BAB II DASAR TEORI 2.1 Dinamika Struktur Bumi Berdasarkan sifat fisisnya, interior bumi terdiri dari beberapa lapisan seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.1. Lapisan – lapisan tersebut memiliki sifat dan karakteristik berbeda-beda satu sama lain. Lapisan tersebut dibagi atas [Cook, 1973] : 1. Lapisan terdalam dari bumi adalah inner core (inti dalam). Inti dalam bumi merupakan zat padat yang dikelilingi oleh lapisan outer core (inti luar) yang cair. 2. Lapisan mesosfer mengelilingi inti bumi. Mesosfer terdiri dari batu-batuan padat (besi dan silikat magnesium) dan juga lapisan batuan leleh (magma) yang sebagian muncul ke permukaan bumi pada saat letusan gunung api. 3. Lapisan asthenosfer, adalah lapisan atas dari mesosphere atau mantel bumi. Lapisan ini mempunyai sifat panas, fluida dan dapat bergerak. 4. Lapisan lithosfer, adalah lapisan terluar dari bumi, tempat berpijaknya benua dan samudra. Bersifat padat dan kaku dengan temperatur yang lebih dingin. Gambar 2.1. Geometri lapisan bumi [http://pubs.usgs.gov/publications/text/historical.html] 6 Lapisan litosfer seolah-olah mengapung dan selalu dalam keadaan tidak stabil, bergerak karena ada beban atau gaya yang bekerja padanya. Salah satu tenaga endogen yang menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng adalah distribusi panas atau yang dikenal dengan arus konveksi. Arus konveksi terjadi karena massa temperatur tinggi (lapisan inti, mesosfer dan astenosfer) mengalir ke daerah bertemperatur rendah (litosfer) dan sebaliknya massa temperatur rendah mengalir ke daerah bertemperatur tinggi. Menurut teori tektonik lempeng, litosfer bumi tidak merupakan kesatuan melainkan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian yang kemudian disebut lempeng (plate) bumi. Lempeng bumi terdiri dan dua jenis, yaitu lempeng benua (continental plate) dan lempeng samudera (oceanic plate). Lempeng benua adalah lempeng yang menopang benua, tersusun dari material batuan yang relatif ringan seperti granit. Contohnya lempeng Eurasia yang menopang benua Asia dan Eropa. Sedangkan lempeng samudera adalah lempeng yang menopang samudera, tersusun dari material batuan yang relatif padat seperti basalt. Contohnya lempeng Pasifik yang menopang Ssamudera Pasifik. Tepi-tepi dari lempeng-lempeng ini, dimana satu sama lain saling bertemu dan melawan, merupakan zona dimana akivitas geologinya sangat tinggi. Ukuran lempeng bervariasi dan mulai yang kecil sampai sangat besar, lempeng-lempeng tersebut bergerak dengan arah dan kecepatan yang berbeda-beda. Secara umum pergerakan lempeng yang terjadi dapat digolongkan kedalam tiga jenis, yaitu [Cook, 1973] : 1. Transform Slip, yaitu pergerakan sejajar antara dua buah lempeng. Batas kedua lempeng yang bergerak ini disebut zona singgungan (transform). Zona ini ditandai dengan adanya dua lempeng yang berdekatan bergerak relatif sejajar satu sama lain sehingga pada bidang batas terjadi gesekan. Contoh batas lempeng semacam ini adalah sesar San Andreas di California USA. Pada zona singgungan, apabila dua lempeng yang berbatasan 7 bergerak relatif satu sama lain, maka akan timbul gaya saling tekan pada bidang batas kedua lempeng disertai timbulnya energi akibat gaya dorong lempeng. 2. Convergence Slip, yaitu pergerakan antara dua buah lempeng yang saling mendekat (menumbuk). Pada batas antara kedua lempeng yang bergerak dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu : a. Zona tumbukan (collision zone) pergerakan pada zona tumbukan kedua lempeng mengakibatkan terbentuknya pegunungan lipatan karena kedua lempeng tersebut memiliki berat jenis yang sama. b. Zona subduksi (subduction zone) Secara umum bila berat jenis kedua lempeng yang bertumbukan berbeda, dimana lempeng benua bertemu dengan lempeng samudera, lempeng yang lebih berat (lempeng samudera) akan menghujam di bawah lempeng yang lebih ringan (lempeng benua). 