ANALISIS KETAATAN PENERAPAN GAAP

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Krisis yang melanda hampir seluruh wilayah di dunia pada tahun 90-an telah
membuka mata dunia, dimana suatu gejala ekonomi menjadi suatu yang sangat global
dan terintegrasi, seperti kejadian di kawasan Amerika Selatan (Meksiko, Argentina)
misalnya, juga di Asia (Malaysia, Thailand, China, dan juga negara kita Indonesia).
Krisis ekonomi yang terjadi menimbulkan masalah baik bagi masyarakat maupun
perusahaan, industri, negara, kawasan bahkan bagi perekonomian global.
Di Indonesia, globalisasi ekonomi banyak mengakibatkan pengaruh terhadap
emiten atau perusahaan yang telah masuk pasar modal terutama di Bursa Efek
Jakarta. Keadaan Indonesia yang sering bergejolak, semisal kejadian non-ekonomi,
dengan mudah bisa mempengaruhi pasar sehingga sangat berisiko bagi perusahaan.
Mulai dari penggunaan mata uang asing dalam perusahaan, tingkat suku bunga, dan
harga komoditi dunia yang terus berubah mengakibatkan perusahaan memerlukan
suatu cara untuk mengatasinya.
Dalam mengatasi hal tersebut ada suatu instrumen yang dikenal dengan
instrumen derivatif yang akan membantu perusahaan untuk menghadapi pengaruhpengaruh tersebut. Di Amerika instrumen ini sudah lama digunakan melalui SFAS
133 dan sudah diamandemen dengan SFAS No. 149 mengenai Amandemen
Pernyataan No. 133 mengenai Instrumen Derivatif dan Aktivitas Hedging. SFAS No.
149 mengamandemen dan mengklarifikasi akuntansi keuangan dan pelaporan untuk
instrumen derivatif, termasuk instrumen derivatif tertentu yang berhubungan dengan
kontrak lainnya (secara kolektif merupakan derivatif) dan untuk aktivitas hedging
menurut SFAS No. 133. Derivatif merupakan instrumen keuangan yang nilainya
berasal dari nilai aktiva lain, kelompok aktiva, atau variabel ekonomis. Contohnya,
1
2
stock option adalah derivatif karena option ini nilainya berasal dari nilai sebuah stock.
Di Indonesia aturan tentang instrumen derivatif baru dikeluarkan pada tahun 1999
yaitu tertuang pada PSAK Nomor 55 (Revisi 1999) yang diterapkan secara prospektif
untuk tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2001.
Menurut PricewaterhouseCoopers. ABAS News Flash. (2000):
“Indonesia yang merupakan negara pertama, setelah Amerika Serikat
yang mengadopsi standar yang komprehensif dan komplek pada
Akuntansi untuk Derivatif dan Aktivitas Hedging (PSAK 55)”
Tentu banyak kesulitan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia yang akan
menerapkan standar ini. Menurut Allayannis, G. Weston, James P. The Use of
Foreign Currency Derivaties and Firm Market Value The Review of Financial
Studies.(2001):
“Di Amerika, SFAS 105 mengharuskan seluruh perusahaan melaporkan
informasi mengenai instrumen keuangan dengan tidak memperlihatkan
risiko terhadap balance sheet (seperti future, forwards, options, dan
swaps) untuk akhir tahun fiskal setelah 15 juni 1990”.
