IV. METODOLOGI A. METODOLOGI PELAKSANAAN MAGANG Metodologi pelaksanaan magang dilakukan sebagai berikut: 1. Observasi Masalah Tahap ini dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan terutama pada proses produksi. Selanjutnya dilakukan identifikasi masalah pada proses produksi yang menyebabkan terjadinya produk minuman teh serbuk tidak homogen. 2. Analisis Penyebab Masalah Tahap ini dilakukan melalui penggunaan alat bantu diagram ishikawa. Pembuatan diagram ini dilakukan untuk menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang dilakukan melalui wawancara dengan operator produksi, diskusi dengan staf Departemen Application Group, serta studi pustaka. 3. Analisis Langkah Perbaikan Pada tahap ini dilakukan empat langkah perbaikan, yaitu pembuatan bagan kendali control, modifikasi karakteristik sifat fisik bahan baku, analisis homogenitas proses pencampuran dan pengisian produk ke dalam kemasan serta optimasi proses pengemasan. B. METODE ANALISIS 1. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah timbangan digital, ribbon mixer, mesin pengemas, bowl cutter, sendok, dan wadah ukuran sedang. Alat-alat yang digunakan dalam analisis adalah sieving machine, alat pengukur densitas, karl fischer titrator, methrom dosimat, pipet 5 ml, pipet 20 ml, pipet 25 ml, pipet 50 ml, gelas piala 150 ml, gelas piala 1000 ml, weighing spoon, labu takar 100 ml, labu takar 250 ml, labu takar 500 ml, magnetic stirrer, hot plate, sudip, dan scanning electron microscope (SEM). Bahan-bahan yang digunakan adalah gula pasir rafinasi, asam sitrat, serbuk teh instan, gum arab, serbuk lemon flavor, asam askorbat, plastik pembungkus, dan kemasan aluminium foil. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah pereaksi karl fischer, metanol, 2.6-dichlorophenol indophenol, meta phosphoric acid 10%, meta phosphoric acid 2%, dan asam asetat 10% 2. Analisis Sifat Fisik 2.1. Pengukuran Kadar Air Metode Karl Fischer Metode Karl Fischer digunakan untuk mengukur kadar air contoh dengan metode volumetri berdasarkan prinsip titrasi. Titran yang digunakan adalah pereaksi Karl Fischer, yaitu campuran iodin, sulfur dioksida, dan piridin dalam larutan metanol. Selama proses titrasi akan terjadi reaksi reduksi iodin oleh sulfur dioksida dengan adanya air seperti reaksi berikut. I2 + SO2 + 3 RN + CH3OH + H2O 2 RN-HI + RN-HSO4CH3 Pereaksi Karl Fischer sangat sensitif terhadap air sehingga dapat diaplikasikan untuk analisis kadar air bahan pangan yang memiliki kandungan air sangat rendah hingga konsentrasi 1 ppm (Faridah et al., 2008). Kelebihan metode ini yaitu memiliki tingkat akurasi dan presisi tinggi, selektivitas pengukuran terhadap kadar air sampel, persiapan sampel yang mudah, waktu analisis singkat, dapat digunakan untuk menganalisis sampel dengan kadar air sangat rendah (1 ppm) hingga tinggi (100%), sampel yang dianalisis dapat berupa padatan, cairan atau gas, dan dapat diautomasi. Tahapan analisis metode Karl Fischer adalah sebagai berikut. Gelas reaksi diisi dengan solvent metanol hingga elektrode terendam dengan menekan tombol IN lalu kecepatan stirer diatur pada angka 3 atau 4. Tombol START ditekan tunggu hingga kondisi conditioning tercapai. Tombol MODE ditekan lalu pilih KFT dan tunggu hingga kondisi conditoning tercapai lagi. Setelah conditioning tekan tombol START hingga muncul KFR volume di layar. Sampel sebanyak kurang lebih 0.2000 g ditimbang dengan weighing spoon di neraca analitik lalu dimasukkan ke dalam gelas reaksi. Tombol ENTER ditekan lalu sisa sampel ditimbang. Tombol CALC DATA ditekan lalu ENTER dan bobot sampel dimasukkan ke dalam program. Tombol ENTER ditekan lalu tombol QUIT ditekan dua kali. Hasil analisis kadar air sampel (%) akan muncul di layar. 