MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI

advertisement
MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK
DI PENGADILAN NEGERI
(Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna
Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh:
Rhesma Nur Vita Wati
C. 100 040 210
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2009
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Segala
aspek
kehidupan
manusia
(social
phenomena)
dalam
masyarakat baik dari hal yang sekecil-kecilnya sampai pada hal yang sebesarbesarnya yang pada kenyataannya selalu diatur oleh hukum, antara lain oleh
hukum perdata. Hal ini berkaitan (sebagai konsekuensi yuridis) dengan
pernyataan bahwa negara Indonesia sebagai negara hukum, dimana segala
tindakan setiap warga negaranya dan aparatur pemerintahannya harus
berdasarkan hukum, sebagaimana dinyatakan dengan tegas dalam penjelasan
Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian sebagai negara hukum
Indonesia harus membuktikan dirinya telah menerapkan secara nyata dari
prinsip-prinsip negara hukum, yaitu sebagai berikut:
-
Kepastian hukum;
-
Menjamin/melindungi hak asasi penduduk; dan
-
Peradilan bebas
Karena manusia mempunyai kepentingan yaitu tuntutan perorangan/kompleks
yang diharapkan dapat dipenuhi sesuai yang diharapkan.1
Seperti kita ketahui bersama bahwa keinginan dari masyarakat dan
para pencari keadilan (justitiabelen) menuntut agar penyelesaian perkara
melalui pengadilan berjalan sesuai dengan asas peradilan yang sederhana,
cepat dan biaya ringan.
1
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum. Liberty, Yogyakarta, 1990, Hal 1.
1
2
Seiring dengan pesatnya laju pembangunan dewasa ini dengan
perkembangan dinamika kehidupan masyarakat yang semakin kompleks,
maka tuntutan penyelesaian perkara melalui proses berperkara yang cepat,
sederhana dan biaya ringan tersebut sangatlah dibutuhkan. Dimana tujuan dari
kedua belah pihak yang berperkara di pengadilan negeri adalah untuk
mendapatkan kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde), yaitu
putusan yang tidak mungkin dilawan dengan upaya hukum verzet, banding,
kasasi.2 Untuk menyelesaikan perkara akibat telah terjadinya perbenturan
kepentingan keperdataan antara individu.
Sebelum penulis melanjutkan tentang apa yang menjadi permasalahan,
maka terlebih dahulu dikemukakan bahwa apa yang diutarakan dalam latar
belakang permasalahan hanya mengenai perdata formil, artinya sebatas
Hukum Acara Perdata saja, oleh karena itu sebelumnya penulis memberi
batasan atau definisi tentang apa itu Hukum Acara Perdata. Menurut Sudikno
Mertokusumo mengatakan bahwa:
Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur
bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil
dengan perantara hakim. Dengan perkataan lain hukum acara perdata
adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya
menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil.3
Penyelesaian suatu perkara perdata dimulai dari tingkat pertama pada
saat diajukannya gugatan ke Pengadilan Negeri kemudian banding pada
Pengadilan Tinggi dan Kasasi kepada Mahkamah Agung. Terakhir dengan
2
Ridwan Syahrani, Materi Dasar Hukum Acara Perdata.
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, cetakan I, Liberty,
Yogyakarta, 1988, hal.2.
3
3
diajukannya permohonan eksekusi oleh pihak yang menang dalam perkara itu,
yang biasanya memerlukan waktu yang cukup lama dan bertahun-tahun. Hal
ini sangat merugikan bagi para pencari keadilan, ditambah lagi dengan
masalah biaya-biaya perkara yang harus dikeluarkan selama proses perkara itu
berlangsung, belum lagi beban psikologis yang dialami oleh pihak-pihak yang
berperkara itu.
Menurut undang-undang, kekuasaan kehakiman merupakan suatu
fundamen sebagai asas bahwa peradilan itu harus dilaksanakan secara
sederhana, cepat dan biaya ringan. Namun kenyataannya asas ini sering kali
dilupakan dan kurang diperhatikan.
