Seediscussions,stats,andauthorprofilesforthispublicationat:https://www.researchgate.net/publication/291766445 PenciptaanKomposisiMusikBaruSebagai AlternatifDalamMeningkatkanKreativitasdan PengalamanMusikalMahasiswaPGSD CONFERENCEPAPER·NOVEMBER2012 DOI:10.13140/RG.2.1.3250.2807 1AUTHOR: JuliaUniversitasPendidikanIndonesiaKampus… 10PUBLICATIONS0CITATIONS SEEPROFILE Availablefrom:JuliaRetrievedon:25January2016 Penciptaan Komposisi Musik Baru Sebagai Alternatif Dalam Meningkatkan Kreativitas dan Pengalaman Musikal Mahasiswa PGSD Julia Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang Abstrak Tulisan ini mendeskripsikan tentang pembelajaran pendidikan seni musik pada mahasiswa PGSD. Pengkajian dilatarbelakangi oleh masalah mahasiswa PGSD yang secara umum tidak memiliki kompetensi musikal, sehingga diperlukan suatu alternatif pembelajaran yang relatif cepat dalam meningkatkan kreativitas dan pengalaman-pengalaman musikal mereka. Metode pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap pembelajaran mata kuliah pendidikan seni musik selama satu semester. Berdasarkan hasil kajian diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran seni musik melalui penciptaan komposisi musik baru dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan kreativitas dan pengalaman musikal mahasiswa PGSD, karena dalam penggarapan komposisi musik diperlukan imajinasi dan pemikiran-pemikiran kreatif. Kata kunci: komposisi, musik baru, kreativitas, pengalaman musikal. Pendahuluan Masalah yang muncul dalam proses pembelajaran musik di jurusan atau program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di UPI Kampus Sumedang antara lain sulitnya menentukan materi musik yang tepat bagi mahasiswa berhubung kompetensi musik yang dimiliki mereka pada umumnya sangat minim. Jangankan menguasai unsur-unsur musik seperti ritmik dan tangga nada, memperoleh pengalaman musikal pun mayoritas sangat kurang, sehingga pada saat dilakukan tes bakat dan wawasan musik pada awal perkuliahan, pada umumnya tidak tahu banyak tentang istilah-istilah musik baik istilah dalam musik daerah (karawitan) maupun musik barat, tidak tahu pasti maksud dari istilah musik yang sudah dikenal, tidak dapat membaca notasi baik notasi daerah setempat (damina) maupun notasi barat (not balok), kurang memiliki kepekaan rasa musikal sehingga kurang baik dalam melantunkan melodi lagu, dan pada umumnya kurang terampil dalam bernyanyi bahkan lagu-lagu daerah setempat pun tidak dikuasai. Kondisi di atas kiranya cukup untuk ditafsirkan bahwa pada umumnya mahasiswa tidak mendapatkan pengalaman musikal yang memadai yang dapat menumbuhkembangkan kompetensi musikal mereka. Padahal, kemampuan dasar musik dapat dilatih sejak usia dini melalui pengalaman-pengalaman musik yang alamiah dari lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah. Seperti dituturkan oleh Dieter Mack (2010:9), bahwa dalam proses belajar musik, kegiatan menyanyi dan menari/bergerak merupakan alat paling dasar untuk mengembangkan representasi-representasi musikal sejati. Dengan demikian, dangkalnya kompetensi musik dapat disebabkan karena minimnya melakukan kegiatan-kegiatan yang bersentuhan dengan unsur musik seperti bernyanyi dan menari sejak kecil, karena menari pun alat dasar untuk merasakan unsur-unsur musik. Bahkan dalam penelitian psikologi musik, anak-anak usia prasekolah sudah bisa dilatih dengan pengalaman-pengalaman musikal karena dalam usia tersebut anak sudah bisa merespon terhadap suara atau bunyi-bunyian, belajar mengenal pitch nada, dan belajar ritmik-ritmik sederhana. Sementara