7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gelombang

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gelombang Elektromagnetik (EM)
,
Besaran medan listrik dapat diperoleh tanpa kehadiran medan magnet dan demikian juga sebaliknya. Kedua gejala tersebut dapat terjadi karena medan
listrik dan medan magnet tidak berubah terhadap waktu. Sedangkan untuk
pembahasan medan listrik dan medan magnet yang berubah terhadap waktu,
keberadaan medan listrik selalu disertai dengan medan magnet, demikian pula
sebaliknya. Hubungan antara keduanya dapat dinyatakan dengan persamaan
Maxwell.
Persamaan Maxwell adalah hukum
yang mendasari teori medan
elektromagnetik. Energi dari gelombang elektromagnetik dibawa oleh medan
yang dapat menjalar melalui ruang vakum.
listrik dan medan magnet 1.
Persamaan Maxwell
Penerapan dari pemanfaatan gelombang elektromagnetik untuk metode
magnetotellurik didasari oleh persamaan Maxwell. Dari persamaan Maxwell, kita
dapat melihat bahwa hubungan antara kejadian medan listrik dan medan magnet
berkaitan erat dengan sifat geometri dan kelistrikan medium dimana fenomena itu
terjadi.
Persamaan Maxwell dirumuskan dalam besaran medan listrik dan medan
. Seluruh persamaan Maxwell terdiri dari 4 persamaan medan, yang
magnet 7
8
masing-masing dapat dipandang sebagai hubungan antara medan dan distribusi
sumber, baik sumber muatan ataupun sumber arus. Untuk ruang vakum (tanpa
sumber muatan), persamaan Maxwell dalam satuan SI dirumuskan sebagai
berikut:
. 0
Persamaan Maxwell 1
0
. Persamaan Maxwell 2
Persamaan Maxwell 3
Persamaan Maxwell 4
dimana:
= medan listrik (V/m)
= induksi magnetik (Tesla )
µ0 = permeabilitas magnetik
ε0 = permitivitas listrik
Dari persamaan Maxwell 1 (Hukum Gauss) menyatakan bahwa jumlah garis
gaya medan listrik yang menembus suatu permukaan tertutup sebanding dengan
jumlah muatan yang dilingkupi permukaan tersebut.
. ∑
2.1
. !
2.2
$ . %
2.3
"
dimana ρ adalah rapat muatan; ρ = "#
. 9
Melalui teorema divergensi : & . % Maka diperoleh . ρ
. & %
%
. '
2.4
Untuk ruang vakum ρ = 0, sehingga didapat:
. 0
2.5
Dari persamaan Maxwell 2 (Hukum Gauss Magnetik) menyatakan bahwa
medan magnet yang menembus suatu permukaan tertutup sama dengan nol karena
tidak adanya sumber medan berupa muatan magnetik.
. 0
2.6
. 2.7
% 0
. 0
. 2.8
Dari persamaan Maxwell 3 (Hukum Faraday-Lenz) menyatakan ggl induksi
yang timbul pada suatu rangkain sebanding dengan perubahan fluks magnet yang
menembus rangkaian tersebut terhadap waktu, sehingga dapat ditarik kesimpulan
bahwa medan listrik dapat timbul karena adanya perubahan pada medan magnet,
dimana medan magnet ini berubah terhadap waktu.
Ф
2.9
. Karena Ф . (
. 2.10
2.11
10
. ㄊ
. ( Menurut teorema stokes : . 2.12
. 2.13
Dari persamaan Maxwell 4 (Hukum Ampere) menyatakan jumlah garis gaya
medan magnet yang menembus lintasan tertutup sebanding dengan jumlah arus
yang dilingkupinya.
. ( . )
ФB Dari hubungan * +
,
-.// - 0. . 1
Karena * 2.14
2.15
maka
. 2.16
Hal ini menjelaskan bahwa medan magnet dapat timbul karena perubahan
medan listrik. Dimana interaksi antara kedua medan ini akan menghasilkan
gelombang elektromagnetik yang dapat merambat di ruang vakum (tanpa sumber
muatan) maupun dalam suatu bahan.
2.
Gelombang EM pada medium Konduktif
Untuk memahami penjalaran gelombang elektromagnetik (EM), kita
menggunakan persamaan Maxwell dalam suatu bentuk hubungan antara medan
listrik dan medan magnet.
11
Untuk medium konduktif, diketahui rapat arus 1 tidak sama dengan nol,
besarnya sebanding dengan medan listrik , sehingga hanya diperhatikan muatan
bebas dan arus bebas, persamaan Maxwell menjadi:
$7
. 6
0
. ;
;<
17 =
2
;6
;<
Gambar 2.1 Persamaan Maxwell untuk medium konduktif
2
dan 6
, 17 =8
dimana hubungan 9 = Vektor kuat medan listrik
9 = Vektor rapat fluk magnet
: = Vektor perpindahan listrik
6
: = Intensitas medan magnet
2
$7 = Rapat muatan listrik
17 = Vektor rapat arus listrik
Persamaan Maxwell 1 untuk medium konduktif
r
∇.D = ρ b
2.17
Persamaan ini dikenal juga sebagai hukum gauss, Hukum ini menyatakan
bahwa fluks medan listrik yang melalui sembarang permukaan tertutup sama
12
dengan 1
ε o dikalikan dengan muatan total didalam permukaan tersebut. Hukum
Gauss menyiratkan bahwa medan listrik akibat muatan titik berubah berbanding
terbalik terhadap kuadrat jarak dari muatan tersebut. Hukum ini menguraikan
bagaimana garis medan listrik memancar dari muatan positif dan menuju muatan
negatif. Dasar percobaannya adalah hukum Coulomb.
