jangka pendek
terhadap pertumbuhan ekonomi walaupun pada periode sebelumnya
respon yang diberikan cenderung stabil. Pengaruh guncangan dari variabel
ekspor neto, PMA dan PMDN akan hilang atau kembali normal dalam
jangka panjang.
B. Saran
1. Dalam hal ekspor neto, perlu dilakukan upaya untuk mendorong
pertumbuhan nilai ekspor neto seperti melalui kebijakan untuk mendukung
peningkatan ekspor yang diantaranya adalah peningkatan frekuensi dan
optimalisasi upaya diplomasi perdagangan bilateral maupun multilateral,
120
serta mengurangi hambatan-hambatan dalam perdagangan luar negeri
sesuai dengan komitmen internasional dengan tetap memperhatikan
kepentingan nasional. Juga kebijakan di bidang impor, yang diarahkan
untuk menunjang dan mendukung pertumbuhan industri dalam negeri
khususnya yang berorientasi ekspor, menjaga tersedianya kebutuhan
barang dan jasa, dan meningkatkan pendayagunaan devisa dalam menjaga
keseimbangan neraca pembayaran.
2. Pemerintah harus bekerja sama dengan BI dalam mengendalikan tingkat
inflasi negara yaitu dari sisi moneter agar tetap bertahan dalam angka
normal. Serta menjaga kestabilan harga-harga umum dalam pasar agar
suatu saat tidak anjlok atau melunjak secara tiba-tiba yang nantinya dapat
mengakibatkan inflasi dan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi
negara.
3. Untuk
dapat
meningkatkan pertumbuhan
investasi di Indonesia,
pemerintah harus dapat mengupayakan iklim investasi yang kondusif,
menciptakan stabilitas ekonomi, meningkatkan keamanan negara dan
regulasi yang tepat agar para investor, baik asing maupun dalam negeri,
dapat merasa aman dan tertarik untuk menanamkan modal mereka
sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam hal PMA,
pemerintah harus dapat mempertimbangkan keuntungan baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang dari penanaman modal oleh asing.
Serta lebih selektif dalam memilih perusahaan asing yang memiliki
121
prospek kerja yang berbeda dari perusahaan dalam negeri yang telah ada,
agar tidak menghambat masing-masing perusahaan dalam meningkatkan
potensinya. Dalam hal PMDN, pemerintah harus dapat menjaga kestabilan
dan keamanan dalam negeri, meningkatkan infrastruktur dan kemajuan
teknologi dalam negeri agar dapat memaksimalkan produktivitas ekonomi.
122
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, Shochrul R., Sari Dyah W., Setianto Rahmat H., Primanti, Martha R.―Cara
Cerdas Menguasai EViews”, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2011.
Amalia, Lia. ―Ekonomi Pembangunan‖, Graha Ilmu,Yogyakarta, 2007.
Antoni. ―Kointegrasi antara Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia‖,
Jurnal Ekonomi Bisnis dan Koperasi, Jakarta, 2010.
Arsyad, Lincolin.“Ekonomi Pembangunan”, Edisi kelima, STIM YKPN,
Yogyakarta, 2010.
Boediono. “Ekonomi Internasional:“, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta, 2000.
Case, Karl E. dan Fair, Ray C. ―Prinsip-prinsip Ekonomi”, Edisi kedelapan,
Penerbit Erlangga, Jakarta, 2007.
Ernita, Dewi, Syamsul Amar dan Efrizal Syofyan. ―Analisis Pertumbuhan
Ekonomi, Investasi dan Konsumsi di Indonesia‖. Jurnal Kajian Ekonomi,
2013.
Gujarati, Damodar. ―Ekonometrika Dasar”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1999.
Hady, Hamdy. ―Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan
Internasional”, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2001.
Handayani, Tri. ―Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di
Indonesia Periode 1999-2008‖. Yogyakarta, 2011.
Harjanti, Erni Setyo. “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi dan
Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tenaga Kerja di Kota Salatiga Provinsi
Jawa Tengah Tahun 1989-2003”, Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta, 2000.
Jhingan, M.L. “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”,Rajawali Press,
Jakarta, 2010.
Kuncoro, Mudrajad. ―Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi”, PT Gelora Aksara
Pratama, Jakarta, 2009.
123
Kilavuz, Emine dan Betul Altay Topcu. ―Export and Economic Growth in the
Case of the Manufacturing Industry: Panel Data Analysis of Developing
Countries‖, International Journal of Economics and Financial Issues, Turki,
2012.
“Laporan Perekonomian Indonesia Tahunan‖ berbagai edisi, BPS, Jakarta.
Liwan, Audrey dan Evan Lau. ―Managing Growth: The Role of Export, Inflation
and Investment in three ASEAN Neighboring Countries‖, Munich Personal
RePEc Archive, Malaysia, 2007.
Mankiw, N. Gregory. ―Makroekonomi”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2007.