pada tingkat Sekolah Dasar (SD), kompetensi musik mulai berkembang pada tahapan mengapresiasi konsep konsonan dan disonan, mengembangkan lagu dalam tonalitas, pengembangan ritmik dan melodi, dan merasakan harmonisasi. Maka dari itu, bagaimana kompetensi musik anak-anak SD bisa berkembang, jika mahasiswa PGSDnya pun sebagai calon pendidik mereka, tidak memiliki kompetensi musikal, sehingga tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap anak didik mereka supaya kemampuan musikalnya berkembang. Akibatnya seringkali anak didik dibiarkan saja tidak dibekali dengan kompetensikompetensi musikal. Untuk membentuk mahasiswa PGSD yang notabene dinilai agak telat dalam mendapatkan kompetensi dan pengalaman musikal supaya kemampuan musiknya meningkat dan pengalaman musiknya bertambah, maka telah diupayakan suatu konsep pembelajaran musik melalui jalur penciptaan komposisi musik baru (kontemporer) sebagai alternatif dalam penambahan dan pengembangan pengalaman-pengalaman musikal termasuk untuk memicu dan memancing sisi-sisi kreativitasnya. Untuk itu, tulisan ini merupakan pendeskripsian dari pembelajaran seni musik yang telah dilakukan pada program studi PGSD UPI Kampus Sumedang, sehingga sumber data pun adalah mahasiswa PGSD semester genap yang dikaji melalui pengamatan langsung selama satu semester. Komposisi Musik Baru dan Kompetensi Musikal Persoalan yang dipaparkan dalam bahasan ini yakni apakah secara teoretis mempelajari komposisi musik baru dapat meningkatkan kompetensi musikal mahasiswa? Jawaban atas pertanyaan ini setidaknya dapat dijelaskan melalui beberapa hal berikut. Komposisi Musik Baru sebagai Kegiatan Kreasi Seni Batiniah Sama halnya dengan menciptakan jenis-jenis musik lainnya atau karya-karya seni pada umumnya, menciptakan komposisi musik baru pada dasarnya adalah kegiatan kreasi seni yang bersifat batiniah. Soehardjo (2005:174) menerangkan bahwa perangkat batiniah ini terdiri dari rangkaian kegiatan yang kinerjanya berupa pembentukan ide-seni. Hal inilah yang tidak bisa lepas dari proses menciptakan komposisi baru, yakni menghadirkan gagasan-gagasan melalui alam pikir sehingga terbentuklah ide-ide seni. Sementara itu, kehebatan ide seni dapat terbentuk sesuai dengan pengalaman dan latarbelakang budaya pemikirnya, sehingga sebenarnya, karya yang terbentuk merupakan perwujudan dari pengalaman-pengalaman musikal terdahulu yang pernah didapatkan dari seluruh rangkaian kehidupannya. Hanya saja, karena ditambah dengan pengalaman-pengalaman baru, maka karya yang diciptakan berupaya untuk muncul pula dalam bentuk yang relatif baru, yakni baru dalam pengertian sesuai dengan kemampuan penciptanya dalam membuat kebaruan. Artinya, karena pengalaman setiap orang berbeda-beda, maka baru menurut kita belum tentu baru menurut orang lain, dan sebaliknya, baru menurut orang lain belum tentu baru di hadapan kita. Dieter Mack (2004:42) mengatakan, setiap manusia adalah individu, dan individualitas ini senantiasa bisa dituangkan ke dalam proses menciptakan sebuah karya seni yang bisa berdiri sendiri. Oleh sebab itu, semakin dalam pengalaman dan keluasan wawasan seseorang, maka semakin unik dan berbeda pula karya yang dapat diciptakan. Sampai di sini, nampaknya sudah dapat ditarik kesimpulan bahwa menciptakan komposisi baru tidak dapat lepas dari kompetensi musikal karena mencipta merupakan bagian dari keterampilan dalam seni musik. Semakin bagus dan berbeda dari karya yang telah ada, serta unik dan menarik karya musik yang diciptakan, maka semakin kompeten pula penciptanya dalam dunia seni