BAB 1. PENDAHULUAN Sektor perikanan merupakan salah satu komponen penting dalam perekonomian nasional, oleh karenanya berbagai upaya meningkatkan produksi perikanan senantiasa dilakukan. untuk Produk perikanan Indonesia sebagian besar berasal dari perikanan tangkap, sedangkan produk perikanan budidaya memberikan kontribusi sebesar 22,37% dari total produksi perikanan nasional (Anonim, 2005). Produk perikanan tangkap meningkat secara tajam dari 44 juta ton pada tahun 1973 menjadi 65 juta ton pada tahun 1997, akan tetapi setelah periode tersebut produksi menjadi stagnan bahkan menurun (Sulaeman, 2005). Dalam kondisi produksi perikanan tangkap yang stagnan, peranan perikanan budidaya menjadi sangat penting. Produk perikanan budidaya sebagian berasal dari budidaya ikan air tawar. Di daerah Banyumas, beberapa jenis ikan air tawar yang telah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomi cukup penting sampai saat ini adalah Gurami, Nilem, Lele, Tawes, ikan Mas, Nila, Mujahir (Susatyo dan Sugiharto, 2001; Susatyo dan Soeminto, 2002). Daerah Aliran Sungai Serayu meliputi daerah aliran yang sangat luas, meliputi kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap memiliki keanekaragaman jenis ikan yang hidup di situ dan beberapa diantaranya dari Familia Cyprinidae dengan jumlah 1 spesies dan jumlah individu yang cukup banyak (Lestari dan Sugiharto, 2008; Setyanto dan Sulistyo, 2002). Tetapi beberapa spesies dari familia lainnya berada pada kondisi kritis (jumlahnya semakin sedikit). Kondisi ini harus segera disikapi dengan melakukan suatu kegiatan domestikasi dari jenis ikan yang sudah mulai menurun populasinya tersebut. Sebagai ilustrasi, telah dilaporkan hasil penelitian bahwa stok ikan laut, sungai, danau dan perairan lainnya di dunia telah menurun dengan cepat (Naylor et al., 2000). Penurunan stok ikan laut dan perairan tawar ini diperkirakan sebagai akibat dari kegagalan pengelolaan perikanan dalam beberapa dekade terakhir di hampir seluruh belahan dunia, dan hal ini menyebabkan penangkapan ikan di laut dan perairan lainnya tidak akan bertahan lebih lama lagi dan mungkin tidak ada lagi yang tersisa untuk bisa dikelola (Pauly et al., 2002). Kondisi perikanan Indonesia tidak jauh berbeda dengan kondisi perikanan dunia secara umum. Sistem penentuan stok sumberdaya ikan yang kurang akurat dan lemahnya penegakan hukum di laut, sungai, danau dan perairan lainnya, juga kebiasaan penangkapan yang berbasis kebiasaan hidup yang hanya mengandalkan dari sumber daya yang ada di sekitarnya / kebiasaan hidup manja dari penduduk di sekitar aliran sungai (seperti juga di aliran sungai Serayu Banyumas) telah menyebabkan kegiatan penangkapan ikan mencapai overfishing di berbagai wilayah perairan. Beratnya beban perairan Indonesia untuk menyediakan stok ikan semakin diperparah dengan tingginya kejadian illegal fishing. Bila 2 kenyataanya stok ikan di Indonesia juga seperti halnya kondisi stok ikan dunia, maka apa yang seharusnya kita lakukan untuk memulihkan kondisi stok atau memenuhi kebutuhan kita? (Alimuddin dan Wiyono, 2005). Jawabannya adalah diversifikasi jenis-jenis ikan budidaya baru, dari ikan-ikan liar / tangkapan di perairan tawar (misal sungai) yang dicoba untuk didomestikasikan ke lingkungan baru (misal ke kolam alami). Sebagai satu Kabupaten di kaki gunung Slamet, Banyumas memiliki area budidaya ikan air tawar (kolam-kolam budidaya) yang cukup luas, dengan sumber air yang tidak pernah kurang sepanjang tahunnya, terlebih-lebih dengan dilaluinya kabupaten ini oleh sungai Serayu. Hal ini merupakan modal yang sangat bagus dalam budidaya perikanan (Susatyo dan Soeminto, 2002). Dari segi pertimbangan aspek diversifikasi produksi perikanan, telah diketahui bahwa terdapat beberapa jenis ikan yang telah dibudidayakan dan telah lama dikonsumsi oleh masyarakat Banyumas dan perlu kiranya untuk diperkenalkan dengan jenis-jenis ikan baru lainnya yang berasal dari sungai Serayu melalui kegiatan domestikasi ikan tangkapan. Beberapa jenis ikan tangkapan yang berasal dari sungai Serayu khususnya dan yang berasal dari beberapa cabang/anak sungai Serayu pada umumnya telah lama juga dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat Banyumas. Beberapa jenis ikan tangkapan sungai Serayu ini di antaranya telah diteliti oleh beberapa peneliti baik di lingkungan 3 Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), universitas-universitas di luar Unsoed maupun Dinas-Dinas terkait. Beberapa peneliti telah meneliti aspek reproduksi, faktor kondisi ikan, kebiasaan pakan, studi pakan alami dan lain-lain aspek dari beberapa jenis ikan yakni Umiyati, 2005; Setijanto dan Sulistyo, 2002; Rukayah et al., 2003 pada ikan Senggaringan (Mystus nigriceps); selanjutnya Halamsyah, 2000; dan Umiyati, 2005 pada ikan Lukas (Puntius bramoides); Kartini, 2006; Suryanti, 2002; Tang et al., 2000; Suhenda et al., 2002; Suhenda et al., 2004; Kartini, 2006 pada ikan Baung (Mystus nemurus); Faizah, 2003; Harsini, 2005 pada ikan Brek (Puntius orphoides); Satria, 1991 pada ikan beunteur (Puntius gnotatus). Namun dari hasil penelitian tersebut, para peneliti yang telah melakukan kegiatan-kegiatan penelitian dari beberapa aspek tersebut di atas hanya dilakukan secara in-situ (hanya di lingkungan tempat hidup asli ikan-ikan tersebut di sungai) dan aspek yang diteliti tidak terintegrasi atau masih terpisah-pisah. Juga, tidak dilanjutkan sampai pada pengujian di kolam budidaya percobaan (ex-situ) dengan mengamati beberapa aspek pasca aklimasi dan adaptasi, misal dengan menguji atau mengelola kemampuan adaptif ikan uji dan lingkungannya, sampai dengan menguji kemampuan induk-induk ikan tersebut untuk dapat atau tidak, mudah atau sulitnya melakukan pemijahan kembali dan menyelesaikan minimal satu siklus reproduksinya secara alami di kondisi merekan yang habitat baru tersebut. 4 Salah satu upaya untuk menangani kegiatan awal/pre domestikasi beberapa jenis ikan tangkapan tersebut adalah dengan melakukan suatu kegiatan penelitian guna mendapatkan pengetahuan dan teknik untuk mempersiapkan ikan uji pada kondisi siap dibudidayakan di kolam budidaya alami (ex-situ). Hal ini dapat dilakukan melalui pendekatan beberapa kegiatan penelitian baik survei maupun eksperimental. Pendekatan internal dapat dilakukan melalui pemahaman yang memadai tentang aspek biologi reproduksi ikan dan beberapa aspek fisiologi lainnya. Produk perikanan budidaya sebagian berasal dari budidaya ikan air tawar. Di Banyumas beberapa jenis ikan (nilem, gurame, lele, tawes, ikan Mas, ikan Nila, Mujahir) telah lama dibudidayakan. Produk ikan yang dipasarkan tidak hanya berupa ikan ukuran konsumsi sebagai penghasil daging, tetapi juga ikan stadium benih dalam berbagai ukuran bahkan telur hasil pemijahan yang masih berada di dalam sarang. Disamping untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, ikan-ikan tersebut telah mulai diarahkan untuk komoditi eksport baik dalam bentuk ikan utuh maupun fillet (Khaeruman dan Amri, 2003). Pada Aspek Ketahanan Pangan bukan hanya ketercukupan produksi dari sektor budidaya perikanan yang diutamakan, tetapi dapat juga dilakukan kegiatan pengupayaan diversifikasi jenis ikan budidaya dari ikan-ikan tangkapan, misal dari suatu perairan sungai agar dapat 5 dilakukan pengkayaan dari jenis ikan budidaya yang sudah ada melalui kegiatan domestikasi. Keberhasilan kegiatan pre domestikasi ini harus didukung dengan beberapa seri kegiatan pengujian terhadap beberapa aspek. Dalam rangka pemanfaatan ikan tangkapan secara berkelanjutan diperlukan upaya domestikasi dengan berpedoman pada data dasar biologi dan ekologinya, seperti aspek reproduksi, fisiologi, perilaku/kebiasaan makan, pemijahan, dan karakteristik substrat habitatnya di alam dan hubungan kekerabatan filogenetiknya. Diharapkan melalui penelitian ini (baik pada skala lapangan maupun laboratorium) dapat ditemukan model domestikasi yang teruji dan aplikatif bagi masyarakat maupun pihak pengguna lainnya. Saat ini sudah banyak pengusaha, praktisi, peneliti dan pemerhati budidaya perikanan yang sangat tertarik dan menunggu perkembangan informasi kegiatan domestikasi dari beberapa jenis ikan tangkapan dari sungai Serayu yang makin langka bila dibiarkan penangkapannya terus menerus. Namun, pada kenyataannya penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya di sekitar Banyumas tersebut baru sampai pada tahap awal saja, belum terintegrasi. Keberhasilan kegiatan domestikasi ikan tangkapan memerlukan pemahaman yang memadai khususnya tentang biologi reproduksi ikan uji, baik mengenai aspek anatomi-histologi dari proses gametogenesis, regulasi hormonal maupun strategi reproduksinya. (2008), Menurut Kime analogi menggunakan informasi dari jenis ikan lain untuk 6 menduga aspek reproduksi ikan uji tersebut tidak akan dapat memperoleh informasi yang valid, apalagi untuk mengetahui mampu tidaknya jenis ikan uji tersebut menyelesaikan siklus reproduksinya di alam, tidak sepenuhnya dapat dilakukan mengingat tingginya plastisitas reproduksi pada masing-masing jenis ikan. Jadi, harus dilakukan penelitian secara langsung pada ikan uji tersebut untuk memperoleh informasi semua aspek yang mendukung syarat-syarat berhasilnya kegiatan domestikasi. 7 BAB 2. PERMASALAHAN DALAM PENANGANAN AWAL KEGIATAN DOMESTIKASI IKAN LIAR SUNGAI KE KOLAM ALAMI Dalam rangka penanganan dan pemanfaatan ikan-ikan tangkapan secara berkelanjutan diperlukan upaya domestikasi dengan terlebih dahulu melakukan kegiatan pre domestikasi yang berpedoman pada penggalian informasi atau data dasar mengenai biologi dan ekologinya, seperti aspek reproduksi, fisiologi, perilaku/kebiasaan makan, pemijahan, dan karakteristik habitatnya di alam. Penyesuaian pada kondisi tempat hidup baru bagi ikan tangkapan yang akan dibudidaya akan banyak mengalami kendala dan membutuhkan waktu yang cukup panjang. Di habitat aslinya, ikan-ikan sungai terutama yang berlimpah jumlahnya, maka keanekaragaman dan kelimpahan ikan ditentukan oleh karakteristik habitat perairan. Karakteristik habitat di sungai sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran sungai. Kecepatan aliran tersebut ditentukan oleh perbedaan kemiringan sungai, keberadaan hutan atau tumbuhan di sepanjang daerah aliran sungai yang akan berasosiasi dengan keberadaan hewan-hewan penghuni sungai lainnya (Ross, 1997). Sangatlah berbeda karakter kolam budidaya bila dibandingkan dengan kondisi perairan sungai sebagai tempai hidup asal ikan-ikan 8 tersebut. Area yang lebih luas seperti sungai, memiliki variasi habitat yang lebih besar dibanding dengan area yang lebih sempit seperti pada kolam budidaya (Wooton 1991). Sehingga semakin panjang dan lebar ukuran sungai semakin banyak pula jumlah jenis ikan yang menempatinya (Kottelat et al., 1996). Terkait dengan telah berasosiasinya ikan-ikan sungai dengan hewan-hewan penghuni sungai lain sebelumnya, maka upaya budidaya yang diawali dengan kegiatan pre domestikasi tentunya akan dimulai dari kegiatan aklimasi ikan tangkapan tersebut ke dalam kolam budidaya dengan teknik pemeliharaan monokultur dan mengupayakan