Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Tinjauan Ekonomi & Keuangan VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 www.ekon.go.id ANCAMAN PELEMAHAN EKONOMI GLOBAL STRUKTUR EKONOMI DAN RESPON KEBIJAKAN PEMERINTAH MENENTUKAN DAYA TAHAN PEREKONOMIAN NASIONAL DAFTAR ISI 03 Editorial EKONOMI INTERNASIONAL 04 Overview Ekonomi ASEAN Menjelang Pemberlakuan AEC 2015 07 PEMBINA: KOORDINASI KEBIJAKAN EKONOMI Sinergi Pemerintah dan Otoritas: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Paket Kebijakan Bank Indonesia PENGARAH: Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 09 Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Keuangan KOORDINATOR: Anggaran Pertahanan Nasional Bobby Hamzar Rafinus EDITOR: Edi Prio Pambudi Laporan utama Puji Gunawan 14 Ratih Purbasari Kania Dollar AS Kian Tak Terkendali ANALIS: Puji Gunawan, Thasya Pauline, Benito Rio Avianto, Sri Purwanti, Hesti Wahyudi Surasmono, Susiyanti, Trias Melia, Desi Maola Ayu Saputri Respon Pemerintah Terhadap Pelemahan Ekonomi KONTRIBUTOR: perdagangan Kementerian Perdagangan, FEB UI Hubungan Perdagangan Indonesia - Australia 24 02 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 19 editorial Pentingnya akurasi dan validitas data dalam perekonomian bisa dianalogikan sebagai denyut jantung bagi tubuh. Denyut jantung diperlukan dalam rangka pendeteksian awal adanya permasalahan ataupun penyakit di dalam sistem tubuh kita. Apabila terjadi gangguan yang menyebabkan denyut jantung tidak mengirimkan sinyal yang benar ataupun terjadi kesalahan dalam menginterpretasikan denyut tersebut, maka bisa dipastikan penanganan dan pengobatan yang diberikan tidak akan tepat sasaran. Data memang menjadi kata kunci untuk mengambil sebuah kebijakan yang tepat. Data di Indonesia sesungguhnya tersedia cukup banyak dan mencakup semua sektor ekonomi. Kementerian juga selalu menghimpun data dari jaringan birokrasinya di daerah. Jadi masalah sesungguhnya bukan pada ketersediaan data, tapi pada akurasi data dan pemanfaatan data yang tepat sesuai kebijakan yang akan diterapkan. kebijakan yang diambil berbasis data pun belum tentu tepat sasaran, karena datanya masih kasar dan belum dilakukan clustering dan filtering. Contohnya adalah sensus BPS pada tahun 2013. Jumlah populasi sapi di Indonesia ketika itu sebanyak 12 juta sapi. Namun berdasarkan hasil pendetailan lebih lanjut, hampir 30 persen adalah dari jumlah sapi tersebut adalah milik rumah tangga petani yang tidak bisa dipotong setiap waktu guna memenuhi kebutuhan daging sapi nasional. Membicarakan perbaikan data berarti juga membicarakan pentingnya sebuah rencana tindak lanjut dari langkah pembenahan berbagai aspek, seperti, pembangunan infrastruktur, pangan, industri ataupun sumber daya manusia. Pengambil kebijakan di Pusat dan Daerah seyogyanya juga tidak serta merta menggunakan usulan publik semata sebagai landasan utama. Usulan harus dikaji berdasarkan data untuk menghasilkan kebijakan yang berkesinambungan dan terimplimentasikan dengan baik Salah satu yang menjadi pekerjaan lebih lanjut adalah penyajian data yang dapat dikomparasi tidak hanya secara tahunan ataupun spasial, tetapi juga secara internasional. Masih Banyak Insitusi Pemerintahan, baik di pusat maupun daerah, maupun swasta yang masih menyajikan data dan informasi hanya dalam bahasa Indonesia. Ketersediaan data dan Informasi dalam bahasa asing menjadi penting di saat Indonesia sangat membutuhkan aliran investasi maupun kunjungan wisatawan mancanegara. Tidak jarang, bahkan hampir selalu keputusan Investasi maupun keputusan berpergiaan ke satu negara didasari atas ketersediaan data dan informasi yang valid. Dalam tataran yang lebih praktis, informasi seperti marka petunjuk jalan, brosur, info layanan publik, publikasi dan lainnya pada umumnya masih dalam bentuk bahasa Indonesia. Padahal, hal ini sangatlah membantu wisatawan maupun investor asing dalam melakukan aktivitasnya di Indonesia. Hal ini kami yakini dapat memberikan kesan yang lebih baik dan menunjukkan keramahan suatu kota. Melihat pentingnya keterbukaan data dan infomasi global, bahkan salah satu kesepakatan KTT negara G20 di Turki juga mencakup masalah keterbukaan data secara otomatis. Kesepakatan itu akan direalisasikan dalam program Automatic Exchange of Information (AEoI) dan akan dimulai pada tahun 2018 untuk semua negara anggota G-20. TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 03 Ekonomi internasional OVERVIEW EKONOMI ASEAN Foto: www.scmp.com MENJELANG PEMBERLAKUAN ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Benito Rio Avianto Pertumbuhan global akan berimplikasi terhadap menurunnya harga minyak dunia, akibat tingginya pasokan. Namun hal ini lebih cenderung didorong oleh faktor negatif, termasuk melemahnya investasi yang mengakibatkan menurunnya ekspektasi pertumbuhan ekonomi negara maju dan berkembang. didukung ekonomi di berkembang oleh negara meningkatnya maju mencatat sebesar pertumbuhan 1,8%. pertumbuhan Negara tahun 2014 sebesar 4,6% sedikit menurun dibandingkan dengan 2013 yaitu sebesar 5,0%. Sedangkan permintaan dunia diperkirakan akan meningkat sebesar 3,5% pada tahun 2015 dengan sedikit dorongan dari tahun 2014. Pertumbuhan di negara maju diproyeksikan akan meningkat menjadi 2,4% pada tahun 2015 dan pertumbuhan negara-negara berkembang diproyeksikan kembali menurun pada tahun 2015 menjadi sebesar 4,3%. 04 Jepang, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2014. Pada tahun 2015, ekonomi AS cenderung melakukan ekspansi, didukung oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dan tenaga kerja, inflasi yang Permintaan global meningkat sebesar 3,4% pada tahun 2014, Untuk tiga ekonomi besar dunia, AS, Uni Eropa dan rendah, serta investasi, ditopang oleh kondisi keuangan dan neraca perdagangan yang membaik. Prospek pertumbuhan di Uni Eropa juga positif, meskipun ada tekanan deflasi serta efek kemungkinan keluarnya Yunani dari Uni Eropa bisa meredam pemulihan ekonomi yang masih rapuh. Perbaikan ekonomi di Jepang masih belum pasti akibat tingkat konsumsi swasta yang masih tetap lamban. Namun, langkah-langkah pelonggaran moneter diikuti dengan dengan harga minyak yang rendah serta depresiasi yen, diharapkan dapat mendukung pertumbuhan tahun 2015. TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 Untuk beberapa negara berkembang lainnya, prospek tahun 2015 juga bervariasi. Pertumbuhan melambat di Tiongkok dan diperkirakan terus berlangsung hingga akhir tahun 2015. India memiliki prospek tingkat pertumbuhan yang lebih baik pada tahun 2015, dengan peningkatan konsumsi rumah tangga akibat harga minyak yang rendah dan inflasi yang menurun. Kinerja ekonomi ASEAN tetap kuat dan stabil pada tahun 2014, meskipun memiliki tingkat pertumbuhan 4,4% (lebih rendah dibandingkan dengan 5,2% pada tahun 2013. Pertumbuhan ekonomi ASEAN secara keseluruhan lebih rendah dari beberapa negara anggotanya (Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand) Pada tahun 2015, prospek pertumbuhan ASEAN diproyeksikan naik menjadi 4,9%. Hal ini mencerminkan pemulihan ekonomi yang diharapkan dapat terjadi di Indonesia dan Thailand serta pertumbuhan yang stabil di Filipina dan Viet Nam. Pada tahun 2014, total perdagangan ASEAN mencapai USD 2,53 triliun dengan peningkatan sebesar 0,6% dibandingkan tahun 2013. Jumlah FDI masuk ke ASEAN sebesar USD 136.1 miliar tahun 2014, meningkat 11,3% dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan laporan ASEAN Secretariat pertumbuhan ekonomi global akan cenderung stagnan sejak tahun 2012. Pertumbuhan ekonomi ASEAN dalam 1 (satu) dekade, 2007-2015 secara rata-rata tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi global. Laporan Asian Development Bank (ADB) memperkirakan pada tahun 2015 ekonomi ASEAN akan tumbuh sebesar 4,9%, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun 2014 yakni sebesar 4,4%. Perekonomian global tumbuh sebesar 3,5% pada tahun 2015, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 yang tumbuh sebesar 3,4% (Laporan IMF, Economic Outlook 2015). Sedangkan Pertumbuhan di negara maju diproyeksikan meningkat menjadi 2,4% pada tahun 2015. Meskipun perekonomian meningkat di tahun 2015, ASEAN tetapi diproyeksikan ASEAN akan dihadapkan pada beberapa resiko buruk aktivitas perekonomian seperti: relatif kecil sejak tahun 2012 yaitu sebesar US$ 2,49 o Ketidakpastian harga minyak; Trillion dan sedikit meningkat menjadi US$ 2,51 Trillion o Tidak meratanya pertumbuhan ekonomi antar market) pada tahun 2013 dan meningkat sedikit juga pada tahun 2014 senilai US$ 2,53 Trillion. Sementara untuk investasi negara; o Ketidakpastian Total Perdagangan ASEAN cenderung stagnan/tumbuh pasar keuangan (financial asing (FDI), kondisinya lebih baik. FDI ASEAN senilai US$ 136,2 Billion ditahun 2014 meningkat signifikan bila TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 05 dibandingkan dengan FDI di tahun 2013 senilai US$ 117,7 Billion. Hal-hal yang dapat dilakukan Indonesia: Pemerintahan Indonesia mengasumsikan pertumbuhan ekonomi 2015 sebesar 5,7%, sebagaimana tercantum dalam APBN-Perubahan (APBN-P) 2015. Ekonomi Indonesia dapat terkena dampak dari perlambatan ekonomi dunia apabila hal tersebut terus terjadi. Saat ini, hanya ekonomi AS yang mengalami penguatan. Perlambatan ekonomi dunia telah mengakibatkan penurunan ekspor Indonesia. Disamping itu, harga komoditas unggulan ekspor seperti minyak sawit mentah (CPO) dan karet juga ikut turun. Harga minyak bumi yang turun secara siginifikan juga berimplikasi terhadap penurunan harga CPO dan karet. Namun demikian diperkirakan ekonomi Indonesia tahun ini tumbuh di atas 5,4% dengan syarat belanja pemerintah harus optimal, antara lain dengan mempercepat pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur. 06 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 SINERGI PEMERINTAH DAN OTORITAS: Koordinasi kebijakan ekonomi PAKET KEBIJAKAN BANK INDONESIA Trias Melia Di tengah kondisi perekonomian global yang melemah, Pemerintah terus berupaya untuk menciptakan kondisi ekonomi makro yang kondusif, menggerakkan perekonomian nasional, serta melindungi masyarakat berpendapatan rendah. Untuk itu, Pemerintah di bulan September 2015 mengeluarkan paket kebijakan ekonomi untuk mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi dan memberikan insentif fiskal. Tidak hanya Pemerintah, upaya dalam rangka stabilisasi fiskal dan moneter juga dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan Otoritas Jasa Keuangan yang sejalan dengan langkah-langkah stailisasi perekonomian oleh Pemerintah. Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah tahap I yang dikeluarkan pada 9 September 2015 lalu disusul dengan Paket Kebijakan Bank Indonesia. Paket Kebijakan Bank Indonesia tersebut terdiri dari lima kebijakan, yaitu: TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 07 1. Memperkuat pengendalian inflasi dan mendorong sektor riil dari sisi supply perekonomian a. Memperkuat koordinasi Tim Pengedalian Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dalam rangka akselerasi implementasi roadmap pengendalian inflasi nasional dan daerah. Saat ini telah terdapat lebih dari 430 TPID di seluruh Indonesia dan telah memiliki roadmap inflasi daerah. Bank Indonesia akan terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah pusat maupun daerah untuk mengimplementasikan roadmap tersebut. b. Memperkuat kerjasama Ekonomi dan Keuangan Daerah antara Bank Indonesia dengan Pemerintah Pusat dan Daerah. 2. Menjaga stabilisas nilai tukar Rupiah a. Menjaga kepercayaan pelaku pasar di pasar valas melalui pengendalian volatitas nilai tukar rupiah b. Memelihara kepercayaan pasar terhadap pasar Surat Berharga Negara melalui pembelian di pasar sekunder, dengan tetap memerhatikan dampaknya terhadap ketersediaan Surat Berharga Negara bagi inflow dan likuiditas pasar uang 3. Memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah. a. Mengubah mekanisme lelang Reverse Repo (RR) SBN dari variable rate tender menjadi fixed rate tender, menyesuaikan pricing RR SBN, dan memperpanjang tenor dengan menerbitkan RR SBN 3 bulan b. Mengubah mekanisme lelang Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) dari variable rate tender menjadi fixed rate tender dan menyesuaikan pricing SDBI, serta menerbitkan SDBI tenor 6 bulan c. Menerbitkan kembali Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bertenor 9 bulan dan 12 bulan dengan mekanisme lelang fixed rate tender dan menyesuaikan pricing. 4. Memperkuat pengelolaan supply dan demand valas. a. Menyesuaikan frekuensi lelang Foreign Exchange (FX) Swap dari 2 kali seminggu menjadi 1 kali seminggu b. Mengubah mekanisme lelang Term Deposit (TD) Valas dari variable rate tender menjadi fixed rate tender, menyesuaikan pricing, dan memperpanjang tenor sampai dengan 3 bulan. c. Menurunkan batas pembelian valas dengan pembuktian dokumen underlying dari yang berlaku saat ini sebesar US$100 ribu menjadi US$25 ribu per nasabah per bulan dan mewajibkan penggunaan NPWP. d. Mempercepat proses persetujuan ULN Bank dengan tetap memperhatikan asas kehati-hatian. 