Mardalena, Ervin. ―Pengaruh Investasi Swasta dan Perdagangan Internasional
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Selatan‖, Ekonomika, 2009.
Murni, Asfia. ―Ekonomika Makro”, PT Refika Aditama, Bandung, 2006.
Nachrowi, Djalal Nachrowi, dan Usman, Hardius. ―Pendekatan Populer dan
Praktis EKONOMETRIKA untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.
Nopirin. ―Ekonomi Moneter Buku II”, BPFE, Yogyakarta, 2009.
Rahardja, Prathama. ―Teori ekonomi makro: suatu pengantar”, Edisi kedua,
Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta, 2004.
_______, Mandala Manurung. “Pengantar Ilmu Ekonomi: Mikroekonomi dan
Makroekonomi”, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta, 2008.
“Realisasi Investasi Asing Naik, PMDN anjlok”, Vivanews, 21 Januari 2009.
Sitompul, Novita Linda,“Analisis Pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap
PDRB Sumatera Utara”, Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, Medan. 2007.
Sukirno, Sadono. ―Makro Ekonorni Teori Pengantar”, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2008.
124
Sutawijaya, Adrian. ―Pengaruh Ekspor dan Investasi terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia tahun 1980-2006‖, Jurnal Organisasi dan Manajemen,
Jakarta, 2010.
Soelistyo, Nopirin. “Teori Perdagangan Internasional”, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 1977.
Todaro, Michael P. ―Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”,Penerbit Erlangga,
Jakarta,1998.
_______. ―Pembangunan Ekonomi”,Edisi Kesembilan, Penerbit Erlangga,
Jakarta,2006.
Winarno, Wing Wahyu. ―Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan EViews”,
Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta, 2009.
www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Ekonomi+dan+Keuangan+Indonesia/Vers
i+HTML/Sektor+Moneter/
_______.―Laporan Perekonomian Indonesia Tahunan”berbagai edisi, Publikasi
Bank Indonesia, Jakarta.
_______.―Pentingnya Kestabilan Harga”, Bank Indonesia, Jakarta.
125
LAMPIRAN
126
Lampiran 1
Data sebelum diolah
Tahun
2000.I
2000.II
2000.III
2000.IV
2001.I
2001.II
2001.III
2001.IV
2002.I
2002.II
2002.III
2002.IV
2003.I
2003.II
2003.III
2003.IV
2004.I
2004.II
2004.III
2004.IV
2005.I
2005.II
2005.III
2005.IV
2006.I
2006.II
2006.III
2006.IV
2007.I
2007.II
2007.III
2007.IV
2008.I
2008.II
2008.III
2008.IV
2009.I
2009.II
2009.III
PMA (miliar rp)
7085.503593
6341.78727
10165.53038
8143.268175
10223.79813
3598.2387
3924.682713
16080.38706
2669.0391
5434.4682
9254.4039
3113.397
1899.8469
1776.75687
3046.8879
9259.89813
5021.919
5931.522513
15469.6311
6597.8955
6469.378713
4308.314913
13754.17827
4099.148613
8384.648013
2893.309713
2510.641413
5415.47937
9652.4946
3554.545113
14244.80337
5801.396013
25383.3426
8028.61227
10977.18237
3392.25327
9015.3567
8306.21547
12615.81237
PMDN (miliar rp)
2601.11
1728.327
2159.78
856.783
898.63
280.77
1231.13
1098.87
709.73
3035.167
1584.867
1041.67
997.5
278.567
670.33
784.53
2002.23
3744.867
3555.23
2946.867
1514.967
1101
1374.93
6250.5
2842.5
885.93
413.43
2787.567
4560.7
4896.73
1501.167
667.7
1531.43
1301.967
2160.367
1794.03
2832.63
3092.3
3451.13
Inflasi (%) Ekspor Neto (miliar rp)
3.23
24555.33817
5.9
25966.7342
7.65
23861.47059
10.3
18243.73364
9.35
18306.18823
11.15
19266.94963
12.76
23972.36391
12.64
20557.75876
14.54
20095.2257
12.57
23639.59653
10.38
21826.47082
10.28
18196.91698
7.82
21902.42648
7.25
24827.69069
6.37
23653.77751
5.72
21913.98495
4.84
15656.09331
6.41
19543.0028
6.71
22864.98478
6.27
23071.87168
7.76
20392.19096
7.65
19383.55419
8.41
21229.12132
17.79
29517.41848
16.9
29543.88641
15.51
28696.37859
14.87
31922.45441
6.05
38479.9921
6.36
32339.72489
6.02
32908.22678
6.51
29406.39889
6.73
33646.12339
7.64
13010.36924
10.12
3978.83332
11.96
2524.845785
11.5
5814.59032
8.56
12741.5134
5.67
15413.5597
2.76
10241.56203
PDB (miliar rp)
342852.4
340865.2
355289.5
350762.8
356114.9
360533
367517.4
356240.4
368650.4
375720.9
387919.6
