hidup takut akan tuhan

advertisement
www.st-stefanus.or.id
Th.
XII / 123
Edisi November 2014
HIDUP TAKUT AKAN TUHAN
Profil:
Nicolaus De Tolentinus
Sumartono
Semua Akan Kembali
KepadaNya
Takut akan Allah
Sebuah Ketaatan dan Kepatuhan Iman
Investasi untuk masa depan sejati
Guru dalam pandangan Gravissimum Education
3. KERLING
Mengapa Kita Takut Mati?
Bulan November adalah bulan yang khusus bagi Gereja Katolik untuk
mendoakan arwah kaum beriman. Setali tiga uang, kita pun diajak untuk
merenungkan tentang kematian; hidup baru sesudah berziarah di dunia
ini. Apa yang terjadi? Kebanyakan kita takut ketika harus berpikir dan
merenungkan kematian, apalagi berhadapan atau berurusan dengan hal
tersebut.
Memang, takut adalah pengalaman yang manusiawi. Setiap manusia
pasti pernah merasa takut, bahkan Yesus pun pernah merasa takut ketika
akan menghadapi penderitaan dan kematian-Nya. Tetapi rasa takut yang
kita alami memiliki berbagai macam sebab dan alasan, diantaranya takut
kehilangan harta benda, takut kehilangan kepercayaan terhadap diri sendiri
maupun orang lain, takut terhadap Tuhan karena merasa berdosa atas
perbuatan yang dilakukan selama di dunia dan lain sebagainya.
Dalam edisi bulan November ini, redaksi MediaPass ingin mengundang
para pembaca untuk merenungkan rasa takut yang sering kita hadapi,
terutama takut menghadapi kematian. Sebagai manusia yang hidup dalam
kungkungan budaya dan peradaban tertentu, pantaslah kita merasa takut
akan hal ini. Karena di dalam kematian, kita menghadapi ketidakpastian dan
kegelapan. Di dalam kematian, kita akan kehilangan orang-orang yang kita
cintai; keluarga, teman dan handai taulan. Apalagi kalau kita merasa bahwa
selama hidup, sudah terlalu banyak dosa dan kesalahan yang telah diperbuat.
Ajaran agama tentang adanya neraka, menambah ciut nyali kita!
Namun sebagai manusia beriman, apalagi dalam iman Gereja Katolik,
kematian justru merupakan saat yang begitu indah; saat berahmat dan
hidup baru dalam terang keabadian. Kita tidak perlu takut! Yesus Kristus
telah memberikan jaminan, melalui kebangkitan-Nya. Dengan kebangkitan,
Ia mengalahkan maut (kematian). Untuk melihat lebih jauh, bagaimana
indahnya iman kita dalam hal ini, marilah kita membaca dan merenungkan
tulisan-tulisan yang dipersembahkan dalam edisi ini. Semoga membantu
kita untuk mengikis ketakutan-ketakutan kita yang tidak perlu dan menatap
hidup-mati dengan penuh harapan, bahwa Allah kita adalah Allah yang baik
dan penuh belas kasih.***
Edisi 123 Th. XII Edisi November 2014
3 : KERLING
4 : ORBITAN UTAMA
Takut Akan Allah; Sebuah Ketaatan
dan Kepatuhan Iman
6 : PESONA SABDA
Investasi Untuk Masa Depan Sejati
8 : PROFIL
Semua Akan Kembali KepadaNYA
10: OPINI
SEPUTAR PAROKI
11: Seminar Pemuridan PDKK-Malam
12: Ulang Tahun ke 30 Koperasi Budi Asih
14: Pelantikan Prodiakon 2014 - 2017;
Dipanggil & Diplih Untuk Melayani
15: Retret Prodiakon;
Hati Murni Sumber Pelayanan yang
Mengkuduskan
16: Sosialisasi Bulan Keluarga;
Membangun Keluarga Katolik Sejati
18: Kunjungan Frater Novisiat Gisting,
Lampung
19: Pelatihan dan Pengajaran Lektor-Lektris
Se-Dekenat Selatan
20: Seminar Ekaristi Wilayah IV;
Mari Mendaki Puncak Iman Kita
21: Seminar Ekaristi Wilayah V;
Lakukanlah Ini Untuk Mengenang Daku
27: Parade Paduan Suara Wilayah, Paroki St.
Stefanus
ORBITAN LEPAS
22: Sudahkah Kita Menjadi Katolik & Warga
Negara yang Baik
24: Karunia Stigmata, Apa Maknanya Bagi Kita
25: Seni Dalam Menghadapi Kematian
26: Santo Santa
28: Potret Gereja
30: Pendidikan
31: Pojok Komsos
32: Dana Paroki
33: Kepanitiaan; Natal 2014 &
Ongkos Cetak
Ketua Dewan Paroki: Pastor Antonius Sumardi, SCJ
Ketua Seksi KOMSOS: Agustinus Sonny Prakoso | Sekretaris: Alberta S. Listiantrianti | Bendahara: Dian Wiardi
Koordinator Unit Kerja: A. Setyo Listiantyo (0813 2813 0513),
Meliputi: 1. Redaktur: A. Setyo Listiantyo, 2. Layout & Design: Agung Efrem Wijanarko & Benny Arvian, 3. Iklan: Dian Wiardi (0818 183419),
4. Wartawan & Fotografer: Paulus Sihombing, Adiya Wirawasta, Ign. Daniel Rajdali, Constantine J. Neno, Y Triasputro, Christoverson, Felicia
Nediva, Agung Pradata.
Koordinator Unit Media: Dian Wiardi
Meliputi: 1. Web Page: Patricia Utaminingtyas, 2. Warta Paroki: Dian Wiardi , 3. Majalah MediaPASS: A. Setyo Listiantyo,
4. Radio/Video/TV: Y. Triasputro B, 5. Mading/Facebook/Twiter: Constantine Jhon Neno, Christoverson.
Koordinator Unit Teknologi Informasi (IT): Sukiahwati Hartanto
Meliputi: 1. Programmer: Patricia Utaminingtyas, 2. Maentenance & Jaringan: Sukiahwati Hartanto, 3. Database: Sekretariat Paroki,
Email: [email protected] | Facebook: [email protected]
Web Paroki St. Stefanus: www.st-stefanus.or.id
No rekening Komsos: BCA dengan no 731 0278879 an Mirjam Anindya Wiardi atau R. Prakoso
4. ORBITAN UTAMA
Takut akan Allah;
Sebuah Ketaatan dan Kepatuhan Iman
Antonius Purwono, SCJ
P
ada zaman ini ada sebuah
wabah yang sangat sulit
dibasmi. Wabah yang nyaris
bisa menggerogoti sendi-sendi
kehidupan manusia. Ia lebih
ganas dari pada virus H5N1,
Anthrax, atau Ebola sekalipun.
Wabah itu bernama “takut”.
Wabah takut ini menggerogoti
rasa aman, rasa damai dan
ujungnya merenggut kebahagiaan
seseorang. Tingkat kriminalitas
yang tinggi di sekitar kita;
membuat kita selalu was
was untuk pergi sendirian di
malam hari. Mengunci pintu
rumah rapat-rapat agar harta
benda aman dari pencuri. Naik
angkutan umum selalu pasang
mata curiga terhadap sesama
karena takut kecopetan. Konflik
antar elit politik adalah menu
setiap saat yang membuat
orang was was akan masa
depan bangsa ini. Orang takut
mengambil keputusan dalam
hidup karena pengalaman gagal.
Orang takut sakit, karena biaya
berobat mahal. Orang takut
akan kematian. Pendek kata,
ada banyak hal yang membuat
orang takut dalam hidup ini; dan
komentar singkatnya adalah;
“takut itu manusiawi”.
Meskipun takut itu manusiawi,
ada sebuah “takut” yang
menuntun sisi manusiawi tersebut
ke arah yang ilahi. Dan itu
adalah; takut akan Allah. Namun
sebelumnya, perlu dipahami
bahwa kata “takut” bisa beragam
pengertian. Sebagaimana terdapat
dalam kamus bahasa Indonesia
“takut” memiliki beberapa arti.
Takut bisa berarti merasa gentar
(ngeri) menghadapi sesuatu yang
mendatangkan ancaman atau
bencana. Takut juga berarti
tidak berani berbuat, menempuh,
menderita dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan
Tuhan takut dimengerti sebagai
sikap takwa; segan dan hormat.
Pengertian terakhir inilah yang
hendak menjadi focus perhatian,
sehingga takut akan Allah
menjadi sebuah ketaatan dan
kepatuhan iman.
Takut akan Tuhan, berbeda
dengan jenis ketakutan
sebagaimana diuraikan di
atas. Karena takut akan
Tuhan bukanlah manifestasi
dari naluri dasariah manusia
untuk mempertahankan diri,
menghindar dari segala sesuatu
yang mengancam keselamatan
hidup. Bila rasa takut yang
demikian dikatakan manusiawi,
dan yang manusiawi itu bisa
diarahkan ke yang ilahi, maka
takut akan Allah adalah
proses pembelajaran. Dan
pemazmur telah mengungkapkan
itu. “Marilah anak-anak,
dengarkanlah aku, takut
akan Tuhan akan kuajarkan
kepadamu. Jagalah lidahmu
terhadap yang jahat dan bibirmu
terhadap ucapan-ucapan yang
menipu; jauhilah yang jahat dan
lakukanlah yang baik, carilah
perdamaian dan berusahalah
mendapatkannya” (Mzm. 34:1114). Dari situ kelihatan, bahwa
dalam proses pembelajaran
mengalir sebuah ketaatan dan
kepatuhan akan sebuah ajaran.
Awalnya terkesan moralis,
namun justru kepatuhan dan
ketaatannyalah yang menghantar
orang pada sang Pemberi ajaran
dan bukan hanya sampai pada isi
ajaran.
Tantangannya adalah; sering
kali “takut” bukan menjadi proses
pembelajaran yang mengarah
dari manusiawi ke yang ilahi.
Melainkan sebuah sikap
berbanding terbalik, semakin
besar mengalami ketakutan yang
bersifat manusiawi-duniawi,
semakin menipislah rasa takut
akan Tuhan dalam bentuk
ketaatan dan kepatuhan.
Sehingga ketakutan itu
menggelembung sedemikian
rupa dan meletus dalam bentuk
kecemasan. Tidak heran jika W.H.
Auden seorang satrawan Inggris
lewat puisi-puisinya menyerukan
bahwa abad ini adalah abad
5
kecemasan. Kecemasan sangatlah
dekat dengan ketakutan dan
menjadi penyakit abad ini. Bukan
hanya berhenti pada penyakit
psikis, tapi juga menyebabkan
penyakit fisik kronis, seperti
serangan jantung dan penyakit
berbahaya lainnya.
Namun Matius mengingatkan;
“janganlah kamu takut terhadap
mereka yang dapat membunuh
tubuh, tetapi yang tidak berkuasa
membunuh jiwa, takutlah
terutama kepada Dia yang
berkuasa membinasakan baik jiwa
maupun tubuh di dalam neraka”
(Mat. 10:28). Tentu Matius tidak
menakut-nakuti, melainkan
justru mengarahkan rasa takut
yang benar. Artinya, ketakutan
mesti mengarahkan orang pada
upaya keselamatan sejati. Takut
yang demikian diupayakan dalam
kepatuhan dan ketaatan iman.
Tidak terlalu sulit untuk
menemukan dan merunut,
dimana takut akan Tuhan yang
diupayakan dalam kepatuhan
dan ketaatan iman itu terjadi,
yakni dalam sejarah kehidupan.
Dalam pengalaman hidup
harian, yang tak perlu muluk
dan selalu menakjubkan. Kadang
justru lewat rutinitas yang
membosankan, yang sering orang
bergumam; “ah kog itu itu saja”.
Tiap awal Nopember, Gereja
merayakan Orang Kudus dan juga
arwah semua orang beriman.
Dengannya, umat beriman
disadarkan; bahwa hidup itu ada
batasnya. Suatu ketika akan
meninggal. Namun ada hidup
sesudah kematian yang mestinya
bukan menakutkan tetapi
memberi sebuah pengharapan.
Para Kudus menjadi bukti yang
diyakini, bahwa kepatuhan dan
ketaatan iman telah mereka
jalani.
Demikian juga untuk saudarasaudari yang telah meninggal,
mereka diperingati. Dikunjungi
makamnya, dikenang dan
didoakan dalam misa dan aneka
doa. Selain memohonkan bahagia,
juga berharap Bapa yang Rahim
mengampuni dosa. Pengalaman
itu, tentu bisa menjadi acara
rutin tahunan yang selalu lewat,
tanpa meninggalkan bekas, atau
sebaliknya menjadi sarana untuk
belajar taat dan patuh; dan terus
bertanya kehidupan macam
apakah yang hendak kuhidupi?
Masa Adven juga sudah
menanti. Masa yang selalu
memberi tawaran; rasa takut
manakah yang akan mewarnai
kehidupanku? Rasa takut
manusiawi tentu dengan mudah
mewarnai. Tak perlu sekolahpun,
sangat gampang menjadi ahli.
Namun rasa takut akan Allah,
tentulah yang dipilih. Meski
menjalaninya kadang tertatih.
Memilihnya, tidak sendiri,
karena bisa menjadi gerakan
seluruh warga paroki; dalam
tema Keluargaku Melayani. Bila
takut akan Allah adalah upaya
untuk patuh dan taat, maka
semangat melayani harus menjadi
tekad; semakin beriman kuat,
pelayananku kokoh kuat.
Dengan demikian, menegaskan
apa yang disampaikan Matius;
“janganlah kamu takut, karena
kamu lebih berharga daripada
banyak burung pipit”. Sehingga
melayani sebagai bagian dari
rasa takut akan Allah mengalir
pada upaya untuk menjadikan
setiap pribadi itu berharga lebih
dari pada burung pipit dan
bukan sebaliknya, menjadikan
diri sendiri berharga dengan
menjadikan orang lain “seharga
burung pipit”.***
6. PESONA SABDA
Investasi Untuk Masa Depan Sejati
P. Tino Ulahayanan MSC
“Sangat sedikit orang yang menyadari bahwa hidup ini penuh perubahan. Kita nyaris tidak
dapat menduga apakah besok kita akan sama sehatnya dan sama beruntungnya dengan hari
ini. Banyak orang yang memiliki niat baik, tetapi mereka tidak pernah melaksanakannya.
Menyesal itu terlambat sudah, dan pada akhir kehidupan, mereka merasa gelisah dan
ketakutan,” Cheng Yen (Bhiksuni asal Taiwan)
S
aya memiliki dua
pengalaman yang hendak
saya bagikan pada
kesempatan ini. Pengalaman
pertama, sekitar bulan September
2014 lalu, saya mengunjungi
seorang anggota umat yang
sedang sakit di sebuah rumah
sakit di kota Ambon. Kunjungan
semacam ini mustinya sudah
biasa terjadi. Namun hal yang
agak berbeda pada kunjungan
sore itu adalah situasi dan reaksi
pasien yang terkesan berlebihan.
Sesampai di rumah sakit, sang
pasien meminta agar ruangan
dikosongkan dari tamu atau
keluarga yang menjaganya. Saya
memahami karena, dalam hati,
saya menduga bahwa dia meminta
kesempatan pengakuan dosa.
Dan memang terjadi demikian.
Usai pengakuan, ia masih
terlihat begitu gelisah dengan
bertumpuk-tumpuk pekerjaan,
masalah, beban hidup yang
perlu diselesaikan. Ia dihantui
ketakutan yang luar biasa dan
tidak siap kehilangan segalanya.