Mengenai tahap tindakan dalam hukum acara perdata, Sudikno
Mertokusumo menjelaskan:
Hukum Acara Perdata meliputi tiga tahap tindakan yaitu: tahap
pendahuluan, tahap penentuan dan tahap pelaksanaan. Tahap
pendahuluan merupakan persiapan menuju kepada penentuan atau
pelaksanaan. Dalam tahap penentuan diadakan pemeriksaan peristiwa
dan pembuktian sekaligus sampai kepada putusannya. Sedang dalam
tahap pelaksanaan diadakan pelaksanaan dari pada putusan.4
Suatu putusan dapat dilaksanakan apabila putusan tersebut telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde). Adapun
yang dimaksud dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap itu adalah sebagai berikut:
1. Apabila terhadap putusan hakim di tingkat pertama Pengadilan Negeri
tidak diajukan pernyataan banding/permohonan banding oleh salah satu
4
Ibid., hal.4.
4
pihak yang berperkara dalam tenggang waktu yang telah ditentukan dalam
peraturan perundangan; atau
2. Apabila putusan hakim di tingkat banding Pengadilan Tinggi oleh salah
satu pihak yang kalah tidak diajukan pernyataan kasasi/permohonan kasasi
ke Mahkamah Agung Republik Indoensia dalam tenggang waktu yang
telah ditentukan dalam peraturan perundangan; atau
3. Apabila telah ada putusan Mahkamah Agung sebagai Badan Peradilan
Tertinggi di Indonesia, dalam mengadili perkara yang telah diputus di
tingkat banding Pengadilan Tinggi.
Dengan adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap (in kracht van gewijsde) terhadap perkata perdata maka
tujuan dari para pencari keadilan telah terpenuhi. Karena melalui putusan
pengadilan itu dapatlah diketahui hak dan kewajiban dari masing-masing
pihak yang berperkara, namun hal itu bukan berarti tujuan akhir dari para
pihak yang berperkara tersebut telah selesai terutama bagi pihak yang menang,
hal ini disebabkan pihak yang menang tidak mengharapkan kemenangannya
itu hanya di atas kertas belaka tetapi harus ada pelaksanaan dari putusan
tersebut.
Suatu putusan untuk memperoleh kekuatan hukum yang tetap diakui
memang sering harus menunggu waktu yang lama kadang-kadang sampai
bertahun-tahun. Namun ada sebuah ketentuan yang merupakan penyimpangan
dalam hal ini, yaitu terdapat dalam pasal 180 ayat 1 HIR/pasal 191 ayat 1 RBg
yaitu ketentuan mengenai putusan yang pelaksanaannya dapat dijalankan
5
terlebih dahulu, meskipun ada banding dan kasasi dengan kata lain putusan itu
dapat dilaksanakan meskipun putusan itu belum mempunyai kekuatan hukum
yang tetap, lembaga ini dikenal dengan uitvoerbaar bij voorraad.
Memperhatikan dasar hukum dari putusan serta-merta yaitu pasal 180
ayat 1 HIR/pasal 191 ayat 1 RBg. Pasal 180 ayat 1 HIR menyatakan:
Biarpun orang membantah putusan hakim pengadilan negeri atau
meminta apel, maka pengadilan negeri itu boleh memerintahkan
supaya putusan hakim itu dijalankan lebih dahulu, jika ada surat yang
sah, suatu surat tulisan yang menurut peraturan tentang hal itu boleh
diterima sebagai bukti, atau jika ada keputusan hukuman lebih dahulu
dengan putusan yang sudah menjadi tetap, demikian pula jika
dikabulkan tuntutan dahulu, lagi pula di dalam perselisihan tentang hak
milik.
Pasal 180 ayat 1 HIR/pasal 191 ayat 1 RBg memberikan kewenangan
bagi hakim untuk menjatuhkan putusan serta-merta namun dalam prakteknya
untuk melaksanakan kewenangan tersebut masih simpang siur sehingga sering
menyimpang dari patokan undang-undang.
