penerapan strategi thinking aloud pair problem - e

advertisement
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 20-25
PENERAPAN STRATEGI THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING
(TAPPS) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
KELAS VIII SMPN 11 PADANG
Dini Widiyastuti1), Sri Elniati2), Minora Longgom Nasution3)
1)
FMIPA UNP, email: [email protected]
2,3)
Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP
Abstract
The mathematical communication ability is one of the ability that should be had by everyone in mathematics learning.
The mathematical communication ability of the students grade VIII in SMPN 11 Padang still not optimal. One of the best
way to increased it ability is applying Thinking Aloud Pair Problem Solving ( TAPPS ) strategy. The purpose of this
research is to compare the mathematical communication ability of the students with Thinking Aloud Pair Problem
Solving(TAPPS ) strategy and Conventional Learning. The type of this research is the quasi-experimental research with
the Randomized Control Group Only Design. Based on analysis of the test, the mathematical communication ability of the
students with TAPPS strategy better than the mathematical communication ability of the students who studied with
Conventional Learning.
Keywords
- Mathematical communication ability, TAPPS Strategy
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu cabang ilmu
pengetahuan yang memegang peranan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Matematika adalah
salah satu pilar utama dalam perkembangan ilmu
pengetahuan. Sehingga, matematika diajarkan mulai dari
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi untuk
membentuk kepribadian yang baik, cara berpikir logis
dan sistematis.
Mengingat pentingnya peranan matematika,
berbagai usaha telah dilakukan pemerintah agar mutu
pendidikan matematika menjadi lebih baik, diantaranya
penyempurnaan
kurikulum,
pengadaan
dan
pengembangan sarana dan prasarana pendidikan, serta
peningkatan kualitas tenaga pengajar.
Sebagaimana yang terdapat didalam tujuan
pembelajaran matematika, kemampuan komunikasi
matematis adalah salah satu kompetensi yang berperan
penting dalam penyampaian ide-ide matematika baik
secara tertulis maupun secara lisan dengan simbol, tabel,
dan diagram atau media lain untuk memperjelas suatu
keadaan atau masalah.Komunikasi dalam pendidikan
matematika dapat dikembangkan dengan cara memberi
siswa berbagai kesempatan untuk mendengar, berbicara,
menulis, membaca, dan menyajikan ide-ide matematis.
Menurut The Intended Learning Outcomes (dalam
Armiati, 2009: 2)[1], komunikasi matematika yaitu
kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika
secara koheren kepada teman, guru, dan lainnya melalui
bahasa lisan dan tulisan. Ini berarti dengan adanya
komunikasi matematika guru dapat lebih memahami
kemampuan siswa dalam menginterpretas dan
mengekspresikan pemahamannya tentang konsep yang
mereka pelajari.
Dalam pembelajaran matematika siswa harus
diupayakan mampu untuk mengkomunikasikan ide dan
pemahamannya. Dengan komunikasi matematika ini
guru dapat mengukur sejauh mana pemahaman siswa
terhadap suatu materi. Kemampuan komunikasi
matematika siswa merupakan salah satu penentu apakah
siswa sudah paham terhadap konsep-konsep matematika
yang telah dipelajari selama proses pembelajaran.
Sahidin (2009)[4], aktivitas guru yang dapat
menumbuhkembangkan
kemampuan
komunikasi
matematika siswa antara lain (a) mendengarkan dan
melihat dengan penuh perhatian ide-ide siswa, (b)
menyelidiki pertanyaan dan tugas-tugas yang diberikan,
menarik hati, dan menantang siswa untuk berpikir, (c)
meminta siswa untuk merespon dan menilai ide mereka
secara lisan dan tertulis, (d) menilai kedalaman
pemahaman atau ide yang dikemukakan siswa dalam
diskusi, (e) memutuskan kapan dan bagaimana untuk
menyajikan notasi matematika dalam bahasa matematika
pada siswa, (f) memonitor partisipasi siswa dalam
diskusi, memutuskan kapan dan bagaimana untuk
memotivasi masing-masing siswa untuk berpartisipasi.
20
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 20-25
Jadi guru dapat mengembangkan kemampuan
komunikasi matematis siswa dengan mendengarkan,
meminta
respon,
menilai,
menyajikan
notasi
matematika,
dan
memonitor
siswa.