372925.5
386743.9
394620.5
405607.6
390199.3
402597.3
411935.5
423852.3
418131.7
426612.1
436121.3
448597.7
439484.1
448485.3
457636.8
474903.5
466101.1
475641.7
488421.1
506933.02
493331.5
505218.8
519204.6
538641
519391.7
528454.4
540784.1
561138
127
2009.IV
2010.I
2010.II
2010.III
2010.IV
2011.I
2011.II
2011.III
2011.IV
2012.I
2012.II
2012.III
2012.IV
4812.07797
12354.11352
12648.2958
19518.975
19301.61555
14835.887
18509.778
14099.05
19394.524
17385.822
15085.78
18438.82
20449.196
3223.867
3544.33
3525.1
6389.13
5987.7
5311
5034
3469
5428
5518
5968
6264
6803
2.59
3.65
4.37
6.15
6.32
6.84
5.89
4.67
4.12
3.73
4.49
4.48
4.41
25323.15082
18051.42595
12977.63643
12767.7385
27806.79406
21344.89057
27333.54756
23175.02374
12523.45655
8968.20716
-7310.39232
1679.76622
-12111.62535
547365.2
557971.2
573911.7
593704.4
585102.5
595784.6
612200
632827.6
623864.3
633243
651107.2
671780.8
662008.2
Sumber: 1. Data Produk Domestik Bruto didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia
berbagai edisi dan dari tabel Quarterly GDP - Constant Price based on Year
2000pada situs resmi Bank Indonesia.
2. Data Investasi didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia berbagai edisi,
publikasi Badan Koordinasi Penanaman Modal berbagai edisi dan dari tabel
Financial Account: Direct Investment pada situs resmi Bank Indonesia.
3. Data Inflasi didapat dari tabel laporan Inflasi pada situs resmi Bank Indonesia.
4. Data Ekspor Neto didapat dari hasil pengurangan nilai Ekspor dengan Impor
dengan masing-masing data didapat dari publikasi BPS, Statistik Indonesia
berbagai edisi dan dari tabel Nilai Ekspor dan Impor berdasarkan Sektor pada
situs resmi Bank Indonesia.
128
Data Penelitian
Tahun
2000.I
2000.II
2000.III
2000.IV
2001.I
2001.II
2001.III
2001.IV
2002.I
2002.II
2002.III
2002.IV
2003.I
2003.II
2003.III
2003.IV
2004.I
2004.II
2004.III
2004.IV
2005.I
2005.II
2005.III
2005.IV
2006.I
2006.II
2006.III
2006.IV
2007.I
2007.II
2007.III
2007.IV
2008.I
2008.II
2008.III
2008.IV
2009.I
2009.II
2009.III
2009.IV
2010.I
ln_pma
8.87
8.75
9.23
9
9.23
8.19
8.28
9.69
7.89
8.6
9.13
8.04
7.55
7.48
8.02
9.13
8.52
8.69
9.65
8.79
8.77
8.37
9.53
8.32
9.03
7.97
7.83
8.6
9.17
8.18
9.56
8.67
10.14
8.99
9.3
8.13
9.11
9.02
9.44
8.48
9.42
ln_pmdn
7.86
7.45
7.68
6.75
6.8
5.64
7.12
7
6.56
8.02
7.37
6.95
6.91
5.63
6.51
6.67
7.6
8.23
8.18
7.99
7.32
7
7.23
8.74
7.95
6.79
6.02
7.93
8.43
8.5
7.31
6.5
7.33
7.17
7.68
7.49
7.95
8.04
8.15
8.08
8.17
inflasi
3.23
5.9
7.65
10.3
9.35
11.15
12.76
12.64
14.54
12.57
10.38
10.28
7.82
7.25
6.37
5.72
4.84
6.41
6.71
6.27
7.76
7.65
8.41
17.79
16.9
15.51
14.87
6.05
6.36
6.02
6.51
6.73
7.64
10.12
11.96
11.5
8.56
5.67
2.76
2.59
3.65
ln_netekspor
10.11
10.16
10.08
9.81
9.81
9.87
10.08
9.93
9.91
10.07
9.99
9.81
9.99
10.12
10.07
9.99
9.66
9.88
10.04
10.05
9.92
9.87
9.96
10.29
10.29
10.26
10.37
10.56
10.38
10.4
10.29
10.42
9.47
8.29
7.83
8.67
9.45
9.64
9.23
10.14
9.8
ln_pdb
12.75
12.74
12.78
12.77
12.78
12.8
12.81
12.78
12.82
12.84
12.87
12.83
12.87
12.89
12.91
12.87
12.91
12.93
12.96
12.94
12.96
12.99
13.01
12.99
13.01
13.03
13.07
13.05
13.07
13.1
13.14
13.11
13.13
13.16
13.2
13.16
13.18
13.2
13.24
13.21
13.23
129
2010.II
2010.III
2010.IV
2011.I
2011.II
2011.III
2011.IV
2012.I
2012.II
2012.III
2012.IV
9.45
9.88
9.87
9.6
9.89
9.48
10.02
9.97
8.72
9.86
9.44
8.17
8.76
8.7
8.58
8.52
8.15
8.6
8.62
8.69
8.74
8.83
4.37
6.15
6.32
6.84
5.89
4.67
4.12
3.73
4.49
4.48
4.41
9.47
9.45
10.23
9.97
10.22
10.05
9.44
9.1
0
7.43
0
13.26
13.29
13.28
13.3
13.32
13.36
13.34
13.36
13.39
13.42
13.4
Sumber: Data olahan
130
Lampiran 2
Uji Stasioneritas Data Ln PDB (data diolah dengan EViews 5)
Null Hypothesis: LN_PDB has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 5 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.098546
-4.170583
-3.510740
-3.185512
0.1188
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LN_PDB)
Method: Least Squares
Date: 04/18/13 Time: 12:56
Sample (adjusted): 7 52
