T1_292010108_BAB II

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Kajian Teori
2.1.1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala alam
yang dapat dirumuskan kebenarannya secara empiris. Ilmu alam mempelajari aspekaspek fisik & non manusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu pengetahuan
alam memiliki beberapa cabang-cabang ilmu yaitu astronomi, biologi, ekologi, fisika,
geologi, ilmu bumi dan kimia.
Menurut Carin (dalam Yusuf, 2007:1) menyatakan bahwa IPA sebagai produk
atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum, dan teori IPA. Jadi pada
hakikatnya IPA terdiri dari tiga komponen, yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah, dan
produk ilmiah. Hal ini berarti bahwa IPA tidak hanya terdiri atas kumpulan
pengetahuan atau berbagai macam fakta yang dihafal, IPA juga merupakan kegiatan
atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam yang
belum dapat direnungkan.
2.1.2. Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut Muslichah (2006:23) tujuan pembelajaran IPA di SD adalah “Untuk
menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi dan
masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan gejala alam,
sehingga siswa dapat berfikir kritis dan objektif “.
Menuruit BNSP (2006:484) mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa memiliki
kemampuan sebagai berikut :
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaban, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
7
8
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahamankonsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat di tetrapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs
2.1.3. Ruang Lingkup IPA
Adapun
ruang lingkup
bahan
kajian
IPA di
SD
menurut
BSNP
(2006:485) meliputi aspek-aspek :
1. Mahkluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan,
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi : cair, padat dan gas,
3. Energi dan perubahannya meliputi : gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana,
4. Bumi dan alam semesta meliputi : tata surya, dan benda-benda langit
lainnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa ruang lingkup IPA di
SD adalah mahkluk hidup dan proses kehidupan, benda/materi, energi dan
perubahannya, serta bumi dan alam semesta.
9
2.1.4. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
Pencapaian tujuan IPA yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional
(BSNP) tersebut harus dimiliki oleh kemampuan siswa yang berstandar nasional
dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci Kompetensi Dasar (KD).
Standar Kompentensi merupakan ketentuan pokok untuk dijabarkan lebih lanjut
dalam serangkaian kemampuan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan secara
efektif. Penjabaran lebih lanjut ke dalam kompetensi dasar. Kompetensi dasar adalah
kemampuan minimal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan
dengan efektif.
Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk
membangun kemampuan, bekerja ilmiah dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi
guru. Oleh karena itu, dalam pembelajaran di satuan pendidikan harus mengacu pada
SK dan KD yang diterbitkan oleh BSNP. Secara rinci SK dan KD untuk mata
pelajaran IPA yang ditujukan bagi siswa kelas V SDN Sidorejo Lor 02 yang disajikan
melalui tabel 2.1.
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas 5 Semester 2
Standar kompetensi (SK)
Kompetensi Dasar (KD)
7. Memahami perubahan yang terjadi 7.1 Mendeskripsikan
dialam dan hubungannya dengan
pembentukan
penggunaan Sumber Daya Alam
pelapukan
proses
tanah
7.2 Mengidentifikasi
karena
jenis-jenis
tanah
7.3 Mendeskripsikan struktur bumi
10
2.1.5. Landasan Teori Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games
Tournament (TGT)
Pembelajaran merupakan proses interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa
agar siswa mendapatkan pengalaman belajar dari kegiatan tersebut. Dalam
proses pembelajaran, pemilihan suatu metode sangat menentukan kualitas
pembelajaran. Variasi metode dapat ditunjukkan jika guru menerapkan berbagai
model pembelajaran untuk menyampaikan materi, karena di dalam model
pembelajaran terdapat beberapa metode yang dapat diterapkan sehingga
melibatkan siswa aktif. Salah satu pendekatan pembelajaran yang melibatkan
siswa
aktif adalah pembelajaran yang bersifat
konstruktivis. Dalam
pembelajaran konstruktivis ada beberapa model yang dapat diterapkan, salah
satunya adalah model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament).