Di Indonesia Implementasi PSAK ini membutuhkan pertimbangan yang hatihati. Menurut PSAK No. 55 Revisi tahun 1999 (Per 1 Oktober 2004), empat hal
yang mendasari perlakuan akuntansi atas instrumen derivatif, yaitu:
”- Instrumen derivatif merupakan hak atau kewajiban yang memenuhi
definisi aktiva atau kewajiban, sehingga instrumen derivatif harus
dilaporkan dalam laporan keuangan;
- Nilai wajar merupakan dasar pengukuran yang paling relevan bagi
instrumen keuangan dan karenanya merupakan satu-satunya dasar
pengukuran nilai instrumen derivatif yang relevan. Instrumen derivatif
harus dinyatakan sebesar nilai wajar, dan penyesuaian terhadap nilai
tercatat aktiva atau kewajiban yang dilindungi harus menggambarkan
perubahan nilai wajar (laba atau rugi) aktiva/kewajiban yang
bersangkutan akibat risiko yang dilindungi dan terjadi saat lindung nilai
berlaku;
3
- Hal-hal yang dapat dilaporkan dalam laporan keuangan hanyalah halhal yang memenuhi definisi aktiva dan kewajiban; dan
- Akuntansi khusus untuk aktiva atau kewajiban yang dilindungi hanya
dapat diterapkan untuk transaksi yang memenuhi persyaratan
(qualifying items). Salah satu persyaratan adalah pertimbangan atas
perkiraan terjadinya saling hapus (offset) yang efektif terhadap
perubahan nilai wajar atau risiko arus kas yang dilindungi/item yang
dilindungi selama periode lindung nilai.”
Untuk perusahaan besar, sebuah tim multidisiplin mungkin harus dibentuk,
terdiri dari tidak hanya akuntan, tapi juga treasury, sistem informasi dan risk
management. Beragam tingkatan training juga harus direncanakan tidak hanya untuk
staf akuntansi tapi juga yang bukan staf akuntansi.
Menurut PricewaterhouseCoopers. ABAS News Flash. (2001):
”Semua instrumen keuangan yang berhubungan dengan kontrak
(termasuk tidak sebatas kontrak pembelian, penjualan, leasing, hutang,
dan polis asuransi) harus di-review untuk menentukan apakah
mengandung unsur derivatif.”
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Martin Glaum (2004) terhadap
Perusahaan non-keuangan di Jerman tentang manajemen risiko menyebutkan bahwa:
”Umumnya perusahaan mengikuti orientasi profit dan strategi hedging
berdasarkan ramalan. Penelitian yang menggunakan multiple logistic regression
analysis menemukan adanya korelasi yang negatif antara profitability dengan
hedging selektif, dan adanya tendensi bahwa perusahaan besar lebih diharapkan
menggunakan ramalan dalam keputusan manajemen risiko mereka.”
Di Indonesia penerapan instrumen derivatif lebih banyak ditujukan untuk
tujuan lindung nilai dan masih sedikit untuk tujuan spekulatif. Hal ini dikarenakan
masih kurang efektifnya penggunaan jasa management risk.
4
Penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Analisis Ketaatan
Penerapan GAAP 2001 (SFAS No.133) Versus PSAK No. 55 oleh Emiten NonKeuangan di Pasar Modal Indonesia.” Dalam penelitian ini penulis akan
menggunakan sampel perusahaan non-keuangan yang menjadi emiten di BEJ pada
tahun 2006 yang memiliki instrumen derivatif dan telah melakukan aktivitas hedging.
Di BEJ terdapat Peraturan Nomor VIII.G.7 mengenai Pedoman Penyajian Laporan
Keuangan yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dengan
Keputusan Kepala Bapepam Nomor Kep-97/PM/1996 tanggal 28 Mei 1996 yang
diubah dengan Kep- 06/PM/2000 tanggal 13 Maret 2000.
Perusahaan yang telah memiliki instrumen derivatif dan melakukan aktivitas
hedging jumlahnya relatif sedikit. Penulis ingin menganalisis pelaporan dan
pengungkapan yang dilakukan perusahaan yang telah menggunakan instrumen
derivatif tersebut.
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang penulis maka
penulis mengidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Instrumen derivatif dan aktivitas hedging apa saja yang dapat diidentifikasi dari
perusahaan non-keuangan di BEJ ?
2. Bagaimana penerapan PSAK No.55 pada perusahaan yang memiliki instrumen
derivatif dan melakukan aktivitas hedging ?