Included observations: 46 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LN_PDB(-1)
D(LN_PDB(-1))
D(LN_PDB(-2))
D(LN_PDB(-3))
D(LN_PDB(-4))
D(LN_PDB(-5))
C
@TREND(1)
-0.442642
-0.319143
-0.376391
-0.480804
0.352618
0.048483
5.632806
0.006297
0.142855
0.173280
0.178241
0.168036
0.164109
0.137501
1.810372
0.001928
-3.098546
-1.841774
-2.111698
-2.861323
2.148675
0.352600
3.111407
3.265442
0.0036
0.0733
0.0413
0.0068
0.0381
0.7263
0.0035
0.0023
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.895282
0.875992
0.008966
0.003055
155.9798
46.41138
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.013043
0.025462
-6.433904
-6.115879
-6.314770
1.933982
131
Uji Stasioneritas Data Ln Ekspor Neto (data diolah dengan EViews 5)
Null Hypothesis: LN_NETEKS has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.121370
-4.156734
-3.504330
-3.181826
0.5213
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LN_NETEKS)
Method: Least Squares
Date: 03/04/13 Time: 21:38
Sample (adjusted): 4 52
Included observations: 49 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LN_NETEKS(-1)
D(LN_NETEKS(-1))
D(LN_NETEKS(-2))
C
@TREND(1)
-0.859374
0.046188
0.984099
9.105739
-0.031925
0.405103
0.405424
0.433914
4.140454
0.015534
-2.121370
0.113926
2.267960
2.199213
-2.055126
0.0396
0.9098
0.0283
0.0332
0.0458
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.575694
0.537121
1.382413
84.08693
-82.75874
2.027376
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
-0.205714
2.031909
3.581990
3.775032
14.92471
0.000000
132
Uji Stasioneritas Data Inflasi (data diolah dengan EViews 5)
Null Hypothesis: INF has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.146727
-4.165756
-3.508508
-3.184230
0.1078
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(INF)
Method: Least Squares
Date: 03/04/13 Time: 21:30
Sample (adjusted): 6 52
Included observations: 47 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
INF(-1)
D(INF(-1))
D(INF(-2))
D(INF(-3))
D(INF(-4))
C
@TREND(1)
-0.421271
0.303793
0.261833
0.295464
-0.274410
5.144880
-0.062849
0.133876
0.132161
0.134066
0.137133
0.138930
1.644036
0.025393
-3.146727
2.298662
1.953016
2.154580
-1.975173
3.129421
-2.475083
0.0031
0.0268
0.0578
0.0373
0.0552
0.0033
0.0177
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.423866
0.337446
1.880613
141.4682
-92.58541
1.834496
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
-0.105106
2.310408
4.237677
4.513231
4.904712
0.000766
133
Uji Stasioneritas Data Ln PMA (data diolah dengan EViews 5)
Null Hypothesis: LN_PMA has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.479385
-4.148465
-3.500495
-3.179617
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LN_PMA)
Method: Least Squares
Date: 04/25/13 Time: 00:23
Sample (adjusted): 2 52
Included observations: 51 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LN_PMA(-1)
C
@TREND(1)
-0.925890
7.714984
0.021756
0.142898
1.205515
0.006622
-6.479385
6.399740
3.285277
0.0000
0.0000
0.0019
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.466741
0.444522
0.609328
17.82147
-45.55462
21.00628
0.000000
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat
0.011176
0.817556
1.904103
2.017739
1.947527
2.046513
134
Uji Stasioneritas Data Ln PMDN (data diolah dengan EViews 5)
Null Hypothesis: LN_PMDN has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.963673
-4.152511
-3.502373
-3.180699
0.0010
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LN_PMDN)
Method: Least Squares
Date: 04/25/13 Time: 00:26
Sample (adjusted): 3 52
Included observations: 50 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LN_PMDN(-1)
D(LN_PMDN(-1))
C
@TREND(1)
-0.769323
0.225305
5.076986
0.030158
0.154991
0.138636
1.046882
0.007921
-4.963673
1.625154
4.849625
3.807371
0.0000
0.1110
0.0000
0.0004
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.363299
0.321775
0.582330
15.59898
-41.82649
2.109314
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.027600
