PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK

advertisement
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE (TTW)
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI SISWA
SECARA TERTULIS
Ariyanti Dwi Pratiwi, Ach. Fatchan, Purwanto
Universitas Negeri Malang
ABSTRACT: The purpose of this research was increasing communication
ability especially writing communication by scientific papers by applicating
TTW learning model. This research was a classroom action research that consist
of planning, action, observation, and reflection. It was consist of two learning
cycles that one each other of the cycle consist of two times meeting. It was done
in class VII C SMP Negeri 1 Ngoro at March until April 2013, and the data that
had been got, was analized descriptively. The result of this research showed that
student’s writing communication ability by scientific papers got raising from first
cycle to second cycle. Rate of the raising is 39,4%, where in the first cycle get
45,45% and in the second cycle get 84,85%. Based on that research’s result, so it
can be resulted that communication ability by science papers at science social
study get raising after applicated TTW learning model. Suggested to social
science teachers to try to applicate TTW learning model in order to increase the
quality of social science learning.
Keywords: application, TTW learning model, communication ability by
scientific papers.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran IPS dan
observasi di kelas VII SMP Negeri 1 Ngoro Jombang, diperoleh hasil bahwa
siswa masih kurang antusias terhadap pembelajaran dan kemampuan
berkomunikasi siswa masih belum sesuai dengan yang diharapkan khususnya
untuk kemampuan berkomunikasi melalui tulisan. Masih ada beberapa siswa yang
mengalami kesulitan dalam menuangkan ide-idenya ke dalam bentuk tulisan.
Kemampuan berkomunikasi siswa melalui karya tulis ilmiah secara
klasikal yaitu sebesar 21,82%, sedangkan sisanya yaitu sebesar 78,18% masih
belum menunjukkan kemampuan berkomunikasi secara tulis siswa melalui karya
tulis ilmiah dengan baik. Kemampuan berkomunikasi melalui karya tulis ilmiah
disini dapat dilihat dari indikator-indikator seperti kemampuan menentukan judul,
merumuskan latar belakang dan tujuan penulisan, isi atau pembahasan, dan
menarik kesimpulan serta penulisan daftar rujukan yang dicantumkan. Siswa yang
mampu menentukan judul sebesar 27,27%, merumuskan latar belakang dan tujuan
sebesar 24,24%, menulis isi atau pembahasan sebesar 21,21%, menarik
kesimpulan sebesar 21,21%, dan menulis daftar rujukan sebesar 15,15%.
Hal tersebut disebabkan oleh pemilihan metode atau strategi pembelajaran
yang kurang tepat sehingga kegiatan pembelajaran di dalam kelas menjadi kurang
kondusif bagi siswa. Hal ini terlihat dari aktivitas siswa yang masih sering
berbicara sendiri dengan teman sebangkunya dan mengerjakan hal di luar konteks
yang dipelajari. Aktivitas yang ditunjukkan oleh siswa dalam tanya jawab di kelas,
terlihat hanya 6 orang siswa dari 33 orang siswa yang memperhatikan apa yang
dijelaskan oleh guru. 4 orang siswa mengerjakan hal di luar konteks materi, 12
orang siswa diam dan 11 orang siswa lainnya yang sebagian besar duduk di
bagian belakang ramai dengan teman sebangkunya.
Mayoritas metode yang digunakan oleh guru masih berupa metode
ceramah sehingga sebagian besar siswa menjadi kurang tertarik untuk menyimak
materi yang sedang dijelaskan dan enggan untuk bertanya serta mengemukakan
pendapatnya terkait materi tersebut pada saat proses pembelajaran. Hal seperti ini
akan memberikan pengaruh negatif pada prestasi belajar siswa. Proses
pembelajaran sendiri pada hakikatnya untuk mengembangkan aktivitas dan
kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar.
