8 BAB II KAJIAN TEORI A. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar lebih sering digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui
seberapa jauh siswa menguasai bahan yang sudah diajarkan. Pengertian hasil
belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya,
yaitu hasil dan belajar. Pengertian hasil (product) merupakan suatu perolehan
akibat dilakukannya suatu aktifitas atau proses yang mengakibatkan
berubahnya input secara fungsional (Patton, 2006). Dalam kegiatan belajar
mengajar (KBM), istilah hasil lebih sering digunakan untuk melihat
berubahnya perilaku siswa setelah memperoleh pengajaran.
Definisi kata belajar lebih mengarah pada proses interaksi yang
dilakukan oleh siswa dengan lingkunganya untuk mendapatkan perubahan
dalam berperilaku (Purwanto, 2008). Aktivitas mental dan psikis siswa selama
berinteraksi aktif dengan lingkunganya dapat menghasilkan perubahanperubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. Perubahan tersebut
diperoleh dengan usaha menetap dalam waktu yang relative lama sebagai hasil
dari pengalaman. Menurut John Locke dalam Purwanto (2008):
Pendekatan modern secara garis besar terdiri dari dua aliran yang
menghasilkan teori hasil belajar perilaku dan teori belajar kognitif.
Kedua teori ini diilhami oleh aliran empirisme dalam pendidikan.
Menurut aliran ini, satu-satunya determinan perkembangan manusia
adalah lingkungan. Semua pengalaman lingkungan merupakan akibat
dari interaksi individu dengan lingkungan. Pengalaman datangnya dari
Indera (sensory). Pengalaman Inderawi adalah sumber utama
pengetahuan dan perubahan perilaku (Hlm. 40).
Pengertian belajar dalam pandangan behavioristik lebih mengacu pada
sebuah usaha yang dilakukan untuk membuat hubungan antara stimulus (S) dan
respons (R), kemudian memperkuatnya (Dahar, 2011). Pengertian dan
pemahaman tersebut dapat diperkuat dengan menghubungkan stimulus dan
8
9
respons secara berulang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar dan
menghasilkan perubahan yang diinginkan.
Perubahan perilaku siswa dapat diamati dengan memberikan stimulus
dan respons secara berkaitan sesuai kaidah prinsip mekanistik (Purwanto,
2008). Asosiasi antara kesan (Impression) dengan disertai dorongan untuk
berbuat (Implus to action) dapat membentuk dasar-dasar belajar yang efektif.
Kedua komponen tersebut dapat memberikan pengaruh secara efektif terhadap
peningkatan hasil belajar jika terdapat peningkatan motivasi dan hilangnya
kebiasaan-kebiasaan buruk dari dalam diri siswa (Bower & Hilgard, 1981).
Proses belajar merupakan proses yang unik dan kompleks. Keunikan
tersebut disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang
belajar, tidak orang lain, dan setiap individu menampilkan perilaku belajar
yang berbeda. Perbedaan disebabkan oleh karakteristik individual yang khas
seperti; minat intelegensi, perhatian, bakat dan sebagainya.
Penggunaan istilah hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari lebih
banyak ditemui pada instansi-instansi yang menyelenggarakan kegiatan
pendidikan. Sebab pengertian hasil belajar lebih mengacu pada perubahan
perilaku yang ditunjukan oleh siswa sebagai akibat dari proses pembelajaran.
Perubahan tersebut diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai
tujuan pendidikan. Setiap proses pembelajaran mempengaruhi perubahan
perilaku pada domain tertentu pada diri siswa, tergantung perubahan yang
diinginkan terjadi sesuai dengan tujuan pendidikan.
Perubahan perilaku akibat kegiatan belajar mengakibatkan siswa
memiliki penguasaan terhadap materi pengajaran yang disampaikan oleh guru
dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran. Pemberian
tekanan penguasaan materi juga dilakukan oleh guru sebagai akibat perubahan
dalam diri siswa setelah mengikuti pembelajaran. Suatu pengajaran dapat
dikatakan berhasil jika tingkat penguasaan materi yang dicapai siswa telah
sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan (Soedjiarto, 1993).
Kesimpulan dari beberapa teori yang telah dikemukakan pada tulisan
diatas menunjukkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku siswa
10
setelah mengikuti proses belajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Perubahan
perilaku terjadi karena siswa telah mencapai penguasaan atas sejumlah bahan
yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian tersebut didasarkan
pada tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sehingga dapat menghasilkan
perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.
2. Domain Hasil Belajar Kognitif
Domain atau ranah yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan
siswa sangat tergantung pada tujuan pendidikanya. Setiap siswa mempunyai
potensi untuk dididik. Potensi tersebut merupakan perilaku yang dapat
diwujudkan menjadi kemampuan nyata. Gagne dalam Dahar (2011)
berpendapat:
Ada lima kemampuan ditinjau dari segi-segi yang diharapkan dari suatu
pengajaran atau instruksi, kemampuan itu perlu dibedakan karena
kemampuan itu memungkinkan berbagai macam penampilan manusia
dan juga karena kondisi-kondisi untuk memperoleh berbagai
kemampuan itu berbeda. Perlu dikemukakan bahwa urutan antara
kelima hasil belajar atau kemampuan ini tidak perlu dipermasalahkan
(hlm. 140).
Potensi jiwa yang dapat diubah melalui pendidikan meliputi domain kognitif,
afektif dan psikomotorik. Pendidikan atau pembelajaran dapat disebut sebagai
usaha untuk mengubah potensi perilaku kejiwaan agar berwujud menjadi
kemampuan (Purwanto, 2008).
Perubahan perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi disebut sebagai
hasil
belajar
kognitif
memungkinkan
penggunaan
(Suparno,
seseorang
simbol-simbol
2001).
berinteraksi
atau
Keterampilan
dengan
intelektual
lingkunganya
gagasan-gagasan.
Aktifitas
dengan
belajar
keterampilan intelektual ini sudah dimulai sejak tingkat pertama sekolah dasar
dan dilanjutkan sesuai dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang.