0.707103
1.833060
1.986021
8.749154
0.000106
135
Lampiran 3
Uji Derajat Integrasi First Difference Ln PDB (data diolah dengan EViews 5)
Null Hypothesis: D(LN_PDB) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.693650
-4.165756
-3.508508
-3.184230
0.0023
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LN_PDB,2)
Method: Least Squares
Date: 03/04/13 Time: 21:44
Sample (adjusted): 6 52
Included observations: 47 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LN_PDB(-1))
D(LN_PDB(-1),2)
D(LN_PDB(-2),2)
D(LN_PDB(-3),2)
C
@TREND(1)
-2.725086
1.046540
0.371306
-0.267400
0.027713
0.000311
0.580590
0.440623
0.297418
0.149489
0.006500
0.000133
-4.693650
2.375137
1.248432
-1.788765
4.263192
2.341395
0.0000
0.0223
0.2190
0.0810
0.0001
0.0242
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.946145
0.939577
0.010179
0.004248
152.1283
1.839261
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
-0.000638
0.041410
-6.218225
-5.982036
144.0602
0.000000
136
Uji Derajat Integrasi First Difference Ln Ekspor Neto (data diolah dengan
EViews 5)
Null Hypothesis: D(LN_NETEKS) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-15.54215
-4.152511
-3.502373
-3.180699
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(LN_NETEKS,2)
Method: Least Squares
Date: 03/04/13 Time: 21:44
Sample (adjusted): 3 52
Included observations: 50 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(LN_NETEKS(-1))
C
@TREND(1)
-1.828493
0.405945
-0.024662
0.117647
0.418581
0.013879
-15.54215
0.969811
-1.776975
0.0000
0.3371
0.0820
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.837975
0.831080
1.415349
94.15104
-86.76886
1.850282
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
-0.149600
3.443686
3.590754
3.705476
121.5393
0.000000
137
Uji Derajat Integrasi First Difference Inflasi (data diolah dengan EViews 5)
Null Hypothesis: D(INF) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
Test critical values:
1% level
5% level
10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.200760
-4.165756
-3.508508
-3.184230
0.0005
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(INF,2)
Method: Least Squares
Date: 03/04/13 Time: 21:41
Sample (adjusted): 6 52
Included observations: 47 after adjustments
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(INF(-1))
D(INF(-1),2)
D(INF(-2),2)
D(INF(-3),2)
C
@TREND(1)
-1.197954
0.334344
0.411741
0.501834
0.375528
-0.015889
0.230342
0.203214
0.173237
0.130900
0.702651
0.022665
-5.200760
1.645278
2.376752
3.833733
0.534445
-0.701007
0.0000
0.1076
0.0222
0.0004
0.5959
0.4873
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.582806
0.531928
2.074751
176.4883
-97.78313
1.873358
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.018723
3.032563
4.416303
4.652492
11.45510
0.000001
138
Lampiran 4
Uji Penentuan Lag Length (data diolah dengan EViews 5)
VAR Lag Order Selection Criteria
Endogenous variables: LN_PDB LN_PMA LN_PMDN INF
LN_NETEKS
Exogenous variables: C
Date: 06/06/13 Time: 18:44
Sample: 1 52
Included observations: 48
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
1
2
3
4
-292.0636
-161.7066
-128.0633
-96.90544
-28.01999
NA
228.1248
51.86675
41.54381
77.49613*
0.163375
0.002040
0.001473
0.001248
0.000241*
12.37765
7.987775
7.627637
7.371060
5.542499*
12.57257
9.157275*
9.771722
10.48973
9.635752
12.45131
8.429731
8.437890
8.549609
7.089345*
* indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
139
Lampiran 5
Uji Kausalitas Granger antara Ln PDB dan Ln Ekspor Neto (data diolah dengan
EViews 5)
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 04/03/13 Time: 01:29
Sample: 1 52
Lags: 4
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
48
3.64764
2.86387
0.0128
0.0358
LN_NETEKS does not Granger Cause LN_PDB
LN_PDB does not Granger Cause LN_NETEKS
Uji Kausalitas Granger antara Ln PDB dan Inflasi (data diolah dengan EViews 5)
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 06/06/13 Time: 19:40
