BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pasien 1. Pengertian Kepuasan Pelanggan (Costumer’s Satisfaction) Dalam bisnis pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, faktor pendukung utama dari bisnis tersebut tidak hanya rumah sakit, dokter, perawat dan sarana prasarana saja. Namun pelanggan merupakan bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari bisnis tersebut. Apalah artinya sebuah rumah sakit besar berlantai sepuluh dengan pelayanan puluhan dokter berpengalaman dan profesional yang dibantu oleh perawatperawat yang berdedikasi dan ditunjang dengan teknologi canggih namun tak satupun pelanggan yang mendatangi rumah sakit tersebut. Maka sinergi dari penjual, barang dagangan dan pembeli akan selalu ada ketika sebuah perdagangan dilakukan. Pasien atau klien merupakan individu terpenting di rumah sakit sebagai konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit, demikian menurut Timothy (2004). Jadi menurut Timothy konsumen atau pelanggan rumah sakit adalah pasien atau klien. Apa jadinya bila gambaran sebagaimana dijelaskan di atas bahwa tidak satupun pasien atau klien muncul untuk mencari/memberi pelayanan kesehatan dari rumah sakit? Maka cepat atau lambat rumah sakit itu akan collapse, akibat tidak adanya pemasukan untuk membiayai kegiatan usaha. Maka untuk menjaga agar pasien atau klien tidak meninggalkan rumah sakit dan tetap kembali untuk meminta pelayanan kesehatan, kepuasan dalam pelayanan kesehatan atau kepuasan pelanggan menjadi strategi jitu mempertahankan pasien atau klien tersebut menjadi pelanggan setia rumah sakit. Untuk menjadikan pasien atau klien sebagai pelanggan setia tidaklah mudah, diperlukan pengertian dari semua pihak baik managemen rumah sakit, dokter, perawat, dan semua pekerja yang berhubungan dengan rumah sakit akan kepuasan pelanggan. 7 Kotler (Supranto, 2001) mengatakan bahwa kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan seseorang. Jadi intinya menurut Kotler adalah adanya tingkatan rasa, perbandingan, hasil produk dan hubungan produk itu sendiri dengan pelanggannya. Jadi untuk seorang pasien yang menggunakan pelayanan kesehatan rumah sakit, maka dia akan merasakan layanannya, membandingkan dengan pelayanan lain, hasilnya setelah dilayani dan apakah pelayanan tersebut berhubungan dengan dirinya. Dari situlah kemudian pasien tersebut merasakan kepuasan dalam dirinya. Menurut (Zeithaml dan Bitner, 2003) kepuasan pelanggan (costumer’s satisfaction) didefinisikan sebagai perbandingan antara persepsi pelanggan terhadap jasa yang diterima dan harapannya sebelum menggunakan jasa tersebut (Farida Jasfar, 2012). Dapat dikatakan bahwa pasien atau klien selalu memiliki harapan sebelum berobat dan setelah dia mendapat perawatan dan pengobatan maka pasien tersebut akan membandingkan hasilnya dengan harapan sebelumnya. Hal senada disampaikan Kotler dan Amstrong (2004) yang menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah membandingkan persepsi pelanggan terhadap hasil dari suatu produk dengan harapannya. Maka harapan akan menjadi tolak ukur keberhasilan dari suatu produk, dalam kata lain kepuasan adalah harapan yang telah tercapai. Kepuasan pasien adalah hal yang bersifat subyektif, karena ada nilai rasa dan harapan yang tidak dapat disamakan antara satu pasien dengan pasien yang lain. Perasaan pasien itulah yang menentukan kepuasannya dan bahkan jika seorang pasien memperoleh kepuasan belum tentu pasien lain akan memperoleh kepuasan dengan pelayanan yang sama. Namun kepuasan pasien dapat dihubungkan dengan berbagai aspek, diantaranya mutu pelayanan yang diberikan, kecepatan pemberian layanan, 8 prosedur serta sikap yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri (Supranto, 2001). Dalam hubungannya dengan kepuasan pasien Long dan Green (Timothy, 2004) berpendapat bahwa perawat memiliki kontribusi yang unik terhadap kepuasan pasien dan keluarganya. Didukung dengan pendapat Valentine (1997) bahwa pelayanan keperawatan dan perilaku perawat merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kepuasaan pasien. Ini dapat dimengerti karena kedekatan perawat dengan pasien terjadi sangat lama yaitu duapuluh empat jam selama pasien terbaring di rumah sakit atau selama kehadirannya di rawat jalan rumah sakit. Berbeda dengan tatap muka dengan dokter yang hanya ada ketika kunjungan dokter (visite) dan saat konseling. Perilaku