5. Langkah-langkah lanjutan untuk pendalaman pasar uang. a. Menyediakan fasilitas swap hedging untuk mendukung investasi infrastruktur dan sekaligus memperkuat cadangan devisa. b. Menyempurnakan ketentuan tentang pasar uang yang mencakup seluruh komponen pengembangan pasar antara lain instrumen, pelaku dan infrastruktur. Untuk mendorong implementasi paket kebijakan, Bank Indonesia secara aktif akan senantiasa berkoordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait lainnya. Melalui kebijakan Bank Indonesia yang sejalan dengan kebijakan Pemerintah ini, diharapkan akan memberi dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Tidak hanya itu, diharapkan perbaikan perekonomian nantinya juga dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Sumber: Bank Indonesia 08 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 keuangan Foto: www.danmogot.com ANGGARAN PERTAHANAN NASIONAL Foto: www.frontroll.com Foto: www.nasional.tempo.com Foto: www.militerindonesiaarmy.blogspot.com Hesti Wahyudi Surasmono Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah berhasil melakukan peningkatan kemampuan pertahanan negara serta peningkatan upaya penciptaan dan pemeliharaan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat. Peningkatan kemampuan pertahanan tersebut terindikasikan dengan semakin menurunnya aktivitas militer asing untuk mengganggu kewibawaan dan kedaulatan NKRI. Isu strategi RPJMN 2015-2019 bidang Pertahanan dan Keamanan adalah Peningkatan Kapasitas Pertahanan dan Stabilitas Keamanan Nasional. Isu strategis ini secara langsung akan mendukung upaya Indonesia dalam menciptakan daya saing nasional yang didukung dengan SDA yang unggul, SDM yang berkualitas, serta Iptek yang terus meningkat. TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 09 Anggaran belanja pemerintah pusat pada fungsi pertahanan terus mengalami peningkatan selama 6 tahun terakhir dari sebesar Rp13,14 trilun pada APBN tahun 2009 menjadi 102,27 triliun pada APBN-P tahun 2015. Alokasi anggaran pada tahun 2014 menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN pada tahun 2013. Penurunan anggaran pada fungsi pertahanan tersebut terutama dikarenakan adanya pemotongan belanja pada K/L yang menjalankan fungsi pertahanan yaitu Kementerian Pertahanan, Lembaga Ketahanan Nasional, dan Dewan Ketahanan Nasional. Alokasi anggaran belanja pada fungsi pertahanan APBN-P tahun 2015 sebesar Rp102.27 triliun yang berarti lebih tinggi Rp20,13 triliun dari tahun 2014. Lebih tingginya alokasi anggaran pada fungsi pertahanan tersebut terutama terkait penambahan alokasi anggaran untuk memperkuat alutsista menuju ke minimum essential force (MEF) dengan didukung industri pertahanan dalam negeri. Selanjutnya, alokasi anggaran pada fungsi pertahanan tersebut untuk mencapai sasaran yang diharapkan, yaitu: (1)meningkatnya kesejahteraan dalam rangka pemeliharaan profesionalisme prajurit melalui peningkatan jumlah fasilitas perumahan prajurit dan peningkatan kualitas dan kuantitas latihan prajurit TNI; dan (2)menguatnya keamanan laut dan daerah perbatasan melalui peningkatan operasi pengamanan dan keselamatan di laut dan wilayah perbatasan, menambah pos pengamanan perbatasan darat, memperkuat kelembagaan keamanan laut, serta intensifikasi dan ekstensifikasi operasi bersama. Sumber: Nota Keuangan 10 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 Sumber: Global Firepower, 2015 Sumber: the Stockholm Peace research Institute (SIPRI) Belanja pertahanan Indonesia tahun 2015 sebesar 6.9 miliar US$ jika dibandingkan dengan negaranegara di kawasan ASEAN menempati posisi ke-2 dibawah Singapura yang mempunyai anggaran sebesar 9,3 miliar US$. Meskipun demikian, dari data tahun 2014 dapat dilihat persentase terhadap GDP Indonesia menepati urutan terbawah yaitu sebesar 0,8% yang jauh dibawah rata-rata Negara Asean sebesar 2.2 %. Alokasi belanja pertahanan terhadap total belanja pemerintah juga menempati urutan paling bawah yaitu sebesar 4.1% dari total belanja pemerintah. Jika kita mengacu pada RPJMN, pemerintah menargetkan alokasi belanja pertahanan sebesar 1.5% dari GDP di tahun 2019. Anggaran Kementerian Pertahanan dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp102.2 triliun digunakan antara lain untuk pengadaan Alutsista pada Mabes TNI dan masing-masing angkatan dalam beberapa program: (1)Program Modernisasi Alutsista/Non-Alutsista/Sarpras Integratif; (2) Program Modernisasi Alutsista/Non-Alutsista/Sarana dan Prasarana Matra Darat ; (3) Program Modernisasi Alutsista/NonAlutsista serta Pengembangan Fasilitas dan Sarpras Matra Laut; (4) Program Modernisasi Alutsista/Non-Alutsista serta Pengembangan Fasilitas dan Sarpras Matra Udara. Arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran terpenuhinya alutsista TNI tentunya harus didukung industri pertahanan dalam negeri. Dukungan pemerintah terhadap industri pertahanan adalah melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Dirgantara Indonesia dan PT. Pindad yang merupakan BUMN yang bergerak di bidang kedirgantaraan dan persenjataan. Tujuan PMN tersebut untuk peningkatan kapasitas produksi, modernisasi fasilitas produksi, mengantisipasi berkembangnya pasar, dan meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia. PT Dirgantara Indonesia dan PT Pindad masing-masing memperoleh penyertaan modal sebesar Rp400 miliar dan Rp700 miliar pada alokasi APBN-P tahun 2015. TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 11 PT Dirgantara Indonesia (PT.DI) (Persero) didirikan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri strategis di bidang kedirgantaraan, khususnya dalam hal pengembangan industri pesawat terbang. Misi PT. DI (Persero) adalah sebagai pusat keunggulan di bidang industri dirgantara terutama dalam rekayasa, rancang bangun, manufaktur, produksi dan pemeliharaan untuk kepentingan komersial dan militer dan juga aplikasi di luar industri dirgantara, menjalankan usaha dengan selalu berorientasi pada aspek bisnis dan komersial, sehingga dapat menghasilkan produk dan jasa yang memiliki keunggulan biaya Penambahan modal diantaranya untuk: 1)menambah leverage fasilitas bank dalam peningkatan modal kerja proyek dan menggantikan sebagian modal kerja yang sudah dibayarkan PT. Perusahan Pengelola Aset (PPA), 2) investasi dukungan maritime guna mengembangkan pesawat penguatan pengawasan di bidang maritim, 3) investasi fasilitas produksi untuk meningkatkan kapasitas fasilitas perakitan dan jasa pemeliharaan pesawat terbang. PT Pindad (Persero) adalah BUMN yang memproduksi senjata, amunisi dan peralatan sistem pertahanan dan keamanan serta memproduksi alat-alat, perkakas dan komponen-komponen lain untuk sektorsektor perhubungan, pertanian/perkebunan, pertambangan dan industri. Tujuan penambahan modal adalah untuk pembangunan dan perbaikan lini produksi, pengembangan bisnis produk industrial, peningkatan fasilitas pengembangan produk dan proses serta learning center, pengembangan soft competence SDM. Manfaat yang diharapkan ialah dapat meningkatkan kapasitas produksi, modernisasi fasilitas produksi, berkembangnya pasar, dan meningkatkan kemampuan SDM, mendukung penguatan industri pertahanan dan keamanan dalam negeri, meningkatkan daya saing produksi industri pertahanan dan keamanan di pasar internasional, dan mendukung program Minimum Essential Force. 