Strategi kognitif dalam teori belajar modern merupakan suatu proses
control yang digunakan siswa (Orang yang belajar) untuk memilih dan
mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir.
Dalam teori belajar kognitif, kemampuan intelektual siswa perlu ditingkatkan
11
dengan melibatkan otak untuk memecahkan suatu masalah. Pernyataan tersebut
juga didukung oleh pendapat dari Purwanto (2008) yang mengemukakan
bahwa:
Proses belajar yang melibatkan kognisi meliputi kegiatan sejak dari
penerimaan stimulus eksternal oleh sensori, penyimpanan dan
pengolahan dalam otak menjadi informasi hingga pemanggilan kembali
informasi ketika diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Karena
belajar melibatkan otak maka perubahan perilaku akibatnya juga terjadi
dalam otak berupa kemampuan tertentu oleh otak untuk menyelesaikan
masalah (hlm.50).
Aliran rasionalisme dalam filsafat juga mengilhami pembentukan teori
belajar kognitif. Suatu pengetahuan selalu bersumber pada penalaran untuk
memperoleh sumber-sumber pembelajaran yang valid. Penggunaan panca
indera siswa dapat memberikan pengaruh terhadap daya penalaran siswa dalam
setiap kegiatan pembelajaran. Siswa dalam teori belajar kognitif dapat
dikatakan belajar jika telah memahami secara keseluruhan persoalan secara
mendalam. Pemahaman tersebut berkaitan dengan proses mental dan
kemampuan otak yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah (Dahar,
2011).
Hasil
belajar
kognitif
tidak
merupakan
kemampuan
tunggal.
Kemampuan yang menimbulkan perubahan perilaku dalam domain kognitif
meliputi beberapa tingkat atau jenjang (Suparno, 2011). Menghafal
(Knowledge)
merupakan
kemampuan
kognitif
yang
paling
rendah.
Kemampuan tersebut merupakan cara memanggil kembali fakta yang disimpan
dalam otak digunakan untuk merespons suatu masalah.
Pemahaman (comprehension) merupakan kemampuan kognitif yang
digunakan untuk melihat hubungan fakta dengan kejadian. Menghafal suatu
peristiwa tidak lagi cukup karena pemahaman menuntut pengetahuan akan
fakta dan hubunganya. Kemampuan penerapan (application) dalam kognitif
berfungsi untuk memahami aturan, hukum, rumus dan sebagainya sebagai
upaya dalam memecahkan suatu masalah.
Kemampuan analisis (analysis) merupakan cara untuk memahami
sesuatu dengan menguraikanya ke dalam unsur-unsur. Dalam domain kognitif,
12
kemampuan tersebut berguna untuk melatih siswa agar mampu menganalisa
seluruh materi yang telah diberikan saat pembelajaran. Fungsi kemampuan
sintesis (Synthesis) dalam pembelajaran juga sangat penting bagi siswa karena
digunakan untuk memahami materi dengan mengorganisasikan bagian-bagian
kedalam kesatuan (Purwanto, 2008). Selain itu siswa juga diharuskan untuk
menguasai kemampuan evaluasi agar mampu membuat penilaian dan
mengambil setiap keputusan dengan tepat.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Kognitif
Keharusan akan perlunya pengertian dan pemahaman dalam belajar
menjadi kondisi yang harus terpenuhi dalam pandangan teori belajar kognitif
(Nata, 2011). Berlangsungnya pembelajaran dapat dikatakan berhasil apabila
dalam pikiran siswa sudah mencapai tingkat pemahaman tertinggi. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam proses belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat
digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern
(Khomsiyah, 2012). Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu
yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar
individu. Berikut penjelasan dari kedua factor tersebut:
a. Faktor Intern
1) Faktor Jasmani
Faktor jasmani terdiri dari dua komponen, yaitu kesehatan dan cacat
tubuh. Keberhasilan setiap peserta didik sangat dipengaruhi oleh kedua
permasalahan tersebut.
2) Faktor Psikologis
Terdapat tujuh aspek yang tergolong dalam faktor psikologi yang
mempengaruhi belajar, yaitu: intelegensi, perhatian, minat, bakat,
kematangan dan kesiapan.
3) Faktor Kelelahan
Kelelahan pada seseorang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kelelahan
jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah
13
lunglainya tubuh sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan
adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk
menghasilkan sesuatu hilang.
b. Faktor Ekstern
1) Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara
orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah
tangga, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar
belakang kebudayaan.
2) Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini adalah mencakup metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan
siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran
diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
3) Faktor Masyarakat
Masyarakat sangat berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu
terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat. Faktor ini
meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul,
dan bentuk kehidupan dalam masyarakat.
Selama berlangsungnya proses belajar, peserta didik tidak memenuhi
kedua faktor tersebut dengan baik maka akan berpengaruh terhadap hasil
belajar yang dicapai. Untuk mencapai hasil belajar yang telah direncanakan,
seorang guru harus memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
hasil belajar yang dicapai peserta didik.
B. Pembelajaran Sejarah
Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks.
Interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup dapat
diartikan sebagai pembelajaran (Sariyatun, 2010). Dari pengertian tersebut dapat
dimaknai bahwa pengalaman yang dialami oleh setiap individu baik secara
14
langsung maupun tidak langsung dapat dijadikan sebagai pembelajaran dalam
merubah sikap dan tingkah laku agar menjadi lebih baik.
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan usaha sadar dari seorang guru
untuk menyampaiakan pelajaran kepada siswanya (mengarahkan interaksi siswa
dengan sumber-sumber belajar lainya) dalam rangka mencapai tujuan yang
diharapkan. Interaksi dua arah dari seseorang guru dan peserta didik, dimana
antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah merupakan
target yang diharapkan dari pembelajaran (Khomsiyah, 2012).