pasien juga dapat menunjukkan kepuasan pasien tersebut. Bila pasien menunjukkan hal-hal yang bagus mengenai pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan dan pasien mengindikasikan dengan perilaku positif, akan dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien memang puas terhadap pelayanan tersebut (Supranto, 2001). Namun terkadang pasien melakukan perilaku yang berbeda untuk mensikapi pelayanan yang diterimanya. Beberapa pasien cenderung memperkecil kesenjangan dan mereka akan terkurangi rasa ketidakpuasannya (Supranto, 2001). Semacam pemakluman atas hal-hal kecil bahkan mungkin besar yang dianggap manusiawi jika terjadi kekurangan atau kesalahan dalam proses pelayanan kesehatan. Hubungan antara kepuasan pasien dan harapannya juga disampaikan oleh Oliver (Supranto, 2001), tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Maka menurut Oliver, perbandingan kinerja dan harapan inilah yang menentukan tingkat kepuasan pasien. Jika kinerja dibawah harapan maka pelanggan akan sangat kecewa, sedangkan jika kinerjanya melebihi harapan maka pelanggan akan sangat puas. Sebagai pembanding, harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lalu, komentar 9 dari kerabat serta janji dan informasi dari berbagai media. Pada pelanggan yang puas, mereka akan setia lebih lama, dan kurang sensitif terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan tersebut. Bagi rumah sakit kesetiaan pelanggan menjadi sangat penting. Loyalitas pasien untuk selalu membeli produk dan datang kembali, serta memberi komentar yang baik ke masyarakat akan menghidupi rumah sakit tersebut. Loyalitas pelanggan adalah suatu komitmen yang sangat mendalam dari pelanggan untuk membeli kembali suatu produk yang disukai secara konsisten di masa mendatang. Lovelock dan Wright (2002) mengemukakan bahwa loyalitas pelanggan merupakan kesediaan pelanggan untuk terus berlangganan pada suatu perusahaan dalam jangka panjang, dengan membeli dan menggunakan barang atau jasanya secara berulang-ulang serta dengan sukarela merekomendasikan barang atau jasa perusahaan tersebut kepada teman dan kerabat. Hasil penelitian konsumen atas kualitas pelayanan akan membentuk pola loyalitas konsumen (consumer loyality pattern), yaitu dari sangat loyal sampai dengan sangat tidak loyal (Kotler dan Amstrong, 2004). Konsumen dikatakan sangat loyal jika ia mempunyai pola konsumen terhadap satu pelayanan pada setiap waktu dan tidak pernah berganti dari satu pelayanan ke pelayanan yang lain. Tingkat loyalitasnya disebut sangat tinggi. Pada sisi lain, konsumen disebut sangat tidak loyal jika konsumen sama sekali tidak memiliki loyalitas pada pelayanan tertentu. Konsumen semacam ini setiap waktu memiliki pola konsumsi yang berubah-ubah dari satu pelayanan ke pelayanan lainnya. Dan inilah yang membedakan konsumen (consumer) dengan pelanggan (customer) (Farida Jasfar, 2012). Jadi definisi custumer loyality adalah kegiatan dan perilaku dalam intensitas pembelian yang dilakukan secara berulang-ulang. Kombinasi komponen perilaku pemberian ulang dapat dikatakan atau dikelompokkan dalam empat situasi kemungkinan loyalitas (Dick dan Basu, 1994), sebagai berikut : 10 1. No Loyality, apabila perilaku pembelian ulang pelanggan sama-sama lemah maka loyalitas pelanggan tidak terbentuk. 2. Spurious Loyality (Captive Loyality), ditandai dengan pengaruh faktor norma terhadap perilaku. Contoh : norma subjektif dan faktor situasional. 3. Latent Loyality, yang tercermin dari sikap terhadap perilaku yang kuat disertai dengan pola pembelian ulang yang lemah. 4. Loyality, merupakan situasi ideal yang paling diharapkan para pemasar, dimana konsumen bersikap positif terhadap jasa atau penyedia jasa yang bersangkutan dan disertai pola pembelian ulang yang konsisten. Kepuasan pelanggan merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah seorang pelanggan akan loyal atau tidak pada suatu usaha jasa tertentu (Costabile, 2001). 2. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Sangat penting bagi rumah sakit untuk membina hubungan yang baik dengan pasien dengan cara mempertahankan kepuasan pasien dari waktu ke waktu. Menurut Zaithaml dan Bitner (2003), terdapat bermacammacam faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, sebagai berikut : 1. Aspek barang dan jasa. Kepuasan pelanggan terhadap kedua produk ini dipengaruhi secara signifikan oleh penilaian pelanggan terhadap fitur barang dan jasa. 2. Aspek emosi pelanggan. Emosi pelanggan ini berhubungan dengan suasana hatinya, jika suasana hatinya gembira maka akan mempengaruhi persepsi yang positif terhadap kualitas suatu jasa yang sedang dikonsumsi. Demikian juga sebaliknya, persepsi negatif akan muncul manakala suasana hatinya sedang dalam keadaan buruk. 