Seperti yang dinyatakan oleh Mulyasa (2010) bahwa proses pembelajaran pada
satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Adanya penggunaan metode atau strategi pembelajaran yang kurang tepat
tersebut, siswa menjadi jarang untuk mencatat informasi atau pengetahuan apa
saja yang menjadi pengetahuan baru bagi mereka. Terdapat hanya beberapa siswa
saja yang terlihat mencatat. Berdasarkan observasi tersebut diketahui hanya
sekitar 7-9 orang yang mencatat apa saja yang dijelaskan oleh guru, sedangkan
siswa yang lainnya mengerjakan hal di luar konteks dan gaduh sendiri. Pemilihan
dan penggunaan metode pembelajaran atau strategi yang kurang tepat ini
menjadikan kondisi kelas yang tidak terkelola dengan baik terkadang menjadikan
siswa cenderung untuk pasif.
Hal tersebut cukup bertolak belakang dengan tujuan pembelajaran pada
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dimana dalam penerapan
kurikulum ini para siswa dituntut untuk dapat bersikap aktif, inovatif, dan kreatif
dalam proses pembelajaran pada setiap pelajaran yang diajarkan. Pernyataan
tersebut dapat diartikan bahwa siswa harus mampu membangun atau
mengkonstruksi pemahamannya dan menemukan suatu konsep secara mandiri.
Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan dalam penggunaan metode pembelajaran.
Selain itu pada saat ulangan, soal yang diujikan mayoritas soal objektif
sehingga siswa menjadi kurang berpengalaman dan kurang terbiasa untuk
merangkai kata-kata/ide yang kemudian dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Oleh
karena itu siswa menjadi tidak terbiasa untuk menulis kembali apa yang dilihat
atau didengar pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Adanya hal seperti itu,
kemampuan berkomunikasi siswa melalui tulisan tidak mengalami perkembangan
sehingga kemampuan siswa untuk menulis kembali apa yang didengar, dibaca,
maupun dilihat masih tergolong rendah.
Mengacu pada pendapat Graves (1978 dalam Suparno dan Yunus, 2011)
bahwa seseorang enggan menulis karena tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa
tidak berbakat menulis, dan mersasa tidak tahu bagaimana menulis. Pendapat
tersebut dapat diartikan bahwa menulis merupakan keterampilan yang rumit
karena menulis bukanlah sekedar menyalin kata dan kalimat, melainkan juga
mengembangkan dan mengungkapkan pikiran dalam suatu tulisan yang teratur. Di
samping kerumitan tersebut, kegiatan menulis memiliki banyak manfaat bagi
pengembangan mental, intelektual, dan sosial seseorang (Suparno dan Yunus,
2011).
Kemampuan berkomunikasi melalui tulisan disini dapat dikatakan cukup
penting bagi siswa. Karena siswa tidak hanya diharuskan untuk menguasai
kemampuan berkomunikasi secara lisan melainkan juga berkomunikasi secara
tertulis. Selain itu, kegiatan siswa pada proses pembelajaran juga didominasi oleh
kegiatan menulis seperti mencatat, mengerjakan tugas, dan sebagainya. Oleh
karena itu dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk mengatasi permasalahan
kemampuan berkomunikasi siswa secara tulis melalui karya tulis ilmiah yakni
makalah. Kemampuan berkomunikasi melalui tulisan bagi siswa tidak hanya
terpusat atau terfokus pada penulisan makalah saja, tetapi bisa juga untuk karya
tulis ilmiah yang lain seperti laporan penelitian maupun non penelitian.
Berdasarkan permasalahan yang sudah dipaparkan sebelumnya, perlu
diadakan penelitian tindakan kelas dimana penelitian ini memiliki peran penting
dalam memperbaiki mutu pembelajaran. Dalam penelitian tindakan kelas dapat
menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi yang ingin
dicapai. Untuk mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan berkomunikasi
siswa secara tulis ini, salah satu solusi yang menjadi alternatif yaitu dengan
penggunaan model pembelajaran Think Talk Write (TTW).