Dengan
berkomunikasi siswadapat meningkatkan kosa kata,
mengembangkan kemampuan berbicara, menuliskan
ide-ide secara sistematis, dan memiliki kemampuan
belajar yang lebih baik.
Kemampuan komunikasi matematis siswa dapat
dilihat dari kemampuan berikut: (1) menghubungkan
benda nyata, gambar dan menjelaskan ide/strategi,
situasi dan diagram ke dalam ide matematika, (2)
menjelaskan ide/strategi, situasi, dan relasi matematika
secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar,
grafik dan aljabar, (3) menyatakan peristiwa sehari-hari
dalam bahasa atau simbol matematika, (4)
mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang
matematika, (5) membaca dengan pemahaman suatu
presentasi matematika tertulis, (6) membuat konjektur,
menyusun argumen, merumuskan definisi dan
generalisasi, (7) menjelaskan dan membuat pertanyaan
matematika yang telah dipelajari (Utari 2010)[6].
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di
SMPN 11 Padang ditemui bahwa guru secara umum
menggunakan metode ekspositori dalam menjelaskan
materi dan membahas contoh soal bersama siswa. Pada
saat guru menjelaskan materi dan contoh soal terlihat
sebagian siswa tidak mendengarkannya. Banyak siswa
yang tidak mau mencatat, mengobrol dan melakukan
aktivitas yang tidak berhubungan dengan pembelajaran.
Pembelajaran
yang
berlangsung
belum
memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi
matematis,
sehingga
kemampuan
komunikasi matematis siswa masih rendah. Misalnya,
saat diberikan latihan siswa cenderung membuat
jawaban akhir dari permasalahan yang diberikan.
Sewaktu diminta menjelaskan pekerjaannya kepada
temannya,
mereka
terlihat
kesulitan
untuk
menyampaikannya secara sistematis.
Kemampuan komunikasi matematis siswa yang
rendah juga terlihat dari hasil ulangan harian siswa yang
memuat soal komunikasi matematis. Kemampuan siswa
dalam menyajikan pernyataan matematika secara tertulis
dan gambar masih kurang baik. Kemampuan
menyatakan ide-ide matematika dalam bentuk gambar
dan memberikan penjelasan secara logis dan benar
terhadap solusi kurang terlihat. Selain itu, dari jawaban
diatas juga terlihat bahwa siswa kurang memahami soal
dengan baik sehingga mereka kesulitan membuat
diagram panah sebagaimana yang diperintah pada soal.
Untuk membatu meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa, guru harus menetapkan
strategi pembelajaran yang efektif. Pemilihan strategi
yang tepat memang merupakan faktor penentu
berkembang atau tidaknya kemampuan komunikasi
matematis siswa.
Sulistyono
dalam
Trianto
(2010:140)[5]
mendefenisikan strategi belajar sebagai tindakan khusus
yang dilakukan oleh seseorang untuk mempermudah,
mempercepat, lebih menikmati, lebih mudah memahami
secara langsung. Lebih efektif, dan lebih mudah
ditransfer ke dalam situasi yang baru. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa strategi pembelajaran dibutuhkan
agar dapat memahami pelajaran lebih mudah lagi.
Salah satu alternatif strategi pembelajaran dalam
upaya meningkatkan komunikasi matematis siswa dalam
penelitian ini adalah strategi Thinking Aloud Pair
Problem Solving (TAPPS). Penerapan strategi
pembelajaran
TAPPS
ini
diperkirakan
dapat
memudahkan siswa untuk mengkomunikasi ide-ide
matematis.
Strategi TAPPS mengutamakan kerja sama antar
pasangan dalam memecahkan suatu permasalahan.
Menurut Muslimin (2001:65)[2], Thinking Aloud atau
berpikir sambil mengucapkan dengan keras apa yang
difikirkan adalah suatu bentuk tes yang digunakan untuk
meminta siswa memperagakan proses-proses berfikir
mereka sehingga kinerja kognitifnya dapat dicek.
Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving
(TAPPS) merupakan suatu strategi pembelajaran yang
berorientasi pada kemampuan berpikir konstruktivisme,
dimana fokus pembelajaran tergantung masalah yang
dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsepkonsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga
metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut.
Strategi ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan secara
berpasangan, kemudian siswa dapat mengutarakan apa
saja yang dipikirkannya sebagai sebuah solusi atas
permasalahan yang diberikan.