Pengertian Sejarah dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang telah
dialami manusia pada waktu lampau sehingga jejak-jejak yang ditinggalkan bisa
dilihat di waktu sekarang (Kartodirdjo, 1992). Penekanan perhatian diletakkan
secara khusus pada aspek terjadinya suatu peristiwa sejarah terutama yang bersifat
khusus dari segi-segi urutan perkembangannya untuk kemudian disusun dalam
suatu cerita sejarah.
Sejarah merupakan peristiwa yang dilakukan manusia pada masa lampau,
terjadi hanya sekali dan tidak terulang kembali menjadi sejarah yang harus
diketahui manusia pada masa berikutnya (Sukaryanto, 2007). Karena itu
mempelajari sejarah menjadi penting agar dapat menentukan tindakan yang tepat
guna melanjutkan masa depan yang sesuai dengan harapan masa lampau. Jadi,
dapat diartikan bahwa pembelajaran sejarah merupakan sebuah instrumen bagi
siswa untuk mempelajari peristiwa-peristiwa di masa lalu agar dapat dijadikan
sebagai pengalaman guna memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawan.
Dalam pernyataan yang sudah cukup umum didengar tersebut tersirat bahwa
sejarah memerankan peran yang sentral dalam menentukan besarnya sebuah
bangsa. Ir. Soekarano yang merupakan presiden pertama Indonesia sudah lama
mengingatkan kepada masyarakat bahwa jangan sekali-sekali melupakan sejarah.
Hal tersebut tentunya bukan tanpa alasan, karena sejarah sangat erat kaitanya
dengan pembentukan karakter bangsa serta semangat nasionalisme yang sangat
dibutuhkan dalam membangun sebuah bangsa.
15
Belajar sejarah dapat diartikan sebagai proses yang dilakukan manusia
untuk memahami peristiwa atau kejadian dimasa kini maupun dimasa lampau.
Melalui sejarah manusia dapat menemukan identitas dirinya, mengenal diri sendiri
berarti mengetahui apa yang akan dilakukanya. Satu-satunya petunjuk yang dapat
dijadikan dasar adalah dengan mempelajari dan mengetahui apa yang telah
dilakukan orang lain. Mengajarkan apa yang telah dilakukan orang lain adalah
fungsi esensi dari sejarah (Kartodirdjo, 1992).
Sejarah menyangkut persoalan kesinambungan dan perubahan yang dapat
dijadikan pelajaran bagi seluruh umat manusia. Generasi sekarang tentu tidak
ingin mengulangi kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat dimasa lalu.
Sedangkan keberhasilan patut dicontoh dan ditingkatkan lagi. Orang tidak akan
belajar sejarah kalau tidak ada gunanya. Kenyataanya bahwa sejarah terus ditulis
orang, di semua peradaban dan di sepanjang waktu, sebenarnya cukup menjadi
bukti bahwa sejarah itu perlu (Kuntowijoyo, 2005). Tujuan pembelajaran Sejarah
bukan sekedar transfer of knowledge tetapi juga transfer of value.
Nilai-nilai luhur dari mata pelajaran sejarah terarah pada pencerahan jiwa
dalam berbagai aspek seperti memupuk jiwa demokratis dan kemanusiaan,
mengembangkan sikap jujur, adil, serta kerelaan berkorban serta yang tidak kalah
pentingnya menanamkan dan menumbuhkan jiwa nasionalisme dan patriotisme di
kalangan generasi muda sehingga sadar dan insyaf untuk mencintai bangsa dan
negaranya.
Pemahaman Sejarah perlu dimiliki setiap orang sejak dini agar mengetahui
dan memahami makna dari peristiwa masa lampau sehingga dapat digunakan
sebagai landasan sikap dalam meghadapi kenyataan pada masa sekarang serta
menentukan masa yang akan datang (Sariyatun, 2010). Artinya sejarah perlu
dipelajari sejak dini oleh setiap individu baik secara formal maupun non formal,
keterkaitan individu dengan masyarakat atau bangsanya memerlukan terbentuknya
kesadaran pentingnya sejarah terhadap persoalan kehidupan bersama seperti:
Nasionalisme, persatuan, solidaritas dan integritas nasional.
Terwujudnya cita-cita suatu masyarakat atau bangsa sangat ditentukan
oleh generasi penerus yang mampu memahami sejarah masyarakat atau
16
bangsanya. Pembangunan karakter bangsa (national character Building) menjadi
altenatif dalam mewujudkan generasi bangsa yang memahami jati diri bangsanya
secara komprehensif. salah satu upaya pembangunan karakter bangsa dapat
dilakukan melalui pendidikan sejarah yang mulai diberikan sejak pendidikan
dasar. Pendidikan sejarah diharapkan dapat memberikan wawasan berkenaan
dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode dalam upaya pembentukan sikap
dan perilaku siswa.
Pembelajaran sejarah merupakan bagian struktur pokok kurikulum di
SMA. Diperkirakan dengan mempelajari sejarah siswa dapat mengetahui dan
menjelaskan berbagai perkembangan sejarah seperti perkembangan masyarakat,
politik, tekhnologi dan sebagainya, sekaligus menarik subjek dari nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Pengembangan nilai-nilai dan kecakapan-kecakapan
sosial bagi peserta didik berupa nilai-nilai demokrasi, nasionalisme, patriotisme,
tanggung jawab dan mandiri, menunjukkan betapa pentingnya peran pendidikan
bagi kelangsungan serta kemajuan suatu bangsa (Isjoni & Ismail, 2008). Secara
keseluruhan semua aspek yang dapat mengilhami peserta didik agar mencintai
bangsa dan tanah airnya sendiri dapat dikembangkan melaui pemberian pelajaran
sejarah di sekolah.
Pelajaran sejarah pada tingkat pendidikan Sekolah menengah Atas (SMA)
sudah pasti memberikan kesempatan kepada siswa untuk memanfaatkan apa yang
dipelajari di sekolah dengan kehidupan yang nyata di sekelilingnya. Penerapan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sejarah di SMA memiliki tujuan
untuk mampu mengembangkan kualitas manusia indonesia pada masa mendatang
yang meliputi:
1. Semangat dan perasaan kebangsaan yang kuat.
2. Kemampuan berpikir baik yang bersifat proaktif maupun yang reaktif.
3. Memilki kemampuan mencari, memilih, menerima, mengolah dan
memanfaatkan maklumat melalui berbagai media.