Apabila kita lihat dan amati dalam praktek di pengadilan, eksekusi dari
putusan serta-merta sangatlah menimbulkan suasana yang dilematis,
pengadilan negeri berani mengabulkan gugatan dengan putusan serta-merta
tetapi enggan dan tidak berani untuk melaksanakan eksekusinya.
Sehingga Mahkamah Agung sebagai badan yang berwenang
mengawasi jalannya penerapan peraturan hukum telah banyak menaruh
perhatian terhadap putusan serta-merta (uitvoerbaar bij voorraad) yang sering
menimbulkan banyak kesulitan. Oleh karena itu Mahkamah Agung
mengeluarkan instruksi dan beberapa surat edaran yang ditujukan kepada
6
hakim Pengadilan Negeri agar jangan secara mudah menjatuhkan putusan
serta-merta.
Untuk dapat mengabulkan tuntutan permohonan putusan serta-merta,
para hakim wajib memperhatikan beberapa Surat Edaran Mahkamah Agung
tetapi disamping itu juga perlu dipenuhinya syarat-syarat seperti yang
tercantum dalam pasal 180 ayat 1 HIR/pasal 191 ayat 1 RBg.
Dari pengeluaran SEMA demi SEMA dan untuk membatasi Hakim
Pengadilan Negeri dalam mengabulkan tuntutan serta
merta
maka
dikeluarkanlah SEMA Nomor 3 Tahun 2000 tentang putusan serta merta dan
putusan provisionil dengan alasan:
1. Putusan serta-merta dikabulkan berdasar bukti yang keotentikannya
dibantah oleh tergugat dengan bukti yang juga otentik.
2. Pertimbangan hukum untuk mengabulkan tuntutan serta-merta tidak jelas.
3. Hampir setiap jenis perkara dijatuhkan putusan serta-merta sehingga
menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 180 ayat 1 HIR.
4. Persetujuan untuk melaksanakan putusan serta-merta kepada Ketua
Pengadilan Tinggi tanpa disertai data atau dokumen pendukung.
5. Ketua Pengadilan Tinggi dengan mudah mengabulkan permohonan
persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri.
6. Ketua Pengadilan Tinggi dan Para Hakim tidak mengindahkan SEMASEMA terdahulu yaitu SEMA No 13 Tahun 1964, SEMA No.5 Tahun
1969, SEMA No 3 Tahun 1971 dan SEMA No. 3 Tahun 1978.
7
Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 06 tahun 1975 Mahkamah
Agung meminta kepada para ketua Pengadilan Tinggi dan para ketua
Pengadilan Negeri agar supaya tidak menjatuhkan putusan serta-merta
walaupun syarat-syarat dalam pasal 180 ayat 1 HIR/pasal 191 ayat 1 RBg
telah terpenuhi. Hanya dalam hal-hal yang tidak dapat dihindarkan keputusan
yang demikian yang sangat ekseptional sifatnya dapat dijatuhi. Dalam hal
itupun hendaknya diingat bahwa keputusan itu diberikan:
1. Apabila ada conservatoir beslag yang harga barang-barang yang disita
tidak akan mencukupi untuk menutup jumlah yang didugat.
2. Jika dipandang perlu dengan jaminan oleh pihak pemohon eksekusi yang
seimbang, dengan catatan:
a. Bahwa benda-benda jaminan hendaknya yang mudah disimpan dan
mudah digunakan untuk mengganti pelaksanaan jika putusan yang
bersangkutan tidak dibenarkan oleh hakim banding atau dalam kasasi;
b. Jangan menerima penjaminan orang (borg) untuk menghindarkan
pemasukan pihak ketiga dalam proses;
c. Penentuan benda serta jumlahnya terserah kepada Ketua Pengadilan
Negeri; serta
d. Benda-benda jaminan dicatat dalam daftar tersendiri seperti daftar
benda-benda sitaan dalam perkara perdata.