untuk meminimalisir beberapa kendala yang mungkin terjadi misalnya memodifikasi aliran sungai yang deras dan lancar dengan membiarkan air dari sumber masuk kolam dan selanjutnya keluar kolam, tanpa menyebabkan ikan dalam kolam terlepas keluar kolam (pada ujung saluran pelepasan air kolam diberi penutup berfilter) juga penyesuaian atau adaptasi bagi ikan uji terhadap kondisi substrat yang kurang sesuai dalam memenuhi ketercukupan bahan pakannya dan lain-lainnya. Berdasarkan beberapa hal yang dikemukakan sebelumnya, maka pada kegiatan awal domestikasi harus dilakukan serangkaian kegiatan yang pada dasarnya akan mengintegrasikan beberapa aspek yang diperlukan bagi penggalian informasi dasar bagi upaya domestikasi ikanikan tangkapan dari Sungai Serayu. Tahap awal, dilakukan penggalian 9 informasi mengenai status reproduksi (profil gametogenesis /perkembangan organ kelamin) dan profil hormonal periodikal di alam, aspek ekologis dan fisiologis (karakteristik substrat habitat baru, kebiasaan pakan), dan melalui kegiatan survei yang dilakukan selama minimal sepuluh bulan periode penelitian domestikasi awal. Kegiatan berikutnya (insyaAllah akan dibahas pada buku monograf berikutnya) adalah induksi hormon pertumbuhan tertentu dengan cara perendaman terhadap proses regulasi beberapa stadium yakni antara lain waktu capaian masing-masing tahapan embriogenesis dan organogenis, laju penyerapan kuning telur/cadangan makanan larva, derajat penetasan telur, sintasan/kelangsungan hidup larva pasca menetas, diferensiasi calon alat kelamin/gonad, dan sintesis semua struktur penunjang aspek kesiapan reproduksi ikan uji; juga akan dilakukan artificial fertilization dari sel gamet kedua induk ikan (sebagai anakan turunan pertama/F1) dalam upaya meyakinkan kemampuan / keberlanjutan ikan-ikan uji menyelesaikan satu rantai / siklus reproduksinya sebagai salah satu syarat penentuan keberhasilan kegiatan domestikasi. Pada kegiatan yang dilakukan di atas ini, dari beberapa pertimbangan, hasil penelusuran pustaka dan laporan penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, bahwa di beberapa ruas stasiun pengamatan sepanjang sungai Serayu dari hulu (Wonosobo) sampai middle dan hilir (Banyumas tenggara sampai barat daya) maka 10 ikan-ikan dari Familia Cyprinidae adalah yang cukup melimpah baik jenis (spesies) maupun jumlah individunya (Lestari dan Sugiharto, 2008; Harsini, 2005; Halamsyah, 2000; Sinaga, 1995). Beberapa jenis ikan tangkapan dari sungai Serayu dari familia Cyprinidae inilah yang akan diupayakan untuk didomestikasi, mengingat beberapa jenis ikan dari famili ini telah dibudidayakan, dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat Banyumas. Lestari dan Sugiharto (2008) melaporkan bahwa terdapat 7 spesies ikan dari familia Cyprinidae yang berhasi tertangkap dari sepanjang hulu sampai dengan bagian middle DAS Serayu, yakni Osteochilus hasselti C.V. (ikan Nilem); O. Microcephalus; O. Kahajenensis; Puntius javanicus (ikan Tawes); P. orphoides (ikan Brek); Rasbora argyrotaenia; R. Lateristriata. Sedangkan menurut Harsini (2005), di sepanjang DAS Serayu area wilayah Banyumas (middle) berhasil tertangkap 9 spesies dari familia Cyprinidae, yakni Puntius javanicus (ikan Tawes); P. Bramoideus (ikan Lukas); P. Gnotatus (ikan Beunteur); Osteochilus hasselti C.V. (ikan Nilem); O. Microcephalus; O. Kahajenensis; Rasbora argyrotaenia; R. Lateristriata. Meskipun penentuan dua jenis/spesies ikan uji (Brek dan Lukas) bukan hanya berdasarkan tinjauan konservasi terhadap spesies ikan sungai Serayu yang makin langka, tetapi penentuan materi ikan uji ini lebih ditekankan pada pertimbangan untuk menyediakan dan diversifikasi ikan konsumsi jenis baru yang berasal dari ikan tangkapan sungai Serayu 11 melalui proses domestikasi bagi masyarakat konsumen dengan beberapa syarat diterimanya produk domestikasi tersebut oleh konsumen. Syaratsyarat tersebut antara lain ukuran konsumsi dan struktur tubuh yang ideal (tidak terlalu kecil ataupun terlalu besar), tekstur dan rasa daging yang ideal, dan nantinya diikuti dengan harga yang relatif tidak mahal dan lainlain; serta bagi para petani pemelihara diharapkan nantinya ikan produk domestikasi ini mudah memijah (setahun lebih dari satu kali, misal), produk anakan dengan jumlah dan kualitas yang bagus, pakan yang banyak tersedia di alam, tingkat kesehatan dan ketahanan tubuh ikan-ikan uji tersebut yang tinggi (melalui uji tantang menggunakan bakteri patogen dan beberapa zat toksik, yang memimik kondisi perairan yang tercemar limbah dan polutan) dan lain-lain. Adapun penentuan spesies ikan yang dimaksud baru dapat dilakukan setelah diperoleh data dan informasi nantinya dari kegiatan penangkapan di lapangan. Domestikasi adalah proses penjinakan (hewan atau tumbuhan). Proses Domestikasi juga biasa digunakan pada berbagai bidang misalnya, dalam bidang perikanan, peternakan maupun bidang pertanian. Selama ini pemahaman domestikasi biasanya dimanfaatkan untuk keperluan kebutuhan manusia. Proses belajar beternak pun berawal dari proses domestikasi yaitu hewan dari kehidupan yang liar dijinakan untuk difungsikan sebagai salah satu pelengkap kebutuhan hidupan manusia contohnya, sapi dijinakan karena berguna dalam berbagai hal seperti 12 dagingnya untuk dikonsumsi, tenaganya digunakan untuk menggarap sawah. Menurut Zairin (2003), ada beberapa tingkatan yang dapat dicapai manusia dalam upaya penjinakan hewan ke dalam suatu sistem budidaya. Tingkatan dimaksud, sebagaimana berlangsung pada ikan, adalah sebagai berikut. 1. Domestikasi sempurna, yaitu apabila seluruh daur hidup ikan sudah dapat berlangsung dalam sistem budidaya. Ikan asli Indonesia yang demikian dicontohkan oleh gurami (Osphroneus gouramy), tawes (Puntius javanicus), kerapu, bandeng, dan kakap putih. 2. Domestikasi hampir sempurna, yaitu apabila seluruh daur hidupnya dapat berlangsung dalam sistem budidaya, tapi keberhasilannya masih rendah. Ikan asli Indonesia yang terjinakkan sedemikian dicontohkan oleh betutu, balashark, dan arowana. 3. Domestikasi belum sempurna, yaitu apabila baru sebagian daur hidupnya dapat berlangsung dalam sistem budidaya. Contohnya antara lain : ikan Napoleon (Cheilinus undulatus), dan tuna. Tingkatan kesempurnaan domestikasi hewan umumnya, sangat ditentukan oleh pemahaman tentang keseluruhan aspek biologi dan ekologi hewan tersebut. Perilaku satwa liar di habitat alaminya, daur hidup dan dinamika pertumbuhannya merupakan aspek biologi yang antara lain menunjang keberhasilan domestikasi. 13 Permasalahan pada kegiatan awal domestikasi/pre domestikasi adalah : 1. Apakah dua jenis ikan (Brek dan Lukas) hasil tangkapan dari sungai Serayu yang di pre domestikasikan mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya/kolam budidaya alami; 2. bagaimana profil hormonal periodikal yakni estrogen (estradiol-17β), progesteron, testosteron, FSH dari induk ikan jantan dan betina selama satu siklus reproduksi pada kegiatan domestikasi; 3. bagaimana gambaran histologis perkembangan testis dan ovarium (gonadogenesis) ikan tersebut selama satu siklus reproduksi yang dievaluasi dengan mengukur IKG dan mengamati perkembangan oosit/telur serta spermatozoa selama periode domestikasi; 4. bagaimana karakter beberapa parameter ekologis dan fisiologis (kebiasaan makan); 5. mampukah kedua jenis ikan ini melakukan natural spawning (pemijahan alami di kolam budidaya) maupun artificial spawning (pemijahan buatan) dibantu dengan metode induksi gonadotrophin analogue. Dengan bahasa yang sederhana, permasalahan yang selalu mengikuti kegiatan domestikasi hewan liar (dalam kajian ini jenis-jenis ikan liar dari sungai) adalah : 1. Apakah ikan liar dari sungai tersebut mampu untuk beradaptasi dengan faktor-faktor pendukung lingkungan barunya (kolam alami). Mampu mengkonsumsi pakan alami yang 14 tersedia di kolam; mampu tumbuh (bertambah bobot dan panjang); 2. Apakah jenis ikan liar yang di domestikasi tersebut mampu melangsungan proses perkembangannya / aspek reproduksinya yakni : regulasi hormonal penunjang reproduksi, menyiapkan kematangan organ kelaminnya, memproduksi telur dan sperma yang matang; 3. Apakah setelah mampu menyiapkan aspek reproduksi induk jantan dan betinanya mampu melangsungkan perkawinan; 4. Bagaimana apabila setelah proses perkawinan yang terjadi, telur yang telah terbuahi sperma mampu menetas menghasilkan anakan/larva yang mampu tumbuh dan menjadi dewasa sehat secara pertumbuhan dan reproduksi serta mampu melaksanakan satu set tahapan reproduksi seperti tetuanya; 5. Apakah setelah mampu melangsungkan proses perkawinan dan menghasilkan anakan, induk jantan dan betina (beberapa waktu kemudian) mampu menyiapkan fase reproduksi dan melakukan perkawinannya kembali. Sehingga, baik induk maupun anakannya secara kontinyu dalam beberapa periode ke depan mampu menjaga stabilitasnya pada aspek pertumbuhan dan reproduksinya pada tempat hidup barunya 15 BAB 3 KERANGKA PEMECAHAN MASALAH Kerangka pemecahan masalah merupakan serangkaian prosedur dan langkah-langkah mendapatkan dalam penelitian yang bertujuan untuk tahapan yang terstruktur secara sistematis, sehingga penelitian dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Output yang diharapkan dari penelitian, meliputi kemampuan adaptif induk jantan dan betina ikan uji, kemampuan pertumbuhan dan kemampuan mengkonsumsi pakan alami kolam, kesiapan regulasi hormonal, kesiapan pematangan organ kelamin/gonad dan gamet (gonadogenesis dan gametogenesis), kemampuan melakukan perkawinan/mijah. Target terakhir masih harus digabungkan dengan hasil pengujian beberapa parameter lainnya (yang akan dikaji pada buku monograf selanjutnya) yakni produksi jenis ikan yang benar-benar sudah domesticated, adaptif pada lingkungan barunya sebagai produk jenis ikan budidaya baru yang siap dikenalkan ke konsumen. Penelitian terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, pengumpulan data, dan pengolahan data. Tahap persiapan penulis melakukan survei dan mencari informasi yang berkaitan dengan penelitian. Dari hasil survei tersebut, penulis mengidentifikasikan dan merumuskan permasalahan yang ada dan terjadi di lapangan. Kemudian 16 menentukan tujuan dari penelitian agar penelitian dapat fokus pada permasalahan yang ada dilapangan. Selanjutnya dilakukan serangkaian kegiatan untuk menguji, mengamati dan mengukur beberapa parameter yang dibutuhkan yakni kemampuan adaptif induk jantan dan betina ikan uji, kemampuan pertumbuhan dan kemampuan mengkonsumsi pakan alami kolam, kesiapan regulasi hormonal, kesiapan pematangan organ kelamin/gonad dan gamet (gonadogenesis dan gametogenesis), kemampuan melakukan perkawinan/memijah. Adapun parameter-parameter pengujian pada kegiatan domestikasi ini adalah : 1. Uji kebiasaan pakan Ikan (Index of Electivity dan Index of Preponderance) 2. Jumlah dan Proporsi Oosit 3. Pengamatan Kelangsungan Hidup Induk 4. Histologi Oogenesis dan Spermatogenesis 5. Analisis Titer hormon : testosteron, progesteron, estradiol dan FSH 6. Pengamatan Kemampuan Mijah/kawin induk jantan dan betina Adapun langkah-langkah dalam pemecahan masalah, pada Gambar berikut : 17 Gambar 3.1. Flow chart Kerangka Pemecahan Masalah IKAN LIAR ASAL SUNGAI- DOMESTIKASI UJI AKLIMASIKEMAMPU AN ADAPTASI DI HABITAT BARU (ex situ) 1. Pengamatan karakteristik substrat habitat baru 2. Uji Kelangsungan hidup Uji Mortalitas 3. 