4. Mengambil Inisiatif.
5. Tingkat Kreatifitas yang tinggi dan
6. Kerjasama yang tinggi.
17
Keseluruhan nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran sejarah juga
dapat berintegrasi dengan nilai adat atau norma-norma yang berlaku di daerah
setempat. Memperkuat pendapat tersebut, Gottschalk dalam Isjoni dan Ismail
(2008) menyatakan:
Pembelajaran dan pendidikan moral bangsa menuntut pembelajaran
sejarah berorientasi pada pendidikan kemanusiaan (humaniora) yang
memperhatikan nilai-nilai dan norma-norma, hasil pembelajaran sejarah
menjadikan peserta didik berkepribadian kuat, mengerti sesuatu agar dapat
menentukan sikapnya. Pentingnya pengertian tentang sejarah untuk
kehidupan sehari-hari membuat peserta didik mempunyai alat untuk
menyingkap tabir rahasia gerak masyarakat. Dengan sejarah dapat
diketahui hasil-hasil perjuangan sejak zaman dahulu (hlm 160-161).
Sejarah dapat diibaratkan pendidik, karena dapat mendidik jiwa manusia agar
memiliki pemahaman dan kepedulian pada nilai-nilai etika dasar, serta tindakan
atas dasar inti nilai etika yang murni. Penyelenggarakan pembelajaran sejarah di
sekolah bertujuan untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan
dengan bijak dan mempraktikkanya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.
C. Model STAD
Pembelajaran dengan menggunakan model STAD merupakan salah satu
tipe dari model Pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran STAD dipandang
sebagai yang paling sederhana di antara model pembelajaran kooperatif lainya.
Menurut Slavin dalam Trianto (2009), “Model pembelajaran STAD terdiri dari
lima komponen utama seperti presentasi kelas, kerja tim, kuis, skor perbaikan
individu dan penghargaan tim” (Hlm. 71). Berikut penjelasan secara rinci dari
kelima komponen tersebut:
1. Presentasi Kelas
Bahan ajar diperkenalkan oleh guru dalam suatu presentasi kelas.
Presentasi ini paling sering menggunakan pengajaran langsung atau ceramah
diskusi yang dilakukan oleh guru, namun dapat meliputi presentasi audiovisual atau kegiatan penemuan kelompok. Pada kegiatan ini siswa bekerja
untuk menemukan informasi atau mempelajari konsep-konsep atas upaya
18
mereka sendiri sebelum pengajaran guru. Presentasi kelas dalam STAD harus
berfokus pada unit STAD tersebut. Dengan cara ini siswa menyadari bahwa
mereka harus memperhatikan presentasi kelas, karena dengan begitu akan
membantu mereka mengerjakan kuis dengan baik.
2. Kerja Tim
Tim atau kelompok tersusun dari empat atau lima siswa yang mewakili
heterogenitas kelas dalam kinerja akademik, jenis kelamin maupun suku.
Fungsi utama tim adalah menyiapkan anggotanya berhasil menghadapi kuis.
Setelah presentasi bahan ajar, tim berkumpul untuk mempelajari LKS atau
bahan yang lain. Kerja tim merupakan ciri terpenting STAD. Pada setiap saat
penekanan diberikan pada anggota tim agar melakukan yang terbaik untuk
timnya, dan pada tim agar melakukan yang terbaik untuk membantu
anggotanya. Tim tersebut menyediakan dukungan teman sebaya untuk kinerja
akademik yang memiliki pengaruh berarti pada pembelajaran, menunjukkan
saling peduli dan hormat yang memiliki pengaruh berarti bagi hasil belajar,
seperti hubungan antar kelompok, harga diri dan penerimaan terhadap
kebanyakan siswa.
3. Kuis
Setelah berlangsungnya presentasi kelas oleh guru dan latihan tim,
siswa dikenai kuis (tes) individual. Siswa tidak dibenarkan saling membantu
selama kuis tersebut. Ini menjamin agar siswa secara individual bertanggung
jawab untuk memahami bahan ajar.
4. Skor Perbaikan Individu
Setiap siswa dapat menyumbang poin maksimum kepada timnya,
namun tidak seorang siswa pun dapat melakukan seperti itu tanpa
menunjukkan perbaikan atas kinerja masa lalu. Setiap siswa diberikan suatu
skor dasar, yang dihitung dari kinerja rata-rata siswa pada kuis serupa
sebelumnya. Kemudian siswa memperoleh poin untuk tim mereka didasarkan
pada berapa banyak skor kuis mereka melampaui skor dasar mereka.
19
5. Penghargaan Tim
Tim dapat memperoleh penghargaan apabila dapat menampilkan
kualitas presentasi dengan baik.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran
sejarah juga membutuhkan persiapan yang matang. Seluruh rencana persiapan
disesuaiakan dengan kondisi yang ada pada obyek tindakan. Semua tahapan
persiapan yang dilakukan oleh peneliti ditujukan untuk menunjang keberhasilan
siswa dalam memperoleh hasil belajar sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). Berikut penjelasan dari seluruh persiapan yang telah disusun peneliti
seperti tertera pada halaman berikutnya:
1. Perangkat Pembelajaran
Peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang meliputi Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), buku siswa, lembar kegiatan siswa (LKS)
beserta lembar jawabanya.