Sample: 1 52
Lags: 4
Null Hypothesis:
INF does not Granger Cause LN_PDB
LN_PDB does not Granger Cause INF
Obs
F-Statistic
Probability
48
0.18859
1.40744
0.94294
0.24953
Uji Kausalitas Granger antara Ln PDB dan Ln PMA (data diolah dengan EViews
5)
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 04/25/13 Time: 00:28
Sample: 1 52
Lags: 4
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
LN_PMA does not Granger Cause LN_PDB
LN_PDB does not Granger Cause LN_PMA
48
0.53403
3.57972
0.71148
0.01401
140
Uji Kausalitas Granger antara Ln PDB dan Ln PMDN (data diolah dengan
EViews 5)
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 04/25/13 Time: 00:28
Sample: 1 52
Lags: 4
Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
LN_PMDN does not Granger Cause LN_PDB
LN_PDB does not Granger Cause LN_PMDN
48
1.44859
3.83322
0.23645
0.01012
141
Lampiran 6
Estimasi VAR (data diolah dengan EViews 5)
Vector Autoregression Estimates
Date: 05/23/13 Time: 20:08
Sample (adjusted): 6 52
Included observations: 47 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
DLN_PDB
DLN_PMA
DLN_PMDN
DLN_NETEKS
DLN_PDB(-1)
0.028241
(0.07328)
[ 0.38536]
1.700264
(4.18100)
[ 0.40666]
7.828157
(4.68985)
[ 1.66917]
9.187296
(11.5212)
[ 0.79742]
DLN_PDB(-2)
-0.101961
(0.07933)
[-1.28522]
5.670324
(4.52608)
[ 1.25281]
1.659857
(5.07693)
[ 0.32694]
23.21586
(12.4721)
[ 1.86142]
DLN_PDB(-3)
0.055970
(0.07760)
[ 0.72128]
-16.30640
(4.42710)
[-3.68331]
-8.536192
(4.96591)
[-1.71896]
-24.68860
(12.1994)
[-2.02376]
DLN_PDB(-4)
1.027982
(0.08764)
[ 11.7295]
10.36207
(5.00003)
[ 2.07240]
1.726978
(5.60856)
[ 0.30792]
-8.852277
(13.7781)
[-0.64249]
DLN_PMA(-1)
0.002112
(0.00306)
[ 0.69046]
0.105543
(0.17454)
[ 0.60468]
0.017643
(0.19579)
[ 0.09012]
-0.566140
(0.48097)
[-1.17707]
DLN_PMA(-2)
-0.002961
(0.00315)
[-0.94038]
0.456452
(0.17962)
[ 2.54126]
0.557166
(0.20148)
[ 2.76542]
0.091148
(0.49495)
[ 0.18416]
DLN_PMA(-3)
-0.007732
(0.00366)
[-2.11225]
-0.102839
(0.20883)
[-0.49246]
-0.206553
(0.23424)
[-0.88179]
0.559585
(0.57545)
[ 0.97243]
DLN_PMA(-4)
-0.001688
(0.00304)
[-0.55573]
-0.028458
(0.17326)
[-0.16425]
-0.294798
(0.19435)
[-1.51687]
-0.543818
(0.47744)
[-1.13904]
DLN_PMDN(-1)
0.006355
(0.00285)
[ 2.22840]
0.359490
(0.16271)
[ 2.20940]
0.380093
(0.18251)
[ 2.08256]
-0.146893
(0.44836)
[-0.32762]
DLN_PMDN(-2)
0.003293
(0.00276)
[ 1.19166]
-0.572600
(0.15766)
[-3.63190]
-0.262200
(0.17685)
[-1.48264]
0.149920
(0.43445)
[ 0.34508]
DLN_PMDN(-3)
0.006000
(0.00343)
[ 1.74927]
0.176557
(0.19567)
[ 0.90230]
-0.356289
(0.21949)
[-1.62328]
-0.182883
(0.53920)
[-0.33917]
142
DLN_PMDN(-4)
0.003718
(0.00325)
[ 1.14485]
0.102490
(0.18527)
[ 0.55320]
0.216347
(0.20782)
[ 1.04105]
-0.222550
(0.51053)
[-0.43592]
DLN_NETEKS(-1)
0.000967
(0.00111)
[ 0.86770]
0.042702
(0.06361)
[ 0.67136]
0.029140
(0.07135)
[ 0.40842]
0.157275
(0.17527)
[ 0.89732]
DLN_NETEKS(-2)
-0.007287
(0.00551)
[-1.32278]
0.669411
(0.31428)
[ 2.13001]
0.407562
(0.35252)
[ 1.15612]
1.838820
(0.86602)
[ 2.12329]
DLN_NETEKS(-3)
0.002360
(0.00698)
[ 0.33795]
-0.989734
(0.39845)
[-2.48395]
-0.845566
(0.44695)
[-1.89187]
-1.455831
(1.09798)
[-1.32592]
DLN_NETEKS(-4)
0.013271
(0.00537)
[ 2.47061]
0.469740
(0.30645)
[ 1.53285]
0.258486
(0.34374)
[ 0.75197]
-0.427242
(0.84445)
[-0.50594]
C
-0.226794
(0.20140)
[-1.12608]
-15.86709
(11.4902)
[-1.38092]
-26.50782
(12.8887)
[-2.05668]
29.82731
(31.6626)
[ 0.94204]
R-squared
Adj. R-squared
Sum sq. resids
S.E. equation
F-statistic
Log likelihood
Akaike AIC
Schwarz SC
Mean dependent
S.D. dependent
0.998511
0.997717
0.002419
0.008981
1257.475
165.3569
-6.313061
-5.643859
13.07170
0.187956
0.666328
0.488369
7.875103
0.512351
3.744289
-24.70874
1.774840
2.444042
8.928723
0.716291
0.700512
0.540785
9.908651
0.574707
4.385683
-30.10674
2.004542
2.673744
7.627447
0.848083
0.467755
0.183892
59.79885
1.411841
1.647816
-72.34982
3.802120
4.471322
9.577872
1.562830
Determinant resid covariance (dof adj.)