12 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 LAPORAN UTAMA DOLLAR AS KIAN TAK TERKENDALI RESPON PEMERINTAH TERHADAP PELEMAHAN EKONOMI TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 LAPORAN UTAMA DOLLAR AS KIAN TAK TERKENDALI Edi Prio Pambudi Pelemahan nilai tukar (depresiasi) Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (USD) sudah berlangsung sejak September 2011. Jika dicermati, pelemahan nilai tukar Rupiah berdasarkan waktu tercapainya batas-batas psikologis nilai tukar Rupiah dari level Rp 9.000, Rp 10.000, hingga Rp 13.000 per USD 1 berlangsung semakin singkat, seperti berikut : Menembus Rp 9.000 per USD pada 21 September 2011 (7 bulan) Menembus Rp 10.000 per USD pada 10 Juni 2013 (1 tahun 9 bulan) Menembus Rp 11.000 per USD pada 23 Agustus 2013 (2 bulan) Menembus Rp 12.000 per USD pada 28 Nopember 2013 (3 bulan) Menembus Rp 13.000 per USD pada 9 Maret 2015 (4 bulan) Menembus Rp 14.000 per USD pada 24 Agustus 2015 (5 bulan) 1 14 Bloomberg, IDR Currency, diolah TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 Sumber utama tekanan depresiasi Rupiah sejak 2011 ada tiga, yaitu: (1) menurunnya harga internasional komoditas yang menjadi andalan ekspor Indonesia sejak triwulan I-2011 akibat krisis ekonomi 2008 yang menyebabkan defisit transaksi berjalan Indonesia, (2) normalisasi kebijakan moneter AS dengan cara mengurangi secara bertahap program stimulus pelonggaran uang ke sektor keuangan dan menaikkan suku bunga acuan bank sentral AS (FED Fund Rate), dan (3) devaluasi mata uang Tiongkok (Yuan) terhadap USD untuk mendongkrak pertumbuhan ekspor Tiongkok yang tengah melambat. Secara keseluruhan, tekanan terbesar depresiasi Rupiah berasal dari luar sistem perekonomian Indonesia. Tekanan terakhir yang berasal dari Tiongkok ini secara masif melemahkan memukul sebagian besar nilai tukar mata uang Asia terhadap USD. Secara empiris, ketika Yuan/Renminbi melemah, ekspor Tiongkok tumbuh positif seperti pada awal 2013 dan akhir 2014 lalu. Tiongkok mengandalkan pasar ekspor AS dan Eropa yang mulai memberikan surplus perdagangan bagi Tiongkok karena perekonomiannya yang mulai pulih. Tiongkok berusaha memasok pasar AS dan Eropa untuk mengkompensasi merosotnya ekspor Tiongkok ke pasar lainnya di dunia. Kebijakan devaluasi Yuan tanggal 11 Agustus 2015 secara umum sudah diantisipasi oleh pasar (price-in) yang memperkirakan keberlanjutan dari kebijakan devaluasi tersebut serta respon kebijakan dari AS dan negara lain. Namun, kondisi yang sama tidak demikian dengan Indonesia. Ketika nilai tukar Rupiah terus melemah, pertumbuhan ekspor Indonesia kian melambat. Dengan mempertimbangkan dampaknya pada kondisi ekonomi domestik di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi saat ini, persoalannya adalah apakah depresiasi Rupiah akan berlangsung secara permanen atau hanya sementara (fluktuatif). Faktanya, peristiwa eksternal yang terjadi secara berturut-turut selama 4 tahun terakhir tersebut sudah melemahkan nilai tukar Rupiah hingga 62 persen dan menembus batas-batas psikologis dalam waktu semakin singkat. Kondisi ini menandai tren depresiasi Rupiah yang terjadi semakin menukik tajam dan belum sampai pada titik keseimbangan baru. Banyak pendapat bahwa nilai tukar Rupiah saat ini mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia. Apabila nilai tukar Rupiah dinyatakan sebagai representasi fundamental ekonomi Indonesia, maka pelemahan nilai tukar yang semakin sulit dikendalikan menunjukkan semakin merosotnya fundamental ekonomi Indonesia. Di kawasan Asia, nilai tukar Rupiah sejak awal 2015 hingga saat ini TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 15 (year-to-date) sudah merosot minus 10,08 persen berada di atas nilai tukar Ringgit Malaysia yang juga melemah sampai minus 13,99persen. Jika derajat kerentanan nilai tukar mata uang diukur berdasarkan volatilitas, Rupiah termasuk yang paling rentan sebesar 11,01 persen berada pada urutan kedua mata uang paling rentan di Asia setelah Malaysia sebesar 13,50 persen. Berdasarkan kondisi nilai tukar Rupiah saat ini, secara teknis perkembangan Rupiah dapat diproyeksikan hingga akhir 2015 dengan mempertimbangkan beberapa elemen seperti harga spot, forward, tren dan derajat volatilitasnya. Rupiah diperdagangkan pada harga spot saat ini sebesar Rp 13.788 per USD, sementara harga forward (kontrak hingga triwulan IV-2015) sebesar Rp 14.454. Perdagangan Rupiah pada triwulan IV-2015 berdasarkan proyeksi Bloomberg yang bersumber dari 45 lembaga-lembaga keuangan menunjukkan perkiraan harga spot rata-rata Rp 13.712 per USD dengan perkiraan harga tertinggi Rp 14.020 per USD.dan harga terendah Rupiah sebesar Rp 13.500 per USD. Puncak distribusi nilai tukar Rupiah pada perdagangan spot juga diperkirakan akan bergeser dari Rp 13.377 per USD pada triwulan III-2015 menjadi Rp 13.620 pada triwulan IV-2015. Hal ini menandakan bahwa para pelaku keuangan memperkirakan Rupiah akan mengalami tekanan depresiasi dengan simpangan yang lebar hingga akhir 2015 Perkiraan kerentanan yang cukup tinggi dan tren depresiasi Rupiah pada akhir 2015 dapat dihitung dengan simulasi kondisi dimana semakin lebar rentang selisih harga nilai tukar Rupiah terhadap USD antara spot dan forwad (spread), semakin tinggi nilai probabilitas keyakinan pelaku pasar keuangan . Pengertiannya, pelaku pasar semakin yakin jika nilai tukar Rupiah pada akhir 2015 nanti akan bergerak dalam rentang nilai yang semakin lebar antara Rp 13.000 hingga Rp 14.454 per USD. Forex Exchange Forecast Simulation oleh Bloomberg memaparkan bahwa keyakinan pelaku pasar keuangan sebesar 76,8 persen nilai tukar Rupiah pada akhir tahun 2015 antara Rp 13.331 hingga Rp 15.673 per USD. Dengan asumsi harga Rupiah saat ini sebesar Rp 13.771 per USD, pelaku pasar uang juga cukup yakin (62,8%) bahwa nilai tukar Rupiah akan menembus Rp 14.000 per USD. Sebaliknya, pelaku pasar keuangan tidak begitu yakin (4,5%) bahwa nilai tukar Rupiah 2 akan kembali menguat di bawah Rp 13.000 per USD . Dengan demikian tren depresiasi Rupiah menurut perkiraan pelaku pasar keuangan kemungkinan besar masih akan terjadi. Depresiasi Rupiah berdampak pula pada aliran kapital. Sejak awal 2015 hingga saat ini year-to-date) nilai tukar Rupiah melemah terhadap USD sebesar minus 10,08 persen diiringi dengan menurunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga minus 8,12persen. Meskipun demikian, aliran modal ke ekuitas masih positif USD 65,3 juta. Namun, sejak awal Agustus 2015 aliran modal keluar dari ekuitas sudah mencapai USD 257,3 juta. Aliran modal ke ekuitas Indonesia hingga saat minus USD 84,7 juta per hari atau terjadi aliran modal keluar (capital outflows) dari pasar ekuitas Indonesia setiap harinya sebesar itu. Pasar saham Indonesia masih cukup optimis ditandai dengan IHSG yang tumbuh positif sebesar 35,32 persen sejak saat Rupiah menembus Rp 9.000 per USD hingga saat ini. Tidak hanya di Indonesia, aliran kapital yang keluar dari pasar ekuitas India mencapai USD 276,8 juta per hari, lalu kapital yang keluar dari ekuitas Korea Selatan sebesar USD 144,7 juta, dari ekuitas Thailand keluar USD 3 52,9 juta . Melemahnya nilai tukar mata uang terpapar tindakan devaluasi Yuan cukup masif membuat aliran kapital keluar dari kawasan Asia yang selama ini selalu diminati sebagai „halte‟ investasi. 