pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair

advertisement
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) PADA MATERI REAKSI REDOKS
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X
SMA N 10 KOTA JAMBI
KARYA ILMIAH
OLEH
LISA ANWAR FARNANDA
NIM A1C110008
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
SEPTEMBER 2014
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) PADA MATERI REAKSI REDOKS
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X
SMA N 10 KOTA JAMBI
Oleh:
Lisa Anwar Farnanda
Jurusan PMIPA Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas jambi
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Konsep kimia yang bersifat abstrak menjadikan ilmu kimia salah satu mata
pelajaran sulit bagi siswa. Pada materi reaksi redoks terdapat berbagai konsepkonsep penting yang harus dikuasai oleh siswa seperti oksidasi, reduksi, oksidator
dan reduktor. Untuk itu perlu diterapkan suatu model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share (TPS) yaitu model yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share (TPS) pada materi reaksi redoks terhadap hasil belajar siswa
kelas X SMA N 10 Kota Jambi dan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar
siswa kelas X SMA N 10 Kota Jambi setelah penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada materi reaksi redoks. Jenis penelitian
ini merupakan penelitian Quasi-Eksperimental. Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Nonrandomized Control Group Pretest-Posttest Design.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Sampling Purposive, diperoleh 2
kelas sampel yaitu kelas X2 sebagai kelas eksperimen sedangkan kelas X1
sebagai kelas kontrol. Adapun instrumen yang digunakan adalah dokumentasi,
observasi dan tes. Data diuji kenormalan dengan uji Liliefors dan diuji
homogenitas dengan uji Fischer kemudian menguji hipotesis menggunakan uji
kesamaan dua rata-rata, uji satu pihak yaitu uji pihak kanan. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa rata-rata nilai pretest kelas eksperimen yaitu 23,77 dan ratarata nilai pretest kelas kontrol yaitu 20,57. Sedangkan rata-rata nilai posttest hasil
belajar kelas eksperimen yaitu 73,49 dan rata-rata nilai posttest hasil belajar kelas
kontrol yaitu 66,63. Pada uji hipotesis nilai posttest diperoleh thitung = 3,112 dan
ttabel = 1,661.Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
(TPS) pada materi reaksi redoks terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA N 10
Kota Jambi.
Kata kunci : Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share dan Hasil
Belajar
PENDAHULUAN
Pendidikan mempunyai peran yang
sangat penting dalam meningkatkan sumber
daya manusia. Sebagaimana yang telah
dirumuskan
dalam
Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyatakan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran
agar
peserta
didik
secara
aktif
mengembangkan dirinya untuk memiliki
kekuatan
spiritual
keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan
akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Dalam
keseluruhan
proses
pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini
berarti bahwa berhasil atau tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan banyak
bergantung kepada bagaimana proses
belajar yang dialami oleh siswa sebagai
anak didik (Slameto, 2010: 1). Dalam hal
ini guru mempunyai peran yang sangat
penting untuk menciptakan proses belajar
yang dapat mengembangkan pengetahuan
siswa. Dimana siswa dituntut untuk
memahami mata pelajaran dan dapat
mengaplikasikan mata pelajaran tersebut
dalam kehidupan sehari-hari.
Banyaknya konsep kimia yang
bersifat abstrak yang harus diserap siswa
dalam waktu relatif terbatas menjadikan
ilmu kimia merupakan salah satu mata
pelajaran sulit bagi siswa sehingga banyak
siswa gagal dalam belajar kimia. Pada
umumnya siswa cenderung belajar dengan
hafalan daripada secara aktif mencari untuk
membangun pemahaman mereka sendiri
terhadap konsep kimia. Ada juga sebagian
siswa yang sangat paham pada konsepkonsep kimia, namun tidak mampu
mengaplikasikan konsep tersebut dalam
kehidupan sehari-hari (Suyanti, 2010: 42).
Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan guru kimia di SMA N 10 Kota
Jambi bahwa guru masih menggunakan
model penyampaian langsung yang
dilanjutkan dengan memberikan soal
latihan sehingga siswa tidak hanya
menerima saja apa yang disampaikan oleh
guru melainkan dapat mengembangkan
pengetahuan yang diperoleh. Namun dalam
kegiatan pembelajaran hanya sebagian
siswa yang berpartisipasi aktif, sehingga
saat mengerjakan soal latihan ada sebagian
siswa yang mengalami kesulitan. Siswa
yang
berpartisipasi
aktif
dalam
pembelajaran bisa mengerjakan soal
tersebut. Sedangkan siswa yang kurang
berpartisipasi aktif dalam pembelajaran
kurang bisa mengerjakan soal tersebut. Hal
ini berdampak pada rendahnya hasil belajar
untuk sebagian siswa khususnya pada
materi reaksi redoks dimana rata-rata hasil
belajar siswa tahun ajaran 2012/2013 pada
materi reaksi redoks yaitu 67,92. Nilai
tersebut masih dibawah Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM), dimana KKM yang
ditetapkan oleh guru kimia kelas X SMA N
10 Kota Jambi pada materi redoks yaitu 69.
Salah satu cara untuk mengatasi hal
tersebut adalah dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS), dimana model pembelajaran
tersebut tidak pernah diterapkan pada
materi reaksi redoks.
Pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran dimana siswa belajar bersama
dalam kelompok-kelompok kecil yang
saling membantu satu sama lainnya.
Pembelajaran kooperatif disusun dalam
sebuah
usaha
untuk
meningkatkan
partisipasi siswa, memfasilitasi siswa
dengan pengalaman sikap kepemimpinan
dan membuat keputusan dalam kelompok,
serta memberikan kesempatan pada siswa
untuk berinteraksi dan belajar bersamasama siswa yang berbeda latar belakangnya
(Trianto, 2007: 42).
Pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran yang bernaung dalam teori
belajar konstruktivisme. Pembelajaran
kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa
akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep yang sulit jika mereka
saling berdiskusi dengan temannya
(Trianto, 2007: 41). Menurut teori belajar
konstruktivisme guru tidak begitu saja
memberikan pengetahuan kepada siswa,
tetapi
siswalah
yang harus
aktif
membangun pengetahuan dalam pikiran
mereka
(Baharudin
dan
Wahyuni,
2010:115).
Pengetahuan
bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau
kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Tetapi manusia harus mengkonstruksi
pengetahuan itu dan memberi makna
melalui pengalaman nyata (Sagala, 2013:
88).
Untuk membangun pengetahuan
siswa agar lebih mudah memahami konsep
sebaiknya siswa terlibat secara langsung
dalam mempelajari pengetahuan baru.
Proses mengingat akan lebih bermakna
setelah memahami suatu konsep, siswa
dapat mengingat lebih lama konsep tersebut
karena terlibat secara aktif dalam
mengaitkan pengetahuan yang diterima
dengan pengetahuan yang ada untuk
memahami pengetahuan baru. Menurut
Ibrahim dkk (2000: 16) teknik-teknik
pembelajaran kooperatif lebih unggul
dalam
meningkatkan
hasil
belajar
dibandingkan
pengalaman-pengalaman
belajar individual atau kompetitif.
Model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share (TPS) adalah model ini
memberikan kesempatan pada siswa untuk
bekerja sendiri serta bekerja sama dengan
orang lain. Keunggulan dari model
pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah
terciptanya optimalisasi partisipasi siswa
(Lie, 2007: 57). Adapun langkah-langkah
model pembelajaran kooperatif tipe TPS
dalam
pembelajaran,
yaitu:
Think
(berpikir), pembelajaran diawali dengan
guru memberikan suatu pertanyaan kepada
siswa dan meminta siswa untuk berpikir
secara
individu.
Kemudian
Pair
(berpasangan), pada langkah ini guru
meminta
siswa
untuk
berpasangan
mendiskusikan pertanyaan yang telah
diberikan, dengan berpasangan siswa lebih
mempunyai
tanggung
jawab
untuk
menyelesaikan suatu pertanyaan dimana
salah satu prinsip pembelajaran kooperatif
adalah tanggung jawab perseorangan.
Selanjutnya yang terakhir yaitu Share
(berbagi), dimana pada langkah ini
pasangan menyampaikan hasil diskusi.