4. Analisis isi lambung Uji kesukaan pakan (in situ) UJI FISIOLOGIS DAN EKOLOGIS UJI REPRODUKSI & KEMAMPUAN KAWIN / MIJAH & NASIB ANAKAN Pengamatan Gonadogenesis 1. karakteristik substrat habitat baru 2. kebutuhan pakan harian Testis & Ovarium 3. laju pertumbuhan 4. dan kebiasaan pakan Serum Darah Ikan Uji Metode Parafin 1. Testosteron Pewarnaan HaematoxylinEosin Oogenesis & Spermato genesis 1.Apakah ikan liar dari sungai tersebut Analsis Titer Hormon Reproduksi Periodikal 2. 1,7 β estradiol 3. Progesteron 4. FSH mampu untuk beradaptasi dengan faktor-faktor pendukung lingkungan barunya (kolam alami). Mampu mengkonsumsi pakan alami yang tersedia di kolam; mampu tumbuh (bertambah bobot dan panjang); 2. Apakah jenis ikan liar yang akan di domestikasi tersebut mampu melangsungan proses perkembangannya / aspek reproduksinya yakni : regulasi hormonal penunjang reproduksi, menyiapkan kematangan organ kelaminnya, memproduksi telur dan sperma yang matang; 3. Apakah setelah mampu menyiapkan aspek reproduksi induk jantan dan betinanya mampu melangsungkan perkawinan/pemijahan. 4. Bagaimana apabila setelah proses perkawinan yang terjadi, telur yang telah terbuahi sperma mampu menghasilkan anakan/larva yang mampu tumbuh dan menjadi dewasa sehat secara pertumbuhan dan reproduksi serta mampu melaksanakan satu set tahapan reproduksi seperti tetuanya; 5. Apakah setelah mampu melangsungkan proses perkawinan dan menghasilkan anakan, induk jantan dan betina (beberapa waktu kemudian) mampu menyiapkan fase reproduksi dan melakukan perkawinannya kembali. Sehingga, baik induk maupun anakannya secara kontinyu 18 dalam beberapa periode mampu menjaga stabilitasnya pada aspek pertumbuhan dan reproduksi pada tempat hidup barunya. The New Domesticated Fish (ikan yang telah tedomestikasi Adapun dari semua permasalahan yang telah dituangkan pada penjelasan sebelumnya, maka kegiatan domestikasi ikan liar sungai Serayu Banyumas ke kolam alami memiliki beberapa tujuan. Kegiatan awal pre domestikasi dilakukan dengan beberapa sub kegiatan dengan tujuan untuk : (1) mengaklimasi atau mengadaptasikan jenis ikan hasil tangkapan dari sungai ke dalam kolam percobaan yang memenuhi beberapa syarat budidaya.; (2) mengetahui profil hormonal periodikal yakni estrogen (estradiol-17β), progesteron, testosteron, FSH baik pada induk ikan jantan dan betina selama satu siklus reproduksi. Berdasarkan profil hormonal tersebut dapat ditentukan pola interaksi hormonal selama gametogenesis dan ovulasinya; (3) mengetahui gambaran histologis perkembangan gonad jantan dan betina (testis dan ovarium) ikan uji selama satu siklus reproduksi yang dievaluasi dengan mengukur IKG dan mengamati perkembangan oosit serta spermatozoa. Histologi testis dan profil hormonal ikan jantan diamati untuk melihat hubungan keduanya dengan proses spermatogenesis. Histologi ovarium dan profil hormonal betina diamati untuk mempelajari hubungan keduanya dengan proses oogenesis dan ovulasi; (4) mengetahui beberapa aspek ekologis dan fisiologis (karakteristik substrat habitat baru, kebiasaan pakan, kebutuhan pakan harian, pertumbuhan); (5) kemampuan melaksanakan natural spawning (perkawinan / pemijahan alami di kolam budidaya) maupun pemijahan dibantu dengan metode induksi gonadotrophin analogue. 19 Di akhir periode kegiatan ini akan dilakukan artificial fertilization (pembuahan buatan) terhadap masing-masing produk ovum/telur dan spermatozoa dari kedua induk siap mijah/kawin pasca induksi/pemicuan gonadotropin analog Ovaprim. Kesiapan dan keberhasilan memijah dari induk ikan jantan dan betina asal sungai tersebut pada kondisi baru, yakni di kolam alami merupakan satu tahap keberhasilan kegiatan pre domestikasi. Anakan hasil perkawinan/pemijahan alami maupun hasil artificial fertilization dari induk jantan dan betina matang kelamin pasca induksi hormonal diharapkan dapat memberikan informasi penunjang yang sangat penting tentang aspek reproduksi pembenihan dari masing-masing jenis ikan uji tersebut. Hasil kegiatan awal/pre domestikasi ini akhirnya akan digunakan untuk menseleksi jenis-jenis ikan tersebut yang diharapkan dapat diterima sebagai jenis ikan baru yang mungkin dapat dibudidayakan sesuai dengan beberapa persyaratan tertentu (masa reproduksi pendek sampai sedang dan dapat/mudah dipijahkan kembali baik secara alami maupun artificial skala laboratorium, dapat hidup/menyesuaikan dengan karakteristik kolam pemeliharaan yang sudah ada atau dengan sedikit modifikasi, mampu melaksanan fisiologi pertumbuhan dan perkembangannya dengan baik, dan lain-lain). Tegasnya, suksesnya proses domestikasi awal/pre domestikasi, dapat dilihat pada kemampuan ikan sungai tersebut untuk beradaptasi dengan lingkungan ex situ 20 (lingkungan baru, misal di kolam budidaya), mampu menyesuaikan dan mengkonsumsi pakan alami maupun pakan tambahan yang berasal dari lingkungan baru, mampu melaksanakan penyiapan materi reproduksi (sampai pematangan organ seks nya) dan melakukan perkawinan/pemijahan di lingkungan baru serta menghasilkan anakan dengan syarat tertentu (antara lain survival rate/ kelangsungan hidup cukup tinggi, mortalitas/angka kematian rendah, laju pertumbuhan cukup baik dan lain-lain). Pada kegiatan yang lebih lanjut (akan ditulis dan dibahas pada buku monograf berikutnya) yakni studi survei dan eksperimental terhadap anakan tersebut hingga mencapai fase dewasanya dengan beberapa parameter reproduksi lainnya dalam menyelesaikan satu siklus reproduksinya kembali. Dua spesies ikan sungai yang digunakan sebagai model kegiatan domestikasi berasal dari sungai Serayu, Banyumas, Jawa Tengah yakni ikan Brek (Puntius orphoides) dan ikan Lukas (Puntius bramoides). Merupakan spesies indigenous daerah Banyumas. 21 BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN PADA KEGIATAN AWAL DOMESTIKASI Metode yang digunakan pada studi/penelitian domestikasi ikan liar sungai ini adalah survei. Beberapa sub kegiatan yang dilakukan meliputi : A. Pemeliharaan ikan-ikan uji dan aklimatisasi Inlet air mengalir terus, outlet juga dibiarkan terbuka, lubang inlet dam outlet diberi penutup srumbung Gambar 4.1. Kolam percobaan di desa Kutosari, Kecamatan Baturaden, Kabupaten Banyumas Ikan-ikan hasil tangkapan (Brek dan Lukas) dipelihara/di domestikasi dalam kolam pemeliharaan alami ukuran 10 m2 yang disekatsekat menjadi 16 petak, menggunakan batas rangka bambu berstrimin sehingga ikan-ikan yang berada di masing-masing sekat tidak bisa 22 berpindah ke sekat lainnya. Suplai air yang cukup dengan inlet (air masuk kolam) dan out let (air keluar kolam) yang lancar. Pada kedua lubang inlet dan outlet diberi srumbung (tutup dari anyaman bambu, Jawa) dengan fungsi sebagai penyaring/filter agar ikan tidak terlepas dari aliran keluar air kolam. Ikan Brek dan Lukas sebagai materi uji dikelompokkan menjadi beberapa kelompok pengujian. Kelompok ikan tahap pre domestikasi 1 bulan (Maret-April), digali informasi hormonal dan gametogenesisnya pada bulan kedua sejak aklimasi/pemeliharaan awalnya (pada bulan Mei); kelompok ikan-ikan tahap pre domestikasi 2 bulan (April – Juni), digali informasi hormonal dan gametogenesisnya pada bulan kedua sejak aklimasi/pemeliharaan awalnya (Juni); kelompok ikan-ikan Ikan-ikan tahap pre domestikasi 4 bulan (Februari - Juni), digali informasi hormonal dan gametogenesisnya pada bulan kelima (Akhir Juli); kelompok ikan-ikan tahap pre domestikasi 8 bulan (Februari – Oktober ), digali informasi hormonal dan gamatogenesisnya pada bulan kedelapan (Oktober ); sejak pemeliharaan awalnya tersebut di beri pakan berupa pellet pakan buatan dan berselang-seling dengan daun sente dan daun singkong (setelah mau mengkonsumsi pakan). Selama pemeliharaan, kondisi lingkungan pemeliharaan dimonitor dengan mengukur pH dan temperatur air kolam. Kandungan O2 terlarut dan CO2 bebas kolam diukur meskipun air kolam senantiasa diperbarui dengan adanya aliran masuk dan aliran keluar pada kolam 23 pemeliharaan yang stabil. Kesehatan ikan dimonitor dengan mengamati ada tidaknya indikasi serangan penyakit serta memperhatikan gerakan ikan. Brek (Puntius orphoides), ± 350 gr Lukas (Puntius bramoides) ),± 100 gr Gambar 4.2. Ikan Brek dan Lukas dewasa sebagai materi penelitian (Sumber : Susatyo et al., 2010) 24 B. Pengambilan sampel darah sebagai sampel serum Sampel darah untuk pengukuran kadar hormon diambil dari linea lateralis bagian posterior (dekat pangkal sirip anal). Sebanyak 0,5 - 2 ml darah diambil menggunakan spuit injeksi tanpa anti koagulan. Sampel darah dipindahkan ke dalam tabung sentrifus, dibiarkan membeku dalam temperatur ruang selama 30 menit kemudian didinginkan dalam refrigerator selama 8 jam untuk mengoptimalkan pembekuan darah. Sampel darah selanjutnya disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Serum darah dipindahkan ke dalam tabung ependorf (1,5 ml) dan disimpan dalam refrigerator (8 – 100 C) hingga pengukuran kadar hormon. C. Pengukuran kadar hormon dalam darah Pengukuran kadar hormon dilakukan menggunakan metode EIA/ELISA, dengan kit’s catalog EIA-estradiol kit (untuk estradiol), EIA-progesteron kit (untuk progesteron) dan EIA-testosteron kit (untuk testosteron). Sebelum dilakukan pengukuran kadar hormon, dilakukan kalibrasi menurut prosedur yang telah ditentukan oleh Petunjuk Kit. Assay dilakukan menggunakan mesin Microplate Reader-LB-6200 Labotron. D. Pembuatan sediaan histologi ovarium dan testis Dilakukan untuk mengetahui gambaran proses gonadogenesis (perkembangan struktur testis dan ovarium induk yang penting bagi 25 interpretasi kesiapan reproduksi pematangan organ kelaminnya). Ovari dan testis diangkat dari rongga abdomen melalui pembedahan. Ovarii dan testes dari masing-masing jenis ikan uji difiksasi dengan larutan formalin 10% selama 24 jam pada suhu ruang. Organ-organ tersebut didehidrasi dalam larutan larutan alkohol bertingkat mulai 70% hingga absolut, didealkoholisasi dalam larutan xylol, diinfiltrasi dalam campuran xylol : paraplast, dan selanjutnya diblok dalam paraplast (Sigma p3558). Untuk mengamati tahapan spermatogenesis dan oogenesis testis dan ovarii yang telah diblok dalam parafin/paraplast diiris secara melintang dan pada interval tertentu irisan jaringan ditempelkan pada gelak objek berlapis 1% gelatin dan diwarnai dengan Mayer-haematoxylin-eosin. Oosit dikelompokkan ke dalam lima tahapan yaitu chromatin nucleolar stage, perinucleolar stage, cortical alveolar stage, vitellogenic (yolk) stage dan mature / ripe stage. Ukuran diameter oosit pada setiap tahapan perkembangan dalam masing-masing ovarium diamati untuk mengidentifikasi jenis tahapan tersebut. (Çakici dan Üçüncü, 2007). E. Spawning induction (induksi perkawinan/pemijahan) buatan untuk memicu Dilakukan untuk mengetahui kemampuan kawin/memijah dari kedua induk ikan baik jantan dan betina dewasa, masak kelamin. Induksi pemijahan alami dengan menyuntikkan/menginduksikan gonadotrophin analogue pada induk jantan dan betina yang ditengarai matang kelamin, menggunakan Ovaprim 0.5 cc/kg BB. 26 F. Uji Kebiasaan Pakan Ikan Uji ini dilakukan untuk mengetahui jenis pakan alami ikan tangkapan yang merupakan kebiasaan pakan ikan-ikan tersebut di habitat aslinya, sebagai pertimbangan pada waktu ikan-ikan tersebut diuji dikolam alami. Dilakukan pembedahan dimulai dari lubang anus ke arah depan, lambung dan usus diambil menggunakan pinset, isi lambung dan usus dikeluarkan, diukur volumenya dan diencerkan dalam 100 ml akuades. Jenis pakan yang berukuran besar dan tampak oleh mata diamati dan dipisahkan, sedangkan yang renik disaring menggunakan plankton net no. 25 ke dalam botol koleksi ukuran 30 ml, kemudian ditambah formalin 4% beberapa tetes menggunakan pipet dan diamati di bawah mikroskop. Identifikasi dan determinasi isi saluran pencernaan ikan uji dilakukan pada isi lambung. Dilakukan mulai dari sampel isi saluran pencernaan ikan dikocok merata, diambil satu tetes lalu diletakkan di atas object glass, ditutup cover glass. Selanjutnya diamati di bawah mikroskop sebanyak 30 kali lapang pandang. Tiap sampel diulang 5 kali. Plankter selanjutnya diidentifikasi. Selanjutnya dilakukan perhitungan kelimpahan plankton dalam saluran pencernaan ikan. Untuk mengetahui jenis makanan apa saja yang disukai ikan-ikan tersebut serta jenis makanan utamanya dilakukan penentuan Index of Electivity dan Index of Preponderance (Effendi, 1997). 