ANALISIS TEKS BUKU SEKOLAH ELEKTRONIK (BSE) GEOGRAFI KELAS X SMA TERBITAN DEPDIKNAS PADA MATERI LITOSFER DAN PEDOSFER Puput Cahyaningtias Edy Purwanto J. P. Buranda Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang ABSTRACT: This study aims to review the truth of concepts, language, and appropriateness of media function presented in BSE X-Class of Endarto and friends on the lithosphere and pedosphere materials. Thus, the quality of BSE can be found. Data was collected using instruments guidelines for analysis. And then the data was analyzed by matched them with the assessment of text rubric. The results are: (1) the concept error is divided into 2, there are 10 defining concept of 30 existing concepts and 60 concrete concepts of 67 concepts that exist on the BSE; (2) language mistakes include: 153 punctuation usage, 104 vocabulary usage, 161 writing sentences, and 21 writing paragraphs; (3) most of the media has function as a consolidation of understanding. There are 6 images that are useless and 24 useful media of 30 media. Keywords: BSE analysis, lithosphere and pedosphere, the truth of concept, the truth of language, appropriateness of media function Buku teks merupakan salah satu bahan ajar yang berperan penting dalam pembelajaran, baik bagi guru maupun siswa. Buku teks yang beredar di masyarakat bervarisasi mulai dari harga, bentuk, dan atau penyajian materi. Salah satu contoh buku teks yang beredar adalah Buku Sekolah Elektronik (BSE). Kualitas BSE dianggap masih rendah karena dalam penyajiannya masih ditemukan beberapa kesalahan. Kesalahan-kesalahan tersebut meliputi: (1) kesalahan konsep, baik itu konsep konkret maupun terdefinisi; (2) kesalahan tata bahasa, yaitu kesalahan tanda baca, penggunaan kosakata, penulisan kalimat, dan penulisan paragraf; dan (3) kesesuaian fungsi media. 1. Puput Cahyaningtias adalah mahasiswi Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang ([email protected]) 2. Edy Purwanto dan J. P Buranda adalah dosen Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang 1 2 Buku teks harus memuat konsep yang benar agar makna yang sebenarnya dari konsep tersebut dapat diterima siswa sehingga tidak terjadi kesalahpahaman (misunderstanding). Purwanto (2002:102) menyatakan bahwa penyajian konsep yang salah akan mengganggu pembaca memahami atau menyusun sendiri generalisasi. Oleh karena itu, kajian terhadap penyajian konsep geografi dalam buku teks perlu dilakukan agar diketahui ada tidaknya kesalahan konsep sehingga dapat segera dilakukan perbaikan-perbaikan. Penggunaan bahasa yang baik dan benar juga merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam penyajian buku teks. Ketepatan bahasa yang meliputi penggunaan tanda baca, pemilihan kosa kata, penulisan kalimat, dan paragraf perlu diperhatikan. Kesalahan penggunaan tanda baca seperti seperti tanda titik (.), koma (,), tanda tanya, (?), tanda seru (!) dan garis miring (/) dapat mengubah pengertian suatu kalimat. Pemilihan kosakata yang tepat dan lazim, penggunaan kalimat efektif seperti kalimat yang tidak berbelit-belit, tidak terlalu panjang, dan logis, serta penulisan paragraf yang benar juga mempengaruhi pemahaman pembaca. Kesalahan tata bahasa yang terjadi pada buku teks akan menjadi fatal karena bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan isi buku kepada pembaca. Kesalahan tersebut harus segera diperbaiki agar tidak merusak pemahaman siswa. Media dalam buku teks juga menjadi sarana yang digunakan untuk menyampaikan