surya 75 pengaruh pemberian terapi musik religi terhadap

advertisement
PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP KECEMASAN
MENGHADAPI KEMATIAN PADA LANSIA DI
UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA PASURUAN
BABAT KABUPATEN LAMONGAN
Tanita Larasati* Moh.Saifudin**
…………......……….…… ……
. .….ABSTRAK…… … ......………. …… …… . .….
Kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami oleh semua orang terutama lansia, dalam
menghadapi kematian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
terapi musik religi terhadap kecemasan menghadapi kematian pada lansia di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan.
Desain penelitian ini menggunakan Pra-Experimen dengan pendekatan one group pretest-posttest
design. Metode sampling simple random sampling. Sampel diambil sebanyak 34 responden yaitu
lansia yang memenuhi kriteria inklusi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat
Kabupaten Lamongan bulan Maret-April 2013. Data penelitian diambil menggunakan kuisoner
tertutup (indept interview) skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) dan lembar observasi.
Kemudian ditabulasi, data dianalisis menggunakan uji paired T-Test dengan nilai P < 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan lebih dari sebagian (61,8%) lansia yang telah diberikan terapi musik
religi terjadi penurunan kecemasan. Hasil pengujian statistik terdapat pengaruh pemberian terapi
musik religi terhadap kecemasan menghadapi kematian pada lansia dengan nilai t = 5,524 dan
tingkat signifikan 0,000 (P < 0,05).
Jadi terdapat pengaruh pemberian terapi musik religi terhadap kecemasan menghadapi kematian
pada lansia.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka pihak dari tenaga kesehatan perlu ada peningkatan untuk
mengadakan penyuluhan tentang ilmu kesehatan jiwa terutama tentang kecemasan menghadapi
kematian pada lansia.
Kata Kunci : Terapi Musik Religi, Kecemasan, Lansia
PENDAHULUAN. …… .
… ….
(Menurut Depkes RI dalam R. Siti Maryam,
2008). Menjadi tua ditandai dengan adanya
kemunduran biologis yang terlihat sebagai
gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain
kulit mulai mengendur, timbul keriput,
rambut beruban, gigi mulai ompong,
pendengaran dan penglihatan berkurang,
mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan
kurang lincah, serta terjadi penimbunan
lemak terutama di perut dan pinggul.
Kemunduran lain yang terjadi adalah
kemampuan-kemampuan kognitif seperti
suka lupa, kemunduran orientasi terhadap
waktu, ruang, tempat serta tidak mudah
menerima hal atau ide baru (R. Siti Maryam,
2008).
Tahap dewasa merupakan tahap
tubuh mencapai titik perkembangan yang
maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut
dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel
yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya,
tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi
secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan
proses penuaan (R. Siti Maryam, 2008).
Penuaan merupakan suatu proses
alami yang tidak dapat dihindari berjalan
secara terus-menerus dan berkesinambungan.
Selanjutnya akan menyebabkan perubahan
anatomis, fisiologis dan biokimia pada tubuh,
sehingga akan mempengaruhi fungsi dan
kemampuan tubuh secara keseluruhan
SURYA
75
Vol.01, No.XVII, Maret 2014
Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada
Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan
Pemikiran
tentang
kematian
merupakan bagian yang penting pada tahap
akhir kehidupan bagi banyak individu. Lansia
menghabiskan lebih banyak waktu untuk
memikirkan tentang kematian dibandingkan
dengan individu yang masih berusia muda.
Merenung dan merencanakan kematian
merupakan bagian yang normal dalam
kehidupan lansia (Sheila L. Videbeck, 2008).
Pada usia tua, kematian seorang lebih wajar
dibicarakan
dibandingkan
tahun-tahun
sebelumnya. Pemikiran dan pembicaraan
mengenai
kematian
meningkat,
perkembangan integritas pun meningkat
melalui peninjauan hidup yang positif dan hal
ini mungkin dapat membantu mereka untuk
menerima kematian (Hidayat Marsal, 2008).
Menurut data Biro Pusat Statistik
(BPS), jumlah penduduk Indonesia pada
2000 adalah 203.456.000 jiwa. Dari jumlah
itu, 15.054.900 jiwa atau 7,4 % adalah
penduduk lansia (usia lebih dari 60 tahun).
