www.st-stefanus.or.id Th. XII / 123 Edisi November 2014 HIDUP TAKUT AKAN TUHAN Profil: Nicolaus De Tolentinus Sumartono Semua Akan Kembali KepadaNya Takut akan Allah Sebuah Ketaatan dan Kepatuhan Iman Investasi untuk masa depan sejati Guru dalam pandangan Gravissimum Education 3. KERLING Mengapa Kita Takut Mati? Bulan November adalah bulan yang khusus bagi Gereja Katolik untuk mendoakan arwah kaum beriman. Setali tiga uang, kita pun diajak untuk merenungkan tentang kematian; hidup baru sesudah berziarah di dunia ini. Apa yang terjadi? Kebanyakan kita takut ketika harus berpikir dan merenungkan kematian, apalagi berhadapan atau berurusan dengan hal tersebut. Memang, takut adalah pengalaman yang manusiawi. Setiap manusia pasti pernah merasa takut, bahkan Yesus pun pernah merasa takut ketika akan menghadapi penderitaan dan kematian-Nya. Tetapi rasa takut yang kita alami memiliki berbagai macam sebab dan alasan, diantaranya takut kehilangan harta benda, takut kehilangan kepercayaan terhadap diri sendiri maupun orang lain, takut terhadap Tuhan karena merasa berdosa atas perbuatan yang dilakukan selama di dunia dan lain sebagainya. Dalam edisi bulan November ini, redaksi MediaPass ingin mengundang para pembaca untuk merenungkan rasa takut yang sering kita hadapi, terutama takut menghadapi kematian. Sebagai manusia yang hidup dalam kungkungan budaya dan peradaban tertentu, pantaslah kita merasa takut akan hal ini. Karena di dalam kematian, kita menghadapi ketidakpastian dan kegelapan. Di dalam kematian, kita akan kehilangan orang-orang yang kita cintai; keluarga, teman dan handai taulan. Apalagi kalau kita merasa bahwa selama hidup, sudah terlalu banyak dosa dan kesalahan yang telah diperbuat. Ajaran agama tentang adanya neraka, menambah ciut nyali kita! Namun sebagai manusia beriman, apalagi dalam iman Gereja Katolik, kematian justru merupakan saat yang begitu indah; saat berahmat dan hidup baru dalam terang keabadian. Kita tidak perlu takut! Yesus Kristus telah memberikan jaminan, melalui kebangkitan-Nya. Dengan kebangkitan, Ia mengalahkan maut (kematian). Untuk melihat lebih jauh, bagaimana indahnya iman kita dalam hal ini, marilah kita membaca dan merenungkan tulisan-tulisan yang dipersembahkan dalam edisi ini. Semoga membantu kita untuk mengikis ketakutan-ketakutan kita yang tidak perlu dan menatap hidup-mati dengan penuh harapan, bahwa Allah kita adalah Allah yang baik dan penuh belas kasih.*** Edisi 123 Th. XII Edisi November 2014 3 : KERLING 4 : ORBITAN UTAMA Takut Akan Allah; Sebuah Ketaatan dan Kepatuhan Iman 6 : PESONA SABDA Investasi Untuk Masa Depan Sejati 8 : PROFIL Semua Akan Kembali KepadaNYA 10: OPINI SEPUTAR PAROKI 11: Seminar Pemuridan PDKK-Malam 12: Ulang Tahun ke 30 Koperasi Budi Asih 14: Pelantikan Prodiakon 2014 - 2017; Dipanggil & Diplih Untuk Melayani 15: Retret Prodiakon; Hati Murni Sumber Pelayanan yang Mengkuduskan 16: Sosialisasi Bulan Keluarga; Membangun Keluarga Katolik Sejati 18: Kunjungan Frater Novisiat Gisting, Lampung 19: Pelatihan dan Pengajaran Lektor-Lektris Se-Dekenat Selatan 20: Seminar Ekaristi Wilayah IV; Mari Mendaki Puncak Iman Kita 21: Seminar Ekaristi Wilayah V; Lakukanlah Ini Untuk Mengenang Daku 27: Parade Paduan Suara Wilayah, Paroki St. Stefanus ORBITAN LEPAS 22: Sudahkah Kita Menjadi Katolik & Warga Negara yang Baik 24: Karunia Stigmata, Apa Maknanya Bagi Kita 25: Seni Dalam Menghadapi Kematian 26: Santo Santa 28: Potret Gereja 30: Pendidikan 31: Pojok Komsos 32: Dana Paroki 33: Kepanitiaan; Natal 2014 & Ongkos Cetak Ketua Dewan Paroki: Pastor Antonius Sumardi, SCJ Ketua Seksi KOMSOS: Agustinus Sonny Prakoso | Sekretaris: Alberta S. Listiantrianti | Bendahara: Dian Wiardi Koordinator Unit Kerja: A. Setyo Listiantyo (0813 2813 0513), Meliputi: 1. Redaktur: A. Setyo Listiantyo, 2. Layout & Design: Agung Efrem Wijanarko & Benny Arvian, 3. Iklan: Dian Wiardi (0818 183419), 4. Wartawan & Fotografer: Paulus Sihombing, Adiya Wirawasta, Ign. Daniel Rajdali, Constantine J. Neno, Y Triasputro, Christoverson, Felicia Nediva, Agung Pradata. Koordinator Unit Media: Dian Wiardi Meliputi: 1. Web Page: Patricia Utaminingtyas, 2. Warta Paroki: Dian Wiardi , 3. Majalah MediaPASS: A. Setyo Listiantyo, 4. Radio/Video/TV: Y. Triasputro B, 5. Mading/Facebook/Twiter: Constantine Jhon Neno, Christoverson. Koordinator Unit Teknologi Informasi (IT): Sukiahwati Hartanto Meliputi: 1. Programmer: Patricia Utaminingtyas, 2. Maentenance & Jaringan: Sukiahwati Hartanto, 3. Database: Sekretariat Paroki, Email: [email protected] | Facebook: [email protected] Web Paroki St. Stefanus: www.st-stefanus.or.id No rekening Komsos: BCA dengan no 731 0278879 an Mirjam Anindya Wiardi atau R. Prakoso 4. ORBITAN UTAMA Takut akan Allah; Sebuah Ketaatan dan Kepatuhan Iman Antonius Purwono, SCJ P ada zaman ini ada sebuah wabah yang sangat sulit dibasmi. Wabah yang nyaris bisa menggerogoti sendi-sendi kehidupan manusia. Ia lebih ganas dari pada virus H5N1, Anthrax, atau Ebola sekalipun. Wabah itu bernama “takut”. Wabah takut ini menggerogoti rasa aman, rasa damai dan ujungnya merenggut kebahagiaan seseorang. Tingkat kriminalitas yang tinggi di sekitar kita; membuat kita selalu was was untuk pergi sendirian di malam hari. Mengunci pintu rumah rapat-rapat agar harta benda aman dari pencuri. Naik angkutan umum selalu pasang mata curiga terhadap sesama karena takut kecopetan. Konflik antar elit politik adalah menu setiap saat yang membuat orang was was akan masa depan bangsa ini. Orang takut mengambil keputusan dalam hidup karena pengalaman gagal. Orang takut sakit, karena biaya berobat mahal. Orang takut akan kematian. Pendek kata, ada banyak hal yang membuat orang takut dalam hidup ini; dan komentar singkatnya adalah; “takut itu manusiawi”. Meskipun takut itu manusiawi, ada sebuah “takut” yang menuntun sisi manusiawi tersebut ke arah yang ilahi. Dan itu adalah; takut akan Allah. Namun sebelumnya, perlu dipahami bahwa kata “takut” bisa beragam pengertian. Sebagaimana terdapat dalam kamus bahasa Indonesia “takut” memiliki beberapa arti. Takut bisa berarti merasa gentar (ngeri) menghadapi sesuatu yang mendatangkan ancaman atau bencana. Takut juga berarti tidak berani berbuat, menempuh, menderita dan sebagainya. Dalam hubungannya dengan Tuhan takut dimengerti sebagai sikap takwa; segan dan hormat. Pengertian terakhir inilah yang hendak menjadi focus perhatian, sehingga takut akan Allah menjadi sebuah ketaatan dan kepatuhan iman. Takut akan Tuhan, berbeda dengan jenis ketakutan sebagaimana diuraikan di atas. Karena takut akan Tuhan bukanlah manifestasi dari naluri dasariah manusia untuk mempertahankan diri, menghindar dari segala sesuatu yang mengancam keselamatan hidup. Bila rasa takut yang demikian dikatakan manusiawi, dan yang manusiawi itu bisa diarahkan ke yang ilahi, maka takut akan Allah adalah proses pembelajaran. Dan pemazmur telah mengungkapkan itu. “Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan Tuhan akan kuajarkan kepadamu. Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu; jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya” (Mzm. 34:1114). Dari situ kelihatan, bahwa dalam proses pembelajaran mengalir sebuah ketaatan dan kepatuhan akan sebuah ajaran. Awalnya terkesan moralis, namun justru kepatuhan dan ketaatannyalah yang menghantar orang pada sang Pemberi ajaran dan bukan hanya sampai pada isi ajaran. Tantangannya adalah; sering kali “takut” bukan menjadi proses pembelajaran yang mengarah dari manusiawi ke yang ilahi. Melainkan sebuah sikap berbanding terbalik, semakin besar mengalami ketakutan yang bersifat manusiawi-duniawi, semakin menipislah rasa takut akan Tuhan dalam bentuk ketaatan dan kepatuhan. Sehingga ketakutan itu menggelembung sedemikian rupa dan meletus dalam bentuk kecemasan. Tidak heran jika W.H. Auden seorang satrawan Inggris lewat puisi-puisinya menyerukan bahwa abad ini adalah abad 5 kecemasan. Kecemasan sangatlah dekat dengan ketakutan dan menjadi penyakit abad ini. Bukan hanya berhenti pada penyakit psikis, tapi juga menyebabkan penyakit fisik kronis, seperti serangan jantung dan penyakit berbahaya lainnya. Namun Matius mengingatkan; “janganlah kamu takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa, takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka” (Mat. 10:28). Tentu Matius tidak menakut-nakuti, melainkan justru mengarahkan rasa takut yang benar. Artinya, ketakutan mesti mengarahkan orang pada upaya keselamatan sejati. Takut yang demikian diupayakan dalam kepatuhan dan ketaatan iman. Tidak terlalu sulit untuk menemukan dan merunut, dimana takut akan Tuhan yang diupayakan dalam kepatuhan dan ketaatan iman itu terjadi, yakni dalam sejarah kehidupan. Dalam pengalaman hidup harian, yang tak perlu muluk dan selalu menakjubkan. Kadang justru lewat rutinitas yang membosankan, yang sering orang bergumam; “ah kog itu itu saja”. Tiap awal Nopember, Gereja merayakan Orang Kudus dan juga arwah semua orang beriman. Dengannya, umat beriman disadarkan; bahwa hidup itu ada batasnya. Suatu ketika akan meninggal. Namun ada hidup sesudah kematian yang mestinya bukan menakutkan tetapi memberi sebuah pengharapan. Para Kudus menjadi bukti yang diyakini, bahwa kepatuhan dan ketaatan iman telah mereka jalani. Demikian juga untuk saudarasaudari yang telah meninggal, mereka diperingati. Dikunjungi makamnya, dikenang dan didoakan dalam misa dan aneka doa. Selain memohonkan bahagia, juga berharap Bapa yang Rahim mengampuni dosa. Pengalaman itu, tentu bisa menjadi acara rutin tahunan yang selalu lewat, tanpa meninggalkan bekas, atau sebaliknya menjadi sarana untuk belajar taat dan patuh; dan terus bertanya kehidupan macam apakah yang hendak kuhidupi? Masa Adven juga sudah menanti. Masa yang selalu memberi tawaran; rasa takut manakah yang akan mewarnai kehidupanku? Rasa takut manusiawi tentu dengan mudah mewarnai. Tak perlu sekolahpun, sangat gampang menjadi ahli. Namun rasa takut akan Allah, tentulah yang dipilih. Meski menjalaninya kadang tertatih. Memilihnya, tidak sendiri, karena bisa menjadi gerakan seluruh warga paroki; dalam tema Keluargaku Melayani. Bila takut akan Allah adalah upaya untuk patuh dan taat, maka semangat melayani harus menjadi tekad; semakin beriman kuat, pelayananku kokoh kuat. Dengan demikian, menegaskan apa yang disampaikan Matius; “janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga daripada banyak burung pipit”. Sehingga melayani sebagai bagian dari rasa takut akan Allah mengalir pada upaya untuk menjadikan setiap pribadi itu berharga lebih dari pada burung pipit dan bukan sebaliknya, menjadikan diri sendiri berharga dengan menjadikan orang lain “seharga burung pipit”.