isi materi dalam pembelajaran seperti penyajian konsep konkret maupun abstrak. Media yang dimaksud dapat berupa buku, video, film, televisi, dan lain-lain. Menurut Purwanto (1995:38) gambar-gambar yang terdapat dalam buku teks geografi merupakan gambar-gambar yang tergolong dalam simbol visual, antara lain: (a) gambar dan sketsa; (b) cartoon; (c) diagram; (d) chart; dan (e) peta. Media dalam buku teks tidak semua memiliki fungsi. Penyajian ilustrasi yang kurang berfungsi atau tidak benar justru membuat pemahaman pengguna buku tidak terkonstruksi dengan baik dan bisa terjadi salah tafsir. Oleh karena itu penggunaan media dalam buku teks perlu dikaji dan diperhatikan dengan baik sehingga tidak mengganggu pemahaman pembaca. 3 Penilaian ulang terhadap kualitas buku teks khususnya BSE yang beredar di masyarakat perlu dilakukan baik dalam hal kebenaran konsep, bahasa, maupun kesesuaian fungsi media sebelum buku tersebut dijadikan buku acuan siswa dalam pembelajaran. Dengan demikian jika ditemukan kesalahan-kesalahan agar dapat segera diperbaiki sehingga tidak mengganggu pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian content analysis. Analisis isi adalah teknik penelitian untuk mendiskripsikan secara objektif, sistematis, dan kumulatif isi komunikasi yang tampak (Berelson dalam Purwanto, 2002:99). Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis dokumen resmi atau aktual yaitu dokumen yang validitas dan keabsahannya diragukan. Sumber data yang digunakan adalah BSE Kelas X Karangan Endarto, dkk. Sumber data ditentukan berdasarkan banyaknya BSE Kelas X yang digunakan di SMA Negeri di Kota Malang. Data penelitian yang digunakan adalah jumlah kesalahan konsep, tata bahasa, dan fungsi media pada materi lithosfer dan pedosfer. Data hasil analisis dikumpulkan dengan instrumen pedoman analisis. Data konsep dianalisis berpedoman pada Ensiklopedi Geografi Jilid 1 dan Kamus Geografi, sedangkan data tata bahasa berpedoman pada Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Fungsi media dianalisis dengan cara membandingkan gambar yang akan dianalisis dengan pedoman analisis berisi klasifikasi fungsi gambar. Data yang telah diidentifikasi dan diklasifikasi tersebut kemudian dicocokkan dengan rubrik penilaian teks. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 4 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih terdapat kesalahan dalam penyajian konsep, bahasa, dan fungsi media dalam BSE karangan Endarto, dkk. Kesalahan konsep terdiri dari kesalahan konsep terdefinisi dan konkret. Pada buku ini ditemukan 10 kesalahan konsep terdefinisi dan 60 konsep konkret. Dengan demikian tingkat kebenaran konsep konkret dan terdefinisi tergolong kurang. Kesalahan bahasa terdiri dari 153 kesalahan tanda baca, 104 kesalahan kosakata, 161 kesalahan kalimat, dan 21 kesalahan penulisan paragraf. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat kebenaran bahasa tergolong kurang. Fungsi media yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu 11 media berfungsi sebagai pemantapan pemahaman, 6 media berfungsi sebagai informasi tambahan, 7 media berfungsi ilustrasi, dan 6 media tidak berfungsi. Jadi terdapat 24 media yang berfungsi dan 6 media tidak berfungsi. Dengan demikian fungsi media dalam BSE tersebut tergolong kurang karena ditemukan lebih dari 5 media yang tidak berfungsi. Pembahasan Hasil analisis data menunjukkan bahwa pada BSE karangan Endarto, dkk. masih mengandung konsep terdefinisi maupun konkret yang