PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP KECEMASAN MENGHADAPI KEMATIAN PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA PASURUAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN Tanita Larasati* Moh.Saifudin** …………......……….…… …… . .….ABSTRAK…… … ......………. …… …… . .…. Kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami oleh semua orang terutama lansia, dalam menghadapi kematian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi musik religi terhadap kecemasan menghadapi kematian pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan. Desain penelitian ini menggunakan Pra-Experimen dengan pendekatan one group pretest-posttest design. Metode sampling simple random sampling. Sampel diambil sebanyak 34 responden yaitu lansia yang memenuhi kriteria inklusi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan bulan Maret-April 2013. Data penelitian diambil menggunakan kuisoner tertutup (indept interview) skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) dan lembar observasi. Kemudian ditabulasi, data dianalisis menggunakan uji paired T-Test dengan nilai P < 0,05. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari sebagian (61,8%) lansia yang telah diberikan terapi musik religi terjadi penurunan kecemasan. Hasil pengujian statistik terdapat pengaruh pemberian terapi musik religi terhadap kecemasan menghadapi kematian pada lansia dengan nilai t = 5,524 dan tingkat signifikan 0,000 (P < 0,05). Jadi terdapat pengaruh pemberian terapi musik religi terhadap kecemasan menghadapi kematian pada lansia. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka pihak dari tenaga kesehatan perlu ada peningkatan untuk mengadakan penyuluhan tentang ilmu kesehatan jiwa terutama tentang kecemasan menghadapi kematian pada lansia. Kata Kunci : Terapi Musik Religi, Kecemasan, Lansia PENDAHULUAN. …… . … …. (Menurut Depkes RI dalam R. Siti Maryam, 2008). Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul. Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuan-kemampuan kognitif seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat serta tidak mudah menerima hal atau ide baru (R. Siti Maryam, 2008). Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan (R. Siti Maryam, 2008). Penuaan merupakan suatu proses alami yang tidak dapat dihindari berjalan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan SURYA 75 Vol.01, No.XVII, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan Pemikiran tentang kematian merupakan bagian yang penting pada tahap akhir kehidupan bagi banyak individu. Lansia menghabiskan lebih banyak waktu untuk memikirkan tentang kematian dibandingkan dengan individu yang masih berusia muda. Merenung dan merencanakan kematian merupakan bagian yang normal dalam kehidupan lansia (Sheila L. Videbeck, 2008). Pada usia tua, kematian seorang lebih wajar dibicarakan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pemikiran dan pembicaraan mengenai kematian meningkat, perkembangan integritas pun meningkat melalui peninjauan hidup yang positif dan hal ini mungkin dapat membantu mereka untuk menerima kematian (Hidayat Marsal, 2008). Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada 2000 adalah 203.456.000 jiwa. Dari jumlah itu, 15.054.900 jiwa atau 7,4 % adalah penduduk lansia (usia lebih dari 60 tahun). Pada 2010, diperkirakan jumlah lansia meningkat menjadi 9,58% dan pada 2020 menjadi 11,20%. Sedangkan pada 1995 usia harapan hidup lansia adalah 63,3 tahun dan pada 2000 meningkat menjadi 64,5 tahun. Pada 2020, diperkirakan usia harapan hidup meningkat menjadi 71,1 tahun (R. Siti Maryam, 2008). Menurut Snowdon dalam Meridean (2011) memperkirakan bahwa antara 10% dan 20% pasien yang berusia lebih dari 65 tahun mengalami gejala kecemasan yang signifikan secara klinis. Fernandez, Levy, Lacher dan Small (1995) melaporkan bahwa depresi dan kecemasan dalam kehidupan lanjut adalah gejala yang paling penting terjadi hanya untuk kasus demensia. Kebanyakan lansia penghuni panti werdha dan fasilitas