Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 20-25 PENERAPAN STRATEGI THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS VIII SMPN 11 PADANG Dini Widiyastuti1), Sri Elniati2), Minora Longgom Nasution3) 1) FMIPA UNP, email: [email protected] 2,3) Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP Abstract The mathematical communication ability is one of the ability that should be had by everyone in mathematics learning. The mathematical communication ability of the students grade VIII in SMPN 11 Padang still not optimal. One of the best way to increased it ability is applying Thinking Aloud Pair Problem Solving ( TAPPS ) strategy. The purpose of this research is to compare the mathematical communication ability of the students with Thinking Aloud Pair Problem Solving(TAPPS ) strategy and Conventional Learning. The type of this research is the quasi-experimental research with the Randomized Control Group Only Design. Based on analysis of the test, the mathematical communication ability of the students with TAPPS strategy better than the mathematical communication ability of the students who studied with Conventional Learning. Keywords - Mathematical communication ability, TAPPS Strategy PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Matematika adalah salah satu pilar utama dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Sehingga, matematika diajarkan mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi untuk membentuk kepribadian yang baik, cara berpikir logis dan sistematis. Mengingat pentingnya peranan matematika, berbagai usaha telah dilakukan pemerintah agar mutu pendidikan matematika menjadi lebih baik, diantaranya penyempurnaan kurikulum, pengadaan dan pengembangan sarana dan prasarana pendidikan, serta peningkatan kualitas tenaga pengajar. Sebagaimana yang terdapat didalam tujuan pembelajaran matematika, kemampuan komunikasi matematis adalah salah satu kompetensi yang berperan penting dalam penyampaian ide-ide matematika baik secara tertulis maupun secara lisan dengan simbol, tabel, dan diagram atau media lain untuk memperjelas suatu keadaan atau masalah.Komunikasi dalam pendidikan matematika dapat dikembangkan dengan cara memberi siswa berbagai kesempatan untuk mendengar, berbicara, menulis, membaca, dan menyajikan ide-ide matematis. Menurut The Intended Learning Outcomes (dalam Armiati, 2009: 2)[1], komunikasi matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru, dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan. Ini berarti dengan adanya komunikasi matematika guru dapat lebih memahami kemampuan siswa dalam menginterpretas dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep yang mereka pelajari. Dalam pembelajaran matematika siswa harus diupayakan mampu untuk mengkomunikasikan ide dan pemahamannya. Dengan komunikasi matematika ini guru dapat mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap suatu materi. Kemampuan komunikasi matematika siswa merupakan salah satu penentu apakah siswa sudah paham terhadap konsep-konsep matematika yang telah dipelajari selama proses pembelajaran. Sahidin (2009)[4], aktivitas guru yang dapat menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematika siswa antara lain (a) mendengarkan dan melihat dengan penuh perhatian ide-ide siswa, (b) menyelidiki pertanyaan dan tugas-tugas yang diberikan, menarik hati, dan menantang siswa untuk berpikir, (c) meminta siswa untuk merespon dan menilai ide mereka secara lisan dan tertulis, (d) menilai kedalaman pemahaman atau ide yang dikemukakan siswa dalam diskusi, (e) memutuskan kapan dan bagaimana untuk menyajikan notasi matematika dalam bahasa matematika pada siswa, (f) memonitor partisipasi siswa dalam diskusi, memutuskan kapan dan bagaimana untuk memotivasi masing-masing siswa untuk berpartisipasi. 20 Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 20-25 Jadi guru dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan mendengarkan, meminta respon, menilai, menyajikan notasi matematika, dan memonitor siswa. Dengan berkomunikasi siswadapat meningkatkan kosa kata, mengembangkan kemampuan berbicara, menuliskan ide-ide secara sistematis, dan memiliki kemampuan belajar yang lebih baik. Kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari kemampuan berikut: (1) menghubungkan benda nyata, gambar dan menjelaskan ide/strategi, situasi dan diagram ke dalam ide matematika, (2) menjelaskan ide/strategi, situasi, dan relasi matematika secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar, (3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika, (4) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika, (5) membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis, (6) membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi, (7) menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah dipelajari (Utari 2010)[6]. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMPN 11 Padang ditemui bahwa guru secara umum menggunakan metode ekspositori dalam menjelaskan materi dan membahas contoh soal bersama siswa. Pada saat guru menjelaskan materi dan contoh soal terlihat sebagian siswa tidak mendengarkannya. Banyak siswa yang tidak mau mencatat, mengobrol dan melakukan aktivitas yang tidak berhubungan dengan pembelajaran. Pembelajaran yang berlangsung belum memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis, sehingga kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah. Misalnya, saat diberikan latihan siswa cenderung membuat jawaban akhir dari permasalahan yang diberikan. Sewaktu diminta menjelaskan pekerjaannya kepada temannya, mereka terlihat kesulitan untuk menyampaikannya secara sistematis. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang rendah juga terlihat dari hasil ulangan harian siswa yang memuat soal komunikasi matematis. Kemampuan siswa dalam menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan gambar masih kurang baik. Kemampuan menyatakan ide-ide matematika dalam bentuk gambar dan memberikan penjelasan secara logis dan benar terhadap solusi kurang terlihat. Selain itu, dari jawaban diatas juga terlihat bahwa siswa kurang memahami soal dengan baik sehingga mereka kesulitan membuat diagram panah sebagaimana yang diperintah pada soal. Untuk membatu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, guru harus menetapkan strategi pembelajaran yang efektif. Pemilihan strategi yang tepat memang merupakan faktor penentu berkembang atau tidaknya kemampuan komunikasi matematis siswa. Sulistyono dalam Trianto (2010:140)[5] mendefenisikan strategi belajar sebagai tindakan khusus yang dilakukan oleh seseorang untuk mempermudah, mempercepat, lebih menikmati, lebih mudah memahami secara langsung. Lebih efektif, dan lebih mudah ditransfer ke dalam situasi yang baru. Jadi, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran dibutuhkan agar dapat memahami pelajaran lebih mudah lagi. Salah satu alternatif strategi pembelajaran dalam upaya meningkatkan komunikasi matematis siswa dalam penelitian ini adalah strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS). Penerapan strategi pembelajaran TAPPS ini diperkirakan dapat memudahkan siswa untuk mengkomunikasi ide-ide matematis. Strategi TAPPS mengutamakan kerja sama antar pasangan dalam memecahkan suatu permasalahan. Menurut Muslimin (2001:65)[2], Thinking Aloud atau berpikir sambil mengucapkan dengan keras apa yang difikirkan adalah suatu bentuk tes yang digunakan untuk meminta siswa memperagakan proses-proses berfikir mereka sehingga kinerja kognitifnya dapat dicek. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) merupakan suatu strategi pembelajaran yang berorientasi pada kemampuan berpikir konstruktivisme, dimana fokus pembelajaran tergantung masalah yang dipilih sehingga siswa tidak saja mempelajari konsepkonsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Strategi ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan secara berpasangan, kemudian siswa dapat mengutarakan apa saja yang dipikirkannya sebagai sebuah solusi atas permasalahan yang diberikan. Menurut Johson dan Chung (1999:3)[3], langkahlangkah dalam melaksanakan strategi TAPPS adalah (1) dua orang siswa bekerja dalam satu tim dan secara bergantian memainkan peran sebagai problem solver dan listener, (2) siswa yang sedang tidak memecahkan masalah mengambil peran sebagai listener, (3) problem solver bertugas untuk mengungkapkan secara lisan dan jelas segala sesuatu dari hasil pemikirannnya mengenai solusi dari masalah yang diberikan, sedangkan listener bertugas untuk mendengarkan, memberikan dorongan dan usulan jika menemui pernyataan problem solver yang tidak sesuai atu tidak dimengerti, (4) untuk permasalahan berikutnya, problem solver dan listener saling bertukar peran. Seorang problem solver mempunyai tugas sebagai berikut: (a) membaca soal agar listener mengetahui permasalahan yang akan dipecahkan, (b) Problem solver mengemukakan semua pendapat, gagasan serta semua 21 Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 20-25 langkah yang akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah kepada listener, (c)mencoba untuk terus menyelesaikan masalah sekalipun problem solver menganggap masalah tersebut sulit. Sedangkan, Seorang