salah . Kesalahan konsep konkret lebih banyak ditemukan daripada konsep terdefinisi. Kesalahan ini kemungkinan disebabkan oleh: pertama, referensi yang digunakan dalam penyusunan materi litosfer dan pedosfer sudah banyak, akan tetapi kemungkinan sudah tidak relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan; kedua, pengetahuan penulis terhadap penyajian konsep masih kurang. Penyajian konsep konkret seharusnya diwakili gambar, sedangkan konsep terdefinisi seharusnya didefinisikan dengan benar. Akan tetapi, penyajian konsep konkret dalam BSE hanya dengan definisi, sedangkan konsep terdefinisi masih salah dalam pendefinisiannya. (1) Konsep Terdefinisi Penyajian konsep terdefinisi pada BSE Endarto, dkk. masih banyak yang salah. Contoh kesalahan dan pembahasannya adalah sebagai berikut. 5 Gelombang longitudinal merupakan gelombang gempa yang merambat dari sumber gempa ke segala arah, dengan kecepatan 7-14 km per detik. Gerak Orogenetik adalah gerakan kulit bumi yang lebih cepat dan mencakup wilayah yang lebih sempit. Contoh 1) merupakan kesalahan definisi gelombang longitudinal. Definisi tersebut salah karena gelombang selalu merambat dari sumbernya. Selain itu, pernyataan ”merambat ke segala arah” tidak hanya dilakukan oleh gelombang longitudinal, tetapi gelombang panjang juga. Penyebutan kecepatan pada gelombang tersebut juga kurang tepat, karena kecepatan 7-14 km per detik hanya terjadi di kerak bumi bukan di dalam bumi. Young dan Freedman (2003:2) mendefinisikan gelombang longitudinal sebagai gerak bolak-balik sepanjang arah yang sama seperti arah perjalanan gelombang. Jadi, definisi gelombang longitudinal yang benar adalah gelombang yang memiliki arah getar sejajar dengan arah rambatnya, dengan kecepatan 7-14 km per detik di kerak bumi. Contoh 2) merupakan kesalahan definisi gerak orogenetik. Definisi tersebut tidak jelas karena gerakan kulit bumi bermacam-macam. Gerakan kulit bumi yang dimaksud dalam gerak orogenetik adalah lipatan dan patahan. Jadi definisi gerak orogenetik yang benar adalah gerak pembentukan pegunungan melalui lipatan dan patahan pada daerah yang lebih sempit dalam waktu relatif singkat. (2) Konsep Konkret Konsep konkret dalam BSE karangan Endarto, dkk banyak terdapat kesalahan penyajian. Penyajian konsep konkret seharusnya dalam bentuk gambar. Akan tetapi dalam BSE ini disajikan dengan definisi tanpa menyertakan gambar sehingga makna konsep konkret itu sendiri menjadi kabur. Berikut beberapa contoh kesalahan konsep konkret beserta pembahasannya. Tanah merupakan kumpulan benda-benda alam yang berada di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, dan terdiri atas bahan mineral, bahan organik, air, dan udara. 6 Contour Strip Cropping, yaitu bercocok tanam dengan cara membagi bidangbidang tanah dalam bentuk memanjang dan sempit dengan mengikuti garis kontur sehingga bentuknya berbelok-belok. Contoh 1) menunjukkan kesalahan konsep konkret terkait tanah. Endarto, dkk. mendefinisikan konsep tanah berupa kumpulan benda alam yang tersusun atas horizon-horizon dan terdiri atas bahan organik serta non organik. Seharusnya konsep tanah disajikan dalam bentuk gambar. Oleh karena itu, konsep tanah seharusnya seperti gambar berikut. Gambar 1.1 Tanah Sumber: http://2.bp.blogspot.com/ Contoh 2) merupakan kesalahan konsep konkret terkait contour strip cropping. Contour strip cropping didefinisikan sebagai bercocok tanam dalam bentuk memanjang mengikuti garis kontur. Seharusnya konsep tersebut disajikan dalam bentuk gambar seperti berikut. 