3. Aspek pengaruh kesuksesan atau kegagalan jasa. Sering kali pelanggan dikagetkan oleh hasil suatu jasa dimana bisa lebih baik atau lebih 11 buruk dari yang diharapkan. Dan mereka cenderung untuk mencari penyebabnya. Usaha pelanggan untuk mengetahui penyebab tersebut yang dapat memperngaruhi tingkat kepuasannya terhadap barang dan jasa. 4. Aspek persepsi atas persamaan dan keadilan. Pada saat dan setelah pelanggan menikmati barang dan jasa, maka pelanggan tersebut akan membandingkan kenikmatan yang diperolehnya dengan orang lain apakah sama dan secara adil diberikan. Dan apakah cost yang dikeluarkan sebanding dengan kepuasan yang dia peroleh. 5. Pelanggan lain, keluarga dan rekan kerja. Kepuasan orang-orang di sekitar pelanggan juga memberi dampak kepuasan pada pelanggan, karena pengalaman dalam mencapai kepuasan tersebut akan selalu diceritakan kembali diantara keluarga dan memori mengenai suatu peristiwa. Adapun Budiastuti (Nugroho, 2008) mengatakan bahwa pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor, yaitu : 1. Kualitas Produk atau Jasa. Menurut Lusa dalam hal pelayanan di rumah sakit, aspek kliniks yaitu komponen yang menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis adalah produk atau jasa yang dijual (Nugroho, 2008). 2. Kualitas Pelayanan. Karena rumah sakit adalah salah satu perusahaan yang menjual pelayanan jasa, yaitu jasa kesehatan, maka pelayanan menjadi perioritas utama dalam startegi marketing rumah sakit. Menurut Woodside, mutu pelayanan dapat menimbulkan tingkat kepuasan pasien dapat bersumber dari faktor yang relatif spesifik, seperti pelayanan rumah sakit, petugas kesehatan atau pelayanan pendukung (Nugroho, 2008). 3. Faktor Emosional. Predikat rumah sakit mahal memberikan prestise tersendiri bagi pasien, mereka akan merasa bangga dan lebih puas karenanya, meski tuntutan atas harapan mereka juga tinggi. Menurut 12 Robert dan Richard, pengalaman juga berpengaruh besar terhadap emosional pasien terhadap pelayanan kesehatan (Nugroho, 2008). 4. Harga. Harga selalu dikait-kaitkan dengan kualitas/mutu yang dapat diperoleh pasien. Sebuah rumah sakit dengan penerapan harga yang mahal tentu memberi image yang sama dengan harapan tinggi yang dicitakan oleh pasien. Sebaliknya, jika sebuah rumah sakit menawarkan harga yang rendah, maka pasien tidak berharap banyak akan pelayanan yang akan diterimanya. 5. Biaya. Bagian terakhir ini menjadi faktor penentu dari kepuasan pelanggan. Rumah sakit boleh saja menerapkan tingkat kepuasan yang tinggi namun pada bagian akhirnya biaya selalu menjadi pertimbangan yang menentukan akan sebandingkah dengan kepuasan yang diterima pasien. Menurut Lusa, biaya dapat dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan, perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat masyarakat yang berobat, ada tidaknya keringanan masyarakat miskin dan sebagainya (Nugroho, 2008). 3. Mengukur Kepuasan Pelanggan Dalam mengukur kepuasan pelanggan, (Kotler & Amstrong, 2004), menyatakan bahwa terdapat empat perangkat untuk mengukur kepuasan pelanggan, sebagai berikut : 1. Sistem keluhan dan saran (complain and suggestion system). Pada perusahaan yang berorientasikan pada pelayanan pelanggan, maka biasanya menyediakan layanan formulir/kotak saran/hot-lines gratis, sekaligus mempekerjakan staff yang secara khusus menangani keluhan pelanggan tersebut sehingga dapat diselesaikan secara cepat. 