3. Bagaimana tingkat ketaatan perusahaan-perusahaan yang memiliki instrumen
derivatif dan melakukan aktivitas hedging di BEJ terhadap PSAK No.55 ?
4. Bagaimana perbandingan penerapan PSAK No. 55 versus SFAS No. 133 ?
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penulis mengadakan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana
pengelolaan instrumen derivatif oleh emiten non-keuangan yang berada di Bursa Efek
5
Jakarta berkaitan dengan PSAK No.55 dan SFAS No. 133. Sesuai dengan identifikasi
masalah tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui sejauh mana penggunaan instrumen derivatif dan aktivitas
hedging yang dapat diidentifikasi dari perusahaan non-keuangan di Bursa Efek
Jakarta.
2. Untuk mengetahui penerapan PSAK No. 55 pada perusahaan yang memiliki
instrumen derivatif dan melakukan aktivitas hedging.
3. Untuk mengetahui tingkat ketaatan perusahaan-perusahaan yang memiliki
instrumen derivatif dan melakukan aktivitas hedging di BEJ terhadap PSAK
No.55.
4. Untuk mengetahui perbandingan penerapan PSAK No. 55 versus SFAS No. 133.
1.4
Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak, antara lain:
1. Peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai instrumen derivatif
dan peranannya bagi perusahaan dan sebagai salah satu syarat dalam
menempuh ujian sidang sarjana Ekonomi program studi Akuntansi di
Universitas Widyatama.
2. Perusahaan
Dapat memberikan bahan perbandingan bagi perusahaan terhadap instrumen
derivatif yang telah diterapkan perusahaan.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca dan dapat pula dijadikan
sumber referensi dimasa yang akan datang khususnya di lingkungan
perguruan tinggi.
6
1.5
Kerangka Pemikiran
Untuk
mengurangi
risiko
pasar
dan
gejolak
ekonomi,
perusahaan
menggunakan instrumen derivatif
Menurut John J. Wild- K. R. Subramanyam- Robert F. Halsey (2005:288)
definisi Instrumen derivatif adalah:
“Merupakan instrumen keuangan yang nilainya berasal dari nilai aktiva
lain, kelompok aktiva, atau variabel ekonomis seperti harga saham,
obligasi, harga komoditas, tingkat bunga, atau kurs pertukaran valuta.”
Menurut PSAK No. 55 Revisi tahun 1999 (Per I Oktober 2004) instrumen
derivatif yaitu:
” Instrumen derivatif adalah instrumen keuangan atau perjanjian
lainnya yang memiliki tiga karakteristik, sebagai berikut:
1. Memiliki:
1. Satu atau lebih variabel pokok yang mendasari (underlying); dan
2. Satu atau lebih jumlah nosional (notional amount) atau syarat
pembayaran atau keduanya.
Persyaratan perjanjian tersebut menentukan besarnya nilai penyesuaian
perjanjian (settlements) dan pada beberapa kasus, menentukan apakah
suatu penyelesaian diperlukan;
2. Persyaratan perjanjian tidak memerlukan investasi awal bersih
(initial net investment), atau memerlukan investasi awal bersih dalam
jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang
dibutuhkan oleh jenis perjanjian lainnya yang diperkirakan akan
menghasilkan efek yang sama terhadap perubahan dalam faktorfaktor pasar; dan
3. Persyaratan perjanjian mengharuskan atau memungkinkan
penyelesaian sekaligus (net settlement), atau instrumen derivatif dapat
segera diselesaikan dengan sarana terpisah di luar perjanjian
tersebut, atau persyaratan perjanjian mengakibatkan penyerahan
aktiva sehingga penyelesaian yang terjadi secara substansial tidak
berbeda dengan net settlement.”
7
Menurut GAAP 2001, instrumen derivatif adalah:
” Suatu kontrak yang nilainya berkaitan dengan tingkat pengembalian
saham, hutang (pinjaman), mata uang, atau komoditas. Aktivitas yang
diperhatikan seperti tingkat suku bunga, harga komoditi, indek harga
saham, tingkat pertukaran mata uang, dan/atau variable lain.”