*** 6. PESONA SABDA Investasi Untuk Masa Depan Sejati P. Tino Ulahayanan MSC “Sangat sedikit orang yang menyadari bahwa hidup ini penuh perubahan. Kita nyaris tidak dapat menduga apakah besok kita akan sama sehatnya dan sama beruntungnya dengan hari ini. Banyak orang yang memiliki niat baik, tetapi mereka tidak pernah melaksanakannya. Menyesal itu terlambat sudah, dan pada akhir kehidupan, mereka merasa gelisah dan ketakutan,” Cheng Yen (Bhiksuni asal Taiwan) S aya memiliki dua pengalaman yang hendak saya bagikan pada kesempatan ini. Pengalaman pertama, sekitar bulan September 2014 lalu, saya mengunjungi seorang anggota umat yang sedang sakit di sebuah rumah sakit di kota Ambon. Kunjungan semacam ini mustinya sudah biasa terjadi. Namun hal yang agak berbeda pada kunjungan sore itu adalah situasi dan reaksi pasien yang terkesan berlebihan. Sesampai di rumah sakit, sang pasien meminta agar ruangan dikosongkan dari tamu atau keluarga yang menjaganya. Saya memahami karena, dalam hati, saya menduga bahwa dia meminta kesempatan pengakuan dosa. Dan memang terjadi demikian. Usai pengakuan, ia masih terlihat begitu gelisah dengan bertumpuk-tumpuk pekerjaan, masalah, beban hidup yang perlu diselesaikan. Ia dihantui ketakutan yang luar biasa dan tidak siap kehilangan segalanya. Berselang beberapa jam saja dari pertemuan itu, sekitar pukul 02.00 waktu setempat, ia diberitakan meninggal dunia. Pengalaman kedua, sejak 3 tahun terakhir, saya hidup bersama Uskup Emeritus Andreas Sol, MSC di biara MSC Ambon. Pada Oktober tahun ini, Uskup Sol genap berumur 99 tahun. Ia masih terlihat segar. Tiap pagi jam 10.00 dan sore 7 jam 16.00, ia rutin berjalan kaki (tanpa tongkat) melewati kamar saya sambil berdoa Rosario. Jika berkesempatan berjumpa dengannya, Anda akan terkagum-kagum dengan sosok sang misionaris yang bersahaja, cinta orang miskin dan dengan daya ingatnya yang masih sangat segar. Ia akan bercerita tentang sejarah Gereja di masa lalu dan akan informasi seputar kehidupan dunia terkini yang mungkin belum sempat Anda tahu. Setiap hari ia menggunakan sedikitnya 2 jam untuk membaca. Satu kalimat yang sudah sekian kalinya saya dengar adalah: “Mungkin Tuhan sudah lupa!” Maksudnya, sampai umur yang sekian lama, ia belum juga dipanggil. Ia sangat siap, ketika saat itu tiba. Tak ada rasa gelisah sedikitpun. Setiap hari ia tekun berdoa dan masih tetap memperhatikan orang-orang miskin. Itu yang dilakukan Uskup Sol di saat-saat usia lanjut ini. *** Dua pengalaman dari dua orang dengan reaksi yang berbeda tentang saat kematian yang sama bagi semua orang ini, sedikit memberikan gambaran yang terang mengenai tema yang coba kita renungkan: Takut akan Tuhan. Dalam Injil, Yesus berbicara mengenai gambaran kedatangan Anak Manusia pada saat yang tidak disangka-sangka oleh siapapun (Mat 24:44). Bagi Yesus, berjaga-jaga menjadi ukuran kesiapan seseorang. Hal yang terpenting bukan terletak pada kapan saat itu datang dan bagaimana terjadinya, melainkan kesiapsediaan yang harus dimulai dari sekarang ini. Kesiapsediaan berarti melakukan pelayanan yang bertanggung jawab terhadap Allah yang tampak dalam pelaksanaan tugas masing-masing dengan baik sampai kedatangan Anak Manusia. Maka ‘takut akan Tuhan’ bagi yang tidak siap (baca: tidak percaya) adalah sebenarnya menunjuk pada ketakutan akan saat Penghakiman Allah dan kematian kekal, yang merupakan pemisahan untuk selama-lamanya dari Allah. Efeknya adalah kegelisahan, ketidaknyamanan, penyesalan dan sikap memberontak. Sedangkan bagi yang siap sedia, (baca: percaya) ‘takut akan Tuhan’ merupakan sebuah keutamaan, yang dengannya menuntun orang selalu melakukan hal-hal yang berkenan kepada Tuhan dan menghindari perbuatan-perbuatan yang tercela. Demikian dikatakan dalam Kitab Suci: “Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan Tuhan, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkanNya, mengasihi Dia, beribadah kepada Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu…” (Ulangan 10:12). *** Marilah kita mengikuti ajakan Tuhan untuk selalu berjaga-jaga dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik! Marilah kita berlomba-lomba untuk berbuat kebaikandan tentu saja disertai dengan semangat doa! Berbuat kebaikan itu tidak harus sebuah proyek yang besar. Hal-hal terkecil dan serba biasa dalam hidup sehari-hari juga memiliki arti yang besar dalam pembangunan Kerajaan Tuhan. Uskup Sol pernah berpesan kepada saya, “Jangan pernah menunda untuk melakukan kebaikan, sekecil apapun itu. Sebab hati akan selalu dihantui penyesalan!” Atas cara inilah kita bisa pahami kata-kata Cheng Yen, seperti saya kutip pada awal sharing ini: “Kita nyaris tidak dapat menduga apakah besok kita akan sama sehatnya dan sama beruntungnya dengan hari ini. Banyak orang yang memiliki niat baik, tetapi mereka tidak pernah melaksanakannya. Menyesal itu terlambat sudah, dan pada akhir kehidupan, mereka merasa gelisah dan ketakutan.” Marilah kita melakukan niat baik yang ada pada kita, agar kita tidak menyesal kemudian. Selamat berinvestasi!*** Ambon 12 November 2014*** JAM PELAYANAN SEKRETARIAT PAROKI Kantor Sekretariat Paroki St. Stefanus buka setiap hari: 1. Senin pk 08.00 - 16.00 WIB 2. Selasa s/d Minggu pk 08.00 - 18.00 WIB Tutup pada hari Libur Nasional dan hari Besar Agama Katolik “Memberitakan pekerjaan tanganNYA” SEKSI KOMUNIKASI SOSIAL (KOMSOS) ST. STEFANUS Membutuhkan tenaga muda yang berkomitmen untuk pelayanan gereja, sebagai wartawan, designer dan fotografer. Bagi yang berminat menghubungi Sdr. Tyo (HP: 081328130513) 8. PROFIL Semua Akan Kembali KepadaNya -Tyo- P erlu kita ketahui bahwa segala aktivitas yang dilakukan setiap manusia selalu diperhatikan oleh Tuhan. Tuhan tidak pernah tidur, tidak pernah lari dan tidak pernah ke lain hati hanya untuk manusia, karena manusialah yang mempunyai pikiran dan hati yang luhur dari semua mahluk yang ada di dunia ini. Namun terkadang manusia itu sendiri yang lalai untuk menyadari akan kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Manusia terkadang lupa akan kewajiban untuk berdoa dan bersyukur atas karunia yang diberikan Tuhan, dan manusia baru benar-benar menyadari akan kerinduan kehadiran Tuhan, jika dalam keadaan sulit, tertimpa musibah, atau menjelang kematian. Dalam keadaan yang seperti itu barulah kita mengingat Tuhan untuk membutuhkan pertolonganNya. Tetapi, dari sebuah kesadaran itu, manusia tetap merasakan pada dirinya bahwa ia takut kepada Tuhan, seolah-olah Tuhan tidak hadir dalam dirinya, Tuhan telah pergi jauh meninggalkannya, atau merasa tidak pantas atau bahkan takut menerima hukuman yang diberikan Tuhan akibat kesalahan dan dosa yang dilakukan oleh manusia itu. Lalu bagaimana cara mengatasi ketakutan ini? Profil dalam edisi ini akan membantu kita untuk membuka diri akan kepercayaan manusia kepada Tuhan, dengan sharing pengalaman hidupnya untuk berbagi dengan kita. Masa kecil hingga berkeluarga Nama lengkapnya Nicolaus De Tolentinus Sumartono, panggilan akrab Bpk Sumartono. Beliau merupakan putra ketiga dari lima bersaudara, pasangan dari Bpk Suratmin (alrm) dan ibu Suharti (alrm). Beliau lahir pada tanggal 10 September 1947 di kota Purwodadi, dan beliau lahir bukan dari keluarga Katolik, dari orang tua hingga adik beliau yang terakhir berasal dari keluarga muslim. Bpk. Sumartono mengawali pendidikannya di Sekolah Rakyat no 4 Purwodadi selama 6 tahun, kemudian melanjutkan ke pendidikan SMP Karitate Purwodadi (Yayasan Kanisius) selama 3 tahun dan SMA Negeri 1 Purwodadi. Setelah lulus pendidikan menengah beliau melanjutkan dunia pendidikannya di IKIP Negeri Surabaya, namun studi yang beliau laksanakan tidak selesai dan hanya sampai di semester 6. Hal itu dikarenakan pada saat itu beliau melamar pekerjaan di Kejaksaan Agung pada tahun 1975, dan diterima sebagai pegawai. Pada sat itu pula karier pendidikan beliau terhenti dan memilih untuk bekerja di tempat tersebut hingga pensiun tahun 2003. Ketika mulai diterima bekerja, beliau tinggal di Jakarta tepatnya di BDN 2 no 52, Lingkungan Yoh Pemandi. Dalam kehidupan religius Bpk Sumartono, awal mula dari keluarga yang bukan katolik, dan beliau menerima panggilan Tuhan menjadi warga Katolik berawal ketika beliau duduk di SMP hingga SMA dan butuh enam tahun beliau mendalami dan mempelajari tentang Katolik. Baru ketika beliau lulus SMA, beliau dibaptis secara katolik dan sah menjadi warga Katolik di gereja Santo Yohanes Penginjil Purwodadi pada tahun 1967. Perjumpaan beliau dengan pujaan hati yang hingga sekarang men-jadi istrinya, berawal di Jakarta ketika beliau tinggal BDN dan bertemu dengan pujaan hati (ibu) Fransiska Triwinarti yang tidak jauh dari rumahnya. Namun pada saat itu ibu Fransiska masih beragama Islam, jadi ketika menikah dengan Bpk Sumartono, mereka menikah melalui catatan sipil di kota Pacitan, Jawa Timur pada tanggal 27 Oktober 1977 setelah menjalin hubungan selama 2 tahun. Setelah beberapa lama kemudian pada tahun 1980, pernikahan mereka diberkati secara Katolik di Pastoran Gereja St Stefanus (saat itu belum dibangun) Jl. KH. Muhasyim IV No. 21 dan menerima Sakramen Penguatan (Krisma) pada tahun 1981. Setelah mereka menikah dan tinggal di Jakarta, mereka dikaruniai dua orang anak, yang pertama bernama Matius Indracipta Pratama (alm), dan yang kedua Stefani Dwi Natalia. Putri kedua bpk Sumartono telah menikah dengan Joko Prihananto dan dikaruniai 2 anak (cucu bpk Sumartono) dan tinggal bersama bpk Sumartono. 9 Keterlibatan di Gereja dan di lingkungan rumah Ketika beliau tinggal di Jakarta, beliau sudah tergabung sebagai warga Lingkungan Yohanes Pemandi dan sejak itu dengan keterlibatan beliau di Lingkungan, beliau ditugaskan menjadi bagian pengurus Lingkungan diantaranya se-bagai Sekretaris Lingkungan, dan Sie Liturgi Lingkungan. Pada tahun 1982 beliau dan keluarganya pindah ke rumah dinas Kejaksaan Agung RI Jl. Adhyaksa IV/D. 113 Labak Bulus dan masuk ke Lingkungan Keluarga Kudus Wil IX. Karena pengalaman dan keterlibatan beliau di Lingkungan lama maka beliau diberikan kepercayaan dari warga Lingkungan setempat untuk menjadi Ketua Lingkungan Keluarga Kudus selama 3 periode. Kemudian beliau kembali ditugaskan untuk menjadi Koordinator Wilayah IX juga selama 3 periode. Setelah selesai menjabat sebagai Koordinator Wilayah beliau saat ini dipercaya tugas untuk melayani sebagai Ketua Seksi St. Yosef. Keterlibatan beliau sebelum menjadi Ketua Seksi, juga terlibat dalam pelayanan sebagai Prodiakon selama 3 periode. Saat ini ketika beliau menjabat sebagai Ketua Seksi St Yosef, awalnya beliau tidak tahu me-nahu tentang seksi ini, namun dengan semangat pelayanan dan pengalamannya, beliau mau mempelajari dan menjalanankan seperti apa Seksi St Yosef itu. Beliau memberikan pengertian bahwa Seksi St Yosef merupakan seksi yang mengurus tentang kedukaan/kematian. Bagi kita umat di Paroki St. Stefanus direalisasikan kedalam Dana Amplop Kuning yang dikumpulkan dari umat secara sukarela setiap bulannya yang secara kesuluruhan, miskin dan menderita termasuk yang sedang mengalami musibah bencana alam, dll. Sedangkan dana yang diperuntukan bagi pelayangan Seksi St. Yosef adalah 30% dari amplop kuning, tsb. Untuk tahun 2014 dari Januari s/d November 2014 umat Paroki yang meninggal dunia berjumlah 44 orang, dan yang dibantu dengan biaya dari dana amplop kuning tersebut berjumlah 24 orang. Begitulah tugas beliau menjadi Seksi St Yosef. Beliau sangat senang dapat melayani, karena beliau selalu ingat, Kitab Surat Rasul Paulus kedua kepada Jemaat di Korintus, “ 8:13 Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan. 8:14 Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan. 8:15 Seperti ada tertulis: “Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan”. Maka dari itu, beliau atas nama Seksi St Yosef Paroki St Stefanus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada donatur melalui amplop kuning yang secara keseluruhan dapat dipergunakan untuk pelayanan kasih kepada umat yang membutuhkan. Tuhan adalah sumber hidup Dalam kehidupan yang dijalani umat manusia saat ini, bahwa segala sesuatu yang dilakukan manusia, semua itu masih bergantung kepada Tuhan dan selama dalam menjalankan aktifitasnya manusia boleh merasa takut atau cemas. Namun satu hal yang perlu diketahui bersama bahwa singkatnya adalah semuanya kembali kepada Tuhan. Beliau memaparkan kepada kita semua, bahwa manusia diibaratkan seperti barang yang mengalir di sungai. Barang yang mengalir selalu ada hambatan atau rintangan, sehingga perjalanan tidak mulus. Ketika aliran itu kembali lancar maka menemui sebuah muara di laut, dan di laut itulah digambarkan sebagai bentuk cinta kasih Tuhan kepada manusia yang begitu luas dan dalam tak terjangkau oleh indera manusia sehingga sudah tidak ada lagi rasa takut, cemas ataupun rasa sakit, semua sudah melebur menjadi satu kedalam cinta kasih Tuhan. Semua aktifitas dan karyakarya duniawi kita selalu dilihat oleh Tuhan, dan kebaikankebaikan yang dilakukan di dunia ini, jika dilakukan dengan penuh pelayanan kasih dan tulus, maka tidak perlu lagi merasa takut atau cemas. Karena Gereja mengajarkan kepada kita dalam tiga hal yaitu Iman, Pengharapan dan Kasih, dan dari antara ketiganya yang paling besar adalah Kasih. Dari hal itulah beliau mengajarkan kepada kita juga bahwa segala sesuatu sekecil apapun yang dilakukan untuk membantu orang lain atau sesama kita yang