Gambar 2.2 Ilustrasi Hukum Gauss
(Sumber: Tipler, Paul A. 2001)
Persamaan Maxwell 2 untuk medium konduktif
r
∇.B = 0
2.18
sama dengan nol di
Menyatakan bahwa fluks vektor medan magnetik seluruh permukaan tertutup. Persamaan ini menguraikan pengamatan secara
percobaan bahwa garis-garis medan magnet tidak memancar dari titik manapun
dalam ruang atau mengumpul ke sembarang titik; dengan kata lain hukum ini
menyiratkan bahwa kutub magnetik yang terisolasi tidak ada.
13
Persamaan Maxwell 3
r
r
∂B
∇× E = −
∂t
2.19
Persamaan ini lebih dikenal sebagai hukum Faraday, hukum ini
menyebutkan bahwa perubahan fluks magnetik akan menghasilkan arus listrik.
Hukum Faraday menyatakan bahwa medan listrik yang mengelilingi sembarang
kurva tertutup, yang merupakan ggl sama dengna laju perubahan fluks magnetik
melalui sembarang permukaan yang dibatasi oleh kurva tersebut.
Gambar 2.3 Fluks magnet
(Sumber: Tipler, Paul A. 2001)
Faraday
menguraikan
bagaimana
garis-garis
medan
listrik
mengelilingi sembarang luasan yang melalui fluks magnetik yang sedang berubah,
dan hukum ini menghubungkan medan listrik dengan laju perubahan vektor
medan magnet.
Persamaan Maxwell 4
r
r r ∂D
∇ × H = Jb +
∂t
2.20
14
Persamaan ini dikenal pula sebagai hukum Ampere, bahwa di sekitar arus
listrik akan terbentuk medan magnet. Ampere menyatakan bahwa integral garis
medan magnetic B yang mengililingi sembarang kurva tertutup c sama dengan µo
dikalikan dengan arus yang melalui sembarang permukaan yang dibatasi oleh
kurva µoεo dikalikan dengan laju perubahan fluks listrik yang melalui permukaan
tersebut.
Gambar 2.4 Ilustrasi Hukum Ampere
(Sumber: Tipler, Paul A. 2001)
Hukum ini menguraikan bagaimana garis-garis medan magnetik
mengelilingi luasan yang dilewati suatu arus atau luasan dimana fluks listrik
sedang berubah.
3.
Persamaan Gelombang Elektromagnetik (EM) pada Medium Konduktif
Gelombang elektromagnetik dalam medium
Untuk vakum dan dalam medium dielektrik ρ = 0 dan J = 0, sedangkan dalam
medium konduktif
r
r
J = σ E . Dari hubungan B = µH dan D = εE
r
r
∂E
Persamaan Maxwell 4 menjadi ∇ × B = µJ + µε
∂t
2.21
15
Persamaan Gelombang:
Dari persamaan Maxwell 3
r
r
∂B
∇× E = −
diferensial dengan operasi rotasi
∂t
> ? ?
>. Dari vector identitas > ? > · ? A 2.23
C
Persamaan menjadi B. C A B A . 2.24
>1 = ?
D A D
2.22
E
0
2.25
2.26
Dari Hukum Ohm 1 8 diperoleh :
A D D
8
0
2.27
Solusi persamaan gelombang:
>F, ? H . cos>LM N<?
2.28
>F, ? H . O P+>QRPS?
2.29
Dari persamaan Maxwell 4
r
r r ∂D
∇ × H = Jb +
diferensial dengan operasi rotasi
∂t
8 = H
2.30
C 8B C = B C
B 2
2.31
16
Dari vektor identitas (persamaan 2.23)
C A 2
8B C = B. 2
B C
2.32
8 UV UV
A . 2
2.33
D 8 UWV = U WD V
A . 2
D W
2.34
D 8
A 2
W
0
2.35
2>F, ? 2H . cos>LM N<?
2.36
2>F, ? 2H . O P+>QRPS?
2.37
Solusi persamaan gelombang:
Persamaan 2.27 dan 2.35 merupakan persamaan telegrapher yang
menunjukan sifat dari penjalaran gelombang dari medan elektromagnetik, yaitu
sifat difusif dan sifat gelombang. Kedua sifat ini pada penjalarannya tergantung
dari frekuensi
yang digunakan. Jika frekuensi tinggi
(hingga ukuran
Megahertz/Gigahertz), maka yang dominan adalah sifat gelombang yang juga
dikenal sebagai gelombang akustik. Didalam studi elektromagnetik untuk panas
bumi, frekuensi yang digunakan adalah frekuensi rendah (10-3-104 Hz), sehingga
yang dominan adalah sifat difusifnya. Konsekuensi dari hal tersebut adalah
resolusi yang semakin besar pada kedalaman yang lebih dalam.
Dari solusi medan listrik dan medan magnet untuk medium homogen
nampak
bahwa
amplitudo
gelombang
EM
mengalami
atenuasi
secara
eksponensial terhadap kedalaman. Dengan menggunakan solusi tersebut kita dapat
menghitung besarnya amplitudo terhadap kedalaman tertentu. Skin depth
17
didefinisikan sebagai kedalaman suatu medium homogen dimana amplitudo
gelombang EM telah tereduksi menjadi 1/e dari amplitudo di permukaan bumi.
δ=
2ρ
ωµ 0
2.38
B. Metode Magnetotellurik
Metode magnetotellurik (MT) adalah metode sounding elektromagnetik
(EM) untuk mengetahui struktur tahanan jenis bawah permukaan dengan cara
)
melakukan pengukuran pasif komponen medan listrik ( ) dan medan magnet (2
alam yang berubah terhadap waktu. Perbandingan antara medan listrik dan medan
magnet disebut impedansi yang merupakan sifat listrik (konduktivitas/resistivitas)
medium. Metode MT menghasilkan kurva sounding tahanan jenis semu terhadap
frekuensi yang menggambarkan variasi konduktivitas listrik terhadap kedalaman.