kesehatan mengalami gangguan mental, sehingga mencapai 75% mengalami demensia. Berdasarkan data pada survey awal yang dilakukan peneliti didapatkan bahwa 10 orang lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan, diketahui terdapat sekitar 7 dari 10 lansia yang mengalami gangguan perasaan takut, tegang dan gelisah ketika berbicara dengan orang lain. Mereka juga mengalami kesulitan SURYA untuk tidur serta penyakit seperti sakit kepala, peningkatan tekanan darah dan sebagainya disebabkan karena memikirkan tentang menghadapi kematian. Dari data diatas bahwa masih banyak komunitas lanjut usia yang mengalami kecemasan. Faktor Predisposisi cemas yaitu dalam pandangan psikoanalisis, menurut pandangan interpersonal, menurut pandangan perilaku, Kajian keluarga, Kajian biologis. Ansietas adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat di benarkan yang disertai dengan gejala fisiologis, sedangkan pada gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut. Gangguan ansietas dapat ditandai hanya dengan rasa cemas, atau dapat juga memperlihatkan gejala lain seperti fobia atau obsesif dan kecemasan muncul bila gejala utama tersebut dilawan. Suatu gambaran yang lazim pada semua gangguan ansietas adalah kualitas gejala yang tidak menyenangkan dan tidak alami (ansietas, fobia, obsesi) yaitu ego alien dan ego distonik. Gejala-gejala ini cenderung menjadi kondisi relaps kronis (Stuart, 2006). Umumnya masalah kecemasan adalah masalah psikologis yang paling banyak dialami lanjut usia. Kecemasan lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian diantaranya adalah terjadinya perubahan yang drastis dari kondisi fisiknya yang menyebabkan timbulnya penyakit tertentu dan menimbulkan kecemasan seperti gangguan pencernaan, detak jantung bertambah cepat berdebar-debar akibat dari penyakit yang dideritanya kambuh, sering merasa pusing, tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang. Kemudian secara psikologis kecemasan lansia yang mengalami penyakit kronis dalam menghadapi kematian adalah seperti adanya perasaan khawatir, cemas atau takut terhadap kematian itu sendiri, tidak berdaya, lemas, tidak percaya diri, ingin bunuh diri, tidak tentram, dan gelisah. Dampak somatik atau otot-otot seperti nyeri otot, kaku, kedutan, gigi gemerutuk, suara tidak stabil (Stuart, 2006). 76 Vol.01, No.XVII, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan menghadapi kematian pada lansia meliputi menghibur dan menenangkan diri dengan menyanyi, rajin beribadah, menyibukkan diri, misalnya mencuci pakaian atau menyirami tanaman. Pemberian musik religi, diharapkan lansia akan memperkuat mental dan psikisnya dan mendapatkan ketenangan (Andrew, 2005). Musik merupakan suatu sarana yang bermanfaat dan mudah diperoleh (Meritt, 2003). Semua jenis musik dapat digunakan dalam terapi, tidak hanya musik klasik saja, asalkan musik yang akan digunakan memiliki ketukan 70-80 kali per menit yang sesuai dengan irama jantung manusia, sehingga mampu memberikan efek terapeutik yang sangat baik terhadap kesehatan (Indriya R. Dani dan Indri Guli, 2010). Musik religi mampu mendamaikan hati seseorang yang hatinya sedang cemas, senang, gelisah, sedih dan sedang jatuh cinta beranjak ke arah suatu yang ditujunya, yakni untuk mendapatkan sesuatu yang lebih damai, tentram dan bahkan mampu menambah keimanan, setidak-tidaknya mengingatkannya. Musik religi terkadang merupakan bentuk nyata dari yang diamalkan oleh seseorang setelah mendengar musik berirama dakwah khas Islam, yang tentu saja tidak membatasi pihak lain yang berbeda iman dan kepercayaan untuk mereguk nikmat irama dan syair musik religi khas Islam. Jadi, siapa pun yang mendengarkan musik religi Islam akan merasakan ketenangan dalam hatinya, yang mendorong berbuat baik sesuai lirik yang didengarkan atau didengarkan oleh pihak lain, seperti musisi (Indriya R. Dani dan Indri Guli, 2010). Terapi musik membantu orang-orang yang memiliki masalah emosional dalam mengeluarkan perasaan mereka, membuat perubahan positif dengan suasana