Pada 2010, diperkirakan jumlah lansia
meningkat menjadi 9,58% dan pada 2020
menjadi 11,20%. Sedangkan pada 1995 usia
harapan hidup lansia adalah 63,3 tahun dan
pada 2000 meningkat menjadi 64,5 tahun.
Pada 2020, diperkirakan usia harapan hidup
meningkat menjadi 71,1 tahun (R. Siti
Maryam, 2008).
Menurut Snowdon dalam Meridean
(2011) memperkirakan bahwa antara 10%
dan 20% pasien yang berusia lebih dari 65
tahun mengalami gejala kecemasan yang
signifikan secara klinis. Fernandez, Levy,
Lacher dan Small (1995) melaporkan bahwa
depresi dan kecemasan dalam kehidupan
lanjut adalah gejala yang paling penting
terjadi hanya untuk kasus demensia.
Kebanyakan lansia penghuni panti werdha
dan fasilitas kesehatan mengalami gangguan
mental, sehingga mencapai 75% mengalami
demensia.
Berdasarkan data pada survey awal
yang dilakukan peneliti didapatkan bahwa 10
orang lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan,
diketahui terdapat sekitar 7 dari 10 lansia
yang mengalami gangguan perasaan takut,
tegang dan gelisah ketika berbicara dengan
orang lain. Mereka juga mengalami kesulitan
SURYA
untuk tidur serta penyakit seperti sakit
kepala, peningkatan tekanan darah dan
sebagainya disebabkan karena memikirkan
tentang menghadapi kematian. Dari data
diatas bahwa masih banyak komunitas lanjut
usia yang mengalami kecemasan.
Faktor
Predisposisi cemas yaitu
dalam pandangan psikoanalisis, menurut
pandangan
interpersonal,
menurut
pandangan perilaku, Kajian keluarga, Kajian
biologis. Ansietas adalah suatu perasaan takut
yang tidak menyenangkan dan tidak dapat di
benarkan yang disertai dengan gejala
fisiologis, sedangkan pada gangguan ansietas
terkandung unsur penderitaan yang bermakna
dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh
kecemasan tersebut. Gangguan ansietas
dapat ditandai hanya dengan rasa cemas, atau
dapat juga memperlihatkan gejala lain seperti
fobia atau obsesif dan kecemasan muncul
bila gejala utama tersebut dilawan. Suatu
gambaran yang lazim pada semua gangguan
ansietas adalah kualitas gejala yang tidak
menyenangkan dan tidak alami (ansietas,
fobia, obsesi) yaitu ego alien dan ego
distonik. Gejala-gejala ini cenderung menjadi
kondisi relaps kronis (Stuart, 2006).
Umumnya
masalah
kecemasan
adalah masalah psikologis yang paling
banyak dialami lanjut usia. Kecemasan lansia
yang mengalami penyakit kronis dalam
menghadapi kematian diantaranya adalah
terjadinya perubahan yang drastis dari
kondisi
fisiknya
yang
menyebabkan
timbulnya
penyakit
tertentu
dan
menimbulkan kecemasan seperti gangguan
pencernaan, detak jantung bertambah cepat
berdebar-debar akibat dari penyakit yang
dideritanya kambuh, sering merasa pusing,
tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang.
Kemudian secara psikologis kecemasan
lansia yang mengalami penyakit kronis
dalam menghadapi kematian adalah seperti
adanya perasaan khawatir, cemas atau takut
terhadap kematian itu sendiri, tidak berdaya,
lemas, tidak percaya diri, ingin bunuh diri,
tidak tentram, dan gelisah. Dampak somatik
atau otot-otot seperti nyeri otot, kaku,
kedutan, gigi gemerutuk, suara tidak stabil
(Stuart, 2006).
76
Vol.01, No.XVII, Maret 2014
Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada
Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan
Usaha-usaha yang dapat dilakukan
untuk mengatasi kecemasan menghadapi
kematian pada lansia meliputi menghibur
dan menenangkan diri dengan menyanyi,
rajin beribadah, menyibukkan diri, misalnya
mencuci pakaian atau menyirami tanaman.
Pemberian musik religi, diharapkan lansia
akan memperkuat mental dan psikisnya dan
mendapatkan ketenangan (Andrew, 2005).
Musik merupakan suatu sarana yang
bermanfaat dan mudah diperoleh (Meritt,
2003). Semua jenis musik dapat digunakan
dalam terapi, tidak hanya musik klasik saja,
asalkan musik yang akan digunakan memiliki
ketukan 70-80 kali per menit yang sesuai
dengan irama jantung manusia, sehingga
mampu memberikan efek terapeutik yang
sangat baik terhadap kesehatan (Indriya R.