2 Bloomberg, Forex Exchange Forecast Simulation Bloomberg, Indonesia Balance of Payment 3 16 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 Hal yang perlu menjadi perhatian dari aliran kapital keluar adalah penurunan surplus transaksi keuangan dan modal pada Neraca Pembayaran Indonesia sejak triwulan III-2014. Selama kurun waktu tersebut, surplus transaksi keuangan dan modal yang sebagian besar berasal aliran kapital masuk ke ekuitas (portofolio) membiayai (trade off) defisit transaksi berjalan, sehingga neraca pembayaran masih positif. Sebaliknya, jika aliran kapital terus terjadi makatransaksi keuangan dan kapital semakin tertekan hingga tidak dapat menyeimbangkan defisit transaksi berjalan dan neraca pembayaran Indonesia yang mengalami defisit. Transaksi keuangan dan kapital pada posisi triwulan III-2014 sebesar USD 14,7 milyar lalu merosot pada triwulan I-2015 menjadi USD 5,9 milyar atau turun 59,46 persen. Di sisi lain, transaksi berjalan masih mengalami defisit USD 3,8 milyar pada triwulan I-2015 4 menurun 43,89persen dari posisi Triwulan III-2015 sebesar USD 5,5 milyar . Namun, menurunnya defisit transaksi berjalan ini disebabkan oleh penurunan impor yang lebih besar dari penurunan ekspor akibat depresiasi nilai tukar Rupiah. Hal lain yang perlu menjadi perhatian dari dampak melemahnya nilai tukar Rupiah adalah pada posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia. Jumlah ULN per Mei 2015 sebesar USD 302,3 milyar terdiri dari jumlah ULN sektor swasta sebesar USD 168,7 dan jumlah ULN pemerintah dan BI sebesar USD 133,6. Depresiasi Rupiah berpotensi menambah beban pembayaran cicilan pokok dan bunga utang bagi korporasi dan pemerintah. Dengan semakin besar nilai buku utang LN korporasi,proporsi ekuitas terhadap aktiva korporasiakan menurun, sehingga struktur keuangan korporasi akan semakin besar bergantung pada utang dan menurunkan porsi dari kepemilikan (saham disetor). Ada dua risiko yang dapat terjadi akibat nilai tukar yang melemah. Pertama, korporasi semakin terbebani oleh kenaikan pembayaran ULN, pembiayaan korporasi lebih banyak berasal dari utang. Korporasi dapat menghadapi risiko gagal bayar dan penguasaan aset korporasi oleh kreditur dengan harga aset yang relatif lebih murah akibat nilai tukar Rupiah yang melemah, sehingga porsi kepemilikan asing pada korporasi meningkat. Kondisi ini terjadi pada krisis 1998 ketika Rupiah mengalami depresiasi cukup dalam, banyak pihak asing yang membeli aset perbankan Indonesia dengan nilai buku yang relatif murah. Kedua, ketidakseimbangan antara waktu jatuh tempo utang dengan saat penerimaan hasil usaha yang dibiayai dari ULN (maturity missmatch), dimana korporasi harus segera membayar bunga dan cicilan ULN dalam jumlah yang semakin besar tetapi hasil penjualan produksi yang didanai ULN menurun. Jumlah pembayaran utang pemerintah pusat menurut APBN-P 2015 sebesar Rp 223,45 trilyun terdiri dari jatuh tempo dan pembelian kembali (buyback) Surat Berharga Negara Rp 154,48 trilyun dan 5 sisanya pembayaran cicilan pokok utang LN dan DN . Utang tersebut digunakan untuk membiayai defisit anggaran pemerintah. Sejak 2010 hingga 2014, pembayaran pokok pinjaman LN rata-rata Rp 54 trilyun. Sampai dengan Juni 2015, jumlah utang pemerintah pusat (outstanding) Rp 2.864 trilyun 6 atau USD 214,83 miliar dimana jumlah pinjaman LN sebesar Rp 689,4 trilyun atau USD 51,71 miliar . Namun posisi utang pemerintah pusat masih cukup aman karena pinjaman hanya mengambil porsi 24persen dari total utang, sedangkan 76persen berupa SBN. Dengan demikian, beban pembayaran cicilan pokok utang semakin berkurang. Jatuh tempo pembayaran utang 2015 per 30 Juni 2015 sebesar Rp 34 trilyun dan tahun depan sebesar Rp 66 trilyun. Grafik di bawah ini menggambarkan profil jatuh tempo utang pemerintah pusat. 4 Bloomberg, World Currency Ranking Bank Indonesia, Statistik Utang Luar Negeri 6 Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan 5 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 17 Berdasarkan pemanfaatannya untuk K/L, pinjaman paling banyak disalurkan kepada Kementerian PUPERA (USD 4.135 juta), Kemenhan (USD 3.867 juta), Kemenhub (USD 1.500 juta). Untuk BUMN, pinjaman paling banyak disalurkan kepada PLN (USD 3.487 juta). Depresiasi Rupiah terhadap USD tentu saja akan berpengaruh pada bertambahnya beban pembayaran cicilan pokok dan bunga ULN karena nilai tukar Rupiah terhadap USD yang menjadi asumsi makro APBNP 2015 adalah Rp 11.900 per USD dan saat ini Rupiah sudah melemah -13,58% dibandingkan nilai tukar asumsi tersebut. Dengan selisih nilai tukar yang cukup besar tersebut, pengeluaran untuk proyek yang didanai dengan pinjaman ULN tentu saja memerlukan perhitungan ulang. Aktivitas investasi yang melibatkan pembiayaan pemerintah menjadi tertunda, penyerapan anggaran belanja berkurang. Kementerian Keuangan yakin depresiasi Rupiah masih menguntungkan karena menyebabkan penurunan defisit pada postur APBN-P 2015. Penerimaan negara diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan tambahan belanja yang harus dikeluarkan. Reformasi kebijakan subsidi energi yang telah ditempuh membuat tekanan belanja subsidi akibat gejolak nilai tukar menjadi berkurang. Selain itu, pemerintah mengandalkan sumber pembiayaan dalam negeri serta penerapan negative net flow untuk utang luar negeri akan membuat tambahan belanja pembayaran bunga utang relatif terkendali. Beberapa langkah yang ditempuh pemerintah untuk mengamankan dampak depresiasi Rupiah terhadap USD: 1. Membentuk protokol managemen krisis nasional di dalam wadah FKSSK yang beranggotakan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan serta Lembaga Penjamin Simpanan. 2. Menyiapkan implementasi Bond Stabilization Framework (BSF) dengan beberapa lapisan pencegahan (lines of defense), di antaranya pembelian kembali (buyback) sekuritas utang, penggunaan dana investasi BUMN, termasuk BPJS serta Saldo Anggaran Lebih(SAL). 3. Membentuk beberapa currency swap line, antara lain di level bilateral (non-USD denominated), di antaranya dengan China, Jepang, dan Korea Selatan, dan di level regional ASEAN+3 (nonUSD denominated) melalui CMIM disertai perjanjian pengumpulan cadangan devisa secara kolektif (pooled FX reserve). 4. Menyiapkan Deferred Draw Down Option (DDO) bekerja sama dengan World Bank, Asian Development Bank, Australia serta Jepang (JBIC) senilai total USD 5 miliar yang diperuntukan mengantisipasi dampak ketidakpastian global terhadap perekonomian Indonesia khususnya pembiayaan APBN. Sampai berapa Dollar AS akan semakin perkasa terhadap Rupiah menjadi semakin sulit diprediksi. Upaya apapun untuk menahan kekuatan Dollar AS perlu pertimbangan yang matang dibanding membuang energi tanpa hasil. 