listener mempunyai tugas sebagai berikut: (a) menuntun problem solver untuk terus berbicara, (b) memastikan bahwa langkah dari solusi permasalahan yang diungkapkan oleh problem solver tidak ada yang salah, dan tidak ada langkah dari solusi tersebut yang hilang, (c) membantu problem solver agar lebih teliti dalam mengungkapkan solusi permasalahannya, (d) memberikan isyarat kepada problem solver, jika problem solver melakukan kesalahan dalam proses berpikirnya atau dalam perhitungannya, tetapi listener jangan memberikan jawaban yang benar. Pada saat penerapan strategi TAPPS dalam proses pembelajaran, guru harus membimbing dan mengarahkan siswa dalam bekerja di kelompok masingmasing. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya siswa yang tidak serius dalam bekerja sehingga waktu terbuang dengan percuma. Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah: " Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa dengan strategi pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving ( TAPPS ) lebih baik dibandingkan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan pembelajaran konvensional?". Sejalan dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII SMPN 11 Padang yang belajar dengan strategi pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving ( TAPPS ) lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Hipotesis dari penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran dengan menerapkan strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving ( TAPPS ) lebih baik dibandingkan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan pembelajaran konvensional. Indikator kemampuan komunikasi matematis yang digunakan adalah menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan gambar, melakukan manipulasi matematika, dan Menarik kesimpulan, menyusun bukti, atau memberi alasam tehadap beberapa solusi. Tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi guru bidang studi matematika, untuk menambah wawasan dan keterampilan guru dalam menerapkan model kooperatif dalam proses pembelajaran sehingga dapat memperbaiki proses dan hasil belajar. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode Kuasi eksperimen. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII SMPN 11 Padang yang belajar dengan strategi pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving ( TAPPS ). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 11 Padang yang terdiri dari 7 kelas. Setelah melakukan beberapa prosedur dalam penarikan sampel maka terpilihlah kelas VIII.A sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII.C sebagai kelas kontrol. Variabel dalam penelitian ini ada dua yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada kelas eksperimen adalah strategi pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving ( TAPPS ). Variabel bebas pada kelas kontrol adalah pembelajaran konvensional. Sedangkan variabel terikat adalah kemampuan komunikasi matematis siswa. Jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu: (a) data primer yaitu data hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMPN 11 Padang tahun pelajaran 2013/2014 yang pembelajarannya menggunakan strategi pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving ( TAPPS ), dan (data sekunder meliputi skor nilai ujian mid semester 1 kelas VIII tahun pelajaran 2013/2014. Sedangkan yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 11 Padang yang menjadi sampel untuk mendapatkan data primer dan tata usaha serta guru matematika kelas VIII SMPN 11 Padang sebagai sumber memperoleh data sekunder. Prosedur penelitian ini terbagi atas tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan komunikasi matematika siswa. Instrumen tes kemampuan komunikasi matematika dikembangkan melalui uji coba soal dan validasi.Tes yang diberikan berbentuk essay dengan 4 soal. Materi yang diujikan dalam tes yaitu Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Teknik analisis data yang digunakan adalah ANAVA satu arah. Pengujian hipotesis dilakukan di bawah taraf signifikansi α = 0,05. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu diuji persyaratan menggunakan Anava meliputi kenormalan sebaran data dan homogenitas varians. Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data subjek penelitian berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas sebaran data menggunakan uji AndersonDarling, Selanjutnya, dilakukan uji homogenitas varians dengan menggunakan uji-F untuk mengetahui apakah tes kemampuan komunikasi matematis memiliki 22 Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 20-25 kehomogenan varians pada kedua kelas sampel. Setelah itu, Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t' karena data tes akhir berdistribusi normal tetapi tidak homogen. Perhitungan dilakukan dengan bantuan software MINITAB. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Pada Tabel 1 berikut ini disajikan data tes kemampuan komunikasi matematika siswa kelas sampel. menggunakan metode grafik. Rata-rata nilai tes siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan selisih sebesar 0,2. Pada kelas eksperimen siswa telah mampu melukiskan gambar secara lengkap dan benar serta mempresentasikan situasi soal dengan tepat. Meskipun inti dari jawaban siswa sama, jawaban siswa pada kelas eksperimen lebih tepat dari pada jawaban siswa kelas kontrol. Berikut ini disajikan salah satu jawaban siswa yang telah mampu melukiskan gambar secara lengkap dan benar. TABEL 1 DATA TES KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA KELAS SAMPEL Kelas Eksperimen Kontrol N 32 32 Xmaks 100 96 Xmin 43 32 76,81 62,09 S 12,8 18,4 Berdasarkan data pada tabel 1 terlihat bahwa ratarata tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol. Untuk menunjang data mengenai kemampuan komunikasi matematis, dilakukan analisis data terhadap masing-masing indikator kemampuan komunikasi matematis. Analisis kemampuan komunikasi matematis siswa dilakukan dengan menggunakan skor tes siswa yang dinilai berdasarkan rubrik penskoran kemampuan komunikasi matematis. Skala penilaian 0, 1, 2, 3, dan 4 sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Rata-rata skor yang diperoleh siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 2. TABEL 2 DISTRIBUSI NILAI RATA-RATA TES KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS EKSPERIMEN DAN KELAS KONTROL Indikator a b c Kelas Eksperimen 3 3,3 1,8 Kelas Kontrol 2,8 2,68 1 Keterangan: Indikator a : Menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan gambar Indikator b: Melakukan manipulasi matematika Indikator c: Menarik kesimpulan, menyusun bukti, atau memberi alasan tehadap beberapa solusi Indikator menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan gambar (indikator a) terdapat pada soal nomor 1.a. Pada soal no 1.a siswa diminta untuk menyelesaikan SPLDV yang diberikan dengan Gambar 1. Lembar Jawaban siswa yang telah Mampu Melukiskan Gambar secara Lengkap dan Benar Indikator melakukan manipulasi matematika (indikator b) terdapat pada soal nomor 1.b, 1.c, 2.a dan 2.b. Pada soal 1.b siswa diminta untuk menyelesaikan SPLDV yang diberikan dengan menggunakan metode substitusi. Sedangkan soal 1.c meminta siswa menyelesaikan SPLDV dengan menggunakan metode eliminasi. Selanjutnya, soal 2.a dan 2.b meminta siswa untuk membuat model matematika dari permasalahan 23 Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 20-25 dalam kehiupan sehari-hari dan menentukan harga masing-masing variabel yang digunakan. Rata-rata nilai tes siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan selisih sebesar 0,62. Pada kelas eksperimen sebagian besar siswa telah mampu menggunakan bahasa, simbol, ide dan/atau model matematika secara jelas dan lengkap. Berikut ini disajikan salah satu jawaban siswa yang telah mampu menggunakan bahasa, simbol, ide dan/atau model matematika secara jelas dan lengkap. TABEL 3 PERSENTASE KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS EKSPERIMEN No Soal Indikator 1.a a b 1.b b 1.c b 2.a b 2.b b 2.c c Maksimum Minimum Persentase jumlah siswa sesuai skala Skor Skor Skor Skor Skor 0 1 2 3 4 0 0 9,38 81,24 9,38 0 0 6,25 18,75 75 6,25 9,38 15,63 9,38 59,36 0 3,13 15,63 28,13 53,11 0 6,25 12,5 62,5 18,75 3,13 0 3,13 15,63 78,11 31,3 12,5 21,88 9,38 25,02 31,3 12,5 21,88 81,24 78,11 0 0 3,13 9,38 9,38 TABEL 4 PERSENTASE KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS KONTROL No Soal 1.a Gambar 2. Lembar Jawaban siswa yang telah mampu menggunakan bahasa, simbol, ide dan/atau model matematika secara jelas dan lengkap. Indikator menarik kesimpulan, menyusun bukti, atau memberi alasan terhadap beberapa solusi (indikator c) terdapat pada soal nomor 2.c. Pada soal ini siswa diminta untuk membuktikan apakah harga 1 kg cat tembok sama dengan 3 kali harga 1 kg cat kayu. Ratarata nilai tes siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan selisih sebesar 0,8. Pada kelas eksperimen beberapa orang siswa telah mampu memberikan alasan atau bukti secara tepat, lengkap, dan logis serta perhitungannya benar. Berikut ini disajikan salah satu jawaban siswa yang telah mampu memberikan alasan atau bukti secara tepat, lengkap, dan logis serta perhitungannya benar. Gambar 