KEMISKINAN SEBAGI DAMPAK DARI GLOBALISASI Disusun oleh

advertisement
KEMISKINAN SEBAGI DAMPAK DARI GLOBALISASI
Disusun oleh : Dwi Fitri Apriliana
NIM : 11.11.4671
Kelompok : C S1-TI
Dosen : Drs. Tahajudin Sudibjo
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA
2011
KEMISKINAN SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI
ABSTRAK
Kemiskinan yatu suatu kondisi dimana tidak terpenuhinya hak-hak dasar
seperti kebutuhan dasar akan sandang, pangan, dan papan. Selain itu kemikinan
juga bisa diartikan sebagai rendahnya akses dalam sumber daya dan aset produktif
untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidup antara lain ilmu pengetahuan,
informasi, teknologi, dan modal. Saat ini, kemiskinan menjadi perhatian yang
sangat besar dan pemecahan masalahnya menjadi agenda utama dalam
pembangunan di Idonesia. Kemiskinan dapat diakibatkan oleh kondisi nasional
negara dan situasi global. Sebagai negara berkembang, Indonesia masih harus
berkutat dengan masalah kemiskinan dan pengangguran, meskipun sudah
merdeka selama 66 tahun. Permasalahan dasar kemiskinan tersebut dapat
digambarkan dengan melihat perubahan-perubahan tigkat kemiskinan di
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang
berkepanjangan.
Beberapa faktor penyebab kemiskinan dapat di hubugkan
dengan penyebab individu, keluarga, sub-budaya, agensi, dan struktural. Sejauh
ini pemerintah telah melakukan berbagai program untuk mengurangi angka
kemiskinan di Indonesia. Program-program pembangunan yang dilaksanakan
selama ini selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan
kemiskinan di negara kita, karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, hal
tersebut nampaknya masih belum cukup untuk menuntaskan angka kemiskinan di
Indonesia.
Masalah kemiskinan bisa disebabkan sebagai dampak dari globalisasi.
Pada hakikatnya globalisasi adalah proses yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan
yang
dampaknya
berkelanjutan
melampaui
batas-batas
kebangsaan dan
1
kenegaraaan. Jenis Globalisasi yang sampai saat kini banyak mendapat perhatian
adalah globalisasi ekonomi, yaitu suatu kondisi ekonomi global dengan sisitem
pasar bebasnya dan hak milik individu, serta pasar dunia yang didominasi oleh
perusahaan multti nasional/transnasional. Praktek globalisasi ekonomi tersebut
juga mendominasi hampir semua aspek kehidupan manusia secara legal. Aturan
main globalisasi sendiri adalah aturan buatan negara-negara barat yang ingin
menguasai dunia dan tidak ada sedikitpun peran negara-negara berkembang
seperti Indonesia yang ikut mempengaruhinya. Dinamika globalisasi dan berbagai
pengaruh penting lainnya telah melahirkan suatu realitas yang merupakan suatu
kondisi serba ketidakpastian dan ketidakpuasan, kemudian melahirkan suatu
penyakit yang disebut kemiskinan dan ketidakadilan. Maka satu-satunya jalan
bagi Indonesia untuk melawannya adalah dengan menyusun aturan main buatan
sendiri yaitu dengan menerapkan Ideologi Pancasila.
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jika kita berbicara tentang kemiskinan di Indonesia, pasti dapat
disebabkan dari berbagai faktor, Salah satunya karena terpaan globalisasi. Sejak
jaman feodalisme, Indonesia tidak bisa lepas dari penjajahan atas nama
Globalisasi, bahkan sejak jaman Eropa telah diberlakukan sistem dengan istilah
“Tanam Paksa”, rakyat pribumi bekerja sebagai petani dengan upah yang tak
hanya rendah tetapi juga kekerasan fisik yang tak hanya membuat miskin secara
struktural tapi juga secara kultural. Sementara keuntungan yang didapatkan para
pengusaha asing sedikitpun tidak dapat dinikmati oleh rakyat pribumi. Sungguh
ironis, secara fisik Indonesia telah merdeka, bangsa asing sudah tidak lagi
menjajah negara kita tetapi pada kenyataannya kemiskinan masih menjadi
penyakit kronis di Indonesia.
Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal di belahan dunia,
khususnya Indonesia yang merupakan Negara berkembang. Kemiskinan adalah
keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar,
ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan telah
membuat jutaan anak tidak bisa mengenyam pendidikan, kesulitan membiayai
kesehatan, kurangnya tabungan, dan masalah lain yang menjuruskan meraka ke
arah tindakan kekerasan dan kejahatan untuk bertahan hidup. Kemiskinan
merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif,
dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Entah
bagaimanapun pendapat masyarakat dalam menilai kondisi kemiskinan di
3
Indonesia, pada dasarnya kemiskinan merupakan hal yang kompleks karena
menyangkut berbagai macam aspek seperti hak untuk terpenuhinya pangan,
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya. Disamping itu, agar
kemiskinan di Indonesia dapat menurun diperlukan dukungan dan kerja sama dari
pihak masyarakat dan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini.
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan
masalahnya adalah :
1.
Bagaimana kondisi kemiskinan Indonesia?
2.
Mengapa kemiskinan di indonesia menjadi masalah yang bekelanjutan?
3.
Apa pengaruh Globalisasi terhadap ideologi pancasila?
1.3 Pendekatan Yurisdis
Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian
besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana
termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program
pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian
besar
terhadap
upaya
pengentasan
kemiskinan
karena
pada
dasarnya
pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Mekipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus
menjadi masalah yang berkepanjangan. Pembenahan mendesak di bidang
ekonomi adalah landasan yurisdis sistem ekonomi nasional sebagaiamana tertuang
dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Agar perekonomian nasional dapat
dikelola dengan baik maka diperlukan suatu pedoman jelas, misalnya dalam suatu
4
peraturan perundang-undangan yang berlandaskan konstitusi. Sebab hingga saat
ini masih ditemukan multi penafsiran atas Pasal 33 UUD 1945 tersebut. Sebagai
contoh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu pelaku usaha yang
didirikan oleh negara berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 memiliki fungsi dan peran
strategis dalam pembangunan ekonomi nasional karena BUMN telah memasuki
hampir ke semua sektor ekonomi yang ada (Panji Anoraga,1995 : 90).
Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa segala sesuatu yang
menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara, dan
impementasi penguasaannya antara lain ditafsirkan dilakukan oleh pelaku
ekonomi, yaitu BUMN.
Adapun maksud dan tujuan dari dibentukya Pasal33 tersebut yaitu dalam
Pasal 33 tercantum dasar ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua dan untuk
semua
dibawah
pimpinan
atau
pemilikan
anggota-anggota
masyarakat.
Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran perorangan.
Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha berama agar berdasar atas usaha
kekeluargaan. Kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok
kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (Ibid).
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Kemiskinan di Indonesia
Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya
tidak berharta-benda (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang lebih luas,
kemiskinan yaitu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga,
maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan
sosial yang lain. Kemiskinan merupakan suatu masalah yang ditandai oleh
berbagai hal antara lain rendahnya kualitas hidup penduduk, terbatasnya
kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan,
gizi anak, dan rendahnya mutu layanan pendidikan. Kemiskinan dipandang
sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhi hak-hak
dasarnya secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat. Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas
ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan
perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani
kehidupan secara bermartabat.
Di masyarakat di mana pun di seluruh dunia, adanya perbedaan kelas tidak
dapat disangkal. Selalu terdapat kelas kaya dan kelas miskin, kelas majikan dan
kelas buruh. Demikian pula kondisi Indonesia baik untuk masa lampau dan masa
kini. Masyarakat terbagi atas mereka yang kaya (kaum borjuis) dan mereka yang
miskin (kaum marhaen). Kaya dan miskin itu pertama-tama bukan disebabkan
oleh nasib atau faktor lain seperti keberuntungan (ketidak beruntungan), kerajinan
(kemalasan), dan lain-lain, melainkan karena adanya struktur dari proses
masyarakat yang tidak adil. Adapun maksudnya bahwa suatu struktur dari proses
masyarakat adalah tidak adil apabila ada golongan yang belum bebas dari