Dani dan Indri Guli, 2010).
Musik religi mampu mendamaikan
hati seseorang yang hatinya sedang cemas,
senang, gelisah, sedih dan sedang jatuh cinta
beranjak ke arah suatu yang ditujunya, yakni
untuk mendapatkan sesuatu yang lebih
damai, tentram dan bahkan mampu
menambah
keimanan,
setidak-tidaknya
mengingatkannya. Musik religi terkadang
merupakan bentuk nyata dari yang diamalkan
oleh seseorang setelah mendengar musik
berirama dakwah khas Islam, yang tentu saja
tidak membatasi pihak lain yang berbeda
iman dan kepercayaan untuk
mereguk
nikmat irama dan syair musik religi khas
Islam. Jadi, siapa pun yang mendengarkan
musik religi Islam akan merasakan
ketenangan dalam hatinya, yang mendorong
berbuat baik sesuai lirik yang didengarkan
atau didengarkan oleh pihak lain, seperti
musisi (Indriya R. Dani dan Indri Guli,
2010).
Terapi musik membantu orang-orang
yang memiliki masalah emosional dalam
mengeluarkan perasaan mereka, membuat
perubahan positif dengan suasana hati,
membantu memecahkan masalah dan
memperbaiki konflik. (Indriya R. Dani dan
Indri Guli, 2010).
Perawat dapat bekerjasama dan
berkonsultasi dengan tenaga medis mengenai
terapi
musik
religi
yang
dapat
mengistirahatkan
tubuh
dan
pikiran,
SURYA
meningkatkan kecerdasan, meningkatkan
motivasi, pengembangan diri, meningkatkan
kemampuan mengingat, kesehatan jiwa,
mengurangi rasa sakit, menyeimbangkan
tubuh, meningkatkan kekebalan tubuh dan
meningkatkan olahraga. Terapi musik religi
perlu diberikan untuk membantu mengurangi
kecemasan dengan memperhatikan jenis
musik yang akan diberikan kepada lanjut usia
yang mengalami cemas agar tidak terjadi
kecemasan yang lebih berat pada kehidupan
sehari-hari lansia.
Berdasarkan dari permasalahan
yang terjadi di atas, maka peneliti tertarik
untuk meneliti tentang “Pengaruh Pemberian
Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan
Menghadapi Kematian pada Lansia di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat
Kabupaten Lamongan”.
METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian dalam penelitian
ini menggunakan rancangan penelitian Praexperiment designs dengan menggunakan
pendekatan One-Group Pra test-post test
Design. Populasi Seluruh Lansia yang
Mengalami Cemas UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten
Lamongan sebanyak 37 lansia. Dengan
jumlah sampel sebagian lansia yang
mengalami cemas di UPT Pelayanan Sosial
Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten
Lamongan yang Memenuhi Kriteria Inklusi
Sebanyak 34 Lansia. Pengumpulan data
penelitian menggunakan skala HARS,
kuisoner tertutup (indept interview) dan
lembar observasi. Analisis penelitian
menggunakan uji Paired T-Test.
HASIL .PENELITIAN
…
Data Umum
1) Karakteristik Jenis Kelamin Responden
No.
Jenis
Jumlah
(%)
Kelamin
1
Laki-laki
11
32,4
2
Perempuan
23
67,6
Total
34
100
Berdasarkan
menunjukkan bahwa
77
data
hampir
diatas
sebagian
Vol.01, No.XVII, Maret 2014
Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada
Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan
responden berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 32,4% dan lebih dari sebagian
perempuan sebanyak 67,6%.
5) Karakteristik Lamanya di Panti
No.
Lamanya di
Jumlah
(%)
Panti
1
1-4 tahun
21
61,8
2
5-9 tahun
11
32,4
3
>10 tahun
2
5,9
2) Karakteristik Umur Responden
No Umur Lansia Jumlah (%)
.
1
60-64
2
5,9
2
65-69
17
50
3
70-74
15
44,1
Total
34
100
Berdasarkan data diatas menunjukkan
sebagian kecil atau (5,9%) responden yang
berumur 60-64 tahun.
Total
34
100
Berdasarkan
data
diatas
menunjukkan lamanya dipanti responden
lebih dari sebagian atau (61,8%) 1-4 tahun.