3. Divergence Slip, yaitu pergerakan antara dua buah lempeng yang saling menjauh (berlawanan arah). Batas kedua lempeng yang bergerak ini disebut zona divergen. Hasil aktivitas tektonik semacam ini adalah terjadinya semacam punggungan (ridge) di tengah-tengah samudera. Kemudian bila lempeng – lempeng bergerak membentuk celah, mengakibatkan material lelehan dari astenosfer terinjeksi naik ke atas, mendingin, lalu membentuk lantai samudra baru yang berupa pematang tengah samudra, seperti yang terjadi di Samudra Atlantik. Contohnya ialah terbentuknya Atlantic Mid-Ocean ridge yang memisahkan lempeng benua Afrika dengan lempeng benua Amerika. Kepulauan Indonesia berada pada zona aktivitas tektonik aktif karena Indonesia merupakan daerah pertemuan tiga lempeng tektonik besar, yaitu lempeng IndoAustralia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Australia 8 membentang di belahan Selatan hingga timur berimpitan di Samudra Indonesia dengan lempeng Eurasia di belahan Utara. Diatas Pulau Papua lempeng Indo – Australia bergesekan dengan Lempeng Pasifik. Sedangkan lempeng Eurasia menujam lempeng Pasifik di utara Halmahera. Karena dilalui oleh ketiga lempeng yang aktif bergerak tersebut di Indonesia banyak terdapat sesar ( fault ) yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng tersebut. Berdasarkan cakupannya, skala gejala geodinamika bumi dapat dibagi menjadi tiga sebagai berikut : 1. Skala Global, skala yang menyangkut bumi secara keseluruhan atau sebagian dan bumi yang dapat dibandingkan sama dengan lempeng tektonik yang terbesar. Informasi tentang pergerakan dapat diperoleh dan survei pada jaring geodetik kontinental atau nasional. Gejala-gejala yang termasuk skala global ini yaitu gerakan antar lempeng, rotasi bumi, gerakan kutub, gaya berat, dinamika konveksi dan sebagainya. 2. Skala Regional, gejala dinamika bumi skala regional terjadi dalam jarak kurang dari ukuran lempeng tektonik yang umum, tetapi tidak lebih besar dan beberapa ratus kilometer. Yang termasuk dalam skala ini antara lain deformasi regional sepanjang sesar dan geologi regional. 3. Skala Lokal, gejala dinamika bumi skala lokal membicarakan fenomena gerakan regional lebih awal. Beberapa fenomena yang terjadi dalam skala lokal diantaranya gerakan tanah, perubahan muka air tanah. dan dampak medan geomagnetik dan geolistrik lokal. 2.2 Sesar (Fault) Sesar merupakan salah satu bentuk patahan dari lapisan batuan yang mengakibatkan suatu lapisan bergerak relatif turun atau naik, ataupun bergerak kekanan atau kekiri terhadap lapisan batuan yang lainnya. 9 Berdasarkan Pergerakan Relatifnya, sesar dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu : a. Sesar Naik ( Thrusting Fault ), adalah sesar dengan arah gerakan dominan pada arah vertikal, ditandai salah satunya adalah dengan Dip Angle yang kecil. Contohnya reverse fault yang dapat dilihat pada Gambar 2.2: Gambar 2.2. Sesar naik b. Sesar Normal atau disebut juga Sesar turun ( Normal Fault ), adalah sesar dengan arah gerakan dominan pada arah vertikal, Dip Angle untuk sesar ini cukup besar dibandingkan dengan jenis sebelumnya. Atau bisa disebut sebagai satu bentuk rekahan pada lapisan bumi yg memungkinkan satu blok batuan bergerak relatif turun terhadap blok lainnya. Dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah: Gambar 2.3. Sesar normal 10 c. Sesar Geser ( Strike Slip Fault ), adalah sesar dengan arah gerakan dominan pada arah horizontal. Sesar ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sesar Geser Menganan ( right-lateral strike-slip fault ) dengan Sesar Geser Mengiri ( Left-lateral strike-slip fault ). Ilustrasi sesar geser dapat dilihat pada gambar 