Pada materi reaksi redoks terdapat
berbagai konsep-konsep penting yang harus
dikuasai oleh siswa seperti oksidasi,
reduksi, oksidator dan reduktor yang
ditinjau dari pengikatan dan pelepasan
oksigen, pelepasan dan penerimaan
elektron serta dari pertambahan dan
penurunan bilangan oksidasi kemudian
menentukan bilangan oksidasi unsur dalam
senyawa dan ion. Siswa dituntut untuk
mampu menguasai konsep tersebut agar
dapat memahami mana yang termasuk
reaksi redoks dan bukan reaksi redoks serta
dapat mengaplikasikan reaksi redoks dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe TPS,
siswa akan lebih mudah menemukan dan
memahami konsep-konsep yang penting
apabila mereka saling mendiskusikan
masalah dengan temannya. Melalui diskusi
dapat memberi siswa lebih banyak waktu
berfikir, untuk merespon dan saling
membantu sehingga dapat meningkatkan
pemahaman belajar siswa dan memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap hasil
belajar.
Berdasarkan latar belakang yang
telah dijelaskan diatas, maka penulis
bermaksud mengadakan penelitian tentang
“Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)
Pada Materi Reaksi Redoks Terhadap Hasil
Belajar Siswa Kelas X SMA N 10 Kota
Jambi”
KAJIAN PUSTAKA
A. Belajar dan Pembelajaran
Belajar secara psikologis adalah suatu
proses perubahan yaitu perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya atau belajar ialah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2).
Belajar merupakan aktivitas yang
dilakukan seseorang untuk mendapatkan
perubahan dalam dirinya melalui pelatihanpelatihan atau pengalaman-pengalaman
(Baharudin dan Wahyuni, 2010: 11).
Belajar merupakan suatu proses, suatu
kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi
lebih luas dari itu, yakni mengalami
(Hamalik, 2011: 27).
Menurut
Sagala
(2013:
61)
pembelajaran ialah membelajarkan siswa
menggunakan asas pendidikan maupun teori
belajar
merupakan
penentu
utama
keberhasilan pendidikan. Pembelajaran
merupakan proses komunikasi dua arah,
mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai
pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh
peserta didik atau murid. Sedangkan
menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 297)
pembelajaran adalah kegiatan guru secara
terprogram dalam desain instruksional,
untuk membuat siswa belajar secara aktif,
yang menekankan pada penyediaan sumber
belajar.
B.
Model Pembelajaran
Menurut Aunurrahman (2009: 146)
model pembelajaran dapat diartikan sebagai
kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur
yang
sistematis
dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para guru
untuk merencanakan dan melaksanakan
aktivitas
pembelajaran.
Model
pembelajaran juga dapat dimaknai sebagai
perangkat rencana atau pola yang dapat
dipergunakan untuk merancang bahanbahan pembelajaran serta membimbing
aktivitas pembelajaran dikelas atau di
tempat-tempat lain yang melaksanakan
aktivitas-aktivitas pembelajaran.
C.
Model Pembelajaran Think Pair
Share (TPS)
Think Pair Share (TPS) merupakan
jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi peserta didik. Pertama kali
dikembangkan oleh Frank Lyman dan
teman-temannya di Universitas Maryland,
menyatakan bahwa Think Pair Share
merupakan suatu cara yang efektif untuk
membuat variasi suasana pola diskusi kelas.
Pembelajaran kooperatif tipe TPS ini
memberi peserta didik kesempatan untuk
bekerja sendiri dan bekerja sama dengan
orang lain (Lie, 2007: 57).
Menurut Trianto (2007: 61), langkahlangkah dalam pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share (TPS) sebagai berikut:
1)
Langkah 1: Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan
atau masalah yang dikaitkan dengan
pelajaran,
dan
meminta
siswa
menggunakan waktu beberapa menit untuk
berpikir sendiri jawaban atau masalah.
2)
Langkah 2: Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya guru meminta siswa
untuk berpasangan dan mendiskusikan apa
yang telah mereka peroleh. Interaksi selama
waktu yang disediakan dapat menyatukan
jawaban jika suatu pertanyaan yang
diajukan atau menyatukan gagasan apabila
suatu masalah khusus yang diidentifikasi.
Secara normal guru memberi waktu tidak
lebih dari 4 atau 5 menit untuk
berpasangan.
3)
Langkah 3: Berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta
pasangan-pasangan untuk berbagi dengan
keseluruhan kelas yang telah mereka
bicarakan.
D.