Dengan demikian jelaslah bahwa lembaga uitvorebaar bij voorraad
ternyata banyak menimbulkan masalah dalam praktek, sehingga penerapannya
sedapat mungkin untuk dihindarkan oleh hakim walaupun lembaga itu
8
membantu pelaksanaan putusan dengan cepat, apabila kita hubungkan hal
tersebut dalam menghadapi debitur-debitur yang nakal lembaga ini sangatlah
berguna.
B. Pembatasan Masalah
Mengingat banyaknya permasalahan yang berhubungan dengan
putusan serta-merta, maka untuk menjaga agar skripsi ini tidak menyimpang
dari materi yang hendak disajikan perlu kiranya penulis memberikan
pembatasan masalah sesuai dengan judul skripsi, yaitu: “Masalah Putusan
Serta Merta dalam Praktek di Pengadilan Negeri” (Studi Kasus di Pengadilan
Negeri Surakarta).
C. Perumusan Masalah
Seperti kita ketahui bahwa tujuan dari pihak yang berperkara di
pengadilan adalah untuk mendapatkan putuan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap. Namun bagi pihak yang menang tujuan akhir
yang ingin dicapai belum terlaksana apabila pelaksanaan dari putusan tersebut
belum dijalankan.
Lembaga uitvoerbaar bij voorraad dalam praktek ternyata sering
menimbulkan banyak masalah, sehingga dalam pelaksanaan putusan tersebut
dijumpai adanya resiko dari pelaksanaan putusan serta-merta dan juga
hambatan-hambatannya.
Bertolak dari hal tersebut maka yang diketengahkan sebagai
permasalahan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
9
1. Bagaimana pelaksanaan putusan serta-serta?
2. Resiko dan hambatan apa yang sering dijumpai dalam pelaksanaan
putusan serta merta dalam praktek di Pengadilan Negeri Surakarta?
D. Tujuan Penelitian
Setiap kita melakukan kegiatan tentu ada tujuan yang ingin dicapai,
sehubungan dengan penulisan karya tulis dalam bentuk skripsi ini, maka
tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Tujuan Subjektif
Untuk memenuhi tugas akhir sebagai kelengkapan persyaratan guna
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
2. Tujuan Obyektif
Untuk mengetahui pelaksanaan putusan serta-serta dalam praktek di
Pengadilan Negeri dan juga untuk mendapatkan data yang konkrit dari
Pengadilan Negeri mengenai putusan serta-merta.
E. Manfaat Penelitian
Di samping mempunyai tujuan penelitian juga mempunyai manfaat
sehingga hasil yang akan dicapai dari kegiatan tersebut tidak sia-sia. Adapun
manfaat dari penulisan skripsi ini meliputi sebagai berikut:
10
1. Bagi Diri Sendiri
Untuk menambah cakrawala ilmu hukum, khususnya mengenai hukum
acara perdata tentang keputusan serta merta.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan
sumbangan
pemikiran
kepada
masyarakat
sehingga
masyarakat mengetahui adanya acara perdata di Pengadilan Negeri dalam
pemeriksaan perkara perdata.
F. Metodologi Penelitian
Orientasi dari semua bentuk kegiatan dapat terwujud apabila metode
yang dipergunakan adalah efektif. Metodologi penelitian sebagaimana yang
kita kenal sekarang memberikan garis yang sangat cermat dan mengajukan
syarat yang sangat keras maksudnya adalah untuk menjaga agar pengetahuan
yang dicapai dari suatu research dapat mempunyai harga yang setinggitingginya.5
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang penulis pakai adalah yuridis sosiologis,
suatu pendekatan untuk menjelaskan sejauhmana peraturan hukum itu
benar-benar ditaati dalam masyarakat. Apabila skripsi ini hendak
menjelaskan sebab-sebab penyimpangan yang terjadi dalam perilaku
anggota masyarakat dari peraturan hukum yang telah ditentukan atau
hendak meneliti kesadaran hukum masyarakat dan masalah hukum lainnya
yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan sosial budaya
5
Sutrisno Hadi, Metodologi Research. Jilid 1, Andi Offset, Yogyakarta, 1984, hal. 4.