2. Membentuk Kelompok Kooperatif
Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa
dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok
dengan kelompok lainya relative homogen. Apabila memungkinkan kelompok
kooperatif perlu memerhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang
sosial. Jika didalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang relative sama,
maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi akademik, yaitu:
a. Siswa dalam kelas terlebih dahulu di ranking sesuai kepandaian dalam mata
pelajaran sejarah. Tujuanya adalah untuk mengurutkan siswa sesuai
kemampuan sejarahnya dan digunakan mengelompokkan siswa ke dalam
kelompok.
b. Menentukan tujuh kelompok yang akan berpartsipasi dalam kegiatan diskusi
kelompok. Ketujuh kelompok tersebut terdiri dari kelompok atas, kelompok
menengah, dan kelompok bawah. Kelompok atas sebanyak 25% dari
seluruh siswa yang diambil dari siswa ranking satu, kelompok tengah 50%
dari seluruh siswa yang diambil dari urutan setelah diambil kelompok atas,
20
dan kelompok bawah sebanyak 25% dari seluruh siswa yaitu terdiri atas
siswa setelah diambil kelompok atas dan kelompok menengah.
3. Menentukan Skor Awal
Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai
ulangan sebelumnya. Setelah diselenggarakanya kuis, skor awal dapat berubah
sesuai dengan hasil yang diraih masing-masing siswa. Pada pembelajaran lebih
lanjut dan setelah diadakan ujian, maka hasil dari tes dari masing-masing
individu tersebut dapat dijadikan sebagai skor awal.
4. Pengaturan Tempat duduk
Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur
dengan baik. Hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran
kooperatif apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan
kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif.
5. Kerja Kelompok
Upaya mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe
STAD, dilakukan dengan memberikan pelatian mengenai kerja sama
kelompok. Pelatian tersebut diimplementasikan lewat kegiatan diskusi untuk
membuat kerja sama antar anggota kelompok menjadi padu. Hal ini bertujuan
untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif STAD ini didasarkan pada
model pembelajaran kooperatif karena merupakan model pembelajaran yang
menekankan adanya kerjasama, yakni kerja sama antar siswa dalam kelompoknya
untuk mencapai tujuan belajar. Setiap anggota kelompok bertanggungjawab
terhadap keberhasilan diri dan anggota lainnya. Kondisi tersebut mengharuskan
setiap anggota harus saling bekerjasama dan saling membantu dalam memahami
bahan pelajaran sehingga setiap anggota kelompok akan mencapai potensi optimal
yang mungkin diraihnya.
Model pembelajaran kooperatif STAD sangat menguntungkan baik bagi
siswa yang berkemampuan rendah maupun yang berkemampuan tinggi. Siswa
berkemampuan tinggi dapat menjadi tutor bagi siswa yang berkemampuan rendah
dan juga dapat menambah pengetahuannya. Sedangkan bagi siswa yang
21
berkemampuan rendah dapat meningkatkan motivasi belajarnya sehingga nanti
akan meningkatkan prestasi belajar siswa. Berikut penjelasan dari fase-fase
pembelajaran menggunakan model STAD seperti termuat dalam tabel dibawah
ini.
Tabel 2.1 Fase-fase Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Fase
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi
Siswa
Kegiatan Guru
Menyampaikan semua tujuan pelajaran
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut
dan memotivasi siswa belajar.
Fase 2
Menyajikan/menyampaikan informasi.
Menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan
bacaan.
Menjelaskan kepada siswa bagaimana
Fase 3
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok- caranya membentuk kelompok belajar dan
kelompok belajar.
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar.
Membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas
mereka.
Fase 5
Evaluasi
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah diajarkan atau masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6
Memberikan penghargaan
Mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.
(Sumber: Trianto, 2009:71)
6. Tahapan-Tahapan Penerapan STAD
a. Menghitung skor individu
Skor perkembangan individu dihitung berdasarkan nilai tes yang
didapatkan. Setiap siswa diberikan suatu skor dasar, yang dihitung dari nilai
ujian (kuis) pada siklus I dan II. Penghargaan akan diberikan oleh peneliti
kepada siswa yang mendapatkan nilai tertinggi di setiap akhir siklus
pembelajaran. Berikut penjelasan secara rinci seperti termuat dalam tabel
2.2 pada halaman selanjutnya.
22
Tabel 2.2 Perhitungan skor Perkembangan
Nilai Tes
Skor perkembangan
Lebih dari 10 point di bawah skor dasar
5
1-10 point di bawah skor dasar
10
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar
20
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar
30
Hasil sempurna (tidak mempertimbangkan skor
30
dasar)
(Sumber: Trianto, 2009:72)
b. Menghitung skor kelompok
Skor kelompok ini dihitung dengan membuat rata-rata skor
perkembangan anggota kelompok. Cara tersebut dilakukan dengan
menjumlah semua skor perkembangan yang diperoleh anggota kelompok
dibagi
dengan
jumlah
anggota
kelompok.
Bagi
kelompok
yang
mendapatkan nilai/skor tertinggi akan diberikan penghargaan (reward) oleh
peneliti pada akhir penelitian. Berikut penjelasan yang menunjukkan ratarata skor perkembangan kelompok, diperoleh dari kategori skor kelompok
seperti tercantum didalam tabel 2.3. Penyajian tabel tersebut akan disajikan
pada halaman berikutnya.
Tabel 2.3 Predikat Keberhasilan Kelompok
Kriteria
Nilai Perkembangan
Excellent
22,6 – 30
The best teams
15,1 – 22,5
Good teams
7,6 – 15,0
General teams
≥7,5
(Sumber: Trianto, 2009:72)
23
c. Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok
Setelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, guru
memberikan hadiah/penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai
dengan predikat dan hasil yang diperoleh dalam kegiatan diskusi.
D. Media Audio Visual
Media pendidikan erat kaitanya dengan pemberdayaan teknologi dalam
pendidikan. Menurut Syukur (2008), “Media merupakan suatu alat atau perantara
yang berguna untuk memudahkan proses belajar mengajar, dalam rangka
mengefektifkan komunikasi antara guru dan murid” (hlm. 117). Hal ini sangat
membantu guru dalam mengajar dan memudahkan murid menerima dan
memahami pelajaran. Proses ini membutuhkan guru yang professional dan
mampu menyelaraskan antara media pendidikan dan metode penelitian
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan serta perubahan sikap
masyarakat membawa pengaruh yang besar dalam bidang pendidikan. Tugas
media bukan sekedar mengkomunikasikan hubungan antara pengajar dan murid.