Pembelajaran Kooperatif Model Teams Game Tournament adalah suatu
model pembelajaran kooperatif yang didalamnya terdapat unsur permainan
akademik atau turnamen mingguan untuk mengganti tes individu. Sehingga
siswa tidak merasakan bosan karena ada unsur turnamen. Dalam model
pembelajaran ini pengelompokan siswa berdasarkan prinsip heterogenitas baik
dari segi kemampuan akademik, jenis kelamin, maupun ras. Teams GamesTournaments (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan
Keith Edwards. Dalam TGT, para siswa dikelompokkan dalam tim belajar yang
terdiri atas empat orang yang heterogen. Guru menyampaikan pelajaran, lalu
siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim
telah menguasai pelajaran (Slavin, 2008). Secara umum, pembelajaran
kooperatif tipe TGT memiliki prosedur belajar yang terdiri atas siklus regular
dari aktivitas pembelajaran kooperatif.
11
2.1.6.Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament
(TGT)
Model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe
atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas
seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor
sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar
dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Team
Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping
menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan
keterlibatan belajar. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling
bekerjasama dan membantu dalam memahami bahan pembelajaran. Belajar belum
selesai jika salah satu teman di dalam kelompok belum menguasai materi
pembelajaran.
Menurut Sasmito model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament
(TGT) ini sangat mudah diterapkan, karena dalam pelaksanaannya tidak memerlukan
fasilitas pendukung yang harus tersedia seperti peralatan khusus. Selain mudah
diterapkan dalam penerapannya model pembelajaran kooperatif tipe Team Games
Tournament (TGT) juga melibatkan aktifitas seluruh siswa untuk memperoleh konsep
yang diinginkan. Misalnya, kegiatan tutor sebaya terlihat ketika siswa melaksanakan
turnamen yaitu setelah masing-masing anggota kelompok menjawab pertanyaan,
untuk selanjutnya saling mengajukan pertanyaan dan saling belajar bersama. Johnson
1999 Teams Games Tournament (TGT) merupakan bentuk pembelajaran kooperatif
dimana setelah siswa belajar secara individu untuk selanjutnya dalam kelompok
masing-masing anggota kelompok mengadakan turnamen atau lomba dengan
kelompok lainnya sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Menurut Saco (2006), dalam model pembelajaran koperatif tipe Team Games
Tournament (TGT) siswa memainkan permainan-permainan dengan anggota-anggota
tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat
disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
12
materi pelajaran. Terkadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan
dengan kelompok (identitas kelompok mereka).
Melalui pengertian dari beberapa para ahli tersebut, penulis menyimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah model
pembelajaran kooperatif dimana siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri dari
empat sampai lima kelompok yang melibatkan aktivitas seluruh siswatanpa harus ada
perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur
permainan.
Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)
menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor
kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan
anggota tim lain yang kemampuan akademiknya setara. Hasilnya, siswa-siswa yang
berprestasi paling rendah pada setiap kelompok memiliki peluang yang sama untuk
memperoleh poin bagi kelompoknya sebagai siswa yang berprestasi tinggi.
2.1.7 Tahap-tahap Pembelajaran
Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)
memiliki langkah-langkah (Robert E.Slavin, 2001) sebagai berikut:
1. Penyajian Kelas (Class Presentations)
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian
kelas atau sering juga disebut dengan presentasi kelas (class presentations).
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok materi dan penjelasan
singkat tentang LKS yang dibagikan kepada kelompok. Kegiatan ini
biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah yang
dipimpin oleh guru.
2. Belajar dalam Kelompok (Teams)
Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok berdasarkan
kriteria kemampuan (prestasi) siswa dari ulangan harian sebelumnya, jenis
kelamin, etnikdanras. Kelompok biasanya terdiri dari 5 sampai 6 orang
13
siswa. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama
teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota
kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game atau
permainan. Setelah guru memberikan penyajian kelas, kelompok (tim atau
kelompok belajar) bertugas untuk mempelajari lembar kerja. Dalam belajar
kelompok ini kegiatan siswa adalah mendiskusikan masalah-masalah,
membandingkan jawaban, memeriksa, dan memperbaiki kesalahankesalahan konsep temannya jika teman satu kelompok melakukan
kesalahan.