Sebagian besar perusahaan menggunakan instrumen derivatif untuk tujuan
lindung nilai.
Menurut John J. Wild- K. R. Subramanyam- Robert F. Halsey (2005:288),
lindung nilai (hedge) adalah:
“ Merupakan kontrak yang bertujuan untuk melindungi perusahaan dari
risiko pasar.”
Kontrak lindung nilai mirip dengan kebijakan asuransi, dimana perusahaan
melakukan kontrak yang memastikan adanya imbal hasil pasti tanpa dipengaruhi
kekuatan pasar.
Penggunaan instrumen derivatif telah bertumbuh pesat pada dekade terakhir.
Nilai kontrak derivatif saat ini berjumlah hingga triliunan. Peningkatan penggunaan
derivatif ini, serta kerumitan dan kemungkinan risikonya, membuat FASB
mengagendakan akuntansi untuk derivatif sehingga menghasilkan sejumlah aturan
secara berurutan. SEC juga telah meminta pengungkapan tambahan pada laporan
tahunan yang terkait dengan kemungkinan risiko yang berasal dari derivatif.
Perlakuan akuntansi dan persyaratan pengungkapan untuk derivatif dijelaskan pada
SFAS 133 dan sudah diamandemen dengan SFAS No. 149.
Perusahaan yang menggunakan instrument derivatif diwajibkan untuk
mengungkapkan informasi kuantitatif dan kualitatif mengenai derivatif, baik dalam
catatan atas laporan keuangan maupun pada tempat lain (biasanya pada bagian
Management’s Discussion and Analysis- MD&A). Perbedaan standar akuntansi yang
digunakan pada setiap negara khususnya Indonesia (dalam hal ini adalah PSAK)
8
menyebabkan perbedaan dalam perlakuan akuntansi dan pelaporan berdasarkan IAS.
Hal ini berdampak pada pengungkapan laporan keuangan khususnya instrumen
keuangan derivatif.
Harmonisasi standar akuntansi keuangan dan pelaporan sebagai dasar laporan
keuangan adalah suatu kebutuhan atau keniscayaan sebagai respon dari pasar modal
secara global saat ini. Perekonomian dunia sedang menghadapi aliran dana lintas
negara yang akan terus meningkat. Pelaporan Akuntansi dan keuangan adalah elemen
penting dari keterlibatan pasar dan dapat mendukung atau menambah efisiensi pasar.
Pelaporan informasi keuangan melalui internet akan cepat menjadi hal yang biasa,
memberikan investor dari berbagai negara akses langsung ke informasi keuangan
perusahaan bahkan dari negara domisili mereka. Globalisasi pasar modal dan
perkembangan di bidang telekomunikasi dan internet memberikan hal yang baru pada
kebutuhan pembandingan dan transparansi pelaporan keuangan dan membutuhkan
pemikiran baru oleh perusahaan, investor, kreditor, dan auditor mengenai informasi
keuangan apa yang harus dipublikasikan dan bagimana cara terbaik untuk
mengkomunikasikannya. Saat ini hambatan yang ada adalah adanya keterbatasan dari
kemampuan investor untuk membuat keputusan yang dapat diinformasikan mengenai
alternatif investasi. Untuk investor dan pengguna yang lain, sulit untuk
membandingkan peluang investasi dan tentu bagi perusahaan untuk mem-benchmark
diri sendiri terhadap kompetitor, sebuah framework akuntansi dan pelaporan
keuangan yang tepat sangat dibutuhkan.
Apa yg dilakukan International Accounting Standards Committee (IASC)
telah membuat dampak yang sangat signifikan dalam pengembangan standar
akuntansi secara global. Negara-negara semakin banyak melihat International
Accounting Standards (IAS) jika tidak ada standar akuntansi di negara mereka.