Media merupakan bagian integral yang saling berkaitan antara komponen satu
dengan yang lainya sehingga dapat berinteraksi dan saling memengaruhi. Kondisi
tersebut
mendorong
setiap
lembaga
pendidikan
untuk
mengembangkan
lembaganya menjadi lebih maju dengan memanfaatkan teknologi modern dan
kemajuan ilmu pengetahuan sebagai media pengajaran.
Perkembangan psikologi belajar siswa juga sangat berkaitan dengan
pemakaian media pendidikan karena pemanfaatan sebuah media dalam
pendidikan dirasa perlu memperhatikan teori-teori belajar. Fungsi media dalam
kegiatan belajar mengajar dapat memberikan pengalaman visual serta motivasi
belajar kepada siswa untuk terus mengembangkan potensi dan kemampuanya
(Syukur, 2008). Pada era kemajuan teknologi sepeti saat ini, media juga memiliki
peran besar dalam setiap pengajaran yang meliputi:
1. Membantu pendidik (guru) dalam kegiatan belajar mengajar.
2. Membuat jalanya pembelajaran menjadi tidak membosankan.
3. Lebih menarik perhatian dan minat murid dalam pembelajaran.
24
4. Dapat mengaktifkan seluruh indera siswa.
Penggunaan media dalam pembelajaran dapat mempertinggi proses dan
hasil belajar yang berkenaan dengan kemampuan berfikir siswa (Azhar, 2010).
Taraf berfikir siswa terdiri dari berbagai proses tahapan - tahapan yang
menyertainya dalam setiap kegiatan. Dimulai dari proses berfikir dari yang
kongkret menuju abstrak, dari yang sederhana menuju abstrak dan dari proses
sederhana menuju yang komplek. Dalam hubungan tersebut penggunaan media
pengajaran berkaitan erat dengan tahapan-tahapan berfikir siswa.
Media pembelajaran berbasis audio visual adalah media penyaluran pesan
dengan memanfaatkan indera pendengaran dan penglihatan (Ishak & Deni, 2013).
Dalam studi teknologi pendidikan, ada perbedaan gradual antara alat audio visual
(Audiovisual aids) dan media audio visual. Unsur suara dan unsur gambar yang
bisa dilihat, misalnya rekaman video, slide, suara, dan sebagainya adalah unsurunsur dari media audio visual (Purwono, dkk., 2014).
Pemanfaatan media audio visual dalam setiap kegiatan pembelajaran
mampu memberikan kontribusi yang besar dalam kemajuan maupun peningkatan
mutu di suatu lembaga pendidikan. Dengan memakai media tersebut peserta didik
akan lebih mudah mencerna dan memahami suatu pelajaran sehingga tujuan
pendidikan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Untuk mencapai pendidikan
tersebut guru perlu memberikan peran yang penting untuk menghantarkan
keberhasilan anak didik. Dibutuhkan komunikasi yang baik antara guru dan murid
untuk menyeimbangkan antara media pengajaran dan metode pengajaran sehingga
informasi yang disampaikan guru dapat diterima dengan baik oleh siswa
Keefektifan pengembangan atau penggunaan media audio visual dalam
proses belajar-mengajar juga dapat dilihat dari kemampuan guru menciptakan dan
menampilkan materi pembelajaran yang dikemas secara menarik (Azhar, 2010).
Pernyataan tersebut juga didukung oleh pendapat Spaukling dalam Soeparno, dkk.
(1998) yang menyatakan, “Video gambar bersuara yang dikemas dan ditampilkan
oleh pendidik dalam bentuk menarik merupakan sebuah perangkat pengajaran
yang dapat menarik minat siswa secara efektif” (hlm.25).
25
Kemampuan setiap pendidik dalam mengoperasikan media audio visual
juga harus disertai dengan peningkatan kompetensi yang dimiliki. Pendidik juga
dirasa perlu untuk mengaitkan dan memasukkan unsur-unsur di kehidupan nyata
dalam setiap media pembelajaran yang akan digunakan. Strategi ini bertujuan
mengakomodir masuknya kebudayaan-kebudayaan lokal sehingga keinginan
siswa untuk mempelajari budaya setempat dapat terpenuhi. Selain itu, media
audio visual juga banyak berperan dalam membantu para siswa untuk membaca
buku pelajaran terutama dalam menafsirkan dan mengingat-ingat isi materi teks
yang menyertainya.
Media audio visual pada hakikatnya merupakan suatu representasi
penyajian realitas, terutama melalui pengindraan penglihatan dan pendengaran
yang bertujuan untuk mempertunjukkan pengalaman-pengalaman pendidikan
yang nyata kepada siswa (Syukur, 2008). Cara ini dianggap lebih tepat, cepat, dan
mudah dibandingkan dengan melalui pembicaraan, pemikiran, dan ceria mengenai
pengalaman pendidikan. Dengan demikian media pendidikan berfungsi ganda,
yakni sebagai pembawa, penyalur pesan/informasi dan sebagai unsur penunjang
proses pembelajaran.
Penyampaikan pesan-pesan pendidikan kepada para peserta didik pada
dasarnya mendayagunakan media audio visual sebagai media pembelajaran (Ishak
& Deni, 2013). Pendayagunaan media tersebut dapat secara mandiri atau
kombinasi beberapa media. Keterlibatan pendidik dalam komunikasi bergantung
pada jenis media yang digunakan, jenis informasi yang disampaikan, metode
komunikasi yang dilaksanakan, pemanfaatan waktu dan tempat secara tepat, serta
kemampuan komunikator/pendidik yang bersangkutan. Jenis-jenis media audio
visual yang akan digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah
sebagai berikut:
1. Slide
Bahan informasi tersusun dalam satu unit yang dibagi-bagi menjadi
perangkat slide yang disusun secara sistematis dan disajikan secara berurutan.