27 G. Analisis Fisika dan Kimia Air Kolam Percobaan Meliputi temperatur, nilai pH, kandungan O2 terlarut dan CO2 bebas H. Tabulasi, Presentasi dan Analisis Data Penghitungan gonado-somatik indeks (GSI) atau Indeks Kematangan Gonad (IKG). IKG dihitung dengan rumus = bobot gonad : (bobot tubuh+bobot gonad) x 100%. Penentuan Index of Electivity dan Index of Preponderance menurut Effendi (1997). Data dari penghitungan : Index of Electivity dan Index of Preponderance serta data lainnya berupa kadar masing-masing hormon steroid dan gonadotropin, GSI, jumlah oosit, disajikan dalam bentuk tabel dan grafik batang. 28 BAB 5 BAHASAN PROFIL BIO-REPRODUKSI IKAN UJI SEBAGAI FAKTOR KEBERHASILAN DOMESTIKASI A. Kemampuan Adaptasi Ikan Uji pada Kegiatan Domestikasi Kemampuan adaptif ikan-ikan uji dapat diamati atau diukur dengan beberapa parameter pengujian, yakni dari pengamatan visual (gerakan aktif, menunjukkan fisiologis sehat yang merupakan gambaran penerimaan tubuh terhadap faktor fisika dan kimia air media kolam), pertumbuhan posisitf (peningkatan bobot tubuh dan panjang), kesediaan mengkonsumsi pakan alami yang ada di media kolam tersebut (melalui uji kebiasaan pakan dan analisis isi lambung), juga kemampuan induk menyiapkan perkembangan reproduksinya pada pembahasan berikutnya). Selama kegiatan pengujian, kondisi faktor fisika dan kimia air kolam mendukung kehidupan ikan-ikan uji, baik pada stasiun penangkapan ikan pada waktu pengumpulan ikan uji di habitat asli (in situ, yakni Sungai Serayu) maupun di kolam alami tempat pengujian domestikasi (ex situ. Terlihat dari aktivitas ikan uji yang menunjukkan performa fisiologis sehat. Selama studi, kondisi fisik dan kimia dari air baik di stasiun penangkapan, air media kolam pemeliharaan stok induk dan benih masih 29 dalam kapasitas kondisi dukungan kualitas air yang baik (tabel 5.1 dan 5.2). Tabel 5.1. Kondisi fisika kimia air di perairan Sungai Serayu No Parameter 1 2 3 4 5 6 Suhu udara Suhu air Kedalaman pH O2 terlarut CO2 bebas Satuan 0 C C Meter 0 Ppm Ppm I (up stream) 24-30 24-29 0,9 – 4 7,0 11,2 1.,24 Stasiun 2 (middle stream) 26-31 24-31 0,8 - > 5 7,0 9,34 1,46 3 (down stream) 27-32 25-31 4–6 7,0 – 8,0 9,68 1,58 Tabel 5.2. Kondisi fisika kimia air di kolam pemeliharaan desa Kutosari Banyumas selama penelitian (periode pre domestikasi 1; 2; 4 dan 8 bulan) No 1 2 3 4 5 6 Parameter Suhu udara Suhu air Kedalaman pH O2 terlarut CO2 bebas Satuan 0 C C Meter 0 Ppm Ppm I (up stream) 24-30 24-29 0,9 – 4 7,0 11,2 1,24 Stasiun 2 (middle stream) 26-31 24-31 0,8 - > 5 7,0 9,34 1,46 3 (down ) stream) 27-32 25-31 4–6 7,0 – 8,0 9,68 1,58 Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk kehidupan ikan air tawar berkisar 4-12 ppm (APHA, 2012). Hal ini sesuai dengan pernyataan Djamhuriyah dan Mayasari (2012), derajat keasaman antara 6-8, suhu 240C-310C adalah kondisi air tawar adalah pemeliharaan ikan sangat mendukung. Temperatur air bervariasi antara 260C - 270C. Suhu berperan penting dalam metabolisme ikan. Secara umum peningkatan 30 suhu dapat menurunkan daya tahan tubuh dari Nila dan ikan emas untuk batas toksik. Menurut Dewi et al. (2014) kondisi perairan segar dengan kandungan oksigen terlarut 4,01-5,36; temperatur kolam dengan kisaran dari 26.30C-32.40C; dan pH, 8-7,8 sangat mendukung pertumbuhan ikan yang dipelihara. Untuk melengkapi informasi, pengumpulan ikan-ikan uji di lakukan di 3 stasiun penangkapan di sepanjang aliran sungai Serayu, seperti terlihat pada Tabel 5.3. Tabel 5 . 3. Lokasi Penangkapan Ikan di Tiga Stasiun Aliran Sungai Serayu Nama Desa/stasiun 1 2 3 Altitude Congot (up stream) 384 m dpl Kedung Uter 285 m dpl (middle stream) Bendung Gerak Seayu 254 m dpl (down stream) Lintang Selatan 070 20’ 499’’ 070 30’ 519’’ 070 31’ 393’’ Bujur Timur 1090 20’ 796’’ 1090 17’ 422’’ 1090 12’ 139’’ Materi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan Brek dan Lukas (jantan dan betina) dari berbagai bobot tubuh hasil tangkapan dari sepanjang aliran Sungai Serayu. Kegiatan penangkapan ikan dilakukan di 3 stasiun aliran sungai Serayu (Tabel 5.3) yang melewati Kabupaten Banyumas saja, meliputi region sungai Serayu yang alirannya dimulai diantara dukuh Congot, kecamatan Kemangkon Purbalingga berbatasan dengan desa Sokawera, Kec Somagede sebagai up stream, sampai aliran sungai tepat di Jembatan Serayu, Kedung Uter Kecamatan Banyumas sebagai middle stream. Sedangkan region sungai 31 Serayu barat selatan pada desa Notog Kecamatan Patikraja termasuk di aliran Bendung Gerak Serayu, aliran sungai setelah keluar pintu gerbang Bendung Gerak Serayu yakni aliran sungai Serayu di desa Bonjok Wetan yang berbatasan dengan Kecamatan Kebasen yang merupakan lokasi aliran Serayu terakhir yang berbatasan dengan Kabupaten Cilacap sebagai down stream. A.1. Bobot Tubuh Ikan Uji Penentuan kemampuan adaptif dari ikan uji di habitat barunya, dapat diamati dari profil pertambahan bobot tubuh ikan selama periode pengujian. Data bobot kedua jenis ikan pre domestikasi selama penelitian diamati pada awal pelepasannya ke kolam sesuai masing-masing periode awal dan akhir pre domestikasinya. Data bobot kedua jenis ikan pre domestikasi selama penelitian diamati pada awal pelepasannya ke kolam (Tabel 5.4) dapat dikonfirmasi pertambahan bobot tubuhnya sesuai masing-masing periode awal dan akhir pre domestikasinya pada tabel berikut ini (Tabel 5.5). Tabel 5.4. Range Data rerata awal bobot tubuh kedua ikan yang digunakan dalam penelitian, untuk pre domestikasi 1; 2 ; 4 dan 8 bulan No. Petak Nama Ikan Kolam P1 Brek P2 Brek P3 Brek P4 Lukas P5 Brek P6 Brek P7 Lukas Periode Pre domestikasi 2 bulan Cadangan Cadangan 1 bulan 1 bulan 2 bulan 4 bulan Bobot Ikan (gram) Jantan Betina 150 – 250 200 – 350 130 – 200 150 – 250 130 – 200 150 – 250 150 – 250 200 – 350 25 – 50 25 – 60 32 P8 Brek P9 Lukas P10 Lukas P11 Brek P12 Brek P13 Lukas P14 Brek P15 Lukas P16 Lukas Keterangan : - mati 4 bulan 2 bulan 8 bulan 1 bulan 4 bulan 4 bulan 8 bulan 8 bulan 1 bulan 25 – 50 150 – 250 150 – 250 25 – 50 25 – 50 25 – 60 200 – 350 200 – 350 25 – 60 25 – 60 Tabel 5.5. Range Data bobot tubuh ikan yang digunakan dalam penelitian pada akhir masing-masing periode pre domestikasi 1; 2 ; 4 dan 8 bulan No. Petak Kolam Nama Ikan Periode Pre domestikasi P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 Brek Brek Brek lukas Brek Brek Lukas Brek Lukas Lukas Brek Brek Lukas Brek Lukas Lukas 2 bulan Cadangan Cadangan 1 bulan 1 bulan 2 bulan 4 bulan 4 bulan 2 bulan 8 bulan 1 bulan 4 bulan 4 bulan 8 bulan 8 bulan 1 bulan Bobot Ikan (gram) Jantan Betina 200 - 300 200 - 300 30 – 50 30 – 50 200 - 300 150 - 250 30 – 50 30 – 50 250 – 400 250 – 400 30 – 60 30 – 60 250 - 400 200 - 350 30 - 75 - Bila diamati dari data kedua tabel di atas (Tabel 5.4 dan Tabel 5.5) terlihat adanya pertumbuhan yang cukup baik, mengingat kedua jenis 33 ikan uji tersebut memiliki karakter yang cukup berbeda pada kondisi awal domestikasi. Ikan Brek rata-rata baru mau mengkonsumsi pakan tambahan (pellet) setelah 4 bulan berada di kolam domestikasi, sedangkan ikan Lukas sudah mau mengkonsumsi pakan tambahan setelah 3-4 minggu berada di kolam domestikasi A.2. Uji Kebiasaan Pakan Ikan Kebiasaan pakan juga merupakan parameter yang sangat mendukung keberhasilan adaptasi ikan uji pada lingkungan barunya pada kegiatan domestikasi. Pengamatan parameter ini dilaksanakan setelah dilakukan analisis jenis pakan pada substrat kolam uji dan analisis isi lambung ikan uji. Jenis plankton yang ditemukan di kolam percobaan selama penelitian terdapat 54 genera (zooplankton 22 genera dan fitoplankton 32 genera). Zooplankton terdiri dari (6 genera) dari Kelas Rotifera; 8 genera dari Kelas Crustaceae; 4 genera dari Kelas Ciliata; 3 genera dari Kelas Sarcodina. Sedangkan fitoplankton (2 genera) dari Kelas Euglenophyceae; 8 genera dari Kelas Cyanophyceae; 11 genera dari Kelas Chlorophyceae dan 11 genera dari Kelas Bacillariophyceae. Pengamatan terhadap isi saluran pencernaan ikan Brek dan Lukas mendapatkan 51 genera (zooplankton 9 genera dan fitoplankton 42 genera). Zooplankton terdiri dari 2 genera dari Kelas Rotifera; 3 genera dari Kelas Ciliata; 2 genera dari Kelas Sarcodina. 