Banyak negara mengijinkan penggunaan IAS di aturan lintas batas dan beberapa
negara mengijinkan IAS di aturan domestik. Potensi IAS untuk memberikan dasar
untuk membandingkan pelaporan keuangan secara nasional dan lintas batas negara
semakin jelas. Terbukti rekomendasi Mei 2000 oleh International Organization of
9
Securities Commission bahwa regulator harus mengijinkan perusahaan multinasional
untuk menggunakan IAS dalam kebutuhan lintas batas dan listing, untuk tujuan
kelengkapan data. Selanjutnya, pada Februari 2001, European Commission
menganjurkan Regulator yang akan meminta perusahaan Eropa yang listing untuk
menyiapkan laporan keuangan konsolidasi yang sesuai dengan IAS 2005. Di tempat
lain di Asia sampai Amerika Latin, pemerintah, regulator dan akuntan profesional
dengan aktif memperhatikan bagaimana peraturan akuntansi mereka berbeda dengan
IAS dan bagaimana mengurangi perbedaannya. Proses ini, di banyak negara, sangat
membutuhkan perbaikan transparansi dan komparabilitas pelaporan keuangan. Proses
mengurangi perbedaan dan perbaikan transparansi laporan keuangan akan
membutuhkan waktu, tapi keuntungan yang didapat akan sesuai dengan yang
dikerjakan. GAAP 2001 memberikan ringkasan area mana dalam standar nasional
yang membutuhkan perlakuan perbedaan akuntansi dan pelaporan. Untuk
memperoleh data yang dibutuhkan dalam mengkompilasi GAAP 2001, mereka
meminta partner di perusahaan akuntan besar di lebih dari 60 negara.
Berdasarkan uraian diatas, penulis akan melakukan penelitian mengenai
ketaatan terhadap pengungkapan laporan keuangan khususnya instrumen keuangan
derivatif dengan referensi GAAP 2001.
Berikut ini uraian mengenai kriteria apa saja yang perlu diungkapkan oleh
perusahaan yang memiliki instrumen derivatif dan telah melakukan aktivitas hedging
berdasarkan PSAK, BAPEPAM, SEC, dan GAAP 2001
10
•
•
•
•
•
PSAK
Suatu entitas yang memiliki
atau menerbitkan instrumen
derivatif (atau non-derivatif
yang ditujukan untuk dan
memenuhi syarat sebagai
instrumen lindung nilai),
harus diungkapkan.
Tujuan
pemilikan
atau
penerbitan
instrumen
derivatif.
Latar
belakang
yang
diperlukan untuk memahami
tujuan penggunaan instrumen
derivatif tersebut.
Penjelasan yang dibuat harus
dapat membedakan antara
instrumen derivatif (dan
instrumen
non-derivatif)
yang
ditujukan
sebagai
instrumen
lindung
nilai
wajar, lindung nilai arus kas
dan lindung nilai atas risiko
valuta asing dari investasi
bersih pada kegiatan usaha di
luar negeri, serta derivatif
yang lain.
Penjelasan tersebut juga
harus
mengidentifikasi
•
•
•
•
•
•
•
•
•
BAPEPAM
Pengelompokkan instrumen
derivatif sesuai dengan
tujuannya
yaitu
untuk
lindung nilai atau tujuan
lainnya (non lindung nilai)
seperti spekulasi.
Untuk
tiap
kontrak
instrumen derivatif dalam
kelompok klasifikasi lindung
nilai dan kelompok non
lindung
nilai
di
atas
diungkapkan
Hakikat dan sifat dari
transaksi, berupa transaksi
berjangka dalam bentuk
valuta, bunga, komoditas
atau lain-lain.
Pihak
lawan
transaksi
(counterparties)
Tanggal jatuh tempo
Nilai keseluruhan kontrak
dan nilai wajar pada tanggal
neraca.
Beban dan pendapatan pada
periode pelaporan.
Pos aktiva dan atau pasiva
yang dilindung nilai
Hal-hal yang diperlukan
•
•
•
•
•
SEC
Metode yang digunakan
untuk
menjelaskan
instrumen
keuangan
derivatif.