Menurut Johson dan Chung (1999:3)[3], langkahlangkah dalam melaksanakan strategi TAPPS adalah (1)
dua orang siswa bekerja dalam satu tim dan secara
bergantian memainkan peran sebagai problem solver dan
listener, (2) siswa yang sedang tidak memecahkan
masalah mengambil peran sebagai listener, (3) problem
solver bertugas untuk mengungkapkan secara lisan dan
jelas segala sesuatu dari hasil pemikirannnya mengenai
solusi dari masalah yang diberikan, sedangkan listener
bertugas untuk mendengarkan, memberikan dorongan
dan usulan jika menemui pernyataan problem solver
yang tidak sesuai atu tidak dimengerti, (4) untuk
permasalahan berikutnya, problem solver dan listener
saling bertukar peran.
Seorang problem solver mempunyai tugas sebagai
berikut: (a) membaca soal agar listener mengetahui
permasalahan yang akan dipecahkan, (b) Problem solver
mengemukakan semua pendapat, gagasan serta semua
21
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 20-25
langkah yang akan dilakukan untuk menyelesaikan
masalah kepada listener, (c)mencoba untuk terus
menyelesaikan masalah sekalipun problem solver
menganggap masalah tersebut sulit.
Sedangkan, Seorang listener mempunyai tugas
sebagai berikut: (a) menuntun problem solver untuk
terus berbicara, (b) memastikan bahwa langkah dari
solusi permasalahan yang diungkapkan oleh problem
solver tidak ada yang salah, dan tidak ada langkah dari
solusi tersebut yang hilang, (c) membantu problem
solver agar lebih teliti dalam mengungkapkan solusi
permasalahannya, (d)
memberikan isyarat kepada
problem solver, jika problem solver
melakukan
kesalahan dalam proses berpikirnya atau dalam
perhitungannya, tetapi listener jangan memberikan
jawaban yang benar.
Pada saat penerapan strategi TAPPS dalam proses
pembelajaran,
guru
harus
membimbing
dan
mengarahkan siswa dalam bekerja di kelompok masingmasing. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya
siswa yang tidak serius dalam bekerja sehingga waktu
terbuang dengan percuma.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas,
maka permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini
adalah: " Apakah kemampuan komunikasi matematis
siswa dengan strategi pembelajaran Thinking Aloud Pair
Problem Solving
( TAPPS ) lebih baik dibandingkan
dengan kemampuan komunikasi matematis siswa
menggunakan pembelajaran konvensional?". Sejalan
dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan
penelitian
ini adalah untuk mengetahui apakah
kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII
SMPN 11 Padang yang belajar
dengan strategi
pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (
TAPPS ) lebih baik daripada kemampuan komunikasi
matematis siswa yang belajar dengan pembelajaran
konvensional.
Hipotesis dari penelitian ini adalah kemampuan
komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran
dengan menerapkan strategi Thinking Aloud Pair
Problem Solving ( TAPPS ) lebih baik dibandingkan
dengan kemampuan komunikasi matematis siswa
menggunakan pembelajaran konvensional. Indikator
kemampuan komunikasi matematis yang digunakan
adalah menyajikan pernyataan matematika secara tertulis
dan gambar, melakukan manipulasi matematika, dan
Menarik kesimpulan, menyusun bukti, atau memberi
alasam tehadap beberapa solusi.
Tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi guru bidang
studi matematika, untuk menambah wawasan dan
keterampilan guru dalam menerapkan model kooperatif
dalam proses pembelajaran sehingga dapat memperbaiki
proses dan hasil belajar.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode
Kuasi eksperimen. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
sejauh mana peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa kelas VIII SMPN 11 Padang yang
belajar dengan strategi pembelajaran Thinking Aloud
Pair Problem Solving ( TAPPS ).
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII
SMPN 11 Padang yang terdiri dari 7 kelas. Setelah
melakukan beberapa prosedur dalam penarikan sampel
maka terpilihlah kelas VIII.A sebagai kelas eksperimen
dan kelas VIII.C sebagai kelas kontrol.
Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel
bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada kelas
eksperimen adalah strategi pembelajaran Thinking Aloud
Pair Problem Solving ( TAPPS ). Variabel bebas pada
kelas kontrol adalah pembelajaran konvensional.