Think Talk Write (TTW) merupakan salah satu model pembelajaran
kooperatif yang dapat merangsang siswa untuk menjadi lebih aktif dalam
mengkonstruk atau membangun pemahamannya secara mandiri. Model ini lebih
dikenal dengan pembelajaran individu dalam kelompok. Kelebihan dari model ini
adalah memiliki tahapan-tahapan yang tidak terlalu sulit dan rumit bagi siswa
SMP, sehingga dapat memudahkan siswa dalam menulis suatu karya tulis ilmiah
(makalah). Huinker dan Laughin (dalam Yamin dan Ansari, 2008) menyatakan
bahwa pada proses pembelajaran model Think Talk Write (TTW), membangun
pemahaman melalui berpikir, berbicara, dan menulis dengan melibatkan siswa
dalam berpikir dan berdialog dengan dirinya sendiri setelah melalui proses
membaca, selajutnya berbicara, dan membagi ide (sharing) dengan temantemannya (berdiskusi) sebelum menulis. Merujuk pada pendapat tersebut, model
ini cukup sesuai untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran dimana siswa
diharapkan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasinya terutama
melalui tulisan.
Tahapan-tahapan dari model pembelajaran ini meliputi think, talk, dan
write. Pada tahap think, siswa diarahkan untuk membaca materi dan membuat
catatan kecil tentang ide-ide apa saja yang didapatnya. Di tahap ini, siswa akan
membangun aktivitas berpikir melalui membaca. Pada tahap talk, siswa diminta
untuk membentuk kelompok secara heterogen untuk membahas catatan masingmasing (berdiskusi). Pada tahap write, siswa diminta untuk memaparkan ide-ide
yang sudah didapat pada tahap sebelumnya ke dalam bentuk tulisan.
Model pembelajaran ini dirasa cukup efektif dalam merangsang siswa
untuk lebih terbiasa mengkomunikasikan pemikirannya secara lisan maupun
tulisan pada proses pembelajaran. Pemahaman siswa akan mudah terbentuk
melalui kegiatan membaca dan menulis. Mengingat model pembelajaran ini
memang ditujukan untuk melatih siswa dalam berkomunikasi baik lisan maupun
tulisan seperti menulis karya ilmiah. Sehingga model ini menjadi salah satu
alternatif yang dapat digunakan untuk melibatkan siswa secara efektif saat proses
pembelajaran berlangsung terutama dalam hal kemampuan berkomunikasi melalui
karya tulis ilmiah khususnya makalah.
Kelemahan model pembelajaran ini jika digunakan untuk mengukur
kemampuan berkomunikasi melalui karya tulis ilmiah khususnya makalah akan
membutuhkan waktu lama. Terutama pada tahap write, dalam memaparkan ideide ke dalam bentuk tulisan tidak semudah pada saat ide-ide tersebut dipaparkan
secara lisan. Oleh karena itu pada tahap ini, akan membutuhkan waktu yang
cukup lama. Selain itu penyusunan instrumen penilaian juga akan lebih sulit
karena yang dinilai merupakan suatu produk atau hasil dari kreativitas seseorang
yang berupa makalah.
METODE
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research). Dalam pelaksanaanya, penelitian tindakan kelas terdiri dari beberapa
siklus. Dan masing-masing siklus terdiri dari 4 langkah yaitu (1) perencanaan; (2)
pelaksanaan; (3) observasi; dan (4) refleksi. Berikut ini diagram alir desain
penelitian tindakan kelas.
Observasi Awal
Refleksi Awal
Awal I
Rencana Tindakan
Pelaksanaan
Observasi I
Siklus
Tindakan I
Refleksi I
Rencana Tindakan II
Pelaksanaan
II
Observasi II
Siklus II
Tindakan II
dan seterusnya
I
Refleksi II
II
Gambar 1. Diagram Alir Desain Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, 2010)
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Ngoro yang beralamat di Jl.
Badang Kecamatan Ngoro Kabupaten Jombang. Subjek penelitian yang
digunakan adalah siswa kelas VII C yang terdiri dari 33 siswa dengan 12 siswa
laki-laki dan 21 siswa perempuan. Penelitian ini dilaksanakan pada semester
genap tahun ajaran 2012/2013 pada bab hidrosfer.