Slide satu dengan yang lainya terlepas-lepas dan tidak bersuara. Bentuk
komunikasi ini lebih efektif bila disertai dengan penjelasan lisan atau dibarengi
26
dengan rekaman yang telah disiapkan untuk menunjang sajian melalui slide
tersebut.
2. Filmstrip
Satuan informasi dalam media ini disajikan secara berkesinambungan,
tidak terlepas-lepas, tapi sebagai satu unit bahan yang utuh. Media ini tidak
bersuara, dan karenanya perlu dibantu dan dilengkapi dengan penjelasan verbal
atau dikombinasikan dengan penjelasan melalui rekaman.
3. Film
Mengkombinasikan media audio visual dan media audio. Suatu
rangkaian cerita yang disajikan dalam bentuk gambar pada layar putih disertai
gerakan-gerakan dari para pelakunya. Keseluruhan bahan informasi disajikan
lebih menarik dengan nada dan gaya serta tata warna, sehingga lebih
merangsang minat dan perhatian penonton atau penerima pesan.
4. Komputer
Penggunaan computer dalam komunikasi pembelajaran pada prinsipnya
sama dengan Computerized Assisted Instruction (CAI). Kemampuanya
menerima informasi, menyimpan dan mengolah serta memproduksinya dalam
jumlah yang banyak dan jangka waktu yang lama, serta setiap saat dapat
digunakan dan dapat menggandakan informasi dalam jumlah tak terbatas,
merupakan suatu media yang canggih. Adapun teknik penggunaanya dalam
bentuk:
a. Belajar mandiri berdasarkan pada bahan yang telah direkam dalam alat
khusus, yang memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah antara
individu dan computer.
b. Menyimpan bahan informasi dalam alat penyimpan pada computer, yang
pada waktu tertentu dapat diungkapkan kembali dan dipelajari.
c. Belajar bahasa computer yang memiliki ciri khas.
d. Belajar dengan bantuan tutor dalam prosedur belajar komputerisasi.
Perkembanganya hingga saat ini media audio visual yang dikemas
dalam bentuk system spesifikasi computer yang selalu melakukan updating
keterbacaan secara audio dan visual telah diiringi dengan ragam model yang
27
dikembangkan. Hal ini sangat membantu memberikan pilihan terhadap peneliti
untuk menerapkan media audio visual dengan tujuan untuk meningkatkan hasil
belajar sejarah siswa.
E. Penelitian Yang Relevan
Peneliti menggunakan empat jurnal penelitian yang sudah terpublikasi.
pemilihan jurnal oleh peneliti selalu memperhatikan dan mengutamakan unsur
kerelavansian dengan penelitian yang akan dilakukan. Berikut penjelasan dari
keempat jurnal penelitian tersebut seperti tertulis dibawah ini:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Rifka Isnaini pada tahun 2011 pada siswa Kelas
XI IPS 1 di SMAN 2 Ngawi dengan judul, “Upaya meningkatkan Hasil Belajar
Sejarah Siswa Kelas XI IPS 1melalui Model Pembelajaran Jigsaw di SMAN 2
Ngawi”. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa 30 nilai hasil belajar siswa
Kelas XI IPS 1 SMAN 2 Ngawi rendah. 20 siswa tuntas setelah melalui proses
remidial, hal yang hampir sama juga terjadi pada tahun –tahun sebelumnya, hal
ini dapat dilihat dari dominasi guru dalam proses pembelajaran tersebut dapat
menyebabkan siswa lebih bersifat pasif, guru hanya menggunakan metode
ceramah, tanya jawab, dan penugasan sehingga mereka lebih banyak
menunggu sajian guru daripada mencari, menemukan sendiri pengetahuan atau
sikap dalam pembelajaran Sejarah.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Joni Purnomo, Sri Yutmini, dan Sri Anitah
pada tahun 2013 pada siswa kelas VII, VIII, dan IX di SMP Negeri 1 Pacitan
dengan judul, ”Penggunaan Media Audio Visual pada mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pacitan”. Hasil
belajar siswa setelah guru menggunakan media audio visual meningkat dengan
dibuktikan hasil ulangan siswa nilai rata-rata kelas dan daya serap siswa dalam
menerima pelajaran meningkat. Peningkatan dirasakan saat guru menggunakan
media audio visual, ketika menjelaskan materi siswa menyimak dengan baik
dan siswa sangat termotivasi untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar
sehingga berakibat pada peningkatan hasil belajar siswa. Prosentase Kriteria
28
Ketuntasan Minimal (KKM) hasil belajar siswa setelah penggunaan media
audiovisual mengalami peningkatan, dibandingkan dengan sebelumnya.
3. Penelitian yang dilakukan Ni Putu Ayu Widiastiti, I Wayan. Darsana, I Ngurah
Sundayana (2014) di kelas V SD gugus satu Mengwi Badung dengan judul
“Pengaruh Model Koperatif Pembelajaran STAD berbantuan dengan Media
Audio Visual terhadap hasil belajar IPA kelas V SD gugus Mengwi Badung”.
Penelitian ini menggunakan eksperimen semu dengan desain Nonequivalent
Control Group Design. Data dalam penelitian ini siswa kelas V di SD No. 2
Cemagi sebagai kelompok eksperimen yang dibelajarkan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan media audio visual, kedua
kelompok kontrol yaitu SD No. 4 Cemagi menggunakan pembelajaran
konvensional. Data hasil belajar IPA diperoleh setelah dilakukan post test
dengan jumlah butir soal sebanyak 30 soal. Berdasarkan hasil analisis nilai
ulangan umum siswa menunjukkan keadaan data yang normal dan sampel yang
homogen. Artinya data berdistribusi normal dan memiliki varians yang tidak
berbeda
secara
signifikan.