7 Gambar 1.2 Contour Strip Cropping Sumber: http://media-3.web.britannica.com/ Kesalahan penyajian konsep baik itu konsep konkret maupun terdefinisi kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor berikut: (1) referensi yang digunakan dalam penyusunan materi litosfer dan pedosfer sudah banyak, akan tetapi kemungkinan sudah tidak relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Hal tersebut dikarenakan referensi yang digunakan merupakan buku buatan tahun lama. Selain itu, diduga terlalu banyaknya referensi justru mengaburkan makna konsep yang sesungguhnya; (2) pengetahuan penulis terhadap penyajian konsep masih kurang. Penyajian konsep konkret seharusnya diwakili gambar, sedangkan konsep terdefinisi seharusnya didefinisikan dengan benar. Akan tetapi, penyajian konsep konkret dalam BSE hanya dengan definisi, sedangkan konsep terdefinisi masih salah dalam pendefinisiannya. Penyajian konsep harus benar karena peran konsep dalam pembelajaran sangat penting. Konsep yang salah akan mengakibatkan kerancuan berpikir siswa. Konsep harus dikaji terlebih dahulu oleh guru sebagai fasilitator sebelum dipelajari siswa. Dengan demikian, siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan terhadap konsep dengan benar. Penyajian tata bahasa dalam BSE karangan Endarto, dkk. masih mengandung banyak kesalahan. Kesalahan tersebut meliputi penggunaan tanda baca, penggunaan kosakata, penulisan kalimat, dan penulisan paragraf. Kesalahan-kesalahan penyajian tata bahasa dalam BSE karangan Endarto, dkk. didominasi oleh kesalahan kalimat. Kesalahan penyajian bahasa tersebut kemungkinan disebabkan oleh pengetahuan penulis terhadap penyajian bahasa masih kurang. Penyajian tata bahasa seharusnya disesuaikan dengan Ejaan Yang Disempurnakan. Selain itu, pemilihan penggunaan kata seharusnya merupakan kata-kata lazim yang mudah dimengerti siswa. Dengan demikian, siswa dapat dengan mudah memahami maksud pesan yang disampaikan dalam buku. 8 Tabel 1.1 Kesalahan Bahasa pada BSE Kelas X Karangan Endarto, dkk. pada Kompetensi Dasar Menganalisis Dinamika dan Kecenderungan Perubahan Lithosfer dan Pedosfer serta Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi Bahasa Bentuk Kesalahan Tanda baca Penggunaan dan penempatan tanda koma (,) Penggunaan tanda titik (.) Penulisan tanda pisah (−) Penggunaan tanda hubung (-) Penulisan huruf miring Penulisan angka Penggunaan huruf kapital Penulisan ”di” dipisah Kosakata Penggunaan kata imbuhan Penggunaan kata/frase yang tidak tepat Penggunaan kata hubung (konjungsi) yang tidak tepat Penggunaan kata depan (preposisi) yang tidak tepat Penggunaan partikel lah yang tidak tepat Kalimat Penggunaan kata hubung di awal kalimat Pemborosan kata Kalimat tidak memiliki subjek/predikat Kalimat rancu Kalimat tidak logis Kesejajaran kata Diksi Kalimat terlalu panjang Paragraf Paragraf hanya terdiri dari satu kalimat Paragraf tidak padu Satu paragraf memiliki dua ide pokok Contoh kesalahan-kesalahan tersebut dan pembahasannya sebagai berikut. Selain itu pelapukan juga dapat terjadi karena meleburnya batu-batuan oleh panas yang terjadi di dalam litosfer. Gambar 3.4 Grafik pedoman kelas tekstur tanah. Tanah jenis ini sifatnya mudah basah jika kena air. …, jika pengaturan airnya jelek, maka tingkat kesuburannya akan rendah. Gempa bumi vulkanik adalah gempa yang disebabkan adanya aktivitas vulkanisme atau letusan gunung api. 9 akar tumbuh-tumbuhan dapat menerobos dan memecah batu-batuan