Pada eksplorasi daerah prospek geothermal, metode MT digunakan untuk mencari
daerah bertahanan jenis rendah yang diasosiasikan dengan keberadaan lapisan
batuan penutup dan pergerakan fluida panas atau reservoir panas bumi.
Medan EM mempunyai kawasan frekuensi dengan rentang band frekuensi
panjang yang mampu untuk investigasi dari kedalaman beberapa puluh meter
hingga ribuan meter di bawah muka bumi. Makin rendah frekuensi yang dipilih
makin dalam jangkauan penetrasi. Kedalaman penetrasi atau jangkauan
gelombang elektromagnetik (EM) ke dalam bumi, kecepatan kerja untuk liputan
daerah yang cukup luas, serta kesederhanaan dalam akuisisi data di lapangan
merupakan keunggulan utama metode MT (Mardiana, U. 2007).
18
1.
Sumber Medan Magnetotellurik
Sumber medan EM frekuensi tinggi (>1 Hz) berasal dari kegiatan guntur
dan kilat yang terjadi dalam lapisan atmosfer bumi secara menyeluruh (worldwide). Sumber medan EM frekuensi rendah (< 1 Hz) berasal dari gelombang
micro (micropulsation) karena interaksi antara partikel matahari (solar wind)
dengan medan magnet bumi. Dalam permasalahan ini, penulis hanya akan
membahas medan EM yang disebabkan oleh matahari, karena medan inilah yang
merupakan sumber medan untuk metode Magnetotellurik, bila digunakan sumber
alam.
Gambar 2.5 Ilustrasi sumber medan elektromagnetik (EM)
(sumber: Grandis, H. 2007)
Dipermukaan matahari selalu terjadi letupan-letupan plasma yang akan
mengeluarkan partikel, yang sebagian besar terdiri dari partikel hidrogen.
Aktivitas letupan tersebut berubah-ubah terhadap waktu. Karena terjadi proses
ionisasi dipermukaan matahari, maka hidrogen berubah menjadi plasma yang
19
mengandung proton dan elektron. Kecepatan plasma ini relatif rendah dan lebih
dikenal dengan sebutan angin matahari (Solar Wind), yang mempunyai sifat acak
dan berubah terhadap waktu.
Bila angin matahari bertemu dengan medan magnet bumi, maka proton dan
elektron akan terpisah dengan arah yang berlawanan, dan ini akan menimbulkan
arus listrik dan medan EM dalam angin matahari. Medan ini akan bersifat
melawan medan magnet bumi di tempat peristiwa itu terjadi, sehingga medan
magnet ditempat itu akan berkurang secara tajam sehingga membentuk batas
medan magnet bumi di atmosfer yang disebut sebagai lapisan magnetopause yang
merupakan batas terluar dari atmosfer bumi.
Angin matahari yang membawa medan EM akan terus menjalar sampai
lapisan ionosfer, dan akan terjadi lagi interaksi dengan lapisan tersebut. Sekali
lagi, terjadi medan atau gelombang EM dan arus tellurik yang mengalir dalam
ionosfer tersebut. Gelombang EM ini akan menjalar sampai permukaan bumi dan
sesuai dengan sifat pembawaannya yaitu berfluktuasi terhadap waktu. Bila medan
ini, yang merupakan sumber medan magnet dipermukaan bumi, menembus bumi
maka akan terjadi interaksi antara medan EM dengan material bumi yang dapat
bersifat sebagai konduktor. Akibat interaksi ini, akan timbul arus induksi seperti
yang terjadi pada fenomena Biot-Savart. Arus induksi ini akan menginduksi ke
permukaan bumi sehingga terjadi arus eddy dilapisan permukaan bumi yang kita
kenal sebagai “arus tellurik”. Arus tellurik inilah yang akan menjadi sumber
medan listrik dipermukaan bumi untuk metode MT ini.
20
Gambar 2.6 skema sederhana proses induksi gelombang elektromagnet terhadap bumi
yang konduktif
(sumber: Setyawan, A. et al. 2005 )
2.
Tensor Impedansi
Data MT berupa deret waktu (time series) komponen horizontal medan
elektromagnetik (Ex, Ey, Hx dan Hy) yang diukur pada permukaan bumi. Sinyal
terekam mempunyai rentang frekuensi sangat lebar (10-3-105 Hz), yang berisi
informasi tentang variasi medan listrik dan magnetik terhadap waktu. Tujuan
pengolahan data adalah mendapatkan fungsi transfer MT, yaitu tensor impedansi
yang menyatakan hubungan antara medan listrik dan medan magnetik dalam
domain frekuensi melalui persamaan berikut:
E x = Z xx H x + Z xy H y
E y = Z yx H x + Z yy H y
atau
 E x   Z xx Z xy  H x 


 

 E y  =  Z yx Z  H y 
yy 


 
2.39
21
E =Z ⋅H
2.40
Pada persamaan (2.39), Z adalah tensor impedansi penghubung medan
listrik dan magnetik. FXY adalah tensor impedansi dari X dan 2Y , sedangkan FYX
adalah tensor impedansi dari Y dan 2X . Z adalah bilangan kompleks dengan
elemen riil dan imajiner, sehingga bisa dinyatakan oleh:
ρ ij =
1
µ 0ω
Z ij
2
{ }
{ }
 Im Z ij 

 Re Z ij 


φij = tan −1 
2.41
2.42
Tahapan untuk mengestimasi fungsi transfer MT didahului dengan analisis
spektral deret waktu medan elektromagnetik. Deret waktu dengan rentang yang
sangat panjang dipartisi menjadi deret-deret waktu yang pendek. Dari tiap partisi
akan diperoleh estimasi impedansi pada beberapa frekuensi.
Data pengukuran medan listrik dan magnetik selalu mengandung noise.
Oleh karena itu, komponen medan listrik dan magnetik hasil pengukuran bisa
dituliskan sebagai penjumlahan antara medan alami dan noise.