18 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 LAPORAN UTAMA RESPON Lemahnya kinerja perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tidak terlepas dari pengaruh melambatnya perekonomian global dan menurunnya harga komoditas yang menjadi penyumbang ekspor Indonesia. Pelemahan ekonomi ini juga disebabkan belum kuat dan seimbangnya struktur ekonomi domestik. Akibatnya perekonomian Indonesia semakin tertekan. Pada triwulan II tahun 2015 ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,67%, mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2014 yang sebesar 5,03%. Selama ini pertumbuhan ekonomi Indonesia banyak PEMERINTAH TERHADAP PELEMAHAN EKONOMI Susiyanti ditopang dari konsumsi rumah tangga. Selama triwulan I tahun 2012 sampai dengan triwulan II 2015 rumah tangga memiliki kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Rata-rata share konsumsi rumah tangga terhadap PDB mencapai 55,5%. Penurunan dan perlambatan pertumbuhan ekonomi tidak hanya dialami oleh Indonesia saja, tetapi juga oleh perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi global masih menunjukan perlambatan walaupun ekonomi AS sudah mulai mengalami pemulihan. Adanya pelemahan ekonomi ini membuat pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menggerakan perekonomian. Foto: www.deviantart.com TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 19 Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menggerakan perekonomian melalui kebijakan penyelamatan ekonomi. Serangkaian kebijakan penyelamatan yang dilakukan pemerintah pertama diumumkan pada publik pada 9 September 2015. Kebijakan pertama ini dinamakan kebijakan ekonomi tahap satu. Hanya berselang beberapa minggu kemudian, pemerintah kembali meluncurkan paket kebijakan ekonomi lanjutan. Kali ini disebut dengan paket kebijakan ekonomi jilid dua. Tak bisa dipungkiri, perekonomian Indonesia menghadapi berbagai tantangan sejak awal tahun 2015. Sepanjang 2015, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus terdepresiasi.Trend pertumbuhan ekonomi juga menurun seiring dengan perlambatan ekonomi yang terus berlanjut. Setidaknya hingga September, ketika pemerintah akhirnya mengambil langkah antisipasi. Belum lagi tekanan pasar keuangan (nilai tukar, saham dan surat utang) memaksa pemerintah dan otoritas terkait untuk segera “overhoul”, menyelematkan berbagai polemik ekonomi di Indonesia. Langkah kongkret dalam penyelamatan perekonomian Indonesia dimulai dari dirilisnya paket kebijakan ekonomini jilid I. Presiden Jokowi sendiri yang langsung mengumumkan kebijakan tersebut di dampingi beberapa jajaran Mentri dan instansi terkait. Paket kebijakan ekonomi jilid satu ditunjukan untuk menyasar tiga hal penting untuk mengendalikan kondisi perekonomian agar tidak semakin terpuruk serta langkah-langkah penguatan ekonomi. Mulai dari percepatan eksekusi proyek-proyek strategis nasional, meningkatkan daya saing industri, serta mendorong investasi di sektor properti. Kebijakan terkait dengan percepatan proyek-proyek strategis nasional di lakukan dengan menghilangkan berbagai hambatan dan kendala dalam pembangunan proyek-proyek nasional yang dinilai strategis. Yakni menyangkut beragam permasalahan klasik, seperti rumitnya tahapan perizinan, ketersediaan lahan, dan juga konsistensi kebijakan dan lain sebagainya. Semua akan dipangkas. Beberapa bulan sebelumnya, pemerintah setidaknya telah menetapkan 10 proyek infrastruktur yang dinilai strategis dan menjadi prioritas. Proyek-proyek ini dikenal dengan “quickwins”. Quickwins merupakan proyek strategis nasional, berupa sarana dan prasaran penting yang dinilai mampu menumbuhkan sektor perekonomian. Hasil pemanfaatnyapun dinilai akan terasa cepat berdampak. Diantaranya adalah pembangunan kilang miyak di Bontang, Kalimantan Timur dengan kapasitas 235 ribu perliter, proyek jalan tol Balikpapan-Samarinda, revitalisasi bandara-bandara kecil dan sejumlah proyek strategis lainnya. 20 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 Percepatan proyek-proyek stategis ini memang menjadi konsen pemerintah. Darmin Nasution, Mentri Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan bahwa pemerintah akan merumuskan kebijakan tersendiri untuk mendukung percepatan proyek stratategis ini. Perpres ini dianggap sangat membantu dan besar manfaatnya untuk memudahkan pembangunan. Sementara itu, poin ke dua dan ketiga dari kebijakan ekonomi jilid satu adalah mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokratisasi, serta penegakan hukum dan kepastian usaha serta meningkatkan investasi di sektor properti. Sebagai tindak lanjut dari ketiga hal di atas, pemerintah akan merombak 89 peraturan dari 154 peraturan yang diusulkan. Aturan-aturan yang dirombak, selama ini dianggap menghambat daya saing industri nasional. Sebagai implementasi kebijakan ekonomi jilid satu ini, pemerintah juga menyusun 17 rancangan peraturan pemerintah, 11 rancangan peraturan presiden, dua rancangan instruksi presiden serta 63 rancangan peraturan menteri dan juga lima aturan menteri lainnya untuk mendukung proses deregulasi yang diperlukan. Semua ini sedang dipersiapkan dan diharapkan selesai selambat-lambatnya pada bulan Oktober 2015. Tak hanya dari sisi peraturan perundangundangan, sejumlah langkah kongkrit lain juga diambil pemerintah sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi jilid satu ini, diantaranya penguatan pembiayaan ekspor melalui national interest account dengan pembentukan komite penugasan khusus ekspor, penetapan harga gas bagi industri dalam negeri, kebijakan pengembangan kawasan industri, kebijakan memperkuat UKM, simplikasi perizinan perdagangan, simplifikasi visa kunjungan dan aturan pariwisata, kebijakan elpiji untuk nelayan serta pemberian raskin atau beras kesejahteraan. Saat menyampaikan paparannya, Presiden Joko Widodo optimis tiga kebijakan yang diambil ini akan mampu menggerakan sektor riil dan menyelamatkan perekonomian Indonesia. Paket kebijakan ekonomi ini akan menggerakkan sektor riil. Presiden menyakini paket kebijakan ekonomi tahap pertama akan memperkuat industri nasional, mengembangkan industri mikro, memperlancar perdagangan antar daerah, menggairahkan wisata, meningkatkan kesejahteraan nelayan. Paket Kebijakan Jilid Dua Masih dibulan September, pemerintah kembali mengumumkan kebijakan ekonominya. Kali ini, kebijakan yang diumumkan di penghujung September ini dikenal sebagai paket kebijakan jilid dua. Berbeda dengan Paket kebijakan ekonomi I yang meliputi banyak regulasi, kali ini pemerintah fokus hanya pada upaya meningkatkan investasi melalui deregulasi dan debirokratisasi peraturan untuk TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 21 mempermudah investasi, baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA). Langkah ini diambil pemerintah untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia. Dari data yang ada, nilai investasi PMDN sektor industri s.d Mei 2015 sebesar Rp 25,56 triliun atau tumbuh sebesar 111,83% dibanding Mei Tahun 2014 sebesar Rp 12,06 