3. Lembar Jawaban Siswa yang telah Mampu Memberikan Alasan Atau Bukti Secara Tepat, Lengkap, Dan Logis Serta Perhitungannya Benar Selain itu, untuk melihat ketercapaian indikator kemampuan komunikasi siswa, maka analisis tes perlu dilakukan untuk setiap items soal. Berikut disajikan Tabel 3 dan Tabel 4 hasil perhitungan untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Indikator a b 1.b b 1.c b 2.a b 2.b b 2.c c Maksimum Minimum Persentase jumlah siswa sesuai skala Skor Skor Skor Skor Skor 0 1 2 3 4 0 3,13 28,13 34,38 34,36 9,38 9,38 9,38 9.38 62,48 21,88 3,13 6,25 21,88 46,86 9,38 0 6,25 43,74 40,63 0 0 53,13 15,63 31,24 3,13 46,88 28,13 6,25 15,61 50 25 12,5 0 12,5 50 46,88 53,13 43,74 62,48 0 0 6,25 0 12,5 Bedasarkan tabel 3 dan tabel 4 di atas, kemampuan komunikasi yang dimiliki siswa pada kelas eksperimen untuk skala 0 berkisar pada 0% - 31,3%, untuk skala 1 berkisar pada 0% - 12,5%, untuk skala 2 berkisar pada 3,13% - 21,88%, untuk skala 3 berkisar pada 9,38% 81,24% dan untuk skala 4 berkisar pada 9,38% - 78,11%. Kemampuan komunikasi yang dimiliki siswa pada kelas kontrol untuk skala 0 berkisar pada 0% - 50%, untuk skala 1 berkisar pada 0% - 46,88%, untuk skala 2 berkisar pada 6,25% - 53,13%, untuk skala 3 berkisar pada 0% 43,74% dan untuk skala 4 berkisar pada 12,5% - 62,48%. Dari semua soal kemampuan komunikasi matematis yang diberikan, soal yang memiliki skor tertinggi adalah soal 1.a, karena hampir semua siswa kelas sampel mampu menyelesaikannya meskipun masih ada beberapa siswa belum menyelesaikannya dengan sempurna. Sedangkan, soal yang memiliki skor terendah adalah soal 2.c, Penyebab adalah karena masih banyak siswa yang memperoleh skor rendah untuk soal 2.b. Soal 2.b memiliki hubungan yang erat dengan soal 2.c. Jika siswa belum mampu menyelesaikan soal 2.b dengan baik, maka soal 2.c juga tidak dapat diselesaikan dengan baik. 24 Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 20-25 Berdasarkan hasil analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa persentase kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh skor 0 dan 1 didominasi oleh kelas kontrol. Persentase siswa yang memperoleh skor 2 pada kelas kontrol lebih tinggi daripada kelas eksperimen. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa di kelas kontrol hanya mencapai skor 2. Secara keseluruhan terlihat bahwa rata-rata nilai tes kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Artinya untuk setiap indikator kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa kelas kontrol. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran TAPPS lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Hal ini disebabkan karena pada kelas eksperimen, siswa dilatih untuk menyelesaikan permasalahan matematika secara berpasangan. Siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2 orang. Dalam pembelajaran dengan strategi TAPPS siswa menyelesaikan permasalahan matematika secara berpasangan. Untuk setiap permasalahan matematika yang diberikan,salah satu siswa bertindak sebagai problem solver dan kemudian mengungkapkan semua ide-ide penyelesaikan soal kepada pasangannya. Selain itu, siswa juga dilatih untuk saling berbagi pengetahuan kepada pasangannya. Dengan strategi pembelajaran TAPPS ini, siswa dengan kemampuan akademik tinggi dapat membantu siswa dengan kemampuan akademik rendah jika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan matematika. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa yang belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematika siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Berdasarkan simpulan di atas, maka disarankan kepada guru menerapkan strategi pembelajaran TAPPS sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. DAFTAR RUJUKAN [1] [2] [3] [4] [5] [6] Armiati. 2009. Komunikasi Matematis dan Pembelajaran Berbasis Masalah. Disajikan dalam Semnas Matematika UNPAR. Bandung. Ibrahim, Muslimin dkk. 2001. Pembelajaran kooperatif. Surabaya: University Pers. Johnson, S.D dan Chung, S.P. ( 1999). The Effect Of Thinking Aloud Pai Problem Solving On The Troubleshooting Ability Of Aviation Technician Student.journal of industrial teacher education (http://csholar.lib.vt.edu/journals/JITE/v3nl/john.ht ml). ( diakses 25 maret 2013) Sahidin, Latif, 2009, Membangun komunikasi Matematika Siswa. http://www.unhalu.ac.id/staff/latif_sahidin/?p=38. (diakses pada tanggal 6 Juni 2013). Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Utari Sumarmo. 2010. Berpikir Dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan bagaimana dikembangkan pada peserta didik . UPI Bandung 25