Sedangkan variabel terikat adalah kemampuan
komunikasi matematis siswa.
Jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu: (a)
data primer yaitu data hasil belajar matematika siswa
kelas VIII SMPN 11 Padang tahun pelajaran 2013/2014
yang
pembelajarannya
menggunakan
strategi
pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (
TAPPS ), dan (data sekunder meliputi skor nilai ujian
mid semester 1 kelas VIII tahun pelajaran 2013/2014.
Sedangkan yang menjadi sumber data dalam penelitian
ini adalah siswa kelas VIII SMPN 11 Padang yang
menjadi sampel untuk mendapatkan data primer dan tata
usaha serta guru matematika kelas VIII SMPN 11
Padang sebagai sumber memperoleh data sekunder.
Prosedur penelitian ini terbagi atas tiga tahapan,
yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap
penyelesaian. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tes kemampuan komunikasi
matematika siswa. Instrumen tes kemampuan
komunikasi matematika dikembangkan melalui uji coba
soal dan validasi.Tes yang diberikan berbentuk essay
dengan 4 soal. Materi yang diujikan dalam tes yaitu
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV).
Teknik analisis data yang digunakan adalah
ANAVA satu arah. Pengujian hipotesis dilakukan di
bawah taraf signifikansi α = 0,05. Sebelum dilakukan
pengujian hipotesis terlebih dahulu diuji persyaratan
menggunakan Anava meliputi kenormalan sebaran data
dan homogenitas varians.
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data
subjek penelitian berdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas sebaran data menggunakan uji AndersonDarling, Selanjutnya, dilakukan uji homogenitas varians
dengan menggunakan uji-F untuk mengetahui apakah tes
kemampuan
komunikasi
matematis
memiliki
22
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 20-25
kehomogenan varians pada kedua kelas sampel. Setelah
itu, Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t' karena
data tes akhir berdistribusi normal tetapi tidak homogen.
Perhitungan dilakukan dengan bantuan software
MINITAB.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan. Pada Tabel 1 berikut ini
disajikan data tes kemampuan komunikasi matematika
siswa kelas sampel.
menggunakan metode grafik. Rata-rata nilai tes siswa
kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol
dengan selisih sebesar 0,2. Pada kelas eksperimen siswa
telah mampu melukiskan gambar secara lengkap dan
benar serta mempresentasikan situasi soal dengan tepat.
Meskipun inti dari jawaban siswa sama, jawaban siswa
pada kelas eksperimen lebih tepat dari pada jawaban
siswa kelas kontrol.
Berikut ini disajikan salah satu jawaban siswa yang
telah mampu melukiskan gambar secara lengkap dan
benar.
TABEL 1
DATA TES KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA KELAS
SAMPEL
Kelas
Eksperimen
Kontrol
N
32
32
Xmaks
100
96
Xmin
43
32
76,81
62,09
S
12,8
18,4
Berdasarkan data pada tabel 1 terlihat bahwa ratarata tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelas
eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis
siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas
kontrol.
Untuk menunjang data mengenai kemampuan
komunikasi matematis, dilakukan analisis data terhadap
masing-masing indikator kemampuan komunikasi
matematis. Analisis kemampuan komunikasi matematis
siswa dilakukan dengan menggunakan skor tes siswa
yang dinilai berdasarkan rubrik penskoran kemampuan
komunikasi matematis. Skala penilaian 0, 1, 2, 3, dan 4
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Rata-rata
skor yang diperoleh siswa pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 2.