2.4: Gambar 2.4. Sesar geser (dalam contoh ini sesar mengiri) Pada batas lempeng yang berupa sesar, sering kali ditemui gempa-gempa kecil sebelum terjadinya sebuah gempa besar, seperti halnya dijelaskan dalam Gambar 2.5 dibawah ini: Bidang kontak tidak rata Bidang kontak rata Gambar 2.5. Karakteristik Bidang sesar 11 Apabila bidang kontak dari sesar rata, maka tidak akan terjadi akumulasi energi, kemungkinan tidak akan terjadi gempa , karena blok-blok yang berbatasan saling melewati begitu saja. Energi yang terjadi kecil dan masih dapat diimbangi oleh sifat elastik dari lempeng. Tetapi, bidang kontak sesar biasanya tidak rata sehingga pada waktu terjadi kontak, blok-blok tektonik yang bertemu pada suatu saat akan mengalami mekanisme saling menahan atau mengunci sehingga kedua blok tertahan dan tidak dapat bergerak. Pada saat itu akan terjadi akumulasi energi akibat adanya dua gaya yang berlawanan arah, energi yang terkumpul semakin lama semakin besar sampai pada suatu saat akumulasi energi tersebut tidak dapat diibangi oleh elastisitas dari bidang kontak. Blok-blok lempeng yang tadi saling mengunci akan terlepas disertai pelepasan energi yang menjadi gelombang gempa. Setelah pelepasan energi tersebut, kedua blok lempeng akan mulai bergerak kembali sampai pada suatu saat blok – blok lempeng itu akan menemukan keadaan stabil lagi. Pada saat terkuncinya blok lempeng tektonik, titik-titik pada daerah yang berada di daerah sekitar sesar mempunyai kecepatan gerak yang kecil, namun memiliki energi yang besar karena pada daerah tersebut terdapat akumulasi energi. Sedangkan titik – titik yang terletak jauh dari pusat penguncian sesar akan memiliki kecepatan gerak yang besar, tetapi akumulasi energinya tidak sebesar pada daerah sekitar sesar. Pada titik dimana pergerakannya nol dapat diprediksi sebagai pusat penguncian sesar (locked area). Ini berguna sebagai salah satu cara memprediksi posisi sesar. Sebagai contoh, pada gambar dibawah ini, dapat dikatakan bahwa pusat penguncian sesar terletak pada perpotongan salib sumbu dimana nilai pergerakannya nol. Kecendrungan besarnya vektor pergeseran akan berbanding lurus dengan jarak posisi titik dari tempat kedua blok terkunci. Mekanisme peng – akumulasian energi pada sesar diilustrasikan pada Gambar 2.6 dibawah: 12 Kecepata Jarak Kecepatan pada bidang sesar Perbandingan dalam sistem koordinat Gambar 2.6. Perbandingan kecepatan pergeseran sesar 2.3 Sesar Cimandiri Dalam teori tektonik lempeng, Indonesia dianggap sbagai hasil pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng eurasia dan lempeng pasifik. Interaksi dari lempeng-lempeng tersebut menyebabkan terbentuknya sesar-sesar di kepulauan Indonesia. Aktifitas subduksi lempeng Indo-Australia yang menujam lempeng Eurasia dengan arah tujaman yang tegak lurus terhadap pulau jawa mengakibatkan terbentuknya sesar – sesar aktif di pulau jawa, baik sesar – sesar besar (sesar mayor) maupun sesar – sesar kecil (sesar minor). Sesar Cimandiri adalah sesar aktif yang terdapat di Selatan Sukabumi yang terbentuk akibat aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia dibawah lempeng Eurasia. Sesar Cimandiri berarah Timur Laut – Barat Daya yang terbentuk pada masa Meosen [Anugrahadi, 1993]. Menurut evolusi geologi, Sesar cimandiri merupakan bagian dari cekungan Bogor. Cekungan (basin) adalah suatu daerah di bumi yang menjadi tempat sendimen diendapkan, dalam artian lain cekungan merupakan suatu daerah yang lebih rendah dari daerah disekitarnya [Soejono, 2003]. Daerah sesar Cimandiri merupakan endapan termuda dari Cekungan Bogor berupa breksi, berumur Meosen akhir dan termasuk Formasi Cimandiri di bagian lembah Cimandiri. 