2. Survei kepuasan pelanggan (custumer satisfaction survey). Untuk memperoleh umpan balik secara langsung dari pelanggan Sehingga perusahaan akan memperoleh respek dari pelanggan karena merasa 13 diperhatikan, maka secara berkala perusahaan melakukan survei untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan. 3. Menyamar berbelanja (ghost shopping). Dengan mempekerjaan orang untuk menjadi pelanggan baik di perusahaannya sendiri atau saingannya, maka dapat diketahui kelemahan dan kelebihan dari produk perusahaan secara langsung. Analisa pelanggan yang hilang (customer loss rate analysis). Berkurangnya pelanggan atau menghilangnya pelanggan dan berpindah ke pesaing menjadi tanda yang dapat dianalisa penyebabnya, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan perusahaan selanjutnya. B. Pengertian Komunikasi Untuk mengetahui lebih luas tentang komunikasi maka perlu dipahami arti komunikasi berdasarkan etimologinya. Secara etimologi komunikasi (communication) berasal dari bahasa Latin communication yang terbentuk dari dua akar kata com (bahasa Latin cum, yang berarti dengan atau bersama dengan) dan unio (bahasa Latin union, yang berarti bersatu dengan). Jadi komunikasi dapat diartikan union with (bersatu dengan) atau union together with (bersatu dengan). Ungkapan ini lazim disebut dalam satu kata saja, yaitu communion, yang berarti saya tidak sekedar bersama- sama dengan tetapi lebih jauh dari itu yakni bersatu dengan orang lain (bersama dalam satu kesatuan-bersatu dalam kesamaan) (Alo Lilieri,2007). Para pakar komunikasi memberikan definisi yang berbeda-beda mengenai arti dari komunikasi. Adapun beberapa pendapat para pakar komunikasi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Menurut (Laswell) komunikasi adalah proses yang menggambarkan siapa mengatakan apa dengan cara apa kepada siapa dengan efek apa (Alo Liliwei,2007). 14 2. Komunikasi merupakan rangkaian proses pengalihan informasi dari satu orang kepada orang lain dengan maksud tertentu (Alo Liliweri,2007). 3. Menurut (Azriel Winnet, 2004) komunikasi adalah segala aktivitas interaksi manusia yang bersifat human relationship disertai dengan peralihan sejumlah fakta. 4. (Karlfried Knapp, 2003) berpendapat komunikasi merupakan interaksi antarpribadi yang menggunakan sistem simbol linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata), verbal dan non verbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung/tatap muka atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual). 5. (Hybels dan Weafer II 1992, Liliweri, 2003 ) mengatakan bahwa komunikasi merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan dan perasaan. Proses ini meliputi informasi yang disampaikan baik secara lisan maupun tertulis dengan kata-kata, atau yang disampaikan dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri, menggunakan alat bantu di sekeliling kita sehingga sebuah pesan menjadi lebih kaya. 6. Adapun (Walhstrom, 1992, Liliweri, 2003) berpendapat komunikasi adalah 1). Pernyataan diri yang efektif 2). Pertukaran pesan-pesan yang tertulis, pesan-pesan percakapan, bahkan melalui imajinasi. 3). Pertukaran informasi atau hiburan dengan kata-kata melalui percakapan atau dengan metode lain. 4). Pengalihan informasi dari seseorang kepada orang lain. 5). Pertukaran makna antarpribadi dengan sistem simbol dan 6) proses pengalihan pesan melalui saluran tertentu kepada orang lain dengan efek tertentu. Dari beberapa pendapat para pakar komunikasi tersebut di atas dapat ditarik kesamaan pendapat secara umum tentang komunikasi bahwa komunikasi adalah sebuah proses peralihan pesan baik verbal maupun non verbal yang melibatkan satu orang (intrapersonal) atau (interpersonal) sebagai interaksi antarpribadi dengan efek tertentu. 15 lebih Sehingga tujuan utama dari komunikasi itu sendiri adalah terjadinya peralihan pesan dari komunikan kepada orang lain yang kemudian menghasilkan suatu tanggapan. Dan secara umum tujuan komunikasi itu sendiri adalah : 1. Agar pesan yang disampaikan dapat dimengerti dengan baik. Bagi perawat, pesan yang harus disampaikan kepada pasien sangat perlu diterima dengan baik oleh pasien, sehingga pasien dapat memahami setiap pesan tersebut seperti diagnosa, pengobatan, terapi yang harus dilakukan dan lain sebagainya. 2. Agar gagasan yang disampaikan dapat diterima orang lain. Pasien harus dapat diyakinkan untuk menerima gagasan dan tindakan yang akan dilaksanakan kepadanya. Persetujuan pasien ini baik secara fisik maupun mental yang akan menentukan proses dari pengobatan pasien. 3. Untuk memahami orang lain. Tidak hanya meminta pasien atau orang lain untuk mengerti pesan yang disampaikan namun hal sebaliknya sangatlah perlu dilakukan yaitu memahami orang lain. Sehingga terjadi komunikasi dua arah yang lebih mengikat kedua belah pihak dan menjauhkan dari kesalah pahaman, sekaligus memudahkan berjalannya perpindahan pesan dan respon yang dihasilkan. 