3. Permainan (Games)
Game atau permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan
dengan materi, dan dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat
siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game atau
permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Game
atau permainan ini dimainkan pada meja turnamen atau lomba oleh 3 orang
siswa yang mewakili tim atau kelompoknya masing-masing. Siswa
memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai
dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan
mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen
atau lomba mingguan.
4. Pertandingan atau Lomba (Tournament)
Turnamen atau lomba adalah struktur belajar, dimana game atau
permainan terjadi. Biasanya turnamen atau lomba dilakukan pada akhir
minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan
kelompok sudah mengerjakan lembar kerja siswa (LKPD). Turnamen atau
lomba pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen
atau lomba. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I,
tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya. Alur penempatan
14
peserta turnamen menurut Slavin (1995:86) dapat dilihat pada gambar
sebagai berikut.
A-1
Tinggi
Meja
Turnamen
1
A-2
Sedang
A-3
Sedang
Meja
Turnamen
2
B-1
B-2
B-3
B-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah
A-4
Rendah
Meja
Turnamen
4
Meja
Turnamen
3
C-1
C-2
C-3
C-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah
Bagan 1
Alur Penempatan Peserta Turnamen
5. Penghargaan Kelompok (Team Recognition)
Setelah
turnamen
atau
lomba
berakhir,
guru
kemudian
mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing tim atau
kelompok akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor
memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Tim atau kelompok mendapat
julukan “Super Team” jika rata-rata skor 50 atau lebih, “Great Team”
apabila rata-rata mencapai 50-40 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 40
kebawah. Hal ini dapat menyenangkan para siswa atas prestasi yang telah
mereka buat.
Di mana penentuan poin yang diperoleh oleh masing-masing anggota
kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh, seperti ditunjukkan pada
tabel berikut:
15
Tabel 2.2
Perhitungan Poin Permainan Untuk Empat Pemain
Pemain dengan
Top Scorer
High Middle Scorer
Low Middle Scorer
Low Scorer
Poin bila jumlah kartu
yang diperoleh
40
30
20
10
Tabel 2.3
Perhitungan Poin Permainan Untuk Tiga Pemain
Poin bila jumlah kartu
yang diperoleh
Top scorer
60
Middle Scorer
40
Low scorer
20
(sumber : Slavin, 1995:90)
Pemain dengan
Menurut Johnson yang dikutip oleh Carolyn W. Rouviere, 2006 model
pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) ini meliputi tiga tahap,
yaitu :
1. Tahap mengajar (teaching)
Dalam tahap ini, guru mengajarkan materi pelajaran yang akan digunakan dalam
kompetisi. Materi pelajaran yang diajarkan hanya secara garis besarnya saja dari
suatu materi. Tahap ini meliputi pembukaan yang dapat memotivasi siswa dalam
belajar, membangun suatu pengetahuan awal mengenai materi tersebut, dan
memberikan petunjuk pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games
Tournament (TGT) termasuk pembentukan kelompok. Tahap ini dapat dilaksanakan
dalam satu kali pertemuan.
16
2. Tahap belajar dalam kelompok (team study)
Dalam tahap ini anggota kelompok mempunyai tugas untuk mempelajari materi
pelajaran secara tuntas dan saling membantu dalam mempelajari materi tersebut. Jika
ada kesulitan harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum bertanya pada guru. Setiap
anggota kelompok dalam berdiskusi hendaknya dengan suara perlahan, sehingga
kelompok yang lain tidak terganggu.
3. Tahap kompetisi (tournament)
Dalam tahap ini setiap kelompok mewakilkan anggotanya untuk maju ke meja
kompetisi, di atas meja tersebut telah tersedia amplop yang berisi kartu. Kemudian
siswa mengambil kartu yang terdapat di dalam amplop dan membacanya keras-keras.
Kelompok yang mengambil pertanyaan tersebut harus menjawab, jika jawaban salah
maka kelompok lawan dapat mengajukan jawabannya. Setiap jawaban kelompok
yang benar diberikan poin atau skor, dan skor-skor tersebut dijumlahkan sebagai skor
perolehan kelompok.