6) Tingkat
Kecemasan
Menghadapi
Kematian pada Lansia di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan
Babat Kabupaten Lamongan sebelum
diberikan terapi musik religi.
No
Tingkat
Jumla (%
.
Kecemasan
h
)
1 Tidak
Ada
8
23,
Kecemasan
5
2 Kecemasan
17
50
Ringan
3 Kecemasan
9
26,
Sedang
5
4 Kecemasan Berat
0
0
5 Kecemasan
0
0
Sangat
Berat/Panik
Total
34
100
Berdasarkan
data
diatas
menunjukkan setengah (50%) responden
mengalami kecemasan ringan sebelum
diberikan terapi musik religi.
3) Karakteristik
Tingkat
Tendidikan
Responden
No
Tingkat
Jumlah (%)
.
Pendidikan
1
Tidak
27
79,4
Sekolah
2
SD
3
8,8
3
SMP
2
5,9
4
SMA
2
5,9
5
Perguruan
0
0
Tinggi
Total
34
100
Berdasarkan
data
diatas
menunjukkan
menunjukkan
hampir
seluruhnya atau (79,4%) responden tidak
sekolah.
4) Karakteristik Pekerjaan (Sebelum Masuk
Panti)
No
Tingkat nyeri
Jumlah (%)
1
2
3
4
5
Tidak Bekerja
0
0
Swasta
21
61,8
Wiraswasta
10
29,4
PNS/TNI/POLRI
0
0
Pensiunan
3
8,8
Total
34
100
Berdasarkan
data
diatas
menunjukkan lebih dari sebagian atau (61,8%)
pekerjaan (sebelum masuk panti) responden
yaitu swasta.
SURYA
78
Vol.01, No.XVII, Maret 2014
Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada
Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan
7) Tingkat
Kecemasan
Menghadapi
Kematian pada Lansia di UPT
Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan
Babat Kabupaten Lamongan Setelah
diberikan Terapi Musik Religi.
No
Tingkat
Jumlah (%)
Kecemasan
1 Tidak Ada
25
70,6
Kecemasan
2 Kecemasan
6
17,6
Ringan
3 Kecemasan
4
11,8
Sedang
4 Kecemasan
0
0
Berat
5 Kecemasan
0
0
Sangat
Berat/Panik
Total
34
100
Berdasarkan
data
diatas
menunjukkan lebih dari sebagian atau (70,6%)
responden tidak ada kecemasan setelah
diberikan musik religi.
8) Pengaruh Pemberian Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi
Kematian Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten
Lamongan.
Paired Differences
t
df
Sig. (2-tailed)
mean
Std.
Std. 95% Confidence
deviation error
Interval of the
mean
Difference
Lower Upper
Pre terapi.618
.652 .112
.390
.845
5.524
33
.000
post terapi
Berdasarkan tabel hasil uji statistik t Test Sampel Berpasangan diperoleh hasil sebagai berikut
mean defeeren 0,618 yang diperoleh dari 2,03 - 1,41 dengan uji t 5,524 dan df 33 menunjukkan
nilai signifikansi ( p sign = 0,000 ) dimana hal ini berarti p sign < 0,05Ho ditolak, artinya
terdapat perbedaan kecemasan menghadapi kematian pada lansia sebelum dan setelah diberikan
terapi musik religi yang meningkat masing-masing 0,618 atau dengan kata lain terdapat perbedaan
kecemasan menghadapi kematian pada lansia sebelum dan setelah pemberian terapi musik religi.
SURYA
79
Vol.01, No.XVII, Maret 2014
Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada
Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan
PEMBAHASAN .…
.…
tetapi juga dipengaruhi oleh faktor kognitif.
Perempuan cenderung melihat hidup atau
peristiwa yang dialami dari segi detail,
sedangkan
laki-laki
cara
berpikirnya
cenderung global atau tidak detail. Individu
yang melihat lebih detail, akan juga lebih
mudah dirundung oleh kecemasan karena
informasi yang dimiliki lebih banyak dan itu
akhirnya
bisa
benar-benar
menekan
perasaannya (Stuart, 2006).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
kecemasan menghadapi kematian pada lansia.