menjadi hancur menjadi butiran-butiran tanah. Untuk menjaga kestabilan tanah di daerah miring dan untuk mengurangi tingkat erosi tanah, maka diperlukan beberapa langkah antara lain sebagai berikut. Contoh 1) merupakan kesalahan penggunaan tanda baca koma (,). Tanda koma seharusnya ditulis setelah kata ”selain itu”. Arifin dan Tasai (2009:202) mengungkapkan bahwa tanda koma harus digunakan di belakang ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Kata tersebut antara lain oleh karena itu, selain itu, dan akan tetapi. Oleh karena itu, penulisan yang benar adalah menambahkan tanda koma setelah kata ”selain itu”. Seharusnya kalimat tersebut diubah menjadi: ”selain itu, pelapukan juga dapat terjadi karena meleburnya batu-batuan oleh panas yang terjadi di dalam litosfer”. Contoh 2) merupakan kesalahan penggunaan tanda titik (.). Tanda titik seharusnya dihapus karena kalimat tersebut merupakan judul. Hal tersebut diperjelas dengan pernyataan ”tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya” (Mendiknas, 2009:25). Jadi penggunaan tanda titik berdasarkan pernyataan tersebut salah sehingga harus dihapus. Kalimat yang benar menjadi: ”gambar 3.4 grafik pedoman kelas tekstur tanah”. Contoh 3) merupakan kesalahan penggunaan awalan. Kata”kena” pada kalimat tersebut tidak baku karena tidak sesuai dengan konteks kalimatnya. Makna kena dalam kalimat tersebut adalah ketidaksengajaan. Kata tersebut seharusnya mendapat awalan ter- agar menjadi baku. Kalimat tersebut seharusnya menjadi: ”tanah jenis ini sifatnya mudah basah jika terkena air”. Contoh 4) merupakan kesalahan penggunaan kata hubung (konjungsi). Kesalahan tersebut terletak pada kata maka. Arifin dan Tasai (2009: 49) mengemukakan bahwa bahasa yang efektif adalah bahasa yang hemat dan padat isi. Hal itu dicontohkan dengan penggunaan kata apabila/jika dan maka. Jika dalam satu kalimat terdapat kedua kata tersebut (apabila/jika dan maka), salah satu harus 10 dihilangkan. Jadi pembenaran kalimat tersebut menjadi: ” …, jika pengaturan airnya jelek, tingkat kesuburannya akan rendah”. Contoh 5) adalah kesalahan penggunaan ungkapan idiomatik yang tidak baku. Ungkapan idiomatik menurut Arifin dan Tasai (2009:53) adalah sebuah bentuk khas bahasa yang tidak dapat dihilangkan atau diganti salah satu unsurnya. Contoh ungkapan idiomatik antara lain: terdiri atas, disebabkan oleh, dan bergantung pada. Jadi frase disebabkan adanya harus diganti dengan disebabkan oleh. Kalimat seharusnya adalah: ”gempa bumi vulkanik adalah gempa yang disebabkan oleh aktivitas vulkanisme atau letusan gunung api”. Kalimat keenam menunjukkan kesalahan pemborosan kata menjadi. Selain itu penggunaan kata majemuk butiran seharusnya tidak ditulis berulang karena makna butiran sama dengan banyak butir. Arifin dan Tasai (2009:102) mengungkapkan bahwa penghematan kalimat dapat dilakukan dengan cara tidak menjamakkan katakata yang berbentuk jamak, misalnya para tamu-tamu, seharusnya para tamu. Jadi, pembenaran kalimat pertama menjadi: ”akar tumbuh-tumbuhan menerobos dan memecah batuan menjadi butiran tanah”. Kalimat ketujuh menunjukkan kesalahan kalimat yang tidak memiliki subjek. Sitepu (2012:111) mengungkapkan bahwa kalimat setidaknya harus memiliki pokok kalimat (subjek) dan sebutan (predikat). Kalimat yang tidak memiliki kedua hal tersebut dianggap bukan kalimat namun hanya frase. Kalimat tersebut akan menjadi benar jika digabung dengan kalimat sebelum dan sesudahnya menjadi: ”tanah jenis ini sifatnya mudah basah jika terkena air, subur, berwarna kuning dan kuning kelabu”. Kesalahan tata bahasa selanjutnya terkait penulisan paragraf. Kesalahan paragraf yang ditemukan dalam BSE meliputi paragraf hanya terdiri satu kalimat, terdapat dua ide pokok dalam satu paragraf, dan paragraf tidak memiliki kepaduan. Kesalahan paragraf yang pertama adalah paragraf hanya terdiri dari satu kalimat. Contohnya antara lain sebagai berikut. 