Berselang beberapa jam saja
dari pertemuan itu, sekitar
pukul 02.00 waktu setempat, ia
diberitakan meninggal dunia.
Pengalaman kedua, sejak
3 tahun terakhir, saya hidup
bersama Uskup Emeritus
Andreas Sol, MSC di biara MSC
Ambon. Pada Oktober tahun ini,
Uskup Sol genap berumur 99
tahun. Ia masih terlihat segar.
Tiap pagi jam 10.00 dan sore
7
jam 16.00, ia rutin berjalan
kaki (tanpa tongkat) melewati
kamar saya sambil berdoa
Rosario. Jika berkesempatan
berjumpa dengannya, Anda akan
terkagum-kagum dengan sosok
sang misionaris yang bersahaja,
cinta orang miskin dan dengan
daya ingatnya yang masih sangat
segar. Ia akan bercerita tentang
sejarah Gereja di masa lalu dan
akan informasi seputar kehidupan
dunia terkini yang mungkin
belum sempat Anda tahu. Setiap
hari ia menggunakan sedikitnya 2
jam untuk membaca. Satu kalimat
yang sudah sekian kalinya saya
dengar adalah: “Mungkin Tuhan
sudah lupa!” Maksudnya, sampai
umur yang sekian lama, ia belum
juga dipanggil. Ia sangat siap,
ketika saat itu tiba. Tak ada
rasa gelisah sedikitpun. Setiap
hari ia tekun berdoa dan masih
tetap memperhatikan orang-orang
miskin. Itu yang dilakukan Uskup
Sol di saat-saat usia lanjut ini.
***
Dua pengalaman dari dua
orang dengan reaksi yang berbeda
tentang saat kematian yang sama
bagi semua orang ini, sedikit
memberikan gambaran yang
terang mengenai tema yang coba
kita renungkan: Takut akan
Tuhan.
Dalam Injil, Yesus berbicara
mengenai gambaran kedatangan
Anak Manusia pada saat yang
tidak disangka-sangka oleh
siapapun (Mat 24:44). Bagi
Yesus, berjaga-jaga menjadi
ukuran kesiapan seseorang. Hal
yang terpenting bukan terletak
pada kapan saat itu datang dan
bagaimana terjadinya, melainkan
kesiapsediaan yang harus dimulai
dari sekarang ini. Kesiapsediaan
berarti melakukan pelayanan
yang bertanggung jawab terhadap
Allah yang tampak dalam
pelaksanaan tugas masing-masing
dengan baik sampai kedatangan
Anak Manusia.
Maka ‘takut akan Tuhan’ bagi
yang tidak siap (baca: tidak
percaya) adalah sebenarnya
menunjuk pada ketakutan akan
saat Penghakiman Allah dan
kematian kekal, yang merupakan
pemisahan untuk selama-lamanya
dari Allah. Efeknya adalah
kegelisahan, ketidaknyamanan,
penyesalan dan sikap
memberontak. Sedangkan bagi
yang siap sedia, (baca: percaya)
‘takut akan Tuhan’ merupakan
sebuah keutamaan, yang
dengannya menuntun orang selalu
melakukan hal-hal yang berkenan
kepada Tuhan dan menghindari
perbuatan-perbuatan yang tercela.
Demikian dikatakan dalam Kitab
Suci: “Maka sekarang, hai orang
Israel, apakah yang dimintakan
dari padamu oleh TUHAN,
Allahmu, selain dari takut akan
Tuhan, Allahmu, hidup menurut
segala jalan yang ditunjukkanNya, mengasihi Dia, beribadah
kepada Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu…” (Ulangan
10:12).
***
Marilah kita mengikuti
ajakan Tuhan untuk selalu
berjaga-jaga dengan melakukan
perbuatan-perbuatan baik!
Marilah kita berlomba-lomba
untuk berbuat kebaikandan tentu
saja disertai dengan semangat
doa! Berbuat kebaikan itu tidak
harus sebuah proyek yang besar.
Hal-hal terkecil dan serba biasa
dalam hidup sehari-hari juga
memiliki arti yang besar dalam
pembangunan Kerajaan Tuhan.
Uskup Sol pernah berpesan
kepada saya, “Jangan pernah
menunda untuk melakukan
kebaikan, sekecil apapun itu.
Sebab hati akan selalu dihantui
penyesalan!”
Atas cara inilah kita bisa
pahami kata-kata Cheng Yen,
seperti saya kutip pada awal
sharing ini: “Kita nyaris tidak
dapat menduga apakah besok kita
akan sama sehatnya dan sama
beruntungnya dengan hari ini.
Banyak orang yang memiliki niat
baik, tetapi mereka tidak pernah
melaksanakannya. Menyesal
itu terlambat sudah, dan pada
akhir kehidupan, mereka merasa
gelisah dan ketakutan.” Marilah
kita melakukan niat baik yang
ada pada kita, agar kita tidak
menyesal kemudian. Selamat
berinvestasi!***
Ambon 12 November 2014***
JAM PELAYANAN SEKRETARIAT PAROKI
Kantor Sekretariat Paroki St. Stefanus buka setiap hari:
1. Senin pk 08.00 - 16.00 WIB
2. Selasa s/d Minggu pk 08.00 - 18.00 WIB
Tutup pada hari Libur Nasional dan hari Besar Agama Katolik
“Memberitakan pekerjaan tanganNYA”
SEKSI KOMUNIKASI SOSIAL (KOMSOS) ST. STEFANUS
Membutuhkan tenaga muda yang berkomitmen untuk pelayanan gereja, sebagai wartawan, designer
dan fotografer. Bagi yang berminat menghubungi Sdr. Tyo (HP: 081328130513)
8. PROFIL
Semua Akan Kembali KepadaNya
-Tyo-
P
erlu kita ketahui bahwa
segala aktivitas yang
dilakukan setiap manusia
selalu diperhatikan oleh Tuhan.
Tuhan tidak pernah tidur, tidak
pernah lari dan tidak pernah ke
lain hati hanya untuk manusia,
karena manusialah yang
mempunyai pikiran dan hati
yang luhur dari semua mahluk
yang ada di dunia ini. Namun
terkadang manusia itu sendiri
yang lalai untuk menyadari akan
kehadiran Tuhan dalam hidupnya.
Manusia terkadang lupa akan
kewajiban untuk berdoa dan
bersyukur atas karunia yang
diberikan Tuhan, dan manusia
baru benar-benar menyadari
akan kerinduan kehadiran
Tuhan, jika dalam keadaan sulit,
tertimpa musibah, atau menjelang
kematian. Dalam keadaan yang
seperti itu barulah kita mengingat
Tuhan untuk membutuhkan
pertolonganNya. Tetapi, dari
sebuah kesadaran itu, manusia
tetap merasakan pada dirinya
bahwa ia takut kepada Tuhan,
seolah-olah Tuhan tidak hadir
dalam dirinya, Tuhan telah pergi
jauh meninggalkannya, atau
merasa tidak pantas atau bahkan
takut menerima hukuman yang
diberikan Tuhan akibat kesalahan
dan dosa yang dilakukan oleh
manusia itu. Lalu bagaimana
cara mengatasi ketakutan ini?
Profil dalam edisi ini akan
membantu kita untuk membuka
diri akan kepercayaan manusia
kepada Tuhan, dengan sharing
pengalaman hidupnya untuk
berbagi dengan kita.
Masa kecil hingga berkeluarga
Nama lengkapnya Nicolaus De
Tolentinus Sumartono, panggilan
akrab Bpk Sumartono. Beliau
merupakan putra ketiga dari
lima bersaudara, pasangan dari
Bpk Suratmin (alrm) dan ibu
Suharti (alrm). Beliau lahir pada
tanggal 10 September 1947 di
kota Purwodadi, dan beliau lahir
bukan dari keluarga Katolik, dari
orang tua hingga adik beliau yang
terakhir berasal dari keluarga
muslim.
Bpk. Sumartono mengawali
pendidikannya di Sekolah
Rakyat no 4 Purwodadi selama
6 tahun, kemudian melanjutkan
ke pendidikan SMP Karitate
Purwodadi (Yayasan Kanisius)
selama 3 tahun dan SMA Negeri
1 Purwodadi. Setelah lulus
pendidikan menengah beliau
melanjutkan dunia pendidikannya
di IKIP Negeri Surabaya, namun
studi yang beliau laksanakan
tidak selesai dan hanya sampai di
semester 6. Hal itu dikarenakan
pada saat itu beliau melamar
pekerjaan di Kejaksaan Agung
pada tahun 1975, dan diterima
sebagai pegawai. Pada sat itu
pula karier pendidikan beliau
terhenti dan memilih untuk
bekerja di tempat tersebut hingga
pensiun tahun 2003. Ketika mulai
diterima bekerja, beliau tinggal di
Jakarta tepatnya di BDN 2 no 52,
Lingkungan Yoh Pemandi. Dalam kehidupan religius
Bpk Sumartono, awal mula dari
keluarga yang bukan katolik,
dan beliau menerima panggilan
Tuhan menjadi warga Katolik
berawal ketika beliau duduk di
SMP hingga SMA dan butuh
enam tahun beliau mendalami
dan mempelajari tentang Katolik.
Baru ketika beliau lulus SMA,
beliau dibaptis secara katolik
dan sah menjadi warga Katolik
di gereja Santo Yohanes Penginjil
Purwodadi pada tahun 1967.
Perjumpaan beliau dengan
pujaan hati yang hingga sekarang
men-jadi istrinya, berawal di
Jakarta ketika beliau tinggal BDN
dan bertemu dengan pujaan hati
(ibu) Fransiska Triwinarti yang
tidak jauh dari rumahnya. Namun
pada saat itu ibu Fransiska masih
beragama Islam, jadi ketika
menikah dengan Bpk Sumartono,
mereka menikah melalui catatan
sipil di kota Pacitan, Jawa Timur
pada tanggal 27 Oktober 1977
setelah menjalin hubungan selama
2 tahun. Setelah beberapa lama
kemudian pada tahun 1980,
pernikahan mereka diberkati
secara Katolik di Pastoran Gereja
St Stefanus (saat itu belum
dibangun) Jl. KH. Muhasyim IV
No. 21 dan menerima Sakramen
Penguatan (Krisma) pada tahun
1981.
Setelah mereka menikah dan
tinggal di Jakarta, mereka
dikaruniai dua orang anak,
yang pertama bernama Matius
Indracipta Pratama (alm), dan
yang kedua Stefani Dwi Natalia.
Putri kedua bpk Sumartono telah
menikah dengan Joko Prihananto
dan dikaruniai 2 anak (cucu bpk
Sumartono) dan tinggal bersama
bpk Sumartono.
9
Keterlibatan di Gereja dan
di lingkungan rumah
Ketika beliau tinggal di Jakarta,
beliau sudah tergabung sebagai
warga Lingkungan Yohanes
Pemandi dan sejak itu dengan
keterlibatan beliau di Lingkungan,
beliau ditugaskan menjadi
bagian pengurus Lingkungan
diantaranya se-bagai Sekretaris
Lingkungan, dan Sie Liturgi
Lingkungan. Pada tahun 1982
beliau dan keluarganya pindah ke
rumah dinas Kejaksaan Agung
RI Jl. Adhyaksa IV/D. 113 Labak
Bulus dan masuk ke Lingkungan
Keluarga Kudus Wil IX. Karena
pengalaman dan keterlibatan
beliau di Lingkungan lama maka
beliau diberikan kepercayaan
dari warga Lingkungan setempat untuk menjadi Ketua
Lingkungan Keluarga Kudus
selama 3 periode. Kemudian
beliau kembali ditugaskan untuk
menjadi Koordinator Wilayah
IX juga selama 3 periode. Setelah selesai menjabat sebagai
Koordinator Wilayah beliau
saat ini dipercaya tugas untuk
melayani sebagai Ketua Seksi
St. Yosef. Keterlibatan beliau
sebelum menjadi Ketua Seksi, juga
terlibat dalam pelayanan sebagai
Prodiakon selama 3 periode. Saat ini ketika beliau
menjabat sebagai Ketua Seksi
St Yosef, awalnya beliau tidak
tahu me-nahu tentang seksi
ini, namun dengan semangat
pelayanan dan pengalamannya,
beliau mau mempelajari dan
menjalanankan seperti apa Seksi
St Yosef itu. Beliau memberikan
pengertian bahwa Seksi St Yosef
merupakan seksi yang mengurus
tentang kedukaan/kematian.
Bagi kita umat di Paroki St.
Stefanus direalisasikan kedalam
Dana Amplop Kuning yang
dikumpulkan dari umat secara
sukarela setiap bulannya yang
secara kesuluruhan, miskin dan
menderita termasuk yang sedang
mengalami musibah bencana
alam, dll. Sedangkan dana yang
diperuntukan bagi pelayangan
Seksi St. Yosef adalah 30% dari
amplop kuning, tsb. Untuk tahun
2014 dari Januari s/d November
2014 umat Paroki yang meninggal
dunia berjumlah 44 orang, dan
yang dibantu dengan biaya dari
dana amplop kuning tersebut
berjumlah 24 orang.
Begitulah tugas beliau
menjadi Seksi St Yosef. Beliau
sangat senang dapat melayani,
karena beliau selalu ingat,
Kitab Surat Rasul Paulus kedua
kepada Jemaat di Korintus,
“ 8:13 Sebab kamu dibebani
bukanlah supaya orang-orang
lain mendapat keringanan, tetapi
supaya ada keseimbangan. 8:14
Maka hendaklah sekarang ini
kelebihan kamu mencukupkan
kekurangan mereka, agar
kelebihan mereka kemudian
mencukupkan kekurangan kamu,
supaya ada keseimbangan. 8:15
Seperti ada tertulis: “Orang
yang mengumpulkan banyak,
tidak kelebihan dan orang yang
mengumpulkan sedikit, tidak
kekurangan”. Maka dari itu,
beliau atas nama Seksi St Yosef
Paroki St Stefanus mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada donatur melalui
amplop kuning yang secara
keseluruhan dapat dipergunakan
untuk pelayanan kasih kepada
umat yang membutuhkan.
Tuhan adalah sumber hidup
Dalam kehidupan yang dijalani
umat manusia saat ini, bahwa
segala sesuatu yang dilakukan
manusia, semua itu masih
bergantung kepada Tuhan dan
selama dalam menjalankan
aktifitasnya manusia boleh
merasa takut atau cemas. Namun
satu hal yang perlu diketahui
bersama bahwa singkatnya adalah
semuanya kembali kepada Tuhan.
Beliau memaparkan kepada
kita semua, bahwa manusia
diibaratkan seperti barang yang
mengalir di sungai. Barang yang
mengalir selalu ada hambatan
atau rintangan, sehingga perjalanan tidak mulus. Ketika aliran
itu kembali lancar maka menemui
sebuah muara di laut, dan di
laut itulah digambarkan sebagai
bentuk cinta kasih Tuhan kepada
manusia yang begitu luas dan
dalam tak terjangkau oleh indera
manusia sehingga sudah tidak ada
lagi rasa takut, cemas ataupun
rasa sakit, semua sudah melebur
menjadi satu kedalam cinta kasih
Tuhan.