Lansia yang memiliki efikasi diri yang positif
memiliki tingkat ketakutan yang sedikit
terhadap rasa sakit yang mungkin dialami
pada saat kematian menjelang. Tingkat
pendidikan, pekerjaan (sebelum masuk panti),
lamanya di panti dan umur membawa serta
makin besarnya kesadaran akan datangnya
kematian dan kesadaran ini menyebabkan
sebagian orang yang berusia tua tidak merasa
takut terhadap kematian. Jenis kelamin
berdasarkan teori diatas juga mempengaruhi
kecemasan menghadapi kematian pada lansia,
perempuan memiliki tingkat kecemasan yang
lebih tinggi dibandingkan subjek berjenis
kelamin laki-laki.
1) Tingkat
Kecemasan
Menghadapi
Kematian Sebelum diberikan Terapi
Musik Religi pada Lansia.
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan
bahwa dari 34 lansia di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Pasuruan Kecamatan
Babat Kabupaten Lamongan, sebagian besar
berada pada tingkat kecemasan ringan dalam
menghadapi kematian setelah diberikan
terapi musik religi.
Secara umum manusia ingin hidup
panjang dengan berbagai upaya yang
dilakukan, proses hidup yang dialami
manusia yang cukup panjang ini telah
menghasilkan kesadaran pada diri setiap
manusia akan datangnya kematian sebagai
tahap terakhir kehidupannya di dunia ini.
Namun demikian, meski telah muncul
kesadaran tentang kepastian datangnya
kematian ini, persepsi tentang kematian dapat
berbeda pada setiap orang atau kelompok
orang. Bagi seseorang atau sekelompok
orang, kematian merupakan sesuatu yang
sangat mengerikan atau menakutkan,
walaupun dalam kenyataannya dari beberapa
kasus terjadi juga individu-individu yang
takut pada kehidupan (melakukan bunuh diri)
yang dalam pandangan agama maupun
kemasyarakatan sangat dikutuk ataupun
diharamkan. Sebaliknya, bagi seseorang atau
sekelompok orang, pertambahan usia
cenderung membawa serta makin besarnya
kesadaran akan datangnya kematian dan
kesadaran ini menyebabkan sebagian orang
yang berusia tua tidak merasa takut terhadap
kematian. Kematian diterima sebagai seorang
sahabat (Imam Affandi, 2008).
Data umum, sebagian besar jenis
kelamin gangguan panik merupakan suatu
gagasan cemas yang ditandai dengan
kecemasan yang spontan dan episodik.
Gangguan ini lebih sering dialami wanita dari
pada pria. Perempuan memiliki tingkat
kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan
subjek
berjenis
kelamin
laki-laki.
Dikarenakan bahwa perempuan lebih peka
dengan emosinya, yang pada akhirnya peka
juga terhadap perasaan cemasnya. Perbedaan
ini bukan hanya dipengaruhi faktor emosi,
SURYA
2) Tingkat
Kecemasan Menghadapi
Kematian Setelah diberikan Terapi
Musik Religi pada Lansia.
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan
bahwa dari 34 lansia di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Pasuruan Kecamatan
Babat Kabupaten Lamongan, hampir
seluruhnya berada pada kondisi tidak ada
kecemasan dalam menghadapi kematian
setelah diberikan terapi musik religi.
Secara umum, agama memiliki
pandangan tentang kematian. Agama Islam
berpendapat bahwa mati adalah perpisahan
roh atau jiwa dari jasad. Musik religi bekerja
pada sistem saraf otonom yaitu bagian sistem
saraf yang bertanggung jawab mengontrol
tekanan darah, denyut jantung dan fungsi
otak, yang mengontrol perasaan dan emosi.
Menurut penelitian, kedua sistem tersebut
bereaksi sensitif terhadap musik religi.
Ketika kita merasa sakit, kita menjadi takut,
frustasi dan marah yang membuat kita
menegangkan otot-otot tubuh, hasilnya rasa
80
Vol.01, No.XVII, Maret 2014
Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada
Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan
sakit menjadi semakin parah. Mendengarkan
musik religi secara teratur membantu tubuh
relaks secara fisik dan mental, sehingga
membantu menyembuhkan dan mencegah
rasa sakit. Dalam proses persalinan, terapi
musik religi berfungsi mengatasi kecemasan
dan mengurangi rasa sakit. Sedangkan bagi
para penderita nyeri kronis akibat suatu
penyakit, terapi musik religi terbukti
membantu mengatasi rasa sakit (Spawnthe
Anthuny, 2003).