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini meliputi sebagai berikut: (1)
lembar penilaian karya tulis ilmiah untuk mengukur kemampuan berkomunikasi
siswa melalui karya tulis ilmiah berdasarkan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(PPKI) UM, (2) lembar observasi untuk mencatat hasil pengamatan selama
tindakan dilaksanakan dan berfungsi untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa,
(3) catatan lapangan untuk mencatat hal-hal yang terkait dengan penelitian tetapi
belum tercantum pada lembar observasi.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif kuantitatif
yaitu membandingkan rata-rata hasil penilaian karya tulis ilmiah yang diperoleh
pada masing-masing siklus setelah penerapan model pembelajaran Think Talk
Write (TTW). Setelah nilai yang diperoleh diketahui kemudian dirata-rata
sehingga didapatkan nilai rata-rata kelas pada setiap akhir siklus dan kemudian
dibandingkan dengan menggunakan grafik dan tabel. Apabila total nilai
kemampuan berkomunikasi siswa melalui karya tulis ilmiah yang diperoleh ≥ 201,
maka siswa dinyatakan telah mencapai ketuntasan. Dan apabila setidaknya 75%
dari keseluruhan jumlah siswa telah mencapai total nilai 201, maka ketuntasan
klasikal sudah terpenuhi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Pada siklus I, tindakan dilaksanakan selama 2 kali pertemuan dimana
masing-masing pertemuan terdiri dari 2x40 menit. Kemampuan berkomunikasi
siswa pada siklus I ini diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kemampuan Berkomunikasi melalui Karya Tulis Ilmiah
Siklus I
No
1
2
3
4
Nilai
301-400
201-300
101-200
≤ 100
∑
f
1
14
18
0
33
fkum
1
15
33
%
3,03
42,42
54,55
0
100
%kum
3,03
45,45
100
Berdasarkan Tabel 1 tersebut, siswa yang mendapat nilai dengan kriteria
sangat baik sebanyak 1 siswa sebesar 3,03%, siswa yang mendapat nilai dengan
kriteria baik sebanyak 14 siswa sebesar 42,42%, dan siswa yang mendapat nilai
dengan kriteria rendah sebanyak 18 siswa sebesar 54,55%. Sehingga jumlah siswa
yang mencapai ketuntasan sebanyak 15 siswa sebesar 45,45% dan yang belum
mencapai ketuntasan sebanyak 18 siswa sebesar 54,55%. Ketuntasan kemampuan
berkomunikasi siswa dapat dilihat pada Gambar 2.
Kemampuan Berkomunikasi Siswa melalui Karya
Tulis Ilmiah Siklus I
60
Persentase ketuntatasan
50
54,55%
45,55%
40
30
20
10
0
Tuntas
Tidak tuntas
Ketuntasan kemampuan berkomunikasi siswa
Gambar 2. Grafik Ketuntasan Kemampuan Berkomunikasi Siswa melalui Karya Tulis
Ilmiah Siklus I
Siklus II
Pada siklus II, tindakan dilaksanakan selama 2 kali pertemuan dimana
masing-masing pertemuan terdiri dari 2x40 menit. Kemampuan berkomunikasi
siswa pada siklus II ini diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Berkomunikasi melalui Karya Tulis Ilmiah
Siklus II
No
1
2
3
4
Nilai
301-400
201-300
101-200
≤ 100
∑
f
2
26
5
0
33
fkum
2
28
33
%
6,06
78,79
15,15
0
100
%kum
6,06
84,85
100
Berdasarkan Tabel 2 tersebut, siswa yang mendapat nilai dengan kriteria
sangat baik sebanyak 2 siswa dengan persentase 6,06%, siswa yang mendapat
nilai dengan kriteria baik sebanyak 26 siswa dengan persentase 78,79%, dan siswa
yang mendapat nilai dengan kriteria rendah sebanyak 5 siswa dengan persentase
15,15%. Sehingga jumlah siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 28 siswa
sebesar 84,85% dan yang belum mencapai ketuntasan sebanyak 5 siswa sebesar
15,15%. Berikut grafik ketuntasan kemampuan berkomunikasi siswa pada siklus
II.