Eobs = E + Enoise
2.43
H obs = H + H noise
2.44
Untuk menghilangkan pengaruh noise pada spektrum-daya magnetik,
diterapkan metode remote reference. Metode remote reference melibatkan satu
titik pengukuran tambahan yang letaknya relatif jauh dari titik pengukuran utama.
Sensor yang digunakan pada titik ini biasanya hanya sensor magnetik saja.
22
Metode remote reference didasarkan pada karakter medan magnetik yang secara
spasial tidak terlalu banyak bervariasi. Oleh karena itu karakter atau sinyal pada
medan magnetik di titik pengukuran dan di titik refereni relatif identik, namun
masing-masing memiliki noise yang berbeda.
Selain dengan teknik remote reference, pembersihan noise juga dilakukan
dengan analisis statistik. Robust processing adalah teknik yang digunakan dalam
analisis ini. Dengan mendeteksi pencilan luar (outliers), data yang memiliki nilai
jauh berbeda dengan data keseluruhan, secara iteratif diberikan pembobotan yang
lebih kecil.
3.
Rotasi Tensor Impedansi
Persamaan (2.39) menyatakan hubungan antara medan listrik dan medan
magnetik pada medium 3D dimana nilai Z bervariasi terhadap sistem koordinat x,
y, z. Untuk medium 1D, dimana variasi tahanan-jenis hanya terhadap kedalaman,
nilai elemen diagonal tensor impedansi, Zxx dan Zyy adalah nol. Sedangkan elemen
tak-diagonal mempunyai nilai yang sama tetapi berlawanan tanda.
Z xx = Z yy = 0 
1 − D
Z xy = −Z yx

2.45
Untuk kasus medium 2D, dimana arah struktur sejajar atau tegak lurus dengan
sumbu koordinat, nilai dari komponen-komponen tensor adalah,
Z xx = − Z yy 
2 − D
Z xy ≠ Z yx 
2.46
23
Secara teoritis, tensor impedansi yang dihasilkan dari pengolahan data dapat
dirotasikan sehingga diperoleh impedansi dengan sistem koordinat berbeda sistem
koordinat pengukuran. Rotasi tensor impedansi didasarkan persamaan:
Z = R . Z . RT
 cos β
R = 
−
 sin β
− sin β 

cos β 
2.47
dimana R adalah matriks rotasi, β adalah sudut rotasi dan RT adalah transpos dari
R.
Rotasi dilakukan untuk memperkirakan arah jurus struktur daerah
pengukuran. Untuk menentukan nilai β agar sesuai dengan arah jurus struktur,
nilai tensor impedansi Zxy dan Zyx dimaksimalkan dan nilai Zxx dan Zyy
diminimalkan. Elemen tensor hasil rotasi, Zxy dan Zyx, dikenal dengan TE-mode
dan TM-mode jika sumbu-x sejajar arah struktur.
4.
Tensor Impedansi Invarian
Pada medium 1-D yang hanya bervariasi terhadap kedalaman, besaran
impedansi merupakan besaran skalar yang tidak bergantung arah koordinat
pengukuran. Besaran invarian diturunkan dari tensor impedansi dan bersifat tidak
bergantung arah koordinat pengukuran. Dengan kata lain besaran invarian tidak
terpengaruh walaupun dilakukan rotasi tensor impedansi.
Berdichevsky (2002) menyatakan besaran invarian sebagai hasil perataan
komponen utama tensor impedansi:
Z inv =
1
( Z xy − Z yx )
2
2.48
24
Besaran invarian bisa dijadikan sebagai alternatif untuk menentukan arah
jurus struktur secara kasar jika medium tidak terlalu jauh menyimpang dari
kondisi 1-D.
5.
Pemodelan Struktur Tahanan Jenis
Untuk melihat distribusi tahanan-jenis bawah permukaan, data MT multi-
site ditampilkan dalam bentuk penampang. Penampang tahanan-jenis diperoleh
melalui pemodelan 1D dan 2D, dengan data masukan berupa impedansi TE-mode
dan TM-mode.
a.
Pemodelan 1D
Model 1D berupa model berlapis horisontal, yaitu model yang terdiri dari
beberapa lapisan, dimana tahanan jenis tiap lapisan homogen. Dalam hal ini
parameter model 1D adalah tahanan jenis dan ketebalan tiap lapisan. Secara
umum hubungan data dan parameter model dapat dinyatakan oleh:
d=F(m)
2.49
dimana d adalah vektor data, m adalah vektor model dan F(m) adalah fungsi
forward modeling.
Pemecahan masalah menggunakan algoritma dilakukan Newton dengan
mencari solusi model yang meminimumkan fungsi objektif Ψ, yang didefinisikan
oleh:
T
Ψ (m) = (d – m F ) V (d – m F ))
2.50
dimana V adalah matriks pembobot. Penerapan metode Newton untuk minimasi
persamaan (2.49) memberikan solusi:
25
mn+ 1 = mn −[ JnT Jn + HnT (F( m ) – d )]-1 × [JnT ((Fm) – d )]
2.51
dimana mn+1 adalah model pada iterasi ke-n, J adalah matriks Jacobian yaitu
turunan pertama Ψ terhadap m dan H adalah matriks Hessian yaitu turunan kedua
Ψ terhadap m.
b. Pemodelan 2D
Model 2D berupa model bawah permukaan yang terdiri dari blok-blok
dengan ukuran berbeda. Dalam hal ini parameter model 2D adalah nilai tahananjenis dari tiap blok yang mempunyai dimensi lateral (x) dan vertikal (z). Secara
umum hubungan data dan parameter model juga dapat dinyatakan oleh persamaan
(2.48).