2.1.8 Peraturan permainan di dalam Team Games Tournament (TGT)
Permainan diawali dengan memberitahukan aturan permainan kepada siswa.
Setelah itu dilanjutkan dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu
soal dan kunci ditaruh terbalik diatas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca).
Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut Slavin,
1995 (dalam Kurniawan, 2008).
1. Tiap meja terdiri dari 4-6 orang siswa yang berasal dari kelompok yang
berbeda/heterogen.
2. Setiap pemain dalam tiap meja menentukan terlebih dahulu pembaca soal dan
pemain pertama dengan cara undian. Pemain yang menang undian mengambil
kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca soal.
17
Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang
diambil oleh pemain.
3. Soal dikerjakan secara mandiri oleh penantang dan pemain sesuai dengan
waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu untuk mengerjakan
soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil pekerjaannya yang akan
ditanggapi oleh penantang.
4. Pembaca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada
pemain yang menjawab benar atau penantang yang memberikan jawaban
benar. Jika semua jawaban pemain salah, maka kartu dibiarkan saja.
5. Permainan dilanjutkan dengan kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal
habis dibacakan, dan posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap
peserta dalam satu meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal,
pemain dan penantang.
6. Dalam permainan, pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal dan
membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan
jawaban kepada peserta yang lain.
7. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam satu meja
menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin yang
diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan.
8. Setiap pemain kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang
diperoleh kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang
diperoleh oleh anggota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan,
kemudian menentukan kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.
18
2.1.9 Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran team games tournament
Menurut Suarjana (2000:10) dalam Istiqomah (2006), yang merupakan
kelebihan dari pembelajaran Team Games Tournament (TGT) antara lain:
1. Dapat menggunakan materi apa saja dalam materi sekolah dasar
2. Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
3. Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
4. Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
5. Motivasi belajar lebih tinggi
6. Hasil belajar lebih baik
7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan tolerans
Sedangkan kelemahan Team Games Tournament (TGT) adalah:
1. Bagi Guru
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari
segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak
sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok waktu
yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati
waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu
menguasai kelas secara menyeluruh.
2. Bagi Siswa
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit
memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini,
tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai
kemampuan
akademik
tinggi
agar
dapat
dan
mampu
menularkan
pengetahuannya kepada siswa yang lain. Terkadang siswa cenderung terlihat
ramai pada saat pembelajaran berlangsung, khususnya saat tahap game-game
kelompok.
19
Kesimpulan :
Dari pembahasan materi model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
tersebut, maka dapat disimpulkansebagai berikut:
1. Dengan model pembelajaran Team Games Tournaments (TGT) dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Karena siswa dapat belajar
lebih rileks, serta dapat menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama,
persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
2. Dengan model pembelajaran Team Games Tournaments (TGT) dapat
menambah wawasan tentang berbagai model pembelajaran serta dapat
meningkatkan kompetensi guru.
2.2 Hasil Belajar
2.2.1 Pengertian Belajar
Berdasarkan pengertian secara psikologis belajar merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut
akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Slameto (2010:2) mengungkapkan pengertian belajar ialah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Sedangkan menurut Gagne (Slameto 2003:13), belajar adalah proses
untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah
laku.
Nana Sudjana (2005:2) mengungkapkan, belajar mengajar sebagai suatu
proses mengandung tiga unsur yang dapat dibedakan. Yakni tujuan pengajaran
(instruksional), pengalaman (proses) belajar-mengajar, dan hasil belajar. Hubungan
ketiga unsur tersebut digambarkan dalam diagram berikut ini:
20
Tujuan instuksional
(a)
(b)
Pengalaman belajar
(proses belajar-mengajar)
Hasil Belajar
(c)
Garis (a) menunjukkan hubungan antara tujuan instruksional dengan
pengalaman belajar, garis (b) menunjukkan hubungan antara pengalaman belajar
dengan hasil belajar, dan garis (c) menunjukkan hubungan tujuan instruksional
dengan hasil belajar. Dari diagram di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan
penilaian dinyatakan oleh garis (c), yakni suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat
sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dapat dicapai atau dikuasai oleh siswa
dalam bentuk hasil-hasil belajar yang diperlihatkannya setelah mereka menempuh
pengalaman belajarnya (proses belajar-mengajar). Sedangkan garis (b) merupakan
kegiatan penilaian untuk mengetahui hasil belajar yang optimal.