11 ”Kedalaman atau solum tanah menunjukkan tingkat ketebalan tanah diukur dari permukaan sampai ke batuan induk” (Endarto, dkk., 2009: 79). ”Erupsi sentral adalah lava yang keluar melalui terusan kepundan” (Endarto, dkk., 2009: 105). ”Sabuk Alphin Himalaya membujur dari Samudra Atlantik, dekat kepulauan Azores, sepanjang sebelah utara Laut Tengah menuju Turki, Iran, Himalaya, Myanmar, dan akhirnya sampai ke Indonesia meliputi wilayah Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, dan Maluku” (Endarto, dkk., 2009: 116). Paragraf sekurang-kurangnya terdiri dari dua kalimat yaitu satu kalimat utama dan satu kalimat penjelas. Kalimat utama merupakan ide pokok atau bersifat lebih khusus, sedangkan kalimat penjelas bersifat lebih khusus karena berfungsi menjelaskan kalimat utama. Jika paragraf tidak memiliki kalimat utama dan penjelas maka paragraf tersebut dianggap salah. Kesalahan kedua adalah paragraf tidak padu. Contohnya sebagai berikut. ”Tanah terdiri atas empat komponen yaitu: mineral (45%), bahan organik (5%), air (20-30%), dan udara (20-30%). Di Indonesia terdapat bermacam-macam jenis tanah. Perbedaan jenis tanah di Indonesia disebabkan oleh:….” (Endarto, dkk., 2009: 80). Paragraf yang baik harus memiliki keterkaitan atau kepaduan antar kalimat penyusunnya. Namun, pada contoh tersebut kalimat pertama dan kedua tidak memiliki keterkaitan dan kepaduan, sehingga tidak jelas kalimat utama dan penjelasnya. Dengan demikian, paragraf tersebut tergolong salah karena tidak memiliki keterpaduan antar kalimat. Kesalahan paragraf yang selanjutnya adalah satu paragraf terdiri atas dua atau lebih ide pokok. Contohnya sebagai berikut. ”Pengertian tanah menurut Sitanala Arsyad (1989) adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair, dan gas yang mempunyai sifat serta perilaku yang dinamis. Tanah berasal dari hasil pelapukan bahan anorganik (batuan) dan bahan organik (sisa tumbuhan dan binatang). Pelapukan itu terjadi karena panas matahari, hujan, dan angin. 12 Selain itu, pelapukan juga dapat terjadi karena meleburnya batu-batuan oleh panas yang terjadi di dalam litosfer.” (Endarto, dkk., 2009: 79). Contoh paragraf tersebut memiliki dua ide pokok, yaitu definisi tanah dan penyebab pelapukan. Paragraf yang baik harus jelas menunjukkan kesatuan gagasan yaitu hanya mengandung satu ide pokok. Pengertian paragraf menurut Tanjung (2005:141) adalah ’’satuan teks terkecil yang berisi satu gagasan dasar dalam pembentukan gagasan yang lebih besar”. Jika dalam satu paragraf terdapat lebih dari satu ide pokok dikawatirkan akan membuat kerancuan berpikir siswa. Buku teks juga harus memperhatikan penyajian gambar yang dapat mewakili rangkaian kata atau makna suatu objek atau peristiwa. BSE Kelas X Karangan Endarto, dkk. menyajikan 30 media, yaitu 11 media berfungsi sebagai pemantapan pemahaman, 6 media berfungsi sebagai informasi tambahan, 7 media berfungsi sebagai ilustrasi, dan 6 media tidak berfungsi. Sumber: Endarto, dkk. (2009:79) Skema di atas merupakan contoh media yang berfungsi sebagai pemantapan pemahaman. Siswa akan mengerti alur proses pembentukan tanah yang dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik berdasarkan skema yang disajikan. 