membutuhkan, maka tidak akan ada lagi rasa takut atau cemas akan Tuhan. Karena Tuhanlah sumber kehidupan kita, jadi janganlah takut kepada Tuhan kita sendiri, percayalah bahwa Tuhan mengasihi UmatNya. Beliau juga mengingatkan kepada kita ada satu ayat yang meyakinkan kita yang terdapat dalam Injil Yohanes 14: 6, Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” *** 10. OPINI Apa kata mereka tentang HIDUP TAKUT AKAN TUHAN • Pernahkah anda mengalami ketakutan? Ketakutan apa yang anda alami? • Pernahkan anda takut dengan Tuhan? Jelaskan jawaban anda! • Apa yang dapat anda yakini (dengan cara bagaimana) supaya anda tidak takut dengan Tuhan? Natalia Lisning Paroki Sta. Monika BSD/Lingkungan Bunda Teresa Saya sangat takut kehilangan keluarga, karena saya tidak dapat hidup tanpa keluarga! Pastinya saya sangat takut akan Tuhan apalagi membuatnya “marah”. Tapi saya yakin bisa menghadapinya, dengan cara memohon ampun sebelum beristirahat di malam hari atas segala kegiatan dan pekerjaan yang dilakukan setiap hari. Bernardus Balax Paroki St. Stefanus/ Lingkungan Simeon/ Wilayah VII Aku percaya bahwa Tuhan tidak pernah tidur dan itu yang mengingatkan ku jika nanti masuk ke dalam tindakan-tindakan yang negatif. Pastinya pernah saya rasakan sebuah ketakutan, secara alamiah TAKUT MENGHADAPI MAUT. Justru karena takut akan Tuhanlah yang membuat saya takut dalam menghadapi ajal. Bagaimana tidak karena dalam hidup tak sepenuhnya dapat berbuat baik. Sebenarnya semua ketakutan bisa dihadapi tapi mungkin membutuhkan proses karena takut adalah sebuah insting alami manusia. Hewan juga mengalami takut jika menghadapi bahaya cara yang mereka hadapi malah justru menyerang. Tapi tidak bisa disamakan dengan ketakutan manusia (saya) karena biasanya manusia memiliki keterikatan akan hal duniawi atau egoisme pribadi. Saya ambil contoh yaitu; jabatan, kekayaan, takut ditinggal, takut gagal dsb. Cara saya menghadapinya adalah dengan iman saya kepada Tuhan, berarti saya percaya atas firmanNya dan jika kita benar-benar sungguh. Maka kita akan diubah oleh apa yang kita percayai jadi merdeka dari keterikatan tadi. Dholley Dwi Paroki St. Matius/Wilayah XVII Saya takut dengan pertengkaran dan mengerikan. Tentunya saya takut akan Tuhan Jika Ia marah, karena hidup saya yang tidak berkenan sehingga saya dibiarkan olehNya. Cara menghadapi rasa takut adalah memperdalam kitab suci dan banyak berdoa serta beribadah agar mengenal Dia lebih dalam sehingga saya merasakan kedekatan & keberadaan Tuhan. 11. SEPUTAR PAROKI 1 SEMINAR Pemuridan (PDKK Malam) Sabtu - Minggu, 25 - 26 Oktober 2014 12. SEPUTAR PAROKI 2 Ulang Tahun ke 30 Koperasi Budi Asih Kornelius Jemada yaitu Bapak AGUS SUHARDI (Alm). Koperasi kredit Budi Asih pada waktu itu masih mendapatkan bantuan biaya dari SSP dalam melakukan kegiatannya, misalnya dalam rapat-rapat rutin, RAT, dll. Karena belum mampu berdiri sendiri dalam segi keuangan, demikian pula bila mengundang Pengurus koperasi pusat untuk pemeriksaan pembukuan koperasi Budi Asih. Saat ini, Koperasi kredit Budi Asih berkantor di Poliklinik St. Stefanus Jl. KH. Muhasyim IV No: 11. Secara hukum koperasi kredit Budi Asih telah mendapatkan status Badan Hukum dari Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil pada tanggal 2 Januari 1996 dengan No.021/BH/KWK.1.1996. T iga puluh (30) tahun Koperasi Kredit Budi Asih hadir di tengah-tengah kita, tepatnya pada tanggal 28 Oktober 2014. Ini merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa bagi Budi Asih mengingat ketatnya persaingan sekarang ini. Sejak berdirinya samapai sekarang, koperasi Budi Asih sudah mengalami jatuh bangun, asetnya pun naik turun. Baru di awal tahun 2010 koperasi Budi Asih mulai nampak perkembangannya di bawah kepemimpinan Ibu Thefani (selaku Ketua Umum). Struktur koperasi Budi Asih mulai teratur, asetnya pun terus meningkat, sudah memiliki karyawan, operasional pelayanan dibuka setiap hari, kondisi keuangan terus stabil, pendidikan dan pelatihan pengurus terus dilakukan, penyuluhan dan pelatihan keterampilan untuk anggota diadakan setiap 2 bulan sekali, melakukan studi banding ke koperasi lain yang lebih maju dan ikut ambil bagian dalam kegiatan sosial seperti bantuan untuk korban bencana alam sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa suatu saat koperasi Budi Asih akan menjadi koperasi yang ideal, mandiri dan menjadi koperasi kebanggaan anggota. VISI SEJARAH KOPERASI KREDIT BUDI ASIH Koperasi Kredit Budi Asih didirikan pada tanggal 28 Oktober 1984 oleh Seksi Sosial Paroki (SSP) yang pada masa/ periode itu diketuai oleh Ibu Maria Agnes Theresia Lily Kandou atau yang akrab dipanggil Ibu Lily Kandou. Pada waktu itu, beliau mempunyai ide mendirikan koperasi, dimana pada awalnya untuk mendidik warga gereja, khususnya mereka yang berkekurangan agar hidup mereka lebih sejahtera, dengan cara menabung. Di saat mereka membutuhkan/kesulitan keuangan, mereka dapat meminjam pada koperasi sehingga tidak tergantung lagi sepenuhnya kepada seksi sosial paroki. Di koperasi mereka juga diajarkan disiplin dalam mengangsur pinjaman. Akhirnya Ibu Lily beserta pengurus Seksi Sosial Paroki/SSP pada waktu itu, mengikuti pendidikan koperasi yang dilakukan oleh pengurus koperasi pusat yang berkedudukan di Jl. Gunung Sahari (BK3D). Penataran para pengurus dilakukan selama lebih kurang seminggu, dari sore sampai malam setelah jam pulang kerja kantor. Setelah penataran, dipilihlah nama “BUDI ASIH” dan sebagai ketua pertama “Menjadi Koperasi semua umat yang mampu ikut membangun masyarakat yang sejahtera dan mandiri” MISI • Memberdayakan anggota secara mandiri dalam ekonomi untuk peningkatan kesejahteraannya • Mendorong, melatih dan mengembangkan anggota untuk dapat mandiri melalui programprogram kewirausahaan • Berusaha membesarkan usaha anggota agar lebih optimal melalui kredit dari koperasi • Menyalurkan hasrat berbuat baik bagi semua umat yang sudah mapan untuk menjadi anggota dalam rangka membantu anggota yang belum kuat MOTTO ”Bersinergi sehat dalam usaha koperasi bersama dalam berbagi berkat” ASET KOPERASI Per-September 2014 aset koperasi Budi Asih sebesar Rp. 2,872,393,504,dengan jumlah anggota 669 orang, 13 “Dasar kekeluargaan itulah dasar hubungan istimewa pada koperasi. Di sini tak ada majikan dan buruh melainkan usaha bersama antara mereka yang sama kepentingan dan tujuannya.” Pidato Moh Hatta pada Hari ulang tahun Koperasi tahun 1952 jumlah simpanan sebesar Rp. 2,392,949,855,- dan penyaluran pinjaman sebesar Rp.1,608,658,900,terus meningkat dengan bunga yang cukup lunak dan sistim bunga yang menurun. Pembayaran angsuran bisa dipercepat atau diperpanjang sesuai kemampuan anggota serta pencairan pinjaman mudah. Simpanan dan pinjaman ber-Asuransi, anggota bebas membayar premi (gratis), pembayaran angsuran dan simpanan bisa dilakukan via transfer / jemput bola. Banyak anggota yang sudah terbantu dan merasakan manfaat koperasi karena memang tujuan didirikan koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Koperasi sebagai badan usaha yang berazaskan kekeluargaan dibentuk dengan tujuan mensejahterakan para anggotanya. Koperasi dibangun berdasarkan kepentingan ekonomi bersama atau sesuai kebutuhan anggotanya, sehingga akan menguntungkan semua anggota yang memang sebagai pemilik dan pengguna jasa. Untuk itu diharapkan loyalitas setiap anggota kepada koperasi harus benar-benar besar, karena keuntungan juga untuk para anggotanya. Koperasi harus bersifat sukarela dan terbuka, artinya menjadi anggota koperasi tidak boleh dari paksaan orang lain. Koperasi itu terbuka untuk umum tidak boleh membatasi siapa saja yang mau bergabung. Pengelolaan juga harus dilakukan secara demokratis dengan kehendak dan keputusan anggota,” pembagian SHU dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masingmasing anggota. PRODUK PRODUK KOPDIT BUDI ASIH Koperasi budi asih menerima simpanan dari anggota dalam bentuk simpanan yang berupa simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela. Untuk Simpanan Non saham koperasi budi asih memiliki simpanan Sibulan yang dapat di ambil sewaktu-waktu dan dibwerikan bunga 4% setahun serta adm Rp.2.000/bulan & Sikhujang (Simpanan Khusus berjangka/ deposito berjangka) diberikan bunga 7% untuk 6 bulan dan bunga 7,5% untuk 12 bulan. PROMOSI Mari bergabung bersama kami hanya dengan Rp. 120.000,-, Bapak/Ibu sudah menjadi anggota Koperasi dengan mengunjungi kantor Koperasi Budi Asih Jl.Kh Muhasyim IV No.11 samping poliklinik St.Stefanus atau menghubungi kami di line telpon: 02198153760/ 081591553944/ email & facebook: budiasih_ jkt@ yahoo.com. Syarat pendaftaran sebagai berikut: Mengisi formulir pendaftaran,menyerahkan foto ukuran 3x4 sebanyak 1 lembar berwarna, Uang pangkal/pendaftaran Rp.20.000,simpanan pokok Rp.50.000,simpanan wajib Rp.30.000, dana sosial Rp. 20.000. Kami juga memiliki produk yang lain seperti simpanan sibulan (simpanan dengan bunga bulanan) dapat disetor dan ditarik kapan saja dengan suku bunga 4%/tahun dan simpanan sikhujang (Simpanan khusus berjangka )atau lebih dikenal dengan deposito berjangka dengan suku bunga 7% untuk jangka waktu 6 bulan dan 7,5 % untuk jangka waktu 12 bulan dengan deposito minimal Rp.1.000.000 dan maksimal 25.000.000/anggota. tabungan kami juga dilindungi asuransi DAPERMA (Dana Perlindungan Bersama). Kami buka setiap hari dengan jam pelayanan : Senin s/d Jum’at pukul 08.00 s/d 19.00 wib. Sabtu pukul 09.00 s/d 15.00 wib. Minggu pukul 09.00 s/d 13.00 wib. Untuk memudakan bapak ibu kami juga membuka pelayanan di counter gereja (belakang Gua Maria) buka setiap hari Minggu pukul 07.00 s/d 11.00 wib. Bergabunglah..!! kami akan menerima Bapak/Ibu dengan suka cita dan kami terbuka untuk umum.*** 14. SEPUTAR PAROKI 3 DIPANGGIL DAN DIPILIH UNTUK MELAYANI Pelantikan Prodiakon Periode 2014-2017 Dian Wiardi K ita sering melihat beberapa orang berdiri di sekitar altar, mendampingi pastor di dalam perayaan Ekariti. Penampilannya mirip pastor, karena mereka menggunakan alba berwarna putih (semacam jubah). Salah satu tugas mereka di dalam mendampingi pastor adalah membantu membagikan komuni kepada umat. Siapakah mereka? Mereka adalah Prodiakon. Pada hari Minggu, 26 Oktober 2014, tepatnya saat perayaan Ekaristi pukul 9:45 diadakan pelantikan prodiakon baru periode 2014 – 2017 di Gereja St. Stefanus. Berdasarkan Surat Keputusan Uskup KAJ no: 291/3.16.11/2014 tentang pengangkatan/pengangkatan kembali, ada 99 orang awam yang dilantik sebagai prodiakon pada kesempatan kali ini. Dalam kotbahnya, Pastor Sumardi, SCJ menegaskan bahwa mereka dipanggil dan dipilih untuk melayani dan menjadi perpanjangan tangan rahmat Tuhan, khususnya dalam tugas membagi komuni di dalam perayaan Ekaristi, memimpin ibadat Sabda, mengantarkan komuni kepada umat lansia dan umat yang sedang menderita sakit dan memimpin upacara pemakaman di makam atau pun di krematorium. Lebih lanjut Pastor Sumardi mengundang para prodiakon terlantik untuk sungguh meresapi Sabda Tuhan, bahwa kesetiaan dalam tugas sebagai prodiakon merupakan salah satu perwujudan konkrit untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa, tenaga dan dengan segenap akal budi. Dan sebagai wujud cinta kasih kepada sesama seperti diri sendiri. (lih. Matius 22:37) Puncak pelantikan terjadi pada saat para terlantik mengucapkan janji peneguhan prodiakon di hadapan Tuhan dan Gereja (pastor dan umat yang hadir). Setelah pengikraran janji, para prodiakon terpilih diberkati Pastor dengan air suci. Allah yang memanggil dan memilih, maka Dialah pula yang akan menyempurnakannya. Itulah semangat yang dibawa dan akan terus dihidupi oleh para prodiakon baru dalam rangka melayani Tuhan dan Gereja-Nya. Selamat untuk para prodiakon baru dan selamat untuk melayani dengan kegembiraan dan kesetiaan.