4. Menggerakkan orang lain untuk melakukan pesan. Ini sebagai tujuan akhir dimana komunikasi pada akhirnya dapat menggerakkan pasien atau seseorang untuk berbuat sesuatu. Perbuatan ini adalah pendukung utama yang mutlak sebagai keberhasilan dari komunikasi tersebut. Dasar teori komunikasi sendiri terbagi menjadi dua yaitu kontekstual dan general (umum). Teori kontekstual cenderung menjelaskan hubungan antara komunikatornya sehingga dalam teori ini terdiri dari beberapa komunikasi, yaitu ( Abdul Nasir dkk., 2011 ) : a. Intrapersonal communication, yaitu interaksi dengan diri pribadi, yang sering terjadi ketika kita mempertimbangkan suatu hal. Hal ini mungkin terjadi karena setiap manusia memiliki dua hal yang bertentangan dalam dirinya, yaitu ego dan naluri. 16 b. Interpersonal communication, yaitu pertukaran pesan yang dilakukan oleh dua orang yang sederajat, dan tidak lebih, dimana tujuan utamanya adalah self-disclosure. Pesan tersebut bersifat pribadi, dan penyampaiannya lebih efektif dilakukan dengan tatap muka secara langsung, meskipun di era sekarang ini interpersonal communication dapat dilakukan dengan telepon, chatting, tele-conference, webcam, dan lain sebagainya. a. Group communication, yaitu pertukaran pesan dalam kelompok manusia yang sejajar yang berjumlah tiga hingga limabelas orang yang berinteraksi dalam jangka waktu yang lama sehingga terjadi interdependensi dan menjadikan mereka memiliki tujuan yang sama. b. Organization communication, yaitu pertukaran pesan dalam organisasi yang berupa kelompok berstruktur. Terdapat aturan di dalamnya dan mereka melakukan interaksi secara terus menerus demi tujuan utama sebuah organisasi dan eksistensi. c. Mass communication, yaitu proses penyampaian pesan dari sebuah lembaga dengan masyarakat anonim yang heterogen sehingga pesannya bersifat umum dan cenderung bersifat satu arah (one day communication). Dalam komunikasi massa tidak terjadi feedback dan senantiasa menggunakan teknologi. d. Intercultural communication, yaitu pertukaran pesan antarbudaya. Adapun teori umum (General Theories) merupakan teori yang mengarah pada bagaimana menjelaskan fenomena komunikasi (metode penjelasannya). Komunikasi yang intensif terjadi antara perawat dan pasien adalah interpersonal communication (komunikasi interpersonal), karena komunikasi seperti ini sangat efektif untuk membantu pelayanan kesehatan bagi pasien dan kesembuhannya. 17 C. Komunikasi Interpersonal (Interpersonal Communication) 1. Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal tidak terbatas hanya kepada dua orang yang saling berinteraksi secara langsung (tatap muka). Sebagaimana dijelaskan pada pembahasan di atas, dimana Interpersonal communication, yaitu pertukaran pesan yang dilakukan oleh dua orang yang sederajat, dan tidak lebih, dimana tujuan utamanya adalah self-disclosure. Pesan tersebut bersifat pribadi, dan penyampaiannya lebih efektif dilakukan dengan tatap muka secara langsung, meskipun di era sekarang ini interpersonal communication dapat dilakukan dengan telepon, chatting, tele-conference, webcam, dan lain sebagainya ( Abdul Nasir dkk., 2011). Hal senada disampaikan oleh Deddy Mulyana (2008) dimana komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) adalah komunikasi antara dua orang atau lebih secara tatap muka, yang memungkinkan adanya reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. (Effendy, 1993) mengatakan bahwa komunikasi antarpribadi (Komunikasi interpersonal) adalah komunikasi antar dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan. Dengan demikian komunikasi semacam ini mengharuskan terjadinya tatap muka, meskipun dapat dilakukan melalui media seperti telepon/webcam sebagai perantara. Dia juga menambahkan adanya proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang, atau diantara sekelompok kecil orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika, yang secara efektif merubah perilaku orang lain, jika terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan komunikator dan diterima oleh komunikannya. (Liliweli, 2007) menjelaskan komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi yang dilakukan oleh 2 atau 3 orang dengan jarak fisik di antara mereka yang sangat dekat, bertatap muka atau bermedia dengan sifat umpan balik yang berlangsung cepat, adaptasi pesan bersifat khusus, serta memiliki tujuan/maksud komunikasi 18 tidak berstruktur. Sedangkan Agus M. Hardjana (2003) mengatakan, komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antardua