Pemecahan masalah menggunakan algoritma nonlinear conjugate gradient
(NLCG) dilakukan dengan mencari solusi model yang meminimumkan fungsi
objektif Ψ, yang didefinisikan oleh:
T
(Ψ (m) = (d – F m ) V-1 (d – F m))+ ε2mT Wmm
2.52
dimana ε adalah bilangan positif sebagai bobot relatif antara kedua faktor yang
diminimumkan, dan W adalah faktor smoothness yang merupakan fungsi
kontinyu model yang dapat dinyatakan oleh turunan pertama atau turunan
keduanya. Penerapan metode NLCG untuk meminimumkan persamaan (2.49)
memberikan solusi:
mn+ 1 = mn −[JnT Jn + HnT ( F (m)− d )+ε W m]-1x[ JnT (F (m) – d )]
2.53
Pemodelan inversi dengan algoritma NLCG diaplikasikan pada program
WinGlink.
26
C. Sifat Listrik Dalam Batuan
Aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat di golongkan menjadi
tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan
konduksi secara dielektrik (Wuryantoro. 2007).
1. Konduksi secara elektronik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron
bebas sehingga arus listrik di alirkan dalam batuan atau mineral oleh elektronelektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga di pengaruhi oleh sifat atau
karakteristik masing-masing batuan yang di lewatinya. Salah satu sifat atau
karakteristik batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis) yang menunjukkan
kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai
resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus
listrik, begitu pula sebaliknya.
Jika di tinjau suatu silinder dengan panjang L, luas penampang A, dan resistansi
R, maka dapat di rumuskan:
[
Z $,
2.54
Gambar 2.7 Silinder Konduktor (Sumber: Wuryantoro. 2007)
Di mana secara fisis rumus tersebut dapat di artikan jika panjang silinder
konduktor (L) dinaikkan, maka resistansi akan meningkat, dan apabila diameter
silinder konduktor diturunkan yang berarti luas penampang (A) berkurang maka
resistansi juga meningkat. Di mana ρ adalah resistivitas (tahanan jenis) dalam
Ωm. Sedangkan menurut hukum Ohm, resistivitas R dirumuskan :
27
Z
#
\
2.55
Sehingga didapatkan nilai resistivitas:
$
#,
\[
2.56
Pada eksplorasi daerah prospek geothermal, metode MT digunakan untuk
mencari daerah bertahanan jenis rendah yang diasosiasikan dengan keberadaan
lapisan batuan penutup dan pergerakan fluida panas atau reservoir panas bumi.
Pendugaan tahanan jenis sounding dapat digunakan untuk memberikan gambaran
tentang kerak bumi secara vertikal yang dinyatakan dengan adanya lapisan batuan
yang dibuat berdasarkan harga tahanan jenis. Selanjutnya berdasarkan pada
gambaran penampang tersebut akan dapat ditafsirkan keadaan dalam kerak bumi
yang berupa kedalaman lapisan, ketebalan lapisan dan kemungkinan struktur yang
muncul.
Panas secara tidak langsung akan mempengaruhi harga tahanan jenis dari
tiap-tiap batuan. Batuan-batuan yang jenuh air apabila terkena panas akan berubah
harga tahanan jenisnya. Air yang terpanaskan akan lebih banyak melarutkan
garam-garam dalam batuan dan membentuk elektrolit kuat yang merupakan
penghantar arus listrik yang baik.
Panas bumi juga mempunyai nilai tahanan jenis yang berubah dari batuan
yang banyak mengandung air. Batuan-batuan tersebut akan mempunyai nilai
tahanan jenis yang rendah. Tinggi atau rendahnya harga tahanan jenis dalam
batuan, dipengaruhi oleh faktor-faktor keragaman batuan, kandungan air dalam
batuan, sokongan panas dan mobilitas ion dalam penghantar listrik dalam batuan
28
tersebut. Keempat faktor tersebut saling berkaitan sehingga satu sama lain saling
mempengaruhi.
2. Konduksi Secara Elektrolitik
Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki
resistivitas yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya batuan biasanya
bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air.
Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, di mana
konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan
resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-porinya.
Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan bertambah
banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam
batuan berkurang.
3. Konduksi Secara Dielektrik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap
aliran arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas
sedikit, bahkan tidak sama sekali. Elektron dalam batuan berpindah dan
berkumpul terpisah dalam inti karena adanya pengaruh medan listrik di luar,
sehingga terjadi poliarisasi. Peristiwa ini tergantung pada konduksi dielektrik
batuan yang bersangkutan, contoh : mika.
29
D. Panas Bumi
1.
Sistem Panas Bumi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Ashat. A. 2009). “panas
bumi adalah sumber energi seperti air panas, uap panas, serta gas-gas lain yang
terdapat di dalam perut bumi”, sedangkan menurut Leibowitz mendefinisikan
energi panas bumi sabagai sejumlah panas yang berasal dari bumi dan berada
cukup dekat dengan permukaan bumi sehingga dapat digunakan secara ekonomi.
Menurut Pasal 1 UU No.27 tahun 2003 tentang Panas Bumi (dalam Vita. R.
2008), panas bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air
panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara
genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi dan
untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan.
Energi panas bumi merupakan energi yang dihasilkan dari panas yang
tersimpan di bawah permukaan bumi. Energi panas bumi menyumbang 0.416%
dari total energi dunia. Jika sumber panas yang dikumpulkan melalui pompapompa panas bumi diikutsertakan, maka kapasitas energi panas bumi
nongenerator listrik diperkirakan mencapai 100 GW dan digunakan secara
komersil di lebih dari 70 negara.
Sebuah sistem panas bumi terdiri dari empat komponen batuan penyusunnya
yaitu:
a.
Adanya sumber panas (heat source), pada umunya berupa intrusi magmatik
(vulkanik) yang bersuhu sangat tinggi (t > 600 oC) yang telah mencapai
kedalaman relatif cukup dangkal (5-10 km) sehingga dapat menimbulkan
30
anomali fluks panas yang cukup besar atau sistem dengan suhu tertentu yang
cukup rendah namun terus bertambah seiring dengan kedalaman.
b.