13 Gambar 1.3 Persebaran Lokasi Batuan Sumber: Endarto, dkk. (2009:99) Media tersebut memiliki fungsi sebagai informasi tambahan. Siswa diharapkan dapat memiliki wawasan tambahan mengenai lokasi persebaran batuan seperti batu pualam, obsidian, granit, batu kapur dan konglomerat . Gambar 1.4 Ilustrasi gerak epirogenetik positif Sumber: Endarto, dkk. (2009:100) Gambar 1.4 merupakan contoh media yang berfungsi hanya sebagai ilustrasi. Media ini hanya menggambarkan secara umum materi yang dibahas. Gambar tersebut berfungsi mengilustrasikan gerak epirogenetik positif yang terjadi di permukaan bumi. Gambar 1.5 Kaldera Gunung Bromo Sumber: Endarto, dkk. (2009:104) 14 Gambar 1.5 adalah contoh gambar yang tidak berfungsi. Gambar tersebut dikatakan tidak berfungsi karena jika gambar tersebut dihilangkan atau tidak disajikan, tidak akan mempengaruhi kekuatan pesan yang akan disampaikan. Selain itu, gambar juga dikatakan tidak berfungsi jika tidak terdapat keterkaitan dengan materi yang dibahas. Contohnya adalah gambar 1.6 berikut. Gambar 1.6 Lahan Miring yang Tidak Dikelola dengan Benar akan Menjadi Lahan Kritis yang Secara Terus-Menerus Tererosi Lapisan Permukaannya Sumber: Endarto, dkk. (2009:92) PENUTUP Kesimpulan Kualitas Buku Sekolah Elektronik (BSE) kelas X karangan Endarto, dkk. pada Kompetensi Dasar ”Menganalisis Dinamika dan Kecenderungan Perubahan Lithosfer dan Pedosfer serta Dampaknya terhadap Kehidupan di Muka Bumi” yaitu: (1) kebenaran konsep baik konkret maupun terdefinisi pada BSE karangan Endarto, dkk. termasuk kategori rendah karena masih mengandung banyak konsep yang salah, terutama konsep konkret yang didefinisikan; (2) kebenaran tata bahasa BSE karangan Endarto, dkk. termasuk kategori rendah karena masih mengandung banyak tata bahasa yang salah, meliputi: penggunaan tanda baca, pemilihan kosakata, penulisan kalimat, dan paragraf; (3) kesesuaian fungsi media BSE karangan Endarto, dkk. termasuk kategori sedang karena masih ditemukan beberapa media yang tidak berfungsi. 15 Saran Berdasarkan hasil penelitian tersebut diajukan saran kepada: 1) guru, harus mengaji buku teks geografi dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai; 2) penulis buku, perlu merevisi BSE yang ditulis dan lebih teliti dalam menyajikan materi; 3) Pusat Perbukuan Depdiknas, penilaian kualitas buku harus lebih ketat dan objektif. DAFTAR RUJUKAN Arifin, E. Zaenal & Tasai, S. Amran. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo. Endarto, dkk. 2009. Geografi untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Mendiknas. 2009. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Salinan tidak diterbitkan. Jakarta: DIKNAS. Purwanto, Edy. 1995. Media Pengajaran IPS-Geografi. Malang:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang Proyek Operasi dan Perawatan Fasilitas. Purwanto, Edy. 2002. Validasi Bahan Ajar Geografi SMU Berdasarkan Kurikulum 1994 di Kota Malang. Malang: Lemlit UM. Sitepu, B.P. 2012. Penulisan Buku Teks Pelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Tanjung, B. N. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi, dan Tesis) dan Mempersiapkan Diri Menjadi Penulis Artikel Ilmiah. Jakarta: Kencana. Young, Hugh D. & Freedman, Roger A. Tanpa Tahun. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid 2. Terjemahan Pantur Silaban. 2003. Jakarta: Erlangga.