musik. - - Komposisi Musik Baru sebagai Kegiatan Kreasi Seni Lahiriah Jika kegiatan kreasi seni batiniah terletak pada rangkaian pembentukan ide-seni, maka kegiatan kreasi seni lahiriah menurut Soehardjo (2005:174) adalah rangkaian mewujudkan ide-seni tersebut. Kegiatan mewujudkan ide-seni tersebut dilakukan melalui serangkaian aktivitas yang melibatkan fisik atau anggota badan, seperti mencari atau memilih alat-alat yang akan digunakan, menentukan siapa saja pemain yang akan dilibatkan, dan lain-lain. Yang mana aktivitas-aktivitas tersebut merupakan kunci utama dalam mewujudkan suatu karya yang diinginkan oleh penciptanya. Artinya, demi mewujudkan suatu bentuk karya musik yang masih berada dalam dunia ide penciptanya, diperlukan sejumlah perjuangan yang sudah pasti melibatkan aktivitas-aktivitas lahiriah supaya karya yang terlahir ke dunia fisik benar-benar sesuai dengan yang diharapkan, atau setidaknya mirip dan tidak meleset dari segala sesuatu yang dirancang dalam dunia ide. Maka dari itu, setidaknya ada dua mazhab komponis yang berupaya melakukan aktivitas-aktivitas lahiriah demi menciptakan suatu karya musik yang relatif baru. Mazhab pertama, yakni komponis yang mencari kebaruan dengan cara menciptakan alat-alat musik yang baru atau menggabungkan alat-alat musik, sehingga didapatkan warna bunyi baru, namun gramatika musiknya bisa relatif baru dan bisa juga tidak baru. Hal ini pernah diutarakan oleh Iwan Gunawan (2009), bahwa bagi pemahaman sebagian orang, musik kontemporer selalu dikaitkan dengan konsep penggunaan alat musiknya. Yang paling trend adalah ketika suatu karya musik menggunakan campuran alat “modern” dan “tradisional” dapat memberi penegasan bahwa itulah musik kontemporer. Walaupun pada kenyataannya banyak karya musik kontemporer menggunakan campuran alat musik seperti yang disebutkan di atas, akan tetapi konsep atau ide dengan campuran alat musik tersebut sebenarnya belum dapat menjamin bahwa karya musik tersebut adalah musik kontemporer. Mazhab kedua, yaitu komponis yang mencari kebaruan dengan mengeksplorasi bunyi dari alat yang sudah ada, sehingga berupaya mencari gramatika musik yang benar-benar baru dan segar. Bagi para pencari kebaruan sejati, konsep kedua ini lebih berarti bila dibandingkan dengan konsep yang pertama, karena konsep ‘baru’ bukan berarti harus mengkolaborasikan atau menghadirkan alat-alat baru, tapi justru hadir dari konsep garap musiknya sebagai representasi dari penghayatan dan pemikiran segar penciptanya. Komposisi Musik Baru sebagai Media Kreativitas Widjaja (2011) memaparkan bahwa musik kontemporer dapat dikenali dengan beberapa ciri yang hampir senantiasa melekat dalam kehadirannya, yakni sebagai berikut. - Judul: Karya musik kontemporer lazim menggunakan judul yang aneh dan bahkan asing... Tema: Dalam musik yang lazim dikenal, tema yang diangkat umumnya berkisar pada cinta, duka, gembira. Musik kontemporer mengusung tema yang seringkali “baru”... Instrumentasi: Dalam musik kontemporer, bukan hanya instrumen musik yang lazim dikenal saja, melainkan juga digunakan benda-benda yang menghasilkan bunyi... Partitur: Untuk musik kontemporer, notasi balok dan/atau angka, tidaklah cukup. Konsep musik dalam musik kontemporer seringkali harus disertai petunjuk yang detail tentang gambaran bunyi dan cara memproduksi bunyi tersebut... Teknik garapan: Seringkali, komponis musik kontemporer membuat sendiri tata gramatika dan idiom musiknya. Juga susunan dan struktur harmoni yang baru. Ide garapan dapat saja menggunakan idiom dan tata gramatik musik tradisi.... Berdasarkan