13 Formasi Cimandiri tersebar di tepi lereng utara dari paparan pegunungan Jawa Barat Selatan, yang bertepatan dengan batas selatan Cekungan Bogor. Sesar Cimandiri yang berarah Barat Daya - Timur Laut sering dikenal dengan nama Arah Meratus (Meratus trend). Arah Meratus dapat diartikan sebagai arah yang mengikuti pola busur umum Kapur yang menerus ke pegunungan Meratus di Kalimantan. Menurut [Soejono, 2003] sifat batuan sedimen di sebelah Utara dari sesar juga berbeda dengan di bagian Selatan sesar. Sebelah Utara sesar dikenal sebagai lembah Cimandiri (Pelabuhan Ratu - Sukabumi) sedangkan sebelah Selatan sesar dikenal sebagai blok Jampang Kulon. Pada batas dari kedua formasi inilah diperkirakan posisi sesar Cimandiri. Penampang dan struktur geologi dari formasi sekitar sesar Cimandiri tesebut dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan Gambar 2.8. Fluktuasi dari laut dangkal sampai darat di blok Jampang Kulon menunjukan bahwa Sesar Cimandiri sebagai sesar dengan gerak turun, dimana blok Lembah Cimandiri sebagai bagian yang turun. Di daerah lebih ke Utara, didapatkan tandatanda bahwa sesar Cimandiri bersifat sesar Normal dimana bagian Utara (blok lembah Cimandiri) relatif turun. Gambar 2.7 Penampang blok Jampang dan blok Cimandiri [Soejono, 2003] 14 Gambar 2.8 Struktur geologi sesar Cimandiri [Soejono,2003] Sesar Cimandiri sulit di jumpai tanda-tandanya dengan jelas di lapangan, karena umumnya tertutup oleh endapan aluvium resen sungai Cimandiri dan diperkirakan sifat gerakannya berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain demikian pula dari waktu ke waktu lain. Di sekitar sesar Cimandiri juga terdapat beberapa sesar – sesar kecil (sesar minor) diantaranya sesar G. Walat, sesar G. Wayang, sesar Pameungpeuk, sesar Bojongkawung, sesar Cikalong, sesar Cigadung dan banyak lainnya. Umur struktur batuan sesar – sesar kecil tesebut lebih muda dibandingkan dengan sesar utama yaitu sesar Cimandiri. Lebih lanjut lagi dengan menggunakan teknik analisis struktur geologi yang dilakukan dengan metoda statistik yang diperkenalkan oleh J. Angelier (1979) yaitu metoda analisis populasi sesar dan metoda dihrogen tegak lurus, disimpulkan bahwa tegasan terbesar yang mempengaruhi sesar Cimandiri Timur daerah Padalarang-Cipatat, berarah utara selatan, dan sesar Cimandiri timur merupakan jenis sesar geser mengiri. 15 Daerah Sukabumi bagian Selatan dan Cianjur bagian selatan disusun oleh aluvium, batuan gunungapi Kuarter serta batu gamping dan batuan berumur Tersier lainnya. Aluvium dan batuan gunungapi bersifat urai, lepas, unconsolidated sehingga bersifat memperkuat efek goncangan gempa. Karakteristik pergeseran sesar yang diperoleh dari survei GPS di sekitar sesar Cimandiri ini selanjutnya akan diintegrasikan dengan informasi seismisitas dan informasi histori aktivitas sesar untuk mengetahui karakteristik sesar Cimandiri, dan selanjutnya model ini diharapkan dapat membantu upaya pemantauan potensi dan mitigasi bencana. Yang menjadi perhatian serius adalah sesar ini dikelilingi wilayah padat penduduk, seperti Sukabumi, Cianjur, Bandung, dan Cimahi. Tentunya diperlukan perhatian khusus untuk terus memantau dan mempelajari aktivitas sesar ini agar dampak negatif yang diakibatkan gempa dapat dikurangi. 2.4 Deformasi Deformasi didefinisikan sebagai perubahan bentuk, posisi dan dimensi dari suatu materi, atau sebagai perubahan kedudukan (pergerakan) suatu materi baik secara absolut maupun relatif dalam suatu kerangka referensi tertentu akibat suatu gaya yang bekerja terhadap materi tersebut. Dikatakan absolut apabila yang dikaji adalah gerakan titik-titik itu sendiri, dan dikatakan relatif apabila gerakan titik-titik tersebut dikaji terhadap titik yang lain. Dengan demikian deformasi adalah perubahan bentuk, posisi dan dimensi suatu benda yang mengacu kepada sistem koordinat yang digunakan. Dalam kaitannya dengan studi karakteristik sesar cimandiri, titik-titik pengamatan ditempatkan tersebar di sekitar sesar Cimandiri (ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 2.9. 