atau beberapa orang, dimana pengirim pesan menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Suranto AW, 2011). Trenholm dan Jensen (1995) memberikan tambahan pada definisinya yaitu komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka (komunikasi diadik). Sifat komunikasi ini adalah : a) spontan dan informal b) saling menerima feedback secara maksimal c). Partisipan berperan fleksibel. Kemudian Weaver (1978) sebagaimana dikutip oleh Malcolm R. Parks (2008) mendefinisikan interpersonal communication as adyadic or small group phenomenon which naturally entails communication about the self. Komunikasi interpersonal sebagai fenomena interaksi diadik dua orang atau dalam kelompok kecil yang menunjukkan komunikasi secara alami dan bersahaja tentang diri (Suranto AW, 2011). Komunikasi interpersonal secara khusus berbentuk komunikasi diadik yang terdiri dari dua orang bertatap muka dan memberikan interaksi secara langsung sebagaimana seorang guru dengan muridnya, sepasang suami istri atau terjadi diantara perawat dan pasiennya. Ciri-ciri komunikasi seperti ini oleh Steward dan Sylvia (Mulyana, 2002) adalah : 1. Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat. 2. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun non verbal. Komunikasi seperti ini sangatlah efektif untuk menyampaikan pesan yang akan disampaikan. Dengan bertatap muka secara langsung maka sangat potensial bagi seseorang menjalankan fungsi penyampaian pesan tersebut untuk mempengaruhi, menggerakkan dan memotivasi lawan bicaranya untuk melakukan pesan dengan menggunakan semua panca indra yang dimilikinya. Komunikasi seperti ini adalah yang terbaik, lengkap dan sempurna yang sekaligus menyatukan emosional para pihak 19 yang berkomunikasi sehingga membuat hubungan mereka semakin dekat, hal yang tidak diperoleh bila komunikasi dilakukan melalui media seperti televisi, surat kabar, layanan internet. Dan sentuhan emosional dalam komunikasi interpersonal menjadi bagian yang penting untuk membentuk tampilan dari pesan yang disampaikan. 2. Tujuan Komunikasi Interpersonal Salah satu unsur dalam komunikasi interpersonal adalah adanya tujuan/maksud tertentu. Oleh karena itu komunikasi interpersonal juga merupakan suatu berorientasikan action kepada oriented, tujuan yaitu tertentu. suatu tindakan yang Banyak sekali tujuan dilaksanakannya komunikasi interpersonal, dan beberapa diantaranya adalah (Suranto AW, 2011) : a) Mengungkapkan perhatian kepada orang lain. Seluruh tindakan baik berupa ucapan maupun gerak tubuh diperuntukkan memberi perhatian kepada lawan bicara, sehingga tidak terkesan acuh, cuek dan tidak perduli (terkesan basa-basi). Meskipun demikian kesan yang diharapkan adalah sikap perhatian dan peduli terhadap orang lain. b) Menemukan diri sendiri. Dilakukan untuk mengetahui dan mengenali karakteristik diri pribadi berdasarkan informasi dari orang lain. Ini ibarat melihat rumah kita tetapi dari penglihatan orang lain. c) Menemukan dunia luar. Interaksi dengan orang lain akan menambah informasi akan hal-hal penting dan aktual yang tidak diketahui sebelumnya (menambah wawasan). d) Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis. Ini berhubungan dengan manusia sebagai mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri sehingga memerlukan hubungan yang harmonis dengan individu-individu lain. e) Mempengaruhi sikap dan tingkah laku. Ini merupakan bagian dari proses penyampain pesan kepada orang lain untuk memberitahu atau 20 merubah sikap, pendapat atau perilakunya baik secara langsung maupun tidak langsung (media, telepon). f) Mencari kesenangan atau sekedar menghabiskan waktu. Adakalanya seseorang butuh mencari kesenangan atau sekedar menghabiskan waktu untuk menghilangkan kejenuhan atau menghibur dari kondisinya selama ini. g) Menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi. Miss communication sangat berbahaya, ini dapat mengaburkan pesan hingga menggagalkan tujuan yang hendak dicapai. Dan berdampak pada hubungan yang tidak harmonis. h) Memberikan bantuan (konseling). Dan pada akhirnya tujuan komunikasi interpersonal adalah memberikan bantuan agar komunikan bisa mengerti tujuan dari pesan dan mencapai kebahagiaan. 