Semua aktifitas dan karyakarya duniawi kita selalu dilihat
oleh Tuhan, dan kebaikankebaikan yang dilakukan di
dunia ini, jika dilakukan dengan
penuh pelayanan kasih dan tulus,
maka tidak perlu lagi merasa
takut atau cemas. Karena Gereja
mengajarkan kepada kita dalam
tiga hal yaitu Iman, Pengharapan
dan Kasih, dan dari antara
ketiganya yang paling besar
adalah Kasih. Dari hal itulah
beliau mengajarkan kepada kita
juga bahwa segala sesuatu sekecil
apapun yang dilakukan untuk
membantu orang lain atau sesama
kita yang membutuhkan, maka
tidak akan ada lagi rasa takut
atau cemas akan Tuhan. Karena
Tuhanlah sumber kehidupan
kita, jadi janganlah takut kepada
Tuhan kita sendiri, percayalah
bahwa Tuhan mengasihi
UmatNya.
Beliau juga mengingatkan
kepada kita ada satu ayat yang
meyakinkan kita yang terdapat
dalam Injil Yohanes 14: 6, Kata
Yesus kepadanya: “Akulah jalan
dan kebenaran dan hidup. Tidak
ada seorangpun yang datang
kepada Bapa, kalau tidak melalui
Aku.” ***
10. OPINI
Apa kata mereka tentang
HIDUP TAKUT AKAN TUHAN
• Pernahkah anda mengalami ketakutan? Ketakutan apa yang anda alami?
• Pernahkan anda takut dengan Tuhan? Jelaskan jawaban anda!
• Apa yang dapat anda yakini (dengan cara bagaimana) supaya anda tidak takut dengan Tuhan?
Natalia Lisning
Paroki Sta. Monika BSD/Lingkungan
Bunda Teresa
Saya sangat takut kehilangan keluarga,
karena saya tidak dapat hidup tanpa
keluarga!
Pastinya saya sangat takut akan Tuhan
apalagi membuatnya “marah”. Tapi saya
yakin bisa menghadapinya, dengan cara
memohon ampun sebelum beristirahat
di malam hari atas segala kegiatan dan
pekerjaan yang dilakukan setiap hari.
Bernardus Balax
Paroki St. Stefanus/ Lingkungan Simeon/
Wilayah VII
Aku percaya bahwa Tuhan tidak pernah
tidur dan itu yang mengingatkan ku jika
nanti masuk ke dalam tindakan-tindakan
yang negatif.
Pastinya pernah saya rasakan sebuah
ketakutan, secara alamiah TAKUT MENGHADAPI MAUT.
Justru karena takut akan Tuhanlah yang
membuat saya takut dalam menghadapi
ajal. Bagaimana tidak karena dalam hidup
tak sepenuhnya dapat berbuat baik.
Sebenarnya semua ketakutan bisa dihadapi tapi mungkin membutuhkan proses
karena takut adalah sebuah insting alami
manusia. Hewan juga mengalami takut
jika menghadapi bahaya cara yang mereka hadapi malah justru menyerang. Tapi
tidak bisa disamakan dengan ketakutan
manusia (saya) karena biasanya manusia
memiliki keterikatan akan hal duniawi
atau egoisme pribadi. Saya ambil contoh
yaitu; jabatan, kekayaan, takut ditinggal,
takut gagal dsb. Cara saya menghadapinya adalah dengan iman saya kepada
Tuhan, berarti saya percaya atas firmanNya dan jika kita benar-benar sungguh.
Maka kita akan diubah oleh apa yang kita
percayai jadi merdeka dari keterikatan
tadi.
Dholley Dwi
Paroki St. Matius/Wilayah XVII
Saya takut dengan pertengkaran dan
mengerikan.
Tentunya saya takut akan Tuhan Jika
Ia marah, karena hidup saya yang tidak
berkenan sehingga saya dibiarkan olehNya.
Cara menghadapi rasa takut adalah
memperdalam kitab suci dan banyak
berdoa serta beribadah agar mengenal
Dia lebih dalam sehingga saya merasakan
kedekatan & keberadaan Tuhan.
11. SEPUTAR PAROKI 1
SEMINAR
Pemuridan
(PDKK Malam)
Sabtu - Minggu, 25 - 26 Oktober 2014
12. SEPUTAR PAROKI 2
Ulang Tahun ke 30 Koperasi Budi Asih
Kornelius Jemada
yaitu Bapak AGUS SUHARDI (Alm).
Koperasi kredit Budi Asih pada
waktu itu masih mendapatkan
bantuan biaya dari SSP dalam
melakukan kegiatannya, misalnya
dalam rapat-rapat rutin, RAT, dll.
Karena belum mampu berdiri sendiri
dalam segi keuangan, demikian pula
bila mengundang Pengurus koperasi
pusat untuk pemeriksaan pembukuan
koperasi Budi Asih. Saat ini,
Koperasi kredit Budi Asih berkantor
di Poliklinik St. Stefanus Jl. KH.
Muhasyim IV No: 11.
Secara hukum koperasi kredit Budi
Asih telah mendapatkan status
Badan Hukum dari Departemen
Koperasi dan Pembinaan Pengusaha
Kecil pada tanggal 2 Januari 1996
dengan No.021/BH/KWK.1.1996.
T
iga puluh (30) tahun Koperasi
Kredit Budi Asih hadir di
tengah-tengah kita, tepatnya
pada tanggal 28 Oktober 2014.
Ini merupakan sebuah pencapaian
yang luar biasa bagi Budi Asih
mengingat ketatnya persaingan
sekarang ini. Sejak berdirinya
samapai sekarang, koperasi Budi
Asih sudah mengalami jatuh bangun,
asetnya pun naik turun. Baru di
awal tahun 2010 koperasi Budi Asih
mulai nampak perkembangannya di
bawah kepemimpinan Ibu Thefani
(selaku Ketua Umum). Struktur
koperasi Budi Asih mulai teratur,
asetnya pun terus meningkat, sudah
memiliki karyawan, operasional
pelayanan dibuka setiap hari,
kondisi keuangan terus stabil,
pendidikan dan pelatihan pengurus
terus dilakukan, penyuluhan dan
pelatihan keterampilan untuk
anggota diadakan setiap 2 bulan
sekali, melakukan studi banding ke
koperasi lain yang lebih maju dan
ikut ambil bagian dalam kegiatan
sosial seperti bantuan untuk
korban bencana alam sehingga
tidak menutup kemungkinan bahwa
suatu saat koperasi Budi Asih akan
menjadi koperasi yang ideal, mandiri
dan menjadi koperasi kebanggaan
anggota.
VISI
SEJARAH KOPERASI KREDIT
BUDI ASIH
Koperasi Kredit Budi Asih didirikan
pada tanggal 28 Oktober 1984 oleh
Seksi Sosial Paroki (SSP) yang
pada masa/ periode itu diketuai
oleh Ibu Maria Agnes Theresia Lily
Kandou atau yang akrab dipanggil
Ibu Lily Kandou. Pada waktu itu,
beliau mempunyai ide mendirikan
koperasi, dimana pada awalnya untuk
mendidik warga gereja, khususnya
mereka yang berkekurangan agar
hidup mereka lebih sejahtera, dengan
cara menabung. Di saat mereka
membutuhkan/kesulitan keuangan,
mereka dapat meminjam pada
koperasi sehingga tidak tergantung
lagi sepenuhnya kepada seksi sosial
paroki. Di koperasi mereka juga
diajarkan disiplin dalam mengangsur
pinjaman.
Akhirnya Ibu Lily beserta pengurus
Seksi Sosial Paroki/SSP pada waktu
itu, mengikuti pendidikan koperasi
yang dilakukan oleh pengurus
koperasi pusat yang berkedudukan
di Jl. Gunung Sahari (BK3D).
Penataran para pengurus dilakukan
selama lebih kurang seminggu,
dari sore sampai malam setelah
jam pulang kerja kantor. Setelah
penataran, dipilihlah nama “BUDI
ASIH” dan sebagai ketua pertama
“Menjadi Koperasi semua umat yang
mampu ikut membangun masyarakat
yang sejahtera dan mandiri”
MISI
• Memberdayakan anggota secara mandiri dalam ekonomi untuk peningkatan kesejahteraannya
• Mendorong, melatih dan
mengembangkan anggota untuk
dapat mandiri melalui programprogram kewirausahaan
• Berusaha membesarkan usaha
anggota agar lebih optimal melalui
kredit dari koperasi
• Menyalurkan hasrat berbuat baik
bagi semua umat yang sudah
mapan untuk menjadi anggota
dalam rangka membantu anggota
yang belum kuat
MOTTO
”Bersinergi sehat dalam usaha
koperasi bersama dalam berbagi
berkat”
ASET KOPERASI
Per-September 2014 aset koperasi
Budi Asih sebesar Rp. 2,872,393,504,dengan jumlah anggota 669 orang,
13
“Dasar kekeluargaan itulah dasar hubungan istimewa pada
koperasi. Di sini tak ada majikan dan buruh melainkan
usaha bersama antara mereka yang sama kepentingan dan
tujuannya.” Pidato Moh Hatta pada Hari ulang tahun Koperasi
tahun 1952
jumlah simpanan sebesar Rp.
2,392,949,855,- dan penyaluran
pinjaman sebesar Rp.1,608,658,900,terus meningkat dengan bunga yang
cukup lunak dan sistim bunga yang
menurun. Pembayaran angsuran bisa
dipercepat atau diperpanjang sesuai
kemampuan anggota serta pencairan
pinjaman mudah. Simpanan dan
pinjaman ber-Asuransi, anggota bebas
membayar premi (gratis), pembayaran
angsuran dan simpanan bisa
dilakukan via transfer / jemput bola.
Banyak anggota yang sudah terbantu
dan merasakan manfaat koperasi
karena memang tujuan didirikan
koperasi adalah meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Koperasi
sebagai badan usaha yang berazaskan
kekeluargaan dibentuk dengan tujuan
mensejahterakan para anggotanya.
Koperasi dibangun berdasarkan
kepentingan ekonomi bersama atau
sesuai kebutuhan anggotanya,
sehingga akan menguntungkan
semua anggota yang memang sebagai
pemilik dan pengguna jasa. Untuk itu
diharapkan loyalitas setiap anggota
kepada koperasi harus benar-benar
besar, karena keuntungan juga
untuk para anggotanya. Koperasi
harus bersifat sukarela dan terbuka,
artinya menjadi anggota koperasi
tidak boleh dari paksaan orang lain.
Koperasi itu terbuka untuk umum
tidak boleh membatasi siapa saja
yang mau bergabung. Pengelolaan
juga harus dilakukan secara
demokratis dengan kehendak dan
keputusan anggota,” pembagian SHU
dilakukan secara adil sebanding
dengan besarnya jasa usaha masingmasing anggota. PRODUK PRODUK KOPDIT
BUDI ASIH
Koperasi budi asih menerima
simpanan dari anggota dalam
bentuk simpanan yang berupa
simpanan pokok, simpanan wajib
dan simpanan sukarela. Untuk
Simpanan Non saham koperasi budi
asih memiliki simpanan Sibulan yang
dapat di ambil sewaktu-waktu dan
dibwerikan bunga 4% setahun serta
adm Rp.2.000/bulan & Sikhujang
(Simpanan Khusus berjangka/
deposito berjangka) diberikan bunga
7% untuk 6 bulan dan bunga 7,5%
untuk 12 bulan.
PROMOSI
Mari bergabung bersama kami hanya
dengan Rp. 120.000,-, Bapak/Ibu
sudah menjadi anggota Koperasi
dengan mengunjungi kantor Koperasi
Budi Asih Jl.Kh Muhasyim IV No.11
samping poliklinik St.Stefanus
atau menghubungi kami di line
telpon: 02198153760/ 081591553944/
email & facebook: budiasih_ jkt@
yahoo.com. Syarat pendaftaran
sebagai berikut: Mengisi formulir
pendaftaran,menyerahkan foto
ukuran 3x4 sebanyak 1 lembar
berwarna, Uang pangkal/pendaftaran Rp.20.000,simpanan
pokok Rp.50.000,simpanan wajib
Rp.30.000, dana sosial Rp. 20.000.
Kami juga memiliki produk yang
lain seperti simpanan sibulan
(simpanan dengan bunga bulanan)
dapat disetor dan ditarik kapan saja
dengan suku bunga 4%/tahun dan
simpanan sikhujang (Simpanan
khusus berjangka )atau lebih dikenal
dengan deposito berjangka dengan
suku bunga 7% untuk jangka waktu
6 bulan dan 7,5 % untuk jangka
waktu 12 bulan dengan deposito
minimal Rp.1.000.000 dan maksimal
25.000.000/anggota. tabungan
kami juga dilindungi asuransi
DAPERMA (Dana Perlindungan
Bersama). Kami buka setiap hari
dengan jam pelayanan : Senin s/d
Jum’at pukul 08.00 s/d 19.00 wib.
Sabtu pukul 09.00 s/d 15.00 wib.
Minggu pukul 09.00 s/d 13.00 wib.
Untuk memudakan bapak ibu kami
juga membuka pelayanan di counter
gereja (belakang Gua Maria) buka
setiap hari Minggu pukul 07.00 s/d
11.00 wib. Bergabunglah..!! kami
akan menerima Bapak/Ibu dengan
suka cita dan kami terbuka untuk
umum.***
14. SEPUTAR PAROKI 3
DIPANGGIL DAN DIPILIH UNTUK MELAYANI
Pelantikan Prodiakon Periode 2014-2017
Dian Wiardi
K
ita sering melihat
beberapa orang berdiri di
sekitar altar, mendampingi
pastor di dalam perayaan Ekariti.
Penampilannya mirip pastor,
karena mereka menggunakan
alba berwarna putih (semacam
jubah). Salah satu tugas mereka
di dalam mendampingi pastor
adalah membantu membagikan
komuni kepada umat. Siapakah
mereka? Mereka adalah
Prodiakon.
Pada hari Minggu, 26 Oktober
2014, tepatnya saat perayaan
Ekaristi pukul 9:45 diadakan
pelantikan prodiakon baru
periode 2014 – 2017 di Gereja
St. Stefanus. Berdasarkan
Surat Keputusan Uskup KAJ
no: 291/3.16.11/2014 tentang
pengangkatan/pengangkatan
kembali, ada 99 orang awam yang
dilantik sebagai prodiakon pada
kesempatan kali ini.
Dalam kotbahnya, Pastor
Sumardi, SCJ menegaskan bahwa
mereka dipanggil dan dipilih
untuk melayani dan menjadi
perpanjangan tangan rahmat
Tuhan, khususnya dalam tugas
membagi komuni di dalam
perayaan Ekaristi, memimpin
ibadat Sabda, mengantarkan
komuni kepada umat lansia dan
umat yang sedang menderita
sakit dan memimpin upacara
pemakaman di makam atau pun
di krematorium. Lebih lanjut
Pastor Sumardi mengundang
para prodiakon terlantik untuk
sungguh meresapi Sabda Tuhan,
bahwa kesetiaan dalam tugas
sebagai prodiakon merupakan
salah satu perwujudan konkrit
untuk mengasihi Tuhan Allah
dengan segenap hati, jiwa, tenaga
dan dengan segenap akal budi.
Dan sebagai wujud cinta kasih
kepada sesama seperti diri
sendiri. (lih. Matius 22:37)
Puncak pelantikan terjadi pada
saat para terlantik mengucapkan
janji peneguhan prodiakon di
hadapan Tuhan dan Gereja
(pastor dan umat yang hadir).