Tipe
dari
instrumen
derivatif.
Kriteria yang dibutuhkan
untuk memenuhi metode
akuntansi yang digunakan,
termasuk
penjelasan
mengenai kriteria hedging
atau deferral accounting
dan accrual atau settlement
accounting (seperti apakah
dan
bagaimana
risk
reduction, korelasi, dan tes
keefektivan
yang
digunakan).
Metode akuntansi yang
digunakan jika kriteria
yang dijelaskan di poin 3
tidak terpenuhi.
Metode yang digunakan
untuk
menjelaskan
mengenai
penghentian
derivatif sebagai hedging
atau derivatif seharusnya
berpengaruh langsung atau
•
•
GAAP 2001
Nilai
dari
instrumen
derivatif
(amount
of
derivative
financial
instrument)
Nilai mata uang asing dari
instrumen derivatif yang
didenominasikan
dengan
mata uang asing (foreign
currency
amount
foreign
of
currency
denominated
derivative
financial Instruments).
•
Nilai
dari
kerugian
bunga
yang
sehubungan
instrumen
dan
terjadi
dengan
derivatif
(amount of interest &
losses incurred relating to
derivative
instruments).
financial
11
•
•
kebijakan manajemen risiko
entitas yang bersangkutan
untuk setiap jenis lindung
nilai, termasuk penjelasan
mengenai aktiva/kewajiban
dan jenis transaksi yang •
dilindungi.
Untuk instrumen derivatif
yang tidak ditujukan sebagai
instrumen lindung nilai,
penjelasan yang dibuat harus
menyatakan
tujuan
dari •
aktivitas
derivatif
yang
dilakukan.
Pengungkapan
kualitatif
mengenai tujuan dan strategi
entitas
tersebut
untuk
penggunaan
instrumen
derivatif
akan
lebih
bermanfaat jika tujuan dan
strategi
dijelaskan
sehubungan dengan profil
manajemen
risiko
keseluruhan dari entitas yang
bersangkutan, suatu entitas
disarankan
tetapi
tidak
diharuskan
untuk
memberikan pengungkapan
kualitatif tambahan seperti
tidak langsung terhadap
waktu, nilai pasar, atau
cash flows.
Metode yang digunakan
untuk
menjelaskan
derivatif
ketika
jatuh
tempo, dijual,dilepas, atau
dimatikan.
Tambahan,
metode yang digunakan
untuk
menjelaskan
derivatif yang digunkan
untuk antisipasi transaksi,
ketika transaksi antisipasi
tersebut tidak lama terjadi.
Dimana
dan
kapan
instrumen derivatif dan
keuntungan dan rugi yang
disebabkan
olehnya
dilaporkan
di
posisi
laporan keuangan, cash
flows, dan hasil operasi.
• Kuantitatif
mengenai
derivatif
menggunakan
satu atau lebih dari tiga
alternatif
pengukuran
risiko, yaitu:
1. Presentasi tabulasi dari
informasi fair value dan
contract terms yang
untuk memahami tujuan
perusahaan
melakukan
transaksi
derivatif
dan
strategi perusahaan untuk •
mencapai tujuan tersebut.
Kebijakan manajemen risiko
untuk setiap klasifikasi
lindung nilai, termasuk
penjelasan
mengenai
aktiva/kewajiban dan jenis
transaksi yang dilindungi.
Bagi instrumen yang tidak
dimaksudkan
sebagai
lindung nilai, disebutkan
tujuan
dari
aktivitas •
derivatif.
•
Pengungkapan atas term,
kondisi,
dan
kebijakan
akuntansi
yang
berhubungan
dengan
instrumen
derivatif
(dsclosure
of
terms,
conditions & accounting
policies
regarding
derivative
financial
Instruments).
•
Pengungkapan
nilai
risiko
dan/atau
yang
diasosiasikan
dengan
berhubungan
dengan
instrumen
derivatif
(disclosure and/or amount
of risk associated with
derivative
instruments).