*** 15. SEPUTAR PAROKI 4 RETRET PRODIAKON: Hati Murni Sumber Pelayanan yang Menguduskan Dian Wiardi (nara sumber: Frans Jonosewojo) P ada tanggal 31 Oktober 2014, tepat pukul 13:00 rombongan prodiakon yang berjumlah 70 orang berangkat menuju Pondok Wisata, Remaja Anugerah, Gunung Geulis, Bogor. Retret 3 Hari yang diadakan oleh Koordinator prodiakon St. Stefanus ini dimaksudkan untuk memberi pembekalan rohani kepada prodiakon yang akan mulai bertugas selama 3 tahun mendatang. Retret dipandu oleh Pastor Haryoto, SCJ dengan tema “Hati Murni Sumber Pelayanan yang Menguduskan.” Apapun alasan pribadi seseorang mau menjadi prodiakon, Tuhan mempunyai rencana yang indah atas dirinya. Dalam periode kedua, Musa dipenuhi dengan maksud baik memenuhi panggilan Tuhan, tetapi ia gagal karena mengandalkan jasanya sendiri, tidak mengandalkan campur tangan Allah, sehingga ia mengalami kekecewaan. Retret dibuka dengan perayaan Ekaristi. Setelah santap malam, diadakan acara perkenalan yang penuh tawa karena dikemas dalam bentuk permainan. Hari pertama ditutup dengan meditasi. Di dalam refleksi lebih lanjut dan mendalam, Pastor Haryoto mengajak semua peserta untuk merenungkan 4 tingkatan cinta, yaitu: Pertama, mencintai diri demi dirinya sendiri: dorongan kodrat setiap manusia. Kedua, mencintai Allah untuk mencintai dirinya sendiri: mengasihi karena keyakinan dalam kesulitan apapun kita dapat meminta bantuan Allah. Tingkat ketiga, mencintai Allah demi Allah sendiri: mengasihi Tuhan bukan supaya kebutuhannya dipenuhi, tetapi karena telah merasakan sendiri betapa agung dan baiknya Allah, bukan karena kesaksian orang lain. Pada level ini seseorang mampu menghayati perintah Allah bukan sebagai beban, tetapi sebagai rahmat. Tidak lagi megikuti keinginan diri sendiri,tetapi hidup menurut kehendak Kristus. Tingkat keempat, cinta diri demi Allah. Level ini dialami oleh Nabi Musa saat berada di atas Gunung Sinai, dimana ia mampu memandang wajah Allah. Sukacitanya bukan Hari kedua dibuka dengan meditasi. Berikut ini beberapa insight sessi yang dibawakan. Prodiakon itu mempunyai “kesamaan” dengan nabi Musa, yakni sebagai pribadi yang dipilih di antara umat untuk dekat dengan Allah. Musa dipilih dan dibentuk untuk memiliki hati murni, setelah melalui beberapa tahapan perjalanan rohani. Dalam retret ini, para peserta diundang untuk mengikuti perjalanan rohani Nabi Musa. Nabi Musa dijadikan cermin perjalanan rohani bagi para peserta, yang akan bertugas sebagai prodiakon. Pada periode pertama, Allah mempersiapkan Musa karena ia elok dan berkenan di mata Tuhan. Nabi Musa dan prodiakon mempunyai arah yang sama yaitu mencapai kekudusan pribadi. karena keinginannya terpenuhi, tetapi karena merasakan kehadiran Allah. Dalam periode ketiga kehidupannya, Nabi Musa masuk dalam tahap hati murni (apatheia), yaitu keadaan batin yang damai, bebas dari aneka dorongan kodrati. Hati murni adalah hasil proses mengenali, mengolah dan mengintegrasikan semua dorongan kodrati. Hati murni adalah disposisi kehadiran Allah. Seseorang menjadi suci bukan karena terlepas dari pergumulan hidup, tetapi karena tidak lagi dikuasai oleh hal-hal tersebut. Hati murni adalah sumber pelayanan yang menguduskan. Sebagai persiapan rohani sebelum mulai bertugas, dalam retret ini juga diberi kesempatan bagi para peserta untuk mengaku dosa. Retret ditutup dengan perayaan Ekaristi. Dalam perayaan Ekaristi ini, karena bertepatan dengan peringatan arwah kaum beriman, dipersembahkan doa secara khusus untuk jiwa-jiwa di api pencucian. Yang didoakan bukan hanya anggota keluarga masing-masing prodiakon, tetapi juga almarhum Pastor Thomas Fix, SCJ dan beberapa karyawan paroki serta prodiakon yang telah meninggal dunia. Usai santap siang, peserta retret kembali ke Jakarta dengan hati yang telah diperbarui.*** 16. SEPUTAR PAROKI 5 MEMBANGUN KELUARGA KATOLIK YANG SEJATI Dian Wiardi (nara sumber: Frans Jonosewojo) “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku" (Why 3:20). ada perjalanan-Nya sepanjang jalan-jalan Tanah Suci, Yesus sudi memasuki rumah-rumah desa. Ia terus lewat bahkan hari ini di sepanjang jalan-jalan kota-kota kita. Dalam rumah-rumah Anda ada cahaya dan bayangan. Tantangantantangan sering menampilkan diri mereka dan kadang-kadang bahkan pencobaan-pencobaan besar. Kegelapan dapat tumbuh dalam hingga titik menjadi sebuah bayangan pekat ketika karya jahat dan dosa ke dalam hati keluarga.” (Salah satu pesan dalam Sidang Umum Luar Biasa III Para Uskup tentang Keluarga, 18 Oktober 2014) P Pesan dari Para Uskup yang dialamatkan kepada keluargakeluarga tersebut, memberikan tanda yang sangat positif bahwa Gereja mempunyai perhatian yang khusus kepada kehidupan berkeluarga, dengan segala tantangan dan keprihatinannya. Untuk menjawab keprihatinan itu, dewan paroki St. Stefanus telah memasukkan terbangunnya keluarga Katolik yang sejati sebagai sasaran prioritas program kerja 2015. Sejalan dengan itu, Seksi Kerasulan Keluarga (SKK) memandang penting untuk mensukseskan program bulan keluarga, dengan antara lain menyelenggarakan acara Sosialisasi Bulan Keluarga. Pada hari Sabtu, 8 November 2014, pkl. 9.30 – 11.30, di Gedung Leo Dehon, lantai 3, semua Ketua Lingkungan/Wilayah dan wakil pemandu KKS Lingkungan diundang dalam acara sosialisasi tersebut. Untuk acara yang istimewa ini, diundang nara sumber dari Komisi Kerasulan Keluarga KAJ, yakni pasutri Esti–Ario. Syukur puji Tuhan bahwa ada 42 peserta yang hadir. Sayangnya dari jumlah 44 lingkungan, 22 tidak hadir dan tidak juga mengirim wakil. Semoga di lain kesempatan, partisipasinya lebih ditingkatkan. Tujuan sosialiasi ini adalah untuk menjelaskan dan memberi peng-arahan mengenai pelaksanaan bulan keluarga di lingkungan. KAJ mempercayakan pertemuan selama masa Adven pada Komisi Kerasulan Keluarga. Bentuknya berbeda dengan pendalaman Kitab Suci seperti yang selama ini biasa dilaksanakan pada bulan Kitab Suci, bulan pra-Paskah, maupun bulan Adven tahun lalu, walaupun dalam bulan keluarga 2014 tetap akan ada refleksi atas bacaan Kitab Suci. Untuk itu dipandang perlu diadakan sessi pengenalan agar tidak ada kebingungan saat buku panduan digunakan di lingkungan. Acara sosialiasi ini dibuka dengan kata sambutan dari Pastor A. Sumardi dan Ketua SKK, Bpk. Benny Setiawan. Berikut ini merupakan beberapa poin dari acara tersebut. Pertama, panduan pelaksanaan bulan keluarga dibuat oleh Komisi Kerasulan keluarga dan Komisi Liturgi KAJ dengan harapan pertemuan selama masa Adven akan dihadiri keluarga-keluarga. Kedua, tema yang dipilih di tahun 2014 ini adalah “Keluargaku Melayani, Sesuai dengan Arah Dasar Pastoral KAJ” yang menjadikan tahun ini sebagai Tahun Pelayanan. Dalam acara ini, dibagikan Buku Umat dan Buku Panduan untuk digunakan dalam pertemuan di lingkungan selama masa Adven. Ada 4 minggu dalam masa Adven dan tema yang digunakan masing masing adalah pertama, “Mengapa Harus Melayani,” kedua “Siapa yang Kulayani,” ketiga, “Bagaimana Aku Melayani,” dan keempat, “Keluargaku Melayani.” Setiap pertemuan akan berisi tentang refleksi tema dan bacaan Kitab Suci, sharing dalam kelompok dan senagai puncaknya disediakan pula sessi untuk membangun niat. Sebelum dan sesudah setiap pertemuan didaraskan bersama Doa keluarga dan Doa untuk janin aborsi. Untuk menghidupkan suasana, dalam buku telah disediakan contoh lagu-lagu untuk selingan. Ditawarkan pula beberapa jenis aktivitas/permainan bersama yang membantu pengertian masing masing tema. Sepanjang acara 2 jam dalam acara sosialiasi ini, nara sumber membahas setiap topik dan memperagakan permainan. Di penghujung acara, disediakan sessi tanya jawab. Diharapkan bulan Keluarga ini dapat menjadi salah satu sarana untuk membangun hidup keluarga yang lebih Kristiani karena semua keluarga mengisi masa Adven dengan membuat kegiatan melayani bersama-sama, saling melayani di dalam maupun diluar keluarga. 17 Tentunya, Bulan Keluarga hanyalah bagian kecil dari usaha Gereja untuk mendampingi perjuangan keluarga-keluarga. Ada beberapa usaha lain yang diupayakan untuk mengawal sasaran prioritas program kerja 2015. Konseling AGAPE merupakan salah satu program yang diupayakan oleh SKK untuk membantu keluarga yang membutuhkan.Marriage Encounter; untuk membantu pasutri yang mempunyai relasi lebih baik agar keluarganya harmonis. Selain itu, sebagai informasi awal, pada tanggal 8 Desember 2014, SKK akan mengadakan rekoleksi pasutri dengan tema “CALLED TO BE HAPPY” yang tujuannya juga untuk kesejahteraan keluarga. Semoga seluruh rencana yang indah dari Gereja untuk mendampingi kehidupan berkeluarga akan berjalan dengan lancar. Gereja berharap bahwa dalam terang ini kasih suami-istri, yang adalah unik dan tak terpisahkan, bertahan meskipun banyak kesulitan. Ini adalah salah satu yang paling indah dari semua mukjizat.*** 18. SEPUTAR PAROKI 6 Kunjungan Frater Novisiat Gisting, Lampung Minggu, 9 November 2014 19. SEPUTAR PAROKI 7 Pelatihan dan Pengajaran Lektor/tris se-Dekenat Selatan Antonius Prananto B ertempat di Gedung Leo Dehon Paroki St. Stefanus, Cilandak, pelatihan lektor/ lektris ini diadakan selama dua hari berturut-turut, yaitu pada hari Sabtu dan Minggu tanggal 8 dan 9 November 2014. Menjadi suatu hal yang istimewa karena pelatihan kali ini tidak hanyak diikuti oleh para lektor dan lektris St. Stefanus saja, tetapi juga melibatkan peserta dari perwakilan seluruh paroki yang ada di Dekenat Selatan. Total ada 54 orang peserta yang hadir dalam pelatihan dua hari tersebut. Mereka terdiri dari 14 orang perwakilan Paroki Pasar Minggu, 11 orang dari Paroki Jagakarsa, 15 orang utusan Paroki Blok B, 6 orang lektor/ lektris dari Paroki Blok B dan 8 orang dari paroki tuan rumah, St. Stefanus, Cilandak. Sayang sekali bahwa Paroki Tebet tidak mengirimkan perwakilannya. Keseluruhan materi dalam pelatihan lektor/lektris ini dipersiapkan dan disampaikan oleh para pembimbing Paguyuban Lektor Lektris dari Paroki St. Stefanus, Cilandak. Adapun tujuan dari diadakannya pelatihan yang melibatkan paroki di Dekenat Selatan ini adalah untuk menyamakan tata gerak dan menambah/meningkatkan kemampuan sebagai lektor, baik dalam hal pengetahuan akan Kitab Suci, teknik membaca, penghayatan sampai pada gaya laku dan kepribadian. Harapan dari diadakannya pelatihan kali ini adalah agar setiap lektor dari setiap paroki bisa ikut melayani di paroki lain di wilayah Dekenat Selatan, bilamana dibutuhkan. Sabtu, tanggal 8 November 2014. Pelatihan hari pertama dimulai dengan doa pembukaan dan sambutan oleh Romo Antonius Sumardi, SCJ selaku pastor paroki. Setelah berfoto bersama dengan romo, pelatihan memasuki sesi pertama mengenai kepribadian seorang lektor sebagai pelayan Tuhan yang 20. SEPUTAR PAROKI 8 MARI MENDAKI PUNCAK IMAN KITA! (Seminar Ekaristi Wilayah IV) Endang Surastri S diberikan oleh Ibu Mia Suharsono. Sesi ke dua dilanjutkan oleh Bapak Anton B. Suritno mengenai liturgi ekaristi dan tahun liturgi. memahami bacaan. Saat waktu menunjukkan pukul 11.30 siang, peserta diperbolehkan untuk istirahat dan makan siang. Setelah istirahat makan siang dan mendapat tambahan tenaga dan semangat, pelatihan hari pertama dilanjutkan dengan pengaturan suara dan pernafasan yang dibawakan oleh Ibu Mia Suharsono. Sesi terakhir hari itu dibawakan oleh Bapak Anton B. Suritno mengenai teknik membaca, tanda baca dan memahami bacaan. Pelatihan hari pertama berakhir sekitar jam 14.00WIB. Pelatihan tengah hari ke dua diisi dengan praktek tata gerak lapangan dan praktek membaca. Keseluruhan materi yang telah diberikan dituangkan dalam sesi praktek tersebut. Keseluruhan pelatihan lektor/lektris diakhiri pada jam 15.00WIB. Minggu, tanggal 9 November 2014. Setelah dibuka dengan lagu pujian dan doa, pelatihan hari kedua dimulai dengan sesi ke lima mengenai busana penampilan lektor yang baik yang disampaikan oleh Ibu Dian Budiargo. Setelah kurang lebih 45 menit, pelatihan dilanjutkan dengan sesi ke enam mengenai metoda berlatih membaca dan Banyak kesan positif yang diperoleh oleh semua peserta selama mengikuti pelatihan dalam dua hari tersebut. Selain mendapat banyak pengetahuan juga mendapat banyak kenalan baru satu ‘profesi’ dalam pelayanan sebagai seorang lektor maupun lektris. Semoga suasana keakraban tersebut bisa terus berlanjut sehingga tujuan dari diadakannya pelatihan seDekenat Selatan ini bisa terwujud.