Setelah pengikraran janji, para
prodiakon terpilih diberkati
Pastor dengan air suci. Allah
yang memanggil dan memilih,
maka Dialah pula yang akan
menyempurnakannya. Itulah
semangat yang dibawa dan akan
terus dihidupi oleh para prodiakon
baru dalam rangka melayani
Tuhan dan Gereja-Nya. Selamat
untuk para prodiakon baru dan
selamat untuk melayani dengan
kegembiraan dan kesetiaan.***
15. SEPUTAR PAROKI 4
RETRET PRODIAKON: Hati Murni Sumber Pelayanan yang Menguduskan
Dian Wiardi (nara sumber: Frans Jonosewojo)
P
ada tanggal 31 Oktober 2014,
tepat pukul 13:00 rombongan
prodiakon yang berjumlah
70 orang berangkat menuju Pondok
Wisata, Remaja Anugerah, Gunung
Geulis, Bogor. Retret 3 Hari yang
diadakan oleh Koordinator prodiakon
St. Stefanus ini dimaksudkan untuk
memberi pembekalan rohani kepada
prodiakon yang akan mulai bertugas
selama 3 tahun mendatang. Retret
dipandu oleh Pastor Haryoto, SCJ
dengan tema “Hati Murni Sumber
Pelayanan yang Menguduskan.”
Apapun alasan pribadi seseorang
mau menjadi prodiakon, Tuhan
mempunyai rencana yang indah
atas dirinya. Dalam periode kedua,
Musa dipenuhi dengan maksud baik
memenuhi panggilan Tuhan, tetapi ia
gagal karena mengandalkan jasanya
sendiri, tidak mengandalkan campur
tangan Allah, sehingga ia mengalami
kekecewaan.
Retret dibuka dengan perayaan
Ekaristi. Setelah santap malam,
diadakan acara perkenalan yang
penuh tawa karena dikemas dalam
bentuk permainan. Hari pertama
ditutup dengan meditasi.
Di dalam refleksi lebih lanjut dan
mendalam, Pastor Haryoto mengajak
semua peserta untuk merenungkan
4 tingkatan cinta, yaitu: Pertama,
mencintai diri demi dirinya sendiri:
dorongan kodrat setiap manusia.
Kedua, mencintai Allah untuk
mencintai dirinya sendiri: mengasihi
karena keyakinan dalam kesulitan
apapun kita dapat meminta bantuan
Allah. Tingkat ketiga, mencintai
Allah demi Allah sendiri: mengasihi
Tuhan bukan supaya kebutuhannya
dipenuhi, tetapi karena telah
merasakan sendiri betapa agung
dan baiknya Allah, bukan karena
kesaksian orang lain. Pada level
ini seseorang mampu menghayati
perintah Allah bukan sebagai beban,
tetapi sebagai rahmat. Tidak lagi
megikuti keinginan diri sendiri,tetapi
hidup menurut kehendak Kristus.
Tingkat keempat, cinta diri demi
Allah. Level ini dialami oleh Nabi
Musa saat berada di atas Gunung
Sinai, dimana ia mampu memandang
wajah Allah. Sukacitanya bukan
Hari kedua dibuka dengan meditasi.
Berikut ini beberapa insight sessi
yang dibawakan. Prodiakon itu
mempunyai “kesamaan” dengan
nabi Musa, yakni sebagai pribadi
yang dipilih di antara umat untuk
dekat dengan Allah. Musa dipilih
dan dibentuk untuk memiliki hati
murni, setelah melalui beberapa
tahapan perjalanan rohani. Dalam
retret ini, para peserta diundang
untuk mengikuti perjalanan rohani
Nabi Musa. Nabi Musa dijadikan
cermin perjalanan rohani bagi para
peserta, yang akan bertugas sebagai
prodiakon.
Pada periode pertama, Allah
mempersiapkan Musa karena ia
elok dan berkenan di mata Tuhan.
Nabi Musa dan prodiakon mempunyai
arah yang sama yaitu mencapai
kekudusan pribadi.
karena keinginannya terpenuhi,
tetapi karena merasakan kehadiran
Allah.
Dalam periode ketiga kehidupannya,
Nabi Musa masuk dalam tahap hati
murni (apatheia), yaitu keadaan
batin yang damai, bebas dari aneka
dorongan kodrati. Hati murni adalah
hasil proses mengenali, mengolah dan
mengintegrasikan semua dorongan
kodrati. Hati murni adalah disposisi
kehadiran Allah. Seseorang menjadi
suci bukan karena terlepas dari
pergumulan hidup, tetapi karena
tidak lagi dikuasai oleh hal-hal
tersebut. Hati murni adalah sumber
pelayanan yang menguduskan.
Sebagai persiapan rohani sebelum
mulai bertugas, dalam retret ini juga
diberi kesempatan bagi para peserta
untuk mengaku dosa.
Retret ditutup dengan perayaan
Ekaristi. Dalam perayaan Ekaristi
ini, karena bertepatan dengan
peringatan arwah kaum beriman,
dipersembahkan doa secara khusus
untuk jiwa-jiwa di api pencucian.
Yang didoakan bukan hanya anggota
keluarga masing-masing prodiakon,
tetapi juga almarhum Pastor Thomas
Fix, SCJ dan beberapa karyawan
paroki serta prodiakon yang telah
meninggal dunia.
Usai santap siang, peserta retret
kembali ke Jakarta dengan hati yang
telah diperbarui.***
16. SEPUTAR PAROKI 5
MEMBANGUN KELUARGA KATOLIK YANG SEJATI
Dian Wiardi (nara sumber: Frans Jonosewojo)
“Lihat, Aku berdiri di muka pintu
dan mengetok; jikalau ada orang
yang mendengar suara-Ku dan
membukakan pintu, Aku akan
masuk mendapatkannya dan Aku
makan bersama-sama dengan dia,
dan ia bersama-sama dengan Aku"
(Why 3:20).
ada perjalanan-Nya
sepanjang jalan-jalan Tanah
Suci, Yesus sudi memasuki
rumah-rumah desa. Ia terus lewat
bahkan hari ini di sepanjang
jalan-jalan kota-kota kita. Dalam
rumah-rumah Anda ada cahaya
dan bayangan. Tantangantantangan sering menampilkan
diri mereka dan kadang-kadang
bahkan pencobaan-pencobaan
besar. Kegelapan dapat tumbuh
dalam hingga titik menjadi
sebuah bayangan pekat ketika
karya jahat dan dosa ke dalam
hati keluarga.” (Salah satu pesan
dalam Sidang Umum Luar Biasa
III Para Uskup tentang Keluarga,
18 Oktober 2014)
P
Pesan dari Para Uskup yang
dialamatkan kepada keluargakeluarga tersebut, memberikan
tanda yang sangat positif bahwa
Gereja mempunyai perhatian
yang khusus kepada kehidupan berkeluarga, dengan segala
tantangan dan keprihatinannya.
Untuk menjawab keprihatinan
itu, dewan paroki St. Stefanus
telah memasukkan terbangunnya keluarga Katolik yang sejati
sebagai sasaran prioritas program
kerja 2015.
Sejalan dengan itu, Seksi
Kerasulan Keluarga (SKK) memandang penting untuk mensukseskan program bulan keluarga,
dengan antara lain menyelenggarakan acara Sosialisasi Bulan
Keluarga. Pada hari Sabtu, 8
November 2014, pkl. 9.30 – 11.30,
di Gedung Leo Dehon, lantai 3,
semua Ketua Lingkungan/Wilayah
dan wakil pemandu KKS Lingkungan diundang dalam acara sosialisasi tersebut.
Untuk acara yang istimewa
ini, diundang nara sumber dari
Komisi Kerasulan Keluarga KAJ,
yakni pasutri Esti–Ario. Syukur
puji Tuhan bahwa ada 42 peserta
yang hadir. Sayangnya dari jumlah 44 lingkungan, 22 tidak hadir
dan tidak juga mengirim wakil.
Semoga di lain kesempatan, partisipasinya lebih ditingkatkan.
Tujuan sosialiasi ini adalah
untuk menjelaskan dan memberi
peng-arahan mengenai pelaksanaan bulan keluarga di lingkungan.
KAJ mempercayakan pertemuan
selama masa Adven pada Komisi
Kerasulan Keluarga. Bentuknya
berbeda dengan pendalaman Kitab
Suci seperti yang selama ini biasa
dilaksanakan pada bulan Kitab
Suci, bulan pra-Paskah, maupun
bulan Adven tahun lalu, walaupun
dalam bulan keluarga 2014 tetap
akan ada refleksi atas bacaan
Kitab Suci. Untuk itu dipandang
perlu diadakan sessi pengenalan
agar tidak ada kebingungan saat
buku panduan digunakan di lingkungan.
Acara sosialiasi ini dibuka dengan kata sambutan dari Pastor A. Sumardi dan Ketua SKK,
Bpk. Benny Setiawan. Berikut ini
merupakan beberapa poin dari
acara tersebut. Pertama, panduan pelaksanaan bulan keluarga
dibuat oleh Komisi Kerasulan
keluarga dan Komisi Liturgi
KAJ dengan harapan pertemuan
selama masa Adven akan dihadiri
keluarga-keluarga. Kedua, tema
yang dipilih di tahun 2014 ini adalah “Keluargaku Melayani, Sesuai
dengan Arah Dasar Pastoral KAJ”
yang menjadikan tahun ini sebagai Tahun Pelayanan.
Dalam acara ini, dibagikan
Buku Umat dan Buku Panduan
untuk digunakan dalam pertemuan di lingkungan selama
masa Adven.
Ada 4 minggu dalam masa
Adven dan tema yang digunakan
masing masing adalah pertama,
“Mengapa Harus Melayani,” kedua “Siapa yang Kulayani,” ketiga,
“Bagaimana Aku Melayani,” dan
keempat, “Keluargaku Melayani.”
Setiap pertemuan akan berisi
tentang refleksi tema dan bacaan
Kitab Suci, sharing dalam kelompok dan senagai puncaknya disediakan pula sessi untuk membangun niat. Sebelum dan sesudah
setiap pertemuan didaraskan bersama Doa keluarga dan Doa untuk
janin aborsi. Untuk menghidupkan suasana, dalam buku telah
disediakan contoh lagu-lagu untuk
selingan. Ditawarkan pula beberapa jenis aktivitas/permainan
bersama yang membantu pengertian masing masing tema.
Sepanjang acara 2 jam dalam
acara sosialiasi ini, nara sumber
membahas setiap topik dan memperagakan permainan. Di penghujung acara, disediakan sessi tanya
jawab.
Diharapkan bulan Keluarga ini
dapat menjadi salah satu sarana
untuk membangun hidup keluarga yang lebih Kristiani karena
semua keluarga mengisi masa
Adven dengan membuat kegiatan
melayani bersama-sama, saling
melayani di dalam maupun diluar
keluarga. 17
Tentunya, Bulan Keluarga
hanyalah bagian kecil dari usaha
Gereja untuk mendampingi
perjuangan keluarga-keluarga.
Ada beberapa usaha lain yang
diupayakan untuk mengawal
sasaran prioritas program kerja
2015. Konseling AGAPE merupakan salah satu program yang
diupayakan oleh SKK untuk
membantu keluarga yang membutuhkan.Marriage Encounter;
untuk membantu pasutri yang
mempunyai relasi lebih baik agar
keluarganya harmonis. Selain
itu, sebagai informasi awal, pada
tanggal 8 Desember 2014, SKK
akan mengadakan rekoleksi pasutri dengan tema “CALLED TO
BE HAPPY” yang tujuannya juga
untuk kesejahteraan keluarga. Semoga seluruh rencana yang indah
dari Gereja untuk mendampingi
kehidupan berkeluarga akan
berjalan dengan lancar. Gereja
berharap bahwa dalam terang ini
kasih suami-istri, yang adalah
unik dan tak terpisahkan, bertahan meskipun banyak kesulitan.
Ini adalah salah satu yang paling
indah dari semua mukjizat.***
18. SEPUTAR PAROKI 6
Kunjungan
Frater
Novisiat
Gisting,
Lampung
Minggu, 9 November 2014
19. SEPUTAR PAROKI 7
Pelatihan dan Pengajaran Lektor/tris
se-Dekenat Selatan
Antonius Prananto
B
ertempat di Gedung Leo
Dehon Paroki St. Stefanus,
Cilandak, pelatihan lektor/
lektris ini diadakan selama dua
hari berturut-turut, yaitu pada
hari Sabtu dan Minggu tanggal
8 dan 9 November 2014. Menjadi
suatu hal yang istimewa karena
pelatihan kali ini tidak hanyak
diikuti oleh para lektor dan
lektris St. Stefanus saja, tetapi
juga melibatkan peserta dari
perwakilan seluruh paroki yang
ada di Dekenat Selatan.
Total ada 54 orang peserta yang
hadir dalam pelatihan dua hari
tersebut. Mereka terdiri dari 14
orang perwakilan Paroki Pasar
Minggu, 11 orang dari Paroki
Jagakarsa, 15 orang utusan
Paroki Blok B, 6 orang lektor/
lektris dari Paroki Blok B dan 8
orang dari paroki tuan rumah,
St. Stefanus, Cilandak. Sayang
sekali bahwa Paroki Tebet tidak
mengirimkan perwakilannya.
Keseluruhan materi dalam
pelatihan lektor/lektris ini
dipersiapkan dan disampaikan
oleh para pembimbing Paguyuban
Lektor Lektris dari Paroki St.
Stefanus, Cilandak. Adapun
tujuan dari diadakannya
pelatihan yang melibatkan paroki
di Dekenat Selatan ini adalah
untuk menyamakan tata gerak
dan menambah/meningkatkan
kemampuan sebagai lektor, baik
dalam hal pengetahuan akan
Kitab Suci, teknik membaca,
penghayatan sampai pada gaya
laku dan kepribadian. Harapan
dari diadakannya pelatihan kali
ini adalah agar setiap lektor dari
setiap paroki bisa ikut melayani
di paroki lain di wilayah Dekenat
Selatan, bilamana dibutuhkan.
Sabtu, tanggal 8 November
2014. Pelatihan hari pertama
dimulai dengan doa pembukaan
dan sambutan oleh Romo
Antonius Sumardi, SCJ selaku
pastor paroki. Setelah berfoto
bersama dengan romo, pelatihan
memasuki sesi pertama mengenai
kepribadian seorang lektor
sebagai pelayan Tuhan yang
20. SEPUTAR PAROKI 8
MARI
MENDAKI
PUNCAK
IMAN KITA!
(Seminar Ekaristi Wilayah IV)
Endang Surastri
S
diberikan oleh Ibu Mia Suharsono.
Sesi ke dua dilanjutkan oleh
Bapak Anton B. Suritno mengenai
liturgi ekaristi dan tahun liturgi.
memahami bacaan. Saat waktu
menunjukkan pukul 11.30 siang,
peserta diperbolehkan untuk
istirahat dan makan siang.
Setelah istirahat makan siang
dan mendapat tambahan tenaga
dan semangat, pelatihan hari
pertama dilanjutkan dengan
pengaturan suara dan pernafasan
yang dibawakan oleh Ibu Mia
Suharsono. Sesi terakhir hari
itu dibawakan oleh Bapak Anton
B. Suritno mengenai teknik
membaca, tanda baca dan
memahami bacaan. Pelatihan
hari pertama berakhir sekitar jam
14.00WIB.
Pelatihan tengah hari ke dua
diisi dengan praktek tata gerak
lapangan dan praktek membaca.
Keseluruhan materi yang telah
diberikan dituangkan dalam sesi
praktek tersebut. Keseluruhan
pelatihan lektor/lektris diakhiri
pada jam 15.00WIB.