Agama dapat memenuhi beberapa
kerbutuhan psikologis yang penting pada
lansia dalam hal menghadapi kematian,
menemukan dan mempertahankan perasaan
berharga dan penting dalam kehidupan dan
menerima kekurangan di masa tua. Lansia
akan
menerima
kehidupan
mereka
sebagaimana adanya dan mulai memandang
kematian sebagai bagian yang alamiah dalam
rentang kehidupan. Kematian tidak lagi
menjadi ancaman dari nilai pribadi seseorang.
Dan berdasarkan teori diatas mendengarkan
musik religi secara teratur membantu tubuh
relaks secara fisik dan mental, sehingga
membantu menyembuhkan, mencegah rasa
sakit dan dapat mengurangi kecemasan
menghadapi kematian pada lansia. Pada
intinya usia lansia yang mengalami
kecemasan lebih banyak biasanya lansia yang
lebih muda dibandingkan usia lansia yang
lebih tua yang dipengaruhi oleh faktor
predisposisi dan faktor presipitasi sesuai
dengan pendapat menurut stuart (2006).
Didalam uji tersebut dapat dilihat bahwa
terdapat 21 responden yang mengalami
penurunan kecemasan setelah diberikan
terapi musik religi.
Lirik
musik
religi
mampu
mendamaikan suasana hati seseorang yang
(mungkin) hatinya sedang cemas, senang,
gelisah, sedih dan sedang jatuh cinta beranjak
ke arah suatu yang ditujunya, yakni untuk
mendapatkan sesuatu yang lebih damai,
tentram dan bahkan mampu menambah
keimanan,
setidak-tidaknya
mengingatkannya. Musik religi terkadang
merupakan bentuk nyata dari yang diamalkan
oleh seseorang setelah mendengar musik
berirama dakwah khas Islam, yang tentu saja
tidak membatasi pihak lain yang berbeda
iman dan kepercayaan untuk
mereguk
nikmat irama dan syair musik religi khas
Islam. Jadi, siapa pun yang mendengarkan
musik religi Islam akan merasakan
ketenangan dalam hatinya, yang mendorong
berbuat baik sesuai lirik yang didengarkan
atau didengarkan oleh pihak lain. Musik
religi terkadang merupakan bentuk nyata
dari yang diamalkan oleh seseorang setelah
mendengar musik berirama dakwah khas
Islam, yang tentu saja tidak membatasi pihak
lain yang berbeda iman dan kepercayaan
untuk mereguk nikmat irama dan syair
musik religi khas Islam. Jadi, siapa pun yang
mendengarkan musik religi Islam akan
merasakan ketenangan dalam hatinya, yang
mendorong berbuat baik sesuai lirik yang
didengarkan atau didengarkan oleh pihak lain
dan musisi (Indriya R. Dani dan Indri Guli,
2010).
Pada intinya, syair musik religi sering
kali didapatkan dari semua pengalaman
hidup sehari-hari, yang diupayakan sebagai
salah satu pilihan untuk mendekatkan diri
kepada Sang Ilahi. Dan pada penelitian ini
juga tidak membatasi pada agama atau
keyakinan responden karena menurut Indriya
R. Dani dan Indri Guli (2010), musik religi
yang tentu saja tidak membatasi pihak lain
yang berbeda iman dan kepercayaan untuk
mereguk nikmat irama dan syair musik religi
khas Islam. Jadi, siapa pun yang
mendengarkan musik religi Islam akan
merasakan ketenangan dalam hatinya, yang
3) Pengaruh Pemberian Terapi Musik
Religi
Terhadap
Kecemasan
Menghadapi Kematian pada Lansia di
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan.
Berdasarkan hasil analisis dengan
bantuan SPSS 16,0 dengan menggunakan uji
Paired T-test hasil pengujian dengan uji t
menununjukkan nilai t = 5,524 dan
didapatkan nilai p= 0,000 dengan α = 0,05
dimana p<0,05 maka maka secara statistik H1
diterima, artinya yang berarti bahwa ada
Pengaruh Pemberian Musik Religi Terhadap
Kecemasan Menghadapi Kematian pada
Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia
Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan.
SURYA
81
Vol.01, No.XVII, Maret 2014
Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada
Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan
mendorong berbuat baik sesuai lirik yang
didengarkan atau didengarkan oleh pihak lain
dan musisi. Tetapi untuk lebih baiknya untuk
menghindarkan bias untuk penelitian lebih
lanjut peneliti menyarankan menggunakan
satu keyakinan saja. Contohnya: yang
beragama islam menggunakan terapi musik
religi yang islami.
terhadap kecemasan menghadapi
kematian pada lansia.