paparan di atas, dapat dijelaskan kembali bahwa membuat komposisi musik baru tidaklah sederhana, namun justru terkesan lebih menantang karena menuntut karya yang benar-benar baru dalam segala hal, mulai dari penjudulan, penggunaan alat, sampai pada gramatika musiknya. Iwan Gunawan (2009) menegaskan, istilah kontemporer yang melekat pada kata “musik” itu bukanlah menjelaskan tentang jenis (genre), aliran atau gaya musik, akan tetapi lebih spesifik pada sikap atau cara pandang senimannya yang tentunya tersirat dalam konsep serta gramatik musiknya yang memiliki nilai-nilai “kekinian”. Dengan demikian, menciptakan musik baru memerlukan kreativitas yang disertai dengan ide-ide segar sehingga menjelma menjadi bentuk karya yang relatif baru. Maka dari itu, idealnya pemain dan pencipta musik baru adalah mereka para musisi atau komposer profesional yang sudah biasa berkecimpung dalam dunia musik, sehingga akan menjadi luarbiasa jika kalangan amatir mampu membuat atau memainkan karya-karya musik baru. Penciptaan Komposisi Musik Baru Dalam pelaksanaan penciptaan komposisi musik, ada dua tahapan utama yang dilalui, yaitu tahap proses penciptaan dan penyajian produk. Proses Penciptaan Pada tahap ini pembelajaran terbagi ke dalam beberapa tahapantahapan kegiatan sebagai berikut. - 1. Pengayaan Unsur Dasar Musik Pada tahap ini, mahasiswa diberikan pemahaman ihwal unsur dasar musik yang urgen untuk dikuasai, yakni ritmik dan tangga nada. Pembelajaran mengenai ritmik dilaksanakan selama empat kali pertemuan dari pertemuan kesatu sampai keempat. Sasaran dalam pembelajaran ini adalah mahasiswa dapat membaca ritmik dengan tepat dan merasakan durasi dari tiap ritmik yang dipelajari dengan cara membaca notasi balok. Dalam tahap ini pembelajaran ritmik masih bersifat netral, artinya ritmik tidak dicampuri dengan tingkatan-tingkatan nada seperti do-re-mi, namun menggunakan suku kata yang berbedabeda, bisa berupa kata-kata bebas atau berupa hitungan-hitungan, sehingga penulisan ritmik pun belum menggunakan garis paranada, namun hanya menggunakan garis tunggal (percussion line) saja yang terbagi ke dalam beberapa bar dalam birama 4/4. Contohnya seperti berikut. Contoh 1 Contoh 2 Sementara pembelajaran tentang tangganada dilaksanakan selama tiga kali pertemuan setelah pembelajaran ritmik selesai, yakni dari pertemuan kelima sampai ketujuh. Sasaran dalam pembelajaran tangganada ini adalah agar mahasiswa dapat merasakan perbedaan interval-interval nada, membunyikan nada secara tepat, dan mengisi ritmik-ritmik dengan nada-nada. Artinya, mahasiswa dituntut untuk mengaplikasikan nada ke dalam not balok. Hanya saja, pembelajaran ini masih bersifat sederhana sehingga pengaplikasian nada belum diterapkan pada garis paranada, tapi masih menggunakan garis tunggal. Tangganada yang digunakan adalah tangganada fentatonis atau da-mi-na-ti-la. Ini dimaksudkan supaya mahasiswa lebih mengenal tonalitas musik daerah sendiri walaupun pembelajarannya hanya sesaat. Berikut contoh dari pengembangan pola ritmik di atas yang mulai di isi dengan nada-nada da-mi-na-ti-la. Contoh 3 Contoh 4 2. Demonstrasi Pada tahap ini didemonstrasikan beberapa kebutuhan mendasar untuk membuat komposisi musik baru melalui dua kegiatan pembelajaran yang terdiri atas kegiatan eksplorasi bunyi dan teknik garap. Tahap ini cukup dilakukan satu pertemuan saja, yakni pada pertemuan ke sembilan (setelah UTS membaca ritmik dan tangganada). Berikut paparan bentuk aktivitas dari masing-masing kegiatan. a. Eksplorasi Bunyi Eksplorasi bunyi dilakukan dengan cara mencoba mengeskplor