Adanya
batuan
dasar
(bed
rock)
yang
impermebel,
yang
dapat
mengkonduksikan panas dari sumbernya ke reservoir.
c.
Adanya batuan wadah (reservoir), yaitu batuan ekifer dengan porositas dan
permeabilitas cukup tinggi berisi fluida (air dan/ uap) panas. Ada pengisian
kembali air dingin biasanya air hujan melalui sesar dan rekahan. Reservoir
panas bumi berupa batu panas yang permeabel dimana fluida yang mengisi
dan melaluinya mengambil panas.
d.
Adanya batuan penutup (caprock) yaitu batuan impermeabel yang dapat
mencegah pelepasan energi dari reservoir ke lapisan dekat permukaan.
Gambar 2.8 Sketsa Sistem Panas Bumi
(sumber: Wahyudi. 2009)
Suatu sistem panas bumi terdiri dari beberapa komponen geologi, yaitu
sumber panas, batuan dasar, batuan penutup, dan batuan reservoir. Sumber panas
31
yang dimaksudkan adalah massa panas pada aliran fluida panas atau sebagai
pembawa panas ke permukaan yang berinteraksi dengan sistem air tanah bawah
permukaan dan terperangkap dalam zona reservoir yang permeabilitasnya tinggi
pada umumnya massa panas berbentuk aliran konduksi dan konveksi yang
berhubungan dengan kontak sentuh hasil kegiatan gunung api (vulkanisme).
Perangkap fluida panas pada umumnya berupa lapisan batuan yang karena
pengaruh tektonik atau perubahan gaya gerak struktur geologi (sesar, pelipatan)
akan membentuk rekahan-rekahan (freactures) sebagai permeabilitas pada zona
reservoir. Aliran fluida panas muncul ke permukaan melalui satu saluran yang
dapat berupa struktur sesar, zona rekahan ataupun bidang perlapisan batuan,
berupa manifestasi panas bumi seperti lumpur panas, geiser, fumarola, tanah
panas, mata air panas, solfatara, batuan ubahan, dan lain-lain.
2.
Sistem Hidrothermal
Sistem panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistem hidrothermal
yang mempunyai suhu tinggi (t > 225 oC), hanya beberapa diantaranya yang
mempunyai suhu sedang (150 – 225 oC). Pada dasarnya sistem panas bumi jenis
hidrothermal terbentuk sebagai hasil perpindahan panas dari suatu sumber panas
ke sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara konveksi.
Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan
perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan
suatu sumber panas. Perpindahan panas secara konveksi pada dasarnya terjadi
karena gaya apung air, karena gaya gravitasi selalu mempunyai kecenderungan
32
untuk bergerak kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak dengan suatu
sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas sehingga suhu air menjadi
lebih tinggi dan air menjadi lebih ringan. Keadaan ini menyebabkan air yang lebih
panas bergerak ke atas dan air yang lebih dingin bergerak turun ke bawah
sehingga terjadi sirkulasi air atau arus konveksi.
Adanya suatu sistem hidrothermal di bawah permukaan sering kali
ditunjukkan oleh adanya manifestasi panas bumi di permukaan (geothermal
surface manifestation), seperti mata air panas, kubangan lumpur panas (mud
pools), geyser dan manifestasi panas bumi lainnya. Manifestasi panas bumi di
permukaan diperkirakan terjadi karena adanya perambatan panas dari bawah
permukaan atau karena adanya rekahan–rekahan yang memungkinkan fluida
panas bumi (uap dan air panas) mengalir ke permukaan.
Aliran fluida yang terjadi berupa upflow maupun outflow. Upflow
merupakan aliran fluida dari daerah bertekanan tinggi menuju daerah bertekanan
rendah. Upflow sumber panas bumi dapat diartikan juga merupakan aliran fluida
secara vertikal di dalam sistem. Daerah-daerah upflow dicirikan oleh munculnya
fumarol atau steam vent, yang dapat berasosiasi dengan alterasi asam di daerah
dangkal. Sedangkan outflow merupakan aliran fluida secara lateral ke luar sistem
dan dicirikan oleh manifestasi air panas pada daerah yang lebih rendah.
3.
Karakteristik Panas Bumi
Langkah awal dalam rangka penyiapan konservasi energi panas bumi adalah
study sistem panas bumi terutama melalui pemahaman terhadap karakteristik
33
sumber panas bumi sebagai bagian penting dalam sistem. Pemahaman tentang
karakteristik sumber panas bumi berkaitan dengan hal-hal berikut:
a.
Dapur Magma
Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen, F. F Groun, Takeda
(dalam Karami. G. 2009) magma didefinisikan sebagai cairan silikat kental yang
pijar terbentuk secara alamiah, bersuhu tinggi antara 1500-2500 oC dan bersifat
mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada kerak bumi bagian bawah.
Dalam magma terdapat beberapa bahan yang larut bersifat volatile seperti
air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan lain-lain yang merupakan penyebab
mobilitas magma, dan non-volatile (non gas) yang merupakan pembentuk mineral
yang lazim dijumpai dalam batuan beku. Pada saat magma mengalami penurunan
suhu akibat perjalanan ke permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk.
Peristiwa tersebut dikenal sebagai peristiwa penghabluran.
Pada dasarnya energi panas yang dihasilkan oleh suatu wilayah gunung api
mempunyai kaitan erat dengan sistem magmatik yang mendasarinya, salah satu
karakteristik penunjang potensi panas bumi adalah letak dapur magma yang
berada di bawah permukaan sebagai sumber panas, terutama di daerah-daerah
yang terletak di jalur vulkanik-magmatik. Ukuran magma itu sendiri berhubungan
erat dengan kegiatan vulkanisme. Dalam perjalanannya menuju permukaan,
magma akan mengalami proses diferensiasi dan berevolusi menghasilkan susunan
kimiawi yang berbeda sesuai kedalaman.