**** etiap hari Minggu, bahkan ada yang setiap hari, umat Katolik datang ke gereja untuk merayakan Ekaristi. Adakah yang istimewa, sehingga umat merasa perlu dan penting untuk ke gereja? Jawabnya: betul! Ada yang istimewa, bahkan sangat istimewa. Ekaristi adalah sesuatu yang sangat istimewa dan khas bagi umat Katolik. Karena Ekaristi adalah Yesus Kristus sendiri, dimana Ekaristi menjadi ‘jantung’ dari iman kita; iman Katolik. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa Ekaristi adalah “sumber dan puncak seluruh kehidupan Kristiani” (KGK 1324) dan bahkan “hakikat dan rangkuman iman kita” (KGK 1327). Dengan demikian, tentu saja idealnya semua orang Katolik harus mengetahui hal ini. Nyatanya berbicara lain. Pengetahuan dan penghayatan umat terhadap Ekaristi dirasa dangkal. Itulah mengapa di paroki kita digalakkan usaha untuk memperkenalkan Ekaristi secara lebih dekat dan mendalam. Salah satunya melalui seminar Ekaristi di tingkat wilayahwilayah. Kali ini, kami melaporkan “pendakian” umat wilayah IV menuju puncak iman yang begitu istimewa tersebut. Dengan penuh antusias, sekitar 70an umat menghadiri seminar Ekaristi pada hari Minggu, 9 November 2014, di kediaman Ibu Erna, Jalan Kartika Utama, Pondok Indah dari pukul 16:00 sampai sekitar pukul 19:00. Dalam seminar Ekaristi yang menghadirkan peembicara Ibu Dena Sukiato ini, para peserta seminar, diajak untuk menyadari bahwa Ekaristi pertama-tama adalah ungkapan iman; puji dan syukur kita kepada Tuhan. Di dalam perayaan Ekaristi, kita mengungkapkan puji dan syukur atas segala kebaikan Tuhan, terutama atas pemberian diri Allah sepe-nuhnya bagi keselamatan kita dalam rupa Tubuh dan Darah Kristus. Tentu saja ada banyak makna lain ketika kita berbicara tentang Ekaristi, tetapi pembicara dalam seminar 21 tinya dipersiapkan, setiap kali akan mengikuti perayaan Ekaristi. ini lebih mengarahkan para peserta untuk lebih melihat hal-hal kecil atau detail yang perlu untuk disadari dan dihayati ketika kita akan menghadiri perayaan Ekaristi. Karena seringkali kita melakukan segala macam ritual perayaan Ekaristi, dari mulai masuk ke dalam gereja sampai dengan keluar gereja tanpa dengan penghayatan yang mendalam. Semuanya dilakukan secara otomatis dan spontan, tanpa disadari maknanya, atau sekedar sebagai rutinitas belaka. Padahal setiap langkah dan gerak badan kita selama dalam perayaan Ekaristi, mengungkapkan makna iman yang sangat luar biasa. Berikut ini akan disampaikan beberapa contoh, yang perlu disadari oleh kita semua. Pada saat kita mau masuk ke dalam gereja, kita mengambil air suci dan kemudian dengan air suci itu kita membuat tanda salib. Kita sudah terbiasa dengan tradisi atau ritual semacam ini, namun kurang begitu menyadari bahwa dengan melakukan hal ini, kita bukan hanya diingatkan, tetapi juga diajak untuk melihat kembali janji-janji Baptis kita. Maka mengikuti perayaan Ekaristi yang pantas adalah ketika kita sudah sungguh menyadari disposisi kita dengan merenungkan tentang komitmen kita kepada Tuhan, sebagaimana yang telah terungkap dalam sakramen pembaptisan. Di depan Tabernakel, kita juga mempunyai kebiasaan untuk berlutut ataupun membungkuk. Dengan tindakan yang kadangkala tidak kita sadari itu, sesungguhnya kita hendak menyerahkan seluruh hidup kita kepada Allah Bapa, karena kita percaya bahwa di dalam Tabernakel itu, bertahtalah Allah. Dengan menyadari dan menghayati hal ini, kita akan terbantu untuk menghayati perayaan Ekaristi yang akan segera diikuti. Sikap penyerahan diri dan sikap rendah hati inilah yang semes- Di dekat Tabernakel, biasanya ada lampu yang menyala terus menerus. Tanda apakah itu? Gereja menggunakan sarana ini untuk mengingatkan umat akan kehadiran Allah di dalam Tabernakel dan di tengah kehidupan kita. Lampu yang terus menerus menyala, bisa dimaknai pula sebagai tanda kehadiran Roh Kudus yang tidak pernah padam. Dengan kata lain, Allah selalu setia dan tidak pernah berhenti untuk mendampingi dan melindungi kita. Kesadaran akan Allah yang selalu setia dalam memberikan diri bagi keselamatan kita, akan sangat membantu kita dalam menghayati Ekaristi, terutama dalam tugas perutusan Ekaristi, bahwa kita diutus untuk saling berbagi. Salib besar yang terpampang di sisi atas, dalam gereja, mengingatkan kita bahwa Tuhan Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia dengan kasihNya dan mengurbankan diriNya untuk menebus dosa manusia. Pengurbanan Yesus Kristus ini pula yang kita rayakan di dalam perayaan Ekaristi. Salib dan Ekaristi itu sendiri mengundang kita untuk mempunyai semangat pengorbanan bagi terbangunnya kerajaan Allah di tengah masyarakat kita. Merayakan Ekaristi, tanpa menggerakkan hati dan niat untuk berkorban bagi yang lain, membuat perayaan itu telah kehilangan rohnya, alias kehilangan makna. Patung Bunda Maria pun selalu ada di dalam gereja Katolik. Semestinya kita juga menyadari keberadaan patung Bunda Maria itu, agar kita terbantu untuk merayakan Ekaristi dengan penuh penghayatan. Di dalam doa-doa kita, terutama di dalam Ekaristi, kita akan terbantu dalam berkomunikasi dengan Tuhan Yesus, kalau kita juga menghadirkan Bunda Maria di dalam doa-doa kita. Bunda Maria bukan dihadirkan untuk disembah. Tetapi dihadirkan untuk dihormati atas perannya yang sentral dalam membantu misi Allah untuk menyelamatkan umat manusia. Bunda Maria kita hadirkan, juga untuk menjadi perantara bagi kita. Karena dengan relasinya yang dekat putranya, Yesus Kristus, ia dapat menjadi “jembatan” bagi kita untuk menjalin relasi dengan Tuhan dan mohon rahmatNya. Masih banyak icon-icon lain di dalam gereja Katolik. Semuanya adalah sarana bagi kita untuk berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah. Selain icon, ada begitu banyak ritual di dalam gereja Katolik. Khusus dalam perayaan Ekaristi, ada banyak ritual yang perlu kita ikuti dan hayati, mulai pada saat imam masuk ke dalam gereja untuk memimpin perayaan Ekaristi. Semuanya mempunyai makna yang sangat luar biasa bagi pengungkapan iman kita. Itulah kekayaan gereja Katolik dan kita sungguh bangga menjadi bagian tak terpisahkan dari peziarahan gereja Katolik tersebut. Antusias para peserta seminar, membuat waktu berjalan cepat. Tanpa terasa dua jam berlalu, mereka “mendaki” puncak iman tanpa terengah-engah, dan masih ingin untuk terus mendalami iman sebagaimana terungkap dalam perayaan Ekaristi. Pada akhirnya, pendakian mereka dipuncaki dengan perayaan Ekaristi, yang dipimpin oleh Pastor Folata Laia, CICM. Para peserta serasa berada dalam puncak iman, terutama karena pastor membawakan homili dengan penuh inspiratif dan sungguh sangat komunikatif. Homili yang komunikatif dengan komunikasi dua arah ini, membuat umat merasa terlibat dan tersentuh. Isi homili pun sangat menyentuh, karena menyinggung kehidupan yang konkrit dalam keluarga, yang memang diangkat untuk menyambut Bulan Keluarga.*** 22. SEPUTAR PAROKI 9 “LAKUKANLAH INI UNTUK MENGENANGKAN DAKU” (Seminar Ekaristi Wilayah V) Dian Wiardi P ada hari Sabtu, 15 November 2014, Wilayah V – St. Irenius menyelenggarakan Seminar Ekaristi yang dibawakan oleh Bapak Stefan Leks. Seminar ini terlaksana berkat kerjasama antara 4 lingkungan yang ada di Wilayah V (Emmanuel, Sta. Angela, St. Bartolomeus dan Sta. Ursula). Tujuan dengan diadakan seminar ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan iman dan meningkatkan kesadaran umat dalam ber-Ekaristi. Dan secara khusus, diharapkan agar umat memahami dan mendalami makna Ekaristi yang diikutinya setiap minggu (atau bahkan setiap hari) di gereja. Pembicara mengundang semua peserta untuk pertama-tama melihat perayaan Ekaristi, yang sering juga disebut Misa Kudus, sebagai ‘drama’ yang serius dimana Yesus dari Nazareth, mengetahui akan apa yang terjadi pada hari berikutnya, yakni hari penderitaan dan kematian-Nya. Ia mengumpulkan murid-murid-Nya untuk mengadakan perjamuan malam terakhir. Peristiwa ‘drama’ yang menegangkan dan menggoncangkan dunia itu, dikisahkan oleh Matius 26:17-29, Markus 14:1225, Lukas 22:7-38, dan Yohanes 13:1-38. Maka selain kita mengenal istilah perayaan Ekaristi dan Misa Kudus, kita perlu mengenal dan mendalami istilah Perjamuan Terakhir. Ketiga istilah itu saling melengkapi. Pada Perjamuan Terakhir itu, para murid duduk dengan tegang mengelilingi meja. Ketegangan dan suasana haru semakin memuncak, tatkala Yesus memecahmecahkan roti dan berkata, “Inilah tubuh-Ku yang dikorbankan bagi semua orang.” Lalu Ia mengambil piala dan berkata, “Inilah darahKu yang ditumpahkan bagimu. Lakukanlah ini untuk mengenangkan daku.” Kata-kata itu secara ringkas mempunyai makna bahwa Allah, sang Putra yang menjadi manusia dalam Yesus Kristus masuk ke dalam diri kita. Yesus menggantikan borok-borok (kedosaan) dalam diri kita dengan tubuh dan darah-Nya sendiri. Drama bersejarah yang meliputi peristiwa Perjamuan Terakhir, Sengsara Yesus, dihukum mati, kematian dan kebangkitan-Nya, tercakup semuanya dalam satu peristiwa yang kita sebut Ekaristi. Ekaristi berasal dari bahasa Yunani eucharisteo (syukur). Dari asal kata itu, kita memaknai Ekaristi sebagai ungkapan syukur atas karya penebusan dan kenangan akan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus. Setelah melihat sejarah dan makna Ekaristi, peserta diajak oleh pembicara untuk melihat beberapa petunjuk praktis dalam ber-Ekaristi, seperti misalnya melihat sembilan gerak berbeda; tanda salib, berdiri, berlutut, ber- lutut berdiri, menepuk dada, menyembah, menundukkan kepala, membungkuk, mengatupkan tangan dan duduk, yang dilakukan pada saat kita mengikuti perayaan Ekaristi. Hal-hal tersebut biasanya tidak pernah diperhatikan dan dihayati dengan sungguh-sungguh. Pembicara juga menguraikan tahap demi tahap tentang apa yang terjadi dalam perayaan Ekaristi, dan bagaimana kita sebagai umat dalam menanggapinya. Seminar ini semakin hidup suasananya ketika ada kesempatan untuk tanya jawab. Secara aktif umat bertanya tentang banyak hal, terutama hal-hal yang praktis dalam ber-Ekaristi. Namun tidak kalah penting untuk kembali melihat yang sangat essensial, dimana Ekaristi adalah undangan Tuhan Yesus yang seharusnya kita hidupi dalam kehidupan sehari-hari, dimana Tuhan Yesus bersabda, “Lakukanlah ini untuk mengenangkan daku!” Kata mengenangkan sungguh menantang kita. Mengenang bukan sekedar mengingat atau bernostalgia, tetapi dengan setia mengikuti Yesus dalam segala hal, termasuk dalam melanjutkan karya dan misi Tuhan Yesus di bumi ini. Seminar ditutup dengan santap siang bersama dan semoga tumbuh niat-niat baru dalam diri peserta untuk lebih aktif dan menghayati perayaan Ekaristi di masa-masa mendatang. *** 23. ORBITAN LEPAS 1 Sudahkah Kita Menjadi Katolik dan Warga Masyarakat yang Baik? Martin van Ooij, SCJ T ulisan ini terinspirasi oleh bacaan Hakim-hakim II 2:11-19. Bacaan itu secara ringkas berbicara mengenai suatu keprihatinan dimana manusia mulai melupakan dan meninggalkan Tuhan, kemudian beribadah kepada “allah” yang lain. Dalam keprihatinan ini, Allah menunjukkan murka-Nya, namun diwaktu yang sama tetap menunjukkan jatidiri-Nya sebagai Allah yang berbelas kasih dan selalu setia menunggu umat-Nya untuk kembali. Latar belakang masyarakat dalam bacaan Kitab Suci ini bisa kita pakai untuk bertanya diri, bagaimanakah dengan kita? Sungguhkah kita menjadi umat yang setia kepada Allah yang benar? Adakah “allah-allah” lain di zaman post-modern ini yang sadar atau tidak sadar telah menggeser peranan Allah di dalam kehidupan kita seharihari? Atau bisa disatukan dengan pertanyaan pokok ini, sudahkah kita menjadi katolik dan warga masyarakat yang baik? Dalam Gereja, kita mengetahui atau bahkan terlibat dalam aneka macam kegiatan seperti KEP, PDKK, Legio Maria, Rekat, OMK, dan lain sebagainya. Bagi saya, semua kegiatan itu merupakan sarana yang positif dan penting bagi kita untuk sungguh mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan di muka. Dengan aktif dalam kegiatan ini, umat Katolik sudah dan sedang berusaha untuk ambil peran dalam