bunyibunyi yang bisa dihasilkan dari media sebagai bahan alat musik yang tersedia di kelas dan media yang sengaja dihadirkan ke kelas melalui penugasan ke mahasiswa. Media ini terdiri atas benda-benda yang tersedia di lingkungan sekitar sehingga mudah didapatkan dimana saja, misalnya botol minuman, kentongan, gelas, piring, galon, ember, dan lainlain. Beberapa hal yang dipelajari di sini adalah bagaimana potensi bunyi yang dapat dihasilkan oleh masing-masing alat atau media, seperti bagaimana jenis-jenis bunyi yang bisa dihasilkan, bagaimana karakter bunyi yang dihasilkan, dan bagaimana teknik memainkannya supaya didapatkan aneka bunyi. Mahasiswa juga mencoba mengeskplor bunyibunyi dari media yang dibawanya. Di sini mahasiswa mulai diperkenalkan pada bunyi-bunyi yang atonal, sehingga mereka bebas untuk mengekspresikan imajinasinya tanpa harus memikirkan lagi tonalitas yang notabene masih mentah dikuasai. b. Teknik Garap Pada tahap ini mahasiswa diberikan dasar-dasar untuk membuat komposisi melalui penulisan sistem notasi. Persoalan yang muncul adalah terkadang mereka bingung harus mulai dari mana, bagaimana cara menghapal komposisi, dan bagaimana cara membagi-bagi tugas kepada para pemain musiknya. Penyelesaian terhadap masalah tersebut dilakukan dengan cara-cara berikut. Pertama, mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok atau dibuat menjadi musik ensemble. Kedua, diberikan contoh pengkomposisian yang diperjelas dan sekaligus diperkenalkan pada tema musik, layer musik, tempo dan dinamika. Setiap alat yang digunakan ditulis ke dalam garis tunggal sehingga banyaknya garis bergantung pada banyaknya alat. Penulisan dengan mengunakan simbol not balok dan simbol-simbol bebas disesuaikan dengan bentuk komposisi yang dibuat. Jika komposisi berbentuk metris atau memiliki ketukanketukan tetap dan memiliki tonalitas, maka digunakan simbol not balok, namun jika komposisi berbentuk bunyi-bunyi bebas atau atonal, maka digunakan simbol-simbol bebas. Ketiga, mahasiswa mencoba menyajikan komposisi musik yang telah dibuat ke dalam bentuk notasi. Pada tahap menyajikan ini tidak terlalu bermasalah sebab mahasiswa telah dibekali dengan pemahaman bagaimana cara membaca ritmik di awal pertemuan, dan tentunya karena komposisinya masih bersifat sangat sederhana. Berikut contoh penggalan penulisan komposisi musik yang dibuat pada tahap ini. Contoh 5 Melalui salah satu contoh komposisi di atas, mahasiswa diarahkan untuk membaca ritmiknya dengan cara mengaplikasikannya secara bergiliran pada media bunyi yang mereka bawa. Tahapannya adalah membaca dengan tepat, kemudian diolah dengan menggunakan berbagai tempo dan dinamika. Dengan demikian, mahasiswa dapat secara langsung memahami konsep musik, dan merasakan unsur-unsur musik, bahkan dapat memberikan ide-ide untuk membuka ruang imajinasinya sehingga muncul potensi-potensi bentuk musik lainnya, setidaknya bentuk musik yang baru dalam pengalaman musikal mereka. 3. Penggarapan Tahap ini merupakan tahap pengaplikasian dari wawasan dan pengalaman yang diperoleh dari pertemuan kesatu sampai kesembilan dan ditunjang oleh pengalaman-pengalaman musikal sebelumnya. Di sini pula yang menentukan tingkat kreativitas dan imajinasi dalam membuat komposisi musik dari tiap individu yang tergabung ke dalam beberapa kelompok. Penggarapan dilaksanakan selama lima kali pertemuan, yaitu dari pertemuan ke-11 sampai ke-15. Dalam penggarapannya setiap kelompok menyebar ke luar kelas sehingga tidak mengganggu proses pembuatan antara satu dengan yang lainnya, dan di setiap akhir jam pelajaran