•
financial
12
•
yang dijelaskan diatas.
Pengungkapan
kuantitatif
atas transaksi derivatif akan
lebih
bermanfaat,
dan
kemungkinan terjadi salah
pengertian dapat dikurangi,
jika
informasi
serupa
mengenai
instrumen
keuangan lainnya atau aktiva
dan kewajiban non-keuangan
yang
berkaitan
dengan
instrumen derivatif karena
suatu
aktivitas,
juga
diungkapkan.
Sehubungan
dengan hal tersebut, dalam
situasi
demikian,
suatu
entitas disarankan, namun
tidak
diharuskan
untuk
memberikan suatu gambaran
yang lebih lengkap mengenai
aktivitasnya
dengan
mengungkapkan
informasi
yang dibutuhkan.
berhubungan
dengan
penentuan future cash
flows.
2. Analisis
sensitivitas
yang menggambarkan
potensi kerugian di masa
mendatang, fair values,
atau cash flows dari
perubahan
hipotesis
dalam tingkat pasar dan
harga.
3. Nilai saat pengungkapan
risiko
yang
menunjukkan
potensi
kerugian
dalam
pendapatan di masa
mendatang, fair values,
atau cash flows dari
pergerakan
pasar
terhadap periode waktu
yang ditentukan dengan
kemungkinan
yang
ditentukan.
Tabel 1: Kriteria Pengungkapan dalam Penggunaan Instrumen Derivatif
1.6
Metodologi Penelitian
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode deskriptif
dengan jenis penelitian survei data sekunder, dimana populasi penelitian adalah
laporan keuangan tahun 2006 emiten atau perusahaan non-keuangan yang
terdaftar di BEJ. Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sampel
perusahaan non-keuangan yang menjadi emiten di BEJ pada tahun 2006 yang
telah memiliki instrumen derivatif dan melakukan aktivitas hedging. Dari
perusahaan yang telah menggunakan instrumen derivatif penulis akan melakukan
uji ketaatan pengungkapan instrumen derivatif dan aktivitas hedging berdasarkan
penelitian sebelumnya mengenai ketaatan terhadap pengungkapan laporan
keuangan khususnya instrumen keuangan derivatif yang pernah dilakukan
terhadap peraturan akuntansi pada lima negara di kawasan Asia Timur (Indonesia,
Korea, Malaysia, Filipina, dan Thailand) dengan referensi GAAP 2001 “A Survei
of National Accounting Rules Benchmarked against International Accounting
Standards”.
Data yang diperoleh selama penelitian akan diolah, dianalisis, dan diproses
lebih lanjut dengan dasar teori yang telah dipelajari.
Dalam pengumpulan data penulis menggunakan teknik sebagai berikut:
1. Studi Dokumentasi
Berupa mendapatkan data, mengumpulkan data, mempelajari dokumen
serta statement yang dikeluarkan BEJ, BAPEPAM dan laporan keuangan
emiten yang berhubungan dengan masalah-masalah yang akan diteliti.
Data yang digunakan adalah data sekunder. Data yang akan diolah adalah
informasi laporan keuangan dari emiten atau perusahaan non-keuangan
tahun 2006.
2. Studi Kepustakaan
Dilakukan dengan membaca dan mempelajari peraturan BAPEPAM, teori
akuntansi keuangan, dan analisis laporan keuangan khususnya yang
menyangkut instrumen derivatif dan aktivitas hedging, jurnal ilmiah serta
13
14
referensi lain berupa buku dan majalah yang relevan dengan permasalahan
yang akan dibahas sebagai landasan teoritis penelitian lapangan.
1.7
Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan dipusat Referensi Pasar Modal (PRPM) PT Bursa
Efek Jakarta melalui website resmi (www. Jsx. co. id) dan BAPEPAM. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan September 2007 sampai dengan skripsi ini selesai
dikerjakan.
Download