pelayanan dan membuktikan jatidiri sebagai orang katolik yang setia dan menghidupi Allah di dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi aktif dalam berbagai macam kegiatan gereja, belumlah cukup jika tidak didukung dengan pengetahuan agama yang sesuai de-ngan ajaran Gereja. Mengapa pengetahuan agama itu penting? Karena di dalam berkegiatan dan melakukan pelayanan, umat Katolik harus melakukan itu bukan atas nama diri sendiri, melainkan atas nama Gereja yang telah dipercayakan Yesus kepada kita. Hal ini menjadi pondasi dasar dari setiap umat dalam melakukan kegiatan di gereja maupun dalam masyarakat. Dengan demikian, semua umat Katolik dipanggil untuk bekerja bagi Gereja, sebagaimana kita memahami bahwa Gereja itu adalah Umat Allah. Maka, hidup matinya Gereja tidak sepenuhnya tergantung pada para gembala, tetapi juga pada keterlibatan aktif seluruh umat beriman. Disisi lain, para gembala (Biarawanwati dan Pengurus Lingkungan dan lain sebagaimananya) diharapkan mempunyai hati untuk merakyat dan penuh kasih kepada umat. Hal ini sangat diperlukan untuk membantu mewujudkan makna Gereja sebagai umat Allah. Para gembala harus benar-benar memperdulikan umat, sehingga umat semakin beriman dan semakin bersemangat ambil bagian dalam Gereja dan masyarakat. Setiap umat katolik harus disadarkan atas keberadaannya sebagai anggota dari keluarga besar Gereja Katolik. Dengan mengacu pada hal-hal tersebut diatas, maka umat yang hanya ikut Misa (Na-Pas) dan hanya berdevosi – ziarah ke luar negeri saja patut dipertanyakan kekatolikannya. Di sisi lain, ada banyak tantangan bagi kita untuk menghidupi kekatolikan kita dengan baik. Salah satunya adalah fenomena dimana kita berada dalam era yang mendewadewakan ekonomi (materialisme). Ini semua memang harus menjadi pemikiran kita semua. Sebagaimana saya usulkan di awal, memang penting bagi kita untuk menambah atau memperdalam pengetahuan kita tentang agama dan iman. Dalam hal ini kita mempunyai sarana untuk mewujudkan hal itu, seperti misalnya melalui KEP ataupun ke-giatan lainnya dan ambil serta dalam kegiatan masyarakat. Kita meyakini bahwa kemiskinan akan pengetahuan agama dan aktualisasinya dalam hidup seharihari bisa membawa kita ke dalam kekosongan jiwa seperti pada bacaan Hakim-hakim II 2:11-19. Kekosongan jiwa bisa memberikan peluang bagi umat untuk mencari “dewa-dewa” (“allah-allah”) sendiri. Sekarang ini, “dewa” yang banyak disembah adalah “dewa” ekonomi. Fenomena ini mempunyai dampak yang luar biasa buruk bagi kehidupan umat pada umumnya dan khususnya keluarga. Konsumerisme dan kebebasan, terutama yang paling parah adalah kebebasan moral, merupakan dampak buruk yang bisa kita rasakan saat ini. Barangkali, kita sebagai umat terlalu sibuk dengan dunia kita masing-masing dan tidak sungguh-sungguh memperhatikan, mempelajari dan memperdulikan perkembangan ini. Bapa Paus Fransiskus menyentil kesibukan dan ketidakpedulian kita tersebut. Ia mengundang kita mempunyai kepedulian satu sama lainnya dan menekankan hidup dalam kesederhanaan. Dengan undangan Bapa Paus ini, menjadi jelas bagi kita bahwa agama itu bukan lagi masalah pribadi. Mereka tidak boleh bersikap acuh atau masa bodoh. Semua dipanggil untuk ambil peran serta memba-ngun Gereja di masa depan. Kembali ke pertanyaan awal, sudahkah kita menjadi warga Gereja dan warga masyarakat yang baik dan setia? Mari kita lihat diri kita masingmasing; entah yang jadi pemimpin maupun yang menjadi umat; entah yang tua maupun yang muda. Semuanya dipanggil untuk berkaca! Cerminnya hanya satu, Yesus Kristus, panutan kita semua.*** 24. ORBITAN LEPAS 2 KARUNIA STIGMATA, APA MAKNANYA BAGI KITA? D alam pengertian gerejani, stigmata adalah karunia Allah yang dianugerahkan pada orang-orang saleh, berupa lima luka-luka Yesus yang tersalib yaitu pada tangan, kaki, da-hi dan lambung. St. Fransiskus Asisi (1182–1226) adalah orang pertama yang menerima karunia stigmata dan diakui Gereja. Selain dia, penerima lainnya adalah St. Katarina dari Siena, St. Teresia dari Avila dan Anna Katarina Emmerick. Pada abad ke-20, karunia stigmata dialami oleh Therese Neumann (1962) dan Padre Pio (1968). Pada awal milenium ke-3 ini, nama Fra Elia mulai dikenal di pelbagai belahan dunia, tidak hanya karena ia mengalami karunia stigmata tetapi juga karena ia terpanggil untuk mewartakan anugerah yang unik ini demi keselamatan banyak jiwa. Pada pertengahan Oktober 2014, sebagian umat Katolik di kawasan Jabodetabek mendapat kesempatan untuk melihat, berjumpa dan mendengarkan langsung kesaksian Fra Elia, seorang bruder stigmatis dari Italia. Salah satu komunitas yang beruntung adalah Yayasan Sinar Pelangi di Jatibening, yang dikunjungi Fra Elia pada hari Sabtu pagi, 18 Oktober 2014. Yayasan sosial yang bersifat nirlaba ini didirikan pada tanggal 14 April 1989, bergerak di bidang medis yang dikelola oleh suster-suster biarawati Fransiskan PuteriPuteri Hati Kudus Yesus dan Maria (FCJM). Karya pelayanan utamanya adalah membantu operasi anak-anak penyandang cacat fisik dari keluarga tidak mampu tanpa membedakan suku, agama, ras, bahasa dan latar belakang sosial lainnya. Acara diawali dengan doa pembukaan, kemudian Fra Elia berkeliling mendoakan satu per satu puluhan anak balita sampai Iwan Odananto remaja, beberapa lansia yang terbaring sakit, para suster pengelola yayasan dan juga sekitar 30an umat Paroki Leo Agung yang hadir. Dua warga Paroki Stefanus Cilandak juga diundang untuk membantu, masing-masing sebagai fotografer serta sebagai penterjemah dari bahasa Italia ke dalam bahasa Indonesia. Setelah doa keliling, acara dilanjutkan dengan penjelasan mengenai siapa Fra Elia, mengapa ia datang dan yang terpenting adalah apa tujuan Allah menganugerahkan karunia stigmata. Fra Elia yang lahir pada 20 Februari 1962 di Apulia, Italia adalah anak bungsu dari delapan bersaudara dan berasal dari keluarga petani yang sederhana. Sejak bayi, setiap kali memasuki masa prapaskah, ia tidak dapat minum ASI atau menerima makanan lain kecuali air putih dan sedikit jus buah. Ketika bayi Elia pertama kali mengalami hal itu, orang tuanya sangat cemas dan sedih, kemudian mereka membawa bayi Elia ke rumah sakit namun para dokter angkat tangan dan menyatakan bahwa anak itu akan mati kelaparan. Anehnya, ketika perayaan Paskah usai, kondisinya berangsur normal dan kesehatannya pulih kembali. Sejak usia tujuh tahun Fra Elia menerima anugerah Allah berupa kemampuan untuk melihat dan berinteraksi dengan para malaikat. Orangtuanya tidak menggubris dia ketika ia menceritakan perjumpaannya dengan para malaikat. Mereka menganggap bahwa ia hanya mengada-ada saja. Hanya saudara sepupunya yang menerima dan percaya akan pengalaman supranaturalnya itu. Ketika sudah berusia dewasa, Fra Elia bekerja sebagai pegawai Kantor Pos. Pada suatu hari ia mendapat tugas mengantar sebuah paket kiriman ke sebuah biara Kapusin yang hanya berjarak 5 menit dari kantornya. Namun ia baru kembali tiga jam kemudian karena di biara tersebut ia merasa terdorong untuk berdoa di kapel guna memohon peneguhan dari Allah. Dirinya terpanggil untuk bergabung menjadi biarawan Kapusin dan akhirnya ia mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai pegawai Kantor Pos. Fra Elia menerima karunia stigmata ketika masih menjadi biarawan dalam Ordo Kapusin, pada tahun 1990. Ia menjadi biarawan Kapusin kurang lebih selama sepuluh tahun. Itulah masa terpenting bagi formasi spiritualitasnya. Sejak saat itu, setiap Pekan Suci menjelang Hari Raya Paskah, mulai Rabu senja sampai dengan Sabtu sore Fra Elia mengalami penderitaan yang sangat berat melalui luka-luka sebagaimana dialami oleh Yesus ketika disalib. Darah mengalir disertai semerbak aroma mawar dari kedua tangan dan kakinya, demikian juga wajahnya berubah menjadi sangat memedihkan tertutup darah dan luka. Setelah Paskah luka-lukanya tertutup kembali demikian seterusnya terulang kembali setiap Pekan Suci. Fra Elia merasa sangat tertekan dan tidak tahan mengalami penderitaan seperti itu hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari Ordo Kapusin dengan harapan stigmatanya menghilang. Harapannya itu ternyata tidak terwujud. Walaupun sudah hidup di luar biara Fra Felia tetap mengalami stigmata. Suatu hari ia memutuskan untuk bunuh diri guna mengakhiri penderitaan tahunan yang tidak tertahankan. Ia naik ke sebuah bukit yang tinggi dengan maksud hendak menjatuhkan diri dari sebuah menara. Namun 25. ORBITAN LEPAS 3 malaikat pelindungnya berhasil mencegah niatnya dan akhirnya ia yakin dan merasa diteguhkan oleh Allah untuk menerima karunia stigmata dengan sukarela dan sukacita. Pada tahun 2002, ia mendirikan komunitas baru yaitu Kongregasi Rasul Allah. Fra Elia merasa terpanggil untuk merasul melalui evangelisasi (mewartakan kabar baik) sehingga kemanapun ia diundang, ia selalu berusaha untuk datang dan mewartakan bahwa penderitaan adalah pengurbanan untuk menyilih dosa-dosa manusia agar manusia bertobat dan menerima keselamatan dari Allah. Di hadapan anak-anak dan hadirin lainnya di Yayasan Sinar Pelangi, Fra Elia mengatakan bahwa ia mempunyai kedekatan khusus dengan umat di Indonesia. Ini adalah kedatangannya yang ketiga kalinya di Indonesia. Ia selalu mempersembahkan penderitaan serta doa-doanya bagi bangsa Indonesia, apapun suku dan agamanya. Di samping itu Fra Elia mengatakan bahwa karunia stigmata diberikan Allah juga bertujuan untuk mengingatkan kita akan penderitaan Yesus yang sungguh nyata akibat dosa-dosa manusia. Menurut apa yang penulis amati dan alami, Fra Elia adalah sosok bruder yang sederhana dan rendah hati. Ia tidak membanggakan dirinya sebagai seorang stigmatis tetapi dengan tekun dan sabar ia mewartakan kabar baik bahwa dibalik penderitaan kita ada nilai keselamatan. Ia juga selalu menekankan bahwa Yesus rela menderita karena Ia sungguh mengasihi kita dan menginginkan agar semua manusia selamat. Kita semua dianugerahi “stigmatastigmata” kecil yaitu berupa salib yang harus kita panggul setiap hari dengan sukarela dan sukacita demi pertobatan serta keselamatan banyak jiwa. Melalui sharing Fra Elia, semoga pemahaman dan penghayatan kita khususnya mengenai penderitaan, salib, Pekan Suci dan Perayaan Paskah dapat semakin diperdalam.*** Seni Dalam Menghadapi Kematian -Put- “Apakah kau tidak setuju bahwa dalam diriku, aku mempunyai semangat nubuat sebesar sema-ngat yang dimiliki angsa-angsa? Karena angsa-angsa itu, ketika memersepsi bahwa mereka pasti akan mati, setelah bernyanyi sepanjang hayatnya, lantas me-reka bernyanyi lebih riang lagi dari sebelumnya, bergembira karena akan segera pergi menuju Tuhan yang para menterinya adalah mereka sendiri. Tetapi manusia, karena mereka sendiri takut akan kematian, mulai menebarkan fitnah bahwa angsa-angsa menyanyikan ratapan menjelang akhir hidupnya.” -Socrates S ebagaimana yang kita ketahui, ia (socrates) dieksekusi minum racun karena mengajarkan kemerdekaan dalam berpikir. Siburuk muka dari Yunani ini tidak gentar sedikit pun menghadapi kematiannya tersebut. Karena menurutnya, seperti tercatat dalam “Dialog Phaedo” karya Plato murid terkasihnya, melalui kematianlah seseorang bisa lebih leluasa memurnikan jiwanya dari pengaruh ragawi, keterikatan, dan juga nafsu tubuh. Perumpamaan mengatakan; Harimau mati meninggalkan kulit. Gajah mati meninggalkan gading. Kemudian seorang Socrates mati meninggalkan sejumlah inspirasi yang menjadikan kisah kematiannya telah mengusik dan memukau hati. Bagaimana tidak, karena ia telah menguasai seni untuk mati itu. Tetapi Socrates bukanlah martir dalam perang suci, baik atas nama agama ataupun nasionalisme, yang menyambut kematian dengan “gemuruh-sukacita-kemarahan” 26. SANTO SANTA karena adalah suci, mengemban titah Tuhan atau Negara. Dan Bagaimana kematian menurut Yesus Al Masih yang sebegitu dramatik seperti yang dikisahkan bahkan divisualisasikan dalam Film (King Of Kings-1961, Jesus Christ Superstar-1973, The Last Temptation of Christ-1988, The Passion Of The Christ-2004, Son Of God-2014, dll) serta diperdebatkan dalam arena sejarah