Minggu, tanggal 9 November
2014. Setelah dibuka dengan
lagu pujian dan doa, pelatihan
hari kedua dimulai dengan
sesi ke lima mengenai busana
penampilan lektor yang baik
yang disampaikan oleh Ibu Dian
Budiargo. Setelah kurang lebih
45 menit, pelatihan dilanjutkan
dengan sesi ke enam mengenai
metoda berlatih membaca dan
Banyak kesan positif yang
diperoleh oleh semua peserta
selama mengikuti pelatihan
dalam dua hari tersebut. Selain
mendapat banyak pengetahuan
juga mendapat banyak kenalan
baru satu ‘profesi’ dalam
pelayanan sebagai seorang lektor
maupun lektris.
Semoga suasana keakraban
tersebut bisa terus berlanjut
sehingga tujuan dari diadakannya
pelatihan seDekenat Selatan ini
bisa terwujud.****
etiap hari Minggu, bahkan ada
yang setiap hari, umat Katolik
datang ke gereja untuk merayakan Ekaristi. Adakah yang istimewa,
sehingga umat merasa perlu dan
penting untuk ke gereja? Jawabnya:
betul! Ada yang istimewa, bahkan
sangat istimewa. Ekaristi adalah sesuatu yang sangat istimewa dan khas
bagi umat Katolik. Karena Ekaristi
adalah Yesus Kristus sendiri, dimana
Ekaristi menjadi ‘jantung’ dari iman
kita; iman Katolik. Katekismus
Gereja Katolik mengajarkan bahwa
Ekaristi adalah “sumber dan puncak
seluruh kehidupan Kristiani” (KGK
1324) dan bahkan “hakikat dan
rangkuman iman kita” (KGK 1327).
Dengan demikian, tentu saja idealnya
semua orang Katolik harus mengetahui hal ini. Nyatanya berbicara lain.
Pengetahuan dan penghayatan umat
terhadap Ekaristi dirasa dangkal.
Itulah mengapa di paroki kita
digalakkan usaha untuk memperkenalkan Ekaristi secara lebih dekat
dan mendalam. Salah satunya melalui
seminar Ekaristi di tingkat wilayahwilayah. Kali ini, kami melaporkan
“pendakian” umat wilayah IV menuju
puncak iman yang begitu istimewa
tersebut. Dengan penuh antusias,
sekitar 70an umat menghadiri
seminar Ekaristi pada hari Minggu,
9 November 2014, di kediaman Ibu
Erna, Jalan Kartika Utama, Pondok
Indah dari pukul 16:00 sampai sekitar
pukul 19:00.
Dalam seminar Ekaristi yang
menghadirkan peembicara Ibu Dena
Sukiato ini, para peserta seminar, diajak untuk menyadari bahwa Ekaristi
pertama-tama adalah ungkapan iman;
puji dan syukur kita kepada Tuhan.
Di dalam perayaan Ekaristi, kita
mengungkapkan puji dan syukur atas
segala kebaikan Tuhan, terutama atas
pemberian diri Allah sepe-nuhnya
bagi keselamatan kita dalam rupa
Tubuh dan Darah Kristus.
Tentu saja ada banyak makna lain
ketika kita berbicara tentang Ekaristi, tetapi pembicara dalam seminar
21
tinya dipersiapkan, setiap kali akan
mengikuti perayaan Ekaristi.
ini lebih mengarahkan para peserta
untuk lebih melihat hal-hal kecil atau
detail yang perlu untuk disadari dan
dihayati ketika kita akan menghadiri
perayaan Ekaristi. Karena seringkali
kita melakukan segala macam ritual
perayaan Ekaristi, dari mulai masuk
ke dalam gereja sampai dengan keluar
gereja tanpa dengan penghayatan
yang mendalam. Semuanya dilakukan
secara otomatis dan spontan, tanpa
disadari maknanya, atau sekedar sebagai rutinitas belaka. Padahal setiap
langkah dan gerak badan kita selama
dalam perayaan Ekaristi, mengungkapkan makna iman yang sangat luar
biasa. Berikut ini akan disampaikan
beberapa contoh, yang perlu disadari
oleh kita semua.
Pada saat kita mau masuk ke dalam
gereja, kita mengambil air suci dan
kemudian dengan air suci itu kita
membuat tanda salib. Kita sudah
terbiasa dengan tradisi atau ritual
semacam ini, namun kurang begitu
menyadari bahwa dengan melakukan
hal ini, kita bukan hanya diingatkan,
tetapi juga diajak untuk melihat
kembali janji-janji Baptis kita. Maka
mengikuti perayaan Ekaristi yang
pantas adalah ketika kita sudah sungguh menyadari disposisi kita dengan
merenungkan tentang komitmen kita
kepada Tuhan, sebagaimana yang
telah terungkap dalam sakramen
pembaptisan.
Di depan Tabernakel, kita juga
mempunyai kebiasaan untuk berlutut ataupun membungkuk. Dengan
tindakan yang kadangkala tidak
kita sadari itu, sesungguhnya kita
hendak menyerahkan seluruh hidup
kita kepada Allah Bapa, karena
kita percaya bahwa di dalam Tabernakel itu, bertahtalah Allah. Dengan
menyadari dan menghayati hal ini,
kita akan terbantu untuk menghayati
perayaan Ekaristi yang akan segera
diikuti. Sikap penyerahan diri dan
sikap rendah hati inilah yang semes-
Di dekat Tabernakel, biasanya ada
lampu yang menyala terus menerus.
Tanda apakah itu? Gereja menggunakan sarana ini untuk mengingatkan umat akan kehadiran Allah
di dalam Tabernakel dan di tengah
kehidupan kita. Lampu yang terus
menerus menyala, bisa dimaknai pula
sebagai tanda kehadiran Roh Kudus
yang tidak pernah padam. Dengan
kata lain, Allah selalu setia dan tidak
pernah berhenti untuk mendampingi
dan melindungi kita. Kesadaran akan
Allah yang selalu setia dalam memberikan diri bagi keselamatan kita,
akan sangat membantu kita dalam
menghayati Ekaristi, terutama dalam
tugas perutusan Ekaristi, bahwa kita
diutus untuk saling berbagi.
Salib besar yang terpampang di sisi
atas, dalam gereja, mengingatkan
kita bahwa Tuhan Yesus datang ke
dunia untuk menyelamatkan umat
manusia dengan kasihNya dan mengurbankan diriNya untuk menebus
dosa manusia. Pengurbanan Yesus
Kristus ini pula yang kita rayakan di
dalam perayaan Ekaristi. Salib dan
Ekaristi itu sendiri mengundang kita
untuk mempunyai semangat pengorbanan bagi terbangunnya kerajaan
Allah di tengah masyarakat kita.
Merayakan Ekaristi, tanpa menggerakkan hati dan niat untuk berkorban
bagi yang lain, membuat perayaan itu
telah kehilangan rohnya, alias kehilangan makna.
Patung Bunda Maria pun selalu
ada di dalam gereja Katolik. Semestinya kita juga menyadari keberadaan
patung Bunda Maria itu, agar kita
terbantu untuk merayakan Ekaristi
dengan penuh penghayatan. Di dalam
doa-doa kita, terutama di dalam Ekaristi, kita akan terbantu dalam berkomunikasi dengan Tuhan Yesus, kalau
kita juga menghadirkan Bunda Maria
di dalam doa-doa kita. Bunda Maria
bukan dihadirkan untuk disembah.
Tetapi dihadirkan untuk dihormati
atas perannya yang sentral dalam
membantu misi Allah untuk menyelamatkan umat manusia. Bunda Maria
kita hadirkan, juga untuk menjadi
perantara bagi kita. Karena dengan
relasinya yang dekat putranya, Yesus
Kristus, ia dapat menjadi “jembatan”
bagi kita untuk menjalin relasi dengan Tuhan dan mohon rahmatNya.
Masih banyak icon-icon lain di
dalam gereja Katolik. Semuanya
adalah sarana bagi kita untuk berdoa
dan mendekatkan diri kepada Allah. Selain icon, ada begitu banyak
ritual di dalam gereja Katolik. Khusus
dalam perayaan Ekaristi, ada banyak ritual yang perlu kita ikuti dan
hayati, mulai pada saat imam masuk
ke dalam gereja untuk memimpin
perayaan Ekaristi. Semuanya mempunyai makna yang sangat luar biasa
bagi pengungkapan iman kita. Itulah
kekayaan gereja Katolik dan kita
sungguh bangga menjadi bagian tak
terpisahkan dari peziarahan gereja
Katolik tersebut.
Antusias para peserta seminar,
membuat waktu berjalan cepat.
Tanpa terasa dua jam berlalu, mereka “mendaki” puncak iman tanpa
terengah-engah, dan masih ingin
untuk terus mendalami iman sebagaimana terungkap dalam perayaan
Ekaristi. Pada akhirnya, pendakian
mereka dipuncaki dengan perayaan
Ekaristi, yang dipimpin oleh Pastor
Folata Laia, CICM.
Para peserta serasa berada dalam puncak iman, terutama karena
pastor membawakan homili dengan
penuh inspiratif dan sungguh sangat
komunikatif. Homili yang komunikatif dengan komunikasi dua arah
ini, membuat umat merasa terlibat
dan tersentuh. Isi homili pun sangat
menyentuh, karena menyinggung kehidupan yang konkrit dalam keluarga,
yang memang diangkat untuk menyambut Bulan Keluarga.***
22. SEPUTAR PAROKI 9
“LAKUKANLAH INI UNTUK
MENGENANGKAN DAKU”
(Seminar Ekaristi Wilayah V)
Dian Wiardi
P
ada hari Sabtu, 15 November 2014, Wilayah V – St.
Irenius menyelenggarakan
Seminar Ekaristi yang dibawakan
oleh Bapak Stefan Leks. Seminar
ini terlaksana berkat kerjasama
antara 4 lingkungan yang ada
di Wilayah V (Emmanuel, Sta.
Angela, St. Bartolomeus dan Sta.
Ursula). Tujuan dengan diadakan
seminar ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan iman dan
meningkatkan kesadaran umat
dalam ber-Ekaristi. Dan secara
khusus, diharapkan agar umat
memahami dan mendalami makna
Ekaristi yang diikutinya setiap
minggu (atau bahkan setiap hari)
di gereja.
Pembicara mengundang semua
peserta untuk pertama-tama melihat perayaan Ekaristi, yang sering
juga disebut Misa Kudus, sebagai
‘drama’ yang serius dimana Yesus
dari Nazareth, mengetahui akan
apa yang terjadi pada hari berikutnya, yakni hari penderitaan
dan kematian-Nya. Ia mengumpulkan murid-murid-Nya untuk
mengadakan perjamuan malam
terakhir. Peristiwa ‘drama’ yang
menegangkan dan menggoncangkan dunia itu, dikisahkan oleh
Matius 26:17-29, Markus 14:1225, Lukas 22:7-38, dan Yohanes
13:1-38. Maka selain kita mengenal istilah perayaan Ekaristi dan
Misa Kudus, kita perlu mengenal
dan mendalami istilah Perjamuan
Terakhir. Ketiga istilah itu saling
melengkapi.
Pada Perjamuan Terakhir itu,
para murid duduk dengan tegang
mengelilingi meja. Ketegangan
dan suasana haru semakin memuncak, tatkala Yesus memecahmecahkan roti dan berkata, “Inilah
tubuh-Ku yang dikorbankan bagi
semua orang.” Lalu Ia mengambil
piala dan berkata, “Inilah darahKu yang ditumpahkan bagimu.
Lakukanlah ini untuk mengenangkan daku.” Kata-kata itu secara
ringkas mempunyai makna bahwa
Allah, sang Putra yang menjadi
manusia dalam Yesus Kristus
masuk ke dalam diri kita. Yesus
menggantikan borok-borok (kedosaan) dalam diri kita dengan
tubuh dan darah-Nya sendiri.
Drama bersejarah yang meliputi
peristiwa Perjamuan Terakhir,
Sengsara Yesus, dihukum mati,
kematian dan kebangkitan-Nya,
tercakup semuanya dalam satu
peristiwa yang kita sebut Ekaristi. Ekaristi berasal dari bahasa
Yunani eucharisteo (syukur). Dari
asal kata itu, kita memaknai Ekaristi sebagai ungkapan syukur atas
karya penebusan dan kenangan
akan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus.
Setelah melihat sejarah dan
makna Ekaristi, peserta diajak
oleh pembicara untuk melihat
beberapa petunjuk praktis dalam
ber-Ekaristi, seperti misalnya
melihat sembilan gerak berbeda;
tanda salib, berdiri, berlutut, ber-
lutut berdiri, menepuk dada, menyembah, menundukkan kepala,
membungkuk, mengatupkan
tangan dan duduk, yang dilakukan
pada saat kita mengikuti perayaan
Ekaristi. Hal-hal tersebut biasanya tidak pernah diperhatikan dan
dihayati dengan sungguh-sungguh.
Pembicara juga menguraikan tahap demi tahap tentang apa yang
terjadi dalam perayaan Ekaristi,
dan bagaimana kita sebagai umat
dalam menanggapinya.
Seminar ini semakin hidup suasananya ketika ada kesempatan
untuk tanya jawab. Secara aktif
umat bertanya tentang banyak
hal, terutama hal-hal yang praktis dalam ber-Ekaristi. Namun
tidak kalah penting untuk kembali
melihat yang sangat essensial,
dimana Ekaristi adalah undangan
Tuhan Yesus yang seharusnya
kita hidupi dalam kehidupan
sehari-hari, dimana Tuhan Yesus
bersabda, “Lakukanlah ini untuk
mengenangkan daku!” Kata mengenangkan sungguh menantang
kita. Mengenang bukan sekedar
mengingat atau bernostalgia,
tetapi dengan setia mengikuti
Yesus dalam segala hal, termasuk
dalam melanjutkan karya dan misi
Tuhan Yesus di bumi ini. Seminar ditutup dengan santap siang
bersama dan semoga tumbuh
niat-niat baru dalam diri peserta
untuk lebih aktif dan menghayati
perayaan Ekaristi di masa-masa
mendatang. ***
23. ORBITAN LEPAS 1
Sudahkah Kita Menjadi Katolik
dan Warga Masyarakat yang Baik?
Martin van Ooij, SCJ
T
ulisan ini terinspirasi oleh
bacaan Hakim-hakim II
2:11-19. Bacaan itu secara
ringkas berbicara mengenai suatu
keprihatinan dimana manusia mulai
melupakan dan meninggalkan Tuhan,
kemudian beribadah kepada “allah”
yang lain. Dalam keprihatinan ini,
Allah menunjukkan murka-Nya,
namun diwaktu yang sama tetap
menunjukkan jatidiri-Nya sebagai
Allah yang berbelas kasih dan
selalu setia menunggu umat-Nya
untuk kembali. Latar belakang
masyarakat dalam bacaan Kitab Suci
ini bisa kita pakai untuk bertanya
diri, bagaimanakah dengan kita?
Sungguhkah kita menjadi umat
yang setia kepada Allah yang benar?
Adakah “allah-allah” lain di zaman
post-modern ini yang sadar atau
tidak sadar telah menggeser peranan
Allah di dalam kehidupan kita seharihari? Atau bisa disatukan dengan
pertanyaan pokok ini, sudahkah
kita menjadi katolik dan warga
masyarakat yang baik?
Dalam Gereja, kita mengetahui
atau bahkan terlibat dalam aneka
macam kegiatan seperti KEP, PDKK,
Legio Maria, Rekat, OMK, dan
lain sebagainya. Bagi saya, semua
kegiatan itu merupakan sarana
yang positif dan penting bagi kita
untuk sungguh mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan di muka.