TABEL 2
DISTRIBUSI NILAI RATA-RATA TES KEMAMPUAN KOMUNIKASI
MATEMATIS SISWA KELAS EKSPERIMEN DAN KELAS KONTROL
Indikator
a
b
c
Kelas Eksperimen
3
3,3
1,8
Kelas Kontrol
2,8
2,68
1
Keterangan:
Indikator a : Menyajikan pernyataan matematika secara
tertulis dan gambar
Indikator b: Melakukan manipulasi matematika
Indikator c: Menarik kesimpulan, menyusun bukti, atau
memberi alasan tehadap beberapa solusi
Indikator menyajikan pernyataan matematika secara
tertulis dan gambar (indikator a) terdapat pada soal
nomor 1.a. Pada soal no 1.a siswa diminta untuk
menyelesaikan SPLDV yang diberikan dengan
Gambar 1. Lembar Jawaban siswa yang telah Mampu Melukiskan
Gambar secara Lengkap dan Benar
Indikator melakukan manipulasi matematika
(indikator b) terdapat pada soal nomor 1.b, 1.c, 2.a dan
2.b. Pada soal 1.b siswa diminta untuk menyelesaikan
SPLDV yang diberikan dengan menggunakan metode
substitusi. Sedangkan soal 1.c meminta siswa
menyelesaikan SPLDV dengan menggunakan metode
eliminasi. Selanjutnya, soal 2.a dan 2.b meminta siswa
untuk membuat model matematika dari permasalahan
23
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 20-25
dalam kehiupan sehari-hari dan menentukan harga
masing-masing variabel yang digunakan. Rata-rata nilai
tes siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas
kontrol dengan selisih sebesar 0,62. Pada kelas
eksperimen sebagian besar siswa telah mampu
menggunakan bahasa, simbol, ide dan/atau model
matematika secara jelas dan lengkap.
Berikut ini disajikan salah satu jawaban siswa yang
telah mampu menggunakan bahasa, simbol, ide dan/atau
model matematika secara jelas dan lengkap.
TABEL 3
PERSENTASE KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS
EKSPERIMEN
No
Soal
Indikator
1.a
a
b
1.b
b
1.c
b
2.a
b
2.b
b
2.c
c
Maksimum
Minimum
Persentase jumlah siswa sesuai skala
Skor Skor
Skor
Skor Skor
0
1
2
3
4
0
0
9,38
81,24
9,38
0
0
6,25
18,75
75
6,25
9,38
15,63
9,38
59,36
0
3,13
15,63 28,13 53,11
0
6,25
12,5
62,5
18,75
3,13
0
3,13
15,63 78,11
31,3
12,5
21,88
9,38
25,02
31,3
12,5
21,88 81,24 78,11
0
0
3,13
9,38
9,38
TABEL 4
PERSENTASE KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS
KONTROL
No
Soal
1.a
Gambar 2. Lembar Jawaban siswa yang telah mampu menggunakan
bahasa, simbol, ide dan/atau model matematika secara jelas dan
lengkap.
Indikator menarik kesimpulan, menyusun bukti,
atau memberi alasan terhadap beberapa solusi (indikator
c) terdapat pada soal nomor 2.c. Pada soal ini siswa
diminta untuk membuktikan apakah harga 1 kg cat
tembok sama dengan 3 kali harga 1 kg cat kayu. Ratarata nilai tes siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada
kelas kontrol dengan selisih sebesar 0,8. Pada kelas
eksperimen beberapa orang siswa telah mampu
memberikan alasan atau bukti secara tepat, lengkap, dan
logis serta perhitungannya benar.
Berikut ini disajikan salah satu jawaban siswa yang
telah mampu memberikan alasan atau bukti secara tepat,
lengkap, dan logis serta perhitungannya benar.
Gambar 3. Lembar Jawaban Siswa yang telah Mampu Memberikan
Alasan Atau Bukti Secara Tepat, Lengkap, Dan Logis Serta
Perhitungannya Benar
Selain itu, untuk melihat ketercapaian indikator
kemampuan komunikasi siswa, maka analisis tes perlu
dilakukan untuk setiap items soal. Berikut disajikan
Tabel 3 dan Tabel 4 hasil perhitungan untuk kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
Indikator
a
b
1.b
b
1.c
b
2.a
b
2.b
b
2.c
c
Maksimum
Minimum
Persentase jumlah siswa sesuai skala
Skor
Skor
Skor
Skor
Skor
0
1
2
3
4
0
3,13
28,13 34,38 34,36
9,38
9,38
9,38
9.38
62,48
21,88
3,13
6,25
21,88 46,86
9,38
0
6,25
43,74 40,63
0
0
53,13 15,63 31,24
3,13
46,88 28,13
6,25
15,61
50
25
12,5
0
12,5
50
46,88 53,13 43,74 62,48
0
0
6,25
0
12,5
Bedasarkan tabel 3 dan tabel 4 di atas, kemampuan
komunikasi yang dimiliki siswa pada kelas eksperimen
untuk skala 0 berkisar pada 0% - 31,3%, untuk skala 1
berkisar pada 0% - 12,5%, untuk skala 2 berkisar pada
3,13% - 21,88%, untuk skala 3 berkisar pada 9,38% 81,24% dan untuk skala 4 berkisar pada 9,38% - 78,11%.