serta pengetahuan spiritualitas. Terlepas dari sebegitu macam makna kematian yang dilukiskan secara abadi dalam ingatan manusia, kematian merupakan tematik perbincangan yang menarik. Ada misteri besar tersembunyi di sana. Ada ketidaktahuan diri menyelimuti dan karena itu, munculah kecemasan, ketakutan, atau paling tidak ketegangankegelisahan psikologis ketika kita mesti mengandaikan kematian tiba. Seringkali ketakutan muncul bukan pada momen peristiwa kematian itu sendiri, melainkan lebih pada persoalan ketidaktahuan kita. Perihal peristiwa apakah yang sesungguhnya akan terjadi setelah kematian? Apakah sesudah kematian alur peristiwa berjalan sesuai dengan narasi mitologi kuno yang dikisahkan agamaagama manusia? Yaitu; perihal surga dan neraka yang kini mulai kita ragukan? Apakah kematian adalah akhir dari kehidupan kita? Sebagai seorang yang meyakini atas iman Katolik kita dihadapi perjalanan atas hidup setelah kematian yang merupakan sebuah kesimpulan sederhana atas hidup hakiki kita. Walhasil kenyataannya sebagaimana kita menikmati kehidupan toh akhirnya takut mati juga. Kita harus menghadapi realitas kematian. Sebab, bagaimanapun, sebenarnya tidak ada persoalan yang lebih serius selain kematian. Manusia sebenarnya sudah ditakdirkan untuk mati begitu lahir. Sejak kita lahir kita telah cukup tua untuk mati. Karena hakikat hidup manusia ialah ‘ada’ menyongsong kematian. Kesadaran akan adanya fenomena kematian merupakan cara berada yang khas membebani eksistensi manusia sejak mula. Inilah makna waktu dalam arti sejatinya, yakni lahir dan menuju kematian. “Hidup hanyalah menunda kekalahan,” Gumam Chairil Anwar, seorang penyair ini mampu menghampiri kematian yang dalam sebuah kalah yang tertunda dan kemudian pertanyaan yang besar bagi penikmat sastra adalah dimana KEMENANGAN-nya. Yesus telah mengajarkan bayak hal tentang Menang menghadapi kematian bahkan melawan sebuah misteri ketakutannya. Kembali keburuk muka, bahwa kesadaran kita senantiasa mengakui dan mewadahi seluruh gejala kecemasan eksistensial ini agar sanggup melampauinya sebelum dan tepat pada saat detik kematian tiba. Sederhananya menurut bahasa Socrates, kita telah menguasai seni melatih diri untuk mati. Sebelum menutup sebuah indahnya menyongsong kematian, suatu refleksi atas keberanian seorang John Maybury menuangkan idealis kematian melalui sebuah Film berjudul The Jacket-2005 yang diperankan oleh Adrien Brody; ”Kadang-kadang hidup hanya dapat benar-benar dimulai dengan pengetahuan akan kematian. Bahwa semua bisa berakhir, bahkan ketika Anda tidak menginginkannya. Yang penting dalam hidup adalah untuk percaya bahwa ketika Anda masih hidup, dan itu tidak pernah terlambat.”*** Santa Katarina Dari Aleksandria (25 November) “Jika Anda diperintah oleh pikiran, Anda adalah raja; jika tubuh, Anda adalah seorang budak.” K atarina adalah putri cantik dari Raja Pagan dan Ratu Costus Sabinella, yang memerintah Aleksandria. Kecerdasannya dikombinasikan dengan rajin belajar. Setelah memutuskan untuk tetap perawan sepanjang hidupnya, ia mengumumkan bahwa ia hanya akan menikah dengan orang yang mampu melampaui dirinya dalam hal keindahan, kecerdasan, kekayaan, dan martabat. Beberapa orang melamarnya, tetapi tak satu pun dari antara mereka berkenan di hatinya. Lalu Katarina mengunjungi seorang rahib yang suci dan pandai untuk meminta petuahnya. Rahib itu bercerita banyak tentang Tuhan Yesus, Raja segala raja yang lebih berkuasa, lebih pandai dan suci daripada semua raja. Ketika itulah ia mulai mengenal dan memutuskan memeluk iman Kristen dengan tekun. Ia juga mendermakan harta kekayaannya kepada kaum miskin. Katarina menjadi terkenal di Aleksandria. Ketenarannya membuat Kaisar Roma Maksimianus menjadi iri hati dan cemburu dan berniat untuk menjeratnya. Akan tetapi cara dengan menjebaknya melalui perdebatan 50 orang filsuf gagal, malahan mereka bertobat dan mengikuti Katarina. Maka kekerasan dan kelaliman para algojo digunakan, dengan menyekapnya di dalam penjara, disesah dengan cemeti tajam. Namun siksaan-siksaan itu tak jugamampu menaklukan keteguhan. Katarinapun dijatuhi hukuman mati untuk digilas melalui roda kayu besar berduri. Secara ajaib roda itu malah hancur berkepingkeping. jalan satu-satunya yang ditempuh oleh musuh-musuhnya ialah memenggal lehernya dengan pedang dan berakhirlah hidup Katarina sebagai martir. 27. SEPUTAR PAROKI 10 Parade Paduan Suara Wilayah PAROKI ST. STEFANUS Minggu, 15 November 2014 28. POTRET GEREJA PARKIR SECARA TERTIB DAN BENAR D E. Bimantoro i penghujung tahun PELAYANAN ini, kami mengajak seluruh umat untuk menumbuhkan semangat pelayanan di antara kita dengan cara memarkirkan kendaraan secara tertib dan benar. Boleh dibilang, PARKIR itu selalu menjadi masalah Ibukota dan juga masalah bagi kota-kota besar di seantero nusantara, bahkan dunia. Paroki Cilandak tidak terlepas dari persoalan PARKIR, sebagaimana dialami oleh be-berapa Paroki di Jabodetabek. Masalah konkrit dan utama bagi paroki Cilandak adalah terbatasnya lahan parkir, meskipun paroki kita sangat diuntungkan oleh mitra-mitra dan gedung tetangga (gedung Ventura, gedung Sepatu Bata, gedung Balai Rakyat, lahan PT Tourisindo dan gedung Prasetya Mulya yang se-cara terbuka membantu dengan menyediakan lahannya, sehingga kita bisa menumpang parkir, khu-susnya pada acara dan upacara besar, seperti Natal dan Paskah. Terlepas dari kebaikan hati para “tetangga” kita itu, sebetulnya kita perlu memaksimalkan penggunaan halaman gereja kita sendiri. Sejauh ini, dari hasil pengamatan dan evaluasi, terdapat tiga masalah yang sangat dominan dan mengganggu ke-tertiban parkir di dalam halaman gereja; yaitu masalah kejujuran dalam konteks parkir, selanjutnya masalah toleransi kepada umat lain yang juga memerlukan parkir dan akhirnya masalah kedisiplinan dalam parkir kendaraan. Disamping ketiga permasalahan tersebut, diakui masih ada kendala yang disebabkan oleh peran petugas parkir yang tidak pas, maksimal dan profesional, yang sedang ditangani dan akan terus ditangani. Permasalahan pertama, kejujuran dalam konteks parkir. Hal ini sering terabaikan, misalnya ketika memarkirkan kendaraan secara tidak benar, kemudian membuat pernyataan “hanya parkir sebentar,” dengan harapan mendapatkan toleransi dari petugas. Tetapi kenyataannya, parkir berpanjangan, hingga mengganggu kelancaran dan ketertiban alur kendaraan yang keluar masuk dan parkir di halaman gereja. Contoh kedua yang sering terjadi, kita memberi sarana parkir khusus untuk orang yang mempunyai keterbatasan, namun sering tempat itu dipakai oleh kebanyakan kita yang tidak berketerbatasan. Dengan berbagai dalih dan pembenaran, mereka memohon “pengertian,” sehingga membuat para petugas parkir berada dalam situasi yang dilematis. Solusi untuk keluar dari permasalahan ini hanya ada satu, yaitu kejujuran dalam berparkir. Permasalahan kedua, miskinnya toleransi dan disiplin dalam berparkir. Dua hal itu, sering saling terkait dan pada kesempatan ini, kami akan menyajikan beberapa contoh kurangnya toleransi dan disiplin di antara kita. Contoh gambar ini direkam dan diambil pada tanggal 9 Nopember 2014, pada saat perayaan Ekaristi, pukul 9:45 pagi. Aturan parkir yang umum adalah parkir dengan mentaati marka parkir yang ada. Karena mobil yang “putih” tidak diparkir seturut marka parkir (garis kuning), sehingga mobil yang “hitam” pun nekat untuk diparkirkan di luar marka parkir. Gambar sebelumnya merekam motor yang tidak diparkirkan di tempat yang sudah disediakan, terutama pa-da hari Sabtu dan Minggu. Kendaraan diatas diparkirkan justru di area larangan parkir. Semula area 29 ini adalah area parkir namun untuk memberikan kenyamanan umat yang berjalan kaki dari dan ke gedung Ventura, maka untuk sementara waktu tidak boleh dipakai untuk parkir dengan diberi tanda larangan parkir. Mungkin hal itu disebabkan oleh mobil lain yang juga seenaknya dalam parkir! Ingat, kesalahan yang satu akan diikuti oleh yang lainnya. Akhirnya, pasti mengganggu ketertiban dan kelancaran secara umum. Apakah mobil “putih” ini sudah diparkirkan dengan benar? Jelas bukan parkir yang benar, bahkan terkesan mau seenak perutnya sendiri. Tentu saja, hal itu merugikan orang lain, karena dengan demikian mobil itu telah membuang lokasi parkir di be-lakangnya. Mobil “hitam” diparkirkan di tempat yang khusus untuk yang berketerbatasan. Namun apakah mobil “putih” dibelakangnya diparkirkan pada tempatnya? Memang, paroki kita akan meresmikan lokasi ini bagi parkir khusus, sampai saat ini belum dilaksanakan karena dirasa menggangu “estetika.” Namun dengan ketidaktoleransian dan ketidakdisiplinan, lebih menjadi persoalan estetika yang lebih mendesak untuk dipertanyakan. Masih ada beberapa rekaman gambar yang menunjukkan sikap yang TIDAK TOLERAN dan TIDAK DISIPLIN di antara kita dalam hal parkir. Hal inilah yang sering membuat petugas parkir mengelus dada dan menarik nafas panjang. Mereka menjadi serba salah! Mengapa? Lebih galak untuk mentertibkan para pelanggar, para petugas yang notabene “orang kecil,” dianggap tidak bersikap baik sebagaimana layaknya orang mengabdi kepada Gereja. Tetapi kalau bersikap lunak, tentu saja membuat semua pihak terganggu, bukan hanya dalam persoalan parkir, tetapi juga kelancaran dalam beribadat dan berdoa. Salah menghadap! Soal sepele, tetapi tetap membuat ketertiban dan kelancaran bisa terganggu. Dua mobil yang diparkirkan seenaknya. Taman menjadi korban parkir, oleh umat yang buru-buru mau beribadat. Duh… kasihan! Tamanku sayang, tamanku malang. Lihat dalam gambar! Marka parkir (garis kuning) dibuat, dengan maksud supaya sebagian besar kendaraan yang emergensi untuk keluar dari halaman parkir bisa memiliki akses yang memadai. Tetapi apakah pengendara kendaraan dalam gambar tersebut berpikir demikian? Apakah juga tidak sampai berpikir dan sadar bahwa kendaraan pastoran bisa sewaktu-waktu harus keluar, ketika pastor secara mendadak harus melayani orang sakit, orang meninggal dan lain-lainnya? Halaman gereja memiliki kapasitas parkir sebanyak 102 mobil, masih “Bila di Mal dan Parkir umum lainnya, kita taat, tentunya di RUMAH kita sendiri kita pasti bisa ! “ ditambah 15 lokasi “buffer.” Sesungguhnya, kalau kita bertoleransi dan disiplin dalam berparkir, kapasitas itu sudah cukup memadai. Bahkan dari evaluasi yang telah kami adakan, bila kita mau diajak bekerjasama dengan jujur, toleransi dan dislipin dalam hal parkir, dalam waktu kurang lebih 15 menit, kita bisa mengosongkan halaman parkir. Menarik bukan? Bukankah ini akan sangat mendukung bagi mereka buru-buru ingin pulang dari perayaan Ekaristi dan acara di gereja. Dan yang lebih penting, pasti akan mendukung kita untuk bisa berdoa dan merayakan Ekaristi secara lebih khusuk dan lancar. Peraturan-peraturan lain yang juga perlu diperhatikan dan diterapkan dengan benar adalah: 1.Diminta untuk tidak memarkir kendaraan di halaman gereja, bagi semua umat yang hadir dalam aktivitas dan acara di gereja dan Leo Dehon, terutama pada hari Sabtu, Minggu dan hari besar Katolik yang bukan misa rutin atau harian. 2.Parkir disepanjang Jalan Muhasyim Raya, sampai saat ini masih menjadi pro dan kontra. Masyarakat seputar minta ijin untuk menambah pemasukan, namun disisi lain pemakai jalan “suka sewot” bila jalanan sempit dan macet. Mudah-mudahan tidak beraki bat buruk bagi keberadaan gereja kita, khususnya dari akibat para pemarkir (yang adalah umat Katolik sendiri), yang kurang peka terhadap kondisi ini. 3.Parkir di depan rumah-rumah yang berada dibelakang gereja juga masih menyisakan “pekerjaan rumah” tersendiri. Sekali lagi perlu toleransi kepada para pemilik dan penghuni rumah. Apakah parkir yang tertib (jujur, toleran dan disiplin) merupakan hal yang penting bagi kita bersama? Sangat penting karena selain menjadikan aktifitas kita bersama bisa berjalan lancar, juga mencerminkan perwujudan iman kita. Bahkan bisa dibilang, parkir seenaknya adalah sebuah dosa! Maka kami mengundang kita semua yang ke gereja untuk semakin beriman dan dekat dengan Tuhan, marilah kita berparkir secara tertib dan benar, demi untuk memuliakan Tuhan dan menghormati sesama.