Dengan aktif dalam kegiatan ini,
umat Katolik sudah dan sedang
berusaha untuk ambil peran dalam
pelayanan dan membuktikan jatidiri
sebagai orang katolik yang setia dan
menghidupi Allah di dalam kehidupan
sehari-hari.
Akan tetapi aktif dalam berbagai
macam kegiatan gereja, belumlah
cukup jika tidak didukung dengan
pengetahuan agama yang sesuai
de-ngan ajaran Gereja. Mengapa
pengetahuan agama itu penting?
Karena di dalam berkegiatan dan
melakukan pelayanan, umat Katolik
harus melakukan itu bukan atas
nama diri sendiri, melainkan atas
nama Gereja yang telah dipercayakan
Yesus kepada kita. Hal ini menjadi
pondasi dasar dari setiap umat dalam
melakukan kegiatan di gereja maupun
dalam masyarakat. Dengan demikian,
semua umat Katolik dipanggil untuk
bekerja bagi Gereja, sebagaimana kita
memahami bahwa Gereja itu adalah
Umat Allah. Maka, hidup matinya
Gereja tidak sepenuhnya tergantung
pada para gembala, tetapi juga pada
keterlibatan aktif seluruh umat
beriman.
Disisi lain, para gembala (Biarawanwati dan Pengurus Lingkungan dan
lain sebagaimananya) diharapkan
mempunyai hati untuk merakyat dan
penuh kasih kepada umat. Hal ini
sangat diperlukan untuk membantu
mewujudkan makna Gereja sebagai
umat Allah. Para gembala harus
benar-benar memperdulikan umat,
sehingga umat semakin beriman dan
semakin bersemangat ambil bagian
dalam Gereja dan masyarakat. Setiap
umat katolik harus disadarkan atas
keberadaannya sebagai anggota dari
keluarga besar Gereja Katolik.
Dengan mengacu pada hal-hal
tersebut diatas, maka umat yang
hanya ikut Misa (Na-Pas) dan hanya
berdevosi – ziarah ke luar negeri saja
patut dipertanyakan kekatolikannya.
Di sisi lain, ada banyak tantangan
bagi kita untuk menghidupi
kekatolikan kita dengan baik. Salah
satunya adalah fenomena dimana
kita berada dalam era yang mendewadewakan ekonomi (materialisme).
Ini semua memang harus menjadi
pemikiran kita semua.
Sebagaimana saya usulkan di awal,
memang penting bagi kita untuk
menambah atau memperdalam
pengetahuan kita tentang agama dan
iman. Dalam hal ini kita mempunyai
sarana untuk mewujudkan hal
itu, seperti misalnya melalui KEP
ataupun ke-giatan lainnya dan ambil
serta dalam kegiatan masyarakat.
Kita meyakini bahwa kemiskinan
akan pengetahuan agama dan
aktualisasinya dalam hidup seharihari bisa membawa kita ke dalam
kekosongan jiwa seperti pada bacaan
Hakim-hakim II 2:11-19. Kekosongan
jiwa bisa memberikan peluang bagi
umat untuk mencari “dewa-dewa”
(“allah-allah”) sendiri. Sekarang
ini, “dewa” yang banyak disembah
adalah “dewa” ekonomi. Fenomena ini
mempunyai dampak yang luar biasa
buruk bagi kehidupan umat pada
umumnya dan khususnya keluarga.
Konsumerisme dan kebebasan,
terutama yang paling parah adalah
kebebasan moral, merupakan dampak
buruk yang bisa kita rasakan saat ini.
Barangkali, kita sebagai umat
terlalu sibuk dengan dunia
kita masing-masing dan tidak
sungguh-sungguh memperhatikan,
mempelajari dan memperdulikan
perkembangan ini. Bapa Paus
Fransiskus menyentil kesibukan
dan ketidakpedulian kita tersebut.
Ia mengundang kita mempunyai
kepedulian satu sama lainnya
dan menekankan hidup dalam
kesederhanaan. Dengan undangan
Bapa Paus ini, menjadi jelas bagi kita
bahwa agama itu bukan lagi masalah
pribadi. Mereka tidak boleh bersikap
acuh atau masa bodoh. Semua
dipanggil untuk ambil peran serta
memba-ngun Gereja di masa depan.
Kembali ke pertanyaan awal,
sudahkah kita menjadi warga Gereja
dan warga masyarakat yang baik dan
setia? Mari kita lihat diri kita masingmasing; entah yang jadi pemimpin
maupun yang menjadi umat; entah
yang tua maupun yang muda.
Semuanya dipanggil untuk berkaca!
Cerminnya hanya satu, Yesus Kristus,
panutan kita semua.***
24. ORBITAN LEPAS 2
KARUNIA STIGMATA, APA MAKNANYA BAGI KITA?
D
alam pengertian gerejani,
stigmata adalah karunia
Allah yang dianugerahkan
pada orang-orang saleh, berupa
lima luka-luka Yesus yang tersalib yaitu pada tangan, kaki,
da-hi dan lambung. St. Fransiskus
Asisi (1182–1226) adalah orang
pertama yang menerima karunia
stigmata dan diakui Gereja. Selain
dia, penerima lainnya adalah St.
Katarina dari Siena, St. Teresia
dari Avila dan Anna Katarina
Emmerick. Pada abad ke-20,
karunia stigmata dialami oleh
Therese Neumann (1962) dan Padre
Pio (1968). Pada awal milenium
ke-3 ini, nama Fra Elia mulai
dikenal di pelbagai belahan dunia,
tidak hanya karena ia mengalami
karunia stigmata tetapi juga karena
ia terpanggil untuk mewartakan
anugerah yang unik ini demi
keselamatan banyak jiwa.
Pada pertengahan Oktober 2014,
sebagian umat Katolik di kawasan
Jabodetabek mendapat kesempatan
untuk melihat, berjumpa dan
mendengarkan langsung kesaksian
Fra Elia, seorang bruder stigmatis
dari Italia. Salah satu komunitas
yang beruntung adalah Yayasan
Sinar Pelangi di Jatibening, yang
dikunjungi Fra Elia pada hari Sabtu
pagi, 18 Oktober 2014. Yayasan
sosial yang bersifat nirlaba ini
didirikan pada tanggal 14 April
1989, bergerak di bidang medis
yang dikelola oleh suster-suster
biarawati Fransiskan PuteriPuteri Hati Kudus Yesus dan
Maria (FCJM). Karya pelayanan
utamanya adalah membantu operasi
anak-anak penyandang cacat fisik
dari keluarga tidak mampu tanpa
membedakan suku, agama, ras,
bahasa dan latar belakang sosial
lainnya.
Acara diawali dengan doa
pembukaan, kemudian Fra Elia
berkeliling mendoakan satu per
satu puluhan anak balita sampai
Iwan Odananto
remaja, beberapa lansia yang
terbaring sakit, para suster pengelola yayasan dan juga sekitar
30an umat Paroki Leo Agung
yang hadir. Dua warga Paroki
Stefanus Cilandak juga diundang
untuk membantu, masing-masing
sebagai fotografer serta sebagai
penterjemah dari bahasa Italia ke
dalam bahasa Indonesia. Setelah
doa keliling, acara dilanjutkan
dengan penjelasan mengenai siapa
Fra Elia, mengapa ia datang dan
yang terpenting adalah apa tujuan
Allah menganugerahkan karunia
stigmata.
Fra Elia yang lahir pada 20
Februari 1962 di Apulia, Italia
adalah anak bungsu dari delapan
bersaudara dan berasal dari
keluarga petani yang sederhana.
Sejak bayi, setiap kali memasuki
masa prapaskah, ia tidak dapat
minum ASI atau menerima
makanan lain kecuali air putih dan
sedikit jus buah. Ketika bayi Elia
pertama kali mengalami hal itu,
orang tuanya sangat cemas dan
sedih, kemudian mereka membawa
bayi Elia ke rumah sakit namun
para dokter angkat tangan dan
menyatakan bahwa anak itu akan
mati kelaparan. Anehnya, ketika
perayaan Paskah usai, kondisinya
berangsur normal dan kesehatannya
pulih kembali.
Sejak usia tujuh tahun Fra Elia
menerima anugerah Allah berupa
kemampuan untuk melihat dan
berinteraksi dengan para malaikat.
Orangtuanya tidak menggubris
dia ketika ia menceritakan
perjumpaannya dengan para
malaikat. Mereka menganggap
bahwa ia hanya mengada-ada
saja. Hanya saudara sepupunya
yang menerima dan percaya akan
pengalaman supranaturalnya itu.
Ketika sudah berusia dewasa,
Fra Elia bekerja sebagai pegawai
Kantor Pos. Pada suatu hari ia
mendapat tugas mengantar sebuah
paket kiriman ke sebuah biara
Kapusin yang hanya berjarak 5
menit dari kantornya. Namun ia
baru kembali tiga jam kemudian
karena di biara tersebut ia merasa
terdorong untuk berdoa di kapel
guna memohon peneguhan dari
Allah. Dirinya terpanggil untuk
bergabung menjadi biarawan
Kapusin dan akhirnya ia mengundurkan diri dari pekerjaannya
sebagai pegawai Kantor Pos. Fra
Elia menerima karunia stigmata
ketika masih menjadi biarawan
dalam Ordo Kapusin, pada tahun
1990. Ia menjadi biarawan Kapusin
kurang lebih selama sepuluh tahun.
Itulah masa terpenting bagi formasi
spiritualitasnya.
Sejak saat itu, setiap Pekan Suci
menjelang Hari Raya Paskah,
mulai Rabu senja sampai dengan
Sabtu sore Fra Elia mengalami
penderitaan yang sangat berat
melalui luka-luka sebagaimana
dialami oleh Yesus ketika disalib.
Darah mengalir disertai semerbak
aroma mawar dari kedua tangan dan kakinya, demikian juga
wajahnya berubah menjadi sangat
memedihkan tertutup darah dan
luka. Setelah Paskah luka-lukanya tertutup kembali demikian
seterusnya terulang kembali setiap Pekan Suci. Fra Elia merasa
sangat tertekan dan tidak tahan
mengalami penderitaan seperti itu
hingga akhirnya ia memutuskan
untuk mengundurkan diri dari
Ordo Kapusin dengan harapan
stigmatanya menghilang.
Harapannya itu ternyata tidak
terwujud. Walaupun sudah hidup
di luar biara Fra Felia tetap
mengalami stigmata. Suatu hari ia
memutuskan untuk bunuh diri guna
mengakhiri penderitaan tahunan
yang tidak tertahankan. Ia naik ke
sebuah bukit yang tinggi dengan
maksud hendak menjatuhkan
diri dari sebuah menara. Namun
25. ORBITAN LEPAS 3
malaikat pelindungnya berhasil
mencegah niatnya dan akhirnya ia
yakin dan merasa diteguhkan oleh
Allah untuk menerima karunia
stigmata dengan sukarela dan
sukacita.
Pada tahun 2002, ia mendirikan
komunitas baru yaitu Kongregasi
Rasul Allah. Fra Elia merasa
terpanggil untuk merasul melalui
evangelisasi (mewartakan kabar
baik) sehingga kemanapun ia
diundang, ia selalu berusaha untuk
datang dan mewartakan bahwa
penderitaan adalah pengurbanan
untuk menyilih dosa-dosa
manusia agar manusia bertobat
dan menerima keselamatan dari
Allah. Di hadapan anak-anak dan
hadirin lainnya di Yayasan Sinar
Pelangi, Fra Elia mengatakan
bahwa ia mempunyai kedekatan
khusus dengan umat di Indonesia.
Ini adalah kedatangannya yang
ketiga kalinya di Indonesia.
Ia selalu mempersembahkan
penderitaan serta doa-doanya bagi
bangsa Indonesia, apapun suku
dan agamanya. Di samping itu Fra
Elia mengatakan bahwa karunia
stigmata diberikan Allah juga
bertujuan untuk mengingatkan
kita akan penderitaan Yesus yang
sungguh nyata akibat dosa-dosa
manusia.
Menurut apa yang penulis amati
dan alami, Fra Elia adalah sosok
bruder yang sederhana dan rendah
hati. Ia tidak membanggakan
dirinya sebagai seorang stigmatis
tetapi dengan tekun dan sabar ia
mewartakan kabar baik bahwa
dibalik penderitaan kita ada
nilai keselamatan. Ia juga selalu
menekankan bahwa Yesus rela
menderita karena Ia sungguh
mengasihi kita dan menginginkan
agar semua manusia selamat. Kita
semua dianugerahi “stigmatastigmata” kecil yaitu berupa salib
yang harus kita panggul setiap
hari dengan sukarela dan sukacita
demi pertobatan serta keselamatan
banyak jiwa. Melalui sharing Fra
Elia, semoga pemahaman dan
penghayatan kita khususnya mengenai penderitaan, salib, Pekan
Suci dan Perayaan Paskah dapat
semakin diperdalam.***
Seni Dalam
Menghadapi
Kematian
-Put-
“Apakah kau tidak setuju
bahwa dalam diriku, aku
mempunyai semangat
nubuat sebesar sema-ngat
yang dimiliki angsa-angsa?
Karena angsa-angsa itu,
ketika memersepsi bahwa
mereka pasti akan mati,
setelah bernyanyi sepanjang
hayatnya, lantas me-reka
bernyanyi lebih riang lagi
dari sebelumnya, bergembira
karena akan segera pergi
menuju Tuhan yang para
menterinya adalah mereka
sendiri. Tetapi manusia,
karena mereka sendiri
takut akan kematian, mulai
menebarkan fitnah bahwa
angsa-angsa menyanyikan
ratapan menjelang akhir
hidupnya.” -Socrates
S
ebagaimana yang kita
ketahui, ia (socrates)
dieksekusi minum
racun karena mengajarkan
kemerdekaan dalam berpikir.
Siburuk muka dari Yunani ini tidak
gentar sedikit pun menghadapi
kematiannya tersebut. Karena
menurutnya, seperti tercatat
dalam “Dialog Phaedo” karya
Plato murid terkasihnya, melalui
kematianlah seseorang bisa lebih
leluasa memurnikan jiwanya dari
pengaruh ragawi, keterikatan, dan
juga nafsu tubuh.
Perumpamaan mengatakan;
Harimau mati meninggalkan kulit.
Gajah mati meninggalkan gading.
Kemudian seorang Socrates
mati meninggalkan sejumlah
inspirasi yang menjadikan kisah
kematiannya telah mengusik dan
memukau hati. Bagaimana tidak,
karena ia telah menguasai seni
untuk mati itu. Tetapi Socrates
bukanlah martir dalam perang
suci, baik atas nama agama
ataupun nasionalisme, yang
menyambut kematian dengan
“gemuruh-sukacita-kemarahan”
26. SANTO SANTA
karena adalah suci, mengemban
titah Tuhan atau Negara.
Dan Bagaimana kematian
menurut Yesus Al Masih yang
sebegitu dramatik seperti
yang dikisahkan bahkan
divisualisasikan dalam Film
(King Of Kings-1961, Jesus
Christ Superstar-1973, The Last
Temptation of Christ-1988, The
Passion Of The Christ-2004,
Son Of God-2014, dll) serta
diperdebatkan dalam arena
sejarah serta pengetahuan
spiritualitas.
Terlepas dari sebegitu macam
makna kematian yang dilukiskan
secara abadi dalam ingatan
manusia, kematian merupakan
tematik perbincangan yang
menarik. Ada misteri besar
tersembunyi di sana. Ada
ketidaktahuan diri menyelimuti
dan karena itu, munculah
kecemasan, ketakutan, atau
paling tidak ketegangankegelisahan psikologis ketika kita
mesti mengandaikan kematian
tiba. Seringkali ketakutan
muncul bukan pada momen
peristiwa kematian itu sendiri,
melainkan lebih pada persoalan
ketidaktahuan kita.