Hasil Belajar
Hasil belajar adalah perubahan
perilaku yang relative menetap dalam diri
seseorang
sebagai
akibat
interaksi
seseorang dengan lingkungannya. Hasil
belajar memiliki beberapa ranah atau
kategori dan secara umum merujuk kepada
aspek
pengetahuan,
sikap,
dan
keterampilan. Hasil belajar siswa yang
tampak dalam sejumlah kemampuan atau
kompetensi setelah melewati kegiatan
belajar mengajar sering hanya dinilai dari
aspek kognitif saja. Padahal dalam
kenyataannya
siswa
yang
belajar
pengetahuan tertentu sebenarnya tidak
hanya memperoleh keterampilan kognitif
saja, tetapi pada saat yang sama juga
memperoleh keterampilan lain seperti
keterampilan psikomotorik. Jadi, tampak
bahwa antara ranah kognitif dan ranah
psikomotorik
sebenarnya
saling
melengkapi, bahkan disertai oleh hasil
belajar dalam ranah afektif (sikap). Begitu
juga sebaliknya, siswa yang belajar
keterampilan psikomotorik sebenarnya juga
belajar secara kognitif dan pembentukkan
sikap (Uno, 2007: 213).
E.
1.
Reaksi Redoks
Oksidasi–Reduksi sebagai Pengikatan
dan Pelepasan Oksigen Larutan
Elektrolit
Oksidasi adalah pengikatan oksigen.
Reduksi adalah pelepasan oksigen.
2.
Oksidasi – Reduksi sebagai Pelepasan
dan Penerimaan Elektron
Oksidasi adalah pelepasan elektron.
Reduksi adalah penyerapan elektron.
3.
Oksidasi
–
reduksi
sebagai
Pertambahan dan Penurunan Bilangan
Oksidasi
Oksidasi
adalah
pertambahan
bilangan oksidasi.
Reduksi adalah penurunan bilangan
oksidasi.
Bilangan oksidasi adalah besarnya
muatan yang diemban oleh suatu atom
dalam suatu senyawa, jika semua elektron
ikatan didistribusikan kepada unsur yang
lebih elektronegatif.
Contoh Rumus Lewis H2O:
Oleh karena O lebih elektronegatif
daripada H, maka elektron ikatan
didistribusikan pada atom O. Jadi, bilangan
oksidasi O = -2, sedangkan H masingmasing = +1.
Reaksi disproporsionasi adalah reaksi
redoks yang oksidator dan reduktornya
merupakan zat yang sama. Jadi, sebagian
dari zat itu mengalami oksidasi, dan
sebagian lagi mengalami reduksi. Reaksi
konproporsionasi merupakan kebalikan dari
reaksi disproporsionasi, yaitu reaksi redoks
yang mana hasil reduksi dan oksidasinya
sama.
Tata Nama IUPAC
a. Senyawa ion
Cu2S
: tembaga(I) sulfida
CuS
: tembaga(II) sulfida
FeSO4 : besi (II) sulfat
Fe2(SO4)3 : besi(III) sulfat
b. Senyawa kovalen
N2O
: nitrogen(I) oksida
N2O3
: nitrogen(III) oksida
P2O5
: fosforus(V) oksida
P2O3
: fosforus(III) oksida
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan
adalah
Quasi-Eksperimental
yaitu
penelitian yang mempunyai kelompok
kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi
sepenuhnya untuk mengontrol variabelvariabel
luar
yang
mempengaruhi
pelaksanaan eksperimen. Desain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
Nonrandomized Control Group PretestPosttest Design.
Pengambilan
sampel
dilakukan
dengan cara Sampling Purposive. Pada
penelitian ini digunakan 2 kelas sampel, X2
sebagai
kelas
eksperimen
dengan
menggunakan
model
pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dan
kelas X1 sebagai kelas kontrol dengan
menggunakan model pembelajaran Direct
Instruction (Penyampaian Langsung).
Adapun instrumen yang digunakan
adalah dokumentasi, observasi dan tes.