Persentase ketuntatasan
Kemampuan Berkomunikasi Siswa melalui Karya
Tulis Ilmiah Siklus II
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
84,85%
15,15%
Tuntas
Tidak tuntas
Ketuntasan kemampuan berkomunikasi siswa
Gambar 4.2 Grafik Ketuntasan Kemampuan Berkomunikasi Siswa melalui Karya Tulis
Ilmiah Siklus II
Dari penelitian yang telah dilaksanakan dalam dua siklus ini, penerapan
model pembelajaran TTW menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar
siswa khususnya kemampuan berkomunikasi siswa.
Tahap pertama yaitu tahap think (berpikir). Sebelum tahap ini dimulai,
guru menjelaskan sedikit materi tentang hidrosfer sebagai pengantar. Hal ini
bertujuan untuk memberikan pengetahuan awal kepada siswa mengenai materi
hidrosfer sebelum penerapan model pembelajaran berlangsung. Pada tahap ini
siswa diberi Lembar Kerja Siswa (LKS), yang berisi artikel berbeda, secara
individu dan diminta untuk membaca. Dari aktivitas tersebut, siswa tidak hanya
mendapat pengetahuan awal yang diperoleh dari guru sebelumnya tetapi juga
siswa dapat membangun pemahamannya sendiri mengenai materi terkait dengan
masalah pada artikel. Sehingga siswa akan lebih paham tentang materi yang
dipelajari. Pada tahap ini siswa melatih daya pikirnya untuk mencari jawaban dari
pertanyaan pada LKS secara mandiri.
Kemudian siswa diminta untuk membuat catatan kecil yang berisi ideide/poin-poin terkait dengan pertanyaan pada LKS. Membuat catatan akan
mempertinggi pengetahuan siswa, bahkan meningkatkan keterampilan berpikir
dan menulis. Salah satu manfaat dari proses ini adalah membuat catatan akan
menjadi bagian integral dalam pembelajaran. Dengan adanya catatan ini, siswa
akan dimudahkan dalam menyusun suatu tulisan terutama pada penulisan karya
ilmiah.
Tahap yang kedua yaitu tahap talk (berdiskusi). Pada tahap ini siswa
dilatih untuk mengungkapkan pendapatnya mengenai ide-ide/poin-poin yang
sudah dicatat pada tahap sebelumnya dalam kegiatan diskusi kelompok, dimana
masing-masing kelompok terdiri dari 3 orang siswa yang mendapatkan artikel
dengan permasalahan sama. Pembentukan kelompok dengan beranggotakan 3
orang siswa ini bertujuan agar kegiatan diskusi ini berjalan lebih efektif dan
mengurangi adanya terlalu banyak perbedaan pendapat. Tahap ini bermanfaat bagi
siswa dalam mengeksplorasi pemikirannya atau ide-idenya. Selain itu siswa juga
akan lebih terampil dalam berbicara baik dalam kelompok kecil maupun
kelompok besar pada saat diskusi kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Huinker
dan Laughin (1996 dalam Yamin dan Ansari, 2008) yang menyatakan bahwa
berdiskusi dapat meningkatkan eksplorasi kata dan menguji ide.
Proses komunikasi dalam diskusi kelompok ini dimanfaatkan sebagai alat
sebelum menulis Di samping itu, berkomunikasi dalam suatu diskusi dapat
membantu kolaborasi dan meningkatkan aktivitas belajar dalam kelas dan
kemampuan siswa dalam menulis karya ilmiah juga akan mengalami
perkembangan.
Tahap ketiga yaitu tahap write (menulis). Pada tahap ini siswa
memaparkan hasil yang diperoleh pada tahap-tahap sebelumnya secara individu
ke dalam tulian dalam bentuk karya tulis ilmiah ayakni makalh sederhana. Dalam
penelitian ini untuk tahap write, siswa diminta untuk membuat outline atau
kerangka makalah sebelum menyusun makalah sederhana yang sesungguhnya.