Dapur magma yang terbentuk pada kedalaman menengah kemungkinan
terkontaminasi oleh bahan-bahan kerak bumi yang kaya akan silika dan gas,
34
sehingga
bersifat
lebih
eksplosif.
Volumenya
dapat
diperkirakan
dari
kenampakan-kenampakan fisik berupa ukuran kaldera, distribusi lubang,
kepundan, pola rekahan, pengangkatan topografi, dan hasil erupsi gunung api atau
melalui identifikasi dengan metode geofisika.
b. Kondisi Hidrologi
Kondisi hidrologi pada suatu sistem panas bumi sangat dipengaruhi oleh
bentang alam. Pada daerah berelief (topografi) rendah, manifestasi-manifestasi
panas bumi dapat berbentuk mulai dari kolam air panas dengan pH mendekati
netral, pengendapan sinter silika hingga zona-zona uap mengandung H2S yang
berpeluang menghasilkan fluida bersifat asam; menandakan bahwa sumber fluida
panas bumi berada relatif tidak jauh dari permukaan. Sementara pada daerah
dengan topografi tinggi dimana kenampakan manifestasi berupa fumarol atau
solfatara, menggambarkan bahwa sumber panas bumi berada pada kondisi relatif
dalam yang memerlukan waktu dan jarak panjang untuk mencapai permukaan.
c.
Manifestasi
Adanya aktivitas panas bumi ditunjukkan oleh adanya manifestasi-
manifestai di permukaan. Manifestasi di permukaan diperkirakan terjadi karena
adanya perambatan panas dari bawah permukaan atau karena adanya rekahanrekahan yang memungkinkan fluida panas bumi (uap dan air panas) mengalir ke
permukaan, adanya manifestasi panas bumi sering ditunjukan oleh hal-hal berikut:
1) Mata air panas; merupakan manifestasi yang menunjukkan adanya reservoir
panas bumi di bawah batuan permukaan. Mata air panas biasanya memiliki
suhu antara (150-225)oC, sehingga pada umunya kita dapat memperkirakan
35
jumlah energi panas yang dapat diproduksi. Dalam kehidupan sehari-hari
mata air panas dapat dimanfaatkan secara langsung untuk pemanas
ruangan/rumah pertanian, air mandi atau penggerak turbin listrik.
2) Sinter Silika; merupakan manifestasi panas bumi yang berasal dari fluida
hidrothermal yang mempunyai susunan alkalin dengan kandungan silika yang
cukup. Sinter silika mengendap ketika fluida yang mengalami pendinginan
dari 100oC ke 50oC. Endapan ini dapat digunakan sebagai indikator yang baik
bagi keberadaan reservoir bersuhu >175 oC.
3) Travertin; merupakan manifestasi panas bumi yang berasal dari jenis
karbonat yang mengendap di permukaan, hal ini terjadi ketika air meteorik
yang sedang bersirkulasi sepanjang bukaan-bukaan struktur mengalami
pemanasan oleh magma dan bereaksi dengan batuan karbonat. Travertin
biasanya terbentuk sebagai timbunan/gundukan disekitar mata air panas yang
mempunyai suhu sekitar (30-100)oC. Travertin dapat digunakan sebagai
indikator suhu reservoir panas bumi berkapasitas energi kecil yang terlalu
lemah untuk menggerakkan turbin listrik tetapi dapat dimanfaatkan secara
langsung.
4) Kawah dan endapan hidrothermal, kawah merupakan manifestasi panas bumi
yang dihasilkan oleh erupsi berkekuatan supersonik karena tekanan uap panas
yang berasal dari reservoir hidrothermal dalam (pada kedalaman ±400 m dan
mempunyai suhu sekitar 230 oC) yang melampaui tekanan litostatik, ketika
aliran uap tersebut terhambat oleh lapisan batuan tidak permeabel (caprock).
Sedangkan endapan hidrothermal merupakan manifestasi panas bumi yang
36
dihasilkan oleh erupsi berkekuatan basiltik dari reservoir hidrothermal
dangkal (pada kedalaman ±200 m dan mempunyai suhu sekitar 195 oC).
Endapan hidrothermal terjadi ketika transmisi tekanan uap panas melebihi
tekanan litostatik karena tertutupnya bukaan-bukaan batuan yang dilaluinya.
Kedua jenis manifestasi ini erat hubungannya dengan kegiatan erupsi
hidrothermal dan merupakan indikator kuat dari keberadaan reservoir
hidrothermal aktif.
d. Reservoir
Reservoir merupakan suatu volume batuan di bawah permukaan bumi yang
mempunyai cukup porositas dan permeabilitas untuk meloloskan fluida yang
terperangkap didalamnya, menurut Hochstein (dalam Herman, Danny. 2006)
reservoir geothermal diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu :
1) Entalpi rendah yaitu reservoir geothermal yang mempunyai batas suhu t <
125oC dengan rapat daya spekulatif 10 MW/km2 dan konversi energi 10%.
2) Entalpi sedang yaitu reservoir geothermal yang mempunyai kisaran suhu
125oC – 225oC dengan rapat daya spekulatif 12,5 MW/km2 dan konversi
energi 10%.
3) Entalpi tinggi yaitu reservoir geothermal yang mempunyai batas suhu t >
225oC dengan rapat daya spekulatif 15 MW/km2 dan konversi energi 15%.
Faktor-faktor pembentukan suatu reservoir panas bumi sangat dipengaruhi
oleh hal-hal berikut ;
1) Umur dan ukuran terobosan subvulkanik
2) Tersedianya cukup akuifer
37
3) Porositas dan permeabilitas batuan-batuan dasar
4) Rekahan-rekahan batuan dasar
5) Lingkungan tektonik dan kedudukan dari sistem rekahan terdahulu
6) Kandungan lempung dan tingkat ubahan (alterasi) hidrotermal dari batuan
induk.
e.