34 Gambar 5.1.Persentase kelimpahan plankton di saluran pencernaan ikan uji pada masing-masing kolam percobaan Gambar 5.2. Persentase kelimpahan plankton di masingmasing kolam pemeliharaan ikan uji 35 Sedangkan fitoplankton 2 genera dari Kelas Euglenophyceae; 10 genera dari Kelas Cyanophyceae; 17 genera dari Kelas Chlorophyceae dan 13 genera dari Kelas Bacillariophyceae. Gambar 5.3. Nilai Index of Electivity pada masing-masing kolam pemeliharaan Tabel 5.6. Nilai index of preponderance (IP) jenis pakan ikan uji pada masing-masing kolam pemeliharaan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Jenis Pakan Zooplankton Fitoplankton Undetermined material Cacing Potongan hewan Potongan tumbuhan Gastropoda Detritus Nilai Index of Preponderance (%) Kolam Brek Kolam Lukas 10,632 56,893 0,518 0,03 28,893 1,268 9,986 62,854 0,048 7,622 0,002 1,528 15,023 1,264 36 Pada uji kebiasaan pakan ikan Brek dan Lukas yang telah dilakukan (Gambar 5.1; 5.2; 5.3) dapatlah dijelaskan bahwa terdapat sedikit perbedaan antara kolam pemeliharaan Brek dan Lukas. Pada kolam Brek : potongan tumbuhan dan fitoplankton adalah sebagai pakan utama, zooplankton sebagai pakan pelengkap, potongan hewan dan detritus merupakan pakan tambahan. Pada kolam Lukas : fitoplankton adalah pakan utama, zooplankton, cacing dan gastropoda sebagai pakan pelengkap, potongan hewan, detritus dan potongan tumbuhan sebagai pakan tambahan. B. Profil Hormonal Ikan Brek dan Ikan Lukas Selama Domestikasi Pengambilan sampel darah pada kedua jenis ikan uji baik betina maupun jantan dilakukan pada akhir masing-masing periode pre domestikasi (1; 2; 4 dan 8 bulan). Tabel 5.7. Range kadar hormon steroid pada ikan Brek pada awal periode pre domestikasi 1; 2; 4 dan 8 bulan dari sampel dengan bobot badan terendah – tertinggi Seks ikan Betina Jantan Hormon Est (pg/ml) Prog (ng/ml) FSH (mIU/ml) Testos(ng/ml) 1 bulan Kadar hormon 2 bulan 4 bulan 1246,3-1365,3 0,29 – 0,33 10,6 – 10,87 4,18 – 5,84 996,2 -1058,0 1458,04 –1625,12 0,48 – 0,55 0,69 – 0,72 12,63 - 14,17 11,94 – 14,56 6,79 – 8,32 8,91 – 9,26 8 bulan 1396,2-1734,6 0,81-0,89 12,72-15,68 7,94-9,92 37 Tabel 5.8. Range kadar hormon steroid pada ikan Lukas pada akhir periode pre domestikasi 1; 2; 4 dan 8 bulan dari sampel dengan bobot badan terendah – tertinggi Seks ikan Hormon 1 bulan Kadar hormon 2 bulan 4 bulan 8 bulan Betina Est (pg/ml) 632,45 – 679,05 468,35 – 509,27 395,18 – 487,02 658,3-854,8 Prog (ng/ml) 0,20 – 0,29 0,34 – 0,49 0,44 – 0,52 0,62-0,76 FSH (mIU/ml) 8,26 – 9,87 9,63 - 12,17 9,04 – 11,89 9,86-13,74 Jantan Testos(ng/ml) 3,98 – 4,74 4,79 – 6,39 6,82 – 6,98 7,37-9,34 Keterangan : Est = estradiol; Prog = progesteron; Testos = testosteron; FSH =Follicle Stimulating Hormone Terdapat dinamika hormonal (turun dan naiknya kadar hormon) yang cenderung relatif sama dari keempat jenis hormon yang dianalisis dari kedua jenis ikan uji pada akhir masing-masing periode pre domestikasi. Profil hormonal ikan-ikan teleostei, baik dari perairan laut maupun tawar (non budidaya) beberapa telah dilaporkan oleh Frantzena et al. (2004); Skjæraasen et al. (2004); Shimizu (2003); Zanui et al. (1995). Semua author ini melaporkan penelitiannya mengenai hubungan pengaruh fotoperiode terhadap profil hormonal dan perkembangan reproduksi ikan uji. Tetapi periodisitas level beberapa hormon ikan uji ini didapatkan dari kelompok ikan-ikan yang tertangkap di perairan alami dari berbagai periode musim, untuk daerah tropis kurang informasinya. Gambar 5.4. Kadar hormon estradiol-17 β kedua jenis ikan betina uji pada akhir masing-masing periode pre domestikasi 38 Gambar 5.5. Kadar hormon progesteron kedua jenis ikan betina uji pada akhir masing-masing periode pre domestikasi Gambar 5.6. Kadar hormon FSH kedua jenis ikan betina uji pada akhir masing-masing periode pre domestikasi Gambar 5.7. Kadar hormon testosteron kedua jenis ikan betina uji pada akhir masing-masing periode pre domestikasi 39 Penelitian penelusuran profil hormonal dan aktivitas gametogenesis ikan-ikan Familia Cyprinideae (Brek dan Lukas) yang tertangkap di Sungai Serayu ini bertujuan untuk menggali informasi awal profil hormonal dan tingkat perkembangan reproduksi ikan-ikan tangkapan yang dipre domestikasikan di kolam-kolam budidaya, sebelum ikan-ikan tersebut siap untuk dibudidayakan. Merupakan suatu kesulitan pada kegiatan domestikasi ini, yakni upaya untuk menyeragamkan status reproduksi pada kondisi pasca mijah materi ikan-ikan uji, sehingga dapat diikuti proses perubahan hormonal dan gametogenesis dari nol jam pasca mijah sampai dengan periode mijah berikutnya, ternyata sulit untuk dilaksanakan. Bila dilihat pada Tabel 5.12. mengenai data keberhasilan proses pemijahan, maka jelaslah bahwa waktu yang dibutuhkan bagi ikan-ikan Brek dan Lukas untuk dapat memijah (inipun dibantu dengan induksi gonadotrofin eksternal, ovaprim) adalah setelah induk-induk jantan betina Brek dan Lukas telah menyelesaikan periode pre domestikasi 8 bulannya (sejak Februari 2009 – Oktober 2009). Di alam bebas, pada perairan seperti sungai, danau, laut, aktivitas fisiologi reproduksi ikan-ikan yang hidup di dalamnya sangat dipengaruhi oleh fotoperiodisitas setempat (Zanuy et al. 1995). Zanuy mengamati pengaruh fotoperiode hari-hari terang yang panjang yang dan hari-hari gelap terhadap profil hormonal plasma 17β-estradiol (E2) dan proses vitelogenesis ovarium, fekunditas, waktu pemijahan dan kualitas telur 40 ikan sea bass. Fekunditas relatif dari kelompok ikan terpapar hari terang yang pendek sama dengan kelompok kontrol 257.000 butir telur dengan 230.000 butir telur/ kg induk betina siap mijah. Tetapi pada kelompok ikan terpapar hari terang panjang fekunditas relatifnya menurun sampai dengan separoh dari nilai fekunditas kelompok kontrol (124.000 butir telur). Upaya pre domestikasi ikan dari lingkungan in situ (sungai, danau, perairan laut dan lain-lain) ke lingkungan ex situ barunya (misal kolam budidaya) akan selalu diikuti serangkaian proses adaptasi terhadap terhadap kondisi baru tersebut, termasuk pengaruh paparan fotoperioda di lingkungan barunya. Upaya tersebut dilakukan oleh Kujawa et al. (1999) pada ikan-ikan liar dalam status hampir punah di Polandia, yang didomestikasi melalui perlakuan model kolam pembenihan untuk induk matang gonad dengan pemijahan buatan. Materi ikan Brek dan Lukas pada kegiatan domestikasi ini adalah induk-induk (sebagai induk hasil tangkapan dari sungai Serayu, dengan pedoman rasio panjang dan bobot tubuh / morfologi berdasarkan pengalaman para nelayan pemancing ikan yang diprediksi sebagai induk dewasa). Dalam hal ini sulit untuk dapat menyeragamkan syarat reproduksi tertentu pada materi awal tersebut, misal dengan kondisi IKG, fekunditas dan hormonal tertentu; tentunya harus melalui pembedahan yang artinya harus mengorbankan/membunuh ikan materi terrsebut. Tetapi dengan mengorbankan minimal satu ekor sampel induk sebelum 41 dilepaskan untuk di pre domestikasikan ke kolam budidaya, diperoleh data awal beberapa parameter reproduksi pada penelitian ini. Data fluktuasi profil keempat jenis hormon ikan-ikan uji jantan dan betina yang tersaji Tabel 5.7; Tabel 5.8 dan data Indeks Kematangan Gonad pada Tabel 5.11. serta gambaran aktivitas gametogenesis baik oogenesis maupun spermatogenesis menunjukkan bahwa terjadi peningkatan parameter-parameter tersebut sampai akhir periode pre domestikasi 8 bulan. Meskipun tidak diikuti dengan keberhasilan induksi pemijahan di akhir periode pre domestikasi 1; 2; dan 4 bulan, hanya kelompok Lukas yang berhasil mijah pada akhir periode pre domestikasi 2 bulan (Tabel 5.12). Kelompok Brek dan Lukas telah berhasil mijah pada akhir periode pre domestikasi 8 bulan. Reproduksi pada ikan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang mengontrol kelenjar endokrin terutama yang berperan dalam pembentukan hormon reproduksi yang diperlukan untuk perkembangan gonad, gametogenesis dan siklus reproduksi (Fujaya, 2002). Shimizu (2003) menjelaskan bahwa proses reproduksi, penyiapan pemasakan kelamin ikan sampai dengan periode pemijahan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, fotoperioda dan temperatur. Selanjutnya dijelaskan bahwa pada musim kering (summer) dengan hari terang yang pendek (≤13L), proses kemunduran gonad yang kuat memulai berhentinya periode pemijahan. Tetapi kedua peneliti Fujaya dan 42 shimizu, meneliti ikan-ikan pada daerah sub tropis yang tentunya sangat berbeda kondisinya dengan fotoperiode daerah tropis. Proses pre domestikasi ikan uji ini dimulai pada bulan Februari. Sampai akhir Bulan Februari hujan terakhir masih turun, meskipun frekuensi tidak setiap hari. Mulai Maret sampai dengan Agustus biasanya di daerah Banyumas sudah mulai memasuki musim kemarau. Meskipun demikian input air kolam percobaan tidak pernah kekurangan, mengingat lokasi kolam sangat dekat dengan sumber mata air yang berasal dari Baturaden. Seperti ikan-ikan tropis lainnya, tentunya ikan sungai Brek dan Lukas secara alami terkondisi pada kisaran alami fotoperiode 12L:12D hingga 14L:10D bahkan sampai 16L:8D. Gambar 5.8. Diagram proporsi oosit (masing-masing tahapan perkembangan) pada masing-masing periode pre domestikasi Keterangan : P1b = pre domestikasi 1 bulan; P2b = pre domestikasi 2 bulan; P4b = pre domestikasi 4 bulan; P8b = pre domestikasi 8 bulan cns ps ca vs ms = = = = = chromatin nuclear stage perinuclear stage cortical alveolar stage vitellogenic stage mature / ripe stage 43 Profil hormon 17β- estradiol dari kedua kelompok ikan uji pada akhir pre domestikasi 2 (P2b) dan 4 bulan (P4b) menurun dibandingkan kadar awalnya pada pre domestikasi 1 bulan (Tabel 4.6; Tabel 4.7). Profil hormon progesterone, FSH dan Testosteron justru relatif meningkat dari periode pre domestikasi 1 bulan sampai akhir periode pre domestikasi 8 bulan (P8b). Periode pre domestikasi 2 bulan (P2) dimulai pada bulan Maret - Mei, pre domestikasi 4 bulan (P4b) dimulai bulan Februari – Juni, sedangkan pre domestikasi 8 bulan dimulai pada bulan februari – Oktober. Periode P2b dan P4b berada pada musim kemarau, dimana hari terang yang panjang bisa maksimal (≥ 14L). Penurunan kadar 17β-estradiol dari periode P1b, P2b, tetapi pada P4b dan P8b kadarnya justru terus meningkat bersamaan dengan peningkatan kadar hormon progesteron mulai dari periode P2b, P4b sampai dengan akhir periode P8b (Gambar 5.5). Keadaan ini merupakan suatu hal yang menarik karena proporsi oosit tahap vitelogenic stage (vs) pada akhir periode P4b dan P8b terus meningkat (Gambar 5.8). Menurut Biswas et al. (2005) hormon 17β-estradiol yang diproduksi pada ovarium sebagian akan menuju ke hati untuk memacu sintesis vitelogenin. Vitelogenin yang diproduksi oleh hati akan dibawa ke gonad melalui aliran darah dan diinternalisasi ke dalam sitoplasma oosit pada proses vitelogenesis (Fujaya, 2002). Proses vitelogenesis akan mengakibatkan bertambah besarnya volume oosit sebagai suatu proses perubahan tahapan perkembangan oosit ke tahapan vitelogenesis pre 44 mature (Çakici dan Üçüncü, 2007). Dalam hal ini pola regulasi hormonal kedua jenis ikan Brek dan Lukas belum dapat dijelaskan, karena dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran kadar vitelogenin selama periode pre domestikasi. Oleh karena itu, penelitian ini belum dapat menjelaskan apakah profil vitellogenin (fluktuasinya) mengikuti fluktuasi 17β- estradiol dan progesteron. Kadar hormon testosteron dan FSH meningkat dari periode P1b, P2b, P4b sampai dengan P8b pada kedua jenis ikan uji Brek dan Lukas. Pada umumnya, kelompok ikan dari Familia Cyprinidae dapat melakukan mijah sepanjang tahun seperti juga Nilem (Osteochilus hasselti) dan Tawes (Puntius javanicus). Fasilitasi testosteron dan FSH pada ikan jantan dan betina adalah memicu gametogenesis ke arah pematangan gonad. C. Gametogenesis/Gonadogenesis, Proporsi Spermatozoa dan IKG Ikan Uji C.1. Gametogenesis/Gonadogenesis Ikan Uji Oosit, Proporsi Testis Lukas maupun Brek sebagai kelompok familia Cyprinidae memiliki bentuk dan formasi yang sama, tunggal dan bercabang dua, beraspek jernih transparan (Gambar 5.9.A). Sedangkan ovarium Lukas dan Brek seperti halnya ovarium Cyprinideae yang lain berupa organ berpasangan yang menyatu pada bagian anteriornya, terletak ke arah anterior organ viscera dengan kisaran 45 warna kuning cerah, kuning tua dan kuning oranye sesuai kematangan kelamin. (Gambar 5.9.B). A B Gambar 5.9. (A) Testis; (B) Ovarium ikan Brek Tahapan perkembangan oosit