16 Satelit 2 Satelit 3 Satelit 1 C C’ A’ D D’ A B’ B Survei kala I Survei kala II Gambar 2.9. Pemantauan deformasi sesar [Abidin, 2001] Reaksi dari materi terhadap gaya deformasi ini digolongkan kedalam sifat deformasi sifat elastik dan sifat plastik. a. Sifat elastik Materi yang mengalami deformasi dengan sifat elastik akan kembali ke bentuk semula setelah gaya deformasi tidak bekerja. b. Sifat plastik Materi yang mengalami deformasi dengan sifat plastik tidak akan kembali lagi ke bentuk awal ketika gaya deformasi tidak bekerja lagi, karena efekefek yang terjadi akibat gaya deformasi menempel. Dilihat dari waktu pemantauannya, deformasi dapat digolongkan menjadi: 1. pemantauan episodik, dimana pemantauan dilakukan secara berkala dalam selang waktu tertentu. 2. Pemantauan kontinu, dimana pemantauan deformasi dilakukan secara terus menerus secara otomatis. 17 Untuk mengetahui sifat deformasi yang terjadi dibutuhkan informasi mengenai status geometrik dari materi berupa posisi, bentuk, dan dimensi yang dapat diperoleh melalui analisis geometrik menggunakan data hasil pengamatan geodetik terhadap gaya respon suatu benda terhadap gaya deformasi. Sifat deformasi dapat juga diperoleh dari interpretasi status fisik yang diturunkan dari sifat materi yang terdeformasi, internal stress (tegangan yang terjadi pada materi), hubungan fungsional antara beban dengan deformasi yang terjadi. Melalui penelitian pemantauan deformasi, pengetahuan mengenai sifat benda yang mengalami deformasi akan dapat diketahui. Pemantauan deformasi sesar Cimandiri ini dapat dikatagorikan sebagai deformasi berskala regional dengan perubahan yang relatif lambat. 2.4.1 Analisis Geometrik Status Geometrik deformasi dapat diperoleh dengan Analisis Geometrik yang menggunakan data hasil pengamatan geodetik terhadap efek-efek respon suatu materi terhadap gaya deformasi. Dengan menguraikan hasil pengamatan geodetik menjadi parameter-parameter deformasi, maka disusun model matematika yang mewakili jenis deformasi suatu materi. Analisis Geometrik dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : 1. Analisis displacement Merupakan analisis geometrik yang menunjukkan perubahan posisi suatu materi dengan menggunakan data perbedaan posisi yang berasal dari perataan data pengamatan geodetik medan displacement pada epoch yang berbeda. 2. Analisis regangan Merupakan analisis geometrik yang menunjukkan perubahan posisi, bentuk dan dimensi suatu materi dengan menggunakan data dimensi suatu materi. 18 2.5 Global Positioning System Global Positioning System (GPS) adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi milik Amerika Serikat yang didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti serta informasi mengenai waktu, secara kontinu di seluruh dunia tanpa bergantung waktu dan cuaca, kepada banyak orang tanpa tergantung pada batas-batas politik dan batas alam. [Abidin, 2001]. Konsep dasar penentuan posisi dengan GPS adalah reseksi (pengikatan kebelakang) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit GPS yang koordinatnya diketahui. Dimana posisi satelit diketahui kemudian dihitung posisi pengamat, dengan mengukur jarak antara satelit dan pengamat. Dalam hal ini terdapat tiga parameter posisi pengamat (Xr, Yr, Zr). Pengukuran jarak dari satelit ke receiver dapat dilakukan melalui pengamatan Pseudorange dan Carier Phase. Prinsip pengamatan pseudorange adalah pengukuran jarak, yaitu dengan membandingkan kode yang diterima dari satelit, dengan kode replika yang diformulasikan didalam receiver. Waktu yang diperlukan untuk menghimpitkan kedua kode tersebut adalah