Batuan penutup (caprock)
Batuan penutup (caprock) yaitu batuan impermeabel yang dapat mencegah
pelepasan energi dari reservoir ke lapisan dekat permukaan. Caprock sistem panas
bumi memliki resistivitas dan permeabilitas yang rendah karena diakibatkan
kehadiran beberapa mineral hasil alterasi hidrotermal.
Alterasi terjadi pada intrusi batuan beku yang mengalami pemanasan dan
pada struktur tertentu yang memungkinkan masuknya air meteorik untuk dapat
mengubah komposisi mineralogi batuan. Perubahan komposisi mineral batuan
(dalam keadaan padat) tersebut terjadi karena pengaruh suhu dan tekanan yang
tinggi. Zona alterasi merupakan suatu zona tempat sirkulasi fluida yang
menyebabkan himpunan mineral pada batuan dinding menjadi tidak stabil, dan
cenderung menyesuaikan kesetimbangan baru dengan membentuk himpunan
mineral yang sesuai dengan kondisi yang baru. Zona alterasi hidrotermal dapat
terbagi menjadi lima zona berdasarkan kumpulan mineral ubahannya:
1) Zona Potasik
Zona potasik merupakan zona alterasi yang berada pada bagian dalam suatu
sistem hidrotermal dengan kedalaman yang bervariasi yang umumnya lebih dari
38
beberapa ratus meter. Zona alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit
sekunder, kalium feldspar, kuarasa, serisit, dan magnetit.
2) Zona Alterasi Serisit
Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas
zona ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang berkembang pada
intrusi. Zona ini dicirikan oleh mineral serisit dan kuarsa sebagai mineral utama
dengan mineral pyrite yang melimpah serta sejumlah anhidrit.
3) Zona Alterasi propilitik
Zona ini berkembang pada bagian luar zona alterasi yang dicirikan oleh
kumpulan mineral epidot maupun karbonat dan juga mineral klorit. Karakteristik
dari zona ubahan ini yaitu dijumpai kumpulan mineral ubahan yang umumnya
berupa klorit dan epidot serta dijumpainya mineral ubahan serisit dan kuarsa,
lempung dan karbonat dalam jumlah yang sedikit. Endapan umumnya dijumpai
dalam bentuk veinlet disebabkan pengisian rekahan oleh larutan sisa magma yang
melewati batuan tersebut, dimana rekahannya merupakan zona yang lemah yang
merupakan media tempat larutan tersebut mengalir yang kemudian mengalami
pembekuan dan pengkristlan.
4) Zona Argilik
Zona ini terbentuk karena rusaknya unsure potassium, kalsium dan
magnesium menjadi mineral lempung. Zona ini dicirikan oleh kumpulam mineral
lempung, kuarsa dan karbonat. Logam sulfida yang biasanya terbentuk pada zona
ini berupa pirit namun kehadirannya tidak seintensif pada zona serisit dimana
bentuk veinlet ini hadir pada bagian luar dalam suatu site alterasi hidrotermal.
39
5) Zona Alterasi Skarn
Alterasi ini terbentuk akibat kontak antara batuan sumber dengan batuan
karbonat. Zona ini sangat dipengaruhi oleh komposisi batuan yang kaya akan
kandungan mineral karbonat. Pada kondisi yang kurang akan air, zona ini
dicirikan oleh pembentukan mineral garnet, klinopiroksin dan wollastonit serta
mineral magnetit dalam jumlah yang cukup besar. Sedangkan pada zona yang
kaya akan air, zona ini dicirikan oleh mineral klorit, tremolit, aktinolit dan kalsit
dan larutan hidrotermal.
4.
Potensi Panas Bumi
Potensi panas bumi merupakan kemampuan untuk menghasilkan energi
panas bumi, potensi panas bumi di Indonesia dibagi menjadi dua kelas yaitu
potensi panas bumi sumber daya dan sumber cadangan, yang masing-masing
dibagi lagi menjadi subkelas-subkelas. Adapun kriteria sumber daya terdiri dari :
a.
Sumber daya spekulatif yaitu sumber daya yang dicirikan oleh adanya
manifestasi panas bumi aktif dimana luas reservoir dihitung dari data geologi
yang tersedia dan rapat dayanya berdasarkan asumsi.
b.
Sumber daya hipotesis yaitu sumber daya yang dicirikan oleh adanya
manifestasi panas bumi aktif dengan data dasar hasil survei regional geologi,
geokimia dan geofisika. Luas daerah prospek ditentukan berdasarkan
penyebaran manifestasi dan batasan geologi, sementara penentuan suhu
berdasarkan geotermometer.
40
Sedangkan kriteria sumber cadangan terdiri dari :
a.
Sumber cadangan terduga merupakan sumber cadangan yang dibuktikan oleh
data pemboran landaian suhu dimana estimasi luas dan ketebalan reservoir
serta parameter fisika batuan dan fluida dilakukan berdasarkan data ilmu
kebumian terpadu, yang digambarkan dalam bentuk model tentatif.
b.
Sumber cadangan mungkin merupakan sumber cadangan yang dibuktikan
oleh sumur eksplorasi yang berhasil dimana estimasi luas dan ketebalan
reservoir didasarkan pada data sumur dan hasil penyelidikan ilmu kebumian
rinci terpadu. Parameter batuan, fluida dan suhu reservoir diperoleh dari
pengukuran langsung dalam sumur.
c.
Sumber cadangan terbukti merupakan sumber cadangan yang dibuktikan oleh
lebih dari satu sumur eksplorasi yang berhasil mengeluarkan uap/air panas,
dimana estimasi luas dan ketebalan reservoir didasarkan keadaan data sumur
dan hasil penyelidikan ilmu kebumian rinci terpadu. Parameter batuan dan
fluida serta suhu reservoir didapatkan dari data pengukuran langsung dalam
sumur dan atau laboratorium.
Download