Determinant resid covariance
Log likelihood
Akaike information criterion
Schwarz criterion
1.19E-05
1.97E-06
41.93436
1.109176
3.785985
VAR Model - Substituted Coefficients:
===============================
DLN_PDB = 0.0282409140964*DLN_PDB(-1) - 0.101960982551*DLN_PDB(2) + 0.0559701948125*DLN_PDB(-3) + 1.0279817811*DLN_PDB(-4) +
0.00211240331288*DLN_PMA(-1) - 0.00296062262259*DLN_PMA(-2) 0.00773160133468*DLN_PMA(-3) - 0.0016876873568*DLN_PMA(-4) +
0.00635536933952*DLN_PMDN(-1) + 0.00329310159163*DLN_PMDN(-2) +
143
0.00599960867219*DLN_PMDN(-3) + 0.00371778903249*DLN_PMDN(-4) +
0.00096737251545*DLN_NETEKS(-1) - 0.0072867336874*DLN_NETEKS(-2)
+ 0.00236030688578*DLN_NETEKS(-3) + 0.0132707437907*DLN_NETEKS(4) - 0.226793515884
DLN_PMA = 1.70026441105*DLN_PDB(-1) + 5.67032397697*DLN_PDB(-2) 16.3064030341*DLN_PDB(-3) + 10.3620692265*DLN_PDB(-4) +
0.105543175281*DLN_PMA(-1) + 0.456451743532*DLN_PMA(-2) 0.102838747128*DLN_PMA(-3) - 0.0284577483838*DLN_PMA(-4) +
0.359490366296*DLN_PMDN(-1) - 0.572599582759*DLN_PMDN(-2) +
0.176556699621*DLN_PMDN(-3) + 0.102490258932*DLN_PMDN(-4) +
0.0427021698959*DLN_NETEKS(-1) + 0.669411433664*DLN_NETEKS(-2) 0.989734281866*DLN_NETEKS(-3) + 0.469739612911*DLN_NETEKS(-4) 15.8670856076
DLN_PMDN = 7.82815655554*DLN_PDB(-1) + 1.65985671602*DLN_PDB(2) - 8.53619238055*DLN_PDB(-3) + 1.726978271*DLN_PDB(-4) +
0.0176433955048*DLN_PMA(-1) + 0.557166468121*DLN_PMA(-2) 0.206553182634*DLN_PMA(-3) - 0.294797835043*DLN_PMA(-4) +
0.380092917312*DLN_PMDN(-1) - 0.262200496197*DLN_PMDN(-2) 0.356289001416*DLN_PMDN(-3) + 0.216346947444*DLN_PMDN(-4) +
0.0291395772726*DLN_NETEKS(-1) + 0.407561944933*DLN_NETEKS(-2) 0.845566103938*DLN_NETEKS(-3) + 0.258486352669*DLN_NETEKS(-4) 26.5078249017
DLN_NETEKS = 9.18729620783*DLN_PDB(-1) +
23.2158595382*DLN_PDB(-2) - 24.6885964545*DLN_PDB(-3) 8.85227694653*DLN_PDB(-4) - 0.566139991004*DLN_PMA(-1) +
0.0911480805724*DLN_PMA(-2) + 0.559584936451*DLN_PMA(-3) 0.543817733895*DLN_PMA(-4) - 0.146893067305*DLN_PMDN(-1) +
0.149920215912*DLN_PMDN(-2) - 0.182882640399*DLN_PMDN(-3) 0.222549865865*DLN_PMDN(-4) + 0.157274589019*DLN_NETEKS(-1) +
1.83881963176*DLN_NETEKS(-2) - 1.45583061218*DLN_NETEKS(-3) 0.4272419798*DLN_NETEKS(-4) + 29.8273115054
144
Lampiran 7
Impulse Response Function (data diolah dengan EViews 5)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of DLN_PDB to DLN_PDB
Response of DLN_PDB to DLN_PMA
Response of DLN_PDB to DLN_PMDN
Response of DLN_PDB to DLN_NETEKS
.20
.20
.20
.20
.15
.15
.15
.15
.10
.10
.10
.10
.05
.05
.05
.05
.00
.00
.00
.00
-.05
-.05
-.05
-.05
-.10
-.10
-.10
-.10
-.15
-.15
-.15
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Response of DLN_PMA to DLN_PDB
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of DLN_PMA to DLN_PMA
-.15
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of DLN_PMA to DLN_PMDN
1
15
15
15
10
10
10
10
5
5
5
5
0
0
0
0
-5
-5
-5
-5
-10
-10
-10
-10
-15
-15
-15
-15
-20
-20
-20
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of DLN_PMDN to DLN_PDB
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of DLN_PMDN to DLN_PMA
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of DLN_PMDN to DLN_PMDN
1
15
15
10
10
10
10
5
5
5
5
0