2.2.2 Pengertian Hasil Belajar
Nana Sudjana (2005:3) Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan
tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas
mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris. Oleh sebab itu dalam penilaian
hasil belajar, peranan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku
yang diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan
penilaian.
Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley dalam Nana Sudjana
(2005:22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan,
(b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil
belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
21
Sedangkan Gagne dalam Nana Sudjana (2005:22) membagi lima kategori
hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi
kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional
rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional,
menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar
membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris:
1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang teridiri dari
enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, sistesis,
dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan
keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisani, dan internalisasi.
3) Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan
refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d)
keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f)
gerakan ekspresif dan interpretatif.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga
ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah
karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan
pengajaran.
Ranah psikomotorik dalam pembelajaran IPA memungkinkan siswa menjadi
siswa yang aktif dan dapat belajar secara konkret dan praktis. Untuk ranah
psikomotor, guru dapat membuat bagan untuk mengklasifikasi tujuan pembelajaran
karena guru mempunyai banyak kesempatan untuk mengamati keterampilan siswa
dalam bernegosiasi dan bekerja sama, ketrampilan berkomunikasi, dan pengambilan
keputusan selama proses belajar mengajar. Untuk penilaian atau asesmen obyektif,
22
spesifik, dan dapat diamati, guru dapat membuat daftar pengamatan kinerja siswa dan
skala penilaiannya.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman terhadap ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar seseorang. Menurut Slameto
(2003:54), faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi dapat
digolongkan menjadi dua golongan saja. Adapun kedua faktor tersebut meliputi:
1. Faktor yang ada pada diri individu yang sedang belajar disebut faktor
intern yang meliputi:
a) Faktor jasmaniah, meliputi kesehatan, cacat tubuh
b) Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, kesiapan.
c) Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani maupun rohani.
2. Faktor yang ada pada luar individu yang disebut faktor ekstern, yang
meliputi:
a) Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang
tua, latar belakang kebudayaan.
b) Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,
waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan, gedung,
metode belajar, tugas rumah.
c) Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass
media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
Dari faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa di luar dirinya atau yang
disebut faktor ekstern, salah satunya yang berpengaruh adalah dari faktor sekolah
23
yaitu metode mengajar guru. Metode yang digunakan guru dalam mengajar penting
karena hal ini akan berpengaruh pada pemerolehan hasil belajar siswa berdasarkan
pemahaman dalam proses belajar siswa. Selain itu lingkungan belajar yang paling
dominan dalam mempengaruhi hasil belajar adalah kualitas pengajaran. Karena hal
ini akan menentukan efektif atau tidaknya proses belajar-mengajar dalam mencapai
tujuan belajar.
Jika kualitas pengajaran atau metode yang digunakan guru penting dalam
meningkatkan hasil belajar siswa. Maka penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe Team Games Tournaments (TGT)
yang merupakan salah satu model
pembelajaran inovatif merupakan salah satu faktor dominan di lingkungan sekolah
yang merupakan faktor ekstern dalam diri siswa akan mempengaruhi hasil belajar dan
keaktifan siswa pada mata pelajaran IPA.
Keberhasilan dalam sebuah pengajaran tidak hanya dilihat dari segi hasil
belajarnya saja tetapi juga proses kegiatan pembelajaran. Untuk mengukur hasil
belajar dalam suatu proses pembelajaran terdapat 2 jenis penilaian yang dapat
digunakan yaitu teknik tes tertulis dan teknik non tes. Tes tertulis ini digunakan untuk
memperoleh seberapa nilai atau angka keberhasilan siswa dalam proses memperoleh
pengetahuan dari hasil belajar yang telah dijalani siswa. Tes tertulis ini menuntut
jawaban secara tulisan yang dapat dikoreksi hasilnya oleh guru sehingga guru dapat
mengetahui seberapa tingkat keberhasilan siswa dalam belajar.