waktu yang diperlukan oleh kode tersebut untuk menempuh jarak dari satelit ke pengamat. Dengan mengalikan lama waktu yang diperlukan untuk menghimpitkan kedua kode tersebut dengan kecepatan cahaya, maka jarak antara pengamat dengan satelit dapat ditentukan. Untuk pengukuran jarak dengan fase, nilai ambiguitas fase harus ditentukan terlebih dahulu, karena hasil ukuran fase sinyal GPS bukanlah merupakan jarak absolut dari satelit ke receiver. Untuk mendapatkan jarak antara pengamat dan satelit, panjang gelombang dikalikan dengan jumlah hasil ukuran fase + cycle ambiguity. 19 2.5.1 Kesalahan dan Bias Dalam perjalanannya dari satelit hingga mencapai antenna di permukaan bumi, sinyal GPS akan dipengaruhi oleh beberapa kesalahan dan bias. Kesalahan dan bias GPS pada dasarnya dapat dikelompokkan atas kesalahan dan bias yang terkait dengan [Abidin,2001]: 1. Satelit, seperti kesalahan ephemeris, jam satelit, dan selective availability. 2. Medium propagasi, seperti bias ionosfer dan bias troposfer. 3. Receiver GPS, seperti kesalahan jam receiver, kesalahan yang terkait dengan antena, dan noise (derau) 4. Data pengamatan, seperti ambiguitas fase dan cycle slip, dan 5. Lingkungan sekitar GPS receiver seperti multipath dan imaging • Cycle slips Fenomena berubahnya nilai ambiguitas fase, yang disebabkan oleh terputusnya sinyal dari satelit ke penerima sehingga menyebabkan terjadinya inisiasi ulang dalam penetapan nilai ambiguitas fase. Sumber penyebab cycle slips dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu (1) terhalangnya sinyal satelit oleh pohon, gedung, dsb, (2) rendahnya nilai SNR akibat kondisi ionosfer yang kurang baik, dan (3) terjadinya gangguan dalam sistem alat penerima sehingga menyebabkan kesalahan dalam pemrosesan sinyal • Multipath Suatu fenomena dimana satu atau lebih sinyal yang dipantulkan oleh objek di permukaan bumi, mencapai antenna sebagai tambahan pada sinyal yang datang langsung dari satelit sehingga sinyal yang diterima antenna merupakan perpaduan (interferensi) antara sinyal langsung dari satelit dan sinyal-sinyal pantul tersebut . 20 • Noise Bagian dari suatu radiasi yang merupakan informasi yang tidak dapat dimengerti atau tidak diinginkan oleh penerima. Istilah ini biasa digunakan dalam bidang elektronika untuk menyatakan besarnya variasi acak dari gelombang radio, tegangan, dsb. • Ambiguitas fase Jumlah gelombang penuh antara satelit dan alat penerima yang tidak teramati / tidak diketahui. • Kesalahan jam receiver Adalah tidak stabilnya dan tidak telitinya jam yang digunakan receiver dibandingkan dengan jam atom yang digunakan oleh satelit. 2.5.2 Ketelitian Posisi Ketelitian posisi yang diperoleh dari survai GPS mempunyai tingkat ketelitian yang berbeda-beda dari yang sangat teliti (orde millimeter) sampai orde meter. Tingkat ketelitian tersebut secara umum bergantung pada empat faktor yaitu ketelitian data yang digunakan, geometri pengamatan, strategi pengamatan yang digunakan, dan strategi pengolahan data yang diterapkan. Faktor-faktor tersebut dapat digambarkan pada Tabel 2.1 berikut [Abidin,2001]: 21 Tabel 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi ketelitian survey GPS •Jenis data • Kualitasreceiver GPS • Level dari kesalahan dan bias KETELITIAN DATA GEOMETRI PENGAMATAN • Lokasi titik • Jumlah titik •Konfigurasi jaring • Karakteristik baseline • Jumlah satelit • Lokasi dan distribusi satelit STRATEGI PENGAMATAN • Metode pengamatan • Waktu pengamatan • Lama pengamatan • Pengikatan ke titik tetap • Perangkat lunak • Pengolahan awal • Eliminasi kesalahan dan bias STRATEGI PENGOLAHAN DATA • Pengolahan baseline • Perataan jaring • Kontrol kualitas • Transformasi koordinat 2.5.3 Metode Penentuan Posisi Berdasarkan mekanisme pengaplikasiannya, metode penentuan posisi dengan GPS dapat dikelompokkan atas beberapa metode yaitu [Abidin, 2000]: absolute, differential, static, kinematic, rapid static, pseudo-kinematic, dan stop and go. seperti yang terlihat pada Gambar 2.10. 