dilakukan evaluasi terhadap seluruh kelompok. Evaluasi ini lebih bersifat merapihkan tidak bersifat mengubah keorisinalitasan karya mahasiswa. Beberapa hal yang menjadi objek pembenahan antara lain masalah kekompakan, ketepatan saat dalam membunyikan alat sesuai dengan notasi yang dibuat, atau ada juga yang dibenahi notasinya karena tidak sesuai dengan pola ritmik yang diharapkan, dan penegasan pengolahan ekspresi seperti dinamika bunyi supaya karya lebih hidup dan dinamis. Kematangan karya terbukti sangat ditentukan pula oleh intensitas latihan kelompok di luar jam kuliah. - Penyajian Produk Ini merupakan tahap final dalam dua tahapan utama setelah tahap proses penciptaan. Aktivitas yang dilakukan di sini adalah setiap kelompok menyajikan hasil karya cipta mereka. Penyajian ditata ke dalam satu bentuk pertunjukan kecil di dalam kelas dengan dibumbui oleh dekorasi sederhana, kostum sederhana, dan di apresiasi oleh kelompok-kelompok lainnya. Ini juga merupakan suatu pembelajaran bagi mahasiswa tentang bagaimana mempersiapkan sebuah pertunjukan, dari mulai persiapan yang bersifat fisik atau material sampai pada persiapan mental. Berikut dokumentasi pada kegiatan pertunjukan tersebut. Gambar 1 Penyajian Komposisi Musik Hasil Karya Mahasiswa Gambar 2 Penyajian Komposisi Musik Hasil Karya Mahasiswa Kesimpulan Berdasarkan hasil paparan di atas dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut. Pertama, penciptaan komposisi musik baru dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan kreativitas dan pengalaman musikal mahasiswa PGSD, karena dalam penggarapan komposisi musik diperlukan imajinasi dan pemikiran-pemikiran kreatif, serta dituntut melibatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Kedua, konsep penggunaan alat musik dari media yang bebas dan tersedia di lingkungan sekitar lebih cocok bagi mahasiswa PGSD yang notabene mayoritas tidak dapat memainkan alat musik, sementara jika belajar alat musik tidak akan efektif karena waktu yang dibutuhkan relatif lama, dan alat musik yang tersedia senantiasa terbatas jumlahnya. Ketiga, konsep penggarapan musik ensemble dapat meningkatkan pula aspek kerjasama di antara mahasiswa, karena karya musik terbentuk atas kerja bersama dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Daftar Pustaka Gunawan, Iwan. (2009, 7 Juni). Musik Kontemporer Di Daerah Sunda Sebagai Upaya Pengembangan Musik Lokal Yang Berwawasan Global. Artikel diposting ke http://onesgamelan.wordpress.com/2009/06/07/musik-kontemporerdi-daerah-Sunda-sebagai-upaya-pengembangan-musik-lokal-yangberwawasan-global. [29 Oktober 2012]. Mack, Dieter. (2004). Musik Kontemporer & Persoalan Interkultural. Tanpa tempat. Penerbit: Arti. Mack, Dieter. (2010). Pendidikan Seni: Representasi Mental serta Konteks Budaya. Dalam Narawati, T & Masunah, J (Ed). (2010). Quo Vadis Seni Tradisional V: Meningkatkan Pemahaman Silang Budaya Melalui Pendidikan Seni. Bandung: Prodi Pendidikan Seni SPs UPI. Soehardjo, A. J. (2005). Pendidikan Seni Dari Konsep Sampai Program. Malang: Balai Kajian Seni dan Desain Jurusan Pendidikan Seni dan Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Widjaja, M. G. (2011, 19 Januari). Sekilas Musik Kontemporer di Indonesia. Kompasiana [online], kolom hiburan. Tersedia: http://hiburan.kompasiana.com/musik/2011/01/19/sekilas-musikkontemporer-di-indonesia. [28 Oktober 2012]. Makalah disajikan dalam seminar internasional (Forum Ilmiah VIII) “Innovative Ideas in the Study of Language, Literature, Arts, and their Learning” pada tanggal 20 November 2012 di FPBS UPI Bandung