Penilaian dengan menggunakan teknik non tes digunakan untuk mengetahui
perubahan yang terjadi pada ranah afektif maupun psikomotorik. Menurut Asep Jihad
dan Abdul Haris (2009:69-70) penilaian non tes merupakan prosedur yang dilalui
untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik minat, sifat, dan kepribadian.
melalui:
a. pengamatan, yakni alat penilaian yang pengisiannya dilakukan oleh guru
atas dasar pengamatan terhadap perilaku siswa, baik secara perorangan
maupun kelompok, dikelas maupun diluar kelas;
24
b. skala sikap, yaitu alat penilaian yang digunakan untuk mengungkap sikap
siswa, melalui pengerjaan tugas tertulis dengan soal-soal yang lebih
mengukur daya nalar atau pendapat siswa;
c. angket, yaitu alat penilaian yang menyajikan tugas-tugas atau mengerjakan
dengan cara tertulis;
d. catatan harian, yaitu suatu catatan mengenai perilaku siswa yang dipandang
mempunyai kaitan dengan perkembangan pribadinya;
e. daftar cek, yaitu suatu daftar yang dipergunakan untuk mengecek terhadap
perilaku siswa telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum
(Depdiknas, 2001).
Sesuai dengan pendapat para ahli diatas dapat dikaji bahwa pengukuran hasil
belajar dapat diukur melalui tiga aspek yaitu aspek kognitif yang dapat di ukur
dengan menggunakan evaluasi melalui tes, aspek afektif dapat diukur menggunakan
observasi langsung ketika pembelajaran sedang berlangsung, sedangkan psikomotorik
dapat di ukur melalui pengamatan ketika siswa sedang melakukan pengamatan.
2.3 Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan kajian beberapa penelitian yang telah
dilakukan para penulis sebelumnya, Effendi, Kukuh.2012. Pendekatan Kooperatif
Tipe Team Games Tournament (TGT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
(Kompetensi Dasar menentukan sifat-sifat bangun ruang sederhana) pada
Pembelajaran Matematika di Kelas IV SD Negeri 02 Tlogosih Kecamatan
Kebonagung Kabupaten Demak Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil yang
diperoleh dalam penelitian ini adlah terjadi peningkatan hasil belajar matematika dari
tiap siklus pada materi bangun ruang. Peingkatan hasil belajar siswa tersebut terjadi
secara bertahap, dimana pada siklus I peningkatan hasil belajar siswa sebesar 45,8%.
Kemudian setelah dilaksankan siklus II peningkatan hasil belajar siswa mencapai
95,8%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan
kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar
25
siswa pada mata pelajaran matematika kelas IV SD Negeri Tlogosih Kecamatan
Kebonagung Kabupaten Demak semster II 2011/2012. Kelebihan penelitian ini sudah
jelas dalam memaparkan urutan penngkatan setiap siklus. Kelemahannya yaitu belum
dipaparkan apa yang menjadi permasalahan dalam penelitiannya.
Dewantini, Ria Dhian. 2011. Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Metode
Team Games Tournament (TGT). Pada Siswa Kelas V SD Negeri Jeruk 1 Kecamatan
Miri Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran 2011/2012. Masalah dalam penelitian ini
adalah hasil belajar IPA masih rendah, hanya 35% dari jumlah siswa yang
mendapatkan nilai kurang dari 70, memenuhi KKM, metode yang digunakan masih
konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar ipa
memalui metode Team Games Tournament (TGT). Penelitian ini menggunakan
penelitian tindakan kelas (ptk) hasil tindakan kelas ini melalui dua siklus pada siklus I
dari 28 siswa yang masuk terdapat 16 siswa (57%) yang mendapatkan nilai kurang
dari 70, sesuai kkm pada siklus II ada peningkatan hasil belajar siswa sejumlah 36%
dari siklus I. dari nilai hasil belajar 27 siswa yang masuk ada 25 siswa (93%) yang
mendapat nilai kurang dari 70, sesuai KKM. Berdasarkan penelitian ini dapat
disimpulkan bahea implementasi metode Team Games Tournament (TGT) dapat
meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri Jeruk 1 Kecamatan
Miri Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran 2011/2012. Kelebihan dari penelitian ini
sudah jelas dalam memaparkan urutan peningkatan setiap siklus. Kelemahannya yaitu
belum dipaparkan apa yang menjadi permasalahan dalam penelitiannya.