*** Salam Tertib Parkir! 30. PENDIDIKAN Guru dalam pandangan Gravissimum Education (Salah Satu Dokumen Konsili Vatikan II) D alam pepatah Jawa guru adalah sosok manusia yang harus dapat digugu dan ditiru. Digugu artinya segala ucapannya harus dapat dipercaya. Ditiru artinya segala tingkah lakunya harus dapat diteladani oleh peserta didik. Maka, menjadi seorang guru bukanlah tugas yang mudah. Gereja Katolik memberi perhatian khusus terhadap profesi guru. Hal ini terbukti dengan adanya dokumen Gravissimum Educationis (betapa pentingnya pendidikan) dalam Dokumen Konsili Vatikan II. Dokumen Garvissimum Educationis dicetuskan oleh Paus Paulus VI pada 28 Oktober 1965. Ada 5 pandangan Garvissimum Educationis terhadap profesi guru yakni: 1. Guru haruslah seorang spesialis Guru spesialis maksudnya adalah seseorang yang benar-benar memiliki keahlian dalam bidang pengajaran dan pendidikan yang dilengkapi dengan ijazah-ijazah. Dokumen Garvissimum Educationis (GE) artikel 8 menyatakan: “Hendaklah para guru menyadari, bahwa terutama peranan merekalah yang menentukan bagi sekolah Katolik, untuk dapat melaksanakan rencanarencana dan usaha-usahanya. Maka dari itu mereka hendaknya sungguh-sungguh disiapkan, supaya membawa bekal ilmu pengetahuan profan maupun keagamaan yang dikukuhkan oleh ijazah-ijazah semestinya, dan mempunyai kemahiran mendidik dengan penemuan-penemuan modern.” Konsili ingin menegaskan bahwa untuk menjadi seorang pendidik dibutuhkan seseorang yang sungguhsungguh profesional di bidangnya, lulusan dari sekolah guru dan dikukuhkan dengan ijazah-ijazah sehingga semuanya itu menjadi linear dan menjawab kebutuhan serta ilmu yang disampaikan juga terjamin. 2.Guru haruslah seorang yang mampu mengor ganisasi Seorang guru harus mampu mengorganisasi peserta didik yang sudah lulus (alumni) untuk kepentingan bina lanjut bahkan sampai akhir hayat. Ia harus mampu bekerjasama dengan para alumni dan orang tua, baik dalam situasi formal maupun informal. Melalui GE artikel 6, konsili mendorong umat beriman agar rela memberi 31 bantuan untuk menemukan metode-metode pendidikan serta pengajaran yang cocok. Konsili menyarankan adanya kerja sama antara orang tua dan sekolah dalam memberikan pendidikan terhadap peserta didik. Hal itu penting karena bagaimana pun juga orang tua tetap memiliki peranan yang pertama dan utama dalam pendidikan informal. Konsili juga menyatakan pentingnya kerja sama antar guru dan alumni. Pada umumnya, setelah lulus hubungan guru dan peserta didik menjadi putus. Seharusnya tidak demikian karena pendidikan itu sifatnya berkesinambungan. Kerjasama antar guru dan alumni ini bisa saja berupa membentuk suatu organisasi para alumni dari sekolah tersebut dan mengadakan acara bersama pada saatsaat tertentu misalnya acara ulang tahun sekolah dsb. 3. Guru sebagai imam Yang dimaksudkan dengan guru sebagai imam adalah sosok guru yang dapat membawa anakanak mengenal Tuhan (GE art 1 dan 2). Seorang guru tidak boleh hanya menjalankan tugas sebagai pengajar dan pendidik untuk ilmu-ilmu formal saja tetapi juga harus dapat menjadi imam bagi peserta didik. Untuk itu, alangkah baiknya jika seorang guru Kristen menampilkan jati dirinya sebagai seorang Kristen sejati. 4. Guru sebagai penang gungjawab utama Guru adalah penanggung jawab utama dalam pen- didikan formal (GE art. 5). Guru sebagai penanggungjawab utama memiliki peran sebagai pendidik. Sebagai seorang pendidik, guru menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa, dan disiplin. 5. Guru sebagai pendidik karakter Guru adalah pelaku perubahan. Gagasan ini semestinya menjadi bagian hakiki kinerja seorang guru. Sekolah Katolik khususnya memiliki ciri khas: menciptakan lingkungan hidup bersama di sekolah yang dijiwai oleh semangat Injil, kebebasan, dan cinta kasih dan membantu kaum muda supaya dapat mengembangkan kepribadian mereka sekaligus berkembang sebagai ciptaan baru (bdk. GE art 8). Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa melalui tangan-tangan para guru di sekolah peserta didik tidak hanya dibantu untuk berkembang dalam bidang intelektual saja tetapi juga untuk mengembangkan kepribadiannya agar mengenal dan semakin mengembangkan karakternya masingmasing individu.*** SELAMAT HARI GURU (25 NOVEMBER) Pelita Hatiku; Dan kini, akupun mengerti Dirimu yang telah membuatku berarti Yang membuatku bahagia memiliki warna-warna pelangi dan kau membuatku mengerti, bahwa hidup itu untuk dijalani Suatu saat nanti, aku akan kembali untuk membalas jasajasamu Bukan dengan apa yang kau berikan dulu atau bahkan, dengan setitik materi yang tak lagi berguna bagimu Aku akan kembali dengan guratan kesan, Dengan kabar gembira penuh rasa bangga Ilmu yang kau torehkan, takkan pernah terganti Juga semua pengorbananmu untukku, Dan kali ini, kuhaturkan terimakasih untukmu. Wahai Guruku, Pelita hatiku… 32. POJOK KOMSOS M enurut data dari Asosiasi Industri Otomotif (Gaikindo), Indonesia memiliki jumlah terbesar mobil (50,9 juta) di Asia Tenggara. Menyusul di belakangnya Thailand, Vietnam, dan Filipina. Sementara itu, Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) mengatakan, delapan juta sepeda motor baru terjual selama periode yang sama. Mungkin dulu kita bisa bicara bahwa, mobil dan motor dikaitkan dengan kekayaan, tetapi sekarang banyak orang melihatnya sebagai kebutuhan. Profesional muda, khususnya, merasakan sistem transportasi umum yang mengecewakan dan lebih senang menikmati mobilitas yang tersedia dengan memiliki kendaraan sendiri. Sehingga kemudian kebutuhan tersebut yang seharusnya memiliki sinergi terbaik untuk menumbuhkan peran tanggung jawab publik yaitu menjaga infrastruktur, setia kepada peraturan serta kerja sama pengguna lalu lintas dan perangkatnya menjadi pekerjaan rumah. “Memiliki kendaraan yang disukai sih, memang impian. Tetapi iya kalau bisa dipakai di jalanan. Kalau jalanan macet ya... sama aja bohong,” ungkap Rubbi (25 tahun) seorang karyawan bank swasta pengguna angkutan umum walau memiliki sebuah scooter tapi tidak pernah dipakainya bekerja. sumber: Pengurus lingkungan Bonifasius PENGGANTI ONGKOS CETAK MAJALAH MEDIAPASS NOVEMBER 2014 1. Lingkungan Nikodemus (Oktober 2014 s/d Mei 2015) 1.000.000 2. Lingkungan Yohanes Don Bosco (Kekurangan Jan s/d Juli 2014) 700.000 3. Lingkungan Mgr. Sugiyopranoto (Juli s/d September 2014) 150.000 4. Lingkungan St. Bonifasius (Agustus s/d desember 2014) 1.100.000 5. Lingkungan St. Paulus (Oktober s/d Desember 2014) 600.000 Total 3.550.000 Terima kasih atas donasi yang telah diberikan. Kami menunggu kontribusi Anda di edisi-edisi berikutnya. - Informasi tentang donasi dapat menghubungi: Dian Wiardi (0818 183419) - Donasi dapat ditransfer ke rekening KOMSOS : BCA dengan no. rek: 7310278879 a.n. Mirjam Anindya Wiardi atau R. Prakoso. - Harap memberitahukan apabila donasi dikirim melalui transfer, untuk setiap penerimaan donasi, akan diberikan bukti penerimaan resmi. Dana Paroki St. Stefanus OKTOBER - 2014 No Wil 1 2 3 4 1 1 1 1 5 6 7 8 2 2 2 2 9 10 11 12 13 3 3 3 3 3 14 15 16 4 4 4 17 18 19 20 5 5 5 5 21 22 23 6 6 6 24 25 26 27 28 7 7 7 7 7 29 30 31 8 8 8 32 33 34 9 9 9 35 36 37 38 10 10 10 10 39 40 41 11 11 11 42 43 44 12 12 12 Lingkungan St.Hubertus St.Yoh.Pemandi St.Gregorius St.Yudas Tadeus Total Wil I Sta. Theresia Sta.M.Immaculata Sta.Maria Fatima Sta.M. Bernadette Total Wil II St.Markus St.Nicodemus St.Oktavianus St.Paulinus St.Quirinus Total Wil III St.Antonius St.Clementus Sta. Faustina Total Wil IV Sta.Angela St.Bartholomeus Emmanuel Sta.Ursula Total Wil V St.M.Magdalena St.Aloysius St.Thomas Aquino Total Wil VI Sta.Helena Romo Sanjoyo St.Simeon Sugiyopranoto St.Theodorus Total Wil VII St.Paulus St.Timotius Sta.Veronica Total Wil VIII St.Bonaventura St.Bonifacius Keluarga Kudus Total Wil IX St.Yoh Don Bosco St.Kristoforus Sta. Maria Goretti Sta.Maria B.Setia Total Wil X Sta.Felicitas Sta.Anastasia Maria Ratu Damai Total Wil XI St.Bernadus St.Dionisius St.Elias Total Wil XII TOTAL MINGGUAN Kode HBS YPE GRR YTA THE MIM MFA BDE MKI NDS OTS PLN QRS ATS CLS FSA AGE BTS EML URS MMA ALS TAQ HLN RSO SMN SGO THO PLS TTS VRA BVA BFS KKS DBD CRS MGI MBS FSE ANS MRD BDS DNS ELS Perhit. 6-Okt'14 Amplop 8 1 13 22 14 14 1 29 9 1 7 8 1 26 7 7 4 15 5 24 3 6 1 10 6 3 10 12 31 6 6 1 4 5 1 2 11 2 16 1 5 6 3 3 185 Perhit. 13-Okt'14 RP Amplop 630,000 3 2 10,000 9 515,000 17 1,155,000 31 210,000 6 205,000 3 2 100,000 11 515,000 22 445,000 5 100,000 13 380,000 9 338,000 4 50,000 5 1,313,000 36 2 410,000 3 1 410,000 6 6 450,000 10 1,340,000 3 650,000 4 2,440,000 23 230,000 7 85,000 1 50,000 14 365,000 22 1 250,000 3 14,000 10 87,000 25 114,000 13 465,000 52 330,000 22 10 2 330,000 34 100,000 4 3 180,000 5 280,000 12 2,000 7 40,000 5 350,000 5 120,000 2 512,000 19 200,000 6 60,000 260,000 6 3 3 220,000 2 220,000 8 8,265,000 271 Perhit. 20-Okt'14 RP Amplop 30,000 10 420,000 5 185,000 3 895,000 6 1,530,000 24 529,000 27 130,000 2 4,000 3 590,000 7 1,253,000 39 350,000 1 890,000 2 930,000 9 350,000 6 420,000 8 2,940,000 26 35,000 10 70,000 9 20,000 34 125,000 53 630,000 4 1,800,000 12 210,000 5 500,000 3 3,140,000 24 610,000 5 10,000 12 835,000 3 1,455,000 20 5,000 3 25,000 3 45,000 159,000 3 130,000 5 364,000 14 860,000 42 200,000 8 65,000 10 1,125,000 60 140,000 5 180,000 6 270,000 1 590,000 12 135,000 2 70,000 2 90,000 3 60,000 8 355,000 15 7 260,000 2 3 260,000 12 70,000 6 220,000 1 120,000 3 410,000 10 13,547,000 309 RP 195,000 150,000 356,000 210,000 911,000 270,000 115,000 202,000 350,000 937,000 110,000 145,000 305,000 400,000 530,000 1,490,000 320,000 430,000 1,780,000 2,530,000 200,000 2,000,000 285,000 325,000 2,810,000 55,000 625,000 270,000 950,000 15,000 40,000 11,000 50,000 116,000 1,755,000 245,000 680,000 2,680,000 240,000 275,000 20,000 535,000 70,000 60,000 90,000 420,000 640,000 340,000 20,000 215,000 575,000 200,000 100,000 420,000 720,000 14,894,000 Perhit. 27-Okt'14 Amplop 1 2 3 12 2 14 2 4 3 2 2 13 2 4 24 30 3 1 7 11 1 5 2 8 1 3 9 2 15 7 6 12 25 4 1 5 3 3 1 7 5 4 7 16 1 2 3 150 RP 30,000 11,000 41,000 158,000 50,000 208,000 25,000 100,000 90,000 100,000 200,000 515,000 40,000 100,000 805,000 945,000 150,000 100,000 375,000 625,000 150,000 80,000 100,000 330,000 5,000 9,000 18,000 80,000 112,000 195,000 115,000 645,000 955,000 90,000 6,000 96,000 225,000 45,000 200,000 470,000 360,000 40,000 310,000 710,000 20,000 60,000 80,000 5,087,000 Rangkaian Misa Malam Natal Selasa, 24 Desember 2014 Acara Natal 2014 (Misa 1: Pk. 18.00, Misa 2: 21:30) Pengakuan Dosa Selasa - Kamis, 16 - 18 Desember 2014 (Pk. 16.30 - 21.00) Baptisan Dewasa Misa Natal Pesta Nama (Misa: Pk. 07.00, 09:30, 17:00) (Misa: Pk. 17.30) Rabu, 25 Desember 2014 St.Stefanus Sabtu, 27 Desember 2014 Jumat, 12 Desember 2014 (Pk. 18.00) LAPORANKEUANGANCOINFORJESUSBULANAGUSTUSs/d18SEPTEMBER2014 TGL. KETERANGAN PENERIMAAN PENGELUARAN 1ͲAug Saldoawal(31Juli2014) 8ͲAug Pengembaliansisapembeliankotak 11ͲAug SumbanganwargaWilayahV 13ͲAug SumbanganpribadiBpk.GunawanIrwan 20ͲAug Sumbanganwargalingkungan2disekr.paroki 31ͲAug BungaBankAgustus 31ͲAug BiayaBankAgustus 31ͲAug PajakAgustus 4ͲSep Sumbanganwargalingkungan2disekr.paroki 4ͲSep Sumbanganwargalingkungan2disekr.paroki 6ͲSep SumbangandariNN(transfer) 10ͲSep SumbanganwargaWilayahV 11ͲSep KliringCek 18ͲSep Sumbanganwargalingkungan2disekr.paroki 153,268,817.27 500,000.00 8,325,925.00 1,000,000.00 10,634,000.00 236,848.46 4,288,000.00 9,477,000.00 100,000.00 11,241,850.00 250,000.00 12,434,000.00 153,268,817.27 153,768,817.27 162,094,742.27 163,094,742.27 173,728,742.27 173,965,590.73 10,000.00 173,955,590.73 47,369.69 173,908,221.04 178,196,221.04 187,673,221.04 187,773,221.04 199,015,071.04 199,265,071.04 211,699,071.04 Saldoper18September2014sebesarDuaRatusSebelasJutaEnamRatusSembilanPuluhSembilan RibuTujuhPuluhSatuRupiah. KamiucapkanterimakasihsebesarͲbesarnyakepadaseluruhwargaparokiSantoStefanusatas partisipasinyadalamprogramCoinforJesusini. SALDO Jakarta,10Nopember2014