3. Hal-Hal yang Mempengaruhi Komunikasi Interpersonal Hal-hal yang mempengaruhi komunikasi interpersonal menurut Jalaluddin Rakhmat (2005), adalah : 1. Persepsi Interpersonal Beberapa pakar mendefinisikan sebuah persepsi sebagai interpretasi makna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal. Yang menurut (Rudolp F. Verdeber, 1978) merupakan proses menafsirkan informasi indrawi. Jika persepsi kita tidak akurat, maka tidak mungkin bisa berkomunikasi secara efektif. Joseph A. De Vito mendefinisikan sebagai sebuah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita. Menurut Philip Goodacre dan Jennifer Follers sebagai sebuah proses mental yang digunakan untuk mengenali rangsangan. Dan persepsi juga diartikan sebagai sebuah proses penafsiran atas adanya sensasi yang masuk ke pancaindra dalam mengenali objek eksternal setelah melalui proses penyandian internal dalam otak (Abdul Nasir dkk., 2011). 21 2. Konsep Diri Jalaluddin Rakhmat (1996) mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran dan penilaian diri kita, pandangan dan perasaan kita tentang diri kita sendiri. Adapun Charles Horton Cooley mengemukakan teori yang diberinama looking glass self (melihat diri dengan bercermin). Artinya bahwa setiap orang dapat mengenali dirinya sendiri, dengan cara seolaholah menaruh cermin di depannya dan dengan demikian maka profil diri orang itu dapat dikenalinya (Suranto AW, 2011). 3. Atraksi Interpersonal Atraksi berasal dari bahasa latin attrahere (att: menuju) dan trahere yang berarti menarik. Jadi, atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Makin tertarik kita dengan orang lain, maka makin besar kecenderungan kita untuk berkomunikasi dengan orang lain. Daya tarik seseorang sangat penting bagi komunikasi interpersonal. Jika kita menyukai seseorang, maka kita cenderung melihat sesuatu dari diri seseorang tersebut secara positif. Sebaliknya, jika kita tidak menyukai seseorang, maka kita cenderung melihat sesuatu dari diri seseorang tersebut secara negatif (Tiara Mustika, 2013). Hal ini tidak terlepas dari faktor emosional yang muncul dan terlibat secara khusus, mengingat manusia memiliki sifat-sifat di dalam dirinya yang juga akan muncul secara emosional manakala menghadapi setiap permasalahan. Perawat secara profesional harus mampu memberikan atraksi interpersonal yang baik karena mewakili pelayanan kesehatan yang disediakan. Sehingga kesukaan pada orang lain akan sejalan dengan melayani pasien dalam pengobatan serta menumbuhkan daya tarik berkomunikasi dan kepatuhan. Komunikasinya akan menjadi efektif manakala pertemuan yang timbul merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan, yang kemudian berdampak kepada kedekatan emosional antara perawat dan pasien. 22 4. Hubungan Interpersonal Manusia dengan karakteristik sosial yang dimilikinya mengharuskan mereka untuk menjalin hubungan antar individu yang menumbuhkan ikatan perasaan yang bersifat timbal balik dalam suatu pola hubungan yang disebut sebagai hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal dalam arti luas adalah interaksi yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dalam segala situasi dan dalam semua bidang kehidupan, sehingga menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan hati pada kedua belah pihak. Hubungan seperti ini dapat terjadi dimana saja dan dalam event apapun. Sedangkan hubungan interpersonal dalam arti sempit adalah interaksi yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dalam situasi kerja (work situation) dan dalam situasi kekaryaan (work organization) dengan tujuan untuk mengubah kegairahan dan kegiatan kerja dengan semangat kerjasama yang produktif (Suranto AW, 2013). 4. Lima Sikap Positif yang Mendukung Komunikasi Interpersonal Joseph A. De Vito (1997) menyatakan lima sikap positif yang perlu dipertimbangkan ketika seseorang merencanakan komunikasi interpersonal adalah (Suranto AW, 2013) : 1. Keterbukaan (openness) Keterbukaan adalah sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenan menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Bukan berarti bahwa orang harus dengan segera membuka riwayat hidupnya, tetapi yang dimaksud adalah rela membuka diri manakala orang lain menginginkan informasi yang ingin diketahuinya. Dengan kata lain keterbukaan ialah kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan mengungkapkan diri informasi ini tidak bertentangan dengan asas kepatutan. Jadi tidak ada kebohongan dan menyembunyikan informasi yang sebenarnya. Sehingga komunikasi interpersonal berlangsung secara adil, transparan, dua arah dan dapat diterima kedua belah pihak. 