Perihal peristiwa apakah yang
sesungguhnya akan terjadi setelah kematian? Apakah sesudah
kematian alur peristiwa berjalan
sesuai dengan narasi mitologi
kuno yang dikisahkan agamaagama manusia? Yaitu; perihal
surga dan neraka yang kini mulai
kita ragukan? Apakah kematian
adalah akhir dari kehidupan kita?
Sebagai seorang yang meyakini
atas iman Katolik kita dihadapi
perjalanan atas hidup setelah
kematian yang merupakan sebuah
kesimpulan sederhana atas hidup
hakiki kita. Walhasil kenyataannya
sebagaimana kita menikmati
kehidupan toh akhirnya takut
mati juga. Kita harus menghadapi
realitas kematian. Sebab,
bagaimanapun, sebenarnya tidak
ada persoalan yang lebih serius
selain kematian.
Manusia sebenarnya sudah
ditakdirkan untuk mati begitu
lahir. Sejak kita lahir kita telah
cukup tua untuk mati. Karena
hakikat hidup manusia ialah
‘ada’ menyongsong kematian.
Kesadaran akan adanya
fenomena kematian merupakan
cara berada yang khas
membebani eksistensi manusia
sejak mula. Inilah makna waktu
dalam arti sejatinya, yakni lahir
dan menuju kematian.
“Hidup hanyalah menunda
kekalahan,” Gumam Chairil
Anwar, seorang penyair ini
mampu menghampiri kematian
yang dalam sebuah kalah
yang tertunda dan kemudian
pertanyaan yang besar bagi
penikmat sastra adalah dimana
KEMENANGAN-nya. Yesus telah
mengajarkan bayak hal tentang
Menang menghadapi kematian
bahkan melawan sebuah misteri
ketakutannya.
Kembali keburuk muka, bahwa
kesadaran kita senantiasa
mengakui dan mewadahi
seluruh gejala kecemasan
eksistensial ini agar sanggup
melampauinya sebelum dan tepat
pada saat detik kematian tiba.
Sederhananya menurut bahasa
Socrates, kita telah menguasai
seni melatih diri untuk mati.
Sebelum menutup sebuah
indahnya menyongsong kematian,
suatu refleksi atas keberanian
seorang John Maybury
menuangkan idealis kematian
melalui sebuah Film berjudul The
Jacket-2005 yang diperankan oleh
Adrien Brody; ”Kadang-kadang
hidup hanya dapat benar-benar
dimulai dengan pengetahuan
akan kematian. Bahwa semua
bisa berakhir, bahkan ketika
Anda tidak menginginkannya.
Yang penting dalam hidup
adalah untuk percaya bahwa
ketika Anda masih hidup, dan itu
tidak pernah terlambat.”***
Santa
Katarina
Dari Aleksandria (25 November)
“Jika Anda diperintah oleh
pikiran, Anda adalah raja;
jika tubuh, Anda adalah
seorang budak.”
K
atarina adalah putri cantik dari Raja
Pagan dan Ratu Costus Sabinella,
yang memerintah Aleksandria.
Kecerdasannya dikombinasikan dengan
rajin belajar. Setelah memutuskan untuk
tetap perawan sepanjang hidupnya, ia
mengumumkan bahwa ia hanya akan
menikah dengan orang yang mampu
melampaui dirinya dalam hal keindahan,
kecerdasan, kekayaan, dan martabat.
Beberapa orang melamarnya, tetapi tak
satu pun dari antara mereka berkenan
di hatinya. Lalu Katarina mengunjungi
seorang rahib yang suci dan pandai untuk
meminta petuahnya. Rahib itu bercerita
banyak tentang Tuhan Yesus, Raja segala
raja yang lebih berkuasa, lebih pandai dan
suci daripada semua raja. Ketika itulah ia
mulai mengenal dan memutuskan memeluk
iman Kristen dengan tekun. Ia juga
mendermakan harta kekayaannya kepada
kaum miskin.
Katarina menjadi terkenal di Aleksandria.
Ketenarannya membuat Kaisar Roma
Maksimianus menjadi iri hati dan cemburu
dan berniat untuk menjeratnya. Akan
tetapi cara dengan menjebaknya melalui
perdebatan 50 orang filsuf gagal, malahan
mereka bertobat dan mengikuti Katarina.
Maka kekerasan dan kelaliman para algojo
digunakan, dengan menyekapnya di dalam
penjara, disesah dengan cemeti tajam.
Namun siksaan-siksaan itu tak jugamampu
menaklukan keteguhan. Katarinapun
dijatuhi hukuman mati untuk digilas
melalui roda kayu besar berduri. Secara
ajaib roda itu malah hancur berkepingkeping. jalan satu-satunya yang ditempuh
oleh musuh-musuhnya ialah memenggal
lehernya dengan pedang dan berakhirlah
hidup Katarina sebagai martir.
27. SEPUTAR PAROKI 10
Parade Paduan Suara Wilayah
PAROKI ST. STEFANUS
Minggu, 15 November 2014
28. POTRET GEREJA
PARKIR SECARA TERTIB DAN BENAR
D
E. Bimantoro
i penghujung tahun
PELAYANAN ini, kami
mengajak seluruh umat untuk
menumbuhkan semangat pelayanan di
antara kita dengan cara memarkirkan
kendaraan secara tertib dan benar.
Boleh dibilang, PARKIR itu selalu
menjadi masalah Ibukota dan juga
masalah bagi kota-kota besar di
seantero nusantara, bahkan dunia.
Paroki Cilandak tidak terlepas dari
persoalan PARKIR, sebagaimana
dialami oleh be-berapa Paroki di
Jabodetabek.
Masalah konkrit dan utama bagi paroki
Cilandak adalah terbatasnya lahan
parkir, meskipun paroki kita sangat
diuntungkan oleh mitra-mitra dan gedung tetangga (gedung Ventura, gedung
Sepatu Bata, gedung Balai Rakyat, lahan PT Tourisindo dan gedung Prasetya
Mulya yang se-cara terbuka membantu
dengan menyediakan lahannya, sehingga kita bisa menumpang parkir,
khu-susnya pada acara dan upacara
besar, seperti Natal dan Paskah.
Terlepas dari kebaikan hati para “tetangga” kita itu, sebetulnya kita perlu
memaksimalkan penggunaan halaman
gereja kita sendiri. Sejauh ini, dari hasil
pengamatan dan evaluasi, terdapat
tiga masalah yang sangat dominan
dan mengganggu ke-tertiban parkir di
dalam halaman gereja; yaitu masalah
kejujuran dalam konteks parkir, selanjutnya masalah toleransi kepada umat
lain yang juga memerlukan parkir dan
akhirnya masalah kedisiplinan dalam
parkir kendaraan. Disamping ketiga
permasalahan tersebut, diakui masih
ada kendala yang disebabkan oleh
peran petugas parkir yang tidak pas,
maksimal dan profesional, yang sedang
ditangani dan akan terus ditangani.
Permasalahan pertama, kejujuran
dalam konteks parkir. Hal ini sering
terabaikan, misalnya ketika memarkirkan kendaraan secara tidak benar,
kemudian membuat pernyataan “hanya
parkir sebentar,” dengan harapan
mendapatkan toleransi dari petugas.
Tetapi kenyataannya, parkir berpanjangan, hingga mengganggu kelancaran
dan ketertiban alur kendaraan yang
keluar masuk dan parkir di halaman
gereja. Contoh kedua yang sering terjadi, kita memberi sarana parkir khusus
untuk orang yang mempunyai keterbatasan, namun sering tempat itu dipakai oleh kebanyakan kita yang tidak
berketerbatasan. Dengan berbagai dalih
dan pembenaran, mereka memohon
“pengertian,” sehingga membuat para
petugas parkir berada dalam situasi
yang dilematis. Solusi untuk keluar dari
permasalahan ini hanya ada satu, yaitu
kejujuran dalam berparkir.
Permasalahan kedua, miskinnya
toleransi dan disiplin dalam berparkir. Dua hal itu, sering saling
terkait dan pada kesempatan ini, kami
akan menyajikan beberapa contoh kurangnya toleransi dan disiplin di antara
kita. Contoh gambar ini direkam dan
diambil pada tanggal 9 Nopember 2014,
pada saat perayaan Ekaristi, pukul 9:45
pagi.
Aturan parkir yang umum adalah
parkir dengan mentaati marka parkir
yang ada.
Karena mobil yang “putih” tidak
diparkir seturut marka parkir (garis
kuning), sehingga mobil yang “hitam”
pun nekat untuk diparkirkan di luar
marka parkir.
Gambar sebelumnya merekam motor
yang tidak diparkirkan di tempat yang
sudah disediakan, terutama pa-da hari
Sabtu dan Minggu.
Kendaraan diatas diparkirkan justru
di area larangan parkir. Semula area
29
ini adalah area parkir namun untuk
memberikan kenyamanan umat yang
berjalan kaki dari dan ke gedung
Ventura, maka untuk sementara waktu
tidak boleh dipakai untuk parkir dengan diberi tanda larangan parkir.
Mungkin hal itu disebabkan oleh mobil
lain yang juga seenaknya dalam parkir!
Ingat, kesalahan yang satu akan diikuti
oleh yang lainnya. Akhirnya, pasti
mengganggu ketertiban dan kelancaran
secara umum.
Apakah mobil “putih” ini sudah diparkirkan dengan benar? Jelas bukan
parkir yang benar, bahkan terkesan
mau seenak perutnya sendiri. Tentu
saja, hal itu merugikan orang lain,
karena dengan demikian mobil itu telah
membuang lokasi parkir di be-lakangnya.
Mobil “hitam” diparkirkan di tempat
yang khusus untuk yang berketerbatasan. Namun apakah mobil “putih”
dibelakangnya diparkirkan pada
tempatnya? Memang, paroki kita akan
meresmikan lokasi ini bagi parkir khusus, sampai saat ini belum dilaksanakan karena dirasa menggangu “estetika.” Namun dengan ketidaktoleransian
dan ketidakdisiplinan, lebih menjadi
persoalan estetika yang lebih mendesak
untuk dipertanyakan.
Masih ada beberapa rekaman gambar
yang menunjukkan sikap yang TIDAK
TOLERAN dan TIDAK DISIPLIN di
antara kita dalam hal parkir.
Hal inilah yang sering membuat petugas parkir mengelus dada dan menarik
nafas panjang. Mereka menjadi serba
salah! Mengapa? Lebih galak untuk
mentertibkan para pelanggar, para
petugas yang notabene “orang kecil,”
dianggap tidak bersikap baik sebagaimana layaknya orang mengabdi
kepada Gereja. Tetapi kalau bersikap
lunak, tentu saja membuat semua pihak
terganggu, bukan hanya dalam persoalan parkir, tetapi juga kelancaran
dalam beribadat dan berdoa.
Salah menghadap! Soal sepele, tetapi
tetap membuat ketertiban dan kelancaran bisa terganggu.
Dua mobil yang diparkirkan seenaknya.
Taman menjadi korban parkir, oleh
umat yang buru-buru mau beribadat.
Duh… kasihan! Tamanku sayang, tamanku malang.
Lihat dalam gambar! Marka parkir
(garis kuning) dibuat, dengan maksud
supaya sebagian besar kendaraan yang
emergensi untuk keluar dari halaman
parkir bisa memiliki akses yang memadai. Tetapi apakah pengendara kendaraan dalam gambar tersebut berpikir
demikian? Apakah juga tidak sampai
berpikir dan sadar bahwa kendaraan
pastoran bisa sewaktu-waktu harus
keluar, ketika pastor secara mendadak
harus melayani orang sakit, orang meninggal dan lain-lainnya?
Halaman gereja memiliki kapasitas
parkir sebanyak 102 mobil, masih
“Bila di Mal dan Parkir umum
lainnya, kita taat, tentunya
di RUMAH kita sendiri kita
pasti bisa ! “
ditambah 15 lokasi “buffer.” Sesungguhnya, kalau kita bertoleransi dan
disiplin dalam berparkir, kapasitas itu
sudah cukup memadai. Bahkan dari
evaluasi yang telah kami adakan, bila
kita mau diajak bekerjasama dengan
jujur, toleransi dan dislipin dalam hal
parkir, dalam waktu kurang lebih 15
menit, kita bisa mengosongkan halaman
parkir. Menarik bukan? Bukankah ini
akan sangat mendukung bagi mereka
buru-buru ingin pulang dari perayaan
Ekaristi dan acara di gereja. Dan yang
lebih penting, pasti akan mendukung
kita untuk bisa berdoa dan merayakan
Ekaristi secara lebih khusuk dan lancar.
Peraturan-peraturan lain yang juga
perlu diperhatikan dan diterapkan dengan benar adalah:
1.Diminta untuk tidak memarkir kendaraan di halaman gereja, bagi semua
umat yang hadir dalam aktivitas dan
acara di gereja dan Leo Dehon, terutama pada hari Sabtu, Minggu dan
hari besar Katolik yang bukan misa
rutin atau harian.
2.Parkir disepanjang Jalan Muhasyim
Raya, sampai saat ini masih menjadi
pro dan kontra. Masyarakat seputar
minta ijin untuk menambah pemasukan, namun disisi lain pemakai jalan
“suka sewot” bila jalanan sempit dan
macet. Mudah-mudahan tidak beraki
bat buruk bagi keberadaan gereja
kita, khususnya dari akibat para
pemarkir (yang adalah umat Katolik
sendiri), yang kurang peka terhadap
kondisi ini.
3.Parkir di depan rumah-rumah yang
berada dibelakang gereja juga masih
menyisakan “pekerjaan rumah”
tersendiri. Sekali lagi perlu toleransi
kepada para pemilik dan penghuni
rumah.
Apakah parkir yang tertib (jujur, toleran dan disiplin) merupakan hal yang
penting bagi kita bersama? Sangat penting karena selain menjadikan aktifitas
kita bersama bisa berjalan lancar, juga
mencerminkan perwujudan iman kita.
Bahkan bisa dibilang, parkir seenaknya
adalah sebuah dosa! Maka kami mengundang kita semua yang ke gereja
untuk semakin beriman dan dekat
dengan Tuhan, marilah kita berparkir
secara tertib dan benar, demi untuk
memuliakan Tuhan dan menghormati
sesama.***
Salam Tertib Parkir!
30. PENDIDIKAN
Guru dalam pandangan Gravissimum Education
(Salah Satu Dokumen Konsili Vatikan II)
D
alam pepatah Jawa
guru adalah sosok
manusia yang harus
dapat digugu dan ditiru. Digugu artinya segala ucapannya
harus dapat dipercaya. Ditiru
artinya segala tingkah lakunya
harus dapat diteladani oleh
peserta didik. Maka, menjadi
seorang guru bukanlah tugas
yang mudah.
Gereja Katolik memberi perhatian khusus terhadap profesi
guru. Hal ini terbukti dengan
adanya dokumen Gravissimum
Educationis (betapa pentingnya pendidikan) dalam Dokumen Konsili Vatikan II.
Dokumen Garvissimum Educationis dicetuskan oleh Paus
Paulus VI pada 28 Oktober
1965.
Ada 5 pandangan Garvissimum
Educationis terhadap profesi
guru yakni:
1. Guru haruslah seorang
spesialis
Guru spesialis maksudnya adalah seseorang yang
benar-benar memiliki keahlian dalam bidang pengajaran
dan pendidikan yang dilengkapi dengan ijazah-ijazah.