hati, membantu memecahkan masalah dan memperbaiki konflik. (Indriya R. Dani dan Indri Guli, 2010). Perawat dapat bekerjasama dan berkonsultasi dengan tenaga medis mengenai terapi musik religi yang dapat mengistirahatkan tubuh dan pikiran, SURYA meningkatkan kecerdasan, meningkatkan motivasi, pengembangan diri, meningkatkan kemampuan mengingat, kesehatan jiwa, mengurangi rasa sakit, menyeimbangkan tubuh, meningkatkan kekebalan tubuh dan meningkatkan olahraga. Terapi musik religi perlu diberikan untuk membantu mengurangi kecemasan dengan memperhatikan jenis musik yang akan diberikan kepada lanjut usia yang mengalami cemas agar tidak terjadi kecemasan yang lebih berat pada kehidupan sehari-hari lansia. Berdasarkan dari permasalahan yang terjadi di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan”. METODOLOGI PENELITIAN Desain penelitian dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Praexperiment designs dengan menggunakan pendekatan One-Group Pra test-post test Design. Populasi Seluruh Lansia yang Mengalami Cemas UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan sebanyak 37 lansia. Dengan jumlah sampel sebagian lansia yang mengalami cemas di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan yang Memenuhi Kriteria Inklusi Sebanyak 34 Lansia. Pengumpulan data penelitian menggunakan skala HARS, kuisoner tertutup (indept interview) dan lembar observasi. Analisis penelitian menggunakan uji Paired T-Test. HASIL .PENELITIAN … Data Umum 1) Karakteristik Jenis Kelamin Responden No. Jenis Jumlah (%) Kelamin 1 Laki-laki 11 32,4 2 Perempuan 23 67,6 Total 34 100 Berdasarkan menunjukkan bahwa 77 data hampir diatas sebagian Vol.01, No.XVII, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 32,4% dan lebih dari sebagian perempuan sebanyak 67,6%. 5) Karakteristik Lamanya di Panti No. Lamanya di Jumlah (%) Panti 1 1-4 tahun 21 61,8 2 5-9 tahun 11 32,4 3 >10 tahun 2 5,9 2) Karakteristik Umur Responden No Umur Lansia Jumlah (%) . 1 60-64 2 5,9 2 65-69 17 50 3 70-74 15 44,1 Total 34 100 Berdasarkan data diatas menunjukkan sebagian kecil atau (5,9%) responden yang berumur 60-64 tahun. Total 34 100 Berdasarkan data diatas menunjukkan lamanya dipanti responden lebih dari sebagian atau (61,8%) 1-4 tahun. 6) Tingkat Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan sebelum diberikan terapi musik religi. No Tingkat Jumla (% . Kecemasan h ) 1 Tidak Ada 8 23, Kecemasan 5 2 Kecemasan 17 50 Ringan 3 Kecemasan 9 26, Sedang 5 4 Kecemasan Berat 0 0 5 Kecemasan 0 0 Sangat Berat/Panik Total 34 100 Berdasarkan data diatas menunjukkan setengah (50%) responden mengalami kecemasan ringan sebelum diberikan terapi musik religi. 3) Karakteristik Tingkat Tendidikan Responden No Tingkat Jumlah (%) . Pendidikan 1 Tidak 27 79,4 Sekolah 2 SD 3 8,8 3 SMP 2 5,9 4 SMA 2 5,9 5 Perguruan 0 0 Tinggi Total 34 100 Berdasarkan data diatas menunjukkan menunjukkan hampir seluruhnya atau (79,4%) responden tidak sekolah. 4) Karakteristik Pekerjaan (Sebelum Masuk Panti) No Tingkat nyeri Jumlah (%) 1 2 3 4 5 Tidak Bekerja 0 0 Swasta 21 61,8 Wiraswasta 10 29,4 PNS/TNI/POLRI 0 0 Pensiunan 3 8,8 Total 34 100 Berdasarkan data diatas menunjukkan lebih dari sebagian atau (61,8%) pekerjaan (sebelum masuk panti) responden yaitu swasta. SURYA 78 Vol.01, No.XVII, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan 7) Tingkat Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan Setelah diberikan Terapi Musik Religi. No Tingkat Jumlah (%) Kecemasan 1 Tidak Ada 25 70,6 Kecemasan 2 Kecemasan 6 17,6 Ringan 3 Kecemasan 4 11,8 Sedang 4 Kecemasan 0 0 Berat 5 Kecemasan 0 0 Sangat Berat/Panik Total 34 100 Berdasarkan data diatas menunjukkan lebih dari sebagian atau (70,6%) responden tidak ada kecemasan setelah diberikan musik religi. 