22 Gambar 2.10 Metode penentuan posisi dengan GPS [Abidin, 2001] Metode penentuan posisi dengan GPS dapat dibagi menjadi 2 metode secara garis besar, yaitu absolut positioning dan differential positioning. Metode-metode ini yang menentukan ketelitian posisi yang diinginkan. Metode differential positioning minimal membutuhkan 2 receiver, ketelitian yang diperoleh bisa sampai ke fraksi millimeter. Hal ini disebabkan atara lain karena differencing process dapat mengeliminir atau mereduksi efek-efek dari berbagai kesalahan dan bias. Selain itu, posisi titik juga ditentukan relatif terhadap monitor station. Efektifitas differencing process sangat tergantung pada dekat-jauhnya dari monitor station, semakin dekat akan semakin efektif. Titik yang ditentukan posisinya bisa diam (statik) atau bergerak (kinematik) dan dapat menggunakan data pseudorange atau dan data fase. Aplikasi utama yang biasa digunakan pada metode ini adalah survey geodesi, geodinamika dan seismik maupun navigasi yang berketelitian tinggi. Untuk kasus studi geodetik aktifitas sesar, tentunya dibutuhkan peralatan, metode penentuan posisi, dan strategi pengolahan data yang memadai karena diharapkan dapat memberikan nilai vektor pergerakan dengan tingkat presisi sampai beberapa mm. Dengan kemampuan dan konsistensi 23 yang dimiliki GPS maka diharapkan besarnya pergerakan sesar yang kecil dan lamban akan dapat terdeteksi dengan baik. Prinsip penentuan aktivitas sesar dengan metode survei GPS adalah dengan cara menempatkan beberapa titik di beberapa lokasi yang dipilih, secara periodik ditentukan koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode survei GPS. Sedangkan Metode yang dipakai dalam penelitian Sesar Cimandiri ini adalah metode diferensial (baseline) + data Fase dan code dengan moda jaring. Dalam hal ini metode yang dipilih adalah statik geodetik (penentuan posisi dengan differensial) dengan tipe episodik. Pada metode diferensial episodik, pemantauan dilakukan secara berkala dalam selang waktu sembilan bulan. Kemudian data pengukuran diolah secara post-processing. 2.6 Kerangka ITRF Keberadaan suatu kerangka referensi sangat dibutuhkan dalam penentuan solusi posisi beserta kecepatan dari stasion pengamatan di permukaan bumi ini. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga konsistensi kerangka koordinat yang akan digunakan untuk mendefenisikan posisi dari dari titik – titik pengamatan yang diukur pada epoch yang berbeda. ITRF adalah realisasi dari International Terestrial Reference System (ITRS). Orientasi sumbu koordinat dari sistem ini tidak memiliki residual dari rotasi kecepatan horisontal relatif terhadap kerak bumi, dimana titik pusat koordinatnya adalah geocenter. Sumbu Z-nya sejajar dengan sumbu rotasi rata-rata bumi yang didefinisikan oleh IERS Reference Pole (IRP). Sumbu Y-nya adalah bidang meridian Greenwich yng dinamakan IERS Reference Meridian (IRM) dan terletak pada bidang ekuator bumi. Sedangkan sumbu Z-nya tegak lurus dengan sumbu X dan Z dan membentuk system koordinat tangan kanan. Berkaitan dengan pemakaian GPS dalam tugas akhir ini, dimana GPS menggunakan sistem World Geodetic System 84 (WGS84), maka hasil 24 pengamatan yang diperoleh akan diikatkan kedalam sistem kerangka referensi terestrial ITRF00. ITRF00 disusun berdasarkan kombinasi simultan nilai koordinat dan kecepatan stasion-stasion pengamatan VLBI, SLR, GPS dan DORIS. Epoch referensi yang digunakan adalah epoch 1 Januari 2000. Realisasi kerangka referensi ITRF00 ini terdiri atas stasion-stasion International Geodynamic Services (IGS) yang tersebar