dari dua jenis ikan uji (Brek dan Lukas) meskipun relatif sama, tetapi berbeda pada diameter oosit pada masing-masing tahapan perkembangannya (Tabel 5.9). C.1.a. Aktivitas Oogenesis yv A B C 46 gy D E F Gambar 5.10. Fotomikrograf satu set lengkap tahapan perkembangan oosit pada gonad betina ikan uji Brek (Puntius orphoides). Pewarnaaan Haematoxylin-Eosin (Susatyo dan Sugiharto, 2010) Keterangan: A. Tahapan chromatin nucleolar stage (cns) dengan satu nukleolus dalam nukleus. Sitoplasma sangat basofilik(aspek biru/ungu). Skala bar = 30 μm. B. Tahapan perinucleolar stage (ps) , dengan beberapa nukleoli kecil melekat pada membran nukleus. Skala bar = 30 μm. C. Tahapan cortical alveolar stage (cas) dengan perinukleoli dan cortical alveoli atau yolk vesicles (yv) yang tersusun pada bagian tepi oosit. Zona tipis, asidofilik, zona radiata (zr) Skala bar = 30 μm. D. Tahapan vitellogenic (yolk) stage (vs) dengan granula yolk (gy) asidofilik dalam sitoplasma. Follicular trilayer terdiri dari zona radiata. Skala bar = 30 μm. E. Tahapan mature/ripe stage dengan nukleus migrasi (mn). Skala bar = 100 μm. F. Tahapan mature/ripe stage (ms) Berdasarkan pengamatan histologis terhadap gonad betina ikan uji baik Brek maupun Lukas, keduanya menunjukkan gambaran tingkat perkembangan oosit yang relatif sama. Semua tahapan perkembangan oosit pada keduajenis ikan uji pada setiap akhir masing-masing periode pre domestikasi dijumpai, hanya berbeda pada proporsinya. Evaluasi histologis pada gonad betina menunjukkan adanya lima tahapan perkembangan oosit, yakni chromatin nucleolar stage (cns), perinucleolar stage (ps), cortical alveolar formation stage (cas), vitellogenic stage (vs) dan mature / ripe stage (ms) (Gambar 5.10). 47 Tahap perkembangan Oosit Deskripsi struktur histologis Chromatin nuclear stage Oosit merupakan sel berbentuk sferis/bola kecil mengandung sebuah nukleus terletak di sentral sel. Nukleus mengandung satu sampai empat nucleoli bersama dengan anyaman khromatin. Sitoplasma merupakan lapisan tipis, dan bersifat basofilik kuat (suka terhadap pewarnaan yng sifatnya basa). Sel folikuler sulit untuk diamati. Perinuclear stage Jumlah nukleoli bertambah dan tersusun sepanjang sisi dalam dari membran nukleus. Nukleus besar dan dikelilingi oleh peningkatan massa sitoplasma yang tampak terlihat kurang basofilik. Sel-sel folikuler adalah monolayer, tersusun atas satu lapis sel pipih membungkus oosit. Cortical alveoli stage Sitoplasma terisi pemunculan vesikelvesikel terang (cortical alveoli). Vesikel mulai terakumulasi pada bagian tepi/perifer oosit. Nukleus tetap perinukleoler. Membrane nukleus mulai menjadi kusut. Satu bungkus primer tipis bersifat asidofilik, zona radiata terlihat di bagian tepi nukleus. Lapisan folikuler terlihat di bagian tepi oosit. 48 Vitelogenic(yolk) stage Ukuran oosit meningkat. Granula yolk kecil terlihat sebagai suatu area berbentuk cincin bersifat asidofilik dalam sitoplasma. Nukleus masih kusut. Zona radiata tampak terang/cerah sebagai satu pita non seluler yang sangat asidofilik. Lapisan-lapisan folikuler berupa lapisan kolumner atau kuboid simpleks (yang berkembang dengan baik) dibungkus oleh lapisan thecal (tersusun atas sel-sel pipih berlapis). Mature / ripe stage Terlihat pembesaran cortical alveoli dan granula yolk. Ukuran oosit meningkat. Terlihat Migrasi nukleus kearah perifer/tepi oosit. Lapisan zona radiata terlihat terang/cerah. Sel-sel folikel bentuk kubus atau kubus rendah dikelilingi/dibungkus oleh lapisan thecal tipis. Gambar 5.11. Deskripsi struktur histologis masing-masing tahapan perkembangan oosit Brek dan Lukas yang dijumpai pada gonad betina (Susatyo dan Sugiharto, 2010) NB : Diameter masing-masing tahapan perkembangan oosit dari masing-masing jenis ikan (Brek dan Lukas) dapat dilihat pada Tabel 5.9. di bawah ini. Tabel 5.9. Variasi diameter oosit tahapan perkembangan pada masing-masing jenis ikan uji Diameter oosit (µm) No Jenis tahapan oosit Brek Lukas 1 chromatin nucleolar stage (cns) 129 – 137 202 – 237 2 3 perinucleolar stage (ps) cortical alveolar stage (cas) 146 – 219 286 – 302 285 – 380 332 – 366 4 5 vitellogenic stage (vs) mature/ripe stage (ms) 396 – 428 541 – 646 446 – 503 684 – 788 49 Data diameter oosit masing-masing tahapan perkembangan oosit di atas dicapai oleh ikan Brek pada kisaran bobot tubuh 154 gram – 375 gram; ikan Lukas pada kisaran bobot tubuh 30 – 75 gram. C.1.b. Proporsi Oosit Proporsi masing-masing tahapan oosit pada akhir periode pre domestikasi 1; 2 dan 4 bulan sampai 8 bulan dari hasil pengamatan sediaan histologi gonad betina kedua jenis ikan uji menunjukkan bahwa tahap cns dan ps paling dominan kehadirannya pada periode P1b, P2b sampai P4b, tetapi jumlahnya semakin menurun. Mulai periode P2b sampai dengan P8b porsi cas juga meningkat tetapi tidak begitu banyak jumlah peningkatannya. Mulai periode P4b sampai dengan periode P8b tahap vs terlihat meningkat terus, tetapi porsinya tidak setinggi tahap cns dan ps. Mulai akhir periode P4b sampai akhir periode P8b tahap ms mulai meningkat tajam dan porsinya lebih banyak daripada tahap cas dan tahap ms dan pada akhir periode P8b porsi tahap ms paling dominan di antara semua tahapan lainnya. Terdapat keterlambatan proses oogenesis kedua jenis ikan uji pada penelitian ini untuk mencapai tahapan matang/mature pada indukinduk betina. Dilihat dari proporsi oosit (Tabel 5.10), proprosi oosit yang mendekati 40% – 50% baru dapat dicapai induk-induk betina pada akhir periode pre domestikasi 8 bulan (P8b). 50 Tabel 5.10. Proporsi Oosit (%) pada masing-masing tahapan perkembangan pada masing-masing periode pre domestikasi Periode Predomes tikasi Brek Lukas cns ps cas vs ms cns ps cas vs ms P1b 60,1 21,5 11,4 4,3 2,7 55,9 22,3 8,3 8,5 5,0 P2b 48,3 19,5 16,2 11,6 4,4 43,2 19,4 14.5 12,4 10,5 P4b 29,8 12,6 18,4 16,6 23,6 24.5 12.6 21.6 15.9 25.4 P8b 6,7 9,8 24,5 19,6 39,4 3.6 8.9 13.7 18.4 55.4 Seperti diketahui, ikan-ikan tropis dari kelompok Cyprinideae seperti halnya Nilem, Tawes yang juga satu familia dengan Brek dan Lukas (materi kegiatan domestikasi ini) dapat melakukan pemijahan kembali 2 sampai dengan 3 bulan setelah pemimijahan sebelumnya. Hal inilah yang menjadikan pertanyaan, mengapa pada ikan-ikan pre domestikasi pada penelitian (khususnya Brek dan Lukas yang telah berhasil memijah) perlu waktu cukup panjang (8 – 9 bulan) setelah dilepaskan ke kolam budidaya dari tempat aslinya di sungai Serayu. Kemungkinan yang bisa untuk menjelaskan adalah terjadinya stress pada ikan-ikan pre domestikasi. Pada dua bulan pertama aklimatisasi pre domestikasi di kolam, ikan-ikan uji belum mau mengkonsumsi pakan (pellet maupun daun sente, daun ubi kayu) yang diberikan. Proses adaptasi pakan terjadi setelah memasuki akhir bulan kedua, sudah mulai mengkonsumsi pakan tambahan. Lebih lanjut diketahui bahwa ikan yang mengalami stress akan meningkatkan sekresi hormon glukokortikoid dari kelenjar adrenal, sekresi glukokortikoid akan 51 menghambat sekresi gonadotropin dari kelenjar pituitari (Mananos et al., 2009). Dengan demikian hal yang terjadi pada penelitian ini terjadi karena aklimatisasi ikan dengan lingkungan barunya. Perkembangan oosit dapat mengalami atresia pada tiap tahapannya (Wijayanti et al., dalam Sugiharto dan Susatyo, 2010). Pada penelitiannya, Peningkatan fekunditas ikan nilem (Osteochillus hasselti C.V) melalui pencegahan atresia folikel, penambahan gonadotropin eksternal Ovaprim 0.5 cc/kg bobot badan induk betina sudah mampu mencegah terjadinya atresia pada tahapan perkembangan oosit. Banyak spesies ikan dalam program konservasi mengalami disfungsi reproduktif (Kouril et al., 2008). Kasus yang terjadi pada kelompok familia Cyprinidae yakni difungsi reproduksi ini ditandai dengan ketidakmampuan untuk mencapai final oocyte maturation (Yaron, 1995; Mananos et al., 2009). Setelah sukses menyelesaikan tahap vitellogenesis, ikan ternyata tidak mampu melanjutkan tahap gametogenesis dan ovulasi berikutnya. Hal seperti inilah yang kemungkinan terjadi pada ikan Brek dan Lukas pada penelitian ini. Peningkatan kadar hormon progesteron, FSH dan testosteron pada periode pre domestikasi sampai dengan 4 bulan (P4b) belum mampu untuk mendukung pencapaian pada tahapan kematangan oosit. Oleh karena kondisi lingkungan artifisial seperti halnya kolam konservasi ikan inilah (Kroupova et al., 2005; Sudova et al., 2007), 52 beberapa jenis ikan familia Cyprinidae menunjukkan disfungsi endokrin reproduksi, kebanyakan pada tingkat final oocyte maturation (Yaron, 1995). Hal ini disebabkan oleh sekresi hormon LH yang tidak cukup dari kelenjar hipofisa (Mananos et al., 2009), yang dibutuhkan bagi aktivasi steroidogenesis dan FOM (Kouril et al., 2007). C.1.c. Aktivitas Spermatogenesis Identifikasi terhadap histologi testis menunjukkan bahwa struktur mikroskopis testis kedua jenis ikan uji baik Brek maupun Lukas yang semuanya dari familia Cyprinidae adalah sama, yakni termasuk tipe testis lobuler berlumina (Gambar 5.9.A). Testis Brek dan Lukas berjumlah satu pasang, atau mirip tunggal bercabang dua, organ ini memanjang, menggantung pada dinding dorsal tubuh oleh selaput mesenterium. Testis beraspek transparan, bening dan pada pengamatan anatomi organ ini diselubungi oleh badan lemak. Testis tersusun dari suatu anastomosa dari lobulus-lobulus yang bertemu pada saluran sperma utama (ductus spermaticus) Dua zona secara tegas dapat segera terlihat dalam pengamatan pada potongan melintang testis. Pada region luar didominasi oleh struktur lobulus seminiferus dengan dinding berisi sel-sel epitel germinalis spermatogenik. Region sebelah dalam tersusun oleh lumen-lumen lobulus yang terisi oleh spermatozoa. 53 1 2 A 5 4 3 B 6 C D Gambar 5.12. Fotomikrograf Irisan melintang dan membujur Testis Ikan Uji Brek (Puntius orphoides). Pewarnaan Haematoxylin – Eosin. Keterangan : A. Testis Brek (P. Orphoides) potongan membujur utuh, sepasang 1. Zona lobulus seminiferus 2. lumen lobulus B. Perbesaran dari inzet Gambar 5.13.A 3. Spermatozoa dalam lumina lobulus 4. dinding lobulus C. Irisan utuh testis 5. fat body pada mesenterium yang melingkupi badan testis D. Perbesaran dari inzet Gambar 5.13.C 6. lumina lobulus penuh berisi spermatozoa di tahapan rape/mature stage 54 sperm ss sp sperm spg st A sp spg ss B C D Gambar 5.13. Fotomikrograf Testis Brek dan Lukas pada beberapa tahapan perkembangan initial ripening. Pewarnaan Haematoxylin-Eosin (Susatyo dan Sugiharto, 2010) Keterangan : A. Spermatozoa dalam jumlah belum banyak/belum mendominasi, spermatosit primer, spermatosit sekunder dan spermatid dijumpai dalam jumlah merata, skala bar = 100 μm B. ( ) sp = spermatosit primer; ss = spermatosit sekunder, skala bar = 100 μm C. ( ) spermatogonium, skala bar = 100 μm D. ( ) spermatozoa dalam lumina lobulus, skala bar = 30 μm Tipe sel dari testis dalam urutan pemasakan sesuai dengan pengesahan dari uji screening untuk substansi aktif endokrin pada ikan, Çakici dan Üçüncü, (2007) adalah : (1) Spermatogonium: tipe sel terbesar dan terdiri dari nucleus vesiculer dengan membran nukleus yang tegas dan nukleoli; (2) Spermatocyte: spermatosit primer lebih besar dari 55 spermatosit sekunder; (3) Spermatid: tipe sel terkecil dengan inti padat dan lingkaran sempit pada sitoplasma yang asidofilik; (4) Spermatozoa: sel matang dengan nukleus bulat beraspek gelap dan berflagella. A B Gambar 5.14. Fotomikrograf Testis Brek dan Lukas pada dua tahapan perkembangan (A) ripe/mature stage dan (B) Rest stage. Pewarnaan Haematoxylin-Eosin (Susatyo dan Sugiharto, 2010) Keterangan : A. Ripe/mature stage : seluruh lumen lobula didominasi oleh spermatozoa B. Rest stage : lumen tubulus seminiferus menutup dan hanya terlihat spermatogonium saja pada dinding tubulus NB : (khusus gambar 5.14.B dari sumber : Brito dan Bazzoli, 2003), gambar 5.13 A , B, C dan D serta gambar 5.14.A dari hasil penelitian sendiri. Sel-sel spermatogenik ini tersebar secara acak di dalam testis dalam kelompok-kelompok tipe sel. Di dalam lumina lobulus terdapat beberapa kelompok sel yang berada pada tahapan spermatogenik yang sama. Dijumpai juga sel Sertoli, berada pada dinding lobula bersama selsel germinal lainnya. 