Data diuji kenormalan dengan uji Liliefors
dan diuji homogenitas dengan uji Fischer
kemudian menguji hipotesis menggunakan
uji kesamaan dua rata-rata, uji satu pihak
yaitu uji pihak kanan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum diberikan perlakuan kepada
kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka
masing-masing kelas terlebih dahulu
diberikan pretest untuk mengetahui
kemampuan awal siswa. Berdasarkan data
hasil analisis statistik terhadap kemampuan
awal siswa, diperoleh rata-rata hasil pretest
kelas eksperimen = 23,77 sedangkan ratarata hasil pretest kelas kontrol = 20,57.
Setelah selesai diberikan perlakuan kepada
kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka
masing-masing kelas diberikan posttest
untuk mengetahui hasil belajar siswa.
Berdasarkan data hasil analisis statistik
terhadap hasil belajar siswa, dapat
diketahui bahwa rata-rata hasil belajar
siswa pada kelas eksperimen = 73,49
sedangkan rata-rata hasil belajar pada kelas
kontrol = 66,63.
Setelah dilakukan pengolahan data
secara statistik yaitu uji normalitas dan uji
homogenitas ternyata kelas eksperimen dan
kelas kontrol berdistribusi normal dan
mempunyai varians yang homogen.
Kemudian dilakukan uji hipotesis dengan
menggunakan uji-t satu pihak yaitu pihak
kanan dan diperoleh hasil thitung = 3,112
sedangkan ttabel = 1,661. Karena thitung > dari
ttabel maka dapat disimpulkan bahwa H1
diterima, berarti terdapat pengaruh yang
signifikan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS )
pada materi reaksi redoks terhadap hasil
belajar siswa kelas X SMA N 10 Kota
Jambi.
Pembelajaran pada kelas eksperimen
dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS).
Siswa dikelompokkan berpasangan dengan
teman sebangkunya, mengerjakan tugas
secara individu kemudian berdiskusi
dengan
pasangannya
dan
mempresentasikan hasil diskusi. Pada
kegiatan
awal
pembelajaran
guru
memberikan apersepsi dan motivasi untuk
menarik perhatian siswa, kemudian guru
mengemukakan tujuan pembelajaran serta
gambaran mengenai reaksi redoks.
Pada kegiatan inti guru menjelaskan
point-point penting materi reaksi redoks.
Berdasarkan hasil observasi pada aspek
memperhatikan penjelasan guru dengan
persentase 72%, lalu siswa mencatat materi
yang sudah dijelaskan oleh guru dengan
persentase
70%.
Kemudian
guru
memberikan tugas kepada siswa untuk
dikerjakan
secara
individu
dengan
persentase 71%. Selanjutnya siswa
berdiskusi dengan cara berpasangan
bersama
teman
sebangkunya
atau
bekerjasama dalam kelompok dengan
persentase 71%, pada tahap ini siswa
saling belajar dengan teman sebangkunya,
karena siswa akan lebih mudah mengerti
apabila belajar dari temannya serta melatih
siswa
yang
berbeda
kemampuan
akademiknya untuk dapat bekerja sama
serta menghargai pendapat orang lain.
Setelah siswa berdiskusi dengan
pasangannya lalu tiap-tiap pasangan
mempresentasikan hasil diskusi, bagi siswa
lain yang mempunyai pendapat yang
berbeda dapat mengemukakan pendapatnya
dengan persentase 70% dan mendengarkan
pendapat kelompok lain dengan persentase
71%. Melalui diskusi ini siswa dapat
memahami lebih jauh mengenai reaksi
redoks. Setelah selesai diskusi tugas
tersebut dikumpulkan, dari hasil observasi
menunjukkan bahwa siswa mengikuti
pembelajaran dengan baik yaitu 72%.
Pada
kegiatan
akhir,
guru
memberikan tugas rumah kepada siswa
agar dapat mengulangi dan memahami
dengan baik pelajaran yang sudah
dipelajari. Pada model pembelajaran ini,
siswa yang harus aktif untuk memahami
pelajaran dan peran guru disini tidak
mendominasi dalam pembelajaran.
Menurut Slavin (dalam isjoni, 2009:
17) menyebutkan pembelajaran kooperatif
atau cooperative learning merupakan
model pembelajaran yang telah dikenal
sejak lama, dimana pada saat itu guru
mendorong para siswa untuk melakukan
kerja sama dalam kegiatan-kegiatan
tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh
teman sebaya (peer teaching). Dalam
melakukan proses belajar mengajar guru
tidak lagi mendominasi seperti lazimnya
pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk
berbagi informasi dengan siswa yang
lainnya dan saling belajar mengajar sesama
mereka.
Pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran yang bernaung dalam teori
belajar konstruktivisme, dimana siswa
secara
aktif
mengkonstruksi
atau
membangun pengetahuannya dengan cara
mengaitkan pengetahuan lama dengan yang
baru dipelajari melalui diskusi. Menurut
Isjoni (2009: 33) proses mengingat akan
lebih bermakna setelah memahami suatu
konsep, siswa akan dapat mengingat lebih
lama konsep tersebut karena terlibat secara
aktif dalam mengaitkan pengetahuan yang
diterima dengan pengetahuan yang ada
untuk membina pengetahuan baru.
Proses konstruksi atau membangun
pengetahun siswa dalam pembelajaran pada
kelas eksperimen dengan cara memberikan
contoh reaksi sebagai berikut Zn(s) +
PbO(aq)  ZnO(aq) + Pb(s). Berdasarkan
contoh tersebut, siswa diminta untuk dapat
menentukan apakah reaksi tersebut
termasuk reaksi redoks atau bukan, jika
reaksi tersebut merupakan reaksi redoks,
termasuk pada konsep perkembangan
reaksi redoks yang bagaimana. Sebelum
diberikan contoh guru telah menjelaskan
konsep-konsep
perkembangan
reaksi
redoks.
Pembelajaran pada kelas kontrol
dengan menerapkan model pembelajaran
Direct
Instruction
(Penyampaian
Langsung).
Pada
kegiatan
awal
pembelajaran guru memberikan apersepsi
dan motivasi untuk menarik perhatian
siswa, kemudian guru mengemukakan
tujuan pembelajaran serta gambaran
mengenai reaksi redoks. Selanjutnya pada
kegiatan inti guru menjelaskan materi
reaksi redoks. Berdasarkan hasil observasi
pada aspek memperhatikan penjelasan guru
dengan persentase 68%, lalu siswa
mencatat materi yang sudah dijelaskan oleh
guru dengan persentase 68% . Kemudian
guru memberikan tugas kepada siswa untuk
mengecek pamahaman siswa dan setelah itu
dikumpulkan. Berdasarkan hasil observasi
pada aspek mengerjakan tugas secara
individu dengan persentase 66% dan untuk
mengerjakan tugas secara kelompok
dengan persentase 65%. Selanjutnya guru
dan siswa membahas tugas tersebut, hasil
observasi pada aspek mengemukakan
pendapat yaitu 65% dan mendengarkan
pendapat yaitu 69%. Dari hasil observasi
menunjukkan bahwa siswa mengikuti
pembelajaran dengan baik yaitu 70%. Pada
kegiatan akhir, guru memberikan tugas
rumah agar siswa memahami materi yang
sudah dipelajari.
Pemilihan model pembelajaran yang
tepat dan sesuai dengan materi pelajaran
yang diajarkan dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa. Materi reaksi redoks
merupakan materi yang berisi konsepkonsep penting diantaranya reduksi,
oksidasi, oksidator dan reduktor, bilangan
oksidasi serta tata nama IUPAC. Siswa
dituntut
untuk
mampu
memahami
pengertian
reduksi
dan
oksidasi
berdasarkan teori perkembangan reaksi
redoks, cara menentukan bilangan oksidasi
dan hubungannya dengan tata nama
IUPAC. Dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS ), memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran dan dapat membangun
pengetahuan terhadap reaksi redoks serta
dapat bekerja sama dan menghargai
pendapat orang lain.
Adapun kendala saat melaksanakan
pembelajaran di kelas menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS) yaitu pada tahap Think,
dimana siswa harus berpikir secara
individu. Pada pertemuan pertama siswa
belum terbiasa untuk mengerjakan tugas
secara individu. Kemudian tahap Pair,
dimana siswa berpasangan dengan teman
sebangkunya untuk saling berdiskusi
terhadap hasil yang diperoleh secara
individu. Pada pertemuan pertama masih
terlihat siswa yang kurang serius dalam
berdiskusi. Terakhir yaitu tahap Share,
banyak kelompok yang akan melaporkan
tugasnya pada guru, guru harus memonitor
banyak kelompok dan banyak waktu yang
digunakan. Untuk mengatasi hal tersebut
guru harus membagi kelompok berdasarkan
kemampuan berpikir siswa sehingga siswa
dengan kemampuan tinggi bisa membantu
siswa yang kemampuannya rendah, dimana
tujuan pembelajaran kooperatif adalah
untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa
melalui kerjasama dalam kelompok serta
sering memonitor tugas kelompok.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
disimpulkan bahwa:
1.