2.2. Densitas Metode Gravimetri Pengukuran densitas dilakukan berdasarkan prinsip gravimetri. Berat kosong silinder bervolume 500 ml ditimbang dan dicatat terlebih dahulu (Wa) kemudian sampel serbuk dimasukkan ke dalam silinder tersebut. Sampel dalam silinder kemudian diketuk-ketuk sebanyak kurang lebih 25 kali. Setelah itu, berat akhir silinder beserta sampel ditimbang kembali (Wb). Lakukan duplo. Nilai densitas diperoleh dari hasil pengurangan berat silinder dengan sampel (Wb) dengan berat silinder kosong (Wa). Rumus densitas adalah sebagai berikut: Densitas (g/L) = (Wb-Wa) 0.5 Keterangan : Wa : Berat silinder kosong (gram) Wb : Berat silinder dengan sampel (gram) 2.3. Ukuran Partikel Metode Pengayakan Vibrasi Ukuran partikel dapat diketahui melalui metode pengayakan vibrasi. Pengayak vibrator memanfaatkan getaran untuk mengayak sampel. Alat ini terdiri dari beberapa saringan dengan berbagai ukuran diameter ayakan (mm) dan motor penghasil getaran. Prinsip kerja alat ini yaitu motor penggerak akan menghasilkan getaran dan mengayak sampel melewati saringan. Sampel yang memiliki ukuran partikel kecil akan lolos pada ayakan dengan diameter kecil pula. Berat kosong setiap ayakan ditimbang dan dicatat. Saringan disusun dari atas ke bawah sesuai urutan diameter lubang ayakan yang paling besar hingga diameter lubang ayakan paling kecil. Base dipasang paling bawah. Sebanyak 100 g sampel dituang pada saringan paling atas lalu tutup. Pengayak vibrator dijalankan pada kecepatan 80 rpm selama 10 menit. Berat akhir masing-masing ayakan ditimbang kembali. Masukkan berat kosong dan berat akhir masing-masing ayakan ke dalam program Microsoft Excel lalu ukuran partikel sampel rata-rata akan diperoleh. 2.4. Kemudahan Mengalir Serbuk Metode Index Compressibility (Carr Index) dan Hausner Ratio Kemudahan mengalir serbuk dapat diketahui melalui metode Index Compressibility (Carr Index) dan Hausner Ratio. Kedua nilai tersebut diperoleh dari hasil pengukuran bulk density (bulk) dan tapped density (tapped) serbuk. Tapped density diperoleh dari hasil pengukuran densitas pada silinder bervolume 500 ml yang diketuk-ketuk sebanyak 25 kali. Kemampuan laju alir serbuk diperoleh dari membandingkan Nilai Carr Index dan Hausner Ratio yang diperoleh pada Tabel 1. Rumus Carr Index dan Hausner Ratio adalah sebagai berikut : Carr Index : 100 x (tapped - bulk) tapped Hausner Ratio : tapped bulk 2.5. Uji Segregasi (Brennan et al., 1990) Segregasi pada campuran serbuk dapat dengan mudah dideteksi dengan menggunakan heap test. Sampel yang telah dicampur dengan baik dituang dengan menggunakan corong hingga membentuk tumpukan berbentuk kerucut. Sampel kemudian diambil dari pinggir kerucut dan dari bagian tengah kerucut. Jika segregasi tidak terjadi maka kedua sampel tersebut menunjukkan komposisi yang sama. Segregasi dikatakan terjadi jika kedua sampel memiliki perbedaan komposisi yang signifikan. 2.6. Penampakan Permukaan Partikel Dengan Scanning Electron Microscope (SEM) Pancaran cahaya elektron dengan fokus yang sangat tajam disapukan pada obyek sehingga menghasilkan elektron sekunder. Elektron yang terpental kembali lalu menyebar. Sinyal-sinyal ini dideteksi terus menerus selama pancaran cahaya elektron bergerak menyapu permukaan obyek. Sinyal elektron sekunder menghasilkan gambar permukaan morfologi. 3. Analisis Sifat Kimia 3.1. Analisis Vitamin C Metode Titrasi Potensiometri Metode analisis vitamin C yang digunakan mengacu pada AOAC 967.21:1995 dan instruksi laboratorium PT. Nestlé Indonesia. Analisis ini menggunakan instrumen methrom dosimat berdasarkan prinsip titrasi potensiometri. Titran yang digunakan adalah larutan dye 2.6-dichlorophenol indophenol (DI). Larutan DI dalam bentuk garamnya (suasana basa) berwarna biru dan berubah menjadi warna merah muda dalam suasana asam. DI akan tereduksi oleh asam askorbat sedangkan asam askorbat akan teroksidasi menjadi dehidro asam askorbat yang segera berubah menjadi asam diketogulonat. Jumlah vitamin C dalam larutan dapat diketahui dari faktor tiap ml DI terhadap asam askorbat (Djanis dan Nurhasanah, 2008). Titik akhir titrasi diketahui dari perubahan kekeruhan yang dideteksi oleh elektrode (potensiometri). Analisis vitamin C metode ini memiliki 4 tahapan yaitu persiapan reagen, standarisasi vitamin C, persiapan dan analisis sampel standar, persiapan dan analisis sampel. a. Persiapan Reagen Reagen yang dibutuhkan dalam analisis vitamin C adalah larutan Meta Phosphoric Acid (MPA) 10%, larutan MPA 