triliun. Investasi sektor industri memberikan kontribusi sebesar 59,54% dari total investasi PMDN s.d Mei 2015 sebesar Rp 42,93 triliun. Investasi PMA sektor industri memberikan kontribusi sebesar 34,03% dari total investasi PMA s.d Mei 2015 sebesar USD 7,37 milyar. Iklim investasi tentu sangat penting untuk memperkuat kondisi pasar keuangan Indonesia –sehingga devisa bertambah, juga untuk memperkuat perusahaan karena permodalan yang makin lancar. Pemerintahpun membuat terobosan dengan pemberian izin investasi dalam waktu 3 jam di kawasan industri sebagai langkah nyata untuk menarik investasi atau penanaman modal ini. Dengan memegang izin tersebut, investor sudah bisa langsung melakukan kegiatan investasi Tidak hanya pemberian izin investasi dalam waktu 3 jam, pemerintah juga melakukan sejumlah langkah strategis lain seperti pengurusan tax allowance dan tax holiday lebih cepat, meniadakan pungutan PPn untuk alat transpotasi, insentif fasilitas di kawasan pusat logistik berikat, insentif pengurangan pajak bunga deposito serta perampingan izin sektor kehutanan. Semua merupakan bagian dari kebijakan deregulasi tahap kedua terkait dengan kemudahan perizinan investasi dan devisa hasil ekspor. Secara umum, kebijakan layanan cepat investasi 3 jam adalah mempermudah investasi sektor industri baik untuk pengembangan cabang-cabang industri maupun untuk peningkatan ekspor dan penyerapan tenaga kerja. Meski demikian, untuk mendapatkan layanan investasi tiga jam ini, pemerintah menyiapkan sejumlah syarat-syarat yang harus dipenuhi, diantaranya nilai investasi harus diatas 100 milyar dan daya tampung tenaga kerja setidaknya 1.000 orang. Pemerintah juga meniadakan pungutan PPn untuk alat transportasi, tujuannya untuk menekan biaya produksi kapal di Indonesia, seperti kapal penangkap ikan, kapal patroli Angkatan Laut, Bea Cukai, dan Perhubungan. Dengan demikian, kapal-kapal tersebut dapat disediakan dari dalam negeri dengan biaya yang lebih kompetitif. 22 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 Pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga membuat kebijakan pemberian insentif pengurangan pajak bunga deposito bagi eksportir yang menyimpan dana hasil ekspornya di perbankan dalam negeri. Kebijakan ini sebagai salah satu upaya pemerintah dalam memperkuat cadangan devisa negara. Dengan pemberian insentif pengurangan pajak bunga deposito diharapkan para eksportir mau menyimpan devisa hasil ekspornya di Indonesia dan bisa bermanfaat menjaga pergerakan kurs rupiah. Terakhir adalah kebijakan perampingan izin perhutanan. Selama ini industri produk kehutanan menjadi salah satu penopang perekonomian potensial Indonesia. Keberadaan industri kehutanan, terutama industri kayu, furniture dan kerajinan yang cukup berkembang, dan mampu bertahan dari badai krisis keuangan global pada tahun 2008 merupakan bentuk peran nyata dari sektor kehutanan dalam perekonomian. Pada 2013 lalu, Indonesia mengekspor 5,6 miliar dolar AS produk bubur kayu dan kertas ke berbagai negara. Tahun 2014 diperkirakan jumlah itu naik sekitar 5-7 persen. Dengan kebijakan disektor perhutanan ini, setidaknya membangkitkan industri di sektor kehutanan, mendorong kemajuan bisnis kehutanan dan meningkatkan investasi di sektor kehutaan. TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 23 perdagangan HUBUNGAN PERDAGANGAN INDONESIA AUSTRALIA Fitria Faradila (Calon Peneliti Ahli Pertama Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan) Baik Indonesia maupun Australia saat ini tengah mengupayakan peningkatan hubungan dagang antar kedua negara tersebut. Komitmen Australia ditunjukkan dengan dilakukannya berbagai kunjungan misi dagang ke Indonesia. Pada tanggal 21 September 2015, Menteri Perdagangan dan investasi Australia, Andrew Robb, melakukan kunjungan dalam rangka mempromosikan pekan IndonesiaAustralia yang diadakan pada tanggal 17-20 November 2015. Dalam kunjungan ini, Menteri Perdagangan dan Investasi Australia membawa sekitar 200 pebisnis Australia. Kunjungan ini juga perlu dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memperkenalkan dan mempromosikan produk Indonesia. Sejak tahun 2012, Indonesia kerap mengalami defisit neraca perdagangan dengan Australia. Hingga September 2015, defisit neraca perdagangan mencapai 745 Juta USD, meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan posisi Januari-September 2014 sebesar 319 Juta USD. Baik ekspor maupun impor mengalami penurunan yang cukup signifikan. Kendati demikian, penurunan ekspor jauh lebih dalam yakni sebesar 26,4% dibandingkan penurunan impor yang mencapai sebesar 14,3%. 24 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 Tabel 1. Kondisi Neraca Perdagangan Indonesia-Australia Sumber: BPS (Diolah oleh Pusdatin Kementerian Perdagangan), 2015 Pada tahun 2014, impor Indonesia dari Australia tercatat 5.648 Juta USD dengan kenaikan rata-rata per tahun sebesar 6,33% selama 2010-2014. Sementara itu, hingga September 2015, impor mencapai 3.609 Juta USD. Komoditas penyumbang impor terbesar adalah gandum dengan pangsa sebesar 26,7% terhadap total impor. Dan diikuti oleh komoditas raw sugar, refined sugar, lactosa, glucosa, fruktosa dan batubara dengan pangsa masing-masing sebesar 8,1% dan 5,1%. Tabel 2. 20 Komoditas/Produk Utama Impor Indonesia dari Australia NILAI : JUTA USD KOMODITAS/PRODUK 2010 TOTAL IMPOR Gandum dan meslin. Unclassified Primary commodities Raw sugar, refined sugar, lactosa, glucosa, fruktosa BATUBARA Bahan Kimia Anorganik (amonia, chlorides, soda api, sulfat, dll) Bijih & konsentrat besi DAIRY PRODUCT (susu, mentega, telur) DAGING SAPI SEGAR/BEKU Unclassified Primary Industries TEMBAGA ALUMINIUM Buah segar PUPUK MINERAL/KIMIA LAINNYA Bijih & konsentrat tembaga Gas Bahan baku tekstil (sutra, kapas, wol, dll) SENG Pulp PRODUK PEWARNA (Cat, Tinta, dll) Produk besi baja lainnya Subtotal 20 Komoditas/Produk Lainnya 2011 2012 2013 2014 4.099 909 460 106 - 5.177 1.386 341 219 0 5.298 1.428 302 147 0 5.038 1.364 354 349 70 5.648 1.254 701 400 257 213 1 139 158 122 141 168 19 136 195 72 42 34 147 3.061 1.038 248 2 194 148 152 225 294 21 130 0 305 63 53 44 140 3.963 1.214 253 1 149 103 192 253 272 30 70 102 0 237 36 50 44 147 3.820 1.478 226 36 167 161 205 71 248 46 39 29 37 195 64 52 48 86 3.846 1.192 218 181 206 264 191 112 132 49 43 7 153 63 66 47 71 4.414 1.234 JANUARI - SEPTEMBER 2014 2015 4.213 3.609 982 962 493 396 313 292 184 183 164 132 155 194 142 81 101 46 31 110 44 51 36 53 3.311 902 Perub. % Trend (%) Pangsa (%) 162 142 122 113 111 99 87 59 44 43 43 43 37 35 31 30 3.034 575 15/14 10-14 (14,3) 6,3 (2,1) 6,5 (19,7) 9,2 (6,9) 36,8 (0,8) (1,0) 7,3 (21,5) (41,6) (21,5) 21,7 (13,2) 28,4 43,1 (0,5) 297,8 6,5 11,7 12,8 (14,8) (6,3) 30,5 (29,5) - (60,9) (16,5) (31,2) (12,6) (43,0) (8,4) (36,3) (8,9) (2,5) 9,2 7,4 (17,6) 7,3 3,3 10-15 100,0 26,7 11,0 8,1 5,1 4,5 3,9 3,4 3,1 3,1 2,7 2,4 1,6 1,2 1,2 1,2 1,2 1,0 1,0 0,9 0,8 84,1 15,9 Sumber: BPS (Diolah oleh Pusdatin Kementerian Perdagangan), 2015 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 25 Tabel 2. 