56 C.1.d. Proporsi spermatogenesis pada ikan Brek dan Lukas pada periode pre domestikasi Pada periode pre domestikasi 1 bulan dan 2 bulan, testis ikan Brek dan Lukas berada pada tahapan initial ripening, spermatogonia berjumlah sedikit, spermatosit primer dan spermatosit sekunder dalam jumlah yang relatif banyak, tetapi jumlah spermatozoa sedikit. Sedangkan pada akhir periode pre domestikasi 4 dan 8 bulan, telah mencapai tahapan mature/ripe stage, sebagian lumina lobula didominasi oleh spermatozoa dengan jumlah banyak (Gambar 5.16). BREK LUKAS Gambar 5.15. Proporsi masing-masing tahapan spermatogenesis pada Ikan Brek dan Lukas pada masing-masing periode pre domestikasi 57 D. Indeks Kematangan Gonad (IKG) / Gonadosomatic index (GSI) Nilai IKG kedua jenis ikan betina memperlihatkan kecenderungan yang meningkat pada akhir masing-masing periode pre domestikasi. Nilai IKG pada induk Brek dan Lukas bervariasi pada bulan pertama pre domestikasi (sebagai materi penelitian awal diupayakan untuk memilih induk-induk kisaran bobot tubuh yang relatif seragam, meskipun pada prakteknya sulit untuk menyeragamkan perolehan materi tangkapan dari sungai seperti yang diharapkan). GSI dihitung dengan rumus = bobot gonad: (bobot tubuh+bobot gonad) x 100%. Gambar 5.16. Indeks Kematangan Gonad dari Brek betina dan Lukas betina 58 Tabel 5.11. Indeks Kematangan Gonad Ikan Brek dan Lukas betina dan jantan pada awal dan akhir masing-masing periode pre domestikasi Awal Periode Pre domestikasi 1 bulan (P1b) 2 bulan (P2b) 4 bulan (P4b) 8 bulan (P8b) Akhir Periode Pre domestikasi Nilai IKG Induk Betina Ikan Brek Ikan Lukas 8,3 – 12,2 10,5 – 18,3 11,2 – 18,6 11,8 – 19,6 4,5 – 11,4 4,8 – 17,6 5.1 – 17.6 6.4 – 17.9 Nilai IKG Induk Jantan Ikan Brek Ikan Lukas 1 bulan (P1b) 4,5 – 8,6 3,9 – 11,4 2 bulan (P2b) 5,7 – 14,6 4,8 – 17,6 4 bulan (P4b) 11,2 – 18,6 5,6 – 15,3 8 bulan (P8b) 11,8 – 19,6 5,9 – 15,9 Dilihat dari pengamatan histologis terhadap ovarium/gonad betina dan testisnya, maka ikan Brek dan Lukas sebagaimana kelompok Cyprinidae lainnya yang sejenis dikelompokkan ke dalam kelompok multiple spawners (multiple-batch group- asynchronous spawner) (Mananos et al., 2009), dengan karakteristik dijumpainya berbagai atau semua tahapan perkembangan oogenik pada gonad betina dan spermatogenik pada testis. Hasil penghitungan IKG pada induk betina Brek dan Lukas yang dapat mencapai nilai 16% - 19% pada periode final oocyte maturation menjelang mijah. Nilai IKG pada induk Brek dan Lukas bervariasi pada bulan pertama pre domestikasi (sebagai materi penelitian awal 59 diupayakan untuk memilih induk-induk kisaran bobot tubuh yang relatif seragam, meskipun pada prakteknya sulit untuk menyeragamkan perolehan materi tangkapan dari sungai seperti yang diharapkan). GSI atau IKG dihitung dengan rumus = bobot gonad: (bobot tubuh+bobot gonad) x 100%. Pada pengamatan di kolam, meskipun tidak banyak, 2 ekor induk betina Brek yang telah mencapai nilai IKG tinggi ± 19% sampai dengan akhir pre domestikasi 8 bulan dan belum sempat memijah alami, itupun mati setelah diberikan perlakuan induksi hormon Ovaprim beberapa jam pasca induksi. Induk betina yang mati ini, pada hasil pengamatan histologis gonad keduanya telah mencapai tahap mature oocye stage dengan proporsi 83.7 %. Kemungkinan yang terjadi adalah over ripe pada telur-telurnya, sementara itu pemicuan perangsangan dari lingkungan untuk memijah belum atau tidak segera tercapai. Tetapi, untuk induk betina lainnya (seperti induk yang telah berhasil memijah pasca induksi Ovaprim pada akhir pre domestikasi 8 bulan) pada 25 Oktober 2009), salah satu yang dikorbankan (tidak ikut dipijahkan) untuk pengamatan memiliki nilai IKG 16% dengan gambaran histologi gonad telah mencapai tahap matang/mature oocyte juga, tetapi dengan proporsi yang lebih rendah 60,6%. Menurut beberapa peneliti yang menangani konservasi ikan-ikan dari kelompok Cyprinidae (Kouryl et al., 2008) penginduksian indukinduk betina menggunakan Canadian preparation Ovaprim yang 60 mengandung sGnRH + domperidone 0,5 cc/kg bobot badan, seperti yang kami lakukan pada penelitian ini sangat membantu mengatasi terjadinya disfungsi reproduksi pada ketidakmampuan induk mencapai tahap akhir (final oocyte maturation) yang selanjutnya bias sukses menyelesaikan tahap memijahnya. E. Aktivitas Pemijahan dan Kualitas Anakan 5.12. Aktivitas Pemijahan Induk No 1 2 Tanggal pemijahan /jenis ikan 3-06-2009 7-07-2009 Brek Lukas Brek 3 24-10-2009 Lukas Keterangan 1 ekor induk betina (400 gram) : 3 ekor induk jantan (rata-rata 250 gram), 6 jam setelah penginduksian, induk betina mati (IKG sudah cukup tinggi, yakni 19), hasil pengamatan histologis sediaan gonad betina menunjukkan sudah mencapai tahapan vitelogenesis menjelang mature (dilakukan di kolam percobaan) 3 ekor betina matang kelamin (± 60 gram) : 5 jantan (± 50 gram), ± 10 jam setelah induksi ovaprim berhasil mijah secara parsial, 8 jam setelah mijah telur-telur mengalami swelling, sebagian telur-telur lainnya kandungan kuning yolk nya keluar dari telur. Semua induk betina mati 1 jam setelah spawning. Hasil pengamatan histologis gonadinduk betina tersebut sudah mencapai tahap vitelogenesis (dilakukan di akuarium ukuran 30 x 60 x 50 cm 2 ekor betina matang kelamin (± 225 gram) : 5 jantan (± 100 gram), 11 jam setelah induksi ovaprim berhasil mijah, semua induk baik betina maupun jantan sehat pasca mijah (dilakukan di bak berukuran 2.5 m x 1 m). Telur-telur hasil mijah didistribusi dan ditebar di bak penetasan dan beberapa akuarium. 4 ekor betina matang kelamin (± 75 gram) : 4 jantan (± 50 gram), 12 jam setelah induksi ovaprim berhasil mijah, semua induk baik betina maupun jantan sehat pasca mijah (dilakukan di bak berukuran 2.5 m x 1 m). Telur-telur hasil mijah didistribusi dan ditebar di bak penetasan dan beberapa akuarium. 61 NB : pelaksanaan penginduksian Ovaprim untuk memicu proses pemijahan dilakukan pada semua kelompok (kelompok pre domestikasi 1 bulan; 2 bulan; 4 bulan dan 8 bulan). Selama periode pre domestikasi, telah dilaksanakan tiga kali penginduksian pemijahan, yakni pada akhir periode pre domestikasi 2 bulan, 4 bulan dan 8 bulan. Pengamatan terhadap telur ikan Brek dan Lukas pasca pemijahan menunjukkan bahwa rata-rata telur ikan Lukas (secara morfologi) berdiameter ± 1.5 kali diameter telur ikan Brek. Tetapi setelah menetas, larva ikan Brek dan Lukas usia 7 hari pasca menetas memiliki panjang rata-rata yang relatif sama ± 4.5 – 5.3 mm. A B Gambar 5.17. Larva ikan Lukas (A); Larva ikan Brek (B) 7 hari pasca menetas di atas kertas milimeter block Keterangan : 1 petak terkecil = 1 mm Sampai saat tulisan ni diselesaikan, kami masih memiliki beberapa stok pasangan induk Brek dan Lukas yang telah melewati masa 62 pre domestikasi hampir 5 tahun. Pada kesempatan lainnya anakan/benih/ larva pasca pemijahan induk Brek dan Lukas yang masih hidup dan kami pelihara sampai saat ini mudah-mudahan dapat dilanjutkan dengan penelitian berikutnya sampai usia matang kelamin pertama, sedangkan induk-induk Brek dan Lukas di kolam bisa menjadi induk”domesticated” yang siap untuk dikawinkan kembali. Secara umum, berdasarkan hasil pengujian parameter reproduksi di atas, kegiatan domestikasi dua jenis ikan sungai Serayu, Banyumas (Brek dan Lukas) menunjukkan profil/karakter bio-reproduksi yang positif. Pada tulisan ini, bahasan belumlah selesai; masih dibutuhkan penunjang parameter-parameter reproduksi, fisiologi dan struktur dan lainnya yang masih diperlukan, dan insyaAllah akan dibahas di tulisan berikutnya. 63 BAB 6. KESIMPULAN Ikan Brek (Puntius orphoides) dan ikan Lukas (Puntius bramoides) merupakan anggota familia Cyprinidae. Sejawat mereka seperti ikan Nilem, Tawes, Mas yang sudah lebih dahulu menjadi ikan budidaya, memiliki karakter reproduksi yang tidak jauh berbeda dengan keduanya. Ikan Brek membutuhkan waktu 4 bulan sejak ditangkap dari sungai dan di domestikasi ke dalam kolam alami untuk mengkonsumsi pakan alami yang tersedia di kolam dan pellet (pakan buatan tambahan), sedangkan ikan Lukas hanya membutuhkan 3 minggu. Pemijahan / perkawinan alami ikan Brek terjadi 8 bulan setelah domestikasi, sedangkan ikan Lukas butuh waktu hanya satu bulan setelah berada di kolam domestikasi untuk bisa melakukan pemijahan pertamanya. Secara morfologi, ikan Brek lebih menjanjikan bagi konsumen, dengan postur tubuh dan bobot dewasanya yang ideal sebagaimana sejawat Cyprinidae yang telah lebih dulu dibudidayakan (Tawes, Nilem, Nila). Sedangkan postur ikan Lukas dewasa kurang optimal ukurannya untuk konsumsi. Lebih mirip dengan Nilem dewasa yang paling kecil ukurannya. Meskipun demikian, keduanya memiliki rasa yang tidak kalah lezatnya dengan ikan Nilem dan Tawes. 64 Beberapa kesimpulan yang bisa dikemukakan adalah : 1. Proses aklimatisasi dengan pola pre domestikasi mencapai tahap berhasil, dilihat dari nilai Index of preponderance (kesukaan pakan alami) pada kolam percobaan mencapai kisaran 37% - 63% (fitoplankton); 20%-39% (potongan tumbuhan), 8,75% - 10,79% (zooplankton); 0,2%-14,9% (detritus, gastropoda, cacing dan potongan hewan), begitu juga pertumbuhan (peningkatan bobot tubuh ikan uji periodikal) yang cukup baik, mengingat kedua jenis ikan uji tersebut memiliki karakter yang cukup berbeda pada kondisi awal domestikasi. Ikan Brek rata-rata baru mau mengkonsumsi pakan tambahan (pellet) setelah 4 bulan berada di kolam domestikasi, sedangkan ikan Lukas sudah mau mengkonsumsi pakan tambahan setelah 3-4 minggu berada di kolam domestikasi 2. Kadar Hormon kedua kelompok ikan uji : 17β- estradiol turun dari periode P1b – P4b dan meningkat pada akhir periode P8b; progesteron, FSH dan testosteron terus meningkat mulai periode P1b – akhir periode P8b; 3. Histologi oogenesis, ovarium terdiri atas 5 kelompok tahapan perkembangan oosit : chromatin nucleolar stage (cns); perinucleolar stage (ps); cortical alveolar stage (cas); vitellogenic stage (vs) dan mature / ripe stage (ms), sedangkan histologi spermatogenik testis terdiri dari 5 kelompok tahapan : spermatogonium, spermatosit primer; spermatosit sekunder; spermatid dan spermatozoa. 