secara global. Titik titik ITRF terdapat pada semua lempeng tektonik utama serta hampir semua lempeng – lempeng yang kecil. Pada umumnya titik-titik ikat yang dipilih adalah stasion-stasion IGS yang merupakan penyusun ITRF2000 dengan letak terdekat dari daerah sesar Cimandiri. Pemilihan ini juga didasarkan pada pertimbangan agar jaring survei pengamatan terletak di dekat pusat jaring titik ikat, dalam hal ini berlaku untuk jaring pengamatan regional maupun global. Karena semua hasil perhitungan multibaseline dipetakan ke dalam ITRF2000 menggunakan 7 parameter transformasi Helmert, maka sedikitnya digunakan 3 stasion referensi untuk masing-masing solusi harian jaring regional dan lokal. Pemilihan lokasi stasion-stasion referensi yang terletak di perbatasan jaring regional-lokal tersebut digunakan untuk mendorong penggunakan parameter Helmert yang tepat di daerah tersebut. Pemilihan stasion-stasion referensi tidak harus sama untuk setiap survei, karena pemilihannya berdasarkan keperluan dalam meletakkan lokasi survei di tengahtengah jaring fix. Dengan cara yang sama, hal ini dapat diterapkan untuk mengikat jaring lokal ke dalam jaring regional. Pengikatan ke dalam ITRF2000 dilakukan melalui transformasi Helmert dengan mengestimasikan 7 parameter Helmert yang terdiri dari 3 parameter translasi, 3 parameter rotasi dan 1 parameter skala. Stasion-stasion yang tercakup dalam ITRF2000 selanjutnya diseleksi untuk mengestimasikan parameter-parameter ini. 25 2.7 Euler Pole Titik – titik pengamatan GPS sesar Cimandiri mengalami beberapa pergerakan. Pergerakan tersebut harus dihilangkan agar vektor pergeseran yang didapatkan nantinya adalah vektor pergeseran sesar yang sesungguhnya. Pergerakan tersebut antara lain: 1. Pergerakan sumbu rotasi bumi relatif terhadap kerak bumi atau yang disebut pergerakan kutub bumi. karena pengukuran koorditnat titik –titik GPS dilakukan pada waktu yang berbeda (dengan selang 9 bulan) dimana sumbu rotasi bumi pada kedua kala pengamatan akan berbeda. 2. Pergerakan sunda block (sunda block motion). Sesar cimandiri merupakan bagian dari sunda blok, untuk mendapatkan vektor pergeseran titik – titik pengamatan sesar cimandiri yang sesungguhnya, maka efek dari sunda block motion ini harus dihilangkan Vektor pergeseran yang didapat dari pengolahan data GPS masih dipengaruhi oleh pergerakan sunda blok. Selanjutnya untuk mendapatkan nilai pergeseran titik yang menggambarkan aktifitas sesar, maka efek dari pergerakan blok sunda (sunda block motion) harus dihilangkan. Untuk menghitung besarnya pergerakan sunda blok, digunakan metode Euler Pole. Ilustrasi penentuan pergerakan sunda blok dengan metode euler pole dapat dilihat pada gambar 2.15 : Gambar 2.11 illustrasi Euler pole 26 Pergerakan lempeng pada permukaan bumi atau ellipsoid dihitung berdasarkan kecepatan pergerakan lempeng tersebut terhadap suatu sumbu/pole. Dengan sumbu ini kita menentukan pergerakan pada titik – titik di permukaan bumi. Titik–titik tersebut digambarkan dalam lintang (λ), bujur (φ) dan sudut rotasi (ө). Kecepatan rotasi digambarkan dengan arah dan besar sudut rotasi (ө). Namun sudut rotasi tersebut sangat kecil (dθ), maka kecepatan sudut rotasi dirumuskan sebagai berikut: ω = dθ/dt (1) Maka kecepatan blok (dalam cm/tahun) dihitung berdasarkan dengan persamaan: V = ω.R.sin α (2) Dimana: R adalah panjang jari – jari bumi. α adalah sudut antara suatu titik pada blok dengan sumbu putar / pole. Setelah nilai pergeseran sunda blok diketahui maka vektor pergeseran masing – masing titik – titik pengamatan dikurangkan dengan vektor pergerakan sunda blok pada titik tersebut. Dalam tugas akhir ini model eulerpole yang digunakan adalah model [bock 2003]. esesar = e pengolahan − esundablock (3) nsesar = n pengolahan − nsundablock (4) 27