Dokumen Garvissimum
Educationis (GE) artikel 8
menyatakan:
“Hendaklah para guru menyadari, bahwa terutama peranan
merekalah yang menentukan
bagi sekolah Katolik, untuk
dapat melaksanakan rencanarencana dan usaha-usahanya.
Maka dari itu mereka hendaknya sungguh-sungguh
disiapkan, supaya membawa
bekal ilmu pengetahuan profan maupun keagamaan yang
dikukuhkan oleh ijazah-ijazah
semestinya, dan mempunyai
kemahiran mendidik dengan
penemuan-penemuan modern.”
Konsili ingin menegaskan
bahwa untuk menjadi seorang pendidik dibutuhkan
seseorang yang sungguhsungguh profesional di bidangnya, lulusan dari sekolah guru dan dikukuhkan
dengan ijazah-ijazah sehingga semuanya itu menjadi
linear dan menjawab kebutuhan serta ilmu yang disampaikan juga terjamin.
2.Guru haruslah seorang
yang mampu mengor
ganisasi
Seorang guru harus mampu
mengorganisasi peserta didik
yang sudah lulus (alumni)
untuk kepentingan bina
lanjut bahkan sampai akhir
hayat. Ia harus mampu
bekerjasama dengan para
alumni dan orang tua, baik
dalam situasi formal maupun
informal. Melalui GE artikel
6, konsili mendorong umat
beriman agar rela memberi
31
bantuan untuk menemukan
metode-metode pendidikan
serta pengajaran yang cocok.
Konsili menyarankan adanya
kerja sama antara orang tua
dan sekolah dalam memberikan pendidikan terhadap
peserta didik. Hal itu penting karena bagaimana pun
juga orang tua tetap memiliki peranan yang pertama
dan utama dalam pendidikan
informal. Konsili juga menyatakan pentingnya kerja
sama antar guru dan alumni.
Pada umumnya, setelah
lulus hubungan guru dan
peserta didik menjadi putus.
Seharusnya tidak demikian
karena pendidikan itu sifatnya berkesinambungan.
Kerjasama antar guru dan
alumni ini bisa saja berupa
membentuk suatu organisasi
para alumni dari sekolah
tersebut dan mengadakan
acara bersama pada saatsaat tertentu misalnya acara
ulang tahun sekolah dsb.
3. Guru sebagai imam
Yang dimaksudkan dengan
guru sebagai imam adalah sosok guru yang dapat
membawa anakanak mengenal Tuhan (GE art 1 dan 2).
Seorang guru tidak boleh
hanya menjalankan tugas sebagai pengajar dan pendidik
untuk ilmu-ilmu formal saja
tetapi juga harus dapat menjadi imam bagi peserta didik.
Untuk itu, alangkah baiknya
jika seorang guru Kristen
menampilkan jati dirinya sebagai seorang Kristen sejati.
4. Guru sebagai penang
gungjawab utama
Guru adalah penanggung
jawab utama dalam pen-
didikan formal (GE art. 5).
Guru sebagai penanggungjawab utama memiliki peran
sebagai pendidik. Sebagai
seorang pendidik, guru
menjadi tokoh, panutan, dan
identifikasi bagi para
peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu,
guru harus memiliki standar
kualitas pribadi tertentu
yang mencakup tanggung
jawab, wibawa, dan disiplin.
5. Guru sebagai pendidik
karakter
Guru adalah pelaku perubahan. Gagasan ini semestinya
menjadi bagian hakiki kinerja seorang guru. Sekolah
Katolik khususnya memiliki ciri khas: menciptakan
lingkungan hidup bersama
di sekolah yang dijiwai oleh
semangat Injil, kebebasan,
dan cinta kasih dan membantu kaum muda supaya
dapat mengembangkan
kepribadian mereka sekaligus berkembang sebagai
ciptaan baru (bdk. GE art 8).
Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa melalui
tangan-tangan para guru
di sekolah peserta didik
tidak hanya dibantu untuk
berkembang dalam bidang
intelektual saja tetapi juga
untuk mengembangkan kepribadiannya agar mengenal
dan semakin mengembangkan karakternya masingmasing individu.***
SELAMAT HARI GURU
(25 NOVEMBER)
Pelita Hatiku;
Dan kini, akupun mengerti
Dirimu yang telah membuatku
berarti
Yang membuatku bahagia
memiliki warna-warna pelangi
dan kau membuatku mengerti,
bahwa hidup itu untuk dijalani
Suatu saat nanti, aku akan
kembali untuk membalas jasajasamu
Bukan dengan apa yang kau
berikan dulu
atau bahkan, dengan setitik
materi yang tak lagi berguna
bagimu
Aku akan kembali dengan
guratan kesan,
Dengan kabar gembira penuh
rasa bangga
Ilmu yang kau torehkan,
takkan pernah terganti
Juga semua pengorbananmu
untukku,
Dan kali ini, kuhaturkan
terimakasih untukmu.
Wahai Guruku,
Pelita hatiku…
32. POJOK KOMSOS
M
enurut data dari Asosiasi
Industri Otomotif (Gaikindo),
Indonesia memiliki jumlah
terbesar mobil (50,9 juta) di Asia
Tenggara. Menyusul di belakangnya
Thailand, Vietnam, dan Filipina.
Sementara itu, Asosiasi Industri
Sepeda Motor Indonesia (AISI)
mengatakan, delapan juta sepeda
motor baru terjual selama periode
yang sama. Mungkin dulu kita bisa
bicara bahwa, mobil dan motor
dikaitkan dengan kekayaan, tetapi
sekarang banyak orang melihatnya
sebagai kebutuhan. Profesional
muda, khususnya, merasakan
sistem transportasi umum yang
mengecewakan dan lebih senang
menikmati mobilitas yang tersedia
dengan memiliki kendaraan sendiri.
Sehingga kemudian kebutuhan
tersebut yang seharusnya memiliki
sinergi terbaik untuk menumbuhkan
peran tanggung jawab publik yaitu
menjaga infrastruktur, setia kepada
peraturan serta kerja sama pengguna
lalu lintas dan perangkatnya
menjadi pekerjaan rumah.
“Memiliki kendaraan yang disukai sih, memang impian. Tetapi iya kalau bisa
dipakai di jalanan. Kalau jalanan macet ya... sama aja bohong,” ungkap Rubbi
(25 tahun) seorang karyawan bank swasta pengguna angkutan umum walau
memiliki sebuah scooter tapi tidak pernah dipakainya bekerja.
sumber: Pengurus lingkungan Bonifasius
PENGGANTI ONGKOS CETAK
MAJALAH MEDIAPASS NOVEMBER 2014
1.
Lingkungan Nikodemus (Oktober 2014 s/d Mei 2015)
1.000.000
2.
Lingkungan Yohanes Don Bosco (Kekurangan Jan s/d Juli 2014)
700.000
3.
Lingkungan Mgr. Sugiyopranoto (Juli s/d September 2014) 150.000
4. Lingkungan St. Bonifasius (Agustus s/d desember 2014)
1.100.000
5. Lingkungan St. Paulus (Oktober s/d Desember 2014)
600.000
Total
3.550.000
Terima kasih atas donasi yang telah diberikan. Kami menunggu kontribusi Anda di edisi-edisi berikutnya.
- Informasi tentang donasi dapat menghubungi: Dian Wiardi (0818 183419)
- Donasi dapat ditransfer ke rekening KOMSOS : BCA dengan no. rek: 7310278879 a.n. Mirjam Anindya Wiardi atau R. Prakoso.
- Harap memberitahukan apabila donasi dikirim melalui transfer, untuk setiap penerimaan donasi, akan diberikan bukti penerimaan resmi.
Dana Paroki St. Stefanus
OKTOBER - 2014
No
Wil
1
2
3
4
1
1
1
1
5
6
7
8
2
2
2
2
9
10
11
12
13
3
3
3
3
3
14
15
16
4
4
4
17
18
19
20
5
5
5
5
21
22
23
6
6
6
24
25
26
27
28
7
7
7
7
7
29
30
31
8
8
8
32
33
34
9
9
9
35
36
37
38
10
10
10
10
39
40
41
11
11
11
42
43
44
12
12
12
Lingkungan
St.Hubertus
St.Yoh.Pemandi
St.Gregorius
St.Yudas Tadeus
Total Wil I
Sta. Theresia
Sta.M.Immaculata
Sta.Maria Fatima
Sta.M. Bernadette
Total Wil II
St.Markus
St.Nicodemus
St.Oktavianus
St.Paulinus
St.Quirinus
Total Wil III
St.Antonius
St.Clementus
Sta. Faustina
Total Wil IV
Sta.Angela
St.Bartholomeus
Emmanuel
Sta.Ursula
Total Wil V
St.M.Magdalena
St.Aloysius
St.Thomas Aquino
Total Wil VI
Sta.Helena
Romo Sanjoyo
St.Simeon
Sugiyopranoto
St.Theodorus
Total Wil VII
St.Paulus
St.Timotius
Sta.Veronica
Total Wil VIII
St.Bonaventura
St.Bonifacius
Keluarga Kudus
Total Wil IX
St.Yoh Don Bosco
St.Kristoforus
Sta. Maria Goretti
Sta.Maria B.Setia
Total Wil X
Sta.Felicitas
Sta.Anastasia
Maria Ratu Damai
Total Wil XI
St.Bernadus
St.Dionisius
St.Elias
Total Wil XII
TOTAL MINGGUAN
Kode
HBS
YPE
GRR
YTA
THE
MIM
MFA
BDE
MKI
NDS
OTS
PLN
QRS
ATS
CLS
FSA
AGE
BTS
EML
URS
MMA
ALS
TAQ
HLN
RSO
SMN
SGO
THO
PLS
TTS
VRA
BVA
BFS
KKS
DBD
CRS
MGI
MBS
FSE
ANS
MRD
BDS
DNS
ELS
Perhit. 6-Okt'14
Amplop
8
1
13
22
14
14
1
29
9
1
7
8
1
26
7
7
4
15
5
24
3
6
1
10
6
3
10
12
31
6
6
1
4
5
1
2
11
2
16
1
5
6
3
3
185
Perhit. 13-Okt'14
RP
Amplop
630,000
3
2
10,000
9
515,000
17
1,155,000
31
210,000
6
205,000
3
2
100,000
11
515,000
22
445,000
5
100,000
13
380,000
9
338,000
4
50,000
5
1,313,000
36
2
410,000
3
1
410,000
6
6
450,000
10
1,340,000
3
650,000
4
2,440,000
23
230,000
7
85,000
1
50,000
14
365,000
22
1
250,000
3
14,000
10
87,000
25
114,000
13
465,000
52
330,000
22
10
2
330,000
34
100,000
4
3
180,000
5
280,000
12
2,000
7
40,000
5
350,000
5
120,000
2
512,000
19
200,000
6
60,000
260,000
6
3
3
220,000
2
220,000
8
8,265,000
271
Perhit. 20-Okt'14
RP
Amplop
30,000
10
420,000
5
185,000
3
895,000
6
1,530,000
24
529,000
27
130,000
2
4,000
3
590,000
7
1,253,000
39
350,000
1
890,000
2
930,000
9
350,000
6
420,000
8
2,940,000
26
35,000
10
70,000
9
20,000
34
125,000
53
630,000
4
1,800,000
12
210,000
5
500,000
3
3,140,000
24
610,000
5
10,000
12
835,000
3
1,455,000
20
5,000
3
25,000
3
45,000
159,000
3
130,000
5
364,000
14
860,000
42
200,000
8
65,000
10
1,125,000
60
140,000
5
180,000
6
270,000
1
590,000
12
135,000
2
70,000
2
90,000
3
60,000
8
355,000
15
7
260,000
2
3
260,000
12
70,000
6
220,000
1
120,000
3
410,000
10
13,547,000
309
RP
195,000
150,000
356,000
210,000
911,000
270,000
115,000
202,000
350,000
937,000
110,000
145,000
305,000
400,000
530,000
1,490,000
320,000
430,000
1,780,000
2,530,000
200,000
2,000,000
285,000
325,000
2,810,000
55,000
625,000
270,000
950,000
15,000
40,000
11,000
50,000
116,000
1,755,000
245,000
680,000
2,680,000
240,000
275,000
20,000
535,000
70,000
60,000
90,000
420,000
640,000
340,000
20,000
215,000
575,000
200,000
100,000
420,000
720,000
14,894,000
Perhit. 27-Okt'14
Amplop
1
2
3
12
2
14
2
4
3
2
2
13
2
4
24
30
3
1
7
11
1
5
2
8
1
3
9
2
15
7
6
12
25
4
1
5
3
3
1
7
5
4
7
16
1
2
3
150
RP
30,000
11,000
41,000
158,000
50,000
208,000
25,000
100,000
90,000
100,000
200,000
515,000
40,000
100,000
805,000
945,000
150,000
100,000
375,000
625,000
150,000
80,000
100,000
330,000
5,000
9,000
18,000
80,000
112,000
195,000
115,000
645,000
955,000
90,000
6,000
96,000
225,000
45,000
200,000
470,000
360,000
40,000
310,000
710,000
20,000
60,000
80,000
5,087,000
Rangkaian
Misa
Malam
Natal
Selasa, 24 Desember 2014
Acara Natal
2014
(Misa 1: Pk. 18.00, Misa 2: 21:30)
Pengakuan Dosa
Selasa - Kamis, 16 - 18
Desember 2014
(Pk. 16.30 - 21.00)
Baptisan
Dewasa
Misa
Natal
Pesta Nama
(Misa: Pk. 07.00,
09:30, 17:00)
(Misa: Pk. 17.30)
Rabu, 25 Desember 2014
St.Stefanus
Sabtu, 27 Desember 2014
Jumat, 12
Desember 2014
(Pk. 18.00)
LAPORANKEUANGANCOINFORJESUSBULANAGUSTUSs/d18SEPTEMBER2014
TGL.
KETERANGAN
PENERIMAAN PENGELUARAN
1ͲAug Saldoawal(31Juli2014)
8ͲAug Pengembaliansisapembeliankotak
11ͲAug SumbanganwargaWilayahV
13ͲAug SumbanganpribadiBpk.GunawanIrwan
20ͲAug Sumbanganwargalingkungan2disekr.paroki
31ͲAug BungaBankAgustus
31ͲAug BiayaBankAgustus
31ͲAug PajakAgustus
4ͲSep Sumbanganwargalingkungan2disekr.paroki
4ͲSep Sumbanganwargalingkungan2disekr.paroki
6ͲSep SumbangandariNN(transfer)
10ͲSep SumbanganwargaWilayahV
11ͲSep KliringCek
18ͲSep Sumbanganwargalingkungan2disekr.paroki
153,268,817.27
500,000.00
8,325,925.00
1,000,000.00
10,634,000.00
236,848.46
4,288,000.00
9,477,000.00
100,000.00
11,241,850.00
250,000.00
12,434,000.00
153,268,817.27
153,768,817.27
162,094,742.27
163,094,742.27
173,728,742.27
173,965,590.73
10,000.00 173,955,590.73
47,369.69 173,908,221.04
178,196,221.04
187,673,221.04
187,773,221.04
199,015,071.04
199,265,071.04
211,699,071.04
Saldoper18September2014sebesarDuaRatusSebelasJutaEnamRatusSembilanPuluhSembilan
RibuTujuhPuluhSatuRupiah.
KamiucapkanterimakasihsebesarͲbesarnyakepadaseluruhwargaparokiSantoStefanusatas
partisipasinyadalamprogramCoinforJesusini.
SALDO
Jakarta,10Nopember2014
Download