Hasil
pengujian
hipotesis
menyimpulkan
bahwa
terdapat
pengaruh yang signifikan penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share (TPS) pada materi
reaksi redoks terhadap hasil belajar
siswa kelas X SMA N 10 Kota Jambi,
yang ditunjukkan dengan thitung > ttabel.
2.
Hasil perhitungan normalized gain
<g> menyimpulkan bahwa rata-rata
normalized gain <g> pada kelas
eksperimen yaitu 0,652 dengan
kriteria
sedang
dan
rata-rata
normalized gain <g> pada kelas
kontrol yaitu 0,580 dengan kriteria
sedang.
DAFTAR RUJUKAN
Anderson, L.W., dan Krathwohl, D.R.
2010. Kerangka Landasan Untuk
Pembelajaran, Pengajaran dan
Asesmen. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian
Suatu
Pendekatan
Praktik,
Jakarta: Rineka Cipta
Arti,
E. B. 2013. Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD Menggunakan Peta Pikiran
Terhadap
Pemahaman
Dan
Aktivitas Siswa Kelas X Pada
Materi Gerak SMA Negeri 1
Tahunan Jepara. Semarang: IKIP
PGRI Semarang
Aunurrahman.
2009.
Belajar
dan
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Baharudin dan Wahyuni E.N. 2010. Teori
Belajar
dan
Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Darmadi, H. 2011. Metode Penelitian
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta
Hamalik,
O. 2011. Proses Belajar
Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur, M., dan
Ismono, 2000. Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya: UNESA
University Press
Jihad, A., dan Haris, A. 2008. Evaluasi
Pembelajaran. Jakarta: Multi
Pressindo
Isjoni.
Lie,
2009. Cooperative
Bandung: Alfabeta
A.
Learning.
2007. Cooperative Learning
Mempraktikkan
Cooperative
Learning di Ruang-ruang Kelas.
Jakarta: PT. Grasindo
Mutoharoh, S. 2011. Pengaruh Model
Guided
Discovery
Learning
Terhadap Hasil Belajar Siswa
Pada Konsep Laju Reaksi.
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Purba, M. 2007. Kimia SMA Untuk Kelas X
Semester 2. Jakarta: Erlangga
Riduwan. 2012. Belajar Mudah Penelitian.
Bandung: Alfabeta
Sagala, S. 2013. Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran
Berorientasi
Standar
Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta
Slavin, R.E. 2008. Cooperative Learning
Teori
Riset
dan
Praktek.
Bandung: Nusa Media
Sudjana, N. 2005. Metode Statistika.
Bandung: Tarsito
Sugiyono.
2011.
Statistika
Untuk
Penelitian. Bandung: Alfabeta
. 2013. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Sukardi. 2011. Evaluasi Pendidikan Prinsip
& Operasionalnya. Jakarta: Bumi
Aksara
Suyanti, D.R. 2010. Strategi Pembelajaran
Kimia. Yogyakarta: Graha Ilmu
Syah, M. 2012. Psikologi Pendidikan
dengan
Pendekatan
Baru.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran
Inovatif
Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi
Pustaka
Undang-Undang Republik Indonesia No.
20 Th. 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Uno, H.B. 2007. Model Pembelajaran.
Jakarta: Bumi Aksara
Wahyuni, S. 2014. Pengaruh Permainan
Bingo Terhadap Hasil Belajar
Pada Materi Larutan Elektrolit
Dan Non-Elektrolit Di Kelas X
Madrasah Aliyah Laboratorium
Kota Jambi. Jambi: UNJA
Warsita, B. 2008. Teknologi Pembelajaran
Landasan
dan
Aplikasinya.
Jakarta: Rineka Cipta
Yamin, M. 2007. Desain Pembelajaran
Berbasis
Tingkat
Satuan
Pendidikan.
Jakarta:
Gaung
Persada
Download