Oleh karena itu, peneliti juga optimis bahwa pada penelitian ini juga akan
berhasil untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V di SDN Sidorejo Lor 02
Salatiga pada semester genap tahun ajaran 2013/2014 dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT).
26
2.4 Kerangka Berpikir
Model pembelajaran kooperatif Team Games Tournament (TGT) merupakan
salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Slavin (1995)
untuk membantu siswa mereview dan menguasai materi pelajaran. Model
pembelajaran ini mengedepankan pertukaran informasi atau pengetahuan yang
dimiliki siswa dalam menanggapi suatu permasalahan yang diberikan guru. Dalam
penguasaan materi guru memancing ingatan siswa dan kemampuan mengungkapkan
pengetahuan yang dimiliki yang diharapkan dapat membantu siswa dalam
mempelajari materi pelajaran yang baru.
Hal ini akan membantu siswa dalam satu kelas untuk ikut terlibat secara aktif
dalam penguasaan materi
pembalajaran dengan penyampaian ide-ide
dan
pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Selanjutnya dalam kegiatan berkelompok
siswa dihadapkan pada permasalahan yang harus diselesaikan, dengan model Team
Games Tournament (TGT) siswa akan menemukan banyak ide dan tanggapan yang
berbeda dari siswa yang lain. Kelompok akhirnya menemukan jawaban yang sesuai
dari anggota kelompok lain yang membacakan pertanyaan. Kemudian hasil dari kerja
kelompok
tersebut
dipresentasikan
untuk
memperoleh
penyelesaian
dalam
menanggapi permasalahan yang diberikan guru.
Dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games
Tournament (TGT) ini, siswa akan terlibat seluruhnya dalam memahami materi
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa akan lebih aktif, bepikir lebih cepat
dalam memahami materi yang ia punyai juga materi yang diberikan oleh teman lain.
Bagi siswa yang masih kesulitan dalam menanggapi permasalahan akan dapat
mengembangkan pengetahuannya dari hasil berdiskusi antar teman yang berbeda.
Melalui cara ini, akan menjamin keterlibatan seluruh siswa dalam pembelajaran yang
meliputi kegiatan fisik maupun kegiatan psikis dimana diantaranya terdapat kegiatan
melihat, kegiatan berbicara, kegiatan mendengarkan, kegiatan menulis, kegiatan
mental, dan kegiatan emosional yang membantu proses belajar siswa lebih maksimal
27
sehingga dapat memacu keaktifan siswa yang akan membantu perbaikan hasil belajar
siswa.
Kondisi
awal
Tindakan
Kondisi
Akhir
Guru belum
menggunakan
TGT
Guru menerapkan
pembelajaran
kooperatif TGT
Diduga TGT dapat
meningkatkan hasil
belajar siswa kelas V
SDN Sidorejo Lor 02
semester II tahun
ajaran 2013/2014
Hasil belajar
siswa masih
dibawah KKM
belajar siswa
masih dibawah
KKM
Siklus I
Pembelajaran dengan
TGT dalam
pembelajaran IPA
Siklus II
Pembelajaran
dengan TGT dalam
pembelajaran IPA
Bagan 2
Kerangka Berpikir Penelitian
2.5 Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang diuraikan, dapat diajukan
hipotesis tindakan sebagai berikut, diduga melalui penggunaan Model Pembelajaran
Kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPA kelas 5 semester II di SDN Sidorejo Lor 02 Salatiga.
Download