8) Pengaruh Pemberian Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan. Paired Differences t df Sig. (2-tailed) mean Std. Std. 95% Confidence deviation error Interval of the mean Difference Lower Upper Pre terapi.618 .652 .112 .390 .845 5.524 33 .000 post terapi Berdasarkan tabel hasil uji statistik t Test Sampel Berpasangan diperoleh hasil sebagai berikut mean defeeren 0,618 yang diperoleh dari 2,03 - 1,41 dengan uji t 5,524 dan df 33 menunjukkan nilai signifikansi ( p sign = 0,000 ) dimana hal ini berarti p sign < 0,05Ho ditolak, artinya terdapat perbedaan kecemasan menghadapi kematian pada lansia sebelum dan setelah diberikan terapi musik religi yang meningkat masing-masing 0,618 atau dengan kata lain terdapat perbedaan kecemasan menghadapi kematian pada lansia sebelum dan setelah pemberian terapi musik religi. SURYA 79 Vol.01, No.XVII, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan PEMBAHASAN .… .… tetapi juga dipengaruhi oleh faktor kognitif. Perempuan cenderung melihat hidup atau peristiwa yang dialami dari segi detail, sedangkan laki-laki cara berpikirnya cenderung global atau tidak detail. Individu yang melihat lebih detail, akan juga lebih mudah dirundung oleh kecemasan karena informasi yang dimiliki lebih banyak dan itu akhirnya bisa benar-benar menekan perasaannya (Stuart, 2006). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan menghadapi kematian pada lansia. Lansia yang memiliki efikasi diri yang positif memiliki tingkat ketakutan yang sedikit terhadap rasa sakit yang mungkin dialami pada saat kematian menjelang. Tingkat pendidikan, pekerjaan (sebelum masuk panti), lamanya di panti dan umur membawa serta makin besarnya kesadaran akan datangnya kematian dan kesadaran ini menyebabkan sebagian orang yang berusia tua tidak merasa takut terhadap kematian. Jenis kelamin berdasarkan teori diatas juga mempengaruhi kecemasan menghadapi kematian pada lansia, perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan subjek berjenis kelamin laki-laki. 1) Tingkat Kecemasan Menghadapi Kematian Sebelum diberikan Terapi Musik Religi pada Lansia. Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 34 lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan, sebagian besar berada pada tingkat kecemasan ringan dalam menghadapi kematian setelah diberikan terapi musik religi. Secara umum manusia ingin hidup panjang dengan berbagai upaya yang dilakukan, proses hidup yang dialami manusia yang cukup panjang ini telah menghasilkan kesadaran pada diri setiap manusia akan datangnya kematian sebagai tahap terakhir kehidupannya di dunia ini. Namun demikian, meski telah muncul kesadaran tentang kepastian datangnya kematian ini, persepsi tentang kematian dapat berbeda pada setiap orang atau kelompok orang. Bagi seseorang atau sekelompok orang, kematian merupakan sesuatu yang sangat mengerikan atau menakutkan, walaupun dalam kenyataannya dari beberapa kasus terjadi juga individu-individu yang takut pada kehidupan (melakukan bunuh diri) yang dalam pandangan agama maupun kemasyarakatan sangat dikutuk ataupun diharamkan. Sebaliknya, bagi seseorang atau sekelompok orang, pertambahan usia cenderung membawa serta makin besarnya kesadaran akan datangnya kematian dan kesadaran ini menyebabkan sebagian orang yang berusia tua tidak merasa takut terhadap kematian. Kematian diterima sebagai seorang sahabat (Imam Affandi, 2008). Data umum, sebagian besar jenis kelamin gangguan panik merupakan suatu gagasan cemas yang ditandai dengan kecemasan yang spontan dan episodik. Gangguan ini lebih sering dialami wanita dari pada pria. Perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan subjek berjenis kelamin laki-laki. Dikarenakan bahwa perempuan lebih peka dengan emosinya, yang pada akhirnya peka juga terhadap perasaan cemasnya. Perbedaan ini bukan hanya dipengaruhi faktor emosi, SURYA 2) Tingkat Kecemasan Menghadapi Kematian Setelah diberikan Terapi Musik Religi pada Lansia. Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 34 lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan, hampir seluruhnya berada pada kondisi tidak ada kecemasan dalam menghadapi kematian setelah diberikan terapi musik religi. Secara umum, agama memiliki pandangan tentang kematian. Agama Islam berpendapat bahwa mati adalah perpisahan roh atau jiwa dari jasad. Musik religi bekerja pada sistem saraf otonom yaitu bagian sistem saraf yang bertanggung jawab mengontrol tekanan darah, denyut jantung dan fungsi otak, yang mengontrol perasaan dan emosi. Menurut penelitian, kedua sistem tersebut bereaksi sensitif terhadap musik religi. Ketika kita merasa sakit, kita menjadi takut, frustasi dan marah yang membuat kita menegangkan otot-otot tubuh, hasilnya rasa 80 Vol.01, No.XVII, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan sakit menjadi semakin parah. Mendengarkan musik religi secara teratur membantu tubuh relaks secara fisik dan mental, sehingga membantu menyembuhkan dan mencegah rasa sakit. Dalam proses persalinan, terapi musik religi berfungsi mengatasi kecemasan dan mengurangi rasa sakit. Sedangkan bagi para penderita nyeri kronis akibat suatu penyakit, terapi musik religi terbukti membantu mengatasi rasa sakit (Spawnthe Anthuny, 2003). Agama dapat memenuhi beberapa kerbutuhan psikologis yang penting pada lansia dalam hal menghadapi kematian, menemukan dan mempertahankan perasaan berharga dan penting dalam kehidupan dan menerima kekurangan di masa tua. Lansia akan menerima kehidupan mereka sebagaimana adanya dan mulai memandang kematian sebagai bagian yang alamiah dalam rentang kehidupan. Kematian tidak lagi menjadi ancaman dari nilai pribadi seseorang. Dan berdasarkan teori diatas mendengarkan musik religi secara teratur membantu tubuh relaks secara fisik dan mental, sehingga membantu menyembuhkan, mencegah rasa sakit dan dapat mengurangi kecemasan menghadapi kematian pada lansia. Pada intinya usia lansia yang mengalami kecemasan lebih banyak biasanya lansia yang lebih muda dibandingkan usia lansia yang lebih tua yang dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan faktor presipitasi sesuai dengan pendapat menurut stuart (2006). Didalam uji tersebut dapat dilihat bahwa terdapat 21 responden yang mengalami penurunan kecemasan setelah diberikan terapi musik religi. Lirik musik religi mampu mendamaikan suasana hati seseorang yang (mungkin) hatinya sedang cemas, senang, gelisah, sedih dan sedang jatuh cinta beranjak ke arah suatu yang ditujunya, yakni untuk mendapatkan sesuatu yang lebih damai, tentram dan bahkan mampu menambah keimanan, setidak-tidaknya mengingatkannya. Musik religi terkadang merupakan bentuk nyata dari yang diamalkan oleh seseorang setelah mendengar musik berirama dakwah khas Islam, yang tentu saja tidak membatasi pihak lain yang berbeda iman dan kepercayaan untuk mereguk nikmat irama dan syair musik religi khas Islam. Jadi, siapa pun yang mendengarkan musik religi Islam akan merasakan ketenangan dalam hatinya, yang mendorong berbuat baik sesuai lirik yang didengarkan atau didengarkan oleh pihak lain. Musik religi terkadang merupakan bentuk nyata dari yang diamalkan oleh seseorang setelah mendengar musik berirama dakwah khas Islam, yang tentu saja tidak membatasi pihak lain yang berbeda iman dan kepercayaan untuk mereguk nikmat irama dan syair musik religi khas Islam. Jadi, siapa pun yang mendengarkan musik religi Islam akan merasakan ketenangan dalam hatinya, yang mendorong berbuat baik sesuai lirik yang didengarkan atau didengarkan oleh pihak lain dan musisi (Indriya R. Dani dan Indri Guli, 2010). Pada intinya, syair musik religi sering kali didapatkan dari semua pengalaman hidup sehari-hari, yang diupayakan sebagai salah satu pilihan untuk mendekatkan diri kepada Sang Ilahi. Dan pada penelitian ini juga tidak membatasi pada agama atau keyakinan responden karena menurut Indriya R. Dani dan Indri Guli (2010), musik religi yang tentu saja tidak membatasi pihak lain yang berbeda iman dan kepercayaan untuk mereguk nikmat irama dan syair musik religi khas Islam. Jadi, siapa pun yang mendengarkan musik religi Islam akan merasakan ketenangan dalam hatinya, yang 3) Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan. Berdasarkan hasil analisis dengan bantuan SPSS 16,0 dengan menggunakan uji Paired T-test hasil pengujian dengan uji t