Kemampuan komunikasi yang dimiliki siswa pada
kelas kontrol untuk skala 0 berkisar pada 0% - 50%, untuk
skala 1 berkisar pada 0% - 46,88%, untuk skala 2 berkisar
pada 6,25% - 53,13%, untuk skala 3 berkisar pada 0% 43,74% dan untuk skala 4 berkisar pada 12,5% - 62,48%.
Dari semua soal kemampuan komunikasi matematis
yang diberikan, soal yang memiliki skor tertinggi adalah
soal 1.a, karena hampir semua siswa kelas sampel
mampu menyelesaikannya meskipun masih ada
beberapa siswa belum menyelesaikannya dengan
sempurna. Sedangkan, soal yang memiliki skor terendah
adalah soal 2.c, Penyebab adalah karena masih banyak
siswa yang memperoleh skor rendah untuk soal 2.b. Soal
2.b memiliki hubungan yang erat dengan soal 2.c. Jika
siswa belum mampu menyelesaikan soal 2.b dengan
baik, maka soal 2.c juga tidak dapat diselesaikan dengan
baik.
24
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 20-25
Berdasarkan hasil analisis data dapat ditarik
kesimpulan bahwa persentase kemampuan komunikasi
matematis siswa yang memperoleh skor 0 dan 1
didominasi oleh kelas kontrol. Persentase siswa yang
memperoleh skor 2 pada kelas kontrol lebih tinggi
daripada kelas eksperimen. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa di kelas
kontrol hanya mencapai skor 2.
Secara keseluruhan terlihat bahwa rata-rata nilai tes
kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas
eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Artinya
untuk setiap indikator kemampuan komunikasi
matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada
siswa kelas kontrol.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan
kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar
dengan strategi pembelajaran TAPPS
lebih baik
daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran
konvensional. Hal ini disebabkan karena pada kelas
eksperimen, siswa dilatih untuk menyelesaikan
permasalahan matematika secara berpasangan. Siswa
belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri
dari 2 orang.
Dalam pembelajaran dengan strategi TAPPS siswa
menyelesaikan permasalahan matematika secara
berpasangan. Untuk setiap permasalahan matematika
yang diberikan,salah satu siswa bertindak sebagai
problem solver dan kemudian mengungkapkan semua
ide-ide penyelesaikan soal kepada pasangannya. Selain
itu, siswa juga dilatih untuk saling berbagi pengetahuan
kepada pasangannya. Dengan strategi pembelajaran
TAPPS ini, siswa dengan kemampuan akademik tinggi
dapat membantu siswa dengan kemampuan akademik
rendah jika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
permasalahan matematika.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi
matematika siswa yang belajar dengan menggunakan
strategi pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem
Solving (TAPPS) lebih baik daripada kemampuan
komunikasi matematika siswa yang belajar dengan
pembelajaran konvensional.
Berdasarkan simpulan di atas, maka disarankan
kepada guru menerapkan strategi pembelajaran TAPPS
sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa.
DAFTAR RUJUKAN
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
Armiati. 2009. Komunikasi Matematis dan
Pembelajaran Berbasis Masalah. Disajikan dalam
Semnas Matematika UNPAR. Bandung.
Ibrahim, Muslimin dkk. 2001. Pembelajaran
kooperatif. Surabaya: University Pers.
Johnson, S.D dan Chung, S.P. ( 1999). The Effect Of
Thinking Aloud Pai Problem Solving On The
Troubleshooting Ability Of Aviation Technician
Student.journal of industrial teacher education
(http://csholar.lib.vt.edu/journals/JITE/v3nl/john.ht
ml).
( diakses 25 maret 2013)
Sahidin, Latif, 2009, Membangun komunikasi
Matematika
Siswa.
http://www.unhalu.ac.id/staff/latif_sahidin/?p=38.
(diakses pada tanggal 6 Juni 2013).
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Utari Sumarmo. 2010. Berpikir Dan Disposisi
Matematik: Apa, Mengapa, dan bagaimana
dikembangkan pada peserta didik . UPI Bandung
25
Download