23 2. Empati (empathy) Yang dimaksud dengan empati adalah kemampuan seseorang untuk merasakan kalau seandainya menjadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain, dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan dapat memahami persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kaca mata orang lain. Dengan demikian dia mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka. Sehingga tidak mudah menyalahkan orang lain, dan justru memahami esensi setiap keadaan tidak semata-mata berdasarkan sudut pandang kita sendiri. Adapun hakekat empati adalah : a. Usaha masing-masing pihak untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, b. Dapat memahami pendapat, sikap dan perilaku orang lain. 3. Sikap mendukung (supportiveness) Hubungan interpersonal yang efektif akan berlangsung jika terdapat sikap mendukung (supportiveness). Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka. Maka respon yang relevan adalah respon yang bersifat spontan dan lugas, dan bukan respon yang bertahan dan berkelit. Pemaparan gagasan bersifat deskriptif naratif, bukan bersifat evaluatif. Dan pola pengambilan keputusannya bersifat akomodatif, bukan intervensi yang disebabkan kepercayaan diri yang berlebihan. 4. Sikap positif (positiveness) Ditunjukkan melalui sikap dan perilaku (bukan sekedar ucapan belaka). Yang diperlukan disini perasaan dan pikiran positif, bukan prasangka dan curiga. Dalam bentuk perilaku maksudnya adalah melakukan tindakan yang relevan dengan tujuan komunikasi interpersonal, yaitu secara nyata melakukan aktivitas untuk terjalinnya kerjasama. Perilaku dan sikap positif dapat ditunjukkan dalam bentuk : 24 • Menghargai orang lain • Berfikiran positif terhadap orang lain. • Tidak menaruh curiga secara berlebihan. • Menyakini pentingnya orang lain. • Memberikan pujian dan penghargaan. • Komitmen menjalin kerjasama. 5. Kesetaraan (equality) Yang dimaksud dengan kesetaraan adalah pengakuan bahwa kedua belah pihak memiliki kepentingan, kedua belah pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan saling memerlukan. Secara alami dalam komunikasi interpersonal tidak terdapat situasi yang menunjukkan kesetaraan secara utuh, selalu ada yang lebih kaya, yang lebih sehat, yang lebih muda, yang lebih pintar, yang lebih berpengalaman dan lain sebagainya. Dan kesetaraan disini adalah kemauan untuk mengakui secara sadar serta merelakan untuk menempatkan diri setara dengan partner komunikasinya. Adapun faktor indikasi kesetaraan yang dapat dilihat adalah : • Menempatkan diri setara dengan orang lain. • Menyadari akan adanya kepentingan yang berbeda. • Mengakui pentingnya kehadiran orang lain. • Tidak memaksakan kehendak. • Komunikasi dua arah. • Saling memerlukan. • Suasana komunikasi : akrab dan nyaman. 25 D. Kerangka Teori Keterbukaan Empati Komunikasi Interpersonal Sikap Mendukung Kepuasan Pasien Sikap Positif Aspek-Aspek Kepuasan Pasien : Kualitas Produk dan Jasa Kualitas Pelayanan Faktor Emosional Harga Biaya Kesetaraan Persepsi Interpersonal Konsep Diri Atraksi Interpersonal Hubungan Interpersonal Skema 2.1 Kerangka Teori Sumber : Budiastuti ( Nugroho, 2008), Supranto (2001) E. Kerangka Konsep Kerangka Konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap judul yang dipilih sesuai dengan indentifikasi masalahnya (Alimul, 2003). Kepuasan Pelanggan Komunikasi Interpersonal Skema 2.2 Kerangka Konsep 26 F. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan oleh peneliti ada dua kategori adalah : a. Variabel bebas (independent variable) Variabel bebas atau independent merupakan suatu variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya suatu variabel dependen (terikat) dan bebas dalam mempengaruhi variabel lain (Ridwan, 2005). Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal perawat. b. Variabel Terikat Variabel terikat atau dependent merupakan variabel yang dapat dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini dapat tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan (Ridwan, 2005). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepuasan pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang. G. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ada hubungan komunikasi interpersonal perawat dengan kepuasan pasien di Rawat Jalan Rumah Sakit Telogorejo Semarang. 27