penderitaan akibat kemiskinan dan penindasan serta adanya golongan yang belum
6
dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, sementara ada golongan yang telah
mencapainya malah dapat lebih menigkatkan atau memperbaiki keadaanya (Ign.
Gatut Saksono, 2008 : 133).
Kemiskinan bisa dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya
mencakup :
1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan
sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan
dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan
pelayanan dasar.
2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan,
dan
ketidakmampuan
untuk
berpartisipasi
dalam
masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan
sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang
ekonomi.
3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.
Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian
politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan
sandang, pangan, dan papan. Akan tetapi, kemiskinan juga berarti akses yang
rendah dalam sumber daya dan aset produktif untuk memperoleh kebutuhankebutuhan hidup, antara lain: ilmu pengetahuan, informasi, teknologi, dan modal.
Saat ini, kemiskinan menjadi perhatian yang sangat besar dan pemecahan
permasalahannya menjadi agenda utama pembangunan Indonesia. Berdasarkan
Badan Pusat Statistik, profil kemiskinan di Indonesia pada bulan maret 2011yaitu
jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan) di Indonesia pada mencapai 30,02 juta orang (12,49
persen), turun 1,00 juta orang (0,84 persen) dibandingkan dengan penduduk
7
miskin pada Maret 2010 yang sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Selama
periode Maret 2010―Maret 2011, penduduk miskin di daerah perkotaan
berkurang sekitar 0,05 juta orang (dari 11,10 juta orang pada Maret 2010 menjadi
11,05 juta orang pada Maret 2011). Sementara di daerah perdesaan berkurang
sekitar 0,95 juta orang (dari 19,93 juta orang pada Maret 2010 menjadi 18,97 juta
orang pada Maret 2011). Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan
perdesaan tidak banyak berubah selama periode ini. Penduduk miskin di daerah
perkotaan pada Maret 2010 sebesar 9,87 persen, menurun sedikit menjadi 9,23
persen pada Maret 2011. Di lain pihak, penduduk miskin di daerah perdesaan
pada Maret 2010 sebesar 16,56 persen, juga menurun sedikit menjadi 15,72
persen pada Maret 2011. Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan
pada Maret 2010 dan Maret 2011 jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi
bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan bukan makanan lainnya),
yaitu masing-masing sebesar 73,50 persen pada Maret 2010 dan sebesar 73,52
persen pada Maret 2011. Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap
nilai garis kemiskinan adalah beras, rokok kretek filter, gula pasir, telur ayam ras,
mie instan, tempe, bawang merah, daging ayam ras ,dan tahu. Untuk komoditi
bukan makanan adalah biaya perumahan, listrik, pendidikan, dan angkutan.
Selanjutnya dalam hal akses pelayanan kesehatan, pendidikan, perumahan
& permukiman, infrastruktur, permodalan/kredit dan informasi bagi masyarakat
miskin dirasakan masih sangat terbatas. Jika diamati dengan seksama di sebagian
wilayah nusantara ini, masih terdapat kawasan kumuh dan kantong-kantong
kemiskinan yang jumlahnya mencapai sekitar 56.000 hektar kawasan kumuh di
perkotaan di 110 kota-kota, dan 42.000 desa dari sejumlah 66.000 desa
dikategorikan desa miskin.
8
2.2 Kemiskinan Di Indonesia Menjadi Masalah Yang Berkelanjutan
Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian
besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana
termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program
pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian
besar
terhadap
upaya
pengentasan
kemiskinan
karena
pada
dasarnya
pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terusmenerus menjadi masalah yang berkepanjangan. Berbicara masalah kemiskinan
tentu tidak lepas dari konteks pengangguran. Sebagai contoh di Indonesia angka
pengangguran naik sejak krisis di tahun 1997 dari 6,36 persen pada 1999 menjadi
11,22 persen pada 2005. Angka pengangguran dan kemiskinan ini tentu saja
masih menyisakan banyak permasalahan diantaranya ialah menyebakan
kemiskinan.
Penyebab kemiskinan banyak dihubungkan dengan :

penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai
akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin.

penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan
keluarga.

penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan
dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan
sekitar.

penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang
lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi.

penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan
merupakan hasil dari struktur sosial.
Maka kebijakan penanggulangan kemiskinan sebaiknya diarahkan pada :
9
1. Penanganan Masalah Gizi Kurang dan Kekurangan Pangan.
2. Perluasan kesempatan masyarakat miskin atas pendidikan.
3. Perluasan kesempatan masyarakat miskin atas kesehatan.
4. Perluasan Kesempatan Berusaha.
Selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan
melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan,
perluasan kesempatan kerja dan sebagainya. Namun hal tersebut nampaknya
masih belum cukup untuk menuntaskan angka kemiskinan di negara ini.
Menurut Hamonangan Ritonga Kepala Subdit pada Direktorat Analisis
Statistik, Badan Pusat Statistik. Terdapat dua faktor penting yang dapat
menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia :
1. Program-program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung
berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin. Hal
itu, antara lain, berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring
pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit
menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan
tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan terkadang dapat menimbulkan
ketergantungan bagi masyarakat miskin. Program-program bantuan
pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat
miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan
untuk menumbuhkan budaya ekonomi yang produktif dan mampu
membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain
pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan
korupsi dalam penyalurannya. Alangkah lebih baik apabila dana-dana
bantuan tersebut langsung digunakan untuk peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM), seperti dibebaskannya biaya sekolah, seperti
sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), serta
dibebaskannya biaya- biaya pengobatan di pusat kesehatan masyarakat
(puskesmas).
10
2. Faktor
kedua
yang
dapat
mengakibatkan
gagalnya
program
penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak
tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program
pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang
penyebabnya berbeda-beda secara lokal.
Strategi untuk mengatasi krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari
satu dimensi saja (pendekatan ekonomi), tetapi memerlukan diagnosa yang
lengkap dan menyeluruh (sistemik) terhadap semua aspek yang menyebabkan
kemiskinan secara lokal. Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat
sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan serta
pencapaian tujuan atau sasaran dari kebijakan dan program penanggulangan
kemiskinan, baik di tingkat nasional, tingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat
komunitas. Kajian secara ilmiah terhadap berbagai fenomena yang berkaitan
dengan kemiskinan, seperti faktor penyebab proses terjadinya kemiskinan atau
pemiskinan dan indikator-indikator dalam pemahaman gejala kemiskinan serta
akibat-akibat dari kemiskinan itu sendiri, perlu dilakukan. Oleh karena itu,
pemerintah kabupaten/kota dengan dibantu para peneliti perlu mengembangkan
sendiri sistem pemantauan kemiskinan di daerahnya, khususnya dalam era
otonomi daerah sekarang. Para peneliti tersebut tidak hanya dibatasi pada disiplin
ilmu ekonomi, tetapi juga disiplin ilmu sosiologi, ilmu antropologi, dan lainnya
(Hamonangan Ritonga, Kepala Subdit pada Direktorat Analisis Statistik, Badan
Pusat Statistik).
2.3 Pengaruh Globalisasi Terhadap Ideologi Pancasila
Seorang ahli sosiologi, Selo Soemardjan mendefinisikan globalisasi adalah
terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia
untuk mengikuti sistem dan kaidah-kaidah yang sama. Globalisasi merupakan
kecenderungan masyarakat untuk menyatu dengan dunia, terutama di bidang ilmu
11
pengetahuan, teknologi, dan media komunikasi massa. Selain itu, para