Hal
Ini
menunjukkan
bahwa
sebelum
diberiperlakuan kedua kelas mempunyai kemampuan awal yang sama. Setelah
ditentukan kelompok-kelompok penelitian, maka kelompok eksperimen
diberikan perlakuan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe STAD
berbantuan media audio visual dan kelas control menggunakan pembelajaran
konvensional. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA
antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD berbantuan media audio visual dengan siswa yang dibelajarkan
secara konvensional pada kelas V Gugus 1 Mengwi.
4. Penelitian yang dilakukan Andini Lia Susanti, I Ketut Mahardika, Subiki di
kelas X SMA Negeri 4 Jember dengan Judul “Penerapan Model Pembelajaran
Koperatif tipe STAD disertai Media Audio visual dalam pembelajaran Fisika
berbasis Multirepresentasi di kelas X SMA Negeri 4 Jember”. Berdasarkan
nilai kemampuan multirepresentasi fisika siswa dapat diketahui bahwa model
pembelajarankooperatif tipe STAD disertai media audio visual berpengaruh
29
terhadap kemampuan multirepresentasi fisika siswa pada kelas eksperimen.
Menurut hipotesis statistic bahwa Ha didefinisikan terdapat perbedaan yang
signifikan terhadap kemampuan multirepresentasi fisika antara
kelas
eksperimen dengan kelas kontrol dan diketahui bahwa nilai rata rata
eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Perhitungan uji Independent
sample Test SPSS 16 dari data nilai post-test kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai media
audio visual dalam pembelajaran fisika berbasis multirepresentasi dapat
membuat siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga hasil belajar
yang diperoleh siswa juga lebih baik. Namun demikian, keberhasilan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai media audio
visual berbasis multirepresentasi ini tidak terlepas dari kendala-kendala yang
dihadapi. Salah satu kendala yang dihadapi adalah alokasi waktu dalam
penerapan model. Hal ini dikarenakan siswa cenderung ramai pada saat
penggabungan kelompok pada masing masing kelompok. Selain itu, siswa
belum terbiasa melakukan presentasi, hal ini menyebabkan kinerja kognitif
proses siswa kurang maksimal. Oleh karena itu, harus ada pendampingan yang
lebih pada pada saat penggabungan dan presentasi kelas berlangsung. Namun,
jika semua faktor yang ada dalam model pembelajaran ini dapat dikelola secara
baik maka akan sangat dimungkinkan tercapainya tujuan pembelajaran secara
maksimal.
Berdasarkan isi dari keempat jurnal penelitian menunjukkan adanya
relevansi dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Relevansi tersebut
ditunjukkan dengan adanya kesamaan dalam menggunakan model pembelajaran
kooperatif STAD serta media audio visual sebagai media pembelajaran.
Perbedaan terletak pada jumlah siswa, dan metode pembelajaran yang digunakan.
Selain itu, inovasi pembelajaran juga perlu dilakukan oleh peneliti agar dapat
membuat siswa menjadi nyaman dalam saat mengikuti pelajaran sehingga mampu
memberikan pengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
30
F. Kerangka Berpikir
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa
metode pembelajaran yang diterapkan di kelas XI IPS 2 masih didominasi oleh
penggunaan metode ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat
dan hafal sehingga kegiatan pembelajaran menjadi monoton. Minat belajar
sebagian besar siswa juga masih rendah karena pembelajaran hanya berpusat di
guru. Metode konvensional yang diterapkan oleh guru mengakibatkan
penyampaian materi kepada siswa menjadi tidak efektif mengingat materi yang
harus dipelajari sangat luas dengan alokasi waktu yang tersedia sangat sedikit (3
jam/minggu). Selain itu, hasil observasi juga menunjukkan bahwa asih ada
beberapa siswa yang berbicara sendiri ketika pembelajaran sejarah berlangsung.
Kondisi tersebut menunjukkan sikap siswa yang kurang bisa menghargai
keberadaan guru sebagai pendidik.
Data hasil belajar sejarah siswa juga menunjukkan bahwa kualitas proses
dan hasil pembelajaran yang terjadi di kelas XI IPS 2 SMAN 2 Boyolali masih
rendah. Kondisi tersebut dapat dilihat dari nilai rata – rata ujian akhir semester 1
tahun pelajaran 2015/2016. Jumlah siswa yang memperoleh nilai sesuai dengan
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) masih tergolong sedikit. Dari keseluruhan
siswa yang berjumlah 28 orang, hanya 10 siswa dapat dikategorikan tuntas karena
mendapatkan nilai sesuai dengan KKM. Sedangkan 19 siswa dipastikan tidak
tuntas karena memperoleh nilai dibawah KKM. Perolehan nilai yang didominasi
oleh siswa yang mengalami ketidaktuntasan hasil belajar menunjukkan bahwa
sebagian besar siswa kelas XI IPS 2 mengalami kesulitan dalam memahami
pelajaran sejarah.
Berdasarkan pada permasalahan tersebut disepakati bahwa pemecahan
masalah akan dilakukan dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif
tipe STAD dan media audio visual. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk
menigkatkan kualitas hasil belajar sejarah pada siswa klas XI IPS 2 melalui
penggunaan model belajar kooperatif tipe STAD dan media audio visual.
Berdasarkan paparan diatas, maka disajikan kerangka Penelitian Tindakan Kelas
dapat disajikan seperti pada gambar di halaman berikutnya:
31
Hasil belajar
Akibatnya siswa kurang aktif
Pembelajaran
sejarah rendah
dalam kegiatan pembelajaran
masih didominasi
Sejarah.
guru.
Penjelasan tentang
pembelajaran
Kooperatif STAD
dan media Audio
Penerapan model
Refleksi dari hasil
pembelajaran
siklus mengenai
kooperatif STAD dan
penerapan model
media Audio Visual.
pembelajaran
Visual.
Koperatif STAD dan
media Audio Visual.
Peningkatan hasil belajar sejarah
siswa.
Gambar 2.4 Alur Kerangka Berfikir
G. Hipotesis Tindakan
Penerapan model pembelajaran kooperatif
STAD dan Media Audio
Visual Meningkatkan prestasi belajar sejarah siswa kelas XI IPS 2 SMAN 2
Boyolali.
Download