11
masyarakat.6
2. Jenis Penelitian
Penulis
menggunakan
jenis
penelitian
sosiologis/empiris
yang bersifat deskriptif-eksploratif yaitu penelitian yang menggambarkan
dan memberikan data seteliti mungkin tentang obyek yang akan
diteliti dan berusaha mengisi kekosongan/ kekurangan obyek yang
diteliti.7
3. Lokasi Penelitian
Untuk dapat melengkapi data yang diperoleh dari penelitian, maka
penulis melakukan studi lapangan dengan cara mengumpulkan data yang
terdapat di Pengadilan Negeri Surakarta.
4. Sumber Data
a. Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek dimana
penelitian itu dilakukan.
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh melalui cara mengumpulkan literatur dan
peraturan perundangan yang berhubungan dengan skripsi ini.
5. Metode Pengumpulan Data
a. Studi kepustakaan
Dalam hal ini penulis menggunakan data sekunder yang berupa acuan
dari beberapa buku dan beberapa sumber lain dari sudut teori seperti
tulisan-tulisan
6
7
ilmiah
dan
majalah-majalah
sebagai
referensi
Hartanto Sunaryati, Penelitian di Akhir Abad 20, Alumni Bandung, 1994, hal. 24.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research. Andi Offset, Yogyakarta, 1984, Jilid 1, hal. 4.
12
penyusunan karya tulis ini khususnya yang berkaitan dengan judul
skripsi ini.
b. Wawancara atau Interview
Dalam teknik ini penulis mengadakan tatap muka dan wawancara
dengan responden yaitu para hakim yang memeriksa dan memutus
perkara serta-merta disamping itu juga wawancara dengan panitera.
c. Observasi
Merupakan usaha pengumpulan data dari lokasi penelitian dengan cara
menghimpun data dari berkas putusan serta-merta yang diputuskan
oleh Pengadilan Negeri Surakarta.
6. Analisis Data
Setelah data diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah analisis
data. Tujuan dari analisis data ini adalah untuk memperoleh atau
menemukan jawaban dari permasalahan yang diketengahkan.
Dalam menganalisis data, penulis mempergunakan analisis data
yang kualitatif yaitu analisis data yang bukan bersifat angka tetapi dengan
analisis data yang menggunakan uraian-uraian dari pokok permasalahan.
Dalam menarik suatu kesimpulan, penyusun memulai dari hal-hal yang
bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus (deduktif).
G. Sistematika Skripsi
Untuk memperoleh gambaran tentang pembahasan dari penulisan
skripsi ini akan dibagi dalam beberapa bab yang sistematikanya disusun
13
sebagai berikut:
Bab I
Pendahuluan
A. Latar belakang masalah
B. Pembatasan masalah
C. Perumusan masalah
D. Tujuan penelitian
E. Manfaat penelitian
F. Metodologi penelitian
G. Sistematika skripsi
Bab II
Landasan Teori
A. Tinjauan umum tentang putusan hakim
1. Pengertian putusan hakim
2. Macam-macam putusan hakim
3. Pelaksanaan putusan hakim
B. Tinjauan umum tentang putusan serta merta
1. Pengertian putusan serta merta
2. Syarat menjatuhkan putusan serta-merta dan pelaksanaan
putusan serta-merta
Bab III
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
1. Ketentuan pelaksanaan putusan serta-serta dalam praktek
2. Hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaan putusan serta
14
merta dalam praktek di Pengadilan Negeri Surakarta
B. Pembahasan
1. Ketentuan pelaksanaan putusan serta-serta dalam praktek
2. Hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaan putusan serta
merta dalam praktek di Pengadilan Negeri Surakarta
Bab IV
Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
Download