cendekiawan Barat mengatakan bahwa globalisasi merupakan suatu proses
kehidupan yang serba luas, tidak terbatas, dan merangkum segala aspek
kehidupan, seperti politik, sosial, dan ekonomi yang dapat dinikmati oleh seluruh
umat manusia di dunia. Globalisasi pada hakikatnya adalah proses yang
ditimbulkan oleh suatu kegiatan yang dampaknya berkelanjutan melampaui batasbatas kebangsaan dan kenegaraan. Pendapat lain datang dari Princenton N. Lyman
yang mengatakan bahwa Globalisasi adalah pertumbuhan yang sangat cepat atas
saling ketergantungan dan hubungan antara negara-negara didunia dalam hal
perdagangan dan keuangan. Selain itu, secara sederhana Titus Odong Kusumajati
mengatakan bahwa globalisasi adalah sebuah proses internasionalisasi proses
menduniakan sesuatu, atau dari sisi lain globalisasi juga dapat dipandang sebagai
hapusnya batas-batas maya geografi negara. Jenis globalisasi yang sampai kini
banyak mendapat perhatian adalah globalisasi ekonomi, yaitu suatu kondisi
ekonomi global dengan sisitem pasar bebasnya dan hak milik individu dijadikan
tulang punggung, serta pasar dunia didominasi oleh perusahaan multi
nasional/transnasional. Praktek globalisasi ekonomi tersebut juga mendominasi
hampir semua apek kehidupan manusia secara legal. Selanjutnya menurut
Mubyarto, globalisasi adalah gerakan kekuatan raksasa karena dikendalikan oleh
kekuatan modal besar dan teknologi super canggih dari negara-negara kapitalis
Barat yang ingin menguasai dunia. Aturan main globalisasi adalah aturan buatan
mereka dan tidak ada sedikitpun peran negara-negara berkembang seperti
indonesia yang ikut mempengaruhinya. Maka satu-satunya jalan bagi Indonesia
untuk melawannya adalah dengan menyusun aturan main buatan sendiri yaitu
Ideologi Pancasila.
Sejak proses globalisasi mulai berlangsung, kondisi kehidupan di hampir
semua negara terkesan meningkat, apalagi jika diukur dengan indikator-indikator
lebih luas. Namun, seringkali pula peningkatan itu hanya ada dalam hitunghitungan di atas kertas. Negara-negara maju dan kuat memang bisa meraih
keuntungan, tapi tidak demikian dengan negara-negara berkembang dan miskin.
12
Dinamika globalisasi dan berbagai pengaruh penting lainnya diakui telah
melahirkan suatu realitas yang merupakan suatu kondisi serba ketidakpastian dan
ketidakpuasan, kemudian melahirkan virus kemiskinan dan ketidakadilan. Dengan
berkembangnya globalisasi muncul pemain-pemain yang memegang kendali atas
perdagangan internasional seperti WTO, World Bank, IMF, dan sebagainya. Di
mana keputusan-keputusan yang menyangkut hajat hidup penduduk dunia tidak
lagi ditentukan oleh warga negara dari negara-negara tersebut, tetapi mengikuti
keputusan-keputusan yang sudah ditetapkan dalam WTO, Bank Dunia, IMF, ADB
maupun MNCs. Melalui resep mereka: deregulasi, privatisasi dan liberalisasi
segera terjadi eksploitasi terhadap sumber daya alam yang menguntungkan MNCs
(sementara negara cukup puas dengan pajak dari aktivitas MNCs), tetapi
menyisakan kerusakan lingkungan dan konflik sumber daya alam yang tidak
berkesudahan. Serta mencabut sumber kehidupan masyarakat setempat (Tuti).
Dalam era globalisasi, negara-negara di seluruh dunia dituntut untuk dapat
bersaing dalam pasar ekonomi global sehingga setiap negara mengembangkan
paradigma pembangunan (developmentalism) sebagai ikhtiar mengangkat angka
pertumbuhan ekonomi sekaligus mempertahankan stabilitas nasional. Akan tetapi
realitas di lapangan menunjukkan fakta yang ironis, di Indonesia misalnya,
bagaimana rakyat dikorbankan sebagai penambal defisit APBN dengan
pengurangan
dan
pencabutan
subsidi
di
sektor-sektor
strategis
yang
bersinggungan pada kelangsungan hidup rakyat banyak. Negara dalam konteks
institusi politik yang berwenang terhadap proses pengambilan kebijakan publik
selayaknya bertanggung jawab kepada isu-isu publik seperti kesejahteraan sosial
dan tentunya pengentasan kemiskinan, namun kenyataannya justru negara dapat
dikatakan „ikut menciptakan orang miskin baru‟ (Hamzah Fauzi).
Kehadiran Globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu
negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh
positif dan pengaruh negatif di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan
politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain-lain.
13
1.
Pengaruh positif Globalisasi

Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan
demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika
pemerintahan dijalankan secara jujur, bersih, dan dinamis tentunya akan
mendapat tanggapan positiif dari rakyat.

Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukannya pasar internasional akan
meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan
adanya hal tersebut maka akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa
yang menunjang kehidupan nasional bangsa.

Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berfikir yang baik
seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang
sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa.
2.
Pengaruh negatif Globalisasi

Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme
dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup
kemungkinan berubah arah dari ideologi pancasila ke ideologi liberalisme.

Dari aspek ekonomi, globalisasi dapat menyebabkan hilangnya rasa cinta
terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri
membanjir di Indonesia. Hal tersebut dapat mengakibatkan adanya
kesenjangan sosial yang tajam antara si kaya dan si miskin karena adanya
persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat
menibulkan pertentangan yang dapat mengganggu kehidupan nasional
bangsa.

Masyarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas
diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru
budaya barat.

Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian
antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang
tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
14
Prof. Dr. Teuku Jacob, pernah mengatakan bahwa jika pancasila
menentang kolonialisme, imperalisme, dan kapitalisme, tidaklah mengherankan
kalau ia (Pancasila) bertentangan dengan Globalisme, yang tidak lain adalah
kapitalisme lanjut model Amerika Serikat yang sedang berusaha menguasai dunia
dalam aspek
ekonomi.
Neokapitalisme (yang telah menjelma
menjadi
neoliberalisme) ini bersifat global dan sebagian besar negara sedikit banyak
dikuasai, tetapi secara terpisah-pisah. Tetapi di tempat-tempat yang telah berhasil
dikuasai, termasuk di negara-negara pusat kaptalisme, mulai timbul gerakan
reaktif, terutama karena menyebabkan kesenjangan ekonomis, sosial dan
infomatif yang makin mencolok dengan kemiskinan yang makin merata dan
menuju kemelaratan. Jika pusat-pusat kecil perlawanan sekarang terdapat di
Amerika Serikat, Amerika Latin, Eropa, dan masih dalam kekuatan lemah di Asia
dan Afrika, maka di masa depan diramalkan akan lebih merata dan lebih kuat,
bahkan di negara-negara yang sekarang menerima globalisme sebagai taktik atau
strategi jangka pendek (T. Jacob, “Menengok Kembali Pancasila”, dalam
Simposium dan Sarasehan Peringatan Hari Lahir Pacasila dan HUT RI 2006 di
UGM-Yogyakarta).
Globalisasi bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa karena
ekspresi individualistis yang tidak terbatas memungkinkan arus reformasi takkenal perbatasan antara negara yang membawa nila-nilai pusat globalisme yang
berisi propaganda anti-agama, atau penyebaran agama yang bersifat penggandaan
sekte, serta sekulasi.
Globalisasi membangkitkan semangat materialisme yang hedonistis yang
menentang
spiritualitas
dan
semangat
eksploitatif
mondal,
akibatnya
menggerogoti moral dan etika. Hormat terhadap nyawa dan manusia berkurang
dengan drasis dalam pengejaran kesenangan duniawi dan kebahagaiaan semu.
Agamapun dikomersilkan dan berbagai aspek agama dijadikan komoditas, dengan
demikian pudarlah substani agama. Terjadi pula pergeseran hormat dari kekuatan
supernatural abslut ke ikon-ikon kemewahan, dan fokus kegiatan dialihkan ke
hiburan (Ibid).
15
Globalisasi bertentangan dengan sila ke-dua karena dalam globalisasi
kemanusiaan dan peri kemanusiaan diganti oleh teknologi dan efisiensi; manusia
menjadi usang atau menjadi mesin-industri (teknologisasi) dan dapat dibuang
setiap waktu apabila tidak diperlukan. Maka, hak-hak manusia dan etika dilanggar
kalau bertentangan dengan usaha mencari laba dan kekuasaan.
Siklus hidup manusia ditandai oleh pembatasan kehamilan dan kelahiran,
pemiskinan dan eksploitasi, serta pembunuhan oleh kejahatan dan senjata
pembunuh massal. Pendidikan dan pelayanan kesehatan menjadi komoditas,
demikian pula seni (proses dan produksinya), sedangkan yang dipentingkan
adalah SDM (faktor produksi). Akibatnya, terjadilah komodifikasi hidup, mulai
dari kehamilan, penjualan bagian-bagian badan, dan rekayasa inti hayat (Ibid).
Globalisasi bertentangan dengan sila ke-tiga karena hilangnya batas-batas
negara oleh arus bebas faktor-faktor produksi, pelenyapan tarif, tak terkendalinya
arus lintas-batas informasi dan nilai-nilai. Selain itu, meningkatnya intervensi dari
luar oleh negara kuat dan korporasi transnasional dalam pemilihan umum,
deplomatik penyadapan komunikasi, operasi intel teritorial dan lewat angkasa,