4) Bagi Peneliti Selanjutnya
Dengan adanya penelitian awal
tentang manfaat terapi musik religi
diharapkan
dapat
dilakukan
penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
PENUTUP
Affandi, Imam, 2008. Kecemasan-dalammenghadapi-kematian–pada-lansiayang-menderita-penyakit-kronis.
diakses tanggal 25Maret 2013 jam
15.00 WIB.
1. Kesimpulan
1) Setengah dari responden sebelum
diberikan terapi musik religi adalah
lansia yang mengalami kecemasan
ringan.
2) Setelah dilakukan pemberian terapi
musik religi lebih dari sebagian
responden mengalami penurunan
kecemasan, yaitu tidak ada kecemasan.
3) Dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh pemberian terapi musik
religi terhadap penurunan kecemasan
pada lansia.
Andrew.
Dani, Indriya R. 2010. Kekuatan Musik
Religi Mengurai Cinta Merefleksi
Iman Menuju Kebaikan Universal.
Jakarta: PT Gramedia.
Djohan. 2003. Psikologi Musik Yogyakarta:
BukuBaik.
2. Saran
1) Bagi Profesi Keperawatan
Perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada lansia yang
mengalami kecemasan menghadapi
kematian agar menganjurkan untuk
mendengarkan terapi musik religi
sebagai modifikasi terapi non
farmakalogis
selain
terapi
farmakologis.
2) Bagi Akademik
Hasil penelitian ini sebagai sarana
pembanding bagi dunia ilmu
pengetahuan dalam memperkaya
informasi
tentang
pengaruh
pemberian terapi musik religi
terhadap kecemasan menghadapi
kematian pada lansia.
3) Bagi Penulis
Merupakan proses pembelajaran,
menambah
informasi
dan
pengalaman
ilmiah
dalam
mengembangkan
pengetahuan
khususnya
tentang
pengaruh
pemberian terapi musik religi
SURYA
2005. Golizek Go Second
Manajemen Stres. Jakarta: PT Buana
Ilmu Popular.
Halim, Samuel. 2007. Efek Mozart dan
Terapi Musik
Dalam Dunia
Kesehatan. Diakses pada tanggal 20
November 2012.
Hidayat,
Aziz Alimul. 2007. Riset
Keperawatandan Tehnik Penulisan
Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.
Marsal, Hidayat. 2008. Hubungan Antara
Religiusitas dengan Kecemasan
Menghadapi Masa Depan pada
Survivour Gempa Bumi DIY. Sripsi:
Yogyakarta. Fakultas Psikologi
Universitas Islam Indonesia.
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usia
Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.
Meridean, L. Maas. 2011.
Keperawatan Geriatrik.
EGC.
Asuhan
Jakarta:
Nevid, dkk. 2003. Psikologi Abnormal Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
82
Vol.01, No.XVII, Maret 2014
Pengaruh Pemberian Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan Menghadapi Kematian Pada
Lansia Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan Babat Kabupaten Lamongan
Nursalam. 2003. Psikologi Abnormal dan
Penarapan Metodelogi Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Nursalam. 2003. Konsepdan Penerapan
Metodelogi Penelitian Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Keperawatan
Pedoman Skripsi, Tesis dan
Instrumen Penelitian Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Spawnthe, Antony. 2003. Manfaat Musik..
Diakses pada tanggal 11 Oktober
2012.
Schmitz, Gery. 2008. Farmakologi dan
Toksikologi Edisi 3. Jakarta: EGC.
Stanley,
Mickey. 2007. Buku Ajar
Keperawatan Gerontik. Jakarta:
EGC.
Stuart,
Gail W. 2006. Buku Saku
Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta:
EGC.
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R dan D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiono. 2006. Statistika untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta.
Syarif, Amir. 2007. Farmakologi dan Terapi
Edisi 5. Jakarta: EGC.
Prasetyo. 2005. Kiat Mengatasi Cemas dan
Depresi.
Yogyakarta:
Tugu
Publisher.
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Wahyudi, Nugroho. 2008. Keperawatan
Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Wasis. 2008. Pedoman Riset Praktis untuk
Profesi Perawat. Jakarta: EGC.
SURYA
83
Vol.01, No.XVII, Maret 2014
Download