65 4. Pada akhir periode pre domestikasi 8 bulan 2 ekor induk Brek dan 5 induk jantan berhasil memijah; 5 pasang induk Lukas berhasil memijah pasca induksi sGnRH + domperidone 0,5 cc/kg bobot badan (Ovaprim), ± 10 – 12 jam pasca induksi. Tulisan ini insyaAllah masih berlanjut di buku monograf berikutnya, untuk membahas beberapa parameter penunjang lainnya yang akan lebih mendukung kesiapan beberapa aspek pendekatan lain yang dibutuhkan bagi proses domestikasi ikan Brek dan ikan Lukas untuk mencapai domestikasi sempurna. 66 DAFTAR PUSTAKA Alimuddin dan E.S. Wiyono. 2005. Domestikasi atau restocking? INOVASI Vol. 5/XVII/November 2005. http://www.io.ppijepang.org. Diakses 12 November 2016. APHA, 1985. Standard Methods for The Examination of Water and Waste Water, Public Health Association Inc, New York. APHA (American Public Health Association). 2012. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 22nd edition.A joint publication of the American Public Health Association (APHA), the American Water Works Association (AWWA), and the Water Environment Federation (WEF). APHA Publisher Biswas .A.K, T. Morita, G. Yoshizaki, M. Maita, and T. Takeuchi. 2005. Control of reproduction in Nile tilapia Oreochromis niloticus (L.) by photoperiod manipulation. J. Aquaculture, Vol (243), pp : 229– 239. Brito, M.F.G. and N. Bazzoli, 2003. Reproduction of the surubim catfish (Pisces, Pimelodidae) in the São Francisco River, Pirapora Region, Minas Gerais, Brazil. Arq. Bras. Med. Vet. Zootec., Vol. 55(5), pp : 624-633. Çakici, Ő and I. Üçüncü, 2007. Oocyte Development in the Zebrafish, Danio rerio (Teleostei: Cyprinidae). E.U. Journal of Fisheries Sciences. 24 (1-2), pp: 137-141. Dewi, N.K., Prabowo, R., Trimartuti, N.K. 2014. Analisis Kualitas Fisiko Kimia dan Kadar Logam Berat pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus L.) di Perairan Kaligarang Semarang. Biosaintifika, Journal of Biology & Biology Education. UNNES, Semarang. 6(2): 109-116 67 Djamhuriyah, M & N. Mayasari. 2012. Determinas Potensi Penyakit Aeromonas pada Ikan Budidaya untuk Mengamankan Produksi Perikanan di Lombok Dan Sumbawa. Laporan PKPP Ristek 2012. pkpp.ristek.go.id/_assets/upload/docs/363_doc_2.pdf. Acceced 14 March 2016 Effendi, M.I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. Faizah, R. 2003. Penentuan Jenis Kelamin Benih Ikan Brek (Puntius orphoides C.V.) Dengan Teknik Truss Morphometrics. Laporan Penelitian Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto. Frantzena, M., A.M. Arnesenb, B. Damsgårdb, H. Tveitenb and H.K. Johnsena. 2004. Effects of photoperiod on sex steroids and gonad maturation in Arctic charr. J.Aquaqulture.Vol. (7), pp : 6-13. Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi. Jakarta. Halamsyah, A.I. 2000. Pakan Kebiasaan, Indeks Kematangan Gonad, Fekunditas dan Faktor Kondisi Ikan Lukas (Puntius bramoides C.V.) di Sungai Banjaran Kabupaten Banyumas. Laporan Penelitian. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto. Harsini. 2005. Kebiasaan Pakan Ikan Brek (Puntius arphoides) yang Tertangkap di Sungai Serayu. Laporan Penelitian. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto. Kartini. 2000. Aspek Reproduksi Ikan Baung (Mystus nemurus, C.V.) di Sungai Serayu Kabupaten Banyumas. Laporan Penelitian. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto. Khaeruman, S.P. dan K. Amri. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Gurami Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta, 139 pp. Kime, A. 2008. Production of germ-line chimera in rainbow trout by blastomere trasplantation. Mol. Rep. Dev. Vol (59), pp :380-389. 68 Kottelat, M., Whitten, J. A., Wirjoatmodjo, S. & Kartikasari, S.N. 1996. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Jakarta: Periplus Edition, Ltd. Kouril, J., Svoboda A., Hamackova J., Kalab P., Kolarova J., Lepicova A., Sedova M., Savina L., Rendon P.M., Svobodova Z., Barth T., Vykusova B. (2007): Repeated administration of different hormonal preparations for artificial propagation and their effects on reproduction, survival and blood biochemistry profiles of female tench (Tinca tinca L.). Czech Journal of Animal Science, Vol (52), pp : 183–188. Kouril J., J. Mraz, J. Hamackova, T. Barth (2008): Hormonal induction of tench (Tinca tinca L.) with the same treatments at two sequential reproductive seasons. J. Cybium, Vol. (32_, pp : 61-66. Kroupova, H., Machova J., Svobodova Z. (2005): Nitrite influence on fish: a review. J. Veterinarni Medicina, Vol. (50), pp : 461–471. Kujawa, R., D. Kucharczyk., and A. Maincare. 1999. A Model System For Keeping Spawners of Wild and Domestic Fish Before Artificial Spawning. J. Aquacultural Engineering. Vol. (20), pp : 85-89. Lestari, W. Dan Sugiharto. 2008. Studi Bioekologi Ikan Sungai Mastacembelus unicolor dari Sungai Serayu yang Terancam Punah, dalam Upaya Membangun Strategi Konservasi. Laporan Penelitian Fundamental DIKTI. Mananos E., N. Duncan, C. Mylonas (2009): Reproduction and control of ovulation, spermiation and spawning in cultured fish.3–80. In: Cabrita E., Robles V.,Herraez P. (eds.): Methods in Reproductive Aquaculture: J. Marine and Freshwater Spesies. CRC Press, Florida. 549 pp. Naylor, R.L., R.J. Goldburg, J.H. Primavera, N. Kautsky, M.C.M. Beveridge, J. Clay, C. Folke, J. Lubchenco, H. Mooney, and M. Troell, 2000, Effect of aquaculture on world fish supplies. J. Nature, Vol. (405), pp : 1017-1024. 69 Pauly, D., V. Christensen, S. Guenette, T.J. Pitcher, U.R. Sumaila, C.J. Walters, R. Watson, and D. Zeller. 2002. Towards sustainability in world fisheries. J. Nature, Vol (418),pp : 689-695. Ross, R. 1997. Fisheries Conservation and Management. USA: Prentice Hall, Inc. Rukayah, S., Setijanto dan I. Sulistyo. 2003. Kajian Strategi Reproduktif Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) di Sungai : Upaya Menuju Diversifikasi Budidaya Perairan. Laporan Penelitian Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto. Satria, H. 1991. Aspek Biologi Reproduksi Beunteur (Puntius binotatus) di Waduk Cerata Jawa Barat. Bulletin Perikanan Darat , 10 : 2. Setijanto dan I. Sulistyo. 2002. Biologi Ikan Senggaringan (Mystus negriceps): Acuan Dasar Domestikasi dan Budidaya. Laporan Hasil Penelitian. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto. Skjæraasen, J.E., A.G.V.Salvanes, Ø. Karlsen, R. Dahle, T. Nilsen, and B. Norberg, 2004. The Effect of Photoperiod on Sexual Maturation, Appetite and Growth in Wild Atlantic Cod (Gadus morhua L.) . J. Fish Physiology and Biochemistry. Vol.30 (2), pp : 163-174 (12). Shimizu, A. 2003. Effect of photoperiod and temperature on gonadal activity and plasma steroid levels in a reared strain of the mummichog (Fundulus heteroclitus) during different phases of its annual reproductive cycle. National Research Institute of Fisheries Science, Fisheries Research Agency, Fukuura 2-12-4, Kanazawa, Yokohama 236-8648, Japan. Sinaga, T.P. 1995. Bioekologi Komunitas Ikan di Sungai Banjaran, Purwokerto. Thesis IPB, Bogor. Sudova, E., Machova J., Svobodova Z., Vesely T. (2007): Negative effects of malachite green and possibilities of its replacement in the treatment of fish eggs and fish: a review. J. Veterinarni medicina, Vol. (52), pp : 527–539. 70 Suhenda, N.,Rusmaedi dan A. Hardjamulia. 2002. Pertumbuhan dan Perkembangan Gonad Empat Stok Ikan Baung (Mystus nemurus) Generasi Pertama Stok Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 10 : 2. Sulaeman, 2005. Perikanan kita kemana akan dibawa? Warta Penelitian Perikanan Indonesia 11(3): 17-23. Suryanti, Y. 2002. Perkembangan Aktivitas Enzim Pencernaan pada Larva Ikan Baung (Mystus nemurus). Jurnal Perikanan Indonesia, 8 : 3. Susatyo, P. dan Soeminto. 2002. Viabilitas Telur Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) yang Ditunda Oviposisinya Setelah Menunjukkan Gejala Mijah. Biosfera. Scientific Journal. Vol. 12 (2). Susatyo, P. dan Sugiharto. 2001. Aspek Perubahan Hormonal dan Histologis Selama Perkembangan Ovarium Belut Sawah (Monopterus albus Zuiew) yang Diinduksi Secara Artifisial. Biosfera.Scientific Journal. Vol. (16). Susatyo, P. & Sugiharto. 2010. Budidaya Awal Induk dan Benih Ikan TangkapanSungai Serayu Banyumas Rawan Punah, Lukas (Puntius bramoides) dan Brek (P.orphoides) Produk Predomestikasi pada Kolam Alami serta Pemetaan Karakter Reproduksinya. Laporan Penelitian STRANAS tahun I. Lembaga Penelitian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Tang, M.U, R. Affandi, R. Widjajakusuma, H.Setijanto, dan M.F.Rahardjo. 2000. Bioekologi Ikan Baung (Mystus nemurus C.V.) Prosiding Seminar Nasional Keanekaragaman Hayati Ikan. Juni, 2000. Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Bogor. Umiyati, T. 2005. Studi Pakan Alami Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) dan Ikan Lukas (Puntius bramoides) di Perairan Bendung Gerak Serayu Kabupaten Banyumas. Laporan Penelitian. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto. 71 Wooton, J. 1991. Ecology of Teleost Fishes. New York: Chapman & Hall. Yaron, Z. 1995. Endocrine control of gametogenesis and spawning induction in the carp. J. Aquaculture, Vol. (129), pp : 49–73. Zanuy, S., F. Prat, M. Carillo, and N.R. Bromage. 1995. Effect of constant photoperiod on spawning and plasma 17 β- estradiol levels of sea bass IDicentrarchus labrax). J. Aquat. Living Resour., Vol. (8), p : 147-152 Zairin, M.Jr. 2003. Endokrinologi dan Perannya Bagi Masa Depan Perikanan Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar FPIK IPB. 72 TENTANG PENULIS Priyo Susatyo, lahir di Palembang, 05 Juni 1961. Dosen Fakultas Biologi Jenderal Soedirman Purwokerto dari tahun 1987 - sekarang. Menyelesaikan pendidikan S1 Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman tahun 1985; S2 Ilmu-Ilmu Biologi di Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Tahun 1994 dalam bidang Struktur dan Perkembangan. Aspek penelitian yang sampai saat ini dilaksanakan dalam bidang reproduksi menggunakan model hewan akuatik dan mamalia kecil dengan tinjauan struktur, perkembangan, fisiologi dan endokrinologi. Pernah sebagai dosen Pendidikan Dokter Unsoed (sekarang Fakultas Kedokteran Unsoed) mulai tahun 2000 sampai dengan tahun 2007 mengampu mata kuliah Histologi Kedokteran. Kecuali sebagai dosen tetap Fakultas Biologi Unsoed, juga membimbing penelitian mahasiswa-mahasiswa S1 Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi Unsoed. Mata kuliah yang diampu pada saat ini adalah Struktur Hewan dan Mikroteknik. Organisasi profesi yang diikuti penulis : Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia (PAAI); Perhimpunan Biologi Indonesia (PBI). Buku ini merupakan buku monograf pertama yang penulis susun berkaitan dengan riset tentang domestikasi beberapa jenis ikan liar dari sungai Serayu Banyumas untuk diupayakan mampu adaptif (domesticated) di kolam-kolam budidaya untuk menjadi jenis ikan budidaya baru, sebagai usaha untuk mendukung konservasi dan diversifikasi kebutuhan akan sumber pangan. 73