menununjukkan nilai t = 5,524 dan didapatkan nilai p= 0,000 dengan α = 0,05 dimana p<0,05 maka maka secara statistik H1 diterima, artinya yang berarti bahwa ada Pengaruh Pemberian Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan. SURYA 81 Vol.01, No.XVII, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan mendorong berbuat baik sesuai lirik yang didengarkan atau didengarkan oleh pihak lain dan musisi. Tetapi untuk lebih baiknya untuk menghindarkan bias untuk penelitian lebih lanjut peneliti menyarankan menggunakan satu keyakinan saja. Contohnya: yang beragama islam menggunakan terapi musik religi yang islami. terhadap kecemasan menghadapi kematian pada lansia. 4) Bagi Peneliti Selanjutnya Dengan adanya penelitian awal tentang manfaat terapi musik religi diharapkan dapat dilakukan penelitian selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA PENUTUP Affandi, Imam, 2008. Kecemasan-dalammenghadapi-kematian–pada-lansiayang-menderita-penyakit-kronis. diakses tanggal 25Maret 2013 jam 15.00 WIB. 1. Kesimpulan 1) Setengah dari responden sebelum diberikan terapi musik religi adalah lansia yang mengalami kecemasan ringan. 2) Setelah dilakukan pemberian terapi musik religi lebih dari sebagian responden mengalami penurunan kecemasan, yaitu tidak ada kecemasan. 3) Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian terapi musik religi terhadap penurunan kecemasan pada lansia. Andrew. Dani, Indriya R. 2010. Kekuatan Musik Religi Mengurai Cinta Merefleksi Iman Menuju Kebaikan Universal. Jakarta: PT Gramedia. Djohan. 2003. Psikologi Musik Yogyakarta: BukuBaik. 2. Saran 1) Bagi Profesi Keperawatan Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami kecemasan menghadapi kematian agar menganjurkan untuk mendengarkan terapi musik religi sebagai modifikasi terapi non farmakalogis selain terapi farmakologis. 2) Bagi Akademik Hasil penelitian ini sebagai sarana pembanding bagi dunia ilmu pengetahuan dalam memperkaya informasi tentang pengaruh pemberian terapi musik religi terhadap kecemasan menghadapi kematian pada lansia. 3) Bagi Penulis Merupakan proses pembelajaran, menambah informasi dan pengalaman ilmiah dalam mengembangkan pengetahuan khususnya tentang pengaruh pemberian terapi musik religi SURYA 2005. Golizek Go Second Manajemen Stres. Jakarta: PT Buana Ilmu Popular. Halim, Samuel. 2007. Efek Mozart dan Terapi Musik Dalam Dunia Kesehatan. Diakses pada tanggal 20 November 2012. Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Riset Keperawatandan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. Marsal, Hidayat. 2008. Hubungan Antara Religiusitas dengan Kecemasan Menghadapi Masa Depan pada Survivour Gempa Bumi DIY. Sripsi: Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika. Meridean, L. Maas. 2011. Keperawatan Geriatrik. EGC. Asuhan Jakarta: Nevid, dkk. 2003. Psikologi Abnormal Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 82 Vol.01, No.XVII, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan Nursalam. 2003. Psikologi Abnormal dan Penarapan Metodelogi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. 2003. Konsepdan Penerapan Metodelogi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Spawnthe, Antony. 2003. Manfaat Musik.. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2012. Schmitz, Gery. 2008. Farmakologi dan Toksikologi Edisi 3. Jakarta: EGC. Stanley, Mickey. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC. Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC. Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D. Bandung: Alfabeta. Sugiono. 2006. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Syarif, Amir. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: EGC. Prasetyo. 2005. Kiat Mengatasi Cemas dan Depresi. Yogyakarta: Tugu Publisher. Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Wahyudi, Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3. Jakarta: EGC. Wasis. 2008. Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. Jakarta: EGC. SURYA 83 Vol.01, No.XVII, Maret 2014