0
0
0
-5
-5
-5
-5
-10
-10
-10
-10
-15
-15
-15
-15
-20
-20
-20
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Response of DLN_NETEKS to DLN_PDB
Response of DLN_NETEKS to DLN_PMA
30
30
30
20
20
20
20
10
10
10
10
0
0
0
0
-10
-10
-10
-10
-20
-20
-20
-20
-30
-30
-30
-30
-40
-40
-40
-50
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
7
8
9
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Response of DLN_NETEKS to DLN_PMDN Response of DLN_NETEKS to DLN_NETEKS
-40
-50
1
6
-20
1
30
-50
5
Response of DLN_PMDN to DLN_NETEKS
15
2
4
-20
1
15
1
3
Response of DLN_PMA to DLN_NETEKS
15
1
2
-50
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
145
6
7
8
9
10
Lampiran 8
Variance Decomposition (data diolah dengan EViews 5)
Variance
Decomposition of
DLN_PDB:
Period
S.E.
DLN_PDB
DLN_PMA
DLN_PMDN
DLN_NETEKS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0.008981
0.009894
0.014615
0.017803
0.021309
0.040896
0.057181
0.094972
0.141942
0.234062
100.0000
82.40337
38.51606
26.77478
30.77934
11.22431
6.371705
4.336091
2.231317
2.694222
0.000000
3.160770
4.231042
4.212814
5.482829
3.764610
6.027518
4.107009
5.306756
4.520500
0.000000
12.60918
14.65974
11.75396
9.052487
2.467009
2.153519
0.790519
0.682339
0.374810
0.000000
1.826683
42.59316
57.25844
54.68534
82.54407
85.44726
90.76638
91.77959
92.41047
S.E.
DLN_PDB
DLN_PMA
DLN_PMDN
DLN_NETEKS
0.512351
0.560467
1.203909
1.472592
2.321362
3.556228
5.483212
8.970503
13.89351
22.54560
8.804862
7.374193
3.022288
3.178900
3.192411
2.689574
2.839523
2.814071
2.676581
2.628236
91.19514
78.79519
24.88234
18.75332
9.953976
7.510828
5.791984
4.855061
4.725253
4.582712
0.000000
12.72132
8.581927
5.892572
2.854247
1.861067
1.028611
0.623627
0.478880
0.381571
0.000000
1.109294
63.51344
72.17521
83.99937
87.93853
90.33988
91.70724
92.11929
92.40748
S.E.
DLN_PDB
DLN_PMA
DLN_PMDN
DLN_NETEKS
0.574707
0.618660
0.936905
1.269809
1.804041
3.515452
5.190253
8.702570
13.99477
22.27705
0.428132
1.254650
0.686882
0.877403
1.220229
1.621937
2.052205
2.312818
2.311031
2.429048
2.031378
2.304395
16.00349
12.19927
7.726815
7.252505
6.178886
4.962537
5.024938
4.761570
97.54049
96.01701
42.58219
23.88637
13.13098
4.029415
1.921867
1.056677
0.641160
0.444750
0.000000
0.423944
40.72744
63.03696
77.92198
87.09614
89.84704
91.66797
92.02287
92.36463
Variance
Decomposition
DLN_PMA:
Period
of
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Variance
Decomposition
DLN_PMDN:
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
of
146
Variance
Decomposition
DLN_NETEKS:
Period
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
of
S.E.
DLN_PDB
DLN_PMA
DLN_PMDN
DLN_NETEKS
1.411841
1.468284
3.018044
3.630569
5.573254
9.357293
13.44895
23.48966
35.51477
58.23463
1.407481
3.165003
3.748449
2.853811
2.680790
2.366597
2.403722
2.558737
2.399241
2.515279
2.251726
5.114972
2.670158
5.277877
4.121623
4.791361
4.800783
4.492281
4.772476
4.517514
0.472357
0.888031
0.746462
0.733009
0.540689
0.352971
0.405836
0.341803
0.328124
0.335110
95.86844
90.83199
92.83493
91.13530
92.65690
92.48907
92.38966
92.60718
92.50016
92.63210
Cholesky
Ordering:
DLN_PDB
DLN_PMA
DLN_PMDN
DLN_NETEKS
147
Lampiran 9
Nilai dari t-table
148
Download