2%, larutan 2,6-dichlorophenol indophenol (DI) 0.5 mg/ml, dan larutan asam asetat 10%. Pembuatan larutan MPA 10% Sebanyak 50 g MPA ditimbang dalam gelas piala 500 ml, lalu ditambahkan 200 ml akuades. Larutan diaduk hingga homogen di atas magnetic stirrer. Setelah larutan homogen, pindahkan secara kuantitatif ke labu takar 500 ml. Tepatkan larutan hingga tanda tera menggunakan akuades. Pembuatan larutan MPA 2% Larutan MPA 10% dipipet sebanyak 100 ml ke dalam labu takar 500 ml. Tepatkan larutan hingga tanda tera menggunakan akuades. Pembuatan larutan 2,6-dichlorophenol indophenol (DI) 0.5 mg/ml Sebanyak 125 mg DI ditimbang dalam gelas piala 50 ml menggunakan neraca analitik. Ditambahkan 25 ml akuades lalu didihkan di atas magnetic hot plate sambil diaduk dengan stirrer. Setelah mendidih dan larut sempurna, dinginkan larutan hingga mencapai suhu kamar. Setelah itu, larutan dipindahkan ke dalam labu takar 250 ml dan ditambahkan akuades hingga tanda tera. Jika perlu saring larutan dengan kertas saring S&S 597.5. Larutan ini hanya bisa disimpan selama satu minggu pada suhu 4oC. Pembuatan larutan asam asetat 10% Sebanyak 25 ml asam asetat pekat dipipet di dalam ruang asam lalu dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Tepatkan larutan hingga tanda tera menggunakan akuades. b. Standarisasi Vitamin C Sebanyak 50 mg asam askobat ditimbang dalam gelas piala 50 ml menggunakan neraca analitik. Ditambahkan larutan MPA 2% sebanyak 20 ml lalu aduk hingga homogen. Pindahkan larutan vitamin C ke dalam labu takar 100 ml, tepatkan hingga tanda tera dengan larutan MPA 2%. Larutan standar vitamin C tersebut memiliki konsentrasi 0.5 mg/ml. Larutan standar tersebut kemudian dipipet seanyak 3 ml (Vo) ke dalam gelas reaksi. Ditambahkan 30 ml larutan MPA 2% dan 5 ml larutan asam asetat 10%. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan DI sambil distirer hingga mencapai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi dibaca oleh alat setelah terjadi perubahan kekeruhan pada larutan. Catat volume titran DI sebagai Vf. c. Persiapan dan Analisis Sampel Standar Sampel standar adalah sampel yang telah diketahui kandungan vitamin C-nya. Sampel standar yang digunakan adalah DPP-4. DPP-4 ditimbang sebanyak 10 g (m) dalam gelas piala 100 ml. Ditambahkan akuades bersuhu 50oC sebanyak 40 ml. Larutan tersebut kemudian diaduk hingga homogen. Setelah itu, ditambahkan 20 ml MPA 10%, aduk hingga homogen dengan magnetic stirrer. Larutan kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml (Vs) dan ditepatkan dengan akuades. Larutan DPP-4 tersebut kemudian dipipet sebanyak 10 ml (Va) ke dalam gelas reaksi. Ditambahkan 30 ml larutan MPA 2% dan 5 ml larutan asam asetat 10%. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan DI sambil distirer hingga mencapai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi dibaca oleh alat setelah terjadi perubahan kekeruhan pada larutan. Catat volume titran DI sebagai Vp. d. Persiapan dan Analisis Sampel Sampel dilarutkan dengan akuades dengan perbandingan 1:7. Sebanyak 20 ml MPA 10% dipipet dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Tepatkan larutan dengan larutan sampel hingga tanda tera (kurang lebih 80 ml). Setelah itu, sebanyak 10 ml larutan sampel dipipet sebanyak 10 ml ke dalam gelas reaksi. Ditambahkan 30 ml larutan MPA 2% dan 5 ml larutan asam asetat 10%. Larutan tersebut kemudian dititrasi dengan DI sambil distirer hingga mencapai titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi dibaca oleh alat setelah terjadi perubahan kekeruhan pada larutan. Catat volume titran DI sebagai Vp. Kadar vitamin C dalam sampel dapat dihitung menggunakan rumus berikut. Vitamin C (mg/100g) = Vp x C x Vo x Vs x 100 Vf x Va x m Keterangan: Vp : Volume titran DI untuk menitrasi sampel (ml) C : Konsentrasi larutan standar vitamin C (0.5 mg/ml) Vo : Volume larutan standar vitamin C yang dianalisis (3 ml) Vs : Volume larutan sampel standar DPP-4 (100 ml) Vf : Volume titran DI untuk menitrasi larutan standar vitamin C (ml) Va : Volume larutan sampel yang dianalisis (10 ml) m : Berat DPP-4 yang ditimbang (10 g)