Aktivitas menulis disini berarti mengaktualisasikan ide yang diperoleh pada tahap
think dan talk. Aktivitas menulis dapat membantu siswa dalam merealisasikan
pemahaman yang telah dipelajari.
Kemampuan berkomunikasi siswa melalui karya tulis ilmiah ini dinilai
dari makalah yang telah disusun. Pada pertemuan I dan II dalam siklus I dan
pertemuan I dan II dalam siklus II terlihat bahwa kemampuan berkomunikasi
siswa melalui karya tulis ilmiah mengalami peningkatan. Pada siklus I diperoleh
nilai rata-rata sebesar 199,55 dengan persentase keberhasilan tindakan sebesar
45,45%. Pada siklus II diperoleh nilai rata-rata kemampuan berkomunikasi siswa
melalui karya tulis ilmiah sebesar 243,94 dengan persentase keberhasilan tindakan
sebesar 84,85%.
Peningkatan kemampuan berkomunikasi siswa melalui karya tulis ilmiah
terjadi dari siklus I ke siklus II. Peningkatan tersebut mencapai 39,4%. Sehingga
dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan berkomunikasi siswa
melalui karya tulis ilmiah meningkat secara signifikan setelah model
pembelajaran TTW diterapkan. Hal ini semakin diperkuat dengan penelitian
terdahulu yakni pada jurnal penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnaini (2011)
bahwa hasil kemampuan menulis karangan deskripsi dan berpikir kritis siswa
lebih baik daripada metode konvensional yang biasa dilakukan. Selain itu juga
penelitian yang dilakukan Jafaruddin (2005) menyatakan bahwa model
pembelajaran TTW dapat membangun pemahaman siswa. Serta penelitian yang
dilakukan oleh Fahrudin (2011) bahwa model pembelajaran TTW mampu
membantu pemahaman siswa dalam memahami materi. Didukung juga oleh
makalah hasil seminar nasional yang dilakukan Sugandi (2011) bahwa dengan
menerapkan model pembelajaran TTW, kemampuan memecahkan masalah dan
koneksi matematis siswa lebih baik daripada menggunakan model konvensional.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini
dengan penelitian yang sebelumnya memiliki persamaan yaitu sama-sama
menerapkan model pembelajaran TTW dan juga sama-sama dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa. Selain itu persamaan, terdapat juga perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang sebelumnya antara lain perbedaan lokasi penelitian,
perbedaan materi, perbedaan tingkat/jenjang siswa, perbedaan instrumen
penelitian yang dipakai, dan juga perbedaan variabel yang diukur.
Pelaksanaan model pembelajaran TTW ini terdapat keunggulan dan
kelemahan. Adapun beberapa keunggulan penerapan model pembelajaran TTW
saat pelaksanaan tindakan antara lain.
1. Melatih siswa untuk membuat suatu karya tulis ilmiah yang terstruktur
dengan baik dan sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.
2. Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara tulis.
3. Membantu siswa untuk meningkatkan aktivitas verbalnya pada saat
berdiskusi.
4. Membantu siswa untuk melatih daya pikirnya menjadi lebih baik lagi.
Selain keunggulan tersebut, adapun kelemahan pada penerapan model
pembelajaran TTW saat pelaksanaan tindakan antara lain.
1) Pada tahap think, masih ada beberapa siswa yang tidak berpikir terlebih
dahulu secara matang mengenai permasalahan yang ada pada artikel sehingga
guru harus selalu membimbing siswa.
2) Pada tahap talk, siswa masih belum dapat mengungkapkan pendapatnya
secara baik sehingga guru harus mengarahkan siswa agar proses diskusi dapat
berjalan dengan lancar.
3) Pada tahap write, penulisan makalah terkendala oleh waktu sehingga
membutuhkan pengawasan dari guru kepada siswa dalam penyusunan outline
(kerangka) makalah untuk memastikan bahwa tulisan tersebut benar-benar
merupakan tulisan siswa sendiri.