pusat pengambian keputusan pindah ke pusat globalisme, serta global Pop Art
mendominasi kesenian (Ibid).
Globalisme bertentangan dengan sila ke-empat, karena globalisme
memainkan penghasilan per-kapita nasional, tetapi menambah pula prosentase
orang miskin. Globlisme menekan aspirasi rakyat suatu negara dengan ambisiambisi koporasi transnasional yang lebih kuat dari negara.
Globalisme menghalangi kecerdasan dan kesehatan rakyat dengan
bertambah mahalnya komoditas pengetahuan dan kesehatan. Demikian pula
menekan kepribadian dan auto-ekspresi melalui produksi massal produk
konsumtif, uniformisasi kehidupan dan penguasaan pendapat oleh medialisasi
transnasional (Ibid).
16
Globalisasi juga bertentangan dengan sila ke-lima, karena di era
globalisasi ini keadilan komulatif, distributif, dan legal diperjual belikan.
Konsumen tidak berhubungan langsung dengan produsen karena produksi,
distribusi, dan sistem legal dibuat demi keuntugan modal. Sementara itu
eksploitasi lingkungan dapat mengancam keadilan nasional, regional, dan
internasional maupun intergenerasional, karena hutang dan pajak lingkungan tidak
dibayar (Ign. Gatut Saksono, 2008 : 142-144).
Saat ini, sadar atau tidak, secara praktis masyarakat Indonesia tersesat
dalam pusaran gelombang kapitalisme global. Pusaran itu secara perlahan tetapi
pasti, telah mengikis kesadaran kolektif suatu bangsa. Kesadaran moral
berlandaskan ideologi Pancasila yang menjadi pegangan dalam tata pergaulan
berbangsa ikut tercuci. Dalam situasi seperti itu interaksi sosial dalam kehidupan
masyarakat diwarnai dengan tingkah yang mengarah pada demoralisasi dan
dehumanisasi. Kehampaan dan kegalauan menyelimuti masyarakat. Jiwa dan raga
bangsa ini terasa semakin rapuh. Agar tidak terpuruk kedalam jurang kehancuran,
maka kita perlu menumbuhkan kembali kesadaran kolektif dengan kembali pada
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (Ibid).
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di bab II penulis dapat menyimpulkan bahwa
kondisi kemiskinan di negara Indonesia masih sangat memprihatinkan. Hal ini
ditandai dengan rendahnya kualitas hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan
mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan, gizi anak, dan
rendahnya mutu layanan pendidikan. Hal itu berkaitan dengan Globalisasi yang
telah menyebabkan kemiskinan dan semakin terpuruknya rakyat di dalam negara.
Padahal kita tahu bahwa setiap tujuan dari negara adalah menghadirkan
tercapainya kesejahteraan umum, tetapi tujuan ini semakin jauh diwujudkan
menjadi kenyataan mengingat pemerintah-pemerintah di negara-negara ketiga
sudah tidak berdaulat lagi, karena sistem neoliberalisme sudah sedemikian
berkuasa. Rakyat yang semakin terpuruk menjadi semakin jauh dari rasa keadilan
ekonomi dan kesejahteraan. Sejak proses globalisasi mulai berlangsung, kondisi
kehidupan di hampir semua negara terkesan meningkat, apalagi jika diukur
dengan indikator-indikator yang lebih luas. Negara-negara maju dan kuat memang
bisa meraih keuntungan, tapi tidak demikian dengan negara-negara berkembang
dan miskin. Oleh karena itu, sesungguhnya perlu mendapat penanganan khusus
dan terpadu dari pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Penanggulangan
masalah kemiskinan diwujudkan oleh pemerintah dalam bentuk Sasaran
Pembangunan dan Arah Kebijakan Pembangunan. Keberhasilan program
menurunkan kemiskinan tidak akan tercapai tanpa adanya kerja-sama yang baik
dan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.
18
3.2 Saran
Adapun beberapa saran yang dapat penulis sampaikan dalam menyikapi
masalah kemiskinan adalah:
1. Kita bisa memberikan bantuan kemiskinan kepada warga yang membutuhkan
baik berupa materi atau bisa berupa bantuan lain dalam hal pendidikan
misalnya, seperti buku pelajaran atau bacaan lain yang dapat menunjang
pengetahuan mereka.
2. Selain itu ada banyak macam kebijakan yang bisa dijalankan untuk mengubah
situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan,
kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain. Oleh karenanya pemerintah
sebaiknya menjalankan program terpadu secara serius dan bertanggung jawab
agar dapat segera mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia.
3. Marilah kita tingkatkan kepedulian dan kepekaan sosial untuk membantu
saudara kita yang masih mengalami kemiskinan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Saksono, Ign. Gatut, 2008, Keadilan Ekonomi dan Globalisasi, Yogyakarta:
Rumah Belajar Yabinkas.
Mulyo, Sumedi Andono, 2005, Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan,
Jakarta: Komite Penanggulangan Kemiskinan.
Mubyanto, 2000, Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta: PT BPFE.
Anoraga, Panji, 1995, BUMN Swasta dan Koperasi, Tiga Pelaku Ekonomi,
Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
20
Download