20 Komoditas/Produk Utama Ekspor Indonesia ke Australia NILAI : JUTA USD DESKRIPSI 2010 TOTAL EKSPOR Tabung/Pipa besi baja Minyak Mentah Kertas Kayu strip/jalur utk lantai Kapal suar, floating, dock, dll Ban Kendaraan Television (TV) Batang, batang kecil dan profil tembaga. Produk besi baja lainnya Struktur jembatan, tower, dan lainnya Produk kimia farmasi (obat, serum, vaksin, antibiotik, infus, dll) Cocoa butter Furniture kayu Pelat, lembaran, film, foil dan strip lainnya, dari plastik Kawat tembaga. PUPUK MINERAL (UREA) Kayu lapis (plywood) Sepatu kulit Printer multi fungsi (ink jet & laser jet) Pakaian wanita lainnya Subtotal 20 Komoditas/Produk Lainnya 4.244 101 1.880 165 102 39 88 120 0 34 34 10 30 32 28 15 30 19 20 14 2.765 1.480 2011 5.583 116 2.477 159 129 248 96 66 0 51 53 27 18 21 34 0 39 33 27 10 15 3.620 1.962 2012 4.905 63 1.543 143 127 1 115 90 7 61 125 28 18 35 33 0 92 34 31 35 20 2.599 2.306 2013 2014 4.370 119 1.394 118 119 39 89 62 25 58 342 22 32 40 39 0 46 29 25 29 27 2.654 1.716 5.033 309 1.334 114 140 23 83 103 95 142 456 41 42 44 42 30 74 37 36 37 30 3.212 1.822 JANUARI - SEPTEMBER 2014 2015 3.894 2.864 297 660 1.039 496 85 93 100 75 23 66 63 62 70 58 77 54 103 52 211 43 28 41 34 36 30 32 32 31 24 30 74 29 26 27 26 25 29 25 23 25 2.393 1.961 1.501 903 Perub. % Trend (%) Pangsa (%) 15/14 10-14 (26,4) 1,0 122,2 25,3 (52,3) (11,9) 8,7 (9,9) (24,4) 5,6 184,3 (25,2) (1,8) (2,1) (16,6) (3,6) (29,4) 594,7 (49,5) 34,5 (79,4) 102,4 46,4 29,8 7,6 12,9 8,1 13,5 (3,1) 9,8 23,4 (60,3) 40,1 2,3 3,0 (1,7) 13,0 (12,9) 25,3 8,7 23,0 (18,1) (0,1) (39,8) 2,9 2015 100,0 23,0 17,3 3,2 2,6 2,3 2,2 2,0 1,9 1,8 1,5 1,4 1,3 1,1 1,1 1,0 1,0 0,9 0,9 0,9 0,9 68,5 31,5 Sumber: BPS (Diolah oleh Pusdatin Kementerian Perdagangan), 2015 Ekspor Indonesia ke Australia tercatat 5.033 Juta USD pada tahun 2014 dengan tren lima tahunan sebesar 1%. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor Indonesia ke Australia meningkat rata-rata sebesar 1% per tahun selama 2010-2014. Secara kumulatif Januari-September 2015, ekspor mencapai 2.864 Juta USD, menurun 26,4% dibandingkan tahun sebelumnya (yoy). Secara nilai, ekspor didominasi oleh kelompok produk logam, khususnya tabung atau pipa besi baja. Ekspor tabung atau pipa besi baja memiliki pangsa sebesar 23%. Selain itu, ekspor minyak mentah juga mempunyai pangsa yang tinggi yakni sebesar 17,3%. Posisi Indonesia cenderung lebih lemah dalam hubungan perdagangan bilateral dengan Australia. Selain mencatat defisit perdagangan, kenaikan rata-rata ekspor selama lima tahun juga tercatat lebih lambat dibandingkan impornya. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi untuk mendorong ekspor ke Australia, khususnya pada produk-produk unggulan Indonesia yang mempunyai pangsa permintaan ekspor yang tinggi di Australia, seperti minyak mentah, produk kimia farmasi, produk besi baja, kertas, ban kendaraan, tabung atau pipa besi baja, struktur jembatan, tower serta furniture kayu. Adapun produk potensial yang perlu lebih difokuskan ekspornya adalah produk kimia farmasi. Pangsa permintaan impor produk kimia farmasi di pasar Australia cenderung tinggi dibandingkan produk lainnya, yakni sekitar 3,7%. Kondisi ini perlu dimanfaatkan oleh Indonesia mengingat pangsa ekspor produk kimia farmasi masih rendah yakni 1,4% terhadap total ekspor. Dengan mendorong ekspor komoditas/produk yang potensial di pasar Australia diharapkan defisit neraca perdagangan Indonesia dengan Australia dapat teratasi. Adapun upaya peningkatan ekspor dapat dilakukan melalui deregulasi dan debirokratisasi serta memberikan insentif kepada eksportir untuk melakukan usaha, seperti tax allowance dan tax holiday. Selain itu, kunjungan misi dagang ke Australia juga perlu dilakukan untuk melihat potensi komoditas/produk yang dapat dipasok dari Indonesia. 26 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 Tabel 3. Komoditas/Produk Impor Utama Australia dari Dunia Perub. % Trend (%) Pangsa (%) 2014 (JUTA USD) 14/13 10-14 2014 DESKRIPSI Minyak Mentah Mobil penumpang Produk kimia farmasi (obat, serum, vaksin, antibiotik, infus, dll) Unclassified Manufactures 35.160 15.850 (5,2) (10,2) 8,6 4,0 8.472 (9,6) (0,6) 7.377 29,1 0,7 Trucks Diesel 4.588 (9,0) 5,5 PERALATAN MEDIS 4.266 3,9 5,7 cellular phone (smart phone) 3.919 8,3 8,7 Laptop, notebooks, tablet, dll 3.529 (0,8) 4,6 Emas (gold) 3.439 (21,6) (14,9) Unclassified Manufactures Labour-intensive 3.068 9,7 10,2 Produk besi baja lainnya 2.656 3,9 Unclassified Manufactures low skill and technology 2.635 (13,3) Suku cadang kendaraan 2.522 (7,3) 1,4 1,1 Perangkat telekomunikasi 2.495 (2,5) 11,6 1,1 Kertas 2.383 0,6 (2,5) 1,0 Ban Kendaraan 2.268 (14,2) 2,6 1,0 Bahan kimia organik lainnya Mesin perlengkapan pabrik atau laboratorium 2.211 1.996 (1,0) 34,9 (7,8) 46,3 1,0 0,9 Unclassified Manufactures high skill and technology 1.876 6,4 7,1 DESKRIPSI 15,5 Tabung/Pipa besi baja 7,0 Mesin lainnya Perub. % Trend (%) Pangsa (%) 2014 (JUTA USD) 14/13 10-14 2014 1.842 1.766 36,2 1,0 18,6 1,2 0,8 0,8 3,7 Struktur jembatan, tower, dan lainnya 1.696 (27,0) 33,8 0,7 1.627 (3,6) 1,3 0,7 1.592 27,4 26,0 0,7 1.582 3,2 (2,8) 0,7 1.572 6,0 12,5 0,7 1.557 (3,1) 7,9 0,7 1.527 7,1 6,3 0,7 1.524 0,2 0,6 0,7 (0,8) 3,2 Produk kimia lainnya Mesin Penyaring/pembersih/penegering air, minyak, 2,0 udara, gas, dll Elektronika peralatan RT lainnya (AC, hairdryers, Hair 1,9 clippers, microwave, toasters, coffee maker, rice cooker, blender, kettel, dll) 1,7 Suku cadang mesin cek valve Minuman beralkohol (Beer, wine, whiskie, rum, vodka, 1,6 dll) 1,5 Furniture kayu Computers device (keyboard, mouse, hd, optic disk, 1,3 adaptor, memory, sound card, bar code, dll) 1,2 Komputer (PC, server, digital processing, dll) 1.497 (5,2) (1,7) 0,7 13,5 1,2 Mesin pengangkat (forklift, lift, eskalator, konveyor, dll) 1.443 16,4 12,4 0,6 1.409 8,0 2,5 0,6 Perangkat optik elektronik (teropong, fotographi, proyektor, mikroskop, oskiloskop, dll) Setelan, ensemble, jas, gaun wanita Kapal laut lainnya (tanker, Fishing vessels, Motorboat, tugs, dll) Bahan Kimia Anorganik (amonia, chlorides, soda api, sulfat, dll) Unclassified Primary commodities Yeast, ice cream, concentrates, Non-dairy creamer,dll 0,8 Unclassified Primary Industries 1.407 1,8 7,6 0,6 1.359 47,4 15,2 0,6 1.347 1,2 5,0 0,6 1.334 1.321 7,8 (1,6) 7,9 7,7 0,6 0,6 1.289 8,0 8,6 0,6 Sumber: ITC Trademap (Diolah oleh Pusdatin Kementerian Perdagangan), 2015 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 9 EDISI SEPTEMBER 2015 27 Untuk informasi lebih lanjut hubungi: REDAKSI TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2 – 4 Jakarta, 10710 Telp. 021-3521843, Fax. 021-3521836 Email: [email protected] Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat diunduh pada website www.ekon.go.id