4) Hasil penyusunan makalah dengan model Think Talk Write kurang maksimal
apabila dibandingkan dengan menggunakan model yang bersifat observasi
secara langsung ke lapangan. Sehingga guru sebaiknya mengkombinasikan
antara bacaan siswa untuk di kelas dan kegiatan tambahan seperti observasi
lapangan agar makalah yang disusun lebih maksimal.
5) Penerapan model Think Talk Write secara keseluruhan ini membutuhkan
waktu lebih banyak. Dikarenakan dalam aktivitas berpikir, berbicara dalam
kelompok (diskusi), dan juga menulis membutuhkan waktu yang relatif tidak
singkat. Sehingga guru harus benar-benar dapat memanage waktu dengan
lebih baik lagi.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa
kemampuan berkomunikasi siswa melalui karya tulis ilmiah kelas VII SMP
Negeri 1 Ngoro Jombang telah mengalami peningkatan dan mencapai standar
ketuntasan yang ditentukan setelah penerapan model pembelajaran Think Talk
Write (TTW). Peningkatan tersebut dapat dilihat dari kemampuan berkomunikasi
siswa yang meningkat dari siklus I ke siklus II.
Saran
Berdasarkan simpulan tersebut, maka dapat saran yang dapat diberikan
yakni guru mata pelajaran IPS hendaknya mulai mencoba menerapkan model
pembelajaran Think Talk Write (TTW) di dalam proses pembelajaran, karena
model tersebut terbukti efektif untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi
siswa. Dalam penerapan model TTW ini membutuhkan waktu lebih banyak
sehingga guru harus benar-benar dapat memanage waktu dengan lebih baik lagi
dan guru harus dapat mengarahkan siswa agar proses pembelajaran dapat berjalan
dengan lancar. Guru sebaiknya mengkombinasikan antara bacaan siswa untuk di
kelas dan kegiatan tambahan seperti observasi lapangan agar makalah yang
disusun lebih maksimal. Selain itu, untuk mengetahui karya tulis siswa merupakan
hasil tulisan sendiri yakni dapat menggunakan lembar observasi mengenai proses
penulisan atau pernyataan keaslian tulisan.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Aditya Media
Fahrudin, Fadrik Adi. 2011. Penggunaan Think Talk Write dengan Menyertakan
Hand Out Untuk Membantu Pemahaman Siswa pada Materi Persamaan
Garis Lurus di Kelas VIII C MTsN Kepanjen. Tesis tidak diterbitkan.
Malang: PPS Universitas Negeri Malang
Jafaruddin. 2005. Membangun Pemahaman Siswa melalui Model Pembelajaran
Think Talk Write pada Materi Fungsi Invers Di Kelas II SMAN Baktiya.
Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS Universitas Negeri Malang
Mulyasa, H.E. 2010. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: PT Bumi Aksara
Sugandi, Asep Ikin. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think
Talk Write Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi
Matematis. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika
dan Pendidikan Matematika dengan tema ”Matematika dan Pendidikan
Karakter dalam Pembelajaran” pada tanggal 3 Desember 2011 di Jurusan
Pendidikan Matematika FMIPA UNY. (Online) (http://eprints.uny.ac.id/
7362/1/p-6.pdf), diakses pada tanggal 17 Januari 2013
Suparno dan Yunus, M. 2011. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas
Terbuka
Tim Revisi PPKI. 2010. Pedoman Penulisan Karya Imiah. Malang: UM Press.
Yamin, M. & Ansari, Bansu I. 2008. Taktik Mengembangkan Kemampuan
Individual Siswa. Jakarta: Gaung Persada Pers
Zulkarnaini. 2011. Model Kooperatif Tipe Think Tallk Write (TTW) untuk
Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi dan Berpikir
Kritis. (Online) (http://jurnal.upi.edu/file/15-Zulkarnaini-EDIT.pdf),
diakses tanggal 17 Januari 2013
Download